LAPORAN HASIL KAJIAN Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra
Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan 2
Bab 2 Kinerja Perdagangan Internasional 6
Bab 3 FTA Preferential Indicators dan FTA Trade and Welfare Indicators 11
Bab 4 Estimasi Dampak IJEPA, dan ACFTA: Metode Ekonometri ARIMA 27
Bab 5 ASEAN Free Trade Area 46
Bab 6 ASEAN-India Free Trade Agreement 73
Bab 7 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership 97
Bab 8 ASEAN-ANZ Free Trade Area 115
Bab 9 Penutup 131
1
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Free Trade Agreement (FTA) merupakan suatu perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan antara suatu negara dengan negara lainnya. Pembentukan berbagai FTA merupakan akibat dari liberalisasi perdagangan yang tidak dapat dihindari oleh semua negara sebagai anggota masyarakat internasional. Hal inilah yang mendorong terbentuknya blok-blok perdagangan bebas. FTA dapat dibentuk secara bilateral, misalnya antara Amerika Serikat dengan Singapura, Amerika Serikat dengan Chile; Japan dengan Singapura; maupun regional seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), North America Free Trade Area (NAFTA) dan Uni Eropa. Pemerintah Indonesia meratifikasi pembentukan FTA bersama-sama dengan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN untuk pertama kalinya pada tahun 2002. Dalam perkembangannya, ASEAN FTA melakukan kerjasama China (ASEAN-China FTA) pada tahun 2004, dengan Korea (ASEAN-Korea FTA) pada tahun 2007 dengan India (ASEAN-India FTA) pada tahun 2010, dengan Australia dan New Zealand (ASEAN- Australia - New Zealand FTA) pada tahun 2010 dan terakhir dengan Japan (ASEAN- Japan Comprehensive Economic Partnership) pada tahun 2010.
Tabel 1.1 Perkembangan Implementasi FTA oleh Indonesia No.
FTA Regional
FTA Entry Into Force
Indonesia Entry Into Force
1.
ASEAN FTA
2002
2002
2.
ASEAN-China FTA
2004
2004
3.
ASEAN-Korea FTA
2007
2007
4.
ASEAN-India FTA
2010
2010
5.
ASEAN-Australia-New Zealand FTA
2010
2012
6.
ASEAN-JAPAN Comprehensive Economic Partnership
2010
-
No. 1
FTA Bilateral
Entry Into Force
Indonesia-Japan Economic Partnership
2007
Dari tabel tersebut terlihat bahwa berbagai ratifikasi FTA ASEAN dengan berbagai Negara lain tersebut telah berlaku untuk Indonesia, namun masih ada yang dalam proses untuk ratifikasi
2
(Indonesia entry into force), misalnya untuk perjanjian ASEAN- Japan Comprehensive Economic Partnership (ASEAN-Japan CEP). Selain itu juga masih ada beberapa lagi potensi FTA yang masih dalam proses persiapan baik itu berupa penjajakan, pengkajian atau pun perundingan, diantaranya ialah: ASEAN-Uni Eropa FTA, ASEAN-USA FTA, ASEAN-Canada FTA dan Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA). Secara empiris, perdagangan internasional dan investasi terbukti mampu mendorong terjadinya industrialisasi yang dapat menjadi engine pertumbuhan ekonomi, sebagaimana yang telah terjadi dalam sejarah pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat bagi Japan (1960-an), Hong Kong, Taiwan, Singapore dan the Republic of Korea (1970-an dan 1980-an), Malaysia, Indonesia dan Thailand (1980-an) dan China (1990-an). Secara teoritis, liberalisasi perdagangan internasional akan meningkatkan arus perdagangan antarnegara juga akan memberikan manfaat kepada negara-negara yang terlibat dalam perjanjian liberalisasi perdagangan ini. Hanya saja memang pertanyaan kritisnya ialah apakah manfaat itu terdistribusikan secara adil/merata ke seluruh negara atau tidak, hal ini masih menjadi pertanyaan besar yang harus dicari jawabannya. Tidak semata karena potensi basis (endowment) setiap negara yang berbeda, akan tetapi banyak faktor yang menambah kompleksitasnya. Kemampuan menegosiasikan kepentingan nasional di dalam fora internasional menjadi salah satu faktor penting yang akan mendukung kebijakan perdagangan internasional suatu negara dapat secara optimal mendukung pertumbuhan ekonominya. Tingkat produktivitas suatu negara yang biasanya diukur dengan level kualitas sumber daya manusia dan teknologi juga berperan dalam meningkatkan kemampuan untuk mengambil porsi manfaat perdagangan internasional bagi suatu negara. Maka dalam teori dasar perdagangan internasional berkembang dari adanya absolute advantage ke comparative advantage bahkan ke argumentasi competitive advantage. Setiap delegasi RI yang akan berunding dalam fora perdagangan internasional harus dibekali tidak hanya kemampuan bernegosiasi (negotiation skills) tetapi juga pemahaman yang komprehensif atas berbagai kepentingan Indonesia yang harus dilindungi dan potensi peluang yang dapat diambil dari masyarakat internasional. Dua hal tersebut seperti dua sisi mata uang dalam pembangunan kerja sama internasional. Kemampuan negosiasi menjadi tidak berarti ketika tidak didukung dengan peta potensi-masalah yang jelas dan lengkap. Begitu pun sebaliknya. Pemahaman yang baik akan menjadi sia-sia ketika tidak didukung oleh kemampuan menegosiasikannya. Oleh karena itu, kajian yang memadai atas berbagai skenario kebijakan liberalisasi perdagangan internasional yang mungkin untuk meningkatkan manfaat bagi pembangunan nasional sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan para delegasi RI di fora internasional.
3
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini ditujukan secara umum ditujukan untuk melakukan analisis pengaruh Free Trade Agreement (FTA)/Economic Partnership Agreement (EPA) terhadap arus perdagangan dan investasi. Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi FTA/EPA Indonesia dengan negara mitra baik yang sedang berjalan maupun yang sedang dalam proses perundingan; 2. Melakukan evaluasi dampak FTA/EPA yang telah berjalan terhadap arus perdagangan dan investasi; 3. Melakukan evaluasi dampak potensial FTA/EPA yang akan berjalan terhadap arus perdagangan dan investasi; dan 4. Memberikan rekomendasi kebijakan terkait liberalisasi perdagangan internasional yang mendukung pembangunan ekonomi nasional: a. terkait tindak lanjut atas berbagai FTA/EPA yang sudah berjalan; b. terkait posisi Indonesia atas FTA/EPA yang sedang dalam tahap persiapan.
METODOLOGI Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut di atas, beberapa metodologi penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Analisis deskriptif untuk memetakan berbagai FTA/EPA Indonesia dengan negara mitra (telah/akan berjalan);
2.
Studi kasus: evaluasi dampak FTA/EPA (telah/akan berjalan). Beberapa metode analisis dampak yang mungkin dilakukan: a.
Metode kuantitatif: 1). Indicators of Comparative Advantage, Regional Orientation, Trade Complementarity, dan Export Similarity; 2). FTA Preference Indicators: Coverage rate, Utility rate, Utilization rate, dan Value of Free Trade Agreement Preferences.
b.
Metode ekonometri
c.
Simulasi Model Computable General Equilibrium (CGE) Global Trade Analysis Project (GTAP)
3.
Focus Group Discussion (FGD)
4
Model kuantitatif dan metode ekonometri digunakan untuk analisis dampak FTA/EPA Indonesia yang sudah berjalan (ex-post analysis), sedangkan Simulasi Model CGE GTAP untuk menganalis potensi FTA/EPA yang sedang dalam tahap persiapan (ex-ante analysis). Selain itu, penelitian juga melakukan FGD dengan kalangan ahli baik dari institusi yang terkait dengan kebijakan perdagangan internasional: Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Perindustrian, dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) maupun dari kalangan akademisi. FGD digunakan untuk mendiskusikan dan mengelaborasi lebih lanjut hasil analisis kuantitatif dan simulasi pemodelan ekonomi untuk memperkaya penyusunan rekomendasi kebijakan. Dengannya diharapkan rekomendasi kebijakan yang muncul akan membumi dan berpijak pada kebutuhan realita yang ada.
SISTEMATIKA PENYAJIAN Sistematika laporan penelitian ini disusun sebagai berikut. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian dan penjelasan singkat metodologi yang digunakan. Bab II menyajikan gambaran global kinerja perdagangan internasional Indonesia. Bab III melakukan evaluasi FTA dengan estimasi FTA preferential indicators dan FTA trade and welfare indicators. Bab IV menganalisis dampak dua FTA: IJEPA dan ACFTA menggunakan pendekatan ekonometrika runtun waktu ARIMA. Bab V, Bab VI, dan Bab VII berturut-turut melakukan evaluasi dampak AFTA, AIFTA, dan AJCEP dengan menggunakan deskriptif, komparasi tariff dan simulasi model CGE GTAP. Bab VIII mengevaluasi AANZFTA secara deskriptif dan menghitung daya saing komoditas Indonesia dan negara mitra. Terakhir Bab IX Penutup mencoba merangkum temuan-temuan dalam studi ini, memberikan rekomendasi kebijakan dan saran bagi studi lanjutan.
5
BAB II KINERJA PERDAGANGAN INTERNASIONAL1
Secara umum kondisi trade balance Indonesia selama periode 2000-2010 masih surplus. Total ekspor Indonesia dalam periode tersebut meningkat dari USD62,117 miliar (2000) menjadi USD157,771 miliar (2010). Sedangkan impor Indonesia dalam periode yang sama naik dari USD33,515 miliar menjadi USD135,663 miliar. Meskipun masih surplus, terdapat kecenderungan besarnya surplus trade balance mengalami penurunan. Surplus trade balance pada tahun 2000 tercatat sebesar USD28,602 miliar dan pada tahun 2010 turun menjadi USD22,108 miliar.
Gambar 2.1 Analisis Kinerja Neraca Perdagangan Global (Migas-Non Migas)
Gambar 2.2 Analisis Kinerja Neraca Perdagangan Global (Non Migas)
1
Materi bab ini dikutip dari Laporan Penelitian Kementerian Keuangan (2011) tentang Analisis Posisi Indonesia Terkait Free Trade Agreement (tidak dipublikasikan)
6
Penurunan trade balance di atas disebabkan kinerja perdagangan global Indonesia, terutama karena menurunnya sumbangan surplus trade balance nonmigas. Surplus trade balance pada tahun 2000 sebagian besar (78,50 persen) disumbang oleh sektor nonmigas. Berkenaan dengan laju pertumbuhan impor nonmigas yang lebih tinggi dari laju ekspor nonmigas, maka sumbangan surplus trade balance sektor nonmigas pada tahun 2010 turun menjadi 63,94 persen. Lebih lanjut, komoditas ekspor Indonesia dalam periode 2000-2010 mengalami perubahan. Pada tahun 2000 Indonesia didominasi barang-barang elektronik dan mesin mekanik. Namun pada tahun 2010 ekspor Indonesia didominasi barang-barang tambang, terutama batubara dan hasil perkebunan terutama CPO, karet dan produk karet. Komposisi ekspor Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Analisis Kinerja Ekspor Komoditi Utama (Non Migas)
Tahun 2000
Bahan bakar mineral (27) 3%
Lemak & Minyak hewan/nabati (15) 4%
Mesin & peralatan listrik (85) 14% Karet & Brg dari Karet (40) 3% Bijih, Kerak & abu logam (26) 3% Mesin2/pesawat mekanik (84) 8%
Lainnya 57%
Kertas/karton (48) 5% Bahan bakar mineral (27) 15%
Tahun 2010
Lemak & Minyak hewan/nabati (15) 13% Mesin & peralatan listrik (85) 8%
Lainnya 39%
Karet & Brg dari Karet (40) 7%
Timah (80) 1% Bahan kimia organik (29) 2% Kendaraan dan
Mesin2/pesawat mekanik (84) 4%
bagiannya (87) Kertas/karton (48) 2% 3% Sumber : BPS, CEIC, diolah
7
Bijih, Kerak & abu logam (26) 6%
Sementara itu impor Indonesia dalam periode 2000-2010 relatif tidak ada perubahan. Impor terbesar masih dalam bentuk mesin-mesin atau pesawat mekanik. Impor yang mengalami peningkatan cukup signifikan adalah impor mesin atau peralatan listrik. Sedangkan impor yang mengalami penurunan adalah bahan kimia organik. Komposisi impor selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini. Gambar 2.4 Analisis Kinerja Impor Komoditi Utama (Non Migas) Mesinmesin/Pesawat Mekanik (84) 17%
Tahun 2000
Mesin / peralatan listrik (85) 5%
Lainnya 42%
Besi dan Baja (72) 5% bahan Kimia
Kapas (52) 3% Barang dari besi dan baja (73) 3%
Pesawat udara dan bagiannya (88) 1%
Serealia (10) 4%
Tahun 2010
Kapas (52) 2%
Organik (29) 9% Kendaraan dan Plastik dan barang bagiannya (87) 7% dari plastik (39) 4%
Mesinmesin/Pesawat Mekanik (84) 17% Lainnya 39%
Besi dan Baja (72) bahan Kimia 6% Organik (29) 5%
Barang dari besi dan baja (73) 3% Pesawat udara dan bagiannya (88) 3%
Mesin / peralatan listrik (85) 14%
Kendaraan dan bagiannya (87) 5% Plastik dan barang dari plastik (39) 4%
Serealia (10) 2% Sumber : BPS, CEIC, diolah
Dari sisi negara tujuan ekspor, dalam periode 2000-2010 menunjukkan adanya perubahan, Pada tahun 2000 negara tujuan ekspor Indonesia terbesar adalah Japan (23,2 persen), Negara-negara di kawasan ASEAN (16,68 persen), dan Amerika Serikat (13,64 persen). Pada tahun 2010 negara tujuan ekpor Indonesia terbesar adalah Negara-negara di kawasan ASEAN (19,85 persen), China (10,42 persen). Sedangkan ekspor Indonesia ke Japan dan Amerika mengalami penurunan masing-
8
masing menjadi 17,2 persen dan 9,46 persen. Komposisi ekspor per Negara tujuan selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2.5. Gambar 2.5 Analisis Kinerja Ekspor per Negara dan Regional
Tahun 2000 Taiwan 3.83%
Netherlands 2.96%
Australia 2.52%
Germany 2.32%
Lainnya 21.58%
India 1.85% South Korea 6.95%
Malaysia 3.17% ASEAN-4 16.68%
USA 13.64%
Singapore 10.50%
Thailand 1.65%
Philippines 1.36%
Japan 23.20% China 4.46%
Tahun 2010 Taiwan 3.15%
Netherlands 2.48%
Australia 2.77% Germany 1.99%
India 6.61%
Lainnya 17.13%
South Korea 8.39%
Malaysia 6.13%
Thailand 3.01%
ASEAN-4 19.88% USA 9.46%
Singapore 9.15% China 10.42%
Philippines 2.12%
Japan 17.20%
Sumber: BPS, CEIC, diolah
Negara asal impor Indonesia pada tahun 2000 sebagaian besar adalah dari Japan (17,30 persen), Amerika Serikat (10,87 persen), Negara-negara kawasan ASEAN (10,80 persen), Korea Selatan (6,68 persen) dan China (6,55 persen). Pada tahun 2010 negara tujuan impor Indonesia mengalami perubahan, yakni terbesar dari China (16,05 persen). Impor dari Amerika Serikat dan
9
Japan mengalami penurunan masing-masing menjadi 7,40 persen dan 13,36 persen. Gambar 2.6 menunjukkan perubahan komposisi impor Indonesia dalam periode 2000-2010.
Gambar 2.6 Analisis Kinerja Impor per Negara dan Regional Perancis 1.28%
Inggris 1.79%
Tahun 2000 Malaysia 3.62%
Jerman 3.99% Lainnya 24.74%
USA 10.87%
Thailand 3.56%
ASEAN-4
10.80%
Australia 5.43% India 1.68%
China 6.55%
Jerman 2.37% USA 7.40%
Singapore 12.15% Philippines 0.37%
Japan 17.30% South Korea 6.68%
Perancis 1.05%
Inggris 0.74%
Tahun 2010
Lainnya 17.98% Malaysia 6.81%
Australia 3.23% ASEAN-4 India 2.59%
10.80%
Singapore 15.94%
China 16.05% Japan 13.36%
Thailand 5.88%
Philippines 0.56%
South Korea 6.05% Sumber: BPS, CEIC, diolah
10
BAB III FTA PREFERENTIAL INDICATORS DAN FTA TRADE AND WELFARE INDICATORS
PENDAHULUAN Setelah perjanjian perdagangan bebas (FTA) diberlakukan, penting bagi para pembuat kebijakan untuk memperhitungkan dampaknya. Dampak sebenarnya dari pemberlakuan FTA mungkin sangat berbeda dari proyeksi sebelumnya. Tujuan bab ini adalah untuk menyajikan metode evaluasi ekonomi ex-post atas pemberlakuan FTA untuk menunjukkan kepada pembuat kebijakan apa yang harus dinilai dan bagaimana melakukan suatu penilaian ekonomi retrospektif. Selain itu, bagian ini juga akan mendiskusikan hasil evaluasi tersebut untuk melihat apakah keterlibatan dalam FTA telah memberikan dampak yang positif bagi perekonomian. Dengan analisis tersebut diharapkan akan lahir berbagai rekomendasi kebijakan yang mungkin sebagai tindak lanjut FTA tersebut untuk mengoptimalisasi potensi dampak positif yang ada dan menutup atau meminimalisasi dampak negative yang timbul. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia telah meratifikasi pembentukan FTA bersama-sama dengan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN untuk pertama kalinya pada tahun 2002. Dalam perkembangannya, ASEAN FTA melakukan kerjasama China (ASEAN-China FTA) pada tahun 2004, dengan Korea (ASEAN-Korea FTA) pada tahun 2007 dengan India (ASEAN-India FTA) pada tahun 2010, dengan Australia dan New Zealand (ASEAN- Australia - New Zealand FTA) pada tahun 2010 dan terakhir dengan Japan (ASEAN- Japan Comprehensive Economic Partnership) pada tahun 2010. Oleh karena itu analisis ex-post ini akan mendiskusikan dampak FTA yang Indonesia telah terlibat didalamnya (already entried into force). Tabel 3.1 Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia dengan Beberapa Negara FTA’s
Penandatanganan
Entry into Force
Coverage
Cakupan Tarif
ASEAN Economis Community
20 November 2007
AEC 2015
Komprehensif
ASEAN-CEPT : ±98% dari pos tarif
ASEANChina
29 November 2004
1 Juli 2005
Komprehensif
Early Harvest Chapter 01-08 Normal Track : 40% at 0-5% in 2005 Sensitive Track Sensitive List (SL): tahun 2012 = 20% Highly Sensitive List (HSL) tahun 2015 = 50%
11
FTA’s ASEANKorea
Penandatanganan 24 Agustus 2006
Entry into Force 1 Juli 2007
Coverage
Cakupan Tarif
Komprehensif
Korea = Menghapuskan semua pos tarif Normal Track selambat-lambatnya 1 Januari 2010 ASEAN-6 Normal Track dihapuskan paling lambat 1 Januari 2011 (flexibilitas <5% pos tarif NT dihapuskan paling lambat 1 Januari 2012 Sensitif Track Batas maksimum jumlah pos tarif dalam Sensitive Track ASEAN-6 & Korea adalah 10% dari total pos tarif
ASEANJapan
1 Maret 2008
1 Desember 2008
Komprehensif
Sensitive Track (ST) – 8% dari total pos tarif 6 digit dan nilai dagang
(Indonesia EIF 1 Januari 2010, dalam tahap proses ratifikasi) ASEANAustraliaNew Zealand
27 Februari 2009
Awalnya direncanaka n 1 Januari 2010
Normal Track (NT) – ASEAN sebesar 90% dari total pos tarif dan Japan sebesar 92% dari total pos tarif dan nilai dagang, terdiri atas eliminasi dalam tempo 10 tahun (88%) dan penghapus lebih lanjut (4%)
komprehensif
Entry into force 10 Januari 2012: 90% pos tarif NZ dan 9177% pos tarif Australia akan dihapuskan tarifnya pada tahun 2010 90,23% pos tarif Indonesia akan dihapuskan tarifnya pada tahun 2015
ASEAN India
13 Agustus 2009
8 September 2010 PMK 144/2010, 24 Agustus 2010
Perdagangan Barang (perundingan jasa dan investasi sedang dilakukan)
Pada tahun 2016 (berakhirnya Normal Track): 42,56% pos tarif Indonesia akan dihapuskan tarifnya 79,35% pos tarif India akan dihapuskan tarifnya
METODOLOGI Fokus dari bab ini adalah mengenai dampak ekonomi dari preferensi terhadap perdagangan mengingat hal tersebut adalah inti dari setiap FTA. Terdapat aspek-aspek lain dari integrasi regional, seperti, dimensi keuangan, politik, sosial, dan teknologi, tetapi aspek-aspek tersebut di luar lingkup bab ini. Beberapa metode teknik kuantitatif yang digunakan terutama untuk menilai dampak FTA terhadap perdagangan adalah: 1.
FTA Preference Indicators
2.
FTA Trade and Welfare Indicators
12
Dalam penelitian ini, data yang tersedia untuk pengolahan data menggunakan metode kuantitatif tersebut yaitu: (i) Tariff nomenclature untuk untuk setiap skema FTA (kecuali AANZFTA); dan (ii) Importasi bulanan periode Januari 2011 - Mei 2012.
FTA PREFERENCE INDICATORS Sifat FTA yang diskriminatif mengandung konsekuensi pemberian tarif preferensial kepada sesama anggota FTA. Tarif preferensial lebih rendah dari tarif yang berlaku umum atau most favored nation (MFN) yang diberlakukan terhadap impor dari negara-negara non-anggota FTA. Perbedaan antara tarif MFN dan tarif preferensial dikenal sebagai margin preferensi. Misalnya, untuk produk logam produk mebel kantor (dengan pos tarif 94031000), tariff MFN Viet Nam ditetapkan sebesar 32% sejak 2008, sedangkan Common Effective Preferential Tariff yang diberlakukan negara-negara ASEAN berdasarkan ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah 5%. Oleh karena itu, margin preferensi yang diberikan oleh Viet Nam terhadap impor produk ini dari negara anggota ASEAN adalah 27% (32% -5%).
1.
Coverage rate
Langkah pertama untuk memahami dampak dari preferensi FTA adalah menghitung coverage rate yang menghitung besarnya impor dari mitra FTA yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensial. Dalam hal ini, impor dari mitra FTA adalah impor yang dikenakan tarif MFN lebih besar dari 0 persen. Impor yang dikenakan tarif MFN 0 persen diabaikan karena perlakuan preferensi tidak relevan bagi produk-produk tersebut. Dengan kata lain, coverage rate merupakan proporsi importasi yang memperoleh tarif preferensi dari negara mitra dibandingkan dengan total impor dari negara mitra yang tarif MFN-nya bukan 0. Untuk menghitung coverage rate, kita harus mengidentifikasi (i) nilai impor dari negara mitra FTA yang mendapatkan tarif preferensial, dan (ii) nilai impor total dari negara mitra. Mengingat data impor dalam setiap skema FTA untuk masing-masing pos tarif tidak tersedia, maka penghitungan coverage rate dilakukan dengan menggunakan tariff nomenclature. Dengan demikian, formula untuk menghitung coverage rate adalah sebagai berikut:
Hasil perhitungan coverage rate untuk beberapa skema FTA dimana Indonesia menjadi anggotanya adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini.
13
AFTA: Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial: 0 Coverage rate = 100%
ACFTA: Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial: -
Kategori Normal Track 1 (NT1)
1 pos tarif
-
Kategori Normal Track 2 (NT2)
45 pos tarif
-
Kategori Sensitive List (SL)
-
Kategori Highly Sensitive List (HSL)
60 pos tarif
-
Kategori General Exclusion List (GEL)
20 pos tarif
240 pos tarif
Jumlah
366 pos tarif
= 95,17%
AKFTA: Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial: -
Kategori Normal Track
-
Kategori Sensitive List (SL)
-
Kategori Highly Sensitive List (HSL) Kelompok A
5 pos tarif
-
Kategori Highly Sensitive List (HSL) Kelompok B
104 pos tarif
-
Kategori Highly Sensitive List (HSL) Kelompok E
18 pos tarif
21 pos tarif 113 pos tarif
Jumlah
261 pos tarif erage rate = 96,56%
14
AIFTA: Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial: -
Kategori Normal Track
35 pos tarif
-
Kategori Sensitive List (SL)
78 pos tarif
Jumlah
113 pos tarif
= 98,51%
IJEPA: Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial: -
Kategori B3
2 pos tarif
-
Kategori B5
1 pos tarif
-
Kategori B7
14 pos tarif
-
Kategori B15
7 pos tarif
-
Kategori X
480 pos tarif
-
Kategori P
18 pos tarif
Jumlah
522 pos tarif
= 93,11%
2.
Utility rate
Utility rate mengukur ruang lingkup efektif dari FTA dengan menghitung persentase nilai impor dari negara mitra FTA yang benar-benar menggunakan tarif preferensial. Formula untuk menghitung utility rate sebagaimana didefinisikan oleh Inama (2003) adalah sebagai berikut:
Berdasarkan data importasi bulanan pada periode Januari 2011 sampai dengan Mei 2012, maka diperoleh hasil utility rate rata-rata untuk periode tersebut sebagai berikut:
15
Skema FTA
Utility Rate
AFTA
30,43%
ACFTA
34,24%
AKFTA
32,45%
IJEPA
30,40%
AIFTA
5,96%
Penghitungan utility rate untuk masing-masing skema FTA dapat dilihat dalam Appendix.
3.
Utilization rate
Utilization rate mengukur tingkat daya tarik dari rezim preferensial relatif terhadap tarif MFN. Utilization rate dapat dihitung dengan formula sebagai berikut.
Hasil penghitungan utilization rate terhadap lima FTA yang sudah berjalan adalah sebagai berikut:
-
AFTA
:
= 30,43%
-
ACFTA
:
= 35,98%
-
AKFTA
:
= 33,61%
-
IJEPA
:
= 32,65%
-
AIFTA
:
= 6,05%
Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa skema penurunan tarif Indonesia dalam FTA yang sudah berlaku saat ini sudah sangat liberal. Hal ini berdasarkan fakta bahwa dalam 5 FTA yang menjadi objek penelitian ini, tingkat coverage rate-nya di atas 90% (berdasarkan skema penurunan tarif pada tahun 2011). Di samping itu, hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah utilization rate yang relatig masih rendah. Berdasarkan formula sebagaimana dijelaskan di atas, semakin tinggi utilization rate,
16
semakin besar impor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi (preference-eligible imports) yang benar-benar masuk dengan menggunakan tarif preferensial daripada menggunakan tarif MFN. Selain itu, semakin tinggi utilization rate juga bermakna bahwa biaya kepatuhan (compliance costs) dari ketentuan asal barang semakin tidak menjadi penghambat. Dalam hal ini, sebagaimana terlihat dalam hasil pengolahan data di atas, utilization rate dari FTA yang diterapkan di Indonesia berkisar antara 30-35% kecuali AIFTA dengan utilization rate sebesar 6,05%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase importasi yang benar-benar menggunakan tarif preferensi daripada menggunakan tarif MFN masih tergolong rendah. Beberapa kemungkinan penyebabnya adalah: 1.
Tarif preferensial tidak terlalu menarik karena perbedaannya dengan tarif MFN tidak signifikan.
2.
Prosedur yang harus dijalani untuk dapat menggunakan tarif preferensial dianggap cukup menyulitkan.
3.
Kesalahan identifikasi dalam sistem komputer pabean yang merekam data PIB dalam hal importasi menggunakan beberapa skema fasilitas.
FTA TRADE AND WELFARE INDICATORS Qualitative Analysis of Trade Creation and Trade Diversion Analisis Viner terhadap FTA memberikan kerangka konseptual untuk mempelajari dampat FTA terhadap perdagangan (Viner, 1950). Menurut model Viner, perjanjian perdagangan regional (FTA) akan menguntungkan jika besarnya penciptaan perdagangan (trade creation) lebih besar daripada pengalihan perdagangan (trade diversion). Sebaliknya, perjanjian FTA akan merugikan jika besarnya penciptaan perdagangan (trade creation) lebih kecil daripada pengalihan perdagangan (trade diversion). Karena itu, penting untuk memfokuskan pada perubahan dalam produksi domestik dan perdagangan intra maupun extra regional. Penciptaan perdagangan terjadi ketika terjadi peningkatan perdagangan di antara negaranegara anggota sebagai akibat dari keanggotaan mereka dalam perjanjian perdagangan bebas. Penghapusan hambatan perdagangan, khususnya tarif, mendorong negara-negara untuk mengimpor komoditas dari negara anggota FTA yang berbiaya lebih rendah daripada membeli dari industri domestik yang berbiaya tinggi. Dengan cara ini, perekonomian di wilayah perdagangan bebas menghasilkan output lebih banyak dengan berkonsentrasi pada komoditas yang memiliki keunggulan komparatif. Karena itu, penciptaan perdagangan meningkatkan spesialisasi di negara-negara anggota, dan skala ekonomi meningkatkan efisiensi produktif di negara tersebut (Viner, 1950; Clausing, 2001).
17
Sebaliknya, pengalihan perdagangan terjadi ketika negara-negara anggota menggantikan komoditas impor mereka dari negara di luar FTA yang lebih efisien dan murah, dengan impor dari negara anggota (mitra) FTA yang lebih tidak efisien dan berbiaya tinggi. Hal ini dimungkinkan oleh adanya proteksi diskriminatif, sehingga impor dari negara di luar FTA terus menghadapi hambatan tarif yang tinggi dan secara efektif menjadi lebih mahal daripada impor tanpa hambatan tarif dari negara anggota FTA yang lebih tidak efisien.
Trade Creation vs. Trade Diversion dalam AFTA2 Ada atau tidaknya pengalihan perdagangan tidak dapat dipastikan hanya dengan membandingkan tren pertumbuhan impor intra-ASEAN dengan impor ASEAN dari seluruh dunia. Oleh karena itu, digunakan shift-and-share analysis untuk menguji dampak dari AFTA dan menentukan efek pengalihan perdagangan. Shift-and-share analysis menguji perubahan nilai-nilai dan pola-pola antar kelompok komoditas dan antara negara AFTA dan seluruh dunia diluar AFTA atau rest of the world (ROW). Metode ini membandingkan tingkat perdagangan negara-negara anggota satu sama lain dan dengan seluruh dunia sebelum dan setelah pembentukan AFTA. Shift-and-share analysis memberikan bukti atau indikasi bahwa AFTA dapat berdampak penciptaan perdagangan maupun pengalihan perdagangan. Analisis tersebut terbukti sebagai alat deskriptif yang berguna untuk mengisolasi tren kinerja komoditas dan regional serta untuk mensuplai data bagi para pembuat kebijakan untuk menafsirkan perubahan dalam struktur industri di negaranya. Kebanyakan penelitian yang menggunakan metode shift-and-share melakukan perbandingan statis dimana mereka hanya memperhitungkan perubahan dalam variabel yang dikehendaki, seperti ekspor, dengan membandingkan antara tahun dasar dan tahun-tahun tertentu dalam periode waktu yang diselidiki (Krueger, 1999). Untuk melaksanakan analisis, terlebih dahulu ditentukan tahun dasar (sebelum pembentukan AFTA) dan tahun akhir (pada saat penyelesaian AFTA) untuk mewakili pola perdagangan hipotetis dan aktual, masing-masing seperti pangsa impor antar negara-negara anggota ASEAN dan ROW (negara yang bukan anggota) sebelum dan pada saat diselesaikannya AFTA. Menggunakan rata-rata dari tahun 1985 dan 1986 sebagai dasar, perbedaan antara impor aktual dan hipotetis dari negaranegara anggota dari ASEAN akan menjadi shift. Jika ada peningkatan impor antar anggota ASEAN dengan mengorbankan perdagangan dengan ROW (negara yang bukan anggota), maka telah terjadi pergeseran yang positif yang menjadi bukti adanya pengalihan perdagangan. Di sisi lain, jika pergeseran negatif, maka tidak ada bukti bahwa impor intra-ASEAN impor meningkat dengan
2
Berdasarkan hasil studi Cabalu and Alfonso (2007) yang berjudul "Does AFTA Create or Divert Trade?"
