LAPORAN PROGRAM P2M DIPA UNDIKSHA
PELATIHAN PENGEMBANGAN KURIKULUM GEOGRAFI BERKEARIFAN LOKAL GURU-GURU-GEOGRAFI SMA PADA KAWASAN UPLAND DI PROVINSI BALI SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN SIKAP KOSMOSENTRIS SISWA Oleh : Drs. Sutarjo, M.Pd. NIDN 0013065202 I Wayan Treman S.Pd., M.Sc. NIDN 0031126912 Drs. Ida Bagus Made Astawa, M.Si. NIDN 0019085806 Drs. Made Suryadi, M.Si. NIDN 0020065805 Drs. Dewa Made Atmaja, M.Si. NIDN 0031126218 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)Universitas Pendidikan Ganesha SPK No.023.04.2.552581/2013 Tanggal 01 Mei 2013
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013 i
HALAMAN PENGESAHAN 1.
2.
3. 4.
5. 6.
Judul
: Pelatihan Pengembangan Kurikulum Berkearifan Lokal bagi Guru-Guru Geografi SMA pada Daerah Upland di Propinsi Bali sebagai Media Pembentukan Sikap Kosmosentris Siswa
Ketua Pelaksana a. Nama Lengkap : b. Jenis Kelamin : c. NIP : d. Disiplin Ilmu : e. Pangkat/Golongan : f. Jabatan : g. Fakultas/Jurusan : h. Alamat : i. Telp/Faks/E-mail : j. Alamat Rumah : k. Telp/Faks/E-mail : Jumlah Anggota Pelaksana: Lokasi Kegiatan a. Nama Desa : b. Kecamatan : c. Kabupaten/Kota : d. Propinsi : Jumlah biaya kegiatan : Lama Kegiatan :
Drs. Sutarjo, M.Pd. Laki-Laki 19520613 198110 1 001 PKLH Pembina/IV.a. Lektor Kepala Ilmu Sosial/Pendidikan Geografi FIS Undiksha Jln. Udayana Singaraja 0362 23884/undiksha.ac.id Perumahan Satelit Blok I No. 5 Singaraja 085228095785 4 orang Daerah upland Daerah upland Daerah upland Provinsi Bali Rp. 7.500.000,- (Tuju Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) Delapan (8 bulan)
Singaraja, 31 Oktober 2013 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Ketua Pelaksana,
Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A NIDN 0017025103
Drs. Sutarjo, M.Pd. NIDN 0013065202
Menyetujui: Ketua LPM Undiksha,
Prof. Dr. Ketut Suma M.S. NIDN: 0001015913 ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dihaturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya dengan rahmatNya-lah Pengabdian Kepada Masyarakat ini dapat terselenggara dan dilaporkan sesuai dengan rentang waktu yang telah disediakan. Terselenggaranya kegiatan pengabdian ini tentu juga atas bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Berkenaan dengan itu, pada kesempatan yang baik ini tidak lupa dihaturkan terimakasih yang setulus-tulusnya kehadapan Yang Terhormat, 1. Ketua LPM Undiksha atas perkenan dan pendanaan yang telah diberikan 2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Undiksha atas perkenan yang telah diberikan 3. Kepala Dinas Pendidikan dan Olah Raga Provinsi Bali atas perkenan yang diberikan melatih guru-guru geografi SMA di kawasan upland untuk mengembangkan kurikulum berkearifan lokal 4. Kepala Sekolah SMA Negeri II Semarapura Klungkung atas tempat dan fasilitas yang telah disediakan untuk dapat berlangsungnya kegiatan ini 5. Rekan-rekan Guru Geografi SMA di kawasan upland atas kesediannya sebagai peserta pelatihan dalam kegiatan pengabdian ini 6. Teman sejawat di Jurusan Pendidikan Geografi atas kerjasamanya dalam mendukung kegiatan pengabdian ini 7. Semua pihak yang telah membantu kegiatan pengabdian ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu Semoga apa yang telah diberikan terhadap terselenggaranya kegiatan ini mendapatkan rachmat Tuhan Yang Maha Pengasih dan diberikan kebahagiaan lahir dan batin. Sebagai akhir kata, disadari bahwa apa yang telah diperbuat dalam pengabdian ini masih belum sempurna. Berkenaan dengan itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan sehingga kualitas pengabdian ini dapat ditingkatkan. Semoga apa telah diperbuat dalam pengabdian bermanfaat untuk kita semua.
Singaraja, 31 Oktober 2013 Tim P2M JP. Geografi Undiksha
iii
DAFTAR ISI PENDAHULUAN
…………………………………………….
1
1.1 Latar Belakang Pengabdian
…………………………………………….
1
1.2 Analisis Situasi
…………………………………………….
3
………………………..
7
1.4 Tinjauan Pustaka
…………………………………………….
8
1.5 Tujuan Kegiatan
…………………………………………….
15
1.6 Manfaat Kegiatan
…………………………………………….
15
1.7 Khalayak Sasaran Strategi
………………………..
16
II. METODE PELAKSANAAN
…………………………………………….
17
2.1 Kerangka Pemecahan Masalah
………………………..
17
2.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan
………………………..
17
2.3 Keterkaitan
…………………………………………….
18
2.4 Evaluasi Kegiatan
…………………………………………….
18
…………………………………………….
20
3.1 Hasil Pengabdian
…………………………………………….
20
3.1.1 Peserta Pelatihan
…………………………………………….
20
3.1.2 Penyiapan Materi Pelatihan
………………………..
21
3.1.3 Kegiatan Pelatihan Pengembangan Kurikulum
………………………..
22
3.1.4 Nilai Angket Peserta Pelatihan
………………………..
29
3.2 Pembahasan
…………………………………………….
30
3.2.1 Dampak Pelatihan
…………………………………………….
30
………………………..
32
…………………………………………….
35
4.1 Kesimpulan
…………………………………………….
35
4.2 Saran
…………………………………………….
35
Daftar Pustaka
………………………………………………………..
37
Lampiran
………………………………………………………..
39
………………..
39
…………………………………………….
40
I.
1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah
III. Hasil dan Pembahasan
3.2.2 Nilai Kebermanfaatan Pelatihan IV. Kesimpulan dan Saran
Lampiran 1.
Angket Penelusuran Nilai Kebermanfaatan Pelatihan
Lampiran 2.
Materi Pelatihan
iv
…………………………………………….
51
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
………………...
60
Lampiran 5.
Nilai Angket Nilai Kemanfaatan Pelatihan
…………………
79
Lampiran 6.
Absensi Peserta
………………………………………………. .
80
Lampiran 3.
Bahan Diskusi
Lampiran 4.
v
DAFTAR TABEL Tabel 01. Karakteristik Guru-Guru Geografi SMA Peserta Pelatihan pada Kawasan Upland di Provinsi Bali …………………
21
Tabel 02. Pengembangan Indikator Berkearifan Lokal Sesuai dengan Kompetensi Dasar, Fokus Materi, dan Kearifan Lokalnya …………………
26
Tabel 03. Rekapitulasi Nilai Kemanfaatan Pelatihan Pengembangan Kurikulum Geografi Berkearifan Lokal untuk Guru-Guru SMA di Kawasan Upland Provinsi Bali …………………
30
vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengabdian Dilihat dari fisik alamnya, daerah Bali merupakan ekologi pulau kecil dengan luas wilayah hanya 5.632,86 Km2 (BPS, 2001). Berkembangnya perekonomian daerah menjadikan Bali semakin dijejali dengan bangunan fisik, kendaraan, dan manusia, sehingga berkonsekuensi pada tingginya kepadatan ruang. Fenomena fisik ini juga memberikan tekanan ekologis yang makin besar dan berpotensi merusak lingkungan dibandingkan pelestarian alam dan sumberdaya. Makin padat dan hiterogennya penduduk Bali dan dengan kualitas sumberdaya manusia yang belum begitu tinggi lebih berpotensi memacu kerusakan lingkungan dengan konversi alam dan budaya Bali.
Berkembang pesatnya pariwisata yang menggandeng industri
kerajinan dan jasa, serta sistem kapitalis global lebih berpotensi mengeksploitasi alam dan lingkungan dari pada penghematan sumberdaya alam (Geriya, 2005). Kawasan upland di daerah Bali merupakan wilayah bagian hulu yang disucikan masyarakat Bali. Kawasan upland ini secara ekologi merupakan ekosistem pegunungan yang memiliki kawasan hutan, kaldera, dan danau yang berfungsi orografis dan klimatologis (sebagai daerah tangkapan dan resapan hujan untuk menjaga kecukupan air wilayah Bali), di samping sebagai sumber plasma nutfah. Berkembangnya kawasan upland di daerah Bali sebagai daerah objek wisata telah menimbulkan permasalahan dan kerusakan lingkungan. Luas lahan kritis di Provinsi Bali yang mencapai 286.938 ha atau sekitar 50% dari luas daratan Bali, sekitar 23.403,3 ha adalah kawasan hutan yang berada di daerah upland (Dishut Provinsi Bali, 2009). Kerusakan lingkungan juga dialami oleh danau-danau yang ada di Bali. Penelitian yang dilakukan Tim Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana pada tahun 2009 dan Astawa (2011) menemukan, bahwa pencemaran telah terjadi pada semua danau di Bali yang lokasinya berada di daerah upland (Buyan, Tamblingan, Beratan, dan Batur). Dampak dari pencemaran itu terjadi penurunan status ”cemar kualitas”, terutama oleh kandungan BOD5, COD, Nitrat, Fosfat, dan Cuprum yang telah melebihi baku mutu air. Permasalahan dan kerusakan lingkungan pada kawasan upland di Bali dipandang telah mengancam terutama kecukupan air untuk kepentingan kehidupan 1
masyarakatnya. Dalam hal ini memperlihatkan bahwa kearifan lokal yang selama ini telah menjaga lingkungan Bali dari permasalahan dan kerusakan lingkungan sepertinya semakin ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Norma dan nilai masyarakat Bali yang berlandaskan kearifan lokal seperti sudah tidak dijadikan sebagai pedoman yang menuntun sikap dan perilaku kehidupannya dalam beraktivitas. Menyadari akan fenomena tersebut, dan memperhatikan sebaran populasi masyarakat Bali yang terbatas, sangat penting membangkitkan kesadaran akan arti dan makna hidup di pulau yang kecil, kesadaran akan arti dan makna identitas sebagai manusia Bali, dan kesadaran sebagai kapital humanitas yang mendorong berbagai bentuk revitalisasi kearifan lokal di tengah-tengah arus globalisasi. Kesadaran tersebut memiliki potensi dan jika mampu dikelola secara sinergis dan efektif ke depan akan merupakan potensi penting bagi konservasi alam dan budaya Bali. Dalam hal ini dibutuhkan suatu usaha-usaha nyata dalam merevitalisasi kearifan lokal yang dilakukan secara sinergis, komplementer, dan berkelanjutan. Moral dan mental adalah pondasi, etos, dan jiwa yang dibutuhkan dalam melakukan revitalisasi kearifan lokal, dengan didukung oleh legislasi dan institusi, di samping edukasi, network global dan pendampingan. Ke depan, dalam menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan, pendidikan menjadi kata kunci dalam merevitalisasi kearifan lokal. Hal yang dapat dilakukan pendidikan adalah melalui misi transformasi dan informasi ide pelestarian lingkungan dalam sikap hidup dan perilaku nyata seharihari dikalangan generasi muda (Geriya, 2004). Pendidikan sebagai suatu proses dalam kegiatan pembelajaran (dalam kelas) akan bisa berjalan dengan lancar, kondusif, interaktif, dan lain sebagainya apabila dilandasi oleh dasar kurikulum yang baik dan benar (Yamin, 2012; Mulyasa, 2010). Geografi merupakan salah satu mata pelajaran yang tercakup dalam Kurikulum 2006 yang diberikan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) yang juga diharapkan membentuk kemampuan peserta didik untuk bersikap secara bertanggungjawab dalam menghadapi masalah ekologis. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditegaskan bahwa melalui mata pelajaran Geografi diharapkan akan dapat membangun dan mengembangkan pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu, peserta 2
didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah, bahwa kebudayaan dan pengalaman
mempengaruhi persepsi manusia
tentang tempat dan wilayah.
Berdasarkan pada pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata pelajaran Geografi, diharapkan dapat membangun kemampuan peserta didik untuk bersikap, bertindak cerdas, arif dan bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan ekologis. Berkenaan dengan itu, bidang kajian Geografi dalam KTSP di jenjang SMA mencakup bumi, aspek dan proses yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi juga memadukan dimensi alam fisik dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya. Dengan demikian, berdasarkan lingkup bidang kajiannya, melalui mata pelajaran geografi dimungkinkan manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan terhadap dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia. Memperhatikan bidang kajian dalam mata pelajaran geografi SMA, semestinya pembentukan sikap yang mencirikan keruangan Bali dapat terakomodasi dalam pengembangan kurikulumnya melalui indikator-indikator yang dikembangkan. Akomodasi kearifan lokal dalam pengembangan kurikulum geografi juga dapat dilihat dari ruang lingkup dalam mata pelajaran Geografi yang juga mengkaji aspek-aspek tentang, (1) karakteristik, unsur-unsur, kondisi (kualitas) dan variasi spasial lingkungan hidup, pemanfaatan dan pelestariannya; dan (2) konsep wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya serta fungsi dan manfaatnya dalam analisis geografi.
1.2 Analisis Situasi Pengembangan kurikulum mata pelajaran (bidang studi) Geografi tampak belum mengakomodasi lokalitas daerah dengan kearifan lokalnya. Pengabaian kearifan lokal dalam pengembangan kurikulum, berarti mengembangan potensi peserta didik yang akan melahirkan siswa yang tidak kenal akan kearifan lokal daerahnya. Sebaliknya, mereka lebih kenal dan bangga dengan budaya luar, sehingga terjadinya pergeseran nilai yang begitu hebat, yang merupakan fenomena yang juga harus disikapi di masing-masing daerah (Kusaeri,2011). Kearifan lokal menjadi sangat penting 3
terakomodasi dalam pembangunan, termasuk pembangunan bidang pendidikan. Perlunya kearifan lokal dalam perencanaan pembangunan mulai dirasakan ketika orang melihat semakin banyaknya proyek dan program pembangunan yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat (Sutrisno, 2000). Pengembangan kurikulum selama ini pada kenyataannya telah memisahkan peserta didik dari budayanya. Hal tersebut terlihat dari periode sekolah yang akan memisahkan peserta didik dari komunitas budayanya, karena sekolah memiliki budaya sendiri dan mata pelajaran yang diajarkan juga memperkenalkan budaya lain (atau bahkan bertentangan) dengan tradisi budaya komunitasnya. Tidak heran jika pada akhirnya dampak dari proses pendidikan formal adalah peserta didik atau lulusan yang sama sekali tidak menghargai bentuk pengetahuan dan kekayaan tradisional dalam komunitas budayanya (Grant dan Gomes, 2001). Pendidikan yang baik harus berkaitan dengan kehidupan itu sendiri, yang mengimplikasikan pengetahuan secara biologis, sosial, emosional, spiritual, psikologis, dan masalah ekonomi, sehingga peserta didik tidak kehilangan akar budayanya. Berkenaan dengan itu, pendidikan harus dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pendidikan harus mampu mengembangkan lingkungan dan memahami berbagai hal yang berhubungan dengan komponen-komponen sistem lingkungan. Dalam hal ini, lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap individu yang memiliki berbagai implikasi terhadap pendidikan dan lingkungan belajar (Mulyasa, 2010). Pengembangan kurikulum semestinya dapat berperan untuk mewariskan, mentransmisikan, dan menafsirkan nilai-nilai sosial dan budaya masa lampau yang tetap eksis dalam masyarakat (peranan konservatif), di samping juga untuk menilai dan memilih nilai-nilai sosial budaya yang akan diwariskan kepada peserta didik berdasarkan kriteria tertentu (peranan kritis dan evaluatif), serta menciptakan dan menyusun kegiatan-kegiatan yang kreatif dan konstruktif sesuai dengan peserta didik dan kebutuhan masyarakat atau peranan kreatif kurikulum (Hamalik, 2007). Untuk mengatasinya, dituntut kemampuan mengimplementasikan kurikulum yang berkearifan lokal, yaitu sebuah desain kurikulum yang berorientasi pada penyiapan lulusan yang berkearifan lokal. Dalam hal ini dampak dari kurikulum berkearifan lokal mengharapkan setiap lulusan mampu menampilkan sikap dan 4
perilaku sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang berkembang di masyarakatnya (Kusaeri, 2011). Kurikulum Geografi berkearifan lokal akan membawa budaya lokal yang selama ini tidak selalu mendapat tempat dalam kurikulum ke dalam kurikulum geografi. Melalui kurikulum berkearifan lokal, diharapkan ”sikap kosmosentris” akan dapat ditumbuhkan dikalangan siswa sehingga dapat menjaga wilayahnya dari permasalahan dan kerusakan lingkungan. Permasalahan dan kerusakan lingkungan di kawasan upland Bali sangat membutuhkan ”sikap kosmosenstris” tersebut. Untuk itu, dalam menumbuhkan ”sikap kosmosentris”, pengembangan kurikulum berkearifan lokal dipandang sangat memungkinkan karena didukung oleh perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), kebijakan pendidikan yang semula dilakukan secara sentralisasi telah berubah menjadi desentralisasi. Pengambilan kebijakan pendidikan berpindah dari pemerintah pusat (top government) ke pemerintah daerah (district government) yang berpusat di pemerintah kabupaten/kota (otonomi pendidikan). Sejalan dengan otonomi pendidikan, berdasarkan ketentuan Sisdiknas dan SNP tersebut pemerintah juga telah melakukan penyempurnaan terhadap kurikulum pendidikan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, yaitu yang dikenal dengan
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP)
yang
kemudian
disempurnakan dengan Kurikulum 2013. Penyempurnaan kurikulum tersebut memberikan ruang pada satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum. Hal tersebut didukung secara yuridis oleh Undang-Undang Sisdiknas Bab X Pasal 36 Ayat 2 dan 3, bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Dengan demikian, daerah, sekolah, dan guru mempunyai peran sangat menentukan dalam proses pengembangan kurikulum pendidikan, sehingga potensi daerah dapat dikembangkannya secara optimal dalam proses penyelenggaraan pendidikan dalam kerangka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini dapat dikatakan penyempuranaan kurikulum juga merupakan upaya
pemberdayaan
mengembangkan
masing-masing
potensinya
dalam
daerah, rangka 5
sekolah,
mencapai
dan daya
guru saing
untuk bangsa.
