UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 16 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
RISKA EKA YUDA, S.Farm 1206330040
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 16 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013
LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
RISKA EKA YUDA, S.Farm 1206330040
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
iv
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotik Atrika Jl. Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Sampai dengan 20 Desember 2013. 3. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan pembimbing dari Apotik Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulis melaksanakan PKPA. 4. Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotik Atrika yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA. 5. Dr. Nelly Devita Leswara, M.Sc, Apt., sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 6. Para karyawan Apotik Atrika atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. 7. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. v
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
8. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, doa, semangat dan kasih sayang yang tiada henti. 9. Semua pihak yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis,
2014
vi
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Riska Eka Yuda, S. Farm : Farmasi : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotik Atrika Jalan Kartini Raya No. 34A Jakarta Pusat Periode 16 September – 25 Oktober 2013
Apotek termasuk dalam sarana kesehatan yang berperan dalam upaya-upaya kesehatan terutama dalam pendistribusian dan pemberian informasi obat kepada masyarakat. apotek merupakan salah satu sarana yang mendukung peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Apotek mempunyai dua fungsi yaitu suatu bentuk unit pelayanan kesehatan (non profit oriented) dan sebagai institusi bisnis (profit oriented). Apotek berperan dalam pelayanan obat atas dasar resep dan pelayanan obat tanpa resep untuk masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada 16 September – 25 Oktober 2013 di Apotik Atrika guna memberikan perbekalan bagi para calon Apoteker untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama masa kuliah secara praktis dan langsung kepada pasien di Apotek. Kegiatan PKPA tersebut memberikan pengetahuan langsung mengenai peran dan fungsi Apoteker dalam pelayanan kefarmasian dan pengelolaan Apotek.
Kata Kunci
: Praktek Kerja Profesi Apoteker, Apotek Pelayanan Kefarmasian, Pharmaceutical Care. Tugas Umum : xiii+77 halaman ; 14 lampiran Tugas Khusus : ii+20 halaman Daftar Acuan Tugas Umum : 15 (1980-2011) Daftar Acuan Tugas Khusus : 9 (2004 - 2013)
viii
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Atrika,
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Riska Eka Yuda, S. Farm : Pharmacy :. Report of Pharmacist Internship Program at Atrika Pharmacy Jalan Kartini Raya No 34A, Central Jakarta Period of September 16 to October 25 2013
Pharmacies included in the health facilities that participate in health efforts, especially in the distribution and provision of drug information to the public. pharmacy is one of the means that support optimal health improvement for the community. The pharmacy has two functions, namely a form of health care units (non-profit-making) and as a business institution (profit-oriented). Pharmacies participate in the service on the basis of prescription drugs and non-prescription drug services for people who want to do self-treatment. Work Practice Pharmacist (PKPA) conducted on 16 September to 25 October 2013 in the Pharmacies Atrika to provide supplies for prospective pharmacists to apply the knowledge they have learned during the course in a practical and direct to patients in pharmacies. The PKPA activities provide direct knowledge of the role and functions of pharmacists in pharmacy services and pharmacy management. Key Words
:
Pharmacist Internship Program, Atrika Pharmacy, Pharmaceutical Services, Pharmaceutical Care.
General Assignment : xiii+77 pages ; 14 appendixes Specific Assignment : ii+20 pages Bibliography of General Assignment : 15 (1980-2011) Bibliography of Specific Assignment : 9 (2004 - 2013)
ix
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... HALAMAN JUDUL ....................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. KATA PENGANTAR .................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................................................................................................... ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
i ii iii iv v
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Tujuan ....................................................................................
1 1 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ..................................................... 2.1 Definisi Apotek ...................................................................... 2.2 Landasan Hukum Apotek ...................................................... 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ....................................................... 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek ............................. 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ............................... 2.6 Tata Cara Perizinan Apotek ................................................... 2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek ............................................... 2.8 Tenaga Kerja di Apotek ......................................................... 2.9 Sediaan Farmasi di Apotek ..................................................... 2.10 Pengelolaan Apotek ............................................................... 2.11 Pengadaan Persediaan Apotek ............................................... 2.12 Pengendalian Persediaan Apotek ........................................... 2.13 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ...........................
3 3 3 4 4 5 6 9 11 14 24 27 28 31
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTIK ATRIKA .................................. 3.1 Sejarah dan Lokasi ................................................................. 3.2 Tata Ruang ............................................................................. 3.3 Struktur Organisasi ................................................................ 3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan ..................................................... 3.5 Kegiatan di Apotik Atrika ......................................................
38 38 38 39 39 43
BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................
52
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 5.2 Saran ......................................................................................
61 61 61
x
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
vii viii ix x xii xiii
DAFTAR ACUAN ......................................................................................
62
LAMPIRAN ............................................................................................. ...
64
xi
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6
Penandaan Obat Bebas ........................................................... Penandaan Obat Bebas Terbatas ............................................ Tanda Peringatan pada Kemasan Obat Bebas Terbatas . ....... Penandaan Obat Keras ........................................................... Penandaan Narkotika ............................................................. Matriks VEN – ABC .............................................................
xii
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
15 16 16 17 20 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Apotik Atrika ................................................... Lampiran 2. Papan Nama Apotik Atrika .................................................. Lampiran 3. Denah Ruang Apotik Atrika ................................................ Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotik Atrika .............................................. Lampiran 4b. Ruang Etalase Depan Apotik Atrika ................................... Lampiran 5a. Lemari Penyimpanan Narkotik ............................................ Lampiran 5b. Lemari Penyimpanan Psikotropik ..................................... Lampiran 6. Struktur Organisasi Apotik Atrika ....................................... Lampiran 7. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotik Atrika ............ Lampiran 8a. Kopi Resep Apotik Atrika ................................................... Lampiran 8b. Surat Pesanan Apotik Atrika ............................................... Lampiran 9a. Surat Pesanan Narkotika ....................................................... Lampiran 9b. Laporan Penggunaan Narkotika ........................................... Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika .................................................. Lampiran 11. Laporan Penggunaan Psikotropika ....................................... Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep ......................................... Lampiran 13a. Kartu Stok Kecil .................................................................. Lampiran 13b. Kartu Stok Besar (Kartu Gudang) ....................................... Lampiran 14. Faktur Pengiriman ke Cabang Apotik Atrika ......................
xiii
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
64 65 66 67 67 68 68 69 70 71 71 72 72 73 74 75 76 76 77
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Apotek termasuk dalam sarana kesehatan yang berperan dalam upayaupaya kesehatan terutama dalam pendistribusian dan pemberian informasi obat kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980, apotek merupakan tempat pengabdian profesi apoteker dan sebagai salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan yang berkewajiban untuk menyediakan dan menyalurkan obat serta perbekalan farmasi yang mencakup obat (termasuk obat asli Indonesia atau obat tradisional), bahan obat (termasuk bahan obat tradisional atau bahan obat asli Indonesia), alat kesehatan, dan kosmetika. Berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, menuntut berbagai bidang yang berfokus pada pelayanan masyarakat luas untuk lebih maju. Kesehatan merupakan salah salah satu bidang tersebut, yang dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan masyarakat. Pada awal abad 21 dan memasuki era globalisasi kemajuan dalam bidang kesehatan mulai pesat dan bervariasi, yang semuanya fokus untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Di samping memperkaya pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia, maka sarana dalam bidang kesehatan juga lebih ditingkatkan secara menyeluruh (Hartono, 1987). Dalam bidang kefarmasian, apotek merupakan salah satu sarana yang mendukung peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Apotek mempunyai dua fungsi yaitu suatu bentuk unit pelayanan kesehatan (non profit oriented) dan sebagai institusi bisnis (profit oriented). Apotek berperan dalam pelayanan obat atas dasar resep dan pelayanan obat tanpa resep untuk masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri (Hartono, 19870). Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser dari orientasi obat ke orientasi pasien yang mengacu pada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. 1
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Perubahan orientasi tersebut menuntut calon apoteker untuk dapat mempersiapkan diri dengan cara meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan agar siap menghadapi kondisi yang sebenarnya ketika berkecimpung di dunia kerja. Pengetahuan yang dimiliki tidak hanya sebatas pada pengetahuan obat-obatan saja melainkan harus memahami pula tentang keterampilan manajemen oleh karena itu dilakukanlah praktek kerja bagi calon apoteker sehingga calon apoteker mendapatkan pengalaman kondisi nyata yang terjadi di apotek sesuai dengan standar kompetensi farmasis di apotek sebagaimana yang telah
ditetapkan
oleh
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.1027/MENKES/SK/IX/2004. Melalui praktek profesi apoteker di apotek, diharapkan calon apoteker dapat mendapatkan gambaran kondisi kerja di apotek sehingga dapat menjadi bekal dalam melanjutkan di dunia kerja untuk menuju apoteker yang professional dan bertanggung jawab. Dan Apoteker diharapkan dapat memahami dan meningkatkan pengetahuan wawasan, serta keterampilan dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan dimasa kuliah serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika bertujuan agar mahasiswa calon apoteker dapat: a. Memahami tugas pokok, fungsi, dan peran apoteker di sebuah apotek. b. Memahami dan melaksanakan kegiatan di apotek, baik secara teknis
kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. .
