UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
VETHREEANY SIMAMORA, S.Farm 1206330223
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
VETHREEANY SIMAMORA, S.Farm 1206330223
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXVII Universitas Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 23 September – 1 November 2013 di Apotek Atrika, serta dapat menyusun dan menyelesaikan laporan PKPA ini tepat pada waktunya. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi UI sampai dengan 20 Desember 2013. 3. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI sekaligus pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama pelaksanaan PKPA dan dalam penulisan laporan PKPA. 4. Dra. Azizahwati, MS., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan ilmu, bimbingan serta arahan dalam penyusunan dan penulisan laporan PKPA. 5. Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melaksanakan PKPA di Apotek Atrika. 6. Seluruh karyawan di Apotek Atrika atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA.
v
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
7. Seluruh dosen, tata usaha dan karyawan Fakultas Farmasi UI atas ilmu pengetahuan, didikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker. 8. Orang tua dan keluarga atas doa, dukungan, dan semangat kepada penulis. 9. Teman-teman PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman serta saling mendukung selama pelaksanaan PKPA. 10. Seluruh teman-teman Program Profesi Apoteker Angkatan LXXVII, Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan bantuan, semangat dan saling mendukung dalam setiap keadaan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaanya. Penulis berharap semoga laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan dalam ilmu farmasi di apotek pada khususnya.
Depok,
Januari 2014
Penulis
vi
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Vethreeany Simamora, S.Farm : 1206330223 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No.34A Jakarta Pusat Periode 23 September – 1 November 2013.
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker memahami peran, fungsi dan tanggung jawab seorang Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian di apotek, serta memahami dan melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek, baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. Tugas khusus yang diberikan berjudul Peran Serta Masyarakat dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Besaran Iuran yang dibayarkan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk memahami peran serta masyarakat dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional dan mengetahui besaran iuran yang dibayarkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Kata kunci : Apotek Atrika, SJSN, BPJS Kesehatan, besaran iuran Tugas umum : ix + 76 halaman; 2 gambar; 19 lampiran Tugas khusus : ii + 16 halaman Daftar Acuan Tugas Umum : 18 (1978-2011) Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 (2004-2013)
viii
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
ABSTRACT
Name NPM Study Programme Title
: Vethreeany Simamora, S.Farm : 1206330223 : Apothecary Profession : Pharmacist Internship Program at Atrika Pharmacy Jl. Kartini Raya No. 34A Central Jakarta Period September 23rd - November 1st 2013
Pharmacist Professional Practice at Atrika Pharmacy aims to make students understand the role of the pharmacist profession, functions and responsibilities of a pharmacist in pharmacy jobs, as well as to understand and carry out activities in a pharmacy services, both technical and non-technical pharmacy. The specific assignment entitled Public Participation in the National Social Security System and Amount of Fees paid to the Social Security Agency of Health. The purpose of this particular assignment is understanding public participation in the National Social Security System and determining the amount of fees paid to the Social Security Agency of Health.
Keywords
: Atrika Pharmacy, National Social Security System, Social Security Agency of Health, amount of fees General Assignment : ix + 76 pages; 2 pictures; 19 appendices Specific Assignment : ii + 16 pages Bibliography of General Assignment : 18 (1978-2011) Bibliography of Specific Assignment : 5 (2004-2013)
ix
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.............................................. iv KATA PENGANTAR ………........................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI....................... vii ABSTRAK ……......................................................................................... viii ABSTRACT ……......................................................................................... ix DAFTAR ISI ..................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xiii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Tujuan ...................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ....................................................... 3 2.1 Definisi Apotek ........................................................................ 3 2.2 Landasan Hukum Apotek ...................................................... 3 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ....................................................... 4 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek ......................... 4 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ............................... 5 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ............... 6 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek ................................................... 7 2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ............................................... 10 2.9 Tenaga Kerja di Apotek .......................................................... 12 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek .................................................... 13 2.10.1 Obat Bebas .................................................................. 13 2.10.2 Obat Bebas Terbatas ...................................................... 14 2.10.3 Obat Keras dan Psikotropika ......................................... 14 2.10.4 Narkotika ……................................................................17 2.11 Pengelolaan Apotek ................................................................. 20 2.11.1 Perencanaan .................................................................. 20 2.11.2 Pengadaan .................................................................... 21 2.11.3 Penyimpanan ................................................................. 21 2.11.4 Administrasi .................................................................. 21 2.12 Pengadaan Persediaan Apotek .............................................. 22 2.13 Pengendalian Persediaan Apotek .......................................... 23 2.13.1 Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) ............... 23 2.13.2 Analisis ABC………….................................................. 24 2.13.3 Analisis VEN-ABC ....................................................... 24 2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ......................... 25 2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) ................. 28 2.14.2 Konseling ...................................................................... 29 2.14.3 Swamedikasi ................................................................. 30 x
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA .................................... 32 3.1 Sejarah dan Lokasi ................................................................. 32 3.2 Tata Ruang .............................................................................. 32 3.3 Penataan Obat …….................................................................. 32 3.4 Struktur Organisasi .................................................................. 33 3.5 Tugas dan Fungsi Jabatan ...................................................... 33 3.5.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) ............................... 33 3.5.2 Apoteker Pendamping ................................................... 34 3.5.3 Asisten Apoteker .......................................................... 34 3.5.4 Juru Resep ...................................................................... 35 3.5.5 Kasir ............................................................................... 35 3.5.6 Keuangan ....................................................................... 36 3.5.7 Kurir …........................................................................... 36 3.5.8 Petugas Kebersihan ......................................................... 36 3.6 Kegiatan di Apotek Atrika ...................................................... 36 3.6.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian ........................................ 37 3.6.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ..................... 37 3.6.1.2 Pengelolaan Narkotika ..................................... 39 3.6.1.3 Pengelolaan Psikotropika ................................ 40 3.6.1.4 Pelayanan Apotek ............................................ 40 3.6.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian ............................... 41 3.6.2.1 Kegiatan Administrasi ..................................... 41 3.6.2.2 Sistem Administrasi ......................................... 42 BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................... 45 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 51 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 51 5.2 Saran ......................................................................................... 51 DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 52
xi
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas.............. 14 Matriks VEN-ABC…............................................................. 24
xii
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19.
Contoh formulir APT-1.......................................................... Contoh formulir APT-2.......................................................... Contoh formulir APT-3.......................................................... Contoh formulir APT-4.......................................................... Contoh formulir APT-5.......................................................... Contoh formulir APT-6.......................................................... Contoh formulir APT-7.......................................................... Struktur Organisasi …………............................................... Apotek Atrika Tampak dari Luar…....................................... Tata Ruang Etalase Depan Apotek........................................ Denah Ruang Apotek Atrika…….......................................... Etiket Apotek Atrika….......................................................... Copy Resep Apotek Atrika.................................................... Surat Pesanan Apotek Atrika................................................. Surat Pesanan Narkotika........................................................ Laporan Penggunaan Narkotika............................................ Surat Pesanan Psikotropika................................................... Laporan Penggunaan Psikotropika........................................ Berita Acara Pemusnahan Resep….......................................
xiii
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
54 56 57 63 64 67 68 69 70 70 71 72 72 73 73 74 74 75 76
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan hal ini secara optimal, diselenggarakan upaya kesehatan. Menurut Kepmenkes No.1197 tahun 2004, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang berperan dalam upaya-upaya kesehatan, terutama untuk penyerahan obat dan perbekalan farmasi beserta informasinya kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang Tenaga Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Apotek sebagai sarana yang bergerak di bidang jasa pelayanan harus mampu memberikan pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu. Saat ini, pelayanan kefarmasian telah berubah orientasinya, yakni dari pelayanan obat menjadi pelayanan pasien. Kegiatan pelayanan yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan
obat
sebagai
komoditi
berubah
menjadi
pelayanan
yang
komprehensif dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsekuensi perubahan orientasi tersebut adalah apoteker dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar dapat melaksanakan interaksi langsung kepada pasien. Bentuk interaksi tersebut bisa berupa pelaksanaan pemberian informasi dan pengawasan penggunaan obat demi tercapainya tujuan akhir terapi yang diharapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2004). Seiring dengan meningkatnya tuntutan terhadap perbaikan pelayanan kefarmasian, termasuk di apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Apoteker dan calon apoteker harus terus meningkatkan pemahaman dan kompetensinya dalam melakukan tugas dan tangung jawab yang diemban. Oleh 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
2
karena itu, program profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Atrika melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek untuk para calon apoteker sebagai latihan untuk terjun langsung ke lapangan dan melihat realita kerja yang ada, serta menerapkan ilmu yang didapat selama di bangku kuliah untuk mengatasi berbagai permasalahan yang bisa mereka temui di apotek.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika bertujuan agar
mahasiswa calon apoteker dapat: a. Memahami peran, fungsi dan tanggung jawab seorang Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian di apotek. b. Memahami dan melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek, baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1
Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, apotek merupakan
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2
Landasan Hukum Apotek Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a.