18
mengorbankan perdagangan dengan ROW. Terakhir, jika pergeseran tersebut sama dengan nol, maka ada bukti bahwa pembentukan AFTA tidak mempengaruhi arus perdagangan selama tahun tersebut. Berdasarkan hasil analisis, muncul beberapa pola yang menarik. Jumlah ekspor ASEAN meningkat pangsanya baik di ASEAN maupun pasar ROW sepanjang waktu. Mulai dari 1980-an hingga awal 1990-an, pangsa ekspor ASEAN tampaknya menurun di wilayah tersebut namun pangsanya meningkat di seluruh dunia. Pada paruh kedua tahun 1990-an hingga lima tahun pertama dekade berikut, pangsa ekspor ASEAN telah menunjukkan tanda positif baik di kedua pasar tetapi peningkatan pangsa yang paling menonjol adalah di pasar ROW. Pola ini mirip dengan tren pertumbuhan total impor di mana rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan riil perdagangan dengan ASEAN dan ROW positif selama tahun 1990-an hingga awal 2002. Hal ini menegaskan bahwa AFTA telah menciptakan perdagangan (trade creation) ketimbang pengalihan perdagangan (trade diversion). Peningkatan pangsa yang paling menonjol yaitu pada komoditas mesin dan peralatan transportasi (SITC 7). Tanda-tanda adanya pengalihan perdagangan, kalau pun ada, dapat terlihat pada komoditas dan transaksi tidak diklasifikasikan di tempat lain (SITC 9) di mana pangsa ekspor ASEAN di kawasan meningkat seiring dengan menurunnya pangsa di pasar ROW. Dalam kategori komoditas lain, kenaikan atau penurunan pangsa ASEAN dalam perdagangan dengan ROW menunjukkan tren yang serupa dengan tren pangsa perdagangan dalam kawasan. Nampaknya, peningkatan ekspor ASEAN secara umum ke mitra di ASEAN dan ROW setelah pelaksanaan AFTA menunjukkan bahwa ASEAN telah meningkatkan daya saing dan oleh karenanya menjadi lebih menarik sebagai sumber impor bagi dunia pada umumnya. Devaluasi mata uang selama krisis Asia telah membuat ekspor dari ASEAN menjadi lebih murah dan seharusnya lebih memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya saing produk mereka dengan seluruh dunia. Pada saat yang sama, krisis juga memaksa ASEAN untuk melihat ke dalam kawasan dan fokus pada pasar lokal ASEAN. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya, yang tidak mendukung adanya pengalihan perdagangan dalam AFTA. Ada beberapa alasan untuk meyakini hasil tersebut. Pertama, pangsa perdagangan intra-ASEAN terhadap total impor atau total ekspor negara-negara ASEAN masih sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa sumber impor utama bagi negara-negara anggota ASEAN berada di luar kawasan (pra dan pasca-AFTA). Kedua, tidak adanya pengalihan perdagangan mungkin terjadi karena negara-negara ASEAN memiliki struktur produksi dan perdagangan yang sama dan impornya sebagian besar akan berasal dari ROW.
19
Trade Creation vs. Trade Diversion dalam ACFTA3 Chirathivat (2002) menemukan bahwa baik ASEAN dan China akan mengalami keuntungan perdagangan bersih dari ACFTA. Dalam ACFTA, ASEAN dapat memainkan peran lebih besar dalam memnuhi kebutuhan China terhadap produk impor bahan mentah dan barang antara yang terus berkembang. Untuk mensimulasikan dampak ACFTA, Chirathivat mengasumsikan bahwa ASEAN dan China menghilangkan semua tarif dan hambatan perdagangan non-tarif, sehingga tidak ada proteksi sama sekali. Dia menggunakan simulasi perkiraan dampak dari liberalisasi tarif dan non-tarif ACFTA secara terpisah. Chirathivat menemukan bahwa liberalisasi tarif menyebabkan ekspor ASEAN ke China meningkat sebesar 53%, sementara ekspor Cina ke ASEAN akan meningkat sebesar 23%, dan total ekspor ASEAN akan naik sebesar 0,8%, sementara total ekspor China akan naik sebesar 1,9%. Liberalisasi non-tarif akan meningkatkan ekspor ASEAN ke China sebesar 187% dan ekspor Cina ke ASEAN sebesar 34%, dan meningkatkan total ekspor ASEAN sebesar 2,1% dan total ekspor China sebesar 6,6%. Hasil simulasi juga menunjukkan dampak positif yang besar terhadap PDB riil dan kesejahteraan bagi ASEAN dan China. Hasil keseluruhan menunjukkan keuntungan perdagangan bersih untuk ASEAN dan China dimana penciptaan perdagangan lebih besar daripada pengalihan perdagangan untuk ASEAN sementara untuk China hampir tidak ada pengalihan perdagangan. Sejumlah studi lain juga melihat potensi dampak ACFTA. Laurenceson (2003) menemukan bahwa tinggi integrasi antara ASEAN dan China sudah pada tingkat yang tinggi dalam barang dan jasa, yang menyiratkan bahwa dampak ACFTA terhadap perdagangan mungkin sangat terbatas. Analisis empiris dari Voon and
Yue (2003) menunjukkan bahwa China memiliki keunggulan
kompetitif atas ASEAN dalam ekspor manufaktur ke Amerika Serikat dan keunggulan ini meningkat setelah krisis keuangan Asia. Wong and
Chan (2002) menunjukkan bahwa China merupakan
ancaman yang lebih kompetitif bagi perekonomian ASEAN karena akan mengangkat rantai nilai manufaktur (manufacturing value chain) dari produk padat karya (labor intensive) menjadi padat modal dan teknologi (capital and technology intensive). Liu and Luo (2004) menggunakan model pangsa pasar (market share model) untuk menilai persaingan perdagangan antara ASEAN dan China, dan menemukan bahwa Singapura menjadi satu-satunya negara ASEAN yang menghadapi persaingan perdagangan dengan China untuk kategori barang-barang manufaktur. Mereka juga menyimpulkan bahwa untuk ASEAN peluang yang timbul dari perdagangan dengan China meningkat jauh lebih besar daripada tantangan kompetitif yang ditimbulkan oleh China.
3
Berdasarkan hasil studi Chirathivat (2002) yang berjudul “ASEAN-China Free Trade Area: Background, Implications and Future Development”
20
Trade Creation vs. Trade Diversion dalam AKFTA4 Gambar 3.1 berikut ini menggambarkan efek penciptaan perdagangan dan pengalihan perdagangan, yang dihitung sebagai persentase penyimpangan dari nilai dasar volume perdagangan, masingmasing dengan negara anggota dan nonanggota AKFTA. Penciptaan perdagangan yang positif berarti ekspansi perdagangan dalam area perdagangan bebas, sementara pengalihan perdagangan negatif berarti pengurangan perdagangan dengan nonanggota. Untuk area perdagangan bebas secara keseluruhan, perdagangan di antara negara-negara anggota AKFTA akan naik sebesar 18,1% sedangkan perdagangan dengan non-anggota akan turun hanya sebesar 2,2%. Gambar 3.1 Trade Creation and Diversion Effects of AKFTA
Seperti yang diharapkan, AKFTA akan mempercepat perdagangan antara ASEAN dan Korea. Indonesia dan Malaysia akan menikmati sekitar setengah dari pertumbuhan perdagangan antara ASEAN dan Korea. AKFTA akan menggeser neraca perdagangan ke arah yang menguntungkan ASEAN, dimana ekspor ke Korea akan meningkat sebesar 20% dan impor dari Korea akan turun 3%. Neraca perdagangan bilateral negara-negara ASEAN dengan Korea akan meningkat. Lebih spesifik, (i) Indonesia, Malaysia dan, pada tingkat lebih rendah, negara-negara CLM (Cambodia, Laos, Myanmar) akan mengalami peningkatan surplus perdagangan, (ii) Thailand akan mengalami 4
Berdasarkan hasil studi Park et al. (2008) yang berjudul “Is the ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) an Optimal Free Trade Area?”
21
pergeseran neraca perdagangan dari negatif ke positif, dan (iii) Philippines, Singapura, dan Vietnam akan mengalami penurunan defisit perdagangan (lihat Gambar 3.2). Akibatnya, total neraca perdagangan ASEAN dengan Korea akan bergeser dari negatif sebelum AKFTA menjadi positif setelah pelaksanaannya. Gambar 3.2 Bilateral Trade with Republic of Korea ($ billion)
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Dari berbagai uraian di atas, maka didapatkan beberapa poin penting yang perlu dicatat: 1) Semakin tinggi utilization rate, semakin besar impor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi (preference-eligible imports) yang benar-benar masuk dengan menggunakan tarif preferensi daripada menggunakan tarif MFN. Selain itu, semakin tinggi utilization rate juga bermakna bahwa biaya kepatuhan (compliance costs) dari ketentuan asal barang semakin tidak menjadi penghambat. 2) Dari hasil perhitungan dihasilkan bahwa utilization rate yang digunakan untuk mengukur tingkat daya tarik dari rezim preferensial relatif terhadap tarif MFN didapati hasil yang berkisar antara 30-35% untuk AFTA, ACFTA, AKFTA, dan IJEPA kecuali AIFTA yang memiliki utilization
22
rate jauh lebih rendah yaitu hanya sebesar 6,05%. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa utilization rate secara umum masih relatif sangat rendah. 3) Beberapa kemungkinan yang menyebabkan rendahnya persentase importasi yang menggunakan tarif preferensi daripada tarif MFN, antara lain: a) Tarif preferensial tidak terlalu menarik karena perbedaannya dengan tarif MFN tidak signifikan. b) Prosedur yang harus dijalani untuk dapat menggunakan tarif preferensial dianggap cukup menyulitkan (compliance cost tinggi). c) Kesalahan identifikasi dalam sistem komputer pabean yang merekam data PIB dalam hal importasi menggunakan beberapa skema fasilitas. 4) Untuk itu diperlukan studi lanjut yang fokus untuk mengkaji penyebab rendahnya utilization rate sehingga dapat diketahui secara rinci dan pasti permasalahannya dan aspek kebijakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini.
23
Appendix: Penghitungan Utility Rate AFTA: Bulan Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12
Impor dengan Tarif Preferensial 730.953.985,99 931.246.931,58 1.175.276.956,98 953.421.360,49 878.992.212,23 946.440.480,96 997.988.225,78 920.590.319,35 1.023.103.107,18 1.039.595.257,63 862.509.579,66 861.921.128,44 862.532.783,70 996.198.216,38 1.101.008.672,60 992.005.777,51 1.172.922.403,17
Impor dengan Tarif Umum 1.883.684.155,44 1.830.938.129,14 2.342.408.912,30 2.060.445.497,86 1.917.155.754,04 2.035.124.887,40 2.350.118.943,98 2.453.597.572,93 2.479.924.003,38 2.415.919.566,49 2.712.755.414,75 2.193.038.453,98 2.023.641.932,81 2.133.177.737,75 2.531.152.868,87 2.521.670.235,27 1.874.134.837,77 Rata-rata
Impor dengan Tarif Preferensial 477.537.359,12 421.192.783,66 536.011.494,59 591.149.135,45 639.901.270,47 642.089.649,22 672.010.138,38 594.670.815,67 629.315.930,09 583.251.144,17 664.973.180,28 705.796.930,92 803.542.125,51 561.193.077,31 759.770.366,08 800.497.978,18 885.464.251,54
Impor dengan Tarif Umum 1.158.416.508,01 877.718.097,83 1.147.758.675,67 1.191.189.878,44 1.326.760.351,86 1.318.945.263,73 1.210.800.953,16 1.117.578.128,02 1.273.865.459,67 1.198.847.671,35 1.401.919.199,73 1.301.683.057,41 1.206.793.464,44 1.512.938.438,48 1.144.093.442,81 1.191.284.072,07 1.355.872.732,25 Rata-rata
Total 2.614.638.141,43 2.762.185.060,73 3.517.685.869,29 3.013.866.858,35 2.796.147.966,27 2.981.565.368,36 3.348.107.169,76 3.374.187.892,29 3.503.027.110,56 3.455.514.824,12 3.575.264.994,42 3.054.959.582,42 2.886.174.716,51 3.129.375.954,12 3.632.161.541,47 3.513.676.012,79 3.047.057.240,94
Utility Rate 27,96% 33,71% 33,41% 31,63% 31,44% 31,74% 29,81% 27,28% 29,21% 30,09% 24,12% 28,21% 29,88% 31,83% 30,31% 28,23% 38,49% 30,43%
ACFTA: Bulan Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12
24
Total 1.635.953.867,13 1.298.910.881,49 1.683.770.170,26 1.782.339.013,89 1.966.661.622,33 1.961.034.912,95 1.882.811.091,53 1.712.248.943,69 1.903.181.389,76 1.782.098.815,51 2.066.892.380,01 2.007.479.988,33 2.010.335.589,95 2.074.131.515,80 1.903.863.808,89 1.991.782.050,24 2.241.336.983,79
Utility Rate 29,19% 32,43% 31,83% 33,17% 32,54% 32,74% 35,69% 34,73% 33,07% 32,73% 32,17% 35,16% 39,97% 27,06% 39,91% 40,19% 39,51% 34,24%
AKFTA: Bulan Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12
Impor dengan Tarif Preferensial 87.170.831,12 89.978.899,16 122.717.381,94 128.468.928,95 122.283.183,24 115.846.453,95 138.937.484,12 130.279.299,34 155.363.456,88 155.083.262,54 162.136.425,67 165.448.765,67 151.298.274,04 146.412.892,50 153.427.958,26 163.035.878,25 161.195.129,89
Impor dengan Tarif Umum 233.098.452,98 197.340.430,19 282.486.068,55 193.571.068,43 215.479.077,10 218.931.105,12 253.599.857,01 268.510.004,90 299.670.290,77 274.071.301,77 394.771.180,25 413.104.591,47 279.355.877,01 325.458.589,56 383.293.172,31 390.324.869,19 344.538.836,44 Rata-rata
Impor dengan Tarif Preferensial 259.292.293,25 306.076.925,64 355.531.546,87 320.032.752,00 343.040.938,20 389.337.811,23 440.341.098,36 435.318.126,66 431.948.274,19 483.005.670,36 481.912.690,41 457.779.653,52 481.148.740,56 503.566.183,42 525.412.351,09 536.237.669,60 509.146.769,02
Impor dengan Tarif Umum 828.571.602,78 782.177.924,73 955.883.533,38 725.388.716,71 706.716.752,18 913.208.389,75 1.017.598.530,67 928.405.605,01 1.011.556.036,90 1.009.236.124,73 1.093.265.028,81 1.111.753.421,12 942.496.447,75 1.054.071.954,74 1.232.983.056,79 1.152.725.984,20 1.050.651.954,41 Rata-rata
Total 320.269.284,10 287.319.329,35 405.203.450,49 322.039.997,38 337.762.260,34 334.777.559,07 392.537.341,13 398.789.304,24 455.033.747,65 429.154.564,31 556.907.605,92 578.553.357,14 430.654.151,05 471.871.482,06 536.721.130,57 553.360.747,44 505.733.966,33
Utility Rate 27,22% 31,32% 30,29% 39,89% 36,20% 34,60% 35,39% 32,67% 34,14% 36,14% 29,11% 28,60% 35,13% 31,03% 28,59% 29,46% 31,87% 32,45%
IJEPA: Bulan Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12
25
Total 1.087.863.896,03 1.088.254.850,37 1.311.415.080,25 1.045.421.468,70 1.049.757.690,38 1.302.546.200,98 1.457.939.629,03 1.363.723.731,67 1.443.504.311,09 1.492.241.795,09 1.575.177.719,21 1.569.533.074,64 1.423.645.188,31 1.557.638.138,16 1.758.395.407,89 1.688.963.653,80 1.559.798.723,44
Utility Rate 23,83% 28,13% 27,11% 30,61% 32,68% 29,89% 30,20% 31,92% 29,92% 32,37% 30,59% 29,17% 33,80% 32,33% 29,88% 31,75% 32,64% 30,40%
AIFTA: Bulan Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12
Impor dengan Tarif Preferensial 7.524.234,70 20.488.641,07 18.513.706,47 24.608.884,22 17.646.391,52 17.721.650,91 23.468.406,43 21.854.593,55 13.580.462,19 16.304.203,00 15.328.018,05 13.470.931,56 12.525.654,30 27.275.095,23 31.185.406,99 37.485.746,89 21.104.887,85
Impor dengan Tarif Umum 221.629.720,74 310.770.702,67 383.354.141,14 346.561.522,12 407.135.274,14 311.675.531,83 335.823.878,65 267.204.300,75 280.181.508,68 319.109.499,41 310.183.182,47 303.516.699,26 273.546.387,80 359.656.877,08 317.449.273,70 276.369.029,65 316.325.353,33 Rata-rata
26
Total 229.153.955,44 331.259.343,74 401.867.847,61 371.170.406,34 424.781.665,66 329.397.182,74 359.292.285,08 289.058.894,30 293.761.970,87 335.413.702,41 325.511.200,52 316.987.630,81 286.072.042,10 386.931.972,32 348.634.680,69 313.854.776,54 337.430.241,17
Utility Rate 3,28% 6,19% 4,61% 6,63% 4,15% 5,38% 6,53% 7,56% 4,62% 4,86% 4,71% 4,25% 4,38% 7,05% 8,95% 11,94% 6,25% 5,96%
BAB IV ESTIMASI DAMPAK IJEPA DAN ACFTA: METODE EKONOMETRI ARIMA
PENDAHULUAN Setelah perjanjian perdagangan bebas (FTA) diberlakukan, penting bagi para pembuat kebijakan untuk memperhitungkan dampaknya. Dampak sebenarnya dari pemberlakuan FTA mungkin sangat berbeda dari proyeksi sebelumnya. Tujuan bab ini adalah untuk menyajikan metode evaluasi dampak suatu FTA setelah perjanjian berlaku efektif (metode ex-post). China dan Japan merupakan negara-negara mitra dagang utama Indonesia, terutama untuk perdagangan barang. Berdasarkan data BPS bulan Januari-Juli 2012, China merupakan negara peringkat pertama tujuan ekspor barang non migas Indonesia sebesar US$ 12,02 miliar atau 13,36% dari total ekspor Indonesia. Japan berada di peringkat kedua dengan ekspor sebesar US$ 10,24 miliar atau 11,39% dari total ekspor Indonesia. China merupakan mitra FTA pertama Indonesia di luar kesepakatan FTA Indonesia terdahulu dengan ASEAN. Kesepakatan Indonesia bersama negara ASEAN lainnya dengan China terikat dalam perjanjian yang disebut ASEAN-China FTA. Sementara itu, tidak lama setelah China bermitra dengan ASEAN (dan Indonesia di dalamnya), Japan menjadi mitra Indonesia pertama dalam bilateral FTA yang disebut dengan skema IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement).
METODOLOGI Setelah berlakunya FTA dengan kedua mitra dagang utama Indonesia tersebut, penting untuk mengevaluasi dampak dari kedua FTA setelah perjanjian berlaku efektif. Dalam perdagangan barang, perlakuan berupa tarif khusus ACFTA (0 – 5%) berlaku efektif menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area. Sebelum PMK tersebut, tarif NT masih berada pada kisaran 5% - 20%. Penurunan tingkat tarif secara signifikan ini diasumsikan akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan nilai ekspor Indonesia dan China sebagai dua negara yang terlibat dalam kesepakatan perdagangan barang ACFTA dan menjadi obyek studi ini. Oleh karena itu, titik waktu 1 Januari 2009 sebagai tanggal efektif pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 digunakan untuk mengevaluasi
27
pengaruh dari skema ACFTA terhadap
Indonesia dan China dari sisi kontribusi ekspor bagi
pendapatan nasional dan peningkatan pertumbuhannya. Sedangkan IJEPA berlaku efektif berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Japan Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi yang berlaku efektif sejak 1 Juli 2008. Dengan demikian, titik waktu 1 Juli 2008 sebagai tanggal efektif pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 95/PMK.011/2008 digunakan untuk mengevaluasi pengaruh dari skema IJEPA terhadap Indonesia dan Japan dari sisi kontribusi ekspor bagi pendapatan nasional dan peningkatan pertumbuhannya. Guna mengetahui dampak dari skema IJEPA dan ACFTA terhadap ekspor Indonesia dan negara mitra digunakan kerangka pemikiran berikut. Pada fase setelah berlaku skema tarif khusus perdagangan barang ACFTA atau IJEPA, dilakukan forecasting berdasarkan nilai ekspor sebelum berlaku skema tarif khusus. Hasil forecasting ini dibandingkan dengan nilai perdagangan aktual setelah berlaku skema tarif khusus. Selisih keduanya akan menjadi dampak dari berlakunya perjanjian ACFTA atau IJEPA. Kerangka pemikiran dari simulasi dampak IJEPA dan ACFTA tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 4.1 Kerangka Pemikiran Tahun ...
Tahun ...
Tahun ...
Tahun...
dd/mm/yy Skema Tarif IJEPA/ACFTA mulai berlaku
Kondisi Aktual Dengan Skema Tarif IJEPA/ACFTA (i)
Tahun ...
Tahun ...
Tahun ...
Tahun...
Tidak ada skema tarif IJEPA/ACFTA
Simulasi Kondisi Tanpa Skema Tarif IJEPA/ACFTA (ii)
28
Nilai ekspor dalam hubungan perdagangan kedua negara pada periode 1 Juli 2008 – 30 Juni 2011 pada kondisi aktual dan kondisi simulasi diperbandingkan
Analisis yang digunakan untuk forecasting dalam kajian ini adalah model ekonometrika ARIMA atau yang secara populer lebih dikenal dengan sebutan metodologi Box-Jenkins. Karakteristik dari model ARIMA adalah model tersebut memberikan penekanan pada sifat-sifat probabilistik atau stokastik dari runtun waktu ekonomi dengan menggunakan data yang bersangkutan untuk menentukan arah kecenderungannya sendiri tanpa melibatkan data lainnya (Gujarati, 2009). Dalam model regresi, Y dijelaskan oleh k variabel bebas X1, X2, X3, ... , Xk. Sedangkan dalam model ARIMA, Y dijelaskan oleh nilai-nilai Y sendiri di waktu sebelumnya. Mengutip Gujarati (2009 p.778),”Salah satu dasar popularitas pemodelan ARIMA adalah keberhasilannya dalam peramalan. Dalam banyak kasus, hasil ramalan yang dihasilkan metode ini lebih andal daripada hasil ramalan yang dihasilkan pemodelan ekonometrik tradisional, khususnya dalam jangka pendek. Namun, tentunya setiap kasus mesti dicek.
Gambar 4.2 Metodologi Box-Jenkins
Langkah 1: Identifikasi model (Pilih tentative p,d,q)
Langkah 2: Estimasi parameter model terpilih
Tidak (Kembali ke Langkah 1)
Ya diagnostic Langkah 3: Pemeriksaan Apakah estimasi residual white-noise?
Langkah 4: Peramalan Sumber: Gujarati (2009)
Kajian ini menggunakan model multiplicative ARIMA, suatu kombinasi dari model Autoregressive (AR), differencing, dan moving average/rata-rata bergerak (MA) yang dinotasikan dengan ARIMA (p, d, q).
29
Yt = θ + α1 (Yt–1 - δ) + α2 (Yt–2 - δ) + ... + αp (Yt–p - δ) + β0 ut + β1 ut-1 + β2 ut-2 + ... + βq ut-q ............... (Pers. 1)
Dalam ekonometrika, data yang dimasukkan ke dalam model ARMA tersebut di atas harus terlebih dulu harus stasioner. Untuk itu
data yang non-stasioner perlu ditransformasi melalui
differencing sebanyak d kali hingga data time series tersebut menjadi stasioner.
Δ Yt = Yt - Yt–1 (differencing pertama) Δ Yt-1 = Yt-1 - Yt–2 (differencing kedua)
dan seterusnya
............... (Pers. 2)
Data time series non-stasioner yang telah mengalami differencing
sebanyak d kali untuk
membuatnya stasioner dan kemudian data time series tersebut diproses dengan model ARMA (p,q), maka data time series tersebut telah melalui proses model ARIMA (p,d,q). Data time series selanjutnya dimasukkan ke dalam estimasi model terbaik untuk dapat diketahui hasil simulasinya berupa nilai ekspor Indonesia ke Japan dan nilai ekspor Japan ke Indonesia dalam hubungan perdagangan kedua negara seandainya tidak ada skema tarif IJEPA. Kemudian hasil simulasi dibandingkan dengan nilai aktual pada periode yang sama di mana perjanjian IJEPA telah efektif berlaku. Dari proses pembandingan ini akan dapat dihitung seberapa besar dampak dari skema tarif perjanjian IJEPA terhadap ekspor Indonesia ke Japan dan dan juga ekspor Japan ke Indonesia. Selain itu walau kedua belah pihak sama-sama memperoleh keuntungan, akan dapat diketahui di antara keduanya pihak mana yang menerima keuntungan lebih dibandingkan mitranya. Asumsi pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah skema tarif ACFTA merupakan satu-satunya faktor ekonomi yang berpengaruh signifikan pada periode pengamatan 1 Januari 2009 – 31 Desember 2011, sementara skema tarif IJEPA merupakan satu-satunya faktor ekonomi yang berpengaruh signifikan pada periode pengamatan 1 Juli 2008 – 30 Juni 2011. Dengan demikian, faktor-faktor ekonomi lain yang mungkin mempengaruhi perdagangan Indonesia dan Japan pada periode tersebut bersifat tetap (ceteris paribus) atau tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Dalam proses pengolahan dan analisis tersebut di atas digunakan software ekonometrika Eviews versi 6.
30
DATA DAN ANALISIS Ekspor Indonesia ke Japan Data yang digunakan untuk input model ARIMA adalah data ekspor time series Indonesia ke Japan periode Januari 1990 - Juni 2011, sedangkan data untuk forecasting digunakan data Juli 2008 – Juni 2011, yang merupakan data periode pengamatan. Titik awal periode pengamatan adalah 1 Juli 2008, sehingga tahun pengamatan pertama akan berakhir pada 30 Juni 2009. Selanjutnya tahun pengamatan kedua akan berawal pada tanggal 1 Juli 2009 dan berakhir pada 30 Juni 2010, dan seterusnya hingga tahun pengamatan ketiga sebagai tahun terakhir pengamatan.
Gambar 4.3 Ekspor Indonesia ke Japan Periode Januari 1990 – Oktober 2011
Sumber data: IMF, diunduh dari CEIC (2012)
Data ekspor Indonesia ke Japan pada gambar 4-3 mengindikasikan kondisi non-stasionernya data input model. Prakondisi peramalan time series metode ekonometrika selalu mensyaratkan stasioneritas dari data yang menjadi input model. Pengecekan lebih rinci dengan correllogram dan Augmented-Dickey Fuller Test sebagai unit root test menegaskan keyakinan tersebut.
31
Gambar 4.4 Model Ekspor Indonesia ke Japan Tanpa Skema IJEPA (ARIMA D=1, P=8, Q=8)
Sumber: Hasil analisis Model ARIMA yang reasonable fit terhadap data ekspor Indonesia ke Japan kemudian dihasilkan dari proses menstasionerkan data melalui differencing dan pengidentifikasian derajat AR dan MA sebagaimana diuraikan pada metodologi
penelitian. Identifikasi model tersebut
menghasilkan estimasi terbaik pada derajat differencing (d) = 1, derajat autoregressive (AR) = 8, dan derajat moving average (MA) = 8. Gujarati (2009 p.782) menyatakan hasil pengidentifikasian model dengan cara tersebut sudah memadai sehingga tidak perlu mencari model ARIMA lainnya. Keyakinan tersebut ditegaskan oleh hasil pemeriksaan diagnostik melalui grafik first difference data ekspor Indonesia ke Japan, correllogram residual model dan unit root test. Krisis ekonomi dunia akhir tahun 2008 sangat mempengaruhi ekspor Indonesia ke Japan. Penurunan ekspor Indonesia ke Japan secara drastis terjadi sejak periode November 2008 hingga September 2010 akibat krisis, dan baru kembali normal sejak Oktober 2010. Efek krisis cukup berat terasa sehingga pada saat itu telah meniadakan efek penguatan dari tarif preferensial IJEPA.
32
Mengingat adanya anomali akibat krisis tersebut, sebagian data aktual pada periode pengamatan yaitu data November 2008 – September 2010 tidak dapat digunakan sebagai data pembanding dengan data simulasi. Untuk itu data simulasi dan data aktual yang dapat diperbandingkan hanyalah pada periode pengamatan Juli 2010-Juni 2011 (lihat gambar 4-5).
Gambar 4.5 Nilai Ekspor Indonesia Ke Japan Aktual Dengan IJEPA Dan Estimasi Hasil Simulasi Tanpa IJEPA (dalam US$ 000) 4,000,000 IJEPA berlaku
3,500,000
Ekspor RI ke JPN aktual
3,000,000
FORECAST
2,500,000 2,000,000 1,500,000
Krisis subprime mortgage
1,000,000
02/2011
03/2010
04/2009
05/2008
06/2007
07/2006
08/2005
09/2004
10/2003
11/2002
12/2001
01/2001
02/2000
03/1999
04/1998
05/1997
06/1996
07/1995
08/1994
09/1993
10/1992
11/1991
12/1990
0
01/1990
500,000
Sumber: Hasil analisis
Berdasarkan data aktual tiga tahun terakhir, nilai ekspor Indonesia ke Japan rata-rata tumbuh sebesar 14,29% per tahunnya. Dari hasil simulasi dapat diketahui bahwa nilai ekspor tanpa skema tarif IJEPA hanya akan meningkat sebesar 9,06% saja per tahunnya. Skema tarif IJEPA berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekspor Indonesia ke Japan sebesar 5,23% (secara persentase) atau menjadikan pertumbuhan ekspor 1,58 kali lipat dibandingkan bila tidak ada skema tarif IJEPA. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan tetap sebesar 14,29% per tahun, dalam dua tahun mendatang (Juli 2011 - Juni 2012) dan (Juli 2012 - Juni 2013) nilai ekspor Indonesia ke Japan berpotensi meningkat masing-masing menjadi US$ 38,326,660,120 dan US$ 43,802,599,468,189. Walau secara nominal dan persentase, Indonesia mengalami pertumbuhan kontribusi ekspor ke Japan yang positif akibat IJEPA, pangsa Japan sebagai tujuan ekspor Indonesia terus mengalami penurunan. Bila posisi Japan pada tahun 1995 masih memegang pangsa tujuan ekspor sebesar 28%, pada tahun 2000 turun menjadi 23%, dan pada tahun 2010 terus turun menjadi 16%. Hal ini dapat menunjukkan pasar ekspor Indonesia yang makin terdiversifikasi.
33
Tabel 4.1 Dampak IJEPA terhadap Nilai Ekspor Indonesia ke Japan Total Kontribusi Ekspor (US$)
URAIAN Dengan Skema IJEPA (p.a.)
33,535,290,000
Tanpa Skema IJEPA (p.a.)
30,807,930,000
Dampak IJEPA terhadap peningkatan kontribusi nilai ekspor (p.a.)
2,727,360,000
Sumber: Hasil analisis
Ekspor Japan ke Indonesia Untuk pemodelan dan menghasilkan output model ARIMA dari ekspor Japan ke Indonesia ditempuh prosedur yang persis sama dengan model ARIMA ekspor Indonesia ke Japan terdahulu. Untuk input model ARIMA digunakan data time series Januari 1990 – Juni 2011, sedangkan untuk simulasi digunakan data time series Juli 2008 – Juni 2011. Gambar 4.6 Grafik Ekspor Japan ke Indonesia (Januari 1990 – Oktober 2011)
Sumber data: IMF, diunduh dari CEIC (2012)
Pemeriksaan visual atas data ekspor Japan ke Indonesia pada grafik dalam gambar
4-6
menunjukkan data awal belum dapat digunakan sebagai data input model mengingat data masih nonstasioner. Dugaan ini kemudian dipertegas oleh analisis correllogram dan hasil dari unit root test.
