BAB II. POTENSI EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR 2.1. Profil Wilayah Kabupaten Alor merupakan salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di bagian timur laut.Kabupaten Alor terdiri dari 15 buah pulau, 9 pulau berpenduduk (Pulau Alor, Pantar, Pura, Ternate, Buaya, Tereweng,Kangge, Kura dan Pulau Kepa) dan 6 pulau belum berpenduduk (Pulau Sika, Kapas,Batang,Lapang,Rusa dan Pulau Kambing) Secara astronomis, Kabupaten Alor terletak antara: Timur : 125º - 10’ 60” Bujur Timur Barat : 123º - 80º 37” Bujur Timur Utara : 08º - 8º 86” Lintang Selatan Selatan : 08º - 57º 35” Lintang Selatan Berdasarkan Timur Barat Utara Selatan
wilayahnya, batas-batas Kabupaten Alor adalah: : Pulau-pulau di Maluku. : Selat Lomblen Lembata : Laut Flores : Selat Ombay dan Timor Leste
Alor memiliki luas daratan 2.928,87 km2terdiri atas 17 Kecamatan dan luas wilayah peraian 10.773,62 km² dengan panjang garis pantai 287,1 km. Secara geografis, daerah ini terletak di bagian utara dan paling timur dari wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur, kondisi daerahAlor merupakan daerah pegunungan tinggi yang dikelilingi oleh lembah-lembah dan jurang-jurang. 63.94 % dari wilayah di Kabupaten Alor merupakan daerah dengan kemiringan lebih dari 40o. Alor adalah kelompok terakhir dari pulau-pulau di ujung timur jauh dalam gugusan Kepulauan Solor-Alor. Pulau Alor merupakan bagian dari Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sekitar 260 km dari Kupang (Ibu Kota Provinsi NTT), 360 km dari Ende (Flores), dan 1.600 km sebelah Timur Ibu Kota Jakarta. Lokasi ini bisa dicapai dengan menggunakan kapal boat dari Kupang selama sekitar 8 jam atau 55 menit dengan menggunakan pesawat udara melalui Bandara Mali.
2.2. Potensi Ekologi Kepulauan Alor merupakan wilayah lintasan arus lintas Indonesia (ARLINDO), dimana Arlindo adalah pertemuan dua massa arus dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Hal ini menyebabkan perairan Kabupaten Alor merupakan salah satu daerah upwelling dimana kombinasi arus yang kuat dan tebing laut curam dengan kedalaman laut mencapai lebih dari 3.400 m (Wyrtki, 1961) menyebabkan arus dingin yang kaya dengan hara dan oksigen muncul ke permukaan dan teraduk dengan air permukaan laut yang hangat menyebabkan wilayah perairan ini sangat produktif dan memiliki kekayaan biota laut dan sumberdaya perikanan yang tinggi. Karakteristik perairan di Kawasan Alor sangat unik, yaitu adanya peristiwa up welling yang terjadi setiap tahun dimana arus dingin dengan suhu mencapai titik beku dari dasar laut ke permukaan dan kekayaan sumberdaya alam yang tinggi. Diperkirakan peristiwa upwelling di wilayah perairan ini hanya terjadi di Musim Timur, yaitu dimulai sekitar bulan Mei sampai bulan September, melibatkan volume air hingga rata-rata 2 juta m3/detik. Akibat peristiwa ini ialah ditemukannya suhu air yang lebih rendah di permukaan, rata-rata 3oC lebih rendah daripada di Musim Barat, sedangkan salinitas 1%o lebih tinggi, diikuti pula kandungan fosfat dan nitrat yang masing-masing meningkat menjadi dua kali lipat. Selanjutnya kandungan plankton pun menjadi meningkat pula (Nontji, 1993). 2.2.1.Kondisi Biofisik Perairan Kabupaten Alor sebagaimana perairan umum Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki tipe pasang surut campuran yang condong ke harian ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal) dimana dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan amplitudo dan waktu yang jauh berbeda antara pasang dan surut pertama dengan pasang dan surut kedua. Kekuatan arus pasang surut di wilayah selat-selat Kepulauan Nusa Tenggara ini bisa mencapai 2,5 – 3 m/detik pada saat pasang purnama (spring tide), sedangkan di wilayah laut terbuka, di atas paparan kekuatannya hanya mencapai kurang dari 0,5 m/detik (Nontji, 1993). Secara umum, Kondisi topografi dasar perairan terumbu karang bervariasi mulai dari reef flat (rataan terumbu) yang landai dengan kemiringan sekitar 5-100 pada kedalaman sampai dengan 3 meter, selanjutnya agak terjaldengan kemiringan 30-450 pada kedalaman 5 – 20 meter. Namun di beberapa lokasi seperti pada Pantai
Beagonong Pantar bentuk topografi berbeda yaitu pada kedalaman >10 meter kemiringan dasar perairan meningkat >450 hingga750, juga pada stasiun pulau Buaya kemiringan <150 hingga pada kedalaman 5 meter, selanjutnya kedalaman > 5 meter topografi dasar perairan sangat terjal dengan kemiringan hampir tegak lurus (900) membentuk dinding terumbu (reef wall). Pola arah arus perairan Kepulauan Alor adalah mengikuti pola arus umum di perairan Laut Flores dengan arus dominan bergerak dari arah barat menuju ke arah timur (BKKPN Kupang, 2010). Kecepatan arus maksimumnya terjadi pada musim barat (bulan Desember-Februari) mencapai kekuatan lebih dari 75 cm/detik, yang terbentuk oleh kekuatan angin yang mencapai hingga 11 m/detik. Massa air arus yang terjadi umumnya lebih didominasi oleh massa air dari Samudera Pasifik (Nontji, 1993). Sementara itu, kecepatan angin rata-rata tahunan (data dari tahun 1983-2006) di Kabupaten Alor berkisar antara 1.9 hingga 4.4 knot (Pemerintah Kabupaten Alor dan UNDP, 2006). Secara umum kondisi iklim di Kepulauan Alor sama dengan wilayah Nusa Tenggara Timur lainnya, yaitu beriklim tropis dengan kisaran suhu rata-rata 26,43oC – 28,85oC, kelembaban udara 62,80% - 86,37% dan curah hujan ratarata tahunan 1.000 – 3.500 mm. Rata-rata suhu minimum dan maksimum adalah 24oC dan 32oC, dengan panjang hari + 12 jam. Pola umum iklimnya adalah pola musim hujan musim kemarau yang dikendalikan oleh pola angin moonson.Namun demikian, karakteristik iklim lokal sangat dipengaruhi oleh konfigurasi kepulauan dan topografi wilayahnya (BKKPN Kupang, 2010).
2.2.2.Ekosistem Perairan Kabupaten Alor yang adalah wilayah kepulauan memiliki wilayah perairan yang lebih luas dari wilayah daratannya, yaitu 10.773,62 km2 luas perairan (laut) dibanding 2.928,87 km2 luas daratan. Meskipun luasnya terbatas, ada berbagai jenis ekosistem perairan di Kabupaten Alor, yaitu terdiri atas ekosistem perairan tawar seperti sungai, danau dan rawa, selain ekosistem pesisir-laut yang lebih luas seperti ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Ekosistem perairan tawar (daratan) berdasarkan kondisi air permukaannya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu sungai, danau dan rawa (lahan basah). Sungai-sungai yang ada di wilayah Kabupaten Alor terdiri atas sungai abadi dan
sungai musiman. Sungai abadi yaitu sungai/kali yang mengalir sepanjang waktu atau tidak tergantung dengan musim hujan atau musim kemarau, sedangkan sungai musiman yaitu sungai yang mengalir ketika musim hujan saja. Contoh sungai abadi adalah Kali Buono, Kali Hombol, Kali Kabola, Kali Lembur, Kali Kikilai, Kali Wolwal, Kali Benlelang, Kali Ilawe, Kali Dulolong, Kali Plisi, Kali Siboili dan lain sebagainya. Sedangkan contoh sungai musiman adalah Kali Irawuri, Kali Koya-Koya (di Kolana Utara), dan beberapa sungai lainnya yang jumlahnya sangat banyak dan tersebar pada hampir seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Alor. Sementara itu, untuk danau dan rawa dapat dijumpai di beberapa daerah di Kabupaten Alor, misalnya yang terdapat di dataran tinggi Lantoka Kecamatan Alor Timur dan Desa Kuneman Kecamatan Alor Selatan.Dari ekosistem perairan ini, hanya sedikit yang dimanfaatkan sebagai sumber air bagi masyarakat. Misalnya Kali Hombol dan Buono, yang dimanfaatkan untuk pemenuhan Kota Kalabahi dari sungai, dipergunakan untuk kebutuhan rumah tangga, dan kebutuhan irigasi, seperti sungai Aimoli, sungai Malaipea untuk DI Malaipea dan Mainang, Kali Adagai untuk DI Waisika, DI Kamot, dan DI Air Mancur (Pemerintah Kabupaten Alor dan UNDP, 2006). 2.2.3.Ekosistem Pesisir Terdapat 3 ekosistem laut dan pesisir terdiri atas habitathabitat terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun, sedangkan ekosisitem daratan (teresterial) yang terdiri atas kawasan hutan asli dan kawasan binaan (pertanian dan perdesaan). Terdapat saling ketergantungan diantara habitat-habitat tersebut, berupa dinamika proses ekologi di perairan KKPD Alor. Ekosistem pesisir Kabupaten Alor terdiri atas ekosistem terumbu karang dengan luasan 3.329,94 Ha, mangrove dengan luasan 692,32 Ha, dan padang lamun dengan luasan 1.781,87 Ha. Ketiga macam ekosistem pesisir ini menjadi asset berharga bagi daerah dan kawasan ekosistem ini juga merupakan jalur migrasi mamalia laut, penyu, manta dan ikan-ikan pelagis (WWF-DKP, 2011).
