Coral Reef Information and Training Centre (CRITC) - LIPI Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330 Indonesia
LAPORAN COREMAP STUDI BASELINE EKOLOGI KABUPATEN TAPANULI TENGAH (2004)
LAPORAN COREMAP STUDI BASELINE EKOLOGI KABUPATEN TAPANULI TENGAH (2004)
Disusun oleh CRITC- Jakarta 2004
S TUDI B ASELINE E KOLOGI K ABUPATEN T APANULI T ENGAH , S UMATERA U TARA T AHUN 2004
KOORDINATOR TIM PENELITIAN
: G I Y A N T O , S.S I , M.S C .
PENANGGUNG JAWAB PENELITIAN
:
SISTIM INFORMASI GEOGRAFI
: D R S . W I N A R D I , M.S C .
KUALITAS PERAIRAN
: - DRS. EDI KUSMANTO - D R S . E D W A R D K E R E , M.S I .
MANGROVE
: DRS. SOEROYO
KARANG & MEGA BENTHOS
: D R A . A N N A M A N U P U T T Y , M.S I
IKAN KARANG
: D R A . S A S A N T I R. S U H A R T I , M.S C .
DOKUMENTASI
: R. S U T I Y A D I , A.M D .
ANALISA DATA
: G I Y A N T O , S.S I , M.S C .
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ……………………………………...
iii
DAFTAR TABEL …………………………………………
x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………
xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF ………………………………
xv
A. PENDAHULUAN ……………………….………………
xv
B. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………….
xviii
C. SARAN ………………………………………………
xxiv
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………...
1
A. LATAR BELAKANG …………………………………
1
B. TUJUAN PENELITIAN ……………………………….
3
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN ………………………...
4
BAB II. METODE PENELITIAN ………………………...
5
A. LOKASI PENELITIAN ...……………………………….
5
B. WAKTU PENELITIAN …………………………………
19
C. PELAKSANA PENELITIAN …………………………….
19
D. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA ...
19
1. Sistem Informasi Geografi ……………………...
20
2. Kualitas Perairan …………………………………
23
3. Mangrove ……….…..…………………………...
23
4. Karang ……………………………………………
24
5. Mega Benthos ……………………………………
26
6. Ikan Karang ………………………………………
27
CRITC-COREMAP Jakarta
i
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………
30
A. SISTEM INFORMASI GEOGRAFI ………………….……
30
1. Geometri Citra ……………………………………
30
2. Interpretasi Citra …………………………………
31
B. KUALITAS PERAIRAN …………………………………
33
1. Temperatur ……………………………………….
33
2. Salinitas …………………………………………..
36
3. Arus ………………………………………………
37
4. Fosfat ……………………………………………..
39
5. Nitrit ……………………………………………..
40
6. Nitrat ……………………………………………..
42
7. Oksigen Terlarut ………………………………...
43
8. Derajat Keasaman (pH) ………………………….
45
9. Kecerahan ………………………………………..
47
10. Warna …………………………………………...
49
11. Bau …………………………………………….
49
12. Sampah/Benda Padat Terapung (BPT) …………
50
13. Zat Padat Tersuspensi (TSS) ……………………
51
C. MANGROVE ...……………………………………….
53
D. KARANG ……………………………………………
58
E. MEGA BENTHOS …………………………………….
73
F. IKAN KARANG ……………………………………….
80
G. PEMBAHASAN UMUM ………………………………
94
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN …………………
96
A. KESIMPULAN …………………………………………
96
B. SARAN ………………………………………………
99
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..
101
LAMPIRAN ……………………………………………….
107
CRITC-COREMAP Jakarta
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Gambar 2.a.
Gambar 2.b.
Gambar 2.c.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.a.
Gambar 5.b.
Peta lokasi penelitian di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ...……..
6
Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di perairan sekitar pelabuhan Sibolga ……………….
8
Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan …………………………….
9
Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di perairan P. Mansalar ……………………………...
10
Posisi stasiun penelitian untuk parameter fosfat, nitrit, nitrat, oksigen terlarut, pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung, dan zat padat tersuspensi di perairan Teluk Tapian Nauli dan sekitarnya
11
Posisi stasiun penelitian mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah ……………..
12
Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga .
13
Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………...
14
CRITC-COREMAP Jakarta
iii
Halaman Gambar 5.c.
Gambar 6.a.
Gambar 6.b.
Gambar 6.c.
Gambar 7.a.
Gambar 7.b.
Gambar 7.c.
Gambar 8.
Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan P. Mansalar ……………...
15
Posisi stasiun penelitian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk transek permanen di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga ………………………...
16
Posisi stasiun penelitian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………………………………
17
Posisi stasiun penelitian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk transek permanen di perairan P. Mansalar …………………………………
18
Profil temperatur dan salinitas di perairan pelabuhan Sibolga dan sekitarnya ………..
35
Profil temperatur dan salinitas di perairan desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………………………………
35
Profil temperatur dan salinitas di perairan P. Mansalar ………………………………
36
Vektor arus antara P. Mansalar hingga Pelabuhan Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian Nauli bagian selatan hingga P. Mansalar (Lintasan II) …………………
38
CRITC-COREMAP Jakarta
iv
Halaman Gambar 9.
Kadar Fosfat (μg.at/l) di masing-masing stasiun penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah ………………………….
40
Kadar Nitrit (μg.at/l) di masing-masing stasiun penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………………………
41
Kadar Nitrat (μg.at/l) di masing-masing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah ……
43
Kadar Oksigen terlarut (ppm) di masingmasing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Tapanuli Tengah ….
44
Nilai Derajat keasaman (pH) di masingmasing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Tapanuli Tengah ….
46
Nilai TSS (ppm) di masing-masing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Tapanuli Tengah …………………………
52
Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI (n=51 stasiun) di Tapanuli Tengah untuk masing-masing kategori biota dan substrat ………………………...
60
Gambar 16.a. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masingmasing stasiun RRI di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga ………………………..
61
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
CRITC-COREMAP Jakarta
v
Halaman Gambar 16.b. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masingmasing stasiun RRI di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………………………………
62
Gambar 16.c. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masingmasing stasiun RRI di perairan P. Mansalar
63
Gambar 17.
Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat di masing-masing stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah dengan metode LIT ………………………
64
Gambar 18.a. Peta persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Sibolga dengan metode LIT ……………………………………….
65
Gambar 18.b. Peta persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk tapian Nauli bagian selatan, dengan metode LIT ……………………………………….
66
Gambar 18.c. Peta persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar dengan metode LIT
67
Gambar 19.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah kehadiran jenis karang batu ………………………………..
CRITC-COREMAP Jakarta
71
vi
Halaman Gambar 20.
MDS untuk stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah kehadiran jenis karang batu ………………
71
Analisa regresi antara nilai H’ dan persentase tutupan karang hidup ………….
72
Gambar 22.a. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga ……
75
Gambar 22.b. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………...
76
Gambar 22.c. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar …………………..
77
Gambar 21.
Gambar 23.
Gambar 24.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu mega benthos …………………...
79
MDS untuk stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu mega benthos …………...
79
CRITC-COREMAP Jakarta
vii
Halaman Gambar 25.a. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di sekitar perairan Sibolga dengan metode RRI ……………..
82
Gambar 25.b. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di sekitar perairan desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan dengan metode RRI ………………
83
Gambar 25.c. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di perairan P. Mansalar dengan metode RRI ……………
84
Gambar 26.a. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Sibolga ……………………………
87
Gambar 26.b. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan …………………………….
88
Gambar 26.c. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing- masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar ………………………………….
89
Gambar 27.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua ……………………………………….
CRITC-COREMAP Jakarta
93
viii
Halaman Gambar 28.
MDS untuk stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua ……………………………………….
CRITC-COREMAP Jakarta
93
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Luas mangrove dan terumbu karang di Kabupaten Tapanuli Tengah ………………..
33
Hasil pengukuran temperatur pada seluruh stasiun penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………………………….
34
Hasil pengukuran salinitas pada seluruh stasiun penelitian di perairan di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah ………………..
37
Jenis mangrove yang dijumpai (tanda +) di Kabupaten Tapanuli Tengah ………………..
54
Daftar Nilai Penting ( % ) jenis pohon mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah …..
54
Daftar kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN), dominasi nisbi (DN) dan nilai penting (NP) jenis pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah ……………………………………….
55
Gambaran mengenai struktur mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah ………………..
55
Daftar Nilai Penting ( % ) jenis anak pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah ………………...
57
Daftar kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN), dominasi nisbi (DN) dan nilai penting (NP) jenis anak pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah ……………………………………….
57
CRITC-COREMAP Jakarta
x
Halaman Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
Tabel 14.
Tabel 15.
Tabel 16.
Tabel 17.
Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen dengan metode LIT ………………………….
68
Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah …………………………….
70
Analisa variansi hubungan antara nilai H’ dan persentase tutupan karang hidup ……………
72
Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu mega benthos pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah ……...
78
Dua belas jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran terbesar (berdasarkan jumlah stasiun yang diamati)…..
81
Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi ………... Kelimpahan ikan karang untuk masingmasing suku yang dijumpai di lokasi transek permanen ……………………………………. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah dengan metode UVC ……..
CRITC-COREMAP Jakarta
81
86
90
xi
Halaman Tabel 18.
Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu ikan karang pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah ……...
CRITC-COREMAP Jakarta
92
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di Kabupaten Tapanuli Tengah ……………
107
Posisi stasiun penelitian untuk parameter fosfat, nitrit, nitrat, oksigen terlarut, pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung, dan zat padat tersuspensi di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …...
109
Lampiran 3.
Posisi stasiun penelitian untuk mangrove .
110
Lampiran 4.
Posisi stasiun penelitian karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………….
111
Posisi stasiun transek permanen untuk karang, mega benthos dan ikan karang di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …...
113
Jenis karang batu yang diperoleh di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …...
114
Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah
118
Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT di 6 stasiun transek permanent di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………………………
122
Lampiran 2.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
CRITC-COREMAP Jakarta
xiii
Halaman Lampiran 9.
Lampiran 10.
Kelimpahan beberapa mega benthos yang diamati dengan metode Reef Check (yang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanent di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………………………
123
Kelimpahan jenis ikan (jumlah individu/transek) yang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen yang diperoleh dengan metode UVC di perairan Kabupaten tapanuli Tengah ……
124
CRITC-COREMAP Jakarta
xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. P ENDAHULUAN COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru
yang
pendanaannya
dibiayai
oleh
ADB
(Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah Kabupaten
Tapanuli
Tengah
(Tapanuli
Tengah)
yang
secara administratif masuk ke dalam Propinsi Sumatera Utara. Sebagian
wilayah
Kabupaten
Tapanuli
Tengah
berada di daratan P. Sumatera, sedangkan sebagian lainnya merupakan pulau-pulau yaitu P. Mansalar yang merupakan pulau yang terbesar di kabupaten ini, dan pulau-pulau kecil yang pada umumnya tak berpenghuni. Daerah kajian pada penelitian ini adalah wilayah pesisir teluk di depan kota Sibolga (Teluk Tapian Nauli) beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya. Walaupun P. Mansalar tidak termasuk lokasi
COREMAP,
namun
penelitian
juga
dilakukan
disana. Kabupaten Tapanuli Tengah termasuk dalam satuan geomorfologi besar P. Sumatera yaitu bagian TengahBarat. Bagian ini merupakan perbukitan bergelombang dan membentuk deretan gunung api Bukit Barisan. Topografi perbukitan bergelombang ini disusun oleh batuan vulkanik berupa batuan breksi, lava, batuan piroklastik bersifat
CRITC-COREMAP Jakarta
xv
agak padu sampai padu, berumur Tersier hingga Kuarter. Kondisi
litologi
yang
demikian
menyebabkan
tanah
berkembang baik. Air tanahpun cukup baik dan melimpah di sini. Secara spesifik daerah kajian sebagian besar termasuk pada lahan bentukan asal fluvial dan lahan perbukitan.
Perbukitan
umumnya
ditumbuhi
tumbuhan
hutan dan jarang yang diusahakan karena lerengnya yang terjal. Sedangkan pada bagian yang agak datar dan datar, dijadikan tempat hunian penduduk selain juga diusahakan sebagai lahan pertanian. Khususnya P. Mansalar, hampir seluruh pulau ditutupi hutan primer. Ada sebagaian lahan telah dibuka dan ditanami tanaman perkebunan seperti kelapa. Iklim di Tapanuli Tengah masih merupakan iklim hujan tropis. Curah hujan rerata tahunan umumnya di atas 2500mm. Sedangkan kisaran suhu udara antara 18 – 32 o C. Tanah yang baik, curah hujan yang cukup serta suhu udara yang cukup kondusif inilah yang menjadikan daerah ini cukup subur dan cocok untuk tanaman perkebunan. Sebagai
lokasi
baru
COREMAP,
studi
baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, dalam studi ini juga dibuat
beberapa
transek
permanen
di
masing-masing
lokasi, agar kondisinya bisa dipantau di masa mendatang.
CRITC-COREMAP Jakarta
xvi
Adanya data dasar dan data hasil pemantauan memiliki arti penting sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP. Kegiatan menggunakan efisiensi
penelitian Kapal
waktu
dan
Riset
di
lapangan
Baruna
biaya,
Jaya
kegiatan
dilakukan VIII.
Untuk
penelitian
ini
dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline ekologi di perairan Kepulauan Mentawai dan Kabupaten Nias.
Kegiatan
lapangan
di
ketiga
lokasi
tersebut
berlangsung pada bulan Mei-Juni 2004. Kegiatan lapangan ini melibatkan staf CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu oleh
para
peneliti
dan
teknisi
Pusat
Penelitian
Oseanografi-LIPI, dan beberapa staf dari daerah setempat yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA, serta Dinas Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswa dari Jakarta (Universitas Indonesia) diikutkan dalam penelitian ini. Hal ini penting artinya bagi mahasiswa tersebut untuk dapat melengkapi Kegiatan Praktek Lapangannya. Dalam penelitian ini, sebelum penarikan sampel dilakukan,
terlebih
dahulu
ditentukan
peta
sebaran
terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta sementara (tentative) yang diperoleh dari hasil interpretasi data citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak titiktitik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu yang tersedia, tetapi diharapkan sampel yang terambil cukup
CRITC-COREMAP Jakarta
xvii
mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut.
B. H ASIL
DAN
P EMBAHASAN
Dari data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan analisa data. Hasil dan pembahasannya adalah sebagai berikut: Luasan hutan mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah yang meliputi daerah sekitar pelabuhan Sibolga, sekitar desa Sitardas (Teluk Tapian Nauli bagian selatan) dan P. Mansalar yaitu 7,9902 km 2 . Luasan terumbu karang yang meliputi fringing reef, patch reef dan shoal di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah
yang
meliputi
daerah
sekitar
pelabuhan
Sibolga, sekitar desa Sitardas (Teluk Tapian Nauli bagian selatan) dan P. Mansalar yaitu 25,3572 km 2 . Temperatur
di
perairan
sekitar
Sibolga
antara
29,4038°C dan 30,3487°C dengan rerata 30,0322°C, di perairan sekitar desa Sitardas yang berada di Selatan Teluk Tapian Nauli antara 28,1521°C dan 29,7296°C dengan rerata 29,3733°C, sedangkan di perairan P. Mansalar antara 29,2074°C dan 29,9513°C dengan rerata 29,6634°C. Salinitas di perairan sekitar Sibolga berkisar antara 32,1851 PSU hingga 33,6430 PSU, di perairan desa Sitardas antara 31,7693 PSU hingga 33,3517 PSU dan
CRITC-COREMAP Jakarta
xviii
di perairan P. Mansalar antara 32,4277 PSU hingga 33,8446 PSU. Pada lintasan antara P. Mansalar hingga Pelabuhan Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian Nauli bagian
selatan
menunjukkan
hingga
bahwa
P.
Mansalar
pengaruh
(Lintasan
pasang
surut
II)
tidak
dominan di perairan ini. Arah arus menuju selatan baik dalam kondisi pasang bergerak surut maupun pada saat menuju pasang. Pada lintasan II, kecepatan arus yang terekam
mencapai
75
cm/detik,
sedangkan
pada
Lintasan I kecepatan arusnya relatif lebih lemah. Kadar fosfat (selain di St.12 yang lokasinya berada di pelabuhan
laut
Sibolga
dengan
kadar
fosfat
=
71,65μg.at/l), secara rata-rata masih berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yang diberikan Kantor MNLH (NAB= 4,9 μg.at/l ) yaitu 1,42 μg.at/l. Kadar nitrit (N-NO 2 ) secara rata-rata nilainya sebesar 2,62
μg.at/l,
tanpa
mengikut
sertakan
St.12
yang
lokasinya berada di pelabuhan laut Sibolga dengan kadar nitrit = 12,39μg.at/l . Kantor MNLH (2004) tidak mencantumkan
nitrit
sebagai
salah
satu
parameter
kualitas air. Kadar nitrat (NO 3 -N) di perairan Tapanuli Tengah ini relatif tinggi terutama di St.12 yang lokasinya berada di pelabuhan laut Sibolga. Tanpa mengikut sertakan St.12, reratanya sebesar 4,99 μg.at/l. NAB untuk nitrat yang diberikan Kantor MNLH (1988) untuk biota dan wisata bahari yaitu 0,008 ppm atau 26,27 μg.at/l.
CRITC-COREMAP Jakarta
xix
Kadar oksigen terlarut di perairan Tapanuli Tengah pada umumnya masih dalam kategori normal yaitu antara 4,52-6,88 ppm dengan rerata 6,28 ppm. NAB kadar oksigen terlarut untuk biota laut dan pariwisata adalah > 5 ppm (Kantor MNLH, 2004). Pada St.12, kadar oksigennya berada di bawah NAB. Nilai hasil pengukuran pH di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah masih tergolong baik yaitu berkisar antara 7,6.-8,1 dengan rerata 7,99. Kantor MNLH (2004) menetapkan NAB pH antara 7-8,5 untuk biota dan wisata bahari. Pada lereng terumbu dengan kedalaman antara 5 m – 15 m, masih terlihat dasar perairan (Tampak Dasar). Hasil pengukuran warna air laut di seluruh stasiun di perairan Tapanuli Tengah menunjukkan bahwa warna air masih alami yakni berkisar antara hijau muda sampai biru tua. Warna hijau muda umumnya dijumpai pada lokasi yang relatif dekat dengan pantai (lebih kurang 25 m), sedangkan biru tua relatif agak jauh dari pantai (50-100 m). Hasil
pengukuran
bau
yang
dilakukan
secara
organoleptik menunjukkan bahwa air laut yang berbau hanya dijumpai di sekitar pelabuhan laut Sibolga. Sampah atau benda padat terapung ditemukan dalam jumlah yang sedikit dan pada umumnya dalam bentuk bahan organik yang terdiri dari serasah tumbuhan seperti kelapa, mangrove, semak belukar, dan juga kertas, plastik dan kayu.
CRITC-COREMAP Jakarta
xx
Kadar TSS (zat padat tersuspensi) berkisar antara 3,3928,25 ppm dengan rerata 7,05 ppm. Terutama pada stasiun-stasiun yang berada di pelabuhan laut Sibolga (St.12, St.13 dan St.14), kadar TSS cukup tinggi yaitu > 14 ppm. NAB TSS untuk koral dan wisata bahari sebesar 20 ppm (Kantor MNLH, 2004), sedangkan untuk budidaya perikanan <80 ppm (Kantor MNLH, 1988). Dijumpai 20 jenis mangrove yang termasuk dalam 10 suku dari hasil transek dan koleksi bebas. Untuk kategori pohon (diameter >10 cm) maupun anak pohon (diameter 2 - ≤ 10 cm), jenis Rhizophora mucronata mendominasi. Kepadatan pohon mencapai 288 batang per hektar dengan
rerata
ketinggian
14,74
meter
dan
rerata
diameter batang 16,30 cm. Kepadatan anak pohon mencapai 2995 batang per hektar dengan rerata ketinggian 5,35 m dan rerata diameter batang 4,54 cm. Di daerah aliran sungai Jago-jago di P. Sumatera didapatkan Nypa fruticans yang mendominasi hampir sepanjang aliran sungai. Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil dijumpai 140 jenis karang batu yang termasuk dalam 16 suku. Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang dilakukan di 51 stasiun dijumpai persentase tutupan
CRITC-COREMAP Jakarta
xxi
karang hidup antara 0,00%-79,70%, dengan rerata persentase tutupan karang hidup 26,98%. Pada stasiun TPTR03 dan TPTR08, pada saat pengamatan dilakukan, tidak dijumpai karang hidup sama sekali. Persentase tutupan karang hidup di perairan desa Sitardas yang berada di Teluk Tapian Nauli bagian selatan merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 52,02% (n=16 stasiun). Persentase tutupan karang hidup di P. Mansalar sebesar 18,79 % (n= 25 stasiun), sedangkan di Sibolga dan sekitarnya sebesar 7,42 % (n= 10 stasiun). Pada stasiun-stasiun yang berada di sekitar Sibolga (TPTL01,
TPTL02
dan
TPTL03)
memiliki
keanekaragaman jenis karang batu yang rendah dan jenis Porites lutea terlihat lebih mendominasi. Kelimpahan jumlah
Acanthaster
yang
sedikit,
planci,
yaitu
hanya
ditemukan 16
dalam
individu/ha.
