LAPORAN PENGAMATAN INSIDENTAL MAMALIA LAUT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR PERIODE MONITORING TAHUN 2009 – 2011
Oleh : Toufik Alansar Khaifin Sutio Ambao
(WWF – ID ) (WWF – ID ) (DKP Kab.Alor )
RINGKASAN EKSEKUTIF Metode yang digunakan dalam pemantauan ini adalah dengan metoda observasi langsung terhadap jumlah mamalia laus seperti Paus, Lumba-lumba dan Duyung (Dugong) serta ikan Pari Manta. Pemantauan pada lokasi-lokasi strategis dimana sering dijumpai mamalia di Kabupaten Alor, dilakukan pencatatan untuk setiap setasean yang teramati serta waktu dan lokasi (koordinat) dicatat dalam formulir yang telah disediakan. Hasil pencatatan menunjukkan pertemuan dengan mamalia laut terbanyak terdapat pada bulan Agustus dan Juni berturut-turut adalah 13 dan 12 kali pertemuan. Sedangkan setasean paling banyak pada bulan Maret sebanyak 357 ekor, walaupun pertemuan yang terjadi pada bulan Maret hanya tujuh kali. Sedangkan jenis setasean terbanyak yang ditemukan di wilayah laut Kabupaten Alor adalah lumba-lumba, jenis spinner dolphin. Jenis paus yang teridentifikasi ialah jenis blue whale (Balaenoptera musculus). Pulau Pantar menjadi daerah yang memiliki titik-titik persebaran mamalia yang cukup merata di sekelilingnya. Sedangkan Pulau Alor, kemunculan mamalia cukup banyak ditemukan di sekitar alor kecil dan Pulau Kepa (Selat Pantar). Daerah ini merupakan tempat pembentukkan upwelling. Menurut masyarakat setempat arus yang dingin ini biasanya berlangsung kira-kira selama dua atau tiga hari setidaknya terjadi setahun sekali. Hal yang perlu menjadi perhatian dari hasil kegiatan ini adalah perlu adanya perhatian serius dari Pemerintah untuk membuat aturan yang melindungi jalur migrasi setasean di Kabupaten Alor. Selain itu perlu disadari bahwa Kabupaten Alor mempunyai potensi yang besar bagi kegiatan pariwisata dan pendidikan, seperti whale watcing. Kegiatan ini dapat mendorong kelestarian ekosistem dan ekonomi masyarakat pesisir. .
PENDAHULUAN Alor merupakan salah satu kabupaten dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten Alor terletak di ujung timur Provinsi NTT dan merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan dengan Republik Timor Leste (Bakosurtanal, 2006). Luas Kabupaten Alor 2864.64 Km2 dan terdiri dari 175 Desa/Kelurahan yang terbagi dalam 17 Kecamatan. Desa/Kelurahan tersebut terbagi lagi menjadi 333 Dusun/Lingkungan, 670 RW/RK, dan 1,548 RT yang merupakan pemerintahan dalam wilayah yang lebih kecil. Jumlah penduduk Kabupaten Alor berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009 adalah 181.913 jiwa (BPS, 2010). Kabupaten Alor merupakan wilayah yang terdiri dari 15 pulau. Sembilan diantaranya merupakan pulau berpenghuni sedangkan enam lainnya tidak dihuni. Pulau yang dihuni penduduk paling banyak hingga paling sedikit adalah Alor, Pantar, Pura, Ternate, Tereweng, Kangge, Kepa dan Kura (Bakosurtanal, 2006). Selat antara Alor dan Pantar, yaitu Selat Pantar, memiliki arus yang cukup kuat karena kondisi yang sempit dan cukup dalam. Sehingga selat ini cukup produktif dalam pembentukkan upwelling dan menjadi jalur migrasi biota laut yang berukuran besar, seperti manta ray, penyu, billfish, tuna, mola-mola, whale sharks dan pelagis lainnya. Selain itu, hal ini membuat daerah terumbu karang disekitarnya menjadi lebih tahan terhadap fenomena pemutihan karang (coral bleaching) akibat kenaikan suhu rata-rata permukaan air laut karena pemanasan global. Akibatnya, daerah ini memiliki kekayaan sumber daya yang berharga dan berpotensi dalam membuat perikanan tangkap yang modern untuk semakin berkembang pesat (WWF – TNC, 2002). Hal ini terlihat pada tahun 2002, Badan Pusat Statistik memberikan informasi bahwa produksi perikanan melebihi 2000 ton (Bakosurtanal, 2006). Sedangkan pada tahun 2009 produksi perikanan hampir mencapai 24.000 ton (BPS, 2010). Oleh karena itu perlu suatu sistem pemanfaatan sumberdaya yang menjaga status biota laut yang berukuran besar agar tidak semakin terancam. Monitoring Pengamatan Insidental ini mengacu pada protokol pengamatan insidental yaitu kegiatan ke lapang (laut) sebagai tambahan dari kegiatan monitoring utama yang dilakukan tim monitoring kabupaten Alor (monitoring kesehatan karang, monitoring pemijahan ikan dan monitoring pemanfaatan sumberdaya). Selanjutnya jika ada kegiatan lain (mengantar tamu atau kegiatan lapang lainnya), koordinator memutuskan untuk melakukan pengamatan incidental atau tidak. Dalam rute perjalanan monitoring utama, dilakukan pengamatan terhadap mamalia besar (setasea dan duyung), pari manta dan bleaching (pemutihan karang) skala luas.