34
Melalui proses pengidentifikasian model sebagaimana dijelaskan pada metodologi penelitian dihasilkan model ARIMA yang sesuai dengan terhadap data ekspor Japan ke Indonesia. Dalam model tersebut dihasilkan derajat differencing (d) = 1, derajat autoregressive (AR) = 12, dan derajat moving average (MA) = 1. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dengan grafik first difference, analisis correllogram model residual, dan dua unit root test yakni ADF test dan PP test mempertegas keyakinan telah memadainya model tersebut (Gujarati, 2009 p. 782).
Gambar 4.7 Model Ekspor Japan ke Indonesia Tanpa Skema IJEPA (ARIMA D=1, P=12, Q=1)
Sumber : Hasil analisis
Grafik ekspor Japan ke Indonesia pada gambar 4-6 di atas memperlihatkan krisis ekonomi dunia akhir tahun 2008 sangat mempengaruhi ekspor Japan ke Indonesia. Penurunan ekspor Japan ke Indonesia secara drastis terjadi sejak periode November 2008 hingga Mei 2010 akibat krisis, dan baru kembali normal sejak Juni 2010. Efek krisis cukup berat terasa sehingga pada saat itu telah meniadakan efek penguatan dari tarif preferensial IJEPA. Mengingat terjadinya anomali akibat krisis tersebut, sebagian data aktual pada periode pengamatan yaitu data November 2008 – Mei 2010 tidak dapat digunakan sebagai data pembanding dengan data simulasi. Untuk itu data simulasi dan data aktual yang dapat diperbandingkan hanyalah pada periode pengamatan Juli 2010-Juni 2011.
35
Gambar 4.8 Data Time Series Aktual Dengan IJEPA Dan Estimasi Simulasi Nilai Ekspor Japan Ke Indonesia Tanpa IJEPA (dalam US$ 000) 2,000,000 1,800,000
Ekspor JPN ke RI aktual
IJEPA berlaku
1,600,000 1,400,000
forecast
1,200,000 1,000,000 800,000 600,000
awal krisis subprime mortgage
400,000
02/2011
03/2010
04/2009
05/2008
06/2007
07/2006
08/2005
09/2004
10/2003
11/2002
12/2001
01/2001
02/2000
03/1999
04/1998
05/1997
06/1996
07/1995
08/1994
09/1993
10/1992
11/1991
12/1990
0
01/1990
200,000
Sumber: Hasil analisis
Selama periode simulasi Juli 2010-Juni 2011 setelah berlaku skema tarif preferensial IJEPA total nilai ekspor aktual Japan ke Indonesia adalah US$ 17,982,250,000. Pada periode yang sama berdasarkan hasil simulasi bila tidak ada skema tarif preferensial IJEPA, total nilai ekspor Japan ke Indonesia akan sedikit lebih rendah yaitu sebesar US$ 17,888,760,000. Dampak yang diberikan dengan adanya skema tarif preferensial IJEPA bagi ekspor Japan ke Indonesia adalah meningkatnya total nilai ekspor Japan ke Indonesia rata-rata sebesar US$ 93,490,000 per tahunnya. Bersumber analisis data aktual tiga tahun terakhir, nilai ekspor Japan ke Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 33,61% per tahunnya. Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai ekspor tanpa skema tarif IJEPA hanya akan meningkat sebesar 33,17% saja per tahunnya. Skema tarif IJEPA berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekspor Japan ke Indonesia sebesar 0,43% (secara persentase) atau menjadikan pertumbuhan ekspor hanya 1,01 kali lipat kali lipat dibandingkan bila tidak ada skema tarif IJEPA. Secara makro bagi negara Japan, angka sebesar ini jelas bukan merupakan angka yang bagus dalam menunjukkan signifikansi dari dampak IJEPA terhadap ekspornya ke Indonesia.
36
Tabel 4.2 Dampak IJEPA terhadap Nilai Ekspor Japan ke Indonesia Total Kontribusi Ekspor (US$)
URAIAN Dengan Skema IJEPA (p.a.)
17,982,250,000
Tanpa Skema IJEPA (p.a.)
17,888,760,000
Dampak IJEPA terhadap peningkatan kontribusi nilai ekspor (p.a.)
93,490,000
Sumber: Hasil analisis Dengan tingkat pertumbuhan diasumsikan tetap sebesar 17,93% per tahun, dalam dua tahun mendatang (Juli 2011 - Juni 2012) dan (Juli 2012 - Juni 2013), nilai ekspor Indonesia ke Japan berpotensi meningkat masing-masing menjadi US$24,025,186,526 dan US$32,098,852,347,266. Secara nominal dan persentase, Japan mengalami pertumbuhan kontribusi ekspor ke Indonesia yang positif akibat IJEPA walau tidak terlalu signifikan. Pangsa Japan sebagai negara asal impor Indonesia mengalami pasang surut. Bila posisi Japan pada tahun 1995 masih memegang pangsa negara asal impor sebesar 23%, pada tahun 2000 turun menjadi 9%, dan kembali naik di tahun 2010 menjadi 12%.
Ekspor Indonesia ke China Gambar 4.9 Ekspor Indonesia ke China Periode Januari 1990 – September 2011
Sumber data: IMF, diunduh dari CEIC Dari proses menstasionerkan data melalui differencing dan pengidentifikasian derajat AR dan MA sebagaimana diuraikan pada metodologi penelitian dihasilkan model ARIMA yang reasonable
37
fit terhadap data ekspor Indonesia ke China. Dalam model tersebut dihasilkan derajat differencing (d) = 2, derajat autoregressive (AR) = 12, dan derajat moving average (MA) = 12.5 Setelah model ARIMA ini diperoleh menurut langkah-langkah dalam metodologi penelitian, Gujarati (2009:782) menyatakan model tersebut sudah memadai sehingga tidak perlu mencari model ARIMA lainnya. Hasil diagnostic checking melalui grafik second difference data ekspor Indonesia ke China, correllogram residual model, dan dua unit root test yakni ADF test dan PP test menguatkan keyakinan tersebut. Jumlah nilai ekspor aktual Indonesia ke China selama periode Januari 2009 – Desember 2011 masa tiga tahun setelah berlaku skema preferential tariff ACFTA - mencapai US$50,198,467,238. Berdasarkan hasil simulasi bila tidak ada skema preferential tariff ACFTA pada periode yang sama, total nilai ekspor Indonesia ke China akan sedikit lebih rendah yaitu US$49,849,336,667. Dengan demikian, adanya skema preferential tariff ACFTA memberikan dampak peningkatan total nilai ekspor Indonesia ke China net pada periode tersebut sebesar US$ 349,130,571 atau rata-rata US$ 116,376,857 per tahunnya.
Gambar 4.10 Nilai Ekspor Indonesia Ke China Aktual Dengan Skema Tarif ACFTA dan Estimasi Hasil Simulasi Tanpa Skema Tarif ACFTA (dalam US$ 000) 2,500,000
ACFTA berlaku
2,000,000
ekspor RI ke Cina (aktual)
1,500,000
forecast
1,000,000
02/2011
03/2010
04/2009
06/2007
07/2006
08/2005
09/2004
10/2003
11/2002
12/2001
01/2001
02/2000
03/1999
04/1998
05/1997
06/1996
07/1995
08/1994
09/1993
10/1992
11/1991
12/1990
01/1990
0
05/2008
krisis subprime mortgage
500,000
Sumber: Hasil analisis
5
Di atas ARMA (11,11), Eviews versi 6 mampu mengidentifikasi ARIMA (p, d, q), namun tidak mampu untuk menggenerate estimasi equation-nya, sehingga estimasi persamaan model tidak bisa ditampilkan
38
Nilai ekspor Indonesia ke China telah meningkat sebesar 66,10% atau rata-rata tumbuh sebesar 22,03% per tahunnya dalam tiga tahun terakhir pada masa ACFTA telah berlaku. Tingkat pertumbuhan tersebut masih di bawah periode 2006-2008 (pra ACFTA) yang tercatat sebesar 30,2% per tahun. Lonjakan kenaikan tajam pada periode 2009-2011 (pasca ACFTA) tercatat terjadi pada periode 3 sebesar US$ 5,4 miliar hingga menyebabkan nilai ekspor periode 3 pasca ACFTA mencapai 1,7 kali lipat dari periode 3 pra ACFTA. Selanjutnya dengan membandingkan antara data simulasi pasca ACFTA periode 3 dan data aktual pra ACFTA pada periode yang sama dapat diketahui bahwa tanpa ACFTA nilai ekspor Indonesia ke China akan tumbuh lebih kecil yakni sebesar 48,6% saja atau rata-rata tumbuh sebesar 16,2% per tahunnya saja. Dengan demikian kondisi berlakunya skema tarif ACFTA memberikan dampak pada peningkatan pertumbuhan ekspor Indonesia ke China sebesar 5,83% (secara persentase) per tahun atau meningkatkan pertumbuhan ekspor menjadi 1,36 kali lipat dibandingkan bila skema tarif ACFTA tidak berlaku.
Tabel 4.3 Peningkatan Nilai Ekspor Indonesia ke China Sebagai Dampak ACFTA URAIAN
Peningkatan nilai ekspor
Tanpa Skema ACFTA
16,20% p.a.
Dengan Skema ACFTA
22,03% p.a.
Peningkatan nilai ekspor sebagai dampak ACFTA
5,83% p.a.
Derajat peningkatan pertumbuhan ekspor sebagai dampak ACFTA
1,36 kali lipat p.a.
Sumber: Hasil analisis Untuk proyeksi ke depan bila diasumsikan dalam dua tahun mendatang tingkat pertumbuhan tetap sebesar 22,03% per tahun, nilai ekspor Indonesia ke China berpotensi meningkat masingmasing menjadi US$25,737,647,279 periode Januari - Desember 2012 dan US$31,408,156,032 pada periode Januari – Desember 2013.
Ekspor China ke Indonesia Dari proses menstasionerkan data melalui differencing dan pengidentifikasian derajat AR dan MA sebagaimana diuraikan pada metodologi penelitian dihasilkan model ARIMA yang reasonable fit terhadap data ekspor China ke Indonesia. Dalam model tersebut dihasilkan derajat differencing (d) = 1, derajat autoregressive (AR) = 3, dan derajat seasonal autoregressive (SAR) = 3.
39
Gambar 4.11 Ekspor China ke Indonesia (Januari 1990 – Oktober 2011)
Sumber data: IMF, diunduh dari CEIC Gambar 4-12. Hasil Model Ekspor China ke Indonesia (ARIMA p=3, d=1, bp=3)
Sumber: Hasil analisis Hasil diagnostic checking antara lain menegaskan keyakinan bahwa model tersebut sudah memadai sehingga tidak perlu mencari model ARIMA lainnya (Gujarati, 2009 p.782).
40
Gambar 4.13 Nilai Ekspor China ke Indonesia Aktual dengan Skema Tarif ACFTA dan Estimasi Hasil Simulasi Tanpa Skema Tarif ACFTA (dalam US$ 000) 3,000,000 ACFTA berlaku
2,500,000
2,000,000
ekspor Cina ke RI aktual
1,500,000
forecast
1,000,000 awal krisis subprime mortgage
500,000
01/2011
01/2010
01/2009
01/2008
01/2007
01/2006
01/2005
01/2004
01/2003
01/2002
01/2001
01/2000
01/1999
01/1998
01/1997
01/1996
01/1995
01/1994
01/1993
01/1992
01/1991
01/1990
-
Sumber: Hasil analisis Dari data statistik, total nilai ekspor aktual China ke Indonesia selama periode Januari 2009 – Desember 2011 yang merupakan masa 3 tahun setelah berlaku skema preferential tariff ACFTA mencapai US$ 64,976,034,000. Pada periode yang sama berdasarkan hasil simulasi bila tidak ada skema preferential tariff ACFTA, total nilai ekspor Indonesia ke China akan lebih rendah yaitu US$ 48,101,948,000. Jadi adanya skema preferential tariff ACFTA memberikan dampak peningkatan total nilai ekspor Indonesia ke China net selama 3 tahun sejak berlakunya ACFTA sebesar US$ 16,874,086,000 atau rata-rata US$ 5,624,695,000 per tahunnya. Dengan membandingkan antara data aktual pasca ACFTA periode 3 dan data aktual pra ACFTA periode yang sama dapat diketahui bahwa nilai ekspor China ke Indonesia telah meningkat sebesar 63,98% atau rata-rata tumbuh sebesar 21,33% per tahunnya. Tingkat pertumbuhan tersebut masih di bawah periode 2006-2008 (pra ACFTA) yang tercatat sebesar 56% per tahun. Kenaikan signifikan sebesar US$ 5,2 miliar menyebabkan tingginya nilai ekspor pada periode 3 pasca ACFTA hingga mencapai 1,6 kali lipat dari periode 3 pra ACFTA.
41
Tabel 4.4 Peningkatan Nilai Ekspor China ke Indonesia Sebagai Dampak ACFTA URAIAN
Peningkatan Nilai Ekspor
Tanpa Skema ACFTA
2,77% p.a.
Dengan Skema ACFTA
21,33% p.a.
Peningkatan nilai ekspor sebagai dampak ACFTA
18,55% p.a.
Derajat peningkatan ekspor sebagai dampak ACFTA
7,7 kali lipat p.a.
Sumber: Hasil analisis Selanjutnya dengan membandingkan antara data simulasi pasca ACFTA periode 3 dan data aktual pra ACFTA pada periode yang sama dapat diketahui bahwa nilai ekspor Cina ke Indonesia tanpa ACFTA akan tumbuh lebih kecil yakni sebesar sebesar 8,32% saja atau rata-rata tumbuh sebesar 2,77% per tahunnya. Dengan demikian kondisi berlakunya skema tarif ACFTA memberikan dampak pada peningkatan ekspor China ke Indonesia sebesar 18,55% (secara persentase) per tahun atau secara nominal meningkat menjadi 7,7 kali lipat kali lipat dibandingkan bila skema tarif ACFTA tidak berlaku. Untuk proyeksi ke depan bila diasumsikan dalam dua tahun mendatang tingkat pertumbuhan tetap sebesar 21,33% per tahun, nilai ekspor China ke Indonesia berpotensi meningkat masingmasing menjadi US$ 31,141,362,202 periode Januari - Desember 2012 dan US$ 37,782,341,229 pada periode Januari – Desember 2013.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Secara makro, Indonesia maupun Japan memetik manfaat dari penurunan tarif dan keterbukaan pasar dalam IJEPA dalam tingkatan yang berbeda. Indonesia menerima tingkat manfaat yang lebih besar dari Japan baik dari sisi naiknya kontribusi ekspor terhadap pendapatan nasional secara nominal dan persentase dan berlipat gandanya tingkat pertumbuhan ekspor akibat keikutsertaannya dalam IJEPA. Indonesia maupun China sama-sama memetik manfaat dari pemberlakuan skema tarif ACFTA. Namun dalam konteks hubungan perdagangan barang kedua negara, China lebih dapat mengoptimalkannya sehingga manfaat yang diterima dapat jauh lebih besar dibandingkan manfaat yang diterima Indonesia. Bila diibaratkan upaya pengoptimalan manfaat ACFTA ini adalah suatu kompetisi, maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Indonesia cukup jauh tertinggal dalam persaingan mengoptimalkan manfaat ACFTA dibandingkan China. Walaupun demikian, dengan
42
adanya skema preferential tariff sektor barang ACFTA, manfaat secara jangka panjang terlihat dari tren positif peningkatan aktivitas ekspor dalam hubungan perdagangan kedua Negara. Berdasarkan analisis dampak IJEPA terhadap Indonesia dengan menggunakan model ARIMA, dapat diketahui bahwa skema tarif IJEPA telah memberikan dampak terhadap peningkatan nilai ekspor Indonesia ke Japan rata-rata sebesar US$2,727,360,000
per tahunnya. Angka tersebut
merupakan besar kontribusi langsung terhadap pendapatan nasional Indonesia. Pertumbuhan nilai ekspor Indonesia ke Japan meningkat rata-rata sebesar 5,23% setiap tahunnya sebagai akibat dampak IJEPA, yang berarti peningkatan 1,58 kali lipat dibandingkan bila Indonesia tidak mengikuti IJEPA. Dari hasil analisis model ARIMA untuk Japan, dapat diketahui bahwa skema tarif IJEPA telah memberikan dampak terhadap peningkatan nilai ekspor Japan ke Indonesia rata-rata sebesar US$93,490,000
per tahunnya yang juga merupakan kenaikan kontribusi nilai ekspor terhadap
pendapatan nasional Japan. Pertumbuhan nilai ekspor Japan ke Indonesia akibat IJEPA meningkat tipis rata-rata sebesar 0,43% p.a. atau naik hanya 1,01 kali lipat dibandingkan bila Japan tidak mengikuti IJEPA. IJEPA dapat memberikan manfaat lebih bagi Indonesia dari sisi pembentukan modal melalui penanaman modal langsung mengingat cakupannya yang menyeluruh termasuk di sektor barang, jasa, dan investasi. Sifat complementarity produk ekspor Indonesia yang lebih baik dengan Japan dibandingkan dengan negara-negara mitra Indonesia dalam AFTA memberikan peluang perolehan manfaat IJEPA yang besar bagi Indonesia. Dari sudut pandang Indonesia, berdasarkan analisis perbandingan kondisi dengan skema tarif ACFTA dan hasil simulasi kondisi tanpa skema tarif ACFTA selama periode pengamatan 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2011, dapat disimpulkan bahwa ACFTA berpengaruh pada peningkatan kontribusi ekspor bagi pendapatan nasional dan persentase pertumbuhannya. Berdasarkan analisis menggunakan model ARIMA dapat disimpulkan bahwa skema tarif ACFTA telah meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke China rata-rata sebesar US$116,376,857 per tahunnya, atau
berkontribusi
langsung
terhadap
pendapatan
nasional
Indonesia
sebesar
rata-rata
US$116,376,857 per tahun. Di luar efek langsung, kontribusi tersebut akan memberikan pula dampak ikutan atau turunan yang ditransmisikan ke sektor-sektor ekonomi lain sehingga pada gilirannya turut berkontribusi pada pendapatan nasional. Dari persentase pertumbuhan, nilai ekspor Indonesia ke China yang berkontribusi terhadap pendapatan nasional Indonesia meningkat rata-rata sebesar 5,83% setiap tahunnya sebagai akibat dampak ACFTA. Hal ini berarti adanya peningkatan 1,36 kali lipat dibandingkan bila Indonesia tidak mengikuti ACFTA.
43
Sementara itu dari sudut pandang China, skema tarif ACFTA telah meningkatkan kontribusi ekspor China ke Indonesia bagi pendapatan nasional China rata-rata sebesar US$ 5,624,695,000 per tahunnya. Besaran angka tersebut merupakan dampak langsung dari kontribusi nilai ekspor terhadap pendapatan nasional China, sedangkan dampak tidak langsungnya yang akan terjadi di putaranputaran berikutnya akan menggerakkan aktivitas ekonomi di sektor-sektor ekonomi lainnya, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada pendapatan nasional. Dari persentase pertumbuhan, skema tarif ACFTA telah meningkatkan pertumbuhan kontribusi nilai ekspor bagi pendapatan nasional China rata-rata sebesar 18,55% p.a. atau naik 7,7 kali lipat dibandingkan bila China tidak mengikuti ACFTA. Terkait keikutsertaan Indonesia dalam IJEPA, rekomendasi kebijakan yang disarankan adalah sebagai berikut: 1. Keikutsertaan dalam IJEPA memberikan dampak positif bagi Indonesia dan Japan, oleh karena itu hubungan kemitraan tersebut perlu dilanjutkan dan ditingkatkan ke arah yang makin memberikan manfaat bagi keduanya. Cara-cara yang dapat dipertimbangkan adalah pendalaman (intensifikasi) dan perluasan (ekstensifikasi) komitmen, dan perluasan keanggotaan yang mengarah kepada FTA yang luas di kawasan Asia. 2. Indonesia perlu mendorong produksi dari produknya yang memiliki keunggulan relatif tinggi untuk dapat diekspor ke manca negara 3. Relatif tidak terlalu besarnya persentase pertumbuhan nilai ekspor Indonesia dan Japan sebagai dampak keikutsertaan dalam IJEPA dapat menjadi indikasi belum optimalnya pemanfaatan fasilitas tarif khusus IJEPA oleh eksportir-eksportir kedua negara, khususnya Indonesia. Kurangnya informasi detil tentang implementasi termasuk waktu pemberlakuan, pemanfaatan tarif preferensi, dan penerbitan sertifikat surat keterangan asal (SKA) barang dapat menjadi beberapa faktor penyebab. Oleh karena itu jumlah dan kualitas sosialisasi skema tarif IJEPA perlu ditingkatkan baik melalui tatap muka langsung maupun media komunikasi massal yang dapat secara lebih efektif menginformasikan fasilitas tarif khusus kepada seluruh eksportir Indonesia ke Japan. Terkait keikutsertaan Indonesia dalam ACFTA, rekomendasi kebijakan yang disarankan adalah sebagai berikut : 1. Kebijakan Indonesia dalam mengikuti ASEAN-China FTA memberikan dampak positif bagi Indonesia dan China. Oleh karena itu, hubungan kemitraan tersebut perlu dilanjutkan dan ditingkatkan ke arah yang makin memberikan manfaat optimal bagi keduanya, khususnya Indonesia yang tertinggal jauh dalam pengoptimalan manfaat ACFTA tersebut. Salah satu cara untuk mengoptimalkan manfaat tersebut bisa melalui kesepakatan bilateral.
44
2. Salah satu strategi China menembus pasar Indonesia adalah dengan menguasai Standar Nasional Indonesia (SNI). Tercatat per Maret 2011 China telah membeli dan menguasai 653 SNI dan rencananya akan membeli 6.779 SNI lagi.6 Indonesia perlu lebih ekspansif ke pasar China dan berupaya menguasai standar nasional China untuk mempermudah akses masuk ke pasar China. Dari survei dampak ACFTA yang dilakukan Kementerian Perindustrian, tercatat lima sektor industri paling terpukul oleh dampak ACFTA yaitu elektronik, furnitur, logam, permesinan, dan tekstil. Perhatian khusus pemerintah perlu diberikan untuk setidaknya meminimalkan seriusnya dampak sectoral adjustment yang terjadi pada kelima sektor tersebut. Keempat, adanya temuan praktik dumping beberapa produk China7 perlu disikapi dengan tegas oleh pemerintah Indonesia dengan segera melakukan kebijakan anti-dumping terhadap produk-produk tersebut.
6 7
Bisnis Indonesia (2011) Media Indonesia (2011)
45
BAB V ASEAN FREE TRADE AREA
PENDAHULUAN ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs for ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui: penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Produk yang dikategorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyekobyek arkeologi dan budaya. Indonesia mengkategorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception. Dengan demikian, AFTA sebagai suatu upaya bersama bagi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk: 1.
menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global;
2.
menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI); dan
3.
meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade). Bagi kepentingan Indonesia, AFTA memiliki potensi manfaat dan tantangan sekaligus. Potensi
manfaat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
46
1.
Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan total populasi di kawasan ASEAN sebesar ± 500 juta jiwa dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
2.
Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
3.
Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
4.
Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya. Selain peluang manfaat tersebut di atas, AFTA juga memberikan tantangan bagi Indonesia.
Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
Jangka Waktu Realisasi AFTA Pada KTT ASEAN ke-9 tanggal 7 – 8 Oktober 2003 di Bali, enam negara anggota ASEAN menandatangani Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand. Keenam Negara tersebut bersepakat untuk mencapai target bea masuk penurunan bea masuk sebagai berikut: a. Tahun 2000: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL). b. Tahun 2001: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL). c. Tahun 2002: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas. d. Tahun 2003: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas. Untuk empat negara yang belakang masuk menjadi anggota ASEAN, yaitu: Vietnam, Lao PDR, Myanmar dan Cambodia realisasi AFTA dilakukan berbeda: Vietnam tahun 2006 (masuk
47
ASEAN tanggal 28 Juli 1995); Lao PDR dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997); dan Cambodia tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).
Kriteria Suatu Produk Untuk Menikmati Konsesi CEPT Untuk menikmati skema CEPT dalam perdagangan di kawasan AFTA maka harus dipenuhi kriteriakriteria sebagai berikut: a. Produk yang diperdagangkan terdapat dalam Inclusion List (IL) baik di negara tujuan maupun di negara asal dengan prinsip timbal balik (reciprosity). Artinya suatu produk dapat menikmati preferensi tarif di negara tujuan ekspor (yang tentunya di negara tujuan ekspor produk tersebut sudah ada dalam IL), maka produk yang sama juga harus terdapat dalam IL dari negara asal. b. Produk yang diperdagangkang memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin), yaitu kumulatif ASEAN Content lebih besar atau sama dengan 40%. Perhitungan ASEAN Content adalah sebagai berikut:
c. Produk harus disertai dengan Certificate of Origin Form D, yang dapat diperoleh pada Kantor Dinas atau Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.
Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA Untuk memahami konsep CEPT-AFTA secara lebih utuh maka ada beberapa istilah yang perlu dipahami lebih dulu, yaitu: a. Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5% pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari 2003. Sejak saat itu tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%. b. CEPT Product Lists: Inclusion List (IL) yaitu daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi kriteria
sebagai berikut: – produk tersebut harus disertai Tariff Reduction Schedule;
48
– tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs); – Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun. Temporary Exclusion (TEL) yaitu daftar yang memuat cakupan produk yang sementara
dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL. Sensitive List (SL) yaitu daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan
sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya: beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Contohnya: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, dan Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Lao PDR dan Myanmar pada tahun 2015, serta Cambodia pada tahun 2017. General Exception (GE) List yaitu daftar yang memuat cakupan produk yang secara permanen
tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alasan keamanan nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement). Contohnya antara lain: senjata, amunisi, dan narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif. Apabila digambarkan dalam urutan waktu maka jadwal penurunan atau penghapusan tariff yang termasuk dalam Inclusion List (IL) ialah sebagai berikut: Negara Anggota AFTA
Jadwal Penurunan/Penghapusan
ASEAN6
1. Tahun 2003: 60% produk dengan tarif 0% 2. Tahun 2007: 80% produk dengan tarif 0% 3. Tahun 2010: 100% produk dengan tarif 0%
Vietnam
1. Tahun 2006: 60% produk dengan tarif 0% 2. Tahun 2010: 80% produk dengan tarif 0% 3. Tahun 2015: 100% produk dengan tarif 0%
Laos dan Myanmar
1. Tahun 2008: 60% produk dengan tarif 0% 2. Tahun 2012: 80% produk dengan tarif 0% 3. Tahun 2015: 100% produk dengan tarif 0%
Cambodia
1. Tahun 2010: 60% produk dengan tarif 0% 2. Tahun 2015: 100% produk dengan tarif 0%
Apabila dalam menghadapi kasus tertentu, dengan berbagai pertimbangan yang masak Indonesia merasa perlu untuk menarik komitmen atau membatalkan perjanjian atas suatu produk
49
sesuai dengan kepentingan Indonesia maka ada beberapa protocol/artikel yang dapat digunakan untuk kepentingan ini. a. Protocol Regarding the Implementation of the CEPT Scheme Temporary Exclusion List Protokol ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk industri yang telah dimasukkan ke dalam IL terakhir tahun 2000 atau Last Tranche. Konsekuensi penarikan kembali suatu produk dari IL harus disertai dengan kompensasi. b. Article 6 (1) dari CEPT Agreement Artikel ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk yang telah dimaukkan ke dalam Skema CEPT-AFTA, karena adanya lonjakan impor dari negara anggota ASEAN lainnya yang menyebabkan atau mengancam kerugian yang serius terhadap industri dalam negeri. c. Protocol on Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products. Protokol ini dapat digunakan sebagai acuan untuk memasukkan produk yang diklasifikasikan ke dalam Highly Sensitive (seperti beras dan gula bagi Indonesia). Liberalisasi perdagangan internasional sudah berjalan hampir satu decade jejak ditandatangani CEPT-AFTA pada tahun 2003. Bagi Indonesia setelah secara aktif terlibat dalam AFTA selama hampir satu dekade tentu perlu melakukan evaluasi terhadap berbagai capaian atau pun kendala yang dihadapi. Kajian ini bertujuan tidak hanya untuk mengevaluasi dampak AFTA terhadap perekonomian Indonesia, khususnya terhadap arus perdagangan dan investasi (ex-post impact analysis) namun juga untuk mengevaluasi potensi dampak liberalisasi perdagangan lanjutan dalam skema AFTA (ex-ante impact analysis) serta mencoba menganalisis hasil evaluasi tersebut untuk memformulasikan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah Indonesia terkait upaya memperkokoh peran perdagangan internasional bagi perekonomian nasional.
METODOLOGI Untuk menganalisis dampak AFTA terhadap perekonomian Indonesia pada bagian ini akan dievaluasi ex-post impact analysis dan ex-ante impact analysis. Metodologi yang digunakan untuk impact assessment ini menggunakan metodologi yang disarankan oleh Asian Development Bank (ADB).8 Ex-post impact analysis digunakan untuk mengevaluasi dampak AFTA yang telah berjalan. Metode yang digunakan untuk analisis ini menggunakan analisis deskriptif. Pendekatan ini dilakukan
8
Plummer et al. (2010). Methodology for impact assessment of free trade agreements. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank
50
karena pendekatan deskriptif relatif mudah dilakukan, sementara evaluasi dengan menggunakan FTA Preference Indicators telah dilakukan pada bagian sebelumnya. Ex-ante impact analysis digunakan untuk mengevaluasi potensi dampak kelanjutan AFTA yang akan datang. Untuk evaluasi ini digunakan pendekatan simulasi menggunakan computable general equilibrium (CGE) model. Model yang digunakan untuk tipikal analisis ini ialah model CGE Global Trade Analysis Project (GTAP) dengan menggunakan database terbaru GTAP versi 8 yang baru saja release Mei 2012. Database GTAP versi 8 merupakan database yang berisi data dan informasi perdagangan bilateral antarnegara secara lengkap termasuk informasi keterkaitan transportasi dan proteksi. Database ini dikompilasi dari table IO negara-negara di dunia. Database GTAP versi 8 menggunakan data dengan tahun benchmark 2004 dan 2007 dan terdiri atas data dari 129 negara dan 57 jenis komoditas. Namun sebelum melakukan simulasi dengan model CGE GTAP akan dielaborasi dulu database GTAP versi 8 ini untuk diketahui gambaran komparasi tariff antarnegara yang dianalisis untuk tiap komoditas yang diperdagangkan. Gambaran deskriptif ini perlu diketahui untuk mendapatkan gambaran kepentingan setiap negara dalam menegosiasikan tariff perdagangannya.
ANALISIS Kinerja Perdagangan Indonesia – ASEAN9 Secara global kinerja neraca perdagangan Indonesia-ASEAN menunjukkan penurunan. Hal ini ditunjukkan dengan trade balance yang turun drastis, bahkan mengarah ke defisit. Pada tahun 2000 ekspor Indonesia ke Negara-negara di kawasan ASEAN tercatat sebesar USD10,365 miliar dengan nilai impor sebesar USD6,141 miliar. Dengan demikian pada tahun 2000 Indonesia mampu membukukan surplus neraca perdagangan sebesar USD4,223 miliar.
