Laporan Tahunan 2016 DIREKTORAT P2 MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA
DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ENYAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, karena atas izin nya laporan tahunan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Ditjen P2P Kementerian Kesehatan Tahun 2016 telah dapat diselesaikan. Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai pencapaian target indikator kinerja, pelaksanaan program dan kegiatan, alokasi dan realisasi anggaran, sarana dan prasarana seperti sumber daya manusia, aset BMN yang terdapat pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza serta sebagai bentuk pertanggungjawaban Direktur Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza kepada pihak-pihak terkait. Laporan laporan tahunan 2016 ini semoga dapat menjadi bahan evaluasi dan tolak ukur dalam pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dan menjadi bahan perbaikan untuk masa yang akan datang.
Jakarta, 30 Desember 2016 Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
Dr.dr. Fidiansjah,SpKJ,MPH NIP 196306271988121002
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 2
TIM PENYUSUN
1. Direktur P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza 2. Kasubdit dan Kasie P2 Masalaha Kesehatan jiwa pada Anak dan Remaja 3. Kasubdit dan Kasie P2 Masalah Kesehatan Jiwa dewasa dan Usia lanjut 4. Kasubdit dan Kasie P2 Napza 5. Kasubbag Tata usaha 6. Staf Perencanaa 7. Staf Keuangan 8. Staf Sak dan Siman BMN 9. Staf Kepegawaian
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 3
KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK
BAB I. ANALISA SITUASI AWAL TAHUN A. Hambatan Tahun Lalu B. Kelembagaan C. Sumber Daya 1. Sumber Daya Manusia 2. Sarana dan Prasarana 3. Alokasi Belanja BAB II. TUJUAN DAN SASARAN KERJA A. Dasar Hukum B. Tujuan, Sasaran dan Indikator 1. Tujuan 2. Sasaran 3. Indikator BAB III. STRATEGI PELAKSANAAN A. Strategi Pencapaian Tujuan dan Sasaran B. Hambatan Dalam Pelaksanaan Strategi C. Terobosan Yang Dilakukan BAB IV. HASIL KERJA A. Pencapaian, Tujuan Dan Sasaran Program P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza B. Pencapaian Kinerja C. Realisasi Anggaran BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran BAB VI. LAMPIRAN A. LAMPIRAN : Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 4
BAB I ANALISA SITUASI AWAL TAHUN
A.
Hambatan Tahun Lalu 1. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa pada Anak dan Remaja a. Mekanisme sistim pelaporan belum dilaksanakan secara berkesinambungan b. Kurangnya advokasi dan sosialisasi tentang penyelenggaraan layanan keswa di RSU c. Rencana penyelenggaraan layanan keswa membutuhkan waktu d. Prioritas anggaran APBN yang diberikan pertahun belum untuk penyediaan layanan keswa e. Sumber daya tidak memadai (ruang poli, rawat inap, dan tenaga berprofesi keswa) 2. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa pada Dewasa dan Usia Lanjut a. Perubahan definisi operasional indikator renstra di tengah tahun berjalan (meningkatnya target jumlah puskesmas menjadi 20% di tiap kab/kota) mengharuskan program dan daerah untuk segera menyesuaikan diri, dan beberapa kabupaten/kota yang meskipun sudah memiliki puskesmas dengan layanan jiwa, karena masih jauh dari jumlah minimal 20% tersebut maka belum dimasukkan dalam capaian indikator b. Kemampuan kabupaten/kota yang masih kurang dalam melaksanakan pelatihan keswa bagi nakes puskesmas c. Perubahan struktur organisasi juga terjadi di daerah sehingga terjadi pergantian penanggung jawab program keswa 3. Kegiatan P2 Masalah Napza a. Belum optimalnya sosialisasi Program Keswa dan napza di Unit UPT Ditjen P2P terutama KKP dan BTKL b. Perubahan struktur organisasi yang semula Ditkeswa di bawah Ditjen BUK menjadi DitP2MKJN di bawah Ditjen P2P sehingga tupoksi lebih Fokus Ke Promotif dan Preventif sedangkan Keswa dan Napza juga melaksanakan upaya Kuratif dan Rehabilitatif c. Indikator Keswa dan napza belum di dukung KKP dan BTKL terutama dalam upaya Promotif dan Preventif d. Klaim rehabilitasi Medis bagi penyalahguna Napza belum ditanggung di JKN sehingga masih menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan e. Pembinaan fasyankes (Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik) yang melaksanakan program Keswa dan Napza belum didukung oleh Ditjen Yankes sebagai pembina Fasyankes
B.
Kelembagaan Berdasarkan Permenkes Nomor 64 Tahun 2015, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 5
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza 2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza 3. Penyiapan penyusunan norma,standar, prosedur dan kriteria dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza 5. Pemantauan,evaluasi, dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza terdiri atas : 1. Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja . Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak; b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ; c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ; d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ; e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ; Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja terdiri atas 2(dua) seksi : a. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak . b. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Remaja yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Remaja 2. Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut . Laptah 2016_P2MKJN
Hal 6
Dalam melaksanakan tugas, Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ; b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ; c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ; d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ; e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ; Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut terdiri atas 2(dua) seksi : c. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa . d. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Usia Lanjut yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Usia Lanjut 3. Subdirektorat Masalah Penyalahgunaan Napza mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Masalah Penyalahgunaan Napza . Dalam melaksanakan tugas, Subdit Masalah Penyalahgunaan Napza menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi. b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi. c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi. d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi. e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi. Subdit Pencegahan Penyalahgunaan Napza terdiri atas 2(dua) seksi : a. Seksi Masalah Penyalahgunaan Napza di Institusi yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Masalah Penyalahgunaan Napza di Institusi. b. Seksi Masalah Penyalahgunaan Napza di Masyarakat yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Masalah Penyalahgunaan Napza di Masyarakat Laptah 2016_P2MKJN
Hal 7
4. Sub Bag tata usaha mempunyai tugas melakukan koordinasi penyusunan rencana program dan anggaran, pengelolaan keuangan dan barang milik negara, evaluasi dan pelaporan, urusan kepegawaian, tata laksana kearsipan, dan tata persuratan, serta kerumah tanggaarn direktorat.
DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA SUBBAGIAN TATA USAHA
SUBDIREKTORAT MASALAH KESEHATAN JIWA ANAK DAN REMAJA
SUBDIREKTORAT MASALAH KESEHATAN JIWA DEWASA DAN LANJUT USIA
SUBDIREKTORAT MASALAH PENYALAHGUNAAN NAPZA
SEKSI KESEHATAN JIWA ANAK
SEKSI KESEHATAN JIWA DEWASA
SEKSI MASALAH PENYALAHGUNAAN NAPZA DI MASYARAKAT
SEKSI KESEHATAN JIWA REMAJA
SEKSI KESEHATAN JIWA LANJUT USIA
SEKSI MASALAH PENYALAHGUNAAN NAPZA DI INSTITUSI
C. Sumber Daya 1. SDM Manusia Jumlah SDM Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sebagai berikut: Jumlah PNS Per Januari 2016 : 45 Orang Jumlah PNS Pensiun : 1 Orang Jumlah PNS Per Desember 2016 : 44 Orang Honorer Pramubakti : 4 Orang Honorer Pengemudi : 1 Orang SDM BERDASARKAN GOLONGAN No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Laptah 2016_P2MKJN
Golongan Pengatur Tk. I - II/d Penata Muda - III/a Penata Muda Tk. I - III/b Penata - III/c Penata Tk. I - III/d Pembina - IV/a Pembina Tk. I - IV/b Pembina Utama Madya - IV/d TOTAL
Jumlah 1 5 11 9 11 4 2 1 44
Presentase 2% 11% 25% 20% 25% 9% 5% 2% 100% Hal 8
SDM BERDASARKAN JENIS KELAMIN No 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan TOTAL
Jumlah 10 34 44
Presentase 23% 77% 100%
SDM BERDASARKAN UMUR
No 1. 2. 3. 4.
UMUR 50 – 60 40 – 50 30 – 40 20 – 30 TOTAL
Jumlah 18 10 15 1 44
Presentase 41% 23% 34% 2% 100%
SDM BERDASARKAN PENDDIDIKAN No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Akademi Diploma III Diploma IV Sarjana (S.1) Pasca Sarjana (S.2) Doktor (S.3) Spesialis/Akta-V TOTAL
Jumlah 8 1 3 1 10 16 1 4 44
Presentase 18% 2% 7% 2% 23% 36% 2% 9% 100%
2. Sarana dan Prasarana Berdasarkan Laporan posisi BMN per 31 Desember 2016 pada Direktorat pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sebesar Rp. 2.436.041.368 dengan rincian sebagai berikut :
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 9
Laporan posisi BMN per 31 Desember 2016
NO
Uraian
Nilai BMN
AKM Penyusutan
Nilai Netto
1
Barang Komsumsi
62.765.600,-
0
62.765.600
2
Barang persedian lainnya untuk dijual/diserahkan ke masyarakat
32.732.897,-
0
32.732.879
3
Peralatan dan Mesin
3.289.036.233,-
2.871.281.544,-
417.754.689
4
Aset Tak Berwujud lainnya
1.922.788.200,-
0
1.922.788.200
5
Aset tetap yang tidak digunakan dalam operasi pemerintahan
391.369.000,-
391.369.000
0
Jumlah
5.698.691.912,-
3.262.650.544
2.436.041.368
Neraca tingkat satuan kerja per 31 Desember 2016 dan 2015 Nama Perkiraan
Jumlah
Kenaikan (penurunan)
2016
2015
Jumlah
%
Persediaan
95.498.479
0
95.498.479
0
Jumlah aset lancar
95.498.479
0
95.498.478
0
3.289.036.233
0
3.289.036.233
0
(3.118.681.544)
0
(3.118.681.544)
0
170.354.689
0
170.354.689
0
1.922.788.200
0
1.922.788.200
0
391.369.000
0
391.369.000
0
Aset Aset lancar
Aset tetap Peralatan dan Mesin Akumulasi Penyusutan Jumlah aset tetap Aset lainnya Aset tak berwujud Aset lain-lain Laptah 2016_P2MKJN
Hal 10
Akumulasi penyusutan /amortisasi aset lainnya
(143.969.000)
0
(143.969.000)
0
Jumlah aset lainnya
2.170.188.200
0
2.170.188.200
0
Jumlah aset
2.436.041.368
0
2.436.041.368
0
Hibah yang belum disahkan
100.000.000
0
100.000.000
0
Jumlah kewajiban jangka pendek
100.000.000
0
100.000.000
0
Jumlah kewajiban
100.000.000
0
100.000.000
0
Ekuitas
2.336.041.368
0
2.336.041.368
0
Jumlah ekuitas
2.336.041.368
0
2.336.041.368
0
Jumlah kewajiban dan ekuitas
2.436.041.368
0
2.336.041.368
0
Jumlah kewajiban dan ekuitas
2.436.041.368
0
2.436.041.368
0
Kewajiban Kewajban jangka pendek
Ekuitas Ekuitas
3. Alokasi Belanja Alokasi Anggaran belanja yang tercantun pada DIPA Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2016 sebesar Rp. 33.551.000.000,- dengan Blokir Anggaran sebesar Rp. 11.737.077.000,- sehingga total anggaran yang dapat di gunakan sebesar Rp. 21.813.923.000,- atau sebesar 65,01% dari anggaran yang tercantum pada DIPA Alokasi Belanja
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 11
BAB II TUJUAN DAN SASARAN KERJA
A.
Dasar Hukum Dalam menetapkan tujuan, sasaran dan indikator pelaksanaan kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza memiliki acuan dasar hukum sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. B.
Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak . Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang- Undang RI Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang – undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Undang – undang Nomor 36 tahun 2010 tentang Kesehatan Undang – Undang No 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Undang – Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak PP No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib lapor Bagi Pecandu Narkotika Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor nagi Pecandu Narkotika Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Peraturan Presiden No.18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial; Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap narkotika Instruksi Presiden No.5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak; Permenkes RI Nomor 1226/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban KtP/A di Rumah Sakit; Permenkes Nomor 2415 tahun 2011 tentang Rehabilitasi Medis bagi pecandu, Penyalahguna dan Korban penyalahgunaan Narkotika Permenkes Nomor 57 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program terapi Rumatan Metadona (PTRM) Permenkes Nomor 68 tahun 2013 tentang Kewajiban Pemberi Layanan Kesehatan untuk Memberikan Informasi atas Adanya Dugaan Kekerasan; Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Permenkes Nomor 50 tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Permenkes No 64 tahun 2015 tentang SOTK Kementerian Kesehatan Permenkes Nomor 46 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Terapi Buprenorfin KepMenkes Nomor 501 tahun 2015 tentang Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor
Tujuan Tujuan Umum Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dan meningkatnya kesehatan jiwa dan meningkatnya upaya pencegahan penyalahgunaan napza
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 12
Tujuan Khusus Meningkatnya Kesehatan Jiwa anak dan remaja Meningkatnya Kesehatan jiwa Dewasa dan Usia Lanjut Meningkatnya upaya pencegahan penyalahgunaan napza C.
Sasaran 1. Tercapainya target 280 kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan atau / napza ; 2. Tercapainya target 50 % fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif 3. Tercapainya target 60% RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri
D.
Indikator Indikator Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza berdasarkan Rencana Trategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan terdiri dari 3 (tiga) indikator kinerja, yaitu: Target dan Capain Indikator Tahun 2016 No. 1. 2. 3.
Indikator Kinerja Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa Persentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri
Laptah 2016_P2MKJN
Target 30% 130 30%
Hal 13
BAB III STRATEGI PELAKSANAAN
A.
Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah: 1. Penyediaan NSPK bidang P2 Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja ; 2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk membangun komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada tokoh agama/tokoh masyarakat untuk mendukung program P2 Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja ; 3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program; 4. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan standar; 5. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait 6. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi; Hambatan Dalam Pencapaian target indikator 1. Berubahnya SOTK Kementerian Kesehatan yang tadinya Direktorat Bina Keswa berada dibawah Direkt Jenderal BUK mutasi dibawah Direkt. Jenderal P2P dengan menitikberatkan kepada pencegahan dan pengendalian masalah keswa dan Napza dengan nama Direktorat P2MKJN 2. Mekanisme sistim pelaporan belum dilaksanakan secara berkesinambungan 3. Kurangnya advokasi dan sosialisasi tentang penyelenggaraan layanan keswa di RSU 4. Rencana penyelenggaraan layanan keswa membutuhkan waktu 5. Prioritas anggaran APBN yang diberikan pertahun belum untuk penyediaan layanan keswa 6. Sumber daya tidak memadai (ruang poli, rawat inap, dan tenaga berprofesi keswa Terobosan Dilakukan 1. Program dan kegiatan yang dijalankan tidak berhubungan secara langsung dengan fasyankes 2. Indikator RSU rujukan regional hanya sampai akhir tahun 2016 dan selanjutnya berganti menjadi indikator sekolah 3. Menyepakati mekanisme alur sistim pelaporan dengan Dinas Kesehatan setempat 4. Mensosialisasikan kembali pentingnya penyelenggaraan keswa dan napza yang tercantum dalam UU Keswa, untuk menurunkan kesenjangan pengobatan dan menurunkan stigma 5. Dinas Kesehatan mendukung RSU rujukan regional agar menyelenggarakan keswa dan napza 6. Sesuai persyaratan RSU rujukan regional, UU Keswa, maka sudah selayaknya Pemda memprioritaskan penyediakan ruang poli jiwa, rawat inap jiwa dan tenaga kesehatan keswa dari daerahnya masing-masing 7. Melaksanakan pelatihan keswa bagi tenaga kesehatan di wilayah masingmasing
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 14
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya mencapai target indikator adalah : 1. Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak 2. Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga kesehatan Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan 3. Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan 4. Penyusunan roadmap keswa anak dan remaja 5. Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja 6. Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan bunuh diri pada remaja 7. Advokasi dan sosialisasi Pedoman penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan 8. Advokasi peningkatan remaja melalui keterampilan sosial pada pemangku kebijakan 9. Koordinasi LP/LS Penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan 10. Pelayanan keswa pencegahan dan penanggulangan pada kelompok berisiko (MMHS) 11. Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan B. Kegiatan Pencegahan dan Pengebdalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah: 1. Penyediaan NSPK bidang P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut 2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk membangun komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada tokoh agama/tokoh masyarakat untuk mendukung program P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut 3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program 4. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan standar 5. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait 6. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi Hambatan Dalam Pencapaian target Indikator 1. Perubahan struktur yang terjadi di tingkat Pusat hingga Daerah, termasuk bergantinya penanggung jawab program kesehatan jiwa. 2. Sejak tahun 2011-2016, sekitar 1300 dokter dan perawat pkm dari berbagai provinsi telah dilatih namun banyak terjadi mutasi/rotasi, dan perpindahan karena sekolah dll, juga karena kurangnya supervisi/monev sehingga layanan keswa kurang berjalan dengan baik 3. Kurangnya anggaran daerah dalam program keswa karena masih belum menjadi program prioritas daerah/program wajib puskesmas Terobosan Dilakukan 1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan motivasi Dinas Kesehatan Provinsi untuk pencapaian target Indikator Kab/Kota yang memiliki pelayanan Keswa 20 % dari seluruh jumlah total Puskesmas di wilayahnya 2. Melakukan evaluasi berkala setiap triwulan kepada Dinas kesehatan Provinsi baik melalui surat, E-Mail juga pertemuan langsung. 3. Memberikan dana dekonsentrasi bagi provinsi agar dapat melakukan pelatihan nakes PKM di wilayahnya 4. Kesehatan jiwa masuk dalam SPM dan Keluarga Sehat, serta dalam proses revisi Permenkes 75/2014 bahwa keswa akan menjadi program wajib puskesmas C. Kegiatan Pencegahan Penyalahgunaan Napza Laptah 2016_P2MKJN
Hal 15
Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah: 1. Penyediaan NSPK bidang P2 Napza 2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk membangun 3. komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada tokoh agama/tokoh 4. masyarakat untuk mendukung program P2 Napza 5. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program 6. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas dan 7. mutu pelayanan standar 8. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait 9. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi Hambatan Dalam Pencapaian Target Indikator 1. Belum optimalnya komitmen Pemerintah daerah dalam menjalankan upaya pencegahan dan pengendalian masalah Napza termasuk upaya rehabilitatifnya 2. Tingkat mutasi dan rotasi petugas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan kekosongan petugas terlatih di IPWL yang sudah ditetapkan 3. Pemanfaatan Sistem pelaporan dan pencatatan (selaras) yang belum berjalan. 4. Cakupan layanan pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunan Napza yang masih terbatas Terobosan Dilakukan 1. Melakukan advokasi dengan pengambil kebijakan di tingkat daerah melalui pertemuan koordinasi lintas sector dan lintas program 2. Secara berkala melakukan pelatihan asesmen bagi petugas di IPWL melalui dana APBN dan APBD 3. Membangun sistem informasi wajib lapor dan rehabilitasi medis Napza untuk memudahkan proses verifikasi klaim dan informasi data pasien yang telah melakukan rehabilitasi 4. Rencana mengembangkan skrining dengan menggunakan instrumen Alcohol, Smoking, and Substances Involvement Scrrening Test (ASSIST) dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Napza di tempat yang bukan IPWL dengan menggunakan sistem referal ke IPWL dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan layanan bagi pasien penyalahguna napza dan kelompok risikonya
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 16
BAB IV. HASIL KERJA
A. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Pada Renstra 2015-2019 terdapat indikator Persentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri dengan target 30 % dari 110 RSU rujukan regional. Dalam mencapai target indikator tersebut maka di lakukan kegiatan kegiatan yang mendukung antara lain : a. Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak Pola Asuh anak sesuai asas-asas kesehatan jiwa merupakan upaya pencegahan gangguan mental emosional pada anak yang memungkinkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sehat secara fisik, mental, emosional dan sosial. Kemampuan mengenali adanya gangguan mental emosional pada anak usia dini yaitu dibawah 6 tahun akan sangat membantu dalam mencegah macam-macam gangguan mental emosional pada anak, kemampuan mendeteksi ada atau tidaknya gangguan, pemahaman sistem pelayanan kesehatan jiwa perlu dimiliki oleh tenaga kesehatan di lini terdepan yaitu puskesmas. Kemampuan ini sangat membantu masyarakat dalam menangani kasus-kasus gangguan mental emosional pada anak sejak dini. Apabila kita memahami proses perkembangan anak, maka kita akan melihat setiap fase perkembangan mempunyai problema yang karakteristik. Dengan demikian pada setiap fase perkembangan terdapat gangguan mental emosional tertentu. Kondisi perkembangan usia diagnosis dapat dini balita merupakan dasar bagi perkembangan anak selanjutnya sehingga merupakan hal penting untuk di kenali dan diperhatikan. Berbagai gangguan mental emosional dibawah usia 6 tahun kebawah dan faktor yang mempengaruhinya perlu diketahui karena akan meningkatkan kesadaran tetang pentingnya pencegahan dan penatalaksanaan dini. Pemeriksaan tepat waktu dan penegakan diagnosis dapat memberikan dasar untuk intervensi yang efektif sebelum penyimpangan awal berkembang menjadi satu pola maladaptif yang menetap Modul ini di gunakan untuk Pelatihan bagi keluarga, kader dan masyarakat yang terakreditasi dengan 40 JPL yang berisikan kompetensi antara lain : 1. Mengenal kesehatan jiwa anak dan remaja 2. Memahami gambaran pola pengasuhan anak dan remaja di masyarakat 3. Memahami pengasuhan anak : a. Sejak Dalam Kandungan b. Usia 0 – 1,5 Tahun c. Usia 1.5 – 3 Tahun d. Usia 3 – 6 Tahun e. Usia 6 – 12 Tahun f. Usia 12 – 18 Tahun 4. Memahami prinsip dasar pengasuhan anak dan remaja 5. Melakukan deteksi dini perkembangan emosi dan perilaku pada anak dan tindak lanjut
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 17
6. 7.
