LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011
KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2012
KATA PENGANTAR MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Puji syukur ke hadirat Allah yang Maha Kuasa karena atas izin dan rahmat-Nya Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Kementerian Kesehatan tahun 2011 dapat diselesaikan.
Laporan ini merupakan wujud transparansi dan akuntabilitas Kementerian Kesehatan dalam melaksanakan berbagai kewajiban pembangunan bidang kesehatan,
serta
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban
Kementerian
Kesehatan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pada tahun 2011 guna mendukung tercapainya good governance. Laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pengelola program dan kegiatan dalam rangka pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran Kementerian Kesehatan serta kepada stakeholders. Sangat disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Namun setidaknya masyarakat dan berbagai pihak dapat memperoleh gambaran tentang hasil pembangunan kesehatan tahun 2011. Demikian,
kami
sampaikan
ucapan
terima
kasih.
Semoga
Laporan
Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik sebagai informasi, evaluasi kinerja maupun pemicu peningkatan kinerja Kementerian Kesehatan. MENTERI KESEHATAN
dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,Dr.PH
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
iii
IKHTISAR EKSEKUTIF
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI D. SISTEMATIKA
BAB II
ii ................................
DAFTAR ISI
BAB I
................................
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. PERENCANAAN KINERJA 1. VISI 2. MISI 3. TUJUAN 4. NILAI-NILAI 5. SASARAN STRATEGIS DAN INDIKATOR 6. KEBIJAKAN DAN STRATEGI B. PERJANJIAN KINERJA
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
................................ vi ................................ 1 ................................ 1 ................................ 4 ................................ 4 ................................ 4 ................................ 6 ................................ 6 ................................ 6 ................................ 7 ................................ 7 ................................ 7 ................................ 8 ................................ 10 ................................ 11 ................................ 13
A. PENGUKURAN KINERJA
................................
B. ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2011
................................
1. Sasaran Strategis “Meningkatnya Status Kesehatan dan Gizi Masyarakat” a. Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN)
13 14 ................................ ................................
iii
15 15
b. Presentase cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) c. Presentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)
2. Sasaran Strategis “Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular” Presentase kasus baru TB (BTA positif) yang disembuhkan
................................ ................................ ................................
25 32
36
................................ 36
3. Sasaran Strategis “Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender” a. Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan b. Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class) c. Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar d. Jumlah Pos kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi e. Persentase Rumah Tangga yang melaksanakan PHBS
................................ 39 ................................ 39 ................................ 43 ................................ 46 ................................ 50 ................................ 53
4. Sasaran Strategis “Meningkatnya penyediaan ................................ anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin” Persentase penduduk yang mempunyai jaminan ................................ kesehatan 5. Sasaran Strategis “ Terpenuhinya kebutuhan tenaga ................................ kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) Jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan ................................ dan diberi insentif di DTPK ................................ 6. Sasaran Strategis “Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular” ................................ Persentase provinsi yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
iv
57
57
60
60 63
63
7. Sasaran Strategis “Seluruh Kabupaten/Kota ................................ melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM)” Persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam ............................... rangka pencapaian SPM 8. Sasaran Program/Kegiatan “Terpenuhinya ketersedia- ................................ an obat dan vaksin” Persentase ketersediaan obat dan vaksin ................................ 9. Sasaran Program/Kegiatan “Meningkatnya kualitas ................................ penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan” Jumlah produk / model intervensi / prototipe / ................................ standar / formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan.
67
67
68 68 72
72
10. Sasaran Program/Kegiatan “Meningkatnya koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan manajemen Kementerian Kesehatan” a. Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan b. Persentase prooduk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian c. Persentase pengadaan menggunakan e-procurement
................................
11. Sasaran Program/Kegiatan “Meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur Kementerian Kesehatan” Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel.
................................
80
................................
80
75 ................................ 75 ................................ 77 ................................ 79
................................
84
1. Sumber Daya Manusia
................................
84
2. Sumber Daya Anggaran
................................
86
3. Sumber Daya Barang Milik Negara
................................
86
BAB IV PENUTUP
................................
DAFTAR TABEL
................................
88 89
C. SUMBER DAYA
DAFTAR GRAFIK
................................
v
90
IKHTISAR EKSEKUTIF
Kementerian Kesehatan pada tahun 2011 secara umum telah menyelesaikan tugasnya
dalam
menyelenggarakan
pembangunan
bidang
kesehatan.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif serta norma-norma agama. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Dua fungsi utama laporan akuntabilitas kinerja bagi Kementerian Kesehatan yaitu: Kesatu, merupakan sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja Menteri Kesehatan beserta jajarannya kepada Presiden RI, dan seluruh pemangku kepentingan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung. Kedua, merupakan sumber informasi untuk perbaikan dan peningkatan kinerja secara berkelanjutan. Dengan demikian, informasi yang tertuang dalam LAK 2010 harus dapat memenuhi kebutuhan pengguna internal dan eksternal. Dalam Kepmenkes No. 021/MENKES/SK/1/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014, telah ditetapkan sasaran strategis Kementerian Kesehatan, yaitu: 1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat. 2. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular.
vi
3. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. 4. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. 5. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat Rumah Tangga. 6. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). 7. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. 8. Seluruh Kabupaten/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Guna mencapai sasaran strategis tersebut di atas, diperlukan dukungan sasaran program dan kegiatan sebagai berikut : 1.
Terpenuhinya ketersediaan obat dan vaksin.
2.
Meningkatnya kualitas penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan.
3.
Meningkatnya koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan manajemen Kementerian Kesehatan.
4.
Meningkatnya
pengawasan
dan
akuntabilitas
aparatur
Kementerian
Kesehatan.
Untuk
menilai
pencapaian
sasaran
strategis,
Menteri
Kesehatan
telah
menetapkan IKU Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 melalui Permenkes No.1099/Menkes/SK/VI/2011. Dengan peraturan tersebut, terdapat 19 (sembilan belas) indikator sebagai alat pengukuran kinerja, yaitu:
vii
1.
Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN).
2.
Persentase Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1).
3.
Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S).
4.
Persentase kasus baru TB atau BTA positif yang disembuhkan.
5.
Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan.
6.
Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class).
7.
Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar.
8.
Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi.
9.
Persentase penduduk yang mempunyai jaminan kesehatan.
10. Persentase Rumah Tangga yang melaksanakan PHBS. 11. Jumlah tenaga strategis yang
didayagunakan dan diberi insentif di
DTPK. 12. Persentase provinsi yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). 13. Persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM. 14. Persentase ketersediaan obat dan vaksin. 15. Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan. 16. Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan. 17. Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian. 18. Persentase pengadaan menggunakan e-procurement. 19. Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel.
viii
Capaian kinerja beberapa indikator telah mencapai target bahkan berhasil melebihi target, antara lain (1) Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan Pn), (2) Persentase Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1), (3) Persentase Balita ditimbang
berat badannya (D/S), (4)
Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class), (5) Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar, (6) Persentase penduduk yang mempunyai jaminan kesehatan, (7) Jumlah tenaga
strategis
yang didayagunakan dan diberi insentif
di DTPK, (8)
Persentase provinsi yang memiliki peraturan tentang KTR, (9) Persentase ketersediaan
obat
dan
vaksin,
(10)
Jumlah
produk/model
intervensi/prototipe/standar/formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan, (11) Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan, (12) Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian, (13) Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel. Pada tahun 2011, pencapaian indikator kinerja “Persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih (cakupan Pn)” dapat terealisasi dengan baik yaitu mencapai 86,38% atau berarti 100,44% dari target yang ditetapkan sebesar 86%. Artinya bahwa upaya peningkatan pelayanan kesehatan ibu dari sisi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Realisasi kinerja indikator kunjungan neonatal pertama (KN1) tahun 2011 adalah sebesar 87,26% atau pencapaian sebesar 100,32% dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2010 capaian Indikator Kunjungan Neonatal Pertama (KN 1) sebesar 84,01% sehingga persentase pencapaian target sebesar 100,01%. Sejak tahun 2007 hingga 2011, pencapaian KN 1 menunjukkan trend peningkatan yang
ix
cukup signifikan. Sedangkan cakupan D/S, secara rata-rata nasional, telah melebihi target yaitu mencapai 71,4% (target 70%). Sebanyak 389 fasilitas pelayanan kesehatan telah memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan. Angka tersebut melampaui target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 206 fasyankes, sehingga capaiannya adalah sebesar 188,83%. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 659/MENKES/PER/VIII/2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia mengatur bahwa Rumah Sakit Kelas Dunia harus terakreditasi oleh Badan Akeditasi Internasional yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Rumah Sakit yang memiliki Standar Kelas Dunia sebanyak 4 Rumah Sakit Swasta, terdiri atas RS Siloam Karawaci Tangerang, RS SantosaBandung, RS Premier Bintaro Tangerang, RS Eka BSD-Tangerang. Saat ini Kementerian Kesehatan sedang berupaya mencapai akreditasi internasional bagi RS Pemerintah. Pencapaian indikator pada tahun 2011 adalah 80,7%. Berdasarkan Universal Coverage, maka perhitungan target kinerja indikator persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan pada tahun 2011 dilakukan dengan menggunakan denominator delapan puluh (80) persen total jumlah penduduk.
Dengan demikian, capaian indikator ini telah
melebihi target. Sesuai dengan Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014, target indikator “Jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif di DTPK” berdasarkan penetapan kinerja tahun 2011 berjumlah 2.445
orang dengan
realisasi berjumlah 2.714 orang (capaian 111%).
x
Persentase provinsi yang memiliki Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah mencapai target yang diharapkan. Dari target 60%, realisasi sebesar 63,6% sehingga pencapaian sebesar 106,6%. Data ketersediaan di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota diambil sebagai gambaran ketersediaan tingkat puskesmas. Realisasi ketersediaan obat pada tahun 2011 sebesar 87% dari target sebesar 85%. Dengan demikian presentase ketersediaan obat dan vaksin tahun 2011 telah melebihi target, dengan capaian sebesar 102,35%. Kementerian Kesehatan selalu berkomitmen dalam melaksanakan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan. Hal ini dibuktikan dari penelitian-penelitian yang dilaksanakan telah menghasilkan 78 (tujuh puluh delapan) produk/model intervensi/prototipe/standar/formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan dari 46 yang ditargetkan. Capaian kinerja tahun 2011 meningkat dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebanyak 70 (tujuh puluh) produk/model. Pada tahun 2011, persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan terrealisasi sebesar 65.05%. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 dengan realisasi sebesar 60%, maka terdapat kenaikan sebesar 5.05 %. Dalam
pengadaan menggunakan LPSE, Kementerian Kesehatan mampu
melakukan efisiensi keuangan negara sebesar Rp. 316.714.443.562,14 atau sebesar 12.95 % dari pagu Kementerian Kesehatan. Dari 65 (enam puluh lima) Satker KP dan KD di Jakarta, 47 (empat puluh tujuh) satker telah menggunakan LPSE. Satker yang telah menggunakan LPSE adalah sebesar 72.31 %. Dengan demikian, pencapaian kinerja telah melampaui target yaitu sebesar 103 %.
xi
Pada Bulan Juli 2011 Kementerian Kesehatan telah mencanangkan Komitmen “Raih WTP” dan telah menetapkan strategi langkah-langkah cepat (Quick Wins). Hal tersebut turut mendukung pencapaian indikator persentase unit kerja yang menerapkan administrasi akuntabel. Dari target sebesar 65 % telah tercapai 93,75 %. Dengan demikian, pencapaian kinerjanya adalah sebesar 144,23%. Beberapa indikator yang masih harus diupayakan pencapaiannya di tahun-tahun mendatang agar memenuhi target antara lain, persentase kasus baru TB (BTA Positif) yang disembuhkan, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan, jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi, Persentase rumah tangga yang melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM dan persentase pengadaan menggunakan e-procurement. Beberapa hal yang dianalisa sebagai kendala dalam pencapaian kinerja akan ditangani dengan langkah-langkah pemecahan masalahnya.
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 (H) ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa upaya pemenuhan
kebutuhan
salah
satu
hak
dasar
masyarakat.
Negara
bertanggung jawab untuk mengatur dan memastikan bahwa hak untuk hidup sehat bagi seluruh lapisan masyarakat dipenuhi termasuk bagi masyarakat miskin dan/atau tidak mampu. Kewajiban negara untuk memenuhi hak dasar masyarakat di bidang kesehatan juga diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 yang menyatakan bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dengan demikian, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dapat terwujud. Dalam konstitusi organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau The United Nations (UN) disebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia adalah memperoleh manfaat, mendapatkan, dan/atau merasakan derajat kesehatan setinggitingginya, sehingga Kementerian Kesehatan dalam menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan tidak hanya berpihak pada kaum papa dan keadilan, namun juga berorientasi pada pencapaian MDG’s. Pembangunan
kesehatan
dilaksanakan
dengan
pendekatan
sistem
dituangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang terdiri dari enam sub sistem: 1) Upaya kesehatan, 2) Pembiayaan kesehatan, 3) Sumber daya manusia kesehatan, 4) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan,
1
5) Manajemen dan informasi kesehatan, dan 6) Pemberdayaan masyarakat. Upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), serta globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan dan kerja sama lintas sektoral. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK)
2005-2025
dalam
tahapan
ke–2
(2010–2014),
kondisi
pembangunan kesehatan diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 dan 2007, diketahui bahwa derajat kesehatan masyarakat Indonesia meningkat secara bermakna yang ditunjukkan dari peningkatan pencapaian indikator kesehatan di tingkat nasional, namun disparitas pembangunan kesehatan di berbagai wilayah masih menjadi kendala dalam percepatan pembangunan kesehatan di Indonesia dan hal ini berpengaruh terhadap pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan MDG’s tahun 2015. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia tercermin dari menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka Kematian Ibu (AKI) menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2003 dan 2007). Prevalensi Gizi Kurang dan Buruk menurun dari 18,4% pada tahun 2007 menjadi 17,9% pada tahun 2010 (Riskesdas 2007 dan 2010), sementara Umur Harapan Hidup (UHH) meningkat dari 69,4 tahun di 2005 menjadi 70,7 tahun di 2009. Namun demikian, masih terdapat disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender.
2
Untuk memperbaiki kondisi status kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat
melaksanakan
maka
pembangunan
Kementerian
kesehatan
Kesehatan
melalui
berupaya
beberapa
strategi:
1) meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dan pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global, 2) meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan mengutamakan pada upaya promotif dan preventif, 3) meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional, 4) meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan yang merata dan bermutu, 5) meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, 6) meningkatkan berdayaguna
manajemen dan
berhasil
kesehatan guna
untuk
yang
akuntabel,
memantapkan
transparan, desentralisasi
kesehatan yang bertanggungjawab. Dalam melaksanakan strategi di atas, Kementerian Kesehatan telah didukung dengan sumber daya baik sumber daya manusia, sumber daya sarana dan prasarana serta anggaran yang mencukupi. Konsep dukungan tersebut tertuang dalam dokumen rencana strategis Kementerian Kesehatan yang secara operasional dijabarkan dalam dokumen perencanaan tahunan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas, maka Menteri Kesehatan pada setiap tahunnya wajib menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja kepada Presiden. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan tersebut merujuk pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan Penetapan Kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2011.
3
B. TUJUAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Menteri Kesehatan secara tertulis kepada Presiden atas pencapaian kinerja indikator-indikator bidang kesehatan sebagaimana tertuang dalam dokumen penetapan kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2011.
C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI Sesuai dengan Peraturan Presiden 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara maka ditetapkan Permenkes No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan; 2. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan; 3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan; 4. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah; dan 5. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
D. SISTEMATIKA Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan ini menjelaskan pencapaian kinerja Kementerian Kesehatan selama Tahun 2011. Capaian kinerja tersebut juga dibandingkan dengan capaian kinerja tahun sebelumnya
4
untuk mengukur keberhasilan/kegagalan kinerja Kementerian Kesehatan. Selain itu, capaian kinerja tahun 2011 juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan program/kegiatan pada tahun berikutnya. Dengan kerangka pikir seperti itu, sistimatika penyajian laporan akuntabilitas kinerja Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: -
Executive Summary (Ikhtisar Eksekutif).