Karang jamur (CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam jumlah yang berlimpah yaitu 16747 individu/ha. Bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam jumlah banyak yaitu 6692 individu/ha. Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah yang tidak banyak, dimana untuk
yang
kelimpahannya berukuran
berukuran sebesar
kecil
besar 170
(panjang
<
(panjang
>20
cm)
individu/ha,
dan
yang
20
cm)
sebesar
66
individu/ha. Demikian pula halnya dengan tripang (holothurian) dimana yang berukuran besar (diameter >20) kelimpahannya hanya sebesar 11 individu/ha,
CRITC-COREMAP Jakarta
xxii
sedangkan yang berukuran kecil tidak dijumpai sama sekali selama pengamatan dilakukan. Jenis ikan karang Lutjanus decussatus merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan RRI, dimana jenis ini berhasil dijumpai di 29 stasiun dari 51 stasiun RRI (Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun yang diamati= 56,86%). Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 9 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 179 jenis ikan karang yang termasuk dalam 31 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 11025 individu per
hektarnya.
Jenis
Neopomacentrus
cyanomos
merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 4571 individu/ha-nya Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen seperti ikan kakap (suku Lutjanidae) yaitu 813 individu/ha, ikan kerapu (suku Serranidae) 165 individu/ha, ikan ekor kuning (suku Caesionidae) yaitu 936 individu/ha. Selama
penelitian
berlangsung,
ikan
Napoleon
(Cheilinus undulatus) tidak dijumpai. Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 330 individu/ha. Perbandingan kelimpahan kelompok ikan major, ikan target dan ikan indikator berturut-turut adalah 20264 individu/ha, 3637 individu/ha dan 330 individu/ha,
CRITC-COREMAP Jakarta
xxiii
sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 61:11:1. Ini berarti bahwa untuk
setiap
73
ikan
yang
dijumpai
di
perairan
Tapanuli Tengah, kemungkinan komposisinya terdiri dari 61 individu ikan major, 11 individu ikan target dan 1 individu ikan indicator. Pelabuhan laut Sibolga yang ramai oleh segala macam aktivitasnya terlihat memiliki peranan penting terhadap menurunnya kualitas perairan disekitarnya. Stasiunstasiun yang berada di sekitar pelabuhan Sibolga (TPTL01,
TPTL02
dan
TPTL03)
tampak
berbeda
dengan stasiun-stasiun lainnya, baik itu dilihat dari jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu, jumlah individu mega benthos (yang memiliki nilai ekonomi penting ataupun sebagai indikator kesehatan terumbu karang), maupun dari jumlah individu ikan karang yang dijumpai. Secara umum kualitas perairannya dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya.
C. S ARAN Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: Kesimpulan
yang
diambil
seluruhnya
benar
Kabupaten
Tapanuli
CRITC-COREMAP Jakarta
untuk
mungkin
saja
menggambarkan
Tengah
secara
tidak kondisi
keseluruhan
xxiv
mengingat jumlah stasiun penelitian, terutama untuk stasiun
transek
permanen
sangatlah
terbatas
(13
stasiun). Hal ini dikarenakan waktu penelitian yang sangat terbatas. Untuk itu sebaiknya jumlah stasiun bisa ditambahkan pada penelitian selanjutnya. Secara umum, kualitas perairan di lokasi yang diteliti, dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini perlu
dipertahankan
bahkan
jika
mungkin,
lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu
karang
dan
biota
lainnya.
Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari. Dengan meningkatnya kegiatan di darat di sekitar Kabupaten
Tapanuli
Tengah,
pasti
akan
membawa
pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi
para
stakeholder
dalam
mengelola
ekosistem
terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pemantauan tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta
xxv
BAB I. PENDAHULUAN
A. L ATAR B ELAKANG COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru
yang
pendanaannya
dibiayai
oleh
ADB
(Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah Kabupaten
Tapanuli
Tengah
(Tapanuli
Tengah)
yang
secara administratif masuk ke dalam Propinsi Sumatera Utara. Sebagian
wilayah
Kabupaten
Tapanuli
Tengah
berada di daratan P. Sumatera, sedangkan sebagian lainnya merupakan pulau-pulau yaitu P. Mansalar yang merupakan pulau yang terbesar di kabupaten ini, dan pulau-pulau kecil yang pada umumnya tak berpenghuni. Daerah kajian pada penelitian ini adalah wilayah pesisir di Teluk Sibolga atau Teluk Tapanuli, yang biasa disebut juga dengan Teluk Tapian Nauli oleh masyarakat sekitarnya,
beserta P.
Mansalar dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Walaupun P. Mansalar
tidak
penelitian
juga
termasuk dilakukan
lokasi di
COREMAP, sana
sebagai
namun data
pembanding. Kabupaten Tapanuli Tengah termasuk dalam satuan geomorfologi besar P. Sumatera yaitu bagian TengahBarat. Bagian ini merupakan perbukitan bergelombang dan membentuk deretan gunung api Bukit Barisan. Topografi
CRITC-COREMAP Jakarta
1
perbukitan bergelombang ini disusun oleh batuan vulkanik berupa batuan breksi, lava, batuan piroklastik bersifat agak padu sampai padu, berumur Tersier hingga Kuarter. Kondisi
litologi
yang
demikian
menyebabkan
tanah
berkembang baik. Air tanahpun cukup baik dan melimpah di sini. Secara spesifik daerah kajian sebagian besar termasuk pada lahan bentukan asal fluvial dan lahan perbukitan.
Perbukitan
umumnya
ditumbuhi
tumbuhan
hutan dan jarang yang diusahakan karena lerengnya yang terjal. Sedangkan pada bagian yang agak datar dan datar, dijadikan tempat hunian penduduk selain juga diusahakan sebagai lahan pertanian. Khususnya P. Mansalar, hampir seluruh pulau ditutupi hutan primer. Ada sebagaian lahan telah dibuka dan ditanami tanaman perkebunan seperti kelapa. Iklim di Tapanuli Tengah masih merupakan iklim hujan tropis. Curah hujan rerata tahunan umumnya di atas 2500mm. Sedangkan kisaran suhu udara antara 18 – 32 o C. Tanah yang baik, curah hujan yang cukup serta suhu udara yang cukup kondusif inilah yang menjadikan daerah ini cukup subur dan cocok untuk tanaman perkebunan. Dilihat dari sumberdaya perairannya, Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup
dan
memijah
ikan-ikan
laut
seperti
ekosistem
mangrove, lamun dan karang. Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan di segala bidang serta krisis
ekonomi
yang
CRITC-COREMAP Jakarta
berkelanjutan
telah
memberikan
2
tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya lingkungan perairannya. Sebagai
lokasi
baru
COREMAP,
studi
baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, dalam studi ini juga dibuat beberapa transek permanen di masing-masing lokasi baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan COREMAP.
B. T UJUAN P ENELITIAN Tujuan dari studi baseline ekologi ini adalah sebagai berikut: Mendapatkan
data
dasar
ekologi
di
Kabupaten
Tapanuli Tengah, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Membuat transek permanen di beberapa tempat di Kabupaten Tapanuli Tengah agar dapat dipantau di masa mendatang.
CRITC-COREMAP Jakarta
3
C. R UANG L INGKUP P ENELITIAN Ruang lingkup studi baseline ekologi ini meliputi empat tahapan yaitu: 1.
Tahap
persiapan,
meliputi
kegiatan
administrasi,
koordinasi dengan tim penelitian baik yang berada di Jakarta maupun di daerah setempat, pengadaan dan mobilitas
peralatan
penelitian
serta
perancangan
penelitian untuk memperlancar pelaksanaan survey di lapangan. Selain itu, dalam tahapan ini juga dilakukan persiapan penyediaan peta dasar untuk lokasi penelitian yang akan dilakukan. 2. Tahap pengumpulan data, yang dilakukan langsung di lapangan yang meliputi data tentang kualitas perairan baik fisika maupun kimia perairan, terumbu karang, ikan karang dan mangrove. 3. Tahap analisa data, yang meliputi verifikasi data lapangan dan pengolahan data sehingga data lapangan bisa disajikan dengan lebih informatif. 4. Tahap pelaporan, yang meliputi pembuatan laporan sementara dan laporan akhir.
CRITC-COREMAP Jakarta
4
BAB II. METODE PENELITIAN
A. L OKASI P ENELITIAN Lokasi penelitian dilakukan di P. Mansalar dan di daerah
pesisir
Teluk
Sibolga
(Teluk
Tapanuli),
atau
masyarakat sekitar menyebutnya dengan Teluk Tapian Nauli, yang berada di depan kota Sibolga beserta pulaupulau kecil di sekitarnya (Gambar 1). Dalam penelitian ini, sebelum penarikan sampel dilakukan,
terlebih
dahulu
ditentukan
peta
sebaran
terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta sementara (tentative) yang diperoleh dari hasil interpretasi data citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak titiktitik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu yang tersedia, tetapi diharapkan sampel yang terambil cukup mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut.
CRITC-COREMAP Jakarta
5
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
CRITC-COREMAP Jakarta
6
Untuk parameter temperatur dan salinitas air laut dilakukan di 53 stasiun dimana 6 stasiun terdapat di perairan Pelabuhan Sibolga (Gambar 2.a. dan Lampiran 1), 26 stasiun di perairan Teluk Tapian Nauli
(Gambar 2.b.
dan Lampiran 1) dan 21 stasiun di perairan P. Mansalar (Gambar 2.c. dan Lampiran 1). Untuk parameter kecepatan dan arah arus air laut dilakukan di sepanjang lintasan antara P. Mansalar hingga Pelabuhan Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian Nauli bagian selatan hingga P. Mansalar (Lintasan II). Untuk
parameter
fosfat,
nitrit,
nitrat,
oksigen
terlarut, pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung, dan
zat
padat
tersuspensi
dilakukan
di
22
stasiun
penelitian (Gambar 3 dan Lampiran 2). Untuk mangrove, transek dilakukan di 4 stasiun, dimana 1 stasiun berada di daratan Sumatera dan 3 stasiun berada di P. Mansalar dan (Gambar 4 dan Lampiran 3). Untuk
kelompok
karang
dan
ikan
karang,
pengamatan dilakukan di 51 stasiun dengan menggunakan metode RRI (Rapid Reef Resources Inventory) (Gambar 5.a.,
Gambar
5.b.
dan
Lampiran
4).
Untuk
proses
pemantauan kondisi kesehatan karang di masa sekarang dan yang akan datang, dipilih 13 stasiun sebagai titik-titik transek permanen (permanent transect) untuk karang, mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan terumbu karang, serta ikan karang (Gambar 6.a., Gambar 6.b. dan Lampiran 5).
CRITC-COREMAP Jakarta
7
Gambar 2.a. Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di perairan sekitar pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta
8
Gambar 2.b. Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta
9
Gambar 2.c. Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di perairan P. Mansalar.
CRITC-COREMAP Jakarta
10
Gambar 3. Posisi stasiun penelitian untuk parameter fosfat, nitrit, nitrat, oksigen terlarut, pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung, dan zat padat tersuspensi di perairan Teluk Tapian Nauli dan sekitarny a.
CRITC-COREMAP Jakarta
11
Gambar 4. Posisi stasiun penelitian mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah.
CRITC-COREMAP Jakarta
12
Gambar 5.a. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta
13
Gambar 5.b. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta
14
Gambar 5.c. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan P. Mansalar.
CRITC-COREMAP Jakarta
15
Gambar 6.a. Posisi stasiun penelitian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk transek permanen di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta
16
Gambar 6.b. Posisi stasiun penelitian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta
17
Gambar 6.c. Posisi stasiun penelitian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk transek permanen di perairan P. Mansalar.
CRITC-COREMAP Jakarta
18
B. W AKTU P ENELITIAN Kegiatan menggunakan efisiensi
penelitian Kapal
waktu
dan
Riset
di
lapangan
Baruna
biaya,
Jaya
kegiatan
dilakukan VIII.
Untuk
penelitian
ini
dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline ekologi di perairan Kepulauan Mentawai dan Kabupaten Nias.
Kegiatan
lapangan
di
ketiga
lokasi
tersebut
berlangsung pada bulan Mei-Juni 2004.
C. P ELAKSANA P ENELITIAN Kegiatan penelitian di lapangan ini melibatkan staf CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, beberapa staf dari daerah setempat yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA, serta Dinas Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswa dari Jakarta (Universitas Indonesia) juga turut serta dalam survey
ini
untuk
melengkapi
Kegiatan
Praktek
Lapangannya.
D. M ETODE P ENARIKAN S AMPEL
DAN
A NALISA D ATA
Penelitian Ecological Baseline Study ini melibatkan beberapa kelompok penelitian dan dibantu oleh personil untuk dokumentasi. Metode penarikan sampel dan analisa data
yang
digunakan
oleh
masing-masing
kelompok
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
CRITC-COREMAP Jakarta
19
1. Sistem Informasi Geografi Untuk keperluan pembuatan peta dasar ekosistem perairan dangkal, hasil interpretasi citra penginderaan jauh (indraja) digunakan sebagai data dasar. Data citra indraja yang dipakai dalam studi ini adalah citra digital Landsat
7
Enhanced
Thematic
Mapper
Plus
(selanjutnya disebut Landsat ETM+) pada kanal sinar tampak dan kanal infra-merah dekat (band 1,2,3,4 dan 5). Saluran ETM+ 7 tidak digunakan dalam studi ini karena studinya lebih ke mintakat perairan bukan mintakat daratan. Sedangkan saluran infra-merah dekat ETM+ 4 dan 5 tetap dipakai karena band 4 masih berguna untuk perairan dangkal dan band 5 berguna untuk pembedaan mintakat mangrove. Citra
yang
digunakan
adalah
citra
dengan
cakupan penuh (full scene) yaitu 185 km x 185 km persegi.
Ukuran
piksel,
besarnya
unit
areal
di
permukaan bumi yang diwakili oleh satu nilai digital citra, pada saluran multi-spectral (band 1,2,3,4,5 dan 7) adalah 30 m x 30 m persegi. Adapun citra yang digunakan dalam studi ini seluruhnya ada 2 scenes yaitu:
path-row
129-58
dan
128-59
(merekam
P.
Mansalar dan Teluk Tapian Nauli atau Teluk Sibolga). Sebelum kerja lapang dilakukan, di laboratorium terlebih dulu disusun peta tentatif.
Pengolahan citra
untuk penyusunan peta dilakukan dengan perangkat lunak Extension Image Analysis 1.1 pada ArcView 3.2 version.
CRITC-COREMAP Jakarta
20
Prosedur mendapatkan
untuk peta
pengolahan
tentatif
daerah
citra
sampai
studi
meliputi
beberapa langkah berikut ini: Langkah
pertama,
citra
dibebaskan
atau
setidaknya dikurangi terhadap pengaruh noise yang ada. Koreksi untuk mengurangi noise ini dilakukan dengan teknik smoothing menggunakan filter low-pass. Langkah kedua, yaitu memblok atau membuang daerah tutupan awan. Ini dilakukan dengan pertamatama memilih areal contoh (training area) tutupan awan dan kemudian secara otomatis komputer diminta untuk memilih seluruh daerah tutupan awan pada cakupan citra. Setelah terpilih kemudian dikonversikan menjadi format shape file. Konversi ini diperlukan agar didapatkan data berbasis vektor (data citra berbasis raster) beserta topologinya yaitu tabel berisi atribut yang sangat berguna untuk analisis selanjutnya. Dari tabel itu kemudian dilakukan pemilihan daerah yang bukan awan dan selanjutnya disimpan dalam bentuk shape file. Daerah bukan awan inilah yang akan digunakan untuk analisis lanjutan. Langkah ketiga, yaitu memisahkan mintakat darat dan mintakat laut. Pada citra yang telah bebas dari
tutupan
awan
dilakukan
digitasi
batas
pulau
dengan cara digitasi langsung pada layar komputer (on the screen digitizing). Agar diperoleh hasil digitasi dengan ketelitian memadai, digitasi dilakukan pada skala tampilan citra 1 : 25000. Digitasi batas pulau ini dilakukan pada citra komposit warna semu kombinasi
CRITC-COREMAP Jakarta
21
band
4,
2,1.
Kombinasi
ini
dipilih
karena
dapat
memberikan kontras wilayah darat dan laut yang paling baik.
Agar
kontrasnya
maksimum,
penyusunan
komposit citra mengunakan data yang telah dipertajam dengan perentangan kontras non-linier model gamma. Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara yang sama pada mintakat laut didigitasi batas terluar dari mintakat terumbu. Komposit citra yang digunakan adalah kombinasi band 3,2,1 dengan model perentangan kontras yang sama. Sedangkan untuk digitasi batas sebaran mangrove, digunakan kombinasi citra lain yaitu kombinasi band 5,4,3. Dengan kombinasi ini disertai teknik perentangan kontras model gamma, mintakat pesisir yang ditumbuhi mangrove akan sangat mudah dibedakan dengan mintakat yang bervegetasi lain. Hasil interpretasi berupa peta sebaran mangrove dan terumbu karang yang bersifat tentatif. Berdasarkan secara
acak
peta
dipilih
tentatif
titik-titik
tersebut lokasi
kemudian
sampel
serta
ditentukan posisinya. Titik-titik sampel itu di lapangan dikunjungi dengan dipandu oleh alat penentu posisi secara global atau GPS. Selain sampel model titik-titik ini digunakan pula sampel model garis transek dari pantai kearah tubir yang juga dipilih secara acak. GPS yang dipergunakan saat kerja lapang adalah merk Garmin tipe 12CX dengan ketelitian posisi absolut sekitar 15 meter. Dari data yang terkumpul kemudian di laboratorium dilakukan interpretasi dan digitasi ulang agar diperoleh batas yang lebih akurat.
CRITC-COREMAP Jakarta
22
2. Kualitas Perairan Untuk kualitas perairan yang terdiri dari beberapa parameter fisika dan kimia osenaografi yaitu : a. Temperatur dan salinitas air laut diukur dengan menggunakan alat CTD (Conductive Temperature Depth) SBE-16. b.
Kecepatan
dan
arah
arus
air
laut
diukur
menggunakan alat ADCP (Accoustic Dopler Current Profiler) tipe 75 KHz. c. Fosfat, nitrit dan nitrat dengan spektrofotometer secara colorimetri (Stricland and Parson, 1968), d. Oksigen terlarut dengan titrasi (Winkler) secara titrimetri (Stricland and Parson, 1968), e. pH dengan pH meter portable (elektometrik), f. Kecerahan, warna, lapisan minyak, benda padat terapung secara visual, g. Bau secara organoleptik, h. Zat padat tersuspensi secara gravimetri (Alaert and Santika, 1995). 3. Mangrove Pengambilan data dilakukan baik secara koleksi bebas maupun dengan transek. Untuk transek digunakan metode
kuadrat
(Cox,
1967),
yaitu
dengan
menggunakan transek yang tegak lurus dengan garis pantai.