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1
Definisi Apotek Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Landasan Hukum Apotek
2.2
Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam: a. Undang – Undang Negara, yaitu: 1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
2)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Peraturan Pemerintah, yaitu: 1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. c. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu: 1) Peraturan
Menteri
Kesehatan
922/MENKES/PER/X/1993
tentang
Republik
Indonesia
Kententuan
dan
Tata
Nomor Cara
Pemberian Izin Apotek.
3
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2) Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. d. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu: 1) Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2) Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1027/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980
tentang apotek, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.4
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/ IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek dan harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
5
penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Peralatan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan (Menteri Kesehatan RI, 2004).
Apotek harus memiliki : a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi. c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. d. Ruang racikan. e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5
Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922/MENKES/Per/X/1993 pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
6
b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2) c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota (Pasal 24 ayat 1) d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 ayat 2) e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3).
2.6
Tata Cara Perizinan Apotek Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan, kemudian wewenang pemberian izin apotek dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek wajib dilaporkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setahun sekali kepada Menteri Kesehatan dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Berdasarkan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut: a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
7
b.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
d.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi.
e.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek.
f.
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan.
g.
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
h.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat dalam jangka waktu selambatlambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya (Menteri Kesehatan RI, 2002) Secara umum persyaratan izin apotek untuk Apotek yang bekerja sama
dengan pihak lain adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
8
a.
Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan atau Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00.
b.
Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan atau terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.
c.
Fotokopi KTP dari APA.
d.
Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri.
e.
Fotokopi surat status kepemilikan tanah: fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak atau sewa.
f.
Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG).
g.
Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
h.
Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.
i.
Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.
j.
Peta lokasi dan denah ruangan.
k.
Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi atau obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.
l.
Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.
m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00. n.
Struktur organisasi dan tata kerja atau tata laksana (dalam bentuk Organogram).
o.
Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.
p.
SIK Asisten Apoteker atau D3 farmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
9
q.
Rencana jadwal buka apotek.
r.
Daftar peralatan peracikan obat.
s.
Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi.
t.
Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.
u.
Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli atau legalisir).
v.
Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.
Persyaratan izin apotek praktek profesi adalah sebagai berikut: a.
Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan atau Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6000,00.
b.
Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) setempat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali.
c.
Fotokopi KTP Apoteker apotek praktek profesi.
d.
Status kepemilikan bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun.
e.
Denah bangunan beserta peta lokasi.
f.
Daftar peralatan peracikan, etiket, dan lain-lain.
g.
Fotokopi NPWP apoteker.
h.
SIK atau SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak dua lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti Apoteker.
i.
Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).
j.
Jadwal buka apotek bersama dengan petugas atau apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP.
2.7
Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
10
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota apabila: a.
Apoteker
tidak
lagi
memenuhi
kewajibannya
untuk
menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus.
c.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
d.
Surat Izin Kerja APA dicabut.
e.
Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
f.
Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sebelum melakukan
pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a.
Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
11
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.
c.
Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).
2.8
Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
menyebutkan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi atau asisten apoteker. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek. Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker. Mulai tanggal 1 Juni 2011, berlaku Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
12
Kefarmasian, yang mengatur bahwa setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, apoteker wajib memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan SIPA atau SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan yang mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Tenaga pendukung untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
13
Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai administrasi atau tata usaha. APA adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut: a.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b.
Pengelolaan sediaan farmasi dalam hal menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
c.
Melaksanakan fungsi administrasi dalam hal mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi di apotek.
d.
Melaksanakan fungsi kewirausahaan yaitu mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e.
Melakukan pengembangan apotek. Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi kualifikasi sebagai
berikut: a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker. c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk apoteker pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
14
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332 tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain. Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan administrasi seperti membuat laporan harian.
2.9 Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, obat adalah bahan atau Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
15
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Departemen Kesehatan, 2006).
2.9.1 Obat OTC (Over the Counter) Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat bebas terbatas.
2.9.1.1 Obat Bebas Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol, antasida, vitamin (Menteri Kesehatan RI, 2006).
Gambar 2.1 Penandaan obat bebas 2.9.1.2 Obat Bebas Terbatas Obat keras dalam jumlah tertentu tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Menteri Kesehatan RI, 2006). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
16
Gambar 2.2 Penandaan obat bebas terbatas Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Menteri Kesehatan RI, 2006). Terdapat enam golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu: a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat bermerk golongan ini adalah Stopcold®, Inza®, dan obat flu lainnya. b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Listerine® dan Betadine Gargle®. c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat golongan ini adalah Rivanol dan Canesten®. d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini adalah supositoria untuk laksatif misalnya dulcolax® f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah supositoria untuk wasir misalnya annusol®.
Gambar 2.3 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
17
2.9.2 Obat Ethical Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras dan narkotika.
2.9.2.1
Obat Keras Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat
keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua obat injeksi.
Gambar 2.4 Penandaan obat keras Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi (Presiden Republik Indonesia, 1997): a. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko atau jamur tahi sapi), LSD (lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika). b. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam narkotika golongan I. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
18
c. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina. d. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan klorazepam. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan. b. Penyimpanan Obat
golongan
psikotropika
cenderung
disalahgunakan
sehingga
disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. c. Penyerahan Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
19
daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya resep dokter. d. Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10, dengan tembusan kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat. e. Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika dilakukan dengan
pembuatan berita acara yang
sekurang-kurangnya memuat tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
psikotropika
dan
memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.9.2.2
Narkotika Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Presiden Republik Indonesia, 2009a): Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
20
a. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II. b. Narkotika golongan II Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon. c. Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah kodein.
Gambar 2.5 Penandaan narkotika Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah,
melindungi,
dan
menyelamatkan
Bangsa
Indonesia
dari
penyalahgunaan narkotika; c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
21
Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip apotek. b. Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan stempel apotek. Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di
apotek
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2) Harus mempunyai kunci yang kuat. 3) Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4) Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. 5) Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. 6) Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. 7) Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
22
c. Pelayanan resep Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) Nomor 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resepresep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota atau Kabupaten setempat dengan tembusan Balai Besar POM atau Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. e. Pemusnahan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun), nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika, nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan, cara pemusnahan, tanda tangan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
23
dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.
2.9.3 Obat Wajib Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 347/MENKES/SK/VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk: a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional. b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.
b.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
c.
Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d.
Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
24
e.
Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.10
Pengelolaan Apotek Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu
memberikan
pendidikan
dan
peluang
untuk
meningkatkan
pengetahuan. Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
25
2.10.1 Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat.
2.10.2 Pengadaan Kegiatan pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.10.3 Penyimpanan Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
26
2.10.4 Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.10.5 Pelayanan Apotek Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
922/MenKes/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19, menjelaskan bahwa pelayanan apotek meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 12 ayat 1 dan 2); b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1); c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2); d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
27
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b); f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2); g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1); h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2); i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (Pasal 17 ayat 3); j. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Pasal 18 ayat 1 dan 2); k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotek, APA harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1); l. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2); m. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3); n. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4); o. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut (Pasal 19 ayat 5);
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
28
p. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek (Pasal 20); q. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas
pelayanan
kefarmasian selama
yang
bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21); r. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (Pasal 22 ayat 1); s. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2).
