LAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI XI DPR RI KE PROVINSI MALUKU UTARA 17 s.d 19 September 2015 I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Keputusan Rapat Intern Komisi XI DPR RI, dalam rangka pelaksanakan fungsi pengawasan Komisi XI DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Maluku Utara pada Tanggal 17 s.d 19 September 2015. Kunjungan Kerja ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan atas perkembangan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara. Sebagaimana kita ketahui, dalam beberapa tahun terakhir perekonomian nasional masih dan sedang dihadapkan pada berbagai tantangan yang cukup berat, khususnya yang berasal dari persoalan gejolak dan ketidakpastian ekonomi global. Perkembangan kinerja ekonomi global tersebut telah berdampak cukup nyata pada perekonomian nasional. Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi nasional terus mengalami perlambatan. Bahkan, dalam tahun 2014 yang lalu, pertumbuhan ekonomi nasional hanya mencapai 5% (persen), jauh lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan tiga tahun sebelumnya yang masih diatas 6% (persen). Begitu pula dengan realisasi pada kuartal I Tahun 2015 yang hanya tumbuh 4,7% (persen), lebih rendah dibandingkan kuartal I Tahun 2014 yang tumbuh 5,1% (persen). Menurunnya kinerja ekspor akibat pelemahan permintaan global dan merosotnya harga komoditas internasional merupakan faktor utama melambatnya akivitas ekonomi nasional. Melemahnya kinerja ekspor juga telah berdampak pada kondisi neraca pembayaran Indonesia, khususnya neraca transaksi berjalan (current account), yang terus mengalami defisit cukup besar. Oleh karenanya Kunjungan kerja Komisi XI DPR RI ingin mendapatkan informasi mengenai perkembangan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara khususnya yang terkait dengan aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah daerah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, 1
sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat serta prospek perekonomian ke depan. Komisi XI DPR RI juga mengharapkan mendapatkan paparan terkait kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi khususnya di Provinsi Maluku Utara. Susunan keanggotaan tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Provinsi Maluku Utara adalah sebagai berikut: No.
No. Angg
Nama Anggota
Fraksi
Keterangan
1.
327
H. Gus Irawan Pasaribu, SE., Ak., MM
Gerindra
Ketua Tim Wakil Ketua Komisi XI
2.
35
Dr. Achmad Hatari, SE., M.Si
Nasdem
Anggota
3.
211
I.G.A.Rai Wirajaya, SE., MM
PDIP
Anggota
4.
195
Ir. Andreas Eddy Susetyo, MM
PDIP
Anggota
5.
262
Dr. H. Ade Komarudin, MH
Golkar
Anggota
6.
283
H. Mukhamad Misbakhun, SE
Golkar
Anggota
7.
242
Ir. H. M. Idris Laena
Golkar
Anggota
8.
400
Rooslynda Marpaung
Demokrat
Anggota
9.
401
H. Rudi Hartono Bangun, SE., MAP
Demokrat
Anggota
10.
366
Ir. Sumail Abdullah
Gerindra
Anggota
11.
365
Ir. H. Soepriyatno
Gerindra
Anggota
12.
471
Ahmad Najib Qudratullah, SE
PAN
Anggota
13.
541
H.M. Amir Uskara, M.Kes
PPP
Anggota
2
II. INFORMASI DAN TEMUAN A. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA 1. Overview Perekonomian Provinsi Maluku Utara Setelah berdiri sebagai Provinsi baru lebih dari satu dekade, Maluku Utara belum menunjukan perubahan yang signifikan dari sisi perekonomian. Sebagai Provinsi baru, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara cukup tinggi dan selalu berada diatas 5,5% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara dalam tiga tahun terakhir mengalami perlambatan yang disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: a. Penerapan UU Minerba Tahun 2014 yang dianggap menghambat pertumbuhan pertambangan; b. Kenaikan harga BBM yang menyebabkan inflasi sehingga menurunkan daya beli dan konsumsi masyarakat.
Keunggulan kompetitif dari sektor agraris dengan potensi produktivitas yang besar tidak menunjukkan kinerja yang optimal. Dalam 3 tahun terakhir, sektor yang memegang pangsa terbesar perekonomian Maluku Utara hanya tumbuh di level rendah. Hal ini disebabkan karena proses yang masih tradisional dan minimnya hilirisasi.
3
Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara dalam 3 tahun terakhir belum optimal dan cenderung melambat akibat terhentinya ekspor bijih nikel pasca penerapan UU Minerba. Oleh karena itu, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif, fokus pada sektor agraria dan industri pengolahan hasil pertanian perlu ditingkatkan. Program intensifikasi dan mekanisasi pertanian perlu diperbanyak serta diiringi dengan program promosi produk daerah ke pasar-pasar baru baik di lingkup nasional maupun internasional. 2. Faktor-faktor pendorong dan kendala pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara Berdasarkan penelitian Bank Indonesia dan lembaga lainnya dalam Growth Diagnostic 2015, diketahui penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara adalah karena minimnya investasi yang masuk di Maluku Utara yang terindikasi dari rendahnya PMTB. Kendala utama pertumbuhan di Provinsi Maluku Utara adalah sebagai berikut: a. Kualitas infrastruktur jalan dan konektvitas; b. Elektrifikasi, air dan sanitasi; c. Minimnya pengelolaan potensi sumberdaya alam; d. Geografis, indeks bencaa dan biaya kogistik; serta e. Iklim investasi yang kurang. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut: a. Masalah pembiayaan: dstribusi penyaluran kredit; b. Sumberdaya manusia: ketersediaan sekolah dan tenaga pengajar yang layak serta fasilitas kesehatan yang memadai; c. Ex ante risk :inflasi dan anggaran pemerintah; d. low property : akses mendapatkan lahan; e. low self discovery : keragaman struktur perekonomian. 4
Berbagai faktor utama penyebab minimnya investasi di Maluku Utara dapat dilihat pada tabel berikut:
3. Industri Unggulan Provinsi Maluku Utara Sektor pertanian merupakan kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Maluku
Utara.
Komoditas
perkebunan yang menjadi unggulan terbesar di Maluku Utara adalah kelapa. Dengan produktivitas kelapa sebesar 0,86 ton/ha, menjadikan Maluku Utara memegang produktivitas kelapa tertinggi di Indonesia. Selain itu sektor perikanan yang belum teroptimalkan juga dinilai memiliki prospek yang sangat baik bagi pertumbuhan ekonomi Maluku Utara. Sektor perdagangan menjadi sektor dengan pangsa nomor 2 (dua) terbesar dalam PDRB Maluku Utara. Meningkatnya pangsa sektor perdagangan dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga seiring penambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Maluku Utara.
