UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
LINDA JULI ASTUTI, S.Farm. 1206329770 1206330204
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
LINDA JULI ASTUTI, S.Farm. 1206329770 1206330204
ANGKATAN LXXVII
TRI VITA PRATIWI, S. Farm. 1206330204 FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Linda Juli Astuti, S. Farm.
NPM
: 1206329770
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 16 Januari 2014
iii
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh: Nama : Linda Juli Astuti, S.Farm. NPM : 1206329770 Program Studi : Program Profesi Apoteker Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan No.27 Manggarai Jakarta Selatan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
iv
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Penyusunan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia. Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Dra. Azizahwati, M.S., Apt. selaku Apoteker Pengelola Apotek dan Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan pengetahuan kepada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA ini. 2. Dr. Dra. Nelly Dhevita Leswara, M.Sc., Apt. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan laporan PKPA ini. 3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 4. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt selaku Pjs. Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013. 5. Dr. Harmita Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia
sekaligus
Pembimbing
Akademis
yang
telah
memberikan arahan dan bimbingan selama masa perkuliahan. 6. Seluruh tenaga kerja Apotek Keselamatan yang telah memberikan bantuan dan kerja sama yang baik selama penulis melaksanakan PKPA. 7. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas segala ilmu pengetahuan dan bimbingannya selama ini. 8. Orang tua dan keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan moril dan finansial selama masa perkuliahan hingga saat ini. v
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
9. Teman-teman seperjuangan di Apotek Keselamatan atas kerjasama selama pelaksanaan PKPA. 10. Teman-teman Apoteker Angkatan LXXVII atas bantuan dan kerjasama selama masa perkuliahan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas segala bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada penulis selama penyusunan laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2014
vi
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Linda Juli Astuti, S.Farm. NPM : 1206329770 Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai Jakarta Selatan beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 16 Januari 2014 Yang menyatakan
(Linda Juli Astuti, S.Farm.)
vii
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Linda Juli Astuti, S. Farm. : Farmasi :.Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai Jakarta Selatan
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menunjang upaya pelayanan kesehatan. Apotek adalah suatu sarana pelayanan kesehatan, tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, tempat dilakukannya praktek kefarmasian dan tempat penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin tersedianya sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, maka apoteker perlu mengetahui bagaimana cara melakukan pengelolaan sediaan farmasi yang tepat sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di apotek dan siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada 17 Juni – 26 Juli 2013 di Apotek Keselamatan agar calon apoteker memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman tentang apotek yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan pengelolaan apotek. Melalui PKPA tersebut, diharapkan calon apoteker dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek.
Kata Kunci
:. Apotek Keselamatan, Pharmaceutical care, Pelayanan Kefarmasian, Praktek Kerja Profesi Apoteker. Tugas Umum : xiv + 68 halaman; 23 lampiran Tugas Khusus : iv + 33 halaman; 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 27 (1969-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 19 (1992-2012)
viii
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
ABSTRACT Name Study Program Title
: Linda Juli Astuti, S. Farm. : Pharmacy : Report of Pharmacist Internship Program at Keselamatan Pharmacy Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai South Jakarta
Pharmacy is one of the health care facilities that support the health care effort. Pharmacy is a health care facility, where the pharmacist profession has devoted oath of occupation can do their responsibility, the place where practice of pharmacy and distribution of pharmaceuticals to the public. The existence of community pharmacies in the environment intended to ensure sufficient availability of pharmaceutical preparations for the community. To achieve this goal, the pharmacist needs to know how to do a proper management of pharmaceutical preparations so that the pharmaceutical preparation is always available at pharmacies and ready to be distributed to people in need. Pharmacist Internship Program ( PKPA ) conducted on June 17th to July 26th 2013 in the Keselamatan Pharmacy for prospective pharmacists have the knowledge and understanding of the pharmacy that is in terms of the implementation of pharmacy services and pharmacy management. Through the PKPA, prospective pharmacists is expected to increase the insight, knowledge and skills in managing patient care and pharmaceutical preparations in pharmacy.
Keyword
: Keselamatan Pharmacy, Pharmaceutical Care, Pharmaceutical Services, Pharmacist Internship Program. General Assignment : xiv + 68 pages; 23 appendixes Specific Assignment : iv + 33 pages; 1 appendix Bibliography of General Assignment : 27 (1969-2013) Bibliography of Specific Assignment : 19 (1992-2012)
ix
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................ HALAMAN JUDUL ................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ............... ABSTRAK .................................................................................................. ABSTRACT ................................................................................................. DAFTAR ISI................................................................................................ DAFTAR GAMBAR................................................................................... DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
i ii iii iv v vii viii ix x xii xiii xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang......................................................................... 1.2 Tujuan ......................................................................................
1 1 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM........................................................................ 2.1 Definisi Apotek........................................................................ 2.2 Landasan Hukum Apotek ........................................................ 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ........................................................ 2.4 Studi Kelayakan Pendirian Apotek.......................................... 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek ..................................................... 2.6 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek............................... 2.7 Pencabutan Izin Apotek ........................................................... 2.8 Apoteker Pengelola Apotek ..................................................... 2.9 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker.................................... 2.10 Pengelolaan Apotek ................................................................. 2.11 Sediaan Farmasi ....................................................................... 2.12 Pelayanan Apotek .................................................................... 2.13 Pengadaan Persediaan Apotek ................................................. 2.14 Pengendalian Persediaan Apotek............................................. 2.15 Strategi Pemasaran Apotek ......................................................
3 3 3 4 5 6 8 11 12 13 14 15 24 33 34 41
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KESELAMATAN .................. 3.1 Pendahuluan............................................................................. 3.2 Lokasi dan Tata Ruang ............................................................ 3.3 Sumber Daya Manusia dan Struktur Organisasi...................... 3.4 Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan................................................ 3.5 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya............ 3.6 Pelayanan Apotek .................................................................... 3.7 Pengelolaan Narkotika ............................................................. 3.8 Pengelolaan Psikotropika......................................................... x
43 43 43 44 44 46 49 51 52
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
3.9
Kegiatan Administrasi dan Keuangan .....................................
53
BAB 4 PEMBAHASAN ..............................................................................
56
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 5.2 Saran ........................................................................................
65 65 65
DAFTAR ACUAN.......................................................................................
66
xi
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5
Penandaan obat bebas .............................................................. Penandaan obat bebas terbatas................................................. Penandaan obat keras............................................................... Penandaan obat narkotika. ....................................................... Diagram model pengendalian persediaan ................................
xii
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
15 15 17 18 38
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penggolongan tanda peringatan obat bebas terbatas. ................. Tabel 2.2 Matriks analisis ABC-VEN........................................................
xiii
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
16 40
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21. Lampiran 22. Lampiran 23.
Contoh formulir model APT-1.............................................. Contoh formulir model APT-2.............................................. Contoh formulir model APT-3.............................................. Contoh formulir model APT-4.............................................. Contoh formulir model APT-5.............................................. Contoh formulir model APT-6.............................................. Contoh formulir model APT-7.............................................. Surat pesanan narkotika ........................................................ Laporan narkotika SIPNAP. ................................................. Surat pesanan psikotropika ................................................... Laporan psikotropika SIPNAP.............................................. Lokasi Apotek Keselamatan. ................................................ Denah ruangan Apotek Keselamatan .................................... Desain eksterior Apotek Keselamatan .................................. Desain obat-obat OTC Apotek Keselamatan ........................ Desain obat-obat ethical Apotek Keselamatan ..................... Surat pesanan Apotek Keselamatan ...................................... Tanda terima tukar faktur Apotek Keselamatan ................... Kartu stok barang Apotek Keselamatan................................ Etiket obat Apotek Keselamatan........................................... Salinan resep Apotek Keselamatan ....................................... Kuitansi Apotek Keselamatan............................................... Alur penerimaan barang di Apotek Keselamatan .................
xiv
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
69 71 72 78 79 82 83 84 85 88 89 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Oleh karena itu setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan prinnsip non-diskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa dan pembangunan nasioal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh serta berkesinambungan.. Pembangunan sarana-sarana pelayanan kesehatan
termasuk di dalam upaya kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal sehingga meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat (Presiden RI, 2009). Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menunjang upaya pelayanan kesehatan.. Apotek adalah suatu sarana pelayanan kesehatan, tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, tempat dilakukannya praktek kefarmasian dan tempat penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin tersedianya sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, maka apoteker perlu mengetahui bagaimana cara melakukan pengelolaan sediaan farmasi yang tepat sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di apotek dan siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan. Pengelolaan sediaan farmasi 1
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
oleh apoteker merupakan suatu siklus yang berkesinambungan, dimulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemantauan, evaluasi dan kembali lagi pada tahap perencanaan. Keterampilan seorang apoteker dalam mengendalikan siklus pengelolaan sediaan farmasi akan menentukan keberhasilan suatu apotek dalam menjalankan fungsinya bagi masyarakat (Presiden RI, 2009). Berdasarkan hal tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek bagi para calon apoteker sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan para calon apoteker agar memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman tentang apotek yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan pengelolaan apotek. Salah satu apotek yang menjadi tempat pelaksanaan PKPA tersebut ialah Apotek Keselamatan. Melalui PKPA di Apotek Keselamatan yang dilaksanakan mulai tanggal 17 Juni hingga 26 Juli 2013, diharapkan calon apoteker dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan bertujuan agar calon
apoteker: a
Mengetahui dan memahami peran seorang apoteker dalam pengelolaan apotek
yang
meliputi
kegiatan
administrasi,
manajemen
keuangan,
pengadaan, penyimpanan dan penjualan perbekalan farmasi. b Mempelajari dan memahami praktek pelayanan kefarmasian terhadap pasien di apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1.
Definisi Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat tertentu dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Menurut PP No 51 tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker meliputi pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien.
2.2.
Landasan Hukum Apotek
Dalam menjalankan praktik kefarmasiannya, apotek sebagai fasilitas pelayanan kefarmasian berlandaskan pada: a. Undang-Undang Negara: 1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. 3
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
b. Peraturan Pemerintah: 1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 3) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
c. Peraturan Menteri Kesehatan: 1) Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 2) Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
d. Keputusan Menteri Kesehatan: 1) Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2) Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut : a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
5
b. Sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran dan penyerahan atau obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.4
Studi Kelayakkan Pendirian Apotek Studi kelayakan (feasibility study) adalah suatu metode penjajakan
gagasan (idea) suatu proyek dalam hal ini adalah pendirian usaha apotek, mengenai kemungkinan usaha tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan. Fungsi dari studi kelayakan sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan karena dibuat berdasarkan data-data dari berbagai sumber yang dianalisis dari banyak aspek. Keberhasilan studi kelayakan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kemampuan sumber daya internal (kemampuan manajemen, kualitas pelayanan dan produk) dan lingkungan eksternal (pertumbuhan pasar, pesaing dan perubahan peraturan) (Umar, 2011). Tahapan pembuatan studi kelayakan terdiri dari tahap penemuan gagasan, penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan rencana dan pelaksanaan rencana kerja. Pada tahap penemuan gagasan, harus selalu diperhatikan tentang kriteria gagasan yang baik untuk selanjutnya didiskusikan dan dianalisis. Adapun kriteria gagasan yang baik adalah sesuai dengan visi organisasi, menguntungkan organisasi, sesuai dengan kemampuan sumber daya organisasi, tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan aman untuk jangka panjang. Apabila hasil analisis gagasan memberikan gambaran yang baik bagi organisasi di masa mendatang, maka gagasan tersebut ditindaklanjuti dengan penelitian di lapangan. Data-data yang dibutuhkan saat melakukan penelitian lapangan adalah data ilmiah (nilai strategis lokasi, data kelas konsumen, peraturan yang berlaku dan tingkat persaingan) dan data non ilmiah (intuisi yang diperoleh setelah melihat lokasi dan kondisi lingkungan di sekitarnya) (Umar, 2011). Menurut Umar (2011), setelah penelitian lapangan selesai dilakukan, data-data hasil penelitian tersebut dievaluasi dengan cara: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
6
a. Memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh, yang terdiri dari faktor eksternal (tipe konsumen, tingkat keuntungan yang akan diperoleh, kondisi keamanan, peraturan yang berlaku) dan faktor internal (keuangan, produk, tenaga kerja, kemampuan manjemen). b. Membuat usulan proyek yang meliputi: 1) Pendahuluan, mengenai latar belakang dan tujuan. 2) Analisis teknis, mengenai peta lokasi dan lingkungan sekitar, desain interior dan eksterior, serta jenis produk. c. Analisis pasar, mengenai potensi pasar dan target pasar. d. Analisis manajemen, mengenai struktur organisasi, jenis pekerjaan, jumlah kebutuhan tenaga kerja, dan program kerja. e. Analisis keuangan, mengenai jumlah biaya investasi dan modal kerja, sumber pendanaan, dan aliran kas. Apabila usulan proyek disetujui, maka dilakukan penetapan waktu untuk memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas seperti penyediaan dana biaya investasi dan modal kerja, pengurusan izin, pembangunan gedung, perekrutan karyawan, penyiapan barang dagangan, pelaksanaan operasional. Dalam pelaksanaan setiap jenis pekerjaan, dibuat suatu format yang berisi jadwal pelaksanaan pekerjaan, catatan penyimpangan yang terjadi dan hasil evaluasi serta solusi penyelesaiannya.
2.5
Tata Cara Perizinan Apotek Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek sebelum
melaksanakan pekerjaan kefarmasian di apotek (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993). Surat Izin Apotek atau SIA adalah surat izin yang diberikan kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Surat izin ini diberikan oleh Menteri Kesehatan yang kemudian dilimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
7
pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Izin apotek berlaku untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993). Adapun
prosedur
untuk
mendapatkan
SIA
adalah
sebagai
berikut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1 (Lampiran 1). b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 (Lampiran 2), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3 (Lampiran 3). d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor (b) dan nomor (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan menggunakan contoh formulir Model APT-4 (Lampiran 4). e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor (c) atau nomor (d), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
8
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud nomor (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6). g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam nomor (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penundaan. h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud nomor (e) dan atau nomor (f), atau lokasi apotek tidak sesuai permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7 (Lampiran 7). Bila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian apotek dengan mengadakan kerja sama dengan pemilik sarana apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993): a. Penggunaan sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
2.6
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922/MENKES/SK/X/1993 pasal 6 disebutkan persyaratan-persyaratan pendirian apotek sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
9
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain diluar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja apotek dan perbekalan farmasi (Umar, 2011): a. Tempat/lokasi Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, namun ketentuan ini dapat berbeda sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah masing-masing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan faktor-faktor lainnya. b. Bangunan Suatu apotek harus mempunyai bangunan yang memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Suatu apotek minimal memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama apotek. c. Perlengkapan apotek Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan apotek yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya. Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
10
1) Peralatan pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti gelas ukur (10 ml, 100 ml dan 250 ml), labu erlenmeyer (100 ml, 250 ml, 1 L), gelas piala (100 ml, 500 ml dan 1L), panci pengukur 1L, corong berbagai ukuran, timbangan miligram dan gram dengan anak timbangan yang sudah ditara, termometer, mortir
berdiameter
5-10
cm
dan
10-15
cm
beserta
alu,
spatel
logam/tanduk/plastik dan porselen, cawan penguap porselen diameter 5-15 cm, batang pengaduk dan pemanas air, kompor/alat pemanas yang sesuai, panci dan rak tempat pengeringan alat. 2) Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin (kulkas) dan lemari khusus untuk narkotika serta psikotropika. 3) Wadah pengemas dan pembungkus. 4) Perlengkapan administrasi, seperti blanko pesanan, salinan resep, buku catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat dan kuitansi. 5) Buku wajib (Farmakope Indonesia) dan literatur penunjang lainnya yang dibutuhkan seperti Informasi Spesialite Obat (ISO), MIMS dan buku tentang peraturan/undang-undang yang berhubungan dengan kegiatan apotek. d. Tenaga kerja apotek Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek yaitu: 1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi SIA. 2) Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. 3) Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker. 4) Tenaga non kefarmasian, seperti tenaga administrasi, kasir dan petugas kebersihan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
11
2.7
Pencabutan Izin Apotek Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat
dikenakan sanksi, baik sanksi adminsitratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 adalah pencabutan surat izin apotek yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pencabutan izin dilakukan apabila: a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai APA. b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban yang seharusnya dilakukan. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terusmenerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang obat. e. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) APA dicabut. f. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin apotek. Adapun pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Apabila SIA dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dilakukan wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
12
b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a). Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
2.8
Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan
Keputusan
1027/Menkes/SK/IX/2004
tentang
Menteri Petunjuk
Kesehatan Teknis
RI
Pelaksanaan
Nomor Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional dengan kompetensi sebagai berikut: a. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik. Apoteker sebagai pengelola apotek harus dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus dapat mengintegrasikan pelayanannya dalam sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan
sehingga
dihasilkan
sistem
pelayanan
kesehatan
yang
berkesinambungan. b. Mampu untuk mengambil keputusan profesional. Apoteker harus mampu mengambil keputusan yang tepat, yang berdasarkan pada efikasi, efektifitas dan efisiensi penggunaan obat dan alat kesehatan. c. Mampu berkomunikasi dengan baik. Apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya secara verbal dan nonverbal serta menggunakan bahasa yang sesuai dengan pendengarnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
13
d. Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner. Apoteker harus mampu menjadi pemimpin, yaitu mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif, mampu mengkomunikasikannya, dan mampu mengelola hasil keputusan tersebut. e. Mempunyai kemampuan dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi secara efektif. f. Harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. g. Selalu belajar di sepanjang kariernya. Apoteker harus selalu belajar, baik pada jalur formal maupun informal, disepanjang kariernya sehingga ilmu dan keterampilan yang dipunyai selalu baru (up to date). h. Membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Apoteker mempunyai tanggung jawab mendidik dan melatih sumber daya yang ada, serta memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang dapat meningkatkan keterampilan.