Melakukan deteksi dini perkembangan emosi dan perilaku pada remaja dan tindak lanjut Melakukan Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Anggaran Input
Output Keluaran (Outcame) Benefit
Dampak (Impact)
Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tum,buh kembang anak Rp. 217.620.000 Kurangnya pemahaman orangtua dalam pendekatan pola asuh anak untuk mencapai keberhasilan dalam tumbuh kembang anak Tersedianya modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman tenaga kesehatan dan keluarga dalam memberikan pola asuh anak sesuai dengan tumbuh kembang anak Orangtua memahami pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak dan Orangtua dapat mendeteksi dini kondisi anak yang tidak sesuai dengan tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya Menurunnya masalah tumbuh kembang anak dan menjadikan indonesia sehat Berkualitasnya pola asuh orangtua bagi anak yang sedang tumbuh kembang
Foto Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak
b. Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga Kesehatan Seorang anak yang mengalami kekerasan baik fisik maupun seksual, tidak hanya akan berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, tapi juga bisa mengalami trauma berkepanjangan, bahkan hingga beranjak dewasa, trauma akibat kekerasan pada anak akan sulit dihilangkan kalau tidak segera ditangani oleh ahlinya. Dampak psikologis untuk anak yang mengalami kekerasan terutama kekerasan seksual, terbagi menjadi jangka pendek dan jangka panjang, dampak jangka pendek akan mengalami mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, Laptah 2016_P2MKJN
Hal 18
dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Untuk jangka panjangnya, ketika dewasa nanti anak akan mengalami fobia pada hubungan seks. Bahkan bisa terjadi dampak yang lebih parah, anak akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya. Data yang dikumpulkan dan dianalisis Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Komnas Anak, terdapat 21.689.797 kasus pelanggaran Hak Anak. Sebanyak 42-58% dari pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan seksual, selebihnya adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran dan perebutan anak, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak (child trafficking) untuk tujuan eksploitasi seksual komersial. Data ini bersumber dari laporan masyarakat melalui pelayanan pengaduan langsung (hotline service), pemberitaan media massa serta pengelolaan data dan informasi yang dikumpulkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 34 provinsi dan 179 Kabupaten Kota. Sedangkan di tahun 2014 saja, pelayanan pengaduan Komnas Anak sudah menerima laporan 679 kasus, dengan jumlah korban 896 orang anak. Sebanyak 52% adalah kejahatan seksual. Untuk itu tenaga kesehatan perlu dibekali oleh keterampilan keterampilan dalam penanganan kekerasan dan kekerasan seksual, maka perlu di buat modul tentang bagaimana memastikan bahwa program-program perlindungan dan penanganan masalahmasalah kemanusiaan adalah aman dan tidak – langsung maupun tidak langsung – memperbesar risiko terjadinya kekerasan seksual atas wanita dan anak-anak perempuan. Modul ini di gunakan untuk Pelatihan bagi tenaga kesehatan yang terakreditasi dengan 72 JPL yang berisikan kompetensi antara lain : 1. Memahami kekerasan pada Anak dan dampak psikologis 2. Melakukan penatalaksanaan dampak psikologis kekerasan pada anak 3 Melakukan sistem rujukan dan jejaring kerja layanan 4. Melakukan pencatatan dan pelaporan
Kegiatan Anggaran Input
Output Keluaran (Outcame) Benefit
Laptah 2016_P2MKJN
Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga kesehatan Rp, 207.675.000 Meningkatnya masalah kekerasan terutama kekerasan seksual pada anak yang menimbulkan masalah dan gangguan kesehatan jiwa Tersedianya modul dampak psikologis kekerasan pada anak Terlatihnya tenaga kesehatan yang mampu dan terampil memberikan penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan Tenaga kesehatan (dokter dan perawat) yang dilatih terampil dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan Meningkatnya akses layanan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan Daerah dapat memberikan pelatihan agar berkesinambungan
Hal 19
Dampak (Impact)
Meningkatnya jumlah nakes terlatih keswa Meningkatnya pengetahuan nakes dalam memberikan penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan pada anak dan remaja
Foto Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga kesehatan
c. Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan. Sesuai intruksi Presiden RI No.5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak bahwa Kementerian Kesehatan RI diamanatkan untuk melakukan tugas salah satunya memberikan penanganan yang cepat kepada korban kejahatan seksual terhadap anak, termasuk pengobatan secara fisik, mental dan sosial serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya serta melakukan pengobatan mental/kejiwaan terhadap tahanan/warga binaan pelaku kejahatan seksual anak di rutan/lapas bekerjasama dengan Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia dan Menteri Sosial. Korban berhak mendapatkan penatalaksanaan kesehatan dan rehabilitasi dari pemerintah baik secara fisik maupun secara mental, spiritual dan sosial, selain itu privasinya wajib untuk dilindungi, nama baiknya dijaga dan dipelihara keselamatannya. Saksi korban menjadi tanggung jawab pemerintah, dan anak yang jadi korban tersebut berhak untuk senantiasa mengetahui perkembangan perkara yang dihadapinya. Hal yang sama juga diatur dalam pasal 65 UU RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa: Rehabilitasi seharusnya diberikan kepada semua korban tindak pidana yang memerlukan pemulihan baik secara fisik maupun mental. Rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku kejahatan seksual adalah merupakan suatu pendekatan holistik, kesemuanya bertujuan untuk membentuk individu yang utuh dalam aspek fisik, mental, emosional dan sosial agar ia dapat berguna bagi lingkungannya sekaligus mengembalikan korban kepada keadaan semula dari keadaan yang terpuruk Laptah 2016_P2MKJN
Hal 20
menjadi keadaan yang berfungsi sesuai kondisinya. Maka perlu adanya dukungan pembiayaan agar rehabilitasi yang dilakukan dapat sesuai agar pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan dampak psikologis tidak terjadi pada anak dan remaja yang menjadi korban ataupun sebagai pelaku. Tujuan umum panduan juklak juknis ini adalah : a. Menyediakan rehabilitasi psikologis dalam rangka pemulihan terhadap korban kekerasan dan pelaku kejahatan seksual yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan. b. Menyediakan petunjuk teknis pembiayaan program penanganan dampak psikologis pada anak dan perempuan korban dan pelaku kekerasan. Tujuan khusus panduan juklak juknis ini adalah : a. Memfasilitasi pembiayaan penanganan kekerasan pada korban yang mengalami dampak psikologis. b. Memfasilitasi pembiayaan rehabilitasi psikologis bagi pelaku kejahatan seksual di Lapas c. Pembiayaan difasilitasi dana program Direktorat Pencegahan dan Pegendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (APBN) d. Klaim rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku difasilitasi diluar tanggungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kegiatan
Anggaran Input
Output
Keluaran (Outcame) Benefit
Dampak (Impact)
Laptah 2016_P2MKJN
Penyusunan jujlak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan Rp. 124.500.000 Belum ada pembiayaan khusus dalam mekanisme JKN untuk penanganan rehabilitasi psikologis bagi korban dan saksi kekerasan Tersedianya Juklak-juknis pembiayaan rehabilitasi psikologis penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan di fasilitas pelayanan kesehatan Terstandarnya mekanisme pembiayaan rehabilitasi psikologis penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan di fasilitas pelayanan kesehatan Anak dan perempuan korban kekerasan yang mengalami dampak psikologis mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia dengan biaya yang ditanggung Kemenkes JKN – BPJS dapat merencanakan biaya tsb Meningkatnya penanganan dampak psikologis sesuai juknis bagi korban kekerasan pada anak dan remaja sehingga tidak mengalami penderitaan, hendaya dan disabilitas berkepanjangan Menurunnya kesenjangan dalam pengobatan
Hal 21
Foto Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan.
d. Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan Berdasarkan Laporan Bank Dunia dan WHO (2011)The World Disability Report, diperkirakan 15% dari populasi global berusia 15 tahun ke atas mengalami kondisi disabilitas. Perhitungan ini didasarkan atas definisi disabilitas dari model Bio-psiko-sosial yang diadopsi oleh Konvensi Hak-hak Penyandang disabilitas PBB (UNCRPD). Definsi ini kemudian diterjemahkan menjadi indikator ICF (International Classification Of Functioning Disability, and Healthy) oleh WHO dan tim khusus Bank Dunia (The Washington Group) dan digunakan untuk melakukan survei global. ICF mulai digunakan di Indonesia untuk Sensus Penduduk 2010 dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 – 2013. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa tidak kurang dari 11% penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas mengalami disabilitas. Masalah disabilitas dalam kaitannya dengan berbagai penyakit kronis maupun penyebab lainnya merupakan beban emosional dan ekonomi sekaligus yang berdampak serius pada kualitas hidup individu, keluarga bahkan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan intervensi untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi dampaknya. Kewajiban menyediakan layanan yang aksesibel dan holistik dalam mendukung derajat kesehatan yang optimal dan kemandirian anak dan remaja dengan disabilitas tidak hanya dibebankan pada pemerintah tetapi juga partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Segala aspek yang terkait dengan permasalahan disabilitas digunakan sebagai prioritas intervensi untuk mencegah, mengurangi, mengatasi dan mengendalikan dampak disabilitas. Jika tidak diatasi akan mempengaruhi kualitas hidup anak dan remaja dengan disabilitas di Indonesia. Maka dibutuhkan suatu panduan bagi tenaga kesehatan dalam peningkatan kesehatan jiwa bagi anak dan remaja dengan disabilitas. Tujuan umum panduan pedoman ini adalah : Meningkatkan pemahaman dan kemampuan tenaga kesehatan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja dengan disabilitas
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 22
Tujuan khusus pedoman ini adalah : a. Meningkatnya kemampuan anak dan remaja dengan disabilitas dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang menyertai kondisinya b. tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja dengan disabilitas. c. Meningkatkan kesadaran dan kapasitas orangtua dalam pemenuhan hak-hak, kebutuhan dasar, kebutuhan khusus bagi anak dan remaja dan remaja dengan disabilitas. d. Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, lintas profesi dan multidisiplin lainnya. e. Meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dan dunia usaha dalam pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak dan remaja dan remaja dengan disabilitas. Kegiatan Anggaran Input Output Keluaran (Outcame) Benefit
Dampak (Impact)
Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan Rp. 176.820.000 Belum adanya pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan Tersedianya Pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan Adanya acuan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia Tenaga kesehatan memiliki acuan/ panduan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus Tertanganinya dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan pedoman Menurunnya stigma, diskriminasi dan kesenjangan dalam pengobatan
Foto Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 23
e. Penyusunan roadmap keswa anak dan remaja Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk anak dan remaja adalah sebanyak 89.483.997 dari total jumlah penduduk 237.641.326 jiwa. Kelompok ini merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pertahanan mentalnya dengan baik dan sehat jiwa sesuai dengan usianya dalam menghadapi tantangan kehidupan dimasa yang akan datang. Sehat jiwa berarti seseorang mampu mengendalikan semua stresor yang datang dari internal maupun eksternal. Remaja dan dewasa muda awal adalah individu yang cukup rentan untuk terkena gangguan kesehatan mental. Hal ini dikarenakan pada usia ini merupakan saatnya individu anak untuk menunjukkan mulai dari otonomi diri sampai kepada mencari jati diri. Dalam menghadapi tantangan ini, dapat menimbulkan stresor atau tekanan sebagai pengalaman dalam hidupnya. Masalah kesehatan jiwa pada anak dan remaja perlu menjadi fokus utama tiap upaya peningkatan sumber daya manusia, mengingat usia anak dan remaja merupakan usia generasi yang perlu disiapkan sebagai kekuatan bangsa Indonesia. jika ditinjau dari proporsi, 40% dari total populasi penduduk Indonesia yang terdiri dari anak dan remaja berusia 0-16 tahun , ternyata 7-14% dari jumlah tersebut mengalami gangguan kesehatan jiwa , termasuk antara lain anak dengan tuna grahita, gangguan perilaku, kesulitan belajar, dan hiperaktif. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Penyebab gangguan kesehatan jiwa ada banyak hal, mulai dari kekerasan terhadap anak dan perempuan terutama kekerasan seksual, pornografi, penyalahgunaan Napza, kecanduan media elektronik dan jejaring sosial, gangguan kejiwaan, bencana, tekanan psikologis, kepikunan dan sebagainya yang kurang mendapat perhatian atau terabaikan karena ketidakpahaman, kelelahan menghadapi, kurang peduli, ketersediaan dan akses pelayanan kesehatan jiwa yang sulit dijangkau. Peta strategis (roadmap) anak dan remaja merupakan rencana rinci tahapan program pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual anak dan remaja dalam sebuah keluarga secara sistimatis dalam kurun waktu tertentu (2017-2020). Tujuan roadmap ini agar diperoleh kebijakan dan pemikiran bersama dalam menyusun, memetakan perkembangan anak, permasalahan anak, sasaran, target untuk mencapai indikator yang diharapkan sebagai output dan outcome pencegahan dan pengendalian masalah anak dan remaja. Tujuan umum penyusunan roadmap ini adalah : Tersusunnya kerangka Roadmap penanggulangan masalah kesehatan jiwa anak dan remaja yang disusun dan disepakati bersama lintas program dan lintas sektor. Tujuan khusus penyusunan roadmap ini adalah : a. Adanya sinergi program dalam penanggulangan kesehatan jiwa anak dan remaja. b. Mengelompokkan masalah berdasarkan usia pertumbuhan dalam siklus perkembagan
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 24
c. Merencanakan program pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja di institusi kesehatan dan non kesehatan dan lembaga yang berkaitan dengan anak dan remaja. Kegiatan Anggaran Input
Output
Keluaran (Outcame) Benefit
Dampak (Impact)
Penyusunan roadmap keswa anak dan remaja Rp. 71.250.000 Belum adanya pemetaan masalah, program dan kegiatan keswa anak remaja sesuai dengan struktur dan tupoksi Dit.P2MKJN yang baru Tersedianya Roadmap pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa anak dan remaja sesuai dengan struktur dan tupoksi Dit P2MKJN yang baru Terpetanya masalah, program dan kegiatan pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa anak dan remaja sesuai dengan struktur dan tupoksi Dit P2MKJN yang baru Terarahnya program, kegiatan pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja Terlaksananya perencanaan program dan kegiatan keswa sesuai roadmap Menurunnya masalah kesehatan jiwa anak dan remaja
f. Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja Media KIE merupakan penyebarluasan informasi bagi masyarakat dan pemahaman yang positif dalam bentuk komunikasi, informasi dan edukasi. Tujuan dari penyusunan media KIE adalah : a. Mempermudah penyampaian informasi. b. Menghindari kesalahan persepsi. c. Dapat memperjelas informasi d. Mempermudah pengertian. e. Mengurangi komunikasi yang verbalistik f. Dapat menampilkan obyek yang tidak bisa ditangkap dengan mata. g. Memperlancar komunikasi. Materi Media KIE yang disusun antara lain : 1. Media Cartoon Video (MCV) tentang Aku dan Keluargaku 2. Media Cartoon Video (MCV) tentang Aku dan Teman-Temanku 3. Media edukasi dalam bentuk Papan bermain tentang pengenalan macam macam emosi yang postif dan negatif bagi anak dan remaja “Bintang Indonesia’. Kegiatan Anggaran Input Output Keluaran (Outcame)
Laptah 2016_P2MKJN
Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja Rp. 197.100.000 Kurangnya media KIE terkait dengan kesehatan jiwa bagi anak dan remaja Tersedianya media KIE bagi anak dan remaja Meningkatnya pemahaman masyarakat dalam mengenali dan mencegah masalah dan gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja Hal 25
Benefit
Dampak (Impact)
Masyarakat awam mendapatkan informasi dan akses media KIE terkait kesehatan jiwa anak dan remaja Meningkatnya pemahaman dan pencegahan masalah kesehatan jiwa anak dan remaja di keluarga dan masyarakat Menurunnya masalah kesehatan jiwa anak dan remaja di keluarga dan masyarakat Menurunnya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan masalah dan gangguan kesehatan jiwa
Gambar. Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja
AKU DAN KELUARGAKU KEMENTERIAN KESEHATAN RI Story board by Philip Triatna & Julie Tane
Sini dik, aku bantu!
Hallooo!
Hai teman-teman, salam kenal ... Namaku Budi, umurku 8 tahun dan ini adikku Tini, usianya 4 tahun. Kami saaliiing menyayangi... , walaupun terkadang kami bertengkar karena masalah kecil. Tapi tak lama setelah itu, kami berbaikan dan bermain kembali.
