UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ZETMI, S.Farm. 1206330261
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ZETMI, S.Farm. 1206330261 ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
ii
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
iv
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jl. Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI sekaligus pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
2.
Dra. Azizahwati, M.S., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat bermanfaat.
3.
Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.
4.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi UI sampai dengan tanggal 20 Desember 2013.
5.
Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika.
6.
Para karyawan Apotek Atrika atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA.
7.
Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker.
v
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
8.
Keluarga atas kesabaran, kasih sayang, dukungan, perhatian dan doanya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin.
9.
Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman serta saling mendukung selama pelaksanaan PKPA.
10. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan, dukungan dan semangat. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekuarangan, namun diharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Depok, Januari 2014
Penulis
vi
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Zetmi, S.Farm. : Farmasi :.Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34A Jakarta Pusat
Apotek merupakan sarana kesehatan yang berperan dalam upaya-upaya kesehatan, terutama untuk penyerahan obat dan perbekalan farmasi beserta informasinya kepada masyarakat. Apotek sebagai sarana yang bergerak di bidang jasa pelayanan harus mampu memberikan pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan dalam apotek telah mengalami pergeseran orientasi dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Sebagai konsekuensinya, apoteker dituntut meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung baik kepada pasien maupun kepada tenaga kesehatan lain. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada 23 September – 1 November 2013 di Apotek Atrika guna memberikan perbekalan bagi para calon apoteker untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama masa kuliah secara praktis dan langsung kepada pasien di apotek. Kegiatan PKPA tersebut memberikan pengetahuan langsung mengenai peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker dalam pekerjaan kefarmasian di apotek serta memahami dan melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek. Kata Kunci
:.Praktek Kerja Profesi Apoteker, Apotek Atrika, Pelayanan Kefarmasian, Pharmaceutical Care Tugas Umum : xiii + 79 halaman; 18 lampiran Tugas Khusus : v + 32 halaman; 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 15 (1980-2011) Daftar Acuan Tugas Khusus : 9 (2004-2013)
viii
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Zetmi, S.Farm. : Pharmacy : Report of Pharmacist Internship Program in Atrika Pharmacy Jl. Kartini Raya No. 34A Central Jakarta
Pharmacy is the health facilities that participate in health efforts, particularly for the delivery of drugs and pharmaceuticals including information to the public. Pharmacies as a means engaged in services must be able to provide appropriate pharmaceutical services and quality. Pharmaceutical services are performed in the pharmacy has shifted the orientation of the drug to patients who refer to Pharmaceutical Care. As a consequence, pharmacists required to increase the knowledge, skills and behaviors in order to carry out a direct interaction both to patients and to other health professionals. Pharmacist Internship Program (PKPA) conducted on September 23rd to November 1st 2013 in the Atrika Pharmacy to provide supplies for prospective pharmacists to apply the knowledge they have learned during the course in a practical and direct to patients in pharmacies. The PKPA activities provide firsthand knowledge about the roles, functions and responsibilities of pharmacists in pharmacy jobs in pharmacy as well as the understanding and implementation of pharmaceutical services at the pharmacy. Keywords
: Pharmacist Internship Program, Atrika Pharmacy, Pharmaceutical Services, Pharmaceutical Care General Assignment : xiii + 79 pages; 18 appendices Specific Assignment : v + 32 pages; 1 appendix Bibliography of General Assignment : 15 (1980-2011) Bibliography of Specific Assignment : 9 (2004-2013)
ix
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................. vii ABSTRAK ..................................................................................................... viii ABSTRACT ..................................................................................................... ix DAFTAR ISI ..................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Tujuan ...................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ....................................................... 3 2.1 Definisi Apotek ........................................................................ 3 2.2 Landasan Hukum Apotek ...................................................... 3 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ....................................................... 4 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/ IX/2004) ...... 4 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ............................... 5 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ............... 6 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002) ........................ 7 2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ............................................... 10 2.9 Tenaga Kerja di Apotek .......................................................... 12 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek .................................................... 13 2.10.1 Obat Bebas .................................................................. 13 2.10.2 Obat Bebas Terbatas ...................................................... 14 2.10.3 Obat Keras dan Psikotropika ......................................... 14 2.10.4 Narkotika ……................................................................17 2.11 Pengelolaan Apotek ................................................................. 20 2.11.1 Perencanaan .................................................................. 20 2.11.2 Pengadaan .................................................................... 21 2.11.3 Penyimpanan ................................................................. 21 2.11.4 Administrasi .................................................................. 21 2.12 Pengadaan Persediaan Apotek .............................................. 22 2.13 Pengendalian Persediaan Apotek .......................................... 23 2.13.1 Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) ............... 23 2.13.2 Analisis ABC………….................................................. 24 2.13.3 Analisis VEN-ABC ....................................................... 24 x
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ......................... 2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) ................. 2.14.2 Konseling ...................................................................... 2.14.3 Swamedikasi .................................................................
25 28 29 30
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA .................................... 32 3.1 Sejarah dan Lokasi ................................................................. 32 3.2 Tata Ruang .............................................................................. 32 3.3 Penataan Obat …….................................................................. 32 3.4 Struktur Organisasi .................................................................. 33 3.5 Tugas dan Fungsi Jabatan ...................................................... 33 3.5.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) ............................... 33 3.5.2 Apoteker Pendamping ................................................... 34 3.5.3 Asisten Apoteker .......................................................... 34 3.5.4 Juru Resep ...................................................................... 35 3.5.5 Kasir ............................................................................... 35 3.5.6 Keuangan ....................................................................... 36 3.5.7 Kurir …........................................................................... 36 3.5.8 Petugas Kebersihan ......................................................... 36 3.6 Kegiatan di Apotek Atrika ...................................................... 36 3.6.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian ........................................ 37 3.6.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ..................... 37 3.6.1.2 Pengelolaan Narkotika ..................................... 39 3.6.1.3 Pengelolaan Psikotropika ................................ 40 3.6.1.4 Pelayanan Apotek ............................................ 40 3.6.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian ............................... 41 3.6.2.1 Kegiatan Administrasi ..................................... 41 3.6.2.2 Sistem Administrasi ......................................... 42 BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................... 45 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 51 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 51 5.2 Saran ......................................................................................... 51 DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 52 LAMPIRAN ..................................................................................................... 54
xi
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2.
Tanda Peringatan pada Kemasan Obat Bebas Terbatas ......... 14 Matriks VEN-ABC …........................................................... 24
xii
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18.
Contoh Formulir APT-1.......................................................... 54 Contoh Formulir APT-2.......................................................... 56 Contoh Formulir APT-3.......................................................... 57 Contoh Formulir APT-4.......................................................... 63 Contoh Formulir APT-5.......................................................... 64 Contoh Formulir APT-6.......................................................... 67 Contoh Formulir APT-7.......................................................... 68 Peta Lokasi Apotek Atrika .…............................................... 69 Denah Ruang Apotek Atrika …………….............................. 70 Ruang Etalase Depan Apotek ................................................ 71 Struktur Organisasi Apotek Atrika ........................................ 72 Surat Pesanan Narkotika ........................................................ 73 Laporan Penggunaan Narkotika ............................................ 74 Surat Pesanan Psikotropika ................................................... 75 Laporan Penggunaan Psikotropika ....................................... 76 Surat Pesanan Apotek Atrika ................................................. 77 Kopi Resep Apotek Atrika ..................................................... 78 Berita Acara Pemusnahan Resep ........................................... 79
xiii
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Apotek merupakan sarana kesehatan yang berperan dalam upaya-upaya
kesehatan, terutama untuk penyerahan obat dan perbekalan farmasi beserta informasinya kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang Tenaga Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Apotek sebagai sarana yang bergerak di bidang jasa pelayanan harus mampu memberikan pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu. Orientasi pelayanan kefarmasian yang telah bergeser dari pelayanan berorientasi obat menjadi pelayanan berorientasi pasien menyebabkan kegiatan pelayanan yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsekuensi perubahan orientasi tersebut adalah apoteker dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar dapat melaksanakan interaksi langsung kepada pasien. Bentuk interaksi tersebut bisa berupa pelaksanaan pemberian informasi dan pengawasan penggunaan obat demi tercapainya tujuan akhir terapi yang diharapkan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Seiring dengan meningkatnya tuntutan terhadap perbaikan pelayanan kefarmasian, termasuk di apotek, calon-calon apoteker diharapkan dapat menjadi pemberi pelayanan kefarmasian yang baik, serta pembaharu dalam dunia kefarmasian yang terus berkembang. Apoteker dan calon apoteker harus terus meningkatkan pemahaman dan kompetensinya dalam melakukan tugas dan tangung jawab yang diemban. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Atrika melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek untuk para calon apoteker sebagai latihan untuk terjun langsung ke lapangan dan melihat realita kerja yang ada, serta menerapkan ilmu yang didapat selama di bangku kuliah untuk mengatasi berbagai permasalahan yang bisa mereka temui di apotek.
1
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika bertujuan agar
para calon apoteker: a. Memahami peran, fungsi dan tanggung jawab seorang apoteker dalam pekerjaan kefarmasian di apotek. b. Memahami dan melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek, baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1
Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, apotek merupakan
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2
Landasan Hukum Apotek Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a.
Undang-Undang (UU), yaitu: 1. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
b.
Peraturan Pemerintah, yaitu: 1. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 2. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
c.
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK), yaitu: 1. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. d.
Keputusan Menteri Kesehatan (KMK), yaitu: 1. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 3
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi
apotek adalah: a.
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b.
Sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
d.
Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.4
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/ IX/2004) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/
IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. Apotek harus memiliki: a.
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
5
b.
Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi.
c.
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d.
Ruang racikan.
e.
Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5
Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan PMK Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA atau SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a.
Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
b.
Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran.
c.
Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d.
Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
6
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: a.
Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
b.
Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
c.
Memiliki
SIPA
yang
dikeluarkan
oleh
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.. d.
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker.
e.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.
2.6
Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut: a.
Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
7
serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993); b.
Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993);
c.
Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).
d.
Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 ayat 2, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002);
e.
Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).