9
Materi dikutip dari Laporan Penelitian Kementerian Keuangan (2011) tentang Analisis Posisi Indonesia Terkait Free Trade Agreement (tidak dipublikasikan)
51
Gambar 5.1 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-ASEAN (Migas-Non Migas)
Gambar 5.2 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-ASEAN (Non Migas)
Sejalan dengan laju pertumbuhan impor yang jauh di atas laju pertumbuhan ekspor, maka pada tahun 2010, kinerja neraca pergadangan Indonesia dengan Negara-negara ASEAN mengalami defisit. Pada tahun 2010 ekspor Indonesia ke Negara-negara kawasan ASEAN meningkat menjadi USD 30,833 miliar, sedangkan impor meningkat menjadi USD 37,067 miliar. Akibatnya pada tahun 2010 neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara di kawasan ASEAN mengalami defisit sebesar USD 6,234 miliar. Defisit negara perdagangan di atas, disebabkan tingginya laju pertumbuhan impor Indonesia dari Negara-negara di kawasan ASEAN, khususnya impor migas. Pada tahun 2000 impor migas hanya menyumbang 48,10 persen, namun pada tahun 2010 impor migas meningkat pesat menjadi
52
68,71 persen. Sementara itu ekspor migas Indonesia ke Negara-negara di kawasan ASEAN dalam periode 2000-2010 juga mengalami peningkatan dari 5,18 persen meningkat menjadi 58,39 persen.
Gambar 5.3 Perkembangan Ekspor Komoditi Utama Indonesia ke ASEAN
Tahun 2000
Batubara bahan bakar, 2% Minyak Petroleum mentah, 7% Minyak Petroleum , 4%
Lainnya, 83%
Minyak Kelapa sawit mentah, 1% Timah, 2%
Biji kakao, 1%
Tahun 2010
Gas Alam, 9%
Tembaga dimurnikan (katoda), 1%
Batubara bahan bakar, 6%
Minyak Petroleum mentah, 5%
Minyak Petroleum , 5% Minyak Kelapa sawit mentah, 5% Lainnya, 56%
Timah, 4% Batubara lainnya, 3% Kapal laut lainnya, 2%
Tembaga dimurnikan(katoda) , 3%
Biji kakao, 2%
Sumber: BPS, CEIC, diolah
Komoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN dalam periode 2000-2010 mengalami perubahan. Pada tahun 2000 komoditi ekspor Indonesia dalam bentuk minyak bumi dan batubara, namun pada tahun 2010 komoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN didominasi oleh gas alam dan batubara, sedangkan ekspor minyak bumi mengalami penurunan. Perubahan komposisi ekspor Indonesia ke ASEAN selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.9 diatas.
53
Gambar 5.4 Perkembangan Impor Komoditi Utama Indonesia dari ASEAN
Tahun 2000 Minyak petroleum (BBM), 28%
Minyak petroleum mentah, 8%
Part kendaraan bermotor 1%
Sukrosa murni/lainnya 1% Hidrokarbon siklik (p-silena) 2% Polypropilen(biji plastik) 1% Hidrokarbon asiklik (etilena) 3%
Lainnya, 56%
Tahun 2010
Minyak petroleumPart kendaraan mentah, 7% bermotor, 1% Minyak petroleum (BBM), 31%
Sirkuit listrik, 1%
Mobil, 1%
Sukrosa murni/lainnya, 1%
Hidrokarbon siklik (p-silena), 1% Lainnya, 54%
Polypropilen(biji plastik), 1% part komputer (PCB), 1%
Hidrokarbon asiklik (etilena), 1%
Sumber: BPS, CEIC, diolah
Sejalan dengan perubahan komoditas utama ekspor Indonesia ke ASEAN, impor komoditas utama Indonesia dari ASEAN juga mengalami perubahan. Pada tahun 2000 impor komoditas utama Indonesia dari ASEAN adalah dalam bentuk bahan bakar minyak dan minyak mentah. Pada tahun 2010, andilimpor bahan bakar minyak melonjak dari 28 persen (2000) menjadi 31 persen (2010), sedangkan impor minyak mentah turun dari 8 persen menjadi 7 persen. Dari total ekspor Indonesia ke ASEAN yang mencapai 16,68 persen, ekspor Indonesia terbesar pada tahun 2000 adalah ke Singapura yang mencapai 10,5 persen, disusul Malaysia 3,17 persen. Pada tahun 2010 tujuan ekspor ke Singapur mengalami penurunan menjadi 9,15 persen, namun untuk ke Malaysia naik menjadi 6,13 persen. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.11.
54
Gambar 5.5 Analisa Ekspor Indonesia per Negara dan Regional
Tahun 2000 Taiwan 3.83%
Netherlands 2.96%
Australia 2.52%
Germany 2.32%
Lainnya 21.58%
India 1.85% South Korea 6.95%
Malaysia 3.17% ASEAN-4 16.68%
USA 13.64%
Singapore 10.50%
Japan 23.20%
Thailand 1.65%
Philippines 1.36%
China 4.46%
Tahun 2010 Taiwan 3.15%
Netherlands 2.48%
Australia 2.77%
India 6.61%
Germany 1.99%
Lainnya 17.13%
South Korea 8.39%
Malaysia 6.13%
Thailand 3.01%
ASEAN-4 19.88% USA 9.46%
Singapore 9.15% China 10.42%
Philippines 2.12%
Japan 17.20%
Sumber : BPS, CEIC, diolah
Sementara itu impor Indonesia dari Negara-negara ASEAN dalam periode 2000-2010 relatif tetap, namun apabila dilihat per Negara mengalami perubahan. Pada tahun 2000 impor Indonesia dari Negara-negara ASEAN mencapai 10,80 persen yang terdiri dari Singapura 12,15 persen, Malaysia 3,62 persen dan Thailand 3,56 persen. Pada tahun 2010 komposisi tersebut berubah menjadi Singapura 15,94 persen, Malaysia 6,81 persen dan Thailand 5,88 persen. Gambaran selengkapnya impor Indonesia per negara dan Regional dapat dilihat pada Gambar 4.12.
55
Gambar 5.6 Analisa Impor Indonesia per Negara dan Regional Perancis 1.28%
Inggris 1.79%
Tahun 2000 Malaysia 3.62%
Jerman 3.99% Lainnya 24.74%
USA 10.87%
Thailand 3.56%
ASEAN-4
10.80%
Singapore 12.15%
Australia 5.43% India 1.68%
USA 7.40%
China 6.55% Jerman 2.37%
Japan 17.30%
Perancis 1.05%
Philippines 0.37% South Korea 6.68% Inggris 0.74%
Tahun 2010
Lainnya 17.98% Malaysia 6.81%
Australia 3.23% India 2.59%
ASEAN-4
10.80%
Singapore 15.94%
China 16.05%
South Korea 6.05%
Japan 13.36%
Thailand 5.88%
Philippines 0.56% Sumber: BPS, CEIC, diolah
Komparasi Tarif Antarnegara ASEAN Menurut Data GTAP8 (2007) Data GTAP8 merupakan database yang paling lengkap yang mampu menggambarkan keterkaitan hubungan perdagangan antarnegara. Data GTAP8 menghimpun aktivitas transaksi perdagangan dari 129 negara di dunia dan 57 jenis komoditas. Walaupun demikian data GTAP8 memiliki tahun benchmark 2007 (publikasi paling mutakhir pada 5 Maret 2012), relatif tertinggal namun ini data terlengkap termutakhir yang ada. Data GTAP8 juga mengklasifikasi hanya ke dalam 57 jenis komoditas, terlalu aggregate dibandingkan dengan klasifikasi HS yang biasa ditemukan dalam data ekspor-impor suatu negara. Namun dengan berbagai keterbatasan kondisi tersebut data GTAP8 masih sangat mumpuni untuk landasan analisis yang sifatnya lebih makro yang mampu memberikan gambaran awal untuk eksplorasi lanjutan yang lebih detail dan terinci.
56
Eksplorasi data GTAP8 menunjukkan bahwa struktur tarif eksisting pada tahun 2007 untuk berbagai Negara ASEAN yang dipresentasikan dalam Tabel 5.1 sampai dengan Tabel 5.9 sebagai berikut. Namun untuk membuat tabel ini lebih mudah terlihat dan terakomodasi oleh ruang yang terbatas, presentasi hanya dilakukan untuk komoditas-komoditas dalam data GTAP8 yang memiliki tariff efektif 10% ke atas. Tabel 5.1 Struktur tarif Indonesia menurut Data GTAP8 (2007, dalam %) Commodity Paddy rice
MAL
PHIL
SING
THAI
CAMB
LAO
VIET
RSEA
0.0
0.0
0.0
10.2
0.0
0.0
0.0
0.0
Processed rice
10.5
0.0
11.4
10.4
0.0
0.0
8.0
10.6
Sugar
16.9
18.4
15.1
21.3
0.0
0.0
24.3
15.4
Food products nec
11.0
1.9
6.0
3.3
0.0
0.0
0.8
0.1
Beverages and tobacco products
20.9
4.6
73.0
4.7
0.0
0.0
10.9
73.0
Textiles
1.3
2.5
10.0
0.9
2.5
3.0
1.9
8.5
Wearing apparel
2.1
2.5
14.0
3.8
3.1
0.0
3.4
3.9
Leather products
2.5
2.8
0.0
1.2
4.3
0.0
1.6
10.0
Motor vehicles and parts
3.2
4.8
40.3
4.3
0.0
0.0
3.9
16.3
Manufactures nec
3.8
2.2
10.7
3.3
0.0
0.0
3.6
7.0
Tabel 5.2 Struktur tarif Malaysia menurut Data GTAP8 (2007, dalam %) Commodity Paddy rice
INDO
PHIL
SING
THAI
CAMB
LAO
VIET
RSEA
40.0
0.0
0.0
40.0
40.0
0.0
0.0
0.0
Vegetables, fruit, nuts
2.0
10.8
5.3
2.9
4.3
0.0
1.7
0.0
Crops nec
5.0
139.1
33.4
76.4
0.0
0.0
1.2
0.1
Processed rice
0.0
0.0
0.0
40.0
40.0
0.0
40.0
0.0
69.6
84.7
203.9
61.2
15.1
0.0
23.6
225.1
Wearing apparel
0.0
0.0
15.4
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
Wood products
0.3
0.2
12.6
0.2
0.0
0.0
0.7
0.0
Paper products, publishing
2.5
2.5
25.0
2.1
3.8
0.0
2.6
2.1
Chemical,rubber,plastic prods
1.1
1.5
12.0
1.1
0.0
0.0
0.9
0.1
Metal products
3.9
1.5
19.5
2.4
3.3
0.0
3.6
2.6
Motor vehicles and parts
0.7
0.4
19.8
0.9
0.0
0.0
0.1
1.0
Beverages and tobacco products
Tabel 5.3 Struktur tarif Philippines menurut Data GTAP8 (2007, dalam %) Commodity Paddy rice Vegetables, fruit, nuts
INDO
MAL
SING
THAI
CAMB
LAO
VIET
RSEA
0.0
0.0
0.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
4.7
3.0
11.6
5.1
0.0
0.0
0.1
3.0
10.3
4.7
28.1
0.9
0.0
0.0
10.9
28.1
Processed rice
0.0
50.0
0.0
50.0
0.0
0.0
50.0
0.0
Sugar
3.0
22.2
27.0
22.2
0.0
0.0
0.0
0.0
Wearing apparel
5.0
5.0
14.3
4.9
4.9
0.0
4.9
6.9
Wood products
4.6
4.2
10.2
4.8
0.0
0.0
4.2
4.8
Motor vehicles and parts
4.3
3.0
12.7
4.5
0.0
0.0
1.6
9.9
Meat products nec
57
Tabel 5.4 Struktur tarif Singapore menurut Data GTAP8 (2007, dalam %) Commodity All commodities
INDO
MAL
PHIL
THAI
CAMB
LAO
VIET
RSEA
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
CAMB
LAO
VIET
RSEA
Tabel 5.5 Struktur tarif Thailand menurut Data GTAP8 (2007, dalam %) Commodity
INDO
MAL
PHIL
SING
Paddy rice
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
24.0
0.0
0.0
Cereal grains nec
3.8
11.8
4.4
0.0
26.1
24.2
7.8
19.3
Vegetables, fruit, nuts
54.1
53.3
44.2
40.0
35.5
35.5
39.0
39.6
Oil seeds
26.7
24.1
0.0
0.0
21.2
28.5
26.5
29.9
Crops nec
27.2
31.2
21.5
4.7
23.5
19.2
39.4
23.6
Cattle,sheep,goats,horses
4.0
13.8
0.0
7.6
0.0
4.9
0.0
4.8
Animal products nec
27.4
3.8
3.3
9.7
3.3
3.4
5.3
4.9
Forestry
18.5
13.7
0.0
10.7
10.0
15.3
5.5
1.4
Fishing
5.8
19.1
5.8
11.1
10.2
5.0
7.7
5.9
Meat: cattle,sheep,goats,horse
0.0
0.0
18.3
33.2
0.0
0.0
0.0
33.2
32.0
33.7
29.8
31.0
36.3
0.0
0.0
30.0
6.0
17.0
25.9
14.7
4.6
8.3
10.6
22.4
Dairy products
25.4
12.9
14.4
22.5
9.3
0.0
15.0
29.0
Processed rice
0.0
0.0
0.0
0.0
23.2
9.0
9.0
0.0
Sugar
0.0
17.3
0.0
27.4
0.0
0.0
0.0
26.8
Food products nec
8.8
19.9
13.6
5.0
6.8
28.2
11.3
5.2
51.3
59.8
59.9
50.1
0.0
28.2
65.7
59.8
Meat products nec Vegetable oils and fats
Beverages and tobacco products Textiles
5.4
7.2
12.1
30.0
13.3
10.7
6.3
8.6
Wearing apparel
39.3
38.0
48.4
40.4
51.2
43.6
26.3
52.1
Leather products
13.5
14.4
12.8
20.7
18.3
22.3
22.4
14.0
Wood products
10.4
6.2
12.2
12.7
8.3
4.3
18.7
12.2
7.5
9.2
10.9
5.0
0.0
1.0
10.9
3.5
Petroleum, coal products Chemical,rubber,plastic prods
5.5
6.4
9.2
20.0
4.2
11.0
11.7
2.5
Mineral products nec
12.8
11.7
9.7
5.0
26.2
6.0
20.9
15.4
Metal products
12.9
10.9
10.5
14.2
12.9
15.0
13.1
15.0
Motor vehicles and parts
24.1
30.5
30.5
56.7
51.4
42.5
11.6
33.4
Transport equipment nec
5.4
3.7
5.3
8.6
7.2
14.6
8.9
5.4
27.7
23.9
14.4
14.4
139.8
16.5
27.7
10.5
Manufactures nec
Tabel 5.6 Struktur tarif Lao PDR menurut Data GTAP8 (2007, dalam %) Commodity Vegetables, fruit, nuts Meat products nec
INDO
MAL
PHIL
SING
THAI
CAMB
VIET
RSEA
0.0
0.0
0.0
0.0
25.4
0.0
5.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
27.0
0.0
30.0
0.0
10.0
37.4
0.0
31.0
7.7
0.0
18.0
0.0
Leather products
0.0
1.0
0.0
13.7
1.4
0.0
1.2
0.0
Motor vehicles and parts
3.0
0.0
0.0
18.6
29.6
0.0
10.1
39.7
Transport equipment nec
0.0
0.0
7.8
10.2
2.9
0.0
2.3
0.0
Beverages and tobacco products
58
Tabel 5.7 Struktur tarif Cambodia menurut Data GTAP8 (2007, dalam %) Commodity
INDO
MAL
PHIL
SING
THAI
LAO
VIET
RSEA
Crops nec
0.0
0.0
14.6
13.3
7.0
0.0
12.5
0.0
Animal products nec
0.0
0.0
7.3
13.5
13.3
0.0
5.9
0.0
Forestry
0.0
0.0
0.0
11.4
6.0
0.0
6.6
0.0
Fishing
0.0
11.0
0.0
0.0
10.7
0.0
11.0
0.0
Minerals nec
13.5
13.8
0.0
10.4
5.1
0.0
5.0
0.0
Meat: cattle,sheep,goats,horse
0.0
20.0
0.0
32.1
10.0
0.0
0.0
0.0
Meat products nec
0.0
18.6
0.0
30.3
19.6
0.0
13.2
0.0
Dairy products
9.4
15.3
0.0
25.0
15.8
0.0
13.3
0.0
Food products nec
7.4
11.2
7.3
22.9
10.2
0.0
14.3
0.0
Beverages and tobacco products
7.1
12.8
21.1
30.5
29.1
0.0
26.2
0.0
Wearing apparel
8.1
7.0
15.9
28.6
6.4
0.0
6.2
0.0
Leather products Wood products Petroleum, coal products Chemical,rubber,plastic prods Mineral products nec Metal products
6.6
7.6
0.0
17.6
7.8
0.0
7.1
0.0
11.0
13.4
10.0
19.8
15.2
0.0
13.8
0.0
0.0
3.5
15.0
11.5
13.2
0.0
14.7
11.5
10.2
7.1
6.3
10.5
7.7
0.0
4.9
10.5
5.2
6.1
0.0
12.1
5.3
0.0
6.4
0.0
6.6
7.0
0.0
17.3
8.7
0.0
9.7
0.0
Motor vehicles and parts
12.9
14.0
14.2
32.9
13.5
0.0
12.4
20.9
Transport equipment nec
5.1
10.4
0.0
14.4
9.3
0.0
8.4
0.0
Electronic equipment
0.0
5.2
5.0
20.6
5.5
0.0
5.6
20.6
Machinery and equipment nec
9.8
6.6
6.6
16.8
6.8
0.0
8.5
16.8
Manufactures nec
6.0
9.9
19.1
12.3
8.7
0.0
6.8
0.0
Tabel 5.8 Struktur tarif Vietnam menurut Data GTAP8 (2007, dalam %) Commodity
INDO
MAL
PHIL
SING
THAI
CAMB
LAO
RSEA
Vegetables, fruit, nuts
4.9
3.7
5.0
32.1
4.8
3.6
3.2
2.5
Oil seeds
1.5
0.8
0.0
10.8
3.0
0.0
3.9
0.0
Crops nec
9.1
0.9
27.2
14.2
6.6
29.3
11.1
21.3
Fishing
2.8
4.3
0.8
26.2
4.5
0.0
0.0
3.3
Meat: cattle,sheep,goats,horse
0.0
5.0
5.0
19.5
0.0
0.0
0.0
0.0
Meat products nec
0.0
11.9
21.9
26.9
17.9
0.0
0.0
40.4
Vegetable oils and fats
3.4
4.3
0.0
15.0
3.0
0.0
0.0
22.5
Dairy products
5.0
5.0
4.9
20.8
4.6
0.0
0.0
45.0
Sugar
5.0
0.0
0.0
23.3
19.1
0.0
0.0
0.0
Food products nec
4.8
4.5
4.9
25.7
4.6
4.3
1.8
5.1
75.7
82.6
53.6
71.3
33.1
9.4
4.6
106.9
Textiles
2.7
2.8
4.5
15.0
2.6
4.9
1.5
4.8
Wearing apparel
5.0
5.0
5.0
47.6
3.6
5.0
0.9
71.5
Leather products
3.7
4.3
4.1
27.4
4.3
2.4
5.0
12.3
Wood products
2.4
3.6
4.7
19.0
4.5
0.0
0.0
0.2
Beverages and tobacco products
Paper products, publishing
3.0
2.2
3.8
17.8
1.7
1.3
0.0
16.5
18.1
14.3
6.2
6.3
16.7
0.0
0.0
9.4
3.2
2.3
2.5
21.5
4.5
3.8
3.6
3.9
Motor vehicles and parts
13.6
4.1
9.2
64.6
5.2
47.5
47.6
42.8
Transport equipment nec
5.4
4.8
4.3
14.9
9.4
4.1
9.4
22.3
Manufactures nec
4.5
2.7
2.0
10.0
2.7
4.7
5.0
32.0
Petroleum, coal products Mineral products nec
59
Tabel 5.9 Struktur tarif Rest of South East Asia menurut Data GTAP8 (2007, dalam %) Commodity Crops nec Meat: cattle,sheep,goats,horse Meat products nec Beverages and tobacco products Wood products Motor vehicles and parts
INDO
MAL
PHIL
SING
THAI
CAMB
LAO
VIET
RSEA
0.5
0.1
1.5
40.8
1.8
0.0
0.0
2.3
0.0
8.8
0.0
8.8
16.4
4.8
0.0
0.0
0.0
0.0
15.0
0.0
0.2
0.5
4.6
0.0
0.0
11.7
0.0
186.2
181.8
16.9
126.5
7.0
0.0
0.0
9.8
0.0
3.7
4.2
2.7
10.1
7.4
0.0
0.0
7.2
2.4
18.2
15.7
13.3
14.1
12.9
10.3
0.0
4.5
10.3
Mengamati komparasi tarif antarnegara ASEAN dalam data GTAP8 tersebut di atas maka dapat ditemukan beberapa fakta sebagai berikut: 1. Liberalisasi penuh telah terjadi di Singapore, hal ini terlihat dari fakta bahwa semua komoditas tarif impornya telah nol. Fakta ini setidaknya mengindikasikan dua hal: (1) Singapore ialah negara yang paling siap untuk melakukan liberalisasi perdagangan internasional. Hal ini mengingat kenyataan bahwa Singapore memang secara faktual akan mendapatkan manfaat terbesar dari adanya liberalisasi perdagangan yang melibatkan Singapore. Singapore tidak memiliki sumber komoditas domestik yang perlu dipertahankan dari serbuan komoditas negara lain. Namun Singapore lebih banyak menangguk untung (margin) dari aktivitas dagang antarnegara yang melewati Singapore sebagai internasional hub transportasi dagang antarnegara. (2) Singapore sudah tidak memiliki sesuatu yang perlu dikorbankan lagi sebagai biaya keterlibatannya dalam kesepakatan liberalisasi perdagangan karena semua tarif bea masuk ke negaranya telah mencapai angka nol untuk semua komoditas. 2. Thailand ialah negara anggota ASEAN yang masih memiliki struktur tariff impor yang tinggi dan beragam. Hal ini mengindikasikan bahwa Thailand masih sangat protektif terhadap pasar domestiknya. Kondisi ini diikuti oleh dua negara ASEAN lainnya yaitu Cambodia dan Vietnam. 3. Secara bilateral, Cambodia dan Lao PDR pun telah memiliki tarif impor nol. Cambodia mengenakan tarif nol untuk semua komoditas yang diimpor dari Lao PDR. Begitu pun sebaliknya, Lao PDR mengenakan tarif nol untuk semua komoditas yang diimpor dari Cambodia. 4. Negara ASEAN sisanya bisa dikategorikan sebagai negara yang moderat dalam struktur tarif impornya dan Indonesia termasuk yang cukup liberal di antara mereka. Gambaran komparasi tarif impor antarnegara ASEAN tersebut di atas sangat bermanfaat sebagai data awal untuk membaca hasil simulasi yang akan disajikan dalam bagian berikutnya.
Hasil Simulasi CGE GTAP8 Untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan dalam skema AFTA dilakukan dua simulasi:
60
1. Liberalisasi penuh terjadi di negara-negara ASEAN5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand); dan 2. Liberalisasi penuh terjadi di seluruh negara ASEAN. Hasil dua simulasi tersebut dengan Model CGE GTAP disajikan dalam beberapa tabel yang merepresentasikan berbagai aspek, yaitu: 1. Dampak terhadap arus perdagangan agregat (nasional), yang terdiri atas persentase perubahan nilai ekspor dan impor, nominal perubahan neraca perdagangan (trade balance), dan persentase perubahan term of trade.10 2. Dampak terhadap PDB dan investasi, yang terdiri atas persentase perubahan GDP baik dalam besaran nominal atau pun harga, nominal perubahan pada equivalent variation,11 dan persentase perubahan investasi. 3. Dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga yang direpresentasikan oleh persentase perubahan pendapatan faktor, persentase perubahan pendapatan rumah tangga dan persentase perubahan tingkat harga konsumsi. 4. Dampak terhadap rasio pendapatan faktor terhadap inflasi yang didetailkan ke dalam persentase perubahan tanah, tenaga kerja tidak terampil (unskill labour), tenaga kerja terampil (skill labour), modal, dan sumber daya alam (natural resources). 5. Dampak terhadap ekspor dan impor sektoral dalam persentase perubahan. Dari Tabel 5.10 terlihat bahwa hasil simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan ASEAN menunjukkan bahwa memiliki dampak positif terhadap peningkatan volume perdagangan Indonesia, baik ekspor maupun impor mengalami kenaikan. Namun demikian persentase perubahan kenaikan impor lebih tinggi daripada persentase perubahan kenaikan ekspor. Hal ini mengakibatkan dampak negatif dalam neraca perdagangan (trade balance) Indonesia. Selain itu, simulasi liberalisasi di ASEAN5 dan ASEAN mengakibatkan penurunan term of trade Indonesia. Sebagaimana diduga sebelumnya dalam pembahasan kondisi komparatif tarif impor antarnegara di ASEAN, Singapore menangguk keuntungan yang paling maksimal dari perjanjian liberalisasi perdagangan yang akan terjadi. Hal ini mengingat Singapore telah memiliki tariff nol untuk semua komoditas, artinya tidak ada biaya pengorbanan lagi yang dilakukan oleh Singapore dalam proses liberalisasi. Hasil simulasi mendukung argumentasi ini. Singapore mengalami dampak positif yang ditunjukkan dengan peningkatan volume perdagangan baik ekspor dan impor, peningkatan neraca perdagangan dan bahkan term of trade-nya. 10
11
Terms of trade (TOT) ialah (harga barang ekspor/harga barang impor) atau dengan kata lain peningkatan TOT suatu negara (kenaikan rasio) mengindikasikan sesuatu yang baik dalam pengertian bahwa Negara tersebut mampu membeli barang impor lebih banyak untuk tingkat ekspor tertentu. Equivalent variation ialah sejumlah tambahan pendapatan yang diperlukan untuk mempertahankan level utilitas tertentu ketika terjadi perubahan ekonomi.
61
Tabel 5.10 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Arus Perdagangan Value of exports
Value of imports at world price
Trade balance X-M
Term of Trade
(%-change)
(%-change)
(US$ mill-change)
(%-change)
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
Indonesia
0.947
1.046
1.410
1.550
-292.5
-314.6
-0.012
-0.007
Malaysia
0.581
0.660
1.050
1.160
-400.0
-405.0
0.045
0.060
Philippines
0.587
0.604
0.988
1.000
-225.6
-220.5
0.049
0.047
Singapore
1.034
1.199
1.062
1.252
471.9
510.6
0.825
0.880
Thailand
0.706
1.021
1.359
1.778
-762.7
-824.1
0.013
0.101
Cambodia
-0.003
1.600
-0.011
3.759
0.5
-137.8
-0.032
-0.245
LaoPDR
-0.131
1.560
-0.162
3.379
0.7
-32.7
-0.144
0.293
Vietnam
-0.036
0.817
-0.069
1.285
24.9
-381.2
-0.132
-0.031
SEAsia
-0.032
0.460
-0.074
1.152
1.9
-35.6
-0.085
-0.076
India
-0.053
-0.057
-0.049
-0.058
19.9
34.3
-0.049
-0.063
Japan
-0.038
-0.033
-0.112
-0.125
490.4
622.7
-0.072
-0.087
EU_25
-0.009
-0.008
-0.013
-0.015
222.2
444.4
-0.008
-0.011
Oceania
-0.046
-0.050
-0.064
-0.078
41.7
64.1
-0.037
-0.047
EastAsia
-0.039
-0.063
-0.045
-0.073
-52.9
-75.5
-0.030
-0.042
SouthAsia
-0.006
0.001
-0.019
-0.023
12.6
19.2
-0.030
-0.041
NAmerica
-0.010
-0.007
-0.019
-0.023
339.8
513.8
-0.011
-0.014
LatinAmer
-0.007
-0.004
-0.013
-0.015
26.8
55.5
-0.005
-0.006
0.000
0.008
-0.001
0.005
3.6
8.7
0.004
0.016
SSA
-0.008
-0.003
-0.013
-0.010
13.8
21.1
-0.007
-0.001
RestofWorld
-0.007
-0.001
-0.012
-0.009
63.0
132.6
0.005
0.015
MENA
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8
Secara garis besar, hasil simulasi tersebut di atas mengindikasikan perlunya Indonesia tetap selektif didalam melakukan liberalisasi tarif perdagangan internasionalnya. Dengan membuka liberalisasi seluas-luasnya untuk komoditas yang Indonesia memiliki keunggulan nilai tukar dagang (term of trade) dengan negara lain di ASEAN dan tetap protektif terhadap komoditas yang kurang unggul, atau komoditas yang sangat dibutuhkan dalam pasar domestik tetapi memiliki daya saing yang relatif rendah dibanding dengan komoditas yang sama yang diproduksi oleh Negara ASEAN lainnya. Namun demikian, informasi terkait hal ini perlu dielaborasi secara detail dan komprehensif untuk setiap produk/komoditasnya. Tabel 5.11 menyajikan dampak liberalisasi penuh terhadap PDB dan investasi. Dari tabel tersebut terlihat bahwa liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia, walaupun angka persentase kenaikannya jauh lebih kecil dibanding negara-negara ASEAN5 lainnya selain Philippines baik untuk simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5 maupun di ASEAN keseluruhannya. Sementara itu hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan bahwa dampak persentase perubahan investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun besarannya terkecil dibanding negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level ASEAN5 dan terkecil dibanding negara
62
ASEAN lainnya ketika liberalisasi terjadi di level ASEAN secara keseluruhan. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia secara global mendapat manfaat terkecil atas liberalisasi yang terjadi baik di ASEAN5 maupun di ASEAN secara keseluruhan. Hasil ini memerlukan elaborasi lanjut untuk mengetahui faktor-faktor penyebabnya. Tabel 5.11 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap PDB dan Investasi Change in value of GDP
Change in GDP price index
Equivalent Variation
Investment levels to endowment stock
(%-change)
(%-change)
(US$ mill-change)
(%-change)
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
Indonesia
0.086
0.103
0.028
0.041
258.8
279.1
0.379
0.403
Malaysia
0.204
0.241
-0.013
0.012
634.2
685.4
1.742
1.840
Philippines
0.080
0.108
0.030
0.059
114.8
110.4
1.177
1.162
Singapore
1.809
1.936
1.791
1.917
1572.5
1680.4
1.841
1.955
Thailand
0.340
0.530
0.092
0.235
702.7
960.6
1.729
2.007
Cambodia
-0.034
-1.531
-0.025
-1.861
-2.5
8.0
-0.048
8.406
LaoPDR
-0.195
0.366
-0.189
0.238
-2.6
9.5
-0.077
2.494
Vietnam
-0.258
-0.233
-0.253
-0.359
-81.5
44.8
-0.155
1.443
SEAsia
-0.043
-0.254
-0.041
-0.477
-8.7
78.5
-0.137
0.873
India
-0.031
-0.043
-0.025
-0.036
-206.4
-257.4
-0.020
-0.027
Japan
-0.075
-0.086
-0.072
-0.083
-615.1
-742.3
-0.064
-0.079
EU_25
-0.006
-0.009
-0.006
-0.008
-529.7
-725.3
-0.008
-0.014
Oceania
-0.038
-0.046
-0.036
-0.043
-95.7
-122.7
-0.022
-0.033
EastAsia
-0.029
-0.042
-0.026
-0.039
-586.7
-846.0
-0.015
-0.022
SouthAsia
-0.019
-0.028
-0.017
-0.025
-28.6
-38.7
-0.018
-0.027
NAmerica
-0.010
-0.013
-0.010
-0.013
-309.7
-425.3
-0.010
-0.015
LatinAmer
-0.007
-0.009
-0.007
-0.009
-21.6
-27.2
-0.006
-0.011
0.007
0.018
0.008
0.018
14.4
47.1
0.002
0.005
-0.006
-0.002
-0.005
-0.001
-24.1
-2.4
-0.010
-0.012
0.001
0.007
0.001
0.008
95.3
287.2
-0.004
-0.005
MENA SSA RestofWorld
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8
Sementara itu, hasil simulasi dampak terhadap kesejahteraan sebagaimana dalam tabel 5.12 menunjukkan hasil yang positif. Walaupun terdapat tendensi kenaikan harga-harga barang konsumsi namun baik pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal) maupun pendapatan rumah tangga (household income) mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga. Namun lagi-lagi dampak terhadap Indonesia relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan negara ASEAN5 lainnya. Benefit tambahan kesejahteraan bisa merupakan bentuk kombinasi atas tiga komponen: penurunan harga komoditas konsumsi, kenaikan pendapatan faktor, dan kenaikan pendapatan rumah tangga. Malaysia merupakan contoh kasus yang mendapat tiga benefit tersebut sekaligus baik dalam simulasi liberalisasi ASEAN5 maupun ASEAN. Namun beberapa negara lain hanya mendapatkan kombinasi atas dua atau bahkan satu dari tiga komponen benefit tersebut.