Undang-Undang (UU), yaitu: 1. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
b.
Peraturan Pemerintah, yaitu: 1. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 2. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
c.
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK), yaitu: 1. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. d.
Keputusan Menteri Kesehatan (KMK), yaitu: 1. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
4
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi
apotek adalah: a.
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b.
Sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
d.
Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.4
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/ IX/2004) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/
IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. Apotek harus memiliki: a.
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
5
b.
Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi.
c.
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d.
Ruang racikan.
e.
Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5
Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan PMK Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA atau SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, di mana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite Farmasi Nasional (KFN). STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a.
Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b.
Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;
c.
Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
d.
Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
6
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: a.
Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
b.
Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
c.
Memiliki
SIPA
yang
dikeluarkan
oleh
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.. d.
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker.
e.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.
2.6
Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut: a.
Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
7
serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993); b.
Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993);
c.
Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).
d.
Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 ayat 2, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002);
e.
Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).
2.7
Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002) Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002
disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker
atau
Apoteker
bekerjasama
dengan
pemilik
sarana
untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
8
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1. b. Dengan
menggunakan
formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan
tembusan
kepada
Kepala
Dinas
Provinsi
dengan
menggunakan contoh formulir APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
9
h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib mengeluarkan
surat
penolakan
disertai
dengan
alasannya
dengan
menggunakan formulir model APT-7. Dalam mengajukan permohonan perizinan apotek, Apoteker selaku penanggung jawab melampirkan: 1. Data Apoteker -
Fotocopy KTP Apoteker Pengelola Apotek (APA)
-
Fotocopy NPWP APA
-
Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar
-
Fotocopy Surat Izin Kerja
-
Fotocopy Surat Lolos butuh dari Dinas Kesehatan Provinsi bagi APA yang berasal dari luar Provinsi
-
Surat Izin dari Atasan bagi APA yang PNS/TNI/Polri
2. Data Pemilik Sarana Apotek (PSA) -
Fotocopy KTP PSA / Pemilik Perusahaan
-
Fotocopy NPWP
-
Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar
3. Fotocopy Akte Perusahaan bila berbentuk Badan Hukum yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM RI 4. Salinan Akte Perjanjian kerjasama antara APA dan PSA 5. Fotocopy IMB yang telah dilegalisir 6. Fotocopy Undang-Undang Gangguan (UUG) dari Dinas Tramtib yang telah dilegalisir. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
10
7.
Surat Pernyataan dari APA tidak bekerja pada perusahaan Farmasi lain di atas materai Rp 6.000,-
8. Surat Pernyataan APA yang menyaakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp 6.000,9. Surat Pernyataan dari APA tidak melakukan penjualan Narkotika, Obat Keras Tertentu tanpa resep di atas materai Rp 6.000,10. Surat Pernyaaan PSA tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang Farmasi/obat dan tidak ikut campur dalam hal pengelolaan obat di atas materai Rp 6.000,11. Peta lokasi dan denah ruangan beserta fungsi dan ukurannya 12. Struktur organisasi dan tata kerja/ tata laksana 13. Rencana jadwal buka apotek 14. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan 15. Kelengkapan Asisten Apoteker/D3 Farmasi -
Surat Izin Asisten Apoteker
-
Fotocopy KTP
-
Surat pernyataan bersedian bekerja di atas materai Rp 6.000,-
16. Daftar peralatan peracikan obat 17. Daftar buku pustaka 18. Perlengkapan administrasi
2.8
-
Contoh etiket, kartu stock, copy resep
-
Blanko SP, blanko faktur, form laporan Narkotika
Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila: a.
Apoteker
tidak
lagi
memenuhi
kewajibannya
untuk
menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
11
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus.
c.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
d.
SIPA APA dicabut.
e.
Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
f.
Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a.
Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
12
a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada
Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).
2.9
Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/Asisten Apoteker. APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut: a.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b.
Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
c.
Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
d.
Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e.
Melakukan pengembangan apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 Tahun 2002, dalam
melakukan tugasnya, apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
13
apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pendamping merupakan apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki SIPA, dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
2.10
Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan psikotropika, serta obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2011; Departemen Kesehatan RI, 2006):
2.10.1 Obat Bebas
Obat bebas merupakan obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah Parasetamol (Departemen Kesehatan, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
14
2.10.2 Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras, tapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Departemen Kesehatan, 2006). Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut:
Gambar 2.1 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas.
2.10.3 Obat Keras dan Psikotropika
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat keras adalah Asam Mefenamat. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi: Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
15
a)
Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan I adalah Brafofetam.
b) Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah Sekobarbital dan Metakualon. c)
Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah Amobarbital dan Pentobarbital.
d) Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
Contoh
psikotropik
golongan IV adalah Alprazolam, Diazepam, Fenobarbital, dan Flurazepam. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1997 pengaturan psikotropika bertujuan untuk: 1) Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. 2) Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. 3) Memberantas peredaran gelap psikotropika. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut: 1) Pemesanan Pemesanan psikotropika dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dilengkapi nama jelas, nomor SIPA, dan stempel apotek. Surat pesanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
16
terdiri dari tiga rangkap dan dalam setiap surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari 1 (satu) jenis psikotropika. 2) Penyimpanan Penyimpanan psikotropika belum diatur dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya, sehingga untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan dalam suatu rak atau lemari khusus dan disertai kartu stok psikotropika. 3) Penyerahan Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter (UU No.5 tahun 1997 pasal 14). 4) Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan ke Kepala Balai POM setempat secara berkala. Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika. 5) Pemusnahan Pada Undang-undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal yang berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara. Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan narkotika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
17
2.10.4 Narkotika
Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a)
Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan I adalah Opium, Kokaina, tanaman ganja, Heroina, MDMA, Meskalin, Amfetamina, Metamfetamina.
b) Narkotika golongan II Narkotika yang berkhasiat pengobatan, dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan II adalah Difenoksilat, Fentanil, Levometorfan, Metadona, Morfina, dan Petidina. c)
Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan III adalah Kodeina dan Buprenorfina. Pengaturan narkotika dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 meliputi segala
bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: 1) Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
18
2) Mencegah, melindungi,
dan menyelamatkan
Bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika; 3) Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan 4) Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut: 1) Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIPA, dan stempel apotek. Surat pesanan narkotika terdiri dari empat rangkap dan satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. 2) Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIPA dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan stempel apotek. Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Permenkes RI, 1978): 1.
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2.
Harus mempunyai kunci yang kuat.
3.
Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
5.
Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
6.
Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
19
7.
Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
3) Pelayanan resep Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. 4) Pelaporan Berdasarkan
Permenkes
RI
No.1575/Menkes/PER/XI/2005
tentang
organisasi dan tata kerja Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan, pengolahan dan penyajian data penggunaan obat narkotika dan psikotropika dari unit pelayanan. Dalam melaksanakan aktivitas pengelolaan data pelaporan tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menggunakan Sistem Pelaporan dalam bentuk software, yaitu Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP)
yang
dapat
http//www.sipnap.binfar.depkes.go.id.
diakses
SIPNAP
online
terdiri
dari
dengan
alamat
software
unit
pelayanan (Apotek, Puskesmas, dan Rumah Sakit), software tingkat Dinas Kesehatan Kab/Kota dan untuk pelaporan ke Provinsi dan Pusat dilakukan sistem pelaporan online.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
20
5) Pemusnahan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan
dan/atau
untuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan.
Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.
2.11
Pengelolaan Apotek Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu
memberikan
pendidikan
dan
peluang
untuk
meningkatkan
pengetahuan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang dilakukan meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan administrasi. 2.11.1 Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
21
sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat. 2.11.2 Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2.11.3 Penyimpanan Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga. 2.11.4 Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
22
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita&Lily, 2004) Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu: a.
Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya.
b.
Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan.
c.
Wetmatig, artinya sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut:
a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, cara seperti ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
23
a.
Pembelian kontan Pembelian kontan adalah pembelian di mana pihak apotek langsung
membayar harga obat yang dibeli dari distributor. b.
Pembelian kredit Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo.
c.
Konsinyasi (Titipan obat) Konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek
bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya.
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997): 2.13.1 Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
24
dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving. Obat non-esensial meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri. 2.13.2 Analisis ABC Analisis ABC disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis ABC merupakan metode pembuatan grup atau penggolongan berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A, B dan C. Kelompok A adalah inventory dengan jumlah sekitar 20% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 75% – 80% dari total nilai inventory. Kelompok B adalah inventory dengan jumlah sekitar 30% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15% – 20% dari total nilai inventory. Sedangkan kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 50% – 60% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% – 10% dari total nilai inventory. Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya (Widiyanti, 2005). 2.13.3 Analisis VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis ABC dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut: V
E
N
A
VA EA NA
B
VB EB NB
C
VC EC NC
Gambar 2.2 Matriks VEN-ABC Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
25
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical
care
(PC)
seringkali
diartikan
sebagai
Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Memberikan informasi tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
26
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care). 1)
Pelayanan Resep
a.
Skrining Resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1.
Persyaratan Administratif a) Nama, SIP, dan alamat dokter b) Tanggal penulisan resep c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien e) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta f)
Cara pemakaian yang jelas
g) Informasi lainnya 2.
Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3.
Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif sepenuhnya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b.
Penyiapan Obat 1.
Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar.
2.
Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3.
Kemasan obat yang diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
27
4.
Penyerahan obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuain antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
5.
Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
6.
Konseling Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan
dan
perbekalan
kesehatan
lainnya
sehingga
dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
lainnya.
Untuk
menderita
penyakit
tertentu,
seperti
kardiovaskuler, diabetes, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 7.
Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu, seperti kardiovaskuler, diabetes, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2)
Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 3)
Pelayanan Residensial Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
28
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Informasi yang diberikan mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Informasi yang diberikan haruslah benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE ialah: a.
Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama secara kontinyu dapat mengakibatkan ketidakpatuhan pasien. Status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik juga termasuk salah satu penyebab ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
b.
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien.
c.
Penggunaan obat yang tidak benar seperti pada teknik penggunaan obat oleh pasien, beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
29
penggunaannya agar lebih efektif antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : a.
Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan 1. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat 2. Menurunkan ketidakpatuhan 3. Menurunkan efek samping obat 4. Menurunkan biaya pengobatan 5. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit 6. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional
a.
Bagi Apoteker 1. Meningkatkan citra profesi 2. Meningkatkan kepuasan kerja 3. Menarik customer Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-
ciri sebagai berikut: a.
Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
b.
Objektif
c.
Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
d.
Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.
e.
Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
2.14.2 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
30
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.14.3 Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah: a.
Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA.
b.
Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan
swamedikasi, antara lain: a.
Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
31
indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. b.
Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
c.
Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
d.
Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak
boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1
Sejarah dan Lokasi Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Pemilik Sarana Apotek (PSA) ialah Bapak Winardi Hendrayanta dan sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika ialah Bapak Dr. Harmita, Apt. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34A Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk. Terletak di jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan.
3.2
Tata Ruang Bagian depan apotek memiliki halaman yang dapat digunakan sebagai
tempat parkir. Bangunannya terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, counter kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel.
3.3
Penataaan Obat Penataan obat dilakukan berdasarkan farmakologi obat dan jenis
sediaannya yang kemudian disusun berdasarkan abjad. Penggolongan obat secara farmakologi yang terdapat di apotek, diantaranya antibiotika, antimikroba, antivirus, vitamin, saluran kemih, antitiroid, antimigrain, analgesik/antiinflamasi, saluran
pencernaan,
saluran
pernafasan,
antihistamin,
kortikosteroid,
kontrasepsi/hormon, antipsikosis, dan kardiovaskular. Bentuk sediaan dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk 32
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
33
menyimpan obat fast moving, obat generik berlogo, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluwarsa.
3.4
Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: a. Apoteker, yaitu: Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang Apoteker Pendamping b.
c.
: 1 orang
Tenaga teknis farmasi, yaitu: Asisten Apoteker
: 2 orang
Juru resep
: 1 orang
Tenaga non teknis farmasi, yaitu: Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang Kurir
: 1 orang
Petugas Kebersihan
: 1 orang
Gambar struktur organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 8.
3.5 Tugas dan Fungsi Jabatan 3.5.1
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut:
a.
Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
b.
Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
34
giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan. c.
Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan
dan
mengembangkan hasil
usaha
apotek dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d.
Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat.
e.
Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien.
f.
Memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.
g.
Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
h.
Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
i.
Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
3.5.2
Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut:
a.
Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat.
b.
Bertanggung jawab atas pengadaan obat, kecuali obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
3.5.3
Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut:
a.
Melakukan pendataan kebutuhan barang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
35
b.
Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan.
c.
Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas.
d.
Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep.
e.
Memeriksa kesesuaian obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
f.
Mencatat keluar masuk barang.
g.
Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
h.
Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya.
i.
Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.5.4
Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek
adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a.
Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
b.
Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
c.
Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker.
d.
Menjaga kebersihan apotek.
3.5.5
Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut:
a.
Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit.
b.
Menerima barang masuk. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
36
c.
Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
d.
Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.
e.
Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
f.
Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.5.6
Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut:
a.
Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi.
b.
Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep.
c.
Mengeluarkan
uang
yang diperlukan
untuk
melaksanakan
kegiatan
operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d.
Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.
3.5.7
Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut:
a.
Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.
b.
Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.
c.
Menerima uang hasil pembayaran obat.
3.5.8
Petugas Kebersihan Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut:
a.
Menjaga kebersihan apotek.
b.
Menjamin kerapian apotek.
c.
Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian.
3.6
Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
37
08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-16.00, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian.
3.6.1
Kegiatan Teknis Kefarmasian
3.6.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a.
Perencanaan Barang Perencanaan barang di Apotek Atrika berdasarkan pola konsumsi dengan
melihat data konsumsi obat periode sebelumnya. b.
Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di apotek, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang dilakukan dengan cara COD (cash on delivery) dan kredit. Selain dengan COD dan kredit, terdapat juga cara konsinyasi di mana PBF menitipkan barang untuk dijual di apotek. Konsinyasi adalah penjualan dengan cara pemilik menitipkan barang kepada pihak lain dalam hal ini apotek, untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang telah diatur. COD adalah pembelian barang di mana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo. c.
Pemesanan Barang Pemesanan barang kepada PBF dilakukan dengan menggunakan surat
pesanan. Apotek memesan barang langsung kepada salesman atau melalui telepon. Jenis barang yang dipesan dilihat berdasarkan catatan pada buku defekta. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
38
d.
Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani,memberi stempel apotek pada faktur dan memberi nomor faktur untuk kemudian dicatat di buku penerimaan barang yang berisi tanggal penerimaan, nomor urut faktur dan nama PBF. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Penerimaan dicatat dalam buku pemasukan obat ethical yang berisi tanggal penerimaan, nama obat dan jumlah barang yang diterima (satuan terkecil) dan tanggal kadaluarsa. Kemudian dilakukan pencatatan faktur ke buku faktur yang berisi tanggal faktur, nama PBF, jumlah barang (satuan terbesar), nama obat, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga dan PPN. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu gudang) dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang. e.