5
Sektor pertambangan sempat memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan kendati pada tahun ini mengalami penurunan yang drastis. Maluku Utara memiliki sejumlah pertambangan feronikel yang dikelola beberapa perusahan lokal maupun BUMN. Meskipun tidak memiliki pangsa yang dominan, sektor pertambangan memiliki prospek yang potensial pada periode mendatang. Pembangunan smelter oleh 5 perusahaan diperkirakan meningkatkan investasi sekaligus prospek produksi dan ekspor nikel ke depan. 4. Aktivitas konsumsi, investasi (PMN dan PMDN) serta ekspor – impor di Provinsi Maluku Utara Struktur PDRB Provinsi Maluku Utara pada sisi permintaan cenderung tetap. Dari tahun ke tahun konsumsi rumah tangga mendominasi struktur PDRB Maluku Utara. Konsumsi pemerintah meskipun secara nominal tidak terlalu besar dibandingkan provinsi lain, memegang peranan cukup penting pada perekonomian Maluku Utara dengan pangsa pasar yang berkisar pada angka 30%. a. Konsumsi Komsumsi rumah tangga mendominasi struktur PDRB Provinsi Maluku Utara pada kisaran 30%. -
Komponen konsumsi Maluku Utara relatif stabil;
-
Pertumbuhan yang tercatat tumbuh lebih besar dari pertumbuhan ekonomi Indonesia selama hampir lima tahun terakhir.
-
Masih kuatnya kegiatan konsumsi tercermin dari kinerja sektor PHR yang secara konsisten tumbuh cukup tinggi.
b. Investasi Tingkat pengeluaran investasi mencatat kinerja yang kurang memuaskan. -
Tren pertumbuhan fluktuatif dan cenderung melambat;
-
Stagnasi pada pangsa PMTB terhadap komponen PDRB sisi permintaan lainnya;
-
Pangsa PMDN ke Maluku Utara hanya 0,5% dari PMDN nasional dan pangsa PMA hanya 0,7%;
-
Penyaluran PMA dalam 3 tahun terakhir mayoritas ke sektor pertambangan. Sementara PMDN disalurkan ke sektor pertanian dan perhubungan.
c. Ekspor – impor Ekspor – impor Maluku Utara menunjukkan arah perkembangan yang kontras, terlebih pasca tahun 2013.
6
-
Impor Maluku Utara relatif tinggi karena ketergantungan barang konsumsi dan bahan strategis;
-
Defisit neraca semakin dalam pasca penerapan UU MInerba sehingga ekspor bijih nikel yang menguasai lebih dari 90% ekspor Maluku Utara dihentikan. Kondisi ini menyebabkan ekspor Maluku Utara mengalami kontraksi pada tahun 2014;
-
Minimnya industri strategis di Maluku Utara membuat kerentanan pada komponen ekspor Maluku Utara.
Dalam 3 (tiga) tahun terakhir, pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif konstan. Sementara itu, seiring lesunya sektor pertambangan, investasi tumbuh melambat dan ekspor mengalami penurunan. Impor khususnya impor antar daerah tetap tumbuh tinggi seiring masih tingginya ketergantungan Maluku utara dari daerah lainnya. Pada tahun 2015, kondisi investasi dan ekspor diperkirakan meningkat seiring dimulainya beberapa proyek infrastruktur dan smelter serta meningkatnya produksi pertanian. 5. Kondisi Inflasi Pola inflasi di Provinsi Maluku Utara relatif searah dengan inflasi nasional. Inflasi lebih tinggi dari nasional pasca tahun 2012. Inflasi Provinsi Maluku Utara selama 3 (tiga) tahun sebesar 6,54% (yoy), sementara inflasi nasional selama 3 (tiga) tahun sebesar 6,02% (yoy). Fluktuasi tingkat inflasi Provinsi Maluku Utara selama 3,5 tahun terakhir lebih disebabkan oleh inflasi pada kelompok volatile food dan administered prices. Administered prices: Inflasi disebabkan kebijakan pemerintah khususnya peningkatan harga BBM tahun 2013 – 2014 menyebabkan multiplier effect. Volatile foods: sektor pertanian yang tradisional menjadi ketergantungan pasokan dari daerah lain.
7
Dalam 3 (tiga) tahun terakhir, inflasi cenderung mengalami peningkatan akibat kenaikan harga BBM. Secara rata-rata, inflasi di Maluku Utara selain di dominasi oleh kenaikan harga angkutan darat dan udara juga disebabkan oleh fluktuasi komoditas ikan segar (cakalang, malalugis, dan sejenisnya) serta bumbu-bumbuan (bawang merah, cabai merah, dan sejenisnya). Pada tahun 2015, inflasi diperkirakan lebih rendah karena harga BBM yang lebih stabil serta membaiknya produksi pertanian lokal. 6. Upaya Pengendalian Inflasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara telah berkoordinasi dalam forum TPID dan berupaya untuk menjaga inflasi tetap rendah. Upaya yang telah dilakukan oleh TPID dalam 3 (tiga) tahun terakhir yaitu: a. Meningkatkan koordinasi dengan para pemasok; -
Pembentukan Forum Asosiasi Pangan oleh TPID Kota Ternate;
-
Monitoring lapangan kondisi stok pangan strategis serta BBM;
-
Memfasilitasi komunikasi langsung antara petani di sentra produksi di Halmahera.
b. Mendorong ketahanan pangan di daerah; -
Pengembangan kluster ketahanan pangan seperti cabai merah di Halmahera Utara, Halmahera Timur dan Halmahera Barat, ayam di ternate, bawang erah di Halmahera Timur dan Tidore;
-
Pengembangan integrated farming;
-
Sosialisasi penanaman tomat, bawang dan cabe merah di sekolah.
c. Memelihara kondisi ekspektasi masyarakat; -
Pemberian informasi harga komoditas strategis secara rutin di media massa;
-
Himbauan kepada masyarakat oleh pimpinan daerah dan tokoh agama.
d. Meningkatkan infrastruktur perdagangan; -
Optimalisasi fungsi tempat pelelangan ikan;
-
Pembangunan pasar-pasar baru;
e. Memfasilitasi komunikasi langsung antara asosiasi pemasok di Ternate dengan para petani di sentra produksi di Halmahera.
8
7. Dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap perekonomian di Provinsi Maluku Utara Secara umum penguatan nilai mata uang asing tidak berdampak signifikan di Provinsi Maluku Utara. Komoditas unggulan Maluku Utara angat sedikit yang diekspor langsung ke luar negeri khususnya sejak berhentinya ekspor bijih nikel Maluku Utara pasca penerapan Undangundang Minerba Maluku Utara bukanlah provinsi berbasis industri atau manufaktur yang bergantung pada bahan baku impor pada proses produksinya Dampak minor terjadi pada tingkat harga, yaitu peningkatan harga beberapa komoditas yang diimpor seperti barang elektronik. (kenaikan 10 s/d 30 persen) Potensi risiko pada progress pembangunan smelter di mana bahan baku konstruksinya banyak menggunakan produk impor 8. Prospek pertumbuhan ekonomi tahun 2015 Proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 6,0& – 6,5% (yoy). Pendukung pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dipengaruhi oleh investasi, konsumsi rumah tangga dan ekspor. Sementara penghambat pertumbuhan diperkirakan disebabkan oleh konsumsi pemerintah dan industri pengolahan. Top pertumbuhan sektoral berasal dari sektor pertanian, pertambangan dan konstruksi. Sedangkan faktor pendorong akselerasi pertumbuhan sebagai berikut:
Panen tabama
Baseline effect dan pembangunan smelter
Infrastruktur jalan dan jembatan
Event Pilkada
Akselerasi realisasi anggaran Pemda
Pembangunan pembangkit listrik.
