LAPORAN P2M DANA DIPA
Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Bermuatan Pendidikan Karakter sesuai Amanat Kurikulum 2013 pada Guru-guru Sekolah Dasar Nomor 1 Kapal
Oleh Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd.(NIDN: 0020036501) Prof. Dr. I Made Sutama, M.Pd.(NID: 0024046007) Drs. Ida Bagus Sutresna, M.Si. (NIDN: 00313105602) Dra. Sang Ayu Putu Sriasih, M.Pd.(NIDN: 0007066006)
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 023.04.2.552581/2013 revisi 2 tanggal 01 Mei 2013
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS GANESHA SINGARAJA 2014
i
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT a. Judul Program : Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Bermuatan Pendidikan Karakter sesuai Amanat Kurikulum 2013 pada Guru-guru Sekolah Dasar Nomor 1 Kapal, Mengwi, Kabupaten Badung b. Jenis Program
: Pelatihan
c. Bidang Kegiatan : Peningkatan SDM d. Identitas Pelaksana : 1. Ketua Pelaksana a. b. c. d. e.
Nama NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor Alamat Rumah
: Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd. : 196503201990031002 : Pembina/IVa : Jalan Ahmad Yani 67 Singaraja : Griya Pemaron
2. Anggota 1 a. b. c. d. e.
Nama NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor Alamat Rumah
: Prof. Dr. I Made Sutama, M.Pd. : 196004241986031002 : Pembina/IVb : Jalan Ahmad Yani 67 Singaraja :
3. Anggota 2 a. b. c. d. e.
Nama NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor Alamat Rumah
: Drs. Ida Bagus Sutresna, M.Si. : 196503201990031002 : Pembina/IVc : Jalan Ahmad Yani 67 Singaraja :
4. Anggota 3 a. b. c. d. e.
Nama NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor Alamat Rumah
: Dra. Sang Ayu Putu Sriasih, M.Pd. : 196012311987031015 : Pembina/IVc : Jalan Ahmad Yani 67 Singaraja :
ii
e. Biaya yang diperlukan f. Lama Kegiatan
: Rp. 10.00.000,00 (Sepuluh Sepuluh juta rupiah) : 6 bulan Singaraja, 6 September 2014
Menyetujui, Ketua LPM Undiksha,
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. NIP 19591011984031003
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Analisis Situasi Sampai saat ini, perangkat pembelajaran dan implementasi pembelajaran di sekolah tampaknya belum mengarah pada pembentukan kompetensi siswa secara utuh. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi yang dilakukan Pusat Kurikulum Depdiknas yang menyatakan bahwa (1) sebagian besar siswa tidak mampu mengaplikaksikan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan nyata dan (2) pengajaran tidak menitikberatkan pada prinsip bahwa ilmu (mata pelajaran) mencakup pemahaman konsep, dan menghubungkannya dengan kehidupan seharihari. Hal senada juga ditemukan pada studi Suastra, dkk (2006) yang menyatakan bahwa metode ceramah masih mendominasi kegiatan belajar dalam pembelajaran di sekolah, sedangkan metode demonstrasi dan eksperimen hampir tidak mendapat perhatian serius. Kualitas metode ceramah pun juga mengalami kemerosotan, siswa tidak lagi mendengarkan dengan seksama penjelasan guru, banyak siswa tidak mencatat, dan sangat jarang siswa bertanya. Dalam kondisi seperti ini, tidak akan terjadi pemrosesan informasi dalam otak siswa. Lebih lanjut, Zamroni (2001:1) menyatakan bahwa dewasa ini pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial dan sistem persekolahan yang hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut sebagai the dead knowledge, yaitu pengetahuan yang terlalu bersifat teksbookish, sehingga bagaikan sudah diceraikan dari akar sumbernya dan aplikasinya. Dengan kata lain, pembelajaran di sekolah menjadi tidak bermakna bagi siswa dan bermuara pada rendahnya prestasi belajar siswa. Selain kurang bermaknanya pembelajaran dalam hal mendokrak prestasi siswa, karakter siswa pun sepertinya mengarah ke tanda-tanda negatif yang mengkhawatirkan para orang tua. Banyak kejadian tidak terpuji yang dilakukan oleh siswa, misalnya ada siswa yang melakukan tawuran masal, pembalakan, pencurian, kurangnya rasa hormat pada orang tua, guru, maupun tokoh masyarakat. Oleh karena itulah, tampaknya memang perlu pendidikan karakter secara lebih
1
intens diberikan kepada para siswa. Semua guru seharusnya punya tanggung jawab moral untuk pendidikan karakter ini. Oleh karena permasalahan seperti itulah, dimunculkan kurikulum 2013. Kurikulum ini didasari oleh pergeseran paradigma belajar abad 21 seperti yang diliris pada kemdikbud.go.id/kemdikbud, 12 Juni 2013. Dalam laman tersebut dikemukakan akan bahwa tema tema pengembangan kurikulum 2013 adalah agar dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Diakui Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Skema 1 menunjukkan pergeseran paradigma belajar abad 21 yang berdasarkan berdasark ciri abad 21 dan model pembelajaran yang harus dilakukan.
2
Dari 2 skema di atas, terlihat dengan jelas kemana arah pembelajaran yang diharapkan. Peserta didik tidak hanya diharapkan verbalistik tetapi terpadu antara pengetahuan, keterampilan dan sikap mulianya sebagai manusia. Dalam rangka menyikapi pengimplementasian 2013,
para guru perlu
merancang perangkat pembelajaran (silabus, RPP, bahan ajar, LKS, media pembelajaran, dan alat evaluasi) agar sesuai dengan kebijakan tersebut. Salah satunya adalah pendidikan karakter yang harus terintegrasi pada semua mata pelajaran di sekolah. Keadaan yang terjadi pada kalangan guru di Bali ,umumnya, belum seperti harapan yang dicanangkan. Jangankan perangkat pembelajaran yang
3
bermuatan karakter, RPP yang standar saja banyak yang belum memenuhi standar yang ditetapkan pada Permendikbud No 41 tahun 2007 maupun Permendikbud nomor 65 tahun 2013. Sering juga mereka membuat RPP hanya sebatas ‘asal buat’ untuk kelengkapan administrasi belaka. Padahal, RPP adalah tonggak awal untuk menghasilkan pembelajaran yang bermutu. Sesuai dengan prosedur standar seorang akademik, maka membuat perencanaan pembelajaran adalah langkah permulaan yang menentukan langkah-langkah berikutnya. Pengabdian masyarakat ini akan dilaksanakan di SD No. 1 Kapal. Jumlah guru di SD No 1 Kapal adalah seperti tabel berikut. Tabel 01 : Guru dan Pegawai di SD No 1 Kapal No
Guru/Pegawai
Status
1
Guru PNS
10
2
Guru Honorer
3
3
Tata Usaha
2
Dari tabe di atas dapat diketahui bahwa ada 13 guru yang mengasuh siswasiswi di SD No 1 Kapal. Dari tiga belas guru tersebut, ada 3 orang guru yang masih honorer. Guru-guru PNS yang ada di sekolah tersebut sebanyak 10 orang (77%) sudah tersertifikasi dan hanya 3 orang (23%) yang belum tersertifikasi. Walaupun hampir semua guru sudah tersertifikasi, keadaan kemampuan guru menyususn perangkat pembelajaran di SD No. 1 Kapal juga tidak jauh berbeda dengan guru di sekolah lain. Banyak guru-guru yang kebingungan membuat perangkat pembelajaran apalagi harus diintegrasikan dengan pendidikan karakter. Hal ini tampaknya berkaitan juga dengan pola sertifikasi guru yang mereka ikuti. Sebagaian besar guru di SD N 1 Kapal mengikuti sertifikasi dengan pola fortofolio. Hanya 5 orang dari 13 guru PNS yang ada di sekolah tersebut yang mengikuti sertifikasi guru dengan pola PLPG. Sayangnya, kelima guru yang ikut sertifikasi dengan PLPG pun belum paham dengan Permendikbud 41 tahun 2007 apalagi permendikbud nomor 65 tahun 2013. Keadaan ini diperparah lagi dengan canangan pemerintah untuk menyelipkan pendidikan karakter bangsa (karbang) dalam pembelajaran di kelas.