Penyimpanan Barang Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang terlebih dahulu masuk dan obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar lebih dahulu dikeluarkan. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barang-barang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. f.
Pengeluaran Barang Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
39
buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep dokter. g.
Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Pemeriksaan dan pencatatan stok barang dilihat dari buku penjualan dan
buku resep dokter yang dilakukan setiap hari. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. h.
Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.6.1.2 Pengelolaan Narkotika a.
Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Gambar Surat Pesanan (SP) Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 15. b.
Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding
dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. c.
Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
40
d.
Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip.
3.6.1.3 Pengelolaan Psikotropika a.
Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Gambar Surat Pesanan (SP) Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 17. b.
Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping. c.
Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. d.
Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar Laporan Penggunaan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 18.
3.6.1.4 Pelayanan Apotek a.
Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Koreksi, Penyerahan). Resep dokter dari pasien diterima oleh Asisten Apoteker, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan buku daftar harga dan pada huruf H diberi paraf. Harga obat yang telah disetujui pasien dibayarkan di kasir dan dicatat alamat serta nomor telepon pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
41
Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dilayani setiap harinya dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien melainkan disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. b.
Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.6.2
Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian
3.6.2.1 Kegiatan Administrasi a.
Administrasi Personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b.
Administrasi Umum Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c.
Administrasi Penjualan Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
42
tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d.
Administrasi Pembelian Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur. e.
Administrasi Pajak Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan
pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame. f.
Administrasi Pergudangan Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g.
Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.6.2.2 Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika meliputi:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
43
a.
Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang
telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b.
Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri
dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. Gambar surat pesanan (SP) Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 14. c.
Buku Penerimaan Barang Buku penerimaan barang digunakan untuk mencatat surat faktur barang
yang masuk. Dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan obat ethical dipisahkan. d.
Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas
dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. e.
Kartu Stok Besar Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru
dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
44
f.
Kartu Stok Kecil Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk
serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari. g.
Buku Pemasukan Obat Ethical Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam
buku ini tercantum nama barang, jumlah obat ethical satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. h.
Buku Pemasukan Obat Over The Counter (OTC) Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.
i.
Buku Resep Dokter Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep
dokter. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. j.
Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang
memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. k.
Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan
narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada. l.
Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke
Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Apoteker merupakan salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya pelayanan kefarmasian. Peran seorang apoteker dalam pelayanan kefarmasian sangat penting dalam mewujudkan pengobatan yang rasional bagi masyarakat serta pencegahan terhadap penggunasalahan dan penyalahgunaan obat di masyarakat. Apotek Atrika merupakan salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian yang berada di wilayah Jakarta Pusat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek berlokasi di daerah yang mudah dikenali dan dapat diakses oleh masyarakat, Apotek Atrika telah memenuhi ketentuan tersebut di mana apotek terletak di lokasi yang cukup strategis dan mudah diakses oleh masyarakat karena terletak di tepi jalan dua arah tanpa pemisah jalan, dilalui oleh angkutan umum maupun pribadi sehingga mudah untuk dijangkau, dekat dengan pemukiman penduduk, tempat usaha, praktek dokter dan rumah sakit. Di samping lokasi apotek yang cukup strategis, jarak lokasi apotek dengan apotek pesaing juga cukup jauh sehingga Apotek Atrika dapat menjadi apotek andalan di sekitar daerah tersebut. Adanya papan nama penunjuk keberadaan apotek di bagian depan membuat Apotek Atrika mudah dikenali oleh masyarakat yang lewat. Lokasi dan penandaan yang demikian sudah sesuai dengan ketentuan sarana dan prasarana apotek, yakni apotek berlokasi di daerah yang mudah dikenali dan diakses oleh masyarakat, serta di halaman apotek ada papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “Apotek” (Departemen Kesehatan, 2004). Dari segi tata ruang sesuai dengan Keputusan Menkes RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek telah memiliki ruang tunggu pasien, tempat penerimaan resep dan penyerahan obat, counter kasir, ruang penyimpanan obat, ruang racik, keranjang sampah, alat pemadam kebakaran, tempat sholat dan toilet, sumber air dan penerangan yang baik 45 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
46
serta penataan perabotan yang rapi sehingga menambah kenyamanan pasien dan karyawan apotek. Selain bangunan yang memenuhi syarat, apotek juga memiliki perlengkapan dalam meracik seperti timbangan, mortir dan stamper, gelas ukur, lemari penyimpanan bahan baku obat, lemari penyimpanan khusus Narkotika dan Psikotropika, buku standar yang berhubungan dengan obat seperti Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, kumpulan peraturan perundang-undangan dan literatur kefarmasian lainnya serta alat administrasi lain seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi, etiket dan salinan resep. Kelengkapan Apotek Atrika yang demikian sudah memenuhi persyaratan perlengkapan obat yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332 Tahun 2002. Dalam struktur organisasi Apotek Atrika, terdapat apoteker yang bertanggung jawab dibidang teknis kefarmasian. Apoteker memastikan semua kegiatan di apotek dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Salah satu kegiatan teknis kefarmasian di apotek ialah pengadaan obat-obatan dan barang yang dilakukan berdasarkan kebutuhan apotek dengan cara mencatat obat-obatan yang telah mencapai jumlah persediaan minimum ke dalam buku defekta kemudian dilakukan pemesanan kepada PBF yang menyediakan produk tersebut dengan menyerahkan surat pesanan. Obatobatan yang akan dipesan ke PBF harus disesuaikan jumlah dan jenisnya dengan kebutuhan apotek. Kegiatan pengadaan ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan penjualan harian apotek, baik penjualan obat bebas maupun penjualan obat resep. Dalam hal pengadaan ini, pembelian dalam jumlah sedikit menyebabkan diskon yang di dapat dari PBF tidak sebesar jika dalam pembelian jumlah besar. Di samping itu, tidak adanya persediaan pengaman di apotek terkadang menyebabkan terjadinya penolakan resep yang datang serta kehilangan penjualan karena tidak adanya obat yang diminta oleh pelanggan. Kegiatan pengadaan barang Apotek Atrika dilakukan melalui pembelian secara kredit dan tunai dengan memperhatikan arus barang (slow moving atau fast moving) dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan oleh apoteker setiap hari Senin, Rabu dan Jumat secara rutin, baik melalui telepon atau melalui sales dari PBF yang datang ke apotek. Barang pesanan biasanya diantar dalam jangka waktu tidak lebih Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
47
dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF. Pemilihan rekanan distributor yang terpercaya sangat mendukung tersedianya perbekalan farmasi yang bermutu dan tepat waktu. Untuk pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus. Surat pesanan diisi dan ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan (SP) untuk narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma sebagai distributor narkotika di Indonesia, dan pembayaran atas pesanan narkotika dilakukan secara tunai. Sementara untuk obat-obat psikotropika dapat melalui PBF yang menyediakan obat tersebut. Apotek Atrika juga menerima titipan (konsinyasi) perbekalan farmasi dari PBF atau pemilik barang, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tidak terjual sampai batas waktu yang telah disepakati ataupun sampai batas kadaluarsa, maka barang tersebut dapat dikembalikan kepada pihak pemilik. Perbekalan farmasi yang merupakan barang konsinyasi ini diletakkan pada rak terpisah di ruang depan apotek. Apotek Atrika memiliki lemari penyimpanan untuk sediaan over the counter (OTC) dan obat ethical. Lemari peyimpanan sediaan OTC berada di bagian depan apotek, sedangkan lemari penyimpanan obat ethical berada di bagian dalam apotek. Penataan obat di Apotek Atrika diatur berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan dan secara alfabetis. Khusus untuk obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus dan terpisah dengan obat-obat yang lain. Setiap obat disertai dengan kartu stok untuk mencatat tanggal masuk obat, tanggal keluar obat, jumlah obat dan tanggal kadaluarsa. Untuk mempermudah penelusuran, kartu stok dibedakan menjadi 3 warna yaitu kartu stok putih untuk sediaan oral padat, kartu stok merah untuk sediaan oral cair, dan kartu stok biru untuk sediaan topikal. Selain dicatat pada kartu stok, data mengenai stok obat juga dicatat di kartu gudang. Pencatatan pada kartu stok dan kartu gudang mempermudah pengontrolan jumlah persediaan sehingga diharapkan tidak terjadi kekurangan persediaan dan mencegah kehilangan barang. Penataan obat di apotek ini juga telah sesuai dengan pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) di mana dalam pedoman ini obat-obat disimpan berdasarkan kelas terapinya
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
48
yang dikombinasi dengan bentuk sediaan dan alfabetis untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam penyerahan obat. Untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika, lemari khusus penyimpanan narkotika dan psikotropika harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Permenkes RI No. 28/Menkes/Per/I/1978. Obat golongan narkotika dan psikotropika di apotek Atrika disusun berdasarkan abjad dan disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni dalam lemari khusus berkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain, serta ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. Kunci lemari narkotika dan psikotropika dipegang oleh penanggung jawab apotek. Harus diperhatikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika penyimpanan dan penggunaannya untuk menghindari risiko kehilangan atau penyalahgunaan obat. Berdasarkan hasil pengamatan peserta PKPA, lemari narkotik dan psikotropik yang ada di Apotek Atrika belum memenuhi persyaratan Permenkes RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 namun dalam pengelolaannya sudah memenuhi syarat yang ditetapkan. Untuk sistem pengeluaran barang di Apotek Atrika dilakukan dengan menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) di mana bila ada barang yang tanggal kadaluarsanya lebih awal, barang tersebut lebih dahulu dikeluarkan, hal ini untuk menghindari kadaluarsanya obat selama penyimpanan. Kegiatan sehari-hari yang dilaksanakan oleh Apotek Atrika masih manual dan belum menggunakan sistem komputerisasi. Penggunaan komputer akan sangat membantu dalam proses pemberian atau pemeriksaan harga dan dalam proses pengolahan administrasi apotek, selain itu juga memudahkan dalam mengetahui jumlah persediaan barang di apotek. Dengan adanya sistem komputerisasi, ketersediaan barang yang terdapat di apotek dapat lebih mudah diketahui, dapat menghindari kesalahan dalam perencanaan barang, serta meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelayanan apotek. Pelayanan yang dilakukan di apotek Atrika meliputi dua hal, yaitu pelayanan swamedikasi dan pelayanan resep. Pelayanan swamedikasi dilakukan berdasarkan permintaan pasien tanpa resep dokter terhadap obat bebas, bebas terbatas, maupun obat wajib apotek. Pelayanan yang lainnya yaitu pelayanan resep. Pelayanan resep di Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
49
Apotek Atrika terdiri dari pelayanan resep pembayaran tunai dan kredit. Untuk resep pembayaran kredit, apotek melakukan kerjasama dengan pihak atau instansi lain dengan persyaratan yang berlaku berdasarkan perjanjian kedua belah pihak. Dalam pelayanan resep dokter, untuk menghindari terjadinya kesalahan maka dilakukan prinsip pelayanan HTKP (Harga, Timbang, Koreksi, Penyerahan). Pada saat pelayanan resep dimulai dari pemberian harga sampai dengan penyerahan obat, kolom HTKP harus diberi paraf oleh masing-masing petugas yang melakukannya. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat dan memudahkan penelusuran kembali bila sewaktu-waktu terjadi kekeliruan/masalah yang berkaitan dengan obat dalam resep atau adanya keluhan dari pasien. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dinyatakan bahwa sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan pemberian informasi obat. Kegiatan pengendalian obat narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika sudah dilakukan dengan baik. Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung obat golongan narkotika tidak boleh diulang dan apabila tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya dapat diambil di apotek yang sama yang menyimpan resep asli. Laporan pengunaan obat golongan narkotika dan psikotropika dibuat oleh apoteker dan dilaporkan sebelum tanggal 10 setiap bulannya kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat. Pengelolaan resep di Apotek Atrika dapat dikatakan sudah dilakukan dengan baik. Semua resep yang sudah dibuat, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep. Selain itu, dicatat pula informasi mengenai tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan dalam buku catatan resep. Resepresep tersebut disimpan selama 3 tahun. Setelah itu, dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
50
Selain sebagai tempat pelayanan kesehatan kepada masyarakat apotek juga menerapkan sisi kewirausahaan untuk menghasilkan keuntungan bagi kelangsungan hidup apotek itu sendiri. Dari segi kewirausahaan, Apotek Atrika selalu berusaha meningkatkan penjualan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu didukung dengan adanya hubungan kerjasama yang senantiasa dijaga dengan baik oleh Apotek Atrika terhadap apotek pesaing maupun dengan dokter. Sebagai contoh, apabila suatu obat tidak tersedia di Apotik Atrika, maka apotek dapat berusaha memperolehnya dari apotek lain. Selain itu, pihak Apotek juga memberikan layanan delivery (pesan-antar) obat untuk resep namun dibatasi dalam jarak tertentu. Layanan-layanan ini tentunya merupakan suatu tawaran yang menarik bagi pasien sehingga dapat mendorong peningkatan penjualan di Apotek. Apotek Atrika telah melakukan pelayanan dengan baik, di antaranya pelayanan resep yang cepat dan tepat yang didukung dengan pemberian informasi obat kepada pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat telah dilakukan di Apotek Atrika. Pelayanan informasi obat biasanya dilakukan di tempat penyerahan obat atau pada saat swamedikasi kepada pasien yang datang tanpa resep obat ke apotek. Dalam pelayanan informasi obat, apoteker memberikan informasi mengenai obat yang digunakan oleh pasien seperti nama obat, cara penggunaan, waktu penggunaan, dosis dan cara penyimpanan obat. Informasi obat yang diberikan ini dapat membantu proses penyembuhan pasien karena pasien telah mengetahui manfaat dan tujuan dari obat yang digunakannya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan menghindari terjadinya kesalahan dalam penggunaan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a.
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek, seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) mempunyai fungsi dan peranan sebagai pemimpin dan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang berlangsung di apotek. Kegiatan tersebut mencakup aspek teknis kefarmasian (pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian) serta aspek non teknis kefarmasian (administrasi dan personalia).
b.
Kegiatan pekerjaan kefarmasian di Apotek Atrika mulai dari kegiatan secara teknis kefarmasian hingga non teknis kefarmasian telah dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5.2 Saran a.
Perlu diperhatikan adanya persediaan pengaman di apotek sehingga dapat menghindari adanya resep obat yang ditolak dan hilangnya penjualan karena tidak tersedianya obat yang diminta oleh pelanggan.
b.
Dalam pengelolaan apotek perlu ditingkatkan sarana yang digunakan, seperti dengan menggunakan sistem komputerisasi dalam hal pencatatan dan administrasi sehingga aktivitas di apotek dapat berjalan lebih lancar dan efisien.
51
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
52
DAFTAR REFERENSI
Departemen Kesehatan RI. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. (2011). Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) Good Pharmacy Practice (GPP). Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1997). Surat Edaran Dirjen POM No. 336/E/SE/1997. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta.