9
9. Upaya mendukung Unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Upaya
yang
telah
dilakukan
oleh
KPwDN
Bank
Indonesia
dalam
mendukung
Unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) agar dapat mengakses pembiayaan ke sektor perbankan dalam mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan: Langkah strategis BI
Uraian Pembentukan beberapa klaster ketahanan pangan dan pengendalian inflasi di 3 (tiga) kabupaten dan 1 (satu) kota, yakni Klaster Cabai & Klaster Bawang Merah Tujuan: kapasitas usaha petani dapat ditingkatkan dan kepastian pasar
Kluster
bisa lebih terjaga Bentuk: penguatan kelembagaan, pelatihan budidaya, pelatihan penanganan hama, pengolahan pasca panen, fasilitasi antara pedagang besar dan petani, pelatihan pembukuan, dan mediasi dengan perbankan Wadah kewirausahaan berupa Wirausaha Bank Indonesia (WUBI) yang saat ini beranggotakan 17 UMKM yang bergerak di berbagai sektor antara lain, agrobisnis, food & beverages, dan rempah-rempah.
Kewirausahaan (WUBI) Tujuan: meningkatkan skala usaha UMKM agar lebih bankable sehingga mampu mengakses layanan perbankan Bentuk: promosi melalui pameran-pameran, pelatihan pencatatan keuangan, pelatihan promosi dan periklanan, penguatan kelembagaan Layanan Keuangan Digital
Identifikasi
potensi daerah dalam rangka implementasi layanan
keuangan digital, dan rekomendasi wilayah prioritas LKD Penyaluran bantuan mesin combine harvester, mesin transplanter padi,
Kawasan Pertanian Terintegrasi
mesin penyiang rumput, pembuatan kandang sapi komunal, instalasi biogas Dampak: peningkatan luasan area tanam peningkatan kesejahteraan Jaringan pasar dengan harga yang relatif stabil
10
B. KANTOR PERWAKILAN OJK 1. Perkembangan Kinerja Perbankan di Provinsi Maluku Utara Total aset perbankan per Juni 2015 sebesar Rp7.496 miliar; Jumlah kantor Bank di Provinsi Maluku Utara sebagai berikut: -
21 Bank, 108 Kantor;
-
15 Bank Konvensional, 94 kantor;
-
3 Bank Syariah, 8 Kantor;
-
3 BPR, 6 Kantor.
Jumlah Kantor Industri Keuangan Non Bank sebagai berikut: -
Asuransi 4 Kantor;
-
Perusahaan pembiayaan 10 Kantor;
-
Pegadaian 4 Kantor.
Pembagian kredit di Provinsi Maluku Utara:
Pertumbuhan aset Perbankan: Aset perbankan terus meningkat dan mencapai Rp7.496 miliar, tumbuh 3,98%.
11
Pertumbuhan kredit: Kredit perbankan terus meningkat dan mencapai Rp5.877 miliar, tumbuh 7,45%
Kredit per sektor usaha
Perkembangan NPL: NPL masih cukup rendah yaitu 2,16%.
12
Dana Pihak Ketiga Provinsi Maluku Utara
Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR bank mengalami perbaikan dengan turun dari 106,04% menjadi 90,22%, seiring peningkatan DPK.
2. Kegiatan Pasar Modal Untuk kegiatan di sektor pasar modal saat ini tidak terdapat perusahaan sekuritas yang memiliki Kantor Cabang di Maluku Utara. Namun pengembangan pasar modal ditangani bersama dengan Bursa Efek Indonesia KC Manado yang juga membawahi Provinsi Maluku Utara dan saat ini terdapat 114 investor asal Provinsi Maluku Utara. 3. Data Pengaduan Total pengaduan tahun 2015 berjumlah 4 pengaduan dengan 3 pengaduan terkait perbankan dan 1 pengaduan terkait pembiayaan. Semua pengaduan telah diselesaikan secara prosedural dan tidak terdapat pengaduan lanjutan. 4. Kegiatan Literasi Keuangan Sosialisasi OJK kepada wartawan di Ternate, untuk meningkatkan pemahaman wartawan terkait dengan OJK, literasi keuangan dan perlindungan konsumen. 13
Pemuatan artikel edukasi keuangan secara rutin 1 (satu) minggu sekali di salah satu koran di Maluku Utara yang menjelaskan OJK, manfaat dan risiko dari lembaga jasa keuangan yang ada. 5. Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK senantiasa meminta penyaluran kredit menerapkan manajemen risiko yang baik dan memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit agar dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang sehat. Pengawasan off site: penelitian terhadap laporan-laporan dan pemberian surat pembinaan. Pengawasan on site: Pemeriksaan kepada lembaga jasa keuangan. 6. Pengaruh BI Rate Sejak BI Rate berubah pada Februari 2015 s.d posisi Juni 2015, Kredit di Provinsi Maluku Utara tumbuh Rp426M (7,82%) dari Rp5.451M menjadi Rp5.877M. -
kredit konsumtif meningkat Rp228M (6,54%)
-
kredit modal kerja meningkat Rp191M (13,32%)
-
kredit investasi meningkat Rp6M (1,117%).
Pertumbuhan tersebut menunjukkan upaya mendorong perekonomian melalui penyaluran kredit masih terus berjalan. 7. Mekanisme Koordinasi OJK senantiasa bekerja sama dengan seluruh pihak yang terkait untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang ada. Kerja sama yang telah terjalin antara lain kerja sama sharing data antara BI dengan OJK mengenai data perbankan maupun data lembaga jasa keuangan lainnya. OJK juga senantiasa melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi.
14
C. PEMERINTAH PROVINSI MALUKU UTARA 1. Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara dalam kurun waktu 5 (lima)tahun terakhir terlihat fluktuatif. Sementara pada tahun 2015 terjadi penurunan pada triwulan I, namun mengalami peningkatan pada triwulan II tahun 2015. 2. Tingkat kemiskinan Tingkat kemiskinan selama periode lima tahun terakhir (2009 – 2014) secara umum mengalami penurunan, yaitu dari 10,36 persen pada tahun 2009 menjadi 7,41 persen pada tahun 2014. Begitu pula dari sisi jumlah, secara umum mengalami penurunan, yaitu dari 98 ribu orang pada tahun 2009 menjadi 84,79 ribu orang pada tahun 2014. Penurunan jumlah penduduk miskin selama 5 (lima) tahun terakhir terutama terjadi di daerah pedesaan. Sedangkan pada daerah perkotaan, baik persentase maupun jumlah penduduk miskin secara umum mengalami kenaikan, yaitu sebanyak 8,72 ribu orang (3,10%) pada tahun 2009 menjadi 11,17 ribu orang (3,58%) pada tahun 2014. Pada setahun terakhir (2013 – 2014) jumlah penduduk miskin di Maluku Utara mengalami penurunan dari 85,58 ribu orang pada tahun 2013 menjadi 84,79 ribu jiwa pada tahun 2014. Berdasarkan Kabupaten/Kota, data terakhir yang tersedia baru sampai tahun 2013. Pada tahun 2013, kemiskinan tertinggi ada di Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Kemiskinan terendah di Kota Ternate dan Kota Tidore serta Kabupaten Halmahera Utara. 3. Tingkat pengangguran Tingkat pengangguran di Provinsi Maluku Utara pada bulan agustus tahun 2014 sebesar 5,29% dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 481.504 orang, jumlah ini berkurang sebanyak 11.853 orang dibandingkan keadaan Februari 2014 atau bertambah sebanyak 8.539 orang dari bulan agustus 2013. Keadaan ini menunjukkan tingkat pengangguran di Maluku Utara meningkat dibanding tahun 2013. Tingkat pengangguran terbuka dari tahun 2010 sampai 2013 terus mengalami penurunan namun pada tahun 2014 persentase TPT naik hingga mencapai 5,29%. 4. Upah Minimum Regional UMR Provinsi Maluku Utara tahun 2015 naik sebesar 9,5% dari tahun sebelumnya yatu dari 1,44 juta menjadi 1,577 juta, sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 248/KEP/KH/2014.