2.9
Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker Pengalihan tanggung jawab apoteker dalam sebuah apotek diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 (Pasal 19 dan 24) dimana tanggung jawab pengelolaan apotek
dapat
dialihkan dalam
kondisi sebagai berikut: a. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. b. Apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker pengganti. Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terusmenerus, telah memiliki SIPA dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain yang disebut apoteker pengganti.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
14
c. Penunjukkan apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. d. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, maka pelaporan kejadian wajib mengikutsertakan penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Kejadian penyerahan tersebut dibuat Berita Acara Serah Terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat,dengan tembusan Kepala Balai POM setempat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA wajib dilakukan serah terima resep, narkotika obat dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.
2.10
Pengelolaan Apotek Kegiatan pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan nonteknis kefarmasian. Kegiatan pengelolaan nonteknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/PER/X/1993, pengelolaan apotek meliputi : a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
15
2.11
Sediaan Farmasi Menurut PP No. 51 Tahun 2009 yang termasuk dalam sediaan farmasi
adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika dan psikotropika (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983).
2.11.1 Obat Bebas Obat bebas adalah obat tanpa peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983).
[Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]
Gambar 2.1. Penandaan obat bebas 2.11.2 Obat bebas terbatas Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat obat bebas terbatas adalah lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983).
[Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]
Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas
Pada golongan obat bebas terbatas harus mencantumkan tanda peringatan pada wadah atau kemasan berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm atau disesuaikan dengan kemasan dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1969). Tanda peringatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
16
Tabel 2.1. Penggolongan Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas Penggolongan Tanda Peringatan
Gambar Tanda Peringatan
Tanda P no.1
Tanda P no.2
Tanda P no.3
Tanda P no.4
Tanda P no.5
Tanda P no.6
[Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]
2.11.3 Obat keras daftar G Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan kalimat “Harus dengan Resep Dokter” (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
17
[Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]
Gambar 2.3. Penandaan obat keras
2.11.4 Narkotika Menurut Undang-undang No 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penururnan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan yaitu: a. Narkotika Golongan I Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi dan mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: tanaman Papaver somniferum (kecuali bijinya), opium, kokain, heroin, psilosibin dan amfetamin. b. Narkotika Golongan II Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: difenoksilat, metadon, morfin, petidin. c. Narkotika Golongan III Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, dihidrokodein, norkodein. Tanda khusus yang terdapat pada narkotika adalah palang medali berwarna merah dengan dasar putih.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
18
Gambar 2.4. Penandaan obat narkotika
2.11.4.1 Pengelolaan Narkotika Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut UndangUndang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, adanya pengaturan tentang narkotika memiliki tujuan, antara lain : a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Mencegah,
melindungi
dan
menyelamatkan
bangsa
Indonesia
dari
penyalahgunaan narkotika. c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika d. Menjamin
pengaturan
upaya
rehabilitasi
medis
dan
sosial
bagi
penyalahgunaan dan pencandu narkotika.
2.11.4.2 Perencanaan Narkotika Narkotika termasuk salah satu sediaan farmasi sehingga perencanaan narkotika sama seperti perencanaan sediaan farmasi. Kegiatan dalam perencanaan narkotika meliputi penetapan jenis dan jumlah narkotika sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah narkotika mendekati kebutuhan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.11.4.3 Pengadaan/Pemesanan Narkotika Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri Kesehatan yaitu PT. Kimia Farma dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan dilakukan dengan membuat surat pesanan narkotika asli yang terdiri dari empat rangkap. Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
19
nomor Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013). Contoh Surat Pesanan Narkotika dapat dilihat dalam Lampiran 8.
2.11.4.4 Penyimpanan Narkotika Berdasarkan
Permenkes
Nomor
28/MENKES/PER/V/1978
tentang
penyimpanan narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta untuk persediaan, bagian kedua digunakan untuk menyimpan persediaan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. e. Lemari harus dikunci dengan baik. f. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika. g. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. h. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
2.11.4.5 Pelayanan/penyerahan Narkotika Menurut Undang-undang nomor 35 tahun 2009 pasal 43, apotek hanya dapat melakukan penyerahan narkotika kepada rumah sakit, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan kepada pasien berdasarkan resep dari dokter. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
20
tahun 1976 Pasal 7 suatu apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter. Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli tersebut. Apotek tidak boleh melayani resep yang berisi narkotika dengan tulisan “iter” .
2.11.4.6 Pemusnahan Narkotika Tujuan
dilakukannya
pertanggungjawaban
pemusnahan
narkotika
adalah
menghapus
apoteker terhadap pengelolaan narkotika, menjamin
narkotika yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar yang berlaku dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi rsiko terjadinya penggunaan obat yang sub standar (Departemen Kesehatan RI, 2008). Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika bahwa pemusnahan narkotika dilakukan ketika hasil produksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan dilakukan oleh apotek disertai dengan membuat Berita Acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada pihak-pihak terkait. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan UndangUndang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, Berita Acara pemusnahan memuat: a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter pemilik narkotika. b. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau badan tersebut. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
21
c. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. d. Cara pemusnahan. e. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokter pemilik narkotika dan saksi-saksi. Berita acara pemusnahan tersebut dikirimkan kepada dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai arsip di apotek.
2.11.4.7 Pencatatan dan Pelaporan Narkotika Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan (Lampiran 9). SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit layanan (puskesmas, rumah sakit dan apotek) ke Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan menggunakan pelaporan elektronik melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.11.5 Psikotropika Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi empat golongan :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
22
a. Psikotropika Golongan I Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Psilosibin, lisergida. b. Psikotropika Golongan II Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, sekobarbital. c. Psikotropika Golongan III Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentazosin, pentobarbital, siklobarbital. d. Psikotropika Golongan IV Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat khas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, fenobarbital, ketazolam.
2.11.5.1 Pengelolaan Psikotropika Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997, psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah : a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
23
2.11.5.2 Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIA (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013) Contoh Surat Pesanan Psikotropika dapat dilihat dalam Lampiran 10. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga dan diberikan stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.
2.11.5.3 Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan pada rak atau lemari khusus.
2.11.5.4 Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
2.11.5.5 Pemusnahan Psikotropika Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal yang berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
24
2.11.5.6 Pelaporan Psikotropika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program SIPNAP (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika. Contoh laporan psikotropika dapat dilihat dalam Lampiran 11.
2.12 Pelayanan Apotek Pelayanan Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993, meliputi : a.
Apoteker
berkewajiban
menyediakan,
menyimpan
dan
menyerahkan
perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. b. Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep di apotek sepenuhnya atas tanggung jawab APA, sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesi yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. c.
Apoteker tidak diizinkan untuk menggantikan obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten.
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat. e.
Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional.
f.
Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila karena pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
g.
Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
25
h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun. i.
Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep, penderita yang bersangkutan atau yang merawat penderita, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.
j.
APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotek, APA dapat menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, maka APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Penunjukkan ini harus dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Balai POM setempat. l.
APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping dan apoteker pengganti di dalam pengelolaan apotek.
m. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA.. n. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh asisten apoteker di bawah pengawasan apoteker. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 mengatur tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
26
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, pelayanan kefarmasian terdiri dari pelayanan resep, promosi dan edukasi serta pelayanan residensial (Home Care).
2.12.1 Pelayanan Resep Pelayanan resep meliputi skrining resep, penyiapan obat dan penyerahan obat yang disertai dengan informasi tentang penggunaan obat. Apoteker melakukan skrining resep (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004) meliputi: a. Persyaratan administratif: 1) Nama, SIP dan alamat dokter. 2) Tanggal penulisan resep. 3) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. 4) Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. 5) Nama obat , potensi, dosis dan jumlah yang diminta. 6) Cara pemakaian yang jelas. 7) Informasi lainnya. b. Kesesuaian
farmasetik:
bentuk
sediaan,
dosis,
potensi,
stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Setelah dilakukan skrining resep oleh apoteker, dilakukan kegiatan kefarmasian sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004): a. Peracikan Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
27
b. Etiket, dimana harus jelas dan dapat dibaca. c. Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. d. Penyerahan obat. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan pada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. e.
Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana serta terkini. Informasi obat pada pasien minimal meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. f.
Konseling Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara
apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. g.
Pemantauan penggunaan obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan
penggunaan
obat,
terutama
untuk
pasien
tertentu
seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
28
2.12.2 Promosi dan edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.12.3 Pelayanan Residensial (Home Care) Pelayanan residensial (Home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan pasien atau PMR (Patient Medication Record).
2.12.4
Pelayanan Swamedikasi
Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi agar masyarakat dapat melakukan swamedikasi secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan dengan tidak semestinya. Dalam pelaksanaan swamedikasi, apoteker memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional. Pemberian informasi dilakukan terutama dalam mempertimbangkan: a. Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
29
b. Ketepatan pemilihan obat yang efektif, aman dan ekonomis. c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat. Penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek (OWA) dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara aman dan rasional. Pelaksanaan swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orangtua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat
dimaksud
memiliki
risiko
khasiat
keamanan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Satu hal yang sangat penting dalam informasi swamedikasi adalah meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang digunakan pasien. Selain itu, apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memantau penyakitnya dan kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter. Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam pelaksanaan swamedikasi antara lain:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
30
a. Khasiat obat Apoteker perlu menerangkan dengan jelas khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien. b. Kontraindikasi Pasien perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi yang dimaksud. c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada) Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul dan apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya. d. Cara pemakaian Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain. e. Dosis Dosis harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. f. Waktu pemakaian Waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur. g. Lama penggunaan Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang atau sudah memerlukan pertolongan dokter. h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan. i. Hal yang harus dilakukan jika lupa meminum obat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
31
j. Cara penyimpanan obat yang baik k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak Selain itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan obat harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien. Selain konseling dalam farmakoterapi, apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut: a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia. b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi. c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek yang tidak dikehendaki yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi. d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan secara hati-hati dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
32
2.12.5
Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) merupakan obat yang termasuk
golongan obat keras yang dapat diperoleh tanpa menggunakan resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek. Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat wajib (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1990; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1999): a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien sesuai dengan yang disebutkan dalam DOWA. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek antara lain: 1) Obat kontrasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi. 2) Obat saluran cerna, yang terdiri dari : a) Antasida + sedatif/spasmodik b) Anti spasmodik c) Spasmodik + analgesik d) Antimual e) Laksan 3) Obat mulut dan tenggorokan 4) Obat saluran napas 5) Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, yang terdiri dari : a) Analgesik b) Antihistamin 6) Antiparasit yang terdiri dari obat cacing 7. Obat topikal untuk kulit yang terdiri dari: a) Semua salep/krim antibiotic b) Semua salep/krim kortikosteroid c) Semua salep/krim/gel anti inflamasi nonsteroid (AINS) Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
33
d) Antijamur e) Antiseptik local f) Enzim anti radang topical g) Pemutih kulit
2.13
Pengadaan Persediaan Apotek Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan
farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran yang bertujuan memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup
dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku (Quick, 1997). Pengadaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (Seto, Nita dan Triana, 2004): a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan ketentuan yang berlaku. Secara umum, jenis pengadaan berdasarkan waktu terdiri dari (Quick, 1997): a. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing dan perpetual purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya, obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi masalah utama atau obat berharga murah yang jarang digunakan cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obat yang relatif slow moving Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
34
tetapi digunakan secara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing). Obat-obat yang banyak diminati serta harganya sangat mahal, maka pemesanannya dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan, maka pengadaan barang di apotek dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu (Seto, Nita dan Triana, 2004): a. Pembelian kontan. Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual. b. Pembelian kredit, adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek. c. Konsinyasi (titipan obat), adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kedaluwarsa atau waktu yang telah disepakati, maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya
2.14 Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Pengendalian persediaan mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan.
2.14.1 Parameter – parameter dalam pengadaan persediaan a. Konsumsi rata-rata Hal ini sering juga disebut permintaan (demand) yang merupakan permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
35
kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan (Quick, 1997). b. Waktu tunggu/waktu tenggang (Lead Time/LT) Merupakan waktu tenggang yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai dengan penerimaan barang. Waktu tunggu ini dapat berbeda beda untuk setiap pemasok. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada waktu tunggu adalah jarak antara pemasok dengan apotek, jumlah pesanan dan kondisi pemasok (Quick, 1997). Waktu tunggu diperoleh berdasarkan nilai 10%-20% dari konsumsi rata-rata dimana 10% untuk golongan obat slow moving dan 20% untuk golongan obat fast moving (Kementerian Kesehatan, 2008). c. Persediaan Pengaman (Safety Stock/SS) Persediaan pengaman merupakan persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan karena perubahan pada permintaan misalnya karena adanya permintaan barang yang meningkat secara tiba-tiba karena adanya wabah penyakit (Quick, 1997). Persediaan pengaman dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997): SS = LT x CA Keterangan : SS = Safety stock (persediaan pengaman) LT = Lead Time (waktu tunggu) CA = Average Consumption (konsumsi rata-rata) d. Persediaan Minimum (Minimum Stock) Merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini maka pemesanan harus langsung dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stok kosong (Quick, 1997). Persediaan minimum dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997): S min = (LT x CA) + SS Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
36
Keterangan: S min
= Persediaan minimum
LT
= Lead Time (waktu tunggu)
CA
= Average Consumption (konsumsi rata-rata)
SS
= Safety stock (persediaan pengaman)
e. Persediaan Maksimum (Maximum Stock) Merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika jumlah persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan kerugian (Quick, 1997). Persediaan maksimum dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997): S max = S min + (PP x CA) Keterangan: S max
= Persediaan maksimum
S min
= Persediaan minimum
PP
= Procurement period (waktu hingga pemesan selanjutnya sampai)
CA
= Average Consumption (konsumsi rata-rata)
f. Perputaran persediaan Adalah menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang dari mulai pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving (Quick, 1997).
Keterangan : So = Persediaan awal
Sr = Persediaan rata-rata
P = Jumlah pembelian
Sn = Persediaan Akhir Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
37
g. Jumlah pesanan (Economic Order Quantity/EOQ/Economic Lot Size) Persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas, waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal dan sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan berkaitan dengan biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya pemeliharaan (Quick, 1997). EOQ =
Keterangan:
2 RS PI
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun P = Harga barang/unit S = Biaya memesan tiap kali pemesanan I = % Harga persediaan rata-rata h. Titik Pemesanan (Reorder Point/ROP) Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga penerimaan barang yang dipesan tepat waktu, dimana persediaan di atas stok pengaman sama dengan nol atau saat mencapai nilai persediaan minimum. Pada keadaan mendesak, dapat dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antar apotek dan pemasok (Quick, 1997). ROP = SS + LT Keterangan : ROP
= titik pemesanan kembali (Reorder point)
SS
= stok pengaman (Safety stock)
LT
= waktu tunggu (Lead time) Berbagai
parameter
pengendalian
persediaan
tersebut
saling
berkesinambungan satu sama lain untuk dapat menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan. Jika produk berada dalam kuantitas persediaan rata-rata, kebutuhan permintaan produk oleh konsumen akan terpenuhi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
38
[Sumber : Quick,1997,telah diolah kembali ]
Gambar 2.5. Diagram model pengendalian persediaan Model siklus pengendalian persediaan obat yang ideal dapat dilihat pada Gambar 2.5. Idealnya kuantitas persediaan rata-rata dari suatu produk di apotek perlu mempertimbangkan dua komponen, yaitu stok kerja (working stock) dan stok pengaman (safety stock). Jika tingkat persediaan sudah semakin menurun dan berada dalam level persediaan minimum, maka diperlukan pemesanan kembali terhadap produk tersebut dan harus memperhitungkan waktu tunggu (LT) kedatangan obat agar tidak terjadi kekosongan persediaan obat ketika menunggu obat yang dipesan datang. Saat obat yang dipesan datang (Qo), maka tingkat persediaan meningkat kembali pada level persediaan maksimum SS + Qo. Dengan berjalannya waktu, persediaan akan kembali turun dan perlu dilakukan pemesanan kembali dan begitu seterusnya. Siklus ini akan terus berputar untuk menjamin ketersediaan obat.
2.14.2 Penentuan Prioritas Pengadaan Metode ini mengelompokkan obat berdasarkan nilai kepentingan dan vitalitas obat terhadap pelayanan kesehatan untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Dalam melakukan pengadaan, dibutuhkan penentuan prioritas barang yang akan dipesan. Pemilihan prioritas pengadaan dapat dilakukan dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
39
berbagai metode. Penyusunan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997): a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial) Analisis VEN merupakan analisis yang digunakan untuk menetapkan prioritas pembelian obat berdasarkan kepentingannya serta menentukan tingkat stok yang aman (Quick, 1997). Kategori dari obat-obat VEN yaitu: 1) V (Vital) Obat
yang
tergolong
dalam
kategori
vital
adalah
obat
untuk
menyelamatkan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan (Quick, 1997). 2) E (Esensial) Kategori esensial digunakan untuk obat-obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving (Quick, 1997). 3) N (Non-esensial) Kategori non-esensial untuk obat-obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial, tidak digunakan untuk menyelamatkan hidup manusia maupun pengobatan penyakit terbanyak, contohnya suplemen vitamin (Quick, 1997).
b. Analisis ABC (Pareto) Analisis ABC disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis ABC membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit). Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah (Quick, 1997): 1) Kelas A Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 75-80% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
40
20% dari seluruh item. Kelas A memiliki dampak biaya yang tinggi terhadap biaya pengadaan. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif (Quick, 1997). 2) Kelas B Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 15-20% dari total nilai persediaan, jumlah itemnya sekitar 10 20% dari seluruh item (Quick, 1997). 3) Kelas C Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5-10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 60-80% dari seluruh barang (Quick, 1997). Analisis ABC dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara: a)
Menghitung total investasi tiap jenis obat.
b) Mengelompokan obat berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil.
c. Analisis VEN-ABC Metode analisis ini mengkombinasi kedua metode sebelumnya. Dalam metode ini pengelompokan barang berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis ABC dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam (Quick, 1997). Matriks analisis ABC-VEN dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Matriks analisis ABC-VEN V
E
N
A
VA
EA
NA
B
VB
EB
NB
C
VC
EC
NC
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
41
Berdasarkan Tabel 2.2 prioritas yang pertama dalam pemilihan obat adalah VC dilanjutkan VB dan VA karena obat kategori vital dapat berupa jenis obat slow moving atau fast moving. EA adalah obat yang terlebih dahulu dibeli, karena obat tersebut adalah obat yang fast moving dengan harga tinggi. Kemudian EB, lalu obat EC yang biasa digunakan untuk resep racikan. Apabila anggaran tidak mencukupi, maka obat yang non-essensial tetapi menyerap banyak anggaran (NA) lebih diprioritaskan untuk keluar dari daftar anggaran belanja tetapi apabila anggaran masih ada setelah membeli golongan obat vital dan essensial, maka golongan obat non-essensial (NC) yang diprioritaskan untuk dibeli kemudian NB.
