LAPORAN KINERJA INDUSTRI SEMESTER I TAHUN 2011
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pembangunan industri harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi, budaya maupun sosial politik. Oleh karenanya, dalam penentuan tujuan pembangunan sektor industri jangka panjang, bukan hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri saja, tetapi sekaligus juga harus mampu turut mengatasi permasalahan nasional. Kondisi ekonomi dunia yang terus berubah perlu diiringi dengan analisis mengenai dampak dari situasi tersebut kepada Perekonomian Indonesia. Perubahan terhadap tatanan ekonomi dunia dengan semakin bertumbuhnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru dan semakin pudarnya kekuatan-kekuatan ekonomi lama memberikan pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Di samping itu, tekanan-tekanan yang terjadi terhadap perekonomian dunia seperti naiknya harga komoditas-komoditas utama dunia perlu untuk mengambil kebijakan yang tepat. Untuk itu, Indonesia perlu menyiasati perkembangan-perkembangan tersebut dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan nasional terutama di bidang industri dan perdagangan. Untuk meningkatkan daya saing industri yang berkelanjutan perlu adanya anlisa mengenai dampak perubahan berbagai variabel kinerja makro ekonomi terhadap perkembangan sektor industri. Untuk mewujudkan visi industri Indonesia tahun 2014 yaitu Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan untuk menunjang visi Industri tahun 2025 dengan menjadi negara industri maju di dunia, Kementerian Perindustrian perlu untuk menyiasati perkembangan-perkembangan ekonomi dunia maupun regional dalam rangka
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
2
merebut peluang-peluang yang ada untuk menunjang perkembangan Industri di dalam negeri. Untuk itu diharapkan dengan adanya laporan analisis pengembangan kinerja industri ini dapat menjadi acuan dalam memahami kondisi ekonomi Indonesia dan kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasinya.
1.2
Tujuan dan Sasaran Tujuan dari analisa ini adalah : 1.
Meningkatkan kemampuan aparatur dalam menganalisa perkembangan ekonomi dan industri serta memberikan rekomendasi terhadap setiap perkembangannya.
2.
Memberikan masukan kepada para Pimpinan Kementerian Perindustrian untuk membantu dalam hal pengambilan kebijakan untuk pengembangan sektor-sektor industri.
Sasaran yang ingin dicapai dalam hasil analisa laporan makro ekonomi adalah memberikan gambaran dan informasi tentang perkembangan kinerja sektor industri terkini kepada para Pimpinan Kementerian Perindustrian dengan harapan dapat memberikan
masukan
yang
bermanfaat
dalam
pengambilan
kebijakan
pengembangan sektor industri.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
3
BAB II KINERJA MAKRO INDUSTRI 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II Tahun 2011 Kinerja perekonomian Indonesia pada Triwulan II-2011, sesuai PDB atas dasar harga konstan 2000 meningkat sebesar 6,49 persen dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q). Peningkatan tersebut disebabkan oleh Peningkatan di Seluruh Sektor Ekonomi termasuk pada Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas dan Air bersih dan Sektor Konstruksi yang pada triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan negative, pada Triwulan II tahun 2011 menunjukan peningkatan dengan tumbuh secara positif, data selengkapnya tersaji pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Laju Pertumbuhan PDB Triwulanan Menurut Lapangan Usaha (Q o Q) (persentase)
Lapangan Usaha
Triwulan III 2010
Triwulan IV 2010
Triwulan I 2011
Triwulan II 2011
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
6,2
-20,3
18,11
2,49
2. Pertambangan dan Penggalian
3,5
0,6
-2,00
0,78
3. Industri Pengolahan
2,6
1,4
-1.16
6,09
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
0,1
1,7
-1.85
3,91
5. Konstruksi
4,4
2,5
-3,58
7,42
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
3,9
0,7
8,4
9,57
(1)
7. Pengangkutan dan Komunikasi
4,7
3,7
15,5
10,65
8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 9. Jasa -jasa
1,7
1,3
6,3
6,88
1,1
2,5
7,5
5,70
3,4
-1,4
6,9
6,49
3,6
-1,5
7,4
7,00
Produk Domestik Bruto (PDB) PDB Tanpa Migas
(Sumber : BPS )
Pertumbuhan
ekonomi
ini
patut
diapresiasi
dan
diharapkan
dapat
terus
dipertahankan. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut perlu adanya lengkahlangkah kebijakan yang implementatif sehingga dapat memperkuat fondasi dasar perekonomian kita, sektor yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pertumbuhan ekonomi indonesia adalah sektor energi dan infrastruktur, hal ini Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
4
menjadi penting karena pertumbuhan sektor industri manufaktur dan investasi tergantung dari kedua sektor ini. Dilihat dari data PDB sektor industri manufaktur merupakan sektor yang memberikan kontribusi paling besar dalam pertumbuhan PDB nasional. Terkait dengan Program Pemerintah yang tertuang dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), akan dapat terwujud bila didukung oleh penguatan pada sektor energi dan infrastruktur.
2. 2 Perkembangan Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2011 Perkembangan
Realisasi
Investasi
pada
Triwulan
II
Tahun
2011
dapat
tergambarkan pada tabel berikut : Tabel 2.2 Realisasi Investasi PMA dan PMDN Triwulan II Tahun 2011 Sektor
Investasi PMA (US$. Juta)
Investasi PMDN (Rp. Miliar)
I
Sektor Primer
1.825,5
4.208
II
Sektor Sekunder
1.942,1
10.864,9
6
Industri Makanan
267,6
2.881,4
7
Industri Tekstil
38,7
80,6
8
Industri Barang Kulit dan Alas Kaki
58,9
13,2
9
Industri Kayu
29,7
561,2
10
Industri Kertas dan Percetakan
182,2
2.680,1
11
Industri Kimia dan Farmasi
623,2
657,1
12
Industri Karet dan Plastik
85,1
887,4
13
Industri Mineral Non Logam
2,9
1.134,8
14
Industri Logam, Mesin dan Elektronik
546,5
1.943,6
15
Industri Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam
-
-
16
Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi
79,0
24,7
Lain 17
Industri Lainnya
28,2
0,8
III
Sektor Tersier
1.016,8
3.847,5
4.784,3
18.947,4
Total (Sumber : BKPM)
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai investasi PMA terbesar terletak pada Sektor Sekunder atau sektor Industri untuk menjaga trend peningkatan investasi ini Pemerintah perlu mempertahankan terobosan terhadap regulasi dan prioritas pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan investasi di bidang industri. Investasi PMDN didominasi oleh investasi pada bidang Industri, kondisi ini Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
5
menunjukkan bahwa para pelaku industri mulai melakukan ekspansi usaha. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia diperlukan dukungan kebijakan yang yang pro-bisnis sehingga bisa menopang tumbuhnya investasi terutama yang berasal dari dalam negeri.
