LAPORAN PROGRAM P2M DANA DIPA
Pelatihan Penyusunan RPP Bermuatan Pendidikan Karakter pada Guru-guru Sekolah Dasar Nomor 1 Kapal
Oleh Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd. Prof. Dr. I Made Sutama, M.Pd. Drs. Ida Bagus Sutresna, M.Si. Dra. Sang Ayu Putu Sriasih, M.Pd.
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 023.04.2.552581/2013 revisi 2 tanggal 01 Mei 2013
FAKULTAS BAHASA DAN SENI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA TAHUN 2013
i
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT a. Judul Program : Pelatihan Penyusunan RPP Bermuatan Pendidikan Karakter pada Guru-guru Sekolah Dasar Nomor 1 Kapal, Mengwi, Kabupaten Badung b. Ketua Pelaksana a. Nama b. Jenis Kelamin c. NIP d. Disiplin Ilmu e. Pangkat/Golongan f. Jabatan Fungsional g. Fakultas/Jurusan h. Alamat Kantor i. Alamat Rumah j. Telpon k. Email Jumlah Anggota Pelaksana Lokasi Kegiatan a. Nama Sekolah b. Desa c. Kecamatan d. Kabupaten e. Provinsi Jumlah biaya Lama Kegiatan
: Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd. :: Laki : 196503201990031002 : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia : Penata TK I/IIId : Lektor Kepala : Bahasa dan Seni/PBSI : Jalan Ahmad Yani 67 Singaraja : Griya Pemaron : 08123958392 :
[email protected] : 3 orang
Mengetahui, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,
Singaraja, 31 Oktober 2013 Ketua Pelaksana,
Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A. NIP 196206261986032002
Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd. NIP 196503201990031002
c. d.
e. f.
: Sekolah Dasar Nomor 1 Kapal : Kapal : Mengwi : Badung : Bali : Rp. 7.500.000,00 : 6 bulan
Menyetujui, Ketua LPM Undiksha,
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. NIP 19591011984031003
ii
KATA PENGANTAR
Pelatihan Penyusunan RPP bermuatan Pendidikan Karakter untuk Guru-guru SDN 1 Kapal ini merupakan salah satu bentuk pengabdian yang dilakukan oleh LPM Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja. Tujuan pengabdian ini adalah untuk turut serta memajukan pendidikan di negara tercinta ini. Misi mulia ini ternyata mendapat antusiasme yang cukup baik dari pihak-pihak terkait seperti guru, kepala sekolah, bahkan dinasa terkait. Dengan iklim seperti itu, kami berharap mudahmudahan kegiatan ini dapat memberikan sedikit sumbangan yang berarti bagi kemajuan pendidikan di negeri ini. Terselenggaranya kegiatan ini tentu saja tidak terlepas dari bantuan dan bimbinganNya. Oleh karena itulah, puja dan puji sudah sepantasnya dilantunkan kehadapanNya. Karena atas limpahan karuniaNyalah, tugas-tugas pengabdian masyarakat ini dapat kami selesaikan secara sangat memuaskan. Karunia beliaulah yang membimbing kami untuk dapat bekerja sebagai suatu tim yang padu, dan mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai pihak. Selain itu, ucapan terima kasih sudah sepantasnya juga kami sampaikan kepada pihak-pihak terkait yang turut membantu terselenggaranya pengabdian ini. Semoga kerjasama itu tetap dapat berlanjut pada masa yang akan datang demi kemajuan pendidikan di negeri tercinta ini.
Tim pelaksana,
iii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ...........................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
ii
KATA PENGANTAR .............................................................................
iii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
6
BAB III METODE PELAKSANAAN DAN MATERI..........................
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................
30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 42 LAMPIRAN
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Sampai saat ini, perencanaan dan implementasi pembelajaran di sekolah tampaknya belum mengarah pada pembentukan kompetensi siswa secara utuh. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi yang dilakukan Pusat Kurikulum Depdiknas yang menyatakan bahwa (1) sebagian besar siswa tidak mampu mengaplikaksikan konsepkonsep keilmuan dalam kehidupan nyata dan (2) pengajaran tidak menitikberatkan pada prinsip bahwa ilmu (mata pelajaran) mencakup pemahaman konsep, dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal senada juga ditemukan pada studi Suastra, dkk
(2006) yang menyatakan bahwa metode ceramah masih
mendominasi kegiatan belajar dalam pembelajaran di sekolah, sedangkan metode demonstrasi dan eksperimen hampir tidak mendapat perhatian serius. Kualitas metode ceramah pun juga mengalami kemerosotan, siswa tidak lagi mendengarkan dengan seksama penjelasan guru, banyak siswa tidak mencatat, dan sangat jarang siswa bertanya. Dalam kondisi seperti ini, tidak akan terjadi pemrosesan informasi dalam otak siswa. Lebih lanjut, Zamroni (2001:1) menyatakan bahwa dewasa ini, pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial dan sistem persekolahan yang hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut sebagai the dead knowledge, yaitu pengetahuan yang terlalu bersifat teksbookish, sehingga bagaikan sudah diceraikan dari akar sumbernya dan aplikasinya. Dengan kata lain, pembelajaran di sekolah menjadi tidak bermakna bagi siswa dan bermuara pada rendahnya prestasi belajar siswa. Selain kurang bermaknanya pembelajaran dalam hal mendokrak prestasi siswa, karakter siswa pun sepertinya mengarah ke tanda-tanda negatif yang mengkhawatirkan para orang tua. Banyak kejadian tidak terpuji yang dilakukan oleh siswa, misalnya ada siswa yang melakukan tawuran masal, pembalakan, pencurian, kurangnya rasa hormat pada orang tua, guru, maupun tokoh masyarakat. Oleh karena itulah, tampaknya memang perlu pendidikan karakter secara lebih intens diberikan kepada para siswa. Semua guru seharusnya punya tanggung jawab moral untuk pendidikan karakter ini.
1
Dalam
rangka
menyikapi
pencanangan
pendidikan
karakter
dan
pengimplementasian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), para guru perlu merancang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) agar sesuai dengan kebijakan tersebut. Keadaan umum yang terjadi pada kalangan guru di Bali adalah belum memenuhi harapan tersebut. Jangankan RPP yang bermuatan karakter, RPP yang standar saja, banyak yang belum memenuhi standar yang ditetapkan pada Permen No 41 tahun 2007 maupun Permendikbuk 65 tahun 2013. Sering juga mereka membuat RPP hanya sebatas ‘asal buat’ untuk kelengkapan administrasi belaka. Padahal, RPP adalah tonggak awal untuk menghasilkan pembelajaran yang bermutu. Sesuai dengan prosedur standar seorang akademik, maka membuat perencanaan pembelajaran adalah langkah permulaan yang menentukan langkah-langkah berikutnya. Terkait dengan permasalahan yang masih menggelayut seperti disebutkan di atas, maka diadakan pengebdian masyarakat ini. Kegiatan ini akan dilaksanakan di SD No. 1 Kapal. Jumlah guru di SD No 1 Kapal adalah seperti tabel berikut. Tabel 01 : Guru dan Pegawai di SD No 1 Kapal No
Guru/Pegawai
Status
1
Guru PNS
10
2
Guru Honorer
3
3
Tata Usaha
1
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa ada 13 guru yang mengasuh siswasiswi di SD No 1 Kapal. Dari tiga belas guru tersebut, ada 3 orang guru yang masih honorer. Guru-guru PNS yang ada di sekolah tersebut adalah 10 orang dan sebanyak 8 orang (61,5%) sudah tersertifikasi sedangkan sebanyak 5 orang (38,5%) belum tersertifikasi. Diantara yang belum tersertifikasi tersebut, ada 2 orang sudah PNS. Walaupun sebagian besar
guru sudah tersertifikasi, keadaan kemampuan
guru menyususn RPP di SD No. 1 Kapal juga tidak jauh berbeda dengan guru di sekolah lain. Banyak guru-guru yang kebingungan membuat RPP standar yang diminta oleh Permen No. 41 tahun 2007, belum lagi Permendikbuk 65 tahun 2013 dengan pendidikan karakternya. Kurangnya keterampilan guru tersebut tampaknya berkaitan juga dengan pola sertifikasi guru yang mereka ikuti. Sebagaian besar guru di SD N 1 Kapal mengikuti sertifikasi dengan pola fortofolio. Hanya 3 orang yang
2
mengikuti sertifikasi guru dengan pola PLPG. Sayangnya, guru yang ikut sertifikasi dengan PLPG pun belum paham dengan Permen 41 tahun 2007 apalagi Permendikbud 65 tahun 2013. Keadaan ini diperparah lagi dengan canangan pemerintah untuk menyelipkan pendidikan karakter bangsa (karbang) dalam pembelajaran di kelas. Memperhatikan RPP yang sudah dihasilkan oleh para guru di sekolah ini, umumnya mereka membuat RPP hanya sebagai pelengkap administrasi. Alasannya mereka membuat RPP pun sangat klise yaitu RPP hanya sekadar persyaratan, yang penting pelaksanaannya. Sayangnya, setelah diperhatikan pelaksanaannya, ternyata mereka menggunakan RPP yang agak amburadul tersebut sebagai pegangan mengajar. Ini tentu sangat ironis dengan alasan klisenya. Ketika ditelusuri lebih jauh sebab-sebab mereka membuat RPP seperti itu, ada beberapa faktor penyebabnya, diantaranya, (1) para guru kurang mendapat arahan/pelatihan secara praktis tentang pembuatan RPP yang benar, (2) guru masih kebingungan membuat RPP yang sesuai dengan harapan kurikulum apalagi ditambah dengan pendidikan karakter. Selain data keberadaan guru, data penting lainnya yang tampaknya perlu diungkap adalah keberadaan lingkungan tempat SD No 1 Kapal. Mengamati lingkungan sekitar sekolah, tampak bahwa lingkungannya adalah lingkungan yang baru berkembang secara bisnis. Akibatnya, masyarakat sekitar mulai bersikap materialistis dan kadang-kadang melupakan idealisme. Budaya konsumtif dan instan tampakny ikut serta membentuk watak para siswa yang sebenarnya masih memiliki idealisme tinggi. Pergaulan siswa pada lingkungan seperti itu banyak berpengaruh pada karakternya. Umumnya para siswanya agak egaliter, tetapi sering juga mengarah ke keadaan karakter siswa yang kurang diinginkan. Menilik kondisi masyarakat dan input dari sekolah ini, maka penanaman karakter yang kuat tampaknya menjadi hal yang urgen. Jika tidak, ditakutkan nantinya mereka bersekolah hanya sekadar mendapat ijazah. Karakter generasinya pun tentu akan memprihatinkan, padahal karakter sangat penting bagi kelangsungan bangsa yang beradab dan berdaya saing.
