FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECT SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM, SUMATERA BARAT TAHUN 2014
SKRIPSI
Oleh: Mushallina Lathifa 1110101000034
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta. 2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta.
Ciputat, Juli 2014
Mushallina Lathifa
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Juli 2014 Mushallina Lathifa, NIM: 1110101000034 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECT SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM, SUMATERA BARAT TAHUN 2014 (xv+ 103 halaman, 8 tabel, 1 bagan, 4 lampiran) ABSTRAK Pada tahun 2010, penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat dengan kejadian 106. 568 kasus (Dinkes Prop. Sumbar, 2010 dalam Akmal, 2013). Dari banyaknya kasus penyakit kulit yang ada di Sumatera Barat, penderita didominasi oleh santri di berbagai pondok pesantren yang ada di wilayah tersebut (Akmal, 2013). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan suspect skabies pada santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi dengan cross sectional study dengan metode proportion random sampling. Populasi penelitian ini ialah seluruh santriwati dengan jumlah sampel 73 orang dan ustadzah yang berjumlah 9 orang. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa absensi santriwati tiap kamar dan data primer yang diperoleh dengan cara wawancara dan observasi. Adapun instrumen penelitian yang digunakan ialah kuesioner dan lembar observasi. Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden (76, 7%) mengalami suspect skabies. Kemudian dari hasil analisis bivariat yang menggunakan uji Chi square dengan ɑ 5% diperoleh lima faktor yang berhubungan dengan suspect skabies yaitu personal hygiene (p= 0, 006), kelembaban (p= 0, 000), ventilasi (p= 0, 000), kepadatan hunian (p= 0, 014), dan dukungan pihak pesantren (p= 0, 000). Suspect skabies pada santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia memiliki hubungan dengan beberapa faktor yaitu personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pesantren. Oleh karena itu, maka disarankan kepada Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia untuk menerapkan pendidikan kesehatan, melaksanakan pendataan kesehatan secara aktif dan rutin, dan mengatur tata letak perlengkapan santriwati pada tiap kamar yang disesuaikan dengan standar kesehatan. Kata kunci: Suspect skabies, personal hygiene, kelembaban, dan kepadatan hunian ii
Daftar bacaan: 43 (1995-2014) FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCE DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH A Thesis, July 2014 Mushallina Lathifa, Student Identification Number: 1110101000034 SOME FACTORS RELATED TO SCABIES SUSPECTS AT FEMALE STUDENTS OF DINIYYAH PASIA ISLAMIC MODERN BOARDING SCHOOL, AMPEK ANGKEK-AGAM DISTRICT-WEST SUMATRA-2014 (xv+103 pages, 8 tables, 1 chart, 4 appendixes) ABSTRACT In 2010, skin disease was the 10 ten most common disease in West Sumatra. It had106. 568 cases (Health Department of West Sumatra Province, 2010 in Akmal, 2013). From so many skin disease cases which happened in West Sumatra, patients were dominated by boarding school’s students from various Islamic boarding school all over the region (Akmal, 2013). This research was aimed at finding out some factors which are related to suspect scabies to the female students of Islamic boarding school at Diniyyah Pasia Islamic Modern Boarding School in 2014. This research was an epidemiological research with cross sectional study by using sampling methode of proportion random sampling. The population in this research was all of female students by sample size 73 persons and 9 female teachers. The secondary data which was used in the research was the female students attendance list in every room and the primary data was gained by doing interview and observation. Questionnaire and observation sheets were used as the research instruments. The result of this research, most of the respondents ( 76 % ) were found as suspect scabies. From the bivariate analysis with ɑ 5%, it was found out that there are five factors which were related to suspect scabies, they were: personal hygiene (p= 0, 006), humidity (p= 0, 000), ventilation(p= 0, 000), residential density (p= 0, 014), and support from the boarding school committee (p= 0, 000). Suspect scabies which happened on female students of Diniyyah Pasia Islamic Modern Boarding School was related to some factors, they were personal hygiene, humidity, ventilation, residential density and support of the boarding school committee. Therefore, it was suggested to Diniyyah Pasia Islamic Modern Boarding School to apply health education, conduct an active and regular survey on students health, and having a healthy arrangement of female students equipments in every room. Keywords : Suspect scabies, personal hygiene, humidity, and residential density Reference : 43 (1995-2014) iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Mushallina Lathifa
Tempat, tanggal lahir
: Jakarta, 24Agustus 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Golongan Darah
:O
No. HP
: 083897852254
Email
:
[email protected]
Alamat Asal
: Koto Tuo Balaigurah, Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat
Alamat Sekarang
: Jl. Legoso Raya, Komplek Batan No.23, Kel. Pisangan, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten
Riwayat Pendidikan
:
TK ‘Aisyiyah Pondok Aren
(1997-1998)
SDN 01 Koto Tuo Balaigurah
(1998-2004)
MTs Diniyyah Pasia
(2004-2007)
MA Diniyyah Pasia
(2007-2010)
Kursus Mahir Dasar (KMD) Pembina Pramuka
(2009)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Kesehatan Masyarakat (2010-sekarang) Youth Educators Regional Training
vi
(2012)
Pengalaman Organisasi: Tahun
Jabatan
2007-2008
Ketua Bagian Penerangan Organisasi Pelajar Pesantren Modern Diniyyah Pasia
2008-2009
Ketua Bagian Bahasa Organisasi Pelajar Pesantren Modern Diniyyah Pasia
2010-2012
Staf Ahli Pengembangan Ekonomi Komisariat Dakwah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
2012-Sekarang
Anggota Environmental (ENVIHSA)
2012-2013
Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Pisangan, Kec. Ciputat Timur, Tangerang Selatan
2013-2014
Sekretaris Gerakan Menuju (GEMABI) Tangerang Selatan
Health
Student
Anak
Baik
Association
Indonesia
Pengalaman Kerja: 2012
: Tim Survei Masalah Pemasangan Kabel SUTT Kab. Bandung
2012
: Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas Pisangan
2013
: Staf Fundraising Lembaga ‘Amil Zakat Mizan Amanah
2014
: Relawan bidang assessment Aksi Cepat Tanggap (ACT)
2014
: Magang di Instalasi Penyehatan Lingkungan RSUD DR. Achmad Mochtar Bukittinggi
2014
: Face to face Fundraiser di Dompet Dhuafa
Kunjungan Lapangan: 2012
: PT. Chevron Geothermal Garut Indonesia
2012
: PT. JOB Pertamina-Petrochina, Tuban, Indonesia
2012
: TPA Bantar Gebang, Bekasi
2013
: BATAN Serpong dan Pasar Jumat
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECT SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM, SUMATERA BARAT TAHUN 2014”. Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta dukungan dalam penyusunan laporan ini. Ucapan terimakasih terutama ditujukan kepada : 1. Kedua orang tuaku, ayah dan ummi yaitu Muhasril MZ dan Naziar Nazir, kakak-kakakku ( Mushallina Rahmi & Al Ghazali, Muhammad Ridha Ilahi, dan Mushallina Hilma), serta keponakanku tersayang Ibrahim Putra Gazami, yang
selalu
mendukung
dan
mendo’akan
penulis
sehingga
dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. 2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah. 4. DR. Arif Sumantri, M.KM selaku ketua peminatan Kesehatan Lingkungan dan dosen pembimbing pertama, terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya selama menyusun skripsi.
viii
5. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih ibu yang selalu memberikan waktu, saran, arahan, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh pihak Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang telah memberikan izin, bantuan, dan kesediaan waktunya selama penelitian berlangsung. 7. Jamaah kesehatan lingkungan
angkatan 2010 yang selalu semangat dan
menyemangati penulis. 8. Teman-teman di Kosan Boenda, Alya as my roommate, Bang Zubir as calon kakak ipar, Nurul, Kak Gia, Kak Rinfi, Wafiq, dan Kak Rizky as supporters, yang telah membantu, mendukung, dan mengingatkan penulis untuk terus semangat dalam mengerjakan skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan masukan sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Ciputat, 3 Juli 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... i ABSTRAK .................................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... vi KATA PENGANTAR................................................................................. viii DAFTAR ISI................................................................................................ x DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 1.3 Tujuan ....................................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum.................................................................. 1.3.2 Tujuan Khusus................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
1 4 4 4 5 5 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies ...................................................................................... 2.1.1 Definisi ............................................................................ 2.1.2 Penyebab ......................................................................... 2.1.3 Patogenesis ...................................................................... 2.1.4 Penularan ......................................................................... 2.1.5 Gejala............................................................................... 2.1.6 Diagnosis ......................................................................... 2.1.7 Epidemiologi Skabies...................................................... 2.1.8 Pengobatan ...................................................................... 2.1.9 Pencegahan ...................................................................... 2.2 Faktor Risiko............................................................................. 2.2.1 Pengetahuan..................................................................... 2.2.2 Personal Hygiene............................................................. 2.2.3 Kelembaban..................................................................... 2.2.4 Ventilasi........................................................................... 2.2.5 Kepadatan Hunian ........................................................... 2.2.6 Dukungan Pihak Pondok Pesantren ................................
7 7 7 8 10 11 12 14 15 17 18 18 22 28 28 31 33
2.3 Pondok Pesantren...................................................................... 2.3.1 Pengertian ........................................................................ 2.4 Teori Simpul ............................................................................. 2.5 Kerangka Teori .........................................................................
36 36 37 40
x
BAB IIIKERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep...................................................................... 3.2 Definisi Operasional ................................................................. 3.3 Hipotesis ...................................................................................
42 44 48
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ...................................................................... 4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ................................................... 4.3 Populasi Dan Sampel ................................................................ 4.4 Pengumpulan Data .................................................................... 4.4.1 Sumber Data .................................................................... 4.4.2 Instrumen ........................................................................ 4.5 Pengolahan Data ....................................................................... 4.6 Analisa Data..............................................................................
49 49 49 52 52 52 53 54
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ..................................................... 5.2 Hasil Penelitian ......................................................................... 5.2.1 Analisa Univariat............................................................. 5.2.2 Analisa Bivariat ...............................................................
55 58 58 63
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian............................................................. 6.1.1 Sumber Data .................................................................... 6.2 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................... 6.2.1 Analisis Univariat............................................................ 6.2.1.1 Suspect Scabies ................................................. 6.2.1.2 Pengetahuan ...................................................... 6.2.1.3 Personal Hygiene .............................................. 6.2.1.4 Kelembaban....................................................... 6.2.1.5 Ventilasi ............................................................ 6.2.1.6 Kepadatan Hunian ............................................. 6.2.1.7 Dukungan Pihak Pesantren................................ 6.2.2 Analisis Bivariat .............................................................. 6.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Suspect Skabies ................................................. 6.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Suspect Skabies ................................................. 6.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan Suspect Skabies ................................................. 6.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect Skabies .............................................................. 6.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies ................................................. xi
70 70 71 71 71 73 74 75 76 77 78 78 79 81 84 85 86
6.2.2.6 Hubungan antara Dukungan Pihak Pesantren dengan Suspect Skabies ....................
88
BAB VII SIMPULANN DAN SARAN 7.1 Simpulan ................................................................................... 7.2 Saran .........................................................................................
93 94
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel Defenisi Operasional............................................................................ 44 Tabel 5.1 Gambaran Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014............................................................................................. 59 Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan Santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.................................................................................. 59 Tabel 5.3 Gambaran Personal Hygiene Santriwatidi Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.................................................................................. 60 Tabel 5.4 Gambaran Kelembaban di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014............................................................................................. 61 Tabel 5.5 Gambaran Ventilasi di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ............... 61 Tabel 5.7 Gambaran Kepadatan Hunian di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014............................................................................................. 62 Tabel 5.8 Gambaran Dukungan Pihak Pesantren di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.................................................................................. 63 Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan Responden denganSuspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ............................................ 64 Tabel 5.10 Hubungan Personal Hygiene Responden denganSuspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.......................... 65 Tabel 5.11 Hubungan Kelembaban dengan Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014........................................................ 66 Tabel 5.12 Hubungan Ventilasi dengan Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014........................................................ 67 Tabel 5.13 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ............................................ 68 Tabel 5.14 Hubungan Dukungan Pihak Pesantren Terhadap Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.......................... 69
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1. Bagan Teori Simpul...................................................................................
37
2. Kerangka Teori..........................................................................................
40
3. Kerangka Konsep ......................................................................................
42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Kuesioner Pengetahuan Lampiran 2: Lembar Observasi Personal Hygiene Lampiran 3: Lembar Observasi Sanitasi Lingkungan Lampiran 4: Lembar Observasi Dukungan Pesantren Lampiran 5: Hasil Analisis di SPSS Lampiran 6: Struktur Pengasuhan Santriwati Tahun 2014
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit berbasis lingkungan yaitu fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar, atau memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu (Achmadi, 2012). Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan. Penyakit kulit merupakan salah satu jenis penyakit menular yang berbasis lingkungan. Penyakit kulit merupakan jenis penyakit yang berhubungan dengan kematian di Sub Sahara Afrika pada tahun 2011 (Cahyaningsih, 2012). Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman,
parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang
disebabkan oleh parasit adalah skabies (Wijaya, 2011). Lebih dari 300 juta kasus skabies terjadi di belahan dunia setiap tahunnya (Cahyaningsih, 2012). Di negara berkembang lebih dari seperempat populasi bisa terinfeksi penyakit skabies (Wijayanti, 2008). Sedangkan menurut Muzakir (2008), di beberapa negara berkembang prevalensi skabies sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak dan remaja.
1
2
Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar, 1997). Pada tahun 2010, penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat dengan kejadian 106. 568 kasus (Dinkes Prop. Sumbar, 2010 dalam Akmal, dkk, 2013). Dari banyaknya kasus penyakit kulit yang ada di Sumatera Barat, penderita didominasi oleh santri di berbagai pondok pesantren yang ada di wilayah tersebut (Akmal, dkk, 2013). Diperkirakan sanitasi lingkungan yang buruk merupakan faktor dominan yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit skabies diantara santri di Pondok pesantren (Dinkes Prop Jatim, 1997). Penyakit skabies sering muncul karena kurangnya kebersihan diri dengan sanitasi lingkungan yang buruk, penyakit ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var homini. Skabies merupakan penyakit infeksi dan menular dengan fenomena gunung es (Rafif, 2011). Dalam Cahyaningsih (2012) penyakit skabies menyerang manusia secara kelompok (misalnya pada asrama, pesantren, penjara, perkampungan yang padat penduduk). Pondok pesantren
termasuk
tempat
yang
beresiko
terjadi
skabies karena
merupakan salah satu tempat yang berpenghuni padat (Wijaya, 2011). Menurut Green dalam Azizah (2012), guru mempunyai peran terhadap perilaku murid dalam memelihara kesehatannya. Guru dapat berperan sebagai konselor, pemberi instruksi, motivator, manajer, dan model dalam menunjukkan sesuatu yang baik misalnya dalam perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan hasil penelitian Linda dan Adiwiryono, 2010 dalam
3
Azizah, 2012 menunjukkan adanya hubungan antara peran guru dengan praktek PHBS pada peserta PAUD. Selain itu guru diharapkan dapat mendorong murid-murid mereka dalam melaksanakan kebiasaan memelihara kesehatan (Azizah, 2012). Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pada pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen (Qomar, 2007). Rohmawati (2010) menyatakan bahwa sebanyak 74, 74% responden di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta menderita penyakit skabies yang diakibatkan karena mereka mempunyai pengetahuan yang rendah terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan mereka mempunyai resiko terkena penyakit skabies 2, 34 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Muzakir (2008) di pondok pesantren Kabupaten Aceh Besar sebanyak 61% responden mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga banyak santri yang terkena penyakit skabies. Ini berarti pengetahuan seseorang dapat mendukungnya terhindar dari penyakit, terutama penyakit menular. Menurut penulis sendiri, skabies pada santriwati adalah masalah kesehatan yang unik, karena sejak dulu dan didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang didapat ketika menjadi santriwati bahwa skabies adalah penyakit yang tidak pernah ada habisnya di lingkungan pondok pesantren akan tetapi sangat disayangkan sekali pihak pondok pesantren belum
4
memberikan perhatian yang besar dalam penanganan masalah skabies sehingga tidak ada data yang lengkap mengenai santriwati yang menderita skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik dan ingin mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah suspect skabies pada santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang berhubungan dengan beberapa faktor yang diantaranya adalah pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak pesantren. Selama menempuh pendidikan di pondok pesantren, akhirnya penulis merasakan bahwa skabies adalah masalah kesehatan yang unik, karena masalah tersebut tidak pernah selesai di pondok pesantren. 1.3 Tujuan 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor–faktor
yang berhubungan
dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014.