2.11
Pengadaan Persediaan Apotek Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan
farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku (Quick, 1997; Seto, Yunita dan Lily, 2004). Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu: a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
29
d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: a. Pembelian kontan atau kredit Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo.
b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat) Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya.
2.12
Pengendalian Persediaan Apotek Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan
obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Dengan demikian, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
30
pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997): a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia dan bila tidak tersedia akan meningkatkan resiko kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat jantung. Obat esensial adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada penyebab sumber penyakit. Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan (Kepmenkes No. 1121 tahun 2008). b. Analisis Pareto (ABC) Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu (Kepmenkes No. 1121 tahun 2008) :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
31
1) Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. 2) Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%. 3) Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya. c. Analisis VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut: A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Gambar 2.6 Matriks VEN - ABC Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.13
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical
care
(PC)
seringkali
diartikan
sebagai
Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
32
dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care). a. Pelayanan Resep 1) Skrining resep Apoteker
melakukan
skrining
resep
yang
meliputi
persyaratan
administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
33
meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. 2) Penyiapan obat Penyiapan obat dimulai dengan peracikan, yang meliputi kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
34
b. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. c. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
2.13.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: a. Ketidakpatuhan pasien Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
35
b. Penggunaan obat yang tidak rasional Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien. c. Penggunaan obat yang tidak benar Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, supositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : a. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan 1) Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat 2) Menurunkan ketidakpatuhan. 3) Menurunkan efek samping obat. 4) Menurunkan biaya pengobatan. 5) Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. 6) Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. b. Bagi Apoteker 1) Meningkatkan citra profesi. 2) Meningkatkan kepuasan kerja. 3) Menarik pelanggan.
2.13.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga kesehatan lainnya sangat penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
36
dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif. b. Objektif c. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. d. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
2.13.3 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.13.4 Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
37
Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : a. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. b. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : a. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam
kemasan.
Informasi
yang
diberikan
meliputi
komposisi
zat
aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. b. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. c. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. d. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. e. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTIK ATRIKA
3.1
Sejarah dan Lokasi Apotik Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt. Apotik Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34A Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotik Atrika terletak di tepi jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan. Peta lokasi Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotik Atrika buka dari hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali untuk hari Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup.
3.2
Tata Ruang Bagian depan Apotik Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan
sebagai tempat parkir. Bangunan Apotik Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar tata ruang dan denah ruang Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3. Penyusunan obat di Apotik Atrika dilakukan berdasarkan farmakologi obat dan jenis sediaannya yang kemudian disusun berdasarkan abjad. Penggolongan obat secara farmakologi yang terdapat di Apotik Atrika, diantaranya antibiotika, antimikroba,
antivirus,
analgesik/antiinflamasi, pernafasan,
vitamin,
saluran
gastrointestinal
antihistamin,
kortikosteroid,
kemih,
dan
saluran
antitiroid,
antimigrain,
pencernaan,
kontrasepsi/hormon,
saluran
antipsikosis,
cardiovascular dan golongan lain. Sediaan yang terdapat di Apotik Atrika dibagi 38
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
39
menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk menyimpan obat fast moving, obat generik berlogo, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluwarsa.
3.3
Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Apotik Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: Apoteker Pengelola Apotek
: 1 orang
Apoteker Pendamping
: 1 orang
Asisten Apoteker
: 2 orang
Juru resep
: 1 orang
Tenaga keuangan dan kasir
: 2 orang
Kurir
: 1 orang
Gambar struktur organisasi Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.4
Tugas dan Fungsi Jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
40
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masingmasing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan
dan
mengembangkan
hasil
usaha
apotek
dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
3.4.2 Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat. b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya. d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit. e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
41
3.4.3 Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: a. Melakukan pendataan kebutuhan barang. b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkankan obat. d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.4.4 Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
42
3.4.5 Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut: a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit. b. Menerima barang masuk. c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk. d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.4.6 Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi. b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep. c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.
3.4.7 Pesuruh Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan apotek. b. Menjamin kerapian apotek. c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian.
3.4.8 Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut: a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
43
c. Menerima uang hasil pembayaran obat.
3.5
Kegiatan di Apotik Atrika Tenaga kerja Apotik Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift II pukul 16.00-22.00. Apotik Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul 08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-16.00, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotik Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian 3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a.
Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotik Atrika, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pembayaran barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (Cash on Delivery),atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
44
b.
Pemesanan Barang Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan
menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon. c.
Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani, memberi stempel apotek pada faktur dan memberi nomor faktur untuk kemudian dicatat di buku penerimaan barang yang berisi tanggal penerimaan, nomor urut faktur dan nama PBF. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Penerimaan dicatat dalam buku pemasukan barang dalam yang berisi tanggal penerimaan, nama obat dan jumlah barang yang diterima (satuan terkecil) dan tanggal kadaluarsa. Kemudian dilakukan pencatatan faktur ke buku faktur yang berisi tanggal faktur, nama PBF, jumlah barang (satuan terbesar), nama obat, tanggal kadaluwarsa, harga satuan, potongan harga dan PPN. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu gudang) dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. Gambar kartu stok besar dan kecil dapat dilihat pada Lampiran 13a dan 13b. d.
Penyimpanan Barang Apotik Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barangbarang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
45
e.
Pengeluaran Barang Apotik Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep. f.
Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku
resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. g.
Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotik Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika a.
Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Gambar Surat Pesanan (SP) Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9a. b.
Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan
kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. c.
Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
46
dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. d.
Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar Laporan Penggunaan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9b.
3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika a.
Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Gambar Surat Pesanan (SP) Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 10. b.
Penyimpanan Psikotropika Di Apotik Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping. c.
Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep psikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. d.
Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar Laporan Penggunaan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 11.
3.5.1.4 Pelayanan Apotek a.
Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotik Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
47
untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur pelayanan resep, Gambar label HTKP dan Etiket Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 7. b.
Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotik Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian 3.5.2.1 Kegiatan Administrasi a.
Administrasi Personalia Apotik Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
48
b.
Administrasi Umum Apotik Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c.
Administrasi Penjualan Apotik Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d.
Administrasi Pembelian Apotik Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotik Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur. e.
Administrasi Pajak Apotik Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan pencatatan
dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame. f.
Administrasi Pergudangan Apotik Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g.
Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.5.2.2 Sistem Administrasi Apotik Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
49
masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotik Atrika meliputi: a. Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. Gambar surat pesanan (SP) Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 8b. c. Buku Faktur Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam dipisahkan. d. Buku Perubahan Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotik Atrika cabang. e. Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
50
dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. f. Kartu Stok Besar Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. g. Kartu Stok Kecil Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari. h. Buku Pemasukan Barang Dalam Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. i. Buku Pemasukan Barang Luar Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC. j. Buku Resep Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. k. Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
51
m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotik Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa. Gambar Buku Pengiriman Barang ke Cabang Atrika dapat dilihat pada Lampiran 14.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dimulai pada tanggal 19 Juni 2013 hingga tanggal 16 Agustus 2013. PKPA berlangsung selama 28 hari kerja yaitu Senin hingga Jum’at. Setiap harinya peserta PKPA dibagi menjadi 3 shift yaitu shift pagi, siang, dan malam dengan jam kerja selama 5 jam. Shift pagi dimulai pada pukul 09.00-14.00 WIB sedangkan shift siang dimulai pada pukul 13.00-18.00 WIB dan shift malam dimulai pada pukul 17.00-21.00 WIB. Hari pertama PKPA di apotek, peserta PKPA melakukan perkenalan dan adaptasi dengan personalia apotek dan terhadap sistem dan kultur kerja di apotek sehingga memudahkan komunikasi antara peserta dan personalia apotek serta membantu kelancaran pelayanan di apotek. Personalia yang terdapat di apotek yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping, Asisten Apoteker (AA), Kasir, Juru Racik, dan kurir. Selain itu peserta juga mempelajari denah dan tata letak obat di apotek untuk memudahkan saat pelayanan obat/resep. Prinsip yang diterapkan adalah Hargai, Timbang, Kemas dan Penyerahan (HTKP) dimana setiap tahap dilakukan oleh orang yang berbada sehingga pelayanan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Apotik Atrika terletak pada lokasi yang cukup strategis, yaitu dekat dengan pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat dengan beberapa praktek dokter, mulai dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis (spesialis kulit, spesialis kulit dan kelamin), hingga dokter hewan. Apotek ini juga terletak di jalan dua arah yang cukup ramai dilalui kendaraan termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai. Berdasarkan bangunan, Apotik Atrika memiliki ukuran bangunan 7 x 7,2 m2 yang terbagi menjadi dua ruangan. Ruang depan apotek digunakan sebagai counter untuk penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, dan ruang tunggu. Selain itu, terdapat lemari/rak kaca untuk menyimpan produk OTC sehingga dapat menarik calon pembeli untuk membeli. Ruang tunggu juga selalu terjaga kebersihannya dan dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC) untuk menambah kenyamanan pelanggan. Pada bagian depan Apotik Atrika terdapat papan nama penunjuk 52
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
53
keberadaan apotek yang cukup jelas dan halaman parkir yang dapat digunakan sebagai tempat parkir sebuah mobil dan beberapa sepeda motor. Keberadaan Apotik Atrika cukup mudah dilihat dengan adanya papan nama apotek berwarna kuning dengan tulisan “Apotik” berwarna merah. Ruang bagian dalam digunakan sebagai ruang racik dan ruang kerja dengan luas yang cukup untuk pekerjaan meracik. Peralatan apotek, seperti timbangan, mortir dan alu, gelas ukur, dan buku-buku referensi tertata dengan rapi pada tempatnya. Desain ruang racik Apotik Atrika yang menempatkan meja racik pada bagian tengah di antara lemari obat akan mempermudah pekerjaan peracikan obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan meracik obat. Apotik Atrika tidak memiliki gudang penyimpanan obat karena lokasi apotek yang dekat dengan beberapa PBF sehingga obat yang diterima langsung diletakkan pada lemari obat dan disediakan dalam jumlah yang disesuaikan dengan arus barang. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dengan menghemat biaya pemeliharaan stok dan perawatan gudang dan juga mengurangi risiko kerugian akibat barang yang kadaluarsa maupun yang tidak terjual. Salah satu kegiatan rutinitas di apotek yaitu pengadaan obat-obatan dan barang di apotek yang dilakukan sesuai kebutuhan apotek dengan cara mencatat obat-obatan yang telah mencapai level stock minimum ke dalam buku defecta yang kemudian dilakukan pemesanan kepada PBF yang menyediakan produk tersebut dengan menyerahkan surat pesanan. Proses pengadaan barang di Apotik Atrika dilakukan melalui pembelian secara kredit dengan memperhatikan arus barang (fast moving atau slow moving) dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan setiap hari, baik melalui telepon maupun melalui medical representative yang datang ke apotek. Barang pesanan selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF. Sedangkan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan prosedur berbeda. Pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus, diisi dan ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan (SP) untuk narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma sebagai distributor tunggal narkotika di Indonesia, dan pembayaran atas pesanan narkotik dilakukan secara COD (Cash On Delivery). Sementara untuk obat-obat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
54
psikotropika dapat melalui PBF lain yang menyediakan obat tersebut. Surat pesanan untuk narkotika terdiri dari 4 rangkap, yaitu untuk diberikan ke PBF (PT. Kimia Farma), Balai POM, pabrik obat (PT. Kimia Farma) dan arsip. Dalam satu surat pesanan hanya boleh digunakan untuk satu jenis narkotika dan dicantumkan pula jumlah sisa stok obat narkotika tersebut yang tersedia di apotek. Sementara itu, untuk psikotropika menggunakan SP rangkap 3 yang diserahkan kepada PBF, Balai POM, dan sebagai arsip. Dalam satu SP psikotropika boleh digunakan untuk beberapa jenis obat namun masih ditujukan untuk PBF yang sama, namun tidak perlu dicantumkan sisa stok di apotek. Untuk pemesanan narkotika, SP harus diserahkan terlebih dahulu kepada distributor sebelum barang bisa diantarkan. Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika juga dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Barang pesanan yang telah sampai di apotek dilakukan pengecekan untuk memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/batch dan lain-lain) yang dilakukan oleh petugas apotek dan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika penerimaan dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. Barang yang telah diperiksa dan dilakukan pencatatan dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan obat yang disusun berdasarkan efek farmakologis, obat generik, kecepatan putaran obat dan bentuk sediaan. Sediaan yang terdapat di Apotik Atrika dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
55
obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barang-barang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. Penyimpanan obat diletakkan dalam lemari kaca sehingga memudahkan proses pengambilan obat ketika diperlukan. Obat-obat juga tersusun dengan rapi dalam lemari-lemari penyimpanan obat ethical, yang terdiri dari obat keras, narkotika dan psikotropika, dan obat generik sehingga terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dan temperatur yang sesuai. Dalam ruangan penyimpanan baik untuk obat ethical maupun OTC terdapat 1 buah AC yang diset suhunya pada 22oC. Obat-obat Over The Counter (OTC) diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang depan, sedangkan obat-obat ethical diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang dalam. Penyimpanan obat disusun secara abjad dan berdasarkan jenis sediaan, untuk obat-obat OTC dan disusun berdasarkan efek farmakologis pada lemari obat ethical. Masing-masing kelompok disusun berdasarkan abjad dari bagian atas lemari hingga ke bagian bawah lemari. Pada lemari OTC, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan yaitu padat, cair, dan setengah padat. Di ruang depan apotek terdapat 3 buah etalase untuk menyimpan OTC sediaan padat, 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan cair, dan 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan obat luar. Tempat penyimpanan obat di Apotik Atrika yaitu obatobatan disimpan pada kotak kemasannya yang menunjukkan kesesuaian dengan nama obat didalamnya. Kotak-kotak tersebut tersusun rapi pada rak-rak obat. Penyusunan obat-obat ethical didasarkan pada kelas farmakoterapi (farmakologi) secara alfabetis. Adapun kelompok-kelompok obat tersebut meliputi golongan obat generik, obat tetes, obat luar, sebagian kecil kelas farmakoterapi (antibiotika, antimikroba,
antivirus,
analgesik/antiinflamasi, pernafasan,
vitamin,
saluran
gastrointestinal
antihistamin,
kortikosteroid,
kemih,
dan
saluran
antitiroid,
antimigrain,
pencernaan,
kontrasepsi/hormon,
saluran
antipsikosis,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
56
cardiovascular dan golongan lain), obat-obat oral dalam bentuk sediaan cair juga memiliki rak obat tersendiri. Umumnya, di Apotik Atrika, sediaan yang berupa cairan seperti emulsi, suspensi, sirup maupun sirup kering disimpan secara terpisah dengan sediaan yang secara fisik berbentuk padatan seperti tablet, kapsul, kaplet, pil, trochisi, dan sediaan sejenis lainnya. Obat berbentuk semi padat juga disusun secara terpisah, misalnya salep, krim, dan pasta. Beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan, seperti teofilin dan CTM, juga memiliki tempat khusus di meja racik sehingga dapat mempermudah pekerjaan meracik obat. Untuk obat-obat ethical yang memiliki kecenderungan fast moving seperti Interdoxin® diletakkan di tempat terpisah. Obat yang akan kadaluarsa (dalam waktu tiga hingga enam bulan ke depan) diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dan dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan expired”. Obat-obat tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan kepada PBF. Pada lemari obat dari obat yang akan kadaluarsa diberi catatan untuk mengingatkan agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka obat yang akan kadaluarsa diserahkan terlebih dahulu. Perjualan obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat, harus mempertimbangkan penyakit yang diderita oleh pasien apakah penyakit yang derita berat atau ringan. Bila pasien menderita penyakit berat (kronis) maka obat yang diberikan bukan obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat. Jika obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat sudah terjual atau dikembalikan pada PBF, maka statusnya akan dicatat pada buku khusus “obat yang akan expired”. Jika obat-obat tersebut tidak terjual atau tidak dapat dikembalikan ke PBF hingga batas kadaluarsanya, maka obat-obat tersebut akan dimusnahkan. Penyimpanan narkotika dan bahan baku narkotika serta obat keras tertentu disimpan dalam lemari khusus. Lemari khusus penyimpanan narkotik dan psikotropik
harus
memenuhi
persyaratan
menurut
Permenkes
RI
No.