Oh iya teman – teman, ini kedua orang tua kami. Ayah kami bernama Hadi, ketika di rumah, ayah rajin membantu ibu. Ibu yang mengasuh kami bernama Ina. Setiap hari, ayah dan ibu pergi bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
g. Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan bunuh diri pada remaja Bunuh diri merupakan tindakan secara sengaja melukai/merusak diri sendiri dengan menggunakan zat kimia, alat maupun cara lainnya yang bertujuan untuk mengakhiri hidup. Merupakan sebuah proses dan sebagai penyebab utama kematian secara global nomor 5 di antara mereka berusia 30-49 tahun dan menjadi penyebab kematian nomor dua paling tinggi untuk pemuda dengan rentang umum 15-29 tahun di seluruh dunia (WHO) Angka percobaan bunuh diri menyumbang 1,4% dari semua kematian di seluruh dunia. Laptah 2016_P2MKJN
Hal 26
Akhir-akhir ini bunuh diri pada anak dan remaja semakin meningkat. Pencetus utama adalah kegagalan di sekolah, tekanan dari orangtua, tuntutan prestasi sekolah terlalu tinggi, putus cinta dan konflik terhadap diri dan lingkungannya akibat stres dan depresi berkepanjangan. Tidak kalah pentingnya perilaku merusak pada remaja seperti merokok, minum alkohol dan kegiatan seks bebas juga semakin meningkat. Lingkungan sekolah dan perguruan tinggi yang berfungsi sebagai saranapendidikan untuk membangun kehidupan individu memainkan peranan penting dalam mencegah perilaku merusak diri tersebut. Membangun sistem tata nilai,komunikasi yang efektif, menerima aspirasi dan menanamkan mekanisme tujuan yang sesuai, serta keluarga yang harmonis merupakan hal yang penting dalam mencegah tindakan bunuh diri pada kelompok rentang usia ini. Upaya pencegahan perilaku bunuh diri dapat diupayakan melalui deteksi dini perilaku bunuh diri dan mengenali tanda-tanda perilaku merusak diri tersebut. Oleh karena itu melalui kegiatan advokasi dan sosialisasi ini, diharapkan dapat mengajak seluruh elemen masyarakat untuk lebih peka dan mampu memahami faktor risiko dan pencetus terjadinya tindakan bunuh diri pada remaja, sebagai upaya pencegahan secara menyeluruh.Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan menjadi pendorong tersedianya sarana informasi dan edukasi kepada masyarakat, serta terbentuknya mekanisme dan program yang tepat dalam reaksi cepat dalam penanggulangan kasus bunuh diri pada remaja. Tujuan dari pertemuan ini adalah : 1. Meningkatkan pemahaman lintas kementerian, lintas program dan sektor dalam menyusun dan menentukan program yang tepat dalam upaya pencegahan bunuh diri pada remaja. 2. Meningkatnya pemahaman lintas sektor terhadap faktor risiko dan pencetus terjadinya tindakan bunuh diri pada remaja. 3. Mengkolaborasikan pencatatan dan pendataan kasus kematian akibat bunuh diri dan percobaan bunuh diri di Indonesia. Kegiatan Anggaran Input Output Keluaran (Outcame) Benefit
Dampak (Impact)
Laptah 2016_P2MKJN
Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan bunuh diri pada remaja Rp. 354.900.000 Meningkatnya angka kejadian bunuh diri melalui berbagai berita dan media di Indonesia Tersosialisasinya program dan kegiatan pencegahan bunuh diri pada remaja di Indonesia Meningkatnya pemahaman LP/LS terkait upaya pencegahan bunuh diri pada remaja di Indonesia sesuai acuan pencegahan bunuh diri di Indonesia Terjalinnya kerjasama berbagai pihak terkait dalam upaya pencegahan bunuh diri di Indonesia sesuai dengan peran dan tupoksi masing-masing Adanya mekanisme dan program yang tepat dalam reaksi cepat tanggap pencegahan dan penanggulangan kasus bunuh diri pada remaja. Hal 27
h. Advokasi dan sosialisasi Pedoman penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan. Seorang anak yang mengalami kekerasan seksual, tidak hanya akan berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, tapi juga bisa mengalami trauma berkepanjangan, bahkan hingga beranjak dewasa, trauma akibat kekerasan seksual pada anak akan sulit dihilangkan kalau tidak segera ditangani oleh ahlinya. Dampak Psikologis untuk anak yang mengalami kekerasan seksual, terbagi menjadi jangka pendek dan jangka panjang, dampak jangka pendek akan mengalami mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Untuk jangka panjangnya, ketika dewasa nanti anak akan mengalami fobia pada hubungan seks. Bahkan bisa terjadi dampak yang lebih parah, anak akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya. Maka, sebagai langkah keluar yang terbaik, korban kekerasan seksual tak hanya mendapat penanganan medis saja, tapi juga harus mendapatkan bantuan konsultasi psikologis secara berkala atau intensif. Untuk itu Direktorat Bina Kesehatan Jiwa telah menyusun pedoman penanganan rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku sebagai acuan petugas kesehatan dalam penanganan, untuk itu perlu di sosialisasikan kepada lintas sector, lintas program serta pemangku kebijakan agar memahami program yang tepat untuk penanganan korban dan pelaku tindak kejahatan seksual Tujuan dari pertemuan ini adalah : Meningkatkan pemahaman lintas sektor dan program dalam program dan penatalaksanaan penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan serta upaya penanganan yang terintegrasi di semua multidisplin. Kegiatan Anggaran Input Output Keluaran (Outcame) Benefit
Dampak (Impact)
Laptah 2016_P2MKJN
Advokasi dan sosialisasi program penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan Rp. 364.100.000 Tingginya angka korban kekerasan pada anak dan remaja di Indonesia Tersosialisasinya program penanganan dampak psikologis bagi anak dan remaja korban kekerasan Meningkatnya pemahaman program dan kegiatan yang tepat dalam upaya penanganan kekerasan bagi anak dan remaja Terjalinnya kerjasama berbagai pihak dalam upaya penanganan dampak psikologis pada anak dan remaja korban kekerasan di Indonesia Adanya mekanisme dan program serta kegiatan yang tepat dalam penanganan rehabilitasi dampak psikologis bagi anak dan remaja korban kekerasan di Indonesia
Hal 28
i. Advokasi peningkatan remaja melalui keterampilan sosial pada pemangku kebijakan Masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak dan dewasa. Pada masa tersebut remaja mengalami banyak perubahan baik fisik, psikologis dan sosial. Mereka seringkali merasa tidak nyaman dan bereaksi secara emosional, misalnya mudah tersinggung, mudah marah, suka membantah. Mereka tidak mau lagi dianggap sebagai anak, namun belum juga dapat diberi tanggung jawab penuh sebagai orang dewasa. Sebagai dampak dari perkembangan remaja itu sendiri serta pengaruh lingkungan yang kurang mendukung, maka anak remaja kita rawan terkena perilaku yang negatif, yang seringkali menyebabkan kegagalan mereka dalam mencapai keberhasilan di bidang pendidikan ataupun dalam kehidupannya kelak. Keberhasilan dalam kehidupan, tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan saja, tapi mereka juga harus mampu dan terampil dalam menghadap berbagai masalah kehidupan. Pendidikan yang diberikan di sekolah seyogyanya bukan semata-mata pemberian ilmu pengetahuan, tetapi secara luas juga dimaksudkan untuk pembentukan kepribadian, watak dan moral. Sikap dan perilaku guru amat besar pengaruhnya terhadap suasana pendidikan, sehingga dapat mendukung perkembangan perilaku dan jiwa emosional anak, agar mereka mampu menghadapi tantangan dalam kehidupan dan berkembang menjadi sumber daya yang berkualitas. Oleh karena itu penting bagi remaja untuk mengembangkan keterampilan sosial sedini mungkin untuk memudahkan dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat saat ia remaja atau dewasa. Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sejenisnya. Tujuan dari pertemuan ini adalah : 1. Membangun komitmen bersama dalam peningkatan kesehatan jiwa remaja melalui keterampilan sosial, agar mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan. 2. Mengintegrasikan program program kesehatan jiwa dalam upaya peningkatan kesehatan di sekolah
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 29
Kegiatan Anggaran Input Output Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Advokasi penngktan remaja melalui keterampilan sosial pada pemangku kebijkan Rp. 96.800.000 Meningkatnya masalah kesehatan jiwa anak dan remaja usia sekolah Tersosialisasinya program keterampilan sosial bagi guru sekolah Meningkatnya pemahaman guru dan sektor terkait dalam menentukan program yang tepat sebagai upaya penanganan kesehatan jiwa di sekolah Terjalinnya kerjasama berbagai pihak dalam upaya peningkatan kesehatan jiwa melalui keterampilan sosial di sekolah Terprogramnya upaya peningkatan kesehatan jiwa anak dan remaja melalui keterampilan sosial di sekolah
j. Koordinasi LP/LS Penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan Saat ini Pemerintah memberikan perhatian khusus pada upaya pencegahan dan penanganan kekerasan yang dialami oleh anak. Antara lain dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia No 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak. Inpres tersebut mengamanatkan kepada Menteri Kesehatan untuk : 1. Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada anak dan masyarakat pemangku kepentingan tentang kesehatan reproduksi, dampak kejahatan seksual terhadap tumbuh kembang anak, pemberdayaan anak dan upaya pencegahan lainnya. 2. Melakukan sosialisasi kepada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tentang kewajiban untuk memberikan informasi kepada kepolisian dan atau pemangku kepentingan terkait atas adanya dugaan kejahatan seksual terhadap anak - sesuai Permenkes RI No. 68 tahun 2013. 3. Memberikan penanganan yang cepat kepada korban kejahatan seksual terhadap anak, termasuk pengobatan secara fisik, mental dan sosial serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. 4. Melakukan pengobatan mental/kejiwaan terhadap tahanan/warga binaan bagi pelaku kejahatan seksual di rutan/lapas. Untuk melaksanakan Inpres tersebut - utamanya untuk penanganan psikologis pada anak korban kekerasan dan pelaku kekerasan pada anak - maka Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit melaksanakan program pembiayaan rehabilitasi psikologis yang saat ini belum dapat diakses dalam skema JKN atau BPJS Kesehatan. Sementara itu , rehabilitasi psikologis ini dapat di lakukan di fasilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Tujuan dari pertemuan ini adalah : Membangun komitmen bersama Lintas Sektor dan Lintas Program dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. Selain itu, pertemuan ini diharapkan dapat menemukan akar permasalahan dan pemecahan masalah dalam pelayanan kesehatan Laptah 2016_P2MKJN
Hal 30
terkait masalah pembiayaan penanganan kekerasan pada anak. Sekaligus memberikan perlindungan kepada anak sesuai dengan hak dasarnya yang diamanatkan Undangundang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Kegiatan Anggaran Input Output
Keluaran (Outcame) Benefit
Dampak (Impact)
Koordinasi LP/LS Penaganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan Rp. 55.140.000 Tingginya angka korban kekerasan pada anak dan remaja di Indonesia Terkoordinasinya LP/LS terkait program dan kegiatan penanganan dampak psikologis bagi anak dan remaja korban kekerasan Meningkatnya pemahaman LP/LS dalam mengkoordinasikan program yang tepat dalam upaya penanganan kekerasan bagi anak dan remaja Terjalinnya kerjasama berbagai LP/LS terkait dalam upaya penanganan dampak psikologis pada anak dan remaja korban kekerasan di Indonesia Adanya mekanisme dan program serta kegiatan yang tepat dalam penanganan rehabilitasi dampak psikologis bagi korban kekerasan
k. Pelayanan keswa pencegahan dan penanggulangan pada kelompok berisiko (MMHS). Direktorat pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan Napza yang dulunya bernama Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, pada puncak hari kesehatan jiwa tahun 2012 telah meluncurkan pelayanan kesehatan jiwa bergerak atau mobile mental health services (MMHS) yang menyelenggarakan (1) penyuluhan, (2) deteksi dini (skrining) masalah kesehatan jiwa dan napza dengan instrumen dan pemeriksaan urin serta (3) konseling masalah kesehatan jiwa dan bila perlu (4) merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu kegiatan MMHS adalah melaksanakan upaya promotif dan preventif masalah kesehatan jiwa dan Napza kepada siswa/i sekolah setingkat SMA di 5 (lima) wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan lebih kurang 1000 peserta anak didik. Selain itu MMHS juga melakukan upaya promotif dan preventif bagi masyarakat yang kegiatannya dikaitkan pada peringatan hari-hari besar kesehatan di Indonesia. Tujuan dari pertemuan ini adalah : Meningkatkan pengetahuan, pemahaman serta deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan Napza di rentang siklus kehidupan (anak, remaja, lansia dan dewasa)
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 31
Hasil deteksi dini siswa/i sekolah setingkat SMA di 5 (lima) wilayah Provinsi DKI Jakarta
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 32
Kegiatan Anggaran Input Output
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Pelayanann keswa pencegahan dan penanggulangan pada kelompok berisiko dan hari kesehatan (MMHS) Rp. 138.000.000 Sulitnya akses pelayanan kesehatan jiwa pada masyarakat Tinginya stigma dan diskriminasi Tersedianya pelayanan kesehatan jiwa bergerak (MMHS) yang memberikan penyuluhan, deteksi dini melalui skrining keswa, napza serta konseling masalah keswa Meningkatnya pemahaman dan akses masyarakat dalam pencegahan dan deteksi dini masalah kesehatan jiwa di keluarga dan masyarakat Masyarakat awam langsung mendapatkan akses layanan terkait kesehatan jiwa Terdeteksinya secara dini masalah kesehatan jiwa anak dan remaja
L. Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005–2024)menetapkan bahwa pembangunan kesehatan menuju kearah pengembangan upaya kesehatan, dari upaya kesehatan yang bersifat Kuratif bergerak ke arah upaya kesehatan Preventif dan Promotif, sesuai kebutuhan dan tantangan kesehatan. Tantangan kesehatan saat ini, bahwa Indonesia menghadapi masalah kesehatan triple burden, yaitu masih tingginya penyakit infeksi, meningkatnya penyakit tidak menular dan muncul kembali penyakit-penyakit yang seharusnya sudah teratasi. Laptah 2016_P2MKJN
Hal 33
Tentunya, hal ini menjadi ancaman bagi produktifitas bangsa kita. Usia produktif yang besar dan seharusnya memberikan kontribusi pada pembangunan akan terancam apabila derajat kesehatannya terganggu oleh penyakit tidak menular dan perilaku hidup yang tidak sehat. Dalam mengatasi hal ini, diperlukan upaya promotif dan preventif merupakan salah satu cara efektif untuk menurunkan angka kematian dan masalah kesehatan akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Penyakit Menular (PM), dan Kesehatan Jiwa. Upaya tersebut bergantung pada perilaku individu yang turut didukung oleh kualitas lingkungan, ketersediaan sarana dan prasarana serta dukungan program dan regulasi untuk hidup sehat yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Banyak Hari Besar Kesehatan di Indonesia yang ditetapkan sebagai bagian dari upaya informasi yang setiap tahun diperingati, hari hari kesehatan ini menjadi momentum untuk melakukan pendidikan kesehatan sebagai salah satu upaya promosi kesehatan di segala program kesehatan termasuk integrasi program kesehatan jiwa di beberapa program yang ada di Kemeterian Kesehatan. Salah satu upaya kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalioan Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza yang dapat diintegrasikan pada hari hari kesehatan yang ada di Kementerian Kesehatan adalah salah satunya MMHS dengan pendekatan upaya promotif dan preventif kepada berbagai sasaran baik siswa/i sekolah, kader, dan khususnya masyarakat dengan tujuan agar dapat meningkatkan akses layanan, pengetahuan, pemahaman serta deteksi dini masalah kesehatan jiwa. Tujuan dari pertemuan ini adalah : 1. Meningkatkan upaya promotif dan preventif program kesehatan jiwa dan Napza 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya menjaga kesehatan. Kegiatan Anggaran Input
Output Keluaran (Outcame) Benefit
Dampak (Impact)
Laptah 2016_P2MKJN
Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan Rp. 200.800.000 Mensosialisasikan layanan kesehatan jiwa bergerak (MMHS) ke masyarakat melalui hari-hari besar kesehatan di lingkungan dejabotabek Tersedianya pelayanan kesehatan jiwa bergerak di masyarakat pada hari-hari besar kesehatan Meningkatnya pemahaman dan akses masyarakat dalam pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat pada hari-hari besar kesehatan Terjangkaunya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan di masyarakat pada hari-hari besar kesehatan Terdeteksinya secara dini masalah kesehatan jiwa anak dan remaja di institusi sekolah dan masyarakat. Meningkatnya kerjasama institusi layanan kesehatan jiwa secara berkesinambungan dalam bentuk MoU
Hal 34
Gambar. Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan
dalam rangka Hari Lansia
B. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut Pada Renstra 2015-2019 terdapat indikator Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dengan target 130. Capaian target di tahun 2016 sebanyak 130 kab/kota (daftar terlampir) di capai melalui kegiatan pelatihan deteksi dini bagi tenaga kesehatan di puskesmas, pertemuan evaluasi pelaksanaan program keswa di puskesmas, penyusunan modul ketangguhan mental antenatal “ menjadi ibu tangguh dan optimis (mito) dan kegiatan – kegiatan lain yaitu : a. Penyusunan modul resiliensi mental pada ante natal care bagi ibu hamil Gejala depresi pada masa kehamilan (antenatal) anatara lain perasaan sedih yang berlebihan, mudah lelah, gangguan tidur, hilang minat dan kesenangan terhadap aktivitas yang sebelumnya di sukai dan kecemasan berlebihan , terjadi pada 1020% pada ibu hamil. Gejala tersebut bisa meningkat menjadi 80% pada hari ke 3 dan ke 4 setelah melahirkan yang di kenal dengan baby blues dan biasanya akan hilang dengan sendirinya dalam jangka waktu dua minggu. Namun pada sebagian Laptah 2016_P2MKJN
Hal 35
