UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI – 16 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SITI RAHMAWATI, S.Farm. 1206330122
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI – 16 AGUSTUS 2013
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SITI RAHMAWATI, S.Farm. 1206330122
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
IIAI.A]Nf,AN PENGESAHIAFII
Laporan Pmktek Kerja Profesi ini diaj'rkan oleh: Siti Rahmawati, S.Farm. Nama 1206330122 NPM Apteker Progparn Studi Laporan Pralftek Keria Proftsi Apoteker di ,Apotik Judutr Lapor,an Atoika, Jalan Kmtini Raya No" 34A, Jakafra Pusat, Periode 19 Jud - 16 Agustus 2013
Tetah berhasil dipertahankan di hadapan Ilewan Pengrnii dan diterima sebagai bagian persyanatan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteken Fakrnltas Farmasi" Universitas Indonesia.
DSWAAIIPENGUJN
Pembinibingl :Dr.FlamitaApr Pernbirnbing
Penguji
I
Penguji
II
Penguji
flI
II
dri Tanggal
Ditetrykan
:
Nadia Fml{rLanah Syafrian"
IS4"S'i",
Apt.
M.el.
w Pf D
:
De,pk
:
111
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
HAII\}IAN
PERI\TYATAAN ORISINALITAS
K*rya trmieh ini adahh hasil kerya seya scndiri,
du semue sumber baikyang ditntip maupun dinrjuk telah seya nyatrkan dengen bener.
Nama
: Siti R*hmewati,
NPM
:12O633O122
rand*
rnngen ,
lt\
S,
l
A1d\4
ll-''
Tanggal
: l3Janueri20l{
tv
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Ferm
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jl. Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013. 3. Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulis melaksanakan PKPA. 4. Nadia Farhanah Syafhan, M.Si., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang sangat bermanfaat. 5. Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA. 6. Seluruh karyawan Apotek Atrika atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. 7. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. v
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
vi
8. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, doa, semangat dan kasih sayang yang tiada henti. 9. Semua pihak yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis,
2014
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
trALAMAN PER}IYATAAN PERSETUJUAN PTIBLIKASI TUGAS AKHIR I]NTT]K KEPENTINGAIV AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama NPM
: Siti Rahmawati, S. Farrn"
:1206330122
Program Studi : Apoteker
Fakultas Jenis
karya
: Farmasi : Laporan Praktek
Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exelusive Rayelty
Free Right\ atas karya ilmiah saya yang berjudul
LAPOR!{.N PITAKTEK
:
KERIA PROFESI APOTERTR DI APOTEK
ATRIKA JL. KARTIM RAYA NO. 34A. JAKARTA PUSAT PERIODE
JT]NI-
19
16 AGUSTUS 2013
beserta perangkat yang ada
Noneksklusif
ini
(ika diperlukan).
Dengan Hak Bebas Royalti
Universitas Indonesia berhak menyimpaq mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat
di
:
Depok
Padatanggal : 13 Januari 2014
nyatakan
qSiti Rahmawati, S. Farm)
vll
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Siti Rahmawati, S. Farm Program Studi : Apoteker Judul :.Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jl. Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat Periode 19 Juni – 16 Agustus 2013 Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan dan pencampuran, tetapi juga termasuk pengendalian mutu dan pengamanan sediaan farmasi, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan memiliki fungsi ganda. Apotek tidak hanya sebagai tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan tempat pengabdian profesi apoteker, melainkan juga sebagai tempat usaha untuk mencari keuntungan (profit oriented). Oleh karena itu, apoteker juga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola persediaan dan keuangan apotek sehingga dapat membawa keuntungan bagi apotek tersebut. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dilakukan mulai tanggal 19 Juni hingga 16 Agustus 2013 di Apotek Atrika dimana kegiatan ini memberikan pengetahuan mengenai tugas pokok, fungsi, dan peran apoteker di sebuah apotek dan memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan di apotek, baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. Kata Kunci
: Apotek Atrika, Pekerjaan Kefarmasian, Praktek Kerja Profesi Apoteker. xiii+73 halaman : 15 lampiran Daftar Pustaka : 16 (1980-2011)
viii
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Siti Rahmawati, S. Farm. : Apothecary : Report of Pharmacist Internship Program at Atrika Pharmacy on Kartini Raya Street No. 34A Central Jakarta Pusat Time Period Juny 19th - August 16th 2013
Pharmacy is a means of pharmacy service, the place where the practice of pharmacy by a pharmacist. Pharmacy practice in pharmacy not only include manufacturing, processing, compounding and mixing, but also includes the quality control of pharmaceutical preparations and security, storage and distribution of drugs, medication management, servicing over prescription drug, the drug information service as well as drug development, drug substance and drug traditional. Pharmacy as one of the health-care facilities have a dual function. Pharmacies not only as a place to do the job of pharmacy and the pharmacist profession of devotion, but also as a place of business for profit ( profit- oriented). Therefore, pharmacists should also have knowledge and experience in managing inventory and financial pharmacies so as to bring benefits to the pharmacy. Pharmacist Internship Program was conducted from June 19 to August 16, 2013 in Pharmacy Atrika where these activities provide knowledge about basic tasks, functions, and role of the pharmacist in a pharmacy and provide the opportunity to perform activities in the pharmacy, both technical and non- technical pharmacy. Key Words xiii+73 pages Bibliography
: Pharmacist Internship Program, Pharmacy Atrika, pharmacy practice. : 15 appendixes : 16 (1980-2011)
ix
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ HALAMAN JUDUL .................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .......................................... KATA PENGANTAR ................................................................................. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... ABSTRAK ................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
i ii iii iv v vii viii ix x xii xiii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Tujuan .....................................................................................
1 1 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ..................................................... 2.1 Definisi Apotek....................................................................... 2.2 Landasan Hukum Apotek ....................................................... 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ....................................................... 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek.............................. 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ................................ 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ................. 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek .................................................... 2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ................................................ 2.9 Tenaga Kerja di Apotek .......................................................... 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek ..................................................... 2.11 Pengelolaan Apotek ................................................................ 2.12 Pengadaan Persediaan Apotek ................................................ 2.13 Pengendalian Persediaan Apotek............................................ 2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ............................
3 3 3 4 4 5 7 7 11 12 14 22 24 25 27
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTIK ATRIKA ................................... 3.1 Sejarah dan Lokasi.................................................................. 3.2 Tata Ruang .............................................................................. 3.3 Penataan Obat ......................................................................... 3.4 Struktur Organisasi ................................................................. 3.5 Tugas dan Fungsi Jabatan ....................................................... 3.6 Kegiatan di Apotik Atrika ......................................................
34 34 34 34 35 36 39
BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................
48
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 5.2 Saran ......................................................................................
57 57 57
x
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN ......................................................................................
58
LAMPIRAN ............................................................................................. ....
60
xi
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 4.1
Penandaan Golongan Obat Bebas........................................... Penandaan Golongan Obat Bebas Terbatas ............................ Tanda Peringatan pada Kemasan Obat Bebas Terbatas ......... Penandaan Golongan Obat Keras ........................................... Logo Golongan Narkotika ...................................................... Matriks VEN-ABC ................................................................. Alur Penerimaan Resep Tunai................................................
xii
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
14 15 16 16 19 27 54
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Atrika .................................................... Lampiran 2. Papan Nama Apotek Atrika ................................................... Lampiran 3. Denah Ruang Apotek Atrika ................................................. Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotek Atrika ............................................... Lampiran 4b. Ruang Etalase Depan Apotek ................................................ Lampiran5. Struktur Organisasi Apotek Atrika ........................................ Lampiran6a. Lemari Penyimpanan Narkotik ............................................. Lampiran6b. Lemari Penyimpanan Psikotropik ........................................ Lampiran7a. Surat Pesanan Narkotika........................................................ Lampiran7b. Laporan Penggunaan Narkotika ............................................ Lampiran8. Surat Pesanan Psikotropika ................................................... Lampiran9. Laporan Penggunaan Psikotropika ........................................ Lampiran10. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotek Atrika ............. Lampiran11a. Copy Resep Apotek Atrika .................................................... Lampiran11b. Surat Pesanan Apotek Atrika ................................................. Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep ........................................... Lampiran 13a.Kartu Stok Kecil ................................................................... Lampiran 13b.Kartu Stok Besar (Kartu Gudang) ........................................ Lampiran 14. Faktur Pengiriman ke Cabang Apotek Atrika .......................
xiii
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
60 61 62 63 63 64 65 65 66 66 67 68 69 70 70 71 72 72 73
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera, baik secara fisik, mental spiritual, maupun sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemerintah berupaya melakukan pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Oleh karena itu, diperlukan dukungan sumber daya kesehatan secara maksimal, salah satunya apotek sebagai sarana kesehatan. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan dan pencampuran, tetapi juga termasuk pengendalian mutu dan pengamanan sediaan farmasi, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Departemen Kesehatan RI, 2009). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Departemen Kesehatan RI, 2009). Pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditas utama (drug oriented) bergeser menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Perubahan ini menuntut apoteker
untuk meningkatkan pengetahuan
dan
keterampilannya
dalam
berinteraksi langsung dengan pasien, termasuk kecakapan berkomunikasi saat memberikan informasi (drug informer), kemampuan memantau penggunaan obat (drug monitoring), dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan memiliki fungsi ganda.
Apotek
tidak
hanya
sebagai
tempat
dilakukannya
1
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
pekerjaan
Universitas Indonesia
2
kefarmasiandan tempat pengabdian profesi apoteker, melainkan juga sebagai tempat usaha untuk mencari keuntungan (profit oriented). Oleh karena itu, apoteker juga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola persediaan dan keuangan apotek sehingga dapat membawa keuntungan bagi apotek tersebut. Menyadari pentingnya peran apoteker tersebut, maka calon apoteker perlu dibekali dengan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman dalam menjalankan peran profesinya di apotek. Untuk itu, Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Atrika menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 6 minggu sejak 17 Juni – 26 Juli 2013 sebagai bekal pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif antara teori yang diperoleh dari perkuliahan dengan praktek secara langsung di dunia kerja.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika bertujuan agar mahasiswa calon apoteker dapat: a. Memahami tugas pokok, fungsi, dan peran apoteker di sebuah apotek. b. Memahami dan melaksanakan kegiatan di apotek, baik secara teknis
kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. .
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1
Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi,
pengamanan,
pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2
Landasan Hukum Apotek Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
2.2.1
Undang – Undang Negara Undang-Undang yang menjadi landasan hukum apotek, yaitu:
a.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
b.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c.
Undang-Undang Kesehatan RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2.2.2
Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan hukum apotek, yaitu:
a. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. b. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
2.2.3 Peraturan Menteri Kesehatan RI Peraturan Menteri Kesehatan RI yang menjadi landasan hukum apotek, yaitu: a.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
b.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 3
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.2.4
Keputusan Menteri Kesehatan RI Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menjadi landasan apotek, yaitu:
a.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
b.
Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan
Atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.4
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/ IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “APOTEK” dan harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
5
Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. Apotek harus memiliki : a.
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b.
Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi.
c.
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d.
Ruang racikan.
e.
Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5
Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, apoteker wajib memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) untuk apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Setelah mendapatkan STRA, apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan RI , di mana Menteri Kesehatan RI akan mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
6
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN; b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi; c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Seorang APA harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan RI b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai apoteker. c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan RI. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk apoteker pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama apoteker bersangkutan dicabut. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
7
2.6
Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993
pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1); b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2); c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota (Pasal 24 ayat 1). d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 ayat 2); e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3).
2.7
Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002) Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002
disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan RI, kemudian Menteri Kesehatan RI melimpahkan wewenang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
8
pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang kemudian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan RI dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 992/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1
b.
Dengan
menggunakan
formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3
d.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh formulir APT-4
e.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh formulir APT-5
f.
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
9
hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6 g.
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan
h.
Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana
i.
Pemilik sarana yang dimaksud poin (h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
j.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dalam jangka waktu selambatlambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan menggunakan formulir model APT7. Dalam mengajukan permohonan perizinan apotek, apoteker selaku
penanggung jawab wajib melampirkan: a. Data Apoteker 1) Fotokopi KTP Apoteker Pengelola Apotek (APA) 2) Fotokopi NPWP APA 3) Pas foto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar 4) Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK) 5) Fotokopi Surat Lolos Butuh dari Dinas Kesehatan Provinsi bagi APA yang berasal dari luar Provinsi 6) Surat izin dari atasan bagi APA yang PNS/TNI/POLRI b. Data Pemilik Sarana Apotek (PSA) 1) Fotokopi KTP PSA/ pemilik perusahaan 2) Fotokopi NPWP 3) Pasfoto berwarna berukuran 4x6 cm 1 lembar Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
10
c.
Fotokopi akta perusahaan bila berbentuk badan hukum yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM RI
d. Salinan akta perjanjian kerja sama antara APA dan PSA e. Fotokopi IMB yang telah dilegalisir f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan dari Dinas Tramtib yang telah dilegalisir. g. Surat pernyataan dari APA tidak bekerja pada perusahaan farmasi lain di atas materai Rp 6000,h. Surat pernyataan APA yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang belaku di atas materai Rp 6000,i. Surat pernyataan dari APA tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp 6000,j. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi atau obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00. k. Peta lokasi dan denah ruangan beserta fungsi dan ukurannya l. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana m. Rencana jadwal buka apotek n. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan o. Kelengkapan asisten apoteker/D3 farmasi 1) Surat Izin Asisten Apoteker 2) Fotokopi KTP 3) Surat pernyataan bersedia bekerja di atas materai Rp 6000,p. Daftar peralatan peracikan obat q. Daftar buku pustaka r. Perlengkapan administrasi 1) Contoh etiket, kartu stok, copy resep 2) Balngko SP, blangko faktur, form laporan narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
11
2.8
Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka
waktu setahun sekali kepada Menteri Kesehatan RI dan tembusan
disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota apabila: a.
Apoteker
tidak
lagi
memenuhi
kewajibannya
untuk
menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI. b.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus.
c.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
d.