Pengembangan kurikulum di tingkat daerah dan sekolah akan dicirikan oleh kemampuan masing-masing satuan pendidikan bersangkutan untuk berotonomi, berkompetisi, dan meningkatkan kesehatan organisasinya, dengan berpijak pada potensi wilayah dan sekolahnya masing-masing. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Tilaar (2001), bahwa banyaknya materi bukan lagi menjadi prioritas pengembangan kurikulum, melainkan lebih ditekankan pada bagaimana mengembangkan dimensi-dimensi kurikulum yang mampu membu-ka pengekanganpengekangan yang menghalangi perkembangan potensi para peserta didik. Pengembangan kurikulum geografi dalam rangka meningkatkan relevansi program pendidikan dengan lokalitas setempat semestinya dapat dicapai melalui pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dengan melibatkan peran serta stakeholders. Hal tersebut seperti telah dikemukakan sangat mungkin dilakukan dalam era otonomi pendidikan dengan berpedoman pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Implementasi kurikulum berkearifan lokal menjadikan lingkungan belajar akan berubah menjadi lingkungan yang menyenangkan bagi guru dan peserta didik karena dapat berpartisipasi aktif berdasarkan budaya yang sudah mereka kenal sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang optimal (Sardjiyo dan Pannen, 2005). Dengan pengimplementasian kurikulum berkearifan lokal, pembelajaran Geografi yang dilakukan akan menjadi lebih bermakna (meaningful learning). Sejumlah penelitian tentang pembelajaran yang memberdayakan berkearifan lokal telah dilakukan yang memperlihatkan keberhasilannya dalam meningkatkan hasil belajar siswa, di samping menumbuhkan perilaku yang berkearifan lokal. Penelitian Subagia, dkk yang dilaksanakan pada tahun 2005 dan 2006 (Subagia dan Wiratma, 2008) tentang Pengembangan Model Siklus Belajar Berdasarkan PotensiPotensi Kearifan Lokal Masyarakat Bali dalam Bidang Pendidikan (Penelitian Hibah Bersaing) mengungkapkan keunggulan potensi-potensi kearifan lokal dalam menunjang keberhasilan siswa dalam pembelajaran Sains di sekolah. Sukadi (2006) dalam disertasinya mengungkapkan ”Idiologi Tri Hita Karana” yang dikaji dalam merekonstruksi pembelajaran Pendidikan IPS menunjukkan bahwa ”Idiologi Tri Hita Karana” ternyata dapat digunakan dalam merekonstuksi dalam menumbuh
6
kembangkan perilaku siswa yang berkearifan lokal, di samping hasil belajar yang cenderung meningkat. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan, memperlihatkan bahwa guru-guru Geografi pada daerah upland di Propinsi Bali (tampaknya juga pada daerah lowland) belum
pernah
mendapatkan
Pendidikan
dan
Latihan,
atau
kursus
untuk
mengembangkan kurikulum berkearifan lokal, apalagi dalam rangka pembentukan sikap kosmosentris siswa. Belum banyak ditemukan usaha dalam pengembangan kurikulum Geografi SMA yang mengarah pada pengakomodasian kearifan lokal daerah Bali, sehingga akan sangat berdampak terhadap hasil belajar siswa yang berkenaan dengan pembentukan sikap kosmosentris yang menjadi karakter masyarakat Bali. Guru-guru akan merasa kesulitan dalam merialisasikan suatu materi tanpa didukung oleh kemampuan pengembangan kurikulum dalam pembelajaran. Acuan utama pengembangan kurikulum selama ini dalam pembelajaran adalah silabus yang dikeluarkan oleh BSNP. Guru-guru Geografi terlihat masih belum memiliki kemampuan dalam mengembangan kurikulum berkearifan lokal, baik dalam substansial maupun keterampilan praktis, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Berangkat dari keterbatasan tersebut, perlu sekali diadakan pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal sehingga diharapkan nantinya bisa lebih memiliki kemampuan dalam mengimplementasikannya dalam wujud pengembangan indikator dan RPP sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa.
1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.3.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan paparan dalam pendahuluan dan analisis situasi yang telah dilakukan, maka dapat diidentifikasi sejumlah masalah terkait dengan pengabdian ini, yaitu: 1) Guru-guru mata pelajaran Geografi SMA di daerah upland masih memandang silabus yang dipublikasi oleh BSNP sebagai silabus yang harus digunakan dalam menyusun RPP tanpa perlu ada pengembangan.
7
2) Guru-guru mata pelajaran Geografi SMA di daerah upland belum menyadari dirinya adalah salah satu pengembang kurikulum yang menjadi tuntutan kurikulum secara yuridis. 3) Guru-guru mata pelajaran Geografi SMA di daerah upland belum mengakomodasi kearifan lokal dalam pengembangan kurikulum. 4) Guru-guru mata pelajaran Geografi SMA di daerah upland belum memahami sikap kosmosentris sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah menyelesaikan pembelajaran geografi. 5) Guru-guru mata pelajaran Geografi SMA di daerah upland belum pernah mendapatkan
pelatihan
untuk
mengembangkan
kurikulum
dengan
mengakomodasi kearifan lokal daerahnya masing-masing.
1.3.2 Perumusan Masalah Berdasarkan analisis situasi dan identifikasi masalah tersebut di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1) Apakah pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal dapat menumbuhkan kemampuan guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali dalam mengidentifikasi kearifan lokal yang kosmosentris untuk pengembangan kurikulum? 2) Apakah pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal dapat menumbuhkan kemampuan guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali dalam menyusun RPP berkearifan lokal sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa? 3) Apakah pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal memiliki nilai manfaat bagi guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali?
1.5 Tinjauan Pustaka Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sejalan dengan perkembangan yang terjadi khususnya dalam dunia pendidikan, terdapat beberapa pemaknaan kurikulum. Hal tersebut tidak lepas dari sudut pandang yang digunakan.
8
Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memposisikan sekolah dan guru sebagai pengembang kurikulum dengan berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan (Mulyasa, 2010; Dakir, 2010). Dengan demikian ada kemungkinan munculnya berbagai variasi dan jenis kurikulum pada setiap satuan pendidikan di setiap sekolah sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan tingkat partisipasi, yang secara umum dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sesuai yang diamanatkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Hamalik (2006) mengemukakan, bahwa kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan tingkat partisipasi menuntut adanya pengembangan kurikulum yang relevan. Pengembangan kurikulum yang bertujuan untuk
meningkatkan
relevansi
program
pendidikan
dapat
dicapai
melalui
pengembangan kurikulum daerah dan sekolah serta melibatkan peran serta stakeholder. Pengembangan kurikulum yang dimaksud dalam hal ini adalah proses perencanaan kurikulum (baik dalam makna yang luas maupun sempit) agar menghasilkan rencana kurikulum yang komprehensif dan spesifik. Di Indonesia, dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional, pengembangan kurikulum berpedoman pada standar isi (SI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan Standar Kompetensi Penilaian (SKP) yang dikeluarkan oleh BSNP. Menururt BSNP (2006), terdapat tujuh prinsip yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: 1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungan. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip, bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan potensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. 2) Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan tanpa membedakan agama, suku, budaya, dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan 9
gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun secara holistik dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi. 3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Berkenaan dengan itu, maka semangat dan isi kurikulum disusun sehingga memiliki kemampuan mendorong peserta didik mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan
kurikulum
dilakukan
dengan
melibatkan
pemangku
kepentingan (stakeholder) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan masyarakat, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan. 5) Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian, dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan. 6) Belajar
sepanjang
hayat.
Kurikulum
diarahkan
kepada
proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur
pendidikan
formal,
nonformal,
dan
informal,
dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. 7) Seimbang antar kepentingan nasional dan kepentingan daerah. 8) Kurikulum dikembangkan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangunkehidupan masyarakat berbangsa. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan moto Bhineka Tunggal Ika dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 10
Berdasarkan yang dikemukakan oleh BSNP, menunjukkan bahwa prinsipprinsip yang ditekankan dalam pengembangan kurikulum adalah berpusat pada peserta didik secara berkesinambungan dan bersifat holistik, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dan daerah. Dalam pengembangan kurikulum juga sekaligus diharapkan dapat menjadikan peserta didik pebelajar yang dapat belajar sepanjang hayatnya. Hamalik (2007) menyatakan bahwa terdapat empat prinsip yang menjadi faktor atau azas utama dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1) Falsafah bangsa, masyarakat, sekolah, dan guru-guru (aspek filosofi); 2) Harapan dan kebutuhan (orang tua, kebudayaan masyarakat, pemerintah, agama, ekonomi, dan sebagainya (aspek sosiologi); 3) Hakekat anak antara lain, taraf perkembangan fisik, mental, psikologis, emosional, sosial, serta cara anak belajar (aspek psikologis); dan 4) Hakekat pengetahuan atau disiplin ilmu (bahan pelajaran). Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan Hamalik terlihat lebih ringkas dibandingkan dengan yang dikemukakan oleh BSNP. Namun jika memerhatikan substansi yang terkandung di dalamnya, kedua pendapat tersebut pada hakekatnya adalah relatif sama. Aspek filosofi sebagai prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan Hamalik dapat disetarakan dengan prinsip ke tujuh yang dikemukakan oleh BSNP. Aspek harapan dan kebutuhan sebagai prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan Hamalik dapat disetarakan dengan prinsip pertama dan keempat yang dikemukakan oleh BSNP. Aspek hakekat anak sebagai prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan Hamalik dapat disetarakan dengan prinsip kedua, kelima dan keenam yang dikemukakan oleh BSNP. Aspek hakekat pengetahuan sebagai prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan Hamalik dapat disetarakan dengan prinsip ketiga yang dikemukakan oleh BSNP. Dalam pengembangan kurikulum, selain apa yang telah dikemukakan oleh BSNP (2006) dan Hamalik (2007), penting juga diperhatikan budaya dari peserta didik dalam mencari dan menggali pengalamannya. Berlandaskan pada pemikiran Kihajar Dewatara dalam mencari dan menggali pengalaman peserta didik, pengembangan kurikulum berprinsip pada Tri Con Teori (Dakir, 2004), yaitu concentric, continue, dan convergensi. Anak mendapat pengalaman dan berkembang dimulai dari tempat dimana dia hidup (daerahnya), untuk itu segala aspek tentang 11
budayanya harus dikenalkan, dan tidak berhenti sampai di sana. Berpijak pada budayanya (concentric), kemudian pengalaman anak harus terus dikembangkan (continue), karena perkembangannya akan semakin dinamis. Akhirnya pertemuan dari berbagai arah pengalaman akan menyatu pada satu titik, yaitu wawasan yang lebih global yang terintegrasi dari berbagai karakter bangsa (convergensi). Terdapat lima pendekatan yang bisa digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan bidang studi (pendekatan subyek atau displin ilmu), pendekatan interdispliner, pendekatan rekonstruksionisme, pendekatan humanistik, pendekatan accountability, dan pendekatan pembangunan nasional (Nasution, 1995). Pendekatan bidang studi menggunakan bidang studi sebagai dasar organisasi kurikulum. Sedangkan pendekatan intedispliner, mendobrak tembok pemisah yang dibuat antara berbagai mata pelajaran dengan alasan kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin ilmu, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner. Pedekatan rekonstrusionisme, memfokuskan kurikulum pada masalahmasalah penting yang dihadapi dalam masyarakat seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, interdepedensi global, malapetaka akibat teknologi, dan lain-lain. Sedangkan pendekatan humanistik, pada hakekatnya pengembangan kurikulum dilakukan dengan berpusat pada siswa (student centered) dan mengutamakan efektif siswa sebagai prasyarat dan bagian integral dari proses belajar. Pentingnya pendekatan humanistik dalam pengembangan kurikulum dilandasi oleh asumsi-asumsi sebagai berikut (Nasution, 1995). 1) Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya. 2) Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya. 3) Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling mempercayai, saling membantu, saling memperdulikan dan bebas dari ketegangan yang berlebihan. 4) Guru berperan sebagai fasilitator belajar member tanggung jawab kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap “apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar 5) Kepeduliah siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahan pelajaran itu. 12
6) Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga diri. Dalam pengembangan kurikulum, di samping apa yang telah dikemukakan (makna, prinsip, dan pendekatan), pengembangan kurikulum juga memerlukan keterlibatan Sumberdaya Manusia (SDM). Hamalik (2007) pengembangan kurikulum memerlukan keterlibatan beberapa unsur SDM, yaitu: pakar ilmu pendidikan, administrator pendidikan, guru, ilmuwan, orang tua, siswa, dan tokoh masyarakat. Secara lebih sederhana keterlibatan unsur dalam pengembangan kurikulum dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu: 1) Unsur pelaku atau ketenagaan yang berasal dari tenaga professional: tenaga kependidikan
guru,
tenaga
kependidikan
non-guru,
dan
organisasi
professional. 2) Unsur pelaku atau ketenagaan yang berasal dari tenaga masyarakat: tokoh masyarakat, orang tua, anggota komite atau dewan sekolah, pihak industry dan bisnis, lembaga sosial masyarakat, instansi pemerintah atau departemen dan non departemen, serta unsur-unsur masyarakat yang berkepentingan terhadap pendidikan. Berdasarkan apa yang telah dipaparkan tentang pengembangan kurikulum, maka secara sederhana dapat dikemukakan bahwa makna dari pengembangan kurikulum akan berkenaan dengan tiga hal, yaitu kegiatan menghasilkan kurikulum, proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum dengan komponen lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik dan sesuai, serta kegiatan penyusunan, pelaksanaan, dan penyempurnaan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang berkenaan dengan kegiatan penyusunan, pelaksanaan, dan penyempurnaan kurikulum, lebih bermakna sebagai pengembangan kurikulum yang sudah ada untuk dikembangkan, bukan kegiatan dari tidak ada kurikulum kemudian menghasilkan kurikulum atau menggantikan kurikulum lama dengan kurikulum baru. Otonomi pendidikan yang diberikan sejalan dengan otonomi daerah menyebabkan pengembangan kurikulum wajib dilakukan oleh setiap satuan pendidikan.
Dalam era otonomi pendidikan, untuk kurikulum bidang studi/mata
pelajaran guru adalah pengembang kurikulum (Mulyasa, 2010; Dakir, 2010). Melalui otonomi pendidikan diharapkan pengembangan kurikulum yang terjadi dapat
13
mengakomodasi kepentingan daerah dengan tetap dalam bingkai standar nasional pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum dapat bermakna luas maupun sempit. Kurikulum dalam makna yang luas adalah sebagai rencana dan pengetahuan yang memuat sejumlah mata pelajaran yang diberikan untuk menghasilkan lulusan tertentu. Kurikulum dalam makna sempit adalah sebagai rencana dan pengetahuan yang berupa mata pelajaran yang diberikan dalam rangka menghasilkan kompetensi tertentu dalam lingkup satu jenis dan jenjang sekolah yang lebih dikenal dengan kurikulum bidang studi/mata pelajaran, seperti kurikulum mata pelajaran geografi, kurikulum mata pelajaran ekonomi, dan kurikulum mata pelajaran sejarah. Dengan demikian kurikulum yang akan dikembangkan dapat dalam makna yang luas maupun dalam makna yang sempit. Pengembangan kurikulum dalam makna yang sempit, berarti mengembangkan kurikulum dalam lingkup satu bidang studi/ mata pelajaran. Dalam hal ini yang dilakukan akan dapat mencakup tiga kegiatan, yaitu kegiatan menghasilkan kurikulum mata pelajaran, proses mengaitkan satu komponen kurikulum dengan komponen lainnya dalam lingkup mata pelajaran bersangkutan untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik dan sesuai, serta kegiatan penyusunan, pelaksanaan, dan penyempurnaan kurikulum mata pelajaran. Berdasarkan yang digariskan oleh BSNP dalam mengembangkan kurikulum, prinsip-prinsip yang ditekankan adalah berpusat pada peserta didik secara berkesinambungan dan bersifat holistik, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dan daerah. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dengan tetap memperhatikan kepentingan daerah, berarti memberikan ruang pada kepentingan daerah untuk diakomodasikan dalam pengembangan kurikulum. Kearifan lokal merupakan kepentingan daerah yang penting terakomodasi dalam pengembangan kurikulum terutama dalam pembentukan perilaku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional tanpa mengabaikan lokalitas daerah. Kearifan lokal adalah bagian dari kebudayaan atau bagian dari sistem pengetahuan tradisional yang mencakup dimensi potensi budaya (unsur tangible dan intangible), dimensi metode dan pendekatan (mengedepankan kearifan dan kebijaksanaan), serta dimensi arah dan tujuan (menekankan harmoni, keseimbangan dan keberlanjutan) yang sudah mentradisi dalam suatu masya-rakat sebagai bagian dari kehidupannya. Bentuk
14
kearifan lokal secara lebih operasional umumnya dijumpai dalam wujud Idiologi dan tradisi lokal, hubungan jaringan sosial, institusi-institusi sosial. Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan Kurikulum Berkearifan Lokal adalah sebuah desain kurikulum bidang studi/mata pelajaran yang berorientasi pada penyiapan peserta didik untuk dapat memiliki kompetensi tanpa meninggalkan kearifan lokal daerahnya. Terkait dengan mata pelajaran geografi, terakomodasinya kearifan lokal dalam pengembangan kurikulum untuk mata pelajaran Geografi di SMA, diharapkan memperkuat kontribusinya pada pemahaman yang lebih baik tentang permukaan bumi sebagai habitat manusia. Di Indonesia, penyusunan, pelaksanaan, dan penyempurnaan kurikulum yang memperhatikan kepentingan daerah dengan mengakomodasi kearifan lokal (kurikulum berkearifan lokal) dilakukan berpedoman pada standar isi (SI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan Standar Kompetensi Penilaian (SKP) yang dikeluarkan oleh BSNP.
