LAPORAN HASIL STUDI EKOLOGI KABUPATEN ALOR
Di Susun Oleh Tim Peneliti UNDANA Tahun 2009
KERJASAMA DENGAN
TIM PPKKLD KAB.ALOR
PEMDA KAB.ALOR
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Ekosistem di wilayah pesisir memiliki peran yang sangat penting dan nilai yang tinggi diantara ekosistem di bumi ini dalam memberikan pelayanan terhadap keseimbangan lingkungan (Constanza et. al., 1997). Menurut Hanson,et al, 2003; wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki potensi dan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (mega biodiversity), memiliki tingkat keanekaragaman hayati lebih dari 77 genera dan 450 spesies terumbu karang, serta tercatat memiliki lebih dari 2000 spesies ikan. Tingginya potensi dan keanekaragaman hayati tersebut baik dalam bentuk keanekaragaman genetik, spesies maupun ekosistem merupakan aset yang sangat berharga untuk menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Secara keseluruhan, kegiatan ekonomi dari sumberdaya pesisir memberikan kontribusi sekitar 25 % terhadap GPD Indonesia, dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 14 juta orang (Hopley dan Sudharsono, 2000). Sejak tahun 1993 sampai sekarang Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI telah melakukan monitoring status kondisi terumbu karang di Indonesia. Sebanyak 78 daerah yang terdiri dari 985 stasiun dan tersebar di seluruh perairan Indonesia, dari Sabang hingga Kepulauan Padaido di Papua barat. Hasilnya menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Indonesia pada akhir tahun 2008 adalah 5,45% dalam kondisi sangat baik, 25,48% dalam kondisi baik, 37,06% dalam kondisi sedang, dan 31,98% dalam kondisi buruk (Suharsono, 2007). Bila dianalisa lebih lanjut menunjukkan bahwa terumbu karang yang berada di Kawasan Barat Indonesia pada tahun 1995 lebih buruk, jika dibandingkan dengan karang yang ada di Kawasan Tengah Indonesia dan Timur Indonesia. Namun pada hasil evaluasi terakhir bahwa kategori terumbu karang yang buruk meningkat dikawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia menjadi lebih baik. Untuk itu perlu dilakukakan suatu upaya dan usaha untuk mengembalikan kondisi ekosistem laut tersebut agar dapat segera kembali pulih dari tekanan atau degradasi lingkungan yang tiap hari semakin besar akibat pengaruh dari bentuk pembangunan kawasan atau daerah yang tidak ramah lingkungan ataupun tidak berwawasan lingkungan.
2
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Dalam rangka mendukung program pembentukan kawasan konservasi laut di Kabupaten Alor maka perlu dilakukan survey baseline ekologi dengan suatu alasan bahwa, perairan pantai Indonesia memiliki beranekaragam sumberdaya laut dengan ekosistem yang sangat menarik, seperti mangrove, padang lamun dan terumbu karang, bila dikelola dengan baik akan sangat mendukung pemanfaatan sumberdaya laut. Terumbu karang tumbuh dan berkembang secara maksimal di daerah tropis. Studi baseline ekologi (ecological baseline study) yang telah dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi akan kondisi terkini ekosistem terumbu karang, mangrove, lamun dan juga kondisi lingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para “stakeholder” untuk melakukan pengelolaan ekosistem laut secara lestari. I.2 Profil Wilayah Kabupaten Alor
Alor adalah kelompok terakhir dari pulau-pulau di ujung timur jauh dalam gugusan Kepulauan Solor-Alor. Terletak pada posisi 123,48 – 125”8’ BT dan 8”6’-8”36’ LS, Kabupaten Alor berada pada bagian utara dan ujung timur Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan wilayah daratannya mencapai 2.864,64 Km2 dan luas perairan lautnya mencapai 10.773,62 Km2 dengan panjang garis pantai 650,490 km².
3
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Kabupaten Alor merupakan salah satu kabupaten kepulauan yang ada di Indonesia terdiri atas 2 pulau besar yaitu Pulau Alor dan Pulau Pantar serta beberapa pulau kecil. Data terakhir menunjukkan bahwa terdapat 20 pulau yang ada dalam wilayah administrasinya. Terdapat 9 pulau yang berpenghuni yaitu Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Pura, Pulau Tereweng, Ternate, Kepa, Pulau Buaya, Pulau Kangge dan Pulau Kura, dan 11 Pulau yang tidak berpenghuni yaitu, Pulau Sikka, Pulau Kapas, Pulau Batang, Pulau Lapang, Pulau Rusa, Pulau Kambing, Pulau Watu Manu, Batu Bawa, Pulau Batu Ille, Pulau Ikan Ruingdan Pulau Nubu. Kawasan perairan laut Kab. Alor, selain menyimpan kekayaan dan keanekaragaman hayati laut yang sangat besar. Saat ini Kawasan konservasi laut Daerah (KKLD) Kab.Alor termasuk kedalam ‘The Coral Triangle’. Berdasarkan informasi ilmiah yang tersedia, the coral triangle didefinisikan sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dengan dicirikan lebih dari 500 spesies terumbu karang dan ikan karang, serta biota lainnya. Tingginya keanekaragaman terumbu karang di kawasan tersebut berkaitan erat dengan kondisi oseanografi regional dan heterogenitas habitat, terutama habitat yang luas serta massa air dari laut lepas. Perairan kawasan Kab. Alor juga mempunyai karakteristik yang unik, selain dengan ekosistem terumbu karangnya, kawasan ini unik karena sering kali terjadi peristiwa Up Welling, UpWelling sendiri merupakan peristiwa dimana arus dingin dari dasar laut naik kepermukaan sehingga semua unsur nutrien bawah laut terangkat keatas dan menjadi sumber makanan bagi biota laut. Selain itu juga, keunikan lainnya adalah kawasan ini merupakan kawasan jalur migrasi beberapa mamalia laut seperti Paus dan duyung serta jalur perlintasan penyu, hiu dan pari manta. I.3 Tujuan Kegiatan Tujuan dari studi baseline ekologi ini adalah :
4
Mendapatkan data dasar ekologi di Kabupaten Alor termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, ikan karang, eksosistem mangrove dan ekosistem padang lamun. Membuat transek permanen di beberapa tempat di Kabupaten Alor agar kedepannya dapat dilalukan pemantauan ulang / monitoring secara berkala di masa mendatang. Sebagai bahan referensi/rujukan untuk pembuatan dokumen zonasi, rencana pengelolaan dan penetapan KKLD Alor.
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
I.4 Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup studi baseline ekologi ini meliputi empat tahapan yaitu: Tahap persiapan, meliputi kegiatan administrasi, koordinasi dengan tim dan Pemerintah daerah setempat, pengadaan dan mobilitas peralatan penelitian serta perancangan penelitian pelaksanaan survey lapangan. Selain itu juga, dilakukan persiapan penyediaan peta dasar untuk lokasi penelitian Tahap pengumpulan data, yang dilakukan langsung di lapangan yang meliputi data tentang terumbu karang, ikan karang, mangrove dan lamun. Tahap analisa data, yang meliputi verifikasi data lapangan dan pengolahan data sehingga data lapangan bisa disajikan dengan lebih informatif. Tahap pelaporan, yang meliputi pembuatan laporan akhir.
