LAPORAN PEMETAAN EKONOMI SEKTOR INDUSTRI NONMIGAS
Biro Neraca Pembayaran Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Desember 2006
DAFTAR ISI halaman
DAFTAR TABEL, GAMBAR, dan GRAFIK PENGANTAR 1.
PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3.
2.
3.
4.
5.
Latar Belakang Tujuan Definisi dan Konsep
…………………………… …………………………… ……………………………
PERAN SEKTOR INDUSTRI NON MIGAS DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Pertumbuhan Ekonomi …………………………… 2.1. Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Ekspor Nonmigas …………………………… 2.2. Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Penyerapan Tenaga …………………………… 2.3. Kerja Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Pemerataan …………………………… 2.4. Pembangunan KARAKTERISTIK INDUSTRI NONMIGAS NASIONAL Sensitif terhadap Gejolak Nilai Tukar 3.1. Sensitif terhadap Gejolak Eksternal 3.2. Daya Saing Sektor Industri Nonmigas Rendah 3.3. Tingkat Investasi di Sektor Industri Nonmigas Relatif Rendah 3.4.
…………………………… …………………………… …………………………… ……………………………
1 1 1
2 2 3 3
5 6 6 9
ANALISIS SUB-SEKTOR DAN KOMODITI NON MIGAS INDUSTRI TERPILIH Analisis Sub Sektor Industri Nonmigas Terpilih …………………………… 4.1. Analisis Komoditi Industri Nonmigas terpilih …………………………… 4.2.
16 21
……………………………
33
KESIMPULAN LAMPIRAN Matriks Sub Sektor Industri 1. Matriks Komoditi Industri Terpilih 2. Matriks Perusahaan Terpilih 3.
DAFTAR TABEL, GAMBAR, dan GRAFIK TABEL
Tabel
1.
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Tabel
14.
halaman ................................ 6
Orientasi Pasar dan Ketergantungan Bahan Baku Impor Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2003 (%) Ranking Competitive Dunia Ilustrasi Harga Ranking Infrastruktur Dunia Sumber Pembiayaan Sub Sektor (SPSE) Kapasitas Produksi Sub Sektor Thn. 2004 (SPSE I) Kapasitas Produksi Sub Sektor (SPSE II) Penyerapan TK Industri Makanan Thn. 2004 (SPSE I) Penyerapan TK Industri Mesin Listrik Thn. 2004 (SPSE I) Penyerapan TK Industri Mesin Listrik (SPSE II) Penyerapan Industri TPT dan Alas Kaki TK Thn. 2004 (SPSE I) Penyerapan Industri TPT dan Alas Kaki TK (SPSE II) Penyerapan TK Industri Produk Kimia dan Barang dari Karet Thn. 2004 (SPSE I) Penyerapan TK Industri Produk Kimia dan Karet (SPSE II)
................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................
7 8 9 20 20 20 24 24 24 25 25 26
................................
26
Lokasi Pesebaran Industri Nasional Lokasi Industri Kopi Lokasi Industri Kakao dan Coklat Lokasi Industri Rokok Lokasi Industri CPO Lokasi Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik Lokasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil Lokasi Industri Alas Kaki Lokasi Industri Petrokimia Lokasi Industri Produk Karet
............................... ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................
4 27 28 29 29 30 31 32 32 33
Rasio Kredit kepada Sektor Swasta terhadap PDB Pangsa dan Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Total PDB Pangsa dan Kontribusi Industri terhadap Total Ekspor Nonmigas Penyerapan Tenaga Kerja PHK per Sub Sektor Pesebaran Tenaga Kerja Kinerja Investasi Rata-Rata Tahun 2004-2005 Orientasi Pasar dan Kandungan Bahan Baku Impor Berdasarkan Hasil Survei Negara Utama Tujuan Ekspor Nonmigas RCA Komoditi Unggulan Ekspor Sektor Industri Nonmigas Daya Saing Indonesia di ASEAN dan Negara Lainnya Tingkat Kualitas Tenaga Kerja
................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................
1 2 2 3 3 4 5 5
................................ ................................ ................................ ................................
6 7 7 8
GAMBAR Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
GRAFIK Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Grafik Grafik Grafik Grafik
9. 10. 11. 12.
3
Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
Grafik
37.
Grafik
38.
Grafik
39.
Sepuluh Kendala Berinvestasi di Indonesia Kondisi Mesin Kebutuhan Upgrading Teknologi dan Pergantian Mesin Kapasitas Produksi Kendala Berinvestasi Industri Padat Tenaga Kerja dan Padat Modal Permasalahan Suku Bunga Perbankan Permasalahan Kebijakan Bank Pembiayaan Modal Kerja dan Investasi Perkembangan Kredit Perbankan Keinginan Melakukan Investasi Relokasi Usaha Struktur Ekspor Impor, World Rank dan RCA Pertumbuhan Nilai Ekspor Nonmigas Pre dan Post Crisis Pertumbuhan dan Pangsa Sub Sektor Industri Nonmigas Utama Pangsa Pertumbuhan dan Tenaga Kerja Pesebaran Tenaga Kerja Orientasi Ekspor dan Persebaran Tenaga Kerja Orientasi Ekspor dan Kandungan Bahan Baku Impor Kredit Perbankan Berdasarkan Sub Sektor Industri Nonmigas Tenaga Verja vs Orientasi Pasar SPSE I Bahan Baku vs Orientasi Pasar SPSE I Komoditi Ekspor yang Kurang Terdiversifikasi Pangsa Ekspor Beberapa Komoditi Industri Makanan, MInuman, dan Tembakau Pangsa Ekspor Beberapa Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya Pangsa Ekspor Beberapa Komoditi Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki Pangsa Ekspor Industri Kimia dan Barang dan Produk Karet
................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................ ................................
8 9 9 10 10 11 11 12 12 13 13 14 15 15 16 17 17 18 19 19 21 22 22 23
................................
24
................................
25
................................
26
4
PENGANTAR Pemetaan ekonomi sektor industri nonmigas merupakan satu kesatuan dengan Peta Ekonomi Sektor Pertanian dan Peta Ekonomi Sektor Pertambangan yang secara bersamasama diharapkan dapat menggambarkan Peta Ekonomi Indonesia di luar sektor jasa. Peta Ekonomi Sektor Industri nonmigas ini disusun dengan sumber utama adalah SPSE (Survei Pemetaan Sektor Ekonomi) serta dilengkapi dengan data dan informasi sekunder yang diperoleh dari sumber lain, seperti diskusi dengan para pelaku usaha serta data primer, seperti data ekspor dan impor sektor industri. Untuk mengetahui lebih mendalam seberapa besar dukungan sektor industri terhadap ekspor nonmigas, Pemetaan Ekonomi Sektor Industri mengupas secara lebih detail tentang kinerja ekspor sektor industri nonmigas serta analisa partial mengenai perkembangan beberapa komoditi unggulan ekspor maupun komoditi yang banyak mendukung pertumbuhan domestik.
5
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Proses industrialisasi yang telah berjalan sejak tahun 1960 baru terjadi pada tahapan transformasi dari pertanian ke industri dan belum dapat menopang dan menciptakan struktur ekonomi yang kuat, terutama dalam mengakomodasi transisi infrastruktur dan tenaga kerja.
Industrialisasi di Indonesia tidak terlepas dari tahapan liberalisasi yang dilakukan di sektor perdagangan, keuangan, dan pasar modal serta tahapan kebijakan pemerintah dalam melindungi infant industry domestik.
Seiring dengan proses liberalisasi tersebut, pembiayaan kredit perbankan kepada sektor swasta di periode pra krisis terus menunjukkan peningkatan yang pada gilirannya mendongkrak pertumbuhan sektor industri.
Dampak kebijakan pemerintah dan keterbukaan terhadap perdagangan dan penanaman modal internasional, selain membuat peranan industri semakin signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, juga menciptakan masalah yang bersifat struktural, misalnya ketergantungan tinggi pada teknologi impor dan utang luar negeri.
Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997/1998 sangat berpengaruh pada kelangsungan pertumbuhan sektor industri. Perbankan menjadi lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit. Grafik 1 menunjukkan pembiayaan kredit ke sektor swasta yang menurun ditandai dengan turunnya rasio credit to private sektor per PDB sejak tahun 1997. Grafik 1 Rasio Kredit kepada Sektor Swasta terhadap PDB (%) 70
Sebelum Krisis
Setelah Krisis
60 50 40 30 20 10 0 1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
1.2. Tujuan Pemetaan ekonomi sektor industri nonmigas bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan, tantangan, dan peluang yang terjadi di sektor industri nonmigas sebagai masukan untuk pengambilan kebijakan.
1.3. Definisi dan Konsep Definisi dan konsep yang digunakan mengacu pada definisi dari BPS mengenai industri pengolahan 1) nonmigas yakni suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. 1)
Untuk selanjutnya disebut industri yang mengacu pada definisi tersebut.
1
2. PERAN SEKTOR INDUSTRI NON MIGAS DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL 2.1. Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Sejak tahun 1960, peran sektor industri nonmigas dalam pembentukan PDB terus meningkat dan sejak tahun 1990 telah menjadi sektor paling dominan menggantikan sektor pertanian, baik dari sisi pangsa maupun kontribusi terhadap pertumbuhan PDB.
Setelah sempat menurun tajam pada masa krisis 1997/1998, sektor industri nonmigas dalam beberapa tahun terakhir kembali memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan PDB. Namun kontribusi tersebut masih lebih rendah dari pada periode pra krisis. Grafik 2 Pangsa dan Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Total PDB
% Pangsa thd PDB 70
% Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDB 3.0
PERTANIAN
60
2.0
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
50
1.0
INDUSTRI PENGOLAHAN
40 JASA-JASA 0.0
30
1994
20
(1.0)
10
(2.0)
1995
1996
1997
PERTANIAN
1999
2000
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
2001
2002
2003
2004
INDUSTRI PENGOLAHAN
2005
JASA-JASA
(3.0)
2005
2000
1995
1990
1985
1980
1975
1970
1965
1960
0
1998
(4.0)
Sumber: BPS, diolah
2.2. Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Ekspor Nonmigas
Pangsa sektor industri terhadap ekspor nonmigas masih dominan dibandingkan kedua sektor lainnya, namun cenderung menurun dari tahun ke tahun, terutama sejak krisis.
Kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekspor nonmigas mulai meningkat setelah sempat menurun tajam pada masa krisis. Namun demikian, kontribusi tersebut masih belum kembali pada kondisi sebelum krisis. Grafik 3 Pangsa dan Kontribusi Industri terhadap Total Ekspor Nonmigas
% Pangsa thd Ekspor Nonmigas 90
% Kontribusi thd Pertumbuhan Ekspor Nonmigas 25
80
20 70
15
60 Agriculture
50
Mineral
Manufactured
10
40
5
30
0
20
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
-5
10 0
-10 1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
-15
Agriculture
Mineral
Manufactured
Poly. (Manufactured)
2
2.3. Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Kontribusi sektor industri nonmigas secara nasional dalam penyerapan Tenaga Kerja (TK) rata-rata sebesar 12% (1989-2005), masih jauh di bawah penyerapan TK di sektor pertanian ( 47%). Penyerapan TK sektor industri nonmigas cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir, bahkan lebih rendah daripada masa pra krisis. Grafik 4 Penyerapan Tenaga Kerja %Pangsa terhadap Total Penyerapan Tenaga Kerja 60
50
40 Pertambangan dan Penggalian Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
30
Industry Pengolahan 20
10
0 1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Sumber: BPS, diolah
Turunnya penyerapan TK tersebut terkait dengan PHK yang terjadi di hampir seluruh subsektor dalam industri manufaktur selain subsektor industri kimia dan bahan dari karet (survei, 2005). Penurunan terbesar pada subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Grafik 5 PHK per Sub Sektor 40
(% )
SPSE II 3 1 ,9
30 2 3 ,8
20
1 7 ,8
1 1 ,1
10 6 ,9
5,3 1 ,6
0 ,3
1 ,2
0 M a ka n a n ,
T e k s t i l , b a ra n g
K e rt a s d a n
K im ia d a n
S em en &
L o g a m d a s a r,
m in u m a n , d a n
ku l i t, d a n a l a s
d a n h a s il
b a ra n g
b a ra n g d a ri
b a ra n g g a l i a n
b e s i, d a n b a ja
te m b a ka u
ka ki
h u ta n l a i n n ya
c e ta ka n
k a re t
b u ka n l o g a m
2003
B a ra n g ka yu
2004
A l a t a n g ku ta n ,
B a ra n g l a i n n ya
m e s in & p e ra l a t a n n y a
2005
2.4. Kontribusi Industri Nonmigas terhadap Pemerataan Pembangunan
Kontribusi sektor industri nonmigas terhadap pemerataan pembangunan nasional belum optimal karena persebaran industri nonmigas secara geografis masih terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra.
3
Gambar 1 Lokasi Pesebaran Industri Nasional
Sumber: Deprin, diolah
Sejalan dengan itu, persebaran TK sektor industri nonmigas juga terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur serta DKI Jakarta dan Banten. Grafik 6 Persebaran Tenaga Kerja jumlah TK 3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH JAWA TIMUR
1,500,000
1,000,000
500,000
0 1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Sumber: BPS, diolah
Ditinjau dari minat investasi asing, persebaran nilai investasi secara sektoral rata-rata pada tahun 20042005, terutama terkonsentrasi pada sektor industri kimia dan farmasi (58%), sektor industri logam, mesin, dan elektronik (16%).
4
Grafik 7 Kinerja Investasi Rata-Rata Tahun 2004-2005
Industri Kimia & Farmasi; 38
Industri Kayu; 12
Industri Kertas; 15
Industri Kertas; Industri Mineral 147.4 Non-Logam; 202.9
Industri Kayu; 58.85
Industri Mineral Non-Logam; 7
Industri Tekstil; 273.7 Industri Makanan; 682.2
Industri Tekstil; 65
Industri Kimia & Farmasi; 3146.2
Industri Logam, Mesin & Elektronik; 90 Industri Makanan; 51
Jumlah Proyek
Industri Logam, Mesin & Elektronik; 854.25
Nilai Proyek (juta USD)
Sumber: BKPM, diolah
3. KARAKTERISTIK INDUSTRI NONMIGAS NASIONAL 3.1. Sensitif terhadap Gejolak Nilai Tukar. •
Sensitivitas sektor industri terhadap gejolak nilai tukar terjadi terutama pada sejumlah perusahaan yang berorientasi pasar domestik tetapi memiliki kandungan bahan baku impor yang tinggi.
Beberapa komoditi nonmigas utama, seperti industri kertas dan barang cetakan; industri logam dasar, besi dan baja; serta industri alat angkutan, mesin dan peralatannya, memiliki kandungan bahan baku (BB) impor yang cukup signifikan dengan orientasi pasar lebih banyak ditujukan untuk domestik. Hal ini ditunjukkan baik hasil survei maupun Tabel Input Output (I-O).
