Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2016
1
Daftar Isi
Laporan Kinerja Tahun 2016
Daftar Isi
Daftar Isi
02
Daftar Tabel
04
Daftar Gambar
06
Daftar Grafik
07
Pengantar
08
Ringkasan Eksekutif
10
01.
A.
Latar Belakang
Pendahuluan
B.
Tugas, Fungsi, Dan Struktur Organisasi 16
C.
Mandat dan Peran Strategis
D.
Program Reformasi Birokrasi Dan
14
20
Transformasi Kelembagaan
24
E.
Sistematika Laporan
26
02.
A.
Rencana Strategis
30
Perencanaan Kinerja
B.
Rencana Kerja, Rencana Kerja Dan Anggaran, Dan Perjanjian Kinerja
C.
44
Evaluasi Internal: Evaluasi Renstra Dan Evaluasi Mandiri Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kementerian Keuangan 52
D. 2
Pengukuran Kinerja
56
Daftar Isi
03. Akuntabilitas Kinerja
04. Inisiatif Peningkatan Kinerja
A.
Capaian Kinerja Organisasi
B.
Realisasi Agenda Prioritas
180
C.
Realisasi Anggaran
186
D.
Kinerja Lain
190
A.
Tindak Lanjut Atas Evaluasi AKIP
212
B.
Revitalisasi Manajemen Kinerja
Kementerian Keuangan
68
222
C.
Program Peningkatan Integritas
226
D.
Penguatan Program Reformasi
Laporan Kinerja Tahun 2016
Kementerian Keuangan
Birokrasi Dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Tahun 2017-
05.
2019
230
Penutup
236
Pernyataan Reviu Inspektorat Jenderal
240
Penutup
06. Lampiran
3
Daftar Tabel
Daftar Tabel
Laporan Kinerja Tahun 2016
1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang didukung Kementerian Keuangan 2.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Pertama Pemerintah 2.2 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketiga Pemerintah 2.3 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Keenam Pemerintah 2.4 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketujuh Pemerintah 2.5 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Target Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 2.6 Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan 2.7 Rincian Renja Kementerian Keuangan Tahun 2016 2.8 Hubungan Sasaran dalam Renstra/Renja dengan Perjanjian Kinerja 2.9 Hubungan Indikator Kinerja Renstra dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 2.10 Penyesuaian Target dalam Dokumen Renja/Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan 2. 11 Hubungan Sasaran Strategis, IKU dan Target IKU 2.12 Periode Monitoring Kinerja berdasarkan Level Unit Organisasi 2.13 Klasifikasi Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP 3.1 Nilai Kinerja Organisasi berdasarkan Perspektif 3.2 Capaian IKU pada SS Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukun pertumbuhan ekonomi yang inklusif 3.3 Capaian IKU Rasio Defisit APBN terhadap PDB 2016 3.4 Realisasi APBN-P tahun 2016 s.d. Desember 2016 3.5 Rincian capaian IKU Rasio utang terhadap PDB 55 3.6 SBN Tradable yang Dimiliki oleh Investor Domestik dan Asing 3.7 Capaian IKU Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB 3.8 Penerimaan Perpajakan Tahun 2015 dan 2016 3.9 Persentase Realisasi Penerimaan Pajak (triliun rupiah) 3.10 Pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2013-2016 3.11 Persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2016 3.12 Realisasi penerimaan DJBC Tahun 2016 dan 2015 3.13 Data realisasi DJBC 3 tahun terakhir 3.14 Capaian IKU pada SS Pemenuhan layanan publik 3.15 Rincian capaian IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 3.16 Rincian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan per unit Eselon I 3.17 Perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan 3.18 Rencana Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 3.19 Perbandingan realisasi IKU tahun 2015 dan 2016 3.20 Waktu penyelesaian proses kepabeanan tahun 2016 3.21 Capaian realisasi SS Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi 3.22 Rasio kepatuhan penyampaian SPT tahunan PPh tahun 2013 s.d. 2016 3.23 Realisasi IKU Kepatuhan Importir Jalur Prioritas tahun 2016
4
23 33 34 35 36 39 41 47 49 50 53 58 63 63 68 69 70 71 75 77 78 79 80 80 81 85 85 86 87 88 89 90 92 93 96 97 99
Daftar Tabel
100 105 106 107 108 109 110 111 114 117 117 119 121 126 126 126
Laporan Kinerja Tahun 2016
3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas 3.25 Capaian IKU Tingkat Akurasi Proyeksi Asumsi Makro 3.26 Deviasi Proyeksi Penerimaan Perpajakan (non-migas) 3.27 Deviasi Proyeksi Belanja K/L 3.28 Capaian IKU Deviasi Proyeksi APBN 3.29 Capaian IKU pada SS Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP tahun 2016 3.31 Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN tahun 2009-2015 3.32 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN 3.33 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat 3.34 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat, per bulan tahun 2016 3.35 Capaian IKU pada SS Belanja dan transfer yang optimal 3.36 Capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN 3.37 Persentase kesesuaian dengan perencanaan 3.38 Persentase efektivitas pelaksanaan kegiatan 3.39 Persentase efisiensi pelaksanaan kegiatan 3.40 Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/ Lembaga 3.41 Perbandingan realisasi Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga tahun 2015-2016 3.42 Pembobotan dalam perhitungan Indeks Williamson tahun 2016 3.43 Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal 3.44 Perbandingan Utilisasi Aset Tahun 2010-2014 3.45 Posisi Utang Pemerintah Tahun 2011 -2016 3.46 Pagu dan Realisasi Belanja dan Pembiayan Utang Tahun 2016 3.47 Rincian penerbitan SBSN tahun 2016 3.48 Perkembangan Penerbitan SBSN tahun 2013-2016 3.49 Penawaran SUN yang memenuhi benchmark 3.50 Hasil penerbitan SUN melalui lelang dan private placement tahun 2016 3.51 Penerbitan SUN berdenominasi USD di Pasar Perdana Internasional 3.52 Penerbitan Surat Utang Negara berdenominasi Euro 3.53 Penerbitan SUN berdenominasi Yen 3.54 Penerbitan SUN metode private placement tahun 2016 3.55 Kinerja pengelolaan SUN tahun 2012 – 2016 3.56 Realisasi pengadaan pinjaman program tahun 2016 3.57 Capaian IKU Pengadaan Utang tahun 2014-2016 3.58 Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal 3.59 Realisasi Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) – DJP tahun 2016 3.60 Perkembangan capaian IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) - DJBC
127 127 130 132 133 137 138 140 141 142 142 143 144 145 146 147 148 149 150 152 154
5
Daftar Gambar
Laporan Kinerja Tahun 2016
3.61 Hasil penyidikan yang berstatus P-21 tahun 2016 3.62 Persentase penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP 3.63 Persentase Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LK BUN 3.64 Capaian IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit 3.65 Capaian IKU pada SS SDM yang kompetitif 3.66 Jumlah pegawai yang telah mengikuti Assessment Centre tahun 2016 3.67 Capaian IKU Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan periode Q4 tahun 2015-2016 3.68 Capaian IKU Nilai peningkatan kompetensi SDM 3.69 Realisasi nilai per jenis diklat 3.70 Capaian IKU pada SS Organisasi yang kondusif 3.71 Capaian Implementasi Program RBTK pada MITRA per 31 Desember 2016 3.72 Persentase tahapan pembentukan jabatan fungsional 3.73 Capaian IKU Tingkat penyelesaian pengembangan jabatan fungsional 3.74 Capaian IKU pada SS Sistem manajemen informasi yang andal 3.75 Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi 3.76 Rata-rata capaian IKU Tingkat Downtime tahun 2016 3.77 Capaian IKU pada SS Pelaksanaan anggaran yang optimal 3.78 Perkembangan Opini BPK atas LK BA15 tahun 2011-2015 3.79 Capaian realisasi IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran 3.80 Persentase kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I tahun 2016 3.81 Rincian realisasi per jenis belanja tahun 2012-2016 3.82 Realisasi DIPA per program tahun 2016 3.83 Realisasi pengampunan pajak 3.84 Penghargaan Kementerian Keuangan dalam pemeringkatan e-government Indonesia tahun 2012-2015 4.1 Target Customs Clearance Time 4.2 Periode Pelaksanaan Monitoring Kinerja sesuai Level Unit Organisasi 4.3 Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP K3
155 158 158 159 160 161 162 164 165 166 168 169 170 171 172 173 174 177 178 178 187 188 193 208 213 217 225
Daftar Gambar 1.1 1.2 2.1 2.2. 2.3 3.1 3.2 3.3
6
Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan Peran Strategis Kementerian Keuangan dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara Alur Penyusunan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Alur Penyusunan Dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan Peta strategi kemenkeu 2016 Strategi Umum Penerimaan Pajak tahun 2017 Proses bongkar muat barang Komponen dwelling time barang impor
18 20 32 44 57 85 90 91
Daftar Grafik
3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
Suasana Pelabuhan Klasifikasi penjaluran importir Aplikasi MITRA tampilan portal APBN Poster dan Slogan sadar pajak Dirjen Perbendaharaan memantau Treasury dealing room Penandatanganan MOU penggunaan SIKP dengan Pemda Program penjaminan pemerintah tahun 2016 Tampilan aplikasi e-Rekon-LK Sertifikat QMS Poster Kemenkeu Mengajar tanggal 24 Oktober 2017 di 6 kota di Indonesia Homepage website #SadarAPBN Penerima Beasiswa LPDP Periode pelaksanaan DKO dan monitoring rencana aksi Mekanisme penghitungan NKP K3 Penyerahan Penghargaan WBK/WBBM oleh Menteri PAN-RB Conceptual Frame Work Perumusan IS RBTK Peta Inisiatif Strategis Program RBTK
94 99 167 190 193 195 197 198 199 203 204 205 208 218 225 228 231 232
3.1 NKO Kementerian Keuangan Tahun 2012-2015 3.2 Perkembangan Defisit Anggaran Tahun 2012-2017 3.3 Rasio Utang Terhadap PDB 3.4 Tren capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan 3.5 Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 s.d LKPP tahun 2015 3.6 Tren capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN 3.7 Perkembangan capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah 3.8 Perkembangan target dan realisasi IKU Rasio Utilisasi Aset Terhadap Total Aset Tetap tahun 2010-2016 (triliun rupiah) 3.9 Nilai aset tetap sesuai LBMN 3.10 Kinerja pengelolaan SUN tahun 2012 – 2016 3.11 Tren target dan realisasi IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi SKJ Tahun 2012-2016 3.12 Perkembangan target dan realisasi IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM tahun 2015-2016 3.13 Tren target dan realisasi capaian IKU implementasi inisiatif TRBTK tahun 2014-2016 3.14 Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan tahun 2012-2016 3.15 Daerah penerima DID tahun 2016 & 2017 4.1 Pertumbuhan Nilai BMN berupa Aset Tetap Tahun 2004 s.d. 2012 (dalam triliun) Hasil dari Pelaksanaan Invetarisasi dan Penilaian 4.2 Perkembangan Penyelesaian Sertifikasi BMN berupa Tanah Periode 2013 s.d. 2016 (dalam bidang)
Laporan Kinerja Tahun 2016
Daftar Grafik 69 74 76 88 111 122 131 134 134 147
163 164 168 186 192
214 215
7
Sambutan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Sambutan Menteri Keuangan
Kementerian Keuangan mengemban amanah untuk mengelola keuangan negara dan kekayaan negara dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Sebagai institusi publik, Kementerian Keuangan bertanggung jawab melaksanakan tugas dan fungsi secara akuntabel. Laporan Kinerja Kementerian Keuangan merupakan perwujudan akuntabilitas dan transparansi kinerja Kementerian Keuangan yang didalamnya menguraikan rencana kinerja yang telah ditetapkan, pencapaian atas rencana kinerja tersebut, dan realisasi anggaran. Peran strategis Kementerian Keuangan tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) periode 2015-2019 sebagai bagian dalam pencapaian Sembilan Agenda Prioritas yang disebut dengan Nawa Cita. Dari Sembilan Agenda Prioritas tersebut, empat diantaranya terkait langsung dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan yang dijabarkan menjadi 18 (delapan belas) agenda prioritas Kementerian Keuangan. Agenda prioritas ini menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan. Renstra Kementerian Keuangan memuat 16 (enam belas) sasaran strategis yang pencapaiannya didukung oleh serangkaian rencana kerja, rencana kerja dan anggaran, serta Indikator Kinerja Utama (IKU) dan target kinerja sebagaimana dituangkan dalam Perjanjian Kinerja.
8
Sambutan
Sehingga, baik ukuran maupun kinerja yang ditetapkan diupayakan ditetapkan secara lebih ambisius dan menantang. Kondisi perekonomian domestik maupun internasional pada tahun 2016 yang cukup bergejolak merupakan tantangan bagi pencapaian kinerja Kementerian Keuangan dan mendorong dikeluarkannya berbagai kebijakan untuk mengamankan kondisi fiskal. Evaluasi kinerja yang dilakukan secara periodik menunjukkan meskipun secara umum target kinerja di tahun 2016 telah terlampaui, masih terdapat beberapa target kinerja yang masih memerlukan sejumlah perbaikan inisiatif untuk mendongkrak kinerja di tahun berikutnya. Saya mengajak seluruh komponen organisasi untuk menjadikan sistem pengelolaan kinerja sebagai instrumen manajemen yang efektif bukan sekadar pemenuhan formalitas. Seluruh IKU dan target IKU yang ditetapkan harus merefleksikan tujuan dan ambisi dalam bekerja untuk memberikan upaya terbaik bagi organisasi, bangsa, dan negara.
Saya mengapresiasi kinerja seluruh jajaran di Kementerian Keuangan yang telah berkontribusi untuk organisasi ini. Saya melihat masih terdapat bagian-bagian yang perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, saya mendorong agar seluruh pejabat dan pegawai bersama-sama dengan saya untuk terus-menerus mengupayakan perbaikan bagi Kementerian Keuangan dan bagi Indonesia.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penetapan ukuran kinerja, yang dituangkan dalam Perjanjian Kinerja di setiap awal tahun berjalan, tidaklah semata-mata hanya ditujukan untuk menggambarkan ketercapaian target kinerja organisasi di akhir tahun. Akan tetapi, ada hal yang jauh lebih penting dari hal tersebut, dimana penetapan ukuran kinerja dijadikan sebagai acuan manajemen dalam mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai kinerja yang paling maksimal.
Selain itu, saya mengapresiasi seluruh pihak eksternal yang telah bekerja sama dengan Kementerian Keuangan baik seluruh Kementerian/Lembaga, Dewan Perwakilan Rakyat, dan seluruh masyarakat yang kerap bersentuhan dengan Kementerian Keuangan. Kami berharap agar ke depannya kerja sama ini dapat dilanjutkan dengan baik dan kami pun dapat melayani dengan lebih baik. Kontribusi kita semua tentu bermanfaat untuk membangun Indonesia yang lebih sejahtera. Akhir kata, semoga Laporan Kinerja ini dapat bermanfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban Kementerian Keuangan dan umpan balik bagi organisasi untuk mendorong peningkatan kinerja. Menteri Keuangan
SRI MULYANI INDRAWATI
9
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif
Laporan Kinerja Tahun 2016
Visi pemerintah dalam Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019 adalah “Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”. Sebagai bagian pemerintah, Kementerian Keuangan mempunyai tugas strategis berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 sebagai pengelola fiskal yang berwenang dalam penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro. Peran Kementerian Keuangan juga tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2015-2019 untuk mendukung Agenda Prioritas yang disebut Nawa Cita. Ada 4 (empat) Agenda Pembangunan Nasional yang menjadi bagian Kementerian Keuangan yaitu: (Nawa Cita 1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara; (Nawa Cita 3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; (Nawa Cita 6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; dan (Nawa Cita 7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Menteri Keuangan telah menetapkan visi Kementerian Keuangan yaitu “Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21”. Untuk mendukung pencapaian Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) serta mewujudkan visi dan
10
misi organisasi, Kementerian Keuangan telah menyusun kegiatan prioritas untuk mencapai agenda prioritas Nawa Cita dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun 20152019. Renstra memuat tujuh tujuan Kementerian Keuangan yaitu: (1) Terjaganya kesinambungan fiskal; (2) Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai; (3) Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara; (4) Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah; (5) Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran; (6) Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan; (7) Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan. Untuk mencapai visi dan misi serta tujuan yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan menjabarkan 16 sasaran strategis sebagai rincian atas tujuan tersebut. Setiap sasaran tersebut disertai dengan ukuran sebagai alat untuk mengetahui pencapaian sasaran dimaksud. Terdapat 20 indikator kinerja utama beserta targetnya yang ditetapkan sebagai standar kinerja selama tahun 2015 sampai dengan 2019. Pencapaian visi dan misi organisasi juga didukung dengan penetapan serangkaian inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan
Ringkasan Eksekutif
Beberapa achievement Kementerian Keuangan diantaranya adalah penyederhanaan tahapan penyaluran dana desa dan berbasis kinerja daerah, penerapan reward bagi daerah melalui dana insentif daerah, pengampunan pajak, penerapan Mini ATM secara nasional, telaah sejawat dalam pengawasan, kegiatan Kemenkeu mengajar, dan lain sebagainya.
Dari 26 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 20 IKU berstatus hijau (memenuhi ekspektasi), 4 IKU berstatus kuning (belum memenuhi ekspektasi), dan 2 IKU berstatus merah (tidak memenuhi ekspektasi). Selain itu, kementerian juga telah melakukan pemantauan atas kegiatan prioritas untuk mendukung empat agenda prioritas Nawa Cita. Selama tahun 2016, telah dilakukan serangkaian kegiatan untuk menjamin agenda prioritas tersebut terlaksana. Pada sisi pengelolaan anggaran, Kementerian Keuangan telah merealisasikan penyerapan DIPA TA 2016 untuk semua jenis belanja sebesar 89,52%, yaitu Rp39.234,46 miliar dari total pagu sebesar Rp 43.829,54 miliar.
Berbagai improvement dalam internal organisasi telah mengantarkan Kementerian Keuangan meraih beberapa penghargaan seperti penghargaan atas pengelolaan call center, penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya Tingkat Mentor dari Presiden RI dalam rangka implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG), penghargaan JDIH terbaik dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, BKN Awards tahun 2016 dan lain sebagainya.
Kualitas pemanfaatan anggaran tidak direfleksikan dengan sekadar menyerap pagu anggaran, tetapi memperhitungkan juga ketercapaian output serta upaya efisiensi penyerapannya. Pemanfaatan anggaran harus memberikan dampak yang dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas. Kementerian Keuangan juga telah melakukan sejumlah inovasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
Laporan Kinerja Tahun 2016
sebagai upaya penyempurnaan proses bisnis dan organisasi yang pada akhirnya diharapkan dapat mendongkrak kinerja, baik level Kementerian maupun nasional. Berdasarkan evaluasi kinerja tahun 2016, secara keseluruhan kinerja Kementerian Keuangan sudah baik dimana Nilai Kinerja Organisasi (NKO) adalah sebesar 106,25.
Perbaikan terhadap organisasi dilakukan secara terus menerus melalui berbagai inovasi dan penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selain itu, internal organisasi secara aktif melakukan sejumlah upaya perbaikan dan perencanaan seperti penyempurnaan sistem pengelolaan kinerja melalui pengukuran Kualitas Kontrak Kinerja Pegawai untuk diferensiasi kinerja pegawai yang lebih objektif, program peningkatan integritas, dan penguatan Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) tahun 2017-2019.
11
Pendahuluan
BAB 1
Laporan Kinerja Tahun 2016
01. Pendahuluan
12
Pendahuluan
BAB 1
Laporan Kinerja Tahun 2016
A.
Latar Belakang
B.
Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi
C.
Mandat dan Peran Strategis
D.
Program Reformasi Birokrasi dan
E.
Transformasi Kelembagaan Sistematika Pelaporan
13
Pendahuluan
BAB 1
Laporan Kinerja Tahun 2016
A. Latar Belakang
Kementerian Keuangan dituntut untuk melaksanakan tugas pengelolaan keuangan negara dengan prudent, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
14
Pendahuluan
BAB 1
Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan mempunyai tugas yang sangat strategis dalam pemerintahan Republik Indonesia. Hal ini karena Kementerian Keuangan merupakan pengelola fiskal yang berwenang dalam penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro seperti penganggaran dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara (APBN), administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan pembiayaan dan risiko. Dalam melaksanakan tugas pengelolaan keuangan negara tersebut, Kementerian Keuangan dituntut untuk melaksanakannya dengan prudent, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Salah satu azas penyelenggaraan good governance yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah azas akuntabilitas yangmenentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan Laporan Kinerja.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Pemerintah, melalui Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019, berupaya untuk mewujudkan tujuan nasional yang tentu dalam perjalanannya menghadapi berbagai tantangan baik yang berasal dari dalam negeri maupun global. Untuk itu, pemerintah telah menetapkan visi baru yaitu terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Pencapaian visi mulia ini hanya mungkin diwujudkan apabila segenap jajaran pemerintahan dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara tepat yang direfleksikan dengan pencapaian kinerja untuk mendukung agenda prioritas nasional.
Laporan Kinerja disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi selama Tahun 2016 dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi Kementerian Keuangan dan sekaligus sebagai alatkendali dan pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, serta sebagai salah satu alat untuk mendapatkan masukan bagi stakeholders demi perbaikan kinerja Kementerian Keuangan. Selain untuk memenuhi prinsip akuntabilitas, Laporan Kinerja tersebut juga merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
15
Pendahuluan
BAB 1
B. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dalam melaksanakan peran strategis seperti diuraikan diatas, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan kekayaan negara untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Keuangan mempunyai fungsi:
Laporan Kinerja Tahun 2016
(a) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan, dan pengelolaan pembiayaan dan risiko; (b) perumusan, penetapan, pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan; (c) koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan; (d) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan; (e) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan; (f) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Keuangan di daerah; (g) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah; (h) pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara; dan (i) pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan dibantu oleh Wakil Menteri Keuangan, 11 (sebelas) Unit Eselon I, 8 (delapan) Staf Ahli, dan 5 (lima) Pusat. Selain itu, untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian Keuangan telah dibentuk Sekretariat Pengadilan Pajak, Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Berbeda dengan Kementerian lainnya yang bersifat integrated type, dimana DirektoratDirektorat Jenderalnya melaksanakan tugas yang sejenis. Kementerian Keuangan memiliki karakteristik holding type organization dengan permasalahan yang sangat kompleks, 16
Pendahuluan
BAB 1
dimana Kementerian Keuangan memiliki instansi vertikal terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi di wilayah.
a. Dalam rangka membantu Direktur Jenderal Pajak dalam mengoordinasikan pelaksanaan tugas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dilakukan penambahan 3 (tiga) Staf Ahli Menteri Keuangan dari awalnya berjumlah 5 (lima) yaitu Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak, dan Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak. Selain itu, dalam rangka menangani tugas-tugas perpajakan internasional (optimalisasi penanganan transfer pricing dan tax treaty) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dilakukan pembentukan Direktorat Perpajakan Internasional. Terkait penguatan instansi perpajakan dan peningkatan efektivitas pengawasan dalam sistem self assesment, pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan penerimaan pajak secara nasional, serta mengoptimalkan penerimaan pajak, dilakukan pemecahan Direktorat Intelijen dan Penyidikan menjadi Direktorat Intelijen Perpajakan dan Direktorat Penegakan Hukum.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/ PMK.01/2015 mengakomodir penataan organisasi dalam rangka pelaksanaan program kerja Kabinet Jokowi-JK, serta tindak lanjut ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan dan Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Secara garis besar, penataan organisasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
b. Dalam rangka mendukung pelaksanaan transformasi kelembagaan dan peningkatan fungsi manajemen khususnya fungsi perencanaan yang komprehensif di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dilakukan pembentukan Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategis. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepatuhan, pengawasan, evaluasi kinerja, penjaminan kualitas, dan pemeriksaan internal sumber daya aparatur, dilakukan reposisi Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai menjadi Direktorat Kepatuhan Internal. c. Dalam rangka memberikan kemudahan kepada para investor, lenders, maupun masyarakat luas untuk lebih mengetahui pengelolaan pembiayaan dan Surat Berharga Negara, dilakukan pembentukan Investor Relation Unit pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan utang negara. d. Perubahan nomenklatur terkait penajaman tugas dan fungsi,serta penyeimbangan beban kerja sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan stakeholder pada beberapa unit eselon II dilakukan pada unit Sekretariat Jenderal (Setjen), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), DJP, DJBC, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).
17
Pendahuluan
BAB 1
Bagan struktur organisasi Kementerian Keuangan dapat dilihat dalam gambar berikut :
8 Staf Ahli
Sekretariat Jenderal
Laporan Kinerja Tahun 2016
Inspektorat Jenderal
Gambar 1.1 Bagan Struktur Organisasi Kementerian Keuangan
18
Pendahuluan
BAB 1
Sebagaimana struktur organisasi di atas, dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Keuangan didukung oleh 69.709 orang pegawai dari berbagai bidang keahlian seperti ekonomi, keuangan, bisnis, hukum, teknis, administrasi, dan lainnya. Pegawai Kementerian Keuangan tersebut ditempatkan pada 11 unit Eselon I yang tersebar ke dalam Kantor Pusat dan Kantor Vertikal di daerah. Dalam konteks sebaran pegawai, terdapat 17,96% pegawai di Kantor Pusat dan 82,04% pegawai di kantor Vertikal di daerah. Distribusi
pegawai yang berimbang ini amat perlu dalam membentuk workforce yang efektif dan efisien. Selain itu Kementerian Keuangan juga mempertimbangkan komposisi dari segi jabatan, golongan, pendidikan dan usia/generasi serta kompetensi. Komposisi yang berimbang merupakan dukungan dalam pencapaian sasaran kinerja Kementerian Keuangan ini sebagaimana tertuang dalam Peta Strategi Kementerian Keuangan tahun 2016.
Laporan Kinerja Tahun 2016
19
Pendahuluan
BAB 1
C. Mandat dan Peran Strategis
Laporan Kinerja Tahun 2016
Kementerian Keuangan mempunyai peran yang strategis yaitu pengelola keuangan dan kekayaan negara. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentangKeuangan Negara, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara memberi kuasa kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian Negara/ Lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO), sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.
Presiden
Chief Financial officer (CFO) Bendahara Umum Negara
Chief Operational Officer (COO) Pengguna Anggran
Menteri Keuangan
Menteri Teknis
Gambar 1.2 Peran Strategis Kementerian Keuangan dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Negara
Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
20
BAB 1
Pendahuluan
Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; 2. Menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; 3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; 4. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; 5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang; 6. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara (BUN); 7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban APBN; 8. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Dalam rangka melaksanakan kekuasaan sebagai pengelola kekayaan negara, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Merumuskan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 2. Melaksanakan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 3. Menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. Peran strategis Kementerian Keuangan juga tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2015-2019. Untuk menunjukkan prioritas pada jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, telah dirumuskan Sembilan Agenda Prioritas dalam pemerintahan ke depan, yang disebut Nawa Cita. Sebagai ruh dalam pembangunan nasional, Nawa Cita harus menjadi acuan dalam penyusunan RPJMN.
21
Pendahuluan
BAB 1
Adapun Nawa Cita tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara; 2. Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokratis dan Terpercaya; 3. Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan; 4. Memperkuat Kehadiran Negara Dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum Yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya; 5. Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia; 6. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional; 7. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; 8. Melakukan Revolusi Karakter Bangsa; 9. Memperteguh Kebhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia. Laporan Kinerja Tahun 2016
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Kementerian Keuangan secara langsung mendukung 4 (empat) Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) tersebut yaitu: (1) Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara; (3) Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan; (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional; dan (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik. Adapun sasaran yang ingin diwujudkan sebagaimana dimuat dalam RPJMN terkait agenda Nawa Cita dimaksud adalah sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut:
22
Pendahuluan
BAB 1
Tabel 1.1 Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang Didukung Kementerian Keuangan
No.
Nawa Cita
1.
Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara
3.
7.
Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim
Menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).
Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan Regional
Meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia di tingkat global G-20 dan APEC; Meningkatnya pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular; Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional.
Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan Pengembangan Kawasan Perbatasan
Meningkatnya kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan negara tetangga, ditandai dengan meningkatnya perdagangan eksporimpor di perbatasan, dan menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan.
Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan
Mengurangi jumlah desa tertinggal sampai 5.000 desa atau meningkatkan desa mandiri sedikitnya 2.000 desa.
Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah
Meningkatnya kemampuan fiskal dan kinerja keuangan daerah.
Laporan Kinerja Tahun 2016
5.
Sasaran
Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Di Pasar International Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman
Optimalisasi penyediaan layanan air minum, melalui fasilitasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yaitu bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat
Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Infrastruktur
Menyediakan dukungan pembiayaan untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur melalui penyediaan alternatif pembiayaan, seperti melalui skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPS), pembentukan bank pembangunan/infrastruktur dan skema innovative financing lainnya.
Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang
Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam negeri; Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan (sustainable mining), baik untuk perusahaan besar maupun pertambangan rakyat
Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik Penguatan Sektor Keuangan
Meningkatnya daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh ketahanan dan stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien.
Penguatan Kapasitas Fiskal Negara
Meningkatnya kapasitas fiskal negara dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara serta optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang.
23
Pendahuluan
BAB 1
Laporan Kinerja Tahun 2016
D. Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan
Pimpinan Kementerian Keuangan, telah menyatakan komitmen untuk meneruskan pemantapan dan pengembangan upaya transformasi yang sudah diraih sebelumnya. Dalam dekade terakhir, gelombang pertama percepatan reformasi birokrasi dalam Kementerian Keuangan dimulai sejak 2005, dimana kegiatan reformasi ini berfokus pada transformasi Kementerian Keuangan menjadi organisasi berkinerja dan meningkatkan tata kelola dan transparansi pada organisasi-organisasi yang berfokus pada pendapatan, yaitu DJP dan DJBC. Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan diinisiasi mulai tahun 2014, dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 36/ KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun 20142025. Program RBTK ini merupakan program strategis Kementerian Keuangan dalam upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang, dan tantangan yang terjadi baik dalam skala nasional, regional, maupun global untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, beretika, dan kredibel, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders. 24
BAB 1
Pendahuluan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Program RBTK ini merumuskan kembali cara kerja Kementerian Keuangan dengan menyempurnakan, memperbaiki dan merampingkan proses bisnis utama dalam tiap bidang operasional inti, yaitu: pajak, bea dan cukai, penganggaran dan perbendaharaan. Hal ini tercermin melalui lima tema transformasi yang menjadi dasar pembangunan keseluruhan program RBTK: 1. Memperkuat budaya akuntabilitas berorientasi outcome; 2. Merevisi model operasional, merampingkan proses bisnis, mempercepat digitalisasi pada skala besar; 3. Membuat struktur organisasi lebih “fit-for-purpose” dan efektif; 4. Menghargai kontribusi pegawai berprestasi dengan mengembangkan dan memberdayakan mereka untuk memperoleh dan membangun keahlian fungsional yang vital; 5. Menjadi lebih proaktif dalam mempengaruhi stakeholders untuk menghasilkan terobosan nasional.
25
Pendahuluan
BAB 1
E. Sistematika Laporan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Sistematika penyajian Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1.
BAB I Pendahuluan Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issues) yang sedang dihadapi organisasi.
2. Bab II Perencanaan Kinerja Pada bab ini diuraikan rencana strategis, rencana kerja, rencana kerja anggaran dan perjanjian kinerja tahun 2016. Selain itu juga diuraikan evaluasi internal atas pelaksanaan rencana strategis dan pelaksanaan program, serta evaluasi yang dilaksanakan oleh APIP. Lebih lanjut diuraikan pula mengenai pengukuran kinerja organisasi. 3. Bab III Akuntabilitas Kinerja A. Capaian Kinerja Organisasi Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis Organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. B. Realisasi Program Agenda Prioritas Pada sub bab ini diuraikan realisasi program agenda prioritas yang mendukung pencapaian Nawa Cita pemerintah. C. Realisasi Anggaran Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah digunakan untuk dalam rangka mewujudkan mendukung kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja. 26
Pendahuluan
BAB 1
Laporan Kinerja Tahun 2016
D. Kinerja Lain Pada subbab ini diuraikan kinerja-kinerja lain yang tidak masuk dalam Perjanjian Kinerja Menteri Keuangan, namun terkait dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. 4. Bab IV Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan Pada bab ini diuraikan langkah-langkah perbaikan (tindak lanjut) hasil rekomendasi Kementerian PAN dan RB atas evaluasi AKIP Kementerian Keuangan Tahun 2015. Selain itu juga diuraikan tindak lanjut rekomendasi evaluasi internal yang dilakukan oleh Itjen, pengembangan pengelolaan kinerja dan risiko Kementerian Keuangan upaya revitalisasi manajemen kinerja, program-program yang dilakukan dalam rangka peningkatan integritas, serta penguatan program RBTK Tahun 2017 5. Bab V Penutup Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. 6. Lampiran Pernyataan Reviu oleh Inspektorat Jenderal
27
Perencanaan Kinerja
BAB 2
LaporanKinerja Kinerja Tahun 2016 Laporan Tahun 2016
02. Perencanaan Kinerja
28
28
Perencanaan Kinerja
BAB 2
LaporanKinerja Kinerja Tahun 2016 Laporan Tahun 2016
A. B.
Rencana Strategis Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan Perjanjian Kinerja
C. D.
Evaluasi Internal: Evaluasi Renstra dan Evaluasi Mandiri atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja instansi Pemerintah (SAKIP) kementerian Keuangan Pengukuran Kinerja 29
29
Perencanaan Kinerja
BAB 2
A. Rencana Strategis
Laporan Kinerja Tahun 2016
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Dalam rangka membantu Pemerintah dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Kementerian Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Kementerian/ Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. Kementerian Keuangan sebagai pembantu Pemerintah dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah merupakan Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap Kementerian/Lembaga pada hakekatnya adalah merupakan Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu dalam pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Sebagai bagian dari upaya pengembangan pengelolaan administrasi yang bijak dan transparansi penggunaan dana publik serta adanya tuntutan stakeholders atas perbaikan kinerja dan pelayanan publik, Kementerian Keuangan menjalankan program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan. Dalam konteks ini Kementerian Keuangan kembali menyempurnakan visi kementerian yang berorientasi pada outcome serta mencerminkan peralihan dari pola pikir lama yang berorientasi kepada kepatuhan dan proses.
30
Perencanaan Kinerja
BAB 2
“
Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif diabad ke-21
Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan pembangunan yang diarahkan oleh Kementerian Keuangan akan menghasilkan dampak yang merata di seluruh Indonesia, hal ini akan tercapai melalui koordinasi yang solid antar pemangku kepentingan dalam pemerintahan serta melalui penetapan kebijakan fiskal yang efektif. Menekankan abad ke-21 sebagai periode waktu yang menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan menyadari peran yang dapat dan harus dijalankan di dunia modern, dengan menghadirkan teknologi informasi serta proses-proses yang modern guna mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penggerak utama berarti bahwa Kementerian Keuangan, dalam perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai prime mover dalam mendorong pembangunan nasional di masa depan. Melalui manajemen pendapatan dan belanja negara yang proaktif, Kementerian Keuangan menggerakkan dan mengarahkan perekonomian negara menyongsong masa depan.
Dalam rangka pencapaian visi, Kementerian Keuangan juga memformulasikan misinya agar mencerminkan kegiatan inti dan mandatnya dengan lebih baik. Misi Kementerian Keuangan yaitu: 1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan penegakan hukum yang ketat; 2. Menerapkan kebijakan fiskal yang prudent; 3. Mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum; 4. Memastikan dana pendapatan didistribusikan secara efektif dan efisien; dan 5. Menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan menawarkan proposisi nilai pegawai yang kompetitif. Untuk mendukung pencapaian Agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) sebagaimana tertuang dalam RPJMN serta mewujudkan visi dan misi organisasi, Kementerian Keuangan telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019. Secara umum alur penyusunan Renstra Kementerian Keuangan adalah sebagaimana dalam gambar berikut:
31
Perencanaan Kinerja
BAB 2
KSKK
Laporan Kinerja Tahun 2016
TK
RPJMN
QWPL
Gambar 2.1 Alur Penyusunan Renstra Kementerian Keuangan
Penyusunan Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 berpedoman pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No.5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Tahun 2015-2019. Sesuai dengan peraturan dimaksud, selain visi dan misi, dalam Renstra Kementerian Keuangan juga memuat tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi, kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, serta target kinerja dan kerangka pendanaan Kementerian Keuangan untuk tahun 2015 sampai dengan 2019. Selain itu, penyusunan Renstra Kementerian Keuangan juga memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 yang di dalamnya terdapat sembilan prioritas nasional yang dikenal dengan Nawa Cita. Sesuai dengan tugas dan fungsi, dari sembilan prioritas nasional 32
Perencanaan Kinerja
BAB 2
dimaksud Kementerian Keuangan mendukung beberapa tema serta arah kebijakan dan strategi nasional khususnya pada Nawa Cita 1, 3, 6, dan 7. Kegiatan prioritas Kementerian Keuangan dalam mendukung arah kebijakan dan strategi nasional tersebut dijabarkan dalam Renstra Kementerian. Tabel 2.1 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Pertama Pemerintah
Nawa Cita Pertama:
Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bangsa Dan Memberikan Rasa Aman Pada Seluruh Warga Negara.
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan
Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta penegakan hukum di laut dan daerah perbatasan; Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan daerah perbatasan; Meningkatkan sinergitas antar institusi pengamanan laut.
Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelejen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai
DJBC
Strategi
Meningkatkan operasi pengamanan dan keselamatan di laut dan wilayah perbatasan; Menambah dan meningkatkan pos pengamanan perbatasan darat dan pulau terluar; Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama.
Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan Regional
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan
1.
BKF
Strategi
Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia di G-20 dan APEC; Meningkatkan pelaksanaan kerjasama pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular; Menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional. 1.
2. 3. 4. 5.
6.
2.
Kegiatan Perumusan Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kegiatan Perumusan Kebijakan dan Pelaksanaan Kerja Sama Keuangan Regional dan Bilateral
Laporan Kinerja Tahun 2016
Memperkuat Jatidiri Sebagai Negara Maritim
Perumusan Cetak Biru peran Indonesia di APEC dan G-20 untuk memperjuangkan kerjasama yang berimbang dan relevan; Pelaksanaan partisipasi aktif dan strategis Indonesia di forum APEC dan G-20; ntervensi kebijakan pengembangan kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular; Mendorong peran aktif Indonesia dalam forum multilateral; Peran aktif Indonesia dalam forum G-20 akan dititikberatkan pada upaya-upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi dan berkualitas, dengan tetap memperhatikan kestabilan ekonomi dan keuangan. Meningkatkan peran Indonesia dalam kerjasama keuangan regional
33
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Tabel 2.2 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketiga Pemerintah
Nawa Cita Ketiga:
Pengembangan Kawasan Perbatasan
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan
Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang, terutama peningkatan bidang ekonomi, sosial dan keamanan, serta menempatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan.
Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan dan Penindakan Atas Pelanggaran Peraturan Perundangan, Intelejen dan Penyidikan Tindak Pidana Kepabean dan Cukai
DJBC
Strategi
Melakukan transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu Custom, Immigration, Quarantine, Security (CIQS) sesuai dengan standar internasional dalam suatu sistem pengelolaan yang terpadu; Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan Negara.
Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan
Pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan.
Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
DJPK
Strategi
Memastikan berbagai perangkat peraturan pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi, jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP Sistem Keuangan Desa; Memastikan distribusi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa berjalan secara efektif, berjenjang, dan bertahap.
Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan
1.
DJPK
Laporan Kinerja Tahun 2016
34
Membangun Indonesia dari Pinggiran Dengan memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam kerangka Negara Kesatuan.
Peningkatan Kemampuan Fiskal dan Kinerja Keuangan Daerah.
Kebijakan, Pembinaan, dan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa,
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Pengembangan Kawasan Perbatasan
Kegiatan Prioritas 2.
3.
Strategi
UIC
Kegiatan Perumusan Kebijakan, Pemantauan dan Evaluasi di Bidang Pendanaan Daerah dan Ekonomi Daerah, Penyusunan Laporan Keuangan Transfer ke Daerah, serta Pengembangan Sistem Informasi Keuangan Daerah, Kegiatan Perumusan Kebijakan, dan Pembinaan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Meningkatkan kemampuan fiskal daerah; Meningkatkan kualitas belanja dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah; dan Meningkatkan keterkaitan alokasi dana transfer dan pelayanan publik.
Nawa Cita Keenam:
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tabel 2.3 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Keenam Pemerintah
Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional.
Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan danStrategi
Kegiatan Manajemen Investasi dan Penerusan Pinjaman
DJPB
Peningkatan efektifitas dan Efisiensi Dalam Pembiayaan Infrastruktur
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan dan Strategi
1.
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah optimalisasi penyediaan layanan air minum, melalui fasilitasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yaitu bantuan program PDAM menuju 100% PDAM Sehat.
Pengembangan alternatif pembiayaan infrastruktur dengan strategi: 1.
2.
Mengadopsi sistem penganggaran tahun jamak jangka panjang (lebih dari 5 tahun) dalam UU No. 17/2003 Tentang Keuangan Negara. Mengkaji dan mengujicobakan berbagai model KPS berbasis pendanaan Pemerintah (innovative financing scheme).
Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standarisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi, dan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan,
35
Perencanaan Kinerja
BAB 2
1.
Laporan Kinerja Tahun 2016
2.
Menyempurnakan mekanisme pemberian berbagai bentuk dukungan Pemerintah termasuk viability gap funding (VGF) untuk proyek KPS berbasis pendanaan swasta. Pembentukan fasilitas pembiayaan infrastruktur berupa pembentukan bank pembangunan/infrastruktur, dana amanah (trust fund) infrastruktur, obligasi infrastruktur, dan instrumen pembiayaan lain khusus untuk infrastruktur.
2.
Kegiatan Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur
Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan dan Strategi
Kegiatan Perumusan Kebijakan Pajak, Kepabeanan, Cukai, dan PNBP
BKF
Penerapan Insentif Fiskal dan Non-Fiskal, untuk mendorong investasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri melalui pengembangan insentif keringanan bea keluar,tax allowance, dan skema pembayaran royalti bagi pengusahaan smelter yang terintegrasi dengan pengusahaan tambang.
Tabel 2.4 Kegiatan Prioritas Kementerian Keuangan dalam Rangka Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Nawa Cita Ketujuh Pemerintah
Nawa Cita Ketujuh:
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Penguatan Sektor Keuangan
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan dan Strategi
Kegiatan Perumusan Kebijakan Sektor Keuangan
BKF
Penguatan Kapasitas Fiskal Negara
Kegiatan Prioritas
UIC
Arah Kebijakan dan Strategi
1.
DJA DJP DJPB DJPK DJPPR
Peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas sistem keuangan dan penyusunan payung regulasi UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
1. 2.
3.
36
Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran; Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring dengan potensinya (seperti pertumbuhan PDB); Merancang ulang lembaga pajak, berikut peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur perpajakan;
2. 3.
Kegiatan Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat; Kegiatan Penyusunan Rancangan APBN; Kegiatan Pengembangan Sistem Penganggaran;
Perencanaan Kinerja
BAB 2
4.
5.
6.
7.
Peningkatan realisasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perumahan; Pemberian insentif bagi lembaga dan daerah yang memiliki penyerapan anggaran yang tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan dan kebocorannya rendah Pengurangan utang negara secara bertahap sehingga rasio utang terhadap PDB mengecil; Utang baru hanya ditujukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif.
4.
5.
Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standarisasi dan Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pelaksanaan di Bidang Analisis dan Evaluasi Penerimaan Perpajakan; Kegiatan Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Organisasi;
Laporan Kinerja Tahun 2016
37
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Selanjutnya, dalam Renstra Kementerian Keuangan juga ditetapkan tujuan yang akan dicapai pada tahun 2019 Kebijakan fiskal pada tahun 2015-2019 diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal. Pencapaian tujuan dilakukan melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara, peningkatan kualitas belanja Negara, optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang, dan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tujuan Kementerian Keuangan untuk periode 2015-2019 adalah: 1. Terjaganya kesinambungan fiskal; 2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai; 3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara; 4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah; 5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran; 6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan; 7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan.
38
Tujuan Kementerian Keuangan ‘terjaganya kesinambungan fiskal’ merupakan ultimate goal dan isu strategis Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal. Adapun keenam tujuan yang lain merupakan intermediate goals Kementerian Keuangan yang akan dicapai oleh unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan selama periode 2015-2019. Untuk mendukung pencapaian tujuan agar terukur dan dapat dicapai secara nyata, telah ditetapkan 16 sasaran strategis yang merupakan kondisi riil yang diinginkan/dicapai oleh Kementerian Keuangan pada akhir periode perencanaan (tahun 2019). Untuk mengukur pencapaian Sasaran Strategis, ditetapkan indikator-indikator kinerja beserta targetnya yang di-break-down per tahun. Penetapan indikator kinerja Sasaran Strategis menggunakan kriteria SMART-C yaitu Specific (spesifik), Measurable (dapat diukur), Agreeable (dapat disetujui), Realistic (realistis, dapat dicapai namun menantang), Time-bounded (memiliki batas waktu pencapaian), dan Countinously improved (dapat menyesuaikan dengan perkembangan strategi oganisasi). Demikian pula dengan target indikator Sasaran Strategis. Penentuan besaran target ditetapkan berdasarkan harapan stakeholder, atau melihat kondisi internal dan eksternal. Selain itu, penetapan target dilakukan melalui pembahasan bersama dengan seluruh jajaran pimpinan Kementerian Keuangan. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan target kinerja Kementerian Keuangan sesuai Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Tabel 2.5 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Target Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019
No 1
2
Tujuan/ Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
UIC
2019
Meningkatnya tax ratio
13% (Arti Luas)
14% (Arti Luas)
15% (Arti Luas)
16% (Arti Luas)
DJP, DJBC, DJA dan BKF (Kebijakan)
Terjaganya rasio utang pemerintah
Rasio utang terhadap PDB
25%
24%
23%
22%
21%
DJPPR, dan BKF (Kebijakan)
Terjaganya defisit anggaran
Rasio defisit APBN terhadap PDB
-1,9
-1,8
-1,68
-1,48
-1,17
DJA, dan BKF (Kebijakan)
Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target
100%
100%
100%
100%
100%
DJP
Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal
Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target
100%
100%
100%
100%
100%
DJBC
1,5 hari
1,4 hari
1,3 hari
1,2 hari
1 hari
DJBC
80%
100%
DJA
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penerimaan pajak negara yang optimal
Pembangunan sistem PNBP yang handal untuk optimalisasi penerimaan negara Persentase implementasi Single Source Database PNBP
5%
25%
50%
Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah
Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan.
6
2018
12% (Arti Luas)
Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas
5
2017
Rasio penerimaan pajak terhadap PDB
Sistem Pelayanan PNBP yang optimal 4
2016
Terjaganya Kesinambungan Fiskal
Peningkatan kelancaran arus barang dalam Waktu penyelesaian rangka mendukung proses kepabeanan Sistem Logistik (customs clearance) Nasional 3
Target 2015
Akurasi Perencanaan APBN
95%
95%
96%
97%
98%
DJA
Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga
70%
75%
75%
80%
80%
DJPB
Indeks pemerataan keuangan antar daerah
0,74
0,74
0,73
0,73
0,72
DJPK
Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap
35%
40%
44%
48%
52%
DJKN
Pengelolaan kekayaan negara yang optimal
Rasio Dana Aktif BUMN/ lembaga di Bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas
2,23
2,29
2,66
3,04
3,44
DJKN
Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal
Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
100%
100%
100%
100%
100%
DJPPR
Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan
39
Perencanaan Kinerja
BAB 2
No
Tujuan/ Sasaran Strategis Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management
7
Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai
2015
80%
2016
80%
2017
80%
2018
80%
2019
UIC
80%
DJBC
Indeks kepuasan pengguna layanan
4,02 (skala 5)
4,07 (skala 5)
4,12 (skala 5)
4,17 (skala 5)
4,22 (skala 5)
SETJEN
Indeks kesehatan organisasi
75
76
77
78
80
SETJEN
Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan
85%
85%
85%
85%
85%
SETJEN
Nilai peningkatan kompetensi SDM
22
22
23
23
24
BPPK
Sistem informasi manajemen yang terintegrasi
Persentase integrasi TIK
100%
100%
100%
100%
100%
SETJEN
Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Keuangan Kementerian
Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN
WTP (skala 4)
WTP (skala 4)
WTP (skala 4)
WTP (skala 4)
WTP (skala 4)
ITJEN
SDM yang kompetitif
Sasaran Strategis Kementerian Keuangan di atas akan dicapai melalui 11 (sebelas) Program yang dilaksanakan oleh masing-masing unit eselon I sesuai tugas dan fungsinya. Adapun kesebelas Program tersebut adalah: a. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan; b. Program Pengelolaan Anggaran Negara; c. Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak; d. Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai; e. Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara; f. Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang; g. Program Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah; h. Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko; i. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan; 40
Target
Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan
Organisasi yang fit for purpose
Laporan Kinerja Tahun 2016
Indikator Kinerja
j.
Program Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan; dan k. Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara. Perencanaan strategis Kementerian Keuangan juga mengacu pada Inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan. Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun 2014. Inisiatif strategis RBTK terdiri dari lima tema utama transformasi, yaitu Tema Sentral, Tema Perpajakan, Tema Kepabeanan dan Cukai, Tema Penganggaran dan Tema Perbendaharaan. Program RBTK Kementerian Keuangan merupakan program jangka panjang yang akan dilaksanakan pada tahun 2014-2025 melalui inisiatif strategis pada tiap unit Eselon I sebagai berikut:
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Tabel 2.6 Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan
Inisiatif Strategis
Pajak (DJP)
•
Memperbaiki segmentasi wajib pajak dan coverage model
•
Menjangkau ekonomi informal melalui pendekatan end-to-end
•
Membenahi sistem administrasi PPN
•
Mengembangkan model kepatuhan yang prediktif, berbasis-risiko terkait dengan proses bisnis
•
Meningkatkan efektivitas pemeriksaan dan penagihan (hingga CRM terimplementasi penuh)
•
Memastikan kualitas dan konsistensi penegakan hukum
•
Meluncurkan strategi komunikasi terintegrasi
•
Secara sistematis melibatkan pihak ketiga untuk data, penegakan dan penjangkauan wajib pajak
•
Menyempurnakan KPP
•
Secara selektif memperluas jangkauan DPC dan meningkatkan kapabilitas perolehan data
•
Migrasi wajib pajak ke e-filing
•
Secara drastis meningkatkan kapasitas call centers
•
Memperluas fungsionalitas website
•
Menyelaraskan kembali staf fungsional dan secara selektif meningkatkan kapasitas
•
Merestrukturisasi organisasi
•
Menjamin adanya otonomi yang diperlukan untuk transformasi
•
Menuju sistim pembayaran, pengumpulan yang terpusat, dan verisifikasi yang bersifat elektronik serta dengan saluran pembayaran yang modern
•
Meluncurkan basis data penerimaan yang terintegrasi dengan saluran pengumpulan modern
•
Memusatkan fungsi back office “Shared service” untuk seluruh K/L, di Kementerian Keuangan
•
Meningkatkan proses pengelolaan likuiditas yang bersifat end-to-end
•
Meninjau kapabilitas TDR dan memastikan prudensi dalam operasional TDR
•
Memandu perencanaan kas dengan target saldo cadangan terdefinisi
•
Memperbaiki prakiraan belanja dari para satker
•
Mempererat koordinasi pengelolaan likuiditas dengan Bank Indonesia
•
Memperluas jangkauan TSA
•
Menetapkan strategi dan pedoman pengelolaan valuta asing jangka pendek untuk pengelolaan likuiditas
•
Mengenalkan platform perdagangan elektronik
•
Meluncurkan sistem baru primary dealer
•
Meningkatkan kerangka kerja stabilisasi obligasi secara berkelanjutan
•
Mengelola utang: Konsolidasi benchmark surat berharga negara domestik
•
Memperkuat Hubungan Investor (IR)
•
Mendukung OJK dalam mengembangkan pasar repo yang likuid dan dalam
Perbendaharaan (DJPB, DJPU, DJKN)
Laporan Kinerja Tahun 2016
Fungsi Utama
41
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Laporan Kinerja Tahun 2016
Fungsi Utama
Bea dan Cukai (DJBC)
Penganggaran (DJA)
Teknologi Informasi (SetJen)
42
Inisiatif Strategis •
Meningkatkan partisipasi domestik dari investor-investor utama
•
Mengoordinasikan tata kelola risiko untuk keseluruhan sovereign risk
•
Meluncurkan kerangka kerja risiko yang bersifat holistik
•
Mengaktifkan pengelolaan risiko pada area-area risiko utama
•
Membuat kebijakan terkait inventarisasi dan penilaian
•
Membuat pengelolaan aset dan pengelolaan portofolio dalam bentuk digital
•
Menegakkan regulasi, panduan dan proses untuk memastikan aset teroptimalkan secara penuh oleh K/L
•
Mengoptimalkan jenis aset tertentu yang berada di bawah tanggung jawab Kementerian Keuangan langsung
•
Memaksimalkan pemanfaatan aset dan return on asset
•
Melaksanakan kajian portofolio aset setiap tahun
•
Memperjelas mandat dan strategi dari setiap unit special missions dan meningkatkan kinerja mereka
•
Menerapkan tata kelola, pelaporan, dan struktur hukum yang jelas
•
Menempatkan proses-proses yang tepat
•
Implementasi road map strategi akuntansi akrual
•
Mengintegrasikan sistem akuntansi antara pemerintah pusat dan daerah
•
Meningkatkan pengelolaan keuangan K/L dan BUN
•
Meningkatkan sistem pengendalian internal
•
Memperbaiki system manajemen kinerja
•
Pilot kantor pelayanan modern 2.0 untuk menurunkan dwelling time
•
Meluncurkan customs call center
•
Future proofing kawasan berikat
•
Memperbaiki layanan dan mengoptimasi pengawasan impor melalui kantor pos
•
Otomasi proses pelayanan dan pengawasan
•
Meningkatkan citra dengan mengoptimalkan kegiatan kehumasan
•
Mengintegrasikan sistem manajemen risiko
•
Memulai lab stakeholder eksternal untuk mengurangi waktu impor
•
Menyelaraskan fondasi dengan mandat
•
Menuju kepada Arsitektur anggaran yang terfokus pada outcome
•
Memperkuat monitoring dan evaluasi pada outcome anggaran
•
Merampingkan proses anggaran end-to-end
•
Memperkuat efektivitas interaksi dengan para stakeholder eksternal
•
Membangun kapabilitas K/L
•
Meningkatkan kapabilitas internal DJA
•
Mulai menjalankan arsitektur aplikasi dan data end-state
•
Membentuk struktur organisasi TI dan proses tata kelola
•
Menetapkan proses penganggaran TI dengan tanggung jawab yang jelas
•
Membuat arsitektur keamanan end-state dan mengembangkan langkah-langkah penanganan ancaman utama
•
Menetapkan organisasi Disaster Recovery dan prosedur pengoperasiannya
•
Membuat e-Catalogue untuk semua produk TI standar
•
Mengonsolidasikan semua kontrak pemeliharaan di bawah Pusintek
•
Memperkenalkan program pelatihan bertarget guna memenuhi kebutuhan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Inisiatif Strategis
Fungsi-fungsi Strategis dan Layanan Korporat (SetJen)
•
Memperkuat organisasi dan tata kelola Kementerian Keuangan
•
Memfokuskan kembali organisasi Sekretariat jenderal
•
Merevitalisasi manajemen kinerja
•
Menyelaraskan strategi, perencanaan dan kinerja melalui penganggaran berbasis kinerja
•
Memusatkan dan memperkuat pengadaan
•
Memperkuat proses hukum
•
Menstandardisasi dan melembagakan mekanisme perencanaan pegawai yang dikendalikan oleh Unit Eselon I (termasuk perencanaan suksesi)
•
Melembagakan inisiatif khusus: Mendirikan redeployment unit untuk menyeimbangkan kebutuhan pegawai
•
Memperkenalkan program Government Goes to Campus (bekerja sama dengan KemenPAN RB) yang dikendalikan unit Eselon I dengan proposisi nilai yang diperbarui
•
Melakukan rekrutmen eksternal untuk jabatan-jabatan strategis
•
Melembagakan mekanisme end-to-end appraisal yang menyertakan manajemen rewards dan konsekuensi
•
Meninjau dan menyempurnakan desain skema benefit bagi unit-unit operasional utama dengan kebutuhan khusus
•
Mendesain dan melembagakan program pengembangan end-to-end talent pool: penilaian, penempatan, pelatihan, pembinaan
•
Menetapkan jenjang karier untuk jabatan-jabatan strategis: middle management dan spesialis fungsional berprestasi
•
Merancang rencana transisi menuju organisasi SDM terintegrasi, dengan pemberdayaan Unit Eselon I
•
Memperbaiki dan melembagakan HRIS
Sumber Daya Manusia
Laporan Kinerja Tahun 2016
Fungsi Utama
Untuk membantu proses monitoring implementasi 87 inisiatif strategis RBTK saat ini digunakan aplikasi Ministry of Finance Institutional Transformation Application (MITRA). Aplikasi MITRA ini merupakan salah satu tools yang membantu pemantauan penyelesaian seluruh tindakan yang dijabarkan dari seluruh milestones pada Initiatives Charter. Selain menggunakan aplikasi ini, digunakan juga sarana-sarana yang lain seperti pelaksanaan pertemuan one-on-one dengan PMO-CTO-Initiative Owner juga laporan PMO secara tertulis. Kinerja 87 inisiatif strategis program RBTK pada tahun 2014-2016 telah diukur dengan IKU “Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan” untuk monitoring progress pelaksanaan terobosan dan milestones pada Kemenkeu-Wide dan Kemenkeu-One di unit eselon I yang menjadi initiative owner.