5
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
BAB II METODE PENELITIAN
II. 1. Lokasi Penelitian Ekosistem Terumbu Karang Pengamatan ekosistem terumbu karang di 13 lokasi pengamatan yaitu Desa Bana Pantar, P.Batang, Beagonong, Bagang, Kokar, Alaang, P.Ternate, Klihibeng, Matap, P.Lapang, Sebanjar, Pulau Buaya dan Dunangbila.
Ikan Karang Untuk ikan karang, pengamatan dilakukan di 12 stasiun pengamatan yaitu ; Pantai Desa Bana Pantar, Barat Pulau Batang, Pantai Timur Pulau Batang, Pulau Lapang, Beangonong, Duangbila, Bagan, Pulau Buaya, Sebanjar, Kokar, Alaang dan Pulau Ternate.
6
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Ekosistem Mangrove
Kegiatan penelitian ekologi mangrove di Kabupaten Alor dilaksanakan di 20 (dua puluh) lokasi titik pengamatan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15 16. 17. 18. 19. 20.
Desa Kabola Kecamatan Kabola (dibagi menjadi dua stasiun pengamatan); Desa Pante Deere Kecamatan Kabola (dibagi menjadi dua stasiun pengamatan); Kelurahan Moru Kecamatan Alor Barat Daya; Desa Alila Induk Kecamatan Alor Barat Laut; Kelurahan Kokar Kecamatan Alor Barat Laut; Desa Alaang Kecamatan Alor Barat Laut (dibagi menjadi dua stasiun pengamatan); Desa Baolang Kecamatan Alor Barat Laut; Desa Maukuru Kecamatan Alor Timur Laut; Desa Alemba Kecamatan Lembur; Desa Welai Barat Kecamatan Teluk Mutiara; Kelurahan Mutiara Kecamatan Teluk Mutiara; Desa Baranusa Kecamatan Pantar Barat; Desa Illu Kecamatan Pantar Barat; Desa Baraler Kecamatan Pantar Barat; Desa Brangmerang Kecamatan Pantar Barat; Desa Bana Kecamatan Pantar; Desa Piringsina-Pulau Kura Kecamatan Pantar; Desa Bagang Kecamatan Pantar Tengah; Desa Lewar Kecamatan Pantar Tengah; Desa Pandaeng Kecamatan Pantar Timur.
Ekosistem Padang Lamun Untuk stasiun pengamatan Ekosistem Padang Lamun dilakukan di Pantai Mali, Pantai Dere, Pantai Alila, P. Lapang, dan Desa Bagang. Keseluruhan lokasi stasiun pengamatan tersebut termasuk dalam lokasi Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Alor . II.1.
Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlangsung selama bulan Juni 2009, berlayar menggunakan Kapal Pendidkan WWF Indonesia Solor-Alor Project, Kapal Motor Kotekelema.
7
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
II.2.
Pelaksana Penelitian Kegiatan penelitian lapangan ini melibatkan staf peneliti dari Tim PPKKLD Kab. Alor, Peneliti UNDANA Kupang, Yayasan WWF Indonesia Solor-Alor Project, serta dukungan staf BAPPEDA, DKP Kab. Alor.
II.3.
Metode Penarikan Sampel dan Analisa Data Penelitian Ecological Baseline Study ini melibatkan beberapa kelompok penelitian dan dibantu oleh personil untuk dokumentasi. Adapun Metode penarikan sampel dan analisa data yang digunakan, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Terumbu Karang Pengamatan ekosistem terumbu karang dilakukan dengan menggunakan Metode “Reef Rapid Assement” (RRA) dan metode “Line Intercept Transect “ (LIT) mengikuti English et al., (1997). Penggunaan metode RRA dilakukan pada awal pengamatan sebelum dilakukan peletakan transek untuk pengamatan dengan metode LIT. Dengan metode RRA dapat diperoleh gambaran kondisi terumbu karang secara umum dan dalam waktu yang singkat, sehingga mempermudah dalam penentuan lokasi. Untuk peletakan transek garis untuk mengamatan yang lebih detail dengan menggunakan metode LIT. Untuk melengkapi pengamatan dengan metode LIT, maka dilakukan juga pembuatan permanent transect dan pengambilan posisi geografis pada setiap garis transek yang telah diamati untuk kepentingan monitoring kondisi terumbu karang.
2.
Ikan Karang Pengamatan dilakukan secara kwantitatif. Menggunakan metode ”Underwater Fish Visual Census” (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 50 m dicatat jenis dan jumlahnya. Sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 50 ) = 250 m2. Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO Species Catalogue Heemstra dan Randall (1993). Analisis kelimpahan relatif mengikuti yang dilakukan oleh WARFEL & MERRIMAN dalam HUTOMO dan MARTOSEWOJO (1977). Struktur komunitas ikan karang dievaluasi dengan menggunakan indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (didasarkan pada jumlah jenis), keseragaman Shanon-Wiener dan dominansi Simpson (SHANNON (1948; ZAR (1996), PIELOU, 1966). Mengikuti rumus :
8
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
k Indeks Keanekaragaman jenis :
H’= - ∑
pi ln pi,
i=1 dimana: H’ pi ni N
: Indeks keanekaragaman : ni/N : frekwensi kehadiran jenis i : frekwensi kehadiran semua jenis
Kriteria penilaian keanekaragaman jenis menurut DAGET (1976) adalah sebagai berikut : Jika H ≤ 2,0 : Keanekaragaman rendah Jika 2 < H < 3,0 : Keanekaragaman sedang Jika H≥ 3,0 : Keanekaragaman tinggi Indeks Keseragaman jenis karang/ikan (E) dengan rumus : E = H’ / H’ maks dimana : E H’ maks S
= Indeks keseragaman = ln S (Keanekaragaman species dalam keseimbangan maksimum) = jumlah species ikan
Dengan kriteria Daget (1976) : 0,00 < E < 0,50 : Komunitas tertekan 0,50 < E ≤ 0,75 : komunitas labil 0,75 < E ≤ 1,00 : Komunitas stabil
9
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Dominasi jenis dihitung dengan menggunakan rumus : ni (ni – 1) D = --------------N (N – 1) dimana : D ni N
= Dominansi Simpson = Jumlah individu jenis ke i = Jumlah seluruh individu
Dengan kriteria Daget ( 1976) : 0,00 < D ≤ ) 0,5 0,50 < D ≤ 0,75 0,75 < D ≤ 1,00 3.