4
Memperhatikan perangkat pembelajaran yang sudah dihasilkan oleh para guru di sekolah ini, umumnya mereka membuat perencanaan dan perangkat pembelajara hanya sebagai pelengkap administrasi. Alasannya sangat klise yaitu perencanaan pembelajaran hanya sekadar persyaratan. Perangkat pembelajaran sering tidak dibuat karena tidak bisa membuat dan juga sudah ada buku yang dibeli oleh siswa, yang penting pelaksanaannya, begitu alaasannya. Sayangnya, setelah diperhatikan pelaksanaannya, ternyata mereka menggunakan perencanaan dan perangkat pembelajaran yang ‘agak amburadul’ tersebut sebagai pegangan mengajar. Ini tentu sangat ironis dengan alasan klisenya. Ketika ditelusuri lebih jauh sebab-sebab mereka membuat perencanaan dan perangkat pembelajaran seperti itu, ada beberapa faktor penyebabnya, diantaranya, (1) para guru kurang mendapat arahan/pelatihan secara praktis tentang penyusuanan dan pengemasan perencanaan dan perangkat pembelajaran yang benar, (2) guru masih kebingungan membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan harapan kurikulum apalagi ditambah dengan pendidikan karakter. Selain data keberadaan guru, data penting lainnya yang tampaknya perlu diungkap adalah keberadaan lingkungan tempat SD No 1 Kapal. Mengamati lingkungan sekitar sekolah, tampak bahwa lingkungannya adalah lingkungan yang baru berkembang secara bisnis. Akibatnya, masyarakat sekitar mulai bersikap materialistis dan kadang-kadang melupakan idealisme. Budaya konsumtif dan instan tampaknya ikut serta membentuk watak para siswa yang sebenarnya masih memiliki idealisme tinggi. Pergaulan siswa pada lingkungan seperti itu banyak berpengaruh pada karakternya. Umumnya para siswanya agak egaliter, tetapi sering juga mengarah ke keadaan karakter siswa yang kurang diinginkan. Menilik kondisi masyarakat dan input dari sekolah ini, maka penanaman karakter yang kuat tampaknya menjadi hal yang urgen. Jika tidak, ditakutkan nantinya mereka bersekolah hanya sekadar mendapat ijazah. Karakter generasinya pun tentu akan memprihatinkan, padahal karakter sangat penting bagi kelangsungan bangsa yang beradab dan berdaya saing.
5
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Para guru masih banyak
yang kebingungan membuat perangkat
pembelajaran sesuai yang diharapkan. Kebingungan itu bertambah lagi setelah munculnya kebijakan agar memasukkan pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran. Masalah pertama belum tuntas, sudah muncul masalah kedua berupa pendidikan karakter. Akibat dari keadaan di atas adalah perangkat pembelajaran yang dihasilkan para guru sangat jauh dari tuntutan. Selain itu, Banyak juga para yang apriori menganggap perencanaan pembelajaran dan segenap perangkat pembelajaran tersebut hanya sebatas kelengkapan administrasi dan tidak tahu bahwa alasan penyusunan itu merupakan prosedur standar dari pola kerja seorang akademik. Mereka mengesampingkan kalau mengajar itu merupakan rangkaian sistem mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Akibat dari pandangan yang keliru di atas penyusunan perangkat pembelajaran hanya sebatas ‘asal buat’. Masalah inilah yang sekarang ini perlu penanganan.
1.3 Tujuan Kegiatan Tujuan
kegiatan
ini
adalah
memberikan
bekal
keterampilan kepada para guru di SD No. 1 Kapal tentang
pengetahuan
dan
penyusunan dan
pengemasan perangkat pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter. Untuk dapat menghasilkan perangkat pembelajaran yang inovatif seperti itu, minimal para guru memiliki bekal pengetahuan berupa (1) pemahaman konsep-konsep tentang kurikulum, khususnya Kurikulum 2013, (2) pemahaman konsep tentang perangkat pembelajaran dan Permendikbud nomor 14 tahun 2007 dan permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan, (2) pemahaman hakikat pendidikan karakter dan memadukan dengan bidang studi yang akan diasuh. Dengan bekal pemahaman itu, mereka dilatihkan untuk trampil menyusun perangkat pembelajaran yang dikehendaki.
6
1.3 Manfaat Kegiatan Pelatihan model pembelajaran bahasa Bali bagi guru-guru ini bermanfaat untuk pihak-pihak tertentu, antara lain : 1. Guru Bermanfaat bagi guru-guru peserta pelatihan dalam menyusun perangkat pembelajaran bermuatan karakter yang dijadikan landasan untuk mengajar sehingga pembelajaran yang dilaksanakan betul-betul berawal dari perencanaan yang matang. 2. Siswa Para siswa yang menjadi komponen dalam pembelajaran akan mendapatkan manfaat yang cukup besar dari persiapan guru. Karena dengan kesiapan gurunya, maka situasi pembelajaran yang berlangsung akan lebih baik dan siswa diuntungkan oleh keadaan ini dalam meningkatkan prestasi dan karakternya 3. Instansi terkait Instansi terkait seperti diknas juga mendapat manfaat paling tidak berupa inspirasi untuk meningkatkan mutu pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, tugas Diknas dapat menjadi lebih ringan karena ada pihak lain yang membantu.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Kurikulum 2013 Inti dari Kurikulum 2013 adalah ada pada upaya penyederhanaan dan tematikintegratif mengacu pada kurikulum 2006 di mana ada beberapa permasalahan di antaranya; (i) konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak; (ii) belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (iii)
kompetensi
belum
menggambarkan
secara
holistik
domain
sikap,
keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (iv) belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (v) standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (vi) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (vii) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik beratnya bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa mampu lebih
baik
dalam
melakukan
observasi,
bertanya,
bernalar,
dan
mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Cara belajar seperti merupakan rangkaian dari pendekatan saintifik dari Kurikulum 2013. Adapun obyek yang
8
menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan saintifik itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Pada Kurikulum 2013, ada beberapa beberapa perubahan sejalan dengan kebutuhan bangsa Indonesia menghadapi abad global ini. pada Kurikulum 2013, tidak dikenal lagi Standar Kompetensi tetapi menjadi Kompetensi Inti yang diarahkan kepada penekanan tiga ranah yaitu sikap, keterampilan, dan sikap.
2.2 Perangkat Pembelajaran Untuk menunjang keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran diperlukan suatu persiapan yang matang. Suparno (2002) mengemukakan sebelum guru mengajar (tahap persiapan) seorang guru diharapkan mempersiapkan bahan yang mau diajarkan, mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan, mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk memancing siswa aktif belajar, mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa, serta mempelajari pengetahuan awal siswa. Dengan demikian, seorang guru memerlukan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran menurut Suhadi, (2007:24) adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses
9
pembelajaran. Dari uraian tersebut dapatlah dikemukakan bahwa perangkat pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Perangkat pembelajaran yang harus dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi pembelajaran di kelas, antara lain (a) Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku siswa (BS), Buku Pegangan Guru (BPG), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dan Tes Hasil Belajar. Berikut akan dipaparkan masing-masing perangkat pembelajaran yang dimaksud.