2.15
Strategi Pemasaran Apotek Strategi pemasaran yang umumnya dilakukan oleh apotek adalah analisis
AIDA (Attention, Interest, Desire, Action). Analisis AIDA merupakan suatu rangkaian proses dimulai dari menarik perhatian calon pembeli hingga pembeli memutuskan untuk membeli di apotek (Umar, 2011).
2.15.1 Attention Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian pengunjung/konsumen, yang dapat dilakukan dengan (Umar, 2011): a. Membuat desain eksterior apotek yang menarik, seperti papan nama yang besar dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh orang yang lewat dari arah kiri dan kanan. b. Mendesain bangunan agar terlihat menarik dan juga memperhatikan kondisi ekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek. c. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain interior apotek dapat terlihat dari luar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
42
2.15.2 Interest Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keinginan pengunjung untuk masuk ke dalam apotek, dapat dilakukan dengan cara menyusun obat yang dijual dengan menarik seperti memperhatikan warna kemasan dan disusun berdasarkan efek farmakologis sehingga obat terlihat lengkap baik jenis maupun jumlahnya serta ruang tunggu yang bersih dan nyaman. Hal tersebut dapat langsung terlihat oleh pengunjung saat memasuki apotek (Umar, 2011).
2.15.3 Desire Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat. Upaya yang dapat dilakukan adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan pelanggan, meningkatkan kelengkapan obat, kecepatan pelayanan, pelayanan informasi dan memberikan harga yang bersaing (Umar, 2011).
2.15.4 Action Setelah melalui beberapa tahap diatas, akhirnya pengunjung apotek tersebut memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek. Pada tahap ini pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek (Umar, 2011).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KESELAMATAN
3.1
Pendahuluan Apotek Keselamatan didirikan pada bulan April tahun 2004. Apotek ini
dikelola oleh seorang APA bernama Ibu Dra. Azizahwati, M.S., Apt., dengan SIK Nomor 2621/B dan SIA Nomor 87.SIA.0/04./YANKES/04. Nama Apotek Keselamatan diambil dari nama jalan tempat apotek tersebut berada.
3.2.
Lokasi dan Tata Ruang
3.2.1. Lokasi Apotek Keselamatan berlokasi di Jalan Keselamatan Nomor 27, Jakarta Selatan. Letak apotek sekitar 200 m dari Jalan Raya Abdullah Syafie arah Kampung Melayu dan berada di pusat pertigaan jalan sehingga apotek cukup ramai dilalui oleh pengendara. Meskipun tidak terletak di tepi jalan raya, jalan di depan apotek cukup ramai dan digunakan sebagai jalan alternatif, selain itu posisi apotek terletak di tengah pemukiman penduduk yang padat dan terdapat cukup banyak fasilitas kesehatan di sekitar apotek, contohnya klinik dokter dan puskesmas sehingga dapat memperluas sasaran pasar apotek. Apotek pesaing yang berada di sekitar apotek tersebut adalah Apotek Barkah yang terletak sekitar 400 m dari apotek. Apotek lainnya seperti Apotek K-24, Apotek Amani dan Apotek La Rose berada cukup jauh, yaitu terletak di sepanjang Jalan Raya Lapangan Rose. Lokasi Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 12.
3.2.2 Tata Ruang Bangunan apotek berukuran 3 x 25 m terdiri dari halaman parkir, ruang tunggu pasien, etalase obat OTC (Over The Counter), meja kasir dan tempat penerimaan resep, ruang peracikan, meja kerja apoteker, ruang istirahat karyawan dan tempat pencucian atau wastafel. Denah ruangan apotek dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Ruang untuk obat OTC dibuat lebih lebar dari 43 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
44
ruang peracikan karena apotek berorientasi pada pengobatan sendiri/swamedikasi. Desain obat-obat OTC dapat dilihat pada Lampiran 15. Desain obat-obat Ethical dapat dilihat pada Lampiran 16.
3.3
Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di Apotek Keselamatan adalah sebagai berikut:
a. Tenaga kefarmasian APA
: 1 orang yang merangkap sebagai PSA
Apoteker Pendamping
: 1 orang
b. Tenaga non kefarmasian
3.4
Juru resep
: 1 orang
Tenaga pembantu
: 1 orang
Tugas dan Fungsi tiap jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah: a. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek. b. Berusaha meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan berpedoman terhadap peraturan perundangan yang berlaku serta mempertimbangkan masukan dari karyawan demi kemajuan dan perkembangan apotek. c. Melakukan pelayanan kefarmasian, termasuk pelayanan swamedikasi sesuai dengan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. d. Melakukan pemesanan serta pembelian obat narkotika dan psikotropika kepada PBF. e. Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas. f. Melayani permintaan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, skrining resep, pemberian harga resep, dispensing, penulisan etiket sampai dengan penyerahan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
45
g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep, nama pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, aturan pemberian obat, kemudian menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. h. Membuat salinan resep dan kuitansi bila dibutuhkan. i. Membuat laporan narkotika dan psikotropika secara berkala. j. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. k. Merencanakan pengadaan obat.
3.4.2 Apoteker Pendamping Tugas dan fungsi Apoteker pendamping sama seperti APA pada saat APA tidak ada ditempat, antara lain: a. Melakukan pelayanan kefarmasian, termasuk pelayanan swamedikasi sesuai dengan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. b. Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas c. Melayani permintaan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, skrining resep, pemberian harga resep, dispensing, penulisan etiket sampai dengan penyerahan obat. d. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep, nama pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, aturan pemberian obat, kemudian menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. e. Mendata kebutuhan obat dan bahan habis pakai apotek. f. Melakukan pemesanan serta pembelian obat kecuali obat narkotika dan psikotropika dan bahan habis pakai apotek secara berkala kepada PBF. g. Menyusun daftar masuknya obat dan bahan habis pakai apotek serta menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. h. Mengatur, mengontrol dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat. i. Mencatat setiap kejadian mutasi obat dan bahan habis pakai apotek. j. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
46
3.4.3 Juru Resep Tenaga yang membantu apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas APA dan Apoteker Pendamping dalam penyiapan obat atau pembuatan obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek.
3.4.4 Tenaga Pembantu Tenaga pembantu di apotek mempunyai tanggung jawab untuk menjaga kebersihan dan kerapihan apotek termasuk sarana apotek seperti etalase, rak obat dan lain-lain.
3.5 3.5.1
Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya Pengadaan Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan lain menjadi tugas dan
wewenang apoteker pendamping, kecuali untuk pengadaan narkotika dan psikotropika menjadi tanggung jawab APA. Prinsip pengadaan barang di apotek yaitu berasal dari sumber yang jelas; macam dan jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving; berdasarkan epidemiologi atau penyakit yang sedang banyak diderita oleh pasien dan produk-produk bermerek yang sedang digemari oleh masyarakat. Kondisi yang paling menguntungkan (mempertimbangkan mengenai harga, diskon, syarat pembayaran dan ketepatan barang datang). Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara Cash On Delivery (COD) konsinyasi, atau kredit. Pembelian barang di Apotek Keselamatan menggunakan cara pembelian secara terbatas. Hal tersebut untuk menghindari penumpukan barang yang menyebabkan modal terhenti. Langkah-langkah pengadaan barang di apotek, antara lain: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
47
a. Pemeriksaan dan pencatatan jumlah obat dan perbekalan kesehatan Setiap hari dilakukan pemeriksaan jumlah obat dan perbekalan kesehatan. Jika jumlahnya telah berada pada stok minimum, maka harus dicatat pada buku defekta untuk kemudian dilakukan pemesanan setelah disetujui oleh APA. Selain itu, ditulis juga dalam buku defekta untuk obat-obat yang belum tersedia di apotek tapi sudah mulai banyak diresepkan dan banyak permintaan dari pelanggan. b. Pemesanan obat dan perbekalan kesehatan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang dilakukan berdasarkan buku defekta Pemesanan yang dilakukan bisa menggunakan surat pesanan seperti pada Lampiran 17 langsung kepada salesman atau melalui telepon. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kerjasama dengan PBF, yaitu: ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan; bertanggung jawab terhadap barang pesanan apabila terjadi kerusakan; memberikan jaminan terhadap barang pesanan; ada kepastian memperoleh barang yang dipesan; diskon yang diberikan dan lama waktu kredit. c. Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan Obat dan perbekalan kesehatan yang disertai faktur pembelian dan Surat Pesanan dikirim ke apotek yang diterima oleh apoteker pendamping dan dilakukan pengecekan kesesuaian terhadap jumlah, jenis, bentuk dan tanggal kadaluarsa serta kondisi fisik terhadap SP (Surat Pemesanan) dan faktur. Apabila barang yang datang sesuai dengan pesanan, maka faktur tersebut ditandatangani oleh apoteker pendamping disertai dengan nama terang, tanggal penerimaan dan stempel apotek. Apabila ada obat yang dikirim tidak sesuai dengan SP atau obat sudah mendekati tanggal kadaluarsa, maka obat tersebut akan dikembalikan langsung. Obat dan barang yang datang dicatat dalam buku penerimaan barang. Form tanda terima tukar faktur terdapat pada Lampiran 18. Perbekalan farmasi yang baru datang tersebut kemudian diberi harga sesuai dengan rumus perhitungan harga jual yang telah ditetapkan oleh apotek. Faktur yang diterima dicatat pada buku faktur masuk untuk menginventaris barang yang diterima dan mengetahui jumlah nilai yang akan dibayarkan ketika jatuh tempo. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
48
3.5.2 Penyimpanan Penyimpanan barang di apotek menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Pada sistem FIFO, barang yang keluar lebih dahulu adalah barang yang lebih dahulu masuk sedangkan pada sistem FEFO, obat/barang yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih cepat maka obat tersebut yang paling pertama keluar. Pengambilan barang dilakukan dari depan etalase maka barang yang baru datang ditempatkan di belakang barang yang lama. Etalase depan apotek digunakan untuk penempatan obat bebas, obat bebas terbatas, jamu, obat herbal terstandar, fitofarmaka maupun perbekalan kesehatan lainnya seperti kassa steril, kassa non steril, sarung tangan, masker, termometer dan lain-lain. Untuk produk obat bebas, obat bebas terbatas, jamu, obat herbal terstandar, fitofarmaka atau perbekalan kesehatan lainnya, penyusunannya dilakukan sedemikian rupa untuk mempermudah pada saat pengambilan serta memperhatikan penampilan warna sehingga akan menarik perhatian pelanggan yang datang ke apotek. Di bagian dalam apotek terdapat rak-rak obat yang digunakan untuk penyimpanan obat-obat keras, obat narkotika dan psikotropika. Penyimpanan obat di bagian dalam apotek, dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan. b. Setiap kelompok obat disusun secara alfabetis untuk mempermudah dalam pencarian/pengambilan. c. Narkotika disimpan dalam lemari narkotika. d. Psikotropika disimpan dalam lemari psikotropika. e. Obat-obat yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin disimpan dalam lemari pendingin (suppositoria, ovula, tablet, serbuk).
3.5.3 Pencatatan Apotek keselamatan menerapkan pencatatan di kartu stok untuk obat dan perbekalan kesehatan lainnya yang meliputi tanggal, jumlah barang masuk beserta Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
49
sumbernya, jumlah barang keluar, saldo dan keterangan. Pencatatan dilakukan setiap ada barang yang datang dan barang terjual maupun kadaluarsa. Untuk barang-barang yang terletak di etalase depan, kartu stok tersimpan terpisah dan dikelompokkan
berdasarkan
penyusunan
obatnya
sehingga
memudahkan
pencarian. Kartu stok untuk obat-obat yang terletak di rak dalam apotek ditempatkan masing-masing tepat di samping dus obat tersebut. Hal tersebut memudahkan pencatatan serta pengecekan kesesuaian catatan dengan kondisi nyata obat. Contoh kartu stok apotek dilihat dalam Lampiran 19.
3.6 Pelayanan Apotek 3.6.1
Pelayanan Obat Bebas (Swamedikasi) Pelayanan obat kepada konsumen tanpa resep dokter merupakan pelayanan
obat bebas. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam daftar obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetika dan alat kesehatan tertentu. Pembayaran obat dilakukan di kasir dan setelah lunas obat diserahkan kepada pelanggan. Pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh apotek telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu hanya dilakukan untuk kondisi-kondisi penyakit ringan tertentu seperti penyakit kulit, diare, demam, batuk dan nyeri persendian, dengan pemberian obat bebas, obat bebas terbatas dan OWA. APA atau apoteker pendamping akan merujuk pasien pada dokter apabila keadaan pasien memang perlu untuk dirujuk ke dokter. Dalam melakukan swamedikasi di apotek, peran apoteker sangat terlihat dalam memilih obat yang efektif, aman dan ekonomis serta ketepatan dosis obat yang diberikan.
3.6.2
Pelayanan Obat dengan Resep Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang
membeli obat dengan resep dokter secara tunai dimana proses pelayanan resep di apotek adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
50
a. Resep dari pasien diterima oleh apoteker, kemudian dilakukan skrining resep, ketersediaan obat di apotek dan diberi harga. b. Pasien diberitahukan tentang harga obat, jika pasien setuju maka pasien dapat langsung membayar di kasir dan diminta menunggu untuk disiapkan obatnya. Bila pasien merasa harga obat terlalu mahal, maka apoteker dapat menawarkan obat generik. c. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan. Lembaran resep diberi kertas penanda, yang berisi: nomor resep, tanggal resep, harga, dan nama pasien. Obat yang telah selesai disiapkan kemudian diberi etiket (Lampiran 20) dan diperiksa oleh apoteker baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket dan kesesuaian jumlah obat dengan resep. d. Obat diserahkan kepada pasien dengan pemberian informasi kemudian dicatat alamat dan nomor telepon pasien, jumlah dan harga resep ke dalam buku resep. e. Salinan resep seperti pada Lampiran 21. atau kuitansi seperti pada Lampiran 22. dapat dibuat atas permintaan pasien. f. Pada pelayanan resep yang mengandung narkotika, tidak diperbolehkan menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter dan resep tersebut disimpan terpisah dengan resep obat non narkotika.
3.6.3
Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Pelayanan obat wajib apotek (OWA) di apotek disertai dengan pemberian
informasi obat.
3.6.4
Pelayanan Informasi Obat Setiap penyerahan obat di Apotek disertai dengan pemberian informasi
obat (PIO) kepada pasien. Pelayanan ini terutama diberikan oleh apoteker. PIO dilakukan bukan hanya apabila pasien membeli obat, namun juga saat pasien tidak membeli dan sekedar bertanya. Pertanyaan mengenai informasi obat yang biasa ditanyakan di apotek meliputi indikasi, cara pemakaian, efek samping obat, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
51
interaksi dengan obat lain dan makanan, hal yang harus dihindari selama menggunakan obat dan sebagainya.
3.6.5
Pelayanan Pemeriksaan Glukosa Darah, Asam Urat dan Kolesterol Apotek juga melayani pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, asam
urat, dan kolesterol. Pemeriksaan dilakukan menggunakan alat digital khusus dan dilakukan oleh apoteker. Pelayanan pemeriksaan tersebut dilakukan mulai pukul 08.00-12.00 WIB. Setiap melakukan pelayanan pemeriksaan, maka dicatat pada buku pelayanan pemeriksaan yaitu nama pasien dan hasil pemeriksaan. Setelah itu, pasien dapat berkonsultasi dengan apoteker tentang hasil pemeriksaannya. Pelayanan pemeriksaan ini dilakukan dengan latar belakang kebutuhan masyarakat di sekitar apotek. APA melihat bahwa kebutuhan tersebut merupakan suatu peluang dalam mengembangkan pelayanan apotek untuk masyarakat sekitar.
3.7 Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika di apotek terdiri dari pemesanan, penerimaan, penyimpanan dan pelaporan keluar masuknya obat narkotika di apotek.
3.7.1
Pemesanan Narkotika Narkotika dipesan melalui PBF Kimia Farma dan wajib menggunakan
surat pesanan khusus narkotika. Pemesanan narkotika yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Dalam satu lembar surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika. b. Mencantumkan nama dan alamat apotek, SIA, nama APA dan SIPA. c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel apotek pemesan. d. Surat pesanan dibuat empat rangkap, satu untuk arsip di apotek, tiga rangkap diserahkan kepada PBF Kimia Farma yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
52
3.7.2
Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika Penerimaan narkotika di apotek dilakukan oleh apoteker pendamping.
Narkotika disimpan pada lemari khusus yang terdiri dari dua bagian untuk narkotika sehari-hari maupun untuk persediaan. Satu lemari digunakan sebagai tempat persediaan dan satu lemari untuk menyimpan narkotika kebutuhan seharihari. Di lemari penyimpanan terdapat kartu stok untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran narkotika serta mengetahui stok akhir narkotika.