Grafik 8 Orientasi Pasar dan Kandungan Bahan Baku Impor Berdasarkan Hasil Survei
Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya Tekstil Barang Kulit dan Alas Kaki Kertas dan Barang Cetakan Logam Dasar Besi dan Baja Kimia dan Barang dari Karet Semen dan Barang Galian Bukan Logam Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Makanan, Minuman dan Tembakau
0
SPSE I
Ekspor
20
40
60
80
0
% Pasar Ekspor/Domestik
Domestik
20
40
SPSE I
60
BB Domestik
80 % BB Impor / Domestik
BB Impor
Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya Kimia dan Barang dari Karet Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Semen dan Barang Galian Bukan Logam Logam Dasar, Besi dan Baja Kertas dan Barang Cetakan Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Makanan, Minuman dan Tembakau
SPSE II
0
20
40
60
80
% Pasar Ekspor/Domestik
1000
SPSE II
20
40
60
80
100 % BB Impor/ Domestik
5
Tabel 1 Orientasi Pasar dan Ketergantungan Bahan Baku Impor Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2003 (%)
Sumber: BPS, diolah
3.2. Sensitif terhadap Gejolak Eksternal
Data ekspor menggambarkan bahwa lebih dari 50% ekspor sektor industri nonmigas ditujukan ke AS, Jepang, Cina, Malaysia, dan Singapura. Ketergantungan ekspor terhadap pasar tradisonal tsb mengakibatkan sektor industri nonmigas sangat rentan thd gejolak eksternal di negara tujuan ekspor maupun global.
Grafik 9 Negara Utama Tujuan Ekspor Nonmigas Pangsa (%) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1995 19961997 199819992000 20012002 20032004 2005 Q1
Q2
Q3
2006 Singapore
Japan
China
United States
Malaysia
3.3. Daya Saing Sektor Industri Nonmigas Rendah
Rendahnya daya saing sektor industri nonmigas disebabkan oleh, antara lain, ekonomi biaya tinggi, terbatasnya infrastruktur, dan rendahnya produktivitas. Rendahnya daya saing tersebut tercermin dari World Economic Forum tahun 2006 yang meggolongkan Indonesia pada posisi yang terus menurun sejak tahun 2001.
6
Tabel 2 Ranking Competitive Dunia 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
42 38 9 41 43 29 26 35 2 31
45 40 4 42 46 29 28 39 3 34
48 37 13 41 47 29 24 40 8 31
58 52 10 50 57 37 21 49 4 30
59 53 6 34 58 35 16 52 2 29
58 51 2 39 59 29 28 49 3 27
55 52 2 29 60 38 23 49 3 32
ARGENTINA BRAZIL HONG KONG INDIA INDONESIA KOREA MALAYSIA PHILIPPINES SINGAPORE THAILAND
Sumber: IMD World Competitiveness Yearbook 2006
Berdasarkan RCA (Revealed Competitive Advantage), sebagian besar komoditi ekspor industri nonmigas (19 komoditi) masih berada pada kategori kurang komparatif meskipun terjadi peningkatan dibandingkan tahun 1996 (21 komoditi).
Grafik 10 RCA Komoditi Unggulan Ekspor Sektor Industri Nonmigas Total 43 Jenis Komoditi Sektor Industri
1996 13 Jenis Komoditi (16,6%)
21 Jenis Komoditi (13,5%)
9 Jenis Komoditi (45,3%)
1
0
3
2004
RCA
16 Komoditi (25,9%) 19 Komoditi (20,9%)
0
Less Competitive
8 Komoditi (29,5%)
1
Competitive
3
Highly Competitive
RCA
Daya saing Indonesia lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara lainnya berdasarkan hasil survei tahun 2006. Grafik 11 Daya Saing Indonesia di ASEAN dan Negara Lainnya 100 %
SPSE II
Cenderung lebih buruk
80 %
60 %
Cenderung lebih buruk
Perbankan kurang mendukung
Alasan lebih buruk: buruk: Dukungan pemerintah Harga Teknologi UU ketengakerjaan Produktivitas / etos kerja Ekonomi biaya tinggi Biaya Produksi
Alasan lebih buruk: buruk: Produktivitas rendah
40 %
20 %
Birokrasi
0% P o sisi K e l U sh d i P s L N
L e bih Ba ik
P o sisi in d u st r i n a s d i A S E A N
K ura n g L e bih S a m a
L e bih Buruk
Penegakan hukum Peraturan pajak UU Ketenagakerjaan Kemanan Teknologi Pungli Infrastruktur Biaya produksi
7
Daya saing berdasarkan kualitas TK relatif rendah. Mayoritas TK (sekitar 61,1%), tergolong pekerja kurang ahli, kecuali pada sub sektor industri kertas, barang dari karet serta sub sektor industri logam dasar besi dan baja. Grafik 12 Tingkat Kualitas Tenaga Kerja
SPSE II
( S u b s e kto r ) 39
Keterangan • 31) Makanan, minuman dan tembakau • 32) Tekstil, barang kulit dan alas kaki • 33) Barang kayu dan hasil hutan lainnya • 34) Kertas dan barang cetakan • 35) Kimia dan barang dari karet • 36) Semen & barang galian bukan logam • 37) Logam dasar besi dan baja • 38) Alat angkutan, mesin & peralatannya • 39) Barang lainnya
38 37 36 35 34 33 32 31 0%
20%
40%
Ma n a je m e n
60%
Te n a g a ke r ja a h li
80%
100%
Te n a g a ke r ja ku r a n g a h li
Beberapa indikator ekonomi biaya tinggi tercermin tingginya biaya produksi manufaktur di Indonesia dibandingkan beberapa negara di kawasan Asia lainnya. Hal ini tercermin dari survei struktur biaya perusahaan yang dilakukan oleh JBIC tahun 2002, khususnya tingginya biaya pajak dan biaya pungutan lainnya sebesar sepertiga dari total biaya produksi. Tingginya biaya lain (korupsi/pungutan tidak resmi) dalam struktur biaya produksi tersebut juga menjadi masalah sangat serius dalam berinvestasi berdasarkan survei yang dilakukan oleh BI (SPSE) Tabel 3 Ilustrasi Harga COST INDEX
Indonesia
Thailand
M alaysia
Philippine
China
100
89.09
79.64
76.67
61.17
Expenses, Tax
33.37
19.25
12.96
11.35
17.06
Depreciation
2.92
9.03
2.70
3.16
1.36
Personnel
5.45
6.74
5.84
4.71
2.86
Material
58.26
54.07
58.12
57.45
39.89
Gambaran Ilustrasi: Struktur biaya perusahaan dari Japanese subsidiary companies, JBIC Survey FY 2002
Grafik 13 Sepuluh Kendala Berinvestasi di Indonesia Korupsi/Pungutan tdk Resmi Birokrasi Lamban Penegakan Hukum Ketentuan perburuhan Ketidakpastian Kebijakan Keamanan Dukungan pemerintah thp Dunia Usaha Kebijakan OTODA Pemahaman Pemerintah thdp Dunia Usaha Koordinasi Moneter dan Fiskal 0% Sangat Serius
Serius
20%
Cukup Serius
40%
60%
Kurang Serius
80%
100%
Tidak Serius
8
Indikator lain yang menunjukkan rendahnya daya saing adalah sarana infrastruktur yang kurang memadai yang tercermin dari survei yang dilakukan oleh Bank Dunia. Tabel 4 Ranking Infrastruktur Dunia
INFRASTRUCTURE PERFORMANCE INDICATOR
INDONESIA
Electrification Rates (%) Fixed Telephone Lines (%) Mobile Subscribers (%) Acces to Improved Sanitation (%) Acces to Improved Water (%) Road Network (Km per 1,000 pop)
53 4 6 55 78 1.7
ASEAN REGIONAL RANKING 11 out of 12 12 out of 12 9 out of 12 7 out of 11 7 out of 11 8 out of 12
Sumber: Bank Dunia
Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing produktivitas sektor industri relatif rendah sebagimana tercermin dari rata-rata usia mesin yang sudah tua. Grafik 14 Kondisi Mesin S eda ng 33%
Mesin perlu diganti 18%
La ma 32%
Mesin baru 18%
SPSE I
SPSE II Mesin sedang 29%
Pe rlu Diganti 11%
Ba ru 24%
Mesin lama 35%
3.4. Tingkat Investasi di Sektor Industri Nonmigas Relatif Rendah
Kebutuhan untuk melakukan investasi cukup tinggi sebagimana tercermin pada besarnya keinginan responden untuk melakukan upgrading teknologi dan penggantian mesin. Grafik 15 Kebutuhan Upgrading Teknologi dan Pergantian Mesin SPSE I
B elum Perlu Diganti 52%
Perlu Diganti 48%
9
Kondisi permesinan yang telah usang tersebut menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak optimalnya penggunaan kapasitas produksi. Grafik 16 Kapasitas Produksi (%)
(% )
SPSE I
100
87
89
84
78
77
80
SPSE II
100
80
60
75
75
73
Kapasitas Terpakai 2005
Kapasitas Terpakai 2004
Kapasitas Terpakai 2003
85
60
40
40
20 20
0 K a p a s it a s T e rpa k a i 2004
K a p a s it a s T e rpa k a i N orm a l
K a p a s it a s P rod M a k
Ba ta s K a p a s it a s u / In v e s t a s i
0 Kapasitas Produksi Max
Batas Kapasitas u/ Investasi
Namun kebutuhan untuk melakukan investasi tersebut tidak dapat sepenuhnya direalisasikan karena terkendala oleh iklim investasi yang tidak kondusif akibat, antara lain, - Ekonomi biaya tinggi didorong oleh adanya pungutan yang tidak resmi - Permasalahan infrastruktur - Permasalahan TK (produktivitas rendah) Grafik 17 Kendala Berinvestasi •
Permasalahan Makroekonomi
Inflasi
Nilai Tukar
Suku Bunga
0%
64
•
SANGAT SERIUS
20% SERIUS
40%
CUKUP S ERIUS
60% KURANG SERIUS
80%
100%
TIDAK SERIUS
( Blank )
36
Permasalahan Infrastruktur
•
Permasalahan TK Lainnya
Infrastruktur Listrik Tingkat pendidikan yang kurang sesuai
Infrastruktur Jalan/Transportasi
Tingkat upah minimum yang tinggi
Infrastruktur Telekomunikasi
Ketentuan Perburuhan dari pemerintah yang tidak jelas
0% SANGAT SERIUS
SERIUS
20% CUKUP SERIUS
40%
60%
KURANG SERIUS
80% TIDAK SERIUS
100% ( Blank )
Produktivitas rendah 0
5
10
15
20
25
30
35 (%)
Selain akibat masalah iklim investasi, realisasi investasi juga terkendala oleh masalah pembiayaan. Sumber pembiayaan eksternal, khususnya perbankan terutama dibutuhkan oleh sektor Industi nonmigas yg bersifat padat modal dan sangat tergantung pada teknologi impor. Sekalipun peranan industri padat tenaga kerja masih dominan (14%) dalam kurun waktu 25 tahun terakhir (diukur dari % pangsa PDB) peranan industri padat modal juga cukup signifikan (5%). Kondisi ini menciptakan ketergantungan pada teknologi impor dan ketersediaan sumber pembiayaan eksternal, khususnya perbankan.
10
Grafik 18 Industri Padat Tenaga Kerja dan Padat Modal % Pangsa terhadap PDB
Industri Non Migas Padat Tenaga Kerja: Kerja:
%share of GDP
16 14
- Makanan & minuman
Barang lainnya 1.2 0.6
Alat angkutan, mesin & peralatannya
- Barang kayu & hasil hutan
1.3
Lo gam dasar besi dan baja
- Kertas & barang cetakan
10
1.3
Kimia dan barang dari karet
8
2.8
12
- Kimia & barang karet
Semen & barang galian bukan logam
- Semen & bukan logam
Kertas dan barang cetakan
- Tekstil & alas kaki
Barang kayu dan hasil hutan lainnya
6 4 6.5
Tekstil barang kulit dan alas kaki
0.1
M akanan, minuman dan tembakau
3.2
2
Industri Non Migas Padat Modal :
0.7 1.2
0
- Alat angkut & mesin
0
Ind. Padat Modal
Ind. Padat Tenaga Kerja
- Kimia & barang karet - Logam dasar besi & baja - Elektronika
Sumber: BPS dan Deprin, diolah
Di tengah tingginya kebutuhan akan sumber pembiayaan perbankan tersebut, sebagian besar responden dihadapkan pada permasalahan tingginya suku bunga.
Grafik 19 Permasalahan Suku Bunga Perbankan Daya beli masyarakat menurun
Tingkat keamanan
Ekonomi belum stabil
Penegakan hukum
Dana yang tidak mencukupi
Tingkat suku bunga
Birokrasi / perizinan
0
2
4
6
8
10
Y akin tidak akan disetujui 3%
12
14
16
18
Lainnya 3%
Tidak m em erlu kan pinjam an 33%
K oru psi ap arat bank 1%
Suku bung a terlalu tinggi 38%
SPSE II Masalah jam inan pinjam an 1 1%
Prosedur p injam an terlalu rum it 11%
11
Di samping suku bunga, sebagian besar responden juga mengeluhkan beberapa praktek atau kebijakan yang diterapkan oleh bank-bank yang mempersulit mereka dalam memeperoleh pembiayaan. Grafik 20 Permasalahan Kebijakan Bank
Admin Pembiayaan Impor Panjang S/B Pembiayaan Impor S/B Pembiayaan Ekspor Admin. Pembiayaan Ekspor Panjang Peranan Bank dlm Pembiayaan Ekspor Peranan Bank dlm Pembiayaan Impor Profesional Bank dlm pengurusan L/C Jaminan Pembiayaan Ekspor Plafon Pembiayaan Ekspor Jaminan Pembiayaan Impor Biaya Administrasi Bank Plafon Pembiayaan Impor krg Memadai
SPSE II
0% SANGAT SERIUS
SERIUS
20%
CUKUP SERIUS
40%
60%
KURANG SERIUS
80%
100%
TIDAK SERIUS
( Blank )
Permasalahan pembiayaan dari perbankan tersebut mengakibatkan sebagian besar perusahaan responden mengandalkan dana internal/non perbankan, baik untuk pembiayaan modal kerja (MK) maupun investasi. Grafik 21 Pembiayaan Modal Kerja dan Investasi
Pembiayaan Investasi SPSE I & II Dana Internal 62%
Lainnya 20%
Bank di DN 18%
Kimia dan Barang dari Karet Bank di LN 5%
64
Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya
Penjualan Saham 1% Keluarga Pemilik 3% Individu 3%
Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Semen dan Barang Galian Bukan Logam
Individu 2% Keluarga pemilik 6%
36
Equity, penjualan saham 2% Bank di luar negeri 1% Bank milik asing 4%
Pembiayaan Lainnya 8%
Logam Dasar, Besi dan Baja
Dana internal 49%
Kertas dan Barang Cetakan Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Makanan, Minuman dan Tembakau
0
SPSE II
Bank domestik 16%
20
40
60
80
100
jmh TK/prsh (00)
Non Bank (Investasi) Non Bank (MK)
Pembiayaan MK, SPSE I & II Kimia dan Barang dari Karet Makanan, Minuman dan Tembakau Logam Dasar Besi dan Baja
Ba nk 32%
Tekstil Barang Kulit dan Alas Kaki Bank 24%
Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya
Non Bank 76%
Kertas dan Barang Cetakan Semen dan Barang Galian Bukan Logam
Non Ba nk 68%
0
SPSE I
20
Non Bank (Investasi) Non Bank (MK)
40
60
80
jmh TK/prsh (00)
12
Implikasi permasalahan pembiayaan perbankan tersebut juga tercemin pada rendahnya alokasi kredit untuk keperluan investasi. Bahkan, sejak tahun 2003 alokasi kredit untuk konsumsi telah melampaui kredit untuk investasi.