Surat Izin Kerja APA dicabut.
e.
Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
f.
Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sebelum melakukan
pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a.
Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
12
b.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada
Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan RI atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).
2.9
Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi atau asisten apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), asisten apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai administrasi atau tata usaha. APA adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
13
a.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b.
Pengelolaan sediaan farmasi dalam hal menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
c.
Melaksanakan fungsi administrasi dalam hal mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi di apotek.
d.
Melaksanakan fungsi kewirausahaan yaitu mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e.
Melakukan pengembangan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332 tahun 2002, dalam
melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan apoteker pengganti. Apoteker pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA jika APA berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah asisten apoteker. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker. Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu asisten apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai administrasi atau tata usaha bertugas membantu apoteker dalam kegiatan administrasi seperti membuat laporan harian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
14
2.10
Sediaan Farmasi di Apotek Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) digolongkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Departemen Kesehatan, 2006).
2.10.1 Obat OTC (Over the Counter) Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. 2.10.1.1 Obat Bebas Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah antasida dan vitamin (Kementerian Kesehatan RI, 2006).
Gambar 2.1 Penandaan golongan obat bebas Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
15
2.10.1.2 Obat Bebas Terbatas Obat keras dalam jumlah tertentu tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan RI, 2006). Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan RI, 2006).
Gambar 2.2 Penandaan golongan obat bebas terbatas
Terdapat enam golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu: a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat bermerk golongan ini adalah Stopcold®, Inza®, dan obat flu lainnya. b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Listerine® dan Betadine Gargle®. c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat golongan ini adalah Rivanol® dan Canesten®. d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar. e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini adalah supositoria untuk laksatif misalnya Dulcolax® f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah supositoria untuk wasir misalnya Annusol®.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
16
Gambar 2.3 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas
2.10.2 Obat Ethical Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras dan narkotika. 2.10.2.1 Obat Keras Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, antidiabetes, hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua obat injeksi.
Gambar 2.4 Penandaan golongan obat keras
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi (Presiden RI, 1997): a. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
17
I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko atau jamur tahi sapi), LSD (lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika). b. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam narkotika golongan I. c. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina. d. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan klorazepam. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1997 pengaturan psikotropika bertujuan untuk: a.
Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
b.
Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika
c.
Memberantas peredaran gelap psikotropika Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut:
a. Pemesanan Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, dan nomor SIPA. Surat pesanan terdiri dari tiga rangkap dan dalam satu surat pesanan dapat digunakan untuk pemesanan lebih dari satu psikotropika SP ditujukan kepada Pedagang Besar Farmasi yang menyediakan psikotropika. b. Penyimpanan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
18
Penyimpanan psikotropika belum diatur dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya. Untuk mencegah penyalahgunaan psikotropika sebaiknya obatt golongan psikotropika disimpan dalam suatu rak atau lemari khusus dan disertai katu stok psikotropika c. Penyerahan Obat golongan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya resep dokter. (UU No. 5 Tahun 1997 pasal 14). d. Pelaporan Apotek wajib menyusun dan mengirimkan laporan bulanan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10, dengan tembusan kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat. Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika. e. Pemusnahan Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 pasal 53, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluwarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara. Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan pemusnahan narkotika. 2.10.2.2 Narkotika Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Presiden RI, 2009a):
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
19
Gambar 2.5 Logo golongan narkotika
a. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah heroin, kokain, ganja, opium, meskalin, amfetamin, metamfetamin dan obat-obat psikotropika golongan I dan II. b. Narkotika golongan II Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, metadon, difenoksilat, levomtorfan, dan fentanil. c. Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah kodein dan buprenorfina. Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah,
melindungi,
dan
menyelamatkan
Bangsa
Indonesia
dari
penyalahgunaan narkotika; c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
20
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip apotek. b. Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2) Harus mempunyai kunci yang kuat. 3) Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4) Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. 5) Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan RI. 6) Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. 7) Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. c. Pelayanan resep Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
21
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan Berdasarkan
Permenkes
RI
No.1575/Menkes/PER/XI/2005
tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Satu di antara kegiatan yang dilakukan adalh pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit pelayanan. Dalam melaksanakan aktivitas pengelolaan data pelaporan tersebut, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menggunakan sistem pelaporan dalam bentuk software, yaitu Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) yang dapat diakses secara online dengan alamat http//www.sipnap.binfar.depkes.go.id.
SIPNAP
terdisi
dari
software
unit
pelayanan (apotek, rumah sakit, dan puskesmas), software tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pelaporan ke Provinsi dan Pusat dilakukan sistem pelaporan online. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap kepada Dinas Kesehatan Kota atau Kabupaten
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
22
setempat dengan tembusan Balai Besar POM atau Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. e. Pemusnahan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan
dan/atau
untuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan.
Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat. 2.11
Pengelolaan Apotek Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multi disiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu
memberikan
pendidikan
dan
peluang
untuk
meningkatkan
pengetahuan. Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
23
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan.
2.11.1 Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat.
2.11.2 Pengadaan Kegiatan pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.11.3 Penyimpanan Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
24
Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga.
2.11.4 Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita dan Lily, 2004). Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu: a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut: a.
Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun.
b.
Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.
c.
Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
25
d.
Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan
frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: a. Pembelian kontan Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat) Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluwarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya.
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Dengan demikian, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
26
Cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997):
2.13.1 Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving. Obat non-esensial meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri.
2.13.2 Analisis ABC Analisis ABC disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis ABC Merupakan metode pembuatan grup atau penggolongan berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A, B dan C. Kelompok A adalah inventory dengan jumlah sekitar 20% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 75% dari total nilai inventory. Kelompok B adalah inventory dengan jumlah sekitar 30% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 20 % dari total nilai inventory. Sedangkan kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 60% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 10% dari total nilai inventory. Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya (Widiyanti, 2005).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
27
2.13.3 Analisis VEN-ABC Mengategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Gambar 2.6 Matriks VEN – ABC
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.14
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical
care
(PC)
seringkali
diartikan
sebagai
Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
28
Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care).
2.14.1 Pelayanan Resep a. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1) Persyaratan administratif Persyaratan administratif yang diperiksa, antara lain: a)
Nama, SIP, dan alamat dokter
b) Tanggal penulisan resep c)
Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien e)
Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta
f)
Informasi lainnya
2) Kesesuaian Farmasetik Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian 3) Pertimbangan klinis Pertimbangan klinis yang diperiksa, antara lain adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, dusrasi, jumlah obat, dan lain-lain). Jika ada keraguan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
29
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternative sepenuhnya bila perlu menggunakan persetujuam setelah pemberitahuan. b. Penyiapan obat Penyiapan obat yang dilakukan meliputi: 1) Peracikan obat Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat, harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisam etiket yang benar 2) Pemberian etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca 3) Pengemasan obat Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya 4) Penyerahan obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep penyerahan obat dilakukan oleh apoteker sdisertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehata. 5) Pemberian informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 6) Konseling Apoteker
harus
memberikan
konseling,
mengenai
sediaan
farmasi,
pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup
pasien
atau
yang
bersangkutan
terhindar
dari bahaya
penyalahgunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan lainnya. Untuk penderita
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
30
penyakit tertentu, seperti kardiovaskuler, diabetes, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling berkelanjutan.
7)
Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan
penggunaan
obat,
terutama
utnuk
pasien
tertentu
seperti
kardiovaskuler, diabetes, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2.14.2 Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
2.14.3 Pelayanan Residensial Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
2.14.4 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Informasi yang diberikan mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Informasi yang diberikan haruslah benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, jelas, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
31
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Seorang apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: a. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama secara kontinyu dapat emngakibatkan ketidakpatuhan pasien. Status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan yang kurang baikk juga termasuk salah satu penyebab ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri. b. Penggunaan obat yang tidak rasional dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian, dan obat tidak terjangkau oleh pasien. c. Penggunaan obat yang tidka benar seperti teknik penggunaan obat oleh pasien, beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam penggunaannya agar lebih efektif anatara lain: obat asma yang menggunakan inhaler, supositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : a. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan 1) Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat 2) Menurunkan ketidakpatuhan. 3) Menurunkan efek samping obat. 4) Menurunkan biaya pengobatan. 5) Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. 6) Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. b. Bagi apoteker 1) Meningkatkan citra profesi. 2) Meningkatkan kepuasan kerja. 3) Menarik pelanggan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
32
Dalam memberikan informasi obat, seorang apoteker harus memiliki ciriciri sebagai berikut: a.
Mandiri, berarti apoteker bebas dari segala bentuk keterkaitan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif
b.
Objektif
c.
Seimbang, berarti apoteker dalam meberikan informasi harus emlihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
d.
Ilmiah, berarti apoteker dalam menyampaikan informasi harus bedasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya
e.
Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generic, melainkan juga emncakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
2.14.5 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.14.6 Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
33
a. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. b. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : a. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam
kemasan.
Informasi
yang
diberikan
meliputi komposisi
zat
aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. b. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. c. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. d. Memperhatikan aturan pemakaian, cara pemakaian, jumlah pemakaian, frekuensi pemakaian, dan lama pemakaian. e. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada kondisi pasien yang tidak boleh menggunakan obat tertentu) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTIK ATRIKA
3.1
Sejarah dan Lokasi Apotik Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0.Apotek ini merupakan apotek kerjasama antara Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika dengan Bapak Dr. Harmita, Apt sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika. Apotik Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34A Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk.Apotik Atrika terletak di tepi jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar.Di sekitar apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan.Peta lokasi Apotik Atrika dapat dilihat pada lampiran 1.Apotik Atrika buka dari hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali untuk hari Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup.
3.2
Tata Ruang Bagian depan Apotik Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan
sebagai tempat parkir. Bangunannya terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel.Gambar denah ruang dan tata ruang Apotik Atrika dapat dilihat pada lampiran 3 dan lampiran 4.
3.3 Penataan Obat Penyusunan obat di Apotik Atrika
dilakukan berdasarkan efek
farmakoterapi obat dan bentuk sediaannya yang kemudian disusun berdasarkan abjad. Penggolongan obat secara efek farmakoterapi yang terdapat di Apotik Atrika, diantaranya antibiotika, antimikroba, antivirus, vitamin, saluran kemih, 34
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
35
antithyroid, antimigrain, analgesik/antiinflamasi, gastrointestinal dan saluran pencernaan, saluran pernafasan, antihistamin, kortikosteroid, kontrasepsi/hormon, antipsikosis, cardiovascular dan golongan lain. Sediaan yang terdapat di Apotik Atrika dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, supositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk menyimpan obat fast moving, obat generik berlogo, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluwarsa.
3.4 Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang tiap jabatan dilakukan oleh APA.Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Apotik Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: a.
b.
c.
Apoteker, yaitu: Apoteker Pengelola Apotek
: 1 orang
Apoteker Pendamping
: 1 orang
Tenaga teknis farmasi, yaitu: Asisten Apoteker
:2 orang
Juru resep
: 1 orang
Tenaga non teknis farmasi, yaitu: Tenaga keuangan dan kasir
: 2 orang
Kurir
: 1 orang
Petugas kebersihan
: 1 orang
Gambar struktur organisasi Apotik Atrika dapat dilihat pada lampiran 5.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
36
3.5 Tugas dan Fungsi Jabatan 3.5.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masingmasing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan
dan
mengembangkan
hasil
usaha
apotek
dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. f. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. g. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. h. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. i. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
37
3.5.2 Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat. b. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, kecuali obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
3.5.3 Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: a. Melakukan pendataan kebutuhan barang. b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. c. Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas. d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.5.4 Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
38
b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek.
3.5.5 Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut: a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit. b. Menerima barang masuk. c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk. d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.5.6 Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi. b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep. c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.
3.5.7 Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut: a.
Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar
b.
Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat
c.
Menerima uang hasil pembayaran
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
39
3.5.8 Petugas Kebersihan Tugas dan tanggung jawab petugas kebersihan adalah sebagai berikut: a.
Menjaga kebersihan apotek.
b.
Menjamin kerapian apotek.
c.
Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian.
3.6 Kegiatan di Apotik Atrika Tenaga kerja Apotik Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift II pukul 16.00-22.00. Apotik Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul 08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-16.00, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup.Kegiatan yang dilakukan di Apotik Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian.
3.6.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian 3.6.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a.
Perencanaan Barang Perencanaan barang di Apotik Atrika berdasarkan pola konsumsi dengan
melihat data konsumsi obat periode sebelumnya. b.
Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotik Atrika, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan arus barang fast moving atau slow moving.Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang bisa dilakukan dengan COD (cash order delivery)dan kredit. Selain dengan COD dan kredit, terdapat juga carakonsinyasi di mana PBF Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
40
menitipkan barang untuk dijual di apotek. Konsinyasi adalah penjualan dengan cara pemilik menitipkan barang kepada pihak lain dalam hal ini apotek, untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang telah diatur.COD adalah pembelian barang dimana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo. c.
Pemesanan Barang Pemesanan barang kepada PBF dilakukan dengan menggunakan surat
pesanan. Apotek memesan barang langsung kepada salesman atau melalui telepon. Jenis barang yang dipesan dilihat berdasarkan catatan pada buku defecta. d.
Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani,memberi stempel apotek pada faktur dan memberi nomor faktur untuk kemudian dicatat di buku penerimaan barang yang berisi tanggal penerimaan, nomor urut faktur dan nama PBF. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Penerimaan dicatat dalam buku pemasukan barang dalamyang berisi tanggal penerimaan, namaobat dan jumlah barang yang diterima (satuan terkecil) dan tanggal kadaluarsa. Kemudian dilakukan pencatatan faktur ke buku faktur yang berisi tanggal faktur, nama PBF, jumlah barang (satuan terbesar), nama obat, tanggal kadaluwarsa, harga satuan, potongan harga dan PPN. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu gudang) dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang. e.
Penyimpanan Barang Apotik Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
41
dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barangbarang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. Lemari penyimpanan narkotika dapat dilihat pada lampiran 6a. f.