Setiap
transek
dibuat
petak-petak
yang
berukuran 10 x 10 meter untuk pohon (diameter >10
CRITC-COREMAP Jakarta
23
cm) secara berurutan mulai dari garis pantai sampai batas darat. Pada petak ini dihitung jenis, jumlah individu masing-masing jenis, diukur diameter, tinggi pohon. Untuk belta (diameter 2 cm sampai ≤10 cm) dibuat petak yang berukuran 5m x 5m meter yang terletak pada plot yang berukuran 10m x 10m dan juga dilakukan perhitungan seperti pada petak untuk pohon. Dari data tersebut diatas dapat diperoleh nilai kerapatan nisbi (KN), dominasi nisbi (DN), frekuensi nisbi (FN) dan nilai penting (NP) yang merupakan penjumlahan dari 3 kriteria tersebut. Jumlah individu suatu jenis KN = -------------------------------------------- x 100% Jumlah individu untuk semua jenis Nilai frekuensi suatu jenis FN = ------------------------------------------------------ x 100% Jumlah nilai-nilai frekuensi untuk semua jenis J u mla h t i t i k p e n g a mb i l a n c o n to h j e n is t e r d a p a t Frekuensi = ------------------------------------------------------- x 100% J u mla h s e mu a t i t i k p e n g a mb i l a n c o n to h
Jumlah luas bidang dasar untuk jenis DN = ---------------------------------------------------- x 100% Jumlah luas bidang dasar untuk semua jenis NP = KN + FN + DN
3. Karang Untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan biota dan substrat di terumbu
karang
pada
setiap
stasiun
penelitian
digunakan metode Rapid Reef Resources Inventory
CRITC-COREMAP Jakarta
24
(RRI) (Long et al., 2004). Dengan metode ini, di setiap titik pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya, seorang pengamat berenang selama sekitar 5 menit dan mengamati biota dan substrat yang ada di sekitarnya. Kemudian pengamat memperkirakan persentase tutupan dari masing-masing biota dan substrat yang dilihatnya selama kurun waktu tersebut dan mencatatnya ke kertas tahan air yang dibawanya. Pada
beberapa
stasiun
penelitian
dipasang
transek permanen di kedalaman antara 3-5 m yang diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. Pada lokasi
transek
permanen,
data
diambil
dengan
menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi. Panjang garis transek 10 m dan diulang sebanyak 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangannya yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran sepanjang 70 m sejajar garis pantai dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 6070 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis
tersebut
dicatat
dengan
ketelitian
hingga
centimeter. Dari data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek. Selain itu juga bisa diketahui jenis-jenis karang batu dan ukuran panjangnya, sehingga bisa dihitung nilai indek keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index =
CRITC-COREMAP Jakarta
25
H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996) untuk jenis karang batu pada masing-masing stasiun
transek
permanen
yang
diperoleh
dengan
metode LIT. Rumus untuk nilai H’ dan J’ adalah : k H' = -Σ p i ln p i i=1 dimana p i = n i /N n i = frekuensi kehadiran jenis i N = frekuensi kehadiran semua jenis
J' = (H'/H' max ) H' max = ln S
dimana
S
= jumlah jenis
Selain itu, beberapa analisa lanjutan dilakukan dengan bantuan program statistik seperti analisa regresi (Supranto, 1991; Neter et al. 1996), analisa korelasi (Supranto,
1991;
pengelompokan
Neter
(Cluster
et
al.
analysis)
1996),
analisa
(Warwick
and
Clarke, 2001) dan Multi Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke, 2001). 4. Mega Benthos Untuk mengetahui kelimpahan beberapa mega benthos,
terutama
yang
memiliki
nilai
ekonomis
penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan metode Reef Check (yang
CRITC-COREMAP Jakarta
26
dimodifikasi) pada semua stasiun transek permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 m di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 m tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) = 140 m 2 . Analisa lanjutan seperti analisa pengelompokan (Cluster
analysis)
dan
Multi
Dimensional
Scaling
(MDS) (Warwick and Clarke, 2001) dilakukan terhadap data kelimpahan individu dari beberapa mega benthos yang dijumpai. 5. Ikan Karang Seperti halnya terumbu karang, metode RRI juga diterapkan pada penelitian ini untuk mengetahui secara umum jenis-jenis ikan yang dijumpai pada setiap titik pengamatan. Sedangkan pada setiap titik transek permanen, metode yang digunakan yaitu metode Underwater Fish Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis
transek
sepanjang
70
m
dicatat
jenis
dan
jumlahnya. Sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m 2 . Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Masuda (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO Species Catalogue Heemstra dan Randall (1993).
CRITC-COREMAP Jakarta
27
Sama seperti halnya pada karang, nilai indek keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index = H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996) untuk jenis ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen dari hasil UVC. Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang
dalam
kelimpahan
satuan
tiap
unit
jenis
ikan
individu/ha. karang
Dari
yang
data
dijumpai
dimasing-masing stasiun transek permanen dilakukan analisa pengelompokan (Cluster analysis) dan Multi Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke, 2001). Spesies
ikan
yang
didata
dikelompokkan
ke
dalam 3 kelompok utama (ENGLISH, et al., 1997), yaitu : a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi.
Biasanya mereka
menjadikan
sebagai
terumbu
karang
pemijahan dan sarang/daerah asuhan.
tempat Ikan-ikan
target ini diwakili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol); b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator
kesuburan
CRITC-COREMAP Jakarta
ekosistem
daerah
tersebut.
28
Ikan-ikan
indikator
diwakili
oleh
famili
Chaetodontidae (ikan kepe-kepe); c. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil,
umumnya
5–25
cm,
dengan
karakteristik
pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan
hias.
Kelompok
ini
umumnya
ditemukan
melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial.
Ikan-
ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
CRITC-COREMAP Jakarta
29
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. S ISTEM I NFORMASI G EOGRAFI Peta akhir hasil analisis dideskripsi dan dibahas berdasarkan data hasil pengamatan lapangan yang telah dikumpulkan. Selain itu dibahas pula geometri citra dan keterbatasan yang ada dalam pemrosesan citra sehingga tersusun peta akhir. 1. Geometri Citra Data
mentah
citra
(raw
data)
sudah
dalam
kondisi terkoreksi geometri karena produk data Landsat 7 ETM+ yang dipasarkan merupakan data level 1G. Pada level ini data sudah terkoreksi geometri dengan datum
WGS’84
menggunakan
sistem
koordinat
Universal Transverse Mercator (UTM). Berdasarkan keterangan yang tertera pada dokumen produk data Landsat 7, data yang direkam satelit memiliki tingkat kesalahan posisi kurang dari 50 meter. Ketelitian ini dapat dinaikkan lagi dengan aplikasi koreksi geometri menggunakan
ground
control
points
(GCP)
lokal
sampai mencapai kurang dari 15 meter kesalahannya. Untuk studi kali ini, walaupun rencananya akan diaplikasikan koreksi geometri citra ke koordinat lokal dengan GCP lokal, hal ini tidak jadi dilaksanakan. Ini didasari suatu kenyataan bahwa dari semua titik ground check di lapangan yang tersebar pada terumbu dekat pantai, terumbu tengah dan tubir, ternyata kesemuanya
CRITC-COREMAP Jakarta
30
dapat
diplot
dengan
baik
pada
peta
dasar.
Ini
mengindikasikan bahwa tingkat kesalahan posisi karena kesalahan geometri peta hasil interpretasi kurang dari 1 piksel citra (kurang dari 30 meter). Untuk itu koreksi geometri dengan koordinat lokal sudah tidak diperlukan lagi karena seluruh posisi hasil pengukuran di lapangan akan dapat diplotkan ke peta dasar dengan presisi tinggi. 2. Interpretasi Citra Sebelum proses klasifikasi, batas-batas pulau dan juga batas tubir terumbu didigitasi. Pada prakteknya pendigitasian
ini
menemui
kendala
ketika
harus
mendigit daerah yang tertutup awan. Satu-satunya jalan adalah
dengan
mendigit
secara
menduga-duga.
Konsekuensinya, hasil digitasi merupakan batas yang tidak akurat. Hal inilah yang menjadi kendala dan sekaligus merupakan keterbatasan metode ini. Namun demikian oleh karena kondisi citra yang tertutup awan ini
tidak
begitu
banyak
dijumpai
maka
dapatlah
dimaklumi. Keterbatasan lain dengan klasifikasi dengan citra ini
adalah
keterbatasan
kemampuan
energi
elektromagnetik dalam hal penetrasinya pada perairan. Oleh karena itu untuk keperluan interpretasi obyek bawah air seperti kali ini hanya menggunakan band 1, 2, 3, dan 4 sebagai masukan dalam proses penyusunan komposit citra. Ini didasari beberapa referensi yang mengatakan
bahwa
band-band
itulah
yang
mampu
menembus kedalam air. Pada perairan agak jernih
CRITC-COREMAP Jakarta
31
sampai jernih (seperti di daerah studi) band 4 dapat menembus sampai kedalaman 0,5 meter. Band 3 dapat menembus sampai kedalaman sekitar 5 meter. Band 2 lebih dalam lagi yaitu mencapai 15 meter, dan band 1 dapat
mencapai
25
meter
bahkan
bisa
diatas
30
meteran. Ini berarti bahwa obyek, apapun itu, yang berada di kedalaman lebih dari 25 m sangat sulit diidentifikasi. Pada studi ini telah disebutkan bahwa untuk peta tentatif
obyek
bawah
air
di
perairan
dangkal
diklasifikasi menjadi 3 klas yaitu fringing reef, patch reef, dan shoal. Setelah dilakukan pengecekan lapangan di seluruh titik sampel, ternyata hanya dijumpai kurang dari 10 % yang kurang tepat delineasinya (salah interpretasi). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketelitian interpretasi lebih dari 90%. Beberapa lokasi sampel
yang
delineasi
salah
ulang
tersebut
berdasarkan
kemudian data
dari
dilakukan lapangan.
Hasilnya kemudian disajikan menjadi peta sebaran terumbu karang dan mangrove. Berdasarkan peta hasil akhir ini kemudian dihitung luas mangrove dan terumbu karang. Hasilnya disajikan pada Tabel 1. Dari citra satelit dapat diinterpretasi bahwa mangrove (dan juga nipah) hidup subur di pantai yang menjadi
muara
sungai.
Di
pantai
yang
tidak
bermangrove umumnya berkembang terumbu karang. Sebarannya cukup tipis di dalam teluk dan cukup tebal di pulau-pulau kecil yang ada dalam teluk. Untuk P. Mansalar,
terumbu
CRITC-COREMAP Jakarta
karang
tepi
berkembang
32
mengelilingi pulau dengan aebaran agak tipis di utara dan semakin menebal ke arah selatan.
Tabel 1. Luas mangrove dan terumbu karang di Kabupaten Tapanuli Tengah. Luas (km2) Luas Desa Sitardas, Pelabuhan seluruhnya Teluk Tapian P. Mansalar Sibolga dan Nauli dan (km2) sekitarnya sekitarnya
Jenis Tutupan
Mangrove
0,4514
2,9776
4,5612
7,9902
Fringing reef
1,2127
3,0422
16,4108
20,6657
Patch reef
0,4568
-
-
0,4568
Shoal
0,2173
0,3845
3,6329
4,2347
kualitas
perairan
Terumbu karang
B. K UALITAS
PERAIRAN
Penelitian
mengenai
meliputi
parameter fisika dan kimia. 1. Temperatur Kondisi temperatur di perairan sekitar pelabuhan Sibolga relatif tinggi dibandingkan perairan yang lebih terbuka di sebelah baratnya seperti di P. Mansalar (Tabel 2). Kisaran temperatur di perairan sekitar Sibolga ini antara 29.4038°C dan 30.3487°C dengan rerata 30,0322°C, di perairan sekitar desa Sitardas yang berada di Selatan Teluk Tapian Nauli antara 28,1521°C dan 29,7296°C dengan rerata 29,3733°C, sedangkan di
CRITC-COREMAP Jakarta
33
perairan P. Mansalar antara 29,2074°C dan 29,9513°C dengan rerata 29,6634°C. Dari ketiga lokasi yang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah tersebut, temperatur air laut yang terendah dijumpai di perairan Desa Sitardas, yaitu 28,1521°C. Profil temperatur di masing-masing stasiun pengamatan di tampilkan pada Gambar 7.a. untuk perairan pelabuhan Sibolga, Gambar 7.b. untuk perairan di desa Sitardas yang berada di selatan Teluk Tapian Nauli, dan Gambar 7.c. untuk perairan di P. Mansalar. Untuk lokasi Pelabuhan Sibolga, stasiun-stasiun yang berada di daratan Sumatera (St.1, St.2, St.3 dan St.4)
memiliki
temperatur
yang
lebih
tinggi
dibandingkan dengan St.5 dan St.6 yang berada di pulau kecil dekat daratan Sumatera.
Tabel 2. Hasil pengukuran temperatur pada seluruh stasiun penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah. Lokasi Pelabuhan Sibolga dan sekitarnya
Desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan
P. Mansalar
72
284
369
Minimum
29,4038
28,1521
29,2074
Maksimum
30,3487
29,7296
29,9513
Kisaran
0,9449
1,5775
0,7439
Rerata
30,0322
29,3733
29,6634
Standar deviasi
0,2203
0,3256
0,1676
Statistik
Jumlah data
CRITC-COREMAP Jakarta
34
Gambar
7.a.
Profil temperatur dan salinitas pelabuhan Sibolga dan sekitarny a.
di
perairan
Gambar 7.b. Profil temperatur dan salinitas di perairan desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta
35
Gambar 7.c. Profil temperatur dan salinitas di perairan P. Mansalar.
2. Salinitas Salinitas air laut yang terekam di stasiun-stasiun penelitian di perairan sekitar Sibolga berkisar antara 32,1851 PSU hingga 33,6430 PSU, di perairan desa Sitardas antara 31,7693 PSU hingga 33,3517 PSU dan di perairan P. Mansalar antara 32,4277 PSU hingga 33,8446 PSU (Tabel 3). Profil salinitas di masingmasing stasiun pengamatan di tampilkan pada Gambar 7.a. untuk perairan pelabuhan Sibolga, Gambar 7.b. untuk perairan di desa Sitardas yang berada di Teluk Tapian Nauli, dan Gambar 7.c. untuk perairan di P. Mansalar. Diperairan P. Mansalar terdapat air terjun yang langsung bermuara ke laut dimana pengaruhnya sangat terasa terhadap massa air laut dari permukaan hingga
CRITC-COREMAP Jakarta
36
kedalaman 2 m. Hal ini terlihat pada St.5 P. Mansalar dimana salinitas di permukaannya sebesar 34,55 PSU dan menurun hingga 33,2 PSU pada kedalaman 2 m (Gambar 7.c.). Tabel 3. Hasil pengukuran salinitas pada seluruh stasiun penelitian di perairan di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah. Lokasi Pelabuhan Sibolga
Desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan
P. Mansalar
72
284
369
Minimum
32,1851
31,7693
32,4277
Maksimum
33,6430
33,3517
33,8446
Kisaran
1,4579
1,5824
1,4169
Rerata
33,3228
33,0312
33,3818
Standar deviasi
0,2887
0,3320
0,2392
Statistik
Jumlah data
3. Arus Pada lintasan ADCP antara P. Mansalar hingga Pelabuhan Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian Nauli bagian selatan hingga P. Mansalar (Lintasan II) menunjukkan
bahwa
pengaruh
pasang
surut
tidak
dominan di perairan ini (Gambar 8). Arah arus menuju selatan (Gambar 8) baik dalam kondisi pasang bergerak surut maupun pada saat menuju pasang. Pada lintasan II, kecepatan arus yang terekam mencapai 75 cm/detik, sedangkan pada Lintasan I kecepatan arusnya relatif lebih lemah.
CRITC-COREMAP Jakarta
37
Gambar 8. Vektor arus antara P. Mansalar hingga Pelabuhan Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian Nauli bagian selatan hingga P. Mansalar (Lintasan II).
CRITC-COREMAP Jakarta
38
4. Fosfat Fosfat dalam air alam terdapat sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat, dan
fosfat organis. Senyawa
fosfat
dalam
tersebut
terdapat
bentuk
terlarut,
tersuspensi atau terikat dalam sel organisme dalam air. Fosfat merupakan salah satu nutrisi bagi organisme perairan. Hasil pengukuran kadar fosfat di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah antara 1,34-71,65 μg.at/l (Gambar
9).
Pada
St.12
yang
terletak
di
dekat
pelabuhan laut Sibolga, kadar fosfatnya sangat tinggi sekali dibandingkan dengan stasiun-satasiun lainnya yaitu sebesar 71,65μg.at/l. Dengan mengabaikan kadar fosfat pada St. 12 ini, rerata kadar fosfat di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 1,42 μg.at/l. Kadar fosfat di perairan laut yang normal, yaitu antara 0,01- 1,68 μg.at/l (Sutamihardja, 1987), dan antara 0,01 - 4 μg.at/l (Brotowidjoyo et al., 1995), Menurut Ilahude & Liasaputra (1980) kadar fosfat di lapisan permukaan di perairan yang tersubur di dunia mendekati 0,60 μg.at/l, sedangkan menurut Liaw (1969) kadar fosfat di perairan yang cukup subur antara
0,07-1,61
μg.at/l.
Kantor
MNLH
berkisar (2004)
memberikan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk fosfat sebesar 0.015 ppm atau 4,9 μg.at/l untuk biota dan wisata bahari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara umum kadar fosfat di perairan Tapanuli Tengah ini masih tergolong normal (kecuali di St.12 yang berada dekat Pelabuhan Sibolga), dan masih baik untuk pertumbuhan karang. Sebagai pembanding dapat dilihat
CRITC-COREMAP Jakarta
39
kadar fosfat di perairan ekosistem terumbu karang Eri (Teluk Ambon) dan Raha yang kondisi karangnya termasuk kategori sangat baik berkisar antara 0,70-1,88 μg.at/l (Wenno et al., 1983, Sutarna, 1987) dan antara 0,13-1,79 μg.at./l (Edward, 2004).
80
Fosfat (ug.at/l)
70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Stasiun
Gambar
9.
Kadar Fosfat (μg.at/l) di masing-masing stasiun penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
5. Nitrit Nitrit
merupakan
senyawa
nitrogen
yang
dijumpai dalam jumlah yang kecil di perairan yang masih alami.
Senyawa ini kurang stabil tergantung
pada kadar oksigen terlarut yang terdapat dalam air. Menurut Winarno (1986) nitrit merupakan salah satu indikator adanya pencemaran oleh senyawa organis. Nitrit juga bersifat racun karena dapat bereaksi dengan haemoglobin dalam darah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen, di samping itu nitrit juga dapat membentuk nitrosamin
CRITC-COREMAP Jakarta
pada air buangan tertentu dan
40
dapat menimbulkan kanker (Alaert & Santika, 1984). Kantor MNLH (1988) menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk nitrit adalah nihil (tidak diperkenankan) untuk budidaya perikanan, taman laut konservasi dan pariwisata dan rekreasi. Kantor MNLH (2004) tidak mencantumkan
nitrit
sebagai
salah
satu
parameter
kualitas air. Berdasarkan hasil pengukuran kadar nitrit di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah, diperoleh kadar nitrit yang sangat bervariasi yaitu antara 1,21-12,39 ug.at/l (Gambar 10). Seperti halnya fosfat, di St. 12 yang berada di pelabuhan Sibolga, memiliki kadar nitrit yang sangat tinggi dibandingkan dengan di stasiunstasiun lainnya yaitu sebesar 12,39 ug.at/l. Dengan mengabaikan kadar nitrit pada St. 12 ini, rerata kadar nitrit di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 2,62 μg.at/l.
Kadar Nitrit (ug.at/l)
14 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Stasiun
Gambar 10. Kadar Nitrit (μg.at/l) di masing-masing stasiun penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
CRITC-COREMAP Jakarta
41
6. Nitrat Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang stabil. Nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesa protein tumbuh-tumbuhan dan hewan, seperti halnya fosfat, nitrat dalam kadar yang tinggi dapat menstimulasi
pertumbuhan
ganggang
secara
tidak
terbatas, sehingga air kekurangan oksigen terlarut. Hasil pengukuran kadar nitrat (NO 3 -N) di perairan Tapanuli Tengah berkisar antara 1,15-40,04 μg.at/l, dimana pada St. 12 yang berada di pelabuhan Sibolga memiliki kadar nitrat yang sangat tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya yaitu sebesar 40,04 μg.at/l (Gambar 11). Dengan mengabaikan kadar nitrat pada St. 12 ini, rerata kadar nitrat di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 4,99 μg.at/l. Kadar nitrat di perairan ini tergolong relatif tinggi. Kadar nitrat di perairan laut yang
normal
berkisar
antara
0,01
–
0,50
μg.at/l
(Brotowidjoyo et al., 1995). Departemen Pertanian menetapkan tujuan
kadar
budidaya
kakap
dan
nitrat yang diperkenankan perikanan antara lain untuk
kerapu
berkisar
antara
0,9-3,2
untuk ikan μg.at/l
(Anonim, 1985). Seperti halnya fosfat, variasi kadar nitrat
juga
erat
kaitannya
dengan
kepadatan
fitoplankton. Kantor MNLH (1988) memberikan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk nitrat adalah 0,008 ppm atau 26,27 μg.at/l untuk biota dan wisata bahari. Walaupun kadar nitrat di perairan ini tergolong tinggi,
namun
CRITC-COREMAP Jakarta
masih
relatif
baik
untuk
karang
42
disebabkan
karena
nitrat
(seperti
halnya
fosfat)
merupakan nutrisi bagi organisme perairan. Sebagai pembanding dapat dilihat kadar nitrat di perairan ekosistem terumbu karang di Eri (Teluk Ambon) dan Raha yang kondisi karangnya termasuk kategori sangat baik berkisar antara 0,22-5,10 μg.at/l (Wenno et al., 1983., Sutarna, 1987) dan antara
0,20-2,66 μg.at/l
(Edward, 2004).