ibu, gejal depresi tersebut menetap lebih lama dan dapat menimbulkan gangguan fungsi dan kemampuan beraktivitas sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan faktor biopsikososial berpengaruh terhadap terjadinya depresi pada ibu, antara lain : faktor biologis ( faktor keluarga dan riwayat adanya depresi, perubahan hormonal setelah melahirkan, menyusui, kelelahan berkepanjangan, ketidak seimbangan neurotransmitter), faktor psikologis (hubungan kurang harmonis dengan orang tua, rendahnya kepercayaan diri, pikiran negatif, kepribadian prefeksionis, kurangnya strategi mengatasi masalah, perasaan gagal dan ketidakpuasaan, merasa terjebak dalam suatu situasi, persepsi negatif tentang persalinanan, kepribadian tergantung), faktor sosial ( mengalami pengasuhan dari orang tua yang depresif, lama berpisah atau terpisah dari orang tua atau pasangan, permasalahan dalam perkawinana dan pekerjaan, kurang mendapat dukungan sosial dan hidup dalam kemiskinan, mengalami berbagai peristiwa yang menimbulkan tekanan seperti perceraian, kehilangan orang penting dalam hidup, kesulitasn keuangan, pengangguran serta tekanan kronis yang di alami berkepanjangan) Salah satu indikator menurunkan risiko depresi antenatal dan setelah melahirkan adalah ketangguhan. Menelaah pentingnya ketangguhan sebagai upaya mencegah faktor risko pada ibu hamil di masa antenatal maka perlu di lakukan pelatihan untuk meningkatkan ketangguhan pada ibu hamil dengan memanfaatkan jendela trimester kedua kehamilan (12-28 minggu). Maka di lakukan kegiatan Penyusunan modul ketangguhan mental antenatal “ menjadi ibu tanggung dan optimis (mito) untuk tenaga kesehatan dalam mencapai generasi yang lebih berkualitas melalui intervensi dini pada ibu hamil dalam mempersiapkan, melahirkan dan mengasuh calon generasi penerus bangsa. Modul ini di gunakan untuk Pelatihan yang terakreditasi dengan 51 JPL, yang berisikan kompetensi nakes untuk : 1. Dapat menjelaskan kehamilan dan perawatan antenatal 2. Dapat menjelaskan peran sebagai ibu dan orang tua 3. Dapat membangun cara berpikir yang antisipatik 4. Dapat meningkatkan optimisme yang realistik 5. Memfasilitasi pelaksanaan relaksasi untu mengatasai kecemasan adn depresi pada masa antenatal dan posnatalMenerapkan cara meningkatkan ketangguhan mental antenatal yang efektif pada ibu hamil 6. Mampu melatih pada pelatiha ketangguhan mental antenatal “ menjadi ibu tanggung dan optimis (mito)
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 36
Kegiatan Anggaran Input
Penyusunan modul resiliensi mental pada ante natal care bagi ibu hamil Rp. 124.290.000 Data: Depresi saat kehamilan dan pasca kehamilan dapat mencapai angka 30%, sehingga diperlukan upaya pencegahan Mitra: BPPSDM dan profesi psikologi
Output
Dilakukannya penyusunan kurikulum dan modul resiliensi mental antenatal pada bumil yang tdd: rapat persiapan 2x dan penyusunan draft sebanyak 6x. (pertemuan paripurna dan finalisasi mengalami efisiensi). Peserta penyusunan draft sebanyak 20 orang
Keluaran (Outcame) Benefit
Tersedianya kurikulum dan modul nasional untuk pelatihan resiliensi mental antenatal pada ibu hamil di daerah Dapat dilaksanakan pelatihan resiliensi mental antenatal pada bumil yang semakin tersebar merata di daerah dengan menggunakan kurikulum dan modul nasional yang telah tersusun Meningkatnya jumlah pelatih (TOT) dan ibu hamil yang terlatih dalam ketangguhan mental antenatal untuk upaya pencegahan masalah kesehatan jiwa
Dampak (Impact)
b. Penyusunan pedoman pencegahan dan pengendalian demensia Demensia merupakan sidroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Populasi orang dengan demensia (ODD) sebanyak 35,6 juta jiwa di dunia, sedang di indonesia estimasi jumlah ODD adaalh 960.000 di tahun 2013. Tidak mandiri dan tidak produktif menyebabkan ketergantungan dan disabilitas terbesar di kalangan manula. Kondisi ini tidak hanya membebani penderitanya, melainkan juga keluarga. Kebutuhan perawatan memerlukan waktu lama dan membutuhkan biata besar. Pedoman pencegahan dan pengendalian demensia berisikan antara lain Definisi tipe patogenesis, faktor risiko, gejala dan tahapan demensia, definisi dan dampak gangguan perilaku dan psikologis pada demensia (GPPD), pencetus GPPD, pemeriksaan / skrining GPPD. Kegiatan Anggaran Input
Penyusunan pedoman pencegahan dan pengendalian demensia Rp. 132.250.000 Mitra ; profesi psikiater, psikologi, perawat jiwa, institusi, akademis
Output
Dilakukan penyususnan pedoman pencegahan pengendalian demensia, yang tdd : 4x penyusunan draf Peserta penyusunan draf sebanyak 20 org Paripurna sebanyak 25 org, finalisasai sebanyak 15 org
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 37
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Tersedianya pedoman pencegahan dan pengendalian Demensia di institusi dan masyarakat Dapat dilaksanakan pencegahan dan pengendalian Demensia dengan menggunakan pedoman yg telah disusun Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman kesadaran ttg pencegahan demensia di institusi dan masyarakat
c. Penyusunan materi KIE pencegahan dan pengendalian alzheimer Vidio media KIE berupa: 1. Informasi penyebab alzheimer dan pencegahannya 2. Informasi tentang pengendalian alzheimer 3. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengenali orang dengan alzheimer 4. Memberi infromasi tentang fasilitas kesehatan untuk menangani penderita Alzheimer Kegiatan Anggaran Input Output
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Penyusunan materi KIE pencegahan dan pengendalian alzheimer Rp. 133.850.000 Mitra : profesi psikiater,Tim ALZI, Akademisi,psikolog Dilakukan penyusunan materi KIE pencegahan dan pengendalian Alzheimer , yg tdd 4 x penyususnan draf Peserta penyusunan draf sebanyak 25 org Tersedianya video KIE pencegahan dan pengendalian Alzheimer Dapat dilakukan pencegahan dan pengendalian Alzheimer dengan menggunakan memutar video yg telah dibuat. Meningkatnya pengetahuan , informasi ttg penyebab dan pencegahan Alzheimer
d. Penyusunan modul keswa bagi kader komunitas Besarnya kasus dan beratnya dampak yang diakibatkan oleh gangguan jiwa, seringnya terjadi perlakuan salah pada ODGJ, cakupan layanan masih rendah, tinginya tingkat kekambuhan dan stigma di masyrakat tentang gangguan jiwa, di butuhkan upaya yang melibatkan semua unsur masyarakat. Salah satu cara untuk mengatasi permasalah tersebut adalah melalui keterlibatan aktif dari orang-orang yang terkena dampak langsung yaitu ODGJ dan keluarganya serta masyarakat pemerhati masalah kesehatan jiwa. Dengan di susun modul ini di harapkan kader dapat : a. Melakukan komunikasi yang efektif dan advokasi masalah kesehatan jiwa b. Memberikan penjelasan tentang konsep sehat jiwa dan gangguan jiwa c. Melakukan psikoedukasi gangguan cemas d. Melakukan psikoedukasi gangguan depresi e. Melakukan psikoedukasi gangguan bipolar f. Melakukan psikoedukasi gangguan skozofrenis Laptah 2016_P2MKJN
Hal 38
g. Memberikan penjelasan dan melakukan pendampingan dalam kondisi gaduh gelisah dan ancaman bunuh diri pada gangguan jiwa h. Melakukan upaya mengelola stigma terhadap gangguan jiwa i. Memberikan penjelasan tentang mekanisme layanan kesehatan jiwa
Kegiatan Anggaran Input Output
Keluaran (Outcame) Benefit
Dampak (Impact)
Penyusunan modul keswa bagi kader komunitas Rp. 112.480.000 Mitra: BPPSDM, profesi psikiater dan komunitas peduli keswa Dilakukannya penyusunan kurikulum dan modul pengelolaan gangguan jiwa bagi relawan keswa yang tdd: 6x penyusunan draft (finalisasi mengalami efisiensi) Peserta penyusunan draft sebanyak 20 orang Tersedianya kurikulum dan modul nasional untuk pelatihan pengelolaan gangguan jiwa bagi relawan Dapat dilaksanakan pelatihan pengelolaan gangguan jiwa bagi relawan, yang semakin tersebar merata di daerah dengan menggunakan kurikulum dan modul nasional yang telah tersusun Meningkatnya jumlah relawan keswa yang terlatih melakukan psikoedukasi ke masyarakat/keluarga ODGJ untuk upaya pencegahan kekambuhan/pemasungan
e. Penyusunan instrumen kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di masyarakat WHO memperkirakan kesenjangan pengobatan di negara-naraga dengan penghasilan rendah-menengah termasuk indonesia adalah 85%. Hal ini berarti kurang dari 15% penderita gangguan jiwa yang mendapatkan layanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan dan tingkat kekambuhan pasien masih cukup tinggi pasca perawatan. Namun data pasti tentang kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di indonesia dan faktor-faktor lain yang terkait masih belum tersedia. Berdasarkan hal terbut maka dilakukan kegiatan penyusunan instrumen kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di masyarakat untuk menentukan program dan pelaksanaan sistem kesehatan jiwa yang lebih efektif. Kegiatan Anggaran Input
Laptah 2016_P2MKJN
Penyusunan instrumen kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di masyarakat Rp. 203.455.000 Estimasi kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Indonesia sebesar >85%, belum ada data pasti melalui penelitian, belum ada instrumen survei nasional Mitra: Balitbangkes, profesi psikiater, institusi akademik
Hal 39
Output
Keluaran (Outcame)
Benefit Dampak (Impact)
f.
Dilakukan penyusunan instrumen kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di masyarakat yang tdd: rapat persiapan 1x, penyusunan draft 5x, dan pertemuan paripurna (uji coba dan finalisasi mengalami efisiensi) Peserta penyusunan draft instrumen sebanyak 20 orang, paripurna 35 orang Tersedianya instrumen dan kuesioner untuk pelaksanaan survei di daerah maupun nasional untuk mendapatkan data tentang kesenjangan pengobatan gangguan jiwa dan faktor-faktor terkait Dapat dilaksanakan survei nasional maupun lokal di daerah dengan menggunakan instrumen yang telah disusun Tersedianya data kesenjangan pengobatan gangguan jiwa
Peningkatan keterampilan keswa bagi petugas kesehatan di puskesmas Sekitar 30% dari seluruh penderita yang dilayani dokter di pelayanan kesehatan primer (puskesmas) mengalami masalah kesehatan jiwa. Kesenjangan pengobatan terhadap gangguan jiwa mencapai 90%. Hal ini berarti baru sekitar 10% orang dengan gangguan jiwa yang mendapatkan layanan kesehatan jiwa. Upaya kesehatan jiwa yang terintegrasi di fasilitasi kesehatan tingkat pertama merupakan amanah dari undang-undang Nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa yang tercantum di dalam pasal 34. Tahun 2016 dilakukan 7 provinsi mendapat Kegiatan peningkatan keterampilan kesehatan jiwa bagi tenaga kesehatan di puskesmas yaitu provinsi sulawesi tenggara , di kabupaten Ende NTT sebanyak 13 orang, di kabupaten muara enim (sumatera selatan) sebanyak 14 orang. Di papua sebanyak 13 di sulawesi tengah sebayak 13 orang dan DIY Yogyakarta sebanyak 14 orang . Waktu pelatihan selama 5 hari dengan menggunakan modul yang sudah di akreditasi oleh PPSDM , setiap peserta yang di latih mendapat sertifikat Hasil dari Kegiatan pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan jiwa di puskesmas, memberikan pembekalan dan pengetahuan sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan jiwa dengan lebih baik, dapat melakukan deteksi dini dan intervensi dini serta melakukan pencatatan masalah kesehatan jiwa
Kegiatan Anggaran Input
Laptah 2016_P2MKJN
Peningkatan keterampilan keswa bagi petugas kesehatan di puskesmas Rp. 1.298.900.000 Masih terbatasnya SDM yang dapat melakukan layanan keswa Mitra: Dinkes Provinsi, profesi psikiater dan perawat jiwa, BPPSDM Waktu: tiap pelatihan 5-6 hari
Hal 40
Output
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Dilakukan peningkatan keterampilan keswa bagi petugas kesehatan di puskesmas pada 6 provinsi, yaitu: DIY, Sultra, Sulteng, NTT, Papua dan Sumsel. Peserta pelatihan sebanyak 24-30 dokter dan perawat Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan nakes PKM dalam melakukan deteksi dini dan tatalaksana gangguan jiwa Meningkatnya jumlah Puskesmas yang dapat melakukan layanan kesehatan jiwa Meningkatnya cakupan layanan keswa di PKM
g. Advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan di rutan / lapas Tiap tahun rata-rata tahanan di indonesia ada 20.000 jiwa yang masuk rutan/lapas sedanga yang dibebaskan dari tahanan hanya sedikit jumlahnya. Tentu saja ketimpangan ini menyebabkan over kapasitas berdampak luar biasa, tidak berimbangnya petugas dengan warga binaa, kemudian sarana prasarana dan jumlah pengunjung per hari 400-500 orang dengan jumlah petugas geledah yang terbatas di pos perjagaan. Karena itu sudah menjadi persoalan yang komplek terkait kondisi rutan/lapas. Data narapidana tentang kesehatan jiwa di rutan / lapas masih sedikit laporan. Tetapi data narapidana tentang kasus narkoba cukup banyak. Dari hasil kegiatan Advokasi dan sosialisasi kesehatan jiwa bagi pemangkukepentingan di rutanlapas.Ada beberapapermasalahan yang dihadapiantara lain : 1. SDM tenagakesehatan di lapas/ rutanmasihbelummemadai, khususnyapsikolog ( hanyaada 3 orang) 2. Tidak semua rutan/lapas ada psikiaternya 3. Standar perawatan kesehatan jiwa di lapas/ rutan belum ada 4. Sarana prasarana penunjang pelayanan perawatan kesehatn jiwa di lapas/ rutan masih belum memadai 5. Kerjasama dan koordinasi terkait layanan perawatan kesehatan jiwa di lapas/ rutan belum optimal 6. Tidak semua Lapas mempunyai dokter. Biasanya perawa ttidak berani melakukan penyuntikan di Lapas karena ada aturan yang melarang menyuntik di Lapas. Penyuntikan dapat dilakukan jika ada pendelegasian dari dokter. 7. Tidak banyak Rutan/Lapas yang mengikuti program NAPZA. AdapunRencanatindaklanjutadalah ; 1. Peningkatan Kapabilitas Petugas Kesehatan/TOT di Rutan dan Lapas 2. Peningkatan Rehabilitasi Pengguna NAPZA di Rutan d an Lapas melalui kerjasama lintas sektor dan Penganggaran Rehabilitasi di luar Rutan dan Lapas Narkotika diatur oleh Dirjen Pas.
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 41
3. Perlu menyusun standar layanan perawatan kesehatan jiwa di lapas/rutan Kegiatan Anggaran Input
Output
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan di rutan / lapas Rp. 436.250.000 Mitra ; Institusi, LP/LS, Kepolisian, Profesi psikiter, perawat jiwa Waktu ; 3 hari Dilakukan advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan di lapas /rutan, yg tdd rapat persiapan 2x, pelaksanaan pertemuan Peserta sebanyak ; 107 org Meningkatnya pemahaman bagi pemangku kepentingan terhadap program pencegahan dan pengendalian masalah keswa dilapas rutan Meningkatnya program keswa di lapas rutan Meningkatnya pengetahuan program keswa bagi pemangku kepentingan di lapas rutan
h. Advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran Masalah yang dialami oleh TKI adalah kemanusian. TKI yang di kirim keluar negeri tak jarang terperangkap dalam siksaan, pelecehan dan bahkan ada yang meninggal dengan teraniaya. Penganiayaan fisik yang mereka terima tak jarang menimbulkan efek psikologis di antara depresi berat dan kegilaan. Dengan kegiatan Advokasi dan sosialisasi kesehatan jiwa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran, pemegang kebijakan mengetahui dampak pengiriman TKI yang tidak mempunyai pendidikan, menggunakan dokumen palsu sehingga terjadi deportasi, kelompok rentan (kemiskinan, anak jalanan, ) yang semuanya akan menimbulkan masalah kejiwaan. Hasil Advokasi dan sosialisasi kesehatan jiwa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran tersaji upaya yang telah dilakukan oleh lintas program dan lintas sektor adalah : 1. Dampak dari kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang/ tenaga kerja migran berdampak luas terhadap masalah kesehatan baik fisik mental dan sosial. 2. Dengan adanya otonomi daerah diperlukan adanya dukungan dari pengambil keputusan untuk penyediaan dana dan fasilitas untuk keketerhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang/ tenaga kerja migrant
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 42
3. Pelayanan Kesehatan menyangkut warga negara dengan masalah kesehatan termasuk tenaga kerja Indonesia / tenaga kerja migran harus ditangani oleh Kementerian Kesehatan melalui unit UPT dengan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Setempat. Sudah ada alur dan mekanisme sistem penanganan Pelayanan Kesehatan menyangkut tenaga kerja bermasalah kesehatan. 4. WNI Migran bermasalah dipulangkan kedaerah asal melalui Pemerintah Daerah Provinsi dilanjutkan ke Kota/kabupaten dengan dilengkapi dokumen medical record untuk rawatan lanjutan/rawat jalan. RencanaTIndakLanjut 1. Perlu peningkatan kapasitas petugas dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, tenaga kerja migran serta tindak pidana perdagangan orang secara terpadu. 2. Perlu adanya mekanisme pencatatan dan pelaporan yang terpadu sebagai bukti dokumentasi data. 3. Perlu ditingkatkan skill dan profesionalitas para calon TKI oleh BNP2TKI 4. Dilakukannya pendampingan khusus oleh Pekerja Sosial dalam proses kepulangan. 5. Saling koordinasi dengan Kemensos : 6. Apabila WNI Migran bermasalah mengalami gangguan kejiwaan akut/parah yang tidak dapat ditangani di Shelter, maka dirujuk ke rumah sakit Jiwa/ klinik kesehatan Jiwa setempat atau layanan kesehatan jiwa yang di tunjuk 7. JikaWNI Migran bermasalah mengalami gangguan kejiwaan terjadi sesudah sampai entry point: Mengalami gangguan jiwa ringan akan dilakukan konseling oleh Pekerja Sosial dan Psikolog. Apabila WNI Migran bermasalah mengalami gangguan kejiwaan akut/parah yang tidak dapat ditangani di Shelter, maka dirujuk ke rumah sakit Jiwa/ klinik kesehatan Jiwa setempat atau layanan kesehatan jiwa yang di tunjuk 8. Dilakukanrawatan di RumahsakitJiwa 9. Jika penderita gangguan jiwa belum ditangani di entry point, maka Medical record dijadikan sebagai dokumen pelengkap asesmen untuk merujuk kelayanan kesehatan/rumah sakit jiwa di debarkasi transit.
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 43
Kegiatan Anggaran Input
Output
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
i.
Advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran Rp. 189.650.000 Mitra ; LP/LS, Kepolisian,profesi psikiater, psikologis, perawat, institusi Waktu ; 2 hari Dilakukan advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran, yg tdd rapat persiapan 2x, pelaksanaan pertemuan Peserata sebanyak 60 org, Meningkatnya program pencegahan dan pengendalian masalah keswa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran. Meningkatnya program keswa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran Meningkatnay Jumlah pemangku kepentingan tenaga kerja migran masalah keswa
Lokakarya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa pada perempuan Kesehatan jiwa perempuan saat ini semakin mendapat perhatian, peran perempuan di keluarga sebagai caregiver berarti kesehatan jiwa mereka akan mempengaruhi kesehatan jiwa anak-anak dan orang tua. Perempuan sebagai pekerja maka kesehatan jiwa nya berpengaruh pada produktivitas. Perempuan lebih sering mengalami depresi dan cemas dengan keluha somatik / fisik dan variable kognitif dua kali lipat di banding laki-laki. Faktor risiko yang signifikan untuk terjadi depresi dan cemas pada perempuan antara lain adalah penyakit fisik kronis, memiliki keluhan ginekologis, serta kekerasan domestik (KDRT) dan riwayat trauma. Sebuah tinjauan global dari 40 peneliti berbasis masyarakat menemukan bahwa antara 25% hingga 50% perempuan menjadi korban dari kekerasan fisik laki-laki. Dalam lapaoran WHO tahun 2013 lebih dari 30% perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan fisik atau seksual. Depresi perinatal (masa kehamilan dan persalinan) sering terjadi dan berdampak jangka panjang bagi anak dan ibu. Depresi pada ibu tersebut terkait beberapa faktor risiko, antara lain permasalah dalam perkawinan, adanya penyakit fisik serta situasi lingkungan yang penuh dengan tekanan/ stres. Masih banyak perempuan yang belum terinformasikan mengenai masalah kesehatan jiwa, cara pencegahan dan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa.