43
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Laporan Kinerja Tahun 2016
B. Rencana Kerja, Rencana Kerja Dan Anggaran, Dan Perjanjian Kinerja
Dokumen Renstra selanjutnya dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Tahunan (Renja) yang disusun dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Renja memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil sesuai program induk. Renja dirinci menurut indikator keluaran, sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun berikutnya, lokasi, pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta cara pelaksanaannya. Renja Kementerian Keuangan selanjutnya dijadikan acuan dalam penyusunan Peta Strategi dan IKU Kementerian Keuangan dan unit eselon I, yang selanjutnya ditetapkan dalam Kontrak Kinerja. Seluruh sasaran yang terdapat dalam Renstra diterjemahkan kedalam Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan. Adapun indikator yg ada pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan diselaraskan dengan indikator yang ada di dokumen perencanaan penganggaran misalnya di RKAKL (Rencana Kerja dan Anggaran K/L). Alur penyusunan dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut.
Renstra K/L
Renja K/L
*)
**)
Kebijakan stategis Kementerian Keuangan tahun 2014- 2014 sesuai KMK nomor 183/ KMK01/2013 Nawa Cita dijabarkan dalam RPJMN dan RKP
Gambar 2.2 Alur Penyusunan Dokumen Rencana Kerja, Rencana Kerja dan Anggaran, dan Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan
44
BAB 2
Perencanaan Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016
45
BAB 2
Perencanaan Kinerja
Berdasarkan RKP dan Pagu Anggaran serta Renja yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA memuat informasi kinerja yang meliputi program, kegiatan dan sasaran kinerja, serta rincian anggaran. Informasi pendanaan dalam RKA memuat informasi Rincian Anggaran, antara lain: output, komponen input, jenis belanja, dan kelompok belanja. Proses penyusunan renja diawali dengan arahan dari Sekretariat Jenderal pada Forum Sekretaris terkait perencanaan penganggaran Tahun 2017, dan ditindaklanjuti dengan melaksanakan Resource Forum dalam bentuk Bilateral Meeting. Resource Forum merupakan sarana koordinasi antara fungsi pengelola sumber daya dan fungsi teknis yang diinisiasi oleh fungsi perencanaan kinerja dan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan. Forum ini diselenggarakan dalam rangka penetapan target kinerja dan anggaran untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan sesuai sasaran strategis Kementerian Keuangan serta memberikan panduan dalam rangka penyusunan Renja Kementerian Keuangan.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Resource Forum melibatkan beberapa unit di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan antara lain Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Biro Hukum, Biro Sumber Daya Manusia, Biro Perlengkapan, Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan, Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik. Pelaksanaan Resource Forum diatur oleh Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-6/MK.1/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Resource Forum dalam Rangka Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Keuangan. Resource Forum bersifat terbuka, dua arah, berbasis bukti dan berorientasi pada perbaikan ke depan serta fokus pada pencapaian outputs dan outcomes. Resource Forum dilaksanakan oleh seluruh unit eselon I sebagai bahan dalam pelaksanaan Bilateral Meeting dan Trilateral Meeting. Resource Forum dilakukan untuk meningkatkan kualitas penyusunan renja lingkup Kementerian Keuangan dalam mengimplementasikan Penganggaran Berbasis Kinerja. Disamping itu, Resource Forum dilakukan untuk mewujudkan komitmen, koordinasi dan rasa memiliki (sense of ownership) dalam proses perencanaan anggaran dengan melibatkan semua sumber daya organisasi (resource). Sejalan dengan tujuan peningkatan kualitas penyusunan renja, penyelenggaraan Resource Forum diselaraskan dengan struktur rencana kerja berdasarkan logic model penataan Arsitektur Dan Informasi Kinerja (ADIK). Sehingga, pelaksanaan dialog difokuskan pada Outcome, Output, Aktivitas, Input, serta indikator kesuksesan dari suatu output dan outcome. Resource Forum mengacu pada beberapa prespektif yaitu historis pencapaian tahun lalu, proyeksi pelaksanaan anggaran tahun berjalan, dan usulan rencana kerja serta inisiatif strategis tahun yang akan datang.
46
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Renja Kementerian Keuangan tahun 2016 adalah sebagai berikut: Tabel 2.7 Rincian Renja Kementerian Keuangan Tahun 2016
Sasaran Strategis
Indikator Sasaran Strategis
Target 2016
1
Meningkatnya tax ratio
Rasio penerimaan pajak terhadap PDB
13 %
2
Terjaganya rasio utang pemerintah
Rasio utang terhadap PDB
24 %
3
Terjaganya defisit anggaran
Rasio defisit APBN terhadap PDB
-1,8 %
4
Penerimaan pajak negara yang optimal
Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target
100 %
5
Penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai yang optimal
Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target
100%
6
Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional
Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs clearance)
1,4 hari
7
Sistem Pelayanan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang optimal
Persentase implementasi Single Source Database Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
25%
8
Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran yang berkualitas
Akurasi Perencanaan APBN
95%
Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga
75%
9
Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil dan Transparan.
Indeks pemerataan keuangan antar daerah
0,74
10
Pengelolaan kekayaan negara yang optimal
Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap
40 %
Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas
2,29 %
11
Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal
Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
100 %
12
Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protection serta melaksanakan fungsi sebagai border management
Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai
80 %
13
Organisasi yang fit for purpose
Indeks kepuasan pengguna layanan
4,07
Indeks kesehatan organisasi
76
14
SDM yang kompetitif
Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan
85 %
Nilai peningkatan kompetensi SDM
22
15
Sistem informasi manajemen yang terintegrasi
Persentase integrasi TIK
100 %
16
Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Keuangan Kementerian
Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN
4 (WTP)
Laporan Kinerja Tahun 2016
No
Mengacu pada Renstra Kementerian Keuangan dan Renja Kementerian Keuangan Tahun 2016, dilakukan penyusunan Perjanjian Kinerja Menteri Keuangan (Kemenkeu-Wide) dan seluruh pejabat Eselon I Kementerian Keuangan yang kemudian dituangkan dalam Kontrak Kinerja. Hal ini menjadi dasar penetapan Kontrak Kinerja seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Penyusunan Kontrak Kinerja dimulai dari level pejabat tertinggi sampai ke pelaksana berdasarkan tugas dan fungsi serta hasil turunan dari Kontrak Kinerja atasannya sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/ KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan yang telah diubah dengan KMK 556/KMK.01/2015 tentang
47
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Laporan Kinerja Tahun 2016
Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Kontrak Kinerja untuk level organisasi dimulai sejak tahun 2009, sedangkan Kontrak Kinerja untuk semua pegawai Kementerian Keuangan mulai tahun 2011 Pada tahun 2016, Kementerian Keuangan menetapkan Kontrak Kinerja yang terdiri dari: 1. Pernyataan Kesanggupan; 2. Peta Strategi, untuk unit pemilik peta strategi; 3. Perjanjian Kinerja, untuk unit pemilik peta strategi; 4. Rincian Target Kinerja (Trajectory Indikator Kinerja Utama); 5. Inisiatif Strategis, untuk unit pemilik peta strategi; dan 6. Sasaran Kerja Pegawai.
48
Penyusunan dokumen Renja, RKA dan Kontrak Kinerja telah melalui koordinasi beberapa unit kerja seperti Biro Perencanaan dan Keuangan serta Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan. Sinergi ini menghasilkan dokumen perencanaan, penganggaran dan pelaporan kinerja yang terintegrasi dengan strategi organisasi dan juga sekaligus mempunyai indikator kinerja selaras pada semua dokumen tersebut. Sasaran dan Indikator pada Renstra dan Renja dijabarkan dalam perjanjian kinerja/ kontrak kinerja tahun 2016, baik pada level Kementerian Keuangan maupun level eselon I. Keterkaitan antara Sasaran pada Renstra/Renja dan Kontrak Kinerja adalah sebagai berikut
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Tabel 2.8 Hubungan Sasaran dalam Renstra/Renja dengan Perjanjian Kinerja
No
Tujuan pada Renstra
Sasaran Strategis (SS) pada Renstra 20152019
1
Terjaganya kesinambungan fiskal
SS pada Kontrak Kinerja Tahun 2016 Level Kemenkeu
Level Eselon I
Meningkatnya Tax Ratio
√
√
2
Terjaganya rasio utang pemerintah
√√
√√
3
Terjaganya defisit anggaran
√
√
Penerimaan pajak negara yang optimal
√
√
Penerimaan negara di sektor Kepabenanan dan Cukai yang optimal
√
√
Peningkatan kelancaran arus barang dalam rangka mendukung sistem logistik nasional
√
√ √
4 5
Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan serta reformasi kepabeanan dan cukai
6 Pembangunan Sistem PNBP yang andal untuk optimalisasi penerimaan negara
Sistem pelayanan PNBP yang optimal
√
8
Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah
Perencanaan dan pelaksanaan anggaran yang berkualitas
√
√
√
√
Hubungan keuangan pusat dan daerah yang adil dan transparan
√
√
Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayan anggaran
Pengelolaan kekayaan negara yang optimal
√
√
Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal
√
√
9 10 11 12
Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan
Optimalisasi pengawasan dalam rangka mendukung fungsi community protector serta melaksanakan fungsi sebagai border management
√
√
13
Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan
Organisasi yang fit for purpose
√
√
SDM yang kompetitif
√
√
15
Sistem Manajemen Informasi yang terintegrasi
√
√
16
Peningkatan kepercayaan terhadap pengelolaan keuangan Kementerian Keuangan
√
√
14
Laporan Kinerja Tahun 2016
7
49
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Adapun indikator kinerja yang terdapat pada Renstra Kementerian Keuangan tahun 2015-2019 telah tertuang dalam kontrak kinerja tahun 2016. Rincian indikator dimaksud adalah sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tabel 2.9 Hubungan Indikator Kinerja Renstra dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2016
50
IKU pada KK Kementerian Keuangan
No
IKU pada Renstra
1
Rasio penerimaan pajak terhadap PDB
√
-
2
Rasio utang terhadap PDB
√
-
3
Rasio defisit APBN terhadap PDB
√
-
4
Persentase realisasi penerimaan pajak terhadap target
-
√ (DJP)
5
Persentase realisasi penerimaan bea dan cukai terhadap target
-
√ (DJBC)
6
Waktu penyelesaian proses kepabeanan
√
√ (DJBC)
7
Persentase implementasi single source database
-
√ (DJA)
8
Akurasi perencanaan APBN
√
√ (DJA)
9
Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L
√
√ (DJPB)
10
Indeks pemerataan keuangan antar daerah
√
√ (DJPK)
11
Rasio utilisasi aset terhadap total aset
√
√ (DJKN)
12
Rasio dana aktif BUMN/lembaga di bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas
-
√ (DJKN)
13
Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
√
√ (DJPPR)
14
Persentase Tindak Lanjut temuan pelanggaran Kepabeanan dan Cukai
-
√ (DJBC)
15
Indeks kepuasan layanan pengguna
√
√ (Seluruh unit eselon I)
16
Indeks kesehatan organisasi
√
√ (Seluruh unit eselon I)
17
Persentase pejabat yang memenuhi SKJ
√
√ (Seluruh unit eselon I)
18
Nilai peningkatan kompetensi SDM
√
√ (BPPK)
19
Persentase integrasi TIK
√
-
20
Rata-rata indeks Opini BPK RI atas LK BA 015 dan LK BUN
√
√ (Setjen dan Itjen)
Level Kemenkeu
Level Eselon I
BAB 2
Perencanaan Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
51
Perencanaan Kinerja
BAB 2
C. Evaluasi internal:
Laporan Kinerja Tahun 2016
Evaluasi Renstra dan Evaluasi Mandiri atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kementerian Keuangan
Sebagai salah satu bentuk akuntabilitas, pertanggungjawaban atas pelaksanaan program yang tertuang dalam Renstra dan untuk mengetahui perkembangan capaian Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2015 – 2019 terhadap target jangka menengah, dilakukan evaluasi untuk menilai apakah pelaksanaan program-program tersebut telah sesuai dan mencapai target yang ditetapkan. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, dalam pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Pimpinan Kementerian/ Lembaga melakukan evaluasi pelaksanaan Renstra-K/L. Dalam pasal 12 ayat (1) juga menyebutkan bahwa evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan terhadap pelaksanaan Renja K/L dan RKP untuk menilai keberhasilan pelaksanaan dari suatu program/kegiatan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam Renstra K/L dan RPJM Nasional. Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan, serta untuk menilai pencapaian pelaksanaan agenda prioritas nasional (nawa cita), tujuan dan sasaran strategis, sebagaimana ditetapkan dalam dokumen Renstra tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi renstra baik terhadap pencapaian agenda prioritas nasional (nawa cita) maupun pelaksanaan program, dilakukan proses penyesuaian dalam pencapaian target jangka menengah Kementerian Keuangan yang dituangkan dalam nota kesepakatan meliputi:
52
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Tabel 2.10 Penyesuaian Target dalam Dokumen Renja/Perjanjian Kinerja Kementerian Keuangan
No
Indikator Kinerja
Target Renstra
Target Kontrak Kinerja
1
Rasio Defisit APBN terhadap PDB
-1,80%
-2,15%
2
Rasio utang terhadap PDB
24%
26,87%
3
Rasio penerimaan pajak terhadap PDB
13%
12,17%
Laporan Kinerja Tahun 2016
Berdasarkan hasil forum Trilateral Meeting Kementerian PPN/ Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q DJA, disepakati bahwa proses penyesuaian ini tidak perlu dilakukan dengan melakukan perubahan Renstra Kementerian Keuangan, namun cukup dengan melakukan penyesuaian target dalam dokumen Renja maupun pada Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan . Hal tersebut sesuai dengan pada pasal 14 Permen PPN/Kepala Bappenas no. 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L tahun 2015-2019 yang menyebutkan bahwa perubahan terhadap Renstra K/L 2015-2019 berjalan dapat dilakukan sepanjang (1) terdapat UU yang mengamanatkan perubahan Renstra K/L; atau (2) adanya perubahan struktur organisasi dan/atau tugas dan fungsi K/L. Selanjutnya, dalam rangka penyusunan Renja pada tahuntahun berikutnya, apabila terdapat kondisi dimana terdapat perundang-undangan yang mengharuskan perubahan atas target kinerja pada Renja/RKA-K/L Kementerian Keuangan, disepakati bahwa Kementerian Keuangan selaku K/L cukup menyampaikan informasi perubahan tersebut kepada Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q. DJA untuk selanjutnya ditetapkan dalam dokumen kesepakatan selayaknya forum Trilateral Meeting. Selain melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan renstra maupun renja, Kementerian Keuangan juga melaksanakan evaluasi mandiri atas implementasi SAKIP Kementerian Keuangan yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan penilaian atas implementasi SAKIP tingkat Kementerian Keuangan sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai penyelenggaraan SAKIP di lingkungan Kementerian Keuangan secara menyeluruh. Selain itu juga ditujukan untuk melakukan perbaikan, peningkatan manajemen serta akuntabilitas kinerja Kementerian Keuangan. Evaluasi mandiri atas Implementasi SAKIP Kementerian Keuangan dilaksanakan sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang diterbitkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).
53
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Laporan Kinerja Tahun 2016
Ruang lingkup evaluasi mandiri atas Implementasi SAKIP Kementerian Keuangan mencakup penilaian atas lima komponen manajemen kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan, yaitu: a. perencanaan kinerja, meliputi aspek pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan perencanaan strategis serta perencanaan kerja tahunan; b. pengukuran kinerja, meliputi aspek pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan hasil pengukuran kinerja; c. pelaporan kinerja, meliputi aspek pemenuhan, penyajian informasi, dan pemanfaatan informasi kinerja dalam Laporan Kinerja; d. evaluasi internal, meliputi aspek pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan hasil evaluasi internal; serta e. pencapaian kinerja, meliputi capaian kinerja output, capaian kinerja outcome, serta capaian kinerja lainnya. Berdasarkan evaluasi mandiri yang dilakukan oleh APIP Kementerian Keuangan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a. Terkait komponen perencanaan kinerja, Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 (Renstra Kementerian Keuangan) serta Rencana Kerja dan Kontrak Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015 (Renja dan KK) secara umum telah memenuhi kriteria yang diharapkan, baik dari aspek pemenuhan, kualitas, maupun implementasi. Namun demikian, terdapat satu hal yang perlu mendapat perhatian untuk perbaikan dan peningkatan kualitas perencanaan kinerja, yaitu perlunya penjelasan mengenai hubungan logis antara Tujuan, Sasaran, Indikator Kinerja, dan Program pada Renstra Kementerian Keuangan dengan Sasaran Strategis (SS) dan Indikator Kinerja Utama (IKU) pada KK dalam Laporan Kinerja Kementerian Keuangan b. Dalam hal pengukuran kinerja, Kementerian Keuangan telah memiliki dan melaksanakan mekanisme pengumpulan dan pengukuran data kinerja yang memadai. Namun demikian, perlu dilakukan pengembangan terhadap aplikasi
54
e-performance Kementerian Keuangan yang lebih mempermudah pengukuran kinerja secara berjenjang di lingkungan Kementerian Keuangan. c. Terkait komponen pelaporan kinerja, Laporan Kinerja Kementerian Keuangan tahun 2015 umumnya telah memenuhi kriteria pemenuhan, penyajian, dan pemanfaatan informasi kinerja dengan baik. d. Dalam hal evaluasi internal, Kementerian Keuangan telah melaksanakan monitoring dan evaluasi capaian kinerja triwulanan oleh manajemen serta evaluasi akuntabilitas kinerja akhir tahun oleh Itjen selama tahun 2015. Evaluasi triwulanan dilaksanakan melalui evaluasi capaian IKU serta pemantauan pelaksanaan inisiatif strategis dan rencana aksi untuk mengendalikan pencapaian kinerja. Evaluasi akuntabilitas kinerja tahun 2015 telah dilakukan oleh Itjen terhadap implementasi SAKIP pada 11 (sebelas) Unit Eselon I Kementerian Keuangan. Itjen telah menyampaikan rekomendasi untuk perbaikan implementasi SAKIP di masingmasing Unit Eselon I yang pelaksanaannya dipantau melalui aplikasi teamcentral yang memungkinkan auditi menindaklanjuti rekomendasi secara web-based. e. Terakhir, terkait pencapaian kinerja tahun 2015, Kementerian Keuangan telah menunjukkan capaian kinerja, baik capaian kinerja output (IKU), capaian kinerja outcome (SS), dan capaian kinerja lainnya, yang cukup optimal. Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Kementerian Keuangan tahun 2015, yang menggambarkan capaian IKU dan SS Kementerian Keuangan secara keseluruhan. Kinerja lainnya dalam hal inovasi dalam manajemen kinerja dan penghargaanpenghargaan yang diperoleh selama tahun 2015 juga menunjukkan kinerja yang memuaskan. Namun, informasi mengenai inisiatif pemberantasan korupsi di Kementerian Keuangan yang diakui oleh masyarakat, misalnya hasil survei eksternal, belum cukup memadai disajikan dalam Laporan Kinerja Kementerian Keuangan.
BAB 2
Perencanaan Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
55
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Laporan Kinerja Tahun 2016
D. Pengukuran Kinerja
Komitmen Kinerja Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, serta Kontrak Kinerja pejabat eselon I, eselon II, dan eselon III unit vertikal berisikan Peta Strategi yang terdiri dari kumpulan beberapa sasaran strategis yang dikelompokkan dalam empat perspektif yaitu stakeholders, customers, internal process, dan learning and growth. Sasaran strategis dirumuskan dari visi dan misi organisasi serta tugas dan fungsi utama unit kerja serta kondisi terkini organisasi.
56
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Visi: Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21.
1 Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif
Visi Kementerian Keuangan
Stakeholder Perspective Presiden , DPR, BPK Masyarakat, Bondholders
3
2
Perencanaan
Formulasi kebijakan fiskal yang Internal Process Perspective
Learning and Growth Perspective
Kepatuhan layanan Kepatuhan pengguna atas pengelolaan yang tinggi keungan negara yang tinggi
Pemenuhan layanan publik
4 berkualitas
Laporan Kinerja Tahun 2016
Customer Perspective Wajib Pajak, Pengguna jasa Kepabeanan, Pengusaha Kena Cukai, Kementerian/Lembaga
Pengelolaan APBN
5
6
Pengelolaan
Belanja dan transfer yang optimal
neraca pemerintah pusat
Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif
dan BUN yang optimal
7
8
Pengelolaan
Pengendalian
kekayaan negara
mutu dan
dan pembiayaan
penegakan
yang optimal
hukum yang efektif
9
10
11
12
SDM yang
Organisasi
Sistem manajemen
Pengelolaan
kompetitif
yang kondusif
informasi yang
anggaran yang
andal
optimal
Gambar 2.3 Peta Strategi Kementerian Keuangan Tahun 2016
57
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Peta Strategi Kementerian Keuangan 2016 memuat 12 Sasaran Strategis (SS). Sasaransasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif; 2. Pemenuhan layanan publik; 3. Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi; 4. Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas; 5. Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal; 6. Belanja dan transfer yang optimal; 7. Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal; 8. Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif; 9. Sumber Daya Manusia yang kompetitif; 10. Organisasi yang kondusif; 11. Sistem manajemen informasi yang andal; 12. Pelaksanaan anggaran yang optimal. Pencapaian sasaran strategis diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU). Kementerian
Keuangan telah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai ukuran kinerja secara formal. Penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan. Semakin tinggi level organisasi atau kewenangan yang dimiliki pejabat terkait, semakin bersifat outcome atau impact. Kualitas IKU juga sangat tergantung kepada besarnya coverage IKU terhadap pencapaian SS. Semakin besar coverage IKU terhadap pencapaian SS, semakin bernilai exact. Sebaliknya, semakin kecil coverage IKU terhadap pencapaian SS, semakin bersifat activity. IKU pada level Menteri (Kemenkeu-Wide) sudah bersifat output atau outcome. Bahkan beberapa IKU pencapaian targetnya sangat dominan dipengaruhi oleh pihak eksternal seperti Rasio penerimaan negara terhadap PDB, Rasio utang terhadap PDB, Rasio Defisit APBN terhadap PDB, dan Indeks kepuasan pengguna layanan. Keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU serta target IKU dapat disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 2.11 Hubungan Sasaran Strategis, IKU dan Target IKU
Indikator Kinerja
Satuan
Target
Sasaran Strategis 1 Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif; 1a
Rasio Defisit APBN terhadap PDB
%
-2,15
1b
Rasio utang terhadap PDB
%
26,87
1c
Rasio penerimaan pajak terhadap PDB
%
12,17
Sasaran Strategis 2 Pemenuhan Layanan Publik 2a
Indeks kepuasan pengguna layanan
Indeks
4,07 (skala 5)
2b
Waktu penyelesaian proses kepabeanan
hari
1,2
%
76,25
Sasaran Strategis 3 Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi 3a
Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan
Sasaran Strategis 4 Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas 4a
Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro
%
100
4b
Deviasi proyeksi APBN
%
5
Sasaran Strategis 5 Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal
58
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Indikator Kinerja
Satuan
Target
5a
Indeks opini BPK atas LKPP
Indeks
4 (WTP)
5b
Indeks opini BPK atas LK BUN
Indeks
4 (WTP)
5c
Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat
%
5
Sasaran Strategis 6 Belanja dan transfer yang optimal 6a
Akurasi Perencanaan APBN
%
95
6b
Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga
%
75
6c
Indeks pemerataan keuangan antar daerah
Indeks
0,725 (Skala 1)
Sasaran Strategis 7 Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal 7a
Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap
%
45
7b
Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
%
100
Sasaran Strategis 8 Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif Persentase hasil penyelidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21)
%
55
8b
Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti
%
45
8c
Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit
%
88,2
Laporan Kinerja Tahun 2016
8a
Sasaran Strategis 9 Sumber Daya Manusia yang kompetitif 9a
Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan
%
89
9b
Nilai peningkatan kompetensi SDM
Indeks
23
Sasaran Strategis 10 Organisasi yang kondusif 10a
Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan
%
87
10b
Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional
%
75
%
1
Sasaran Strategis 11 Sistem informasi manajemen yang andal 11a
Tingkat downtime sistem TIK
Sasaran Strategis 12 Pelaksanaan anggaran yang optimal 12a
Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15
Indeks
4 (WTP)
12b
Persentase kualitas pelaksanaan anggaran
%
95
59
BAB 2
Perencanaan Kinerja
Dalam rangka menjamin tercapainya sasaran strategis agar lebih optimal, maka Kementerian Keuangan melakukan penyempurnaan atas pada beberapa IKU pada tahun 2016. Penyesuaian yang dilakukan diantaranya Perubahan IKU dan Target IKU, Penetapan IKU Baru, dan Penghapusan IKU. Perubahan ruang lingkup IKU dan target IKU atas dua IKU sebagai berikut: 1. Perubahan ruang lingkup IKU dan target IKU atas dua IKU sebagai berikut: a. IKU “Rasio defisit APBN terhadap PDB” Target IKU ini bersifat dinamis sesuai amanat pasal 22 UU No. 14 Tahun 2015 tentang APBN TA 2016 yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk melakukan perubahan perkiraan defisit. Dasar penetapan target Defisit APBN-P 2015 menggunakan PMK nomor 163/PMK.05/2015, yang mendasarkan pada UU nomor 27 tahun 2014 tentang APBN 2015, dan KMK nomor 1275/KMK.05/2015. Pada tahun 2016, Kementerian Keuangan tetap menggunakan target defisit sesuai APBN-P 2016 sehingga menjadikan target IKU ini lebih menantang. Laporan Kinerja Tahun 2016
b. IKU ”Rasio penerimaan pajak terhadap PDB” Target IKU ini berdasarkan Renstra Kementerian Keuangan menggunakan definisi penerimaan pajak dalam arti luas dimana mencakup penerimaan pajak daerah. Mengingat sulitnya memperoleh data penerimaan pajak daerah pada akhir tahun penilaian, maka pada tahun 2015, ruang lingkup yang diukur dalam IKU ini mencakup penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai dan penerimaan negara bukan pajak. Pada tahun 2016, ruang lingkup IKU ini dibatasi hanya pada penerimaan pajak serta penerimaan bea dan cukai agar lebih menggambarkan usaha Kementerian Keuangan dalam mencapainya. 2. Pemisahan IKU atas IKU “Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 dan LK BUN” menjadi 2 (dua) IKU yaitu: a. Indeks opini BPK RI atas LK BUN IKU ini merupakan reposisi IKU Rata-rata indeks opini BPK atas LK BA 15 dan LK BUN yang diletakkan ke Internal Proses untuk merefleksikan fungsi Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO). IKU ini merupakan joint KPI antara DJPB dan Itjen. b. Indeks opini BPK atas LK BA 15 Rewording IKU ini merupakan penyempurnaan atas IKU Rata-rata indeks opini BPK atas LK BA 15 dan LK BUN” agar lebih merefleksikan fungsi Menteri Keuangan sebagai Chief Operating Officer (COO). IKU ini merupakan joint KPI antara Setjen dan Itjen. 3. Penetapan IKU Baru, yaitu: a. IKU “Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat” dengan target 5%. b. IKU “Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti” dengan target 50%.
60
Perencanaan Kinerja
BAB 2
4.
c. IKU “Persentase keberhasilan pelaksanaan joint audit” dengan target 88,2%. d. IKU “Persentase kualitas pelaksanaan anggaran” dengan target 95%. Penghapusan IKU, yaitu: a. IKU “Persentase tindak lanjut temuan pelanggaran kepabeanan dan cukai”. b. IKU “Indeks Kesehatan Organisasi”. d. IKU “Persentase Integrasi TIK”.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014, Kementerian Keuangan melakukan evaluasi secara berkala atas perencanaan kinerja yang ditetapkan. Salah satu outputnya adalah Nilai Kinerja Organisasi (NKO) yang diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akan diperoleh indeks capaian IKU. Penghitungan indeks capaian IKU perlu memperhitungkan jenis polarisasi IKU yang berlaku yaitu maximize, minimize, dan stabilize. Ketentuan penetapan indeks capaian IKU adalah: Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Angka maksimum adalah 120; 2. Angka minimum adalah 0; 3. Ketentuan IKU maximize dan minimize yang realisasinya tidak memungkinkan melebihi target: a. Indeks capaian dapat dikonversi menjadi 120 dengan ketentuan: (i) IKU mengukur kualitas, waktu atau biaya; (ii) jumlah IKU yang dapat dikonversi tersebut adalah maksimal 20% dari total IKU dalam kontrak kinerja (1 IKU dari 5 IKU, dan berlaku kelipatan); (iii) memprioritaskan IKU cascading peta strategi (CP), kemudian IKU cascading non peta (C), di atas IKU non cascading (N), dalam pemilihan IKU yang dikonversi; b. Penghitungan indeks capaiannya ditetapkan sebagai berikut: (i) apabila realisasi IKU sama dengan target, dimana target yang ditetapkan merupakan target maksimal yang dapat dicapai maka indeks capaian IKU tersebut dikonversi menjadi 120; (ii) apabila realisasi IKU tidak memenuhi target, maka indeks capaian IKU tersebut tidak dilakukan konversi (menggunakan rumus perhitungan polarisasi). 4. Formula penghitungan indeks capain IKU untuk setiap jenis polarisasi adalah berbeda, sebagaimana penjelasan berikut: 1. Polarisasi Maximize Pada polarisasi maximize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih tinggi dari target, dengan formula:
Indeks Capaian IKU =
Realisasi Target
x 100 %
Apabila IKU dengan polarisasi maximize memiliki target minus (target < 0), formula yang digunakan:
61
Perencanaan Kinerja
BAB 2
Indeks Capaian IKU =
1+
1-
Realisasi Target
x 100 %
2. Polarisasi Minimize Pada polarisasi minimize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang lebih kecil dari target, dengan formula:
Indeks Capaian IKU =
1+
1-
Realisasi Target
x 100 %
Apabila indeks capaian IKU kurang dari 0 atau menghasilkan angka minus, maka indeks capaian yang diakui adalah 0. Apabila IKU minimize memiliki target 0, maka indeks capaian IKU dihitung dengan menggunakan bantuan skala konversi sebagai berikut:
Indeks Capaian IKU
Laporan Kinerja Tahun 2016
Realisasi Terbaik
0
Realisasi Terburuk
100
0
Formula yang digunakan adalah:
Indeks Capaian IKU = (Realisasi terburuk - realisasi) x 100 % Realisasi Terburuk 3.
Polarisasi Stabilize Pada polarisasi stabilize, kriteria nilai terbaik pencapaian IKU adalah realisasi yang berada dalam suatu rentang tertentu dibandingkan target, dengan formula:
I n = I n-1 + I n+1 - I n-1 c n+1 - c n-1
62
( cn - c n-1 )
Perencanaan Kinerja
BAB 2
capaian
Indeks Capaian
100
200
90
100
67.5
75
45
50
22.5
25
0
0
In In-1 In+1 Ca Ca Cn
= Indeks capaian = Indeks capaian dibawahnya = Indeks capaian diatasnya = Capaian awal = Realisasi/Target X 100% = Capaian, dengan ketentuan: a. Apabila Realisasi > Target, maka: Cn = 100 – (Ca – 100), dimana Ca maksimum adalah 200% b. Apabila Realisasi < Target, maka Cn = Ca Cn-1 = Capaian dibawah Cn
5. Adapun status indeks capaian IKU adalah sebagai berikut: Hijau
Kuning
Merah
100 ≤ X ≤ 120 (memenuhi ekspektasi)
80 ≤ X < 100 (belum memenuhi ekspektasi)
X < 80% (tidak memenuhi ekspektasi)
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penghitungan capaian IKU pada Kementerian Keuangan telah didukung oleh sistem aplikasi berbasis web yang dapat diakses melalui internet dan intranet. Monitoring dilakukan untuk melihat kemajuan capaian IKU dilakukan secara periodik. Periode monitoring kinerja disesuaikan dengan level unit organisasi sebagai berikut: Tabel 2.12 Periode Monitoring Kinerja berdasarkan Level Unit Organisasi
No.
Tingkat
Periode Monev
Peserta Rapat Pimpinan Kinerja
Penanggung Jawab
1.
KemenkeuWide
Triwulanan (Kuartalan)
Menteri Keuangan dan Pejabat Eselon I
Kepala Biro Cankeu
2.
Kemenkeu-One
Bulanan
Masing-masing Pimpinan Unit Eselon I dan Pejabat Eselon II-nya
Manajer Kinerja Organisasi
3.
Kemenkeu-Two
Bulanan
Masing-masing Pimpinan Unit Eselon II dan Pejabat Eselon III-nya
Sub Manajer Kinerja Organisasi
4.
KemenkeuThree *
Bulanan
Masing-masing Pimpinan Unit Eselon III dengan Pejabat Eselon IV-nya *) Untuk instansi vertikal / Unit yang memiliki Peta Strategi
Mitra Manajer Kinerja Organisasi
Capaian IKU pada Kementerian Keuangan khususnya pada pegawai telah dimanfaatkan untuk penilaian kinerja baik untuk keperluan internal Kementerian Keuangan maupun keperluan di luar Kementerian Keuangan. Untuk keperluan internal Kementerian Keuangan, capaian IKU menjadi komponen Nilai Kinerja Pegawai yang terdiri dari capaian IKU dan Nilai Perilaku. Dalam rangka mewujudkan penilaian kinerja yang lebih objektif, disusun mekanisme yang dapat mendorong diferensiasi kinerja antarpegawai, pada tahun 2016, telah ditetapkan KMK 234/KMK.01/2016 tentang Pedoman Penghitungan NKP Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Berdasarkan KMK dimaksud, klasifikasi status kinerja peagawai menjadi sebagai berikut: Tabel 2.13 Klasifikasi Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP
Kinerja Pegawai
Keterangan
X ≥100
Baik Sekali
90≤ X<100
Baik
X<90
Cukup 63
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Laporan Kinerja Tahun 2016
03. Akuntabilitas Kinerja
64
64
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Laporan Kinerja Tahun 2016
A. Capaian Kinerja Organisasi
C. Realisasi Anggaran
B. Realisasi Agenda Prioritas
D. Kinerja Lain
65
65
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Laporan Kinerja Tahun 2016
Kinerja Kementerian Keuangan selama tahun 2016 dapat dilihat dari beberapa perspektif yang meliputi pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU), anggaran, dan pelaksanaan agenda prioritas. Selain itu, terdapat kinerja lainnya yang merefleksikan achievement dan penghargaan yang diperoleh Kementerian Keuangan selama 2016 dan memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas.
66
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
67
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
A. Capaian Kinerja Organisasi
Laporan Kinerja Tahun 2016
Pengukuran capaian kinerja Kementerian Keuangan tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana) dan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) pada masing-masing perspektif. Dari hasil pengukuran kinerja tersebut, diperoleh data bahwa capaian Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Kementerian Keuangan adalah sebesar 106,25. Nilai tersebut berasal dari capaian kinerja pada masing-masing perspektif sebagaimana tampak pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Nilai Kinerja Organisasi berdasarkan Perspektif
Perspektif
Bobot
Nilai
Stakeholder
25%
92,16
Customer
15%
104,76
Internal Process
30%
110,66
Learning & Growth
30%
114,36
Nilai Kinerja Organisasi
106,25
Nilai kinerja Kementerian Keuangan tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, terdapat peningkatan kualitas pengukuran dan target kinerja dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016, terdapat beberapa penajaman IKU, antara lain perubahan acuan data dalam penetapan target IKU rasio defisit APBN terhadap PDB dan perubahan ruang lingkup pada IKU rasio penerimaan pajak terhadap PDB. Perubahan ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap nilai kinerja Kementerian Keuangan. Penajaman yang dilakukan pada tahun 2016, akan dijelaskan pada masing-masing IKU. 68
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Perkembangan Nilai Kinerja Organisasi Kementerian Keuangan dari tahun 2012 sampai dengan 2016 dapat digambarkan sebagaimana grafik 3.1.
Pengelolaan fiskal ini dapat dilaksanakan, salah satunya, dengan menerapkan kebijakan fiskal yang prudent.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Kebijakan fiskal yang prudent merupakan kebijakan fiskal yang ditetapkan berdasarkan prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan ditetapkan secara konsisten sesuai peraturan perundang-undangan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik, dengan tujuan menjaga keamanan, kestabilan dalam rangka mendukung daya saing ekonomi. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 3 (tiga) IKU yang masing-masing pencapaiannya sebagai tercantum dalam tabel 3.2.
Grafik 3.1 NKO Kementerian Keuangan Tahun 2012-2015
Selama tahun 2016, dari 26 IKU Kementerian Keuangan, terdapat 20 IKU berstatus hijau, 4 IKU berstatus kuning, dan 2 IKU berstatus merah. Penjelasan capaian IKU untuk setiap sasaran strategis adalah sebagai berikut. Sasaran Strategis 1: Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal memiliki peran strategis dalam pengelolaan perekonomian. Kebijakan fiskal yang tercermin dalam alokasi pendapatan dan belanja permerintah dalam APBN memiliki pengaruh yang besar terhadap alokasi sumber daya dalam perekonomian yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan dan stabilitas perekonomian. Dengan pengelolaan fiskal yang baik, maka diharapkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan yang menjadi cita-cita bangsa dapat terwujud.
Tabel 3.2 Capaian IKU pada SS Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukun pertumbuhan ekonomi yang inklusif
SS 1. Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif Indikator Kinerja
Target Realisasi
Rasio defisit APBN terhadap PDB
-2,35%
-2.46%
95,32
1b Rasio utang terhadap PDB
26,87%
27,69%
96,95
1c
12,17%
10,25%
84,22
1a
Rasio penerimaan pajak terhadap PDB
Kinerja
69
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
1a. Rasio defisit APBN terhadap PDB Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah selisih antara total pendapatan negara dan hibah dengan total belanja negara. Adapun rasio defisit APBN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan perbandingan antara nilai defisit APBN terhadap total PDB. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3% (tiga persen) dari PDB tahun bersangkutan. Laporan Kinerja Tahun 2016
IKU ini bertujuan untuk mengendalikan besaran defisit yang sehat dalam rangka penerapan kebijakan defisit anggaran. Pencapaian IKU ini dianggap semakin baik apabila aktual/realisasi IKU mendekati target dalam suatu rentang
tertentu (stabilize). Dasar penetapan target defisit APBN-P tahun 2016 menggunakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 Tentang APBN Tahun Anggaran 2016. Dalam UU nomor 12 Tahun 2016 tersebut, ditetapkan besaran perkiraan defisit APBN-P 2016 sebesar Rp296,72 triliun atau sekitar 2,35 persen terhadap PDB. Jika dibandingkan dengan tahun 2015, terdapat perbedaan acuan dalam penetapan target. Target 2015 adalah sesuai penetapan defisit oleh Menteri Keuangan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan data press release Kementerian Keuangan tanggal 3 Januari 2017, Defisit APBN pada akhir tahun 2016 mencapai Rp307,7 T, dengan PDB Nominal tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp12.521,5 T. Sesuai dengan data tersebut, Rasio Defisit APBN terhadap PDB tahun 2016 sebesar 2,46%. Realisasi tersebut melampaui target yang ditetapkan dalam APBN-P 2016 sebesar 2,43% terhadap PDB.
Tabel 3.3 Capaian IKU Rasio Defisit APBN terhadap PDB 2016
Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif K-Wide 1a – Rasio defisit APBN terhadap PDB T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-16
-
-
-
-
-
-2,35%
-2,35%
Realisasi
-4,87%
-3,83%
-3,83%
-2,43%
-2,43%
-2,46%
-2,46%
Capaian
-
-
-
-
-
95,32
95,32
Target
70
Pol / KP
Min/TLK
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.4 Realisasi APBN-P tahun 2016 s.d. Desember 2016
Uraian (Triliun Rupiah)
2015 LKPP
2016
% thd APBN-P
APBN-P
Outlook (penghematan)
Realisasi Sementara
% thd APBN-P
% thd Outlook (penghematan)
A. Pendapatan Negara
1.508.0
85.6
1.786.2
1.582.9
1.551.8
86.9
98.0
I. Pendapatan dalam negeri
1.496.0
85.1
1.784.2
1.580.9
1.546.0
86.6
97.8
1.240.4
83.3
1.539.2
1.320.2
1.283.6
83.4
97.2
1.060.8
82.0
1.355.2
1.139.2
1.104.9
81.5
97.0
179.6
92.1
184.0
181.0
178.7
97.2
98.8
255.6
95.0
245.1
260.7
262.4
107.0
100.6
1. Penerimaan Perpajakan a. Penerimaan DJP b Penerimaan DJBC 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Penerimaan Hibah
361,5
2.0
2.0
5.8
295.2
295.2
91.0
2.082.9
1.898.6
1.859.5
89.3
97.9
1.183.3
89.7
1.306.7
1.195.3
1.148.6
87.9
96.1
1. Belanja K/L
732.1
92.0
767.8
672.0
677.6
88.3
100.8
2. Belanja non K/L
451.2
86.1
538.9
523.3
471.0
87.4
90.0
II. Transfer ke daerah dan dana desa
623.1
93.8
776.3
703.3
710.9
91.6
101,1
1. Transfer ke Daerah
602.4
93.6
729.3
659.1
664.2
91.1
100.8
2. Dana desa
20.8
100.0
47.0
44.2
46.7
99.4
105.7
C. Keseimbangan Primer
(142.5)
213.4
(105.5)
(126.4)
(124.9)
118.4
98.8
D. Surplus (defisit), Anggaran (A-B) % surplus/ (defisit) terhadap PDB
(298.5)
134.2
(296.7) (2.35)
(315.7) (2.50)
(307.7) (2.46)
103.7
97.5
323.1
145.2
296.7
315.7
330.3
111.3
104.6
I. Pembiayaan dalam negeri
307.9
126.9
299.3
319.1
344.9
115.3
108.1
II. pembiayaan Luar Negeri ( neto)
15.3
(76.2)
(2.5)
(3.4)
(14.6)
-
-
Kelebihan (kekurangan) pembiayaan anggaran
24.6
0.0
(0.0)
22.7
-
-
I. Belanja pemerintah Pusat
E. Pembayaran anggran (I+II)
Kinerja APBN-P 2016 menghadapi tantangan yang cukup berat terutama akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global serta melemahnya harga komoditas. Meskipun dibayangi ketidakpastian perekonomian global, Pemerintah telah berhasil menjaga APBN 2016 terkendali dalam batas aman. Keberhasilan ini merupakan komitmen Pemerintah untuk terus menjaga keberlanjutan fiskal melalui fiscal rule-nya (UU
Laporan Kinerja Tahun 2016
12.0 1.806.5
B. Belanja Negara
No.17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara) serta reformasi ekonomi yang dilakukan secara komprehensif. Adapun reformasi ekonomi tersebut terdiri dari reformasi struktural yang ditujukan untuk memperbaiki iklim investasi dan menjaga daya beli masyarakat, reformasi anggaran untuk menciptakan kebijakan fiskal dan APBN yang kredibel, serta kebijakan moneter yang akomodatif dan menjaga stabilitas.
71
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Ditengah dinamika ekonomi makro yang terjadi pada tahun 2016, defisit APBN tahun 2016 dapat dijaga pada batas yang aman, yaitu 2,46 persen terhadap PDB atau sebesar Rp307,7 Triliun. Realisasi sementara defisit tersebut lebih tinggi dibandingkan target dalam APBN-P tahun 2016, yaitu sebesar Rp296,7 Triliun (2,35 persen terhadap PDB). Adapun secara lengkap pencapaian kinerja APBN-P 2016 tersebut adalah sebagai berikut: A. Realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.551,8 triliun atau 86,9 persen dari target APBN-P 2016, (i) Realisasi pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.283,6 triliun (83,4 persen dari target APBN-P) dan PNBP sebesar Rp262,4 triliun (107,0 persen dari target APBN-P). (ii) Realisasi penerimaan perpajakan yang lebih rendah dibandingkan target dalam APBN-P tahun 2016 dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dibandingkan dengan asumsi APBN-P tahun 2016 dan belum pulihnya harga komoditas. Laporan Kinerja Tahun 2016
(iii) Meskipun di tengah pelemahan harga komoditas, pencapaian PNBP mampu melebihi target APBN-P 2016 yaitu sebesar Rp262,4 triliun atau 107 persen dari target APBN-P 2016 seiring dengan perbaikan kinerja BUMN dan peningkatan kualitas layanan publik. (iv) Apabila dibandingkan dengan tahun 2015, kinerja penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen. Utamanya didorong oleh pertumbuhan PPh non-migas sekitar 14 persen dibanding tahun sebelumnya. (v) Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut tidak terlepas dari keberhasilan program tax amnesty. Penerimaan uang tebusan dari tax amnesty mencapai Rp107,0 triliun. Keberhasilan program tax amnesty tersebut memberi kontribusi positif bagi pendapatan negara, memperkuat fondasi basis pajak sekaligus membangkitkan optimisme iklim investasi dan perekonomian di masa mendatang.
72
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
B. Walaupun mengalami tekanan pada sisi pendapatan namun Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga agar programprogram prioritas tetap terlaksana secara optimal. Hal tersebut ditunjukkan pada realisasi belanja negara masih mampu mencapai Rp1.859,46 triliun atau 89,3% dari pagunya dalam APBN-P 2016. Adapun rincian realisasi belanja sebagai berikut: (i) Realisasi belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.148,6 triliun atau 87,9% dari pagu APBN-P 2016, sedikit lebih rendah dibandingkan pencapaian di tahun 2015 (91,0 persen dari pagu APBN-P 2015). Adapun realisasi belanja Pemerintah Pusat tersebut terdiri dari realisasi belanja Kementerian/ Lembaga (K/L) sebesar Rp677,62 triliun (88,3 persen) dan realisasi belanja non-K/L sebesar Rp 470,98 triliun (87,4 persen).
(iii) Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 yang ditujukan untuk mendorong efisiensi dan efektivitas belanja agar kualitas belanja negara dapat ditingkatkan untuk menstimulasi perekonomian di tengah upaya pengendalian defisit. (iv) Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp710,85 triliun atau 91,6% dari pagu APBN-P 2016, sedikit lebih
C. Realisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp330,3 triliun atau mencapai 111,3 persen dari APBN-P 2016. Adapun rincian realisasi pembiayaan tersebut sebagai berikut: (i) Realisasi penerbitan penerbitan Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp407,3 triliun atau mencapai 111,6 persen dari APBN-P 2016.
Laporan Kinerja Tahun 2016
(ii) Apabila dibandingkan dengan outlook setelah penghematan (termasuk penghematan alamiah), maka kinerja penyerapan belanja K/L mencapai 100,8 persen atau lebih tinggi dibandingkan pencapaian di tahun 2015 (92,0 persen). Peningkatan kinerja penyerapan belanja K/L utamanya dipengaruhi oleh kebijakan percepatan pelaksanaan anggaran antara lain melalui pelelangan dini.
rendah dibandingkan pencapaian di tahun 2015 (93,8 persen dari pagu APBN-P 2015). Realisasi tersebut utamanya dipengaruhi oleh rendahnya realisasi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Transfer Khusus, baik DAK fisik dan DAK non-fisik (tunjangan profesi guru PNSD) akibat optimalisasi penggunaan akumulasi dana tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, penundaan DAU sebesar Rp 19,4 triliun sudah dibayarkan seluruhnya di akhir tahun 2016.
(ii) Penyertaan modal negara kepada BUMN sebesar Rp65,2 triliun, sesuai dengan target dalam APBN-P tahun 2016. Diharapkan BUMN dapat berperan penting dalam pembangunan infrastruktur serta meningkatkan kontribusinya terhadap pendapatan negara. (iii) Penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp59,0 triliun atau 80,8 persen dari APBN-P 2016. (iv) Pembiayaan anggaran termasuk utang telah dilakukan secara hati-hati sehingga rasio utang tetap dijaga dalam batas manageable (27,7 persen PDB). D. Berdasarkan realisasi defisit anggaran sebesar Rp307,7 triliun dan realisasi pembiayaan anggaran yang mencapai Rp330,3 triliun tersebut, maka dalam pelaksanaan APBN-P tahun 2016 terdapat SiLPA sebesar Rp22,7 triliun.
73
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Seiring dengan kebijakan fiskal ekspansif yang dilakukan Pemerintah, maka pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan harus tetap terjaga. Sehubungan dengan hal tersebut, defisit perlu terus dikendalikan dalam batas aman sehingga pengelolaan APBN tetap sehat dan kredibel. Oleh karena itu, realisasi defisit anggaran tahun 2016 tetap dijaga dalam batas aman, yaitu 2,46 persen PDB. Meskipun demikian, realisasi defisit anggaran di tahun 2016 tersebut relatif besar jika dibandingkan dengan realisasi defisit anggaran selama beberapa tahun terakhir. Hal ini terutama dipicu oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan masih lemahnya harga komoditas yang berdampak pada kurang optimalnya pencapaian pendapatan negara terutama pada sisi penerimaan perpajakan. Untuk itu, Pemerintah tetap menjaga agar kebijakan belanja dapat dilakukan secara lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Rp Triliun 2012
2013
2014
2015
2016
2017 APBN
0
0,0
-50 Laporan Kinerja Tahun 2016
-100 -150 -200 -250
%
-1,0
-1.78 (153,3)
-2.22
-2.15 -2.59
-2.46
-2.41
(211,7) (226,7)
-300
-3,0 (298,5)
-350 Defisit
-2,0
% thd PDB
(307,7)
(330,2)
-4,0
Batas Defisit
Grafik 3.2 Perkembangan Defisit Anggaran Tahun 2012-2017
Risiko fiskal yang dihadapi dalam pelaksanaan APBN-P 2016 lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal yang uncontrollable. Meskipun demikian, dengan adanya fleksibilitas dalam pengelolaan fiskal maka keberlanjutan fiskal masih relatif terjaga di tengah tekanan perekonomian makro yang cukup kuat. Dalam menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Keuangan terus mengupayakan langkah-langkah antisipatif untuk mengatasi kendala yang dihadapi, antara lain dengan: Melakukan analisa risiko fiskal terhadap pelaksanaan APBN-P 2016 serta menyampaikan policy paper untuk memitigasi potensi risiko fiskal atas kurang optimalnya pendapatan negara. 1. Melakukan monitoring secara periodik terkait kondisi ketahanan fiskal (Crisis Management Protocol/CMP Fiskal) dan menyampaikan kepada Sekretariat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
74
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
1b. Rasio Utang Terhadap PDB Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan kemampuan suatu negara dalam memenuhi pembayaran utangnya dengan barang dan jasa yang dihasilkan. Semakin rendah rasio utang terhadap PDB pada suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki risiko yang lebih rendah dalam pengelolaan utangnya dan meminimalisasi risiko gagal bayar. IKU ini bertujuan untuk mengukur kemampuan ekonomi Indonesia dalam membayar utang baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri. Polarisasi data yang digunakan adalah minimize, dimana semakin kecil rasio maka kinerjanya semakin baik.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Rasio utang terhadap PDB dihitung dengan membandingkan antara jumlah utang yang dimiliki suatu negara dengan jumlah PDB. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja dan Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibatasi tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari PDB tahun bersangkutan. Perhitungan realisasi IKU Rasio Utang terhadap PDB adalah: Jumlah Utang
Rasio Utang Terhadap PDB
= Jumlah PDB Rp 3.466.96 triliun = Rp 12.521,25 triliun
27.69%
=
Tabel 3.5 Rincian capaian IKU Rasio utang terhadap PDB
K-Wide
Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif 1b-Rasio utang terhadap PDB
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-16
Pol/ KP
-
-
-
-
-
26,87%
26,87%
Min/ TLK
Realisasi
25,75%
26,63%
26,63%
27,28%
27,28%
27,69%
27,69%
Capaian
-
-
-
-
-
96,95
96,95
Target
75
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Rasio utang terhadap PDB akhir tahun 2016 naik sebesar 0,24%, yaitu dari 27,43% tahun 2015 menjadi 27,69% tahun 2016. Peningkatan rasio ini disebabkan oleh meningkatnya outstanding pembiayaan utang (neto) dari Rp3.165 triliun tahun 2015 menjadi Rp3.466,96 triliun tahun 2016. Pembiayaan utang (netto) sebesar Rp398,4 triliun pada tahun 2016 ditujukan untuk pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp330,3 triliun dan pembiayaan non-utang (neto) sebesar Rp68,1 triliun. Peningkatan pembiayaan non-utang (neto) disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk mendorong percepatan penyediaan infrastruktur salah satunya melalui penyertaan modal negara kepada BUMN. Triliun Rupiah 12,000
100%
10,000
80%
8,000 60%
6,000 4,000
23,10%
22,95%
24,90%
24,74%
27,43%
27,69%
Laporan Kinerja Tahun 2016
2,000
40% 20%
0
0 2011
2012
Total Utang
2013 PDB
2014
2015
2016*
Rasio Total Utang thd. PDB (RH S)
*Realisasi total utang sementara dengan menggunakan PDB realisasi Grafik 3.3 Rasio Utang Terhadap PDB
Kebutuhan pembiayaan utang yang tinggi dihadapkan pada kondisi perekonomian dan pasar keuangan global yang kurang menguntungkan, yang ditandai dengan moderasi pertumbuhan ekonomi global dan potensi peningkatan suku bunga. Kebijakan ekonomi pemerintahan baru Amerika Serikat diyakini akan berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi global, misalnya rencana kebijakan pengetatan impor untuk melindungi kepentingan Amerika Serikat dalam perdagangan internasional. Ketidakpastian global tersebut juga akan berdampak pada perekonomian dan pasar keuangan domestik, namun dapat dikelola dengan kebijakankebijakan dalam negeri di antaranya adalah: a. Paket-paket kebijakan yang bertujuan untuk mendorong peningkatan investasi dan penanaman modal asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi b. Percepatan pembangunan infrastruktur c. Kebijakan tax amnesty d. Kewajiban minimum investasi untuk Industri Keuangan Non Bank (IKNB yang ditetapkan melalui peraturan OJK Nomor 01/POJK.05/2016.
76
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Kebijakan-kebijakan tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas pasar keuangan domestik. Namun demikian, bayangan ketidakpastian global masih harus diwaspadai mengingat porsi kepemilikan investor asing atas SBN, terutama SBN tradable yang diterbitkan oleh Pemerintah cukup tinggi. Perbandingan jumlah nominal SBN tradable yang dimiliki oleh investor domestik dan asing adalah sebagai berikut:
Tabel 3.6 SBN Tradable yang Dimiliki oleh Investor Domestik dan Asing
Jenis SBN
2015 (IDR triliun)
2016 (IDR triliun)
% Pertumbuhan
SUN Tradable Domestik
752,23
870,63
15,74%
Asing
550,38
656,94
19,36%
151,1
236,84
56,75%
8,14
8,87
8,96%
903,3
1.107
22,60%
558,52
665,81
19,21%
SBSN Tradable Domestik
Laporan Kinerja Tahun 2016
Asing SBN (Total) Domestik Asing
Sejauh ini, kepemilikan SBN tradable, baik instrumen SUN ataupun SBN masih didominasi investor domestik dengan proporsi 62,44%. Meskipun proporsi nominal kepemilikan investor domestik masih dominan (± 62%) sebagaimana diuraikan sebelumnya, namun pertumbuhan nominal SBN yang dimiliki investor domestik yang sebesar 22,60% sangat kecil selisihnya dibanding nominal kepemilikan oleh investor asing yang mencapai 19,21%. Hal ini dikarenakan pola perilaku investor domestik dalam bertransaksi cenderung masih dipengaruhi oleh perilaku investor asing (investor domestik sebagai follower) Untuk menjaga proporsi kepemilikan SBN oleh investor domestik, Pemerintah menerbitkan seri-seri SBN untuk menarik lebih banyak minat investor domestik misalnya melalui penerbitan Sukuk Tabungan dengan fitur early redemption serta menggali potensi pasar domestik melalui peningkatan edukasi dan komunikasi kepada pelaku pasar dan masyarakat agar meningkatkan investasi pada instrumen SBN, mengoptimalkan penempatan dana hasil tax amnesty pada instrumen SBN serta mengembangkan jalur distribusi SBN ritel secara online.