1)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan panduan kegiatan guru
dalam kegiatan pembelajaran sekaligus uraian kegiatan siswa yang berhubungan dengan kegiatan guru yang dimaksudkan. RPP ini disusun berdasarkan indikatorindikator yang telah disusun mengacu pada prinsip dan karakteristik pembelajaran yang dipilih. Berkaitan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) ini, O’Meara (2000) menyarankan agar dapat digunakan secara praktis oleh guru dan dapat dengan mudah diobservasi. Komponen-komponen minimal yang mesti ada dalam RPP meliputi : (1) indikator pencapaian kompetensi, (2) materi ajar, (3) kegiatan
pembelajaran
(skenario pembelajaran), (4) sumber belajar, dan (5) penilaian hasil belajar. Adapun langkah-langkah penyusunan RPP adalah sebari diuraikan berikut ini. Langkah 1 : Mengisi kolom identitas Mengisi kolom identitas mata pelajaran yang antara lain berisi : (1) nama sekolah, (2) mata pelajaran, dan (3) kelas/semester. Langkah 2 : Menentukan alokasi waktu Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan. Penentuan alokasi waktu disesuaikan dengan materi dan kegiatan yang direncanakan. Langkah 3 : Menuliskan Kompetensi Inti (KI), kompetensi dasar (KD), dan indikator.
10
Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan indikator pencapaian kompetensi pada RPP diambil dari silabus mata pelajaran tersebut. Langkah 4 : Mengidentifikasi materi ajar Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian singkat dari materi pokok,
bukan
judul-judul/topik-topik
melainkan
konsep-konsep
operasional. Materi pokok/pembelajaran yang dituangkan dalam RPP hendaknya mempertimbangkan: (1) potensi peserta didik, (2) relevansi dengan karakteristik daerah, (3) sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual,
emosional,
sosial,
serta
spiritual
peserta
didik,
(4)
kebermanfaatan bagi peserta didik, (5) struktur keilmuan, (6) aktualitas, kedalam, dan keluasan materi pembelajaran, (7) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan, dan (8) alokasi waktu. Langkah 5 : Mengembangkan kegiatan pembelajaran Mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar atau indikator yang telah dirumuskan. Pembelajaran yang dimaksud dapat diperoleh melalui berbagai pendekatan, model-model pembelajaran inovatif, dan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi ajar, dan sumber belajar yang tersedia. Pengalaman belajar hendaknya memuat kecakapan hidup (life skill) yang harus dikuasai peserta didik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran dalam RPP sebagai berikut. a. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan bantuan kepada guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara lengkap dan berurutan untuk mencapai suatu kompetensi dasar atau sering disebut dengan “skenario pembelajaran”.
11
c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pelajaran. d. Rumusan
pernyataan
dalam
kegiatan
pembelajaran
minimal
mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan belajar siswa dan interaksinya dengan materi ajar. Langkah 6 : Menentukan alat dan sumber belajar Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, lingkungan fisik, lingkungan alam, dan lingkungan sosial budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Pada bagain ini tercakup dua hal yaitu alat berupa media pembelajaran dan sumber belajar seperti buku pegangan siswa, dan lain-lainnya. Langkah 7: Menentukan jenis penilaian Penilaian (asesmen) merupakan bagian integral dari pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinmabungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan kesimpulan. Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan mengacu pada indikator pencapaian kompetensi. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pegamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas proyek, dan/atau produk, pengembangan penilaian portofolio, dan penilaian diri (self evaluation). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian sebagai berikut. a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi. b. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
12
c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan belajar siswa. d. Hasil belajar siswa dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remidi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya jika pembelajaran menggunakan metode eksperimen, maka penilaian hendaknya menyangkut keterampilan proses siswa atau kinerjanya dalam melakukan eksperimen, seharusnya menggunakan metode observasi kinerja praktikum, produk dalam bentuk laporan praktikum, dan kemampuan mengkomunikasikan hasilnya secara lisan. Jika pembelajaran menggunakan pendekatan proyek untuk menyelidiki suatu kasus tertentu maka penilaian harus dilakukan baik pada keterampilan proses dalam melakukan pengumpulan data/informasi maupun dari produk yang berupa laporan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan. Laporan siswa sebaiknya ditulis dalam bentuk laporan ilmiah.
2)
Bahan ajar Bahan ajar sebagai rangkaian dari perangkat pembelajaran tentunya harus
memberikan manfaat bagi guru dan siswa. Bahan ajar berisi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi dengan gambar dan keterangan-keterangannya. Depdiknas (2008) menyebutkan bahwa bahan pelajaran berisi ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar. Sumber lain tentang buku adalah Permendiknas RI No. 2 tahun 2008. Tentang buku panduan pendidik dijelaskan dalam bab I, pasal 1, butir 4, bahwa “Buku panduan pendidik adalah buku yang memuat prinsip, prosedur,
13
deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakan oleh para pendidik.” (Depdiknas, 2008b:2). Langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam menulis bahan ajar/buku sebagai pelengkap perangkat pembelajaran adalah: (1) menganalisis kurikulum, (2) menentukan judul bahan ajar yang akan ditulis, (3) merancang outline bahan ajar memenuhi aspek kecukupan, (4) mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan, (5) menulis bahan ajar dengan memperhatikan kebahasaan yang sesuai dengan pembacanya, (6) mengedit dan merevisi hasil tulisan, (7) memperbaiki tulisan, (8) menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan (Depdiknas, 2008).
3)
Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) Perangkat pembelajaran menjadi pendukung buku dalam pencapaian
kompetensi dasar siswa adalah lembar kegiatan peserta didik (LKPD). Lembar ini diperlukan guna mengarahkan proses belajar siswa agar pembelajaran berorientasi kepada peserta didik. Dengan adanya lembar kegiatan siswa ini, maka partisipasi aktif peserta didik sangat diharapkan sehingga dapat memberikan kesempatan lebih luas dalam proses konstruksi pengetahuan dalam dirinya. Trianto (2007) menguraikan bahwa lembar kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar kegiatan ini dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi. Untuk menyusun perangkat pembelajaran berupa LKPD yang dulu disebut LKS, Depdiknas (2008) menguraikan rambu-rambunya sebagai berikut. LKS memuat paling tidak judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu penyelesaian, peralatan/ bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan. Langkah-langkah persiapan LKS dijelaskan dalam Depdiknas (2008) sebagai berikut:
14
a) Analisis kurikulum. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan materi pokok, pengalaman belajar siswa, dan kompetensi yang harus dicapai siswa. b) Menyusun peta kebutuhan LKS. Peta kebutuhan LKS berguna untuk mengetahui jumlah kebutuhan LKS dan urutan LKS. c) Menentukan judul-judul LKS. Judul LKS harus sesuai dengan KD, materi pokok dan pengalaman belajar. d) Penulisan LKS. Langkah-langkahnya: (1) perumusan KD yang harus dikuasai, (2) menentukan alat penilaian, (3) penyusunan materi dari berbagai sumber, (4) memperhatikan struktur LKS, yang meliputi: (a) judul, (b) petunjuk belajar, (c) kompetensi yang akan dicapai, (d) informasi pendukung, (e) tugas dan langkah-langkah kerja, dan (f) penilaian.