3.7.3
Laporan Pemasukan dan Pengeluaran Narkotika Setiap bulan apotek wajib untuk membuat laporan narkotika berdasarkan
pemasukan dan pengeluaran narkotika yang tercatat di buku harian penggunaan narkotika. Data pemasukan dan pengeluaran narkotika di masukkan ke dalam sebuah software aplikasi SIPNAP yang diisi secara online dan hasil data dikirim ke Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam bentuk softcopy yang disimpan di CD dengan tembusan ke Balai Besar POM dalam bentuk hardcopy.
3.8 Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan sediaan psikotropika di apotek meliputi pemesanan, penerimaan, penyimpanan dan pelaporan penggunaan sediaan psikotropika. 3.8.1 Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika di apotek memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Dalam satu lembar surat pesanan boleh terdapat lebih dari satu jenis psikotropika. b. Dalam surat pesanan mencantumkan nama apotek, alamat apotek, nomor SIA, nama APA dan nomor SIPA. c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel apotek. d. Surat pesanan dibuat tiga rangkap, dua surat salinannya digunakan untuk pengarsipan di apotek, sedangkan lembar yang asli diserahkan ke PBF yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
53
bersangkutan. Pemesanan psikotropika tidak harus dilakukan di PBF Kimia Farma.
3.8.2 Penerimaan dan Penyimpanan Psikotropika Penerimaan psikotropika di apotek dapat dilakukan oleh apoteker pendamping. Bukti penerimaan obat diterima dan ditandatangi oleh APA. Obat psikotropika di Apotek Keselamatan disimpan di lemari khusus yang terkunci dan terjamin keamanannya yang disertai dengan kartu stok.
3.8.3 Pelaporan Penggunaan Psikotropika Laporan pemakaian psikotropika di apotek dilakukan sebulan sekali melalui form aplikasi software SIPNAP secara online ke Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan tembusan ke Balai Besar POM.
3.9 Kegiatan Administrasi dan Keuangan 3.9.1 Kegiatan Administrasi Apotek selain menjalankan fungsi kefarmasiannya juga melakukan kegiatan administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek tersebut. Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Keselamatan meliputi: a. Administrasi penjualan Administrasi penjualan pada apotek meliputi kegiatan pencatatan terpisah obat-obat yang terjual antara obat ethical dan obat bebas di apotek. b. Administrasi pembelian kredit atau hutang dagang Pencatatan terhadap pembelian kredit yang dibuat berdasarkan faktur hutang yang masuk dari PBF ke apotek. Pencatatan dilakukan terhadap nomor faktur, harga, jatuh tempo pembayaran, dan diskon. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pengawasan terhadap pembayaran sehingga pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan waktunya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
54
c. Administrasi pembukuan Hal ini dilakukan untuk mencatat transaksi-transaksi penjualan yang telah dilakukan oleh apotek, baik pengeluaran maupun pemasukan.
3.9.2 Sistem Administrasi Apotek memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik. Sistem administrasi tersebut meliputi perencanaan, pengadaan, pengelolaan dan pelaporan barang yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh apoteker pendamping yang dibantu oleh karyawan. Kelengkapan administrasi di Apotek Keselamatan meliputi: a. Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang sudah mendekati persediaan minimum atau yang harus segera dipesan untuk dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Buku defekta terdiri dari dua jenis, yaitu buku defekta untuk obat ethical dan obat Over The Counter (OTC). Dengan adanya buku defekta, karyawan ataupun apoteker dapat mengetahui dengan pasti perbekalan farmasi yang harus dipesan dan menghindari pemesanan ganda di apotek sehingga pemesanan dapat dikontrol dengan baik setelah disetujui oleh APA.
b. Surat Pesanan (SP) Surat pesanan diberikan kepada PBF untuk melakukan pemesanan perbekalan farmasi. Surat pesanan terdiri dari dua lembar yang harus ditandatangani oleh apoteker. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan dan stempel apotek.
3.9.3 Kegiatan Keuangan Kegiatan keuangan meliputi kegiatan yang meliputi aliran uang masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan produk dan jasa di apotek serta aliran Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
55
uang keluar yang berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang dagang dan biaya operasional apotek lainnya. Setiap tahun, apotek melakukan stock opname untuk mengetahui jumlah aset obat yang tersisa akhir tahun. Administrasi kegiatan keuangan yang dilakukan meliputi: a. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas apotek setiap bulannya. b. Laporan laba rugi untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang dialami apotek selama satu tahun. c. Neraca tahunan untuk mengetahui aset apotek, baik berupa harta lancar, maupun harta tetap.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Apotek Keselamatan merupakan salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian yang berada di wilayah Jakarta Selatan tepatnya di Jalan Keselamatan No.27. Lokasi apotek dinilai sebagai lokasi yang cukup strategis karena terletak di sisi pertigaan jalan. Walaupun tidak berada di tepi jalan raya, jalan menuju apotek ramai oleh pengendara yang menjadikan jalan tersebut sebagai jalan alternatif dari jalan utama seperti Jalan KH. Abdullah Syafi’i dan Jalan dr. Saharjo. Hal ini menjadi peluang apotek untuk menambah jumlah drop in customer. Keberadaan apotek bisa dikenali dengan adanya dua papan nama yang terpasang di apotek dan neon box di depan halaman apotek. Pada siku jalan menuju apotek terdapat papan penunjuk apotek yang di pasang di tiang listrik sehingga memudahkan masyarakat mengetahui lokasi apotek. Lingkungan
sekitar
apotek
merupakan
lingkungan
yang
padat
penduduknya, dihuni oleh penduduk asli maupun pendatang yang menyewa kos. Tingkat kepadatan penduduk tersebut mempengaruhi jumlah domestic customer apotek. Di sekitar apotek juga terdapat beberapa sarana pelayanan kesehatan seperti praktek dokter, praktek dokter gigi, klinik Yashika dan Puskesmas kecamatan. Sarana pelayanan kesehatan tersebut menguntungkan apotek karena dapat menambah jumlah resep yang masuk. Selain sarana pelayanan kesehatan tersebut, di sekitar lingkungan apotek juga terdapat apotek kompetitor seperti Apotek La Rose, apotek Amani, apotek K-24 dan Apotek Barkah. Keberadaan apotek kompetitor menyebabkan masyarakat memiliki banyak alternatif dalam memilih apotek. Lokasi apotek yang strategis dan desain eksterior yang baik juga dibutuhkan untuk menjaring drop in costumer, yang diharapkan bisa menjadi regular costumer. Apotek memiliki desain eskterior yang tidak menimbulkan kesan mahal terhadap produk yang dijual di apotek, mengingat masyarakat yang tinggal di sekitar apotek merupakan masyarakat dari kalangan ekonomi menengah 56
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
57
kebawah. Dari luar apotek, terlihat obat disusun rapi, tampak penuh di lemari dan etalase sehingga memberi kesan lengkap akan ketersediaan obat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 1027 tahun 2004, apotek harus memiliki ruang tunggu, ruang racikan, keranjang sampah dan tempat menampilkan informasi. Sarana dan prasarana di apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang racik, meja kasir, meja kerja apoteker, ruang istirahat karyawan, ruang sholat, toilet, wastafel, halaman parkir dan keranjang sampah. Apoteker atau karyawan ketika melayani pelanggan, baik pada saat menyerahkan ataupun memberikan informasi obat, hanya dibatasi etalase kaca yang ketinggiannya disesuaikan dengan kenyamanan pelanggan dan karyawan. Fasilitas ruang tunggu dilengkapi dengan beberapa kursi dan juga televisi yang diharapkan bisa memberikan kenyamanan bagi pelanggan yang sedang menunggu. Warna cat apotek yang dominan biru serta tanaman hias dan pohon di halaman sekitar apotek memberikan kesan bersih, teduh dan asri pada apotek. Selain itu, apotek juga dilengkapi dengan fasilitas halaman yang cukup luas, sehingga memudahkan pengunjung untuk parkir secara aman dan gratis. Dengan demikian, secara umum sarana dan prasarana di apotek sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Desain interior apotek dinilai cukup baik. Kondisinya yang bersih dan rapi dapat memberikan kenyamanan bagi karyawan dan pelanggan. Kerapihan Apotek dapat dilihat dari penyusunan obatnya. Penyusunan obat dikelompokan berdasarkan obat OTC (Over The Counter), obat ethical, obat narkotika dan psikotropika, obat untuk pemakaian topikal, jamu, fitofarmaka, obat untuk racikan dan obat yang membutuhkan penyimpanan khusus di lemari pendingin. Selain itu, juga tersedia perbekalan farmasi, produk kosmetik dan produk bayi. Obat OTC disusun di etalase bagian depan apotek dengan memperhatikan estetika, bentuk dan warna kemasan obat agar tampak menarik dari luar. Sebagian besar obat OTC sediaan cair disusun berdasarkan efek farmakologinya. Obat bebas lainnya yang berbentuk cair, solid dan semisolid diletakkan di etalase depan. Penempatan obat yang tepat sangat penting agar obat mudah dikenali
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
58
pengunjung seperti suplemen herbal yang di tempatkan di etalase khusus di dekat kasir pembayaran. Obat ethical yang terdiri dari obat generik, obat paten dan obat nama dagang disimpan di bagian dalam apotek. Obat ethical disusun secara alphabetis dengan kartu stok yang disisipkan di sebelah kiri obat. Penempatan obat generik, obat paten dan obat nama dagang dipisahkan. Adanya penyusunan obat secara alphabetis atau berdasarkan efek farmakologi serta pemisahan penempatan obat generik, obat nama dagang dan obat paten akan memudahkan karyawan dalam pengambilan obat dan mempercepat gerak karyawan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Hal ini tentunya akan memuaskan serta menambah kepercayaan pelanggan terhadap apotek. Penyimpanan obat harus memperhatikan kestabilan obat agar kualitas obat tetap terjaga. Untuk tujuan tersebut, apotek memiliki sebuah lemari pendingin. Lemari pendingin ini digunakan untuk menyimpan obat-obat yang membutuhkan suhu khusus dalam penyimpanannya seperti suppositoria, ovula, kapsul lunak (soft capsule) dan vitamin untuk menjaga stabilitas obat-obat tersebut. Penyimpanan dan penyusunan obat yang rapi juga dilakukan dengan memperhatikan kemudahan dalam mengambil obat sehingga mempercepat pelayanan resep. Penyusunan obat di apotek dilakukan berdasarkan jenis obat (OTC atau ethical), bentuk sediaan, efek farmakologi, dan kerawanan dicuri. Obat untuk racikan diletakkan di tempat tertentu yang terpisah dengan jenis obat ethical lain agar proses peracikan lebih mudah. Obat seperti salep, krim dan obat tetes mata diletakkan di etalase khusus agar mempermudah karyawan dalam melayani konsumen. Beberapa obat yang memiliki efek farmakologi serupa diletakkan berdekatan. Untuk obat–obat yang memiliki harga cukup tinggi tidak diletakkan di etalase yang dekat dengan pengunjung. Adanya pemisahan terhadap penyusunan dan penempatan obat tersebut juga berguna untuk mencegah terjadinya medication error. Berbeda dengan kartu stok obat ethical, kartu stok obat OTC tidak diletakkan di samping obat, melainkan disimpan terpisah agar susunan obat tetap terjaga kerapihannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
59
Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari khusus dengan tiga pintu yang terkunci dan tersusun ke atas. Lemari bagian atas diisi dengan obat golongan narkotika, lemari kedua dari atas didisi dengan obat golongan psikotropika yang didalamnya terdapat kartu stok yang diletakkan disamping obat-obat tersebut. Lemari ketiga (paling bawah) merupakan tempat persediaan narkotika dan psikotropik. Obat-obat di dalamnya sudah dibagi-bagi sedemikian rupa, sehingga tiap pengeluaran obat dari persediaannya dapat dihitung dengan mudah. Fasilitas lain di ruang dalam apotek yakni terdapat ruang peracikan. Di dalam ruang peracikan ini terdapat meja racik serta perlengkapan meracik seperti alu, mortar, sudip, timbangan, kertas perkamen, kapsul dan pot. Selain itu, terdapat sebuah meja besar yang digunakan untuk berdiskusi dan melakukan pembukuan. Terdapat pula telepon dan faksimili yang sengaja disediakan bagi karyawan untuk memesan obat serta menerima pesan dari instansi lain. APA dibantu oleh Apoteker pendamping dan juru resep dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dilakukan dengan sebaik mungkin, misalnya sambutan yang ramah dari karyawan apotek, pelayanan yang cepat, pemberian informasi obat yang jelas, sehingga pelanggan merasa diperhatikan dan merasa puas yang akhirnya banyak di antara pelanggan yang kembali lagi ke apotek dan menjadi regular customer. APA bertugas mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran uang dan barang serta memberikan masukan kepada karyawan apotek akan hal tersebut. Terkadang karyawan apotek berdiskusi dengan APA untuk menambah pengetahuan mereka terutama dalam hal swamedikasi, sehingga tetap memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan walaupun APA sedang tidak berada di tempat. Hubungan kekeluargaan antara APA dan karyawan juga terjalin dengan baik sehingga mereka memiliki sense of belonging terhadap apotek. Dengan suasana kerja yang mendukung, karyawan dan APA dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan. Pelanggan akan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh apotek dan tentunya hal ini akan memberi nilai lebih bagi apotek. Pengelolaan obat yang optimal menjadi salah satu hal yang penting agar ketersediaan obat terjaga dengan baik. Pengelolaan obat di apotek berjalan dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
60
baik dan diikuti dengan administrasi yang baik. Pengelolaan obat diawali dengan perencanaan. Perencanaan obat dilakukan berdasarkan data yang terdapat pada buku defekta. Stok obat yang habis dan permintaan obat tertentu dari masyarakat yang belum tersedia di apotek dicatat dalam buku defekta. Buku defekta di Apotek Keselamatan terdiri dari dua jenis yaitu buku defekta obat ethical dan obat OTC. Pertimbangan jenis dan jumlah obat yang akan dipesan untuk pengadaan obat juga dipengaruhi oleh anggaran yang ada, harga obat, pola peresepan dokter dan jumlah persediaan minimum obat. Hal tersebut dilakukan agar apotek memiliki ketersediaan obat yang lengkap, sehingga akan memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan serta akan menambah kepercayaan pelanggan. Dalam pengelolaan sediaan obat di apotek, pengadaan merupakan hal yang sangat penting. Pengadaan obat di apotek dilakukan dengan pemesanan obat ke PBF atau ke toko obat. Obat dapat dipesan melalui telepon ataupun dipesan secara langsung lewat karyawan PBF (sales) yang secara rutin berkunjung ke apotek. Pemesanan obat secara langsung melalui sales yang datang ke apotek dilakukan dengan menggunakan surat pesanan, sedangkan pemesanan melalui telepon, surat pesanan diberikan saat obat diantar ke apotek. Pemesanan obat di dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu setiap hari senin dan kamis. Pemesanan ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan penjualan harian apotek, baik penjualan obat bebas maupun penjualan obat resep. Pada umumnya pemesanan obat dilakukan apabila stok obat telah mencapai stok persediaan minimum atau obat dalam kondisi habis. Jika obat-obat berada dalam kondisi tersebut harus segera ditulis dalam buku defecta. Obatobatan yang akan dipesan ke PBF harus disesuaikan jumlah dan jenisnya dengan kebutuhan apotek. Jumlah obat yang dipesan juga dipengaruhi oleh tingkat penjualan obat dan diskon dari PBF. Apabila suatu obat termasuk obat yang laku terjual (fast moving) dan PBF menawarkan adanya diskon, maka pemesanan obat tersebut dapat diperbanyak jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan stok satu bulan. Setiap pemesanan obat ke PBF harus memenuhi batas kredit yang ditentukan, yaitu memenuhi jumlah minimal pemesanan sehingga obat dapat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
61
dikirim. Setiap PBF menetapkan nilai batas kredit atau jumlah minimal pemesanan yang berbeda-beda. Obat yang datang selanjutnya diterima oleh karyawan apotek dan diperiksa kesesuaiannya dengan daftar obat yang ada di buku pemesanan. Pengecekan juga dilakukan terhadap barang yang datang dengan faktur pembelian yang meliputi jenis barang, merk, ukuran sediaan, jumlah, harga satuan, jumlah harga per jenis barang dan jumlah harga keseluruhan obat yang tertera di dalam faktur. Jika obat yang datang tersebut sudah sesuai, maka faktur ditandatangani dan diberi stempel oleh karyawan apotek yang menandakan bahwa obat telah diterima. Jika terdapat obat yang tidak sesuai pesanan, kemasan/obat rusak, atau tanggal kadaluarsanya terlalu dekat, maka obat tersebut dikembalikan kepada PBF yang bersangkutan. Selanjutnya akan dikirim barang yang sesuai dengan pesanan dan akan diberikan faktur baru yang sesuai dengan pesanan. Faktur pembelian obat terdiri dari 1 lembar faktur asli dan 4 lembar salinan faktur. 1 lembar faktur asli dan 2 lembar salinan faktur dikembalikan kepada karyawan PBF sedangkan 3 lembar salinan faktur diambil dan disimpan oleh karyawan apotek sebagai arsip. Faktur yang masuk dicatat dalam buku faktur masuk. Hal tersebut dilakukan untuk mengatur jadwal pembayaran kepada PBF sesuai tanggal jatuh temponya dan anggaran yang tersedia. Obat yang telah diterima selanjutnya dihitung harga jualnya sesuai dengan besarnya pajak dan persentase keuntungan yang ingin diperoleh. Obat tersebut kemudian diberi label harga dan dicatat di kartu stok sebagai obat yang masuk. Catatan yang dimuat di kartu stok berupa tanggal obat masuk, jumlah obat, PBF asal, dan sisa obat. Alur penerimaan barang di Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 23. Pembayaran obat yang dipesan dilakukan setelah karyawan PBF dan apotek melakukan tukar faktur, yaitu menetapkan waktu pembayaran obat berdasarkan periode pembayaran dan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati. Contoh tanda terima tukar faktur dapat dilihat pada Lampiran 23. Karyawan PBF biasanya datang kembali ke apotek 1 minggu setelah pengiriman obat untuk melakukan tukar faktur. Pada saat tukar faktur, sales PBF datang ke apotek membawa faktur pembelian asli, bon pembelian rangkap dan faktur pajak. Pihak apotek mengisi tanggal pembayaran yang akan dilakukan pada faktur pembelian Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
62