2.3 Perkembangan Sektor Industri Non Migas Triwulan II 2011 Perkembangan sektor industri non migas sampai dengan Triwulan II Tahun 2011 secara umum bisa kita lihat pada tabel berikut : Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Kumulatif
(Sumber : BPS)
Dari tabel tersebut kita bisa lihat bahwa pertumbuhan paling besar dialami oleh Industri Logam Dasar Besi dan Baja, Sementara itu kita lihat pertumbuhan industri seluruhnya mengalami pertumbuhan industri positif. Kontribusi dari masing-masing sektor terhadap Pertumbuhan Industri Lebih lengkapnya tersaji dalam tabel 2.2 dan 3.3 berikut :
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
6
Tabel 2.4 Kontribusi terhadap Pertumbuhan Industri 2005-2010
Perkembangan Industri Semester I relatif stabil, momentum pemulihan pada tahun 2011 ini perlu dipertahankan dengan menjaga pola kebijakan yang bersifat insentif. Proyeksi untuk tahun 2011 kemungkinan besar kita akan menghadapi situasi yang sama dengan tahun 2008 dimana kita terkena imbas dari krisis global, saat ini kondisi dunia sudah masuk dalam pemulihan, namun situasi ekonomi di Eropa khususnya di Spanyol, Irlandia, Yunani, dan Portugal akan memaksa Uni Eropa kembali mengeluarkan dana talangan untuk menyelamatkan ketiga negara tersebut. Opsi default adalah opsi yang kurang menguntungkan bagi perekonomian Eropa, namun bukan tidak mungkin opsi ini akan diambil. Selain dengan kondisi tersebut ancaman naiknya inflasi sebagai akibat dari kenaikan harga minyak membuat para pelaku industri akan cenderung menahan diri untuk melakukan investasi lebih lanjut. Oleh karena itu perlu ada kejelasan sikap dari Pemerintah Pusat terkait dengan masalah harga BBM sehingga langkahlangkah antisipasinya bisa dipersiapkan sejak dini.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
7
BAB III KINERJA PROGRAM PRIORITAS NASIONAL
3.1
Prioritas Nasional 1. Revitalisasi Industri Pupuk Pada umumnya beberapa pabrik pupuk seperti Pabrik Pusri IB, Pabrik Pusri II, Pusri III, Pusri IV, Pabrik Kujang IA, Pabrik urea I Petrokimia Gresik dan Pabrik urea PIM I dan PIM II sudah tidak efisien karena teknologi yang sudah tertinggal dan kosumsi energi yang semakin boros. Oleh karena itu diperlukan upaya pengingkatan efisiensi melalui revitalisasi dari pabrik-pabrik pupuk urea tersebut. a. Permasalahan yang Dihadapi 1) Belum tersedianya alokasi pasokan gas untuk revitalisasi pabrik pupuk urea (Pabrik Pusri IB, Pabrik Pusri II, Pusri III, Pusri IV, Pabrik Kujang IA, Pabrik Kujang IA, Pabrik urea I Petrokimia Gresik dan Pabrik urea PIM I dan PIM II). 2) Bahan baku pupuk majemuk NPK tergantung impor (phosphate dan kalium). 3) Bahan baku pabrik pupuk organik tersebar di berbagai daerah. 4) Penggunaan pupuk disektor pertanian masih jauh dibawah kebutuhan sesuai roadmap, khususnya pupuk majemuk/NPK dan pupuk organik. b. Langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan 1) Mencukupi pasokan gas dalam negeri dalam rangka meningkatkan produksi pupuk dalam negeri 2) Menyusun Rencana Induk (Master Plan) Pengembangan Industri Pupuk Majemuk/NPK 3) Memfasilitasi pembangunan konstruksi pabrik Pupuk Kaltim 5 (kapasitas 1,1 juta ton urea/ tahun) 4) Pemetaan
potensi
bahan
baku
pupuk
organik
di
daerah
(50
Kabupaten/Kota) Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
8
c. Hasil-hasil penting yang telah dicapai 1) Pembangunan pabrik urea Kaltim-5. a. Natural Gas Supply Agreement (NGSPA) telah ditanda tangani tanggal 20 Juni 2011 antara PT. Pupuk kaltim dengan KKKS Eastkal untuk jangka waktu 10 tahun (2012-2021). b. Kontrak pembangunan pabrik urea kapasitas 1,1 juta ton/tahun antara PT. Pupuk Kaltim dengan Konsorsium IKPT dan Toyo Engineering Corporation (TEC) pada tanggal 20 Juni 2011. 2) Telah ditandatangani MoA terkait alokasi pasokan gas bumi untuk pembangunan pabrik urea II PT. Petrokimia Gresik dari lapangan gas Cepu sebanyak 85 MMSCFD. 3) Kesediaan beberapa negara penghasil bahan baku phosphate dan kalium untuk penyediaan pasokan phosphate dan kalium bagi pengembangan industri pupuk majemuk/NPK antara lain Jordania, Tunisia, Mesir, Maroko, dan Rusia. 4) Telah ditandatangani Joint Venture Company
antara PT. Petrokimia
Gresik (Indonesia) dengan Jordan Phosphate Mines Company (JPMC) dari Jordan untuk membangun pabrik Phosphoric Acid (PA) di Gresik Jatim dengan kapasitas produksi 200.000 ton/tahun. Pabrik diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2013 5) Telah ditandatangani MoU antara PT. Pusri (Persero) dengan Jordan Phosphate Mines Company (JPMC) tentang pembangunan pabrik pupuk NPK di Indonesia dengan kapasitas 200.000 – 300.000 ton/tahun. Penyediaan bahan baku phosphate dipasok oleh JPMC. 6) Telah ditandatangani MoA antara PT. Pusri (Persero) dengan Jordan Phosphate Mines Company (JPMC) untuk pendirian pabrik Asam Phosphate
dengan
kapasitas
200.000
metrik
ton
pertahun
di
Palembang. Bahan baku batuan phosphate dipasok oleh JPMC untuk jangka waktu 20 tahun. Kerjasama pengembangan industri bahan baku dan industri pupuk majemuk/NPK 7) Telah ditandatangani MoA antara PT. Pupuk Kaltim dengan Jordan Phosphate Mines Company (JPMC) untuk pendirian pabrik Asam Phosphate dengan kapasitas 200.000 metrik ton pertahun di Bontang. Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
9
Bahan baku batuan phosphate dipasok oleh JPMC untuk jangka waktu 20 tahun. 8) Pemetaan Potensi Bahan Baku Pupuk Organik di 41 Kabupaten/Kota di tahun 2010 dan akan dilanjutkan untuk tahun 2011 sebanyak 50 Kabupaten/Kota 9) Penyusunan SNI Pupuk Organik d. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait guna menyediakan pasokan gas bumi untuk kebutuhan revitalisasi pabrik pupuk urea, pabrik pupuk majemuk/ NPK dan pabrik pupuk organik terdiri dari: a.
Alokasi pasokan gas untuk revitalisasi pabrik PT. Pusri (Pusri IIB, Pusri IIIB, Pusri IVB) diharapkan berasal dari Sumbagsel,
b.
Alokasi pasokan gas untuk revitalisasi pabrik Kujang IC diharapkan dari lapangan gas Cepu sebesar 86 MMSCFD .
2) MoA pasokan gas untuk pabrik Urea Ammonia II PT. PKG sebesar 85 MMSCFD dari lapangan gas Cepu agar dapat ditindaklanjuti menjadi NGSPA. 3) Tambahan pasokan gas untuk pabrik Kaltim-5 pada saat terjadi penurunan pasokan gas mulai tahun 2017. 4) Kesepakatan perpanjangan pasokan gas untuk pabrik pupuk urea yang akan berakhir di tahun 2011-2012 (Pusri III, Pusri IV, Pusri IB, dan Kujang IB) agar ditindaklanjuti dalam bentuk NGSPA 5) Diperlukan pasokan gas untuk PT. PIM sebelum lapangan gas Blok A beroperasi pada akhir 2013. 6) Kebijakan harga gas untuk industri pupuk didasarkan hasil kesepakatan instansi terkait yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sesuai dengan Inpres No. 2 tahun 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk. 7) Konsistensi penggunaan pupuk sesuai Road Map kebutuhan pupuk. Realisasi penyerapan pupuk NPK dan organik masih rendah dibanding kebutuhan sesuai roadmap, sehingga berdampak pada pelaksanaan pengembangan industri pupuk NPK dan organik. Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
10
8) Diperlukan
dukungan
pendanaan
berupa
subsidi
bunga
dan
penambahan Penyertaan Modal Negara mengingat keterbatasan dana internal industri pupuk.
2. Revitalisasi Industri Gula Dalam rangka mencapai swasembada gula tahun 2014, maka diperlukan revitalisasi dari pabrik gula eksisting mengingat kondisi mesin dan peralatan pabrik gula tersebut yang sudah sangat tua dan tidak efisien serta pembangunan pabrik gula baru. a. Permasalahan yang Dihadapi 1) Produktivitas lahan yang rendah dan efisiensi pabrik yang tidak optimal sehingga rendemen yang dihasilkan rendah. 2) Kurangnya kemampuan investasi PG BUMN. 3) Masih banyak PG yang kapasitasnya kecil, jauh dibawah kapasitas keekonomiannya. 4) Belum
adanya
kepastian
lahan
untuk
pengembangan/perluasan
perkebunan tebu. Dari areal yang dibutuhkan seluas minimal 350.000 ha, baru terealisir sekitar 25.000 ha. b. Langkah-langkah yang telah dilakukan 1) Melakukan investasi dalam rangka peningkatan kapasitas produksi, efisiensi dan mutu gula. . 2) Penguatan industri permesinan nasional untuk mendukung program revitalisasi industri gula. 3) Bantuan langsung mesin/peralatan kepada PG existing. 4) Melakukan Audit Teknologi terhadap PG 5) Tersusunnya Business Plan Pembangunan PG Baru di Empat Wilayah (Kab. Merauke-Papua, Kab. Purbalingga-Jateng, Kab. Konawe SelatanSultra, Kab. Sambas-Kalbar). 6) Fasilitasi perolehan lahan untuk pembangunan PG baru.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
11
c. Hasil-hasil penting yang telah dicapai 1) Telah diberikan bantuan keringanan pembelian mesin/peralatan kepada 47 PG yang melakukan investasi dalam rangka peningkatan kapasitas produksi, efisiensi dan mutu gula. 2) Bantuan langsung mesin/peralatan kepada PG, a.l. PG Semboro, PG Jatiroto dan PG Meritjan. Adapun jenis mesin/peralatan yang diberikan a.l. : bagasse dryer, roll gilingan, wheel loader, rotor cane cutter, rotary DSM screen, lori dan lain-lain. 3) Dalam
rangka
penguatan
industri
permesinan
nasional
untuk
mendukung program revitalisasi industri gula, telah diberikan bantuan kepada PT. Barata Indonesia dan PT. Boma Bisma Indra a.l. peralatan foundry, peralatan las, CNC Cutting Machine, Deep Drill System, Electric Arc Furnace Heavy Duty, dll. 4) Dilakukan Audit Teknologi terhadap 18 PG terpilih. 5) Sudah ada kepastian lahan seluas 25.000 ha melalui izin prinsip oleh Kementerian Kehutanan kepada PT. Rajawali Corp. di Merauke – Papua. d. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1)
Melanjutkan program pemberian stimulus keringanan potongan harga pada pengadaan mesin peralatan baru PG hingga 2014.