15
5. Indeks Pembangunan Manusia Perkembangan IPM Provinsi Maluku Utara menunjukkan kenaikan dalam 7 tahun terakhir. Namun meskipun terlihat meningkat, IPM Maluku Utara berada pada urutan ke-30 secara nasional. 6. Pertumbuhan ekonomi belum berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kemiskinan dan kenaikan IPM. Hal ini disebabkan karena sekitar 30% pertumbuhan ekonomi didorong oleh sektor konsumtif (konsumsi pemerintah dan swasta). 7. Transfer daerah merupakan pendapatan terbesar di Maluku Utara, yaitu rata-rata dalam 5 tahun sekitar 77,5% dari total pendapatan daerah. Hambatan yang dihadapi yaitu pembagian dana alokasi umum yang diterima dengan perhitungan luas daratan, sedangkan Maluku Utara merupakan wilayah kepulauan yang luas lautnya lebih daripada daratan. Diharapkan perhitungan alokasi dana diperhitungkan juga luas wilayah laut. 8. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi: Masih minimnya infrastruktur transportasi, listrik; Masih rendahnya SDM; Masih minimnya sarana dan prasarana ekonomi; Indeks kemahalan. 9. Strategi pembangunan daerah Maluku Utara dalam mendukung pembangunan nasional: Peningkatan kualitas sumber daya manusia; Pengembangan potensi lokal (perikanan dan kelautan, pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan pertambangan); Percepatan pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana penunjang; Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan. D. KANWIL KEMENTERIAN KEUANGAN PROVINSI MALUKU UTARA 1. Target dan Realisasi Penerimaan Negara dari sektor Pajak dan Bea dan Cukai Untuk sektor pajak, KPP Pratama Ternate merupakan unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak di bawah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara dengan Provinsi Maluku Utara sebagai wilayah kerja dari KPP Pratama Ternate dan KPP Pratama Tobelo.
16
Setiap tahun KPP Pratama Ternate dan KPP Pratama Tobelo dibebankan target penerimaan Pajak untuk wilayah Maluku Utara. (dlm Juta Rupiah) Target
Realisasi
Capaian
No.
Tahun
1
2011
946,727.92
720,017.83
76%
2
2012
874,454.59
899,835.07
103%
3
2013
1,133,591.63
912,097.27
80%
4
2014
1,130,504.03
1,136,160.75
101%
5
2015*
1,580,761.25
677,367.21
43%
Untuk sektor bea dan cukai, KPPBC TMP C Ternate merupakan unit vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di bawah KWBC DJBC Maluku, Papua, dan Papua Barat dengan Provinsi Maluku Utara sebagai wilayah kerja dari KPPBC TMP C Ternate. Setiap tahun KPPBC TMP C Ternate dibebankan target penerimaan Bea Masuk dan Bea Keluar. a. Penerimaan Bea Masuk Selama kurun waktu 5 ( Lima) tahun terakhir, pencapaian penerimaan Bea Masuk selalu berada di atas target yang ditetapkan. Berikut tabel target dan realisasi penerimaan Bea Masuk: (dlm Juta Rupiah) No.
Tahun
Target
Realisasi
Capaian
1
2010
3.314,14
7.733,08
233,3%
2
2011
3.021,15
5.318,09
176,0%
3
2012
7.024,63
7.183,06
102,3%
4
2013
1.008,00
1.157,60
114,8%
5
2014
155,00
396,03
255,5%
6
2015*
930,93
1289,76
138,5%
Konstribusi terbesar Penerimaan BM diperoleh dari kegiatan importasi dalam rangka pembangunan Smelter.
17
b. Penerimaan Bea Keluar Untuk Tahun 2015, KPPBC TMP C Ternate tidak dibebankan target penerimaan Bea Keluar seperti tahun-tahun sebelumnya, mengingat adanya kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor komoditi mineral. Berikut tabel target dan realisasi penerimaan Bea Keluar selama kurun waktu 5 (lima) tahun terkahir: (dlm Juta Rupiah) No.
Tahun
Target
Realisasi
Capaian
1
2010
1.751,26
0,00
0,0%
2
2011
0,00
0,00
-
3
2012
375.788,88
455.882,48
121,3%
4
2013
1.229.753,81
1.098.705,51
89,3%
5
2014
33.403,00
33.403,19
100,0%
6
2015*
0,00
0,00
-
Penerimaan BK sangat tergantung kepada Kebijakan Pemerintah khususnya terkait Eksportasi Mineral, Penerapan kebijakan terhadap larangan ekspor mineral mentah di Tahun 2015, berakibat pada hilangnya penerimaan BK. 2. Faktor-faktor yang menjadi kendala penerimaan negara Untuk sektor pajak, faktor yang menjadi kendala dalam memperlancar penerimaan pajak di KPP Pratama Ternate adalah sebagai berikut: a. Faktor Internal meliputi: 1) Jumlah SDM yang masih terbatas. Account Representative (AR) yang menjadi petugas pengawasan hanya berjumlah 12 orang. Hal ini tidak sebanding dengan jumlah Wajib Pajak yang harus diawasi kurang lebih sejumlah 73 ribu WP terdaftar. 2) Data internal yang dimiliki tidak mencakup transaksi-transaksi yang dilakukan secara underground (tanpa Faktur Pajak). b. Faktor Eksternal meliputi: 1) Wilayah geografis yang luas yang menghambat mobilitas dalam pengawasan 2) Kepatuhan Wajib Pajak yang rendah baik material (tidak melaporkan kondisi usaha yang sebenarnya), maupun formal (tidak menyampaikan SPT Tahunan/Masa)
18
3) Kurangnya dukungan dari pihak ketiga untuk mendapatkan data walaupun sudah ada kewajiban Lembaga/Kementerian/Asosiasi untuk menyampaikan data kepada DJP, namun sebagian masih belum dilaksanakan. 4) Sebagian besar Wajib Pajak masih melakukan kegiatan usaha tidak menggunakan perbankan (tunai), sehingga sulit untuk melakukan pengujian kebenaran peredaran usaha atas bisnis yang dilakukan. 5) Terbatasnya akses DJP terhadap data nasabah di perbankan, sehingga atas usaha yang dilaporkan oleh Wajib Pajak, DJP tidak dapat melakukan pengujian kebenarannnya secara akurat.. Sementara itu di sektor bea dan cukai, dalam meningkatkan penerimaan khususnya dari sektor Bea Masuk, KPPBC TMP Ternate telah membuat beberapa strategi dalam pencapaian penerimaan, antara lain: a.