asli sesuai dengan buku faktur masuk dan memberikan bon asli kepada sales PBF untuk dibawa kembali pada saat penagihan. Tanggal jatuh tempo pembayaran umumnya 21 hari atau 30 hari setelah pemesanan obat. Pada tanggal jatuh tempo, apotek melakukan pembayaran dan karyawan PBF akan menandatangani faktur asli dan menyatakan lunas serta mengembalikan faktur asli kepada apotek. Administrasi pencatatan penjualan di apotek dilakukan dengan baik dan rapi oleh karyawan apotek. Setiap penjualan obat selalu dicatat di kartu stok obat dan catatan harian penjualan. Catatan harian penjualan merupakan catatan hasil penjualan setiap hari di apotek yang berisi nama/jenis obat, jumlah, harga jual dan modal awal harian. Catatan harian penjualan tersebut dipisahkan antara OTC dan obat ethical sehingga dapat diketahui rincian pemasukan apotek dari kedua golongan obat tersebut. Data dari catatan harian dicatat kembali dalam buku pemasukan dan pengeluaran harian. Melalui buku tersebut, pemasukan dan pengeluaran dapat dievaluasi setiap harinya. Data pada buku tersebut kemudian dimasukkan ke dalam buku kas, yang digunakan sebagai data untuk mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran setiap bulan. Selain itu, evaluasi keuangan juga dilakukan setiap tahun dengan membuat neraca dan laporan laba rugi. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat perkembangan apotek setiap tahunnya. Evaluasi terhadap pergerakan obat juga dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui obat mana saja yang masih tersedia dalam jumlah banyak, banyaknya obat yang sudah kadaluarsa dan jenis obat yang tergolong fast moving dan slow moving. Terdapat tiga jenis pelayanan yang dilakukan di apotek, yaitu pelayanan obat OTC, pelayanan resep, pelayanan swamedikasi oleh apoteker serta pelayanan pemeriksaan gula darah, kolesterol dan asam urat. Setelah resep diterima, obat yang ada di resep diperiksa ketersediaannya di apotek. Jika obat yang diminta tidak ada, pasien akan ditawarkan obat dengan komposisi sama dengan nama dagang yang berbeda. Jika pasien setuju, harga dikonfirmasikan juga kepada pasien dan obatnya langsung disiapkan bila pasien setuju. Resep diskrining secara administrasi, farmasetik dan klinis oleh apoteker. Bila terdapat ketidakrasionalan, maka dokter yang meresepkan segera dihubungi. Pasien diberikan informasi mengenai indikasi dan efek samping obat, cara penggunaan obat, jangka waktu Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
63
pemakaian, makanan minuman yang dianjurkan atau dihindari ataupun saran terapi nonfarmakologis lainnya pada saat penyerahan obat. Hal tersebut penting dilakukan agar terapi farmakologi pasien berjalan dengan optimal dan menghindari terjadinya medication error. Pada pelayanan resep, apoteker meminta alamat dan nomor telepon pasien, khususnya pada resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika. Hal ini bertujuan untuk mempermudah apotek melakukan pemantauan jika ada obat yang salah dan untuk kepentingan pengarsipan. Resep-resep yang masuk disimpan, dikelompokkan setiap bulan dan diberi keterangan berupa nomor resep, tanggal resep, nama pasien dan harga obat pada resep. Khusus untuk resep narkotika, penomoran resep dipisahkan dengan resep biasa untuk mempermudah pelaporan narkotika ke Kementerian Kesehatan secara online melalui website sipnap.binfar.depkes.go.id secara online setiap bulannya. Pelayanan swamedikasi sebagian besar dilakukan untuk pemakaian terhadap obat OTC atau Obat Wajib Apotek (OWA). Ada dua jenis pelanggan dalam hal ini, yaitu pelanggan yang sudah mengetahui obat yang akan dibeli dan pelanggan yang datang dengan keluhan penyakit tertentu tanpa mengetahui obat yang akan dibeli. Pada jenis pelanggan yang kedua, apoteker atau karyawan apotek membantu memilihkan obat dengan mempertimbangkan usia, penyakit yang diderita dan harga yang disanggupi pasien. Pelayanan swamedikasi di apotek sudah berjalan cukup baik, hal ini terlihat dari kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap apoteker dalam melakukan swamedikasi. Pelayanan tambahan di apotek yakni pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan asam urat, pemeriksaan gula darah dan pemeriksaan kolesterol. Pemeriksaan darah dilakukan oleh apoteker dengan menggunakan kit khusus sehingga hasilnya dapat diketahui segera. Apoteker juga memberikan rekomendasi dan informasi terhadap pasien selama proses pemeriksaan. Pasien akan diberi kartu hasil pemeriksaan dan data pasien diarsipkan dengan rapi. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan tanggal pemeriksaan tiap pasien yang bisa berfungsi sebagai rekam medis pasien. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Apotek Keselamatan telah berjalan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Apotek telah melaksanakan fungsi apoteknya sebagai Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
64
sarana pelayanan kefarmasian yaitu tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker seperti pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter serta memberikan pelayanan informasi obat. Selain itu, Apotek Keselamatan juga telah menerapkan sebagian besar standar pelayanan kefarmasian sesuai Keputusan Menkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 yang meliputi pelayanan resep, promosi dan edukasi. Pelayanan kefarmasian yang belum dilaksanakan oleh Apotek Keselamatan adalah home care.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama melakukan PKPA (Praktek
Kerja Profesi Apoteker) di Apotek Keselamatan, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain : a. Apoteker Pengelola Apotek memiliki peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan pengelolaan apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan kefarmasian di apotek terutama pelayanan swamedikasi. b. Pengelolaan Apotek Keselamatan yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penjualan perbekalan farmasi serta pelayanan kefarmasian terhadap pasien telah dilakukan dengan baik serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.2
Saran Perlunya dilaksanakan pelayanan rumah (home care), monitoring
penggunaan kerasionalan obat dan monitoring terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat berdasarkan Patient Medication Record (PMR), yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan apotek dan menjamin keberhasilan terapi yang dilakukan.
65
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Review Penerapan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan Sistem Pelaporan Dinamika Obat PBF Regional I, II dan III Tahun 2010. 20 Agustus 2013. http://binfar.depkes.go.id/index.php/berita/view/178 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1969). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6355/Dir.Jen/SK/1969. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1983). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1986). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2396/A/SK/VII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
66
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
67
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatn Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/MENKES/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/MENKES/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.3. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121/Menkes/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (1976). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
68
Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Quick, Jonathan D. (1997). Managing drug supply: The selection, procurement, distribution, and use of pharmaceuticals 2nd Edition. Connecticut: Kumarian Press. Seto, Soerjono, Nita, Yunita, dan Triana, Lily. (2004). Manajemen Farmasi: Lingkup Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. (Ed. ke-4). Jakarta: Wira Putra Kencana.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
69
Lampiran 1. Contoh formulir APT-1
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
70
Lampiran 1. (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
71
Lampiran 2. Contoh formulir APT-2
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
72
Lampiran 3. Contoh formulir APT-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
73
Lampiran 3. (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
74
Lampiran 3. (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
75
Lampiran 3. (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
76
Lampiran 3. (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
77
Lampiran 3. (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
78
Lampiran 4. Contoh formulir APT-4
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
79
Lampiran 5. Contoh formulir APT-5
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
80
Lampiran 5. (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
81
Lampiran 5. (Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
82
Lampiran 6. Contoh formulir APT-6
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
83
Lampiran 7. Contoh formulir APT-7
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
84
Lampiran 8. Surat pesanan narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
88
Lampiran 10. Surat pesanan psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
91
Lampiran 12 . Lokasi Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
92
Lampiran 13. Denah ruangan Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
93
Lampiran 14. Desain eksterior Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
94
Lampiran 15. Desain obat-obat OTC Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
95
Lampiran 16. Desain obat-obat ethical Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
96
Lampiran 17. Surat pesanan Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
97
Lampiran 18. Tanda terima tukar faktur Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
98
Lampiran 19. Kartu stok barang Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
99
Lampiran 20. Etiket obat Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
100
Lampiran 21. Salinan resep Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
101
Lampiran 22. Kuitansi Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
102
Lampiran 23. Alur penerimaan barang di Apotek Keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN
PEMBUATAN MEDIA PROMOSI KESEHATAN DI APOTEK TENTANG KONSTIPASI DAN PENANGANANNYA
LINDA JULI ASTUTI, S. Farm. 1206329770
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR TABEL........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
i ii iii iv
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1 1.2 Tujuan........................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2.1 Konstipasi ..................................................................................... 2.2 Promosi Kesehatan ....................................................................... 2.3 Poster ............................................................................................
3 3 16 20
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS .............................................. 25 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan................................................... 25 3.2 Metode Pelaksanaan ..................................................................... 25 BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................. 26 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 31 5.1 Kesimpulan................................................................................... 31 5.2 Saran ............................................................................................. 31 DAFTAR ACUAN ....................................................................................... 32
ii
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rekomendasi dosis untuk pencahar dan katartik ......................... 13
iii
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Desain poster konstipasi ........................................................... 34
iv
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Konstipasi merupakan masalah kronis pada banyak pasien di seluruh
dunia. Untuk kelompok pasien seperti orang tua, konstipasi merupakan masalah kesehatan yang cukup berarti dan pada sebagian besar kasus konstipasi kronis hal tersebut cukup mengganggu, tetapi tidak
menyebabkan kematian atau
membahayakan kesehatan, keluhan yang terjadi dapat diatasi dengan perawatan medis yang efektif dengan biaya yang terjangkau (WGO, 2010). Konstipasi merupakan keluhan umum dan sekitar sepertiga dari pasien dengan konstipasi melakukan perawatan medis. Sembelit terjadi pada sekitar 20% dari populasi. Sekitar 2,5 juta pasien berobat ke dokter dan 90.000 pasien rawat inap per tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh konstipasi (NDDIC, 2013). Konstipasi adalah periode buang air besar (BAB) kurang dari 3 kali seminggu untuk wanita dan 5 kali seminggu untuk pria, atau periode lebih dari 3 hari tanpa pergerakan usus; BAB yang dipaksakan lebih dari 25% dari keseluruhan waktu dan atau 2 kali atau kurang BAB setiap minggu; dapat pula diartikan sebagai ketegangan saat defekasi dan kurang dari 1 kali BAB per hari dengan usaha yang minimal (Wells, 2009). Konstipasi bukan merupakan suatu penyakit tetapi dapat merupakan suatu gejala dari penyakit yang lebih serius (WGO, 2010). Di Indonesia gangguan pencernaan fungsional terkait keluhan konstipasi berhubungan erat dengan jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan. Selain keterkaitan dari faktor-faktor psikologis, pola makanan tidak sehat merupakan faktor terbesar. Saat ini masyarakat Indonesia terutama yang di perkotaan mengalami pergeseran pola konsumsi makanan. Seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat, maka terjadi pula perubahan kebiasaan makan. Makanan siap saji telah menjadi konsumsi rutin sehari-hari pada sebagian besar masyarakat (Bardosono, 2011). 1
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Asupan serat yang terlalu rendah dalam kurun waktu lama akan berpengaruh pada kesehatan dan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti konstipasi atau sembelit, kegemukan dan serangan penyakit degeneratif (Bardosono, 2011). Konstipasi umumnya memberikan gejala berupa rasa cemas sewaktu defekasi karena nyeri yang dirasakan, nyeri perut berulang, sampai keadaan penurunan nafsu makan dan gangguan pertumbuhan (Jurnalis, 2013). Penanganan yang tepat dapat menyembuhkan konstipasi dan mencegah terjadinya kekambuhan bagi pasien. Beberapa orang dengan kasus konstipasi dapat diobati atau dicegah hanya dengan menggunakan terapi nonfarmakologi, namun ada pula yang membutuhkan pengobatan farmakologi menggunakan obatobat laksatif (Bardosono, 2011). Untuk itu dibutuhkan peran Apoteker sebagai salah satu teanga kesehatan dalam merekomendasikan dan memberikan informasi mengenai pengobatan yang tepat untuk penyakit konstipasi, sehingga pasien mendapatkan terapi yang tepat dan rasional.
1.2
Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan tugas khusus ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Mengetahui pengobatan konstipasi. 1.2.2 Melakukan upaya promosi kesehatan konstipasi melalui media cetak poster.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
BAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA
2.1 Konstipasi 2.1.1 Pengertian Konstipasi tidak hanya memiliki satu definisi umum yang disepakati. Sembelit atau konstipasi (penimbunan feses yang keras di dalam usus besar) adalah keluhan yang sering terjadi dan merupakan keluhan yang utama pada lansia (Corwin, 2009). Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puas/lampiasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang keras. Dalam praktik sehari-hari dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar diperlukan mengejan secara berlebihan (Sudoyo, 2007). Menurut Wells (2009) konstipasi adalah periode buang air besar (BAB) kurang dari 3 kali seminggu untuk wanita dan 5 kali seminggu untuk laki-laki, atau periode lebih dari 3 hari tanpa pergerakan usus; BAB yang dipaksakan lebih dari 25% dari keseluruhan waktu dan atau 2 kali atau kurang BAB setiap minggu; dapat pula diartikan sebagai ketegangan saat defekasi dan kurang dari 1 kali BAB per hari dengan usaha yang minimal. Definisi lain menyebutkan bahwa konstipasi dianggap sebagai gangguan heterogen yang ditandai oleh ketidakteraturan pada saat buang air besar sehingga feses jarang dikeluarkan, kesulitan mengeluarkan feses atau dapat berupa keduanya. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai kesulitan pengeluaran feses dengan sedikit atau banyak usaha (mengejan), jumlah feses yang terlalu sedikit, konsistensi feses yang terlalu keras dan rasa kesakitan saat mengeluarkan feses. Konstipasi kronis terjadi apabila gejala konstipasi tersebut berlangsung selama minimal tiga bulan (Dipiro, et. al, 2008).
3
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.1.2 Etiologi dan Epidemiologi Konstipasi bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala yang mengindikasikan adanya penyakit atau masalah pada kesehatan (Dipiro, et. al, 2008). Konstipasi (penimbunan feses yang keras di dalam usus besar) adalah keluhan yang sering terjadi dan merupakan keluhan yang utama pada pasien lanjut usia (Kee, 1996). Pasien lanjut usia, non-kaukasian, wanita dan orang-orang dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi rendah lebih sering dilaporkan terkena konstipasi. Konstipasi pada anak bisa terjadi karena perubahan dalam pola makanan atau kebiasaan asupan cairan, perubahan rutinitas ke toilet seperti selama liburan dan menahan buang air besar. Anak-anak yang didiagnosis dengan konstipasi parah pada usia muda cenderung terus menderita konstipasi selama masa pubertas (Dipiro, et al, 2008). 2.1.3 Patofisiologi Konstipasi dapat disebabkan oleh penyebab primer dan sekunder. Konstipasi primer atau idiopatik dibagi menjadi normal-transit konstipasi, slowtransit konstipasi dan defekasi disinergik. Pada jenis normal-transit konstipasi, motilitas kolon tidak berubah dan pasien cenderung mengalami feses yang keras meskipun pergerakannya normal. Dalam jenis slow-transit konstipasi, motilitas menurun menyebabkan feses yang keras dan kering. Dalam defekasi disinergik (juga dikenal sebagai disfungsi dasar pelvis), pasien telah kehilangan kemampuan untuk relaksasi anal sphincter dan koordinasi kontraksi otot dasar panggul (Dipiro, et al, 2008). Menurut Dipiro, et al (2008) penyebab konstipasi primer adalah: a. Normal-transit konstipasi (termasuk idiopatik/ kerusakan fungsional) b. Slow-transit konstipasi (termasuk kerusakan motilitas) c. Penyakit Hirschprung’s Penyebab konstipasi sekunder adalah (Abrams, 1995; Kee, 1996; Sudoyo, 2007; Dipiro, et al, 2008; Wells, 2009): a. Kelainan
endokrin/metabolik
(diabetes
melitus
dengan
neuropati,
hipotiroidisme, panhipopituitarisme, peokromositoma, gagal ginjal kronik dan hiperkalsemia). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
5
b. Gangguan gastrointestinal (Irritable Bowel Syndrome tipe konstipasi, diverticulitis, penyakit saluran cerna bagian atas atau bawah, tumor, hernia, tuberkulosis, limfogranuloma, sifilis, hemorrhoid, obstruksi gastroduodonal akibat ulser atau kanker, anal fissures dan ulcerative proctitis). c. Obstruksi usus. d. Kondisi neurogenik (trauma otak, tumor CNS, cedera tulang belakang, cedera cerebrovascular, paraplegia, neuropati otonom dan penyakit Parkinson). e. Psikogenik (menunda buang air besar, kelainan psikiatrik dan Inappropriate Bowel Habits). f. Obat-obatan: analgesik (penghambat sintesis prostaglandin dan opiat seperti kodein dan morfin yang pemberian peroral memiliki efek penghambatan pada saluran cerna lebih besar dibandingkan pemberian parenteral), antikolinergik (antihistamin, antiparkinson dan fenotiazin), antidepresan trisiklik, antasida yang mengandung kalsium karbonat atau aluminium hidroksida, penyekat kanal kalsium, barium sulfat, klonidin, diuretik (nonpotassium sparing), ganglion blockers, suplemen besi dan kalsium, muscle blockers (dtubokurarin, suksinilkolin), polistiren sodium sulfonat dan pemakaian laksatif kronik. g. Lain-lain: imobilitas, gangguan hormonal, pola hidup seperti diet rendah serat atau kebiasaan makan yang buruk, kurang masukan cairan/minum, kebiasaan buang air besar yang tidak teratur, menunda keinginan buang air besar dan kurang olahraga. h. Kehamilan. Konstipasi mempengaruhi sekitar 50% dari wanita hamil. Kadar progesteron berpengaruh dalam memperlambat pencernaan. Mekanisme reabsorpsi air dapat mempengaruhi usus selama kehamilan menyebabkan feses keras dan buang air besar lebih sulit. Asupan suplemen zat besi juga dapat menyebabkan konstipasi selama kehamilan.
