LITERAT No. 31 Tahun 2010
ISSN: 1411–2566
Prawacana Bismillahirrohmanirrohiim, Assalamu’alaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh, Pada bulan September tahun ini, Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas (JIKK) Akademi Kebidanan Ar Rahmah hadir dengan sejumlah hasil kajian dan penelitian para dosen, baik dosen AKBID Ar Rahmah maupun dosen perguruan tinggi lainnya, yang dengan senang hati berbagi wawasan dan pengetahuan mereka demi meningkatkan kualitas keilmuan di bidang kebidanan di bumi pertiwi ini. Mengawali JIKK edisi ke-2 ini, Widyastuti mengkaji tentang Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum. Tulisan selanjutnya, Winarni memaparkan Hubungan Paritas, Usia, Dan Pendidikan Ibu Hamil Trimester III Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Masa Menjelang Persalinan. Tak kalah menarik, JM Weking mendeskripsikan Hubungan Pengetahuan Dan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih. Tulisan selanjutnya, Ajeng Widyastuti A memaparkan tentang Pengetahuan Remaja SMA Kelas XI Tentang HIV AIDS. Selanjutnya, Nunung Kanianingsih memaparkan Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Trimester III Dalam Menghadapi Proses Persalinan. Tulisan Selanjutnya, Yuliustina Mengkaji tentang Gambaran Pengetahuan Keluarga Tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dalam Rumah Tangga, Tulisan Terakhir, Iis Wahyuni Hubungan Riwayat Kehamilan Ektopik Dengan Kejadian Kehamilan Ektopik. Tak hentinya kami mengajak pembaca dari semua kalangan untuk senantiasa menggunakan JIKK sebagai media publikasi hasil kajian dan penelitian. Kami yakin, setiap kegiatan ilmiah yang telah dilakukan akan terasa lebih bermanfaat tatkala dipublikasikan dan menjadi konsumsi masyarakat ilmiah. Oleh karena itu, kami tunggu karya Anda untuk edisi JIKK selanjutnya. Akhir kata, sajian JIKK edisi kali ini diharapkan bermanfaat dan senantiasa membuka cakrawala informasi bagi Anda. Selamat membaca! Billahittaufiq walhidayah, Wassalamu’alaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh.
Penyunting.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 1
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 02 Tahun 2011
jikk Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Nomor 02 Tahun 2011, ISSN: 2356-5454 Diterbitkan oleh,
Ar Rahmah Press Akademi Kebidanan Ar Rahmah – Bandung Penanggung Jawab Hj. Diah Nurmayawati Ketua Penyunting Yuliati Wakil Ketua Penyunting Andi Laksana B Anggota Esti Hitatami Sundari Desra Amelia Irma Rosliani Dewi Iis Wahyuni Widyastuti Nunung Kanianingsih Winarni Ajeng Windyastuti JM Weking Yuliustina Mitra Bestari (Penyunting Ahli) Elvi Era Liesmayani (AKBID Panca Bhakti) Widyah Setyowati (STIKES Ngudi Waluyo U) Titiek Soelistyowatie (Unika Atma Jaya) Ari Murdiati (Univ. Muhammadiyah Semarang) Lingga Kurniawati (POLTEKKES Semarang) Frida Cahyaningrum (STIKES Karya Husada) Crismis Novalina Ginting (Univ. Gadjah Mada) Santy Deasy Siregar (Univ. Sumatera Utara) Deby Novita Siregar (STIKes Helvetia) Jupri Kartono (AKBID Panca Bhakti) Aries Cholifah (Univ. Negeri Surakarta) Setting Layout & Sirkulasi M. Andriana Gaffar Yadi Firmansyah Hamdan Hidayat Hamdani Fitriasukma Ekaputra
Hal | 2
Daftar Isi HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM oleh Widyastuti … 3 HUBUNGAN PARITAS, USIA, DAN PENDIDIKAN IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MASA MENJELANG PERSALINAN oleh Winarni … 9 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI EFEKTIF TERPILIH oleh JM Weking … 13 PENGETAHUAN REMAJA SMA KELAS XI TENTANG HIV AIDS oleh Ajeng Widyastuti A … 18 GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PROSES PERSALINAN oleh Nunung Kanianingsih … 23 GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DALAM RUMAH TANGGA oleh Yuliustina ... 32 HUBUNGAN RIWAYAT KEHAMILAN EKTOPIK DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK oleh Iis Wahyuni ... 40
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
ISSN: 2356-5454
HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM oleh Widyastuti ABSTRAK Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu sebagaimana mestinya. Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyebab terjadinya asfiksia neonatorum dan infeksi yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Nilai Apgar adalah cara untuk menilai kondisi postnatal yang mencerminkan fungsi-fungsi vital pada neonatus. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Dr. R Koesma Tuban tahun 2009. Dalam penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain Cross Sectional. Populasi yang digunakan adalah semua ibu bersalin dengan KPD dan ibu bersalin tanpa komplikasi di RSUD Dr R. Koesma Tuban Tahun 2009 sebanyak 240 responden, sampel diambil dari sebagian ibu bersalin dengan KPD dan ibu bersalin tanpa komplikasi di RSUD Dr R. Koesma Tuban Tahun 2009 yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 148 responden. Tehnik sampling menggunakan Simple Random Sampling. Pengumpulan data menggunakan data sekunder yaitu didapatkan dari data register persalinan. Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang kemudian dianalisis menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di RSUD Cililin Bandung Barat Tahun 2009 melahirkan bayi tidak asfiksia 65 (81,25%). Dari analisa data mengunakan uji Chi Square didapatkan nilai frekuensi harapan < 5 lebih dari 20% sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilakukan analisa data dengan menggunakan uji Chi Square dan sebagai gantinya maka digunakan analisa data menggunakan uji Exact Fisher dengan menggunakan program SPSS versi 11,5 didapatkan p = 0,064 dimana p > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Kesimpulan dari panelitian ini adalah bahwa tidak ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Maka disarankan bagi masyarakat lebih sadar dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini dengan rutin memeriksakan kehamilannya, agar bidan dapat memantau kondisi ibu dan janin untuk meminimalkan dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini beserta komplikasinya. Kata Kunci: Ketuban Pecah Dini, Asfiksia PENDAHULUAN Ketuban pecah dini (KPD) adalah selaput ketuban yang pecah sebelum adanya tanda persalinan.1 Insiden KPD di Indonesia berkisar 4,5% sampai 7,6% dari seluruh kehamilan, sedangkan di luar negeri insiden KPD antara 6% sampai 12%.2 Asfiksia neonatorum adalah keadaan fetus atau bayi baru lahir, mengalami gangguan oksigen atau gangguan perfusi dari berbagai organ yang berhubungan dengan hipoksia jaringandan asidosis.3 Derajat asfiksia ditentukan berdasarkan nilai Apgar. Nilai Apgar biasanya
dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, selanjutnya dilakukan pada 5 menit berikutnya karena hal tersebut mempunyai korelasi yang erat dengan mortalitas dan morbiditas neonatal.4 Nilai Apgar menit pertama menunjukkan toleransi bayi terhadap proses kelahirannya, dan menit kelima menujukkan adaptasi bayi terhadap lingkungan barunya.5 Penelitian yang dilakukan di California mendapatkan insidens asfiksia pada bayi baru lahir sebesar 2%-9%.6 Ketuban pecah dini berkaitan dengan komplikasi persalinan, meliputi kelahiran kurang bulan,
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 3
jikk
ISSN: 2356-5454 sindrom gawat napas, kompresi tali pusat, khorioamnionitis, abruption plasenta, sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal.1,2,7,8 Semakin lama KPD, semakin besar kemungkinan komplikasi yang terjadi.1,7,8 Asfiksia dapat terjadi akibat kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan plasenta maupun infeksi.1,2,7,8 Asfiksia yang terjadi pada bayi cukup bulan, seringkali diawali infeksi.7 Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nilufar dkk,9 didapatkan 33% insiden terjadinya asfiksia pada KPD yang lama, berbeda secara signifikan dengan tanpa asfiksia 6,7%. Berdasarkan latar belakang KPD yang merupakan salah satu penyebab terjadinya asfiksia, maka perlu diketahui berapa lama kejadian KPD dapat menyebabkan terjadinya asfiksia. Penelitian kami bertujuan untuk mengetahui besar risiko lama KPD terhadap kejadian asfiksia pada kehamilan cukup bulan. Metode Penelitian analitik observasional dengan rancangan kasus kontrol dilakukan selama periode bulan Mei sampai November 2010, di ruang perawatan neonatus Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar. Kriteria inklusi adalah bayi asfiksia, usia kehamilan cukup bulan, persalinan berlangsung spontan/ tanpa tindakan (forsep, vakum ekstrasi, seksio sesarea). Kriteria eksklusi adalah bayi yang dilahirkan menderita kelainan bawaan, bayi mengalami intra-uterine growth retardation (IUGR), risiko infeksi, meliputi ibu febris, ibu tersangka infeksi saluran kencing, korioamnionitis dan ketuban hijau, dan data yang diperoleh kurang lengkap. Definisi operasional variabel asfiksia neonatorum adalah keadaan fetus atau bayi baru lahir mengalami gangguan oksigen, atau gangguan perfusi dari berbagai organ yang berhubungan dengan hipoksia jaringan dan asidosis.3 Asfiksia ditentukan berdasarkan nilai Apgar pada menit 1, dengan penilaian didasarkan pada Apgar �7 (tidak asfiksia) dan Apgar <7 (asfiksia).7 Ketuban
Hal | 4
Nomor 02 Tahun 2011
pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban setiap saat sebelum terdapat tanda-tanda persalinan. Dibedakan menjadi dua yaitu KPD <12 jam dan KPD �12 jam. Besar sampel berdasarkan kesalahan tipe I 5%, kesalahan tipe II 20%, nilai P2 dari penelitian Nili dkk10 diperoleh 0,7. Pada penelitian kami, RO (rasio odds) yang dianggap bermakna adalah 1,3. Berdasarkan perhitungan diperoleh n1 dan n2, yaitu masingmasing38, jadi jumlah total sampel adalah 76 orang. Populasi adalah bayi asfiksia yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar, sedangkan sampel diambil dari semua populasi yang memenuhi kriteria penelitian secara consecutive sampling. Faktor risiko asfiksia dikelompokkan berdasarkan kelompok risiko tinggi dan risiko rendah, mengalami asfiksia dari faktor ibu ataupun bayi. Risiko tinggi mengalami asfiksia, meliputi umur ibu <18 tahun atau >35 tahun, paritas 1 (primipara) atau �5 (grand multipara), terdapat sakit, seperti asma, preeklamsi, eklamsi, gagal jantung dan riwayat obstetri buruk selama kehamilan, berat badan lahir <2500 gram atau >4000 gram, dan KPD �12 jam. Bayi asfiksia dijadikan kasus, sedangkan kontrol adalah bayi tidak asfiksia, kemudian masing-masing subjek akan dilihat secara retrospektif, apakah ibu mengalami KPD <12 jam atau KPD �12 jam. Data lama KPD diambil dari rekam medik. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi, dianalisis dengan uji Kai-kuadrat, dan analisis multivariat (regresi logistik) dengan menggunakan komputer dengan tingkat kemaknaan �=0,05 (IK95%), serta dikatakan bermakna apabila p <0,05. Penelitian kami telah mendapatkan kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Hasil Tujuhratus limabelas jumlah total persalinan selama bulan Mei-November 2010. Berdasarkan kriteria inklusi didapatkan 128
Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
orang. Pasien yang dieksklusi 80 orang karena risiko infeksi (73), menderita kelainan bawaan (2), dan IUGR (5). Setelah ditambahkan kontrol sebesar 38 orang, jumlah total sampel 76 orang. Bayi asfiksia didapatkan pada umur ibu >35 tahun 2 sampel, paritas 1 (primipara) 21 sampel, paritas �5 (grand multipara) 2 sampel, terdapat sakit, seperti asma, preeklamsi, eklamsi, gagal jantung atau riwayat obstetri buruk selama kehamilan 8 sampel, berat badan lahir <2500 gram 3 sampel, dan KPD �12 jam 34 sampel. Karakteristik subjek pada kedua kelompok tertera pada Tabel 1. Kami mendapatkan hubungan yang bermakna antara lama KPD dengan asfiksia. Rasio odds asfiksia pada KPD �12 jam 9,7 kali dengan nilai p 0,004 (Tabel 2). Analisis multivariat dengan regresi logistik didapatkan tidak terdapat faktor risiko lain yang diteliti yang berbeda secara bermakna, selain faktor KPD seperti pada Tabel 3. PEMBAHASAN Ketuban pecah dini merupakan masalah penting yang berkaitan dengan komplikasi, meliputi kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, kompresi tali pusat, khorioamnionitis, abruptio plasenta, sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal.1,3,7,8 Pasien yang mengalami ketuban pecah dini 50%-75% akan mengalami persalinan secara spontan dalam waktu 48 jam, 33% akan mengalami sindrom gawat napas, 32%-76% mengalami kompresi tali pusat, 13%-60% mengalami khorioamnionitis, 4%-12% mengalami abruption plasenta, dan 1%-2% kemungkinan mengalami kematian janin.1,8 Semakin lama KPD, semakin besar kemungkinan komplikasi yang terjadi, sehingga meningkatkan risiko asfiksia.1,7,8 Ketuban pecah dini dapat mengakibatkan asfiksia, baik akibat kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan plasenta maupun infeksi.1,3,7,8 Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang terjadi pada bayi, baik pada bayi cukup bulan terlebih lagi pada bayi
ISSN: 2356-5454 kurang bulan,7 dengan infeksi keduanya saling mempengaruhi.1,7 Ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi asenden. Infeksi tersebut dapat berupa amnionitis dan korionitis atau gabungan keduanya disebut korioamnionitis.1,2,13 Selain itukorioamnionitis dapat dihubungkan dengan lama pecah selaput ketuban, jumlah kali periksa dalam dan pola kuman terutama grup Staphylococus.1,2 Sepsis awitan dini sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan sepsis awitan lambat sering dihubungkan dengan infeksi pascanatal terutama nosokomial. Kami mendapatkan KPD �12 jam dengan asfiksia 44,7%, sedangkan KPD <12 jam dengan asfiksia 5,3%, dengan RO (rasio odds) 9,7 dan nilai p=0,004, sehingga terdapat perbedaan yang bermakna antara lama KPD (<12 atau �12) jam terhadap asfiksia. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Halimah dkk,14 Setiyana,15 dan Fahrudin.16 Penelitian Halimah dkk mendapatkan 24 (63,15%) bayi mengalami asfiksia neonatorum ketika terjadi KPD selama proses persalinan, yaitu 1 bayi (2,63%) menderita asfiksia ringan, 8 bayi (21,05%) menderita asfiksia sedang, dan 15 bayi (39,47%) menderita asfiksia berat. Penelitian Setiyana mendapatkan KPD >12 meningkatkan risiko asfiksia neonatorum, dan penelitian Fahrudin mendapatkan berat badan lahir rendah, KPD, persalinan lama, tindakan seksio sesaria, riwayat obstetri yang jelek dan status perawatan prenatal yang buruk merupakan faktor risiko asfiksia neonatorum. Secara teori terdapat berbagai komplikasi pada bayi akibat KPD, antara lain persalinan kurang bulan, gawat janin, oligohidramnioan, penekanan tali pusat, sindrom gawat napas, serta risiko infeksi.1,8 Semakin lama KPD, maka semakin besar risiko komplikasi yang terjadi. Asfiksia dapat terjadi bisa akibat penekanan tali pusat, oligohidramnion, gawat janin, sindrom gawat napas maupun infeksi. Sehingga, semakin lama KPD maka komplikasi yang terjadi semakin besar, berakibat risiko terjadinya
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 5
jikk
ISSN: 2356-5454 asfiksia pada meningkat.1,7,8
janin,
juga
semakin
Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Terbukanya hubungan intra uterin dengan ekstra uterin, dengan demikian mikroorganisme dengan mudah masuk dan menimbulkan infeksi intrapartum apabila ibu sering diperiksa dalam, infeksi puerpuralis, peritonitis dan sepsis. Ketuban pecah dini pada kondisi kepala janin belum masuk pintu atas panggul mengikuti aliran air ketuban, akan terjepit antara kepala janin dan dinding panggul, keadaan sangat berbahaya bagi janin. Dalam waktu singkat janin akan mengalami hipoksia hingga kematian janin dalam kandungan (IUFD), pada kondisi ini biasanya kehamilan segera diterminasi. Bayi yang dilahirkan jauh sebelum aterm merupakan calon untuk terjadinya respiratory distress sindroma (RDS). Hipoksia dan asidosis berat yang terjadi sebagi akibat pertukaran oksigen dan karbondioksida alveoli kapiler tidak adekuat, terbukti berdampak sangat fatal pada bayi (Mochtar, 2003). Dengan demikian sesuai dengan fakta dan teori diatas pada penelitian ini sebagian besar ibu bersalin di RSUD Cililin Bandung Barat mengalami ketuban pecah dini. Banyaknya kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu infeksi, trauma, kelainan letak, disproporsi antara kepala janin dan panggul ibu, multigravida, perdarahan antepartum dan lain-lain yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun sikap dalam menghadapi ketuban pecah dini ini hal yang harus dipertimbangkan adalah lamanya ketuban pecah, usia kehamilan, perkiraan berat badan janin, presentasi intra uterin, komplikasi dan resiko yang akan dihadapi janin dan maternal sehingga dapat tercapai tujuan well born baby dan well health mother atau setidak- tidaknya well health mother jika terpaksa bayi harus dikorbankan. Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya dari 148 bayi baru