1.6 Tujuan Kegiatan a. Memberikan pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal untuk menumbuhkan kemampuan guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali dalam mengidentifikasi kearifan lokal yang kosmosentris untuk pengembangan kurikulum. b. Memberikan pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal untuk menumbuhkan kemampuan guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali dalam menyusun RPP berkearifan lokal sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa. c. Untuk mengatahui nilai kebermanfaatan pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal bagi guru-guru Geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa.
1.7 Manfaat Kegiatan a. Meningkatkan kemampuan teoritis guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali dalam mengembangkan kurikulum berkearifan lokal sebagai media dalam pembentukan sikap kosmosentris siswa.
15
b. Menumbuhkan kemampuan guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali mengidentifikasi kearifan lokal Bali yang relevan untuk digunakan dalam pengembangan kurikulum Geografi SMA pada kawasan upland di Provinsi Bali. dalam pembentukan sikap kosmosentris siswa c. Memberikan pengalaman (praktik) kepada guru-guru Geografi SMA dalam mengembangkan
kurikulum
berkearifan
lokal
sebagai
media
dalam
pembentukan sikap kosmosentris siswa yang diwujudkan dalam bentuk RPP.
1.8 Khalayak Sasaran Strategi Khalayak sasaran yang dilibatkan dalam kegiatan Pengabdian Masyarakat (P2M) ini adalah guru-guru Geografi SMA Negeri dan Swasta pada daerah upland di Propinsi Bali. Daerah upland adalah daerah yang memiliki ketinggian di atas 700 feet dari permukaan laut (dpl). Berdasarkan pemetaan yang dilakukan, dari 9 daerah kabupaten/kota terdapat 8 Kabupaten di Bali yang memiliki daerah upland (kecuali Kodya Denpasar), dengan 7 SMA Negeri dan 4 SMA Swasta. Dari 11 SMA tersebut, secara keseluruhan terdapat 21 orang Guru Geografi, sehingga peserta pelatihan diharapkan terdiri dari 21 guru geografi SMA bersangkutan. Guru mata pelajaran Geografi menjadi sasaran dalam pelatihan ini, dilandasi oleh tanggungjawabnya yang salah satunya adalah membentuk sikap kosmosentris siswa dalam pembelajaran. Sementara tanggungjawab tersebut tidak secara jelas pada guru mata pelajaran/bidang studi lainnya.
16
II. METODE PELAKSANAAN 2.1 Kerangka Pemecahan Masalah Alternatif
pemecahan masalah yang dilakukan dalam kegiatan pengabdian
masyarakat ini dapat ditampilkan dalam kerangka konseptual berikut.
IDENTIFIKASI MASALAH DAN PEMECAHANNYA
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
PEMBERIAN MATERI PENGEMBANGAN KURIKULUM
DISKUSI PENGIDENTIFIKASIAN POKOK MATERI DAN KEARIFAN LOKAL YANG KOSMOSENTRIS
PRAKTIK PENGEMBANGAN KURIKULUM BERKEARIFAN LOKAL
INDIKATOR BERKEARIFAN LOKAL
Berpijak pada kerangka konsepstual tersebut, terdapat tiga kegiatan pokok yang dilakukan dalam kegiatan ini yaitu: 1) Memberikan secara teoritis konsep dasar tentang pengembangan kurikulum dan kearifan lokal sebagai media pembentukan sikap kosmosentris dalam mata pelajaran geografi SMA. 2) Diskusi untuk mengidentifikasi pokok materi dan kearifan lokal Bali yang relevan dengan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta berorientasi pada pembentukan sikap kosmosentris siswa. 3) Pengembangan Indikator berkearifan lokal kosmosentris yang relevan dengan materi geografi SMA. 4) Praktik untuk mengembangkan kurikulum geografi SMA berkearifan lokal dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 2.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian ini meliputi ”metode ceramah dilengkapi tanya jawab, diskusi, dan metode demonstrasi”. Metode ceramah yang dilengkapi tanya jawab digunakan untuk memberikan materi pelatihan secara umum sehingga peserta pelatihan memiliki pemahaman dasar tentang pengembangan kurikulum dengan guru sebagai salah satu pengembang kurikulum, kearifan lokal, serta pemahaman bahwa pembentukan sikap kosmosentris adalah salah satu tanggung jawab yang dibebankan kepada mata pelajaran geografi dengan mengakomodasi kearifan lokal daerah masing-masing. Metode ceramah yang 17
dilengkapi dengan tanya jawab juga digunakan untuk menyampaikan strategi yang relevan digunakan dalam pembelajarannya. Kegiatan ini dilakukan dalam kelas dengan membagikan materi tentang pengembangan kurikulum yang dimaksud. Penggunaan metode diskusi adalah pada saat mengidentifikasi kearifan lokal Bali yang relevan dalam pembentukan sikap kosmosentris sesuai materi pokok geografi yang kosmosentris dengan tetap memperhatikan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Geografi SMA sehingga dapat terjabarkan dalam bentuk indikator pembelajaran. Metode demonstrasi digunakan dalam pengabdian kepada masyarakat ini untuk praktek pengembangan kurikulum geografi SMA yang diwujudkan dalam bentuk RPP.
2.3 Keterkaitan Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini memiliki keterkaitan yang kuat dengan Jurusan Pendidikan Geografi yang menghasilkan guru Geografi di sekolah menengah. Kurikulum sebagai landasan dalam melaksanakan pembelajaran menuntut guru sebagai pengembang kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum geografi berkearifan lokal Bali acuan yang digunakan tetap adalah Standar Isi (SI) dan Standar Kompetansi Lulusan (SKL). Mengingat objek pelajaran geografi adalah permukaan bumi dengan kehidupannya, maka pengembangan kurikulum dalam mengembangkan sikap kosmosentris siswa menjadi hal yang sangat urgen sehingga pengembangan kurikulum dapat mensikronisasikan materi pelajaran yang akan dikaji dengan lokalitas wilayah. LPM Undiksha sebagai lembaga mediator pelaksanaan kegiatan pelatihan dan mendanai sepenuhnya kegiatan ini, dengan sasaran utama meningkatkan wawasan dan keterampilan guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali dalam mengembangkan kurikulum berkearifan lokal sebagai media dalam menumbuhkan sikap kosmosentris siswa.
2.4 Evaluasi Kegiatan Evaluasi terhadap kegiatan pengabdian ini terutama dilaksanakan dalam rangka mengukur tingkat kompetensi yang dimiliki oleh peserta pelatihan untuk mengembangkan kurikulum berkearifan lokal sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa, dalam bentuk produk hasil diskusi berupa pokok-pokok materi geografi SMA yang bersifat kosmosentris dan kearifan lokal yang dapat 18
dikembangkan, serta tersusunnya sampel RPP yang berkearifan lokal. Sebagai indikator penguasaan kompetensi tersebut secara kolektif diukur dengan produk akhir berupa pokok-pokok materi geografi yang kosmosentris, kearifan lokal yang relevan, dan indikator pembelajaran yang kosmosentris, serta sampel RPP untuk dua semester. Berkenaan dengan nilai manfaat dari pelatihan diukur dari angket dengan menggunakan lima kriteria sebagai berikut, Sangat bermanfaat dengan skor 5, bermanfaat dengan skor 4, biasa saja dengan skor 3, kurang bermanfaat dengan skor 2, dan tidak bermanfaat dengan skor 1. Untuk jelasnya perhatikan Lampiran 1. Pelatihan ini dipandang berhasil jika nilai yang diperoleh peserta dari angket yang diisi lebih dari 85% memperoleh nilai 70 ke atas (bermanfaat/70 – 89 dan sangat bermanfaat/> 89), di bawah ketentuan itu (tidak bermanfaat/< 30, kurang bermanfaat /30 – 49, dan biasa saja/50 – 69) pelatihan dianggap gagal. Pengolahan skor menjadi nilai manfaat menggunakan formula berikut.
Keterangan: Skor Maksimal Ideal = 10 x 5 = 50. Skor yang diperoleh dapat bervariasi dari 10 – 50.
19
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengabdian kepada Masyarakat yang dilaksanakan Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha telah berlangsung. Hasil dan pembahasan terhadap pelaksanaan pengabdian itu dapat dikemukakan sebagai berikut.
3.1 Hasil Pengabdian Pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha sesuai dengan perencanaan yang telah disusun ditujukan untuk memberikan pelatihan kepada guru-guru pada kawasan upland di Provinsi Bali untuk mengembangkan kurikulum geografi SMA berkearifan lokal sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa. Terdapat tiga hal yang ditekankan dalam pelatihan ini, yaitu: memberikan pemahaman pentingnya pengembangan kurikulum berkearifan lokal bagi Bali sebagai ekologi pulau kecil dan memberikan pemahaman yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum; meningkatkan kemampuan guru-guru Geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali untuk mengidentifikasi materi geografi SMA dan kearifan lokal yang kosmosentris serta mengembangkan indikator pembelajaran berkearifan lokal yang kosmosentris; dan menyusun RPP sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa. Di samping itu, pengabdian ini juga ditujukan untuk mengatahui nilai kebermanfaatan pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal bagi guru-guru Geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa. Berkenaan dengan itu dan berdasarkan pelaksanaan pengabdian yang telah dilakukan, dapat dilaporkan hasilnya sebagai berikut.
3.1.1 Peserta Pelatihan Sesuai dengan subjek sasaran pelatihan yang telah dikemukakan, seluruh peserta pelatihan adalah guru-guru geografi yang tersebar pada kawasan upland di Provinsi Bali. Dari 21 guru yang diharapkan yang hadir sebagai peserta pelatihan berjumlah 20 orang (95%). Karakteristik guru-guru bersangkutan dapat digambarkan sebagaimana terlihat pada table berikut.
20
Tabel 01. Karakteristik Guru-Guru Geografi SMA Peserta Pelatihan pada Kawasan Upland di Provinsi Bali Karakteristik Peserta Pelatihan Berdasarkan Status Spesialisasi Pengalaman Pendidikan Sertifikasi Kerja (Tahun) (S1) Sekolah Geo Non S1 < S1 Sudah Belum <5 ≥5 (1)
(4)
Negeri 19 % 95 Swasta 1 % 5 Total 20 % 100 Sumber: Lampiran 6.
(5)
(8)
(9)
(6)
(7)
(8)
(9)
0 0 0 0 0 0
16 80 0 0 16 80
3 15 1 5 4 20
19 95 1 5 20 100
0 0 0 0 0 -
2 10 1 5 3 15
17 85 0 0 17 85
Tabel 01 memperlihatkan bahwa seluruh peserta pelatihan adalah telah menyelesaikan pendidikan di jenjang S1 (bahkan 4 orang telah tamat S2) sebagai Sarjana Pendidikan Geografi. Sebagian besar (80%) peserta pelatihan telah tersertifikasi dengan 85% peserta telah memiliki pengalaman kerja ≥ 5 tahun. Kehadiran peserta tidak seperti yang diharapkan, yaitu 21 orang. Namun demikian, kehadiran peserta dipandang cukup tinggi karena telah mencapai 95% dan peserta tetap mengikuti kegiatan sampai kegiatan berakhir (jam 14.15 WITA).
3.1.2 Penyiapan Materi Pelatihan Penyiapan materi pelatihan dilakukan oleh Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha. Memperhatikan tujuan pengabdian ini, tim menyepakati bahwa materi yang diberikan ditekankan pada tiga hal pokok. Bagian pertama memberikan rasional pada peserta latihan pentingnya kearifan lokal Bali masuk di dalam pengembangan kurikulum (sesuai dengan fungsi kurikulum, tuntutan secara yuridis, dan kebutuhan Bali sebagai ekologi pulau kecil). Bagian kedua terdiri dari dua sub, yaitu memberikan pemahaman makna pengembangan kurikulum; dan pemberian model pembelajaran yang dipandang relevan digunakan dalam pembentukan sikap kosmosentris. Bagian ketiga adalah penutup. Untuk lebih jelasnya mengenai materi yang diberikan dalam pelatihan pengembangan kurikulum ini dapat dilihat dalam Lampiran 2.
21
Selain materi yang bersifat teoritis, peserta pelatihan juga diberikan bahan diskusi yang bertujuan memberikan wawasan tentang pengembangan materi geografi yang berwawasan lingkungan dalam pembentukan sikap kosmosentris serta kearifan lokal yang dapat dipakai sebagai suplemen pengembangannya. Untuk lebih jelasnya mengenai bahan diskusi yang diberikan dalam pelatihan pengembangan kurikulum ini dapat dilihat dalam Lampiran 3. Kedua materi (kajian teori dan bahan diskusi) yang diberikan merupakan bahanbahan yang dapat dimanfaatkan guru-guru geografi SMA pada kawasan upland di provinsi Bali yang mengikuti pelatihan dalam P2M ini untuk mengembangkan kurikulum berkearifan lokal Bali dalam wujud Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3.1.3 Kegiatan Pelatihan Pengembangan Kurikulum Kegiatan pelatihan pengembangan kurikulum geografi SMA berkearifan lokal ini berlangsung selama satu hari, yaitu pada hari Sabtu tanggal 19 Oktober 2013 bertempat di SMA Negeri 2 Semarapura Klungkung. Kegiatan P2M dihadiri oleh Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha yang berjumlah 5 (lima) orang, Pimpinan LPM Undiksha yang diwakili oleh Bapak Dr. I Wayan Mudana, M.Si., dan Peserta Pelatihan. Kegiatan pelatihan dibuka oleh wakil Pimpinan LPM Undiksha atas nama Rektor Undiksha tepat pada jam 10 WITA. Setelah acara pembukaan, kegiatan pelatihan dilaksanakan, yang pada intinya dibagi menjadi tiga sesi, yaitu: Pemberian Materi, Diskusi, dan Praktik Pengembangan kurikulum dalam wujud RPP. Pemberian materi pelatihan disampaikan Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha yang diwakili oleh Drs. Ida Bagus Made Astawa, M.Si. Pemberian materi berlangsung selama ”45 menit” didahului dengan pemaparan materi dasar pentingnya kearifan lokal terakomodasi dalam pengembangan kurikulum, makna pengembangan kurikulum berkearifan lokal, dan model pembelajaran yang dapat diimpelementasikan. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan diskusi selama ”60 menit” untuk menentukan pokok bahasan dan indikator yang kosmosentris sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) dalam kurikulum dan mengidentifikasi kearifan lokal sebagai media pembentukan sikap kosmosenstris siswa yang relevan untuk itu. Setelah kegiatan diskusi, kegiatan selanjutnya adalah praktik penyusunan RPP yang 22
berkearifan lokal selama ”95 menit” sebagai usaha pengembangan kurikulum yang dijadikan media pembentukan sikap kosmosentris siswa. Secara rinci hasil kegiatan pelatihan pengembangan kurikulum geografi SMA berkearifan lokal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
a. Pemberian Materi Sesi pertama dalam pelatihan adalah memberikan materi kepada peserta pelatihan yang difokuskan pada tiga hal, yaitu: Bagian rasional, yang memaparkan pentingnya kearifan lokal terakomodasi dalam pengembangan kurikulum untuk Bali sebagai ekologi pulau kecil, dan kewajiban mata pelajaran geografi dalam pembentukan sikaf kosmosentris siswa. Bagian pengembangan kurikulum yang ditekankan pada dua hal, yaitu makna pengembangan kurikulum, dan model pembelajaran yang dipandang sesuai untuk mengimplementasikan kurikulum geografi SMA yang berkearifan lokal. Terdapat sejumlah pertanyaan/respon yang muncul dari peserta pelatihan berkenaan dengan materi pelatihan yang disampaikan, yang secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, sebagaimana paparan berikut. Terkait dengan yuridis Pertanyaan yang prinsip, apakah pengembangan ini tidak menyalahi peraturan karena dipandang akan mengembangkan sifat kedaerahan? Respon yang diberikan Tim P2M, bahwa pengembangan kurikulum di tingkat mata pelajaran adalah kewajiban guru. UU Sisdiknas tahun 2003 dan PP SNP tahun 2005 dengan tegas bahwa terdapat otonomi pendidikan, dan guru adalah salah satu pengembang kurikulum. Di tingkat pusat hanya penyiapkan kurikulum sampai pada kompetensi dasar. Di jenjang mata pelajaran guru diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum bersangkutan mulai dari indikator-indikator pembelajaran sehingga terciptanya keseimbangan antara kepentingan daerah dan pusat. Terkait dengan kompetensi dalam kurikulum Pertanyaan yang prinsip dalam hal ini, apakah kompetensi dapat dibuat oleh guru? Respon yang diberikan menjelaskan bahwa kompetensi dasar yang dikembangkan di tingkat pusat hanya sebatas mencapai kompetensi sesuai 23
dengan Srandar Kompetensi Lulusan (SKL) melalui pemberian materi sesuai dengan Standar Isi (SI). Standar yang dimaksud dalam hal ini adalah standar minimal, berarti guru dapat mengembangkan lebih dari standar tersebut sepanjang tidak menyimpang dari tujuan pendidikan nasional dan waktu yang tersedia mencukupi. Jika guru enggan mengembangkan kompetensi dasar yang baru karena keterbatasan waktu, maka kearifan lokal dalam pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua jalan, yaitu mengembangkan kurikulum geografi berkearifan lokal sebagai kurikulum suplemen yang pembelajarannya berada di luar pembelajaran formal yang tersedia untuk mata pelajaran geografi, atau mengembangkan sejumlah indikator yang berkearifan lokal yang sesuai dengan kompetensi dasar yang terdapat dalam kurikulum geografi SMA. Terkait dengan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Dengan mengembangkan kurikulum berkearifan lokal dipandang peserta latihan telah melampaui SI dan SKL. Berkenaan dengan itu, dipaparkan bahwa SI dan SKL itu adalah standar minimum yang harus dimiliki oleh siswa setelah menyelesaikan sejumlah materi dalam kurikulum bersangkutan. Berarti guru dengan keprofesionalannya mesti dapat mengembangkan kurikulum lebih dari itu. Dalam pengembangan inilah dituntut kebijaksanaan seorang guru untuk menyeimbangkan kepentingan pusat dan daerah sehingga siswa tidak kehilangan lokalitas daerahnya masing-masing (jati diri sebagai manusia Bali) yang sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan di lingkungannya. Terkait dengan waktu karena ada tambahan materi Jika pengembangan kurikulum dilakukan melalui pengembangan indikator yang berkearifan lokal, dipandang tidak akan mengurangi waktu efektif yang disediakan dalam kurikulum geografi SMA. Dalam hal ini, materi yang ditambahkan dapat berupa penugasan rumah atau yang relevan lainnya, sehingga tidak mengurangi waktu di kelas. Terkait dengan Ujian Nasional Pengembangan kurikulum yang dilakukan tidak akan mengurangi SI dan SKL yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Dalam hal ini justru membawa siswa untuk memiliki cakrawala yang lebih luas dari SI dan SKL terutama terkait dengan kearifan lokal yang telah menjadi budaya dalam kehidupan siswa. Dalam Kurikulum 2013 dengan tambahan waktu yang ada dan karakteristik 24
Kurikulum 2013 yang menekankan pada karakter dan nilai, pengakomodasian kearifan lokal dalam pengembangan kurikulum sangat memungkinkan.