77
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Berdasarkan data press release Kementerian Keuangan tanggal 3 Januari 2017, realisasi penerimaan perpajakan tahun 2016 sebesar Rp1.283,6 triliun atau sebesar 83,4 persen terhadap target dalam APBN-P 2016. Dibandingkan tahun 2015, penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat sekitar 3,5 persen. Penerimaan perpajakan tersebut terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp1.104,9 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp178,7 triliun. PDB nominal tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp12.521,5 triliun. Berdasarkan data penerimaan perpajakan dan PDB tersebut, maka rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB sebesar 10,25 persen. Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB secara kumulatif triwulanan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
1c. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB Rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah perbandingan antara penerimaan perpajakan terhadap PDB nominal dalam satu tahun anggaran. Rasio tersebut menunjukkan besarnya penerimaan perpajakan yang diperoleh Pemerintah dari perekonomian nasional dalam satu tahun. Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak penghasilan migas, pajak non migas, dan kepabeanan cukai (arti sempit). Jika dibandingkan dengan tahun 2015, penerimaan perpajakan terdiri dari pajak penghasilan migas, pajak non migas, kepabeanan cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) (arti luas).
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tabel 3.7 Capaian IKU Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB
K-Wide
Kebijakan fiskal yang prudent guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif 1c – Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-16
Pol / KP
-
-
-
-
-
12,17%
12,17%
Max/TLK
Realisasi
6,96%
8,66%
8,66%
9,69%
9,69%
10,25%
10,25%
Capaian
-
-
-
-
-
84,22
84,22
Target
78
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2016 lebih rendah dibandingkan target dalam APBN-P 2016, antara lain dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dibandingkan dengan asumsi APBN-P tahun 2016, serta belum pulihnya harga komoditas. Penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen dibandingkan tahun 2015 terutama didorong oleh penerimaan PPh nonmigas yang meningkat sekitar 14,2 persen. Peningkatan PPh nonmigas tersebut tidak lepas dari keberhasilan program tax amnesty.
Tabel 3.8 Penerimaan Perpajakan Tahun 2015 dan 2016
Penerimaan Perpajakan (Triliun Rupiah) 1. PPh Migas
2015 APBN-P
LKPP Audited
2016 % thd APBN-P
APBN-P
Realisasi Sementara
% thd APBN-P
49.7
100.3
36.3
35.9
98.8
1.011.2
81.2
1.318.9
1.069.0
81.1
a. PPh Non-Migas
629.8
552.6
87.7
819.5
630.9
77.0
b. Pajak Pertambahan Nilai
576.5
423.7
73.5
474.2
410.5
86.6
c. Pajak Bumi dan Bangunan
26.7
29.3
109.6
17.7
19.4
109.8
d. Pajak Lainya
11.7
5.6
47.5
7.4
8.2
110.1
3. Bea dan Cukai
195.0
179.6
92.1
184.0
178.7
97.2
145.7
144.6
99.2
148.1
143.5
96.9
37.2
31.2
83.9
33.4
32.2
96.5
12.1
3.7
30.9
2.5
3.0
119.9
1.489.3
1.240.4
83.3
1.539.2
1.283.6
83.4
a. Cukai b. Bea Masuk c. Bea Keluar Total
Laporan Kinerja Tahun 2016
49.5 1.244.7
2. Pajak Non-Migas
Uraian mengenai penerimaan negara adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan Pajak Realisasi penerimaan pajak adalah realisasi penerimaan pajak netto yaitu jumlah penerimaan bruto SSP dari MPN, SPM, penerimaan valas, penerimaan DTP, penerimaan PBB, dan PPh Migas, dikurangi SPMKP dan SPMIB. Target Penerimaan Pajak adalah target yang telah ditetapkan dalam APBN/APBN-P. Realisasi penerimaan pajak sampai dengan 31 Desember 2016 mencapai Rp1.105,81 triliun atau 81.60% dari target tahun APBN-P 2016 sebesar Rp 1.355,20 triliun. Kinerja capaian penerimaan pajak tahun 2016 ini sedikit lebih rendah dari tahun 2015 sebesar 81,96%, namun realisasi ini masih tumbuh positif dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,81% (total pajak non PPh Migas) atau 4,24% (total pajak termasuk PPh Migas). Berdasarkan data dashboard Penerimaan DJP, yang mencakup seluruh penerimaan pajak baik penerimaan Pajak Non Migas maupun Pajak Migas, diperoleh capaian persentase realisasi penerimaan pajak selama tiga tahun terakhir adalah:
79
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.9 Persentase Realisasi Penerimaan Pajak (triliun rupiah)
Tahun
2014
Target
2015
2016
1.072.37
1.294.26
1.355.20
Realisasi
981.83
1.060.83
1.105.81
Capaian
91.56%
81.96%
81.60%
Sumber: Menu Kinerja Penerimaan Portal DJP
Berdasarkan tabel di atas, meskipun persentase penerimaan pajak dari target selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan, namun penerimaan pajak (termasuk PPh Migas) tahun 2014-2015 tumbuh positif sebesar 7,68%, dan tahun 2015-2016 tumbuh positif sebesar 4,24%.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tabel 3.10 Pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2013-2016
Tahun
Δ 2013-2014
Δ 2014-2015
Δ 2015-2016
Growth
6,92 %
7,68 %
4,24 %
Kinerja penerimaan pajak tahun 2016, salah satunya ditopang oleh penerimaan dari amnesti pajak periode I dan II tahun 2016 yang berhasil menghimpun uang tebusan sebesar Rp 104,679 triliun (data per 5 Januari 2017). Adapun, detail capaian persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2016 beserta pertumbuhannya ditampilkan dalam tabel berikut:
80
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.11 Persentase realisasi penerimaan per jenis pajak tahun 2016
(miliar rupiah)
Jenis Pajak
a. PPh Non Migas
Realisasi 2015
APBN-P 2016
Target Δ% 2015-2016
Realisasi s.d. 31 Desember 2015
2016
Δ% 2014-2015
Δ% 2015-2016
% Penc. 2015
% Penc. 2016
552.636,57
819.496,77
48,29
552.636,57
630.124,87
20,47
14,02
87,74
76,89
1. PPh Ps 21
114.480,17
129.345,38
12,98
114.480,17
109.153,00
8,36
(4.65)
90.25
84.39
2. PPh Ps 22
8.477,97
9.801,33
15,61
8.477,97
11.324,21
16,84
33,57
87,89
115,54
3. PPh Ps 22 Impor
40.259,39
43.520,46
8,10
40.259,39
37.980,23
2,04
(5,66)
70,48
87,27
4. PPh Ps 23
27.882,13
31.506,84
13,00
27.882,13
28.982,91
9,27
3,95
83,28
91,99
8.258,42
28.800,02
248,74
8.258,42
5.275,17
75,54
(36,12)
158,36
18,32
185.200,02
376.117,06
103,09
185.200,02
172.011,62
24,05
(7,12)
83,85
45,73 79,39
5. PPh Ps 25/29 OP 6. PPh Ps 25/29 Badan
48.221,86
54.490,70
13,00
48.221,86
43.262,00
22,25
(10,29)
96,87
8. PPh Final
119.667,30
145.702,95
21,76
119.667,30
117.455,84
37,05
(1,85)
94,37
80,61
9. PPh Non Migas Lainnya
189,33
212,03
11,99
189,33
104.679,89
113,12
55.190,14
287,58
49.369,87
B. PPN dan PPnBM
423.710,82
474.235,34
11,92
423.710,82
412.274,68
3,55
(2,70)
73,50
86,93
1. PPN Dalam Negeri
280.009,45
318.403,84
13,71
280.009,45
273.467,49
16.12
(2,34)
82,80
85,89
2. PPN Impor
130.124,71
140.664,77
8,10
130.124,71
122.679,02
(14,56)
(5,72)
62,71
87,21
3. PPnBM Dalam Negeri
9.293,12
10.501,23
13,00
9.293,12
11.546,14
(9,26)
24,24
48,03
109,95
4. PPnBM Impor
4.008,31
4.332,99
8,10
4.008,31
4.296,02
(24,88)
7,18
37,28
99,15
275,23
332,51
20,81
275,23
286,01
77,71
3,92
41,30
86,02
29.250,34
17.710,60
(39,45)
29.250,34
19.444,91
24,60
(33,52)
109,59
109,79
5.568,30
7.414,88
33,16
5.568,30
8.104,24
(11,52)
45,54
47,47
109,30
49.671,56
36.345,93
(26,83)
49.671,56
35.864,01
(43,20)
(27.80)
100,28
98,67
Total Non PPh Migas
1.011.166,03
1.318.857,59
30,43
1.011.166,03
1.069.948,70
12,64
5,81
81,24
81,13
Total tmsk PPh Migas
1.060.837,58
1.355.203,52
27,75
1.060.837,58
1.105.812,70
7,68
4,24
81,96
81,80
5. PPN/PPnBM Lainnya C. PBB D. Pajak Lainnya E. PPh Migas
Sumber: Menu Kinerja Penerimaan Portal DJP diakses tanggal 5 Januari 2017 pkl 08.00 WIB Penerimaan tahun 2014 dan 2015 menggunakan LKPP Audited
81
Laporan Kinerja Tahun 2016
7. PPh Ps 26
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Kinerja penerimaan pajak tahun 2016 untuk beberapa jenis pajak diantaranya adalah sebagai berikut : A. Secara umum PPh Non Migas tumbuh positif 14,02% di tahun 2016, yang ditopang oleh peningkatan realisasi PPh Non Migas Lainnya yang sangat signifikan mencapai 55,190.14% sebagai hasil dari amnesti pajak yang dikategorikan sebagai penerimaan PPh Non Migas Lainnya. Penjelasan penerimaan PPh Non Migas secara rinci adalah sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. PPh Pasal 21 Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 Tahun 2016 sebesar Rp 109.153,00 miliar (84,39%). Penerimaan PPh Pasal 21 Tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 4,65% dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan oleh penurunan setoran Masa/Angsuran PPh Pasal 21. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah mengenai penyesuaian besaran PTKP Tahun 2016, yang berdampak pada berkurangnya jumlah WP orang pribadi karyawan yang wajib dipotong PPh 21 oleh pemberi kerja. Kebijakan penyesuaian PTKP tahun 2016 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tanggal 22 Juni 2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan. Berdasarkan ketentuan ini, PTKP WP orang pribadi naik dari semula Rp 36 juta menjadi Rp 54 juta per tahun. 2. PPh Pasal 22 Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Tahun 2016 sebesar Rp 11.324,21 miliar (115,54%). Penerimaan PPh Pasal 22 Tahun 2016 mengalami pertumbuhan 33,57% dibandingkan tahun 2015, yang ditopang oleh adanya perluasan cakupan pemungut PPh Pasal 22, khususnya pemungut non bendaharawan. Indikator perluasan pemungut tersebut tercermin dari adanya peningkatan yang sangat signifikan pada pertumbuhan realisasi PPh 22 dari total setoran pemungut yaitu sebesar 197%. 3. PPh Pasal 22 Impor Realisasi penerimaan PPh Pasal 22 Impor Tahun 2016 sebesar Rp 37.980,23 miliar (87,27%). Penerimaan PPh Pasal 22 Tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 5.66% jika dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan oleh adanya penurunan aktivitas impor. 82
4. PPh Pasal 23 Realisasi penerimaan PPh Pasal 23 Tahun 2016 mencapai Rp 28.982,91 miliar (91,99%). Penerimaan PPh Pasal 23 tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 3,95% jika dibandingkan tahun 2015, yang ditopang oleh pemanfaatan jasa pihak ketiga sebesar Rp 13.396,98 miliar atau 46,22% dari total penerimaan PPh Pasal 23. Di tahun 2016, penerimaan dari jenis setor obyek pemanfaatan jasa pihak ketiga mengalami pertumbuhan 8,2% dibandingkan tahun 2015. 5. PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi (OP) Realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 OP Tahun 2016 mencapai Rp 5.275,17 miliar (18,32%). Penerimaan PPh Pasal 25/29 OP tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 36,12% jika dibandingkan tahun 2015, yang tercermin dari penurunan di hampir semua jenis setoran meliputi setoran Tahunan, SKPKB, STP, dan lainnya. Realisasi penerimaan PPh 25/29 OP tahun 2016 didominasi oleh penerimaan dari sektor Perdagangan Besar dan Eceran dan sektor Kegiatan Jasa Lainnya. 6. PPh Pasal 25/29 Badan Realisasi penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan Tahun 2016 mencapai Rp 172.011,62 miliar (45,73%). Penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 7,12% jika dibandingkan tahun 2015 yang tercermin dari penurunan di semua jenis setoran, yaitu setoran Masa/Angsuran (0,60%), Tahunan (23,13%), SKPKB (29,49%), STP (38,42%), dan lainnya (55,51%). Realisasi penerimaan PPh 25/29 Badan tahun 2016 didominasi oleh sektor Industri Pengolahan dan sektor Jasa Keuangan dan Asuransi yang salah satunya disebabkan adanya perbaikan di subsektor Industri Produk dari Batu Bara dan Pengilangan Minyak Bumi. 7. PPh Pasal 26 Realisasi penerimaan PPh Pasal 26 Tahun 2016 mencapai Rp 43.262,00 miliar (79,39%). Penerimaan tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 10,29% jika dibandingkan tahun 2015, yang dipengaruhi oleh penurunan penerimaan dari setoran SKPKB dividen, bunga, jasa, laba, dan royalti.
BAB 3
Penerimaan PPh 26 tahun 2016 ditopang dari pembayaran dividen dan setoran Ditanggung Pemerintah (DTP) berupa SBN Valas. Namun demikian, terdapat penurunan dari beberapa jenis setoran diantaranya dari pembayaran bunga, pembayaran royalti, setoran masa, setoran SKPKB Div, Bunga, Jasa, Laba, Roy, dan setoran pemanfaatan jasa pihak ke tiga.
9. PPh Non Migas Lainnya Realisasi PPh Non Migas Lainnya ditopang oleh penerimaan uang tebusan hasil Amnesti Pajak yaitu sebesar 104,67 triliun. B. PPN 1. PPN Dalam Negeri (PPN DN) Realisasi penerimaan PPN DN Tahun 2016 mencapai Rp 273.467,49 miliar (85,89%). Penerimaan PPN DN tahun 2016 mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,34% jika dibandingkan tahun 2015, yang disebabkan antara lain oleh penurunan penerimaan dari setoran Masa (11,10%), sebagai dampak dari tingkat konsumsi yang rendah serta adanya perlambatan belanja pemerintah. Inflasi tahun 2016 sebesar 3,02% tergolong rendah dan berada di batas bawah sasaran target inflasi Bank Indonesia sebesar 4±1%. Rendahnya tingkat inflasi tersebut antara lain didorong oleh masih terbatasnya permintaan domestik.
Penerimaan PPN DN juga didominasi oleh sektor Industri Pengolahan (Batu Bara, Pengilangan Minyak Bumi, dan Tembakau) dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran (Perdagangan Besar Bukan Kendaraan, Perdagangan Eceran Bukan Kendaraan, dan Perdagangan Kendaraan). 2. PPN Impor Realisasi penerimaan PPN Impor Tahun 2016 mencapai Rp 122.679,02 miliar (87,21%). Penerimaan PPN DN tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 5,72% jika dibandingkan tahun 2015, yang antara lain disebabkan adanya penurunan penerimaan dari setoran Masa sebagai dampak dari penurunan aktivitas impor di tahun 2016. 3. PPnBM Dalam Negeri (PPnBM DN) Realisasi penerimaan PPnBM DN Tahun 2016 mencapai Rp 11.546,14 miliar (109,95%). Penerimaan PPnBM DN tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 24,24% jika dibandingkan tahun 2015, yang antara lain didorong oleh peningkatan setoran STP sebesar 3.730,67%. Jika dilihat dari realisasi penjualan mobil nasional, peningkatan realisasi PPnBM DN pada tahun 2016 lebih dipengaruhi oleh peningkatan harga jual mobil baru. Hal ini terlihat dari adanya penurunan realisasi penjualan mobil LCGC pada tahun 2016 dan adanya Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2013 yang mengatur bahwa penjualan mobil LCGC dikenakan PPnBM dengan tarif 0%.
Laporan Kinerja Tahun 2016
8. PPh Final Realisasi penerimaan PPh Final Tahun 2016 mencapai Rp117.455,84 miliar (80,61%). Penerimaan PPh Final Tahun 2016 diperoleh dari penerimaan PPh Final atas setoran Bunga Deposito/Tabungan, setoran Pengalihan Hak Tanah/Bangunan, Jasa Konstruksi. Penerimaan PPh Final tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 1,85% jika dibandingkan tahun 2015, yang dipengaruhi oleh penurunan penerimaan dari Revaluasi Aktiva Tetap dan juga penurunan penerimaan dari Pengalihan Hak Tanah/Bangunan akibat adanya penurunan tarif dari semula 5% menjadi 2,5% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016.
Akuntabilitas Kinerja
4. PPnBM Impor Realisasi penerimaan PPnBM Impor Tahun 2016 mencapai Rp 4.296,02 miliar (99,15%). Penerimaan PPnBM Impor tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 7,18% jika dibandingkan tahun 2015, yang terutama didorong oleh adanya beberapa Wajib Pajak utama di bidang otomotif yang melakukan peningkatan aktivitas impor, khususnya dalam bentuk kendaraan CBU. Hal ini dilatarbelakangi oleh peluncuran model baru kendaraan roda empat.
83
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
C. Pajak Lainnya Realisasi penerimaan Pajak Lainnya Tahun 2016 mencapai Rp 8.104,24 miliar (109,30%). Penerimaan Pajak Lainnya tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 45,54% jika dibandingkan tahun 2015, terutama didorong oleh adanya extra effort khususnya berupa pembayaran bunga penagihan. Upaya yang akan dilakukan untuk mengamankan pencapaian target penerimaan pajak tahun 2017 dan program Pengampunan Pajak sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Penelitian harta untuk mendorong program Pengampunan Pajak Periode III; 2. Peningkatan kepatuhan material WP OP Non-Karyawan dan Badan dengan memanfaatkan data internal dan eksternal; 3. Penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD); 4. Penggalian potensi pajak berbasis sektoral nasional dan regional (disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-masing), dan WP lainnya; 5. Peningkatan kegiatan pengawasan bersama (joint analysis) dengan Ditjen Bea dan Cukai; 6. Pengawasan Pengusaha Kena Pajak (PKP); 7. Penyempurnaan peraturan di bidang perpajakan yang mendukung intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan; 8. Penelitian Bukti Potong; 9. Peningkatan pengawasan terhadap transaksi e-commerce dan (OTT); 10. Exchange of Information (EOI) untuk Program Intensifikasi; 11. Pengamanan Penerimaan Pajak atas Belanja Pemerintah; 12. Implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait pelayanan publik; 13. Pemanfaatan data Devisa Hasil Ekspor (DHE); 14. Pengawasan terhadap WP yang melakukan tax planning secara agresif melalui praktik transfer pricing. 15. Analisis basis data perpajakan setelah berlakunya program Pengampunan Pajak dan Pengawasan atas Surat Pernyataan Harta (SPH) Tax Amnesty sesuai Pasal 18 UU Pengampunan Pajak; 16. Penguatan basis data perpajakan melalui optimalisasi pemanfaatan data pihak ketiga dan Alat Keterangan (Alket).
Gambar 3.1 Strategi Umum Penerimaan Pajak Tahun 2017
Fokus di triwulan (Jan - Mar)
84
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
2. Penerimaan Bea dan Cukai Realisasi penerimaan bea dan cukai adalah realisasi penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai yang datanya diperoleh dari Modul Penerimaan Online (MPO) yang di dalamnya sudah mencakup sanksi, denda administrasi serta pungutan lainnya. Target penerimaan bea dan cukai adalah target penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai sesuai dengan yang ditetapkan dalam APBN atau APBN-P. Realisasi penerimaan bea dan cukai s.d 31 Desember 2016 mencapai Rp. 178,7 Triliun atau sebesar 97,15% dari target APBN-P (Rp. 183,9 Trilliun). Selama 5 (lima) tahun terakhir rata-rata peningkatan realisasi DJBC sebesar 8,32% setiap tahun. Tabel 3.12 Realisasi Penerimaan DJBC Tahun 2016 dan 2015
No.
Jenis Penerimaan
1
2
Target APBN-P
Realisasi Tahun 2016
% Pencapaian Target
5
8 (5/3)
3
BEA MASUK
2
CUKAI
Pertumbuhan
%
11
12 (5-11)
13 (12/11)
33,371.50
32,221.00
96.55%
31,212.82
1,008.18
3.23%
148,091.23
143,507.78
96.90%
144,641.30
(1,133.52)
-0.78%
Hasil Tembakau
141,700.00
137,957.91
97.36%
139,926.74
(1,968.83)
-1.41%
Ethil Alkohol
151.55
171.13
112.92%
154.15
16.98
11.02%
MMEA
5,239.68
5,304.65
101.24%
4,560.41
744.24
16.32%
Pendapatan Cukai Lainnya
1,000.00
74.08
7.41%
0.00
74.08
2,500.00
2,998.37
119.93%
3,727.15
(728.78)
-19.55%
183,962.73
178,727.15
97.15%
179,581.27
(854.12)
-0.48%
3
BEA KELUAR TOTAL
Catatan: Data realisasi penerimaan s.d. 31 Desember pukul 15.00 WIB Sumber data: CEISA (Des) dan Buku Merah (1 Jan – 30 Nov)
Capaian persentase realisasi penerimaan bea dan cukai selama 3 tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 3.13 Data Realisasi DJBC 3 tahun terakhir (dalam Triliun)
Tahun
2014
2015
2016 183,96
Target
173,73
194,99
Realisasi
162,3
179,84
178,72
Capaian
93,42%
92,23%
97,15%
85
Laporan Kinerja Tahun 2016
1
Realisasi Tahun 2015
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Sasaran Strategis 2: Pemenuhan layanan publik Layanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pemenuhan layanan publik diberikan berdasarkan pemenuhan atas asas Penyelenggaraan pelayanan publik sesuai UU no 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu: (a) kepentingan umum; (b) kepastian hukum; (c) kesamaan hak; (d) keseimbangan hak dan kewajiban; (e) keprofesionalan; (f) partisipatif; (g) persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif; (h) keterbukaan; (i) akuntabilitas; (j) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; (k) ketepatan waktu; dan (l) kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.12 berikut. Laporan Kinerja Tahun 2016
Tabel 3.14 Capaian IKU pada SS Pemenuhan layanan publik
SS 2: Pemenuhan layanan publik Indikator Kinerja 2a
Indeks kepuasan pengguna layanan
2b
Waktu penyelesaian proses kepabeanan
Target
Realisasi
Kinerja
4,07
4,16
102,21
1,2 hari
0,81 hari
120,00
2a. Indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan IKU ini diukur berdasarkan Survei Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan (SKPL Kementerian Keuangan), yang merupakan bagian dari agenda program Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan senantiasa dituntut untuk selalu memperbaiki kualitas pelayanan secara terus menerus (continuous improvement) kepada pengguna layanan maupun pihak-pihak terkait lainnya (stakeholders). Guna mengukur sejauh mana kualitas pelayanan yang telah diberikan Kementerian Keuangan kepada masyarakat dan untuk mendapatkan informasi yang obyektif dan komprehensif terhadap kinerja layanan, perlu dilakukan pengukuran tingkat kepuasan pengguna layanan berdasarkan indikator-indikator spesifik yang ditetapkan melalui Survei Kepuasan Pengguna Layanan. Tingkat kepuasan pengguna layanan merupakan sebuah ukuran atas seberapa berkualitas layanan publik yang diberikan Kementerian Keuangan dalam memenuhi harapan para pengguna layanan.
86
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Pada tahun 2016 ini, terdapat total 70 jenis layanan Kementerian Keuangan yang menjadi obyek survei, yang tersebar dari 10 unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Survei dilakukan secara swakelola dengan melibatkan Tim Peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. IKU ini memiliki polarisasi maximize dimana indeks kepuasan pengguna layanan diharapkan melebihi target yang ditetapkan. Target Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan tahun 2016 ditetapkan sejumlah 4,07 dari skala pengukuran 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Adapun realisasi yang diperoleh berdasarkan hasil survei adalah sebesar 4,16 (untuk lingkup 7 Eselon I) dan sebesar 4,19 (untuk lingkup 10 Eselon I). Target atas IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan tersebut menggunakan basis pengukuran untuk lingkup 7 Eselon I, sebagai unit pemilik proses bisnis utama Kementerian Keuangan. Sehingga capaian atas IKU ini adalah sebesar 102.21% dari target.
Tabel 3.15 Rincian capaian IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan Laporan Kinerja Tahun 2016
K-Wide
Pemenuhan Layanan Publik 2a - Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
Q4
Y-16
Pol / KP
Target
-
-
-
-
4,07
4,07
Max/TLK
Realisasi
-
-
-
-
4,16
4,16
Capaian
-
-
-
-
102,21
102,21
Populasi dalam survei ini adalah seluruh pengguna layanan Kemenkeu yang pernah menggunakan salah satu layanan dari 10 (sepuluh) unit Eselon I yakni: Eselon I yang Memberikan Layanan Eksternal Kemenkeu: 1. Ditjen Anggaran 2. Ditjen Pajak 3. Ditjen Bea dan Cukai 4. Ditjen Perbendaharaan 5. Ditjen Kekayaan Negara 6. Ditjen Perimbangan Keuangan 7. Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
87
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
3. Individu (WNI maupun non WNI)
Eselon I yang Memberikan Layanan Internal Kemenkeu: 8. Sekretariat Jenderal 9. Inspektorat Jendral 10. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Hasil dimaksud diperoleh berdasarkan data yang diolah dari jawaban 3.035 pengguna layanan yang berpartisipasi sebagai responden. Lokasi SKPL tahun 2016 sama seperti pelaksanaan periode sebelumnya, yaitu 6 (enam) lokasi: (a) Medan, (b) Batam, (c) Jakarta, (d) Surabaya, (e) Balikpapan, dan (f) Makassar. Adapun rincian detil Indeks Kepuasan Pengguna Layanan per unit eselon I adalah sebagai berikut:
Adapun pengguna-pengguna layanan tersebut mencakup: 1. Lingkungan Lembaga Pemerintahan baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan 2. Perusahaan (BUMN, Nasional, Asing, dan Swasta);
Tabel 3.16 Rincian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan per unit Eselon I
Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
7 unit
DJA
DJP
DJBC
DJPB
DJKN
DJPK
DJPPR
SETJEN
ITJEN
BPPK
10 unit
2015
4,06
4,08 3,96 3,87
3,89
4,32
4,10
4,23
4,01
4,10
4,32
4,02
2016
4,16
4,19 4,20 4,10
4,04
4,40
4,20
4,23
4,40
4,22
4,33
4,33
Jika dibandingkan dengan pencapaian tahuntahun sebelumnya, capaian tahun 2016 merupakan capaian tertinggi dan mengalami peningkatan 0.10 poin dibandingkan tahun
2015. Hal ini menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan senantiasa melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Tren capaian indeks kepuasan pengguna layanan Kementerian Keuangan sejak tahun 2007 dapat dilihat dalam grafik berikut.
5 4,5 4 3,5 3
Indeks
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
3,76
3,92
3,86
3,87
3,86
3,9
3,98
4,04
4,08
4,16
Indeks Grafik 3.4 Tren capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
88
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Lebih lanjut, ruang lingkup SKPL dari 2 (dua) variabel pengukuran yaitu kepentingan dan kepuasan, kemudian diterjemahkan dalam 11 (sebelas) aspek layanan sesuai dengan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik meliputi: (a) keterbukaan/kemudahan akses informasi, (b) informasi layanan, (c) kesesuaian prosedur dengan ketentuan yang ditetapkan, (d) sikap pegawai, (e) kemampuan dan keterampilan pegawai, (f) lingkungan pendukung, (g) akses terhadap kantor layanan, (h) waktu
penyelesaian layanan, (i) pembayaran biaya sesuai aturan/ketentuan yang ditetapkan, (j) pengenaan sanksi/denda atas pelanggaran terhadap ketentuan layanan, dan (k) keamanan lingkungan dan layanan. Berikut ini adalah hasil SKPL tahun 2016 yang menunjukkan perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan tahun 2016 dengan tahun 2015:
Tabel 3.17 Perbandingan indeks kepentingan dan indeks kepuasan per aspek layanan
No
Aspek Layanan
Indeks Kepentingan
Indeks Kepuasan
2015
2016
2015
2016
∆
Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi
4,49
4,56
3,97
4,13
↑
0,16
2.
Informasi Layanan (Persyaratan, Prosedur, dll.)
4,52
4,55
4,03
4,12
↑
0,09
3.
Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan
4,51
4,59
4,02
4,20
↑
0,18
4.
Sikap Pegawai
4,53
4,61
4,13
4,26
↑
0,13
5.
Kemampuan dan Keterampilan Pegawai
4,55
4,61
4,01
4,16
↑
0,15
6.
Lingkungan Pendukung
4,47
4,56
4,12
4,18
↑
0,06
7.
Akses terhadap Layanan
4,52
4,56
4,12
4,16
↑
0,04
8.
Waktu Penyelesaian Layanan
4,52
4,58
3,92
4,06
↑
0,14
9.
Pembayaran Biaya Sesuai Ketentuan
4,48
4,61
4,13
4,29
↑
0,16
10.
Pengenaan Sanksi/Denda Atas Pelanggaran
4,35
4,49
3,90
3,95
↑
0,05
11.
Keamanan Lingkungan dan Layanan
4,56
4,58
4,24
4,27
↑
0,03
Rata-rata Indeks Kementerian Keuangan
4,50
4,57
4,06
4,16
↑
0,10
Mengacu pada skala sikap yang digunakan dalam survey ini (5 skala), maka dapat dikatakan bahwa nilai kepuasan di atas atau sama dengan 4 (≤4,00) disebut baik. Dengan demikian, Indeks Kepuasan Kemenkeu Tahun 2015 disimpulkan sebagai baik karena skor di atas angka 4. Pengguna layanan Kemenkeu mengaku puas untuk sepuluh dari sebelas aspek layanan, karena memiliki nilai rerata lebih besar atau sama dengan 4 (≤4,00), sedangkan satu aspek layanan dengan nilai rerata kurang dari 4 (empat) adalah aspek layanan nomer 10 yaitu “Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran”. Evaluasi terhadap 11 aspek layanan berdasarkan nilai indeks kepuasan, 3 (tiga) aspek layanan yang memiliki indeks tertinggi secara berurutan adalah: (1) Pembayaran Biaya Sesuai Ketentuan (4,29); (2) Keamanan Lingkungan dan Layanan (4,27); (3) Sikap Pegawai (4,26). Kemudian 3 (tiga) aspek
Laporan Kinerja Tahun 2016
1.
layanan dengan indeks terendah secara berurutan adalah: (1) Pengenaan sanksi atau denda atas pelanggaran (3,95); (2) Waktu penyelesaian layanan (4,09); (3) Informasi Layanan (Persyaratan, Prosedur, dan lain-lain) (4,12). Dari kesebelas aspek layanan, seluruh aspek layanan mengalami peningkatan indeks kepuasan pengguna layanan dari tahun 2015 ke tahun 2016. Laju peningkatan terbesar terjadi pada aspek layanan No.3 “Kesesuaian Prosedur dengan Ketentuan” yang memiliki angka kenaikan mencapai 18 poin. Dua aspek layanan yang pada tahun 2015 masih memiliki indeks kepuasan di bawah batas kritis (4,00) yakni “Keterbukaan/Kemudahan Akses Informasi” dan “Waktu Penyelesaian Layanan”, pada tahun 2016 ini berhasil meningkatkan diri dengan nilai indeks di atas batas kritis (4,00). Namun masih terdapat 1 (satu) aspek yang berada di bawah batas kritis, yaitu aspek “Pengenaan Sanksi/Denda atas Pelanggaran” (3,95). 89
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Adapun sebagai komitmen Kementerian Keuangan untuk memperteguh keberlangsungan reformasi birokrasi, profesionalisme dalam pelayanan, dan integritas seluruh jajaran pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan, dalam beberapa tahun ke depan Kementerian Keuangan menetapkan target indeks kepuasan yang terus meningkat. Hal ini adalah suatu bentuk upaya dalam mewujudkan peningkatan kualitas dan kinerja pelayanan publik yang pada gilirannya akan meningkatkan pula public trust terhadap organisasi dan aparatur Kementerian Keuangan. Upaya tersebut dapat direpresentasikan dalam target capaian indeks survei kepuasan pelanggan Kementerian Keuangan yang tercantum dalam Renstra Kementerian Keuangan sebagai berikut: Tabel 3.18 Rencana capaian Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tahun Anggaran
Target
2017
4.12
2018
4.17
2019
4.22
2b. Waktu penyelesaian proses kepabeanan IKU Waktu Penyelesaian Proses Kepabeanan (Customs Clearance Time) bertujuan untuk mempercepat kinerja proses pengeluaran barang impor sebagai upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik serta untuk mengukur kehandalan sistem yang telah diterapkan dalam rangka mendukung sistem logistik nasional (sislognas).
Gambar 3.2 Proses bongkar muat barang
90
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Customs clearance time merupakan salah satu mata rantai dalam proses pergerakan arus barang sebagai bagian dari dwelling time. Dwelling time adalah lama waktu sejak barang impor dibongkar dari kapal sampai dengan barang keluar dari
pelabuhan. Indikasi perhitungan dwelling time adalah lamanya kontainer impor ditumpuk di pelabuhan (waktu penumpukan kontainer di pelabuhan).
Gambar 3.3 Komponen dwelling time barang impor
Dalam hal ini Kementerian Keuangan berkontribusi terhadap kinerja Customs clearance time untuk mempercepat proses penyelesaian kewajiban kepabeanan barang impor sehingga diharapkan dapat menurunkan dwelling time secara keseluruhan. Waktu penyelesaian proses kepabeanan yang diukur meliputi penyelesaian seluruh dokumen impor yang meliputi jalur merah, jalur kuning,
jalur hijau, dan jalur Mitra Utama karena merepresentasikan seluruh pengguna jasa yang terlibat dalam proses importasi di pelabuhan. Hal ini sejalan dengan pengukuran dwelling time yang mengukur waktu pengeluaran kontainer sejak dibongkar dari kapal sampai dengan kontainer keluar dari pelabuhan untuk semua jalur. Penyelesaian Customs Clearance di jalur kuning dan jalur merah lebih lama dibandingkan dengan jalur Mitra Utama atau pun jalur hijau. Untuk itu dilakukan evaluasi atas importansi di kedua jalur tersebut. Hasil evaluasi di jalur kuning berupa usulan untuk upgrade dan downgrade dengan kriteria sebagai berikut :
Laporan Kinerja Tahun 2016
Dwelling time dapat dibagi menjadi pre-clearance, customs clearance dan post-clearance. Aktivitas pre-clearance adalah proses sejak kedatangan sarana pengangkut hingga peti kemas diletakkan di tempat penimbunan sementara (TPS) dan peninjauan nomor pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Customs Clearance Time khususnya untuk kegiatan impor dimulai dari waktu importir/PPJK melakukan loading Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke sistem in house Bea Cukai sampai dengan waktu penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Aktivitas post-clearance adalah peti kemas diangkut keluar pelabuhan dan pembayaran ke operator pelabuhan.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Importir (IP/IU); Volume Importansi; Jumlah Notul; Uji Eksistensi; Nature of Business; Jumlah PPJK yang mengurus; Tunggakan, tagihan dan keberatan; Hasil surveillance dan Nota Hasil Intelijen (NHI); dan 9. Pengaduan.
91
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Sedangkan upaya untuk menurunkan dwelling time di jalur merah diawali dengan mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam menurunkan customs clearance yaitu: 1. Masih lamanya penarikan kontainer untuk periksa fisik; dan 2. Lamanya pengurus perusahaan barang siap dalam pendampingan periksa fisik. Berdasarkan hasil identifikasi kendala pelaksanaan customs clearance, maka disusun langkah-langkah kegiatan yang diharapkan dapat mempercepat proses customs clearance di jalur kuning yaitu sebagai berikut: 1. Integrasi sistem antara beberapa tempat Tempat Penimbunan Sementara (TPS) dalam hal penarikan kontainer untuk periksa fisik dari terminal bongkar; Laporan Kinerja Tahun 2016
2. Percepatan eksekusi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dokumen yang disaksikan oleh kuasa importir (pengusaha TPS) tanpa harus menunggu pengurus barang hadir menyaksikan pemeriksaan fisik. Ini merupakan implementasi Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-12/ BC/2016 tentang Pemeriksaan Fisik Barang Impor. Pengukuran IKU customs clearance time dilakukan terhadap kegiatan layanan importasi pada kantor pelayanan Bea dan Cukai di 4 (empat) pelabuhan utama, yaitu: 1. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, 2. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, 3. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan, dan 4. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas.
92
IKU ini merupakan IKU dengan polarisasi minimize (semakin kecil realisasinya dibandingkan target, semakin baik). Pada tahun 2016 realisasi IKU ini adalah 0,81 hari dari target yang ditetapkan sebesar 1,2 hari Target ini lebih tinggi dibandingkan target Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2016, yaitu 1,4 hari dan meningkat dibandingkan target tahun 2015 yaitu 1,5 hari. Realisasi IKU ini juga mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yaitu 1,20 hari. Tabe 3.19 Perbandingan Realisasi IKU Tahun 2015 dan 2016
Kantor
Realisasi 2015
Realisasi 2016
Tg. Priok
0,98 hari
0,78 hari
Belawan
1,26 hari
0,79 hari
Tg. Emas
1,75 hari
1,51 hari
Tg. Perak
0,81 hari
0,61 hari
Rata-rata
1,2 hari
0,81 hari
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tren peningkatan percepatan ustoms clearance time sehingga proses pengeluaran barang impor di pelabuhan menjadi lebih cepat yang sejalan bahkan lebih cepat dari target sampai dengan tahun 2019 pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan yang menjadi 1 hari.
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.20 Waktu penyelesaian proses kepabeanan tahun 2016
Jalur Mita
Jalur Hijau
Jalur Kuning
Jalur Merah
Ratarata waktu total
Kantor
Target waktu
Ratarata waktu
∑ dok
Ratarata waktu
∑ dok
Ratarata waktu
∑ dok
Ratarata waktu
∑ dok
Tg. Priok
0,057
109.165
0,07
322.922
2,5
89.391
4,9
35.927
432.188
557.405
0,78
0,98 hari
Belawan
0,024
723
0,02
18.269
1,0
13.390
2,7
6.259
30.573
38.641
0,79
1,27 hari
Tg. Emas
0,020
312
0,07
24.034
1,9
23.200
3,2
15.439
95.245
62.985
1,51
1,75 hari
Tg. Perak
0,010
9.024
0,03
82.589
1,5
27.066
3,5
10.393
78.926
129.072
0,61
0,81 hari
636.932
788.103
0,81
1,2 hari
Rata-Rata
Laporan Kinerja Tahun 2016
Catatan : Satuan waktu dalam hari (Polarisasi Minimize) Rata-rata waktu Januari – Agustus : waktu load PIB s.d. waktu SPPB Rata-rata waktu September – Desember : waktu ambil jalur s.d. waktu SPPB (sesuai ketentuan Per-16/ BC/2016)
93
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Laporan Kinerja Tahun 2016
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata waktu penyelesaian proses kepabeanan pada 4 kantor yang mengawasi pelabuhan utama mencapai 0,81 hari, dengan waktu paling cepat 0,78 hari pada KPU BC Tipe A Tanjung Priok, dan waktu terlama 1,51 hari pada KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas. Hal ini disebabkan karena pada KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas belum diberlakukan pelayanan 24/7 (24 jam dalam 7 hari seminggu).
Gambar 3.4 Suasana pelabuhan
Terkait dengan dwelling time pada Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan terbesar yang melayani sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan target dwelling time 2,5 hari pada Pelabuhan Tanjung Priok yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Pre customs clearance 1 hari (40%); b. Customs clearance 0,5 hari (20%); dan c. Post customs clearance 1 hari (40%). Rata-rata waktu penyelesaian proses kepabeanan pada KPU Tanjung Priok sesuai dengan perhitungan IKU pada tahun 2015 2016 yaitu 0,78 hari. Perhitungan ini hanya diperoleh dari waktu penyelesaian dokumen PIB (BC 2.0) sedangkan untuk perhitungan customs clearance pada dwelling time secara keseluruhan diperoleh dari waktu penyelesaian dokumen BC 2.0, BC 2.3, dan empty container. Dari sisi pencapaian IKU, rata-rata waktu penyelesaian proses kepabeanan telah melebihi target yang ditetapkan. Walaupun demikian, dalam pemenuhan target dwelling time yang ditetapkan pemerintah masih terdapat kendala yang dihadapi DJBC di Pelabuhan Tanjung Priok antara lain: 1. Belum optimalnya sinergi para stakeholder di pelabuhan; 2. Masih lamanya waktu penarikan kontainer jalur merah oleh pihak TPS ke area pemeriksaan; 3. Masih lamanya waktu penyerahan hardcopy PIB yang dilakukan oleh pihak importir/PPJK. 94
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Terkait hal tersebut, di tahun 2016 ini DJBC baik secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan instansi lain di pelabuhan telah melakukan berbagai macam upaya untuk mencapai target dwelling time yang ditetapkan sebesar 2,5 hari, baik yang bersifat operasional maupun yang bersifat kebijakan. 1. Upaya-upaya meliputi: a. Pre Customs Clearance: • • • • • • •
Koordinasi dengan importir untuk percepatan penyampaian PIB; Mendorong tingkat pemanfaatan fasilitas pre-notification untuk jalur prioritas; Pengusulan perbaikan sistem INSW; Koordinasi terkait percepatan proses pemeriksaan Karantina dan Lartas; Koorinasi dengan Shipping Line terkait kode timbun; Mendorong mekanisme pembayaran 24/7 (e-billing, perbankan, pelayaran); dan Melakukan pendampingan terhadap PIB Jalur Hijau. Laporan Kinerja Tahun 2016
b. Customs Clearance: • • • • •
Percepatan penyerahan hardcopy PIB; Percepatan penarikan kontainer dari TPS ke TPFT; Percepatan penelitian dokumen oleh PFPD, saldo nol; Evaluasi dan Upgrade Importir Jalur Kuning ke Hijau; Peningkatan janji layanan terkait Dwelling Time (redress, empty container, BC 2.3, PLP, BC 1.1a, BC 1.2)
c. Post Customs Clearance: • •
Mendorong pemanfaat 24/7 TPS, Shipping Line, Trucking, dan Depo Kontainer; dan Audiensi dengan importir, PKB dan asosiasi terkait.
Sasaran Strategis 3: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi Sebagai pengelola keuangan dan kekeyaaan negara, Kementerian Keuangan memiliki ekspektasi terhadap pengguna layanan agara patuh terhadap berbagai peraturan dan kebijakan yang ditetapkan baik dalam bidang penerimaan, belanja, transfer daerah, pembiayaan. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 1 (satu) IKU yaitu ratarata persentase kepatuhan pengguna layanan. IKU tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 2 (dua) sub IKU sebagaimana ditabulasikan dalam tabel 3.19 berikut.
95
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.21 Capaian realisasi SS Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi
Sasaran Strategis 3: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi 3a
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan
76,25%
75,05%
98,42
3a.1 Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak
72,50%
63,15%
87,1
3a.2 Persentase Kepatuhan Importir Jalur Prioritas Kepabeanan (IJP)
80%
86,94%
108,68
3a. Rata-rata persentase kepatuhan pengguna layanan 3a.1 Persentase tingkat kepatuhan formal wajib pajak
Laporan Kinerja Tahun 2016
Kepatuhan formal yang dimaksud adalah pemenuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak dengan membandingkan antara jumlah penyampaian SPT Tahunan dengan jumlah wajib pajak (WP) terdaftar yang wajib menyampaikan SPT Tahunan, baik Orang Pribadi (OP) maupun Badan. SPT merupakan surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. SPT tersebut merupakan SPT Tahunan PPh untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang disampaikan oleh WP (WP Badan dan WP OP) pada tahun berjalan, yang meliputi: a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Badan adalah SPT 1771 dan SPT 1771S; b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Orang Pribadi (OP) Karyawan adalah SPT 1770S dan SPT 1770 SS; c. SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP OP Non Karyawan adalah SPT 1770; WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh terdiri dari: a. WP Badan; b. WP OP Karyawan dengan Kelompok Lapangan Usaha (KLU) 96301, 96302, 96303, 96304, dan 96305; c. WP OP Non Karyawan dengan KLU selain dari KLU WP OP Karyawan; dengan status domisili/pusat (kode status NPWP 000) yang mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh, tidak termasuk bendahara, joint operation, cabang/lokasi, WP Pajak Penghasilan Tertentu sesuai dengan pasal 2 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2007, WP Non Efektif, dan sejenis lainnya yang dikecualikan atau tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh.
96
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Pada tahun 2016, realisasi rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan sebesar 63,15% dari target yang telah ditetapkan sebesar 72,50%. Rasio kepatuhan tahun 2016 tumbuh dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 2,73% (realisasi rasio kepatuhan tahun 2015 sebesar 60,42%). Pencapaian rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2013 s.d. 2016 dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.22 Rasio kepatuhan penyampaian SPT tahunan PPh tahun 2013 s.d. 2016
No
Uraian/Tahun
2013
2014
2015
2016
1
WP Terdaftar
24.347.763
27.379.256
30.044.103
32.769.215
2
WP Terdaftar Wajib SPT
17.731.736
18.357.833
18.159.840
20.165.718
3
Target Rasio Kepatuhan (%)
65,00%
70,00%
70,00%
72,50%
4
Target Rasio Kepatuhan - SPT ( 3 X 2)
11.525.628
12.852.301
12.711.888
14.620.146
5
Realisasi SPT
9.966.833
10.852.301
10.972.336
12.735.463
6
Rasio Kepatuhan (5:2)
56,21%
59,12%
60,42%
63,15% Laporan Kinerja Tahun 2016
Untuk mendukung tercapainya target rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan 2016, telah dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Mengirimkan himbauan terhadap WP Badan dan WP OP Non Karyawan yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2014 dan tahun-tahun sebelumnya; 2. Melakukan pemetaan dan sosialisasi kepada pemberi kerja baik instansi pemerintah maupun perusahaan swasta; 3. Melakukan inventarisasi dan menyampaikan himbauan/teguran/ Surat Tagihan Pajak (STP) terhadap WP yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh; 4. Meningkatkan penyuluhan terhadap WP melalui kerjasama dengan konsultan pajak, akuntan publik, dan asosiasi-asosiasi; 5. Instruksi untuk memanfaatkan momentum program Pengampunan Pajak Tahun 2016; 6. Melakukan upaya-upaya peningkatan penyampaian SPT Tahunan secara elektronik oleh WP OP (e-filing). Beberapa permaslahan yang menyebabkan masih rendahnya rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan pada tahun 2016 adalah: 1. Struktur WP terdaftar didominasi WP OP Karyawan, sehingga peningkatan realisasi rasio kepatuhan pembayaran dan pelaporan WP Badan dan OP Non Karyawan tidak secara signifikan mendorong pencapaian rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan secara total.
97
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
2. Masih banyaknya WP OP Terdaftar yang sebenarnya tidak memenuhi kewajiban objektif (WP OP dengan penghasilan di bawah PTKP) sehingga menjadi beban administratif. 3. Belum optimalnya pemanfaatan data internal (Approweb dan Aplikasi Portal DJP) dan data eksternal atas WP yang tidak menyampaikan SPT. 4. Kesadaran WP yang masih rendah dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, beberapa rencana aksi yang ditetapkan untuk dilaksanakan pada tahun 2017 berdasarkan tax reform terkait kepatuhan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan kepatuhan material WP OP Non-Karyawan dan Badan dengan memanfaatkan data internal dan eskternal 2. Penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD) 3. Implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait layanan publik 3a2 Persentase Kepatuhan Importir Jalur Prioritas Kepabeanan (IJP) Laporan Kinerja Tahun 2016
IKU ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepatuhan sekaligus sebagai media evaluasi importir jalur prioritas. Importir Jalur Prioritas (IJP) adalah Importir yang ditetapkan sebagai importir penerima fasilitas jalur prioritas untuk mendapatkan pelayanan khusus sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal (P-11/BC/2005 tentang Jalur Prioritas jo. P-06/BC/2006). Adapun kriteria untuk ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas antara lain mempunyai reputasi yang sangat baik yang tercermin dari profil perusahaan, mempunyai bidang usaha (nature of bussiness) yang jelas dan spesifik, serta berdasarkan audit oleh Kantor Akuntan Publik tidak pernah mendapatkan opini disclaimer atau adverse. Sedangkan kriteria Importir Jalur Prioritas yang tidak patuh adalah: 1. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) telah terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut: a. Mempunyai tunggakan utang berupa kekurangan pembayaran Bea Masuk (termasuk Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan Bea Masuk Imbalan) kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) (termasuk penundaan pembayaran berkala); atau b. Meminjamkan modul ke pihak lainnya. 2. Importir Jalur Prioritas yang berdasarkan laporan dari unit terkait (antara lain kantor pelayanan, kantor wilayah, dan Direktorat terkait) dan setelah melalui penelitian lebih lanjut di bawah koordinasi Direktorat Teknis Kepabeanan terbukti melanggar ketentuan sebagai berikut: a. Menyalahgunakan fasilitas di bidang kepabeanan selama satu tahun terakhir; b. Salah dalam memberitahukan jumlah barang, jenis barang, dan/atau nilai pabean selama satu tahun terakhir.
98
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Importir Jalur Prioritas yang patuh adalah importir jalur prioritas yang tidak terbukti melakukan pelanggaran tersebut pada butir 1 dan 2 di atas. Realisasi IKU Persentase kepatuhan importir jalur prioritas kepabeanan tahun 2016 adalah sebesar 86,94% dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.23 Realisasi IKU Kepatuhan Importir Jalur Prioritas tahun 2016
Triwulan
Jumlah Importir Jalur Prioritas
Jumlah Importir Jalur Prioritas Yang Tidak Patuh
Realisasi
Q1
113
13
88,50%
Q2
113
14
87,61%
Q3
113
16
85,84%
Q3
113
16
85,84%
Realisasi 2016 (Rata-rata Realisasi Triwulan)
86,94%
Target IKU 2016
80%
Indeks Capaian IKU
108,67%
Sumber : Direktorat Teknis Kepabeanan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Realisasi sebesar 86,94% telah melebihi target yang telah ditetapkan pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2016, yaitu sebesar 80% sehingga indeks capaian IKU ini sebesar 108,67%. Target tahun 2016 masih sama dengan target tahun 2015 sebesar 80% sedangkan dari sisi realisasi mengalami penurunan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yaitu sebesar 90,43%.
Gambar 3.5 Klasifikasi penjaluran importir
Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab ketidakpatuhan Importir Jalur Prioritas pada tahun 2016 antara lain adanya human error/kelalaian karena kesalahan manusiawi, masih terdapatnya kelemahan pada Sistem Pengendalian Internal perusahaan, kurangnya pemahaman IJP terhadap ketentuan yang ada, dan pengaturan gradasi sanksi terhadap IJP yang tidak patuh belum sempurna.
99
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Meskipun capaian pada tahun 2016 telah melebihi target yang ditetapkan, namun masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi antara lain terbatasnya SDM serta kapasitas unit yang mengelola IJP, mekanisme monitoring dan evaluasi IJP yang masih perlu penyempurnaan, dan pengaturan gradasi sanksi terhadap IJP yang tidak patuh masih belum sempurna. Terkait hal tersebut, upaya yang telah dilakukan DJBC untuk mendukung pencapaian target IKU tahun 2016 dilakukan melalui: 1. Menyusun lebih lanjut PMK Nomor 229/PMK.04/2015 tentang Mitra Utama Kepabeanan yang didalamnya sudah memuat sanksi termasuk kesalahan mayor maupun kesalahan minor (dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Direktur Jenderal); 2. Penyusunan Gradasi Sanksi (Surat Peringatan, Pembekuan dan Pencabutan); 3. Peningkatan peran Client Coordinator untuk melakukan asistensi, konsultasi, bimbingan, serta monitoring dan evaluasi terhadap perusahaan IJP; 4. Peningkatan sosialisasi dan asistensi kepada IJP dan calon perusahaan IJP;
Laporan Kinerja Tahun 2016
Sasaran Strategis 4: Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas Kebijakan yang berkualitas mencakup kebijakan pemerintah mengenai pajak, hutang negara (public debt), pengadaan dan perbelanjaan dana pemerintah dan lain yang sejenis yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU), sebagaimana ditabulasikan dalam tabel 3.2022 berikut. Tabel 3.24 Capaian IKU pada Sasaran Strategis Formulasi Kebijakan Fiskal yang Berkualitas
Sasaran Strategis 4: Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
4a
Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro
100%
114,62%
114,62
4b.
Deviasi proyeksi APBN
5%
1,95%
120
4a. Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi proyeksi indikator ekonomi makro dan sehingga dapat dilakukan penyempurnaan kebijakan fiskal tahun berikutnya. Indikator ekonomi makro merupakan indikator ekonomi (tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, tingkat suku bunga SPN, harga minyak internasional dan lifting minyak) yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Sedangkan proyeksi indikator ekonomi makro yang diukur meliputi proyeksi pertumbuhan ekonomi, proyeksi inflasi, proyeksi nilai tukar rupiah, dan proyeksi suku bunga SPN 3 bulan. Indikator ekonomi makro yang diukur sebagai IKU mencakup indikator yang lingkup kebijakannya dalam kendali Kementerian Keuangan.
100
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2015 diperkirakan mencapai 4,8 persen (yoy), namun realisasinya lebih tinggi yakni mencapai 5,04 persen (yoy). Realisasi yang lebih tinggi ini didorong oleh tingginya belanja pemerintah pada akhir tahun 2015 terutama pada komponen belanja barang dan belanja modal termasuk penyerapan belanja pembangunan infrastruktur sehingga memberikan dorongan yang relatif besar terhadap kinerja konsumsi pemerintah dan PMTB. Sementara itu, konsumsi rumah tangga tumbuh cukup stabil meskipun aktivitas ekonomi relatif lemah. Pada kuartal I 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,9 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan proyeksi sebesar 5,1 persen (yoy). Dalam hal ini, dampak pelemahan ekonomi global dan penurunan permintaan dunia memberikan tekanan yang cukup besar pada ekspor impor sehingga menyebabkan kedua komponen ini tumbuh negatif. Sementara itu, konsumsi rumah tangga, sebagai komponen terbesar pembentuk PDB, tumbuh moderat akibat lemahnya aktivitas ekonomi. Meskipun begitu, pertumbuhan kuartal I 2016 lebih tinggi dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Pada kuartal II 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan perkiraan yang sebesar 5,0 persen (yoy). Konsumsi rumah tangga dapat tumbuh cukup baik dengan adanya bulan puasa dan libur panjang sehingga dapat mengurangi dampak negatif akibat pelemahan ekonomi global yang menekan kinerja ekspor dan impor. Tingkat inflasi yang stabil pada hari besar juga memberikan dorongan positif bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, realisasi belanja pemerintah yang tinggi mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah hingga tumbuh diatas 6 persen. Pada kuartal III 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1 persen (yoy), lebih tinggi 0,1% dibandingkan realisasi yang sebesar 5,0 persen (yoy). Realisasi yang lebih rendah disebabkan oleh kontraksi yang cukup dalam pada komponen eksporimpor akibat belum adanya peningkatan harga komoditas yang signifikan serta permintaan domestik yang masih relatif lemah. Selain itu, konsumsi pemerintah tumbuh negatif karena adanya base effect 2015 yang cukup tinggi. Secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2016 sebesar 4,94 persen (yoy) atau -1,77 persen (qoq). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan konsumsi RT yang tumbuh 5,0 persen. Hal ini didukung oleh inflasi yang cukup terjaga khususnya harga pangan pada saat perayaan Natal dan Tahun Baru serta tingginya kegiatan sosial sepanjang tahun dan kampanye pemilukada pada periode ini. Dari sisi investasi, PMTB mampu tumbuh 4,8 persen ditopang oleh peningkatan komponen kendaraan yang terus tumbuh terutama pada kuartal IV 2016. Komponen peralatan baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor juga turut mendukung kinerja pertumbuhan PMTB. Namun, pertumbuhan PMTB sedikit tertahan oleh pelemahan pertumbuhan komponen bangunan seiring dengan pelemahan pertumbuhan sektor konstruksi dan realisasi belanja modal Pemerintah Pusat. Pengeluaran pemerintah tumbuh negatif -4,0 persen pada kuartal IV 2016 terkait dengan penyesuaian anggaran Pemerintah pusat. Pada saat yang bersamaan, realisasi belanja pemerintah pada kuartal IV tahun 2015 cukup besar terkait penundaan kegiatan karena perubahan nomenklatur pada beberapa Kementerian/ Lembaga
101
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
sehingga basis perhitungan menjadi sangat tinggi. Di sisi lain, pertumbuhan ekspor dan impor mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada kuartal IV 2016 seiring dengan kenaikan harga komoditas internasional dan perbaikan ekonomi beberapa negara mitra dagang.