Protokol pengamatan insidental dibuat sebagai panduan pada kegiatan lapang, kegiatan memasukkan data lapang ke dalam komputer, pengolahan data dan pelaporan untuk kegiatan monitoring kesehatan karang dalam jangka panjang di dalam kawasan perairan Kabupaten Alor. Monitoring pengamatan insidental dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut: Setasean dan duyung merupakan mamalia laut yang dilindungi dan bisa menjadi atraksi yang menarik untuk kegiatan pariwisata alam. Pengetahuan terhadap jalur migrasi setasea dan duyung bisa menjadi informasi dasar untuk pengembangan wisata ’whale watching’. Walaupun belum dilindungi secara hukum, binatang pari manta merupakan binatang yang ’excotic’ dan flagship yang akhir-akhir ini terancam mengalami kepunahan karena tekanan penangkapan yang berlebihan. Adanya kebutuhan akan informasi mengenai ketahan karang menghadapi ancaman pemutihan karang secara global. Kegiatan monitoring ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pemahaman tentang ketahanan dan ketangguhan karang di Kabupaten Alor. Tujuan dari kegiatan monitoring pengamatan insidental adalah: -
Memberi tahu pihak pengelola (Pemerintah Kabupaten Alor), tentang pengaruh pengelolaan terhadap eksistensi jalur migrasi dari setasea, manta dan menjelaskan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) dalam skala luas.
-
Membantu pengambil keputusan untuk mengevaluasi apakah pengelolaan telah berjalan efektif, khususnya perlindungan terhadap jalur migrasi setasea dan manta.
-
Kegiatan monitoring ini juga bertujuan untuk meningkatkan frekuensi kehadiran pengelola kawasan perairan Kabupaten Alor, dengan demikian dapat mencegah pengguna sumberdaya untuk melakukan pelanggaran pemanfaatan sumberdaya di Kabupaten Alor.
-
Hasil dari monitoring pengamatan insidental bisa digunakan sebagai informasi penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman berbagai pihak.
Target sasaran Sasaran utama pengguna informasi dari hasil kegiatan monitoring ini adalah pihak Pemerintah Kabupaten Alor melalui Dinas Perikanan dan Kelautan atau Dinas Kebudayaan dan Periwisata. Pemerintah kabupaten menggunakan informasi pengamatan insidental ini sebagai dasar untuk melakukan pengelolaan yang adaptif. Pemerintah kabupaten memerlukan infromasi jalur migrasi Setasea dan Manta untuk pengembangan pariwisata di sekitar Kabupaten Alor.
HASIL DAN PEMBAHASAN PERJUMPAAN SETASEAN Pengambilan data dilakukan dari tahun 2009 hingga 2011 bersama Tim Pengawasan Terpadu Kabupaten Alor yang beranggotakan DKP Alor, Satpol PP, Polres Alor, Dinas Pariwisata, Bapeda KabAlor, juga informasi dari Masyarakat dan operator selam Selama kurun waktu pencatatat, Tercatat Jumlah pertemuan paling banyak terdapat pada bulan Agustus dan Juni berturut-turut adalah 13 dan 12 kali pertemuan (Gambar 1). Sedangkan jumlah setasean terbanyak pada bulan Maret sebanyak 357 ekor, walaupun jumlah pertemuan pada bulan Maret hanya tujuh kali.