2.7
Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002) Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002
disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker
atau
Apoteker
bekerjasama
dengan
pemilik
sarana
untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
8
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1 (Lampiran 1). b. Dengan
menggunakan
formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan (Lampiran 2). c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3 (Lampiran 3). d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan
tembusan
kepada
Kepala
Dinas
Provinsi
dengan
menggunakan contoh formulir APT-4 (Lampiran 4). e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir APT-5 (Lampiran 5). f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6 (Lampiran 6). g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
9
selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib mengeluarkan
surat
penolakan
disertai
dengan
alasannya
dengan
menggunakan formulir model APT-7 (Lampiran 7). Dalam mengajukan permohonan perizinan apotek, Apoteker selaku penanggung jawab melampirkan: 1. Data Apoteker a) Fotocopy KTP Apoteker Pengelola Apotek (APA) b) Fotocopy NPWP APA c) Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar d) Fotocopy Surat Izin Kerja e) Fotocopy Surat Lolos butuh dari Dinas Kesehatan Provinsi bagi APA yang berasal dari luar Provinsi f) Surat Izin dari Atasan bagi APA yang PNS/TNI/Polri 2. Data Pemilik Sarana Apotek (PSA) a) Fotocopy KTP PSA/Pemilik Perusahaan b) Fotocopy NPWP c) Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar 3. Fotocopy Akte Perusahaan bila berbentuk Badan Hukum yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM RI. 4. Salinan Akte Perjanjian kerjasama antara APA dan PSA. 5. Fotocopy IMB yang telah dilegalisir. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
10
6. Fotocopy Undang-Undang Gangguan (UUG) dari Dinas Tramtib yang telah dilegalisir. 7.
Surat Pernyataan dari APA tidak bekerja pada perusahaan Farmasi lain di atas materai Rp 6.000,-
8. Surat Pernyataan APA yang menyaakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp 6.000,9. Surat Pernyataan dari APA tidak melakukan penjualan Narkotika, Obat Keras Tertentu tanpa resep di atas materai Rp 6.000,10. Surat Pernyaaan PSA tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak ikut campur dalam hal pengelolaan obat di atas materai Rp 6.000,11. Peta lokasi dan denah ruangan beserta fungsi dan ukurannya. 12. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana. 13. Rencana jadwal buka apotek. 14. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. 15. Kelengkapan Asisten Apoteker/D3 Farmasi a) Surat Izin Asisten Apoteker b) Fotocopy KTP c) Surat pernyataan bersedian bekerja di atas materai Rp 6.000,16. Daftar peralatan peracikan obat. 17. Daftar buku pustaka. 18. Perlengkapan administrasi a) Contoh etiket, kartu stok, copy resep b) Blanko SP, blanko faktur, form laporan Narkotika
2.8
Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila: Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
11
a.
Apoteker
tidak
lagi
memenuhi
kewajibannya
untuk
menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus.
c.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
d.
SIPA APA dicabut.
e.
Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
f.
Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a.
Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangUniversitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
12
undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada
Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).
2.9
Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/Asisten Apoteker. APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut: a.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b.
Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
c.
Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
d.
Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e.
Melakukan pengembangan apotek
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
13
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 Tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pendamping merupakan apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki SIPA, dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
2.10
Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan psikotropika, serta obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2011; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997).
2.10.1 Obat Bebas
Obat bebas merupakan obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah Parasetamol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
14
2.10.2 Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras, tapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut:
Gambar 2.1. Tanda Peringatan pada Kemasan Obat Bebas Terbatas.
2.10.3 Obat Keras dan Psikotropika
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat keras adalah Asam Mefenamat. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi: Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
15
a.
Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan I adalah Brafofetam.
b.
Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah Sekobarbital dan Metakualon.
c.
Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah Amobarbital dan Pentobarbital.
d.
Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
Contoh
psikotropik
golongan IV adalah Alprazolam, Diazepam, Fenobarbital, dan Flurazepam. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1997 pengaturan psikotropika bertujuan untuk: 1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. 2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. 3. Memberantas peredaran gelap psikotropika. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut: 1) Pemesanan Pemesanan psikotropika dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dilengkapi nama jelas, nomor SIPA, dan stempel apotek. Surat pesanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
16
terdiri dari tiga rangkap dan dalam setiap surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari 1 (satu) jenis psikotropika. 2) Penyimpanan Penyimpanan psikotropika belum diatur dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya, sehingga untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan dalam suatu rak atau lemari khusus dan disertai kartu stok psikotropika. 3) Penyerahan Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter (UU No.5 tahun 1997 pasal 14). 4) Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan ke Kepala Balai POM setempat secara berkala. Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika. 5) Pemusnahan Pada Undang-undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal yang berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara. Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan narkotika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
17
2.10.4 Narkotika
Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a.
Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan I adalah Opium, Kokaina, tanaman ganja, Heroina, MDMA, Meskalin, Amfetamina, Metamfetamina.
b.
Narkotika golongan II Narkotika yang berkhasiat pengobatan, dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan II adalah Difenoksilat, Fentanil, Levometorfan, Metadona, Morfina, dan Petidina.
c.
Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan III adalah Kodeina dan Buprenorfina. Pengaturan narkotika dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 meliputi segala
bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: 1.
Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
18
2.
Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan
Bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika; 3.
Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan
4.
Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut:
1) Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIPA, dan stempel apotek. Surat pesanan narkotika terdiri dari empat rangkap dan satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. 2) Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIPA dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan stempel apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1.
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2.
Harus mempunyai kunci yang kuat.
3.
Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
5.
Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
6.
Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
19
7.
Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
3) Pelayanan resep Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. 4) Pelaporan Berdasarkan
Permenkes
RI
No.1575/Menkes/PER/XI/2005
tentang
organisasi dan tata kerja Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan, pengolahan dan penyajian data penggunaan obat narkotika dan psikotropika dari unit pelayanan. Dalam melaksanakan aktivitas pengelolaan data pelaporan tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menggunakan Sistem Pelaporan dalam bentuk software, yaitu Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP)
yang
dapat
http//www.sipnap.binfar.depkes.go.id.
diakses
SIPNAP
online
terdiri
dari
dengan
alamat
software
unit
pelayanan (Apotek, Puskesmas, dan Rumah Sakit), software tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pelaporan ke provinsi dan pusat dilakukan sistem pelaporan online.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
20
5) Pemusnahan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan
dan/atau
untuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan.
Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.
2.11
Pengelolaan Apotek Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu
memberikan
pendidikan
dan
peluang
untuk
meningkatkan
pengetahuan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan. 2.11.1 Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
21
sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat. 2.11.2 Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2.11.3 Penyimpanan Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga. 2.11.4 Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
22
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita&Lily, 2004) Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu: a.
Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b.
Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan.
c.
Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: a.
Pembelian kontan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
23
Pembelian kontan adalah pembelian di mana pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. b.
Pembelian kredit Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo.
c.
Konsinyasi (Titipan obat) Konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek
bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya.
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997): 2.13.1 Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
24
atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving. Obat non-esensial meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri. 2.13.2 Analisis ABC Analisis ABC disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis ABC merupakan metode pembuatan grup atau penggolongan berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A, B dan C. Kelompok A adalah inventory dengan jumlah sekitar 20% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 75% – 80% dari total nilai inventory. Kelompok B adalah inventory dengan jumlah sekitar 30% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15% – 20% dari total nilai inventory. Sedangkan kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 50% – 60% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% – 10% dari total nilai inventory. Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya (Widiyanti, 2005). 2.13.3 Analisis VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis ABC dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut: V
E
N
A
VA EA NA
B
VB EB NB
C
VC EC NC
Gambar 2.2 Matriks VEN-ABC
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
25
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical
care
(PC)
seringkali
diartikan
sebagai
Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Memberikan informasi tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
26
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care). 1)
Pelayanan Resep
a.
Skrining Resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1.
Persyaratan Administratif a) Nama, SIP, dan alamat dokter b) Tanggal penulisan resep c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badam pasien e) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta f)
Cara pemakaian yang jelas
g) Informasi lainnya 2.
Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3.
Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif sepenuhnya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b.
Penyiapan Obat 1.
Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar.
2.
Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3.
Kemasan obat yang diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
27
4.
Penyerahan obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuain antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
5.
Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
6.
Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan
dan
perbekalan
kesehatan
lainnya
sehingga
dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
lainnya.
Untuk
menderita
penyakit
tertentu,
seperti
kardiovaskuler, diabetes, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 7.
Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu, seperti kardiovaskuler, diabetes, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2)
Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 3)
Pelayanan Residensial Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
28
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Informasi yang diberikan mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Informasi yang diberikan haruslah benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE ialah: a.
Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama secara kontinyu dapat mengakibatkan ketidakpatuhan pasien. Status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik juga termasuk salah satu penyebab ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
b.
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien.
c.
Penggunaan obat yang tidak benar seperti pada teknik penggunaan obat oleh pasien, beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
29
penggunaannya agar lebih efektif antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : a.
Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan 1. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat. 2. Menurunkan ketidakpatuhan. 3. Menurunkan efek samping obat. 4. Menurunkan biaya pengobatan. 5. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. 6. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
a.
Bagi apoteker 1. Meningkatkan citra profesi. 2. Meningkatkan kepuasan kerja. 3. Menarik konsumen. Dalam memberikan informasi obat, seorang apoteker harus memiliki ciri-
ciri sebagai berikut: a.
Mandiri, berarti apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
b.
Objektif
c.
Seimbang, berarti apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dariberbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
d.
Ilmiah,
berarti
apoteker
dalam
menyampaikan
informasi
harus
berdasarkansumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e.
Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
2.14.2 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
30
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.14.3 Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah: a.
Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA.
b.
Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan
swamedikasi, antara lain: a.
Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
31
aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. b.
Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
c.
Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
d.
Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak
boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1
Sejarah dan Lokasi Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Pemilik Sarana Apotek (PSA) ialah Bapak Winardi Hendrayanta dan sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika ialah Bapak Dr. Harmita, Apt. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34A Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk (Lampiran 8). Terletak di jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan.
3.2
Tata Ruang Bagian depan apotek memiliki halaman yang dapat digunakan sebagai
tempat parkir. Bangunannya terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam (Lampiran 9). Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, counter kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC (Lampiran10). Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel.
3.3
Penataaan Obat Penataan obat dilakukan berdasarkan farmakologi obat dan jenis
sediaannya yang kemudian disusun berdasarkan abjad. Penggolongan obat secara farmakologi yang terdapat di apotek, diantaranya antibiotika, antimikroba, antivirus,
vitamin,
saluran
kemih,
antithyroid,
antimigrain,
analgesik/antiinflamasi, saluran pencernaan, saluran pernafasan, antihistamin, kortikosteroid, kontrasepsi/hormon, antipsikosis, kardiovaskular dan golongan lain. Bentuk sediaan dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari 32
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
33
terpisah untuk menyimpan obat fast moving, obat generik berlogo, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluwarsa.
3.4
Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: a. Apoteker, yaitu: Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang Apoteker Pendamping b.
c.
: 1 orang
Tenaga teknis farmasi, yaitu: Asisten Apoteker
: 2 orang
Juru resep
: 1 orang
Tenaga non teknis farmasi, yaitu: Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang Kurir
: 1 orang
Petugas Kebersihan
: 1 orang
Gambar struktur organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 11.
3.5 Tugas dan Fungsi Jabatan 3.5.1
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut:
a.
Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
b.
Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
34
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan. c.
Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan
dan
mengembangkan hasil
usaha
apotek dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d.
Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat.
e.
Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien.
f.
Memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.
g.
Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
h.
Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
i.
Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
3.5.2
Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut:
a.
Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat.
b.
Bertanggung jawab atas pengadaan obat, kecuali obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
3.5.3
Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut:
a.
Melakukan pendataan kebutuhan barang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
35
b.
Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan.
c.
Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas.
d.
Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep.
e.
Memeriksa kesesuaian obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
f.
Mencatat keluar masuk barang.
g.
Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
h.
Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya.
i.
Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.5.4
Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek
adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a.
Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
b.
Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
c.
Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker.
d.
Menjaga kebersihan apotek.
3.5.5
Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut:
a.
Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit.
b.
Menerima barang masuk. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
36
c.
Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
d.
Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.
e.
Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
f.
Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.5.6
Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut:
a.
Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi.
b.
Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep.
c.
Mengeluarkan
uang
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan
kegiatan
operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d.
Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.
3.5.7
Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut:
a.
Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.
b.
Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.
c.
Menerima uang hasil pembayaran obat.
3.5.8
Petugas Kebersihan Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut:
a.
Menjaga kebersihan apotek.
b.
Menjamin kerapian apotek.
c.
Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian.
3.6
Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
37
08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-16.00, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian.
3.6.1
Kegiatan Teknis Kefarmasian
3.6.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a.
Perencanaan Barang Perencanaan barang di Apotek Atrika berdasarkan pola konsumsi dengan
melihat data konsumsi obat periode sebelumnya. b.
Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di apotek, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang dilakukan dengan cara COD (cash on delivery) dan kredit. Selain dengan COD dan kredit, terdapat juga cara konsinyasi di mana PBF menitipkan barang untuk dijual di apotek. Konsinyasi adalah penjualan dengan cara pemilik menitipkan barang kepada pihak lain dalam hal ini apotek, untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang telah diatur. COD adalah pembelian barang di mana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo. c.
Pemesanan Barang Pemesanan barang kepada PBF dilakukan dengan menggunakan surat
pesanan. Apotek memesan barang langsung kepada salesman atau melalui telepon. Jenis barang yang dipesan dilihat berdasarkan catatan pada buku defekta. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
38
d.
Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani,memberi stempel apotek pada faktur dan memberi nomor faktur untuk kemudian dicatat di buku penerimaan barang yang berisi tanggal penerimaan, nomor urut faktur dan nama PBF. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Penerimaan dicatat dalam buku pemasukan obat ethical yang berisi tanggal penerimaan, nama obat dan jumlah barang yang diterima (satuan terkecil) dan tanggal kadaluarsa. Kemudian dilakukan pencatatan faktur ke buku faktur yang berisi tanggal faktur, nama PBF, jumlah barang (satuan terbesar), nama obat, tanggal kadaluwarsa, harga satuan, potongan harga dan PPN. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu gudang) dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. e.
Penyimpanan Barang Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barangbarang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. f.
Pengeluaran Barang Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
39
buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep dokter. g.
Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Pemeriksaan dan pencatatan stok barang dilihat dari buku penjualan dan
buku resep dokter yang dilakukan setiap hari. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. h.
Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.6.1.2 Pengelolaan Narkotika a.
Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Gambar Surat Pesanan (SP) narkotika dapat dilihat pada Lampiran 12. b.
Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding
dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. c.
Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
40
d.
Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar laporan penggunaan narkotika dapat dilihat pada Lampiran 13.
3.6.1.3 Pengelolaan Psikotropika a.
Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Gambar Surat Pesanan (SP) psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 14. b.
Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping. c.
Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. d.
Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar laporan penggunaan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 15.
3.6.1.4 Pelayanan Apotek a.
Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Koreksi, Penyerahan). Resep dokter dari pasien diterima oleh Asisten Apoteker, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan buku daftar harga dan pada huruf H diberi paraf. Harga obat yang telah disetujui pasien dibayarkan di kasir dan dicatat alamat serta nomor telepon pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
41
Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dilayani setiap harinya dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien melainkan disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. b.
Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.6.2
Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian
3.6.2.1 Kegiatan Administrasi a.
Administrasi Personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b.
Administrasi Umum Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c.
Administrasi Penjualan Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
42
tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d.
Administrasi Pembelian Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur. e.
Administrasi Pajak Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan
pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame. f.
Administrasi Pergudangan Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g.
Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.6.2.2 Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika meliputi:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
43
a.
Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang
telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b.
Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri
dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. Gambar Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 16. c.
Buku Penerimaan Barang Buku penerimaan barang digunakan untuk mencatat surat faktur barang
yang masuk. Dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan obat ethical dipisahkan. d.
Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas
dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. e.
Kartu Stok Besar Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru
dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
44
f.
Kartu Stok Kecil Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk
serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari. g.
Buku Pemasukan Obat Ethical Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam
buku ini tercantum nama barang, jumlah obat ethical satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. h.
Buku Pemasukan Obat Over The Counter (OTC) Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.
i.
Buku Resep Dokter Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep
dokter. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. j.
Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang
memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. k.
Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan
narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada. l.
Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke
Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Apotek merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Apotek juga dapat berfungsi sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. Pada dasarnya komoditas bisnis apotek adalah seediaan farmasi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang yang mengkonsumsinya, sehingga apabila tidak dikelola oleh orang yang memiliki kompetensi ilmu kefarmasian, yaitu apoteker, maka hal tersebut dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Seorang apoteker di apotek juga dapat terlibat langsung dalam memberikan pertimbangan serta informasi yang benar mengenai pengobatan yang diterima maupun mengenai swamedikasi yang ingin dilakukan konsumen. Peran tersebut sangat penting dalam mewujudkan pengobatan
yang
rasional
bagi
masyarakat
serta
pencegahan terhadap
penggunasalahan dan penyalahgunaan obat di masyarakat. Peran pelayanan kefarmasian tersebut semakin penting mengingat apotek merupakan terminal terakhir dalam pengadaaan obat yang diperlukan oleh masyarakat. Apotek Atrika yang berlokasi di Jl. Kartini Raya No. 34 didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA 1387.01/KANWIL/SIA/010, berarti apotek ini telah beroperasi selama lebih kurang 12 tahun. Persyaratan yang penting dalam mendirikan apotek kerja sama adalah perjanjian kerja sama antara Pemilik Sarana Apoteker (PSA) yaitu Bapak Winardi Hendrayanta dan Apoteker Pengelola Apotek (APA) yaitu Dr. Harmita, Apt. yang ditandatangani di hadapan notaris. Letak apotek ini cukup strategis karena dilalui kendaraan dari dua arah, merupakan daerah yang padat penduduk serta memiliki banyak tempat praktek dokter dan sarana kesehatan lainnya, seperti rumah sakit dan Puskesmas. Jarak dengan apotek lainnya cukup jauh sehingga dapat menjadi apotek andalan untuk daerah sekitarnya. Sistem manajemen dan administrasi di Apotek Atrika telah terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya struktur organisasi (Lampiran 11), sehingga setiap bagian dapat melaksanakan fungsi dan wewenang sesuai 45 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
46
dengan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Adanya kerja sama yang baik antara bagian yang satu dengan yang lain akan menciptakan mekanisme kerja yang harmonis dan saling menunjang dalam rangka pencapaian tujuan organisasi apotek. Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan di apotek adalah pengadaan obatobatan dan barang. Kegiatan pengadaan dilakukan berdasarkan kebutuhan apotek. Langkah pertama yang dilakukan adalah mencatat obat-obatan dan sediaan farmasi yang telah mencapai titik persediaan minimum ke dalam buku defekta. Informasi mengenai persediaan obat tercantum di dalam kartu stok. Setelah ditulis ke dalam buku defekta, dibuat surat pesanan sesuai kebutuhan obat. Tahap selanjutnya, apoteker melakukan pemesanan kepada PBF yang telah bekerja sama dengan apotek. Kegiatan pengadaan barang di Apotek Atrika dilakukan melalui pembelian secara kredit dengan memperhatikan arus barang (fast moving atau slow moving) dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan oleh apoteker setiap hari Senin, Rabu dan Jumat secara rutin, baik melalui telepon maupun melalui sales dari PBF yang datang ke apotek. Barang pesanan biasanya diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF. Pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan prosedur berbeda, dengan menggunakan surat pesanan khusus. Surat pesanan diisi dan ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan (SP) untuk narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma sebagai distributor narkotika di Indonesia, dan pembayaran atas pesanan narkotika dilakukan secara COD (Cash On Delivery). Sementara untuk obat-obat psikotropika dapat melalui PBF lain yang menyediakan obat tersebut. Untuk pemesanan narkotika, SP harus diserahkan terlebih dahulu kepada distributor sebelum barang bisa diantarkan. Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Selain melakukan pengadaan obat melalui pembelian secara kredit, Apotek Atrika juga menerima titipan (konsinyasi) perbekalan farmasi, dimana apotek menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu yang telah disepakati ataupun sampai batas kadaluarsa, maka Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
47
barang tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Perbekalan farmasi dengan sistem konsinyasi ini diletakkan pada rak terpisah di ruang depan apotek. Administrasi pembelian dalam hal pembayaran terhadap sediaan atau perbekalan farmasi yang dipesan dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) sudah terencana dan terlaksana dengan baik. Pembayara dilakukan pada tanggal tukar faktur yaitu tanggal 5 dan 15 setiap bulannya sehingga apotek tidak harus membayar setiap hari dan tidak terbebani dengan tanggal pembayaran yag tidak teratur. Keberhasilan
fungsi
pembelian
suatu
apotek
akan
menentukan
keberhasilan apotek secara keseluruhan. Karena fungsi pembelian yang baik dapat menjamin persediaan barang di apotek. Hal tersebut penting di dalam menjaga kepercayaan pelanggan terhadap apotek, bahwa persediaan apotek tersebut lengkap, dan resepnya tidak pernah ditolak. Fungsi pembelian juga penting untuk mencegah apotek dari kerugian akibat stok barang yang menumpuk. Indikator keberhasilan dari fungsi pembelian adalah Harga Pokok Penjualan (HPP) yang rendah dan jumlah resep yang ditolak sangat kecil. Fungsi pembelian berfungsi dengan baik bila HPP yang diperoleh dan jumlah resep yang ditolak lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Oleh karena itu, fungsi pembelian harus mengupayakan untuk menekan pembelian sekecil mungkin namun diusahakan selengkap mungkin. Kegiatan pertama yang dilakukan ketika barang pesanan diantar ke apotek adalah pengecekan untuk memeriksa barang yang diterima sesuai antara surat pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain) yang dilakukan oleh petugas apotek. Penerimaan obat dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Jika sesuai, maka faktur akan ditandatangani dan diberi cap apotek oleh apoteker/asisten apoteker. Tahap berikutnya adalah pemindahan datadata dari faktur ke dalam buku penerimaan barang yang berisi nama obat dan jumlah barang yang masuk berserta tanggal kadaluarsanya. Pencatatan meliputi tanggal pembelian, nomor urut faktur, nama distributor (PBF), jumlah barang, nama barang, nomor bets, harga, diskon/potongan harga, dan tanggal kadaluarsa. Selanjutnya, dilakukan pencatatan ke dalam kartu stok besar, yang kemudian Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