4)
Tes Hasil Belajar (THB) Untuk mengetahui tercapai tidaknya KD, guru perlu mengadakan tes setiap
selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Fungsi penilaian ini adalah memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program berikutnya bagi siswa yang belum berhasil. Tes hasil belajar menurut Trianto (2007a:76) adalah butir tes yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Tes ini dibuat mengacu pada kompetensi dasar yang ingin dicapai, dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar dan disusun berdasarkan kisi-kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci jawabannya serta lembar observasi penilaian psikomotor kinerja siswa. Idealnnya sebelum tes dipergunakan maka tes tersebut harus memenuhi syarat-syarat tes yang baik memenuhi kriteria validitas dan reliabel. Validitas adalah ketepatan tes dalam mengukur apa yang harus diukur, seberapa baikkah tes tersebut dapat melaksanakan tugas yang diembannya, sedangkan realiabilitas adalah kekonsistenan alat ukur.
15
2.3 Pentingnya Pendidikan Karakter Pada Kurikulum 2013, pendidikan karakter yang terakomodasi pada dua Kompetensi Inti, yaitu KI-1 dan KI-2 menjadi semakin eksplisit. Penekanan pendidikan karakter sebagai bentuk dari sikap siswa telah dituangkan pada dua KI tersebut sebagai bagian dari pengembangan sikap, yaitu sikap spiritual dan sikap sosial. Kedua sikap tersebut adalah pendidikan karakter. Untuk itulah bahasan tentang karakter penting dilakukan dalam implementasi kurikulum 2013. Karakter merupakan sifat yang tertanam di dalam jiwa dan dengan sifat itu seseorang secara spontan dapat dengan mudah memancarkan sikap, tindakan dan perbuatan (Imam Ghozali, 1986) Timothy
Wibowo
(2012)
pada
http://www.pendidikankarakter.com/
kekuatan-karakter-bagi-masa-depan-anak/ mengatakan bahwa manusia sebenarnya memiliki daya cipta, rasa dan karsa. Karena itu, ketika hanya daya cipta (IQ) saja yang diasah, maka terjadi ketidakseimbangan. Efek dari pola pendidikan yang hanya menitik beratkan pada daya cipta (kognisi / IQ) saja dan mengabaikan rasa (afeksi / EQ) dan karsa (action) akan terasa dan terlihat di kala si anak tumbuh dewasa. Si anak tersebut akan lumpuh sosial. Lumpuh sosial terjadi ketika si anak tidak mampu menjalin hubungan di lingkungan sosialnya. Padahal, dalam setiap pergaulan di masyarakat, baik pergaulan dalam pekerjaan, pergaulan organisasi, pergaulan di sekolah dan lain-lain pasti butuh untuk menjalin hubungan dan bekerjasama dengan sesama. Keadaan seperti itu, pada akhirnya bisa menghambat perkembangan potensi dirinya. Sudah
menjadi
kebutuhan
mendasar
bagi
manusia
untuk
saling
bekerjasama. Dengan bekerjasama, sebenarnya kita membuka banyak peluang untuk mempelajari banyak hal. Dengan begitu kita bisa menambah kesempatan untuk mengeksplore diri kita. Inilah letak pentingnya pergaulan dan interaksi sosial. Dulu, orang tua memang mengarahkan anak-anaknya untuk mengasah IQnya. Sebab, IQ yang tinggi diartikan sebagai tingkat kecerdasan yang tinggi pula (dan konon jadi resep sukses kalo IQ tinggi). Namun, sebuah kesadaran baru akhirnya muncul bahwa ada kecerdasan lain yang juga tidak bisa diabaikan, yakni kecerdasan emosional.
16
Keseimbangan antara kecerdasan kognitif (pengetahuan), perasaan (afektif) dan tindakan (action) akan membangun kekuatan karakter diri yang baik. Karakter diri sangatlah penting peranannya. Sebab, karakter diri adalah cara pikir dan prilaku yang khas dari individu untuk hidup dan bekerjasama dengan sekitarnya. Terkadang, karakter diri seseorang terasa tidak seimbang. Ada orang yang memiliki ide-ide brilian namun tidak mampu bekerjasama dengan teamworknya. Itu menunjukkan orang tersebut memiliki kecerdasan IQ yang baik sedang kecerdasan emosionalnya buruk. Ada juga orang yang memiliki otak cemerlang, dia juga baik, namun malas bekerja. Itu menunjukkan actionnya lebih lemah dibanding IQ dan EQ nya. Karakter diri akan semakin kuat jika ketiga aspek tersebut terpenuhi. Karakter diri yang baik ini akan sangat menentukan proses pengambilan keputusan, berperilaku dan cara pikir kita. Yang pada akhirnya akan menentukan kesuksesan kita. Lihat saja, seorang Nelson Mandela meraih simpati dunia dengan ide perdamaiannya. Bunda Teresa menggetarkan dunia dengan rasa cinta dan kepedulian terhadap sesamanya. Bung Karno dengan ide, kegigihan dan kecerdasannya masih terasa bagi kita bangsa Indonesia yang telah melalui tahun millennium. Semua itu adalah wujud dari kekuatan karakter yang mereka miliki. Ini menegaskan bahwa, karakter seseorang menentukan kesuksesan individu. Dan menurut penelitian, kesuksesan seseorang justru 80 persen ditentukan oleh kecerdasan emosinya, sedangkan kecerdasan intelegensianya mendapat porsi 20 persen.
2.4 Nilai-nilai Dasar dalam Pendidikan Karakter Tugas pendidikan adalah mencerdaskan dan membangun karakter (character building) anak didik. Karakter merupakan standar-standar batin yang terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri. Karakter diri dilandasi nilainilai serta cara berpikir berdasarkan nilai-nilai tersebut dan terwujud di dalam perilaku. Bentuk-bentuk karakter yang dikembangkan telah dirumuskan secara berbeda.
17
Indonesia Heritage Foundation merumuskan beberapa bentuk karakter yang harus ada dalam setiap individu bangsa Indonesia di antaranya; cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan. Sementara itu, character counts di Amerika mengidentifikasikan bahwa karakter-karakter yang menjadi pilar adalah; dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat dan perhatian (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairness), peduli (caring), kewarganegaraan (citizenship), ketulusan (honesty), berani (courage), tekun (diligence) dan integritas. Terkait dengan pendeklarasian pendidikan karakter, Pemerintah Indonesia telah merumusan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan, olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, olah raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa dan karsa berhubungan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan (Pemerintah RI, 2010: 21). Nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masingmasing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik; 2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
18
3. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih; dan 4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja. Dari nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mencanangkan empat nilai karakter utama yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir), tangguh (dari olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa). Dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilainilai tertentu yang diprioritaskan penanamannya pada peserta didik. Direktorat Pembinaan SMP Kemdiknas RI mengembangkan nilai-nilai utama yang disarikan dari butir-butir standar kompetensi lulusan (Permendiknas No. 23 tahun 2006) dan dari nilai-nilai utama yang dikembangkan oleh Pusat Kurikulum Depdiknas RI (Pusat Kurikulum Kemdiknas, 2009). Dari kedua sumber tersebut nilai-nilai utama yang harus dicapai dalam pembelajaran di sekolah (institusi pendidikan) di antaranya adalah: 1. Kereligiusan, yakni pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya. 2. Kejujuran, yakni perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. 3. Kecerdasan, yakni kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, tepat, dan cepat.