2)
Fasilitasi percepatan perolehan lahan bagi para investor baru guna pembangunan perkebunan tebu dan pabrik gula baru.
3)
Restrukturisasi 3 perusahaan
industri permesinan dalam negeri
pendukung PG. 4)
Mengupayakan
dilakukannya
amalgamasi
PG-PG
yang
kapasitas
produksinya jauh di bawah kapasitas keekonomiannya pada tahun 2012 dalam rangka efisiensi dan efektivitas kapasitas produksi pabrik gula. 3. Pengembangan Zona Industri di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sampai dengan tahun 2011, direncanakan akan dikembangkan Zona Industri di 2 (dua) kawasan ekonomi khusus yaitu di Sei Mangke, Sumatera Utara dan Bitung, Sulawesi Utara guna mendukung MP3EI.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
12
a. Permasalahan yang dihadapi 1) Ketersediaan infrastruktur berupa jalan, pelabuhan, dan energi untuk pengembangan Zona Ekonomi di kedua daerah tersebut masih terbatas. 2) Keterbatasan daya tampung pelabuhan untuk bongkar muat di pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara dan pelabuhan Bitung Sulawesi Utara. 3) Kurangnya pasokan listrik yang dibutuhkan oleh industri di Sei Mangke dimana pihak perusahaan (PTPN III) baru mampu menyediakan sumber listrik dari biomas (PLTBS) sebesar 2 x 3,5 MW, padahal kebutuhan listriknya masih sangat besar untuk industri turunan kelapa sawit lainnya. 4) Penyediaan lahan untuk pengembangan Infrastruktur, terutama jalan, kereta api dan pelabuhan serta kawasan industri itu sendiri. 5) Belum terbentuknya cikal bakal kelembagaan pengelola KEK Bitung 6) Belum
adanya
komitmen
dari
perusahan
industri
“champion”
(penggerak utama) untuk mengembangkan KEK di Bitung. 7) Penetapan RTRW
Provinsi,
Kabupaten
dan Kota
yang
lambat,
sedangkan RTRW dijadikan dasar bagi ijin lokasi industri dan investasi lainnya. b. Langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan 1) Mendorong penetapan kawasan industri Sei Mangke dan Bitung sebagai KEK 2) Memfasilitasi pengembangan infastruktur dalam kawasan industri 3) Melakukan berbagai kajian terkait pengembangan KEK Sei Mangke dan Bitung
seperti
master
plan,
studi
kelayakan,
DED,
renstra
pengembangan dan bisnis plan. 4) Memfasilitasi pembangunan pusat inovasi, Balai Latihan Kerja (BLK) dan pendirian sekolah/institusi pendidikan dalam rangka peningkatan SDM industri. 5) Melakukan promosi investasi di Jerman dan Dubai dalam rangka menarik investor untuk berinvestasi di Sei Mangke.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
13
c. Hasil-hasil penting yang telah dicapai 1) Adanya kesepakatan/komitmen antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, PTPN III, serta instansi terkait lainnya dalam upaya percepatan pengembangan KEK Sei Mangkei; 2) Adanya kesepahaman antara pemerintah pusat dan daerah dalam perencanaan pengembangan KEK Bitung. 3) Penyelesaian kajian mengenai Master Plan, Rencana Strategis dan Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial KEK Sei Mangke dan Master Plan pengembangan kawasan IKM dan pusat inovasi di Sei Mangke. 4) Penyelesaian Kajian Rencana Strategis dan Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial KEK Bitung. 5) Terdapatnya cikal bakal kelembagaan pengelola KEK Bitung. d. Tindak lanjut yang diperlukan 1) Mempercepat pengajuan penetapan status KEK Sei Mangke dan KEK Bitung. 2) Intensifikasi pelaksanaan koordinasi pengembangan KEK Sei Mangke dan KEK Bitung. 3) Pengkajian Detailed Engineeering Design (DED) KEK Bitung. 4) Promosi KEK Sei Mangke dan KEK Bitung baik di dalam maupun luar negeri. 3.2
Prioritas Nasional Lainnya (Prioritas di Bidang Perekonomian)
Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit a. Permasalahan yang Dihadapi 1) Dengan diberlakukannya Bea Keluar terhadap ekspor CPO dan turunannya menyebabkan tingginya ekspor CPO sehingga tidak mendorong pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit/CPO. 2) Belum
memadainya
infrastruktur
seperti
pelabuhan,
jalan
dan
transportasi, termasuk energi (gas bumi dan listrik) 3) Rendahnya minat investor di bidang industri hilir kelapa sawit.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
14
b. Langkah-Langkah yang telah dan akan dilakukan 1) Pencanangan
pembangunan
klaster
industri
berbasis
pertanian,
oleochemical di Maloy tanggal 7 Januari 2010, di Dumai-Kuala EnokRiau tanggal 23 Januari 2010, di Sei Mangke-Medan tanggal 27 Januari 2010; 2) Penyusunan Amdal, FS dan business plan/master plan pengembangan klaster IHKS di Sei Mangkei-Medan, Dumai-Riau dan Maloy-Kalimantan Timur. 3) Tersusunnya kajian pembangunan infrastruktur (rel kereta api, jalan dan pelabuhan) untuk mendukung pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit di Sei Mangke. 4) Promosi investasi ke Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab. c. Hasil-hasil Penting Yang Telah Dicapai 1) Hasil promosi investasi, beberapa investor tertarik untuk menanamkan investasinya, seperti Procter & Gambler dan Cargill International dari Amerika Serikat dan MEC dari UEA. 2) Komitmen dari Kementerian PU untuk perluasan jalan menuju kawasan IHKS di Sei Mangke, dan adanya rencana pembangunan Rel Kereta Api yang akan menghubungkan kawasan Sei Mangke dengan Pelabuhan Kuala Tanjung oleh PT. KAI. d. Tindak Lanjut Yang Diperlukan 1) Mengusulkan restrukturisasi Bea Keluar terhadap CPO dan turunannya dalam rangka mendorong peningkatan nilai tambah dan menjamin pasokan bahan baku bagi hilirisasi industri CPO di dalam negeri, serta menarik investor untuk mengembangkan industri turunan CPO. 2) Usulan revisi PP 62 Tahun 2008, dengan memasukkan bidang industri tertentu dan daerah tertentu di luar Pulau Jawa untuk diberikan insentif
Tax Allowance. 3) Pemberian Insentif Fiskal, Tax Holiday kepada perusahaan tertentu dan daerah tertentu.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
15
BAB IV KINERJA PROGRAM KEMENTERIAN
Selain prioritas nasional seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Kementerian Perindustrian melaksanakan peningkatan daya saing beberapa kelompok industri prioritas untuk memperkuat sinergi antar bidang pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Berikut dijelaskan permasalahan yang dihadapi, langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan, hasil-hasil penting yang dicapai, serta langkah tindak lanjut yang akan diambil dalam pengembangan masing-masing industri prioritas tersebut. 1. Restrukturisasi Industri Tekstil dan Aneka Teknologi industri tekstil dan aneka saat ini tertinggal dibandingkan dengan teknologi yang digunakan negara-negara lain yang menjadi kompetitor utama Indonesia di pasar global. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya peningkatan teknologi industri TPT melalui restrukturisasi permesinan industri tekstil dan aneka nasional. a. Permasalahan yang Dihadapi Tingkat suku bunga perbankan dalam negeri lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat suku bunga di negara lain sehingga tingkat daya saing industri TPT nasional kalah dibandingkan industri di negara lain tersebut. Untuk itu diperlukan dukungan pemerintah berupa subsidi bunga terhadap pembelian mesin peralatan yang dilakukan oleh industri TPT dan aneka nasional. b. Langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan Memberikan bantuan potongan harga untuk pengadaan mesin peralatan industri TPT dan aneka. c.