2.1.4 Manifestasi Klinis Pasien mengeluh tentang rasa tidak nyaman dan kembung pada perut, pergerakan usus yang hilang timbul, feses dengan jumlah sedikit, perasaan penuh atau kesulitan dan sakit pada saat mengeluarkan feses. Konstipasi fungsional Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
6
(konstipasi terjadi tanpa adanya kondisi patologis) menunjukkan setidaknya dua dari gejala berikut: tegang pada saat buang air besar, feses kental atau keras, sensasi pengeluaran feses yang tidak lengkap, sensasi obstruksi atau penyumbatan anorektal, perlu untuk tindakan manual untuk memperlancar buang air besar dan atau jarang (kurang dari tiga) gerakan usus per minggu (Sudoyo, 2007). Gejala yang harus diwaspadai mencakup dari keparahan konstipasi itu sendiri adalah darah dalam feses, turun berat badan, demam, anoreksia, nausea dan muntah (Dipiro, et al, 2008). Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi sehingga menyebabkan hipokalemia sedangkan pada kondisi gastroenteropati
dapat
terjadi
kehilangan
protein
yang
menyebabkan
hipoalbuminemia dan sindrom menyerupai kolitis (Wells, 2009). Pasien harus berobat ke dokter apabila gejala bertahan paling lama 3 minggu, menghilang kemudian timbul gejala yang harus diwaspadai dan terjadi perubahan terhadap kebiasaan buang air besar (Dipiro, et al, 2008).
2.1.5 Pendekatan Diagnostik Riwayat lengkap harus diperoleh sehingga gejala-gejala pasien dapat dievaluasi dan diagnosis konstipasi dapat dikonfirmasi. Diagnosis konstipasi disarankan oleh kurang dari tiga gerakan usus per minggu, konsistensi feses kental dan keras, mengejan yang berlebihan dan waktu buang air besar yang berkepanjangan (Sudoyo, 2007). Kebiasaan diet juga harus dievaluasi dan diperhatikan terkait dengan psikososialnya. Riwayat lengkap keluarga juga harus diketahui terkait dengan penyakit radang usus atau kanker kolon. Obat yang sedang dikonsumsi baik resep dari dokter maupun Over The Counter (OTC) juga harus diketahui untuk mengidentifikasi penyebab konstipasi. Hasil pemeriksaan yang diperlukan dalam penegakan diagnosis konstipasi (Sudoyo, 2007; Dipiro, et al, 2008; Wells, 2009). adalah: a. Anamnesis yang akurat untuk mendeteksi adanya penurunan berat badan, perdarahan saluran cerna, riwayat kanker dalam keluarga, pola buang air besar sebelumnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
7
b. Pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan sistemik dan lokal, terutama tanda adanya massa intra abdomen dan peristaltik usus. c. Tes fungsi tiroid: kadar hormon tiroid yang abnormal mungkin menunjukkan hipotiroidisme/hipertiroidisme
yang
mungkin
berhubungan
dengan
konstipasi. d. Serum kalsium: peningkatan/penurunan kadar serum kalsium mungkin mengindikasikan adanya konstipasi. e. Kadar glukosa darah: terkait diabetes melitus. f. Serum elektrolit: dehidrasi mungkin mengindikasikan adanya konstipasi. g. Urinalisis: dapat juga mengindikasikan adanya dehidrasi (jika diperlukan). h. Hitung darah lengkap: anemia mungkin disebabkan oleh kanker atau kerusakan sistemik lainnya yang menyertai konstipasi. i. Sigmoidoskopi, kolonoskopi dan barium enema (diperlukan untuk pasien yang mengalami penurunan berat badan, pendarahan rektal atau anemia). j. Pemeriksaan transit kolon. k. Manometri anorektal.
2.1.6 Pengobatan Pada pasien dengan konstipasi, tujuan utama pengobatan adalah untuk meredakan gejala, mengidentifikasi dan mengobati penyebab sekunder serta memulihkan fungsi usus normal (Wells, 2009). a.
Terapi Nonfarmakologi Modifikasi gaya hidup harus dilakukan sebelum pilihan menggunakan obat
pencahar. Konstipasi biasanya merespon terhadap suplemen makanan serat, hidrasi dan olahraga. Meningkatkan asupan serat hingga 20-35 gram/hari dapat membantu mengatasi konstipasi. Contoh makanan tinggi serat adalah kacangkacangan, biji-bijian, sereal, buah-buahan segar dan sayuran seperti asparagus, bayam, sawi dan wortel. Orang dengan konstipasi harus menghindari makanan olahan rendah serat yang berlebihan seperti makan siang daging, hot dog, keju dan es krim (Dipiro, et. al, 2008). Asupan cairan yang cukup juga penting (Kee, 1996). Asupan yang direkomendasikan untuk orang-orang yang tidak memerlukan pembatasan cairan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
8
adalah 6 sampai 8 gelas air setiap hari. Konsumsi
air yang banyak akan
mengurangi terbentuknya feses yang keras dan kering sehingga mempermudah proses defekasi (Dipiro, et. al, 2008). Berjalan dan olahraga lain membantu meningkatkan peristaltik otot-otot perut bagian bawah yang juga akan meningkatkan propulsi dalam usus (Wells, 2009). Konstipasi adalah keluhan yang sering menetap bagi sebagian pasien. Setiap hari kebanyakan orang mengalami gelombang peristaltik yang kuat dan dikenal sebagai refleks gastrokolik, yaitu sebuah gerakan usus biasanya diikuti dengan dorongan untuk buang air besar sehingga sebaiknya tidak menunda keinginan buang air besar. Gaya hidup yang terlalu sibuk seharusnya tidak diperbolehkan karena mengganggu fungsi normal usus (Dipiro, et. al, 2008). Pada kasus yang sudah semakin parah tindakan nonfarmakolgi lain yang dapat dilakukan adalah pembedahan dan terapi biofeedback (Wells, 2009). b.
Terapi Farmakologi Laksatif dan katartiks dipakai untuk mengeluarkan feses. Laksatif
melunakkan feses dan katartik menyebabkan feses lunak sampai berair dengan sedikit kram (rasa nyeri). Seringkali dosis ditentukan oleh apakah obat bekerja sebagai laksatif atau katartik. Suatu obat pencahar adalah satu katartik “kuat”, yang menyebabkan feses berair dan sakit perut (Kee, 1996). Menurut Kee (1996) ada empat tipe laksatif secara garis besar: (1) osmotik (salin), (2) kontak (sebelumnya disebut stimulan/perangsang atau iritan), (3) pembentuk bulk/zat pembesar volume (bulking agents) dan (4) pelunak feses (emolient laxatives). Rekomendasi dosis yang tepat untuk penggunaan pencahar dan katartik dapat dilihat lebih lengkap pada Tabel 2.1. 1) Laksatif Pembentuk Bulk Laksatif ini dapat berasal alami (psyllium) atau sintetis (metil selulosa). Laksatif jenis ini bekerja dengan mengembang dan menyerap cairan di dalam usus, membentuk gel yang membantu dalam eliminasi fekal dan meningkatkan peristaltik usus. Efek sampingnya dapat menyebabkan perut kembung (yang jarang ditemui dengan penggunaan metilselulosa) dan kram perut. Obat laksatif ini cara penggunaannya harus dicampurkan dengan air yang cukup dan diminum segera diikuti dengan setengah atau segelas air. Kurangnya masukkan cairan akan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
9
menyebabkan obat ini mengeras di dalam saluran gastroingestinal, sehingga dapat menyebabkan obstruksi usus atau memburuk konstipasi (Dipiro, et al., 2008). Defekasi biasanya timbul dalam 8-24 jam (Kee, 1996). Golongan laksatif ini tidak menyebabkan ketergantungan laksatif. Awal kerja psilium 8-24 jam. Interaksi obat akan timbul dengan obat-obat ini. Psilium mengurangi absorpsi antikoagulan oral, aspirin dan digoksin (Wells, 2009). 2) Laksatif Osmotik Jenis laksatif ini menyebabkan air masuk ke lumen usus besar dan menyebabkan feses yang setengah berbentuk sampai cair (Kee, 1996). Laktulosa dan sorbitol termasuk golongan osmolar, gula yang tidak dapat diserap. Magnesium meningkatkan sekresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus. Sediaan yang mengandung turunan magnesium atau natrium fosfat (pencahar salin/garam) berguna untuk konstipasi akut. Yang harus diperhatikan terkait laksatif ini bahwa penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan dehidrasi dan gangguan elektrolit (Dipiro, et al., 2008). Laksatif osmotik dapat menyebabkan kram perut dan kembung. serum harus dipantau untuk menghindari ketidakseimbangan elektrolit. Magnesium dapat terakumulasi pada pasien dengan disfungsi ginjal (Dipiro, et al., 2008). Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengeluarkan kelebihan garam. Golongan laksatif ini kontraindikasi pada pasien yang memiliki payah jantung kongesif (Kee, 1996). Salin katartik harus digunakan terutama untuk kondisi usus akut, yang mungkin diperlukan sebelum pemeriksaan diagnostik, setelah keracunan, dan dalam pengobatan dengan beberapa anthelmintik untuk menghilangkan parasit (Wells, 2009). Polietilenglikol (PEG, Miralax®) merupakan pencahar osmotik yang hanya boleh digunakan dengan resep dokter. Hal ini berguna pada pasien yang mengalami konstipasi akut dan yang telah tidak memberi respon yang memadai terhadap laksatif yang lain. Efek samping utamanya meliputi sakit perut, kembung, kram, dan timbulnya gas (Dipiro, et al., 2008). Laktulosa, katartik salin lain yang bukan penyerap, menarik air ke dalam intestin dan meningkatkan retensi air dan elektrolit. Obat ini menurunkan kadar
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
10
amonia dalam serum dan berguna pada penderita gangguan hepar, seperti sirosis (Dipiro, et al., 2008). Gliserin bekerja seperti laktulosa, meningkatkan air dalam feses di usus besar (Katzung, 1992). Bertambahnya bentuk akibat bertambahnya air dalam feses ini merangsang peristaltik dan proses buang air besar. Agen ini biasanya diberikan sebagai supositoria 3 g dan berefek osmotik dalam rektum. Seperti kebanyakan golongan supositoria, timbulnya efek biasanya kurang dari 30 menit. Gliserin dianggap sebagai pencahar aman, meskipun kadang-kadang dapat menyebabkan iritasi dubur. Penggunaannya dapat diterima secara intermiten untuk konstipasi terutama pada anak-anak (Dipiro, et al., 2008). Sorbitol (monosakarida) telah direkomendasikan sebagai obat utama dalam pengobatan sembelit fungsional pada pasien kognitif utuh. Sorbitol sama efektifnya dengan laktulosa dan jauh lebih murah (Wells, 2009). 3) Laksatif Stimulan (Kontak) Laksatif kontak (stimulan atau iritan) meningkatkan peristaltik dengan mengiritasi ujung-ujung saraf sensoris pada mukosa usus. Jenis-jenisnya mencakup obat-obat yang mengandung fenolftalein (Ex-Lax®, Feen-A-Mint®, Correctol®), bisakodil (Dulcolax®), kaskara sagrada, senna (Senokot®) dan minyak kastrol (jarang digunakan). Bisakodil dan beberapa obat-obat lain dari golongan ini dipakai untuk mengosongkan usus sebelum dilakukan pemeriksaan diagnostik (barium enema) dan pembedahan. Derivat difenilmetana (misalnya, bisakodil) dan antrakuinon (misalnya, senna) memiliki aksi selektif pada saraf pleksus otot polos usus yang mengarah ke peningkatan motilitas. Onset efek yang cepat tetapi dengan efek yang keras (kram) tergantung pada dosis yang diambil. Awalan kerja dari bisakodil oral timbul dalam 6-12 jam dan dalam 15-25 menit dengan suppositoria (pemberian dari rektum) (Dipiro, et al., 2008). Efek samping mencakup mual, muntah, diare dan nyeri perut, kelemahan dan air kemih berwarna merah-kecokelatan karena ekskresi fenolptalein, senna atau kaskara (Kee, 1996). Minyak jarak dimetabolisme di saluran pencernaan menjadi senyawa aktif asam risinoleat yang merangsang proses sekresi, mengurangi penyerapan glukosa dan meningkatkan motilitas usus terutama di usus kecil. Minyak jarak biasanya Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
11
menghasilkan buang air besar setelah 1 sampai 3 jam pemberian. Minyak jarak tidak boleh digunakan untuk pengobatan rutin konstpasi karena merupakan pencahar yang kuat (Wells, 2009). 4) Emolien Golongan ini dikenal sebagai surfaktan dan pelunak feses, emolien bertindak dengan meningkatkan aksi pembasahan permukaan dan mengarah ke efek melunakkan feses. Emolien mengurangi gesekan dan membuat feses lebih mudah untuk dikeluarkan (Dipiro, et al., 2008). Pelunak feses bekerja dengan meningkatkan penimbunan air di dalam intestin (Kee, 1996). Golongan obat ini tidak efektif dalam menyembuhkan konstipasi namun umumnya digunakan untuk mencegah konstipasi. Obat ini sering diberikan pada pasien yang menghindari mengejan dalam buang air besar seperti pada pasien yang baru mendapat serangan infark miokardium atau pasca operasi rektal (Wells, 2009). Juga diberikan sebelum memberikan laksatif lain untuk mengobati impaksi feses ( Kee, 1996). Golongan ini tidak direkomendasikan untuk mengobati konstipasi jangka panjang (Abrams, 1995). 5) Lubrikan/pelumas Pencahar pelumas bekerja dengan melapisi feses, sehingga lebih mudah dikeluarkan. Lapisan film berminyak yang melapisi feses juga membuat feses kehilangan air untuk proses reabsorpsi usus. Minyak mineral (cairan petrolatum) harus digunakan dengan hati-hati karena daapt diabsorbsi secara sistemik sehingga menyebabkan reaksi tubuh pada jaringan limfoid dan dapat terhirup ke paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia lipoid (Wells, 2009). Hal ini menjadi perhatian khusus pada anak-anak dan orang tua (Dipiro, et al., 2008). 6) Tegaserod Maleat Tegaserod Maleat (Zelnorm®) adalah serotonin parsial reseptor (5-HT) agonis yang menyebabkan peningkatan aktivitas peristaltik dan sekresi usus. Hal tersebut
meningkatkan
frekuensi
buang
air
besar
dan
mengurangi
ketidaknyamanan perut, kembung, dan kram. Hal ini diindikasikan untuk pengobatan pasien usia kurang dari 65 tahun yang mengalami konstipasi kronis idiopatik. Efek samping yang paling umum termasuk sakit kepala, sakit perut, diare, dan mual (Dipiro, et al., 2008). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
12
7) Lubiproston Lubiproston (Amitiza®), senyawa asam bisiklik oral, telah disetujui untuk pengobatan konstipasi kronis idiopatik pada orang dewasa namun belum diteliti pada anak-anak. Lubiproston bertindak secara lokal pada saluran usus dan meningkatkan sekresi cairan usus sehingga meningkatkan motilitas usus serta meningkatkan pengeluaran feses (Dipiro, et al., 2008). Lubiproston dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat obstruksi mekanik gastrointestinal. Keananan untuk wanita hamil belum dilakukan penelitian; studi pada hewan menunjukkan potensi kematian janin. Wanita yang berpotensi hamil harus menunjukkan hasil tes kehamilan negatif sebelum memulai terapi dengan lubiproston (Dipiro, et al., 2008). Efek samping gastrointestinal termasuk mual, diare, perut kembung, perut nyeri, perut kembung, muntah, mencret, dan dispepsia dilaporkan dengan lubiproston. Mual adalah efek samping yang menonjol dan dapat diperkecil dengan pemberian lubiproston bersama makanan (Wells, 2009). Dosis yang dianjurkan adalah 24 mcg lubiproston oral dua kali sehari dengan makanan. Studi awal evaluasi penggunaan lubiproston tidak lebih dari 4 minggu. Pasien harus dievaluasi secara berkala untuk kebutuhan terapi selanjutnya (Dipiro, et al., 2008). 8) Golongan lainnya Cairan enema dapat digunakan untuk mengobati konstipasi sederhana. Administrasi dari 200 mL cairan enema pada orang dewasa dapat menyebabkan buang air besar dalam waktu 1,5 jam. Busa sabun tidak lagi direkomendasikan untuk digunakan dalam enema karena penggunaannya dapat menyebabkan proktitis atau kolitis (Wells, 2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
13
Tabel 2.1 Rekomendasi dosis untuk pencahar dan katartik Golongan
Rekomendasi Dosis Dewasa
Golongan Pelunak Feses dalam 1-3 hari Golongan pembentuk massa feses Metil selulosa
4-6 g/hari
Polikarbofil
4-6 g/hari
Psyllium
Bervariasi sesuai produk
Golongan emolien Natrium Docusate
50-360 mg/hari
Kalsium Docusate
50-360 mg/hari
Kalium Docusate
100-300 mg/hari
Laktulosa
15-30 mL peroral
Sorbitol
30-50 g/ hari peroral
Minyak mineral
15-30 mL peroral
Golongan Pelunak Feses dalam 6-12 jam Bisakodil (oral)
5-15 mg peroral
Fenolftalein
30-270 mg peroral
Cascara sagrada
Dosis bervariasi sesuai formula
Senna
Dosis bervariasi sesuai formula
Magnesium sulfat (dosis rendah)
< 10 g peroral
Golongan yang menyebabkan perpindahan air dalam 1-6 jam Magnesium sitrat
18 g dalam 300 mL air
Magnesium hidroksida
2,4-4,8 g peroral
Magnesium sulfat (dosis tinggi)
10-30 g/hari
Natrium fosfat
Bervariasi sesuai penggunaan
Bisakodil (suppossitoria)
10 mg rektal
PEG-sediaan elektrolit
4L
[sumber: Dipiro, et al., 2008, telah diolah kembali]
2.1.7 Rekomendasi Pengobatan Slow-transit konstipasi dapat diobati dengan obat pencahar osmotik. Tegaserod maleat 6 mg secara oral dua kali sehari merupakan pengobatan yang dapat diterima. Senna, bisakodil, dan stimulan lainnya harus digunakan hanya ketika obat lain gagal memberikan efek yang diinginkan. Pencahar dapat digunakan ketika konstipasi postpartum, saat tidak menyusui dan pada pasien Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
14
yang tidak dapat bergerak. Pasien yang tidak konstipasi tetapi perlu menghindari mengejan (misalnya, pasien dengan wasir, hernia atau infark miokard) dapat menggunakan pelunak feses atau pencahar ringan (Dipiro, et al., 2008). Obat pencahar tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari usia 6 tahun kecuali diresepkan oleh dokter. Anak-anak harus dievaluasi oleh dokter sebelum
diberikan
pencahar
karena
anak-anak
mungkin
tidak
dapat
menggambarkan gejala yang timbul dengan baik. Pilihan mengobati penyebab sekunder dapat mengatasi konstipasi tanpa menggunakan obat pencahar. Seperti pada orang dewasa, anak-anak mendapatkan manfaat dari diet makanan sehat dan seimbang, konsumsi cairan yang cukup dan olahraga teratur (Dipiro, et al., 2008). Penggunaan pencahar terkadang dilihat sebagai bagian normal dari kehidupan sehari-hari karena banyak orang tua mengalami konstipasi. Pencahar golongan minyak mineral dapat berbahaya khusus pada orang tua yang terbaring di tempat tidur karena dapat menyebabkan pneumonia melalui inhalasi tetesan minyak ke dalam paru-paru. Laktulosa dapat menjadi pilihan yang lebih baik dalam kondisi ini. Penggunaan rutin setiap pencahar yang mempengaruhi cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan efek samping yang signifikan (Dipiro, et al., 2008). Pencahar pembentuk massa biasanya digunakan selama kehamilan. Pelunak feses (kategori C) tidak boleh digunakan selama kehamilan. Untuk menghindari konstipasi ibu hamil harus dianjurkan untuk makan makanan yang seimbang antara buah, sayuran dan biji-bijian, menjaga asupan air yang memadai dan olahraga yang tepat. Pasien dengan kondisi berikut harus menggunakan pencahar hanya di bawah pengawasan dari dokter: kolostomi; diabetes melitus (beberapa obat pencahar mengandung banyak gula seperti dekstrosa, galaktosa dan sukrosa); penyakit jantung (beberapa obat mengandung sodium); penyakit ginjal dan kesulitan menelan karena pencahar pembentuk massa dapat menyebabkan obstruksi esofagus (Dipiro, et al., 2008).