Pengeluaran Barang Apotik Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep. g.
Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku
resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. h.
Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotik Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.6.1.2 Pengelolaan Narkotika a.
Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek.Gambar Surat Pesanan (SP) Narkotika dapat dilihat pada lampiran 7a. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
42
b.
Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan
kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. c.
Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku.Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. d.
Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar Laporan Penggunaan Narkotika dapat dilihat pada lampiran 7b.
3.6.1.3 Pengelolaan Psikotropika a.
Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.Gambar Surat Pesanan (SP) Psikotropika dapat dilihat pada lampiran 8. b.
Penyimpanan Psikotropika Apotik Atrika menyimpan psikotropika dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping. c.
Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. d.
Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar Laporan Penggunaan Psikotropika dapat dilihat pada lampiran 9.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
43
3.6.1.4 Pelayanan Apotek a.
Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotik Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada buku daftar harga obat. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf.Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan.Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep.Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf.Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf.Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP.Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Gambar label HTKP dan Etiket Apotik Atrika dapat dilihat pada lampiran 10. b.
Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotik Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
44
3.6.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian 3.6.2.1 Kegiatan Administrasi a.
Administrasi Personalia Apotik Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b.
Administrasi Umum Apotik Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c.
Administrasi Penjualan Apotik Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai.Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d.
Administrasi Pembelian Apotik Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotik Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur. e.
Administrasi Pajak Apotik Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan pencatatan
dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
45
f.
Administrasi Pergudangan Apotik Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g.
Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.6.2.2 Sistem Administrasi Apotik Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotik Atrika meliputi: a. Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF.Terdiri dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. Gambar surat pesanan (SP) Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 11b. c. Buku Faktur Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
46
jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan obat OTC dan obat ethical dipisahkan. d. Buku Perubahan Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang.Jika ada perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotik Atrika cabang. e. Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. f. Kartu Stok Besar Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. g. Kartu Stok Kecil Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk serta sisa stok barang di lemari.Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari. h. Buku Pemasukan Obat Ethical Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. i. Buku Pemasukan obat OTC Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
47
j. Buku Resep Dokter Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep dokter. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. k. Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada. m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotik Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dimulai pada tanggal 19 Juni 2013 hingga tanggal 16 Agustus 2013. PKPA berlangsung selama 28 hari kerja yaitu Senin hingga Jum’at. Setiap harinya peserta PKPA dibagi menjadi 3 shift yaitu shift pagi, siang, dan malam dengan jam kerja selama 5 jam. Shift pagi dimulai pada pukul 09.00-14.00 WIB sedangkan shift siang dimulai pada pukul 13.00-18.00 WIB dan shift malam dimulai pada pukul 17.00-21.00 WIB. Hari pertama PKPA di apotek, peserta PKPA melakukan perkenalan dan adaptasi dengan personalia apotek dan terhadap sistem dan kultur kerja di apotek sehingga memudahkan komunikasi antara peserta dan personalia apotek serta membantu kelancaran pelayanan di apotek. Personalia yang terdapat di apotek yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), apoteker pendamping, Asisten Apoteker (AA), kasir, juru racik, dan kurir. Selain itu peserta juga mempelajari denah dan tata letak obat di apotek untuk memudahkan saat pelayanan obat/resep. Prinsip yang diterapkan adalah Hargai, Timbang, Kemas dan Penyerahan (HTKP) dimana setiap tahap dilakukan oleh orang yang berbeda sehingga pelayanan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Apotek Atrika terletak pada lokasi yang cukup strategis, yaitu dekat dengan pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat dengan beberapa praktek dokter, mulai dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis (spesialis kulit, spesialis kulit dan kelamin), hingga dokter hewan. Apotek ini juga terletak di jalan dua arah yang cukup ramai dilalui kendaraan termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai. Berdasarkan bangunan, Apotek Atrika memiliki ukuran bangunan 7 x 7,2 m2 yang terbagi menjadi dua ruangan. Ruang depan apotek digunakan sebagai counter untuk penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, dan ruang tunggu. Selain itu, terdapat lemari/rak kaca untuk menyimpan produk OTC (Over The Counter) sehingga dapat menarik calon pembeli untuk membeli. Ruang tunggu juga selalu terjaga kebersihannya dan dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC) untuk menambah kenyamanan pelanggan. Pada bagian depan Apotek Atrika terdapat papan nama 48
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
49
penunjuk keberadaan apotek yang cukup jelas dan halaman parkir yang dapat digunakan sebagai tempat parkir sebuah mobil dan beberapa sepeda motor. Keberadaan Apotek Atrika cukup mudah dilihat dengan adanya papan nama apotek berwarna kuning dengan tulisan “Apotek” berwarna merah. Ruang bagian dalam digunakan sebagai ruang racik dan ruang kerja dengan luas yang cukup untuk pekerjaan meracik. Peralatan apotek, seperti timbangan, mortir dan alu, gelas ukur, dan buku-buku referensi tertata dengan rapi pada tempatnya. Desain ruang racik Apotek Atrika yang menempatkan meja racik pada bagian tengah di antara lemari obat akan mempermudah pekerjaan peracikan obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan meracik obat. Pada ruang racik juga terdapat toilet yang disediakan untuk karyawan dan wastafel untuk mencuci peralatan racik. Apotek Atrika tidak memiliki gudang penyimpanan obat karena lokasi apotek yang dekat dengan beberapa PBF sehingga obat yang diterima langsung diletakkan pada lemari obat dan disediakan dalam jumlah yang disesuaikan dengan arus barang. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dengan menghemat biaya pemeliharaan stok dan perawatan gudang dan juga mengurangi risiko kerugian akibat barang yang kadaluarsa maupun yang tidak terjual. Salah satu kegiatan rutinitas di apotek yaitu pengadaan obat-obatan dan barang di apotek yang dilakukan sesuai kebutuhan apotek dengan cara mencatat obat-obatan yang telah mencapai level stock minimum ke dalam buku defecta yang kemudian dilakukan pemesanan kepada PBF yang menyediakan produk tersebut dengan menyerahkan surat pesanan. Proses pengadaan barang di Apotek Atrika dilakukan melalui pembelian secara kredit dengan memperhatikan arus barang (fast moving atau slow moving) dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan setiap hari, baik melalui telepon maupun melalui medical representative yang datang ke apotek. Barang pesanan selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF. Sedangkan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan prosedur berbeda. Pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus, diisi dan ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan (SP) untuk narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
50
sebagai distributor tunggal narkotika di Indonesia, dan pembayaran atas pesanan narkotik dilakukan secara COD (Cash On Delivery). Sementara untuk obat-obat psikotropika dapat melalui PBF lain yang menyediakan obat tersebut. Surat pesanan untuk narkotika terdiri dari 4 rangkap, yaitu untuk diberikan ke PBF (PT. Kimia Farma), Balai POM, pabrik obat (PT. Kimia Farma) dan arsip. Dalam satu surat pesanan hanya boleh digunakan untuk satu jenis narkotika dan dicantumkan pula jumlah sisa stok obat narkotika tersebut yang tersedia di apotek. Sementara itu, untuk psikotropika menggunakan SP rangkap 3 yang diserahkan kepada PBF, Balai POM, dan sebagai arsip. Dalam satu SP psikotropika boleh digunakan untuk beberapa jenis obat namun masih ditujukan untuk PBF yang sama, namun tidak perlu dicantumkan sisa stok di apotek. Untuk pemesanan narkotika, SP harus diserahkan terlebih dahulu kepada distributor sebelum barang bisa diantarkan. Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika juga dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Barang pesanan yang telah sampai di apotek dilakukan pengecekan untuk memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/batch dan lain-lain) yang dilakukan oleh petugas apotek dan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika penerimaan dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. Barang yang telah diperiksa dan dilakukan pencatatan dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan obat yang disusun berdasarkan efek farmakologis, obat generik, kecepatan putaran obat dan bentuk sediaan. Sediaan yang terdapat Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
51
di Apotek Atrika dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barang-barang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. Penyimpanan obat diletakkan dalam lemari kaca sehingga memudahkan proses pengambilan obat ketika diperlukan. Obat-obat juga tersusun dengan rapi dalam lemari-lemari penyimpanan obat ethical, yang terdiri dari obat keras, narkotika dan psikotropika, dan obat generik sehingga terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dan temperatur yang sesuai. Dalam ruangan penyimpanan baik untuk obat ethical maupun OTC terdapat 1 buah AC yang diset suhunya pada 22 oC. Obat-obat OTC diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang depan, sedangkan obat-obat ethical diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang dalam. Penyimpanan obat disusun secara abjad dan berdasarkan jenis sediaan untuk obat-obat OTC dan disusun berdasarkan efek farmakologis pada lemari obat ethical. Masing-masing kelompok disusun berdasarkan abjad dari bagian atas lemari hingga ke bagian bawah lemari secara zig-zag sehingga memudahkan pencarian. Pada lemari OTC, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan yaitu padat, cair, dan setengah padat. Di ruang depan apotek terdapat 3 buah etalase untuk menyimpan OTC sediaan padat, 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan cair, dan 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan obat luar. Tempat penyimpanan obat di Apotek Atrika yaitu obat-obatan disimpan pada kotak kemasannya yang menunjukkan kesesuaian dengan nama obat didalamnya. Kotak-kotak tersebut tersusun rapi pada rak-rak obat. Penyusunan obat-obat ethical didasarkan pada kelas farmakoterapi (farmakologi) secara alfabetis. Adapun kelompok-kelompok obat tersebut meliputi golongan obat generik, obat tetes, obat luar, sebagian kecil kelas farmakoterapi (antibiotika, antimikroba, antivirus, vitamin, saluran kemih, Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
52
antithyroid, antimigrain, analgesik/antiinflamasi, gastrointestinal dan saluran pencernaan, saluran pernafasan, antihistamin, kortikosteroid, kontrasepsi/hormon, antipsikosis, cardiovascular dan golongan lain), obat-obat oral dalam bentuk sediaan cair juga memiliki rak obat tersendiri. Umumnya, di Apotek Atrika, sediaan yang berupa cairan seperti emulsi, suspensi, sirup maupun sirup kering disimpan secara terpisah dengan sediaan yang secara fisik berbentuk padatan seperti tablet, kapsul, kaplet, pil, trochisi, dan sediaan sejenis lainnya. Obat berbentuk semi padat juga disusun secara terpisah, misalnya salep, krim, dan pasta. Beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan, seperti teofilin dan CTM, juga memiliki tempat khusus di meja racik sehingga dapat mempermudah pekerjaan meracik obat. Untuk obat-obat ethical yang memiliki kecenderungan fast moving seperti Interdoxin® diletakkan di tempat terpisah. Obat yang akan kadaluarsa (dalam waktu tiga hingga enam bulan ke depan) diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dan dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan expired”. Obat-obat tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan kepada PBF. Pada lemari obat dari obat yang akan kadaluarsa diberi catatan untuk mengingatkan agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka obat yang akan kadaluarsa diserahkan terlebih dahulu. Perjualan obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat, harus mempertimbangkan penyakit yang diderita oleh pasien apakah penyakit yang diderita berat atau ringan. Bila pasien menderita penyakit berat (kronis) maka obat yang diberikan bukan obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat. Jika obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat sudah terjual atau dikembalikan pada PBF, maka statusnya akan dicatat pada buku khusus “obat yang akan expired”. Jika obat-obat tersebut tidak terjual atau tidak dapat dikembalikan ke PBF hingga batas kadaluarsanya, maka obat-obat tersebut akan dimusnahkan. Penyimpanan narkotika dan bahan baku narkotika serta obat keras tertentu disimpan dalam lemari khusus. Lemari khusus penyimpanan narkotik dan psikotropik harus memenuhi persyaratan menurut PERMENKES RI No. 28/MENKES/PER/I/1978. Obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotek Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
53
Atrika disusun berdasarkan abjad dan disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni dalam lemari khusus berkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain, dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Kunci lemari narkotik dan psikotropik dipegang oleh penanggung jawab apotek. Harus diperhatikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika penyimpanan dan penggunaannya untuk menghindari risiko kehilangan atau penyalahgunaan obat. Berdasarkan hasil pengamatan peserta PKPA, lemari narkotik dan psikotropik yang ada di Apotek Atrika telah memenuhi persyaratan PERMENKES RI No. 28/MENKES/PER/I/1978
namun
dalam
teknis
pelaksanaannya
masih
memerlukan penertiban. Tata cara penyimpanan (letak obat) didesain sedemikian rupa untuk mempermudah dalam proses penyediaan (khususnya pengambilan) obat, yang berperan dalam menentukan cepat lambatnya obat sampai ke tangan pasien. Dengan adanya pengaturan seperti dijelaskan di atas, obat dapat sampai ke tangan pasien dengan cepat (efisiensi waktu) sehingga meningkatkan citra Apotek Atrika. Pelayanan yang dilakukan di Apotek Atrika meliputi dua hal, yaitu pelayanan swamedikasi dan pelayanan resep. Pelayanan swamedikasi dilakukan berdasarkan permintaan pasien tanpa resep dokter terhadap obat bebas, bebas terbatas, maupun obat wajib apotek. Pelayanan yang lainnya yaitu pelayanan resep tunai dimana resep yang masuk terlebih dahulu dilakukan identifikasi kelengkapan melalui skrining resep oleh pegawai yang merangkap menjadi kasir. Setelah itu, sesuai dengan prinsip pelayanan resep di Apotek Atrika yaitu Hargai, Timbang, Kemas, dan Penyerahan. Resep dihargai yakni dihitung harganya berdasarkan margin laba dan pajak apotek. Kemudian, pasien diminta persetujuaannya untuk menebus obat yang sudah ditetapkan (harganya) dengan cara membayar. Di sini, pasien mempunyai hak penuh untuk menentukan jumlah obat yang akan diambil, setuju atau tidak dengan harga yang ditetapkan. Apabila pasien kurang setuju, apoteker dapat menyarankan obat lain yang lebih rendah harganya tapi dengan indikasi yang sama atau menghubungi dokter. Setelah memperoleh persetujuan pasien, artinya setelah obat ditebus, maka dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu penyiapan obat. Obat yang diracik, dihitung dosisnya dengan seksama sebelum diracik untuk menghindari kesalahan penimbangan. Jika Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
54
obat tidak perlu diracik, obat diambil dari rak obat. Obat yang telah diambil dan diracik, dikemas dalam plastik tertutup dan diberi etiket yang berisi tentang aturan pakai obat serta indikasi obat (jika perlu). Langkah terakhir, yaitu penyerahan obat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dinyatakan bahwa sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. Di Apotek Atrika, penyerahan obat ke tangan pasien dilakukan oleh apoteker (disertai pelayanan informasi obat) dan asisten apoteker.