63
Tabel 5.12 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Kesejahteraan factor income at market prices net of depr.
household income
(%-change)
price index for private consumption exp
(%-change)
(%-change)
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
Indonesia
0.296
0.321
0.095
0.110
0.018
0.018
Malaysia
0.678
0.737
0.255
0.294
-0.199
-0.208
Philippines
0.352
0.381
0.097
0.125
-0.022
0.014
Singapore
2.021
2.163
1.944
2.080
0.980
1.051
Thailand
0.980
1.198
0.420
0.629
0.136
0.214
Cambodia
-0.039
3.212
-0.040
-1.534
-0.007
-1.794
LaoPDR
-0.197
2.385
-0.202
0.435
-0.141
0.376
Vietnam
-0.345
1.084
-0.283
-0.237
-0.174
-0.393
SEAsia
-0.050
0.164
-0.048
-0.240
-0.020
-0.655
India
-0.033
-0.047
-0.033
-0.046
-0.017
-0.025
Japan
-0.081
-0.094
-0.078
-0.090
-0.060
-0.068
EU_25
-0.007
-0.011
-0.007
-0.010
-0.002
-0.003
Oceania
-0.040
-0.049
-0.040
-0.048
-0.028
-0.032
EastAsia
-0.030
-0.045
-0.030
-0.045
-0.016
-0.025
SouthAsia
-0.020
-0.030
-0.020
-0.030
-0.008
-0.013
NAmerica
-0.010
-0.014
-0.010
-0.013
-0.008
-0.010
LatinAmer
-0.007
-0.009
-0.007
-0.009
-0.006
-0.007
0.009
0.021
0.008
0.020
0.007
0.013
-0.007
-0.002
-0.006
-0.001
-0.002
0.000
0.002
0.008
0.001
0.007
0.000
0.003
MENA SSA RestofWorld
ASEAN5
ASEAN
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8
Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber daya alam (NatRes) disajikan dalam tabel 5.13. Dari tabel terlihat hanya tiga komponen yang dampaknya positif bagi Indonesia, yaitu tenaga kerja baik terdidik atau pun tidak terdidik dan modal. Sementara dampak terhadap pendapatan dari faktor produksi tanah dan sumber daya alam negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan return pendapatan dari tanah dan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk barang-barang komoditas Indonesia yang dominan faktor tanah dan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara mitra dagang Indonesia. Untuk memastikannya perlu penelusuran ke informasi yang lebih detail terhadap komoditas primer (pertanian dan pertambangan) di Indonesia dan negara mitra yang memiliki komoditas sejenis.
64
Tabel 5.13 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Rasio Pendapatan Faktor/Inflasi Land
UnSkLab
(%-change)
SkLab
(%-change)
Capital
(%-change)
NatRes
(%-change)
(%-change)
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
ASEAN5
ASEAN
Indonesia
-0.217
-0.556
0.317
0.361
0.299
0.350
0.306
0.359
-0.431
-0.471
Malaysia
0.274
0.097
0.818
0.880
0.750
0.811
0.876
0.958
-0.532
-0.535
Philippines
-2.562
-2.280
0.395
0.386
0.371
0.349
0.484
0.459
0.066
0.039
Singapore
2.790
8.637
0.936
1.003
0.764
0.816
0.887
0.942
-1.144
-0.696
Thailand
3.437
2.774
0.645
0.776
0.513
0.641
0.619
0.762
-1.124
-0.759
Cambodia
-0.160
4.295
-0.014
4.584
-0.008
4.585
0.000
4.973
-0.111
-5.355
LaoPDR
0.064
2.234
-0.062
1.591
0.002
1.699
-0.060
1.580
-0.532
2.128
Vietnam
-1.769
0.143
-0.099
1.474
-0.038
1.359
-0.017
1.518
0.806
0.158
0.070
0.714
-0.041
0.793
-0.039
0.844
-0.050
0.767
0.069
0.720
India
-0.061
-0.096
-0.012
-0.016
-0.007
-0.008
-0.011
-0.014
0.048
0.095
Japan
0.078
0.089
-0.016
-0.020
-0.017
-0.022
-0.017
-0.021
0.027
0.017
EU_25
-0.005
0.008
-0.008
-0.010
-0.006
-0.008
-0.004
-0.006
0.025
0.064
Oceania
-0.014
-0.025
-0.015
-0.021
-0.013
-0.019
-0.011
-0.015
0.128
0.213
EastAsia
-0.017
-0.042
-0.013
-0.018
-0.012
-0.016
-0.012
-0.015
-0.006
-0.014
SouthAsia
-0.006
-0.021
-0.010
-0.014
-0.012
-0.016
-0.011
-0.014
-0.055
-0.050
NAmerica
-0.024
-0.022
-0.003
-0.005
-0.002
-0.003
-0.003
-0.004
0.051
0.104
LatinAmer
-0.031
-0.036
-0.003
-0.005
-0.001
-0.002
-0.002
-0.004
0.063
0.120
MENA
-0.001
-0.014
-0.003
-0.005
-0.001
0.000
-0.002
-0.001
0.030
0.083
SSA
-0.088
-0.085
-0.011
-0.013
-0.004
-0.005
-0.005
-0.005
0.070
0.120
RestofWorld
-0.030
-0.031
-0.005
-0.008
-0.002
-0.003
-0.002
-0.003
0.075
0.151
SEAsia
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8
Tabel 5.14 dan 5.15 akan merinci dampak ekspor dan impor sektoral untuk industri/komoditas dalam perekonomian Indonesia sebagai akibat liberalisasi di level ASEAN5. Sementara table 5.16 dan 5.17 akan menyajikan hasil simulasi dampak jika liberalisasi diperluas ke level ASEAN. Namun karena keterbatasan tempat penyajian dan untuk mempermudah analisis hanya akan disajikan untuk industri/komoditas untuk urutan 10 sektor yang mengalami dampak positif terbesar dan 10 sektor yang mengalami dampak negatif terbesar bagi Indonesia baik di sisi ekspor maupun impor. Sementara hasil simulasi untuk negara lain digunakan sebagai pembanding. Walaupun tidak mewakili keseluruhan cerita tapi setidaknya telah menyajikan gambaran terhadap hal-hal yang membutuhkan perhatian. Dari kondisi ini bisa ditarik benang merah kebijakan pendukung yang dibutuhkan. Dari Tabel 5.14 misalnya dapat kita lihat bahwa liberalisasi perdagangan di ASEAN5 mengakibatkan ekspor paddy rice, motor vehicles and parts, sugar cane, sugar beet, dan beverages and tobacco products meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya yaitu untuk peringkat ke-6 sampai dengan ke-10 dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas diary products, metal products, cereal grains nec., transport
65
equiptment nec., crops nec., dan oil seeds. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia mendapat manfaat dengan kenaikan ekspor beberapa komoditas yang cukup tinggi, sementara hanya beberapa komoditas yang mengalami penurunan ekspor dan itu pun dalam persentasi kenaikan yang relatif rendah. Tabel 5.14 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5 terhadap Ekspor Sektoral (% change) INA
MAL
PHI
SIN
Paddy rice
29.16
21.39
15.02
-12.35
Motor vehicles and parts
15.56
6.45
23.61
47.83
4.93
-0.60
Sugar cane, sugar beet
11.63
-9.77
5.45
-7.19
-16.98
-1.84
Beverages and tobacco products
10.02
10.66
39.86
20.26
2.26
-0.40
Dairy products
9.46
2.40
4.48
-1.39
0.25
-0.98
Metal products
5.67
7.14
3.30
32.54
-0.01
Cereal grains nec
4.66
0.04
2.74
-2.59
-1.72
Transport equipment nec
3.72
-0.07
-1.71
-3.75
Crops nec
3.65
4.24
24.40
Oil seeds
THA
CAM
LAO
VIE
SEA
-11.09 -48.59
2.05
14.21
0.46
-4.48
-0.57
-0.35
0.89
4.77
-0.07
-0.01
-1.78
-2.27
1.28
1.91
-0.08
-0.03
-2.57
-0.15
-2.61
0.56
0.62
1.56
0.39
2.44
-0.29
0.05
0.33
0.18
3.19
4.75
-0.43
0.20
1.39
-3.72
3.35
0.20
2.99
6.23
-2.29
0.03
0.30
1.44
-0.07
PubAdmin/Defence/Health/Educat
-0.79
-1.56
-1.05
-5.25
-2.00
0.03
0.60
0.56
0.16
Recreation and other services
-0.79
-1.29
-0.95
-3.40
-1.03
0.06
0.79
0.59
0.18
Wheat
-0.80
1.80
1.57
-6.99
-3.80
0.06
-0.11
0.76
0.10
Water
-0.84
-2.26
-1.66
-7.89
-2.96
0.06
1.32
0.99
0.35
Wood products
-0.92
-0.48
-0.29
13.77
-0.07
0.01
-2.69
0.46
-0.88
Insurance
-1.01
-1.87
-1.37
-4.08
-2.50
0.05
0.74
0.47
0.22
Communication
-1.03
-2.02
-1.13
-6.59
-2.42
0.08
0.68
0.63
0.27
Financial services nec
-1.07
-2.08
-1.26
-3.73
-2.40
0.04
0.77
0.68
0.24
Gas manufacture, distribution
-1.25
-2.75
-1.30
-0.89
-3.17
-0.14
1.47
1.00
0.39
Meat products nec
-1.32
0.05
5.57
19.74
-5.37
0.29
1.29
2.74
0.16
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8
Sementara itu, Tabel 5.15 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di ASEAN5 terhadap impor sektoral/komoditas. Dari tabel dapat terlihat bahwa Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan untuk impor beverages and tobacco products, sugar, processed rice, metal products, dan motor vehicles and parts. Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor yaitu untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sampai dengan 11,93%. Dengan membandingkan Tabel 5.14 dengan Tabel 5.15 dapat diketahui bahwa: (1) liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 10.02% tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 11.93%. Kondisi yang sama dialami oleh komoditas oil seeds, dan paddy rice dengan magnitude perubahan yang lebih kecil. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor dengan
66
persentase kenaikan ekspor lebih besar dibandingkan dengan persentasi kenaikan impor, yaitu: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products. Tabel 5.15 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5 terhadap Impor Sektoral (% change) INA
MAL
PHI
SIN
THA
CAM
LAO
VIE
Beverages and tobacco products
8.85
Sugar
8.46
8.97
0.76
1.02
0.62
34.36
4.00
Processed rice
6.58
18.08
13.51
Metal products
4.89
6.05
Motor vehicles and parts
4.74
1.92
Food products nec
3.58
Chemical,rubber,plastic prods
12.24
0.03
-0.34
-0.22
0.01
5.66
-1.00
-0.22
-2.04
-2.34
1.07
4.33
-3.44
-2.21
-4.48
-2.85
2.23
4.14
4.02
-0.20
-0.18
-0.09
-0.09
4.75
3.71
4.99
0.19
-0.03
-0.15
0.05
1.24
1.63
2.05
1.88
-0.03
-0.42
-0.10
-0.27
3.51
3.85
0.63
4.90
3.43
0.04
0.02
-0.15
-0.07
Manufactures nec
3.06
3.22
1.34
1.03
3.16
-0.10
-0.35
-0.05
-0.37
Mineral products nec
2.43
0.93
1.92
2.43
3.61
-0.15
-0.40
-0.37
-0.38
Wood products
2.20
1.18
2.91
2.74
3.94
-0.16
-0.73
-0.05
-0.81
Paddy rice
-0.04
69.09
-3.91
0.79
9.27
4.73
-5.72
-9.63
4.15
Cereal grains nec
-0.06
0.54
0.46
0.73
0.84
-1.08
-0.91
-0.30
-0.32
Air transport
-0.07
0.08
-0.04
0.39
0.32
-0.01
-0.22
-0.02
-0.06
Wool, silk-worm cocoons
-0.07
1.88
-0.19
0.72
5.34
0.08
0.41
-1.57
-0.09
Sea transport
-0.08
0.68
0.19
-0.48
-0.05
0.00
-0.22
-0.03
-0.08
Oil seeds
-0.15
0.46
-0.75
0.78
-0.21
-1.28
-0.82
0.17
-0.07
Gas
-0.16
0.55
1.91
1.00
-0.10
-0.02
16.35
0.80
-0.19
Coal
-0.19
0.46
0.33
1.13
0.36
-0.03
0.02
-0.40
-1.37
Oil
-0.64
1.63
0.17
2.41
-0.27
0.02
0.71
-0.01
-0.28
-11.93
4.31
-2.72
1.25
3.94
0.88
-0.51
-2.53
-1.48
Sugar cane, sugar beet
SEA
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8
Tabel 5.16 dan Tabel 5.17 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level ASEAN. Hasilnya menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.14 dan Tabel 5.15 di atas. Perbedaan yang menonjol yang perlu dicatat ialah bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dari impor processed rice dari adanya perluasan liberalisasi perdagangan dari level ASEAN5 menjadi keseluruhan ASEAN, yaitu dari 6,58% menjadi 17,33%. Hal yang menarik lainnya ialah kenaikan besaran ekspor dan sekaligus penurunan besaran impor untuk komoditas sugar cane, sugar beet, dan paddy rice yang lebih besar persentasenya dengan adanya perluasan level liberalisasi perdagangan dari ASEAN5 ke keseluruhan ASEAN. Beberapa hal tersebut di atas merupakan temuan yang menarik atas hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 dan keseluruhan ASEAN jika dilihat dari sisi sektoral/komoditas yang diperdagangkan antarnegara utama diantara negara-negara di kawasan ASEAN.
67
Tabel 5.16 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Ekspor Sektoral (% change) INA
MAL
PHI
SIN
THA
CAM
LAO
VIE
SEA
Paddy rice
25.18
32.85
13.04
-19.22
-9.97
45.44
-20.50
-0.44
0.22
Motor vehicles and parts
18.25
6.79
24.22
51.88
5.78
22.46 192.49
3.46
4.96
Sugar cane, sugar beet
12.11
-9.94
4.92
-11.88
-17.35
10.13
-5.67
1.80
3.58
Beverages and tobacco products
10.62
24.60
41.99
36.97
4.29
3.45
-4.49
6.32
15.88
Dairy products
9.88
4.02
5.30
3.06
3.49
34.27
-11.36
2.20
7.18
Metal products
6.22
7.40
3.37
33.00
0.60
25.48
37.11
3.54
17.58
Cereal grains nec
4.74
-0.36
0.90
-4.46
-1.20
27.58
13.59
-0.23
1.72
Crops nec
4.44
4.11
27.53
11.39
5.68
70.45
-2.79
-0.29
9.24
Oil seeds
3.89
0.09
2.57
4.03
2.94
42.09
30.28
11.50
1.77
Transport equipment nec
3.87
0.02
-1.85
-3.80
10.17
27.93
72.40
5.83
2.22
Business services nec
-0.87
-1.68
-1.18
-5.34
-2.42
-1.18
-5.10
-1.87
0.22
Recreation and other services
-0.93
-1.45
-1.01
-3.64
-1.58
-2.80
15.53
-1.95
1.09
PubAdmin/Defence/Health/Educat
-0.94
-1.74
-1.12
-5.62
-2.71
-1.01
-1.10
-1.47
0.30
Water
-1.06
-2.53
-1.73
-8.43
-4.03
10.88
-3.60
-3.13
0.06
Wood products
-1.07
-0.58
-0.31
15.90
0.89
-8.32
-1.65
-1.05
7.73
Insurance
-1.17
-2.07
-1.42
-4.37
-3.28
-1.65
-5.86
-1.53
-0.04
Communication
-1.20
-2.22
-1.17
-7.03
-3.18
-9.22
-4.08
-2.24
-0.17
Financial services nec
-1.25
-2.31
-1.31
-4.00
-3.17
-3.30
-6.41
-2.69
-0.16
Gas manufacture, distribution
-1.45
-3.02
-1.36
-1.04
-4.23
-0.07
-5.17
-3.78
-0.15
Meat products nec
-1.50
0.02
7.16
21.81
-5.15
-4.42
-14.18
-0.53
8.95
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8
Tabel 5.17 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Impor Sektoral (% change) Processed rice
INA
MAL
PHI
SIN
THA
CAM
LAO
VIE
SEA
17.33
28.08
12.21
1.43
6.30
14.86
10.56
7.73
-2.57
Beverages and tobacco products
9.11
9.11
0.81
1.16
12.90
3.53
9.23
9.26
19.96
Sugar
8.52
0.68
34.33
4.34
6.21
3.03
0.81
22.33
-3.39
Coal
8.09
0.50
0.34
1.21
0.64
1.92
8.58
0.73
0.89
Metal products
5.08
6.39
2.23
4.43
4.64
5.92
2.66
1.11
-0.53
Motor vehicles and parts
4.81
2.01
4.81
4.00
5.57
6.28
4.18
1.34
4.78
Food products nec
3.64
1.25
1.69
2.53
2.39
13.60
6.74
2.31
6.09
Chemical,rubber,plastic prods
3.56
3.92
0.67
4.96
3.63
3.51
1.16
0.61
0.79
Manufactures nec
3.14
3.38
1.39
1.16
3.96
2.49
4.87
0.94
4.80
Mineral products nec
2.54
1.09
1.95
2.59
4.53
9.09
3.27
3.96
1.21
Gas
-0.03
1.07
2.23
1.08
0.63
-9.63
-47.87
-68.95
1.07
Sea transport
-0.04
0.87
0.22
-0.49
-0.12
-5.01
0.50
-0.87
-0.24
Animal products nec
-0.04
1.65
-0.18
0.69
0.81
5.05
9.31
-0.08
0.45
Raw milk
-0.10
0.87
-1.75
0.64
2.47
-2.92
-0.85
-0.12
-0.14
Cereal grains nec
-0.11
0.44
0.60
1.34
13.83
0.85
3.51
-0.02
-0.93
Wool, silk-worm cocoons
-0.17
1.93
-0.19
0.82
5.08
0.54
-2.43
0.02
0.14
Oil seeds
-0.21
0.69
-0.73
1.43
1.09
12.43
12.73
1.61
-0.55
Oil
-0.66
4.38
0.20
3.06
1.32 -10.45
-1.64
0.20
-0.58
Paddy rice
-2.42
90.77
-2.99
1.70
14.36
22.36
25.85
1.07
6.43
-12.24
4.07
-2.47
2.21
3.88
-5.60
2.48
-2.73
-4.02
Sugar cane, sugar beet
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8
68
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Dari berbagai uraian tersebut di atas, baik yang berupa analisis deskriptif terhadap data perkembangan ekspor-impor Indonesia, komposisi dan struktur tarif impor negara-negara di ASEAN, dan simulasi dampak liberalisasi perdagangan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Liberalisasi perdagangan di negara-negara ASEAN yang dimulai sejak tahun 2003 mampu meningkatkan volume perdagangan Indonesia yang ditunjukkan dengan peningkatan yang lebih dari dua kali lipat baik volume ekspor atau pun impor untuk periode 2003–2010. 2. Secara global kinerja neraca perdagangan Indonesia-ASEAN menunjukkan penurunan. Hal ini ditunjukkan dengan trade balance yang turun drastis, bahkan mengarah ke defisit semenjak tahun 2005. 3. Proporsi berdasarkan negara tujuan ekspor Indonesia pun mengalami pergeseran. Proporsi ekspor Indonesia ke negara ASEAN4 mengalami peningkatan dari 16.68% menjadi 19.88%. Proporsi ekspor Indonesia ke negara lain yang mengalami peningkatan yang signifikan juga adalah China, India dan South Korea yaitu secara berurutan dari 4,46%, 6,98%, dan 1,83% di tahun 2000 menjadi 10,42%, 8,39%, dan 6,61%. 4. Komparasi tarif antarnegara ASEAN dalam data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta sebagai berikut: (1) Liberalisasi penuh telah terjadi di Singapore, hal ini terlihat dari fakta bahwa semua komoditas tarif impornya telah nol. (2) Thailand ialah negara anggota ASEAN yang masih memiliki struktur tariff impor yang tinggi dan beragam. Hal ini mengindikasikan bahwa Thailand masih sangat protektif terhadap pasar domestiknya. Kondisi ini diikuti oleh dua negara ASEAN lainnya yaitu Cambodia dan Vietnam. (3) Secara bilateral, Cambodia dan Lao PDR pun telah memiliki tarif impor nol. Cambodia mengenakan tarif nol untuk semua komoditas yang diimpor dari Lao PDR. Begitu pun sebaliknya, Lao PDR mengenakan tarif nol untuk semua komoditas yang diimpor dari Cambodia. (4) Negara ASEAN sisanya bisa dikategorikan sebagai negara yang moderat dalam struktur tarif impornya dan Indonesia termasuk yang cukup liberal di antara mereka. 5. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 dan keseluruhan ASEAN menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: a. Liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan ASEAN memiliki dampak positif terhadap peningkatan volume perdagangan Indonesia, baik ekspor maupun impor mengalami kenaikan. Namun demikian persentase perubahan kenaikan impor lebih tinggi daripada persentase perubahan kenaikan ekspor. Hal ini mengakibatkan dampak negatif dalam neraca perdagangan (trade balance) Indonesia. Selain itu, simulasi liberalisasi di ASEAN5 dan ASEAN mengakibatkan penurunan term of trade Indonesia.
69
b. Hasil simulasi tersebut mengindikasikan perlunya Indonesia tetap selektif didalam melakukan liberalisasi tarif perdagangan internasionalnya. Dengan membuka liberalisasi seluas-luasnya untuk komoditas yang Indonesia memiliki keunggulan nilai tukar dagang (term of trade) dengan negara lain di ASEAN dan tetap protektif terhadap komoditas yang kurang unggul, atau komoditas yang sangat dibutuhkan dalam pasar domestik tetapi memiliki daya saing yang relatif rendah dibanding dengan komoditas yang sama yang diproduksi oleh Negara ASEAN lainnya. c. Liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia, walaupun angka persentase kenaikannya jauh lebih kecil dibanding negara-negara ASEAN5 lainnya selain Philippines baik untuk simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5 maupun di ASEAN keseluruhannya. Sementara itu hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan bahwa dampak persentase perubahan investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun besarannya terkecil dibanding negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level ASEAN5 dan terkecil dibanding negara ASEAN lainnya ketika liberalisasi terjadi di level ASEAN secara keseluruhan. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia secara global mendapat manfaat terkecil atas liberalisasi yang terjadi baik di ASEAN5 maupun di ASEAN secara keseluruhan. d. Walaupun terdapat tendensi kenaikan harga-harga barang konsumsi namun baik pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal) maupun pendapatan rumah tangga (household income) mengalami
kenaikan.
Hal
ini
mengindikasikan
bahwa
liberalisasi
perdagangan
mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga. Namun lagi-lagi dampak terhadap Indonesia relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan negara ASEAN5 lainnya. Benefit tambahan kesejahteraan bisa merupakan bentuk kombinasi atas tiga komponen: penurunan harga komoditas konsumsi, kenaikan pendapatan faktor, dan kenaikan pendapatan rumah tangga. Malaysia merupakan contoh kasus yang mendapat tiga benefit tersebut sekaligus baik dalam simulasi liberalisasi ASEAN5 maupun ASEAN. Namun beberapa negara lain hanya mendapatkan kombinasi atas dua atau bahkan satu dari tiga komponen benefit tersebut. e. Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya tiga komponen yang dampaknya positif bagi Indonesia, yaitu tenaga kerja terdidik, tenaga kerja tidak terdidik, dan modal. Sementara berdampak negatif terhadap pendapatan dari faktor produksi tanah dan sumber daya alam. f. Liberalisasi perdagangan di ASEAN5 mengakibatkan ekspor paddy rice, motor vehicles and parts, sugar cane, sugar beet, dan beverages and tobacco products meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya yaitu untuk peringkat ke-6 sampai dengan ke-10 dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas diary products, metal products, cereal grains nec., transport equiptment nec., crops nec., dan
70
oil seeds. Namun mengalami kenaikan yang cukup signifikan untuk impor beverages and tobacco products, sugar, processed rice, metal products, dan motor vehicles and parts. Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor yaitu untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sampai dengan 11,93%. g. Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 10.02% tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 11.93%. Kondisi yang sama dialami oleh komoditas oil seeds, dan paddy rice dengan magnitude perubahan yang lebih kecil. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain. Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor dengan persentase kenaikan ekspor lebih besar dibandingkan dengan persentasi kenaikan impor, yaitu: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products. h. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level ASEAN menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5. Perbedaan yang menonjol yang perlu dicatat ialah bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dari impor processed rice dari adanya perluasan liberalisasi perdagangan dari level ASEAN5 menjadi keseluruhan ASEAN, yaitu dari 6,58% menjadi 17,33%. Hal yang menarik lainnya ialah kenaikan besaran ekspor dan sekaligus penurunan besaran impor untuk komoditas sugar cane, sugar beet, dan paddy rice yang lebih besar persentasenya. Dengan memperhatikan poin-poin dalam kesimpulan tersebut di atas baik yang berasal dari deskriptif analisis maupun hasil simulasi dampak, maka kami merekomendasikan kebijakan sebagai berikut: 1. Pemerintah Indonesia harus lebih berhati-hati dan selektif dalam melanjutkan kebijakan liberalisasi perdagangannya di level ASEAN. Hal ini mengingat bahwa Indonesia sudah relatif lebih liberal jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain yang memiliki kemiripan dalam struktur keunggulan komoditas dan daya saing seperti Thailand dan Malaysia. 2. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya, yaitu: sugar cane, sugar beet, oil seeds, dan paddy rice. Hal ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah ASEAN, komoditas-komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan impor. 3. Untuk beberapa
komoditas
yang
hasil
simulasinya
menunjukkan
bahwa
liberalisasi
mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products, perlu dilihat lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa
71
berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat diambil kebijakan yang lebih tepat. 4. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini penting tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan tetapi juga menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan produktivitasnya.