-
Bab I (Pendahuluan), menjelaskan gambaran umum Kementerian Kesehatan dan sekilas pengantar lainnya.
-
Bab II (Perencanaan dan Perjanjian Kinerja), menjelaskan tentang ikhtisar beberapa hal penting dalam perencanaan dan perjanjian kinerja (dokumen penetapan kinerja).
-
Bab III (Akuntabilitas Kinerja), menjelaskan tentang pencapaian sasaransasaran Kementerian Kesehatan dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran kinerja.
-
Bab IV (Penutup), berisi kesimpulan atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2011.
5
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA Terdapat beberapa dokumen perencanaan nasional yang menjadi dasar bagi perencanaan kinerja dalam penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja. Beberapa dokumen tersebut antara lain, Undang Undang No. 25 tahun 2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menjadi acuan bagi perencanaan pembangunan nasional. Sebagai kelanjutan, telah ditetapkan UU No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 - 2025 dan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Kementerian
Jangka
Menengah
Kesehatan
telah
Nasional.
Sedangkan
ditetapkan
di
lingkungan
Kepmenkes
No.
021/Menkes/SK/1/2011 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Renstra Kementerian Kesehatan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakan langsung oleh Kementerian Kesehatan untuk kurun waktu tahun 2010-2014, dengan penekanan pada pencapaian sasaran Prioritas Nasional, Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan Millenium Development Goals. Dalam Renstra Kementerian Kesehatan memuat visi, misi, tujuan, nilai-nilai, kebijakan, program, sasaran strategis, indikator, potensi serta permasalahan yang mungkin timbul dalam rentang waktu tersebut.
6
1. V I S I Sesuai dengan Kepmenkes No. 021/Menkes/SK/1/2011, visi Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”.
2. M I S I Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan ditempuh melalui misi sebagai berikut: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
3. TUJUAN Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
4. NILAI-NILAI Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu: a. Pro Rakyat b. Inklusif c. Responsif d. Efektif e. Bersih
7
5. SASARAN STRATEGIS DAN INDIKATOR Untuk merealisasikan visi, misi, dan tujuan tersebut, dalam renstra telah ditetapkan: Sasaran Strategis Kesatu “Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat” dengan indikator: a. Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN) b. Persentase cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) c. Persentase balita ditimbang berat badannya (D/S)
Sasaran Strategis Kedua “Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular” dengan indikator: Persentase kasus baru TB (BTA positif) yang disembuhkan
Sasaran Strategis Ketiga “Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender” dengan indikator: a. Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan b. Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class) c.
Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar
d. Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi
Sasaran Strategis Keempat “Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat Rumah Tangga” dengan indikator:
8
Persentase Rumah Tangga yang melaksanakan PHBS Sasaran Strategis Kelima “Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin” dengan indikator: Persentase penduduk yang mempunyai jaminan kesehatan
Sasaran Strategis Keenam “Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)” dengan indikator: Jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif
di
DTPK
Sasaran
Strategis
Ketujuh
“Seluruh
provinsi
melaksanakan
program
pengendalian penyakit tidak menular” dengan indikator: Persentase provinsi yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Sasaran Strategis Kedelapan “Seluruh Kab/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM)” dengan indikator: Persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM
9
Untuk mendukung sasaran strategis sebagaimana disebutkan di atas, Kementerian Kesehatan juga menetapkan sasaran program/kegiatan dan indikatornya sebagai berikut:
Sasaran Program/Kegiatan Kesatu “Terpenuhinya ketersediaan obat dan vaksin” dengan indikator : Persentase ketersediaan obat dan vaksin
Sasaran
Program/Kegiatan
Kedua
“Meningkatnya
kualitas
penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan” dengan indikator : Jumlah
produk/model
intervensi/prototipe/standar/
formula
hasil
penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan
Sasaran Program/Kegiatan Ketiga “Meningkatnya koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan manajemen Kementerian Kesehatan” dengan indikator : a.
Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan
b.
Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian
c.
Persentase pengadaan menggunakan e-procurement
Sasaran
Program/Kegiatan
Keempat
“Meningkatnya
pengawasan
dan
akuntabilitas aparatur Kementerian Kesehatan” dengan indikator: Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel
10
Sasaran, indikator Kinerja, Target awal dan akhir perodik Renstra
No
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target 2010
Target 2014
1
1 Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat
2 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh nakes terlatih (cakupan PN)
3 84%
4 90%
Persentase cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)
84%
90%
Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)
65%
85%
2
Menurunnya angka Persentase kasus baru kesakitan akibat TB (BTA positif) yang penyakit menular disembuhkan
85%
88%
3
Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular
Presentase provinsi yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok
40%
100%
4
Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender
Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan
164
594
1
5
Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class)
11
Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi
60%
80%
70.000
78.000
5
Persentase Rumah Meningkatnya Perilaku Hidup Tangga yang Bersih dan Sehat melaksanakan PHBS (PHBS) pada tingkat Rumah Tangga
50%
70%
6
Meningkatnya Persentase penduduk penyediaan yang mempunyai anggaran publik jaminan kesehatan untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin
59%
100%
7
Seluruh Kab/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
100 %
100 %
8
Terpenuhinya ketersediaan dan vaksin
80%
100%
Persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM
Persentase obat ketersediaan obat dan vaksin
12
9
Meningkatnya kualitas penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan
Jumlah produk/model intervensi/prototipe/sta ndar/ formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan
10
Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)
Jumlah tenaga strategis yang didayagunakan dan diberi insentif di DTPK
11
Meningkatnya koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan manajemen Kementerian Kesehatan
Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian
30%
70%
Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan
40%
60%
Persentase pengadaan menggunakan eprocurement
50%
90%
Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel
60%
100%
12
Meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur Kementerian Kesehatan
45
1.200
194
7.020
13
6. KEBIJAKAN DAN STRATEGI Arah kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 menjadi dasar bagi penentuan arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan dengan memperhatikan permasalahan kesehatan hasil review pelaksanaan pembangunan kesehatan yang telah diidentifikasi. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode tahun 2010 – 2014, perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan.
Dalam rangka mencapai visi, misi, serta sasaran Kementerian Kesehatan melakukan strategi (a) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global; (b) Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau,
bermutu
dan
berkeadilan,
serta
berbasis
bukti;
dengan
pengutamaan pada upaya promotif-preventif. (c) Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. (d) Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan yang merata dan bermutu. (e) Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. (f) Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan,
berdayaguna
dan
berhasilguna
untuk
memantapkan
desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab.
14
B. PERJANJIAN KINERJA Perjanjian kinerja yang diformulasikan dalam penetapan kinerja merupakan pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun. Penetapan kinerja disepakati antara pengemban tugas dengan atasannya (performance agreement). Penetapan kinerja juga merupakan ikhtisar rencana kinerja tahunan, yang telah disesuaikan dengan ketersediaan anggarannya, yaitu setelah proses anggaran (budgeting process) selesai. Aktualisasi kinerja sebagai realisasi penetapan kinerja dimuat dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja (Performance Accountability Report) Penetapan kinerja dapat diperbaiki dalam hal atasan langsung tidak sependapat dengan target kinerja yang diajukan tersebut, sehingga kedua belah pihak sepakat atas target kinerja yang telah ditetapkan. Sesuai dengan Surat Menteri Kesehatan yang ditujukan pada Menteri Pendayagunaan
Aparatur
Negara
dan
Reformasi
Birokrasi
Nomor
HK/Menkes/974/V/2011, tertanggal 11 Mei 2011 telah ditetapkan target pada masing-masing indikator kinerja. Indikator yang termuat dalam penetapan kinerja tersebut sesuai dengan Permenkes No. 1099/Menkes/SK/VI/2011 tentang Indikator Kinerja Utama Tingkat Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014.
15
Target Perjanjian Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2011 No.
1
Sasaran Strategis 1 Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat
Indikator Kinerja 2 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh nakes terlatih (cakupan PN)
Target 3 86%
Persentase cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)
86%
Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)
70%
2
Menurunnya kesakitan akibat menular
angka Persentase kasus baru TB (BTA penyakit positif) yang disembuhkan
3
Seluruh provinsi Presentase provinsi yang melaksanakan program memiliki peraturan tentang pengendalian penyakit tidak Kawasan Tanpa Rokok menular
4
Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender
Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan
86%
60%
206
Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class)
2
Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar
65%
16
Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi
72.000
5
Meningkatnya Perilaku Persentase Rumah Tangga yang Hidup Bersih dan Sehat melaksanakan PHBS (PHBS) pada tingkat Rumah Tangga
6
Meningkatnya penyediaan Persentase penduduk yang anggaran publik untuk mempunyai jaminan kesehatan kesehatan dalam rangka mengurangi risiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin
7
Seluruh Kab/Kota Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan Standar telah menganggarkan APBD Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM
60%
8
Terpenuhinya ketersediaan Persentase ketersediaan obat obat dan vaksin dan vaksin
85%
9
Meningkatnya kualitas penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan
Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/ formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan
55%
70,3%
42
17
10
Terpenuhinya kebutuhan Jumlah tenaga strategis yang tenaga kesehatan strategis didayagunakan dan diberi di Daerah Tertinggal, insentif di DTPK Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)
11
Meningkatnya koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan manajemen Kementerian Kesehatan
12
Meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur Kementerian Kesehatan
2.445
Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian
40%
Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan
45%
Persentase pengadaan menggunakan e-procurement
80%
Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel
65%
18
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. PENGUKURAN KINERJA Pengukuran kinerja merupakan bagian dari sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai suatu tatanan, instrumen, dan metode pertanggungjawaban. Pengukuran kinerja secara khusus membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan tingkat kinerja standar, rencana, atau target. Kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja utama yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1099/Menkes/SK/VI/2011. Pengukuran kinerja ini diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dalam kurun waktu Januari – Desember 2011. Pada awal tahun 2011, Menteri Kesehatan telah menetapkan penetapan kinerja, terdiri atas 13 Indikator Kinerja Utama dalam mencapai sasaran strategis dan 6 Indikator Kinerja Utama sasaran program/kegiatan guna mendukung sasaran strategis Kementerian Kesehatan, beserta target yang akan dilaksanakan pada tahun 2011. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran dengan menggunakan strategi yang telah ditetapkan dalam dokumen Rencana Strategis/Penetapan Kinerja.
19
Berikut disampaikan gambaran hasil pengukuran kinerja tahun 2011 dalam rangka pencapaian target, sebagaimana tabel berikut :
No.
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
1
1 Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat
%
2 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh nakes terlatih (cakupan PN)
3 86%
4 86,38%
5 100,44%
Persentase cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)
86%
90,51%
105,25%
Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)
70%
71,40%
102%
2
Menurunnya angka Persentase kasus baru kesakitan akibat TB (BTA positif) yang penyakit menular disembuhkan
86%
86,74%
100,86%
3
Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular
Presentase provinsi yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok
60%
63,60%
106%
4
Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender
Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan
206
388
188,35%
20
Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class) Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi
2
2
100%
65%
81,12%
124,80%
72.000
53.152
73,8%
5
Persentase Rumah Meningkatnya Perilaku Hidup Tangga yang Bersih dan Sehat melaksanakan PHBS (PHBS) pada tingkat Rumah Tangga
55%
53,89%
97,98%
6
Meningkatnya Persentase penduduk penyediaan yang mempunyai anggaran publik jaminan kesehatan untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin
70,3%
80,70%
114,79%
7
Seluruh Kab/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
60%
39,50%
65,83%
Persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM
21
8
Terpenuhinya Persentase ketersediaan obat ketersediaan obat dan dan vaksin vaksin
85%
87%
102,35%
9
Meningkatnya kualitas penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan
Jumlah produk/model intervensi/prototipe/sta ndar/ formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan
42
78
185,71%
10
Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)
Jumlah tenaga strategis yang didayagunakan dan diberi insentif di DTPK
2.445
2.714
111%
11
Meningkatnya koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan manajemen Kementerian Kesehatan
Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian
40%
73%
182,50%
Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan
45%
65%
144,44%
Persentase pengadaan menggunakan eprocurement
80%
72,31%
90,39%
Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel
65%
93,75%
144,23%
12
Meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur Kementerian Kesehatan
22
B. ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2011 Sasaran strategis merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Kementerian Kesehatan dalam rumusan yang lebih spesifik dan terukur dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka mengetahui pencapaian sasaran, diukur dengan indikator-indikator Kementerian Kesehatan yang telah ditetapkan. Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat. 2. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular. 3. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. 4. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. 5. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat Rumah Tangga. 6. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). 7. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. 8. Seluruh
kabupaten/kota
melaksanakan
Standar
Pelayanan
Minimal (SPM).
Selain
sasaran
strategis
tersebut,
dalam
menyelenggarakan
urusannya, diperlukan dukungan sasaran program/kegiatan antara lain: 1. Terpenuhinya ketersediaan obat dan vaksin.
23
2. Meningkatnya
kualitas
penelitian,
pengembangan
dan
pemanfaatan di bidang kesehatan. 3. Meningkatnya koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan manajemen Kementerian Kesehatan. 4. Meningkatnya
pengawasan
dan
akuntabilitas
aparatur
Kementerian Kesehatan
Analisis capaian kinerja dari masing-masing sasaran Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Sasaran Strategis “Meningkatnya Status Kesehatan dan Gizi Masyarakat” Untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis tersebut di atas ditetapkan tiga indikator sebagai berikut: a. Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan Pn) Pertolongan
persalinan
adalah
proses
pelayanan
persalinan
dimulai
pada
kala
I
dengan
kala
IV
sampai
persalinan.
Indikator Pn dapat diukur dari jumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan dibandingkan dengan
jumlah
bersalin
dalam
sasaran setahun
ibu dikali
100%.
24
Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan Pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Selain menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Kesehatan, indikator Pn ini juga merupakan
salah
satu
kesepakatan
global
dalam
upaya
penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) sebagaimana tercantum dalam dokumen Millenium Development Goals (MDGs), yaitu MDG 5.
Kondisi yang dicapai: Pada tabel dibawah memperlihatkan bahwa pada tahun 2011, pencapaian indikator kinerja “Persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih (cakupan Pn)” dapat terealisasi dengan baik yaitu mencapai 86,38% atau berarti 100,44% dari target yang ditetapkan sebesar 86%. Artinya bahwa upaya peningkatan pelayanan kesehatan ibu dari sisi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Tabel 1 Target dan Capaian Realisasi Indikator Cakupan Pn Indikator Kinerja Persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih (Pn)
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
86%
100,44%
20
Pencapaian indikator Pn dari tahun 2006 sampai tahun 2011 memperlihatkan
kecenderungan
yang
semakin
meningkat.
Cakupan Pn tahun 2006 sebesar 76,4%, tahun 2007 meningkat menjadi 77,2%, tahun 2008 mencapai 80,7%, tahun 2009 mencapai 84,4%, tahun 2010 mencapai 84,8%, dan pada tahun 2011 mencapai 86,38%. Grafik 1 Kecenderungan capaian Realisasi persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih (cakupan Pn) dari tahun 2006 sampai 2011 dengan target Renstra pada tahun 2014
90 80,7
85 80
76.4
84,4
84,8
86.38
90
77,2
75 70 65 2006
2008
2010
2014 (Renstra)
Dalam upaya peningkatan cakupan Pn tersebut, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah melaksanakan berbagai kegiatan, yaitu: 1) Orientasi teknis pelayanan Jaminan Persalinan (jampersal). 2) Peningkatan kapasitas pengelola program di kabupaten dengan cakupan Pn rendah. 3) Pemantapan model Rumah Tunggu Kelahiran di kabupaten dengan tingkat persalinan non-tenaga kesehatan tinggi.
21
4) Pemantapan Kemitraan Bidan dan Dukun di kabupaten. 5) Peningkatan koordinasi program ibu bersalin dan nifas (5 kali). 6) Pendampingan/advokasi daerah bermasalah cakupan Pn rendah. 7) Bimbingan teknis, supervisi dan monitoring peningkatan cakupan Pn dan Pn di fasilitas kesehatan. 8) Fasilitasi pertemuan teknis kesehatan ibu.
