Coral Reef Information and Training Centre (CRITC) - LIPI Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330 Indonesia
STUDI BASELINE EKOLOGI BATAM (2004)
STUDI BASELINE EKOLOGI BATAM (2004)
Disusun oleh CRITC- Jakarta 2005
S TUDY B ASELINE E KOLOGI B ATAM T AHUN 2004
KOORDINATOR TIM PENELITIAN
: G I Y A N T O , S.S I , M.S C .
PENANGGUNG JAWAB PENELITIAN
:
S I S T I M I N F O R M A S I G E O G R A F I S : D R S . W I N A R D I , M.S C . KUALITAS PERAIRAN
: - DRS. EDI KUSMANTO - DRS. SALMIN
MANGROVE
: DRS. SOEROYO
K A R A N G & M E G A B E N T H O S : D R A . A N N A M A N U P U T T Y , M.S I IKAN KARANG
: D R A . S A S A N T I R. S U H A R T I , M.S C .
DOKUMENTASI
: R. S U T I Y A D I , A.M D .
ANALISA DATA
: G I Y A N T O , S.S I , M.S C .
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ……………………………………...
iv
DAFTAR TABEL …………………………………………
vii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………
ix
RINGKASAN EKSEKUTIF ………………………………
xi
A. Pendahuluan …………………………………………
xi
B. Hasil ……………….. ……………………………….
xii
C. Saran …………………………………………………
xxii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………...
1
A. Latar Belakang ………………………………………
1
B. Tujuan Penelitian …………………………………….
2
C. Ruang Lingkup Penelitian …………………………...
2
BAB II. METODE PENELITIAN ………………………...
3
A. Lokasi Penelitian …………………………………….
3
B. Waktu Penelitian …………………………………….
11
C. Pelaksana Penelitian …………………………………
11
D. Metode Penarikan Sampel dan Analisa Data ………..
12
1. Sistem Informasi Geografis ……………………...
13
2. Kualitas Perairan …………………………………
16
3. Mangrove ………………………………………...
17
4. Karang ……………………………………………
18
5. Mega Benthos …...………………………………
20
6. Ikan Karang ………………………………………
20
CRITC-COREMAP Jakarta
ii
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………
23
A. Sistem Informasi Geografis ………………………….
23
1. Geometri citra ……………………………………
23
2. Kondisi geografis daerah studi……………………
24
3. Hasil pemetaan terumbu karang dan mangrove ….
27
B. Kualitas Perairan …………………………………….
29
1. Temperatur ……………………………………….
29
2. Salinitas …………………………………………..
31
3. Densitas ……………………………………….…
32
4. Arus ………………………………………………
33
5. Derajat keasaman (pH)…………………………...
39
6. Kandungan oksigen terlarut (O2) ………………..
39
7. Fosfat ……………………………………………..
41
8. Nitrat (NO3) ……………………………………...
43
9. Nitrit (NO2) ……………...……………………….
44
10. Silikat (SiO3) …..………………………………
45
C. Mangrove ……………………………………………
46
D. Karang ……………………………………………….
51
E. Mega Benthos ……………………………………..
64
F. Ikan Karang …………………………………………..
69
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN …………………
81
A. Kesimpulan ………………………………………….
81
B. Saran …………………………………………………
83
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..
85
CRITC-COREMAP Jakarta
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Peta lokasi penelitian di Batam ……………
5
Gambar 2.
Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Batam ……….
7
Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan Batam.
8
Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan Batam …………………………….
9
Posisi stasiun penelitian untuk karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Batam ……………………………………...
10
Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Batam ………
11
Variasi temperatur pada stasiun penelitian di perairan Batam ………………………….
30
Variasi salinitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Batam ………………
31
Variasi densitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Batam ………………
32
Pola arus di sekeliling P. Abang Besar, P. Abang Kecil, dan barat laut P. Pengelap …..
35
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
CRITC-COREMAP Jakarta
iv
Gambar 11.
Pola arus di sekeliling P. Petong …………..
36
Gambar 12.
Pola arus di selat antara Abang Besar dan P. Petong saat surut (a) dan menuju pasang (b).
37
Gambar 13.
Pola arus di sekeliling perairan P. Pengelap.
38
Gambar 14.
Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masingmasing stasiun di perairan Batam dengan metode RRI ……………………………….
56
Rerata persentase tutupan karang hidup di Batam (dari semua stasiun penelitian RRI), P. Petong, P. Abang (meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil) dan P. Pengelap
57
Rerata persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substrat di Batam (dari semua stasiun penelitian RRI), P. Petong, P. Abang (meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil) dan P. Pengelap ……..
57
Histogram persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di Batam yang dilakukan dengan metode LIT ………………………..
58
Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masingmasing stasiun transek permanen di Batam yang dilakukan dengan metode LIT ……….
59
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Batam berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu (yang telah ditranformasikan ke dalam bentuk akar pangkat dua) …………..
63
MDS untuk stasiun transek permanen di Batam berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu (yang telah ditranformasikan ke dalam bentuk akar pangkat dua) ………………….
63
Gambar 15.
Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Gambar 20.
CRITC-COREMAP Jakarta
v
Gambar 21.
Gambar 22.
Gambar 23.
Gambar 24.
Gambar 25.
Gambar 26.
Gambar 27.
Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di Batam ……………………………………...
66
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Batam berdasarkan jumlah individu mega benthos ……………
68
MDS untuk stasiun transek permanen di Batam berdasarkan berdasarkan jumlah individu mega benthos ……………………
68
Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI ………………………………...
71
Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masingmasing stasiun transek permanen di Batam .
75
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun trasnek permanen di Batam berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua …………………………………………
80
MDS untuk stasiun transek permanen di Batam berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua …………………...
80
CRITC-COREMAP Jakarta
vi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Daftar nilai penting (%) jenis anak pohon di beberapa pulau di Batam …………………….
50
Daftar nilai penting (%) anak pohon mangrove di Batam ………………………….
50
Daftar nilai penting (%) pohon mangrove di Batam ………………………………………..
50
Tabel 4.
Gambaran struktur mangrove di Batam ……..
51
Tabel 5.
Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen dengan metode LIT.
61
Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu (yang telah ditranformasikan ke dalam bentuk akar kuadrat) pada stasiun transek permanen …………………………………….
62
Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu mega benthos di masingmasing stasiun transek permanen ……………
67
Tabel 2. Tabel 3.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Sepuluh jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran terbesar berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang (n=35 stasiun) ……
70
Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi ………... 72
CRITC-COREMAP Jakarta
vii
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Kelimpahan ikan karang untuk masingmasing suku yang dijumpai pada lokasi transek permanen di Batam ………………….
73
Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen dengan metode LIT ………………………….
76
Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis pada stasiun transek permanen di Batam untuk data kelimpahan ikan karang (data ditransformasikan ke akar pangkat dua) ……..
CRITC-COREMAP Jakarta
79
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.a.
Lampiran 1.b.
Lampiran 1.c.
Lampiran 1.d.
Lampiran 1.e.
Lampiran 2.
Lampiran 3.a.
Lampiran 3.b.
Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Batam … Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan Batam …………………………………… Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan Batam ………………………….. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Batam ………………….. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Batam …………………………………… Luas mangrove dan terumbu karang di lokasi penelitian di Batam ………………. Hasil pengukuran temperature, salinitas, dan densitas massa air laut permukaan di perairan Batam ………………………….. Hasil pengukuran Temperature, Salinitas, dan Densitas massa air laut untuk seluruh kolom air, mulai dari permukaan hingga dekat dasar, untuk perairan Batam ………
CRITC-COREMAP Jakarta
88
90
92
93
95
96
97
97
ix
Lampiran 4.a.
Lampiran 4.b.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Hasil dan analisa zat hara di perairan Batam …………………………………… Kadar rata - rata zat hara di perairan Batam …………………………………… Jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Batam ……………………………………
98
100
101
Jenis karang batu yang diperoleh di perairan Batam berdasarkan hasil LIT dan koleksi bebas …………………………….
102
Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Batam ……………………………………
107
Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT pada masing-masing stasiun transek permanen di Batam ……...
110
Beberapa mega benthos yang diamati dengan metode Reef Check Benthos (yang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanen di Batam ……………... Kelimpahan jenis ikan (jumlah individu/transek) yang dijumpai pada masing-masing stasiun transek permanen di Batam yang diperoleh dengan metode UVC ……………………………………..
CRITC-COREMAP Jakarta
111
112
x
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. P ENDAHULUAN COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru
yang
pendanaannya
dibiayai
oleh
ADB
(Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah Batam, yang secara administratif masuk ke dalam Propinsi Riau. Dilihat
dari
sumberdaya
perairannya,
Batam
memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan laut seperti ekosistem mangrove, lamun dan
karang.
pesatnya
Seiring
dengan
pembangunan
di
berjalannya
segala
bidang
waktu serta
dan krisis
ekonomi yang berkelanjutan telah memberikan tekanan yang
lebih
besar
terhadap
lingkungan
sekitarnya,
khususnya lingkungan perairannya. Sebagai
lokasi
baru
COREMAP,
studi
baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu
CRITC-COREMAP Jakarta
xi
karang secara lestari. Selain itu, dalam studi ini juga dibuat beberapa transek permanen di masing-masing lokasi baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan COREMAP. Kegiatan menggunakan efisiensi
penelitian Kapal
waktu
dan
Riset biaya,
di
lapangan
Baruna
Jaya
kegiatan
dilakukan VII.
Untuk
penelitian
ini
dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline ekologi di perairan Kepulauan Riau (meliputi Kepulauan Tambelan dan P. Mapor) serta Natuna. Kegiatan lapangan di ketiga lokasi tersebut berlangsung pada OktoberNovember 2004. Kegiatan penelitian lapangan ini melibatkan staf CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, beberapa staf dari daerah setempat yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA, serta Dinas Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswi dari Riau (Universitas Riau) juga turut serta dalam survey ini untuk melengkapi Tugas akhirnya. Lokasi penelitian dilakukan di perairan sekitar P. Petong, P. Abang yang meliputi (P. Abang Besar & P.Abang Kecil) serta P. Pengelap [yang meliputi P. Pengelap Barat atau P. Dedap dan P. Pengelap Timur]. Dalam penelitian ini, sebelum penarikan sampel dilakukan,
terlebih
dahulu
ditentukan
peta
sebaran
terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta
CRITC-COREMAP Jakarta
xii
sementara (tentative) yang diperoleh dari hasil interpretasi data citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak titiktitik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu yang tersedia, tetapi diharapkan sampel yang terambil cukup mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut.
B. H ASIL Dari data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan analisa data. Hasilnya adalah sebagai berikut: Luasan hutan mangrove di Batam meliputi : P. Petong, P. Abang Besar, P. Abang Kecil, P. Dedap, P. Pengelap dan pulau-pulau kecil di sekitarnya adalah 4,6007 km 2 , sedangkan
luasan
terumbu
karang
yang
meliputi
fringing reef, patch reef dan shoal adalah 18,3318 km 2 . Kisaran temperatur di perairan Batam pada bagian permukaan berkisar antara 29,64°C hingga 30,20°C dengan rerata temperatur 29,82°C. Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 29,63°C hingga 30,30°C dengan rerata temperatur 29,80°C. Pada kawasan yang lebih dekat ke garis utara seperti pada P. Abang Kecil hingga P. Pengelap temperature air lautnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada kawasan yang lebih ke utara seperti di P. Abang Besar dan P. Petong.
CRITC-COREMAP Jakarta
xiii
Kisaran
salinitas
di
perairan
Batam
pada
bagian
permukaan berkisar antara 31,94 PSU – 32,65 PSU dengan rerata 32,42 PSU. Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 31,73 PSU- 32,66 PSU dengan rerata 32,47 PSU. Densitas air laut di perairan Batam pada bagian permukaan berkisar antara 1019,52 kg/m 3 – 1020,00 kg/m 3 dengan rerata 1019,86 sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 1019,38 kg/m 3 – 1020,06 kg/m 3 dengan rerata 1019,93 kg/m 3 . Kecepatan arus di perairan Batam relative relatif tinggi hingga mencapai kecepatan 1662 mm/detik, terutama pada perairan sekitar P. Pengelap. Mengacu
pada
nilai
derajat
direkomendasikan KLH,
keasaman
(pH)
yang
perairan di Batam masih
tergolong baik. Pada stasiun-stasiun penelitian di P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil pHnya berkisar antara 8,15 – 8,45; di P. Petong berkisar antara 8,20 – 8,34 ; dan di P. Pengelap berkisar antara 8,16 – 8,37. Tak ada perbedaan yang signifikan antara pH permukaan perairan dengan bagian dasarnya. Berdasarkan kriteria yang dianjurkan KLH dimana nilai baku mutu air laut untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut memiliki kadar oksigen terlarut > 5 ppm (3,5 ml/L) (Anonimous, 2004), maka kondisi perairan di
CRITC-COREMAP Jakarta
xiv
semua lokasi penelitian yang dilakukan di Batam dapat dikatakan masih baik. Di perairan P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil kadar oksigen terlarutnya berkisar antara 3,69 – 4,30 ml/L; di P. Petong berkisar antara 3,90 – 4,60 ml/L; dan di P. Pengelap berkisar antara 3,76 – 3,97 ml/L. Kadar oksigen terlarut di P. Abang (yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil) dan P. Petong dimana pada bagian permukaannya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dasarnya. Tetapi untuk daerah P. Pengelap tak ada perbedaan yang signifikan antara kadar oksigen pada bagian permukaan dan dasar perairan. Dengan berpedoman pada baku mutu air laut untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut, kadar fosfat yang dianjurkan KLH yaitu < 0,015 ppm (4,9 µg A/L) (Anonimous,
2004),
maka
pada
stasiun-stasiun
penelitian yang dilakukan di Batam, kadar fosfat pada umumnya masih jauh dari nilai ambang batas yang dianjurkan. Kadar fosfat di P Abang yang meliputi P. Abang Besar dan Abang Kecil berkisar antara 0,14– 6,82 µg A/L, di daerah P. Petong berkisar antara 0,95– 5,04 µg A/L dan di daerah P. Pengelap berkisar antara 0,23–5,41 µg A/L. Dengan membandingkan bagian permukaan dengan bagian dasar dijumpai rerata kadar fosfat di bagian permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dasarnya. Tingginya kadar fosfat di bagian
permukaan
ini
diperkirakan
merupakan
sumbangan dari daratan.
CRITC-COREMAP Jakarta
xv
Mengacu baku mutu yang dikeluarkan KLH, untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut nilai ambang batas untuk nitrat = 0,008 ppm (26,27 µg A/L) (Anonimous, 2004), maka kadar nitrat pada semua perairan di Batam yang diteliti, kondisinya masih baik dan
masih
jauh
dari
nilai
ambang
batas
yang
ditetapkan. Kadar nitrat di perairan P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil berkisar antara 0,55–0,86 µg A/L, di perairan P. Petong berkisar antara 0,57–0,71 µg A/L, dan perairan P. Pengelap berkisar antara 0,57–0,75 µg A/L. Dari hasil yang diperoleh, bisa dikatakan bahwa kadar nitrat perairan Batam relatif homogen untuk di permukaan maupun di dasar perairan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari semua stasiun yang diteliti di Batam, kadar nitritnya jauh lebih kecil dibandingkan
dengan
kadar
nitrat.
Kenyataan
ini
menunjukkan bahwa perairannya masih dalam kondisi baik. Kadar nitrit di perairan P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil berkisar antara 0,04– 0,31 µg A/L, di perairan P. Petong berkisar antara 0,06–0,21 µg A/L, dan di perairan P. Pengelap berkisar antara
0,06–0,25
µg
A/L.
Untuk
semua
lokasi
penelitian, dijumpai kadar nitrit yang lebih tinggi pada bagian
dasar
dibandingkan
dengan
bagian
permukaannya. Di perairan P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil kadar silikat berkisar antara 4,53 – 9,84 µg A/L, di P. Petong berkisar antara 5,41 – 9,65 µg
CRITC-COREMAP Jakarta
xvi
A/L, dan di P. Pengelap berkisar antara 5,32 – 8,56 µg A/L. Untuk semua daerah penelitian di Batam, kadar silikat bagian dasar perairan lebih tinggi dibandingkan dengan
bagian
permukaannya.
Kenyataan
ini
menunjukkan bahwa sumber utama silikat di perairan ini berasal dari sedimentasi dari dasar perairan. Secara keseluruhan, dari 5 pulau yang diteliti yang termasuk dalam wilayah Batam, berhasil didapatkan 19 jenis mangrove yang termasuk dalam 14 marga; 12 suku. Hasil pencuplikan data transek untuk kategori anak pohon (diameter batang 2 cm hingga kurang dari 10 cm) didapatkan 7 jenis mangrove yang didominasi Rhizophora mucronata dengan nilai penting 85,61% dan Rhizophora stylosa merupakan codominan dengan nilai penting 73,30%. Kepadatan anak pohon mencapai 2733 batang per hektar dengan ketinggian rata-rata 6,48 meter dan basal area mencapai 8,15 m 2 per hektar. Untuk
kategori
pohon
(diameter
batang
>10
cm)
didapatkan 4 jenis mangrove yang didominasi oleh jenis Lumnitzera littorea dengan nilai penting 115,82 % dan Rhizophora apiculata sebagai codominan (NP. 77,89 %). Kepadatan pohon mencapai 133 batang per hektar dengan ketinggian rata-rata mencapai 13,75 meter dan basal area mencapai 5,95 m 2 per hektar. Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil dijumpai 163 jenis karang batu yang termasuk dalam 17 suku. Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang dilakukan di 41 stasiun dijumpai persentase tutupan
CRITC-COREMAP Jakarta
xvii
karang
hidup
antara
0,00%-55,86%
dengan
rerata
tutupan karang hidup 20,30% atau mencakup luas 3,7214 km 2 yang meliputi P. Petong, P. Abang Besar, P. Abang Kecil, P. Dedap, P. Pengelap dan pulau-pulau kecil di antaranya. P. Petong memiliki tutupan karang hidup yang terbaik yaitu sebesar 40,17%, diikuti oleh P. Abang (meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil) sebesar 18,58% dan terakhir P. Pengelap sebesar 8,37 %. Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 12 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa terumbu karang
yang
masuk
dalam
kategori
sangat
baik
sebanyak 3 stasiun, kategori baik sebanyak 6 stasiun, kategori cukup sebanyak 3 stasiun, dan tak ada stasiun dengan kategori kurang. Pada umumnya stasiun-stasiun penelitian yang berada di
P.
Petong
(BTML07,
BTML08
dan
BTML09)
memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon dan indeks kemerataan Pielou yang tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. Ini menunjukkan bahwa karang batu yang dijumpai di P. Petong selain relatif lebih beragam, juga penyebaran jenisnya lebih merata.
Hal
yang berbeda terjadi pada Stasiun BTML12 yang berada di bagian barat P. Pengelap, dimana pada stasiun ini diperoleh nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon dan indeks kemerataan Pielou yang terendah. Hal ini disebabkan oleh tingginya dominasi karang batu dari jenis Heliopora coerulea yang banyak dijumpai di stasiun penelitian ini.
CRITC-COREMAP Jakarta
xviii
Berdasarkan jumlah kehadiran karang batu di masingmasing
stasiun
transek
permanent,
analisa
pengelompokan dan analisa MDS menunjukkan bahwa stasiun
BTML01
mengelompok
dengan
stasiun
BTML08. Dari 37 jenis karang batu yang dijumpai di stasiun
BTML01
dan
39
jenis
karang
batu
yang
dijumpai di stasiun BTML03, tercatat 19 jenis karang batu yang sama yang dijumpai pada kedua stasiun tersebut. Dari hasil reef check terhadap beberapa makrobenthos bernilai ekonomis penting ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai kondisi kesehatan terumbu karang diperoleh kelimpahan Acanthaster planci, yang merupakan hewan pemakan polip karang, ditemukan dalam jumlah yang sedikit yaitu hanya 14 individu/ha. Karang jamur (CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam jumlah yang sangat berlimpah yaitu 30446 individu/ha. Bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam yang berlimpah pula yaitu 16327 individu/ha, dimana pada kelimpahannya
di
stasiun-satasiun
di
P.