72
BAB VI ASEAN-INDIA FREE TRADE AGREEMENT
PENDAHULUAN Gambaran umum perdagangan dan investasi dalam ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA)12 Kedekatan geografis, sejarah hubungan dagang, sifat kebutuhan ekonomi yang saling melengkapi dan kesatuan pandangan telah menciptakan ikatan yang kuat antara India dan ASEAN. India dan ASEAN mempunyai pandangan yang sama terhadap hubungan yang multi-dimensi mencakup aspek politik, ekonomi, energi, pertahanan, strategi, keamanan, dan budaya. Selain itu, kemajuan ekonomi India dan pragmatisme yang berkembang dalam urusan internasional menciptakan suasana yang kondusif bagi kerja sama regional. India Kemitraan strategis yang tumbuh antara kedua belah pihak menjadi sangat penting bagi keamanan nasional kedua belah pihak. Kerjasama ekonomi dan perdagangan membentuk aspek penting dari kemitraan strategis yang tumbuh antara India dan ASEAN. Kinerja ekonomi India sejak liberalisasi reformasi ekonomi pada tahun 1991 telah membawa perubahan yang signifikan dalam kemitraan, dan kini perekonomian India menjadi semakin terintegrasi dengan para mitra di Asia Tenggara. Laju pertumbuhan ekonomi India sebesar 8,5 persen pada tahun 2004 dan 2005 cukup mengesankan, diikuti dengan tingkat pertumbuhan yang jauh lebih baik sebesar 9,4 persen pada tahun 2006. Itulah sebabnya, India telah muncul sebagai perekonomian kedua belas terbesar ketika diukur dengan ukuran produk domestik bruto (PDB) di tingkat pasar, dan ekonomi terbesar kelima dari segi paritas daya beli (PPP). Selain itu, ada target besar untuk laju pertumbuhan ekonomi India di masa depan. Perdagangan barang dua arah antara India dan ASEAN telah menunjukkan lompatan signifikan dari $7 miliar pada 2000-01 menjadi $57 milyar pada 2010-11, yang merupakan peningkatan delapan kali lipat dalam rentang 10 tahun (Lihat Tabel 6.1). Pangsa India dari total ekspor ASEAN meningkat dari 7,49 persen pada tahun 1996-97 menjadi 8,27 persen pada 2010-11, sementara pangsa ASEAN dari total ekspor India telah meningkat dari 7,08 persen pada tahun 1997-98 menjadi 10,86 persen pada 2010-11. Dengan demikian, perdagangan dengan negara-negara anggota ASEAN mencapai sekitar 10 persen dari perdagangan global India sehingga menjadikan ASEAN sebagai mitra dagang keempat terbesar di India setelah Uni Eropa, Republik Rakyat China, dan Amerika Serikat. 12
Intisari dari artikel Hussain and Begum (2011) di TurkishWeekly berjudul “[Analysis] India-ASEAN Economic and Trade Partnership”
73
Komoditas utama ekspor India ke ASEAN adalah produk pertanian, kimia dan produk-produk terkait, barang teknik, tekstil, dan pakaian jadi, sementara India mengimpor makanan dan produk terkait, bahan baku dan produk antara, dan barang-barang manufaktur. Mengingat signifikansi ekonomi ASEAN, India masih belum menonjol sebagai mitra perdagangan utama ASEAN. Tabel 6.1 India-ASEAN Merchandise Trade From 2000-01 to 2010-11 (in US$ millions)
Gambar 6.1 India-ASEAN Merchandise Trade From 2000-01 to 2010-11 (in US$ millions)
Dalam ASEAN, Indonesia dan Singapura adalah mitra dagang yang penting. Kedua negara tersebut mencapai lebih dari separuh ekspor India ke ASEAN selama tahun fiskal berjalan 2010-11. Akhir-akhir ini, ekspor India ke Malaysia dan Thailand telah meningkat secara signifikan masingmasing dari $773.69 juta pada tahun 2001-02 menjadi $3,956.98 juta pada tahun 2010-11, dan $633.13 juta pada tahun 2001-02 menjadi $2,792.80 juta pada 2010-11. Secara keseluruhan, dengan pengecualian beberapa anggota baru di ASEAN, volume ekspor meningkat dari 2005-06 hingga 2008-09. Hal yang serupa dapat diamati dalam kasus impor India dari ASEAN. Utamanya, impor India dari Indonesia dan Thailand telah meningkat lebih dari sembilan dan sepuluh kali lipat masing-
74
masing selama periode 2001-02 hingga 2010-11. Selain itu, Malaysia dan Singapura telah mengimpor dari India secara signifikan selama periode tersebut. Secara keseluruhan, Singapura tetap menjadi pasar terbesar di ASEAN untuk ekspor barang dagang India, diikuti oleh Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Namun demikian,meskipun perdagangan India-ASEAN meningkat, tetapi tidak cukup besar dibandingkan dengan angka global dan perlu ditingkatkan lebih lanjut untuk merealisasikan potensi antara negara-negara. Tingkat volume perdagangan saat ini masih jauh di bawah potensi yang sebenarnya. Dengan bekerja erat bersama-sama, kedua belah pihak akan dapat memberikan kontribusi positif bagi pemulihan masing-masing dari krisis keuangan global saat ini. Kerangka Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif (The Framework Agreement for Comprehensive Economic Cooperation), yang ditandatangani pada tahun 2005, merupakan bagian terpenting dari keterlibatan ekonomi India dengan ASEAN. Elemen-elemen kunci dari Kerangka Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif meliputi perdagangan bebas atas barang, jasa, dan investasi serta kerja sama ekonomi di daerah-daerah yang diidentifikasi. Setelah enam tahun perundingan intensif, pada bulan Agustus 2009, India menandatangani perjanjian perdagangan bebas barang dengan anggota ASEAN dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Di bawah ASEANIndia FTA, negara-negara anggota ASEAN dan India akan menghapus tarif impor atas lebih dari 80 persen dari produk yang diperdagangkan antara tahun 2013 dan 2016. Perdagangan bebas atas barang telah berlaku terhadap Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Brunei Darussalam. Cambodia dan Filipina telah sepakat untuk segera meratifikasi. Langkah selanjutnya dalam Kerangka Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif adalah finalisasi negosiasi perdagangan jasa dan investasi dengan target waktu yang disepakati yaitu Maret 2011. Perjanjian ini akan menjadi kunci pencapaian target perdagangan yang ditetapkan oleh kedua belah pihak sebesar $70 miliar pada 2012, naik 40 persen dari $50 miliar pada 2010. Dari grafik di atas dapat diamati bahwa ekspor India lebih kecil daripada impornya dari ASEAN. Karena impor India dari ASEAN telah melampaui ekspornya, neraca perdagangan sebagian besar menguntungkan bagi ASEAN selama sepuluh tahun terakhir. Tetapi aspek pentingnya adalah bahwa volume perdagangan terus meningkat sejak tahun 2001 kecuali untuk 2009-10, yang merupakan akibat dari krisis keuangan global. Namun, volume perdagangan telah bangkit kembali melampaui angka US $ 50 miliar. Selain menjadi mitra dagang, India dan ASEAN juga bermitra dalam investasi. Jumlah investasi India di ASEAN telah mencapai $ 21,8 milyar (2004-2010), setara dengan 25 persen dari total investasi asing India, sementara anggota ASEAN juga telah berinvestasi secara signifikan di India. Jumlah investasi anggota ASEAN di India, tidak termasuk Brunei Darussalam, Cambodia, Laos, selama sembilan tahun terakhir (periode April 2000 dan April 2009) mencapai $ 8,253.23 juta. Singapura menduduki peringkat teratas diikuti oleh Malaysia dan Thailand sebagai investor ASEAN terbesar di India (lihat Tabel 6.2). Namun, tingkat investasi yang mengalir di kedua arah tidak
75
melampaui potensi yang sebenarnya. Ada target besar untuk memperluas investasi India di ASEAN dan sebaliknya. Hal ini akan menuntut kedua belah pihak untuk menciptakan iklim yang sesuai, sejalan dengan dibukanya area yang lebih luas untuk investasi. Proses pengambilan keputusan juga harus ditingkatkan. Tabel 6.2 Country-wise FDI inflows from ASEAN from April 2000 to April 2009
ASEAN-INDIA FTA Para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN dan India telah menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN dan India pada bulan Oktober 2003. Setelah pernah dihentikan 2 kali, perundingan perdagangan barang telah dapat diselesaikan pada bulan Agustus 2008. Persetujuan Perdagangan Barang AIFTA ditandatangani pada Pertemuan ke-41 Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN pada 13 Agustus 2009 di Bangkok. Sementara itu, perundingan perdagangan jasa dan investasi akan dimulai kembali pada bulan Oktober 2009 dan ditargetkan untuk dituntaskan pada akhir tahun 2010 sebagai sebuah Single Undertaking. Tingkat liberalisasi perdagangan barang dalam AIFTA tidak setinggi liberalisasi perdagangan barang yang dicapai antara ASEAN dengan mitra FTA lainnya. Namun kedua pihak sepakat untuk meningkatkan komitmen liberalisasi melalui pr ses “review” setelah perjanjian diimplementasikan Modalitas yang disepakati bersama oleh ASEAN dan India adalah menjadwalkan penurunan dan penghapusan tarif terhadap 85% pos tariff atau 75% nilai impor yang tercakup dalam Normal Track (NT) dan 10% pos tarif dalam Sensitive Track (ST) dengan rincian sebagai berikut: 1. NT-1: mencakup penghapusan bea masuk atas 71% pos tarif atau 71,71% nilai impor pada 31 Desember 2012 untuk ASEAN 5 dan India, 31 Desember 2017 untuk Philipina dan India, serta 31 Desember 2017 untuk CLMV. 2. NT-2: terdiri dari sejumlah 9% pos tarif, dimana tarif bea masuk dan produkproduknyaakan dihapus pada 31 Desember 2015 untuk ASEAN 5 dan India,31 Desember 2018 untuk Philipina dan India, serta 31 Desember 2020 untuk CLMV. 3. ST: terdiri dari 10% pos tarif yang dibagi kedalam tiga kategori yaitu :
76
a. Penurunan bea masuk menjadi 5% pada 31 Desember 2015 untuk ASEAN 5 dan India, 31 Desember 2018 untuk Philipina dan India, serta 31 Desember 2020 untuk CLMV. b. Penghapusan bea masuk (4% pos tarif dalam ST) pada 31 Desember 2018 untuk ASEAN 5 dan India, 31 Des 2021 untuk Philipina danIndia, serta 31 Des 2023 untuk ASEAN 6 dan India. c. Standstill, yaitu 50 pos tarif pada tingkat tarif 5%. Selebihnya akan diturunkan menjadi 4.5% pada saat Entry into Force, dan akan menjadi 4% pada 31 Des 2015 for ASEAN 6 dan India. 4. Spesial Products, terdiri dari: a. Palm Oil, end rates 37.5% - CPO dan 45% - RPO dengan batas akhir India sampai dengan 31 Desember 2018. b. Kopi, teh hitam dan lada, end rates 45%, 45%, dan 50% dengan batas akhir India sampai dengan 31 Desember 2018. c. Crude Petroleum (berlaku untuk Brunei) dengan penurunan bea masuk bertahap sampai menjadi 0% pada 1 Januari 2012. 5. Highly Sensitive List (HSL), mencakup 3 kategori yang berbeda yaitu: a. penurunan bea masuk menjadi 50%, b. penurunan bea masuk 50%, serta c. penurunan bea masuk 25%, pada 31 Desember 2018 untuk ASEAN5, 31 Desember 2021 untuk Philipina serta 31 Desember 2023 untuk CLMV. 6. Exclusion List (EL): terdiri dari 489 pos tarif dalam 6 digit dan mencakup5% nilai impor perdagangan.
METODOLOGI Untuk menganalisis dampak AIFTA terhadap perekonomian Indonesia pada bagian ini akan lebih ditekankan pada ex-ante impact analysis. Hal ini mengingat bahwa Indonesia baru bergabung dalam AIFTA ini pada tahun 2010, sehingga masih kesulitan untuk mendapatkan data-data yang up to date untuk melakukan ex-post impact analysis. Metodologi yang digunakan untuk impact assessment ini menggunakan metodologi yang disarankan oleh Asian Development Bank (ADB) dalam Plummer et al. (2010). Ex-ante impact analysis digunakan untuk mengevaluasi potensi dampak kelanjutan AFTA yang akan datang. Untuk evaluasi ini digunakan pendekatan simulasi menggunakan computable general equilibrium (CGE) model. Model yang digunakan untuk tipikal analisis ini ialah model CGE Global Trade Analysis Project (GTAP) dengan menggunakan database terbaru GTAP versi 8 yang baru saja release Mei 2012. Database GTAP versi 8 merupakan database yang berisi data dan informasi perdagangan bilateral antarnegara secara lengkap termasuk informasi keterkaitan
77
transportasi dan proteksi. Database ini dikompilasi dari table IO negara-negara di dunia. Database GTAP versi 8 menggunakan data dengan tahun benchmark 2004 dan 2007 dan terdiri atas data dari 129 negara dan 57 jenis komoditas. Namun sebelum melakukan simulasi dengan model CGE GTAP akan dielaborasi dulu beberapa kajian sebelumnya yang mengulas berbagai potensi dampak AIFTA ini. Walaupun beberapa kajian ini lebih diorientasikan untuk melihat dampak AIFTA ini bagi perekonomian India, tetapi sedikit banyak tetap menyediakan dampak AIFTA terhadap perekonomian Indonesia sebagai salah satu mitra dagang di ASEAN. Kemudian akan dielaborasi database GTAP versi 8 ini untuk diketahui gambaran komparasi tariff antarnegara yang dianalisis untuk tiap komoditas yang diperdagangkan. Gambaran deskriptif ini perlu diketahui untuk mendapatkan gambaran kepentingan setiap negara dalam menegosiasikan tariff perdagangannya.
LITERATURE REVIEW Implementasi AIFTA dan Analisis Dampak Sektoral dari Peningkatan Integrasi Perdagangan Barang13 Dalam ASEAN-India FTA, akses anggota blok perdagangan ke pasar India akan meningkat untuk produk pertanian yang diproses dan setengah diproses dan barang substitusinya, yang dapat berdampak negatif terhadap sektor pertanian India. Usaha kecil dan menengah India dalam sektor makanan dan produk terkait pertanian lainnya, beberapa barang antara dan produk manufaktur ringan juga cenderung menderita. Tapi liberalisasi impor untuk barang antara akan mendorong perusahaan multinasional untuk melakukan rasionalisasi produksi di seluruh wilayah dalam sektor peralatan transportasi, mesin, bahan kimia dan besi & baja. Hal ini bisa mengakibatkan India masuk ke dalam integrasi yang lebih dalam di jaringan produksi di sektor-sektor tersebut. Tidak ada keuntungan akses pasar yang langsung untuk produsen India lainnya, karena rata-rata persentase penurunan tarif untuk produkproduk Normal Track di Malaysia, Indonesia dan Thailand jauh lebih rendah daripada rata-rata penurunan tarif di India. Tantangan bagi India diantaranya kebutuhan dalam hal pembangunan sektor pertanian dan berbasis manufaktur dalam negeri dalam FTA yang ada sekarang serta mengatasi permasalahan dalam liberalisasi sektor jasa.
13
Berdasarkan hasil studi Smitha Francis (2011) yang berjudul “The ASEAN-India Free Trade Agreement: A sectoral impact analysis of increased trade integration in goods”
78
Penilaian terhadap Liberalisasi Perdagangan Barang dalam ASEAN-India FTA14 Studi ini meneliti prospek perdagangan India dengan negara-negara ASEAN dengan menganalisis pola dan tren dalam perdagangan barang bilateral India dengan negara-negara ASEAN dan Revealed Comparative Advantage (RCA) masing-masing pada produk yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa selama tiga dekade terakhir pangsa India dalam perdagangan barang dengan negara-negara ASEAN menunjukkan peningkatan, tetapi masih tertinggal dibandingkan dengan Japan dan China. Pergeseran ini lebih terlihat dengan jelas dalam kasus impor. India mengalami defisit perdagangan yang besar dan semakin memburuk dengan negara-negara ASEAN. Rasio defisit perdagangan India terhadap untuk total perdagangan luar negeri telah mencapai titik terendah dalam perdagangan dengan negara-negara ASEAN. Intensitas perdagangan India di negara-negara ASEAN telah memburuk secara tajam. Ekonomi ASEAN lebih terbuka dibandingkan dengan ekonomi India. Hasil indeks Lafay menunjukkan bahwa keunggulan komparatif India agak minim dibandingkan negara-negara ASEAN. Selain itu, di India peningkatan spesialisasi banyak terjadi pada barang-barang dengan permintaan dunia yang berkembang pesat, mengisyaratkan pada kemungkinan peningkatan pangsa India dalam perdagangan dunia di tahun-tahun mendatang. Dalam rangka memperbesar manfaat perdagangan
internasional,
India
perlu
mempertimbangkan
untuk
membuka
jalan
bagi
penandatanganan perjanjian liberalisasi perdagangan multilateral di bawah negosiasi perdagangan WTO putaran Doha.
Dampak India-ASEAN FTA: Analisis Lintas Negara Menggunakan Applied General Equilibrium Modelling15 India-ASEAN Free Trade Agreement (AIFTA) mulai berlaku pada 1 Januari 2010 untuk Malaysia, Singapura dan Thailand. Untuk negara anggota ASEAN lainnya, AIFTA akan mulai berlaku setelah mereka telah menyelesaikan persyaratan internal. Dengan latar belakang ini, penelitian ini menganalisis dampak dari perjanjian perdagangan bebas (FTA) di India dan negara-negara anggota ASEAN. Menggunakan database Global Trade Analysis Project (GTAP), dilakukan beberapa simulasi dengan membuat beberapa skenario yang berbeda, dalam hal liberalisasi perdagangan India dengan wilayah ASEAN. Penelitian ini menggunakan database GTAP versi 7 dan pemodelan kerangka GTAP untuk mempelajari dampak dari liberalisasi perdagangan India-ASEAN pada variabel-variabel 14
15
Berdasarkan hasil penelitian Ramphul Ohlan (2012) dari Institute of Management Studies and Research Maharshi Dayanand University, Rohtak, Haryana, India yang berjudul “ASEAN-India Free Trade Agreement in Goods: An Assessment” Berdasarkan hasil penelitian Sikdar and Nag (2011) yang berjudul “Impact of India-ASEAN Free Trade Agreement: A cross-country analysis using applied general equilibrium modelling”
79
ekonomi makro penting seperti output, kesempatan kerja, upah, harga dan kesejahteraan ekonomi India dan negara-negara anggota ASEAN. Dampak liberalisasi perdagangan pada struktur perdagangan dan perdagangan bilateral antara India dan anggota ASEAN juga dipelajari, serta tingkat dampak penciptaan perdagangan (trade creation) dan pengalihan perdagangan (trade diversion). Akhirnya, dengan menggabungkan fitur dari persaingan tidak sempurna dan skala ekonomi untuk sektor manufaktur tertentu di India, penelitian ini menyelidiki implikasi dari liberalisasi perdagangan terhadap negara-negara tertentu. Untuk menilai kemungkinan dampak AIFTA, berbagai simulasi dilakukan untuk dua skenario berikut: a. Ketika FTA telah diberlakukan hanya terhadap India, Malaysia, Singapura dan Thailand; b. Ketika FTA ini diberlakukan di dengan semua negara anggota ASEAN. Simulations
Regional aggregation
Full liberalization
Sectoral aggregation
Model specification
35 sectors
Perfect competition in factors and product markets, and production function, subject to constant returns to scale – this is standard GTAP specification.
Tariff elimination for normal track roducts, tariff reductions for sensitive track products taking into account the products in the exclusion list as well for India, Malaysia, Singapore and Thailand only
Cambodia, India, Indonesia, Lao Pe ple’s Dem cratic Republic, Malaysia, Myanmar, the Philippines, Singapore, Thailand and Viet Nam, and the rest of ASEAN (Brunei Darussalam); the United States, European Union and China; the rest of West Asia (Bangladesh, Pakistan and Sri Lanka); rest of South Asia; and the rest of the world.
35 sectors
Perfect competition in factors and product markets, and production function, subject to constant returns to scale – this is standard GTAP specification.
Tariff elimination for products in normal track, tariff reductions for the sensitive track products taking into account the products in the exclusion list as well for India and all the 10 ASEAN members
Cambodia, India, Indonesia, Lao Pe ple’s Dem cratic Republic, Malaysia, Myanmar, the Philippines, Singapore, Thailand and Viet Nam, and the rest of ASEAN comprising Brunei Darussalam; China; the European Union and the United States; the rest of West Asia (Bangladesh, Pakistan and Sri Lanka); the rest of South Asia; and the rest of the world.
35 sectors
– Perfect competition in factors and product markets, and production function, subject to constant returns to scale. – Imperfect competition in product market and production function, subject to increasing returns to scale for some production sectors
Hasil simulasi digunakan untuk menilai dampak dari liberalisasi ini, baik pada sektor eksternal maupun variabel makroekonomi domestik di India dan ASEAN. Simulasi juga dapat digunakan melihat implikasi kesejahteraan dari FTA bagi negara-negara dan dampaknya terhadap perdagangan negara-negara lain, termasuk negara-negara Asia Selatan tertentu. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pasca-FTA, ekspor India ke ASEAN meningkat secara substansial, dengan akses terbesar diperoleh di Thailand, Cambodia, Vietnam, Malaysia, Filipina dan Laos. Sumber utama impor yaitu Vietnam, diikuti oleh negara ASEAN lainnya, Filipina, Malaysia, Singapura dan
80
Thailand. Namun, India mengalami kerugian kesejahteraan akibat dari dampak alokasi yang tidak efisien (allocative inefficiency) dan neraca perdagangan yang negatif. Tabel 6.3 Change in selected macroeconomic variables (%)
Tabel 6.4 Change in trade variables (%)
Di kawasan ASEAN, Malaysia, Singapura dan Thailand menunjukkan keuntungan kesejahteraan yang positif dengan keuntungan terbesar diperoleh ke Singapura. Negara-negara yang lebih kecil semua menikmati keuntungan kesejahteraan positif kecuali Cambodia, Laos dan Filipina. Keuntungan kesejahteraan yang dinikmati oleh negara-negara ASEAN terutama disebabkan oleh membaiknya neraca perdagangan. Hasil simulasi juga mengungkapkan bahwa seluruh dunia di luar India dan ASEAN mengalami penurunan pangsa pasar yang signifikan di India dan ASEAN. Secara
81
khusus, China terpengaruh oleh hilangnya pangsa pasar di Cambodia, India, Malaysia, Philippines, Thailand, dan Vietnam. Dampak serupa dari FTA terlihat dalam kasus negara-negara berkembang di Asia Selatan, terutama Bangladesh. Dengan demikian, pengalihan perdagangan (trade diversion) terjadi di wilayah India-ASEAN sebagai hasil dari FTA. Tabel 6.5 Total welfare and its decomposition
Hasil simulasi sektoral menunjukkan bahwa sektor atau komoditas yang mengalami pertumbuhan ekspor tertinggi bagi India adalah sebagaimana terlihat dalam Tabel 6.6, sekaligus informasi negara mitra ekspor India untuk komoditas tersebut. Indonesia menjadi mitra ekspor terbesar India untuk komoditas produk mineral. Sebaliknya, pertumbuhan ekspor tertinggi sektor/komoditas bagi negara-negara ASEAN ke India tergambar dalam Tabel 6.7. Indonesia sebetulnya memiliki potensi peningkatan ekspor komoditas yang cukup banyak ke India, diantara yaitu: wearing apparel; chemical, rubber and plastic; transport equipment; other crops; coal; leather and leather product; diary products; sugar; and vegetable oil.
82
Tabel 6.6 Sectors in India showing highest export growth and their destinations
Tabel 6.7 Sectors in ASEAN region showing highest export growth and their originating countries
83
ANALISIS Bagian analisis ini akan menyajikan dua analisisi utama, yaitu: (1) analisis deskriptif komparasi tarif impor India dari negara-negara ASEAN dan sebaliknya untuk mengetahui kondisi awal batasanbatasan dalam perdagangan internasional antar dua mitra dagang ini, (2) analisis hasil simulasi liberalisasi perdagangan antara India dan ASEAN dengan menggunakan Model CGE GTAP.
Komparasi Tarif ASEAN-India Menurut Data GTAP8 (2007) Data GTAP8 merupakan database yang paling lengkap yang mampu menggambarkan keterkaitan hubungan perdagangan antarnegara. Data GTAP8 menghimpun aktivitas transaksi perdagangan dari 129 negara di dunia dan 57 jenis komoditas. Walaupun demikian data GTAP8 memiliki tahun benchmark 2007 (publikasi paling mutakhir pada 5 Maret 2012), relatif tertinggal namun ini data terlengkap termutakhir yang ada. Data GTAP8 juga mengklasifikasi hanya ke dalam 57 jenis komoditas, terlalu aggregate dibandingkan dengan klasifikasi HS yang biasa ditemukan dalam data ekspor-impor suatu negara. Namun dengan berbagai keterbatasan kondisi tersebut data GTAP8 masih sangat mumpuni untuk landasan analisis yang sifatnya lebih makro yang mampu memberikan gambaran awal untuk eksplorasi lanjutan yang lebih detail dan terinci. Eksplorasi data GTAP8 menunjukkan bahwa struktur tarif eksisting pada tahun 2007 untuk India dari berbagai Negara ASEAN dan sebaliknya yang dipresentasikan dalam Tabel 6.8 dan Tabel 6.9. Namun untuk membuat tabel ini lebih mudah terlihat dan terakomodasi oleh ruang yang terbatas, presentasi hanya dilakukan untuk komoditas-komoditas dalam data GTAP8 yang memiliki tariff efektif 10% ke atas. Dengan membandingkan Tabel 6.8 dan Tabel 6.9 maka dapat dilihat dengan mudah bahwa India cenderung lebih protektif dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Jumlah komoditas yang masih memiliki tarif di atas 10% untuk impor India dari negara-negara ASEAN masih jauh lebih banyak dibanding impor negara-negara ASEAN dari India. Komoditas yang menonjol dilindungi oleh India dari pasar komoditas asing ialah komoditas hasil pertanian dan komoditas olahan pertanian. Hal ini tercermin dari tarif impor yang relatif tinggi. Sementara untuk komoditas produk industrial besaran tarifnya relatif moderat. Posisi Indonesia relatif sudah terbuka terhadap India, hanya beberapa produk yang memiliki tariff impor dari India di atas 10%, yaitu: Motor vehicles and parts, Sugar, Rice (pady, processed), Beverages and tobacco products, dan Wearing apparels. Sementara impor India dari Indonesia masih relatif tertutup. Dengan kondisi awal seperti ini, liberalisasi dagang Indonesia (ASEAN) dan India secara praduga awal dapat dikatakan akan berpotensi memberi keuntungan kepada Indonesia.
84
Tabel 6.8 Struktur tarif ke INDIA dari Negara ASEAN menurut GTAP Database 8 (2007) Commodity Paddy rice Wheat Cereal grains nec Vegetables, fruit, nuts Oil seeds Plant-based fibers Crops nec Cattle,sheep,goats,horses Animal products nec Wool, silk-worm cocoons Forestry Fishing Coal Minerals nec Meat: cattle,sheep,goats,horse Meat products nec Vegetable oils and fats Dairy products Processed rice Sugar Food products nec Beverages and tobacco products Textiles Wearing apparel Leather products Wood products Paper products, publishing Petroleum, coal products Chemical,rubber,plastic prods Mineral products nec Ferrous metals Metals nec Metal products Motor vehicles and parts Transport equipment nec Electronic equipment Machinery and equipment nec Manufactures nec
INDO 0.0 0.0 0.0 39.9 30.6 10.0 72.9 30.0 0.1 0.0 25.7 29.3 28.2 5.1 0.0 0.0 99.6 34.7 0.0 0.0 40.5 57.1 15.0 15.0 10.5 15.0 9.2 14.9 19.3 14.8 19.0 14.8 15.0 16.4 13.6 7.3 14.8 15.1
MAL 0.0 0.0 0.0 75.2 30.6 0.0 36.0 30.0 14.2 0.0 5.0 30.0 15.0 12.7 0.0 30.0 97.6 54.6 0.0 100.0 38.0 89.6 15.0 15.0 14.5 15.0 14.5 11.8 15.6 15.0 19.6 15.0 15.0 21.4 14.7 2.0 13.7 15.0
PHIL 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 14.2 20.4 0.0 0.0 0.0 26.2 29.2 15.0 5.7 0.0 0.0 99.7 0.0 0.0 0.0 40.5 34.3 15.0 15.0 12.3 15.0 15.0 14.7 16.9 15.0 19.9 14.9 15.0 15.1 14.7 0.2 14.9 15.0
SING 0.0 0.0 0.0 30.0 0.0 0.0 34.7 30.0 2.9 0.0 30.0 29.3 0.0 5.0 29.5 35.7 63.6 34.2 0.0 70.0 32.8 87.6 15.0 14.9 12.4 15.0 15.0 13.6 14.3 15.0 20.0 15.0 15.0 95.3 3.4 0.2 11.8 15.0
THAI 80.0 0.0 65.7 34.7 30.0 10.4 19.9 0.0 22.2 0.0 24.2 24.0 0.0 8.8 15.0 48.3 98.0 44.3 70.8 98.7 50.9 45.0 15.0 15.0 13.6 12.4 12.6 15.0 14.7 14.9 18.9 10.0 12.4 15.6 14.7 4.4 12.9 13.0
CAMB 0.0 0.0 0.0 0.0 30.0 0.0 30.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 15.0 15.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 12.2 15.0
LAO 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0 0.0 30.0 0.0 0.0 0.0 28.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 15.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 15.0 8.0 0.0
VIET 0.0 0.0 0.0 31.0 46.8 0.0 67.3 0.0 0.0 0.0 17.2 30.0 15.0 6.3 0.0 0.0 92.4 0.0 70.0 0.0 34.5 41.7 15.0 15.0 14.5 12.2 15.0 0.0 15.3 15.0 20.0 14.8 15.0 15.0 15.2 14.2 14.9 15.0
RSEA 0.0 100.0 28.0 30.2 35.0 18.3 30.1 30.0 1.1 19.3 5.0 29.3 21.7 11.7 29.5 35.7 54.2 34.2 75.0 70.0 30.2 87.6 15.2 15.0 9.9 14.6 5.5 13.6 19.8 15.0 20.0 14.9 15.0 15.0 3.0 0.0 15.0 19.4
Tabel 6.9 Struktur tarif ke Negara ASEAN dari INDIA menurut GTAP Database 8 (2007) Commodity Paddy rice
INDO
MAL
PHIL
SING
THAI
CAMB
LAO
VIET
RSEA
16.9
40.0
25.0
0.0
9.7
0.0
0.0
21.3
0.0
Cereal grains nec
4.3
0.0
1.7
0.0
9.1
0.0
0.0
26.2
3.3
Vegetables, fruit, nuts
6.5
0.1
18.1
0.0
38.9
0.0
0.0
33.6
0.5
Oil seeds
5.0
2.3
12.0
0.0
28.4
0.0
0.0
8.9
0.6
Crops nec
4.9
30.4
6.9
0.0
24.5
7.8
37.7
28.3
1.4
Animal products nec
1.3
0.2
2.8
0.0
3.3
15.1
0.0
1.2
5.5
Forestry
4.6
0.1
2.8
0.0
17.8
0.0
0.0
5.5
10.3
Fishing
5.0
0.2
0.0
0.0
5.7
0.0
0.0
29.6
10.6
Oil
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
11.7
5.0
Minerals nec
1.7
1.4
2.2
0.0
2.5
15.0
0.0
12.4
0.5
Meat: cattle,sheep,goats,horse
5.2
0.0
10.0
0.0
35.9
0.0
0.0
20.0
0.2
Meat products nec
5.0
4.3
30.9
0.0
10.7
0.0
0.0
24.5
2.3
85
Dairy products
5.0
1.1
1.3
0.0
8.4
7.0
0.0
13.4
2.8
Processed rice
12.1
40.0
50.0
0.0
9.0
7.0
0.0
40.7
0.0
Sugar
23.3
0.0
41.6
0.0
0.0
7.0
0.0
20.4
2.7
Food products nec Beverages and tobacco products Textiles
5.3
1.9
7.0
0.0
7.6
7.0
30.0
21.1
8.6
15.1
468.9
9.0
0.0
50.0
34.1
0.0
77.9
29.0
7.0
11.6
8.5
0.0
5.5
7.3
10.0
24.5
5.8
Wearing apparel
14.7
13.9
14.9
0.0
50.7
35.0
0.0
38.6
1.3
Leather products
1.9
0.4
4.6
0.0
9.7
11.3
15.7
7.6
7.4
Wood products
5.6
6.9
11.1
0.0
9.8
0.0
0.0
23.2
18.9
Paper products, publishing
4.5
4.2
5.0
0.0
4.9
6.7
0.0
15.1
2.4
Petroleum, coal products
0.8
0.5
2.8
0.0
10.9
0.0
0.0
17.1
2.1
Mineral products nec
5.7
14.1
5.8
0.0
12.5
0.0
0.0
12.7
1.5
Ferrous metals
3.7
17.1
2.8
0.0
2.1
7.0
0.0
2.0
1.0
Metal products
9.6
9.3
5.8
0.0
10.8
15.6
5.0
5.7
4.2
Motor vehicles and parts
27.1
18.0
25.7
0.0
26.5
0.0
10.0
26.8
3.6
Transport equipment nec
4.2
3.1
17.0
0.0
6.1
10.2
13.5
10.3
1.3
Electronic equipment
0.6
1.2
0.2
0.0
0.3
16.7
0.0
3.3
3.1
Machinery and equipment nec
8.1
5.4
3.2
0.0
4.9
16.5
5.0
3.4
1.8
Manufactures nec
7.6
2.0
6.7
0.0
0.8
2.8
5.0
18.0
6.6
Hasil Simulasi CGE GTAP8 Untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan dalam skema AFTA dilakukan dua simulasi: 1. Liberalisasi penuh terjadi di negara-negara ASEAN5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand) dan India; dan 2. Liberalisasi penuh terjadi di seluruh negara ASEAN dan India. Hasil dua simulasi tersebut dengan Model CGE GTAP disajikan dalam beberapa tabel yang merepresentasikan berbagai aspek, yaitu: 1. Dampak terhadap arus perdagangan agregat (nasional), yang terdiri atas persentase perubahan nilai ekspor dan impor, nominal perubahan neraca perdagangan (trade balance), dan persentase perubahan term of trade. 2. Dampak terhadap PDB dan investasi, yang terdiri atas persentase perubahan GDP baik dalam besaran nominal atau pun harga, nominal perubahan pada equivalent variation, dan persentase perubahan investasi. 3. Dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga yang direpresentasikan oleh persentase perubahan pendapatan faktor, persentase perubahan pendapatan rumah tangga dan persentase perubahan tingkat harga konsumsi. 4. Dampak terhadap rasio pendapatan faktor terhadap inflasi yang didetailkan ke dalam persentase perubahan tanah, tenaga kerja tidak terampil (unskill labour), tenaga kerja terampil (skill labour), modal, dan sumber daya alam (natural resources).