Gambar 4.1. Alur Penerimaan Resep Tunai Berdasarkan bagan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap tahap pelayanan resep dilakukan oleh orang yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi human error dalam melayani resep sehingga pasien tidak akan dirugikan dari segi materi maupun kesehatannya. Adanya orang yang berbeda dalam pengerjaan dapat meminimalisisasi kesalahan persepsi, seperti kesalahan membaca jenis obat, aturan pakai dan dosisnya. Selain itu, untuk mempermudah cross-check atau pengecekan silang, Apotek Atrika telah menerapkan sistem dokumentasi berupa paraf pada resep yang dilayani. Pada struk resep disediakan kolom yang bertanda harga (H), timbang/racik (T), isi/etiket, kemas/periksa, kuitansi/copy resep (K) dan penyerahan (P). Petugas yang bertanggung jawab di tahap terkait akan membuat paraf di kolom yang tersedia. Dengan demikian, bila terjadi kesalahan di salah satu tahap dapat dideteksi dan di-cross check dengan cepat serta tepat. Sistem ini juga dapat mendorong petugas untuk lebih teliti dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
55
berhati-hati dalam melayani resep sebab kesalahan dapat dideteksi person to person. Pihak Apotek juga memberikan layanan delivery (pesan-antar) obat untuk resep namun dibatasi dalam jarak tertentu. Layanan-layanan ini tentunya merupakan suatu tawaran yang menarik bagi pasien sehingga dapat mendorong peningkatan penjualan di Apotek. Obat golongan narkotika hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep aslinya). Jika resep yang diterima mengandung narkotika, maka pada resep diberi garis merah dan disimpan terpisah dari resep obat non narkotika. Untuk obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dari dokter atau salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang jika perlu. Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat setiap periode setiap bulan sebelum tanggal 10. Untuk obat-obat golongan narkotika dan psikotropika yang rusak dan sudah kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan dengan disaksikan oleh APA, Asisten Apoteker dan petugas dinas kesehatan dan dibuat berita acara pemusnahannya. Selain itu, Apotek Atrika juga melayani pengiriman ke cabang Apotek Atrika sesuai permintaan. Setiap pengeluaran barang atau obat, baik karena pembelian maupun karena pengiriman, dicatat pada kartu stok dan buku yang sesuai dengan jenis pengeluaran, yaitu buku catatan resep, buku penjualan bebas, dan buku pengiriman. Untuk pengiriminan barang ke cabang Apotek Atrika sejak tanggal 1 Maret 2012 ditulis di buku nota sebagai faktur pengiriman yang berisi informasi mengenai jumlah, jenis, expired date, dan batch number barang yang dikirim. Kartu stok narkotika dan psikotropika tidak disimpan bersama kartu stok lainnya melainkan di dalam lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pengelolaan resep di Apotek Atrika dapat dikatakan sudah dilakukan dengan baik. Semua resep yang sudah dibuat, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep. Selain itu, dicatat pula informasi mengenai tanggal pembuatan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
56
resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan dalam buku catatan resep. Resep-resep tersebut disimpan selama 3 tahun. Setelah itu, dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat. Dari segi kewirausahaan, Apotek Atrika selalu berusaha meningkatkan penjualan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu didukung dengan adanya hubungan kerjasama yang senantiasa dijaga dengan baik oleh Apotek Atrika terhadap apotek pesaing maupun dengan dokter. Sebagai contoh, apabila suatu obat tidak tersedia di Apotek Atrika, maka apotek dapat berusaha memperolehnya dari apotek lain. Selain itu, Apotek Atrika telah melakukan pelayanan dengan baik, di antaranya pelayanan resep yang cepat dan tepat yang didukung dengan pemberian informasi obat kepada pasien. Akan tetapi, kegiatan konseling di Apotek Atrika belum berjalan dengan baik atau masih jarang dilakukan. Sedangkan kegiatan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat di Apotek Atrika belum dilakukan, padahal kegiatan tersebut merupakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek secara profesional dalam menerapkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Apotik Atrika telah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Sistem pengelolaan teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian telah dilaksanakan dengan cukup baik sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku.
5.2 Saran a. Dalam sistem persediaan minimum untuk obat-obatan harus benar-benar diterapkan baik dengan metode Analisis VEN, Analisis Pareto ABC maupun Analisis VEN-ABC supaya dapat menghindari kekosongan stok. b. Perlu ditingkatkan atau diperbaikinya sarana dan prasarana dalam pengelolaan administrasi dengan menggunakan sistem komputerisasi dalam pencatatan stok barang sehingga aktivitas dapat berlangsung lebih efisien dan cepat serta peningkatan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, dengan penyediaan televisi ataupun radio.
57
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.
58
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
59
Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers. Umar, Muhammad. (2011). Manajemen Apotek Praktis cetakan keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana. Widiyanti, Teja. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
60
Lampiran 1. Peta Lokasi Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
61
Lampiran 2. Papan Nama Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
62
Lampiran 3. Denah Ruang Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
63
Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotik Atrika
Lampiran 4b. Ruang Etalase Depan Apotek
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
64
Lampiran 5. Struktur Organisasi Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
65
Lampiran 6a. Lemari Penyimpanan Narkotik
Lampiran 6b. Lemari Penyimpanan Psikotropik
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
66
Lampiran 7a. Surat Pesanan Narkotika
Lampiran 7b. Laporan Penggunaan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
67
Lampiran 8. Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
68
Lampiran 9. Laporan Penggunaan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
69
Lampiran 10. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotik Atrika
KOCOK DAHULU
TIDAK BOLEH DIULANG TANPA RESEP DOKTER
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
70
Lampiran 11a. Copy Resep Apotik Atrika
Lampiran 11b. Surat Pesanan Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
71
Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep POM.53.OB.53.AP.53.P1 BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek S.I.P.A Nomor Nama Apotek Alamat Apotek
: : : :
Dengan disaksikan oleh : 1. Nama Jabatan S.I.K. Nomor 2. Nama Jabatan S.I.K. Nomor
: : : : : :
Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama tiga tahun, yaitu: Resep dari tanggal ………….............. sampai dengan tanggal ……………………………… seberat ………………………….. kg. Tempat dilakukan pemusnahan : Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada: 1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi 3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek. ……, ……………… 20…. Saksi-saksi: Yang membuat berita acara,
1.
( S.I.K No:
)
2.
( S.I.K No:
)
( S.I.P.A. No:
)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
72
Lampiran 13a. Kartu Stok Kecil
Lampiran 13b. Kartu Stok Besar (Kartu Gudang)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
73
Lampiran 14. Faktur Pengiriman ke Cabang Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PERESEPAN FENIL PROPANOLAMIN SEBAGAI PENATALAKSANAAN INFLUENZA DI APOTEK ATRIKA PERIODE JANUARI-JUNI 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SITI RAHMAWATI, S.Farm. 1206330122
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................. ii DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Tujuan ......................................................................................... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3 2.1 Influenza ..................................................................................... 3 2.1.1 Patogenesis ........................................................................ 3 2.1.2 Gejala Klinis ...................................................................... 3 2.1.3 Diagnosis ........................................................................... 4 2.1.4 Penatalaksanaan ................................................................. 5 2.2 Pelayanan Resep di Apotek ......................................................... 8 2.2.1 Skrining Resep................................................................... 8 2.2.2 Penyiapan Obat dan Penyerahan ........................................ 9 2.3 Fenil Propanolamin ..................................................................... 10 BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN..................................................... 13 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian .................................................... 13 3.2 Metode Pengkajian ...................................................................... 13 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 14 4.1 Analisis Resep 1 .......................................................................... 15 4.2 Analisis Resep 2 .......................................................................... 20 4.3 Analisis Resep 3 .......................................................................... 27 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 35 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 35 5.2 Saran ........................................................................................... 35 DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 36
ii
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Dosis Antiviral pada Influenza ...................................................... 6 Tabel 2.2. Dosis Pengobatan Antiviral Oseltamivir untuk Bayi di bawah 1 Tahun ...................................................................................... 6 Tabel 2.3. Dosis Profilaksis Antiviral Oseltamivir untuk Bayi di bawah 1 Tahun ....................................................................................... 6 Tabel 4.1. Data Obat Nalgestan ..................................................................... 15 Tabel 4.2. Data Obat Prednison ..................................................................... 16 Tabel 4.3. Data Obat Codein ......................................................................... 16 Tabel 4.4. Data Obat Azitromisin .................................................................. 17 Tabel 4.5. Data PBF Obat Nalgestan ............................................................. 17 Tabel 4.6. Data PBF Obat Prednison ............................................................. 17 Tabel 4.7 Data PBF Obat Codein.................................................................. 18 Tabel 4.8. Data PBF Obat Zistic .................................................................... 18 Tabel 4.9 Data Obat Codein ......................................................................... 21 Tabel 4.10 Data Obat Epexol.......................................................................... 21 Tabel 4.11 Data Obat Theophyllin .................................................................. 22 Tabel 4.12 Data Obat Triamcort ..................................................................... 22 Tabel 4.13 Data Obat Nalgestan ..................................................................... 23 Tabel 4.14 Data PBF Obat Codein.................................................................. 23 Tabel 4.15 Data PBF Obat Epexol.................................................................. 23 Tabel 4.16 Data PBF Obat Theophyllin .......................................................... 24 Tabel 4.17 Data PBF Obat Triamcort ............................................................. 24 Tabel 4.18 Data PBF Obat Nalgestan ............................................................. 24 Tabel 4.19 Data PBF Obat Pot Alba ............................................................... 24 Tabel 4.20 Data PBF Obat Sir Thymi ............................................................. 24 Tabel 4.21 Data Obat Analsik ........................................................................ 28 Tabel 4.22 Data Obat Nalgestan ..................................................................... 28 Tabel 4.23 Data Obat Codein ........................................................................ 29 Tabel 4.24 Data Obat Ciprofloxacin ............................................................... 29 Tabel 4.25 Data Obat Vometa FT ................................................................... 30 Tabel 4.26 Data PBF Obat Analsik................................................................. 30 Tabel 4.27 Data PBF Obat Nalgestan ............................................................. 30 Tabel 4.28 Data PBF Obat Codein ................................................................. 31 Tabel 4.29 Data PBF Obat Ciprofloxacin ....................................................... 31 Tabel 4.30 Data PBF Obat Vometa FT ........................................................... 31
iii
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3.
Resep 1 .................................................................................... 37 Resep 2 .................................................................................... 38 Resep 3 .................................................................................... 39
iv
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Influenza yang lazim disebut masyarakat dengan istilah flu adalah penyakit yang umum pada masyarakat. Hampir pasti semua orang pernah mengidapnya. Penyakit ini disebabkan oleh virus influenza yang menyerang saluran nafas. Perkembangannya sangat cepat namun usia virus ini tidak terlalu lama. Dalam waktu satu minggu virus tersebut akan lenyap diserang balik oleh antibodi tubuh manusia. Virus yang memiliki umur terbatas dengan sendirinya akan hilang dan influenza pun akan sembuh. Namun yang perlu diwaspadai adalah jika influenza mengakibatkan komplikasi (Jamal, 2008). Influenza adalah suatu penyakit pernapasan serius yang dapat melemahkan dan menimbulkan komplikasi yang berakibat perawatan rumah sakit dan kematian, terutama pada orang tua. Setiap tahun, epidemi influenza yang menyusahkan dunia adalah tiga sampai lima juta kasus penyakit berat dan 250.000-500.000 kematian (Jones, 2012). Risiko penyakit serius dan kematian tertinggi pada orang berumur lebih dari 65 tahun, anak-anak berumur di bawah dua tahun, dan orang-orang yang mempunyai kondisi kesehatan yang meningkatkan risiko untuk berkembang menjadi komplikasi dari influenza (Kamps dkk, 2006). Pada kasus tanpa komplikasi, istirahat di tempat tidur dengan cairan yang cukup adalah pengobatan pilihan untuk sebagian besar pasien remaja dan dewasa muda (Kamps dkk, 2006). Akan tetapi bisa juga diberikan terapi yang bersifat simtomatis (menanggulangi keluhan) untuk meringankan gejala yang dirasakan oleh pasien, salah satunya dapat diberikan dekongestan seperti fenil propanolamin hidroklorida (Jamal, 2008). Fenil propanolamin hidroklorida (PPA) merupakan senyawa yang termasuk dalam golongan obat simpatomimetis yang secara struktur berkaitan dengan efedrin hidroklorida. Fenil propanolamin hidroklorida telah digunakan secara luas sebagai dekongestan dan obat anoretik selama lebih dari 40 tahun. Beberapa waktu yang lalu obat ini pernah menimbulkan kasus yang kontroversial 1
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
setelah Yale University melakukan studi bahwa obat ini dapat memberikan efek samping yang serius terutama setelah pemakaian jangka panjang sebagai anoreksigenik (Rusdiana dkk, 2004). Sebagian negara melarang peredaran produk obat yang mengandung fenilpropanolamin ini, namun ada pula negara yang tetap mengijinkan peredaran obat ini dengan penyesuaian dosis, misalnya di Indonesia obat ini masih tetap diijinkan dengan dosis maksimal PPA per takaran dalam obat flu dan batuk diturunkan menjadi 15 mg dan tidak boleh melebihi dosis maksimal 75 mg per hari (dewasa) dan 37,5 mg per hari (anak 6—12 tahun) (BPOM, 2009). Selain itu, kadang tidak jarang ditemukan adanya keajadian permasalahan terapi obat yaitu permasalahan pasien yang diakibatkan oleh atau dapat diatasi dengan obat. Permasalahan terapi obat dalam masyarakat mengakibatkan jumlah morbiditas dan mortalitas yang berarti. Maka dari itu dirasa perlu apoteker mengambil peran disini untuk dilakukan analisis terhadap resep pasien dalam kasus ini pasien influenza untuk mengidentifikasi, memecahkan dan sedapat mungkin mencegah permasalahan terapi obat yang mungkin terjadi (Jones, 2008).