Masalah: Walaupun secara nasional target indikator Pn tersebut telah terlampaui, namun masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi. Berdasarkan data yang ada tahun 2011 terdapat kesenjangan cakupan Pn antar provinsi, yaitu terendah di Provinsi Papua (53,42%) dan tertinggi di DKI Jakarta (99,08%). Jika dibandingkan dengan target cakupan Pn tahun 2011 sebesar 86%, terdapat 12 provinsi yang masih di bawah target. Jumlah ini menurun bila dibandingkan pada tahun 2010, dimana pada tahun 2010 terdapat 18 provinsi dengan tingkat pencapaian indikator Pn di bawah rata-rata nasional. Ke-12 provinsi yang pencapaiannya di bawah rata-rata nasional tersebut berturut-turut adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Banten, Kalimantan Tengah, NTB, Kalimantan Barat, Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Papua. Dari 12 provinsi tersebut, 11 di antaranya terletak di kawasan timur Indonesia, yang memiliki permasalahan mendasar hampir sama, yaitu infrastruktur jalan dan akses transportasi yang relatif sulit. Provinsi Banten, walaupun terletak di kawasan barat Indonesia, juga
22
menghadapi permasalahan yang relatif sama terkait akses dan transportasi mengingat keberadaannya sebagai provinsi masih baru. Grafik 2 Capaian cakupan Pn tahun 2011
Analisis kematian ibu yang dilakukan pada tahun 2010 membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/fasilitas
persalinan.
Persalinan
yang
ditolong
tenaga
kesehatan terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu. Demikian pula dengan tempat/fasilitas, jika persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan, juga akan semakin menekan risiko kematian ibu. Hal itu dapat terlihat pada grafik berikut :
23
Grafik 3 Hubungan Cakupan Linakes dengan Kematian Ibu di Indonesia
Grafik 4 Hubungan Tempat Persalinan dengan Kematian Ibu di Indonesia
Oleh karena itu, kebijakan Kementerian Kesehatan dalam rangka menekan AKI adalah mengharuskan seluruh persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan diupayakan dilakukan di fasilitas kesehatan. Kebijakan DAK bidang kesehatan menekankan bahwa pembangunan Puskesmas harus satu paket dengan rumah dinas tenaga kesehatan. Demikian
pula
dengan
pembangunan
Pos
Kesehatan
Desa
(Poskesdes) yang harus bisa sekaligus menjadi rumah tinggal bidan
24
di desa. Dengan disediakan rumah tinggal, maka tenaga kesehatan termasuk bidan akan siaga di daerah tempat tugasnya. Hal tersebut sejalan dengan analisis kematian ibu yang dilakukan pada tahun 2010 yang membuktikan bahwa bidan yang tinggal di desa memberi kontribusi positif dalam penurunan kematian ibu.
Grafik 5 Hubungan Rasio Bidan di Desa yang Tinggal di Desa dengan Kematian Ibu di Indonesia
Untuk daerah-daerah sulit, kebijakan Kementerian Kesehatan adalah dengan mengembangkan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para dukun diupayakan bermitra dengan bidan dengan hak dan kewajiban yang jelas. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan tidak lagi dikerjakan oleh dukun, namun dirujuk ke bidan. Ibu hamil yang di daerahnya tidak ada bidan atau memang memiliki kondisi penyulit, maka menjelang hari taksiran persalinan diupayakan
25
sudah berada di dekat fasilitas kesehatan, yaitu di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah Tunggu Kelahiran tersebut dapat berupa rumah tunggu khusus maupun di rumah sanak saudara yang dekat dengan fasilitas kesehatan. Salah satu hal yang menjadi alasan seorang ibu melahirkan di rumah dan dibantu oleh dukun adalah kekurangan biaya. Beberapa penelitian ilmiah telah membuktikan hal tersebut, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Women Research Institute pada tahun 2007-2008 di tujuh kabupaten/kota di Indonesia. Penelitian tersebut membuktikan di kalangan masyarakat masih terdapat kekhawatiran akan mahalnya biaya persalinan ditolong dokter atau bidan di fasilitas kesehatan yang berakibat masyarakat menjatuhkan pilihan kepada dukun, meskipun masyarakat tahu risikonya. Menyadari hal tersebut, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2011 meluncurkan program Jaminan Persalinan yang merupakan jaminan paket
pembiayaan
sejak
pemeriksaan
kehamilan,
pertolongan
persalinan, hingga pelayanan nifas termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Penyediaan Jampersal diyakini turut meningkatkan cakupan Pn di seluruh wilayah tanah air. Keberhasilan pencapaian target indikator Pn merupakan buah dari kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat termasuk sektor swasta.
26
1) Faktor pendukung keberhasilan: a) Meningkatnya komitmen dan dukungan dari pemerintah daerah setempat dalam mendukung program peningkatan Pn di fasilitas kesehatan. b) Adanya program Jamkesmas dan Jampersal serta Kemitraan Bidan dan Dukun. c) Meningkatnya peran serta dan kesadaran masyarakat untuk melakukan persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. d) Menguatnya motivasi dan komitmen tenaga kesehatan setempat dalam menjalankan program. e) Meningkatnya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan lainnya.
2) Faktor penghambat keberhasilan: a) Belum semua bidan desa tinggal di desa. b) Belum semua dukun bermitra dengan bidan. c) Walaupun persalinan ditolong tenaga kesehatan sudah tinggi, namun masih banyak persalinan tersebut yang dilakukan di rumah dan bukan di fasilitas kesehatan. d) Belum semua Puskesmas dan Poskesdes memiliki sarana, prasarana, dan peralatan yang memadai untuk menolong persalinan. e) Masih ada kepercayaan sebagian masyarakat yang lebih memilih persalinan ditolong tenaga non kesehatan. f)
Koordinasi dan integrasi lintas program masih kurang optimal.
27
g) Melemahnya kegiatan pendataan dan pemantauan wilayah setempat (PWS) kesehatan ibu oleh Puskesmas. h) Sistem pencatatan dan pelaporan belum sesuai yang diharapkan (ada yang tidak tercatat atau ada keterlambatan pengiriman laporan). i)
Puskemas yang telah dilatih PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) belum sepenuhnya berfungsi secara optimal: tingkat ketersediaan fasilitas PONED hampir mencapai
target
tetapi
pemanfaatannya masih rendah
disebabkan mobilitas SDM/provider tinggi, peralatan tidak memadai dan lokasi tidak strategis. j)
Belum
semua
PONEK
kabupaten/kota
(Pelayanan
mempunyai
Obstetri
Neonatal
RS
mampu
Emergensi
Komprehensif). k) RS mampu PONEK belum sepenuhnya berfungsi secara optimal disebabkan karena keterbatasan SDM dan sarana prasarana.
Usul pemecahan masalah: a) Advokasi ke pemerintah daerah terkait ketersediaan dan distribusi tenaga kesehatan yang merata serta penyediaan alokasi APBD yang memadai untuk kegiatan kesehatan ibu. b) Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam program kesehatan ibu, baik di Puskesmas maupun di desa. c) Peningkatan (Program
pemberdayaan
Perencanaan
masyarakat
Persalinan
dan
melalui
P4K
Pencegahan
Komplikasi) dalam Desa Siaga.
28
d) Memfokuskan pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk kegiatan-kegiatan prioritas, termasuk kesehatan ibu. e) Memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan. f)
Meningkatkan koordinasi dan integrasi Lintas Program/Lintas Sektor (LP/LS) untuk mendukung kegiatan KIA.
b. Persentase cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) Indikator kunjungan neonatal Pertama (KN1) adalah indikator yang menggambarkan upaya kesehatan bayi baru lahir dan berkaitan erat dengan upaya penurunan risiko kematian bayi dimana 48 jam pertama merupakan risiko yang paling tinggi. Indikator ini selain menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian bayi yang meliputi; 1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, 2) memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pada saat kunjungan bayi baru lahir, juga mengukur
kemampuan
manajemen
program
KIA
dalam
menyelenggarakan pelayanan neonatal yang profesional. Pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai standar saat tenaga kesehatan melakukan kunjungan neonatus mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) yang meliputi pemeriksaan tanda vital, konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI Eksklusif, injeksi Vitamin K1, Imunisasi (jika belum diberikan saat lahir), penanganan dan rujukan kasus, serta penyuluhan perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA.
29
Kondisi yang dicapai: Realisasi kinerja indikator kunjungan neonatal pertama (KN1) tahun 2011 adalah sebesar 90,51% atau pencapaian sebesar 105,24% dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2010 capaian Indikator Kunjungan Neonatal Pertama (KN 1) sebesar 84,01% sehingga persentase pencapaian target sebesar 100,01%. Sejak tahun 2007 hingga 2011, pencapaian KN 1 menunjukkan trend peningkatan yang cukup signifikan. Grafik di bawah memperlihatkan bahwa pada tahun 2007 cakupan pelayanan neonatal pertama sebesar 77,16% meningkat hingga tahun 2010 mencapai 84,01 dan pada tahun 2011 bertambah hingga mencapai 90,51%. Grafik 6 Kecenderungan pencapaian Kunjungan Neonatus Pertama (KN 1) tahun 2007 sampai tahun 2011 dibandingkan dengan target Renstra 95
90.51
90 85 80
90
84.01 77.16
78.04
2007
2008
80.6 KN1
75 70 2009
2010
2011
2014 (Renstra)
Peningkatan capaian indikator tersebut tidak lepas dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kesehatan neonatal, yang meliputi : a) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan neonatus melalui:
30
1) Tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan terhadap semua bayi baru lahir, baik di rumah sakit, puskesmas dan jaringannya, maupun melalui kunjungan rumah. 2) Dalam
melaksanakan
petugas
kesehatan
pelayanan
melakukan
kesehatan
pemeriksaan
neonatal, kesehatan
secara komprehensif, konseling perawatan neonatus di rumah menggunakan buku KIA, serta pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan.
Pelayanan
meliputi:
pencegahan
hipotermia, konseling pemberian ASI eksklusif, pencegahan infeksi berupa pemberian salep mata, perawatan tali pusat, pemberian vitamin K1 dan pemberian imunisasi HB 0 jika belum diberikan saat lahir. 3) Peningkatan kapasitas supervisor/fasilitator di tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota
dokter/bidan/perawat
di
dan
tenaga
kesehatan
puskesmas/jaringannya
tentang
Manajemen Asfiksia pada Bayi Baru Lahir, Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Hal ini terkait dengan
penyebab kematian bayi
terbanyak yang disebabkan oleh Asfiksia, Bayi Berat Lahir Rendah, Infeksi Neonatus, Ikterus dan Masalah Pemberian ASI. b) Penyediaan dan distribusi serta sosialisasi standar pelayanan Pengadaan Modul Pelatihan (Manajemen Asfiksia, Manajemen BBLR dan MTBS) dan penyediaan buku pedoman (Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit dan Buku Saku Pedoman
Pelayanan
Kesehatan
Neonatal
Esensial)
serta
31
didistribusikan ke rumah sakit, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. c) Pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan Buku KIA sebagai sumber informasi di tingkat keluarga, melalui kegiatan antara lain : 1) Petugas kesehatan memberikan informasi kepada masyarakat tentang perawatan dan pelayanan kesehatan neonatus dengan menggunakan buku KIA. 2) Ibu, keluarga dan masyarakat memahami isi buku KIA dan membawa
neonatus
untuk
mendapatkan
pelayanan
kesehatan sesuai jadwal kunjungan serta membawa buku KIA setiap berkunjung ke fasilitas kesehatan. 3) Penyediaan buku KIA baik oleh pusat maupun provinsi sejumlah sasaran ibu hamil dan distribusinya. 4) Pengembangan Buku Kader Kesehatan Anak, pengadaan dan distribusi ke Dinas Kesehatan Provinsi. 5) Pengadaan media advokasi kesehatan bayi serta distribusi ke Dinas Kesehatan Provinsi. d) Dukungan manajemen program melalui: 1) Mengintegrasikan sistem pemantauan sasaran bayi melalui pemanfaatan register kohort bayi oleh pelaksana program KIA dan imunisasi. 2) Audit
Maternal
Perinatal
(AMP)
yang
dilakukan
di
Kabupaten/Kota, merupakan rangkaian proses penelaahan kasus kematian/kesakitan neonatus baik yang terjadi di rumah, puskesmas/jaringannya, rumah sakit dan fasilitas
32
kesehatan
lain.
Penelaahan
kasus
ini
menghasilkan
rekomendasi pencegahan kasus kematian. 3) Forum koordinasi pengelola program dalam rangka akselerasi pencapaian MDG4. 4) Advokasi
akselerasi
penurunan
kematian
bayi
kepada
provinsi dengan Angka Kematian Bayi yang tinggi. 5) Fasilitasi
teknis
pelayanan
kesehatan
neonatus
oleh
pengelola program dan fasilitator. e) Peningkatan pembiayaan antara lain: 1) Pendanaan operasional tenaga kesehatan untuk transport dari
puskesmas
ke
rumah
neonatus
melalui
dana
dekonsentrasi (namun dananya sangat terbatas). 2) Mengupayakan pendanaan operasional kunjungan neonatal melalui BOK. 3) Mengupayakan pendanaan neonatus dengan komplikasi melalui Jamkesmas. Berdasarkan data rutin yang diperoleh dari hasil pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) baik di rumah,
sarana
pelayanan
kesehatan
dasar
maupun
sarana
pelayanan kesehatan rujukan yang dilaporkan secara berjenjang, mulai puskesmas, Kabupaten/Kota, propinsi dan pusat (Kemenkes RI) diperoleh hasil sebagaimana yang digambarkan dalam grafik di bawah ini :
33
Grafik 7 Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Tahun 2011
Dari grafik 7, terlihat bahwa capaian kunjungan neonatal pertama tahun 2011 mencapai 90,51% melebihi 4,51% dari target nasional 86%. Namun demikian, masih terjadi disparitas pencapaian yang sangat lebar hingga mencapai 78,78 poin, dimana capaian tertinggi 99,62% (Kalimantan Selatan) dan terendah 20,84% (Papua) dan jika mengacu pada target capaian nasional tahun 2011, hanya 14 provinsi diatas capaian nasional atau 42,42% dari 33 provinsi.
Masalah: Walaupun capaian indikator ini telah melebihi target namun masih ditemui beberapa masalah, antara lain: a) Distribusi kualitas dan jumlah tenaga kesehatan yang belum merata. b) Distribusi fasilitas kesehatan yang belum merata. c) Belum semua tenaga kesehatan memberi pelayanan KN sesuai standar. d) Persalinan oleh nakes belum mencapai target.
34
e) Masih banyak persalinan di rumah. f) Koordinasi dan integrasi lintas program belum optimal. g) Pemberdayaan keluarga/ masyarakat terhadap penggunaan buku KIA yang belum optimal. h) Sistem pencatatan dan pelaporan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Usul pemecahan masalah : Untuk meningkatkan keberhasilan capaian indikator tersebut, maka kedepan beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain adalah: a) Peningkatan pengetahuan kader melalui orientasi Buku Kader Seri Kesehatan. b) Penyediaan buku KIA sejumlah sasaran ibu hamil. c) Pengembangan Buku Kader Kesehatan Anak, pengadaan dan distribusi ke Dinkes Propinsi. d) Pengadaan media advokasi kesehatan bayi serta distribusi ke Dinkes Propinsi.
35
c. Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S) Pemantauan Pertumbuhan anak dilakukan melalui penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan
Kartu
Menuju
Sehat
Kartu
tersebut
(KMS).
berfungsi
sebagai
instrumen
penilaian pertumbuhan anak dan sebagai
dasar
strategi
pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an. Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 (dua) fungsi utama, yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak (misalnya imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dll) untuk meningkatkan kesehatan anak.