52
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
53
Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, the Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals. 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Cetakan Keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana. Widiyanti, T. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
54
Lampiran 1. Contoh Formulir APT-1
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
55
Lampiran 1. (Lanjutan) Contoh Formulir APT-1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
56
Lampiran 2. Contoh Formulir APT-2
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
57
Lampiran 3. Contoh Formulir APT-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
58
Lampiran 3. (Lanjutan) Contoh Formulir APT-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
59
Lampiran 3. (Lanjutan) Contoh Formulir APT-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
60
Lampiran 3. (Lanjutan) Contoh Formulir APT-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
61
Lampiran 3. (Lanjutan) Contoh Formulir APT-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
62
Lampiran 3. (Lanjutan) Contoh Formulir APT-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
63
Lampiran 4. Contoh Formulir APT-4
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
64
Lampiran 5. Contoh Formulir APT-5
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
65
Lampiran 5. (Lanjutan) Contoh Formulir APT-5
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
66
Lampiran 5. (Lanjutan) Contoh Formulir APT-5
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
67
Lampiran 6. Contoh Formulir APT-6
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
68
Lampiran 7. Contoh Formulir APT-7
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
69
Lampiran 8. Struktur Organisasi
Pemilik Sarana Apotek (PSA)
Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Apoteker Pendamping
Asisten Apoteker
Juru Resep
Kasir
Petugas Kebersihan
Kurir
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
70
Lampiran 9. Apotek Atrika Tampak dari Luar
Lampiran 10. Tata Ruang Etalase Depan Apotek
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
71
TOILET
RAK OBAT GENERIK
LEMARI PSIKOTROPIKA
LEMARI NARKOTIKA (DITANAM ATAS) DAN ALAT GELAS (BAWAH)
KARTU STOK
TIMBANGAN GRAM HALUS
MEJA RACIK
TIMBANGAN GRAM KASAR
RAK OBAT KORTIKOSTEROID DAN FAST MOVING
MEJA KERJA
MEJA KERJA
RAK OBAT PENCERNAAN DAN SIRUP
MEJA KOMPUTER
RAK OBAT KONTRASEPSI, RAK OBAT HORMON, ANTIPSIKOSIS, KARDIOVASKULAR KARDIOVASKULAR, (BAWAH) DAN ANTIHISTAMIN, DAN PERNAFASAN(ATAS) PENCERNAAN
Lampiran 11. Denah Ruang Apotek Atrika
RAK OBAT BAHAN BAKU (BAWAH) DAN OBAT TETES TELINGA, HIDUNG, DAN MATA (ATAS KIRI ATAS KANAN)
RAK OBAT OTC LIQUID
KASIR
RAK OBAT ANTIMIKROBA / ANTIVIRUS (BAWAH) DAN VITAMIN DAN SUPLEMEN(ATAS)
RAK OBAT OTC LIQUID DAN TOPIKAL
RAK OBAT ANALGETIK / ANTIPIRETIK (BAWAH) DAN ANTIBIOTIK(ATAS)
RAK OBAT KONSINYASI
COUNTER OBAT OTC SOLID
COUNTER OBAT OTC SOLID
MEJA
MEJA KARTU STOK GUDANG DAN PEMBUKUAN
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
72
Lampiran 12. Etiket Apotek Atrika
Lampiran 13. Copy Resep Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
73
Lampiran 14. Surat Pesanan Apotek Atrika
Lampiran 15. Surat Pesanan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
74
Lampiran 16. Laporan Penggunaan Narkotika
Lampiran 17. Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
75
Lampiran 18. Laporan Penggunaan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
76
Lampiran 19. Berita Acara Pemusnahan Resep POM.53.OB.53.AP.53.P1 BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek S.I.P.A Nomor Nama Apotek Alamat Apotek
: : : :
Dengan disaksikan oleh : 1. Nama Jabatan S.I.K. Nomor 2. Nama Jabatan S.I.K. Nomor
: : : : : :
Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama tiga tahun, yaitu: Resep dari tanggal ………….............. sampai dengan tanggal ……………………………… seberat ………………………….. kg. Tempat dilakukan pemusnahan : Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada: 1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi 3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek. ……, ……………… 20…. Saksi-saksi: Yang membuat berita acara,
1.
( S.I.K No:
)
2.
( S.I.K No:
)
( S.I.P.A. No:
)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN BESARAN IURAN YANG DIBAYARKAN KE BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN
VETHREEANY SIMAMORA, S.Farm 1206330223
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan ...............................................................................................
1 1 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 2.1 Sistem Kesehatan Nasional ............................................................... 2.2 Peran Serta Masyarakat ..................................................................... 2.3 Konsensus Besaran Iuran .................................................................. 2.3.1 Besaran Iuran Jaminan Kesehatan ..........................................
3 3 4 5 6
BAB 3 METODOLOGI PENULISAN ............................................................ 3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 3.2 Metode .............................................................................................
9 9 9
BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 10 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 15 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 15 5.2 Saran ................................................................................................ 15 DAFTAR REFERENSI .................................................................................... 16
ii
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya agar terwujud manusia Indonesia yang bermutu, sehat, dan produktif.
Dilandasi amanat Undang-Undang Dasar 1945, Undang-
Undang nomor 40 tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang nomor 24 tahun 2011, tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Indonesia melaksanakan langkah bagi terselenggaranya Jaminan Kesehatan Nasional mulai tahun 2014, demi tercapainya jaminan kesehatan semesta (universal health coverage). Salah satu program jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah upaya kesehatan perorangan yang bersifat komprehensif dan bermutu, mencakup
aspek
promotif,
preventif,
kuratif,
dan
rehabilitatif.
Dengan
diselenggarakannya satu sistem jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk pada tahun 2014, maka berbagai jenis jaminan kesehatan akan melebur ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk menunjang terwujudnya jaminan kesehatan untuk seluruh penduduk (universal coverage) dan terwujudnya lingkungan dan perilaku yang sehat, maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) wajib mendanai dan berperan dalam program-program kesehatan masyarakat yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Berdasarkan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN dan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pendanaan layanan kesehatan perorangan akan bertumpu dari iuran wajib yang akan dikelola oleh BPJS Kesehatan. Untuk menunjang keberhasilan seluruh
Sistem
Kesehatan
Nasional
(SKN),
maka
diperlukan
pengaturan
(PP/Perpres/Permenkes/Permendagri/Perda), peran serta masyarakat dan sumber daya manusia dalam berbagai disiplin, sistem informasi, serta sistem administrasi yang baik dan terpadu dalam menunjang keberhasilan sebuah SKN.
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
2
Dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika disusun sebuah laporan tugas khusus dengan judul “Peran Serta Masyarakat dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Besaran Iuran kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan”. Laporan tugas khusus ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua pihak dalam rangka menyambut era Sistem Jaminan Sosial Nasional di tahun 2014.
1.2
Tujuan Tujuan dari penyusunan laporan tugas khusus ini, ialah:
a. Memahami peran serta masyarakat dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. b. Mengetahui besaran iuran yang dibayarkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sistem Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan merupakan salah satu komponen Sistem Kesehatan
Nasional (SKN). Dengan demikian pengembangan jaminan kesehatan tidak bisa dilepaskan dari sistem kesehatan secara keseluruhan yang tujuan akhirnya adalah tercapainya derajat kesehatan penduduk Indonesia yang memungkinkan penduduk produktif dan kompetitif dengan penduduk negara-negara tetangga (Dewan Jaminan Sosial Nasional, 2012). Sistem Kesehatan Nasional pada prinsipnya terdiri dari dua bagian besar yaitu sistem pendanaan dan sistem layanan kesehatan. Subsistem pendanaan kesehatan menggambarkan dan mengatur sumber-sumber keuangan yang diperlukan untuk terpenuhinya kebutuhan kesehatan penduduk. Pendanaan kesehatan dapat bersumber dari (1) pendanaan langsung dari masyarakat (disebut out of pocket) yang dibayarkan dari perorangan/rumah tangga kepada fasilitas kesehatan; (2) pendanaan dari Pemerintah dan atau Pemda; (3) pembayaran iuran asuransi sosial yang wajib sebagaimana diatur dalam UU SJSN; (4) pendanaan oleh pihak ketiga, baik oleh pemberi kerja atau oleh peserta asuransi; dan (5) bantuan pendanaan dari berbagai sumber baik dalam maupun luar negeri (Dewan Jaminan Sosial Nasional, 2012). Berdasarkan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN dan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pendanaan layanan kesehatan perorangan akan bertumpu dari iuran wajib yang akan dikelola oleh BPJS Kesehatan. Sementara pendanaan bersumber dari kantong perorangan/keluarga, pemberi kerja baik langsung atau melalui asuransi kesehatan swasta akan menjadi sumber dana tambahan (top up) layanan kesehatan perorangan, sedangkan sumber dana dari Pemerintah/Pemda tetap diperlukan untuk mendanai bantuan iuran bagi penduduk miskin dan tidak mampu. Untuk menunjang terwujudnya jaminan kesehatan untuk seluruh penduduk (universal coverage) dan terwujudnya lingkungan dan perilaku yang sehat, maka Pemerintah dan Pemda tetap wajib mendanai dan berperan dalam program-program kesehatan masyarakat yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Untuk menunjang 3
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
4
keberhasilan seluruh Sistem Kesehatan Nasional (SKN), maka diperlukan pengaturan (PP/Perpres/Permenkes/Permendagri/Perda), peran serta masyarakat dan sumber daya manusia dalam berbagai disiplin, sistem informasi, serta sistem administrasi yang baik dan terpadu dalam menunjang keberhasilan sebuah SKN (Dewan Jaminan Sosial Nasional, 2012).