Kadar Nitrat (ug.at/l)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Stasiun
Gambar 11.
Kadar Nitrat (μg.at/l) di masing-masing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
7. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan parameter mutu air yang penting bagi kehidupan biota perairan. Kadar senyawa organis yang tinggi di suatu perairan akan menghabiskan banyak oksigen untuk penguraiannya. Perubahan menimbulkan
kadar
oksigen
kematian
bagi
yang
drastis
dapat
biota
perairan.
Hasil
pengukuran kadar oksigen terlarut di Perairan Tapanuli
CRITC-COREMAP Jakarta
43
Tengah berkisar antara 4,52-6,88 ppm dengan rerata 6,28 ppm (Gambar 12).
Kadar Oksigen terlarut (ppm)
8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Stasiun
Gambar 12. Kadar Oksigen terlarut (ppm) di masingmasing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Tapanuli Tengah.
Kadar oksigen di perairan ini masih sesuai dengan kadar oksigen terlarut di lapisan permukaan pada perairan laut yang normal umumnya. Menurut Sutamihardja (1987) kadar oksigen di permukaan laut yang normal berkisar antara 5,7 – 8,5 ppm. Nilai Ambang Batas (NAB) kadar oksigen terlarut
untuk
biota laut dan pariwisata adalah > 5 ppm (Kantor MNLH, 2004). Untuk koral, Kantor MNKLH (2004) tidak memberikan NAB. Hal ini mungkin disebabkan karena umumnya koral berada di perairan dangkal, di mana
proses
fotosintesis
dan
difusi
oksigen
dari
atmosfir masih dapat berlangsung dengan baik. Kadar oksigen terlarut di dalam massa air biasanya nilainya berkisar antara 6-14 ppm (4,28-10 ml/l) (Connel et al.,
CRITC-COREMAP Jakarta
44
1995). Kandungan oksigen terlarut sebesar 5 ppm dengan suhu air berkisar antara 20-30 o C pada umumnya relatif masih baik untuk kehidupan ikan. Bahkan bila dalam perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat toksik (tidak tercemar) kandungan oksigen sebesar
2
ppm
sudah
cukup
untuk
mendukung
kehidupan organisme perairan (Riva’i et al., 1982). Menurut
Sutamihardja
perairan
laut
yang
(1987), tercemar
kadar
oksigen
ringan
di
di
lapisan
permukaan adalah 5 ppm, dengan demikian dilihat dari kadar
oksigen
terlarutnya
dapat
dikatakan
bahwa
perairan ini relatif belum tercemar oleh senyawasenyawa organis. Kadar oksigen hasil pengamatan ini juga masih baik untuk terumbu karang. Kadar oksigen terlarut pada ekosistem terumbu karang Eri (Teluk Ambon) yang kondisi karangnya termasuk kategori sangat baik berkisar antara 3,10-5,67 ml/l (Wenno et al., 1983., Sutarna, 1987), di perairan Ihamahu Saparua berkisar
antara
3,8-4,2
ml/l
(Sutarna,
1988),
dan
perairan Raha berkisar antara 3,68 – 4,53 ml/l (5,05 – 6,34 ppm)(Edward, 2004).
Menurut Dai (1991) kadar
oksigen di Teluk Nanwan (Taiwan) dimana terumbu karang tumbuh dan berkembang dengan baik berkisar antara
4.27
demikian
–
kadar
7.14
ppm
oksigen
(3.05-5.1 di
perairan
ml/l). ini
Dengan termasuk
kategori baik. 8. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman air penting untuk menentukan nilai daya guna dari air tersebut baik untuk berbagai
CRITC-COREMAP Jakarta
45
kepentingan. pH adalah ukuran tingkat keasaman dari air atau besarnya konsentrasi ion H dalam air dan merupakan gambaran keseimbangan antara asam (H + ) dan
basa
(OH - )
dalam
air.
Nilai
pH
sangat
mempengaruhi daya produktivitas suatu perairan. Nilai hasil pengukuran pH di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah berkisar antara 7,6.-8,1 dengan rerata 7,99 (Gambar 13). 8.4 8.2
pH
8.0 7.8 7.6 7.4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Stasiun
Gambar 13. Nilai Derajat keasaman (pH) di masingmasing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Tapanuli Tengah.
Variasi pH ini umumnya disebabkan oleh prosesproses kimia dan biologis yang dapat menghasilkan senyawa-senyawa
kimia
baik
yang
bersifat
asam
maupun alkalis. Selain itu adanya masukan-masukan limbah yang bersifat asam atau alkalis dari daratan dapat pula menjadi penyebab variasi pH. Nilai pH yang diperoleh di perairan ini relatif masih sesuai dengan pH yang dijumpai di perairan laut yang normal. Nilai pH di perairan laut yang normal berkisar antara 8,0-8,5
CRITC-COREMAP Jakarta
46
(Salim, 1986) dan antara 7,0-8,5 (Odum, 1971). Untuk perairan Indonesia pH air laut permukaan berkisar antara 6,0-8,5 (Romimohtarto, 1988). Nilai pH ini masih baik untuk berbagai kepentingan. EPA (1973) menetapkan kisaran pH untuk perikanan antara 6,5-8,5. Kantor MNLH (2004) menetapkan Nilai Ambang Batas pH 7-8,5 ± 0,2 satuan pH untuk biota dan
wisata
bahari, sedangkan untuk koral Kantor MNLH tidak memberikan NAB. Hal ini menunjukkan bahwa pH tidak memberikan dampak negatif terhadap koral. pH yang mendekati netral dan tidak menyebabkan iritasi pada mata dan kulit, merupakan pH yang diinginkan untuk pariwisata (mandi, selam dan renang) (EPA, 1973). Derajat keasaman (pH) di perairan Raha yang kondisi karangnya relatif masih baik berkisar antara 7,4-8,2. Dengan demikian dilihat dari nilai pH nya, kualitas perairan ini termasuk kategori baik. 9. Kecerahan Kecerahan
merupakan
ukuran
sejauh
mana
penetrasi cahaya matahari dapat masuk ke perairan. Dari seluruh stasiun di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah, dimana penarikan sampel dilakukan di daerah lereng terumbu dengan kedalaman antara 5 m – 15 m, masih terlihat dasar perairan (Tampak Dasar). Kecerahan air laut umumnya dipengaruhi oleh curah
hujan.
Curah
hujan
yang
tinggi
akan
menyebabkan terjadi turbulensi dan membawa lumpurlumpur yang berasal dari darat melalui aliran-aliran sungai ke perairan laut, sehingga perairan laut menjadi
CRITC-COREMAP Jakarta
47
keruh. Menurut Sutarna (1987), keadaan seperti ini merupakan
salah satu penyebab rusaknya terumbu
karang di perairan laut akibat tertutup lumpur atau sedimen.
Kantor MNLH (1988) menetapkan NAB
kecerahan adalah > 3 m untuk perikanan, > 5 m untuk koral dan > 6 m untuk pariwisata (KMNLH, 2004). Sebagai pembanding dapat dilihat kecerahan air laut di Pulau Banda dan sekitarnya di mana kondisi karangnya relative masih baik berkisar anatara 18-45 m dan di perairan Raha antara tampak dasar (TD)-8,5 m. Dengan demikian berdasarkan perairan
ini
termasuk
kecerahannya, kualitas
kategori
baik.
Kecerahan
berbanding terbalik dengan kekeruhan, makin cerah suatu perairan makin rendah tingkat kekeruhannya. Kekeruhan air adalah suatu ekspresi sifat optik air yang berkaitan dengan pembiasan dan penyerapan cahaya oleh bahan-bahan yang tersuspensi dalam air, sehingga transmisi cahaya tidak berada dalam garis lurus. Oleh karena
itu
kekeruhan,
warna,
dan
kecerahan
air
merupakan fenomena-fenomena kualitas air yang saling berkaitan (NTAC, 1968). Welch (1952), Ruttner (1963), Boyd (1979, Alabaster & Lioyd (1980) menyatakan bahwa kekeruhan air terutama disebabkan oleh bahanbahan yang tersuspensi dan koloid dalam air. Bahanbahan
tersebut
dapat
berupa
plankton,
jasad-jasad
renik, bahan organik halus dan partikel-partikel tanah. Perairan dengan kekeruhan tinggi, akan menghalangi penetrasi cahaya dari udara ke permukaan air, sehingga proses fotosintesis berlangsung tidak sempurna, dan akibatnya produktivitas primer perairan rendah.
CRITC-COREMAP Jakarta
48
10. Warna Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, berwarna,
bahan-bahan ekstrak
organik
senyawa
tersuspensi
organik
dan
yang
tumbuh-
tumbuhan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh air limbah baik limbah perkotaan atau domestik maupun industri.
Umumnya
warna
air
adalah
warna
yang
disebabkan oleh zat-zat terlarut dan zat tersuspensi. Hasil pengukuran warna air laut di seluruh stasiun di perairan
Kabupaten
Tapanuli
Tengah
menunjukkan
bahwa warna air masih alami yakni berkisar antara hijau
muda
sampai
biru
tua.
Warna
hijau
muda
umumnya dijumpai pada lokasi yang relatif dekat dengan pantai (lebih kurang 25 m), sedangkan biru tua relatif agak jauh dari pantai (50m -100 m). Nilai
ini
masih
sesuai
dengan
NAB
yang
ditetapkan oleh Baku Mutu Air Laut (1988) untuk kepentingan perikanan yakni sebesar < 50 Pt.Co. Baku Mutu Air laut (KMNLH, 2004) tidak memasukan warna air
sebagai
salah
satu
parameter
fisika.
demikian berdasarkan warna air, kualitas
Dengan
perairan ini
masih termasuk kategori baik. 11. Bau Bau
umumnya
disebabkan
limbah organik secara anaerob.
oleh
dekomposisi
Penguraian senyawa
organis secara anearob oleh bakteri menghasilkan gas beracun dan berbau seperti ammonia, hidrogen sulfida, dan metana. Hasil pengukuran bau yang dilakukan
CRITC-COREMAP Jakarta
49
secara organoleptik di 22 stasiun di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan bahwa air laut yang berbau hanya dijumpai di 3 stasiun, yaitu St.12, St.13 dan St.14
yang semuanya berada di dekat pelabuhan
Sibolga. Bau ini berasal dari gas-gas yang dihasilkan dari dekomposisi senyawa organik. Hasil
ini
masih
sesuai
dengan
NAB
yang
ditetapkan oleh Baku Mutu Air Laut (KMNLH, 2004) untuk biota yaitu bau alami (diperbolehkan) kecuali di ketiga stasiun tadi (St.12, St.13 dan St.14) yang baunya sangat kuat dan tidak alami. Untuk wisata bahari KMNLH menetapkan NAB bau adalah tidak bau (TB), sedangkan untuk koral KMNLH tidak menetapkan NAB. Dengan demikian berdasarkan baunya, kualitas air laut di perairan ini termasuk kategori baik untuk Biota. 12. Sampah/Benda Padat Terapung (BPT) Sampah/Benda terapung umumnya berasal dari aktivitas manusia baik di darat maupun di perairan laut sendiri. Benda terapung dapat berupa botol plastik, plastik
pembungkus,
tanaman/kelapa. terapung
yang
Hasil
kaleng, pengamatan
dilakukan
di
karet/sandal, benda
perairan
padat
Kabupaten
Tapanuli Tengah diperoleh bahwa sekitar 73 % stasiun (16 stasiun dari 22 stasiun pengamatan) diperoleh sampah/benda terapung, yang berupa serasah tumbuhan seperti kelapa, mangrove, semak belukar, dan juga kertas, plastik dan kayu, walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak.
CRITC-COREMAP Jakarta
50
NAB untuk sampah yang ditetapkan Baku Mutu Air Laut (KMNLH, 2004) untuk biota dan wisata bahari adalah nihil, sedangkan untuk koral Kantor MNLH tersebut tidak memberikan NAB. Dengan demikian dilihat dari hasil pengamatan benda padat terapung, kualitas
perairan
ini
termasuk
kategori
sedang,
mengingat sampah/benda padat terapung merupakan serasah tumbuhan yang berupa daun, ranting hanya sedikit yang berupa plastik, kaleng, kayu, dan kertas. 13. Zat Padat Tersuspensi (TSS) Padatan tersuspensi adalah zat padat atau partikel yang
mempunyai
diameter
μm
1
yang
dapat
menyebabkan kekeruhan pada air, tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. Biasanya berupa partikelpartikel
anorganik,
organik,
maupun
campuran
keduanya. Partikel-partikel tersebut berasal dari runoff, aliran sungai, buangan industri dan rumah tangga. Zat padat tersuspensi
ini merupakan pencemar umum
yang hampir dijumpai di semua perairan alam. Bahkan di perairan yang relatif bersih dan belum tercemar juga dijumpai zat padat tersusupensi dalam bentuk liat, debu dan pasir. Kadar TSS di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah sangat bervariasi yaitu berkisar antara 3.3928.25 ppm dengan rerata 7.05 ppm.
Kadar TSS pada
St.12, St.13 dan St.14 yang berada di sekitar pelabuhan Sibolga memiliki kadar TSS yang lebih tinggi yaitu sebesar 28,25; 18,14; dan 14,75 ppm. Hasil pengukuran kadar TSS di masing-masing stasiun pengamatan di sajikan pada Gambar 14.
CRITC-COREMAP Jakarta
51
30
TSS (ppm)
25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Stasiun
Gambar 14. Nilai TSS (ppm) di masing-masing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Tapanuli Tengah.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa kadar TSS di perairan ini relatif rendah dan belum menimbulkan pengaruh
terhadap
terumbu
karang.
Sebagai
pembanding, kadar TSS di perairan Raha yang kondisi karangnya relatif masih baik berkisar antara 70-80 ppm. Kantor MNLH (2004) menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk padatan tersuspensi sebesar 20 ppm untuk kepentingan koral dan wisata bahari, sedangkan Kantor MNLH (1988) memberikan NAB untuk budidaya perikanan
< 80 ppm. Menurut Sulastri & Bajoeri
(1995) kandungan TSS > 25 mg/l dapat menurunkan produksi biota perairan. Dengan demikian berdasarkan kadar zat padat tersuspensi, secara umum kualitas perairan ini termasuk kategori baik.
CRITC-COREMAP Jakarta
52
C. M ANGROVE Wilayah
Kabupaten
Tapanuli
Tengah
mencakup
pantai P. Sumatera dan beberapa pulau di depannya termasuk Pulau Mansalar.
Di pantai P. Sumatera yang
masuk
Tapanuli
dalam
kabupaten
Tengah,
kondisi
mangrove hampir menyerupai kondisi mangrove di pulaupulau kecil lainnya itu. Tapi di daerah aliran sungai Jago-jago kondisi mangrovenya berbeda dengan pulaupulau lainnya dimana di sepanjang sungainya ditumbuhi jenis Nypa fruticans yang dibarengi dengan asosiasi jenis lain seperti Xylocarpus granatum, Cerbera odollam, Sonneratia alba dan lainnya (Tabel 4). Selain itu juga ditemukan Sonneratia caseolaris yang tidak ditemukan di pulau lainnya. Jenis ini umumnya ditemukan di aliran sungai yang kondisi salinitas airnya rendah. Hasil koleksi bebas dan pencuplikan data yang di lakukan sebanyak 3 transek di P. Mansalar dan 1 transek di Sibolga berhasil dijumpai 20 jenis mangrove yang termasuk dalam 10 suku (Tabel 4). Dari pencuplikan data pohon (diameter > 10 cm), didapatkan 5 jenis mangrove (Tabel 5) yang didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan nilai penting 170,96 % dan Rhizophora apiculata yang merupakan codominan dengan nilai penting 66,49 % (Tabel 5 dan Tabel 6). Jenis tersebut ditemukan di P. Mansalar yang merupakan teluk dengan ketebalan mangrove 400 – 500 meter. Tumbuhan yang berbentuk pohon ini terletak sekitar 100 meter dari pantai ke arah dalam. Walaupun kerapatannya
CRITC-COREMAP Jakarta
53
jarang tetapi kepadatannya mencapai 288 batang per hektar dengan ketinggian rata-rata mencapai 14,74 meter dan diameter batang rata-rata 16,30 cm (Tabel 7). Tabel 4. Jenis mangrove y ang dijumpai (tanda +) di Kabupaten Tapanuli Tengah.
No.
Suku
1. 2. 3.
Acanthaceae Apocynaceae Combretaceae
4. 5.
Goodeniaceae Lythraceae
6.
Malvaceae
7.
Palmae
8. 9.
Polypodiaceae Rhizophoraceae
10.
Combretaceae
No.
Jenis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
1. Acanthus illicifolius 2. Cerbera odollam Lumnitzera littorea L. racemosa Scaevola taccada Phempis acidula Thespesia populnea Xylocarpus granatum X. moluccensis Nypa fruticans Oncosperma filamentosa Acrostichum aureum Bruguiera gymnorrhiza Ceriops decandra C. tagal Rhizophora apiculata R. mucronata R. stylosa Sonneratia alba S. caseolaris
Lokasi Teluk P. Tapian Mansalar Nauli + + + + + + + +
+ + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + +
Tabel 5. Daftar Nilai Penting ( % ) jenis pohon mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah. No.
Jenis
Nilai Penting
1.
Rhizophora apiculata
66,49
2.
R. mucronata
170,96
3.
Lumnitzera racemosa
29,17
4.
Xylocarpus granatum
16,69
5.
Sonneratia alba
16,69
CRITC-COREMAP Jakarta
54
Tabel 6. Daftar kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN), dominasi nisbi (DN) dan nilai penting (NP) jenis pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah.
No.
Jenis
KN
FN
DN
(%)
(%)
(%)
NP (%)
1.
Rhizophora mucronata
60,86
42,87
67,23
170,96
2.
R. apiculata
21,74
28,57
16,18
66,49
3.
Lumnitzera racemosa
8,70
14,28
6,19
29,17
4.
Xylocarpus granatum
4,35
7,14
5,20
16,69
5.
Sonneratia alba
4,35
7,14
5,20
16,69
Tabel
7.
Gambaran mengenai struktur Kabupaten Tapanuli Tengah.
mangrove
di
Atribut vegetasi
Struktur
Keterangan
Pohon : • Dominan • Codominan
Rm (NP: 170,96 %) Ra (NP: 66,49 %)
Anak pohon : • Dominan • Codominan
NP = Nilai Penting Rm = Rhizophora mucronata Ra = Rhizophora apiculata
Rm (NP: 103,40 %) Ra (NP: 95,23 %)
Kepadatan : • Pohon (batang/Ha) • Anak pohon (batang/Ha)
288 2995
Rata-rata tinggi (m): • Pohon • Anak pohon
14,74 5,35
Banyaknya jenis Rata2 diameter (cm): • Pohon • Anak pohon
CRITC-COREMAP Jakarta
19 16,30 4,54
55
Untuk anak pohon (diameter 2 - < 10 cm) di Pulau Mansalar dengan
di nilai
dominasi
jenis
penting
128,97
Rhizophora
mucronata
%
codominan
sedang
diduduki jenis Rhizophora apiculata dengan nilai penting 104,86 %. Ke empat jenis lainnya mempunyai nilai penting kurang dari 50 % (Tabel 8). Di pantai P. Sumatera sendiri mangrove yang berupa anak pohon di dominasi jenis Rhizophora stylosa dengan nilai penting 148,67 % dan Rhizophora apiculata dengan nilai penting 73,04 % (Tabel 8). Secara
keseluruhan
untuk
Kabupaten
Tapanuli
Tengah jenis yang mempunyai kriteria anak pohon di dominasi Rhizophora mucronata (NP. 103,46 %) dan Rhizophora apiculata sebagai codominan dengan nilai penting 95,23 % (Tabel 9).