19
4. Ketangguhan, yakni sikap dan perilaku pantang menyerah atau tidak pernah putus asa ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi kesulitan tersebut dalam mencapai tujuan. 5. Kedemokratisan, yakni cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 6. Kepedulian, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki penyimpangan dan kerusakan (manusia, alam, dan tatanan) di sekitar dirinya. 7. Kemandirian, yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, yakni berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. 9. Keberanian mengambil risiko, yakni kesiapan menerima risiko/akibat yang mungkin timbul dari tindakan nyata. 10. Berorientasi pada tindakan, yakni kemampuan untuk mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata. 11. Berjiwa
kepemimpinan,
yakni
kemampuan
mengarahkan
dan
mengajak individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dengan berpegang pada asas-asas kepemimpinan berbasis budaya bangsa. 12. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. 13. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME. 14. Gaya hidup sehat, yakni segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
20
15. Kedisiplinan, yakni tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 16. Percaya diri, yakni sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. 17. Keingintahuan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 18. Cinta ilmu, yakni cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan. 19. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, yakni sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. 20. Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, yakni sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum. 21. Menghargai karya dan prestasi orang lain, yakni sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. 22. Kesantunan, yakni sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. 23. Nasionalisme, yakni cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. 24. Menghargai keberagaman, yakni sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010). Dari 24 nilai dasar karakter di atas, guru (pendidik) dapat memilih nilainilai karakter tertentu untuk diterapkan pada peserta didik disesuaikan dengan muatan materi dari setiap mata pelajaran (mapel) yang ada. Guru juga dapat
21
mengintegrasikan karakter dalam setiap proses pembelajaran yang dirancang (skenario
pembelajaran)
dengan
memilih
metode
yang
cocok
untuk
dikembangkannya karakter peserta didik.
2.5 Membangun Kekuatan Karakter Pada diri setiap individu memiliki karakternya masing-masing. Lingkungan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter. Karakter seseorang memiliki peran penting dalam proses kehidupan sebab karakter mengendalikan pikiran dan perilaku seseorang, yang tentu saja menentukan kesuksesan, cara kita menjalani hidup, meraih obsesi dan menyelesaikan masalah. Sebenarnya masing-masing dari kita memiliki karakter yang khas. Dan, kekhasan karakter tersebut merupakan kekuatan karakter kita. Sebab, kekhasan atau keunikan itulah yang membedakan kita dengan individu lainnya. Si penghibur akan menebarkan semangat, si pengatur akan memanajemen organisasi. Mereka yang bijak dan tidak suka konflik bisa menjadi pendamai. Itu semua adalah kekuatan karakter. Dan, setiap karakter akan dibutuhkan dalam setiap pergaulan, baik pergaulan kerja, organisasi atau masyarakat. Kekuatan karakter harus dibangun sejak awal. Membangun kekuatan karakter bisa dilakukan melalui pendidikan karakter, baik di lingkungan formal seperti sekolah, atau non-formal seperti keluarga dan masyarakat. Pendidikan karakter
diberikan
melalui
penanaman nilai-nilai
karakter.
Bisa
berupa
pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilainilai tersebut. Output pendidikan karakter akan terlihat pada terciptanya hubungan baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, masyarakat luas dan lain-lain. Pendidikan karakter tidak hanya diberikan secara teoritik di sekolah, namun juga perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu adalah bukti bahwa pendidikan yang diberikan telah merasuk dalam diri seseorang. Ketika makan bersikap sopan, ketika hendak tidur membaca doa, ketika keluar rumah berpamitan, tekun dan semangat mewujudkan obsesi dan cita-cita, jujur, berbuat baik kepada hewan dan tumbuhan, tidak membuang sampah di sembarang tempat dan lain-lain.
22
Membangun kekuatan karakter dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen. Sebab, setiap elemen akan berpengaruh dalam proses pembentukan karakter individu. Seorang anak akan meniru dan mengidentifikasi apa yang ada di sekelilingnya. Role model positif akan membentuk karakter yang positif dan sebaliknya role model negatif akan membentuk keprbadian dan karakter negatif. Karena
itu,
setiap
unsur lingkungan hendaknya
dibangun
secara
positif,
sehingga karakter anak akan terbentuk secara positif juga. Lalu
bagaimana
cara
membangun
kekuatan karakter itu?
Kekuatan
karakter akan terbentuk dengan sendirinya jika ada dukungan dan dorongan dari lingkungan sekitar. Bayangkan sebuah lidi tidak akan memiliki daya untuk menghalau sampah-sampah. Namun, jika didukung oleh ratusan lidi yang lain akan membentuk satu kekuatan untuk membersihkan halaman rumah. Begitu juga dengan karakter, akan menjadi kuat ketika didukung oleh lingkungan. Peran keluarga, sekolah, masyarakat sangat dominan dalam mendukung dan membangun kekuatan karakter. Karakter yang kuat pada akhirnya akan berperan optimal di setiap interaksi sosial. Sehingga, individu dengan karakter kuat tersebut akan memberikan sumbangsih –baik moril atau spirituil- yang berdaya guna bagi sekitarnya.
23
BAB III METODE PELAKSANAAN DAN MATERI
3.1 Metode Pelaksanaan 3.1.1 Kerangka Pemecahan Masalah Permasalahan yang telah dikemukakan di depan, dipecahkan dengan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada para guru untuk menyusun perangkat pembelajaran sesuai amanat kurikulum 2013. Peremendikbud yang khusus dipakai membahas tentang hal ini adalah Permendikbud nomor 81a tahun 2013 beserta lampirannya. Selain itu, juga digunakan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses yang ditambahkan dengan muatan pendidikan karakter. Para peserta pelatihan terlebih dahulu diajak sharing tentang implementasi kurikulum 2013 dari sosialisasi yang telah dilaksanakan. Setelah itu, baru pada hari berikut dialkukan penyegaran tentang penyusunan perangkat pembelajaran.
Dari penyegaran dan sosialisasi ini, para guru diajak bekerja
membuat perangkat pembelajaran dengan bimbingan tim instruktur. Kegiatan pembimbingan ini dilaksanakan selama 2 kali. Hasil berupa perangkat pembelajaran tersebut selanjutnya diimplementasikan di kelas.
3.1.2 Realisasi Pemecahan Masalah Realisasi pemecahan masalah ini adalah berupa pendampingan bagi guruguru yang dimulai tanggal 9 s.d. 30 Agustus 2014. Kegiatan ini meliputi pembekalan awal tentang tentang pedoman penyusunan perangkat pembelajaran sesuai amanat Kurikulum 2013 beserta muatan pendidikan karakternya. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2014. Setelah itu, pada tanggal 14 dan 21 Agustus 2014 dilakukan pendampingan dan pembimbingan dalam penyusunan perangkat pembelajaran. Tanggal 30 Agustus 2014 dilakukan pengimplementasian perangkat yang disusun di kelas. Pemilihan waktu pelaksanaan tersebut sesuai dengan kesepakatan dari pihak panitia dengan para kepala sekolah. Pelatihan ini dilaksanakan di SD No. 1 Kapal dengan jumlah guru peserta sebanyak 13 orang.
24
Teknik yang dipakai dalam pemecahan masalah adalah dengan memberikan pelatihan kepada peserta. Lama pelaksanaan pelatihan ini adalah 4 jam untuk pembekalan dengan rincian sebagai berikut. Sesi pertama, berupa dua jam pertama adalah untuk penjelasan konsep kurikulum 2013 dilanjutkan pedoman penyusunan perangkat pembelajaran sesuai amanat kurikulum 2013. Pada sesi ini, dijelaskan secara lebih mendalam tentang permendikbud nomor 81a tahun 2013. Sesi kedua berupa tanya jawab seputar seputar kurikulum 2013 dan Penyusunan perangkat pembelajaran sesuai amanat kurikulum 2013. Sesi ini dilaksanakan pada tanggal 9 Agusutus 2014. Setelah sesi pembekalan tersebut, maka dilanjutkan dengan sesi pendampingan penyusunan perangkat pembelajaan. Sesi ini dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 2014. Selanjutnya pada tanggal 21 Agusutus 2014 dilanjutkan dengan presentasi draf perangkat pembelajaran
oleh peserta. Penyempurnaan
perangkat yang disusun dilaksanakan di rumah oleh masing-masing guru. Setelah dilaksanakan pendampingan, maka pada tanggal 30 Agustus 2014 dilaksanakan implementasi pembelajaran di kelas, dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan.