Hal | 6
Nomor 02 Tahun 2011
lahir yang tidak mengalami asfiksia 87,16%, dan sebagian kecil bayi baru yang lahir mengalami asfiksia berat 3,38%. Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel, retensi karbon dioksida berlebihan, dan asidosis metaboli. Kombinasi ketiga peristiwa itu menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan kehidupan. Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah di paru-paru mengalami kontriksi. Vasokontriksini menyebabkan paru-paru resistan terhadap ekspansi sehingga mempersulit kerja resusitasi. Salah satu efek hipoksia pada sirkulasi dalam jantung adalah sirkulasi janin yang persisten (Varney, 2007). Asfiksia yang mungkin timbul dalam masa kehamilan dapat dicegah dengan melakukan pengawasan antenatal yang adekuat dan melakukan koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoreksia / hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatorum dan perlu mendapat perhatian utama agar persiapan dapat dilakukan sehingga bayi perwatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir (FKUI, 2007). Kegawatan janin selama persalinan dapat dideteksi dengan pemantauan frekuensi denyut jantung janin secara terus menerus berguna untuk mencegah terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir (Nelson, 2000). Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Prawirohardjo, 2007). Dengan demikian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada kesesuaian antara fakta dan teori walaupun hanya sebagian kecil bayi baru lahir di RSUD Cililin Bandung Barat yang mengalami asfiksia. Untuk itu diharapkan masyarakat menyadari akan
Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
pentingnya antenatal karena hal ini dapat digunakan sebagai deteksi dini adanya kelainan pada ibu sehingga perbaikan sedinidininya dapat diusahakan dan agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna untuk kelahirannya. Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini dan bayi yang dilahirkan tidak mengalami asfiksia sedang 81,25% dan yang mengalami asfiksia berat 5,00%. Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran premature, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Resiko kelahiran bayi prematur adalah resiko terbesar kedua setelah infeksi akibat ketuban pecah dini. Pemeriksaan mengenai kematangan dari paru janin sebaiknya dilakukan terutama pada usia kehamilan 32-34 minggu. Hasil akhir dari kemampuan janin untuk hidup sangat menentukan langkah yang akan diambil. Komplikasi yang sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernafasan yang terjadi pada bayi baru lahir. Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin saehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang terjadi pada bayi baik pada bayi aterm terlebih pada bayi prematur, antara KPD dan asfiksia keduanya saling mempengaruhi. Pada induksi persalinan kontraksi otot rahim yang berlebihan dapat menimbulkan asfiksia janin (Manuaba, 2001). Dengan demikian dari teori-teori yang diuraikan diatas dan dari hasil penelitian di RSUD Cililin Bandung Barat bulan juli 2010 bahwa masih banyak kejadian ketuban pecah dini dan asfiksia bayi baru lahir, namun kedua kejadian ini tidak selalu menjadi penyebab dari masing-masing kejadian tersebut. Jika ketuban sudah pecah sebelum waktunya
ISSN: 2356-5454 maka akan membahyakan janin karena air ketuban berguna untuk mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh lingkungannya diluar rahim. Dengan kejadian ini maka kemungkinan asfiksia bisa saja terjadi. Hal ini juga sesuai dengan analisa data yang menggunakan uji Exsact Fisher dengan menggunakan program SPSS versi 11,5 didapatkan p = 0,064 dimana p > 0,05 maka Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Meskipun kedua faktor ini sangat berkaitan, namun tidak selalu ketuban pecah dini menyebabkan asfiksia begitu juga asfiksia tidak selalu disebabkan karena ketuban pecah dini karena masih ada faktor lain yang dapat menyebabkan asfiksia antara lain adalah partus lama, pre eklamsi dan eklamsi, kehamilan lewat waktu, perdarahan abnormal dan lain-lain. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian, KPD merupakan faktor risiko terjadinya asfiksia. Penelitian kami menggunakan data sekunder dari catatan rekam medik pasien. Disamping itu, variabel yang diteliti terbatas hanya beberapa variabel yang tersedia sehingga sangat memungkinkan terjadinya bias terhadap hasil penelitian. Untuk mencegah terjadinya asfiksia pada bayi, maka persalinan dengan KPD �12 jam sebaiknya dilakukan di rumah sakit sehingga resusitasi bayi baru lahir dapat dilakukan secara optimal. REFERENSI Modena AB, Kaihura C, Fieni S. Prelabour rupture of the membranes: recent evidence. Acta Bio Medica Ateneo Parmense 2004;75:5-10. Cammu H, Verlaenen H, Derde P. Premature Rupture of Membranes at Term in Nulliparous Women: A Hazard?Obstet Gynecol 1990;76:671-4. Khan PA, Azam M, Malik FA. Birth Asphyxia; risk factors. The Professional 2004;2:41624.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 7
jikk
ISSN: 2356-5454 Onama C, Tumwine JK. Immediate Outcome of Babies With Low Apgar Score In Mulago Hospital, Uganda. East African Med J 2003;80:22-30. Whelan MA. The Apgar Score. Pediatrics 2006; 118:1313-4. Yvonne W, Kendall H, Shoujun Z, Heather J, Claiborne J. Declining Diagnosis of Birth Asphyxia in California: 1991–2000. Pediatrics 2004;114:1584-90. Khreisat W, Habahbeh Z. Risk Factors of Birth Asphyxia. Pak J Med Sci 2005;21:30-4. Tanya M, Medina, Ashley H. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2006;73:659-65. Nilufar S, Nazmun N, Mollah A. Risk Factors and Short-Term Outcome of Birth Asphyxiated Babies in Dhaka Medical College Hospital. Bangladesh J Child Health 2009;33:83-89. Nili F, Shams A. Neonatal Complications of Premature Rupture of Membrane. Acta Medica Iranica 2003; 41:175-80. Rehana M, Yasmeen M, Farrukh M, Naheed P, Uzma D. Risk Factors of Birth Asphyxia.
Hal | 8
Nomor 02 Tahun 2011
J Ayub Med Coll Abbottabad 2007;19:67-71. Shehla N, Ali F, Rubina B, Ruqqia S. Prevalence of PPROM and its Outcome. J Ayub Med Coll Abbottabad 2006;19:14-8. Flenady V, King JF. Antibiotics for prelabour rupture of membranes at or near term (Review). The Cochrane Library 2009;2:1-22. Halimah S, Candra D, Wisnubroto P. Hubungan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Saat Persalinan Dengan Kejadian Asfiksia Bayi Baru Lahir (BBL). Diunduh 18 Oktober 2010. Didapat dari: URL:http://www.scribd.com/doc/15689407. Setiyana A. Hubungan antara lama ketuban pecah dini terhadap nilai APGAR pada kehamilan aterm di badan rumah sakit daerah Cepu (Tesis). Surakarta: FKUMS, 2009. Fahrudin. Analisis beberapa faktor risiko kejadian asfiksia neonatorum di kabupaten Purworejo (Tesis). Semarang: MIKMUNDIP, 2003.
Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
ISSN: 2356-5454
HUBUNGAN PARITAS, USIA, DAN PENDIDIKAN IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MASA MENJELANG PERSALINAN oleh Winarni ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dukungan sosial dan kecemasan dalam menghadapi persalinan pada ibu hamil trimester ketiga. Berdasarkan hasil mean hipotetik diketahui bahwa dukungan sosial subjek berada pada rata-rata tinggi sedangkan untuk kecemasan dalam menghadapi persalinan subjek berada pada rata-rata rendah. Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah sampling random sederhana dimana setiap unit dalam sample mempunyai peluang yang sama untuk dipilih. Sedangkan metode pengumpulan datanya adalah metode skala. Skala dukungan social yang dibuat berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial dari House, Watson, dan Thoits (dalam Firman & Khairani, 2000), yaitu: bantuan materi, informasi, emotional support, dan dukungan penghargaan. Sedangkan skala kecemasan disusun berdasarkan gejalagejala kecemasan dari Conley (2004), Ibrahim (2002), Hurlock dan Darajat (dalam Hasibuan & Simatupang, 1999) yaitu berupa gejala fisik dan gejala psikologis. Ibu yang sedang mengalami kehamilan, akan mengalami perubahan secara fisik dan psikoogis 9mental), oleh karena itu iu hamil dituntut tidak hanya harus siap secarafisik, tetapi juga haus siap secara mental. Perubahan secara mental pada ibu akan mempengaruhi emosi si ibu. Pada trimester ketigaperubahan psikologis yang terjadi antara lain merasakan kegelisahan mengenai kelahiran bayinya, perasaan takut mati, trauma kelahiran, perasaan bersalah atau berdosa dan ketakutan riil seperti ketakutan bayinya lahir cacat. Apabila pengaruh emosi si ibu tidak didukung oleh lingkungan keluarga yang harmonis ataupun lingkungan tempat tinggal yang kondusif, maka hal ini dapat menimbulkan gangguan emosi dan fisik (ringan sampai berat) pada para ibu seperti kecemasan. Mencegah hal tersebut terjadi, maka dukungan sosial untuk ibu hamil sangatlah penting. Kata Kunci: Dukungan sosial, Kecemasan. Persalinan, Kehamilan PENDAHULUAN Kehamilan dan persalinan merupakan proses fisiologis dan alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita. Dalam persalinan terdapat beberapa faktor utama yang sangat berpengaruh penting terhadap kelancaran proses persalinan, salah satunya adalah faktor psikologis (kejiwaan). Karena itulah seorang wanita memerlukan kematangan fisik, emosional, dan psikoseksual serta psikososial sebelum kawin dan menjadi hamil. Perasaan cemas, takut, dan nyeri akan membuat wanita tidak tenang menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas (Mochtar, Rustam. 1998 : 178). Pada setiap tahapan kehamilan, ibu hamil akan mengalami proses kejiwaan yang berbeda. Pada trimester III yang sudah mendekati hari persalinan akan timbul
gejolak baru untuk menghadapi persalinan dan perasaan tanggung jawab sebagai ibu pada pengurusan bayi yang akan dilahirkan. Saat ini kehidupan psikologis dan emosional ibu hamil dipenuhi oleh pikiran dan perasaan mengenai persalinan dan tanggung jawab sebagai ibu (Mochtar, Rustam. 1998 : 179). Persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 37-40 minggu disebut persalinan normal. Pada masa ini baik tubuh bayi maupun ibu sudah siap memasuki proses persalinan. Untuk itu, persiapan mental menuju persalinan sudah harus dimulai (Pusdiknakes, 2002). Walaupun persalinan adalah sebuah proses alami yang sekaligus menakjubkan dan sudah menjadi kodrat bagi seorang wanita untuk menjalaninya, tetapi seringkali ibu hamil tidak dapat menghilangkan rasa khawatir dan takut
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 9
jikk
ISSN: 2356-5454 dalam menghadapi proses persalinan tersebut (Andriana, Evarini, 2007). Proses melahirkan pada setiap ibu pasti berbeda-beda. Ternyata, selain penyebab yang bersifat klinis, suasana psikologis sang ibu yang tidak mendukung juga ikut andil mempersulit proses persalinan. Seperti ibu dalam kondisi cemas, khawatir dan takut yang berlebihan, hingga akhirnya berujung pada stres. Itulah sebabnya menjelang proses persalinan, ibu hamil membutuhkan ketenangan agar proses persalinan menjadi lancar tanpa hambatan. Semakin ibu tenang menghadapi proses persalinan maka persalinan akan berjalan semakin lancar (Pusparini, Wening, 2003). Perasaan takut, kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan adalah manifestasi cemas yang dapat dialami oleh setiap orang terutama pada ibu hamil yang menantikan proses persalinan. Penelitian di luar negeri menyebutkan 12% wanita menyatakan persalinan adalah saatsaat yang menyeramkan. Rasa cemas, takut dan sakit menimbulkan stress yang mengakibatkan gangguan proses persalinan, sehingga menghilangkan rasa cemas dan takut selama proses persalinan menjadi sangat penting (Aryasatiani, Ekarini, 2007). Pengalaman rasa nyeri berbeda antara satu wanita dengan wanita yang lain, demikian pula antara persalinan pertama dengan persalinan berikutnya pada wanita yang sama ataupun pada wanita yang berbeda (Aryasatiani, Ekarini, 2007). Dengan semakin dekatnya jadwal persalinan, terutama pada persalinan pertama, wajar timbul perasaan cemas ataupun takut. Meski sangat menantikan kelahiran sang bayi, di lain pihak timbul kekhawatiran apakah akan bisa menjalani persalinan tanpa suatu halangan apapun. Apakah segala persiapan selama ini sudah memadai, serta aneka kecemasan lain. Salah satu kecemasan para ibu menghadapi persalinan adalah ketakutan terhadap rasa nyeri, apalagi bagi calon ibu yang belum pernah melahirkan sebelumnya (Pusparini,
Hal | 10
Nomor 02 Tahun 2011
Wening, 2003). Untuk persalinan pertama, timbulnya kecemasan ini sangat wajar karena segala sesuatunya adalah pengalaman baru (Pusdiknakes, 2002). Perubahan psikologis menghadapi persalinan dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah faktor pengalaman sebelumnya (Mahasiswi Prodi Kebidanan Negeri Jakarta, 2002). Menurut Kuswandi, semua orang selalu mengatakan bahwa melahirkan itu sakit sekali, oleh karena itu muncul ketakutan-ketakutan pada ibu yang baru pertama hamil dan belum memiliki pengalaman bersalin. Jika dilihat dari pengalaman melahirkan, ada dua golongan ibu yang diliputi rasa takut dan cemas menghadapi persalinan. Golongan pertama adalah perempuan yang sudah pernah melahirkan, namun mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan pada kehamilan dan persalinan sebelumnya. Golongan kedua adalah ibu hamil pertama kali dan belum pernah mempunyai pengalaman melahirkan sebelumnya, tetapi banyak mendengar tentang cerita-cerita dan pengalamanpengalaman yang menakutkan dari orang lain tentang proses persalinan (Arifin, Laili, 2007). BPS Laili Fauziah, Amd. Keb. terletak di Desa Rejomulyo Kecamatan Kras Kabupaten Kediri. Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti, dalam waktu satu minggu (7 hari) terdapat 21 ibu hamil trimester III yang melakukan pemeriksaan ANC, terdiri dari 10 nullipara, 7 primipara, 3 multipara, 1 grandemultipara. Dari wawancara yang dilakukan, seluruh ibu hamil nullipara dan sebagian besar ibu hamil primipara mengeluh merasa cemas menghadapi persalinan, sedangkan ibu hamil multipara dan grandemultipara mengatakan biasa saja atau tidak merasa cemas dalam menghadapi persalinan. Dari data yang diperoleh menunjukkan cukup tingginya jumlah ibu hamil khususnya trimester III yang melakukan pemeriksaan ANC, macam paritas beragam
Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
dan tingkat kecemasan persalinannyapun bervariasi.
menghadapi
PEMBAHASAN Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS), disebutkan bahwa visi rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang akan dilahirkan hidup sehat, dengan misinya menurunkan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan di dalam menghadapi persalinan yang aman. Perawatan antenatal yang teratur dapat menurunkan secara mendasar mortalitas dan morbiditas Ibu dan anak, perawatan antenatal yang memadai juga dapat mengurangi risiko dalam persalinan. Risiko dalam persalinan yang sering dijumpai yaitu perpanjangan dari kelahiran bayi, partus lama, hal ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan yaitu : power, passage, passenger, psikis, penolong. Faktor psikis dalam menghadapi persalinan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi lancar tidaknya proses kelahiran. Dukungan yang penuh dari anggota keluarga penting artinya bagi seorang Ibu bersalin terutama dukungan dari suami sehingga memberikan support moril terhadap Ibu (Kartini Kartono, 1986 : 192). Namun demikian faktor psikis selama ini belum mendapatkan perhatian oleh penolong persalinan, hal ini sesuai dengan pendapat (Kartini Kartono) yang menyatakan bahwa para dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan kondisi psikis wanita tersebut, sebab mereka biasanya disibukkan oleh faktor-faktor somatis (jasmaniah). Pada umumnya para dokter dan bidan menganggap tugas mereka telah selesai apabila bayinya sudah lahir dengan selamat dan ibunya tidak menunjukkan tanda-tanda patologis (Kartini Kartono, 1986).