1.2. Tujuan Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk: a. Mengetahui obat flu yang paling banyak diresepkan dokter kepada pasien berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Januari hingga Juni 2013. b. Mengkaji peresepan obat influenza yang mengandung fenil propanolamin hidroklorida yang diterima Apotek Atrika selama periode Januari hingga Juni 2013.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Influenza Influenza merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan terutama ditandai oleh demam, gigil, sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorok dan batuk non produktif. Lama sakit berlangsung antara 2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri (Nelwan, 2006) 2.1.1. Patogenesis Influenza diperoleh dari sekresi pernapasan akut orang sakit melalui udara yang ditularkan oleh batuk dan bersin dan mungkin melalui kontak tangan ke tangan atau kontak pribadi atau fomite contact. Virus kemudian menginfeksi epitel pernapasan. Sel epitel columbar bersilia pada awalnya terlibat; virus bereplikasi dalam 4-6 jam dan menyebar dengan cepat menginfeksi sel pernapasan lainnya (Kesper dkk, 2005). Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya di traktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) yang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran napas. Pada dosis infeksius 10 virus/ droplet 50% orang-orang yang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus (Gurtler, 2006). Setelah virus berhasil menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian akan menggabungkan diri dekat permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus influenza dapat mengakibatkan demam tetapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida kuman gram negatif (Nelwan, 2006).
2.1.2. Gejala Klinis Pada umumnya pasien mengeluh demam, sakit kepala, sakit otot, batuk, pilek, dan kadang-kadang sakit pada waktu menelan dan suara serak. Gejalagejala ini dapat didahului oleh perasaan malas dan rasa dingin. Pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditemukan tanda-tanda karakteristik kecuali hiperemia ringan
3
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
sampai berat pada selaput lendir tenggorokan. Dimana semua gejala-gejala ini timbul setelah masa inkubasi selama 2 hari (Sardjito, 1993). Gejala-gejala akut ini dapat berlangsung untuk beberapa hari dan hilang dengan spontan. Setelah episode sakit ini, dapat dialami rasa cape dan cepat lelah untuk beberapa waktu. Badan dapat mengatasi infeksi virus influenza melalui mekanisme produksi zat anti dan penglepasan interferon. Setelah sembuh akan terdapat resistensi terhadap infeksi oleh virus yang homolog (Nelwan, 2006). Pada pasien usia lanjut harus dipastikan apakah influenza juga menyerang paru-paru. Pada keadaan tersebut, pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan bunyi napas yang abnormal. Mortalitas yang tinggi pada pasien usia lanjut yang terserang pneumonia virus interstisial, disebabakan adanya saturasi oksigen yang berkurang, serta akibat asidosis dan anoksia. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien ini adalah infeksi sekunder, seperti pneumonia bakterial. Batuk-batuk kering berubah menjadi batuk yang produktif yang kadang-kadang dapat mengandung bercak-bercak warna coklat. Penyakit umumnya dapat membaik dengan sendirinya tapi kemungkinan pasien acap kali mengeluh lagi mengenai demam dan sakit dada. Pemeriksaan sinartembus dapat menunjukkan adanya infiltrat di paru-paru. Infeksi sekunder ini umumnya akibat Streptococus pneumonia atau Hemophilus influenzae (Nelwan, 2006). Infeksi sekunder yang berat sekali, dikenal sebagai pneumonia stafilokok fulminans dapat terjadi beberapa hari setelah seseorang diserang influenza. Pada pasien terjadi sesak napas, diare, batuk dengan bercak merah, hipotensi dan gejala-gejala kegagalan sirkulasi. Dari darah, Stapilokokus aureus sering dibiakkan. Komplikasi yang sangat jarang tetapi yang dapat juga dijumpai sesudah influenza adalah ensefalomielitis (Nelwan, 2006).
2.1.3. Diagnosis Diagnosis influenza A baru ditegakkan berdasarkan kriteria klinis berupa gejala Influenza Like Ilness (ILI) yaitu demam dengan suhu >38⁰C, batuk, pilek, nyeri otot dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah sakit kepala, sesak napas, nyeri sendi, mual, muntah dan diare. Pada anak gejala klinis dapat terjadi fatique (Depkes RI, 2009). Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
5
Diagnosis influenza A baru secara klinis dibagi atas kriteria ringan, sedang dan berat, dimana (Depkes RI, 2009): a. Kriteria ringan yaitu gejala ILI, tanpa sesak napas, tidak disertai pneumonia dan tidak ada faktor risiko. b. Kriteria sedang yaitu gejala ILI dengan salah satu kriteria: faktor risiko, pneumonia ringan (bila terdapat fasilitas foto rontgen toraks) atau disertai keluhan gastrointestinal yang mengganggu seperti mual, muntah, diare atau berdasarkan penilaian klinis dokter yang merawat. c. Kriteria berat yaitu bila dijumpai kriteria yaitu pneumonia luas (bilateral, multilobar), gagal napas, sepsis, syok, kesadaran menurun, sindrom sesak napas akut (ARDS) atau gagal multi organ.
2.1.4. Penatalaksanaan Pasien dapat diobati secara simtomatis (seperti asetaminofen, istirahat, cairan). Selain itu, dapat juga diberikan agen antivirus seperti (Kesper dkk, 2005): a. Amantadine dan rimantadin (200 mg/hari untuk 3-7 hari) digunakan untuk terapi influenza A, jika diberikan dalam 48 jam durasi gejala sistemik dan pernapasan berkurang 50%. Amantadin menyebabkan efek samping CNS yang ringan (jitteriness, ansietas, insomnia, sulit berkonsentrasi) pada5-10% pasien. Rimantadin memiliki efek samping CNS yang lebih sedikit dan memiliki efek yang sama. b. Penghambat neuraminidase zanamivir (10 mg dihirup selama 5 hari) dan oseltamivir (75 mg diberikan per oral dengan makanan selama 5 hari) yang digunakan untuk terapi influenza A dan B. Obat dapat menurunkan durasi tanda dan gejala setelah 1-1,5 hari jika terapi diberikan 2 hari sejak dimulainya penyakit. Zanamivir dapat memperburuk bronkospasme pada penderita asma. Sementara oseltamivir telah dikaitkan dengan mual dan muntah (reaksi yang terjadi dapat dikurangi jika obat diberikan bersama makanan). c. Resistensi antivirus sama antara amantadin dan rimantadin tetapi jarang dengan penghambat neuraminidase.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
6
d. Pengobatan antivirus telah diuji pada orang dewasa sehat dengan influenza tanpa komplikasi tetapi tidak pada pasien dengan penyakit berat. Tabel 2.1. Dosis Antiviral pada Influenza A H1N1 (CDK, 2009) Umur/kelompok
Pengobatan
Profilaksis
Oseltamivir Dewasa
75mg 2x/hari untuk 5 75mg 1x/hari untuk 10 hari
hari
Anak 12 bulan atau lebih 15 kg
60mg/hari terbagi 2 dosis
30mg 1x/hari
15-23 kg
90mg/hari terbagi 2 dosis
30mg 1x/hari
24-40 kg
120mg/hari dosis 150mg/hari dosis
>40 kg
terbagi
2 60mg 1x/hari
terbagi
2 75mg 1x/hari
Zanamivir 2x5mg inhalasi (10 mg total) 2x/hari 2x5mg inhalasi (10 mg total 2x/hari) (umur 7 tahun atau lebih)
Dewasa Anak
2x5mg inhalasi (10mg total) 1x/hari 2x5mg inhalasi (10 mg total) 1x/hari (umur 5 tahun atau lebih)
Tabel 2.2 Dosis Pengobatan Antiviral Oseltamivir untuk Bayi di bawah 1 tahun (CDK, 2009) Umur < 3 bulan 3-5 bulan 6-11 bulan
Dosis pengobatan direkomendasikan untuk 5 hari 12 mg (2x sehari) 20 mg (2x sehari) 25 mg (2x sehari)
Tabel 2.3 Dosis Profilaksis Antiviral Oseltamivir untuk Bayi di bawah 1 tahun (CDK, 2009) Umur < 3 bulan
3-5 bulan 6-11 bulan
Dosis profilaksis direkomendasikan untuk 10 hari Tidak direkomendasikan jika situasi tidak kritis karena data terbatas pada kelompok umur ini 20 mg (1x sehari) 25 mg (1x sehari) Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
7
Pilihan terapi simptomatis yang dapat diberikan kepada pasien influenza yaitu: 1.Obat Batuk Batuk berfungsi untuk mengusir sekresi trakeobronkial berlebih, oleh karena itu, penekanan reflesk fisiologis ini dibenarkan hanya ketika batuk berbahaya (setelah operasi) atau tidak produktif karena sekresi absen. Kodein dan noscapine menekan batuk dengan aksi pusat (Lullmann dkk, 2000). 2.Dekongestan Nasal dan Preparat Nasal Lain Kebanyakan obat dalam golongan ini adalah simpatomimetik, seperti oxymetazoline dan xylometazoline yang terutama bekerja dengan menimbulkan konstriksi (penyempitan) pembuluh darah. Kerja obat ini akan mengurangi pembengkakan mukosa hidung dan sinus (Randall and Neil, 2009). Perhatian perlu dilakukan jika memberikan obat ini kepada penderita hipertensi karena beberapa dekongestan tertentu seperti phenylpropanolamine, jika diberikan dalam dosis yang melebihi dosis yang dibutuhkan dapat menyebabkan eksaserbasi hipertensi, peningkatan denyut jantung dan tremor (Randall and Neil, 2009). Penggunaan dekongestan dalam jangka lama dapat menyebabkan kongesti balik (rebound congestion), sehingga lebih banyak menimbulkan bahaya ketimbang menfaatnya. Penggunaan jangka lama dari obat ini juga dapat menyebabkan inflamasi kronik lapisan mukosa hidung. Hindari penggunaan selama lebih dari 5 hari (Randall and Neil, 2009). 3.Obat Lain yang Bekerja pada Sistem Muskuloskeletal Obstruksi lendir
di jalan napas. Mukolitik, seperti acetylcysteine,
memecah ikatan disulfida dalam lendir, sehingga mengurangi viskositasnya dan membantu pembersihan lendir bronkial. Ekspektoran lain (misalnya, minuman panas, kalium iodida, dan ipecac) merangsang produksi lendir berair. Acetylcysteine diindikasikan untuk pasien cystic fibrosis dan dihirup sebagai aerosol. Apakah mucolytics diindikasikan untuk pilek dan apakah ekspektoran seperti bromohexine atau ambroxole efektif dalam menurunkan viskositas sekresi bronkial masih dipertanyakan (Lullmann dkk, 2000).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
8
Rasa sakit Sakit kepala
Penggunaan lokal α-simpatomimetik
Demam
Dekongestan membran mukus
Pilek, hidung meler
Sakit tenggorokan
Batuk
Sesak napas
Akumulasi lendir dalam saluran napas, yang tidak adekuat diusir dengan batuk
Gambar 2.1 Terapi Simptomatik Influenza [Sumber: Lullmann dkk, 2000]
2.2. Pelayanan Resep di Apotek 2.2.1. Skrining Resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi (Depkes RI, 2006): A. Persyaratan Administratif : 1. Nama, SIP dan alamat dokter 2. Tanggal penulisan resep 3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
9
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien 5. Cara pemakaian yang jelas 6. Informasi lainnya B. Kesesuaian
farmasetik
:
bentuk
sediaan,
dosis,
potensi,
stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian C. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
2.2.2
Penyiapan Obat dan Penyerahan
A. Peracikan. Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. B. Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. C. Kemasan Obat yang Diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. D. Penyerahan Obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. E. Informasi Obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
10
F. Konseling. Apoteker
harus
memberikan
konseling,
mengenai
sediaan
farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. G. Monitoring Penggunaan Obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2.3. Fenil Propanolamin Hidroklorida Fenil Propanolamin (PPA) merupakan suatu agen simpatomimetik tanpa resep yang digunakan sebagai dekongestan nasal untuk memperbaiki pernapasan dengan memengaruhi saluran lintasan sinus, dan sebagai penekan nafsu makan untuk jangka pendek (6-12 minggu) pada penanganan obesitas eksogen. PPA juga digunakan untuk mengobati inkontinensia urine (tidak disetujui FDA). PPA termasuk dalam sediaan batuk/flu dan formulasi untuk penekan nafsu makan (Deutsch dkk, 2012). Efek farmakodinamik PPA menyerupai efedrin dan potensinya hampir sama dengan efedrin kecuali bahwa obat ini kurang menimbulkan perangsangan SSP (Setiawati dan Gan, 2007). PPA bekerja sebagai stimulan SSP melalui bekerja secara langsung pada α dan adrenoseptor –β (α>β), dan juga secara tidak langsung melalui pelepasan norepinefrin dari tempat penyimpanannya di ujung saraf. PPA menyebabkan vasokonstriksi, dan selanjutnya menyusutkan membran mukosa nasal yang bengkak. PPA memiliki efek tidak langsung pada adrenoseptor-β di jantung yang mengakibatkan takikardia dan meningkatkan tekanan darah (Deutsch dkk, 2012). Dosis oral yang menggunakan tablet atau kapsul lepas segera. Untuk orang dewasa dan remaja, dosis oral sebesar 20-25 mg setiap 4 jam, sampa 150 mg/hari. Pada anak-anak (6-11 tahun), dosis oral adalah 10-12,5 mg setiap 4 jam dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
11
maksimum 75 mg/hari. Pada anak-anak yang lebih muda (2-5 tahun), dosis oral PPA adalah 6,25 mg setiap 4 jam (maksimum 37,5 mg/hari) (Deutsch dkk, 2012). Dosis oral yang menggunakan kapsul lepas-diperpanjang. Pada orang dewasa yang menggunakan kapsul lepas-diperpanjang dosis oral adalah 75 mg setiap 12 jam (Deutsch dkk, 2012). Pemakaian PPA sudah dihentikan di Amerika Serikat dan dilarang oleh IOC (International Olympic Committee). PPA dikontraindikasikan pada kasus infark miokardium akut, angina, wanita menyusui, penyakit dan aritmia jantung, kardiomiopati, anak-anak, glaukoma sudut tertutup, penyakit arteri koroner, diabetes melitus, lanjut usia, wanita, glaukoma, gagal jantung, hipertensi, hipertiroidisme, balita, kehamilan, hipertrofi prostatik, gagal dan rusak ginjal, penyalahgunaan zat, takikardi dan retensi urine (Deutsch dkk, 2012). Efek yang merugikan yang berhubungan dengan pemakaian PPA dapat meliputi: angina, aritmia yang memburuk, diaforesis, disuria, hipertensi, nefritis interstisial, perdarahan intakranial, midriasis, infark miokardium, mual dan muntah, palpitasi, kontraksi atrium dini (PAC/Premature Atrial Contraction), kontraksi ventrikular dini (PVC/Premature Ventricular Contractions), gagal ginjal tak spesifik, kegelisahan, rabdomiolisis, takikardia sinus, stroke, takipnea, dan xerostomia. Selain itu, karena merupakan zat simpatomimetik, PPA dapat menghasilkan efek stimulasi SSP yang dapat meliputi anoreksia, ansietas, pusing, halusinasi, sakit kepala, insomniairitabilitas, psikosis, rasa lemah, dan seizure. Efek-efek tersebut biasanya berhubungan dengan penggunaan berlebihan, overdosis, dan penyalahgunaan zat. Lebih lanjut, para lansia tampaknya mengalami peningkatan sensitivitas terhadap efek stimulasi SSP PPA bila dibandingkan dengan individu yang lebih muda (Deutsch dkk, 2012). PPA telah sering digunakan sebagai suplemen dan berpotensi tinggi untuk disalahgunakan. Jika PPA digunakan dalam dosis yang lebih tinggi dari yang dianjurkan (overdosis) atau dikombinasi dengan penghambatan monoamin oksidase (MAOI) atau kafein, dapat mengakibatkan hipertensi atau krisis hipertensi. Tanda-tanda hipertensi dapat meliputi sakit kepala berat, perdarahan intrakranial, dan stroke (fatal dan nonfatal). Secara khusus, hemoragi intraserebral dan/atau subaraknoid telah tercatat baik pada pemakaian PPA dan produk-produk Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
12
PPA (formulasi untuk kombinasi batuk/pilek dan penekan nafsu makan). Pada Yale Hemorrhagic StrokeProject, FDA tidak mampu memprediksi (berdasarkan usia, ras, kelamin, dll) siapa yang berisiko terkena stroke. Namun, tercatat bahwa wanita sangat berisiko terhadap stroke (Deutsch dkk, 2012). PPA yang digunakan oleh wanita obese dalam dosis dalam besar (>75 mg sehari), ternyata meningkatkan kejadian stroke. Karena itu indikasi obat ini untuk obesitas telah ditarik, dan obat ini hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg sehari sebagai dekongestan (Setiawati dan Gan, 2007).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian terhadap resep yang menggunakan fenil propanolamin hidroklorida dilakukan di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat pada saat pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), yaitu pada minggu keempat hingga minggu keenam.