Hasil-hasil penting yang telah dicapai 1) Telah diberikan bantuan potongan harga pengadaan mesin peralatan kepada 511 perusahaan TPT. 2) Telah diberikan bantuan potongan harga pengadaan mesin peralatan kepada 50 perusahaan industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit 3) Terjadinya investasi di sektor industri TPT dan aneka sebesar Rp.6,44 Triliun
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
16
4) Meningkatnya efisiensi energi sebesar 6%-18%, produktivitas sebesar 7%17%, produksi sebesar 15%-28%, dan penyerapan tenaga kerja sebesar 55.000 orang. d. Tindak Lanjut yang Diperlukan Mengingat masih banyaknya peserta yang masih masuk dalam waiting list, maka diusulkan tambahan anggaran untuk program restrukturisasi permesinan sebesar Rp. 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
2. Pengembangan Klaster Industri Kakao Perkembangan industri kakao dalam negeri masih belum optimal mengingat sebagian besar kakao diekspor dalam bentuk mentah dan belum diolah sehingga nilai tambah yang dihasilkan masih rendah. a. Permasalahan yang Dihadapi 1) Industri pengolahan kakao dalam negeri mengalami kekurangan bahan baku 2) Impor biji kakao (untuk blending) masih dikenakan Bea Masuk sebesar 5%. 3) Rendahnya konsumsi coklat di dalam negeri 60 gram/kapita/tahun sedangkan negara lain seperti Malaysia dan Singapura sudah mencapai diatas 500 gram/kapita/tahun. 4) Kurangnya pembangunan infrastruktur di sentra-sentra produksi biji kakao (akses jalan dan pelabuhan) seperti: Mamuju, Pantoloan, Kolaka dan Palopo. b. Langkah-langkah yang dilakukan 1) Pemberlakuan Bea Keluar terhadap ekspor biji Kakao untuk menjamin ketersediaan bahan baku, peningkatan nilai tambah dan daya saing industri kakao dalam negeri. 2) Pemberlakuan SNI Kakao Bubuk secara wajib. 3) Sedang dipersiapkan kesepahaman pembelian biji kakao terfermentasi antara petani kakao dengan industri pengolahan kakao yang akan dilaksanakan di Mamuju, Sulawesi Barat. c.
Hasil-hasil yang telah Dicapai 1) Dengan diberlakukannya Bea Keluar biji kakao, beberapa industri kakao yang
sebelumnya berhenti beroperasi telah beroperasi kembali. Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
17
2) Volume ekspor biji kakao pada tahun 2010 turun sebesar 2% dibandingkan
2009, sementara itu volume ekspor kakao olahan naik sebesar 26%. 3) Investor Malaysia telah menanamkan modal dengan mendirikan pabrik PT.
Asia Cocoa Indonesia di Batam yang mulai beroperasi pada bulan April 2011 dengan kapasitas 55.000 ton/tahun. 4) Pencanangan ”Kebangkitan Industri Kakao dan Cokelat Nasional” oleh Menteri
Perindustrian pada tanggal 24 Juni 2011 dan diresmikannya 14 pabrik baru dengan total kapasitas terpasang dari 531.675 ton/tahun pada tahun 2010 menjadi 689.750 ton/tahun pada tahun 2011. d. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Mempertahankan Bea keluar Biji Kakao secara progresif. 2) Menyelenggarakan event pameran khusus coklat di dalam dan luar negeri. 3) Mengusulkan kepada Menteri Keuangan tentang penghapusan BM biji kakao
dari 5 % menjadi 0 %. 4) Fasilitasi pembangunan akses jalan dan pel abuhan di sentra-sentra produksi
biji kakao di Mamuju, Pantoloan, Kolaka dan Palopo. 5) Promosi Investasi Industri Pengolahan kakao baik untuk pangan maupun non
pangan di berbagai belahan dunia (Eropa, USA, Afrika, Timur Tengah dan Negara-negara maju di Asia). 3. Pengembangan Klaster Industri karet a. Permasalahan yang dihadapi 1) Di bidang on farm (karet alam) masih rendahnya produktivitas tanaman dan kualitas bokar. 2) Kapasitas terpasang pabrik crumb rubber (600.000 ton) jauh melebihi ketersediaan bokar. 3) Masih lemahnya R & D yang difokuskan pada pengembangan produk karet inovatif dan bernilai tambah tinggi seperti aspal karet, seismic rubbber, komponen otomotif, dsb. 4) Masih sulitnya pasokan gas untuk industri sarung tangan karet sehingga menurunkan utilisasi dan minat investasi. b. Langkah-langkah yang dilakukan 1) Memfasilitasi peningkatan pasokan gas bumi untuk industri sarung tangan karet. Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
18
2) Memasukan perizinan industri crumb rubber dengan persyaratan khusus 3) Peningkatan Kualitas Produksi Barang Karet di Jawa Barat melalui Bantuan Alat Computer Numeric Control (CNC). 4) Bantuan Peralatan Pengolahan Barang Karet di Sumatera Selatan c.
Hasil-hasil penting yang telah dicapai 1) Berkembangnya industri barang karet komponen otomotif yang high precision sehingga mampu mensuplai OEM permintaan principal. 2) Tersusunnya kajian pengembangan industri karet terpadu di Sei Bamban sebagai kelanjutan MP3EI 3) Timbulnya minat investasi barang karet di Sumatera Utara dan Jawa.
d. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Pemetaan Produk dan Pasar Barang karet di Sumatera, Jawa dan Kalimantan 2) Melanjutkan
pengembangan
industri
karet
hilir
melalui
program
fasilitasi/bantuan 3) Bantuan alat untuk industri barang karet high precision dalam mendukung industri otomotif 4) Peningkatan kemampuan SDM industri barang jadi karet melalui program pendidikan pelatihan dan magang 4. Pengembangan Klaster Industri Rumput laut a.
Permasalahan yang dihadapi 1) Tidak adanya kepastian jaminan pasokan bahan baku. 2) Terbatasnya kekuatan penetrasi pasar dalam negeri maupun ekspor. 3) Belum berkembangnya teknologi pengolahan rumput laut dan pemanfaatan
produk hidrokoloid. 4) Terbatasnya jaringan infrastruktur pendukung seperti transportasi, energi, dan
pelabuhan di sentra-sentra potensi rumput laut. 5) Belum berkembangnya industri penyedia bahan pendukung dan penghasil alat
pengolahan. 6) Terbatasnya kualitas SDM dan belum berkembangnya R & D di sektor rumput
laut.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
19
b.
Langkah-langkah yang telah dan dilakukan 1) Telah dilakukan kerjasama penelitian dan pengembangan antara dunia usaha dengan lembaga penelitian/perguruan tinggi. 2) Telah diselesaikan pembuatan masterplan dan action plan pengembangan industri pengolahan rumput laut di setiap daerah yang memiliki potensi budidaya rumput laut. 3) Pembuatan Pilot Project pengembangan industri pengolahan rumput laut di Morowali, Sumba Timur, dan Maluku Tenggara. 4) Bantuan Mesin Peralatan Pengolahan ATC Chips 5) Kajian Makro dan Studi Kelayakan Pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut di 7 Provinsi 6) FGD Pengembangan Rumput Laut di Sulsel 7) Penyusunan Konsep RSNI
c.
Hasil-hasil penting yang telah dicapai 1) Telah ditandatangani kesepakatan antar 6 (enam) Kementerian dalam rangka pengembangan industri rumput laut. 2) Meningkatnya jumlah unit usaha dan ekspor hasil industri rumput laut.
d.
Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Meningkatkan investasi baru dan perluasan usaha industri pengolahan rumput laut dan industri berbasis rumput laut. 2) Pemenuhan kebutuhan baku industri pengolahan rumput laut dalam negeri yang menghasilkan produk-produk bahan baku penolong industri. 3) Mendorong peningkatan kapasitas industri pengolahan yang memanfaatkan produk hidorkoloid rumput laut. 4) Meningkatkan ekspor rumput laut dalam bentuk Alkali Treatment chips, semi refine carragenan, refine carragenan, agar, dan alginat.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
20
5. Pengembangan Standardisasi Industri dan Manajemen Hak Kekayaan Intelektual a. Permasalahan yang Dihadapi 1) Produk industri dalam negeri tertentu kalah bersaing terhadap produk impor di dalam persaingan dalam negeri maupun dalam menghadapi persaingan di pasar global, sehingga diperlukan regulasi teknis untuk meningkatkan daya saing di dalam negeri. 2) Dalam rangka mendukung daya saing industri diperlukan ketersediaan SNI, namun proses perumusan SNI memakan waktu yang cukup lama (16 - 18 bulan). 3) Dalam rangka pelaksanaan SNI secara wajib, Menteri Perindustrian menunjuk LPK (LSPro dan Laboratorium Uji) yang terakreditasi. Namun, mengingat jumlah LPK terakreditasi belum memadai maka LPK yang belum terakreditasi juga ditunjuk dengan melalui proses evaluasi. 4) Akibat masih terjadinya pembajakan karya intelektual dibidang paten, hak cipta dan merek produk/dagang, status Indonesia oleh USTR dimasukan dalam kategori Priority Wacth List. 5) Kurang optimal penguasaan kemampuan teknologi di bidang paten 6) Para Pengusaha Industri belum merasakan manfaat perlindungan hukum dari hasil invensi dan inovasi di bidang HKI untuk mengembangkan usaha. b. Langkah-langkah yang dilakukan 1) Telah ditetapkan regulasi teknis yaitu 15 Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan SNI Secara Wajib untuk 41 SNI bidang industri yang meliputi 2 SNI bidang industri Agro, 7 SNI bidang industri Kimia Dasar, 3 SNI bidang industri Kimia Dasar, 19 SNI bidang industri Logam, 1 SNI bidang industri aneka, 3 SNI bidang industri Permesinan, 3 SNI bidang industri Transportasi, 3 SNI bidang industri Elektronika. 2) Telah ditetapkan PNPS (Program Nasional Perumusan Standar) untuk 129 Judul RSNI pada tahun 2010 dan 125 RSNI untuk tahun 2011. 3) Telah ditetapkan 5 Peraturan Menteri Perindustrian tentang Penunjukan LPK untuk 63 SNI bidang industri. Serta telah dilakukan penambahan peralatan pengujian untuk laboratorium penguji B4T. Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
21
4) Sosialisasi dan Edukasi tentang urgensi HKI kepada dunia industri dan masyarakat luas. 5) Fasilitasi kepada inventor dalam negeri untuk mendapatkan sertifikat paten. 6) Monitoring dan Inspeksi perusahaan cakram optik serta advokasi penyelesaian masalah dibidang HKI kepada perusahaan industri. c.
Hasil yang telah dicapai 1) Telah diterbitkan sebanyak 384 SPPT SNI pada tahun 2011 serta telah dilaksanakan pengawasan berkala bulan Januari – Mei 2011 terhadap 183 SPPT SNI. 2) Telah ditetapkan 119 SNI bidang industri dalam kurung waktu 2010-2011. 3) Hingga bulan Juli 2011, sebanyak 21 dari 22 LSPro yang ditunjuk telah memperoleh akreditasi KAN dan sebanyak 27 dari 40 Laboratorium Penguji yang ditunjuk telah memperoleh akreditasi KAN. 4) Sudah ada 12 paten dan 1 Desain Industri yang sudah granted yang dihasilkan oleh para peneliti dari lembaga litbang Balai Besar dan Baristand Industri Kementerian Perindustrian. 5) Beberapa inovasi dalam negeri telah dalam proses komersialisasi, antara lain di bidang kertas pembungkus baja, kanvas rem, alat penyimpan dan penyalur larutan serat tekstil, pemanfaatan limbah abu batubara, elektroda las bawah air dan keramik tahan peluru.
d. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Perlu adanya pemantauan dan evaluasi untuk memastikan keefektifan pelaksanaan pemberlakuan SNI secara wajib, baik penerapan SNI wajib oleh industri dan pelaksanaan sertifikasi oleh LPK maupun pengawasan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. 2) Mengusahakan
perumusan
SNI
diadopsi
secara
identik
dari
standar
internasional sehingga mempersingkat waktu perumusan SNI menjadi 6 bulan. 3) Perlu penambahan peralatan pengujian untuk meningkatkan kemampuan pengujian laboratorium penguji terkait dengan SNI yang diberlakukan secara wajib.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
22
4) Fasilitasi dan insentif kepada perusahaan industri yang telah menggunakan inovasi dari dalam negeri disamping terus melanjutkan pemberian fasilitasi kepada inovator dalam negeri. 5) Penegakan hukum secara lebih tegas kepada pelanggar HKI.
6. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri a. Permasalahan yang Dihadapi 1) Belum optimalnya sosialisasi mengenai tata cara pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah 2) Belum siapnya beberapa produsen produk dalam negeri dalam memenuhi kualitas dan spesifikasi yang dibutuhkan oleh pengguna. 3) Terkait dengan pemberlakukan Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, beberapa perusahaan milik Pemerintah berpendapat bahwa mereka tidak terikat secara langsung terhadap Peraturan Menteri Perindustrian tersebut terutama dalam pengadaan barang/jasa. b. Langkah-langkah yang dilakukan 1) Dalam rangka optimalisasi penggunaan produk dalam negeri, Kementerian Perindustrian telah menerbitkan 5 (lima) Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri. 2) Optimalisasi
pelaksanaan
sosialisasi
mengenai
kebijakan
Peningkatan
Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) sesuai dengan Instruksi Presiden nomor 2 tahun 2009. 3) Optimalisasi promosi produk dalam negeri melalui fasilitasi kepesertaan pameran kepada produsen/pelaku industri di dalam maupun di luar negeri. 4) Melakukan inventarisasi produk dalam negeri berikut Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dimana sampai dengan tahun 2011 telah diverifikasi sejumlah 1817 jenis produk dalam negeri. c.
Hasil-hasil yang Dicapai 1) Telah dilakukan 120 kali pelaksanaan sosialisasi dan Fasilitasi Pembentukan Tim P3DN di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
23
2) Telah diberikan penganugerahan penghargaan “Cinta Karya Anak Bangsa” sebagai apresiasi terhadap Kementerian/Lembaga/Instansi Pemerintah dan BUMN yang secara optimal telah melakukan upaya-upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri yang diikuti oleh 16 Kementerian/Lembaga tingkat pusat dan 23 BUMN. 3) Pembangunan kapal milik pertamina sebanyak 3 unit kapal oil tanker ukuran 17.500 DWT, 2 unit oil bunker ukuran 4.000 DWT, 1 unit LPG Carrier ukuran 3.500 CUM, 1 Unit tanker ukuran 85.000 DWT di galangan kapal dalam negeri. 4) PT PLN telah mewajibkan penggunaan boiler produksi dalam negeri pada setiap pembangunan PLTU skala dibawah 100 MW pada program 10.000 MW tahap pertama dan 10.000 MW tahap kedua. Selain itu, juga telah ditetapkan ketentuan TKDN untuk masing-masing pembangunan PLTU yaitu untuk PLTU skala sampai dengan 7 MW dengan TKDN 70%, 7-25 MW dengan TKDN 50%, 25-100 MW dengan TKDN 40%, dan di atas 100 MW dengan TKDN 20%. d. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Optimalisasi pelaksanaan Temu Bisnis Penyedia dan Pengguna Produk Dalam Negeri untuk mensinkronkan kebutuhan dan ketersediaan produk sesuai dengan kualitas dan spesifikasi yang dibutuhkan. 2) Sinergi dan komitmen bersama antar instansi Pemerintah dalam hal peningkatan penggunaan produk dalam negeri terutama dalam pengadaan barang/jasa di instansi masing-masing. 3) Pelatihan perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) baik dari segi volume pelaksanaan maupun peserta dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 16 tahun 2011 dengan tujuan pemahaman yang lebih luas dan mendalam bagi penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah. 7. Pengembangan Klaster Industri Kendaraan Bermotor a. Permasalahan yang Dihadapi 1) Ketergantungan pengadaan bahan baku/komponen impor masih tinggi 2) Lemahnya kerjasama dunia usaha dan lembaga litbang
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
24
3) Infrastruktur teknologi pendukung (sertifikasi, laboratorium, uji komponen) belum memadai 4) Terbatasnya infrastruktur fisik (jalan dan pelabuhan) b. Langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan 1) Pengembangan Kendaraan Bermotor Ramah Lingkugan dan hemat energi (Low Cost & Green Car) dengan daya mesin antara 1.000 – 1.200 cc. c.
Hasil-hasil yang Dicapai 1) Jumlah produksi KBM roda 4 pada tahun 2010 mencapai 702.781 unit dan diperkirakan pada akhir 2011 sebanyak 800.000 unit sedangkan KBM roda 2 pada tahun 2010 mampu memproduksi 7.395.390 unit dan diperkirakan sampai akhir tahun 2011 sebanyak 8.150.000 unit. 2) Beberapa perusahaan industri kendaraan bermotor roda 4 telah menyatakan keinginannya untuk berinvestasi dalam pembuatan kendaraan bermotor ramah lingkungan dan hemat energi seperti antara lain PT Astra Daihatsu Motor dan PT Suzuki Indomobil. 3) Adanya komitmen investasi dari beberapa perusahaan mobil nasional di bidang otomotif seperti PT Suzuki Indomobil sebesar 800 juta USD, PT Astra Daihatsu Motor sebesar Rp. 2,1 Triliun dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia sebesar Rp. 1,7 Triliun. Dengan komitmen investasi tersebut, diharapkan bisa menumbuhkan industri komponen sekitar 200 perusahaan.
d. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Pemberian insentif fiskal maupun moneter terhadap investasi baru khususnya di Low Cost & Green Car. 8. Pengembangan Klaster Industri Perkapalan a. Permasalahan yang Dihadapi 1) Terbatasnya dukungan pendanaan untuk pembangunan kapal baru (modal kerja) 2) Rendahnya investasi dalam rangka peningkatan kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar didalam negeri.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
25
b. Langkah-langkah yang dilakukan 1) Peningkatan kemampuan produksi kapal dalam negeri 2) Pemberian fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) atas impor komponen untuk pembangunan kapal dalam negeri 3) Pengembangan kawasan-kawasan khusus industri perkapalan di Lamongan dan Karimun. c.