2.2
Peran Serta Masyarakat Salah satu prinsip penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk didalamnya
jaminan kesehatan, adalah kepesertaan bersifat wajib. Pasal 4 Undang- Undang No. 40 tahun 2004 tentang SJSN menyatakan bahwa “Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip : a. kegotong-royongan; b. nirlaba; c. keterbukaan; d. kehati-hatian; e. akuntabilitas; f. portabilitas; g. kepesertaan bersifat wajib; h. dana amanat , dan i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta”. Penjelasan Pasal 4 UU SJSN butir (g) menyatakan bahwa prinsip kepesertaan wajib dalam ketentuan ini adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap. Sedangkan yang dimaksud penduduk adalah WNI yang berada di dalam maupun di luar negeri dan Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Indonesia untuk masa paling sedikit 6 (enam) bulan. Untuk program jangka pendek seperti Jaminan Kesehatan, WNA yang bekerja di Indonesia wajib membayar iuran atau menjadi peserta. Dengan demikian maka target kepesertaan Jaminan Kesehatan, sebagai bagian program jaminan sosial SJSN, adalah seluruh penduduk yang tinggal di Indonesia. Oleh karena itu dalam upaya mencapai kepesertaan menyeluruh (universal coverage) Jaminan Kesehatan maka perlu dikenali jumlah, perkembangan, distribusi dan karekteristik penduduk Indonesia secara keseluruhan. Sebagai peserta, seluruh masyarakat berhak memperoleh manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
5
rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan (Dewan Jaminan Sosial Nasional, 2012). Masyarakat yang juga menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam pasal 13 Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, disebutkan mempunyai peran serta yang dapat dilakukan dengan cara memberikan data yang benar dan akurat tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, baik diminta maupun tidak diminta.
2.3
Konsensus Besaran Iuran (Dewan Jaminan Sosial Nasional, 2012) Besaran iuran merupakan kunci dari kesinambungan, kualitas Jaminan
Kesehatan, dan dampak Jaminan Kesehatan terhadap pencegahan terjadi kemiskinan baru. Dalam sistem asuransi sosial sebagaimana diatur dalam UU SJSN, besaran iuran harus dihitung agar (1) cukup untuk membayar layanan kesehatan, (2) cukup untuk mendanai BPJS dengan kualitas baik yang mencakup gaji pegawai yang memadai, dan tersedia perangkat manajemen yang efisien dan efektif, (3) tersedia dana cadangan teknis jika terjadi klaim yang tinggi, dan (4) tersedia dana pengembangan program maupun peningkatan manfaat karena ditemukannya teknologi baru layanan medis atau terapi medis. Besaran iuran harus mampu memupuk Dana Amanat yang memungkinkan BPJS membayar fasilitas kesehatan (termasuk tenaga kesehatan, pemeriksaan, obat dan bahan medis lainnya) yang tidak merugikan fasilitas kesehatan swasta. Indikasi kecukupan yang layak (fair) tersebut telah diatur dalam UU SJSN yang mengamanatkan pembayaran atas dasar hasil kesepakatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan. Kini telah ada berbagai perhitungan sementara yang menghasilan besaran iuran bantuan Pemerintah (PBI) dengan kisaran antara 19.000 – 54.000/orang/bulan. Sedangkan besaran iuran penerima upah berkisar antara 5-6 persen dari upah (take home income) sebulan dengan batas maksimum upah yang ditinjau secara berkala. Porsi iuran pekerja dan pemberi kerja diusulkan antara 2-3 persen pekerja dan 3-4 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
6
persen pemberi kerja. Besaran iuran tambahan per orang bagi pekerja yang memiliki anak lebih dari tiga dan ingin menjamin orang tua, mertua atau sanak-famili lainnya adalah 1 persen dari upah per orang per bulan. Iuran ini hanya menjadi beban pekerja.
2.3.1
Besaran Iuran Jaminan Kesehatan Dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945, UU SJSN menetapkan iuran
yang sama-sama ditanggung oleh pemberi kerja dan pekerja, kecuali bagi penduduk miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah. Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan. Pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Pemberi kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. Peserta yang bukan pekerja dan bukan penerima bantuan iuran wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. Pemerintah membayar dan menyetor iuran untuk penerima bantuan iuran kepada BPJS (Undang – undang No. 24 tahun 2011 tentang BPJS). Terdapat tiga ketentuan yang mengatur besaran iuran sesuai dengan Pasal 27 UU SJSN, yaitu: 1. Besaran iuran yang proporsional terhadap upah atau penghasilan bagi peserta dari kelompok pekerja di dalam hubungan kerja dan ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja; proporsi dan batas besaran iuran (minimal dan maksimal) ditetapkan dalam Perpres; 2. Besaran iuran tetap dalam bentuk nominal bagi peserta dari kelompok pekerja di luar hubungan kerja, besaran nominal ditinjau berkala dan ditetapkan dalam Perpres; Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
7
3. Besaran iuran bagi penerima bantuan iuran ditetapkan dalam Perpres dan harus diharmonisasikan dengan ketentuan dalam PP Penerima Bantuan Iuran. Dalam Rapat Koordinasi tingkat Menteri yang diadakan di Kemenakertrans pada tanggal 1 Juli 2013 telah diputuskan: 1. Iuran bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan sebesar Rp. 19.225,/orang/bulan. 2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau upah per bulan, dengan ketentuan: a) Bagi Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri, 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh pekerja. b) Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain PNS, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri, 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh pekerja. 3. Iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan, dengan ketentuan: a) sebesar Rp.25.500,-/orang/bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. b) sebesar Rp.42.500,-/orang/bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II. c) sebesar Rp.59.500,- /orang/bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. 4. Iuran bagi pensiunan ditetapkan sebesar 5% dari besaran pensiun yang diterima per bulan, dengan ketentuan: -
3% dibayar oleh Pemerintah; dan
-
2% dibayar oleh penerima pensiun.
5. Iuran bagi Veteran dan/atau Perintis Kemerdekaan, ditetapkan sebesar 5% dari pensiun PNS Gol III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per orang per bulan, dibayar oleh Pemerintah. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
8
6. Batas paling tinggi upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran sebesar 2 (dua) kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 1 (satu) orang anak.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENULISAN 3.1
Waktu dan Tempat Laporan tugas khusus dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Apotek Atrika yang terletak di Jalan Raya Kartini No. 34A Jakarta Pusat periode 23 September – 1 November 2013.