Dari sisi produksi, seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif pada kuartal IV 2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor informasi dan komunikasi sebesar 9,6 persen, disusul oleh sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh sebesar 7,9 persen. Pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi dipicu oleh adanya perluasan infrastruktur fiber optic dan BTS serta kampanye persiapan Pilkada yang mendorong peningkatan pendapatan iklan dan media. Sementara itu, pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan didorong oleh tingginya pertumbuhan angkutan udara akibat penambahan rute baru dan jumlah frekuensi penerbangan. Aktivitas bongkar muat kargo diakhir tahun juga mendorong pertumbuhan sektor ini.
Lebih lanjut, sektor pertanian dan pertambangan tumbuh relatif tinggi pada kuartal IV 2016. Masa panen yang bergeser akibat El-Nino serta adanya kenaikan harga karet dan kelapa sawit mendorong kinerja sektor pertanian hingga tumbuh 5,3 persen. Sementara itu, sektor pertambangan tumbuh 1,6 persen didorong oleh kenaikan produksi tembaga dan emas PT Freeport dan kenaikan harga batubara. Sebagai sektor yang berkontribusi paling besar terhadap PDB,
Laporan Kinerja Tahun 2016
sektor industri pengolahan tumbuh 3,4 persen pada kuartal IV 2016. Pertumbuhan sektor ini utamanya ditopang oleh subsektor industri makanan dan minuman serta industri kimia dan farmasi. Namun kinerja sektor industri sedikit melemah di triwulan IV 2016 akibat kontraksi industri pengilangan batubara dan migas serta beberapa industri non migas. Pelemahan ini seiring dengan penurunan pertumbuhan indeks produksi baik indeks industri besar dan sedang (IBS) maupun industri mikro dan kecil (IMK).
B. Inflasi Realisasi inflasi pada akhir triwulan I berada pada level 4,45% (yoy), lebih rendah dari proyeksi yang sebesar 4,90% (yoy). Kondisi tersebut disebabkan oleh realisasi inflasi yang berbeda dari pola historisnya. Pada bulan Januari inflasi cukup rendah, sementara pada bulan Februari terjadi deflasi. Hal tersebut lebih didorong oleh dampak beberapa kebijakan pemerintah antara lain, koreksi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, tarif listrik, serta harga elpiji seiring dengan masih lemahnya harga minyak dunia. Hal ini juga mendorong koreksi terhadap angka inflasi pada triwulan awal tahun 2016. Laju inflasi triwulan II 2016 diproyeksikan mencapai 3,79% (yoy), lebih tinggi dari realisasinya yang mencapai sebesar 3,45% (yoy). Seperti halnya pada triwulan I, perbedaan tersebut terutama dipicu oleh penurunan harga-harga komoditas yang dipengaruhi oleh kondisi global, yaitu penurunan harga minyak mentah dunia disertai dengan kebijakan Pemerintah dalam hal reformasi kebijakan energi. Beberapa komoditas yang terdampak penurunan harga antara lain, BBM, tarif listrik, Bahan Bakar Rumah Tangga, dan tarif angkutan. Pada triwulan III 2016, rata-rata laju inflasi diprediksi mencapai 3,74%, namun realisasinya hanya mencapai 3,07%. Penyimpangan prediksi tersebut terutama bersumber dari adanya penundaan kebijakan migrasi pelanggan listrik golongan 900VA ke 1300VA dalam rangka penyesuaian besaran subsidi listrik sehingga realisasi 102
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
laju inflasi komponen administered price lebih rendah. Di samping itu, berbagai langkah kebijakan persiapan pengendalian inflasi menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu Ramadan dan Idul Fitri telah berdampak positif. Hal ini terlihat dari sumbangan inflasi yang dipicu oleh peningkatan permintaan masyarakat menjadi lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Realisasi inflasi di triwulan IV 2016 mencapai 3,02% (yoy), lebih rendah dibanding proyeksi yang sebesar 3,29% (yoy). Deviasi ini dipengaruhi oleh tekanan inflasi akibat HBKN (Natal) dan faktor musiman, seperti liburan akhir tahun dan akhir tahun ajaran sekolah yang relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dalam kaitan ini, perkiraan permintaan yang masih moderat menjadi faktor relatif rendahnya tekanan inflasi. Hal ini diindikasikan juga oleh pergerakan beberapa indikator konsumsi dalam negeri seperti penurunan uang beredar dan kredit konsumsi. Selain itu, langkah pemerintah dalam pengendalian inflasi sebagai antisipasi pada masa HBKN mendorong inflasi bahan makanan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pola historisnya. Meskipun begitu, risiko La Nina tetap mempengaruhi produktivitas hortikultura yang mendorong peningkatan inflasi komponen volatile food pada triwulan ini. C. Nilai Tukar Laporan Kinerja Tahun 2016
Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah pada triwulan I tahun 2016 adalah Rp.13.527 per dolar AS, lebih kuat dari nilai proyeksi yaitu sebesar Rp.13.903 per dolar AS. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh isu global dan domestik. Kondisi ekonomi global masih diliputi ketidakpastian perekonomian global akibat kenaikan suku bunga acuan di AS, pelemahan ekonomi Tiongkok dan quantitative easing yang masih berlangsung di Jepang, Eropa dan Tiongkok. Tekanan depresiasi rupiah akibat rencana kenaikan suku bunga AS yang dikhawatirkan tidak terjadi seiring penundaan rencana tersebut seiring masih lemahnya perekonomian AS. Pada saat yang sama, negara negara Eropa dan Jepang tetap menempuh kebijakan quantitative easing walaupun suku bunga riil di negara-negara tersebut telah mencapai nilai negatif. Kondisi ini menyebabkan terjadinya aliran modal ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sementara itu, dari sisi domestik peningkatan kualitas infrastruktur tidak hanya menyebabkan sentimen positif pelaku pasar tetapi juga berkontribusi positif terhadap perbaikan kinerja transaksi berjalan dan perekonomian secara umum sehingga membantu penguatan Rupiah. Pada triwulan II 2016, realisasi nilai tukar Rupiah (Rp.13.318) lebih lemah dari nilai proyeksi (Rp.13.174), atau menyimpang sebesar 1%. Penyimpangan tersebut terutama disebabkan oleh pelemahan rupiah dipertengahan kuartal ke II 2016 yang lebih dalam dari perkiraan. Menurunnya surplus perdagangan pada bulan Mei dan juga kekhawatiran lonjakan inflasi menjelang bulan puasa menyebabkan tekanan tambahan pada nilai tukar rupiah. Memasuki kuartal III tahun 2016, nilai tukar rupiah kembali menguat dan mencapai rata rata Rp13.135 per dolar AS, lebih kuat dari proyeksinya sebesar Rp 13.500 per dolar AS. Hasil referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) beserta masih belum jelasnya keputusan kenaikan suku bunga acuan di AS, membuat sentimen positif bagi nilai tukar rupiah. Di sisi domestik, adanya potensi capital inflow dampak kebijakan pengampunan pajak dan positifnya kinerja perekonomian turut membantu penguatan Rupiah.
103
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Pada triwulan IV 2016, realisasi nilai tukar tidak berbeda jauh dari proyeksinya. Dengan realisasi sebesar Rp.13.247 per dolar AS dibanding dengan proyeksinya sebesar Rp.13.200 per dolar AS, maka penyimpangan proyeksi rata-rata nilai tukar rupiah hanya sebesar 0,4%. Pergerakan nilai tukar Rupiah ini didorong oleh kinerja perekonomian Indonesia yang relatif baik, keberhasilan program kebijakan pengampunan pajak, akselerasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur, terjaganya tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta perbaikan surplusnya transaksi modal dan neraca pembayaran. Di sisi lain, pengaruh faktor eksternal lebih banyak diwarnai oleh sentimen negatif seperti lambatnya pemulihan ekonomi di negara maju, rebalancing ekonomi Tiongkok, ketidakpastian permasalahan geopolitik, tingginya volatilitas pasar keuangan dan masih rendahnya harga komoditas, dan ketidakjelasan kebijakan ekonomi pemerintah AS yang baru, termasuk dampak kenaikan suku bunga acuan FFR pada tanggal 14 Desember 2016. D. Rata-rata suku bunga SPN 3 Bulan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan pertama tahun 2016 mencapai 5,9%, lebih rendah daripada yang diperkirakan yang sebesar 6,2%. Hal ini terjadi karena banyaknya aliran dana masuk ke Indonesia sebagai akibat dari quantitative easing yang masih berlangsung di Jepang, Eropa dan ditundanya kenaikan suku bunga the Fed, serta kinerja perekonomian nasional yang relatif lebih baik dibandingkan negara lainnya di kawasan regional. Memasuki triwulan II 2016, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan triwulan II 2016 menurun dan mencapai 5,55%, lebih rendah dari proyeksinya sebesar 6,2%. Faktor eksternal yang terjadi selama triwulan pertama masih menjadi dasar sentimen positif pada kondisi pasar domestik. Dari sisi dalam negeri, relatif terjaganya dan stabilitas nilai tukar Rupiah turut mempengaruhi penurunan tingkat suku bunga ini. Realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan III 2016 relatif stabil dibanding kuartal sebelumnya yaitu mencapai 5,4%. Namun demikian, tingkat suku bunga tersebut sedikit lebih tinggi dari proyeksinya sebesar 5,3%. Di dua bulan awal kuartal tersebut, suku bunga SPN 3 bulan masih menunjukkan tren menurun, seiring banyaknya capital inflow ke Indonesia. Namun adanya isu kenaikan suku bunga the Fed pada bulan September, menyebabkan terjadinya tekanan pada suku bunga SPN 3 bulan. Sementara itu, realisasi suku bunga SPN 3 bulan pada triwulan IV 2016 sebesar 5,76%, lebih tinggi daripada yang diproyeksikan sebesar 5,3%. Pergerakan nilai suku bunga ini terjadi karena adanya dampak dari hasil pemilu AS dan isu kenaikan suku bunga the Fed sejak bulan September yang kemudian terealisasi pada awal Desember 2016. Sementara itu capital inflow dari kebijakan pengampunan pajak periode 2 tidak sebesar periode 1. Dengan demikian, realisasi IKU tingkat akurasi proyeksi asumsi makro di tahun 2016 ialah 114,62% atau melebihi target yang ditetapkan sebesar 100%. Realisasi IKU ini juga lebih tinggi 1,1% dari tahun 2015 yang hanya sebesar 113,52%. Hal ini berarti proyeksi yang dilakukan masih cukup baik dan mengalami peningkatan keakurasian dibandingkan tahun sebelumnya.
104
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.25 Capaian IKU Tingkat Akurasi Proyeksi Asumsi Makro
K-Wide
Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas 4a - Tingkat akurasi proyeksi asumsi makro
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-16
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Realisasi
113.68%
113.67%
113.68%
114.15%
113.83%
117%
114.62%
Capaian
113.68
113.67
113.68
114.15
113.83
117
114.52
Target
Pol/ KP Max/ Ave
Ketersediaan model proyeksi dan sumber informasi yang memadai akan mampu mendukung pencapaian target IKU ini. Di sisi lain, masih terdapat beberapa tantangan terhadap akurasi proyeksi. Beberapa tantangan tersebut antara lain bahwa, masih terdapat variabel-variabel yang mengalami perubahan dari hari ke hari dan memiliki volatilitas yang tinggi. Di samping itu, terdapat faktor-faktor yang berada di luar kontrol Kementerian Keuangan dan akan mempengaruhi besaran variabel asumsi ekonomi makro, baik faktor luar negeri, faktor dalam negeri, serta ekspektasi pasar.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Data-data untuk melakukan proyeksi sebagian besar merupakan data-data bulanan atau harian yang trendnya sangat dipengaruhi berbagai dinamika dan perubahan arah kebijakan baik di dalam negeri maupun perekonomian global. Sementara itu proyeksi dilakukan 1 triwulan ke depan, sehingga mungkin belum memasukan berbagai perubahan variabel yang terjadi di kemudian hari. Kondisi tersebut akan mempengaruhi keakurasian angka proyeksi asumsi ekonomi makro terhadap realisasinya. Keakurasian proyeksi asumsi makro menjadi salah satu indikator untuk ketepatan dalam pemilihan respon kebijakan yang diambil Kementerian Keuangan. Dengan menyadari hal itu, Kementerian Keuangan mengambil beberapa langkah untuk menjaga dan meningkatakan keakurasian proyeksi asumsi makro, antara lain: 1. Pengembangan dan perbaikan model untuk keakurasian proyeksi (updating model dan koefisien-koefisien dari model yang digunakan) 2. Updating data-data indikator ekonomi ekonomi 3. Pertukaran data dengan Bank Indonesia, dan BPS 4. Diskusi dan sharing knowledge dengan beberapa lembaga lain, seperti BI, World Bank, dan pelaku pasar untuk menambah informasi yang tidak tertangkap dalam model dan perhitungan dasar Kemudian, untuk menjamin keakurasian proyeksi asumsi makro sesuai dengan target RPJMN yang telah ditetapkan, Kementerian Keuangan terus melakukan perbaikan perangkat analisa dan data serta diskusi dengan instansi terkait untuk lebih menjamin strategi pencapaian yang ditetapkan serta lebih mendorong penyesuaian sasaran ke tingkat yang lebih realistis dan sesuai dengan perkembangan yang telah terjadi.
105
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
4b. Deviasi proyeksi APBN IKU ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi proyeksi APBN sehingga dapat dilakukan penyempurnaan kebijakan fiskal tahun berikutnya. Proyeksi APBN meliputi proyeksi terhadap penerimaan perpajakan dan belanja K/L. Penerimaan perpajakan meliputi penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional dalam APBN. Sedangkan belanja K/L adalah alokasi anggaran APBN kepada Kementerian/ Lembaga. Berikut selengkapnya penjelasan dari realisasi deviasi proyeksi APBN yang terdiri atas deviasi proyeksi penerimaan perpajakan (non migas) dan belanja K/L. Tabel 3.26 Deviasi Proyeksi Penerimaan Perpajakan (non-migas)
Proyeksi
Realisasi
(miliar Rp)
(miliar Rp)
Q1
203.615,2
198.071,0
2,7%
Q2
301.122,4
307.616,1
2,2%
Q3
366.329,4
365.776,8
0,2%
Q4
379.106,9
376.246,1
0,8%
Laporan Kinerja Tahun 2016
Periode
Deviasi
Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan I tahun 2016 diproyeksikan sebesar Rp203,62 triliun dengan realisasi mencapai Rp198,07 triliun sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada triwulan I tahun 2016 sebesar 2,7%. Realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan Maret 2016 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2015, terutama: 1. Belum pulihnya aktivitas ekspor impor pada triwulan I 2016 yang mengakibatkan perlambatan pada PPh nonmigas dan penurunan PPN 2. Meningkatnya beban restitusi triwulan I 2016 3. Penurunan penerimaan cukai pada bulan Januari-Februari 2016 sebagai bentuk penyesuaian pemberlakuan PMK 20 Tahun 2015, namun hal ini sudah diperkirakan sebelumnya sehingga tidak akan akan memberikan tekanan pada pencapaian target cukai sampai dengan akhir tahun. Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan II tahun 2016 diproyeksikan sebesar Rp310,12 triliun dengan realisasi mencapai Rp307,62 triliun sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada triwulan II tahun 2016 sebesar 2,2%. Penerimaan perpajakan s.d. 30 Juni 2016 secara nominal dan capaian thd APBN-P masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015, antara lain dipengaruhi:
106
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
1. Belum pulihnya aktivitas ekspor impor pada triwulan II 2016 yang mengakibatkan perlambatan pada PPh nonmigas dan penurunan PPN 2. Meningkatnya beban restitusi triwulan II 2016 3. Penerimaan cukai relatif rendah karena belum meningkatnya pembelian pita cukai triwulan II 2016 dan perubahan pola pembayaran pita cukai Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan III tahun 2016 diproyeksikan sebesar Rp366,33 triliun dengan realisasi mencapai Rp365,78 triliun sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada triwulan III tahun 2016 sebesar 0,2%. Penerimaan perpajakan sampai dengan September 2016 secara nominal dan pencapaian terhadap target lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, antara lain dipengaruhi: 1. Realisasi penerimaan tax amnesty periode Juli s.d September 2016 2. PPN dan PPh non tax amnesty masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 karena belum pulihnya aktivitas ekspor impor triwulan III 2016
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penerimaan perpajakan nonmigas pada triwulan IV tahun 2016 diproyeksikan sebesar Rp379,11 triliun dengan realisasi mencapai Rp376,25 triliun sehingga deviasi proyeksi penerimaan perpajakan pada triwulan III tahun 2016 sebesar 0,8%. Realisasi penerimaan perpajakan s.d. 31 Desember 2016 secara nominal lebih besar dari periode yang sama tahun lalu terutama didorong oleh pertumbuhan PPh non-migas sekitar 14 persen dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada tahun 2016, khususnya program tax amnesty. Penerimaan uang tebusan dari tax amnesty mencapai Rp107,0 triliun. Data realisasi deviasi proyeksi Belanja K/L sepanjang tahun 2016 adalah sebagai berikut: Tabel 3.27 Deviasi Proyeksi Belanja K/L
Proyeksi
Realisasi
(miliar Rp)
(miliar Rp)
Q1
82.673,3
82.726,8
0,1%
Q2
171.570,1
180.088,7
5,0%
Q3
165.458,5
165.808,5
0,2%
Q4
260.530,0
248.976,0
4,4%
Periode
Deviasi
Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan masih melemahnya harga komoditas, Pemerintah terus mendorong agar kebijakan belanja ekspansif terutama yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) dapat lebih optimal dalam menstimulasi perekonomian. Namun demikian, Pemerintah juga perlu tetap menjaga defisit dalam batas aman. Oleh karena itu Pemerintah terus melakukan berbagai terobosan dan upaya perbaikan agar kebijakan belanja menjadi lebih efesien dan efektif. Terobosan kebijakan yang dilakukan Pemerintah telah berkontribusi positif dalam mengakselerasi dan memperbaiki pola penyerapan belanja K/L. Adapun terobosan kebijakan tersebut antara lain berupa percepatan pelaksanaan kegiatan melalui proses pelelangan yang dilakukan sebelum tahun anggaran 2016 dimulai. Dapat dimulainya pelaksanaan anggaran sejak awal tahun 2016 telah berhasil meningkatkan penyerapan bulanan di tahun 2016 yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan
107
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
adanya percepatan dan sekaligus perbaikan pola penyerapan tersebut maka diharapkan dapat meningkatkan daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi. Di tengah tekanan ekonomi global yang dihadapi pada tahun 2016, Pemerintah terus mendorong efisiensi dan efektifitas belanja agar mempunyai daya dorong yang optimal dalam menstimulasi perekonomian. Hal ini dilakukan dengan diterbikannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016. Dengan diterbitkannya Inpres tersebut, maka K/L diminta untuk melakukan efisiensi belanja terutama pada anggaran belanja barang (antara lain honorarium, perjalanan, dinas, paket meeting, langganan daya dan jasa, biaya iklan, pengadaan kantor, dan sebagainya) serta pada anggaran dari kegiatan yang belum dikontrakkan atau tidak akan dilaksanakan hingga akhir tahun.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Kebijakan efisiensi terutama pada belanja barang tersebut dilakukan untuk menjaga kredibiltas APBN ditengah dinamika perekonomian global. Untuk itu, kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak mendesak untuk dilakukan di tahun 2016 diminta untuk dapat dilanjutkan (carry over) ke tahun anggaran berikutnya. Di sisi lain, Pemerintah tetap mengupayakan peningkatan kinerja penyerapan belanja modal di tahun 2016 agar dapat menggerakkan sektor riil, memperluas kesempatan kerja serta meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga tetap konsisten mendorong belanja yang produktif dan prioritas antara lain melalui anggaran infrastruktur, anggaran kesehatan 5 persen, anggaran pendidikan 20 persen, dan anggaran perlindungan sosial. Tabel 3.28 Capaian IKU Deviasi Proyeksi APBN tahun 2016
Formulasi kebijakan fiskal yang berkualitas K-Wide 4b - Deviasi Proyeksi APBN T/R Target
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-16
Pol/KP Min/ Ave
5%
5%
5%
5%
5%
5%
5%
Realisasi
1,4%
3,6%
2,5%
0,2%
1,7%
2,6%
1,95%
Capaian
172
128
150
196
165.4
148
161
Rata-rata realisasi IKU deviasi proyeksi APBN triwulanan selama tahun 2016 adalah 1,95%. Capaian tersebut menunjukkan bahwa deviasi proyeksi APBN masih terkendali di bawah target yang ditetapkan sebesar 5%. Hal ini berarti proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan masih cukup baik dan akurat. Realisasi IKU ini pada tahun 2016 juga meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang deviasinya mencapai 3,2%. Proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan tentu didukung dengan adanya model proyeksi yang cukup akurat serta ketersediaan data-data yang terkait dengan penerimaan dan belanja K/L. Untuk mengatasi permasalahan/hambatan yang dihadapi, Kementerian Keuangan melakukan hal-hal sebagaimana berikut: 1. Updating data realisasi penerimaan pajak non migas 2. Updating data realisasi belanja K/L 3. Melakukan pengembangan model proyeksi
108
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Pada tahun-tahun selanjutnya, harus terus dilakukan updating data secara periodik serta pertukaran data antar unit di Kementerian Keuangan (BKF, DJP, DJBC, DJA, DJPb, DJPPR) sehingga proyeksi yang dilakukan semakin akurat. Sasaran Strategis 5: Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal Neraca Pemerintah Pusat menginformasikan aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah. Kementerian Keuangan berfungsi mengelola komponen dalam neraca tersebut secara optimal yang meliputi pengelolaan penerimaan negara, pengeluaran negara, kekeayaan negara dan pembiayaan negara. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 3 (tiga) IKU sebagaimana dijabarkan pada tabel 3.27 25 berikut. Tabel 3.29 Capaian IKU pada SS Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal
SS 5: Pengelolaan neraca pemerintah pusat dan BUN yang optimal Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
5a
Indeks opini BPK atas LKPP
4 (WTP)
3 (WTP)
75,00
5b
Indeks opini BPK atas LK BUN
4 (WTP)
3 (WTP)
75,00
5c
Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat
5%
3,84%
120,00 Laporan Kinerja Tahun 2016
5a. Indeks opini BPK atas LKPP Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) bertujuan menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan daya keuangan negara serta posisi keuangan pemerintah. Dengan mengetahui Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP, dapat diketahui tingkat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sehingga dapat dijadikan pedoman bagi para pengguna untuk kepentingan ekonomi, sosial, maupun politik. Indikator Kinerja Utama (IKU) Indeks Opini BPK atas LKPP bertujuan menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara. Pada tahun 2016, IKU tersebut mengukur kualitas LKPP Audited Tahun 2015. Indeks pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK sebagai berikut: 1. Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse) 2. Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer) 3. Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih 4. Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan) 5. Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan) 6. Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan) 7. Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) 8. Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Target IKU tahun 2016 sama dengan tahun 2015 yaitu indeks 4 yang mencerminkan Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Polarisasi data ditetapkan menggunakan maximize, dimana semakin sedikit temuan maka indeksnya semakin tinggi sehingga diharapkan laporan keuangan yang dibuat semakin akuntabel dan transparan. 109
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Capaian tahun 2016 atas IKU Indeks Opini BPK atas LKPP adalah sebagai berikut: Tabel 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LKPP tahun 2016
T/R
Q1
Q2
Sm.1
Q3
Sd. Q3
Q4
Y-16
Target
-
4 (WTP)
4 (WTP)
-
4 (WTP)
-
4 (WTP)
Realisasi
-
3 (WDP)
3 (WDP)
-
3 (WDP)
-
3 (WDP)
Capaian
-
75
75
-
75
-
75
Pol /KP
Max/ TLK
Realisasi tahun 2016 adalah sebesar 3,00 yang mencerminkan opini wajar dengan 4 (empat) permasalahan (temuan) atau lebih. Dalam hal ini, terdapat 6 (enam) pengecualian atas opini WDP BPK terhadap LKPP Audited tahun 2015, yaitu:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Ketidakpastian nilai Penyertaan Modal Negara pada PT PLN (Persero) akibat tidak diterapkannya Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan Nomor 8 (ISAK 8) pada LK PT PLN (Persero) Tahun 2015; 2. Penetapan harga jual eceran minyak solar bersubsidi yang lebih tinggi dari harga dasar termasuk pajak dikurangi subsidi tetap; 3. Piutang Bukan Pajak pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak didukung dokumen sumber yang memadai serta tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar; 4. Persediaan pada Kementerian Pertahanan belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi, dan rekonsiliasi BMN, serta Persediaan yang Diserahkan ke Masyarakat pada Kementerian Pertanian belum dapat dijelaskan status penyerahannya; 5. Pencatatan dan penyajian catatan dan fisik Saldo Anggaran Lebih (SAL) tidak akurat sehingga kewajaran transaksi dan/atau saldo terkait SAL tidak dapat diyakini kewajarannya; 6. Koreksi langsung yang mengurangi ekuitas dan transaksi antar entitas yang tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2015, terdapat penambahan pengecualian, dimana LKPP tahun 2014 mendapatkan 4 (empat) pengecualian. Namun demikian, capaian tahun 2016 dan 2015 menunjukkan nilai indeks yang sama yaitu 3,00. Berdasarkan opini BPK tahun 2015, dapat dilihat bahwa LKPP telah mendapatkan opini WDP selama 7 (tujuh) tahun berturut-turut sejak pertama kali diperoleh pada tahun 2009. Sedangkan LKPP Tahun 2004 sampai dengan 2008 mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat (disclaimer). Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 sampai dengan LKPP tahun 2015 dapat ditunjukkan sebagai berikut:
110
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
7 6
6
6 5
4
4
4 4
3 2
3
Pengecualian / Permasalahan
2 1 0
2019
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Grafik 3.5 Perkembangan jumlah pengecualian dalam opini WDP atas LKPP tahun 2009 s.d 2015
Walaupun LKPP tahun 2015 terdapat penambahan pengecualian, namun mengingat tahun 2015 merupakan tahun pertama implementasi akuntansi berbasis akrual, maka kualitas LKPP dapat dikatakan mengalami peningkatan. LKPP merupakan konsolidasi dari Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LK K/L) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN), maka BPK juga melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut. Selanjutnya, hasil pemeriksaan akan digunakan sebagai dasar penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2015. Laporan Kinerja Tahun 2016
Dari hasil Hasil Pemeriksaan atas 85 LK K/L (termasuk BPK yang diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik) dan LK BUN, menunjukkan bahwa terdapat 56 LK K/L yang mendapatkan WTP, 26 LK K/L dan LK BUN mendapatkan opini WDP, serta 4 (empat) LK K/L mendapatkan opini TMP yaitu: Kementerian Sosial; Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; Kementerian Pemuda dan Olahraga; dan Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia. Jumlah LK K/L yang mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) mengalami menurun dari 7 K/L pada LK 2014 menjadi 4 K/L pada LK 2015, hal ini menunjukkan kesiapan K/L dalam implementasi akuntansi berbasis akrual. Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN dari tahun 2009 sampai dengan 2015 adalah sebagai berikut: Tabel 3.31 Perkembangan opini atas LK K/L dan BUN Tahun 2009-2015
Opini
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
45 (K/L:42; BUN:3)
53 (K/L:50; BUN:3)
67 (K/L:61; BUN:6)
69 (K/L: 62 ; BUN: 7)
65 (K/L: 65)
62 (K/L: 62)
56 (K/L: 56)
Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
26 (K/L:24; BUN:2)
29 (K/L:24 ; BUN:5)
18 (K/L:16 ; BUN:2 )
22 (K/L: 21 ; BUN: 1 )
19 (K/L: 18 ; BUN: 1)
18 (K/L: 17 ; BUN: 1)
26 (K/L:25; BUN: 1)
Tidak Memberikan Pendapat (TMP)
8 (K/L:7; BUN:1)
2 (K/L: 2)
2 (K/L: 2)
3 (K/L: 3)
3 (K/L: 3)
7 (K/L: 7)
4 (K/L: 4)
Tidak Wajar (TW)
0
0
0
0
0
0
0
111
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka penyusunan dan peningkatan kualitas Laporan Keuangan antara lain:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Menyusun Peraturan Menteri Keuangan dalam rangka Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. 2. Pembinaan terhadap penyusun LK K/L dan LK BUN terkait dengan penerapan sistem akuntansi berbasis akrual. 3. Pendampingan penyusunan LK K/L agar dapat diidentifikasi permasalahan secara lebih dini. 4. Reviu LKPP oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu. 5. Pembahasan temuan pemeriksaan BPK atas LK K/L dan LK BUN tahun 2015 antara Kementerian Keuangan, Kementerian Negara/Lembaga dan BPK. 6. Melakukan Pembahasan TP di tingkat High Level Meeting untuk membahas TP yang tidak bisa diselesaikan dalam pembahasan Temuan Pemeriksaan. 7. Forum Group Discussion oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN terkait penyusunan kajian terkait penerapan kebijakan akuntansi ISAK 8 pada LK PT PLN (Persero). 8. Penyusunan kajian kebijakan pengendalian internal terkait penyusunan LK K/L dan LK BUN. 9. Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016. 10. Menyampaikan action plan penyelesaian TP kepada BPK. 11. Menyampaikan surat permintaan untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam LHP atas LKPP Tahun 2015 dan permintaan Laporan Progres Tindak Lanjut Terhadap Rekomendasi BPK dalam LHP atas LKPP Tahun 2015 kepada unit terkait yang bertanggung jawab. Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian IKU antara lain: 1. Perubahan basis akuntansi dari Kas Menuju Akrual (Cash Toward Accrual) menjadi Akrual berdampak pada sistematika penyusunan laporan keuangan pemerintahan, baik dari sisi kebijakan, peraturan, dan aplikasi penunjang. 2. Kementerian Keuangan belum memiliki kebijakan, pedoman, dan prosedur terkait dengan mekanisme Control Self Assessment (CSA) dalam rangka pelaporan keuangan berbasis akrual. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah tidak memiliki dokumentasi yang memadai atas risiko dan efektivitas pengendalian internal dalam penyusunan LK BUN dan LKPP. 3. Aplikasi SPAN masih dalam proses penyempurnaan, sehingga konsolidasi LK BUN dan LKPP belum dapat dilakukan dengan menggunakan SPAN. 4. Keterbatasan pemahaman penyusun LK K/L dan LK BUN terkait akuntansi berbasis akrual pada Kementerian/Lembaga. Rencana aksi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pencapaian IKU tersebut pada tahun 2017 antara lain: 1. Penyempurnaan aplikasi SPAN. 2. Penyusunan pedoman nasional terkait penerapan pengendalian internal atas penyusunan LK (Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR)) 3. Menyelenggarakan pembinaan akuntansi dan pelaporan keuangan kepada Kementerian Negara/ Lembaga. 4. Menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2017.
112
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
5b. Indeks opini BPK atas LK BUN Indeks opini BPK atas LK BUN mengukur kualitas laporan pengelolaan BUN. IKU ini bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban pengelolaan BUN. Indeks Opini BPK atas LK BUN merupakan salah satu IKU Kementerian Keuangan yang diturunkan ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) dan Inspektorat Jenderal (Itjen). Pada tahun 2016, IKU tersebut mengukur kualitas LK BUN Audited Tahun 2015. Indeks pengukuran IKU menggunakan skala 1 sampai dengan 4 yang mewakili jenis opini BPK sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse) 2. Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer) 3. Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih 4. Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan) 5. Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan) 6. Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan) 7. Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) 8. Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Target IKU tersebut untuk tahun 2016 adalah indeks 4 dengan periode pelaporan tahunan sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak Kinerja Tahun 2016. Target tersebut sesuai dengan target dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan tahun 2015-2019. Polarisasi data yang digunakan adalah maximize (semakin tinggi realisasi terhadap target maka semakin baik capaian kinerjanya) dengan jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value (realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir).
113
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Capaian tahun 2016 atas IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN adalah sebagai berikut: Tabel 3.30 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN Tabel 3.32 Capaian IKU Indeks Opini BPK atas LK BUN
T/R
Q1
Q2
Sm.1
Q3
Sd. Q3
Q4
Y-16
Target
-
4 (WTP)
4 (WTP)
-
4 (WTP)
-
4 (WTP)
Realisasi
-
3 (WDP)
3 (WDP)
-
3 (WDP)
-
3 (WDP)
Capaian
-
75
75
-
75
-
75
Pol /KP
Max/ TLK
Sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, LK BUN Tahun 2015 mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). BPK memberikan opini WDP atas LK BUN Tahun 2015 dengan 4 (empat) permasalahan sebagai berikut
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Dari nilai investasi permanen yang disajkan pada LK BUN tahun 2015, di antaranya sebesar Rp848,38 triliun merupakan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero). PT PLN (Persero) mengubah kebijakan akuntansinya dari sejak tahun 2012-2014 yang menerapkan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 menjadi tidak menerapkan ISAK 8, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap mewajibkan PT PLN (Persero) untuk menerapkan ISAK. Dampak penerapan ISAK 8 dan tanpa penerapan ISAK 8 dapat menimbulkan perbedaan nilai PMN PT PLN (Persero) per 31 Desember 2015 unaudited yang disajikan sebesar Rp43,44 tiriliun. Sampai dengan 20 Mei 2016, Manajemen PT PLN (Persero) belum dapat menyajikan laporan keuangan per 31 Desember 2015 audited. 2. Dari nilai belanja dan beban subsidi tahun 2015, di antaranya merupakan belanja dan beban subsidi Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) Solar yang membebani konsumen sebesar Rp3,19 triliun karena Pemerintah menerapkan Harga Jual Eceran (HJE) Minyak Solar Bersubsidi lebih tinggi dari seharusnya, yaitu sebesar harga dasar termasuk pajak dikurangi subsidi tetap. Dengan skema subsidi tetap, penetapan HJE Minyak Solar bersubsidi yang lebih tinggi dari yang seharusnya menguntungkan badan usaha karena subsidi yang lebih tinggi dari yang layak diterima. Pemerintah belum menetapkan status dana tersebut. 3. Terdapat permasalahan pada transaksi dan/atau saldo yang membentuk Saldo Anggaran Lebih (SAL) sehingga penyajian catatan dan fisik SAL tersebut tidak akurat. Selain itu, pemerintah juga belum menyelesaikan penelusuran atas permasalahan SAL tahun 2014 terkait dengan perbedaan nilai realisasi belanja antara K/L dan BUN dan ketidakakuratan pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran Kiriman Uang. 4. Menteri Keuangan selaku BUN belum sepenuhnya memiliki sistem pengendalian pencatatan yang memadai atas penambahan dan/atau pengurangan nilai ekuitas.
114
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
Tindakan yang telah dilaksanakan terkait penyusunan dan peningkatan kualitas LK BUN antara lain: 1. Menyamakan persepsi dalam penyusunan LK BUN tahun 2015 terkait dengan penerapan sistem akuntansi berbasis akrual. 2. Identifikasi awal permasalahan penyusunan LK BUN melalui pendampingan penyusunan LK Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (LK UAKPA Satker) dan LK Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (LK UAPPA-W). 3. Reviu LK BUN oleh Inspektorat Jenderal selaku APIP Kementerian Keuangan. 4. Pembahasan temuan pemeriksaan BPK atas LKKL dan LK BUN tahun 2015 antara Kementerian Keuangan, Kementerian Negara/Lembaga dan BPK. 5. Penyusunan kajian terkait penerapan kebijakan akuntansi ISAK 8 pada LK PT PLN (Persero). 6. Penyusunan kajian kebijakan pengendalian internal terkait penyusunan LK BUN. 7. Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016. Tantangan yang dihadapi dan rencana aksi yang akan dilakukan dalam rangka penyusunan dan peningkatan kualitas LK BUN sama seperti dalam penyusunan LKPP. 5c. Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat
Laporan Kinerja Tahun 2016
Deviasi proyeksi perencanaan kas merupakan perbedaan antara perkiraan/proyeksi dengan realisasi yang merupakan gabungan dari penerimaan dan pengeluaran. Data proyeksi yang dimaksud bukan merupakan data yang terdapat pada target APBN/P, tetapi merupakan proyeksi riil terhadap pendapatan/belanja/pembiayaan yang dapat dieksekusi. Data proyeksi yang disusun pada awal tahun oleh Tim Cash Planning Information Network (CPIN) merupakan proyeksi satu tahun yang dirinci dalam bulanan. Jika terdapat perbaikan, dapat dilakukan pada rapat CPIN pertama (minggu pertama bulan berjalan) dan rapat kedua (minggu ketiga bulan berjalan). Proyeksi sesuai hasil perbaikan terakhir dijadikan acuan perhitungan capaian IKU. Dalam kondisi tertentu (misalnya pada akhir tahun) tidak dilaksanakan rapat CPIN, data proyeksi menggunakan hasil rapat komite Asset Liability Management (ALM) terakhir pada bulan tersebut. Rencana penerimaan kas adalah rencana penerimaan kas (cash inflows) yang berasal dari pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Realisasi penerimaan kas adalah realisasi penerimaan kas (cash inflows) yang berasal dari pendapatan negara dan hibah serta pembiayaan. Perencanaan penerimaan kas dinyatakan akurat apabila standar deviasi antara realisasi penerimaan kas dan rencana penerimaan kas dalam suatu waktu tertentu ≤ 5%. Rencana pengeluaran kas adalah rencana pengeluaran kas (cash outflows) yang berasal dari belanja negara, pembiayaan. Realiasi pengeluaran kas adalah realisasi pengeluaran kas (cash outflows) yang berasal dari belanja negara dan pembiayaan. Perencanaan pengeluaran kas dinyatakan akurat apabila perbedaan antara realisasi pengeluaran kas dan rencana pengeluaran kas dalam suatu waktu tertentu ≤ 5%. IIKU ini bertujuan agar kas pemerintah semakin sehat, sehingga akan membantu pengelolaan likuiditas yang lebih baik dalam hal penyediaan kas untuk menyelesaikan kewajiban pemerintah. Polarisasi data yang digunakan adalah minimize, dengan harapan semakin kecil deviasi maka kas pemerintah akan semakin sehat. Adapun jenis konsolidasi periode yang digunakan adalah average, dimana target dan realisasi yang digunakan adalah angka rata-rata dari seluruh periode bersangkutan dalam setahun.
115
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat tahun 2016 diperoleh dari rata-rata deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat setiap triwulan selama tahun 2016. Formulasi deviasi penerimaan, pengeluaran, dan perencanaan kas adalah
Deviasi penerimaan bulanan: Proyeksi penerimaan kas- Realisasi penerimaan kas Deviasi bulan (m)
x 100
=
Proyeksi penerimaan kas
Deviasi penerimaan triwulan: Deviasi bulan (m) + Deviasi Bulan (m+1) + Deviasi Bulan (m +3) Deviasi penerimaan kas = Laporan Kinerja Tahun 2016
3 Deviasi pengeluaran bulanan: Proyeksi pengeluaran kas - Realisasi pengeluaran kas Deviasi bulan (m)
=
x 100 Proyeksi pengeluaran kas
Deviasi pengeluaran triwulanan Deviasi bulan (m) + Deviasi bulan (m+1) + Deviasi bulan (m+2) Deviasi pengeluaran kas = 3 Deviasi perencanaa kas triwulanan :
Deviasi pengeluaran kas =
Deviasi proyeksi Penerimaan Kas + Deviasi Proyeksi Pengeluaran Kas 2
116
x 100
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Realisasi deviasi proyeksi perencanaan kas pemerintah pusat pada tahun 2016 adalah 3,84%, dengan capaian sebagai berikut: Tabel 3.33 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat
T/R
Q1
Q2
Sm.1
Q3
Sd. Q3
Q4
Y-16
Target
5%
5%
5%
5%
5%
5%
5%
Realisasi
2,71%
2,43%
2,57%
5,14%
3,43%
5.08%
3,84%
Capaian
145.8
151.4
148.6
97,2
131.4
98.43
123.2
Pol /KP
Min/ Average
Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat secara bulanan dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 3.34 Capaian IKU Deviasi Proyeksi Perencanaan Kas Pemerintah Pusat, per bulan tahun 2016
Penerimaan Rp (miliar)
Pengeluaran %
Rp (miliar)
% % DEVIASI
DEVIASI RENKAS
Perkiraaan
Realisasi
DEVIASI
Perkiraan
Penerimaan
1
167.219,12
157.315,26
5,92
155.904,30
153.919,73
1,27
3,598
2
82.653,51
78.393,15
5,15
96.595,90
94.269,66
2,41
3,781
3
184.979,98
185.936,12
0,52
146.318,76
147.823,55
1,03
0,733
4
178.614,92
182.363,68
2,10
157.774,27
159.646,09
1,19
1,643
5
125.795,76
125.063,81
0,58
141.898,28
146.750,50
3,42
2,001
6
207.989,40
216.840,94
4,26
194.071,55
200.008,60
3,06
3,657
TRIWULAN I
2,717
TRIWULAN II
2,434
SEMESTER I BULAN
Laporan Kinerja Tahun 2016
BULAN
2,575 Penerimaan
%
Pengeluaran
%
DEVIASI Rp (miliar)
DEVIASI Rp (miliar)
% DEVIASI
RENKAS
Perkiraaan
Realisasi
Perkiraan
Penerimaan
7
149.798,64
134.909,64
9,94
158.932,49
147.559,58
7,16
8,548
8
193.490,70
190.211,79
1,69
128.332,44
130.491,01
1,68
1,688
9
227.257,28
248.749,85
9,46
177.194,65
175.536,10
0,94
5,197
TRIWULAN III
5,144
s.d. TRIWULAN III
3.432
10
128.790,86
115.132,24
10,61
157.698,45
156.145,88
0,98
5,795
11
135.973,32
137.479,98
1,11
195.060,76
191.708,83
1,72
1,413
12
243.995,05
261.475,75
7,16
285.533,75
311.035,10
8,93
8,048
TRIWULAN IV
5,085
SEMESTER II
5,115
TAHUN 2016
3,845
117
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Capaian deviasi perencanaan kas pada triwulan I, II, dan IV di bawah target deviasi triwulanan, sedangkan pada triwulan III deviasi melebihi batas target 5%. Hal ini disebabkan oleh kesuksesan program Tax Amnesty tahap I sehingga realisasi penerimaan sektor pajak jauh melebihi target penerimaan. Penambahan penerimaan dari sektor pajak yang cukup signifikan mempunyai dampak yang baik bagi pemerintah, namun di sisi lain mengurangi kualitas capaian IKU karena deviasi antara proyeksi dan rencana terlalu lebar dari yang ditargetkan. Pada triwulan IV, realisasi penerimaan dan belanja berada di bawah proyeksi serta realisasi/ penarikan pinjaman program dan proyek bergeser dari target yang telah ditetapkan. Tingginya proyeksi penerimaan pada triwulan IV adalah untuk memenuhi jumlah yang dibutuhkan untuk mencapai target defisit yang harus dicapai Pemerintah agar tidak melampaui batas yang ditetapkan Undang-Undang, namun pada akhirnya terdapat tambahan shortfall penerimaan perpajakan. Dengan demikian, defisit APBN tetap terjaga dikarenakan adanya measures Penghematan Belanja oleh Kementerian/Lembaga. Secara umum, tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan selama tahun 2016 yang mendukung keberhasilan pencapaian IKU tersebut, yaitu:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Komunikasi intensif dengan anggota CPIN melalui telepon, email, dan pesan elektronik; 2. Rapat rutin bulanan anggota CPIN; 3. Berkoordinasi dengan Satuan kerja Bendahara Umum Negara (BUN) yang bukan anggota CPIN melalui email dan telepon; 4. Menyampaikan perencanaan secara realistis untuk 3 (tiga) bulan ke depan. Tantangan ke depan dalam pencapaian IKU ini adalah penyusunan proyeksi atas penerimaan dan pengeluaran yang lebih akurat dengan rentang waktu yang lebih awal, dari semula 3 (tiga) hari kerja sebelum akhir bulan menjadi 5 (lima) hari kerja sebelum akhir bulan. Hal ini dilakukan agar data proyeksi dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan terkait pembiayaan. Rencana aksi yang dilakukan pada periode tahun 2017 adalah menjaga komunikasi intensif antar anggota CPIN dan pelatihan berkesinambungan kepada operator perencanaan kas. Sasaran Strategis 6: Belanja dan transfer yang optimal Pelaksanaan belanja negara yang optimal merupakan kemampan satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga dalam mengelola belanja pada pelaksanaan kegiatan yang ada pada dokumen pelaksanaan anggaran sesuai perencanaan anggaran. Sedangkan penyaluran transfer yang optimal adalah penyaluran transfer melalui suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Salah satu ukuran dari penyaluran transfer yang optimal apabila gap kemampuan keuangan antar pemerintah daerah semakin mengecil.
118
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.35 Capaian IKU pada SS Belanja dan transfer yang optimal
SS 6: Belanja dan transfer yang optimal Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
6a
Akurasi perencanan APBN
95%
96,73%
101,82
6b
Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga
75%
84,14%
112,19
6c
Indeks pemerataan keuangan antar daerah
0,725
0,706
102,62
6a. Akurasi perencanaan APBN Tingkat akurasi perencanaan APBN adalah kesesuaian atau ketepatan antara angka exercise DJA yang disusun berdasarkan formula yang telah ditetapkan dan masukan dari stakeholder terkait dengan realisasi pada saat laporan. IKU tersebut disusun dalam rangka mengukut kualitas perencanaan RAPBN dan RAPBN-P. Laporan Kinerja Tahun 2016
Penghitungan akurasi perencanaan APBN meliputi 3 (tiga) unsur, yaitu: a. Perencanaan PNBP (bobot 25%), b. Perencanaan belanja pemerintah pusat (bobot 50%), dan c. Perencanaan pembiayaan (bobot 25%). Unsur-unsur di atas tertuang dalam penghitungan perkiraan besaran APBN/APBN-P pada tabel I-account. Polarisasi data yang digunakan adalah maximize, semakin akurat perencanaan APBN/APBN-P maka kinerjanya semakin baik. Jenis konsolidasi periode yang digunakan adalah take last known value, dimana realisasi yang digunakan adalah angka periode terakhir. Target tahun 2016 adalah sebesar 95%, sama dengan target yang dicantumkan dalam Rencana Strategis Kemenkeu tahun 2015-2019. Adapun untuk mengukur ketercapaian IKU ini, ditetapkan formula sebagai berikut: Akurasi Perencanaan APBD = 100%- Nilai Mutlak Devisa
Realisasi - (Proyeksi Realisasi Anggaran ± a Deviasi =
x 100% Proyeksi Realisasi Anggaran ± a
119
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
Keterangan: • Realisasi akurasi perencanaan APBN semester I merupakan angka proyeksi realisasi semester I dalam ALM dibandingkan dengan realisasi dalam buku laporan semester I pelaksanaan APBN • Adapun realisasi akurasi perencanaan APBN akhir tahun merupakan angka proyeksi realisasi akhir tahun dalam ALM dibandingkan dengan realisasi dalam konferensi pers yang disampaikan oleh pimpinan Kementerian Keuangan pada awal tahun berikutnya • a adalah perubahan kebijakan yang mempengaruhi proyeksi yang konstanta nya dihitung berdasarkan dampak kebijakan Bobot Capaian = (Akurasi Perencanaan PNBP x 25%) + (Akurasi Perencanaan Belanja Pemerintah Pusat x 50%) + (Akurasi Perencanaan Pembiayaan Anggaran x 25%)
Laporan Kinerja Tahun 2016
Dalam siaran pers Nomor 01/KLI/2017 tanggal 3 Januari 2017 disampaikan bahwa APBN 2016 terkendali dalam batas aman. Hal ini merupakan keberhasilan pemerintah menjaga APBN sebagai instrumen kebijakan yang kredibel, efektif dan efisien serta berkelanjutan (sustainable), meskipun sepanjang tahun 2016 perkembangan ekonomi global diwarnai berbagai tantangan, dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Situasi global tersebut disebabkan tingkat permintaan global dan harga komoditas yang masih lemah. Ditambah lagi kondisi perekonomian global masih tidak pasti dengan berlanjutnya moderasi perlemahan Tiongkok, proyeksi kenaikan suku bunga AS dan ketidakpastian geopolitik di beberapa kawasan. Capaian IKU Akurasi perencanaan APBN adalah sebagai berikut:
120
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.36 Capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN
PNBP
Belanja Pemerintah Pusat
Pembiayaan
a.
Realisasi (triliun)
Rp262,35
Rp1.148,60
Rp330,33
b.
Proyeksi realisasi ALM
Rp260,72
Rp1.195,26
Rp315,66
c.
Tingkat Akurasi
99,37%
96.10%
95,35%
d.
Bobot perhitungan
25%
50%
25%
e.
Nilai
24,84%
48,05%
23,84%
f.
Realisasi IKU
96,73%
g.
Target IKU
95,00%
h.
Indeks capaian IKU
101,82
Laporan Kinerja Tahun 2016
Keterangan: Penghitungan capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN mengalami perubahan pada komponen yang dibandingkan. Pada tahun 2015, akurasi dihitung dengan membandingkan realisasi anggaran dengan pagu APBN/P, sedangkan pada tahun 2016 realisasi anggaran dibandingkan dengan proyeksi realisasi pada saat forum ALM.
Realisasi (sementara) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam tahun 2016 mencapai Rp262,35 triliun atau 107 persen dari targetnya dalam APBN-P tahun 2016 sebesar Rp245,1 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasi PNBP tahun 2015, terdapat peningkatan penerimaan sebesar Rp8,6 triliun atau naik sebesar 3,40%. Secara keseluruhan, realisasi (sementara) belanja K/L mencapai Rp677,6 triliun atau 88,3 persen dari pagu APBN-P tahun 2016. Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp1.148.6 triliun atau sebesar 87,9 persen dari pagunya dalam APBN-P tahun 2016 sebesar Rp1.306,7 triliun. Apabila dibandingkan terhadap outlook setelah penghematan (termasuk penghematan alamiah), maka penyerapan belanja K/L tersebut sebesar 100,8 persen. Realisasi belanja pemerintah ini turun sebesar 2,13% dari realisasi tahun 2015 yaitu sebesar Rp1.173,60 triliun. Berdasarkan realisasi (sementara) pendapatan negara sebesar Rp1.551,8 triliun (penjumlahan penerimaan pajak, bea dan cukai, serta PNBP) dan
121
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
belanja negara sebesar Rp1.859,4 triliun sehingga realisasi defisit anggaran dalam APBN-P tahun 2016 mencapai Rp330,3 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun 2015, realisasi pembiayaan anggaran pemerintah pusat tahun 2016 meningkat sebesar 3,8%. Upaya peningkatan pendapatan negara yang hanya tercapai 86,9% diiringi dengan kebijakan penajaman alokasi belanja sehingga diperoleh persentase defisit terhadap PDB sebesar 2,46%. Realisasi defisit anggaran ini lebih tinggi dari target defisit anggaran dalam APBN-P tahun 2016 yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp296,7 triliun (sebesar 2,35% terhadap PDB). Adapun perkembangan target dan realisasi IKU Akurasi Perencanaan APBN dari tahun 2014 sampai dengan 2016 dapat dilihat pada grafik di bawah ini: 98.00% 95.70% 96.00%
96.73% 95.00%
95.00%
94.00% Laporan Kinerja Tahun 2016
92.00% 92.18% 90.00% 90.00% 88.00% 86.00% 2014
Target
2015
2016
Realisasi Grafik 3.6 Tren capaian IKU Akurasi Perencanaan APBN
Faktor eksternal di luar pemerintah memiliki peran sangat besar dalam pencapaian IKU ini. Di samping itu, melambatanya realisasi pendapatan negara dan meningkatnya penyerapan anggaran belanja menjadi tantangan pencapaian IKU. Berbagai langkah telah dilakukan agar perencanaan APBN tetap akurat, antara lain : 1. Monitoring secara intensif pelaksanaan APBN 2016 dan menyusun opsiopsi kebijakan dalam rangka mitigasi risiko pelaksanaan APBN. 2. Melakukan rapat koordinasi secara berkala dalam rangka pengamanan pelaksanaan APBN tahun 2016, yaitu pertemuan bulanan Asset Liability Management (ALM), pertemuan bulanan/mingguan Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (Tepra), dan pertemuan bulanan/ mingguan Cash Planning Information Network (CPIN). 3. Melakukan penyusunan analisis sensitivitas APBN 2016 terhadap asumsi dasar ekonomi makro. 4. Melakukan konsolidasi supporting belanja pemerintah pusat yang dapat digunakan untuk cross cek dengan pergerakan I-account.
122
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Adapun rencana aksi untuk memenuhi IKU ini yang dijalankan pada tahun 2017 adalah penerapan kebijakan monitoring dan evaluasi dan pengamanan APBN dari sisi belanja melalui pembuatan berbagai exercise meliputi exercise belanja subsidi RAPBN/P, pembayaran bunga utang (RAPBN-P, Pagu Indikatif, dan MTBF 2018-2020), pembiayaan utang dalam dan luar negeri, pembayaran cicilan pokok utang, kewajiban penjaminan RAPBN beserta proyeksinya, realisasi penarikan utang luar negeri, serta transfer ke daerah dan dana desa. Di samping itu, juga dilakukan penyusunan kajian mengenai risiko fiskal pembiayaan perumahan. 6b. Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran K/L disusun dalam rangka memonitor perkembangan upaya peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran. Selain itu, IKU ini bertujuan untuk mengetahui kinerja satuan kerja K/L dalam kegiatan pelaksanaan anggaran secara optimal sebagaimana tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran. IKU ini mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran K/L secara kuantitatif, yang dapat terwakili oleh 3 (tiga) variabel, yaitu: Laporan Kinerja Tahun 2016
1. kesesuaian dengan perencanaan, 2. efektivitas pelaksanaan kegiatan, dan 3. efisiensi pelaksanaan kegiatan. Nilai persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L didapatkan dengan menggabungkan nilai ketiga variabel tersebut dengan penjelasan masingmasing variabel sebagai berikut: 1. Formula penghitungan kesesuaian dengan Perencanaan (bobot 10%):
Kesesuaian dengan Perencanaan
Jumlah DIPA – Jumlah Revisi DIPA*
=
x 100% Jumlah DIPA
*) Jumlah total revisi DIPA/Petikan yang tidak mengakibatkan perubahan pagu DIPA pada triwulan I sampai triwulan IV (tidak kumulatif)
123
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
2. Formula penghitungan efektivitas pelaksanaan Kegiatan (bobot 50%): Persentase Realisasi penyerapan DIPA*
Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan
x 100%
= Persentase Target penyerapan DIPA**
*) Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Lembaga (K/L) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif **)Target persentase penyerapan DIPA K/L pada triwulan I sampai triwulan IV dengan besaran target untuk triwulan I sebesar 15%, triwulan II sebesar 45%, triwulan III sebesar 60%, dan triwulan IV sebesar 90%.