November
4
Oktober
5
September
4 Jumlah Cetacean
Agustus
13
Juni
12
Maret
Pertemuan
7 0
100
200
300
400
Gambar 1. Banyaknya pertemuan dan setasean yang ditemukan di Kabupaten Alor
Pada Gambar 1 tersebut menggambarkan jumlah lokasi pertemuan terlihat meningkat dari bukan Maret – Agustus, kemudian cenderung menurun dan stabil dari bulan September – November. Kecenderungan yang meningkat ini belum bisa dijadikan acuan karena terdapatnya data yang kosong dari bulan April sampai dengan bulan Mei. Jumlah setasean yang ditemukan pun bersifat fluktuatif dari Gambar 1. Jumlah setasean cenderung menurun dari bulan Maret – Juni, kemudian jumlahnya naik kembali pada bulan Agustus. Sedangkan pada bulan September – November terjadi penurunan jumlah setasean yang cukup signifikan, walaupun tetap berfluktualisasi. Cukup fluktuatifnya pertemuan dengan cetacean ini juga diperkirakan akibat masih tingginya aktivitas pemanfaatan yang tidak ramah yaitu mengunakan
Bom dan bius untuk menangkap ikan di perairan kabupaten Alor, sehingga mempengaruhi pasokan makanan bagi jenis setacea ini, selain itu juga factor alam yaitu perubahan cuaca yaitu musim penghujan yang lebih panjang dibandikan musim kemarau diperkirakan menjadi factor penunjang walaupun tidak terlalu signifikan akibatnya.
JENIS CETACEA YANG DIJUMPAI Baseline Monitoring bersama antara WWF – TNC Tahun 2002, telah mengidentifikasi, ada 11 spesies setasean di perairan Kabupaten Alor yang terdiri atas spesies : 1. Short finned pilot whale (Globicephala macrorhynchus) 2. Pygmy killer whale (Feresa attenuata) 3. Melon-headed whale (Peponocephala electra) 4. Long-nosed spinner dolphin (Stenella longirostris) 5. Pan-tropical spotted dolphin (Stenella attenuata) 6. Bottlenose dolphin (Tursiops truncatus) 7. Fraser’s dolphin (Lagenodelphis hosei) 8. Risso’s dolphin (Grampus griseus) 9. Rough-toothed dolphin (Steno bredanensis) 10. Blue whale (Balaenoptora musculus) 11. Sperm whale (Physeter macrocephalus)
November
0 9
Oktober
0 4
September
0 0
20
Agustus
3 7
Juni
0 1
Maret
0 0 0
61 32 Dugong Lumba-lumba
317
Paus 128
357 100
200
300
400
Gambar 2. Jumlah paus, lumba-lumba dan dugong di perairan Kabupaten Alor
Dari hasil pengamatan dan informasi tahun 2002 tersebut dan terakhir dilakukan, dalam kurun waktu 2009 – 2011 dapat teridentifkasi Jenis setasean paling banyak yang ditemukan di daerah perairan Kabupaten Alor adalah mamalia lumba-lumba, dimana jenis lumba-lumba itu sendiri hanya dari jenis spinner dolphin pada bulan November (Gambar 2). Sedangkan Jenis paus yang teridentifikasi ialah jenis blue whale, Balaenoptera musculus. Secara umum, kondisi perairan kabupaten Alor dengan bentuk pulau yang membentuk selat-selat sehingga arus diperairan ini cukup kencang, sehingga membawa banyak nutrisi makan bagi biota yang hidup dan bersimbiosis. Hal inilah yang menyebabkan mamalia laut utamanya jenis Lumba-lumba cukup banyak dijumpai di perairan ini. Hal ini diperkuat, Berdasarkan informasi Frekuensi sebelumnya, kenampakan dan kelimpahan jenis-jenis setasean di Kabupaten Alor didominasi oleh dua spesies Stenella, kemudian diikuti oleh spesies L. hosei. Spesies-spesies setasean sering muncul ke permukaan (higly social spesies) adalah S. longirostris, S. attenuata, G. macrorhynchus, L. hosei dan P. electra (WWF – TNC, 2002). Selanjutnnya Menurut Kahn (2005), informasikan bahwa paus blue whale seharusnya sangat jarang ditemukan di perairan Indonesia bagian timur. Hal yang cukup menarik terjadi adalah selama survey ditemukan frekuensi blue whale lebih banyak dibandingkan sperm whale. Bagaimana pun juga sperm whale tetap masuk dalam peringkat lima besar setasean yang sering ditemukan dalam survey ini. Survey yang dilakukan pada bulan April – Mei 2005 didominasi oleh tiga jenis setasean, seperti spinner dolphin, spotted dolphin dan blue whale dimana berturut-turut menduduki peringkat 1 – 3.