5
1.3.2
Tujuan Khusus a.
Untuk
mengetahui
pengetahuan
santriwati
mengenai
skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014. b.
Untuk mengetahui personal hygiene santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.
c.
Untuk mengetahui sanitasi lingkungan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014.
d.
Untuk mengetahui dukungan pihak pondok pesantren di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.
e.
Untuk mengetahui hubungan faktor yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014
1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan menambah keterampilan penulis dalam menganalisis dan mengolah data.
6
b. Bagi Fakultas Dapat menjadi media untuk menjalin kerjasama antara institusi pendidikan dengan lokasi penelitian dan mendapat masukan yang bermanfaat dalam pengembangan kurikulum Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. c. Bagi Pondok Pesantren Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan suspect skabies pada santri Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, sehingga dapat dibuat kebijakan dan strategi penanganan masalah tersebut oleh pihak pesantren.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada Bulan Maret-Mei 2014. Pada penelitian ini penulis membatasi pada analisis beberapa faktor yang berhubungan dengan suspect skabies, diantaranya yaitu pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak pesantren. Setelah mengetahui ada atau tidaknya hubungan, penulis kemudian menganalisa hubungan tersebut. Penelitian ini didasarkan oleh pengetahuan dan pengalaman penulis setelah mengenyam pendidikan di pondok pesantren tersebut selama enam tahun.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skabies 2.1.1
Definisi Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera (Harahap, 2008).
2.1.2
Penyebab Skabies
disebabkan
oleh
kutu/tungau
Sarcoptes
scabiei.Sarcoptes scabiei bersifat obligat parasit yang mutlak memerlukan induk semang untuk berkembang biak. S.scabiei tidak dapat dibiakkan secara in vitro meskipun telah ditumbuhkan pada media yang terdiri dari tick cell medium 25%, serum kambing 50% ekstrak epidermis 25%, streptomisin 200 mg/ml dan fungizone 10mg/ml (Tarigan,1999 dalam Wardhana, 2006). Sarcoptes scabiei adalah tungau kecil berkaki delapan, dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini. Tungau skabies (Sarcoptes scabiei) ini berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3 mm pada jantan dan 0,2 x 0,15
pada
betina 7
(Brown
dkk,
2002).
8
Secara
morfologik
merupakan
tungau
kecil,berbentuk
oval,punggungnya cembung dan bagian perutnya rata,tunggau ini transient,berwarna putih dan tidak bermata. Tungau betina panjangnya 330-450 mikron,sedangkan tungau jantan lebih kecil kurang lebih setengahnya yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan kecepatan 2,5cm permenit di permukaan kulit (Asra, 2010). Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat di permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5mm–5mm per hari.Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 butir telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan menggali terowongan, biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan. Setelah beberapa hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa.Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa sekitar 10-14 hari.Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran yang kecil
pada
patogenesis
penyakit.
Biasanya
hanya
hidup
9
dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina (Asra, 2010). 2.1.3
Patogenesis Infestasi dimulai saat tungau betina yang telah dibuahi tiba di permukaan kulit. Dalam waktu satu jam, tungau tersebut akan mulai menggali terowongan. Setelah tiga puluh hari, terowongan yang awalnya hanya beberapa millimeter bertambah panjang menjadi beberapa centimeter. Meskipun begitu, terowongan ini hanya terdapat di stratum korneum dan tidak akan menembus lapisan kulit di bawah epidermis. Terowongan ini dibuat untuk menyimpan telur- telur tungau, kadang- kadang juga ditemukan skibala di dalamnya. Tungau dan produk- produknya inilah yang berperan sebagai iritan yang akan merangsang sistem imun tubuh untuk mengerahkan komponen - komponennya (Habif, 2003). Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun spesifik lainnya belum memberikan respon. Namun, terjadi perlawanan dari tubuh oleh sistem imun non spesifik yang disebut inflamasi. Tanda dari terjadinya inflamasi ini antara lain timbulnya kemerahan pada kulit, panas, nyeri dan bengkak. Hal ini disebabkan karena peningkatan persediaan darah ke tempat inflamasi yang terjadi atas pengaruh amin vasoaktif seperti histamine, triptamin dan mediator lainnya yang berasal dari sel mastosit. Mediator- mediator inflamasi itu juga menyebabkan rasa
10
gatal di kulit. Molekul- molekul seperti prostaglandin dan kinin juga ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan plasma dan protein plasma melintasi endotel yang menimbulkan kemerahan dan panas (Baratawidjaja, 2007). Faktor kemotaktik yang diproduksi seperti C5a, histamine, leukotrien akan menarik fagosit. Peningkatan permeabilitas vaskuler memudahkan neutrofil dan monosit memasuki jaringan tersebut. Neutrofil datang terlebih dahulu untuk menghancurkan/ menyingkirkan antigen. Meskipun biasanya berhasil, tetapi beberapa sel akan mati dan mengeluarkan isinya yang juga akan merusak jaringan sehingga menimbulkan proses inflamasi. Sel mononuklear datang untuk menyingkirkan debris dan merangsang penyembuhan (Baratawidjaja, 2007). Bila proses inflamasi yang diperankan oleh pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi infestasi tungau dan produknya tersebut, maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen (Kresno, 2007). 2.1.4 Penularan Penularan skabies pada manusia sama seperti cara penularan skabies pada hewan, yaitu secara kontak langsung
dengan
penderita. Disamping itu kontak secara tidak langsung seperti
11
melalui pakaian, handuk, seprai, dan barang-barang lain yang pernah dipakai oleh penderita, juga merupakan sumber penularan yang harus dihindari (Currie et al, 2004 dalam Wardhana, 2006). Tungau S.scabiei hidup dari sampel debu penderita, lantai, furniture dan tempat tidur (Arlian et al 1998 dalam Wardhana, 2006). Masa inkubasi skabies pada manusia yang belum pernah terinfestasi tungau adalah dua sampai enam minggu, tetapi penderita yang pernah terserang skabies sekitar satu hingga empat hari. Satu bulan pasca infestasi, jumlah tungau di dalam lapisan kulit mengalami peningkatan. Sebanyak dua puluh lima ekor tungau
betina
dewasa
ditemukan
pada
lima
puluh
hari
pascainfestasi dan menjadi lima ratus ekor setelah seratus hari kemudian (Mc Carthy et al, 2004, dalam Wardhana, 2006). 2.1.5 Gejala Gejala yang ditimbulkan oleh Sarcoptes scabiei adalah gatalgatal terutama pada malam hari (pruritus nokturna). Ini terjadi karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas, dan pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas sehingga dapat mengganggu ketenangan ketika tidur (Cahyaningsih, 2012). Gejala utama skabies adalah gatal, yang secara khas terjadi di malam hari. Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, yaitu terowongan dan ruam. Terowongan terutama ditemukan pada
12
tangan dan kaki, khususnya bagian samping jari tangan dan kaki, sela- sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki. Masingmasing terowongan panjangnya beberapa millimeter hingga beberapa centimeter, biasanya berliku- liku dan ada vesikel pada salah satu ujung yang berdekatan dengan tungau yang sedang menggali terowongan, seringkali disertai eritema ringan (Brown dkk, 2002). Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama terdapat di sekitar aksila, umbilikus dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi alergi tubuh terhadap tungau (Brown dkk, 2002).Selain itu juga dapat terjadi lesi sekunder akibat garukan maupun infeksi sekunder seperti eksema, pustula, eritema, nodul dan eksoriasi (Habif, 2003). 2.1.6 Diagnosis Menurut Handoko, 2007, diagnosis ditegakkan jika terdapat setidaknya dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu: a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok. c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu
13
ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya adalah tempat- tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti jarijari tangan, pergelangan tangan bagian volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian bawah. d. Menemukan
tungau.
Untuk
menemukan
tungau
atau
terowongan, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: 1)
Kerokan kulit Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan lensa mantap, lalu diperiksa di bawah mikroskop.
2)
Mengambil tungau dengan jarum Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3)
Epidermal shave biopsy Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit.Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi.
14
4)
Burrow ink test Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama dua menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig- zag.
5)
Swab kulit Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat.Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop.
6)
Uji tetrasiklin Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu
Wood.
Tetrasiklin
dalam
terowongan
akan
menunjukkan fluoresesnsi (Sungkar, 2000). 2.1.7 Epidemiologi Skabies Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat, ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies.Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur, insiden semua pada pria dan wanita (Hendra, 2012). Insiden skabies pada negara berkembang menunjukkan siklus fluktasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan, interval dari
15
akhir suatu epidemik pada permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa faktor yang dapat mempengaruh penyebarannya adalah kemiskinan,hygiene yang jelek,seksual promiskuitas,diagnosis yang salah,demogarfi,ekologi dan derajat sensitasi
individual,insidensi
di
Indonesia
masih
cukup
tinggi,terendah di Sulawesi Utara,dan tertinggi di Jawa Barat (Hendra, 2012). 2.1.8 Pengobatan Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies yaitu: a. Permetrin Merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di kepala dan leher anak usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih. b. Malation Malation 0,5 % dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian (Harahap, 2000).
16
c. Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %) Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.Efek sampingnya sering terjadi iritasi dan kadang semakin gatal setelah digunakan (Handoko, 2001). d. Sulfur Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam (Harahap, 2000). e. Monosulfiran Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus ditambah 2 – 3 bagian dari air dan digunakan selam 2 – 3 hari (Harahap, 2000). f. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan) Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi.Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat.Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian (Handoko, 2001).
17
g. Krotamiton Krotamiton 10 % dalam krim atau losio, merupakan obat pilihan.Mempunyai 2 efek sebagai anti skabies dan anti gatal (Handoko, 2001).
2.1.9 Pencegahan Pencegahan pada manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita secara bersama. Pakaian, handuk, dan lainnya yang pernah digunakan penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas.Pakaian dan barang-barang asal kain, dianjurkan untuk disetrika sebelum dipakai seprai penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal sekali tiga hari. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air seperti bantal, guling, selimut disarankan dimasukkan ke kantong plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah matahari, sambil dibolak-balik minimal dua puluh menit sekali. Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S.scabiei (Wardhana, 2006).
18
2.2
Faktor Risiko Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, personal hygiene yang buruk, lingkungan yang tidak saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higiene perorangan yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit scabies ini (Ma’rufi, 2005). Skabies disebabkan antara lain oleh rendahnya faktor sosial ekonomi, hygiene yang buruk seperti mandi, mengganti pakaian, pemakaian handuk dan melakukan hubungan seksual. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan di tempat seperti asrama, panti asuhan, rumah penjara atau di daerah perkampungan yang kurang terjaga kebersihannya (Saleha, 1997).Skabies pada santriwati disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengetahuan, personal hygiene,kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak pondok pesantren. 2.2.1 Pengetahuan 2.2.1.1 Definisi Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan
terhadapa
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu berupa indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
19
telinga ( Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan dibagi atas beberapa tingkatan, yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah menigkatkan kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek/ materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
meramalkan, terhadap objek yang telah dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain.
20
d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-kompenen, tetapi masih didalam sesuatu struktur organisasi, dan masih ada lainnya satu sama lain. Seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan. e. Sintesis (Syntesis) Sintesis dapat menunjukkan kepada suatu komponen untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.Dengan kata bain sinlerisadalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru
dari
format
yang
ada.Misalnya
dapat
menyusun,
merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau merumuskan rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi
ini
berkaitan
dengan
kemampuan
untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penelitian-penelitian ini didasarkan pada mutu kriteria yang telah ada.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penilaian atau responden.
21
2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang ( S. Notoatmodjo, 2003): a. Pendidikan Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada kedewasaan. b. Minat Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi didukung minat yang cukup dari seseorang sangatlah mungkin seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan. c. Pengalaman Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami. Suatu objek psikologis cenderung akan bersikap negatif terhadap objek tersebut untuk menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan, pengalaman akan lebih mendalam dan lama membekas.
22
d. Usia Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. 2.2.1 Personal Hygiene 2.2.2.1 Definisi Personal Hygiene adalah perawatan diri dimana individu mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Seseorang dikatakanpersonal hygienenya baik bila yang bersangkutan dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku, rambut, mulut dan gigi, pakaian, mata, hidung, telinga, alat kelamin, dan handuk, serta alas tidur (Badri, 2005). Personal hygiene santri yang mempengaruhi kejadian skabies meliputi: a.
Kebersihan kulit Integumen (kulit) adalah massa jaringan terbesar di tubuh.
Kulit bekerja melindungi dan menginsulasi struktur-struktur dibawahnya dan berfungsi sebagai cadangan kalori. Kulit mencerminkan emosi dan stres yang kita alami, dan berdampak kepada penghargaan orang lain merespon kita. Selama hidup, kulit
23
dapat
teriris,
tergigit,
mengalami
iritasi,
terbakar,
atau
terinfeksi.Kulit memiliki kapasitas dan daya tahan yang luar biasa untuk pulih (Afni, 2011). Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain.Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies (Frenki, 2011). Sabun
dan
air
adalah
hal
yang
penting
untuk
mempertahankan kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah: 1) Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis. 2) Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain yang mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera mandi setelah selesai kegiatan tersebut. 3) Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik tidak dianjurkan untuk mandi sehari-hari. 4) Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak bersih, sekresi
normal
dari
anus
dan genitalia
akanmenyebabkan iritasi dan infeksi. 5) Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk yang tidak samadengan orang lain (Frenki, 2011). b.
Kebersihan tangan dan kuku Indonesia
adalah
negara
yang
sebagian
besar
masyarakatnya menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi penderita skabies
24
akansangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas. 1) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung tangan. 2) Handuk
yang
digunakan
untuk
mengeringkan
tangan
sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari. 3) Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga, hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan. 4) Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek sehingga mengenai pinch kulit (Frenki, 2011). c.
Kebersihan genitalia Karena
minimnya
pengetahuan
tentang
kebersihan
genitalia, banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah mengalami skabies diarea terterntu maka garukan di area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus diperhatikan
yaitu
pemakaian
celana
dalam.
Apabila
ia
mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering.
25
Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akanmeningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur.Oleh karena itu, seringlah mengganti celana dalam (Safitri, 2008 dalam Frenki, 2011). d.