Laporan Kinerja Tahun 2016
3. Formula penghitungan efisiensi pelaksanaan kegiatan (bobot 40%)
Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan
Jumlah SPM teruji benar (diterbitkan SP2D)*
=
x 100% Jumlah SPM yang diajukan**
*) Jumlah SPM (Surat Perintah Membayar) yang telah teruji benar yang diproses menjadi SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif **) Jumlah total SPM yang diajukan satker ke KPPN yang telah diterima oleh middle office pada triwulan I sampai triwulan IV tidak kumulatif. Jumlah SPM yang dianggap benar adalah SPM yang lolos dalam proses upload validasi SPM pada KPPN (tidak ditolak/dikembalikan dengan alasan kesalahan substansi)
Penghitungan realisasi IKU adalah sebagai berikut: Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran
124
=
(10% x Kesesuaian dengan Perencanaan) + (50% x Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan) + (40% x Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan)
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Adapun formula secara rinci adalah sebagai berikut:
JDIPA - Jrev KPA =
( 10% x
%Real x 100%)
JDIPA
+ (0,5x
x 100%) %Target
JSPMBenar + (0,4x
x 100%) JSPM
Laporan Kinerja Tahun 2016
Keterangan: KPA = Persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L JDIPA = Total jumlah DIPA/Petikan Jrev = Jumlah total revisi DIPA/Petikan pada Triwulan I s.d IV (tidak kumulatif). Merupakan revisi pergeseran pagu, tanpa mengakibatkan perubahan pagu DIPA Satker. Tidak termasuk pula revisi perubahan pagu akibat APBN-P, kebijakan penghematan anggaran, kebijakan pemerintah pusat lain terkait APBN, serta revisi administratif % Real = Persentase realisasi penyerapan anggaran DIPA K/L (kumulatif) % Target = Target persentase penyerapan DIPA K/L (Kumulatif) JSPM = Jumlah total SPM yang diajukan Satker ke KPPN dan telah diterima oleh middle office pada Q1-Q4 (tidak kumulatif) JSPM Benar =Jumlah SPM benar yang diproses menjadi SP2D pada Q1-Q4 (tidak kumulatif)
Polarisasi data IKU tersebut adalah maximize dengan periode pelaporan triwulanan dan jenis konsolidasi periode average (realisasi yang digunakan adalah angka rata-rata dalam periode bersangkutan). Target pada tahun 2016 adalah sebesar 75%, sama dengan target yang ditentukan dalam Renstra Kemenkeu tahun 2015-2019. Target tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 70%. Realisasi IKU Persentase Kinerja Pelaksanaan Anggaran K/L Tahun 2016 adalah 84,14%. Persentase tersebut diperoleh dari rata-rata persentase kinerja pelaksanaan anggaran K/L tahun 2016 setiap triwulan, dengan rincian data sebagai berikut:
125
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
I.
Kesesuaian dengan Perencanaan
Tabel 3.37 Persentase kesesuaian dengan perencanaan
Triwulan URAIAN I
II
III
IV
Jumlah DIPA
23.216
23.673
23.652
23.723
Jumlah Revisi DIPA
7.986
10.843
24.543
7.913
Persentase kesesuaian
65,60%
54,20%
-3.77%
66,64%
Setelah dibobot (0,1)
6,56%
5,42%
-0.38%
6,66%
II. Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Tabel 3.38 Persentase efektivitas pelaksanaan kegiatan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Triwulan URAIAN I
II
III
IV
% Realisasi Penyerapan DIPA
10,25%
33,16%
54,66%
85,48%
% Target Penyerapan DIPA
15,00%
40,00%
60,00%
90,00%
Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan
68,33%
82,90%
91,10%
94,98%
Setelah dibobot (0,5)
34,17%
41,45%
45,55%
47,49%
III. Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan Tabel 3.39 Persentase efisiensi pelaksanaan kegiatan
Triwulan URAIAN
126
I
II
III
IV
Jumlah SPM Benar
596.555
1.861.566
1.083.968
1.673.721
Jumlah SPM
630.022
1.945.874
1.236.997
1.742.003
Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan
94,69%
95,67%
87,63%
96,08%
Setelah dibobot (0,4)
37,88%
38,27%
35,05%
38,43%
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Capaian setiap triwulan pada tahun 2016 dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3.40 Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga
T/R
Q1
Q2
Sm.1
Q3
Sd. Q3
Q4
Y-16
75%
75%
75%
75%
75%
75%
75%
Realisasi
78,60%
85,14%
81,87%
80,22%
81,32%
92,58%
84,14%
capaian
104,8
113,52
109,16
106,96
108,43
123,44
112,19
Target IKU
Pol /KP
Min/ Average
Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yang sebesar 82,07%, pada tahun 2016 IKU ini mengalami peningkatan sebesar 2,07. Perbandingan realisasi antar triwulan tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.41 Perbandingan realisasi Capaian IKU Persentase kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga tahun 2015-2016 Laporan Kinerja Tahun 2016
Realisasi Tahun
Target Q1
Q2
Sm.1
Q3
Sd. Q3
Q4
Y
2015
75,30%
76,37%
75,84%
82,61%
77,99%
94,28%
82,07%
70%
2016
78,60%
85,14%
81,87%
80,22%
81,32%
92,58%
84,14%
75%
Selisih
3,30%
8,77%
6,03%
-2,39%
3,33%
-1,70%
2,07%
5%
Meskipun capaian IKU tersebut untuk setiap triwulannya pada tahun 2016 tidak seluruhnya meningkat dari tahun 2015, capaian secara akumulatif pada triwulan I, semester I, sampai dengan triwulan III, dan tahunan 2016 masingmasing lebih tinggi dibandingkan tahun 2015. Tindakan-tindakan yang telah dilaksanakan untuk mendukung pencapaian IKU adalah: 1. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran 24 (dua puluh empat) K/L pada tanggal 10 s.d 12 Februari 2016 di Jakarta; 2. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran Triwulan I 2016 dengan 24 (dua puluh empat) K/L pada tanggal 19 s.d 21 April 2016 di Jakarta; 3. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran Triwulan II 2016 dengan 23 (dua puluh tiga) K/L pada tanggal 9 s.d 11 Agustus 2016 di Jakarta; 4. Telah dilaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran triwulan III 2016 pada tanggal 14 s.d. 25 November 2016 di Jakarta.
127
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Dalam rangka peningkatan capaian IKU tersebut, rencana aksi yang dilakukan pada tahun 2017, yaitu: 1. Melaksanakan rapat koordinasi pelaksanan anggaran K/L; 2. Melaksanakan evaluasi pelaksanaan anggaran K/L. 6c. Indeks pemerataan keuangan antar daerah Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Daerah merupakan ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat ketimpangan antar daerah dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan ketimpangan fiskal antar daerah.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Terdapat berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan antar daerah, namun demikian alat yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan antar daerah dalam perhitungan DAU adalah Indeks Williamson. Sehingga IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan Daerah ini diukur dengan besaran nilai Indeks Wiiliamson yang digunakan dalam perhitungan DAU. Indeks Williamson (IW) yang paling optimal diperoleh dengan mengevaluasi bobot Alokasi Dasar dan/atau variabel Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal. Indeks ini diperoleh dari hasil rata-rata tertimbang IW provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia dimana penentuan atas simulasi pembobotan variabel perhitungan disepakati bersama dengan DPR. Dengan demikian semakin kecilnya nilai Indeks Williamson atau mendekati 0 (nol) menunjukkan tingkat ketimpangan yang kecil, dengan kata lain tingkat pemerataan kemampuan keuangan daerah semakin baik. Rumusan indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah adalah sebagai berikut:
Keterangan : IW = Nilai/indeks ketimpangan wilayah/ provinsi/kabupaten/kota yi = Pendapatan perkapita masing-masing provinsi/kabupaten/kota y = Total pendapatan perkapita kawasan Indonesia fi = Jumlah penduduk masing-masing provinsi/kabupaten/kota n = Jumlah penduduk Indonesia
128
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Besarnya indeks kesenjangan fiskal (Vw) adalah 0
berarti pembangunan wilayah sangat merata berarti pembangunan wilayah sangat tidak merata (kesenjangan sempurna) berarti pembangunan wilayah semakin mendekati merata berarti pembangunan wilayah semakin mendekati tidak merata
Target IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah yang tertuang dalam Perjanjian Kinerja 2016 adalah sebesar 0,725. Adapun hasil perhitungan IW pada tahun 2016 berhasil mencapai 0,706, sehingga nilai capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah mencapai sebesar 102,6.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.40, nilai IW tahun 2016 mencapai nilai sebesar 0,706 karena adanya penurunan nilai IW Kab/Kota yang lebih besar dari kenaikan nilai IW Provinsi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Faktor yang signifikan menurunkan nilai IW Kab/Kota adalah faktor perbaikan bobot Alokasi Dasar (AD) yang berkurang dari 49% menjadi 45% pada tahun 2016. Komponen AD dalam formulasi DAU merupakan salah satu penyebab utama tingginya nilai IW, sehingga penurunan bobot AD akan secara signifikan menurunkan nilai IW. Walaupun penurunan nilai AD berdampak positif pada penurunan nilai IW, namun dalam penetapan bobotnya tetap berhati-hati mempertimbangkan penurunan/kenaikan baik dari sisi jumlah daerah maupun nominal pagu sehingga tidak ada daerah yang naik/turun secara signifikan. Dengan penetapan bobot AD yang turun menjadi 45% diperoleh hasil IW yang masih berada dibatas aman pemerataan, namun disisi lain tetap menjaga tidak terjadinya fluktuasi yang terlalu besar atas kenaikan/ penurunan DAU yang diterima daerah serta tetap dapat meminimalisasi daerah yang tidak memperoleh DAU. Pertimbangan dampak kenaikan/ penurunan DAU yang diterima daerah sangat penting untuk menjaga stabilitas fiskal daerah.
129
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.42 Pembobotan dalam perhitungan Indeks Williamson tahun 2016
Variabel
TA 2015
TA 2016
Prov
Kab/Kota
Prov
Kab/Kota
10,00%
90,00%
10,00%
90,00%
Indeks Penduduk
30,00%
30,00%
30,00%
30,00%
Indeks Wilayah
14,00%
13,00%
15,00%
13,00%
*Perlakuan Luas Laut
35,00%
40,00%
45,00%
50,00%
INDEKS IKK
27,00%
28,00%
27,00%
28,00%
INDEKS IPM
17,00%
17,00%
17,00%
17,00%
INDEKS PDRB/cap
12,00%
12,00%
11,00%
12,00%
100,00%
100,00%
Variabel Kebutuhan Fiskal
Variabel Kapasitas Fiskal PAD
70,00%
65,00%
70,00%
60,00%
DBH PAJAK
100,00%
80,00%
75,00%
60,00%
DBH SDA
100,00%
95,00%
85,00%
80,00%
Bobot Alokasi Dasar
40,00%
49,00%
40,00%
45,00%
INDEKS WILLIAMSON
0,77639
0,67556
0,77825
Laporan Kinerja Tahun 2016
RATA-RATA IW IW Terhadap IKU DJPK
0,63455
0,725975
0,70640
Dalam Batas
Dalam Batas
JML DAERAH YANG NAIK
6 Prov
VALUE KENAIKAN
745,82
5.492,61
JML DAERAH YANG TURUN
27 Prov
339 Kab/Kota
VALUE PENURUNAN
169 Kab/Kota
(1.199,46)
(9.575,41)
1 Prov
0 Kab/Kota
SELISIH (+/-)
(453,64)
(4.082,80)
Rata-rata Penerimaan DAU (miliar)
1.120,70
674,69
(13,34)
(8,04)
DAU NOL
Rata-rata ∆DAU (miliar)
Dengan realisasi IW tahun 2016 sebesar 0,706 yang lebih kecil dari target yang tertera dalam Rencana Strategis DJPK, maka sebagaimana tahun 2015, pada tahun 2016 Kementerian Keuangan kembali berhasil menjaga capaian target IKU indeks pemerataan keuangan antardaerah jangka menengah. Pencapaian indeks pemerataan keuangan antar daerah yang konsisten memenuhi target selama dua periode pertama renstra ini, diharapkan tujuan yang ditetapkan dalam Renstra berupa peningkatan kualitas transfer ke daerah dapat tercapai dengan baik serta dapat menyelesaikan masalah ketimpangan horizontal antardaerah. Perkembangan capaian pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dicerminkan oleh nilai IW dapat dilihat pada grafik dibawah, dimana nilai indeks Williamson membaik dari tahun ke tahun (polarisasi minimize), hal ini menunjukkan bahwa kemampuan keuangan antardaerah dari tahun ke tahun semakin membaik. Nilai IW pada tahun 2016 meningkat dibandingkan nilai IW tahun 2015. Pada tahun 2015 nilai capaian IW adalah sebesar 102 dengan realisasi 0,725 dari target 0,74. Tahun 2014, realisasi IW adalah 0,73 dari target sebesar 0,76. Realisasi IW pada tahun 2013 berhasil mencapai 0,75 dari target 0,76, sedangkan tahun 2012 adalah 0,74 dari target sebesar 0,8.
130
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Grafik 3.7 Perkembangan capaian IKU Indeks Pemerataan Kemampuan Keuangan antardaerah
Laporan Kinerja Tahun 2016
Dalam pencapaian IKU indeks pemerataan kemampuan keuangan antardaerah tahun 2016, terdapat satu kendala yang dihadapi DJPK yaitu adanya penurunan nilai Pendapatan Dalam Negeri (PDN) netto TA.2017 dibandingkan dengan TA.2016. Nilai PDN netto menentukan besaran pagu DAU, sehingga pagu DAU 2017 lebih kecil daripada pagu DAU 2016. Atas kendala tersebut, DJPK melakukan penyesuaian terhadap kebijakan pembatasan (pegging) belanja pegawai PNSD dalam penghitungan bobot Alokasi Dasar (AD). Kedepan, dalam rangka menghasilkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang lebih baik, rencana aksi strategis yang akan dilakukan Kementerian Keuangan adalah menghapuskan komponen Alokasi Dasar dalam formulasi DAU, sehingga formulasi DAU murni dihitung dari Celah Fiskal. Rencana penghapusan Alokasi Dasar formulasi DAU tersebut akan dituangkan revisi Undang Undang nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang saat ini masih dalam proses penyusunan draft nya. Disamping itu, untuk meningkatkan pemerataan keuangan antar daerah, Kementerian Keuangan akan tetap meningkatkan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam rangka memperoleh data penghitungan DAU yang lebih valid serta melakukan analisis penghitungan DAU dengan menggunakan beberapa opsi dan memilih opsi terbaik dalam penghitungan alokasi DAU
131
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Sasaran Strategis 7: Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal Pengelolaan kekayaan negara dikatakan optimal apabila dapat mewujudkan APBN yang efektif dan efisien. Upaya untuk mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal dilakukan melalui tertib hukum, tertib fisik, dan tertib administrasi. Pembiayaan APBN dikatakan optimal apabila dapat disediakan dalam jumlah yang cukup ketika diperlukan dan dengan biaya yang efisien serta tingkat risiko terkendali. Pembiayaan meliputi pembiayaan defisit (deficit financing), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (debt refinancing). Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2(dua) IKU, yang masing-masing pencapaiannya ditabulasikan dalam tabel berikut: Tabel 3.43 Capaian IKU pada SS Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal SS 7: Pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan yang optimal
Indikator Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016
7a
7b
Target
Realisasi
Kinerja
45%
62,40%
120,00
100%
99,99%
119,98
Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
7a. Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap Rasio Utilisasi aset terhadap total aset tetap merupakan perbandingan antara nilai kekayaan negara yang telah diutilisasi dengan nilai asset. IKU ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasi pengelolaan kekayaan negara dalam rangka pengelolaan APBN yang efisien, efektif, dan optimal melalui: (i) Peningkatan pembiayaan dalam negeri; (ii) Peningkatan penerimaan melalui hasil pengelolaan aset; dan (iii) Penghematan Belanja Modal dan Belanja Barang (Pemeliharaan) BMN. Capaian IKU ini menggunakan polarisasi maximize, dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Nilai kekayaan negara yang diutilisasi diperoleh dari nilai kekayaan negara yang ditetapkan utilisasinya dengan rincian sebagai berikut: 1. Utilisasi melalui pemanfaatan kekayaan negara diperoleh dari: a. Nilai BMN yang disewakan b. Nilai BMN yang di-KSP-kan c. Nilai BMN yang di-BGS/BSG-kan d. Nilai BMN yang di-pinjampakai-kan 2. Utilisasi melalui penetapan status penggunaan diperoleh dari: a. Nilai BMN yang ditetapkan status penggunaannya b. Nilai BMN yang ditetapkan statusnya karena hibah masuk c. Nilai aset yang ditetapkan statusnya yang berasal dari aset KKKS, aset eks. Kelolaan PT. PPA, dan aset eks. BPPN
132
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
3. Utilisasi melalui tukar menukar diperoleh dari nilai aset baru hasil tukar menukar 4. Utilisasi melalui penyertaan modal pemerintah dari nilai aset yang dikonversi sebagai penyertaan modal pemerintah 5. Utilisasi melalui underlying asset dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Realisasi Rasio Utilisasi aset terhadap total aset tetap tahun 2016 adalah sebesar 62,40% yang diperoleh dari total utilisasi di tahun 2010 s.d 2016 yaitu sebesar Rp1.158,71 T dibandingkan dengan nilai aset tetap per-30 Juni 2016 sesuai dengan Laporan BMN unaudited Semester I Tahun 2016 sebesar Rp1.857,03 T. Tabel 3.44 Perbandingan Utilisasi Aset Tahun 2010-2014
Tahun
Realisasi utilisasi aset per tahun
Akumulasi utilisasi aset
Nilai aset tetap
Rasio utilisasi aset
52,69 T
52,69 T
1.287,58 T
4,09%
2011
102,45 T
155,13 T
1.694,57 T
9,15%
2012
103,31 T
258,44 T
1.736,33 T
14,97%
2013
115,72 T
374,16 T
1.727,40 T
21,66%
2014
163,20 T
537,36 T
1.706,93 T
31,48%
2015
177,62 T
714,98 T
1.691,69 T
42,26%
2016
443,74 T
1.158,71 T
1.857,03 T
62,40%
Laporan Kinerja Tahun 2016
2010
Berdasarkan data tersebut di atas, kinerja penetapan utilisasi aset dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2016 selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan nilai aset yang diutilisasi sebesar 51,16%. Pencapaian kinerja rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap sebesar 62,40% juga untuk mendukung pencapaian indikator pada dokumen Rencana Strategis (Renstra) 20152019 dan Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK) tahun 2013-2024 sesuai KMK Nomor 183/KMK.01/2013 dengan target sebesar 40% pada tahun 2016. Pencapaian target pada tahun 2016 didukung karena terdapat utilisasi aset dengan nilai yang signifikan antara lain: 1. Penetapan BMN sebagai underlying asset SBSN melalui surat nomor S-748/KN/2016 tanggal 30 Mei 2016, S-889/KN/2016 tanggal 01 Juli 2016, S-1034/KN/2016 tanggal 26 Agustus 2016 dengan nilai total sebesar Rp208.610.770.197.859,00 2. Utilisasi pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui S-27/MK.6/2016 sebesar Rp93.137.456.470.390,00
133
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
443.74
3. Utilisasi pada Kementerian Perhubungan melalui KMK-415/KM.6/2016 sebesar Rp34.909.906.039.250,00 4. Utilisasi pada Kementerian PUPR melalui KMK-122/KM.6/2016 sebesar Rp13.553.764.052.750,00 5. Utilisasi pada TNI Angkatan Udara melalui KMK-71/KM.6/2016 sebesar Rp5.007.035.335.000,00 6. Utilisasi pada TNI Angkatan Udara melalui KMK-73/KM.6/2016 sebesar Rp1.175.180.000.000,00
500
Laporan Kinerja Tahun 2016
126.69
177.62
122.2
163.20
122.2
115.72
105
103.31
102.56
102.39
52.68
100
3.34
200
102.56
400
Realisasi Target
0 2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 3.8 Perkembangan target dan realisasi IKU Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap tahun 2010-2016 (triliun rupiah)
Target tersebut di atas dapat tercapai karena: 1. Penetapan PMK 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas Dan Fungsi Kementerian Negara/ Lembaga serta menyurati K/L untuk menyerahkan BMN Idle melalui S-138/ MK.06/2016 tanggal 3 Maret 2016, 2. Melakukan sosialisasi dan koordinasi intensif dengan K/L, 3. Operasionalisasi Lembaga Manajemen Aset Negara.
Rp. 698.32 37.60%
Rp. 1,158.71 62.40%
Sudah Diutilisasi
Belum Diutilisasi
Grafik 3.9 Nilai aset tetap sesuai LBMN
134
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
Action plan berikutnya adalah melakukan penyusunan mekanisme portofolio dan strategi aset BUN serta melaksanakan revaluasi aset sekaligus pengawasan dan pengendalian pengelolaan BMN pada K/L. Pada periode tertentu, nilai aset yang tersaji pada LKPP perlu dimutakhirkan. Selain untuk memberikan informasi yang akurat dan aktual, pemutakhiran tersebut juga bertujuan untuk memberikan gambaran yang utuh atas proses dan hasil kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai contoh, kebijakan pembiayaan selama ini selalu dilihat sebelah mata, terutama hanya dilihat dari sisi peningkatan jumlahnya. Penafsiran ini muncul karena metode pengukuran dan penyajian nilai liabilitas pada LKPP tidak sama dengan pengukuran dan penyajian nilai aset. Peningkatan sisi liabilitas tidak diiringi dengan peningkatan nilai wajar atas aset, sehingga seolah-olah kondisi keuangan negara menjadi tidak berimbang. Nilai yang tersaji pada LKPP, saat ini masih menggunakan nilai aset hasil inventarisasi dan penilaian tahun 2007 s.d. 2012.Hal ini tentu berpotensi menimbulkan kesalahan penafsiran terhadap informasi keuangan negara, yang pada akhirnya berdampak pada adanya mismatch antar kebijakan.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 2017 dan 2018, pemerintah akan melakukan penilaian kembali (revaluasi) atas aset tetap, untuk meningkatkan kevalidan dan keakuratan nilai aset yang disajikan dalam laporan keuangan. Selain itu, revaluasi juga dimaksudkan untuk meningkatkan leverage aset tetap sebagai underlying asset untuk pembiayaan, seperti penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Simultan dengan pelaksanaan revaluasi, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) juga akan secara aktif mengidentifikasi barang milik negara (BMN) berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga (idle). Basis data yang akurat dan aktual tersebut nantinya juga dapat digunakan dalam penyusunan portofolio serta strategi pengelolaan aset, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan utilisasi atas aset. Regulasi yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, telah mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan revaluasi atas nilai BMN yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat. Revaluasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Tahapan pelaksanaan revaluasi aset tahun 2017/2018 adalah sebagai berikut. 1. Menyusun/menyempurnakan regulasi yang diperlukan, yaitu Keputusan Presiden terkait dengan revaluasi, revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.06/2015 tentang Penilaian BMN, dan regulasi lainnya. 2. Menyusun perangkat proses bisnis dan standar pendokumentasian, seperti SOP, format laporan penilaian, dan format berita acara. 3. Melakukan pengembangan sistem aplikasi dan infrastruktur IT. 4. Melaksanakan sosialisasi kepada Kementerian/Lembaga serta bimbingan teknis kepada instansi vertikal di lingkungan DJKN. 5. Melakukan proses inventarisasi dan penilaian dengan melibatkan satuan kerja Kementerian/Lembaga. 6. Melakukan koreksi nilai aset pada Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP), Laporan Barang Pengguna (LBP), Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP). 7. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan revaluasi. Objek revaluasi yang akan dilakukan pada tahun 2017/2018 berbeda dengan objek inventarisasi dan penilaian yang dilakukan pada tahun 2007. Objek revaluasi pada tahun 2017/2018 hanya terbatas pada 1) tanah, 2) gedung dan bangunan, serta 3) jalan, jembatan, dan bangunan air. Ketiga kategori aset tersebut dipilih karena memiliki potensi kenaikan (perubahan nilai wajar) yang tinggi. Selain itu, nilai aset tetap yang dijadikan objek revaluasi tersebut memiliki porsi nilai/persentase yang signifikan dari keseluruhan nilai total aset tetap. 135
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Revaluasi aset tetap tidak hanya sekedar kebijakan yang bertujuan untuk memenuhi asas akuntabilitas dan transparansi dalam pertanggungjawaban pelaporan keuangan negara, tetapi juga diharapkan mampu menghasilkan multiplier effect bagi peningkatan manfaat ekonomi atas pengelolaan aset. 7b. Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, yang menjadi IKU unit pengelola utang, dihitung dari realisasi penerbitan SBN bruto dan pengadaan pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada Kementerian/ Lembaga sebagai Executing Agency.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/ pengadaan pinjaman program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang. Adapun perhitungan target kebutuhan pembiayaan setiap triwulan dihitung dengan metode sebagai berikut: a. Triwulan I berdasarkan proyeksi kebutuhan pembiayaan yang disusun dari target APBN/APBN-P dan strategi pembiayaan tahunan; dan b. Triwulan II, III, dan IV berdasarkan keputusan rapat Komite ALM pada akhir periode triwulan sebelumnya, yang telah memperhitungkan kebutuhan pengelolaan kas dan kebutuhan pengelolaan utang, agar operasi pembiayaan (pengadaan/penerbitan utang) masih dapat dilakukan secara optimal baik dari aspek target biaya dan risiko. IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah capaian yang sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Pada tahun 2016, target IKU Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan direncanakan sebesar 100%, Target tersebut setiap tahunnya sama dengan target yang sampai dengan Triwulan IV 2016, realisasi utang (gross) sebesar Rp687,19 triliun, atau setara 99,99%, dari target sebesar Rp687,29 triliun yang ditentukan melalui mekanisme persetujuan Komite ALM. Realisasi dimaksud terdiri dari: 1. SBSN sebesar Rp179,90 triliun 2. SUN sebesar Rp471,96 triliun 3. Pinjaman Program sebesar IDR 35,33 triliun
136
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Posisi utang pemerintah pusat dari tahun 2011 sampai dengan bulan Desember 2016 adalah sebagai berikut: Tabel 3.45 Posisi Utang Pemerintah Tahun 2011 -2016
2011
2012
2013
2014
2015
Nov 2016
1.808.95
1.977.71
2.375.50
2.608.73
3.165.13
3.485.36
3.466.96
100.0%
a. Pinjaman
621.29
616.61
714.44
677.56
755.12
744.38
733.13
21.1%
1. Pinjaman luar Negeri
620.28
614.81
712.17
674.33
751.04
739.30
728.08
21.0%
Bilateral *)
381.66
359.80
383.53
334.62
340.63
326.59
313.42
9.0%
Multilateral **)
212.96
230.23
288.29
292.33
360.04
365.99
369.47
10.7%
Komersial ***)
25.15
24.37
40.00
47.15
50.20
46.60
45.08
1.3%
Suppliers ***)
0.50
0.41
0.35
0.24
0.17
0.11
0.10
0.0%
2. Pinjaman Dalam Negeri
1.01
1.80
2.27
3.22
4.08
5.08
5.05
0.1%
b. Surat Berharga Negara
1.187.66
1.361.10
1.661.05
1.931.22
2.410.01
2.740.98
2.733.83
78.9%
Angka dalam triliun Rupiah Total utang pemerintah Pusat
Des 2016 Nominal
%
Denominasi Valas ***)
195.63
264.91
399.40
456.62
658.92
728.91
719.80
20.8%
Denominasi Rupiah
992.03
1.096.19
1.261.65
1.474.60
1.751.09
2.012.07
2.014.03
58.1%
a. Pinjaman
68.51
63.76
58.61
54.47
54.74
54.88
54.56
21.1%
1. Pinjaman Luar Negeri
68.40
63.58
58.43
54.21
54.44
54.51
54.19
21.0%
Bilateral#)
42.09
37.21
31.47
26.90
24.69
24.08
23.33
9.0%
Angka Dalam Miliar US Dolar
Multibilateral
23.49
23.81
23.65
23.50
26.10
26.98
27.50
10.7%
Komersial ###)
)
2.77
2.52
3.28
3.79
3.64
3.44
3.36
1.3%
Suppliers ###)
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.0%
##
2. Pinjaman Dalam Negeri b. Surat Berharga negara Denominasi Valas ##) Denominasi Rupiah Nilai tukar Rupiah (IDR thd USS1
0.11
0.19
0.19
0.26
0.30
0.37
0.38
0.1%
130.97
140.76
136.27
155.24
174.70
202.09
203.47
78.9%
21.57
27.39
32.77
36.71
47.76
53.74
53.57
20.8%
109.40
113.36
103.51
118.54
126.94
148.35
149.90
58.1%
9.068
9.670
12.189
12.440
13.795
13.563
13.436
Laporan Kinerja Tahun 2016
Total Utang Pemerintah Pusat
catatan : * Termasuk semi commercial ** Beberapa termasuk semi concessional *** Seluruhnya termasuk commercial ) Revisi Angka LKPP/Audited ##) Termasuk SUN Valas Domestik ###) Tidak Termasuk Accrued Interest sebesar Rp. 52.1 Triliun dan tidak termasuk Pre-Funding #
Sumber: Buku Profil Utang Pemerintah Edisi Januari 2017
137
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Untuk rincian data pagu anggaran, realisasi belanja, dan realisasi pembiayaan utang sebagai bagian dari pelaksanaan APBN tahun 2016 dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 3.46 Pagu dan Realisasi Belanja dan Pembiayan Utang Tahun 2016
Laporan Kinerja Tahun 2016
No
Uraian
APBN-P
Nominal
%
Nominal
%
(4)
(5) = (4) : (3)
(6) = (3) - (4)
(7)=(6):(3)
(2)
A.
Belanja Utang
191.218,3
182.768,3
95,6
8.450,01
4,4
1.
Bunga Utang Dalam Negeri
174.016,3
167.754,4
96,4
6.261.90
3.6
2.
Bunga Utang Luar Negeri *)
17.202,0
15.013,9
87,3
2.188,11
12,7
B.
Pembiayaan
365.729,0
394.219,9
107,8
(28.490,93)
(7,8)
I
Pembiayaan Dalam Negeri
368.255,9
406.901,9
110,5
(38.646,02)
(10,5)
A.
Pinjaman Dalam Negeri (Netto)
3.389,0
973,9
28,7
2.415,11
71,3
1. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri
3.710.0
1.257,1
33,9
2.452,93
66,1
(321,0)
(283,2)
88,2
(37,83)
11.8
364.866,9
405.928,0
111,3
(41.061,13)
(11,3)
Pembiayaan Luar Negeri (Netto)
(2.526,9)
(12.682,0)
501,9
10.155,09
(401,9)
1. Penarikan Pinjaman Luar negeri (Bruto)
72.959,1
60.730,6
83,2
12.228,56
16,8
a. Pinjaman program
35.775,0
35.324,9
98,7
450,05
1,3
b. Pinjaman Proyek
37.184,1
25.405,6
68,3
11.778,51
31,7
1. Pinjaman Proyek Pusat
31.350,5
20.717,4
66,1
10.633,11
33.9
2. SLA/ Penerusan Pinjaman
5.833,7
4.688,3
80,4
1.145,39)
19,6
B.
Surat Berharga Negara (Netto)
II
2.
Penerusan Pinjaman (SLA)
(5.833,7)
(4.688,3)
80,4
(1.145,39)
19,6
3.
Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar negeri
(69.652,4)
(68.724,3)
98,7
(928,08)
1,3
catatan : * Termasuk semi Realisasi Comitment Fee sebesar Rp. 166.94 Miliar Sumber: Buku Profil Utang Pemerintah Edisi Januari 2017
138
Sisa dari Pagu
(1)
2. Cicilan Pokok PDN
(3)
Realisasi s.d. tgl 30 Desember 2016
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Realisasi pembiayaan utang tahun 2016 di atas, dipengaruhi beberapa faktor baik di pasar domestik maupun global sebagai berikut: 1. Penerbitan SBN domestik dan SBN valas berdenominasi USD, EUR dan JPY sepanjang tahun 2016 menghasilkan permintaan penawaran yang oversubscribed dimana hal ini menunjukan tingkat kepercayaan investor domestik dan global terhadap kredibilitas pengelolaan pembiayaan pemerintah; 2. Kebijakan pemerintah, terutama Pengampunan Pajak (tax amnesty), memberikan dampak positif berupa aliran dana repatriasi program pengampunan pajak yang memberikan sentimen positif terhadap kinerja pasar obligasi dan pasar saham, sehingga mendorong meningkatnya capital inflow kepada transaksi keuangan di pasar domestik, termasuk peningkatan permintaan terhadap SBN di pasar perdana dan sekunder 3. Sentimen positif di pasar global dan nasional, antara lain terkait:
Laporan Kinerja Tahun 2016
a. Proyeksi perekonomian global yang semakin membaik, terutama didukung oleh AS dan Tiongkok yang kembali menunjukkan penguatan, serta isu keluarnya Britain dari Uni Eropa pada triwulan II lalu yang ternyata hanya berdampak sementara; b. Proyeksi peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis oleh Bank Dunia dari sekitar 4,8% pada tahun 2015 menjadi 5,5% pada tahun 2018, dimana peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan investasi publik dan keberhasilan upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dan peningkatan pendapatan; dan c. Semakin longgarnya kebijakan moneter dengan diturunkannya BI 7 – day reverse repo rate sebesar 25 bps, dari 5,25% menjadi 5,00% pada bulan September dan kembali turun 25 bps menjadi 4,75% pada bulan Oktober – Desember oleh Bank Indonesia. Kebijakan ini sejalan dengan stabilitas makroekonomi, yang tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi yang berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil. Penjelasan capaian masing-masing instrumen utang yang diterbitkan adalah sebagai berikut : 1. Pembiayaan Melalui SBSN Target penerbitan SBSN pada tahun 2016 adalah sebesar Rp180 triliun. Realisasi penerbitan s.d. Desember 2016 sebesar Rp179,898 triliun atau 99,94% dari target penerbitan tahun 2016. Realisasi penerbitan s.d. Desember 2016 dirinci sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Realisasi penerbitan SBSN dengan cara lelang sebesar Rp104.821 miliar; Realisasi penerbitan Sukuk Ritel seri SR-008 sebesar Rp31.500 miliar; Realisasi Sukuk Tabungan seri ST-001 sebesar Rp2.585,12 miliar; Realisasi penerbitan SBSN dengan cara private placement sebesar Rp7.585 miliar. Realisasi penerbitan SBSN valas sebesar Rp33.407,5 miliar
139
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Rincian realisasi penerbitan SBSN tahun 2016 sebagaimana terdapat pada tabel berikut: Tabel 3.47 Rincian penerbitan SBSN tahun 2016
Instrumen
Metode Penerbitan
Project-Based Sukuk (PBS)
Lelang
87.836.000
48,83%
Lelang
16.985.000
9,44%
Sukuk Ritel seri SR-008
Bookbuilding
31.500.000
17,51%
Sukuk Tabungan seri ST-001
Bookbuilding
2.585.122
1,44%
PBS (Project Based Sukuk)
Private Placement
4.050.000
2.25%
SDHI (Sukuk Dana Haji Indonesia)
Private Placement
1.000.000
0,56%
SPNS-NT(Surat Perbendaharaan Negara Syariah Non-Tradable)
Private Placement
2.535.030
1,41%
Sukuk Valas seri SNI21
Bookbuilding
10.022.250
5,57%
Sukuk Valas seri SNI26
Bookbuilding
23.385.250
13,00%
Surat Perbendaharaan Negara
Laporan Kinerja Tahun 2016
Syariah (SPNS)
Total
Jumlah (Rp Juta)
179.898.652
(%)
100%
Total penerbitan SBSN pada tahun 2016 tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana perkembangan penerbitan SBSN per jenis instrumen SBSN sejak 2013 s.d. 2016 dapat digambarkan sebagai berikut:
140
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.48 Perkembangan Penerbitan SBSN tahun 2013-2016 (juta rupiah)
Tahun Instrumen 2013
2014
2015
2016
9.316.000
9.446.000
46.248.000
91.886.000
SPN-S
11.653.000
16.170.000
14.295.000
16.985.000
SR
14.969.000
19.323.000
21.965.035
31.500.000
-
12.855.000
4.500.000
1.000.000
17.238.000
17.747.000
26.422.000
33.407.500
5.084.143
2.535.030
PBS
SDHI SNI SPN-S NT ST
53.176.000
75.541.000
118.514.178
179.898.652
Laporan Kinerja Tahun 2016
Jumlah
2.585.122
Pembiayaan proyek Pemerintah melalui SBSN (Project Financing Sukuk) meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun dengan jenis proyek yang semakin bervariasi dan lokasi proyek yang semakin menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun 2013 sebesar Rp.800 Miliar, naik menjadi Rp1,57 Triliun tahun 2014, Rp7,13 Triliun tahun 2015, dan Rp.13,7 Triliun di Tahun 2016. Pada tahun 2016, Pemerintah menerbitkan Project Financing Sukuk sebesar Rp13,7 triliun untuk membiayai proyek-proyek di 3 (tiga) Kementerian, yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Agama. 2. Pembiayaan Melalui SUN Realisasi penerbitan SUN sampai 31 Desember 2016 sebesar Rp471,9 triliun atau sebesar 100% sesuai dengan target tahunan penerbitan dalam APBN-P tahun 2016. Dari sisi komposisi, penerbitan SUN melalui lelang di pasar domestik dalam mata uang rupiah sebesar Rp307,4 triliun. Penerbitan global bond selama tahun 2016 yang terdiri atas SUN dalam denominasi USD sebesar USD3,5 miliar (ekuivalen Rp48,6 triliun) dan SUN dalam denominasi Euro sebesar EUR3 miliar (ekuivalen Rp44,9 triliun). Dalam rangka pengembangan basis investor domestik, pada tahun 2016 telah diterbitkan SUN ritel sebesar Rp23,7 triliun. Selain itu, pada tahun 2016 dilaksanakan penerbitan SUN melalui private placement sebesar Rp20,6 triliun
141
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.49 Penawaran SUN yang memenuhi benchmark (miliar rupiah)
Jenis
Total Penawaran Memenuhi Benchmark
Total Penawaran
Total Penawaran Diterima
Penerbitan domestik (Lelang dan Private
622,135
457,620
341,965
506,344
360,540
281,639
2,659
2,659
2,659
113,131
94,421
57,667
23,778
23,610
23,610
ON Valas
250,667
106,380
106,380
Total
896,579
587,610
471,955
Placement) FR Rupiah FR USD SPN Obligasi Ritel
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penerbitan SUN tahun 2016 terdiri atas: a. Penerbitan SUN melalui lelang mata uang rupiah dan valas serta transaksi private placement. Pada tahun 2016 Pemerintah menerbitkan SUN melalui transaksi private placement sebanyak 8 kali (termasuk penerbitan SUN berdenominasi USD). Transaksi tersebut bertujuan dalam rangka menutup kekurangan kas jangka pendek, khususnya terkait dengan kebutuhan kas di awal tahun. Pelaksanaan penjualan SUN dengan metode private placement diatur dalam PMK Nomor 118/PMK.08/2015 tentang Penjualan SUN dalam Mata Uang Rupiah dan Valas di Pasar Perdana Domestik dengan cara private placement. Hasil Penerbitan SUN melalui Lelang dan Private Placement Tahun 2016 Tabel 3.50 Hasil penerbitan SUN melalui lelang dan private placement tahun 2016
Jenis Instrumen
142
Frekuensi Lelang
Nominal (triliun rupiah)
Obligasi Negara (ON)
28
281,639
Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
26
57.666
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
b. Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi Valuta Asing di Pasar Internasional 1. Penerbitan SUN berdenominasi USD Penerbitan SUN dalam valuta asing berdenominasi USD di pasar perdana internasional (pre funding) dilakukan sebanyak satu kali dengan total penerbitan sebesar USD3,5 miliar (ekuivalen Rp48,6 triliun) dengan tanggal setelmen pada 8 Desember 2015. Ringkasan hasil penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional adalah sebagai berikut : Tabel 3.51 Penerbitan SUN berdenominasi USD di Pasar Perdana Internasional
Seri SUN Keterangan
RI0146 New Issuance)
Jumlah nominal yang dimenangkan
USD2.250.000.000
USD1.250.000.000
Tingkat kupon
4,750%
5,950%
4,800%
6,000%
Jatuh tempo
8 Januari 2026
8 Januari 2046
Tanggal Setelmen
8 Desember 2015
Listing
Singapore Stock Exchange
Trustee, Registrar, Transfer Agent, Paying Agent
Bank of New York Mellon
Tingkat yield yang dikenakan
Laporan Kinerja Tahun 2016
RI0126 (New Issuance)
143
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
2. Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Euro Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Euro menggunakan format 144A/RegS dalam program Global Medium Term Notes (GMTN) dengan jumlah nominal penerbitan sebesar EUR3 miliar (ekuivalen Rp44,9 triliun dengan kurs Rp14.991,87/EUR). Ringkasan hasil penerbitan SUN berdenominasi Euro di pasar perdana internasional adalah sebagai berikut: Tabel 3.52 Penerbitan Surat Utang Negara berdenominasi Euro
Seri SUN
Laporan Kinerja Tahun 2016
Keterangan RIEUR0623 (New Issuance)
RIEUR0628 (New Issuance)
Jumlah nominal yang dimenangkan
EUR1.500.000.000
EUR1.500.000.000
Tingkat kupon
2,625%
3,750%
Tingkat yield yang dimenangkan
2,772%
3,906%
Jatuh tempo
14 Juni 2023
14 Juni 2028
Tanggal Setelmen
Listing
14 Juni 2016
Singapore Stock Exchange (SGX) dan Frankfurt Open Market (FOM)
3. Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Yen (Samurai Bond) Penerbitan SUN dalam valuta asing denominasi Yen (Samurai Bond) dengan total penerbitan sebesar JPY100 miliar (ekuivalen Rp12,8 triliun). Terdapat 2 (dua) seri Samurai Bonds yang diterbitkan, di mana merupakan Unguaranteed Samurai Bond. Ringkasan hasil penerbitan Samurai Bonds tahun 2016 adalah sebagai berikut:
144
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.53 Penerbitan SUN berdenominasi Yen
Seri SUN Keterangan RIJPY0619 (Un-Guaranteed)
RIJPY0621 (Un-Guaranteed)
Jumlah nominal yang dimenangkan
JPY62.000.000.000
JPY38.000.000.000
Tingkat kupon
0,830%
1,160%
Tingkat yield yang dimenangkan
0,830%
1,160%
Jatuh tempo
21 Juni 2019
21 Juni 2021 Laporan Kinerja Tahun 2016
Tanggal Setelmen
21 Juni 2016
c. Penerbitan Obligasi Negara kepada Investor Ritel Pada tahun 2016, Pemerintah menerbitkan SBR seri SBR002 dengan nominal penerbitan sebesar Rp3,9 triliun yang memiliki tenor 2 tahun. Pada SBR002 terdapat fasilitas pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) kepada Pemilik SBR pada tanggal 20 Juni 2017 dengan nilai maksimum early redemption sebesar 50% dari total kepemilikan investor di masing-masing Agen Penjual dengan kelipatan Rp5 juta. Dalam tahun yang sama, pemerintah kembali menerbitkan ORI dengan seri baru ORI013 dengan fitur Minimum Holding Period (MHP). Berdasarkan ketentuan ini, pemilik ORI tidak dapat memindahbukukan kepemilikan ORI-nya selama 2 (dua) periode kupon pertama. Untuk ORI013, MHP berlaku hingga tanggal 15 Desember 2016. ORI013 diterbitkan dengan tenor 3 tahun dan tingkat kupon tetap sebesar 6,60% per tahun yang dibayarkan secara bulanan. Berdasarkan hasil penjatahan ORI013 ditetapkan nominal penerbitan ORI013 sebesar Rp19,7 triliun. d. Penerbitan SUN dengan Metode Private Placement Pada tahun 2016 penerbitan melalui metode private placement dilakukan sebanyak 8 kali transaksi yaitu dengan LPS, OJK, LPDP, BCA, Danareksa Sekuritas, BNI, BRI, dan Pemda (konversi DAU) dengan jumlah sebesar Rp20,555 triliun, yang terdiri dari:
145
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tabel 3.54 Penerbitan SUN metode private placement tahun 2016
146
No.
Seri
Nominal
Tanggal Setelmen
Jatuh Tempo
1.
FR0069
Rp1.700 miliar
05-Feb-16
15-Apr-19
2.
SPNNT20160610
Rp1.054 miliar
11-Mar-16
10-Jun-16
3.
SPNNTD20160701
Rp360 miliar
08-Apr-16
01-Jul-16
4.
FR0062
Rp400 miliar
20-May-16
15-Apr-42
5.
USDFR0002
USD200.000.000
24-Jun-16
24-Jun-26
6.
SPNNTD20160930
Rp211 miliar
01-Jul-16
30-Sep-16
7.
FR0045
Rp3.226 miliar
18-Jul-16
15-May-37
8.
FR0071
Rp1.288 miliar
18-Jul-16
15-Mar-29
9.
FR0070
Rp907 miliar
18-Jul-16
15-Mar-24
10.
FR0057
Rp3.686 miliar
18-Jul-16
15-May-41
11.
FR0067
Rp1.318 miliar
18-Jul-16
15-Feb-44
12.
FR0061
Rp825 miliar
12-Aug-16
15-May-22
13.
FR0063
Rp1.100 miliar
12-Aug-16
15-May-23
14..
FR0046
Rp825 miliar
12-Aug-16
15-Jul-23
15.
FR0062
Rp992 miliar
12-Aug-16
15-Apr-42
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Rincian kinerja pengelolaan SUN 2012 s.d. 2016, dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 3.55 Kinerja pengelolaan SUN tahun 2012 – 2016
Instrumen
2012 Frek.
ON
21
SPN
2013
Rp (miliar)
Frek.
122.245 30.520
23
2014
Rp (miliar)
Frek.
2015
Rp (miliar)
Frek.
2016
Rp (miliar)
Frek.
Rp (miliar)
165.450
23
203.855
28
213.538
28
281.639
42.400
22
60.900
29
74.634
26
57.667
Global Bond USD
2
39.005
41.494
1
48.468
1
50.372
1
48.643
-
-
1
15.759
1
18.473
1
44.976
7.012
-
-
1
11.054
1
12.761
-
-
-
-
1
2.659
27.439
1
19.691
2.390
-
1
352.588
384.456
Euro Samurai Bond
1
USD Domestik
2
SUN Ritel ORI
1
12.672
20.205
1
-
-
1
204.446
269.549
SBR
1
21.216
1
3.919 471.955
300
Laporan Kinerja Tahun 2016
250 200 150 100 50
0
2012
On
2013
SPN
Global Bond
2014
Samurai Bond
2015
USD Domestik
2016
SUN Ritel
Grafik 3.10 Kinerja pengelolaan SUN tahun 2012 – 2016
3. Pembiayaan Melalui Pinjaman Realisasi pengadaan pinjaman program hingga akhir tahun 2016 mencapai USD 2.656,39 juta atau setara dengan Rp 35,86 triliun (asumsi kurs Rp 13.500/USD), melampaui target semula dalam APBN-P sebesar USD 2.650 juta, sehingga nilai realisasinya adalah sebesar 100% dengan rincian sebagai berikut:
147
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.56 Realisasi pengadaan pinjaman program tahun 2016 (juta USD)
2016 No
Lenders
Indikasi Komitmen
1.
World Bank 1.Local Government and Decentralization Project
Realisasi
Akumulasi s.d. Des ‘16
1.106,39
1.106,39
14.731,36
206,39
206,39
2.732,96
500,00
500,00
6.738
(LGDP) II 2.Sustainable and Inclusive Energy Program (SIEP) (Carry over dari 2015) 3.First Indonesia Fiscal Reform-DPL 2.
400,00
400,00
5.260,4
1.000,00
1.000,00
13.280,50
500,00
500,00
6.626,00
500,00
500,00
6.654,50
AFD
110,00
110,00
1.399,93
1.Fiscal Reform - Development Policy Loan
110,00
110,00
1.399,93
KFW
440,00
440,00
5.913,16
1. Stepping Up Investment for Growth Acceleration
220,00
220,00
2.949,76
220,00
220,00
2.963,40
2.656,39
2.656,39
35.324,95
ADB 1.Stepping Up Investment for Growth Acceleration Program (SIGAP) 2. Fiscal and Public Expenditure Management Program
3.
Laporan Kinerja Tahun 2016
4.
Sub-Program 2 2. Fiscal and Public Expenditure Management Program Total
Realisasi yang melampaui target semula tersebut dapat dicapai dengan membangun mekanisme hubungan kerja yang baik khususnya dengan Kementerian Bidang Perekonomian. Kementerian Bidang Perekonomian berperan untuk mengkoordinasikan Bappenas dan Kementerian/lembaga yang menjadi Implementing Agencies untuk menyiapkan policy matrix, yang menjadi persyaratan pinjaman program. Kementerian Keuangan telah melakukan pembicaraan awal tripartit bersama calon lender dan calon Implementing Agency. Selain itu, juga aktif berkoordinasi dengan calon lender sehingga pada akhir tahun 2016 dapat menghasilkan kesepakatan nilai pinjaman program sebesar USD 2.650 juta sesuai dengan target pinjaman program dalam APBN 2016 Upaya pemenuhan target pembiayaan APBN melalui tiga macam insrumen di atas ditunjang pula dengan upaya menekan biaya utang dan risiko portofolio utang seminimal mungkin melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pemilihan instrumen dan waktu yang tepat untuk pengadaan/penerbitan utang baru. 2. Pelaksanaan strategi front loading untuk mengantisipasi peningkatan biaya utang.
148
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
3. Optimalisasi pinjaman program dan pinjaman siaga yang memiliki biaya yang lebih rendah. 4. Melakukan koordinasi dengan BLU dan BUMN dibawah koordinasi Kementerian keuangan untuk membantu pemenuhan defisit APBN melalui penanaman dananya pada instrumen SBN domestik. 5. Penambahan utang valas tetap dilakukan secara selektif terutama dengan mengutamakan mata uang kuat yang memiliki fluktuasi rendah dan memiliki biaya utang yang relatif murah. 6. Penetapan komposisi pengadaan/penerbitan utang yang tepat, sehingga memberikan bauran portofolio yang memiliki biaya dan risiko yang sesuai dengan target yang ditetapkan 7. Penerbitan SBN mengutamakan sumber pembiayaan dari domestik untuk memitigasi risiko nilai tukar rupiah 8. Penerbitan SBN lebih mengutamakan SBN dengan tingkat bunga tetap untuk memitigasi risiko tingkat bunga 9. Upaya peningkatan penerbitan SPN 3 bulan dan 6 bulan sebagai penyeimbang portofolio, meningkatkan likuiditas pasar domestik dan menekan biaya utang
Laporan Kinerja Tahun 2016
Upaya menekan biaya dan risiko portofolio utang tersebut memiliki keterkaitan erat dengan sasaran strategis dalam Renstra DJPPR, yaitu dengan pengelolaan utang yang semakin efisien, maka hal ini dapat mendukung pencapaian target pengelolaan utang jangka panjang, yaitu memenuhi pembiayaan APBN dengan biaya yang optimum dan risiko yang terkendali. Adapun perbandingan capaian IKU selama tiga tahun berturut-turut seperti tertera pada tabel berikut:
Tabel 3.57 Capaian IKU Pengadaan Utang tahun 2014-2016
2014
2015
2016
Target
Realisasi
Target
Realisasi
Target
Realisasi
100%
100,19%
100%
99,83%
100%
99,99%
a. Melakukan negosiasi pinjaman program dengan lenders, antara lain untuk pinjaman: i. Local Sustainable and Inclusive Energy Program (SIEP) dari World Bank; ii. Local Government and Decentralization Project (LGDP) I-II dari World Bank. b. Melaksanakan penerbitan SBN, baik untuk pembiayaan kas maupun pembiayaan infrastruktur sesuai dengan strategi dan jadwal yang telah direncanakan, a.l.:
i. Penerbitan SBN di pasar domestik (denominasi IDR dan USD) dan pasar global (denominasi USD, EUR, JPY); ii. Penerbitan SBN melalui mekanisme private placement; iii. Penerbitan seri SBN ritel non-tradable;
149
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
iv. Penerbitan Sukuk (Project Based Sukuk) yang di-earmarked untuk membiayai proyek – proyek Infrastruktur K/L tahun 2016 sebesar IDR 13,67 T yang terdiri dari 285 Proyek pada 3 Kementerian yang tersebar di 32 provinsi.
c. Bersama eselon I dan unit lain yang terkait, menyusun peraturan dan produk hukum lain yang mendukung program tax amnesty, misalnya:
i. PMK nomor 119, 123, 150/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah NKRI Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak; ii. PMK nomor 122, 151/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak; dan iii. MOU kerahasiaan data antara Pemerintah, BI, dan OJK.
d. Revisi strategi pembiayaan tahunan melalui utang tahun 2016 untuk mengakomodasi potensi pelebaran rasio defisit terhadap PDB sebesar 2,7%
Laporan Kinerja Tahun 2016
Sasaran Strategis 8: Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya mengawasi, mengamati, mengecek dengan cermat, memantau pekerjaan maupun laporan agar sesuai dengan ketentuan/ peraturan yang berlaku. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasi 3 (tiga) IKU sebagaimana dijabarkan pada tabel berikut. Tabel 3.58 Capaian IKU pada SS Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif
SS 8: Pengendalian mutu dan penegakan hukum yang efektif
Indikator Kinerja
150
Target
Realisasi
Kinerja
8a
Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21)
55%
79,75%
120,00
8b
Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti
45%
51,29%
113,98
8c
Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit
88,20%
104,78%
118,80
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
8a. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) Indikator penyidikan yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan ini membandingkan antara jumlah berkas perkara yang berstatus lengkap dengan jumlah penyidikan. Status P21 adalah status dinyatakan lengkapnya berkas perkara pidana (dinyatakan memenuhi syarat untuk proses selanjutnya) oleh Kejaksaan. Termasuk dalam status P21 apabila WP menggunakan pasal 44B UU KUP. Jumlah penyidikan adalah jumlah akumulasi tunggakan penyidikan (Sprindik) dan SPDP yang outstanding sampai dengan awal tahun ditambah dengan jumlah penyidikan (Sprindik) dan SPDP yang diterbitkan pada periode berjalan. IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) pada level Kementerian Keuangan-Wide ini di-cascade kepada 2 unit Eselon I (DJP dan DJBC) yang memiliki target dan capaian sebagaimana uraian di bawah ini. 1. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) (DJP)
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penegakan hukum perpajakan dilakukan setelah tahapan pembinaan dan pengawasan oleh DJP. Penegakan hukum dilakukan dengan prinsip keadilan terhadap Wajib Pajak yang menghindari pajak, terutama terhadap Wajib Pajak yang terindikasi melakukan kegiatan tindak pidana di bidang perpajakan. Salah satu kegiatan penegakan hukum yang dilakukan DJP adalah kegiatan penyidikan, yang diukur melalui IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P-21). IKU ini bertujuan untuk meningkatkan upaya penegakan hukum melalui penyidikan yang efektif terhadap kasus tindak pidana perpajakan untuk memberi efek jera (deterrent effect) bagi wajib pajak sehingga peraturan perpajakan dapat ditaati secara voluntary compliance. Adapun formula penghitungan IKU ini adalah sebagai berikut: Jumlah Berkas perkara yang berstatus P-21 + Jumlah perkara yang diselesaikan melalui Pasal 44B UU KUP + Jumlah penghentian penyidikan karena Amnesti Pajak
x 100%
Jumlah outstanding Sprindik pada awal tahun – Jumlah penyidikan yang sudah tidak dapat dilanjutkan
46 =
x 100% = 50% 114-22
151
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Berdasarkan formula tersebut, penghitungan penetapan target maupun realisasi IKU pada tahun 2106 adalah sebagai berikut :
Tabel 3.59 Realisasi Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) – DJP tahun 2016
Laporan Kinerja Tahun 2016
No
URAIAN/TAHUN
2016
Realisasi 2016
1
Jumlah Berkas Perkara berstatus P-21
40
2
Jumlah Perkara yang diselesaikan Pasal 44 B UU KUP
3
Jumlah Penghentian Penyidikan karena Tax Amnesty
4
Jumlah Berkas Perkara Penyidikan yang dinyatakan Lengkap (1+2+3)
46
58
5
Jumlah Outstanding Sprindik Awal Tahun
114
114
6
Jumlah Penyidikan yang tidak dapat dilanjutkan
22
22
7
Jumlah Berkas Perkara yang ditindaklanjuti (5-6)
92
92
8
Persentase Penyidikan yang Dinyatakan Lengkap (P-21) (4 : 7)
50%
63.04%
46
2
16
Sumber : Register Penyidikan Direktorat Penegakan Hukum
Selain menjalankan tugas dan fungsi dalam penegakan hukum, pelaksanaan penyidikan perpajakan tahun 2016 juga berkontribusi dalam penerimaan negara tahun 2016 melalui pelaksanaan Pasal 44B UU KUP oleh WP yang menyampaikan permohonan penghentian penyidikan dengan melakukan pelunasan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi Pasal 44B UU KUP. Jumlah penerimaan negara yang diperoleh dari penyelesaian berkas perkara melalui Pasal 44B UU KUP Tahun 2016 adalah sebesar Rp 461,42 miliar (Pokok Pajak yang terutang Rp 92,28 miliar ditambah sanksi administrasi Pasal 44B UU KUP sebesar Rp 369,14 miliar).