Pengelap
sangat tinggi. Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam
jumlah
berukuran
yang
besar
sedikit,
(panjang
>20
dimana cm)
untuk
yang
kelimpahannya
sebesar 48 individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 12 individu/ha. Pencil sea urchin juga dijumpai dalam jumlah sedikit dimana kelimpahannya pengamatan
sebesar dilakukan,
30 tidak
individu/ha.
Selama
dijumpai
tripang
(holothurian) baik yang berukuran besar (diameter >20)
CRITC-COREMAP Jakarta
xix
maupun yang berukuran kecil. tidak dijumpai sama sekali selama pengamatan dilakukan. Terdapat 6 stasiun yang sama sekali tidak dijumpai ikan karang dari 41 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan karang dengan metode RRI. Secara keseluruhan, diluar keenam stasiun yang tidak dijumpai ikan karang tadi, jenis Halichoeres melanurus merupakan jenis yang paling sering dijumpai dimana jenis ikan karang ini
dijumpai
di
18
stasiun
dari
35
stasiun
RRI
(Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun yang diamati= 51,43 %). Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 12 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 116 jenis ikan karang yang termasuk dalam 21 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 30067 individu
per
filamentosus memiliki
hektarnya. merupakan
kelimpahan
Jenis jenis
yang
Neopomacentrus
ikan
tertinggi
karang
yang
dibandingkan
dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 6600 individu/ha-nya. Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen seperti ikan kakap (termasuk kedalam suku Lutjanidae) yaitu 305 individu/ha, ikan kerapu (termasuk dalam suku Serranidae) (termasuk
136 dalam
individu/ha, suku
ikan
Caesionidae)
ekor
kuning
yaitu
702
individu/ha.
CRITC-COREMAP Jakarta
xx
Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 736 individu/ha. Selama
penelitian
berlangsung,
ikan
Napoleon
(Cheilinus undulatus) tidak dijumpai. Jumlah individu untuk setiap jenis ikan karang yang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen dengan menggunakan metode UVC juga menunjukkan bahwa kelimpahan kelompok ikan major, ikan target, dan
ikan
indikator
berturut-turut
adalah
24738
individu/ha, 5133 individu/ha dan 736 individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 34:7:1. Ini berarti bahwa untuk setiap 42 individu ikan karang yang dijumpai di perairan Batam, kemungkinan komposisinya terdiri dari 34 individu ikan major, 7 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator. Kelimpahan ikan karang di Wilayah I (sekitar perairan P. Petong) merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 47981 individu/ha, diikuti oleh wilayah II (sekitar perairan P. Abang Besar dan P. Abang Kecil) sebesar 27605 individu/ha, dan wilayah III (sekitar perairan P. Pengelap) sebesar 19238 individu/ha. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di Wilayah I adalah 69:3:1; Wilayah II sebesar 28:13:1 dan Wilayah III sebesar 25:3:1. Selain keanekaragaman jenis ikan karang pada stasiun BTML04 dan BTML11 rendah, kemerataan jenisnya juga rendah. Pada stasiun BTML04, jenis Chromis
CRITC-COREMAP Jakarta
xxi
ternatensis dan Apogon quenquelineatus terlihat lebih dominan,
sedangkan
Oxymonacanthus
pada
stasiun
longirostris
yang
BTML11
jenis
terlihat
lebih
dominan dibandingkan ikan jenis lainnya. Berdasarkan jumlah individu ikan karang yang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen, stasiunstasiun yang berada di P. Petong (BTML07, BTML08 dan BTML09) mengelompok dalam satu kelompok dengan nilai kemiripan yang tinggi yaitu sebesar 67,63%. Demikian juga dengan BTML01, BTML02 dan BTML03 dengan nilai kemiripan 59,93%, serta antara BTML04,
BTML05
dan
BTML06
dengan
nilai
kemiripan 56,82%.
C. SARAN Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin tidak seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi perairan
Batam
secara
keseluruhan
mengingat
penelitian kali ini difokuskan hanya pada beberapa kawasan yang berada di P. Batam yaitu mulai dari P. Petong dibagian utara hingga ke P. Pengelap di bagian selatannya. Secara umum, kualitas perairan di lokasi penelitian ini dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini
CRITC-COREMAP Jakarta
xxii
perlu
dipertahankan
bahkan
jika
mungkin,
lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu
karang
dan
biota
lainnya.
Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari. Dengan meningkatnya kegiatan di darat di wilayah Batam,
pasti
akan
membawa
pengaruh
terhadap
ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini
sangatlah
penting
dilakukan
untuk
mengetahui
perubahan yang terjadi sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan
pertimbangan
bagi
para
stakeholder
dalam
mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pemantauan tersebut juga bisa dipakai
sebagai
bahan
evaluasi
keberhasilan
COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta
xxiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. L ATAR B ELAKANG COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru
yang
pendanaannya
dibiayai
oleh
ADB
(Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah Batam, yang secara administratif masuk ke dalam Propinsi Riau. Dilihat
dari
sumberdaya
perairannya,
Batam
memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan laut seperti ekosistem mangrove, lamun dan
karang.
pesatnya
Seiring
dengan
pembangunan
di
berjalannya
segala
bidang
waktu serta
dan krisis
ekonomi yang berkelanjutan telah memberikan tekanan yang
lebih
besar
terhadap
lingkungan
sekitarnya,
khususnya lingkungan perairannya. Sebagai
lokasi
baru
COREMAP,
studi
baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu
CRITC-COREMAP Jakarta
1
karang secara lestari. Selain itu, dalam studi ini juga dibuat beberapa transek permanen di masing-masing lokasi baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan COREMAP.
B. T UJUAN P ENELITIAN Tujuan dari studi baseline ekologi ini adalah sebagai berikut: Mendapatkan data dasar ekologi di Batam, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Membuat transek permanen di beberapa tempat di Batam agar dapat dipantau di masa mendatang.
C. R UANG L INGKUP P ENELITIAN Ruang lingkup studi baseline ekologi ini meliputi empat tahapan yaitu: 1.
Tahap
persiapan,
meliputi
kegiatan
administrasi,
koordinasi dengan tim penelitian baik yang berada di Jakarta maupun di daerah setempat, pengadaan dan mobilitas
peralatan
penelitian
serta
perancangan
penelitian untuk memperlancar pelaksanaan survey di lapangan. Selain itu, dalam tahapan ini juga dilakukan persiapan penyediaan peta dasar untuk lokasi penelitian yang akan dilakukan.
CRITC-COREMAP Jakarta
2
2. Tahap pengumpulan data, yang dilakukan langsung di lapangan yang meliputi data tentang kualitas perairan baik fisika maupun kimia perairan, terumbu karang, ikan karang dan mangrove. 3. Tahap analisa data, yang meliputi verifikasi data lapangan dan pengolahan data sehingga data lapangan bisa disajikan dengan lebih informatif. 4. Tahap pelaporan, yang meliputi pembuatan laporan sementara dan laporan akhir.
CRITC-COREMAP Jakarta
3
BAB II. METODE PENELITIAN
A. L OKASI P ENELITIAN Lokasi penelitian dilakukan di Wilayah studi sendiri tidak
mencakup
keseluruhan
wilayah
administratif
Kotamadya Batam, namun hanya terbatas pada sebagian lokasi yang terpilih untuk kegitan COREMAP Fase II. Untuk itu pada survei kali ini hanya mencakup wilayah Kecamatan Galang Baru dengan fokus pada perairan perairan sekitar P. Petong, P. Abang (meliputi P. Abang Besar & P.Abang Kecil) serta P. Pengelap [P. Pengelap Barat atau P. Dedap dan P. Pengelap Timur] (Gambar 1). Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan penarikan sampel, pertama-tama ditentukan terlebih dahulu peta sebaran terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta
sementara
interpretasi
(tentative)
data
citra
yang
digital
diperoleh Landsat
7
dari
hasil
Enhanced
Thematic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak titik-titik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu
yang
tersedia,
tetapi
diharapkan
sampel
yang
terambil cukup mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut. Tetapi ada kalanya titik-titik stasiun yang telah ditentukan tersebut tidak seluruhnya dapat terambil dikarenakan banyak faktor diantaranya kondisi cuaca yang kurang baik (ombak besar).
CRITC-COREMAP Jakarta
4
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Batam.
CRITC-COREMAP Jakarta
5
Untuk parameter temperatur, salinitas dan densitas air laut dilakukan di 44 stasiun (Gambar 2; Lampiran 1.a). Sedangkan untuk parameter kecepatan dan arah arus air laut berhasil dikumpulkan 5 lintasan (Gambar 2). Kondisi pasang surut yang terjadi selama penelitian adalah menuju pasang, pasang maksimum hingga menuju surut, dengan acuan data pasang surut di daerah Kijang. Untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O 2 ), kadar fosfat (PO 4 ), nitrat (NO 3 ), nitrit (NO 2 ), dan
silikat (SiO 3 ) dilakukan di 44 stasiun
penelitian yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil (St.1 - St.23); P. Petong (St.24 – St.31); dan P. Pengelap (St.32 – St.41) (Gambar 3 ; Lampiran 1.b.). Untuk mangrove, transek dilakukan di 7 stasiun yang terdiri dari 3 stasiun di P. Abang Besar, serta masing-masing 1 stasiun terletak di P. Abang Kecil, P. Petong, P. Pengelap dan P. Dedap (Gambar 4 ; Lampiran 1.c.). Untuk
kelompok
karang
dan
ikan
karang,
pengamatan dilakukan di 41 stasiun dengan menggunakan metode RRI (Rapid Reef Resources Inventory) (Gambar 5 ; Lampiran 1.d.). Sedangkan untuk proses pemantauan kondisi kesehatan karang di masa sekarang dan yang akan datang,
dipilih
permanen
12
stasiun
(permanent
sebagai
transect)
titik-titik
untuk
karang,
transek mega
benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan terumbu karang, serta ikan karang (Gambar 6 ; Lampiran 1.e.).
CRITC-COREMAP Jakarta
6
Gambar 2. Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Batam.
CRITC-COREMAP Jakarta
7
Gambar 3. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O 2 ), kadar fosfat (PO 4 ), nitrat (NO 3 ), nitrit (NO 2 ), dan silikat (SiO 3 ) di perairan Batam.
CRITC-COREMAP Jakarta
8
Gambar 4. Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan Batam.
CRITC-COREMAP Jakarta
9
Gambar 5. Posisi stasiun penelitian untuk karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Batam.
CRITC-COREMAP Jakarta
10
Gambar 6. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Batam.
CRITC-COREMAP Jakarta
11
B. W AKTU P ENELITIAN Berhubung
kegiatan
penelitian
di
lapangan
dilakukan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VII. Untuk efisiensi waktu dan biaya, kegiatan penelitian ini dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline ekologi di perairan Kepulauan Riau (meliputi Kepulauan Tambelan dan P. Mapor) serta Natuna. Kegiatan lapangan di ketiga lokasi tersebut berlangsung pada OktoberNovember 2004.
C. P ELAKSANA P ENELITIAN Kegiatan penelitian lapangan ini melibatkan staf CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, beberapa staf dari daerah setempat yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA, serta Dinas Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswa dari Riau (Universitas Riau) juga turut serta dalam survey ini untuk melengkapi Tugas akhirnya.
D. M ETODE P ENARIKAN S AMPEL
DAN
A NALISA D ATA
Penelitian Ecological Baseline Study ini melibatkan beberapa kelompok penelitian dan dibantu oleh personil untuk dokumentasi. Metode penarikan sampel dan analisa data
yang
digunakan
oleh
masing-masing
kelompok
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
CRITC-COREMAP Jakarta
12
1. Sistem Informasi Geografis Untuk keperluan pembuatan peta dasar sebaran ekosistem perairan dangkal, data citra penginderaan jauh (inderaja) digunakan sebagai data dasar. Data citra inderaja yang dipakai dalam studi ini adalah citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (selanjutnya disebut Landsat ETM+) pada kanal sinar tampak dan kanal infra-merah dekat (band 1,
2, 3, 4
dan 5). Saluran ETM+ 7 tidak digunakan dalam studi ini karena studinya lebih ke mintakat perairan bukan mintakat daratan. Sedangkan saluran infra-merah dekat ETM+ 4 dan 5 tetap dipakai karena band 4 masih berguna untuk perairan dangkal dan band 5 berguna untuk pembedaan mintakat mangrove. Citra
yang
digunakan
adalah
citra
dengan
cakupan penuh (full scene) yaitu 185 km x 185 km persegi.
Ukuran
piksel,
besarnya
unit
areal
di
permukaan bumi yang diwakili oleh satu nilai digital citra, pada saluran multi-spectral (band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7) adalah 30 m x 30 m persegi. Adapun citra yang digunakan dalam studi ini citra perekaman dengan path-row 125-59. Sebelum kerja lapang dilakukan, di laboratorium terlebih dulu disusun peta sebaran terumbu karang dan mangrove tentatif. Pengolahan citra untuk penyusunan peta
dilakukan
dengan
perangkat
lunak
Extension
Image Analysis 1.1 pada ArcView 3.2. Prosedur untuk pengolahan citra sampai mendapatkan peta tentatif daerah studi meliputi beberapa langkah berikut ini.
CRITC-COREMAP Jakarta
13
Pertama,
citra
dibebaskan
atau
setidaknya
dikurangi terhadap pengaruh noise yang ada. Koreksi untuk mengurangi noise ini dilakukan dengan teknik smoothing menggunakan filter low-pass. Kedua, memblok atau membuang daerah tutupan awan. Ini dilakukan dengan pertama-tama memilih areal
contoh
(training
area)
tutupan
awan
dan
kemudian secara otomatis komputer diminta untuk memilih seluruh daerah tutupan awan pada cakupan citra. Setelah terpilih kemudian dikonversikan menjadi format
shape
file.
Konversi
ini
diperlukan
agar
didapatkan data berbasis vektor (data citra berbasis raster) beserta topologinya yaitu tabel berisi atribut yang sangat berguna untuk analisis selanjutnya. Dari tabel itu kemudian dilakukan pemilihan daerah yang bukan awan dan selanjutnya disimpan dalam bentuk shape file. Daerah bukan awan inilah yang akan digunakan untuk analisis lanjutan. Ketiga yaitu memisahkan mintakat darat dan mintakat laut. Pada citra yang telah bebas dari tutupan awan
dilakukan
digitasi
batas
pulau
dengan
cara
digitasi langsung pada layar komputer (on the screen digitizing).
Agar
diperoleh
hasil
digitasi
dengan
ketelitian memadahi, digitasi dilakukan pada skala tampilan citra 1 : 25000. Digitasi batas pulau ini dilakukan pada citra komposit warna semu kombinasi band 4, 2,1. Kombinasi ini dipilih karena dapat memberikan kontras wilayah darat dan laut yang paling baik.
CRITC-COREMAP Jakarta
Agar
kontrasnya
maksimum,
penyusunan
14
komposit citra mengunakan data yang telah dipertajam dengan perentangan kontras non-linier model gamma. Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara yang sama pada mintakat laut didigitasi batas terluar dari mintakat terumbu. Komposit citra yang digunakan adalah kombinasi band 3,2,1 dengan model perentangan kontras yang sama. Sedangkan untuk digitasi batas sebaran mangrove, digunakan kombinasi citra lain yaitu kombinasi band 5,4,3. Dengan kombinasi ini disertai teknik perentangan kontras model gamma, mintakat pesisir yang ditumbuhi mangrove akan sangat mudah dibedakan dengan mintakat yang bervegetasi lain. Hasil interpretasi berupa peta sebaran mangrove dan terumbu karang yang bersifat tentatif. Berdasarkan
peta
tentatif
tersebut
kemudian
secara acak dipilih titik-titik lokasi sampel serta ditentukan posisinya. Titik-titik sampel itu di lapangan dikunjungi dengan dipandu oleh alat penentu posisi secara global atau GPS. Selain sampel model titik-titik ini digunakan pula sampel model garis transek dari pantai kearah tubir yang juga dipilih secara acak. GPS yang dipergunakan saat kerja lapang adalah merk Garmin tipe 12CX dengan ketelitian posisi absolut sekitar 15 meter. Dari data yang terkumpul kemudian di laboratorium dilakukan interpretasi dan digitasi ulang agar diperoleh batas yang lebih akurat.
CRITC-COREMAP Jakarta
15
2. Kualitas Perairan Untuk
kualitas
perairan
yang
terdiri
dari
beberapa parameter fisika dan kimia oseanografi yaitu : a. Parameter fisika (1). Temperatur, salinitas dan massa jenis (densitas) air laut diukur dengan menggunakan alat CTD (Conductive Temperature Depth), (2). Kecepatan
dan
arah
arus
air
laut
diukur
menggunakan alat ADCP (Accoustic Dopler Current Profiler), b. Parameter kimia Untuk stasiun yang mencapai kedalaman > 5 m, sampel air laut diambil dari permukaan dan dasar, sedangkan untuk daerah ≤ 5 m sampel diambil pada bagian permukaannya saja. (1). Derajat
keasaman
(pH)
langsung
diukur
dilapangan dengan menggunakan alat pH meter. (2). Untuk Oksigen terlarut, sampel disimpan dalam botol gelas oksigen dan ditambahkan larutan MnCl 2
dan
NaOH-KI,
selanjutnya
dilaboratorium dianalisis dengan cara titrasi Iodometri dengan metode Winkler. (3). Untuk nutrien PO 4 , NO 3 , NO 2 dan SiO 3 , sampel disimpan
dalam
botol
plastik
polietilen,
dilaboratorium sampel air laut disaring dengan milipour 0,45 µ, selanjutnya dianalisis dengan cara spektrofotometri berdasarkan metode dari US. Hydrography Office, 1958.
CRITC-COREMAP Jakarta
16
3. Mangrove Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis mangrove
dilakukan
penelitian
di
lapangan
baik
transek maupun koleksi bebas, untuk transek dilakukan dengan membuat garis tegak lurus pantai yang masingmasing
transek
dibuat
plot-plot
atau
petak-petak
berukuran 10 m x 10 m untuk pengambilan data pohon (diameter batang > 10 cm), ukuran 5 m x 5 m untuk pengambilan data anak pohon (diameter batang 2 - < 10 cm). Dari data tersebut diatas dapat diperoleh nilai kerapatan nisbi (KN), dominasi nisbi (DN), frekuensi nisbi (FN) dan nilai penting (NP) yang merupakan penjumlahan dari 3 kriteria tersebut, seperti yang dikemukakan Cox (1967). Jumlah individu suatu jenis KN = -------------------------------------------- x 100% Jumlah individu untuk semua jenis Nilai frekuensi suatu jenis FN = ------------------------------------------------------ x 100% Jumlah nilai-nilai frekuensi untuk semua jenis
J u mla h t i t i k p e n g a mb i l a n c o n to h j e n is t e r d a p a t Frekuensi = ------------------------------------------------------- x 100% J u mla h s e mu a t i t i k p e n g a mb i l a n c o n to h
Jumlah luas bidang dasar untuk jenis DN = ---------------------------------------------------- x 100% Jumlah luas bidang dasar untuk semua jenis
NP = KN + FN + DN
CRITC-COREMAP Jakarta
17
4. Karang Untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan biota dan substrat di terumbu
karang
pada
setiap
stasiun
penelitian
digunakan metode Rapid Reef Resources Inventory (RRI) (Long et al., 2004). Dengan metode ini, di setiap titik pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya, seorang pengamat berenang selama sekitar 5 menit dan mengamati biota dan substrat yang ada di sekitarnya. Kemudian pengamat memperkirakan persentase tutupan dari masing-masing biota dan substrat yang dilihatnya selama kurun waktu tersebut dan mencatatnya ke kertas tahan air yang dibawanya. Pada
beberapa
stasiun
penelitian
dipasang
transek permanen di kedalaman antara 3-5 m yang diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. Pada lokasi
transek
permanen,
data
diambil
dengan
menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi. Panjang garis transek 10 m dan diulang sebanyak 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangannya yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran sepanjang 70 m sejajar garis pantai dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 6070 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis
tersebut
dicatat
dengan
ketelitian
hingga
centimeter.