Data keanekaragaman karang dan ikan karang adalah penting untuk pengaturan pengelolaan, ekploitasi, dan konservasinya. Perubahan-perubahan data keanekaragaman sumberdaya tersebut yang terukur sercara periodik diakui mampu memprediksi adanya perubahan-perubahan lingkungan akibat tekanan pembangunan ekonomi terhadap sumberdaya terumbu karang, karena keanekaragaman ikan dapat menjadi indikator terhadap kelestarian lingkungan perairan karang dan ikan dapat merespon secara cepat terhadap gangguanganguan habitatnya (Gomez & Yap, 1988). Rata-rata ekosistem terumbu karang dijumpai tumbuh subur pada kedalaman 3–20 meter dengan pertumbuhan maksimal terjadi padakedalaman 5 – 15 meter, pada kedalaman yang lebih dalam dari 20 meter pertumbuhan karang sudah mulai jarang dan substrat didominasi oleh pasir danpatahan karang. Komponen penyusun terumbu karang yang dominan adalah komponen abiotik yaitu pasir, batu (rock) dan patahan karang. Sedangkan komponen biotik yang utama rata-rata yang ditemukan adalah karang lunak, makro alga, turf alga,coraline alga crinoid, hydroid, anemon dan sponge terdapat dalam jumlah sedikit dengan persentase penutupan yang rendah. Pertumbuhan makroalga terutama genus Caulerpa terlihat mendominasi rata-rata pada kedalaman 2 – 7 meter.(Survey Kondisi Ekosistem WWF Solor Alor Project, 2009). Secara ekologis, dengan adanya beberapa tipe habitat terumbu karang yang berbeda di kabupaten Alor, akan berpengaruh kepada dukungan kepada keanekaragaman spesies karang dan ikan di setiap tipe habitat tersebut. Lebih lanjut, pengelolaan berdasarkan keterwakilan komunitas di sini dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua ekosistemdan habitat yang adamendapat prioritas pengelolaan dalam KKPD Alor. Luasan kawasan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Alor seluas 3.329,94 Ha.Secara umum persentase (persen cover) tutupan karang keras Perairan KKLD Kab.Alor pada 33 lokasi pengamatan adalah dengan nilai tutupan tertinggi 58,33% dan terendah 12,33% atau rata-rata sebesar 34,05 %-34,95% sehingga dapat dikategorikan "Cukup Baik” (Survey Kesehatan Karang WWF Solor Alor 2012). Tercatat sedikitnya 345 jenis dari 19 suku/famil karang batu.Karang paling umum dijumpai yaitu Acropora, Montipora, Porites, Favites, Favia, Montastrea, Diploastrea Oxypora, Goniopora, Echinopora, Pocillopora, Stylopora dan
Seriatopora.Untuk Karang lunak rata-rata genus yang dijumpai pada stasiun pengamatan adalah Sarcophyton, Sinularia, Lobophyton, Nepthea, Lemnalia dan Alertigorgia.(Survey Kesehatan Karang WWF Solor Alor 2012).
Gambar 2.1 Peta Kondisi Tutupan Karang Keras Hidup di 33 Lokasi Survey Kesehatan Karang KKKPD Alor. Titik pengamatan yang tergambar pada peta Gambar 2.1 dilakukan secara tersebar untuk melihat tutupan karang hidup. Di lokasi pengamatan dengan klasifikasi tutupan karang hidup tinggi hingga sedang, umumnya bentuk pertumbuhan yang dominan ialah Acropora branching dan Coral Encrusting. Kecuali di Pulau Rusa Utara yang didominasi Coral Mushroom. Coral Massive hanya ditemukan cukup tinggi di Pulau Kambing, Tereweng dan Teluk Kenari . Pada lokasi pengamatan yang memiliki tutupan rendah, bentuk pertumbuhan dominan cenderung bervariasi mulai dari Acropora branching (di Pulau Sikka dan Mali), Acropora tabulate (Pulau Kambing Utara), serta di Coral Masive (Desa Likwatang dan Halerman) dan Coral Millepora (Desa Pura).
Kangge, Pulau Rusa (Utara), Ds Bunga Bali, didominasi oleh karang perintis Acropora. Lokasi-lokasi ini cenderung rentan mengalami kerusakan, karena jenis-jenis karang Acropora cenderung rentan terhadap kenaikan suhu air laut Meskipun demikian,lokasi-lokasi ini kemungkinan memiliki tingkat pemulihan kembali yang tinggi dan dapat menjadi lokasiperingatan dini bagi ada dan tingkat tekanan dari pemutihan karang.Pulau Rusa, Teluk Kenari, Tereweng, Tanjung Soyang dan Pulau Kambing memiliki keragaman bentuk pertumbuhan yang lebih baik. Keragaman yang baik juga terdapat di Desa Likwatang, Pulau Kepa, Desa Halerman dan Desa Kalondama juga dapat menjadi pilihan untuk lokasi perlindungan, meskipun tutupan karang hidupnya sedang (Survey Kesehatan Karang WWF Solor Alor 2012). Tabel 2.1
Rentang Kategori Tutupan Karang Keras Hidup di Perairan KKPD Kabupaten Alor
Rentang Nilai Kategori (%)
Kategori Ranking
> (34+11)
Tinggi
(34-11) s.d. (34+11)
Sedang
< (34-11)
Rendah
Hasil pengkategorian ini dapat menjadi acuan awal bagi penentuan upaya pengelolaan dalam zonasi yang telah disepakati.Lokasi kategori tinggi dapat diprioritaskan untuk dilindungi atau dilestarikan lebih lanjut karena memiliki penutupan yang cukup tinggi yang dapat menjadi sumber anakan karang bagi lokasi lainnya.Lokasi kategori sedang dan rendah bisa menjadi pilihan untuk melakukan pemulihan ekosistem, seperti restoking atau rehabilitasi, maupun untuk prioritas untuk kegiatan pemanfaatan lainnya. Tutupan karang lunak ditemukan di seluruh lokasi pengamatan mulai dari 2-52%, dengan rata-rata 17% (tingkat bias=10%).Tutupan tertinggi karang lunak dijumpai di Desa Manatang, Desa Kalondama Barat dan Pulau Pura (Selatan).Terkait penentuan zonasi, ketiga lokasi ini perlu dipertimbangkan untuk dilindungi, karena kemungkinan menyimpan potensi keanekaragaman karang lunak. Tutupan makro alga hanya dijumpai di 18 lokasi pengamatan rata-rata dibawah 10%, kecuali di Desa Pura
(19%) dan Bunga Bali (12%). Artinya tingkat kompetisi antara karang keras dengan alga yang menghambat pertumbuhan dan rekrutmen karang baru tidak terlalu tinggi.Secara umum, sebagian besar lokasi memiliki peluang yang besar untuk kembali pulih.(Survey Kesehatan Karang WWF Solor Alor 2012). Hasil identifikasi ikan karang,teridentifikasi 18 spesies ikan target. Spesies yang paling sering dijumpai adalah Lutjanus bohar (total 247 ikan), selanjutnya Variola lauti (total 105 ikan), Cephalopholis urodeta (total 78 ikan), famili Serranidae lain (total 107 ikan), dan untuk spesies Cheilinus undulatus hanya dijumpai 18 ikan selama survey. Famili Serranidae lain yang tercatat adalah Cephalopholis argus, Cephalopholis boenack, Cephalopholis cyanostigma, Cephalopholis miniata, Cephalopholis sexmaculata, Cromileptes altivelis, Epinephelus sonnerati, Epinephelus polyphekadion, Epinephelus fasciatus, Gracila albomarginata, Plectrpomus leopardus, Plectropomus areolatus, dan Variola albomarginata. Spesies ikan target dengan panjang total <30 cm (ikan kecil) total sejumlah 438 ikan jauh lebih tinggi dibandingkan ikan dengan panjang total >30 cm (ikan besar) yaitu total 222 ikan. Tanda-tanda pemijahan yang dijumpai hanyalah berkumpul. (Survey Spag’S WWF Indonesia 2011
Karang Keras
Index Mortalitas
0.90 0.80 0.70
75
0.60 0.50
50
0.40 0.30
25
0.20
Index Mortalitas
Persentase penutupan karang keras hidup (%)
100
0.10 0.00
0
Lokasi Pengamatan
Ket:
HCLTinggi
HCL Sedang
HCL Rendah
Gambar 2.2 Persentase tutupan karang keras hidup dan indeks mortalitas di 33 lokasi pengamatan Analisis kelimpahan ikan karang penting total dari 33 lokasi,rata-rata terdapat 2.745,54 individu/ha dengan nilai kelimpahan tertinggi 12.960 individu/ha dan terendah 136 individu/ha. Sedangkan nilai rata-rata biomassa ikan karang penting total adalah 1.464,41 kg/ha dengan nilai biomassa tertinggi 5.561,02 kg/ha dan terendah 89,70 kg/ha. Berdasarkan kelompok ikan kategori herbivora nilai rata-rata kelimpahannya adalah 2.394,52 individu/ha dengan nilai tertinggi 12.466,67 individu/ha dan terendah 124 individu/ha. Sedangkan biomassa ikan herbivore rataratanya adalah 1.279,67 kg/ha dengan nilai tertinggi 5.318,21 kg/ha dan terendah 25,28 kg/ha. Untuk kategori ikan karnivora rata-rata kelimpahannya adalah 415,07 individu/ha dengan nilai tertinggi 2.500 individu/ha dan terendah 12 individu/ha. Sedangkan nilai rata-rata biomassa ikan karnivora adalah 194 kg/ha dengan nilai tertinggi 1.222,03 kg/ha dan terendah 8,04 kg/ha(Survey Kesehatan Karang WWF Solor Alor 2012).