: Dominansi rendah : Dominasi sedang : Dominansi tinggi
Mangrove
Penentuan Stasiun Pengamatan Stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan plot yang diletakan pada transek-transek (garis dari arah laut ke arah darat yang tegak lurus dengan garis pantai) sepanjang zonasi mangrove dengan jarak antar garis transek 50 m. Di sepanjang garis transek dibuat petak (plot) yang berbentuk empat persegi panjang berukuran 10 m x 10 m dengan jarak antar plot 25 m. Cara Pengukuran Lingkar Batang Adapun prosedur dalam pengukuran lingkar batang adalah sebagai berikut :
10
a.
Pengukuran lingkar batang pohon mangrove dilakukan pada setiap plot dengan menggunakan meteran.
b.
Lingkar batang setiap pohon mangrove diukur pada ketinggian sedada (sekitar 1,3 meter). Pengukuran lingkar batang pohon mangrove dikelompokkan berdasarkan kriteria pengelompokan pada tingkat pohon D > 4 cm, anakan (sampling) D < 4 cm, dan pada tingkat semai (seedling) T < 1 m.
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
c.
Kemudian dicatat berapa sentimeter masing-masing lingkar batang setiap jenis pohon mangrove yang ada dalam plot tersebut.
Teknik Pengambilan Data Untuk pengumpulan data vegetasi digunakan teknik kombinasi metode jalur dan garis berpetak (line intercept transect), kombinasi teknik model ini diharapkan mampu mendapatkan sampel yang bisa mewakili area pengamatan terutama area yang belum diketahui luasannya secara pasti.
10x10 m
10x10 m
5x5 m
5x5 m
1x1 m
1x1 m 10x10 m 5x5 m 1x1 m
Arah Rintis
Analisa Data Data yang diperoleh diolah berdasarkan perhitungan-perhitungan dengan menggunakan rumus matematik (Bengen, 2002).
a. Kerapatan jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam satu unit area :
Di = ni / A dimana : Di ni A
11
= Kerapatan Jenis i = Jumlah total tegakan dari jenis i = Luas total areal pengambilan sampel (luas total petak contoh/plot)
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
b. Kerapatan relatif jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (ni) dan jumlah tegakan total seluruh jenis (∑n) : RDi = ( ni / n) x 100
dimana : RDi ni = ∑n
= Kerapatan relatif suatu Jenis i (%) jumlah total tegakan dari jenis i = Jumlah total tegakan seluruh jenis
c. Frekuensi jenis (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis dalam petak/contoh yang diamati: Fi = Pi / ∑p
dimana : Fi = Pi = i ∑p =
Frekuensi Jenis i Jumlah petak contoh/plot dimana ditemukan jenis Jumlah total petak contoh/plot yang diamati
d. Frekuensi relatif jenis (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (F): RFi = (Fi/∑p) x 100
dimana : RFi = Fi = ∑p
12
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Frekuensi relatif Jenis i (%) Frekuensi jenis i = Jumlah total frekuensi untuk seluruh jenis
e. Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area :
Ci = ∑BA/A dimana : Ci BA
A
= Luas penutupan Jenis i = π DBH2/4 (dalam cm), π (3,14) adalah suatu konstanta dan DBH adalah diameter pohon dari jenis i, DBH = CBH/π (dalam cm) CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada = Luas total areal pengambilan contoh/plot
f. Penutupan relatif jenis (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis I (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (C): RCi = (Ci/∑C) x 100 dimana : Rci Ci ∑C
= Penutupan relatif Jenis (%) = Luas areal penutupan Jenis i = Luas total areal penutupan untuk seluruh jenis
g. Nilai Penting jenis (INP) :
INP RDi RFi RCi
= = = =
INP = RDi + RFi + RCi
dimana : Indeks Nilai Penting (%) Kerapatan relatif jenis (%) Frekuensi relatif jenis (%) Penutupan relatif jenis (%)
Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 – 300 %. Nilai penting jenis ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.
13
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
III.
Padang Lamun Metode pengambilan data lamun didasarkan pada metode Seagrass Watch, yaitu dengan transek garis sepanjang 50 meter tegak lurus dengan garis pantai. Estimasi persen tutupan lamun dengan transek kuadrat 50 x 50 cm2 diambil setiap 5 m sepanjang garis transek, dengan pengulangan 3 kali pada setiap lokasi dengan jarak 25 m antar transek garis. Analisa data dilakukan secara deskriptif berdasarkan data yang diperoleh. Transek 1 0
5
25 m
1 0
1 5
2 0
2 5
3 0
3 5
4 0
4 5
5 0
3 0
3 5
4 0
4 5
5 0
3 0
3 5
4 0
4 5
5 0
Transek 2 0
5
25 m
1 0
1 5
2 0
2 5
Transek 3 Garis Pantai
14
0
5
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
1 0
1 5
2 0
2 5
BAB III ANALISIS DATA III.1. Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem dunia yang paling kompleks dan khas daerah tropis. Produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi merupakan sifat dari ekosistem ini. Selain itu perpaduan yang harmonis dari bentuk-bentuk kehidupan yang ada menghasilkan panorama yang bernilai estetika tinggi. Terumbu karang memiliki fungsi dan peran yang menentukan dalam ekosistem pesisir dan laut, karena berfungsi sebagai tempat hidup, tempat asuhan, tempat berlindung, mencari makan bagi berbagai jenis organisme laut. Selain itu juga terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi. Pada dasarnya karang merupakan endapan massive kalsium karbonat (kapur) yang diproduksi oleh binatang karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organismeorganisme lain penghasil kalsium karbonat. Klasifikasi ilmiah menunjukkan bahwa karang ini termasuk kelompok binatang dan bukan sebagai kelompok tumbuhan. Binatang karang ini masuk ke dalam phylum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Scleractinia.
6,27
0,580,69
9,26 34,95
17,59
0,22
3,63 2,91 8,80
HC NS SC Algae SP OT CR SD DCA DC R
15,10
Gambar 3. Persentase penutupan rata-rata benthic lifeform ekosistem terumbu karang di KKLD Alor
Hasil pengamatan kondisi ekosistem terumbu karang yang dilakukan pada 13 titik stasiun pada wilayah Perairan KKLD Kab. Alor diperoleh hasil bahwa Terumbu karang pada Kawasan perairairan memiliki keragaman organisme bentik dan keragaman jenis karang yang cukup, salah satu tempat yang cukup tinggi keragaman jenis karang ditemukan diperairan Pulau Buaya.
15
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Secara umum dengan persentase (persen cover) tutupan karang keras Perairan KKLD Kab. Alor rata-rata sebesar 34,95 %, Kondisi karang hidup seperti ini dapat dikategorikan "Cukup Baik" atau “ Sedang”. Tabel 1. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang pada semua Stasiun Pengamatan
No.