Grafik 22 Perkembangan Kredit Perbankan miliar Rp. 420,000
Investasi
370,000
Modal Kerja
320,000
Konsumsi
270,000 220,000 170,000 120,000 70,000 20,000 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Berbagai permasalahan dari sisi iklim investasi dan pembiayaan perbankan menyebabkan perusahaan responden enggan melakukan investasi. Grafik 23 Keinginan Melakukan Investasi
SPSE I
SPSE II Tidak 60%
T id a k 57% Ya 43%
Ya 40%
Meskipun industri nasional memiliki banyak karakteristik yang kurang menguntungkan, mayoritas responden tidak berminat melakukan relokasi industri ke luar negeri.
13
Grafik 24 Relokasi Usaha In f r a st r u k t u r
Alasan relokasi
O v e r h e a d p a b r ik m e n in g k a t
Ba ha n ba k u ya ng k ura ng
K e t e n t u a n b e a c u k a i / p a ja k
Minat Melakukan Relokasi
K e t e n t u a n p e r p a ja k a n P e m e r in t a h y a n g k u r a n g m e ndukung
13% 6%
U p a h t e n a k e r y a n g t in g g i
(% ) 0
10
20
30
40
100% 80% 60%
81% 40%
T ida k
Ya
( Bla nk ) 20% 0% 31
32
33
T id a k
34
35
36
37
38
39
Ya
Di samping itu, kendati memiliki banyak karakteristik yang kurang menguntungkan, sektor industri nonmigas masih memiliki beberapa karakteristik yang positif, antara lain, nilai tambah yang tinggi (mayoritas ekspor berupa barang jadi, sedangkan mayoritas impor berupa bahan baku) dan beberapa produk unggulan masih memiliki daya saing tinggi, antara lain, CPO, dan beberapa komoditi TPT. Dengan dukungan beberapa produk unggulan tersebut, pertumbuhan ekspor nonmigas yang sempat menurun tajam pada periode pasca krisis, dalam data terakhir (tahun 2004-2005) mulai bangkit kembali.
14
Grafik 25 Struktur Ekspor Impor, World Rank dan RCA (%)
Komoditi Industri Pilihan
SPSE II
RCA
SITC
100
2002 CPO Coklat Kopi Tembakau Lembaran, Irisan dan Sisa-sisanya Furniture dan Produk Kayu, o/w. (of which) - Kayu Bakar dan Arang Kayu - Plywood, Tripleks , dsb - Barang-barang kayu, Tds - Perabotan TPT, o/w. - Benang Tekstil - Pakaian Lelaki dan Anak Lelaki Rajutan - Pakaian Lelaki dan Anak Lelaki Bukan Rajutan - Pakaian Wanita dan Anak Wanita Bukan Rajutan - Kain Tenunan dari Serat Buatan - Kain Tenunan, Kapas Barang Barang dari Kertas, o/w. - Barang-barang Kertas Lainnya Mesin dan Peralatan Listrik, o/w. - Pesawat Perekam Suara/Gambar - Alat Penyambung atau Pemutus Arus Listrik - Alat Listrik Lainnya - Mesin Pembangkit Tenaga, Digerakkan Listrik - Pesawat Telekomunikasi dan Bagian-Bagiannya Alas Kaki, o/w. - Sepatu dan Peralatan Kaki Lainnya
80 60 40 20 0 Struktur Ekspor
Struktur Impor
Bahan Baku Barang Setengah Jadi
Barang Jadi
SPSE II
(%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Struktur Ekspor
Bahan Baku
Struktur Impor
Barang Setengah Jadi
Barang Jadi
Rank di dunia
2005
2002
2005
422 072 071 121
18.6 7.4 4.9 1.6
44.5 14.8 4.5 1.9
2 3 8 12
1 2 5 14
245 634 635 821
14.2 23.1 7.7 2.1
6.2 7.1 5.7 2.3
4 2 3 11
2 5 6 14
651 843 841 842 653 652
3.5 3.9 3.3 2.9 4.1 1.9
5.6 4.0 3.2 2.6 3.4 1.8
8 12 6 9 9 14
6 6 10 11 12 14
642
1.0
1.0
10
6
763 772 778 771 764
4.4 0.2 0.6 0.5 0.6
2.4 1.0 1.0 1.0 0.5
6 24 23 19 20
9 23 24 25 27
851
5.7
2.8
10
12
Grafik 26 Pertumbuhan Nilai Ekspor Nonmigas Pre dan Post Crisis
Pre Crisis :1993 - 1997
7 Kel.Komoditi (27.3%)
4 Kel.Komoditi (46.18%) 1 Kel.Komoditi (2.1%)
-25%
0%
Post Crisis: 1998 - 2003
4 Kel.Komoditi (32.5%) 11 Kel Komoditi (42.75%)
10%
5 Kel Komoditi (27.6%)
-25%
0%
10%
Total 16 Kelompok Komoditi (skt 90%)
Pertumbuhan 16 kel komoditi sektor industri memburuk di periode setelah krisis. Sebanyak 4 kel komoditi dengan pangsa sekitar 30% nilai ekspor nonmigas mengalami kontraksi di, namun pada tahun 2004 sampai dengan saat ini kondisi mulai membaik. Kel komoditi yang mengalami kontraksi hanya 3, sebaliknya 18 kel komoditi mengalami pertumbuhan tinggi (>10%) dengan pangsa 38%.
2004 – 2005
5 Kel.Komoditi (40.7%) 1 Kel.Komoditi (5.8%)
-25% 0% Ket.: angka dalam kurung adalah pangsa terhadap total ekspor nonmigas
10 Kel Komoditi (38.1%)
10%
15
4. ANALISIS SUB-SEKTOR DAN KOMODITI INDUSTRI NON MIGAS TERPILIH 4.1 Analisis Sub Sektor Industri Nonmigas Terpilih Kontribusi terhadap PDB
Dari sembilan sub sektor dalam sektor industri non migas, empat diantaranya, yaitu: industri makanan, minuman & tembakau; alat angkutan, mesin & peralatannya; tekstil, barang kulit & alas kaki; dan industri kimia & barang dari karet mempunyai peranan yang besar dalam PDB. Di samping memiliki pangsa yang tinggi terhadap PDB, keempat sub sektor industri tersebut juga tumbuh cukup tinggi, khususnya sub sektor industri alat angkutan , mesin, dan peralatannya. Berdasarkan peranannya dalam PDB, ke empat sub sektor tersebut dipilih untuk dianalisa secara lebih mendalam. Grafik 27 Pertumbuhan dan Pangsa Sub Sektor Industri Nonmigas Utama 50.0
% pertumbuhan PDB
1981-1996
40.0
1997-1999 2000-2005
30.0 Kimia dan barang dari karet 20.0 Makanan, minuman & tembakau 10.0 Tekstil barang kulit & alas kaki 0.0 0.0 -10.0
2.0
4.0
6.0
Alat angkutan, mesin & peralatannya
8.0
10.0
12.0
14.0
% pangsa thd PDB
-20.0
-30.0
-
Periode sebelum krisis (1981-1996), kontribusi industri makanan, minuman, dan tembakau mendominasi pertumbuhan di sektor industri. Periode krisis (1997-1999), kontribusi industri makanan, minuman, dan tembakau masih dominan tetapi pertumbuhannya relatif menurun. Periode paska krisis (2000-2005), pertumbuhan industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya menjadi dominan, sebaliknya industri makanan, minuman, dan tembakau relatif menurun meski pangsanya masih tertinggi.
Penyerapan dan Persebaran Tenaga Kerja
Selain besar peranannya dalam PDB, keempat sub sektor industri tersebut juga menyerap tenaga kerja yang banyak, khususnya industri makanan, minuman, dan tembakau yang terletak pada kuadran I.
16
Grafik 28 Pangsa Pertumbuhan dan Tenaga Kerja % Pangsa PDB 10
Average 1996-2005 IV
9
Makanan, minuman dan tembakau
8 7
I
6 5
Alat angkutan, mesin & peralatannya
III
4
2
Kertas dan barang cetakan
Logam dasar besi dan baja
0 0.0
0.5
II
Barang kayu dan hasil hutan lainnya
Semen & barang galian bukan logam
1
Tekstil barang kulit dan alas kaki
Kimia dan barang dari karet
3
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
% Pangsa TK
3.5
Namun secara geografis, persebaran TK keempat sub sektor industri tersebut lebih banyak terfokus di Pulau Jawa dan Sumatera. Meskipun masih terkonsentrasi di P. Jawa, namun penyerapan TK sub sektor industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dan industri barang dari karet dan produk kimia, sejak periode krisis cenderung terus meningkat. Sementara itu, penyerapan TK di sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau serta industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki cenderung stagnan. Grafik 29 Pesebaran Tenaga Kerja
jumlah TK
jumlah TK 600,000
Industri makanan, minuman, dan tembakau
Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya
1,000,000 900,000
R IAU
500,000
DKI JAKARTA
800,000
JAWA BARAT
700,000 600,000 500,000
SUMATERA UTARA LAMPUNG JAWA BARAT
400,000
JAWA TENGAH JAWA TIMUR
300,000
JAWA TENGAH JAWA TIMUR
400,000 200,000
300,000 200,000
100,000
100,000 0 1996
1997
jumlah TK 700,000
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
0 1996
2005
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
jumlah TK
Industri barang dari karet, dan produk kimia
1,400,000 DKI JAKARTA
600,000
SUMATERA UTARA
JAWA BARAT 1,200,000
DKI JAKARTA
JAWA TENGAH JAWA TIMUR
JAWA BARAT 500,000
JAWA TENGAH
1,000,000
JAWA TIMUR
Industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki
400,000
800,000
300,000
600,000
200,000
400,000
100,000
0 1996
200,000
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
0 1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
17
Orientasi Pasar
Survei menggambarkan bahwa dari keempat sub sektor industri terpilih, industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki merupakan sub sektor industri yang menyerap TK paling banyak (lebih dari 1500 orang) dan berorientasi ekspor (di atas 60% penjualannya ditujukan untuk ekspor). Grafik 30 Orientasi Ekspor dan Persebaran Tenaga Kerja Pangsa Ekspor % Orientasi Pasar 90
SPSE I
IV
80
Tekstil Barang Kulit dan Alas Kaki
Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
I
70 Kimia dan Barang dari Karet
60 50 40
Semen dan Barang Galian Bukan Logam
III
30 20
Logam Dasar Besi dan Baja
10
Makanan, Minuman dan Tembakau
Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya
Kertas dan Barang Cetakan
II
0 0
5
10
15
20
25
30
35 Jumlah TK
Pangsa Ekspor
% Orientasi Ekspor 80
SPSE II
Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
IV
70
Kimia dan Barang dari Karet
50
I
Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki
60
Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya
40 Semen dan Barang Galian Bukan Logam
30 20
III
10
Makanan, Minuman dan Tembakau
Kertas dan Barang Cetakan
II
0 0
5
10
15
20
25 Jumlah TK
Ket.: jumlah TK per perusahaan dikalikan 100 orang
Kandungan Bahan Baku Impor
Di samping berorientasi ekspor, industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki juga menggunakan bahan baku impor yang cukup signifikan. Hasil survei juga menunjukkan bahwa selain sub sektor industri tekstil, sub sektor industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya juga berbahan baku impor yang tinggi dengan orientasi ekspor. Kondisi ini menunjukkan bahwa kedua sub sektor industri tersebut relatif kurang sensitif terhadap gejolak nilai tukar. Sementara itu, berdasarkan SPSE I, sub sektor industri kertas, barang cetakan, dan sub sektor logam dasar mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap fluktuasi nilai tukar, mengingat, industri tersebut mempunyai kandungan impor yang tinggi dengan orientasi pasar domestik (keduanya terletak pada kuadran II). Sementara itu, sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau serta sub sektor industri kimia dan barang dari karet sangat diuntungkan apabila terjadi depresiasi nilai tukar rupiah karena industri tersebut mempunyai kandungan impor yang rendah dengan orientasi pasar ekspor yang tinggi (terletak pada kuadran IV).
18
Grafik 31 Orientasi Ekspor dan Kandungan Bahan Baku Impor Pangsa Ekspor % Orientasi Pasar 90 80 70 60
SPSE I
Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
Tekstil Barang Kulit dan Alas Kaki
IV
Makanan, Minuman dan Tembakau
Kimia dan Barang dari Karet
I
Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya
50 40
Kertas dan Barang Cetakan
Semen dan Barang Galian Bukan Logam
30 20
Logam Dasar Besi dan Baja
III
10
II
0 0
10
20
30
40
50
60
70 80 % BB Impor
Pembiayaan
Dari sisi persebaran pembiayaan, kredit perbankan lebih banyak ditujukan untuk tiga sub sektor industri, yaitu Industri tekstil, sandang, dan kulit; Industri bahan kimia, hasil kimia, dan hasil minyak bumi; serta Industri makanan, minuman & tembakau. Namun, pembiayaan kredit ke sub sektor industri tesktil mempunyai kecenderungan yang terus menurun. Sementara itu, pembiayaan kredit ke sub sektor industri makanan dan minuman cenderung meningkat dan sejak tahun 2004 sub sektor industri tersebut lebih tinggi dari sub sektor industri tekstil. Grafik 32 Kredit Perbankan Berdasarkan Sub Sektor Industri Nonmigas
Walaupun kredit perbankan ke beberapa sub sektor industri terpilih tersebut lebih tinggi dibanding sub sektor lainnya, tetapi secara umum, survei menunjukkan bahwa sumber pembiayaan modal kerja dan investasi di sub sektor industri non migas lebih banyak berasal dari dana non perbankan.
19
Tabel 5 Sumber Pembiayaan Sub Sektor (SPSE) Sumber Modal Kerja (%) B ank Non B ank
Sumber Pembiayaan Inves tasi (%) B ank Non B ank
1 Makanan, Minuman dan T embakau
35
65
25
75
2 T eks til Barang Kulit dan Alas Kaki
30
70
18
82
3 Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
23
77
20
80
4 Kertas dan Barang Cetakan 5 Kimia dan Barang dari Karet
18 44
82 56
26 22
74 78
6 S emen dan Barang Galian Bukan Logam
18
82
14
86
7 Logam Das ar Bes i dan Baja 8 Alat Angkutan, Mes in dan P eralatannya
32 20
68 80
23 14
77 86
Kapasitas Produksi
Meskipun kontribusi terhadap pertumbuhan PDB cukup tinggi, namun keempat sub sektor industri terpilih tersebut mempunyai kapasitas terpakai di bawah kapasitas maksimum. Belum optimalnya kapasitas produksi tersebut sejalan dengan rendahnya investasi pada keempat sub sektor industri terpilih.