Pesisir pantai Kabupaten Alor, hutan Mangrove yang cukup tebal masih bisa ditemukan, Luasan ekosistem mangrove Kabupaten Alor adalah sebesar 678,65 ha - 692,32 Ha dengan sedikitnya terdapat 16 jenis mangrove dari 11 famili mangrove (Avicenniaceae, Combretaceae, Euphorbiaceae, Plumbaginaceae, Pteridaceae, Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, dan Sterculiaceae). Spesies mangrove tersebut adalah Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Phemphis acidula, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Aegiceras corniculatum, Avicennia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Aegialitisannulata, Heritiera globosa, Aegialitis annulata, Acanthus ilicifolius, Nypa fruticans, Excoecaria agallocha, dan Lumnitzera racemosa. (Survey Kondisi Ekosistem WWF Solor Alor Project, 2009). Dari pengamatan stadium pertumbuhan mangrove dari beberapa spesies tersebut Rhizopora mucrunata menunjukkan tingkat pertumbuhan pada stadium pancang,sedangkan spesies rhizopora dan bruguiera berada pada stadium pohon dengan DBH lebih dari 20 cm. Tinggi pohon rata-rata 10 meter, Sedangkan mangrove yang kerdil kondisinya sama dengan yang ada di desa sebelumnya. Material dasar di kawasan mangrove ini adalah pasir putih berbatu, dan rubble (Bakosurtanal 2009). Ekosistem padang lamun memainkan peranan penting dalam perputaran nutrien dan jaring-jaring makanan pada perairan pantai. jika terjadi gangguan atau kerusakan pada ekosistem padang lamundapat menurunkan produksi perikanan alami dimana ikan dan crustacea bernilai ekonomis penting bergantung pada ekosistem ini pada masa juvenile-nya. Daun dan batang lamun, menyokong pertumbuhan alga epifit yang merupakan makanan bagi amphipoda dan keong-keongan. Serpihan daun lamun yang dihancurkan oleh aksi gelombang dan bakteri, dan sejumlah besar detrivor menempati dasar dari sebuah jaring-jaring makanan yang kompleks. Luasan ekosistem lamun Kabupaten Alor adalah sebesar 649,37 Ha - 1.781,87 Ha, terdapat 7 jenis lamun yang berhasil teridentifikasi ditemukan yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium, Cymomodocea rotundata, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule sp. di kawasan konservasi perairan daerah Kabupaten Alor(Survey Kondisi Ekosistem WWF Solor Alor Project, 2009).
Berdasarkan analisa citra tahun 2007, distribusi pertumbuhan jenis lamun tersebar merata di sepanjang pesisir pantai keseluruhan gugusan pulau di Kabupaten Alor. Secara visual dapat dibedakan antara pesisir pada bagian utara dan bagian yang terlindung (selatselat/terlindung pulau satu sama lain) dengan bagian selatan dan bagian terbuka, dimana pada bagian utara dan bagian terlindung distribusi lamun lebih luas dibandingkan pada bagian selatan dan bagian terbuka. Halini sesuai dengan kecenderungan kontur dasar perairan Kabupaten Alor dimana pada sisi bagian utara dan terlindung dasar perairan berupa slope (cenderung landai) dibandingkan pada bagian selatan dan bagian terbuka kontur dasar laut cenderungberupa wall (tebing).
2.2.4. Ekosistem Terestrial Ekosistem terrestrial atau daratan Kabupaten Alor dilihat dari topografinya adalah didominasi oleh kawasan pegunungan dan berbukit-bukit (64,25%) dengan kemiringan seluas 67.691,44 Ha atau 23,63% dari luas wilayah. Kemiringan tanah 3-15% mencapai luas 24.750.49 Ha atau 8,64 Ha dari luas wilayahnya. Di dasarkan pada macam penggunaannya, maka ekosistem terrestrial terbagi dua (2), yaitu kawasan lindung dankawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri atas hutan lindung, hutan wisata, sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar mata air, kawasan pantai berhutan bakau, dan DAS yang meliputi luasan sebesar 184.053,13 hektar atau 64,25 persen dari total luas wilayah Kabupaten Alor. Sedangkan kawasan budidaya terdiri atas kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, kawasan tanaman pangan, lahan kering dan perkebunan, kawasan permukiman, dan kawasan budidaya lainnya dengan luas sebesar 102.550,87 hektar atau 35,75 persen dari luas wilayah Kabupaten Alor. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Alor, bahwa jenis hutan di Kabupaten Alor dapat dikategorikan menjadi: hutan lindung, hutan produksi, hutan konversi, hutan cagar alam, hutan rakyat dan hutan kayu. Dari kesemua jenis hutan yang dapat diidentifikasikan terdapat di wilayah Kabupaten Alor, bahwa hutan lindung dan hutan produksi terbatas merupakan persentase terbesar dari jenis hutan yang ada, yakni masing masing 50,19% (51.793,95 Ha) dan 22,18% (22.866,07 Ha) dari total luas kawasan hutan 103.198,90 Ha.
Apabila dibandingkan dengan luas keseluruhan daratan wilayah Kabupaten Alor, bahwa kawasan tersebut mencakup 45,13%. Sementara kawasan budidaya yang potensial digunakan untuk bidang perkebunan di wilayah ini adalah seluas 22.844,39 ha. Komoditi perkebunan yang disesuaikan diusahakan antara lain : kelapa, jambu mente, kopi, vanili, cengkeh, kakao, kapuk, kemiri, pala, lada dan pinang. Hingga tahun 2005 areal yang telah diupayakan untuk lahan perkebunan seluas 10.787,47 ha.Dari beberapa komoditas, komoditas kemiri, kelapa, jambu mente, cengkeh dan panili merupakan komoditas unggulan (Pemerintah Kabupaten Alor dan UNDP, 2006). 2.3. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat di sekitar Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor perlu dikaji guna kepentingan pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan peran serta aktif masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang dituangkan dalam dokumen rencana pengelolaan ini meliputi demografi, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial dan budaya. 2.3.1.Demografi Penduduk adalah salah satu modal pembangunan. Perkembangan penduduk dan dinamika sosial yang terbentuk merupakan bahan kajian yang diperlukan untuk menentukan suatu pola pengelolaan KKPD Kabupaten Alor.Oleh karena itu, salah satu sasaran pengelolaan kawasan adalah peningkatan kapasitas sumberdaya manusia.Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia ini dilakukan bagi masyarakata dan aparat pemerintah yang terkait langsung dengan pengelolaan KKPD Alor. Adapun yang dimaksud dengan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia adalah bukan saja meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya pengelolaan, tetapi mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai bagian dari pelaku pengelolaan kawasan. Kajian terhadap aspek demografi dilakukan menggunakan data demografi dengan lingkup satu Kabupaten Alor, mengingat setiap kecamatan di Kabupaten Alor memiliki kawasan pesisir dan masuk dalam lingkup kajian KKPD Alor.Berdasarkan data BPS Kabupaten Alor (2012), jumlah penduduk Kabupaten Alor adalah 193.784 jiwa, 94.859
orang laki-laki dan 98.926 orang perempuan. Rasio jenis kelamin pada tahun 2012 adalahsebesar 0,95 artinya bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih kecil dari penduduk perempuan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Alor adalah 68 orang/km².Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Teluk Mutiara yaitu 749 orang/km² dan yang terendah adalah Alor Timur dengan kepadatan penduduk 13 orang/km².Jumlah penduduk Kabupaten Alor menurut kecamatan dan rasio jenis kelamin disajikan pada Tabel 2, sedangkan jumlah penduduk, rumah tangga dan rata-rata anggota rumah tangga menurut kecamatan disajikan pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Penduduk menurut Kecamatan dan Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Alor Tahun 2011 Kecamatan
Lakilaki
Perempuan
Jumlah
Rasio Jenis Kelamin 96,60 94,72
1. Pantar 4.409 4.564 8.973 2. Pantar 3.338 3.524 6.862 Barat 3. Pantar 5.253 5.700 10.953 92,16 Timur 4. Pantar 2.148 2.213 4.361 97,06 Barat Laut 5. Pantar 4.644 4.853 9.497 95,69 Tengah 6. Alor Barat 10.736 11.220 21.956 95,69 Daya 7. Matanru 2.799 2.893 5.692 96,75 8. Alor Selatan 4.451 4.610 9.061 96,55 9. Alor Timur 3.812 3.842 7.654 99,22 10. Alor Timur 4.394 4.376 8.770 100,41 Laut 11. Pureman 1.711 1.828 3.539 93,60 12. Teluk 24.440 24.928 49.368 98,04 Mutiara 13. Kabola 3.654 3.817 7.471 95,73 14. Alor Barat 9.227 9.909 19.136 93,12 Laut 15. Alor Tengah 5.286 5.849 11.135 90,37 Utara 16. Lembur 2.117 2.096 4.213 101,00 17. Pulau Pura 2.440 2.704 5.144 90,24 Alor 94.859 98.926 193.785 95,86 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011 dalam BPS Kabupaten Alor (2012)
Penduduk sebagai salah satu modal dasar pembangunan perlu mendapat perhatian. Perkembangan jumlah penduduk yang sangat tinggi akan berimplikasi pada tekanan pada sumberdaya alam dan lingkungan dalam bentuk ketersediaan ruang dan pola pemanfaatan sumberdaya. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa penduduk terus mengalami penambahan jumlah.Kabupaten Alor merupakan salah satu kabupaten kepulauan, yang memiliki 3 pulau besar dan 6 pulau kecil yang telah berpenghuni.Data jumlah penduduk berdasarkan pulau yang dihuni di Kabupaten Alor tahun 2009 disajikan pada Tabel 2.3 Tabel 2.3
Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, Rata-Rata Anggota Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Alor Tahun 2011
Kecamatan
1. Pantar 2. Pantar Barat 3. Pantar Timur 4. Pantar Barat Laut 5. Pantar Tengah 6. Alor Barat Daya 7. Matanru 8. Alor Selatan 9. Alor Timur 10. Alor Timur Laut 11. Pureman 12. Teluk Mutiara 13. Kabola 14. Alor Barat Laut 15. Alor
Penduduk Rumah (Orang) Tangga
Anggota Kepadatan Rumah Penduduk Tangga (Orang) 5 81 5 103
8.973 6.862
1.903 1.285
10.953
2.150
5
88
4.361
842
5
15
9.497
2.002
5
60
21.956
4.530
5
50
5.692 9.061
1.221 2.227
5 4
54 47
7.654 8.770
1.881 2.103
4 4
13 44
3.539 49.368
895 10.067
4 5
27 749
7.471 19.136
1.720 4.322
4 4
97 183
11.135
2.676
4
95
Kecamatan
Penduduk Rumah (Orang) Tangga
Anggota Rumah Tangga (Orang)
Kepadatan Penduduk
Tengah Utara 16. Lembur 4.213 1.089 4 57 17. Pulau Pura 5.144 1.095 5 187 Alor 193.785 42.008 5 68 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011 dalam BPS Kabupaten Alor (2012)
Tabel 2.4
Pulau yang Dihuni menurut Nama, Jumlah Penduduk dan KeluargaTahun 2012
Nama Pulau
Banyaknya Penduduk
Besar 1. Alor 31.891 2. Pantar 7.641 3. Pura 1.095 Kecil 1. Ternate 501 2. Buaya 322 3. Nuha Kapa 19 4. Tereweng 191 5. Kura 111 6. Kangge 237 Sumber: Registrasi Penduduk (2011) Kabupaten Alor (2012)
Banyaknya Keluarga 31.530 7.555 1.083
dalam
495 318 19 189 110 234 BPS
Nilai Dependency Ratio (DR) atauAngka beban ketergantungan untuk Kabupaten Alor pada tahun 2009 adalah 66,78 % yang berarti bahwa 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung beban 67 penduduk usia tidak produktif (15
). Nilai Youth Dependency Ratio(YDR) adalah 57,55% yang berarti bahwa 100 penduduk usia produktif menanggung beban 58 penduduk usia 14 tahun kebawah dan nilai Old Dependency Ratio (ODR) adalah sebesar 9,23 % yang berarti 100 penduduk usia produktif menanggung 9 orang penduduk 65 tahun keatas. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional, jumlah tenaga kerja Kabupaten Alor adalah sebanyak 73,09 % dari seluruh
penduduk usia kerja (15 tahun ke atas). Ini berarti bahwa sebanyak 26,91 % penduduk usia kerja adalah bukan angkatan kerja. Mereka adalah penduduk yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya.Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 95,65 % dari total jumlah angkatan kerja atau sebesar 69,92 % dari seluruh penduduk berusia 15 tahun keatas. 4,75 % dari jumlah angkatan kerja dan 3,35 % dari seluruh penduduk berusia 15 tahun keatasadalah orang yang mencari pekerjaan atau yang biasa disebut penganggur dan dapat juga disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) (BPS Kabupaten Alor, 2012) (Tabel 2.5). Tabel 2.5.