Hasil-hasil yang Dicapai 1) Terdapat 14 perusahaan galangan kapal yang melakukan investasi baik investasi baru maupun perluasan dengan total investasi sebesar 606 juta USD yang tersebar di Denpasar, Lamongan, Semarang, Cirebon, Karimun, Surabaya, Jakarta, dan Banten. 2) Pembangunan kapal-kapal tanker untuk Pertamina di dalam negeri sebanyak 6 (enam) unit dengan kapasitas antara 3.500 – 17.500 DWT. 3) Pengembangan NaSDEC (National Ship Design and Engineering Center) yang merupakan pusat desain dan rekayasa kapal pertama di Indonesia yang berlokasi di Surabaya.
d. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Memfasilitasi dukungan pendanaan untuk pembangunan kapal baru. 2) Perlu adanya kebijakan dalam rangka peningkatan investasi di industri perkapalan. 9. Pengembangan Klaster Industri Elektronika a.
Permasalahan yang Dihadapi 1) Membanjirnya produk-produk elektronika dari luar negeri. 2) Ketergantungan bahan baku impor.
b.
Langkah-langkah yang dilakukan 1) Memfasilitasi pembentukan laboratorium uji komponen elektronika 2) Peningkatan kapasitas Lab uji milik pemerintah
c.
Hasil-hasil yang Dicapai 1) Investasi Sanyo untuk membuat komponen elektronika untuk optical device pendukung industri telematika.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
26
2) Peningkatan kapasitas produksi industri printer PT Epson Indonesia menjadi sekitar 20 juta unit per tahun. 3) Pembangunan industri batere kancing (coin battery) oleh PT Panasonic. d.
Tindak Lanjut yang Diperlukan Pada tahun 2012 diharapkan 3 (tiga) produk elektronika konsumsi lainnya akan diwajibkan untuk memenuhi SNI yaitu: Pengkondisi Udara, Lemari Pendingin, Mesin cuci.
10. Pengembangan Klaster Industri Telematika a.
Permasalahan yang Dihadapi Kurangnya
dukungan
jaringan
broadband (BWA) yang memadai dalam
pengembangan industri telematika di Indonesia. b.
Langkah-langkah yang dilakukan 1) Pengembangan RICE (Regional IT Center of Excellence) dan IBC (Incubator
Business Center) 2) Menumbuhkan industri kabel optik c.
Hasil-hasil yang Dicapai 1) Telah dikembangkan RICE (Regional IT Center of Excellence) di 10 (sepuluh) kota serta pengembangan IBC (Incubator Business Center) di 3 (tiga) kota, yang diharapkan dapat melahirkan wirausaha baru yang berkualitas dan mampu mendukung pengembangan industri Telematika 2) Nilai belanja (Capex) peralatan telekomunikasi dalam negeri untuk 5 tahun ke depan senilai hampir Rp. 150 triliun, saat ini baru sekitar 3% nya yang dibelanjakan dari produk industri telekomunikasi dalam negeri. 3) Industri kabel optik dalam negeri telah mampu menghasilkan produk yang berkualitas dengan kandungan lokal mencapai lebih dari 40%. Dengan kapasitas terpasang produksinya sekitar 930.000 km per tahun, saat ini sedang diupayakan agar kemampuan industri kabel optik dalam negeri tersebut dapat dimanfaatkan dalam mendukung mega proyek "Palapa Ring".
d.
Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Peningkatan kemampuan SDM dalam rangka pengembangan RICE dan IBC
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
27
2) Untuk mendukung percepatan pengembangan industri telematika diperlukan dukungan jaringan broadband (BWA) yang memadai.
11. Pengembangan Klaster Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik a.
Permasalahan yang Dihadapi 1) Terbatasnya kemampuan SDM dalam rangka pemenuhan kebutuhan untuk program pemerintah, penguasaan teknologi dan riset yang masih kurang kuat. 2) Permasalahan eksternal antara lain masih kurangnya dukungan infrastruktur di luar pulau Jawa, belum harmonisnya struktur bea masuk barang industri permesinan, kebijakan industri di daerah belum optimal, peran asosiasi belum optimal, dan belum optimalnya koordinasi mengenai P3DN.
b.
Langkah-langkah yang dilakukan 1) Peralatan utama pembangkit dan distribusi listrik telah dapat dipasok oleh industri dalam negeri. Peralatan tersebut antara lain: Power cable, Switchgear, Transformator, Power distribution panel, electric motor serta peralatan lainnya. 2) Mendorong pembangunan PLTU Batubara 10.000 MW yang dibangun oleh industri dalam negeri yang berkolaborasi dengan EPC nasional. 3) Survey dan verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan tahun 2010 terhadap 29 Lokasi Pembangunan PLTU Batubara, 53 Lokasi Pembangunan Jaringan Transmisi dan 38 Lokasi Pembangunan Gardu Induk.
c.
Hasil-hasil yang Dicapai 1) Pada tahun 2011, industri dalam negeri telah mampu melaksanakan produksi barang modal yang mampu bersaing dan memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan luar negeri, seperti memproduksi wastewater pump, pompa industri dan komponennya, dengan produk yang sudah digunakan di Pertamina Balongan, mesin diesel untuk keperluan industri, mesin proses untuk CNC 2) Terpenuhinya berbagai kebutuhan untuk pengecoran keperluan industri dan manufaktur di dalam negeri. 3) Produksi dalam negeri (boiler) dalam rangka penyediaan 10.000 MW.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
28
d.
Tindak Lanjut yang Diperlukan Pengembangan Industri permesinan diharapkan dapat menunjang kebutuhan mesin peralatan
pembangkit
listrik. Terutama
mendukung
pembangunan
Pembangkit Listrik 10.000 MW tahap ke-2. 12. Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Industri kecil dan menengah mempunyai peran yang penting dalam penciptaan lapangan usaha, penyediaan tenaga kerja, serta menghasilkan devisa melalui ekspor. Pengembangan IKM dilakukan melalui revitalisasi UPT dan sentra, pengembangan
One
Village
One
Product,
restrukturisasi
mesin
peralatan,
pengembangan
kewirausahaan, dan penyediaan tenaga penyuluh lapangan (TPL). 1) Revitalisasi UPT dan sentra IKM a. Permasalahan yang Dihadapi Untuk lebih memfokuskan pembinaan IKM dan menyediakan fasilitas layanan usaha kepada IKM, dilakukan revitalisasi UPT dan Sentra. Revitalisasi UPT dan Sentra dilakukan melalui perbaikan manajemen, peningkatan kualitas dan mutu SDM pengelola, rehabilitasi serta penggantian mesin peralatan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi. b. Langkah-Langkah yang dilakukan Bantuan mesin peralatan untuk meningkatkan kualitas produksi di UPT dan sentra-sentra IKM. PelatihanTeknis dan Manajemen Usaha. Pendampingan tenaga ahli. Penguatan kelembagaan c.