48
dipindahkan lagi ke dalam kartu stok kecil (kartu stok harian). Kartu stok besar berfungsi mencatat barang-barang yang masuk atau baru dibeli apotek. Kartu stok kecil berfungsi mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk, serta berisi informasi mengenai sisa stok barang di lemari penyimpanan. Agar memudahkan penelusuran pergerakan barang, maka dilakukan perbedaan warna kartu stok (baik besar maupun kecil) berdasarkan bentuk sediaan. Sediaan solid menggunakan kartu stok warna putih, sediaan semisolid menggunakan kartu stok warna hijau, dan sediaan liquid menggunakan kartu stok warna merah. Apotek Atrika memiliki lemari penyimpanan untuk sediaan Over The Counter (OTC) dan obat ethical. Lemari peyimpanan sediaan OTC berada di bagian depan apotek, sedangkan lemari penyimpanan obat ethical berada di bagian dalam apotek. Penyimpanan obat dibedakan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan dan secara alfabetis. Sediaan obat oral padat disimpan di satu lemari, kemudian dikelompokkan berdasarkan kelas terapi obat. Untuk sediaan cair, penyimpanan dipisahkan dari sediaan oral padat, begitu juga untuk sediaan topikal. Tujuan dari penyimpanan dengan metode ini adalah untuk memudahkan dalam pengambilan obat pada saat pasien membeli obat. Namun terkadang terjadi kesulitan pengambilan obat jika petugas apotek tidak mengetahui kelas terapi obat yang akan diambil. Untuk itu, sebaiknya penyimpanan obat cukup dengan menyusun sesuai bentuk sediaan dan merek dagang obat secara alfabetis. Hal ini akan lebih memudahkan dalam pengambilan obat dan memberikan efisiensi waktu. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus dan terpisah dengan obat-obat yang lain. Hal ini telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apotek Atrika tidak memiliki sistem pergudangan. Dengan demikian dapat mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan barang di gudang dan terhindar dari risiko penumpukan barang yang menyebabkan kerusakan akibat obat yang dibiarkan terlalu lama hingga mencapai waktu kadaluarsa (stok mati). Kegiatan pengendalian obat narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika sudah dilakukan dengan baik. Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua, sisa obat yang belum diambil hanya boleh dibeli di apotek yang sama (apotek asal yang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
49
menyimpan resep asli). Obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dari dokter atau salinan resep (Lampiran 17). Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang jika perlu. Laporan penjualan dan pemakaian narkotika dan psikotropika dibuat oleh apoteker dan dilaporkan sebelum tanggal 10 setiap bulannya kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat. Kegiatan pengelolaan obat yang dilaksanakan oleh Apotek Atrika masih secara manual. Hal ini terkadang akan menimbulkan kendala. Kendala tersebut dapat berupa terjadinya kesalahan dalam pencatatan stok obat oleh petugas di apotek. Untuk menghindari terjadinya kesalahan tersebut, hendaknya pengelolaan obat di Apotek Atrika menggunakan sistem komputerisasi. Pemakaian sistem komputer akan membantu proses pemberian atau pemeriksaan harga dan dalam proses pengecekan stok obat. Sistem komputerisasi juga dapat menghindari kesalahan dalam perencanaan barang, serta meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelayanan apotek. Seluruh kegiatan dalam sistem pelayanan resep, mulai dari penerimaan resep, pemberian harga, penimbangan/peracikan, pengemasan, koreksi, hingga penyerahan resep dibantu dengan suatu alat bantu sederhana berupa selembar kertas kecil berisi paraf tiap kegiatan yang sudah dilakukan (kertas HTKP) sehingga mempermudah pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing bagian. Selain penyimpanan resep yang mengandung narkotika dengan resep obat non narkotika dipisahkan, kemudian dilakukan pula penempelan kertas HTKP dengan warna yang berbeda, yaitu warna kuning untuk resep yang mengandung narkotika dan warna putih untuk resep obat non narkotika. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat dan memudahkan penelusuran kembali bila sewaktu-waktu terjadi kekeliruan/masalah yang berkaitan dengan obat dalam resep atau adanya keluhan dari pasien. Pengelolaan resep di Apotek Atrika menurut pengamatan saya sudah dilakukan dengan baik. Resep dokter yang sudah dilayani, disimpan per hari berdasarkan nomor urut masuknya resep. Selain itu, dicatat pula informasi mengenai tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan dalam buku catatan resep. Penyimpanan resep dilakukan selama 3 tahun. Setelah 3 tahun, dilakukan pemusnahan resep oleh apoteker dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
50
disaksikan oleh wakil dari Suku Dinas Kesehatan dan Balai POM. Berita acara pemusnahan resep dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat (Lampiran 18). Dari segi kewirausahaan, apotek Atrika selalu berusaha meningkatkan penjualan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu didukung dengan adanya hubungan kerjasama yang senantiasa dijaga dengan baik oleh apotek Atrika terhadap apotek pesaing maupun dengan dokter. Sebagai contoh, apabila suatu obat tidak tersedia di Apotek Atrika, maka apotek dapat berusaha memperolehnya dari apotek lain. Selain itu, apotek Atrika telah melakukan pelayanan dengan baik, di antaranya pelayanan resep yang cepat dan tepat yang didukung dengan pemberian informasi obat kepada pasien. Akan tetapi, kegiatan konseling di apotek Atrika belum berjalan dengan baik atau masih jarang dilakukan. Sedangkan kegiatan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat di apotek Atrika belum dilakukan, padahal kegiatan tersebut merupakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek secara profesional dalam menerapkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 a.
Kesimpulan Apotek merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat dilakukannya pekerjaan
kefarmasian
dan
penyaluran
perbekalan
farmasi
kepada
masyarakat. Apoteker Pengelola Apotek (APA) bertugas dan bertanggung jawab memimpin dan mengatur seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Kegiatan teknis kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan resep hingga pemberian informasi kepada pasien. Kegiatan non teknis kefarmasian meliputi kegiatan administrasi keuangan, personalia dan kegiatan administrasi lainnya. b.
Apoteker Pengelola Apotek di Apotek Atrika telah melaksanakan pekerjaan kefarmasian dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5.2 a.
Saran Penyimpanan obat sebaiknya dilakukan secara alfabetis sesuai dengan bentuk sediaan obat. Hal ini akan memudahkan petugas apotek dalam pengambilan obat dan meningkatkan efisiensi pelayanan obat kepada pasien.
b.
Untuk memudahkan pengelolaan obat dan menghindari risiko kerugian pengelolaan barang seperti kelebihan pemesanan atau barang habis tetapi belum dipesan, sebaiknya sistem penjualan, penghitungan harga dan stok obat dibuat secara komputerisasi.
c.
Perlunya dilakukan kegiatan konseling dan monitoring penggunaan obat oleh apoteker untuk meningkatkan keberhasilan terapi.
51
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, the Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals. 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. 52
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
53
Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Cetakan Keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana. Widiyanti, T. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
54
Lampiran 1. Contoh Formulir APT-1
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
55
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
56
Lampiran 2. Contoh Formulir APT-2
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
57
Lampiran 3. Contoh Formulir APT-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
58
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
59
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
60
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
61
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
62
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
63
Lampiran 4. Contoh Formulir APT-4
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
64
Lampiran 5. Contoh Formulir APT-5
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
65
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
66
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
67
Lampiran 6. Contoh Formulir APT-6
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
68
Lampiran 7. Contoh Formulir APT-7
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
69
Lampiran 8. Peta Lokasi Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
70
TOILET
RAK OBAT GENERIK
LEMARI PSIKOTROPIKA
LEMARI NARKOTIKA (DITANAM ATAS) DAN ALAT GELAS (BAWAH)
KARTU STOK
TIMBANGAN GRAM HALUS
MEJA RACIK
TIMBANGAN GRAM KASAR
RAK OBAT KORTIKOSTEROID DAN FAST MOVING
MEJA KERJA
MEJA KERJA
RAK OBAT PENCERNAAN DAN SIRUP
MEJA KOMPUTER
RAK OBAT KONTRASEPSI, RAK OBAT HORMON, ANTIPSIKOSIS, KARDIOVASKULAR KARDIOVASKULAR, (BAWAH) DAN ANTIHISTAMIN, DAN PERNAFASAN(ATAS) PENCERNAAN
Lampiran 9. Denah Ruang Apotek Atrika
RAK OBAT BAHAN BAKU (BAWAH) DAN OBAT TETES TELINGA, HIDUNG, DAN MATA (ATAS KIRI ATAS KANAN)
RAK OBAT OTC LIQUID
KASIR
RAK OBAT ANTIMIKROBA / ANTIVIRUS (BAWAH) DAN VITAMIN DAN SUPLEMEN(ATAS)
RAK OBAT OTC LIQUID DAN TOPIKAL
RAK OBAT ANALGETIK / ANTIPIRETIK (BAWAH) DAN ANTIBIOTIK(ATAS)
RAK OBAT KONSINYASI
COUNTER OBAT OTC SOLID
COUNTER OBAT OTC SOLID
MEJA
MEJA KARTU STOK GUDANG DAN PEMBUKUAN
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
71
Lampiran 10. Ruang Etalase Depan Apotek
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
72
Lampiran 11. Struktur Organisasi Apotek Atrika
Pemilik Sarana Apotek (PSA)
Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Apoteker Pendamping
Asisten Apoteker
Juru Resep
Kasir
Kurir
Petugas Kebersihan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
73
Lampiran 12. Surat Pesanan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
74
Lampiran 13. Laporan Penggunaan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
75
Lampiran 14. Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
76
Lampiran 15. Laporan Penggunaan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
77
Lampiran 16. Surat Pesanan Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
78
Lampiran 17. Kopi Resep Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
79
Lampiran 18. Berita Acara Pemusnahan Resep POM.53.OB.53.AP.53.P1 BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek S.I.P.A Nomor Nama Apotek Alamat Apotek
: : : :
Dengan disaksikan oleh : 1. Nama Jabatan S.I.K. Nomor 2. Nama Jabatan S.I.K. Nomor
: : : : : :
Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama tiga tahun, yaitu: Resep dari tanggal ………….............. sampai dengan tanggal ……………………………… seberat ………………………….. kg. Tempat dilakukan pemusnahan : Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada: 1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi 3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek. ……, ……………… 20…. Saksi-saksi: Yang membuat berita acara,
1.
( S.I.K No:
)
2.
( S.I.K No:
)
( S.I.P.A. No:
)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT
DAFTAR JARINGAN PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN (PPK) DI DKI JAKARTA YANG AKAN TERLIBAT DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
ZETMI, S.Farm. 1206330261
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3 2.1 Jaminan Sosial Nasional ................................................................. 3 2.1.1 Jaminan Kesehatan ............................................................... 3 2.1.2 Jaminan Kecelakaan Kerja.......……………………………… 4 2.1.3 Jaminan Hari Tua .................................................................. 5 2.1.4 Jaminan Pensiun ………..........………………………………6 2.1.5 Jaminan Kematian ................................................................. 7 2.2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ................................ 7 2.2.1 Fungsi, Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban BPJS ........ 8 2.2.2 PT Askes (Persero) Sebagai BPJS Kesehatan ……………… 10 2.3 Fasilitas Kesehatan dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) ….... 12 2.3.1 Pengertian Fasilitas Kesehatan dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) .................................................................. 12 2.3.2 Tahapan
Persiapan
Konsep
Kredensialing
Fasilitas
Kesehatan……………………………….…………………… 14 2.3.3 Persyaratan Fasilitas Kesehatan Untuk Menjadi Provider .... 14 2.3.4 Konsep Seleksi Fasilitas Kesehatan Primer (Kredensialing dan Re-kredensialing…...........……………………………… 15 2.3.5 Daftar Jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) PT Askes (Persero) di DKI Jakarta ....................................... 16
ii
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 23 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus ............................ 23 3.2 Metode ............................................................................................ 23 BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 24 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 30 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 30 5.2 Saran ............................................................................................... 30 DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 31 LAMPIRAN ...................................................................................................... 32
iii
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Persyaratan Fasilitas Kesehatan Untuk Menjadi Provider BPJS Kesehatan .......................................................................... 14
Tabel 2.2.