152
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
Beberapa program yang telah dilakukan untuk menunjang keberhasilan pencapaian kinerja penyidikan tindak pidana perpajakan tahun 2016 adalah : a. Melaksanakan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang pidana asalnya (predicate crime) berasal dari tindak pidana di bidang perpajakan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tahun 2016 terdapat 2 (dua) berkas perkara yang P-21 atas penyidikan TPPU. b. Peningkatan kapasitas penyidik maupun jaksa mengenai penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dengan melibatkan para ahli dan aparat penegak hukum; c. Pembentukan kerja sama dengan Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung RI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU); d. Meminta dukungan Tenaga Forensik Digital dalam proses penyidikan, utamanya dalam pengumpulan dan pengolahan barang bukti digital. Kendala yang dihadapi dalam upaya optimalisasi penyidikan tindak pidana perpajakan adalah: Laporan Kinerja Tahun 2016
a. Belum meratanya kapasitas aparat penegak hukum mengenai peraturan perpajakan dan juga terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ; b. Upaya perlawanan dalam pelaksanaan penyidikan dari Wajib Pajak tertentu; c. Dinamika hukum acara pidana yang mempengaruhi proses penyidikan; d. Belum meratanya kecukupan Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan (IDLP) sebagai bahan untuk ditindaklanjuti dengan pemeriksaan bukti permulaan dan ditingkatkan ke penyidikan pada Unit-Unit Pelaksana Penyidikan Pajak; Untuk mengatasi kendala yang dihadapi, telah ditetapkan beberapa rencana aksi yang akan dilaksanakan dalam tahun 2017 sebagai berikut: a. Meningkatkan koordinasi dan konsultasi dengan Kejaksaan dan Kepolisian dalam penanganan penyidikan; b. Menyempurnakan petunjuk pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dan menyusun petunjuk pelaksanaan penyidikan TPPU dengan predicate crime di bidang perpajakan; c. Menyelenggarakan workshop penegakan hukum bagi Account Representative serta diklat PPNS bagi fungsional pemeriksa pajak di KPP sehingga IDLP sebagai bahan untuk dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan meningkat; d. Melakukan kegiatan pengawasan, koordinasi, dan asistensi kepada seluruh Unit Pelaksana Penyidikan Pajak; e. Optimalisasi dan peningkatan SDM Penegakan Hukum dengan menyelenggarakan Diklat PPNS dan mengajukan usulan Diklat Penyegaran PPNS.
153
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
2. Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) (DJBC) IKU ini bertujuan untuk mendorong kinerja penyidikan kasus tindak pidana kepabeanan dan cukai sampai dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan yang berasal dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai adalah segala perbuatan yang berhubungan dengan Kepabeanan dan Cukai yang atas perbuatan tersebut diancam dengan pidana. Penerbitan SPDP menandai dimulainya kegiatan penyidikan dengan pemberitahuan secara resmi kepada Kejaksaan. Penyidikan merupakan tahap dimana penyidik berupaya mengungkapkan fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Status P-21 merupakan status dimana berkas perkara pidana yang dilakukan penyidik DJBC dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan untuk menjalani proses persidangan. Status SP3 berarti proses penyidikan dinyatakan dihentikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum sesuai Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Pada tahun 2016 realisasi IKU ini adalah 96,45% dari target yang ditetapkan sebesar 60%. Realisasi tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 90,27%.
Tabel 3.60 Perkembangan capaian IKU Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) - DJBC
Tahun
SPDP
P-21
Realisasi
Target
2011
121
96
79,34%
50%
2012
150
118
78,67%
50%
2013
159
130
81,76%
55%
2014
128
102
80,31%
60%
2015
113
102
90,27%
60%
2016
197
190
96,45%
60%
Sumber : LAKIN DJBC Tahun 2015 dan Realisasi IKU Kemenkeu-one 2016
154
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Realisasi IKU ini secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.61 Hasil penyidikan yang berstatus P-21 tahun 2016
No.
SPDP
Realisasi
Target
1
Kantor Pusat
9
7
78,00%
2
KPU Tg. Priok
6
6
100,00%
3
KPU Batam
2
2
100,00%
4
KPU Soekarno Hatta
3
3
100,00%
5
NAD
12
12
100,00%
6
Sumut
25
23
92,00%
7
Riau & Sumbar
12
11
92,00%
8
Khusus Kepri
53
53
100,00%
9
Sumbagsel
5
5
100,00%
10
Banten
2
2
100,00%
11
Jakarta
7
7
100,00%
12
Jabar
11
11
100,00%
13
Jateng & DIY
12
12
100,00%
14
Jatim I
10
9
90,00%
15
Jatim II
4
4
100,00%
16
Bali, NTB, NTT
3
3
100,00%
17
Kalbagbar
11
11
100,00%
18
Kalbagtim
6
6
100,00%
19
Sulawesi
3
2
67,00%
20
Maluku, Papua & Papua Barat
1
1
100,00%
197
190
96,45%
JUMLAH (SP3 dikeluarkan dari perhitungan)
Laporan Kinerja Tahun 2016
P-21
Sumber: Hasil Rekonsiliasi Data Direktorat P2 dengan Data Kanwil dan KPU
155
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
Tercapainya target tahun 2016 tidak lepas dari upaya DJBC untuk meningkatkan profesionalisme para penyidik DJBC di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini bisa terjadi berkat asistensi dan workshop yang diadakan terkait dengan kegiatan penyidikan. Selain itu, tingkat kecepatan penyelesaian penyidikan yang masih bervariasi antar wilayah juga berdampak pada capaian IKU yang terlihat kurang cepat. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data/berkas serta syarat formal dan materiil dari unit yang melakukan penindakan, masih minimnya pemahaman sebagian jaksa terhadap tindak pidana kepabeanan dan cukai di beberapa daerah, belum optimalnya koordinasi antara DJBC dengan Kejaksaan, dan belum adanya kurikulum tindak pidana kepabeanan dan cukai di Universitas serta lembaga pendidikan di Indonesia sehingga berakibat pada minimnya pemahaman masyarakat terhadap hal tersebut. Strategi-strategi yang dilakukan DJBC untuk mendukung ketercapaian target capaian IKU pada tahun 2016 ini diantaranya melalui asistensi penyelesaian SPDP pada unit kerja yang mengalami kesulitan administrasi dan teknis dalam penyelesaian penyidikan (P21), pelaksanaan workshop administrasi penyidikan, dan pelaksanaan pra-seleksi bagi peserta yang akan mengikuti Diklat Penyidikan. 8b. Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti
Laporan Kinerja Tahun 2016
IKU Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti bertujuan untuk memonitor penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi BPK serta menjamin akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban keuangan negara. Realisasi IKU dillaporkan secara semesteran dengan polarisasi data menggunakan maximize, dengan harapan semakin banyak rekomendasi ayng diselesaikan maka semakin baik. Jenis konsolidasi periode menggunakan take last known value, dimana data yang digunakan adalah angka periode terakhir. Pada tahun 2016, terdapat perubahan kriteria dalam penghitungan capaian IKU. Pada tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, penghitungan capaian hanya didasarkan pada adanya tindak lanjut atas rekomendasi BPK pada tahun berkenaan tanpa melihat tuntasnya tindak lanjut tersebut dalam memenuhi rekomendasi BPK. Mulai tahun 2016, penghitungan capaian didasarkan pada tuntasnya tindak lanjut yang direkomendasikan BPK. Outstanding rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang diperhitungkan adalah rekoemndasi rekomendasi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan dan juga K/L lainnya. Tindak lanjut Pemerintah terhadap TP BPK atas LKPP dan LK BUN perlu diselesaikan sebagaimana yang direkomendasikan oleh BPK. Setiap K/L dan Pengguna Anggaran BUN diwajibkan menyampaikan tindak lanjut atas rekomendasi terkait. Penyampaian TP BPK tersebut direncanakan setiap akhir bulan Maret, Juli, dan November 2016. Pengukuran dihitung dari penyelesaian rekomendasi yang ditindaklanjuti sebagaimana action plan dan timeframe yang ditetapkan pemerintah dengan menggunakan dua kriteria, yaitu: 1. Rekomendasi yang ditindaklanjuti, merupakan rekomendasi yang diusulkan selesai kepada BPK. Status rekomendasi BPK yang diusulkan selesai, ditetapkan pada forum pembahasan bersama DJPB, Itjen, unit eselon I terkait dan Auditor BPK. 2. Rekomendasi yang diselesaikan, merupakan rekomendasi yang dinyatakan tuntas oleh BPK dan tercantum dalam LHP.
156
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Penghitungan realisasi adalah dengan kombinasi 2 (dua) kriteria tersebut di atas dengan bobot yang telah ditentukan. Adapun formula untuk tiap semester adalah sebagai berikut:
Capaian Semester I =
Capaian Semester II =
Keterangan: Jumlah rekomendasi BPK dalam “LHP Tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan LKPP tahun 2015” yang dinyatakan selesai Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam “LHP tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan LKPP tahun 2015” Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP LKPP yang diusulkan selesai dalam tahun 2016 Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP LKPP 2015 Jumlah rekomendasi BPK dalam “LHP Tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan BUN tahun 2015” yang dinyatakan selesai Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam “LHP tindak Lanjut dalam Hasil Pemeriksaan BUN tahun 2015” Jumlah rekomendasi BPK dalam LHP BUN yang diusulkan selesai dalam tahun 2016 Jumlah outstanding rekomendasi BPK dalam LHP BUN 2015
Laporan Kinerja Tahun 2016
a= b= c= d= e= f= g = h =
Catatan: Dalam LHP tindaklanjut LKPP/LK BUN sudah terangkum rekomendasi tahun-tahun sebelumnya yang belum selesai ditindaklanjuti. Rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN yang telah ditindaklanjuti tahun 2016 telah mencapai target 45%, yaitu sebesar 51,29%. Rekapitulasi penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN tahun 2016 di Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut:
157
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
I. Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LKPP Tabel 3.62 Persentase penyelesaian rekomendasi BPK atas LKPP
Semester I
Semester II Selesai
Jumlah Rekomen dasi
Selesai (LHP LKPP 2015)
%
Jumlah Rekomendasi
(LHP LKPP 2015)
%
% Rata-rata Tahunan
217
62
28,57%
224
179
79,91%
54,24%
Selesai
%
% Rata-rata Tahunan
63,68%
48,33%
II. Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LK BUN Tabel 3.63 Persentase Penyelesaian Rekomendasi BPK atas LK BUN
Laporan Kinerja Tahun 2016
Semester I
Semester II
Jumlah Rekomen dasi
Selesai (LHP LKPP 2015)
%
191
63
32,98%
Jumlah Rekomendasi
(LHP LKPP 2015)
190
121
Tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian rekomendasi BPK, antara lain: 1. Tindak lanjut rekomendasi BPK atas temuan LKPP dan LKBUN tersebar pada beberapa unit Eselon I Kemenkeu dan K/L terkait lainnya, seperti Kementerian ESDM (SKK migas dan Pertamina). Namun demikian, beberapa penyelesaian teknis atas rekomendasi BPK tersebut merupakan kewenangan K/L terkait, sehinga penyelesaian sebagian rekomendasi BPK tidak/belum bisa diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. 2. Tindak lanjut atas rekomendasi BPK atas LKPP dan LKBUN sebagian penyelesaiannya membutuhkan jangka waktu lebih dari satu tahun. Dalam rangka menyelesaikan tindak lanjut atas rekomendasi atas temuan pemeriksaan, Kementerian Keuangan telah melaksanakan berbagai upaya antara lain: 1. Melakukan pembahasan progress penyelesaian tindak lanjut dengan UIC lingkup Kemenkeu secara berkala, termasuk dengan K/L terkait. Pada tahun 2016 telah dilakukan 10 kali pembahasan dengan UIC. 2. Melakukan pembahasan progress penyelesaian tindak lanjut dengan Pimpinan Kemenkeu secara berkala. Pada tahun 2016 telah dilakukan 4 kali pembahasan, terakhir pada tanggal 25 November 2016.
158
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
3. Melakukan pembahasan tindak lanjut rekomendasi dengan auditor BPK untuk memastikan tindak lanjut yang dilakukan sesuai dengan rekomendasi. Pada tahun 2016 telah dilakukan 5 kali pembahasan dengan BPK ,terakhir pada tanggal 11 November 2016 4. Menyampaikan Laporan Monitoring Penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi BPK atas Pemeriksaan LKPP kepada BPK. Pada tahun 2016 telah dilakukan 7 kali penyempaian laporan monitoring kepada BPK, terakhir tanggal 28 Desember 2016. 5. Membentuk Task Force yang keanggotaannya berasal dari Kemenkeu dan K/L yang mendapat opini Disclaimer pada tahun 2015 untuk mempercepat penyelesaian permasalahan yang menjadi penyebab opini WDP atas LKPP dan LKBUN, dan penyebab opini Disclaimer pada LK K/L.
1. Kemenkeu akan melakukan pembahasan atas tindak lanjut terhadap rekomendasi BPK pada LHP BPK atas LKBUN Tahun 2015 dan tahuntahun sebelumnya yang belum selesai dengan auditor BPK. 2. Monitoring penyelesaian berdasarkan rekomendasi BPK atas LKPP. 3. Komunikasi penyelesaian dengan BPK. 4. Menyampaikan monitoring penyelesaian berdasarkan action plan kepada BPK. 5. Menyurati K/L dan BA BUN untuk segera menyampaikan laporan monitoring dan tindak lanjut temuan BPK atas LKPP dan LK BUN tepat waktu sesuai PMK No.116/PMK.05/2007. 6. Melakukan koordinasi dan pembahasan dengan pihak terkait untuk penyelesaian tindak lanjut atas temuan BPK atas LKPP.
Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan dalam rangka: a. Mengoptimalkan penerimaan negara dan penegakan hukum di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; dan b. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai baik untuk tahun berjalan maupun untuk tahuntahun sebelumnya yang ditetapkan oleh Komite Joint Audit. Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah kegiatan pemeriksaan pajak, audit kepabeanan, dan/atau audit cukai yang dilakukan bersamasama oleh pemeriksa pajak dan auditor bea dan cukai terhadap Wajib Pajak/Auditee yang telah ditentukan oleh Komite Joint Audit. Laporan Kinerja Tahun 2016
Dalam rangka peningkatan capaian IKU ini, terdapat beberapa rencana aksi yang akan dilakukan pada tahun 2017, yaitu:
8c. Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit
Pelaksanaan Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 504/KMK.09/2015 tentang Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit, mengukur keberhasilan pelaksanaan Joint Audit yang didasarkan secara akumulatif pada 3 unsur yaitu: 1. Kualitas penetapan auditee yang sesuai dengan kriteria Joint Audit; 2. Ketepatan waktu penyelesaian joint audit; 3. Keberhasilan Pelaksanaan Joint Audit berdasarkan Nilai Tambah Bayar Pajak Hasil Joint Audit Realisasi IKU ini pada tahun 2016 adalah sebesar 104,78% (118% dari target yang ditetapkan sebesar 88,2%) sebagaimana tabel berikut.
Tabel 3.64 Capaian IKU Persentase keberhasilan pelaksanaan Joint Audit
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-16
Pol/ K P
Target
13,2%
31%
31%
53%
53%
88,2%
88,2%
Max / TLK
Realisasi
1,88%
88,72%
88,72%
106,67%
106,67%
104,78%
104,78%
Capaian
14,24
286,19
286,19
201,26
201,26
118,8
118,8
159
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Joint Audit adalah sebagai berikut: 1. Penetapan obyek audit/pemeriksaan seringkali membutuhkan waktu yang lama sehingga audit tidak dapat diselesaikan dalam tahun berjalan. Hal ini berdampak pada pergeseran waktu perolehan penerimaan negara dari hasil Joint Audit. 2. Pelaksanaan pertukaran data dan pelaksanaan Joint Completion masih belum optimal. 3. Pelaksanaan Joint Audit harus dihentikan apabila Wajib Pajak memanfaatkan program Tax Amnesty, sehingga hasil Joint Audit tidak dapat secara optimal berkontribusi terhadap penerimaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah ditetapkan upaya optimalisasi pelaksanaan Joint Audit sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
a. Menyusun batas waktu penetapan obyek audit/pemeriksaan yang mendukung percepatan proses pelaksanaan Joint Audit. b. Memperkuat Joint Analysis untuk mengoptimalkan penentuan obyek audit, pertukaran data terkait dengan pelaksanaan audit / pemeriksaan, dan Joint Completion terkait penyelesaian audit / pemeriksaan yang terkonsolidasi dan selaras. c. Secara rutin melakukan pelatihan atau workshop terkait dengan penyelarasan program audit/ pemeriksaan dan teknik analisis audit / pemeriksaan. Sasaran Strategis 9: SDM yang kompetitif Pembentukan SDM adalah upaya untuk menyiapkan SDM yang berkompetensi tinggi untuk kepentingan jangka panjang. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagaimana dalam tabel 3.63 berikut: Tabel 3.65 Capaian IKU pada SS SDM yang kompetitif
SS 9: SDM yang kompetitif
Indikator Kinerja
160
9a
Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan
9b
Nilai peningkatan kompetensi SDM
Target
Realisasi
Kinerja
89%
92,79%
104,26
23
34,16
120,00
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
9a. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatan merupakan salah satu IKU Kemenkeu Wide Kementerian Keuangan tahun 2015. IKU ini disusun untuk mengukur persentase pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatannya. Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya, diperoleh dari jumlah pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki nilai Job Person Match (JPM) ≥ 72 dibandingkan dengan jumlah pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah mengikuti Assessment Center (AC). Dimana, SKJ (Standar Kompetensi Jabatan) adalah Jenis dan level kompetensi yang menjadi syarat keberhasilan pelaksanaan tugas suatu jabatan, sedangkan Job Person Match adalah Indeks kesesuaian antara kompetensi pejabat dengan SKJ. .
JPM
=
Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Formula perhitungan IKU: Jumlah Pejabat (Eselon II s.d. IV) di lingkungan Kemenkeu yang telah memenuhi kompetensi jabatan x 100%
= Jumlah Pejabat (Eselon II s.d. IV) di lingkungan Kemenkeu yang telah mengikuti assessment
Pada tahun 2016 telah dilaksanakan AC oleh terhadap pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan sebagaimana data pada tabel berikut: Tabel 3.66 Jumlah pegawai yang telah mengikuti Assessment Centre tahun 2016
Jabatan
Jumlah
Eselon II
28
Eselon III
395
Eselon IV
1.372
Eselon IV
116
Fungsional
379
Pelaksana
498
TOTAL
2.788 orang
161
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Pada akhir tahun 2016, dari total 10.218 pejabat Eselon II,III, dan IV Kementerian Keuangan yang telah mengikuti Assessment Center terdapat 9.481 pejabat yang memenuhi standar JPM dan masih terdapat 737 pejabat yang belum memenuhi standar JPM. Sehingga capaian IKU Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi SKJ adalah 9.481/10.218= 92,79%, melampaui target tahun 2016, yaitu 89% sehingga diperoleh Indeks Capaian 104,26%.
Tabel 3.67 Capaian IKU Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan periode Q4 tahun 2015-2016
Laporan Kinerja Tahun 2016
Periode Q4 2016
Periode Q4 2015
∑ ≥ 72 Eselon II ,III, Dan IV
∑ < 72 Eselon II ,III, Dan IV
∑ Eselon II ,III, Dan IV Sudah AC
Capaian JPM
Capaian JPM
Kenaikan
9.481
737
10.218
92,79%
90,87%
1,92%
Perolehan capaian yang melebihi target ini dan kenaikan 1,92% dari tahun sebelumnya didukung oleh prioritas AC dan pengembangan pegawai sebagai berikut. a. Prioritas pelaksanaan Re-Assessment Center (Re-AC) dapat dilakukan terhadap pejabat yang masih memiliki JPM <72% terhadap jabatannya namun telah dilakukan pengembangan kompetensi terlebih dahulu sebelumnya. b. Telah dilakukan monitoring pelaksanaan penyampaian hasil AC kepada pejabat Es II, III dan IV Kementerian Keuangan dalam bentuk Laporan Individual Assessment Center (LIAC) untuk membantu pegawai dalam menentukan pengembangan kompetensi baik secara mandiri atau penugasan dari pimpinan. c. Telah dilakukan penyusunan pemetaan gap kompetensi pegawai sehingga pengembangan yang dilakukan secara terencana dan spesifik sesuai dengan kebutuhan pegawai untuk memenuhi persyaratan kompetensi pada jabatannya atau SKJ. Dalam rangka transparansi hasil Assessment Center, telah disampaikan Hak Akses Modul Assessment Center pada web Biro Sumber Daya Manusia kepada Pejabat Eselon III pengelola kepegawaian masing-masing unit eselon I. Saat ini Pejabat Eselon III pengelola kepegawaian dapat melihat Laporan Individual Assessment Center (LIAC), GAP Kompetensi, dan melakukan simulasi JPM terhadap pejabat eselon II, III di lingkungan unitnya masing-masing. Selain itu, pejabat eselon II dan III Kementerian Keuangan dan Eselon IV, pelaksana Sekretariat Jenderal dapat melihat LIAC mereka masing-masing dengan mengakses menu Assessment Center. Kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target pejabat yang memenuhi SKJ-nya di lingkungan Kementerian Keuangan adalah penjadwalan pelaksanaan AC terhadap pejabat yang seringkali berubah terkait adanya penugasan lain terhadap pejabat dimaksud. Untuk itu diperlukan koordinasi lebih intensif dengan unit eselon I terkait penjadwalan AC pejabat.
162
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tren perbandingan antara target IKU Persentase pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan (SKJ) dengan realisasinya selama 5 (lima) tahun terakhir adalah sebagai berikut. 94.00%
92.79%
92.00% 90% 90.00%
90.88%
88.52% 89%
88.00% 88%8
8%
86.00% 85.00%
87%
84.00% 82.00% 80.00%
82.50%
78.00% 76.00%
Realisasi
2013
2014
2015
Laporan Kinerja Tahun 2016
2012
2016
Target
Grafik 3.11 Tren target dan realisasi IKU Persentase Pejabat Kementerian Keuangan yang telah memenuhi SKJ Tahun 2012-2016
Dengan pertimbangan tren realisasi capaian yang selalu melebihi target dari tahun ke tahun, tahun 2017 target IKU ini ditingkatkan menjadi 90%. 9b. Nilai peningkatan kompetensi SDM Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan karakteristik dan kemampuan kerja SDM yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan. Pengembangan kompetensi SDM Kementerian Keuangan ditujukan untuk membangun pegawai Kementerian Keuangan yang berkompetensi tinggi, yang dilakukan melalui program pendidikan dan pelatihan dan didasarkan pada kebutuhan kompetensi masing-masing pegawai. IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM bertujuan mengukur keberhasilan program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan Kemenkeu untuk meningkatkan kompetensi peserta diklat. Nilai peningkatan kompetensi SDM didapatkan dari rata-rata raw data selisih level kompetensi akhir dengan level kompetensi awal setiap responden survey yang merupakan atasan, peers maupun bawahan peserta diklat (3600). IKU ini memiliki polarisasi maximize dimana nilai peningkatan kompetensi SDM diharapkan melebihi target yang ditetapkan.
163
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Formula : Rata-rata (nilai kompetensi akhir – nilai kompetensi awal) Tahapan pengukuran IKU ini adalah: 1. Pengukuran level kompetensi awal dengan menggunakan pre-assessment melalui metode survei 360°. Tahap pertama ini dilaksanakan sebelum peserta mengikuti diklat. Pegawai yang akan dianalisis adalah pegawai yang memiliki nilai preassessment dibawah 60. 2. Pengukuran level kompetensi akhir dengan menggunakan metode yang sama dengan tahapan pertama. Kegiatan ini dilakukan secepat-cepatnya 3 bulan dan selambatlambatnya 6 bulan setelah peserta kembali bekerja sesuai dengan kompetensi yang diperoleh dari diklat yang diikuti. Skala penilaian assessment adalah 1-10 dengan konversi ke skor 1-100 baik pada level kompetensi awal maupun level kompetensi akhir. Pada tahun 2016, evaluasi dilakukan terhadap alumni dari 23 program diklat yang obyek survei. Realisasi IKU tahun 2016 adalah sebesar 34,16 dari target sebesar 23. Tabel 3.68 Capaian IKU Nilai peningkatan kompetensi SDM
Laporan Kinerja Tahun 2016
K-Wide
Sumber Daya Manusia yang kompetitif 9b - Nilai Peningkatan Kompetensi SDM
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d. Q3
Q4
Y-16
Pol/ KP
Target
-
-
-
-
-
23
23
Max/ TLK
Realisasi
-
-
-
-
-
34,16
34,16
Capaian
-
-
-
-
-
148,53
148,53
Realisasi IKU sudah melampaui target IKU dan target Renstra selama tahun 2015 dan 2016.
40 30
Realisasi IKU
20
Target Renstra
10
Target IKU
0
2015
2016
Grafik 3.12 Perkembangan target dan realisasi IKU Nilai Peningkatan Kompetensi SDM tahun 2015-2016
164
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Rincian jenis diklat dan realisasi pada masing-masing diklat adalah: Tabel 3.69 Realisasi nilai per jenis diklat
No.
SPDP
Realisasi Nilai
Diklat Coaching Mentoring
20,77
2
DTU Penyusunan Standard Operating Procedure
36,0
3
Diklat Pengelolaan Keuangan Daerah
42,85
4
Diklat Analisis Anggaran dan Biaya tingkat Satker
39,79
5
Diklat Penguji Tagihan
22,21
6
DTSS Manajemen Keberatan dan Banding
22,53
7
DTSD Pajak I
23,44
8
DF Pemeriksa Ahli
26,33
9
DTSS Petugas Ekstensifikasi
23,76
10
DTSS Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-lain
35,30
11
DTSS Aplikasi SIMAN TK.
40,00
12
DTSS Pengetahuan Lelang (bagi asisten pejabat lelang)
46,20
13
DTSS Juru Sita
35,62
14
DTSS Pemeriksaan Sarana Pengangkut Udara
47,79
15
DTSS Intelejen Analis Tk.I
31,55
16
DTSS Pelayanan Administrasi Manifes
40,93
17
DTSS Patroli dan Pemeriksaan Saranan Pengangkut Laut
42,58
18
DTSS Kepatuhan Internal
32,34
19
DTSS Penggunaan Pemindai Kabin dan Kargo
45,82
20
DTU Tata Naskah Dinas
37,04
21
DTU Pengelolaan Kinerja
31,89
22
DTU Manajemen Risiko
36,22
23
DTU Curriculum Design
24,76
Total Nilai Peningkatan Kompetensi
Laporan Kinerja Tahun 2016
1
34,16
165
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tantangan dalam pelaksanaan diklat ini adalah latar belakang dan tingkat kompetensi calon peserta diklat dalam suatu kelas yang cukup beragam. Sebagai akibatnya, kegiatan belajar terpaksa fokus pada peningkatan kompetensi salah satu kelompok peserta dengan tingkat kompetensi tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, telah disusun konsep blended learning yang mewajibkan peserta membekali diri terlebih dahulu sebelum mengikuti diklat sehingga level kompetensi antar peserta yang tidak terpaut jauh. Di samping itu dilakukan pula placement test untuk beberapa diklat tertentu. Tantangan bagi program pengembangan SDM BPPK ke depan adalah bukan hanya meningkatkan kompetensi SDM saja, namun juga turut berkontribusi secara riil terhadap peningkatan kinerja Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, BPPK Kemenkeu mengimplementasikan konsep Corporate University yang berarti bahwa terdapat pengintegrasian pengembangan SDM dalam rangka mencapai target-target kinerja Kementerian Keuangan. Sasaran Strategis 10: Organisasi yang kondusif
Laporan Kinerja Tahun 2016
Organisasi yang kondusif tercermin dengan adanya perilaku anggota organisasi yang memiliki komitmen kuat terhadap organisasi, hubungan yang harmonis di antara setiap anggota organisasi, serta motivasi dan etos kerja yang tinggi. Organisasi kondusif dapat tercipta jika beberapa faktor berikut dapat berjalan dengan baik antara lain pola komunikasi dan hubungan-hubungan dalam interaksi antarpersonal yang mempengaruhi suasana kerja; program pengembangan SDM dan kualitas kerja; alur dan prosedur pelaksanaan kegiatan, model jalur koordinasi dan konsultasi dalam pelaksanaan kerja; mekanisme penyampaian pendapat dan tingkat kebebasan dalam menyampaikan pendapat; serta program peningkatan kesejahteraan (termasuk pola jenjang karir). Dengan organisasi yang kondusif, pencapaian tujuan organisasi akan berjalan dengan baik. Dalam pencapaian sasaran strategis ini, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) yang capaiannya dapat dilihat pada tabel 3.68 berikut. Tabel 3.70 Capaian IKU pada SS Organisasi yang kondusif
Sasaran Strategis 10: Organisasi yang kondusif Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
10a
Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan
87%
98%
112,64
10b
Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional
75%
85,83%
114,44
10a. Persentase implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun 2014 merupakan program strategis Kementerian Keuangan dalam upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang, dan tantangan yang terjadi baik dalam skala nasional, regional, maupun global untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, beretika, dan
166
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
kredibel, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders. Implementasi inisiatif program RBTK pada tahun 2016 dapat dikatakan berjalan dengan lancar walaupun tentunya tidak lepas dari tantangan dan dinamika pada proses implementasinya. Untuk membantu proses monitoring implementasi inisiatif, saat ini digunakan aplikasi Ministry of Finance Institutional Transformation Application (MITRA). Aplikasi MITRA ini merupakan salah satu tools yang membantu pemantauan penyelesaian seluruh tindakan yang dijabarkan dari seluruh milestones pada Initiatives Charter. Selain menggunakan aplikasi ini, digunakan juga sarana-sarana yang lain seperti pelaksanaan pertemuan one-on-one dengan PMO-CTO-Initiative Owner juga laporan PMO secara tertulis. Tantangan dalam pelaksanaan diklat ini adalah latar belakang dan tingkat kompetensi calon peserta diklat dalam suatu kelas yang cukup beragam.
25%
40
60
20
75% 0
100
40 80
0
20
40 80
100
Progres tahun ini : 94% Dar target s.d tahun ini : 100% progres hingga berahirnya inisiatif : 83%
60
20
0
100
80
100
Anggaran
Bea dan Cukai
Progres tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100% progres progres hingga berahirnya inisiatif : 80%
Progres tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100% progres progres hingga berahirnya inisiatif : 96%
Laporan Kinerja Tahun 2016
60
80
Perbandaharaan
Progres tahun ini : 96% Dar target s.d tahun ini : 100% progres hingga berahirnya inisiatif : 82%
0
0
100
Progres tahun ini : 100% Dar target s.d tahun ini : 100% progres progres hingga berahirnya inisiatif : 82%
40
60
20
erpajkan
64%
% Task Incompleted
60
20
SentralP
20%
% Task Completed
40 80
On Track kegiatan dalam inisiatif telah sesai dilaksankan atau masih sesuai target s.d hari ini Warning kegiatan yang telah selsai dalam inisiatif mencapai : 80 % - 99% dari target s.d hari ini
Gambar 3.6 Aplikasi MITRA
IKU ini memiliki polarisasi maximize dimana rata-rata persentase capaian inisiatif diharapkan melebihi target yang ditetapkan. Formula : Rata-rata persentase capaian inisiatif Hingga akhir tahun 2016, implementasi ke-87 inisiatif sebagaimana tertuang dalam KMK36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun 2014-2025 (KMK-36) berjalan dengan baik dan melampaui target 2016, yaitu 87% dengan capaian implementasi inisiatif sebesar 98%.
167
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Capaian implementasi 87 inisiatif pada tiap tema sebagai berikut: Tabel 3.71 Capaian Implementasi Program RBTK pada MITRA per 31 Desember 2016
No
Tema
Target 2016
Capaian 2016
1.
Perpajakan
100%
96%
2.
Kepabeanan dan Cukai
100%
100%
3.
Perbendaharaan (DJPB, DJKN, DJPPR)
100%
94%
4.
Penganggaran
100%
100%
5.
Sentral (Setjen, Itjen, CTO)
100%
100%
Program RBTK
87%
98%
Adapun tren realisasi capaian implementasi inisiatif selama 5 (lima) tahun terakhir adalah sebagai berikut: 105% 100%
98%
Laporan Kinerja Tahun 2016
100% 95%
92%
90%
Realisasi
85%
87%
Target
85% 80%
75%
2014
2015
2016
Grafik 3.13 Tren target dan realisasi capaian IKU implementasi inisiatif TRBTK tahun 2014-2016
Selain 87 inisiatif sebagaimana diamanatkan pada KMK-36, CTO beserta PMO juga mengelola tambahan 7 inisiatif tambahan yang diajukan oleh DJBC serta DJPK. Hal ini menandai masuknya inisiatif-inisiatif terkait hubungan pusat dan daerah dalam program RBTK yang pada KMK-36 belum terakomodasi. Hal ini sejalan dengan penambahan tantangan dan penambahan porsi dana transfer ke daerah dan dana desa di tahun-tahun yang akan datang.
168
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
10b. Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional Kegiatan pengembangan jabatan fungsional (jafung) adalah kegiatan menciptakan/ membentuk dan/atau menyempurnakan serta mengimplementasikan jabatanjabatan fungsional yang menjadi core business Kementerian Keuangan, dan mengimplementasikan jabatan-jabatan fungsional yang sudah dikembangkan oleh Kementerian/Lembaga lain di lingkungan Kementerian Keuangan. Tingkat penyelesaian rancangan pengembangan jabatan fungsional meliputi pembentukan dan penyempurnaan jabatan-jabatan fungsional dalam bidang yang terkait dengan pelaksanaan tugas utama Kementerian Keuangan yaitu di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan negara. Jabatan fungsional yang akan dikembangkan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil identifikasi dan kajian. Formula: Rata-rata penyelesaian pengembangan jabatan fungsional
= Laporan Kinerja Tahun 2016
Tahapan pembentukan dan penyempurnaan jafung yaitu: Tabel 3.72 Persentase tahapan pembentukan jabatan fungsional
Tahapan
Persentase
Penyusunan Naskah Akademis
35%
Ekspose Naskah Akademis
35%
Penyusunan matriks butir kegiatan
5%
Uji petik beban kerja dan Pengolahan data
7,5%
Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri PAN dan RB
2,5%
Persetujuan MenpanRB terhadap Rancangan Peraturan Menteri PAN dan RB
15%
Total
100%
Pada Tahun 2016, jabatan fungsional yang telah dibentuk sebanyak 1 (satu) jabatan fungsional, yaitu jabatan fungsional Penata Laksana Barang yang diusulkan oleh DJKN dan jabatan fungsional yang telah dilaksanakan peryempurnaan adalah jabatan Fungsional Pemeriksa Bea dan Cukai (adanya penambahan tusi dan jenjang pemula dan utama) serta Penilai PBB (ada pelimpahan wewenang Pajak Bumi dan Bangunan kepada Pemda sehingga nomenklaturnya berubah menjadi jabatan fungsional Penilai Pajak). Detai capaian IKU ini tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. Telah disampaikan RPermenPANRB tentang JF Pemeriksa Bea dan Cukai melalui Surat Nomor S-1719/SJ/2016 tanggal 3 November 2016. Pada bulan Desember sudah di tandatangani oleh Menteri PANRB dan sekarang dalam proses pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM. (Realisasi 100%)
169
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
2. RPermenPANRB JF Penilai Pajak sedang dalam proses Penyusunan. (Realisasi 82.5%) 3. Telah selesai disusun matriks dan telah dilaksanakan pra uji petik beban kerja JF Penata Laksana Barang tanggal 30 November s.d. 14 Desember 2016. (Realisasi 75%) 4. Pada Tahun 2016 capaian IKU Tingkat Penyelesaian Pengembangan Jabatan Fungsional mencapai 85,83% atau sebesar 114,4 % dari target. Tabel 3.73 Capaian IKU Tingkat penyelesaian pengembangan jabatan fungsional
K-Wide
Organisasi Yang Kondusif 10b - Rata-rata Penyelesaian Pengembangan Jabatan fungsional
T/R Target
Q1
Q2
Sm.I
Q3
s.d Q3
Q4
Y-16
Pol/ K P Max/TLK
-
35%
35%
70%
70%
75%
75%
Realisasi
11,6%
70%
70%
73,3%
73,3%
85.83%
85.83%
Capaian
-
200
200
104,71
104,71
114,44
114,44
Laporan Kinerja Tahun 2016
Proses pembentukan jabatan fungsional serta penyempurnaan jabatan fungsional di atas membutuhkan proses yang cukup panjang dimulai dari penyusunan Naskah Akademis, ekspose Naskah Akademis, penyusunan matriks butir-butir kegiatan, uji petik beban kerja dan norma waktu, pengolahan data uji petik dan validasi, yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri PANRB (RPerMen PANRB) terkait jabatan fungsional dimaksud. Adapun dalam pencapaian target tersebut terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi diantaranya: 1. Belum adanya peraturan yang komprehensif dan terstruktur terkait dengan pengembangan jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh Kementerian PANRB dan BKN; 2. KemePANRB sedang melakukan penyusunan RPP Manajemen PNS dan RPP lainnya sebagai turunan dari UU ASN, sehingga pengembangan jafung tidak menjadi skala prioritas utama KemenPANRB; 3. Belum meratanya pemahaman pentingnya pengembangan jabatan fungsional di Kementerian Keuangan; 4. Pengembangan Jabatan Fungsional pada unit-unit belum dijadikan concern dalam mendukung kegiatan penataan organisasi. Menindaklanjuti kendala dalam penyelesaian pengembangan Jabatan Fungsional dimaksud Kementerian Keuangan melalui, Sekretariat Jenderal akan berkoordinasi intensif dengan Unit eselon I dan KemenPAN-RB dan BKN dalam rangka penyusunan butir-butir kegiatan dan pelaksanaan uji petik.
170
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Sasaran Strategis 11: Sistem manajemen informasi yang andal Untuk meningkatkan layanan bagi stakeholder Kementerian Keuangan, dibutuhkan dukungan TIK dalam mengotomasi proses bisnis yang ada di lingkungan Kementerian Keuangan. Saat ini, terdapat beberapa aplikasi dengan kritikalitas sangat tinggi yang digunakan oleh seluruh unit Eselon I untuk mendukung pelayanan bagi stakeholdernya. Untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan, diperlukan jaminan kepada stakeholder bahwa layanan yang didukung oleh aplikasi memiliki tingkat ketersediaan yang tinggi dengan tingkat downtime yang seminimal mungkin. Sistem Manajemen Informasi yang andal akan terwujud dengan adanya pengelolaan layanan TIK yang andal yaitu dengan penyediaan dan pemenuhan layanan TIK, serta penyelesaian gangguan layanan TIK kepada pengguna layanan TIK sesuai ketentuan yang disepakati pada Katalog Layanan TIK, SLA, dan atau Business Impact Analysis (BIA). Salah satu pengukuran pencapaian sasaran strategis diatas adalah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Tingkat Downtime Sistem TIK. Tabel 3.74 Capaian IKU pada SS Sistem manajemen informasi yang andal
No
Indikator Kinerja
11a
Tingkat downtime system TIK
Target
Realisasi
Kinerja
1%
0,132%
120,00 Laporan Kinerja Tahun 2016
11a. Tingkat downtime sistem TIK Tingkat downtime sistem TIK adalah terhentinya layanan TIK yang memiliki tingkat kritikalitas sangat tinggi dari masing-masing Unit Eselon I yang disebabkan oleh gangguan pada infrastruktur TIK ataupun core system layanan TIK meliputi komponen layanan Internet, Intranet, Server/Operating System (OS), dan/atau Aplikasi/Database yang menjadi tanggung jawab unit TIK Eselon I. Layanan TIK dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi ditentukan berdasarkan dampak terhadap kelangsungan operasional organisasi dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut
1. 2. 3. 4.
Potensi kerugian finansial; Potensi tuntutan hukum; Citra Kemenkeu;dan Jumlah pengguna yang dirugikan
IKU ini memiliki polarisasi minimize dimana realisasi tingkat downtime sistem TIK diharapkan berada dibawah target yang ditetapkan. Formula :
Jumlah downtime layanan TIK seluruh unit Eselon I Downtime Sistem TIK
=
x 100% Jumlah unit Eselon I
171
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Perhitungan downtime layanan tidak termasuk downtime yang direncanakan (planned downtime) dan disetujui unit Eselon I terkait untuk tujuan pemeliharaan (Preventive Maintenance). Penentuan waktu ketersediaan layanan TIK disesuaikan dengan karakteristik masing-masing layanan TIK dan penyusunan laporan downtime layanan TIK berdasarkan hasil pemantauan ketersediaan layanan dengan menggunakan alat ukur atau alat monitoring yang disepakati. Pembagian ruang lingkup IKU Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan terdiri atas: 1. Unit Eselon I selain Sekretariat Jenderal dan Pajak yang bertanggung jawab atas Server/OS untuk layanan Co-Location, Aplikasi dan Database; 2. Sekretariat Jenderal, yang diwakili oleh Pusintek sebagai unit TIK Pusat Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas Internet, Intranet, dan Server/OS serta Aplikasi dan Database dari layanan kritikal Sekretariat Jenderal; 3. Direktorat Jenderal Pajak yang bertanggungj jawab atas Server/OS, Aplikasi dan Database.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi yang termasuk dalam daftar layanan IKU Tingkat Downtime Sistem TIK sebagai berikut: Tabel 3.75 Daftar layanan TIK Kementerian Keuangan dengan tingkat kritikalitas sangat tinggi
172
No
Unit
Layanan
1
DJA
Hyperion, Custom Web DJA, Simponi Web service, SI PNBP Online
2
DJBC
Manifest, SAC Online, TPS Online Publik, Dokap, SAC1, BS 2.3, Impor, PAU (loader), SSO DJBC, Web Service Pool, Ekspor, Billing Online, SAC 2
3
DJPB
SPAN, MPN G2, Portal DJPB
4
DJKN
e-Auction
5
DJPK
Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Website DJPK
6
DJPPR
DMFAS, DMFAS Interface
7
BKF
Portal BKF, DWH BKF, Executive Econimic Dashboard
8
BPPK
Penerimaan STAN
9
Itjen
TeamMate, LP2P
10
SETJEN
Email Kemenkeu, Portal Kemenkeu
11
DJP
e-Filing, e-Faktur, e-Registration, e-Biling, situs Pajak.go.id
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Adapun persentase rata-rata capaian Kementerian Keuangan dalam menjaga tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan tahun 2016 sebagai berikut: Tabel 3.76 Rata-rata capaian IKU Tingkat Downtime tahun 2016
Unit
Q2
Smtr I
Q3
s.d Q3
Q4
Y
DJA
0%
0,07%
0,35%
0,160%
0,077%
0,0281%
0,065%
DJBC
0%
1,21%
0,61%
0,410%
0,540%
0,3%
0,48%
DJPBN
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
DJKN
0,08%
0,08%
0,08%
0,010%
0,058%
0,03%
0,05%
DJPK
0%
0%
0%
0%
0%
0,015%
0,004%
DJPPR
0,60%
0,15%
0,37%
0,440%
0,396%
0,47%
0,414%
BKF
0%
0%
0%
0%
0%
0,02%
0,005%
BPPK
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Itjen
0,31%
0,15%
0,23%
0,010%
0,154%
0,58%
0,261%
Setjen
0,21%
0,26%
0,23%
0,130%
0,199%
0,05%
0,162%
0%
0%
0%
0,005%
0,002%
0,041%
0,011%
0,11%
0,17%
0,14%
0,106%
0,130%
0,139%
0,132%
DJP Rata-rata downtime Kemenkeu
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Q1
Eselon I
Down pada tanggal 15 Desember 2016 untuk custom web dan SIMPONI Down pada tanggal 17 Mei 2016 dan tanggal 14 Juni 2016 untuk aplikasi CEISA Down pada aplikasi FrontEnd Lelang 1 dan Lelang 2 Down yang disebabkan proses patching aplikasi Down pada aplikasi DMFAS 1 dan DMFAS 2 Down yang disebabkan proses maintenance aplikasidi BKF Down yang disebabkan kesalahan konfigurasi dan infrastruktur pada aplikasi LP2P Down pada portal dan Email Kemenkeu, Komponen OS dan Intranet Down untuk situs Pajak pada tanggal 11 Juli 2016 dan aplikasi e-Filling pada tanggal 30 Desember 2016
173
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Hal-hal yang telah dilakukan untuk menjaga Tingkat Downtime Sistem TIK Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Menyusun laporan monitoring bulanan atas komponen layanan TIK yang meliputi internet, intranet, server/operating system dan aplikasi/database dengan kritikalitas sangat tinggi; 2. Melaksanakan koordinasi berkala dengan penyedia jasa terkait keberlangsungan Layanan TIK; 3. Melakukan monitoring ketersediaan dan performance layanan TIK; 4. Mengoptimalkan fungsionalitas DRC dalam peningkatan kelangsungan layanan TIK kritikal; 5. Melakukan penggantian operator ME; 6. Melakukan perbaikan power house, penggantian baterai dan uji beban secara berkala; 7. Melakukan peningkatan jenis layanan PLN menjadi premium platinum; 8. Melakukan re konfigurasi perangkat jaringan; 9. Menyusun Tim Pengawasan Operasional Layanan TIK yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 690/KMK.01/2016 tanggal 9 September 2016; 10. Standarisasi tools monitoring downtime unit Eselon I dengan rencana sosialiasi tools pemantauan Downtime Layanan TIK kepada seluruh unit Eselon I melalui undangan nomor UND-245/IT/2016 tanggal 28 September 2016; 11. Penyediaan Konsultan Kehandalan Kelistrikan dan Laik Operasi; 12. Melakukan preventive maintenance secara konsisten; 13. Pembaharuan metode backup yang lebih optimal; 14. Menyusun naskah akademis model kerja shift monitoring system secara on site selama 24 jam pada bulan Desember 2016 dan sudah disampaikan ke Biro Organta, Sekretariat Jenderal; 15. Melakukan Security Hardening; 16. Mengembangkan model baseline OS Cent, OS 7 dan platform lainnya sebagai Baseline Konfigurasi Keamanan Informasi IKU Tingkat Downtime Sistem TIK merupakan IKU baru yang ditetapkan di KemenkeuWide Tahun 2016, pada tahun 2017 target IKU ini ditetapkan tidak berubah, yaitu sebesar 1% mengingat tahun 2017 baru merupakan tahun kedua penerapan IKU ini Sasaran Strategis 12: Pelaksanaan anggaran yang optimal Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Barang mempunyai tugas antara lain menyusun dan menyampaikan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Keuangan mengidentifikasikan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu
174
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.77 Capaian IKU pada SS Pelaksanaan anggaran yang optimal
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Kinerja
12a
Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15
4 (WTP)
4 (WTP)
120,00
12b
Persentase kualitas pelaksanaan anggaran
95%
97,98%
103,32
12a. Rata-rata indeks opini BPK RI atas LK BA 15 IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 sebelumnya digabungkan dengan IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BUN. Di tahun 2016, untuk menyesuaikan karakteristik IKU masing-masing dengan pencapaian Sasaran Strategis yang lebih relevan maka kedua IKU ini ditempatkan pada perspektif dan SS yang berbeda. IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BUN mengukur kualitas laporan keuangan Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara yang tercermin dalam SS Pengelolaan Neraca Pemerintah Pusat dan BUN yang optimal, sementara IKU Indeks Opini BPK RI atas LK BA 15 mengukur kualitas laporan keuangan Kementerian Keuangan yang digunakan untuk mengukur SS pengelolaan anggaran yang optimal.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga serta kaidahkaidah pengelolaan keuangan yang sehat dalam Pemerintahan. Laporan Keuangan ini telah disusun dan disajikan dengan basis akrual dan menyajikan informasi keuangan yang transparan, akurat, dan akuntabel. Laporan Keuangan Kementerian Keuangan tahun 2015 merupakan laporan yang mencakup seluruh aspek keuangan yang dikelola oleh Kementerian Keuangan yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi (SAI). SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAIBA dirancang untuk menghasilkan LK Satuan Kerja yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Operasional (LO), dan Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. SIMAK-BMN adalah sistem yang menghasilkan informasi aset tetap, persediaan, dan aset lainnya untuk diperbandingkan dengan neraca dan laporan barang milik negara serta laporan manajerial lainnya. Jumlah Satker lingkup Kementerian Keuangan pada tahun 2015 adalah 1.097 satker termasuk 4 satker BLU. Dari jumlah tersebut yang menyampaikan laporan keuangan dan dikonsolidasikan sejumlah 1.097 satker (100%). Kemudian pada tahun 2015 Kementerian Keuangan mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual sesuai amanat PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Implementasi tersebut memberikan pengaruh pada beberapa hal dalam penyajian LK. Pertama, Pos-pos ekuitas dana pada neraca per 31 Desember 2014 (y-1) yang berbasis cash toward accrual harus direklasifikasi menjadi ekuitas sesuai dengan akuntansi berbasis akrual.
175
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Kedua, keterbandingan penyajian akun-akun tahun berjalan dengan tahun sebelumnya dalam Laporan Operasional dan Laporan Perubahan Ekuitas tidak dapat dipenuhi. Hal ini diakibatkan oleh penyusunan dan penyajian akuntansi berbasis akrual untuk pertama kalinya pada tahun 2015. Pemeriksaan Laporan Keuangan dilakukan oleh BPK RI yang dimaksudkan untuk memberikan pendapat/opini tentang kewajaran penyajian laporan sesuai dengan kriteria yang digunakan dalam menilai kewajaran laporan keuangan meliputi kesesuaian LK dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan kehandalan Sistem Pengendalian Internal (SPI). Indeks Opini BPK RI merupakan konversi dari nilai capaian atas opini yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI terhadap Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (BA 015) tahun 2015. Indeks tersebut diberikan dalam skala 1 s.d. 4, dimana masing-masing skala memiliki makna:
Laporan Kinerja Tahun 2016
• • • • • • •
Indeks 1,00 = Tidak Wajar (TW/Adverse) Indeks 2,00 = Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer) Indeks 3,00 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 4 permasalahan (temuan) atau lebih Indeks 3,25 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 3 permasalahan (temuan) Indeks 3,50 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 2 permasalahan (temuan) Indeks 3,75 = Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan 1 permasalahan (temuan) Indeks 3,90 = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) Indeks 4,00 = Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Tindakan yang telah dilaksanakan dalam rangka mencapai target IKU Indeks Opini BPK RI tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Reviu Laporan Keuangan oleh Inspektorat Jenderal selaku APIP. 2. Melakukan koreksi-koreksi pengungkapan atas hal-hal yang perlu diungkapkan dalam laporan keuangan Kementerian Keuangan Audited TA 2015. 3. Melakukan pembahasan temuan BPK serta menyampaikan rencana aksi atas temuan BPK atas LK BA 015 TA 2015. 4. Melakukan perhitungan perkiraan sendiri tingkat materialitas / tollerable error atas temuan pemeriksaan BPK dalam LK BA 015. 5. Melakukan asistensi kepada seluruh satker di lingkungan Kementerian Keuangan terkait dengan penyusunan laporan keuangan. 6. Memastikan seluruh transaksi sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan 7. Memastikan pelaksanaan anggaran telah sesuai Peraturan terkait pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan Surat Badan Pemeriksa Keuangan RI nomor 59/S/IV-XV/06/2016 tanggal 24 Juni 2016 tentang Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan tahun 2015, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam semua hal yang material, posisi keuangan Kementerian Keuangan tanggal 31 Desember 2015, realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Hal tersebut juga sesuai dengan lampiran Laporan Hasil Pemeriksaan dengan nomor 55a/ LHP/XV/05/2016 tanggal 26 Mei 2016.
176
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Perkembangan Opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (BA15) selama 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 3.78 Perkembangan Opini BPK atas LK BA15 tahun 2011-2015
Tahun Anggaran
Opini BPK atas LK BA 15
2011
Wajar Tanpa Pengecualian
2012
Wajar Tanpa Pengecualian
2013
Wajar Tanpa Pengecualian
2014
Wajar Tanpa Pengecualian
2015
Wajar Tanpa Pengecualian
Tantangan yang dihadapi dalam penyusunan LK BA 015 ke depan adalah
Laporan Kinerja Tahun 2016
a. Pergantian operator karena pola mutasi yang cepat tanpa adanya transfer knowledge; b. Pengetahuan dan pemahaman operator terkait penyusunan LK berbasis akrual masih kurang memadai; c. Pengembangan aplikasi terkait penyusunan laporan keuangan sangat dinamis; d. Penerapan amortisasi pada aset tak berwujud yang dimulai pada tahun 2016. Untuk menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Keuangan telah menetapkan beberapa rencana aksi sebagai berikut: a. Melakukan bimbingan teknis kepada seluruh operator Penyusun Laporan Keuangan secara berkala di seluruh satker Kementerian Keuangan; b. Penyusunan petunjuk teknis/manual yang memudahkan satker dalam melakukan input pada aplikasi penyusunan laporan keuangan; c. Mengoptimalkan peran APIP untuk melakukan reviu sejak perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, penyusunan laporan keuangan, hingga pendampingan pada saat pemeriksaan oleh BPK.
177
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
12b. Persentase kualitas pelaksanaan anggaran IKU Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan dalam satu tahun anggaran. Sesuai dengan prinsip Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) pencapaian atas pelaksanaan anggaran tidak cukup dilihat dari sisi realisasi penyerapan anggaran saja namun juga perlu mengukur efisiensi, dan pencapaian keluaran. Di dalam IKU ini, yang dimaksud dengan penyerapan anggaran adalah realisasi anggaran atas belanja barang dan belanja modal, tidak termasuk belanja pegawai, yang mengacu pada Sistem Akuntansi Umum. Pencapaian keluaran adalah pencapaian atas barang/ jasa yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran serta tujuan program dan kebijakan. Adapun pengertian efisiensi disini adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan, yang target sasarannya telah dicapai (pencapaian output-nya lebih besar atau sama dengan 100%).
Laporan Kinerja Tahun 2016
Sebagai panduan dalam rangka pengukuran indikator kinerja dimaksud, telah dikeluarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-32/MK.1/2015 pada tanggal 30 Desember 2015 tentang Tata Cara Pengukuran Indikator Kinerja Utama Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Output Belanja di Lingkungan Kementerian Keuangan Formula: Realisasi IKU =
(% penyerapan anggaran x 11,86%) + (% efisiensi x 34,96% ) + (% pencapaian keluaran x 53,18% )
Dalam hal satuan kerja tidak memiliki pagu kontrak, maka formula penghitungan realisasi IKU adalah: Realisasi IKU =
(% penyerapan anggaran x 29,34%) + (% pencapaian keluaran x 70,66% )
Berdasarkan pengukuran sampai dengan tanggal 31 Desember 2016 tingkat Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran mencapai 97,98%, lebih besar dari target 95%. Realisasi tersebut merupakan perhitungan dari capaian realisasi anggaran (non belanja pegawai) sebesar 93% dan pencapaian output sebesar 104,59% serta komponen efisiensi sebesar 89,62%. Adapun realisasi per unit eselon I adalah sebagai berikut: Tabel 3.79 Capaian realisasi IKU Persentase kualitas pelaksanaan anggaran
K-Wide
Pengelolaan anggaran Yang Optimal 12-b Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran
T/R
Q1
Q2
Sm.I
Q3
Q4
Y-16
Pol/K P
12%
33%
33%
58%
95%
95%
Realisasi
14,91%
37,31%
37,31%
68,10%
97,98%
97,98%
Max/ TLK
Capaian
120
113,06
113,06
117,41
103,14
103,14
Target
178
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Adapun realisasi per unit eselon I adalah sebagai berikut: Tabel 3.80 Persentase kualitas pelaksanaan anggaran per unit eselon I tahun 2016
Penyerapan Anggaran
Pencapaian Output
Efisiensi
Realisasi IKU
Capaian IKU
DJA
96.29%
99.89%
88.06%
95.33%
100.34%
DJP
90.46%
97.26%
100.00%
97.41%
102.54%
DJBC
95.51%
101.45%
90.92%
97.06%
102.17%
DJPB
96.02%
106.44%
84.96%
97.69%
102.84%
DJKN
87.22%
105.00%
100.00%
101.14%
106.47%
DJPK
83.23%
99.22%
96.77%
96.47%
101.54%
DJPPR
74.63%
115.92%
80.00%
98.47%
103.65%
ITJEN
96.97%
109.07%
87.03%
99.93%
105.19%
BKF
97.17%
113.66%
80.04%
99.95%
105.21%
BPPK
97.90%
102.15%
89.32%
97.16%
102.27%
KK
93.00%
104.59%
89.62%
97.98%
103.14%
Laporan Kinerja Tahun 2016
Unit
Realisasi anggaran non belanja pegawai pada TA 2016 meningkat dibandingkan dengan realisasi anggaran non belanja pegawai pada tahun 2015, yaitu dari 84,41% pada TA 2015 menjadi 93% pada TA 2016. Sedangkan realisasi capaian output pada TA 2016 mengalami peningkatan dari TA 2015, yaitu dari 102,43% menjadi 104,59%. Namun nilai efisiensi pada TA 2016 menurun dibandingkan dengan nilai efisiensi tahun 2015, yaitu dari 98,72% menjadi 89,62%. Secara umum, beberapa isu utama yang terkait dalam pelaksanaan anggaran di lingkungan Kementerian Keuangan adalah masih belum terlaksananya beberapa kegiatan secara optimal terutama dalam kegiatan belanja modal. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dalam rangka memitigasi isu terkait penyerapan anggaran dan pencapaian output diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Anggaran dengan mengundang Para Sekretaris, Kepala Bagian Keuangan, dan Kepala Bagian Perlengkapan dari semua unit Eselon I lingkup Kementerian Keuangan pada tanggal 15 - 17 Maret 2016. 2. Inventarisasi kegiatan belanja modal di atas Rp500.000.000,00 serta dilakukan pemantauan setiap bulannya. 3. Pelaksanaan Trilateral Meeting dan perubahan dokumen renja Kementerian Keuangan tahun 2016. 4. Evaluasi rutin setiap triwulan atas pelaksanaan RKA K/L.