Hasil-hasil penting yang telah dicapai Telah dilakukan revitalisasi sebanyak 40 UPT yang dapat melayani kurang lebih 30 IKM, sehingga dapat diasumsikan 1200 IKM yang dapat memanfaatkan teknologi Beberapa produk IKM seperti IKM makanan mengalami peningkatan nilai produksi disebabkan oleh banyaknya usaha IKM makanan ringan yang telah menerapkan teknologi proses, diversifikasi produk dan permintaan masyarakat yang semakin besar
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
29
Beberapa produk IKM sandang seperti IKM batik, sutera, mengalami
peningkatan
nilai
produksi,
hal
ini
terutama
dan tenun didorong
tumbuhnya sentra-sentra baru di beberapa daerah dalam skala kecil, produk yang dihasilkan lebih bersifat spesifik dan khas daerah juga meningkatnya kontribusi ekspor dengan tujuan ke beberapa negara. d. Tindak lanjut yang diperlukan Produk makanan ringan masih perlu ditingkatkan dari aspek bahan maupun desain kemasan. Dengan terpenuhinya aspek tersebut maka diharapkan produk IKM makanan ringan dapat bersaing dengan produk impor. Upaya yang dapat dilakuakan terhadap IKM sandang yaitu dengan memperlancar Pasokan bahan baku dan merevitalisasi mesin peralatan yang relatif tua, pendatang baru dalam industri tekstil dan produk tekstil yang menawarkan harga lebih murah, datangnya dari Negara China, Vietnam, India, Thailand dan negara lainnya, dimana teknologi mesin dan peralatan yang dimiliki relatif lebih modern. 2) Pengembangan One Village One Product (OVOP) a. Permasalahan yang Dihadapi Permasalahan umum yang dihadapi IKM terutama daya saingnya belum kuat, jiwa kewirausahaan masih lemah, aksesibilitas terhadap sumber daya permodalan masih sangat terbatas, kemampuan manajemen dan teknis yang masih rendah, pemanfaatan mesin peralatan dengan teknologi maju terbatas dan mutu tidak standar, desain produknya lambat mengikuti selera pasar. Selain itu IKM dinilai masih lemah dalam akses keluar daerah dan internasional. b. Langkah-langkah yang dilakukan
Bantuan Tenaga Ahli di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara untuk masing-masing 10 IKM dalam tahap pendampingan.
Partisipasi Pameran Dalam dan Luar Negeri Bagi IKM OVOP.
Pelatihan AMT dan kewirausahaan bagi IKM.
Sosialisasi Penerapan SNI di 4 daerah dan Sosialisasi Pengembangan IKM Batik Melalui Pendekatan OVOP di 37 daerah.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
30
c.
Hasil-hasil penting yang telah dicapai Peningkatan produk OVOP sebanyak 24 komoditi di 37 lokasi yang tesebar di seluruh Indonesia dengan target sebanyak 910 IKM
d. Tindak Lanjut yang Diperlukan Mempercepat pelaksanaan pengembangan IKM melalui pendekatan OVOP dengan melakukan antara lain pelatihan teknik produksi, peningkatan kompetensi SDM IKM di bidang desain,pendampingan tenaga ahli, sertifikasi halal,
peningkatan
akses
pasar,
penerapan
eco-produk,
dan
akses
pembiayaan dll. 3) Restrukturisasi Mesin Peralatan IKM a. Permasalahan yang Dihadapi Kurangnya daya saing produk IKM dengan produk luar disebabkan oleh mesin peralatan produksi yang sudah tidak layak pakai dengan tingkat efisiensi dan produktivitas
yang
rendah.
Dengan
adanya
program
restrukturisasi
diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk IKM secara nasional. b. Langkah-langkah yang dilakukan
Melakukan restrukturisasi permesinan bagi 50 IKM dengan dana Rp. 8,9 Milyar dan mengakibatkan pertumbuhan investasi sebesar Rp. 36 Milyar.
Saat ini juga sedang dilakukan seleksi
calon penerima program
restrukturisasi mesin/peralatan IKM tahap berikutnya. c.
Hasil-hasil penting yang telah dicapai
Peningkatan dan perluasan kesempatan kerja,
Terjadinya efisiensi dalam penggunaan energi dan biaya produksi,
Hasil produknya semakin berkualitas dan berdaya saing tinggi
d. Tindak Lanjut yang Diperlukan Sosialisasi program restrukturisasi tekstil produk tekstil (TPT) dan kulit produk kulit (KPK) IKM ke seluruh povinsi di Indonesia guna menjaring calon penerima program restrukturisasi. Selanjutnya, akan dilakukan seleksi dan verifikasi terhadap proposal yang diajukan. Diharapkan pada awal September 2011, restrukturisasi program telah dapat disalurkan kepada para IKM.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
31
4) Pengembangan Kewirausahaan a. Permasalahan yang Dihadapi
Tidak adanya lembaga keuangan yang bersedia memberikan start-up capital bagi wirausaha baru.
Tidak ada Lembaga Penjamin yang bersedia menjamin usaha yang dilakukan wirausaha baru
Belum adanya sistem pengembangan wirausaha baru yang standard dan dapat diadopsi oleh lembaga lainnya
b. Langkah-langkah yang dilakukan Upaya yang telah dilakukan Ditjen IKM dalam penumbuhan wirusaha baru adalah dengan pendekatan by design dan fast track. Pendekatan by design dilakukan melalui serangkaian kegiatan rekruitmen, pelatihan , magang, dan pemberian modal usaha yang umumnya memerlukan waktu yang cukup sebelum orang menjadi wirausaha. Sedangkan pendekatan fastrack dilakukan dengan membeli frenchise industri sehingga seseorang dalam waktu singkat bisa menjadi wirausaha baru, hal lain juga perluasan usaha, yang dikembangkan oleh anak atau pekerja di perusahaan tsb. c.
Hasil-hasil penting yang telah dicapai Telah dilakukan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi yaitu Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta ,Sekolah Tinggi Tekstil Bandung , Akademi Teknologi Industri Padang, Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung
d. Tindak Lanjut yang Diperlukan Pendekatan Fast Track saat ini masih dalam persiapan karena diperlukan prasyarat bisnis franchise. Beberapa perusahaan IKM telah menawarkan usahanya untuk dikelola lebih lanjut oleh orang lain melalui metode franchise. 5) Penyediaan Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL) a. Permasalahan yang Dihadapi Untuk meningkatkan IKM di berbagai daerah diperlukan pendampingan baik secara teknis maupun secara manajerial yang berkesinambungan. Ditjen IKM menghadapi permasalahan tenaga penyuluh perindustrian yang jumlahnya mulai menurun dari tahun ke tahun, selain itu kebijakan otonomi daerah yang mengakibatkan petugas penyuluh perindustrian di pindahkan ke instansi lain. Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
32
Untuk itu diperlukan tenaga-tenaga baru untuk menggantikan tenaga penyuluh lapangan yang memasuki masa pensiun maupun yang dipindahkan. b. Langkah-langkah yang dilakukan Pada tahun 2007, melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19/MIND/PER/2/2007
tentang
Penyelenggaraan
Program
Beasiswa
Tenaga
Penyuluh Lapangan (TPL) Industri Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian dalam rangka memperkuat dan melakukan regenerasi TPL-IKM menyelenggarakan program beasiswa bagi tenaga-tenaga muda calon tenaga penyuluh lapangan lulusan Sekolah Menengah Tingkat Atas yang berprestasi dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. c.
Hasil-hasil penting yang telah dicapai TPL-IKM program Beasiswa Angkatan I lulus pada tahun 2010 dengan jumlah 475 siswa yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam tahun 2011, mereka melakukan pembinaan masing-masing 6 sentra, di masing-masing sentra membina sebanyak 5 IKM. Dengan demikian, jumlah IKM yang saat sedang dibina oleh TPL berjumlah 14.250 IKM
d. Tindak Lanjut yang Diperlukan Pada Tahun 2011 TPL IKM yang akan lulus dan akan dikontrak untuk penyuluhan sebanyak 295 siswa 6) Pengembangan Kerjasama Industri Internasional a. Permasalahan yang dihadapi 1) Dalam rangka implementasi FTA, belum dibarengi dengan upaya maksimal meningkatkan ekspor produk industri ke Negara–Negara mitra dengan memanfaatkan form FTA. 2) Kurangnya koordinasi dan konsultasi publik dengan dunia usaha dan
stakeholder terkait dalam menentukan posisi runding yang aman bagi keberadaan dan pengembangan sektor industri. 3) Kurangnya informasi pemanfaatan FTA serta informasi peluang – peluang kerjasama industri terhadap Negara-negara potensial.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
33
b. Langkah-langkah yang dilakukan 1) Melakukan konsultasi publik dengan sektor terkait dalam rangka sosialisasi FTA dan mendapatkan masukan dalam menyusun posisi runding Indonesia, khususnya bidang industri. 2) Melakukan
analisis yang diperlukan untuk mendapatkan gambaran
tentang manfaat kesepakatan internasional tersebut dalam pengembangan industri nasional khususnya terkait dengan pengamanan, pertahanan dan penyelamatan industri dari dampak globalisasi. 3) Mengupayakan dan memprioritaskan kerjasama teknik dengan Negaranegara mitra FTA sebagai posisi tawar dalam perundingan dalam rangka memperoleh sumber daya industri yang diperlukan didalam negeri sehingga daya saing industri dapat ditingkatkan. c.
Hasil-hasil penting yang telah dicapai 1)
Memfasilitasi pertemuan pimpinan kementerian (G to G) dan pertemuan dunia usaha (B to B) dengan delegasi pemerintah dan pengusaha industri dari luar negeri, antara lain dari Iran, Yordania, Perancis, Uni Eropa, Jepang dan Malaysia.