Pemeriksaan Fisik Barang Impor dilakukan secara mendalam;
b.
Penelitian Dokumen yang mendalam terhadap Pemberitahuan Nilai Pabean dan Tarif;
c.
Berkoordinasi dengan PT Pos Indonesia untuk menghidupkan lagi Pos Lalu Bea;
d.
Melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan pihak terkait guna: Mendorong pembangunan Smelter, Mendorong KEK Morotai, dan Membuka Ekspor (komoditi Kopra dan Ikan).
3. Kinerja pengawasan barang kena cukai (preventif dan represif) a. KPPBC TMP C Ternate telah melakukan 3 (tiga) penindakan Barang Kena Cukai MMEA (2015); b. KPPBC TMP C Ternate bersama-sama dengan KWBC melakukan penindakan terhadap Kapal Nelayan asing asal Filipina (2014). 4. Pengawasan dan Pembinaan terhadap Aparat Pajak dan Bea Cukai Untuk mengantisispasi kebocoran uang Negara pada sektor perpajakan, dilakukan pengawasan dan pembinaan untuk menjaga integritas dan transparansi diantaranya melalui: a. Whistle blowing system b. Membentuk komunitas “DJP Bersih Ditangan Kita” c. Sistem absensi fingerprint untuk memonitor kehadiran pegawai d. Adanya surat ijin melakukan visit yang ditandatangani oleh Kepala Kantor apabila pegawai akan melakukan kunjungan kepada Wajib Pajak 19
e. Adanya Berita Acara yang ditandatangani oleh petugas dan Wajib Pajak meliputi hal-hal yang dibicarakan dalam hal pemberian konseling kepada Wajib Pajak f. Pembinaan dari atasan langsung secara continue untuk menjaga integritas pegawai agar tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun (gratifikasi) yang terkait dengan tugas dan perkerjaan. g. Internalisasi corporate value melalui IHT, outbond dan lain-lain Sementara itu di sektor bea dan cukai, dalam rangka menghindari kebocoran uang Negara, KPPBC TMP C Ternate melakukan
program pembinaan kepada pegawai dalam melakukan
tugasnya dengan menerapkan strategi antara lain: a. Internalisasi dan Implementasi secara terus-menerus Values dan budaya kerja kementerian keuangan, khususnya integritas b. Meningkatkan efektifitas Unit kepatuhan internal yg secara rutin melakukan penilaian kinerja dan prilaku pegawai c. Penandatanganan Pakta integritas untuk seluruh pegawai d. Menciptakan saluran pengaduan bagi masyarakat pengguna jasa melalui Aplikasi Sipuma (Sistem Pengaduan Masyarakat). e. Membuka loket layanan aduan masyrakata pengguna jasa. 5. Penyerapan Anggaran Kanwil Kementerian Keuangan di Provinsi Maluku Utara a) Penyerapan Anggaran dari tahun 2013 – 2015 (sd. Tanggal 11 September 2015) Pergerakan Realisasi Bulanan Tahun 2013-2015 di wilayah Maluku Utara 100,00% 50,00% 0,00%
2013 2013 acc
2014 2014 acc
2015 2015 acc
Melihat tampilan grafik diatas, dapat dilihat bahwa pergerakan penyerapan/realisasi anggaran pada tahun 2015 lebih lamabat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, hal tersebut dipicu oleh 20
adanya proses APBN-P di awal tahun yang memerlukan penyelesaian revisi di tingkat pusat serta perubahan struktur dan nomenklatur Kementerian/Lembaga sebagai dampak implementasi Perpres Nomor 165 Tahun 2014. Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Tahun 2013-2015 di wilayah Maluku Utara (dlm jutaan rupiah)
JENIS BELANJA BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL TOTAL
PAGU 827,980.12 1,154,996.91 1,939,182.09 292,354.14 4,214,513.26
2013 REALISASI 717,150.02 1,019,543.72 1,897,708.50 281,352.78 3,915,755.02
% REAL PAGU 825,275.01 86.6% 88.3% 1,269,651.95 97.9% 2,629,302.70 244,603.54 96.2% 92.9% 4,968,833.20
2014 REALISASI 770,416.25 1,150,329.05 2,514,935.81 236,848.23 4,672,529.34
% REAL PAGU 93.4% 974,311.32 90.6% 1,454,111.28 95.7% 3,542,757.04 96.8% 145,108.48 94.0% 6,116,288.12
2015 REALISASI 677,313.51 598,786.73 1,441,954.57 74,630.12 2,792,684.94
% REAL 69.5% 41.2% 40.7% 51.4% 45.7%
Realisasi Anggaran Per Prov/Kab/Kota dan Per Jenis Kewenangan Tahun 2013-2015 di wilayah Maluku Utara (dlm jutaan rupiah)
21
Penyerapan Anggaran secara khusus pada Bagian Anggaran Kementerian Keuangan (BA.015) selama 3 tahun terakhir (dlm jutaan rupiah) UNIT ESELON I
JENIS BELANJA
BELANJA BARANG BELANJA MODAL DITJEN PAJAK BELANJA PEGAWAI Total BELANJA BARANG BELANJA MODAL DITJEN BEA DAN CUKAI BELANJA PEGAWAI Total BELANJA BARANG BELANJA MODAL DITJEN PERBENDAHARAAN BELANJA PEGAWAI Total BELANJA BARANG BELANJA MODAL DITJEN KEKAYAAN NEGARA BELANJA PEGAWAI Total TOTAL
PAGU 11,883.40 7,360.68 5,712.69 24,956.77 1,819.42 12.00 1,448.15 3,279.57 5,109.24 952.65 5,397.62 11,459.50 1,939.88 259.16 1,088.04 3,287.08 42,982.92
2013 BELANJA 10,374.16 7,017.60 5,352.36 22,744.12 1,816.55 11.97 1,442.85 3,271.37 5,084.08 933.82 4,647.68 10,665.58 1,931.64 258.82 1,080.70 3,271.16 39,952.23
% 87.30% 95.34% 93.69% 91.13% 99.84% 99.73% 99.63% 99.75% 99.51% 98.02% 86.11% 93.07% 99.58% 99.87% 99.33% 99.52% 92.95%
PAGU 10,986.03 188.50 6,136.39 17,310.93 1,854.96 159.50 1,755.10 3,769.56 5,425.53 1,855.95 4,909.61 12,191.09 2,018.59 156.45 1,192.80 3,367.84 36,639.42
2014 BELANJA 9,918.87 178.35 5,569.76 15,666.98 1,833.03 158.88 1,387.57 3,379.47 5,421.98 1,837.01 4,718.99 11,977.97 1,866.70 156.45 1,156.82 3,179.98 34,204.41
% 90.29% 94.62% 90.77% 90.50% 98.82% 99.61% 79.06% 89.65% 99.93% 98.98% 96.12% 98.25% 92.48% 100.00% 96.98% 94.42% 93.35%