Lokasi
Persentase Penutupan Karang Keras (%)
Kondisi Terumbu Karang
1
Bana Pantar
40,80
Cukup/Sedang
2
P. Batang
13,60
Buruk/Jelek
3
Beangonong
37,10
Cukup/Sedang
4
Bagang
25,80
Cukup/Sedang
5
Kokar
34,00
Cukup/Sedang
6
Alaang
39,20
Cukup/Sedang
7
P. Ternate
52,60
Bagus
8
Klihibeng
55,50
Bagus
9
Matap
0,80
Buruk/Jelek
10
P. Lapang
27,30
Cukup/Sedang
11
Sebanjar
12,80
Buruk/Jelek
12
P. Buaya
35,40
Cukup/Sedang
13
Dunangbila
82,20
Bagus
Rata-rata Keterangan :
34,95 persentase cover 0 – 24,9 % persent cover 25 – 49,9 % persent cover 50 – 74,9 % persent cover 75 %
Cukup/Sedang = buruk/jelek, = cukup baik, = baik/bagus = sangat baik/bagus.
Secara umum, Kondisi topografi dasar perairan terumbu karang di lokasi ini bervariasi mulai dari reef flat (rataan terumbu) yang landai dengan kemiringan sekitar 5-100 pada kedalaman sampai dengan 3 meter, selanjutnya agak terjal dengan kemiringan 30-450 pada kedalaman 5 – 20 meter. Namun dibeberapa lokasi seperti pada stasiun pengamatan Pantai Beagonong Pantar bentuk topografi berbeda yaitu pada kedalaman > 10 meter kemiringan dasar perairan meningkat > 450 hingga 750 , juga pada stasiun pulau Buaya kemiringan < 150 hingga pada kedalaman 5 meter, selanjutnya kedalaman > 5 meter topografi dasar perairan sangat terjal dengan kemiringan hampir tegak lurus (900) membentuk dinding terumbu (reef wall). Rata-rata ekosistem terumbu karang dijumpai tumbuh subur pada kedalaman 3 – 20 meter dengan pertumbuhan maksimal terjadi pada kedalaman 5 – 15 meter, pada kedalaman yang lebih dalam dari 20 meter pertumbuhan karang sudah mulai jarang dan substrat didominasi oleh pasir dan patahan karang.
16
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Komponen penyusun terumbu karang yang dominan adalah komponen abiotik yaitu pasir, batu (rock) dan patahan karang. Sedangkan komponen biotik yang utama rata-rata yang ditemukan adalah karang lunak, makro alga, turf alga, coraline alga crinoid, hydroid, anemon dan sponge terdapat dalam jumlah sedikit dengan persentase penutupan yang rendah. Pertumbuhan makroalga terutama genus Caulerpa terlihat mendominasi rata-rata pada kedalaman 2 – 7 meter.
Gambar 4 . Zonasi di terumbu karang tepi yang umum (UNEP, 1993a).
Secara umum, Jumlah genus karang keras yang di temukan diperairan ini tertinggi ditemukan di Pulau Buaya sebanyak 31 genus yang tergolong dalam 13 famili. Dan di pulau Ternate sebanyak 27 genus dan 14 family karang. Identifikasi spesies karang penyusun ekosistem terumbu karang yang ditemukan kurang lebih sebanyak 75 spesies karang keras, Famili karang keras yang paling banyak dijumpai adalah Acroporidae, Poritidae, Faviidae dan Fungiidae. Sedangkan genus karang paling umum dijumpai yaitu Acropora, Montipora, Porites, Favites, Favia, Montastrea, Diploastrea Oxypora, Goniopora,Echinopora, Pocillopora, Stylopora dan Seriatopora. Untuk Karang lunak ratarata genus yang dijumpai pada stasiun pengamatan adalah Sarcophyton, Sinularia, Lobophyton, Nepthea, Lemnalia dan Alertigorgia.
17
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Gambar 5. Beberapa organisme penghuni terumbu karang yang dijumpai di perairan KKLD kab. Alor.
Ancaman utama terhadap ekosistem terumbu karang di perairan kawasan konseervasi lauut daerah Kab.Alor, adalah faktor alamiah dan faktor akibat kegiatan pemanfaatan laut yang tidak ramah lingkungan (Destructive fishing). Dibeberapa lokasi pengamatan juga seperti pada stasiun Pulau Batang dan Bana ditemukan pada sekitar koloni karang yang mengalami pemutihan secara alami, ini terlihat pada saat pengambilan data dijumpai adanya bintang laut berduri (Acanthaster planci) dan kerang Drupela yang merupakan predator karang. Dibeberapa tempat terutama di Pulau Batang kerusakan fisik eksositem terumbu karang lebih banyak yang disebabkan oleh aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan pembiusan menggunakan potasium. Hal ini ditunjukan dengan tingginya persentase penutupan patahan karang dengan ukuran yang seragam dan dalam area yang luas terutama pada kedalaman sampai dengan 5- 8 meter. Namun kerusakan ini telah terjadi pada waktu lampau dan sekarang terlihat mulai adanya pemulihan dari kerusakan.
18
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Selain aktivutas pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan, Kerusakan terumbu karang pada semua lokasi pengamatan juga, ditandai dengan dijumpainya patahan karang dengan ukuran yang bervariasi dan tidak seragam, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kerusakan karang (terutama karang bercabang) terjadi karena jangkar perahu atau adanya kegiatan manusia karang untuk menangkap/mengambil biota laut. III.2. KOMUNITAS IKAN KARANG Hasil pengamatan secara umum, pada 12 lokasi penelitian ikan karang (table 2), teridentifikasi terdapat 19 Family ikan. Hasil terbesar terlihat dilokasi stasiun pengamatan Pulau Ternate, dimana kelimpahan individu cukup tinggi dibandingkan dengan stasiun pengamatan lainnya, kelimpahan individu pulau ternate sebesar 14 individu/m2, artinya dalam 1 meter bujur sangkar ditemukan 14 individu ikan dan jumlah jenis tertinggi sebesar 2860 jenis ikan. Selanjutnya Jumlah jenis terendah ada di stasiun pengamatan Sebanjar yang hanya sebesar 230 jenis ikan.