Ke tiga jenis lain yaitu
Lumnitzera racemosa, Xylocarpus granatum dan Ceriops tagal mempunyai nilai penting kurang dari 50 %. Kepadatan anak pohon mencapai 2995 batang per hektar yang mempunyai rata-rata ketinggian 5,35 m dengan diameter rata-rata mencapai 4,54 cm. Dibandingkan dengan hasil yang diperoleh di Nias dan Mentawai yang posisinya sama-sama terletak di bagian barat P. Sumatera, kepadatan kategori pohon mangrove di Tapanuli Tengah (288 batang/ha) lebih sedikit dibandingkan di Mentawai (473 batang/ha) tetapi masih
lebih
batang/ha). kepadatan
banyak
dibandingkan
Sedangkan di
Tapanuli
CRITC-COREMAP Jakarta
untuk
di
kategori
Tengah
Nias anak
(2995
(160 pohon,
batang/ha)
56
merupakan yang tertinggi dibandingkan di Mentawai (2905 batang/ha) dan Nias (2696 batang/ha).
Tabel 8. Daftar Nilai Penting ( % ) jenis anak pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah. No.
Jenis
P. Mansalar
Pantai Sibolga
1.
Rhizophora apiculata
104,86
73,04
2.
R. mucronata
128,97
42,00
3.
R. stylosa
34,14
148,67
4.
Ceriops tagal
10,08
18,72
5.
Lumnitzera racemosa
10,08
17,37
6.
Xylocarpus granatum
11,37
-
Tabel 9. Daftar kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN), dominasi nisbi (DN) dan nilai penting (NP) jenis anak pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah.
No.
Jenis
KN
FN
DN
(%)
(%)
(%)
NP (%)
1.
Rhizophora mucronata
33,33
29,63
40,50
103,46
2.
R. apiculata
30,86
33,33
31,04
95,23
3.
R. stylosa
29,64
18,52
21,52
69,68
4.
Lumnitzera racemosa
2,47
7,41
2,36
12,24
5.
Ceriops tagal
2,47
7,41
1,66
11,54
6.
Xylocarpus granatum
1,23
3,70
2,92
7,85
CRITC-COREMAP Jakarta
57
D. K ARANG Hampir semua lokasi penelitian di Tapanuli Tengah memiliki pantai yang sempit, terdiri dari pasir putih yang diselingi bongkahan batu cadas (batu gunung). Ke arah darat ditumbuhi oleh tumbuhan pantai yang terdiri dari semak belukar, pandan laut, mangrove ataupun pohon kelapa. Pada beberapa lokasi, tak jauh dari pantai, berupa dataran tinggi yang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang berukuran besar. Rataan terumbu landai dengan pertumbuhan karang yang jarang dan mengelompok (patches). Dasar perairan berupa pasir dan pecahan karang, yang dibeberapa tempat juga ditumbuhi oleh lamun dari jenis Thalassia hemprichii dan
Enhalus
Acropora
acoroides.
Karang
dari
marga
Fungia,
dan karang dengan bentuk pertumbuhan masif
dan submasif seperti Porites dan Pocillopora umum dijumpai hingga kedalaman 7 m. teripang
(Holothuria
sp.)
dan
Biota lain seperti moluska
(Tridacna
squamosa) serta Gorgonian sedikit sekali dijumpai. Bulu babi (Diadema stosum) terlihat hidup secara berkelompok diantara karang. Pada kedalaman lebih dari 7 m karang sudah
sangat
jarang
dijumpai,
dimana
pasir
yang
bercampur Lumpur terlihat lebih mendominasi. Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil dijumpai 140 jenis karang batu yang termasuk dalam 16 suku (Lampiran 6). Dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan CRITC-LIPI pada saat survey yang sama di perairan Mentawai (yang meliputi P. Sipora bagian utara
CRITC-COREMAP Jakarta
58
dan P. Siberut bagian selatan) dan P. Nias bagian utara, jumlah jenis karang batu yang dijumpai di perairan Tapanuli Tengah ini lebih banyak sedikit dibandingkan dengan di P. Nias bagian ut ara (136 jenis karang batu yang termasuk
dalam
18
suku),
tetapi
jauh
lebih
sedikit
dibandingkan dengan di Mentawai (166 jenis dalam 19 suku). Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang dilakukan di 51 stasiun dijumpai persentase tutupan karang
hidup
antara
0,00%-79,70%,
dengan
rerata
persentase tutupan karang hidup 26,98%. Pada stasiun TPTR03 dan TPTR08, pada saat pengamatan dilakukan, tidak dijumpai karang hidup sama sekali. Secara umum, berdasarkan hasil RRI yang dilakukan di tiga lokasi berbeda di Tapanuli Tengah terlihat bahwa persentase tutupan karang hidup di perairan desa Sitardas yang
berada
di
Teluk
Tapian
Nauli
bagian
selatan
merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 52,02% (n=16 stasiun). Persentase tutupan karang hidup di P. Mansalar sebesar 18,79 % (n= 25 stasiun), sedangkan di Sibolga dan sekitarnya sebesar 7,42 % (n= 10 stasiun). Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI untuk masing-masing kategori biota dan substrat yaitu Karang hidup (terdiri dari Acropora, Non Acropora), karang
mati
(dead
scleractinia),
karang
mati
yang
ditumbuhi alga (dead scleractinia with algae), karang lunak (soft coral), sponge, fleshy seaweed, biota lain (other biota), pecahan karang (rubble), pasir (sand) dan lumpur (silt) ditampilkan seperti pada Gambar 15.
CRITC-COREMAP Jakarta
59
Acropora Non Acropora Dead Coral Dead Coral with Algae Soft Coral Sponge Fleshy seaweed Other Biota Rubble Sand Silt Rock
Gambar 15. Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI (n=51 stasiun) di Tapanuli Tengah untuk masing-masing kategori biota dan substrat.
Dari 51 stasiun RRI yang dilakukan di Kabupaten Tapanuli Tengah, hanya 2 stasiun dikategorikan sangat baik
(persentase
Sedangkan
8
tutupan
stasiun
karang
hidup
dikategorikan
75%
baik
-100%).
(persentase
tutupan karang hidup 50% -74%), 10 stasiun dalam kondisi cukup (persentase tutupan karang hidup 25% - 49%), dan 31 stasiun dalam kondisi kurang (persentase tutupan karang hidup <25 %). Peta kondisi terumbu karang berdasarkan dari persentase tutupan karang hidupnya di masing-masing stasiun RRI ditampilkan pada Gambar 16.a., Gambar 16.b. dan Gambar 16.c. Sedangkan hasil lengkap persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat di masing-masing stasiun RRI dapat dilihat pada Lampiran 7.
CRITC-COREMAP Jakarta
60
Gambar 16.a. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun RRI di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta
61
Gambar 16.b. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masingmasing stasiun RRI di perairan sekitar desa Sita rdas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta
62
Gambar 16.c. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun RRI di perairan P. Mansalar.
CRITC-COREMAP Jakarta
63
Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 13 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa terumbu karang yang masuk dalam kategori baik sebanyak 6 stasiun, kategori cukup sebanyak 5 stasiun, dan kategori kurang sebanyak 2 stasiun. Hasil lengkap persentase tutupan
untuk
masing-masing
kategori
biota
dan
substratnya disajikan dalam Gambar 17 dan Lampiran 8. Sedangkan peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen yang dilakukan dengan metode LIT ditampilkan
pada
Gambar
18.a.,
Gambar
18.b.,
dan
Gambar 18.c.
100%
Rock Silt
80%
Sand Rubble Other Biota
60%
Fleshy Seaweed Sponge 40%
Soft Coral Dead Coral wih algae Dead Coral
20%
Non Acropora Acropora TPTL13
TPTL12
TPTL11
TPTL10
TPTL09
TPTL08
TPTL07
TPTL06
TPTL05
TPTL04
TPTL03
TPTL02
TPTL01
0%
Gambar 17. Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat di masing-masing stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta
64
Gambar 18.a. Peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratny a di masingmasing stasiun transek permanen di perairan sekitar Sibolga dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta
65
Gambar 18.b. Peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratny a di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk tapian Nauli bagian selatan, dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta
66
Gambar 18.c. Peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratny a di masingmasing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta
67
Diantara 13 stasiun transek permanen, pada stasiunstasiun yang berada di sekitar Sibolga (TPTL01, TPTL02 dan TPTL03) memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon yang lebih rendah (Tabel 10) dibandingkan dengan di stasiun lainnya. Hal yang sama juga dijumpai pada
nilai
indeks
kemerataan
Pielounya
(Tabel
10),
dimana nilainya lebih rendah dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga stasiun tersebut keanekaragaman jenis karang batunya sangat rendah
dan
dibandingkan
ada
jenis
jenis
yang
lainnya.
terlihat Dari
lebih
dominan
data
lapangan
menunjukkan bahwa jenis Porites lutea terlihat lebih mendominasi perairan sekitar Sibolga ini. Tabel 10. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) y ang dihitung menggunakan ln (=log e), dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen dengan metode LIT. Stasiun
S
N
H’
J’
TPTL01
16
54
2,073
0,748
TPTL02
15
35
2,360
0,872
TPTL03
15
46
2,209
0,816
TPTL04
47
104
3,517
0,913
TPTL05
27
65
2,951
0,896
TPTL06
31
73
3,050
0,888
TPTL07
50
102
3,592
0,918
TPTL08
36
58
3,333
0,930
TPTL09
18
33
2,609
0,903
TPTL10
32
80
2,929
0,845
TPTL11
32
60
3,197
0,922
TPTL12
20
57
2,524
0,843
TPTL13
31
80
2,939
0,856
CRITC-COREMAP Jakarta
68
Nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray-Curtis Similarity) yang dihitung berdasarkan jumlah kehadiran (number of occurrence) dari masing-masing jenis karang batu di setiap stasiun transek permanen ditampilkan pada Tabel 11. Kemudian dengan menggunakan metode rerata kelompok (group average), dilakukan analisa pengelompokan (cluster analysis) dengan bantuan program PRIMER diperoleh dendrogram seperti pada Gambar 19. Dengan tingkat kemiripan 50 %, terlihat bahwa hanya stasiun TPTL01 dan TPTL03, serta TPTL10 dan TPTL13 yang mengelompok dalam satu kelompok. Sedangkan Stasiun TPTL09 terlihat paling
berbeda
dengan
stasiun-stasiun
lainnya.
Hasil
analisa MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,12 memperkuat pengelompokkan yang terjadi dari hasil analisis pengelompokan seperti yang diuraikan diatas (Gambar 20). Pada kedua stasiun TPTL01 dan TPTL03, Porites lutea tampak umum dijumpai.
CRITC-COREMAP Jakarta
69
Tabel 11. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah. Stasiun
TPTL01 TPTL02 TPTL03 TPTL04 TPTL05 TPTL06 TPTL07 TPTL08 TPTL09 TPTL10 TPTL11 TPTL12 TPTL13
TPTL01
-
TPTL02
42,697
-
TPTL03
58,000
39,506
-
TPTL04
18,987
25,899
24,000
-
TPTL05
20,168
26,000
25,225
36,686
-
TPTL06
12,598
14,815
13,445
21,469
24,638
-
TPTL07
14,103
14,599
16,216
30,097
25,150
27,429
-
TPTL08
12,500
21,505
13,462
29,630
27,642
38,168
27,500
-
TPTL09
6,897
14,706
7,595
16,058
10,204
15,094
7,407
21,978
-
TPTL10
20,896
27,826
25,397
22,826
19,310
19,608
25,275
18,841
12,389
-
TPTL11
19,298
21,053
24,528
20,732
12,800
15,038
28,395
18,644
4,301
48,571
-
TPTL12
21,622
17,391
7,767
16,149
3,279
20,000
27,673
15,652
4,444
32,117
34,188
-
TPTL13
22,388
36,522
28,571
29,348
23,448
19,608
25,275
26,087
10,619
60,000
44,286
24,818
CRITC-COREMAP Jakarta
-
70
0
Similarity
20
40
60
Gambar 19.
TPTL13
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL03
TPTL01
TPTL02
TPTL05
TPTL04
TPTL07
TPTL08
TPTL06
100
TPTL09
80
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah kehadiran jenis karang batu.
Stress: 0.12 TPTL12
TPTL11
TPTL07 TPTL06
TPTL10 TPTL13 TPTL08
TPTL04
TPTL01 TPTL03 TPTL02
TPTL09
TPTL05
Gambar 20. MDS untuk stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah kehadiran jenis karang batu.
CRITC-COREMAP Jakarta
71
Analisa variansi untuk menyelidiki hubungan antara nilai indeks keanekaragaman Shanon (H’) dan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun transek permanen menunjukkan adanya hubungan antara kedua variabel tersebut (p>0,01) (Tabel 12). Analisa regresi antara keduanya menunjukkan hubungan linear positif dengan dengan koefisien korelasi (r)=0,5221 (Gambar 21). Analisa variansi hubungan antara nilai H’ dan persentase tutupan karang hidup.
Tabel 12.
Sumber variasi
DF
SS
MS
F
p
4.1211
0.0672
Regressi
1
0.7710
0.7710
Sesatan
11
2.0578
0.1871
Total
12
2.8288
H' = 0,0157*(% tutupan karang hidup) + 2,1848 2
r = 0,2725 ; r = 0,5221 5 4
H'
3 2 1 0 0
Gambar 21.
20 40 60 Tutupan karang hidup (%)
80
Analisa regresi antara nilai H’ dan persentase tutupan karang hidup.
CRITC-COREMAP Jakarta
72
E. M EGA B ENTHOS Seperti yang diuraikan dalam metode penarikan sampel
dan
analisa
dimodifikasi)
data,
yang
metode
dilakukan
Reef
pada
check
lokasi
(yang transek
permanen dalam penelitian ini mencatat hanya beberapa dari jenis mega benthos yang bernilai ekonomis penting ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai kondisi kesehatan terumbu karang. Hasil reef check selengkapnya di masing-masing stasiun transek permanen bisa dilihat pada Gambar 22.a., Gambar 22.b., Gambar 22.c., dan Lampiran 9. Beberapa biota mungkin tidak dijumpai pada saat pengamatan berlangsung karena luas pengamatan yang dibatasi (luasan bidang pengamatan = 140 m 2 /transek), sehingga tidak menutup kemungkinan akan dijumpai pada lokasi di luar transek. Dari hasil Reef check tersebut diperoleh bahwa kelimpahan Acanthaster planci , yang merupakan hewan pemakan polip karang ditemukan dalam jumlah sedikit, yaitu hanya 16 individu/ha. Karang
jamur
(CMR=Coral
Mushrom)
dijumpai
dalam jumlah yang berlimpah yaitu 16747 individu/ha. Tingginya
kelimpahan
CMR
terutama
dijumpai
pada
Stasiun TPTL07 yang lokasinya berada di wilayah desa Sitardas dan dekat dengan hutan mangrove serta muara sungai. Bulu
babi
( Diadema
setosum )
dijumpai
dalam
jumlah yang banyak yaitu 6692 individu/ha. Seperti halnya
CRITC-COREMAP Jakarta
73
pada CMR, pada Stasiun TPTL07 kelimpahan bulu babi juga lebih banyak dibandingkan dengan stasiun lainnya. Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah yang tidak banyak, dimana untuk yang berukuran besar (panjang >20 cm) kelimpahannya sebesar 170 individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 66 individu/ha. Demikian pula halnya dengan tripang (holothurian) dimana yang berukuran besar (diameter >20) kelimpahannya hanya sebesar 11 individu/ha, sedangkan yang berukuran kecil tidak dijumpai sama sekali selama pengamatan dilakukan. Hasil kelimpahan
analisa
cluster
mega
benthos
dan
MDS
yang
berdasarkan
diamati
dengan
menggunakan program PRIMER dimana pengukurannya memakai
nilai
kemiripan
Bray-Curtis
(Bray-Curtis
Similarity) (Tabel 13) dengan metode rerata kelompok (group average) diperoleh hasil seperti pada Gambar 23 dan Gambar 24. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa stasiun TPTL04, TPTL08, TPTL11, TPTL12 dan TPTL13 mengelompok dalam satu kelompok. Pada kelompok ini, jumlah individu biota CMR dan Diadema setosum- nya berlimpah pada setiap transeknya. Pada Stasiun TPTL07, biota CMR dan Diadema setosum juga dijumpai melimpah, tetapi jumlahnya jauh melebihi stasiun-stasiun lainnya sehingga
tidak
mengelompok
dalam
kelompok
tadi.
Sedangkan pengelompokan Stasiun TPTL03 dan TPTL09 disebabkan karena jumlah individu CMR dan Diadema setosum- nya yang tidak begitu banyak dibanding dengan
stasiun-stasiun yang disebutkan tadi. Selain itu, pada kedua stasiun ini komposisi Diadema setosumnya terlihat lebih banyak dibandingkan dengan CMR.
CRITC-COREMAP Jakarta
74
Gambar 22.a. Hasil reef check untuk mega benthos y ang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta
75
Gambar 22.b. Hasil reef check untuk mega benthos y ang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta
76
Gambar 22.c. Hasil reef check untuk mega benthos y ang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar.
CRITC-COREMAP Jakarta
77
Tabel 13. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu mega benthos pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah.
Stasiun TPTL01 TPTL02 TPTL03 TPTL04 TPTL05 TPTL06 TPTL07 TPTL08 TPTL09 TPTL10 TPTL11 TPTL12 TPTL13 TPTL01
-
TPTL02
50,000
-
TPTL03
20,513
24,242
-
TPTL04
9,828
4,051
26,067
-
TPTL05
17,647
36,364
30,556
5,985
-
TPTL06
7,692
2,756
2,867
54,791
1,556
-
TPTL07
2,363
0,952
6,701
37,379
1,304
45,927
-
TPTL08
6,885
2,812
18,740
81,224
4,174
51,838
49,150
-
TPTL09
26,471
28,571
83,019
20,690
41,935
3,650
5,230
15,435
-
TPTL10
16,260
6,838
40,845
73,409
9,167
26,722
23,802
57,433
32,847
-
TPTL11
16,327
6,867
15,548
70,588
10,042
56,000
22,866
56,489
17,582
49,667
-
TPTL12
10,050
4,145
26,606
86,013
5,612
66,287
36,860
76,677
21,127
60,596
71,310
-
TPTL13
16,736
7,048
41,877
68,647
11,159
44,228
22,093
54,872
35,206
66,517
81,532
69,347
CRITC-COREMAP Jakarta
-
78
0
Similarity
20
40
60
TPTL09
TPTL03
TPTL05
TPTL02
TPTL01
TPTL12
TPTL04
TPTL08
TPTL13
TPTL11
TPTL10
TPTL06
100
TPTL07
80
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu mega benthos.
Gambar 23.
Stress: 0.04
TPTL03 TPTL09 TPTL05
TPTL10 TPTL07
TPTL08 TPTL04 TPTL12
TPTL13
TPTL11 TPTL02 TPTL06 TPTL01
Gambar 24.
MDS untuk stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta
79
F. I KAN
KARANG
Dari hasil RRI yang dilakukan untuk ikan karang, jenis Lutjanus decussatus merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan, dimana jenis ini berhasil dijumpai di 29 stasiun dari 51 stasiun RRI (Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun yang
diamati
=
56,86%).
Kemudian
diikuti
oleh
Pomacentrus moluccensis dengan frekuensi relatif kehadiran 54,90%.
Sedangkan
jenis-jenis
ikan
dijumpai kurang dari separuh stasiun
karang
lainnya
RRI yang diamati.
Dua belas jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran terbesar (berdasarkan jumlah stasiun yang diamati) bisa dilihat pada Tabel 14. Dari
seluruh
stasiun
RRI
yang
diamati,
Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI ditampilkan pada Gambar 25.a., Gambar 25.b. dan Gambar 25.c. Underwater
Fish
Visual
Census
(UVC)
yang
dilakukan di 9 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 179 jenis ikan karang yang termasuk dalam 31 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 11025 individu per hektarnya. Jenis Neopomacentrus cyanomos merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 4571 individu/ha-nya, kemudian diikuti oleh Neopomacentrus azysron (2934 individu/ha) dan Archamia fucata (1495 individu/ha). Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi ditampilkan dalam Tabel 15.
CRITC-COREMAP Jakarta
80
Tabel 14. Dua belas jenis ikan karang y ang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran terbesar (berdasarkan jumlah stasiun y ang diamati). No.
Jenis
Frekuensi relatif kehadiran (%)
1.
Lutjanus decussatus
56,86
2.
Pomacentrus moluccensis
54,90
3.