Kebersihan pakaian Menurut penelitian Ma’rufi, dkk (2005) menunjukkan
bahwa perilaku kebersihan perorangan yang buruk sangat mempengaruhi seseorang menderita skabies, sebaliknya, pada orang yang perilaku kebersihan dirinya baik maka tungau lebih sulit menginfestasi individu karena tungau dapat dihilangkan dengan mandi dan menggunakan sabun, pakaian dicuci dengan sabun cuci dan kebersihan alas tidur. Hal ini sejalan dengan penelitian Trisnawati (2009), bahwa ada hubungan antara praktik mandi memakai sabun, kebiasaan bertukar pakaian dengan santri lain dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al Itqon Kelurahan Tlogosari Wetan. e.
Kebersihan handuk Berdasarkan penelitian Muslih (2012), di Pondok Pesantren
Cipasung Tasikmalaya menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi pada responden yang menggunakan handuk bersama (66,7%), dibandingkan dengan responden yang tidak menggunakan handuk bersama (30,4%), dan dari hasil uji statistik prilaku ini mempunyai hubungan dengan kejadian skabies. Hasil POR menunjukkan
26
responden yang menggunakan handuk bersama 4,588 kali berpeluang untuk menderita skabies dibanding responden yang tidak menggunakan handuk bersama. f.
Kebersihan tempat tidur dan sprei Menurut Mansyur (2007) penularan skabies secara tidak
langsung dapat disebabkan melalui perlengkapan tidur, dan menurut hasil penelitian Muslih (2012), kejadian skabies lebih tinggi terjadi pada responden yang tidak menjemur kasur (54,5%) dan menunjukkan adanya hubungan antara menjemur kasur minimal 2 minggu sekali dengan kejadian skabies. Hal ini sesuai dengan penelitian Frenki (2011)di Pondok Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru, bahwa variabel Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian skabies, dengan nilai p= 0,000 (p<0,05). 2.2.2.2 Tujuan personal hygiene, diantaranya yaitu: a.
Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b.
Memelihara kebersihan diri seseorang
c.
Memperbaiki personal hyiene yang kurang
d.
Mencegah penyakit
e.
Menciptakan keindahan
f.
Meningkatkan rasa percaya diri, (Hidayat, 2011).
27
2.2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene a. Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya. b. Praktik sosial Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. c. Status sosial-ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya d. Pengetahuan Pengetahuan personal
hygiene sangat
penting
karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga kebersihan kakinya. e. Budaya Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.
28
f. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain. g. Kondisi fisik Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya (Hidayat, 2009). 2.2.3 Kelembaban Keadaan rumah yang lembab akan mendukung terjadinya penyakit dan penularan penyakit. Kelembaban merupakan media yang baik untuk berkembangnya bakteri-bakteri pathogen.Menurut Kepmenkes No.829 tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, kelembaban udara yang diperbolehkan berkisar antara 40%-70%.Pada penelitian Khotimah (2013), menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelembaban ruangan dengan kejadian skabies (p=0,049). 2.2.4 Ventilasi Dalam SNI 03-6572-2001 dijelaskan bahwa ventilasi merupakan proses untuk mengambil (mencatu) udara segar ke dalam bangunan/gedung dalam jumlah yang sesuai kebutuhan. Ventilasi bertujuan untuk:
29
a. Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan
oleh
pembakaran
(CO2)
keringat yang
dansebagainya ditimbulkan
dan
oleh
gas-gas
pernafasan
danproses-proses pembakaran. b. Menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi dan sebagainya. c. Menghilangkan kalor yang berlebihan. d. Membantu mendapatkan kenyamanan termal. Suatu ruangan yang layak ditempati, misalkan kantor, pertokoan, pabrik, ruang kerja, kamar mandi, binatu dan ruangan lainnya untuk tujuan tertentu, harus dilengkapi dengan ventilasi alami dan ventilasi mekanis atau sistem pengkondisian udara. a. Ventilasi Alami. Ventilasi alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di luar suatu bangunan gedung yang disebabkan oleh angin dan karena adanya perbedaan temperatur, sehingga terdapat gas-gas panas yang naik di dalam saluran ventilasi. Ventilasi alami yang disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka, dengan syarat: 1) Jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi 2) Arah yang menghadap ke :
30
a)
Halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai, atau daerah yang terbuka keatas.
b)
Teras terbuka, pelataran parkir, atau sejenis
c)
Ruang yang bersebelahan
b. Ventilasi Mekanis Ventilasi mekanis adalah ventilasi alami pada suatu ruangan yang berasal dari jendela, bukaan, ventilasi di pintu atau sarana lain dari ruangan yang bersebelahan (termasuk teras tertutup), jika kedua ruangan tersebut berada dalam satuan hunian yang sama atau teras tertutup milik umum. Syarat ventilasi mekanik dalam bangunan asrama adalah: 1) Ruang yang diventilasi bukan kompartemen sanitasi. 2) Jendela, bukaan, pintu dan sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai dari ruangan yang diventilasi. 3) Ruangan yang bersebelahan memiliki jendela, bukaan, pintu atau sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap kombinasi luas lantai dari kedua ruangan Luas ventilasi yang dipersyaratkan dalam bangunan tersebut boleh dikurangi apabila tersedia ventilasi alami dari sumber lainnya.
31
2.2.5 Kepadatan Hunian Menurut Muslih, dkk (2012), santri yang berada di lingkungan asrama yang padat (>20 orang/kamar), luas ruangan kurang dari 2
, lokasi tempat tidur tanpa jarak, jumlah santri di
kelas lebih dari 20 orang/kelas, luas tempat duduk kurang dari 2 diisi 2 orang atau lebih per meja mempunyai resiko untuk tertular skabies 4 kali lebih besar dari siswa yang berada dalam kondisi hunian tidak padat. Begitu juga menurut Harahap, 2001 dalam Al Audhah, 2009 mengatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan penularan skabies diantaranya adalah kepadatan hunian. Dengan lingkungan yang padat, frekuensi kontak langsung sangat besar, baik pada saat beristirahat/tidur maupun kegiatan lainnya. Menurut Azwar (1995) jumlah penghuni rumah atau ruangan yang dihuni melebihi kapasitas akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan juga akan meningkatkan kelembaban akibat adanya uap air dari pernafasan maupun penguapan cairan tubuh dari kulit. Suhu ruangan yang meningkat dapat menimbulkan tubuh terlalu banyak kehilangan panas. Keputusan
Menteri
No.829/MENKES/SK/VII/1999
Kesehatan
menyebutkan
bahwa
RI kriteria
mengenai aspek penyehatan didalam ruangan atau kamar, yaitu:
32
1) Harus ada pergantian udara (jendela/ventilasi) 2)Adanya sinar matahari pada siang hari yang dapat masuk kedalam ruang/kamar (genting/kaca) 3) Penerangan yang memadai disesuaikan dengan luas kamar yang ada. 4) Harus selalu dalam keadaan bersih dan tidak lembab 5) Setiap ruang/kamar tersedia tempat sampah 6) Jumlah penghuni ruang/kamar sesuai persyaratan kesehatan. 7) Ada lemari/rak di dalam kamar untuk penempatan peralatan, buku, sandal 8) Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal 3m atau tempat tidur (1.5x2m). Berdasarkan penelitian Sidit Supriyadi (2004) di Pondok Pesantren Assalam Kranggan masalah sanitasi lingkungan dan personal hygiene masih kurang memadai sehingga prevalensi penyakit kulit skabies masih tinggi (25%).Dari hasil penelitian didapatkan adanya perbedaan kondisi fisik air dan personal hygiene terhadap timbulnya penyakit skabies.Penelitian yang dilakukan oleh Riris Nur Rohmawati di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta tahun 2011 menunjukkan adanya hubungan tingkat pengetahuan (74,74%), bergantian pakaian atau alat shalat (84,21%), bergantian handuk (82,11%), dan tidur berdesak desakan
33
(91,58%) dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren AlMuayyad Surakarta. 2.2.6
Dukungan Pihak Pondok Pesantren Menurut
Notoatmodjo(2003)
bahwa
dengan
adanya
kebijakan dari komitmen politik terhadap program kesehatan, misalnya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, kepmen, perda, SK Gubernur dan seterusnya termasuk kebijakan yang ditetapkan oleh pihak pesantren akan berdampak pada meningkatnya anggaran pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan sarana prasarana kesehatan di tiap wilayah tersebut. Sehingga dapat disimpulkan dengan adanya dukungan pihak pondok pesantren berupa kebijakan dalam meningkatkan penanganan kejadian skabies di lingkungan pondok pesantren, seperti
peningkatan
pengetahuan
santri
dengan
himbauan,
peringatan, dan peraturan tertulis untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta semakin tanggapnya pihak pondok pesantren dalam penanganan kejadian skabies maka akan semakin cepat masalah ini dapat teratasi, karena penyakit skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas, sehingga dalam penanganannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua santri yang terserang skabies agar tidak tertular kembali (Hidayat, 2011).
34
Beberapa upaya yang dapat dilakukan pihak pondok pesantren dalam menangani perkembangan skabies (Masrufin, 2010) adalah: a.Upaya Promotif : 1) Pelatihan kader kesehatan Pondok Pesantren, yaitu kegiatan pelatihan beberapa santri yang tinggal di Pondok Pesantren Modern Diniyyah untuk menjadi kader kesehatan yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan. 2) Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak Pondok Pesantren tentang pesan-pesan kesehatan guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat Pondok Pesantren mengenai kesehatn jasmani, mental dan sosial. 3) Perlombaan bidang kesehatan yaitu kegiatan yang sifatnya untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatn di Pondok Pesantren, misalnya lomba kebersihan, lomba kesehatan dan lain-lain. b.Upaya Preventif : 1) Pembuatan peraturan tertulis dan sanksi yang tegas mengenai personal hygiene dan pemeliharaan sanitasi lingkungan pondok pesantren. 2) Pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan, yaitu suatu kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan
35
Pondok Pesantren berupa tempat pembuangan sampah, air limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan guna meningkatkan kesehatan lingkungan Pondok Pesantren. 3) Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status kesehatan dan sedini mungkin menemukan penyakit yang diderita para santri. 4) Pemeriksaan dan pendataan berkala guna mengevaluasi kondisi kesehatan dan penyakit para santri di Pondok Pesantren yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu pihak Pondok Pesantren. c.Upaya Kuratif dan Rehabilitatif : 1) Pengobatan, dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap santri dan masyarakat Pondok Pesantren yang sakit yang dirujuk pihak Pondok Pesantren. 2) Rujukan kasus, yaitu kegiatan merujuk santri dan mayarakat Pondok Pesantren yang mengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan lebih lanjut untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut. 3) Pemantauan kondisi santri setelah dilakukan pengobatan.
36
2.3 Pondok Pesantren 2.3.1 Pengertian Pesantren adalah tempat belajar Agama Islam.Suatu lembaga pendidikan Islam dikatakan pesantren apabila terdiri dari unsur-unsur Kyai/Syekh/Ustadz yang mendidik dan mengajar, ada santri yang belajar, ada mushola/masjid, danada pondok/asrama tempat santri bertempat tinggal.Asrama adalah rumah pemondokan yang ditempati oleh para santri, pegawai, dan sebagainya yang digunakan sebagai tempat berlindung, beristirahat, dan bergaul dengan sesama teman (Dariansyah, 2006). Pesantren telah berdiri sejak berkembangnya Agama Islam yang disiarkan oleh Bangsa Arab dan lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah tidak kurang dari 40.000 pesantren namun 80% dari padanya masih menghadapi persoalan air bersih dan rawan sanitasi lingkungan sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) termasuk penyakit skabies di pesantren (Dinkes NAD, 2005). Azwar (2003) menyatakan fungsi pondok pesantren secara sederhana adalah sebagai tempat beristirahat, menunaikan ibadah, mengaji, melakukan kegiatan sehari-hari, dan tempat berlindung dari keadaan
lingkungannya.
Arti
dan
fungsi
diantaranya: 1) Tempat mengaji/ belajar 2) Tempat berlindung dari pengaruh lingkungan
pondok
pesantren,
37
3) Tempat yang dapat memberi jaminan psikologis bagi penghuni, seperti kebebasan, keamanan, kebahagiaan, dan ketenangan 4) Tempat/ lembaga pendidikan Agama Islam 5) Tempat beristirahat 6) Tempat pemondokan para santri
2.4 Teori Simpul Manajemen Penyakit
Udara, Air, pangan, vektor penular, Manusia
Sumber 3 agen penyakit
Komunitas (perilaku, umur, gender, genome)
Sakit Sehat
Agen penyakit 5 Lingkungan strategis/ politik, iklim, topografi, suhu, dll
Simpul 1
2
3
4
Mengacu kepada gambaran skematik diatas, maka patogenesis penyakit dapat diuraikan ke dalam5 (lima) simpul, yakni:
38
a. Simpul 1 (sumber penyakit) Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agen penyakit. Agen penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan). Berbagai
agen
penyakit
yang
baru
maupun
lama
dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1) Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain. 2) Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan cahaya. 3) Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, Merkuri, Cadmium, CO, H2S, dan lain-lain. Sumber penyakit adalah titikyang secara konstan maupun kadangkadang mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan hidup tersebut di atas. b. Simpul 2 (media transmisi penyakit) Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media
transmisi
binatang/serangga,
penyakit
yaitu
manusia/langsung.
air, Media
udara, transmisi
tanah/pangan, tidak
akan
memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agen penyakit. c. Simpul 3 (perilaku pemajanan/behavioural exposure) Agen penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen
39
lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal dengan hubungan interaktif. Hubungan interaktif
antara komponen
lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioural exposure. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit). Masing-masing agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh dengan cara-cara yang khas. Ada 3 jalan masuk ke dalam tubuh manusia, yakni : 1) Sistem pernafasan 2) Sistem pencernaan 3) Masuk melalui permukaan kulit d. Simpul 4 (kejadian penyakit) Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama mengalami kelainan dibandingkan dengan rata-rata penduduk lainnya. e. Simpul 5 (variabel suprasistem) Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5, yakni variable iklim, topografi, temporal, dan suprasistem lainnya, yakni keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua simpul (Achmadi, 2008).
40
2.5 Kerangka Teori Manajemen Penyakit Skabies
Penderita Skabies
Air Manusia
Pengetahuan, personal hygiene, umur,gender, kepadatan hunian.
Sakit Sehat
Sarcoptes scabiei
5
Kelembaban, ventilasi, dukungan pesantren, iklim.
Simpul
1
2
3
4
Sumber: Teori simpul (Achmadi, 2008)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori simpul (Achmadi, 2008) dalam mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian Skabies. Dengan mengacu pada gambar skematik di atas, maka proses kejadian Skabies dapat diuraikan dalam lima simpul, yaitu: a. Sumber agent penyakit, yaitu penderita skabies. b. Komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit, meliputi air dan manusia. c. Penduduk dengan berbagai variabel kependudukan, meliputi: pengetahuan, personal hygiene, umur, gender, dan kepadatan hunian.
41
d. Penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung Sarcoptes scabiei. e. Semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat simpul, meliputi kelembaban, ventilasi, dukungan pihak pesantren, dan iklim.