Tabel 6 Kapasitas Produksi Sub Sektor Thn. 2004 (SPSE I) Kapas itas P roduks i Maks imal (%)
Kapas itas P roduks iTerpakai (%)
1 Makanan, Minuman dan T embakau
78
69
2 T eks til B arang Kulit dan Alas Kaki
90
81
3 B arang Kayu dan Has il Hutan L ainnya
83
68
4 Kertas dan B arang Cetakan
82
68
5 Kimia dan B arang dari Karet
90
83
6 S emen dan B arang Galian B ukan L ogam
75
65
7 L ogam Das ar B es i dan B aja
85
68
8 Alat Angkutan, Mes in dan P eralatannya
87
80
Tabel 7 Kapasitas Produksi Sub Sektor (SPSE II) Kapas itas P roduks i Maks imal (%) 1 2 3 4 5 6 7 8
Makanan, Minuman dan T embakau T eks til, B arang Kulit dan Alas Kaki B arang Kayu dan Has il Hutan L ainnya Kertas dan B arang Cetakan Kimia dan B arang dari Karet S emen dan B arang Galian Bukan L ogam L ogam Das ar, B es i dan Baja Alat Angkutan, Mes in dan P eralatannya
83 85 89 86 87 92 92 87
Kapas itas P roduks i Terpakai (%) 2005
2004 73 73 73 72 71 68 69 70
2003 70 74 72 71 70 68 69 70
69 74 71 69 68 62 62 63
20
4.2 Analisis Komoditi Industri Nonmigas Terpilih Orientasi Pasar dan Penyerapan Tenaga Kerja Dari empat sub sektor industri nonmigas terpilih, dilakukan analisis lebih mendalam terhadap 10 komoditi yang masing-masing memiliki pangsa ekspor dan menyerap TK yang relatif besar.
Beberapa komoditi dengan orientasi ekspor tinggi (di atas 50% dari penjualan) diantaranya, pakaian, kain tenun, alas kaki, mesin listrik, kopi, dan produk karet. Sedangkan komoditi yang berorientasi ekspor yang rendah adalah industri rokok, alat angkutan, dan kendaraan bermotor.
Sementara itu, industri alas kaki dan tembakau termasuk industri padat karya (di atas 1000 orang). Dengan demikian, industri alas kaki adalah industri yang mempunyai penyerapan tenaga kerja besar dan berorientasi ekspor, sedangkan industri rokok tergolong industri padat karya namun orientasinya domestik.
Grafik 33 Tenaga Kerja vs Orientasi Ekspor SPSE I
% Pangsa Ekspor 100
Msn Ktr & Peng. Data Pakaian
90
IV
Orientasi Pasar Ekspor %
Kopi
80 70 60 50 40
I
Alat Telekomunikasi Kakao
Msn Listrik, Aparat & Alat2nya B Tenun, Kain Tekstil & Hasil2nya
Produk Karet Msn Ind & Perlengk. Produk Kimia M Nabati Lainnya Serat Tekstil & Sisa2nya Msn Pembangkit Tenaga
Hsl Olahan Coklat
30 20
Alas Kaki
Msn Ind Tertentu Kend Bermotor utk Jl Raya
II
III
Alat Pengangkut Lainnya
Cigarette, Cerutu, dsb
10 0 200
2,200
4,200
6,200
8,200
10,200
12,200
14,200
16,200
18,200
20,200
Tenaga Kerja (orang)
Kandungan Bahan Baku Impor
Beberapa komoditi industri nonmigas dengan kandungan bahan baku impor yang tinggi (di atas 50% dari jumlah bahan baku), diantaranya pakaian, alas kaki, mesin listrik, kendaraan bermotor, dan alat telekomunikasi. Sedangkan industri dengan kandungan impor yang rendah, diantaranya kopi, produk karet, coklat, dan alat angkutan.
Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat beberapa komoditi yang memiliki kandungan bahan baku impor yang tinggi, dan orientasi pasarnya lebih banyak ditujukan untuk ekspor (kuadran I), yaitu: komoditi alas kaki, pakaian, dan mesin listrik. Industri komoditi tersebut cukup aman terhadap gejolak nilai tukar. Sementara itu, beberapa komoditi yang memiliki kandungan bahan baku impor yang tinggi, namun pasarnya lebih banyak ditujukan ke domestik (kuadran II), diantaranya industri komoditi serat tekstil, produk kimia, kendaraan bermotor, dan mesin industri tertentu. Komoditi industri tersebut sangat rentan terhadap gejolak nilai tukar.
21
Grafik 34
Bahan Baku Impor vs Orientasi Ekspor SPSE I
% Pangsa Ekspor Alas Kaki
100
Msn Ktr & Peng. Data Pakaian
IV
90
I
Kopi Orientasi Ekspor (%)
80
Alat Telekomunikasi B Tenun, Kain Tekstil & Hasil2nya Kakao Produk Karet Msn Ind & Perlengk.
70 60 50
Produk Kimia
III
40
Msn Listrik, Aparat & Alat2nya
Serat Tekstil & Sisa2nya Msn Pembangkit Tenaga
Hsl Olahan Coklat
II Msn Ind Tertentu Kend Bermotor utk Jl Raya
30 20
Alat Pengangkut Lainnya
10
Cigarette, Cerutu, dsb
0 10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Bahan Baku Impor (%)
Diversifikasi Pasar Ekspor
Dari kajian terhadap data ekspor nonmigas yang diperoleh dari Ditjen Bea & Cukai, diperoleh gambaran terhadap pasar utama ekspor komoditi terpilih. Dari analisis terhadap negara tujuan ekspor komoditi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekspor beberapa komoditi terpilih hanya tertuju pada negara-negara tertentu (kurang terdiversifikasi). Komoditi-komoditi yang termasuk dalam kategori tersebut diantaranya TPT, alat listrik, dan kopi. Komoditi-komoditi tersebut sangat rentan terhadap gejolak eksternal. Grafik 35 Komoditi Ekspor yang Kurang Terdiversifikasi 60.0
Tekstil
80.0
2003
70.0
2005
60.0 Shares (%)
40.0 30.0 20.0
2005
30.0
Singapura
Thailand
Malaysia
Taiwan
Hongkong
Korea Selatan
Jerman
Belanda
RRC
Singapura
Thailand
Malaysia
RRC
Singapura
Thailand
Malaysia
RRC
Taiwan
Hongkong
Korea Selatan
Jerman
Belanda
Inggris
Jepang
Amerika Serikat
5.0
Taiwan
10.0
Hongkong
15.0
Inggris
Amerika Serikat
20.0
2005
Korea Selatan
Alat Listrik
25.0
2003
Kopi
Jerman
2005
Belanda
30.0
2001
45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 Inggris
2003
Jepang
2001
35.0
Amerika Serikat
40.0
Shares (%)
Singapura
Thailand
Malaysia
RRC
Taiwan
Hongkong
Korea Selatan
Belanda
Inggris
Jepang
Jerman
0.0 Jepang
20.0
0.0
Shares (%)
2003
Pakaian
40.0
10.0
0.0
2001
50.0
10.0 Amerika Serikat
Shares (% )
50.0
2001
22
Meskipun demikian, terdapat beberapa komoditi terpilih yang ekspornya ditujukan pada banyak negara (terdiversifikasi). Komoditi-komoditi yang termasuk dalam kategori tersebut diantaranya CPO, dan tembakau. Komoditi-komoditi tersebut cukup tahan apabila terjadi gejolak eksternal.
CPO
2001
30.0
2003
25.0
2005
Shares (%)
50.0 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
2001
Tembakau
2003 2005
20.0 15.0 10.0
Singapura
Thailand
RRC
Malaysia
Taiwan
Hongkong
Jerman
Belanda
Inggris
Jepang
Amerika Serikat
Thailand
Singapura
Malaysia
RRC
Taiwan
Hongkong
Jerman
Korea Selatan
Inggris
Belanda
Jepang
0.0
Korea Selatan
5.0 Amerika Serikat
Shares (%)
Grafik 36 Komoditi Ekspor yang Terdiversifikasi
Beberapa Komoditi dalam Sub Sektor Industri Nonmigas Terpilih
Berdasarkan faktor-faktor yang telah dievaluasi di atas, terdapat lima komoditi dalam sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau yang berorientasi ekspor dan menyerap TK terbesar, yaitu, industri kopi, kakao, coklat, CPO, dan rokok (cigarette, cerutu, dsb). Dari kelima komoditi tersebut, CPO dan kakao pada periode 2000-Agustus 2006 mempunyai pangsa ekspor terbesar, masing-masing sebesar 5,7% dan 1,05% dari total ekspor nonmigas. Grafik 37 Pangsa Ekspor Beberapa Komoditi Industri Makanan, MInuman, dan Tembakau
Disamping memiliki pangsa ekspor yang besar, ke lima komoditi industri terpilih tersebut juga menyerap TK yang relatif banyak. Namun demikian, industri CPO dan Rokok menyerap TK yang paling besar.
23
Tabel 8 Penyerapan TK Industri Makanan Thn. 2004 (SPSE I)
Terdapat tiga komoditi dalam sub sektor industri alat angkut, mesin, dan peralatannya yang memiliki pangsa ekspor terbesar terhadap total ekspor nonmigas, yaitu industri mesin kantor, alat telekomunikasi dan peralatan listrik. Pada periode 2000 – Agustus 2006, pangsa ekspor masing-masing industri tersebut rata- rata sebesar 4,4%, 5,8% dan 5,7%. Grafik 37 Pangsa Ekspor Beberapa Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya
Dalam sub sektor industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, industri mesin kantor dan pengolah data serta industri kendaraan bermotor untuk jalan raya menyerap TK paling banyak. Tabel 9 Penyerapan TK Industri Mesin Listrik Thn. 2004 (SPSE I)
Tabel 10 Penyerapan TK Industri Mesin Listrik (SPSE II)
24
Dalam sub sektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki, industri TPT (serat tekstil, benang tenun dan pakaian), dan alas kaki memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai ekspor. Pangsa ekspor kedua industri tersebut pada periode 2000-Agustus 2006, rata-rata sebesar 14,5% dan 2,5% dari total ekspor nonmigas. Grafik 38 Pangsa Ekspor Beberapa Komoditi Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki
Pada sub sektor industri tekstil, barang dari karet, dan alas kaki, selain memiliki pangsa ekspor yang besar, industri komoditi TPT dan alas kaki juga menyerap TK yang banyak. Tabel 11 Penyerapan Industri TPT dan Alas Kaki TK Thn. 2004 (SPSE I)
Tabel 12 Penyerapan Industri TPT dan Alas Kaki TK (SPSE II)
Dalam sub sektor industri kimia, barang dari karet,dan produk kimia, memberikan kontribusi terbesar terhadap total nilai ekspor nonmigas. Pangsa ekspor kedua industri tersebut pada periode 2000-Agustus 2006 rata-rata sebesar 6,7% dan 1,0%.
25
Grafik 39 Pangsa Ekspor Industri Kimia dan Barang dan Produk Karet
Pada sub sektor industri kimia dan barang dari karet, selain memiliki pangsa ekspor yang tinggi juga menyerap TK yang besar.
Tabel 13 Penyerapan TK Industri Produk Kimia dan Barang dari Karet Thn. 2004 (SPSE I)
Tabel 14 Penyerapan TK Industri Produk Kimia dan Karet (SPSE II)
Komoditi Terpilih dalam Sub Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau a. Industri Kopi
Sebagian besar kopi yang diproduksi Indonesia (80%) merupakan jenis Robusta. Dari total kopi yang diproduksi, sebagian besar diperuntukkan untuk ekspor karena konsumsi kopi di dalam negeri masih sangat rendah. Sementara itu, pasar dunia lebih cenderung mengkonsumsi kopi jenis Arabika sehingga harga kopi jenis Robusta tidak setinggi harga Arabika.
Harga bijih kopi di pasar dunia sering berfluktuasi, terutama jika terjadi kelebihan produksi dan munculnya produsen kopi baru. Di sisi lain, Indonesia sebagai negara produsen kopi belum mampu menghasilkan produk bijih kopi olahan sesuai dengan permintaan pasar.
Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia era tahun 2000-an cenderung melambat. Beberapa negara pesaing baru, seperti Vietnam, muncul sebagai negara pengekspor dengan tingkat pertumbuhan yang positif. Sedangkan negara pengekspor lama, seperti Brasil, Colombia, El Savador dan México juga mengalami penurunan.
26
Permasalahan utama terhambatnya pengembangan industri hilir kopi Indonesia (Bambang Drajat, 2) Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2003) mulai dari masalah terberat adalah (a) masalah dalam menebus jaringan pasar ekspor produk hilir (b) kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana (c) adanya hambatan dalam peraturan ketenagakerjaan, perpajakan, dan perdagangan (d) kurangnya motivasi dari pengusaha (e) kekurangan modal dan (f) teknologi dan pengemasan.
Hasil survei menunjukkan bahwa, o Orientasi pasar kopi sebagian besar (85%) ditujukan untuk ekspor. Sedangkan sebagian besar bahan baku industri ini (85%) masih diperoleh dari dalam negeri. Dari kedua faktor tersebut, industri ini sangat diuntungkan pada saat terjadi depresiasi nilai tukar rupiah. o
Pembiayaan usaha industri kopi baik untuk modal kerja (53%) maupun investasi (73%) sebagian besar berasal dari sumber non perbankan. Dengan demikian industri ini relatif kurang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Lokasi industri kopi saat ini masih terkonsentrasi di wilayah Sumatera. Gambar 2 Lokasi Industri Kopi
Sumber: Deprin b. Industri Kakao dan Coklat
2)
Industri kakao domestik terkendala karena biji kakao lebih banyak diekspor. Kendala lainnya, kualitas biji kakao Indonesia relatif rendah sehingga harganya pun relatif rendah di pasar dunia. Hal ini disebabkan karena sebagian besar ekspor kakao Indonesia (90%) merupakan kakao yang tidak difermentasikan.
Kualitas yang rendah tersebut terkait juga dengan lambatnya perbaikan lahan, mengingat 90% petani kakao merupakan petani rakyat yang hanya menguasai lahan rata-rata 1 hektare.
Indonesia adalah negara produsen biji kakao terbesar ketiga (6%) setelah Pantai Gading (50%) dan Ghana. Namun demikian, pangsa industri kakao Indonesia terhadap pangsa dunia masih relatif kecil akibat banyaknya hambatan di industri hilir, salah satunya adalah pengenaan PPN 10% terhadap penggunaan bahan baku kakao domestik. Sebagian besar industri kakao dunia terdapat di Eropa (38%) dan di AS (22%).
Ekspor bubuk coklat dan kakao Indonesia masih belum terdiversifikasi mengingat sebagian besar ekspor ditujukan ke Cina.
Diambil dari web site: http://www.ipard.com/
27
Hasil survei menunjukkan bahwa, o Orientasi pasar kakao sebagian besar (68%) ditujukan untuk ekspor. Sedangkan bahan baku industri ini sebagian (50%) masih diperoleh dari dalam negeri. Dari kedua faktor tersebut, industri ini relatif kurang sensitif (stabil) terhadap gejolak nilai tukar rupiah. o
Modal kerja industri kakao sebagian besar (74%) berasal dari perbankan, namun sebaliknya pembiayaan investasi (71%) bersumber dari non perbankan. Dengan demikian industri ini relatif cukup sensitif terhadap perubahan suku bunga.
o
Sebagian besar pasar kopi (64%) ditujukan ke domestik. Sedangkan bahan baku industri ini sebagian besar (90%) berasal dari dalam negeri. Dari kedua faktor tersebut, industri ini tidak sensitif terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah.
o
Pembiayaan industri coklat baik untuk modal kerja (100%) maupun investasi (76%) hampir semuanya berasal dari sumber non perbankan. Dengan demikian industri ini relatif tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Lokasi industri kakao dan coklat saat ini masih terkonsentrasi di Jawa dan Sulawesi. Gambar 3 Lokasi Industri Kakao dan Coklat
Sumber: Deprin c.