ISSN: 2356-5454 Sejalan dengan hal tersebut, di masyarakat paradigma persalinan masih menganggap persalinan itu merupakan pertaruhan hidup dan mati, sehingga wanita yang akan melahirkan mengalami ketakutanketakutan, khususnya takut mati baik bagi dirinya sendiri ataupun bayi yang akan dilahirkannya (Kartini Kartono, 1986:190). Melihat fenomena di atas, menunjukkan bahwa proses persalinan selain dipengaruhi oleh faktor passage, passanger, power dan penolong, faktor psikis juga sangat menentukan keberhasilan persalinan. Dimana kecemasan atau ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (intra psikis) dapat mengakibatkan persalinan menjadi lama/partus lama atau perpanjangan Kala II (Depkes RI Pusdiknakes). PENUTUP Berdasarkan hasil uraian diatas dapat disimpulkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki dukungan sosial yang rata-rata tinggi dan kecemasan dalam menghadapi persalinan yang rata-rata rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran-saran yang dapat diberikan: 1. Sebaiknya subjek dalam menjalani kehamilannya berusaha terbuka mengenai hal-hal yang dirasakannya kepada lingkungan sosialnya, karena hal ini dapat membantu komunikasi diantara mereka untuk menghadapi masa kehamilan terutama masa menjelang persalinan dengan baik. Sebaiknya selama kehamilan ibu hamil memperluas wawasan mengenai persalinan dan hal-hal yang berhubungan dengan parenting, berusaha terbuka dengan lingkungan sosial mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehamilannya, hal ini diperlukan guna memberikan wawasan untuk ibu hamil sehingga dapat
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 11
jikk
ISSN: 2356-5454 mengantisipasi hal-hal yang dapat menggangunya selama kehamilan. 2. Sebaiknya para suami dan keluarga selalu mendampingi ibu hamil selama kehamilan terutama menjelang masa persalinan dengan cara memberikan perhatian, dukungan dan bantuan, dan mengembangkan komunikasi yang baik dengan para ibu hamil. Hal ini perlu dilakukan agar ibu hamil merasa mendapatkan dukungan dari lingkungan sosialnya, dan dapat meminimalisasikan kecemasan dalam menghadapi persalinan. REFERENSI http://kti-akbid.blogspot.com/2011/05/ktihubungan-paritas-dengan-tingkat.html Ambarwati, W & Sintowati, R. (2004). Pendidikan kesehatan mengatasi keluhan hamil pada ibu-ibu hamil di Asrama Group PII Kopassus Kartasura. Laporan Penelitian Kajian Wanita. Surakarta: Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Anastasia & Urbina. (1997). Tes psikologi Edisi ke Tujuh. Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang. Azwar, S. (1996). Tes pretasi: Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar Edisi II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Conley, T. (2004). Breaking free from the anxiety trap. http://www.yakita.or.id/ kecemasan.htm+kecemasan Firman & Khairani. (2000). Dukungan sosial dan penerimaan diri pedagang wanita
Hal | 12
Nomor 02 Tahun 2011
pasar pedesaan Minangkabau dalam memberdayakan sumber ekonomi keluarga. Laporan Penelitian Kajian Wanita. Sumatra Barat: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang Hasibuan, R & Simatupang, N. (1999). Kecemasan pada kehamilan pertama ditinjau dari peran social support. Laporan Penelitian. Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Brawijaya Malonda, B.F. (2003). Sosial-budaya, gangguan emosi, dan fisik pasca salin masyarakat pedesaan Sumedang. Tesis (tidak diterbitkan). Universitas Sam Ratulangi. Ramli, H. (2003). Pengaruh jenis dukungan sosial keluarga terhadap kecemasan wanita hamil pertama di balai kesehatan Muhammadiyah Malang. Tesis (tidak diterbitkan). Malang: Fakultas Psikologi JIPTUMM Suririnah. (2006). Beberapa perubahan pada ibu hamil. http://www.infoibu.achiza. blogsome.com/+kecemasan+pada+wanit a+hamil+menghadapi+persalinan Suryaningsih. (2007). Tips mengatasi stres saat kehamilan. http://www.suryaningsih. wordpress.com/2007/05/22/tipsmengatasi-stres-saatkehamilan/+dukungan+sosial+untuk+w anita+hamil Yulianti, N. (2004). Gambaran rasa cemas wanita hamil pertama dan dukungan suami yang diterima. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Jurnal Ilmiah Keperawatan Akademi Keperawatan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
ISSN: 2356-5454
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI EFEKTIF TERPILIH oleh JM Weking ABSTRAK KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda atau mencegah kehamilan, menjarangkan kehamilan, serta untuk menghentikan atau mengakhiri kesuburan. Kontrasepsi sesuai dengan makna asal katanya, dapat kita definisikan sebagai tindakan atau usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya konsepsi atau pembuahan (Notodihardjo, 2002). Tujuan KB Untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi dan balita serta angka kelahiran dalam rangka mempercepat terwujudnya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) (DepKes, 1999). Untuk menjaga jarak antar anak ibu dapat menggunakan alat kontrasepsi metode hormonal. Sedangkan bila tidak mau menambah anak lagi dapat menggunakan metode mekanis (Biran, 2004). Macam-macam Kontrasepsi menurut Hartanto (2000): 1. Metode sederhana: Kondom, Spermiside, Koitus interuptus (senggama terputus), Pantang berkala 2. Metode efektif: Hormonal: Pil KB: progesterone only pil, pil KB kombinasi, pil KB sekuensial. Suntikan KB: Depropovera setiap 3 bulan, Norigest setiap 10 minggu, Cyclofem setiap bulan; Susuk KB: setiap 5 tahun (Norplant), 3 tahun (Implanon); Mekanis: Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) (Copper T, Medusa, Seven Copper). Kata Kunci : Keluarga berencana, Kontrasepsi, angka kelahiran PENDAHULUAN Program Keluarga Berencana Nasional telah diawali dan dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 1974. Tujuan dari pada pemerintah tersebut untuk mengurangi jumlah penduduk dan juga untuk mengurangi tingkat kematian pada ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi yang dilahirkan. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan KB, pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita dengan cara menggabungkan dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi utama dan yang lain. Juga responsif terhadap berbagai tahap kehidupan reproduksi wanita. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. (Dyah noviawati dan Sujiyatini, 2009) Sembilan puluh sembilan persen (99%) kesakitan pada wanita yang mengalami
kehamilan terjadi di negara berkembang dan hampir 500 juta jiwa yang meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi kehamilan. (Sarwono, 2005) Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan dan kerjasama pasangan mengenai kemampuan mempunyai anak. (Derek dan Jones, 2001) Menurut WHO di negara bangladesh pada tahun 2004 penduduk yang menggunakan alat kontrasepsi yaitu 58,1% penduduk, dengan presentase penggunaan jenis kontrasepsi yaitu pil (26,2%), suntik dan implant (10,5), IUD(0,6%), kondom (4,2%),
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 13
jikk
ISSN: 2356-5454 metode penghalang vagina (0%), Mop (0,6%), MOW (5,2%), metode lainnya (0%). (http://translate.google.co.id/who/2004) Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Untuk dapat mengangkat kehidupan bangsa telah dilaksanakan bersamaan pembangunan ekonomi dan keluarga berencana yang merupakan sisi masing-masing mata uang. Bila gerakan KB tidak dilakukan bersamaan dengan pembangunan ekonomi, dikhawatirkan hasil pembangunan tidak akan berarti.( Manuaba, 1998 ) Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah berumur panjang sejak tahun 1970 dan masyarakat dunia telah menganggap Indonesia telah berhasil menurunkan angka kelahiran dengan bermakna.(Manuaba , 1998) Keluarga Berencana adalah merupakan suatu perencanaan kehamilan yang diinginkan untuk menjadikan norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dan pada hakikatnya keluarga berencana adalah upaya untuk menjarangkan atau mengatur kelahiran dan menghentikan kehamilan, bila ibu sudah melahirkan anak yang banyak. Secara tidak langsung Keluarga Berencana dapat menyehatkan fisik dan kondisi, sehat ekonomi keluarga dan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. (DEPKES RI, 1996) Pada saat sekarang ini telah banyak beredar berbagai macam alat kontrasepsi, khususnya alat kontrasepsi metode efektif yaitu: pil, suntik, IUD, implant. Alat kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat yaitu aman pemakaiannya dan dapat dipercaya, efek samping yang merugikan tidak ada, lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan, tidak mengganggu hubungan seksual, harganya murah dan dapat diterima oleh pasangan suami istri. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua
Hal | 14
Nomor 02 Tahun 2011
kontrasepsi yang tersedia, tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif, dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya pada berbagai tingkat reproduksi. Tidaklah mengejutkan apabila banyak wanita merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan atau tidak menggunakan metode KB sama sekali. Dari 61,4 % pengguna metode kontrasepsi di Indonesia sebanyak 31,6 % menggunakan suntik. Sedangkan yang memakain pil hanya 13,2 %, memakai IUD atau spiral 4,8 %, implant 2,8 %, dan kondom 1,3 %, sisanya vasektomi dan tubektomi. Terjadi kenaikan pemakaian metode kontrasepsi suntik dari tahun 1991 sampai 2007 lalu. Menurut survey yang dilakukan oleh BKKBN tentang penggunaan metode kontrasepsi suntik pada tahun 1991 hanya 11,7 % pada tahun 1994 menjadi 15,2%, 1997 menjadi 12,1 %, tahun 2003 menjadi 27,8 % dan pada tahun 2007 mencapai 31,6 %. Salah satu kontrasepsi yang populer di Indonesia adalah kontrasepsi suntik. Kontrasepsi suntik yang digunakan adalah Noretisteron Enentat ( NETEN), Depo Medroksi Progesteron Acetat (DMPA), dan Cyclofem.( Sarwono 1998) Di Balikpapan Jumlah akseptor baru KB pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2008. Pada taun 2008 akseptor baru sebanyak 9,45% dan akseptor aktif sebanyak 76,38% sedangkan pada tahun 2009 akseptor baru mengalami penurunan menjadi 8,93% dan akseptor aktif sebanyak 66,80%. Pada tahun 2009 Jenis kontrasepsi yang diminati oleh akseptor adalah KB suntik, yang mencapai 41,40%. IUD (17,20%), MOW/MOP (3,93%), Implant (5,05%), Pil (29,30%) dan kondom (3,12%). (DKK, 2009) Wanita Pernah Kawin Berumur 15-49 Tahun Menurut Cara KB yang Digunakan di Kota Balikpapan, Tahun 2010 yaitu MOW
Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
3,68%, MOP 0,74%, Pil 42,79%, Suntik 30,13%, Implant 1,64%, IUD 15,60%, kondom 3,03% dan cara tradisional 2,39%. (Badan statistik, 2010)
ISSN: 2356-5454 2.
Memahami (comprehension) diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3.
Aplikasi (aplication) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4.
Analisis (ananlysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tapi masih berada dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.
Sintesis (synthesis) dimana dalam hal ini menunjukan suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagianbagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6.
Evaluasi (evaluation) yang dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian suatu materi atau obyek.
PEMBAHASAN Pada awalnya program Keluarga Berencana (KB) adalah upaya pengaturan kelahiran dalam rangka peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, namun dalam perkembangannya program KB dituntut untuk dapat menciptakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS), sehingga pelaksanaan program KB yang berkembang saat ini dilaksanakan secara terpadu dengan program-program pembangunan lainnya yang pada intinya pelaksanaan program KB diarahkan untuk meningkatkan pendewasaan usia perkawinan, pemberdayaan ekonomi keluarga dan peningkatan ketahanan keluarga (BKKBN, 2006). Efek samping dan komplikasi alat dan obat kontrasepsi bervariasi antara satu metode dengan metode yang lain dan dari satu akseptor ke akseptor yang lain. Penanganan efek samping dan komplikasi alat kontrasepsi yang kurang benar dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan seperti drop out dari program KB (DepKes, 1999). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan Tingkat Pengetahuan (Notoatmodjo, 2007) 1.
Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Suliha, 2002), adalah: 1.
Tingkat pendidikan, Pendidikan adalah upaya yang memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.
2.
Informasi, Seseorang yang mempunyai sumber infomasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang jelas.
3.
Budaya, Tingkah laku manusia atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan yang memiliki sikap dan kepercayaan.
4.
Pengalaman, Sesuatu yang dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat nonformal.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 15
jikk
ISSN: 2356-5454 5.
Sosial Ekonomi, Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
6.
Pekerjaan, Pekerjaan bukan merupakan sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan
7.
cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.
8.
Umur, Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun (Mubarak, 2006).