28/MENKES/PER/I/1978. Obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotik Atrika disusun berdasarkan abjad dan disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni dalam lemari khusus berkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain, dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Kunci lemari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
57
narkotik dan psikotropik dipegang oleh penanggung jawab apotek. Harus diperhatikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika penyimpanan dan penggunaannya untuk menghindari risiko kehilangan atau penyalahgunaan obat. Berdasarkan hasil pengamatan peserta PKPA, lemari narkotik dan psikotropik yang ada di Apotik Atrika telah memenuhi persyaratan Permenkes RI No. 28/MENKES/PER/I/1978
namun
dalam
teknis
pelaksanaannya
masih
memerlukan penertiban. Tata cara penyimpanan (letak obat) didesain sedemikian rupa untuk mempermudah dalam proses penyediaan (khususnya pengambilan) obat, yang berperan dalam menentukan cepat lambatnya obat sampai ke tangan pasien. Dengan adanya pengaturan seperti dijelaskan di atas, obat dapat sampai ke tangan pasien dengan cepat (efisiensi waktu) sehingga meningkatkan citra Apotik Atrika. Pelayanan yang dilakukan di Apotik Atrika meliputi dua hal, yaitu pelayanan swamedikasi dan pelayanan resep. Pelayanan swamedikasi dilakukan berdasarkan permintaan pasien tanpa resep dokter terhadap obat bebas, bebas terbatas, maupun obat wajib apotek. Pelayanan yang lainnya yaitu pelayanan resep tunai dimana resep yang masuk terlebih dahulu dilakukan identifikasi kelengkapan melalui skrining resep oleh pegawai yang merangkap menjadi kasir. Setelah itu, sesuai dengan prinsip pelayanan resep di Apotik Atrika yaitu Hargai, Timbang, Kemas, dan Penyerahan. Resep yang masuk dihargai kemudian pasien diminta persetujuaannya untuk menebus obat yang sudah ditetapkan (harganya) dengan cara membayar. Di sini, pasien mempunyai hak penuh untuk menentukan jumlah obat yang akan diambil, setuju atau tidak dengan harga yang ditetapkan. Apabila pasien kurang setuju, apoteker dapat menyarankan obat lain yang lebih rendah harganya tapi dengan indikasi yang sama atau menghubungi dokter. Setelah memperoleh persetujuan pasien, artinya setelah obat ditebus, maka dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu penyiapan obat. Obat yang diracik, dihitung dosisnya dengan seksama sebelum diracik untuk menghindari kesalahan penimbangan. Jika obat tidak perlu diracik, obat diambil dari rak obat. Obat yang telah diambil dan diracik, dikemas dalam plastik tertutup dan diberi etiket yang berisi tentang aturan pakai obat serta indikasi obat (jika perlu). Langkah terakhir, yaitu penyerahan obat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
58
Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek dinyatakan bahwa sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. Di Apotik Atrika, penyerahan obat ke tangan pasien dilakukan oleh apoteker (disertai pelayanan informasi obat) dan asisten apoteker.
Gambar 4.1. Alur Penerimaan Resep Tunai Berdasarkan bagan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap tahap pelayanan resep dilakukan oleh orang yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi human error dalam melayani resep sehingga pasien tidak akan dirugikan dari segi materi maupun kesehatannya. Adanya orang yang berbeda dalam pengerjaan dapat meminimalisisasi kesalahan persepsi, seperti kesalahan membaca jenis obat, aturan pakai dan dosisnya. Selain itu, untuk mempermudah cross-check atau pengecekan silang, Apotik Atrika telah menerapkan sistem dokumentasi berupa paraf pada resep yang dilayani. Pada struk resep disediakan kolom yang bertanda harga (H), timbang/racik (T), isi/etiket, kemas/periksa, kuitansi/copy resep (K) dan penyerahan (P). Petugas yang bertanggung jawab di tahap terkait akan membuat paraf di kolom yang tersedia. Dengan demikian, bila terjadi kesalahan di salah satu tahap dapat dideteksi dan di-cross check dengan cepat serta tepat. Sistem ini juga dapat mendorong petugas untuk lebih teliti dan berhati-hati dalam melayani resep sebab kesalahan dapat dideteksi person to person. Pihak Apotek juga memberikan layanan delivery (pesan-antar) obat untuk resep namun dibatasi dalam jarak tertentu. Layanan ini tentunya merupakan salah
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
59
satu strategi pemasaran sehingga dapat mendorong peningkatan penjualan di Apotek. Apotik Atrika hanya menyerahkan obat golongan narkotika kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya bisa dibeli pada apotek asal yang menyimpan resep aslinya. Jika resep yang diterima mengandung narkotika, maka pada resep diberi garis merah dan disimpan terpisah dari resep obat non narkotika. Untuk obat golongan psikotropika telah diberikan berdasarkan resep asli dari dokter atau salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang jika perlu. Apotik Atrika melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat setiap periode, yakni setiap bulan sebelum tanggal 10. Untuk obat-obat golongan narkotika dan psikotropika yang rusak dan sudah kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan dengan disaksikan oleh APA, Asisten Apoteker dan petugas dinas kesehatan dan dibuat berita acara pemusnahannya. Selain itu, Apotik Atrika juga melayani pengiriman ke cabang Apotik Atrika sesuai permintaan. Setiap pengeluaran barang atau obat, baik karena pembelian maupun karena pengiriman, dicatat pada kartu stok dan buku yang sesuai dengan jenis pengeluaran, yaitu buku catatan resep, buku penjualan bebas, dan buku pengiriman. Untuk pengiriminan barang ke cabang Apotik Atrika sejak tanggal 1 Maret 2012 ditulis di buku nota sebagai faktur pengiriman yang berisi informasi mengenai jumlah, jenis, expired date, dan batch number barang yang dikirim. Kartu stok narkotika dan psikotropika tidak disimpan bersama kartu stok lainnya melainkan di dalam lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pengelolaan resep di Apotik Atrika dapat dikatakan sudah dilakukan dengan baik. Semua resep yang sudah dibuat, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep. Selain itu, dicatat pula informasi mengenai tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan dalam buku catatan resep. Resep-resep tersebut disimpan selama 3 tahun. Setelah itu, dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
60
Dari segi kewirausahaan, Apotik Atrika selalu berusaha meningkatkan penjualan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu didukung dengan adanya hubungan kerjasama yang senantiasa dijaga dengan baik oleh Apotik Atrika terhadap apotek pesaing maupun dengan dokter. Sebagai contoh, apabila suatu obat tidak tersedia di Apotik Atrika, maka apotek dapat berusaha memperolehnya dari apotek lain. Selain itu, Apotik Atrika telah melakukan pelayanan dengan baik, di antaranya pelayanan resep yang cepat dan tepat yang didukung dengan pemberian informasi obat kepada pasien. Akan tetapi, kegiatan konseling di Apotik Atrika belum berjalan dengan baik atau masih jarang dilakukan. Sedangkan kegiatan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat di Apotik Atrika belum dilakukan, padahal kegiatan tersebut merupakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek secara profesional dalam menerapkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Apotik Atrika telah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Sistem pengelolaan teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian telah dilaksanakan dengan cukup baik sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku.
5.2 Saran a. Dalam sistem persediaan minimum untuk obat-obatan harus benar-benar diterapkan baik dengan metode Analisis VEN, Analisis Pareto ABC maupun Analisis VEN-ABC supaya dapat menghindari kekosongan stok. b. Perlu ditingkatkan atau diperbaikinya sarana dan prasarana dalam pengelolaan administrasi dengan menggunakan sistem komputerisasi dalam pencatatan stok barang sehingga aktivitas dapat berlangsung lebih efisien dan cepat serta peningkatan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, dengan penyediaan televisi ataupun radio.
61
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Hartono, 1987, Manajemen Apotek, Depot Informasi Obat. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.