Daftar Jaringan Klinik Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Pertama PT Askes (Persero) .......................................... 16
Tabel 2.3.
Daftar Jaringan Rumah Sakit Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Lanjutan PT Askes (Persero) ............................. 18
Tabel 2.4.
Daftar Jaringan Apotek/Instalasi Farmasi Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Lanjutan PT Askes (Persero) ............ 20
Tabel 2.5.
Daftar Jaringan Optik Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Lanjutan PT Askes (Persero) ......................................... 22
iv
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Aplikasi Pengajuan dan Formulir Penilaian (Credentialling) PT Askes (Persero) ..................................................................... 32
v
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya agar terwujud manusia Indonesia yang bermutu, sehat dan produktif. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Kedua upaya ini adalah pelayanan berkesinambungan atau continuum care. Upaya kesehatan masyarakat dilaksanakan pada sisi hulu untuk mempertahankan agar masyarakat tetap sehat dan tidak jatuh sakit, sedangkan upaya kesehatan perorangan dilaksanakan pada sisi hilir. Dilandasi amanat Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang nomor 40 tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang nomor 24 tahun 2011, tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Indonesia melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional mulai tahun 2014, demi tercapainya jaminan kesehatan semesta. Dengan diselenggarakannya satu sistem jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk pada tahun 2014, maka berbagai jenis jaminan kesehatan akan melebur ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk maksud tersebut dilakukan penyiapan oleh semua pihak yang meliputi penyiapan: 1) fasilitas kesehatan, sistem rujukan dan infrastruktur, 2) pembiayaan dan transformasi program serta kelembagaan, 3) regulasi, 4) sumber daya manusia dan capacity building, 5) kefarmasian dan alat kesehatan, serta 6) sosialisasi dan advokasi. Terkait dengan penyiapan fasilitas kesehatan dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional, perlu dilakukan pendaftaran (kredensialing) dan perpanjangan kontrak (re-kredensialing) fasilitas kesehatan yang akan bekerja sama dengan BPJS kesehatan. Kegiatan tersebut diperlukan untuk menunjang terlaksananya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang optimal. Untuk itu, PT Askes, sebagai BPJS kesehatan, perlu menyiapkan peraturan yang mengatur tata cara serta konsep kredensialing dan re-kredensialing fasilitas kesehatan yang akan 1
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
ikut dalam program Sistem Jaminan Sosial Nasional. Fasilitas kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi fasilitas kesehatan primer dan fasilitas kesehatan lanjutan. Laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini akan memberikan informasi terkait dengan fasilitas kesehatan di DKI Jakarta yang akan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Pertama dan Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan.
1.2
Tujuan Tujuan dari penyusunan tugas khusus ini adalah:
1. Mengetahui konsep pendaftaran (kredensialing) dan perpanjangan kontrak (rekredensialing) fasilitas kesehatan yang akan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 2. Mengetahui daftar fasilitas kesehatan di DKI Jakarta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Pertama dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Lanjutan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaminan Sosial Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dimana Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jenis program jaminan sosial meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
2.1.1 Jaminan Kesehatan Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Prinsip ekuitas yang dimaksud
adalah
kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkannya (Kemenko Kesra, 2008). Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau orang yang iurannya dibayar oleh pemerintah. Anggota keluarga peserta berhak
menerima
manfaat
jaminan
kesehatan.
Setiap
peserta
dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang lain menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Untuk 3
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya. Manfaat jaminan kesehatan diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelengggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar. Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
2.1.2 Jaminan Kecelakaan Kerja Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Peserta dari jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran. Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia. Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan. Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu atau kecelakaan tertentu, pemberi kerja dikenakan urun biaya. Manfaat jaminan kecelakaan kerja diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang memenuhi syarat dan menjalin kerja sama dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
5
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam hal kecelakaan kerja terjadi di suatu daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat, maka guna memenuhi kebutuhan medis bagi peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas perawatan di rumah sakit diberikan kelas standar. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase tertentu dari upah atau penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk peserta yang tidak menerima upah adalah jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh pemerintah. Besarnya iuran bervariasi untuk setiap kelompok pekerja sesuai dengan risiko lingkungan kerja.
2.1.3 Jaminan Hari Tua Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia. Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran. Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap. Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya. Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun. Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua. Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja. Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta yang tidak menerima upah ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
6
2.1.4 Jaminan Pensiun Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti. Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran. Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan sebagai: 1. Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal dunia. 2. Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat penyakit sampai meninggal dunia. 3. Pensiun janda/duda, diterima janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi. 4. Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai 23 (dua puluh tiga) tahun, bekerja atau menikah. 5. Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas waktu tertentu sesuai peraturan perundang-undangan. Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iuran minimal 15 (lima belas) tahun, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan. Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun sesuai formula yang ditetapkan. Apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun atau belum memenuhi masa iur 15 (lima belas) tahun, ahli warisnya tetap berhak mendapatkan manfaat jaminan pensiun. Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa iur 15 (lima belas) tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya. Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak tersebut menikah, bekerja tetap atau mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun. Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap meskipun peserta tersebut belum memasuki usia pensiun. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
7
Besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu yang ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja.
2.1.5 Jaminan Kematian Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran. Manfaat jaminan kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah klaim diterima dan disetujui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Besarnya manfaat jaminan kematian ditetapkan berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu. Iuran jaminan kematian ditanggung oleh pemberi kerja. Besarnya iuran jaminan kematian bagi penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan. Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta bukan penerima upah ditentukan berdasarkan jumlah nominal tertentu dibayar oleh peserta.
2.2
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. BPJS dibagi dua menjadi BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. BPJS
kesehatan
menyelenggarakan
program
jaminan
kesehatan.
BPJS
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
8
ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
2.2.1 Fungsi, Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban BPJS BPJS kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun dan program jaminan hari tua.
2.2.1.1 Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta. b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja. c. Menerima bantuan iuran dari pemerintah. d. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta. e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial. f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial. g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.
2.2.1.2 Wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) a. Menagih pembayaran iuran. b. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehatihatian, keamanan dana dan hasil yang memadai. c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional. d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh pemerintah. e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
9
f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya. g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. h. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.
2.2.1.3 Hak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari dana jaminan sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) setiap 6 (enam) bulan.
2.2.1.4 Kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta. b. Mengembangkan aset dana jaminan sosial dan aset BPJS untuk sebesarbesarnya kepentingan peserta.. c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya. d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku. f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya. g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
10
i. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum. j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial. k. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada presiden dengan tembusan kepada DJSN.
2.2.2 PT Askes (Persero) Sebagai BPJS Kesehatan PT Askes ditunjuk oleh pemerintah sebagai BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dari aspek Kelembagaan dan Organisasi ada lima hal penting yang perlu dilakukan PT Askes yaitu: (a) proses transformasi dari PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan, (b) pengembangan BPJS Kesehatan dalam mencapai kepesertaan semesta (universal coverage) bagi seluruh penduduk Indonesia, (c) pengembangan sistem informasi, (d) sosialisasi, edukasi dan advokasi serta (e) koordinasi dan monitoring. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memberikan waktu sampai tanggal 1 Januari 2014 kepada PT Askes (Persero) agar: (a) menyiapkan operasional BPJS Kesehatan untuk program jaminan kesehatan dan (b) menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan. Pada 1 Januari 2014 penyelenggaraan progran jaminan kesehatan yang selama ini dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan PT Jamsostek (Persero) dialihkan ke BPJS Kesehatan. PT Jamsostek (Persero) ditugasi untuk: (a) menyiapkan pengalihan program jaminan pemeliharaan kesehatan kepada BPJS Kesehatan, dan (b) menyiapkan pengalihan peserta progam jaminan pemeliharaan kesehatan ke BPJS Kesehatan. Dengan ketentuan tersebut maka perlu ada langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan oleh PT Askes (Persero) dalam menyiapkan beroperasinya BPJS Kesehatan. Dengan ketentuan tersebut maka perlu ada langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan oleh PT Askes (Persero) dalam menyiapkan beroperasinya BPJS Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
11
Langkah-langkah konkrit juga perlu dilakukan oleh PT Jamsostek (Persero) antara lain dalam menyiapkan pengalihan peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. Pada tanggal 1 Januari 2014 seluruh peserta JPK Jamsostek harus sudah terdaftar di BPJS Kesehatan. Semua tagihan biaya berobat ke fasilitas kesehatan yang dilakukan mulai tanggal 1 Januari 2014 menjadi tanggung-jawab BPJS Kesehatan. Semua biaya pengobatan di fasilitas kesehatan yang terjadi tanggal 31 Desember 2013 dan sebelumnya tetap
menjadi
tanggung-jawab
ex
PT
(Persero)
Jamsostek
(BPJS
Ketenagakerjaan). Hal ini sesuai dengan sifat asuransi kesehatan yang merupakan risiko jangka pendek. Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan oleh PT Askes dalam menyiapkan beroperasinya BPJS Kesehatan antara lain (Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012–2019, 2012): a. Menyusun sistem dan prosedur operasi yang diperlukan untuk beroperasinya BPJS Kesehatan. b. Melakukan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan program jaminan kesehatan. c. Berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk pengalihan program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) ke BPJS Kesehatan. d. Berkoordinasi dengan PT Jamsostek (Persero) untuk pengalihan program jaminan kesehatan (JPK Jamsostek) ke BPJS Kesehatan. e. Berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Republik Indonesia untuk pengalihan program jaminan kesehatan bagi anggota TNI/POLRI dan PNS di lingkungan Kemenhan, TNI dan POLRI beserta anggota keluarganya ke BPJS Kesehatan. f. Perubahan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART). g. Perubahan atribut BPJS Kesehatan. h. Pengembangan sistem informasi perorangan yang siap untuk keperluan manajemen (penerimaan iuran, pembayaran kapitasi dan klaim layanan, pemantauan utilisasi dan kualitas layanan, pemantauan kepuasan peserta, keperluan riset jaminan/layanan kesehatan, dan lain lain.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
12
i. Pengembangan kantor dan sumber daya manusia yang memahami sistem jaminan sosial, UU SJSN, UU BPJS, dan memenuhi kompetensi yang dibutuhkan dalam menjalankan jaminan kesehatan semesta. Pengalihan peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek dan program Jamkesmas ke BPJS
Kesehatan perlu manajemen
penerimaan iuran dari pemberi kerja, dan perlu penjelasan lengkap kepada peserta JPK Jamsostek dan Jamkesmas tentang proses dan identitas baru. Berkaitan dengan pengalihan peserta tersebut, banyak hal yang perlu dilakukan, diantaranya: a. Pengalihan data kepesertaan dan perusahaan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah verifikasi data, pembersihan data, mempersiapkan program komputer untuk konversi, melakukan pengujian konversi, hingga menentukan kapan data akan dikonversi (cut-off). b. Pemberitahuan kepada Perusahaan/Peserta tentang Pengalihan Pengelolaan Program ke BPJS Kesehatan, baik melalui pengumuman di media elektronik maupun pengiriman informasi langsung ke perusahaan. c. Pemberitahuan dan pembaharuan kontrak dengan Fasilitas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan. Pemberitahuan kepada fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan PT. (Persero) Askes, PT. (Persero) Jamsostek dan P2JK Jamkesmas bahwa mulai 1 Januari 2014 kerjasama mereka dialihkan kepada BPJS Kesehatan. d. Pencetakan dan distribusi Kartu Peserta Jaminan Kesehatan. Dengan dialihkannya program Jamkesmas dan JPK Jamsostek ke BPJS Kesehatan maka ada sekitar 81 juta kartu yang perlu didistribusikan ke peserta yang berasal dari keduaprogram tersebut. Jika ditambah dengan peserta yang berasal dari Askes PNS/sosial maka jumlah tersebut mencapai lebih dari 100 juta jiwa yang perlu identitas yang akurat (termasuk satus bayar iuran) untuk mendapatkan layanan di fasilitas kesehatan.