Kondisi yang dicapai: Pada tahun 2011 secara rata-rata nasional cakupan D/S telah melebihi target yaitu mencapai 71,4 % (target 70%), namun
36
demikian masih ada 21 propinsi yang cakupannya masih dibawah 70% seperti tergambarkan pada grafik berikut : Grafik 8 Cakupan D/S berdasarkan Provinsi Tahun 2011
Cakupan pemantauan pertumbuhan secara bertahap mengalami kenaikan, terutama setelah dilakukan revitalisasi posyandu sejak terjadinya
krisis
beberapa
tahun
sebelumnya,
sebagaimana
tergambar dalam grafik berikut :
20
Grafik 9 Cakupan kunjungan balita ke posyandu (D/S) 2009 – 2011 dibadingkan dengan target Renstra 85,00
85 80 75
71,36
%
67,90
70
kunjungan balita ke Posyandu
63,90 65 60 2009
2010
2011
2014 (Renstra)
Capaian tersebut didukung oleh beberapa faktor yaitu: 1) Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah setempat. 2) Adanya kemauan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan balita di lingkungannya. 3) Tingginya motivasi dari tenaga kesehatan setempat dalam menjalankan program. 4) Adanya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan lainnya. 5) Telah dilaksanakannya pelatihan fasilitator dan pemantauan pertumbuhan
kepada
tenaga
kesehatan
di
Indonesia.
21
Hingga akhir Desember 2011 telah dilatih sebanyak 1124 pengguna akhir (end user) dan 173 fasilitator.
Masalah : 1) Terbatasnya dana operasional Posyandu. 2) Terbatasnya sarana dan prasarana Posyandu. 3) Terbatasnya jumlah dan atau pengetahuan kader. 4) Kurangnya
kemampuan
tenaga
dalam
pemantauan
pertumbuhan dan konseling. 5) Kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat Posyandu serta masih terbatasnya pembinaan kader. 6) Belum maksimalnya pelaksanaan pemberdayaan masyarakat terutama di posyandu.
Di samping itu, belum tercapainya target di beberapa provinsi dari target nasional dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain : 1) Di daerah Belitung, salah satu Posyandu kurang mendapat dukungan dari aparat desa, Posyandu hanya didukung oleh tenaga kesehatan dari Puskesmas setempat. 2) Di daerah tertentu, beberapa masyarakat kurang termotivasi untuk menimbang anak balitanya ke Posyandu. 3) Pergantian kader yang terlalu sering. 4) Kurangnya dukungan dari aparat desa setempat Usul pemecahan masalah: 1) Advokasi ke pemerintah daerah.
22
2) Peningkatan kuantitas dan kualitas pelatihan fasilitator dan pemantauan pertumbuhan kepada seluruh tenaga kesehatan di Indonesia. 3) Melakukan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun di posyandu. 4) Pelatihan kader posyandu. 5) Pelatihan ulang kader posyandu (Refreshing kader). 6) Menghidupkan kembali Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Posyandu. 7) Peningkatan pemberdayaan masyarakat terutama di posyandu. 8) Penyediaan dana melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
2. Sasaran Strategis “Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular” Untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis tersebut di atas ditetapkan indikator, “Persentase kasus baru TB (BTA positif) yang disembuhkan”.
Kondisi yang dicapai : Pada Tahun 2011, indikator ini telah mencapai target yang ditetapkan. Target persentase kasus baru TB paru BTA positif yang sembuh dan pengobatan lengkap sebesar 86% dan telah tercapai realisasi sebesar 86,74% sehingga persentase pencapaian target sebesar 100,86%.
23
Tabel 2 Target dan Capaian Realisasi Indikator “persentase kasus baru TB (BTA positif) yang disembuhkan” Indikator Kinerja
Target 2011 86%
Persentase kasus baru TB (BTA positif) yang disembuhkan
Capaian Realisasi 2011 86,74%
Jangka waktu pelaporan kasus baru TB Paru BTA Positif adalah per tiga bulanan. Untuk data tahun 2011, pelaporan akan berakhir pada 15 Maret 2012. Oleh karena itu, angka realisasi ini kemungkinan akan mengalami perubahan karena belum semua provinsi mengirimkan laporan secara lengkap. Pencapaian melebihi target dikarenakan pemerintah memenuhi kebutuhan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) melalui dana APBN sehingga menjamin keberlanjutan pengobatan dari pasien TB. Peran PMO (Pengawas Menelan Obat) TB dalam memantau keteraturan berobat pasien berjalan dengan baik. Selain itu, kesadaran dan komitmen pasien tentang kepedulian terhadap kesehatannya juga meningkat. Beberapa hal yang mendukung pencapaian indikator yaitu: a. Peningkatan sensitifitas surveilans dalam penemuan kasus. b. Komitmen
pemerintah
pusat
dan
daerah
dalam
kegiatan
pengendalian TB. Antara lain dengan menjamin akses yang universal, khususnya dalam alokasi anggaran pembiayaan pengendalian TB serta dukungan dan sumber daya dari berbagai
24
pihak pemangku kepentingan di luar kegiatan pengendalian TB. Anggaran kegiatan pengendalian TB selain bersumber dari APBN, dan hibah luar negeri (WHO, GFATM, KNCV/USAID) juga dari APBD I dan APBD II, sehingga menyebabkan terlaksananya kegiatan Program TB secara menyeluruh dan komprehensif. c. Keterlibatan dari berbagai pihak seperti (1) Organisasi berbasis Masyarakat yang besar seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, (2) organisasi-organisasi profesi di bawah Ikatan Dokter Indonesia, (3) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta (4) Kelompok masyarakat yang mewakili kelompok dukungan pasien TB.
Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2010 (realisasi sebesar 89,6%), angka ini mengalami penurunan disebabkan oleh beberapa hal antara lain karena (1) menurunnya komitmen dan kesadaran pasien untuk menyelesaikan pengobatan (2) kurang kuatnya dukungan masyarakat kepada pasien (3) belum optimalnya kualitas pencatatan pelaporan di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan atau kabupaten/kota. Perbandingan capaian indikator “kasus baru TB paru (BTA positif) yang disembuhkan” tahun 2010 dan tahun 2011 terlihat pada grafik berikut :
25
Grafik 10 Perbandingan Realisasi Kasus Baru TB Paru (BTA Positif) yang Disembuhkan Tahun 2010 dan Tahun 2011 dibandingkan dengan target Renstra 89,6 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
86,74
88
TB Paru (BTA Positif)
2010
2011
2014 (Renstra)
Masalah : Meskipun persentase kasus baru TB Paru (BTA positif) yang disembuhkan dapat meningkat secara signifikan dibandingkan tahun lalu, namun demikian masih ada masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan pengendalian TB, yaitu antara lain: a. Masih adanya kesenjangan dalam penyediaan layanan DOTs (Direct Observed Treatments) berkualitas. b. Belum semua rumah sakit (baik pemerintah maupun swasta) dan Dokter Praktek Swasta (DPS) terlibat dalam pengendalian TB dengan strategi DOTs. c. Masih terdapat sebagian masyarakat yang belum mendapatkan akses pelayanan pengendalian TB dengan strategi DOTs.
26
Usul Pemecahan Masalah: Upaya–upaya yang akan dilaksanakan di tahun 2012 untuk menindaklanjuti masalah tersebut di atas adalah: 1. Melibatkan RS dan DPS dan unit pelayanan lainnya dalam pengendalian TB dengan strategi DOTs secara bertahap. 2. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan dan peningkatan akses pelayanan TB dengan strategi DOTs dengan mendekatkan sarana pelayanan antara lain dengan Pos TB desa.
3. Sasaran Strategis “Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender” Untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis tersebut di atas ditetapkan indikator-indikator sebagai berikut: a. Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memiliki bangunan/gedung, prasarana dan jenis peralatan kesehatan sesuai kelas fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas), persyaratan teknis dan menyelenggarakan program pengelolaan bangunan/gedung, prasarana dan peralatan kesehatan.
27
Definisi operasional Rumah sakit yang memenuhi standar sarana adalah rumah sakit yang memiliki bangunan/gedung sesuai kelas rumah
sakit
dan
menyelenggarakan
memenuhi program
persyaratan
pengelolaan
teknis
serta
bangunan/gedung.
Memenuhi standar prasarana adalah rumah sakit yang memiliki prasarana sesuai kelas rumah sakit dan memenuhi persyaratan teknis serta menyelenggarakan program pengelolaan prasarana. Memenuhi standar peralatan kesehatan adalah rumah sakit yang memiliki jenis peralatan kesehatan sesuai kelas rumah sakit, persyaratan teknis dan menyelenggarakan program pengelolaan peralatan kesehatan.
Puskesmas yang memenuhi standar sarana adalah puskesmas yang memiliki bangunan/gedung sesuai jenis puskesmas dan memenuhi persyaratan teknis serta menyelenggarakan program pengelolaan bangunan/gedung. Memenuhi standar prasarana adalah
puskesmas
puskesmas
dan
yang
memiliki
memenuhi
prasarana
persyaratan
sesuai teknis
jenis serta
menyelenggarakan program pengelolaan prasarana. Memenuhi standar peralatan kesehatan adalah puskesmas yang memiliki jenis peralatan kesehatan sesuai jenis puskesmas, persyaratan teknis dan menyelenggarakan program pengelolaan peralatan kesehatan
28
Kondisi yang dicapai : Indikator ini menargetkan sebesar 206 fasyankes yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan kesehatan. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, capaian realisasi ini mengalami kenaikan, yaitu sebanyak 279 fasyankes. Pada tahun 2010 capaian realisasi adalah sebesar 110 fasyankes, sedangkan pada tahun 2011 telah tercapai sebanyak 388 (181 Rumah Sakit dan 207 Puskesmas). Hal ini menunjukan peningkatan fasyankes yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan kesehatan, sehingga akan berdampak pada kualitas pelayanan kepada masyarakat. Tabel 3 Capaian Realisasi Indikator Kinerja Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan
Indikator Kinerja
Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
206
388
Upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan standar sarana, prasarana dan peralatan kesehatan di fasyankes (RS dan Puskesmas), antara lain:
29
1) Penyusunan, revisi, dan sosialisasi beberapa kebijakan terkait peningkatan
standar
sarana,
prasarana
dan
peralatan
kesehatan di fasyankes. 2) Monitoring, evaluasi dan bimbingan teknis mengenai standar sarana dan prasarana fasyankes serta peningkatan kualitas SDM teknis di bidang sarana, prasarana dan peralatan kesehatan di fasyankes. 3) Meningkatkan koordinasi dalam rangka penilaian sarana, prasarana dan peralatan kesehatan di fasyankes. 4) Sosialisasi, pengembangan dan pengelolaan Aplikasi Sarana Prasarana Alat Kesehatan (ASPAK). Masalah: Selama tahun 2011 tidak ditemukan masalah yang berarti dalam pencapaian target indikator. Namun demikian, masih diperlukan peningkatan
koordinasi
dalam
pelaksanaan
tugas
dan
peningkatan kualitas SDM. Selain itu, diperlukan kebijakan mengenai peningkatan standar sarana, prasarana dan peralatan kesehatan secara bertahap. Usul Pemecahan Masalah : 1) Mengalokasikan kegiatan tugas belajar sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi. 2) Perlu menyusun kebijakan mengenai peningkatan standar sarana, prasarana dan peralatan kesehatan secara bertahap. 3) Membangun sistem informasi sarana, prasarana
dan
peralatan kesehatan secara komprehensif.
30
b. Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class) Pengakuan terhadap rumah sakit yang telah memenuhi standar pelayanan kelas dunia dilakukan oleh lembaga yang berwenang melalui penetapan dan pemberian akreditasi. Hal ini berarti bahwa untuk menentukan sebuah rumah sakit telah memenuhi standar kelas dunia harus dibuktikan dengan rumah sakit tersebut telah mendapat akreditasi internasional. Untuk mencapai indikator ini telah dilaksanakan beberapa kebijakan
antara
lain kebijakan Rumah Sakit Indonesia
Kelas Dunia yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 659/MENKES/PER/VIII/2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia. Dalam kebijakan ini telah diatur bahwa Rumah Sakit Kelas Dunia harus terakreditasi oleh Badan Akeditasi Internasional yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Kebijakan mengenai Lembaga/Badan Akreditasi Rumah Sakit Bertaraf Internasional dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1195/ MENKES/SK/VIII/2010 tertanggal 23 Agustus 2010 yang menyatakan bahwa Lembaga/Badan Akreditasi Rumah Sakit bertaraf Internasional yang diakui di Indonesia adalah Lembaga/Badan Akreditasi Rumah Sakit yang telah terakreditasi oleh International Society for Quality in Health Care (ISQua). Salah satu Lembaga Akreditasi Internasional yang telah terakreditasi oleh ISQua adalah JCI (Joint Commission International).
31
Kondisi yang dicapai : Sampai dengan tahun 2011, dari target 2 (dua) kota yang memiliki RS Standar Kelas Dunia dengan bimbingan dari JCI (Joint Commission International) telah terealisasi seluruhnya yaitu 2 (dua) kota, yaitu kota Tangerang, dan Bandung. Dengan demikian, capaian kinerja indikator ini telah mencapai 100%. Tabel 4 Target dan Capaian Realisasi “Indikator Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class)”
Indikator Kinerja
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class)
2
2
Tahun 2010, Jumlah kota yang memiliki RS Standar kelas dunia adalah sejumlah 1 (satu) kota. Sedangkan pada tahun 2011, capaian realisasi indikator ini adalah sejumlah 2 (dua) kota. Sehingga, jika dibandingkan dengan tahun 2010 terdapat peningkatan capaian realisasi sebesar 100%.
32
Grafik 11 Perbandingan realisasi indikator “Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class)” tahun 2010 dengan 2011 dibandingkan dengan target Renstra
5
5 4 3
World Class Hospital
2 2 kota
2 kota
2010
2011
1 0
2014 (Renstra)
Rumah Sakit yang memiliki Standar Kelas Dunia sebanyak 4 RS Swasta, terdiri atas Rumah Sakit Siloam Karawaci Tangerang,
RS
Santosa-Bandung,
RS
Premier
Salah
satu
Bintaro
Tangerang, RS Eka BSD-Tangerang. target
Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan 2010 - 2014 memfokuskan rumah sakit
terakreditasi
secara
Internasional di 5 kota pada akhir tahun 2014. Saat ini, tujuh rumah sakit
telah
berkomitmen
dan
dijadikan model untuk akreditasi Internasional. Penandatanganan komitmen guna mencapai akreditasi Internasional
33
Dalam rangka pencapaian Akreditasi Internasional, pada RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP Fatmawati Jakarta, RSUP Sanglah
Denpasar,
RSUP
Dr.
Wahidin
Sudirohusodo Makassar, RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, RSUP H. Adam Malik Medan dan RSPAD Gatot Subroto telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Penandatanganan Pakta Integritas Direktur Utama ketujuh Rumah Sakit untuk melaksanakan Akreditasi Internasional. 2) Bimbingan teknis dalam mencapai akreditasi internasional. 3) Monitoring dan Evaluasi kesiapan pelaksanaan akreditasi internasional (JCI). 4) GAP analysis untuk 3 (tiga) Rumah Sakit, yaitu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP Sanglah Denpasar dan RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Bimbingan teknis dalam mencapai akreditasi internasional juga dilakukan pada RSUP Dr. Kariadi Semarang, RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, RSAB Harapan Kita Jakarta, RSUP Persahabatan Jakarta, RSUP Moh. Hoesin Palembang. Beberapa upaya lain yang telah dilakukan adalah: 1) Pertemuan gabungan dalam rangka penyamaan persepsi antara Tim KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit), Kementerian Kesehatan dan Para Narasumber dari Rumah Sakit yang sudah lulus akreditasi internasional untuk
34
menilai
kesiapan
rumah
sakit
dalam
pelaksanaan
akreditasi internasional. 2) Pelaksanaan peningkatan kemampuan teknis bagi tim KARS dalam rangka persiapan pelaksanaan akreditasi internasional di rumah sakit.
Masalah : 1) Belum optimalnya koordinasi dalam rangka penyiapan sumber daya untuk pelaksanaan akreditasi internasional. 2) Belum dialokasikannya kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam rangka pencapaian akreditasi internasional.