3
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Para guru masih banyak yang kebingungan membuat RPP yang standar sesuai amanat Permen 41 tahun 2007 maupun Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013. Kebingungan itu bertambah lagi setelah munculnya kebijakan agar memasukkan pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran. Masalah pertama belum tuntas, sudah muncul masalah kedua berupa pendidikan karakter. Akibat dari keadaan di atas, RPP yang dihasilkan para guru sangat jauh dari harapan ideal. Selain itu, Banyak juga para guru yang apriori menganggap RPP hanya sebatas kelengkapan administrasi dan tidak tahu bahwa alasan penyusunan RPP merupakan prosedur standar dari pola kerja seorang akademik. Mereka mengesampingkan kalau mengajar itu merupakan rangkaian sistem mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Akibat dari pandangan yang keliru di atas, penyusunan RPP yang dilakukan sebatas ‘asal buat’. Masalah inilah yang sekarang ini perlu penanganan.
1.3 Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan ini adalah memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada para guru di SD No. 1 Kapal tentang menyusun RPP bermuatan pendidikan karakter sesuai amanat Permen 41 Tahun 2007 maupun Permendikbuk nomor 65 tahun 2013. Untuk dapat menghasilkan RPP yang inovatif seperti itu, minimal para guru memiliki bekal pengetahuan berupa (1) pemahaman konsep-konsep penyusunan RPP seperti tertuang pada Standar Proses Pendidikan (Permendikbuk nomor 41 tahun 2007 dan nomor 65 tahun 2013), (2) pemahaman hakikat pendidikan karakter dan memadukan dengan bidang studi yang akan diasuh. Dengan bekal pemahaman itu, mereka dilatihkan untuk trampil menyusun RPP yang dikehendaki.
1.4 Manfaat Kegiatan Pelatihan model pembelajaran bahasa Bali bagi guru-guru ini bermanfaat untuk pihak-pihak tertentu, antara lain : 1. Guru Bermanfaat bagi guru-guru peserta pelatihan dalam menyusun RPP bermuatan karakter yang dijadikan landasan untuk mengajar sehingga
4
pembelajaran yang dilaksanakan betul-betul berawal dari perencanaan yang matang. 2. Siswa Para siswa yang menjadi komponen dalam pembelajaran akan mendapatkan manfaat yang cukup besar dari persiapan guru. Karena dengan kesiapan gurunya, maka situasi pembelajaran yang berlangsung akan lebih baik dan siswa diuntungkan oleh keadaan ini dalam meningkatkan prestasi dan karakternya 3. Instansi terkait Instansi terkait seperti diknas juga mendapat manfaat paling tidak berupa inspirasi untuk meningkatkan mutu pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, tugas Diknas dapat menjadi lebih ringan karena ada pihak lain yang membantu.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter Istilah karakter dalam dunia pendidikan sudah ada sejak dahulu. Plato mengistilahkan pendidikan itu untuk membentuk manusia bijaksana, yaitu manusiamanusia baik, yang tentu mengadung makna manusia yang berkarakter. Manusia berkarakter adalah manusia yang cerdas dan mampu mengendalikan diri. Secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan & Bohlin, 1999:5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols & Shadily, 1995:214; Munir, 2010:2-3). Jika dimaknai, hasil mengukir adalah ukiran. Sifat ukiran sangat kuat karena melekat di atas benda yang diukir. Sifat ukiran tidak mudah hilang karena waktu, gesekan, maupun cuaca. Menghilangkan ukiran sama dengan menghilangkan benda yang diukir sebab ukiran melekat pada benda tersebut. Hal ini berbeda dengan gambaran atau tulisan karena keduanya bisa dihapus tanpa menghilangkan benda tempat menulis atau menggambar tersebut. Tulisan dan gambar juga bisa haus termakan usia atau cuaca, tetapi ukiran tidak. Begitulah karakter menurut etimologinya, melekat sangat kuat pada benda tempat karakter tersebut, yaitu manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata karakter diartikan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa, Depdiknas, 2008:682). Arti ini identik dengan kepribadian atau akhlak. Orang yang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, bersifat, berprilaku, bertabiat, atau berwatak sehingga karakter merupakan watak dan sifat-sifat seseorang yang menjadi dasar untuk membedakan dengan orang lain. Doni Koesoema (2007:80) mengemukakan kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir. Pernyataan Doni Koesoema ini mengindikasikan bahwa karakter seseorang terbentuk oleh faktor lingkungan dan
6
bawaan. Sementara John Locke dalam Sasongko (2010) menyatakan ada beberapa aspek psikologis yang perlu diperhatikan dalam membentuk watak (character) anak, antara lain akal, pikiran, kemauan, perasaan, tanggapan, fantasi, ingatan, perhatian, pengamatan. Pandangan di atas mengindikasikan bahwa karakter seseorang dapat dibentuk melalui penanaman norma-norma dan nilai-nilai melalui pendidikan di sekolah. Dalam proses ini tentunya akan dipengaruhi oleh aspek psikologis dan sosiologis anak anak. Oleh karena itu, pembentukan karakter, melalui pendidikan adalah wajib, karena nilai-nilai moral, adat-istiadat dan budaya sifatnya universal kebenarannya. Pendidikan karakter merupakan salah satu unsur sarana untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan kepribadian anak sehingga terbentuklah karakternya. Allport dalam Sasongko (2010) berpendapat ““Character is personality evaluated, and personality is character devaluated”. Karakter dan kepribadian adalah satu dan sama. Meski sama, menurut Allport, jika ingin membedakan diantara keduanya maka sebagai berikutlah adanya. Jika orang bermaksud menanmkan norma-norma moral dan nilai-nilai moral, atau mengadakan penilaian, maka lebih tepat digunakan istilah watak. Namun, jika hanya sekadar ingin memberikan gambaran apa adanya, maka dipakai istilah kepribadian. Filsuf Yunani, Heraclitus, secara gamblang menjelaskan, Character is destiny. Character shapes the destiniy of an individual person. It shapes the destiny of a whole society. (dalam Lickona. 2004). Nasib (destiny) seseorang ditentukan oleh karakternya. Karakter juga membentuk nasib masyarakat secara luas. Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona yang mendefinisikan karakter sebagai “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Karakter mulia (good character), dalam pandangan Lickona,
meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moral khowing), lalu
menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter
7
mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills). Dengan demikian, yang dimaksud dengan karakter secara sederhana dapat dikatakan sebagai watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Dalam proses perkembangan dan pembentukannya, karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Secara psikologis perilaku berkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosio-kultural pada akhirnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yakni 1) olah hati (spiritual and emotional development), 2) olah pikir (intellectual development), 3) olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan 4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri seseorang (Kemdiknas, 2010: 9-10). Secara mudah karakter dipahami sebagai nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Secara koheren, karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Pemerintah RI, 2010: 7). Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
8
norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Amin (1995: 62) menyatakan bahwa kehendak (niat) merupakan awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku. Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character education). Thomas Lickona dianggap sebagai pengusung pendidikan karakter, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility (1991) yang kemudian disusul oleh tulisantulisannya seperti The Return of Character Education yang dimuat dalam jurnal Educational Leadership (November 1993) dan juga artikel yang berjudul Eleven Principles of Effective Character Education, yang dimuat dalam Journal of Moral Volume 25 (1996). Melalui buku dan tulisan-tulisannya itu, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter, menurutnya, mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lickona, 1991: 51). Di pihak lain, Frye (2002: 2) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good character through an emphasis on universal values that we all share”. Di Indonesia, pendidikan karakter mulai dideklarasikan pata tanggal 2 Mei 2010. Pembangunan karakter ini dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti (1) disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; (2) keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; (3) bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; (4) memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan (5) melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu telah ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025,
9
di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.” Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal tersebut sudah tertuang pada fungsi dan
tujuan
pendidikan
nasional,
yaitu
“Pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan karakter sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010). Isi dari rencana aksi tersebut adalah bahwa pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baikburuk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. (Lickona, 2004).