179
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
B. Realisasi Agenda Prioritas
Kementerian Keuangan berkontribusi dalam mendukung empat agenda prioritas Nawa Cita yang meliputi sepuluh sub agenda prioritas. Dukungan tersebut dituangkan dalam kegiatan prioritas Kementerian Keuangan yang menjadi fokus kegiatan Kementerian Keuangan.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Agenda prioritas Nawa Cita“Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara” terdiri atas dua sub-agenda prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah: 1. Sub agenda prioritas “Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim”
Kementerian Keuangan meningkatkan pengawasan melalui operasi patroli laut. Selama tahun 2016, DJBC berhasil melakukan penindakan laut sebanyak 405 kasus yang mengalami peningkatkan hingga 127% dibandingkan tahun 2015 (178 kasus).
Saat ini, Kementerian Keuangan sedang melaksanakan Revitalisasi Pengawasan Laut yang bertujuan menanggulangi penyelundupan ekspor-impor dan barang ilegal lainnya serta meminimalisir potensi kebocoran penerimaan negara. Kegiatan ini terdiri dari 3 (tiga) sub kegiatan utama, yaitu (1) penyelarasan organisasi, operasi dan infrastruktur; (2) revitalisasi pola operasi, SOP dan Indikator Kinerja Utama; dan (3) manajemen SDM, pembangunan norma dan tradisi.
2. Sub agenda prioritas “Memperkuat Peran dalam Kerjasama Global Dan Regional” Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengadakan dua sidang Internasional yang mengakomodasi dua kategori kegiatan strategis yaitu: (1) pembahasan masalah penting seputar ekonomi dan keuangan global; dan (2) kegiatan pameran potensi investasi dan usaha di Indonesia dalam rangka menjaring minat investasi dan kerja sama bisnis luar negeri. Kedua perhelatan internasional ini adalah: (1) Sidang Tahunan IDB ke-41 yang dibuka oleh Wakil Presiden RI; dan (2) Sidang tahunan World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12 yang dibuka oleh Presiden RI. Dalam kedua pertemuan penting ini telah ditandatangani serangkaian kegiatan penting terkait pengembangan kerja sama berusaha dan investasi infratruktur antara Indonesia dan mitra-mitra pentingnya di Asia dan Timur Tengah. 180
BAB 3
Agenda prioritas Nawa Cita “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan” terdiri atas tiga sub-agenda prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah:
Kementerian Keuangan melakukan pengawasan di perbatasan darat. Pada tahun 2016, terdapat kegiatan percepatan pembangunan 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang meliputi PLBN Aruk (wilayah kerja KPPBC Sintete), PLBN Entikong (wilayah kerja KPPBC Entikong), PLBN Nanga Badau (wilayah kerja KPPBC Nanga Badau), PLBN Skouw (wilayah kerja KPPBC Jayapura), PLBN Wini, PLBN Motamasin, dan PLBN Motaain (ketiganya wilayah kerja KPPBC Atambua). Pembangunan PBLN lainnya (wilayah kerja KPPBC Nunukan, KPPBC Jagoi Babang, dan KPPBC Merauke) akan diprioritaskan di tahun berikutnya. Selama tahun 2016, Direktorat P2 telah melaksanakan 6 (enam) kali operasi perbatasan. Operasi perbatasan yang dilakukan Bea Cukai ini merupakan aksi nyata dalam meningkatkan pengawasan dan penindakan di wilayah perbatasan dan berdampak pada penindakan Bea Cukai di tahun 2016 yang meningkat hingga 500% dibandingkan tahun 2015. Pasalnya, pada tahun 2016 Bea Cukai berhasil menindak 1.868 kasus di perbatasan, sebelumnya hanya 330 penindakan kasus di tahun 2015.
2. Sub agenda prioritas “Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan” dan “Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah” Anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) pada APBN TA 2016 mencapai Rp770,1 triliun, atau meningkat 10,6% dari APBN-P TA 2015 yang sebesar Rp664,6 triliun. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh naiknya pagu DAK Fisik dimana pada APBN-P TA 2016 DAK Fisik ditetapkan Rp89,8 triliun atau meningkat 56% dibanding TA 2015 yang sebesar Rp58,82 triliun. Selain pagu anggaran yang meningkat, juga dilakukan penataan TKDD melalui perubahan nomenklatur dan struktur dalam postur TKDD untuk menyederhanakan dan memfokuskan fungsi alokasi dari masing-masing jenis dana Transfer ke Daerah.
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Sub agenda prioritas “Pengembangan Kawasan Perbatasan”
Akuntabilitas Kinerja
Pada APBN-P, pelaksanaan penyaluran TKDD mengalami penyesuaian. Untuk itu telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 11 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Pengendalian Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Dalam Rangka Pengamanan Pelaksanaan APBN TA 2016, yang antara lain meminta kepada kepala daerah untuk melakukan penghematan belanja APBD yang kurang prioritas, dengan tetap menjaga terselenggaranya program/kegiatan prioritas, terutama untuk menjamin kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat.
181
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Agenda prioritas Nawacita “Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional” terdiri atas tiga sub-agenda prioritas. Penjelasan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sub agenda prioritas tersebut adalah:
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Sub agenda prioritas “Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman” Untuk mencapai Nawa Cita ywang diwujudkan dalam salah satu target RPJMN 2015-2019 yaitu 100% Akses Aman Air Minum, perlu segera mengupayakan perbaikan kondisi keuangan PDAM yang saat ini mengalami utang macet sebesar Rp4,3 triliun (tingkat NPL 85%), agar PDAM semakin bankable di tengah terbatasnya sumber pendanaan yang bersumber dari APBN/APBD. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan kebijakan percepatan penyelesaian piutang negara pada PDAM. Selama tahun 2016, Pemerintah telah berhasil memproses/menyelesaikan piutang negara pada 126 PDAM senilai Rp4,35 triliun melalui mekanisme Penghapusan Piutang Non Pokok dan Hibah-PMD. 2. Sub agenda prioritas “Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Infrastruktur”
182
Kementerian Keuangan telah mengeluarkan beberapa regulasi tentang penyediaan fasilitas dan dukungan Pemerintah serta pengaturan skema pengembalian investasi untuk mendukung implementasi proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Selama dua tahun terakhir, kontribusi Kementerian Keuangan ini telah menunjukkan beberapa pencapaian dan perkembangan yang cukup signifikan dalam merealisasikan proyek infrastruktur dengan skema KPBU. Proyek KPBU tersebut antara lain (1) Proyek PLTU Batang 2x1.000 megawatt, yang dilaksanakan oleh PT PLN dengan PT Bhimasena Power Indonesia; (2) Proyek SPAM Umbulan dengan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) Gubernur Jawa Timur dengan PT Meta Adhya Tirta Umbulan selaku Badan Usaha Pelaksana; (3) Proyek Palapa Ring dengan PJPK Menteri Komunikasi dan Informatika.
Beberapa regulasi yang disusun untuk mendukung penerapan skema KPBU adalah: a. PMK 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas Dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Telah direvisi menjadi PMK 129/PMK.08/2016 tentang Perubahan atas PMK 265/ PMK.08/2015. b. PMK 190/PMK.08/2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka KPBU Dalam Penyediaan Infrastruktur. Telah direvisi menjadi PMK 260/PMK.08/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Ketersediaan Layanan pada Proyek KPBU Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur c. PMK 8/PMK.08/2016 tentang Perubahan PMK 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek KPBU Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam hal penyediaan infrastuktur adalah: a. Kementerian Keuangan menggagas pembentukan Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) yang dikenal dengan istilah Bank Infrastruktur sebagai fasilitas pembiayaan infrastruktur. Tahun 2016, DJKN telah menyelesaikan penyusunan naskah akademis pembentukan lembaga tersebut dan telah disampaikan kepada DPR untuk dimasukkan dalam prolegnas. b. Dalam rangka mendukung program pemerintah di bidang infrastruktur, Kementerian Keuangan selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/pemilik modal pada BUMN/Lembaga di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri Keuangan terus mendorong agar BUMN/Lembaga tersebut memberikan kontribusi dalam pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur dan penyediaan dana bagi sektor perumahan. Kontribusi yang dilakukan, yaitu: 1) Pembiayaan proyek infrastruktur oleh PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI) 2) Penjaminan infrastruktur oleh PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT. PII) 3) Pembiayaan perumahan oleh PT. Sarana Multigriya Finansial (PT. SMF)
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
c. Pembiayaan infrastruktur melalui BUMN di luar Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan selaku Pembantu Pengguna Anggaran (PPA) untuk Bagian Anggaran Investasi Pemerintah (BA 999.03) memproses pengalokasian Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN yang bergerak di bidang penyediaan infrastruktur dalam bentuk kas. Penyaluran PMN kepada BUMN tersebut pada tahun 2016 sebesar Rp23.326,5 miliar. Selain itu, dalam rangka mendukung program pemerintah dalam hal penyediaan infrastruktur, Kementerian Keuangan juga melakukan hal sebagai berikut:
3. Sub agenda prioritas “Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang” Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan menjamin tersedianya bahan mineral untuk kebutuhan dalam negeri, Pemerintah telah mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melakukan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Untuk mendorong pengembangan industri pengolahan dan pemurnian mineral, telah diatur pengenaan Bea Keluar atas ekspor konsentrat mineral sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 140/ PMK.010/2016 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan tarif Bea Keluar. Besaran tarif yang diatur dalam PMK
Untuk mendorong investasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, pada tahun 2015 Kementerian Keuangan telah menerbitkan revisi PP No 52 Tahun 2011 melalui PP 18 Tahun 2015 mengenai fasilitas tax allowance. Dalam revisi tersebut, insentif tax allowance diberikan kepada industri pengolahan mineral yang melakukan pembangunan dan perluasan smelter. Ada 12 industri yang diberikan fasilitas tersebut, yaitu (1) Bijih tembaga, (2) Emas dan perak, (3) Pasir Besi, (4) Bijih Besi, (5) Bijih Uranium dan Thorium, (6) Bijih Timah, (7) Bijih Timah Hitam, (8) Bijih Bauksit, (9) Bijih Tembaga, (10) Bijih Nikel, (11) Bijih Mangan, (12) Bijih Zink dan Bijih Zircon.
Laporan Kinerja Tahun 2016
a. Pemberian dukungan atas program sejuta rumah melalui penyerahan aset eks. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (eks. BPPN) sebanyak 8 aset yang tersebar di seluruh Indonesia kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. b. Pembentukan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) guna mendukung optimalisasi manajemen aset negara guna meningkatkan manfaat ekonomi dan sosial sekaligus menggali potensi return on asets dan PNBP yang berasal dari BMN. Selain itu, LMAN juga mendapat penugasan khusus untuk menjalankan fungsi land bank guna mendukung penyediaan lahan dalam rangka mendukung program prioritas nasional, khususnya dalam penyediaan infrastruktur.
tersebut dikenakan secara progresif sebesar 0%-7,5% sesuai tahapan pembangunan smelter. Pengenaan tarif secara progresif ditujukan agar perusahaan mineral yang berkomitmen membangun smelter sesuai progress yang direncanakan mendapat keringanan tarif yang lebih rendah.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah merevisi prosedur pemberian fasilitas tax allowance melalui PMK 89/PMK.010/2015 sehingga jangka waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian permohonan fasilitas tax allowance yang semula total 28 hari kerja, dipersingkat menjadi 25 hari kerja. Terkait skema royalti bagi pengusahaan smelter, Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan sedang membahas revisi PP 9/2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dimana tarif royalti produk smelter dikenakan lebih rendah dari tarif royalti mineral ore-nya. Agenda prioritas Nawacita “Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik” adalah sebagai berikut : 1. Sub agenda prioritas “Penguatan Sektor Keuangan” Kementerian Keuangan berperan aktif dalam pendanaan pembangunan di sektor strategis berkelanjutan melaui mekanisme
183
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
pendanaan multilateral Green Climate Fund (GCF) dimana dalam hal ini Kementerian Keuangan mengambil peran sebagai Otoritas Nasional (NDA) yang memiliki peran penting dalam mekanisme pendanaan GCF. GCF memberikan fasilitas pendanaan berupa hibah, pinjaman, ekuitas, dan jaminan. Adapun proyek/ program yang dapat didanai oleh GCF meliputi kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim meliputi pengembangan energi berkelanjutan, transportasi hijau, perkotaan dan industri hijau, kehutanan dan penggunaan lahan, kesehatan dan ketahanan air serta pangan, peningkatan taraf hidup masyarakat, infrastruktur dan lingkungan, serta ekosistem dan keanekaragaman hayati. 2. Sub agenda prioritas “Penguatan Kapasitas Fiskal Negara” diukur dengan indikator kinerja kegiatan berikut: Laporan Kinerja Tahun 2016
Dari sisi penerimaan negara, Kementerian Keuangan telah melaksanakan beberapa upaya sebagai berikut: a. Peningkatan kepatuhan wajib pajak, terutama kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan, antara lain melalui pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak. b. Mengupayakan peningkatan tax ratio dan tax buoyancy melalui kegiatan ekstensifikasi, intensifikasi, peningkatan efektivitas penegakan hukum, perbaikan administrasi, penyempurnaan regulasi, termasuk melalui upaya penagihan dan pemeriksaan pajak, serta peningkatan kapasitas Direktorat Jenderal Pajak. c. Peningkatan tax coverage melalui penggalian potensi perpajakan pada beberapa sektor unggulan seperti sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi serta sektor jasa keuangan. d. Penguatan dan perluasan basis data perpajakan, baik data internal maupun eksternal, melalui: 1. digitalisasi SPT dan implementasi e-SPT dan e-Filing, 2. implementasi e-tax invoice di seluruh Indonesia,
184
3. implementasi cash register dan electronic data capturing (EDC) yang online dengan administrasi perpajakan, dan 4. Implementasi penghimpunan data dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. e. Integrasi strategi pengamanan penerimaan dengan program Amnesti Pajak dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Amnesti Pajak. f.
Mendorong Wajib Pajak yang sedang dalam proses pengawasan (himbauan), ekstensifikasi, pemeriksaan dan penagihan, serta pemeriksaan bukti permulaan untuk mengikuti Amnesti Pajak.
g. Tetap konsisten melakukan kegiatan pengawasan & ekstensifikasi melalui: 1. Pengawasan pembayaran masa tahun berjalan dilakukan secara lebih optimal (seluruh Wajib Pajak untuk KPP Madya, Khusus & Wajib Pajak Besar dan 90% kontributor utama untuk KPP Pratama) dan penanganan Wajib Pajak TLTD (Tidak Lapor Terdapat Data) yang diselaraskan dengan program Geotagging; 2. Optimalisasi pemanfaatan data untuk mendukung program Amnesti Pajak antara lain data pembeli tanpa identitas lengkap yang membeli langsung dari pabrikan/pedagangan besar, data kepemilikan harta dan data lainnya khususnya atas Wajib Pajak Orang Pribadi, serta data hasil jointanalysis DJP dan DJBC atas WP di kawasan dengan fasilitas fiskal; 3. Pengamanan penerimaan pajak atas belanja pemerintah meliputi APBD dan APBN; dan 4. Peningkatan kegiatan pengamatan langsung di lokasi usaha maupun domisili Wajib Pajak untuk mendapatkan data potensi pajak yang akurat.
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
Dari sisi belanja melalui transfer daerah, Kementerian Keuangan berusaha menstimulasi peningkatan kinerja keuangan daerah, melalui reformulasi pemeringkatan daerah yang diikuti dengan pemberian reward kepada daerah dalam bentuk Dana Insentif Daerah (DID). Seleksi utama terhadap daerah yang akan mendapatkan DID dilakukan terhadap daerah yang bisa menetapkan Perda APBD tepat waktu dan minimal mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian WDP atas LKPD.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Sedangkan penilaian kinerja daerah dilakukan dengan menggunakan beberapa indikator kesehatan fiskal dan pengelolaan keuangan daerah, pelayanan dasar publik, serta ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dengan pagu DID sebesar Rp5 triliun, maka daerah yang mempunyai kinerja yang baik bisa mendapatkan alokasi DID hingga Rp45 miliar. Sejak tahun 2016, penggunaan DID juga sepenuhnya menjadi diskresi daerah, yaitu sesuai kebutuhan dan prioritas daerah.
185
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
C. Realisasi Anggaran
Laporan Kinerja Tahun 2016
Berdasarkan data per tanggal 2 Februari 2017 dengan menggunakan data E-Rekon LK, realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan TA 2016 untuk semua jenis belanja sebesar Rp39.234,46 miliar atau mencapai 89,52% dari total pagu sebesar Rp 43.829,54 miliar. Realisasi penyerapan DIPA tahun 2016 ini meningkat atau naik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 83,89%. Realisasi penyerapan DIPA dalam periode 2012-2016 sebagaimana terlihat dalam grafik berikut: 100.00%
96,38% 96.00% 92.00%
90.43% 89.52%
88.00%
90.45%
84.00%
83.89%
80.00%
76.00%
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 3.14 Realisasi penyerapan DIPA Kementerian Keuangan tahun 2012-2016
Untuk realisasi per jenis belanja pada tahun 2016 ini, realisasi belanja pegawai mencapai sebesar Rp15.337,28 (94,79% dari pagu sebesar Rp16.180,34), realisasi belanja barang mencapai sebesar Rp22.653,70 (86,58% dari pagu sebesar Rp26.060,93), dan realisasi belanja modal mencapai sebesar Rp1.333,46 (83,96% dari pagu sebesar Rp1.588,26).
186
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Adapun rincian realisasi per jenis belanja selama periode 2012-2016 adalah sebagai berikut : Tabel 3.81 Rincian realisasi per jenis belanja tahun 2012-2016
Jenis Belanja
TA 2012 *) Pagu
Realisasi
%
Pegawai
8.375,08
7.999,25
95,44
Barang
7.127,78
6.105,90
85,66
Modal
1.899,23
1.635,85
86,13
Total
17.402,10
15.736,10
90,43
Jenis Belanja
TA 2013 *) Pagu
Realisasi
%
Pegawai
8.552,01
8.066,06
94,32
Barang
7.815,71
6.936,22
88,75
Modal
2.040,95
1.647,74
80,73
Total
18.408,67
16.650,02
90,45
TA 2014 *) Pagu
Realisasi
%
Pegawai
9.225,97
9.088,23
98,19
Barang
7.727,66
7.296,82
94,42
Modal
1.806,05
1.724,20
95,47
Total
18.789,67
18.109,25
96,38
Jenis Belanja
TA 2015*) Pagu
Realisasi
Pegawai
15.805,49
14.014,35
88,67
Barang
13.270,51
10.692,86
80,58
Modal
4.595,34
3.538,30
77,00
Total
33.671,35
28.245,51
83,89
Jenis Belanja
Laporan Kinerja Tahun 2016
Jenis Belanja
%
TA 2016*) Pagu
Realisasi
%
Pegawai
16.180,34
15.337,28
94,79
Barang
26.060,93
22.563,70
86,58
Modal
1.588,26
1.333,46
83,96
Total
43.829,54
39.234,46
89,52
Keterangan : *) Audited **) Data E-RekonLK per tanggal 2 Februari 2017
187
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun 2016, Kementerian Keuangan melaksanakan 11 program yang masing-masing dilaksanakan oleh unit eselon I sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adapun realisasi DIPA atas 11 program tersebut adalah
Laporan Kinerja Tahun 2016
Tabel 3.82 Realisasi DIPA per program tahun 2016
No.
Program
Pagu (dalam miliar)
Realisasi (dalam miliar)
%
1.
Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Keuangan
15,593,15
14.529,52
93,18%
2.
Pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kementerian Keuangan
104,25
91,93
88,18%
3.
Pengelolaan anggaran negara
149,34
133,88
85,65%
4.
Peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak
7.620,25
7.066,75
92,74%
5.
Pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai
3.509,55
3.308,46
94,27%
6.
Peningkatan kualitas hubungan keuangan pusat dan daerah
126,07
90,65
71,90%
7.
Pengelolaan pembiayaan dan risiko
8.
Pengelolaan perbendaharaan negara
9.
100,71
75,95
75,41%
15.069,35
12.569,27
83,41%
Pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang
651,69
533,58
81,88%
10.
Pendidikan dan pelatihan aparatur di bidang keuangan negara
679,41
623,62
91,79%
11.
Perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan
225,72
210,81
93,40%
43.829,54
39.234,46
89,52%
Total
Dalam pelaksanaan program, Kementerian Keuangan didukung dengan teknologi informasi/aplikasi online dan digitalisasi. Penggunaan teknologi tersebut tidak saja memudahkan dalam memberikan pelayanan, namun juga memberikan dampak positif terhadap simplifikasi proses bisnis serta efisiensi belanja. Dalam rangka peningkatan kualitas layanan, berdasarkan hasil kajian (spending review), terdapat potensi efisiensi sejak implementasi teknologi informasi dan digitalisasi yang cukup signifikan, yaitu total sebesar Rp251.657.233.808,-.
188
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
Laporan Kinerja Tahun 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
189
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
D. Kinerja Lain
Selain 12 (dua belas) Sasaran Strategis yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dengan capaian sebagaimana diuraikan di atas, Kementerian Keuangan juga menghasilkan kinerja-kinerja lain yang tidak masuk dalam Kontrak Kinerja Menteri Keuangan, namun terkait dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. Kinerja lain-lain tersebut adalah sebagai berikut:
Laporan Kinerja Tahun 2016
Achievement Kementerian Keuangan 1. Peluncuran portal APBN Portal APBN diluncurkan di tahun 2016 sebagai bentuk keterbukaan pemerintah yang berkomitmen untuk memberikan dukungan fiskal dalam pembangunan proyek infrastruktur, baik yang menggunakan skema penugasan BUMN maupun Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). 2. Penyederhanaan tahapan penyaluran dana desa dan berbasis kinerja daerah
Gambar 3.7 Tampilan portal APBN
190
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Pada tahun 2016 DJPK telah menyalurkan Dana Desa kepada 433 daerah di tahap I sebesar 28,1 T. Nilai itu merupakan 99,2% dari pagu tahap I, karena Kota Batu belum menyampaikan syarat penyaluran sehingga tidak mendapat penyaluran Dana Desa. Pada tahap II tahun 2016, DJPK telah menyalurkan Dana Desa kepada 430 daerah sebesar 18,8 T. Nilai itu merupakan 99,5% dari pagu tahap II, karena terdapat empat daerah yang belum menyampaikan syarat penyaluran sehingga tidak mendapat penyaluran Dana Desa. Keempat Daerah tersebut adalah Kota Batu, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Mamberamo Tengah, dan Kabupaten Gunung Sitoli. Pelaksanaan kegiatan di desa telah berjalan menuju program Nawa Cita. Hal ini bisa dibuktikan dengan data penggunaan Dana
Desa pada tahap I yang didominasi oleh program pembangunan sebesar 87,7%, diikuti dengan program pemberdayaan masyarakat sebesar 6,8%, penyelenggaraan pemerintahan sebesar 3,6%, pembinaan kemasyarakatan sebesar 1,8%, dan lain-lain tak terduga sebesar 0,02%. 3. Penerapan reward bagi daerah melalui dana insentif daerah
Laporan Kinerja Tahun 2016
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Pada tahun 2015, pengalokasian Dana Desa mengacu pada PMK 93 Tahun 2014 dimana Dana Desa disalurkan dari RKUN ke RKUD melalui tiga tahapan yaitu: tahap I pada bulan April sebesar 40%, tahap II pada bulan Agustus sebesar 40%, dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20%. Pada tahun 2016 mulai ditetapkan regulasi baru untuk menyederhanakan tahapan penyaluran dari sebelumnya tiga tahapan menjadi dua tahapan, yaitu bulan Maret sebesar 60% dan bulan Agustus sebesar 40%.
Penggunaan APBD yang baik akan mendorong terciptanya pelayanan publik yang lebih baik dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah pusat dalam mendorong kinerja pemerintah daerah adalah dengan mengalokasikan Dana Insentif Daerah (DID) untuk memberikan penghargaan yang lebih besar kepada daerah yang berkinerja baik dalam pengelolaan keuangan, pelayanan publik, perekonomian dan kesejahteraan daerah. Hasil dari upaya tersebut menjadikan daerah memiliki kinerja yang lebih baik dalam hal kesehatan fiskal APBD; pelayanan dasar publik; dan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan peningkatan daerah penerima DID yang mana tahun 2016 sebanyak 271 daerah menjadi 317 daerah pada tahun 2017. Hal ini juga ditujukkan dengan peningkatan daerah yang memenuhi batas minimum nilai kinerja yaitu BB sebanyak 12 daerah, dari 109 daerah tahun 2016 menjadi 121 daerah tahun 2017. Selain itu juga terdapat peningkatan daerah yang mendapat Alokasi Minimum (AM) dan Alokasi Kinerja (AK) sebanyak 17 daerah, dari 66 daerah pada tahun 2016 menjadi 83 daerah tahun 2017.
191
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
317
350 300
271
250 196
200
162
150
109 121
100
66
83 43
50
38
2017 2016
0
Penerimaan DID
Memenuhi bals minimum nilai kinerja
Penerimaan hanya AM
Penerimaan AM dan AK
Penerimaan hanya AK
Grafik 3.15 Daerah penerima DID tahun 2016 & 2017
4. Pengampunan Pajak
Laporan Kinerja Tahun 2016
Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Fasilitas Pengampunan Pajak yang akan didapat oleh Wajib Pajak yang mengikuti program Pengampunan Pajak antara lain: 1. Penghapusan pajak yang seharusnya terutang (PPh dan PPN dan/atau PPn BM), sanksi administrasi, dan sanksi pidana, yang belum diterbitkan ketetapan pajaknya; 2. Penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan; 3. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; 4. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; dan 5. Penghapusan PPh Final atas pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan serta saham Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan Pengampunan Pajak periode I dan II yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2016 adalah
192
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Tabel 3.83 Realisasi pengampunan pajak
Keterangan Periode I
Periode II
s.d. Periode II
a. Repatriasi
130 T
10,5 T
140,51 T
b. Deklarasi Luar Negeri
928 T
84,63 T
1.012,63 T
c. Deklarasi Dalam Negeri
2.609 T
533,45 T
3.143,14 T
Total Deklarasi Harta
3.667 T
628,58 T
4.296,28 T
Jumlah Peserta TA
393.358 WP
223.000 WP
616.358 WP
Jumlah Surat Pernyataan Harta
398.727 SPH
239.290 SPH
638.017 SPH
Realisasi Penerimaan TA
97,2 T
12,3 T
109,5 T
Deklarasi Harta:
Laporan Kinerja Tahun 2016
Pada Pengampunan Pajak periode I, realisasi penerimaan atas Pengampunan Pajak sebesar 97,2 T dan pada Pengampunan Pajak periode II sebesar 12,3 T. Total penerimaan atas Pengampunan Pajak sampai dengan periode II per 31 Desember 2016 adalah sebesar 109,5 T. 5. Inklusi Kesadaran Pajak dalam Pendidikan
Gambar 3.8 Poster dan slogan sadar pajak
Inklusi kesadaran pajak adalah upaya yang dilakukan oleh DJP bersama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk menanamkan kesadaran pajak kepada peserta didik dan tenaga pendidik melalui integrasi materi kesadaran pajak dalam proses pendidikan (kurikulum, pembelajaran, perbukuan dan kesiswaan/ kemahasiswaan). Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan nilai-nilai kesadaran pajak dalam sistem pendidikan nasional agar dapat diajarkan secara terstruktur, sistematis, dan berkesinambungan, melalui kurikulum, pembelajaran, perbukuan, dan kesiswaan/
193
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
kemahasiswaan serta bertujuan untuk membangun generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkarakter, menunjukkan nilai-nilai kesadaran pajak sebagai bagian dari bela negara dan cinta tanah air. Sejak tahun 2014-2016 telah dilakukan kajian, koordinasi dan kerja sama, kebijakan inklusi materi kesadaran pajak pada kurikulum pendidikan, pengembangan microsite yang dapat diakses melalui alamat http://edukasi.pajak.go.id/, serta pelatihan para pengajar dan piloting program. Pada tahun 2017-2019 akan dilaksanakan implementasi bertahap di setiap kanwil, Edutax Award serta monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Inklusi Kesadaran Pajak dalam pendidikan. Strategi dan program yang dilaksanakan adalah melalui kurikulum, perbukuan, pembelajaran, dan kesiswaan/kemahasiswaan. Hingga saat ini penerapan inklusi kesadaran pajak dalam pendidikan sudah dilakukan pada tingkat perguruan tinggi, yaitu melakukan inklusi dengan menyisipkan materi/ bahasan pada Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU), antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Pancasila, dan Bahasa Indonesia. Ke depan, inklusi kesadaran pajak ini akan dilakukan secara nasional ke seluruh Indonesia secara bertahap. Laporan Kinerja Tahun 2016
6. Penerapan Mini ATM secara Nasional Mini ATM atau dapat juga disebut Electronic Data Capture (EDC) adalah alat yang dipergunakan untuk transaksi kartu debit/kredit yang terhubung secara online dengan sistem/jaringan Bank Persepsi. Mini ATM dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan dalam melakukan pembayaran pajak serta dalam rangka pelaksananan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan, yaitu untuk mendukung pelaksanaan Billing System dimana peralihan pembayaran dari MPN-G1 (secara manual) menuju MPN G-2 (secara elektronik menggunakan billing). Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai penyedia Mini ATM oleh Pemerintah adalah Bank BRI, Bank BNI, dan Bank Mandiri. Tahun 2016 pembayaran pajak secara elektronik melalui Mini ATM diimplementasikan secara nasional pada semua KPP dan KP2KP di seluruh Indonesia.
7. Transaksi perdana penempatan uang negara oleh Treasury Dealing Room (TDR) Ditjen Perbendaharaan pada Bank Umum Mitra Penempatan Uang Negara (BUMPUN) Untuk mengimplementasikan pengelolaan kas negara yang aktif, pada kurun waktu 2013-2014 dibangunlah Treasury Dealing Room (TDR) sebagai “tools” pengelolaan kas pemerintah dengan tujuan utama untuk menjaga likuiditas pemerintah. Dalam hal terjadi kekurangan kas, TDR dapat memenuhi kekurangan kas dengan melakukan penarikan penempatan/ investasi, penjualan valas, dan penjualan SBN. Bila terjadi kelebihan kas, TDR dapat melakukan penempatan/investasi dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, TDR juga bertujuan untuk meminimalisasi cost of fund di mana melalui remunerasi penempatan/investasi yang diperoleh akan mengurangi cost of fund penerbitan instrumen utang. TDR juga berperan untuk meningkatkan optimalisasi PNBP dari pengelolaan kas. Melalui TDR, pengelolaan kas dilakukan secara aktif, yaitu dengan keleluasaan menempatkan/ menginvestasikan
194
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
kelebihan kas pada portofolio instrumen jangka pendek yang paling menguntungkan. Selanjutnya, Ditjen Perbendaharaan (DJPB) menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 30/PB/2016 tentang Petunjuk Teknis Penempatan Uang Negara pada Bank Umum yang menandakan bahwa secara legal formal TDR DJPB telah siap untuk melakukan aktivitas pengelolaan kas di pasar uang. Penandatangan Perjanjian Kemitraan Penempatan Uang Negara dengan Bank Umum pada awal 2016 oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan bersama Direktur Utama Bank Umum menjadi langkah awal rencana Go Live TDR DJPB. Penting diketahui bahwa dana yang dikelola TDR adalah dana publik sehingga investasi lebih diutamakan pada bank umum milik negara serta pada instrumen yang bersifat “low risk investment”.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Gambar 3.9 Dirjen Perbendaharaan Memantau Treasury Dealing Room
Peristiwa signifikan bagi tranformasi pengelolaan kas secara aktif melalui TDR adalah tercapainya kesepahaman antara Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Kesepahaman ini diharapkan dapat memberikan panduan dalam koordinasi pengelolaan kas negara sehingga aktivitas pengelolaan TDR DJPB dapat berdampak positif bagi kondisi moneter. Kesepahaman ini tertuang dalam Perjanjian Kerjasama tentang Koordinasi Operasionalisasi TDR DJPB No. PRJ-123/PB/2015 dan No. 17/3/PKS/ DpG/2015 yang ditandatangani Direktur Jenderal Perbendaharaan
195
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
bersama Deputi Gubernur BI pada tanggal 17 Desember 2015. Pada hari Senin 29 Februari 2016, bertempat di ruang front office TDR Subdit Optimalisasi Kas Direktorat Pengelolaan Kas Negara, dilaksanakan transaksi perdana penempatan uang negara pada Bank Umum Mitra Penempatan Uang Negara (BUMPUN), yang terdiri atas empat bank BUMN.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penempatan pada BUMPUN telah memperhatikan faktor risiko dengan memperhitungkan limit penempatan yang temuat dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-36/PB/2015 tentang Petunjuk Teknis Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum. Proses penempatan dikelompokkan menjadi tiga proses, yaitu permintaan kuotasi tingkat bunga kepada BUMPUN, penawaran tingkat bunga oleh BUMPUN, dan penempatan dan pengumuman pemenang. Penempatan perdana yang dilakukan adalah sebesar Rp200 milyar dengan masa tenor 7 hari. Transaksi penempatan dilakukan menggunakan Reuters FX Trading, sistem universal yang digunakan dalam bertransaksi keuangan. Proses penempatan ditandai dengan penekanan tombol “Transmit” yang menandai permintaan kuotasi tingkat bunga kepada Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Rakyat Inbdonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Selanjutnya, keempat bank tersebut memberikan penawaran kuotasi tingkat bunga bervariasi untuk tenor penempatan selama 7 hari yang kemudian dilakukan rapat penilaian penawaran BUMPUN. Proses penempatan perdana TDR dimenangkan oleh Bank BTN yang memberikan kuotasi tingkat bunga tertinggi dengan penetapan pemenang dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Pengelolaan Kas Negara Nomor KEP-111/PB.3/2016. Selama periode 29 Februari 2016 sampai dengan 31 Desember 2016 telah dilaksanakan 20 kali penempatan uang di BUMPUN dengan tenor penempatan antara 7 hari sampai dengan 21 hari. Selama periode tersebut, PNBP yang dihasilkan adalah sebesar Rp68,6 miliar, melebihi target PNBP sebesar Rp40 miliar. Apabila tidak dilakukan penempatan pada BUMPUN dan hanya ditempatkan di BI, PNBP yang dihasilkan adalah sebesar Rp46,2 milIar sehingga net PNBP yang dihasilkan TDR adalah sebesar Rp22,4 milyar. Operasionalisasi TDR di DJPB diharapkan menjadi langkah maju menuju pengelolaan likuiditas yang aktif dan modern. Pencapaian tersebut merupakan pencapaian visi Ditjen Perbendaharaan, yaitu menjadi pengelola perbendaharaan negara yang unggul di tingkat dunia.
196
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
8. Kesepakatan Bersama (MoU) Penggunaan SIKP Dengan Pemda Pada bulan September 2016, DJPB bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui penandatanganan Kesepakatan Bersama Penggunaan SIKP untuk mendukung pelaksanaan KUR pada tanggal 6 September 2016. Kerjasama tersebut dilakukan dalam upaya mendukung pelaksanaan KUR, yang memiliki keterkaitan dalam pemberdayaan UMKM yang merupakan tanggung jawab bagi pemerintah pusat maupun daerah. Peran aktif para kepala daerah diperlukan untuk memilih dan memilah UMKM di wilayahnya untuk dapat diajukan menjadi calon debitur potensial KUR melalui SIKP. Peran seluruh Pemda, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten-Kota, sangat menentukan sejauh mana kecepatan pertumbuhan UMKM dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan nasional. Pada acara ini, ditandatangani 30 nota kesepakatan bersama (MoU) antara Kepala Kanwil DJPB Jawa Tengah dengan Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Jawa Tengah, menyusul lima nota yang ditandatangani bersama pada kesempatan sebelumnya. Penandatanganan nota kesepahaman tersebut menjadi langkah konkret dan bentuk komitmen pemerintah pusat dan pemda atas perlunya sinergi dan peran aktif pemda selaku pembina UMKM di wilayah masing-masing guna meningkatkan meningkatkan sinergi, koordinasi, dan kerja sama dalam menjaga ketepatan sasaran dan meningkatkan pemberdayaaan UMKM melalui KUR. Laporan Kinerja Tahun 2016
MoU serupa juga dilakukan antara Kantor Wilayah DJPB Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Kota Bekasi. Penandatanganan tersebut dilakukan pada tanggal 16 Desember 2016 di Gedung Sate, Kota Bandung. Selain Kota Bekasi, MoU tersebut diikuti oleh daerah lain, yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten Garut, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Melalui MoU tersebut, masyarakat diharapkan lebih mudah mendapatkan pinjaman KUR sehingga optimalisasi pemberdayaan masyarakat akan terwujud.
Gambar 3.10 Penandatanganan (MoU) Penggunaan SIKP Dengan Pemda
197
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
9. Layanan bersama (Co-Location) Layanan bersama (co-location) dilaksanakan untuk memberikan pelayanan secara komprehensif kepada pengguna jasa di bidang keuangan negara, khususnya perbendaharaan dan kekayaan negara di daerah. Co-location bertujuan untuk mendekatkan layanan kepada Satker dan stakeholder terkait dengan konsep layanan satu atap antara DJPB, DJKN, dan DJPPR. Layanan yang diberikan rekonsiliasi terpadu, informasi terpadu, dan layanan registrasi hibah dan telah dilaksanakan di 20 kantor layanan (8 Kanwil dan 12 KPPN/KPKNL). 10. Dukungan pembiayaan pemerintah dalam proyek infrastruktur
Laporan Kinerja Tahun 2016
Dalam rangka mendukung proram prioritas terkait pembangungan infrastruktur, pemerintah secara berkelanjutan berkomitmen untuk memberikan dukungan fiskal dalam pembangunan proyek infrastruktur. Dukungan yang diberikan melalui program penjaminan pemerintah antara lain:
Gambar 3.11 Program penjaminan pemerintah tahun 2016
198
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
11. Telaah Sejawat Sebagai sebuah organisasi profesi, Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) yang beranggotakan perorangan dan unit kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) mengadakan kegiatan telaah sejawat yang dilaksanakan oleh APIP terhadap APIP lainnya setiap tiga tahun sekali. Pada tahun 2016, kegiatan telaah sejawat dilakukan atas 6 APIP kementerian sebagai sampel yaitu Itjen Kementerian Keuangan, Itjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Itjen Kementerian Perhubungan, Itjen kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Itjen Kementerian PPN/Bappenas, dan Itjen Kementerian Agama. Berdasarkan Komite Telaah Sejawat AAIPI, dari 6 APIP kementerian yang dijadikan sampel, Itjen Kementerian Keuangan mendapatkan hasil reviu secara total atau rata-rata gabungan sebesar 91% dengan predikat “Sangat Baik”. Predikat tersebut didapat karena beberapa praktik Itjen Kementerian Keuangan dinilai memiliki nilai positif. Dengan adanya telaah sejawat diharapkan kedepannya kapasitas APIP seluruh Kementerian/Lembaga dapat meningkat sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam RPJMN. Laporan Kinerja Tahun 2016
12. Aplikasi E-REKON
Gambar 3.12 Tampilan aplikasi e-Rekon-LK
Dalam rangka rekonsiliasi data, DJPB menelurkan Aplikasi E-Rekon-LK, rekonsiliasi satker dengan KPPN yang berbasis web. Dengan adanya Aplikasi E-Rekon Satker harus melakukan rekonsiliasi elektronik dan wajib menggunakan E-Rekon-LK yang berbasis web. Aplikasi E-Rekon merupakan aplikasi berbasis web (web based) yang digunakan untuk menerima ADK rekonsiliasi dari satker (KPU Kota Kediri), aplikasi E-Rekon-LK menggunakan single database yang nantinya akan diintegrasikan kedalam satu aplikasi e-DJPBN yang memungkinkan satu akun bisa mengakses berbagai aplikasi yang terintegrasi.
199
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Karena berbasis web, maka operator satker tidak perlu lagi datang ke front office untuk melakukan rekonsiliasi pada KPPN. Terlebih dahulu operator masuk ke alamat e-rekon-lk.djpbn.kemenkeu. go.id/ dan login ke aplikasi E-Rekon menggunakan user dan password yang akan dibagikan oleh KPPN. User level satker ada 2 yaitu Operator dan KPA. User level operator melakukan upload ADK dan kegiatan administrasi lainnya seperti mengganti password dan lain-lain. Sedangkan user level KPA nantinya melakukan persetujuan terhadap BAR setelah ada persetujuan dari Kasi Vera KPPN setempat dengan cara klik menu persetujuan di level KPA.
tidak ada lagi. Unit eselon di atas hanya bisa melakukan monitoring (bukan rekonsiliasi berjenjang). Dengan adanya Aplikasi E- Rekon-LK ini dapat membantu mempermudah satuan kerja melakukan proses rekonsiliasi sendiri karena dapat melakukan mandiri, tanpa harus datang ke KPPN dan mengantri lama lagi. Disamping Keberadaan E-Rekon-LK yang bisa diakses via internet di PC/laptop/handphone, tentu memudahkan satker dan menghemat biaya perjalanan dinas ke KPPN. 13. Aplikasi BIOS
Laporan Kinerja Tahun 2016
Rekonsiliasi secara mandiri dilakukan oleh operator satker yang meng-upload ADK melalui aplikasi E-Rekon dan hasilnya bisa langsung terlihat sama atau tidak samanya sehingga bisa langsung dimonitor dan tidak harus menunggu ADK diproses dulu oleh petugas di KPPN. ADK yang dibutuhkan adalah dari aplikasi SAIBA hanya saja harus dilakukan kompres file ke dalam bentuk zip terlebih dahulu. SAIBA versi terbaru menghasilkan ADK dalam format zip. Hasil rekonsiliasi bisa di-download dalam format excel dan pdf. Sedangkan untuk LHR dan BAR nya menunggu persetujuan kedua belah pihak yaitu KPA satker dan Kasi Vera KPPN Dari hasil UAT (user acceptance test) yang dilaksanakan beberapa waktu lalu, dimungkinkan BAR tidak perlu lagi ditandatangani (basah). Meskipun begitu BAR tetap dianggap sah. Pada BAR akan tertera barcode yang berisi informasi keabsahan BAR tersebut sehingga satker tidak perlu lagi datang ke KPPN untuk menyerahkan BAR yang sudah ditandatangani KPA untuk ditandatangani Kasi Vera KPPN. Satker bisa melakukan cetak secara mandiri BAR Rekonsiliasi melalui aplikasi e-rekon. Setelah BAR disetujui oleh kedua belah pihak yaitu KPA KPU Kota Kediri dan Kasi Vera KPPN Kediri, maka baik satker maupun KPPN bisa men-download BAR dan melakukan pencetakan. Rekonsiliasi nantinya hanya rekon antara satker dengan KPPN, tidak ada lagi rekon wilayah ataupun rekon eselon dan kementerian sehingga kemungkinan perbedaan data di tengah jalan
200
Di penghujung akhir tahun anggaran 2016, tepatnya tanggal 28 Desember 2016 telah terbit Peraturan Dirjen Perbendaharaan tentang Penggunaan Aplikasi Badan Layanan Umum Integrated Online System (BIOS) yaitu PER 53/PB/2016 tanggal 28 Desember 2016. Dengan telah diterbitkannya peraturan tentang penggunaan aplikasi Bios ini diharapkan dapat lebih mempermudah, mempercepat dan transparan. Hal ini tidak hanya dapat dirasakan oleh BLU saja, namun juga bagi Dewas, Pembina Teknis, Pembina Keuangan dan juga bagi masyarakat. Manfaat penggunaan Aplikasi BIOS antara lain untuk mempermudah analisa data dan pengambilan keputusan manajerial karena adanya satu database terpusat, mempercepat proses pengajuan ijin, usulan tarif dan usulan remunerasi beserta monitoring statusnya, perbandingan dengan BLU sejenis, monitoring historis pembinaan dan tindak lanjutnya. Bagi masyarakat aplikasi BIOS dapat mempermudah masyarakat mengetahui keberadaan BLU terdekat untuk mendapatkan layanan BLU yang dibutuhkan. Selain aplikasi BIOS, DJPB juga menyediakan halaman web BLU yang menyediakan informasi seputar Pembinaan Keuangan BLU, Literatur, Peraturan, Data profil singkat BLU, FAQ dan helpdesk yang dapat diakses pada alamat blu. djpbn.kemenkeu.go.id pada browser oleh BLU maupun oleh masyarakat luas.
BAB 3
Akuntabilitas Kinerja
14. Aplikasi verifikasi penyetoran uang jaminan penawaran lelang secara otomatis Tuntutan masyarakat atas lelang yang transparan, cepat, akuntabel dan mudah diakses kapan saja, mengharuskan DJKN terus berbenah dan memperbaiki proses bisnisnya. Setelah e-auction, DJKN terus melakukan inovasi terkait pelayanan lelang kepada masyarakat. Salah satunya dengan memperbaiki administrasi penyetoran uang jaminan. Selama ini, mekanisme pemantauan ketersediaan virtual account dan mekanisme pemeriksaan setoran uang jaminan dilakukan secara manual oleh Bendahara Penerimaan KPKNL, sehingga dikhawatirkan terjadi kendala seperti habisnya virtual account yang akhirnya membuat lelang menjadi terhambat dan menimbulkan preseden buruk. Kendala lain yang sering ditemui adalah validasi peserta yang masih dilakukan secara manual menggunakan rekening koran sehingga terkesan lambat. DJKN didukung penuh bank-bank yang bermitra dengan KPKNL yaitu PT Bank BNI (Persero), PT Bank Mandiri (Persero) dan PT. BRI (Persero) telah berhasil mengembangkan fitur untuk pertukaran data yang diperlukan dalam pengelolaan uang jaminan lelang. Fitur ini secara otomatis diharapkan dapat mempermudah dan meminimalisir kesalahan pada lelang e-auction yang diakibatkan oleh verifikasi penyetoran uang jaminan secara manual.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Fitur verifikasi otomatis uang jaminan lelang pertama kali sukses diimplementasikan oleh seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank BNI (Persero) Tbk pada awal tahun 2016, kemudian berturut-turut diikuti oleh seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang diimplementasikan secara nasional di KPKNL Palembang pada 25 Oktober 2016, selanjutnya pada tanggal 1 Desember 2016, bertempat di KPKNL Surakarta, fitur ini resmi diimplementasikan oleh seluruh KPKNL yang bermitra dengan PT Bank BRI (Persero) Tbk. 15. Aplikasi cuti online Aplikasi cuti online merupakan salah satu fitur yang terdapat dalam Aplikasi e-prime Kementerian Keuangan dan masuk dalam aplikasi Human Resources Integrated System (HRIS) Kementerian Keuangan. Implementasi aplikasi cuti online ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan terutama dalam urusan cuti. Proses permohonan, persetujuan, penetapan sampai dengan output cuti dilaksanakan secara online, sehingga menyederhanakan proses bisnis terkait cuti (simplify our works). Manfaat yang lainnya adalah proses cuti lebih efektif dari sisi alur proses dan efisien dari sisi waktu dan seluruh prosesnya paperless. 16. Kontribusi LPDP dalam riset facrikasi komponen kendaraan listrik meliputi motor listrik, inverter/controller dan baterai LI-FO4 Kementerian Keuangan dalam hal ini LPDP Kementerian Keuangan Ikut berkontribusi dalam berinovasi dalam pengembangan energi terbarukan serta meningkatkan citra dan branding Kementerian Keuangan di hadapan publik, yang meliputi: 1. Motor Listrik 10-15KW beserta inverter/controller-nya dari ITB difabrikasi guna produksi kendaraan listrik roda 3 untuk PT POS INDONESIA. Fabrikasi motor bekerja sama dengan PT PINDAD. Sementara itu, inverter/controller bekerja sama dengan PT LEN. 2. Motor Listrik 5-15KW beserta inverter/controller-nya dari ITS difabrikasi guna produksi kendaraan listrik roda 2 (skuter GESIT) untuk nasional bekerja sama dengan PT GARANSINDO. 3. Battery LiFePO4 dari UNS difabrikasi guna produksi powerbank, battery sepeda listrik dan mobil listrik city car di lingkungan perguruan tinggi nasional.
201
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
17. Indonesia sebagai tuan rumah World Islamic Economic Forum ke-12 Forum yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan RI bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Sekretariat Negara yang bertujuan untuk menjembatani para pelaku dunia usaha dan kolaborator bisnis ini, turut mengundang beberapa pemimpin dunia seperti Presiden Republik Tajikistan Emomali Rahmon, Presiden Republik Guinea Alpha Conde, dan Presiden IDB Dr Ahmad Mohamed Ali. Forum ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat muslim di seluruh dunia. 18. Indonesia sebagai tuan rumah Sidang Tahunan IDB ke-41 Dari 57 negara anggota IDB, sidang tahunan IDB ke 41 dihadiri 173 delegasi yang terdiri dari 31 Dewan Gubernur dan 22 perwakilan Dewan Gubernur. Sedangkan total peserta yang mengikuti seluruh seminar yang hadir dalam Sidang Tahunan IDB sebanyak 5.083 orang.
Laporan Kinerja Tahun 2016
IDB dan negara-negara anggota menandatangani perjanjian-perjanjian pendanaan pembangunan senilai USD 1,6 milyar, yang diantaranya terdiri dari: 1) Indonesia: USD 824 juta untuk program infrastruktur, pendidikan, dan pembangkit tenaga listrik; 2) Kamerun: USD 157 juta untuk dua proyek pembangunan jalan dan transportasi; 3) Iran: USD 104 juta untuk program jaringan irigasi; dan 4) Nigeria: USD 84 juta untuk proyek pembangkit listrik. Sebelumnya, Indonesia dan IDB telah menandatangani kesepakatan dalam kerangka Member Country Partnership Strategy (MCPS) untuk jangka waktu 2016-2020 sebesar USD 5,2 milyar. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, IDB juga menandatangani sejumlah nota kesepahaman dengan Mesir, UNDP, KADIN, dan Dewan Internasional untuk promosi dan pendidikan bahasa arab. Dalam Sidang Tahunan ke-41 di Jakarta, IDB menyuguhkan side events berupa pameran serta beragam seminar dan diskusi yang dihadiri oleh para pakar di bidang masing-masing dari berbagai negara. Seminar diantaranya membahas pengembangan investasi syariah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, pembiayaan syariah yang inovatif untuk pengentasan kemiskinan, pengembangan pasar syariah mikro bagi keuangan inklusif, pendanaan syariah di sektor infrastruktur, serta ketahanan, kemanusiaan, dan keamanan di negara anggota IDB. 19. Sertifikasi internasional teknologi informasi a. Information Security Management System (ISO 27001) Kementerian Keuangan memperoleh Sertifikat Internasional ISO 27001:2005 pada tahun 2016 yang merupakan standar internasional untuk Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI) atau Information Security Management System (ISMS). Penerapan standar internasional ini merupakan upaya Kementerian Keuangan untuk meningkatkan pengelolaan keamanan informasi, meminimalisir risiko dan mendukung kelangsungan proses bisnis sesuai aspek keamanan yaitu confidential, integrity, availability. Sertifikat ini diperoleh Kementerian Keuangan untuk kedua kalinya dengan perolehan pertama di tahun 2013. b. IT Service Management Systems (ISO 20000) Kementerian Keuangan memperoleh Sertifikat Internasional ISO 20000:2011 pada tahun 2016 tetang IT Service Management Systems (ITSMS) yang menunjukkan bahwa 202
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
standar pengelolaan TIK Kementerian Keuangan di Data Center Kementerian Keuangan telah sesuai w layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) internasional. Sertifikat ini diperoleh Kementerian Keuangan untuk kedua kalinya dengan perolehan pertama di tahun 2013. c. Sertifikasi International Quality Management System (ISO 9001). Kementerian Keuangan memperoleh Sertifikat Internasional ISO 9001:2015 pada tahun 2016 tentang Quality Management Systems (QMS) yang menunjukkan bahwa standar layanan TIK Kementerian Keuangan telah sesuai best practice standar internasional sistem manajemen mutu layanan. Berbeda dengan 2 sertifikasi sebelumnya, sertifikat QMS ini baru kali pertama diperoleh Kementerian Keuangan.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Gambar 3.13 Sertifikat QMS
20. Peningkatan expertise keuangan negara melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi Negeri Kinerja Kementerian Keuangan yang optimal memerlukan dukungan dari Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya dan seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) serta masyarakat. Di sisi lain, upaya mengembangkan SDM di bidang keuangan negara masih terbatas dan lebih terkonsentrasi di Kementerian Keuangan, padahal expertise di bidang keuangan tersebut juga dibutuhkan di K/L lainnya, Pemda bahkan pemerintah desa. Mengingat jumlah expert di bidang keuangan negara saat ini masih terbatas, Kementerian Keuangan bekerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menargetkan untuk mempercepat proses munculnya tenaga-tenaga ahli yang spesifik di bidang keuangan negara. Perguruan Tinggi diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan ilmuwan dan profesional dalam bidang keuangan negara. Dalam tahap awal Perguruan Tinggi yang diharapkan menjadi mitra kerja sama adalah perguruan tinggi negeri (PTN) di lokasi wilayah kerja Balai Diklat Keuangan selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, namun demikian dalam perkembangannya akan diperluas meliputi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang lain. Sampai saat ini terdapat17 (tujuh belas) PTN yang melakukan kerja sama dengan Kementerian Keuangan.
203
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Secara garis besar, bentuk kerjasama dilakukan dalam bentuk: a. pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat; b. pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia melalui diklat; c. pengkajian dan pengelolaan keuangan negara; d. perbantuan tenaga ahli; e. perbantuan pengembangan perguruan tinggi; dan f. lokakarya, workshop, pelatihan, dan seminar,
21. Kemenkeu Mengajar Kemenkeu Mengajar merupakan gerakan mengajar satu hari di sekolah dasar negeri yang tersebar di 6 kota besar di Indonesia pada peringatan Hari Oeang ke-70 dengan melibatkan 673 relawan. Gerakan ini berangkat dari semangat kesukarelawanan yang merupakan pegawai Kementerian Keuangan. Di hari mengajar, para relawan akan memperkenalkan peranan dan profesi yang ada di Kementerian Keuangan, disampaikan melalui metode pengajaran pedagogik. Inisiatif ini baru pertama kali diselenggarakan di Kementerian Keuangan yang mengusung semangat kesukarelawanan untuk lebih peduli terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Laporan Kinerja Tahun 2016
Kegiatan ini diharapkan dapat mengaktivasi semangat kerelawanan di lingkungan birokrasi, meningkatkan institutional ownership pegawai, dan turut menjalin hubungan yang kuat antara institusi dengan masyarakat. Selain memperkenalkan peran dan profesi, relawan pegawai Kementerian Keuangan juga akan mengajarkan nilai-nilai baik yang perlu ditanamkan pada generasi muda. Semua hal ini dilakukan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih maju dan cerdas.