Berdasarkan hasil analisis data kemudian identifikasi data responden penelitian dilakukan pembahasan berdasarkan kajian teori. Menurut Notoatmodjo (2007; h. 140) menyatakan pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dalam menentukan sikap, pengetahuan, pikiran, dan keyakinan memegang peranan penting. Lebih lanjut Notoatmodjo (2007; h. 143) menjelaskan bahwa sikap mempunyai beberapa komponen yaitu, kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional, atau evaluasi terhadap suatu objek dan yang terakhir kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Beberapa komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Berdasarkan teori tersebut maka tingkat pengetahuan tentang KB suntik memiliki peranan penting terhadap sikap responden dalam memilih alat kontrasepsi khususnya KB suntik 3 bulanan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu dalam penelitian memiliki pengetahuan cukup tentang KB suntik yaitu 63,3%. Namun masih terdapat pengetahuan tentang KB suntik kategori kurang yaitu 23,4%. Umur responden sebagian besar adalah 2035 tahun. Soekanto (2000) mengemukakan bahwa semakin tinggi umur semakin
Hal | 16
Nomor 02 Tahun 2011
matang baik fisik, psikologis, maupun kemampuan berfikir secara rasional dan memusatkan perhatian kepada hal yang benar. Pada usia ini responden lebih mempunyai keinginan lebih kuat untuk mencari informasi daripada umur lebih dari 35 tahun. Pendidikan responden paling banyak adalah SMA, sehingga dapat dikatakan bahwa responden memiliki pendidikan relatif cukup. Menurut Soekanto (2003) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuannya. Sebaliknya yang kurang akan menghambat perkembangan sikap yang dimiliki. Pendidikan responden yang cukup mengakibatkan responden mudah menerima informasi tentang KB suntik sehingga meningkatkan pengetahuannya tentang KB suntik. Namun sebagian responden memiliki pengetahuan tentang KB suntik termasuk kurang, karena sebagian responden pada penelitian memiliki pendidikan relatif rendah yaitu hanya memiliki latar belakang pendidikan SMP dan umur sebagian responden masih relatif yaitu dibawah 20 tahun. Pendidikan yang relatif rendah mengakibatkan responden lebih sulit menerima informasi dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi, dan umur yang muda berkaitan dengan pengalaman, yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Hasil penelitian diperoleh sikap sebagian besar responden cukup mendukung dalam memilih KB suntik 3 bulanan yaitu 46,7%. Selebihnya 33,3% mendukung dan 20,0% kurang mendukung. Menurut Notoatmodjo (2010; h. 142) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
ISSN: 2356-5454
Menurut Notoatmodjo (2010; h. 142) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Azwar (2005; h. 5) menegaskan sikap juga dikatakan sebagai bentuk evaluasi atau reaksi perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek. Dan merupakan kesiapan untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Hasil penelitian sesuai teori yang dikemukakan Notoatmodjo (2007; h. 140) menyatakan pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dalam menentukan sikap, pengetahuan, pikiran, dan keyakinan memegang peranan penting. PENUTUP Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha ini dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen (Wiknjosastro, 1999). Kontrasepsi sesuai dengan makna asal katanya, dapat kita definisikan sebagai tindakan atau usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya konsepsi atau pembuahan (Notodihardjo, 2002). Tujuan KB Untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi dan balita serta angka kelahiran dalam rangka mempercepat terwujudnya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) (DepKes, 1999). Untuk menjaga jarak antar anak ibu dapat menggunakan alat kontrasepsi metode hormonal. Sedangkan bila tidak mau menambah anak lagi dapat menggunakan metode mekanis (Biran, 2004). Macam-macam Hartanto (2000):
Kontrasepsi
1.
Metode sederhana: Kondom, Spermiside, Koitus interuptus (senggama terputus), Pantang berkala
2.
Metode efektif: Hormonal: Pil KB: progesterone only pil, pil KB kombinasi, pil KB sekuensial. Suntikan KB: Depropovera setiap 3 bulan, Norigest setiap 10 minggu, Cyclofem setiap bulan; Susuk KB: setiap 5 tahun (Norplant), 3 tahun (Implanon); Mekanis: Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) (Copper T, Medusa, Seven Copper).
REFERENSI http://bidanidhalupheyuphie.blogspot.com/ 2012/04/hubungan-pengetahuandengan-penggunaan.html BKKBN, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Keluarga Berencana, Jakarta. Biran, 2004. Tidak Ingin Punya Anak Lagi .http://www.bkkbn.go.id/popup s/printrubrik.php?itemid=419. Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan edisi 2: EGC.Jakarta DepKes. 1999. Pedoman Penanggulangan Efek Samping Kontrasepsi: Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat: Jakarta. Hartanto, H.,2000. KB dan Kontrasepsi: Pustaka Sinar harapan. Jakarta. Kaplan & Saddock, 1998. Sinopsis Psikiatri: Bina Rupa Aksara. Jakarta Mubarok, Wahid I. dkk, 2006. Ilmu Keperawatan Jiwa 2 : Agung Seto. Jakarta. Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan : Rineka Cipta. Jakarta. Rubianto, 2000. Mensrtuasi, Matangnya Organ Perempuan. Saifuddin, Abdul B., 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
menurut
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 17
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 02 Tahun 2011
PENGETAHUAN REMAJA SMA KELAS XI TENTANG HIV AIDS oleh Ajeng Widyastuti A ABSTRAK Pengetahuan akan HIV/AIDS itu sangat penting bagi remaja karena mengetahui bahwa dewasa ini remaja lebih bertoleransi terhadap gaya hidup seksual pranikah dan penderita kasus HIV terbesar di Provinsi Jawa Tengah terdapat pada golongan umur 20-24 tahun sedangkan AIDS terbesar pada golongan umur 25-29 tahun yang merupakan golongan umur remaja dan dewasa muda. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS pada siswa kelas XI IPS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen. Jenis penelitian adalah deskripstif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen. Jumlah sampel sebanyak 83 siswa dan teknik pengambilan sampel dengan total sampling. Cara pengumpulan data dengan metode kuesioner sedangkan hasil penelitian pada analisa data menggunakan analisa univariat. Hasil penelitian didapatkan untuk tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS paling banyak pada tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 53 responden (63,85%), kemudian pada tingkat pengetahuan cukup sebanyak 24 responden (28,91%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 6 responden (7,22%). Dari penelitian didapatkan tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS pada siswa kelas XI IPS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen secara umum baik yaitu 53 responden (63,85%). Kata Kunci : pengetahuan remaja sekolah, HIV AIDS PENDAHULUAN Peningkatan angka kejadian HIV/AIDS tidak hanya disebabkan oleh faktor perilaku seksual tetapi juga penggunaan narkoba suntik bersama-sama. Kurangnya pengetahuan mengenai hal ini merupakan salah satu penyebab tetap tingginya kasus HIV/AIDS di Indonesia. Proporsi terbesar kasus HIV untuk Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah 1800 kasus terdapat pada golongan umur 20-24 tahun, sedangkan proporsi AIDS terbesar terdapat pada golongan 25-29 tahun dengan jumlah 120 kasus, yang mana merupakan golongan umur remaja dan dewasa muda (Suryoputro, 2006). Remaja Indonesia dewasa ini nampak lebih bertoleransi terhadap gaya hidup seksual pranikah. Misalnya, penelitian yang dilakukan untuk memperkuat gambaran adanya peningkatan resiko pada perilaku seksual kaum remaja yang mengindikasikan bahwa 5-10% pria muda usia 15-24 tahun yang tidak/belum menikah, telah melakukan aktifitas seksual yang beresiko. Selain itu penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan aktifitas seksual dikalangan
Hal | 18
kaum remaja, tidak diiringi dengan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi termasuk HIV/AIDS, penyakit menular seksual (PMS) dan alat-alat kontrasepsi (Suryoputro, 2006). Fenomena remaja yang terungkap belakangan ini dengan kenyataan ada remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, prostitusi dan penyebaran video porno dan penggunaan obat-obat terlarang. Sementara sarana informasi tentang kesehatan pada umumnya dan penyakit menular seksual (PMS) khususnya HIV/AIDS dibeberapa sekolah menengah atas masih kurang, baik itu berupa bacaan yang mendidik maupun penyuluhan dari pihak-pihak yang terkait (Hasanudin, 2008). Hal yang menghambat penyampaian informasi ini yaitu masalah budaya dimana banyak kalangan yang masih beranggapan bahwa pendidikan seks masih tabu untuk dibicarakan pada remaja baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah, sehingga hal inilah yang menyebabkan kalangan siswa khususnya para remaja mendapatkan pendidikan dan pengetahuan
Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
yang hanya setengah-setengah. Semua pengetahuan yang tanggung ini justru membuat banyak remaja malah mencoba mencari tahu dengan cara melakukannya sendiri dan kurang menyadari akibat yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Selain itu, kurangnya peran orang tua dalam kehidupan remaja mengakibatkan banyaknya remaja terjerumus dalam pergaulan bebas yang beresiko maupun narkoba (Hasanudin, 2008). Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan penulis di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen yang dilakukan terhadap 10 siswa dengan instrumen tanya jawab, terdapat 3 siswa belum mengerti tentang HIV/AIDS, 2 diantaranya adalah siswa kelas XI IPS dan 1 siswa XI IPA. Sedangkan 4 siswa sudah mengerti tentang HIV/AIDS. PEMBAHASAN SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen adalah sekolah Menengah Atas yang terletak di Jl. Cemara No. 22 Teguhjajar, Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Kota Sragen. SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen ini terdiri dari 24 kelas, masing-masing tingkat terdapat 8 kelas. Kelas X jumlah siswa sebanyak 177, kelas XI jumlah siswa sebanyak 156, untuk kelas XI IPS sebanyak 83 siswa dan kelas XI IPA sebanyak 73 siswa dan kelas XII jumlah siswa 137. Fasilitas pendukung yang dimiliki oleh SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen adalah laboratorium Bahasa, laboratorium Kimia, laboratorium Fisika, laboratorium Biologi, Laboratorium TIK (Teknik Informasi dan Komunikasi), perpustakaan, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), ruang TU (Tata Usaha), ruang BK (Badan Konseling), ruang komite, ruang khusus, ruang karawitan, ruang marchingband, aula, lapangan olah raga, lapangan upacara, area hotspot, masjid, dan kantin. Hasil Penelitian Tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS pada siswa kelas XI IPS di SMA
ISSN: 2356-5454 PGRI 1 Karangmalang Sragen disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS Pada Siswa Kelas XI IPS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen No
Pengetahuan Prosentase (%) Baik Cukup Kurang
Frekuensi
1. 53 2. 24 3. 6 Jumlah 83 Sumber : Data Primer bulan Juli 2012
63,85 28,91 7,22 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS pada siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen dalam kategori baik yaitu sebanyak 53 responden (63,85%) sedangkan untuk kategori cukup sebanyak 24 responden (28,91%) dan untuk kategori kurang sebanyak 6 responden (7,22%). Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS pada siswa kelas XI IPS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen sebagian besar telah berpengetahuan baik 53 responden (63,85%) dan sebagian kecil berpengetahuan kurang 6 responden (7,22%). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 53 responden yang berpengetahuan baik sudah dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dengan baik karena 28 responden sudah pernah mendapatkan informasi kesehatan mengenai HIV/AIDS baik dari penyuluhan tentang HIV/AIDS, televisi, maupun membaca buku. Kemudian dari 24 responden yang berpengetahuan cukup, 13 responden diantaranya belum mengetahui tentang gejala HIV/AIDS dan dari 6 responden dengan pengetahuan kurang, 5 responden belum mengerti gejala, dan pencegahan HIV/AIDS.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 19
jikk
ISSN: 2356-5454 Menurut Notoatmodjo (2007) gejala HIV/AIDS dibagi menjadi dua, yaitu gejala mayor dan gejala minor. Gejala mayor yang timbul antara lain: berat badan menurun >10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung >1 bulan, penurunan kesadaran dan dimensia/enselopati HIV (gangguan motorik dan gangguan sensorik) sedangkan gejala minor yang timbul antara lain: batuk menetap >1 bulan, dermatitis generalis (reaksi inflamasi kulit terhadap rangsangan unsure fisik, kimia, biologi) yang gatal, herpes zoster berulang, candidosis orofaring (infeksi jamur pada mulut dan dinding tenggorokan), herpes simplek kronis progresif, limpadenopati generalis (pembesaran kelenjar limfa), dan infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita. Menurut Astuti (2008) ada beberapa hal yang perlu dipehatikan dalam pencegahan HIV/AIDS diantaranya: mencegah penularan melalui hubungan seksual, pencegahan penularan melalui darah, pencgahan penularan melalui jarum suntik dan alat yang dapat melukai kulit, pencegahan infeksi melalui tranfusi darah, dan pencegahan penularan dari ibu kepada bayinya. Pengetahuan adalah hasil "tahu" dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni, indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ada 6 yaitu: pendidikan, pengalaman, usia, sosial ekonomi, budaya, media informasi. Setelah diketahui hasil dari penelitian diatas maka penulis melakukan pemberian penyuluhan mengenai HIV/AIDS secara keseluruhan terhadap responden dengan tingkat pengetahuan cukup dan kurang sebanyak 30 siswa kelas XI IPS.
Hal | 20
Nomor 02 Tahun 2011
Keterbatasan 1. Kendala penelitian Pada saat dilakukan penelitian di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen keadaannya kurang efisien karena berada di aula. 2. Keterbatasan selama proses penelitian a. Dalam penelitian ini ada kelemahan dalam penyusunan alat (kuesioner) yang menggunakan jawab tertutup sehingga responden tidak dapat menguraikan jawaban selain jawaban yang tersedia. b. Dalam penelitian ini hanya untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS tanpa adanya tindak lanjut terhadap hasil penelitian yang diperoleh. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat pengetahuan remaja kelas XI IPS tentang HIV/AIDS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen dalam kategori baik sebanyak 53 responden (63, 85%). 2. Tingkat pengetahuan remaja kelas XI IPS tentang HIV/AIDS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen dalam kategori cukup sebanyak 24 responden (28,91%). 3. Tingkat pengetahuan remaja kelas XI IPS tentang HIV/AIDS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen dalam kategori kurang sebanyak 6 responden (7,22%). Saran Berbagai keterbatasan dan kekurangan selama jalannya penelitian, maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Bagi Responden Diharapkan para remaja lebih aktif dan menyeluruh dalam mencari informasi dari berbagai media yang ada, sehingga para remaja memiliki wawasan dan pemahaman
Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
ISSN: 2356-5454
yang tinggi tentang HIV/AIDS agar terhindar dari resiko-resiko terjadinya HIV/AIDS.
HIV/AIDS sehingga siswa pengetahuan yang lebih baik.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan peneliti atau penelitian selanjutnya melakukan penelitian lebih mendalam dengan waktu yang lebih lama serta memperhatikan lebih banyak variabelvariabel yang mempengaruhi misalnya pengaruh bentuk perilaku, sikap dan domain perilaku kesehatan.
REFERENSI Ali, M. 2009. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. Astuti, I.A.M.A. 2008. Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS di SMP Negeri 85 Jakarta, FIKUPNJ. Skripsi. Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hasanudin. 2008. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Keluarga Dengan Upaya Pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa SMAN 5 Palu dalam Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1, No. 4, Mei 2008. Sulawesi. Hawari, Danang. 2006. Global Effect HIV/AIDS Dimensi Psikoreligi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan: Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Multaji. 2011. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS di SMAN 1 Torjun Kabupaten Sampang Madura, Malang, FK UMM. Nasir, Abdul. 2011. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kesehatan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Nuha Medika. Nasution. (2006). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Asdi Mahasatya. Rahayuwati, Laili. 2009. Pengetahuan dan Sikap Mengenai Hubungan Penggunaan Narkoba Dengan Kejadian Infeksi HIV/AIDS, Bandung, FK IKUPB. Skripsi. Riwidikdo, H. 2009. Statistik Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi Program R dan SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rihana. Romauli, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika. Sarwono, S.W. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka. Soetjiningsih. 2010. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV.Sagung Seto.