b. Kegiatan Diskusi Bahan diskusi (guru-guru dan Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha) yang digunakan untuk mengidentifikasi kearifan lokal Bali di kawasan upland sebagai media pengembangan sikap kosmosentrsis siswa melalui pembelajaran geografi di SMA disusun Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha dengan judul ”Mengembangkan Materi Geografi yang berkearifan Lokal dalam Pembentukan Sikap Mosmosentris Siswa”, seperti terlampir pada Lampiran 3. Pada awal diskusi berkembang pemikiran-pemikiran untuk mengembangkan kurikulum geografi berkearifan lokal untuk SMA sebagai kurikulum suplemen, sehingga tidak mengganggu waktu yang telah disediakan untuk mata pelajaran geografi dalam kurikulum. Namun, memperhatikan sampai saat ini KTSP masih diberlakukan, dipandang pengembangan kurikulum untuk pelatihan ini hanya dibatasi pada pengembangan indikator berkearifan lokal yang diintegrasikan dengan indikator yang sudah ada dalam penyusunan Rencana Pelakasnaan Pembelajaran (RPP) geografi selama ini. Untuk itu diharapkan Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha untuk memikirkan sehingga tersusunnya kurikulum geografi berkearifan lokal sebagai suplemen dalam pembelajaran geografi, dilengkapi dengan buku ajarnya (pegangan guru dan buku siswa) Dalam diskusi juga disepakati bahwa, memperhatikan tiga macam kontribusi geografi yang dikemukakan National Research Council (1997), tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran geografi SMA yang telah dikemukakan, serta mengacu pada Kompetensi Dasar yang dikembangkan dalam Kurikulum 2006 dan terutama Kurikulum 2013, sehingga fokus lingkup materi yang terkait langsung dengan pembentukan sikap kosmosentris yang dikembangkan mencakup lima pokok bahasan. Kelima pokok bahasan tersebut adalah: (1) manusia sebagai bagian dari alam semesta; (2) iklim dan peduli permasalahan lingkungan hidup; (3) mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup; (4) kearifan memanfaatkan suber daya alam; (5) wilayah dan pewilayahan. Berdasarkan pokok materi tersebut, dapat diidentifikasi Kompetensi dasar dan kearifan lokal yang kosmosentris yang dapat digunakan dalam pengembangan 25
kurikulum geografi SMA. Untuk jelasnya mengenai pokok bahasan dan kearifan lokal yang dapat terakomodasi dalam pengembangan kurikulum geografi berkearifan lokal untuk SMA yang kosmosentris adalah sebagai berikut. 1) Manusia sebagai bagian dari alam semesta (Kelas X: KD 2.2), kearifan lokal yang terakomodasi adalah: Tri Hita Karana dan Tri Angga. 2) Iklim dan Peduli permasalahan lingkungan hidup (Kelas X: KD 3.2; Kelas XI: KD 2.1), kearifan lokal yang terakomodasi adalah: Prenata Mangsa, Kerta Mangsa, Kaja Kelod, Tumpek Kandang, Tumpek Uduh/Uye, dan Sugihan. 3) Mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup (Kelas XI: KD 2.2; 2.3), kearifan lokal yang terakomodasi adalah: Sad Kertih dan Nangluk Merana 4) Kearifan memanfaatkan sumber daya alam (Kelas XI: KD 3.4; 3.5), kearifan lokal yang terakomodasi adalah: Pedewasan dan Subak. 5) Wilayah dan pewilayahan (Kelas XII: KD 3.5), kearifan lokal yang terakomodasi adalah: Tri Mandala dan Sanga Mandala. Berdasarkan fokus materi yang telah teridentifikasi tersebut kemudian dikembangkan indikator-indikator dalam pembelajaran geografi sebagai usaha untuk mengembangkan sikap kosmosentris siswa. Indikator-indikator yang dikembangkan dalam praktik penyusunan RPP oleh masing-masing kelompok dapat digambarkan sebagaimana terlihat pada table berikut.
Tabel 02. Pengembangan Indikator Berkearifan Lokal Sesuai dengan Kompetensi Dasar, Fokus Materi, dan Kearifan Lokalnya Kearifan Kelas Kompetensi Dasar Fokus Materi Indikator Lokal 1. Menjelaskan makna THK 2. Mendiskripsikan bagian-bagian 1. Hita THK Karana 2.2 Menunjukkan 3. Memberikan perilaku yang Manusia contoh wujud bertanggung jawab sebagai THK dalam X sebagai makhluk bagian dari kehidupan bagian dari alam alam semesta 1. Menjelaskan semesta makna Tri Angga 2. Tri 2. Mendiskripsikan Angga bagian-bagian Tri Angga 3. Memberikan 26
contoh penerapan Tri Angga dalam kehidupan
X
3.2 Memahami dinamika tata surya serta pengaruhnya terhadap kehidupan
Iklim dan Peduli permasalahan lingkungan hidup
1. Pranata Mangsa dan Kerta Mangsa
1. Kaja Kelod
2. Tumpek Kandang
XI
2.1 Menunjukkan perilaku peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup di Indonesia dan dunia
Iklim dan Peduli permasalahan lingkungan hidup
3. Tumpek Uye
4. Sugihan
27
1. Menjelaskan konsepsi pranata mansa dan kerta mangsa 2. Memberikan contoh penggunaan pranata mangsa dan kerta mangsa dalam kehidupan 1. Mendiskripsikan konsepsi kajakelod 2. Menggambarkan kaja-kelod untuk skala makro, meso, dan mikro 1. Menjelaskan pengertian tumpek kandang 2. Menjelaskan keterkaitan antara tumpek kandang dan lingkungan hidup 1. Menjelaskan pengertian tumpek uye 2. Menjelaskan keterkaitan antara tumpek uye dan lingkungan hidup 1. Menjelaskan pengertian sugihan 2. Menyebutkan jenis sugihan 3. Menjelaskan keterkaitan antara sugihan dan lingkungan hidup
XI
XI
XII
2.2 Menunjukkan sikap responsif dalam mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup 2.3 Menunjukkan sikap tanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar
1. Sad Kertih Mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup
1. Menjelaskan pengertian sad kertih 2. Mendiskripsikan bagian-bagian sad kertih 3. Menjelaskan manfaat sed kertih dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup
1. Menjelaskan konsepsi nangluk merana 2. Menjelaskan 3 Nangluk nangluk merana Merana dengan menjaga kelestarian lingkungan sekitar 3.4 Menganalisis 1. Mendiskripsikan kearifan dalam konsepsi pemanfaatan pedewasan sumber daya alam 2. Menjelaskan dalam kegiatan manfaat pertanian, 1. Pedewasan pedewasan pertambangan, sebagai kearifan industri, dan jasa dalam Kearifan memanfaatkan memanfaatkan sumber daya sumber daya 3.5 Mengevaluasi alam alam tindakan yang tepat 1. Menjelaskan dalam pelestarian pengertian Subak lingkungan hidup 2. Mendiskripsikan kaitannya dengan 2. Subak manfaat Subak pembangunan yang dalam berkelanjutan pemanfaatan sumber daya air 1. Menjabarkan 3.5 Menganalisis konsepsi Tri konsep wilayah 1. Tri Mandala dan dan pewilayahan Mandala Wilayah dan Sanga Mandala dalam perencanaan dan pewilayahan dalam pembangunan Sanga pewilayahan wilayah di Mandala 2. Menggambarkan Indonesia pewilayah Bali 28
berdasarkan konsepsi Tri Mandala dan Sanga Mandala c. Praktik Penyusunan RPP Praktik penyusunan RPP yang berkearifan lokal dilakukan dengan membagi peserta pelatihan menjadi tiga kelompok, yaitu: untuk kelas X, kelas XI, dan kelas XII. Para peserta pelatihan sepakat bahwa dalam pengembangan kurikulum, kearifan lokal diakomodasi melalui pengembangan indikator, bukan penyusunan kurikulum suplemen. Peserta pelatihan juga bersepakat kurikulum yang dikembangkan adalah ”Kurikulum 2013” dengan argument bahwa pada tahun 2014 seluruh sekolah harus menggunakannya. Sebagai langkah antisipasi, melalui hasil pelatihan ini guru-guru dapat menerapkannya untuk tahun ajaran baru 2014/2015, karena tekanan pembelajaran yang diharapkan dalam Kurikulum 2013 adalah pada pendidikan karakter yang berbasis moral. Berpijak pada indikator-indikator tersebut para peserta pelatihan menyusun RPP pada masing-masing kelompoknya. Kelompok I menyusun RPP dengan Pokok Bahasan ”Manusia sebagai bagian dari alam semesta” dan Sub Pokok Bahasan ”Tri Hita Karana” untuk kelas X pada semester I dengan alokasi 2 x 45 menit. Kelompok II menyusun RPP dengan Pokok Bahasan ”Iklim dan Peduli permasalahan lingkungan hidup” dan Sub Pokok Bahasan ”Kaja-Kelod” untuk kelas XI pada semester I dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Sedangkan Kelompok III menyusun RPP dengan Pokok Bahasan ”Wilayah dan Pewilayahan” dan Sub Pokok Bahasan ”Trimandala dan Sanga Mandala” untuk kelas XII pada semester I dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Namun demikian, RPP tidak disertai dengan jabaran materi secara komplit. Terkait dengan materi, dalam RPP hanya memuat pokok-pokok materinya saja. Untuk jelasnya masing-masing RPP yang disusun oleh masing-masing kelompok dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.1.4 Nilai Angket Peserta Pelatihan Berdasarkan angket yang diisi oleh peserta pelatihan, nilai kemanfaatan pelatihan dapat digambarkan sebagaimana terlihat pada table berikut.
29
Tabel 03. Rekapitulasi Nilai Kemanfaatan Pelatihan Pengembangan Kurikulum Geografi Berkearifan Lokal untuk Guru-Guru SMA di Kawasan Upland Provinsi Bali Rentang Nilai
< 30 30 – 49 50 – 69 70 - 89 > 89
Kriteria Tidak bermanfaat Kurang bermanfaat
Biasa Saja Bermanfaat Sangat bermanfaat Total Sumber: Lampiran 5. Tabel
03
memperlihatkan
Pelaksanaan P2M
Gagal
Berhasil
bahwa
hampir
Jumlah N 0 0
% 0 0
0 7 13 20
0 35 65 100
seluruh
peserta
pelatihan
mengemukakan bahwa pelatihan yang dilakukan sangat bermanfaat dan bermanfaat. Bahkan tidak terdapat peserta pelatihan yang mengemukakan bahwa pelatihan ini biasa saja, apalagi yang mengemukakan kurang bermanfaat atau tidak bermanfaat. Dengan demikian P2M yang dilaksanakan tergolong berhasil karena nilai manfaat 70 ke atas diperoleh oleh seluruh peserta (100%) atau lebih besar dari 85%.
3.2 Pembahasan 3.2.1 Dampak Pelatihan Telah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat tiga kegiatan utama yang dilakukan dalam pengambdian kepada masyarakat ini, yaitu penyampaian materi melalui ceramah dan tanya jawab, diskusi untuk mengidentifikasi pokok-pokok materi geografi yang kosmosentris, kerifan lokal yang kosmosentris, dan indikator berkearifan local yang kosmosentris, serta praktik penyusunan RPP. Kegiatan pelatihan keseluruhan berlangsung sekitar 200 menit ( di luar pembukaan dan penutup). Stimulus berupa materi pelatihan yang disampaikan melalui metode ceramah yang dilengkapi tanya jawab kepada guru-guru geografi di kawasan upland di Provinsi Bali telah memberikan dampak yang positif. Stimulus yang diberikan dalam bentuk Pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal tersebut telah mampu menumbuhkan pemahaman guru-guru geografi SMA pada kawasan upland di Provinsi Bali terhadap makna pengembangan kurikulum berkearifan lokal. Di samping itu, pelatihan juga menyadarkan bahwa guru adalah pengembang kurikulum 30
yang dapat mengakomodasi kearifan lokal daerahnya dalam pembelajaran sehingga dapat terciptanya keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah, tanpa mengabaikan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan BSNP. Kegiatan pelatihan yang difokuskan pada kegiatan diskusi telah memberikan keleluasaan kepada guru-guru geografi pada kawasan upland di Provinsi Bali untuk mengidentifikasi pokok-pokok materi geografi SMA yang bersifat kosmosentris. Demikian juga dalam mengidentifikasi kearifan lokal yang bersifat kosmosentris yang relevan dengan pokok-pokok materi bersangkutan. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa melalui pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal yang dikemas dalam bentuk diskusi telah mampu menumbuhkan kemampuan guru-guru geografi SMA pada kawasan upland di Propinsi Bali dalam mengidentifikasi pokok materi geografi SMA dan kearifan lokal yang sesuai dalam mengembangkan sikap kosmosentris siswa. Di samping itu, melalui diskusi yang dilakukan juga telah dikembangkan sejumlah indikator pembelajaran berkearifan lokal yang kosmosentris yang dapat digunakan untuk menyusun RPP. Dalam hal ini dapat dikemukakan, bahwa pemahaman terhadap makna pengembangan kurikulum dan disertai dengan kemampuan untuk melakukan pengidentifikasian terhadap pokok materi geografi SMA dan kearifan lokal yang sesuai dalam mengembangkan sikap kosmosentris siswa memudahkan peserta pelatihan untuk mengembangkan indikator-indikator pembelajaran berkearifan lokal yang bersifat kosmosentris. Kesemuanya itu pada akhirnya memudahkan juga para peserta pelatihan untuk mempraktikkannya dalam menyusun RPP berkearifan lokal yang bersifat kosmosentris. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan praktik penyusunan
RPP
Pelatihan
pengembangan
kurikulum
berkearifan
lokal
menumbuhkan kemampuan guru-guru geografi SMA pada kawasan upland di Propinsi Bali dalam mengembangkan kurikulum berkearifan lokal sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa. Keberhasilan peserta pelatihan dalam mengembangkan kurikulum berkearifan lokal sebagai media dalam menumbuhkan sikap kosmosentris siswa mencerminkan kemampuan profesional (kompetensi professional) para guru geografi SMA di kawasan upland Bali. Kemampuan ini menjadi modal dasar yang sangat positif dalam
31
mewujudkan diri sebagai guru professional, di samping kompetensi lainnya (pedagogik, social, dan kepribadian).