2.3
Fasilitas Kesehatan dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)
2.3.1 Pengertian Fasilitas Kesehatan dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
13
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/095/I/2010 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, Pemberi Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut PPK adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat administrasi dan teknis telah memiliki kerjasama dengan badan penyelenggara untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan. Berdasarkan
Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 029 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/II/2011 Tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta PT Askes (Persero), Pemberi Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disingkat PPK adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta PT Askes (Persero) dan anggota keluarganya. Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disebut PPK Tingkat Pertama adalah praktek perorangan dokter/dokter gigi dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu dokter keluarga, klinik, Puskesmas, dan jejaring Puskesmas meliputi Puskesmas Keliling, Puskesmas Pembantu, Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dan Pondok Bersalin Desa (Polindes). Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan yang selanjutnya disingkat PPK Tingkat Lanjutan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan/pelayanan spesialistik, yaitu rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
14
2.3.2 Tahapan Persiapan Konsep Kredensialing Fasilitas Kesehatan a.
Triwulan I tahun 2013 dilakukan pendataan seluruh fasilitas kesehatan.
b.
Triwulan II 2013 tahun 2013 dilakukan sosialisasi fasilitas kesehatan di seluruh wilayah.
c.
Semester II tahun 2013 dilakukaan negosiasi pembayaran dan persiapan konsep kredensialing provider BPJS tahun 2014 dengan provider Askes, provider Jamsostek, provider TNI/Polri, provider Jamkesmas serta provider lainnya yang lolos seleksi.
d.
Semester I dan II tahun 2014 dilakukan penilaian kinerja provider (sebagai syarat mutlak untuk perpanjangan kontrak), kredensialing/re-kredensialing fasilitas kesehatan dan pelaksanaan rutin program kemitraan provider daerah.
2.3.3 Persyaratan Fasilitas Kesehatan Untuk Menjadi Provider Tabel 2.1. Persyaratan Fasilitas Kesehatan Untuk Menjadi Provider BPJS Kesehatan Jenjang Fasilitas Pelayanan Monitoring dan Pengertian Rujukan Kesehatan Evaluasi Oleh Tingkat I Mampu 1. Puskesmas Dinas Kesehatan memberikan 2. Puskemas perawatan Kabupaten/Kota dan pelayanan 3. Balai pengobatan organisasi profesi kesehatan 4. Praktek perorangan cabang kabupaten/ dasar (dokter, bidan maupun kota perawat) 5. Dokter Pelayanan Primer 6. Klinik Pratama 7. Rumah bersalin 8. Klinik Umum 9. Rumah Sakit Pratama 10. Rumah Sakit kelas D Tingkat Mampu Rumah Sakit kelas C milik Dinas Kesehatan II memberikan pemerintah, TNI/Polri, Provinsi dan pelayanan BUMN maupun swasta organisasi profesi kesehatan cabang provinsi spesialistik Tingkat Mampu Rumah Sakit kelas A dan B Kementerian III memberikan milik pemerintah, Kesehatan, pelayanan TNI/Polri, BUMN maupun organisasi profesi kesehatan swasta dan institusi sub pendidikan spesialistik Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
15
2.3.4 Konsep Seleksi Fasilitas Kesehatan Primer (Kredensialing dan Rekredensialing) a. Kriteria mutlak untuk kredensialing 1) Surat permohonan (Lampiran 1) 2) Surat izin penyelenggaraan fasilitas kesehatan a) Surat Izin Praktek (SIP) untuk dokter praktek perorangan b) Surat Izin Operasional untuk klinik/Puskesmas/Fasilitas kesehatan primer lainnya (disertai SIP dokter yang berpraktek) 3) Surat Tanda Registrasi 4) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 5) Surat rekomendasi dari perhimpunan fasilitas kesehatan primer bahwa tidak sedang dalam masa sanksi pelanggaran etik 6) Surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten/Kota bahwa tidak sedang dalam masa sanksi Dinkes 7) Surat pernyataan kesediaan: a) Menggunakan pola pembayaran BPJS b) Mematuhi ketentuan BPJS yang berlaku c) Pernyataan bahwa jika pada masa PKS dengan BPJS terjadi pelanggaran kode etik, adalah bukan merupakan tanggung jawab BPJS b. Kriteria mutlak untuk perpanjangan kontrak fasilitas kesehatan (rekredensialing) 1) Surat kepala cabang kepada fasilitas kesehatan tentang permintaan perpanjangan kontrak kerja sama 2) Hasil evaluasi kinerja provider dengan skor ≥ 60 c. Kriteria teknis (dianjutkan jika kriteria mutlak terpenuhi) 1) Kualitas (20%) a) Memiliki sertifikat keahlian medis sesua dengan program BPJS 2) Sarana dan fasilitas (30%) a) Kelengkapan tempat praktek sesua dengan ketentuan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) b) Lokasi mudah dijangkau kendaraan umum Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
16
c) Memiliki sarana dan prasarana rekam medis d) Memiliki sarana komunikasi (telepon/handphone), serta komunikasi data (komputer/ipad/tablet dilengkapi internet/VPN) e) Menyediakan pelayanan obat f) Menyediakan pelayanan laboratorium g) Memiliki afiliasi/hubungan kerja dengan dokter spesialis/rumah sakit 3) Sumber daya manusia (30%) a) Dokter pada fasilitas kesehatan praktek minimal 8 jam b) Ada tenaga paramedis (melampirkan daftar nama paramedis dan sertifikat) c) Ada tenaga administrasi (melampirkan daftar nama tenaga administrasi) d) Ada dokter pengganti jika dokter utama berhalangan (melampirkan daftar nama dokter disertai surat kesediaan dokter yang bersangkutan) 4) Komitmen kesediaan (20%) a) Menggunakan aplikasi SIM BPJS b) Memberikan pelayanan sesuai panduan klinis pelayanan primer yang berlaku c) Mengelola peserta penderita penyakit kronnis d) Mendukung aktivitas kesehatan masyarakat yang diselenggarakan BPJS e) Meminta persetujuan BPJS jika terjadi kondisi pindah praktek dalam masa PKS f) Catatan khusus tim seleksi fasilitas kesehatan
2.3.5 Daftar Jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) PT Askes (Persero) di DKI Jakarta 2.3.5.1 Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Pertama Tabel 2.2. Daftar Jaringan Klinik Pemberi Pelayanan Kesehatan ( PPK) Tingkat Pertama PT Askes (Persero) Kota Administrasi 1. Jakarta Selatan
No.
Nama PPK Tingkat Pertama Klinik Spesialis Tribrata Klinik Namira Klinik Sehati
Alamat Jln. Wijaya IX No. 3 Kebayoran Baru Jln. Jati Padang Raya No. 62 Pasar Minggu Jln. Moh. Kahfi I No. 99 Jagakarsa Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
17
Klinik Duta Wijaya
2. Jakarta Timur
3. Jakarta Barat
4 Jakarta Utara
Jln. Joe Kebagusan Dalam I No. 4 Klinik Kirei Jln. Nangka No. 4 Tanjung Barat Klinik Sukma Anggrek Jln. Bekasi Timur Raya Km. 18 Klinik Bina Husada Jln. Penggilingan Raya Bhakti No. 1 Klinik Pulo Gebang Jln. Pulo Gebang Raya No. 41 RT 001 / 06 Klinik Daarus Syifa Jln. Monumen Pancasila Sakti No. 45 Lubang Buaya Klinik Munjul Jln. Dalang Gg. Saiman No. 34 RT 004 / 05 Munjul Klinik Sejahtera Jln. Raya Ciracas No. 7 Centex Klinik Prima Husada Jln. Lapangan Tembak No. 1 RT 07 / 01 Cibubur Klinik Kuntarti Jln. Panca Warga IV No. 31 RT 004 / 07 Cipinang Muara Klinik Sartika Jln. Kayu Manis Barat No. 78 Klinik Melati Jln. Pisangan Lama III No. 7 Klinik Putewa Jln. Nusa Indah Raya Blok 40 No. 17H Malaka Jaya Klinik Ibin Sina Jln. Pendidikan Raya No. 33 Klinik 24 Jam Semanan Jln. Semanan Raya No. 23 Jakarta Barat Klinik Rosela Indah Jln. Rosela Raya No. 185 Medical Center Wijaya Kusuma Klinik Graha Citra Jln. Lingkungan III No. 1 Husada Tegal Alur Jakarta Barat Klinik Advanced Medical Jln. Pluit Karang Timur Center No. 81 - 83 Klinik Oilia Medical Jln. Swasembada Barat Center Waracas Tanjung XII No. 2E (Bakti Raya) Priok Kel. Kebon Bawang Klinik Oilia Medical Jln. Malaka HB No. 1B Center Rorotan Cililitan Kel. Rorotan, Kec. Cilincing Klinik Indosehat 2003 Jln. Cilincing Raya No.74 Cilincing Kel. Cilincing Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
18
Klinik Indosehat Tanjung Priok
Jln. Warakas I No. 72 Kel. Warakas, Kec. Tanjung Priok
Sumber: PT Askes (Persero)
2.3.5.2 Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Lanjutan a. Rumah Sakit Tabel 2.3. Daftar Jaringan Rumah Sakit Pemberi Pelayanan Kesehatan ( PPK) Tingkat Lanjutan PT Askes (Persero)
No.