Usul Pemecahan Masalah : 1) Perlunya koordinasi yang intensif dalam rangka penyiapan sumber daya untuk pelaksanaan akreditasi internasional. 2) Perlu pengalokasian kegiatan-kegiatan pada perencanaan anggaran RS.
c. Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar Dalam
rangka
mencapai
sasaran
strategis
menurunnya
disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah, antar tingkat sosial ekonomi, dan gender diukur dengan indikator kinerja utama sebagaimana tersebut di atas. Pengertian fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan dalam indikator ini adalah Puskesmas dan Rumah Sakit (kelas A-D).
35
Sedangkan standar yang digunakan dalam mengukur indikator ini adalah sebagai berikut: -
Puskesmas : memiliki Dokter, Perawat, Bidan
-
RS kelas D : memiliki Dokter, Dokter Gigi, Perawat, Bidan, Dr Spesialis Anak, Dr. Spesialis Obgin
-
RS kelas C : memiliki Dokter, Dokter Gigi, Perawat, Bidan, Dr Spesialis Anak, Dr Spesialis Obgin, Dr. Spesialis Bedah, Dr Spesialis Dalam
-
RS kelas B : memiliki Dokter, Dokter Gigi, Perawat, Bidan, Dr Spesialis Anak, Dr Spesialis Obgin, Dr.Spesialis Bedah, Dr Spesialis Dalam, Dr Spesialis Anestesi, Dr Spesialis Patologi Klinik, Dr Spesialis lainnya
-
RS kelas A : memiliki Dokter, Dokter Gigi, Perawat, Bidan, Dr Spesialis Anak, Dr Spesialis Obgin, Dr. Spesialis Bedah, Dr Spesialis Dalam, Dr Spesialis Anestesi, Dr Spesialis Patologi Klinik, Dr Spesialis lainnya, dan Dr Sub Spesialis lainnya
Kondisi yang dicapai: Hasil capaian indikator kinerja utama sampai akhir Desember 2011 dapat dilihat pada tabel berikut :
36
Tabel 5 Perbandingan Target dan Capaian Realisasi Indikator “Persentase Fasilitas Kesehatan Yang Memiliki Sumber Daya Manusia Kesehatan Sesuai Standar” Indikator Kinerja
Target 2011 65%
Persentase Fasilitas Pelayanan
Capaian Realisasi 2011 81,12%
Kesehatan Yang Memiliki SDM Kesehatan Sesuai Standar
Untuk melaksanakan salah satu misi kementerian kesehatan ditetapkan strategi meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan yang merata dan bermutu. Misi yang terkait dengan strategi ini adalah melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan serta menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. Sumber daya manusia
kesehatan
dalam
aspek
jumlah,
kualitas
dan
penyebarannya terus membaik, namun masih belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah terutama
pada
daerah
tertinggal,
terpencil,
perbatasan
dan
kepulauan. Pada indikator ini, yang dimaksud fasilitas pelayanan kesehatan yang dipergunakan dalam indikator ini terbatas pada Puskesmas dan Rumah Sakit. Pada tahun 2011, dari target sebesar 65% fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar telah tercapai sebesar 81,12%. Dari 9.323 puskesmas telah terealisasi sebanyak 7.769. Selain itu, dari 581, jumlah Rumah Sakit yang telah
37
memiliki SDM sesuai standar sebanyak 265. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan tahun 2010 telah terjadi peningkatan realisasi, dari 79,8% pada tahun 2010 menjadi 81,12% pada tahun 2011, sebagaimana tampak pada grafik berikut ini: Grafik 12 Perbandingan realisasi indikator “Persentase Fasilitas Kesehatan yang Memiliki Sumber Daya Manusia Kesehatan Sesuai Standar” tahun 2010 dengan 2011 dan Renstra
81.12%
81.50% 81.00% 80.50%
79.80%
80%
80.00%
indikator
79.50% 79.00% 2010
2011
2014 (Renstra)
Masalah: 1. Pemenuhan tenaga kesehatan khususnya di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan sangat terkait dengan sistem insentif dan pengembangan karir bagi tenaga kesehatan tersebut dan pada akhirnya dapat mempengaruhi penyebaran tenaga kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. 2. Aspek Regulasi : sampai
saat ini belum tersedianya regulasi
yang mengatur ketentuan bahwa semua fasilitas kesehatan yang ada, baik milik pemerintah maupun swasta, diharuskan untuk melaporkan kondisi ketenagaan yang ada di unit masing-masing kepada Kementerian Kesehatan.
38
3. Aspek Pelaksanaan : Sistem pengelolaan data khususnya untuk SDM kesehatan masih hanya terbatas pada tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah Pusat, serta Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Usul Pemecahan Masalah : 1. Masih diperlukan pengembangan dan penguatan regulasi yang mengatur tentang sistem pelaporan SDM kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di setiap wilayah dapat melaporkan perkembangan SDM kesehatan yang terjadi. 2. Penguatan pengembangan sistem informasi pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan sehingga dapat diperoleh data dan
informasi
pengembangan
dan
pemberdayaan
SDM
kesehatan yang akurat, lengkap dan tepat waktu.
d. Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi Kondisi yang dicapai : Target Poskesdes yang beroperasi tahun 2011 adalah sebanyak 72.000 Poskesdes. Capaian Poskesdes yang beroperasi tahun 2009 sebanyak 51.996 buah. Capaian Poskesdes yang beroperasi tahun 2010 sebanyak 52.279 Poskesdes. Pada tahun 2011 jumlah Poskesdes yang beroperasi adalah sebanyak 53.152 Poskesdes (meningkat sebanyak 873 poskesdes).
39
Tabel 6 Perbandingan Target dan Capaian Realisasi Indikator “Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi” Indikator Kinerja
Jumlah Pos Kesehatan Desa
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
72.000
53.152
(Poskesdes) beroperasi
Capaian indikator ini dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, sebagaimana tampak pada grafik berikut ini. Grafik 13 Capaian indikator “Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi” tahun 2009 sd 2011 dan Target Renstra
78.000,00
80000 52.279,00 53.152,00 60000 51.996,00 40000
jml poskesdes yg beroperasi
20000 0 2009
2010
2011
2014 (Renstra)
Peningkatan jumlah Poskesdes yang beroperasi pada tahun 2011 merupakan optimalisasi pemberdayaan masyarakat yang tercapai dengan dukungan seluruh komponen masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan. Terkait hal ini, Pemerintah memfasilitasi dengan pemberian Poskesdes kit pada 200 Poskesdes di 9 provinsi, berupa
40
peralatan yang digunakan untuk melakukan kegiatan promotif di desa, seperti kamera digital, megaphone, pemutar dvd/vcd, televisi 21 inch, wireless meeting, dan media Promosi Kesehatan. Selain itu juga dilakukan koordinasi dengan lintas sektor di tingkat pusat untuk mendapatkan
dukungan
DAK
bidang
Kesehatan
dalam
pengembangan Poskesdes di kabupaten/kota. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kegiatan pengembangan Poskesdes dalam petunjuk teknis DAK Bidang Kesehatan tahun 2011. Masalah: 1) Masih terdapat beberapa poskesdes yang belum menyampaikan laporannya. 2) Belum optimalnya sarana untuk melakukan promosi kesehatan pada masyarakat. 3) Masih diperlukan koordinasi lintas program di lingkungan Kementerian Kesehatan terkait data Poskesdes. Usul pemecahan masalah: Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya diantaranya: 1) Pemberian Poskesdes Kit pada 200 Poskesdes di 9 provinsi (karena Poskesdes termasuk salah satu UKBM di Desa Siaga Aktif) berupa sarana untuk melakukan promosi kesehatan pada masyarakat. 2) Melakukan koordinasi lintas program di lingkungan Kementerian Kesehatan terkait data Poskesdes.
41
Pada
tahun-tahun
mendatang,
Kementerian
Kesehatan
akan
meningkatkan koordinasi lintas sektor untuk pencapaian kinerja terkait indikator
“Jumlah
Poskesdes
yang
Beroperasi”.
Selain
itu,
Kementerian Kesehatan juga akan melakukan review petunjuk teknis pengembangan dan penyelenggaraan Poskesdes. Strategi lain yang akan dilakukan Kementerian Kesehatan adalah dengan menyusun media dan pengadaan sarana Poskesdes agar dapat beroperasi sesuai
fungsinya.
pengembangan
Peningkatan
pengelolaan
kemampuan
pelayanan
petugas
kesehatan
dasar
dalam juga
mendapat perhatian dari Kementerian Kesehatan. e. Persentase Rumah Tangga yang melaksanakan PHBS Kondisi yang dicapai : Persentase Rumah tangga Ber-PHBS tahun 2011 sebesar 53,89%. Hal ini menunjukkan peningkatan capaian dari tahun lalu (50,1%) atau meningkat sebesar 3,79 %. Grafik 14 Perbandingan Capaian Indikator “Persentase Rumah Tangga yang melaksanakan PHBS” tahun 2010 dan 2011 7000,00%
7024,00% 6024,00%
5010,00%
5389,00%
5024,00% 4024,00% Persentase RT ber-PHBS
3024,00% 2024,00% 1024,00% 24,00% 2010
2011
2014 (Renstra)
42
Beberapa kondisi yang mendukung terlaksananya kegiatan dalam rangka mencapai target yang ditetapkan adalah: 1) Adanya komitmen global misalnya MDGs, komitmen dan resolusi global lainnya. 2) Adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaan Pos Pelayanan Terpadu. 3) Adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Pos Pelayanan Dasar. 4) Adanya Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok Nomor 188/Menkes/PB/I/2001 – 7 Tahun 2011. 5) Adanya Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. 6) Adanya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang mendukung upaya promotif dan preventif di Puskesmas dalam pembinaan RT ber-PHBS. 7) Adanya Rencana Aksi Nasional dan Daerah Pangan dan Gizi Pilar PHBS Tahun 2011-2014. 8) Telah dilakukan penandatanganan kerjasama (MoU) dengan 18 organisasi kemasyarakatan yang mendukung melaksanakan upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat.
43
9) Telah dilakukan penandatanganan kerjasama (MoU) dengan 23 dunia
usaha
tentang
Program
CSR
untuk
mempercepat
pencapaian target MDGs bidang Kesehatan. 10) Adanya kerjasama dengan Lembaga Internasional yaitu GAVI CSO, SurfAID, WHO, UNICEF untuk mendukung peningkatan Rumah Tangga Ber-PHBS. 11) Adanya dukungan lintas program dan lintas sektor dalam pencapaian Rumah Tangga Ber-PHBS.
Masalah: Adapun berbagai masalah yang dihadapi dalam peningkatan Rumah Tangga Ber-PHBS adalah: 1) Tahun 2011 adalah tahun pertama pelaksanaan kegiatan hasil MoU
Kementerian
Kesehatan
dengan
18
Organisasi
Kemasyarakatan. Pada pelaksanaan kegiatan pembinaan PHBS melalui ormas, koordinasi dengan dinas kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas masih kurang. 2) Komitmen yang masih kurang dari lintas program dan sektor dalam mendukung Rumah Tangga Ber-PHBS. 3) Terbatasnya jumlah dan kapasitas petugas promosi kesehatan di daerah.
Usul pemecahan masalah: Untuk
mengatasi
permasalahan
yang
terjadi,
Kementerian
Kesehatan telah melakukan berbagai upaya diantaranya:
44
1) Melakukan koordinasi secara intensif dan rutin kepada lintas program, ormas, lintas sektor dan sektor dalam mendukung Rumah Tangga Ber-PHBS. 2) Melakukan pendampingan pada ormas secara intensif untuk membantu pelaksanaan peningkatan RT ber-PHBS. 3) Mengembangkan kapasitas tenaga kesehatan melalui program D4 Promosi Kesehatan. 4) Mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas bagi petugas Puskesmas di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). 5) Melakukan koordinasi dan perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan
secara
terus
menerus
kepada
Provinsi
melakukan
survei
cepat
Rumah
tangga
Ber-PHBS
untuk dan
melaporkannya tepat waktu. Pada tahun-tahun mendatang, tindak lanjut yang dilakukan untuk meningkatkan capaian adalah: 1) Melakukan
pendampingan
teknis
dan
administratif
dalam
pelaksanaan kegiatan kerjasama Kemenkes dengan ormas. 2) Menyusun pedoman dan standar materi pelaksanaan kegiatan ormas sebagai panduan ormas dalam melaksanakan kegiatan. 3) Merevisi kurikulum program D4 Promosi Kesehatan pada tahun 2012 agar lulusan dapat siap pakai. 4) Menyusun Modul Pemberdayaan Masyarakat bagi petugas Puskesmas di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) di tahun 2012.
45
5) Membuat data set dan pedoman pelancatatan dan pelaporan Rumah Tangga Ber-PHBS yang terintegrasi dalam Sistem Informasi Kesehatan (SIK).
4. Sasaran publik
Strategis
untuk
“Meningkatnya
penyediaan
anggaran
kesehatan dalam rangka mengurangi risiko
financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin”
Untuk keberhasilan
mengukur sasaran
strategis tersebut di atas ditetapkan “Persentase
indikator penduduk
yang mempunyai jaminan kesehatan” Pencapaian indikator pada tahun 2011 adalah 80,7%. Berdasarkan Universal
Coverage
sesuai
dengan
perubahan
Renja
KL
Kementerian Kesehatan TA 2012, maka perhitungan target kinerja indikator persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan pada tahun 2011 dilakukan dengan menggunakan denominator delapan puluh (80) persen total jumlah penduduk.
46
Tabel 7 Perbandingan Target dan Capaian Realisasi Indikator “Persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan” Indikator Kinerja
Target
Capaian
2011
Realisasi 2011
Persentase penduduk (termasuk seluruh
70,3%
80,7%
penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan
Jika dibandingkan dengan tahun 2010, realisasi pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 21,63%, yaitu dari 59,07% pada tahun 2010 menjadi 80,7% pada tahun 2011. Grafik 15 Perbandingan Capaian Indikator “Persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan” tahun 2010 dan 2011 serta Target Renstra 80.7
100 80
100
59.07
60 jamkesmas
40 20 0 2010
2011
2014 (Renstra)
47
Dalam
rangka
merumuskan
kebijakan
pembiayaan
jaminan
pemeliharaan kesehatan, dilaksanakan beberapa kebijakan antara lain (a) menata jaminan kesehatan sektor formal, (b) memantapkan jaminan kesehatan masyarakat miskin, (c) mengembangkan dan memantapkan
jaminan
kesehatan
sektor
informal,
(d) mengembangkan dan memantapkan pencapaian kepesertaan semesta (universal coverage), (e) menata alokasi dan utilisasi pembiayaan kesehatan baik dari pemerintah maupun masyarakat, (f) menata regulasi dan meningkatkan sosialisasi, advokasi dan monev. Pengembangan pembiayaan dan jaminan kesehatan telah dilakukan antara
lain
dengan
menfasilitasi
kemandirian
daerah
dalam
pembiayaan kesehatan. Kondisi ini terlihat pada beberapa daerah baik di propinsi maupun kabupaten/kota telah mengimplementasikan komitmennya dengan mengalokasikan anggaran melalui APBD untuk membiayai masyarakat terutama untuk masyarakat miskin di luar kuota Jamkesmas dalam suatu program atau sistem jaminan kesehatan. Sementara itu budaya masyarakat yang selama ini telah berkembang seperti mengembangkan dana sehat masih terus dipertahankan. Selain itu, telah pula dirancang suatu upaya untuk lebih melibatkan peran swasta dalam pembiayaan dan jaminan kesehatan. Pada masa mendatang perlu dikembangkan public private partnership. Untuk meningkatkan kapasitas tenaga pengelola program baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota pada tahun 2011 telah diberikan pelatihan teknis program kepada pengelola program di
48
daerah melalui pelatihan kendali biaya dan kendali mutu, pelatihan utilisasi review dan beberapa daerah sentinel dalam pelaksanaan pelaporan Jamkesmas dengan menggunakan SIM JPK berbasis Web. Implementasi SJSN telah didukung dengan telah disahkannya Undang-Undang BPJS.