3.2.2 Nilai Kebermanfaatan Pelatihan Pelatihan
pengembangan
kurikulum
berkearifan
lokal
memiliki
nilai
kebermanfaatan bagi guru-guru Geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali. Melalui pelatihan yang dilakukan telah mampu meningkatkan kemampuan teoritis guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali dalam mengembangkan kurikulum berkearifan lokal sebagai media dalam pembentukan sikap kosmosentris siswa. Kegiatan pelatihan juga telah mampu menumbuhkan kemampuan guru-guru geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali mengidentifikasi pokok-pokok materi geografi berkearifan lokal dan kearifan lokal Bali yang relevan untuk digunakan mengembangkan kurikulum Geografi SMA pada kawasan upland di Provinsi Bali sebagai sarana pembentukan sikap kosmosentris siswa. Selain itu, sesuai dengan kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum 2013, para peserta pelatihan telah mampu pula mengembangkan indikator pembelajaran dengan memperhatikan pokok-pokok materi dan kearifan local yang teridentifikasi. Hal yang menggembirakan juga, melalui pelatihan ternyata telah memberikan pengalaman (praktik) kepada guru-guru Geografi SMA dalam mengembangkan kurikulum berkearifan lokal sebagai media dalam pembentukan sikap kosmosentris siswa yang diwujudkan dalam bentuk RPP. Nilai kebermanfaatan pelatihan seperti telah dikemukakan juga dijaring melalui angket. Hasil angket menunjukkan bahwa nilai kebermaantan pelatihan ini bagi guruguru geografi SMA pada kawasan upland di Provinsi Bali tergolong tinggi. Hal tersebut dengan jelas terlihat dari 65% peserta pelatihan memperoleh nilai dengan kriteria sangat bermanfaat dan 35% ( > 89) yang memperoleh nilai dengan kriteria bermanfaat (nilai 70 – 89), atau dengan kata lain, pelatihan yang dilakukan dalam kegiatan P2M ini manfaatnya adalah tinggi. Tanpa pelatihan ini, peserta pelatihan masih memandang bahwa silabus yang dipublikasi oleh BSNP sebagai harga mati yang harus digunakan untuk mengembangkan RPP. Peserta pelatihan baru mengetahui bahwa guru adalah salah satu pengembang kurikulum yang telah diamanatkan Undang-Undang Sisdiknas. Guru
juga
memandang
bahwa
melalui 32
pelatihan
ini
telah
ditumbuhkan
kemampuannya untuk mengakomodasi kearifan lokal
dalam pengembangan
kurikulum (RPP). Melalui pelatihan ini saya baru dapat memahami bahwa sikap kosmosentris sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah menyelesaikan pembelajaran geografi. Di samping itu, dengan memasukkan kearifan lokal dalam pengembangan kurikulum, pembelajaran kontekstual dipandang akan dapat diimplementasikan di kelas secara nyata dan mudah. Dengan mengakomodasi kearifan lokal dalam mengembangkan kurikulum juga peserta pelatihan merasa turut menjaga budaya Bali yang berisfat kosmosentris yang dibutuhkan Bali sebagai ekologi pulau kecil. Berkenaan dengan itu, guru masih mengharapkan ke depan pelatihan sejenis ini tetap ada sehingga pemahaman tentang geografi sebagai media pembentuk sikap kosmosentris dapat selalu diperoleh. Di samping itu, pelatihan sejenis ini semestinya juga diberikan kepada teman-teman guru geografi di kawasan lain, sehingga ada kesamaan pandangan tentang pemaknaan terhadap pengembangan kurikulum. Harapan lain dari peserta pelatihan adalah disusunnya buku-buku yang memuat materi geografi yang berkearifan lokal yang sesuai untuk pembentukan sikap kosmosentris sehingga dapat digunakan sebagai suplemen materi geografi di SMA. Berpijak pada apa yang telah dikemukakan tersebut, dapat dinyatakan bahwa keberhasilan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh TIM P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha ini juga tidak lepas dari observasi awal yang dilakukan, terutama terkait dengan pembelajaran geografi yang berkewajiban mengembangkan sikap kosmosentris siswa dan kebutuhan kawasan upland terhadap sikap kosmosentris dengan fungsi orografis dan klimatologisnya, di samping kebutuhan Bali sebagai ekologi pulau kecil. Hal lain yang menonjol yang dipandang memudahkan pelaksanaan pelatihan adalah penguasaan peserta pelatihan terhadap kearifan lokal Bali yang berkenaan dengan lingkungan hidup (kosmosentris). Kenyataan
tersebut
menyebabkan
pengidentifikasian
kearifan
lokal
yang
kosmosentris yang relevan dengan pokok-pokok materi geografi yang kosmosentris menjadi lebih mudah dilakukan. Selain itu, keberhasilan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh TIM P2M Jurusan Pendidikan Geografi Undiksha ini juga sangat ditunjang kemampuan peserta pelatihan tentang penyusunan RPP. Kemampuan tersebut 33
menjadikan pada waktu sesi praktik penyusunan RPP peserta pelatihan tidak mengalami kesulitan, dan Tim P2M yang mendampingi juga menjadi lebih mudah. Di samping itu, kematangan peserta pelatihan sebagai guru geografi yang menguasai materi geografi terlihat dari pemikiran-pemikiran yang berorientasi keruangan yang disampaikan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP yang tersusun mencirikan kegeografiannya (konteks keruangan).
34
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan 4.1.1 Melalui pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal ternyata telah mampu memberikan kemampuan kepada guru-guru Geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali dalam pengembangan kurikulum berkearifan lokal sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari produk pelatihan yang dihasilkan, yaitu: a. Teridentifikasikannya pokok materi geografi dan kearifan lokal yang kosmosentris sebagai bahan pengembangan kurikulum geografi berkearifan lokal untuk SMA pada Kawasan upland di Provinsi Bali. b. Dikembangkannya sejumlah indikator berkearifan lokal sesuai dengan kompotensi dasar dan pokok materi geografi berkearifan lokal yang dikembangkan sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa. c. Tesusunnya RPP geografi berkearifan lokal sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa untuk SMA pada Kawasan upland di Provinsi Bali. 4.1.2 Pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal dipandang memiliki nilai kebermanfaatan yang tinggi oleh guru-guru Geografi SMA pada daerah upland di Propinsi Bali. Sebagian besar (65%) nilai yang dicapai dari angket yang disebarkan tergolong ke dalam kriteria sangat bermanfaat dan 35% tergolong bermanfaat. Tidak satu peserta pelatihan yang mengemukakan bahwa pelatihan ini kurang atau tidak bermanfaat, bahkan yang menyatakan manfaatnya biasa-bisa saja tidak dijumpai. Dengan demikian pelaksanaan pelatihan dalam P2M ini dinyatakan berhasil.
4.2 Saran 4.2.1 Memperhatikan permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi Bali, ke depan pelatihan sejenis ini juga dipandang penting dilakukan di kawasan lowland sehingga keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah dapat terwujudkan melalui pengembangan kurikulum. 4.2.2 Dalam rangka memfasilitasi guru geografi untuk mengakomodasi kearifan lokal dalam pembelajaran, ketersedian buku ajar geografi berkearifan lokal 35
sebagai suplemen sumber belajar sangat dibutuhkan. Berkenaan dengan itu, ke depan penting dilakukan pelatihan tentang pembuatan buku ajar geografi berkearifan lokal, baik sebagai buku pegangan guru maupun buku siswa. 4.2.3 Ke
depan
juga
dipandang penting mengadakan
”workshop”
untuk
menghasilkan RPP berkearifan lokal yang komplit untuk mata pelajaran geografi SMA sebagai media pembentukan sikap kosmosentris siswa.
36
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Satistik. 2001. Bali Dalam Angka. Denpasar: Biro Pusat Statistik Bali. Dakir, H. 2010. Perencanaan & Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. Dinas Kehutan Provinsi Bali. 2009. Hutan dan Kehutanan Provinsi Bali. Denpasar: Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Bali Geriya, I Wayan. 2004. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Referensi Hukum dalam Kearifan Lokal Daerah Bali, dalam Majalah Kertha Wicaksana, hal 1018. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana. Grant, C.A. & Gomes, M.L. 2001. Campus and Classroom: Making Schooling Multiculturak. 2nd Ed. Upper Saddle River, New Jersey: Meril-Prantice Hall. Hamalik, Omar. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hamalik, Omar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Kusaeri, Ahmad. 2011. Menggagas Kurikulum Berbasis Budaya. http://www. klubguru.com/2-. diakses 15 Oktober 2011. Mulyasa, H.E. 2010. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. National Research Council. 1997. Regiscovering Geography New Relevance for Science and Society. Washington, D.C: National Academic Press. Nasution, S. 1995. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara Sardjiyo dan Pannen, Paulina. Pembelajaran berbasis Budaya: Model Inovasi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dimuat dalam Jurnal Pendidikan Vol.6 No.2. September 2005. Hal.8398. Subagia, I Wayan dan Wiratma, I Gusti Lanang, 2008. Penerapan Model Siklus Berbasis Tri Pramana pada Pembelajaran Sains di Sekolah. Dimuat dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha Vol 41 No. 2Th II.I, April 2008 Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendiidkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sukadi, 2006. Pendidikan IPS sebagai Rekonstruksi Pengalaman Bedaya Berbasis Tri Hita Karana (Studi Etnografi tentang Pengaruh Masyarakat terhadap Program Pendidikan IPS di SMA Negeri I Ubud). Disertasi (tidak dipublikasi). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. 37
Sutrisno, Loekman. 2000. Memberdayakan Rakyat Dalam Masyarakat Madani. Dalam Membongkar Mitos Masyarakat madani, T. Jacob (Pengantar) Widodo Usman, Rahayu Widodo, Didik Suyatno, Ahmad Arif (ed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tilaar, H.A.R. 2001. Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Menyongsong Indonesia Baru. Jakarta: PT. Grasindo. Tim PPLH Universitas Udayana. 2009. Laporan Penelitian Pencemaran Wilayah Perairan Bali (belum diterbitkan). Denpasar: PPLH Universitas Udayana. Yamin, Moh. 2012. Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan. Panduan Lengkap Tata Kelola Kurikulum Efektif. Yogyakarta: Diva Press.
38
Lampiran 1 Angket Penelusuran Nilai Kebermanfaatan Pelatihan No (1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pernyataan
1
(2)
(3)
Tanpa pelatihan ini, saya masih memandang bahwa silabus yang dipublikasi oleh BSNP sebagai harga mati yang harus digunakan untuk mengembangkan RPP Melalui pelatihan ini baru diketahui bahwa guru adalah salah satu pengembang kurikulum yang telah diamanatkan Undang-Undang Sisdiknas Melalui pelatihan ini telah ditumbuhkan kemampuan untuk mengakomodasi kearifan lokal dalam pengembangan kurikulum (RPP) Tanpa pelatihan ini saya belum dapat memahami bahwa sikap kosmosentris sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah menyelesaikan pembelajaran geografi Selama menjadi guru baru sekarang saya mendapatkan pelatihan untuk mengembangkan kurikulum dengan mengakomodasi kearifan lokal daerah Bali Dengan memasukkan kearifan lokal dalam pengembangan kurikulum, pembelajaran kontekstual dipandang akan dapat dapat diimplementasikan di kelas secara nyata dan mudah Dengan mengakomodasi kearifan lokal dalam mengembangkan kurikulum saya merasa turut menjaga budaya Bali yang berisfat kosmosentris yang dibutuhkan Bali sebagai ekologi pulau kecil Saya mengharapkan ke depan pelatihan sejenis ini tetap ada sehingga pemahaman tentang geografi sebagai media pembentuk sikap kosmosentris dapat selalu diperoleh. Pelatihan sejenis ini semestinya juga diberikan kepada teman-teman guru geografi di kawasan lain, sehingga ada kesamaan pandangan tentang pemaknaan terhadap pengembangan kurikulum Sebaiknya guru geografi juga dilengkapi dengan buku-buku yang memuat materi geografi yang berkearifan lokal yang sesuai untuk pembentukan sikap kosmosentris sehingga dapat digunakan sebagai suplemen materi geografi di SMA 39
Alternatif Respon 5 2 3 4 (4)
(5)
(6)
(7)
Lampiran 2 MATERI PELATIHAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM GEOGRAFI BERKEARIFAN LOKAL PADA DAERAH UPLAND DI PROVINSI BALI
Oleh: Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi LPM Undiksha
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013 40
Abstark Kawasan upland di Bali secara ekologi merupakan ekosistem pegunungan yang berfungsi orografis dan klimatologis. Berkembangnya kawasan upland di Bali sebagai daerah objek wisata telah menimbulkan permasalahan dan kerusakan lingkungan. Norma dan nilai masyarakat Bali yang berlandaskan kearifan lokal sepertinya tidak lagi dijadikan sebagai pedoman yang menuntun sikap dan perilaku kehidupannya dalam beraktivitas. Pengembangan kurikulum geografi di sekolah semestinya dapat memiliki peranan konservatif, peranan kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif dengan kearifan lokalnya. Melalui pengembangan kurikulum berkearifan lokal diharapkan ”sikap kosmosentris” akan dapat ditumbuhkan dikalangan siswa sehingga dapat menjaga wilayahnya dari permasalahan dan kerusakan lingkungan. Rasional Kawasan upland di daerah Bali merupakan wilayah bagian hulu (kaja) yang disucikan masyarakat Bali. Kawasan upland ini secara ekologi merupakan ekosistem pegunungan yang memiliki kawasan hutan, kaldera, dan danau yang berfungsi orografis dan klimatologis (sebagai daerah tangkapan dan resapan hujan untuk menjaga kecukupan air wilayah Bali), di samping sebagai sumber plasma nutfah (Raka, 1955). Berkembangnya kawasan upland di daerah Bali sebagai daerah objek wisata telah menimbulkan permasalahan dan kerusakan lingkungan, yang dipandang akan mengancam terutama kecukupan air untuk kepentingan kehidupan masyarakat Bali (Isna, 2007; Nika, 2012). Kekhawatiran tersebut memiliki landasan yang kuat, karena luas lahan kritis di Provinsi Bali telah mencapai sekitar 50% (286.938 ha) dari luas daratan Bali. Dari luas lahan kritis tersebut 8,16% (23.403,3 ha) adalah kawasan hutan yang berada di daerah upland (Dishut Provinsi Bali, 2009). Kerusakan lingkungan juga dialami oleh danau-danau yang ada di Bali. Tim PPLH UNUD tahun 2009 menemukan adanya pencemaran pada semua danau di Bali (Buyan, Tamblingan, Beratan, dan Batur) yang keseluruhan berada di daerah upland, sehingga terjadi penurunan status ”cemar kualitas”, terutama oleh kandungan BOD, COD, Nitrat, Fosfat, dan Cuprum yang telah melebihi baku mutu air. Berdasarkan paparan tersebut memperlihatkan bahwa kearifan lokal yang selama ini telah menjaga lingkungan Bali dari permasalahan dan kerusakan lingkungan sepertinya semakin ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Norma dan nilai masyarakat Bali yang berlandaskan kearifan lokal sepertinya tidak lagi dijadikan sebagai pedoman yang menuntun sikap dan perilaku kehidupannya dalam beraktivitas (Nika, 2012). Kekhawatiran tersebut tidak jauh berbeda seperti yang dikemukakan 41
Gore (1984), bahwa permasalahan lingkungan yang terjadi dewasa ini disebabkan oleh adanya krisis nilai budaya. Manusia sebagai pembentuk peradaban dalam berinteraksi dengan lingkungan yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang komplek telah menempatkan prioritasnya pada kebutuhan dan keinginan manusia sebagai pilihan etis (antroposentris). Sikap manusia angkuh dan sembrono dalam mengeksploitasi sumberdaya alam, yaitu hanya mengikuti ambisi untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan tidak pernah memikirkan dampak yang terjadi dalam jangka panjang. Hal ini membutuhkan aksi terobosan dan perubahan paradigma pembangunan melalui infiltrasi nilai-nilai budaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika tidak, akan mempercepat kerusakan lingkungan dan hancurnya peradaban manusia di bumi. Pengembangan kurikulum semestinya dapat berperan untuk mewariskan, mentransmisikan, dan menafsirkan nilai-nilai sosial dan budaya masa lampau yang tetap eksis dalam masyarakat (peranan konservatif), di samping juga untuk menilai dan memilih nilai-nilai sosial budaya yang akan diwariskan kepada peserta didik berdasarkan kriteria tertentu (peranan kritis dan evaluatif), serta menciptakan dan menyusun kegiatan-kegiatan yang kreatif dan konstruktif sesuai dengan peserta didik dan kebutuhan masyarakat atau peranan kreatif kurikulum (Hamalik, 2007). Berkenaan dengan itu, dituntut kemampuan untuk mengimplementasikan kurikulum yang berkearifan lokal, yaitu sebuah desain kurikulum yang berorientasi pada penyiapan lulusan yang berkearifan lokal. Dalam hal ini dampak kurikulum berkearifan lokal adalah mengharapkan setiap lulusan mampu menampilkan sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang berkembang di masyarakatnya (Kusaeri, 2011). Kurikulum Geografi berkearifan lokal akan membawa budaya lokal yang selama ini tidak selalu mendapat tempat dalam kurikulum ke dalam kurikulum geografi. Melalui kurikulum berkearifan lokal, diharapkan ”sikap kosmosentris” akan dapat ditumbuhkan dikalangan siswa sehingga dapat menjaga wilayahnya dari permasalahan dan kerusakan lingkungan. Pelestarian fungsi lingkungan di kawasan upland Bali sangat juga membutuhkan ”sikap kosmosenstris” tersebut. Untuk itu, dalam menumbuhkan ”sikap kosmosentris”, pengembangan kurikulum berkearifan lokal dipandang sangat memungkinkan karena didukung oleh perundang-undangan yang berlaku. 42
Berdasarkan ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), kebijakan pendidikan yang semula dilakukan secara sentralisasi telah berubah menjadi desentralisasi (otonomi pendidikan). Otonomi pendidikan mengharapkan dapat memberikan keleluasaan pada satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum. Hal tersebut dengan tegas dikemukakan dalam UU Sisdiknas Bab X Pasal 36 Ayat 2 dan 3, bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Dengan demikian, daerah, sekolah, dan guru mempunyai peran sangat menentukan dalam proses pengembangan kurikulum pendidikan, sehingga potensi daerah dapat dikembangkan secara optimal dalam proses penyelenggaraan pendidikan dalam kerangka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini dapat dikatakan pengembangan kurikulum merupakan upaya pemberdayaan masing-masing daerah, sekolah, dan guru untuk mengembangkan potensinya dalam rangka mencapai daya saing bangsa. Pengembangan kurikulum di tingkat daerah dan sekolah akan dicirikan oleh kemampuan masing-masing satuan pendidikan bersangkutan untuk berotonomi, berkompetisi, dan meningkatkan kesehatan organisasinya, dengan berpijak pada potensi wilayah dan sekolahnya masing-masing. Pengembangan kurikulum geografi dalam rangka meningkatkan relevansi program pendidikan dengan lokalitas setempat semestinya dapat dicapai melalui pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dengan melibatkan peran serta stakeholders. Hal tersebut seperti telah dikemukakan sangat mungkin dilakukan dalam era otonomi pendidikan dengan berpedoman pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Implementasi kurikulum berkearifan lokal menjadikan lingkungan belajar akan berubah menjadi lingkungan yang menyenangkan bagi guru dan peserta didik karena dapat berpartisipasi aktif berdasarkan budaya yang sudah mereka kenal sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang optimal (Sardjiyo dan Pannen, 2005). Dengan pengimplementasian kurikulum berkearifan lokal, pembelajaran Geografi yang dilakukan akan menjadi lebih bermakna (meaningful learning).