Industri Rokok
Kualitas tembakau yang dihasilkan di dalam negeri masih belum memenuhi standar industri rokok. Kendala lain yang dihadapi saat ini adalah kebijakan cukai domestik yang kurang mendukung pengembangan industri rokok.
Hasil survei menunjukkan bahwa, o Orientasi pasar industri rokok sebagian besar (96%) ditujukan untuk domestik. Sedangkan sebagian bahan baku industri ini (55%) masih diperoleh dari impor. Dari kedua faktor tersebut, industri ini sangat rentan pada saat terjadi depresiasi nilai tukar rupiah. o
Pembiayaan usaha industri kopi baik untuk modal kerja (60%) maupun investasi (65%) sebagian besar berasal dari sumber non perbankan. Dengan demikian industri ini relatif kurang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Lokasi industri rokok masih terkonsentrasi di wilayah Jawa.
28
Gambar 4 Lokasi Industri Rokok
Sumber: Deprin
d. Industri CPO
Indonesia saat ini merupakan produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia bersama-sama dengan Malaysia.
Hasil survei menunjukkan bahwa, o Orientasi pasar industri CPO sebagian (43%) ditujukan untuk ekspor. Namun demikian, seluruh bahan baku industri ini (100%) diperoleh dari dalam negeri. Dari kedua faktor tersebut, industri ini diuntungkan pada saat terjadi depresiasi nilai tukar rupiah. o
Pembiayaan usaha industri CPO baik untuk modal kerja (63%) maupun investasi (79%) sebagian besar berasal dari sumber non perbankan. Dengan demikian industri ini relatif tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Lokasi industri CPO masih terkonsentrasi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Gambar 5 Lokasi Industri CPO
Sumber: Deprin
Komoditi Terpilih dalam Sub Sektor Industri Mesin Mekanik dan Peralatan Listrik
Dari beberapa komoditi dalam sub sektor ini, komoditi industri mesin listrik, aparat dan alat-alatnya termasuk yang meningkat pangsa ekspornya terhadap total ekspor nonomigas.
Komoditi industri dalam sub sektor ini termasuk kategori industri yang padat modal, padat teknologi, dan tergantung pada komponen impor. Namun demikian, orientasi pasar produk komoditi ini lebih banyak ditujukan ke pasar domestik.
29
Kendala yang dihadapi saat ini antara lain adalah tidak adanya insentif fiskal dalam pengembangan jenis industri ini, serta belum optimumnya standar baku spesifikasi internasional pada produk nasional. Beberapa standar produk mesin dan peralatan listrik di beberapa negara tujuan ekspor memiliki spesifikasi berbeda dengan yang berlaku di Indonesia.
Utilisasi kapasitas terpasang rata-rata dari industri mesin tahun 2000-2005 sebesar 72,6% (Deprin, 2006) dengan kapasitas tertinggi dalam kurun waktu tersebut adalah tahun 2004 sebesar 78.9%. Namun, kapasitas tersebut masih dibawah kapasitas maksimalnya yang rata rata sebesar 90%.
Hasil survei menunjukkan bahwa, o Orientasi pasar industri mesin listrik sebagian besar (75%) ditujukan untuk eskpor. Sedangkan bahan baku industri ini sebagian besar (73%) berasal dari dalam negeri. Dari kedua faktor tersebut, industri sangat diuntungkan pada saat terjadi depresiasi nilai tukar rupiah. o
Pembiayaan usaha industri mesin listrik baik untuk modal kerja (72%) maupun investasi (72%) sebagian besar berasal dari sumber non perbankan. Dengan demikian industri ini relatif tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Lokasi jenis industri mesin masih terfokus di wilayah Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Gambar 6 Lokasi Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik
Sumber: Deprin Komoditi Terpilih dalam Sub Sektor Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki a. Industri TPT
Permasalahan yang dihadapi Industri TPT saat ini, antara lain: o Permesinan yang sudah tua dan sudah waktunya untuk digantikan o Masuknya TPT dari China yang lebih murah. o Belum cukup berkembang industri TPT pendukung seperti industri asesoris dan kimia tekstil o Masalah ketenagakerjaan
Utilisasi kapasitas terpasang dari industri TPT rata-rata 2003-2005 lebih dari 70% (API, 2006)
Hasil survei menunjukkan bahwa, o Orientasi pasar industri TPT sebagian besar ditujukan untuk eskpor. Sedangkan bahan baku industri ini sebagian besar berasal dari impor. Dari kedua faktor tersebut, industri TPT relatif tidak sensitif (stabil) terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah. o
Pembiayaan usaha industri TPT baik untuk modal kerja (60%) maupun investasi (80%) sebagian besar berasal dari sumber non perbankan. Dengan demikian industri ini relatif tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga.
30
Lokasi penyebaran industri TPT masih terfokus di wilayah Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Gambar 7 Lokasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Sumber: Deprin b. Industri Alas Kaki
Saat ini jumlah industri alas kaki di dalam negeri sekitar 250 perusahaan dengan kapasitas produksi 1,1 miliar pasang setahun, dengan total nilai investasi pada tahun 2005 mencapai Rp1,8 triliun.
Kendati jumlahnya mencapai ratusan, namun hanya terdapat 10 perusahaan besar yang menguasai pasar ekspor alas kaki. Ekspor alas kaki Indonesia didominasi oleh tiga merek sepatu internasional, yaitu Nike, Reebok, dan Adidas, menyumbang lebih dari 90% ekspor alas kaki Indonesia ke berbagai negara di dunia terutama Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat.Hal ini menunjukkan bahwa komoditi industri tersebut sangat tergantung pada pasar yang telah ditentukan. Demikian juga masalah pengembangan komoditi industri ini sangat tergantung pada perusahaan induknya di luar negeri.
Di sisi lain, pengembangan produk ini sangat tergantung pada kompetitor produk yang sama di kawasan regional, yaitu dari Cina dan Vietnam yang selama ini menjadi pesaing Indonesia.
Beberapa kendala yang dihadapi industri alas kaki saat ini, antara lain: o Ketergantungan bahan baku impor terutama untuk branded shoes. o Distorsi pasar dalam negeri dari impor alas kaki illegal. o Belum berkembangnya industri pendukung.
Hasil survei menunjukkan bahwa, o Orientasi pasar industri alas kaki hampir seluruhnya ditujukan untuk ekspor. Sedangkan bahan baku industri ini sebagian besar berasal dari impor. Dari kedua faktor tersebut, industri ini lebih memerlukan kestabilan nilai tukar rupiah. o
Pembiayaan usaha industri alas kaki baik untuk modal kerja (70%) maupun investasi (65%) sebagian besar berasal dari sumber non perbankan. Dengan demikian industri ini relatif tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Lokasi penyebaran industri alas kaki masih terfokus di pulau Jawa.
31
Gambar 8 Lokasi Industri Alas Kaki
Sumber: Deprin
Komoditi Terpilih dalam Sub Sektor Industri Kimia, Barang Karet & Produk Kimia a. Industri Produk Kimia
Permasalahan yang dihadapi industri produk kimia saat ini, antara lain: o Belum optimalnya penggunaan kapasitas terpasang industri petrokimia o Belum adanya harmonisasi antara industri hulu (produsen bahan baku) dengan industri hilir (industri petrokimia).
Hasil survei menunjukkan bahwa, o Orientasi pasar industri produk kimia separuhnya ditujukan untuk ekspor. Sedangkan bahan baku industri ini sebagian berasal dari impor. Dari kedua faktor tersebut, industri ini relatif tidak sensitif (stabil) terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah. o
Pembiayaan usaha industri produk kimia baik untuk modal kerja (79%) maupun investasi (66%) sebagian besar berasal dari sumber non perbankan termasuk dana internal. Dengan demikian industri ini relatif tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Lokasi penyebaran industri produk kimia masih terfokus di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Gambar 9 Lokasi Industri Petrokimia
Sumber: Deprin
32
b. Industri Barang dari Karet
Permasalahan yang dihadapi industri barang dari karet saat ini, antara lain: o Masih diimpornya sebagian besar bahan penolong industri ban dan karet. o Lemahnya organisasi karet di tingkat petani.
Hasil survei menunjukkan bahwa, o Setengah produk komoditi industri barang dari karet ditujukan untuk eskpor. Sedangkan bahan baku industri ini sebagian berasal dari dalam negeri. Dari kedua faktor tersebut, industri ini relatif diuntungkan ketika terjadi depresiasi rupiah. o
Pembiayaan usaha industri barang dari karet baik untuk modal kerja (63%) maupun investasi (85%) sebagian besar berasal dari sumber non perbankan termasuk dana internal. Dengan demikian industri ini relatif tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Lokasi penyebaran industri barang dari karet masih terfokus di Sumatera dan Jawa serta sedikit di Kalimantan. Gambar 10 Lokasi Industri Produk Karet
Sumber: Deprin
5. KESIMPULAN
Secara umum peran sektor industri non-migas dalam perekonomian nasional masih dominan walaupun sempat menurun selama krisis. Namun, peran ini masih lebih rendah daripada masa pra krisis, baik dilihat dari sisi kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, ekspor nonmigas, penyerapan tenaga kerja maupun pemerataan pembangunan.
Kondisi tersebut disebabkan oleh karakteristik industri non-migas yang masih lemah sebagaimana diindikasikan oleh masih besarnya peranan industri yang berorientasi pasar domestik tetapi memiliki kandungan impor yang tinggi (sensitif terhadap gejolak nilai tukar), tingginya sensitivitas sektor industri terhadap gejolak permintaan eksternal, rendahnya daya saing industri, serta rendahnya tingkat investasi di sektor industri nonmigas.
Meskipun secara umum karakteristik industri non-migas masih lemah, tetapi terdapat beberapa industri yang menghasilkan komoditi yang berdaya saing tinggi, seperti CPO dan beberapa komoditi TPT. Selain itu industri nonmigas memiliki nilai tambah yang cukup tinggi.
33
LAMPIRAN
1
Share 2005
23.15
6.52
2.80
Share rata2 2001-2005
24.76
7.35
3.28
Sub Sektor Industri PDB
Industri Non Migas
1 Makanan, minuman dan tembakau
2 Tekstil barang kulit dan alas kaki
3.63
1.61
5.98
1.28
2.73
5.85
Growth rata2 Growth 2001-2005 2005
PDB (%) Tenaga Kerja
Jumlah Pertumbuhan 771,652 799,147 3.56% 885,517 10.81% 900,962 1.74%
Rata- Rata Pertumbuhan 61.30 63.12 2.97% 67.68 7.22% 56.29 -16.83%
Tenaga Kerja Tahun 2003 2004 2005 2006 (Smt 1) Utilisasi Tahun 2003 2004 2005 2006 (Smt 1)
61.176.708 ton/thn (2005). Utilisasi sekitar 61-67%
Struktur Ekspor/Impor
Nilai investasi di sektor industri TPT pada Juni 2005 sebesar Rp 551,43 miliar dan 1,90 juta dollar AS. Pada tahun 2004, nilai realisasi investasi baru industri TPT mencapai Rp 5,88 miliar dan investasi asing 1,95 juta dollar AS.
Indonesia masih - Indonesia menghadapi persaingan - Peluang bagi produk Indonesia ketat dari TPT China dan juga memiliki daya saing dengan adanya pembatasan untuk garmen dan pasar global (Kadin Ind '06); kuota bagi sejumlah produkbenang; RCA > 1 = Vietnam juga menunjukkan produk China oleh Komisi Uni pertumbuhan yang signifikan. Eropa. (Kadin, 2006) daya saing kuat. Untuk jenis komoditi - Kenaikan harga BBM dan - Fundamental industri tekstil serat (SITC 26) dan kenaikan upah minimum yang Indonesia memiliki kompetensi kain (SITC 65) pada ditentukan tiap tahun oleh dan daya saing kuat, prospek tahun 2004 ekspor pemerintah propinsi sangat yang cerah, dan memiliki ‘track Indonesia masingmembebani industri TPT record’ internasional yang bagus masing menempati Indonesia. (Kadin Ind '06) peringkat 28 dan 17 dunia. Namun untuk produk garmen (SITC 84) Indonesia masih masuk dalam 15 - Sulit memasuki pasar TPT bermutu - Pasca kuota, API tetap optimis besar dunia TPT Indonesia mampu bersaing, tinggi karena kemampuan desain karena 68% ekspor Indonesia dan finishing yang rendah saat ini sudah memasuki pasar (umumnya tidak melakukan kegiatan R&D dan desain) - (Thee, negara-negara non kuota. 2006)
Nilai (US$) 1,335,111,514 1,968,349,312 2,510,338,250 1,041,653,325
Prospek
- Kenaikan harga kemasan plastik, - Diperkirakan terus mengalami tingginya kenaikan biaya distribusi pertumbuhan karena peningkatan dan transportasi, mutu bahan daya beli akibat kenaikan UMR baku yang kurang kompetitif, dan gaji pegawai. Selain itu serta munculnya peraturanadanya kesepakatan WTO untuk peraturan daerah yang menghapus subsidi ekspor negara membebani perusahaan. (Tempo maju atas produk pertanian. 19 Jan '06) (Tempo 19 Jan '06)
Permasalahan
- Perkembangan industri air minum dalam kemasan potensial. Industri air minum dalam kemasan berkembang sejak pajak bakar minyak mengakibatkan pertambahan nilai barang mewah lesunya daya beli masyarakat. Pertumbuhan terhadapnya dihapuskan. Namun (Republika, 15 Ag 2006) diperkirakan industri ini akan 47.43% jenuh dan perlahan akan tergusur 27.54% jenis minuman lain, seperti Pertumbuhan industri pengolahan -58.51% tembakau rendah karena kenaikan minuman berenergi. (Republika, 15 Ag 2006) harga jual eceran rokok, peredaran rokok ilegal, serta pengendalian produk rokok akibat - Masih terjadinya pungli seperti restribusi terhadap truk-truk dari konvensi WHO. pengangkut dan retribusi bongkar muat barang.