POLA DISTRIBUSI Distribusi setasean berdasarkan monitoring WWF –TNC pada tahun 2002 mengindikasikan bahwa daerah Laut Sawu, bagian selatan dari Kabupaten Alor, merupkan daerah yang memiliki keberagaman spesies setasean yang istimewa. Terutama jenis blue whale dan sperm whale. Secara umum. dari informasi yang dikumpulkan, pola distribu perjumpaan mamalia hamper merata di perairan Kabupaten Alor baik itu dari jenis mamalia lumba-lumba, pari manta maupun perjumpaan dengan paus. Untuk spesies Dugong / duyung, dijumpai hanya ada di perairan pulau sika pantai Kabola, dimana berhasil dijumpai 2 ekor dugong atau 1 pasang duyung yang hidup dan berinteraksi dengan mahluk hidup lainnya.
\
Gambar 3. Persebaran setasean di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kab. Alor
Dari Gambar 3 dimana dapat dilihat, titik-titik pertemuan mamalia di Kabupaten Alor tersebar cukup merata di sekeliling Pulau Pantar. Sedangkan pada Pulau Alor, kemunculan mamalia cukup banyak ditemukan di daerah barat dari pulau tersebut (sekitar alor kecil dan Pulau Kepa). Hal ini dikarenakan Selat Pantar (antara Alor – Pantar) memiliki arus yang cukup kuat karena kondisi yang sempit dan cukup dalam. Oleh karena itu selat ini cukup produktif dalam pembentukkan upwelling, sehingga daerah ini menjadi jalur migrasi biota laut yang berukuran besar, seperti manta ray, penyu, billfish, tuna, mola-mola, whale sharks dan pelagis lainnya (WWF – TNC, 2002). Fenomena yang dalam bahasa setempat disebut fura keluang atau upwelling dimana naiknya arus yang sangat dingin dari dasar samudra ke permukaan laut melewati selat antara Alor Kecil dan Pulau Kepa. Menurut masyarakat setempat arus yang dingin ini biasanya berlangsung kira-kira selama dua atau tiga hari (Bakosurtanal, 2006).
KESIMPULAN Hasil pemantauan yang dilakukan sejak tahun 2009 hingga 2011 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Setasean di perairan Kabupaten Alor Hal cukup banyak tersebar di Selat Pantar (antara Alor – Pantar) dimana memiliki arus yang cukup kuat karena kondisi yang sempit dan cukup dalam. Oleh karena itu selat ini cukup produktif dalam pembentukkan upwelling. Sehingga daerah ini menjadi jalur migrasi biota laut yang berukuran besar.
Faktor yang memberi pengaruh terhadap kelestarian setasean adalah kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan juga penggunaan alat tangkap yang menyebabkan bycatch atau tidak ramah lingkungan.
Hasil monitoring sangat penting untuk mengambil kebijakan dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan laut di Kabupaten Alor terutama menjaga jalur-jalur migrasi penting dari setasean.
REKOMENDASI Berdasarkan hasil kegiatan pemantauan insedentil lapang, maka rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti adalah:
Perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah Daerah Alor untuk memberikan perhatian dalam membuat aturan yang mendukung terjaganya jalur migrasi setasean di dalam kawasan konservasi periaran secara khusus dan Perairan Kabupaten Alor secara umum.
Perlu adanya kerjasama dengan masyarakat khususnya nelayan lokal untuk melakukan pemantauan insidental di sekitar wilayah pantai agar data dan informasi dapat lebih akurat termasuk pengawasan dan upaya pencegahan dari penangkapan yang tidak ramah lingkungan.
Daerah pemanfaatan sumberdaya perairan perlu selalu dikomunikasikan agar dapat dibuat
Perlu melakukan koordinasi dengan propinsi dan nasional untuk membangun strategi yang baik dan benar untuk melaksanakan suatu peta migrasi dan koridor setasean di wilayah Kabupaten Alor.
Kabupaten Alor dapat menjadi potensi yang besar bagi kegiatan setasean watching yang tidak merusak. Kegiatan pariwisata dan pendidikan yang dapat dikembangkan dengan serius bisa memfasilitasi dan mendorong kelestarian ekosistem dan ekonomi masyarakat pesisir.