86
5. Dampak terhadap ekspor dan impor sektoral dalam persentase perubahan. Dari Tabel 6.10 terlihat bahwa sebagaimana dugaan sebelumnya hasil simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5-India atau pun keseluruhan ASEAN-India menunjukkan bahwa memiliki dampak positif terhadap Indonesia. Bahkan dampak positif terlihat untuk semua indicator yaitu peningkatan volume perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade balance), dan term of trade. Walaupun secara prosentasi kenaikan impor lebih tinggi dari kenaikan ekspor namun masih mampu menjaga dampak kenaikan pada neraca perdagangan (trade balance). Kenaikan term of trade juga relative tinggi dibandingkan negara ASEAN5 lainnya kecuali Singapore. Yang lebih penting ialah bahwa dampak positif bagi Indonesia secara umum relative lebih besar jika dibandingkan dengan dampak yang dinikmati oleh negara ASEAN lainnya atau pun dampak yang dinikmati oleh India. Hasil ini mengindikasikan bahwa Indonesia perlu mengambil inisiatif dan proaktif bahkan progresif dalam hal negosiasi pengurangan tarif dalam skema FTA ini. Tabel 6.10 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Arus Perdagangan Value of exports
Value of imports at world price
Trade balance X-M
Term of Trade
(%-change)
(%-change)
(US$ mill-change)
(%-change)
ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND
Indonesia
1.947
2.028
2.295
2.412
45.7
24.4
0.700
0.693
Malaysia
0.981
1.060
1.455
1.564
-202.8
-207.3
0.328
0.340
Philippines
0.689
0.706
1.147
1.157
-256.3
-250.3
0.028
0.024
Singapore
1.459
1.625
1.520
1.712
628.1
665.9
1.026
1.080
Thailand
0.932
1.246
1.680
2.097
-837.4
-895.7
0.127
0.211
Cambodia
0.023
1.685
-0.018
3.839
2.4
-137.8
-0.105
-0.330
LaoPDR
-0.116
1.562
-0.172
3.378
1.1
-32.6
-0.249
0.186
Vietnam
-0.043
0.977
-0.083
1.527
30.1
-449.9
-0.087
0.073
SEAsia
-0.072
1.781
-0.118
2.164
0.5
51.2
-0.216
0.973
India
1.972
2.107
1.751
1.888
-507.4
-592.5
-0.349
-0.374
Japan
-0.049
-0.043
-0.131
-0.146
539.7
691.5
-0.083
-0.100
EU_25
-0.021
-0.021
-0.021
-0.025
-15.4
221.9
-0.009
-0.012
Oceania
-0.091
-0.100
-0.133
-0.155
97.4
126.4
-0.120
-0.135
EastAsia
-0.058
-0.084
-0.069
-0.099
-41.5
-64.9
-0.047
-0.061
SouthAsia
-0.353
-0.363
-0.344
-0.359
111.0
118.9
-0.205
-0.225
NAmerica
-0.028
-0.027
-0.030
-0.037
294.7
505.4
-0.015
-0.020
LatinAmer
-0.076
-0.076
-0.099
-0.104
79.8
109.7
-0.050
-0.052
MENA
-0.038
-0.033
-0.048
-0.044
12.9
17.8
-0.033
-0.022
SSA
-0.053
-0.052
-0.061
-0.062
17.6
22.0
-0.040
-0.036
RestofWorld
-0.037
-0.032
-0.043
-0.041
-0.1
75.5
-0.009
0.002
Tabel 6.11 menyajikan dampak liberalisasi penuh terhadap PDB dan investasi. Dari tabel tersebut terlihat bahwa liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia dengan angka persentase kenaikan yang cukup tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya, hanya lebih kecil dari
87
Singapore. Sementara itu hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan bahwa dampak persentase perubahan investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun besarannya terkecil dibanding negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level ASEAN5 dan hanya satu tingkat lebih tinggi dari India ketika liberalisasi terjadi di level ASEAN secara keseluruhan. Tabel 6.11 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap PDB dan Investasi Change in value of GDP
Change in GDP price index
Equivalent Variation
Investment levels to endowment stock
(%-change)
(%-change)
(US$ mill-change)
(%-change)
ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND
Indonesia
1.081
1.093
1.003
1.012
1159.1
1167.2
0.538
0.559
Malaysia
0.760
0.797
0.462
0.485
1319.8
1367.7
2.280
2.373
Philippines
0.092
0.118
0.027
0.056
125.4
118.6
1.339
1.318
Singapore
2.292
2.417
2.271
2.394
1958.2
2063.9
2.240
2.353
Thailand
0.589
0.775
0.322
0.461
930.1
1180.4
2.042
2.310
Cambodia
-0.092
-1.612
-0.079
-1.944
-7.2
3.1
-0.197
8.360
LaoPDR
-0.270
0.287
-0.264
0.158
-4.3
7.8
-0.137
2.460
Vietnam
-0.199
0.004
-0.201
-0.172
-51.3
144.4
-0.171
1.718
SEAsia
-0.112
1.341
-0.108
1.108
-19.9
197.7
-0.220
1.015
India
-0.239
-0.244
-0.617
-0.633
3693.2
3756.5
0.251
0.267
Japan
-0.072
-0.085
-0.069
-0.082
-664.5
-812.9
-0.070
-0.088
EU_25
-0.010
-0.014
-0.010
-0.014
-380.6
-589.3
-0.002
-0.009
Oceania
-0.082
-0.094
-0.076
-0.087
-305.9
-347.8
-0.059
-0.072
EastAsia
-0.038
-0.054
-0.034
-0.049
-832.5
-1131.5
-0.025
-0.033
SouthAsia
-0.287
-0.302
-0.264
-0.279
-208.8
-225.3
-0.112
-0.123
NAmerica
-0.012
-0.017
-0.012
-0.017
-322.1
-457.5
-0.009
-0.015
LatinAmer
-0.070
-0.074
-0.068
-0.072
-294.7
-303.6
-0.031
-0.037
MENA
-0.042
-0.034
-0.040
-0.032
-86.9
-58.3
-0.029
-0.027
SSA
-0.049
-0.049
-0.047
-0.048
-129.9
-115.7
-0.024
-0.026
RestofWorld
-0.021
-0.016
-0.019
-0.014
-133.5
68.4
-0.009
-0.011
Sementara itu, hasil simulasi dampak terhadap kesejahteraan sebagaimana dalam tabel 6.12 menunjukkan hasil yang positif. Walaupun terdapat tendensi kenaikan harga-harga barang konsumsi namun baik pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal) maupun pendapatan rumah tangga (household income) mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga. Yang perlu dicatat ialah bahwa dampak terhadap Indonesia relatif lebih besar jika dibandingkan dengan negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi di level ASEAN5-India. Walaupun ketika liberalisasi diperluas ke level ASEAN-India posisi Indonesia sedikit menurun tetapi secara besaran persentasi tetap mengalami peningkatan. Terlihat pula bahwa India sebagai mitra dagang utama ASEAN dalam skema FTA ini mengalami dampak yang kurang beruntung, hanya potensi mendapatkan keuntungan harga komoditas yang lebih murah secara agregat.
88
Tabel 6.12 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Kesejahteraan factor income at market prices net of depr.
household income
(%-change) ASEAN5+IND
(%-change)
ASEAN+IND
price index for private consumption exp (%-change)
ASEAN5+IND
ASEAN+IND
ASEAN5+IND
ASEAN+IND
Indonesia
1.361
1.380
1.131
1.142
0.920
0.919
Malaysia
1.310
1.368
0.866
0.905
0.041
0.035
Philippines
0.386
0.414
0.111
0.139
-0.016
0.022
Singapore
2.558
2.697
2.459
2.593
1.261
1.331
Thailand
1.297
1.510
0.686
0.891
0.284
0.362
Cambodia
-0.120
3.145
-0.108
-1.630
-0.014
-1.832
LaoPDR
-0.286
2.297
-0.284
0.349
-0.187
0.323
Vietnam
-0.286
1.489
-0.221
0.017
-0.164
-0.312
SEAsia
-0.134
1.951
-0.122
1.438
-0.056
0.907
India
-0.173
-0.167
-0.240
-0.246
-0.785
-0.808
Japan
-0.078
-0.094
-0.076
-0.090
-0.056
-0.065
EU_25
-0.011
-0.016
-0.011
-0.015
-0.007
-0.009
Oceania
-0.087
-0.101
-0.086
-0.099
-0.048
-0.055
EastAsia
-0.041
-0.058
-0.040
-0.058
-0.018
-0.029
SouthAsia
-0.296
-0.314
-0.300
-0.317
-0.217
-0.227
NAmerica
-0.013
-0.018
-0.013
-0.017
-0.010
-0.014
LatinAmer
-0.074
-0.078
-0.073
-0.077
-0.061
-0.064
MENA
-0.044
-0.035
-0.045
-0.036
-0.027
-0.023
SSA
-0.053
-0.054
-0.052
-0.052
-0.035
-0.038
RestofWorld
-0.021
-0.015
-0.022
-0.016
-0.018
-0.016
Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber daya alam (NatRes) disajikan dalam tabel 5.13. Dari tabel terlihat hanya satu komponen yang dampaknya negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes). Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan return pendapatan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk barang-barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara mitra dagang Indonesia. Namun di sisi lain, untuk komponen tanah (Land) mengalami kenaikan yang sangat signifikan, ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian memiliki tambahan manfaat yang cukup besar.
89
Tabel 6.13 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Rasio Pendapatan Faktor/Inflasi Land
UnSkLab
SkLab
Capital
NatRes
(%-change)
(%-change)
(%-change)
(%-change)
(%-change)
ASEAN5+IND
ASEAN+IND
ASEAN5+IND
ASEAN+IND
ASEAN5+IND
ASEAN+IND
Indonesia
4.521
4.139
0.425
0.461
0.157
0.202
0.086
0.136
-1.733
-1.681
Malaysia
1.500
1.336
0.894
0.949
0.801
0.856
1.035
1.110
3.900
3.924
Philippines
-3.047
-2.724
0.423
0.411
0.403
0.377
0.534
0.505
0.262
0.225
Singapore
3.053
7.237
1.202
1.268
0.988
1.040
1.071
1.125
-0.544
-0.105
Thailand
ASEAN5+IND
ASEAN+IND
ASEAN5+IND ASEAN+IND
3.159
2.542
0.802
0.928
0.641
0.763
0.780
0.916
-1.108
-0.704
Cambodia
-0.315
3.754
-0.065
4.610
-0.062
4.628
-0.049
5.027
-0.156
-5.298
LaoPDR
-0.020
2.073
-0.082
1.583
-0.039
1.673
-0.087
1.577
-0.505
2.275
Vietnam
-1.668
0.517
-0.109
1.730
-0.043
1.576
-0.012
1.788
1.491
0.704
SEAsia
-0.617
14.429
-0.093
0.579
-0.055
-0.025
-0.073
-0.175
0.320
-1.000
India
-2.524
-2.722
0.843
0.887
0.946
0.991
0.833
0.884
-0.850
-0.928
Japan
0.046
0.060
-0.017
-0.022
-0.018
-0.023
-0.017
-0.022
0.092
0.079
EU_25
-0.175
-0.167
-0.007
-0.010
-0.003
-0.006
0.000
-0.003
-0.032
0.013
Oceania
-0.081
-0.145
-0.033
-0.043
-0.033
-0.041
-0.032
-0.039
-0.095
0.048
EastAsia
-0.030
-0.064
-0.024
-0.029
-0.022
-0.028
-0.022
-0.026
0.223
0.236
SouthAsia
-0.545
-0.601
-0.030
-0.033
-0.021
-0.024
-0.018
-0.020
-0.133
-0.113
NAmerica
-0.207
-0.263
-0.002
-0.004
0.000
-0.001
-0.002
-0.003
-0.035
0.026
LatinAmer
-0.499
-0.518
-0.006
-0.008
-0.001
-0.002
-0.005
-0.006
0.148
0.209
MENA
-0.080
-0.103
-0.011
-0.013
-0.007
-0.006
-0.010
-0.009
-0.051
-0.002
SSA
-0.287
-0.345
-0.019
-0.023
-0.002
0.000
-0.002
0.000
-0.032
0.018
RestofWorld
-0.190
-0.200
-0.005
-0.008
-0.001
-0.002
-0.004
-0.004
0.052
0.134
Tabel 6.14 dan 6.15 akan merinci dampak ekspor dan impor sektoral untuk industri/komoditas dalam perekonomian Indonesia sebagai akibat liberalisasi di level ASEAN5-India. Sementara Tabel 6.16 dan 6.17 akan menyajikan hasil simulasi dampak jika liberalisasi diperluas ke level keseluruhan ASEAN-India. Namun karena keterbatasan tempat penyajian dan untuk mempermudah analisis hanya akan disajikan untuk industri/komoditas untuk urutan 10 sektor yang mengalami dampak positif terbesar dan 10 sektor yang mengalami dampak negatif terbesar bagi Indonesia baik di sisi ekspor maupun impor. Dari Tabel 6.14 dapat kita lihat bahwa liberalisasi perdagangan di ASEAN5 mengakibatkan ekspor Indonesia untuk komoditas vegetable oils and fats, motor vehicles and parts, forestry, dan vegetables, fruit, nuts meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas beverages and tobacco products, transport equiptment nec., paddy rice, ferrous metals, metal products, dan sugar cane, sugar beet. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia mendapat manfaat dengan kenaikan ekspor beberapa komoditas yang cukup tinggi. Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami
90
penurunan ekspor dengan persentasi di atas 10%, yaitu: wool, silk-worm cocoons, raw milk, oil seeds, meat: cattle, sheep, goats, horse, wheat, processed rice, dan meat product nec. Tabel 6.14 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5-India terhadap Ekspor Sektoral INA
MAL
PHI
SIN
THA
CAM
LAO
VIE
SEA
IND
Vegetable oils and fats
29.70
0.81
2.71
2.48
15.30
-38.31
0.32
0.82
0.02
26.20
Motor vehicles and parts
13.29
6.59
24.48
53.64
5.28
-0.84
-4.79
-0.67
-0.41
3.84
Forestry
12.27
2.98
3.02
1.31
4.71
0.01
2.00
0.13
-1.10
1.02
Vegetables, fruit, nuts
10.04
4.08
1.73
1.48
-1.84
0.61
0.48
1.67
-1.09
3.27
Beverages and tobacco products
8.24
11.37
39.96
20.60
2.08
-0.24
0.14
-1.83
-2.18
2.80
Transport equipment nec
4.89
7.59
-1.30
-5.63
1.79
-0.79
-0.03
0.32
0.35
5.99
Paddy rice
4.60
15.41
12.87
-16.23
-13.29
-49.55
1.12
10.68
1.43
8.24
Ferrous metals
3.91
11.02
2.41
3.07
8.67
0.20
0.64
0.01
0.68
3.48
Metal products
3.59
9.58
3.55
32.99
0.67
-0.25
-2.76
-0.30
-2.51
2.57
Sugar cane, sugar beet
3.49
-11.50
5.75
-8.75
-16.03
-2.01
1.02
4.25
1.20
4.17
Plant-based fibers
-5.05
-3.10
1.87
-5.66
-0.25
-0.05
0.22
-0.37
0.23
2.88
Sugar
-5.06
12.07
6.35
20.95
11.43
-1.24
0.68
-12.73
0.29
6.57
Cattle,sheep,goats,horses
-7.35
-2.67
3.73
-1.35
-4.88
0.65
2.48
2.56
3.56
3.90
Meat products nec
-10.54
-2.79
5.87
19.47
-6.51
0.66
1.76
2.53
1.57
11.20
Processed rice
-11.51
22.77
7.67
13.40
5.21
0.85
1.31
-7.39
2.23
2.95
Wheat
-13.32
0.47
1.39
-8.90
-4.29
-0.08
-0.47
-0.74
1.32
4.95
Meat: cattle,sheep,goats,horse
-16.25
-3.06
5.43
1.75
-10.07
0.84
1.68
0.53
1.66
6.19
Oil seeds
-17.64
9.96
6.14
14.27
-1.12
1.11
0.60
2.25
-0.45
32.98
Raw milk
-18.12
-4.46
2.88
-11.43
-10.49
-1.24
-3.32
0.05
-0.87
7.23
Wool, silk-worm cocoons
-23.13
-10.10
16.52
-14.49
-12.64
-0.72
-2.63
3.05
-0.32
13.77
Sementara itu, Tabel 6.15 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di ASEAN5-India terhadap impor sektoral/komoditas. Dari tabel dapat terlihat bahwa Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan untuk impor oil seeds, vegetable oils and fats, paddy rice, processed rice, dan sugar. Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor yaitu untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sampai dengan 10,26%. Dengan membandingkan Tabel 6.14 dengan Tabel 6.15 dapat diketahui bahwa: (1) liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 3.49% tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 10,26%. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor, yaitu: vegetable oils and fats, beverages and tobacco products, paddy rice, motor vehicles and parts, dan metal products. (3) Beberapa komoditas mengalami penurunan ekspor sekaligus kenaikan impor, yaitu: oil seeds, processed rice, sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse.
91
Tabel 6.15 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5-India terhadap Impor Sektoral Oil seeds Vegetable oils and fats Paddy rice Processed rice Sugar Beverages and tobacco products Meat: cattle,sheep,goats,horse Metal products Crops nec Motor vehicles and parts Business services nec Electronic equipment Metals nec Forestry Gas Dwellings Wheat Oil Plant-based fibers Sugar cane, sugar beet
INA
MAL
PHI
SIN
THA
CAM
LAO
VIE
SEA
IND
29.45 18.90 18.31 11.90 11.61 9.39 7.10 6.78 6.44 5.95 0.52
2.70 0.55 74.31 19.03 0.98 10.30 0.63 6.90 6.82 2.35 0.80
8.59 1.37 66.00 13.19 33.76 0.78 9.79 2.41 2.78 4.93 0.47
0.82 2.82 0.82 1.32 3.79 1.24 2.19 5.33 0.60 4.30 -0.27
1.93 3.12 23.56 8.72 6.03 12.58 1.67 4.58 18.01 5.45 0.72
-3.11 -0.90 3.98 -3.88 -1.10 -0.11 -0.44 -0.29 0.87 0.10 -0.13
-1.52 -1.56 -6.39 -2.56 -0.27 -0.60 -2.93 -0.25 -0.92 -0.08 -0.31
-0.24 0.35 -8.57 -4.17 -2.49 -0.21 0.30 -0.13 -0.05 -0.16 -0.20
0.97 -1.42 1.90 -3.62 -2.84 -0.15 -0.60 -0.09 -1.49 -0.09 -0.15
-25.24 70.08 15.20 17.36 2.32 1.63 -0.34 1.99 22.97 4.23 -0.01
0.32 0.14 0.05 -0.19 -0.31 -0.67 -1.13 -2.52 -10.26
-1.01 0.94 1.81 -0.38 -0.45 2.93 9.51 1.40 5.10
-0.17 1.25 0.37 1.76 -0.07 0.15 0.11 -1.05 -2.80
-3.06 3.49 2.68 1.66 0.98 0.65 3.86 1.50 1.31
-0.01 -0.12 6.43 0.04 0.13 -0.33 -0.38 -1.07 3.76
-0.46 0.22 -0.06 -0.53 -0.10 -0.01 0.08 0.00 1.02
-0.11 -0.68 -4.07 17.82 -0.07 0.17 0.69 -0.92 -0.52
-0.22 -0.10 0.21 3.12 0.03 0.33 0.05 -0.03 -2.20
-0.72 -0.36 -2.20 -0.05 -0.05 0.09 -3.30 0.10 -2.27
0.23 0.36 3.89 0.17 0.40 -2.14 0.26 -0.83 -2.10
Tabel 6.16 dan Tabel 6.17 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level keseluruhan ASEAN-India. Hasilnya bagi Indonesia menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 sebagaimana disajikan dalam Tabel 6.14 dan Tabel 6.15 di atas dengan magnitude yang hampir sama pula. Tabel 6.16 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Ekspor Sektoral Vegetable oils and fats Motor vehicles and parts Forestry Vegetables, fruit, nuts Beverages and tobacco products Transport equipment nec Metal products
INA
MAL
29.97 15.99 12.04 11.15 8.73 5.07 4.11
1.09 2.35 6.93 25.10 2.27 2.91 4.38 1.51 25.32 42.07 7.68 -1.44 9.82 3.63
Sugar cane, sugar beet Ferrous metals Petroleum, coal products Leather products Sugar Cattle,sheep,goats,horses Processed rice Meat products nec Wheat Meat: cattle,sheep,goats,horse Oil seeds Raw milk
4.06 -11.58 3.79 12.43 1.39 0.93 -4.97 9.61 -5.90 11.83 -6.67 2.03 -10.29 31.03 -10.68 0.12 -13.00 0.39 -15.73 6.97 -17.09 10.00 -17.33 -4.32
Wool, silk-worm cocoons
-22.38
PHI
SIN
THA
CAM
3.78 57.71 1.65 0.63 37.31 -5.67 33.44
19.70 6.15 3.76 -0.93 4.15 9.56 1.28
27.24 -13.10 22.10 192.23 -7.43 -3.63 5.27 24.14 3.78 -4.40 27.37 72.49 24.68 36.81
5.17 -12.40 -16.44 10.60 2.50 2.81 8.60 29.51 3.20 4.44 7.05 -6.92 1.62 5.78 0.57 6.05 6.02 20.75 12.00 4.34 3.29 -2.84 -3.40 -8.41 6.10 8.21 4.09 -3.54 7.39 22.10 -6.31 -3.30 2.21 -1.30 -4.16 -0.52 4.93 2.24 -10.12 -13.44 5.69 12.78 3.27 43.78 2.17 -16.94 -10.46 -0.27
-9.82 15.40 -19.66 -12.16
92
-3.38
LAO
-5.41 26.24 -1.73 -1.12 -5.91 5.79 -7.20 -13.62 -0.51 -16.11 30.50 6.69 6.53
VIE
SEA
0.01 2.97 -1.33 0.01 6.26 5.22 4.26
-7.01 25.03 3.37 3.80 1.53 1.55 20.51 4.23 12.99 4.39 -1.68 5.94 15.40 2.68
IND
0.24 7.47 13.04 1.39 21.62 -1.69 0.01 1.99 6.34 38.00 12.23 -0.95
-28.67 4.38 1.21 3.51 -2.66 1.98 -5.66 4.82 -9.98 6.77 -4.83 4.02 -23.30 2.99 -24.80 34.62 -21.11 5.11 -39.43 11.01 -17.68 33.53 -19.72 7.58
-2.06 -20.53 14.21
Tabel 6.17 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Impor Sektoral INA
MAL
PHI
SIN
THA
CAM
LAO
VIE
SEA
IND
Oil seeds
29.39
2.92
8.64
1.48
3.24
12.38
11.95
1.75
9.21
-25.22
Processed rice
22.30
28.98
11.68
1.66
10.67
14.18
10.16
9.98
9.73
31.55
Vegetable oils and fats
19.01
0.82
1.49
3.40
3.22
10.13
7.09
1.86
1.33
70.07
Paddy rice
15.90
96.09
67.14
1.68
28.82
20.40
24.85
3.21
33.56
14.71
Sugar
11.65
1.04
33.74
4.15
6.57
2.93
0.77
24.72
3.77
2.32
Coal
10.54
0.72
0.31
1.80
0.71
1.85
8.82
-1.25
1.13
2.82
Beverages and tobacco products
9.63
10.44
0.83
1.38
13.23
3.44
8.98
9.74
21.01
1.69
Metal products
6.97
7.25
2.42
5.62
5.19
5.96
2.61
1.29
-0.31
2.22
Meat: cattle,sheep,goats,horse
6.87
0.69
9.98
2.49
2.01
7.16
12.51
1.13
19.97
-0.32
Fishing
0.57
1.52
2.52
1.34
4.26
7.35
3.00
2.71
-0.39
2.52
Business services nec
0.55
0.84
0.48
-0.22
0.95
1.39
0.55
0.79
0.96
-0.01
Electronic equipment
0.35
-1.11
-0.21
-3.07
-0.43
9.66
2.75
1.65
5.08
0.27
Metals nec
0.18
0.92
1.28
3.60
-0.20
6.85
1.37
1.19
0.81
0.37
Gas
0.01
0.16
2.08
1.74
0.75
-10.15
-47.29
-66.70
0.64
0.24
Forestry
-0.02
1.44
0.39
2.68
7.29
6.69
4.40
-1.44
9.39
5.93
Dwellings
-0.30
-0.43
-0.07
1.01
0.21
-0.64
-0.45
0.07
0.49
0.41
Wheat
-0.64
3.51
0.15
1.27
-0.05
-2.28
-0.47
-0.34
-2.66
-2.16
Oil
-1.78
12.24
0.14
4.52
1.20
-10.46
-1.72
0.30
0.54
0.35
Plant-based fibers
-2.58
1.60
-0.91
2.17
-1.05
1.81
2.86
0.29
3.22
-0.79
-10.62
4.89
-2.52
2.21
3.73
-5.78
2.43
-2.12
11.08
-2.19
Sugar cane, sugar beet
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Dari berbagai uraian tersebut di atas, baik yang berupa analisis deskriptif terhadap data perkembangan ekspor-impor Indonesia, komposisi dan struktur tarif impor negara-negara di ASEAN, dan simulasi dampak liberalisasi perdagangan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. India-ASEAN Free Trade Agreement (AIFTA) mulai berlaku pada 1 Januari 2010 untuk Malaysia, Singapura dan Thailand. Indonesia menyusul meratifikasi perjanjian AIFTA ini pada 10 Juni 2010. 2. Komparasi tarif antara negara ASEAN dan India dalam data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta sebagai berikut: (1) India cenderung lebih protektif dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Jumlah komoditas yang masih memiliki tarif di atas 10% untuk impor India dari negara-negara ASEAN masih jauh lebih banyak dibanding impor negara-negara ASEAN dari India. Komoditas yang menonjol dilindungi oleh India dari pasar komoditas asing ialah komoditas hasil pertanian dan komoditas olahan pertanian. Hal ini tercermin dari tarif impor yang relatif tinggi. Sementara untuk komoditas produk industrial besaran tarifnya relatif moderat. (2) Posisi Indonesia relatif sudah terbuka terhadap India, hanya beberapa produk yang
93
memiliki tariff impor dari India di atas 10%, yaitu: Motor vehicles and parts, Sugar, Rice (pady, processed), Beverages and tobacco products, dan Wearing apparels. Sementara impor India dari Indonesia masih relatif tertutup. 3. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India dan keseluruhan ASEAN-India menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: a. Liberalisasi penuh di ASEAN5-India atau pun keseluruhan ASEAN-India menunjukkan bahwa memiliki dampak positif terhadap Indonesia. Bahkan dampak positif terlihat untuk semua indicator yaitu peningkatan volume perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade balance), dan term of trade. Walaupun secara prosentasi kenaikan impor lebih tinggi dari kenaikan ekspor namun masih mampu menjaga dampak kenaikan pada neraca perdagangan (trade balance). Kenaikan term of trade juga relatif tinggi dibandingkan negara ASEAN5 lainnya kecuali Singapore. Yang lebih penting ialah bahwa dampak positif bagi Indonesia secara umum relatif lebih besar jika dibandingkan dengan dampak yang dinikmati oleh negara ASEAN lainnya atau pun dampak yang dinikmati oleh India. b. Liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia dengan angka persentase kenaikan yang cukup tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya, hanya lebih kecil dari Singapore. Sementara itu hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan bahwa dampak persentase perubahan investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun besarannya terkecil dibanding negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level ASEAN5-India dan hanya satu tingkat lebih tinggi dari India ketika liberalisasi terjadi di level ASEAN-India secara keseluruhan. c. Liberalisasi perdagangan mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga, bahwa dampak terhadap Indonesia relatif lebih besar jika dibandingkan dengan negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi di level ASEAN5-India. Ketika liberalisasi diperluas ke level ASEAN-India posisi Indonesia sedikit menurun tetapi secara besaran persentasi tetap mengalami peningkatan. d. Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya satu komponen yang dampaknya negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes). Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan return pendapatan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk barang-barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara mitra dagang Indonesia. Namun di sisi lain, untuk komponen tanah (Land) mengalami kenaikan yang sangat signifikan, ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian memiliki tambahan manfaat yang cukup besar.
94
e. Liberalisasi perdagangan di ASEAN5-India mengakibatkan ekspor Indonesia untuk komoditas vegetable oils and fats, motor vehicles and parts, forestry, dan vegetables, fruit, nuts meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas beverages and tobacco products, transport equiptment nec., paddy rice, ferrous metals, metal products, dan sugar cane, sugar beet. Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami penurunan ekspor dengan persentasi di atas 10%, yaitu: wool, silk-worm cocoons, raw milk, oil seeds, meat: cattle, sheep, goats, horse, wheat, processed rice, dan meat product nec. f. Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India memberikan dampak kenaikan yang cukup signifikan untuk impor oil seeds, vegetable oils and fats, paddy rice, processed rice, dan sugar. Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor yaitu untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sampai dengan 10,26%. g. Secara keseluruhan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India: (1) liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 3.49% tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 10,26%. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor, yaitu: vegetable oils and fats, beverages and tobacco products, paddy rice, motor vehicles and parts, dan metal products. (3) Beberapa komoditas mengalami penurunan ekspor sekaligus kenaikan impor, yaitu: oil seeds, processed rice, sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse. h. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level keseluruhan ASEANIndia menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India. Dengan memperhatikan poin-poin dalam kesimpulan tersebut di atas baik yang berasal dari deskriptif analisis maupun hasil simulasi dampak, maka kami merekomendasikan kebijakan sebagai berikut: 1. Pemerintah Indonesia perlu mengambil inisiatif dan proaktif bahkan progresif dalam hal negosiasi pengurangan tarif dalam skema FTA ini. Hal ini mengingat bahwa Indonesia telah lebih terbuka secara relatif dibandingkan dengan India dan beberapa negara ASEAN lainnya. Selain itu, hasil simulasi dampak juga menunjukkan potensi benefit yang cukup baik bagi Indonesia. 2. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya, yaitu: sugar cane, sugar beet. Hal ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah ASEAN, komoditas-komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan impor.
95
3. Untuk beberapa
komoditas
yang
hasil
simulasinya
menunjukkan
bahwa
liberalisasi
mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: vegetable oils and fats, beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products, perlu dilihat lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat diambil kebijakan yang lebih tepat. 4. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini penting tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan tetapi juga menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan produktivitasnya. 5. Untuk produk-produk yang perlu dilakukan perhatian untuk dilindungi antara lain: oil seeds, sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse. Hal ini karena diindikasikan bahwa liberalisasi mengakibatkan penurunan ekspor dan kenaikan impor untuk komoditas tersebut.
96
BAB VII ASEAN-JAPAN COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP
PENDAHULUAN ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Japan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak AJCEP dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Japan. AJCEP dibentuk berdasarkan Joint Declaration of the Leaders of the Comprehensive Economic Partnertship between ASEAN and Japan yang ditandatangani pada tanggal 5 Nopember 2002, serta Framework for Comprehensive Economic C ooperation between ASEAN and Japan yang ditandatangani tanggal 8 Oktober 2003. Dalam KTT ASEAN-Japan ke-8, Para Kepala Negara ASEAN dan Japan menyetujui Perjanjian Kerjasama Ekonomi ASEAN-Japan dan mulai dilakukan negosiasi pada bulan April 2005 dan ditandatangani pada bulan Maret dan April 2008 secara adreferendum. Persetujuan telah berlaku efektif per 1 Desember 2008. Persetujuan AJCEP merupakan suatu persetujuan ekonomi antara ASEAN dan Japan yang bersifat komprehensif serta mencakup bidang perdagangan barang, jasa, investasi, SPS, TBT dan kerjasama ekonomi. Persetujuan AJCEP telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2009 tanggal 19 November 2009 tentang Pengesahan Persetujuan AJCWP. Secara umum komitmen Indonesia berbasis pada posisi Indonesia Japan EconomicPartnership Agreement (IJEPA), namun komitmen Indonesia dalam AJCEP lebih konservatif dibanding IJEPA. Kategori liberalisasi tarif bea masuk dibagi menjadi 2(dua) yaitu penghapusan tarif (Normal Track) dan penurunan tarif (Sensitive Track). 1.
Modalitas a. Normal Track (NT) – ASEAN sebesar 90% dari total pos tarif dan Japan sebesar 92% dari total pos tarif dan nilai dagang, terdiri atas eliminasi dalam tempo 10 tahun (88%) dan penghapus lebih lanjut (4%) b. Sensitive Track (ST) - 8% dari total pos tarif 6 digit dan nilai dagang. Khusus untuk Sensitive Track tersebut, modalitas dibagi atas 3 (tiga) elemen yaitu:
97
1) Sensitive List (SL) – 4.8% hanya dari nilai dagang, diturunkan hingga mencapai tingkat tarif 0-5% dengan maksimum 2% dari nilai dagang dicadangkan untuk Tariff Rate Quota (RTQ) sebagai safety-net measures; 2) Highly Sensitive List (HSL) – 2.2% hanya dari nilai dagang, diturunkan hingga mencapai tingkat tarif lebih dari 50% dan sebagian mencapai tingkat tarif tidak lebih dari 20%, 3) Exclusion List (EL) – sebanyak 1 dari nilai dagang dan 1-3% dari pos tarif. 2.
ROO (Rules of Origin). Barang disebut sebagai originating goods dan berhak untuk mendapatkan konsesi tarif apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut: a. wholly obtained or produced; b. non-originating material (Regional Value Content-RVC tidak lebih dari 40% atau mengalami Change in Tariff Classification-CTC pada level 4-digit);
3.