Kota Administrasi
1. Jakarta Selatan
Nama Rumah Sakit RSUP Fatmawati Rumkital Marinir Cilandak RS Bhayangkara Selapa Polri RS Tebet RS Jakarta RS Prikasih
2. Jakarta Timur
Jakarta Kidney Center (JKC) RS Persahabatan RS Pasar Rebo RS Budhi Asih RS Duren Sawit RS Polri Sukamto RSPAU Esnawan Antariksa RS Kesdam Cijantung RS UKI Cawang RS Islam Pondok Kopi RS Haji Jakarta RS Kartika Pulomas
Alamat Jln. Raya Fatmawati, Kebayoran Lama Jln. Raya KKO Cilandak, Jakarta Selatan Jln. Raya Ciputat Raya No. 40 Kebayoran Lama Jln. MT Haryono No. 8 Jakarta Selatan Jln. Jend. Sudirman Kav. 49 Jakarta Jln. Raya Fatmawati No. 74 Pondok Labu Jln. Mampang Prapatan Raya No. 75 Jln. Persahabatan Raya Rawamangun Jln. TB Simatupang No. 30 Jln. Dewi Sartika Cawang Bawah Jln. Duren Sawit No. 2 Jln. Raya Bogor Kramat Jati Jln. Merpati 2 Halim Perdana Kusuma Jln. Mahoni Cijantung II Jln. Mayjen Sutoyo Cawang Jln. Raya Pondok Kopi Klender Jln. Raya Pondok Gede Jakarta Timur Jln. Pulomas Timur K Blok GH C/1 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
19
RS Omni Medical Center RS Jiwa Klender
3. Jakarta Barat
RS Bina Waluya Cardiac Center RSUD Cengkareng
4. Jakarta Utara
RSAB Harapan Kita RS Sumber Waras RS Pelni Petamburan RS Bhakti Mulia RSJ dr. Soeharto Heerdjan RS Kanker Dharmais RSJPD Harapan Kita RSUD Koja RS Pelabuhan Jakarta RS Islam Jakarta Sukapura RSPI Prof. Dr. Sulianto Saroso RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo RSPAD Gatot Soebroto
5. Jakarta Pusat
RS M. Ridwan Meuraksa RSUD Tarakan RSAL TNI Dr. Mintohardjo RS Islam Jakarta Cempaka Putih RS PGI Cikini RS Budi Kemuliaan RS MH Thamrin Salemba RS Abdi Waluyo RS Husada RSB YPK
Jln. Pulomas Barat VI No. 20 Jln. Bunga Rampai X Perumnas Klender Jln. TB Simatupang No. 71 Jln. Kamal Raya, Bumi Cengkareng Indah Jln. Letjen S. Parman Jln. Kyai Tapa Grogol Jln. KS Tubun 92 - 94 Jln. Aipda KS Tubun Jln. Prof. Latumeten No. 1 Jln. Letjen S. Parman Jln. Letjen S. Parman Jln. Deli No. 4 Koja Tanjung Priok Jln. Kramat Raya Tanjung Priok Jln. Tipar Cakung No. 5 Sukapura Jln. Baru Sunter Raya Permai Jln. Diponegoro No. 71 Jln. Abdul Rahman Saleh No. 24 Jln. Kramat Raya No. 174 Jln. Kiyai Caringin No. 7 Jln. Bendungan Hilir No. 17 Jln. Letjen Soeprapto Jln. Raden Saleh No. 40 Jln. Budi Kemuliaan Jln. Salemba Tengah Jln. HOS Cokroaminoto No. 31 - 33 Jln. Raya Mangga Besar No. 137 - 139 Jln. Gereja Theresia No. 30
Sumber: PT Askes (Persero)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
20
b. Apotek dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tabel 2.4. Daftar Jaringan Apotek/Instalasi Farmasi Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Lanjutan PT Askes (Persero) Kota Administrasi 1. Jakarta Selatan
No.
Nama Apotek/Inst. Farmasi Apotek Prima Husada Apotek Budhi Husada
Inst. Farmasi RS Fatmawati Inst. Farmasi RS Marinir Cilandak Apotek Kimia Farma 42 Inst. Farmasi RS Selapa 2. Jakarta Timur
Apotek Kimia Farma 48 Apotek Devita Apotek Kimia Farma 49 Inst. Farmasi RS Persahabatan Apotek Sana Medika Apotek Merpati Apotek Korpri RS Pasar Rebo Apotek RS Islam Pondok Kopi Apotek Primkopol Polri Inst. Farmasi RS UKI Apotek Mitra Medika Apotek Yeta Farma Apotek RS BCC
Alamat Jln. Raya Fatmawati No. 6 Kebayoran Lama Gedung PT Askes Jln. Raya Pasar Minggu No. 17 Jln. Raya Faatmawati Kebayoran Lama Jln. Raya KKO Cilandak Jln. Sultan Hasanudin No. 1 Jakarta Jln. Raya Ciputat Raya No. 40 Kebayoran Lama Jln. Matraman Raya No. 59 Jln. Jatinegara Timur No. 57 Jln. Pahlawan Revolusi Pondok Bambu Jln. Persahabatan Raya Rawamangun Jln. Balai Pustaka Timur Rawamangun Jln. Dewi Sartika No. 3 C Jln. TB Simatupang No. 30 Jln. Raya Pondok Kopi Klender Komplek RS Polri Sukamto Jln. Mayjen Sutoyo Cawang Komplek RS Polri Sukamto Jln. Pintu II TMII No. 01 Pinang Ranti Jln. YB Simatupang No. 71
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
21
Inst. Farmasi RSJ Klender Inst. Farmasi RS Omni Medical Center Inst. Farmasi RS Kesdam Cijantung Inst. Farmasi RSPAU Inst. Farmasi RS Haji 3. Jakarta Barat
Apotek Kimia Farma 96 Slipi Apotek Taman Kebun Jeruk Apotek Kimia Farma KS Tubun Inst. Farmasi RS Jiwa Soeharto Heerdjan Inst. Farmasi RS Kanker Darmais Inst. Farmasi RSUD Cengkareng Apotek Idaman Inst. Farmasi RS Pelni
4. Jakarta Utara
Inst. Farmasi RS Jantung Harapan Kita Inst. Farmasi RSAB Harapan Kita Inst. Farmasi RS Bhakti Mulia Apotek Kimia Farma 46 Inst. Farmasi RSUD Koja
5. Jakarta Pusat
Inst. Farmasi RS Islam Jakarta Sukapura Inst. Farmasi RSPI Prof. Sulianto Saroso Inst. Farmasi RS Pelabuhan Jakarta Apotek Kimia Farma 2 Senen Apotek Kimia Farma 6 RSAL
Jln. Bunga Rampai X Perumnas Klender Jln. Pulomas Barat VI No. 20 Jln. Mahoni Cijantung II Jln. Merpati 2 Halim Perdana Kusuma Jln. Raya Pondok Gede Jakarta Timur Jln. Letjen S. Parman Blok G / 124 A Jln. Meruya Ilir No. 14 Blok A IX / 1 -2 Jln. KS Tubun No. 84 B C Jln. Latumenten No. 1 Jakarta Barat Jln. Letjen S. Parman Kav. 84 - 86 Slipi Jln. Kamal Raya, Bumi Cengkareng Indah Jln. Mandala Utara No. 42 A Jln. Aipda KS. Tubun No. 92 - 94 Jln. Letjen S. Parman No. 87 Slipi Jln. Letjen S. Parman, Slipi Jln. Aipda KS. Tubun No. 79 Jln. Yos Sudarso Lorong 106 Jln. Deli No. 4 Koja Tanjung Priok Jln. Tipar Cakung No. 5 Sukapura Jln. Baru Sunter Raya Permai Jln. Kramat Raya Tanjung Priok Jln. Senen Raya No. 66 Jln. Bendungan Hilir No. 17 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
22
Apotek Sana Farma Apotek Mitra Prima RSGS Inst. Farmasi Yanmasum Apotek Depo Islam Inst. Farmasi RS Husada Apotek Kimia Farma RSCM Apotek Medika Farma Inst. Farmasi RS M. Ridwan Meuraksa Inst. Farmasi RSUD Tarakan Apotek PPA Cikini Inst. Farmasi RS MH Thamrin Salemba
Jln. Percetakan Negara No. 13 A Jln. Abdul Rahman Saleh No. 41 Jln. Bendungan Hilir Jln. Letjen Soeprapto Jln. Raya Mangga Besar jln. Diponegoro No. 71 Jln. Cempaka Putih Raya No. 8 Jln. Kramat Raya Jln. Kiyai Caringin Jln. Raden Saleh Jln. Salemba Tengah
Sumber: PT Askes (Persero)
c. Optik Tabel 2.5. Daftar Jaringan Optik Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Lanjutan PT Askes (Persero) Kota Administrasi 1. Jakarta Selatan
Optik International
2. Jakarta Timur
Optikal Mikeda
No.
Nama Optik
Optik Kimia Farma Optik Nusa Indah 3. Jakarta Utara 4. Jakarta Pusat
Optik Warakas Optik SEIS Optik Kasoem Pioner
Alamat Jln. RS Fatmawati No. 22 A Cipete Selatan Jln. Perserikatan No. 3 Rawamangun Jln. Matraman Raya No. 59 Jln. Nusa Indah Raya Blok 40 No. 17 B Jln. Tawes no. 18 - 20 Pasar baru Jln. Raya Cikini
Sumber: PT Askes (Persero)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Tugas khusus dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker pada
periode 23 September – 1 November 2013 di Apotek Atrika yang berlokasi di jalan Kartini Raya Nomor 34 A, Jakarta Pusat.
3.2.
Metode Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan melakukan tinjauan
langsung ke PT Askes (Persero). Daftar jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) PT Askes (Persero) di DKI Jakarta diketahui dari PT Askes (Persero) Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan.