Tabel 2. Jumlah jenis dan kelimpahan Individu Ikan karang Pulau di Kab. Alor
19
Lokasi
Family
1. Pantai Desa Bana Pantar 2. Pulau Batang 3. Pantai Timur Pulau Batang 4. Pulau Lapang 5. Beagonong 6. Dunangbila 7. Bagan 8. Pulau Buaya 9. Sebanjar 10. Kokar 11. Alaang 12. Pulau Ternate
10 11 11 14 15 12 19 14 9 11 7 18
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Jumlah Jenis Kelimpahan individu/m2
423 1368 848 2160 2561 595 289 1438 230 418 295 2860
2 7 9 11 13 6 2 7 3 4 3 14
Dari hasil pengamatan tersebut, Spesies ikan yang teridentifikasi kemudian didata dan dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (English, et al., (1997), yaitu : 1. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. 2. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. 3. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Rata-rata ikan karang paling banyak di jumpai adalah ikan major dari jenis Dascylus reticulatus. Pseudanthias squamipinnis, Choromis fumea, Ctenochaetus binototus. Sedangkan ikan target lebih dominasi dari jenis ikan Ctenochaetus binototus, Pterocaesio pisang, Pterocaesio tile, Caesio teres sedangkan ikan indikator yang banyak teridentifikasi adalah Chaetodon klenii, Hemitaurichthys polylepis. Tabel 3. Indeks Keragaman, dominansi,dan keseragaman
20
Lokasi
Indeks Keragaman
Indeks Dominansi
Indeks Keseragaman
1. Pantai Desa Bana Pantar 2. Pulau Batang 3. Pantai Timur Pulau Batang 4. Pulau Lapang 5. Beagonong 6. Dunangbila 7. Bagan 8. Pulau Buaya 9. Sebanjar 10. Kokar 11. Alaang 12. Pulau Ternate
2,35 1.95 1.91 2.22 1.79 1.65 2.63 2.22 2.45 2.81 1.86 2.05
0.15 0.11 0.23 0.07 0.13 0.31 0.09 0.16 0.12 0.08 0.26 0.15
0.77 0.59 0.62 0.61 0.47 0.51 0.83 0.57 0.78 0.77 0.61 0.45
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Indek Keragaman artinya keragaman populasi dalam satu lokasi pengamatan menurut petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs, 1972, nilai tertinggi berada di staiun pengamatan Kokar dengan nilai 2.81 dan terendah berada di Dunangbila sebesar 1.86. Untuk Indeks dominansi (menunjukan bahwa dominansi ikan dalam satu kawasan), menunjukkan dominasi satu jenis spesies ikan terbesar berada dikawasan Alaang dan terendah berada didaerah Pulau Lapang sebesar 0.07, sedangkan Indeks keseragaman tertinggi berada di stasiun pengamatan Sebanjar sebesar 0.78 dan terkecil Pulau ternate dengan nilai 0.45, hal ini menunjukan bahwa komunitas ikan karang pada kawasan Sebanjar sangat stabil dan kawasan perairan Pulau ternate dalam kondisi Labil. III.3. KOMUNITAS EKOSISTEM MANGROVE Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada lahan pasang surut, oleh karena itu hutan ini merupakan ekosistem yang berperan penting sebagai “interface” antara ekosistem darat dan ekosistem laut. Dengan demikian, sumberdaya hayati yang terdapat di hutan mangrove terdiri atas campuran antara flora/fauna daratan dan lautan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hutan mangrove mempunyai kemampuan regenerasi yang cukup tinggi dan dapat memperluas penyebaran dengan cepat ke arah laut apabila intensitas gangguan terhadap ekosistem ini tidak terlalu parah. Karena kemampuan diatas maka hutan mangrove disebut sebagai “walking forest” (Kusmana, 1996). Hasil sampling vegetasi mangrove ditemukan 16 jenis mangrove dari 11 family mangrove (Avicenniaceae, Combretaceae, Euphorbiaceae, Plumbaginaceae, Pteridaceae, Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, dan Sterculiaceae). Spesies Mangrove tersebut adalah Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Phemphis acidula, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Aegiceras corniculatum, Avicennia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Aegialitisannulata, Heritiera globosa, Aegialitis annulata, Acanthus ilicifolius, Nypa fruticans, Excoecaria agallocha, Lumnitzera racemosa.
Selama survey juga, terdapat hal – hal yang perlu untuk diperhatikan dan segera melakukan pencegahan dan rehabilitasi kawasan tersebut untuk menunjang kelestarian ekosistem mangrove di Kab. Alor. Aksi aktivitas Pemotongan Sentigi (Phemphis acidula) , Berlokasi di Desa Pante Deere stasiun I dan II, Desa Baolang, Desa Alemba, dan Desa Brangmerang masih terus berlangsung dalam jumlah yang sangat besar Penebangan jenis Sentigi ini dalam rangka menjualnya kepada penggemar bunga bonsai. Namun dibeberapa sisi lain juga beberapa masyarakat yang menebang jenis Sentigi lalu menanamkan potongan batang Sentigi dalam 21
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
rangka membudidayakannya, namun tidak sebanding dengan laju kerusakan ekosistem mangrove tersebut. Selain itu juga penebangan mangrove secara besar-besaran terjadi juga di Desa Baraler, dan ditebang dari jenis Bruguiera gymnorrhiza yang telah berdiameter lebih dari 70 cm, dimana penebangan dilakukan sepanajang ± 200 meter dengan lebar ± 50 meter. Informasi yang dihimpun dari masyarakat bahwa penebangan tersebut dilakukan untuk kepentingan membangun rumah dan sisanya untuk kebutuhan bahan bakar. Kemudian Penambangan pasir (Desa Alila Induk, Kokar, Alaang Stasiun I dan II, Maukuru, Alemba, Brangmerang, Illu, dan Baranusa). Penebangan.
Gambar 6. Sifat-sifat mangrove berdasarkan akar dan daun
22
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Lokasi
Jenis yg ditemukan
(1)
(2)
Kelurahan Kabola (Stasiun Pertama)
Desa Pante Deere (Stasiun Kedua)
23
Periodik
Perkiraan Bulan
Keterangan
(4)
(5)
(6)
-
April
Menyukai daerah terlindung
Berbunga/Berbuah
Pebruari-Maret
Puncak berbunga
Berbuah
Pebruari
Puncak berbunga,mulai berbuah
Berbunga
Januari-Pebuari
Puncak berbuah
Berbuah
Pebruari
Matang bunga (Maret berbuah)
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah
Bebunga
Pebaruari-Maret
Sedikit bunga (Puncak Maret)
Aegiceras corniculatum Avicennia marina Bruguiera gymnorrhiza Phemphis acidula Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Sonneratia alba
Berbunga/Berbuah
Pebruari-Maret
Puncak berbunga
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah
Berbunga/Berbuah
Pebruari
Puncak berbunga,mulai berbuah
Berbuah
Januari-Pebuari
Sedikit berbuah
Berbunga
Januari-Pebuari
Matang bunga (Maret berbuah)
Avicennia marina Bruguiera gymnorrhiza Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Sonneratia alba
Berbunga
Pebruari
Puncak (Matang) Bunga
Berbunga
Pebruari
Puncak (Matang) Bunga
Berbuah
Januari
Hampir selesai musim
Berbunga/Berbuah
Januri-Pebruari
Sedikit buah (koleksi bebas)
Berbunga
Pebruari
Puncak (Matang) Bunga
-
April
Menyukai daerah terlindung
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah (koleksi bebas)
Berbunga
Pebruari
Puncak berbunga
-
-
Penebangan di semua titik stasiun
Acrostichum speciosum Bruguiera gymnorrhiza Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Sonneratia alba
Kelurahan Kabola (Stasiun Kedua)
Desa Pante Deere (Stasiun Pertama)
Musim
Acrostichum speciosum Aegiceras corniculatum Bruguiera gymnorrhiza Phemphis acidula Rhizophora apiculata Sonneratia alba
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Organisme Penyusun, Tipe Substrat, dan Aktivitas lainnya (7)
- Organisme: Gastopoda, ikan kecil, kerang putih - Subtrat: Pasir (sedikit pecahan karang) - Penebangan mangrove (landasan pacu bandara Mali) - Organisme: Gastopoda, kepiting merah (dominan), ikan blodok, kerang darah - Subtrat: Berlumpur berpasir (sedikit pecahan karang) - Penebangan mangrove (landasan pacu bandara Mali) - Penambangan batu karang
- Organisme: Gastopoda, kepiting kecil, ikan blodok, kerang darah - Subtrat: Pasir (sedikit pecahan karang) - Penambangan pasir dan batu laut - Aktivitas budidaya rumput laut - Penebangan Sentigi (Phemphis acidula) - Gagal reboisasi (Rhizophora) - Organisme: Gastopoda, kepiting kecil, - Subtrat: Pasir (sedikit pecahan karang dan lumpur) - Penebangan Sentigi (Phemphis acidula) secara besar-besaran. Potongan batang Sentigi ditanam kembali untuk dikembangkan tapi mengalami kematian
Kelurahan Moru
Desa Alila Induk
Aegiceras corniculatum Avicennia alba Avicennia marina Bruguiera gymnorrhiza Aegialitis annulata Heritiera globosa Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Sonneratia alba
Acanthus ilicifolius Bruguiera gymnorrhiza Nypa fruticans Rhizophora apiculata Sonneratia alba
Kelurahan Kokar Aegiceras corniculatum Bruguiera gymnorrhiza Aegialitis annulata Sonneratia alba
Tdk ditemukan
Januari
-
Berbunga
Pebruari
Puncak berbunga
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah
Berbuah
Januari-Pebruari
Buah sedikit
Berbuah
Pebruari
Buah sedikit
berbunga
Pebruari
Sedikit ditemukan
Berbunga
Pebruari
Diserang hama
Berbuah
Pebruari
Dikembangkan di daerah darat
Berbuah
Januari-Pebruari
Buah sedkit
Berbunga/berbuah
Januari-Pebruari
Banyak bunga dari buah
Berbunga
Pebruari
Puncak berbunga (sangat banyak)
-
Agustus
Puncak buah
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah
-
-
-
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah (sangat banyak)
Berbunga
Pebruari
Berbunga
Pebruari
Puncak berbunga (awal pembuahan)
Berbunga
PebruarI
Sedikit berbunga Puncak berbunga (awal pembuahan – koleksi bebas)
24
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
- Organisme: Gastopoda, kepiting kecil, - Subtrat: Pasir (sedikit pecahan karang dan lumpur) - Penebangan pohon-pohon muda (Avicennia) dalam jumlah yg banyak - Daerah bekas tambak ikan (bandeng) - Hama menyerang jenis Aegialitis annulata(beberapa gastropoda melekat dan melubangi daun)
- Organisme: Gastopoda, kepiting merah (dominan), ikan blodok - Subtrat: Pasir berlumpur (lumpur tipis dominan) - Banyak pohon tua dari jenis Sonneratia alba - Penebangan dahan pohon - Penambangan pasir (besar-besaran) - Organisme: Gastopoda, kepiting merah (dominan), ikan blodok - Subtrat: Lumpur berpasir - Komunitas vegetasi dalam bentuk spot - Aktivitas nelayan tradisional - Penambangan pasir - Pemotongan pohon daratan
Desa Alaang (Stasiun Pertama)
Bruguiera gymnorrhiza Aegialitis annulata Rhizophora apiculata Sonneratia alba
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah (sangat banyak)
Berbunga
Pebruari
Sedikit berbunga
Berbunga
Pebruari
Berbunga
Pebruari
Puncak berbunga (awal pembuahan) Puncak berbunga (awal pembuahan)
Desa Alaang (Stasiun Kedua) Bruguiera gymnorrhiza Aegialitis annulata Rhizophora apiculata Sonneratia alba
Desa Baolang
Desa Maukuru
25
Bruguiera gymnorrhiza Aegialitis annulata Excoecaria agallocha Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Phemphis acidula Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Sonneratia alba Lumnitzera racemosa
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Berbuah
Pebruari
Puncak berbuah (sangat banyak)
Berbunga
Pebruari
Sedikit berbunga
Berbunga
Pebruari
Berbunga
Pebruari
Puncak berbunga (awal pembuahan) Puncak berbunga (awal pembuahan)
Berbuah
Pebruari
Awal pembuahan
berbunga
Pebruari
Puncak berbunga
Berbunga
Pebruari-Maret
Bunga jantan dominan
Berbunga/berbuah
Pebruari
-
-
Puncak berbunga (awal pembuahan)
-
-
berbunga
Pebruari
Berbunga/berbuah
Januari-Pebruari
Berbunga/berbuah
Pebruari
Dalam jumlah kecil (koleksi bebas) Penebangan seluruh pohon Sentigi
- Organisme: Gastopoda - Subtrat: Berasir (sedkiti pecahan karang) - Banyak pohon tua dari jenis Sonneratia alba dan Bruguiera gymnorrhiza - Penebangan dahan pohon mangrove - Penambangan pasir (besar-besaran
- Organisme: Gastopoda - Subtrat: Berasir (sedkiti pecahan karang) - Banyak pohon tua dari jenis Sonneratia alba dan Bruguiera gymnorrhiza - Penebangan dahan pohon mangrove - Penambangan pasir (besar-besaran)
- Organisme: Gastopoda, kepiting merah (dominan), ikan blodok - Subtrat: StasiunI: lumpur tebal bagian daerah bekas tambak dan Stasiun II: pasir berbatu dilapisi lumpur tipis) - Penambangan pasir - Pemotongan Sentigi (Phemphis acidula) - Bekas daerah pembukaan tambak (penebangan mangrove besar-besaran)
Ditemukan dalam jumlah sedikit Puncak bunga (awal buah) Puncak berbunga (awal pembuahan)
Berbunga
Pebruari
Puncak berbunga (mulai berbuah)
- Organisme: Gastopoda - Subtrat: Pasir berlumpur.