Jumlah Angkatan Kerja di Alor menurut Jenis Kelamin (1999-2011)
Tahun *) *) *) *) *) *) *)
Laki-laki Perempuan 1999 40.406 29.331 2000 41.022 29.773 2001 42.721 32.529 2002 43.742 32.820 2003 45.035 32.872 2005 46.805 35.638 2006 47.809 34.451 2008 49.814 35.964 2009 49.723 44.429 2010 47.489 41.659 2011 48.540 39.408 Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional 2011 *) Data hasil Survei Ekonomi Nasional 1998-2006
Jumlah 69.737 70.795 75.250 76.562 77.907 82.443 82.260 82.260 94.152 89.148 87.948
2.3.2.Kondisi Ekonomi Kondisi ekonomi yang akan dibahas pada sub bab ini adalah kondisi ekonomi dalam lingkup satu kabupaten Alor, mengingat kegiatan di daerah pesisir Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada meningkatnya jumlah angkatan kerja.Fenomena yang terjadi adalah peningkatan jumlah penduduk seyogyanya diiringi dengan ketersediaan pangan-sandang-papan.Peningkatan jumlah penduduk perlu diwaspadai mengingat adanya peningkatan kebutuhan ruang dan mata pencarian.Berkaitan dengan aspek perekonomian, kecepatan pertumbuhan kegiatan ekonomi harus
lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahan jumlah orang yang mencari pekerjaan. Kondisi ini sangat diperlukan untuk memperkecil tingkat pengangguran terbuka.Jika pertumbuhan ekonomi tetap atau bahkan menurun, dan tidak sebanding dengan pertambahan laju perumbuhan pencari kerja, maka jumlah orang yang tidak tertampung dalam suatu lapangan pekerjaan makin banyak.Sebaliknya jika perekonomian suatu daerah dalam keadaan makmur maka semakin sedikit jumlah orang yang menganggur (mencari pekerjaan).Dalam kegiatan perekonomian, penduduk memiliki peran ganda, yaitu sebagai subyek sekaligus obyek dari kegiatan ekonomi.Oleh karena itu perubahan jumlah penduduk hendaknya selalu dicermati dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi. Disatu sisi bertambahnya jumlah penduduk suatu wilayah berartipula sebagai peningkatan jumlah tenaga kerja yang siap mengambil peran dalam berbagai kegiatan ekonomi. Disisi lain bertambahnya jumlah penduduk ini juga menuntut peningkatan kapasitas perekonomian wilayah bersangkutan agar mutu hidup dan kesejahteran penduduk dapat terjamin. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Alor dapat dilihat dari pertumbuhan nilai PDRB dengan tahun dasar 2000 yang dapat dibagi menjadi dua yaitu,pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku dan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Alor selama tiga tahun terakhir terlihat berfluktuasi. Atas dasar harga konstan, pada tahun 2008 sebesar 4,59 persen mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi sebesar 4,30 persen. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 4,86 persen yang mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur sendiri, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 adalah 4,81 persen dan menurun pada tahun 2009 menjadi 4,24 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 mengalami kenaikan menjadi 5,13 persen (Indikator Ekonomi Kabupaten Alor, 2011). Struktur ekonomi Kabupaten Alor sampai dengan tahun 2010 masih bertumpu pada sektor Pertanian.Hal ini dapat dilihat pada proporsi sumbangan sektor pertanian yang cukup besar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Alor.Sektor-sector diluar sektor pertanian yang diharapkan dapat berkembang adalah sector industri, perdagangan, transportasi dan komunikasi serta jasajasa. Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai komposisi terbesar dalam perekonomian Kabupaten Alor yang terlihat semakin berkurang perannya dari tahun-tahun,walaupun pergeseran-pergeseran peran dari sektor lainnya belum terlihat
dengan jelas.Pada tahun 2010 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Alor mencapaii 35,52 persen. Lebih rendah dari tahun 2009 dan tahun 2008 yang sebesar 36,46 persen dan 36,53 persen. Untuk pembentukan PDRB tahun 2010,kontribusi terbesar sektor pertanian adalah pada tanaman bahan makanan, diikuti dengan tanaman perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Mengacu pada Indikator Ekonomi Kabupaten Alor tahun 2011, PDRB Suatu wilayah sebenarnya hanya menunjukkan ukuran ekonomi dari wilayah yang bersangkutan. Dengan demikian PDRB kurang dapat dipergunakan untuk melihat tingkat kemakmuran penduduk di suatu wilayah.Salah satu ukuran yang umum digunakan sebagai indikator untuk melihat tingkat kemakmuran penduduk adalah pendapatan perkapita, yaitu rata-rata pendapatan regional dibagi dengan jumlah penduduk. Secara umum pendapatan perkapita Kabupaten Alor dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2008 sebesar Rp. 3.427.432, terus meningkat hingga mencapai Rp 3.774.181 pada tahun 2009 dan akhirnya menjadi Rp. 4.100.601 pada tahun 2010. Pada saat yang sama pendapatan perkapita Nusa Tenggara Timur juga terus mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 4.768.486 pada tahun 2008, Rp4.884.655 pada tahun 2009 dan naik hingga mencapai angka Rp. 5.515.943 padatahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pendapatan per kapita penduduk di Kabupaten Alor terus mengalami peningkatan namun jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita Nusa Tenggara Timur maka pendapatan per kapita di Kabupaten Alor masih relatif kecil, walaupun potensi pertanian termasuk potensi laut dan kelautan di Kabupaten Alor sangat besar. Hal ini dapat menggambarkan bahwa potensi kekayaaan alam yang ada di Kabupaten Alor belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal potensi pertanian termasuk kelautan dapat dijadikan sebagai sektor basis yang akan memberikan multiplier effek bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya di Kabupaten Alor.
2.3.3.Kondisi Sosial dan Budaya Berdasarkan hasil Susenas 2009 dalam BPS Kabupaten Alor (2010), dari 139.024 orang penduduk berumur 10 tahun keatas, terdapat 4.630 orang yang tidak atau belum pernah sekolah, dimana penduduk laki-laki sebanyak 1.066 orang sedangkan perempuan sebanyak 3.564 orang menurut status sekolahnya. Jumlah penduduk yang tidak bersekolah lagi menurut status sekolahnya sebanyak 106.352 orang yang terdiri atas 52.938 laki-laki dan 53.414 perempuan.