10
Dengan demikian, pendidikan karakter harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan sekolah (institusi pendidikan) sebagai agen untuk membangun karakter peserta didik. Melalui pendidikan karakter sekolah diharapkan dapat membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia seperti hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, jujur, memiliki integritas, dan disiplin. Di sisi lain pendidikan karakter juga harus mampu menjauhkan peserta didik dari sikap dan perilaku yang tercela dan dilarang.
2.2 Manfaat Pendidikan Karakter dalam Menghadapi Masa Depan Dalam buku Pendidikan Karakter : Teori dan Aplikasi diungkapkan bahwa pendidikan merupakan proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara Indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal dalam membangun peradaban tinggi dan unggul. Karakter bangsa yang kuat merupakan produk dari pendidikan yang bagus dan mengembangkan karakter. Ketika mayoritas karakter masyarakat kuat, positif, dan tangguh, maka peradaban yang tinggi dapat dibangun dengan baik dan sukses. Sebaliknya, jika mayoritas karakter masyarakat negatif, karakter negatif dan lemah mengakibatkan peradaban yang dibangun pun menjadi lemah sebab peradaban tersebut dibangun dalam fondasi yang amat lemah. Karakter bangsa adalah modal dasar membangun peradaban tingkat tinggi, masyarakat yang memiliki sifat jujur, mandiri, bekerja-sama, patuh pada peraturan, bisa dipercaya, tangguh dan memiliki etos kerja tinggi akan menghasilkan sistem kehidupan sosial yang teratur dan baik. Ketidakteraturan sosial menghasilkan berbagai bentuk tindak kriminal, kekerasan, terorisme dan lain-lain. Pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar lagi). Hal ini cukup beralasan. Mengapa mutlak diperlukan? Karena adanya krisis yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Banyak kalangan masyarakat yang mempunyai pandangan terhadap istilah “kelatahan sosial” yang terjadi akhir-akhir ini. Hal ini memang terjadi dengan
11
berbagai peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak asasi manusia yang terkadang mendahulukan hak daripada kewajiban. Pada akhirnya berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu kesukubangsaan (ethnicity). Kerancuan ini menyebabkan orang frustasi dan cenderung meluapkan perasaan tanpa kendali dalam bentuk “amuk massa atau amuk sosial”. Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul beban lebih berat Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah pembentukan karakter dan watak (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial bagi notion building atau dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab. Oleh karena itu, reformasi pendidikan sangat mutlak diperlukan untuk membangun karakter atau watak suatu bangsa, bahkan merupakan kebutuhan mendesak. Reformasi kehidupan nasional secara singkat, pada intinya bertujuan untuk membangun Indonesia yang lebih genuinely dan authentically demokratis dan berkeadaban, sehingga betul-betul menjadi Indonesia baru yang madani, yang bersatu padu (integrated). Di samping itu, peran pendidikan nasional dengan berbagai jenjang dan jalurnya merupakan sarana paling strategis untuk mengasuh, membesarkan dan mengembangkan warga negara yang demokratis dan memiliki keadaban (civility) kemampuan, keterampilan, etos dan motivasi serta berpartisipasi aktif, merupakan ciri dan karakter paling pokok dari suatu masyarakat madani Indonesia. Jangan sampai yang terjadi malah kekerasan yang meregenerasi seperti halnya yang terjadi di IPDN yang menjadi sorotan akhir-akhir ini (Kompas 16/4), Kekerasan fisik yang mengorbankan nyawa dan harta benda tersebut, sangat jelas terkait pula dengan masih bertahannya “kekerasan struktural” (structural violence)
12
pada tingkat tertentu. Akibatnya, perdamaian hati secara hakiki tidak atau belum berhasil diwujudkan.
2.3 Nilai-nilai Dasar dalam Pendidikan Karakter Dari penjelasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa tugas pendidikan adalah membangun karakter (character building) anak didik. Karakter merupakan standar-standar batin yang terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri. Karakter diri dilandasi nilai-nilai serta cara berpikir berdasarkan nilai-nilai tersebut dan terwujud di dalam perilaku. Bentuk-bentuk karakter yang dikembangkan telah dirumuskan secara berbeda. Indonesia Heritage Foundation merumuskan beberapa bentuk karakter yang harus ada dalam setiap individu bangsa Indonesia di antaranya; cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan. Sementara itu, character counts di Amerika mengidentifikasikan bahwa karakter-karakter yang menjadi pilar adalah; dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat dan perhatian (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairness), peduli (caring), kewarganegaraan (citizenship), ketulusan (honesty), berani (courage), tekun (diligence) dan integritas. Terkait dengan pendeklarasian pendidikan karakter, Pemerintah Indonesia telah merumuskan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan, olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, olah raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa dan karsa berhubungan dengan kemauan dan
13
kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan (Pemerintah RI, 2010: 21). Nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh Sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik; 2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif; 3. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih; dan 4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja. Dari nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mencanangkan empat nilai karakter utama yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir), tangguh (dari olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa). Dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang diprioritaskan penanamannya pada peserta didik. Direktorat Pembinaan SMP Kemdiknas RI mengembangkan nilai-nilai utama yang disarikan dari butir-butir standar kompetensi lulusan (Permendiknas No. 23 tahun 2006) dan dari nilai-nilai utama yang dikembangkan oleh Pusat Kurikulum Depdiknas RI (Pusat Kurikulum Kemdiknas, 2009). Dari kedua sumber tersebut nilai-nilai utama yang harus dicapai dalam pembelajaran di sekolah (institusi pendidikan) di antaranya adalah:
14
1. Kereligiusan, yakni pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya. 2. Kejujuran, yakni perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. 3. Kecerdasan, yakni kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, tepat, dan cepat. 4. Ketangguhan, yakni sikap dan perilaku pantang menyerah atau tidak pernah putus asa ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi kesulitan tersebut dalam mencapai tujuan. 5. Kedemokratisan, yakni cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 6. Kepedulian, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki penyimpangan dan kerusakan (manusia, alam, dan tatanan) di sekitar dirinya. 7. Kemandirian, yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, yakni berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. 9. Keberanian mengambil risiko, yakni kesiapan menerima risiko/akibat yang mungkin timbul dari tindakan nyata. 10. Berorientasi pada tindakan, yakni kemampuan untuk mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata. 11. Berjiwa kepemimpinan, yakni kemampuan mengarahkan dan mengajak individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dengan berpegang pada asas-asas kepemimpinan berbasis budaya bangsa. 12. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
15
guna menyelesaikan tugas
13. Tanggung
jawab,
yakni
sikap
dan
perilaku
seseorang
untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME. 14. Gaya hidup sehat, yakni segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. 15. Kedisiplinan, yakni tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 16. Percaya diri, yakni sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. 17. Keingintahuan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 18. Cinta ilmu, yakni cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian,
dan
penghargaan
yang
tinggi
terhadap
pengetahuan. 19. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, yakni sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. 20. Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, yakni sikap menurut dan taat
terhadap
aturan-aturan
berkenaan
dengan
masyarakat
dan
kepentingan umum. 21. Menghargai karya dan prestasi orang lain, yakni sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. 22. Kesantunan, yakni sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. 23. Nasionalisme, yakni cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
16
24. Menghargai keberagaman, yakni sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010). Dari 24 nilai dasar karakter di atas, guru (pendidik) dapat memilih nilai-nilai karakter tertentu untuk diterapkan pada peserta didik disesuaikan dengan muatan materi dari setiap mata pelajaran (mapel) yang ada. Guru juga dapat mengintegrasikan karakter dalam setiap proses pembelajaran yang dirancang (skenario
pembelajaran)
dengan
memilih
metode
yang
cocok
untuk
dikembangkannya karakter peserta didik.