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 44
Kegiatan Anggaran Input Output
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
j.
Lokakarya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa pada perempuan Rp. 160.660.000 Mitra: Ditkesga, profesi psikiater, psikolog klinis Waktu: 2 hari Dilakukan lokakarya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa pada perempuan, yang tdd rapat persiapan dan pelaksanaan pertemuan Peserta sebanyak 55 orang Meningkatnya kesadaran LPLS terhadap masalah keswa pada perempuan Meningkatnya program keswa yang terintegrasi dalam program LPLS Meningkatnya upaya promotif preventif keswa
Lokakarya untuk perencanaan tindak lanjut program bebas pasung Berdasarkan laporan riset kesehatan dasar tahun 2013 sebanyak 14,3% dari penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat mengatakan pernak di pasung, sedangkan data nasional gangguan jiwa berat (psikotik) yang ditemukan sebesar 1,7/100 penduduk dan hingga saat ini total temuan kasus pasung dari dinas kesehatan propinsi sebayak 8690 kasus. Kegiatan Lokakarya untuk perencanaan tindak lanjut program bebes pasung dilakukan untuk percepatan program bebas pasung di 34 Dalam Kegiatan ini di jelaskan tentang bagaiman menyusunan perencanaan program untuk bebas pasung yang berisikan kebijakan, perencanaan dan program yang memiliki perbedaan yang mendasar, Elemen yang terdapat menyusun program seperti judul program, latar belakang, tujuan,sasaran, aktivitas, target dan indikator, pembiayaan, rincian sumber daya, organisasi, pemantauan dan evaluasi. Peserta juga diberikan kuesioner dan dijelaskan tentang pengisisna kuesioner tentang bebas pasung. Hasil nya Sebanyak 18 dari 34 propinsi menyatakan memiliki kegiatan / program bebas pasung seperti pelatihan, advokasi, sosialisasi, koordinasi dan penjemputan kasus, 30 propinsi telah memberikan laporan kasus pasung, 9 provisni dan 1 kabupaten telah memiliki regulasi yang mendukung program bebas pasung seperti NAD, Jambi, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, NTB, Bangka Belitung, Sumatera Selatan dan Kabuoaten Hulu Sungai Selatan.
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 45
Kegiatan Anggaran Input Output
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Lokakarya untuk perencanaan tindak lanjut program bebas pasung Rp. 276.810.000 Mitra: profesi psikiater dan perawat jiwa Waktu 4 hari Dilakukan lokakarya untuk perencanaan tindak lanjut program bebas pasung yang tdd: rapat persiapan 2x dan pelaksanaan pertemuan. Peserta sebanyak 60 orang Meningkatnya pemahaman pengelola program keswa dinkes pr ovinsi dalam perencanaan tindak lanjut program bebas pasung Meningkatnya perencanaan program bebas pasung di provinsi Meningkatnya cakupan layanan keswa terhadap ODGJ dipasung
k. Lokakarya hari alzheimer sedunia Ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit alzhemer di dunia, angka ini akan meningkat sampai hampir 4 kali pada tahun 2050. Estimasi jumlah penderita penyakit alzheimer di indonesia tahun 2013 mencapai 1.000.000 orang. Peningkatan prosentase diperkiraan 0,5% pada usia 69, 1% pada usia 70-74 tahun, 2% pada usia 75-79, 3% pada usia 80-84 tahun dan 8% pada usia 85 tahun ke atas. Berdasarkan susenas tahun 2014 jumlah lanjut usia mencapai 20,24 juta orang atau 8,03%, data ini meningkat di banding tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6% dari jumlah penduduk indonesia. Tujuan kegiatan ini menurunkan kejadian demensia alzheimer dan demensia lainnya dengan pendekatan siklus kehidupan. Dalam kegiatan ini dilakukan peluncuran dan penyerahan buku RAN pencegahan dan pengendalian alzheimer dan penyakit demensia lainnya kepada perwakilan masyarakat indonesia yang sejalan dengan kebijakan peningkatan lansia di indonesia meliputi : a. Pembinaan kesehatan lansia terutama ditujukan pada upaya peningkatan kesehatan dan kemampuan untuk mandiri agar selama mungkin tetap produktif da berperan aktif dalam pembangunan b. Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran keluarga dan masyarakat serta menjalin kemitraan dengan LSM, swasta dalam penyelenggaraaan upaya kesehatan lansia secara berkesinambungan c. Pembinaan kesehatan lansia dilaksanakan melalui pendekatan holistik dengan memperhatikan nilai sosial dan budaya yang ada. d. Pembinaan kesehatan lansia dilaksanakan secara terpadu dengan meningkatkan peran, koordinasi dan integerasi dengan lintas program dan lintas sektor.
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 46
e. Pendekatan siklus hidup dalam pelayanana kesehatan untuk mencapai lanjut usia sehat dan aktif dalam konteks kesehatan keluarga f. Upaya kesehatan lansia dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas secara komprehensif meliputi upaya promotif, preventif dan rehabilitatif. Dalam kegiatan tersebut dilakukan tarian poco-poco yang akan mengasah fungsi otak, dengan gerakan tubuh, melatih konsentrasi, daya pikir, daya ingat di tiap gerakan dan mengasah emosi dan kebersamaan sehingga memperbaiki fungsi eksekutif otak. Kesimpulan menari poco-poco secara teratur dapat memberikan sikap positif dan meningkatkan fungsi eksekutif seseorang sehingga dapat mengurani terjadinya penyakit menurunkan fungsi otak, karena tarian poco-poco merupakan kegiatan menarik, irama lagu riang dan meriah, semua itu memberikan sikap positif, memenuhi kriteria aerobik dengan beat irama lagu 120 x / menit dan menggunakan tenaga sedang, merupakan gerakan tarian sopan, sesuai budaya bangsa indonesia. Kegiatan Anggaran Input
Output
Keluaran (Outcame)
Benefit Dampak (Impact) l.
Lokakarya hari alzheimer sedunia Rp. 153.680.000 Mitra ; profesi psikiater, psikolog, perawat,akademisi, institusi, organisai Waktu ; 1 hari Dilakukan lokakarya dalam rangka hari Alzheimer sedunia serta peluncuran buku RAN ( rencana Aksi Nasional ) Alzheimer. Yg tdd ;Rapat persiapan 2 x, pelaksanaan lokakarya Peserta sebanyak 170 org Meningkatnya pengetahuan, pemahaman dan serta kepedulian masyarakat maupun pemerintah ttg tercerminnya menghilangkan paradigm Alzheimer Meningkatnya kesadaran dan kepedulian ttg Alzheimer bagi masyarakat maupun pemerintah Meningkatnya Jumlah kesadaran serta kepedulian masyarakat maupun pemerintah ttg Alzheimer bertambah
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kebutuhan akan adanya undang-undang tersebut merupakan respon terhadap situasi maraknya kejahatan perdagangan orang, meningkatnya jumlah korban, sekaligus komitmen negara untuk ikut serta memberantas kejahatan perdagangan orang. Perdagangan Orang (trafficking in person) merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, serta melanggar hak asasi manusia (HAM) sehingga harus diberantas.Indonesia merupakan daerah sumber, transit, dan
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 47
tujuan perdagangan orang.Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.Faktor penyebab utama terjadinya trafficking diantaranya adalah faktor ekonomi dan sosial budaya Meskipun tidak selalu identik dengan perdagangan orang, sejumlah sektor seperti buruh migran, pembantu rumah tangga (PRT) dan pekerja sekskomersial ditengarai sebagai profesi yang paling rentan dengan human trafficking, didapat data yang dimiliki oleh Bareskrim Mabes Polri tahun 2005 tercatat kasus trafficking sebanyak 71 kasus, tahun 2006 meningkat menjadi 84 kasus, tahun 2007 sebanyak 177 kasus, tahun 2008 sebanyak 199 kasus dan tahun 2009 hingga Juni tercatat 39 kasus, fenomena perdagangan perempuan saat ini sedang menyebarluas dengan kemungkinan jumlah orban lebih besar. Adapun data kasus TPPO yang ditangani oleh POLRI tahun 2015-2019 adalah jumlah kasus 1007 terselesaiakan 5442 ( 53, 82 % ) Hasil dari pertemuan koordinasi LP LS terkait TPPO ; a. Masih banyak kasus yang belum terlaporkan ,perlu dilakukan sosialisasi TPPO ( koordinasi dengan PPTPPO Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdaganagn Orang )Kemenko PMK dan lembaga P2TP2A dan pusat pusat pelayanan. b. Layanan rujukan, perlu Pembentukan PPT, Pembentukan PPT di daearahKab/Kota minimal 1 terdapat PPT sebagai rujukan dari faskes yang dituangkan dalam surat keputusan atau aturan hokum lainnya. Dan I tim intern di PTT dan koordinator tim. c. Diperlukan ruang khusus untuk konseling dan pelayanan kesehatan lainnya untuk korban KtPA / TPPO. d. Masih lemahnya penegakakan hukum , perlu dilakukan sosialisasi pada masyarakat tentang TPPO e. Pembiayaan visum belum terbiayai untuk petugas ,tetapi untuk korban dan pelaku tetap gratis . untuk pembiayaan visum dibiayai oleh pemdasetempat Kegiatan Anggaran Input Output
Keluaran (Outcame)
Laptah 2016_P2MKJN
Koordinasi LP/LS terkit TPPO Rp. 218.075.000 Mitra : profesi psikiater, LP/LS, Insitusi Waktu 3 hari Dilakukan pertemuan Koordinasi LP?LS terkait TPPO yg tdd : raper 2x dan pelaksanaan pertemuan Peserta sebanyak ; 50 org Meningkatnya dan kesepakatan dalampenanganan masalah keswa terkait TPPO serta langkah langkah strategis program terkait
Hal 48
Benefit Dampak (Impact)
Terbentuknya kesepakatan dalam penanganan , pembiayaan , pencatatan dan pelaporan , layanan rujukan terkait TPPO Meningkatnya upaya penanganan keswa terkait TPPO kepada petugas di LS
m. Koordinasi mitra peduli keswa Mengingat besarnya permasalah kesehatan jiwa di masyarakat, maka peningkatan derajat kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa tidak akan berhasil tanpa kepedulian, pergerakan dan kemandirian dari masyarakat Ada beberapa kelompok swabantu yang memiliki kegiatan kesehatan jiwa seperti komunitas peduli skozofrenia indonesia (KPSI), bipolar care indonesia (BCI), Into ther light dan peduli kesehatan jiwa ibu parinatal. Kegiatan yang mereka lakukan masih sendiri-sendiri atau sektoral meskipun mereka memperjuangkan hal yang sama yaitu kesehatan jiwa. Kegiatan Anggaran Input Output
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Koordinasi mitra peduli keswa Rp. 188.300.000 Mitra: profesi psikiater, psikolog dan komunitas peduli keswa Waktu 3 hari Dilakukan pertemuan koordinasi mitra peduli keswa yang tdd: rapat persiapan 2x dan pelaksanaan pertemuan. Peserta sebanyak 60 orang Meningkatnya pemahaman dan kesepakatan komunitas peduli keswa dalam kerjasama upaya promotif preventif keswa Terbentuk aliansi komunitas peduli keswa Meningkatnya upaya promotif preventif keswa kepada masyarakat
n. Evaluasi program bebes pasung Pemasungan adalah suatu tindakan berupa pengikatan dan atau pengekangan mekanis/fisik lainnya dan atau penelantaran dan atau pengisolasian. Hal ini terjadi karena finansial, kurang pengetahuan , stigma kegagalan tindakan alternatif serta ketidak puasan terhadap pelayanan kesehatan. Program bebas pasung telah di canangkan oleh kementerian kesehatan sejak tahun 2010 dengan tujuan melindungi hal azasi kesehatan jiwa seluruh masyarakat. Sejauh ini telah dilakukan advokasi dan sosialisasi tentang program bebas pasung yang terus menerus. Hasil kegiatan evaluasi program bebas pasung : a. Belum meratanya fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang menyelenggarakan layanan kesehatan jiwa. RSU dengan layanan sebanyak 269 (60%) dari 445, RSJ sebanyak 26 dari 48. b. Masih kurangnya SDM terlatih kesehatan jiwa dan distribusi tidak merata. Profesional kesehatan jiwa 3 per 100.000 populasi, psikiater 839 (0,3 per 100.000 populasi, psikolog klinis 451 (0,19 per 100.000 populasi, perawat jiwa 6500 ( 2 per 100.000) Laptah 2016_P2MKJN
Hal 49
c. Masih besarnya stigma dan kurangnya pemahamana masyarakat terhadap gangguan jiwa d. Kurangnya koordinasi lintas sektor dilapangan e. Masih diperlukan regulasi / dasar hukum dalam pelaksanaan f. Masih diperlukan penataa sistem informasi / data g. terdapat ketidaksinambungan ketersediaan obat jiwa di puskesmas. Tahun 2014 anggaran obat keswa sebesar Rp. 616.400.000 (metadon 50 mg/ml), tahun 2015 sebesar Rp. 8.323.300.000 (Halloperidol Injeksi 5 mg/ml, Flufenazin Inj 25 mg/ml, Halloperidol Decanoas inj 50 mg/ml, Metadon 50 mg/ml ) tahun 2016 sebesar Rp. 24.708.299.980 (Halloperidol Inj 5 mg/ml, Risperidon Tablet 2 mg , Klozapin tab. 25 mg , Halloperidol Decanoat Inj 50 mg/ml , Metadon 50 mg/ml ) Upaya dan tindak lanjut : 1. Memperbaiki sistem monitoring dan evaluasi data dan informasi 2. Melengkapi pedoman yang dibutuhkan dalam implementasi program / layanan keswa dalam mendukung program bebas pasung 3. Edukasi dan peningkatan peran serta masyarakt 4. Meningkatkan pengetahuan keswa yang berkesinambungan
Kegiatan Anggaran Input
Output
Keluaran (Outcame)
Benefit Dampak (Impact)
Laptah 2016_P2MKJN
Evaluasi program bebes pasung Rp. 423.100.000 Mitra: kemensos, kemendagri, BPJS, lintas program kesehatan, profesi psikiater dan perawat jiwa Waktu 3 hari Dilakukan pertemuan evaluasi program bebas pasung yang tdd: rapat persiapan 2x dan pelaksanaan pertemuan. Peserta sebanyak 111 orang Didapatkannya data terkait program bebas pasung dari Dinkes provinsi Meningkatnya pemahaman LPLS mengenai program bebas pasung Meningkatnya jumlah provinsi yang melaksanakan program bebas pasung Meningkatnya cakupan layanan keswa terhadap ODGJ dipasung
Hal 50
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 51
C. Kegiatan P2 Napza a. Penyusunan rencana aksi pencegahan dan pengendalian masalah napza Kegiatan Penyusunan rencana aksi 2016-2019 pencegahan dan penyalahgunaan napza yang berisikan : Tujuan Sasaran kebijakan
Strategi
Kegiatan
Kegiatan Anggaran Input
Output
Laptah 2016_P2MKJN
meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat dan menurunkan angka penyalahgunaan napza keluaga,lembaga pendidikan,tempatkerja , masyarakat dan fasilitasi kesehatan, Menyediakan layanan program yang bermutu dengan cara meningkatkan kegiatan promotif, preventif, terapi, rehabilitasi, pasca rehabilitasi serta pelayanan sosial yang berkesinambungan pencegahan primer melalui pemberdayaan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan napza pemberdayaan guru sekolah dasar dan guru sekolah menengah dalam pencegahan penyalahgunaan napza melakukan kampanye publik napza yang melibatkan masyarakat melatih kader komunitas napza pencegahan sekunder dan tersier IPWL aktif bagi penyalahguna napza meningkat Institusi rehabilitasi napza di luar sektor kesehatan yang be kerja sama dengan fasyankes bertambah kerjasama dan sinergitas antara stake holder terkait Tahun 2016 pembuatan modul TOT pemberdayaan orang tua dalam pencegahan penanggulangan napza, 2017 melakuan pelatihan modul tersebut di 10 provinsi 2018 di 10 provisni 2018 di 14 provisni Tahun 2016 pembuatan modul TOT pemberdayaan guru dalam pencegahan penanggulangan napza, tahun 2017 melakuan pelatihan modul tersebut di 10 provinsi, tahun 2018 di 10 provisni tahun 2019 di 14 provisni Tahun 2016 pembuatan media KIE pencegahan penanggulangan napza, tahun 2017 melakuan kampaye pulbik di 12 provinsi , tahun 2018 di 12 provisni, tahun 2019 di 10 provinsi
Penyusunan rencana aksi pencegahan dan pengendalian masalah napza Rp. 230.650.000 Data penyalahgunaan Napza, Pemangku Kepentingan (Kemensos, BNN, Dinas Kesehatan, Fasyankes) 50 org peserta Tempat di Jakarta (Hotel Dafam) Tanggal Maret-Juli 2016 Tersusunnya rencana aksi pencegahan dan pengendalian masalah Napza Hal 52
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Tersedianya rencana aksi pencegahan dan pengendalian masalah Napza sebagai acuan bagi pemangku kepentingan di pusat dan di daerah Adanya Panduan dalam menyusun kegiatan pencegahan dan pengendalian masalah Napza pusat dan di daerah Penurunan angka penyalahgunaan Napza secara nasional
b. Penyusunan modul pemberdayaan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan napza Kegiatan Penyusunan modul pemberdayaan orang tua dalam pencegahan dan pengendalian penyalahgunaan napza. Kecenderungan semakin dini untuk usia pengguna napza pertama kali. Pola asuh orang tua dan kualitas relasi antara seseorang dan orang tua nya yang terbina sejak masa kanak menentukan kemampuan orang tersebut untuk menentukan sikap terhadap napza di tahap perkembangan selanjutnya. Orang tua perlu di perdayaan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan napza oleh anak-anak mereka melalui peningkatan keterammpilan mengasuh dan membina relasi dengan anak mereka dengan memberi perhatian pada perilaku adiksi. Tujuan dari penyusunan modul ini adalah agar tenaga kesehatan, kader kesehatan : a. mampu menjelaskan konsep keluarga sehat, b. mampu menjelaskan peran orang tua terhadap anak yang mulai mencoba menggunakan zat psikoaktif, anak dengan gangguan penggunaan zat dan anak dengan c. mampu menjelaskan tanda-tanda yang menunjukkan anak mulai terindikasi menggunakan napza d. menjelaskan jenis-jenis zat yang banyak disalahgunakan oleh remaja e. menjelaskan tindak persuasif apa saja dari orang tua pada anak yang sudah mulai terlibat dengan napza
Kegiatan Anggaran Input
Output Keluaran (Outcame)
Laptah 2016_P2MKJN
Penyusunan modul pemberdayaan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan napza Rp. 203.450.000 Data penyalahgunaan Napza, Pemangku Kepentingan (BNN, Dinas Kesehatan, Fasyankes) 50 org peserta Tempat di Jakarta (Hotel Ibis) Tanggal Maret-Juni 2016 Tersusunnyan Modul Pemberdayaan orang tua dalam pencegahan penyalahgunaan Napza Tersedianya Modul Pemberdayaan orang tua dalam pengendalian masalah Napza sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan Napza di masyarakat
Hal 53
Benefit
Dampak (Impact)
Tenaga kesehatan mampu memberdayakan masyarakat dalam upaya pencegahan penyalahgunaan Napza Masyarakat memiliki pengetahuan dasar dan mampu mencegah anggota masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan Napza dilingkungannya
c. Pelatihan asesmen wajib lapor Pelatihan asesmen wajib lapor bertujuan agar peserta mampu melakukan asesmen untuk kemudian menentukan rencana terapi yang tepat bagi pecandu narkotika yang melakukan wajib lapor kepada IPWL Materi pelatihan : Membanguan komitmen belajar meliputi perkenalan, harapan dan kekhawatiran peserta terhadap proses pembelajaran. Sehingga peserta berkomitmen untuk mencapai harapan tersebut. Paparan akan Kebijakan wajib lapor yang terkini dan kaitannya dengan Lintas Program dan Lintas Sektor. Paparan Perkembangan masalah gangguan penggunaan narkotika di kawasan global, regional dan nasional. Materi ini bertujuan agar peserta mendapatkan informasi terkini tentang tren penyalahgunaan napza baik di Indonesia dan belahan dunia lain. Paparan pembagian jenis napza berdasarkan komposisi kimia dan berdasarkan peraturan. Pada materi ini juga di paparkan efek penyalahgunaan Napza terhadap susunan saraf pusat. Paparan Ketergantungan narkotika. Materi ini menjelaskan penyebab ketergantungan napza dipandang dari sudut bio psiko social. Paparan Asesmen Ketergantungan Narkotika. Pada materi ini diberikan pengetahuan tentang bagaimana melakukan Asesmen dan diagnosis ketergantungan narkotika. Diharapkan peserta dapat memilah antara cobacoba hingga ketergantungan berdasarkan kriteria diagnostik yang berlaku. Paparan Penatalaksanaan terapi dan rehabilitasi. Pada materi ini peserta diberikan pengetahuan tentang tatalaksana rasional yang dapat diterapkan di tempat kerja sesuai dengan spectrum penyalahgunaan Napza. Paparan Konseling dasar ketergantungan narkotika. Pada materi ini peserta diberikan pengetahuan dan keterampilan dasar mengenai apa konseling, kapan dilakukan dan bagaimana melakukan konseling dasar untuk mendorong perubahan perilaku dari penyalahguna Napza. Paparan Sistem rujukan. Pada materi ini peserta diberikan informasi terkait apa, kapan dan bagaimana cara merujuk penyalahguna ke RS atau ke fasilitas layanan kesehatan dan sosial lainnya. Paparan Pencatatan dan pelaporan . pada materi ini peserta diberikan pengetahuan dan keterampilan untuk melaporkan kegiatan yang telah dilakukan dalam format baku atau dalam bentuk elektronik.