42
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Pengetahuan Personal Hygiene
Kelembaban
Suspect Skabies
Ventilasi
Kepadatan Hunian
Dukungan Pesantren
Berdasarkan teori simpul, dirumuskan variabel yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014. Diantara variabel tersebut adalah pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan Pesantren. Variabel ini diteliti karena skabies merupakan penyakit berbasis lingkungan, yang pengendalian dan pencegahannya sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan pada suatu kelompok. Pada penelitian ini,
42
43
kelompok yang dijadikan sasaran adalah santriwati yang menetap di asrama. Santriwati yang belum mengetahui tentang skabies akan berpeluang menderita skabies, karena mereka tidak mengetahui apa saja yang harus dihindari untuk mencegah dan menanggulangi skabies. Personal hygiene santriwati juga merupakan variabel yang mempengaruhi terjadinya skabies, karena tungau skabies masuk melalui permukaan kulit, sehingga kebersihan diri merupakan hal yang benar-benar harus dijaga. Kamar merupakan lingkungan timbul dan tersebarnya skabies, yaitu kondisi kamar yang tidak memenuhi syarat diantaranya yaitu kelembaban, ventilasi, dan kepadatan hunian. Jika kelembaban tinggi, maka tungau skabies akan lebih lama tahan di luar kulit manusia yaitu mencapai 19 hari, sehingga mudah terjadi penularan. Kamar yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat maka sirkulasi udaranya tidak baik, sehingga kamar menjadi panas dan penghuninya berkeringat. Kamar yang padat dan sempit juga menambah resiko berkembangnya skabies, karena penularannya menjadi semakin mudah terjadi. Dukungan pesantren juga sangat penting dalam meningkatkan kesehatan para santriwati, karena mereka memiliki wewenang terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungan pesantren. Skabies banyak dijumpai pada anak dan dewasa muda, oleh karena itu pada penelitian ini usia tidak termasuk faktor, karena seluruh santriwati berada pada usia dewasa muda.
44
3.2 Definisi Operasional No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
1. Suspect skabies Penyakit kulit yang disebabkan oleh Wawancara parasit S. scabiei, yang diketahui dan observasi berdasarkan hasil observasi yaitu gatal terutama malam hari, lesi kulit berupa terowongan, benjolan kecil, bintik merah, terutama pada tempat dengan lapisan kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar (sikut), lipat ketiak, sekitar payudara, telapak kaki dan telapak tangan. 2 .
Pengetahuan
Segala sesuatu yang diketahui oleh Pengisian santriwati mengenai skabies, mandiri diantaranya meliputi definisi skabies, penyebab, faktor risiko, gejala, dan pencegahan dan penularannya.
Alat Ukur Kuesioner
Kuesioner
Hasil Ukur 1. Ya 2. Tidak Kriteria: Ya = Jika responden mengalami setidaknya 2 dari gejala skabies. Tidak = Jika responden hanya mengalami 1 atau tidak sama sekali dari gejala skabies. 1. Rendah 2. Tinggi Kriteria: Rendah= jika total responden kurang nilai median. Tinggi= jika total responden lebih atau dengan nilai median.
Skala Ukur Ordinal
Ordinal
nilai dari nilai sama
45
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
3 .
Personal Hygiene
Usaha tiap santriwati untuk menjaga Observasi kebersihan diri, khususnya kulit, tangan, kuku, genitalia, pakaian, handuk, tempat tidur, dan sprei.
Lembar Observasi
4 .
Kelembaban
Kondisi kelembaban udara tiap kamar yaitu perbandingan jumlah uap air di udara dengan yang terkandung di udara pada suhu yang sama, yang dapat mempengaruhi terjadinya skabies.
Lembar observasi dan hygrometer
Pengukuran langsung menggunakan hygrometer
Hasil Ukur
Skala Ukur
1. Tidak Hygiene Ordinal 2. Hygiene Kriteria: Tidak Hygiene= Jika ada salah satu dari indikator pengamatan personal hygiene yang tidak terpenuhi yaitu ada hasil pengamatan responden yang dalam kategori “Tidak”. Hygiene= Jika seluruh indikator pengamatan personal hygiene terpenuhi yaitu seluruh hasil pengamatan responden dalam kategori “Ya”. 1. <40% atau >70%* Rasio 2. 40-70%* *Kepmenkes No. 829 tahun 1999
46
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
5 .
Ventilasi
Kondisi ventilasi alami (jendela) tiap Pengukuran kamar yaitu luas jendela dibanding luas langsung kamar. menggunakan meteran
Lembar observasi dan meteran
6 .
Kepadatan hunian
Kondisi jumlah anggota dibanding luas kamar.
Lembar observasi dan meteran
7 .
Dukungan pihak pesantren
Upaya yang dilakukan pihak pesantren Observasi yaitu ustadzah dalam penanganan masalah skabies dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
kamar Pengukuran langsung menggunakan meteran
Lembar observasi
Hasil Ukur 1. Tidak Memenuhi Syarat: , < 5% dari luas lantai* 2. Memenuhi Syarat: 5% dari luas lantai* *SNI 03-6572-2001 1. Tidak memenuhi syarat: < 8 m² untuk 2 orang* 2. Memenuhi syarat, ≥8 m² untuk 2 orang* *Kepmenkes No. 829 tahun 1999 1. Rendah 2. Tinggi Kriteria: Rendah=Jika ada salah satu dari indikator pengamatan dukungan pihak pesantren yang tidak terpenuhi yaitu ada hasil
Skala Ukur Ordinal
Ordinal
Ordinal
47
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur pengamatan responden yang dalam kategori “Tidak”. Tinggi= Jika seluruh indikator pengamatan dukungan pihak pesantren terpenuhi yaitu seluruh hasil pengamatan responden dalam kategori “Ya”.
Skala Ukur
48
3.3 Hipotesis a. Ada hubungan pengetahuan santriwati dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014. b. Ada hubungan personal hygiene santriwati dengan suspectskabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014. c. Ada hubungan kelembaban dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014. d. Ada hubungan ventilasi dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014. e. Ada hubungan kepadatan hunian dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014. f. Ada hubungan dukungan pihak pesantren dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.
49
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2005).
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah yang terletak di Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada bulan Maret-Mei 2014.
4.3 Populasi Dan Sampel 4.3.1
Populasi Seluruh santriwati yang berjumlah 306 orang, yang tinggal di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan pihak pondok pesantren yaitu 9 ustadzah pengasuhan yang ada saat penelitian berlangsung.
49
50
4.3.2
Sampel Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode proportional random sampling yaitu cara pengambilan sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang banyaknya subyek dalam
dengan
masing-masing strata atau wilayah
(Arikunto, 2006). Kemudian dilakukan Simple Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana, metode ini dibedakan menjadi dua cara yaitu dengan mengundi (lottery technique) atau dengan menggunakan table bilangan atau angka acak (random number) (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini dilakukan dengan cara undian berdasarkan nomor absen santriwati tiap kamar. Metode proportional random sampling ini digunakan untuk pengambilan sampel variabel berupa pengetahuan dan personal hygiene santriwati.
51
4.3.2.1
Besar Sampel Dalam menentukan besar sampel, peneliti menggunakan rumus dari
Snedecor dan Cochran dalam Azizah (2012), yaitu : n= n= n = 96 Karena populasi tersebut terbatas dan berjumlah kurang dari 10. 000 maka rumus tersebut dilakukan koreksi sebagai berikut: nk =
nk = nk = 73 Keterangan: n: Besarnya sampel sebelum koreksi nk: Besarnya sampel setelah koreksi N : Besarnya populasi P :Proporsi variabel yang dikehendaki, karena tidak diketahui maka diambil proporsi terbesar yaitu 50% (0, 5). Q : (1 – p) = 1 – 0, 5 = 0, 5 Zα: Simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan α, Zα pada α = 0, 05 dua arah adalah 1, 96
52
d : Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, yaitu 10% Jadi jumlah sampel setelah dikoreksi yang dapat mewakili populasi adalah 73 santriwati. Maka tahap selanjutnya adalah menghitung jumlah sampel pada tiap kamar dengan mengunakan rumus menurut Sugiono (2005) yaitu: n= (X / N) x N1 Keterangan n= Jumlah sampel tiap kamar X= Jumlah populasi santriwati tiap kamar N= Jumlah santriwati keseluruhan N1= Jumlah sampel keseluruhan Jumlah seluruh santriwati adalah 306 orang dengan 6 kamar. Jumlah sampel pada tiap kamar adalah: Kamar 1: 45/306 x 73= 11 orang Kamar 2: 49/306 x 73= 12 orang Kamar 3: 52/306 x 73= 12 orang Kamar 4: 48/306 x 73= 11 orang Kamar 5: 61/306 x 73= 15 orang Kamar 6: 51/306 x 73= 12 orang
:
53
4.4 Pengumpulan Data 4.4.1
Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pemberian kuesioner, pemeriksaan kulit terhadap santriwati, dan observasi lingkungan pondok pesantren. Sedangkan untuk data sekunder berupa absensi santriwati dan peraturanperaturan, didapatkan dari pengurus organisasi santriwati dan pengasuhan Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
4.4.2
Instrumen Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini termasuk data primer yang salah satunya diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berasal dari penelitian terdahulu dan telah dilakukan uji validitas dan reabilitas. Kuesioner yang digunakan berasal dari penelitian Muzakir (2008) tentang pengetahuan yang menunjukkan bahwa kuesioner ini sudah valid dan reliable.
54
4.5 Pengolahan Data Seluruh data primer yang terkumpul diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: a. Editing Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar kuisioner, pemeriksaan ini dilakukan pada saat dilapangan. b. Coding Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan mempercepat entry data dengan mengklasifikasikan data dan memberikan kode. Coding pada penelitian ini dilakukan setelah pengisian kuisioner. c. Entry data Meng-entry data dari kuisioner dan lembar tabel dengan menggunakan program computer. Pada penelitian ini, penulis menggunakan pengolah data. d. Cleaning data Cleaning data dilakukan untuk mengecek kembali apakah pada data yang telah di-entry terdapat kesalahan apa tidak. Serta mengetahui data yang hilang variasi data, dan konsistensi data. 4.6 Analisa Data a. Analisis Univariat Untuk melihat gambaran suspect skabies, pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak
55
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. b. Analisis Bivariat Untuk
mengetahui
hubungan
antara
tiap
faktor
dengan
suspectskabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
menggunakan uji Chi square dengan derajat
kemaknaan 5%, sehinggajika p value ≤ 0, 05 maka menunjukkan ada hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan jika p value > 0, 05 maka menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
56
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian Pondok Pesantren Modern Diniyyah merupakan lembaga pendidikan Islam formal yang berada di bawah naungan Yayasan Pengembangan Diniyyah. Pondok Pesantren Modern Diniyyah terletak di Jorong Cibuak Ameh, Kanagarian Pasia Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Lembaga pendidikan ini menggunakan kurikulum khusus yaitu Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) yang mempelajari berbagai ilmu keislaman berbahasa Arab dari buku aslinya dan dipadukan dengan kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan oleh Kementrian Agama. Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia pada awalnya bernama Madrasah Diniyyah Pasia yang didirikan pada tanggal 11 oktober 1928. Pondok Pesantren Modern Diniyyah saat ini termasuk salah satu lembaga pendidikan Islam terkemuka di Sumatera Barat. Hal ini tampak dari tingginya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka di pesantren tersebut, prestasi akademis yang dicapai, dan kunjungan–kunjungan pejabat pemerintahan setingkat menteri, serta kunjungan tamu dari negara jiran Malaysia. Kurikulum Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang disingkat PPMD Pasia adalah perpaduan dari kurikulum Pondok Modern Gontor dan
56
57
kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Kementrian Agama. Pengajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris mendapat perhatian penuh dan dilaksanakan sebagaimana di Pondok Modern Gontor. Latihan berpidato dalam Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia dilaksanan setiap hari kamis dan sabtu. Semua santri dan santriwati bertempat tinggal di dalam kampus masing-masing yang terpisah cukup jauh. Sarana prasarana pendukung proses pendidikan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia sudah cukup memadai. Kampus PPMD terdiri dari kampus putra dan kampus putri. Setiap kampus memiliki asrama tiga lantai yang mampu menampung 250 orang santri, masjid, ruang makan, ruang belajar yang cukup repsentatif, dan laboratorium IPA, laboratorium bahasa, dan laboratorium komputer. Pemimpin PPMD Pasia sekarang adalah Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc. Beliau adalah alumni Pondok Modern Gontor, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan International Call College Tripoli, Libya. Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah
pada tahun ajaran
2013-2014 berjumlah lebih kurang 306 santriwati yang datang dari berbagai daerah di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera selatan. Tenaga pendidik dan kependidikan PPMD Pasia berjumlah 64 orang, 20 orang dari mereka berdomisili di rumah-rumah dinas dan asrama yang tersedia di dalam pondok pesantren. Guru-guru yang berdomisili di dalam pondok pesantren yang selanjutnya disebut ustadz dan ustadzah, berfungsi sebagai pengasuh dan pembimbing santri di asrama. Sebagian besar ustadz
58
dan ustadzah yang berdomisili di lingkungan pesantren merupakan alumni PPMD Pasia. Visi :
Menjadi lembaga pendidikan Islam yang mampu menghasilkan calon-calon ulama dan cendekiawan Muslim.
Misi :
Membentuk santri dan santriwati yang bertaqwa, menguasai dasardasar
pengetahuan
Islam,
pengetahuan
umum,
mempunyai
ketrampilan, dan mampu mengembangkan diri sebagai calon ulama dan cendekiawan muslim. Untuk mewujudkan visi dan misi di atas, PPMD Pasia menerapkan strategi sebagai berikut: a.
Mendidik santri/wati mempunyai akhlak yang mulia sesuai dengan Ajaran Islam, memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi.
b.
Membina dan mendidik santri/wati menguasai dasar-dasar ilmu Agama Islam dan pengetahuan umum sebagai bekal melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi atau mengembangkan diri secara otodidak setelah tamat dari PPMD Pasia.
c.
Membina dan mendidik santri/wati menguasai Bahasa Arab, sehingga mampu menggali ilmu dan menerapkan Syariat Islam dari sumbernya yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
d.
Membina dan mendidik santri/wati menguasai Bahasa Inggris, agar dapat berkomunikasi aktif dan mampu mengikuti perkembangan teknologi.
e.
Membekali santri/wati berbagai keterampilan sehingga mereka dapat mandiri dan menciptakan lapangan kerja sendiri.
59
f.
Menanamkan semangat beragama, berbangsa dan bernegara sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban dan bertanggung jawab terhadap tersebarnya Syiar Islam dan suksesnya pembangunan Negara Republik Indonesia. Karena jumlah ustadzah sangat sedikit dibandingkan dengan santriwati
yang ada, maka untuk pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh santriwati kelas 5 KMI yang menjabat di Organisasi Pelajar Pondok Modern Diniyyah (OPPMD). 5.2 Hasil Penelitian Analisis dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis univariat untuk mengetahui
distribusi
frekuensi
masing-masing
variabel
kemudian
dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan faktor dependen yaitu suspect skabies dengan keseluruhan faktor independen. 5.2.1 Analisa Univariat Analisisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi dari variabel atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti. 5.2.1.1 Suspect Skabies Gambaran suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat diperoleh dari hasil wawancara dan pemeriksaan kulit terhadap responden. Adapun hasil yang diperoleh mengenai suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut:
60
Tabel 5.1 Gambaran Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Suspect Skabies
Frekuensi (n)
Persen (%)
Ya
56
76,7
Tidak
17
23,3
Total
73
100
Dari tabel di atas menunjukkan, sebanyak (76,7%) dari seluruh responden mengalami suspect skabies. 5.2.1.2 Pengetahuan Pengukuran pengetahuan santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat diperoleh dari hasil pengisian kuesioner secara mandiri oleh responden. Adapun hasil yang diperoleh mengenai pengetahuan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut: Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan Santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persen (%)
Rendah
21
28,8
Tinggi
52
71,2
Total
73
100
Hasil penelitian menunjukkan, responden yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 21 orang (28,8 %).