Pomacentrus bankanensis
49,02
4.
Zanclus cornutus
49,02
5.
Cheilinus fasciatus
41,18
6.
Scarus dimidiatus
41,18
7.
Scolopsis ciliatus
41,18
8.
Scolopsis margaritifer
39,22
9.
Chaetodon baronessa
35,29
10.
Chaetodontoplus mesoleucus
35,29
11.
Scarus bleekeri
35,29
12.
Thalassoma lunare
35,29
Tabel 15. Sepuluh besar jenis ikan karang y ang memiliki kelimpahan y ang tertinggi. No.
Jenis
Kelimpahan (jml individu/ha)
1.
Neopomacentrus cyanomos
4571
2.
Neopomacentrus azysron
2934
3.
Archamia fucata
1495
4.
Pomacentrus moluccensis
818
5.
Apogon compressus
796
6.
Amblyglyphidodon leucogaster
769
7.
Chromis viridis
758
8.
Pempheris vanicolensis
703
9.
Apogon quenquelineata
490
10.
Pomacentrus bankanensis
490
CRITC-COREMAP Jakarta
81
Gambar 25.a. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di sekitar perairan Sibolga dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta
82
Gambar 25.b. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di sekitar perairan desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta
83
Gambar 25.c. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di perairan P. Mansalar dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta
84
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen seperti
ikan
kakap
individu/ha,
ikan
(suku kerapu
Lutjanidae) (suku
yaitu
813
Serranidae)
165
individu/ha, ikan ekor kuning (suku Caesionidae) yaitu 936 individu/ha. Ikan
kepe-kepe
(Butterfly
fish;
suku
Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 330 individu/ha. Selama penelitian berlangsung, ikan Napoleon
( Cheilinus
Kelimpahan
ikan
undulatus )
karang
untuk
tidak
dijumpai.
masing-masing
suku
ditampilkan dalam Tabel 16. Jumlah individu untuk setiap jenis ikan karang yang dijumpai
di
masing-masing
stasiun
transek
permanen
dengan menggunakan metode UVC bisa dilihat pada Lampiran
10.
Hasil
UVC
juga
menunjukkan
bahwa
kelimpahan kelompok ikan major, ikan target dan ikan indikator berturut-turut adalah 20264 individu/ha, 3637 individu/ha dan 330 individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 61:11:1. Ini berarti bahwa untuk setiap 73 ikan yang dijumpai
di
perairan
Tapanuli
Tengah,
kemungkinan
komposisinya terdiri dari 61 individu ikan major, 11 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen
CRITC-COREMAP Jakarta
85
ditampilkan
pada
Gambar
26.a.,
Gambar
26.b.,
dan
Gambar 26.c. Tabel 16. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku y ang dijumpai di lokasi transek permanen. NO.
SUKU
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Pomacentridae Apogooniddae Labridae Pempheridae Casionidae Scolopsidae Lutjanidae Pomacanthidae Scaridae Chaetodontidae Siganidae Serranidae Zanclidae Carangidae Centriscidae Holocentrdiae Balistidae Haemulidae Lethrinidae Acanthuriidae Mullidae Acanthuridae Platacidae Tetraodontidae Nemipteridae Blenniidae Pinguipedidae Microdesmidae Dasyatidae Ostraciidae Synodontidae
CRITC-COREMAP Jakarta
KELIMPAHAN (jml individu/ha) 13556 3782 1284 998 936 820 813 393 356 330 262 165 110 62 57 53 51 42 31 22 22 18 18 15 13 7 7 4 2 2 2
86
Gambar 26.a. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta
di masing-
87
Gambar 26.b. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta
88
Gambar 26.c. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar.
CRITC-COREMAP Jakarta
di masing-
89
Berdasarkan
hasil
perhitungan
nilai
indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan nilai kemerataan jenis Pielou (Tabel 17), terlihat bahwa pada stasiun TPTL13 memiliki nilai yang tinggi untuk kedua nilai indeks tersebut
(H’= 3.917
dan
J’= 0.843 ).
Pada
stasiun
ini
dijumpai jumlah jenis ikan karang yang tertinggi, tetapi kepadatan masing-masing jenisnya relatif seragam. Pada stasiun TPTL01, nilai indeks kemerataannya rendah. Hal ini disebabkan karena pada stasiun ini kelimpahan dari ikan
karang
Pempheris
jenis
Neopomacentrus
tampak
vanicolensis
cyanomos
lebih
dan
dominan
dibandingkan dengan jenis lainnya. Tabel 17. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) y ang dihitung menggunakan ln (=log e), dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah dengan metode UVC. Stasiun
S
N
H’
J’
TPTL01
44
878
1,720
0,455
TPTL02
43
483
3,208
0,853
TPTL03
40
1001
2,258
0,612
TPTL04
43
895
2,659
0,707
TPTL05
41
1252
1,984
0,534
TPTL06
27
696
2,060
0,625
TPTL07
38
1301
2,441
0,671
TPTL08
48
1372
3,029
0,782
TPTL09
39
487
2,963
0,809
TPTL10
59
440
3,425
0,840
TPTL11
61
914
2,947
0,717
TPTL12
69
537
3,560
0,841
TPTL13
104
769
3,917
0,843
CRITC-COREMAP Jakarta
90
Sebelum dilakukan analisa pengelompokan (cluster analysis), data jumlah individu yang dijumpai di masingmasing stasiun transek permanen ditransformasikan ke dalam
bentuk
akar
pangkat
dua,
dan
dihitung
nilai
kemiripan antar stasiun berdasarkan nilai kemiripan BrayCurtis, yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 18. Dari
hasil
analisa
pengelompokan
dengan
menggunakan rerata kelompok (group average) (Gambar 27) dan juga MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,11 (Gambar 28) menunjukkan bahwa dengan tingkat kemiripan lebih dari 58,42%, tak satupun dari ketiga
belas
stasiun
itu
mengelompok
dalam
satu
kelompok berdasarkan jumlah individu dari masing-masing jenis ikan karang yang dijumpai. Tetapi dengan tingkat kemiripan 50%, terdapat 7 kelompok yang berbeda dimana Stasiun
TPTL01,
TPTL02
dan
TPTL03
mengelompok
dalam satu kelompok dengan tingkat kemiripan 51,29%; Stasiun
TPTL04
dan
TPTL05
dalam
satu
kelompok
(tingkat kemiripan 52,24%); Stasiun TPTL10, TPTL11, TPTL12
dan
TPTL13
dalam
satu
kelompok
(tingkat
kemiripan 50,30%). Sedangkan 4 kelompok sisanya yaitu stasiun TPTL06, TPTL07, TPTL08 dan TPTL09 masingmasing dalam kelompok yang berbeda. Jadi, berdasarkan pengelompokkan ini terlihat bahwa jumlah individu dari masing-masing jenis ikan karang yang dijumpai di Teluk Sibolga
(TPTL01,
TPTL02
dan
TPTL03)
memiliki
kemiripan lebih dari 50%. Demikian juga dengan stasiunstasiun di utara P. Mansalar (TPTL10, TPTL11, TPTL12 dan TPTL13) dan pulau-pulau kecil di depan daratan desa Sitardas (TPTL04 dan TPTL05).
CRITC-COREMAP Jakarta
91
Tabel 18. Nilai kemiripan Bray -Curtis berdasarkan jumlah individu ikan karang pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah. Stasiun TPTL01 TPTL02 TPTL03 TPTL04 TPTL05 TPTL06 TPTL07 TPTL08 TPTL09 TPTL10 TPTL11 TPTL12 TPTL13 TPTL01
-
TPTL02
52,885
-
TPTL03
49,702
53,133
-
TPTL04
39,087
39,111
39,994
-
TPTL05
45,939
40,729
38,560
52,235
-
TPTL06
29,824
28,156
20,273
37,293
49,982
-
TPTL07
42,804
35,148
40,070
49,045
49,154
34,569
-
TPTL08
26,278
28,086
25,774
36,939
42,775
37,735
39,131
-
TPTL09
22,186
19,948
17,516
27,673
32,581
40,860
17,105
28,253
-
TPTL10
37,282
37,554
38,705
36,196
31,172
23,718
29,903
33,744
22,538
-
TPTL11
33,938
41,592
49,199
37,840
32,991
21,468
36,519
40,860
20,037
47,496
-
TPTL12
39,504
45,878
45,442
37,830
32,911
24,277
37,243
36,501
20,588
57,333
57,903
-
TPTL13
36,488
42,727
36,151
33,611
36,674
28,299
31,193
41,519
29,955
46,084
51,339
58,418
CRITC-COREMAP Jakarta
-
92
20
Similarity
40
60
Gambar
27.
TPTL05
TPTL04
TPTL07
TPTL08
TPTL13
TPTL12
TPTL11
TPTL10
TPTL03
TPTL02
TPTL01
TPTL09
100
TPTL06
80
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu ikan karang y ang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua.
Stress: 0.11 TPTL07 TPTL06
TPTL01 TPTL05 TPTL04
TPTL02 TPTL03
TPTL09 TPTL08
TPTL13
TPTL11 TPTL12
TPTL10
Gambar
28.
MDS untuk stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu ikan karang y ang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua.
CRITC-COREMAP Jakarta
93
G. P EMBAHASAN U MUM Kabupaten Tapanuli Tengah secara geografis berada di
Samudera
Hindia
sehingga
perairan
di
sekitarnya
mempunyai sistem arus dan karakteristik massa air yang sangat
dipengaruhi
oleh
sistem
yang
berkembang
di
Samudera Hindia. Perubahan sekecil apapun yang terjadi di daratan akan membawa pengaruh yang signifikan pada kualitas perairannya. Pengaruhnya disamping terjadi di daerah tersebut juga akan terdistribusi ke daerah lain yang terbawa oleh gerakan massa air melalui sistem arus yang berkembang di daerah ini. Pola arus menentukan pola sebaran zat yang terlarut dan materi yang melayang di dalam air, baik zat hara, bahan pencemar, plankton, telur dan larva biota laut, maupun materi dasar laut yang teraduk akibat gelombang laut atau sebab lainnya. Sistem arus suatu perairan selalu berubah-ubah mengikuti pola pasang-surut, kondisi angin dan musim. Untuk Kabupaten Tapanuli Tengah, kondisi arusnya dipengaruhi terutama oleh musim sedangkan pengaruh pasang surut tidak terlihat dominan. Walaupun kadar nutrient di daerah ini tinggi, tetapi secara umum kualitas perairannya dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Karang batu, yang merupakan komponen utama dalam ekosistem terumbu karang, masih bisa tumbuh dan berkembang dengan baik di perairan Tapanuli Tengah ini meskipun pada beberapa stasiun penelitian dijumpai dalam
CRITC-COREMAP Jakarta
94
persentase tutupan yang rendah, terutama pada lokasi sekitar pelabuhan laut Sibolga. Berdasarkan hasil RRI yang telah dilakukan pada studi baseline ekologi pada 2004 ini, secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tutupan karang batu di Tapanuli Tengah (26,98%) relatif lebih baik dibandingkan dengan daerah lain yang posisinya lebih ke selatan seperti di di Nias (25,90%) dan Kepulauan Mentawai (14,89%). Walaupun karang
batu
keanekaragaman (koefisien
sumbangan terhadap jenis
nilai
persentase
meningkatnya (H’)
nilai
hanya
sebesar
determinasi=r =0,2725),
namun
2
tutupan indeks
27,25
%
terdapat
hubungan linear positif antara keduanya. Ini berarti bahwa semakin tinggi persentase tutupan karang batu, semakin tinggi pula nilai keanekaragaman jenis karang batunya. Beranekaragamnya jenis karang batu dengan persentase tutupan yang tinggi dimungkinkan bila ukuran koloni dari setiap jenis karang batunya tidak begitu besar. Pelabuhan laut Sibolga
yang ramai oleh segala
macam aktivitasnya terlihat memiliki peranan penting terhadap
menurunnya
kualitas
perairan
disekitarnya.
Stasiun-stasiun yang berada di sekitar pelabuhan Sibolga (TPTL01, TPTL02 dan TPTL03) tampak berbeda dengan stasiun-stasiun kehadiran
lainnya,
masing-masing
baik
itu
jenis
dilihat karang
dari
jumlah
batu,
jumlah
individu mega benthos (yang memiliki nilai ekonomi penting ataupun sebagai indikator kesehatan terumbu karang), maupun dari jumlah individu ikan karang yang dijumpai.
CRITC-COREMAP Jakarta
95
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. K ESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Kabupaten Tapanuli Tengah secara geografis berada di Samudera Hindia sehingga perairan di kepulauan ini mempunyai sistem arus dan karakteristik massa air yang sangat dipengaruhi oleh sistem yang berkembang di Samudera Hindia. Walaupun begitu, karakteristik massa air dari daratan P. Nias itu sendiri merupakan salah satu faktor dominan yang berpengaruh dalam stabilitas massa air di perairan pesisirnya. Kondisi arus di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah, terutama dipengaruhi oleh musim sedangkan pengaruh pasang surut tidak terlihat dominan. Kecuali pada stasiun penelitian yang lokasinya dekat dengan pelabuhan laut, secara umum kadar zat hara di perairan
sekitar
wilayah
ini
masih
dibawah
nilai
ambang batas maksimum yang dianjurkan KLH untuk biota
laut.
Walaupun
begitu
tanda-tanda
adanya
pencemaran di perairan ini bisa terlihat dari tingginya kelimpahan beberapa mega bentos (misal CMR, bulu babi) yang umum dijumpai pada daerah yang tercemar perairannya. Dijumpai 20 jenis mangrove yang termasuk dalam 10 suku dari hasil transek dan koleksi bebas. Luasan hutan
CRITC-COREMAP Jakarta
96
mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah yang meliputi daerah sekitar pelabuhan Sibolga, sekitar desa Sitardas (Teluk Tapian Nauli bagian selatan) dan P. Mansalar yaitu 7,9902 km 2 . Untuk kategori pohon, diperkirakan ada
sekitar
288
batang
per
hektar
dengan
rerata
ketinggian 14,74 meter dan rerata diameter batang 16,30 cm, yang didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata . Sedangkan untuk kategori anak pohon,
diperkirakan ada sekitar 2995 batang per hektar dengan rerata ketinggian 5,35 m dan rerata diameter batang 4,54 cm, yang juga didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata .
Luasan terumbu karang yang meliputi fringing reef , patch reef dan shoal di perairan Kabupaten Tapanuli
Tengah
yang
meliputi
daerah
sekitar
pelabuhan
Sibolga, sekitar desa Sitardas (Teluk Tapian Nauli bagian selatan) dan P. Mansalar yaitu 25,3572 km 2 . Berdasarkan hasil dari RRI dimana rerata persentase tutupan karang hidup di wilayah ini sebesar 26,98 %, maka perkiraan luas karang hidupnya sebesar 6,8414 km 2 . Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil dijumpai 140 jenis karang batu yang termasuk dalam 16 suku. Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang dilakukan di 51 stasiun dijumpai persentase tutupan karang hidup antara 0,00%-79,70%, dengan rerata persentase tutupan karang hidup 26,98%. Ditinjau dari persentase tutupan karang hidupnya, secara umum
CRITC-COREMAP Jakarta
97
terumbu karang di perairan ini dapat dikategorikan “cukup”. Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 9 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 179 jenis ikan karang yang termasuk dalam 31 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 11025 individu per
hektarnya.
Jenis
Neopomacentrus
cyanomos
merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 4571 individu/ha-nya Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen seperti ikan kakap (suku Lutjanidae) yaitu 813 individu/ha, ikan kerapu (suku Serranidae) 165 individu/ha, ikan ekor kuning (suku Caesionidae) yaitu 936 individu/ha. Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 330 individu/ha. Selama
penelitian
berlangsung,
ikan
Napoleon
( Cheilinus undulatus ) tidak dijumpai. Perbandingan kelimpahan kelompok ikan major, ikan target dan ikan indikator berturut-turut adalah 20264 individu/ha, 3637 individu/ha dan 330 individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 61:11:1. Ini berarti bahwa untuk
setiap
73
ikan
yang
dijumpai
di
perairan
Tapanuli Tengah, kemungkinan komposisinya terdiri
CRITC-COREMAP Jakarta
98
dari 61 individu ikan major, 11 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator. Pelabuhan laut Sibolga yang ramai oleh segala macam aktivitasnya terlihat memiliki peranan penting terhadap menurunnya kualitas perairan disekitarnya. Stasiunstasiun yang berada di sekitar pelabuhan Sibolga (TPTL01,
TPTL02
dan
TPTL03)
tampak
berbeda
dengan stasiun-stasiun lainnya, baik itu dilihat dari jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu, jumlah individu mega benthos (yang memiliki nilai ekonomi penting ataupun sebagai indikator kesehatan terumbu karang), maupun dari jumlah individu ikan karang yang dijumpai.
B. S ARAN Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: Kesimpulan
yang
diambil
seluruhnya
benar
untuk
Kabupaten
Tapanuli
mungkin
saja
menggambarkan
Tengah
secara
tidak kondisi
keseluruhan
mengingat jumlah stasiun penelitian, terutama untuk stasiun
transek
permanen
sangatlah
terbatas
(13
stasiun). Hal ini dikarenakan waktu penelitian yang sangat terbatas. Untuk itu sebaiknya jumlah stasiun bisa ditambahkan pada penelitian selanjutnya. Secara umum, kualitas perairan di lokasi yang diteliti, dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan
CRITC-COREMAP Jakarta
99
karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini perlu
dipertahankan
bahkan
jika
mungkin,
lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu
karang
dan
biota
lainnya.
Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari. Dengan meningkatnya kegiatan di darat di sekitar Kabupaten
Tapanuli
Tengah,
pasti
akan
membawa
pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi
para
stakeholder
dalam
mengelola
ekosistem
terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pemantauan tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta
100
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
1985.
Baku
Mutu
Lingkungan
Hidup
dan
Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Laporan Khusus : Asisten I Menteri Negara Kependudukan
dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Alaert, G dan S.S. Santika. 1987 . Metode Penelitian Air . Penerbit: Usaha Nasional Surabaya: 389p. Alabaster, J.S. dan Lloyd, R. 1980. Water Quality Criteria for Freswater Fish . Butterworths, London.
Brotowidjoyo,
M.D.,
D.
Tribowo.,
E.
Mubyarto.
1995 .
Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air .
Liberty, Yogyakarta. Connel, W. D., dan Gregory, J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran . Penerbit Universitas
Indonesia: 520p. Cox, G.W.
1967.
Laboratory manual of General Ecology .
M.W.C. Brown Company, Minneapolis, Minnesota. Dai, C.F. 1991. Reef Environment and Coral Fauna of Southern Taiwan. Atol. Res. Bull . No.S: 354. Eliza.
1992.
Dampak
Pariwisata
terhadap
Pertumbuhan
Terumbu Karang . Lingkungan dan Pembangunan Vol.12 No.3.: 158-170.
CRITC-COREMAP Jakarta
101
Edward dan Z. Tarigan. 2004. Pemantauan Kondisi Hidrologi di Perairan Raha P. Muna dalam kaitannya dengan Kondisi
Terumbu
Karang.
Jurnal
“Sains”
Universitas Indonesia (dalam proses penerbitan). Edward. 1986. Kandungan Zat Hara Fosfat di Laut Banda. Laporan : Penelitian BPSDL-LIPI Ambon.
Edward. 1996. Kandungan
Zat
Oksiegen Terlarut
Hara di
Fosfat,
Nitrat
Perairan
dan
Waisarisa.
dan Pembangunan , Vol 16, No 2,
Lingkungan
Jakarta: 149-159. English, S.; C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Second edition .
Australian
Institute
of
Marine
Science.
Townsville: 390 p. EPA, 1973. Water Quality Criteria. Ecological Research Series . Washington: 595 p.
Hamzah, MS., M.t Soamole dan T. Wenno. 1993. Kondisi Oseanografi
Perairan
Kepulauan
Banda
dan
Lusipara. Laporan Kemajuan Triwulan IV. BPSDL –LIPI Ambon : 94-97.
Ilahude, A.
dan
Liasaputra. 1980. Sebaran
Parameter Hidrologi di Teluk Jakarta. Buku Jakarta , Pengkajian
Fisika,
Normal Teluk
Kimia, Biologi &
Geologi (Nontji, A dan A. Djamali ed). LON-LIPI
Jakarta. 1-48 p.
CRITC-COREMAP Jakarta
102
Kantor
MNLH.
1988.