3. Bagi Institusi a. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian khususnya tentang HIV/AIDS sehingga dapat digunakan untuk memperluas pengetahuan mahasiswa dalam penelitian serupa. b. Tempat Penelitian Diharapkan sekolah dapat memberikan pendidikan kesehatan yang lebih banyak kepada siswanya khususnya tentang HIV/AIDS sehingga siswa mempunyai pengetahuan yang lebih baik. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan peneliti atau penelitian selanjutnya melakukan penelitian lebih mendalam dengan waktu yang lebih lama serta memperhatikan lebih banyak variabelvariabel yang mempengaruhi misalnya pengaruh bentuk perilaku, sikap dan domain perilaku kesehatan. 3. Bagi Institusi a. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian khususnya tentang HIV/AIDS sehingga dapat digunakan untuk memperluas pengetahuan mahasiswa dalam penelitian serupa. b. Tempat Penelitian Diharapkan sekolah dapat memberikan pendidikan kesehatan yang lebih banyak kepada siswanya khususnya tentang
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
mempunyai
Hal | 21
jikk
ISSN: 2356-5454 Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta Suhartin. 2007. Perbedaan Sikap Tentang Perilaku Seks Pranikah Antara Remaja Laki-laki dan Perempuan di SMAN 1 Tenggarang, Bondowoso. DIV Kebidanan UNS. Karya Tulis Ilmiah. Suryoputro Antono, Ford J Nicholas, dan Zahroh Shaluhiyah. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan
Hal | 22
Nomor 02 Tahun 2011
Kesehatan Seksual dan Reproduksi dalam Jurnal Makara Kesehatan Vol. 10, No. 1, Juni 2006. Universitas Diponegoro, Semarang. Suyanto. 2008. Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press. Widyastuti, Y. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya. Wiknjosastro. 2006. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
ISSN: 2356-5454
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGHADAPI PROSES PERSALINAN oleh Nunung Kanianingsih ABSTRAK Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis, dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah kodrati yang harus dilalui, tetapi sebagian lagi menganggapnya sebagai peristiwa yang menentukan kehidupan selanjutnya. Sejak saat hamil, ibu sudah mengalami kecemasan. Kecemasan meningkat menjelang persalinan terutama pada trimester III. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik ibu hamil trimester III (umur, graviditas, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status kesehatan) dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 158 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati pada tanggal 27 Oktober-17 November 2009. Teknik analisa yang dilakukan yaitu analisa Chi- Square dengan menggunakan = 5 %. Instrumen yang digunakan adalah Zung Self- Rating Anxiety Scale (ZSAS) untuk mengukur tingkat kecemasan pada ibu hamil trimester III dalam menghadapi persalinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 158 responden, sebanyak 47.5% ibu hamil tidak mengalami cemas dan 52.5% ibu hamil mengalami cemas. Dari lima variabel yang diteliti, tiga variabel ternyata tidak dapat membuktikan adanya hubungan, yaitu umur (p=0.873), pekerjaan (p=0.133), dan status kesehatan (p=0.692), sedangkan variabel yang lain yaitu graviditas (p=0.005) dan tingkat pendidikan (p=0.05) secara statistik dapat membuktikan adanya hubungan yang signifikan dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. Maka peneliti menyarankan agar Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati menyediakan jasa konsultasi yang berguna bagi ibu hamil untuk dapat terhindar dari kecemasan dalam menghadapi persalinan. Kata Kunci: Kehamilan, Trimester III, Kecemasan PENDAHULUAN Bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi merupakan bangsa yang maju. Mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir maupun batin merupakan bagian dari pembangunan nasional. Hal ini diwujudkan dalam paradigma sehat dan visi pembangunan kesehatan yaitu "Indonesia Sehat 2010" (Depkes RI, 1999). Salah satu upaya pelayanan kesehatan yang terpenting adalah meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), yang salah satunya menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, misalnya dengan Program Gerakan Sayang Ibu (GSI). GSI ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan sebagai sumber daya manusia, khususnya
pada saat kehamilan dengan merencanakan kehamilan yang sehat dan direncanakan dengan baik (Depkes RI, 1999). Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah besar di negara berkembang. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Tahun 1997, WHO menyelenggarakan Safe Motherhood Technical Consultation di Colombo, Srilangka. Konferensi internasional ini menekankan perlu dipercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2000 menjadi separuhnya. Di Indonesia, AKI masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara tetangga, meskipun ada penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, seperti Thailand, Malaysia, dan
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 23
jikk
ISSN: 2356-5454 Singapura. Pada tahun 2003, Departemen Kesehatan memperkirakan AKI melahirkan sebanyak 307 per 100 ribu kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2007, laporan Balai Pengobatan Swasta (BPS) menyebutkan AKI menjadi 248 per 100 ribu kelahiran. Pada tahun 2009, diharapkan pemerintah mampu menurunkan AKI menjadi 226 per 100 ribu kelahiran hidup (Dinkes Kaltim, 2008). Persalinan lama merupakan salah satu penyebab tingginya AKI di Indonesia. Beberapa faktor yang berkontribusi terjadinya persalinan lama antara lain power atau kekuatan ibu saat melahirkan tidak efektif, bayi yang terlalu besar, ketidaksesuaian ukuran panggul dengan kepala bayi dan psikologis ibu yang tidak siap menghadapi persalinan (Gorrie, McKinney & Murray, 1998). Bulan September - November 2003, Seksi Pelayanan Khusus Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan RS Jiwa Bandung, RS Jiwa Cimahi, dan Bagian Psikiatri FKUP/RSHS melakukan survei kesehatan jiwa pada ibu hamil dan menyusui di 112 puskesmas, di 24 kabupaten provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan, 798 orang atau (27%) dari 2.928 responden ibu hamil dan menyusui, menunjukkan tanda gangguan psikiatri berupa kecemasan atau ansietas (Dinkes Jabar, 2003). Kecemasan merupakan periode singkat perasaan gugup atau takut yang dialami seseorang ketika dihadapkan pada pengalaman yang sulit dalam kehidupan (Wangmuba, 2009). Kehamilan dapat merupakan sumber stressor kecemasan, terutama pada seorang ibu yang labil jiwanya. Sejak saat hamil, ibu sudah mengalami kegelisahan dan kecemasan. Kegelisahan dan kecemasan selama kehamilan merupakan kejadian yang tidak terelakkan, hampir selalu menyertai kehamilan, dan bagian dari suatu proses penyesuaian yang wajar terhadap perubahan fisik dan psikologis yang terjadi selama kehamilan. Perubahan ini terjadi akibat perubahan hormon yang akan mempermudah janin untuk tumbuh dan
Hal | 24
Nomor 02 Tahun 2011
berkembang sampai saat dilahirkan (Kushartanti, dkk., 2004). Kehamilan itu sendiri dikelompokkan menjadi tiga trimester, yaitu trimester I (0-3 bulan), trimester II (4-6 bulan), dan trimester III (7-9 bulan). Pada trimester I, biasanya seorang ibu mudah mengalami depresi, yang disebabkan oleh meningkatnya frekuensi berkemih, morning sickness, kelelahan, dan keletihan. Ketika usia kehamilan ibu memasuki trimester II, hal seperti ini akan berhenti, dan akan kembali lagi saat ibu memasuki usia kehamilan di trimester III. Adapun pada trimester III, kecemasan menjelang persalinan akan muncul. Pertanyaan dan bayangan apakah dapat melahirkan normal, cara mengejan, apakah akan terjadi sesuatu saat melahirkan, atau apakah bayi lahir selamat, akan semakin sering muncul dalam benak ibu hamil. Rasa nyeri pada waktu persalinan sudah sejak dahulu menjadi pokok pembicaraan para wanita (Hasuki, 2007). Oleh karena itu, banyak calon ibu yang muda belia menghadapi kelahiran anaknya dengan perasaan takut dan cemas (Maramis, 2005). Dengan makin tuanya kehamilan, maka perhatian dan pikiran ibu hamil mulai tertuju pada sesuatu yang dianggap klimaks, sehingga kegelisahan dan ketakutan yang dialami ibu hamil akan semakin intensif saat menjelang persalinan (Aprianawati, 2007). Hal senada juga diungkap Kartono (1992) bahwa pada usia kandungan tujuh bulan ke atas, tingkat kecemasan ibu hamil semakin akut dan intensif seiring dengan mendekatnya kelahiran bayi. Rasa takut menjelang persalinan menduduki peringkat teratas yang paling sering dialami ibu selama hamil (Lestaringsih, 2006). Tidak semua ibu menyadari bahwa aspek fisik dan psikis adalah dua hal yang terkait saling mempengaruhi. Jika kondisi fisiknya kurang baik, maka proses berfikir, suasana hati, tindakan yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari akan terkena imbas negatifnya. Suasana hati yang tidak
Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
menentu dan emosi yang meledak-ledak dapat mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktifitas kelenjar keringat, reaksi asam lambung, seperti marah, gelisah dan merasa malas (Al-Atiq, 2007). Kekhawatiran dan kecemasan pada ibu hamil apabila tidak ditangani dengan serius akan membawa dampak dan pengaruh terhadap fisik dan psikis, baik pada ibu maupun janin. Ibu yang mengalami kecemasan atau stres, sinyalnya berjalan lewat aksis HPA (Hipotalamo-Pituitary-Adrenal) yang dapat menyebabkan lepasnya hormon stres antara lain Adreno Cortico Tropin Hormone (ACTH), kortisol, katekolamin, ß-Endorphin, Growth Hormone (GH), prolaktin dan Lutenizing Hormone (LH) / Folicle Stimulating Hormone (FSH). Lepasnya hormon-hormon stres tersebut mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi sistemik, termasuk diantaranya konstriksi vasa utero plasenta yang menyebabkan gangguan aliran darah di dalam rahim, sehingga penyampaian oksigen ke dalam miometrium terganggu dan mengakibatkan lemahnya kontraksi otot rahim. Kejadian tersebut menyebabkan makin lamanya proses persalinan (partus lama) sehingga janin dapat mengalami kegawatan (fetal-distress). Disamping itu dengan meningkatnya plasma kortisol, berakibat menurunkan respon imun ibu dan janin. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami kecemasan tingkat tinggi dapat meningkatkan resiko kelahiran bayi prematur bahkan keguguran. Penelitian lain menunjukkan bahwa ibu hamil dengan kecemasan yang tinggi ketika hamil akan meningkatkan resiko hipertensi pada kehamilan (Suririnah, 2004). Resiko hipertensi dapat berupa terjadinya stroke, kejang, bahkan kematian pada ibu dan janin. Jika hal itu dibiarkan terjadi, maka angka mortalitas dan morbiditas pada ibu hamil akan semakin meningkat. Perawat mempunyai andil yang cukup besar dalam mengatasi masalah tersebut. Perawat harus dapat mengenali
ISSN: 2356-5454 gejala kecemasan dan mengurangi kecemasan ibu hamil dengan memberikan penjelasan mengenai kehamilan, persalinan, kecemasan dan efek kecemasan pada ibu hamil dan janin. Dukungan emosional sangat dibutuhkan oleh ibu hamil untuk mempersiapkan diri baik fisik maupun mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan sebagai salah satu proses yang alamiah. Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2005) mengenai faktor-faktor penyebab kecemasan ibu hamil, dari 50 responden diperoleh 46% mengalami kecemasan ringan, 50% kecemasan sedang, dan 4% kecemasan berat. Sedangkan penelitian Yuliana (2008), mengenai kecemasan pada ibu hamil trimester III, dimana kecemasan yang dialami dibagi ke dalam kategori jenis kehamilan (graviditas), usia, dan tingkat pendidikan, dari 51 responden yang diteliti diperoleh 49% tidak mengalami kecemasan (normal), 47.1% kecemasan ringan, 3.9% kecemasan sedang, dan tidak ada yang mengalami kecemasan berat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati, didapatkan data bahwa pada bulan Maret 2009 jumlah pasien yang memeriksakan kehamilan sebanyak 396 orang. Berdasarkan status kesehatan, pasien yang datang sangat beragam. Ada ibu yang status kesehatannya baik dan ada ibu yang mengalami komplikasi dalam kehamilannya sehingga dikategorikan sebagai ibu yang beresiko tinggi. Ibu yang tergolong kelompok resiko tinggi ini memiliki penyakit seperti anemia, Diabetes Mellitus, hipertensi, dan letak janin yang lintang atau sungsang. Jumlah ibu yang status kesehatannya baik sebanyak 93.9% dan ibu yang beresiko tinggi sebanyak 6.1%. Hasil wawancara dengan penanggung jawab Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati, dapat disimpulkan bahwa masih banyak ibu hamil yang merasa bingung, takut, cemas, dan khawatir terhadap kehamilan dan proses persalinannya nanti. Hal ini terutama bagi ibu primigravida dan
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 25
jikk
ISSN: 2356-5454 ibu yang mengalami komplikasi pada kehamilan. Hasil wawancara dengan salah satu pasien, G3P1A1, didapatkan bahwa pasien sangat cemas dan khawatir menghadapi persalinannya yang semakin dekat dikarenakan dia mengalami komplikasi seperti Diabetes Mellitus dan hipertensi. Selain itu riwayat kehamilan sebelumnya, janin yang dikandung meninggal pada usia kehamilan delapan bulan, sehingga memperberat kecemasannya. Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan dalam penelitian ini meliputi: 1. Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross sectional, yang memiliki kelemahan rawan terhadap bias, karena pada rancangan ini peneliti mengobservasi variabel independen dan dependen secara bersamaan (pada periode yang sama). 2. Instrumen yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari instrumen yang sudah ada sebelumnya, dan pernyataan yang ada dalam instrumen merupakan pernyataan tertutup, sehingga bisa jadi pernyataan dalam instrumen ini belum mewakili apa yang dirasakan oleh responden. Namun peneliti sudah meminimalkan hal tersebut dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen. 3. Saat dilakukan penelitian, ibu hamil sedang memeriksakan kehamilannya dan pengisian kuesioner dilakukan di sela-sela panggilan pemeriksaan, sehingga ada kemungkinan para ibu hamil tidak memiliki konsentrasi yang cukup dalam pengisian kuesioner. Analisa Univariat 1. Gambaran Kecemasan Ibu Hamil Trimester III dalam Menghadapi Persalinan Berdasarkan hasil penelitian pada 158 orang ibu hamil trimester III di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati didapatkan data bahwa sebanyak 47.5% ibu hamil tidak mengalami cemas dan 52.5% ibu hamil mengalami cemas (cemas ringan 36.1%, sedang 15.8%, dan berat 0.6%). Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian dari ibu hamil
Hal | 26
Nomor 02 Tahun 2011
mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan. Menurut Kushartanti, dkk. (2004), kegelisahan dan kecemasan selama kehamilan merupakan kejadian yang tidak terelakkan, hampir selalu menyertai kehamilan, dan bagian dari suatu proses penyesuaian yang wajar terhadap perubahan fisik dan psikologis yang terjadi selama kehamilan. Dengan makin tuanya kehamilan, maka perhatian dan pikiran ibu hamil mulai tertuju pada sesuatu yang dianggap klimaks, sehingga kegelisahan dan ketakutan yang dialami ibu hamil akan semakin intensif saat menjelang persalinan (Aprianawati, 2007). 2. Gambaran Kecemasan Berdasarkan Umur Dari hasil penelitian, distribusi frekuensi umur ibu diperoleh data bahwa umur ibu yang termasuk kelompok high risk (<20 tahun dan >35 tahun) sebanyak 15.8% dan low risk (20-35 tahun) sebanyak 84.2%. Hal ini berarti sebagian kecil ibu hamil beresiko mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan. Tetapi disisi lain menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil berada dalam umur yang baik secara fisik maupun psikologis diharapkan telah siap dalam menghadapi persalinan (umur 20-35 tahun). Menurut Adjie dalam Tobing (2007), hamil pada umur kurang dari 20 tahun merupakan umur yang dianggap terlalu muda untuk bersalin. Baik secara fisik maupun psikologis, ibu hamil belum tentu siap menghadapinya sehingga gangguan kesehatan selama kehamilan bisa dirasakan berat. Hal ini akan meningkatkan kecemasan yang dialaminya. Demikian juga yang terjadi pada ibu hamil dengan umur lebih dari 35 tahun, umur ini digolongkan pada kehamilan beresiko tinggi dimana keadaan fisik sudah tidak prima lagi seperti pada umur 20-35 tahun. Di kurun umur ini, angka kematian ibu melahirkan dan bayi meningkat, sehingga akan meningkatkan kecemasan (Tobing, 2007). 3. Gambaran Kecemasan Berdasarkan Graviditas Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi kehamilan ibu diperoleh data bahwa ibu hamil pertama kalinya (primigravida) berjumlah 43% dan ibu hamil untuk kedua kalinya/lebih (multigravida)
Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
sebanyak 57%. Hal ini berarti kedua kelompok ibu hamil akan mempunyai peluang yang sama untuk mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan. Bagi primigravida, kehamilan yang dialaminya merupakan pengalaman pertama kali dan ketidaktahuan menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan sehingga trimester III dirasakan semakin mencemaskan karena semakin dekat dengan proses persalinan. Sedangkan bagi multigravida, mungkin kecemasan berhubungan dengan pengalaman masa lalu yang pernah dialaminya (Kartono, 1992). 4. Gambaran Kecemasan Berdasarkan Pendidikan Dari hasil penelitian, distribusi frekuensi pendidikan ibu diperoleh data bahwa pendidikan ibu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ibu yang berpendidikan dasar (SD-SLTP) sebanyak 12%, pendidikan menengah (SMA sederajat) sebanyak 39.2%, dan pendidikan tinggi (Akademi-PT) sebanyak 48.7%. Data tersebut menunjukkan bahwa minoritas ibu hamil berpendidikan dasar sehingga beresiko mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri dan peningkatan kematangan intelektual seseorang. Kematangan intelektual ini berpengaruh pada wawasan dan berpikir seseorang, baik dalam tindakan yang dapat dilihat maupun dalam cara pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide teknologi baru (Notoatmodjo, 2003). Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin berkualitas pengetahuannya dan semakin matang intelektualnya. Mereka cenderung lebih memperhatikan kesehatan dirinya dan keluarganya (Depkes, 1999). Hal senada juga diungkapkan oleh Purwatmoko (2001), dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar peluang untuk mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan.