3.2. Metode Pengkajian Pengkajian dilakukan secara retrospektif dari resep-resep yang diterima Apotek Atrika. Data-data yang dikumpulkan berasal dari resep yang diterima dan dilayani Apotek Atrika, dengan kriteria inklusi sebagai berikut: a. Resep obat flu yang dilayani Apotek Atrika dalam rentang bulan JanuariJuni 2013 b. Resep yang mengandung fenil propanolamin hiroklorida, baik dalam bentuk obat generik maupun obat nama dagang. Sedangkan kriteria eksklusi adalah resep yang tidak bisa dibaca.
13
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Influenza merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan terutama ditandai oleh demam, gigil, sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorok dan batuk non produktif. Lama sakit berlangsung antara 27 hari dan biasanya sembuh sendiri. Namun terkadang pasien sering sekali terganggu dengan gejala yang muncul sehingga perlu diberikan terapi simptomatis untuk menanggulangi gejala (Nelwan, 2006). Hasil penelusuran dan pengkajian terhadap resep-resep yang masuk ke Apotek Atrika selama periode Januari hingga Juni 2013 terdapat 1283 resep yang masuk ke Apotek Atrika. Dari 1283 resep tersebut terdapat 8 resep dengan obat untuk penyakit flu. Beberapa sediaan obat flu yang mengandung PPA yang disediakan di apotek atrika antara lain Nalgestan®, Tuzalos®, Decolgen®, Fludane®, Fludane plus®, Mixagrip®, Nodrof®, Paratusin®, dan Ultra flu®, meskipun kandungannya bukan hanya PPA. Nalgestan® merupakan sediaan yang paling sering diresepkan oleh dokter, meskipun sebenarnya Nalgestan® dapat dibeli tanpa resep dokter. Selama periode Januari sampai dengan Juni terdapat 3 resep yang mengandung PPA yang diterima Apotek Atrika, yaitu 37,5% dari total seluruh resep flu dan 0,23% dari keseluruhan resep yang diterima Apotek Atrika pada periode Januari hingga Juni 2013. Sering kali dokter tidak hanya meresepkan Nalgestan® pada pasiennya, namun juga diberikan terapi lainnya untuk mengatasi gejala yang dirasakan pasien, maka dari itu dirasa perlu untuk dilakukan analisis terhadap kerasionalan resep yang mengandung Nalgestan® yang dilayani di Apotek Atrika selama periode Januari sampai dengan Juni 2013.
14
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
15
4.1 Analisis Resep 1 4.1.1
Penulisan Ulang Resep Dokter
4.1.2
Data Obat
a. Nalgestan Tabel 4.1. Data Obat Nalgestan Nama obat Komposisi Indikasi
Kontraindikasi
Peringatan
Efek samping
Interaksi obat Dosis
Nalgestan Phenylpropanolamine HCl 15mg, chlorpheniramine maleate 2 mg Vasokonstriktor dan antihistamin pada hidung tersumbat, salesma, bersin-bersin, masuk angin, sinusitus, rinitis alergi, rinitis vasomotor. Hipertiroidisme, hipertensi, penyakit jantung, feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, mendapat terapi dengan MAOI, penyakit saluran nafas bawah, bayi baru lahir atau prematur, laktasi Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau mengoperasikan mesin. Penderita hipertensi, penyakit jantung, tirotoksikosis, atau DM Gangguan GI, susah kencing, kelemahan otot, tremor, hipotensi, penglihatan kabur, tinitus, mulut kering, dada terasa sesak, berkeringat, haus, anoreksia Alkohol meningkatkan rasa kantuk bila diberikan bersama CTM 1 tab 3-4x/hari Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
16
b. Prednison Tabel 4.2 Data Obat Prednison Nama obat
Prednison
Komposisi
Prednison
Indikasi
Reumatisme, demam reumatik, alergi pada asma bronkial
Kontraindikasi
Interaksi obat
Tukak lambung, TBC aktif, hipertensi, gangguan neurologik, gangguan hati dan ginjal, DM Hindari penghentian terapi secara mendadak pada terapi jangka lama. Hindari penggunaan intensif dan jangka lama pada anak selama masa pertumbuhan Gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit. Gangguan muskuloskeletal, misalnya lemas, miopati steroid, osteoporosis. Gangguan GI misalnya tukak peptik, perforasi GI, dan perdarahan. Gangguan dermatologik, misalnya eritema. Gangguan neurologik, misalnya vertigo, sakit kepala. Gangguan endokrin misalnya aminore. Reaksi hipersensitivitas misalnya anafilaksis Rifampisin, fenitoin, fenobarbital
Dosis
1-4 tab /hari
Peringatan
Efek samping
c. Codein Tabel 4.3 Data Obat Codein (Depkes RI, 2000) Nama obat
Codein
Komposisi
Codein
Indikasi
Batuk kering atau batuk dengan nyeri
Kontraindikasi
Batuk berdahak, penyakit hepar, gangguan ventilasi
Peringatan
Asma, gangguan fungsi hati dan ginjal, riwayat penyalahgunaan obat Konstipasi, depresi pernapsan pada pasien yang sensitif atau pada dosis besar Analgesik opioid
Efek samping Interaksi obat Dosis
10-20 mg tiap 4-6 jam maksimal 120mg/hari; jarang diberikan sebagai obat batuk pada anak-anak. Anak 6-12 tahun 5-10mg atau 0,5-1,5 mg/kg tiap 4-6 jam maksimal 60 mg/hari. 2-6 tahun 0,5-1mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 4-6 jam maksimal 30 mg/hari
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
17
d. Azitromisin Tabel 4.4 Data Obat Azitromisin (Depkes RI, 2000) Nama obat
Azitromisin
Komposisi
Azitromisin
Indikasi
Infeksi saluran nafas, otitis media, infeksi klamidia daerah genital tanpa komplikasi
Kontraindikasi
Gangguan fungsi hati
Peringatan
Gangguan fungsi hati dan porfiria ginjal, perpanjangan interval QT (pernah dilaporkan takikardi ventrikuler), porfiria, kehamilan dan menyusui
Efek samping
Mual, muntah, nyeri perut, diare, urtikaria, ruam, dan reaksi alergi lainnya, gangguan pendengaran yang reversibel pernah dilaporkan setelah pemberian dosis besar, ikterus kolestatik dan gangguan jantung (aritmia dan nyeri dada)
Interaksi obat
Eritromisin dan makrolida lain
Dosis
500 mg sekali sehari 3 hari. Anak di atas 6 bulan, 10mg/kg sekali sehari selama 3 hari; berar badan 26-35 kg, 300 mg sekali sehari selama 3 hari; berat badan 36-45 kg, 400 mg sekali sehari selama 3 hari.
4.1.3
Data Pedagang Besar Farmasi
a. Nalgestan Tabel 4.5 Data PBF Obat Nalgestan PBF
Alamat
No. Telp.
PT. Anugerah Pharmindo
Jl. Pulolentut Kav. II / E-4,
(021) 4608820
Lestari (APL)
Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta 13920
GAW
STIMEC
Jl. Kali baru Barat Raya No.
(021 )4253830
65 Jakarta
(021) 4243112
Jl. Lautze No. 60, Jakarta
(021) 3456868
10710 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
18
b. Prednison Tabel 4.6 Data PBF Obat Prednison PBF
Alamat
No. Telp.
Kimia Farma (KF)
Cabang Jak-1 Komplek
(021) 34833396
Majapahit Permai Blok A 105-106, Jl. Majapahit No. 18-22 Jakarta Pusat c. Codein Tabel 4.7 Data PBF Obat Codein PBF
Alamat
No. Telp.
Kimia Farma (KF)
Cabang Jak-1 Komplek
(021) 34833396
Majapahit Permai Blok A 105-106, Jl. Majapahit No. 18-22 Jakarta Pusat
d. Azitromisin (Zistic) Tabel 4.8 Data PBF Obat Zistic PBF
Alamat
No. Telp.
PT. Anugerah Pharmindo
Jl. Pulolentut Kav. II / E-4,
(021) 4608820
Lestari (APL)
Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta 13920
4.1.4
Skrining Resep
1. Kelangkapan Administrasi Resep tidak lengkap karena tidak memuat jenis kelamin, umur, berat badan, alamat dan nomor telepon pasien. Cara pengatasannya, untuk jenis kelamin, umur, berat badan, alamat dan nomor telepon pasien dapat dikonfirmasi kepada pasien/keluarga pasien yang menebus obat untuk menjaga agar jika terjadi kesalahan bisa dengan mudah menghubungi pasien kembali. Selain itu di dalam resep tersebut juga tidak dicantumkan paraf dokter di akhir setiap peresepan. Resep tersebut tidak mencantumkan iter
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
19
yang telah sesuai dengan peraturan bahwa resep yang mengandung narkotik dalam hal ini codein tidak boleh mencantumkan iter. 2. Kesesuaian Farmasetis Dosis dan aturan pakai setiap obat telah sesuai dengan rentang dosis lazim yang dianjurkan. Bentuk sediaan nalgestan, prednison, dan codein adalah tablet pada umumnya sehingga tidak mengapa dilakukan penggerusan dan dibentuk dalam sediaan kapsul, sedangkan bentuk sediaan zistic (azitromisin) adalah kaplet. 3. Pertimbangan Klinis Hasil analisis dari resep di atas dengan bantuan software The Medical Letter’s Adverse Drug Interaction Program menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara codein dan prednison dimana dapat menyebabkan respon tertunda meskipun mekanisme terjadinya interaksi masih belum dapat dijelaskan dan tidak bermakna secara klinis. Pemilihan antibiotik (azitromisin) dalam kasus influenza dirasa tidak sesuai dikarenakan influenza disebabkan oleh virus sedangkan antibiotik bekerja sebagai antibakteri. Adapun berdasarkan pedoman tatalaksana influenza lebih tepat diberikan antivirus baik itu amantadine, rimantadin, zanamivir, maupun oseltamivir. Sedangkan pemberian antibiotik dilakukan jika terjadi pneumonia atau kejadian infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri. Dalam kasus ini, pasien diasumsikan mengalami flu berat yang mengarah pada kejadian infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri sehingga dokter menuliskan azitromisin di dalam resepnya, pasien juga menderita batuk sehingga diberikan codein dan mengalami radang dengan diberikan prednison. 4.1.5 Konseling Konseling perlu diberikan kepada Ny. T meskipun Ny. T tidak termasuk ke dalam golongan prioritas untuk diberikan konseling. Namun konseling perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien apakah sudah dirasa perlu untuk menggunakan antibiotik atau tidak. Selain itu, melalui konseling apoteker juga bisa memberikan informasi kepada pasien dengan jelas dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
20
Pasien diberikan informasi mengenai obat pertama, yaitu kapsul racikan yang berisi Nalgestan®, prednison, dan codein, dikonsumsi 3x sehari dengan interval waktu 8 jam dan diminum setelah makan. Nalgestan® mengandung PPA dan klorfeniramin maleat yang berfungsi untuk melegakan pernapasan, prednison untuk mengatasi inflamasi dan codein untuk menekan batuk. Obat ini juga dapat menyebabkan mengantuk sehingga harus dihindari saat berkendara dan menjalankan mesin. Selain itu penggunaan codein dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan konstipasi sehingga harus banyak minum air dan mengkonsumsi buah-buahan. Obat yang kedua yaitu zistic (azitromisin) yang jika disetujui dokter tidak perlu diberikan. Namun jika dokter tidak menyetujui dan obat tetap diberikan maka perlu diinformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut merupakan antibiotik diminum 1x sehari dan harus dihabiskan selama 3 hari diminum setelah makan. Penyimpanan kedua obat sebaiknya di tempat yang sejuk dan kering serta dijauhkan dari jangkauan anak-anak. Pemberian informasi mengenai terapi non farmakologi juga perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan terapi pasien. Pasien di anjurkan untuk melakukan istirahat di tempat tidur dan memenuhi kebutuhan cairannya. Pasien juga di anjurkan untuk makan makanan bergizi dan diberikan terapi suportif seperti vitamin C jika dirasa perlu.