3.2
Metode Laporan tugas khusus disusun berdasarkan kajian literatur dan regulasi yang
terkait serta melakukan tinjauan langsung ke Kantor Pusat PT. Askes (Persero) di Jalan Let. Jend. Suprapto , Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
9
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional setiap orang memungkinkan untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Hal ini sesuai amanat UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3) yang menyatakan “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Agar hak setiap orang atas jaminan sosial sebagaimana amanat konstitusi dapat terwujud, maka dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dinyatakan bahwa program jaminan sosial bersifat wajib yang memungkinkan mencakup seluruh penduduk yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap. Seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa kecuali. Program jaminan sosial yang diprioritaskan untuk mencakup seluruh penduduk terlebih dahulu adalah program jaminan kesehatan. Sebagai peserta, seluruh masyarakat yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional berhak memperoleh manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Di samping itu, masyarakat juga diharapkan dapat memantau secara aktif dan terus menerus berperan dalam mencapai cakupan universal dan sekaligus menjadi pengawas (social control). Masyarakat yang juga menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam pasal 13 Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, disebutkan mempunyai peran serta yang dapat dilakukan dengan cara memberikan data yang benar dan akurat tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, baik diminta maupun tidak diminta. Besaran iuran merupakan kunci dari kesinambungan, kualitas Jaminan Kesehatan, dan peningkatan produktifitas penduduk. Apabila iuran ditetapkan tanpa perhitungan yang matang, atau hanya dengan kesepakatan, maka terdapat ancaman 10
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
11
BPJS tidak mampu membayar fasilitas kesehatan, jaminan tidak tersedia, dan rakyat tidak percaya lagi kepada negara. Hal ini harus dicegah dengan mengumpulkan iuran yang mecukupi (prinsip adequacy dalam asuransi). Besaran iuran harus: (1) cukup untuk membayar layanan kesehatan dengan kualitas baik, (2) cukup untuk mendanai operasional BPJS dengan kualitas baik dengan harga keekonomian yang layak, (3) tersedia dana cadangan teknis jika sewaktu-waktu terjadi klaim yang tinggi, dan (4) tersedia dana pengembangan program, riset operasional, atau pengobatan baru. Semua pengiur tidak perlu khawatir jika seandainya iuran terlalu tinggi sehingga terjadi kelebihan dana (surplus) karena prinsip nirlaba BPJS akan meluncurkan surplus untuk tahun-tahun berikutnya. Jika dana cadangan dari akumulasi surplus besar sekali, cukup mendanai klaim selama 5 (lima) tahun, maka BPJS sudah sangat kuat dan besaran iuran dapat diturunkan. Sebaliknya, jika ternyata dalam tahun-tahun pertama besaran iuran tidak memadai, maka seluruh peserta dan pemberi kerja harus siap untuk menambah iuran. Sudah tentu, pekerja dan atau pemberi kerja memiliki hak untuk memantau dan mengetahui kondisi keuangan BPJS yang memang harus dikelola secara transparan. Tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan bahwa jika ada surplus, dana tersebut dibagikan sebagai dividen atau diambil Pemerintah atau pihak lain. Dana yang terkumpul dan akumulasi surplus atau hasil investasi adalah Dana Amanat, yang tidak boleh digunakan oleh BPJS atau pihak lain kecuali untuk membayar layanan kesehatan yang digunakan oleh peserta. Berkaitan dengan iuran jaminan kesehatan, UU SJSN mengatur sebagai berikut: a. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu (Pasal 17 ayat 1). b. Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala (Pasal 17 ayat 2).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
12
c. Besarnya iuran ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak (Pasal 17 ayat 3). d. Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah (Pasal 17 ayat 4). e. Besarnya jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas tertentu, yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja (Pasal 27 ayat 1). Penetapan upah berdasarkan persentase sesuai dengan prinsip gotong royong. Prinsip kegotongroyongan dalam ketentuan ini adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya berobat bagi semua peserta, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji/upah, atau penghasilannya. f. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang tidak menerima upah ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala (Pasal 27 ayat 2). Penjelasan Pasal ayat 2 menyatakan bahwa yang dimaksud pembayaran iuran secara berkala dalam ketentuan ini adalah pembayaran setiap bulan. g. Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk penerima bantuan iuran ditentukan berdasarkan nominal yang ditetapkan secara berkala (Pasal 27 ayat 3). h. Batas upah ditinjau secara berkala (Pasal 27 ayat 4). i. Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan ingin mengikutsertakan anggota keluarga yang lain wajib membayar tambahan iuran (Pasal 28 ayat 1). Dalam rangka menghitung besaran iuran dan paket manfaat jaminan kesehatan, Tim ahli Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bersama dengan Universitas Indonesia, Universitas lain, Bank Dunia, tim Askes, tim Jamsostek, dan Tim Nasional Percepatan dan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah melakukan kajian ilmiah kecukupan iuran telah yang dapat dijadikan salah satu dasar dalam menetapkan besaran iuran jaminan kesehatan.. Hasil perhitungan itu diadopsi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
13
oleh DJSN untuk mengusulkan besaran iuran sementara yang harus dibayar Pemerintah untuk penduduk miskin dan tidak mampu. Dalam Rapat Koordinasi tingkat Menteri yang diadakan di Kemenakertrans pada tanggal 1 Juli 2013 telah diputuskan, bagi penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI Jamkes) iuran yang dibayarkan oleh pemerintah adalah Rp 19.225,per orang per bulan. Sedangkan besaran iuran untuk pekerja penerima upah sebesar 5% dari upah (take home income) dengan ketentuan bagi Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri porsi iuran pekerja dan pemberi kerja adalah 2% pekerja dan 3% pemberi kerja. Bagi peserta pekerja penerima upah selain PNS, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri, 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh pekerja. Dengan kontribusi iuran oleh pekerja, maka diharapkan pekerja memiliki daya kontrol kepada BPJS. Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja, iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan, dengan ketentuan sebesar Rp 25.500,/orang/bulan dengan rmanfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III, sebesar Rp 42.500,-/orang/bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II, dan sebesar Rp 59.500,-/orang/bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. Bagi pensiunan, iuran ditetapkan sebesar 5% dari besaran pensiun yang diterima per bulan, dengan ketentuan 3% dibayar oleh Pemerintah dan 2% dibayar oleh penerima pensiun. Bagi Veteran dan/atau Perintis Kemerdekaan, iuran ditetapkan sebesar 5% dari pensiun PNS Gol III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per orang per bulan dan dibayar oleh Pemerintah. Besaran iuran tambahan per orang bagi pekerja yang memiliki anak lebih dari tiga orang dan atau ingin menjamin orang tua, mertua atau sanak-famili lainnya (peserta sponsor) adalah 1% dari upah per orang per bulan. Iuran ini hanya menjadi beban pekerja.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
14
Dengan demikian terjadi sistem yang berkeadilan dimana semua penduduk bertanggung-jawab atas dirinya dengan mengiur yang porsinya terhadap penghasilan relatif sama. Yang berpenghasilan rendah mengiur dengan nilai nominal lebih kecil dan yang berpenghasilan tinggi mengiur dengan nilai nominal lebih besar, tetapi persentase upah/penghasilan relatif sama. Dengan demikian, terjadi subsidi silang atau kegotongroyongan nasional antara mereka yang lebih kaya kepada yang lebih miskin, yang muda kepada yang tua, dan yang sehat kepada yang sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
a. Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, masyarakat berperan serta dalam aktif menjadi peserta jaminan sosial termasuk juga sebagai penerima bantuan iuran. b. Bagi penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI Jamkes) besaran iuran yang dibayarkan oleh pemerintah adalah Rp 19.225,-/orang/bulan. Besaran iuran untuk pekerja penerima upah sebesar 5% dari upah (take home income). Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja, iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan, dengan ketentuan sebesar Rp 25.500,-/orang/bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III, sebesar Rp 42.500,-/orang/bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II, dan sebesar Rp 59.500,/orang/bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. Bagi pensiunan, iuran ditetapkan sebesar 5% dari besaran pensiun yang diterima per bulan dan bagi Veteran dan/atau Perintis Kemerdekaan, iuran ditetapkan sebesar 5% dari pensiun PNS Gol III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per orang per bulan dan dibayar oleh Pemerintah.
5.2
Saran
a. Masyarakat diharapkan dapat memantau secara aktif dan terus menerus berperan dalam mencapai cakupan universal dan sekaligus menjadi pengawas (social control). b. Perlu dilakukan analisis secara periodik tentang besarnya iuran, untuk memastikan bahwa besaran iuran sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan jaminan kesehatan.
15
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014
DAFTAR REFERENSI
Dewan Jaminan Sosial Nasional. (2012). Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012 – 2019. Dewan Jaminan Sosial Nasional: Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2004). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2011). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2013). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta.
16
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vethreeany Simamora, FF UI, 2014