3.1.3 Khalayak Sasaran antara yang Strategis Untuk keberhasilan kegiatan ini, pihak yang dilibatkan dalam pelatihan ini adalah para guru di SD No. 1 Kapal. Mereka ini merupakan guru-guru yang memiliki beban cukup berat dalam mendidikan karakter siswanya yang banyak dipengaruhi oleh gaya hidup konsumtif, instan, dan perkotaan yang kadang tidak menentu.
3.1.4 Keterkaitan Kegiatan ini memiliki keterkaitan dengan lembaga formal yang menangani masalah kependidikan. Untuk tingkat dasar dan menengah, penanganan masalah pendidikan adalah wewenang dan tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dalam hal ini Dinas tingkat Kabupaten Badung, para kepala sekolah, dan pengawas. Selain instansi tersebut, Universitas Pendidikan Ganesha
25
(Undiksha) Singaraja juga merupakan lembaga yang terkait dengan kegiatan ini. Bantuan dari lembaga ini akan memuluskan jalannya kegiatan ini.
3.1.5. Evaluasi Kegiatan Evaluasi dalam pelatihan ini menggunakan model evaluasi dalam proses dan produk. Evaluasi proses berupa observasi selama kegiatan pelatihan dan observasi ketika mereka menerapkan RPPnya di depan kelas. Untuk penilaian pelaksanaan pembelajaran, menggunakan alat penilaian seperti pada PLPG. Sementara untuk evaluasi produk, berupa penilaian terhadap unjuk kerja peserta berupa perangkat pembelajaran yang telah dibuat. Untuk penilaian produk menggunakan format penilaian untuk masing-masing bidang (RPP, LKS, Media, Evaluasi). 3.2 Materi Kegiatan Sesuai dengan tujuan pelatihan ini, yaitu bermaksud memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan yang memadai kepada guru-guru SD No. 1 Kapal dalam penyusunan perangkat pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter sesuai amanat Kurikulum 2013, maka materi pelatihan ini diarahkan kepada dua hal tersebut, yaitu materi terkait dengan penyusunan perangkat pembelajaran sesuai amanat kurikulum 2013 dan pendidikan karakter. Materi pelatihan ini disampaikan oleh Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd.
26
BAB IV HASIL PELATIHAN 4.1 Hasil Pelatihan Pelatihan pertama berupa pembekalan awal tentang hakikat Kurikulum 2013 dan pengembangan perangkat pembelajarannya dilaksanakan pada hari Sabtu, 9 Agustus 2014. Tempat kegiatan ini dilaksanakan adalah di salah satu ruang kelas SD No. 1 Kapal. Secara rinci, tempat pelatihan dapat disebutkan sebagai berikut (1) untuk pelatihan dan pendampingan penyusunan RPP dilaksanakan di Perpustakaan SD No 1 Kapal, (2) pendampingan dalam implementasi RPP dilaksanakan di kelas tempat guru tersebut mengajar. Rangkaian kegiatan pada sesi pertama berupa pembekalan materi Kurikulum 2013 dan perangkat pembelajarannya dapat diuraikan sebagai berikut. Acara pembukaan berlangsung dari pukul 08.30 Wita sampai pukul 09.30 Wita. Pembukaan pelatihan diisi pengarahan singkat dari Kepala Sekolah SD Nomor 1 Kapal. Setelah pembukaan , yaitu pukul 09.00 sampai dengan pukul 12.30 dilanjutkan dengan pembekalan awal Kurikulum 2013 dan pengembangan perangkat pembelajarannya. Sesi ini diisi dengan pemaparan tentang hakikat kurikulum 2013 dan diskusi tentang pengembangan perangkat pembelajaran yang sesuai amanat Kurikulum 2013. Pengenalan Kurikulum 2013 ini dimulai dengan menguraikan tantangan bangsa Indonesia menghadapi persaingan global dan rasional kemunculan Kurikulum 2013. Setelah itu, dilanjutkan dengan hakikat Kurikulum 2013 serta perubahan yang terjadi sebagai penyempurnaan KBK yang telah dirintis tahun 2004. Pada sesi ini, tampaknya peserta cukup antusias mengikuti pemaparan materi ini. Hal ini tampak dari pertanyaan yang muncul dari peserta dan juga keaktifannya selama penjelasan. Ada beberapa pertanyaan yang muncul. Seperti “Mengapa Kurikulum diubah terus sehingga membingungkan guru?”. Pertanyaan ini tentu saja dengan mudah dijawab oleh instruktur mengingat teori dan keharusan kurikulum tersebut berubah sesuai dengan perkembangan kondisi masyarakat dan perkembangan IPTEKS. Tuntutan masyarakat secara global menjadikan rasional yang penting tentang perubahan kurikulum. Pertanyaan lainnya misalnya, tentang
27
Komptensi Inti dan Kompetensi Dasar, arah pengembangan pendidikan sikap dan karakter pada Kurikulum 2013, tentang pembelajaran tematik-integratif sesuai amanat Kurikulum 2013, dan pendekatan saintifik sebagai salah satu penciri pembelajaran dalam kurikulum 2013. Pada pemaparan tentang perangkat pembelajaran sesuai amanat Kurikulum 2013, diskusi klasik kembali muncul walaupun sudah beberapa kali diberikan pelatihan, bahkan tahun sebelumnya juga sudah ada pelatihan tentang penyusunan RPP. Diskusi tersebut Seperti anggapan RPP hanya untuk kelengkapan administrasi bagi seorang guru, karena ketika mengajar di kelas, biasanya guru akan bebas berimprovisasi. Pertanyaan ini tampaknya cukup serius. Buktinya banyak guru yang setuju dengan ungkapan itu. Para guru mengatakan mereka justru merasa terkungkung dengan adanya RPP. Kreatifitasnya juga dipasung. Pendapat guru yang demikian tentu merupakan angin segar untuk menjelaskan lebih jauh tentang hakikat dan pentingnya RPP. RPP adalah langkah awal untuk memulai pembelajaran yang terarah karena di dalam RPP tercantum indikator maupun tujuan pembelajaran. Mengajar tentu saja harus memiliki arah yang jelas. Tanpa arah maka besar kemungkinan pelaksanaan pembelajaran akan berjalan sekehendak hati. Ada guru yang suka dengan topik tertentu dalam mata pelajarannya maka setiap mengajar dia akan mengajar topik yang disukainya saja. RPP mencegah hal seperti ini. RPP tidaklah memasung kreatifitas guru, kreatifitas guru sebaiknya sudah terlihat dari RPP yang disusun. Misalnya bagaimana merencanakan pelaksanaan pembelajaran yang inovatif dan kreatif, tentu dapat dituangkan dalam butir pelaksanaan pembelajaran mulai dari kegiatan pembuka, inti, sampai pada penutup. Pertanyaan lain yang juga muncul adalah komponen yang harus ada dalam RPP dan bagaimana susunannya yang benar? Apakah perlu lagi komponen tujuan pembelajaran kalau sudah ada indikator? Untuk pertanyaan ini kembali dijelaskan tentang komponen RPP sesuai dengan Standar Proses Pendidikan yang telah ditetapkan pada Permendikbud 41 tahun 2007 maupun Permendikbud Nomor 81a tahun 2013. Secara jelas pada Permen itu sudah tercantum komponen RPP sebagai berikut.