2015 PAGU BELANJA % 15,774.72 6,577.32 41.70% 515.98 210.57 40.81% 6,662.33 4,609.21 69.18% 22,953.03 11,397.10 49.65% 2,089.79 1,393.31 66.67% 2,500.60 1,504.97 60.18% 1,548.38 1,225.52 79.15% 6,138.77 4,123.80 67.18% 5,814.81 3,480.20 59.85% 1,202.74 330.51 27.48% 5,044.25 3,769.11 74.72% 12,061.80 7,579.82 62.84% 1,947.11 1,069.55 54.93% 36.80 36.43 98.98% 1,262.44 963.68 76.33% 3,246.36 2,069.65 63.75% 44,399.95 25,170.37 56.69%
b) Faktor-faktor yang memperlancar proses penyerapan anggaran Implementasi SPAN mulai bulan Februari Tahun 2015 yang mendukung otomatisasi sistem dari pengguna anggaran yang ada di setiap Kementerian Negara/Lembaga, dengan menggunakan konsep database yang terintegrasi membuat proses bisnis berjalan secara otomatis sehingga mampu meminimalisir kesalahan input manual dan mewujudkan konsep go green melalui konsep paperless dan less paper yang menyertainya. Penyerahan dokumen anggaran (DIPA) sebelum tahun anggaran berjalan kepada satker Kementerian Negara/Lembaga yang ada di daerah. Penyederhanaan proses bisnis pengesahan Revisi DIPA dalam 1 atap dengan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sehingga diharapkan proses penyelesaian administrasi DIPA akan cepat selesai, khususnya pengesahan DIPA pada Kanwil Ditjen Perbendaharaaan hanya diselesaikan dalam waktu 1 hari yang tahun sebelumnya 5 hari. Pembatasan pengajuan pencairan dana di KPPN pada akhir tahun anggaran untuk mendorong penarikan dana lebih awal.
22
Melakukan penyederhanaan persyaratan pengajuan perintah bayar dengan tetap mengedepankan fungsi pengujian perintah bayar tersebut. Penyempurnaan proses pelelangan pengadaan barang dan jasa melalui diterbitkannya Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Namun hal ini belum dapat dilaksanakan sepenuhnya mengingat pemahaman pejabat pengadaan atas Perpres tersebut belum memadai. Menyampaikan usulan untuk sumbangan dalam rangka menyusun harga satuan sehingga dapat digunakan khususnya di Provinsi Maluku Utara. Melakukan reviu pelaksanaan anggaran sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan proses bisnis pelaksanaan anggaran. Memberikan akses data pagu dan realisasi yang seluas-luasnya pada K/L untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyerapan anggaran. Koordinasi yang intens dengan satker untuk mengetahui kendala dan mencari solusi permasalahan yang dihadapi. Pembukaan KPPN filial di sofifi untuk mendekatkan diri dengan lokasi dan meningkatkan pelayanan kepada satker. Upaya pembinaan melalui diklat, bimtek, sosialisasi aturan/ketentuan serta aplikasi di bidang pelaksanaan anggaran. Fokus lain yang juga merupakan tantangan dalam pelaksanaan anggaran adalah terkait efisiesi dan efektifitas dari realisasi/penyerapan anggaran. Selama ini pelaksanaan anggaran lebih fokus terhadap jumlah realisasi tanpa banyak mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran terhadap tercapainya output dan outcome. Untuk itu Kanwil Ditjen Perbendaharaan melakukan review pelaksanaan anggaran yang hasilnya menjadi bahan pertimbangan bagi kebijakan penganggaran tahun berikutnya. c) Kendala-Kendala dalam Proses Penyerapan Anggaran Secara umum permasalahan penyerapan anggaran dari tahun ke tahun relatif sama, yakni terdapat penyerapan dana yang tidak proporsional (menumpuk di akhir tahun) sehingga penggunaan dana menjadi tidak optimal karena program-program pemerintah tidak dapat segera dirasakan hasilnya oleh masyarakat. Hal ini disebabkan antara lain: a.
Perencanaan dan Penganggaran/Revisi Anggaran (38,5%)
Kurang cepatnya revisi anggaran atas APBN-P 23
Perubahan nomenklatur kementerian/lembaga
Keterlambatan penerbitan atau belum diterimanya DIPA Satker
Lemahnya perencanaan program dan kegiatan serta koordinasi antara bagian perencanaan dan pelaksana kegiatan, termasuk diantaranya ketidaksesuaian antara rencana dengan kebutuhan (riil)
b.
c.
Blokir anggaran yang diakibatkan belum dilengkapinya persyaratan.
Ketentuan Pendukung Pelaksanaan Program (5,4%)
Keterlambatan/belum terbitnya petunjuk teknis kegiatan
Persetujuan design gambar yang lambat
Mekanisme Pembayaran (6,6%)
Adanya perubahan penggunaan kode akun untuk belanja bansos ke belanja barang
(contoh: BOS Madrasah)
Adanya kesalahan pencantuman daftar supplier sehingga tagihan ditolak KPPN (sistem)
d.
Pengadaan Barang dan Jasa (15,7%)
Proses teknis dan administratif pengadaan yang membutuhkan waktu relatif lama
Adanya gagal lelang akibat penyedia barang terbatas (tidak memenuhi persyaratan/spesifikasi)
Keterbatasan SDM antara lain kompetensi pejabat pengadaan barang dan jasa, rangkap tugas dalam jabatan panitia pengadaan, dll.
e.
Pelaporan (0,3%)
Satker sering terlambat dalam menyampaikan laporan keuangan sehingga belum dapat melakukan pertanggungjawaban atas uang persediaan yang sudah digunakan.
f.
Teknis Lainnya (20,2%)
Perencanaan kegiatan dan pembayaran sebagian besar dilaksanakan di semester II.
g.
Kegiatan sedang berjalan/belum selesai sehingga belum dapat ditagihkan.
Non Teknis lainnya (13,3%)
Keterlambatan penerbitan SK Penunjukan pejabat perbendaharaan (PPK, PP SPM, dan Bendahara Pengeluaran) . 24
Adanya kebijakan terkait pencairan anggaran hanya terbatas untuk output 001 dan 002.
Faktor iklim sehingga terjadi penundaan pelaksanaan kegiatan (contoh: musim tanam).
Faktor lokasi (geografis) sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pertanggungjawaban dana.