2.1.8 Evaluasi Hasil Pasien konstipasi yang memperoleh pengobatan dan perawatan dilakukan evaluasi hasil mengenai (Dipiro, et al., 2008; Wells, 2009): Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
15
a. Tanyakan pasien tentang adanya atau perbaikan gejala untuk menentukan apakah terapi pencahar efektif. Pasien harus memiliki peningkatan frekuensi buang air lebih dari tiga kali per minggu. Pasien harus melaporkan tidak adanya waktu buang air besar yang lama atau tidak adanya mengejan yang berlebihan. b. Ketika diduga terjadi penyalahgunaan akut/kronis garam atau obat pencahar stimulan yang berlebihan, perlu untuk memeriksa gangguan elektrolit (misalnya hipokalemia, hipernatremia, hiperfosfatemia atau hipokalsemia). c. Beberapa obat pencahar (misalnya pembentuk massa) mengandung sejumlah besar gula dan natriumsehingga tidak cocok untuk pasien yang diet garam atau diabetes. Saat pencahar rendah sodium atau bebas gula tidak digunakan perlu memantau konsentrasi serum sodium dan glukosa yang diperlukan dengan penggunaan kronis.
2.1.9 Monitoring dan Perawatan Pasien Konstipasi Pasien konstipasi yang memperoleh pengobatan dilakukan monitoring dan perawatan yang mencakup (Dipiro, et al., 2008): a. Menilai gejala pasien untuk menentukan apakah terapi yag diberikan ke pasien sesuai atau apakah pasien harus dievaluasi oleh dokter. Tentukan jenis dan frekuensi gejala. b. Meninjau data diagnostik yang tersedia untuk menentukan penyebab atau jenis konstipasi. c. Mendapatkan riwayat menyeluruh mengenai obat yang diresepkan, obat nonresep dan suplemen makanan yang digunakan. Tentukan apa perawatan telah membantu di masa lalu. Apakah pasien mengonsumsi obat yang dapat menyebabkan konstipasi? d. Ingatlah bahwa tidak ada terapi tunggal telah terbukti efektif untuk semua pasien konstipasi. e. Mengembangkan rencana untuk menilai efektivitas penggunaan pencahar dalam kasus konstipasi kronis. f. Mengevaluasi pasien adanya efek samping obat, alergi obat dan interaksi obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
16
g. Memberikan pendidikan kepada pasien tentang konstipasi, modifikasi gaya hidup dan terapi obat.
2.2 Promosi Kesehatan 2.2.1 Pengertian Secara konsep definisi promosi kesehatan dapat kita pahami dari beberapa rangkaian sesuai perkembangan promosi kesehatan itu sendiri, adapun beberapa definisi promosi kesehatan dalam perkembangannya adalah sebagai berikut: WHO (1984), merevitalisasi pendidikan kesehatan dengan istilah promosi kesehatan, kalau pendidikan kesehatan diartikan sebagai upaya perubahan perilaku maka promosi kesehatan tidak hanya untuk perubahan perilaku tetapi juga perubahan lingkungan yang memfasilitasi perubahan perilaku tersebut (Kholid, 2012). Promosi kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Menolong dirinya sendiri artinya bahwa masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya masalah dan gangguan kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan serta mampu pula berperilaku mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut terlanjur terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat (Kholid, 2012).
2.2.2 Sasaran Promosi Kesehatan a. Sasaran primer Merupakan kelompok masyarakat yang akan diubah perilakunya. Masyarakat umum yang mempunyai latar belakang heterogen seperti disebutkan di atas merupakan sasaran primer dalam pelaksanaan promosi kesehatan. Akan tetapi dalam praktik promosi kesehatan, sasaran primer ini dikelompokkan menjadi kelompok kepala keluarga, ibu hamil, ibu menyusui, ibu anak balita, anak
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
17
sekolah, remaja, pekerja di tempat kerja, masyarakat di tempat umum dan sebagainya (Kholid, 2012). b. Sasaran sekunder Tokoh masyarakat setempat (formal maupun informal) dapat digunakan sebagai jembatan untuk mengefektifkan pelaksanaan promosi kesehatan terhadap masyarakat (sasaran primer). Tokoh masyarakat merupakan tokoh panutan bagi masyarakatnya (Kholid, 2012). c. Sasaran tersier Masyarakat terkadang memerlukan faktor pemungkin (enabling) untuk berperilaku sehat, yakni sarana dan prasarana untuk terwujudnya perilaku tersebut. Namun, untuk pengadaan sarana dan prasarana untuk berperilaku sehat ini sering kali masyarakat sendiri tidak mampu. Untuk itu perlu dukungan dari penentu atau pembuat keputusan di tingkat lokal, misalnya pejabat pemerintahan setempat (Kholid, 2012).
2.2.3 Media Promosi Kesehatan Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi. Media memiliki beberapa fungsi (Kholid, 2012) diantaranya adalah: a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para audiens. Jika audiens tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari maka objeklah yang dibawa ke audiens. Objek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model maupun bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial. b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang promosi. c. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara audiens dengan lingkungannya. d. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. e. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret dan realistis. f. Media membangkitkan keinginan dan minat baru. g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
18
h. Media memberikan pengamatan yang integral/menyeluruh dari yang konkret sampai yang abstrak.
2.2.3.1 Jenis Media Pembelajaran Ditinjau dari kesiapan pengadaannya, media dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media jadi karena sudah merupakan komoditi perdagangan dan terdapat di pasaran luas dalam keadaan siap pakai (media by utilization) dan media rancangan karena perlu dirancang dan dipersiapkan secara khusus untuk maksud dan tujuan pembelajaran tertentu (media by design). Sedangkan apabila ditinjau dari bentuknya (Kholid, 2012), terdapat berbagai jenis media pembelajaran, diantaranya: a. Media visual: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik. b. Media auditif: radio, tape recorder, laboratorium bahasa dan sejenisnya. c. Projected still media: slide, over head projector (OHP), in focus dan sebagainya. d. Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya. Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serempak melalui suatu alat yang disebut multimedia. Contoh: penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media tetapi dapat menjadi semua jenis media yang bersifat interaktif.
2.2.3.2 Kriteria Memilih Media Pembelajaran Keberhasilan menggunakan media dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar tergantung pada (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan pesan dan (3) karakteristik penerima pesan. Menurut Kholid (2012), secara operasional, sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat antara lain: a. Akses b. Biaya c. Teknologi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
19
d. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi. e. Praktis, luwes dan bertahan. f. Penyaji terampil menggunakannya. g. Pengelompokan sasaran. h. Mutu teknis, pengembangan visual baik gambar maupun fotografi harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. i. Interactivity, dimana media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas. j. Organization,
dimana
dukungan
organisasi/lingkungan
sekitar
akan
mempermudah komunikasi dengan sasaran. k. Novelty, keterbaruan dari media yang akan dipilih juga dipertimbagkan karena media yang lebih baru akan lebih menarik audiens. Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh: apabila tujuan atau kompetensi audiens bersifat menghafalkan kata-kata maka media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas) maka media film dan video bisa digunakan. Di samping hal tersebut, kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer) seperti biaya, ketepatgunaan, keadaan audiens, ketersediaan dan mutu teknis juga harus diperhatikan (White, 2000).
2.2.3.3 Himbauan dalam Pesan Media Dalam media promosi, pesan dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain atau pesan itu untuk menghimbau khalayak sasaran agar mereka menerima dan melaksanakan gagasan kita, yang perlu diperhatikan (Kholid, 2012) adalah: a. Himbauan rasional, hal ini didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk rasional. b. Himbauan emosional, kebanyakan perilaku manusia, terutama ibu-ibu atau wanita lebih didasarkan pada emosi daripada hasil pemikiran rasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
20
c. Himbauan
ketakutan.
Penggunaan
himbauan
dengan
pesan
yang
menimbulkan ketakutan harus digunakan secara hati-hati. Hal ini efektif terhadap orang dengan kecemasan tinggi. d. Himbauan ganjaran, dimaksudkan menjanjikan sesuatu yang diperlukan dan diinginkan oleh penerima pesan. e. Himbauan motivasional, menggunakan bahasa himbauan motif yang menyentuh kondisi internal diri si penerima pesan.
2.3
Poster Salah satu media cetak yang umumnya dipakai dalam promosi kesehatan
adalah poster (White, 2000). Poster adalah suatu lembaran kertas yang besar, sering berukuran 60 cm lebar dan 90 cm tinggi dengan kata-kata dan gambar atau simbol untuk penyampaian suatu pesan. Menurut Kholid (2012) poster merupakan pesan singkat dalam bentuk gambar dengan tujuan untuk mempengaruhi seseorang agar tertarik pada sesuatu atau mempengaruhi agar seseorang bertindak akan sesuatu hal. Poster dipakai secara luas oleh perusahaan dagang untuk mengiklankan produknya serta memperkuat pesan yang telah disampaikan melalui media massa lain. Robin Landa dalam buku Graphic Design Solutions mendeskripsikan poester sebagai bentuk publikasi dua dimensional dan satu muka, digunakan untuk menyajikan informasi, data, jadwal, atau penawaran dan untuk mempromosikan orang, acara, tempat, produk, perusahaan, jasa atau organisasi (Supriyono, 2010). Menurut John Gierla, perbedaan poster dengan media cetak lainnya adalah poster menyampaikan informasi pada pembaca yang sedang bergerak (on the move) sementara iklan majalah, surat kabar, brosur, booklet, katalog dan leaflet dirancang untuk memiliki waktu cukup, dapat dibaca sambil duduk, tiduran atau berdiri dalam waktu relatif lama (Shimp, 1997). Tantangan utama dalam mendesain poster adalah menciptakan tampilan visual yang mampu merebut perhatian publik sambil memberikan informasi yang mudah dicerna pembaca dalam hitungan detik. Poster harus mampu membujuk pembaca, membangkitkan keinginan untuk membeli melalui pesan-pesan yang singkat, padat dan jelas (Supriyono, 2010). Penyebarluasan poster dengan cara dipajang atau ditempel di Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
21
tempat umum seperti tembok, pohon, halte, tempat umum, fasilitas pelayanan masyarakat dan lain-lain (Kholid, 2012) Lori Siebert dan Lisa Ballard dalam buku Making a Good Layout menegaskan bahwa tugas poster adalah “Capturing a moving audiens with your message” yaitu menangkap audiens yang sedang bergerak dengan pesan yang disampaikan (White, 2000). Poster harus mampu menyampaikan informasi atau pesan pada audiens yang sedang sibuk, hanya dalam hitungan detik. Menentukan salah satu informasi atau pesan yang ingin dijadikan elemen kunci harus tepat karena waktu membaca poster yang begitu singkat dalam situasi yang sibuk tersebut (Supriyono, 2010). Kelompok sasaran dari poster dapat kecil atau besar sampai seluruh masyarakat. Kadang-kadang poster juga digunakan untuk perorangan. Poster dapat juga diletakkan di tempat dilakukan konsultasi kesehatan seperti apotek, klinik dan rumah sakit. Bila di dinding terdapat poster yang berhubungan dengan masalah pasien, pasien yang bersangkutan dapat disuruh untuk melihat poster tersebut agar dapat lebih memahami tentang penyakitnya (Kholid, 2012).
2.3.1 Tujuan Poster Poster dapat dipakai secara efektif dengan tujuan (White, 2000): a. Untuk menarik perhatian. b. Menyampaikan informasi secara lengkap dan jelas serta mudah dipahami dengan cepat. c. Untuk mampu meyakinkan, mempengaruhi dan membentuk opini. d. Untuk memberikan arah dan petunjuk. e. Untuk mengumumkan peristiwa dan program yang penting. f. Menciptakan desain yang mudah dibaca dari kejauhan. g. Menyusun informasi dengan urutan yang mudah diikuti. h. Menyusun elemen-elemen poster berdasarkan prinsip-prinsip desain grafis secara hierarki dan menyatu. i. Membuat desain yang sesuai dengan subjek, audiens dan lingkungannya. j. Mengekspresikan semangat dari subjek atau pesan yang disampaikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
22
2.3.2 Ketentuan dalam Pembuatan Poster Pada umumnya sebuah poster berupa lembaran kertas dengan ukuran tertentu, berisi tulisan dan gambar. Poster dapat dibuat dengan tangan secara langsung, teknik sablon (screeen printing) dan offset (cetak mesin), dalam warna hitam putih atau penuh warna (full colours) (Kholid, 2012). Menurut Supriyono (2010) ketentuan yang ada dalam pembuatan poster, diantaranya: a. Ukuran huruf untuk poster dibuat besar sehingga terbaca dari jarak yang diperkirakan (sekitar 10 - 15 kali lebar poster). Jika lebar poster 30 cm maka harus dapat terbaca dari jarak sekitar 3 - 4,5 meter. b. Layout dibuat simpel dan tidak membingungkan pembaca. Pilih satu elemen kunci (huruf atau ilustrasi) sehingga pembaca dapat dengan cepat menangkap pesan. c. Masukkan informasi penting yang dibutuhkan oleh pembaca, seperti tanggal, jam, tempat, harga tiket, kontak person untuk poster seminar atau workshop. d. Ada satu elemen yang ditonjolkan (paling dominan), baik judul ataupun ilustrasi yang sekilas dapat menarik perhatian. e. Memuat satu informasi paling penting dan ditonjolkan dengan ukuran, warna atau value (kontras). f. Memuat unsur seni yang sesuai dengan pesan atau informasi. g. Huruf dan elemen visual disusun dalam urutan yang logis (dibaca dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah). h. Ilustrasi foto dipilih yang tidak lazim (unusual) dan bila diperlukan dapat dicropping agar lebih terlihat agar dapat menarik perhatian pembaca. i. Huruf untuk poster sebaiknya tebal (bold) dengan warna-warna kontras sehingga mudah terlihat dari kejauhan. j. Judul poster dibuat singkat, kalimat dibuat sependek mungkin dengan ukuran huruf yang cukup besar dan kontras sehingga dapat dibaca dengan cepat dari jarak yang relatif jauh (4-6 meter). Penyampaian informasi dalam poster tidak boleh terlalu mendetail dan panjang lebar. Jika terdapat banyak informasi yang ingin disampaikan lewat poster maka harus tetap menyisakan ruang kosong (white space) yang tidak diisi dengan gambar maupun teks. Secara visual, bidang kosong dapat memberikan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
23
kelegaan pada mata untuk istirahat dan sekaligus menonjolkan pesan utamanya. Informasi yang berlebihan dan disusun berdesakan kurang efektif, cenderung tidak menarik dan membingungkan pembaca (Supriyono, 2012). Menurut Shimp (1997) poster bisa hanya berupa teks atau gabungan antara teks dan ilustrasi (visual). Elemen visual bisa abstrak, gambar realis, simbolik, ilustratif, grafik, fotografi, kolase atau kombinasinya. Teks yang berupa rangkaian huruf juga dapat berfungsi sebagai ilustrasi. Desain poster harus dikaitkan dengan tujuan posternya (Supriyono, 2012).