ISSN: 2356-5454 Sebaliknya rendahnya pendidikan akan menyebabkan seseorang mengalami stres, dimana stres dan kecemasan yang terjadi disebabkan kurangnya informasi yang didapatkan orang tersebut. 5. Gambaran Kecemasan Berdasarkan Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi pekerjaan ibu diperoleh data bahwa pekerjaan ibu dikelompokkan menjadi dua, yaitu ibu hamil yang bekerja sebanyak 41.1% dan ibu hamil yang tidak bekerja (IRT) sebanyak 58.9%. Pekerjaan dapat menghasilkan penghasilan yang akan menambah keuangan keluarga, sehingga ibu hamil benar-benar siap untuk menghadapi persalinannya nanti. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwatmoko (2001), bahwa dengan peningkatan penghasilan maka pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dapat terjamin. Seorang ibu dapat mengetahui semua informasi kesehatan mengenai dirinya dan bayi yang ada dalam kandungannya, sehingga dapat menjalani kehamilan yang aman dan menyenangkan, serta mencegah timbulnya kecemasan. Pekerjaan ibu hamil tidak hanya menunjukkan tingkat sosial ekonomi, melainkan juga menunjukkan ada tidaknya interaksi ibu hamil dalam masyarakat yang luas dan keaktifan pada organisasi tertentu, dengan asumsi ibu yang bekerja akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dan lebih cepat untuk menerima informasi daripada ibu yang tidak bekerja. 6. Gambaran Kecemasan Berdasarkan Status Kesehatan Dari hasil penelitian, distribusi frekuensi status kesehatan ibu diperoleh data bahwa status kesehatan ibu dikelompokkan menjadi dua, yaitu status kesehatan normal sebanyak 84.8% dan status kesehatan tidak normal (letak lintang/sungsang, pre eklampsi, CPD, plasenta previa, mioma, dan HIV) sebanyak 15.2%. Bagi seorang ibu yang mengalami gangguan kesehatan selama kehamilan, tentunya akan mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan. Bagi ibu hamil yang memiliki janin dengan resiko tinggi untuk kelainan bawaan,
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 27
jikk
ISSN: 2356-5454 kecemasan makin meningkat, sedangkan ibu hamil dengan komplikasi kehamilan adalah dua kali cenderung memiliki ketakutan terhadap kelemahan bayi mereka atau menjadi depresi (Burger dkk.,1993; dalam Jayalangkara, 2005). C. Analisa Bivariat 1. Hubungan Umur dengan Kecemasan Seorang ibu hamil diharapkan memiliki umur yang baik secara fisik maupun psikologis telah siap dalam menghadapi persalinan sehingga tidak mengalami kecemasan. Penelitian membuktikan bahwa persentase umur ibu diketahui sebagian kecil ibu hamil tergolong high risk yaitu sebanyak 15.8%. Proporsi ibu hamil yang mengalami kecemasan ternyata seimbang antara ibu yang tergolong high risk (56%) dengan ibu yang tergolong low risk (51.9%). Namun pada penelitian ini, tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. Hasil penelitian tersebut dapat menunjukkan bahwa umur tidak banyak mempengaruhi kecemasan ibu hamil dalam menghadapi persalinan. Ternyata hasil penelitian tidak semuanya sama dengan teori yang ada. Hal ini kemungkinan disebabkan karena distribusi sampel yang kurang merata dimana jumlah ibu yang tergolong high risk lebih sedikit daripada ibu yang tergolong low risk yaitu 15.8%, atau karena kurangnya informasi bagi ibu hamil mengenai usia resiko tinggi untuk kehamilan dan persalinan. 2. Hubungan Graviditas dengan Kecemasan Hasil penelitian menunjukkan persentase graviditas diketahui kurang dari setengah responden yang diteliti merupakan primigravida (43%). Proporsi ibu hamil yang mengalami kecemasan ternyata lebih tinggi dialami oleh primigravida sebanyak 66.2% dibandingkan multigravida yang mengalami kecemasan sebanyak 42.2%. Pada penelitian ini, ada hubungan yang bermakna antara graviditas dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. Dimana nilai
Hal | 28
Nomor 02 Tahun 2011
Odds Ratio 0.374 yang berarti bahwa ibu multigravida menurunkan resiko terjadinya kecemasan sebesar 0.374 kali dibandingkan dengan primigravida. Graviditas terbukti dapat mempengaruhi kecemasan ibu hamil dalam menghadapi persalinan. Oleh sebab itu proporsi kecemasan lebih banyak terjadi pada primigravida karena kehamilan yang dialaminya merupakan pengalaman pertama kali dan ketidaktahuan menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan, sehingga trimester III dirasakan semakin mencemaskan karena semakin dekat dengan proses persalinan. Sedangkan ibu yang pernah hamil sebelumnya (multigravida), mungkin kecemasan berhubungan dengan pengalaman masa lalu yang pernah dialaminya (Kartono, 1992). 3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kecemasan Persentase tingkat pendidikan diketahui bahwa minoritas ibu hamil berpendidikan dasar (SD-SLTP) sebanyak 12% sehingga beresiko mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan. Dimana diketahui bahwa proporsi pendidikan ibu dengan kecemasan menunjukkan ada sebanyak 64.5% ibu berpendidikan menengah mengalami kecemasan lebih banyak dibandingkan ibu berpendidikan dasar (47.4%) dan ibu berpendidikan tinggi (44.2%). Pada penelitian ini, ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. Analisis keeratan hubungan dua variabel didapatkan Odds Ratio bahwa ibu berpendidikan menengah meningkat resiko ketidakcemasannya sebesar 2.020 kali dibandingkan dengan ibu berpendidikan dasar. Ibu berpendidikan tinggi mempunyai peluang 0.879 kali untuk menurun kecemasannya dibandingkan dengan ibu berpendidikan dasar. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pada ibu hamil yang berpendidikan dasar dan menengah cenderung lebih banyak mengalami kecemasan daripada ibu berpendidikan tinggi. Ini disebabkan karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka mereka dapat berfikir
Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
secara rasional dan menahan emosi mereka dengan baik sehingga kecemasan mereka dapat berkurang. Ibu yang berpendidikan tinggi, cenderung lebih memperhatikan kesehatan dirinya dan keluarganya (Depkes, 1999). Hal senada juga diungkapkan oleh Purwatmoko (2001), dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar peluang untuk mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Sebaliknya rendahnya pendidikan akan menyebabkan seseorang mengalami stres, dimana stres dan kecemasan yang terjadi disebabkan kurangnya informasi yang didapatkan orang tersebut. 4. Hubungan Pekerjaan dengan Kecemasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pekerjaan ibu diketahui lebih dari setengah responden yang diteliti merupakan ibu yang tidak bekerja (IRT) sebanyak 58.9%. Sedangkan proporsi ibu hamil yang mengalami kecemasan antara ibu hamil yang bekerja (44.6%) dengan ibu hamil yang tidak bekerja (58.1%) hampir seimbang. Pada penelitian ini, tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. Hasil penelitian tersebut dapat menunjukkan bahwa pekerjaan tidak banyak mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi persalinan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ibu hamil yang bekerja maupun yang tidak bekerja sama-sama mempunyai adaptasi yang baik terhadap perubahan yang terjadi selama kehamilan, sehingga perubahan tersebut tidak terlalu mempengaruhi kondisi fisik maupun psikologis ibu dalam menghadapi persalinan. Selain itu, kemungkinan didukung oleh faktor sosial ekonomi keluarga yang cukup sehingga status kesehatan ibu 3. Hasil penelitian didapat bahwa dari lima variabel yang diteliti, tiga variabel ternyata tidak dapat membuktikan adanya hubungan yaitu umur (p=0.873), pekerjaan (p=0.133), dan status kesehatan (p=0.692) dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. Sedangkan variabel yang lain, yaitu graviditas (p=0.005) dan tingkat pendidikan (p=0.05) secara statistik dapat membuktikan adanya hubungan yang signifikan dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan.
ISSN: 2356-5454 terjamin. Ibu hamil senantiasa memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan di tenaga kesehatan, dan melakukan persiapan lainnya dengan baik. 5. Hubungan Status Kesehatan dengan Kecemasan Persentase status kesehatan diketahui lebih dari setengah responden yang diteliti merupakan ibu dengan status kesehatan normal (84.8%). Dimana diketahui bahwa proporsi status kesehatan ibu dengan kecemasan antara ibu yang status kesehatannya tidak normal (58.3%) dengan ibu yang status kesehatannya normal (51.5%) adalah seimbang. Namun pada penelitian ini, tidak ada hubungan yang bermakna antara status kesehatan ibu dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. Hasil penelitian tersebut dapat menunjukkan bahwa status kesehatan ibu tidak banyak mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi persalinan. Padahal bagi seorang ibu yang mengalami gangguan kesehatan tentunya akan lebih banyak mengalami kecemasan (Burger dkk dalam Jayalangkara (2005)). Tapi ternyata hasil penelitian tidak semuanya sama dengan teori yang ada. Hal ini disebabkan karena distribusi sampel yang kurang merata dimana jumlah ibu dengan status kesehatan tidak normal lebih sedikit daripada ibu dengan status kesehatan normal yaitu 15.2%. Selain itu, kemungkinan status kesehatan yang dialami ibu hamil tidak terlalu mempengaruhi kecemasan karena mereka sudah memeriksakan kehamilannya secara teratur dan sesuai dengan prosedur yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan.
Saran 1. Untuk Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati Agar menyediakan jasa konsultasi yamg berguna bagi ibu hamil untuk dapat terhindar dari kecemasan dalam menghadapi persalinan 2. Untuk Tenaga Kesehatan a. Meningkatkan peran serta perawat/bidan dalam memberikan promosi kesehatan kepada
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 29
jikk
ISSN: 2356-5454 ibu hamil pada saat antenatal care tentang proses kehamilan dan persalinan. b. Menganjurkan pada ibu hamil khususnya primigravida dan ibu berpendidikan rendah untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, sehingga ibu hamil tersebut lebih mengetahui informasi mengenai kehamilan dan kesehatannya. c. Perawat maupun tenaga kesehatan lainnya disarankan untuk meningkatkan caring dan empati pada ibu hamil, terutama bagi primigravida dan ibu berpendidikan rendah yang sangat membutuhkan informasi lebih mengenai kehamilan dan persalinannya untuk mengatasi kecemasan. 3. Untuk Pendidikan Keperawatan Lebih meningkatkan dan mengembangkan ilmu khususnya ilmu keperawatan maternitas dan keperawatan jiwa tentang kecemasan pada ibu hamil trimester III dalam menghadapi persalinan agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara optimal. 4. Untuk Peneliti Lain Disarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kecemasan ibu hamil trimester III dalam menghadapi persalinan dengan desain yang berbeda (misalnya Kohort) dan variabel-variabel yang belum diteliti dalam penelitian ini (misalnya dukungan keluarga, pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, perubahan fisiologis, dan psikologis) yang diduga berhubungan erat dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. REFERENSI Al-Atiq, M. Hamil tanpa masalah. Diunduh dari: http://baitijannati.wordpress.com/2007/05 /28/hamil-tanpa-masalah/ (diakses 1 Juni 2009), 2007. Amir, Achsin. Untukmu ibu tercinta. Bogor: Prenada, 2003. Aprianawati, R.B. Hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan ibu hamil menghadapi kelahiran anak pertama pada masa triwulan ketiga. Diunduh dari: http://74.125.153.132/search?q=cache:lUaWi hA6M_sJ:rac.uii.ac.id/ (diakses 10 Juni 2009), 2007.
Hal | 30
Nomor 02 Tahun 2011
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Dalam penelitian ini, ibu hamil trimester III di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati yang menjadi sampel pada umumnya mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan (52.5%) dan sisanya tidak mengalami kecemasan (47.5%). 2. Gambaran variabel menurut karakteristik ibu hamil trimester III yaitu: a. Menurut umur, ibu yang tergolong high risk (<20 th dan >35 th) sebanyak 15.8% dan low risk (20-35 tahun) sebanyak 84.2% b. Menurut graviditas yaitu primigravida (43%) dan multigravida (57%) c. Menurut tingkat pendidikan, ibu dengan pendidikan dasar (SD-SLTP) sebanyak 12%, pendidikan menengah (SMA sederajat) sebanyak 39.2%, dan pendidikan tinggi (Akademi-PT) sebanyak 48.7% d. Menurut pekerjaan yaitu ibu hamil yang tidak bekerja (58.9%) dan ibu hamil yang bekerja (41.1%) e. Menurut status kesehatan yaitu status kesehatan normal (84.8%) dan status kesehatan tidak normal (15.2%)
Arikunto, S. Prosedur penelitian, suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Astuti, Ratna. Faktor-faktor penyebab kecemasan primigravida di Puskesmas Tanjung Sari Sumedang (Skripsi). Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, 2005. Benson, R.C., Psychologic aspects of obstetric and gynecology in Current Obstetric and Gynecology Diagnosis and Treatment, 6 th Ed. California: Lange Medical, 1984. Bobak, L.M; D.L Lowdermilk; and M.D Jensen. Keperawatan maternitas Edisi 4. Alih bahasa Wijayarini, M.A & Anugerah, P. I. Jakarta: EGC, 2004.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Akademi Kebidanan Panca Bhakti
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
Danang. Tanda bahaya kehamilan. Diunduh dari: http://masdanang.co.cc/?p=22 (diakses 21 April 2009), 2008. Depkes RI. Indonesia sehat 2010. Jakarta, 1999. Dinkes Jabar. Akibat "Beban Ganda" Perempuan rentan Stres. Diunduh dari: http://www.google//pikiranrakyatbandu ng.com (diakses 1 Agustus 2009), 2003. Dinkes Kaltim. Diunduh dari: http://dinkeskaltim.com/ (diakses 1 Agustus 2009), 2008. Farrer, Helen. Perawatan maternitas Edisi 2. Jakarta: EGC, 2001. Gorrie, T.M., McKinney, E.S., & Murray, S. Foundations of maternal newborn/ /nursing/. 2 nd Ed. United States of America: W.B. Saunders Company, 1998. Hamilton, Persis Mary. Dasar-dasar keperawatan maternitas Edisi 6. Alih bahasa Asih, Ni Luh Gede Yasmin. Jakarta: EGC, 1995. Hasuki, I. Trauma kehamilan dan pengaruhnya pada janin. Diunduh dari: http://www.tabloidnakita.com/artikel.php3?edisi=05234&rub rik=kecil (diakses 15 Mei 2009), 2007. Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta: Salemba Medika, 2008. Jayalangkara, A. Gangguan jiwa pada kehamilan. Diunduh dari: http://74.125.153.132/search?q=cache:OjjSB xtA3sYJ:med.unhas.ac.id/ (diakses 27 Mei 2009), 2005. Kaplan, H.I and Saddock, B.J. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta: Widya Medika, 1998. Kartono, K. Psikologi Wanita: Mengenal wanita sebagai ibu dan nenek. Bandung: Mandar Maju, 1992. Wangmuba. Pengertian kecemasan. Diunduh dari: http://wangmuba.com/2009/02/13/peng ertian-kecemasan/ (diakses 21 April 2009), 2009. Wiknjosastro, H. Ilmu kebidanan Edisi 3 Cetakan 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1992.