61
5.2.1.3 Personal Hygiene Hasil penelitian mengenai personal hygiene santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat diperoleh dari hasil observasi terhadap responden. Adapun hasil yang diperoleh mengenai personal hygiene di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut: Tabel 5.3 Gambaran Personal Hygiene Santriwatidi Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Personal Hygiene
Frekuensi (n)
Persen (%)
Kurang Hygiene
66
90,4
Hygiene
7
9,6
Total
73
100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui, hampir seluruh responden (90,4%) memiliki kebersihan diri yang kurang hygiene. Responden dikatakan memiliki kebersihan diri yang kurang hygiene apabila salah satu atau lebih dari keenam indikator menunjukkan kurang hygiene, untuk itu dapat dilihat pada tabel dibawah ini gambaran personal hygiene responden berdasarkan masing-masing indikator. 5.2.1.5 Kelembaban Distribusi kelembaban kamar di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah ini:
62
Tabel 5.5 Gambaran Kelembaban di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Variabel
Mean
Median
SD
Min-Maks
Kelembaban
70.12
72
3.524
65-73
Berdasarkan
tabel
5.5,
kelembaban
diperoleh
dari
pengukuran pada tiap kamar dengan menggunakan higrometer sehingga didapatkan rata-rata kelembaban kamar santriwati adalah 70.12%. 5.2.1.6 Ventilasi Hasil penelitian mengenai ventilasi kamar di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat diperoleh dari hasil observasi pada tiap kamar dan pengukuran dengan menggunakan meteran. Adapun hasil yang diperoleh mengenai ventilasi di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut: Tabel 5.6 Gambaran Ventilasi di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Ventilasi
Frekuensi (n)
Persen (%)
TMS
50
68,5
MS
23
31,5
Total
73
100
63
Ket: TMS: Tidak memenuhi syarat MS: Memenuhi syarat Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebagian besar responden (68,5%) tinggal dalam ruangan dengan ventilasi yang berukuran <5% luas lantai, dimana hal tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan yang telah ditetapkan dalam SNI 03-6572-2001. 5.2.1.7 Kepadatan Hunian Gambaran kepadatan hunian di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, diperoleh dari pengukuran luas tiap kamar lalu dibandingkan dengan jumlah anggota pada tiap kamar tersebut. Adapun hasil yang diperoleh mengenai kepadatan hunian, dapat dilihat pada tabel 5.7: Tabel 5.7 Gambaran Kepadatan Hunian di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Kepadatan Hunian
Frekuensi (n)
Persen (%)
TMS
65
89
MS
8
11
Total
73
100
Ket:
TMS: Tidak memenuhi syarat MS: Memenuhi syarat Berdasarkan tabel 5.7, didapatkan bahwa sebagian besar responden (89%) tinggal dalam ruangan dengan kepadatan yang tidak memenuhi syarat kesehatan yang telah ditetapkan dalam Kepmenkes No.829 tahun 1999 yaitu luaskamar≥ 8 m² untuk 2 orang.
64
5.2.1.8 Dukungan Pihak Pesantren Gambaran mengenai dukungan pihak pesantren di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat diperoleh dari hasil observasi terhadap pihak pesantren yaitu ustadzah pengasuhan santriwati. Adapun hasil yang diperoleh mengenai dukungan pihak pesantren di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut:
Tabel 5.8 Gambaran Dukungan Pihak Pesantren di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Dukungan Pihak Pesantren
Frekuensi (n)
Persen (%)
Rendah
62
84,9
Tinggi
11
15,1
Total
73
100
Dari tabel di atas diketahui responden yang mendapatkan dukungan pihak pesantren yang rendah sebanyak 84,9 % dari seluruh responden. 5.2.2 Analisa Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis
hubungan
faktor
risiko
dengan
suspect
skabies
65
menggunakan uji chi square dan Mann Whitney untuk kelembaban, yang hasilnya dijelaskan di bawah ini: 5.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Suspect Skabies Hasil penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 sebagai berikut: Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan Responden denganSuspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Suspect Skabies Pengetahuan
Ya
Total
Tidak
p value n
%
N
%
N
%
Rendah
17
81
4
19
21
100
Tinggi
39
75
13
25
52
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
0,762
Berdasarkan tabel 5.9, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengalami suspect skabies memiliki pengetahuan tinggi yaitu sebesar 75%. Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar, 0,762 (p> 0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa tidak pengetahuan dengan suspect skabies.
ada hubungan antara
66
5.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Suspect Skabies Hasil penelitian mengenai hubungan antara personal hygiene dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 sebagai berikut: Tabel 5.10 Hubungan Personal Hygiene Responden dengan Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Suspect Skabies Personal Hygiene
Ya
Total
Tidak
p value N
%
N
%
n
%
Tidak Hygiene
54
81,8
12
18,2
66
100
Hygiene
2
28,6
5
71,4
7
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
0,006
Dari tabel 5.10, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengalami suspect skabies memiliki personal hygiene yang tidak hygiene yaitu sebesar 81,8%. Sedangkan hasil uji
statistik
didapatkan
p
value
sebesar,
0,006
(p<
0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara personal hygiene dengan suspect skabies.
67
5.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan Suspect Skabies Hasil penelitian mengenai hubungan antara kelembaban dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 5.11 Hubungan Kelembaban dengan Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Suspect Skabies
Kelembaban N
Mean
Ya
56
43,71
Tidak
17
14,91
Z
p value
-5,200
0,000
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui nilai z sebesar -5,200 dan p value 0,000 (p<0,05) sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan di antara kelembaban dengan suspect skabies. 5.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect Skabies Hasil penelitian mengenai hubungan antara ventilasi dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 dapat dilihat sebagai berikut:
68
Tabel 5.12 Hubungan Ventilasi dengan Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Suspect Skabies Ventilasi
Ya
Total
Tidak
p value N
%
N
%
n
%
TMS
49
98
1
2
50
100
MS
7
30,4
16
69,6
23
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
Ket:
0,000
TMS: Tidak memenuhi syarat MS: Memenuhi syarat Berdasarkan tabel 5.13, pada variabel ventilasi didapatkan bahwa sebagian besar responden (98%) yang mengalami suspectskabies tinggal pada kamar yang ventilasinya tidak memenuhi syarat. Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar, 0,00 (p< 0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara ventilasi dengan suspect skabies.
5.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies Hasil penelitian mengenai hubungan antara kepadatan hunian dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 dapat dilihat sebagai berikut:
69
Tabel 5.13 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Suspect Skabies Kepadatan Hunian
Ya
Total
Tidak
p value n
%
N
%
N
%
TMS
53
81,5
12
18,5
65
100
MS
3
37,5
5
62,5
8
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
Ket:
0,014
TMS: Tidak memenuhi syarat MS: Memenuhi syarat Berdasarkan tabel 5.14, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (81,5%) yang mengalami suspect skabies tinggal pada kamar yang kepadatan huniannya tidak memenuhi syarat. Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar, 0,014 (p< 0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian dengan suspect skabies.
5.2.2.6
Hubungan
antara
Dukungan
Pihak
Pesantren
dengan
SuspectSkabies Hasil penelitian mengenai hubungan antara dukungan pihak pesantren dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 sebagai berikut:
70
Tabel 5.14 Hubungan Dukungan Pihak Pesantren dengan Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 Suspect Skabies Dukungan Pesantren
Ya
Total
Tidak
p value n
%
N
%
N
%
Rendah
53
85,5
9
14,5
62
100
Tinggi
3
27,3
8
72,7
11
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
0,000
Berdasarkan tabel 5.15, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (85,5%) yang mengalami suspect skabies mendapatkan dukungan yang rendah dari pihak pesantren. Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar, 0,00 (p<0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara dukungan pihak pesantren dengan suspect skabies.
71
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan lembar observasi. Data yang digunakan berdasarkan hasil jawaban responden secara pengisian langsung dan wawancara oleh 73 santriwati, serta hasil observasi terhadap sanitasi lingkungan dan pengasuhan santriwati. Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya yaitu: 6.1.1 Sumber Data Data yang diambil merupakan data primer menggunakan kuesioner dan lembar observasi dengan cara pembagian langsung dan wawancara kepada santriwati dan pengasuh santriwati yang bisa disebut ustazah, serta melalui observasi langsung sanitasi lingkungan pondok pesantren yang dibatasi pada kelembaban, ventilasi, dan kepadatan hunian tiap kamar. Adapun kelemahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data ini adalah: a. Kemungkinan terjadi bias jawaban karena mungkin terdapat jawaban yang tidak berdasarkan kejujuran, atau mungkin responden mengikuti jawaban responden lainnya. b. Untuk besar masalah skabies, hanya bisa memperoleh data suspect skabies santriwati. Karena hanya berdasarkan obesrvasi terhadap gejala yang dialami, bukan diagnosis dokter atau hasil laboratorium.
71
72
6.2 Pembahasan Hasil Penelitian 6.2.1 Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi tiap variabel yang diteliti. Variabel yang dilakukan penelitian adalah suspect skabies, pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan variabel dukungan pihak pesantren. 6.2.1.1 Suspect skabies Skabies disebabkan oleh kutu/tungau Sarcoptes scabiei. Sarcoptes scabiei adalah tungau kecil berkaki delapan dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini. Tungau skabies (Sarcoptes scabiei) ini berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3 mm pada jantan dan 0,2 x 0,15 pada betina (Brown dkk, 2002). Menurut Handoko (2007), terdapat empat tanda utama skabies yaitu: a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok. c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata
73
panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya adalah tempat- tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti jari- jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian bawah. d. Menemukan tungau, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak (76,7%) dari seluruh responden mengalami suspect skabies, yang diperoleh dari hasil kuesioner dan pemeriksaan kulit responden berdasarkan gejala klinis penyakit. Setidaknya jika ada dua dari gejala klinis skabies yaitu gatal terutama malam hari, lesi kulit berupa terowongan, benjolan kecil, bintik merah, terutama pada tempat dengan lapisan kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar (sikut), lipat ketiak, sekitar payudara, telapak kaki dan telapak tangan yang dialami responden, maka termasuk suspect skabies. Menurut
pengakuan
responden,
skabies
di
Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia berlangsung cepat karena secara tidak mereka sadari skabies dapat berpindah melalui kontak langsung seperti berjabat tangan dengan penderita dan tidur yang berdekatan, ataupun tidak langsung seperti pinjam meminjam baju dan merendam baju disatukan dengan baju penderita. Seperti yang dijelaskan Handoko (2008) bahwa transmisi atau perpindahan skabies antara penderita dapat berlangsung melalui kontak
74
langsung (kontak kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain. Penanganan skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah hanya dengan pengobatan terhadap penderita, dan itu pun jika mendapatkan laporan langsung dari penderita. Di samping itu, kasus skabies tidak didata secara rutin dan aktif oleh pengasuhan bagian kesehatan. Sehingga tidak terdapat gambaran masalah skabies yang jelas dan tidak pernah dilakukan pencegahan secara menyeluruh seperti yang diterangkan Wendel dan Rompalo (2002) dalam Wardhana (2006) bahwa pencegahan pada manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita secara bersama. Pakaian, handuk, dan lainnya yang pernah digunakan penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas. 6.2.1.2 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil “Tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadapa suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga ( Notoatmodjo, 2007).
75
Pada variabel pengetahuan diketahui bahwa sebagian besar responden (76,7%) memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai skabies. Hasil penelitian diperoleh dari pengisian kuesioner dan didapatkan bahwa responden sebagian besar sudah mengetahui skabies, penyebab, cara penularan, dan pencegahannya. Pengetahuan ini didapatkan dari santriwati lain yang pernah menderita skabies ataupun responden sendiri yang mengalaminya. 6.2.1.3 Personal Hygiene Personal
hygiene
adalah
perawatan
diri
dimana
individu
mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Seseorang dikatakan personal hygienenya baik bila yang bersangkutan dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku, rambut, mulut dan gigi, pakaian, mata, hidung, telinga, alat kelamin, dan handuk, serta alas tidur (Badri, 2005). Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar responden (90,4%) memiliki personal hygiene yang tidak hygiene. Hasil penelitian diperoleh dari observasi terhadap responden, dikatakan memiliki personal hygiene yang kurang jika salah satu atau lebih tidak sesuai dari indikator. Sehingga
didapatkan
sebagian
besar
santriwati
kurang
memperhatikan kebersihan alas tidur karena santriwati tidak menjemur kasur dan mencuci sprei secara rutin minimal dua minggu
76
sekali. Seperti yang diungkapkan Muslih (2012), kejadian skabies lebih tinggi terjadi pada responden yang tidak menjemur kasur minimal sekali dalam dua minggu. Personal hygiene lainnya yang didapatkan masih kurang adalah kebersihan pakaian dan kebersihan tangan dan kuku, karena sebagian besar santriwati biasa melakukan pinjam meminjam pakaian dan merendam baju dijadikan satu dengan milik temannya, serta tidak biasanya santriwati untuk mencuci tangan dengan sabun tiap setelah keluar dari toilet atau membersihkan sesuatu. Hal ini dapat disebabkan oleh sarana yang tidak disediakan pesantren, seperti tempat cuci tangan dan sabun yang seharusnya dibangun di dekat/di luar toilet. 6.2.1.4 Kelembaban Pada variabel kelembaban, berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar responden (68,5%) tinggal di kamar yang memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat (>70%). Ruangan yang lembab bukan faktor yang berdiri sendiri tanpa sebab lain. Oleh sebab itu, variabel ini dipengaruhifaktor lain seperti keadaan iklim setempat, kondisi ventilasi ruangan, tingkat kepadatan ruangan, intentas sinar matahari yang masuk dalam ruangan dan sebagaimya (Kuspriyanto, 2013). Hasil penelitian didapatkan dari pengukuran langsung dengan menggunakan higrometer.Hanya dua kamar yang kelembabannya memenuhi standar yaitu 40-70%, hal ini sangat berkaitan dengan
77
ventilasi dan kepadatan hunian kamar tersebut.Karena pada dua kamar ini ventilasi yang ada sesuai standar yaitu ≥5% dan ju mlah anggota pada kamar tersebut cenderung lebih sedikit dari kamar lainnya. 6.2.1.5 Ventilasi Dalam SNI 03-6572-2001 (Ashrae, 1997), dijelaskan bahwa ventilasi merupakan proses untuk memasukkan udara segar ke dalam bangunan/gedung dalam jumlah yang sesuai kebutuhan. Ventilasi bertujuan untuk: a. Menghilangkan
gas-gas
yang
tidak
menyenangkan
yang
ditimbulkan oleh keringat dansebagainya dan gas-gas pembakaran (CO2) yang ditimbulkan oleh pernafasan danproses-proses pembakaran. b. Menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi dan sebagainya. c. Menghilangkan kalor yang berlebihan. d. Membantu mendapatkan kenyamanan termal. Pada variabel ventilasi, berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar responden tinggal di kamar yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat (<5%) yaitu sebesar 68,5%. Hasil penelitian didapatkan dari observasi dan pengukuran ventilasi yang terdapat di tiap kamar. Ventilasi pada tiap kamar santriwati pada awalnya dibangun sesuai dengan persyaratan kesehatan yaitu >5% luas lantai, akan tetapi pada penerapannya hal ini tidak diperhatikan
78
oleh pihak pesantren, karena jumlah santriwati melebihi kapasitas peruntukan kamar yaitu diantaranya
pada kamar yang luasnya
111,5m² seharusnya diisi 28 santriwati, bukan 45 santriwati seperti yang ada saat ini, sehingga beberapa ventilasi yaitu yang berupa jendela, menjadi tertutup lemari dan keluar masuknya udara menjadi tidak baik, bahkan ini sangat dirasakan ketika malam hari, saat seluruh santriwati berada pada kamar masing-masing, sehingga terasa pengap sesak karena kamar juga tidak dilengkapi dengan ventilasi buatan seperti kipas angin. 6.2.1.6 Kepadatan Hunian Dalam Kepmenkes No.829 tahun 1999, standar kepadatan hunian yang memenuhi syarat kesehatan adalah luaskamar≥8 m² untuk 2 orang.Pada variabel kepadatan hunian, berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar responden tinggal di kamar yang memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 89%. Berdasarkan hasil observasi, terdapat enam kamar yang ada di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang penghuninya merupakan gabungan dari kelas 1-6 KMI, pada tiap kamar yang rata-rata luasnya 91,7m² tiap dua santriwati hanya mendapatkan 3,5-5,1 m². Namun, ada beberapa santriwati yang mendapatkan ≥8 m² yaitu santriwati kelas 6 KMI yang memiliki area khusus pada kamar.