2.4 Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013 Dengan diikrarkannya pendidikan karakter oleh Mendikbud (waktu itu Mendiknas) tanggal 2 Mei 2010, pendidikan karakter mendapat tempat yang lebih baik di dalam pembelajaran di sekolah. Kelahiran Kurikulum 2013 tampaknya juga untuk menjawab mewujudkan maksud deklarasi tersebut. Hal ini terlihat dengan jelas dalam latar belakang Kurikulum 2013. Dalam latar belakang itu kemukakan bahwa pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter. Selain itu, dalam landasan empiris penyusunan Kurikulum 2013 juga dikemukakan tentang pentingnya pendidikan karakter. Hal ini dikaitkan dengan usaha menyikapi keadaan bangsa saat ini. Dalam landasan empirinya dengan tegas disebutkan bahwa dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan
17
kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul di
Indonesia.
Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini. Oleh karena itu kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung serta pembentukan karakter. Landasan empiris lainnya terkait dengan pengembangan Kurikulum 2013 adalah berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN yang menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik. Dalam usaha mewujudkan kurikulum yang bermuatan karakter tersebut, pendidikan karakter kemudian menjadi aspek yang mendapat perhatian cukup serius. Keberadaan pendidikan karakter pada Kurikulum 2013 dengan jelas dapat dilihat pada kompetensi inti yang selanjutnya dijabarkan secara lebih operasional ke dalam kompetensi dasar setiap mata pelajaran. Kompetensi Inti (KI) berfungsi sebagai pengorganisasi kompetensi dasar (KD). Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (Kompetensi Inti 1), sikap sosial (Kompetensi Inti 2), pengetahuan (Kompetensi Inti 3), dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (Kompetensi Inti 3) dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4).
18
Karakter yang dimunculkan dalam kompetensi inti yang kemudian dijabarkan ke dalam kompetensi dasar adalah (1) takwa, (2) jujur, (3) disiplin, (4) tanggung jawab, (5) santun, (6) peduli, (7) percaya diri, (8) memiliki rasa ingin tahu, (9) logis, (10) estetis, (11) kasih sayang, (12) toleran, (13) cerdas, (14) gaya hidup sehat, (15) nasionalisme, (16) cinta ilmu (sistematis). Secara lebih lengkap tentang Kompetensi Inti dapat dilihat pada lampiran. Berikut ini contoh kompetensi ini dan penjabarannya menjadi kompetensi dasar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas I SD. Kompetensi Inti
Kompetensi Dasar
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, 2.1 Memiliki kepedulian dan rasa ingin tahu tanggung jawab, santun, peduli,
terhadap keberadaan wujud dan sifat benda
dan
melalui
percaya
diri
dalam
berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru
pemanfaatan
bahasa
Indonesia
dan/atau bahasa daerah 2.2 Memiliki
rasa
keberadaan
percaya
tubuh
diri
melalui
terhadap
pemanfaatan
bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah 2.3 Memiliki perilaku santun dan sikap kasih sayang
melalui
pemanfaatan
bahasa
Indonesia dan/atau bahasa daerah 2.4 Memiliki kedisiplinan dan tanggung jawab merawat tubuh agar sehat dan bugar melalui pemanfaatan
bahasa
Indonesia
dan/atau
bahasa daerah 2.5 Memiliki perilaku santun dan jujur dalam hal kegiatan dan bermain di lingkungan melalui pemanfaatan
bahasa
Indonesia
dan/atau
bahasa daerah
2.5 Pengertian dan Komponen RPP Rencana
pelaksanaan
pembelajaran
(RPP)
adalah
rencana
yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai suatu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam SI dan dijabarkan dalam silabus. Dalam
19
satu rencana pembelajaran paling luas mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri atas satu indiktor atau lebih untuk satu kali pertemuan atau lebih. Komponen-komponen RPP menurut Permen nomor 41 tahun 2007 adalah (1) Identitas mata pelajaran, (2) Standar kompetensi, (3) Kompetensi dasar, (4) Indikator pencapaian kompetensi, (5) Tujuan pembelajaran, (6) Materi ajar, (7) Alokasi waktu, (8) Metode pembelajaran, (9) Kegiatan pembelajaran, yang mencakup (a) pendahuluan, (b) kegiatan inti, dan (c) Penutup, (10) Penilaian hasil belajar, dan (11) Sumber belajar. Dalam Permendikbud nomor 65 tahun 2013, komponen RPP terdiri atas: a. identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan b. identitas mata pelajaran atau tema/subtema; c. kelas/semester; d. materi pokok; e. alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai; f. tujuan
pembelajaran
yang
dirumuskan
berdasarkan
KD,
dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan; g. kompetensi dasar danindikatorpencapaiankompetensi; h. materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi; i. metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai; j. media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran; k. sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan; l. langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup; dan
20
m. penilaian hasil pembelajaran.
2.6. Prinsip Penyusunan RPP Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Perbedaan individual peserta didikantara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. b. Partisipasi aktif peserta didik. c. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian. d. Pengembangan budaya membaca dan menulisyang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahamanberagam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. e. Pemberian umpan balik dan tindak lanjutRPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. f. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduanantara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. g. Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. h. Penerapan teknologi informasi dan komunikasisecara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
2.6 Langkah-langkah penyusunan RPP adalah sebari diuraikan berikut ini. Langkah 1 : Mengisi kolom identitas Mengisi kolom identitas mata pelajaran yang antara lain berisi : (1) nama sekolah, (2) mata pelajaran, dan (3) kelas/semester. Langkah 2 : Menentukan alokasi waktu
21
Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan. Penentuan alokasi waktu disesuaikan dengan materi dan kegiatan yang direncanakan. Langkah 3 : Menuliskan standar kompetensi/kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator. Standar kompetensi/kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian kompetensi pada RPP diambil dari silabus mata pelajaran tersebut. Langkah 4 : Mengidentifikasi materi ajar Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian singkat dari materi pokok, bukan judul-judul/topik-topik melainkan konsep-konsep operasional. Materi pokok/pembelajaran yang dituangkan dalam RPP hendaknya mempertimbangkan: (1) potensi peserta didik, (2) relevansi dengan karakteristik daerah, (3) sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual, emosional, sosial, serta spiritual peserta didik, (4) kebermanfaatan bagi peserta didik, (5) struktur keilmuan, (6) aktualitas, kedalam, dan keluasan materi pembelajaran, (7) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan, dan (8) alokasi waktu. Langkah 5 : Mengembangkan kegiatan pembelajaran Mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar atau indikator yang telah dirumuskan. Pembelajaran yang dimaksud dapat diperoleh melalui berbagai pendekatan, model-model pembelajaran inovatif, dan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi ajar, dan sumber belajar yang tersedia. Pengalaman belajar hendaknya memuat kecakapan hidup (life skill) yang harus dikuasai peserta didik. Hal-hal
yang
harus
diperhatikan
dalam
pembelajaran dalam RPP sebagai berikut.
22
mengembangkan
kegiatan
a. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan bantuan kepada guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara lengkap dan berurutan untuk mencapai suatu kompetensi dasar atau sering disebut dengan “skenario pembelajaran”. c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pelajaran. d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan belajar siswa dan interaksinya dengan materi ajar. Langkah 6 : Menentukan alat dan sumber belajar Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, lingkungan fisik, lingkungan alam, dan lingkungan sosial budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Pada bagain ini tercakup dua hal yaitu alat berupa media pembelajaran dan sumber belajar seperti buku pegangan siswa, dan lain-lainnya. Langkah 7: Menentukan jenis penilaian Penilaian (asesmen) merupakan bagian integral dari pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinmabungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan kesimpulan. Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan mengacu pada indikator pencapaian kompetensi. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pegamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas proyek, dan/atau produk, pengembangan penilaian portofolio, dan penilaian diri (self evaluation). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian sebagai berikut. a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
23
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya. c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan komoetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan belajar siswa. d. Hasil belajar siswa dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remidi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan. e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya jika pembelajaran menggunakan metode eksperimen, maka penilaian hendaknya menyangkut keterampilan proses siswa atau kinerjanya dalam melakukan eksperimen, seharusnya menggunakan metode observasi kinerja praktikum, produk dalam bentuk laporan praktikum, dan kemampuan mengkomunikasikan hasilnya secara lisan. Jika pembelajaran menggunakan pendekatan proyek untuk menyelidiki suatu kasus tertentu maka penilaian harus dilakukan baik pada keterampilan proses dalam melakukan pengumpulan data/informasi maupun dari produk yang berupa laporan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan. Laporan siswa sebaiknya ditulis dalam bentuk laporan ilmiah.