Kependudukan
Keputusan
Menteri
Negara
dan Lingkungan Hidup No.Kep-
02/MNKLH/I/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku
Mutu Lingkungan. Kantor Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta Kantor
MNLH.
2004.
Lingkungan
Keputusan
Hidup
Menteri
Negara
No.Kep-51/2004
dan
Tentang
Pedoman Penetapan Baku Mutu Air Laut. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan
Hidup, Jakarta. Keenan W. C., C.K. Donald and Jesse. 1980. General College Chemistry , 6 th edt. Harper & Row Publisher,
New York. Liaw. W.K.
1969. Chemical and Biological Studies
and
Fish Ponds and Resevoirs in Taiwan. Fisheries Series No. 7.
Long, B.G. ; G. Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004. Sampling accuracy of reef resource inventory technique. Coral Reefs : 1-17. Mulyanto,
1992 .
Lingkungan
Hidup
Untuk
Ikan .
Depdikbud, Jakarta: 138 p. Mechlas, B.J.,
K.K. Hekimian., L.A. Schinazi and R.H.
Dudley. 1972 . An Integration into recreational water quality, water quality data book . US. EPA.
Wasington (4): 35-55.
CRITC-COREMAP Jakarta
103
Neter, J.; M.H.
Kunter ; C.J.
Wasserman.
1996.
Nachtsheim
Applied
Linear
&
W.
Statistical
Models . Fourth edition . The Mc Graw Hill–Co. Inc
USA:1408p NTAC (National Technical Advisor Commintee). 1968. Water Quality Criteria. Report of the National Technical Advisory
Committee
to
the
Secretary
of
the
Interior. Washington. Nybakken
W.
J.
1988.
Biologi
Laut,Suatu
Pendekatan
Ekologis . Penerbit PT. Gramedia Jakarta: 459 p.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology . W.B. sounders Company, Philadelphia: 574 p. Pielou, E.C. 1966. The measurement of diversity in different types of biological collections. J. Theoret. Biol. 13 : 131-144.
Riva’i, R.S dan K. Pertagunawan. 1983. Biologi Perikanan I. Penerbit CV. Kayago. Jakarta: 143 p. Romimohtarto, K dan Thayib, S.S. 1982. Kondisi Lingkungan dan Laut di Indonesia . LON-LIPI, Jakarta: 246 p.
Romimohtarto, K. 1988. Kualitas Air dalam Budidaya Laut . Sea Farming Workshop Report . Bandar lampung.
Salim, E. 1986. Baku Mutu Lingkungan . KLH, Jakarta: 25 p. Shannon,
C.E.
1948.
A
mathematical
theory
of
communication. Bell System Tech. J. 27 : 379-423, 623-656.
CRITC-COREMAP Jakarta
104
Strickland,
J.D.H and
T.R. Parsons.
1968.
A Practical
Handbook of Seawater Analysis . Fish. Res. Board Canada (167): 311 p
Sulastri
dan
Bajoeri.
1995.
Tingkat
Kualitas
Perairan
Cimandur, Cililit dan Cisiih di Wilayah Banten Selatan Jawa Barat. Prosiding : Hasil Penelitian Puslitbang Limnologi-LIPI 1994/95. Bogor. 120135. Supranto. 1991. Statistik, teori dan aplikasi edisi kelima jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta. Susana T. 1988. Pengaruh Senyawa Klorin Terhadap Biota Laut. Warta ISOI : 4 –6 p. Sutamihardja,
R.T.M.
Lingkungan.
1978.
Kualitas
Sekolah
Pencemaran
Pascasarjana
Jurusan
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Bahan Kuliah : Institut Pertanian Bogor, Bogor
Sutarna, I.N. 1987. Keanekargaman dan Kekayaan Jenis Karang batu di Teluk Ambon Bagian Luar, P. Ambon. Buku Teluk Ambon (Biologi, Perikanan, Oseanografi dan Geologi). BSDL LIPI Ambon :1- 9.
Warwick, R.M. and K.R. Clarke, 2001. Change in marine communities: an approach to stasistical analysis and
interpretation,
2nd
edition.
PRIMER-
E:Plymouth. Welch,
E.
B.
1980.
Ecological
Effect
of
Wasterwater .
Cambridge University Press. London: 357 p.
CRITC-COREMAP Jakarta
105
Wenno, L.F., Walman, H., dan D. Sahetapy. 1983. Penelitian Pengaruh Sirkulasi Air Terhadap Pertumbuhan Karang di Perairan Teluk Ambon. Laporan Pen. Proyek BSDL LIPI Ambon : 68-69.
Winarno, F.G. 1986. Air Untuk Industri Pangan . Penerbit PT. Gramedia, Jakarta Zar, J. H., 1996. Biostatistical Analysis. Second edition . Prentice-Hall Int. Inc. New Jersey: 662 p.
CRITC-COREMAP Jakarta
106
LAMPIRAN
Lampiran 1. Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di Kabupaten Tapanuli Tengah. Lokasi P. Mansalar
Pelabuhan Sibolga
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 1 2 3 4 5 6
Posisi Latitude
Longitude
1.65861 1.65417 1.68361 1.70333 1.69333 1.68056 1.64611 1.62556 1.61667 1.61833 1.61472 1.59556 1.61139 1.63667 1.65778 1.66556 1.67083 1.67833 1.68361 1.65722 1.69102 1.73139 1.72111 1.72278 1.71806 1.70917 1.71639
98.51361 98.49806 98.50333 98.47139 98.45111 98.44111 98.44583 98.49722 98.55000 98.55500 98.56694 98.58722 98.60806 98.60111 98.59056 98.58389 98.57111 98.55667 98.54722 98.54111 98.51343 98.78111 98.79083 98.78361 98.78111 98.77250 98.77000
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
107
Sambungan Lampiran 1 Lokasi Sitardas, Teluk Tapian Nauli
CRITC-COREMAP Jakarta
Stasiun 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Posisi Latitude
Longitude
1.58889 1.58083 1.57750 1.57528 1.57194 1.56861 1.56278 1.55667 1.54361 1.53361 1.53028 1.53222 1.54500 1.55306 1.56194 1.57667 1.57556 1.57306 1.57917 1.57806
98.69972 98.71556 98.72194 98.72056 98.72167 98.72861 98.73750 98.74222 98.74806 98.75639 98.76750 98.77000 98.77028 98.77583 98.76778 98.78167 98.77444 98.76111 98.75389 98.74111
108
Lampiran 2. Posisi stasiun penelitian untuk parameter fosfat, nitrit, nitrat, oksigen terlarut, pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung, dan zat padat tersuspensi di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Lokasi
Stasiun
Posisi Latitude
Longitude
1
1.65417
98.49806
2
1.69333
98.45111
3
1.68056
98.44111
4
1.62556
98.49722
5
1.61833
98.55500
6
1.59556
98.58722
7
1.61139
98.60806
8
1.63667
98.60111
9
1.66556
98.58389
10
1.68361
98.54722
11
1.65722
98.54111
12
1.73139
98.78111
13
1.72111
98.79083
14
1.72278
98.78361
15
1.70917
98.77250
16
1.71639
98.77000
17
1.58889
98.69972
18
1.57528
98.72056
Sitardas
19
1.56861
98.72861
(Teluk Tapian Nauli)
20
1.56278
98.73750
21
1.55667
98.74222
22
1.54819
98.74634
P. Mansalar
Sibolga
CRITC-COREMAP Jakarta
109
Lampiran 3. Posisi stasiun penelitian untuk mangrove.
Posisi Lokasi P. Mansalar
Sibolga (P. Sumatera)
CRITC-COREMAP Jakarta
Stasiun Latitude
Longitude
1
1.66775
98.54830
2
1.66018
98.49435
3
1.67607
98.50280
4
1.60132
98.81730
110
Lampiran 4.
Posisi stasiun penelitian karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Lokasi
Stasiun
Posisi Latitude
Longitude
TPTR01
1.73375
98.75161
TPTR02
1.72923
98.75173
TPTR03
1.71677
98.76602
TPTR04
1.71469
98.76187
TPTR05
1.70980
98.75845
TPTR06
1.70455
98.76224
TPTR07
1.70442
98.76859
TPTR08
1.71114
98.76932
TPTR09
1.67437
98.77287
TPTR10
1.67571
98.77873
TPTR11
1.57736
98.77018
TPTR12
1.57687
98.75491
TPTR13
1.57064
98.75772
TPTR14
1.58982
98.70053
TPTR15
1.58591
98.69846
TPTR16
1.58872
98.69369
TPTR17
1.58004
98.71275
Desa Sitardas
TPTR18
1.57613
98.72216
(Teluk Tapian Nauli bagian selatan)
TPTR19
1.57442
98.71605
TPTR20
1.56049
98.71251
TPTR21
1.54950
98.71972
TPTR22
1.53850
98.72705
TPTR23
1.53498
98.75688
TPTR24
1.54351
98.74867
TPTR25
1.56074
98.74073
TPTR26
1.56868
98.72766
Sibolga (Teluk Tapian Nauli Bagian utara)
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
111
Sambungan Lampiran 4 Lokasi
Stasiun
P. Mansalar
CRITC-COREMAP Jakarta
Posisi Latitude
Longitude
TPTR27
1.57183
98.54135
TPTR28
1.58030
98.52052
TPTR29
1.56700
98.57250
TPTR30
1.57862
98.58355
TPTR31
1.57010
98.58902
TPTR32
1.58040
98.60113
TPTR33
1.57628
98.61362
TPTR34
1.59360
98.58903
TPTR35
1.61385
98.56620
TPTR36
1.60353
98.57760
TPTR37
1.61088
98.60652
TPTR38
1.64047
98.59622
TPTR39
1.66168
98.58990
TPTR40
1.65917
98.57842
TPTR41
1.67143
98.56925
TPTR42
1.68137
98.54320
TPTR43
1.64452
98.53788
TPTR44
1.65317
98.51403
TPTR45
1.66832
98.49783
TPTR46
1.68430
98.49962
TPTR47
1.70312
98.48065
TPTR48
1.63743
98.46817
TPTR49
1.62953
98.49607
TPTR50
1.62792
98.52743
TPTR51
1.61882
98.55503
112
Lampiran 5.
Posisi stasiun transek permanen untuk karang, mega benthos dan ikan karang di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Lokasi
Sibolga
Sitardas, Teluk Tapian Nauli
P. Mansalar
CRITC-COREMAP Jakarta
Stasiun
Posisi Latitude
Longitude
TPTL01
1.73375
98.75161
TPTL02
1.70980
98.75845
TPTL03
1.71114
98.76932
TPTL04
1.57736
98.77018
TPTL05
1.58004
98.71275
TPTL06
1.54950
98.71972
TPTL07
1.56074
98.74073
TPTL08
1.57862
98.58355
TPTL09
1.57695
98.61243
TPTL10
1.64050
98.59658
TPTL11
1.67143
98.56925
TPTL12
1.65323
98.51383
TPTL13
1.70312
98.48065
113
Lampiran 6. Jenis karang batu y ang diperoleh di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
No.
SUKU Jenis
I
POCILLOPORIDAE Pocillopora damicornis P. meandrina P. verrucosa Seriatopora caliendrum S. hystrix Stylophora pistillata
1 2 3 4 5 6 II 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
ACROPORIDAE Montipora aequituberculata M. capricornis M. danae M. floweri M. foliosa M. foveolata M. grisea M. hispida M. incrassata M. informis M. monasteriata M. nodosa M. spumosa M. turgescens M. undata M. venosa Anacropora puertogalerae Acropora aspera A. brueggemanni A. clathrata A. digitifera A. divaricata A. formosa A. grandis A. horrida A. humilis A. hyacinthus
CRITC-COREMAP Jakarta
114
34 35 36 37 38 39 40 41 42
A. palifera A. samoensis A. solitaryensis A. subglabra A. tenuis A. valenciennesi A. valida A. yongei Astreopora gracilis
43 44 45 46 47 48 49 50 51
PORITIDAE Porites cylindrica P. lichen P. lobata P. lutea P. nigrescens P. rus Porites sp. Goniopora columna Goniopora sp.
52 53
SIDERASTREIDAE Psammocora profundacella Coscinaraea columna
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
AGARICIIDAE Pavona cactus P. clavus P. decussata P. varians P. venosa L. papyracea Gardineroseris planulata Coeloseris mayeri Pachyseris rugosa P. speciosa
64 65 66 67 68 69 70 71
FUNGIIDAE Fungia concinna F. fungites F. molluccensis F. paumotensis F. repanda Fungia sp. Herpolitha limax Polyphyllia talpina
III
IV
V
VI
CRITC-COREMAP Jakarta
115
72 73 74
Halomitra pileus Podabacia crustacea Zooplius echinata
VII 75 76 77
OCULINIDAE Galaxea astreata G. fascicularis Galaxea sp.
VIII 78 79 80 81
PECTINIIDAE Echinophyllia sp. Oxypora glabra O. lacera Pectinia alcicornis
IX
MUSSIDAE Acanthastrea echinata Lobophyllia hemprichii
82 83 XXX 84 85 86 87 88 89 90
MERULINIDAE Clavarina sp. Hydnophora exesa H. microconos H. rigida Hydnophora sp. Merulina ampliata M. scabricula
XI
FAVIIDAE Favia danae F. favus F. laxa F. lizardensis F. matthaii F. pallida F. rotumana F. rotundata F. speciosa F. veroni Favites abdita F. chinensis F. flexuosa F. halicora F. pentagona Favites sp. Goniastrea aspera
91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107
CRITC-COREMAP Jakarta
116
108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131
G. favulus G. pectinata G. retiformis Goniastrea sp. Platygyra daedalea P. lamellina P. pini P. sinensis Platygyra sp. Leptoria phrygia Montastrea curta M. magnistellata M. valenciennesi Plesiastrea sp. Diploastrea heliopora Leptastrea inaequalis L. purpurea L. transversa Cyphastrea chalcidicum C. microphthalma C. serailia Echinopora horrida E. lamellosa E. mammiformis
XII 132 133 134 135
CARYOPHYLLIIDAE Euphyllia ancora E. divisa E. glabrescens Plerogyra sinuosa
XIII 136 137
DENDROPHYLLIIDAE Turbinaria. mesenterina Tubastrea micrantha
XIV 138
TUBIPORIDAE Tubipora musica
XV 139
HELIOPORIDAE Heliopora coerulea
XVI 140
MILLEPORIDAE Millepora tenella
CRITC-COREMAP Jakarta
117
Lampiran 7. Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Acropora
Non Acropora
Dead Coral
Dead Coral with Algae
Soft Coral
Sponge
Fleshy Seaweed
Other Biota
Rubble
Sand
Silt
Rock
25.47
1.89
23.58
0.00
71.70
0.94
0.94
0.94
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
TPTR02
10.00
0.00
10.00
0.00
25.00
0.00
0.00
0.00
0.00
50.00
15.00
0.00
0.00
TPTR03
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5.00
95.00
0.00
0.00
TPTR04
6.00
1.00
5.00
0.00
15.00
0.00
2.00
2.00
0.02
49.99
20.00
5.00
0.00
TPTR05
9.80
0.00
9.80
0.00
68.63
0.00
0.00
1.96
0.00
14.71
4.90
0.00
0.00
TPTR06
5.00
0.00
5.00
0.00
55.00
1.00
1.00
3.00
0.00
20.00
10.00
5.00
0.00
TPTR07
5.62
0.00
5.62
0.00
56.17
1.12
1.12
2.25
0.01
22.47
11.23
0.00
0.00
TPTR08
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
66.67
33.33
0.00
TPTR09
10.00
0.00
10.00
0.00
35.00
0.00
5.00
5.00
0.00
20.00
15.00
10.00
0.00
TPTR10
2.30
0.00
2.30
0.00
0.00
0.00
0.00
5.75
0.00
80.46
11.49
0.00
0.00
TPTR11
57.76
2.22
55.54
0.00
27.77
0.00
1.11
2.22
0.03
0.00
11.11
0.00
0.00
TPTR12
68.48
3.26
65.22
0.00
21.74
1.09
1.09
2.17
0.00
0.00
5.43
0.00
0.00
TPTR13
42.16
0.98
41.18
0.00
29.41
0.00
3.92
0.00
0.00
9.80
9.80
4.90
0.00
TPTR14
60.00
0.00
60.00
0.00
15.00
0.00
5.00
0.00
0.00
5.00
15.00
0.00
0.00
TPTR15
50.00
0.00
50.00
0.00
20.00
5.00
2.00
3.00
0.00
15.00
5.00
0.00
0.00
Stasiun
Live Coral
TPTR01
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
118
Sambungan Lampiran 7 Stasiun
Live Coral
Acropora
Non Acropora
Dead Coral
Dead Coral with Algae
TPTR16
70.27
2.70
67.57
0.00
13.51
1.35
1.35
0.00
0.00
0.00
13.51
0.00
0.00
TPTR17
73.91
1.45
72.46
0.00
1.45
1.45
0.00
1.45
0.00
14.49
7.25
0.00
0.00
TPTR18
5.00
0.00
5.00
0.00
25.00
0.00
3.00
2.00
0.00
15.00
50.00
0.00
0.00
TPTR19
30.56
2.78
27.78
0.00
37.04
0.93
1.85
0.00
0.00
27.78
1.85
0.00
0.00
TPTR20
45.45
5.05
40.40
0.00
20.20
1.01
2.02
1.01
0.00
30.30
0.00
0.00
0.00
TPTR21
20.00
5.00
15.00
0.00
45.00
0.00
0.00
5.00
0.00
10.00
20.00
0.00
0.00
TPTR22
77.78
0.00
77.78
0.00
5.56
0.00
3.33
2.22
0.00
0.00
0.00
11.11
0.00
TPTR23
69.66
2.25
67.42
0.00
22.47
1.12
1.12
0.00
0.00
0.00
5.62
0.00
0.00
TPTR24
11.00
1.00
10.00
0.00
30.00
5.00
4.00
5.00
0.00
5.00
40.00
0.00
0.00
TPTR25
79.70
4.98
74.72
0.00
9.96
0.00
0.00
0.00
0.38
4.98
4.98
0.00
0.00
TPTR26
70.57
11.76
58.81
0.00
23.52
1.18
1.18
1.18
0.02
2.35
0.00
0.00
0.00
TPTR27
12.12
4.55
7.58
3.03
60.61
4.55
1.52
0.00
0.00
15.15
3.03
0.00
0.00
TPTR28
2.50
2.50
0.00
1.25
62.50
1.25
1.25
0.00
0.00
6.25
25.00
0.00
0.00
TPTR29
16.84
1.05
15.79
1.05
52.63
2.11
1.05
0.00
0.00
21.05
5.26
0.00
0.00
TPTR30
24.64
17.39
7.25
7.25
57.97
1.45
1.45
0.00
0.00
7.25
0.00
0.00
0.00
TPTR31
9.86
2.82
7.04
1.41
70.41
1.41
0.00
0.00
0.02
14.08
2.82
0.00
0.00
TPTR32
12.24
5.10
7.14
0.00
25.50
0.00
1.02
0.00
0.05
30.60
30.60
0.00
0.00
Soft Coral
Sponge
Fleshy Seaweed
Other Biota
Rubble
Sand
Silt
Rock
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
119
Sambungan Lampiran 7 Stasiun
Live Coral
Acropora
Non Acropora
Dead Coral
Dead Coral with Algae
TPTR33 TPTR34 TPTR35 TPTR36 TPTR37 TPTR38 TPTR39 TPTR40 TPTR41 TPTR42 TPTR43 TPTR44 TPTR45 TPTR46 TPTR47 TPTR48 TPTR49 TPTR50 TPTR51 Rerata
19.29 7.37 10.48 21.77 25.69 12.77 26.27 13.77 15.00 17.65 14.55 41.09 37.50 22.61 31.11 20.25 13.04 35.71 5.50 26.98
10.52 7.37 0.81 2.84 5.14 2.95 13.14 3.18 12.00 5.04 2.08 1.96 4.69 4.52 2.83 7.59 0.00 23.81 2.75 3.78
8.77 0.00 9.68 18.93 20.56 9.82 13.14 10.59 3.00 12.61 12.48 39.13 32.81 18.09 28.28 12.66 13.04 11.90 2.75 23.20
0.00 0.00 0.00 0.00 1.03 0.98 0.00 0.00 2.00 0.84 1.04 1.96 1.87 1.81 2.83 6.33 0.00 2.38 0.00 0.73
26.31 42.11 24.19 37.87 41.11 39.29 35.03 42.36 40.00 33.61 51.98 39.13 37.50 36.18 37.71 63.29 0.00 35.71 36.70 33.41
CRITC-COREMAP Jakarta
Soft Coral
Sponge
Fleshy Seaweed
Other Biota
Rubble
Sand
Silt
Rock
0.88 2.11 0.00 0.00 0.00 0.00 1.75 3.18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.89 6.33 0.00 1.19 0.00 0.97
0.88 1.05 0.81 1.89 1.03 1.96 1.75 3.18 3.00 1.68 1.04 2.94 3.75 1.81 2.83 1.27 0.00 1.19 0.00 1.56
0.00 0.00 16.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.75 1.28
0.03 0.00 0.00 0.60 0.30 0.80 0.17 0.46 0.00 0.00 0.20 0.21 0.63 1.41 0.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.11
26.31 21.05 16.13 23.67 30.83 19.64 17.51 21.18 30.00 16.81 15.59 4.89 9.37 27.13 18.86 0.00 0.00 11.90 18.35 16.20
26.31 26.32 32.26 14.20 0.00 19.64 17.51 15.88 10.00 29.41 15.59 9.78 0.00 9.04 4.71 2.53 86.96 11.90 36.70 17.14
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.91 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.37 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.64
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
120
Lampiran 8. Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT di 6 stasiun transek permanent di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Acropora
Non Acropora
Dead Coral
Dead Coral with Algae
Soft Coral
Sponge
Fleshy Seaweed
Other Biota
Rubble
Sand
Silt
Rock
34.97
0.00
34.97
0.00
46.70
0.00
1.17
0.00
0.00
0.00
2.67
14.50
0.00
TPTL02
19.90
1.33
18.57
0.00
71.63
0.00
0.33
0.00
0.50
7.63
0.00
0.00
0.00
TPTL03
28.00
2.53
25.47
0.00
51.17
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5.50
15.33
0.00
TPTL04
67.00
0.00
67.00
0.00
11.77
0.00
3.43
0.00
8.73
4.53
4.53
0.00
0.00
TPTL05
40.53
4.17
36.37
0.00
40.40
2.30
0.87
0.00
0.80
3.73
11.37
0.00
0.00
TPTL06
35.77
7.40
28.37
0.00
21.77
2.50
1.47
21.17
0.67
16.67
0.00
0.00
0.00
TPTL07
53.33
0.53
52.80
0.00
22.67
0.70
9.27
0.00
2.20
6.07
3.97
1.80
0.00
TPTL08
33.60
3.00
30.60
0.00
43.13
0.00
3.23
0.23
0.00
6.20
12.23
1.37
0.00
TPTL09
22.13
1.20
20.93
0.00
38.87
0.73
0.00
0.87
0.00
22.47
14.93
0.00
0.00
TPTL10
52.43
6.23
46.20
0.00
30.13
0.00
2.27
1.17
4.83
1.00
7.00
1.17
0.00
TPTL11
60.63
21.27
39.37
0.00
18.50
0.00
1.70
0.00
2.33
0.00
15.50
1.33
0.00
TPTL12
67.23
0.00
67.23
0.67
22.43
0.00
1.17
2.33
5.33
0.83
0.00
0.00
0.00
TPTL13
51.70
17.50
34.20
0.00
38.13
1.00
4.50
0.17
0.83
1.17
2.50
0.00
0.00
Live Coral
TPTL01
Stasiun
CRITC-COREMAP Jakarta
122
Lampiran 9.