CRITC-COREMAP Jakarta
18
Dari data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek. Selain itu juga bisa diketahui jenis-jenis karang batu dan ukuran panjangnya, sehingga bisa dihitung nilai indek keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index = H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996) untuk jenis karang batu pada masing-masing stasiun
transek
permanen
yang
diperoleh
dengan
metode LIT. Rumus untuk nilai H’ dan J’ adalah : k H' = -Σ p i ln p i i=1 dimana p i = n i /N n i = frekuensi kehadiran jenis i N = frekuensi kehadiran semua jenis
J' = (H'/H' max ) dimana
H' max = ln S S
= jumlah jenis
Selain itu, beberapa analisa lanjutan dilakukan dengan
bantuan
pengelompokan
program (Cluster
statistik analysis)
seperti
analisa
(Warwick
and
Clarke, 2001) dan Multi Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke, 2001).
CRITC-COREMAP Jakarta
19
4. Mega Benthos Untuk mengetahui kelimpahan beberapa mega benthos,
terutama
yang
memiliki
nilai
ekonomis
penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan metode Reef Check pada semua stasiun transek permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 m di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 m tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) = 140 m 2 . Analisa lanjutan seperti analisa pengelompokan (Cluster
analysis)
dan
Multi
Dimensional
Scaling
(MDS) (Warwick and Clarke, 2001) dilakukan terhadap data kelimpahan individu dari beberapa mega benthos yang dijumpai. 5. Ikan Karang Seperti halnya terumbu karang, metode RRI juga diterapkan pada penelitian ini untuk mengetahui secara umum jenis-jenis ikan yang dijumpai pada setiap titik pengamatan. Sedangkan pada setiap titik transek permanen, metode yang digunakan yaitu metode Underwater Fish Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis
transek
sepanjang
70
m
dicatat
jenis
dan
jumlahnya. Sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m 2 .
CRITC-COREMAP Jakarta
20
Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda, et al. (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan
acuan dari Randall and Heemstra (1991)
dan Heemstra dan Randall (1993). Sama seperti halnya pada karang, nilai indek keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index = H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996) untuk jenis ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen dari hasil UVC. Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang
dalam
satuan
unit
individu/ha.
Dari
data
kelimpahan tiap jenis ikan karang yang dijumpai dimasing-masing stasiun transek permanen dilakukan analisa pengelompokan (Cluster analysis) dan Multi Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke, 2001). Spesies ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (ENGLISH, et al., 1997), yaitu : a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi.
Biasanya mereka
menjadikan
sebagai
terumbu
karang
pemijahan dan sarang/daerah asuhan.
tempat Ikan-ikan
target ini diwakili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang),
CRITC-COREMAP Jakarta
21
Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol); b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator Ikan-ikan
kesuburan
ekosistem
indikator
diwakili
daerah
tersebut.
oleh
famili
Chaetodontidae (ikan kepe-kepe); c. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan
hias.
Kelompok
ini
umumnya
ditemukan
melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial.
Ikan-
ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
CRITC-COREMAP Jakarta
22
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. S ISTEM I NFORMASI G EOGRAFIS Peta akhir hasil analisis dideskripsi dan dibahas berdasarkan data hasil pengamatan lapangan yang telah dikumpulkan. Selain itu dibahas pula geometri citra dan keterbatasan yang ada dalam pemrosesan citra sehingga tersusun peta akhir. 1. Geometri Citra Data
mentah
citra
(raw
data)
sudah
dalam
kondisi terkoreksi geometri karena produk data Landsat 7 ETM+ yang dipasarkan merupakan data level 1G. Pada level ini data sudah terkoreksi geometri dengan datum
WGS’84
menggunakan
sistem
koordinat
Universal Transverse Mercator (UTM). Berdasarkan keterangan yang tertera pada dokumen produk data Landsat 7, mempunyai tingkat kesalahan posisi kurang dari 50 meter. Ketelitian ini dapat dinaikkan lagi dengan aplikasi koreksi geometri menggunakan ground control points (GCP) lokal sampai mencapai kurang dari 15 meter kesalahannya. Untuk studi kali ini, walaupun rencananya akan diaplikasikan koreksi geometri citra ke koordinat lokal dengan GCP lokal, hal ini tidak jadi dilaksanakan. Ini didasari suatu kenyataan bahwa dari sekitar 53 titik ground check di lapangan yang tersebar pada terumbu dekat
pantai,
CRITC-COREMAP Jakarta
terumbu
tengah
dan
tubir,
ternyata
23
kesemuanya dapat diplot dengan baik pada peta dasar. Ini mengindikasikan bahwa tingkat kesalahan posisi karena
kesalahan
geometri
peta
hasil
interpretasi
kurang dari 1 piksel citra (kurang dari 30 meter). Untuk itu koreksi geometri dengan koordinat lokal sudah tidak diperlukan lagi karena seluruh posisi hasil pengukuran di lapangan akan dapat diplotkan ke dalam peta dasar dengan baik. 2. Kondisi Geografis Daerah Studi Selain
citra
mendapatkan
peta
mangrove
daerah
di
yang
tersedia
sebaran
terumbu
studi,
juga
mendeskripsi
kondisi
geografis
dengan
analisis
visual.
cara
dianalisis karang
untuk dan
digunakan
untuk
(khususnya
fisik)
Dalam hal
ini
citra
komposit warna semu kombinasi kanal 5,4,2 untuk campuran warna merah, hijau dan biru digunakan sebagai data dasar. Secara visual citra ini diamati dan diinterpretasi untuk mendapatkan gambaran kondisi fisik daerah kajian secara deskriptif. Kondisi fisik yang coba diinterpretasi berdasarkan citra yang ada adalah litologi,
fisiografi,
bentang
lahan,
hidrologi
serta
penutupan lahan. Dalam interpretasinya, tentu saja dilengkapi dengan data hasil pengamatan lapangan. Deskripsi kondisi fisik yang dilakukan tentunya hanya secara
umum
saja
(tidak
mendetail
karena
tidak
dilakukan pengukuran detil di lapangan). Walaupun wilayah studi mencakup Kotamadya Batam, namun demikian pada saat kerja lapang hanya difokuskan di Desa Pulau Abang yang meliputi: P.
CRITC-COREMAP Jakarta
24
Abang Besar dan Kecil, P. Petong, P. Dedap dan P. Pengelap. Desa Pulau Abang ini merupakan lokasi COREMAP Fase 2 sehingga fokus surveinya hanya di desa ini saja. Berikut ini deskripsi kondisi fisik dari pulau-pulau yang dikunjungi saat kerja lapangan. Secara umum pulau-pulau di wilayah survei diindikasikan merupakan sisa-sisa erosi daratan purba (diperkirakan berumur pra tersier). Batuannya secara umum bersifat granitis dan sebagiannya batuan sedimen muda baik yang asal marin maupun asal fluvial. Fisiografi
daratan
umumnya
berbukit-bukit
kecil
dengan pantai yang sebagian besar terjal (terutama yang ada di sisi timur pulau-pulau). Tidak ditemukan bukit dengan ketinggian yang diperkirakan lebih dari 100m di atas permukaan laut. Pada lembah-lembah bukit umumnya merupakan daerah denudasional yang mulai berkembang menjadi dataran-dataran sempit. Demikian pula di mintakat pantai, selain pantai yang terjal di bagian timur pulau, umumnya di bagian barat berupa dataran pantai pasir putih yang sempit. Pantai pasir putih ini berasal dari perombakan pasir asal koral karena secara umum di sekeliling pulau adalah rataan terumbu karang. Walaupun
secara
litologi,
fisiografi,
serta
bentang lahan pulau-pulau yang menjadi daerah kajian mempunyai kemiripin, namun dalam perkembangan tanah dan hidrologi sepertinya ada sedikit perbedaan. Tanah di P. Petong, P. Abang Kecil dan P. Pengelap relatif lebih berkembang dibanding pulau lainnya. Di
CRITC-COREMAP Jakarta
25
ketiga pulau tersebut solum tanah di daerah dataran umumnya sudah lebih dari 2 m tebalnya. Namun pada wilayah perbukitan, seperti halnya dengan pulau yang lain, tanahnya masih berupa tanah-tanah regosol yang bersolum tipis. Pada dataran di P. Abang Besar dan P. Dedap, perkembangan solum tanah belum mencapai 2 meter
dan
diperkirakan
masih
sekitar
1
meteran.
Ditinjau dari segi hidrologi, kondisi di kelima pulau yang
disurvei
umumnya
tidak
ditemukan
sungai
permanen. Sungai-sungai yang ada adalah sungaisungai kecil yang bersifat intermiten. Tetapi jika dilihat dari sumber air tawar yang ada, walaupun secara umum tidak begitu baik kondisinya, P. Petong dan P. Abang Kecil relatif mempunyai sumber air tawar yang baik dibanding ketiga pulau lainnya. Pada kelima pulau yang termasuk wilayah studi, P. Petong dan P. Abang Kecil merupakan pulau yang relatif berkembang dalam hal sebaran permukiman penduduk. Permukiman terkonsentrasi lebih dari 80% di kedua pulai ini. Bahkan P. Abang Kecil merupakan pusat pemerintahan desa. P. Dedap dan P. Pengelap merupakan pulau yang tidak dihuni. Jika di lapangan ditemukan adanya bangunan rumah semi permanen di kedua pulau ini, itu hanya merupakan tempat singgah nelayan. Sedangkan pada P. Abang Besar, permukiman penduduk hanya ditemukan secara terbatas dan tidak lebih
dari
100
KK.
Jika
melihat
persebaran
permukiman yang ada, pada umumnya permukiman ditemukan di daerah teluk atau tempat yang terlindung. Namun secara umum lokasi permukiman ada di bagian
CRITC-COREMAP Jakarta
26
barat atau bagian selatan pulau. Tidak ditemukan satupun unit permukiman di bagian timur pulau. Hal ini juga disebabkan secara fisiografis di bagian timur pulau didominasi pantai yang terjal atau setidaknya berlereng. Penggunaan
lahan
selain
permukiman
adalah
perkebunan khususnya kelapa. Tidak ditemukan jenis penggunaan lahan pertanian yang berbentuk selain perkebunan ini. Tutupan lahan yang dominan adalah hutan dan semak belukar yang diperkirakan menutupi sekitar 60% wilayah daratan dari pulau-pulau di daerah studi. Berdasarkan kondisi penutupan dan penggunaan lahan yang ada, diprediksi bahwa sebagian besar penduduk di Desa Pulau Abang ini bermata pencaharian sebagai bukan petani darat sehingga kemungkinan besar adalah nelayan. 3. Hasil pemetaan terumbu karang dan mangrove Peta sebaran terumbu karang dan mangrove di daerah studi dihasilkan dari proses digitasi citra yang merekam daerah studi. Oleh karena citra sebagai data dasar untuk menghasilkan peta, maka ketelitian peta yang dihasilkan sangat tergantung dari kualitas citra yang digunakan sebagai sumber data. Kualitas citra yang sangat berpengaruh terhadap hasil delineasi batas sebaran mangrove dan terumbu karang pada studi ini adalah besarnya tutupan awan dan bayangannya dalam citra. Pada daerah-daerah yang tertutup oleh awan atau bayangannya, delineasi batas hanya berupa perkiraan sehingga ini merupakan sumber kesalahan utama dalam
CRITC-COREMAP Jakarta
27
interpretasi. Tutupan awan pada citra yang digunakan untuk
memetakan
sebaran
terumbu
karang
dan
mangrove kali ini adalah sekitar 9%. Ini berarti bahwa ketelitian peta hasil delineasi dari citra adalah sekitar 91% jika sumber-sumber kesalahan lain dianggap tidak ada.
Dengan
demikian
segala
informasi
yang
diturunkan berdasarkan peta hasil interpretasi ini, seperti luasan mangrove, akan mempunyai deviasi sekitar 9%. Berdasarkan hasil kerja lapang, dari sejumlah 53 titik yang dikunjungi di lapangan, 4 titik di antaranya (semuanya di P. Petong) ditemukan sebagai obyek yang salah interpretasi. Ke 4 titik tersebut diinterpretasi sebagai daratan tetapi di lapangan ternyata merupakan daerah tutupan mengrove. Setelah dicek-silang dengan citranya sebagai sumber data diketahui bahwa lokasi tersebut pada citra merupakan daerah yang tertutup awan. Oleh karenanya di P. Petong pada peta tidak didapati unit sebaran mangrove walaupun di lapangan ditemukan adanya ekosistem mangrove yang agak luas di bagian barat laut pulau. Kesalahan interpretasi ini jika dihitung berdasarkan penemuan adanya 4 titik yang salah dari 53 titik yang dikunjungi yaitu sekitar 8%.
Ini
sesuai
dengan
kesalahan
interpretasi
didasarkan
pada
perkiraan dapat
tingkat
semula
mencapai
tutupan
awan
bahwa
9%
jika
pada
citra
sebagai sumber data. Dari peta hasil interpretasi diketahui bahwa dari kelima
CRITC-COREMAP Jakarta
pulau
yang
merupakan
wilkayah
studi,
28
kelimanya dikelilingi oleh rataan terumbu karang. Rataan terumbu cenderung lebih lebar di bagian selatan pulau. Ini mengindikasikan bahwa di bagian selatan pulau karang relatif lebih berkembang. Luas terumbu karang di daerah penelitian di Batam yang meliputi P. Petong, P. Abang Besar, P. Abang Kecil, P. Dedap, P. Pengelap dan pulau-pulau kecil di antaranya yaitu 18,3318 km 2 . Mangrove umumnya ditemukan pada wilayah yang terlindung dan umumnya tidak ditemukan di bagian timur pulau karena kondisi pantainya yang tidak memungkinkan. Sebaran mangrove yang sangat luas ditemukan di antara P. Abang Besar dan P. Abang Kecil sehingga kedua pulau tersebut hampir menyatu karenanya. Luas mangrove di daerah penelitian di Batam yaitu 4,6007 km 2 . Lampiran 2 menampilkan luasan mangrove dan terumbu karang yang mencakup hanya
kelima
pulau
beserta
pulau-pulau
kecil
di
antaranya dan tidak mencakup keseluruhan Kotamadya Batam.
B. K UALITAS
PERAIRAN
Penelitian
mengenai
kualitas
perairan
meliputi
parameter fisika dan kimia. 1. Temperatur Variasi
temperatur
selama
penelitian
antara
29,64°C
CRITC-COREMAP Jakarta
permukaan
berlangsung hingga
yang
terekam
mempunyai
kisaran
30,20°C
dengan
rerata
29
temperatur 29,82°C (Lampiran 3.a.). Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 29,63°C hingga 30,30°C dengan rerata temperatur 29,80°C (Lampiran 3.b.). Distribusi temperatur permukaan menunjukkan bahwa temperatur rendah dijumpai di sekeliling P. Abang Besar dan P. Petong yaitu antara 29,64°C hingga 29,83°C. Temperatur yang relatif lebih tinggi dijumpai di perairan sekitar Abang Kecil dan P. Pengelap yaitu antara 29,83°C hingga 30,02°C. Sedangkan temperatur tertinggi di perairan ini dijumpai hanya di bagian utara P. Pengelap (Gambar 7).
Gambar 7. Variasi temperatur pada stasiun penelitian di perairan Batam.
CRITC-COREMAP Jakarta
30
2. Salinitas Selama penelitian berlangsung, salinitas air laut pada bagian permukaan berkisar antara 31,94 PSU – 32,65 PSU dengan rerata 32,42 PSU (Lampiran 3.a.) sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 31,73 PSU32,66 PSU dengan rerata 32,47 PSU (Lampiran 3.b.). Salinitas yang relatif tinggi dijumpai di sekitar perairan P. Petong, utara P. Abang Besar, selatan P. Abang Kecil dan selatan P. Pengelap dengan kisaran 32,41 hingga 32,65 PSU. Sedangkan salinitas terendah dijumpai di bagian selatan P. Dedap dan di stasiun 22 dengan kisaran 31,94 hingga 32,18 PSU (Gambar 8).
Gambar
CRITC-COREMAP Jakarta
8.
Variasi salinitas permukaan penelitian di perairan Batam.
pada
stasiun
31
3. Densitas Densitas air laut pada bagian permukaan berkisar antara 1019,52 kg/m 3 – 1020,00 kg/m 3 dengan rerata 1019,86 (Lampiran 3.a.) sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 1019,38 kg/m 3 – 1020,06 kg/m 3 dengan rerata 1019,93 kg/m 3 (Lampiran 3.b.). Untuk densitas, mempunyai pola yang mirip dengan pola sebaran salinitas permukaan. Densitas permukaan yang relatif tinggi ditemukan di perairan P. Petong, utara P. Abang Besar, selatan P. Abang Kecil, dan di selatan P. Dedap. Sedangkan densitas terendah untuk perairan ini ditemukan di utara P. Pengelap, barat P. Dedap, dan di stasiun 22 (Gambar 9).
Gambar
CRITC-COREMAP Jakarta
9.
Variasi densitas permukaan penelitian di perairan Batam.
pada
stasiun
32
4. Arus Kondisi arus untuk perairan disajikan dalam Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12 dan Gambar 13. Kondisi arus di perairan ini relatif tinggi. Pasang surut yang merupakan gaya penggerak, terlihat dominan berpengaruh pada pergerakan massa air di perairan ini. Pada Gambar 10 terlihat bahwa massa air yang mengalir di perairan P. Abang Besar, P. Abang Kecil, dan utara P. Pengelap, berasal dari timur menuju barat dimana sebagian melalui selat antara P. Pengelap dan P. Abang Kecil, dan sebagian lagi dibelokkan ke arah barat laut. Massa air yang mengalir ke barat laut ini ada yang mengisi selat antara P. Abang Kecil dan P. Abang Besar menuju ke barat dan selebihnya menyusur pantai timur P. Abang. Demikian juga untuk sisi timur P. Abang, massa air mengalir ke utara. Akan tetapi untuk perairan di sebelah timur P. Abang Kecil justru massa
air
mengalir
ke
timur
hingga
ke
selatan,
mendorong masuk kembali ke selat antara P. Abang Kecil
dan
P.
Pengelap
melalui
sisi
utara
selat.
Kecepatan arus yang terekam mencapai 1430 mm/detik. Demikian
pula
untuk
perairan
sekeliling
P.
Petong, massa air mengalir dari arah timur menuju ke barat untuk perairan P. Petong bagian timur hingga utara dan menuju ke selatan untuk perairan P. Petong bagian timur hingga selatan, sedangkan untuk perairan P. Petong barat laut massa air menuju ke utara sebagai counter
current
akibat
pola
umum
arus
yang
berkembang yang secara umum ke timur (Gambar 11).
CRITC-COREMAP Jakarta
33
Pada Gambar 12 disajikan pola arus di selat antara P. Petong dan P. Abang Besar pada dua kondisi yang berbeda yaitu pada pada saat surut (a) dan saat menuju pasang (b). Pada gambar tersebut terlihat bahwa adanya perbedaan yang menyolok antara kondisi surut
dan
pasang.