79
6.2.1.7 Dukungan Pihak Pesantren Dengan adanya dukungan pihak pondok pesantren berupa kebijakan dalam meningkatkan penanganan skabies di lingkungan pondok pesantren, seperti peningkatan pengetahuan santri dengan himbauan, peringatan,
dan peraturan tertulis untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, serta semakin tanggapnya pihak pondok pesantren dalam penanganan kejadian skabies maka akan semakin cepat masalah ini dapat teratasi, karena penyakit skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas, sehingga dalam penanganannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua santri yang terserang skabies agar tidak tertular kembali (Hidayat, 2011). Dari hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar responden menerima dukungan yang rendah dari pihak pesantren (pengurus pengasuhan santriwati) yaitu sebesar 84,9%. 6.2.2 Analisis Bivariat Penelitian ini menggunakan analisis bivariat yaitu analisis menggunakan dua variabel (bivariat) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel dependen dan independen. Adapun jenis uji yang digunakan untuk melihat hubungan ini adalah dengan uji chi square (x²).
80
6.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Suspect Skabies Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang mengalami suspect skabies mempunyai pengetahuan yang tinggi mengenai skabies. Dari hasil uji statistik chi square diketahui pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan suspect skabies. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Muzakir (2008), bahwa pengetahuan berhubungan dengan skabies karena santri yang menderita skabies lebih banyak yang berpengetahuan kurang dibandingkan dengan santri yang tidak menderita skabies. Berdasarkan hasil pengamatan, disimpulkan bahwa skabies merupakan penyakit yang lazim di pesantren sehingga mereka sudah tidak asing lagi tentang penyakit tersebut dan dengan itu mereka berusaha mencari tahu hal-hal mengenai skabies. Pengamatan ini diperkuat oleh pernyataan Warner dan Bower dalam Paramita (2010) yaitu bila seseorang pernah mengalami penyakit atau sedang menderita, bila ada informasi yang berkaitan dengan penyakit yang ia derita maka akan lebih tertarik untuk mendengarkannya. Begitu juga dengan yang dinyatakan Muzakir (2008), bahwa santri yang memiliki pengalaman menderita skabies baik diri atau kawannya serta anggota keluarganya memiliki ketertarikan lebih tinggi dalam mengikuti pendidikan atau penyuluhan yang disampaikan. Akan tetapi sangat disayangkan sekali pengetahuan yang santriwati dapatkan banyak yang tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
81
sehingga masih banyak diantara mereka yang mengalami suspect skabies. Hal ini disebabkan karena peningkatan pengetahuan saja belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan, karena
perilaku
kesehatanlah
yang
akan
berpengaruh
pada
peningkatan indikator kesehatan demikian yang dikemukakan Notoatmodjo (2007). Tingkat pengetahuan santriwati tentang skabies, berbanding terbalik dengan perilaku kebersihan dirinya, hal ini karena santriwati berada pada tahap tahu dan paham, belum sampai pada aplikasinya pada kehidupan sehari-hari. Banyak penyebab yang mempengaruhi keadaan tersebut, diantaranya yaitu kebiasaan dan sikap mereka yang telah terbentuk sebelum mendapatkan pengetahuan tentang skabies, sehingga sulit merubah pola pikir dan kebiasaan mereka yang sudah tertanam sebelumnya. Penyebab lainnya yaitu kurang efektifnya cara penyampaian informasi tentang skabies. Karena pondok pesantren belum memiliki kelompok khusus, yang bertugas untuk memberikan informasi tentang kesehatan dan memperhatikan personal hygiene santriwati. Sehingga santriwati hanya mendapatkan pengetahuan dari sesama mereka yang memungkinkan
mereka
mendapatkan
menyeluruh atau bahkan tidak tepat.
informasi
yang tidak
82
6.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Suspect Skabies Dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square didapatkan bahwa personal hygiene memiliki hubungan dengan suspect skabies dan sebagian besar responden (81,8%) yang mengalami suspect skabies memiliki personal hygiene yang tidak hygiene. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Putri (2011) dalam Siregar (2012), bahwa ada hubungan antara higiene perseorangan dengan kejadian skabies pada anak. Begitu juga dengan hasil penelitian Ma’ruf, dkk (2003) higiene perseorangan berperan dalam penularan penyakit skabies, dimana sebagian besar santri (213 orang) mempunyai higine perseorangan yang buruk dengan prevalensi penyakit skabies 73,70%. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Mosby (1994) dalam Siregar (2012), yang mengatakan bahwa personal hygiene menjadi penting karena personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit, dalam hal ini termasuk penyakit skabies. Personal hygiene merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus senantiasa terpenuhi. Personal hygiene termasuk ke dalam tindakan pencegahan primer yang spesifik. Hal ini juga sesuai dengan teori segitiga epidemiologi yang menyatakan bahwa suatu penyakit terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara host
83
(dalam hal ini manusia), agent (dalam hal sumber penyakit skabies seperti kutu) dan lingkungan dalam hal ini termasuk personal hygiene. Personal hygiene yang kurang dapat memudahkan penyebaran skabies, karena kebanyakan kasus yang terjadi akibat adanya kontak personal (Muzakir, 2008). Pada penelitian ini, diketahui bahwa salah satu indikator personal hygiene berupa kebersihan sprei dan kasur menunjukkan semua santriwati tidak mencuci sprei dan menjemur kasur secara berkala dan dari personal hygiene yang susah diterapkan santriwati adalah penggunaan kasur hanya untuk diri sendiri, ini disebabkan karena kasur yang digunakan adalah kasur busa tanpa ranjang yang setiap pagi harus disusun rapi oleh petugas piket. Sehingga ketika istirahat siang ataupun sore hari santriwati menggunakan kasur sembarangan tanpa peduli kasur tersebut milik siapa. Hanya sedikit santriwati yang menggunakan sprei. Sehingga berdasarkan prilaku tersebut penularan skabies pada santriwati termasuk cepat. Disamping itu juga, prilaku pinjam meminjam pakaian merupakan hal yang sangat sulit dihilangkan di pesantren karena menurut santriwati jika ia tidak meminjamkan pakaian kepada temannya maka ia akan dianggap pelit. Dan yang sangat disayangkan banyak diantara santriwati yang kurang memperhatikan kebersihan handuk, karena didapatkan banyak handuk yang ditinggalkan di kamar mandi dan pakaian sehabis dicuci yang digantung di dinding kamar mandi,
84
hingga esok hari. Inilah beberapa faktorpersonal hygiene yang menjadi pemicu timbulnya skabies atau penyakit kulit lainnya pada santriwati. Berbagai penyebab tidak hygiene nya santriwati dalam kehidupan sehari-hati diantaranya adalah tidak adanya sangsi yang tegas yang mengatur kebersihan diri santriwati, padahal peraturan tertulis telah ada. Selama ini, sangsi bagi pelanggar hanya berupa teguran. Sehingga masih banyak santriwati yang tidak mematuhinya. Sebab lainnya adalah budaya antri yang selalu ada di pesantren, apapun yang dilakukan, antri sudah menjadi hal wajib, banyak santriwati yang enggan mengantri sehingga ia menunda untuk mandi dan mencuci. Disamping itu juga, padatnya kegiatan di pondok pesantren menjadikan santriwati beralasan tidak cukup waktu untuk melakukan bersih-bersih, seperti mandi, mencuci, dan menjemur handuk di terik matahari. Begitu juga pada perilaku kebersihan terhadap kamar, kurangnya kesadaran dan kepedulian santriwati terhadap llingkungan merupakan penyebab utama dari masalah lingkungan yang ada. Kamar santriwati menjadi lembab, pengap, baju, alat shalat, dan buku yang tidak pada tempatnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran mereka untuk menjaga kebersihan kamar, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan, sehingga mereka menjadi tidak disiplin akan kebersihan kamar. Sangsi hanya berupa teguran, bahkan ustadzah pun jarang
85
mengontrol kebersihan tiap kamar. Jarang ada yang mengingatkan untuk membuka dan menutup jendela, serta menaruh buku dan baju di dalam lemari. 6.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan Suspect Skabies Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa kelembaban berhubungan dengan suspect skabies (p=0,000). Hal ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa kelembaban memperbesar resiko terjadinya skabies karena sebanyak 232 orang santri tinggal di ruangan dengan kelembaban udara yang buruk (>90%) dengan prevalensi penyakit skabies 67,70%, sedangkan 106 santri tinggal di ruangan dengan kelembaban baik memiliki prevalensi penyakit skabies 56,60%. Menurut Soedjadi (2003) dalam Frenki (2011) bahwa tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat, ditambah dengan prilaku tidak sehat, misalnya dengan penempatan yang tidak tepat pada berbagai barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, serta kepadatan hunian ruangan ikut berperan dalam penularan penyakit berbasis lingkungan, seperti skabies karena memudahkan tungau Sarcoptes scabiei berpindah dari reservoir ke barang sekitarnya, hingga mencapai pejamu baru. Hal inilah yang ditemukan pada kamar santriwati, sebagian besar santriwati meletakkan buku-buku diatas lemari, dan menggantungkan jilbab ataupun pakaian di depan lemari sehingga dengan kepadatan hunian yang padat, kamar semakin terasa
86
pengap dan kelembaban menjadi tinggi yang mengakibatkan penularan skabies diantara santriwati semakin cepat. Ruangan yang lembab bukan faktor yang berdiri sendiri tanpa sebab lain. Oleh sebab itu variabel ini dipengaruhi juga faktor lain seperti keadaan iklim setempat, kondisi ventilasi ruangan, tingkat kepadatan ruangan, intentas sinar matahari yang masuk dalam ruangan dan sebagaimya. Namun dalam hubungannya dengan terjadinya skabies, yang perlu diperhatikan bahwa masa hidup Sarcoptes scabiei akan lebih lama di luar kulit manusia apabila kondisi ruangan lembab mencapai 19 hari, sedangkan dalam kondisi biasa (normal) tungau (mite) ini hanya tahan diluar kulit manusia selama 2-3 hari. Dengan masa hidup diluar kulit lebih panjang, maka organisme ini dapat leluasa pindah ke orang lain (Kusmarinah dan Siti Aisyah 1985; Harahap, 1988 dalam Kuspriyanto, 2013). 6.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect Skabies Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ventilasi memiliki hubungan dengan suspect skabies (p=0,000). Hal ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa berdasarkan uji statistik dengan model regresi logistik ganda dengan semua parameter yang secara signifikan berperan dalam penularan penyakit skabies menunjukkan bahwa parameter yang paling berperan berturut-turut adalah sanitasi kamar tidur, ventilasi kamar tidur, perilaku sehat, dan higiene perorangan. Begitu juga dengan penelitian Indriasari (2010)
87
menyatakan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Tradisional Al Badri dan Pondok Pesantren Modern Darus Sholah Kabupaten Jember. Hal tersebut dapat dijelaskan, bahwa ruangan dengan ventilasi yang kurang kondisi udara dalam ruang tidak terdapat sirkulasi yang baik. Adanya sirkulasi yang tidak baik, ruangan menjadi panas dan penghuninya akan berkeringat. Jika dalam ruangan tersebut terdapat penderita skabies kemungkinan akan menularkannya lebih besar yaitu melalui kontak langsung (Kuspriyanto, 2013). 6.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa kepadatan hunian berhubungan dengan suspect skabies (p=0,014).Hal ini sejalan dengan penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa kepadatan hunian mempengaruhi penyakit skabies yaitu santri yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi (<8m² untuk 2 orang) sebanyak 245 orangmempunyai prevalensi penyakit skabies 71,40%. Pada kamar yang diantaranya berukuran 106,12 m² dihuni oleh 51 santriwati, yang jika mengacu pada Kepmenkes No.829 tahun 1999 semestinya 8 m² untuk 2 orang saja, akan tetapi jika kita bandingkan dengan kepadatan hunian pada kamar ternyata tiap 2 santriwati hanya mendapatkan 4,2 m² dan ini tidak memenuhi syarat kesehatan yang telah ditentukan tersebut. Sehingga pada saat tidur santriwati
88
berdempet-dempetan dengan temannya dan tidak ada jarak antara kasur masing-masing santriwati. Hal ini menjadi penyebab tingginya kejadian skabies, penularan skabies ataupun penyakit infeksi lainnya semakin cepat, karena kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah, dimana semakin banyak jumlah penghuni, maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran, oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar O2 di ruangan, dan kepadatan hunian sangat berhubungan terhadap jumlah bakteri penyebab penyakit menular (Siregar, 2012). Begitu juga menurut Harahap (2001) dalam Al Audhah (2009) mengatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan penularan skabies diantaranya adalah kepadatan hunian, dengan lingkungan yang padat, frekuensi kontak langsung sangat besar, baik pada saat beristirahat/tidur maupun kegiatan lainnya. Menurut Azwar (1995) jumlah penghuni rumah atau ruangan yang dihuni melebihi kapasitas, akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas, yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan juga akan meningkatkan kelembaban, akibat adanya uap air dari pernafasan maupun penguapan cairan tubuh dari kulit. Suhu ruangan yang meningkat dapat menimbulkan tubuh terlalu banyak kehilangan panas. Variabel kepadatan hunian mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kejadian skabies. Hal ini dijelaskan bahwa dengan kepadatan
89
hunian yang tinggi, akan mengakibatkan kontak langsung antar penghuni sangat besar. Apabila dalam satu ruang/bilik terdapat penderita skabies, kemungkinan untuk tertular sangat besar, sebab kontak langsung antar penghuni juga sangat besar (Kuspriyanto, 2013). 6.2.2.6 Hubungan antara Dukungan Pihak Pesantren dengan Suspect Skabies Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengalami suspect skabies menerima dukungan yang rendah dari pihak pesantren. Dari hasil uji statistik chi square diketahui dukungan pihak pesantren
berhubungan dengan suspect
skabies yaitu dengan p= 0,000. Dukungan pihak pesantren dilihat dari perhatian para ustadzah pengasuhan santriwati terhadap masalah kesehatan dan kebersihan santriwati. Tiap ustadzah memiliki tanggung jawab dalam membina satu kamar. Berdasarkan pengamatan, hanya satu ustadzah yang rutin dalam memantau kebersihan kamar santriwati dan memberikan perhatian jika ada diantara mereka yang sakit, serta ikut dalam kegiatan gotong royong setiap minggunya. Kemudian didapatkan ternyata ustadzah tersebut merupakan pengasuhan bagian kesehatan, sehingga ia memberikan perhatian penuh akan hal ini. Akan tetapi sangat disayangkan bagi ustadzah lainnya, yang juga bertanggung jawab terhadap anggota kamarnya masing-masing, namun tidak
90
memberikan dukungan penuh terhadap kesehatan dan kebersihan santriwatinya. Menurut ketua pengasuhan, ternyata hal ini disebabkan karena kurangnya jumlah ustadzah pengasuhan yang siap di asrama sedangkan mereka dibebani dengan berbagai tugas yang diantaranya sebagai wali kelas, penanggung jawab bagian, penanggung jawab ujian atau acara-acara tertentu, dan tugas mengajar lainnya. Karena beberapa tugas tersebut, ustadzah belum bisa memberikan dukungan yang tinggi terhadap masalah kesehatan dan kebersihan, mereka cenderung mempercayakannya kepada pengurus organisasi santriwati yaitu santriwati kelas 5 KMI, yang dipilih dan ditetapkan pengasuhan untuk menjalankan program kerja organisasi santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia. Dengan adanya dukungan yang rendah dari ustadzah pengasuhan terhadap kesehatan dan kebersihan, hal ini menjadi faktor penyebab rendahnya kualitas personal hygiene santriwati. Seperti yang dikemukakan oleh Sungkar (1995) dalam Badri (2007) bahwa faktor sosial budaya pesantren yang menjunjung tinggi kebersamaan dan kurangnya pengawasan dan pembinaan dari ustadzah, sehingga para santriwati dan pihak pesantren tidak menyadari bahwa tindakan tersebut dapat menularkan penyakit skabies diantara mereka. Untuk memperbaiki hal tersebut, dibutuhkan penyadaran seluruh warga pesantren baik itu pihak pesantren (pengasuhan) maupun santriwati.