2)
Aktif sebagai Prime Mover working group on Industri dalam kerjasama Negara – Negara D8
3)
Pelaksanaan program bantuan Pemerintah Jepang melalui New Energy
Development Organization (NEDO) dalam 5 tahun terakhir (sejak 2007) khususnya dibidang konservasi energi yang di koordinasikan oleh Kementerian Perindustrian dinilai cukup berhasil, sehingga dilanjutkan pada tahun 2008. Pelaksanaan
program
kerjasama
NEDO
Perindustrian yang sangat terkait dengan
dengan
Kementerian
dengan pengembangan
program konservasi energi untuk sektor industri adalah :
Sektor industri logam ”The Model Project for High Performance
Industrial Furnace (HPIF), dilaksanakan di di PT. Gunung Garuda, tahun 2003 – 2006. Sektor Industri Tekstil “The Model Project
Concerving Energy and Water in Textile Dyeing & Finishing Industri (CEW), dilaksanakan di PT. Daliatex Kusuma, tahun 2006 – 2008.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
34
Energy Audit,
program ini merupakan tindal lanjut pelaksanaan
”The Model Project for High Performance Industrial Furnace (HPIF). 4 (empat) bidang industri terpilih yang efek penggunaan energinya paling besar yaitu : Industri Logam (Baja), Industri Kimia Hilir (Semen), Industri Makanan dan Industri Minuman.
Sektor Industri Semen “The Model Project Waste Heat Recovery
Power Generation in the Cement Industri (On going Project)
Sektor Industri Agro ”The Model Project for Ethanol Production from
Molasses in a sugar factory (Pipeline Project) 4)
Fasilitasi penandatanganan MoU dengan delegasi pemerintah asing terdapat 27 MOU dalam berbagai bidang kerjasama di lingkungan Kemenperin yang dilakukan secara bilateral.
5)
Terselenggaranya
penjajakan
kerjasama
investasi
industri
dengan
beberapa Negara mitra diantaranya dengan Belgia dan Rusia untuk menumbuhkan minat investasi perusahaan-perusahaan Negara – Negara tersebut di Indonesia. telah tersusun roadmap minat investasi kerjasama industri dengan Rusia dalam bidang kereta api, pesawat, baja dan kapal. 6)
Terselenggaranya kerjasama teknik melalui Kerjasama Selatan – Selatan berupa Peningkatan Capacity Building di bidang bidang Industri Agro dan Industri Tekstil dengan peserta dari Mozambik, dan telah terlaksananya Kerjasama teknik melalui kerjasama Selatan-Selatan dalam rangka Implementasi, New ASIAN African Strategic Partnership (NAASP) berupa
Capacity Building di bidang Pengelasan untuk Palestina. 7)
Tersusunnya rumusan awal posisi runding perundingan bilateral EU Indonesia – EFTA. Indonesia-India,
Indonesia-Australia kebijakan
perlindungan Industri Dalam Negeri. 8)
Partisipasi aktif dalam perundingan multilateral dalam kerangkan kerjasama WTO seperti Non Agriculture Market Access (NAMA), TBT,
Committee Trade and Environment (CTE) dan perundingan Jasa Industri. 9)
Dilakukan pendampingan terhadap 2 perusahaan dalam kasus tuduhan
dumping. Oleh perusahaan Negara RRT, Singapura dan Ukraina (Gunung Raja Paksi) serta Negara Korea Selatan dan Malaysia (Krakatau Steel).
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
35
10) Terselenggarakannya forum kerjasama industri internasional dalam
penyiapan posisi runding
FTA, implementasi kesepakatan bilateral
Indonesia Jepang dalam Manufacturing Industri Development Center (MIDEC) serta WGIC Indonesia China di Bali. d. Tindak Lanjut yang diperlukan 1)
Dalam mempersiapkan posisi perundingan diperlukan koordinasi yang solid antar instansi pemerintah maupun antar instansi pemerintahan dengan dunia usaha mengingat setiap Negara partner perundingan mempunyai kekuatan dan karakteristik yang berbeda-beda
2)
Perlu dibentuk TIM Interdep dalam rangka mempersiapkan posisi runding agregat sehingga pemanfaatan kerjasama saling komplementer.
3)
Peran
KBRI
sebagai
sumber
informasi
kerjasama
industri
perlu
ditingkatkan agar diperoleh informasi kerjasama industri yang akurat dari Negara-negara partner kerjasama maupun calon kerjasama. 7) Pengembangan Industri Berwawasan Lingkungan (green industry) a. Permasalahan yang Dihadapi 1) Jumlah dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) industri dalam penerapan industri hijau masih terbatas. 2) Kegiatan Litbang dalam mendukung pengembangan industri hijau belum memadai. 3) Kondisi industri permesinan dan bunga perbankan nasional belum mendukung
dalam
proses
penggantian/modifikasi
mesin
ramah
lingkungan. 4) Belum tersedia insentif yang dapat mendorong pelaku industri untuk menerapkan industri hijau. b. Langkah-langkah yang telah dilakukan 1) Pembangunan Reuse IPAL UPT Penyamakan Kulit Magetan (pemanfaatan kembali air limbah untuk proses penyamakan kulit). 2) Pengolahan Biogas pada Sentra IKM Tahu Banjarnegara (pemanfaatan limbah pengolahan Tahu).
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
36
3) Penganugerahan penghargaan industri hijau kepada 9 (sembilan) perusahaan industri. 4) Konservasi energi pada 50 perusahaan (35 industri baja dan 15 industri pulp dan kertas) dengan menggunakan dana UNDP melalui program
Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF). 5) Restrukturisasi permesinan yang lebih efisien dan ramah lingkungan kepada industri tekstil dan produk tekstil, alas kaki, penyamakan kulit, dan gula. c.
Hasil-hasil yang telah Dicapai 1) Peningkatan kapasitas Sumber Daya Industri dalam konservasi energi, produksi bersih dan pengelolaan lingkungan air serta udara. 2) Terkelolanya Air Limbah (IPAL) di sentra Unit Pelayanan Teknis (UPT) Penyamakan Kulit Magetan dan Padang Panjang. 3) Penganugerahan penghargaan industri hijau kepada 9 (sembilan) perusahaan industri yang terdiri dari 3 (tiga) perusahaan industri BUMN, 3 (tiga) perusahaan industri besar - menengah dan 3 (tiga) perusahaan industri kecil. 4) Bahan baku yang lebih ramah lingkungan melalui program penggantian bahan yang merusak lingkungan pada industri foam, refrigerator, chiller, dan pemadam api.
d. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1) Pemerintah perlu mempersiapkan berbagai bentuk insentif agar dunia usaha secara sukarela menerapkan industri hijau. 2) Peningkatan kompetensi pelaku industri dan aparatur dalam penerapan industri hijau. 3) Penyusunan rencana induk pembangunan dan pengembangan industri hijau. 4) Penyusunan standar industri hijau dan pembentukan lembaga sertifikasi industri hijau. 5) Pengembangan kerjasama nasional, regional dan internasional dalam pengembangan industri hijau.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
37
6) Pengembangan Litbang yang dapat menghasilkan bahan baku, teknologi, proses dan produk yang ramah lingkungan.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
38
BAB IV PENUTUP
Perkembangan Industri Nasional pada semester I tahun 2011 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, peningkatan pertumbuhan yang hampir setara dengan pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia sangat baik. Seluruh Industri mengalami pertumbuhan positif, bahkan untuk sektor Industri yang pertumbuhannya negatif selama beberapa tahun terakhir seperti Industri Hasil Hutan pada semester ini menunjukkan pertumbuhan yang positif. Perkembangan investasi di Sektor Industri menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, ini memperlihatkan bahwa potensi Indonesia sebagai sebuah pasar yang besar untuk berkembang telah menjadi alasan utama berkembangnya investasi di Indonesia. Dengan adanya perkembangan yang positif sebagaimana diatas kita harus optimis bahwa Kondisi ekonomi di masa yang akan datang akan lebih baik dari sekarang, tentunya apabila
kebijakan
terkait
dengan
sektor
industri
dapat
dilaksanakan
secara
berkesinambungan, dengan fundamental yang baik akan lebih memberikan daya tahan yang lebih kuat bagi perekonomian. Perkembangan pelaksanaan program prioritas nasional dalam semester I ini menunjukkan bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian telah sesuai dengan arahan Presiden, program-program revitalisasi industri telah menjadi program utama yang secara berkesinambungan untuk terus dilaksanakan. Beberapa program yang belum terlaksana optimal pada semester I ini diharapkan dapat terealisasikan pada paruh kedua tahun 2011. Pelaksanaan yang optimal akan mendorong peningkatan kinerja Kementerian Perindustrian dan tentunya menunjang peningkatan kinerja Industri.
Laporan Kinerja Industri Semester I Tahun 2011
39