Mengefektifikan pengawasan partisipatif masyarakat dalam rangka mendkung optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi perairan kabupaten Alor.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2010. Alor dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor. Alor Hartini, S., Saputro, G. B., Yuwono, D. M., Suhendra, D., Suprihanto, I. 2006. Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, BAKOSURTANAL. Bogor Kahn, B. 2005. Indonesia Oceanic Cetacean Program Activity Report: April-June 2005. TNC – APEX Environmental, 1-31 Oakley, K.L., L.P. Thomas, and S.G. Fancy. 2003. Guidelines for long-term monitoring protocols. Wildlife Society Bulletion, 31(4): 1000-1003 Pet-Soede, L. 2002. The Solor and Alor Islands – Expedition Results. WWF – TNC, 1-45
Lampiran 1. Formulir isian Pengamatan Insidental Kapal/Speedboat:
Observer:
TANGGAL
JAM
KODE TRIP
LAT
LONG
WSpecies
WCount
DOSpescies
DOCount
DUCount
MCount
Bleaching
Distance
Foto
Catatan
must
must
must
must
must
must
must
must
must
must
must
must
must
must
must
Spesifikasi Data Setasean sangat sensitif akan gangguan visual dan acoustik. Semua pengamatan harus dilakukan secara tidak kentara. Pendekatan lansung dan perubahan kecepatan maupun arah kapal secara mendadak harus dihindarkan. Pengamatan harus diusahakan paling dekat ber Code : Catat kode yang dituliskan pada rute perjalanan kapal/speedboat. WSpecies : Catat identifikasi spesies (ID) semua paus yang terlihat. Bila ID tidak diketahui secara pastimaka catat nama genetik (mis. "Lumba-lumba") DOSpecies : Catat identifikasi spesies (ID) semua lumba-lumba yang terlihat. Bila ID tidak diketahui secara pasti maka catat nama genetik (mis. "Lumba-lumba) WCount : Perkiraan jumlah satwa masing-masing paus sebagaimana terlihat di permukaan. DOCount : Perkiraan jumlah satwa masing-masing lumba-lumba pada kelompok sebagaimana terlihat di permukaan. DUCount : Perkiraan jumlah satwa masing-masing duyung sebagaimana terlihat di permukaan. MCount : Perkiraan jumlah satwa masing-masing manta sebagaimana terlihat di permukaan. : Catat jarak paus, lumba-lumba, duyung atau manta dengan kapal, (mis. Terlihat punggungnya, 500m) dan arah perjalanan mereka (mis. N, NE, E, SE, S, SW, Distance W, NW) Bleaching : Jika melihat kejadian bleaching maka tuliskan 1 pada kolom Bleaching. Foto : Bila memungkinkan ambil foto ID atau video camera dari setasea yang dijumpai. Catat nomor pengambilan foto/camera. Remarks : Termasuk penampakan anakan/bayi, istirahat/sedang makan/bermain/meloncat, dampak atau tanda-tanda terjadinya gangguan.
Lampiran 2. Paus & Lumba lumba yg biasa ditemukan di Indonesia
Gambar 1. Blue whale (Balaenoptera musculus)
Gambar 2. Dwarf Sperm Whale (Kogia simus)
Gambar 3. Cuvier’s Beaked Whale (Ziphius cavirostris)
Gambar 4. Bryde’s Whale (Balaenoptera edeni)
Gambar 5. False Killer Whale (Pseudorca crassidens)
Gambar 6. Fin Whale (Balaenoptera physalus)
Gambar 7. Killer Whale (Orcinus orca)
Gambar 8. Melon headed Whale (Peponochepala electra)
Gambar 9. Pygmy Killer Whale (Feresa attenuata)
Gambar 10. Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps)
Gambar 11. Sei Whale (Balaenoptera borealis)
Gambar 12. Short finned Pilot Whale (Balaenoptera musculus)
Gambar 13. Sperm Whale (Pyseter macrochepalus)
Gambar 14. Blainville’s Beaked Whale (Mesoplodon densirostris)
Gambar 15. Common Bottlenose Dolphin (Tursiops truncatus)
Gambar 16. Fraser’s Dolphin (Lagenodelphis hosei)
Gambar 17. Hump backed Dolphins (Sousa chinensis)
Gambar 18. Irrawady Dolphin (Orcaella brevirostris)
Gambar 19. Pantropical Spotted Dolphin (Stenella attenuata)
Gambar 20. Risso’s Dolphin (Grampus griseus)
Gambar 21. Rough toothed Dolphin (Steno bredanensis)
Gambar 22. Short beaked Common Dolphin (Delphinus delphis)
Gambar 23. Spinner Dolphin (Stenella longirostris)
Gambar 24. Striped Dolphin (Stenella coeruleoalba)
Lampiran 3. Pari Manta
Gambar 25. Manta Ray (Manta birostris)