62
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
63
Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers. Umar, Muhammad. (2011). Manajemen Apotek Praktis cetakan keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
64
Lampiran 1. Peta Lokasi Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
65
Lampiran 2. Papan Nama Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
66
TOILET
RAK OBAT GENERIK
LEMARI PSIKOTROPIKA
LEMARI NARKOTIKA (DITANAM ATAS) DAN ALAT GELAS (BAWAH)
KARTU STOK
TIMBANGAN GRAM HALUS
MEJA RACIK
TIMBANGAN GRAM KASAR
RAK OBAT KORTIKOSTEROID DAN FAST MOVING
MEJA KERJA
MEJA KERJA
RAK OBAT PENCERNAAN DAN SIRUP
MEJA KOMPUTER
RAK OBAT KONTRASEPSI, RAK OBAT HORMON, ANTIPSIKOSIS, KARDIOVASKULAR KARDIOVASKULAR, (BAWAH) DAN ANTIHISTAMIN, DAN PERNAFASAN(ATAS) PENCERNAAN
Lampiran 3. Denah Ruang Apotik Atrika
RAK OBAT BAHAN BAKU (BAWAH) DAN OBAT TETES TELINGA, HIDUNG, DAN MATA (ATAS KIRI ATAS KANAN)
RAK OBAT OTC LIQUID
KASIR
RAK OBAT ANTIMIKROBA / ANTIVIRUS (BAWAH) DAN VITAMIN DAN SUPLEMEN(ATAS)
RAK OBAT OTC LIQUID DAN TOPIKAL
RAK OBAT ANALGETIK / ANTIPIRETIK (BAWAH) DAN ANTIBIOTIK(ATAS)
RAK OBAT KONSINYASI
COUNTER OBAT OTC SOLID
COUNTER OBAT OTC SOLID
MEJA
MEJA KARTU STOK GUDANG DAN PEMBUKUAN
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
67
Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotik Atrika
Lampiran 4b. Ruang Etalase Depan Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
68
Lampiran 5a. Lemari Penyimpanan Narkotik
Lampiran 5b. Lemari Penyimpanan Psikotropik
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
69
Lampiran 6. Struktur Organisasi Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
70
Lampiran 7. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotik Atrika
KOCOK DAHULU
TIDAK BOLEH DIULANG TANPA RESEP DOKTER
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
71
Lampiran 8a. Kopi Resep Apotik Atrika
Lampiran 8b. Surat Pesanan Apotik Atrika
b.)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
72
Lampiran 9a. Surat Pesanan Narkotika
Lampiran 9b. Laporan Penggunaan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
73
Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
74
Lampiran 11. Laporan Penggunaan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
75
Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep POM.53.OB.53.AP.53.P1 BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek S.I.P.A Nomor Nama Apotek Alamat Apotek
: : : :
Dengan disaksikan oleh : 1. Nama Jabatan S.I.K. Nomor 2. Nama Jabatan S.I.K. Nomor
: : : : : :
Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama tiga tahun, yaitu: Resep dari tanggal ………….............. sampai dengan tanggal ……………………………… seberat ………………………….. kg. Tempat dilakukan pemusnahan : Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada: 1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi 3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek. ……, ……………… 20…. Saksi-saksi: Yang membuat berita acara,
1.
( S.I.K No:
)
2.
( S.I.K No:
)
( S.I.P.A. No:
)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
76
Lampiran 13a. Kartu Stok Kecil
Lampiran 13b. Kartu Stok Besar (Kartu Gudang)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
77
Lampiran 14. Faktur Pengiriman ke Cabang Apotik Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 16 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013
PERSYARATAN, HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
RISKA EKA YUDA., S. Farm 1206330040
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ..................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................ 1.1 Latar Belakang ................................................................. 1.2 Tujuan ...............................................................................
ii 1 1 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 2.1 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) .......................... 2.2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) .................. 2.3 Kepesertaan dan Iuran ......................................................
3 3 5 10
BAB 3 METODOLOGI ................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................... 3.2 Cara Kerja ........................................................................
15 15 15
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................
16
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 5.1 Kesimpulan ....................................................................... 5.2 Saran .................................................................................
19 19 19
DAFTAR ACUAN ............................................................................
20
ii
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Di Indonesia telah lama beroperasi program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial yaitu PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, PT Asabri, dan berbagai jaminan sosial mikro tetapi cakupannya masih relatif rendah dan terbatas pada pekerja sektor formal. Badan-badan penyelenggara tersebut beroperasi secara parsial masing-masing berlandaskan Undang-Undang atau peraturan-peraturan yang terpisah, tumpang tindih, tidak konsisten dan kurang tegas. Sementara itu diketahui bahwa manfaat yang diterima peserta masih terbatas sehingga peserta tidak terlindungi secara optimal. Pengelolaan lembaga dianggap belum transparan dan dengan manajemen yang profesionalitasnya masih perlu ditingkatkan (Soekamto et al, 2006). Menyadari kekurangan-kekurangan diatas, pemerintah merasa perlu memiliki Undang-Undang yang berlaku nasional dan mampu menyempurnakan Undang-Undang dan peruturan yang mengatur, baik substansi, kelembagaan maupun mekanisme penyelenggaraan jaminan sosial. Undang-Undang tersebut disusun berdasarkan konsep jaminan sosial nasional yang sah dan integral sehingga dapat menjadi payung yang memberikan arahan dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Atas dasar itulah Pemerintah mengesahkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional (Soekamto et al, 2006). Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan amanat UUD 1945 yang mewajibkan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh 1
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu, sesuai dengan martabat kemanusiaan. Program ini akan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan penyatuan dari beberapa BUMN yang ditunjuk. Pada SJSN ini berlaku secara menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat. Untuk menjadi peserta SJSN diperlukan persyaratan tertentu. Masyarakat sebagai pengguna jasa juga mempuyai hak dan kewajibannya agar SJSN ini dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu perlu diketahui tentang syarat, hak serta kewajiban masyarakat sebagai anggota SJSN.
1.2 Tujuan a. Mengetahui dan memahami persyaratan peserta Sistem Jaminan Sosial Nasional. b. Mengetahui dan memahami kewajiban peserta Sistem Jaminan Sosial Nasional. c. Mengetahui dan memahami hak peserta Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut pensiun (Sukamto et al, 2006). Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar hidup setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Kebutuhan dasar hidup yang layak dimaksud oleh Undang Undang SJSN adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak demi terwujudnya kesejahteraan
sosial
bagi
seluruh
rakyat
Indonesia.
Jaminan
sosial
diselenggarakan melalui suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran yang berguna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa keluarganya (Sukamto et al, 2006). Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial (pasal 1). Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip (Soekamto et al, 2006): a. Kegotong-royongan Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.
3
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
b. Nirlaba Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi Badan
Penyelenggara
Jaminan
Sosial,
akan
tetapi
tujuan
utama
penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. c. Keterbukaan Prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta. d. Kehati-hatian Prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib. e. Akuntabilitas Prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. f. Portabilitas Prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. g. Kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat. h. Dana dan amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badanbadan
penyelenggara
untuk
dikelola
sebaik-baiknya
dalam
rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
5
2.2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Presiden Republik Indonesia, 2011). BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas: a. kemanusiaan b. manfaat c. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya. Terdapat dua jaminan yang ditangani oleh BPJS, yaitu jaminan
ketenagakerjaan
dan
jaminan
kesehatan.
Program
jaminan
ketenagakerjaan nasional meliputi empat jaminan yaitu, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian (Presiden Republik Indonesia, 2011). a. Jaminan Kesehatan Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan. Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran. Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di
wilayah tersebut.