Kelimpahan beberapa mega benthos y ang diamati dengan metode Reef Check (y ang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanent di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Rata-rata Stasiun
TPTL01 TPTL02 TPTL03 TPTL04 TPTL05 TPTL06 TPTL07 TPTL08 TPTL09 TPTL10 TPTL11 TPTL12 TPTL13 jml ind.per
Kelimpahan (jml ind./ha)
transek Acanthaster planci
0
0
0
2
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0.23
16
CMR
20
7
8
242
3
498
1243
273
9
96
201
291
157
234.46
16747
Diadema setosum
0
1
50
142
8
0
428
274
36
128
14
87
50
93.69
6692
Drupella
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.00
0
Large Giant clam
0
0
0
1
0
1
2
6
0
2
9
0
10
2.38
170
Small Giant clam
0
0
0
0
1
1
0
7
1
0
1
0
1
0.92
66
Large Holothurian
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0.15
11
Small Holothurian
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.00
0
Lobster
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.00
0
Pencil sea urchin
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.00
0
Trochus niloticus
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0.23
16
CRITC-COREMAP Jakarta
123
Lampiran 10. Kelimpahan jenis ikan (jumlah individu/transek) y ang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen y ang diperoleh dengan metode UVC di perairan Kabupaten tapanuli Tengah. No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
1
Abudefduf vaigiensis
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
110
0
0
0
0
0
2
Acanthurus lineatus
Acanthuriidae
Target
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
3
Acanthurus nigricans
Acanthuriidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
4
Acanthurus pyroferus
Acanthuriidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
5
Aeoliscus strigatus
Centriscidae
Major
0
4
9
6
7
0
0
0
0
0
0
0
0
6
Aethaloperca rogaa
Serranidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
1
7
Amblyglyphidodon aureus
Pomacentridae
Major
0
0
0
8
3
0
0
47
0
3
5
0
5
8
Amblyglyphidodon curacao
Pomacentridae
Major
0
15
10
0
12
3
0
12
0
10
10
15
10
9
Amblyglyphidodon leucogaster
Pomacentridae
Major
0
10
10
23
3
0
26
97
0
20
70
29
62
10
Amblyglyphidodon ternatensis
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
8
0
0
0
0
0
0
11
Amphiprion clarkii
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
3
12
Amphiprion ephippium
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
3
13
Amphiprion ocellaris
Pomacentridae
Major
0
4
0
0
0
0
0
4
0
0
3
6
6
14
Amphiprion perideraion
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
4
15
Amphiprion sandaracinos
Pomacentridae
Major
0
7
0
16
14
1
4
0
0
0
14
4
4
16
Anyperodon leucogrammicus
Serranidae
Target
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
17
Apogon aureus
Apogooniddae
Major
0
0
0
0
0
0
0
20
0
0
0
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
124
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
18
Apogon bandanensis
Apogooniddae
Major
0
0
0
0
0
0
19
Apogon compressus
Apogooniddae
Major
6
0
25
0
0
20
Apogon cyanosoma
Apogooniddae
Major
0
0
0
0
0
21
Apogon endekataenia
Apogooniddae
Major
0
0
0
0
22
Apogon fragilis
Apogooniddae
Major
0
0
0
23
Apogon lineolatus
Apogooniddae
Major
0
0
24
Apogon macrodon
Apogooniddae
Major
0
25
Apogon quenquelineata
Apogooniddae
Major
26
Apogon trimaculatus
Apogooniddae
27
Archamia fucata
28
100
0
0
0
0
0
0
0
0
11
0
40
200
40
40
0
125
0
0
0
0
0
0
0
0
0
50
0
0
0
0
0
0
0
0
50
0
0
0
0
0
0
60
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
4
0
11
5
2
10
10
45
26
0
0
10
7
0
30
30
40
15
Major
0
0
0
4
0
0
0
0
0
10
0
0
0
Apogooniddae
Major
10
30
330
0
0
0
85
0
0
0
200
25
0
Arothron immaculatus
Tetraodontidae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
29
Arothron nigropunctatus
Tetraodontidae
Major
0
0
0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
2
30
Balistapus undulatus
Balistidae
Major
0
0
0
2
0
0
2
0
2
0
2
0
3
31
Balistoides viridiscens
Balistidae
Major
0
0
0
2
0
0
0
0
0
3
0
0
0
32
Bodianus mesothorax
Labridae
Major
0
3
0
6
5
3
0
8
8
2
0
3
4
33
Caesio caerulaurea
Casionidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0
10
34
Caesio cuning
Casionidae
Target
0
0
0
22
0
150
0
0
0
0
0
0
0
35
Caesio lunaris
Casionidae
Target
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
30
36
Caesio teres
Casionidae
Target
0
30
15
0
0
0
0
0
0
0
20
0
10
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
125
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
NAMA SUKU
KELOMPOK
Carangidae
Target
0
0
0
0
0
1
1
3
1
0
0
0
0
37
Caranx melampygus
38
Caranx sp.
Carangidae
Target
0
0
10
0
0
0
0
0
0
5
4
3
0
39
Centropyge eibli
Pomacanthidae
Major
0
0
0
0
3
0
0
0
0
1
0
0
0
40
Centropyge vroliki
Pomacanthidae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
41
Cephalopholis argus
Serranidae
Target
1
0
0
3
3
0
3
3
2
2
3
3
1
42
Cephalopolis formosa
Serranidae
Target
4
2
1
1
0
0
0
0
0
2
1
2
2
43
Cephalopolis leopardus
Serranidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
44
Cephalopolis miniatus
Serranidae
Target
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
45
Cephalopolis sp.
Serranidae
Target
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
46
Chaetodon baronessa
Chaetodontidae
Indicator
2
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
6
4
47
Chaetodon collare
Chaetodontidae
Indicator
14
0
4
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
48
Chaetodon melanotus
Chaetodontidae
Indicator
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
49
Chaetodon trifasciatus
Chaetodontidae
Indicator
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
2
2
3
50
Chaetodon ulietensis
Chaetodontidae
Indicator
0
0
0
18
0
0
4
8
0
0
0
0
0
51
Chaetodon vagabundus
Chaetodontidae
Indicator
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
0
0
Pomacanthidae
Major
4
12
9
27
8
0
22
21
0
4
8
7
44
Labridae
Major
0
0
1
0
3
0
0
0
3
2
0
2
3
2
0
2
33
9
0
4
3
0
3
5
11
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
2
52 53
Chaetodontoplus mesoleucus Cheilinus chlorurus
54
Cheilinus fasciatus
Labridae
Major
55
Cheilinus trilobatus
Labridae
Major
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
126
Sambungan Lampiran 10 No. 56
NAMA SPECIES Chromis atripectoralis
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
NAMA SUKU
KELOMPOK
Pomacentridae
Major
0
20
30
0
0
0
0
0
0
20
0
30
20
57
Chromis iomelas
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
58
Chromis lineata
Pomacentridae
Major
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
80
20
59
Chromis margaritifer
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
60
Chromis ternatensis
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
30
0
0
61
Chromis viridis
Pomacentridae
Major
0
0
10
0
0
0
80
200
0
0
30
5
20
62
Chromis weberi
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
63
Chrysiptera cyanea
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
40
0
0
0
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Pomacentridae
Major
0
0
0
12
0
0
1
27
0
3
13
1
7
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
8
0
0
21
0
0
3
2
10
Labridae
Major
0
0
0
0
5
0
0
0
18
0
0
0
0
Serranidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
64 65 66
Chrysiptera rex Chrysiptera rollandi Chrysiptera talboti
67
Coris batuensis
68
Cromileptis alvifelis
69
Ctenochaetus striatus
Acanthuridae
Target
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
3
70
Dascyllus reticulatus
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
15
0
0
0
0
71
Dascyllus trimaculatus
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
11
0
0
72
Diploprion bifasciatum
Serranidae
Target
0
3
0
3
0
0
0
0
0
5
2
5
0
7
13
6
0
33
0
3
24
0
7
13
6
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
73
Dischistodus perspicillatus
Pomacentridae
Major
74
Dischistodus prosopotaenia
Pomacentridae
Major
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
127
Sambungan Lampiran 10 No. 75
NAMA SPECIES Ecsenius bicolor
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
NAMA SUKU
KELOMPOK
Blenniidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
Labridae
Major
0
0
0
4
0
0
7
0
0
0
3
1
1
76
Epibulus insidiator
77
Epinephelus coioides
Serranidae
Target
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
78
Epinephelus fasciatus
Serranidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
79
Epinephelus sexfasciatus
Serranidae
Target
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
80
Gomphosus varius
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
81
Halichoeres argus
Labridae
Major
2
8
6
0
0
0
0
0
0
1
4
3
2
82
Halichoeres hortulanus
Labridae
Major
2
0
0
0
0
0
0
0
16
2
1
3
2
83
Halichoeres marginatus
Labridae
Major
3
0
0
6
5
25
2
8
0
1
2
2
1
Labridae
Major
3
5
4
19
13
8
9
7
8
3
0
2
1
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
Labridae
Major
0
1
0
0
0
0
0
0
3
0
3
0
2
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
6
0
17
0
11
6
11
0
8
11
20
8
5
84 85 86 87
Halichoeres melanurus Halichoeres prosopion Halichoeres scapularis Halichoeres trilineatus
88
Halichoeres vroliki
89
Hemiglyphidodon plagiometopon
90
Hemigymnus fasciatus
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
2
91
Hemigymnus melapterus
Labridae
Major
0
1
0
4
0
0
0
0
0
3
2
0
1
92
Heniochus acuminatus
Chaetodontidae
Indicator
4
0
0
0
0
0
0
0
0
2
4
4
0
93
Heniochus chrysostomus
Chaetodontidae
Indicator
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
2
Major Pomacentridae
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
128
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
94
Heniochus monoceros
Chaetodontidae
Indicator
0
0
2
0
0
0
0
0
0
2
2
0
0
95
Heniochus singularis
Chaetodontidae
Indicator
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
4
5
96
Heniochus varius
Chaetodontidae
Indicator
3
0
0
0
3
3
8
2
0
4
4
2
2
97
Labrichthys unifasciatus
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
98
Labroides bicolor
Labridae
Major
0
0
0
0
2
0
0
6
6
0
0
0
1
99
Labroides dimidiatus
Labridae
Major
0
0
3
9
0
4
0
4
11
0
2
2
3
100 Lethrinus erythropterus
Lethrinidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
1
101 Lethrinus harak
Lethrinidae
Target
0
0
0
0
0
0
3
0
1
0
0
0
0
102 Lethrinus ornatus
Lethrinidae
Target
2
2
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
103 Lutjanus biguttatus
Lutjanidae
Target
0
0
0
5
0
3
9
110
0
15
35
25
12
104 Lutjanus bohar
Lutjanidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
105 Lutjanus carponotatus
Lutjanidae
Target
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
106 Lutjanus decussatus
Lutjanidae
Target
4
7
3
28
24
11
13
11
8
4
7
7
5
107 Lutjanus fulviflamma
Lutjanidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
108 Lutjanus fulvus
Lutjanidae
Target
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
109 Lutjanus gibbus
Lutjanidae
Target
1
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
110 Neoniphon sammara
Holocentrdiae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
111 Neopomacentrus azysron
Pomacentridae
Major
40
30
0
0
550
280
200
170
0
15
0
10
40
112 Neopomacentrus cyanomos
Pomacentridae
Major
550
80
290
380
360
0
420
0
0
0
0
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
129
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
113 Odonus niger
Balistidae
Major
114 Ostracion cubicus
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
Ostraciidae
Major
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
115 Oxycheilinus celebicus
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
116 Oxycheilinus diagrammus
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
2
3
117 Paraglypidodon melas
Pomacentridae
Major
0
0
2
16
0
2
4
0
0
2
0
6
4
118 Paraglypidodon nigroris
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
8
0
9
11
0
2
2
5
14
119 Parapercis cylindrica
Pinguipedidae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
Mullidae
Target
0
3
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
121 Pempheris oualensis
Pempheridae
Major
0
0
0
21
3
16
15
74
0
0
0
0
0
122 Pempheris sp.
Pempheridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
123 Pempheris vanicolensis
Pempheridae
Major
110
55
35
0
0
0
0
0
0
0
30
15
75
124 Pentapodus caninus
Nemipteridae
Target
1
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
2
120 Parupeneus barberinus
125 Platax orbicularis
Platacidae
Target
4
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
3
0
126 Plectorhinchus chaetodontoides
Haemulidae
Target
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
3
3
127 Plectorhinchus orientalis
Haemulidae
Target
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
128 Plectorhinchus pictus
Haemulidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
2
129 Plectroglyphidodon lacrymatus
Pomacentridae
Major
3
4
0
22
25
4
12
0
0
3
6
7
7
130 Pomacanthus annularis
Pomacanthidae
Major
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
131 Pomacanthus xanthometopon
Pomacanthidae
Major
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
130
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
132 Pomacentrus alexanderae
Pomacentridae
Major
133 Pomacentrus amboinensis
Pomacentridae
134 Pomacentrus bankanensis
Pomacentridae
135 Pomacentrus margaritifer
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 0
0
0
14
Major
0
Major
13
0
0
10
5
12
16
Pomacentridae
Major
0
0
0
0
136 Pomacentrus moluccensis
Pomacentridae
Major
12
10
7
137 Pomacentrus philippinus
Pomacentridae
Major
0
0
138 Pomacentrus tripunctatus
Pomacentridae
Major
0
139 Premnas biaculeatus
Pomacentridae
Major
Balistidae
141 Ptereleotris heteroptera 142 Pterocaesio chrysozona
140 Pseudobalistes flavimarginatus
0
0
0
0
0
30
9
10
15
0
0
0
0
0
0
0
3
0
18
68
0
17
46
3
12
3
10
0
0
0
0
0
0
0
0
3
23
27
37
18
146
35
15
13
11
18
0
0
0
7
0
0
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
2
2
4
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
Microdesmidae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
Casionidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
100
0
0
0
0
143 Pterocaesio trilineata
Casionidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
144 Pygoplites diacanthus
Pomacanthidae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
145 Sargocentron caudimaculatum
Holocentrdiae
Target
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
146 Sargocentron rubrum
Holocentrdiae
Target
3
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Synodontidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
147 Saurida gracilis
Scaridae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
149 Scarus bleekeri
Scaridae
Target
0
0
0
0
0
0
0
6
3
3
2
0
2
150 Scarus dimidiatus
Scaridae
Target
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
3
148 Scarus bicolor
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
131
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
NAMA SUKU
KELOMPOK
Scaridae
Target
7
2
0
0
11
7
0
0
8
0
6
0
8
152 Scarus niger
Scaridae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
153 Scarus prasiognathus
Scaridae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
2
154 Scarus schlegeli
Scaridae
Target
0
0
0
0
0
3
0
3
6
0
0
0
0
155 Scarus sordidus
Scaridae
Target
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
156 Scarus spp.
Scaridae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
21
40
0
0
0
157 Scolopsis bilineatus
Scolopsidae
Target
1
2
0
7
6
7
0
13
13
0
0
1
3
158 Scolopsis ciliatus
Scolopsidae
Target
8
20
12
36
14
22
13
2
69
0
0
0
3
159 Scolopsis margaritifer
Scolopsidae
Target
4
2
4
13
11
0
3
22
0
5
11
5
3
160 Scolopsis trilineatus
Scolopsidae
Target
0
0
0
0
4
0
0
9
0
0
0
0
3
161 Scolopsis vosmeri
Scolopsidae
Target
2
8
3
8
1
0
0
0
0
0
0
0
0
Siganidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
Siganidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
Siganidae
Target
0
0
0
4
0
0
12
0
6
0
0
10
3
Siganidae
Target
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Siganidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
1
Siganidae
Target
0
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
168 Siganus virgatus
Siganidae
Target
7
3
0
0
0
0
0
8
8
25
0
2
8
169 Siganus vulpinus
Siganidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
151 Scarus ghoban
162 Siganus canaliculatus 163 Siganus coralinus 164 Siganus guttatus 165 Siganus punctatus 166 Siganus spinus 167 Siganus vermiculatus
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
132
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL TPTL 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
NAMA SUKU
KELOMPOK
Pomacentridae
Major
3
12
6
13
0
0
3
6
0
4
10
6
0
171 Stethojulis strigiventer
Labridae
Major
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
172 Sufflamen bursa
Balistidae
Major
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
2
173 Taeniura lymma
170 Stegastes nigricans
Dasyatidae
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
174 Thalassoma hardwickei
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
11
0
0
0
0
2
175 Thalassoma janseni
Labridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
176 Thalassoma lunare
Labridae
Major
0
0
2
17
17
15
0
9
16
2
4
5
10
177 Upeneus tragula
Mullidae
Target
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
178 Zanclus cornotus
Zanclidae
Major
2
4
4
0
4
7
0
14
7
0
4
0
4
179 Zebrasoma scopas
Acanthuridae
Major
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
878
483
1001
895
1252
696
1301
1372
487
440
914
537
878
a. Ikan Major
793
356
935
739
1163
486
1232
1168
232
308
789
431
793
b. Ikan Target
62
127
58
136
83
207
57
194
255
122
103
86
62
c. Ikan. Indikator
23
0
8
20
6
3
12
10
0
10
22
20
23
44
43
40
43
41
27
38
48
39
59
61
69
104
.
Jumlah Individu
Jumlah jenis
CRITC-COREMAP Jakarta
133