RCA
Nilai (US$) Pertumbuhan 3,643,551,865 - Pertumbuhan industri minuman 4,560,111,044 25.16% stagnan (tidak terlalu banyak 4,792,505,560 5.10% bergerak); kenaikan harga bahan 1,962,407,378 -59.05%
Pada tahun 2004, komposisi ekspor TPT sebagian besar dari kelompok SITC 84, yaitu produk garmen yang mencapai 57% dari total ekspor TPT. Pasar utama ke Amerika Serikat
Impor Investasi (minuman & tembakau) Tahun Tahun Jmlh (Juta Rp) Pertumbuhan 2003 2003 6,555,857 2004 2004 7,045,201 7.46% 2005 7,310,362 3.76% 2005 2006 (Smt 1) 7,870,191 7.66% 2006 (Smt 1)
Ekspor Tahun 2003 2004 2005 2006 (Smt 1)
Investasi cenderung Ekspor dan impor meningkat setiap mengalami tahunnya. peningkatan yang k i ifik
Investasi Baru
Kapasitas Tahun Jmlh (ton/thn) Pertumbuhan 2003 51,718,493 2004 53,494,809 3.43% 2005 61,176,708 14.36% 2006 (Smt 1) 42,345,067 -30.78%
Kondisi Kapasitas Bahan Baku Produksi Impor
± 2,4 juta orang Kapasitas produksi Nilai impor TPT dari tahun 2000 atau 33,96% dari industri TPT dari cenderung total tenaga kerja di tahun 1999 menurun dan mulai industri manufaktur cenderung turun (2005)*. sampai tahun 2003, meningkat pada - Persaingan sangat ketat di pasar tahun 2004. dan mulai Internasional terutama dengan negaraKomposisi impor menunjukkan negara berkembang peningkatan tahun didominasi impor serat (SITC 26) 2004. Kondisi mesin-mesin sudah terutama kapas, tua dan tidak diikuti oleh impor benang dan kain efisien sehingga (SITC 65) dan menyebabkan kapasitas produksi garmen (SITC 84). cenderung menurun - 50% dari total tenaga kerja sektor industri pengolahan nonmigas bekerja di tiga industri terbesar, yaitu: tekstil, pakaian jadi, alas kaki.
- Memberikan sumbangan terbesar terhadap PDB dengan rata-rata sebesar 9.7%. (Peta Industri-BNP)
- 20% dari total tenaga kerja di industri 885.517 orang pengolahan nonmigas bekerja di industri (dprin, 2005) makanan dan minuman serta industri perkayuan.
Umum
LAMPIRAN 1. Matriks Sub Sektor Industri Nonmigas
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
1999
84.00
2000
81.00
2002
65.10
2003
66.60
2004 *)
70.60
SITC 84 57%
RCA 8.10 1.46 3.20 3.26 2.70 1.84
SITC 26 3%
Komposisi Ekspor TPT 2004
SITC 651 Benang tekstil 652 Kain tenun, Kapas 653 Kain tenun dari serat buatan 841 Pakaian lelaki & anak lelaki bukan rajutan 843 Pakaian wanita & anak wanita bukan rajutan 845 Barang-barang lainnya dari tekstil Sumber: UN Comtrade, BI (diolah)
Daya Saing Beberapa Produk TPT
2001
81.00
Tingkat Utilisasi Kapasitas Produksi Sektor Industri (%)
SITC 65 40%
- Meningkatnya daya saing ekspor TPT dari negara-negara pesaing lapisan bawah yang memiliki bahan baku kapas atau upah tenaga kerja rendah seperti RRC, Pakistan, Thailand, India, Bangladesh, Sri Lanka, Vietnam dsb, sementara daya saing Indonesia praktis tetap - Belum berkembangnya merekmerek produk Nasional di pasar global
Eksternal - Negara-negara lain telah lebih dulu melakukan retsrukturisasi industri dibandingkan dengan Indonesia - Negara pesaing lapisan atas seperti AS dan ME masih tetap menguasai perdagangan TPT dunia, terutama tekstil lembaran (kain), serta telah melakukan kerjasama ekonomi regional dengan Negara pesaing Indonesia yang lebih dekat geografisnya
Internal - Produktivitas rendah; mesin tua (20 thn) - Ekonomi biaya tinggi - Masalah penyelundupan - Lemahnya dukungan infrastruktur ekonomi penunjang seperti perbankan, perpajakan, angkutan dll
- Namun penggunaan batubara itu sendiri masih menimbulkan masalah yaitu dalam pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) batubara “bottom ash and fly ash”, mengingat volume limbah yang semakin meningkat. (Dep. Industri, 24 Feb 2006)
- Isu transhipment - Mengalami penurunan daya saing yang disebabkan berbagai permasalahan antara lain meningkatnya harga enerji sehingga industri TPT harus didorong untuk menggunakan enerji alternatif batubara. (Dep. Industri, 24 Feb 2006)
2
Keunggulan industri TPT di Indonesia: Bahan baku rayon dan polyester tersedia, Tenaga kerja melimpah, Lembaga penelitian dan pendidikan tersedia, Pasar dalam negeri Menurut API, meskipun kuota TPT di dunia sudah dihapuskan sejak awal 2005, kinerja ekspor TPT diproyeksikan terus tumbuh, mengingat produsen TPT asal Indonesia sudah terlatih untuk melakukan ekspor ke berbagai negara di dunia yang tidak menerapkan sistem kuota. Selain itu, produsen dari Indonesia juga sudah meningkatkan kualitasnya sesuai standar internasional. API memperkirakan dalam kurun waktu 2005-2010 nilai ekspor TPT mampu mencapai USD 14 miliar.
3 Barang kayu dan hasil hutan lainnya
1.51
1.27
-0.21
Korsel Taiw an 5% 6%
Lainnya 35%
China 7%
AS 12%
Jepang 35%
Negara Tujuan Ekspor Produk Kayu Indone sia Tahun 2004
351.965 orang (Deperin, 2003) memburuk akibat dari ketidakpastian usaha dan regulasi. Data BPS menyatakan, produk kayu dan hasil hutan selama 3 tahun terakhir mengalami pertumbuhan negatif. Tahun 2004 tumbuh minus 2.1%, tahun 2005 tumbuh minus 1.3%, dan kuartal I 2006 menjadi minus 5.8%, kuartal II 2006. (Kadin, 2006)) - Laju kerusakan hutan di seluruh Indonesia mencapai 2,8 juta hektar per tahun. (Kompas, Juli 2006)
-1.34 - Industri kayu dan hasil hutan semakin
Sumber: UN Comtrade, BI (diolah)
9.80 5.10
635 Barang-barang kayu, Tds
2003
634 Plywood, Tripleks, dsb
SITC
9.00 5.60
Industri kayu masih bisa survive karena industri ini lebih mampu menyesuaikan diri dengan keadaan pasar dengan memperbaiki pengendalian mutu dan desain yang lebih baik. (KadinAswicahyono & Hill, 2004).
Didukung oleh sumber daya alam dan tenaga kerja yang kompetitif. (Kadin, 2006) Kinerja industri kehutanan masih akan terus melemah di masa mendatang. Hal ini dikarenakan sulitnya bahan baku kayu bulat dan berkembangnya pungutan liar sehingga membuat pengusaha menanggung biaya produksi yang sangat tinggi. (Kompas, Juli 2006)
- Menurut Greenomics Indonesia, sampai saat ini industri perkayuan nasional masih masuk dalam daftar negatif perbankan. Hal ini karena sebelumnya industri perkayuan terseret utang macet hingga Rp 21,9 triliun
- Pada tahun belakangan ini, isu - Dengan adanya kebijakan mengenai lingkungan khususnya Pemerintah menaikkan JPT pada global warming semakin ketat tahun 2006, diperkirakan ekspor produk kayu akan meningkat - Adanya tuduhan dari negara sekitar 15%. pengimpor, khususnya Uni Eropa, bahwa produk Indonesia banyak menggunakan kayu ilegal. Mereka menuntut tambahan biaya sebesar 2% yang akan digunakan untuk menyelidiki asal usul kayu
- Adanya kesenjangan antara - Permasalahan kelangkaan bahan kebutuhan bahan baku kayu baku yang dihadapi selama ini industri kehutanan dengan dikhawatirkan masih terus kemampuan sumberdaya hutan berlanjut, sehingga menyebabkan menghasilkan pasokan, industri kayu tetap mengalami menyebabkan banyak perusahaan keterpurukan perkayuan bangkrut
- Teknologi permesinan yang sudah kuno dan boros bahan baku, sehingga produknya tidak kompetitif di pasar global
Produk kayu - Kayu dan plywood menunjukkan Indonesia memiliki kecenderungan yang semakin daya saing yang menurun karena kelangkaan cukup kuat. bahan baku akibat dari Indonesia pada menurunnya potensi hutan tahun 2004 masih Indonesia (pengurangan kuota menempati 5 besar penebangan kayu alam) serta untuk ekspor produk penyelundupan kayu gelondongan kayu, di bawah ke luar negeri. (Kadin, 2006) Kanada dan Jerman. - Harga kayu bulat (log) di dalam negeri lebih rendah dari luar negeri yang menyebabkan kegiatan usaha perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) terhambat
2004
Ekspor produk kayu Indonesia terutama adalah kayu lapis, tripleks, barangbarang dari kayu dll. Nilai ekspor produk kayu dalam 5 tahun terakhir cenderung menurun. Namun demikian, ekspor sejak tahun 2004 sampai dengan November 2005 mulai menunjukkan peningkatan
Daya Saing Produk Kayu Indonesia (RCA)
Impor produk kayu Indonesia menunjukkan trend yang meningkat selama 6 tahun terakhir, namun apabila dibandingkan dengan ekspornya, nilai impor tsb sangat kecil. Sebagian besar (sekitar 80%) dari produk kayu yang diimpor adalah dari kelompok SITC 634 (kayu lapis dan tripleks).
2.81
3.32
0.97
0.72
5 Kimia dan barang dari karet
6 Semen & barang galian bukan logam
7 Logam dasar besi dan baja
0.74
0.91
1.24
1.28
4 Kertas dan barang cetakan
-3.33
9.21
6.77
3.79
Vietnam Hongkong 3% 4%
Taiw an 4%
Malaysia 7%
-3.76
RRC 16%
Korsel 8%
Australia 8%
Jepang 12%
- Neraca perdagangan industri kimia 552.546 orang selalu defisit dikarenakan jumlah impor (dprin, 2003) yang lebih besar dari ekspor. (Kadin, 2006) - Sementara itu, neraca perdagangan karet, barang dari karet, dan plastik selalu surplus dan meningkat terutama dari ekspor karet. (Kadin, 2006)
Afrika 3%
Singapura 3%
Lainnya 32%
Negara Tujuan Ekspor Pulp & Paper 2004 (%)
- Pangsa pasar pulp dan kertas di pasar dunia tumbuh dari sekitar 2,4% menjadi 3%. Peluang untuk bertambah masih terbuka dengan meningkatnya kebutuhan dari China. Laju pertumbuhan ekonomi China yang sangat pesat dengan jumlah penduduknya yang sangat besar membuat permintaan terhadap pulp dan kertas Indonesia sangat besar. (Kompas, Juni 2006)
- Nilai ekspor dalam beberapa tahun 119.631 orang terakhir cenderung menurun, kontribusi (Deperin, 2003) terbesar dari perdagangan pulp dan kertas. (Kadin 2006)
Industri dalam negeri masih tetap membutuhkan bahan baku yang berasal dari luar terutama untuk bahan baku serat panjang dan kertas bekas. Sedangkan Impor pulp & paper dalam 5 tahun terakhir cenderung meningkat
2.80 1.94 2.00
2004
- Persaingan dengan produk-produk baja impor. (Kompas 13 Mei 2003)
- Permintaan masyarakat terhadap bahan kimia semakin besar namun tidak didukung oleh industri kimia domestik. (Kadin, 2006)
4
- Besarnya potensi industri ini dalam perekonomian Indonesia terlihat dari target yang ditetapkan oleh Departemen Perindustrian pada tahun 2006 yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 7.2% atau tidak mengalami revisi dari perkiraan sebelumnya
Komoditi pulp & - Dewasa ini, produk pulp dan - Industri kertas Indonesia kertas Indonesia mulai paper memiliki daya berpotensi merebut pangsa pasar dirasakan menjadi ancaman bagi Eropa dan Asia. Hal tersebut saing yang tinggi. negara-negara besar yang Namun, peringkat disebabkan negara-negara di selama ini menguasasi pasar ekspor pulp dan kawasan tersebut sudah pulp dan kertas dunia seperti kertas Indonesia di menurunkan produksinyal karena negara Skandinavia, Eropa, AS pasar dunia pada tertekan kenaikan harga minyak. dan Kanada. Negara-negara tahun 2004 (Warta Indonesia Mei 2006) cenderung menurun tersebut berupaya menghambat dengan non tariff barriers, dibandingkan - Dari sisi bahan baku industri pulp dengan tahun 2003, seperti isu dumping dan memiliki keunggulan komparatif kerusakan lingkungan. Mereka kecuali untuk karena bahan baku berupa kayu menuduh Indonesia mengambil komoditi kertas & akasia dan eucalyptus tersedia bahan baku secara kertas karton (SITC dalam jumlah banyak dan jangka serampangan sehingga terjadi 641) waktu yang lama kerusakan lingkungan
- Pasokan bahan baku baja yang menipis dan tingginya harga telah menghancurkan ratusan industri kecil pengecoran di Ceper dan sekitarnya. (Berita IPTEK, Jan 2006)
Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri kimia dan oleokimia akan merealisasikan pembangunan dua pabrik biodiesel senilai US$28,4 Juta pada tahun 2007
4.00 1.76 2.95
2003
Dalam 5 tahun terakhir, nilai ekspor pulp dan kertas cenderung menurun. Namun mulai menunjukkan peningkatan pada tahun 2005. Sementara dari sisi volume ekspor cenderung menurun. Negara tujuan ekspor pulp & paper terutama RRC, Jepang, Australia, Korea Selatan, dan beberapa negara Asia lainnya
- Indonesia masih tidak mampu mengolah tambang biji besinya. (Berita IPTEK Jan 2006)
Pemanfaatan kapasitas produksi di atas 70% (dprin, 2004)
251 Pulp dan Sisa-sisa Kertas 641 Kertas dan Kertas Karton 642 Barang-barang Kertas Lainnya
RCA
Daya Saing (RCA) Pulp & Paper Indonesia
Saat ini kapasitas produksi 7 pabrik pulp dan kertas di Indonesia masingmasing mencapai 6.3 juta ton dan 10 juta ton.