91
Notoatmodjo (2007) menjelaskan, bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan yaitu konsep pendididkan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Dalam aplikasinya, pendidikan kesehatan pada Pondok Pesantren Modern Diniyyah berbentuk kelompok kecil yang beranggotakan < 15 orang. Hal ini bertujuan agar pengasuhan dan santriwati saling kenal dekat dan pembinaan menjadi lebih mudah dan baik. Untuk kelompok kecil ini, dapat digunakan beberapa metode diantaranya yaitu: a. Diskusi kelompok Dalam diskusi kelompok, formasi duduk para peserta diatur dalam bentuk lingkaran atau segi empat sehingga mereka dapat berhadaphadapan atau saling memandang. Pimpinan diskusi/ penyuluh duduk di antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi dan tiap anggota kelompok memiliki kebebasan/ keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat. b. Brain storming Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok.Pada metode ini untuk di awal kegiatan pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah, kemudian tiap peserta memberikan jawaban atau tanggapan yang kemudian ditulis dalam flipchart atau papan tulis.Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh siapa pun.Baru setelah semua anggota
92
mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari dan akhirnya terjadilah diskusi. c. Snow balling Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan, dua orang tiap pasang. Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang lima menit tiap dua pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut dan mencari kesimpulannya.Kemudian
tiap
dua
psang
yang
sudah
beranggotakan empat orang ini bergabung dengan pasangan lainnya dan demikiann seterusnya hingga menjadi diskusi seluruh kelas. d. Kelompok kecil-kecil Kelompok
langsung
dibagi
menjadi
kelompok
kecil-kecil
kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/ tidak dengan kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok disatukan dengan kelompok lainnya. e. Role play Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan, misalnya, sebagai dokter, perawat, atau lainnya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka memeragakan
93
misalnya bagaimana interaksi komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas. f. Simulation game Metode ini merupakan gambaran antara role play dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli.Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli.Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber. Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa pendidikan kesehatan sangat perlu diterapkan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat yang berperan sebagai pendidik, pembimbing, dan pengawas kebersihan kamar dan kesehatan santriwati. Untuk itu, hendaknya dibentuk suatu kelompok yang merupakan gabungan dari ustadzah dan santriwati kelas 5 dan 6 KMI. Mereka berperan sebagai fasilitator yang bertanggung jawab dalam kebersihan dan kesehatan santriwati, dengan terlebih dahului diberikan training atau pembekalan, oleh tenaga kesehatan yang ahli pada bidang ini, agar benar-benar memahami tujuan pendidikan kesehatan dan cara penyampaiannya. Disamping itu, pembekalan oleh tenaga kesehatan harus terus berjalan sepanjang diterapkannya pendidikan kesehatan di pesantren.
94
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 73 responden di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 diketahui bahwa: a. Sebagian besar responden mengalami suspect skabies yaitu sebanyak 76,7% responden. b. Pada
pengetahuan,
pengetahuan
yang
sebagian tinggi
besar
mengenai
santriwati penyebab,
(71,2%)
memiliki
cara
penularan,
pencegahan, dan faktor risikonya. Akan tetapi faktor pengetahuan tidak berhubungan dengan suspect skabies. c. Pada personal hygiene, sebagian besar santriwati (90,4%) memiliki personal hygiene yang tidak hygiene, diantara personal hygiene yang diteliti adalah kebersihan kulit, tangan, kuku, pakaian, genitalia, dan alas tidur. Faktor personal hygieneberhubungan dengan suspect skabies. d.
Pada kelembaban, sebagian besar santriwati (68,5%) tinggal pada kamar yang kelembabannya tidak memenuhi syarat (>70%).
e. Pada ventilasi, sebagian besar santriwati (68,5%) tinggal pada kamar yang luas ventilasinya <5% dari luas lantai.
94
95
f. Pada kepadatan hunian, sebagian besar santriwati (89%) tinggal pada kamar yang luasnya< 8 m² untuk 2 orang. g. Pada dukungan pihak pesantren, dalam hal ini yang menjadi sampel adalah ustadzah bagian pengasuhan, yang bertanggung jawab pada tiap kamar santriwati dan diketahui bahwa sebagian besar santriwati (84, 9%) mendapatkan dukungan yang rendah dari ustadzah dan faktor dukungan pihak pesantren berhubungan dengan suspect skabies. h. Faktor- faktor yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat adalah personal hygiene (p= 0,006), kelembaban (p= 0,000), ventilasi (p= 0,000), kepadatan hunian (p= 0,014) dan dukungan pihak pondok pesantren (p= 0,000). 7.2 Saran a. Bagi pengurus pengasuhan pondok pesantren pada saat membina santriwati setiap harinya disarankan untuk melaksanakan pendataan kesehatan secara aktif dan rutin tiap tahunnya, menerapkan dan membentuk kelompok yang berperan sebagai pendidik kesehatan, pembimbing, dan pengawas kebersihan kamar, yang mengatur letak lemari, mengingatkan untuk membuka dan menutup jendela, mengawasi kebersihan diri dan kamar santriwati, menyediakan sarana untuk cuci tangan, membuat peraturan tertulis tentang kebersihan, serta memberikan sangsi bagi yang melanggar. Untuk santriwati yang telah mengalami
96
skabies, dilakukan pengobatan dan sterilisasi secara keseluruhan dan serentak. b. Bagi santriwati pada saat kegiatan sehari-hari disarankan untuk meningkatkan personal hygiene dengan tidak saling pinjam barang pribadi, mandi dua kali sehari, cuci tangan setelah dari toilet, mencuci pakaian dengan sabun dan dibawah terik matahari, menjemur kasur tiap dua minggu sekali, melaporkan kondisi kesehatan ketika merasakan gejala penyakit
kepada
pengasuhan
bagian
kesehatan,
dan
memelihara
kebersihan lingkungan pondok pesantren. c. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang skabies di pondok pesantren, disarankan agar dapat menentukan besar masalah skabies melalui diagnosis dokter atau uji laboratorium. Agar menambah variabel lingkungan lain, seperti kondisi alas lantai kamar (karpet), karena di sebagian pesantren yang salah satunya PPMD Pasia, untuk alas tidur santriwati tidak menggunakan ranjang, namun kasur yang diletakkan di atas karpet.
langsung
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar – dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers. Afni, Julia. Hubungan Antara Kuantitas dan Kualitas Air Bersih Secara Fisik dengan Kejadian Penyakit Kulit Pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cilincing II Jakarta Utara Tahun 2011. Skripsi FKM, UI, 2011. Akmal, Suci Chairiya, dkk. 2013. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2 (3). Halaman 164-167. Al Audhah, Nelly, dkk. 2009. Faktor Resiko Skabies Pada Siswa Pondok Pesantren (Kajian di Pondok Darul Hijrah, Kelurahan Cindai Alus, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan). Jurnal Buski. Vol. 4, No. 1, Juni 2012. Halaman 14-22. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta:RinekaCipta Asra, Hajrin Pajri. Pengaruh Pengetahuan dan Tindakan Higiene Pribadi Terhadap Kejadian Penyakit Skabies di Pesantren Ar- Raudhatul Hasanah Medan. Skripsi, USU Azizah, Umi. Hubungan Antara Pengetahuan Santri Tentang PHBS dan Peran Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies, Studi Pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Skripsi FKM, Universitas Jember, 2012 Azwar, A. (1995). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya Azwar, A. 2003. Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Badri, Mohammad. 2007. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Artikel Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 2 Tahun 2007 Bratawidjaja, K. G. 2007. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 260-262
Brown R. G. , Burns T. 2002. Lecture Notes Dermatology. Edisi ke- 8. Jakarta: Penerbit Erlangga. pp: 42-47 Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Cahyaningsih, Nur. Gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit scabies pada tahanan Blok B Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta Tahun 2011. Skripsi FKM, UI, 2012 Dariansyah, F. , 2006. Tinjauan Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies Di Pesantren Oemar Diyan, Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar, Skripsi Dinas Kesehatan Provinsi NAD. , 2005. Program Pemberantasan Penyakit Menular, Banda Aceh Fauziah. 2013. Hubungan Faktor Individu dan Karakteristik Sanitasi Air dengan Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan Di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Tahun 2013. Skripsi FKIK, UIN, 2013 Frenki. 2011. Hubungan Personal Hygiene Santri Dengan Kejadian Penyakit Kulit Infeksi Skabies Dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011. Skripsi, USU Habif T. H. 2003. Clinical Dermatology. China: Mosby. pp: 497-505 Handoko R. P. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. pp: 122- 125 Harahap M. 2008. Penyakit Kulit. Jakarta: Gramedia. p: 100 Hidayat, Topik. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebersihan Diri dan Kesehatan Lingkungan di Pesantren Nurul Huda Desa Cibatu, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi Tahun 2011. Skripsi FKM, UI, 2011 http://asrulhuda. blogspot. com/2009/06/contoh-perhitungan-populasi-dan-sampel. html, Contoh Perhitungan Populasi dan Sampel diakses pada tanggal 21 Januari 2014 http://dr-suparyanto. blogspot. com/2011/08/skabies-kudis-gudik. html, Skabies diakses pada tanggal 11 Februari 2014 http://herodessolutiontheogeu. blogspot. com/2010/11/skabies. html, Skabies diakses pada tanggal 11 Desember 2013
http://masrufin-unipdu. blogspot. com/2010/04/budaya-hidup-sehat-dilingkungan. html, Budaya Hidup Sehat di Lingkungan Pesantren diakses pada tanggal 22 Januari 2014 http://mhendr. blogspot. com/2012/11/makalah-skabies. html, Makalah Skabies diakses pada tanggal 11 Februari 2014 http://reny-alkan. blogspot. com/2013/04/bab-i-bab-ii-bab-iii-tentang-kejadian. html, Tentang Kejadian Skabies diakses pada tanggal 12 Desember 2013 http://www. reimie. com/2012/10/pengertian-atau-definisi-sanitasi. Pengertian atau Definisi Sanitasi, diakses pada tanggal 4 Februari 2014
html,
Khotimah, Ulfatusyifah Husnul. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Higiene Perorangan dengan Kejadian Scabies di Pondok Pesantren AlBahroniyyah Ngemplak, Mranggen, Kabupaten Demak. Skripsi UNAIR, 2013 Kuspriyanto. 2013. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Dan Perilaku Sehat Santri Terhadap Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Jurnal UNESA. Vol. 11, No. 21. Tahun 2013 Kresno, S. B. 2007. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. p: 182 Ma’rufi, Isa, dkk. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Skabies, Studi pada Santri Pondok Pesantren di Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 2, No. 1, Juli 2005. Halaman 11-18 Mansyur. M. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia. Hal 63-67 Muslih, Rifki, dkk. 2012. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian FIK, Universitas Siliwangi, 2012 Muzakir. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007. Tesis USU, 2008 Notoatmodjo Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Paramita, Nithya. 2010. Tingkat pengetahuan santri terhadap penyakit skabies di pondok pesantren darularafah raya. Skripsi. USU Qomar. M. 2007. Pesantren. Yogyakarta: Erlangga Rohmawati RN. Hubungan Antara Faktor Pengetahuan Dan Perilaku Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta Tahun 2010 Siregar, Kristina Rosetty. 2012. Pengaruh Sanitasi Lingkungan danPersonal Hygiene Terhadap Kejadian Penyakit Skabies Pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat Ke Klinik Di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Medan. Tesis. USU. 2012 SNI 03-6572-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Gedung. Halaman 1-55 Sugiono, 2005. Statistik Untuk Penelitian. Bandung:Alfa Beta.