28
1) Identitas mata pelajaran Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan. 2) Kompetensi Inti Kompetensi inti adalah gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. 3) Kompetensi dasar Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. 4) Indikator pencapaian kompetensi Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 5) Tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. 6) Materi ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. 7) Alokasi waktu Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar. 8) Metode pembelajaran
29
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI. 9) Kegiatan pembelajaran a. Pendahuluan Pendahuluan
merupakan
kegiatan
awal
dalam
suatu
pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. b. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan
pembelajaran
dilakukan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses dalam pendekatan saintifik. c. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. 10) Penilaian hasil belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian. 11) Sumber belajar
30
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kom petensi.
Dengan keberadaan tujuan pada Permendikbud tersebut, maka tujuan pembelajaran wajib ada dalam RPP. Namun, penjelasan tentang komponen RPP di atas kembali mengundang pertanyaan dari guru. Banyak guru yang masih belum paham dan juga bingung dengan istilah eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Padahal, tiga hal ini dituntut keberadaannya secara eksplisit oleh Permendikbud. Untuk itu, dikemukakan kembali penjelasan tentang langkah-langkah pendekatan saintifik berupa 5M, yaitu mengamati, menanya, menalar, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Diskusi tentang pendekatan saintifik ini memakan waktu yang cukup lama juga. Pertanyaan tentang keberadaan model pembelajaran sesuai Permendikbud 41 tahun 2007 dan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013. Dalam hal ini narasumber menyampaikan bahwa dalam kegiatan pembelajaran di RPP menurut Permen 41 tahun 2007 harus mencantumkan model/metode/ pendekatan/strategi. Dalam Kurikulum 2013, model pembelajaran yang disarankan adalah pendekatan saintifik. Nara sumber juga menekankan perbedaan antara alat, media, dan sumber belajar. Diskusi kemudian berlanjut ke prosedur pembuatan RPP. Pada diskusi ini tampak muncul beberapa pertanyaan. Misalnya keberadaan materi pembelajaran. Apakah cukup dibuat judul-judulnya. Untuk ini penyaji menjelaskan indikator penilaian RPP untuk sertifikasi guru. Kalau
merperhatikan
rambu-rambu
penilaian
RPP,
maka
materi
pembelajaran dalam RPP perlu terlihat sistematikanya, keruntutannya, dan kesesuaiannya dengan alokasi waktu yang ada. Materi pelajaran cukup dibuat poinponnya saja, apalagi jika menggunakan Kurikulum 2013. Pada Kurikulum 2013 sudah ada buku siswa dan buku guru yang berikan materi yang lengkap dan juga prosedur pembelajarannya. Jawaban ini cukup memuaskan peserta.
31
Yang cukup menarik perhatian adalah prosedur penyusunan RPP. Hal ini dijelaskan secara agak panjang karena menyangkut teknis bekerja nantinya. Secara umum prosedurnya terdiri atas 7 langkah berikut. Langkah 1 : Mengisi kolom identitas Mengisi kolom identitas mata pelajaran yang antara lain berisi : (1) nama sekolah, (2) mata pelajaran, dan (3) kelas/semester. Langkah 2 : Menentukan alokasi waktu Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan. Penentuan alokasi waktu disesuaikan dengan materi dan kegiatan yang direncanakan. Langkah 3 : Menuliskan kompetensi inti, kompetensi dasar, dan Indikator (Standar kompetensi masih dipakai karena di SD N 1 Kapal masih ada kelas yang menggunakan KTSP, yaitu klas III dan klas VI). Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian kompetensi pada RPP diambil dari silabus mata pelajaran tersebut. Langkah 4 : Mengidentifikasi materi ajar Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian singkat dari materi pokok,
bukan
judul-judul/topik-topik
melainkan
konsep-konsep
operasional. Materi pokok/pembelajaran yang dituangkan dalam RPP hendaknya mempertimbangkan: (1) potensi peserta didik, (2) relevansi dengan karakteristik daerah, (3) sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual,
emosional,
sosial,
serta
spiritual
peserta
didik,
(4)
kebermanfaatan bagi peserta didik, (5) struktur keilmuan, (6) aktualitas, kedalam, dan keluasan materi pembelajaran, (7) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan, dan (8) alokasi waktu. Langkah 5 : Mengembangkan kegiatan pembelajaran Mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar atau
32
indikator yang telah dirumuskan. Pembelajaran yang dimaksud dapat diperoleh melalui berbagai pendekatan, model-model pembelajaran inovatif, dan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi ajar, dan sumber belajar yang tersedia. Pengalaman belajar hendaknya memuat kecakapan hidup (life skill) yang harus dikuasai peserta didik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran dalam RPP sebagai berikut. e. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan bantuan kepada guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. f. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara lengkap dan berurutan untuk mencapai suatu kompetensi dasar atau sering disebut dengan “skenario pembelajaran”. g. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pelajaran. h. Rumusan
pernyataan
dalam
kegiatan
pembelajaran
minimal
mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan belajar siswa dan interaksinya dengan materi ajar. Langkah 6 : Menentukan sumber belajar Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, lingkungan fisik, lingkungan alam, dan lingkungan sosial budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Langkah 7: Menentukan jenis penilaian Penilaian (asesmen) merupakan bagian integral dari pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang
33
dilakukan secara sistematis dan berkesinmabungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan kesimpulan.
Penjelasan tentang prosedur ini tidak begitu banyak memunculkan pertanyaan dari peserta. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan praktik penyusunan RPP. Dalam praktik penyusunan RPP, kembali muncul beberapa pertanyaan, seperti tentang evaluasi. Namun secara umum, praktik berjalan dengan lancar. Para guru dapat menyusun RPP dengan lancar karena memang sebelum pelaksanaan pelatihan sudah diberitahukan agar mempersiapkan bahan untuk menyusun sebuah RPP. Setelah mereka selesai menyusun RPP, maka dilakukan “peer corection” terhadap RPP yang telah dibuat. Pedoman koreksi sejawat ini adalah pedoman yang digunakan dalam penilaian RPP pada sertifikasi guru. Format yang digunakan seperti tercantum pada Bab III Sesi berikutnya, yaitu praktik menyusun RPP sesuai dengan konsep yang telah dibahas. Pada saat praktik di sekolah, para guru didampingi oleh para instruktur. Untuk penyempurnaan RPPnya, guru diijinkan untuk mengerjakan di rumah agar kelengkapan RPP dapat terpenuhi. Dari praktik menyusun RPP ini dihasilkan 12 RPP. Dari keduabelas RPP tersebut rata-rata skor yang didapat setelah dinilai berdasarkan pedoman penilaian RPP dengan ƩN = 40 adalah seperti tabel berikut.
34
Tabel 4.1: Rata nilai RPP produk pelatihan NO ASPEK YANG DINILAI 1 Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar) 2 Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik) 3 Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi, dan kesesuaian dengan alokasi waktu) 4 Pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik) 5 Kejelasan skenario pembelajaran (langkah-langkah pembelajaran : awal, inti, penutup) 6 Kerincian skenario pembelajaran (setiap langkah tercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap) 7 Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran 8 Kelengkapan instrumen (soal, kunci, pedoman penskoran Skor Total
Rata-rata 3,2
4,1 4,2 3,8 4,1 4
4,1 4,1 31,6
Rata-rata sebesar 31,6 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat keterampilan guru menyusun RPP bermuatan karakter adalah 79 pada skala 100. Nilai ini tentu perlu ditingkatkan lagi.