4.1.6
Monitoring Monitoring
dilakukan
untuk
memantau
penggunaan
obat
pasien
mengetahui apakah efek yang ditimbulkan sesuai dengan yang diharapkan atau apakah muncul efek samping yang tidak diinginkan. Dalam kasus ini pasien dimonitoring apakah keluhan berkurang berupa hidung tersumbat dari penggunaan Nalgestan®, radang membaik dengan penggunaan prednison dan batuknya berkurang dengan penggunaan codein. Contoh lainnya, farmasis dapat menghubungi pasien untuk mengevaluasi kepatuhan terhadap terapi obat atau mengetahui adanya efek samping obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
21
4.2
Analisis Resep 2
4.2.1
Penulisan Ulang Resep Dokter
4.2.2 Data Obat a. Codein Tabel 4.9. Data Obat Codein Nama obat
Codein
Komposisi
Codein
Indikasi
Batuk kering atau batuk dengan nyeri
Kontraindikasi
Batuk berdahak, penyakit hepar, gangguan ventilasi
Peringatan
Asma, gangguan fungsi hati dan ginjal, riwayat penyalahgunaan obat
Efek samping
Konstipasi, depresi pernapsan pada pasien yang sensitif atau pada dosis besar
Interaksi obat
Analgesik opioid
Dosis
10-20 mg tiap 4-6 jam maksimal 120mg/hari; jarang diberikan sebagai obat batuk pada anak-anak. Anak 6-12 tahun 5-10mg atau 0,5-1,5 mg/kg tiap 4-6 jam maksimal 60 mg/hari. 2-6 tahun 0,5-1mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 4-6 jam maksimal 30 mg/hari Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
22
b. Epexol Tabel 4.10 Data Obat Epexol Nama obat
Epexol
Komposisi
Ambroxol HCl
Indikasi
Penyakit saluran nafas akut dan kronis dengan sekresi bronkial yang abnormal, terutama serangan akut bronkitis kronis, asma bronkial, bronkitis asmatik, terapi pra dan pasca
op,
perawatan
intensif
untuk
menghindari
komplikasi paru. Kontraindikasi
-
Peringatan
-
Efek samping
Efek GI ringan
Interaksi obat
-
Dosis
Dewasa dan anak >10 tahun 1 tab 5-10 tahun ½ tab. Diberikan 3x/hr
c. Theophyllin Tabel 4.11 Data Obat Theophyllin Nama obat
Theophyllin
Komposisi
Theophyllin
Indikasi
Meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial
Kontraindikasi
Tukak peptik
Peringatan
Hipertensi, penyakit jantung berat, cedera miokard akut, gagal jantung kronik, kor pulmonal, hipertiroid dan gangguan hati
Efek samping
Mual, muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati
Interaksi obat
Eritromisin
Dosis
Dewasa: 1 kapsul atau satu sendok makan Anak 6-12 tahun ½ sdm 3x/hr
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
23
d. Triamcort Tabel 4.12 Data Obat Triamcort Nama obat
Triamcort
Komposisi
Triamcinolone
Indikasi
AR, demam reumatik, asma bronkial, rinitis vasomotor, leukimia, limfosarkoma, penyakit Hodgkin, fibrosis paru, bursitis akut Infeksi jamur sistemik
Kontraindikasi
Katarak, glaukoma, retensi cairan, kolitis ulseratif non spesifik, osteoporosis, miastenia gravis, herpes simpleks okuler Gagal jantung kongetif, hipotensi, osteoporosis,
Peringatan
Efek samping
hiperpigmentasi, kejang Interaksi obat
-
Dosis
Dewasa dan anak ≥ 12 tahun 4-48 mg/hr sebagai dosis tunggal atau terbagi
e. Nalgestan Tabel 4.13 Data Obat Nalgestan Nama obat
Nalgestan
Komposisi
Phenylpropanolamine
HCl
15mg,
chlorpheniramine
maleate 2 mg Indikasi
Kontraindikasi
Peringatan
Efek samping
Interaksi obat
Vasokonstriktor dan antihistamin pada hidung tersumbat, salesma, bersin-bersin, masuk angin, sinusitus, rinitis alergi, rinitis vasomotor. Hipertiroidisme, hipertensi, penyakit jantung, feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, mendapat terapi dengan MAOI, penyakit saluran nafas bawah, bayi baru lahir atau prematur, laktasi Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau mengoperasikan mesin. Penderita hipertensi, penyakit jantung, tirotoksikosis, atau DM Gangguan GI, susah kencing, kelemahan otot, tremor, hipotensi, penglihatan kabur, tinitus, mulut kering, dada terasa sesak, berkeringat, haus, anoreksia Alkohol meningkatkan rasa kantuk bila diberikan bersama CTM
Dosis
1 tab 3-4x/hari Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
24
4.2.3 Data Pedagang Besar Farmasi a. Codein Tabel 4.14 Data PBF Obat Codein PBF
Alamat
No. Telp.
Kimia Farma (KF)
Cabang Jak-1 Komplek
(021) 34833396
Majapahit Permai Blok A 105-106, Jl. Majapahit No. 18-22 Jakarta Pusat
b. Epexol Tabel 4.15 Data PBF Obat Epexol PBF
Alamat
No. Telp.
Bina San Prima (BSP)
Jl. Rawa Gelan IV No. 7
(021) 46826464
Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur
c. Theophyllin Tabel 4.16 Data PBF Obat Theophyllin PBF
Alamat
No. Telp.
Brataco
Jl. Mangga Besar V/5
(021) 6120312
Jakarta Barat 11180
d. Triamcort Tabel 4.17 Data PBF Obat Triamcort PBF
Alamat
No. Telp.
Enseval
Jl. Pulolentut No. 10 Jakarta
(021) 4600102
PT. Anugerah Pharmindo
Jl. Pulolentut Kav. II / E-4,
(021) 4608820
Lestari (APL)
Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta 13920
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
25
e. Nalgestan Tabel 4.18 Data PBF Obat Nalgestan PBF
Alamat
No. Telp.
PT. Anugerah Pharmindo
Jl. Pulolentut Kav. II / E-4, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta 13920 Jl. Kali baru Barat Raya No. 65 Jakarta Jl. Lautze No. 60, Jakarta 10710
(021) 4608820
Lestari (APL) GAW STIMEC
4253830 4243112 (021) 3456868
f. Pot Alba Tabel 4.19 Data PBF Obat Pot Alba PBF
Alamat
No. Telp.
Brataco
Jl. Mangga Besar V/5 Jakarta Barat 11180
(021) 6120312
g. Sir Thymi Tabel 4.20 Data PBF Obat Sir Thymi
4.2.4
PBF
Alamat
No. Telp.
Brataco
Jl. Mangga Besar V/5 Jakarta Barat 11180
(021) 6120312
Skrining Resep
1. Kelangkapan Administrasi Resep tidak lengkap karena tidak memuat tanda R/ di setiap awal penulisan resep, jenis kelamin, berat badan, alamat dan nomor telepon pasien. Cara pengatasannya, untuk jenis kelamin, berat badan, alamat dan nomor telepon pasien dapat dikonfirmasi kepada pasien/keluarga pasien yang menebus obat untuk menjaga agar jika terjadi kesalahan bisa dengan mudah menghubungi pasien kembali. Selain itu di dalam resep tersebut juga tidak dicantumkan paraf dokter di akhir setiap peresepan. Resep tersebut tidak mencantumkan iter yang telah sesuai dengan peraturan bahwa resep yang mengandung narkotik dalam hal ini codein tidak boleh mencantumkan iter.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
26
2. Kesesuaian Farmasetis Dosis dan aturan pakai setiap obat telah sesuai dengan rentang dosis lazim yang dianjurkan. Bentuk sediaan codein, Epexol®, theophyllin, Triamcort® dan Nalgestan® adalah tablet pada umumnya sehingga tidak mengapa dilakukan penggerusan dan dibentuk dalam sediaan puyer, karena pasien berumur 3 tahun dan diasumsikan belum bisa menelan. 3. Pertimbangan Klinis Hasil analisis terhadap resep yang diberikan kepada An. V terlihat terapi yang diberikan kepada pasien tersebut polifarmasi. Epexol®, theophyllin dan Triamcort® merupakan obat yang mempunyai indikasi asma bronkial dengan gejala sesak nafas, mengi (whezing) dan batuk. Mengingat pasien An. V masih berumur 3 tahun pemberian terapi yang berlebihan dikhawatirkan menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Meskipun terapi yang diberikan masih termasuk ke dalam rentang dosis yang dianjurkan. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut terhadap kondisi pasien untuk memilihkan terapi yang dapat disarankan kepada dokter penulis resep. Jika kondisi pasien tidak terlalu parah, maka dapat disarankan untuk memilih salah satu saja dari ketiga obat tersebut. Dalam kasus ini, diasumsikan pasien An. V mengalami sesak nafas atau kesulitan bernafas sehingga diberikan Epexol®, theophyllin dan Triamcort®, dimana Epexol® disini berfungsi sebagai mukolitik, theophyllin untuk mengatasi sesak nafas dan Triamcort® untuk mengatasi sesak dan radang. Selain itu pasien juga mengalami batuk sehingga diberikan kodein yang berfungsi sebagai penekan batuk, dan untuk melegakan hidung tersumbat diberikan Nalgestan®. Selain itu, diasumsikan pasien mengalami batuk berdahak juga sehingga diberikan OBH untuk mengencerkan dahaknya. Interaksi juga ditemukan dengan bantuan software The Medical Letter’s Adverse Drug Interaction Program terjadi antara codein dan Triamcort® (triamcinolon) yaitu efek respon tertunda, namun tidak bermakna secara klinis dan mekanismenya belum dapat dijelaskan. Penanganannya dapat dilakukan dengan memonitor status klinis pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
27
4.2.5 Konseling Konseling perlu diberikan kepada An. V karena An. V merupakan pediatri yang merupakan golongan yang termasuk dalam prioritas pemberian konseling. Pemberian konseling apoteker ditujukan untuk memberikan informasi pengobatan kepada pasien dengan jelas dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Pasien atau keluarga pasien diberikan informasi mengenai obat pertama, yaitu puyer racikan yang berisi codein, Epexol®, theophyllin, dan Triamcort® yang dikonsumsi 3x sehari dengan interval waktu 8 jam dan diminum setelah makan. Codein sebagai obat penekan batuk, Epexol® berfungsi sebagai mukolitik, theophyllin untuk mengatasi sesak dan Triamcort® berfungsi untuk mengatasi radang. Obat ini menyebabkan mengantuk sehingga perlu diperhatikan aktivitas anak. Codein yang digunakan dalam jangka panjang juga dapat menyebabkan konstipasi sehingga disarankan kepada pasien untuk minum air putih yang banyak dan mengkonsumsi buah-buahan. Obat yang kedua yaitu Nalgestan® yang juga diberikan dalam bentuk puyer diminum 3x sehari dengan interval waktu 8 jam setelah makan. Obat yang ketiga yaitu OBH dalam bentuk sirup diminum 3x sehari setelah makan. Penyimpanan ketiga obat sebaiknya di tempat yang sejuk dan kering serta dijauhkan dari jangkauan anak-anak. Pemberian informasi mengenai terapi non farmakologi juga perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan terapi pasien. Pasien di anjurkan untuk melakukan istirahat di tempat tidur dan memenuhi kebutuhan cairannya. Obat yang diberikan harus diminum secara teratur, agar terapi pengobatan yang diinginkan tercapai. Jika gejala sudah tidak dirasakan lagi, maka pengobatan dapat dihentikan untuk obat dalam bentuk puyer tidak boleh disimpan harus dibuang jika masih tersisa setelah gejala hilang.