43
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan, memperlihatkan bahwa guru-guru geografi pada daerah upland di Propinsi Bali (tampaknya juga pada daerah lowland) belum
pernah
mendapatkan
pendidikan
dan
latihan,
atau
kursus
untuk
mengembangkan kurikulum berkearifan lokal, apalagi dalam rangka pembentukan sikap kosmosentris siswa. Belum banyak ditemukan usaha dalam pengembangan kurikulum Geografi SMA yang mengarah pada pengakomodasian kearifan lokal daerah Bali, sehingga akan sangat berdampak terhadap hasil belajar siswa yang berkenaan dengan pembentukan sikap kosmosentris yang menjadi karakter masyarakat Bali. Berangkat dari permasalahan tersebut, dipandang penting diadakan pelatihan pengembangan kurikulum berkearifan lokal sehingga diharapkan nantinya bisa lebih memiliki kemampuan dalam mengimplementasi-kannya terutama dalam wujud Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam usaha membentuk sikap kosmosentris siswa.
Pengembangan Kurikulum 1. Makna Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses perencanaan yang kompleks mulai dari penilaian kebutuhan, identifikasi hasil-hasil belajar yang diharapkan, serta persiapan pembelajaran untuk mencapai tujuan dan pemenuhan kebutuhan budaya, sosial dan personal (Hamalik, 2007). Pengembangan kurikulum secara sederhana akan berkenaan dengan kegiatan menghasilkan kurikulum; proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum dengan komponen lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik dan sesuai; serta kegiatan penyusunan, pelaksanaan, dan penyempurnaan kurikulum (Hamalik, 2007; Dakir 2010; Sanjaya, 2010). Dengan demikian berarti pengembangan kurikulum dapat mencakup kegiatan untuk mengembangan kurikulum baru (curriculum development) atau kegiatan untuk melengkapi kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement). Pengembangan kurikulum yang berkenaan dengan kegiatan penyusunan, pelaksanaan, dan penyempurnaan kurikulum, lebih bermakna sebagai pengembangan kurikulum yang sudah ada untuk dikembangkan (curriculum improvement), bukan kegiatan dari tidak ada kurikulum kemudian menghasilkan kurikulum atau menggantikan kurikulum lama dengan kurikulum baru (curriculum development).
44
Otonomi pendidikan yang diberikan sejalan dengan otonomi daerah menyebabkan pengembangan kurikulum wajib dilakukan oleh setiap satuan pendidikan.
Dalam era otonomi pendidikan, untuk kurikulum bidang studi/mata
pelajaran guru adalah pengembang kurikulum (Mulyasa, 2010; Dakir, 2010). Melalui otonomi pendidikan diharapkan pengembangan kurikulum yang terjadi dapat mengakomodasi kepentingan daerah dengan tetap dalam bingkai standar nasional pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum dapat bermakna luas maupun sempit. Kurikulum dalam makna yang luas adalah sebagai rencana dan pengetahuan yang memuat sejumlah mata pelajaran yang diberikan untuk menghasilkan lulusan tertentu. Kurikulum dalam makna sempit adalah sebagai rencana dan pengetahuan yang berupa mata pelajaran yang diberikan dalam rangka menghasilkan kompetensi tertentu dalam lingkup satu jenis dan jenjang sekolah yang lebih dikenal dengan kurikulum bidang studi/mata pelajaran, seperti kurikulum mata pelajaran geografi, kurikulum mata pelajaran ekonomi, dan kurikulum mata pelajaran sejarah. Pengembangan kurikulum dalam makna sempit, akan dapat mencakup tiga kegiatan, yaitu kegiatan menghasilkan kurikulum mata pelajaran, proses mengaitkan satu komponen kurikulum dengan komponen lainnya dalam lingkup mata pelajaran bersangkutan untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik dan sesuai, serta kegiatan penyusunan, pelaksanaan, dan penyempurnaan kurikulum mata pelajaran. Berdasarkan yang digariskan oleh BSNP dalam mengembangkan kurikulum, prinsipprinsip yang ditekankan adalah berpusat pada peserta didik secara berkesinambungan dan bersifat holistik, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dan daerah. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dengan tetap memperhatikan kepentingan daerah, berarti memberikan ruang pada kepentingan daerah untuk diakomodasikan dalam pengembangan kurikulum. Kearifan lokal merupakan kepentingan daerah yang penting terakomodasi dalam pengembangan kurikulum terutama dalam pembentukan perilaku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional tanpa mengabaikan lokalitas daerah. Kearifan lokal adalah bagian dari kebudayaan atau bagian dari sistem pengetahuan tradisional yang mencakup dimensi potensi budaya (unsur tangible dan intangible), dimensi metode dan pendekatan (mengedepankan kearifan dan kebijaksanaan), serta dimensi arah dan tujuan (menekankan harmoni, keseimbangan dan keberlanjutan) yang sudah 45
mentradisi dalam suatu masyarakat sebagai bagian dari kehidupannya. Bentuk kearifan lokal secara lebih operasional umumnya dijumpai dalam wujud Idiologi dan tradisi lokal, hubungan jaringan sosial, institusi-institusi sosial.
2. Pengembangan Materi Geografi SMA yang Kosmosentris National Research Council (1997) mengemukakan, bahwa geografi mempunyai tiga macam kontribusi yaitu: (a) pemahaman yang lebih baik tentang permukaan bumi sebagai habitat manusia dan memperluas temuan dari pengetahuan lainnya, (b) memberikan alat untuk mengkaji validitas dari suatu konsep tertentu yang dikembangkan oleh ilmu pengetahuan lain dengan mengaplikasikannya dalam tempat tertentu, dan (c) memberikan perspektif terhadap pencerahan isu-isu yang terkait dengan permasalahan kebijakan publik atau swasta. Sejalan dengan kontribusi tersebut, Sumaatmadja (2001) mengemukakan, ruang lingkup dalam kajian Geografi mencakup: (a) alam lingkungan yang menjadi sumberdaya bagi kehidupan manusia; (b) penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya; (c) interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi; dan (d) kesatuan regional yang merupakan perpaduan matra darat, perairan, dan udara di atasnya. Jika memperhatikan kurikulum geografi yang dikembangkan selama ini (KBK, KTSP, Kurikulum 2013) untuk jenjang dan jenis Sekolah Menengah Atas (SMA), pada hakekatnya pembelajaran geografi ditujukan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan; 2) Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi,
mengkomunikasikan
dan
menerapkan
pengetahuan
geografi;
3)
Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat. Berpijak pada tujuan tersebut, sebagai mata pelajaran di SMA ruang lingkup geografi meliputi aspek-aspek: 1) Konsep dasar, pendekatan, dan prinsip dasar Geografi; 2) Konsep dan karakteristik dasar serta dinamika unsur-unsur geosfer yang mencakup litosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer serta pola persebaran spasialnya; 3) Jenis, karakteristik, potensi, persebaran spasial Sumber 46
Daya Alam (SDA) dan pemanfaatannya; 4) Karakteristik, unsur-unsur, kondisi (kualitas) dan variasi spasial lingkungan hidup, pemanfaatan dan pelestariannya; 5) Kajian wilayah negara-negara maju dan sedang berkembang; 6) Konsep wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya serta fungsi dan manfaatnya dalam analisis geografi; dan 7) Pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk beluk dan pemanfaatan peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra penginderaan jauh. Memperhatikan tiga macam kontribusi geografi yang dikemukakan National Research Council (1997), tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran geografi SMA yang telah dikemukakan, serta mengacu pada Kompetensi Dasar yang dikembangkan dalam kurikulum, dapat dikemukakan bahwa fokus lingkup materi yang terkait langsung dengan pembentukan sikap kosmosentris yang dapat dikembangkan sebagai suplemen pada Kurikulum Geografi SMA (Kurikulum 2013), adalah sebagai berikut. (1) Manusia sebagai bagian dari alam semesta (Kelas X: KD 2.2); (2) Peduli permasalahan lingkungan hidup (Kelas XI: KD 2.1); (3) Mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup (Kelas XI: KD 2.2; 2.3); (4) Kearifan memanfaatkan sumber daya alam (Kelas XI: KD 3.4; 3.5); dan (5) Wilayah dan pewilayahan (Kelas XII: KD 3.5). Berkenaan dengan kearifan lokal yang sesuai dengan fokus lingkup materi dalam pembentukan sikap kosmosentris tersebut, dibutuhkan pembahasan yang lebih mendalam melalui diskusi. Melalui diskusi yang dilakukan diharapkan tercapai kesepakatan mengenai materi kearifan lokal bersangkutan (bahan diskusi disertakan tersendiri). Namun demikian, secara sederhana dapat dikemukakan mengenai kearifan lokal yang kosmosenstris bersangkutan sebagaimana tabel berikut.
Tabel 01. Materi Kosmosentris Sebagai Materi Suplemen dalam Pembelajaran Geografi SMA Materi Kosmosentris No Fokus Materi Geografi Kearifan Lokal Manusia sebagai bagian dari alam 1. Kearifan Lokal semesta 2. Kosmosentris 1 3. Tri Hita Karana 4. Tri Angga Peduli permasalahan lingkungan 1. Prenata Mangsa dan Kerta Mangsa 2 hidup 2. Kaja Kelod 47
3 4 5
Mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup Kearifan memanfaatkan sumber daya alam Wilayah dan pewilayahan
3. 4. 1. 2. 1. 2. 1. 2.
Tumpek Kandang dan Tumpek Uye Sugihan Sad Kertih Nangluk Merana Pedewasan Subak Tri Mandala Sanga Mandala
3. Pembelajaran dalam Pembentukan Sikap Kosmosentris Terdapat lima pendekatan yang bisa digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan bidang studi (pendekatan subyek atau disiplin ilmu), pendekatan interdispliner, pendekatan rekonstruksionisme, pendekatan humanistik, pendekatan accountability, dan pendekatan pembangunan nasional (Nasution, 1995). Pendekatan bidang studi menggunakan bidang studi sebagai dasar organisasi kurikulum. Sedangkan pendekatan intedispliner, mendobrak tembok pemisah yang dibuat antara berbagai mata pelajaran dengan alasan kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin ilmu, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner. Pedekatan rekonstrusionisme, memfokuskan kurikulum pada masalahmasalah penting yang dihadapi dalam masyarakat seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, interdepedensi global, malapetaka akibat teknologi, dan lain-lain. Sedangkan pendekatan humanistik, pada hakekatnya pengembangan kurikulum dilakukan dengan berpusat pada siswa (student centered) dan mengutamakan efektif siswa sebagai prasyarat dan bagian integral dari proses belajar. Pentingnya pendekatan humanistik dalam pengembangan kurikulum dilandasi oleh asumsi-asumsi sebagai berikut (Nasution, 1995): (1) Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya; (2) Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya; (3) Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling mempercayai, saling membantu, saling memperdulikan dan bebas dari ketegangan yang berlebihan; (4) Guru berperan sebagai fasilitator belajar member tanggung jawab kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap “apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar; (5) Kepeduliah siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam 48
penguasaan bahan pelajaran itu; dan (6) Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga diri. Berkenaan dengan itu, pendekatan yang lebih memungkinkan dalam pembelajaran untuk membentuk sikap kosmosentris adalah pendekatan konstruktivis yang humanistik.
Dalam hal ini tekanan yang dilakukan dalam pembelajaran
difokuskan pada masalah-masalah penting yang dihadapi masyarakat dengan pengembangannya berpusat pada siswa (student centered). Melalui pendekatan tersebut siswa akan dapat membangun sikap kosmosentrisnya untuk memberikan solusi pada permasalahan yang dihadapi masyarakat, terutama di lingkungannya.
Penutup Apa yang tersajikan dalam materi pelatihan ini bersifat fleksibel. Artinya Bapak/Ibu guru dapat melakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing yang menjadi lingkungan siswa. Berkenaan dengan itu, peran Bapak/Ibu guru dalam melakukan inovasi dalam pengembangan kurikulum berkearifan lokal sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA Hamalik, Omar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Kusaeri, Ahmad. 2011. Menggagas Kurikulum Berbasis Budaya. http://www. klubguru.com/2-. diakses 15 Oktober 2011
Mulyasa, H.E. 2010. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. National Research Council. 1970. The Science of Geography. Report of the Ad hoc Committee on Geography. Washington D.C: The Academy Sardjiyo dan Pannen, Paulina. 2005. Pembelajaran berbasis Budaya: Model Inovasi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal Pendidikan Vol.6 No.2. September 2005: 83-98. Subagia, I Wayan dan Wiratma, I Gusti Lanang, 2008. Penerapan Model Siklus Berbasis Tri Pramana pada Pembelajaran Sains di Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha Vol 41 No. 2Th II.I, April 2008: Sukadi, 2006. Pendidikan IPS sebagai Rekonstruksi Pengalaman Budaya Berbasis Tri Hita Karana (Studi Etnografi tentang Pengaruh Masyarakat terhadap 49
Program Pendidikan IPS di SMA Negeri I Ubud). Disertasi (tidak dipublikasi). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tilaar, H.A.R. 2001. Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Menyongsong Indonesia Baru. Jakarta: PT. Grasindo.