24
BAB III METODE PELAKSANAAN DAN MATERI
3.1 Metode Pelaksanaan 3.1.1 Kerangka Pemecahan Masalah Permasalahan yang telah dikemukakan di depan, dipecahkan dengan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada para guru untuk menyusun RPP sesuai Permen 41 tahun 2007 dan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses yang ditambahkan dengan muatan pendidikan karakter. Mereka diberikan terlebih dahulu pemahaman pentingnya menyusun RPP dalam kerangka pelaksanaan kurikulum (KTSP maupun Kurikulum 2013) dan pemaparan serta diskusi tentang RPP. Mereka juga dibekali dengan hakikat pendidikan karakter yang harus dimasukkan dalam RPPnya kelak. Berikutnya praktik membuat rencana pembelajaran atau RPP. Dalam kegiatan ini, peserta diajak berlatih membuat RPP tahap demi tahap. RPP ini merupakan tahap implementasi teori yang didapat pada saat pembelakan. RPP yang dihasilkan itu sesuai dengan tuntutan KTSP dan Permen n0mor 41 tahun 2007. Mereka diharapkan mencobakan RPP dibuat untuk mengajar di kelasnya masing-masing.
3.1.2 Realisasi Pemecahan Masalah Realisasi pemecahan masalah ini adalah berupa pendampingan bagi guruguru yang dimulai tanggal 12 Oktober 2013 sampai dengan 4 November 2013. Kegiatan ini meliputi pembekalan awal tentang tentang pendidikan karakter dan pedoman penyusunan RPP bermuatan karakter. Setelah itu, kegiatan berikutnya lebih banyak berupa pendampingan dalam penyusunan RPP dan pengimplementasiannya di kelas. Pemilihan waktu pelaksanaan tersebut sesuai dengan kesepakatan dari pihak panitia dengan para kepala sekolah. Pelatihan ini dilaksanakan di SD No. 1 Kapal dengan jumlah guru peserta sebanyak 13 orang. Teknik yang dipakai dalam pemecahan masalah adalah dengan memberikan pelatihan kepada peserta. Lama pelaksanaan pelatihan ini adalah 4 jam untuk pembekalan dengan rincian sebagai berikut. Sesi pertama, berupa dua jam pertama adalah untuk penjelasan konsep RPP inovatif sesuai dengan Standar Proses
25
Pendidikan. Sesi kedua berupa tanya jawab seputar RPP inovatif tentang Standar Proses Pendidikan (Permendikbuk nomor 41 tahun 2007 dan nomor 65 tahun 2013). Setelah
sesi
pembekalan
tersebut,
maka
dilanjutkan
dengan
sesi
pendampingan penyusunan RPP yang dilanjutkan dengan presentasi beberapa draf kasar RPP oleh peserta. Sesi ini dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2013. Penyempurnaan RPP dilaksanakan di rumah oleh masing-masing guru karena bahan yang diperlukan tidak dibawa ketika penyusunan RPP di sekolah. Setelah dilaksanakan pendampingan pada saaat penyusunan RPP, maka pada tanggal 4 November 2013 dilaksanakan implementasi pembelajaran di kelas, dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan.
3.1.3 Khalayak Sasaran antara yang Strategis Untuk keberhasilan kegiatan ini, pihak yang dilibatkan dalam pelatihan ini adalah para guru di SD No. 1 Kapal. Mereka ini merupakan guru-guru yang memiliki beban cukup berat dalam mendidikan karakter siswanya yang banyak dipengaruhi oleh gaya hidup konsumtif, instan, dan perkotaan yang kadang tidak menentu.
3.1.4 Keterkaitan Kegiatan ini memiliki keterkaitan dengan lembaga formal yang menangani masalah kependidikan. Untuk tingkat dasar dan menengah, penanganan masalah pendidikan
adalah wewenang dan tanggung jawab Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, yang dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten Badung, para kepala sekolah, dan pengawas. Selain instansi tersebut, Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja juga merupakan lembaga yang terkait dengan kegiatan ini. Bantuan dari lembaga ini akan memuluskan jalannya kegiatan ini.
3.1.5 Metode Kegiatan Kegiatan ini menggunakan model pelatihan untuk menangani permasalahan yang telah dikemukakan di depan. Semua guru dari berbagai bidang studi di SD No. 1 Kapal diikutkan dalam pelatihan ini. Pertimbangannya adalah pembuatan RPP dan pendidikan karakter adalah kegiatan umum yang harus dikerjakan oleh semua guru
26
dari semua bidang studi. Jumlah peserta yang akan dilatih sebanyak 13 orang. Peserta yang sedikit sengaja disasar agar proses pendampingan bisa lebih intensif. Secara sederhana, pelaksanaan kegiatan ini dapat uraikan sebagai berikut. Pertama, para guru diberikan pemahaman mengenai pentingnya menyusun RPP dan pendidikan karakter dalam kerangka pelaksanaan kurikulum. Pada sesi ini dilakukan juga diskusi. Berikutnya mereka diberikan pemahaman tentang Standar Proses Pendidikan (Permendikbuk 41 tahun 2007 dan 65 tahun 2013). Setelah itu, pada hari kedua, mereka diajak praktik membuat rencana pembelajaran atau RPP. Dalam kegiatan ini, peserta diajak berlatih membuat RPP tahap demi tahap. RPP yang dihasilkan itu berisikan tentang keilmuan bidang studi yang diajarkan dan muatan pendidikan karakter yang bisa diikutkan pada pokok bahasan/tema yang diajarkan. Setelah draf RPP selesai disusun, mereka mempresentasikan RPP untuk mendapatkan masukan dari peserta lain dan juga masukan dari instruktur. Pada harihari berikutnya, mereka mengimplementasikan RPP yang dibuat untuk mengajar di kelasnya masing-masing. Setelah itu, mereka diajak merefleksi kegiatan pelatihan yang telah dilakukan, yaitu tentang RPP yang disusun dikaitkan dengan pelaksanaannya di kelas.
3.1.6 Rancangan Evaluasi Evaluasi dalam pelatihan ini menggunakan model evaluasi dalam proses dan produk. Evaluasi proses berupa observasi selama kegiatan pelatihan. Sementara untuk evaluasi produk, berupa penilaian terhadap unjuk kerja peserta berupa RPP yang telah dibuat. Untuk penilaian produk menggunakan format penilaian yang digunakan dalam penilaian RPP untuk sertifikasi guru seperti berikut ini.
No
Aspek yang dinilai
Skor (1,2,3,4,5
1
Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar)
2
Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik)
27
3
Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi, dan kesesuaian dengan alokasi waktu)
4
Pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik)
5
Kejelasan skenario pembelajaran (awal, inti, penutup)
6
Kerincian skenario pembelajaran (setiap langkah tercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap)
7
Kesesuaian teknik penilaian dengan tujuan pembelajaran
8
Kelengkapan instrumen penilaian (soal, kunci, pedoman penskoran) Jumlah
Sebelum RPP guru dinilai oleh instruktur, dilakukan ‘peer corection’ oleh teman sejawatnya. Pedoman koreksi oleh teman sejawat adalah sebagai berikut. NO 1
Aspek yang dinilai
Tanggapan korektor
Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar)
2
Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik)
3
Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi, dan kesesuaian dengan alokasi waktu)
4
Pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik)
5
Kejelasan skenario pembelajaran (langkah-langkah pembelajaran :
28
awal, inti, penutup) 6
Kerincian skenario pembelajaran (setiap langkah tercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap)
7
Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran
8
Kelengkapan instrumen (soal, kunci, pedoman penskoran
3.2 Materi Kegiatan Sesuai dengan tujuan pelatihan ini, yaitu bermaksud memberikan bekal yang memadai kepada guru-guru SD No. 1 Kapal dalam perencanaan pembelajaran (RPP) yang bermuatan pendidikan karakter, maka materi pelatihan ini diarahkan kepada dua hal tersebut, yaitu materi terkait dengan pendidikan karakter dan materi tentang penyusunan RPP sesuai dengan yang direkomendasikan oleh pusat kurikulum. Materi pelatihan ini disampaikan oleh Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd.