ISSN: 2356-5454 Kushartanti, W., Soekamti, E. R., & Sriwahyuniati, C. F. Senam hamil: menyamankan kehamilan, mempermudah persalinan. Yogyakarta: Lintang Pustaka, 2004. Lestaringsih, S. Peran pria dalam kehamilan. Diunduh dari: http://www.ayahbunda.com (diakses 10 Juni 2009 ), 2006. Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan Bidan. Jakarta: EGC, 1998. Maramis, Willy F. Catatan ilmu Kedokteran jiwa Cetakan 9. Surabaya: Airlangga University Press, 2005. Nursalam. Konsep dan penerapan metode penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2008. Notoatmodjo, S. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. _____, Pendidikan dan perilaku kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta, 2003. Simkin, Penny. Panduan lengkap kehamilan, Melahirkan, dan Bayi Edisi Revisi. Jakarta: Arcan, 2007. Stuart, G.W and Sundeen, S.J; alih bahasa Ramona,dkk. Buku saku keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC, 1998. Sulaiman, Sastra Winata. Obstetri fisiologi. Bandung: Universitas Padjajaran, 1983. Suririnah. Stres dalam kehamilan berpengaruh buruk. Diunduh dari: http://www.infoibu.com/mod.php?mod= publisher&op=viewarticle&artid=27 (diakses 1 Juni 2009), 2004. Tobing, Nia L., Hamil di usia 20, 30, atau 40 an. Diunduh dari: http://ww3.yuwie.com/blog/?id=67503 (diakses 10 Juni 2009), 2007. Yuliana, Stefania Wednesdya. Gambaran tingkat kecemasan ibu Hamil trimester III di UPT Ibrahim Adjie Kota Bandung (Skripsi). Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, 2008. Zung, W.W.K. Rating Anxiety for anxiety disorder physychosomatic. USA: Mosby Company, 1997.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 31
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 02 Tahun 2011
GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DALAM RUMAH TANGGA oleh Yuliustina ABSTRAK Untuk mewujudkan sebuah bangsa yang lebih sehat, masyarakat diajak berkomitmen untuk melakukan hidup sehat melalui perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Sehingga keluarga dan masyarakat itu dapat menolong dirinya sendiri dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Dengan menerapkannya terlebih dahulu di lingkungan rumah tangga, maka otomatis akan lebih mudah menerapkan ke lingkungan yang lebih luas lagi, yaitu masyarakat. Karena kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat, dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Oleh karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta diperjuangkan oleh semua pihak secara keseluruhan (totalitas). Kata Kunci : pengetahuan keluarga, perilaku hidup bersih dan sehat PENDAHULUAN Hidup sehat adalah hal yang seharusnya diterapkan oleh setiap orang, mengingat manfaat yang ditimbulkan akan sangat banyak, mulai dari konsentrasi kerja, kesehatan dan kecerdasan anak sampai dengan keharmonisan keluarga. Menciptakan hidup sehatpun sangatlah mudah serta murah, mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan apabila mengalami gangguan kesehatan cukup mahal. Setiap manusia yang hidup di dunia ini memerlukan lingkungan yang bersih dan sehat agar dapat memberikan kenyamanan hidup. Oleh karena itu, manusia wajib peduli terhadap lingkungan dengan cara menjaga, memelihara dan menciptakan lingkungan hidup yang baik. Perilaku merupakan wujud tindakan seseorang berdasarkan pemahaman dan kemauan terhadap sesuatu yang dihadapi. Sedangkan lingkungan hidup merupakan wahana dimana mahluk dapat bertahan dan berkembang biak. Untuk mewujudkan sebuah bangsa yang lebih sehat, masyarakat diajak
Hal | 32
berkomitmen untuk melakukan hidup sehat melalui perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Sehingga keluarga dan masyarakat itu dapat menolong dirinya sendiri dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masingmasing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Rumah Tangga merupakan unit terkecil dalam lingkungan. Perilaku hidup yang bersih dan sehat selayaknya harus diterapkan dan ditanamkan kepada seluruh
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
anggota keluarga. Peranan keluarga dalam sebuah rumah memegang kunci utama untuk meningkatkan kualitas kesehatan sejak dini. Karena jika keluarga sehat, akan membentuk masyarakat yang sehat pula. Untuk itu, Sehat harus diawali dari dalam rumah sendiri. Dengan menerapkannya terlebih dahulu di lingkungan rumah tangga, maka otomatis akan lebih mudah menerapkan ke lingkungan yang lebih luas lagi, yaitu masyarakat. Karena kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat, dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Oleh karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta diperjuangkan oleh semua pihak secara keseluruhan (totalitas) Tujuan Adapun tujuan dari diselesaikannya makalah ini adalah : Menyelesaikan dan melengkapi tugas mata kuliah PKIP Menambah pengetahuan pembaca mengenai Prilaku Hidup Bersih dan Sehat khususnya di dalam rumah tangga Mengetahui definisi dari Prilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Mengetahui tujuan dari Prilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Mengetahui manfaat dari Prilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Mengetahui sasaran dari Prilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Mengetahui indikator-indikator Prilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Mengetahui persentasse pencapaian rumah tangga yang berPHBS di Indonesia PEMBAHASAN
ISSN: 2356-5454 Definisi PHBS di Rumah Tangga Pengertian Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan– kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007). Pengertian (Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat) PHBS di Rumah Tangga : PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. Rumah tangga sehat berarti mampu menjaga, meningkatkan, dan melindungi kesehatan setiap anggota rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang kurang kondusif untuk hidup sehat (Depkes RI, 2007). PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada keluarga, artinya harus ada komunikasi antara kader dengan keluarga/masyarakat untuk memberikan informasi dan melakukan pendidikan kesehatan (Depkes RI, 2007). Tujuan PHBS di Rumah Tangga Tujuan Umum : Meningkatnya rumah tangga sehat di desa kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Tujuan Khusus : Meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan anggota rumah tangga untuk melaksanakan PHBS. Berperan aktif dalam gerakan PHBS di masyarakat. Manfaat PHBS di Rumah Tangga
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 33
jikk
ISSN: 2356-5454 Manfaat PHBS bagi rumah tangga : Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit Anak tumbuh sehat dan cerdas Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan, pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga. Manfaat PHBS bagi masyarakat : Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan, tabungan bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air, ambulans desa dan lainlain. Sasaran PHBS di Rumah Tangga Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu : 1. Pasangan Usia Subur 2. Ibu Hamil dan Ibu Menyusui 3. Anak dan Remaja 4. Usia Lanjut 5. Pengasuh Anak Indikator PHBS di Rumah Tangga Pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mewujudkan Rumah Tangga Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 7 indikator PHBS dan 3 indikator Gaya Hidup Sehat sebagai berikut : Tujuh Indikator PHBS di Rumah Tangga :
Hal | 34
Nomor 02 Tahun 2011
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pertolongan persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya). Tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah ahli dalam membantu persalinan, sehingga keselamatan Ibu dan bayi lebih terjamin. Apabila terdapat kelainan dapat diketahui dan segera ditolong atau dirujuk ke Puskesmas atau rumah sakit. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih, dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehata lainnya. Apa tanda – tanda persalinan : Ibu mengalami mulas-mulas yang timbulnya semakin sering dan semakin kuat Rahim terasa kencang bila diraba terutama pada saat mulas Keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir Keluar cairan ketuban yang berwarna jernih kekuningan dari jalan lahir Merasa seperti mau buang air besar Bila ada salah satu tanda persalinan tersebut, yang harus dilakukan adalah : Segera hubungi tenaga kesehatan (bidan/dokter) Tetap tenang dan tidak bingung Ketika merasa mulas bernapas panjang, mengambil napas melalui hidung dan mengeluarkan melalui mulut untuk mengurangi rasa sakit. .Tanda bahaya persalinan : Bayi tidak lahir dalam 12 jam sejak terasa mulas Keluar darah dari jalan lahir sebeium melahirkan Tali pusat atau tangan/kaki bayi terlihat pada jalan lahir Tidak kuat mengejan Mengalami kejang-kejang Air ketuban keluar dari jalan lahir sebelum terasa mulas
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
Air ketuban keruh dan berbau Setelah bayi lahir, ari-ari tidak keluar Gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat
Bayi diberi ASI eksklusi Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan. ASI adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yar cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan berkembang dengan baik. Air Susu Ibu pertama berupa cairan bening berwarna kekuningan (kolostrum), sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan terhadap penyakit Apa saja keunggulan ASI : a) Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan. b) Mengandung zat kekebalan. c) Melindungi bayi dari alergi. d) Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan kepada bayi dalam keadaan segar. e) Tidak akan pemah basi, mempunyai suhu yang tepat dan dapat diberikan kapan saja dan di mana saja. f) Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan dan pernapasan bayi. Kapan dan bagaimana ASI diberikan : a) Sebelum menyusui ibu harus yakin mampu menyusui bayinya dan mendapat dukungan dari keluarga. b) Bayi segera diteteki/disusui sesegera mungkin paling lambat 30 menit setelah melahirkan untuk merangsang agar ASI cepat keluar dan menghentikan pendarahan. c) Teteki/susui bayi sesering mungkin sampai ASI keluar, setelah itu berikan ASI sesuai kebutuhan bayi, waktu dan lama
ISSN: 2356-5454
d)
menyusui tidak perlu dibatasi, dan berikan ASI dari kedua payudara secara bergantian. Berikan hanya ASI saja hingga bayi berusia 6 bulan. Setelah bayi berusia 6 bulan, selain ASI diberikan pula Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk makanan lumat dan jumlah yang : sesuai dengan perkembangan umur bayi. 5.Pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga bayi berusia 2 tahun. :
Bagiamana cara menyusui yang benar : a) Sebelum menyusui bayi, terlebih dahulu ibu mencuci kedua tangannya dengan menggunakan air bersih dan sabun sampai bersih. b) Lalu bersihkan kedua puting susu dengan kapas yang telah direndam terlebih dahulu dengan air hangat. c) Waktu menyusui bayi, sebaiknya ibu duduk atau berbaring dengan santai, pikiran ibu harus dalam keadaan tenang (tidak tegang). d) Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala. e) Upayakan badan bayi menghadap kepada badan ibu, rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara ibu. f) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu. g) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu bagian dalam. h) Bayi disusui secara bergantian dari susu sebelah kiri, lalu ke sebelah kanan sampai bayi merasa kenyang. i) Setelah selesai menyusui, mulut bayi dan kedua pipi bayi dibersihkan dengan kapas yang telah direndam air hangat. j) Sebelum ditidurkan, bayi harus disendawakan dulu supaya udara
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 35
jikk
ISSN: 2356-5454 yang terhisap bisa keluar dengan cara meletakkan bayi tegak lurus pada ibu dan perlahan-lahan diusap belakangnya sampai bersendawa. Udara akan keluar dengan sendirinya. Apa manfaat memberikan ASI? a) Bagi Ibu: Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi Mengurangi pendarahan setelah persalinan, Mempercepat pemulihan kesehatan ibu. Menunda kehamilan berikutnya. Mengurangi risiko terkena kanker payudara. Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada setiap saat bayi membutuhkan b) Bagi bayi : Bayi lebih sehat, lincah dan tidak cengeng Bayi tidak sering sakit c) Bagi Keluarga : Praktis dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan perlengkapannya. Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu formula, misalnya merebus air dan pencucian peralatan. Bagaimana cara menjaga mutu dan jumlah produksi ASI: a) Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, banyak makan sayuran dan buah-buahan. Makan lebih banyak dari biasanya. b) Banyak minum air putih paling sedikit 8 gelas sehari. c) Cukup istirahat dengan tidur siang/berbaring selama 1 -2 jam dan menjaga ketenangan pikiran, d) Susui bayi sesering mungkin dan kedua payudara kin dan kanan secara bergantian hingga bayi tenang dan puas.
Hal | 36
Nomor 02 Tahun 2011
Penimbangan bayi dan balita Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan setiap bulan dan mengetahui apakah bayi dan balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi buruk. Penimbangan bayi dan balita dilakukan setiap buian mulai umur 1 bulan sampai 5 tahun di Posyandu. Manfaat penimbangan balita setiap bulan di Posyandu : Untuk mengetahui apakah balita tumbuh sehat. Untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan balita. Untuk mengetahui balita yang sakit, (demam/batuk/pilek/diare), berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik, balita yang berat badannya BGM (Bawah Garis Merah) dan dicurigai Gizi buruk sehingga dapat segera dirujuk ke Puskesmas. Untuk mengetahui kelengkapan Imunitasi. Untuk mendapatkan penyuluhan gizi. Mencuci tangan dengan air dan sabun Mengapa harus mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun : Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan. Manfaat mencuci tangan : Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan. Mencegah penularan penyakit seperti Diare, Kolera Disentri, Typhus, kecacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA), flu
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
ISSN: 2356-5454
Menggunakan air bersih Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari penyakit. Menggunakan jamban sehat Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Syarat jamban sehat : Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan minimal 10 meter) Tidak berbau. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus. Tidak mencemari tanah disekitarnya. Mudah dibersihkan dan aman digunakan. Dilengkapi dinding dan atap pelindung. Penerangan dan ventilasi cukup. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih. Cara memelihara jamban sehat : Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air. Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih. Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat.
Tidak ada serangga, (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliaran, Tersedia alat pembersih (sabun, sikat, dan air bersih). Bila ada kerusakan, segera diperbaiki.
Rumah bebas jentik Rumah bebas Jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan Jentik secara berkala tidak terdapat Jentik nyamuk. Yang perlu dilakukan agar Rumah Bebas Jentik : a) Lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus (Menguras, Menutup, Mengubur, plus Menghindari gigitan nyamuk). b) PSN merupakan kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular berbagai penyakit seperti Denam Berdarah Dengue, Chikungunya, Malaria, Filariasis (Kaki Gajah} di tempattempat perkembangbiakannya. c) 3 M Plus adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat PSN yaitu: Menguras dan menyikat tempattempat penampungan air seperti bak mandi, tatakan kulkas, tatakan pot kembang dan tempat air minum burung. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang bak kontrol, lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastikplastik yang dibuang sembarangan (bekas botol/gelas akua, plastik kresek,dll) Tiga Indikator Gaya Hidup Sehat Makan buah dan sayur setiap hari Setiap anggota rumah tangga mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 37
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 02 Tahun 2011
Makan sayur dan buah setiap hari sangat penting, karena: Mengandung vitamin dan mineral, yang mengatur pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Mengandung serat yang tinggi.
Provinsi dengan persentase PHBS yang rendah adalah : Sumatera Barat (17,97%) Banten (21,37%) Papua Barat (27,34%). sumber : profil kesehatan Indonesia Tahun 2009
Melakukan aktivitas fisik setiap hari Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik dilakukan secara teratur paling sedikit 30 menit dalam sehari, sehingga, dapat menyehatkan jantung, paru-paru serta alat tubuh lainnya.