Di Kabupaten Alor, penduduk yang tidak atau belum mempunyai ijazah sebanyak44.027 orang atau sekitar 31,25 % dari seluruh penduduk berumur 10 tahun keatas yang berada berdasarkan hasil Susenas. Hingga tahun 2009, Kabupaten Alor mempunyai 55 TK, 236 SD, 56 SLTP dan 16 SLTA negeri maupun swasta, yang menyebar merata disetiap Kecamatan. Selain itu juga terdapat 3 Universitas Swasta di ibu kota Kabupaten Alor (Kalabahi).Berdasarkan data BPS Kabupaten Alor (2012), sarana pendidikan di Kabupaten Alor disajikan pada Tabel 2.6, sedangkan banyaknya guru dan rasio guru dan murid di Kabupaten Alor tahun 2009 disajikan pada Tabel 2.7 Tabel 2.6. Banyaknya Sekolah menurut Tingkat Pendidikan Dirinci tiap Pulau di Kabupaten Alor, Tahun 2011
Pulau
TK/
Banyaknya Sekolah SD/MI SMP SMA
N S N S A. Pulau Besar 1. Alor 5 48 99 73 2. Pantar 11 36 26 3. Pura 6 2 B. Pulau Kecil 1. Ternate 2 1 2. Buaya 1 1 3. Nuha Kepa 4. Tereweng 1 5. Kura 6. Marica 1 1 Alor 60 53 146 103 Keterangan: N= Negeri, S= Swasta Sumber: Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Alor (2012) Tabel 2.7.
Universi tas N S
N
S
N
S
38 14 2
11 1 -
13 4 -
7 2 -
-
3 -
1 1 56
13
17
9
-
3
Kabupaten Alor dalam BPS
Banyaknya Guru, Murid dan Rasio Murid terhadap Guru menurut tingkat pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, dirinci tiap kecamatan di Kabupaten Alor (2010)
Kecamatan 1. Pantar 2. Pantar Barat 3. Pantar Timur
TK Guru Murid Rasio 1 56 0,02 2 89 0,02 1 35 0,03
Guru 53 57 103
SD Murid Rasio 1.618 0,03 1.217 0,05 2.152 0,05
Kecamatan
TK Guru Murid Rasio -
Guru 32
0,02
99
1.911
0,05
0,05
169
4.191
0,04
0,07 0,06 0,08
34 79 70 78
1.357 1.607 1.581 1.461
0,03 0,05 0,04 0,05
0,06 0,08 0,05
27 297 72 173
800 6.519 1.044 3.032
0,03 0,05 0,07 0,06
0,10
114
1.972
0,06
4. Pantar Barat Laut 5. Pantar 5 292 Tengah 6. Alor Barat 11 244 Daya 7. Matanru 8. Alor Selatan 3 41 9. Alor Timur 3 53 10. Alor Timur 13 168 Laut 11. Pureman 12. Teluk Mutiara 69 1.083 13. Kabola 7 84 14. Alor Barat 15 290 Laut 15. Alor Tengah 7 70 Utara 16. Lembur 1 77 17. Pulau Pura ALOR 138 3.994 Sumber: Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Alor (2012) Tabel 2.8
5. 6. 7. 8. 9. 10.
0,01 49 984 0,05 39 866 0,04 0,05 1.539 33.091 0.05 Kabupaten Alor dalam BPS
Banyaknya Guru, Murid dan Rasio Murid terhadap Guru menurut Tingkat Pendidikan SMP dan SMA, dirinci tiap kecamatan di Kabupaten Alor (2010)
Kecamatan 1. 2. 3. 4.
SD Murid Rasio 779 0,04
Pantar Pantar Barat Pantar Timur Pantar Barat Laut Pantar Tengah Alor Barat Daya Matanru Alor Selatan Alor Timur Alor Timur Laut
Guru 26 7 22 8
SMP Murid 474 471 481 209
35 71
693 1.373
0,05 0,05
4 19
86 379
0,05 0,05
11 11 15 17
196 358 328 451
0,06 0,03 0,05 0,04
1 2 2
29 57 20
0,03 0,04 0,10
Rasio Guru 0,05 16 0,02 11 0,05 8 0,04 -
SMA Murid 267 401 126 -
Rasio 0,06 0,03 0,06 -
Kecamatan 11. 12. 13. 14. 15.
Guru 6 189 22 70 35
SMP Murid 129 3.715 401 1.129 598
SMA Rasio Guru Murid 0,05 0,05 244 4.459 0,05 14 106 0,06 3 142 0,06 22 499
Rasio 0,05 0,13 0,02 0,04
Pureman Teluk Mutiara Kabola Alor Barat Laut Alor Tengah Utara 16. Lembur 1 46 0,02 17. Pulau Pura 14 265 0,05 ALOR 560 11.257 0,05 326 6.571 0,05 Sumber: Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Alor dalam BPS Kabupaten Alor (2012) Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan bagian dari budaya suatu komunitas.Di Kabupaten Alor terdapat berbagai ragam bahasa sebagai pengantar berkomunikasi.Sebagian besar dari bahasa-bahasa tersebut berhubungan dengan bahasa-bahasa Papua, kecuali bahasa yang dipakai oleh beberapa komunitas nelayan di daerah pesisir yang umumnya diakui sebagai bahasa Alor, bahasa yang memiliki hubungan dengan bahasa Lamaholot, salah satu bahasa dalam rumpun bahasa Austronesia yang dipakai di Flores Timur. Selain bahasa, kesenian, adat istiadat, dan kearifan lokal juga merupakan bagian budaya masyarakat setempat. Keragaman bahasa dapat diikuti menurut pendapat dua hasil studi berikut: a) Menurut Stokhof (1975) terdapat 13 rumpun bahasa di Kabupaten Alor: Alor (Alor rese/Alurung), Lamma, Kui/Kiraman, Kafoa, Tewa, Blagar, Nedebang, Kelon, Kabola, Abui, Woisika, Kolana, Tanglapui. b) Selain itu, menurut Grimes et all (1997), terdapat 17 rumpun bahasa di Kabupaten Alor yaitu : Alor (Alorese/Alurung), Abui, Blagar, Hamap, Kabola, Kafoa, Kamang, Kelong, Kui, Kula, Lamma, Nedebang, Retta, Sawila, Tereweng, Tewa, ersing. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan (Survey Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir – WWF Solor Alor Project, 2008), masyarakat Kabupaten Alor sangat majemuk dalam berbagai dimensi kehidupan. Kemajemukan atau pluralitas itu menjadi bagian dari kekayaan Kabupaten Alor. Beberapa sumber sejarah mengungkapkan bahwa sebelum agama-agama memasuki wilayah Alor, masyarakat asli telah hidup menyatu berkaikatan keturunan yang sama, warisan budaya yang sama, warisan tanah suku dan harta material yang sama, perkawinan antar
individu dengan keterlibatan keluarga dan suku yang selanjutnya membentuk sebuah keluarga besar. Relasi sosial antar warga masyarakat wilayah ini diwarnai oleh pola relasi kekerabatan yang begitu kuat. Pola relasi kekerabatan dimaksud adalah ikatan keanggotaan seseorang individu kedalam suatu keluarga yang terbina secara vertikal dan horisontal baik lewat perkawinan maupun lewat keturunan darah. Kemajemukan yang ada dieratkan oleh semangat saling menghargai, bekerjasama, rasa persaudaraan dan kekeluargaan. Hal ini dapat ditemukan dan dibaca dari ungkapan-ungkapan tradisional yang banyak berkisah tentang pentingnya membangun kerjasama dan semangat kekeluargaan untuk membangun pulau kenari (Kabupaten Alor). Masyarakat Alor, sudah sejak lama memiliki konsep aliansi tradisional yang disebut ”Bela” sebagaimana di ungkapkan Gomang (1994) dalam (WWF, 2008), Bela dibentuk melalui upacara yang disebut ” Bela Baja ” yaitu upacara ritual untuk menjalin rasa persaudaraan diantara sesama tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Keragaman bahasa merupakan salah satu ciri kekayaan budaya suatu daerah. Dinamika kelompok sebagai salah satu ciri kehidupan sosial kemasyarakatan di Kabupaten Alor ditandai dengan terbentuknya berbagai jenis lembaga untuk mengakomodasi seluruh aktivitas sosial.Sebagai contoh, di Desa Blang Merah, terdapat beberapa lembaga desa yang berperan dalam kehidupan sosial dan pemerintahan yaitu Pemerintah Desa, Lembaga Adat, Badan Perwakilan Desa, PKK. Selain itu juga ada kelompokkelompok di masyarakat yang dibentuk oleh dinas-dinas yang ada di kabupaten maupun atas inisiatif masyarakat setempat seperti: Kelompok nelayan, tani dan ternak, rumput laut, karang taruna, adat, tenun, remaja masjid, kelompok bangunan dan lain-lain(WWF Solor Alor Project, 2008). Keberadaan lembagalembaga tersebut menunjukkan dinamika hidup berkelompok dalam masyarakat cukup tinggi. Selain keberadaan lembaga sebagai salah satu bentuk dinamika kelompok yang cukup baik, pembagian tugas dan tanggungjawab pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama telah menjadi kebiasaan hidup bersama.Sebagai contoh, di Desa Kayang, dalam melakukan suatu kegiatan seperti pembangunan rumah ibadah, maka setiap suku memiliki pembagian peran dan tanggungjawabnya masing-masing. Misalnya: ketika membangun tempat ibadah (Masjid), suku Muko Bao mengerjakan bangunan masjid bagian Timur, suku Marisa mengerjakan bangunan Masjid bagian Utara, suku Pagorang mengerjakan bangunan Masjid bagian Barat dan suku Buto Tonu mengerjakan bangunan
Masjid bagian Selatan(Survey Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir - WWF Solor Alor Project, 2008). 2.4. Kegiatan Perikanan dan Kelautan Berdasarkan hasil kajian tentang pola pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di beberapa desa di Kabupaten Alor sebagaimana dilakukan oleh WWFSolor Alor Project (2008), diketahui cara penangkapan ikan dan kegiatan kehidupan lainnya, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.9a dan 2.9b, Tabel 2.9a. Jenis alat tangkap Pukat jaring atau pukat senar
Panah
Pancing (no 7. 10.12)
Pukat Pantai
Pola Pemanfaatan SDA oleh Nelayan Merang, Kayang dan Marisa Tahun 2008
Blang
Lokasi tangkapan
Target utama penangkapan
Waktu penangkapan
Perairan Blang Merang, Perairan P. Batang dan Lapan, selat Pantar dan perairan Lembata, P. Rusa dan P. Kambing
1) Ikan Putih atau ikan belah tiga 2) Ikan Lamoru 3) Belo-belo 4) Ikan Kombong Ikan-ikan dasar/ikan karang (kerapu, sunu. Kakap dll)
Sore ( 16.0019.00) dan pagi ( 05.0011.00)
Ikan karang (kerapu, sunu, kakap, ikan putih, ikan merah.