23
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Layanan kesehatan yang berkualitas dan tersedia dalam jarak tempuh relatif singkat merupakan kunci keberhasilan dari penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam UU SJSN telah ditetapkan bahwa BPJS akan membayar fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun milik swasta dengan tarif kesepakatan untuk suatu wilayah. Ketentuan ini berindikasi bahwa pembayaran haruslah berbasis harga keekonomian dimana fasilitas swasta dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkan yang dapat bervariasi antar wilayah. Untuk menjamin efisiensi, fasilitas kesehatan akan dibayar dengan tarif paket per orang per bulan (kapitasi) atau tarif per diagnosis. Dengan penetapan tarif yang sama untuk seluruh fasilitas kesehatan di suatu wilayah, maka akan terjadi persaingan dalam mutu pelayanan. Berkaitan dengan fasilitas kesehatan yang digunakan, Pasal 23 UU SJSN menyatakan: a. Fasilitas kesehatan yang digunakan adalah fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam penjelasan Pasal 23 ayat 1 dinyatakan bahwa fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktik, klinik, laboratorium, apotik dan fasilitas kesehatan lainnya. Fasilitas kesehatan memenuhi syarat tertentu apabila fasilitas kesehatan tersebut diakui dan memiliki izin dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. b. Pelayanan dapat diberikan di fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS jika dalam keadaan darurat. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi. Sementara banyak terdapat peserta yang telah membayar iuran, maka BPJS harus memberikan kompensasi lainnya. Dalam penjelasan Pasal 23 ayat (3) dinyatakan bahwa kompensasi yang diberikan pada peserta dapat dalam bentuk uang tunai, sesuai dengan hak peserta. 24
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
25
c. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar. Dalam penjelasan Pasal 23 ayat (4) dinyatakan bahwa peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya (kelas standar), dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan. Hal terpenting dalam kaitan dengan fasilitas kesehatan adalah perlunya penyediaan fasilitas kesehatan secara merata yang memungkinkan semua penduduk dapat mengakses fasilitas kesehatan yang diperlukan. Sebaik apapun pengelolaan jaminan kesehatan tanpa didukung oleh ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai yang dapat memberikan pelayanan kesehatan secara berkualitas maka tidak akan berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu sejalan dengan penyempurnaan pengelolaan jaminan kesehatan perlu pula ditingkatkan jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan secara merata yang dapat menjangkau seluruh penduduk. Tentu saja, banyak jenis layanan kesehatan yang memang hanya tersedia di tingkat provinsi untuk efisiensi. Upaya penyediaan fasilitas kesehatan secara merata dan berkualitas ini perlu dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten/kota maupun oleh pihak swasta. UU SJSN menjamin hak fasilitas pelayanan kesehatan (milik pemerintah dan milik swasta) yang sama untuk mendapatkan kontrak dengan BPJS dalam memberi dan menyediakan pelayanan kesehatan bagi peserta. Implementasi ketentuan ini memerlukan berbagai persyaratan sebagai berikut: (1) adanya standardisasi prosedur medik, keperawatan, dan kefarmasian sebagai pedoman pemberian pelayanan kesehatan di masing-masing tingkatan pelayanan dan tingkatan fasilitas; (2) standardisasi kompetensi yang meliputi infrastruktur, tenaga kerja dan peralatan sebagai pedoman untuk mengontrak fasilitas pelayanan kesehatan oleh BPJS; (3) keterlibatan pemerintah (pusat dan daerah) dan swasta dalam membangun fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terdistribusi dengan merata di seluruh wilayah Indonesia. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
26
Sehubungan hal tersebut maka kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dari aspek pelayanan kesehatan di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan ketersediaan dan kualitas fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan sarana kesehatan Untuk melakukan hal tersebut diperlukan sejumlah kegiatan, di antaranya sebagai berikut: a) Penyusunan rencana aksi pengembangan pelayanan kesehatan yang di dalamnya memuat rencana pengembangan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, alat dan infrastruktur kesehatan serta penguatan sistem rujukan oleh Kementerian Kesehatan. b) Implementasi pengembangan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan sarana kesehatan c) Implementasi penguatan sistem rujukan. d) Pemerintah (termasuk Pemda) memberikan informasi dan peluang kepada sektor
swasta
perorangan
atau
kelembagaan
untuk
berperan
aktif
menyediakan layanan kesehatan bagi peserta BPJS. e) Menjamin bahwa prinsip any willing provider (yaitu setiap fasilitas kesehatan yang bersedia menerima pembayaran dari BPJS yang besarnya disepakati untuk suatu wilayah) diterapkan. Tidak boleh ada diskriminasi dimana suatu fasilitas kesehatan tidak dikontrak BPJS, padahal fasilitas kesehatan tersebut bersedia menerima dan memenuhi ketentuan peraturan perundangan. 2. Penyusunan sistem/standar operasional pelayanan Untuk melakukan hal tersebut diperlukan sejumlah kegiatan, di antaranya sebagai berikut: a) Penyusunan standar prosedur medik, keperawatan, dan kefarmasian sebagai pedoman pemberian pelayanan kesehatan di masing-masing tingkatan pelayanan dan tingkatan fasilitas yang dapat dilakukan oleh asosiasi fasilitas atau tenaga kesahatan b) Penyusunan standar kompetensi yang telah disusun oleh Konsel Kedokteran dan standar infrastruktur, tenaga kerja dan peralatan sebagai pedoman untuk mengontrak fasilitas pelayanan kesehatan oleh BPJS c) Penyusunan pedoman kredensialing/re-kredensialing Fasilitas Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
27
d) Pengembangan sistem kendali mutu pelayanan kesehatan untuk menjamin kualitas layanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan memenuhi syarat minimal e) Merumuskan dan operasionalisasi pemantauan kendali mutu dan biaya untuk menghindari pelayanan kesehatan yang berlebihan, ketidaktepatan diagnosis, prosedur terapi dan intervensi, pengobatan dan pembuatan resep yang tidak rasional serta pemberian rujukan yang tidak tepat f) Perumusan dan operasionalisasi sistem penanganan keluhan dari peserta baik oleh fasilitas kesehatan maupun oleh BPJS.
Terkait dengan Fasilitas Kesehatan yang akan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK), PT Askes perlu membuat konsep pendaftaran (kredensialing) Fasilitas Kesehatan yang belum bekerja sama dengan PT Askes (Persero) dan perpanjangan kontrak (rekredensialing) Fasilitas Kesehatan yang sebelumnya telah melakukan kerja sama dengan PT Askes Persero. Terkait dengan konsep kredensialing dan rekredensialing tersebut, PT Askes (Persero) perlu bekerja sama dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, untuk menyiapkan peraturan yang diperlukan. Saat ini peraturan terkait proses kredensialing dan re-kredensialing Fasilitas Kesehatan yang akan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sedang dalam tahap penyusunan oleh PT Askes dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kredensialing dilakukan terhadap Fasilitas Kesehatan yang belum bekerja sama dengan PT Askes (Persero), seperti pada provider provider Jamsostek, provider TNI/Polri, provider Jamkesmas serta provider lainnya yang lolos seleksi. Sedangkan untuk Fasilitas Kesehatan yang sebelumnya telah bekerja sama dengan PT Askes Persero, perlu dilakukan perpanjangan kontrak sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK). Dalam rencana kerja PT Askes Persero, pada semester II tahun 2013 dilakukaan negosiasi pembayaran dan persiapan konsep kredensialing provider BPJS tahun 2014 dengan provider Askes, provider Jamsostek, provider TNI/Polri, provider Jamkesmas serta provider lainnya yang lolos seleksi. Selanjutnya pada Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
28
Semester I dan II tahun 2014 dilakukan penilaian kinerja provider (sebagai syarat mutlak untuk perpanjangan kontrak), kredensialing/re-kredensialing fasilitas kesehatan dan pelaksanaan rutin program kemitraan provider daerah. Persyaratan fasilitas kesehatan untuk menjadi provider yang akan berkerja sama dengan BPJS Kesehatan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Fasilitas Kesehatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan berdasarkan jenjang rujukan pelayanan kesehatan. Jenjang rujukan tingkat I untuk pelayanan kesehatan dasar, tingkat II untuk pelayanan kesehatan spesialistik dan tingkat III untuk pelayanan kesehatan sub spesialistik. Untuk setiap jenjang rujukan, ditunjuk institusi yang akan melakukan monitoring dan evaluasi. Jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) di DKI Jakarta yang telah melakukan kerja sama dengan PT Askes (Persero) dapat dilihat pada Tabel 2.2, 2.3, 2.4 dan Tabel 2.5. Data ini masih bersifat sementara, karena proses kredensialing dan re-kredensialing fasilitas kesehatan baru akan dilaksanakan pada tahun 2014. PPK Tingkat Pertama yang telah bekerja sama dengan PT Askes (Persero) berjumlah 25 klinik yang tersebar di Jakarta Selatan sebanyak 5 klinik, Jakarta Timur sebanyak 12 klinik, Jakarta Barat sebanyak 3 klinik dan Jakarta Utara sebanyak 5 klinik (Tabel 2.2). PPK Tingkat Lanjutan yang telah bekerja sama dengan PT Askes (Persero) berjumlah 45 Rumah Sakit, 53 apotek dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit serta 7 optik yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta (Tabel 2.3, Tabel 2.4 dan Tabel 2.5). Ke depannya ditargetkan semakin banyak fasilitas kesehatan di DKI Jakarta yang akan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang akan dimulai pada tahun 2014 mendatang. Dengan semakin bertambahnya jaringan PPK BPJS Kesehatan, diharapkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat akan dapat tersebar ke seluruh wilayah yang ada di DKI Jakarta. Selanjutnya, untuk akreditasi fasilitas kesehatan primer, pelayanan yang diakreditasi meliputi pelayanan medis dasar, penyelenggaraan program puskesmas dan penyelenggaraan administrasi manajemen pada fasilitas kesehatan primer. Parameter yang digunakan pada akreditasi fasilitas kesehatan primer dibedakan menjadi instrumen umum untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dan instrumen khusus yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing fasilitas Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
29
pelayanan kesehatan primer. Pada akreditasi fasilitas kesehatan rujukan pada tahun 2012, dilakukan penilaian terhadap pelayanan fasilitas kesehatan yang berorientasi kepada pasien, manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien dan dukungan terhadap Millenium Development Goals (MDGs). Isu strategis dalam menghadapi SJSN tahun 2014 terkait dengan fasilitas kesehatan dan infrastruktur yaitu berupa kebutuhan dan distribusi tempat tidur, distribusi fasilitas kesehatan, revitalisasi fasilitas kesehatan dasar/Puskesmas, norma, standar, prosedur dan kriteria sarana prasarana fasilitas kesehatan, sistem informasi fasilitas kesehatan serta review utilisasi pelayanan kesehatan. Untuk sistem rujukan dan rujukan balik, isu strategis yang dihadapi berupa pemetaan kemampuan pelayanan dan regionalisasi, peran dan fungsi gatekeeper serta norma, standar, prosedur dan kriteria sistem rujukan tingkat nasional dan daerah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 a.
Kesimpulan PT Askes (Persero) sebagai BPJS Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia perlu menyusun konsep pendaftaran (kredensialing) dan perpanjangan kontrak (re-kredensialing) Fasilitas Kesehatan yang akan dikontrak sebagai jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan pada program SJSN yang akan dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2014.
b.
Di DKI Jakarta terdapat 25 klinik, 45 Rumah Sakit, 53 apotek dan 7 optik yang telah bekerja sama dengan PT Askes (Persero) sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Pertama dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Lanjutan.
6.2 a.
Saran Pemerintah diharapkan segera menyelesaikan peraturan terkait pendaftaran (kredensialing) dan perpanjangan kontrak (re-kredensialing) Fasilitas Kesehatan yang akan dikontrak sebagai jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan pada program SJSN, sehingga program tersebut dapat berjalan dengan baik.
b.
Diharapkan Fasilitas Kesehatan yang ada di Indonesia umumnya, dan Fasilitas Kesehatan di DKI Jakarta khususnya dapat meningkatkan kualitas pelayanan, personil serta sarana dan fasilitas agar dapat menyelenggarakan program SJSN tahun 2014 mendatang. Dengan semakin banyak Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, maka kualitas hidup masyarakat Indonesia akan menjadi lebih baik.
30
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Fadjriadinur. 2013. Persiapan PT. Askes Sebagai BPJS Kesehatan 2014. Diunduh pada tanggal: 12 November 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 029 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes /Per/II/2011 Tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta PT Askes (Persero). Jakarta: Menteri Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/095/I/2010 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Jakarta: Menteri Kesehatan RI. Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. PT Askes (Persero). Daftar Jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) PT. Askes (Persero). Diunduh pada tanggal: 12 November 2013 Supriyantoro. 2012. Kebijakan Upaya Pelayanan Kesehatan dalam Implementasi UU SJSN/BPJS. Diunduh pada tanggal: 12 November 2013. Tim Penyusun. (2012). Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 20122019. Diunduh pada tanggal: 12 November 2013.
31
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014
32
Lampiran 1. Aplikasi Pengajuan dan Formulir Penilaian (Credentialling) PT Askes (Persero)
Laporan praktek….., Zetmi, FF UI, 2014