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 54
Kegiatan Anggaran Input
Output Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Pelatihan asesmen wajib lapor Rp. 792.055.000 172 org peserta Tempat di Jogyakarta, Makassar, Medan, dan Bekasi Pada periode Maret-September 2016 Terlatihnya Tenaga Kesehatan di Fasyankes dalam Asessmen dan terapi gangguan penggunaan Napza Tenaga Kesehatan mampu melakukan asesmen dan terapi gangguan penggunaan Napza di Institusi Penerima Wajib Lapor Tersedianya layanan rehabilitasi medis di Fasyankes sesuai dengan Standar Masyarakat mendapatkan kemudahan akses layanan Napza diseluruh provinsi
d. Koordinasi program rehabilitasi medis pecandu narkotika Kegiatan di maksudkan untuk mensinkronisasi penyelanggaraan wajib lapor dan rehabilitasi medis pecandu narkotika dan penerapan peraturan bersama serta peraturan menkes. Pertemuan ini mengundang peserta dari layanan kesehatan baik tingkat primer atau rujukan dan dari Dinas Kesehatan. Dari hasil pertemuan koordinasi program rehabilitasi medis pecandu narkotika diharapkan akan didapatkan pemetaan tentang tantangan yang di peroleh pada layanan dan mencari alternative solusi yang dapat dilakukan. Kegiatan Anggaran Input
Output
Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Laptah 2016_P2MKJN
Koordinasi program rehabilitasi medis pecandu narkotika Rp. 148.675.000 50 org peserta Tempat di Jakarta (Le Grandeur) Pada bulan Agustus 2016 Terselenggaranya pertemuan koordinasi program rehabilitasi medis pecandu narkotika dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan IPWL untuk pemetaan kendala dan alternatif solusi dan rencana tindak lanjut Sinkronisasi Program Wajib lapor dan rehabilitasi medis antara stakeholder dan Fasyankes Termonitornya upaya penyelenggaraan IPWL diseluruh Provinsi Masyarakat mendapatkan layanan terapi dan rehabilitasi Napza diseluruh provinsi
Hal 55
e. Supervisi program terapi dan rehabilitasi napza Kegiatan supervisi program terapi dan rehabilitasi napza yang di lakukan di Provinsi Sumatera Utara, dilakukan supervisi di RSUD pringadi Medan yang di tetapkan sebagai IPWL tahun 2013, sudah mempunyai 4 orang tenaga terlatih, akan tetapi belum ada poli khusus napza, dan supervisi di Puskesmas Bromo Kota Medan yang sudah melakukan penyuluhan terkait napza di masyarakat, lapas dan sekolah, tetapi belum ada pasien untuk wajib lapor. Dari hasil supervisi tersebut Dinas Kesehatan sumatera utara berkomitmen melakukan pengembangan layanan IPWL yang sudah di tetapkan dan melakukan pemetaan fasilitas kesehatan yang melayani pasien pecandu narkotika. Pada Dinas provinsi sumatera selatan jumlah pengguna napza mengalami peningkatan. Hal ini berdasarkan hasil kegiatan razia yang dilakukan petugas BNN bersama pihak kepolisian. Supervisi dilakukan di RS dr Ernaldi Bahar terlihat proses klaim sudah berjalan dengan baik, pasien yang datang adalah pasien sukarela, proses pengadian dan rujukan dari BNNP/lembaga rehabilitasi lainnya, petugas yang menjalankan layanan rehabilitasi telah mendapatkan peningkatan kompetensi. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan bermaksud akan menambah jumlah IPWL yang petugasnya sudah dilatih dengan menggunakan dana APBD. Berdasarkan hasil supervisi di ketahui bahwa kegiatan IPWl sudah berjalan baik. Supervisi di Provinsi Jawa Tengah, dilakukan di RSUP Kariadi hanya memberikan layanan konseling oleh psikiater, pasien banyak yang pindah ke PKM poncol karena tingginya harga karcis pendafataran di RSUP kariadi sebesar Rp. 25.000,-. PKM Poncol merupakan IPWl saat ini belum melakukan klaim ke kemenkes karena kurang informasi tentang sistem klaim, tetapi sudah ada tenaga verifikator yang sudah dilatih oleh Subdit P2 Napza. Supervisi di Provinsi Lampung di lakukan di RSJ lampung yang merupakan IPWL belum berjalan karena pasien belum ada, petugasnya belum mendapat pelatihan, sarana dan prasarana masih dalam proses pengembangan Kegiatan Anggaran Input
Output Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Laptah 2016_P2MKJN
Supervisi program terapi dan rehabilitasi napza Rp. 79.995.000 12 org (dari pusat) Tempat di Medan, Palembang, Semarang dan Lampung Pada Periode bulan April, Agustus dan September 2016 Teridentifikasinya masalah program terapi dan rehabilitasi Napza di IPWL Termonitornya upaya penyelenggaraan IPWL diseluruh Provinsi Meningkatnya kualitas penyelenggaraan program terapi dan rehabilitasi Napza di IPWL Masyarakat mendapatkan layanan terapi dan rehabilitasi Napza yang berkualitas di IPWL
Hal 56
f.
Uji coba penggunaan instrumern assist dan intervensi singkat Kegiatan ini dilakukan di bali, kepulauan riau dan jawa timur.ASSIST adalah singkatan dari alcohol, smoking dan subsatnce involvement screening test (skrining keterlibatan penggunaan zat, rokok dan alkohol) ASSIST merupakan kuesioner skrining singkat untuk menemukan orang-orang yang menggunakan zat psikoaktif dan mengelompokkan mereka berdasarkan tingkat risiko untuk menentukan intervensi lebih lanjut yang sesuai. Tujuan kegiatan : mengetahui efektivitas ASSIST dalam menyaring penyalaguna napza dari populasi umum dan efektivitas intervensi singkat bagi mereka yang berisiko sedang atau tinggi. Setelah dilakukan uji coba instrumen assist dan intervensi singkat di bali diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan skrining dengan menggunakan instrument Assist dapat dilakukan di layanan primer. Kegiatan Anggaran Input
Output Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Uji coba penggunaan instrumern assist dan intervensi singkat Rp. 122.265.000 45 org peserta dari KKP Tempat di Batam, Bali, dan Surabaya Pada Periode bulan Juli dan Agustus 2016 Tersosialisasinya penggunaan instrument ASSIST di KKP dan Dinas Kesehatan Provinsi. Petugas KPP dan Dinas Kesehatan Provinsi mampu menggunakan instrument ASSIST untuk deteksi dini pada pengguna Napza Meningkatnya jumlah tenaga kesehatan di FKTP yang mampu melakukan deteksi dini menggunakan instrument ASSIST Menurunnya jumlah penyaahgunaan Napza
g. Program wajib lapor dan rehabilitasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan gangguan penggunaan napza Penyediaan dana klaim wajib lapor bagi pecandu narkotika. Pada tahun 2016 kunjungan wajib lapor dan rehabilitasi media mengalami peningkatan sebesar 24,9 % ( dari 913 menjadi 3662). dengan jumlah pasien yang direhabilitasi sebanyak 8089 orang yang terdiri dari 3077 rawat inap dan 5012 rawat jalan. Dari 8089 orang yang melakukan wajib lapor secara suka rela 2920, status hukum 112 dan 45 nerupakan titipan. Peningkatan jumlah kunjungan tersebut di sebabkan karena tingginya kasus pengguna narkotika dan revisi permenkes No 50 tahun 2015 tentang petunjuk teknis pelaksana wajib lapor dan rehabilitasi medis bagi pecandu, penyahguna dan korban penyalagunaan narkotika yang merevisi tentang pembiayaan dan tata laksana pasien sukarela dan pasien terkait perkara hukum. Pada Tahun 2016 IPWL terjadi peningkatan klaim secara tajam. Hal ini merupakan kumulasi dari klaim tahun sebelumnya dan hasil dari sosialisasi dan advokasi terhadap pemerintah daerah dan pemberi layanan. Laptah 2016_P2MKJN
Hal 57
Kegiatan Anggaran Input Output Keluaran (Outcame) Benefit Dampak (Impact)
Program wajib lapor dan rehabilitasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan gangguan penggunaan napza Rp. 9.975.170.000 1.595 org penyalahguna Tersedianya anggaran rehbilitasi medis bagi 1.595 penyalahguna Napza Terjaminnya layanan rehabilitasi medis bagi penyalahguna Napza secara sukarela, dan terkait proses hokum. Meningkatnya jumlah penyalahguna yang mendapatkan layanan rehabilitasi medis di IPWL Meningkatnya kualitas hidup penyalahguna Napza di masyarakat
Kegiatan Dukungan Manajemen a.
Evaluasi program dan anggaran dan indikator Input Peserta sebanyak 30.orang Anggaran 152.524.000 output Terlaksananya kegiatan evaluasi program, angagran dan inidaktor outcame Sebagai bahan masukkan pembuatan program dan angaran tahun mendatang benefit Program dan anggaran lebih fokus pada upaya promotif, preventif, dan pencapaian target indikator impac Pencapaian target indikator
b.
Kunker-rakonter-rakerkesnas-binwil Anggaran Input output outcame
benefit impac
Laptah 2016_P2MKJN
299.300.000 Peserta 3 org dilakuakn di 34 propinsi Terlaksananya kumker, rakontek, rakerkesnas, binwil, monev terpadu Untuk mendapatkan gambaran tentang permasalahan kesehatan jiwa dan napza di daerah Sebagai bahan masukkan pembuatan program dan angaran tahun mendatang Kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan dan program,
Hal 58
c.
Peningkatan SDM p2mkjn Anggaran Input output outcame
benefit impac d.
Diseminasi dan informasi HKJS Anggaran Input output outcame benefit impac
e.
f.
613.203.000 Peserta sebanyak 50 org Terlaksananya kegiatan peningkatan sdm p2mkjn Menambah pengetahun dan keterampilan bidang keungan, perencanaan, kepegwaian dll Sdm berkualitas Sdm DIT P2MKN yang berkualitas
218.175.000 Peserta 100 org Terlaksananya kegiatan diseminasi HKJS Terinformasinya kesehatan jiwa pada masyarakat Masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan jiwa Masyarakat sehat jiwa
Pertemuan LP/LS bidang P2 masalah kesehatan jiwa dan nazpa Anggaran 241.500.000 Input Peserta 20 org output Terlaksananya pertemuan LP/LS bidang keswa dan napza outcame Kesehatan jiwa bukan saja tanggungjawab dit p2mkjn tapi juga perlu dukungan dan kerja sama dengan lintas sektor dan lintas program yang lain benefit Kerjasama dengan LP/LS bidang keswa dan napza impac Terintegrasinya program keswa dan napza dgn LP/LS Monitoring dan bimbingan teknis program pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jwia dan napza Anggaran 336.000.000 Input Perserta 2 org 20 propinsi output Terlaksananya kegiatan Monitoring dan bimbingan teknis program pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jwia dan napza outcame Mengetahui secara lansung permasalaha di lapangan tentang keswa dan napza
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 59
benefit impac
Adanya rencana tindak lanjut dalam penetapan kebijakan dan program Bahan / masukkan dalam menetapkan kebijakan kegiatan dan program
g.
Advokasi dan sosialisasi program dan SOTK p2mkjn Anggaran 223.156.000 Input Peserta 60 org output Terlaksananya kegiatan advokasi dan sosialiasasi prgram dan SOTK baru outcame Perubahan program semula kuratif dan rehabilitatif berubah menjadi promotif dan preventif benefit Meningkatnya upaya promotif dan preventif tapi juga ada kurattif impac Upaya promotif dan preventif meningkat
h.
Penyusunan program dan anggaran Anggaran Input output outcame benefit impac
i.
Barang cetakan Anggaran Input output outcame benefit impac
Laptah 2016_P2MKJN
46.608.000 Peseerta sebanyak 30 .org Tersusunnya program dan anggaran Tersedianya DIPA dan RKAKL Pedoman atau acuan dalam pelaksanaan program dan anggara Sasaran dan target indikator dapat di capai
150.000.000 pengadaan penunjukan langsung Tersedia cetakan berupa leaflet, poster, NSPK dll Sebagai bahan informasi, NSPK tentang keswa dan napza Di implementasikan dalam pelayanan dan kehidupan Masyarakt sehat jiwa
Hal 60
j.
SAK DAN SIMAK BMN Anggaran Input output outcame
benefit impac k.
Lakip Anggaran Input output outcame
benefit impac
l.
Penatalaksanaan arsip Anggaran Input output outcame benefit impac
m.
Layanan perkantoran Anggaran Input output outcame benefit impac
Laptah 2016_P2MKJN
212.255.000 Peserta 15 org, Tersedia laporan SAK dan SIMAK BMN semester 1 dan 2 yang akuntabel Penatalaksanaan dan pengelolaan Keuangan dan BMN lebih baik lagi sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Tidak desclamer WTP
39.917.000 Peserta 25 org Tersedianya lakip 2016 Bentuk evaluasi kinerja dan Pertangungjawaban terhadap penggunaan anggaran dan pencapaian tujuan dan indiaktor yang telah ditetapkan Reformasi birokrasi Menjadi dit p2mkjn yang akuntabilitas dalam menjalankan organisasi
78.675.000 Peserta 17 org Terlaksananya kegiatan penataan arsip Terpilah arsip yang masih aktif dan tidak aktif Mudah dalam mencari arsip Dokumen resmi negara
789.290.000 12 bulan layanan Terlaksananya pelayanan perkantoran Berjalan Tugas dan fungsi direktorat Tujuan organisasi dapat di capai Tujuan dan sasaran organisasi dapat di capai
Hal 61
n.
Peralatan dan mesin Anggaran Input output outcame benefit impac
100.000.000 Penunjukan langsung Terlaksananya kegiatan pengadaan alat pengolah data Tersedia sarana untuk bekerja Meningkatkan produktifitas kerja Pekerjaan lebih yang cepat
B. Pencapaian Kinerja Dalam perjanjian kinerja Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza di tahun 2016 terdapat sasaran strategis, dan target indicator yang tertuang dalam dokumen Rencana Aksi Program BUK tahun 2016. Berikut adalah target dan capaian indikator Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza tahun 2016. Target dan capaian indikator P2 masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Tahun 2016 NO
INDIKATOR
TARGET
CAPAIAN
30%
30,8 %
KINERJA
1.
Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif
102,6%
2.
Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa
130
130
100%
3.
Persentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiater
30%
31,8%
106%
Gambaran atas keberhasilan upaya peningkatan pengendalian penyakit sepanjang tahun 2016 digambarkan melalui beberapa indikator yang terkait sasaran strategis di bawah ini 1. Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif a. Penjelasan indikator Masalah penyalahgunaan Napza merupakan penyakit otak yang bersifat chronic relapsing disease. Terdapat berbagai aspek yang terkait pecandu napza, yaitu aspek biologis, psikologis dan sosial. Secara bioligis terjadi perubahan fungsi dan struktur otak pada seseorang dengan ketergantungan Napza yang dapat mempersulit proses perubahan perilaku. Dalam proses pemulihan setiap penyalahguna harus menjalani program rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan dari Laptah 2016_P2MKJN
Hal 62
masing-masing individu. Stigma yang berkembang di masyarakat dan petugas kesehatan terhadap penyalahguna Napza membuat aksesibilitas dalam rehabilitasi belum optimal. Pemerintah melalui Undang-undang dan Peraturan Pemerintah lainnya menyediakan layanan rehabilitasi bagi penyalahguna Napza melalui fasilitas pelayanan kesehatan Institusi Penerima Wajib Lapor yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui Kepmenkes. Setiap penyalahguna wajib melaporkan diri ke IPWL dan dilanjutkan dengan rehabilitasi medis. IPWL yang aktif dapat memberikan layanan pencegahan dan rahabilitasi penyalahgunaan Napza sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan Napza dan mencegah penyalahgunaan yang baru. b. Definisi Operasional IPWL (Institusi penerima wajib lapor) yang aktif adalah IPWL yang melakukan upaya promotif, preventif dan rehabilitasi dalam pencegahan penyalahgunaan Napza serta melaporkan kegiatan terkait program wajib lapor pecandu narkotika dan penyalahguna Napza lainnya (ada atau tidak ada pasien) setiap 6 bulan sekali. c. Cara perhitungan IPWL yang melaporkan kegiatan dikali 100 % dibagi Jumlah IPWL yang telah ditetapkan pada tahun berjalan Rumus: Σ IPWL Aktif % IPWL Aktif =
Σ IPWL pada tahun berjalan
X 100%
d. Capaian indikator Grafik 3.1 Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pecandu Narkotika Yang Aktif Tahun 2015-2016
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 63
Dari grafik 3.1 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pecandu Narkotika Yang Aktif sebesar 28% dari 25% target yang ditetapkan. Ini berari dari 434 IPWL yang telah di tetapkan terdapat 121 IPWL Aktif. pada tahun 2016, capaian Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pecandu Narkotika Yang Aktif sebesar 30,8% dari 30% target yang ditetapkan. Ini berari dari 434 IPWL yang telah di tetapkan terdapat 134 IPWL Aktif. Jumlah IPWL capaian tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif IPWL Aktif. Apabila dibandingkan dengan indikator RPJM, Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, Rencana Aksi Program BUK untuk target Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pecandu Narkotika Yang Aktif telah sejalan. e. Analisa Penyebab keberhasilan Pada tahun 2016, indikator ini telah berhasil mencapai target yang ditetapkan yaitu 30,8%. Keberhasilan ini dikarenakan adanya koordinasi yang sinergis antara Kemenkes dengan Kementerian/Lembaga Tinggi Negara terkait lainnya, serta Pemerintah Daerah selaku pemilik sebagian besar fasyankes yang ditetakan sebagai IPWL dalam menyelenggarakan wajib lapor dan rehabilitasi bagi penyalahguna Napza. Koordinasi ini tidak hanya mencakup implementasi regulasi saja tapi juga termasuk penguatan lainnya dalam optimalisasi layanan dan penguatan aksesibilitas. a. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator 1. Melakukan pertemuan koordinasi IPWL dalam rangka mengetahui masalah dan memberikan Solusi pelaksanaan rehabilitasi medis di IPWL, 2. Membuat aplikasi SELARAS untuk mendukung data penyalahgunaan Napza dan Klaim IPWL yang belum ditanggung JKN (penyediaan dana klaim), 3. Peningkatan keterampilan petugas dan Pembinaan di IPWL serta meningkatkan koordinasi dengan Dinkes di 34 Provinsi untuk target Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif b. Kendala / masalah yang di hadapi 1. Belum optimalnya komitmen Pemerintah daerah dalam menjalankan upaya pencegahan dan pengendalian masalah Napza termasuk upaya rehabilitatifnya 2. Tingkat mutasi dan rotasi petugas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan kekosongan petugas terlatih di IPWL yang sudah ditetapkan 3. Pemanfaatan Sistem pelaporan dan pencatatan (selaras) yang belum berjalan. 4. Cakupan layanan pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunan Napza yang masih terbatas
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 64
f.
Pemecahan masalah 1. Melakukan advokasi dengan pengambil kebijakan di tingkat daerah melalui pertemuan koordinasi lintas sector dan lintas program 2. Secara berkala melakukan pelatihan asesmen bagi petugas di IPWL melalui dana APBN dan APBD 3. Membangun sistem informasi wajib lapor dan rehabilitasi medis Napza untuk memudahkan proses verifikasi klaim dan informasi data pasien yang telah melakukan rehabilitasi 4. Rencana mengembangkan skrining dengan menggunakan instrumen Alcohol, Smoking, and Substances Involvement Scrrening Test (ASSIST) dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Napza di tempat yang bukan IPWL dengan menggunakan sistem referal ke IPWL dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan layanan bagi pasien penyalahguna napza dan kelompok risikonya Foto-foto kegiatan
2. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa a. Penjelasan indikator Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 cukup besar. Gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas) usia ≥ 15 tahun sebesar 6% atau lebih dari 10 juta jiwa; sedangkan gangguan jiwa berat (psikosis) sebesar 1,7 per 1000 penduduk. Dengan jumlah penduduk sebesar 422 juta jiwa pada tahun 2013, maka diperkirakan lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis). Sementara itu menurut WHO kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Negaranegara dengan penghasilan rendah-menengah termasuk Indonesia masih tinggi, yaitu >85%. Hal ini berarti kurang dari 15% penderita gangguan jiwa mendapatkan Laptah 2016_P2MKJN
Hal 65
layanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan. Melalui estimasi sederhana tentang utilisasi layanan baik di tingkat primer maupun sekunder-tersier menunjukkan bahwa ternyata memang cakupan layanan kesehatan jiwa di Indonesia masih rendah yaitu <10% (tahun 2013), dan tingkat kekambuhan pasien masih cukup tinggi pasca perawatan di Rumah Sakit. Untuk itu diperlukan upaya kesehatan jiwa di Puskesmas untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa, baik upaya-upaya pencegahan maupun deteksi dan tata laksana secara dini. Agar mutu layanan terjaga, maka dalam kriteria indikator tercantum bahwa tenaga kesehatan puskesmas terlatih. b. Definisi Operasional Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 puskesmas di wilayahnya dengan kriteria: 1) Memiliki minimal 2 (dua) tenaga kesehatan terlatih kesehatan jiwa(dokter dan perawat atau tenaga kesehatan lainnya), minimal 30 jam pelatihan, dan 2) Melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait kesehatan jiwa secara berkala dan teritegrasi dengan program kesehatan puskesmas lainnya, dan 3) Melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis, penatalaksanaan awal dan pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa. c. Cara perhitungan Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki puskesmas dengan upaya kesehatan jiwa sesuai dengan kriteria. d. Capaian indikator Grafik 3.2 Jumlah Kab/Kota Yang Memiliki Puskesmas Yang Menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa Tahun 2015 – 2016
Dari grafik 3.2 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa sebesar 82 kab/kota dari 80 kab/kota target yang ditetapkan. Pada tahun 2016, capaian jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa sebesar 130 kab/kota dari 130 kab/kota target yang ditetapkan. Capaian Jumlah Kab/Kota Yang Memiliki Puskesmas Yang Menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif . Laptah 2016_P2MKJN
Hal 66
Apabila dibandingkan dengan indikator RPJM, Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, Rencana Aksi Program BUK, Rencana Aksi Kegiatan, untuk target jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa telah sejalan.
e. Analisa Penyebab keberhasilan 1. Adanya daya dorong dengan masuknya indikator kesehatan jiwa dalam Standar Pelayanan Minimal Prov/Kab/Kota dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. 2. Aktif melakukan advokasi, sosialisasi serta bimbingan melalui workshop/lokakarya kepada Dinas Kesehatan di 34 provinsi terutama mengenai perencanaan kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kesehatan jiwa, sehingga terbentuk pemahaman dan kesepakatan serta kerjasama yang baik antara Kementerian Kesehatan/Pusat dengan Dinas Kesehatan Tingkat Provinsi. 3. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala baik formal maupun informal untuk mengetahui perkembangan capaian indikator terkini. 4. Melaksanakan kegiatan Peningkatan Keterampilan Tenaga Kesehatan (Dokter dan Perawat) di Puskesmas. f.
Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator 1. Melakukan pertemuan advokasi dan evaluasi nasional (2 kali) dengan mengundang pengelola kesehatan jiwa semua dinkes propinsi dan beberapa dinkes kabupaten/kota yang dianggap berhasil menerapkan program keswa di PKM dan 2. Melakukan Pelatihan Kesehatan Jiwa bagi nakes PKM di 6 propinsi yang cakupan puskesmasnya masih kurang (Sultra, Sumsel, NTT, Papua, DIY dan Sulteng) untuk target Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa
g. Kendala / masalah yang di hadapi 1. Perubahan SOTK di propinsi dan kab/kota 2. Kurangnya anggaran keswa di daerah 3. Masih kurangnya komitmen daerah terhadap program keswa dan napza h. Pemecahan masalah 1. Memberikan dekon untuk propinsi 2. Terdapat menu keswa dalam DAK non fisik 2017 3. Tahun 2017 keswa masuk SPM dan indikator keluarga sehat 4. Advokasi program keswa dan napza ke daerah
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 67
foto-foto kegiatan
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
3. Prosentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiater a. Penjelasan indikator Masalah kesehatan jiwa mempengaruhi 1 dari 4 orang penduduk di dunia pada suatu masa dari hidupnya (WHO Improving Health Systems and Services for Mental Health, 2009). Sekitar 30% dari seluruh penderita yang dilayani dokter di pelayanan kesehatan dasar (puskesmas) mengalami masalah kesehatan jiwa (Psychiatric disorders: a global look at facts and figure, Psychiatry 2010). Masalah gangguan jiwa di Indonesia dewasa ini cukup prevalen, yaitu 11,6 % untuk gangguan mental emosional (cemas dan depresi) di atas 15 tahun serta 0,46 % untuk gangguan jiwa berat (Riskesdas 2007). Kesenjangan antara jumlah pasien yang membutuhkan layanan kesehatan jiwa dengan jumlah pasien yang mendapatkan layanan tersebut sangat besar. Salah satu Laptah 2016_P2MKJN
Hal 68
penyebab terjadinya kesenjangan tersebut adalah kendala terhadap akses pelayanan, sehingga menimbulkan keterlambatan penanganan. Oleh karena itu, untuk: 1) Mempermudah akses dan keterjangkauan layanan kesehatan jiwa di Fasyankes, 2) Mendukung jumlah RSJ dan tenaga kesehatan jiwa yang terbatas jumlahnya, 3) Menjalankan amanat Undang - Undang No 18 tahun 2014 tentang kesehatan Jiwa, Pasal 88 bahwa setiap fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa yang sudah ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan, 4) Diselenggarakannya layanan kesehatan jiwa di RSU rujukan regional di mana masing – masing RSU menyediakan 10 tempat tidur sesuai dengan draf pedoman penyelenggaraan layanan kesehatan jiwa di RSU. maka penyeleggaraan pelayanan kesehatan jiwa di RSU rujukan regional perlu dijadikan indicator. b. Definisi Operasional Prosentase RS Rujukan Regional yang menyelenggarakan pelayanan medik kedokteran jiwa rawat jalan dan rawat inap kedokteran jiwa / psikiatri oleh tenaga kesehatan yang kompenten . baseline data tahun 2014 adalah 23 RSU atau 13,53 % dari 110 RSU Regional c. Cara perhitungan Jumlah RS Rujukan Regional yang menyelenggarakan pelayanan medik kedokteran jiwa baik rawat jalan dan rawat inap kedokteran jiwa / psikiatri oleh tenaga kesehatan yang kompenten di bagi Jumlah RS Rujukan Regional yang telah ditetapkan X 100 % d. Capaian indikator Grafik 3.3 Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri Tahun 2015 – 2016
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 69
Dari grafik 3.3 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri sebesar 20% dari 20% target yang ditetapkan. Pada tahun 2016, capaian Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri sebesar 31,8% dari 30% target yang ditetapkan. Capaian Jumlah Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif . e. Analisa Penyeban keberhasilan 1. Melakukan Sosialisasi dan Advokasi draft pedoman penyelenggaraan layanan keswa di RS Umum 2. Melakukan bimbingan dan evaluasi secara berkala untuk mengetahui perkembangan capaian indikator terkini. 3. Melaksanakan kegiatan pelatihan kesehatan jiwa bagi tenaga kesehatan dan unsur masyarakat di tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota. f.
Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator 1. Sosialisasi dan Advokasi draft pedoman penyelenggaraan layanan keswa di RS Umum pada saat kunjungan ke daerah, melalui seminar dan workshop 2. Melakukan Bimtek dan Pilot Project tiga percontohan RS Umum Banyumas di Jateng, RS Umum di wilayah Maluku Utara dan RS Umum di Sulawesi Barat.
g. Kendala / masalah yang di hadapi 1. Berubahnya SOTK Kementerian Kesehatan yang tadinya Direktorat Bina Keswa berada dibawah Direkt Jenderal BUK mutasi dibawah Direkt. Jenderal P2P dengan menitikberatkan kepada pencegahan dan pengendalian masalah keswa dan Napza dengan nama Direktorat P2MKJN 2. Mekanisme sistim pelaporan belum dilaksanakan secara berkesinambungan 3. Kurangnya advokasi dan sosialisasi tentang penyelenggaraan layanan keswa di RSU 4. Rencana penyelenggaraan layanan keswa membutuhkan waktu 5. Sumber daya tidak memadai (ruang poli, rawat inap, dan tenaga berprofesi keswa h. Pemecahan masalah 1. Indikator RSU rujukan regional hanya sampai akhir tahun 2016 dan selanjutnya berganti menjadi indikator sekolah 2. Menyepakati mekanisme alur sistim pelaporan dengan Dinas Kesehatan setempat
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 70
3. Mensosialisasikan kembali pentingnya penyelenggaraan keswa dan napza yang tercantum dalam UU Keswa, untuk menurunkan kesenjangan pengobatan dan menurunkan stigma 4. Dinas Kesehatan mendukung RSU rujukan regional agar menyelenggarakan keswa dan napza 5. Sesuai persyaratan RSU rujukan regional, UU Keswa, maka sudah selayaknya Pemda memprioritaskan penyediakan ruang poli jiwa, rawat inap jiwa dan tenaga kesehatan keswa dari daerahnya masing-masing foto-foto
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 71
35 RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri
NO
1.
2.
NAMA PROVINSI
Nanggroe Aceh Darussalam
Banten
3.
KABUPATEN/KOTA
NO
NAMA RSU
Kab. Aceh Barat
1.
RSUD Cut Nyak Dhien
Kab. Aceh Tengah
2.
RSUD Datu Beru Takengon
Kab. Aceh Selatan
3.
RSUD dr.H.Yulidin Away
Kab. Aceh Tengah,Takengon
4.
RSUD Datu Beru
Kab. Bireun
5.
RSUD dr Fauziah
Kab.Serang
6.
RSUD Kab Serang
Kab. Jakarta Barat
7.
RSUD Cengkareng
Kab. Jakarta Pusat
8.
RSUD Tarakan
Kab. Jakarta Utara
9.
RSUD Kodja
Kab. Jakarta Timur
10.
RSUD Pasar Rebo
Kab. Sukabumi
11.
RSUD Syamsudin
Kab. Cirebon
12.
RSUD Gunung Jati
Kab. Cimahi
13.
RSUD Cibabat
Kab. Pati
14.
RSUDSoewondo
Kab. Purwokerto
15.
RS Prof dr.Margono Soekarjo
Kab.Surakarta
16.
RSUD dr. Moewardi
Kab. Tegal
17.
RSUD Kardinah
Kab. Malang
18.
RSUD dr. Saiful Anwar
Kab. Jember
19.
RSUD Soebandi
DKI Jakarta
4.
5.
6.
Laptah 2016_P2MKJN
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Hal 72
Kab. Djombang
20.
RSUD Djombang
Kab. Madiun
21.
RSUD Soedomo
7.
DIY
Kota Yogyakarta
22.
RSUD Kota Yogyakarta
8.
Sumatra Utara
Kab. Labuhan Batu
23.
RSUD Rantau Prapat
Kota Bukittinggi
24.
RS Achmad Mochtar Bukittinggi
Kota Solok
25.
RSUD Solok
Kota Pariaman
26.
RSUD Pariaman
Kab. Belitung
27.
RSUD Marsidi Judono
Kab. Sampit
28.
RSUD dr.Murjani Sampit
Kab. Kandangan, Sungai Hulu Selatan
29.
RSUD H. Hasan Basry
Kab. Banjarmasin
30.
RSUD Ansari Saleh
9.
10. 11.
12.
Sumatra Barat
Bangka Belitung Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
13.
Gorontalo
Kab. Gorontalo
31.
RSUD dr. M.M Dunda
14.
Bali
Kab. Gianyar
32.
RSUD Sanjiwani Gianyar
15.
NTB
Kab. Sumbawa
33.
RSUD Kab. Sumbawa
Kab. Kolaka
34.
RSUD Kolaka
16.
Sulawesi Tenggara
Kab. Baubau
35.