Sore ( 17.00 – pkl. 19.00, 17.00-06.30 Pagi, 05.0011.00)
Ikan tembang
Tergantung musim ikan naik.(sore atau pagi/siang
Perairan Blang Merang, Perairan P. Batang dan Lapan, selat Pantar dan perairan Lembata, P. Rusa dan P. Kambing Perairan Blang Merang, Perairan P. Batang dan Lapan, selat Pantar dan Kambing perairan Lembata, P. Rusa dan P. Perairan Blang Merang, Perairan P. Batang dan Lapan, selat Pantar dan perairan Lembata,
Pagi (08.0011.00) Sore (15.00-17.00)
Jenis alat tangkap Serok, parang, pisau, tombak Tali nilon, tali rafia, pisau,
Lokasi tangkapan P. Rusa dan P. Kambing Sekitar perairan P. Lapan, a Kayang. perairan P. Kangge dan Perairan P. Lapan dan depan perairan Blang Merang
Target utama penangkapan
Waktu penangkapan
Pengambilan hasil laut ketika pasang surut (meti) Rumput laut Setiap 45 hari dilakukan penanaman dan perawatan setiap hari (saat pasang surut) Sumber: Survey Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir - WWF Solor Alor Project, 2008) Tabel 2.9b.
Siput, kima, teripang, lola, batu laga,
Pola Pemanfaatan SDA oleh Nelayan Kelurahan Kabir, Adang dan Kabola Tahun 2008
Jenis alat tangkap Lampara/purse seine
Pukat hanyut
Lokasi tangkapan Perairan Kabir, P. Ba-tang, P. Lapan, Selat Pantar, P. Perairan Kokar, P. Buaya, Ternate, Perairan Lembata Perairan Kabir, P. Batang, P. Lapan, Selat Pantar, P. Perairan Kokar, P. Buaya, Ternate
Target utama penangkapan 1. Ikan Layang 2. Ikan Tongkol 3. Ikan Cakalang
Waktu penangkapan Operasinya pada malam hari dan siang hari
Ikan Kombong, tongkol, melus, lamoru, belobelo dll
Malam (18.00– 06.00), Siang (03.00–11.00)
Jenis alat tangkap Pancing Rawe/pancing Layang
Jaring/waring
Panah
Pancing Dasar
Serok, parang, pisau, tombak
Tali nilon, tali
Lokasi tangkapan Perairan Kabir, P. Batang, P. Lapan, Selat Pantar, P. Buaya, Ternate, P. Sika dan P. BatutaraLembata Perairan Kabir, P. Batang, P. Lapan, Selat Pantar, P. Perairan Kokar, P. Buaya, Ternate Perairan Kabir, P. Batang, P. Lapan, Selat Pantar, P. Perairan Kokar, P. Buaya, Ternate Depan perairan Kabola, Kabir, Kokar, selat Pantar, Teluk Benlelang, Maimol, P. Sika Sekitar pesisir Adang, Kokar, Kabola, P. Sika Perairan
Target utama Waktu penangkapan penangkapan Ikan tuna, Pagi (07.00cakalang, 11.00) Sore ikan layang (14.00-17.30)
Ikan lure/sardine
Sore 06.00)
(17.00-
Ikan-ikan dasar/ikan karang (kerapu, sunu. Kakap dll)
Pagi 11.00) Sore 17.00)
(08.00-
Ikan karang (kerapu, sunu, kakap, ikan putih, ikan merah.
Sore (17.00– 19.00, 17.0006.30 ) Pagi (05.0011.00)
Siput, kima, teripang, lola, batu laga,
Pengambilan hasil laut ketika pasang surut (meti)
Rumput laut
Setiap 45 hari
(15.00-
Jenis alat tangkap rafia, pisau,
Lokasi tangkapan Kabir
Target utama penangkapan
Waktu penangkapan dilakukan penanaman dan perawatan setiap hari (saat pasang surut) Pukat dasar Perairan Ikan Sepanjang Kabir, P. batu/ikan musim Batang, P. karang, pari , Pkl. 17.00 – Lapan, Selat kepiting. lepas jaring Pantar, P. Pkl. 21.00 – Perairan angkat dan Kokar, P. lepas jaring Buaya, lagi Ternate Pkl. 06.00 – angkat jaring Sumber: Survey Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir - WWF Solor Alor Project, 2008)
Kegiatan perikanan dan kelautan yang dilakukan oleh masyarakat bukan hanya sekedar menangkap dan memperoleh hasil tangkapan, melainkan juga sistem pemasaran hasil perikanan yang menjadi kebiasaan para nelayan. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh Tim WWF Indonesia Solor Alor Project(2008), sistem penjualan danmekanisme pasar yang di lakukan oleh para nelayan dan petani rumput laut di tiga desa (Desa Blang Merang, Desa Kayang dan Desa Marisa) sebagai berikut: a) Hasil tangkapan (Ikan) dijual didalam kampung, selain itu pembakul ikan/papalele (lebih banyak pembakul adalah istri dari bapak-bapak nelayan) menjual ikan ke pasar Baranusa, Ps. Kabir, Ps. Maliang, Ps. Air Panas dan Ps. Wairiang-Lembata. Beberapa pasar tersebut merupakan tempat transaksi antara penjual dan pembeli. b) Hasil laut non ikan (Siput, teripang, kima, lola ) dijual langsung ke pengusaha/pengumpul di Kabir dan pengumpul di Wairiang. c) Hasil Rumput laut petani rumput laut menjual ke para pedagang yang ada di masing-masing desa pedangang menjual ke pengusaha rumput laut yang ada di Kabir dan Wairiang. Masyarakat Blang Merang menjual agar-agar ke Pengusaha di Kabir. Sedangkan desa Kayang dan Marisa
menjual agar-agar ke pengusaha di Wairiang, Kabupaten Lembata. d) Harga ikan biasanya ditentukan oleh banyak sedikitnya ikan yang ada di pasaran, kalau pada waktu bulan gelap biasanya harga ikan murah karena ikan banyak, sedangkan pada bulan terang harga ikan lebih mahal karena jarang/sedikit ikan. Atau tergantung pada musim, dimana pada musimmusim tertentu ikan-ikan jenis tertentu tidak ada maka harga ikan itu akan mahal, kalau ikan itu banyak ditangkap berarti harganya lebih murah.Harga ikan hasil tangkapan dari nelayan di Desa Blang Merang disajikan pada Tabel 2.10. Tabel 2.10
Harga ikan di Blang Merang Tahun 2008
Jenis Ikan Ikan Kaok Ikan merah Ikan melus Ikan Belo-belo Ikan putih
Jual ke Papalele, Jual di kampung Di dalam kampung dan papalele Di dalam kampung dan papalele
Harga penjual Rp. 10.000/3 ekor Rp. 10.000/3 ekor Rp. 5000/7 ekor Rp. 1.000/ekor Rp. 20.000/ 6 ekor
Ikan kerapu Batu lola Teripang
Rp. 10.000/ ekor Pengumpul di Kabir Rp. 45.000/Kg Pengumpul di Kabir Rp. 25.000150.000/Kg Batu laga Pengumpul di Kabir Rp. 100.000/Kg Akar bahar Pengumpul Rp. 2500/Kg Rumput laut Pengumpul di Kabir Rp. 4.500-5.500/Kg Sumber: Survey Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir - WWF Solor Alor Project, 2008) Sistem penjualan dan mekanisme pasar yang di lakukan oleh para nelayan Kabir, Adang dan Kabola dan petani rumput laut Blang Merang sebagai berikut: 1)
Kelurahan Kabir. Hasil tangkapan (Ikan) dari nelayan dijual kepada () Pengumpul/papalelel selanjutnya dijual ()didalam kampung dan pasar Baranusa, Ps. Kabir, Alor Kecil dan Kalabahi konsumen. Hasil laut seperti siput, kima dan teripang, nelayan langsung menjual ke pedagang di Kabir.
2)
Kelurahan Adang. Hasil tangkapan (Ikan) dari nelayan Pengumpul/papalele jual di kampung, Ps. Alor Kecil dan Ps. Kalabahi.
3)
Kelurahan Kabola. Hasil tangkapan (Ikan) dari nelayan Pengumpul/papalele jual di kampung, Ps. Maimol dan Ps. Kalabahi.
Harga jual untuk tiap hasil jenis tangkapan berbeda, tergantung dengan musim dan waktu bulan. Ketika bulan gelap jumlah ikan banyak dan harga ikan murah dibandingkan saat bulan terang, jumlah ikan sedikit dan harga ikan meningkat. Nelayan menjual ikan ke pengumpul/papalele biasanya dalam bentuk ember/bokor, ekor, Kg dan nato atau ikat. Harganya bervariasi karena tergantung pada ukuran dan jenis ikan. Harga ikan di Desa Kabir dan Adang disajikan pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11.