Massa
air
pada
kondisi
surut
mengalir dari utara menuju ke selatan sedangkan pada kondisi menuju pasang massa air di perairan ini menuju ke utara disisi sebelah timur selat dan menuju ke utara pada sisi sebelah barat selat. Kecepatan arus yang terekam
di
perairan
ini
tertinggi
mencapai
1023
mm/detik pada kondisi surut dan 1032 mm/detik pada kondisi menuju pasang. Untuk
perairan
sekeliling
P.
Pengelap
yang
disajikan dalam Gambar 13 menunjukkan bahwa massa air yang berasal dari timur membentur P. Pengelap bagian timur, sebagian dibelokkan ke utara sebagian lagi dibelokkan ke selatan. Sementara itu massa air yang melewati selat antara P. Pengelap dan P. Abang Kecil sebagian masuk ke selat antara P. Pengelap dan P. Dedap melalui sisi sebelah barat selat. Massa air yang masuk ke dalam selat ini sebagian diteruskan ke selatan dan sebagian lagi kembali melalui sisi sebelah timur selat akibat dari selat yang menyempit di bagian selatan. Arus yang sangat kuat ditemukan di sisi selatan P. Pengelap dan di sisi timur P. Dedap. Kecepatan arus yang terekam mencapai 1662 mm/detik.
CRITC-COREMAP Jakarta
34
Gambar 10.
CRITC-COREMAP Jakarta
Pola arus di sekeliling P. Abang Besar, P. Abang Kecil, dan barat laut P. Pengelap.
35
Gambar 11. Pola arus di sekeliling P. Petong.
CRITC-COREMAP Jakarta
36
Gambar 12.
Pola arus di selat antara Abang Besar dan P. Petong saat surut (a) dan menuju pasang (b).
CRITC-COREMAP Jakarta
37
Gambar 13.
Pola arus di sekeliling perairan P. Pengelap.
CRITC-COREMAP Jakarta
38
4. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kualitas perairan. Suatu perairan laut yang baik biasanya bersifat basa dengan pH>7
sebagaimana
(Anonimous,
yang
2004).
direkomendasikan
Hasil
pengukuran
KLH derajat
keasaman (pH) yang dilakukan di stasiun penelitian di Batam bisa dilihat pada Lampiran 4.a. Derajat keasaman (pH) di Batam, pada stasiunstasiun penelitian di P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil berkisar antara 8,15–8,45; di P. Petong berkisar antara 8,20–8,34; dan di P. Pengelap berkisar antara 8,16–8,37. Dengan membandingkan nilai rerata pH permukaan dengan bagian dasarnya terhadap nilai tertinggi diantara kedua kedalaman tersebut pada masing-masing lokasi, perbedaan di P. Abang Besar dan P. Abang Kecil berkisar 0,81%, di P. Petong berkisar antara 1,08% dan di P. Pengelap berkisar antara 1,19%. Perbedaan ini tidak signifikan, sehingga bisa dikatakan bahwa pH pada permukaan dan dasar di ketiga perairan ini homogen (Lampiran 4.b.). Berdasarkan hasil yang diperoleh dan mengacu pada
nilai
pH
yang
direkomendasikan
KLH
(Anonimous, 2004), maka perairan di Batam masih tergolong baik. 5. Kandungan oksigen terlarut (O 2 ) Kandungan oksigen terlarut (O 2 ) dalam perairan turut menentukan kualitas perairan, karena oksigen
CRITC-COREMAP Jakarta
39
sangat
dibutuhkan
untuk
pernapasan
(respirasi)
makhluk hidup dan proses oksidasi dalam perairan. Sebagai contoh ikan yang hidup dalam perairan yang kekurangan oksigen akan terganggu fungsi insangnya dan dapat menyebabkan insang ikan itu berlendir (anoxia) dan mati. Fungsi lain dari oksigen adalah sebagai oksidator senyawa–senyawa kimia di perairan. Sumbangan oksigen terbesar berasal dari adsorpsi udara bebas, sementara dari fitoplankton dan tumbuhan hijau
lain
yang
berklorofil
menyumbang
oksigen
sebagai produk fotosintesis. Faktor
yang
bisa
mempengaruhi
kemampuan
suatu perairan untuk mengadsorpsi oksigen adalah salinitas, suhu, kekeruhan air, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut (Raymont,
1963).
Faktor
kedalaman
juga
mempengaruhi kadar oksigen terlarut (Tijssen ,1990). Dalam kondisi yang normal, semakin dalam perairan itu maka semakin menurun kadar oksigennya. KLH merekomendasikan
baku
mutu
air
laut
untuk
kepentingan wisata bahari dan biota laut, kadar oksigen terlarutnya >5 ppm (3,5 ml/L) (Anonimous, 2004). Hasil pengukuran kadar oksigen di seluruh stasiun di Batam ditampilkan pada Lampiran 4.a. Di perairan P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil kadar oksigen terlarutnya berkisar antara 3,69–4,30 ml/L; di P. Petong berkisar antara 3,90–4,60 ml/L; dan di P. Pengelap berkisar antara 3,76–3,97 ml/L. Dengan membandingkan antara
CRITC-COREMAP Jakarta
40
permukaan dengan bagian dasarnya (Lampiran 4.b.), perbedaan rerata kadar oksigen terlarut di P. Abang Besar dan P. Abang Kecil, perbedaannya mencapai 4,24%. Perbedaan ini cukup signifikan sehingga bisa dikatakan bahwa kadar oksigen terlarut di P. Abang Besar dan P. Abang Kecil pada bagian permukaannya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dasarnya. Hal yang
sama
juga
terjadi
di
P.
Petong
dimana
perbedaannya dapat dikatakan signifikan yaitu sebesar 3,71%. Sedangkan untuk perairan di P. Pengelap, kadar oksigen terlarut pada bagian permukaan dan dasar perairan di P. Petong dan P. Pengelap bisa dikatakan homogen, karena perbedaannya tidak begitu signifikan yaitu sebesar 1,50 %. Nilai perbedaan tersebut dihitung terhadap
nilai
tertinggi
diantara
dua
kedalaman
tersebut pada masing-masing lokasi. Berdasarkan
kriteria
yang
dianjurkan
KLH
dimana nilai baku mutu air laut untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut memiliki kadar oksigen terlarut > 5 ppm (3,5 ml/L) (Anonimous, 2004), maka kondisi perairan di semua lokasi penelitian yang dilakukan
di
Batam
dinilai
dari
kadar
oksigen
terlarutnya dapat dikatakan masih baik. 6. Fosfat Fosfat
merupakan
salah
satu
nutrisi
yang
dibutuhkan oleh mahluk hidup yang ada diperairan. Sumbangan fosfat terbesar berasal dari sedimentasi yang ada di dasar perairan. Oleh karena itu, semakin dalam perairan, semakin besar kandungan fosfatnya.
CRITC-COREMAP Jakarta
41
Kekecualian
bisa
terjadi,
dimana
kadar
fosfat
dipermukaan lebih tinggi dibandingkan kolom air yang lebih
dalam
bila
di
perairan
tersebut
mendapatkan pengaruh dari darat berupa
banyak
sumbangan
“limbah penduduk”. Limbah penduduk yang banyak menyumbang kadar fosfat diantaranya detergen. Di perairan Batam, kadar fosfat di P. Abang Besar dan Abang Kecil berkisar antara 0,14–6,82 µg A/L, di daerah P. Petong berkisar antara 0,95–5,04 µg A/L dan di daerah P. Pengelap berkisar antara 0,23– 5,41 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan membandingkan bagian permukaan dengan bagian dasar (Lampiran 4.b.) terhadap nilai tertinggi diantara kedua bagian tersebut pada masing-masing lokasi, di P. Abang Besar dan P. Abang Kecil perbedaannya sangat signifikan dengan tingkat perbedaan mencapai 86,89%. Perbedaan yang signifikan juga terjadi di P. Petong (33,91%), dan di P. Pengelap (78,69%). Dengan demikian jelas terlihat bahwa kadar fosfat di bagian permukaan lebih tinggi dibandingkan bagian dasarnya. Tingginya kadar fosfat di permukaan diperkirakan sumbangan dari daratan. KLH telah merekomendasikan baku mutu air laut untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut, kadar fosfat yang dianjurkan tidak melebihi 0,015 ppm (4,9 µg A/L) (Anonimous, 2004). Dengan berpedoman pada baku mutu air laut ini maka untuk stasiun-stasiun penelitian yang dilakukan di Batam, kadar fosfatnya masih berada di bawah nilai ambang batas yang dianjurkan.
CRITC-COREMAP Jakarta
42
7. Nitrat (NO 3 ) Nitrat sebagai mana halnya fosfat merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh mahluk hidup yang ada dalam perairan. Fungsinya turut membantu pembentukan asam amino sebagai komponen dasar protein.
Sumbangan
terbesar
nitrat
berasal
dari
sedimentasi di dasar perairan. Di Batam, kadar nitrat di perairan P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil berkisar antara 0,55–0,86 µg A/L, di perairan P. Petong berkisar antara 0,57–0,71 µg A/L, dan perairan P. Pengelap berkisar antara 0,57–0,75 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan membandingkan rerata kadar nitrat di bagian permukaan dengan di bagian dasarnya terhadap nilai tertinggi diantara kedua bagian tersebut pada masingmasing lokasi (Lampiran 4.b.), perbedaannya tidak signifikan untuk semua lokasi penelitian. Di perairan P. Abang Besar dan P. Abang Kecil, perbedaannya sebesar 1,86% dimana kadar nitrat di permukaan relatif sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan di dasar perairannya. Sebaliknya, di perairan P. Petong, dan P. Pengelap, walaupun tidak signifikan, rerata kadar nitrat pada bagian permukaannya relatif sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan
dasarnya,
dengan
perbedaan
sebesar 0,79% di P. Petong dan 0,72% di P. Pengelap. Dari hasil yang diperoleh, bisa dikatakan bahwa kadar nitrat
perairan
Batam
relatif
homogen
untuk
di
permukaan maupun di dasar perairan.
CRITC-COREMAP Jakarta
43
Mengacu pada nilai baku mutu yang dikeluarkan KLH untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut dimana nilai ambang batas untuk nitrat=0,008 ppm (26,27
µg
A/L)
(Anonimous,
2004),
maka
dapat
disimpulkan bahwa kadar nitrat pada semua perairan di Batam yang diteliti, kondisinya masih baik dan masih jauh dari nilai ambang batas yang ditetapkan. 8. Nitrit (NO 2 ) Nitrit merupakan senyawa kimia yang sangat reaktif karena struktur molekulnya tidak stabil. Karena reaktifnya ini, nitrit akan cepat bereaksi dengan logam berat misalnya, membentuk senyawa garam nitrat yang larut dalam air. Nitrit termasuk parameter yang dapat dijadikan indikator kualitas perairan.
Suatu perairan
yang baik, kadar nitritnya harus lebih kecil dari pada kadar nitrat. Semakin kecil kadar nitritnya, semakin baik kualitas perairannya. Kadar nitrit di perairan P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil berkisar antara 0,04–0,31 µg A/L, di perairan P. Petong berkisar antara 0,06–0,21 µg A/L, dan di perairan P. Pengelap berkisar antara 0,06–0,25 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan membandingkan nilai rerata kadar nitrit di bagian permukaan dengan bagian dasar terhadap nilai tertinggi diantara kedua bagian tersebut pada masing-masing lokasi (Lampiran 4.b.), di semua perairan yang diteliti menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan tingkat perbedaan mencapai 17,20% di P. Abang Besar dan P. Abang Kecil; sebesar 5,38% di P. Petong dan 3,36% di
CRITC-COREMAP Jakarta
44
P.
Pengelap,
dimana
kadar
nitrit
pada
bagian
permukaannya lebih tinggi dibandingkan dasarnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari semua stasiun yang diteliti di Batam, kadar nitritnya jauh lebih
kecil
dibandingkan
dengan
kadar
nitrat.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa perairannya masih dalam kondisi baik. 9. Silikat (SiO 3 ) Silikat merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
kesuburan
perairan,
karena
Silikat
dibutuhkan untuk perkembangan hidup fitoplankton dilaut, seperti jenis silicoflagellata dan beberapa jenis diatom
membutuhkan
silikat
untuk
pembentukan
kerangka dinding selnya. Kadar silikat di estuarin, selain dari perairan itu sendiri juga bisa berasal dari daratan seperti proses erosi dan hujan (Nybakken, 1988). Di perairan P. Abang yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil kadar silikat berkisar antara 4,53 – 9,84 µg A/L, di P. Petong berkisar antara 5,41– 9,65 µg A/L, dan di P. Pengelap berkisar antara 5,32– 8,56 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan membandingkan nilai rerata kadar silikat antara bagian permukaan perairan
dengan
bagian
dasarnya
terhadap
nilai
tertinggi diantara kedua bagian tersebut pada masingmasing lokasi (Lampiran 4.b), terdapat perbedaan yang cukup signifikan untuk semua lokasi penelitian, dimana kadar silikat pada bagian dasar perairan lebih tinggi
CRITC-COREMAP Jakarta
45
dibandingkan bagian permukaan. Pada daerah P. Abang besar dan P. Abang Kecil perbedaannya mencapai 14,61%, P. Petong perbedaannya mencapai 16,18% dan di P. Pengelap perbedaannya mencapai 13,08% (Tabel 5). Tingginya kadar silikat pada bagian dasar perairan dibandingkan
dengan
bagian
permukaannya
menunjukkan bahwa sumber utama silikat di perairan ini berasal dari sedimentasi dari dasar perairan.
C. M ANGROVE Hasil pencuplikan data baik koleksi bebas maupun transek pada masing-masing lokasi di Batam diperoleh hasil sebagai berikut: a. Pulau Abang Besar Ketebalan mangrove di P. Abang Besar bagian Barat mencapai 100 meter. Zona terdepan didominasi jenis Rhizophora stylosa dengan Bagian
belakang
dijumpai
ketebalan 0,5 m.
Rhizophora
apiculata,
Xylocarpus granatum, Lumnitzera littorea, Bruguiera parviflora
dan
beberapa
jenis
lainnya,
sehingga
didapatkan 13 jenis (Lampiran 5). Di bagian utara pulau ini, pada bagian depannya didapatkan
campuran
Rhizophora
stylosa
Rhizophora mucronata. Di tempat yang dengan
muara
bagian
darat
dan
berdekatan
didominasi
jenis
Rhizophora mucronata yang mempunyai hypocotil atau buah
yang
panjangnya
mencapai
105
cm.
Bagian
belakang hampir sama dengan P. Abang Besar bagian
CRITC-COREMAP Jakarta
46
Barat, sehingga di dapatkan mangrove sebanyak 14 jenis (Lampiran 5). Kondisi mangrove di P. Abang Besar bagian Selatan di zone terdepan Rhizophora
stylosa
sebagian didominasi oleh
dan
sebagian
didominasi
Rhizophora mucronata dengan ketinggian 4–5 m dan ketebalan sampai 40 m.
Bagian belakang ditemukan
Bruguiera
Xylocarpus
gymnorrhiza,
moluccensis,
dan
beberapa
jenis
granatum,
lainnya
X.
sehingga
didapatkan 10 jenis (Lampiran 5). Secara keseluruhan di Pulau Abang Besar di dapatkan 17 jenis mangrove (Lampiran 5). b. Pulau Petong. Di P. Petong bagian Barat terdapat mangrove yang didepannya terdapat mangrove yang di bagian depan didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan ketinggian 4–6 m, walaupun didominasi jenis tersebut namun bagian luar muara masih ditemukan terumbu karang yang masih hidup. Bagian belakang dijumpai Sonneratia
alba,
Lumnitzera
littorea,
Rhizophora
apiculata, dan beberapa jenis lainnya seperti yang terlihat pada Lampiran 5. Di bagian Selatan bagian depan juga didominasi Rhizophora
mucronata
dan
bagian
belakangnya
dijumpai Rhizophora apiculata dengan ketinggian 6–8 m. Ketebalan mangrove ditempat ini mencapai 75 m dan
keseluruhan
(Lampiran
CRITC-COREMAP Jakarta
5).
pulau Dari
ini
didapatkan
pencuplikan
data
11
jenis transek
47
didapatkan 4 jenis anak pohon yang didominasi oleh jenis
Rhizophora
mucronata
dengan
nilai
penting
196,99% dan ketiga jenis lainnya mempunyai nilai penting kurang dari 50 %. (Tabel 1). c. Pulau Pengelap Bagian timur pulau ini terdapat mangrove yang bagian depannya didominasi Rhizophora stylosa dengan ketinggian 4–6 m. Di bagian belakang terdapat jenis Rhizophora gymnorrhiza
apiculata, sehingga
Sonneratia hanya
alba,
ditemukan
Bruguiera 7
jenis
mangrove (Lampiran 5). Hasil pencuplikan data secara transek didapatkan 6 jenis anak pohon yang didominasi oleh Rhizophora stylosa dengan nilai penting 96,94 %. Rhizophora apiculata merupakan codominan dengan nilai penting 57,71%. Nilai penting untuk Rhizophora mucronata yaitu 56,13%), sedang untuk jenis lain mempunyai nilai penting kurang dari 50% (Tabel 1). d. Pulau Dedap Ketebalan mangrove di pulau ini sekitar 100 m, di bagian depan didominasi Rhizophora mucronata. Bagian
belakang
ditemukan
Rhizophora
apiculata,
Sonneratia alba, Lumnitzera littorea yang berdiameter samapi 50 cm dan juga ditemukan jenis Avicennia alba sehingga didapatkan 8 jenis mangrove (Lampiran 5). e. Pulau Abang Kecil. Ketebalan mangrove di bagian Selatan pulau ini mempunyai
CRITC-COREMAP Jakarta
ketebalan
25
m
yang
di
zone
depan
48
didominasi oleh Rhizophora stylosa. Bagian belakang dijumpai Lumnitzera littorea, Sonnertia alba dan lainlain sehingga didapatkan 6 jenis mangrove (Lampiran 5). Dari pencuplikan data transek didapatkan 6 jenis anak
pohon
Rhizophora
mangrove stylosa
yang
dengan
nilai
didominasi penting
jenis 74,52%
sedang Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba sebagai codominan dengan nilai penting yang sama (NP 52,30 %) (Tabel 1).
Secara keseluruhan, dari 5 pulau yang diteliti di dalam wilayah Batam, berhasil didapatkan 19 jenis yang termasuk dalam 14 marga;12 suku (Lampiran 5). Hasil pencuplikan data transek untuk kategori anak pohon (diameter batang 2 cm hingga kurang dari 10 cm) didapatkan 7 jenis mangrove yang didominasi Rhizophora mucronata dengan nilai penting 85,61% dan Rhizophora stylosa
merupakan
codominan
dengan
nilai
penting
73,30%. Untuk ke lima jenis lainnya, nilai pentingnya kurang
dari
60%
(Tabel
2).
Kepadatan
anak
pohon
mencapai 2733 batang per hektar dengan ketinggian ratarata 6,48 meter dan basal area mencapai 8,15 m 2 per hektar (Tabel 4). Untuk kategori pohon (diameter batang >10 cm) didapatkan 4 jenis mangrove yang didominasi oleh jenis Lumnitzera littorea dengan nilai penting 115,82 % dan Rhizophora apiculata sebagai codominan (NP. 77,89 %). Sedang dua jenis lainnya mempunyai nilai penting kurang dari 60%
CRITC-COREMAP Jakarta
(Tabel 3). Kepadatan pohon mencapai 133
49
batang per hektar dengan ketinggian rata-rata mencapai 13,75 meter dan basal area mencapai 5,95 m 2 per hektar (Tabel 4). Tabel 1. Daftar nilai penting (%) jenis anak pohon di beberapa pulau di Batam. No.