6. Penerimaan Pajak dan Bea dan Cukai a. Data penerimaan Pajak dan Bea Cukai Data penerimaan pajak dan bea dan cukai di Provinsi Maluku Utara selama 5 (lima) tahun terakhir sebagai berikut:
b. Jumlah Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi Jumlah wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi di Provinsi Maluku Utara dalam 5 (lima) tahun terakhir sebagai berikut:
25
c. Langkah peningkatan penerimaan pajak dan bea dan cukai Pada sektor perpajakan, langkah yang ditempuh oleh Kementerian Keuangan untuk meningkatkan penerimaan pada tahun ini adalah: 1) Pencanangan tahun 2015 sebagai tahun pembinaan, dengan menerbitkan PMK91/PMK.03/2015 mengenai pengurangan/penghapusan sanksi administrasi 2) Memperkuat basis data internal melalui program e-Faktur Pajak, geotagging, MPN G2 3) Melakukan visit (kunjungan), himbauan kepada Wajib Pajak potensial (Penyelenggara Negara/LHKPN, Notaris/PPAT, dokter, jasa konstruksi, bahan bangunan, minimarket,). 4) Melakukan law enforcement dengan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak bersedia melakukan pembetulan SPT dalam rangka tahun pembinaan. 5) Melakukan penagihan aktif melalui blokir rekening, sita, dan pencegahan terhadap penanggung pajak. 6) Memanfaatkan data pihak ketiga (LHKPN, KSEI, agunan, kredit bank) yang ada di Sistem Informasi DJP. d. Kendala yang dihadapi Untuk sektor pajak, kendala yang dihadapi dalam upaya mempelancar dan meningkatkan penerimaan sector perpajakan: 1) Data Perbankan belum bisa diakses oleh DJP. 2) Belum adanya reward kepada Lembaga/Kementerian/Asosiasi/pihak ketiga lainnya, yang menyampaikan data kepada DJP, serta tidak ada punishment apabila tidak memberikan data. Untuk sektor bea dan cukai, kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian penerimaan dan pengawasan antara lain: 1) Terbatasnya jumlah SDM dan Kesediaan Sarana Patroli laut yang tidak sesuai dengan luas wilayah kerja pengawasan; 2) Importasi untuk pembangunan Smelter yang menggunakan Fasilitas BKPM dengan mendapat Pembebasan Bea Masuk; 3) Importasi yang menggunakan Fasilitas Skema Preferensi Tarif (COO) antara lain Form D dan Form E;
26
4) Importasi yang melalui KPPBC TMP C Ternate tidak berlangsung secara Reguler (sewaktu-waktu), sehingga sulit memprediksi penerimaan. 5) Kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor komoditi Minerba yang membuat hilangnya potensi penerimaan Bea Keluar. e. Target penerimaan Pajak dan Bea dan Cukai Untuk sektor pajak, target penerimaan pajak di KPP Pratama Ternate seyogyanya lebih realistis (dikurangi), karena adanya dampak perlambatan pertumbuah ekonomi regional, kenaikan PTKP dan lesunya kegiatan pertambangan sebagai akibat dari UU Minerba yang melarang ekspor bahan tambang mentah. Untuk sektor bea dan cukai, target penerimaan Bea dan Cukai di KPPBC pada tahun 2015 turun drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor komoditi Minerba sehingga membuat hilangnya potensi penerimaan Bea Keluar f.
Jumlah aset/kekayaan negara yang ada di Provinsi Maluku Utara Tahun 2015 s.d semester I, jumlah aset/kekayaan negara yang berada di Provinsi Maluku Utara berjumlah Rp59.995.580.440.293 (Hasil Rekonsiliasi Data BMN). Terkait Penilaian Barang Milik Negara (BMN), semua BMN di provinsi Maluku Utara telah dilakukan penilaian pada kegiatan Inventarisasi dan Penilaian yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tahun 2008 – 2010. Dalam hal penertiban aset, sebagian besar BMN telah dilakukan penertiban baik penertiban administrasi, hukum, maupun fisik. namun terdapat beberapa BMN yang masih belum tertib, contohnya Lapas Tobelo yang belum punya bukti kepemilikan atas tanah; Aset yang telah dimanfaatkan pihak ketiga (berupa sewa ATM) yang belum mendapat persetujuan pemanfaatan dari Pengelola. Kendala dan Permasalahan dalam pengelolaan kekayaan negara di Maluku Utara antara lain: 1)
Kondisi Geografis; Kondisi Geografis memiliki pengaruh dalam pelaksanaan pengelolaan aset, baik pengelolaan aset yang dilaksanakan oleh stakeholder (pengamanan fisik, maupun pelaporan pencatatan aset) maupun oleh pengelola barang (pengawasan dan 27
pengendalian BMN, cek fisik pengelolaan BMN). Namun dengan adanya digitalisasi pelaporan BMN melalui Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN), kendala geografis dapat berkurang terhadap daerah kabupaten kota yang memiliki fasilitas internet, namun untuk stakeholder yang berada di kabupaten kota yang tidak memiliki fasilitas internet yang memadai tetap melakukan pelaporan ke daerah yang memiliki fasilitas internet; 2)
Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman pengelolaan barang milik negara pada stakeholder masih kurang; Tahun 2006 merupakan awal pencatatan dan pengelolaan kekayaan negara baik berupa kekayaan yang dimiliki Negara (Barang Milik Negara) maupun yang dikuasai Negara. Pada saat itu tingkat pengetahuan dan pemahaman pengelolaan Barang Milik Negara oleh Pengguna Barang masih kurang. Untuk itu dalam kurun waktu tahun 2006 – 2015, telah dilaksanakan Sosialisasi peraturan perundang-undangan serta workshop terkait aset dengan tujuan untuk memberi pemahaman akan pentingnya aset. Hal ini terlihat dengan sudah tertibnya satuan kerja melakukan pelaporan serta pengeloaan aset secara umum. Penyempurnaan peraturan pengelolaan aset yang cepat juga membutuhkan sosialisasi kepada seluruh stakeholder sehingga masih terdapat satuan kerja yang masih belum memahami beberapa peraturan pengelolaan BMN terbaru;
3)
Luasnya cakupan pengelolaan Kekayaan Negara Pengelolaan Kekayaan Negara mencakup aset yang dimiliki negara dalam hal ini BMN yang digunakan oleh Kementerian Lembaga Negara dan aset yang dikuasai negara contoh aset bekas asing/tiongkok dan lain-lain. Setiap bentuk kekayaan negara (aset eks. KKKS, BMN, ABMA/T, dll) memiliki peraturan pengelolaan yang berbeda-beda sehingga membutuhkan keahlian yang berbeda/spesifik.