- Kondisi industri berbasis baja dan besi 59.373 orang cor semakin menyedihkan; (Berita IPTEK, (dprin, 2003) Jan 2006)
domestik, khususnya semen, karena produknya bersifat bulky (nilainya lebih murah dibandingkan volumenya). Oleh karena itu, nilai ekspor dari sektor tersebut kurang dapat didorong dan dampaknya terhadap perkembangan neraca perdagangan cenderung stagnan, bahkan cenderung semakin menurun. (Kadin, 2006)
3.82 -* Lebih banyak ditujukan untuk pasar
8.90
2.45
6.11
0.22
8 Alat angkutan, mesin & peralatannya
9 Barang lainnya
0.22
6.63
6.94
14.84
2.62
2003 2004 2005
179.363 180.448 183.806
287.586 orang setelah industri makanan, minuman, (dprin, 2003) dan tembakau. (Peta Industri-BNP) - Nilai ekspor mesin mengalami peningkatan yang signifikan semenjak tahun 2000 karena adanya relokasi PMA ke luar negeri. (Kadin, 2006) 725.057 orang - Pertumbuhan industri barang lainnya mencatat pertumbuhan kedua tertinggi ( dprin, 2005) setelah alat angkutan pada tahun 2004 sebesar 15.1% (dprin)
12.36 - Penyumbang PDB terbesar kedua
2003 2004 2005
58,61 58,82 59,85
Utilisasi 59.85% (2005) - dprin
Pemanfaatan kapasitas industri masih dibawah 70% (dprin, 2004)
2003 2004 2005
3.144.075 3.177.176 3.626.687
2003 2004 2005
801.448 920.358 996.898
Bahan baku impor Investasi mengalami Nilai ekspor cukup tinggi perkembangan meningkat setiap mencapi 50-60% yang cuku besar tahunnya. Komoditi pada tahun 2005 ekspor terbesar dibandingkan yaitu alas kaki tahun sebelumnya, sebesar 40,88%
- Technical barriers
- Masyarakat Indonesia masih import minded
- Pemasaran ekspor ditentukan prinsipal
- Penguasaan informasi pasar masih lemah
- Tenaga terampil khususnya desainer masih kurang
- Beberapa jenis industri - Pasar dalam negeri ketergantungan impor bahan - Pasar Ekspor; market share di baku dan komponen masih tinggi pasar dunia masih rendah (<5%)
- Alas Kaki
2. Tekstil barang kulit dan alas kaki
- Makanan
- Selama periode 2001-2004 produksi alas kaki nasional terus meningkat
2003 2004 2005
16.542 1.194 20.400
- Tenaga kerja meningkat tajam tahun 2005 mencapai 20.400 orang
60,23 61,88 68,45 49,29
Utilitas
2003 2004 2005
70,80 71,50 73,62 2003 2004 2005
Ekspor 2003 2004 2005 2006 (sm.1) 3.070.891.351 3.933.714.287 4.049.620.269 1.607.025.402
- Ekspor industri makanan terus meningkat setiap tahunnya
35.494,59 8.925,00 52.354,67
8.208,06 1.700,00 20.500,00
80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
(%)
US
2000
UK
2001
2003 Belgium
2002
Ekspor Footware
2005 Germany
2004
Ekspor Menurut Negara Tujuan
Japan
Q12006
- Investasi meningkat - Ekspor terus - Memiliki daya saing setiap tahunnya membaik. Nilai yang cukup kuat. ekspor tahun 2005 Namun pada tahun tumbuh 14%. 2004 menurun Tujuan ekspor dibandingkan utama: US, Inggris, tahun 2002 (dari Belgia (2004) peringkat 10 dunia menjadi 12)
PMA (USD .000) PMDN (Rp. Juta)
- Kapasitas produksi - Komposisi tinggi. di atas 70% Komoditi impor didominasi oleh China
- Industri makanan - Tenaga kerja - Utilitas produksi di mencapai 412.848 atas 60% dan minuman olahan diperkirakan pada semester 1 2006 bisa tumbuh 15 persen pada semester kedua tahun 2006. Perkiraan ini didasarkan pada Kapasitas & Utilitas Produksi munculnya potensi Kapasitas daya beli Tenaga Kerja 2003 34.182.049 2003 332.765 masyarakat setelah 2004 35.264.884 2004 343.660 2005 42.317.861 ada pembayaran 2005 412.392 2006 (sm.1) 21.586.924 2006 (sm.1) 412.848 gaji ketiga belas sebesar Rp 19 triliun, serta kebutuhan konsumsi menjelang hari raya Lebaran
LAMPIRAN 2. Matriks Komoditi Industri Nonmigas Terpilih
1. Makanan, minuman dan tembakau
Kucuran kredit perbankan masih rendah Suku bunga kredit perbankan masih relatif Kebijakan PPN dan masalah restitusi pajak Ketergantungan terhadap bahan baku impor masih tinggi
- Indonesia berpeluang meningkatkan kinerja ekspor terutama di pasar Uni Eropa (UE) menyusul kebijakan antidumping duty terhadap impor alas kaki dari China dan Vietnam. Indonesia berharap dapat mengambil alih sedikitnya 10% (20 juta pasang senilai US$ 240 juta) dari total pangsa pasar China dan Vietnam di UE
- Pengguna produk alas kaki ± 65% (142 juta) dari total jumlah penduduk (± 219 juta), dari berbagai usia. Rasio penggunaan sepatu per kapita rata-rata ± 1,8 pasang per tahun
6
- Ketergantungan bahan baku impor terutama untuk branded shoes . - illegal. - Ekspor alas kaki Indonesia ke UE dalam beberapa tahun terakhir juga terus mengalami kenaikan - Belum berkembangnya industri pendukung. - Di luar peningkatan ekspor, jika Indonesia dapat mengambil alih pangsa pasar sepatu China dan Vietnam sekurangnya 10% peluang devisa yang bisa diraih pada 2006 US$ 767 juta
- Ketergantungan terhadap negara-negara maju sebagai negara tujuan ekspor utama masih tinggi
-
- Tingginya tarif listrik industri (pengenaan biaya listrik hingga tiga kali lipat dari tarif normal) menyebabkan tambahan investasi baru pada industri makanan terhambat (Tempo, Agustus 2006)
- Produk Kimia
5. Kimia dan barang dari karet
- Kertas
4. Kertas dan barang cetakan
- Kayu Lapis
3. Barang kayu dan hasil hutan lainnya
- Kapasitas produksi terpasang secara total dari industri kertas di Indonesia sebesar 10,05 juta ton kertas
- Potensi pasar dalam negeri produk industri kimia hilir sangat besar mengingat jumlah penduduk yang besar
- Produk kimia - Tenaga kerja - Utilisasi industri sebesar 462.900 merupakan salah kimia hilir saat ini orang (tahun 2005) mencapai 78,80% satu komoditi ekspor non migas yang memberikan sumbangan sebesar 6.8% pada tahun 2004 (USD 3.7 milyar)
- Kayu lapis merupakan salah satu produk kayu yang menjadi primadona
- Produk andalan ekspor a.l. produk plastik,ban, kaca & gelas, sabun & deterjen, keramik, semen & brg semen, produk komestik, dsb.
- Investasi tahun - Ekspor industri 2005 mencapai Rp kimia hilir pada 61.957 Milyar tahun 2005 sebesar 2,731.8 US$ Juta
- Pada tahun 2005 produksi produksi kertas mencapai 8,21 juta ton dengan volume ekspor mencapai 2,99 juta ton
- Nilai ekspor kayu lapis sebesar 63% dari total ekspor produk kayu pada tahun 2004
- Belum optimalnya kapasitas terpasang industri petrokimia - Belum adanya harmonisasi antara industri hulu (produsen bahan baku) dengan industri hilir (industri petrokimia).
- Masih maraknya produk-produk bajakan dan kualitas rendah (cakram optik, kosmetik, saniter dan ban)
- Masih besarnya nilai impor bahan baku
* Gas untuk industri keramik * Batu bara untuk industri semen
- Belum optimalnya utilisasi produksi - Belum lancarnya pasokan bahan bakar berupa:
- Seluruh sarana dan prasarana di Indonesia belum siap mendukung pemulihan industri, khususnya kimia
- Sebanyak 80% (sekitar 600 perusahaan) industri kimia di Indonesia terkait Badan Penyehatan Perbankan Nasional, sehingga belum siap masuk pasar bebas ASEAN
- Maraknya penebangan kayu ilegal (illegal logging) serta penyelundupan kayu ke luar negeri
- Sulitnya mendapatkan bahan baku akibat pengurangan kuota penebangan kayu alam
- Industri kayu lapis masih memiliki prospek yang bagus. Penurunan kinerja ekspor yang terjadi adalah kesulitan bahan baku dan kalah bersaing akibat dari penggunaan mesin-mesin tua
6. Alat angkutan, mesin & peralatannya - Mesin
- Kelompok industri permesinan terdiri dari konstruksi baja, alat konstruksi, mesin pertanian, mesin proses, alat energi, alat penunjang, alat kelistrikan, rancang bangun dan perekayasaan industri (RBPI)
2004 14,004 14,530 5,908 53,431 24,367 11,060 21,402 6,219 145,609
2005 SM I 2006 14,004 14,004 15,751 15,953 10,818 10,818 54,181 54,565 24,477 24,558 14,965 16,266 22,910 23,053 6,219 6,219 158,013 165,436
Kapasitas rata-rata - Industri mesin industri mesin memiliki diatas 50% dan kandungan lokal cenderung yang cukup tinggi meningkat setiap tahunnya. Tahun 2005 mencapai 63%
Tenaga Kerja Industri Mesin No Kelompok Industri 2003 1. Konstruksi Baja 13,908 2. Alat Konstruksi 14,346 3. Mesin Pertanian 5,898 4. Mesin Proses 52,886 5. Alat Energi 14,057 6. Alat Penunjang 10,773 7. Mesin Kelistrikan 21,402 8. RBPI 6,219 Jumlah 139,489
Jumlah tenaga kerja cenderung meningkat, bahkan pada sm 1 2006 sudah melampaui jumlah tenaga kerja pada akhir tahun 2005
Utilisasi Kapasitas Terpasang No Kelompok Industri 2003 1. Konstruksi Baja 55.8 2. Alat Konstruksi 46.3 3. Mesin Pertanian 68.6 4. Mesin Proses 37.9 5. Alat Energi 64.3 6. Alat Penunjang 65.7 7. Mesin Kelistrikan 71.1 8. RBPI 31.3 Rata-rata 55.1
- Rencana proyek pembangunan PLTU sebesar 22.000 mega watt
2004 62.7 53.3 73.0 40.0 66.5 69.5 78.9 32.5 59.6
2005 SM I 2006 66.8 14,004 59.9 15,953 78.5 10,818 42.8 54,565 68.5 24,558 70.6 16,266 82.4 23,053 34.7 6,219 63.0 165,436
- Investasi terus - Nilai ekspor terus - Mesin Listrik, Aparat, dan Alatmeningkat karena meningkat, tahun alatnya (77) sebenarnya potensi 2005 mencapai peringkat ke-27 industri mesin 1,931.63 US$ juta cukup baik.
- Belum optimumnya standar baku spesifikasi internasional pada produk nasional
- Belum ada keberpihakan yang konsisten terhadap produk dalam negeri sebagai pemicu pengembangan dan penguasaan teknologi
8
- Keterbatasan dalam sumber pendanaan - Banyak SDM yang tersebar di beberapa lembaga dan independent yang mampu untuk mendukung dan - Perkembangan industri mesin nasional sangat memberi solusi permasalahan pengembangan teknologi, tergantung kepada pasar dalam negeri. namun belum dimanfaatkan secara optimal Namun kondisi pasar dalam negeri belum bisa secara optimal menjadi basis pengembangan industri mesin dalam negeri
- Penggunaan mesin peralatan buatan dalam - Prospek industri mesin sangat baik. Diperkirakan negeri masih belum dapat optimal terutama pertumbuhan sektor industri mesin akan meningkat untuk pengadaan proyek-proyek hingga tahun 2008 (mencapai 7,4%) pemerintah/BUMN/BUMD sebagaimana yang Industri dalam negeri mempunyai potensi untuk diamanatkan oleh Keppres No. 80 Tahun 2003 mengembangkan diri bila diberi kesempatan dan kepercayaan, seperti yang telah dibuktikan oleh industri mesin untuk mensuplai kebutuhan mesin di industri - Belum adanya insentif fiskal dalam otomotif pengembangan industri mesin peralatan
- Elektronika
- Demand kebutuhan barang barang elektronika di Indonesia sebesar 10% dari jumlah kepala keluarga. Daya beli sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, misalnya turunnya daya beli dari masyarakat yang berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta per bulan
- Komposisi 70%. Sebagian besar komoditi impor berasal dari Jepang, Cina, Jerman
- Produk ekspor elektronik Indonesia sebagian besar berupa : CTV, Audio, Refrigerator, AC dan Mesin Cuci, sedangkan produk produk seperti semi conductor dan yang sejenisnya hanya sebagian kecil.
- Di sisi ekspor, produk-produk elektronika di Indonesia masih dibawah Malaysia dan Thailand, produk produk elektronika Indonesia hanya sejajar dengan Philipina.
- Ekspor elektronik sebagian besar ditujukan ke Singapura, US, dan Jepang
0
20
40
60
80
100
2001 Singapore
2000
-
-
-
Tingginya biaya produksi yang terkait dengan biaya biaya logistik lainnya yang menggunakan gas sejak kenaikan BBM di Oktober 2005 Kenaikan UMR sebesar 15% sejak Januari 2006 Tidak adanya produk produk standard yang beredar sehingga barang barang baru tersaingi dengan barang barang bekas yang masuk di pasar. Tingkat suku bunga yang tinggi Tidak harmoninya penetapan tariff Penyelesaian tax policy yang berlarut larut Infrastruktur yang tidak memadai Peraturan hukum dan ketentuan yang terbatas.