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pelatihan Pelatihan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 12 Oktoberr 2013 sampai dengan 3 November 2013. Tempat pelatihan ini dilaksanakan adalah di SD No. 1 Kapal. Secara rinci, tempat pelatihan dapat disebutkan sebagai berikut (1) untuk pelatihan dan pendampingan penyusunan RPP dilaksanakan di Perpustakaan SD No 1 Kapal, (2) pendampingan dalam implementasi RPP dilaksanakan di kelas tempat guru tersebut mengajar. Pelaksanaan pelatihan ini diikuti oleh 13 orang guru. Pada sesi pertama, kegiatannya berupa pembukaan berlangsung dari pukul 08.00 Wita sampai pukul 08.30 Wita. Pembukaan pelatihan diisi pengarahan singkat dari Kepala Sekolah SD Nomor 1 Kapal. Setelah pembukaan, kegiatan pelatihan dilanjutkan dengan pemaparan tentang pendidikan karakter dilanjutkan dengan pemaparan tentang konsep penyusunan RPP sesuai dengan Pendidikan (Permendikbuk). Penjelasan dimulai dengan
Standar Proses
pentingnya RPP dalam
pembelajaran, substansi yang seharusnya tertuang dalam RPP, prosedur penyusunan RPP, dan format penilaian RPP yang digunakan sekarang. Pada penjelasan tentang substansi RPP juga dijelaskan keberadaan ekslporasi, elaborasi, dan konfirmasi. Setelah itu dilanjutkan dengan hakikat pendidikan karakter yang sekarang ini diharuskan dimuatkan dalam RPP buatan guru. Pada sesi ini, tampaknya peserta cukup antusias mengikuti pemaparan materi ini. Hal ini tampak dari pertanyaan yang muncul dari peserta dan juga keaktifannya selama penjelasan. Ada beberapa pertanyaan yang muncul diantaranya berikut ini. Seperti anggapan RPP hanya untuk kelengkapan administrasi bagi seorang guru, karena ketika mengajar di kelas, biasanya guru akan bebas berimprovisasi. Pertanyaan ini tampaknya cukup serius. Buktinya banyak guru yang setuju dengan ungkapan itu. Para guru mengatakan mereka justru merasa terkungkung dengan adanya RPP. Kreatifitasnya juga dipasung. Pendapat guru yang demikian tentu merupakan angin segar untuk menjelaskan lebih jauh tentang hakikat dan pentingnya RPP. RPP adalah langkah awal untuk memulai pembelajaran yang terarah karena di dalam RPP tercantum indikator maupun tujuan pembelajaran. Mengajar tentu saja
30
harus memiliki arah yang jelas. Tanpa arah maka besar kemungkinan pelaksanaan pembelajaran akan berjalan sekehendak hati. Ada guru yang suka dengan topik tertentu dalam mata pelajarannya maka setiap mengajar dia akan mengajar topik yang disukainya saja. RPP mencegah hal seperti ini. RPP tidaklah memasung kreatifitas guru, kreatifitas guru sebaiknya sudah terlihat dari RPP yang disusun. Misalnya bagaimana merencanakan pelaksanaan pembelajaran yang inovatif dan kreatif, tentu dapat dituangkan dalam butir pelaksanaan pembelajaran mulai dari kegiatan pembuka, inti, sampai pada penutup. Pertanyaan lain yang juga muncul adalah komponen yang harus ada dalam RPP dan bagaimana susunannya yang benar? Apakah perlu lagi komponen tujuan pembelajaran kalau sudah ada indikator? Untuk pertanyaan ini kembali dijelaskan tentang komponen RPP sesuai dengan Standar Proses Pendidikan yang telah ditetapkan pada Permendikbud 41 tahun 2007 maupun Permendikbud Nomor 65 tahun 2013. Secara jelas pada Permen itu sudah tercantum komponen RPP sebagai berikut. 1) Identitas mata pelajaran Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan. 2) Standar kompetensi atau Kompetensi Inti untuk Kurikulum 2013 Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Kompetensi Inti adalah gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. 3) Kompetensi dasar Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
31
4) Indikator pencapaian kompetensi Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 5) Tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. 6) Materi ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. 7) Alokasi waktu Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar. 8) Metode pembelajaran Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI. 9) Kegiatan pembelajaran a. Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. b. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran
dilakukan
secara
32
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. c. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. 10) Penilaian hasil belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian. 11) Sumber belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kom petensi.
Dengan keberadaan tujuan pada Permendikbud tersebut, maka tujuan pembelajaran wajib ada dalam RPP. Namun, penjelasan tentang komponen RPP di atas kembali mengundang pertanyaan dari guru. Banyak guru yang masih belum paham dan juga bingung dengan istilah eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Padahal, tiga hal ini dituntut keberadaannya secara eksplisit oleh Permendikbud. Untuk itu, dikemukakan kembali penjelasan tentang ketiga hal tersebut sebagai berikut. a. Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: 1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber; 2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
33
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; 4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan 5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. b. Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: 1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; 2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; 3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; 4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; 6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; 7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; 8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; 9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. c. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: 1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, 2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,
34
3) memfasilitasi
peserta
didik
melakukan
refleksi
untuk
memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan, 4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: a. berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengar menggunakan bahasa yang baku dan benar; b. membantu menyelesaikan masalah; c. memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; d. memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; e. memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. Pemaparan ini pun masih banyak mendatangkan pertanyaan. Misalnya pertanyaan tentang keberadaan model pembelajaran sesuai Permendikbud 41 tahun 2007 dan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013. Dalam hal ini narasumber menyampaikan bahwa dalam kegiatan pembelajaran di RPP menurut Permen 41 tahun 2007 harus mencantumkan model/metode/ pendekatan/strategi. Dalam Kurikulum 2013, model pembelajaran yang disarankan adalah pendekatan saintifik. Nara sumber juga menekankan perbedaan antara alat, media, dan sumber belajar. Diskusi kemudian berlanjut ke prosedur pembuatan RPP. Pada diskusi ini tampak muncul beberapa pertanyaan. Misalnya keberadaan materi pembelajaran. Apakah cukup dibuat judul-judulnya. Untuk ini penyaji menjelaskan indikator penilaian RPP untuk sertifikasi guru. Kalau merperhatikan rambu-rambu penilaian RPP, maka materi pembelajaran dalam RPP perlu terlihat sistematikanya, keruntutannya, dan kesesuaiannya dengan alokasi waktu yang ada. Materi pelajaran cukup dibuat poin-ponnya saja, apalagi jika menggunakan Kurikulum 2013. Pada Kurikulum 2013 sudah ada buku siswa dan buku guru yang berikan materi yang lengkap dan juga prosedur pembelajarannya. Jawaban ini cukup memuaskan peserta.
35
Yang cukup menarik perhatian adalah prosedur penyusunan RPP. Hal ini dijelaskan secara agak panjang karena menyangkut teknis bekerja nantinya. Secara umum prosedurnya terdiri atas 7 langkah berikut. Langkah 1 : Mengisi kolom identitas Mengisi kolom identitas mata pelajaran yang antara lain berisi : (1) nama sekolah, (2) mata pelajaran, dan (3) kelas/semester. Langkah 2 : Menentukan alokasi waktu Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan. Penentuan alokasi waktu disesuaikan dengan materi dan kegiatan yang direncanakan. Langkah 3 : Menuliskan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan Indikator (Standar kompetensi masih dipakai karena di SD N 1 Kapal masih menggunakan KTSP. Baru persiapan ke Kurikulum 2013). Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian kompetensi pada RPP diambil dari silabus mata pelajaran tersebut. Langkah 4 : Mengidentifikasi materi ajar Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian singkat dari materi pokok, bukan judul-judul/topik-topik melainkan konsep-konsep operasional. Materi pokok/pembelajaran yang dituangkan dalam RPP hendaknya mempertimbangkan: (1) potensi peserta didik, (2) relevansi dengan karakteristik daerah, (3) sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual, emosional, sosial, serta spiritual peserta didik, (4) kebermanfaatan bagi peserta didik, (5) struktur keilmuan, (6) aktualitas, kedalam, dan keluasan materi pembelajaran, (7) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan, dan (8) alokasi waktu. Langkah 5 : Mengembangkan kegiatan pembelajaran Mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar atau indikator yang telah dirumuskan. Pembelajaran yang dimaksud dapat diperoleh melalui
36
berbagai pendekatan, model-model pembelajaran inovatif, dan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi ajar, dan sumber belajar yang tersedia. Pengalaman belajar hendaknya memuat kecakapan hidup (life skill) yang harus dikuasai peserta didik. Hal-hal
yang
harus
diperhatikan
dalam
mengembangkan
kegiatan
pembelajaran dalam RPP sebagai berikut. e. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan bantuan kepada guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. f. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara lengkap dan berurutan untuk mencapai suatu kompetensi dasar atau sering disebut dengan “skenario pembelajaran”. g. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pelajaran. h. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan belajar siswa dan interaksinya dengan materi ajar. Langkah 6 : Menentukan sumber belajar Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, lingkungan fisik, lingkungan alam, dan lingkungan sosial budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Langkah 7: Menentukan jenis penilaian Penilaian (asesmen) merupakan bagian integral dari pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinmabungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan kesimpulan.