g. Langkah-langkah tindak lanjut Tiga Paket Kebijakan September I yang dikelaurkan Pemerintah pada 9 September 2015 Untuk sektor pajak, penjabaran Paket Kebijakan di laksanakan oleh Kantor Pusat DJP, namun kebijakan yang selama ini telah berjalan sudah mendukung paket Kebijakan September dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas harga, antara lain: Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 berdasarkan PMK-91/PMK.03/2015, 28
kenaikan PTKP berdasarkan PMK 122/PMK.010/2015, tax allowance sesuai PMK 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Disamping meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Paket Kebijakan September secara operasional diproyeksikan akan mendorong peningkatan penerimaan pajak. Untuk sektor bea dan cukai, dalam rangka mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai salah satu upaya untuk penguatan daya saing perekonomian, diperlukan kebijakan dan strategi dalam pencapaiannya. Hal ini sesuai dengan Visi, Misi, dan Strategi yang telah ditetapkan dalam dalam lampiran Keputusan Menteri Keuangan nomor 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan 2014-2015. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai upaya penyempurnaan Visi dan Misi telah mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor KEP-105/BC/2014 tanggal 29 Agustus 2014 tentang Visi, Misi dan Fungsi Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Di dalam keputusan tersebut visi DJBC adalah “Menjadi institusi kepabeanan dan cukai terkemuka di dunia” Sementara Misi DJBC adalah: 1. Memfasilitasi perdagangan dan industri 2. Melindungi perbatasan dan masyarakat Indonesia dari penyelundupan dan perdagangan ilegal 3. Mengoptimalkan penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai Sedangkan fungsi utama DJBC saat ini adalah: 1. Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemberian fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran. 2. Mewujudkan iklim usaha dan investasi yang kondusif dengan memperlancar logistik impor dan ekspor melalui penyederhanaan prosedur kepabeanan dan cukai serta penerapan manajemen resiko yang handal. Sementara itu, dari sisi pengeluaran/belanja Negara, Ditjen Perbendaharaan terus berupaya untuk mendorong percepatan realisasi belanja terutama belanja yang bersifat strategis dan merupakan prioritas nasioanl yang mendukung perkembangan investasi dan perekonomian di daerah Maluku Utara seperti di bidang infrastuktur. Secara rutin, Kanwil Ditjen Perbendaharaan melakukan monitoring dan pembinaan dalam hal pelaksanaan
29
anggaran. Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan kelancaran pelaksanaan pengelolaan dana desa, bersama-sama dengan pemerintah daerah, Kanwil Ditjen Perbendaharaan melakukan sosialisasi ke beberapa daerah di wilayah Maluku Utara mengenai ketentuanketentuan terkait pengelolaan dana desa.
E. KANTOR PERWAKILAN BPS MALUKU UTARA i. Data sosial ekonomi Provinsi Maluku Utara a. Jumlah penduduk Jumlah penduduk Maluku Utara selama 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Kabupaten Halmahera Selatan, sebagai kabupaten dengan jumlah kecamatan terbanyak (30 kecamatan) di Maluku Utara memiliki penduduk paling banyak, yaitu sebesar 215.791 jiwa pada tahun 2014. Kota Ternate menempati urutan kedua terbanyak dengan jumlah penduduk sebanyak 207.789 jiwa pada tahun 2014.
b. Pendapatan perkapita Pendapatan per kapita yang dihitung melalui PDRB per kapita di Maluku Utara menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2010 PDRB per kapita Maluku Utara sebesar Rp14,36 juta. Pada tahun 2014, pendapatan per kapita penduduk di Maluku Utara sebesar Rp21,12 juta.
30
c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan menurut lapangan usaha di Provinsi Maluku Utara periode tahun 2010-2014 sebagai berikut:
d. Pertumbuhan ekoonomi Secara umum, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara dari tahun 2010-2014 sudah cukup baik. Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sebesar 6,80%, meningkat menjadi 6,98% di tahun 2012. Pada tahun 2013 dan 2014 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan namun sedikit melambat, masing-masing sebesar 6,37 dan 5,49%. e. Struktur ekonomi Struktur pertumbuhan Maluku Utara masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dimana kontribusi sektor ini sekitar 25 – 26%, diikuti oleh kategori selanjutnya yaitu dari perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor serta administrasi pemerintahan masing-masing 17% dan 16%.
31
f. Inflasi Pada bulan agustus 2015, Ternate mengalami inflasi sebesar 1,56 (peringkat ketiga secara nasional). Inflasi Kota Ternate tahun 2010 – 2015 sebagai berikut:
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Jan „15 Feb „15 Mar „15 Apr „15 Mei „15 Jun „15 Jul „15 Aug „15
Inflasi Ternate Nasional 5,32 4,52 3,29 9,78 9,34 -0,55 -0,83 0,35 0,62 0,65 0,89 0,90 1,56
0,24 -0,36 0,17 0,36 0,5 0,54 0,93 0,39
g. Gini Ratio (indeks ketimpangan pendapatan)
Kab/Kota
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Halmahera Barat
0,286
0,230
0,278
0,311
0,255
0,252
0,223
0,249
Halmahera Tengah
0,299
0,286
0,270
0,261
0,286
0,282
0,257
0,339
Kepulauan Sula
0,231
0,291
0,270
0,326
0,316
0,317
0,267
0,295
Halmahera Selatan
0,224
0,317
0,265
0,285
0,248
0,266
0,274
0,303
Halmahera Utara
0,291
0,272
0,281
0,295
0,283
0,338
0,253
0,312
Halmahera Timur
0,189
0,318
0,226
0,308
0,297
0,261
0,248
0,271
0,308
0,262
0,287
0,315
0,288
Pulau Morotai Ternate
0,246
0,278
0,217
0,233
0,276
0,289
0,254
0,293
Tidore Kepulauan
0,284
0,250
0,200
0,227
0,251
0,239
0,257
0,222
Provinsi Maluku Utara
0,315
0,327
0,304
0,319
0,335
0,332
0,315
0,324
32
ii. Upaya dan koordinasi yang dilakukan BPS dalam rangka TPID a. Dalam rangka upaya menjaga kualitas data inflasi BPS Provinsi Maluku Utara melakukan langkah-langkah sebagai berikut: - Melakukan pencacahan sesuai SOP yang ditetapkan oleh BPS baik periode pecacahan (mingguan, dua mingguan dan bulanan) maupun komoditas barang/jasa. - Pencacahan dilakukan terhadap 382 komoditi hasil Survey Biaya Hidup (SBH) tahun 2012. - Melakukan monitoring lapangan terhadap hasil pencacahan terutama komoditas strategis (9 komoditas bahan pokok). - Menambah frekuensi pencacahan terhadap komoditas tertentu pada momen seperti harihari besar yang fluktuasi harganya relatif cepat. - Melakukan survei volume komoditas tertentu dalam rangka meningkatkan akurasi data harga komoditi. b. Upaya koordinasi BPS dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, BPS melakukan langkahlangkah sebagai berikut: - Menyampaikan hasil rilis inflasi tiap bulan kepada anggota TPID sebagai bahan evaluasi kebijakan. - Menghadiri rapat-rapat koordinasi anggota TPID yang terkait dengan inflasi yang terjadi. - Menyampaikan data penyumbang inflasi serta komoditi yang memberi share besar terhadap angka inflasi. III. PENUTUP Demikian Laporan Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Provinsi Maluku Utara. Kami mengharapkan berbagai data dan informasi yang diperoleh didalam laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan serta ditindaklanjuti dalam Rapat-rapat Komisi XI DPR RI. Jakarta, September 2015 TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI XI DPR RI PROVINSI MALUKU UTARA Ketua,
H. Gus Irawan Pasaribu, SE., Ak., MM A- 327 33