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan, kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
6
b. Jaminan Kecelakaan Kerja Program ini bertujuan untuk memberikan kepastian jaminan pelayanan dan santunan jika tenaga kerja mengalami kecelakaan saat menuju, menunaikan dan selesai menunaikan pekerjaan. Jaminan ini juga memberikan pelayanan medis untuk mengatasi berbagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Program ini diberikan pada peserta yang membayar iuran, yang besarnya ditetapkan secara proporsional terhadap upah, dan seluruhnya ditanggung pemberi kerja. Bentuknya berupa pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis, dan uang tunai bagi pekerja yang mengalami cacat tetap total atau meninggal. c. Jaminan Hari Tua Program ini merupakan program jangka panjang yang diberikan dalam bentuk uang tunai secara sekaligus saat peserta memasuki masa pensiun. Jika peserta meninggal, program ini bisa diterimakan kepada ahli waris yang sah. Program Jaminan Hari Tua digelar berdasarkan prinsip asuransi sosial (asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja) atau tabungan wajib. Besar manfaat dihitung berdasarkan akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Program ini diberikan kepada peserta yang membayar iuran, yang besarnya ditetapkan secara proporsional terhadap upah, dan ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja. Bagi pekerja tidak menerima upah, besar iuran dalam jumlah nominal, dan ditetapkan oleh Pemerintah. d. Jaminan Pensiun Program ini dibayarkan secara berkala dalam jangka panjang sebagai substitusi dari penurunan atau hilangnya penghasilan karena peserta mencapai usia tua (pensiun), mengalami cacat total permanen, atau meninggal. Pada dasarnya mekanisme jaminan pensiun digelar berdasarkan asuransi sosial. Namun bagi pekerja yang tidak memenuhi batas minimal jangka waktu pembayaran iuran, diberi kesempatan melalui mekanisme tabungan wajib. Pekerja ini mendapatkan uang tunai sebesar akumulasi iuran dan hasil pengembangannya saat berhenti bekerja. Sama seperti program Jaminan Hari Tua, peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran, yang dihitung secara proporsional terhadap upah, dan ditanggung bersama oleh Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
7
pemberi kerja dan pekerja. Bagi pekerja yang tak menerima upah, besar iuran dalam jumlah nominal dan ditetapkan oleh Pemerintah. Manfaat jaminan pensiun berupa uang tunai yang diterima setiap bulan sebagai : 1) Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal dunia. 2) Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat penyakit sampai meninggal dunia. 3) Pensiun janda/duda yang diterima janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi. 4) Pensiun anak yang diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai usia 23 tahun, atau sampai bekerja atau menikah. 5) Pensiun orang tua yang diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e. Jaminan Kematian Program Jaminan Kematian merupakan program jangka pendek sebagai pelengkap progam jaminan hari tua, yang dibiayai dari iuran dan hasil pengelolaan dana santunan kematian. Manfaat jaminan kematian diberikan kepada ahli waris yang sah pada saat peserta meninggal dunia. Program ini diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran. Bagi pekerja penerima upah, iuran dihitung proporsional terhadap upah, dan sepenuhnya dibayar oleh pemberi kerja. Bagi pekerja yang tidak menerima upah, besar iuran dalam jumlah nominal, dibayar oleh peserta dan ditetapkan oleh Pemerintah.
2.2.1 a.
Tugas, Wewenang, Hak Dan Kewajiban BPJS
Tugas BPJS adalah (Presiden Republik Indonesia, 2011).: 1) BPJS bertugas untuk: melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta; 2) Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; 3) Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah; 4) Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta; 5) Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
8
6) Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan 7) Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.
b.
Wewenang BPJS BPJS berwenang untuk (Presiden Republik Indonesia, 2011).: 1) Menagih (meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan) pembayaran Iuran; 2) Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; 3) Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional; 4) Membuat
kesepakatan
dengan
fasilitas
kesehatan
mengenai
besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ini Pemerintah menetapkan standar tarif setelah mendapatkan masukan dari BPJS bersama dengan asosiasi fasilitas kesehatan, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah. Besaran tarif di suatu wilayah (regional) tertentu dapat berbeda dengan tarif di wilayah (regional) lainnya sesuai dengan tingkat kemahalan harga setempat, sehingga diperoleh pembayaran fasilitas kesehatan yang efektif dan efisien. 5) Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; 6) Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; 7) Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain (kewajiban mendaftarkan diri dan Pekerjanya sebagai Peserta, melaporkan data kepesertaan termasuk perubahan Gaji atau Upah, jumlah Pekerja dan keluarganya, alamat Pekerja, serta status Pekerja) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
9
8) Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial terkait pemungutan dan pengumpulan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja serta penerimaan Bantuan Iuran dilakukan dengan instansi Pemerintah dan pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.
c.
Hak BPJS BPJS berhak untuk (Presiden Republik Indonesia, 2011).: 1) Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 2) Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 bulan.
d.
Kewajiban BPJS BPJS berkewajiban untuk (Presiden Republik Indonesia, 2011).: 1) Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta; 2) Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesarbesarnya kepentingan Peserta; 3) Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya; 4) Memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan UndangUndang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; 5) Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku; 6) Memberikan
informasi
kepada
Peserta
mengenai
prosedur
untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya; 7) Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum; 8) Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
10
9) Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
2.3 Kepesertaan dan Iuran 2.3.1 Kepesertaan a.
Syarat Peserta Jaminan sosial merupakan program negara yang bertujuan memberikan
kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Presiden Republik Indonesia, 2011). Untuk menjadi peserta SJSN terdapat syarat kepesertaan. Menurut Undang-undang No 40 tahun 2004 tentang SJSN, peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia yang telah membayar iuran. Kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti. Syarat pendaftaran peserta akan diatur kemudian dengan peraturan BPJS. Lokasi pendaftaran dilakukan di kantor BPJS setempat/terdekat dari domisili peserta. Jumlah peserta dan anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang. Peserta yang memiliki jumlah keluarga lebih dari 5 (lima) orang termasuk peserta, dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain dengan membayar iuran tambahan. Anggota keluarga peserta terdiri dari (Soebijakto, 2013): 1) Isteri atau suami dari peserta yang sah. 2) Anak kandung, anak tiri dan atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan syarat tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri. Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
Prosedur pendaftaran peserta SJSN jaminan kesehatan (Tim Jaminan Kesehatan Indonesia, 2013): Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
11
1) Pemerintah mendaftarkan penerima bantuan iuran (PBI)
Jaminan
Kesehatan sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. 2) Pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai peserta kepada BPJS kesehatan. 3) Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai peserta kepada BPJS kesehatan.
Pendaftaran peserta SJSN dapat secara kolektif atau perseorangan (Soebijakto, 2013): 1) Melalui kelompok/ kolektif a.
Mengisi formulir daftar isian peserta.
b.
Melampirkan foto peserta dan anggota keluarga 1 lembar ukuran 2x3 cm
c.
Pengantar dari unit kerja.
2) Perorangan atau datang langsung ke kantor BPJS kesehatan a.
Mengisi formulir daftar isian peserta.
b.
Melampirkan foto peserta dan anggota keluarga 1 lembar ukuran 3x4 cm.
c.
b.
Menunjukkan persyaratan.
Hak Peserta Dalam Sistem Jaminan Sosial, masyarakat sebagai peserta jaminan
memiliki hak antara lain (Tim Jaminan Kesehatan Indonesia, 2013): 1) Peserta berhak memperoleh identitas peserta 2) Memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan.
c.
Kewajiban peserta Dalam Sistem Jaminan Sosial, masyarakat sebagai peserta jaminan
memiliki kewajiban antara lain (Tim Jaminan Kesehatan Indonesia, 2013): 1) Peserta wajib membayar iuran
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
12
2) Peserta wajib melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.
Pentahapan kepesertaan: a. Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit meliputi (Tim Jaminan Kesehatan Indonesia, 2013): 1) Penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan 2) Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; 3) Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; 4) Peserta asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. ASKES (Persero) meliputi PNS, veteran, pejuang kemerdekaan, penerima pensiun PNS, TNI/Polri dan seterusnya beserta anggota keluarganya; 5) Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. JAMSOSTEK (Persero) dan anggota keluarganya; b. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
2.3.2 Iuran Iuran adalah sejumlah uang yang harus dibayar secara teratur oleh Peserta, pemberi kerja dan atau pemerintah. Berikut ini uraian tentang iuran pada SJSN (Presiden Republik Indonesia, 2013): a. Bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah. b. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja. c. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan peserta bukan Pekerja dibayar oleh Peserta yang bersangkutan. d. Besarnya iuran jaminan kesehatan ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
13
e. Setiap peserta wajib membayar iuran yg besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah & PBI).