50
Lampiran 3 BAHAN DISKUSI
PENGEMBANGAN MATERI GEOGRAFI BERKEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN SIKAP KOSMOSENTRIS
Oleh: Tim P2M Jurusan Pendidikan Geografi LPM Undiksha
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013 51
KRONOLOGIS PENGEMBANGAN MATERI
National Research Council (1997) mengemukakan, bahwa geografi mempunyai tiga macam kontribusi yaitu: (a) pemahaman yang lebih baik tentang permukaan bumi sebagai habitat manusia dan memperluas temuan dari pengetahuan lainnya, (b) memberikan alat untuk mengkaji validitas dari suatu konsep tertentu yang dikembangkan oleh ilmu pengetahuan lain dengan mengaplikasikannya dalam tempat tertentu, dan (c) memberikan perspektif terhadap pencerahan isu-isu yang terkait dengan permasalahan kebijakan publik atau swasta. Sumaatmadja (2001) mengemukakan, ruang lingkup dalam kajian Geografi mencakup: (a) alam lingkungan yang menjadi sumberdaya bagi kehidupan manusia; (b) penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya; (c) interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi; dan (d) kesatuan regional yang merupakan perpaduan matra darat, perairan, dan udara di atasnya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maupun Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), untuk jenjang dan jenis Sekolah Menengah Atas (SMA), pembelajaran geografi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan; 2) Menguasai
keterampilan
dasar
dalam
memperoleh
data
dan
informasi,
mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi; 3) Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat. Berdasarkan tujuan tersebut, sebagai mata pelajaran di SMA ruang lingkup geografi meliputi aspek-aspek: 1) Konsep dasar, pendekatan, dan prinsip dasar Geografi; 2) Konsep dan karakteristik dasar serta dinamika unsur-unsur geosfer yang mencakup litosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer serta pola persebaran spasialnya; 3) Jenis, karakteristik, potensi, persebaran spasial Sumber Daya Alam (SDA) dan pemanfaatannya; 4) Karakteristik, unsur-unsur, kondisi (kualitas) dan variasi spasial lingkungan hidup, pemanfaatan dan pelestariannya; 5) Kajian wilayah negara-negara maju dan sedang berkembang; 6) Konsep wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya serta fungsi dan manfaatnya dalam analisis
52
geografi; dan 7) Pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk beluk dan pemanfaatan peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra penginderaan jauh. Adapun Kompetensi Dasar yang dikembangkan dalam kurikulum geografi SMA (Kurikulum 2013) adalah sebagai berikut. Kelas X Kompetensi Inti: 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
Kompetensi Dasar: 1.1 Menghayati keadaan alam semesta beserta isinya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa 1.2 Mensyukuri penciptaan bumi tempat kehidupan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Pengasih 1.3 Mensyukuri keberadaan diri sebagai warga negara Indonesia dengan pola pikir dan tindak dengan menun-jukkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa Kompetensi Inti: 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia 2.1 Mengembangkan perilaku proaktif dalam mempelajari peran geografi dalam kehidupan 2.2 Menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab sebagai makhluk bagian dari alam semesta 2.3 Mengembangkan perilaku responsif terhadap masalah yang ditimbulkan oleh dinamika litosfer, atmosfer dan hidrosfer Kompetensi Inti: 3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah Kompetensi Dasar: 3.1 Memahami pengetahuan dasar geografi dengan contoh kehidupan sehari-hari 3.2 Memahami dinamika tata surya serta pengaruhnya terhadap kehidupan 3.3 Memahami dinamika planet bumi sebagai ruang kehidupan 3.4 Menganalisis dinamika litosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan 3.5 Menganalisis dinamika atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan 3.6 Menganalisis dinamika hidrosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan 3.7 Mengevaluasi tindakan yang tepat dalam mitigasi bencana alam Kompetensi Inti: 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan Kompetensi Dasar: 4.1 Menyusun karya tulis berdasarkan hasil observasi gejala litosfer, atmosfer, atau 53
hidrosfer di lingkungan sekitar dengan pendekatan geografi 4.2 Menyajikan karya tulis gejala litosfer, atmosfer, dan hidrosfer dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi Kelas XI
Kompetensi Inti: 1. Menhayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya Kompetensi Dasar: 1.1 Menghayati keragaman sumber daya alam sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa 1.2 Mensyukuri keragaman sumber daya alam di Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang maha Pengasih Kompetensi Inti: 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia Kompetensi Dasar: 2.1 Menunjukkan perilaku peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup di Indonesia dan dunia 2.2 Menunjukkan sikap responsif dalam mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup 2.3 Menunjukkan sikap tanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar Kompetensi Inti: 3. Memahami, menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalamilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah Kompetensi Dasar: 3.1 Menganalisis sebaran flora dan fauna di Indonesia dan dunia 3.2 Menganalisis sebaran barang tambang di Indonesia. 3.3 Menganalisis dinamika dan masalah kependudukan serta sumber daya manusia di Indonesia 3.4 Menganalisis kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alam dalam kegiatan pertanian, pertambangan, industri, dan jasa 3.5 Mengevaluasi tindakan yang tepat dalam pelestarian lingkungan hidup kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan Kompetensi Inti: 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan Kompetensi Dasar: 4.1 Menyusun laporan observasi tentang masalah kependudukan dan lingkungan sekitar dengan memperhatikan prinsip-prinsip geografi 4.2 Mengkomunikasikan masalah kependudukan dan lingkungan secara verbal dan 54
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi Kelas XII
Kompetensi Inti: 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya Kompetensi Dasar: 1.1 Menghayati perbedaan potensi wilayah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa 1.2 Mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Pengasih atas adanya kerjasama antar wilayah dalam memenuhi kebutuhan manusia Kompetensi Inti: 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah ling-kungan, gotong royong, kerja-sama, cinta damai, responsif dan proaktif), menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa, serta memosisikan diri sebagai agen transformasi masyarakat dalam membangun peradaban bangsa dan dunia Kompetensi Dasar: 2.1 Menunjukkan sikap proaktif dalam pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk menganalisis gejala geosfer 2.2 Menunjukkan perilaku jujur dan bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi geografis melalui peta tematik dan Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.3 Menunjukkan perilaku peduli terhadap dampak kerjasama antara wilayah desa dan kota 2.4 Menunjukkan perilaku cinta damai dalam membangun kerjasama antar pusatpusat pertumbuhan di dunia Kompetensi Inti: 3. Memahami, menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah Kompetensi Dasar: 3.1 Menganalisis citra penginderaan jauh untuk perencana-an tata guna lahan dan transportasi antar pulau 3.2 Memahami dasar-dasar pemetaan dan Sistem Informasi Geografis (SIG) 3.3 Menganalisis pola persebaran dan interaksi spasial antara desa dan kota 3.4 Menganalisis kondisi geografis Indonesia untuk ketahanan pangan nasional, penyediaan bahan industri, dan energi alternatif 3.5 Menganalisis konsep wilayah dan pewilayahan dalam perencanaan pembangunan wilayah di Indonesia 3.6 Menganalisis kondisi geografis negara maju dan negara berkembang untuk terjalinnya hubungan yang saling menguntungkan Kompetensi Inti: 4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu mengguna-kan metoda sesuai kaidah keilmuan Kompetensi Dasar: 4.1 Menginterpretasi peta dan citra penginderaan jauh sesuai konsep, prinsip, dan 55
pendekatan geografi 4.2 Membuat dan menyajikan peta tematik dan SIG 4.3 Mengkomunikasikan laporan hasil analisis kondisi geografis Indonesia dalam konteks wawasan nusantara 4.4 Membuat rancangan kerjasama saling menguntungkan antara negara maju dan negara berkembang Memperhatikan tiga macam kontribusi geografi yang dikemukakan National Research Council (1997), tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran geografi SMA yang telah dikemukakan, serta mengacu pada Kompetensi Dasar yang dikembangkan dalam Kurikulum 2013, dapat dikemukakan bahwa fokus lingkup materi yang terkait langsung dengan pembentukan sikap kosmosentris yang dapat dikembangkan sebagai suplemen pada Kurikulum Geografi SMA (Kurikulum 2013), adalah sebagai berikut: (1) Manusia sebagai bagian dari alam semesta (Kelas X: KD 2.2); (2) Peduli permasalahan lingkungan hidup (Kelas XI: KD 2.1); (3) Mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup (Kelas XI: KD 2.2; 2.3); (4) Kearifan memanfaatkan sumber daya alam (Kelas XI: KD 3.4; 3.5); dan (5) Wilayah dan pewilayahan (Kelas XII: KD 3.5) Berdasarkan fokus lingkup materi yang terkait langsung dengan pembentukan sikap kosmosentris, dapat dikembangkan Kompetensi Dasar dan materi berkearifan lokal yang bersifat kosmosentris untuk masing-masing kelas seperti berikut. Kelas XI Kompetensi Dasar: 1.1 Menghayati keadaan alam semesta beserta isinya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa 1.2 Mensyukuri penciptaan bumi tempat kehidupan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Pengasih 1.3 Mensyukuri keberadaan diri sebagai warga negara Indonesia dengan pola pikir dan tindak dengan menunjukkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa Suplemen Kompetensi Dasar Berkearifan Lokal: 1.1 Menghayati konsepsi kosmosentris sebagai wujud syukur kehadapan Tuhan Sang Pencipta alam beserta isinya Suplemen Materi Geografi Berkearifan Lokal (Kosmosentris): 1. Kearifan Lokal 2. Kosmosentris Kompetensi Dasar: 2.1 Mengembangkan perilaku proaktif dalam mempelajari peran geografi dalam kehidupan 2.2 Menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab sebagai makhluk bagian dari alam semesta 2.3 Mengembangkan perilaku responsif terhadap masalah yang ditimbulkan oleh dinamika litosfer, atmosfer dan hidrosfer 56
Suplemen Kompetensi Dasar Berkearifan Lokal: 2.1 Mengimplementasikan idiologi Tri Hita Karana dalam menjaga harmonisasi hubungan manusia dengan alam semesta 2.2 Menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab sebagai makhluk bagian dari alam melalui konsep Tri Angga, Suplemen Materi Geografi Berkearifan Lokal (Kosmosentris): 1. Tri Hita Karana 2. Tri Angga Kompetensi Dasar: 3.1 Memahami pengetahuan dasar geografi dengan contoh kehidupan sehari-hari 3.2 Memahami dinamika tata surya serta pengaruhnya terhadap kehidupan 3.3 Memahami dinamika planet bumi sebagai ruang kehidupan 3.4 Menganalisis dinamika litosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan 3.5 Menganalisis dinamika atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan 3.6 Menganalisis dinamika hidrosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan 3.7 Mengevaluasi tindakan yang tepat dalam mitigasi bencana alam Suplemen Kompetensi Dasar Berkearifan Lokal: 3.1 Memahami prenatamangsa sebagai dinamika tata surya dan pengaruhnya terhadap kehidupan 3.2 Memahami kerta masa dan implementasinya dalam kehidupan Suplemen Materi Geografi Berkearifan Lokal (Kosmosentris): 1. Prenata Mangsa 2. Kerta Mangsa Kompetensi Dasar: 4.1 Menyusun karya tulis berdasarkan hasil observasi gejala litosfer, atmosfer, atau hidrosfer di lingkungan sekitar dengan pendekatan geografi 4.2 Menyajikan karya tulis gejala litosfer, atmosfer, dan hidrosfer dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi Kelas XI Kompetensi Dasar: 1.1 Menghayati keragaman sumber daya alam sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa 1.2 Mensyukuri keragaman sumber daya alam di Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Pengasih Suplemen Kompetensi Dasar Berkearifan Lokal: 1.1 Menghayati konsep kaja-kelod dalam mensyukuri sumber daya alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Pengasih Suplemen Materi Geografi Berkearifan Lokal (Kosmosentris): 1. Kaja Kelod Kompetensi Dasar: 2.1 Menunjukkan perilaku peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup di Indonesia dan dunia 2.2 Menunjukkan sikap responsif dalam mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup 2.3 Menunjukkan sikap tanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar Suplemen Kompetensi Dasar Berkearifan Lokal: 2.1 Menjadikan esensi tumpek kandang dan tumpek uduh/tumpek pengatag sebagai konsep pembentukan perilaku peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup 57
2.2 Menjadikan esensi Sad Kertih sebagai pengembangan perilaku responsif dalam mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup 2.3 Mengembangan sikap tanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar melalui pemahaman terhadap esensi dari nangluk merana Suplemen Materi Geografi Berkearifan Lokal (Kosmosentris): 1. Sad Kertih 2. Tumpek Kandang dan Tumpek Uduh 3. Nangluk Merana Kompetensi Dasar: 3.1 Menganalisis sebaran flora dan fauna di Indonesia dan dunia 3.2 Menganalisis sebaran barang tambang di Indonesia. 3.3 Menganalisis dinamika dan masalah kependudukan serta sumber daya manusia di Indonesia 3.4 Menganalisis kearifan dalam pemanfaatan sumber daya alam dalam kegiatan pertanian, pertambangan, industri, dan jasa 3.5 Mengevaluasi tindakan yang tepat dalam pelestarian lingkungan hidup kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan Suplemen Kompetensi Dasar Berkearifan Lokal: 3.1 Mengevaluasi tindakan yang tepat dalam memanfaatkan sumberdaya alam dengan mempertimbangkan ala ayuning dewasa 3.2 Menganalisis Subak sebagai kearifan dalam memanfaatkan sumber daya air untuk kegiatan pertanian Suplemen Materi Geografi Berkearifan Lokal (Kosmosentris): 1. Ala Ayu-ning Dewasa 2. Subak Kompetensi Dasar: 4.1 Menyusun laporan observasi tentang masalah kependudukan dan lingkungan sekitar dengan memperhatikan prinsip-prinsip geografi 4.2 Mengkomunikasikan masalah kependudukan dan lingkungan secara verbal dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi Kelas XII Kompetensi Dasar: 1.1 Menghayati perbedaan potensi wilayah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa 1.2 Mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Pengasih atas adanya kerjasama antar wilayah dalam memenuhi kebutuhan manusia Suplemen Kompetensi Dasar Berkearifan Lokal: 1.1 Menghayati esensial perayaan Sugihan (Sugihan Jawa dan Sugihan Bali) sebagai rasa syukur terhadap karunia Tuhan Yang Maha Pengasih atas adanya kerjasama antar wilayah dalam memenuhi kebutuhan manusia Suplemen Materi Geografi Berkearifan Lokal (Kosmosentris): 1. Sugihan Kompetensi Dasar: 2.1 Menunjukkan sikap proaktif dalam pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk menganalisis gejala geosfer 2.2 Menunjukkan perilaku jujur dan bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi geografis melalui peta tematik dan Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.3 Menunjukkan perilaku peduli terhadap dampak kerjasama antara wilayah desa dan kota 58
2.4 Menunjukkan perilaku cinta damai dalam membangun kerjasama antar pusatpusat pertumbuhan di dunia Suplemen Kompetensi Dasar Berkearifan Lokal: 2.1 Mengembangkan perilaku peduli sosial melalui pengimplementasian hubungan Nyama Braya Suplemen Materi Geografi Berkearifan Lokal (Kosmosentris): 1. Nyama Braya Kompetensi Dasar: 3.1 Menganalisis citra penginderaan jauh untuk perencanaan tata guna lahan dan transportasi antar pulau 3.2 Memahami dasar-dasar pemetaan dan Sistem Informasi Geografis (SIG) 3.3 Menganalisis pola persebaran dan interaksi spasial antara desa dan kota 3.4 Menganalisis kondisi geografis Indonesia untuk ketahanan pangan nasional, penyediaan bahan industri, dan energi alternatif 3.5 Menganalisis konsep wilayah dan pewilayahan dalam perencanaan pembangunan wilayah di Indonesia 3.6 Menganalisis kondisi geografis negara maju dan negara berkembang untuk terjalinnya hubungan yang saling menguntungkan Suplemen Kompetensi Dasar Berkearifan Lokal: 3.1 Menganalisis konsep wilayah dan pewilayahan dalam perencanaan pembangunan wilayah dengan konsep Tri Mandala dan Sanga Mandala 3.2 Menganalisis Desa Pekraman sebagai wujud implementasi konsep wilayah dan pewilayahan di Bali Suplemen Materi Geografi Berkearifan Lokal (Kosmosentris): 1. Tri Mandala dan Sanga Mandala 2. Desa Pekraman Kompetensi Dasar: 4.1 Menginterpretasi peta dan citra penginderaan jauh sesuai konsep, prinsip, dan pendekatan geografi 4.2 Membuat dan menyajikan peta tematik dan SIG 4.3 Mengkomunikasikan laporan hasil analisis kondisi geografis Indonesia dalam konteks wawasan nusantara 4.4 Membuat rancangan kerjasama saling menguntungkan antara negara maju dan negara berkembang
59
Lampiran 4
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Identitas Sekolah Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Kelas/Semester Alokasi Waktu
: Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA N) : Manusia sebagai bagian dari alam semesta : Tri Hita Karana : Kelas X/Semester I : 2 x 45 menit
A. Tujuan Pembelajaran: Memahami Tri Hita Karana sebagai idiologi yang memandang manusia adalah bagian dari alam semesta, sehingga menyadari bahwa tindakan yang merusak lingkungan berarti tindakan yang akan merusak kehidupan manusia itu sendiri. B. Kompetensi Dasar 2.2 Menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab sebagai makhluk bagian dari alam semesta. C. Indikator 1. Menjelaskan makna THK 2. Mendiskripsikan bagian-bagian THK 3. Memberikan contoh wujud THK dalam kehidupan D. Materi Pembelajaran 1. Materi: 1.1 Konsep Dasar Tri Hita Karana 1.2 Bagian-Bagian Tri Hita Karana 1.3 Penerapan Tri Hita Karana dalam Kehidupan 2. Kemampuan yang Dikembangkan: 2.1 Sikap: Percaya diri, Disiplin, Kerja sama 2.2 Keterampilan: Mengimplementasikan suatu konsep dalam kehidupan Mengidentifikasi diri sebagai bagian dari alam semesta 2.3 Pengetahuan: Konsepsi Tri Hita Karana E. Metode Pembelajaran 1. Pendekatan pembelajaran 2. Metode pembelajaran
: konstruktivis : Diskusi
F. Media Pembelajaran 1. Peta Bali 2. Power point 60
G. Sumber Belajar 1. Buku teks geografi yang relevan 2. Diktat Tri Hita Karana H. Langkah-Langkah Pembelajaran 1. Pendahuluan (15 menit) 1.1 Pada awal pelajaran, guru menyampaikan salam. 1.2 Guru menjelaskan pada siswa pentingnya THK dalam kehidupan 1.3 Guru menyampaikan tujuan dan model pembelajaran yang akan diterapkan 1.4 Guru membagi siswa menjadi 3 kelompok 1.5 Masing-masing kelompok diberikan bahan diskusi 2. Kegiatan Inti (65 menit) 2.1 Masing-masing kelompok melakukan diskusi yang difokuskan pada tiga hal, yaitu pemahaman konsep THK, menjabarkan bagian-bagian THK, dan memberikan contoh THK dalam kehidupan nyata. 2.2 Guru bertindak sebagai fasilitator dan memantau jalannya diskusi 2.3 Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusinya 2.4 Kelompok lain dipersilahkan untuk memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi yang dipresentasikan suatu kelompok 2.5 Guru mengatur diskusi (moderator) untuk menentukan siswa yang memberikan tanggapan dan anggota kelompok penyaji yang mesti memberikan klarifikasi atau jawaban. 2.6 Setelah semua kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, masingmasing kelompok dipersilahkan untuk membuat kesimpulan berdasarkan masukkan yang telah diberikan oleh kelompok lain 2.7 Guru memberikan penguatan pada hasil penyempurnaan hasil diskusi kelompok 3. Penutup (10 menit) 3.1 Guru mempersilahkan masing-masing kelompok membacakan hasil kesimpulan yang telah disempurnakan dan tiap penyampaiaan hasil kesimpulan kelompok lain diminta untuk memberikan apresiasi dalam wujud tepuk tangan. 3.2 Guru menyimpulkan apa yang telah dihasilkan dari diskusi 3.3 Guru menutup pelajaran dengan memberikan tugas dan mengakhiriinya dengan salam. I. PENILAIAN 1. Teknik Penilaian : Unjuk kerja dan Tes 2. Instrumen Penilaian : 2.1 Tes Jelaskan dengan singkat apa makna dari THK! Diskripsikanlah bagian-bagian THK sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya! Berikanlah satu contoh wujud THK dalam kehidupan anak sehari-hari! 61
Perhitungan nilai tes: Bobot soal adalah 1 untuk soal 1, 2 untuk soal 2 dan 3. Skor untuk masing-masing soal adalah 2. Skor yang diperoleh siswa adalah bobot x skor. Sedangkan skor ideal yang dapat diperoleh siswa adalah 10 (1 x 2 + 2 x 2 + 2 x 2). sehingga nilai yang diperoleh masing-masing siswa diperhitungkan dengan formula,
2.2 Unjuk Kerja dalam bentuk Penilaian Rubrik Diskusi dan Sikap Penilaian 1: Rubrik Diskusi Aspek Penilaian Baik Isi pembicaraan menginspirasi teman. Partisipasi (menyampaikan Selalu mendukung dan memimpin saat ide, perasaan, diskusi. pikiran) 3 Menyampaikan Keruntutan pemikiran secara dalam menyampaikan runtut dari awal hingga akhir. pemikiran 3
Kesungguhan dalam diskusi
Selalu sungguhsungguh mendengarkan pada saat teman berbicara.
3 Membawa kelengkapan materi Kesiapan dalam diskusi sesuai dengan diskusi petunjuk 3
Kriteria Cukup
Kurang
Berbicara dan menerangkan secara rinci, merespons sesuai dengan topik.
Jarang berbicara selama proses diskusi berlangsung.
2 Menyampaikan pemikiran secara runtut, tetapi belum konsisten. 2 Mendengarkan teman yang berbicara namun sesekali masih berbicara di luar konteks dengan teman 2 Membawa kelengkapan materi diskusi tidak sesuai petunjuk 2
1 Belum dapat menyampaikan pemikiran secara runtut. 1 Tidak mendengarkan teman yang sedang berbicara 1 Tidak membawa kelengkapan materi diskusi 1
Rumus perhitungan penilaian sebagai berikut: Jumlah skor yang diperoleh siswa/Skor Ideal (100) Keterangan: Jumlah skor yang diperoleh siswa adalah jumlah skor yang diperoleh siswa dari kriteria 1 sampai dengan kriteria 3. 62
Skor ideal adalah perkalian dari banyaknya kriteria dengan skor tertinggi. Pada contoh ini, skor ideal = 3 X 4 = 12.
Penilaian 2: Rubrik Pengamatan Sikap No 1 2 3
Kriteria
Tahap Perkembangan Karakter BT (1) MT (2) MB (3) SB (4)
Percaya Diri Disiplin Kerjasama
Keterangan : BT: Belum Terlihat, apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda- tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (Tahap Anomi). MT: Mulai Terlihat, apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (Tahap Heteronomi). MB: Mulai Berkembang, apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap Sosionomi). SM: Sudah Membudaya, apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran dan mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (Tahap Autonomi).