Jenis
P. Abang Besar
P. Petong
P. Pengelap
P. Abang Kecil
1.
Rhizophora stylosa
83,29
-
96,94
74,52
2.
R. mucronata
82,73
196,99
56,13
35,12
3.
R. apiculata
57,07
31,89
57,71
52,30
4.
Sonneratia alba
12,56
34,44
44,64
52,30
5.
Lumnitzera littorea
28,46
36,68
18,55
42,88
6.
Bruguiera gymnorrhiza
18,95
-
26,00
42,88
7.
Xylocarpus granatum
16,94
-
-
-
Tabel 2. Daftar nilai penting (%) anak pohon mangrove di Batam. No.
Jenis anak pohon
Nilai Penting (%)
1.
Rhizophora mucronata
85,61
2.
R. stylosa
73,30
3.
R. apiculata
52,21
4.
Sonneratia alba
33,02
5.
Lumnitzera littorea
29,60
6.
Bruguiera gymnorrhiza
20,10
7.
Xylocarpus granatum
6,16
Tabel 3. Daftar nilai penting (%) pohon mangrove di Batam. No.
Jenis pohon
Nilai Penting (%)
1.
Lumnitzera littorea
115,82
2.
Sonneratia alba
54,85
3.
Rhizophora apiculata
77,89
4.
Tespesia populnea
51,44
CRITC-COREMAP Jakarta
50
Tabel 4. Gambaran struktur mangrove di Batam. Atribut vegetasi Banyak jenis
19 2
Basal area (m /Ha) • Pohon
5,95
• Anak pohon
8,15
Kepadatan (batang/Ha) • Pohon
133
• Anak pohon
2733
Rata-rata tinggi (m) • Pohon
13,75
• Anak pohon
6,48
Rata-rata diameter (cm) • Pohon
21,32
• Anak pohon
6,13
Pohon • Dominan
Lumnitzera littorea
• Codominan
Rhizophora apiculata (77,89 %)
(115,80 %)
Anak pohon • Dominan
Rhizophora mucronata (85,61 %)
• Codominan
Rhizophora stylosa
(73,30 %)
D. K ARANG Penelitian
karang
dilakukan
di
beberapa
pulau
seperti P. Abang Besar dan P. Abang Kecil (selanjutnya hanya disebut P. Abang), P. Petong serta P. Dedap dan P. Pengelap
(selanjutnya
hanya
disebut
P.
Pengelap).
Gambaran umum di masing-masing pulau tersebut adalah sebagai berikut:
CRITC-COREMAP Jakarta
51
1. P. Abang (meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil) Pada bagian timur laut P. Abang Kecil, pantai ditumbuhi oleh vegetasi mangrove hingga ke arah timur pulau, yang kemudian dilanjutkan dengan pemukiman penduduk hingga ke bagian tenggara pulau dimana penduduk
umumnya
membangun
rumah
model
panggungnya di pinggiran pantai. Sedangkan pada bagian barat P. Abang Kecil, pantainya berpasir dengan perkebunan kelapa rakyat hingga mencapai 200 m ke arah darat. Pantai berpasir juga dijumpai pada pulaupulau kecil yang berada di bagian timur P. Abang Kecil. Untuk
P.
Abang
Besar,
mangrove
banyak
dijumpai pada bagian selatan dan bagian lekukan yang berada di bagian utara pulau. Pada bagian barat, utara dan timur, kecuali pada bagian lekukan yang berada di bagian utara pulau, merupakan daerah yang terbuka dengan pantai berpasir dan tidak dijumpai mangrove. Secara umum, P. Abang memiliki perairan yang agak
keruh,
pemukiman
terutama penduduk
pada yang
tempat-tempat umumnya
dekat
membangun
rumah model panggungnya ke arah pantai. Pada rataan terumbu
banyak
Sargassum,
dijumpai
terutama
pada
makro
algae
pulau-pulau
kecil
seperti yang
berada di bagian timur P. Abang Kecil. Lamun dari marga Enhalus juga kadang dijumpai pada beberapa tempat.
Lereng
terumbu
landai
dengan
sudut
kemiringan sekitar 30 o . Beberapa karang batu dengan
CRITC-COREMAP Jakarta
52
bentuk pertumbuhan masif seperti Porites lutea dan Favia, serta Acropora dengan bentuk pertumbuhan tabulate lebih umum dijumpai dibandingkan dengan karang batu jenis lainnya. 2. P. Petong Pantai
umumnya
berpasir
walaupun
pada
beberapa tempat dijumpai pantai yang berbatu-batu. Pada saat penelitian dilakukan, perairannya agak keruh. Alga Sargassum dan lamun Enhalus mudah dijumpai pada rataan terumbu. Seperti halnya di P. Abang Besar dan P. Abang kecil, lereng terumbu di P. Petong juga relatif landai dengan sudut kemiringan sekitar 30 o . Selain karang batu dari marga Porites dan Montipora, karang batu dari marga Pavona juga tampak umum dijumpai di banyak stasiun penelitian yang dilakukan di P. Petong. 3. P. Pengelap [meliputi P. Dedap (Pengelap Barat) dan P. Pengelap (Pengelap Timur)] Pada beberapa stasiun penelitian yang dilakukan di P. Pengelap, beberapa lokasi memiliki pantai yang berpasir dan beberapa lainnya memiliki pantai yang berbatu. Vegetasi ke arah darat berupa mangrove yang tidak begitu tebal, atau berupa tumbuhan kelapa yang ditanam
oleh
penduduk
yang
bermukim
di
pulau
tersebut maupun di sekitarnya. Perairannya agak keruh, dimana
pada
beberapa
tempat
visibilitynya
hanya
mencapai sekitar 6 m. Pada bagian rataan terumbu, alga dari marga Sargassum dan lamun dari marga Thalassia
CRITC-COREMAP Jakarta
53
dijumpai di antara pasir maupun pecahan karang mati. Lereng terumbu landai berkisar antara 15 o -30 o dimana karang batu dari marga Porites tampak terlihat lebih dominan dibanding karang batu lainnya. Karang dari marga Montipora, Pavona dan beberapa karang batu lainnya juga terlihat umum dijumpai di lokasi ini.
Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil dijumpai 163 jenis karang batu yang termasuk dalam 17 suku (Lampiran 6). Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang dilakukan di 41 stasiun dijumpai persentase tutupan karang hidup antara 0,00%-55,86% (Lampiran 7) dengan rerata persentase tutupan karang hidup 20,30%. Pada Stasiun BTMR22, tidak dijumpai sama sekali karang hidup, dimana pasir (S) mendominasi daerah ini dengan persentase tutupan hingga 87,50 %, sedangkan sisanya sebesar 12,50% terdiri atas pecahan karang (Rubble=R). Berdasarkan
hasil
yang
diperoleh
sebelumnya
tentang luasan terumbu karang di Batam yang meliputi : P. Petong, P. Abang Besar, P. Abang Kecil, P. Dedap, P. Pengelap dan pulau-pulau kecil di sekitarnya yaitu seluas 18,3318 km 2 (Lampiran 2), dan rerata persentase tutupan karang hidup berdasarkan hasil RRI sebesar 20,30%, maka diperoleh luasan untuk karang hidupnya sebesar 3,7214 km 2 . Dari 41 stasiun RRI tersebut, tak ada satu stasiun pun yang dikategorikan sangat baik (tutupan karang hidup
CRITC-COREMAP Jakarta
54
75% -100%), 3 stasiun dikategorikan baik (tutupan karang hidup
50%
-74%),
11
stasiun
dalam
kondisi
cukup
(tutupan karang hidup 25% - 49%), dan 27 stasiun dalam kondisi kurang (tutupan karang hidup <25 %) (Gambar 14). Tiga stasiun yang kondisi karangnya baik, semuanya berada di P. Petong tepatnya di sepanjang bagian timur hingga ke utara P. Petong. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masingmasing stasiun RRI dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan metode RRI tersebut, secara rata-rata P. Petong memiliki persentase tutupan karang hidup yang terbaik yaitu sebesar 40,17%, diikuti oleh P. Abang sebesar 18,58% dan terakhir P. Pengelap sebesar 8,37 % (Gambar 15). Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI di Batam untuk masing-masing kategori biota dan substrat (yaitu
Acropora,
Non
Acropora,
karang
mati
(dead
scleractinia), karang mati yang ditumbuhi alga (dead scleractinia with algae), karang lunak (soft coral), sponge, fleshy seaweed, biota lain (other biota), pecahan karang (rubble), pasir (sand) dan lumpur (silt) ditampilkan seperti pada Gambar
16 (a). Sedangkan untuk P. Petong, P.
Abang serta P. Pengelap ditampilkan pada Gambar 16 (b) ; 16 (c) dan 16 (d).
CRITC-COREMAP Jakarta
55
Gambar 14. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun di perairan Batam dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta
56
Karang Hidup 50
Tutupan (%)
40 30 20 10 0 Batam
P. Petong
P. Abang
P. Pengelap
Gambar 15. Rerata persentase tutupan karang hidup di Batam (dari semua stasiun penelitian RRI), P. Petong, P. Abang dan P. Pengelap.
Gambar 16. Rerata persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substrat di Batam (dari semua stasiun penelitian RRI), P. Petong, P. Abang dan P. Pengelap.
CRITC-COREMAP Jakarta
57
Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 12 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa terumbu karang yang masuk dalam kategori sangat baik sebanyak 3 stasiun, kategori baik sebanyak 6 stasiun, kategori cukup sebanyak 3 stasiun, dan tak ada stasiun dengan kategori kurang. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen yang dilakukan dengan metode LIT ditampilkan pada Lampiran 8, Gambar 17 dan Gambar 18.
Batam 100%
Rock (RK) Lumpur (SI) Pasir (S)
75%
Pecahan karang (R) Biota lain (OT )
50%
Fleshy Seaweed (FS) Sponge (SP) Karang lunak (SC)
25%
Karang mati dgn alga (DCA) Karang mati (DC) Non Acropora (NA)
BTML12
BTML11
BTML10
BTML09
BTML08
BTML07
BTML06
BTML05
BTML04
BTML03
BTML02
BTML01
0%
Acropora (AC)
Gambar 17. Histogram persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratny a di masing-masing stasiun transek permanen di Batam y ang dilakukan dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta
58
Gambar 18. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratny a di masingmasing stasiun transek permanen di Batam y ang dilakukan dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta
59
Dari hasil LIT yang dilakukan di 12 stasiun transek permanen, pada umumnya stasiun-stasiun penelitian yang berada di P. Petong (BTML07, BTML08 dan BTML09) memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon dan nilai indeks kemerataan Pielou yang tinggi dibandingkan dengan
stasiun
penelitian
lainnya
(Tabel
5).
Ini
menunjukkan bahwa karang batu yang dijumpai di P. Petong selain relatif lebih beragam dibandingkan dengan di stasiun lainnya, juga penyebaran jenisnya lebih merata. Hal yang berbeda terjadi pada Stasiun BTML12 yang berada di bagian barat P. Pengelap, dimana pada stasiun ini diperoleh nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon dan nilai indeks kemerataan Pielou yang terendah. Hal ini disebabkan oleh tingginya dominasi karang batu dari jenis Heliopora coerulea yang dijumpai di stasiun penelitian ini. Nilai
kemiripan
Bray-Curtis
(Bray-Curtis
Similarity) yang dihitung berdasarkan jumlah kehadiran (number of occurrence) dari masing-masing jenis karang batu (yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk akar pangkat
dua)
di
setiap
stasiun
transek
permanen
ditampilkan pada Tabel 6. Kemudian dengan menggunakan metode
rerata
kelompok
(group
average),
dilakukan
analisa pengelompokan (cluster analysis) dengan bantuan program PRIMER diperoleh dendrogram seperti pada Gambar 19. Dengan memilih tingkat kemiripan 50 %, terlihat bahwa hanya stasiun BTML03 dan MTWL08 saja yang mengelompok dalam satu kelompok. Analisa MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,13 juga
CRITC-COREMAP Jakarta
60
menunjukkan
bahwa
stasiun
BTML01
mengelompok
dengan stasiun BTML08 (Gambar 20). Dari 37 jenis karang batu yang dijumpai di stasiun BTML01 dan 39 jenis karang batu yang dijumpai di stasiun BTML03, tercatat 19 jenis karang batu yang sama yang dijumpai pada kedua stasiun tersebut.
Tabel 5. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) y ang dihitung menggunakan ln (=log e), Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen dengan metode LIT. Stasiun
S
N
H’
J’
%LC
BTML01
37
95
3,245
0,899
83,50
BTML02
40
93
3,320
0,900
66,93
BTML03
39
86
3,107
0,848
62,33
BTML04
31
83
2,980
0,868
69,33
BTML05
25
70
2,713
0,843
44,80
BTML06
31
68
3,165
0,922
48,73
BTML07
34
62
3,143
0,891
76,77
BTML08
40
87
3,466
0,940
56,30
BTML09
42
92
3,511
0,939
55,73
BTML10
29
65
2,886
0,857
41,60
BTML11
31
85
2,911
0,848
63,67
BTML12
18
70
1,997
0,691
83,17
CRITC-COREMAP Jakarta
61
Tabel 6. Nilai kemiripan Bray -Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu (y ang telah ditranformasikan ke dalam bentuk akar kuadrat) pada stasiun transek permanen.
Stasiun BTML01 BTML02 BTML03 BTML04 BTML05 BTML06 BTML07 BTML08 BTML09 BTML10 BTML11 BTML12 BTML01
-
BTML02
43,088
-
BTML03
46,791
32,291
-
BTML04
39,775
28,447
29,702
-
BTML05
25,734
41,348
21,562
30,831
-
BTML06
22,351
25,464
19,315
36,603
34,738
-
BTML07
43,492
42,085
25,812
30,995
25,586
26,832
-
BTML08
41,088
41,191
52,393
40,895
22,559
34,166
32,882
-
BTML09
40,182
34,674
47,095
36,625
21,751
24,490
34,706
48.847
-
BTML10
30,512
28,060
22,945
38,749
24,915
35,242
29,222
28.777
33,123
-
BTML11
28,972
33,645
19,410
27,300
29,120
29,800
30,614
22.051
25,446
34,893
-
BTML12
15,413
15,849
12,387
13,433
23,456
36,905
16,815
11.789
21,051
23,951
34,073
CRITC-COREMAP Jakarta
-
62
20
Similarity
40
60
Gambar
19.
BTML12
BTML06
BTML11
BTML05
BTML07
BTML01
BTML02
BTML08
BTML03
BTML09
BTML10
100
BTML04
80
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Batam berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu (y ang telah ditranformasikan ke dalam bentuk akar pangkat dua).
Stress: 0.13 BTML05 BTML02 BTML07 BTML11 BTML01 BTML03 BTML08 BTML09
BTML12 BTML04
BTML06 BTML10
Gambar 20. MDS untuk stasiun transek permanen di Batam berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu (y ang telah ditranformasikan ke dalam bentuk akar pangkat dua).
CRITC-COREMAP Jakarta
63
E. M EGA B ENTHOS Seperti yang diuraikan dalam metode penarikan sampel
dan
analisa
dimodifikasi)
yang
data,
metode
dilakukan
Reef
pada
check
lokasi
(yang transek
permanen dalam penelitian ini mencatat hanya beberapa dari jenis mega benthos yang bernilai ekonomis penting ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai kondisi kesehatan terumbu karang. Dari hasil Reef check tersebut diperoleh bahwa kelimpahan Acanthaster planci, yang merupakan hewan pemakan polip karang ditemukan dalam jumlah yang sedikit, yaitu hanya 14 individu/ha. Karang dalam
jumlah
individu/ha.
jamur yang
(CMR=Coral sangat
Tingginya
Mushrom)
berlimpah
kelimpahan
dijumpai
yaitu
CMR
30446
terutama
dijumpai pada Stasiun BTML11 dan BTML12. Kedua stasiun ini berada di P. Pengelap. Bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam yang berlimpah pula yaitu 16327 individu/ha, dimana pada kelimpahannya di stasiun-satasiun di P. Pengelap sangat tinggi. Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah yang sedikit, dimana untuk yang berukuran besar (panjang >20 cm) kelimpahannya sebesar 48 individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 12 individu/ha. Pencil sea urchin juga dijumpai dalam jumlah sedikit dimana kelimpahannya sebesar 30 individu/ha. Selama pengamatan dilakukan, tidak dijumpai tripang (holothurian) baik yang berukuran besar (diameter >20)
CRITC-COREMAP Jakarta
64
maupun yang berukuran kecil. tidak dijumpai sama sekali selama pengamatan dilakukan. Hasil reef check selengkapnya di masing-masing stasiun transek permanen bisa dilihat pada Gambar 21 dan Lampiran 9. Beberapa jenis mungkin tidak dijumpai pada saat pengamatan berlangsung karena luas pengamatan yang
dibatasi
(luasan
bidang
pengamatan
=
140
m 2 /transek), sehingga tidak menutup kemungkinan akan dijumpai pada lokasi di luar transek. Hasil kelimpahan
analisa
cluster
mega
benthos
dan
MDS
yang
berdasarkan
diamati
dengan
menggunakan program PRIMER dimana pengukurannya memakai
nilai
kemiripan
Bray-Curtis
(Bray-Curtis
Similarity) (Tabel 7) dengan metode rerata kelompok (group average) diperoleh hasil seperti pada Gambar 22 dan Gambar 23. Dari
Gambar
tersebut
terlihat
bahwa
stasiun
BTML10 terpisah dibandingkan dengan stasiun lainnya. Berbeda dengan stasiun-stasiun lainnya, pada stasiun BTML10 ini, kelimpahan CMR (38 individu/ha) relatif sangat sedikit dibandingkan dengan kelimpahan Diadema setosum (686 individu/ha) (Lampiran 9).
CRITC-COREMAP Jakarta
65
Gambar 21. Hasil reef check untuk mega benthos y ang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di Batam.
CRITC-COREMAP Jakarta
66
Tabel 7. Nilai kemiripan Bray -Curtis berdasarkan jumlah individu mega benthos di masing-masing stasiun transek permanen.
Stasiun BTML01 BTML02 BTML03 BTML04 BTML05 BTML06 BTML07 BTML08 BTML09 BTML10 BTML11 BTML12 BTML01
-
BTML02
49,315
-
BTML03
84,644
51,692
-
BTML04
44,531
39,298
54,679
-
BTML05
22,178
32,772
28,380
33,385
-
BTML06
16,570
24,407
21,150
44,015
82,993
-
BTML07
54,676
73,684
65,778
59,568
49,958
38,230
-
BTML08
60,215
53,488
73,086
77,538
37,979
33,686
75,676
-
BTML09
55,392
53,648
67,120
80,758
38,514
37,419
74,788
93,407
-
BTML10
25,623
15,094
30,137
62,266
21,124
32,040
31,774
42,406
45,821
-
BTML11
9,634
14,687
12,638
30,196
57,594
72,512
23,764
20,706
23,209
39,877
-
BTML12
18,286
27,280
23,529
24,484
86,157
91,170
39,063
27,439
28,163
15,267
66,828
CRITC-COREMAP Jakarta
-
67
Gambar 22. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Batam berdasarkan jumlah individu mega benthos.