2.3.3 Elemen Kunci Desain Poster 2.3.3.1 Tipografi Disiplin ilmu yang membahas mengenai cara memilih dan mengelola huruf dalam desain grafis disebut dengan tipografi. Pedoman dasar dalam mengelola tipofrafi poster (Supriyono, 2010) adalah: a. Teks (informasi verbal) sebaiknya disusun dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah, bukan sebaliknya. b. Judul utama (headline) harus cukup besar, antara 100-150 poin dan terbaca dari jarak sekitar 4 meter. c. Penggunaan huruf kapital (all caps) untuk judul dan teks akan lebih sulit dibaca. d. Ukuran huruf untuk body text minimal 30-36 poin, jenis font sans serif. e. Tingkat kemudahan membaca paling tinggi adalah teks warna hitam (gelap) dengan background terang. f. Hindari judul yang terlalu panjang dan penggunaan font dekoratif yang sulit dibaca. g. Tipografi untuk poster sebaiknya simpel, mudah dibaca (legible) dan sesuai dengan isi poster (content).
2.3.3.2 Ilustrasi Fungsi ilustrasi adalah untuk memperjelas teks dan informasi atau pesan sekaligus sebagai eye catcher. Selain itu adanya ilustrasi juga dimaksudkan sebagai alat untuk mendapatkan perhatian pembaca. Desain poster yang tidak Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
24
disertai ilustrasi cenderung membosankan, kurang informatif dan tidak menarik (White, 2000). Sejalan dengan munculnya berbagai software pengolah gambar, telah ada berbagai jenis dan bentuk ilustrasi, tidak hanya berupa foto, gambar, goresan abstrak, garis, warna, tekstur dan huruf. Namun, pada prinsipnya semua elemen visual bisa digunakan sebagai ilustrasi untuk mewujudkan ide (Supriyono, 2012). Menurut Supriyono (2012) kriteria ilustrasi untuk poster yaitu: a. Komunikatif, informatif dan mudah dipahami. b. Menggugah perasaan. c. Ide baru, orisinil dan bukan merupakan plagiat. d. Memiliki daya tarik yang kuat. e. Foto atau gambar memiliki kualitas baik (teknik pembuatan dan nilai seni).
2.3.4 White Space Bidang putih (white space) yakni merupakan suatu area kosong tanpa teks maupun gambar. Pada cetakan berwarna, diartikan “warna putih yang kosong” tetapi dapat berupa ruang kosong warna merah, biru bahkan hitam. Oleh sebab itu, ada yang menyebutnya “blank space”. Secara visual blank space dapat menciptakan kekontrasan, sekaligus merupakan tempat istirahat bagi mata. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesan lapang, tenang dan tidak berdesak-desakan. Unsur white space dalam desain poster tidak hanya meningkatkan kemudahan baca (readibility) tetapi juga menambah kenyamanan baca (legibility). Dengan adanya white space, tampilan poster tampak lebih simpel, informasi dapat ditangkap dengan cepat sekalipun dalam suasana yang padat (Supriyono, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada tanggal 17 Juni-26 Juli 2013 yang bertempat di Apotek Keselamatan, Jalan Keselamatan No. 27, Manggarai–Jakarta Selatan.
3.2 Metode Pelaksanaan Pembuatan laporan dimulai dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber pustaka dengan kriteria sebagai berikut : a. Buku teks/e-book b. Review artikel c. Jurnal penelitian yang dipublikasi sejak tahun 2000 Kemudian dilakukan penyusunan laporan berdasarkan sumber pustaka dan dilakukan desain poster tentang konstipasi.
25
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Konstipasi merupakan gangguan gastrointestinal yang banyak dikeluhkan oleh sebagian besar populasi di dunia terutama oleh orang dewasa. Gangguan gastrointestinal pada orang dewasa ini memiliki dampak yang signifikan dalam mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Prevalensi terjadinya konstipasi berkisar antara 15-20% pada orang dewasa yang tinggal dalam suatu komunitas masyarakat sehingga managemen dalam penanganan konstipasi dapat dilakukan dalam mencegah orang yang memiliki faktor risiko terkena konstipasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup mereka (Mc Kay, Sherry L., Michelle F., Cathy S., 2012). Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puas/lampiasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang keras. Dalam praktik sehari-hari dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar diperlukan mengejan secara berlebihan (Sudoyo, 2007). Konstipasi kronis terjadi ketika gejala berlangsung selama minimal 3 bulan (Dipiro, et. al, 2008). Di negara-negara Eropa, konstipasi merupakan gejala yang umum menyerang pada 2-27% populasi disana. Di Amerika Serikat, lebih dari 2,5 juta orang berkunjung ke dokter, 92.000 orang rawat inap dan obat laksatif terjual sekitar beberapa juta dollar karena konstipasi (Lembo, Camilleri, 2003). Konstipasi tidak hanya menyerang orang dewasa. Namun, konstipasi dapat menyerang anak-anak. Sejumlah 97% kasus konstipasi anak disebabkan oleh konstipasi fungsional dengan kejadian yang sama antara laki-laki dan perempuan. Usia anak yang menderita konstipasi fungsional dan rectal fecal impaction (RFI) berkisar antara 4-16 tahun (Jurnalis, Sarmen, Sayoeti, 2013). Konstipasi merupakan suatu gejala, bukan diagnosis, keadaan ini merupakan manifestasi berbagai penyakit, kelainan metabolisme atau organ tertentu, gangguan psikogenik atau sebagai akibat sekunder dari suatu terapi 26 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
27
penyakit menggunakan obat-obatan tertentu. Kehamilan juga merupakan suatu kondisi dimana dapat menyebabkan konstipasi (Dipiro, et al., 2008). Sebagian orang menganggap remeh kostipasi dan menganggap hal ini sebagai kondisi yang lazim sehingga tidak dilakukan suatu penanganan yang serius. Padahal jika diabaikan, kondisi seperti itu yang berkelanjutan dapat bermanifestasi menjadi suatu penyakit yang lebih serius. Penanganan yang tepat dan pemberian obat sesuai dengan gejala yang timbul terhadap konstipasi akan dapat meningkatkan kualitas hidup atau meningkatkan derajat kesehatan seseorang serta mengantisipasi timbulnya suatu penyakit lain yang lebih berbahaya dibandingkan konstipasi. Hal tersebut mendorong dilakukannya suatu upaya promosi kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan prevalensi terjadinya konstipasi pada masyarakat Indonesia. Promosi kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Hal tersebut bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya memfasilitasi perubahan perilaku (Kholid, 2012). Dengan demikian, promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik dalam masyarakat sendiri maupun dalam suatu komunitas dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik dan sebagainya). Dalam hal ini, promosi kesehatan juga lebih menekankan pada proses atau upaya, dengan tanpa mengecilkan arti hasil apalagi dampak kegiatan. Promosi kesehatan menekankan pada perilaku, terutama perubahan perilaku. Akan tetapi, untuk perubahan perilaku tidak hanya sekedar diberikan pengetahuan, pemahaman dan informasi tentang kesehatan. Menurut Kholid (2012) untuk terjadinya perubahan perilaku diperlukan faktor lain yang berupa fasilitas atau sarana dan prasarana untuk mendukung terjadinya perilaku tersebut dan dorongan dari luar yang memperkuat terjadinya perubahan perilaku ini atau Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
28
disebut juga reinforcing factor. Promosi kesehatan dapat dilakukan melalui berbagai media perantara baik cetak maupun elektronik. Kasus konstipasi di Indonesia masih banyak terjadi di berbagai kalangan masyarakat
yang
beragam
status
sosial
ekonominya
maupun
tingkat
pendidikannya. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi yang semakin canggih ikut memberi perubahan kepada pola hidup yaitu tentang diabaikannya konsumsi makanan kaya serat, sehat dan bergizi seimbang beralih ke kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food). Apotek Keselamatan merupakan apotek yang berada di tengah pemukiman padat penduduk di daerah Jakarta Selatan. Lokasi apotek juga berada di jalur menuju pusat perkantoran di daerah Kuningan sehingga merupakan kawasan yang ramai dilalui oleh berbagai kendaraan dan kemungkinan penduduk yang tinggal di sekitar daerah apotek memiliki tingkat kesibukan yang cukup tinggi. Masyarakat yang berada di sekitar juga bervariasi dari segi pendidikan dan status ekonominya. Namun, pada umumnya memiliki tingkat pendidikan menengah dan status sosial ekonomi menengah ke bawah. Berdasarkan hal tersebut kejadian konstipasi yang terjadi di daerah sekitar apotek kemungkinan bisa karena kesibukan kerja dari masyarakat sehingga konsumsi makanan tinggi serat dan sehat berkurang, pola hidup masyarakat yang beralih mengikuti tren lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji atau kurangnya informasi dan pengetahuan yang diperoleh masyarakat sekitar tentang pentingnya makanan berserat dan bergizi untuk menjaga kesehatannya. Apotek menyediakan obat untuk mengatasi konstipasi yang dapat diperoleh tanpa resep dokter yang dapat digunakan untuk swamedikasi. Suasana yang nyaman dan pelayanan yang ramah membuat apotek ini banyak didatangi oleh pasien dengan keluhan penyakit yang beragam. Akan tetapi, selama pengamatan yang dilakukan di Apotek Keselamatan selama periode 17 Juni-26 Juli 2013 ditemukan kasus pasien yang membeli obat pencahar terkait konstipasi yang telah disadari oleh dirinya sendiri dan sudah mengetahui pengobatan yang harus dilakukan maupun pasien yang datang ke apotek hanya dengan membawa keluhan-keluhan seperti kesulitan buang air besar atau rasa penuh di perut karena belum buang air besar selama beberapa hari. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
29
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh Jurnalis, Sarmen dan Sayoeti (2013), yang mengatakan bahwa keadaan konstipasi tidak dipengaruhi oleh keadaan sosial dan ekonomi seseorang. Namun, pernyataan yang menyebutkan bahwa salah satu penyebab terbesar konstipasi adalah gaya hidup yaitu pola makan tidak tepat atau diet rendah serat memang terkait dengan kesibukan rutinitas kerja masyarakat sekitar lingkungan apotek atau kurangnya pengetahuan tentang pentingnya asupan serat untuk kesehatan sehingga mengabaikan konsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang dan lebih cenderung memilih makanan cepat saji. Berdasarkan kondisi lingkungan di atas maka dapat diketahui bahwa sasaran promosi kesehatan adalah berupa sasaran primer yaitu masyrakat yang ingin diubah perilakunya terkait gaya hidup yang menyebabkan konstipasi. Media yang dipilih sebagai sarana promosi kesehatan adalah poster yang ditempel di apotek. Poster merupakan pesan singkat dalam bentuk gambar dengan tujuan untuk mempengaruhi seseorang agar tertarik pada sesuatu atau mempengaruhi agar seseorang bertindak akan sesuatu hal (Kholid, 2012). Perubahan perilaku yang diharapkan pada sasaran primer diikuti dengan perubahan lingkungan yang mendukung yaitu adanya poster yang ditempel di apotek. Poster dipilih sebagai media promosi kesehatan karena cocok untuk menyampaikan pesan secara singkat, padat dan jelas dalam waktu yang cepat pada audiens yang bergerak yaitu pasien yang datang berkunjung ke apotek. Pemilihan poster juga melalui pertimbangan dari segi desain apotek bahwa poster dapat membuat nilai estetika menjadi lebih baik untuk menarik pelanggan datang ke apotek. Selain itu poster memiliki keuntungan karena memiliki desain yang menarik dan tergolong dalam media rancangan yang memerlukan pemikiran dan persiapan secara khusus untuk maksud atau tujuan pembelajaran tertentu yang memiliki keuntungan yaitu mendapatkan media yang sepenuhnya sesuai dengan tujuan atau kebutuhan pembelajaran yang diinginkan, aksesnya mudah untuk pengunjung apotek yaitu cukup dengan membaca di dinding, teknologi yang digunakan tidak terlalu rumit dan biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Kata-kata atau kalimat yang dicantumkan dalam poster dibuat sesingkat mungkin dan semenarik mungkin untuk menarik minat pembaca. Pemilihan kata Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
30
atau kalimat dibuat semudah mungkin untuk dipahami karena sasaran merupakan audiens yang awam yang dapat berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, tingkat sosial dan status ekonomi (bukan dari kalangan praktisi kesehatan). Penggunaan istilah atau kata yang terlalu ilmiah atau bahasa kedokteran dan farmasi yang sulit dipahami akan menyebabkan selain audiens susah mengerti juga dapat menyebabkan poster menjadi tidak menarik bagi audiens. Informasi yang ingin dicantumkan dalam poster dipilih aspek penting yang ingin disampaikan kepada audiens dimana setelah membaca poster tersebut diharapkan pengetahuan masyarakat akan konstipasi bertambah dan masyarakat akan bisa mencegah terjadinya konstipasi atau melakukan upaya pengobatan sendiri dengan menggunakan obat-obatan over the counter (OTC) saat mengalami konstipasi. Bahasa atau kalimat yang terlalu ilmiah diubah menjadi kalimat yang umum agar mudah dipahami tanpa mengubah makna aslinya. Oleh karena itu, aspek yang ditampilkan dalam poster adalah terkait definisi, gejala, terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi menggunakan obat pencahar yang umum digunakan untuk mengobati konstipasi. Peran apoteker di apotek terkait konstipasi adalah menggali informasi dari pasien untuk mengetahui penyebab konstipasi sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat sesuai dengan penyebabnya baik terapi nonfarmakologi atau terapi farmakologi, memberikan informasi terkait pengobatan konstipasi yang diberikan dan mengedukasi pasien tentang perubahan gaya hidup yang sehat untuk mempercepat penyembuhan konstipasi. Apoteker juga dapat memberikan penjelasan apabila ada pasien yang bertanya terkait poster yang ada di apotek sehingga apoteker juga harus memahami isi poster tesebut. Informasi yang diberikan terkait poster konstipasi tidak hanya diberikan kepada pengunjung apotek yang mengalami konstipasi saja tetapi juga kepada pengunjung yang membeli obat untuk keperluan penyakit lain maupun yang hanya sekedar bertanya tentang obat atau poster tanpa melakukan pembelian di apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 5.1.1 Pengobatan konstipasi didasarkan pada frekuensi buang air besar (BAB), penyebab konstipasi baik berupa penyebab primer maupun penyebab sekunder, kondisi pada saat defekasi (mengejan saat BAB, kesulitan defekasi, feses yang keras) dan gejala lain yang dialami pasien (rasa penuh di perut akibat belum buang air besar beberapa hari). Anjuran melakukan terapi nonfarmakologi dilakukan yaitu saran perubahan pola makan yaitu menkonsumsi makanan berserat seperti sayuran dan buah-buahan, memperbanyak konsumsi air putih dan olahraga secara teratur Obat laksatif yang sering diberikan pada pasien konstipasi mencakup golongan laksatif osmotik (Laktulosa) dan golongan laksatif stimulan/kontak. 5.1.2 Upaya kesehatan yang dilakukan dalam rangka promosi kesehatan yang bertujuan menurunkan prevalensi konstipasi pada masyarakat Indonesia khususnya lingkungan sekitar apotek yaitu dengan melakukan pemberian informasi tentang konstipasi melalui media cetak poster yang ditempel di apotek.
5.2 Saran Adanya keaktifan dari apoteker untuk memberikan konseling atau penjelasan mengenai isi poster konstipasi kepada audiens yang sedang membaca agar audiens lebih memahami tentang konstipasi.
31
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Abrams, Anne Collins. (1995). Clinical Drug Theraphy: Rationales for Nursing Practice. Fourth Edition. Philadelphia: J.B. Lippincott Company, 651-656. Bardosono, S., Diana Sunardi. (2011). Artikel Penelitian IDI: Functional Constipation and Its Related Factors Among Female Workers. Majalah Kedokteran Indonesia. Volume: 61, Nomor: 3, Maret 2011. 126-129. Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 599-600. Dipiro, Joseph T., et al. (2008). Pharmacotherapy: Principles & Practice. USA: Mc. Graw-Hill. 307-311. Jurnalis, Y.D., Sofni Sarmen, Yoerva Sayoeti. (2013). Konstipasi pada Anak. CDK. 200/Vo. 40 No. 1 th. 2013. 27-30. Kee, J.L., Evelyn R. Hayes. (1996). Farmakologi. Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 526-529. Katzung, B.G. (1992). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 933. Kholid, Ahmad. (2012). Promosi Kesehatan dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1-2, 11-12, 15-16, 126-136. Lembo, Anthony. Michael Camilleri. (2003). Current Concepts Chronic Constipation. The New England Journal of Medicine. Oct 2, 2003. N. Engl. J. Ned 349: 14. 1360-1368. Mc. Kay, S.L., Michelle Fravel, Cathy Scanlon. (2012). Evidence Based Practice Guideline: Management of Constipation. Journal of Gerontological Nursing. Vol. 38, No. 7, 2012. 9-15. NDDIC. (2013). Constipation. USA: American Gastroenterogical Association. September 2013. Paramythiotis, et al. (2010). Chronic Constipation Due To Presacial Teratoma in a 36-year Old Woman : a case report. Journal of Medical Case Report 2010, 4:23. Biomed Central. 1-4. Shimp, Terence A. (1997). Advertising Management. USA: The Dryden Press. 320-324. 32
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
33
Sudoyo, A.W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus S.K., Siti Setiati. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 287. Supriyono, Rachmat. (2010). Desain Komunikasi Visual. Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. 17, 158-178. Wells, B.G., J.T. Dipiro, Terry L.S., Cecily V. Dipiro. (2009). Pharmacotherapy Handbook. Seventh Edition. USA: Mc Graw-Hill. 250-255. WGO. (2007). World Global Guideline. Constipation: a Global Perspective. WGO, November 2007.1-2. WGO. (2010). World Practice Guideline. Constipation: a Global Perspective. WGO, November 2010. 3-4. White, Roderick. (2000). Advertising. Fourth Edition. Singapore: Mc. Graw-Hill. 191-196.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014
34
Lampiran 1. Desain poster konstipasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Linda Juli, FFar UI, 2014