RSUD Baubau
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 73
134 IPWL AKTIF
NO
IPWL
JENIS LAYANAN
1
Puskesmas Abiansemal I
Rawat Jalan
2
Puskesmas Bangil Pasuruan
Rawat Jalan
3
Puskesmas Banguntapan Ii
Rawat Jalan
4
Puskesmas Biaro Agam
Rawat Jalan
5
Puskesmas Bogor Timur
Rawat Jalan
6
Puskesmas Cengkareng
Rawat Jalan
7
Puskesmas Cibodasari Banten
Rawat Jalan
8
Puskesmas Cipondoh Banten
Rawat Jalan
9
Puskesmas Ciputat
Rawat Jalan
10
Puskesmas Duren Sawit
Rawat Jalan
11
Puskesmas Gambir
Rawat Jalan
12
Puskesmas Gedong Tengen Diy
Rawat Jalan
13
Puskesmas Gondanglegi Malang
Rawat Jalan
14
Puskesmas Grogol Petamburan Jkt
Rawat Jalan
15
Puskesmas Jagir Sby
Rawat Jalan
16
Puskesmas Jalan Mas Banten
Rawat Jalan
17
Puskesmas Jatinegara
Rawat Jalan
18
Puskesmas Johar Baru
Rawat Jalan
19
Puskesmas Jongaya
Rawat Jalan
20
Puskesmas Jumpandang Baru
Rawat Jalan
21
Puskesmas Kasikasi
Rawat Jalan
22
Puskesmas Kec.Kramat Jati
Rawat Jalan
23
Puskesmas Kec.Senen Jakarta
Rawat Jalan
24
Puskesmas Kedung Badak
Rawat Jalan
25
Puskesmas Kemayoran
Rawat Jalan
26
Puskesmas Kendalsari Malang
Rawat Jalan
27
Puskesmas Koja
Rawat Jalan
28
Puskesmas Kuta I Bali
Rawat Jalan
29
Puskesmas Manahan Solo
Rawat Jalan
30
Puskesmas Manukan Kulon Sby
Rawat Jalan
31
Puskesmas Paloyansek
Rawat Jalan
32
Puskesmas Parakan Temanggung
Rawat Jalan
33
Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Rawat Jalan
34
Puskesmas Plumbon Cirebon
Rawat Jalan
35
Puskesmas Poncol Semarang
Rawat Jalan
36
Puskesmas Pondok Gede
Rawat Jalan
37
Puskesmas Prabumulih
Rawat Jalan
38
Puskesmas Rasimah Ahmad
Rawat Jalan
39
Puskesmas Sidorejo Lor Salatiga
Rawat Jalan
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 74
40
Puskesmas Sukabumi
Rawat Jalan
41
Puskesmas Sukarahayu Subang
Rawat Jalan
42
Puskesmas Sukma Jaya Depok
Rawat Jalan
43
Puskesmas Tabanan III
Rawat Jalan
44
Puskesmas Tambora
Rawat Jalan
45
Puskesmas Tanjung Morawa
Rawat Jalan
46
Puskesmas Tanjung Murawa
Rawat Jalan
47
Puskesmas Tanjung Priok
Rawat Jalan
48
Puskesmas Tebet
Rawat Jalan
49
Puskesmas Ubud II
Rawat Jalan
50
Puskesmas Umbul Harjo Diy
Rawat Jalan
51
RS Bhayangkara Sespimma Polri Jkt
Rawat Jalan, Rawat Inap
52
RS H.B Saanin Padang
Rawat Jalan, Rawat Inap
53
RS Marzoeki Mahdi RS Tentara Dr.R.Hardjanto Balikpapan (UNITRA Butterfly)
Rawat Jalan, Rawat Inap
54 55
RS. H.A Djunaid Pekalongan
Rawat Jalan Rawat Jalan
56
Rsj Alianyang Pontianak Kota Singkawang
Rawat Jalan, Rawat Inap
57
RSJ Amino Gondohutomo
Rawat Jalan, Rawat Inap
58
RSJ Ernaldi Bahar
Rawat Jalan, Rawat Inap
59
RSJ Ghrasia
Rawat Jalan, Rawat Inap
60
RSJ Kalawa Atei Kalimantan Tengah
61
Rsj Madani Palu
Rawat Jalan, Rawat Inap
62
Rsj Medan
Rawat Jalan, Rawat Inap
63
RSJ Menur
Rawat Jalan, Rawat Inap
64
Rsj Mutiara Sukma
Rawat Jalan, Rawat Inap
65
RSJ Muwardi Solo
Rawat Jalan, Rawat Inap
66
RSJ Prov . Aceh
Rawat Jalan, Rawat Inap
67
RSJ Prov Bali
Rawat Jalan, Rawat Inap
68
RSJ Prov Jambi
Rawat Jalan, Rawat Inap
69
Rsj Prov Lampung
Rawat Jalan, Rawat Inap
70
Rsj Sungai Liat Prov. Bangka Belitung
Rawat Jalan, Rawat Inap
71
RSJ Prov. Jawa Barat
Rawat Jalan, Rawat Inap
72
Rsj Ratubuysang Manado
Rawat Jalan, Rawat Inap
73
RSJ Sambang Lihum
Rawat Jalan, Rawat Inap
74
RSJ Soedjarwadi Klaten
Rawat Jalan, Rawat Inap
75
Rsj Soeharto Heerdjan Jakarta
Rawat Jalan, Rawat Inap
76
RSJ Soeroyo Magelang
Rawat Jalan, Rawat Inap
77
Rsj Surakarta
Rawat Jalan, Rawat Inap
78
RSJ Tampan Riau
Rawat Jalan, Rawat Inap
79
RSJD Atma Husada Mahakam
Rawat Jalan, Rawat Inap
80
Rsjd Jambi
Rawat Jalan, Rawat Inap
81
RSJD Sei Bangkong
Rawat Jalan, Rawat Inap
82
RSJKO Soeprapto Bengkulu
Rawat Jalan, Rawat Inap
Laptah 2016_P2MKJN
Rawat Jalan
Hal 75
83
Rskd Maluku
Rawat Jalan, Rawat Inap
84
RSKO Jakarta
Rawat Jalan, Rawat Inap
85
Rsu Andi Makassau
Rawat Jalan
86
Puskesmas Tatelu
Rawat Jalan
87
Rsu Pambalah Batung Amuntai
Rawat Jalan, Rawat Inap
88
Rsud Abdul Azis Singkawang
Rawat Jalan, Rawat Inap
89
Rsud Bekasi
Rawat Jalan
90
RSUD Dr. Djasamen Saragih
Rawat Jalan
91
RSUD Dr. Soedarso
Rawat Jalan
92
Rsud Dr. Soedono Madiun
Rawat Jalan
93
Rsud Dr. Soetomo Surabaya
Rawat Jalan
94
Rsud Dr.Syaiful Anwar Malang
Rawat Jalan
95
Rsud Genteng Banyuwangi
Rawat Jalan
96
Rsud Gunung Jati Cirebon
Rawat Jalan
97
Puskesmas Lubuk Sikaping
Rawat Jalan
98
RSUD Anutapura Palu
Rawat Jalan
99
Puskesmas Gendanglegi Malang
Rawat Jalan
100
Puskesmas Selat Nasik
Rawat Jalan
101
Puskesmas Prapatan Balikpapan
Rawat Jalan
102
Rsud Embung Fatimah Kota Batam
Rawat Jalan
103
Rsud Margono
Rawat Jalan
104
Rsud Muwardi Solo
Rawat Jalan
105
Rsud Petala Bumi Pekan Baru
Rawat Jalan
106
Rsud Prof Dr H Aloei Saboe Kota Gorntalo
Rawat Jalan
107
Rsud R. Syamsudin Sh. Sukabumi
Rawat Jalan
108
Rsud Serang
Rawat Jalan
109
Rsud Tasikmalaya
Rawat Jalan
110
Rsup Adam Malik Medan
Rawat Jalan
111
RSUP Dr. Kariadi
Rawat Jalan
112
Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta
Rawat Jalan
113
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Rawat Jalan
114
RSUP Fatmawati
Rawat Jalan
115
RSUP Hasan Sadikin Bandung
Rawat Jalan, Rawat Inap
116
Rsup M Djamil Padang
Rawat Jalan, Rawat Inap
117
RSUP Sanglah Bali
Rawat Jalan, Rawat Inap
118
RSUD Tarakan Kalimantan Utara
Rawat Jalan
119
RS Pengayoman Jakarta Timur
Rawat Jalan
120
Poliklinik Badan Narkotika Nasional Jkt
Rawat Jalan
121
Rawat Jalan Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Sukabumi
122
Rawat Jalan Klinik Utama “Balai Rehabilitasi BNN Baddokka
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 76
123
Rawat Jalan Rumah Sakit Bhayangkara Trijata Polda Bali
124
Rawat Jalan Klinik Pratama Enggal Waras BNNP Jawa tengah
125
Klinik Utama BNNP Jawa Timur
Rawat Jalan
126
Klinik Pratama BNNP Sumatera Utara
Rawat Jalan
127
Rawat Jalan Rehabilitasi Pecandu Narkoba BNNP Lampung
128
Klinik Pratama BNNP Riau
Rawat Jalan
129
Klinik Pratama Rawat Jalan Adi Pradana BNNP Sulsel
Rawat Jalan
130
Rawat Jalan Klinik Rehabilitasi Mosipakabelo BNNP Sulteng
131
Rawat Jalan Poliklinik Pratama BNNP Sulawesi Tenggara
132
Klinik Pratama IPWL Penyalahguna Narkoba BNNP Sulut
Rawat Jalan
133
Klinik Pratama Harapan Mulia BNNP Gorontalo
Rawat Jalan
134
Klinik Pratama BNNP Sumatera Utara
Rawat Jalan
130 KAB / KOTA YANG MEMILIKI PUSKESMAS YANG MENYELENGGARAKAN UPAYA KESEHATAN JIWA
Provinsi
No.
Kab/Kota
Aceh 23
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Barat Daya Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tamiang Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Utara Kab. BenerMeriah Kab. Bireuen Kab. GayoLues Kab. Nagan Raya Kab. Pidie
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 77
Riau 5
Kepri 3
Jambi 4
Sumsel 17
DKI Jakarta 2
Banten 3 Jabar 11
Laptah 2016_P2MKJN
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
Kab. Pidie Jaya Kab. Simeulue Kota Banda Aceh Kota Langsa Kota Lhokseumawe Kota Sabang Kota Subulussalam Kota Dumai Kota Pekanbaru Kab. Meranti Kab. Pelalawan KabRohil Kota Batam Kota Tanjung Pinang Kab. Natuna Kota Sungai Penuh Kab. Kerinci Kota Jambi Kab. Sarolangun Palembang OganIlir OganKomeringIlir Pali EmpatLawang Okus Prabumulih Lahat MuaraEnim PagarAlam LubukLinggau Okut MusiRawas Muaratara Oku MusiBanyuasin Banyuasin Kota AdmJakpus Kota AdmKep.Seribu KabPandeglang KabSerang Kota Cilegon Kab Bandung Kab Bandung Barat Kab Bogor Kab Cirebon KabIndramayu Hal 78
DIY 5
Jatim 18
Kaltim 3
Kalbar 2 Kalteng 5
Bali 9
Laptah 2016_P2MKJN
63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
KabKuningan KabMajalengka KabSubang KabSukabumi KabSumedang Kota Banjar Kota Yogyakarta KabBantul KabKulonProgo KabGunungKidul KabSleman Kab Malang KabJombang KabSitubondo KabPonorogo KabMadiun KabTulungagung Kab Kediri KabNganjuk KabNgawi Kota Surabaya KabJember KabBlitar KabProbolinggo KabBanyuwangi Kota Batu Kota Blitar Kota Kediri Kota Malang Samarinda Kutai Barat KutaiTimur KabSekadau KabSintang KabKatingan KabGunung Mas Kab Barito Timur Kab Barito Utara Palangkaraya KabBuleleng KabJembrana KabTabanan KabBadung Kota Denpasar KabBangli KabKlungkung Hal 79
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130
NTB 4
NTT 1 Malut 4
Sulteng 1 Sulsel 7
Sultra 3
KabKarangasem KabGianyar Kota Mataram Kab Lombok Barat Kab Sumbawa Kota Bima KabEnde Kota TidoreKepulauan Kota Ternate KabHalteng KabHalbar KabPoso KabTakalar KabPangkep KabBarru KabWajo KabSidrap KabPinrang KabTanaToraja Kota Kendari KabKolaka KabKolaka Utara
C. Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sebesar Rp. 21.368.799.135 atau 97,95 % dari alokasi anggaran sebesar Rp. 21.813.923.000 dengan rincian per jenis belanja sebagai berikut: a. Alokasi dan realisasi berdasarkan jenis belanja Belanja Barang
Belanja Modal
No
1
Laptah 2016_P2MKJN
Alokasi
Realisasi
%
Alokasi
Realisasi
%
21.713.923.000
21.192.922.735
97,60
100.000.000
98.505.000
98,5
Hal 80
b. Alokasi dan realisasi berdasarkan kegiatan subdit
kegiatan
subdit p2
penyusunan mudol pola asuh yang
masalah keswa
mendukung tumbuh kembang anak
anggaran
realisasi
sisa
%
217.620.000
214.934.400
2.685.600
99
207.675.000
206.801.300
873.700
100
124.500.000
117.462.025
176.820.000
175.536.800
1.283.200
99
71.250.000
69.149.500
2.100.500
97
197.100.000
193.350.000
3.750.000
98
354.900.000
352.850.400
2.049.600
99
3.500.000
1.750.000
1.750.000
50
121.525.000
120.450.000
1.075.000
anak dan remaja
penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak penyusunan juklak pembiayaan
7.037.975
94
penanganann dampak psikologis pada anak dan perempuan korban kekerasan penyusunan pedoman pengendalian dampak disabilitas pada anak berebutuhan khusus penyusunan roadmap keswa anak dan remaja penyusunan materi media kie keswa anak dan remaja advokasi dan sosialisasi prgram pencegahan bunuh diri pada remaja pemetaan data kasus percobaan dan bunuh diri di masyarakat lokakarya dalam hari pencegahan bunuh diri sedunia pelayanan keswa pencegahan dn
99 138.000.000
137.625.000
375.000
100
364.100.000
363.348.000
752.000
100
55.140.000
52.250.000
96.800.000
96.800.000
-
100
116.665.000
115.525.000
1.140.000
99
200.800.000
200.800.000
-
100
2.446.395.000
2.418.632.425
penanggulangan pada kelompok beresiko dan hari kesehatan (mmhs) advokasi dan sosialisasi program penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan koordinasi lp/ls penanganan dampak
2.890.000
95
psikologis pada anak korban kekerasan
advokasi peningkatan keswa remaja melalui keterampilan sosial pada pemangku kebijakan lokakarya dalam rangka hari autis sedunia layanan keswa bergerak (mmhs) pada hari-hari besar kesehatan jumlah
Laptah 2016_P2MKJN
27.762.575
99
Hal 81
subdit p2
penyusunan modul resiliensi mental
masalah keswa
pada ante natal care bagi ibu hamil
dewasa dan usia lanjut
penyusunan pedoman pencegahan dan
124.290.000
93.244.200
31.045.800
75
132.250.000
123.244.388
9.005.612
93
133.850.000
129.850.000
4.000.000
97
112.480.000
106.399.300
6.080.700
95
203.455.000
202.445.100
1.009.900
100
1.298.900.000
1.262.014.582
36.885.418
97
1.125.000
1.125.000
pengendalian demensia penyusunan materi kie pencegahan dan pengendalian alzheimer
penyusunan modul keswa bagi kader komunitas penyusunan instumen kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di masyarakat peningkatan keterampilan keswa bagi petugas kesehatan di puskesmas peningkatan keterampilan keswa bagi nakes di kkp (di ganti bimtek
100 -
kegawatdaruratan psikiatrik) advokasi dan sosialisasi keswa bagi
436.250.000
434.318.617
1.931.383
100
189.650.000
187.994.324
1.655.676
99
160.660.000
155.838.308
4.821.692
97
276.810.000
273.061.922
3.748.078
99
2.800.000
2.050.000
750.000
73
lokakarya hari alzheimer sedunia
153.680.000
148.279.251
5.400.749
96
pemetaan data kasus alzheimer di
9.250.000
3.875.000
5.375.000
42
koordinasi lp/ls terkait tppo
218.075.000
216.379.354
1.695.646
99
koordinasi mitra peduli kesehatan jiwa
188.300.000
179.866.553
8.433.447
96
evaluasi program bebas pasung
423.100.000
415.455.530
7.644.470
98
2.600.000
2.600.000
pemangku kepentingan di lapas rutan advokasi dan sosialisasi keswa bagi pemangku kepentingan tenaga kerja migran lokakarya penilaian kebutuhan keswa bagi perempuan (diganti menjadi lokakarya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa pada perempuan) lokakarya untuk perencanaan tindak lanjut program bebas pasung advokasi dan sosialisasi pencegahan dan pengendalian alzheimer
masyarakat
advokasi penanggulangan pemasungan orang dengan gangguan jiwa jumlah subdit p2 napza
4.067.525.000
3.938.041.429
129.483.571
204.248.081
26.401.919
97
penyusunan rencana aksi pencegahan pengendalian masalah napza
Laptah 2016_P2MKJN
100 -
230.650.000
89
Hal 82
penyusunan modul pemberdayaan orang
178.540.223
24.909.777
88
47.975.000
47.250.000
725.000
98
975.000
975.000
203.450.000
tua dalam pencegahan penyalahgunaan napza penyusunan finalisasi rpp kesehatan jiwa dan napza peningkatan keterampilan interpersonal dalam rangka pencegahan
100 -
penyalahgunaan napza berbasis sekolah bagi pelatih peningkatan keterampilan interpersonal
975.000
975.000
dalam rangka pencegahan
100 -
penyalahgunaan napza bagi anak jalanan peningkatan keterampilan skrining
975.000
975.000
menggunakan assist dan keterampilan
100 -
intervensi singkat bagi pelatih pelatihan asesmen wajib lapor
advokasi dan sosialisasi dampak buruk
792.055.000 975.000
771.431.501
975.000
alkohol di masyarakat koordinasi program rehabilitasi medis
20.623.499
97
100 -
148.675.000
145.452.988
3.222.012
98
pecandu narkotika lokakarya dalam rangka hari anti
1.950.000
1.950.000
narkoba (hani) pertemuan koordinasi dengan organisasi
975.000
975.000
masyarakat peduli napza supervisi program terapi dan rehabilitasi
100 100 -
79.995.000
54.171.895
25.823.105
68
napza skrining dampak buruk alkohol pada
1.950.000
pengemudi angkutan lebaran uji coba penggunaan instrumen assist
100
1.950.000 2.669.800
98
122.265.000
119.595.200
4.024.170.000
4.014.277.444
9.892.556
100
tambahan dana klaim ipwl
5.951.000.000
5.902.451.939
48.548.061
99
jumlah
dan intervensi singkat program wajib lapor dan rehabilitasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan gangguna penggunaan napza
11.609.010.000
11.446.194.271
162.815.729
99
sub bag tata
penyusunan revisi ppdgj
190.390.000
178.070.238
12.319.762
94
usaha
evaluasi program - anggaran dan
152.524.000
135.225.000
17.299.000
89
299.300.000
294.269.208
5.030.792
98
613.203.000
595.703.314
17.499.686
97
indikator kunker-rakontek-rakerkes-binwil-monev terpadu peningkatan sdm keswa
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 83
diseminasi dan informasi hkjs
218.175.000
203.525.000
pertemuan lintas program dan lintas
241.500.000
220.765.000
14.650.000 20.735.000
91
93
336.000.000
335.869.550
130.450
100
223.156.000
222.098.700
1.057.300
100
program dan anggaran keswa
46.608.000
45.086.000
1.522.000
97
barang cetakan
150.000.000
144.767.500
5.232.500
97
sak dan simak bmn
212.255.000
205.990.000
6.265.000
97
lakip
39.917.000
39.413.000
504.000
99
sektor bidang pencegahan dan pengendalian masalah keswa dan napza monitoring dan bimbingan teknis program pencegahan dan pengendalian masalah keswa dan napza advokasi dan sosialisasi program dan sotk baru dit p2m masalah keswa dan napza
penatalaksanaan arsip
78.675.000
72.090.000
6.585.000
92
layanan perkantoran
789.290.000
774.553.500
14.736.500
98
perangkat pengolah data dan informasi
100.000.000
98.505.000
1.495.000
99
jumlah
3..690.993.000
3.565.931.010
125.061.990
97
total jumlah
21.813.923.000
21.368.799.135
445.123.865
98
c. Masalah dan hambatan Walaupun realisasi anggaran belanja barang mencapai 97,60 % dan realisasi belanja modal mencapai 98,5 %, tentu masih ada kendala dalam pelaksanaan penyerapan anggaran yaitu : 1. Realisasi anggaran pada triwulan 1 sd 3 sangat rendah 2. Pertanggungjawaban keuangan yang melabihi dari batas waktu yang di tentukan oleh KPPN, sehingga menghambat dalam pengajuan TUP dan penyerapan anggaran 3. Belum adanya reward dan funismen dalam penyerapan anggaran
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 84
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya maka dapat di simpulkan : 1. SOTK Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza terdiri dari 1 orang direktur, 3 kepala sub direktorat, 6 kepala seksi dan 1 kasub bag tata usaha 2. Jumlah SDM 45 orang PNS dan 5 orang honorer 3. Jumlah Aset sebesar Rp 2.436.041.368 4. Alokasi anggaran sebesar Rp. 21.813.923.000,- dengan realisasi sebesar Rp. 21.368.799.135 atau 97,95% 5. Tahun 2016 indikator Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) pecandu narkotika yang aktif target 30% capaian 30,8% (134 IPWL dari 434 yang di tetapkan tahun 2015 , Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa targert 130 capaian 130 kab/kota, Persentase RS umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri target 30% dengan capaian 31,8 % (35 RSU) B. Saran 1. Agar tepat waktu dalam pertanggungjawaban keuangan sesuai aturan dari KPPN 2. Agar penyerapan anggaran yang tinggi dilakukan pada triwulan ke 2 dan 3 dengan cara melaksanakan kegiatan yang mempunyai jumlah anggaran yang besar 3. Agar kegiatan lebih di fokuskan lagi pada pencapaian indikator, dan perlu adanya kegiatan evaluasi capaian indikator di masing2 subdit, sehingga mengetahui kendala dan tindak lanjutnya dan hasil evaluasi tersebut di jadikan program atau kegiatan untuk tahun selanjutnya
Laptah 2016_P2MKJN
Hal 85