Desa Alemba
Lumnitzera racemosa Rhizophora apiculata
Desa Welai Barat
Kelurahan Mutiara
26
Avicennia alba Avicennia marina Bruguiera gymnorrhiza Aegialitis annulata Lumnitzera racemosa Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Sonneratia alba Avicennia alba Avicennia marina Bruguiera gymnorrhiza Aegialitis annulata
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Berbunga
Pebruari
Puncak Berbunga (mulai berbuah)
Tidak ditemukan
Pebruari
-
Berbunga/berbuah
Pebruari
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Pebruari
Ditemukan sedikit buah
Berbuah
Pebruari
Ditemukan sedikit buah
Berbunga
Pebruari
Puncak berbunga
Berbunga/berbuah
Pebruari
Puncak berbunga
Berbuah
Pebruari
Ditemukan sedikit buah
Berbuah
Pebruari
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Pebruari
Puncak bunga (mulai berbuah)
Berbunga/berbuah
Pebruari
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Pebruari
Ditemukan sedikit buah
- Mangrove hanya ditemukan di dekat muara sungai (debit kecil) - Lebih dominan mangrove ikutan (Terminalia catappa, Pongamia pinnata, Ipomoea pescaprae) - Penebangan dahan pohon - Penambangan pasir (besar-besaran) - Organisme: tidak ditemukan - Subtrat: Pasir berlumpur. - Mangrove hanya ditemukan di dekat muara sungai (debit kecil) - Lebih dominan mangrove ikutan (Terminalia catappa, Pongamia pinnata, Ipomoea pescaprae) - Penebangan pohon besar-besaran - Kematian mangrove secara alami (hempasan pasir menimbulkan kenaikan salinitas yg ekstrim) - Penambangan pasir (besar-besaran) - Pemotongan Sentigi (Phemphis acidula) - Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: Lumpur berpasir - Penebangan pohon besar-besaran (pembukaan tambak ikan DKP Alor) - Daerah menetap buaya (disarankan dibuatkan penangkaran buaya)
- Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: Lumpur berpasir - Penebangan pohon besar-besaran (pembukaan tambak ikan milik
Lumnitzera racemosa Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Sonneratia alba
Desa Baranusa
Rhizophora stylosa Rhizophora apiculata Sonneratia alba
D e s a Rhizophora stylosa Rhizophora I apiculata Sonneratia l alba Bruguiera l gymnorrhiza Lumnitzera u racemosa Avicennia marina Desa Baraler Rhizophora apiculata Sonneratia alba Bruguiera gymnorrhiza
27
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Berbunga/berbuah
Pebruari
Puncak bunga
Berbunga
Pebruari
Puncak berbunga
Berbunga/berbuah
Pebruari
Puncak berbunga (mulai berbuah)
Berbuah
Pebruari
Ditemukan sedikit buah
Berbuah
Pebruari
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Pebruari
Puncak bunga (mulai berbuah)
-
-
-
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Puncak berbuah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Puncak bunga
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Puncak berbuah (sangat banyak)
Berbunga
Mei-Juni
Puncak bunga
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Berbuah/berbunga (sedikit)
Berbuah
Mei-Juni
Puncak berbuah (sangat banyak)
masyarakat) - Daerah menetap buaya (disarankan dibuatkan penangkaran buaya)
- Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: Lumpur berpasir - Daerah pelabuhan rakyat (di sekitar pelabuhan tergenang tumpahan minyak dan oli dalam jumlah yang kecil) - Penambangan pasi - Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: Dominan lumpur tebal - Penambangan pasir - Daerah bekas tambak udang - Aktivitas nelayan
Ditemukan sedikit buah Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Puncak berbuah (sedikit)
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Puncak berbuah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Puncak bunga (sangat banyak)
- Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: Lumpur - Penebangan pohon besar-besaran oleh aparat desa untuk pembangunan rumah dan kebutuhan bahan bakar (sensor pohon yang berdiameter > 70 cm, jenis Bruguiera gymnorrhiza) - Daerah menetap kadal (disarankan dibuatkan penangkaran kadal) - Terdapat sumur air tawar yang telah dibuat parmanen oleh masyarakat di areal
Desa Brangmerang
Desa Bana
Rhizophora apiculata Sonneratia alba Bruguiera gymnorrhiza Lumnitzera racemosa Phemphis acidula
Rhizophora apiculata Avicennia marina
Pulau Kura Desa Piringsina Rhizophora stylosa Rhizophora apiculata Sonneratia alba D e s a B a g Rhizophora a stylosa Rhizophora n apiculata Sonneratia g alba
28
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Puncak berbunga
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Puncak berbuah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Puncak berbunga (mulai berbuah)
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbuah
-
Ditemukan sangat sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbuah
-
Ditemukan sangat sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
hutan mangrove - Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: Lumpur berpasir - Pengambilan pohon Sentigi besar-besaran (untuk bonsai), Sentigi di daerah ini terancam hampir punah. - Daerah menetap kadal (disarankan dibuatkan penangkaran kadal) - Penambangan pasir - Oleh warga setempat dibangun sebuah rumah jaga ukuran sedang ditengah hutan mangrove (penebangan pohon) - Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: berpasir - Aktivitas budidaya rumput laut - Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: batu karang
- Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: berpasir (sedikit pecahan karang)
Desa Lewar Rhizophora stylosa Rhizophora apiculata Sonneratia alba Desa Pandaeng Rhizophora stylosa Rhizophora apiculata Sonneratia alba
29
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Berbuah
-
Ditemukan sangat sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbuah
-
Ditemukan sangat sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
Berbunga/berbuah
Mei-Juni
Ditemukan sedikit buah
- Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: berpasir
- Organisme: gastropoda, ikan kecil - Subtrat: berpasir
III. 4. Lamun
Ekosistem padang lamun adalah tempat pemeliharaan (nursery ground) bagi banyak jenis ikan komersial dan crustacea (jenis udang-udangan) (Kirkman, 1997). Anakan (juveniles) ikan dan crustacea datang di ekosistem padang lamun bertujuan untuk menghindar dari pemangsaan oleh predator, memakan alga epifit yang tumbuh diatas tumbuhan lamun, dan memakan materi organik detrital yang berasal dari permukaan air laut. Dengan demikian, jika terjadi gangguan atau kerusakan pada ekosistem padang lamun dapat menurunkan produksi perikanan alami dimana ikan dan crustacea bernilai ekonomis penting bergantung pada ekosistem ini pada masa juvenile-nya. Hamparan padang lamun memainkan peranan penting dalam perputaran nutrien dan jaring-jaring makanan pada perairan pantai. Daun dan batang lamun, menyokong pertumbuhan alga epifit yang merupakan makanan bagi amphipoda dan keong-keongan. Serpihan daun lamun yang dihancurkan oleh aksi gelombang dan bakteri, dan sejumlah besar detrivor menempati dasar dari sebuah jaringjaring makanan yang kompleks.
Gambar 7. Siklus rantai makanan dalam ekosistem padang lamun
30
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Berdasarkan analisa citra tahun 2007, distribusi lamun tersebar merata di sepanjang pesisir pantai keseluruhan gugusan pulau di Kabupaten Alor. Secara visual dapat dibedakan antara pesisir pada bagian utara dan bagian yang terlindung (selatselat/terlindung pulau satu sama lain) dengan bagian selatan dan bagian terbuka, dimana pada bagian utara dan bagian terlindung distribusi lamun lebih luas dibandingkan pada bagian selatan dan bagian terbuka. Hal ini sesuai dengan kecenderungan kontur dasar perairan Kabupaten Alor dimana pada sisi bagian utara dan terlindung dasar perairan berupa slope (cenderung landai) dibandingkan pada bagian selatan dan bagian terbuka kontur dasar laut cenderung berupa wall (tebing).