4.2 Pembahasan Ada beberapa hal yang patut dibahas dari hasil pelatihan yang telah dilaksanakan. Pertama berkaitan dengan antusias guru untuk mengikuti pelatihan ini. Keantusiasan ini tentu saja sesuatu yang dapat kita sebut sebagai fantastis. Keantusiasan guru juga mendapat sokongan dari manta kepala sekolahnya juga ikut datang pada saat pelatihan untuk memberikan motivasi kepada para guru yang memang masih kebingungan mengimplemetasikan Kurikulum 2013. Selain itu, kehadiran ketua komite sekolah yang secara penuh ikut mendampingi para guru selama pelatihan juga menjadikan motivasi tersendiri bagi guru dan bagi instruktur. Keantusiasan guru itu juga tampak dari kehadiran dan kedisiplinan para guru selama pelatihan. Tidak ada guru yang minta ijin tidak masuk apalagi bolos. Motivasi yang tinggi dari guru saat mengikuti pelatihan ini tampaknya menjadi sebuah temuan yang pantas untuk dibahas. Mengapa guru begitu antusias
35
dan memiliki motivasi yang tinggi? Hal ini tampaknya didorong oleh beberapa hal. Pertama, mungkin pelatihan yang mengarah kepada keterampilan semacam ini sangat jarang dilakukan. Jika benar demikian, maka ini membuktikan bahwa guru kita bukanlah sosok yang pasif dan ortodok yang selama ini sering terdengar. Mereka bukannya tidak senang dengan perubahan yang inovatif hanya mungkin strategi yang kita gunakan perlu dipikirkan. Model pengajaran anak kecil (pedagogi) jelas sangat tidak cocok dengan mereka yang sudah pada tua-tua. Oleh karena itu, pelatih yang akan memberikan bekal kepada para guru seharusnya paham dengan andragogi (pengajaran untuk orang dewasa). Dari minat dan motivasi yang diperlihatkan tampaknya para guru juga merupakan sosok yang gelisah mencari pengetahuan dan keterampilan baru. Rasa ingin tahu dan keinginan untuk berkembang yang tinggi dari guru sangat tampak. Hal ini sebenarnya merupakan potensi yang sangat mungkin dikembangkan menjadi sesuatu yang berhasil guna. Kalau ada yang mengatakan bahwa guru kurang aktif, loyo, malas dan lain-lainnya, tampaknya tidaklah selalu benar. Mereka selalu ingin berkembang. Mereka juga ingin menghasilkan sesuatu yang fundamental. Mereka menjadi kurang aktif karena kurangnya rangsangan untuk berkarya secara nyata, kurangnya kepraktisan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Mungkin cara-cara pelatihan, penataran dan sebagainya yang selama ini lebih banyak menanamkan pemahaman terhadap teori yang verbalistik, tanpa adanya realisasi dalam kehidupan guru di sekolah. Kedua, guru tampaknya merasa bahwa segala yang mereka dapatkan dalam pelatihan ini bermanfaat langsung untuk kehidupannya profesinya. Ini berarti prinsip kebermaknaan dan keterkaitan sangat menopang antusias dan motivasi guru untuk mengikuti kegiatan sejenis ini. Pelatihan ini yang meruapakan salah satu bentuk pembelajaran ini perlu dibuat sealamiah mungkin sehingga mereka merasakan kebermaknaan dan kepraktisannya. Guru akan senang jika mereka langsung dapat melihat hasil karyanya. Ini adalah teori yang sudah cukup lama, tetapi sering dilupakan dalam pembelajaran. Dalam pelatihan ini, kebenaran konsep ini tampaknya muncul. Dengan langsung dapat melihat hasil kerjanya berupa RPP, dan perangkat pembelajaran lainnya,
36
tampak lebih menantang dan menggairahkan mereka lebih giat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya atau keprofesionalannya. Dari rata-rata kemampuan guru sebesar 79 dapat dijelaskan bahwa nilai tersebut masih dapat ditingkatkan lagi. Alasannya, jika perencanaan pembelajaran belum maksimal maka dapat diduga pelaksanaan pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik.
37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari pelaksanaan pelatihan ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1) Rata-rata skor yang diperoleh oleh guru SD N 1 Kapal dalam penyusunan RPP dan perangkat pembelajaran sesuai amanat Kurikulum 2013 yang bermuatan karakter adalah 31,6. Skor ini setara dengan nilai 79 pada skala 100. 2) Sebagaian
besar
guru,
masih
kebingungan
dan
kesulitan
dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013. Oleh karena itu, para guru sangat memerlukan adanya pelatihan semacam ini. Hal ini dapat dilihat dari keantusiasan mereka saat mengikuti pelatihan. Mereka sangat menikmati pelatihan ini sehingga semua tugas yang diberikan dikerjakan dengan motivasi yang tinggi. 3) Sebagian besar guru yang menjadi peserta pelatihan membawa pengetahuan awal mengenai pelatihan sebagai sesuatu yang hanya sekadar formalitas belaka dan verbalistik sehingga tidak dapat diterapkan secara nyata dalam kesehariannya sebagai guru. 4) Pelaksanaan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan para peserta dalam hal menyusun perangkat pembelajaran sesuai amanat Kurikulum 2013. 5) Pelaksanaan pelatihan juga dapat meningkatkan apresiasi guru tentang pentingnya teori-teori baru untuk meningkatkan kualitas pembelajaranan yang dilaksanakan di sekolahnya.
5.2 Saran-saran Sehubungan dengan hasil pelatihan seperti di atas, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut. 1) Perlu diadakan pelatihan lanjutan untuk lebih meningkatkan kemampuan guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. 2) Guru perlu lebih dimotivasi dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan pelatihan karena mereka tampak sangat antusias untuk melakukan kegiatan semacam ini.
38
Daftar Pustaka Chauhan, S.S. 1979. Inovation in Teaching-Learning Process. New Delhi : Vikas Publishing House. Depdiknas. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. Depdiknas. 2006. Penjelasan Instrumen Penilaian Kinerja Guru 1 (Kemampuan Merencanakan Pembelajaran). Jakarta: Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga kependidikan dan Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti. Depdiknas. 2008a. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, Dirjen Mandikdasmen, Depdiknas. Depdiknas. 2008b. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 2 tahun 2008 Tentang Buku. Jakarta: Depdiknas.
Gardner, H. 1993. Multiple Intelligences : The Theory in Practice. New York : Basic Books
Hudoyo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Permendikbud nomor 81a tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Suastra, I,W. 2006. Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Inovatif. Makalah Disajikan pada Pelatihan ”Pakem” bagi Guru-guru di Kabupaten Bangli. Tanggal 4 s.d 22 Desember 2006. Suastra, I.W. 2006. Pengembangan Sistem Asesmen Otentik dalam Pembelajaran Fisika di SMA. Hasil Penelitian. Tidak Dipublikasikan. 39
Timothy Wibowo (2012) pada http://www.pendidikankarakter.com/ kekuatankarakter-bagi-masa-depan-anak/ Trianto. 2007. Model Pembelajaran inovatif Berorientasi Konstrutivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Surabaya: Prestasi Pustaka Zamroni. 2001. School and University Colaboration for Improving Science and Mathematics Instruction in School. Paper Presented in National Seminar on Science and Mathematics Education. Bandung, August, 21,2001.
40
Lampiran 01 : Foto Kegiatan
1
2
Lampiran 02 : Produk Pelatihan
3