Supriyadi, Sidit. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Assalam Kranggan Tahun 2004. Dari http://www. fkm. undip. ac. id/index. php Syahputra, Ade. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Pekerja di Bagian Produksi Galangan I I PT DOK dan Perkapalan KODJA Bahari Jakarta Utara Tahun 2011. SkripsiFKIK, UIN Jakarta, 2011 Trisnawati, Oktalina. Hubungan Antara Kecukupan Air Mandi, Kepadatan Hunian Kamar, dan Praktik Kebersihan Diri dengan Kejadian Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Al Itqon Kelurahan Tlogosari Wetan. Skripsi UNAIR, 2009 Wardhana, April H, dkk. 2006. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini dan Masa Datang. Jurnal Warazoa. Vol. 16, No. 1, Tahun 2006. Halaman 40-52 Wediarsih, Yanit. Analisis Risiko dan Dampak Sanitasi Lingkungan Terhadap Status Kesehatan Balita di Provinsi Banten Tahun 2013. Tesis FKM, UI, 2013 Wijaya, Yudha Prawira Mandala. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesanren Al-Makmur Tungkar, Kabupaten 50 Kota Tahun 2011. Skripsi FK, UNAND, 2011
KUESIONER
Gejala Skabies dan Pengetahuan Santriwati Mengenai Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Tahun 2014
A. Identitas Responden 1. Nomor Responden
:
2. Nama
:
3. Jenis kelamin
:
4. Usia
:
5. Kelas
:
6. Kamar
:
7. Lama tinggal di PPMD
: a. > 1 tahun
8. Lama menetap di PPMD
b. < 1 tahun
: a. 24 jam/hari
b. < 24 jam/hari
B. Gejala Skabies 1. Apakah anda mengalami rasa gatal dan kemerahan pada kulit di malam hari dengan bintik-bintik kecil dalam 2 bulan terakhir? a. Ya b. Tidak 2. Apakah rasa gatal tersebut berasal dari lesi/ luka yang terdapat pada kulit anda? a. Ya b. Tidak 3. Dimanakah rasa gatal dan lesi/luka itu muncul? (Jawaban boleh lebih dari satu) a. Sela-sela jari tangan
b. Daerah sekitar kemaluan c. Siku bagian luar d. Kulit sekitar payudara e. Dubur f. Perut bagian bawah g. Lipatan ketiak h. Lain-lain, sebutkan
C. Pengetahuan 1. Apakah anda pernah mendengar apa itu penyakit skabies? a. Pernah, lanjut ke pertanyaan B2 b. Tidak pernah 2. Jika ‘pernah’ apa penyebab penyakit skabies? a. Adanya tungau Sarcoptes scabiei b. Karena kuman c. Pengaruh dari garukan 3. Apa saja tanda-tanda penyakit skabies? a. Bintik-bintik kecil sampai besar bewarna kemerahan dan bernanah b. Gatal pada malam hari dan terasa panas c. Timbulnya nanah 4. Pada bagian tubuh mana saja penyakit scabies sering diderita oleh seseorang? a. Selajari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku, dan bagian depan pergelangan b. Bagian yang sering tertutup c. Kebanyakan bagian kelamin 5. Bagaimana cara penularan penyakit skabies? a. Kontak langsung dengan kulit dan kontak tidak langsung (melalui pakaian, handuk, sprei, dan peralatan lain yang digunakan oleh penderita) b. Hanya melalui kontak langsung dengan kulit
c. Hanya melalui pakaian dan tempat tidur saja 6. Siapa saja yang dapat menderita penyakit skabies? a. Semua golongan umur, namun lebih sering pada remaja b. Pada golongan remaja saja c. Hanya pada golongan umur tertentu saja 7. Apakah penyakit scabies dapat ditularkan dengan saling menukar pakaian dengan penderita skabies? a. Ya, dapat menularkan penyakit b. Hanya dapat menular jika daya tahan tubuh tidak kuat c. Tidak menularkan penyakit 8. Apakah penderita penyakit scabies sebaiknya dikarantina/dipisahkan? a. Tidak perlu dikarantina/ dipisahkan, hanya perlu dilakukan pengobatan secara teratur dan tidak tukar menukar peralatan pribadi dengan penderita b. Perlu dikarantina/ dipisahkan c. Tidak tahu 9. Upaya apa yang perlu dilakukan untuk memutuskan mata rantai penyakit skabies? a. Disinfeksi serentak pada pakaian, sprei, dan pengobatan serentak b. Menjaga jarak dengan orang lain bila menderita skabies c. Tidak tahu 10. Bagaimana cara menghindari penyakit skabies? a. Mandi minimal 2 kali sehari, tidak tukar menukar peralatan pribadi dan menjaga kontak langsung dengan penderitas kabies b. Mandi kurangdari 2 kali sehari dengan menggunakan sabun dan menjaga kontak langsung dengan penderita skabies c. Tidak tahu 11. Bagaimana penularan penyakit skabies di lingkungan asrama (pondok pesantren)? a. Cepat b. Lambat
c. Tidak tahu 12. Apakah ada kaitannya antara kejadian scabies dengan kebersihan lingkungan? a. Ada b. Tidak ada c. Tidak tahu 13. Apakah kutu/tungau Sarcoptes scabiei hanya bisa berkembang biak di air yang kotor? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 14. Apakah hanya air yang merupakan media penularan penyakit skabies? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 15. Apakah penyakit scabies dapat sembuh dengan pemberian bedak saja? a. Bisa b. Tidak bisa c. Tidak tahu
Lembar Observasi Personal Hygiene Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kab. Agam Sumatera Barat Tahun 2014 Berilah tanda ceklist ( √ ) pada kolom kosong dibawah ini, berdasarkan pernyataan atau pengamatan terhadap responden! 1. Kebersihan Pakaian
Ya
Tidak
Mengganti pakaian dua kali sehari
(
)
(
)
Tidak pernah bertukar pakaian sesama santri
(
)
(
)
Mencuci pakaian menggunakan detergen
(
)
(
)
Menyetrika baju
(
)
(
)
Tidak merendam pakaian disatukan dengan pakaian santri yang
(
)
(
)
(
)
(
)
lain Menjemur pakaian dibawah terik matahari
Ya
2. Kebersihan Kulit
Tidak
Mandi dua kali sehari
(
)
(
)
Mandi menggunakan sabun
(
)
(
)
Menggosok badan dengan spons saat mandi
(
)
(
)
Mandi menggunakan sabun sendiri
(
)
(
)
Mandi setelah melakukan olah raga
(
)
(
)
Tidak menggunakan sabun mandi (batangan) bersama
(
)
(
)
santri lain
Ya
3. Kebersihan Tangan dan Kuku
Tidak
Mencuci tangan setelah membersihkan kamar mandi
(
)
(
)
Memotong kuku sekali seminggu
(
)
(
)
Mencuci tangan menggunakan sabun sesudah BAB/BAK
(
)
(
)
Menyikat kuku menggunakan sabun saat mandi
(
)
(
)
Ya
4. Kebersihan Genitalia
Tidak
Mengganti pakaian dalam sesudah mandi
(
)
(
)
Mencuci pakaian dalam menggunakan detergen
(
)
(
)
Ketika mandi membersihkan alat genital
(
)
(
)
Menjemur pakaian dalam di bawah terik matahari
(
)
(
)
Membersihkan alat genital setiap sesudah BAB/BAK
(
)
(
)
Tidak merendam pakaian dalam dijadikan satu dengan santri
(
)
(
)
lain Ya
5. Kebersihan Handuk
Tidak
Menggunakan handuk sendiri
(
)
(
)
Menjemur handuk setelah mandi
(
)
(
)
Tidak mencuci handuk bersamaan atau dijadikan satu dengan
(
)
(
)
Tidak menggunakan handuk bergantian dengan teman
(
)
(
)
Menjemur handuk dibawah terik sinar matahari
(
)
(
)
Menggunakan handuk dalam keadaan kering tiap hari
(
)
(
)
santri lain
Ya
6. Kebersihan Kasur dan Sprei
Tidak
Sprei tidak digunakan untuk bersama-sama
(
)
(
)
Tidur di kasur sendiri
(
)
(
)
Tidak ada santri lain yang tidur di kasur sendiri
(
)
(
)
Menjemur kasur tiap dua minggu sekali
(
)
(
)
Mengganti sprei sekali seminggu
(
)
(
)
Tidak mencuci sprei dijadikan satu dengan santri lain
(
)
(
)
Lembar Observasi Nama Kamar : Tanggal
: Variabel
Kriteria
1. 40-70% Kelembaban
2. < 40% 3. >70%
1.
5% dari luas lantai
2.
5% dari luas lantai
1.
8
untuk 2 orang
2. < 8
untuk 2 orang
Ventilasi
Kepadatan Hunian
Lembar Observasi Dukungan Pihak Pondok Pesantren Mengenai Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Tahun 2014 Identitas Responden 1. Nomor Responden
:
2. Nama
:
4. Jabatan
:
6. Lama tinggal di PPMD
: a. > 1 tahun
7. Lama menetap di PPMD
b. < 1 tahun
: a. 24 jam/hari
b. < 24 jam/hari
a. Upaya Promotif
Ya
Memberitahu santriwati mengenai personal hygien
Tidak
(
)
(
(
)
(
) Memberitahu santriwati mengenai kebersihan lingkungan
) Membina kader kesehatan
(
)
(
Ya
b. Upaya Preventif
) Tidak
Membuat peraturan tertulis tentang personal hygiene
(
)
(
)
Membuat peraturan tertulis tentang kebersihan lingkungan
(
)
(
)
Memberikan sanksi yang tegas jika melanggar peraturan tersebut
(
)
(
)
Mengontrol kebersihan kamar secara rutin
(
)
(
)
Ya
c. Upaya Kuratif
Tidak
Mengecek kesehatan santriwati setiap hari
(
)
(
)
Merujuk santriwati yang sakit ringan ke ustadzah bagian pengasuhan kesehatan
(
)
(
)
Merujuk santriwati yang sakit sedang atau berat ke rumah sakit
(
)
(
)
atau puskesmas Memberikan perhatian kepada santriwati yang sakit
(
Memantau kesehatan santriwati yang baru pulih untuk
(
Ya
d. Upaya Rehabilitatif
Mengingatkan santriwati kebersihan saat baru pulih
)
menjaga
kesehatan
dan
) Tidak
(
)
(
)
(
)
(
)
HASIL SPSS UNIVARIAT 1. Suspect skabies S_Scabies Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Ya
56
76.7
76.7
76.7
Tidak
17
23.3
23.3
100.0
Total
73
100.0
100.0
2. Pengetahuan Pengetahuan Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Rendah
21
28.8
28.8
28.8
Tinggi
52
71.2
71.2
100.0
Total
73
100.0
100.0
3. Personal Hygiene Personal_Hygiene Frequency Valid
Kurang Hygiene
Valid Percent
Cumulative Percent
66
90.4
90.4
90.4
7
9.6
9.6
100.0
73
100.0
100.0
Hygiene Total
Percent
4. Kelembaban KEL_Kelembaban Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
< 40%/ >70%
50
68.5
68.5
68.5
40-70%
23
31.5
31.5
100.0
Total
73
100.0
100.0
5. Ventilasi Kel_Ventilasi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<5% dri luas lantai
50
68.5
68.5
68.5
>5% dri luas lantai
23
31.5
31.5
100.0
Kel_Ventilasi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<5% dri luas lantai
50
68.5
68.5
68.5
>5% dri luas lantai
23
31.5
31.5
100.0
Total
73
100.0
100.0
6. Kepadatan Hunian Kel_Kepadatan_Hunian Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
< 8 m2 untuk 2 orang
65
89.0
89.0
89.0
> 8m2 untuk 2 orang
8
11.0
11.0
100.0
73
100.0
100.0
Total
7. Dukungan Pihak Pesantren Dukungan Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Rendah
62
84.9
84.9
84.9
Tinggi
11
15.1
15.1
100.0
Total
73
100.0
100.0
HASIL SPSS BIVARIAT
1. Pengetahuan * Suspect Skabies Case Processing Summary Cases Valid N Pengetahuan * S_Scabies
Missing
Percent 73
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 73
Pengetahuan * S_Scabies Crosstabulation S_Scabies Ya Pengetahuan
Rendah
Count % within Pengetahuan
Tinggi
Count % within Pengetahuan
Total
Count
Tidak
Total
17
4
21
81.0%
19.0%
100.0%
39
13
52
75.0%
25.0%
100.0%
56
17
73
100.0%
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
% within Pengetahuan
Total
Percent
76.7%
N
23.3%
Percent
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.586
.057
1
.811
.305
1
.581
.297 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.762
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
.293
b
1
.415
.589
73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,89. b. Computed only for a 2x2 table
2. Personal Hygiene * Suspect Skabies Case Processing Summary Cases Valid N Personal_Hygiene * S_Scabies
Missing
Percent 73
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
73
100.0%
Personal_Hygiene * S_Scabies Crosstabulation S_Scabies Ya Personal_Hygiene
Kurang Hygiene
Count % within Personal_Hygiene
Hygiene
Count % within Personal_Hygiene
Total
Count % within Personal_Hygiene
Tidak
Total
54
12
66
81.8%
18.2%
100.0%
2
5
7
28.6%
71.4%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.002
7.285
1
.007
8.276
1
.004
10.044 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
Exact Sig. (2sided)
.006 9.907
1
.002
Exact Sig. (1sided)
.006
N of Valid Cases
b
73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,63. b. Computed only for a 2x2 table
3. Kelembaban * Suspect Skabies Case Processing Summary Cases Valid N KEL_Kelembaban * S_Scabies
Missing
Percent 73
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
73
100.0%
KEL_Kelembaban * S_Scabies Crosstabulation S_Scabies Ya KEL_Kelembaban
< 40%/ >70%
Count % within KEL_Kelembaban
40-70%
Count % within KEL_Kelembaban
Total
Count % within KEL_Kelembaban
Tidak
Total
49
1
50
98.0%
2.0%
100.0%
7
16
23
30.4%
69.6%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
36.563
1
.000
41.167
1
.000
40.256 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.000 39.705
1
.000
73
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,36. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.000
4. Ventilasi * Suspect Skabies Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
Kel_Ventilasi * S_Scabies
73
N
Total
Percent
100.0%
0
N
Percent
.0%
73
100.0%
Kel_Ventilasi * S_Scabies Crosstabulation S_Scabies Ya Kel_Ventilasi
<5% dri luas lantai
Count % within Kel_Ventilasi
>5% dri luas lantai Total
1
50
98.0%
2.0%
100.0%
7
16
23
30.4%
69.6%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Count % within Kel_Ventilasi
Total
49
Count % within Kel_Ventilasi
Tidak
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
36.563
1
.000
41.167
1
.000
40.256 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.000
Linear-by-Linear Association
39.705
b
N of Valid Cases
1
.000
.000
73
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,36. b. Computed only for a 2x2 table
5. Kepadatan Hunian * Suspect Skabies Case Processing Summary Cases Valid N Kel_Kepadatan_Hunian * S_Scabies
Missing
Percent 73
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 73
100.0%
Kel_Kepadatan_Hunian * S_Scabies Crosstabulation S_Scabies Ya Kel_Kepadatan_Hunian
< 8 m2 untuk 2 orang
Count % within Kel_Kepadatan_Hunian
> 8m2 untuk 2 orang
Count
Tidak
Total
53
12
65
81.5%
18.5%
100.0%
3
5
8
% within Kel_Kepadatan_Hunian Total
37.5%
62.5%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Count % within Kel_Kepadatan_Hunian Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2sided)
a
1
.005
5.464
1
.019
6.472
1
.011
7.733 b
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Fisher's Exact Test
.014
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
7.627
b
1
.014
.006
73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,86. b. Computed only for a 2x2 table
6. Dukungan Pihak Pesantren * Suspect Skabies Case Processing Summary Cases Valid N Dukungan * S_Scabies
Missing
Percent 73
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 73
100.0%
Dukungan * S_Scabies Crosstabulation S_Scabies Ya Dukungan
Rendah
Count % within Dukungan
Tinggi
Count % within Dukungan
Total
Count % within Dukungan
Tidak
Total
53
9
62
85.5%
14.5%
100.0%
3
8
11
27.3%
72.7%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
14.612
1
.000
14.984
1
.000
17.721 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.000 17.478
1
.000
73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,56. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.000
Struktur Pengasuhan Santriwati Tahun 2014 Bagan 5.1 Struktur Kepengurusan Pengasuhan Santriwati Tahun 2014
Pimpinan
Direktur
Kepala Pengasuhan
Bagian Perizinan
Bagian Ibadah
Bagian Bahasa
Bagian Kesehatan
Bagian Ekstrakurikuler
Struktur Kepengurusan Pengasuh Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Tahun 2014: Pimpinan
: Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc
Direktur
: Nashran Nazir, S.Pd.I
Kepala Pengasuhan
: Rita Ersi, S.Pd.I
Bagian Perizinan
: 1. Ira Maya Sofa, A.Ma 2. Maysari
Bagian Bahasa
: 1. Layli Wahyuni 2. Eisa Wulandari, S.Pd.I
3. Nurul Karmi, S.Th.I Bagian Ibadah
: Mushallina Hilma, S.Th.I
Bagian Kesehatan
: Mardhiyah
Bagian Ekstrakurikuler
: Sharah