Masalah: Dalam pelaksanaan pengembangan pembiayaan dan jaminan kesehatan tahun 2011 masih banyak ditemui pelbagai masalah yaitu: 1. Belum optimalnya pelaksanaan koordinasi pengumpulan data dari berbagai badan penyelenggara jaminan/asuransi kesehatan dan pemerintah daerah (data Jamkesda, sesuai peta jalan pencapaian kepesertaan semesta 2011-2014). 2. Kurangnya harmonisasi regulasi 3. Kurangnya komitmen lintas sektor yang diharapkan untuk melaksanakan roadmap pencapaian universal coverage. 4. Keterbatasan jumlah dan kapasitas SDM yang diperlukan dalam pengelolaan jamkesmas.
Usul Pemecahan Masalah: 1. Peningkatan koordinasi perlu terus dilakukan dengan lintas program di seluruh jajaran Kementerian Kesehatan, lintas sektor dan
lintas
profesi
agar
tercipta
suasana
kondusif
bagi
pengembangan pembiayaan dan jaminan kesehatan.
49
2. Perlu segera direalisasikan pelbagai perangkat pendukung UU BPJS dan juga harmonisasinya dalam mendukung implementasi Jamkesmas sebagai bagian dari sistem jaminan sosial nasional. 3. Perlu dilakukan koordinasi lintas sektor yang antara lain ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU lintas sektor. 4. Diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia untuk kelancaran penyelenggaraan Jamkesmas.
Untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan jamkesmas maka pada tahun-tahun mendatang akan dilakukan strategi-strategi (1) Sosialisasi dan advokasi yang lebih diintensifkan untuk keberhasilan program jaminan kesehatan
nasional; (2) Kegiatan
peningkatan koordinasi yang lebih diintensifkan dalam hal ini antara tim koordinasi jamkesmas pusat dengan tim koordinasi jamkesmas daerah; (3) Pemetaan kekuatan dan kelemahan dalam jaminan pemeliharaan kesehatan sektor informal maupun formal dalam sebuah kegiatan yang simultan dan terus menerus agar cakupan kepesertaan dan sumber dana yang ada di masyarakat dapat dikembangkan lebih baik lagi.
50
5. Sasaran Strategis “Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)”
Untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis tersebut di atas ditetapkan
indikator
“Jumlah
tenaga
kesehatan
yang
didayagunakan dan diberi insentif di DTPK” Dalam rangka mewujudkan salah satu Misi Kementerian Kesehatan, yaitu, ”Menjamin ketersediaan dan pemerataan Sumber Daya Kesehatan”, maka Kementerian Kesehatan terus melakukan upaya
51
untuk mendukung misi tersebut melalui kegiatan pengangkatan, dan penempatan serta pemenuhan tenaga kesehatan dengan cara penugasan khusus di DTPK di 175 Kabupaten pada 28 Provinsi. Untuk
sementara
ini
pemenuhan
tenaga
kesehatan
melalui
penugasan khusus, sudah terpenuhi 10 (sepuluh) jenis tenaga kesehatan,
antara
lain
perawat,
analis
gizi,
kesling,
analis
kesehatan, bidan, pranata farmasi, kesehatan gigi, fisioterapis, radiografer, perekam medis dan infokes. Sesuai dengan Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014, target berdasarkan penetapan kinerja tahun 2011 berjumlah 2.445 orang dengan realisasi berjumlah 2.714 orang (111%). Target tahun 2011 merupakan akumulasi dari tahun 2010, terdiri atas 1.200 orang pada tahun 2010 dan 1.245 orang pada tahun 2011. Tabel 8 Perbandingan target dan realisasi “Jumlah tenaga strategis yang didayagunakan dan diberi insentif di DTPK” Indikator Kinerja
Target 2011
Capaian realisasi 2011
Jumlah tenaga strategis yang
2.445
2.714
didayagunakan dan diberi insentif di DTPK
Capaian
kinerja
tahun
2011
mengalami
peningkatan
jika
dibandingkan dengan tahun 2010. Pada tahun 2010 dari target sebesar 1.200 terealisasi 1.323 tenaga kesehatan strategis,
52
sehingga capaian kinerjanya adalah 110,25%, sebagaimana terlihat pada grafik berikut: Grafik 16 Perbandingan Capaian Realisasi “Jumlah Tenaga Kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif di DTPK” Tahun 2010 dan 2011 serta Target Renstra
2.714
7.020
2.500
1.323
realisasi indikator
1.500
500 2010
2011
2014 (Renstra)
Masalah : 1) Terlambatnya berkas usulan hasil seleksi penugasan tenaga kesehatan khusus dari daerah ke Kementerian Kesehatan, sehingga menyebabkan terlambatnya penerbitan SK Penugasan Tenaga Kesehatan Khusus. 2) Kurang optimalnya penyaluran insentif karena keterlambatan pengiriman berkas Surat Perintah Melaksanakan Tugas (SPMT) dari Dinas Kesehatan Provinsi atau kabupaten/kota.
Usul Pemecahan Masalah : 1) Meningkatkan advokasi ke daerah dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan seleksi tenaga kesehatan khusus dengan usul pemberkasan sistem seleksi on line.
53
2) Menyempurnakan mekanisme penyaluran insentif yang berbasis teknologi informasi.
6. Sasaran Strategis “Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular”
Untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis tersebut di atas ditetapkan indikator “Persentase provinsi yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)”
Kondisi yang dicapai: Persentase provinsi yang memiliki Peraturan Daerah tentang Kawasan
Tanpa
Rokok
(KTR)
telah
mencapai
target
yang
diharapkan. Dari target 60%, realisasi sebesar 63,6% sehingga pencapaian sebesar 106,6%. Grafik 17 Persentase Provinsi Yang Memiliki Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Tahun 2011 65%
55%
60% 63,60% Target
45%
Realisasi 35%
25% Target
Realisasi
54
Pada tahun 2011 target Provinsi yang telah memiliki Peraturan Daerah (Perda/Surat Edaran/ instruksi/SK/Peraturan Gubernur) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah sebesar 60% yaitu 20 provinsi. Dari hasil evaluasi, sebanyak 21 (63,6%) provinsi telah memiliki
Kebijakan
(Perda/Surat
Edaran/Instruksi/SK/Peraturan
Gubernur) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Banten, Provinsi Lampung, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi NAD, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Bengkulu. Grafik 18 Perbandingan Persentase Provinsi Yang Memiliki Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Tahun 2010 Dan Tahun 2011 serta target Renstra 100
100 80 60
63,6 33,3 KTR
40 20 0 2010
2011
2014 (Renstra)
55
Upaya-upaya yang mendukung tercapainya indikator ini adalah sebagai berikut: a) Tersedianya peraturan Perundang-undangan yang mendukung upaya Pengendalian Penyakit Tidak Menular, yaitu Undangundang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115 ayat (2),
Peraturan
bersama
Menkes
dan
Mendagri
No.188/Menkes/PB/I/2001, Peraturan No. 7 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan KTR. Selain itu, saat ini sedang dibahas RPP tentang Tembakau. b) Sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah daerah
Masalah: a) Kurang optimalnya sosialisasi dan advokasi kepada Pemerintah Daerah dalam rangka melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok. b) Pada beberapa daerah ada yang mengaitkan kebiasaan merokok ini dengan adat setempat seperti setiap kenduri, musyawarah pemuka adat/desa, undangan menggunakan rokok sebagai lambang kebersamaan. Selain itu juga pemahaman masyarakat masih rendah tentang dampak rokok terhadap kesehatan, baik untuk perokok aktif maupun asap rokok bagi bukan perokok. Hal ini bisa disebabkan karena sosialisasi
56
maupun KIE akan bahaya merokok maupun pemahaman akan KTR masih belum optimal.
Usul Pemecahan Masalah : a) Peningkatan advokasi KTR terhadap stakeholder yang terkait Peningkatkan advokasi
kepada
berbagai pihak terkait sangat perlu dilakukan untuk
menyamakan
persepsi bahaya
mengenai rokok
dan
pemahaman
akan
perlunya KTR, terutama tehadap
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota yang belum memiliki kebijakan KTR. b) Peningkatan koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor (1) Dalam meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor
akan
diperkuat
serta
dikembangkan
jejaring
pengendalian penyakit tidak menular di daerah sehingga dapat digunakan sebagai wadah untuk mengkoordinasikan permasalahan
dan
hambatan,
terutama
dalam
rangka
mendorong terbitnya Peraturan Daerah tentang KTR. Salah satu wadah yang tengah dikembangkan dalam rangka mendorong terbitnya kebijakan tentang KTR adalah Aliansi Bupati/Walikota Dalam Pengendalian Tembakau.
57
(2) Lembaga-lembaga
kemasyarakatan
termasuk
lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi profesi memiliki peran sentral untuk membangun dukungan masyarakat umum dan menjamin kepatuhan terhadap peraturan; oleh karenanya harus ditingkatkan keterlibatannya sebagai mitra aktif dalam proses pengembangan, pelaksanaan dan penegakan hukum. c) Sosialisasi Sosialisasi secara terus-menerus terhadap masyarakat termasuk pihak
swasta,
pentingnya
dalam
KTR
agar
meningkatkan dapat
pemahaman
tentang
diimplementasikan
kepada
masyarakat dan tidak menimbulkan persepsi yang keliru tehadap penerapan KTR. 7. Sasaran
Strategis
“Seluruh
Kabupaten/Kota
melaksanakan
Standar Pelayanan Minimal (SPM)” Untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis tersebut di atas ditetapkan
indikator
“Persentase
kabupaten/kota
yang
telah
menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM” Kondisi yang dicapai : Jumlah kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 524 Kabupaten/Kota.
Jumlah
Kab/Kota
tersebut
bertambah
jika
dibandingkan dengan jumlah Kab/Kota tahun 2010 dikarenakan oleh
58
pemekaran Kab/Kota. Dari 477 Kab/Kota pada tahun 2010 menjadi 524 Kab/Kota pada tahun 2011. Pada tahun 2011, Kabupaten/Kota yang memiliki alokasi fungsi kesehatan lebih dari 10 persen APBD adalah sebanyak 207 Kabupaten/Kota atau 39,50%. Indikator ini ditetapkan untuk mencapai sasaran strategis yang telah ada , namun demikian indikator tersebut tidak tercantum secara eksplisit dalam lampiran Renstra Kementerian Kesehatan. Tabel 9 Perbandingan target dan realisasi “Persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM” Indikator Kinerja
Persentase kabupaten/kota yang telah
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
60%
39,50%
menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM
Masalah: Data alokasi kesehatan tersebut belum terpisah dengan alokasi anggaran untuk pegawai.
59
Usul Pemecahan Masalah : Data alokasi anggaran 10 % dari APBD perlu dipisahkan dengan alokasi anggaran untuk pegawai. 8. Sasaran Program/Kegiatan “Terpenuhinya ketersediaan obat dan vaksin” Untuk menjamin ketersediaan obat dan vaksin, dilakukan pengadaan obat dan vaksin. Pengadaan tersebut meliputi pengadaan obatobatan buffer stock pusat, pengadaan obat program TB paru dan ISPA, pengadaan obat program malaria, pengadaan obat program AIDS dan PMS, pengadaan obat program penyakit menular, pengadaan obat program gizi, pengadaan obat program kesehatan ibu,
pengadaan
obat
program
kesehatan
anak,
pengadaan
obat/vaksin flu burung dan penyakit baru lainnya karena mutasi virus, pengadaan obat-obatan cadangan bencana/KLB, penyediaan obat dan perbekalan kesehatan haji, pengadaan obat dan perbekalan kesehatan emergency di Arab Saudi, pengadaan vaksin dan perbekalan kesehatan haji, serta pengadaan vaksin reguler. Untuk mengukur keberhasilan Sasaran Program/Kegiatan tersebut di atas ditetapkan indikator “Persentase ketersediaan obat dan vaksin” Obat yang dilaporkan ketersediaannya merupakan obat esensial generik yang digunakan oleh sarana pelayanan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat yang mendukung pelaksanaan program kesehatan. Daftar obat tersebut terdiri atas 144 item obat
60
dan vaksin, yang terdiri dari 135 item obat dan 9 item vaksin yang digunakan dalam imunisasi dasar. Kondisi yang dicapai: Data ketersediaan di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota diambil sebagai
gambaran
ketersediaan
tingkat
puskesmas.
Realisasi
ketersediaan obat pada tahun 2011 sebesar 87% dari target sebesar 85%. Dengan demikian persentase ketersediaan obat dan vaksin tahun 2011 telah melebihi target, dengan capaian sebesar 102,35%. Tabel 10
Perbandingan target dan realisasi “Persentase ketersediaan obat dan vaksin”
Indikator Kinerja
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
Persentase ketersediaan obat dan vaksin
85%
87%
Dalam pencapaian indikator ini upaya yang telah dilakukan yaitu: a) Penyediaan alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun Daerah. b) Advokasi
kepada
Pemerintah
Provinsi
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk meningkatkan alokasi anggaran obat. c) Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat serta harga obat. d) Bimbingan teknis pengelolaan obat.
61
Tahun 2010, realisasi ketersediaan obat mencapai 82 %, sedangkan pada tahun 2011, realisasi ketersediaan obat mencapai 87%. Sehingga,
jika
dibandingkan
dengan
tahun
2010,
realisasi
ketersediaan obat mengalami peningkatan. Grafik 19 Perbandingan pencapaian realisasi ketersediaan obat tahun 2010 dan 2011 serta target Renstra
90
87
82
100
80 70
Ketersediaan Obat
60 50 2010
2011
2014 (Renstra)
Masalah: Secara
nasional
capaian
ketersediaan obat dan
kinerja
vaksin
adalah
dari
indikator
persentase
sebesar 102,35%, namun
masih terjadi disparitas antar wilayah yang disebabkan antara lain : a) Belum optimalnya komitmen pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota
dalam
mengalokasikan
anggaran
bagi
penyediaan obat di tempat/sarana/fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Kekosongan obat di sarana Pelayanan Kesehatan
62
Dasar disebabkan keterlambatan distribusi/biaya distribusi tidak mencukupi. b) Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan Puskesmas
yang
memadai
karena
masalah
keterbatasan
anggaran. c) Mutasi tenaga farmasi yang bertugas di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota seringkali terjadi sehingga dapat mempengaruhi sistem pengelolaan obat. Usul Pemecahan Masalah: Beberapa langkah telah, sedang dan akan dilakukan, antara lain : a) Upaya peningkatan anggaran APBD yang dialokasikan untuk penyediaan obat dan vaksin. b) Mengintensifkan upaya advokasi kepada pemerintah daerah propinsi dan Kabupaten/Kota. c) Mendorong
komitmen
Pemerintah
Daerah
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota dalam penyediaan obat dan vaksin, dengan memfasilitasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk
mengadvokasi
Pemerintah
Daerah
setempat
terkait
pembiayaan obat. d) Melakukan dekosentrasi biaya distribusi obat dan vaksin yang teralokasi dalam APBN.
63
e) Meningkatkan kualitas perencanaan, pengelolaan, dan monitoring evaluasi obat. f)
Memberikan
bantuan
penyediaan
sarana
prasarana
yang
memadai untuk pengelolaan obat sehingga mampu menjaga kualitas obat (melalui DAK bidang Kefarmasian). g) Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. h) Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada menyangkut pengelolaan obat. i)
Melakukan pembinaan kepegawaian pada SDM pengelola obat secara kontinyu.