Harga Ikan di Desa Kabir dan Adang Tahun 2008
Jenis Ikan
Jual ke
Ukuran
Tuna, Cakalang
Papalele,
1-1,5 meter
Belo-belo
Papalele
Campur an
Kombong
Papalele
Penjual Harga(R Satua p) n 150.000 ekor s/d 450.000 50.000 s/d 100.000 5.000
Konsumen Harga Satu (Rp) an 200.0 ekor 00s/d 500.0 00
75 ekor/ bak ekor
Campur an Tongkol Papalele Campur 50.000 bak an Ikan Jual di Campur 15.000 3 ekor karang kampung an s/d (kerapu, /papalel (kecil, 45.000 sunu) sedang) Sumber: Survey Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir - WWF Solor Alor Project, 2008) Sebagai daerah yang terdiri atas beberapa pulau, Kabupaten Alor memiliki potensi pengembangan perikanan khususnya perikanan tangkap. Berdasarkan data BPS Kabupaten Alor (2010), tercatat 4.414 rumah tangga yang memiliki mata pencarian di bidang perikanan, atau sekitar 10,75% rumah tangga menggantungkan kehidupannya pada sektor perikanan. Jumlah rumah tangga dan usaha perikanan yang dikembangkan disajikan pada Tabel 2.12, sedangkan alat tangkap yang digunakan disajikan pada Tabel 2.13.
Tabel 2.12.
Jumlah Rumah Tangga Usaha Perikanan Laut menurut Katagori Usaha dan Kecamatan di Kabupaten Alor (2011)
Kecamatan
1. 2. 3. 4.
Pantar Pantar Barat Pantar Timur Pantar Barat Laut 5. Pantar Tengah 6. Alor Barat Daya 7. Matanru 8. Alor Selatan 9. Alor Timur 10. Alor Timur Laut 11. Pureman 12. Teluk Mutiara 13. Kabola 14. Alor Barat Laut 15. Alor Tengah Utara 16. Lembur 17. Pulau Pura ALOR
Tanpa Perahu Tanpa Perah Motor u Juku Perah ng u Papan 35 212 18 15 108 7 18 178 16 12 123 8
Perah u Motor Temp el 112 31 105 16
Kapa Ju l mMoto lah r 73 12 24 7
450 173 341 166
14 38
171 181
15 18
21 16
6 11
227 264
20 12 38 18
98 16 181 86
7 2 12 8
18 3 37 16
5 1 10 3
148 34 278 131
18 53 38 73
88 118 156 207
8 12 35 23
11 105 95 136
5 18 38 86
130 306 362 525
61
137
15
58
8
279
18 56 537
98 218 2.376
4 30 238
8 116 904
3 15 325
131 435 4.3 8
Sumber: BPS Kabupaten Alor (2012) Tabel 2.13.
Kecamatan
1. Pantar 2. Pantar
Jumlah Alat Penangkapan Ikan, Usaha Perikanan menurut Jenis Alat dan Kecamatan di Kabupaten Alor (2011) Paya Pukat Jaring Bubu Bagan Pancin Panci ng Panta Insan Perahu g ng i g / Rakit Tonda Lainn ya 3 2 196 86 88 238 1 109 73 31 98
Kecamatan
Paya Pukat Jaring Bubu Bagan Pancin Panci ng Panta Insan Perahu g ng i g / Rakit Tonda Lainn ya
Barat 3. Pantar Timur 4. Pantar Barat Laut 5. Pantar Tengah 6. Alor Barat Daya 7. Matanru 8. Alor Selatan 9. Alor Timur 10. Alor Timur Laut 11. Pureman 12. Teluk Mutiara 13. Kabola 14. Alor Barat 2 Laut 15. Alor Tengah Utara 16. Lembur 17. Pulau Pura ALOR 6 Sumber: BPS Kabupaten
2
205
98
-
69
118
-
83
18
-
15
31
-
96
86
-
10
18
-
105
18
-
18
35
-
32 8 107 38
15 -
-
11 3 21 12
18 12 103 86
-
18 176
-
19
9 71
58 105
2 2
216 237
28 112
-
86 73
97 115
-
83
-
5
18
96
289 823
24
16 267 8 1.992 Alor (2010)
9 18 73 113 617 1.359
2.4.1.Spesies Ekonomi Penting dan Metoda Penangkapan Hasil laut yang paling bernilai ekonomis adalah gergahing, kerapu dan kakap pada perikanan demersal, sedangkan pada perikanan pelagis adalah tuna, tongkol,layang (belobelo), Selar, dan marlin. Untuk alat tangkap ikan demersal, Jaring insang dasar, pancing(ulur) dan bubu merupakan jenis peralatan dimana kebanyakannelayanmenggunakannya, sedangkan untuk ikan pelagis, jaring insang hanyut, pancing tonda, jala lompo dan bagan yang sering digunakan.Untuk alat bantu penangkapan ikan digunakan rumpon laut dalam (> 200 m).
Metoda penangkapan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelestarian sumberdaya ikan dan non ikan. Metode penangkapan ikan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh WWF Solor AlorProjecttahun 2012, terkait analisis EAFM (WWF, 2010) tentang komposit domain teknis penangkapan ikan denganmenggunakan enam indikator, sebagaimanadisajikan pada Tabel 2.14. Tabel 2.14.
INDIKATOR
Analisis Komposit Domain Teknis Penangkapan Ikan
DEFINISI / PENJELASAN
Metode penangkap an ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal
Pengguna an alat dan metode penangka pan yang merusak dan atau tidak sesuai peraturan yang berlaku.
Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan.
Pengguna an alat tangkap dan alat bantu yang menimbul kan dampak negatif terhadap SDI
MONITO RING/PEN GUMPULAN Laporan hasil pengawas perikana n, survey
Sampling ukuruan ikan target/ik an dominan.
KRITERIA
SKOR
BOBOT (%)
1=frekuen si pelanggara n > 10 kasus per tahun; 2= frekuensi pelanggara n 5-10 kasus per tahun ; 3= frekuensi pelanggara n <5 kasus per tahun 1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm ; 2 = 2550% ukuran target spesies < Lm 3 = <25%
1
30
30
3
25
75
NILAI
INDIKATOR
DEFINISI / PENJELASAN
Fishing capacity dan Effort
Besarnya kapasitas dan aktivitas penangka pan
Selektivitas penangkapan
Aktivitas penangka pan yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragama n hasil tangkapa n
Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal
Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal
MONITO RING/PEN GUMPULAN
KRITERIA
ukuran target spesies < Lm Interview, 1 = R kecil survey, dari 1; logbook 2=R sama dengan 1; 3=R besar dari 1 Statistik 1= Perikana rendah (> n 75%) ; Tangkap, 2 = sedang logbook, (50-75%) survey 3= tinggi(kur ang dari 50%) penggunaa n alat tangkap yang tidak selektif) Survey/ 1= monitorin kesesuaia g fungsi, nnya ukuran rendah dan (lebih dari jumlah 50% kapal. sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 2= kesesuaia nnya sedang
SKOR
BOBOT (%)
NILAI
2
15
30
3
15
45
1
10
10
DEFINISI / PENJELASAN
INDIKATOR
Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.
Kualifikas i kecakapa n awak kapal perikana n.
MONITO RING/PEN GUMPULAN
Sampling kepemilik an sertifikat
KRITERIA (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 3= kesesuaia nnya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal 1= Kepemilika n sertifikat <50%; 2= Kepemilika n sertifikat 50-75%; 3= Kepemilika n sertifikat >75%
SKOR
BOBOT (%)
NILAI
1
5
5
Agregat
195
Sumber: WWF Solor Alor Project (2012) Metode penangkapan yang disarankan dikembangkan adalah metode penangkapan yang ramah lingkungan.Metode penangkapan ramah lingkungan dapat diartikan sebagai kegiatan penangkapan yang selektif dan tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan.Kegiatan penangkapan selektif mengatur tentang ukuran ikan yang ditangkap, musim dan lokasi penangkapan untuk
meminimalkan tertangkapnya biota yang bukan target penangkapan. Namun demikian, di Kabupaten Alor masih dijumpai adanya kegiatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan Berdasarkan hasil penelitian terhadap 133 responden yang tersebar di 14 desa pesisir menginformasikan bahwa terdapat aktivitas perikanan yang merusak dengan jumlah rata-rata frekuensi aktivitas sebanyak 16 kasus per tahun sejak 2011-2012, dari jumlah tersebut 97,1% responden menyebut bom ikan sebagai penyebab terbesar, dan 2,9% akibat penggunaan potasium. Lokasi yang menjadi wilayah aktivitas merusak tersebut antara lain: Tanjung Kumbang, Tanjung Margeta, Buraga, Marataing, Manatang, Lamalu, Pulau Kangge, Pulau Rusa, Pulau Lapang, Pulau Batang, Perairan Blangmerang, Tanjung Ara, Ilawei, Tanjung Sibela, dan Tanjung Umafutung (WWF Solor Alor Project, 2012). Berkaitan dengan penangkapan yang tidak sengaja terhadap biota yang dilindungi, sudah seharusnya pemerintah melakukan pengaturan lokasi penangkapan dengan memperhatikan ruaya atau migrasi biota tersebut. Berdasarkan hasil penelitian WWF Solor Alor Project (2012), sepanjang tahun 2011, data hasil penelitian menunjukkan bahwa masih tertangkapnya spesies-spesies yang dilindungi yaitu: Penyu 64 ekor, Lumba-lumba 18 ekor, Batu laga 14 ekor, Duyung 3 ekor, dan Paus 1 ekor. Prinsip kehati-hatian berlaku pada indikator ini setidaknya penangkapan ETP lebih dari 3 ekor sudah tergolong buruk. Hal ini dikarenakan jenis-jenis ETP sebagai bagian ekosistem dan rantai makanan jika mengalami ketidakstabilan akan berpengaruh terhadap ekosistem yang ada. Dikarenakan tidak semua jenis biota ETP dipahami oleh masyarakat, oleh karena itu perlu adanya sosialisasi mengenai jenis-jenis biota ETP disetiap kegiatan kemasyarakat dan juga adanya penerapan aturan yang tegas dalam perdagangannya merupakan salah satu solusi dalam mengurangi pemanfaatan biota yang terancam punah, rentan punah dan diindungi. Kondisi tersebut terjadi disebabkan oleh banyak faktor diantaranya kurangnya pemahaman masyarakat tentang biota-biota yang dilindungi.WWF Solor Alor Project (2012) melaporkan bahwa di nelayan di lokasi penelitian tidak seluruhnya memahami jenis-jenis biota yang dilindungi tersebut. 97,74% responden menyatakan jenis biota yang dilindungi antara lain : paus, lumba-lumba, penyu, hiu, duyung, akar bahar dan batu laga. 1,5% responden tidak
memahami jenis biota yang dilindungi dan 0,75% tidak menjawab. Kenyataan ini harus menjadi catatan bagi para pemangku kepentingan yang akan mengembangkan KKPD Kabupaten Alor secara berkelanjutan. 2.4.2.Produktivitas Perikanan Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Kabupaten Alorsebagai salah satu kabupaten kepulauan di Nusa Tenggara Timur memiliki potensi perikanan dan kelautan dengan kewenangan pengelolaan 4 mil dari wilayah darat. Berdasarkan data BPS Kabupaten Alor tahun 2010, produksi perikanan menurut sektor dan kecamatan disajikan pada Tabel 2.15. Tabel 2.15.