Gambar 3.14 Poster Kemenkeu Mengajar tanggal 24 Oktober 2017 di 6 kota di Indonesia
204
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
22. #SadarAPBN: Kegiatan tersebut merupakan kampanye yang mengajak masyarakat untuk memahami anggaran negeri (APBN). Setelah meningkatkan kesadaran, diharapkan masyarakat dapat secara aktif memberikan kontribusi langsung untuk membangun negeri. Dengan memahami anggaran negeri, diharapkan masyarakat dapat: a. Mengetahui untuk apa penggunaan uang pajak mereka b. Mengetahui arah pembangunan Indonesia c. Memberikan kontribusi langsung/nyata untuk membangun Indonesia d. Mengawasi penggunaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah Target kampanye #SadarAPBN meliputi: a. Khusus: masyarakat usia produktif dengan range usia: 18 - 45 tahun. Karena mereka yang akan meneruskan pembangunan negeri b. Umum: seluruh masyarakat Indonesia
Laporan Kinerja Tahun 2016
Beberapa contoh kontribusi langsung masyarakat yang digaungkan oleh#SadarAPBN: a. Membayar pajak dengan benar; b. Membeli SUN, ORI, Sukuk Ritel, dll.; c. Mengisi customs declaration dengan benar; d. Mengikuti lelang aset negara; e. Membayar denda tilang langsung ke negara; f. Mengikuti program Amnesti Pajak; g. Mengawasi pelaksanaan anggaran negara dengan melaporkan melalui Wise jika terjadi pelanggaran, dll Untuk mendukung kampanye, terdapat fitur pada website Kementerian Keuangan yang berupa simulasi interaktif melalui www.kemenkeu.go.id/SadarAPBN yang memberikan edukasi atas penggunaan uang pajak dalam APBN-P 2016 (dalam proses update untuk APBN2017). Melalui fitur ini pengunjung website dapat mengetahui kontribusi pajak yang telah dibayarkan kepada negara secara proporsional pada 2 komponen besar Belanja Negara APBN, yaitu Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah & Dana Desa. Pengunjung cukup memasukkan input jumlah uang pajak yang telah dibayarkan selama 1 tahun untuk kemudian mendapatkan penjelasan alokasi uang pajaknya, berdasarkan fungsi pada Belanja Negara. Dengan mengetahui alokasi uang pajak dalam APBN, diharapkan menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk memahami pengelolaan anggaran negara.
Gambar 3.15 Homepage website #SadarAPBN
205
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
Penghargaan 1. Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP) Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP) adalah unit pelaksana teknis yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan layanan pemberian informasi umum perpajakan, penyampaian informasi perpajakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan, dan pengelolaan pengaduan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. KLIP DJP berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya KLIP DJP dilengkapi dengan unit contact center yang didukung oleh SDM yang terampil dan terlatih. Untuk terus menerus memperluas wawasan dan benchmark dalam contact center, KLIP DJP secara rutin mengirimkan perwakilan pegawainya untuk mengikuti perlombaan dan event terkait contact center baik di tingkat nasional maupun internasional. Atas hal tersebut, telah banyak penghargaan dan prestasi yang diraih oleh KLIP DJP dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 KLIP DJP kembali meraih penghargaan atas prestasi yang diraihnya dalam event Asia Pacific Contact Center World (APAC) 2016 dan The Best Contact Center Award 2016. Pada event Asia Pacific Contact Center World (APAC) 2016 diselenggarakan oleh Contact Center World di Malaysia dan KLIP DJP berhasil meraih 4 medali. Sedangkan pada event The Best Contact Center Award 2016 diselenggarakan oleh Indonesia Contact Center Association KLIP DJP berhasil meraih 16 medali. Dengan menjadi Runner Up 3 atau Juara Umum ke-4, maka KLIP DJP berhak menghadiri Asia Pacific Contact Centre Association Leaders (APCCAL) EXPO 2016 yang diselenggarakan pada tanggal 2 s.d. 4 November 2016 di Singapura.
2. Penghargaan untuk contact center DJBC pada Contact Center World Award 2016 Upaya peningkatan kapasitas Pusat Kontak Layanan (contact center) Bravo 1500225 membawa hasil yang baik pada tahun 2016, beberapa penghargaan telah diraih yaitu: • • •
Gold for Best Contact Center Leader; Silver for Best Small Contact Center; 4th place for Best Contact Center Design.
Acara ini diselenggarakan oleh Contac Center World, sebuah asosiasi contact center dan customer engagement yang berbasis di Canada. Pada tahun 2016 juga telah dilaksanakan piloting untuk penerapan layanan 24/7, sebagai persiapan implementasi layanan telah dilaksanakan pengadaan infrastruktur IT serta benchmarking ke contact center yang menyelenggarakan 24/7. Serta untuk peningkatan layanan saat ini juga telah diterapkan ISO untuk inbound call.
206
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
3. Top 35 Inovasi Lomba Layanan Publik tahun 2016 Salah satu inovasi yang mewakili Kementerian Keuangan dalam ajang lomba inovasi layanan publik tahun 2016 yang diselenggarakan oleh KemenPAN-RB, yaitu Dashboard Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G-2), ditetapkan sebagai salah satu dari Top 99 Inovasi Pelayanan Publik (11 terbaik dari kategori inovasi kementerian/lembaga) melalui Keputusan Menteri PAN-RB No. 51 Tahun 2016. Selanjutnya, setelah diseleksi kembali, dashboard MPN G-2 kemudian ditetapkan sebagai salah satu pemenang Top 35 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016 melalui Keputusan Menteri PANRB No. 99/ 2016 tentang Penetapan Top 35 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016. Top 35 inovasi tersebut merupakan inovasi dari 3 kementerian, 2 lembaga, 8 provinsi, 14 kabupaten, 5 kota, 3 BUMN/BUMD. Dashboard MPN G2 bersama inovasi Pemenang Top 35 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016 yang lain akan kembali menjalani seleksi menjadi top 5. Top 5 ini akan mewakili Indonesia dalam ajang The United Nations Public Service Awards, penghargaan pelayanan publik tingkat internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Laporan Kinerja Tahun 2016
4. Penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya Tingkat Mentor dari Presiden RI dalam rangka implementasi Pengarusutamaan Gender sesuai dengan Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional; 5. Kementerian Keuangan memperoleh predikat 5 besar Kementerian/Lembaga Pengguna Anggaran; 6. Penghargaan JDIH terbaik dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia c.q. BPHN selama 3 (tiga) tahun berturut-turut (2014-2016) atas Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Keuangan yang dikelola oleh Sekretariat Jenderal; 7. BKN awards tahun 2016: a. Peringkat pertama Pelayanan Pensiun Terbaik b. Peringkat kedua Implementasi CAT dalam Manajemen ASN 8. Penghargaan the 1st PR Indonesia Media Relations Award and Summit (PRIMAS) 2016 – 9 Februari 2016; peringkat III Kategori Kementerian dengan media exposure terbanyak sepanjang tahun 2015; 9. Penghargaan Anugrah Media Humas 2016 – 18 November 2016; a.Peringkat I Kategori Penerbitan Media Internal (Media Keuangan Agustus 2016); b.Peringkat I Kategori Laporan Tahunan Kinerja Humas; c.Peringkat II Kategori Stan Pemeran Instansi. 10. Silver Winner of the Best Contact Center Operation kategori korporat Indonesia Contact Center Association (ICCA). Service desk Pusintek berhasil meraih Silver Winner of the Best Contact Center Operation kategori korporat dari ICCA. Kategori Best Operation yaitu lomba kemampuan Contact Center untuk menunjukkan program kerja dalam meningkatkan kinerja Pelayanan dan operasional terbaik pada kurun waktu yang dilombakan.
207
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
ICCA memberkan nilai lebih kepada Service Desk Pusintek yang membawa nama Kementerian Keuangan karena Service Desk Pusintek merupakan Single Point of Contact yang memiliki jam kerja selama 7x24 Jam dan telah diakui di tingkat nasional. 11. Pemeringkatan e-government Indonesia. Penghargaan Pemeringkatan e-government Indonesia (PeGI) merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memberikan acuan pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), mendorong peningkatan pemanfaatan TIK, dan mendapatkan peta kondisi pemanfaatan TIK di lingkungan pemerintah. Pemeringkatan e-government Indonesia diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kementerian Keuangan menduduki peringkat pertama dalam penghargaan tersebut sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2015. Tabel 3.84 Penghargaan Kementerian Keuangan dalam pemeringkatan e-government Indonesia tahun 2012-2015
Laporan Kinerja Tahun 2016
Nilai
2012
2013
2014
2015
3,51 (Baik)
3,57(Sangat Baik)
3,57 (Sangat Baik)
3,67 (Sangat Baik)
12. Penghargaan rekor MURI LPDP ditetapkan sebagai Lembaga Pemberi Beasiswa S2 dan S3 Luar Negeri terbanyak. Selain itu, LPDP juga ditetapkan sebagai Lembaga yang dapat menuliskan naskah sumpah pemuda dengan aksara daerah terbanyak. Penghargaan Rekor MURI tersebut berdampak pada meningkatkan citra dan branding LPDP di hadapan publik. 13. Prestasi penerima beasiswa LPDP Merupakan prestasi-prestasi tingkat nasional dan internasional yang diraih oleh penerima beasiswa LPDP. Penghargaan ini dapat meningkatkan citra dan branding LPDP di hadapan publik. Awardee sebagai duta bangsa dan perwakilan nama LPDP di luar.
Gambar 3.16 Penerima Beasiswa LPDP
208
Akuntabilitas Kinerja
BAB 3
14. LKPP Award untuk Kategori Komitmen 100% e-procurement, Kerjasama Pemanfaatan LPSE Kementerian Keuangan oleh K/L/D/I, tingkat pusat 14 dan tingkat daerah 124, instansi yang bekerja sama, PPATK dan Sekretariat Kabinet.
Laporan Kinerja Tahun 2016
209
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
Laporan Kinerja Tahun 2016
04. Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Upaya Kementerian Keuangan untuk meningkatkan kinerja institusi secara optimal dan berkesinambungan dilakukan dengan merancang inisiatif sebagai rencana aksi untuk dijalankan pada tahun 2017. Inisiatif tersebut disusun dengan mengacu hasil evaluasi eksternal (dari KemenPAN-RB) atas akuntabilitas kinerja Kementerian Keuangan tahun 2016, hasil evaluasi internal (dari Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan), arahan pimpinan Kementerian Keuangan, dan program reformasi dan transformasi kelembagaan.
210
210
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
Laporan Kinerja Tahun 2016
A. Tindak Lanjut Atas Rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Tahun 2016 B. Revitalisasi Manajemen Kinerja Kementerian Keuangan
C. Program Peningkatan Integritas D. Penguatan Program Reformasi Birokrasi Dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Tahun 2017-2019
211
211
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
A. Tindak Lanjut Atas Evaluasi AKIP
Laporan Kinerja Tahun 2016
Evaluasi terhadap AKIP Kementerian Keuangan, baik dari pihak eksternal maupun internal, menjadi masukan dalam merancang inisiatif untuk peningkatan tata kelola yang lebih berorientasi hasil (result governance oriented) dan peningkatan kinerja yang lebih berorientasi outcome (outcome oriented). Oleh karena itu, pada tahun 2017, melakukan inisiatif sebagai berikut: 1. Penetapan Target IKU Lebih Challenging untuk Perbaikan Kinerja Dwelling Time Nasional Dwelling time adalah lama waktu sejak barang impor dibongkar dari kapal sampai dengan barang keluar dari pelabuhan. Indikasi perhitungan dwelling time adalah lamanya kontainer impor ditumpuk di pelabuhan (waktu penumpukan kontainer di pelabuhan). Dwelling time dapat dibagi menjadi pre-clearance, customs clearance dan post-clearance. Dalam proses dwelling time, Kementerian Keuangan c.q DJBC berkontribusi terhadap kinerja customs clearance time untuk mempercepat proses penyelesaian kewajiban kepabeanan barang impor sehingga waktu barang impor keluar dari pelabuhan juga menjadi lebih cepat, sehingga diharapkan dapat mendukung distribusi logistik nasional Indonesia. Customs Clearance Time khususnya untuk kegiatan impor dimulai dari waktu importir/PPJK melakukan loading Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke sistem in house Bea Cukai sampai dengan waktu penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Terkait hal tersebut, penetapan target custom clearance setiap tahunnya semakin meningkat (semakin cepat) sehingga dapat mendukung dwelling time agar dapat semakin cepat. Penetapan target customs clearance tidak semata-mata memperhatikan aspek kecepatan layanan yang diberikan,
212
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
Tabel 4.1 Target Customs Clearance Time
Tahun
2014
2015
2016
2017
Renstra
-
1,5 hari
1,4 hari
1,3 hari
Kontrak Kinerja
3 hari
1,5 hari
1,2 hari
1 hari
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa target customs clearance time yang ditetapkan dalam Kontrak Kinerja pada level KemenkeuWide lebih cepat dari target dalam dokumen perencanaan (Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2015 – 2019).
2. Perbaikan Tata Kelola Aset Negara Secara Berkelanjutan Laporan Kinerja Tahun 2016
namun harus juga mempertimbangkan aspek risiko yang melekat pada importir dan barang. Untuk memberikan pelayanan secara cepat namun tetap memperhatikan aspek risiko dalam kegiatan importir, maka dilakukan penjaluran barang impor berdasarkan perpaduan antara profil importir dan profil komoditi. Jenis penjaluran barang impor dikelompokkan menjadi jalur merah, jalur kuning, jalur hijau, jalur Mitra Utama (MITA) Non Prioritas, dan jalur MITA Prioritas. Tiap-tiap jalur tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, untuk jalur merah dilakukan proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan melakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Mempertimbangkan aspek layanan, risiko importir, serta kondisi sumber daya yang ada dari tahun ke tahun, target customs clearance time diupayakan terus meningkat. Peningkatan target customs clearance time dapat terlihat pada table berikut:
Pengelolaan kekayaan negara (aset) merupakan salah satu representasi fungsi Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Pengelolaan kekayaan negara sebagai suatu fungsi pada Kementerian Keuangan, berkembang secara signifikan setelah fungsinya dilaksanakan secara full dedicated dalam unit setingkat eselon I, yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada tahun 2006. Dan secara fungsi, bentuk mature-nya telah terakomodasi dalam Pasal 28, Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015, di mana ruang lingkup kekayaan negara yang dikelola meliputi barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, dan kekayaan negara lain-lain. Selain melaksanakan fungsi kekayaan negara, DJKN juga melaksanakan fungsi penilaian, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015 s.d. 2019, dari sisi nilai, potensi kekayaan negara yang dimiliki oleh pemerintah sangat besar. Hal ini salah satunya terlihat dari nilai barang milik negara (BMN) berupa aset tetap yang mengalami peningkatan secara signifikan, dari nilai BMN per 31 Desember 2005 sebesar Rp237,78 triliun, pada tahun 2014 telah mencapai Rp1.796,73 triliun (Semester I LKPP 2014). Kemudian untuk kekayaan negara 213
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
lain-lain tercatat sebesar Rp 191,38 triliun. Selain itu, kekayaan negara yang berupa investasi pemerintah (kekayaan negara dipisahkan) juga memiliki nilai yang tidak kalah potensial. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015 s.d. 2019, nilai inventasi pemerintah s.d. tahun 2013 tercatat sebesar Rp1.218, triliun atau kurang lebih 34,15% dari total aset yang tersaji pada LKPP. 1.694
1.726
1.287 979 673 229
2004
314
2005
345
2006
443
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Laporan Kinerja Tahun 2016
Grafik 4.1 Pertumbuhan Nilai BMN berupa Aset Tetap Tahun 2004 s.d. 2012 (dalam triliun) Hasil dari Pelaksanaan Invetarisasi dan Penilaian
Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan nilai aset yang cukup signifikan, terutama untuk nilai BMN berupa aset tetap, merupakan hasil dari pelaksanaan inventarisasi dan penilaian atas seluruh aset Kementerian/ Lembaga yang dilaksanakan pada tahun 2007 s.d. 2012. Pelaksanaan inventarisasi dan penilaian merupakan bagian dari perbaikan tata kelola aset, yang juga terbukti mampu mendongkrak opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dari opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)/ disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian pada tahun 2009. Salah satu penyebab opini disclaimer atas LKPP sebelum tahun 2009 (2004 s.d. 2008) adalah terkait dengan penyajian data aset pada neraca yang belum dapat diyakini kewajarannya. Oleh karena itu, mulai tahun 2007, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) menggulirkan program 3 T, yaitu Tertib Administrasi, Tertib Fisik, dan Tertib Hukum, dimana salah satu kegiatan prioritasnya adalah pelaksanaan inventarisasi dan penilaian. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan aset dari sisi administrasi dan fisik, sekaligus memperbaiki penyajian nilai aset pada LKPP. Sampai dengan saat ini, perbaikan tata kelola aset negara senantiasa terus dilakukan secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang saat ini masih berjalan diantaranya adalah sertifikasi BMN berupa tanah. Kegiatan ini merupakan bagian dari program tertib hukum atas aset. Perkembangan sertifikasi BMN berupa tanah dapat diilustrasikan pada grafik berikut ini.
214
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Grafik 4.2 Perkembangan Penyelesaian Sertifikasi BMN berupa Tanah Periode 2013 s.d. 2016 (dalam bidang)
Laporan Kinerja Tahun 2016
Program percepatan sertifikasi dimulai pada tahun 2012, yaitu melalui kegiatan identifikasi dan pendataan atas BMN berupa tanah. Pada tahun tersebut, BMN berupa tanah telah teridentifikasi sejumlah 87.497 bidang. Sebagian diantaranya, yaitu 46.193 bidang, telah bersertifikat, sementara sisanya sejumlah 41.304 akan disertifikatkan secara bertahap. Program percepatan sertifikasi dilaksanakan mulai tahun 2013 dengan prioritas pada penyelesaian atas BMN berupa tanah yang telah berstatus free and clean (bukti kepemilikan lengkap, fisik dikuasai oleh K/L, dan tidak dalam sengketa). Melihat data statistik pencapaian sertifikasi BMN berupa tanah sebagaimana grafik diatas, diperoleh bahwa rata-rata realisasi penyelesaian sertifikasi per tahun hanya mencapai 3.070 bidang. Oleh karena itu, diperkirakan proses sertifikasi akan memerlukan waktu penyelesaian kurang lebih selama 13 tahun. Namun demikian, Kementerian Keuangan (dhi. DJKN) senantiasa terus mengakselerasi program sertifikasi BMN dengan melakukan crash program bersama Kementerian ATR/BPN dan Bappenas, sehingga diharapkan penyelesaian sertifikasi bisa lebih cepat atau paling tidak sejalan dengan target Reforma Agraria Kementerian ATR/BPN, dimana seluruh bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025 harus sudah bersertifikat. Perbaikan tata kelola aset melalui program tertib administrasi, tertib fisik, dan tertib hukum merupakan standar minimal yang harus dilakukan (the minimum standard of state asset management). Oleh karena itu, simultan dengan pelaksanaan program tersebut, hal selanjutnya yang harus dilakukan oleh Kementerian Keuangan adalah memastikan bahwa aset negara telah digunakan secara optimal. Indikator kinerja “rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap” merupakan indikator yang dipilih untuk memantau utilisasi/ penggunaan atas aset negara. Selain bertujuan untuk memastikan tertib administrasi/pencatatan aset, indikator ini juga dapat memberikan informasi tentang seberapa nilai aset yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, nilai aset yang under capacity
215
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
sehingga dapat dimanfaatkan/dikerjasamakan dengan pihak ketiga, nilai aset yang diserahkan kepada pihak lain dalam rangka pelaksanaan progam pemerintah (hibah), atau nilai aset yang digunakan sebagai penyertaan modal negara. Artinya, melalui indikator ini, pertumbuhan portofolio nilai aset berikut utilisasinya senantiasa dipantau.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Dalam perkembangannya, pengelolaan aset mengalami pergeseran paradigma, dari asset administrator menjadi asset manager. Oleh karena itu, pada tahun 2017, Kementerian Keuangan mulai mengukur kinerja pengelolaan aset ditinjau dari seberapa besar manfaat ekonomi yang diperoleh dari pengelolaan aset negara. Manfaat ekonomi tersebut diukur dari nilai penerimaan negara dan nilai penghematan belanja yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan aset. Melalui pengukuran ini, diharapkan aset yang dimiliki oleh negara tidak hanya sebatas pada penggunaan, namun juga dikelola secara optimal dan profesional sehingga nantinya juga berkontribusi dalam mendukung kapasitas keuangan negara. Pola optimalisasi penerimaan negara melalui pengelolaan aset dapat dilakukan melalui skema sewa, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna, dan lainnya. Sementara pola optimalisasi penghematan belanja dapat dilakukan dengan skema pengalihan aset idle pada suatu Kementerian/Lembaga kepada instansi lain yang membutuhkan baik untuk pelaksanaan tugas dan fungsi maupun mendukung program prioritas pemerintah. Contoh dukungan aset terhadap program prioritas pemerintah pada tahun 2016 adalah penyediaan aset di Lampung, Batam, Padang, dan Gowa untuk program sejuta rumah. Selain hal tersebut, pada tahun 2016, Kementerian Keuangan juga telah membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), sebagai salah satu unit yang bertugas secara khusus melakukan optimalisasi atas aset-aset idle yang berada di bawah pengelolaan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Selain sebagai operator aset idle, LMAN juga diberikan mandat oleh pemerintah untuk melaksanakan fungsi special land bank, yang berperan dalam penyediaan lahan untuk proyek strategis nasional. Pengelolaan aset negara memiliki peran yang semakin strategis dalam mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan secara serius sedang berupaya untuk mengoptimalkan peran tersebut, sehingga aset negara tidak lagi dipandang sebagai sumber daya pasif, namun secara produktif dapat dikelola dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Strategi yang akan digunakan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan pembangunan basis data aset yang aktual dan akurat, serta menjalankan strategi pengelolaan aset berbasis prinsip the highest and best use. Harapannya, setiap nilai aset yang dimiliki oleh negara ini dapat memberikan imbal balik/return yang positif sesuai dengan potensi terbaik atas aset tersebut
216
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
3. Perumusan, Penetapan dan Monitoring Tindaklanjut Rencana Aksi Monitoring dan evaluasi atas kinerja Kementerian Keuangan telah dilakukan sejak pertama kali pengelolaan kinerja berbasis balanced scorecard (BSC) diimplementasikan ditahun 2007, dimana pelaksanaan monitoring kinerja dilakukan secara berkala setiap triwulan pada level Kemenkeu-Wide dalam forum Staf Ahli (FORSA). Pada tahun 2014, ditetapkan KMK 467/ KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan yang di dalamnya juga mengatur pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Forum Monitoring kinerja selanjutnya dikembangkan menjadi Rapat Pimpinan Kinerja (Rapimja) Menteri Keuangan dengan seluruh pimpinan unit Eselon I Kementerian Keuangan yang membahas kinerja level kementerian dan unit eselon I. Periode pelaksanaan monitoring kinerja disesuaikan dengan level unit organisasi sebagaimana tabel berikut: Tabel 4.2 Periode Pelaksanaan Monitoring Kinerja sesuai Level Unit Organisasi
Level
Periode Monitoring
Peserta Rapat Pimpinan Kinerja
Penanggung Jawab
1.
Kemenkeu-Wide
Triwulanan
Menteri Keuangan dan Pejabat Eselon I
Manajer Kinerja Organisasi Pusat
2.
Kemenkeu-One
Triwulanan/ Bulanan
Masing-masing Pimpinan Unit Eselon I dan Pejabat Eselon II
Manajer Kinerja Organisasi
3.
Kemenkeu-Two
Triwulanan/ Bulanan
Masing-masing Pimpinan Unit Eselon II dan Pejabat Eselon III
Sub Manajer Kinerja Organisasi
4.
Kemenkeu-Three
Triwulanan/ Bulanan
Masing-masing Pimpinan Unit Eselon III dan Pejabat Eselon IV
Mitra Manajer Kinerja Organisasi
5.
Kemenkeu-Four
Triwulanan/ Bulanan
Masing-masing Pimpinan Unit Eselon IV dan Pelaksana
Pejabat Eselon IV/ Eselon V
Laporan Kinerja Tahun 2016
No.
Pelaksanaan monitoring kinerja telah berjalan dengan baik dan dilaksanakan secara rutin pada seluruh level unit. Dalam setiap pelaksanaan monitoring kinerja dihasilkan matriks tindak lanjut yang berisi rencana aksi sebagai upaya untuk mengoptimalkan sekaligus sebagai mitigasi risiko pencapaian strategi maupun target kinerja. Sebagai upaya untuk merevitalisasi manajemen kinerja pada Kementerian Keuangan, format pembahasan kinerja terus disempurnakan agar rapat pembahasan kinerja menjadi semakin efektif serta difokuskan pada pembahasan isu strategis (issue), dampak terhadap pencapaian kinerja (impact) dan penetapan rencana aksi (action). Selain itu, juga ditunjuk unit yang bertanggung jawab (accountabilty) untuk melaksanakan rencana aksi yang telah ditetapkan oleh pimpinan rapat (metode IIAA). Penyempurnaan sistem monitoring kinerja tersebut diformalkan pada tahun 2016 dengan ditetapkannya keputusan Menteri Keuangan nomor KMK 590/KMK.01/2016 tentang Pedoman Dialog Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam ketentuan tersebut, selain diatur mengenai pedoman Dialog Kinerja Organisasi (DKO) dalam format rapat kinerja juga ditetapkan pedoman Dialog Kinerja Individu (DKI) dalam bentuk couching dan counselling. Dengan ditetapkannya ketentuan mengenai dialog kinerja, pelaksanaan monitoring kinerja diharapkan dapat semakin efektif mendukung pencapaian kinerja yang optimal. Periode pelaksanaan DKO dan monitoring rencana aksi dilakukan secara berkala paling sedikit setiap triwulanan sebagai berikut:
217
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Gambar 4.1 Periode pelaksanaan DKO dan monitoring rencana aksi
Laporan Kinerja Tahun 2016
Rencana aksi yang dihasilkan dalam Rapimja selanjutnya dimonitor dan ditindaklanjuti oleh unit terkait melalui aplikasi DAMS (Daily Activity Monitoring System). Dalam aplikasi DAMS, rencana aksi yang telah ditetapkan di level kementerian dapat di-cascade sampai dengan unit terkait, sehingga dapat mempercepat pendistribusian arahan pimpinan/rencana aksi yang dihasilkan dalam setiap kegiatan monitoring kinerja. Update terkait progress tindak lanjut rencana aksi juga dapat dilihat dalam aplikasi DAMS dan dilakukan monitoring oleh Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan (PUSHAKA) selaku pengelola DAMS Kementerian dan pengelola DAMS pada masing-masing unit Eselon I. Bahkan pada tahun 2016, Sekretariat Negara melakukan benchmarking ke Kementerian Keuangan terkait dengan aplikasi DAMS dan telah mengadopsi aplikasi tersebut guna memonitor tindak lanjut arahan Presiden
4. Optimalisasi Monitoring dan Evaluasi atas Kinerja Proses monitoring dan evaluasi kinerja pada Kementerian Keuangan telah dilakukan secara berkala sebagaimana dijelaskan dalam butir 3. Sebagai upaya untuk merevitalisasi manajemen kinerja sekaligus menyelaraskan pengelolaan kinerja dengan pengelolaan risiko pada Kementerian Keuangan, agenda pelaksanaan pemantauan risiko pada Kementerian Keuangan dilakukan bersamaan dengan agenda pelaksanaan monitoring kinerja. Pemantauan risiko ditujukan untuk memantau pelaksanaan rencana aksi, penanganan risiko, analisis status Indikator Risiko Utama (IRU) serta tren perubahan besaran/level risiko. Hal ini ditujukan agar perumusan rencana aksi yang dihasilkan dalam rapat kinerja juga difokuskan pada upaya mitigasi risiko yang berpotensi menghambat pencapaian strategi maupun target kinerja. Penyelerasan agenda monitoring kinerja dan pemantauan risiko diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 865/KMK.01/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan. Selain monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja pada tahun berjalan, Kementerian Keuangan juga melakukan evaluasi terhadap Renstra yang ditujukan untuk mengoptimalkan pencapaian agenda prioritas nasional,. Dalam kegiatan evaluasi tersebut, dilakukan penilaian apakah pelaksanaan
218
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
program-program tersebut telah sesuai dan mencapai target yang ditetapkan. Hal ini sesuai dengan amanat pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, yang menyebutkan bahwa Pimpinan Kementerian/ Lembaga harus melakukan evaluasi pelaksanaan Renstra-K/L. Hasil evaluasi tahun 2016 yang dilakukan terhadap pelaksanaan agenda prioritas nasional (nawacita) pada tahun 2015 adalah sebagai berikut : Nawa Cita 1: Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara.
Laporan Kinerja Tahun 2016
a. Dalam rangka Memperkuat Jati Diri Sebagai Negara Maritim, Kementerian Keuangan melalui DJBC telah melakukan beberapa hal diantaranya: • Inventarisasi target pengawasan di perairan atau pemetaan titiktitik rawan; • Revitalisasi Pangkalan Sarana Operasi (PSO) menjadi Pangkalan Operasi; • Penyempurnaan sistem patroli laut gabungan dengan instansi penegak hukum lain (TNI AL) serta dengan instansi penegak hukum negara lain (Singapura, Malaysia, Philipina, Papua Nugini, Timor Leste, Australia); • Peningkatan sarana dan prasarana, diantaranya pengadaan 16 unit kapal patrol cepat yang sedang dalam proses penyelesaian dan pengadaan Hi-Co Scan Container untuk ditempatkan pada pelabuhan-pelabuhan internasional yang strategis; • Pengembangan dan peningkatan kualitas SDM, diantaranya dengan b. Dalam rangka Memperkuat Peran Dalam Kerjasama Global dan Regional, Kementerian Keuangan telah berpartisipasi aktif di dalam beberapa Lembaga Keuangan Internasional (LKI) seperti Islamic Development Bank (IDB), World Islamic Economic Forum (WIEF) dan AsiaPacific Economic Cooperation (APEC). Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam forum internasional seperti G-20. Nawa Cita 3: Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan a. Dalam rangka Pengembangan Kawasan Perbatasan, Kementerian Keuangan melalui DJBC telah melakukan kegiatan pengawasan di daerah perbatasan baik di wilayah laut maupun darat untuk meningkatkan kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan negara tetangga. Capaian atas peran tersebut dapat ditandai dengan meningkatnya perdagangan ekspor-impor di perbatasan, dan menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan. b. Dalam rangka Pembangunan Desa dan Kawasan Pedesaan, Kementerian Keuangan melalui DJPK melakukan pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan, dengan memastikan perangkat peraturan pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi, jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP Sistem Keuangan Desa. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan ikut memastikan bahwa distribusi dan alokasi dana desa berjalan secara efektif, berjenjang dan bertahap.
219
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
c. Dalam rangka Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemeringkatan Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Daerah. Peningkatan kualitas belanja dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah terlihat dari peningkatan yang cukup signifikan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang mendapatkan opini WTP. Nawa Cita 6: Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional
Laporan Kinerja Tahun 2016
a. Dalam rangka Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman, implementasi kebijakan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Sistem Manajemen Investasi, DJPB adalah melakukan Restrukturisasi Piutang Negara pada BUMN/Pemda/PDAM. b. Dalam rangka Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Dalam Pembiayaan Infrastruktur, beberapa hal yang telah dilakukan Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut: • Penyusunan RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) dan telah ditetapkan sebagai dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019; • Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.08/2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan dalam rangka Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; • Penyusunan RPMK tentang Fasilitas Fiskal dalam rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; c. Dalam rangka Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Hasil Tambang, Kementerian Keuangan tengah merancang strategi penerapan insentif fiskal dan non fiskal untuk mendorong investasi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri melalui insentif keringanan biaya keluar, tax allowance, dan skema pembayaran royalti bagi pengusahaan smelter yang terintegrasi dengan pengusahaan tambang. Nawa Cita 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik a. Dalam rangka Penguatan Sektor Keuangan, Kementerian Keuangan tengah melakukan peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas sistem keuangan, dengan menerbitkan Rancangan UU Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK). b. Dalam rangka Penguatan Kapasitas Fiskal Negara, pelaksanaan kegiatan difokuskan pada beberapa kegiatan antara lain: • Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran; • Evaluasi kinerja kenaikan penerimaan pajak seiring dengan potensinya;
220
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
• • •
•
Merancang ulang lembaga pajak, berikut peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur perpajakan; Peningkatan realisasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perumahan; Peningkatan pelayanan kepada stakeholders, seperti halnya penggunaan fasilitas e-banking dan e-billing system melalui penyempurnaan MPN G-2; Pelaksanaan implementasi Akuntansi Berbasis Akrual, serta pengembangan sistem aplikasi untuk pelaksanaan anggaran dan laporan keuangan berbasis akrual yang telah terintegrasi pada SPAN.
Agar selaras dengan penerapan penganggaran berbasis kinerja, Kementerian Keuangan juga melaksanakan evaluasi anggaran dalam bentuk penelitian RKA-K/L. Hal ini merupakan amanah dari PMK No. 163/ PMK.02/2016 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L dan Pengesahan DIPA. Penelitian RKA-K/L Unit Eselon I di Kementerian Keuangan dilakukan oleh Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan dan Keuangan. Laporan Kinerja Tahun 2016
Penelitian RKA-K/L dilakukan untuk memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran. Verifikasi atas kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran difokuskan untuk meneliti : a. Konsistensi penerapan sasaran kinerja dalam RKA-K/L sesuai dengan sasaran kinerja dalam Renja K/L dan rencana kerja Pemerintah; b. Kesesuaian total pagu dalam RKA-K/L dengan Pagu Anggaran K/L c. Kesesuaian sumber dana dalam RKA K/L dengan sumber dana yang ditetapkan dalam Pagu Anggaran RKA-K/L d. Kepatuhan dalam pencantuman tematik APBN pada level keluaran; e. Kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L, antara lain RKA Satker, RAB, dan dokumen pendukung terkait lainnya. Hasil penelitian RKA-K/L dituangkan dalam bentuk Catatan Hasil Penelitian (CHP). CHP kemudian disampaikan kepada unit Eselon I terkait untuk dilakukan perbaikan atau penyesuaian jika diperlukan. Berdasarkan CHP dan hasil reviu APIP (INSPEKTORAT VI), setiap Unit Eselon I di Kementerian Keuangan melakukan perbaikan/penyesuaian dan menyampaikan kembali RKA-K/L Unit Eselon I yang telah diperbaiki kepada Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan dan Keuangan untuk dikompilasi menjadi RKA-K/L Kementerian Keuangan. Sebagai komitmen atas pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja, kegiatan penelitian (Quality Assurance atas perencanaan dan anggaran) terhadap RKA-K/L menjadi salah satu layanan unggulan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
221
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
B. Revitalisasi Manajemen Kinerja Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Penerapan Enterprise Risk Management (ERM) Kementerian Keuangan dan Penyelarasan Sistem Pengelolaan Risiko dengan Sistem Pengelolaan Kinerja Sebagai institusi pemerintah yang mengemban tugas dan fungsi strategis sebagai pengelola keuangan negara, Kementerian Keuangan perlu terus menetapkan strategi yang mampu menjaga kesinambungan fiskal. Di tengah ketidakpastian perekonomian global yang terjadi saat ini, Kementerian Keuangan juga perlu terus berupaya melakukan berbagai terobosan yang ditujukan untuk meminimalisir kemungkinan munculnya risiko yang berpotensi menghambat pencapaian tujuan organisasi. Oleh karenanya, pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan perlu diselaraskan dengan sistem lainnya, termasuk sistem manajemen risiko. Proses manajemen risiko dilakukan untuk memastikan pencapaian sasaran organisasi, termasuk sasaran yang ditetapkan dalam pengelolaan kinerja. Serangkaian aktivitas yang disusun untuk menangani risiko berfungsi untuk membantu organisasi mengurangi kemungkinan terjadinya risiko atau dampak risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Keuangan perlu terus menyempurnakan sistem pengelolaan kinerja dan pengelolaan risiko serta mengimplementasikannya dengan optimal. Salah satu upaya yang dilakukan Kementerian Keuangan saat ini adalah melalui penyelarasan sistem pengelolaan kinerja dengan sistem pengelolaan risiko serta mengembangkan implementasi pengelolaan risiko pada seluruh satuan kerja.
222
BAB 4
Agar implementasi pengelolaan risiko dapat mendukung pencapaian tujuan Kementerian Keuangan secara optimal, Kementerian Keuangan melakukan penyempurnaan sistem serta mencoba menerapkan implementasi pengelolaan risiko secara holistik atau yang lebih dikenal dengan Enterprise Risk Management (ERM). Penyempurnaan sistem ditetapkan melalui Peratuan Menteri Keuangan nomor 12/ PMK.07/2016 yang kemudian disempurnakan kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 171/PMK.01/2016 dan Keputusan Menteri Keuangan nomor 845/KMK.01/2016.
Mulai tahun 2017, ERM diterapkan mulai dari penetapan piagam risiko Kementerian Keuangan yang kemudian di-cascade ke seluruh unit pemilik peta strategi sebagai UPR secara berjenjang sampai Unit Eselon III kantor vertikal. Hal ini mendorong agar terbangun sinergi dalam pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan dan agar risiko yang dikelola bukan hanya risiko yang bersifat operasional namun juga risiko yang sifatnya strategis serta berdampak signifikan bagi pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, proses manajemen risiko sudah ditetapkan standar yang digunakan sebagai acuan bagi seluruh UPR, serta dilakukan penyederhanaan form. Sistem monitoring risiko secara berkala juga sudah ditetapkan dan dilaksanakan bersinergi dengan monitoring kinerja.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Implementasi pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan telah dimulai sejak tahun 2008 melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/ PMK.07/2008. Berdasarkan ketentuan tersebut, penerapan pengelolaan risiko baru dilaksanakan di level Unit Eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan yang disebut dengan Unit Pemilik Risiko (UPR). Pada perkembangannya, pengelolaan risiko dinilai belum optimal, mengingat pengelolaan risiko belum diimplementasikan pada setiap level. Selain itu, juga belum ada standar penetapan konteks risiko yang menjadi acuan seluruh UPR, beban administratif yang relatif cukup tinggi mengingat masih banyaknya form yang harus disusun, serta belum ditetapkannya sistem monitoring risiko secara berkala dan bersinergi dengan monitoring kinerja.
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Melalui penerapan ERM, maka implementasi three lines of defense pada Kementerian Keuangan diharapkan dapat berjalan efektif. Saat ini, ketiga fungsi tersebut sudah dipertajam melalui pemisahan fungsi pemilik risiko, unit pengawasan internal dan Inspektorat Jenderal sebagai auditor internal. Ketiga peran ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas implementasi sistem manajemen kinerja.
223
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
2. Peningkatan Kualitas Kontrak Kinerja Pegawai Melalui Penetapan Koefisien Kualitas Kontrak Kinerja (K3)
Dalam rangka mewujudkan penilaian kinerja yang lebih objektif, pada tahun 2016 disusun mekanisme yang dapat mendorong diferensiasi kinerja antarpegawai dan meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja secara berkesinambungan dengan menerapkan Kualitas Kontrak Kinerja (K3). Pedoman penghitungan K3 ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.01/2016 tentang Pedoman Penghitungan NKP Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Latar belakang perlunya penghitungan Nilai Kinerja Pegawai (NKP) berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja (K3): a. Implementasi distribusi normal dalam kategorisasi kinerja pegawai dinilai belum dapat mendiferensiasi kinerja antarpegawai secara fair; b. Secara best practice, penerapan distribusi normal umumnya hanya bersifat sementara (3-4 tahun); dan c. Rekomendasi Hasil Survei MOFIN tahun 2016 untuk merancang rumusan kebijakan yang dapat membedakan kinerja antarpegawai secara lebih fair. Tujuan penghitungan Nilai Kinerja Pegawai (NKP) berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja (K3): a. Menilai kualitas Kontrak Kinerja pegawai khususnya atas Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Target IKU; b. Menyesuaikan Capaian Kinerja Pegawai berdasarkan kualitas Kontrak Kinerja pegawai (CKP K3); c. Mengklasifikasikan kinerja pegawai yang lebih objektif; dan d. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja secara berkesinambungan.
Pelaksanaan penghitungan nilai NKP berdasarkan K3 dilakukan dengan mengacu pada prinsip berikut: a. Objektifitas Diferensiasi kinerja pegawai dilakukan berdasarkan kriteria yang objektif dengan meminimalkan judgement yang bersifat subjektif. b. Keadilan Diferensiasi kinerja pegawai harus dapat memberikan penilaian Iebih baik, bagi pegawai dengan K3 yang lebih baik.
224
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
c. Mendorong perilaku positif Diferensiasi kinerja harus mendorong perilaku positif pegawai yang dapat meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja di masa rnendatang. d. Menggunakan data terbaik yang tersedia Diferensiasi kinerja dilakukan dengan menggunakan data yang tersedia dan andal. e. Sederhana Diferensiasi kinerja dilakukan ·dengan cara yang mudah dimengerti dan mudah dilaksanakan. Penghitungan NKP K3 merupakan kombinasi Capaian Kinerja Pegawai (CKP) K3 dan Nilai Perilaku (NP). Mekanisme penghitungan NKP K3 adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2 Mekanisme penghitungan NKP K3 Laporan Kinerja Tahun 2016
NKP K3 dihitung dengan menjumlahkan CKP K3 dan NP dengan bobot CKP K3 sebesar 70%(tujuh puluh perseratus) dan bobot NP sebesar 30%, (tiga puluh perseratus). NP diperoleh berdasarkan penilaian perilaku sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.0l/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 556/ KMK.0l/2015. NKP K3 dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori status kinerja pegawai sebagai berikut: Tabel 4.3 Status Kinerja Pegawai berdasarkan NKP K3
Kinerja Pegawai
Keterangan
X ≥100
Baik Sekali
90≤ X<100
Baik
X<90
Cukup
225
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
C. Program Peningkatan Integritas
Laporan Kinerja Tahun 2016
1. Crash Program Tax Amnesty dan Saber Pungli Kementerian Keuangan melalui Inspektorat Jenderal selaku APIP menyelenggarakan crash program verifikasi kekayaan pegawai dalam rangka program Tax Amnesty, Saber Pungli, dan Anti Korupsi. Kegiatan sosialisasi bertempat di KPPBC tipe Madya Pabean Tanjung Perak tanggal 11 November 2016, dan GKN Makassar tanggal 15 Desember 2016. Di samping pelaksanaan sosialisasi, dilakukan pula klarifikasi atas harta kekayaan pegawai yang berpotensi mengikuti program Tax Amnesty, dan konfirmasi atas keikutsertaan pegawai Kementerian Keuangan dalam program Tax Amnesty. 2. Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar Sebagai tindak lanjut atas Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, pada tahun 2017 Kementerian Keuangan telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar yang terdiri atas 3 bidang kelompok kerja yaitu Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan, dan Bidang Yustisi serta membentuk satuan tugas pada setiap unit eselon I. 3. Pengendalian Gratifikasi Dalam rangka pengendalian gratifikasi sebagai perwujudan integritas pegawai dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, Kementerian Keuangan sedang menyusun Pedoman Pengendalian Gratifikasi. Beberapa hal yang diatur dalam pedoman ini diantaranya adalah pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) sebagai unit pelayanan dan informasi (helpdesk) pengendalian gratifikasi pada setiap unit kerja.
226
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
5. Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) & Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Pada tanggal 10 Desember 2016, 3 (tiga) unit kerja pelayanan Kementerian Keuangan meraih predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan 1 (satu) unit kerja pelayanan Kementerian Keuangan meraih predikat Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan Festival Antikorupsi 2016 dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Internasional (HAKI 2016) yang diselenggarakan di Pekanbaru, Riau.
Ditjen Perbendaharaan merupakan satu-satunya perwakilan Kementerian Keuangan yang berhasil memenuhi kriteria sebagai Wilayah Bersih dari Korupsi (WBK) tahun 2016 dalam penilaian oleh Kemenpan RB, yang diraih oleh KPPN Amlapura. Ditjen Perbendaharaan juga merupakan satusatunya unit eselon I Kementerian Keuangan yang mampu meraih predikat WBK/WBBM selama 3 tahun berturut-turut. •
•
Laporan Kinerja Tahun 2016
4. Pelaporan Harta Kekayaan Pegawai Seluruh pejabat dan pegawai Kementerian Keuangan diwajibkan untuk melaporkan seluruh harta yang dimiliki, baik sebelum, selama, dan setelah memangku sebuah jabatan guna menjaga integritas dan akuntabilitas harta kekayaan, melalui LP2P, LHKPN, dan LHKASN sesuai dengan lingkup kewajibannya. Pelaporan harta kekayaan tersebut dipantau kepatuhannya oleh setiap bidang yang ditunjuk pada tiap unit eselon I. Saat ini, Kementerian Keuangan sedang mengembangkan aplikasi Laporan Perpajakan dan Harta Kekayaan yang mengakomodir integrasi pelaporan LP2P, LHKASN, dan LHKPN guna memudahkan pegawai Kementerian Keuangan dalam melakukan pelaporan harta kekayaan dan pajak-pajak pribadi.
WBK: KPPN Malang (2013), KPPN Semarang II dan KPPN Bangko (2014), KPPN Amlapura (2015), KPPN Kuningan (2016). WBBM: KPPN Malang (2013), KPPN Semarang II (2014), KPPN Amlapura (2016).
Ketiga unit kerja Kementerian Keuangan yang meraih predikat WBK adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Kuningan, Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Pasuruan dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Untuk kemudian unit kerja Kementerian Keuangan yang meraih predikat WBBM adalah KPPN Amlapura. Hasil ini merupakan evaluasi terhadap 223 unit kerja pelayanan pada 175 kementerian/lembaga, 18 provinsi dan 30 kabupaten/kota. Dari evaluasi tersebut, Tim Penilai Nasional menetapkan sebanyak 19 unit kerja pelayanan yang berhak mendapatkan predikat WBK dan WBBM.
227
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Asman Abnur, dan diterima oleh masing-masing Kepala Kantor dari unit kerja pelayanan Kementerian Keuangan dan didampingi oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto
Gambar 4.3 Penyerahan Penghargaan WBK/WBBM oleh Menteri PAN-RB
Atas prestasi tersebut, MenPAN-RB menyampaikan bahwa keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik agar menjadi role model bagi daerah lain untuk dapat diimplementasikan di seluruh Indonesia. Ke depannya, Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam sistem pemerintahan di Indonesia diharapkan menjadi ASN yang modern dan berbasis teknologi. MenPAN-RB juga mengajak kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas dalam pelayanan publik agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Adapun unit kerja pelayanan yang menerima predikat WBK adalah sebagai berikut: 1. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Kuningan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan. 2. Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A, Pasuruan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan. 3. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Sekretariat Jenderal, Kementerian Keuangan. 4. Badan Pemeriksa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta. 5. Direktorat Pengendalian Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 6. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok. 7. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta III. 8. Kepolisian Resor Kabupaten Gresik. 9. Kepolisian Resor Sidoarjo. 10. Kepolisian Resor Kabupaten Jember.
228
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
11. Sekolah Menegah Kejuruan, SMTI Yogyakarta, Kementerian Perindustrian. 12. Kantor SAR Surabaya. 13. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Purwodadi. 14. Balai Laboratorium Kesehatan, Dinas Kesehatan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 15. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Kota Balikpapan. 16. Dinas Perijinan, Kabupaten Bantul. 17. RSUD A M Parikesit, Kabupaten Kutai Kartanegara. Sementara untuk unit kerja penerima WBBM adalah: 1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK RI. 2. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Amlapura, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Zona Integritas (ZI) WBK dan WBBM merupakan salah satu upaya Kementerian PAN-RB dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Penilaian instansi yang memperoleh predikat WBK/WBBM didasarkan pada salah satunya adalah kualitas pelayanan publik yang telah terstandardisasi dan didukung oleh manajemen Sumber Daya Manusia yang baik serta memanfaatkan teknologi informasi. Pemberian penghargaan ZI WBK/WBBM merupakan salah satu agenda dalam Festival Anti Korupsi 2016 dalam rangka memeringati Hari Antikorupsi Internasional (HAKI 2016) yang diselenggarakan di Pekanbaru, Riau dengan mengusung tema “Bersih Hati, Tegak Integritas, Kerja Profesional untuk Indonesia Tangguh”. Ditjen Perbendaharaan bersama eselon I lainnya juga turut berpartisipasi dalam Integrity Expo (Pameran Tunjuk Integritas) dengan menampilkan produk dan inovasi anti korupsi yang tergabung dalam booth Kementerian Keuangan. Beberapa layanan unggulan Ditjen Perbendaharaan sebagai bentuk peningkatan pelayanan publik dan pencegahan korupsi diantaranya adalah MPN G2, SPAN dan SAKTI, serta layanan portal HAI DJPBN dan OM SPAN.
229
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
BAB 4
Laporan Kinerja Tahun 2016
D. Penguatan Program Reformasi Birokrasi Dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Tahun 2017-2019
Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan yang telah diinisiasi mulai tahun 2014, dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun 2014-2025 merupakan program strategis Kementerian Keuangan dalam upaya merespon dan mengantisipasi perubahan, peluang, dan tantangan yang terjadi baik dalam skala nasional, regional, maupun global untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, beretika, dan kredibel, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders. Implementasi program RBTK pada tahun 20142016 berjalan dengan baik dan menghasilkan output/outcome yang cukup signifikan. Untuk menjawab tantangan baru dalam pelaksanaan program RBTK, telah disusun 20 inisiatif baru program RBTK dengan strategic outcomes Terjaganya kesinambungan fiskal melalui pendapatan negara yang optimal, belanja negara yang efisien dan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang akan diselesaikan pada tahun 2017 – 2019. Adapun penyelesaian lanjutan atas implementasi 87 IS RBTK dan 7 (tujuh) inisiatif tambahan di bidang perimbangan keuangan dan kepabeanan dan cukai, dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu: 1. 19 IS RBTK dipantau oleh CTO; 2. 38 IS RBTK dipantau oleh PMO; 3. 37 IS RBTK diserahkan kepada unit teknis terkait dan diusulkan untuk dinyatakan selesai (project closing). Secara umum conseptual framework perumusan IS RBTK baru sebagaimana dalam gambar di bawah ini.
230
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Gambar 4.4 Conceptual Frame Work Perumusan IS RBTK
Strategic Outcomes Kementerian Keuangan pada prinsipnya terbagi dalam 3 (tiga) outcomes tematik yaitu: 1. Tema Penerimaan “Pendapatan negara yang optimal”, yang akan dicapai melalui 5 Inisiatif. 2. Tema Perbendaharaan “Pengelolaan Keuangan Negara yang Akuntabel”, yang akan dicapai melalui 7 Inisiatif. 3. Tema Penganggaran “Belanja Negara yang Efektif dan Efisien”, yang akan dicapai melalui 4 Inisiatif.
Untuk mewujudkan 3 (tiga) outcomes tematik tersebut, selain dilakukan melalui IS RBTK yang bersifat substantif juga didukung oleh 4 IS RBTK Tema Sentral yang menjiwai, mendukung, dan menggerakkan pencapaian IS RBTK tema penerimaan, tema perbendaharaan, dan tema penganggaran dalam rangka pencapaian Strategic Outcomes Kementerian Keuangan.
231
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Gambaran ringkas mengenai Peta Inisiatif-Inisiatif pada keempat tema tersebut adalah sebagaimana gambar berikut:
Gambar 4.5 Peta Inisiatif Strategis Program RBTK
232
BAB 4
Inisiatif Peningkatan Kinerja Kementerian Keuangan
Laporan Kinerja Tahun 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
233
Penutup
BAB 5
Laporan Kinerja Tahun 2016
05. Penutup
234
234
Penutup BAB 5
Laporan Kinerja Tahun 2016
235
235
Penutup
BAB 5
Penutup
Laporan Kinerja Tahun 2016
Laporan Kinerja Kementerian Keuangan ini merupakan laporan pertanggungjawaban kinerja sebagai upaya pencapaian visi dan misi Kementerian Keuangan dengan mengacu pada Rencana Strategis tahun 2015-2019. Laporan Kinerja ini merupakan Laporan Kinerja tahun kedua pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Penyusunan Laporan Kinerja Kementerian Keuangan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Penetapan ukuran kinerja, yang dituangkan dalam Perjanjian Kinerja di setiap awal tahun berjalan, tidaklah semata-mata hanya ditujukan untuk menggambarkan ketercapaian target kinerja organisasi di akhir tahun. Akan tetapi, ada hal yang jauh lebih penting dari hal tersebut, dimana penetapan ukuran kinerja dijadikan sebagai acuan manajemen dalam mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai kinerja yang paling maksimal. Sehingga, baik ukuran maupun kinerja yang ditetapkan diupayakan ditetapkan secara lebih ambisius dan menantang. Kondisi perekonomian domestik maupun internasional pada tahun 2016 yang cukup bergejolak merupakan tantangan bagi pencapaian kinerja Kementerian Keuangan dan mendorong dikeluarkannya berbagai kebijakan untuk mengamankan kondisi fiskal. Evaluasi kinerja yang dilakukan secara periodik menunjukkan meskipun secara umum target kinerja di tahun 2016 telah terlampaui, masih terdapat beberapa target kinerja yang memerlukan sejumlah perbaikan inisiatif untuk mendongkrak kinerja di tahun berikutnya. 236
Penutup
BAB 5
b. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas pasar keuangan domestik antara lain dengan: 1) Menjaga proporsi kepemilikan SBN oleh investor domestik, dengan menerbitkan seri-seri SBN untuk menarik lebih banyak minat investor domestik, misalnya melalui
penerbitan Sukuk Tabungan dengan fitur early redemption; 2) Menggali potensi pasar domestik melalui peningkatan edukasi dan komunikasi kepada pelaku pasar dan masyarakat agar meningkatkan investasi pada instrumen SBN; dan 3) Mengoptimalkan penempatan dana hasil tax amnesty pada instrumen SBN serta mengembangkan jalur distribusi SBN ritel secara online. c. Mengamankan pencapaian target penerimaan pajak tahun 2017 dan program Pengampunan Pajak sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 dengan melakukan strategi umum sebagai berikut: 1) Pengawasan wajib pajak berbasis mapping kepatuhan wajib pajak; 2) Kegiatan extra effort pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum; 3) Extraordinary effort: penegakan hukum pasca tax amnesty dan fokus kerja sama dengan pihak ketiga; 4) Amnesti pajak periode III: fokus di triwulan I (Jan-Mar); dan 5) Perluasan tax base berbasis harta deklarasi amnesti pajak.
Laporan Kinerja Tahun 2016
Langkah-langkah ke depan yang perlu dilakukan Kementerian Keuangan dalam upaya mendorong peningkatan kinerja dan menghadapi tantangan ke depan, antara lain: 1. Dalam upaya menjaga kesinambungan fiskal dan mendorong pertumbuhan ekonomi, serta mengamankan pencapaian target penerimaan pajak dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Mengendalikan besaran defisit yang sehat dalam rangka penerapan kebijakan defisit anggaran dengan melakukan langkah-langkah antisipatif antara lain dengan: 1) Melakukan analisa risiko fiskal terhadap pelaksanaan APBN-P 2016 serta menyampaikan policy paper untuk memitigasi potensi risiko fiskal atas kurang optimalnya pendapatan negara; 2) Melakukan monitoring secara periodik terkait kondisi ketahanan fiskal (Crisis Management Protocol/ CMP Fiskal) dan menyampaikan kepada Sekretariat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
2. Optimalisasi kepatuhan pengguna layanan terutama terkait peningkatan kepatuhan formal WP melalui (i) peningkatan kepatuhan material WP OP Non-Karyawan dan Badan dengan memanfaatkan data internal dan
237
BAB 5
Penutup
Laporan Kinerja Tahun 2016
eskternal, (ii) penanganan WP Tidak Lapor Terdapat Data (TLTD), (iii) implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait layanan publik. 3. Meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan negara melalui peningkatan kualitas penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) dengan melakukan: a. Penyempurnaan aplikasi SPAN; b. Penyusunan pedoman nasional terkait penerapan pengendalian internal atas penyusunan LK (Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR)); dan c. Menyelenggarakan pembinaan akuntansi dan pelaporan keuangan kepada Kementerian Negara/Lembaga. d. Menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2017. 4. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja diantaranya dengan: a. Melakukan evaluasi/penelaahan terhadap Kontrak Kinerja pada setiap satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan; b. Melakukan survei Strategy Focused Organization (SFO) yang diharapkan memberi gambaran yang mendalam mengenai kondisi pengelolaan kinerja organisasi di Kementerian Keuangan; dan c. Menerapkan penilaian kinerja pegawai yang lebih objektif dengan penerapan Kualitas Kontrak Kinerja (K3). 5. Melakukan berbagai perbaikan mulai dari penyempurnaan peraturan perundang-undangan sampai dengan penyederhanaan sistem administrasi, dalam memenuhi tuntutan pemangku kepentingan dan pengguna layanan Kementerian Keuangan. Laporan Kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan dan akuntabel bagi seluruh stakeholders Kementerian Keuangan. Laporan ini juga menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan. Akhirnya, Kementerian Keuangan berharap dapat terus meningkatkan kontribusi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di abad ke-21.
238
BAB 5
Penutup
Laporan Kinerja Tahun 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
239
Laporan Kinerja Tahun 2016
06. Lampiran
240
Laporan Kinerja Tahun 2016
241
Laporan Kinerja Tahun 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan
242