Banjar Beneng, 14 Oktober 2013 Guru Kelas,
Kelompok I
63
Lampiran Rekapitulasi Nilai Unjuk Kerja No
Nama Siswa
1
2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
64
Kriteria 3
4
5
Total
Rekapitulasi Nilai Sikap Siswa No
Nama Siswa
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
65
Kriteria 2
3
Total
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Identitas Sekolah Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Kelas/Semester Alokasi Waktu J.
: Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA N) : Iklim dan Peduli permasalahan lingkungan hidup : Kaja-Kelod : Kelas XI/Semester I : 2 x 45 menit
Tujuan Pembelajaran: Memahami konsepsi kaja-kelod sebagai landasan perilaku peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup di Bali
K. Kompetensi Dasar 3.1 Menunjukkan perilaku peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup di Indonesia dan dunia L. Indikator 1. Mendiskripsikan konsepsi kaja-kelod 2. Menggambarkan kaja-kelod untuk skala makro, meso, dan mikro 3.
Materi Pembelajaran 3. Materi: 3.1 Konsep Dasar Kaja-Kelod 3.2 Bagian-Bagian Kaja-Kelod 3.3 Kaja-Kelod dalam Skala Makro (Bali) 3.4 Kaja-Kelod dalam Skala Meso 3.5 Kaja-Kelod dalam Skala Mikro 4. Kemampuan yang Dikembangkan: 4.1 Sikap: Percaya diri, Disiplin, Kerja sama 4.2 Keterampilan: Mengimplementasikan suatu konsep dalam kehidupan Membiasakan diri dengan konsep kaja (luan) – kelod (teben) 4.3 Pengetahuan: Konsepsi Kaja-kelod
4.
Metode Pembelajaran 3. Pendekatan pembelajaran 4. Metode pembelajaran
5.
: konstruktivis : Penugasan dan diskusi
Media Pembelajaran 3. Peta Bali 4. Peta Desa Pekraman 5. Denah Rumah 6. Power point 66
6.
Sumber Belajar 3. Buku teks geografi yang relevan 4. Diktat Kaje-Kelod
7.
Langkah-Langkah Pembelajaran 4. Pendahuluan (15 menit) 4.1 Pada awal pelajaran, guru menyampaikan salam. 4.2 Guru menjelaskan pada siswa pentingnya pemahan konsepsi kaja-kelod dalam kehidupan 4.3 Guru menyampaikan tujuan dan model pembelajaran yang akan diterapkan 4.4 Guru membagi siswa menjadi 3 kelompok 4.5 Masing-masing kelompok diberikan daftar tugas yang harus dicari di lingkungannya (penggambaran kaja-kelod dalam skala makro, meso, dan mikro). 5. Kegiatan Inti (65 menit) 5.1 Guru menjelaskan tugas yang akan dikerjakan terkait dengan konsepsi kaja-kelod dengan memberikan masing-masing kelompok dengan peta dan denah. 5.2 Masing-masing kelompok mengisi ruang pada peta dengan kenampakan yang ditugaskan guru. 5.3 Guru bertindak sebagai fasilitator 5.4 Masing-masing kelompok melaporkan temuannya 5.5 Kelompok lain dipersilahkan untuk memberikan tanggapan terhadap laporan suatu kelompok 5.6 Guru mengatur diskusi (moderator) untuk menentukan siswa yang memberikan tanggapan dan anggota kelompok penyaji yang mesti memberikan klarifikasi atau jawaban. 5.7 Setelah semua kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, masingmasing kelompok dipersilahkan untuk membuat kesimpulan berdasarkan masukkan yang telah diberikan oleh kelompok lain 5.8 Guru memberikan penguatan pada hasil penyempurnaan hasil diskusi kelompok 6. Penutup (10 menit) 6.1 Guru mempersilahkan masing-masing kelompok membacakan hasil kesimpulan yang telah disempurnakan 6.2 Guru memberikan apresiasi dalam wujud tepuk tangan yang diikuti oleh siswa. 6.3 Guru bersama siswa menyimpulkan apa yang telah tentang makna KajaKelod, bagian-bagian kaja-kelod, dan contoh-contoh implementasi konsepsi kaja-kelod dalam skala makro, meso, dan mikro. 6.4 Guru menutup pelajaran dengan memberikan tugas dan mengakhiriinya dengan salam.
8. PENILAIAN 3. Teknik Penilaian : Unjuk kerja dan Tes 4. Instrumen Penilaian : 67
4.1 Tes Jelaskan dengan singkat apa makna dari Kaja-Kelod! Diskripsikanlah bagian-bagian Kaja-Kelod sehingga menjadi jelas fungsi dari masing-masing bagian tersebut! Berikanlah satu contoh wujud Kaja-Kelod dalam skala makro, meso, dan mikro. Perhitungan nilai tes: Bobot soal adalah 1 untuk soal 1, 2 untuk soal 2 dan 3. Skor untuk masing-masing soal adalah 2. Skor yang diperoleh siswa adalah bobot x skor. Sedangkan skor ideal yang dapat diperoleh siswa adalah 10 (1 x 2 + 2 x 2 + 2 x 2). sehingga nilai yang diperoleh masing-masing siswa diperhitungkan dengan formula,
4.2 Unjuk Kerja dalam bentuk Penilaian Rubrik Diskusi dan Sikap Penilaian 1: Rubrik Diskusi Aspek Penilaian Baik Isi pembicaraan menginspirasi teman. Partisipasi (menyampaikan Selalu mendukung dan memimpin saat ide, perasaan, diskusi. pikiran) 3 Menyampaikan Keruntutan pemikiran secara dalam menyampaikan runtut dari awal hingga akhir. pemikiran 3
Kesungguhan dalam diskusi
Selalu sungguhsungguh mendengarkan pada saat teman berbicara.
3 Membawa kelengkapan materi Kesiapan dalam diskusi sesuai dengan diskusi petunjuk 3
Kriteria Cukup
Kurang
Berbicara dan menerangkan secara rinci, merespons sesuai dengan topik.
Jarang berbicara selama proses diskusi berlangsung.
2 Menyampaikan pemikiran secara runtut, tetapi belum konsisten. 2 Mendengarkan teman yang berbicara namun sesekali masih berbicara di luar konteks dengan teman 2 Membawa kelengkapan materi diskusi tidak sesuai petunjuk 2
1 Belum dapat menyampaikan pemikiran secara runtut. 1
68
Tidak mendengarkan teman yang sedang berbicara 1 Tidak membawa kelengkapan materi diskusi 1
Rumus perhitungan penilaian sebagai berikut: Jumlah skor yang diperoleh siswa/Skor Ideal (100) Keterangan: Jumlah skor yang diperoleh siswa adalah jumlah skor yang diperoleh siswa dari kriteria 1 sampai dengan kriteria 3. Skor ideal adalah perkalian dari banyaknya kriteria dengan skor tertinggi. Pada contoh ini, skor ideal = 3 X 4 = 12.
Penilaian 2: Rubrik Pengamatan Sikap No 1 2 3
Kriteria
BT (1)
Tahap Perkembangan Karakter MT (2) MB (3) SB (4)
Percaya Diri Disiplin Kerjasama
Keterangan : BT: Belum Terlihat, apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda- tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (Tahap Anomi). MT: Mulai Terlihat, apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (Tahap Heteronomi). MB: Mulai Berkembang, apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap Sosionomi). SM: Sudah Membudaya, apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran dan mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (Tahap Autonomi).
Banjar Beneng, 14 Oktober 2013 Guru Kelas,
Kelompok II
69
Lampiran Rekapitulasi Nilai Unjuk Kerja No
Nama Siswa
1
2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
70
Kriteria 3
4
5
Total
Rekapitulasi Nilai Sikap Siswa No
Nama Siswa
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
71
Kriteria 2
3
Total
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Identitas Sekolah : Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA N) Pokok Bahasan : Wilayah dan Pewilayahan Sub Pokok Bahasan : Trimandala dan Sanga Mandala Kelas/Semester : Kelas XII/Semester I Alokasi Waktu : 2 x 45 menit M. Tujuan Pembelajaran: Memahami konsepsi Tri Mandala dan Sanga Mandala sebagai bentuk wilayah dan pewilayahan daerah Bali yang merupakan ekologi pulau kecil. N. Kompetensi Dasar 3.5 Menganalisis konsep wilayah dan pewilayahan dalam perencanaan pembangunan wilayah di Indonesia
O. Indikator 9. Menjabarkan konsepsi Tri Mandala dan Sanga Mandala dalam pewilayahan 10. Menggambarkan pewilayah Bali berdasarkan konsepsi Tri Mandala dan Sanga Mandala P. Materi Pembelajaran 5. Materi: 5.1 Konsep Dasar Tri Mandala dan Sanga Mandala 5.2 Pembagian Ruang Berdasarkan Konsepsi Tri Mandala 5.3 Pembagian Ruang Berdasarkan Konsepsi Sanga Mandala 5.4 Menggambarkan pewilayahan Bali berdasarkan Konsepsi Tri Mandala 5.5 Menggambarkan pewilayahan Desa Pekraman berdasarkan Konsepsi Tri Mandala 5.6 Menggambarkan Denah Rumah Berdasarkan Konsepsi Sanga Mandala 6. Kemampuan yang Dikembangkan: 6.1 Sikap: Percaya diri, Disiplin, Kerja sama 6.2 Keterampilan: Mengimplementasikan suatu konsep dalam kehidupan Berpikir pewilayahan menggunakan konsepsi Tri Mandala dan Sanga Mandala 6.3 Pengetahuan: Konsepsi Tri Mandala dan Sanga Mandala Pewilayahan berdasarkan Tri Mandala dan Sanga Mandala Pembagian ruang daerah Bali berdasarkan konsepsi Tri Mandala Q. Metode Pembelajaran 5. Pendekatan pembelajaran
: konstruktivis 72
6. Metode pembelajaran
: Demonstrasi dan diskusi
R. Media Pembelajaran 7. Peta Bali 8. Peta Desa Pekraman 9. Denah Rumah 10. Power point S. Sumber Belajar 5. Buku teks geografi yang relevan 6. Diktat Tri Mandala dan Sanga Mandala T. Langkah-Langkah Pembelajaran 7. Pendahuluan (15 menit) 7.1 Pada awal pelajaran, guru menyampaikan salam. 7.2 Guru menjelaskan pada siswa pentingnya pemahan konsepsi Tri Mandala dan Sanga Mandala dalam pewilayahan bagi Bali sebagai ekologi pulau kecil 7.3 Guru menyampaikan tujuan dan model pembelajaran yang akan diterapkan 7.4 Guru membagi siswa menjadi 3 kelompok 7.5 Masing-masing kelompok diberikan bahan demonstrasi dan diskusi. 8. Kegiatan Inti (65 menit) 8.1 Guru menjelaskan tahapan demonstrasi yang akan dilakukan masingmasing kelompok terkait dengan pewilayahan menggunakan konsep Tri Mandala dan Sanga Mandala. 8.2 Masing-masing kelompok menyiapkan bahan-bahan demonstrasi yang telah dibagikan. 8.3 Guru bertindak sebagai instruktur dan fasilitator 8.4 Masing-masing kelompok mendemonstrasikan pewilayahan sesuai dengan tugas kelompoknya: menggambarkan pewilayahan Bali berdasarkan konsepsi Tri Mandala (Kelompok I) menggambarkan pewilayahan desa pekraman berdasarkan konsepsi Tri Mandala (Kelompok II) menggambarkan denah rumah berdasarkan konsepsi Sanga Mandala (Kelompok III) 8.5 Masing-masing kelompok mendiskusikan hasil kerjanya. 8.6 Masing-masing kelompok melaporkan hasil kerjanya untuk disiskusikan dengan melibatkan kelompok lain. 8.7 Guru mengatur diskusi (moderator) untuk menentukan siswa yang memberikan tanggapan dan anggota kelompok penyaji yang mesti memberikan klarifikasi atau jawaban. 8.8 Setelah semua kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, masingmasing kelompok dipersilahkan untuk membuat kesimpulan berdasarkan masukkan yang telah diberikan oleh kelompok lain 73
8.9 Guru memberikan penguatan pada hasil penyempurnaan hasil diskusi kelompok 9. Penutup (10 menit) 9.1 Guru mempersilahkan masing-masing kelompok membacakan hasil kesimpulan yang telah disempurnakan 9.2 Guru memberikan apresiasi dalam wujud tepuk tangan yang diikuti oleh siswa. 9.3 Guru bersama siswa menyimpulkan makna tentang makna Tri Mandala dan Sanga Mandala dalam pewilayahan di Bali. 9.4 Guru menutup pelajaran dengan memberikan tugas dan mengakhiriinya dengan salam. U. PENILAIAN 5. Teknik Penilaian : Tes dan Unjuk Kerja 6. Instrumen Penilaian : 6.1 Tes 1) Jabarkan secara jelas tentang konsepsi dasar Tri Mandala dan Sanga Mandala! 2) Jelaskanlah pembagian ruang berdasarkan konsepsi Tri Mandala! 3) Jelaskanlah pembagian ruang berdasarkan konsepsi Sanga Mandala! 4) Bagilah pewilayahan Bali berdasarkan Konsepsi Tri Mandala! 5) Bagilah pewilayahan Desa Pekraman berdasarkan Konsepsi Tri Mandala! 6) Gambarkanlah secara detail pembagian ruang pekarangan rumah berdasarkan konsepsi Sanga Mandala! Perhitungan nilai tes: Bobot soal adalah 2 untuk soal 1, 4, 5, dan 6; 1 untuk soal 2 dan 3. Skor untuk masing-masing soal adalah 2. Skor yang diperoleh siswa adalah (Bobot x Skor). Sedangkan skor ideal yang dapat diperoleh siswa adalah 20 (2 x 2 + 2 x 2 + 2 x 2 + 2 x 2 + 1 x 2 + 1 x 2). sehingga nilai yang diperoleh masing-masing siswa diperhitungkan dengan formula,
6.2 Unjuk Kerja dalam bentuk Penilaian Rubrik Diskusi, Rubrik Demonstrasi dan Rubrik Sikap Penilaian 1: Rubrik Diskusi Aspek Penilaian Baik Partisipasi Isi pembicaraan (menyampaikan menginspirasi teman. ide, perasaan, Selalu mendukung
Kriteria Cukup Berbicara dan menerangkan secara rinci, merespons 74
Kurang Jarang berbicara selama proses diskusi
pikiran)
Keruntutan dalam menyampaikan pemikiran
Kesungguhan dalam diskusi
dan memimpin saat diskusi. 3 Menyampaikan pemikiran secara runtut dari awal hingga akhir. 3 Selalu sungguhsungguh mendengarkan pada saat teman berbicara.
3 Membawa kelengkapan materi Kesiapan dalam diskusi sesuai dengan diskusi petunjuk 3
Penilaian 2: Rubrik Demonstrasi Aspek Penilaian Baik Kelengkapan bahan praktikum Partisipasi dalam praktikum Mengikuti tahapan praktikum Hasil praktikum
sesuai dengan topik.
berlangsung.
2 Menyampaikan pemikiran secara runtut, tetapi belum konsisten. 2 Mendengarkan teman yang berbicara namun sesekali masih berbicara di luar konteks dengan teman 2 Membawa kelengkapan materi diskusi tidak sesuai petunjuk 2
1 Belum dapat menyampaikan pemikiran secara runtut. 1
3 Mengikuti praktikum dengan sungguh-sungguh 3 Mengikuti seluruh tahapan dengan benar 3
Kriteria Cukup Seluruh bahan dibawa tetapi masih ada yang salah 2 Mengikuti praktikum, tetapi kadang masih bercanda 2 Mengikuti seluruh tahapan, tetapi masih ada yang keliru 2
Benar seluruhnya
Masih ada yang salah
Seluruh bahan dibawa dan benar
3
2
Rumus perhitungan penilaian sebagai berikut: Jumlah skor yang diperoleh siswa/Skor Ideal (100) Keterangan: 75
Tidak mendengarkan teman yang sedang berbicara 1 Tidak membawa kelengkapan materi diskusi 1
Kurang Tidak seluruh bahan dibawa 1 Tidak mengikuti praktikum dengan sungguh-sungguh 1 Tidak mengukuti tahapan dengan benar 1 Lebih dari ¾ bagian yang salah 1
Jumlah skor yang diperoleh siswa adalah jumlah skor yang diperoleh siswa dari kriteria 1 sampai dengan kriteria 3. Skor ideal adalah perkalian dari banyaknya kriteria dengan skor tertinggi. Pada contoh ini, skor ideal = 3 X 4 = 12. Penilaian 3: Rubrik Pengamatan Sikap No 1 2 3
Kriteria
BT (1)
Tahap Perkembangan Karakter MT (2) MB (3) SB (4)
Percaya Diri Disiplin Kerjasama
Keterangan : BT: Belum Terlihat, apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda- tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (Tahap Anomi). MT: Mulai Terlihat, apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (Tahap Heteronomi). MB: Mulai Berkembang, apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap Sosionomi). SM: Sudah Membudaya, apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran dan mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (Tahap Autonomi).
Banjar Beneng, 14 Oktober 2013 Guru Kelas,
Kelompok III
76
Lampiran Rekapitulasi Nilai Unjuk Kerja No
Nama Siswa
1
2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
77
Kriteria 3
4
5
Total
Rekapitulasi Nilai Sikap Siswa No
Nama Siswa
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
78
Kriteria 2
3
Total
Lampiran 5 Nilai Angket Nilai Kemanfaatan Pelatihan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Skor 39 35 44 49 50 49 38 44 48 48 82 50 47 50 35 49 48 48 49 49
Nilai 78 70 88 98 100 98 76 88 96 96 82 100 94 100 70 98 96 96 98 98
79
Kriteria Bermanfaat Bermanfaat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Bermanfaat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Sangat Bermanfaat
Lampiran 6
80