Permasalahan Internal - Inflasi yang tinggi menyebabkan daya beli rendah - Nilai tukar yang tidak stabil menyebabkan perusahaan merugi. Nilai Tukar tersebut sangat erat hubungannya dengan biaya produksi yang terkait dengan kandungan impor bahan bakunya
0
10
20
30
40
50
60
70
(%)
2002 US
2003 Japan
2004
Japan
2000
2002
China
2001
Germany
2003
US
2004
South Korea
Q12006
Q12006 Hongkong
2005
2005
Malaysia
Impor Electrical Appliances
- Produk elektronik yang evironmental friendly , compliance dan mempertimbangkan social Impor Negara Asal responsibility
- Permintaan dunia yang cenderung stagnan dan harga yang terkoreksi cepat (cenderung turun jika produk baru muncul) terutama untuk digital products sperti flat panel dan digital camera
- Kandungan impor bahan baku dasar bagi industri eklektronik yang secara rata rata sebesar 70%. Import content masih tinggi terkait dengan ketidakmampuan industri dalam negeri memenuhi spesifikasi industri elektronik
Permasalahan Eksternal Ekspor Menurut Negara Tujuan - Kenaikan harga minyak mentah dunia (%) mendorong kenaikan komoditi lainnya yang menjadi dasar bagi industri elektronika, seperti 120 Ekspor Electrical Appliances plastik, mbaga, alumunium, dan baja
- Otomotif
- Pangsa mobil Jepang di Indonesia menguasai hampir 96%
- Indonesia mencapai angka tertinggi penjualan mobil pada tahun 2005, sebesar 533,917 unit (0,89% dari total penjualan - Tipe mobil yang disukai konsumen domestic adalah MPV (multi purpose vehicle ) yang mendominasi rata rata penjualan per tahunnya sebesar 60%-nya - Kandungan bahan - Iklim investasi Indonesia pasca baku impor dalam krisis di bidang industri otomotif otomotif berjalan sekitar 20-30%, lambat sisanya menggunakan kandungan lokal - Ekspor yang dilakukan oleh perusahaan otomotif Indonesia terdiri dari unit mobil CBU, set CKD dan pieces components - Indonesia melakukan import mobil dalam bentuk CBU dan CKD serta components
10
- Beberapa kebijakan kepabean domestik tidak - Total penjualan domestik selama tahun 2007 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2006 atau sekitar 400 mendukung pengembangan industri automotive, a.l. diizinkannya impor truk bekas, unit. Peningkatan tersebut didorong oleh a.l, kebijakan pengenaan tarif bea masuk import dan ekspor penurunan suku bunga dan daya beli yang diperkirakan - Pasar mobil China di dunia maupun di Indonesia untuk komponen dan mobil-mobil khusus menunjukkan perkembangan yang pesat - Kemampuan domestik untuk pembangunan industri automotive Indonesia juga terbatas, - Pasar mobil berbahan bakar alternatif selain BBM, terutama dari tingginya biaya produksi dan misalnya mobil hybrid atau yang berbahan bakar minyak research & develompent jarak, diperkirakan akan mempunyai pasar yang lebih luas
LAMPIRAN 3. Matriks Perusahaan Terpilih Perusahaan Terpilih 1. Perusahaan di Sub sektor
Jenis Industri Ikan Olahan
Makanan, Minuman dan Tembakau
Kondisi - Perusahaan PMA yang sebagian besar produknya (90%) adalah ikan kaleng (tuna, cakalang, dll). Produk ikan kaleng tersebut diekspor ke US (75%) dan Inggris (25%). - Sebagian besar saham SPFI (95%) dimiliki oleh perusahaan dari Filipina. - Tenaga kerja sekitar 95 orang - Struktur Keuangan: rekening disimpan seluruhnya di Bank Domestik dan tidak memiliki pinjaman (posisi 2005 sebagai net supplier valas) - Bahan baku impor: ikan beku (Filipina), Sun flower oil, Soybean oil, Vegetable broth - 90% dari total produk diekspor dan sisanya untuk domestik (10% dari total produk). Negara tujuan ekspor Amerika Serikat dan Inggris
Permasalahan - Adanya kebijakan menyangkut status karyawan; yang tadinya karyawan harian tetap menjadi karyawan kontak tahunan yang sewaktu-waktu bisa di-PHK sehingga menimbulkan konflik di antara karyawan dan pihak manajemen
Prospek - Indonesia memiliki potensi sumber daya laut yang sangat besar. Tahun 2004, nilai ekspor ikan mencapai 8,2 juta ton (senilai 1,6 miliar dollar AS). Diharapkan, tahun 2006, nilai ekspor Indonesia terdorong hingga 7,7 juta ton (senilai 3,2 miliar dollar AS)
- Masalah dan kendala kelembagaan domestik (Institusi Pemerintah); Perijinan berbelit dan banyaknya pungli - Kecenderungan importir memperketat persyaratan atau memasukkan persyaratan baru, yang dikaitkan dengan isu lingkungan - Penerapan tarif impor yang tinggi sebesar 24 persen untuk tuna kalengan, terutama pada negara tujuan ekspor utama seperti Uni Eropa
- Share terhadap total ekspor nasional: 0,03%. Share terhadap komoditi sejenis (SITC 037): 6.6%
Palm Oil
- Perusahaan ini adalah perusahaan yang - Masalah internal relatif tidak ada mengolah CCO (Crude Coconut Oil) dan CPO (Crude Palm Oil) dengan produk utama - Masalah dan kendala kelembagaan minyak goreng curah bermerk Bukit Zaitun domestik (Institusi Pemerintah) a.l. banyaknya pungutan di pelabuhan
Rencana ke depan: Membangun pabrik baru, Memperbesar gudang penyimpanan
- Struktur tenaga kerja (th. 2004) sekitar 700 orang - Rekening simpanan seluruhnya berada di Bank domestik (Bitung dan Medan), sedangkan pinjaman yang diterima berasal dari Bank domestik dan supplier luar negeri Bahan baku: • Dalam negeri: Kopra, kelapa sawit, biji plastik • Luar negeri: Mesin-mesin - Struktur pasar: • Ekspor; 100% utk CPO dan 95% utk bungkil kelapa (40% dari total produk). • Domestik; 100% utk CCO dan 5% utk bungkil kelapa (60% dari total produk). - Share terhadap total ekspor nasional sebesar 0,05% dan share terhadap komoditi sejenis (SITC 422) 0.7%
Rokok
- Salah satu perusahaan produsen rokok terbesar di Indonesia yang memiliki pangsa pasar domestik sebesar 23% - Merupakan salah satu pemain utama di pasar Amerika Serikat untuk rokok kretek dengan pangsa sekitar 70% - Status perusahaan BUMS Non PMA/PMDN dengan kepemilikan saham yang dikuasai oleh PT Lingkar Mulia Indah (99,99%) dan sisanya perorangan - Produk utama: Sigaret Kretek Tangan dan Sigaret Kretek Mesin - Aset 2003 mencapai Rp 8.9 triliun dan omset Rp. 10 triliun - Jumlah tenaga kerja 70 ribu - Struktur pembiayaan berasal dari pinjaman bank dalam negeri - Bahan baku yang diimpor yaitu kertas (Perancis), tembakau (China & Turki). Untuk barang modal, jenis mesin yg diimpor adalah mesin FOCKE dan Hauni yang semuanya berasal dari Jerman - Hasil produksi sebagian besar untuk domestik - Negara tujuan ekspor a.l. Australia, US, Jepang, Belgia, Kanada, dll.
- Prospek ke depan diharapkan sama dengan kondisi saat ini, namun dengan masuknya Philip Moris diperkirakan persaingan akan semakin ketat dan mempengaruhi jumlah produksi
2. Perusahaan di Sub sektor Tekstil, Barang Kulit dan
TPT
Alas Kaki
- Bagian grup perusahaan induk yang berlokasi - Sulitnya pengembalian pajak (restitusi) di Korea Selatan - Permasalahan di kepabenan - Status perusahaan PMA 100% - Bergerak di bidang usaha garmen khususnya pakaian wanita (blazer, pants, scarfs, jacket dll)
- Prospek ekspor masih cukup baik karena hubungan dengan pelanggan di luar negeri sudah berlangsung lama. Penghapusan kuota TPT tidak berpengaruh terhadap kinerja ekspor perusahaan - Didukung dengan kualitas produk Indonesia yang tidak kalah dengan produk luar negeri
- Total Asset: Rp.18,96 Milyar; Total Liabilities: Rp.19,79 Milyar
- Rencana ke depan: meningkatkan kualitas produk yang lebih baik dengan cara meningkatkan produktivitas kerja buruh
- Jumlah tenaga kerja 1.678 orang - Rata-rata kapasitas produksi terpakai tahun 2004 sebesar 92% - Struktur pembiayaan: tidak memiliki pinjaman bank domestik, seluruhnya berasal dari induk perusahaan yaitu SGWicus Corp
- Bahan baku 100% impor berupa outshell/kain (75%), linning (20%), dan aksesoris (5%). Sebagian besar berasal dari Korea Selatan (60%)
Industri Tekstil
3. Perusahaan di Sub sektor Kayu dan Hasil Hutan lain
Produk Kayu
- Ditujukan seluruhnya untuk ekspor; sebagian besar (99%) ke US - Perusahaan ini baru saja membangun - Kondisi mesin yang tidak kompetitif (ratarata tahun 80-an) pembangkit listrik berbahan baku Batubara dengan daya 30 MW. Dengan pengadaan - Tarif listrik, tarif BBM, tarif bunga sendiri sumber energi-nya dapat menghemat perbankan sudah tidak kompetitif sekitar 50% biaya untuk kebutuhan energi. dibandingkan kompetitor dari negara lain
- Salah satu eksportir produk kayu dengan nilai - Kelangkaan bahan baku kayu karena ekspor tahun 2004 sebesar 35 juta semakin maraknya penyelundupan - Perusahaan ini dimiliki 100% lokal
- Ekspor TPT Indonesia mempunyai peluang untuk menggantikan pangsa ekspor TPT khususnya produk fashion menengah-atas yang telah ditinggalkan Jepang dan Korea yang mulai beralih ke produk TPT untuk keperluan khusus (spt baju astronot dan pemadam kebakaran)
- Memiliki prospek yang baik karena sebagian bahan baku diproduksi dari HPH sendiri. Selain itu harga di pasar Internasional masih bagus
- Suku bunga tinggi
- Produk utama adalah kayu lapis (60%-70%), - Kenaikan biaya freight (tahun 2005 sekitar sisanya moulding dan flooring USD 40-50/m3
- Terkait dengan persyaratan eco labelling yang diterapkan ke beberapa negara tujuan ekspor tidak mempengaruhi ekspor perusahaan
- Menyerap tenaga kerja hingga 10 ribu orang - Peraturan dari pemerintah seringkali berubah-ubah karena pemerintah tidak mempunyai rencana jangka panjang untuk - Kapasitas produksi 50% (tahun 1994 pernah - Perusahaan merencanakan untuk meningkatkan industri perkayuan mencapai 80%) pendapatan dengan meningkatkan produksi moulding dan flooring mengingat nilai - Struktur pembiayaan: pinjaman dari tambahnya lebih besar dibandingkan plywood perbankan dengan komposisi valas (17%) - UU tenaga kerja tidak mendukung dan rupiah (83%) - Komposisi bahan baku: 80% dari dalam negeri berupa kayu, 20% dari luar negeri berupa kayu untuk flooring, lem, dan spare parts - 95% untuk ekspor ke Jepang, AS, Taiwan, - Pangsa ekspor: 0.1% dari total ekspor non migas dan 2% dari total ekspor produk kayu
12
4 Perusahaan di Sub sektor Kimia dan Barang dari Karet
Kimia
- Salah satu produsen utama PTA (Purified Terephtalic Acid ) di Indonesia - Produk utama berupa PTA yang berbentuk bubuk dan digunakan umumnya sebagai bahan baku polyester di industri tekstil. Bahan bakunya 100% impor yang berupa Paraxylene yang diolah dari Naphta.
- Financing cost tinggi - Potensi konsumsi PTA dunia saat ini masih - Bahan baku paraxylene harus import karena cukup tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi di China dan juga untuk pasar regional supply dalam negeri tidak mencukupi termasuk Jepang
- Harga PTA diperkirakan masih akan meningkat seiring dengan kenaikan harga minyak
- Tren penjualan diperkirakan akan meningkat sampai tahun 2006, tahun 2007 diperkirakan sedikit menurun karena pabrik PTA di China sudah mulai berproduksi
- Status perusahaan adalah PMA - Trend penjualan sejak tahun 1998 terus meningkat meskipun sempat turun pada periode 2000-2002. Total penjualan pada tahun 2004 mencapai USD 306.8 juta dengan volume 409.681 ton
- Rencana untuk meningkatkan produksi PTA yang saat ini telah mencapai 420 ribu/tahun (Juni 2005 ditargetkan mecapai 500 ribu/tahun)
- Tenaga kerja sekitar 388 orang - Kapasitas produksi tahun 2005 mencapai 100%. - Sumber pembiayaan dari pinjaman bank nasional. - Pangsa sekitar 30% dari total produksi nasional. Pangsa ekspor: 0.2% dari total ekspor non migas dan 2.3% dari total ekspor produk kimia - Struktur pasar; ekspor (83%) dan lokal - Negara tujuan ekspor hampir 100% ke China
Produk Plastik
- Perusahaan dimiliki lokal 100%, yang - Harga bahan baku impor cenderung naik merupakan kelompok usaha dari Sido Group. seiring dengan kenaikan harga minyak dunia. - Status Perusahaan: Swasta murni - Komoditi utama kantong plastik
- Prospek ekspor masih bagus, mengingat permintaan dari luar negeri masih tinggi
- Penggunaan bahan baku dari dalam negeri cukup mahal karena dikenakan PPN 10%
- Total asset Rp. 650 milyar dan omzet - Bunga bank cukup tinggi penjualan perusahaan tahun 2004 sebesar - Jumlah karyawan 3.500 orang, rata-rata berpendidikan SMA ke bawah - Kapasitas produksi cukup tinggi yaitu sekitar 86% - Kredit diperoleh dari bank dalam negeri, yang berupa valuta USD dengan suku bunga sekitar 7-8% - Bahan baku utama sebagian besar (80%) diimpor dari Saudi Arabia berupa biji plastik - Produk 100% diekspor ke berbagai negara antara lain AS (50%), Inggris (20%) dan sisanya Jerman, Yunani, Australia dan Jepang
Karet
- Salah satu PMA eksportir karet yang berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan yang berproduksi atas dasar pesanan - Status perusahaan PMA, dimiliki olehperusahaan Jepang yang kegiatan usaha utamanya adalah penghasil tekstil
- Produk utama karet olahan - Total omset (2004) sebesar Rp. 717.974 juta dengan total aset sebesar Rp. 252.261 juta - Kapasitas produksi terpakai saat ini mencapai 95% dengan trend cenderung meningkat - Mendapat pinjaman dalam USD sebagai tambahan modal kerja dari bank domestik dan bank milik asing dan sekitar 85% berjangka waktu pendek. - Bahan baku produk karet semua diperoleh dari dalam negeri, impor hanya untuk pengadaan mesin-mesin/dryer dan metal detector - Orientasi pasar sebagian ekspor (95%), dengan tujuan utama Jerman, USA, Jepang, dan negara lainnya
- Perlunya dukungan dan informasi dari pemerintah terhadap kestabilan ekonomi makro, kebijakan pemerintah dalam tarif dan non tarif ekspor dan impor, kebijakan perpajakan, dll
- Memiliki prospek ekspor yang menggembirakan terlihat dengan meningkatnya kapasitas produksi selama tahun 2002-2004
5. Perusahaan di Sub sektor Mesin, Alat Angkut dan Peralatannya
Mesin
- Perusahaan BUMN yang bergerak di sektor usaha industrial equipment; a.l. memproduksi power generator, automotive application, pumps set , dll.
- Permodalan yang minim - Peralatan permesinan yang sudah tua, sehingga perlu dilakukan pembaharuan
- Produk utama: pressure vessel (bejana - Ancaman barang sejenis dari China sehingga diperlukan kebijakan dari tekan), heat exchange (alat penukar panas), Pemerintah untuk melindungi BUMN tsb. mesin pembangkit tenaga uap (PLTU), steam power plant , dll
- Akan tetap sustainable sepanjang ada komitmen antara pemerintah dan pimpinan BBI untuk pengembangan usaha mengingat PT. BBI telah berpengalaman dan telah mendapat kepercayaan dari konsumen dalam negeri maupun luar
- Tahun 2004 total aset sebesar Rp. 150 milyar - Jumlah tenaga kerja sebanyak 754 orang - Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga diekspor - Bahan baku sebagian besar masih impor (sekitar 70%) antara lain berupa stain steel terutama dari Jepang, Korea, dan AS - Negara tujuan ekspor terutama US (40%), sisanya a.l. Jepang dan Korea
Industri Elektronika - Perusahaan
FDI yang sebagian besar - Kenaikan harga minyak mentah dunia - Pada waktu krisis keuangan tahun 1997/1998, sahamnya dimiliki oleh asing dan berorientasi mendorong kenaikan komoditi lainnya yang untuk menyelematkan kondisi perusahaan, pasar domestik 80% menjadi dasar bagi industri elektronika, Sharp mengalihkan produknya dari DN ke LN seperti plastik, tembaga, alumunium, dan baja - Perusahaan bekerja di bawah kapasitas produksi maksimalnya, hanya 30% dari total kapasitas maksimalnya - Kandungan impor bahan baku dasar bagi industri eklektronik yang secara rata rata sebesar 70%. Import content masih tinggi - Laba tertinggi yang dicapai setelah krisis terkait dengan ketidakmampuan industri keuangan 1997/1998 adalah tahun 2004, dalam negeri memenuhi spesifikasi industri tahun dimana banyak perusahaan telah elektronik, terutama produk baja, produk recovery dari krisis dan nilai tukar Rupiah tembaga dan plastik yang cenderung stabil terkendali - Permintaan dunia yang cenderung stagnan dan harga yang terkoreksi cepat (cenderung turun jika produk baru muncul) terutama untuk digital products sperti flat panel dan digital camera
- Untuk orientasi ekspor, hanya 20% terkait dengan additional cost (merugi sekitar USD10 untuk tiap unit produk yang diekspor).
14