4.2.6
Monitoring Dalam kasus ini pasien dimonitoring apakah keluhan berkurang berupa
batuk dengan penggunaan codein, sesak napas dengan penggunaan theophyllin, peradangan
dengan
penggunaan
Triamcort®,
hidung
tersumbat
dengan
®
penggunaan Nalgestan dan batuk berdahak dengan penggunaan OBH. Apakah muncul efek samping berupa konstipasi dari penggunaan codein. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
28
4.3
Analisis Resep 3
4.3.1
Penulisan Ulang Resep Dokter
4.3.2 Data Obat a. Analsik Tabel 4.21. Data Obat Analsik Nama obat
Analsik
Komposisi
Methampyrone 500mg, diazepam 2 mg
Indikasi
Sakit kepala psikis, nyeri saraf, nyeri pinggang, reumatik, kolik empedu dan ginjal, nyeri otot dan sendi
Kontraindikasi
Psikosis
berat,
kecenderungan
berdarah,
porfiria,
hipersensitif terhadap golongan pirazolon Peringatan
Efek samping
Usia lanjut, epilepsi, penyakit kardio vaskuler, hati atau ginjal. Depresi nafas, miastenia gravis, reaksi silang dengan aspirin Mengantuk, pusing, amnesia, gangguan penglihatan, hipotensi, ketergantungan, agranulositosis, reaksi alergi
Interaksi obat
Depresan SSP, alkohol, klorpromazin, simetidin
Dosis
Dewasa 1 kaplet. Anak ½ kaplet. Diberikan 3x/hr
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
29
b. Nalgestan Tabel 4.22 Data Obat Nalgestan Nama obat
Nalgestan
Komposisi
Phenylpropanolamine
HCl
15mg,
chlorpheniramine
maleate 2 mg Indikasi
Kontraindikasi
Peringatan
Efek samping
Interaksi obat
Vasokonstriktor dan antihistamin pada hidung tersumbat, salesma, bersin-bersin, masuk angin, sinusitus, rinitis alergi, rinitis vasomotor. Hipertiroidisme, hipertensi, penyakit jantung, feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, mendapat terapi dengan MAOI, penyakit saluran nafas bawah, bayi baru lahir atau prematur, laktasi Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau mengoperasikan mesin. Penderita hipertensi, penyakit jantung, tirotoksikosis, atau DM Gangguan GI, susah kencing, kelemahan otot, tremor, hipotensi, penglihatan kabur, tinitus, mulut kering, dada terasa sesak, berkeringat, haus, anoreksia Alkohol meningkatkan rasa kantuk bila diberikan bersama CTM
Dosis
1 tab 3-4x/hari
c. Codein HCl Tabel 4.23 Data Obat Codein HCl Nama obat
Codein
Komposisi
Codein
Indikasi
Batuk kering atau batuk dengan nyeri
Kontraindikasi
Batuk berdahak, penyakit hepar, gangguan ventilasi
Peringatan
Asma, gangguan fungsi hati dan ginjal, riwayat penyalahgunaan obat
Efek samping
Konstipasi, depresi pernapsan pada pasien yang sensitif atau pada dosis besar
Interaksi obat
Analgesik opioid
Dosis
10-20 mg tiap 4-6 jam maksimal 120mg/hari; jarang diberikan sebagai obat batuk pada anak-anak. Anak 6-12 tahun 5-10mg atau 0,5-1,5 mg/kg tiap 4-6 jam maksimal 60 mg/hari. 2-6 tahun 0,5-1mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 4-6 jam maksimal 30 mg/hari Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
30
d. Ciprofloxacin Tabel 4.24 Data Obat Ciprofloxacin Nama obat
Ciprofloxacin
Komposisi
Ciprofloxacin
Indikasi
Infeksi saluran nafas, saluran GI, THT, kulit dan jaringan lunak, tulang dan sendi, infeksi oleh bakteri yang peka
Kontraindikasi
Anak < 18 tahunm hamil dan laktasi
Peringatan
Gangguan ginjal, diketahui atau diduga mengalami gangguan SSP yang dapat mempermudah kejang atau membuat ambang batas kejang merendah. Dapat mempengaruhi kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin Mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, dispepsia, nyeri abdomen, kembung, anoreksia, disfagia, pusing, sakit kepala, lelah, insomnia, agitasi, tremor. Tizanidin, teofilin, kafein, siklosporin, fenitoin, gliburid,
Efek samping
Interaksi obat
warfarin dan derivatnya, probenesid, metotreksat, AINS Dewasa infeksi ringan 250 mg 2x/hr, infeksi berat 500750mg 2x/hr.
Dosis
e. Vometa FT Tabel 4.25 Data Obat Vometa FT Nama obat
Vometa FT
Komposisi
Domperidon
Indikasi
Terapi mual dan muntah (akibat terapi levodopa atau bromokriptin, kemoterapi atau radioterapi kanker)
Kontraindikasi Peringatan
Tumor prolaktinoma hipofisis yang memproduksi prolaktin Hamil, laktasi, terapi jangka panjang, disfungsi hati dan ginjal
Efek samping
Peningkatan prolaktin serum, mulut kering, sakit kepala, diare, ruam kulit, haus, tegang dan gatal
Interaksi obat Dosis
Bromokriptin, antikolinergik muskarinik, analgesik opiat, antasid Dewasa 10-20 mg dengan interval 4-8 jam. Anak 0,2-0,4mg/kgBB/hr dengan interval 4-8 jam. Dosis harus diberikan sebelum makan dan menjelang tidur. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
31
4.3.3. Data Pedagang Besar Farmasi a. Analsik Tabel 4.26 Data PBF Obat Analsik PBF
Alamat
No. Telp.
Bina San Prima (BSP)
Jl. Rawa Gelan IV No. 7
(021) 46826464
Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur
b. Nalgestan Tabel 4.27 Data PBF Obat Nalgestan PBF
Alamat
No. Telp.
PT. Anugerah Pharmindo
Jl. Pulolentut Kav. II / E-4,
(021) 4608820
Lestari (APL)
Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta 13920
GAW
STIMEC
Jl. Kali baru Barat Raya No.
4253830
65 Jakarta
4243112
Jl. Lautze No. 60, Jakarta
(021) 3456868
10710
c. Codein HCl Tabel 4.28 Data PBF Obat Codein HCl PBF
Alamat
No. Telp.
Kimia Farma (KF)
Cabang Jak-1 Komplek
(021) 34833396
Majapahit Permai Blok A 105-106, Jl. Majapahit No. 18-22 Jakarta Pusat
d. Ciprofloxacin Tabel 4.29 Data PBF Obat Ciprofloxacin PBF
Alamat
No. Telp.
Indofarma
Komplek Infinia Park, Jl. Dr. Saharjo No. 45 Blok B85 Jakarta Selatan 12850
(021) 83791374
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
32
e. Vometa FT Tabel 4.30 Data PBF Obat Vometa FT PBF
Alamat
No. Telp.
AAM
Jl. Tawes 2A Jati
(021) 3861271
Pulogadung Jakarta Timur
4.3.4
Skrining Resep
1. Kelangkapan Administrasi Resep tersebut secara administratif dapat dikatakan sudah lengkap. Namun menurut aturan penulisan resep signatura (S) merupakan aturan pemakaian obat sedangkan yang tertulis di resep adalah indikasi obat tersebut.Maka dari itu disarankan kepada dokter untuk menuliskan resep sesuai aturan, 2. Kesesuaian Farmasetis Dosis setiap obat telah sesuai dengan rentang dosis lazim yang dianjurkan. Namun aturan pakai tidak sesuai dengan anjuran, misalnya Nalgestan®, dan codein sebaiknya dikonsumsi sesudah makan karena mempunyai efek samping gangguan gastro intestinal, sedangkan dalam resep tertulis ac (ante coenam) yang berarti sebelum makan. Bentuk sediaan analsik adalah tablet salut selaput, sedangkan nalgestan dan codein adalah tablet pada umumnya. Ciprofloxacin bentuk sediaanya kapsul dan Vometa FT® dalam bentuk tablet cepat larut. 3. Pertimbangan Klinis Hasil analisis resep dengan bantuan software The Medical Letter’s Adverse Drug Interaction Program menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara diazepam (salah satu kandungan dari analsik) dengan ciprofloxacin, dimana ciprofloxacin meningkatkan toksisitas diazepam karena dapat mempercepat metabolismenya. Pemilihan antibiotik (ciprofloxacin) dalam kasus influenza dirasa tidak sesuai dikarenakan influenza disebabkan oleh virus sedangkan antibiotik bekerja sebagai antibakteri. Adapun berdasarkan pedoman tatalaksana influenza lebih tepat diberikan antivirus baik itu amantadine, Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
33
rimantadin, zanamivir, maupun oseltamivir. Sedangkan pemberian antibiotik dilakukan jika terjadi pneumonia atau kejadian infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri. Dalam kasus ini, pasien diasumsikan mengalami flu berat yang mengarah pada kejadian infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri sehingga dokter menuliskan ciprofloxacin di dalam resepnya. 4.3.5. Konseling Konseling perlu diberikan kepada Ny. R meskipun Ny. R tidak termasuk ke dalam golongan prioritas untuk diberikan konseling. Namun konseling perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien apakah sudah dirasa perlu untuk menggunakan antibiotik atau tidak. Selain itu, melalui konseling apoteker juga bisa memberikan informasi kepada pasien dengan jelas dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Pasien diberikan informasi mengenai obat pertama, yaitu Analsik® obat untuk panas dan rasa pusing yang dikonsumsi 3x sehari dengan interval waktu 8 jam dan diminum setelah makan. Obat ini juga dapat menyebabkan mengantuk sehingga harus dihindari saat berkendara dan menjalankan mesin. Obat yang kedua yaitu Nalgestan® untuk pilek yang diminum 3x sehari dengan interval waktu 8 jam setelah makan. Obat yang ketiga yaitu codein untuk batuk yang diminum 3x sehari dengan interval waktu 8 jam sesudah makan. Penggunaan codein dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan konstipasi sehingga harus banyak minum air dan mengkonsumsi buah-buahan. Obat yang keempat yaitu ciprofloxacin yang jika disetujui dokter tidak perlu diberikan. Namun jika dokter tidak menyetujui dan obat tetap diberikan maka perlu diinformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut merupakan antibiotik diminum 2x sehari sesudah makan dengan interval waktu 12 jam dan harus dihabiskan selama 5 hari dan dihindarkan minum bersamaan dengan susu dan antasida karena dapat berinteraksi. Obat terakhir yaitu vometa FT yaitu obat anti mual yang diminum 3 kali sehari 15 menit sebelum makan. Penyimpanan kelima obat sebaiknya di tempat yang sejuk dan kering serta dijauhkan dari jangkauan anak-anak. Pemberian informasi mengenai terapi non farmakologi juga perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan terapi pasien. Pasien dianjurkan untuk melakukan istirahat di tempat tidur dan memenuhi kebutuhan cairannya. Pasien Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
34
juga dianjurkan untuk makan makanan bergizi dan diberikan terapi suportif seperti vitamin C jika dirasa perlu. Jika gejala sudah tidak dirasakan lagi, khususnya untuk obat selain antibiotik maka pengobatan dapat dihentikan.
4.3.6
Monitoring
Monitoring dilakukan untuk memantau penggunaan obat pasien mengetahui apakah efek yang ditimbulkan sesuai dengan yang diharapkan atau apakah muncul efek samping yang tidak diinginkan. Dalam kasus ini pasien dimonitoring apakah keluhan berkurang berupa sakit kepala, hidung tersumbat, batuk dan rasa mualnya. Apakah muncul efek samping
berupa konstipasi dari penggunaan
codein.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan a. Hasil analisis resep menunjukkan bahwa selama periode Januari sampai dengan Juni obat flu yang paling banyak diresepkan adalah Nalgestan® b. Analisis
resep
menunjukkan
bahwa
masih
terdapat
beberapa
ketidaktepatan yaitu kelengkapan administrasi masih belum terpenuhi, terdapat interaksi obat, polifarmasi dan terdapat ketidaktepatan pemilihan obat seperti pemberian antibiotik pada penderita influenza
5.2. Saran Pelaksanaan pencatatan riwayat pengobatan pasien terutama yang menderita penyakit kronis dan telah menjadi pelanggan di apotek untuk memudahkan proses pelayanan resep.
35
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
CDK (2009). Penatalaksanaan Influenza A H1N1. Cermin Dunia Kedokteran 171 Vol 36 No. 5, Agustus 2009, p 379. Depkes RI (2006). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI (2009). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1). Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Deutsch, DA., Abukhalaf, IK., dan Socci, RR. (2012). Agen Doping Anabolik. Dalam Mozayani, Ashraf. Buku Ajar Interaksi Obat: Pedoman Klinis dan Forensik. Jakarta: EGC. Gurtler, Lutz. (2006). Virologi Influenza Manusia. Dalam: Influenza Report. Jakarta : PT. Indeks. Jamal (2008). Influenza. Sinar Kesehatan Edisi XV/II/2008, hal 28-29. Jones, M.R. (2008).Pengkajian Pasien dan Peran Farmasis dalam Perawatan Pasien. (Benediktus Yohan, D Lyrawati).http://lyrawati.files.wordpress. com/2008/07/pengkajian-pasien-dan-peran-farmasis-dalam-perawatanpasien2.pdf Jones, Ben. 2012. Spreading the Word about Seasonal Influenza. Bulletin of The World Health Organization Vol. 90 No. 4, April 2012 p. 252-53 Kamps, Hoffmann, Preiser. (2006). Influenza Report. Jakarta : PT. Indeks. Nelwan, R.H.H. (2006). Influenza dan Pencegahannya. Dalam: Sudoya, Aru W., et. al. ed. Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. P. 1707-08 Rusdiana, T., Sjuib, F., dan Asyarie, S. (2004). Profil Farmakokinetika Fenilpropanolamin Hidroklorida dalam Plasma Darah Manusia Setelah Pemberian Dosis Tunggal Secara Oral. Farmaka Vol. 1 No. 3, April 2004, p. 1-5. Setiawati, A. dan Gan, S. (2007). Obat Adrenergik. Dalam: Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 36 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
37
Lampiran 1. Resep 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
38
Lampiran 2. Resep 2
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014
39
Lampiran 3. Resep 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Siti Rahmawati, FF UI, 2014