Gambar 23. MDS untuk stasiun transek permanen di Batam berdasarkan berdasarkan jumlah individu mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta
68
F. I KAN
KARANG
Dari 41 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan karang dengan metode RRI, ternyata terdapat 6 stasiun yang sama sekali tidak dijumpai ikan karang, yaitu di Stasiun BTMR01, BTMR02, BTMR04, BTMR05, BTMR08 dan BTMR09. Selain Stasiun BTMR09 yang posisinya di sekitar P. Abang Besar, kelima stasiun lainnya berada di P. Abang kecil. Secara keseluruhan, diluar keenam stasiun yang tidak dijumpai ikan karang tadi, jenis Halichoeres melanurus merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan RRI. Jenis ini berhasil dijumpai di 18 stasiun dari 35 stasiun RRI (Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun yang diamati= 51,43 %). Kemudian diikuti oleh Halichoeres chloropterus yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran 42,86 %, serta Halichoeres gymnocephalus dan Lutjanus carponotatus yang masing-masingnya memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran yang sama yaitu 42,00 %. Sepuluh jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran terbesar (berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang) bisa dilihat pada Tabel 8. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI ditampilkan pada Gambar 24.
CRITC-COREMAP Jakarta
69
Tabel 8. Sepuluh jenis ikan karang y ang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran terbesar berdasarkan jumlah stasiun RRI y ang diamati dan dijumpai ikan karang (n=35 stasiun). Frekuensi relatif kehadiran (%)
No. Jenis 1.
Halichoeres melanurus
51,43
2.
Halichoeres chloropterus
42,86
3.
Halichoeres gymnocephalus
40,00
4.
Lutjanus carponotatus
40,00
5.
Choerodon anchorago
37,14
6.
Dischistodus prosopotaenia
37,14
7.
Hemiglyphidodon plagiometopon
37,14
8.
Paraglyphidodon melas
37,14
9.
Paraglyphidodon nigroris
34,29
10.
Neopomacentrus filamentosus
31,43
Underwater
Fish
Visual
Census
(UVC)
yang
dilakukan di 12 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 116 jenis ikan karang yang termasuk dalam 21 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 30067 individu
per
hektarnya
Neopomacentrus karang
yang
(Lampiran
filamentosus memiliki
10).
merupakan
kelimpahan
Jenis
jenis
yang
ikan
tertinggi
dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar
6600
individu/ha-nya,
kemudian
diikuti
oleh
Oxycheilinus celebicus (3067 individu/ha) dan Chromis ternatensis (3031 individu/ha). Sepuluh besar jenis ikan karang
yang
memiliki
kelimpahan
yang
tertinggi
ditampilkan dalam Tabel 9.
CRITC-COREMAP Jakarta
70
Gambar 24. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta
71
Tabel 9. Sepuluh besar jenis ikan karang y ang memiliki kelimpahan y ang tertinggi. No.
Kelimpahan
Jenis
(jml individu/ha)
1.
Neopomacentrus filamentosus
6600
2.
Oxycheilinus celebicus
3067
3.
Chromis ternatensis
3031
4.
Apogon compressus
3029
5.
Apogon quenquelineatus
2714
6.
Oxymonacanthus longirostris
1964
7.
Archamia fucata
1607
8.
Neopomacentrus azysron
607
9.
Caesio teres
543
10.
Apogon aureus
536
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen seperti ikan kakap (termasuk kedalam suku Lutjanidae) yaitu 305 individu/ha, ikan kerapu (termasuk dalam suku Serranidae) 136 individu/ha, ikan ekor kuning (termasuk dalam suku Caesionidae) yaitu 702 individu/ha. Ikan
kepe-kepe
(Butterfly
fish;
suku
Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 736 individu/ha. Selama penelitian berlangsung, ikan Napoleon Kelimpahan
(Cheilinus ikan
undulatus)
karang
untuk
tidak
dijumpai.
masing-masing
suku
ditampilkan dalam Tabel 10.
CRITC-COREMAP Jakarta
72
Tabel 10. Kelimpahan ikan karang untuk masingmasing suku y ang dijumpai pada lokasi transek permanen di Batam.
NO.
KELIMPAHAN
SUKU
(jml individu/ha)
1.
ACANTHURIDAE
7
2.
APOGONIDAE
3.
BALISTIDAE
19
4.
BLENIIDAE
2
5.
CAESIONIDAE
702
6.
CENTRISCIDAE
7
7.
CHAETODONTIDAE
8.
HAEMULIDAE
9.
LABRIDAE
10.
LETHRINIDAE
19
11.
LUTJANIDAE
305
12.
MONACANTHIDAE
1964
13.
MULLIDAE
162
14.
NEMIPTERIDAE
15.
POMACANTHIDAE
183
16.
POMACENTRIDAE
12860
17.
SCARIDAE
83
18.
SCOLOPSIDAE
179
19.
SERRANIDAE
136
20.
SIGANIDAE
24
21.
SPHYRAENIDAE
295
8226
736 7 4683
7
Jumlah individu untuk setiap jenis ikan karang yang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen dengan menggunakan metode UVC bisa dilihat pada Lampiran
10.
Hasil
UVC
juga
menunjukkan
bahwa
kelimpahan kelompok ikan major, ikan target, dan ikan
CRITC-COREMAP Jakarta
73
indikator berturut-turut adalah 24738 individu/ha, 5133 individu/ha dan 736 individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 34:7:1. Ini berarti bahwa untuk setiap 42 individu ikan karang yang dijumpai di perairan Batam, kemungkinan komposisinya terdiri dari 34 individu ikan major, 7 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen ditampilkan pada Gambar 25. Bila dilihat dari posisinya, ke-12 stasiun transek permanen
yang
dilakukan
di
perairan
Batam
bisa
dikelompokkan ke dalam 3 area yang meliputi wilayah I yaitu wilayah yang terletak di sekitar P. Petong (terdapat 3 stasiun), wilayah II yang terletak di sekitar P. Abang Besar dan P. Abang Kecil (6 stasiun), dan wilayah III yang
terletak
di
sekitar
P.
Pengelap
(3
stasiun).
Kelimpahan ikan karang pada Wilayah I merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 47981 individu/ha, diikuti oleh wilayah II sebesar 27605 individu/ha, dan wilayah III sebesar 19238 individu/ha. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di Wilayah I adalah 69:3:1; Wilayah II sebesar 28:13:1 dan Wilayah III sebesar
25:3:1.
Dari
hasil
tersebut
terlihat
bahwa
meskipun Wilayah II kelimpahan ikan karangnya lebih sedikit dibanding Wilayah I, tapi jumlah ikan targetnya lebih banyak.
CRITC-COREMAP Jakarta
74
Gambar 25.
CRITC-COREMAP Jakarta
Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di Batam.
75
Berdasarkan
hasil
perhitungan
nilai
indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan nilai kemerataan jenis Pielou (Tabel 11), terlihat bahwa untuk kedua nilai indeks tersebut,
pada
stasiun
BTML04
memiliki
nilai
yang
terendah (H’=1,224 dan J’=0,380). Hal ini disebabkan karena sedikitnya jenis ikan karang yang dijumpai di stasiun tersebut, dan adanya jenis yang terlihat lebih dominan dibanding jenis yang lainnya yaitu Chromis ternatensis dan Apogon quenquelineatus. Pada stasiun BTML11 juga didapati nilai H’ dan J’ yang rendah, dimana
pada
Oxymonacanthus
stasiun
ini
kelimpahan
longirostris
terlihat
ikan
sangat
jenis
dominan
dibandingkan ikan jenis lainnya. Tabel 11. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) y ang dihitung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen dengan metode LIT. Stasiun
S
N
H’
J’
BTML01
29
1384
1,809
0,537
BTML02
28
1750
2,081
0,625
BTML03
37
661
2,555
0,708
BTML04
25
1227
1,224
0,380
BTML05
21
236
2,405
0,790
BTML06
26
539
1,693
0,519
BTML07
38
2179
2,269
0,624
BTML08
28
1906
1,634
0,490
BTML09
29
953
2,074
0,616
BTML10
41
669
2,885
0,777
BTML11
27
1093
1,309
0,397
BTML12
27
258
2,689
0,816
CRITC-COREMAP Jakarta
76
Sebelum dilakukan analisa pengelompokan (cluster analysis), data jumlah individu yang dijumpai di masingmasing stasiun transek permanen ditransformasikan ke dalam
bentuk
akar
pangkat
dua,
dan
dihitung
nilai
kemiripan antar stasiun berdasarkan nilai kemiripan BrayCurtis, yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 12. Dari
hasil
analisa
pengelompokan
berdasarkan
rerata kelompok (group average) (Gambar 26) dan juga hasil dari analisa MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,06 (Gambar 27), terlihat bahwa stasiunstasiun yang berada di P. Petong (BTML07, BTML08 dan BTML09) mengelompok dalam satu kelompok dengan nilai
kemiripan
yang
tinggi
yaitu
sebesar
67,63%.
Demikian juga dengan BTML01, BTML02 dan BTML03 dengan nilai kemiripan 59,93%, serta antara BTML04, BTML05 dan BTML06 dengan nilai kemiripan 56,82%. Sedangkan stasiun lainnya yaitu BTML10, BTML11 dan BTML12
merupakan
kelompok
yang
terpisah,
dan
ketiganya dikelompokkan menjadi satu kelompok dengan nilai kemiripan yang lebih besar dari 50%. Dari
46
jenis
ikan
karang
yang
dijumpai
di
kelompok stasiun BTML07 (38 jenis), BTML08 (28 jenis) dan BTML09 (29 jenis), hanya terdapat 18 jenis ikan karang
yang
sama-sama
dijumpai
di
ketiga
stasiun
tersebut. Sedangkan pada kelompok stasiun BTML01, BTML02 dan BTML03 yang memiliki nilai kemiripan yang lebih rendah, terdapat 20 jenis ikan karang yang sama-sama dijumpai di ketiga stasiun tersebut dari 47 jenis yang dijumpai. Walaupun jenis ikan karangnya lebih
CRITC-COREMAP Jakarta
77
banyak, tetapi untuk beberapa jenis terdapat perbedaan jumlah
individu
yang
besar
diantara
ketiga
stasiun
tersebut. Sebagai contoh misalnya untuk jenis Apogon compressus,
di
BTML01
dijumpai
100
individu,
di
BTML02 dijumpai 530 individu, dan di BTML03 dijumpai 35 individu per transeknya.
CRITC-COREMAP Jakarta
78
Tabel 12. Nilai indeks kemiripan Bray -Curtis pada stasiun transek permanen di Batam untuk data kelimpahan ikan karang (data ditransformasikan ke akar pangkat dua). Stasiun BTML01 BTML02 BTML03 BTML04 BTML05 BTML06 BTML07 BTML08 BTML09 BTML10 BTML11 BTML12 BTML01
-
BTML02
62,746
-
BTML03
71,714
57,113
-
BTML04
14,651
14,104
18,990
-
BTML05
9,533
7,738
9,374
53,998
-
BTML06
6,014
4,369
6,787
59,641
60,653
-
BTML07
34,025
42,980
28,143
35,103
22,620
22,339
-
BTML08
38,514
43,996
30,454
33,675
20,220
20,808
76,089
-
BTML09
35,011
36,499
29,676
36,775
31,137
29,078
65,620
69,642
-
BTML10
34,288
34,154
36,080
4,647
8,004
5,197
17,315
19,140
20,166
-
BTML11
30,683
24,737
35,341
9,780
7,728
11,477
11,576
8,061
10,381
29,604
-
BTML12
29,825
24,022
35,079
15,852
9,915
9,133
11,636
11,088
13,997
32,040
47,697
CRITC-COREMAP Jakarta
-
79
Gambar
26.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun trasnek permanen di Batam berdasarkan jumlah individu ikan karang y ang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua.
Gambar 27. MDS untuk stasiun transek permanen di Batam berdasarkan jumlah individu ikan karang y ang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua.
CRITC-COREMAP Jakarta
80
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. K ESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Karakteritik
massa
air
di
perairan
Batam
sangat
dipengaruhi oleh pemanasan matahari disamping oleh pengaruh massa air dari daratan. Massa air dengan salinitas yang tinggi tidak ditemukan diperairan ini. Pola
arus
yang
berkembang
di
perairan
Batam
tergantung pada pola umum dan sistem arus yang berkembang di Laut Natuna dan Laut Cina Selatan kemudian dibelokkan oleh masing-masing pulau sesuai dengan
kondisi
Kecepatan
arus
topografi yang
dan
lokasi
berhasil
di
perairannya.
rekam
selama
penelitian mencapai 1662 mm/detik. Secara visual diperoleh gambaran bahwa gelombang yang terjadi relatif kecil selama penelitian dengan arah dari timur - timur laut, sedangkan alun datang dari Samudera Hindia dari arah Selatan Barat Daya. Ditinjau dari kadar zat hara, kondisi perairan Batam yang
diteliti
masih
dikategorikan
baik
untuk
kepentingan wisata bahari dan biota laut. Kadar Silikat yang lebih tinggi di bagian dasar perairan membuktikan bahwa kadar silikat dari semua daerah
CRITC-COREMAP Jakarta
81
yang diteliti sumber utamanya berasal dari sedimentasi di bagian dasar perairan. Didapatkan 19 jenis mangrove yang termasuk dalam 14 marga;
12
suku.
Untuk
anak
pohon
Rhizophora
mucronata
dan
merupakan
codominan.
Kepadatan
didominasi
Rhizophora
stylosa
anak
pohon
mencapai 2733 batang per hektar dengan ketinggian rata-rata 6,48 meter dan basal area mencapai 8,15 m 2 per
hektar.
Untuk
pohon
didominasi
Lumnitzera
littorea dan Rhizophora apiculata sebagai codominan. Kepadatan pohon mencapai 133 batang per hektar dengan ketinggian rata-rata mencapai 13,75 meter dan basal area mencapai 5,95 m 2 per hektar. Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil dijumpai 163 jenis karang batu yang termasuk dalam 17 suku. Ditinjau dari persentase tutupan karang hidupnya, secara umum terumbu karang di perairan Batam dapat dikategorikan
“kurang”
dimana
persentase
tutupan
karang hidupnya hanya sebesar 20,30% saja. Secara rata-rata P. Petong memiliki persentase tutupan karang hidup yang terbaik yaitu sebesar 40,17%, diikuti oleh P. Abang (yang meliputi P. Abang Besar dan P. Abang Kecil) sebesar 18,58% dan terakhir P. Pengelap sebesar 8,37 %. Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 12 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa terumbu karang
yang
masuk
CRITC-COREMAP Jakarta
dalam
kategori
sangat
baik
82
sebanyak 3 stasiun, kategori baik sebanyak 6 stasiun, kategori cukup sebanyak 3 stasiun, dan tak ada stasiun dengan kategori kurang. Walaupun kadar zat hara di perairan sekitar Batam masih dibawah nilai ambang batas maksimum yang dianjurkan KLH untuk biota laut, tapi tanda-tanda adanya pencemaran di perairan ini bisa terlihat dari tingginya kelimpahan beberapa makrobenthos yang umum
dijumpai
pada
daerah
yang
tercemar
perairannya. Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 12 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 116 jenis ikan karang yang termasuk dalam 21 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 30067 individu
per
filamentosus memiliki
hektarnya. merupakan
kelimpahan
Jenis jenis
yang
Neopomacentrus
ikan
tertinggi
karang
yang
dibandingkan
dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 6600 individu/ha-nya. Kelimpahan ikan karang yang memiliki nilai ekonomis penting relatif rendah di perairan ini.
B. SARAN Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:
CRITC-COREMAP Jakarta
83
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin tidak seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi perairan
Batam
secara
keseluruhan
mengingat
penelitian kali ini difokuskan hanya pada beberapa kawasan yang berada di P. Batam yaitu mulai dari P. Petong dibagian utara hingga ke P. Pengelap di bagian selatannya. Secara umum, kualitas perairan di lokasi penelitian ini dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini perlu
dipertahankan
bahkan
jika
mungkin,
lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu
karang
dan
biota
lainnya.
Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari. Dengan meningkatnya kegiatan di darat di wilayah Batam,
pasti
akan
membawa
pengaruh
terhadap
ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan
yang
terjadi
sehingga
hasilnya
bisa
dijadikan bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pemantauan tersebut juga bisa
dipakai
sebagai
bahan
evaluasi
keberhasilan
COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta
84
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 51 tahun 2004 Tentang Baku mutu Air Laut Cox, G.W.
1967.
Laboratory manual of General Ecology.
M.W.C. Brown Company, Minneapolis, Minnesota. English, S.; C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Second edition. Australian Institute of Marine Science. Townsville: 390 p. Heemstra, P.C and Randall, J.E., 1993.
FAO Species
Catalogue. Vol. 16. Grouper of the World (Family Serranidae, Sub Family Epinephelidae). Kuiter, R. H., 1992. Pacific,
Tropical Reef-Fishes of the Western
Indonesia
and
Adjacent
Waters.
PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. Lieske E. & R. Myers,
1994.
Reef Fishes of the World.
Periplus Edition, Singapore. 400p. Long, B.G. ; G. Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004. Sampling
accuracy
of
reef
resource
inventory
technique. Coral Reefs: 1-17.
CRITC-COREMAP Jakarta
85
Matsuda, A.K.; Amoka, C.; Uyeno, T. and Yoshiro, T., 1984. The Fishes of the Japanese Archipelago.
Tokai
University Press. Nybakken,
J. W
1988.
Biologi Laut, Suatu Pendekatan
Ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia Jakarta : 459 hal. Pielou, E.C. 1966. The measurement of diversity in different types of biological collections. J. Theoret. Biol. 13: 131-144. Randall, J.E and Heemstra, P.C. 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision
of
Indo-Pacific
Grouper
(Perciformes:
Serranidae: Epinepheliae), With Description of Five New Species. Raymont, J.E.G. 1963. Plankton and Productivity in the Oceans. Pergamon Press. Oxford : 660 pp. Shannon,
C.E.
1948.
A
mathematical
theory
of
communication. Bell System Tech. J. 27: 379-423, 623-656. Tijssen, S.B., M. Mulder and F.J. Wetsteyn 1990. Production and consumption rates of oxygen, and vertical oxygen structure in the upper 300 m in the eastern Banda Sea during and after the upwelling season, August
1984
and
February/March
1985.
Proc.
Snellius-II Symp., Neth. J. Sea Res. 25: 485-499.
CRITC-COREMAP Jakarta
86
U.S. Navy Hydrographic Office 1958. Instruction manual for oceanography
observation.
H.
O.
Publ.
607,
Washington, D.C. Warwick, R.M. and K.R. Clarke, 2001. Change in marine communities: an approach to stasistical analysis and interpretation, 2 n d edition. PRIMER-E:Plymouth. Zar, J. H., 1996. Biostatistical Analysis. Second edition. Prentice-Hall Int. Inc. New Jersey: 662 p.
CRITC-COREMAP Jakarta
87
LAMPIRAN
Lampiran
1.a.
Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Batam.