Dunangbila Enhalus acoroides Cymodocea rotundata Thalassia hemprichii Syringodium isoetifolium Bagang Enhalus acoroides Halodule uninervis Syringodium isoetifolium P. Lapang Enhalus acoroides Cymodocea rotundata Halophila ovalis Halodule uninervis Thalassodendron ciliatum
Pantai Dere Enhalus acoroides Cymodocea rotundata Thalassia hemprichii Halophila ovalis Alila Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Cymodocea rotundata Halophila ovalis Halodule sp Syringodium isoetifolium
Mali Enhalus acoroides Cymodocea rotundata Thalassia Hemprichii
Gambar 8. Distribusi Spesies Lamun Di Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Alor
31
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
GRAFIK PERSEN TUTUPAN LAMUN PADA SETIAP LOKASI 100
% TUTUPAN
80 60 40 20 0 Mali
Pt. Dere
Alila
Dunangbila
Lapang
Bagang
NAMA LOKASI
Gambar 2. Grafik Persen Tutupan Lamun di Enam Lokasi Pengamatan
Hasil pengamatan di 6 (enam) lokasi menunjukkan setidaknya ada 7 (tujuh) spesies lamun dijumpai di Perairan Kabupaten Alor. Ketujuh spesies tersebut adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium, Cymomodocea rotundata, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule sp. Jumlah dan komposisi spesies tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil pengamatan yang dilakukan di Kabupaten Lembata. Persen tutupan lamun tertinggi yaitu di lokasi Pulau Lapang sebesar 58,8% dan tutupan terendah di lokasi Mali sebesar 15%. Jenis-jenis makroalga yang dijumpai adalah Sargassum, Padina, Ulva, Turbinaria, dan Halimeda.
32
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
BAB IV KESIMPULAN
1. Hasil pengamatan kondisi ekosistem terumbu karang yang dilakukan pada 13 titik stasiun Secara umum dengan persentase (persen cover) tutupan karang keras Perairan KKLD Kab. Alor rata-rata sebesar 34,95 %, Kondisi karang hidup seperti ini dapat dikategorikan "Cukup Baik" atau “ Sedang”. 2. Pengamatan ikan karang yang dilakukan dengan metode Underwater Fish Visual Census” (UVC) teridentifikasi terdapat 19 Family Ikan karang, Jenis ikan mayor lebih mendominasi perairan dibandingkan dengan Ikan indikator atapun ikan target lainnya. Rata-rata ikan karang paling banyak di jumpai adalah ikan major dari jenis Dascylus reticulatus. Pseudanthias squamipinnis, Choromis fumea, Ctenochaetus binototus. Sedangkan ikan target lebih dominasi dari jenis ikan Ctenochaetus binototus, Pterocaesio pisang, Pterocaesio tile, Caesio teres sedangkan ikan indikator yang banyak teridentifikasi adalah Chaetodon klenii, Hemitaurichthys polylepis. 3. Hasil sampling vegetasi mangrove ditemukan 16 jenis mangrove dari 11 family mangrove (Avicenniaceae, Combretaceae, Euphorbiaceae, Plumbaginaceae, Pteridaceae, Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, dan Sterculiaceae). 4. Hasil pengamatan di 6 (enam) lokasi menunjukkan setidaknya ada 7 (tujuh) spesies lamun dijumpai di Perairan Kabupaten Alor. Ketujuh spesies tersebut adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium, Cymomodocea rotundata, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule sp. Persen tutupan lamun tertinggi yaitu di lokasi Pulau Lapang sebesar 58,8% dan tutupan terendah di lokasi Mali sebesar 15%. Jenis-jenis makroalga yang dijumpai adalah Sargassum, Padina, Ulva, Turbinaria, dan Halimeda.
33
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
DAFTAR PUSTAKA Allen, G. R., 1975. Damselfish of the South Seas.T.F.H. Publications, Neptune,New York. 1975. 153 p. Allen,G.R. , 1991. Damselfishes of the World. Mergus Publishers, Melle. Germany. English, S.; C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Second edition. Australian Institute of Marine Science. Townsville: 390 p Idris, 2004. Pedoman Pngelolaan Ekosistem Mangrove. Direktorat Bina Pesisir. Jakarta. Kuiter, R. H., 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western Pacific, Indonesia and Adjacent Waters. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. Lieske E. & R. Myers, 1994. Reef Fishes of the World. Periplus Edition, Singapore. 400p. Matsuda, A.K.; Amoka, C.; Uyeno, T. and Yoshiro, T., 1984. The Fishes of the Japanese Archipelago. Tokai University Press. McKenzie, L.J., M.A. Finkbeiner, and H. Kirkman. 2001. Methods for Mapping Seagrass Distribution. Global Seagrass Research Methods. Elsevier Science B.V. Amsterdam. 473pp. McKenzie, L.J., S. J. Campbell, and C.A. Roder. 2003. Seagrass-Watch: Manual for Mapping & Monitoring Seagrass Resources by Community (Cityzen) Volunteers, 2nd Edition. The State of Queensland, Department of Primary Industries. Australia. 104pp. Mellors, J.E. 1991. An Evaluation of Rapid Visual Technique for Estimating Seagrass Biomass. Aquatic Botany. Australia. 73pp Noor, R. Y, Khazali, M dan Suryadiputra, N. N.I; Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor. 201 hal. Neter, J.; M.H. Kunter ; C.J. Nachtsheim & W. Wasserman. 1996. Applied Linear Statistical Models. Fourth edition. The Mc Graw Hill–Co. Inc USA:1408p. Odum, E.P.1971. Fundamental of ecology. Sounders College Publishing. USA: 174-200. Pielou, E.C. 1966. The measurement of Diversity in Different Types of Biological Collections. J. Theoret. Biol. 13: 131-144. Shannon, C.E. 1948. A Mathematical Theory of Communication. Bell System Tech. J. 27: 379423, 623-656. Suharsono. 2007. Pengelolaan terumbu Karang di Indonesia; Orasi Pengukuhan Professor Riset Bidang Ilmu Oseanografi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta: 112 hal. Sukarno, N. Naamin and M. Hutomo, 1986. The Station of Coral Reefs in Indonesia. Proc. MABCOMAR. Regional workshop and research/training needs. UNESCO: MAB-COMAR; LIPI, Jakarta: 24-33pp.
34
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor
Warwick, R.M. and K.R. Clarke, 2001. Change in Marine Communities: an Approach to Stasistical Analysis and Interpretation, 2nd edition. PRIMER-E:Plymouth, Natural Environmental Research Council. Bourne Press: 169 pp. Zar, J. H., 1996. Biostatistical Analysis. Second edition. Prentice-Hall Int. Inc. New Jersey: 662 pp.
35
Laporan Hasil Survei Ekologi Kab.Alor