PENUTUP Kesimpulan PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat di desa kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kegiatan PHBS ini sendiri memiliki manfaat baik bagi rumah tangga itu sendiri maupun masyarakat. Sasaran dari kegiatan PHBS rumah tangga ini adalah : Pasangan Usia Subur, Ibu Hamil dan Ibu Menyusui, Anak dan Remaja, Usia Lanjut, Pengasuh Anak. Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 (sepuluh) PHBS di Rumah Tangga yaitu meliputi 7 indikator PHBS dan 3 indikator Gaya Hidup Sehat. Tujuh indikator PHBS : 1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi ASI ekslusif 3. Menimbang bayi dan balita 4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 5. Menggunakan air bersih 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik di rumah
Tidak merokok dalam rumah Setiap anggota keluarga tidak boleh merokok di dalam rumah. Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, di antaranya yang paling berbahaya adalah Nikotin, Tar, dan Carbon Monoksida (CO). Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan aliran darah. Tar menyebabkan kerusakan sel paruparu dan kanker CO menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati. Persentasse Pencapaian Rumah Tangga Yang berPHBS di Indonesia Berdasarkan profil kesehatan provinsi tahun 2009, persentase rumah tangga yang ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara nasional sebesar 48,41%. Provinsi yang memiliki persentase tertinggi adalah : Jawa Tengah (88,57%) DIYogyakarta (87,38%) Kalimantan Timur (79,73%)
Tiga indikator gaya hidup sehat : 8. Makan buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah Berdasarkan profil kesehatan provinsi tahun 2009, persentase rumah tangga yang ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara nasional sebesar 48,41%. Kritik dan Saran
Hal | 38
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
Dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat kesalahan dan kelemahan. Baik isi makalah maupun tata bahasa penulisan yang di buat oleh penulis. Oleh karena itu, penulisan mengharapkan tanggapan dan koreksi yang membangun dari pembaca sehingga ke depannya makalah yang di buat akan lebih baik pada masa yang akan datang. REFERENSI Amalia, I. 2009. Hubungan Antara Pendidikan, Pendapatan, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pada Pedagang HIK Di Pasar Kliwon dan Jebres Kota Surakarta. Skr ipsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Surakarta
ISSN: 2356-5454 Budioro, B. 2007. Pendidikan (Penyuluhan) Kesehatan Masyarakat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Depkes RI. 2006. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. Jakarta: Depkes RI Dinkes Jateng. 2010. Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga. Semarang: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Dinkes Sragen. 2010. Laporan Hasil Pelaksanaan Kegiatan PHBS Kabupaten Sragen th 2010. Sragen: Dinkes Sragen Effendi, L., Umami, R. 2004. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pada SD Negeri Cikeusal Kidul 01 Ketanggungan Jawa Tengah tahun 2004. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.1,No.2, Juli 2005
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 39
jikk
ISSN: 2356-5454
Nomor 02 Tahun 2011
HUBUNGAN RIWAYAT KEHAMILAN EKTOPIK DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK oleh Iis Wahyuni ABSTRAK Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektipok terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat di hadapi oleh setiap dokter , karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu itu. Tidak jarang yang menghadapi penderita untuk pertama kali adalah dokter umum atau dokter ahli lainnya, maka dari itu, perlu di ketahui oleh setiap dokter klinik kehamilan ektopik terganggu serta diagnosis diferensialnya. Hal yang perlu di ingat ialah, bahwa setiap pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu di fikirkan kehamilan ektopik terganggu. Blastokista dalam keaadan normal tertanam didalam lapisan endometrium rongga uterus. Implantasi ditempat lain dianggap sebagai kehamilan ektopik. Kata ini berasal dari bahasa yunani yaitu ektopos yang artinya diluar tempatnya. Menurut American College Of Obstetricians and Gynecologists (2008), 2% dari seluruh kehamilan trimester pertama di Amerika Serikat adalah kehamilan Ektopik dan jumlah ini menyebabkan sebesar 6% dari semua kematian yang terkait dengan kehamilan. Resiko kematian akibat kehamilan diluar uterus lebih besar dari pada kehamilan yang memberi hasil lahir hidup atau yang dihentikan secara sengaja. Selain itu kemungkinan untuk kembali hamil dengan baik akan berkurang setelah kehamilan ektopik. Namun dengan diagnosis yang lebih dini, baik kelangsungan hidup ibu maupun konservasi kapasitas reproduksi dapat ditingkatkan. Kata Kunci : Kehamilan etopik, berbahaya, wanita PENDAHULUAN Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu. Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik
Hal | 40
diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian sehingga ini akan berlanjut pada kehamilan ektopik terganggu. Istilah kehamilan ektopik terganggu lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus yang menimbulkan rupture pada tuba. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
PEMBAHASAN Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun,frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%14,6%. apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan membahayakan bagi sipenderita (Sarwono Prawiroharjho, Ilmu Kebidanan, 2005) Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih juga dipakai,oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal. (Sarwono prawirohardjo, ilmu kandungan, 2005) Kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterik. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik terganggu karna kehamilan pada pars interstisialis tubah dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. Kejadian hamil ektopik tidak dapat disamakan karena sangat tergantung pada perilaku dan budaya masyarakat. Pada masyarakat yang mempunyai kecenderungan untuk melakukan hubungan seksual bebas, dapat diasumsikan kejadian hamil ektopik akan makin meningkat. Kejadian infeksi hubungan seksual sangat berperan untuk terjadinya hamil ektopik, khususnya infeksi Clhamydia trachomatis, infeksi ini akan merusak endometrium dan sel siliaris
ISSN: 2356-5454 sehingga mengganggu transportasi spermatozoa, ovum, dan hasil konsepsi. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun,frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%14,6%. apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan membahayakan bagi sipenderita (Sarwono Prawiroharjho, Ilmu Kebidanan, 2005) Kehamilan ektopik terganggu terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah (3,4,6): a. Infeksi saluran telur (salpingitis),seperti bakteri khusus dapat menimbulkan gangguan pada tuba fallopi adalah Chlamydia trachomatis pada motilitas saluran telur. b. Riwayat operasi tuba. c. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang. d. Kehamilan ektopik sebelumnya. e. Aborsi tuba dan infeksi pemakaian IUD. f. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom. g. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahanperubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat. h. Operasi pada tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit i. Abortus buatan. j. Pada hipoplasia lumen tuba sempit dan berkelok-kelok dan hal ini sering di sertai gangguan fungsi silia endosalping. k. Tumor yang mengubah bentuk tuba dan menekan dinding tuba
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 41
jikk
ISSN: 2356-5454 l.
Ibu pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya (terdapat riwayat kehamilan ektopik) m. Memiliki riwayat Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti gonorrhea, klamidia dan PID (pelvic inflamamtory disease) 1.
Klasifikasi kelamilan Etopik a. Kehamilan Servikal Kehamilan servikal jarang terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lender servik. Dengan tumbuhnya telur,servik menggembung. Pada implantasi di serviks, dapat terjadi perdarahan tanpa disertai nyeri, dan kemungkinan terjadinya abortus spontan sangat besar. Jika kehamilan tumbuh sampai besar, perdarahan/ ruptur yang terjadi sangat berat, sehingga sering diperlukan tindakan histerektomi total. b. Kehamilan Ovarial Jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada hamil muda. Untuk mendiagnosa kehamilan ovarial harus dipenuhi kriteria dari spiegelberg. Kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar kriteria Spiegelberg : a. tuba pada sisi kehamilan harus normal b. kantung janin harus terletak dalam ovarium c. kantung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium d. jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung janin Pada kenyataannya kriteria ini sulit dipenuhi, karena umumnya telah terjadi kerusakan jaringan ovarium, pertumbuhan trofoblas yang luas, dan perdarahan menyebabkan topografi kabur, sehingga pengenalan implantasi permukaan ovum sukar ditentukan secara pasti. c.
Kehamilan Tuba
Hal | 42
Nomor 02 Tahun 2011
Kejadian kehamilan tuba ialah 1 di antara 150 persalinan (Amerika). Kejadian dipengaruhi oleh factor social : mungkin karena pada golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan berobat kurang. Ovum yang dibuahi dapat berkembang disetiap bagian oviduktus yang menyebabkan kehamilan tuba di ampula,ismus,atau interstisium. Ampula adalah tempat tersering kehamilan tuba,sedangkan kehamilan interstisium terhitung hanya sekitar 3% dari seluruh gestasi tuba. Menurut tempatnya nidasi dapat terjadi: Kehamilan ampula (dalam ampula tuba) Kehamilan isthmik (dalam isthmus tuba) Kehamilan interstisil (dalam pars interstitialis tubae) Kehamilan infundibulum tuba Kehamilan abdomoinal primer atau sekunder d. Kehamilan Interstisial Implantasi telur terjadi dalam pars interstisialis tuba. Karena lapisan myometrium disini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan ke-3 atau ke-4. Kalau terjadi ruptur maka perdarahan hebat karena tempat ini banyak pembuluh darahnya sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan kematian. e.
Kehamilan Abdominal Primer Dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut dengan cirriciri tuba dan ovarium normal,tidak terdapat fistula utero-plasenter,dan implantasi umumnya di sekitar uterus dan CD. f.
Hamil Abdominal Sekunder Yang asalnya kehamilan tuba dan setelah rupture,ekspulsi dari ostium tuba eksternumnya dan ekspulsi dari fistula uteroplasenter baru menjadi kehamilan abdominal. Biasanya plasenta terdapat pada daerah
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
tuba,permukaan belakang rahim dan ligamentum latum. Ada kalanya hamil abdominal sekunder ini mencapai umur cukup bulan,tapi hal ini jarang terjadi,yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum mencapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna. Menurut lokasinya, kehamilan ektopik sebenarnya banyak klasifikasi dan dapat dibagi dalam beberapa golongan: a) Tuba fallopi: pars interstisialis,isthmus,ampulla,infund ibulum,fimbria. b) Uterus: kanalis servikalis,divertikulum,koruna,tand uk rudimenter. c) Ovarium d) Intraligamenter e) Abdominal: primer,sekunder f) Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus Namun diantara kehamilan-kehamilan ektopik,yang terbanyak ialah yang terjadi di tuba (90%) khususnya di ampula dan isthmus.
2.
Tanda dan gejala kehamilan etopik a. Ada riwayat terlambat haid atau amenorrhea dan gejala kehamilan muda. b. Perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya c. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah, pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba dan hebat, menyebabkan penderita pingsan sampai shock. d. Perdarahan pervaginam berwarna cokelat tua e. Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks digerakkan, nyeri pada perabaan
ISSN: 2356-5454 dan kavum douglasi menonjol karena ada bekuan darah f. Keadaan umum ibu dapat baik sampai buruk / syok, tergantung beratnya perdarahan yang terjadi. g. Level HCG rendah h. Pembesaran uterus: pada kehamilan ektopik uterus membesar. i. Gangguan kencing: kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangsangan peritonium oleh darah di dalam rongga perut 3.
Penanganan Kehamilan Etopik Penanganan kehamilan ektopik terganggu pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat. Penanganan pada kehamilan ektopik terganggu dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit. a.
Setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif laparatomi b. Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber perdarahan harus dihentikan.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 43
jikk
ISSN: 2356-5454 c.
Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit pertama) atau 2l dalam dua jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung) d. Pastikan darah yang dihisap dari rongga obdomen telah melalui alat pengisap dan wadah penampung yang steril e. Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukan kedalam kantung darah (blood bag) apabila kantung darah tidak tersedia masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru terpakai dan bersih) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10ml untuk setiap 90ml darah. f. Transfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan. PENUTUP Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu : 1. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba. 2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba dan faktor utama yang menyebabkan rupture ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke perineum.
Hal | 44
3.
4.
5.
6.
7.
Nomor 02 Tahun 2011
Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti coitus dan pemeriksaan vaginal. Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil kosepsi tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6-10 minggu. Hasil kosepsi mati dan diresorbsi pada implantasi secara kolumner,ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total.dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari. Factor lain, seperti Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalan telur yang dibuahi ke uterus pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature.
REFERENSI (http://evalismawatiblog.wordpress.com/201 3/05/01/kehamilan-ektopik/) (http://nandhieb.blogspot.com/2012/06/keh amilan-ektopik.html) Diposkan oleh Rhaditya Prassana http://jurnalpenelitiankesehatan.blogspot.co m/2013/04/gambaran-faktor-faktoryang.html I.B.G.F., & Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. EGC, Jakarta.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
jikk
Nomor 02 Tahun 2011
Jensen, Bobak, Lawdermilk. 1995. Keperawatan Maternitas. Wijayariani, M. 2004. EGC, Jakarta. Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Wahyuningsih. 2010. Insidensi Partus Lama pada Primipara dan Multipara di RSUD
ISSN: 2356-5454 Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2009. Skripsi. Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah. Wardhana, A. 2007. Faktor Risiko Plasenta Previa. In: Budi Rianto (Ed), Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung
Hal | 45
jikk
ISSN: 2356-5454 Standar Prosedur Operasional Publikasi Karya Tulis dan Artikel Ilmiah Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas
JIKK Akademi Kebidanan Ar Rahman Ketentuan Umum 1. Topik dan tema karya tulis atau artikel (selanjutnya disebut naskah) memiliki keterkaitan dengan dunia kesehatan, khususnya bidang kebidanan; 2. Karya tulis ataupun artikel merupakan hasil penelitian lapangan (work-field study), penelitian pustaka (literature study) atau asah gagasan (proposition); 3. Karya tulis ataupun artikel ditulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia maupun English yang baik dan benar serta mengikuti aturan tata bahasa yang baku; 4. Setiap naskah yang masuk akan ditinjau ulang oleh Mitra Bestari yang memiliki kepakaran di bidangnya, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar institusi AKBID Ar Rahmah; 5. Penyerahan naskah dikirim selambatlambatnya dua bulan sebelum penerbitan reguler (bulan Februari dan Oktober) kepada redaksi JIKK; 6. Kepastian pemuatan atau tidaknya sebuah naskah akan diberitahukan secara tertulis, baik melalui surat ataupun email; 7. Naskah yang tidak dimuat dapat dikembalikan dengan sepengetahuan penulis naskah. Ketentuan Khusus 1. Naskah ditulis dengan menggunakan aplikasi Microsoft Office Word (baik itu XP, 2003 atau 2007); 2. Naskah ditulis menggunakan font Times New Roman atau Arial dengan ukuran font 12 (tanpa page number ataupun keterangan header/footer); 3. Panjang naskah maksimal 10 halaman dengan ukuran kertas A4 serta ukuran margin (kiri: 4, kanan: 3, atas: 3 dan bawah: 3). Sistematika Penulisan Judul (informatif, lugas, singkat dan jelas), Nama penulis (tanpa gelar), Abstrak/ Rangkuman eksekutif (ditulis dalam bentuk narasi dan terdiri atas 100-150 kata),
Hal | 46
Nomor 02 Tahun 2011
Kata kunci (istilah teknis/ operasional yang digunakan dalam artikel), Pendahuluan (deskripsi sekilas mengenai topik yang dibahas, status topik saat ini, perubahan yang terjadi berkaitan dengan topik, dan kontribusi naskah dalam topik yang dibahas; akhir pendahuluan memuat tujuan, metode, manfaat pembahasan topik, dan harapan yang dapat diambil dari topik yang dibahas), Isi/ Pembahasan (uraian, pemaparan ataupun penjabaran yang berkaitan dengan hasil temuan penelitian atau asah gagasan untuk naskah non-penelitian; isi/ pembahasan dapat terdiri atas beberapa subbahasan, tergantung pada topik/masalah yang dibahas serta penjelasan yang mendalam dari topik/ tema yang dibahas), Simpulan dan Saran, Daftar pustaka atau Pustaka Rujukan, dan Riwayat penulis (ditulis secara singkat).
Sistematika Penulisan Resensi Buku Buku yang diresensi harus aktual (up to date); buku berbahasa Indonesia terbitan satu tahun terakhir sedangkan buku berbahasa asing terbitan tiga tahun terakhir, Isi (content) buku yang diresensi berkontribusi signifikan bagi perkembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, Susunan resensi terdiri atas deskripsi formal buku, ringkasan (summary), evaluasi/ kritik/ komentar, dan simpulan. Penyerahan Naskah (karya tulis ataupun artikel ilmiah) Penyerahan naskah dapat dilakukan melalui, Email; naskah tidak ditulis dalam kotak pesan (message box) melainkan disisipkan (attachment) dan dikirimkan ke
[email protected] atau
[email protected] , Surat/ pos; naskah dimasukkan ke dalam amplop ukuran A4 dan pojok kanan atas ditulis JIKK AKBID Ar Rahmah, kemudian dikirimkan ke alamat Jalan Pasteur No. 21 A, Bandung– Jawa Barat.
Alamat Redaksi dan Tata Usaha JIKK Press – AKBID Ar Rahmah Jalan Pasteur no. 21, Bandung – Jawa Barat Telepon/ Faximile (022) 4214127 Email
[email protected] Website www.arrahmah.ac.id
Jurnal Ilmiah Kebidanan Komunitas Akademi Kebidanan Ar Rahmah - Bandung