Stasiun
Posisi 0
Longitude ( BT)
Latitude(0LU)
1
104,25223
0,54173
2
104,24415
0,55210
3
104,24225
0,55780
4
104,22913
0,55900
5
104,21805
0,55125
6
104,22150
0,53380
7
104,23440
0,53143
8
104,24000
0,53713
9
104,20048
0,56163
10
104,19533
0,54223
11
104,18933
0,55357
12
104,18692
0,56758
13
104,18398
0,58307
14
104,17693
0,58633
15
104,18782
0,59715
16
104,20152
0,60587
17
104,21240
0,59595
18
104,22453
0,58280
19
104,23063
0,56760
20
104,21633
0,57105
21
104,20508
0,56877
22
104,20715
0,55670
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
88
Sambungan Lampiran 1.a.. Stasiun
Posisi Longitude ( BT)
Latitude(0LU)
23
104,22008
0,55910
24
104,10053
0,60947
25
104,10450
0,62970
26
104,09325
0,63768
27
104,08118
0,64570
28
104,07953
0,63070
29
104,07953
0,61715
30
104,08367
0,60168
31
104,09495
0,61603
32
104,26235
0,50497
33
104,26075
0,49557
34
104,27712
0,47763
35
104,27085
0,49772
36
104,28367
0,50837
37
104,28570
0,49192
38
104,29787
0,47622
39
104,29542
0,49558
40
104,29262
0,51377
41
104,28153
0,52440
Dermaga
104,08192
0,62910
Kapal CTD
104,17910
0,56778
CRITC-COREMAP Jakarta
0
89
Lampiran 1.b. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O 2 ), kadar fosfat (PO 4 ), nitrat (NO 3 ), nitrit (NO 2 ), dan silikat (SiO 3 ) di perairan Batam. Stasiun
Posisi Longitude (BT)
Latitude (LU)
1
104o 15,13’
00 32,50’
2
104o 14,65’
00 33,13’
3
104o 14,53’
00 33,47’
4
104o 13,75’
00 33,54’
5
104o 13,08’
00 33,08’
6
104o 13,29’
00 32,03’
7
104o 14,06’
00 31,89’
8
104o 14,40’
00 32,23’
9
104o 12,03’
00 33,70’
10
104o 11,72’
00 32,53’
11
104o 11,36’
00 33,21’
12
104o 11,22’
00 34,05’
13
104o 11,09’
00 34,98’
14
104o 10,62’
00 35,18’
15
104o 11,27’
00 35,83’
16
104o 12,09’
00 36,35’
17
104o 12,74’
00 35,76’
18
104o 13,47’
00 34,97’
19
104o 13,84’
00 34,06’
20
104o 12,98’
00 34,26’
21
104o 12,30’
00 34,13’
22
104o 12,43’
00 33,40’
23
104o 13,20’
00 33,55’
24
104o 06,03’
00 36,57’
25
104o 06,27’
00 37,78’
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
90
Sambungan Lampiran 1.b. Stasiun
CRITC-COREMAP Jakarta
Posisi Longitude (BT) o
Latitude (LU)
26
104 05,59’
00 38,26’
27
104o 04,87’
00 38,74’
28
104o 04,77’
00 37,84’
29
104o 04,77’
00 37,03’
30
104o 05,02’
00 36,10’
31
104o 05,70’
00 36,96’
32
104o 15,74’
00 30,30’
33
104o 15,65’
00 29,73’
34
104o 16,63’
00 28,66’
35
104o 16,25’
00 29,86’
36
104o 17,02’
00 30,50’
37
104o 17,14’
00 29,52’
38
104o 17,87’
00 28,57’
39
104o 17,73’
00 29,73’
40
104o 17,56’
00 30,83’
41
104o 16,89’
00 31,46’
91
Lampiran 1.c. Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan Batam. Posisi Lokasi
Stasiun Longitude (BT) Latitude (LU) 1
1040 11,21’
00 35,39’
2
1040 12,15’
00 35,20’
3
1040 13,39’
00 34,12’
P. Petong
4
1040 05,06’
00 38,18’
P. Pengelap
5
1040 17,31’
00 29,54’
P. Dedap
6
1040 16,29’
00 29,09’
P. Abang Kecil
7
1040 13,36’
00 32,01’
P. Abang Besar
CRITC-COREMAP Jakarta
92
Lampiran 1.d. Posisi stasiun penelitian untuk karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Batam. Stasiun
Posisi Longitude (BT)
Latitude (LU)
BTMR01
1040 15,23’
00 32,23’
BTMR02
1040 14,66’
00 32,92’
BTMR03
1040 14,56’
00 33,44’
BTMR04
1040 13,82’
00 33,59’
BTMR05
1040 13,08’
00 33,09’
BTMR06
1040 13,28’
00 32,16’
BTMR07
1040 14,02’
00 31,89’
BTMR08
1040 14,42’
00 32,40’
BTMR09
1040 11,74’
00 33,50’
BTMR10
1040 11,78’
00 32,51’
BTMR11
1040 11,37’
00 33,26’
BTMR12
1040 11,27’
00 34,13’
BTMR13
1040 11,09’
00 34,99’
BTMR14
1040 10,57’
00 35,10’
BTMR15
1040 11,37’
00 35,82’
BTMR16
1040 12,13’
00 36,26’
BTMR17
1040 12,77’
00 35,68’
BTMR18
1040 13,45’
00 34,91’
BTMR19
1040 13,81’
00 34,09’
BTMR20
1040 12,93’
00 34,28’
BTMR21
1040 12,37’
00 34,19’
BTMR22
1040 12,55’
00 33,38’
BTMR23
1040 13,28’
00 33,67’
BTMR24
1040 06,01’
00 36,67’
BTMR25
1040 06,12’
00 37,78’
BTMR26
1040 05,53’
00 38,36’
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
93
Sambungan Lampiran 1.d. Stasiun
Posisi Longitude (BT)
Latitude (LU)
BTMR27
104 04,76’
00 38,71’
BTMR28
1040 04,90’
00 37,79’
BTMR29
1040 04,78’
00 37,05’
BTMR30
1040 05,07’
00 36,07’
BTMR31
1040 05,75’
00 37,00’
BTMR32
1040 15,47’
00 30,18’
BTMR33
1040 15,79’
00 29,66’
BTMR34
1040 16,61’
00 28,76’
BTMR35
1040 16,21’
00 29,85’
BTMR36
1040 17,06’
00 30,50’
BTMR37
1040 17,17’
00 29,52’
BTMR38
1040 17,79’
00 28,58’
BTMR39
1040 17,64’
00 29,75’
BTMR40
1040 17,49’
00 30,83’
BTMR41
1040 16,94’
00 31,48’
CRITC-COREMAP Jakarta
0
94
Lampiran 1.d. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Batam. Lokasi
P. Abang (P. Abang Besar dan Abang Kecil)
P. Petong
P. Pengelap
CRITC-COREMAP Jakarta
Stasiun
Posisi Longitude (BT) Latitude (LU)
BTML01
1040 13,27’
00 32,14’
BTML02
1040 14,42’
00 32,48’
BTML03
1040 11,36’
00 33,25’
BTML04
1040 10,58’
00 35,10’
BTML05
1040 12,12’
00 36,27’
BTML06
1040 13,45’
00 34,91’
BTML07
1040 06,10’
00 37,78’
BTML08
1040 04,76’
00 38,71’
BTML09
1040 04,78’
00 37,05’
BTML10
1040 17,54’
00 30,84’
BTML11
1040 15,82’
00 29,63’
BTML12
1040 17,03’
00 30,49’
95
Lampiran 2. Luas mangrove dan terumbu karang di lokasi penelitian di Batam*) Jenis Tutupan
Luas (km2)
Mangrove
4,6007
Terumbu karang
18,3318
Fringing reef
17,5879
Patch reef
0,7439
Shoal
-
K e t e r a n g a n : * ) me lip u ti : P . P e to n g , P . A b a n g Be s a r , P . A b a n g K e c il, P . D e d a p , P . P e n g e la p d a n pulau-pulau kecil di antaranya (lihat p e ta d i b a w a h )
Peta daerah cakupan studi di Batam
CRITC-COREMAP Jakarta
96
Lampiran 3.a. Hasil pengukuran temperature, salinitas, dan densitas massa air laut permukaan di perairan Batam. Temperatur
Salinitas
Densitas
(°C)
(PSU)
(kg/m3)
Jumlah data
44
44
44
Minimum
29,64
31,94
1019,52
Maximum
30,2
32,65
1020,00
Kisaran
0,56
0,71
0,47
Rerata
29,82
32,42
1019,86
Statistik
Lampiran 3.b. Hasil pengukuran Temperature, Salinitas, dan Densitas massa air laut untuk seluruh kolom air, mulai dari permukaan hingga dekat dasar, untuk perairan Batam. Temperatur
Salinitas
Densitas
(°C)
(PSU)
(kg/m3)
Jumlah data
788
788
788
Minimum
29,63
31,73
1019,38
Maximum
30,3
32,66
1020,06
Kisaran
0,66
0,93
0,68
Rerata
29,8
32,47
1019,93
Statistik
CRITC-COREMAP Jakarta
97
Lampiran 4.a. Hasil dan analisa zat hara di perairan Batam. P a r a m e t e r No. Stn.
Kedalaman (m)
pH
O2
PO4
NO3
(ml/l)
(ugA/l)
(ugA/l)
NO2
SiO3
(ugA/l) (ugA/l)
1
0
8,16
4,09
2,41
0,75
0,25
6,00
2
0
8,19
3,78
3,00
0,71
0,21
6,4
3
0
8,16
4,06
6,82
0,71
0,21
7,78
4
0
8,21
3,97
2,64
0,69
0,18
5,51
5
0
8,21
4,10
3,32
0,71
0,21
7,09
0
8,21
4,05
3,14
0,65
0,14
5,12
10
8,29
3,81
0,45
0,63
0,12
5,19
0
8,23
3,93
2,5
0,67
0,16
4,92
10
8,30
3,88
0,14
0,61
0,10
6,00
0
8,19
4,24
3,32
0,63
0,12
5,61
10
8,28
3,93
0,45
0,59
0,08
6,50
9
0
8,16
4,00
2,95
0,63
0,12
6,50
10
0
8,41
3,81
2,68
0,63
0,12
5,32
11
0
8,39
3,74
4,05
0,59
0,08
5,51
0
8,40
3,85
5,09
0,63
0,12
5,81
10
8,45
3,79
0,41
0,59
0,06
7,09
0
8,23
3,85
4,05
0,61
0,06
5,71
10
8,27
3,77
0,14
0,59
0,06
6,99
0
8,19
4,2
4,45
0,65
0,14
5,32
0
8,23
3,84
3,14
0,57
0,06
5,91
10
8,27
3,82
0,50
0,55
0,04
6,20
0
8,17
4,30
2,50
0,61
0,1
4,53
10
8,27
3,83
0,77
0,59
0,1
5,12
0
8,18
3,8
2,59
0,77
0,06
5,02
10
8,24
3,69
0,55
0,86
0,31
5,02
0
8,15
3,88
4,41
0,65
0,12
5,21
10
8,26
3,75
0,32
0,71
0,14
9,06
6 7 8
12 13 14 15 16 17 18 bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
98
Sambungan Lampiran 4.a. P a r a m e t e r No, Stn,
Kedalaman (m)
pH
O2
PO4
NO3
(ml/l)
(ugA/l)
(ugA/l)
NO2
SiO3
(ugA/l) (ugA/l)
0
8,16
3,87
3,41
0,65
0,14
5,32
10
8,25
3,8
1,32
0,73
0,16
5,61
0
8,22
4,00
4,27
0,79
0,18
5,41
10
8,28
3,96
0,27
0,73
0,12
7,38
0
8,21
4,05
3,95
0,71
0,21
5,81
10
8,27
3,80
0,18
0,69
0,14
9,84
22
0
8,19
4,02
2,73
0,67
0,14
4,82
23
0
8,19
4,30
3,00
0,69
0,18
6,30
0
8,21
4,23
2,68
0,59
0,08
5,41
5
8,31
3,99
0,95
0,57
0,06
7,78
0
8,20
4,05
4,91
0,57
0,06
5,51
0
8,29
4,17
4,95
0,69
0,18
5,81
8
8,34
4,05
6,55
0,61
0,08
8,56
0
8,24
3,90
5,04
0,63
0,12
9,65
0
8,25
4,03
2,36
0,71
0,21
6,10
8
8,34
3,92
1,05
0,67
0,16
7,48
0
8,23
4,06
3,54
0,59
0,08
6,69
0
8,22
4,07
3,73
0,63
0,12
6,40
8
8,30
3,98
1,45
0,67
0,14
6,89
31
0
8,22
4,60
3,05
0,59
0,08
5,91
32
0
8,27
3,87
3,09
0,69
0,18
6,79
33
0
8,16
3,94
4,68
0,59
0,08
6,99
0
8,19
3,83
5,41
0,57
0,06
5,32
10
8,29
3,82
1,55
0,63
0,12
5,91
0
8,31
3,97
2,82
0,61
0,10
5,91
1
8,37
3,83
0,5
0,63
0,12
7,87
0
8,19
3,84
3,41
0,59
0,10
5,51
5
8,32
3,81
0,55
0,59
0,08
6,89
19 20 21
24 25 26 27 28 29 30
34 35 36 bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
99
Sambungan Lampiran 4.a. P a r a m e t e r No, Stn,
Kedalaman (m)
pH
O2
PO4
NO3
(ml/l)
(ugA/l)
(ugA/l)
NO2
SiO3
(ugA/l) (ugA/l)
37
0
8,31
3,9
4,05
0,69
0,08
6,40
38
0
8,22
3,76
2,73
0,69
0,18
5,32
0
8,26
3,94
2,82
0,59
0,08
5,91
10
8,35
3,85
0,45
0,59
0,08
6,20
0
8,20
3,83
2,68
0,65
0,08
5,71
10
8,35
3,81
1,05
0,73
0,08
6,30
0
8,20
3,97
2,18
0,75
0,25
6,59
10
8,30
3,84
0,23
0,71
0,21
8,56
39 40 41
Lampiran 4.b. Kadar rata - rata zat hara di perairan Batam.
Lokasi A B C
pH
O2
PO4
NO3
NO2
SiO3
Ml/L
µg A/L
µg A/L
µg A/L
µg A/L
P
8,22
3,99
3,50
0,67
0,14
5,69
D
8,29
3,82
0,46
0,66
0,12
6,67
P
8,23
4,14
3,78
0,63
0,12
6,44
D
8,32
3,99
2,50
0,63
0,11
7,68
P
8,23
3,89
3,39
0,64
0,12
6,05
D
8,33
3,83
0,72
0,65
0,12
6,96
Keterangan : A = Perairan P, Abang Besar dan Abang Kecil B = Perairan P, Petong dan sekitarnya C = Perairan P. Pengelap P = permukaan D = dasar
CRITC-COREMAP Jakarta
100
Lampiran 5. Jenis-jenis mangrove y ang didapatkan di Batam No,
Suku
No.
Jenis
Lokasi stasiun *) 1
2
3
4
5
6
7
I.
Myrsinaceae
1.
Aegiceras corniculatum
+
+
-
+
-
-
-
II.
Verbenaceae
2.
Avicennia alba
-
-
-
-
-
+
-
III.
Rhizophoraceae
3.
Bruguiera cylindrica
-
+
-
-
-
-
-
4.
B. gymnorrhiza
+
+
+
+
+
-
+
5.
B. parviflora
+
-
-
-
-
-
-
6.
Ceriops tagal
-
+
-
-
-
-
-
7.
Rhizophora apiculata
+
+
-
+
+
+
+
8.
R. mucronata
+
+
+
+
+
+
+
9.
R. stylosa
+
+
+
+
+
+
+
IV.
Euphorbiaceae
10.
Excoecaria agallocha
-
-
-
+
-
-
-
V.
Malvaceae
11.
Hibiscus tiliaceus
-
-
+
+
-
+
-
VI.
Combretaceae
12.
Lumnitzera littorea
+
+
+
+
+
+
-
+
+
-
-
-
-
-
+
+
-
+
-
-
-
VII.
Palmae
13.
Oncosperma tigillaria
VIII .
Myrtaceae
14.
Osbornia octodonta
IX.
Lythraceae
15.
Pemphis acidula
+
+
+
-
+
-
-
X.
Sonneraticeae
16.
Sonneratia alba
+
+
+
+
+
+
+
XI.
Malvaceae
17.
Thespesia populnea
+
-
+
+
-
+
+
XII.
Myrsinaceae
18.
Xylocarpus granatum
+
+
+
-
-
-
-
19.
X. moluccensis
-
+
+
-
-
-
-
Keterangan:
*) posisi stasiun sesuai dengan Lampiran 1.c.
CRITC-COREMAP Jakarta
101
Lampiran 6. Jenis karang batu y ang diperoleh di perairan Batam berdasarkan hasil LIT dan koleksi bebas.
NO. No. I 1 2 3 4 II 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
CRITC-COREMAP Jakarta
SUKU Jenis POCILLOPORIDAE Pocillopora damicornis P. verrucosa S. hystrix Stylophora pistillata ACROPORIDAE Montipora aequituberculata M. danae M. effusa M. foliosa M. grisea M. hirsuta M. hispida M. incrassata M. informis M. millepora M. monasteriata M. spumosa Montipora sp. M. stellata M. undata M. venosa M. verrucosa A. brueggemanni A. clathrata A. cytherea A. formosa A. horrida A. hyacinthus A. latistella A. subglabra Acropora sp. A. tenuis A. valida Astreopora explanata A. ocellata
102
III 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
PORITIDAE Porites annae P. cylindrica P. lichen P. lobata P. lutea P. nigrescens P. rus Porites sp. Goniopora columna G. djiboutiensis G. minor G. pandoraensis G. stokesi G. stutchburyi Goniopora sp. G. tenuidens Alveopora catalai
52 53 54
SIDERASTREIDAE Pseudosiderastrea tayami Psammocora contigua Coscinaraea exesa
55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
AGARICIIDAE Pavona cactus P. clavus P. decussata P. frondifera P. minuta P. varians Pavona sp. Leptoseris explanata L. scabra Leptoseris sp. Pachyseris rugosa P. speciosa Pachyseris sp. Coeloseris mayeri
69 70 71 72 73 74 75
FUNGIIDAE Fungia concinna F. echinata F. fungites F. horrida F. moluccensis F. paumotensis F. repanda
IV
V
VI
CRITC-COREMAP Jakarta
103
76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 VII 87 88 89 90 VIII
OCULINIDAE Galaxea astreata G. fascicularis Galaxea sp. Acrhelia horrescens
91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
PECTINIDAE Echinophyllia aspera Echinophyllia sp. Oxypora glabra O. lacera Oxypora sp. Mycedium elephantotus Mycedium sp. Pectinia alcicornis P. lactuca P. paeonia Pectinia sp.
102 103 104 105 106 107 108 109 110
MUSSIDAE Acanthastrea echinata A. hillae Lobophyllia corymbosa L. hataii L. hemprichii Lobophyllia sp. Symphyllia radians S. recta Symphyllia sp.
111 112 113 114 115
MERULINIDAE Hydnophora excesa Hydnophora rigida Merulina ampliata M. scabricula Merulina sp.
IX
X
CRITC-COREMAP Jakarta
F. scruposa F. scutaria Fungia sp. F. talpina F. valida Podabacia crustacea Podabacia sp. Zooplius echinatus Heliofungia actiniformis Herpolitha limax Ctenactis echinata
104
XI 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152
FAVIIDAE Favia favus F. maritima F. rotundata F. speciosa F. stelligera F. veroni Favia sp. Favites abdita Favites chinensis F. flexuosa Favites sp. Goniastrea edwardsi G. favulus G. pectinata G. retiformis Goniastrea sp. Leptastrea pruinosa Leptastrea sp. Leptoria sp. Platygyra daedalea Platygyra lamellina P. pini Platygyra sp. Montastrea annularis M. annuligera M. curta Montastrea sp. Plesiastrea versipora Cyphastrea chalcidicum C. microphthalma C. serailia Cyphastrea sp. Diploastrea heliopora Echinopora horrida E. lamellosa E. mammiformis Echinopora sp.
153 154 155
CARYOPHYLLIIDAE Euphyllia cristata E. glabrescens Plerogyra sinuosa
XII
XIII TUBIPORIDAE 156 Tubipora musica
CRITC-COREMAP Jakarta
105
XIV HELIOPORIDAE 157 Heliopora coerulea XV 158
MILLEPORIDAE Millepora. exaesa
XVI EUPHYLLIDAE 159 Euphyllia glabrescens 160 Plerogyra sinuosa 161 Plerogyra sp. XVII DENDROPHYLLIIDAE 162 Turbinaria frondens 163 T. mesenterina
CRITC-COREMAP Jakarta
106
Lampiran 7. Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Batam.