Penjelasan tentang prosedur ini tidak begitu banyak memunculkan pertanyaan dari peserta. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan praktik penyusunan RPP. Dalam praktik penyusunan RPP, kembali muncul beberapa pertanyaan, seperti tentang
37
evaluasi. Namun secara umum, praktik berjalan dengan lancar. Para guru dapat menyusun RPP dengan lancar karena memang sebelum pelaksanaan pelatihan sudah diberitahukan agar mempersiapkan bahan untuk menyusun sebuah RPP. Setelah mereka selesai menyusun RPP, maka dilakukan “peer corection” terhadap RPP yang telah dibuat. Pedoman koreksi sejawat ini adalah pedoman yang digunakan dalam penilaian RPP pada sertifikasi guru. Format yang digunakan seperti tercantum pada Bab III Sesi berikutnya, yaitu praktik menyusun RPP sesuai dengan konsep yang telah dibahas. Pada saat praktik di sekolah, para guru didampingi oleh para instruktur. Untuk penyempurnaan RPPnya, guru diijinkan untuk mengerjakan di rumah agar kelengkapan RPP dapat terpenuhi. Dari praktik menyusun RPP ini dihasilkan 11 RPP. Dari kesebelas RPP tersebut rata-rata skor yang didapat setelah dinilai berdasarkan pedoman penilaian RPP dengan ƩN = 40 adalah seperti tabel berikut. NO ASPEK YANG DINILAI 1 Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar) 2 Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik) 3 Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi, dan kesesuaian dengan alokasi waktu) 4 Pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik) 5 Kejelasan skenario pembelajaran (langkah-langkah pembelajaran : awal, inti, penutup) 6 Kerincian skenario pembelajaran (setiap langkah tercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap) 7 Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran 8 Kelengkapan instrumen (soal, kunci, pedoman penskoran Skor Total
Rata-rata 4
4,4 4,1 3,7 4,1 4
4,1 4,1 32,5
Rata-rata sebesar 32,5 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat keterampilan guru menyusun RPP bermuatan karakter adalah 81 pada skala 100. Nilai ini tentu perlu ditingkatkan lagi.
38
4.2 Pembahasan Ada beberapa hal yang patut dibahas dari hasil pelatihan yang telah dilaksanakan. Pertama berkaitan dengan antusias guru untuk mengikuti pelatihan ini. Keantusiasan ini tentu saja sesuatu yang dapat kita sebut sebagai fantastis, walaupun pelaksana agak curiga juga apakah mereka benar-benar ingin mencari ilmu atau sekadar untuk mendapatkan sertifikat pelatihan. Kecurigaan itu akhirnya sirna karena setelah pelatihan berlangsung ternyata para guru cukup antusias mengikutinya. Tidak ada guru yang minta ijin tidak masuk apalagi bolos. Motivasi yang tinggi dari guru saat mengikuti pelatihan ini tampaknya menjadi sebuah temuan yang pantas untuk dibahas. Mengapa guru begitu antusias dan memiliki motivasi yang tinggi? Hal ini tampaknya didorong oleh beberapa hal. Pertama, mungkin pelatihan yang mengarah kepada keterampilan semacam ini sangat jarang dilakukan. Jika benar demikian, maka ini membuktikan bahwa guru kita bukanlah sosok yang pasif dan ortodok yang selama ini sering terdengar. Mereka bukannya tidak senang dengan perubahan yang inovatif hanya mungkin strategi yang kita gunakan perlu dipikirkan. Model pengajaran anak kecil (pedagogi) jelas sangat tidak cocok dengan mereka yang sudah pada tua-tua. Oleh karena itu, pelatih yang akan memberikan bekal kepada para guru seharusnya paham dengan andragogi (pengajaran untuk orang dewasa). Dari minat dan motivasi yang diperlihatkan tampaknya para guru juga merupakan sosok yang gelisah mencari pengetahuan dan keterampilan baru. Rasa ingin tahu dan keinginan untuk berkembang yang tinggi dari guru sangat tampak. Hal ini sebenarnya merupakan potensi yang sangat mungkin dikembangkan menjadi sesuatu yang berhasil guna. Kalau ada yang mengatakan bahwa guru kurang aktif, loyo, malas dan lain-lainnya, tampaknya tidaklah selalu benar. Mereka selalu ingin berkembang. Mereka juga ingin menghasilkan sesuatu yang fundamental. Mereka menjadi kurang aktif karena kurangnya rangsangan untuk berkarya secara nyata, kurangnya kepraktisan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Mungkin cara-cara pelatihan, penataran dan sebagainya yang selama ini lebih banyak menanamkan pemahaman terhadap teori yang verbalistik, tanpa adanya realisasi dalam kehidupan guru di sekolah. Kedua, guru tampaknya merasa bahwa segala yang mereka dapatkan dalam pelatihan ini bermanfaat langsung untuk kehidupannya
39
profesinya. Ini berarti prinsip kebermaknaan dan keterkaitan sangat menopang antusias dan motivasi guru untuk mengikuti kegiatan sejenis ini. Pelatihan ini yang meruapakan salah satu bentuk pembelajaran ini perlu dibuat sealamiah mungkin sehingga mereka merasakan kebermaknaan dan kepraktisannya. Guru akan senang jika mereka langsung dapat melihat hasil karyanya. Ini adalah teori yang sudah cukup lama, tetapi sering dilupakan dalam pembelajaran. Dalam pelatihan ini, kebenaran konsep ini tampaknya muncul. Dengan langsung dapat melihat hasil kerjanya berupa RPP, dan perangkat pembelajaran lainnya, tampak lebih menantang dan menggairahkan mereka lebih giat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya atau keprofesionalannya. Dari rata-rata kemampuan guru sebesar 81 dapat dijelaskan bahwa nilai tersebut masih dapat ditingkatkan lagi. Alasannya, jika perencanaan pembelajaran belum maksimal maka dapat diduga pelaksanaan pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik.
40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari pelaksanaan pelatihan ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1) Rata-rata skor yang diperoleh oleh guru SD N 1 Kapal dalam penyusunan RPP bermuatan karakter adalah 32,5. Skor ini setara dengan nilai 81 pada skala 100. 2) Sebagaian besar guru, khususnya peserta pelatihan sangat memerlukan adanya pelatihan semacam ini. Hal ini dapat dilihat dari keantusiasan mereka saat mengikuti pelatihan. Mereka sangat menikmati pelatihan ini sehingga semua tugas yang diberikan dikerjakan dengan motivasi yang tinggi. 3) Sebagian besar guru yang menjadi peserta pelatihan membawa pengetahuan awal mengenai pelatihan sebagai sesuatu yang hanya sekadar formalitas belaka dan verbalistik sehingga tidak dapat diterapkan secara nyata dalam kesehariannya sebagai guru. 4) Pelaksanaan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan para peserta dalam hal menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sesuai Kurikulum (KTSP dan Kurikulum 2013) 5) Pelaksanaan pelatihan juga dapat meningkatkan apresiasi guru tentang pentingnya teori-teori baru untuk meningkatkan kualitas pembelajaranan yang dilaksanakan di sekolahnya.
5.2 Saran-saran Sehubungan dengan hasil pelatihan seperti di atas, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut. 1) Perlu diadakan pelatihan lanjutan untuk lebih meningkatkan kemampuan guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. 2) Guru perlu lebih dimotivasi dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan pelatihan karena mereka tampak sangat antusias untuk melakukan kegiatan semacam ini.
41
Daftar Pustaka Depdiknas. 2006. Penjelasan Instrumen Penilaian Kinerja Guru 1 (Kemampuan Merencanakan Pembelajaran). Jakarta: Direktorat Profesi Pendidik, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga kependidikan dan Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti. Dit PSMP Kemdiknas. 2010. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat PSMP Kemdiknas. Djoko Sasongko. 2010. Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam Rangka Membangun Peradaban Manusia. Makalah disampaikan dalam Kegiatan Workshop Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa pada tanggal 30 Mei s.d 2 Juni 2010. Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Cet. I. Kemdiknas. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013 Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kurikulum 2013 : Kompetensi Dasar Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books. Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah. Yogyakarta: Pedagogia. Nucci, Larry P. dan Narvaez, Darcia. 2008. Handbook of Moral and Character Education. Routledge taylor & francis group. New York and London. Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
42
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pusat Kurikulum Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah. Pusat Kurikulum Kemdiknas. 2009. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas. Ryan, Kevin & Bohlin, K. E. 1999. Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: Jossey Bass. Suastra, I,W. 2006. Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Inovatif. Makalah Disajikan pada Pelatihan ”Pakem” bagi Guru-guru di Kabupaten Bangli. Tanggal 4 s.d 22 Desember 2006. Suastra, I.W. 2006. Pengembangan Sistem Asesmen Otentik dalam Pembelajaran Fisika di SMA. Hasil Penelitian. Tidak Dipublikasikan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Zuchdi, Darmiyati, dkk. 2010. Pengembangan Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran Bidang Studi di Sekolah Dasar. Dalam Cakrawala Pendidikan. Tahun XXIX. UNY Yogyakarta
43
Lampiran 01 : Beberapa Foto Kegiatan
1
2
3
4
Lampiran 02 : Materi Pelatihan PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
STANDAR PROSES PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwapendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Standar
Proses
adalah
kriteria
mengenai
pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan StandarIsi yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam PeraturanPemerintahNomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahanatas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
5
peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip pembelajaran yang digunakan: 1.
dari pesertadidik diberi tahu menuju pesertadidik mencari tahu;
2.
dari guru sebagai satu-satunya sumber belajarmenjadi belajar berbasis aneka sumberbelajar;
3.
dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah;
4.
dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
5.
dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6.
dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7.
dari
pembelajaran
verbalisme
menuju
keterampilan
aplikatif; 8.
peningkatandan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);
9.
pembelajaran
yang
mengutamakan
pembudayaan
dan
pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; 10.
pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
11.
pembelajaranyang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
6
12.
pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas.