9. Sasaran Program/Kegiatan “Meningkatnya kualitas penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan” Untuk mengukur keberhasilan sasaran program/kegiatan tersebut di atas
ditetapkan
indikator
intervensi/prototipe/standar/
“Jumlah
formula
produk/model
hasil
penelitian
dan
pengembangan di bidang kesehatan” Kondisi yang dicapai: Kementerian Kesehatan selalu berkomitmen dalam melaksanakan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan. Hal ini dibuktikan dari penelitian-penelitian yang dilaksanakan telah menghasilkan
78
(tujuh
puluh
intervensi/prototipe/standar/formula pengembangan
di
bidang
delapan) hasil
kesehatan
dari
produk/model
penelitian 46
dan
produk/model
64
intervensi/prototipe/standar/formula
yang
kinerja
dibandingkan
tahun
2011
meningkat
ditargetkan.
Capaian
capaian
tahun
sebelumnya sebanyak 8 (delapan) produk/model. Tabel 11 Perbandingan target dan realisasi “Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/ formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan” Indikator Kinerja
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/ formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan
46
78
Realisasi indikator ini pada tahun 2010 sejumlah 70, sehingga jika dibandingkan dengan tahun 2011 terjadi peningkatan realisasi sehingga menjadi 78, sebagaimana digambarkan pada grafik berikut: Grafik 20 Perbandingan pencapaian target realisasi “Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/ formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan” Tahun 2010 dengan2011 serta target Renstra 194
200 150 100
70
78 Hasil penelitian
50 0 2010
2011
2014 (Renstra)
65
Program/kegiatan yang ditetapkan dalam rangka mencapai indikator, meliputi: (a) riset operasional dan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran (iptekdok); (b) penelitian bidang biomedis dan teknologi dasar kesehatan; (c) penelitian bidang klinik terapan dan epidemiologi klinik; (d) penelitian bidang kesehatan masyarakat intervensif; (e) penelitian bidang humaniora kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
(f)
kajian
daerah
bermasalah
kesehatan
serta
(g) melaksanakan dukungan manajemen dan dukungan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program penelitian dan pengembangan kesehatan.
Peluncuran Buku Atlas Vektor Penyakit di Indonesia
66
Masalah : a.
Belum optimalnya koordinasi dalam pengelolaan sumber daya terkait dengan pelaksanaan dukungan manajemen, tugas generik dan tugas teknis lainnya pada program litbangkes.
b.
Belum terintegrasinya pengelolaan data dan informasi sehingga belum dapat dimanfaatkan sebagai sumber translasi kebijakan program.
c.
Belum semua topik penelitian bidang kesehatan mengacu pada 8 (delapan) fokus prioritas pembangunan kesehatan 2010-2014.
Usulan Pemecahan Masalah : a.
Penguatan komitmen dan koordinasi lintas unit eselon 2 melalui rapat koordinasi yang intensif serta memanfaatkan jaringan penelitian dan pengembangan kesehatan sebagai media komunikasi untuk mewujudkan koordinasi yang diperlukan.
b.
Meningkatkan pengelolaan kompetensi SDM dalam rangka pemanfaatan hasil penelitian.
c.
Mendorong peran serta semua komponen di bidang kesehatan untuk melakukan penelitian dan pengembangan kesehatan yang
berorientasi
pada
produk/model
intervensi/prototipe/standar/formula. d.
Mengoptimalkan infrastruktur penelitian dan pengembangan kesehatan.
e.
Akan dibentuk Unit Pelaksana Fungsional (UPF) Manajemen Data yang berfungsi untuk mengintegrasikan data dan informasi hasil penelitian dan pengembangan kesehatan.
67
f.
Menyusun agenda penelitian yang mengacu pada 8 (delapan) fokus prioritas pembangunan kesehatan 2010-2014.
10. Sasaran
Program/Kegiatan
“Meningkatnya
koordinasi
pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan manajemen Kementerian Kesehatan” Untuk mengukur keberhasilan sasaran program/kegiatan tersebut di atas ditetapkan indikator : a. “Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan” Kondisi yang dicapai: Pada tahun 2011, dari target sebesar 45% persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan adalah 65,05%. Tabel 12 Perbandingan target dan realisasi “Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan” Indikator Kinerja
Persentase provinsi dan kabupaten/kota
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
45%
65,05%
yang memiliki bank data kesehatan
68
Jika dibandingkan dengan tahun 2010 dengan realisasi sebesar 60%, maka terdapat kenaikan sebesar 5,05 %. Kondisi tersebut tergambar dalam grafik berikut, Grafik 21 Perbandingan Realisasi Kinerja Indikator “Kepemilikan Bank Data Provinsi dan Kabupaten/Kota” Tahun 2010 dengan 2011 serta target Renstra 65 65 64 63 62 61
60 Capaian kinerja dan target Renstra
60
60 59 58 57 2010
2011
2014 (Renstra)
Beberapa hal yang mendukung capaian kinerja indikator ini antara lain : 1)
Tersedianya data profil yang sudah dimasukkan ke dalam website masing-masing provinsi dan kabupaten/kota sehingga mudah diakses.
2)
Adanya perangkat komunikasi data berupa SIKNAS online yang menghubungkan 33 provinsi dan 471 kabupaten/kota, 31 RS vertikal, 15 loka Balitbangkes, 10 Balai Teknik Kesehatan Lingkungan,
48
Kantor
Kesehatan
Pelabuhan
dengan
Kementerian Kesehatan.
69
3)
Dalam rangka meningkatkan kinerja, pengelola SIK provinsi dan kabupaten/kota diberikan reward berupa insentif.
Penghargaan dari Komisi Informasi Pusat Kepada Kementerian Kesehatan Sebagai Badan Publik Terbaik Masalah: Dukungan sumber daya terutama sumber daya manusia masih terbatas (salah satunya disebabkan oleh tingginya angka mobilisasi pengelola data di daerah).
70
Usul Pemecahan Masalah: 1) Pelatihan untuk pengelola data di daerah mengenai SIKDA generik. 2) Pendampingan penyusunan bank data daerah, instalasi model bank data daerah, dan update muatan bank data. 3) Pengembangan SDM untuk mengelola data terutama di daerah melalui pengangkatan jabatan fungsional untuk pengelola data (pengembangan karir yang jelas).
b. Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian Kementerian Kesehatan dalam mengelola kepegawaian telah dilaksanakan dengan sistim online, yang disebut SILK (Sistim Informasi Layanan Kepegawaian). SILK mengacu pada satu database pegawai yang sudah ada sebelumnya yaitu SIMKA (Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian). Untuk
menjaga
konsistensi
kualitas/mutu
layanan
produk
pengelolaan administrasi kepegawaian telah dilakukan sertifikasi ISO 9001:2008 terhadap 5 (lima) jenis produk administrasi kepegawaian.
71
Kondisi yang dicapai: Pengelolaan administrasi kepegawaian yang direncanakan untuk terintegrasi dengan database SIMKA yaitu 138 jenis produk administrasi kepegawaian. Pada tahun 2011, telah terintegrasi sebanyak 101 jenis. Sehingga dari target sebesar 40% (56 jenis), telah terealisasi 73 % (101 jenis). Tabel 13 Perbandingan target dan realisasi “Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian”
Indikator Kinerja
Persentase produk administrasi
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
40%
73 %
kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian
Masalah: 1) Update data pegawai belum dilaksanakan setiap saat ada perubahan oleh pengelola kepegawaian di masing-masing unit utama/pelaksana teknis terkait diklat, penilaian individu, dan kedisiplinan; 2) Kurangnya
dukungan
sarana
dan
prasarana
oleh
unit
utama/pelaksana teknis;
72
3) Keterbatasan kemampuan SDM bagi pengelola kepegawaian tentang kepegawaian.
Usul Pemecahan Masalah: 1) Penerapan
reward
dan
punishment
serta
peningkatan,
pengembangan dan penguatan kualitas database pegawai (software); 2) Melakukan koordinasi dengan unit utama/pelaksana teknis untuk meningkatkan dukungan sarana dan prasarana bagi pengelola kepegawaian di satkernya; 3) Peningkatan kapasitas SDM bagi pengelola kepegawaian, melalui diklat
SIMKA,
bimbingan
teknis
dan
rapat
koordinasi
kepegawaian.
c. Persentase pengadaan menggunakan e-procurement Kondisi yang dicapai: Target indikator ini pada tahun 2011 sebesar 70 % dan telah terealisasi sebesar 72,31 %. Dengan demikian, pencapaian kinerja telah melampaui target yaitu sebesar 103 %. Dasar penetapan target dan realisasi ini adalah penghitungan jumlah Satker Kantor Pusat (KP) dan Satker Kantor Daerah (KD) di Jakarta yang melaksanakan pengadaan melalui LPSE Kementerian Kesehatan. Dalam pengadaan menggunakan LPSE, Kementerian Kesehatan mampu melakukan efisiensi keuangan negara sebesar Rp. 316.714.443.562,14 atau sebesar 12,95 % dari pagu Kementerian Kesehatan. Dari 65 (enam puluh lima) Satker KP dan KD di
73
Jakarta, 47 (empat puluh tujuh) satker telah menggunakan LPSE. Realisasi pengadaan menggunakan LPSE telah tercapai sebesar 72,31%. Tabel 14 Perbandingan target dan realisasi “Persentase pengadaan menggunakan e-procurement” Indikator Kinerja
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
Persentase pengadaan menggunakan
70 %
72,31 %
e-procurement
Jika dibandingkan dengan tahun 2010, capaian realisasi indikator ini mengalami kenaikan sebesar 2,31 % yaitu dari 70% pada tahun 2010 menjadi 72,31% pada tahun 2011, sebagaimana tergambar pada grafik berikut: Grafik 22 Perbandingan Realisasi Indikator “Persentase Pengadaan yang menggunakan e-Procurement” Tahun 2010 dan 2011 serta Target Renstra” 100 70
90 72.31
80 60 Realisasi pengadaan e_procurement di unit LPSE
40 20 0 2010
2011
2014 (Renstra)
74
Masalah : 1) Adanya perubahan personalia Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang terlalu cepat. 2) Masih adanya pengadaan yang non e-procurement. 3) Sistem jaringan LPSE secara on line belum dapat diakses di seluruh daerah. Usul Pemecahan masalah : 1) Perlu
adanya
penguatan
SDM
melalui
pelatihan
yang
berkelanjutan untuk seluruh satker Kementerian Kesehatan. 2) Perlu penetapan kebijakan dalam proses pengadaan barang dan jasa sehingga seluruh satker menggunakan fasilitas LPSE. 3) Pengembangan sistem jaringan on line di seluruh LPSE untuk dapat mengakses LPSE Provinsi atau daerah.
11. Sasaran Program/Kegiatan “Meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas aparatur Kementerian Kesehatan” Untuk mengukur keberhasilan sasaran program/kegiatan tersebut di atas ditetapkan indikator “Persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel” Dalam rangka mencapai indikator ini dilaksanakan
beberapa
kebijakan antara lain: a. Sosialisasi dalam upaya Penerapan PP Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di lingkungan Kementerian Kesehatan b. Percepatan penyelesaian Tindak Lanjut hasil pengawasan
75
c. Pendampingan Penyusunan Laporan Keuangan bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) d. Pembentukan
Unit
Pengendali
Gratifikasi
di
lingkungan
Kementerian Kesehatan e. Mendorong pelaksanaan pengadaan barang & jasa melalui LPSE f.
Mendorong
percepatan
pembentukkan
Unit
Layanan
Pengadaan (ULP) g. Melakukan kegiatan terpadu dengan APIP lain (BPKP,Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota)
Kondisi yang dicapai : Pada tahun 2011, indikator persentase unit kerja yang menerapkan administrasi akuntabel ditargetkan sebesar
65% dan tercapai
93,75%. Dengan demikian, pencapaian kinerjanya adalah sebesar 144,23%. Tabel 15 Perbandingan target dan realisasi “persentase unit kerja yang menerapkan administrasi akuntabel”
Indikator Kinerja
Persentase unit kerja yang menerapkan
Target 2011
Capaian Realisasi 2011
65 %
93,75 %
administrasi akuntabel
76
Jika dibandingkan dengan capaian realisasi tahun sebelumnya, terdapat peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 54,17 % pada tahun 2010 menjadi 93,75 % pada tahun 2011 (kenaikan sebesar 39.58%). Grafik 23 Perbandingan Realisasi Indikator “Persentase Unit Kerja yang Menerapkan Administrasi Akuntabel” Tahun 2010 dan 2011 serta target Renstra
100
93,75 %
100
80 54,17 % 60
% unit kerja yg menerapkan adm akuntabel
40 20 0 2010
2011
2014 (Renstra)
Kegiatan-kegiatan yang mendukung pencapaian indikator tersebut antara lain: a. Reviu Laporan Keuangan Tujuan dilakukannya reviu adalah memberikan keyakinan akurasi, keandalan dan keabsahan informasi yang dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Pada tahun 2011 Inspektorat Jenderal telah melaksanakan reviu atas laporan
77
keuangan tahun 2010 semester II dan LK tahun 2011 Semester I. b. Evaluasi AKIP Evaluasi terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sangat penting dan harus dilaksanakan oleh evaluator secara profesional dan penuh tanggungjawab. Evaluasi tersebut diharapkan dapat memberi stimulasi bagi para pejabat instansi pemerintah untuk terus berusaha menyempurnakan praktikpraktik penyelenggaraan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip good governance. Pada Tahun 2011 Inspektorat Jenderal telah melaksanakan Evaluasi LAKIP pada bulan Oktober 2011 pada unit utama di lingkungan Kementerian Kesehatan. c. Pencanangan Komitmen “Raih WTP”
78
Pada
Bulan
Juli
2011
Kementerian
Kesehatan
telah
mencanangkan Komitmen “Raih WTP” pada tahun 2012 dan telah menetapkan Strategi langkah-langkah cepat (Quick Wins) berupa : 1) Komitmen Meraih WTP melalui Pakta Komitmen WTP, Semboyan “Raih WTP” yang diwujudkan dalam PIN, Banner, Leaflet, dan Pedoman; 2) Pembentukan Satgas WTP di tingkat Kementerian yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Satgas WTP di tingkat Eselon I; 3) Pembenahan SDM di bidang keuangan melalui penataan kembali (rekruitmen, pelatihan, dan penempatan); 4) Membentuk Tim Konsultasi Pengadaan Barang/Jasa; 5) Peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban keuangan; 6) Percepatan Penyelesaian Tindak Lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP); 7) Penguatan Penyelenggaraan SPIP melalui Penetapan Kebijakan dan Peraturan; 8) Pelaksanaan Monitoring Bulanan.
Masalah : Secara keseluruhan capaian kinerja dari indikator persentase unit kerja yang menerapkan administrasi yang akuntabel telah melebihi target, namun masih ada satuan kerja yang laporan keuangannya belum sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
79
Usul Pemecahan Masalah : a. Pendampingan penyusunan laporan keuangan berbasis risiko. Pendampingan penyusunan laporan keuangan berbasis risiko dilakukan dengan mengawal penyusunan laporan keuangan setiap satuan kerja, bekerja sama dengan BPKP sesuai dengan Nota Kesepahaman/MoU antara Itjen Kemenkes dengan BPKP Nomor 1077/ Menkes/SKB/VIII/2010 tanggal 10 Agustus 2010. b. Monitoring dan evaluasi dari penyusunan laporan keuangan Monitoring dan evaluasi sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan terutama pada satuan kerja yang bermasalah c. Peningkatan kualitas revieu laporan keuangan yang dilakukan tiap semester
C. SUMBER DAYA Dalam mencapai kinerjanya, Kementerian Kesehatan didukung oleh beberapa sumber daya antara lain Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Anggaran dan Sumber Daya Barang Milik Negara. 1. SUMBER DAYA MANUSIA Keadaan Pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan sampai dengan Tanggal 31 Desember 2011 jumlah pegawai 51.671 orang dengan rincian sebagai berikut: a. Menurut Jabatan: 1) Jabatan Struktural = 2.376 orang 2) Staf
= 1.482 orang
80
b. Menurut Golongan: 1) Golongan I
= 13 orang
2) Golongan II
= 458 orang
3) Golongan III
= 1.702 orang
4) Golongan IV
= 203 orang
c. Menurut Pendidikan: 1) SD
= 38 orang
2) SLTP
= 33 orang
3) SLTA
= 477 orang
4) D1
= 46 orang
5) D2
= 36 orang
6) Sarjana Muda
= 1 orang
7) D3
= 267 orang
8) D4
= 0 orang
9) S1
= 492 orang
10) Spesialis 1/2/AV
= 50 orang
11) S2
= 893 orang
12) S3
= 5 orang Grafik 24 Komposisi SDM berdasarkan jenis pendidikan
893 50 SD SLTP SLTA D1 D2
492
sarjana muda
5
D3 D4
38 0
33
S1 Spes ialis 1/2/AV S2
267 46
477
S3
1 36
81
Jenis dan tingkat pendidikan tersebut menunjukkan kekuatan SDM di Kementerian Kesehatan. Dengan proporsi SDM yang ada, dirasakan perlu peningkatan kualitas, terutama dalam pemahaman dan pelaksanaan kegiatan di Kementerian Kesehatan. Selain melalui peningkatan jenjang pendidikan formal, peningkatan kualitas SDM tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan. Disamping itu, kuantitas SDM perlu ditambah mengingat beban kerja di Kementerian Kesehatan cukup berat.