Karang hidup
Acropora
Non Acropora
Karang mati
Karang mati dgn alga
Karang lunak
Sponge
Fleshy seaweed
Biota lain
Pecahan karang
Pasir
Lumpur
Batuan
BTMR01
1.11
0.00
1.11
11.11
0.00
0.00
2.22
66.67
2.22
5.56
11.11
0.00
0.00
BTMR02
2.00
0.00
2.00
5.00
0.00
0.00
1.00
70.00
0.00
2.00
20.00
0.00
0.00
BTMR03
22.00
2.00
20.00
30.00
0.00
0.00
0.00
43.00
2.00
3.00
0.00
0.00
0.00
BTMR04
25.00
1.00
24.00
25.00
0.00
0.00
0.00
40.00
0.00
10.00
0.00
0.00
0.00
BTMR05
21.00
1.00
20.00
20.00
0.00
0.00
4.00
50.00
0.00
5.00
0.00
0.00
0.00
BTMR06
20.00
5.00
15.00
30.00
0.00
0.00
0.00
10.00
4.00
6.00
30.00
0.00
0.00
BTMR07
22.00
2.00
20.00
15.00
0.00
0.00
0.00
15.00
3.00
5.00
40.00
0.00
0.00
BTMR08
15.00
0.00
15.00
14.00
0.00
0.00
0.00
40.00
1.00
10.00
20.00
0.00
0.00
BTMR09
1.50
0.00
1.50
22.56
22.56
0.00
0.00
0.00
0.75
7.52
37.59
7.52
0.00
BTMR10
17.14
9.52
7.62
57.14
0.00
0.00
0.00
4.76
1.90
9.52
9.52
0.00
0.00
BTMR11
17.82
5.94
11.88
34.65
0.00
0.00
0.99
14.85
1.98
9.90
19.80
0.00
0.00
BTMR12
46.53
1.98
44.55
19.80
0.00
1.98
0.99
19.80
0.99
0.00
9.90
0.00
0.00
BTMR13
44.55
4.95
39.60
39.60
0.00
1.98
1.98
4.95
0.99
0.99
4.95
0.00
0.00
BTMR14
36.46
5.21
31.25
41.67
0.00
0.00
1.04
8.33
3.13
2.08
5.21
2.08
0.00
BTMR15
26.55
4.42
22.12
26.55
0.00
0.00
1.77
17.70
0.88
17.70
8.85
0.00
0.00
Stasiun
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
107
Sambungan Lampiran 7
Stasiun
Karang hidup
Acropora
Non Acropora
Karang mati
Karang mati dgn alga
Karang lunak
Sponge
Fleshy seaweed
Biota lain
Pecahan karang
Pasir
Lumpur
Batuan
BTMR16
19.80
0.00
19.80
9.90
0.00
0.00
0.99
49.50
0.00
14.85
0.00
4.95
0.00
BTMR17
16.67
2.78
13.89
18.52
0.00
0.00
0.93
46.30
0.93
13.89
2.78
0.00
0.00
BTMR18
29.70
4.95
24.75
19.80
0.00
4.95
2.97
29.70
0.99
0.00
9.90
1.98
0.00
BTMR19
6.25
3.13
3.13
39.06
0.00
3.13
3.13
23.44
1.56
0.00
23.44
0.00
0.00
BTMR20
12.35
6.17
6.17
61.73
0.00
2.47
2.47
12.35
2.47
0.00
6.17
0.00
0.00
BTMR21
22.00
2.00
20.00
40.00
0.00
1.00
1.00
30.00
1.00
0.00
5.00
0.00
0.00
BTMR22
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
12.50
87.50
0.00
0.00
BTMR23
2.00
0.00
2.00
0.00
0.00
0.00
1.00
60.00
0.00
0.00
37.00
0.00
0.00
BTMR24
34.69
4.08
30.61
51.02
0.00
0.00
2.04
4.08
2.04
0.00
5.10
1.02
0.00
BTMR25
55.86
1.80
54.05
18.02
0.00
1.80
13.51
4.50
1.80
0.00
4.50
0.00
0.00
BTMR26
54.44
4.44
50.00
16.67
0.00
2.22
2.22
5.56
2.22
5.56
11.11
0.00
0.00
BTMR27
55.06
1.27
53.80
31.65
0.00
1.27
1.27
3.16
1.27
3.16
3.16
0.00
0.00
BTMR28
17.53
2.06
15.46
41.24
0.00
2.06
1.03
30.93
2.06
0.00
5.15
0.00
0.00
BTMR29
42.98
3.51
39.47
35.09
0.00
0.00
0.88
1.75
1.75
8.77
8.77
0.00
0.00
BTMR30
29.70
4.95
24.75
49.50
0.00
1.98
1.98
4.95
1.98
4.95
4.95
0.00
0.00
BTMR31
31.07
1.94
29.13
48.54
0.00
1.94
1.94
9.71
1.94
4.85
0.00
0.00
0.00
BTMR32
16.00
1.00
15.00
10.00
0.00
0.00
0.00
60.00
1.00
0.00
13.00
0.00
0.00
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
108
Sambungan Lampiran 7
Stasiun
Karang hidup
Acropora
Non Acropora
Karang mati
Karang mati dgn alga
Karang lunak
Sponge
Fleshy seaweed
Biota lain
Pecahan karang
Pasir
Lumpur
Batuan
BTMR33
40.00
10.00
30.00
10.00
0.00
0.00
0.00
7.00
3.00
5.00
35.00
0.00
0.00
BTMR34
1.00
0.00
1.00
0.00
0.00
0.00
3.00
50.00
1.00
40.00
5.00
0.00
0.00
BTMR35
0.71
0.00
0.71
0.00
0.00
0.00
0.71
48.57
0.00
3.57
46.43
0.00
0.00
BTMR36
0.95
0.00
0.95
9.52
0.00
0.00
0.95
57.14
0.00
12.38
19.05
0.00
0.00
BTMR37
2.00
0.00
2.00
0.00
0.00
0.00
1.00
50.00
0.00
5.00
42.00
0.00
0.00
BTMR38
2.00
0.00
2.00
10.00
0.00
0.00
0.00
70.00
0.00
5.00
13.00
0.00
0.00
BTMR39
1.00
0.00
1.00
0.00
0.00
0.00
0.00
60.00
0.00
4.00
35.00
0.00
0.00
BTMR40
5.00
0.00
5.00
10.00
0.00
0.00
0.00
60.00
0.00
5.00
20.00
0.00
0.00
BTMR41
15.00
0.00
15.00
15.00
0.00
0.00
0.00
45.00
2.00
3.00
20.00
0.00
0.00
Rerata
20.30
2.37
17.94
22.86
0.55
0.65
1.39
29.97
1.27
5.99
16.58
0.43
0.00
Keterangan: Karang hidup = Acropora + Non Acropora
CRITC-COREMAP Jakarta
109
Lampiran 8. Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT pada masing-masing stasiun transek permanen di Batam.
Stasiun
Karang hidup
Acropora
Non Acropora
Karang mati
Karang mati dgn alga
Karang lunak
Sponge
Fleshy seaweed
Biota lain
Pecahan karang
Pasir
Lumpur
Batuan
BTMR01
83,50
3,63
79,87
0,00
9,47
0,00
2,67
0,00
1,33
0,00
0,37
2,67
0,00
BTMR02
66.93
5,73
61,20
0,00
24,90
0,00
3,63
0,00
1,97
0,00
0,00
2,57
0,00
BTMR03
62,33
0,83
61,50
0,00
23,63
0,00
5,00
0,00
0,53
3,50
1,17
3,83
0,00
BTMR04
69,33
0,97
68,37
0,00
10,80
0,00
1,90
0,00
0,57
2,27
12,17
2,97
0,00
BTMR05
44,80
0,00
44,80
0,00
42,03
1,17
5,33
3,50
0,57
0,00
1,70
0,90
0,00
BTMR06
48,73
0,77
47,97
0,00
30,17
4,33
6,90
0,00
1,67
8,20
0,00
0,00
0,00
BTMR07
76,77
2,67
74,10
0,00
14,27
0,00
3,40
0,00
4,13
0,00
0,60
0,83
0,00
BTMR08
56,30
7,47
48,83
0,00
12,73
0,00
1,80
0,00
1,40
5,70
15,90
6,17
0,00
BTMR09
55,73
0,00
55,73
0,00
7,03
0,00
6,53
0,00
1,87
9,90
8,27
10,67
0,00
BTMR10
41,60
1,40
40,20
0,00
17,07
0,00
1,03
0,00
0,17
20,27
19,87
0,00
0,00
BTMR11
63,67
11,83
51,83
0,00
28,27
0,00
5,33
0,00
0,00
2,73
0,00
0,00
0,00
BTMR12
83,17
0,63
82,53
0,00
5,40
3,23
2,33
0,00
5,87
0,00
0,00
0,00
0,00
Keterangan: Karang hidup = Acropora + Non Acropora
CRITC-COREMAP Jakarta
110
Lampiran 9. Beberapa mega benthos y ang diamati dengan metode Reef Check Benthos (y ang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanen di Batam
BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
Stasiun
Rerata Kelimpahan jml ind. (jml per ind./ha) transek
Acanthaster planci
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0,33
24
CMR
42
145
54
82
760
977
173
85
95
38
1658
1006
426,25
30446
Diadema setosum
70
30
94
311
133
280
125
170
195
686
547
102
228,58
16327
Drupella
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,00
0
Large Giant clam
3
0
1
2
0
2
0
0
0
0
0
0
0,67
48
Small Giant clam
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0,17
12
Large Holothurian
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,00
0
Small Holothurian
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,00
0
Lobster
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,00
0
Pencil sea urchin
2
0
0
0
0
0
2
0
1
0
0
0
0,42
30
Trochus niloticus
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,00
0
CRITC-COREMAP Jakarta
111
Lampiran 10. Kelimpahan jenis ikan (jumlah individu/transek) y ang dijumpai pada masing-masing stasiun transek permanen di Batam y ang diperoleh dengan metode UVC. No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
1
Abudefduf bengalensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
2
2
14
0
0
0
6
0
4
2
Abudefduf septemfasciatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
Abudefduf vaigiensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
Aeoliscus strigatus
CENTRISCIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
5
Aetaloperca rogaa
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
6
Amblyglyphidodon curacao
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
4
0
0
0
3
0
0
7
Amphiprion clarckii
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
8
Amphiprion ephippium
POMACENTRIDAE
MAJOR
2
0
0
0
0
0
6
8
4
0
0
0
9
Amphiprion frenatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
11
5
10
Amphiprion melanopus
POMACENTRIDAE
MAJOR
10
12
4
0
0
0
30
16
2
0
0
0
11
Amphiprion ocellaris
POMACENTRIDAE
MAJOR
10
4
4
0
0
0
21
36
12
10
0
4
12
Apogon aureus
APOGONIDAE
MAJOR
0
60
0
0
0
0
110
35
20
0
0
0
13
Apogon compressus
APOGONIDAE
MAJOR
100
530
35
4
0
0
300
120
80
84
17
2
14
Apogon frenatus
APOGONIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
15
Apogon macrodon
APOGONIDAE
MAJOR
13
0
0
0
0
0
19
0
0
0
0
0
16
Apogon quenquelineatus
APOGONIDAE
MAJOR
80
140
60
200
7
7
220
210
150
0
7
59
17
Apogon sp.
APOGONIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
112
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
18
Apogon sealei
APOGONIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
65
0
0
0
14
3
19
Archamia fucata
APOGONIDAE
MAJOR
0
340
0
0
0
0
140
110
40
45
0
0
20
Bleniidae
BLENIIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
21
Caesio cuning
CAESIONIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
20
0
0
0
0
40
0
22
Caesio teres
CAESIONIDAE
TARGET
80
30
15
0
0
0
35
60
0
8
0
0
23
Cephalopholis boenak
SERRANIDAE
TARGET
4
2
4
4
1
0
7
4
3
6
14
0
24
Cephalopholis miniatus
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
25
Cephalopholis polleni
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
26
Cephalopholis pachycentron
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
27
Cephalopholis sp.
SERRANIDAE
TARGET
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
28
Chaetodon octofasciatus
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
0
0
0
24
17
18
25
28
17
0
0
0
29
Chaetodon oxycephalus
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
33
25
20
0
0
0
0
0
0
49
32
12
30
Chaetodontoplus mesoleucus
POMACANTHIDAE
MAJOR
0
0
0
10
3
8
16
18
21
0
0
0
31
Cheilinus chlorurus
LABRIDAE
MAJOR
13
7
16
0
0
0
2
0
1
12
16
5
32
Cheilinus diagrammus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
33
Cheilinus fasciatus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
4
9
3
7
0
6
0
0
0
34
Cheilinus trilobatus
LABRIDAE
MAJOR
0
1
14
0
0
0
0
0
0
5
2
3
35
Chelmon rostratus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
3
0
0
13
6
0
0
0
0
36
Choerodon anchorago
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
3
3
6
6
0
0
0
4
2
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
113
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
37
Chromis alpha
POMACENTRIDAE
MAJOR
2
0
7
0
0
0
0
0
0
21
4
2
38
Chromis atripectoralis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
6
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
39
Chromis ternatensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
850
73
350
0
0
0
0
0
0
40
Chromis viridis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
138
0
15
41
Dischistodus chrysopoecilus
POMACENTRIDAE
MAJOR
4
1
5
0
0
0
0
0
0
16
17
17
42
Dischistodus melanopus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
4
3
0
0
0
0
0
0
43
Dischistodus perspicillatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
44
Dischistodus prosopotaenia
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
2
0
0
0
3
0
0
45
Dischistodus sp.
POMACENTRIDAE
MAJOR
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
46
Gomphosus sp.
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
0
47
Halichoeres argus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
48
Halichoeres chloropterus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
13
4
7
0
0
0
49
Halichoeres gymnocephalus
LABRIDAE
MAJOR
3
2
3
0
0
0
0
0
0
1
0
0
50
Halichoeres dussumieri
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
51
Halichoeres gymnocephalus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
2
1
0
0
0
52
Halichoeres hortulanus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
53
Halichoeres leucurus
LABRIDAE
MAJOR
0
1
0
0
1
0
0
0
0
6
0
0
54
Halichoeres marginatus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
6
4
7
3
10
10
0
0
0
55
Halichoeres melanurus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
26
14
19
5
7
10
0
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
114
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
56
Halichoeres ornatissimus
LABRIDAE
MAJOR
11
3
11
0
0
0
0
0
0
0
3
8
57
Halichoeres prosopotaenia
LABRIDAE
MAJOR
5
7
6
0
0
0
0
0
0
35
11
24
58
Halichoeres purpurescens
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
2
0
2
0
0
0
0
0
0
59
Halichoeres scapularis
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
60
Halichoeres schwartzi
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
61
Hemiglyphidodon plagiometopon
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
26
19
14
13
6
5
0
0
0
62
Hemigymnus melapterus
LABRIDAE
TARGET
11
20
16
0
0
0
0
0
1
3
8
0
63
Heniochus chrysostomus
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
0
0
1
0
0
0
0
0
0
5
0
3
64
Lates calcalifer
LUTJANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
3
4
0
0
0
0
65
Lethrinus harak
LETHRINIDAE
TARGET
2
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
66
Lethrinus ornatus
LETHRINIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
67
Lutjanus carponotatus
LUTJANIDAE
TARGET
0
0
0
4
0
12
39
8
0
0
0
0
68
Lutjanus fulviflamma
LUTJANIDAE
TARGET
13
13
10
0
0
0
0
0
0
7
13
2
69
Naso lituratus
ACANTHURIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
70
Naso sp.
ACANTHURIDAE
TARGET
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
71
Neopomacentrus azysron
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
115
20
120
0
0
0
72
Neopomacentrus filamentosus
POMACENTRIDAE
MAJOR
170
70
130
0
0
0
860
1150
390
2
0
0
73
Oxycheilinus celebicus
LABRIDAE
TARGET
750
330
200
0
0
0
0
0
0
8
0
0
74
Oxymonacanthus longirostris
MONACANTHIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
815
10
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
115
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
75
Paraglyphidodon melas
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
11
8
8
4
0
4
0
0
0
76
Paraglyphidodon nigroris
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
9
17
4
10
0
10
0
0
0
77
Parupeneus barberinus
MULLIDAE
TARGET
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
78
Parupeneus bifasciatus
MULLIDAE
TARGET
7
4
7
0
0
0
0
0
0
2
7
16
79
Parupeneus indicus
MULLIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13
7
80
Pentapodus caninus
NEMIPTERIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
81
Pentapodus trivittatus
NEMIPTERIDAE
TARGET
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
82
Plectorhinchus goldmani
HAEMULIDAE
TARGET
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
83
Plectorhinchus pictus
HAEMULIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
84
Pomacanthus annularis
POMACANTHIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
85
Pomacentrus aleni
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
3
4
0
0
0
0
0
0
0
0
86
Pomacentrus bankanensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
8
0
0
11
0
0
0
87
Pomacentrus burroughi
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
45
25
20
2
0
0
88
Pomacentrus chrysurus
POMACENTRIDAE
MAJOR
22
8
16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
89
Pomacentrus grammorhinchus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
18
0
0
0
0
41
0
0
90
Pomacentrus lepidogenys
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
45
0
0
91
Pomacentrus margaritifer
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
7
92
Pomacentrus moluccensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
93
Pomacentrus sp.
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
7
2
0
0
0
0
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
116
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
94
Pomacentrus tripunctatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
1
2
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
95
Pseudobalistes flavimarginatus
BALISTIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
0
0
96
Pterocaesio sp.
CAESIONIDAE
TARGET
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
97
Pterocaesio tile
CAESIONIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
98
Scarus blochii
SCARIDAE
TARGET
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
99
Scarus globiceps
SCARIDAE
TARGET
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
100
Scarus hypselopterus
SCARIDAE
TARGET
3
0
11
0
0
0
0
0
0
0
0
0
101
Scarus oviceps
SCARIDAE
TARGET
0
0
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
102
Scarus rivulatus
SCARIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
103
Scarus schlegeli
SCARIDAE
TARGET
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
104
Scolopsis ciliatus
SCOLOPSIDAE
TARGET
0
0
15
4
0
0
16
4
0
0
0
0
105
Scolopsis margaritifer
SCOLOPSIDAE
TARGET
0
0
4
3
0
0
10
0
0
0
0
0
106
Scolopsis trilineatus
SCOLOPSIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
1
0
107
Scolopsis vosmeri
SCOLOPSIDAE
TARGET
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
9
0
108
Siganus canaliculatus
SIGANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
109
Siganus coralinus
SIGANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
1
110
Siganus guttatus
SIGANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
111
Sphyraena obtusata
SPHYRAENIDAE
TARGET
0
120
0
0
1
0
0
3
0
0
0
0
112
Stegastes nigricans
POMACENTRIDAE
MAJOR
20
6
14
17
26
8
6
5
3
0
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta
117
Sambungan Lampiran 10 No.
NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML BTML 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
113
Stethojulis albovittata
LABRIDAE
MAJOR
5
3
2
0
0
0
0
0
0
43
1
0
114
Stethojulis strigiventer
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
39
115
Thalassoma hardwickei
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
7
0
0
0
0
0
0
116
Thalassoma lunare
LABRIDAE
MAJOR
1
0
2
0
1
3
0
2
1
0
3
1
1384
1750
661
1227
236
539
2179
1906
953
669
1093
258
a. Ikan Major
476
1206
333
1183
216
489
2035
1793
929
560
956
214
b. Ikan Target
875
519
307
20
3
32
119
85
7
55
105
29
c. Ikan. Indikator
33
25
21
24
17
18
25
28
17
54
32
15
29
28
37
25
21
26
38
28
29
41
27
27
Jumlah Individu
Jumlah jenis
CRITC-COREMAP Jakarta
118