13.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
14.
Pengakuan atas perbedaan individualdan latar belakang budaya peserta didik.
Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. BAB II KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai
dengan
Standar
Kompetensi
Lulusan,
sasaran
pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas“ menerima,
menjalankan,
menghargai,
menghayati,
dan
mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas“ mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas“ mengamati, menanya,
7
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual,
baik
individual
disarankan
menggunakan
maupun
kelompok
pendekatan
maka
sangat
pembelajaran
yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut Sikap
Pengetahuan
Keterampilan
Menerima
Mengingat
Mengamati
Menjalankan
Memahami
Menanya
Menghargai
Menerapkan
Mencoba
Menghayati
Mengevaluasi
Menyaji mencipta
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SD/MI/SDLB/Paket A disesuaikan
dengan
tingkat
perkembangan
peserta
didik.
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.
Pembelajaran
SMP/MTs/SMPLB/Paket perkembangan
B
peserta
SMP/MTs/SMPLB/Paket
tematik disesuaikan
didik. B
terpadu
Proses
disesuaikan
dengan
di tingkat
pembelajaran dengan
di
karakteristik
kompetensi yang mulai memperkenalkan mata pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS. Karakteristik
8
proses pembelajaran di SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/ Paket C Kejuruan secara keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik masih dipertahankan. Standar
Proses
pada
SDLB,
SMPLB,
dan
SMALB
diperuntukkan bagi tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna laras yang intelegensinya normal. Secara umum pendekatan belajar yang
dipilih
berbasis
pada
teori
tentang
taksonomi
tujuan
pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang secara umum sudah dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut capaian pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah kognitif, affektif dan psikomotor. Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai
dengan
kebutuhannya
masing-masing.
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya.Dengan melahirkan
demikian
kualitas
proses
pribadi
pembelajaran
yang
secara
mencerminkan
utuh
keutuhan
penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
BAB III PERENCANAAN PEMBELAJARAN A. Desain Pembelajaran Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar
Isi.
Perencanaan
pembelajaran
meliputi
penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan
9
sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Penyusunan Silabusdan RPP disesuaikan pendekatan pembelajaran yang digunakan. 1. Silabus Silabus merupakan acuanpenyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat : a. Identitas mata pelajaran (khusus SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/ Paket C Kejuruan); b. Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas; c. kompetensiinti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran; d. kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran; e. tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A); f. materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi; g. pembelajaran,yaitukegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan
peserta
didik
untuk
mencapai
kompetensi
yang
diharapkan; h. penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
10
i. alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan j. sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik,
alam sekitar atau sumber belajar lain yang
relevan. Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran. 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD atau sub tema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Komponen RPP terdiri atas: n. identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan o. identitas mata pelajaran atau tema/subtema; p. kelas/semester; q. materi pokok;
11
r. alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai; s. tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan; t. kompetensi dasar danindikatorpencapaiankompetensi; u. materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi; v. metode
pembelajaran,
digunakan
oleh
pendidik
untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik
mencapai
KD
yang
disesuaikan
dengan
karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai; w. media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran; x. sumber
belajar,
dapat
berupa
buku,
media
cetak
dan
elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan; y. langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup; dan z. penilaian hasil pembelajaran. 3. Prinsip Penyusunan RPP Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsipprinsip sebagai berikut. i. Perbedaan individual peserta didikantara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan
12
khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. j. Partisipasi aktif peserta didik. k. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian. l. Pengembangan budaya membaca dan menulisyang dirancang untuk
mengembangkan
kegemaran
membaca,
pemahamanberagam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. m. Pemberian
umpan
balik
dan
tindak
lanjutRPP
memuat
rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. n. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduanantara KD, materi
pembelajaran,
kegiatan
pembelajaran,
indikator
pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. o. Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. p. Penerapan
teknologi
informasi
dan
komunikasisecara
terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
BAB IV PELAKSANAAN PEMBELAJARAN A. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran 1. Alokasi Waktu Jam Tatap Muka Pembelajaran a. SD/MI : 35 menit
13
b. SMP/MTs : 40 menit c. SMA/MA : 45 menit d. SMK/MAK : 45 menit 2. Buku Teks Pelajaran Buku teks pelajaran digunakan untuk meningkatan efisiensi dan efektivitas yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. 3. Pengelolaan Kelas a. Guru menyesuaikan pengaturan tempat duduk peserta didik seduai dengan tujuan dan karakteristik proses pembelajaran. b. Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik. c. Guru wajib menggunakan kata-kata santun, lugas dan mudah dimengerti oleh peserta didik. d. Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar peserta didik. e. Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, dan keselamatan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran. f. Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons
dan
hasil
belajar
peserta
didik
selama
proses
pembelajaran berlangsung. g. Guru
mendorong
dan
menghargai
peserta
didik
untuk
bertanya dan mengemukakan pendapat. h. Guru berpakaian sopan, bersih, dan rapi. i. Pada tiap awal semester, guru menjelaskan kepada peserta didik silabus mata pelajaran; dan j. Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.
14
B. Pelaksanaan Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. 1. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru: a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; b. memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional; c. mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
yang
mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; d. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan e. menyampaikan
cakupan
materi
dan
penjelasan
uraian
kegiatan sesuai silabus. 2. Kegiatan Inti Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran,
media
pembelajaran,
dan
sumber
belajar
yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri dan penyingkapan (discovery) dana/atau pembelajaran
yang
menghasilkan
karya
berbasis
pemecahan
masalah (project based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan. a. Sikap Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan,
15
menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran
berorientasi
pada
tahapan
kompetensi
yang
mendorong siswa untuk melakuan aktivitas tersebut. b. Pengetahuan Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan,menganalisis,
mengevaluasi,
hingga
mencipta.
Karakteritik aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/ inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan kontekstual,
baik
individual
maupun
kelompok,
disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). c. Keterampilan Keterampilandiperolehmelaluikegiatan
mengamati,
menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan subtopik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong siswa untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/ inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
16
3. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa baik secara individual
maupun
kelompok
melakukan
refleksi
untuk
mengevaluasi: a. seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat
langsung
maupun
tidak
langsung
dari
hasil
dan
hasil
pembelajaran yang telah berlangsung; b. memberikan
umpan
balik
terhadap
proses
pembelajaran; c. melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok; dan d. menginformasikan
rencana
kegiatan
pembelajaran
untuk
pertemuan berikutnya.
BAB V PENILAIAN HASIL DAN PROSES PEMBELAJARAN Penilaian
proses
pembelajaran
menggunakan
pendekatan
penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar siswa atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran. Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian otentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses
17
pembelajaran
dilakukan
saat
proses
pembelajaran
dengan
menggunakan alat: angket, observasi, catatan anekdot, dan refleksi. BAB VI PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan. Pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas. 1.
Prinsip Pengawasan Pengawasan dilakukan dengan prinsip objektif dan transparan guna peningkatan mutu secara berkelanjutan dan menetapkan peringkat akreditasi.
2.
Sistem dan Entitas Pengawasan Sistem pengawasan internal dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. a. Kepala Sekolah, Pengawas dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan melakukan pengawasan dalam rangka peningkatan mutu. b. Kepala Sekolah dan Pengawas melakukan pengawasan dalam bentuk supervisi akademik dan supervisi manajerial.
Pengawasan yang dilakukan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan diwujudkan dalam bentuk Evaluasi Diri Sekolah. 3.
Proses Pengawasan a. Pemantauan
Pemantauan
proses
pembelajaran
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
dilakukan
penilaian
hasil
pada
tahap
pembelajaran.
Pemantauan dilakukan melalui antara lain, diskusi kelompok
18
terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan dokumentasi. b. Supervisi Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran yang dilakukan melalui antara lain, pemberian contoh, diskusi, konsultasi, atau pelatihan. c. Pelaporan Hasil
kegiatan
pemantauan,
supervisi,
dan
evaluasi
proses
pembelajaran disusun dalam bentuk laporan untuk kepentingan tindak
lanjut
pengembangan
keprofesionalan
pendidik
secara
berkelanjutan. d. TindakLanjut Tindak lanjut hasil pengawasan dilakukan dalam bentuk: 1) penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerja yang memenuhi atau melampaui standar; dan 2) pemberian kesempatan kepada guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesionalan berkelanjutan.
19