Kecamatan 1. Pantar 2. Pantar Barat 3. Pantar Timur 4. Pantar Barat Laut 5. Pantar Tengah 6. Alor Barat Daya 7. Matanru 8. Alor Selatan 9. Alor Timur 10. Alor Timur Laut 11. Pureman 12. Teluk Mutiara 13. Kabola
Produksi Perikanan, Sarana Penangkapan menurut Sektor dan Kecamatan di Kabupaten Alor Tahun 2011 Perikana Peraira n Laut n umum (Ton) (Ton) 4.997 1.825 1.628 2.644
Tamba k (Ton)
Total (Ton)
-
Kola m (Ton) -
6.822 4.272
1.571
-
-
-
1.571
1.946
11.154
-
-
13.10 0
242
-
-
-
242
190
65
-
1,3
255
1.234 27
-
-
0,4
1.234 27
186
-
-
-
186
97
-
-
0,2
97
94 1.162
856
4,8
1,8
94 2.018
1.624
347
-
-
1.971
Kecamatan 14. Alor Barat Laut 15. Alor Tengah Utara 16. Lembur 17. Pulau Pura ALOR
Perikana Peraira n Laut n umum (Ton) (Ton) 3.436 112
Tamba k (Ton)
Total (Ton)
3,2
Kola m (Ton) -
3.548
75
-
-
-
75
53 332
-
-
-
53 332
18.893
17.003
8,0
3,7
35.89 4
Sumber: BPS Kabupaten Alor (2012) Tabel 2.15 menggambarkan bahwa dalam tahun 2011 produksi perikanan baik laut maupun darat berjumlah 35.894 ton dan produksi perikanan terbesar dari sektor perikan laut sebanyak 18.893 ton atau 53 %. Produktivitas perikanan tersebut perlu dikelola dengan baik sedemikian sehingga pemanfaatan dalam bentuk pengembangan perikanan dapat berlanjut sementara kelestarian sumberdaya ikan tetap terjaga. Guna mengetahui efektvitas penangkapan di Kabupaten Alor, beberapa kajian telah dilakukan diantaranya adalah penilaian keberlanjutan sumberdaya ikan dengan menggunakan indikator Catch Per Unit Effort (CPUE). CPUE didefinisikan sebagai laju tangkap perikanan per tahun yang diperoleh dengan menggunakan data time series, minimal selama 5 tahun.Sedangkap effort atau upaya penangkapan ikan itu sendiri diartikan jumlah waktu yang dihabiskan untuk menangkap ikan di wilayah perairan tertentu. Tujuan perlunya menganalisa indikator ini adalah untuk mengetahui trend perubahan stock perikanan dari waktu ke waktu. Trend CPUE yang cenderung menurun, dapat dijadikan sebagai indikasi dampak negatif terhadap stok ikan atau bahkan kecenderungan overfishing. Oleh karena itu nilai CPUE tertinggi adalah ketika penangkapan ikan yang banyak namun tetap memberikan ruang ikan untuk bereproduksi dan berkembang untuk terus mendukung penangkapanyang lestari (WWFSolor AlorProject, 2012). Lebih lanjut dijelaskan bahwa berdasarkan data CPUE dan persepsi responden terdapat perbedaan dalam kondisi
produksi hasil tangkapan nelayan, hal ini disebabkan penurunan hasil tangkapan yang terjadi didominasi pada nelayan dengan alat tangkap pancing dan jaring insang pada perikanan demersal dan pelagis.Komoditi yang dianggap berkurang dalam kurun waktu 5 tahun (20072011) adalah kerapu, kakap pada perikanan demersal, sedangkan pada perikanan pelagis adalah tuna, tongkol dan belo-belo.Sedangkan berdasarkan data produksi Kabupaten Alor cenderung meningkat dikarenakan oleh beberapa komoditi saja seperti Ikan Selar, Layang, dan tongkol dengan alat tangkap seperti Lampara dan Jala lompo.Grafik CPUE Kabupaten Alor (2006-2010) disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan analisa data statistik perikanan Provinsi NTT selama 5 tahun (tahun 2006-2010) di Kabupaten Alor bentuk grafik CPUE pada Gambar3 menunjukkan tren kenaikan pada tahun 2006 sampai 2009, dan menurun nilainya pada tahun 2010. Dalam hasil wawancara dengan responden dalam kaitan dengan hasil tangkapan per unit usaha (CPUE), menunjukkan bahwa nelayan menyatakan telah terjadi penurunan hasil tangkap dalam 5 tahun terakhir, dimana 77,44% setuju jika hasil tangkapan berkurang, 18,80% tidak ada kendala dengan hasil tangkapannya, dan 3,76% responden menyatakan bahwa dalam 5 tahun terakhir terjadi kenaikan hasil tangkapan.
Gambar 2.3. Grafik CPUE Kabupaten Alor peridoe 2006 – 2010 (WWF Solor Alor Project, 2012)
Peningkatan produksi tangkapan tiap tahun berdasarkan CPUE tidak menunjukan adanya peningkatan perekonomian nelayan secara umum, karena hanya terbatas pada pemilik modal atau nelayan dengan armada dan alat tangkap yang lebih baik.Oleh karena itu menurunnya hasil tangkapan bagi nelayan pancing dan jaring insang, perlu disikapi dengan baik dalam pemerataan penghasilan nelayan dalam mendukung perekonomian dan kesejahteraan masyarakat pada jenis alat dan komoditi tangkapan tertentu. Memberikan kesempatan pada nelayan pemodal kecil dalam mengakses sumberdaya ikan dengan mengatur effort terhadap penggunaan jaring besar merupakan salah satu solusi pemerataaan hasil tangkapan tersebut dan juga perlu mengakomodir kepentingan nelayan tradisional dalam pengaturan daerah pemanfaatan pada proses pembentukan zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Kabupaten Alor. Produktivitas perikanan tidak saja disajikan berdasarkan data hasil penangkapan dan alat tangkap yang digunakan, melainkan juga informasi berkaitan dengan ukuran ikan dan ukuran juvenil.Data ukuran ikan yang tertangkap dan juvenil diperoleh melalui wawancara dengan para nelayan. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh WWF Solor AlorProjectpada tahun 2012, 61,72% responden (baik untuk nelayan ikan pelagis kecil, pelagis besar dan demersal) lebih setuju ukuran ikan dalam lima tahun terakhir relatif berukuran sama, 36,72% responden menyatakan ukuran ikan yang ditangkap lebih kecil, dan 1,56% responden menyatakan tidak tahu. Secara umum hasil analisa menunjukan pada status sedang atau kriteria 2 yang menyatakan ukuran ikan yang didapatkan dalam 5 tahun terakhir relatif tetap, indikator ini menunjukan bahwa menurut mayoritas persepsi responden perikanan di Kabupaten Alor cenderung belum terjadi penangkapan berlebih. Jumlah responden yang menyatakan ukuran ikan lebih kecil tidak terpaut signifikan dengan yang menyatakan berukuran tetap, umumnya responden dengan hasil tangkapan kerapu dan kakap yang dominan menyatakan terjadinya penurunan ukuran ikan yang tertangkap, hal ini perlu disikapi dengan adanya kebijakan yang menganut kehati-hatian dalam melakukan penambahan effort untuk penangkapan ikan demersal. WWF Solor AlorProject(2012) melaporkan bahwa di Kabupaten Alor pada musim puncak dan musim sedang
rata-rata ikan yuwana (juvenile) yang tertangkap 30% sementara musim paceklik rata-rata 60%. Berdasarkan data interview didapatkan 20,31% responden mendapatkan jenis ikan juvenile berkisar 30-60% dan 79,69% responden tidak menjawab. Spesies ikan juvenile yang sering ditangkap nelayan pada perikanan demersal yaitu: Kerapu, Kakap (Kaburak, Kamera), dan Biji Nangka (Gerot-gerot), sedangkan pada perikanan pelagis seperti ikan Belo-belo (layang), Tongkol, Tuna dan Mane (Sembe). Pemahaman nelayan terhadap identifikasi dan pentingnya penangkapan ikan dewasa masih masih tergolong rendah, berdasarkan wawancara hanya 18,8% responden yang memahami, 78,2% tidak memahami dan 3% tidak menjawab. Hal ini menjadi kendala ketika pengambilan data dengan mayoritas responden tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. Perlu adanya upaya sosialisasi terhadap ukuran tangkap yang layak tiap jenis perikanan ekonomis baik perikanan demersal dan pelagis dan juga perlu adanya menegaskan kembali aturan alat tangkap yang selektif terutama pada ukuran mess size jaring. Upaya selanjutnya adalah perlu adanya pendataan secara berkala terhadap ukuran ikan ekonomis disetiap lokasi pendaratan ikan hasil tangkapan, sehingga akan terlihat tren ukuran penangkapan permusim per alat tangkap (WWF Solor Alor Project, 2012).