Besaran iuran jaminan kesehatan yang dibayar oleh peserta yang terdiri dari PNS, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% dari gaji atau upah perbulan, dengan ketentuan 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja (pemerintah) dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta (Soebijakto, 2013). Tambahan anggota keluarga dari Pekerja Penemrima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar 1% dari gaji atau upah per orang per bulan. Peserta tambahan lainnya dari Pekerja Penerima Upah seperti keponakan, kerabat lain, asisten rumah tangga dan lainnya ditetapkan sesuai dengan manfaat yang dipilih: a.
Kelas III sebesar Rp 25.500,- per orang per bulan.
b.
Kelas II sebesar 42.500,- per orang per bulan.
c.
Kelas I sebesar 59.500,- per orang per bulan.
Pembayaran Iuran sesuai dengan Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 yaitu pemberi kerja wajib membayar iuran jaminan kesehatan seluruh peserta yang menjadi tanggung jawabnya pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Apabila tanggal 10 sebagaimana dimaksud diatas jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran iuran jaminan kesehatan sudah termasuk iuran yang menjadi tanggung jawab peserta. Keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan, dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh pemberi kerja. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuran jaminan kesehatan pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Besarnya iuran program-program SJSN yang merupakan persentase dari upah harus dibatasi. Iuran program-program tersebut harus terjangkau untuk para pekerja dan pemberi kerja, tidak menambah pengangguran, dan memungkinkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
14
perusahaan-perusahaan Indonesia untuk mempertahankan daya saing regional dan internasional. Pemerintah Indonesia harus terlebih dahulu memutuskan besarnya pendanaan program SJSN yang dapat disediakan kemudian baru merancang program sesuai dengan parameter biaya yang telah ditetapkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelusuran literatur melalui internet dan wawancara ke PT Askes pada bulan November 2013. 3.2 Cara Kerja Literatur didapat dari wawancara dan penelusuran regulasi terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui internet. Kemudian dikaji dan dipahami mengenai aspek-aspek yang terkait tentang persyaratan kepesertaan dan hak serta kewajiban peserta SJSN.
15
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengatur perbaikan dan perluasan sistem jaminan sosial di Indonesia. Undang-Undang ini mengatur program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan hari tua termasuk pensiun, dan jaminan kematian bagi seluruh rakyat. Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. SJSN bertindak sebagai suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial. SJSN bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta atau anggota keluarga. Yang termasuk peserta SJSN yaitu setiap warga Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling sedikit 6 bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran yang merupakan syarat utama untuk menjadi peserta SJSN. Kepesertaan bersifat wajib yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Syarat peserta SJSN yaitu harus mendaftarkan diri sebagai peserta kepada BPJS kesehatan setempat. Pemerintah mendaftarkan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. Untuk seseorang yang bekerja disuatu instansi maka pemberi kerja akan mendaftarkan pekerjanya pada BPJS Kesehatan. Untuk peserta bukan pekerja dan pekerja bukan penerima upah harus mendaftarkan dirinya ke kantor BPJS terdekat. Selain itu juga untuk menjadi peserta harus membayar iuran jaminan kesehatan. Bagi yang mempunyai upah/gaji, besaran iuran berdasarkan persentase upah/gaji dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja. Bagi yang tidak mempunyai gaji/upah besaran iurannya ditentukan dengan nilai nominal tertentu, sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu membayar iuran maka iurannya dibayar oleh pemerintah. Kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapan SJSN dilakukan secara bertahap. Penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah. Masa berlaku kepesertaan yaitu selama peserta membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta, bila peserta tidak membayar iuran atau
16
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
17
meninggal dunia maka status kepesertaannya akan hilang dan Ketentuan lebih lanjut akan diatur oleh Peraturan BPJS. Setelah menjadi peserta SJSN, maka peserta SJSN memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Peserta SJSN memiliki 2 hak yang harus terpenuhi yaitu Peserta berhak memperoleh identitas peserta dan memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Identitas peserta berupa kartu keanggotaan yang diberikan oleh BPJS kepada peserta. Fasilitas kesehatan yang melayani peserta SJSN meliputi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Apabila peserta tidak dapat tertangani oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama dan peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka harus melalui rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. Manfaat jaminan kesehatan terdiri atas 2 jenis yaitu Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan Manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh
BPJS
Kesehatan.
Manfaat
jaminan
kesehatan
bersifat
pelayanan
perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta (rumah sakit, dokter praktek, klinik, laboratorium, apotek dan fasilitas kesehatan lainnya) yang menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Tidak semua aspek pelayanan kesehatan dijamin oleh SJSN. Pelayanan yang tidak di jamin antara lain: pelayanan yang tidak sesuai prosedur, pelayanan diluar fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS, pelayanan bertujuan kosmetik,
general
check
up,
pengobatan
alternatif,
pengobatan
untuk
mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi, pelayanan kesehatan pada saat bencana, penyakit akibat penyalahgunaan narkotika, pasien bunuh diri atau penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
18
Jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan biaya tambahan. Jenis pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang membuka peluang moral hazaard (sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta), misalnya pemakaian obat-obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik. Biaya tambahan
harus
menjadi
bagian
upaya
pengendalian,
terutama
upaya
pengendalian dalam menerima pelayanan kesehatan. Penetapan biaya tambahan dapat berupa nilai nominal atau persentase tertentu dari biaya pelayanan, dan dibayarkan kepada fasilitas kesehatan pada saat peserta memperoleh pelayanan kesehatan. Selain hak peserta, peserta jaminan sosial juga harus melaksanakan kewajiban yang dimilikinya. Peserta wajib membayar iuran dan peserta wajib melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukan identitas peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja. Besarnya iuran yang dibayarkan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apabila bertindak sebagai pemberi kerja maka pemberi kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya serta wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS secara berkala yaitu setiap bulan. Peserta yang bukan Pekerja dan bukan Penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. Pemerintah membayar dan menyetor iuran untuk Penerima Bantuan Iuran kepada BPJS. Besarnya Iuran yang harus dibayarkan oleh Pemerintah untuk Penerima Bantuan Sosial ditetapkan secara berkala dengan mempertimbangkan tingkat kemahalan biaya kesehatan. Pelayanan kesehatan
meliputi pelayanan dan penyuluhan kesehatan,
imunisasi, pelayanan keluarga berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci darah dan operasi jantung. Pelayanan tersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta. Dengan demikian, adanya Sistem Jaminan Sosial Nasional memberikan banyak sekali manfaat bagi seluruh pesertanya sehingga dapat mensejahterakan masyarakat Indonesia. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Persyaratan peserta SJSN adalah mendaftarkan diri kepada kantor BPJS terdekat dan membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Kewajiban peserta SJSN yaitu membayar iuran dan melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan. c. Peserta berhak memperoleh identitas peserta dan memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan.
5.2 Saran a. Peserta Sistem Jaminan Sosial Nasional harus selalu mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BPJS. b. Konsumen (pasien) dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan adalah stakeholder kunci, sehingga harus ditempatkan dengan tepat dalam manajemen pelayanan baik pada pasien umum maupun pasien program jaminan kesehtan BPJS.
19
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Mukti, Ghufron Ali. (2012). Harmonisasi Dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Pemerataan Pelayanan. Yogyakarta : IDI Seminar Nasional Peran Strategis Dokter Layanan Primer Dalam Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional. Presiden Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2013). Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Purwoko, Bambang. (2012). Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Untuk Kesejahteraan Rakyat: Antara Harapan Dan Tantangan. Jakarta: Universitas Respati Indonesia. Soebijakto, Harry. (2013). Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS Kesehatan. Bojonegoro: Unit Kerja PT Askes Bojonegoro. Sukamto et al, (2006). Reformasi Sistem Jaminan Sosial Di Indonesia. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Tim Jaminan Kesehatan Indonesia, (2013). Bahan Paparan: Sistem Jaminan Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementrian Kesehatan Indonesia. Tini Hadad. (2012). Prospek Implementasi UU SJSN dan UU BPJS Dalam Perlindungan Konsumen. Jakarta: dipublikasikan saat Seminar Tahunan VI Patient Safety Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
20
Laporan praktek…., Riska Eka, FF UI, 2014
Universitas Indonesia