2. SUMBER DAYA ANGGARAN Dalam mencapai kinerjanya, Kementerian Kesehatan didukung oleh Sumber Daya Anggaran yang berasal dari APBN dan Pinjaman serta Hibah Luar Negeri. Sesuai DIPA Tahun 2011, anggaran Kementerian Kesehatan Rp.
secara
30.870.429.421.000
keseluruhan Sedangkan
mempunyai realisasi
anggaran
alokasi sebesar
Rp. 26.776.877.539.448 (86,74 %). Tabel 16 Laporan Realisasi Anggaran Kementerian Kesehatan Per 31 Desember 2011(Dalam Rupiah)
TOTAL NO
UNIT ESELON I ANGGARAN
REALISASI
%
1
SEKRETARIAT JENDERAL
2,824,834,273,000
2,427,461,326,243
85,93
2
INSPEKTORAT JENDERAL
88,352,641,000
70,674,219,059
79,99
3
BINA GIZI DAN KIA
1,926,515,386,000
1,547,408,384,238
80,32
4
BINA UPAYA KESEHATAN
18,938,035,613,000
17,195,333,004,875
90,80
5
PP DAN PL
2,229,181,305,000
1,504,401,796,141
67,49
6
BINFAR DAN ALKES
1,450,978,873,000
1,311,939,783,498
90,42
82
7
LITBANGKES
8
PPSDM KEMENKES
558,799,230,000
443,772,794,674
79,42
2,853,732,100,000
2,275,886,230,720
79,75
30,870,429,421,000
26,776,877,539,448
86,74
3. SUMBER DAYA BARANG MILIK NEGARA Barang Milik Negara di lingkup Kementerian Kesehatan tahun 2011 berasal dari dana APBN maupun dari perolehan lainnya per tanggal 31 Desember 2011 sebesar Rp. 45.614.824.630.283, terdiri dari: Tabel 17 Barang Milik Negara di lingkup Kementerian Kesehatan tahun 2011 No
Uraian
Nilai Rupiah
115111
Barang Konsumsi
115112
Amunisi
115113
Bahan untuk Pemeliharaan
115114 115121
Suku Cadang Pita Cukai, Materai dan Leges
115123
Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
300.000
115124
Peralatan dan Mesin untuk dijual atau
178.123.475.745
71,572,001,074 5,107,999,294 10.205,458,978 150.757.545.745 1.346.000
diserahkan kepada Masyarakat 115127
Aset Lain-Lain untuk diserahkan
2.082.965.001
kepada Masyarakat 115128
Barang Lainnya Untuk dijual atau
137.252.671.025
diserahkan kepada Masyarakat 115131
Bahan Baku
38.902.859.272
83
115191
Persediaan untuk tujuan
44.522.310.780
strategis/berjaga – jaga 115199 131111
Persediaan Lainnya
334.831.771.174
Tanah
12.740.197.289.900
131311
Peralatan dan Mesin
13.532.946.512.799
131511
Gedung dan Bangunan
131711
Jalan dan Jembatan
131712
Irigasi
131713
Jaringan
131911
Aset Tetap dalam Renovasi
131921
Aset Tetap Lainnya
132111
Konstruksi Dalam pengerjaan
153121
Hak Cipta
153141
Paten
153151
Software
153161
Lisensi
153171
Hasil kajian/penelitian
153191
Aset Tak Berwujud Lainnya
154112
Aset Tetap yang tidak digunakan dalam operasi pemerintahan TOTAL
7.188.978.900.776 125.365.372.970 36.968.991.744 276.196.335.972 6.970.600.612 124.850.901.584 1.819.639.578.085 276.100.000 5.650.250.000 40.016.388.389 69.335.000 186.410.500 15.646.834.345 8.727.504.123.519 45.614.824.630.283
84
BAB IV PENUTUP Sebagai pertanggungjawaban kinerja kepada Presiden RI, dan seluruh pemangku kepentingan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung serta sebagai sumber informasi untuk perbaikan dan peningkatan kinerja secara berkelanjutan, maka disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2011.
Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan secara umum telah dapat merealisasikan program dan kegiatan untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran sebagaimana tercantum dalam Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014.
Sebagai bagian dari Sistem Akuntabilitas Kinerja (SAKIP), Laporan Akuntabilitas Kinerja ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan. Upaya penyempurnaan akuntabilitas kinerja Kementerian Kesehatan tidak terlepas dari satu kesatuan sistem yang terdiri atas beberapa komponen yaitu (a) Perencanaan kinerja, (b) Pengukuran Kinerja, (c) Pelaporan Kinerja, (d) Evaluasi Kinerja, (e) Pencapaian Kinerja. Dengan demikian, selain laporan akuntabilitas kinerja,
Kementerian
Kesehatan
diharapkan
selalu
berupaya
menyempurnakan komponen-komponen lainnya dari SAKIP. Keberhasilan yang telah dicapai tahun 2011 diharapkan dapat menjadi parameter untuk pencapaian kinerja Kementerian Kesehatan di masa mendatang. Sedangkan solusi terhadap segala kekurangan dan hambatan akan dilaksanakan secara profesional.
112
DAFTAR TABEL
Tabel 1
:
Target, Capaian, dan Realisasi Indikator Cakupan Pn Tahun 2011
Tabel 2
:
Persentase kasus baru TB ( BTA Positif ) yang disembuhkan tahun 2011
Tabel 3
:
Capaian Realisasi Indikator Kinerja Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) yang memenuhi standar sarana, prasarana dan peralatan
Tabel 4
:
Target dan Capaian Realisasi “Indikator Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class)”
Tabel 5
:
Perbandingan Target dan Capaian Realisasi Indikator “Persentase Fasilitas Kesehatan Yang Memiliki Sumber Daya Manusia Kesehatan Sesuai Standar” Tahun 2011
Tabel 6
:
Perbandingan Target dan Capaian Realisasi Indikator “Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi” Tahun 2011
Tabel 7
:
Perbandingan Target dan Capaian RealisasiIndikator “Persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan” tahun 2011
Tabel 8
:
Perbandingan target dan realisasi “Jumlah tenaga strategis yang didayagunakan dan diberi insentif di DTPK” Tahun 2011
Tabel 9
:
Perbandingan target dan realisasi “Persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM” Tahun 2011
Tabel 10
:
Perbandingan target dan realisasi “Persentase ketersediaan obat dan vaksin” Tahun 2011
Tabel 11
:
Perbandingan target dan realisasi “Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/ formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan” Tahun 2011
113
Tabel 12
:
Perbandingan target dan realisasi indikator “Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan” Tahun 2011
Tabel 13
:
Perbandingan target dan realisasi “Persentase produk administrasi kepegawaian yang dikelola melalui sistem layanan kepegawaian” Tahun 2011
Tabel 14
:
Perbandingan target dan realisasi “Persentase pengadaan menggunakan e-procurement” Tahun 2011
Tabel 15
:
Perbandingan target dan realisasi “Persentase Unit Kerja yang Menerapkan Administrasi Akuntabel” Tahun 2011
Tabel 16
:
Laporan Realisasi Anggaran Kementerian Kesehatan
Tabel 17
:
Barang Milik Negara di lingkup Kementerian Kesehatan tahun 2011
114
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1
:
Kecenderungan capaian Realisasi persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih (cakupan Pn) dari tahun 2006 sampai 2011
Grafik 2
:
Capaian cakupan Pn tahun 2011
Grafik 3
:
Hubungan Cakupan Linakes dengan Kematian Ibu di Indonesia
Grafik 4
:
Hubungan Tempat Persalinan dengan Kematian Ibu di Indonesia
Grafik 5
:
Hubungan Rasio Bidan di Desa yang Tinggal di Desa dengan Kematian Ibu di Indonesia
Grafik 6
:
Kecenderungan pencapaian Kunjungan Neonatus Pertama (KN 1) tahun 2007 sampai dengan tahun 2011
Grafik 7
:
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Tahun 2011
Grafik 8
:
Cakupan D/S berdasarkan Provinsi Tahun 2011
Grafik 9
:
Cakupan kunjungan balita ke posyandu (D/S) 2009 – 2011
Grafik 10
:
Perbandingan Realisasi Kasus Baru TB Paru (BTA Positif) yang Disembuhkan Tahun 2010 dan Tahun 2011
Grafik 11
:
Perbandingan realisasi indikator “Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class)” antara tahun 2010 dengan 2011
Grafik 12
:
Perbandingan realisasi indikator “Persentase Fasilitas Kesehatan yang Memiliki Sumber Daya Manusia Kesehatan Sesuai Standar” antara tahun 2010 dengan 2011
Grafik 13
:
Capaian indikator “Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi” tahun 2009 sd 2011
Grafik 14
:
Perbandingan Capaian Indikator “Persentase Rumah Tangga yang melaksanakan PHBS” tahun 2010 dan 2011
115
Grafik 15
:
Perbandingan Capaian Indikator “Persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan” tahun 2010 dan 2011
Grafik 16
:
Perbandingan Capaian Realisasi “Jumlah Tenaga Kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif di DTPK” Tahun 2010 dan 2011
Grafik 17
:
Persentase Provinsi Yang Memiliki Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Tahun 2011
Grafik 18
:
Perbandingan Persentase Provinsi Yang Memiliki Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Tahun 2010 Dan Tahun 2011
Grafik 19
:
Perbandingan pencapaian tahun 2010 dengan 2011
Grafik 20
:
Perbandingan pencapaian target realisasi “Jumlah produk/model intervensi/prototipe/standar/ formula hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan” Tahun 2010 dengan 2011
Grafik 21
:
Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2010 dengan Kepemilikan Bank Data Provinsi dan Kabupaten/Kota
Grafik 22
:
Perbandingan Realisasi Indikator “Persentase Satker yang telah menggunakan LPSE Tahun 2010 dan 2011”
Grafik 23
:
Perbandingan Realisasi Indikator “Persentase Unit Kerja yang Menerapkan Administrasi Akuntabel” Tahun 2010 dan 2011”
Grafik 24
:
Komposisi SDM berdasarkan jenis pendidikan
realisasi
ketersediaan
obat
2011
116
PENGUKURAN KINERJA PENCAPAIAN SASARAN Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran No.
1
Sasaran Strategis 1 Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat
: Kementerian Kesehatan : 2011 Indikator Kinerja 2 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh nakes terlatih (cakupan PN)
Target
Realisasi
3
%
Program
Kegiatan
86%
4 86,38%
5 100,44%
6 Bina Gizi dan Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Kesehatan Ibu dan Anak Reproduksi
Persentase cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)
86%
90,51%
105,25%
Pembinaan Pelayanan Kesehatan Anak
Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)
70%
71,40%
102%
Pembinaan Gizi Masyarakat
2
Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit Persentase kasus baru TB (BTA menular positif) yang disembuhkan
86%
86,74%
100,86%
3
Seluruh provinsi melaksanakan program Presentase provinsi yang memiliki pengendalian penyakit tidak menular peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok
60%
63,60%
106%
4
Menurunnya disparitas status kesehatan dan Jumlah fasilitas pelayanan status gizi antar wilayah dan antar tingkat kesehatan (RS dan Puskesmas) sosial ekonomi serta gender yang memenuhi standar sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan
463
388
83,80%
Pembinaan Upaya Kesehatan
Pembinaan Upaya Kesehatan Rujukan
2
2
100,00%
Pembinaan Upaya Kesehatan
Pembinaan Upaya Kesehatan Rujukan
65%
81,12%
124,80%
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDMK)
Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan
72.000
53,152
0,07%
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan
55%
53,89%
97,98%
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan
70,3%
80,70%
114,79%
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
60%
39,50%
65,83%
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Pembinaan, Pengembangan Pembiayaan dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perencanaan dan Penganggaran Program Pembangunan Kesehatan
Jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia (world class) Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar
Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) beroperasi
5
Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Persentase Rumah Tangga yang Sehat (PHBS) pada tingkat Rumah Tangga melaksanakan PHBS
6
Meningkatnya penyediaan anggaran publik Persentase penduduk yang untuk kesehatan dalam rangka mengurangi mempunyai jaminan kesehatan risiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin
7
Seluruh Kab/Kota melaksanakan Standar Persentase kabupaten/kota yang telah menganggarkan APBD bidang Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan minimum 10 (sepuluh) persen dari APBD dalam rangka pencapaian SPM
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Pagu 7 1.512.243.582.000
Anggaran Realisasi 8 1.295.513.587.760
% 9 85,7%
2.229.181.305.000
1.504.401.796.141
67,5%
18.440.570.446.000
16.997.364.188.551
92,2%
2.853.612.575.000
2.275.778.658.220
79,8%
93.111.915.328
83,5%
Pengedalian Penyakit Tidak Menular
111.494.217.000
97.549.500.000
84.119.181.000
87.237.614.460
89,4%
40.011.610.131
47,6%
No.
Sasaran Program/Kegiatan 1
8
Terpenuhinya ketersediaan obat dan vaksin
9
Indikator Kinerja 2
Realisasi
3
4
%
87,00%
102,35%
Meningkatnya kualitas penelitian, Jumlah produk/model pengembangan dan pemanfaatan di bidang intervensi/prototipe/standar/ formula kesehatan hasil penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan
42
78
185,71%
10 Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan Jumlah tenaga strategis yang strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, didayagunakan dan diberi insentif di Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) DTPK
2.445
2.714
40%
Persentase provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki bank data kesehatan
Persentase pengadaan menggunakan e-procurement
Meningkatnya koordinasi pelaksanaan tugas, Persentase produk administrasi pembinaan dan pemberian dukungan kepegawaian yang dikelola melalui manajemen Kementerian Kesehatan sistem layanan kepegawaian
12 Meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas Persentase unit kerja yang aparatur Kementerian Kesehatan menerapkan administrasi yang akuntable
Program
5
85%
11
Persentase ketersediaan obat dan vaksin
Target
6 Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Anggaran
Kegiatan
Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Pagu 7
1.311.939.783.498
90,4%
546.408.596.000
435.036.923.759
79,6%
58.825.000.000
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Pembinaan Administrasi Kepegawaian
73,00%
182,50%
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Pembinaan Administrasi Kepegawaian
45%
65%
144,44%
Dukungan Pengelolaan Data dan Manajemen dan Informasi Kesehatan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
77.035.705.000
80%
72,31%
90,39%
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
35.000.000.000
65%
93,75%
144,23%
Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur Kementerian Kesehatan.
88.352.641.000
27.607.677.149.111 Jumlah Anggaran Tahun 2011 Realisasi Pagu Anggaran Tahun 2011
30.382.276.729.000 26.785.076.945.069
% 9
1.450.978.873.000
111%
Pembinaan Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Perlengkapan
Realisasi 8
45.864.443.005
62.791.971.657
26.967.824.927
77,97%
81,5%
77,28%
70.674.219.059
80%
24.246.694.536.504
87,8%
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI Jl. HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav 4-9 Gd. Baru Prof. DR. Sujudi Kementerian Kesehatan Lantai 9 Jakarta 12950 Website : hukor.depkes.go.id Email :
[email protected] TAHUN 2012