Bidang Kerjasama Ekonomi
Bidang kerjasama ekonomi dalam skema AJCEP mencakup area sebagai berikut: Trade-related procedures, Business environment, Intellectual property, Energy, Information and communications technology, Human resource development, Small and medium enterprises, Tourism and hospitality, Transportation and logistics, Agriculture, Fisheries and Forestry; Environment;Competition Policy; dan area lain yang disepakati bersama. Sub-Committee on Economic Cooperation akan dibentuk pada saat entry to force persetujuan ini untuk memonitor perlaksanaan kegiatan kerjasama ekonomi tersebut.Kegiatan kerjasama ekonomi minimal melibatkan 2 (dua) negara anggota ASEANdan Japan.
METODOLOGI Untuk menganalisis dampak AJCEP terhadap perekonomian Indonesia pada bagian ini akan dievaluasi ex-post impact analysis dan ex-ante impact analysis. Metodologi yang digunakan untuk impact assessment ini menggunakan metodologi yang disarankan oleh Plummer et al. (2010). Mengingat skema AJCEP masih baru dan Indonesia masih mengkaji untuk tergabung dalam skema ini maka ex-post impact analysis digunakan untuk mengevaluasi dampak IJEPA sebagai perjanjian perdagangan bilateral Indonesia – Japan yang telah berjalan semenjak tahun 2007. Metode yang digunakan untuk analisis ini menggunakan analisis deskriptif. Pendekatan ini dilakukan karena pendekatan deskriptif relatif mudah dilakukan, sementara evaluasi dengan menggunakan FTA Preference Indicators telah dilakukan pada bagian sebelumnya. Ex-ante impact analysis digunakan untuk mengevaluasi potensi dampak AJCEP yang akan datang bagi perekonomian Indonesia. Untuk evaluasi ini digunakan pendekatan simulasi
98
menggunakan computable general equilibrium (CGE) model. Model yang digunakan untuk tipikal analisis ini ialah model CGE Global Trade Analysis Project (GTAP) dengan menggunakan database terbaru GTAP versi 8 yang baru saja release Mei 2012. Database GTAP versi 8 merupakan database yang berisi data dan informasi perdagangan bilateral antarnegara secara lengkap termasuk informasi keterkaitan transportasi dan proteksi. Database ini dikompilasi dari table IO negara-negara di dunia. Database GTAP versi 8 menggunakan data dengan tahun benchmark 2004 dan 2007 dan terdiri atas data dari 129 negara dan 57 jenis komoditas. Namun sebelum melakukan simulasi dengan model CGE GTAP akan dielaborasi dulu database GTAP versi 8 ini untuk diketahui gambaran komparasi tarif antarnegara yang dianalisis untuk tiap komoditas yang diperdagangkan. Gambaran deskriptif ini perlu diketahui untuk mendapatkan gambaran kepentingan setiap negara dalam menegosiasikan tarif perdagangannya.
ANALISIS Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Japan Neraca perdagangan Indonesia dengan Japan dalam periode 2000-2010 selalu menunjukkan surplus. Namun surplus perdagangan ini disumbangkan oleh ekspor migas. Ekspor gas alam pada tahun 2000 menyumbang 29,03 persen dari total ekspor dan minyak mentah menyumbang 14,82 persen. Sementara itu untuk ekspor non migas selalu berfluktuatif namun cenderung defisit. Pada tahun 2000 surplus perdagangan Indonesia dengan Japan mencapai USD9,018 miliar dan pada tahun 2007 (sebelum diberlakukannya FTA) meningkat tajam menjadi USD17,103 miliar. Gambar 7.1 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Japan (Migas - Non Migas)
99
Sejak diberlakukannya FTA pada tahun 2008, surplus perdagangan Indonesia dengan Japan cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2008 surplus perdagangan masih tercatat sebesar USD 13,003 miliar dan pada tahun 2010 turun menjadi USD 8,816 miliar. Pada tahun 2010 ekspor Indonesia ke Japan mengalami perubahan, apabila sebelumnya gas alam dan minyak menjadi penyumbang terbesar, sumbangan eskpor kedua komoditi ini mengalami penurunan masing-masing menjadi 22,84 persen dan 9,91 persen. Sedangkan ekspor biji tembaga meningkat dari 4,30 persen (2000) menjadi 11,16 persen (2010). Berdasarkan data ini maka FTA cenderung merupakan trade creation untuk Japan.
Gambar 7.2 Perkembangan Komoditas Ekspor Utama Indonesia ke Japan
Tahun 2000
Biji tembaga 4.30%
Gas Alam 29.03%
Lainnya 41.34%
Minyak petroleum mentah 14.82% Batubara bahan bakar Technically 2.27% Specified Natural Mate Nikel Rubber (TSNR): 1.84% 0.61% tembaga dimurnikan 0.48% Kokas
petroleum 0.00% Kayu lapis Batubara lainnya 0.10% 5.20%
Tahun 2010
Biji tembaga 11.16% Gas Alam 22.84%
Lainnya 28.28%
Kayu lapis 1.58% Batubara lainnya 2.77%
Minyak petroleum mentah 9.91% Batubara bahan bakar 8.07% Mate Nikel 5.55%
Technically Specified Natural Rubber (TSNR): tembaga 3.71% Kokas petroleum dimurnikan 3.02% 3.13% Sumber: BPS, CEIC, diolah
Sementara itu dari sisi ekspor, tahun 2000 Komoditas ekspor utama Indonesia Japan berupa Gas Alam sebesar 29.03% dan Minyak metah sebesar 14.82%. Tahun 2010 ekspor gas alam dan
100
minyak mentah menurun masing-masing menjadi 22.84% dan 9.91%. Selain itu, ekspor Bijih tembaga meningkat dari 4.30% menjadi 11.16% Sementara itu impor Indonesia dari Japan pada tahun 2000 didominasi mesin piston, karburator dan alat berat. Pada tahun 2010 komoditas impor utama didominasi oleh kendaraan barang dan mobil. Disamping itu impor alat berat dan karburator juga mengalami peningkatan, namun untuk mesin piston mengalami penurunan.
Gambar 7.3 Perkembangan Komoditas Impor Utama Indonesia dari Japan Kendaraan barang (damper) 0.06%
Tahun 2000
Alat berat (buldoser dll) tembaga 1.04% dimurnikan (katoda) 0.32% Bagian dari mesin piston 2.23% karburator & parts 1.43% Bagian dari derek kapal Mobil 1500 cc 1.19% 3000 cc
Lainnya 92.55%
Mobil 1000 cc 1500 cc 0.01%
0.36%
Tahun 2010
Poros transmisi 0.82%
Kendaraan barang Kendaraan barang Mobil 1000 cc (damper) 5.93% 1500 cc 2.87% 2.49%
karburator & parts 1.65%
Lainnya 76.38%
Mobil 1500 cc 3000 cc 1.42%
Poros transmisi 1.49%
Alat berat (buldoser dll) 2.46% tembaga dimurnikan (katoda) 2.01% Bagian dari mesin piston 1.72% Bagian dari derek kapal 1.58%
Sumber: BPS, CEIC, diolah
Dalam perjanjian IJEPA, telah disepakati ketentuan User Specific Duty Free Scheme (USDFS) merupakan skema penetapan tarif bea masuk 0%. Hal ini mengakibatkan adanya potensi penerimaan yang hilang dari pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor, sebagaiman dirinci pada tabel 7.1 dan 7.2
101
Tabel 7.1 Nilai Skep USDFS (dalam miliar) SKEP US$ Yen
2008 0,577 7,292
2009 0,440 6,570
2010 0,672 6,642
2011 0,490 1,651
Total 2,179 22,155
Tabel 7.2 Potential Loss: USDFS (dalam triliun rupiah) Tarif Normal - (BM MFN rata2 = 8,6%)
Tarif USDFS
BEA MASUK
1,815
0
PPN
2,293
2,111
PPh
0,573
0,528
Total
4,681
2,639
Selisih (potential lost) Rp. *) NDPBM (periode 18 Sept 2011): 1 USD = Rp8.554,00 dan 1 JPY = Rp111,4
2,042
Selain USDFS, IJEPA juga menyepakati program Manufacturing Industrial Development Center (MIDEC) yang merupakan program kompensasi atas dibukanya akses pasar melalui program USDFS yang berupa kerjasama teknis dalam rangka peningkatan daya saing industri nasional melalui training, training for trainers, pengiriman expert, kunjungan kerja ke industri-industri, basic study, dan workshop/seminar. Ruang lingkup MIDEC meliputi : a) Cross sectoral: metal working, welding, mold & dies, energy conservation, export & investment promotion, dan small medium enterprise dan b) Specific sector untuk industri tertentu, meliputi automotive, electronics, steel, textile, non-ferrous, chemicals, dan food & beverages. Fakta-fakta yang ada terkait dengan program MIDEC: – Pihak Japan mendanai kegiatan terkait MIDEC yang dilaksanakan di Japan maupun Indonesia, namun kenyataannya Indonesia juga turut berpartisipasi dalam pendanaan kegiatan. – Sampai dengan tahun ketiga implementasi IJEPA (2008-2011), kedua pihak telah melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk 12 (dua belas) sektor MIDEC. – Sesuai dengan kesepakatan, Indonesia dan Japan akan melakukan evaluasi terhadap seluruh implementasi isu-isu IJEPA termasuk MIDEC pada tahun 2013 – Program MIDEC sebagai kompensasi atas potential loss dari USDFS tidak jelas dan tidak terukur.
Komparasi Tarif ASEAN-India Menurut Data GTAP8 (2007) Data GTAP8 merupakan database yang paling lengkap yang mampu menggambarkan keterkaitan hubungan perdagangan antarnegara. Data GTAP8 menghimpun aktivitas transaksi perdagangan dari 129 negara di dunia dan 57 jenis komoditas. Walaupun demikian data GTAP8 memiliki tahun
102
benchmark 2007 (publikasi paling mutakhir pada 5 Maret 2012), relatif tertinggal namun ini data terlengkap termutakhir yang ada. Data GTAP8 juga mengklasifikasi hanya ke dalam 57 jenis komoditas, terlalu aggregate dibandingkan dengan klasifikasi HS yang biasa ditemukan dalam data ekspor-impor suatu negara. Namun dengan berbagai keterbatasan kondisi tersebut data GTAP8 masih sangat mumpuni untuk landasan analisis yang sifatnya lebih makro yang mampu memberikan gambaran awal untuk eksplorasi lanjutan yang lebih detail dan terinci. Eksplorasi data GTAP8 menunjukkan bahwa struktur tarif eksisting pada tahun 2007 untuk Japan dari berbagai Negara ASEAN dan sebaliknya yang dipresentasikan dalam Tabel 7.3 dan Tabel 7.4. Namun untuk membuat tabel ini lebih mudah terlihat dan terakomodasi oleh ruang yang terbatas, presentasi hanya dilakukan untuk komoditas-komoditas dalam data GTAP8 yang memiliki tariff efektif 10% ke atas. Dengan membandingkan Tabel 6.8 dan Tabel 6.9 maka dapat dilihat bahwa Japan cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, hanya beberapa komoditas dari negaranegara ASEAN yang masih dikenakan tarif impor. Pengenaan tarif tersebut benar-benar untuk melindungi komoditas domestik Japan, yang tercermin walau pun hanya sedikit jenis komoditasnya tetapi dikenakan tariff yang cukup tinggi. Misalnya, Japan sangat melindungi komoditas domestic paddy rice dan processed paddy dengan mengenakan tariff impor di ats 500% untuk impor komoditas sejenis dari Thailand. Dengan Indonesia, Japan telah relatif terbuka. Hal ini karena antara Japan dan Indonesia telah terjalin hubungan dagang yang erat secara bilateral. Tinggal beberapa komoditas yang dikenakan tariff impor di atas 10%, yaitu: dairy products, cattle, sheep, goats and horses, sugar, vegetables, fruit and nuts, dan leather products. Sebaliknya, Indonesia pun telah relative terbuka terhadap komoditas impor dari Japan. Beberapa komoditas impor dari Japan yang dikenai tariff di atas 10% adalah: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, wearing apparels, transport equipment nec, dan wood products. Tabel 7.3 Struktur tarif ke Japan dari Negara ASEAN menurut Data GTAP8 (2007) Commodity Paddy rice Vegetables, fruit, nuts Cattle,sheep,goats,horses
INDO
MAL
PHIL
SING
THAI
CAMB
LAO
VIET
RSEA
0.0
0.0
0.0
0.0
589.3
0.0
0.0
0.0
529.7
22.9
7.9
13.9
0.7
14.8
0.0
0.0
9.0
0.0 0.0
35.2
0.0
0.0
0.0
20.7
0.0
0.0
0.0
Dairy products
136.0
0.0
73.9
0.0
143.5
0.0
0.0
0.0
0.0
Processed rice
0.0
0.0
0.0
0.0
586.0
0.0
0.0
402.9
722.7
31.1
0.0
30.9
42.3
45.1
0.0
0.0
51.0
53.1
4.3
15.4
6.9
1.6
16.7
1.6
0.0
4.8
0.2
9.3
2.7
6.0
0.0
14.8
0.0
0.0
8.8
0.3
14.3
5.8
9.8
2.0
11.1
0.2
0.7
14.6
0.1
Sugar Food products nec Beverages and tobacco products Leather products
103
Tabel 7.4 Struktur tarif ke Negara ASEAN dari Japan menurut Data GTAP8 (2007) Commodity
INDO
MAL
PHIL
SING
THAI
CAMB
LAO
VIET
RSEA
Paddy rice
0.0
0.0
0.0
0.0
16.3
0.0
0.0
20.0
1.6
Cereal grains nec
0.0
0.0
28.5
0.0
0.0
0.0
0.0
7.6
5.0
Vegetables, fruit, nuts
5.2
2.4
11.6
0.0
27.2
0.0
0.0
30.0
13.3
Oil seeds
0.0
0.2
10.9
0.0
30.0
0.0
0.0
9.3
19.4
Crops nec
2.3
1.2
1.6
0.0
11.1
0.0
8.1
13.6
12.5
Animal products nec
4.2
0.6
3.3
0.0
3.8
0.0
0.0
3.8
13.5
Forestry
3.6
0.1
0.2
0.0
7.3
0.0
0.0
1.1
20.0
Fishing
4.3
0.0
6.9
0.0
7.1
0.0
0.0
16.4
4.1
Meat: cattle,sheep,goats,horse
7.0
0.0
4.6
0.0
8.7
0.0
0.0
19.9
16.1
Meat products nec
5.2
13.0
17.5
0.0
26.0
0.0
0.0
30.1
26.5
Vegetable oils and fats
3.2
1.0
5.1
0.0
20.1
0.0
0.0
22.7
9.4
Dairy products
5.1
0.8
2.3
0.0
26.6
0.0
0.0
19.4
7.7
Processed rice
6.6
40.0
0.0
0.0
9.4
7.0
5.0
0.0
2.2
Sugar
6.1
0.0
0.0
0.0
20.1
0.0
0.0
22.0
10.0
9.0
2.6
12.9
0.0
7.9
7.6
29.7
27.8
14.2
98.8
76.4
8.4
0.0
59.5
0.0
0.0
42.9
42.6
Food products nec Beverages and tobacco products Textiles Wearing apparel Leather products
5.7
8.5
7.1
0.0
6.1
7.3
9.6
35.3
12.2
14.3
15.9
14.6
0.0
50.4
32.7
0.0
49.4
11.6
5.6
7.8
6.0
0.0
10.3
15.5
0.0
10.6
10.3
10.2
1.5
12.2
0.0
11.1
32.5
16.4
29.5
14.7
Paper products, publishing
4.6
10.2
4.1
0.0
5.0
6.2
5.5
17.7
2.1
Petroleum, coal products
0.7
0.5
1.9
0.0
10.5
0.0
0.0
18.5
5.9
Chemical,rubber,plastic prods
5.8
8.5
4.9
0.0
8.8
8.8
10.9
11.6
5.1
Mineral products nec
6.1
9.5
3.9
0.0
11.1
11.4
5.0
13.7
1.8
Ferrous metals
6.9
33.7
3.2
0.0
5.5
7.2
5.0
3.2
0.1
Metal products
8.9
10.7
7.8
0.0
10.8
13.0
5.5
13.4
2.1
Motor vehicles and parts
18.7
21.1
15.2
0.0
21.8
26.5
32.0
27.4
14.3
Transport equipment nec
10.5
4.3
4.4
0.0
21.1
14.2
14.4
29.7
7.7
Electronic equipment
1.2
0.1
0.1
0.0
0.7
18.0
6.4
3.5
6.0
Machinery and equipment nec
4.3
2.9
2.4
0.0
4.6
14.1
6.4
5.6
2.0
Manufactures nec
6.0
8.3
6.2
0.0
53.0
19.3
11.4
24.9
3.7
Wood products
Hasil Simulasi CGE GTAP8 Untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan dalam skema AFTA dilakukan dua simulasi: 1. Liberalisasi penuh terjadi di negara-negara ASEAN5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand) dan Japan; dan 2. Liberalisasi penuh terjadi di seluruh negara ASEAN dan Japan. Hasil dua simulasi tersebut dengan Model CGE GTAP disajikan dalam beberapa tabel yang merepresentasikan berbagai aspek, yaitu:
104
1. Dampak terhadap arus perdagangan agregat (nasional), yang terdiri atas persentase perubahan nilai ekspor dan impor, nominal perubahan neraca perdagangan (trade balance), dan persentase perubahan term of trade. 2. Dampak terhadap PDB dan investasi, yang terdiri atas persentase perubahan GDP baik dalam besaran nominal atau pun harga, nominal perubahan pada equivalent variation, dan persentase perubahan investasi. 3. Dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga yang direpresentasikan oleh persentase perubahan pendapatan faktor, persentase perubahan pendapatan rumah tangga dan persentase perubahan tingkat harga konsumsi. 4. Dampak terhadap rasio pendapatan faktor terhadap inflasi yang didetailkan ke dalam persentase perubahan tanah, tenaga kerja tidak terampil (unskill labour), tenaga kerja terampil (skill labour), modal, dan sumber daya alam (natural resources). 5. Dampak terhadap ekspor dan impor sektoral dalam persentase perubahan. Tabel 7.5 mengenai hasil simulasi dampak liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan ASEAN terhadap arus perdagangan menunjukkan bahwa FTA ASEAN-Japan berpotensi meningkatkan volume arus perdagangan baik ekspor maupun impor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dampak ke peningkatan volume ekspor dan impor Indonesia cukup besar, terbesar kedua setelah Thailand untuk liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Ketika level liberalisasi diperluas di keseluruhan negara ASEAN dan Japan, prosentasi kenaikan sedikit mengalami kenaikan. Tabel 7.5 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Arus Perdagangan Value of exports (%-change) Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand Cambodia LaoPDR Vietnam SEAsia India Japan EU_25 Oceania EastAsia SouthAsia NAmerica LatinAmer MENA SSA RestofWorld
Value of imports at world price (%-change)
Trade balance X-M (US$ mill-change)
Term of Trade (%-change)
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
1.327 0.861 0.888 0.931 1.470 -0.085 -0.516 -0.073 -0.098 -0.097 0.452 -0.025 -0.120 -0.102 -0.019 -0.006 -0.018 -0.019 -0.047 -0.032
1.407 0.932 0.911 1.077 1.761 1.579 1.102 2.076 0.496 -0.107 0.589 -0.025 -0.125 -0.150 -0.018 0.002 -0.016 -0.014 -0.042 -0.028
2.031 1.885 1.594 0.966 3.148 -0.101 -0.636 -0.162 -0.185 -0.130 0.711 -0.056 -0.191 -0.124 -0.068 -0.073 -0.070 -0.043 -0.093 -0.058
2.137 1.981 1.602 1.134 3.527 3.882 3.043 3.201 1.340 -0.151 0.878 -0.065 -0.217 -0.179 -0.099 -0.084 -0.083 -0.045 -0.097 -0.063
-468.6 -1079.8 -407.6 407.5 -2062.0 1.3 2.8 64.2 2.5 151.1 -1452.8 1848.0 163.7 -4.2 46.2 1983.1 261.2 50.5 134.0 358.7
-480.2 -1080.8 -395.3 441.8 -2105.6 -146.6 -34.0 -928.4 -46.4 189.6 -1553.4 2406.5 209.2 -77.5 71.6 2465.1 337.7 70.2 160.6 495.9
-0.054 0.015 0.032 0.730 -0.024 -0.054 -0.156 -0.181 -0.086 -0.079 0.266 -0.016 -0.073 -0.080 -0.041 -0.032 -0.015 0.005 -0.025 0.002
-0.065 0.021 0.017 0.775 0.036 -0.369 0.262 0.118 -0.096 -0.098 0.315 -0.020 -0.088 -0.108 -0.070 -0.038 -0.018 0.018 -0.017 0.014
105
Jika ditilik dari dampaknya ke neraca perdagangan (trade balance) Indonesia maka didapati dampaknya negatif. Hal ini karena prosentasi kenaikan impor jauh lebih tinggi dari prosentasi kenaikan ekspor, sehingga secara nominal dampak ke neraca perdagangan menjadi negatif. Secara umum memang dampak skema FTA ini ke negara-negara ASEAN akan mengakibatkan penurunan neraca perdagangan. Singapore ialah satu-satunya negara ASEAN yang memperoleh dampak positif di neraca perdagangannya, baik untuk simulasi di level ASEAN5-Japan maupun di level keseluruhan ASEAN-Japan. Hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara anggota ASEAN5 yang mengalami penurunan term of trade (TOT) untuk kedua simulasi baik simulasi liberalisasi di level ASEAN5-Japan maupun liberalisasi di level ASEAN-Japan. Sementara Japan mengalami kenaikan term of trade (TOT) yang cukup signifikan. Secara keseluruhan Singapore mengalami dampak kenaikan term of trade (TOT) yang tertinggi. Tabel 7.6 menyajikan dampak liberalisasi penuh terhadap PDB dan investasi. Dari tabel tersebut terlihat bahwa liberalisasi membawa efek penurunan nilai PDB Indonesia walaupun indek harga PDB juga menurun. Penurunan nilai PDB antara lain disebabkan komponen kenaikan impor yang prosentasinya jauh lebih besar dari kenaikan ekspor. Dari sisi dampak terhadap investasi mengalami kenaikan, walupun secara besaran relatif kecil jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh negara-negara ASEAN lainnya. Tabel 7.6 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap PDB dan Investasi Change in value of GDP (%-change) Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand Cambodia LaoPDR Vietnam SEAsia India Japan EU_25 Oceania EastAsia SouthAsia NAmerica LatinAmer MENA SSA RestofWorld
Change in GDP price index (%-change)
Equivalent Variation (US$ mill-change)
Investment levels to endowment stock (%-change)
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
-0.031 0.267 0.129 1.584 0.486 -0.090 -0.350 -0.404 -0.079 -0.100 0.335 -0.046 -0.149 -0.092 -0.061 -0.045 -0.053 -0.027 -0.064 -0.036
-0.031 0.288 0.154 1.688 0.631 -1.719 0.198 0.817 -0.388 -0.124 0.401 -0.057 -0.165 -0.131 -0.097 -0.054 -0.063 -0.023 -0.065 -0.035
-0.126 -0.243 0.049 1.570 0.072 -0.068 -0.335 -0.378 -0.077 -0.088 0.303 -0.045 -0.140 -0.082 -0.057 -0.045 -0.051 -0.025 -0.061 -0.034
-0.129 -0.233 0.079 1.673 0.174 -2.092 0.049 0.076 -0.636 -0.110 0.361 -0.055 -0.155 -0.116 -0.091 -0.054 -0.061 -0.020 -0.061 -0.033
413.6 1478.1 167.4 1391.5 1261.6 -5.1 -3.2 -127.8 -7.5 -374.3 3246.7 -1170.0 -260.7 -2003.4 -44.5 -1027.8 -125.1 2.9 -108.9 -57.9
413.0 1508.5 149.2 1479.4 1466.0 2.8 9.7 529.2 93.9 -451.3 3977.7 -1472.5 -301.8 -2703.8 -70.3 -1177.2 -148.0 36.2 -85.7 157.6
0.641 4.180 2.162 1.638 4.386 -0.081 -0.192 -0.305 -0.183 -0.053 0.209 -0.054 -0.077 -0.059 -0.048 -0.057 -0.056 -0.035 -0.090 -0.039
0.647 4.234 2.107 1.725 4.594 9.078 2.659 3.998 1.071 -0.067 0.231 -0.070 -0.097 -0.079 -0.078 -0.070 -0.071 -0.043 -0.104 -0.047
106
Sementara itu, hasil simulasi dampak terhadap kesejahteraan sebagaimana dalam tabel 7.7 menunjukkan hasil yang positif untuk pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal). Namun pendapatan rumah tangga mengalami penurunan tipis. Satu hal yang bisa dikatakan sebagai keuntungan ialah bahwa harga-harga barang ditingkat konsumen mengalami penurunan. Hal yang kurang baik juga dialami oleh Japan sebagai mitra dagang utama ASEAN dalam skema FTA ini yang hanya potensi mendapatkan keuntungan harga komoditas yang lebih murah secara agregat. Sementara Malaysia, Singapore, dan Thailand relatif mendapatkan keuntungan yang lebih baik dalam aspek ini. Tabel 7.7 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Kesejahteraan
Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand Cambodia LaoPDR Vietnam SEAsia India Japan EU_25 Oceania EastAsia SouthAsia NAmerica LatinAmer MENA SSA RestofWorld
factor inc at market prices net of depr. (%-change) ASEAN5JPN ASEANJPN 0.323 0.331 1.316 1.358 0.672 0.700 1.775 1.891 2.129 2.298 -0.081 3.231 -0.315 2.451 -0.498 3.137 -0.084 0.126 -0.100 -0.127 0.360 0.428 -0.049 -0.061 -0.149 -0.167 -0.095 -0.134 -0.060 -0.099 -0.047 -0.056 -0.053 -0.063 -0.023 -0.018 -0.066 -0.066 -0.035 -0.033
household income (%-change) ASEAN5JPN ASEANJPN -0.006 -0.008 0.419 0.441 0.190 0.216 1.704 1.816 0.699 0.858 -0.094 -1.694 -0.354 0.280 -0.437 0.957 -0.082 -0.363 -0.103 -0.128 0.347 0.416 -0.047 -0.058 -0.153 -0.169 -0.097 -0.138 -0.062 -0.099 -0.046 -0.056 -0.054 -0.064 -0.026 -0.021 -0.066 -0.067 -0.036 -0.035
price index for private consumption exp (%-change) ASEAN5JPN ASEANJPN -0.085 -0.095 -0.380 -0.397 0.072 0.119 0.860 0.919 0.395 0.448 -0.021 -1.862 -0.260 0.255 -0.253 0.098 -0.049 -0.817 -0.071 -0.090 0.241 0.285 -0.038 -0.046 -0.122 -0.133 -0.060 -0.086 -0.042 -0.068 -0.039 -0.047 -0.048 -0.057 -0.024 -0.025 -0.051 -0.053 -0.035 -0.037
Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber daya alam (NatRes) disajikan dalam tabel 7.8. Dari tabel terlihat hanya satu komponen yang dampaknya negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes) untuk liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Namun ketika liberalisasi diperluas ke level keseluruhan ASEAN-Japan komponen tanah (Land) juga mengalami dampak negative. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan return pendapatan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk barang-barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara mitra dagang Indonesia.
107
Tabel 7.8 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Rasio Pendapatan Faktor/Inflasi Land
UnSkLab
SkLab
Capital
NatRes
(%-change)
(%-change)
(%-change)
(%-change)
(%-change)
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
ASEAN5JPN
ASEANJPN
Indonesia
0.025
-0.223
0.455
0.483
0.345
0.379
0.363
0.401
-0.147
-0.120
Malaysia
0.149
-0.003
1.617
1.670
1.450
1.501
1.568
1.638
-1.051
-1.006
Philippines
-0.305
0.190
0.567
0.544
0.416
0.372
0.515
0.468
0.036
-0.036
Singapore
3.289
9.108
0.804
0.857
0.654
0.695
0.791
0.836
-0.883
-0.463
Thailand
8.180
7.655
1.163
1.269
0.780
0.884
1.103
1.219
1.250
1.688
-0.033
4.307
-0.063
4.617
-0.075
4.606
-0.055
5.010
-0.027
-5.275
LaoPDR
0.429
2.807
-0.088
1.697
-0.015
1.869
-0.209
1.582
-0.376
2.375
Vietnam
-1.482
0.108
-0.186
3.094
-0.138
2.700
-0.130
3.215
0.848
-2.302
Cambodia
SEAsia
0.185
1.062
-0.066
0.853
-0.074
0.887
-0.089
0.803
0.185
1.118
India
-0.023
-0.058
-0.027
-0.034
-0.019
-0.022
-0.029
-0.034
0.101
0.171
Japan
-3.858
-4.982
0.106
0.131
0.119
0.145
0.112
0.133
-0.571
-0.524
EU_25
0.028
0.062
-0.013
-0.017
-0.009
-0.012
-0.008
-0.012
0.034
0.092
Oceania
0.264
0.257
-0.037
-0.046
-0.032
-0.040
-0.027
-0.033
0.378
0.507
EastAsia
-0.099
-0.175
-0.031
-0.043
-0.028
-0.038
-0.023
-0.029
-0.096
-0.056
SouthAsia
0.051
0.053
-0.021
-0.033
-0.024
-0.035
-0.023
-0.036
-0.077
-0.052
NAmerica
-0.101
-0.094
-0.008
-0.011
-0.004
-0.006
-0.006
-0.007
0.077
0.145
LatinAmer
-0.021
-0.009
-0.009
-0.013
-0.005
-0.008
-0.006
-0.008
0.162
0.242
MENA
0.033
0.031
-0.011
-0.017
-0.007
-0.008
-0.007
-0.008
0.075
0.151
SSA
-0.074
-0.057
-0.028
-0.031
-0.020
-0.022
-0.020
-0.022
0.179
0.250
RestofWorld
-0.027
-0.016
-0.012
-0.017
-0.007
-0.009
-0.008
-0.009
0.140
0.238
Tabel 7.9 dan 7.10 akan merinci dampak ekspor dan impor sektoral untuk industri/komoditas dalam perekonomian Indonesia sebagai akibat liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Sementara Tabel 7.11 dan 7.12 akan menyajikan hasil simulasi dampak jika liberalisasi diperluas ke level keseluruhan ASEAN-Japan. Namun karena keterbatasan tempat penyajian dan untuk mempermudah analisis hanya akan disajikan untuk industri/komoditas untuk urutan 10 sektor yang mengalami dampak positif terbesar dan 10 sektor yang mengalami dampak negatif terbesar bagi Indonesia baik di sisi ekspor maupun impor. Dari Tabel 7.9 dapat kita lihat bahwa liberalisasi perdagangan di ASEAN5-Japan mengakibatkan ekspor Indonesia untuk komoditas paddy rice, dairy products, beverages and tobacco products, dan sugar cane, sugar beet meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas cereal grains nec., sugar, metal products, leather products, cattle, sheep, goats, horse dan food products nec. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia mendapat manfaat dengan kenaikan ekspor beberapa komoditas yang cukup tinggi. Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami penurunan ekspor dengan angka persentasi yang relative kecil, hanya di bawah 1.5%.
108
Tabel 7.9 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5-Japan terhadap Ekspor Sektoral INA
MAL
PHI
SIN
THA
CAM
Paddy rice
30.21
21.17
Dairy products
19.47
1.89
5.11
-1.01
-2.08
-2.03
Beverages and tobacco products
11.12
10.69
40.00
20.40
3.46
-0.77
Sugar cane, sugar beet
10.65 -11.70
1.04
-9.00 -32.30
-4.10
10.53 -15.66 -24.78 -45.04
LAO
SEA
JPN
15.01
0.98
6.26
2.13
3.41
-0.24
2.78
0.19
-1.67
-2.32
0.43
1.05
4.42
-0.41
0.80
4.03
2.82
VIE
Cereal grains nec
6.56
-0.15
1.39
-2.69
-5.53
5.68
2.62
1.25
0.50
Sugar
5.62
16.32
13.38
63.88
21.34
-3.82
-1.74 -10.17
-2.68
26.00
Metal products
5.34
15.28
2.69
28.99
0.65
-0.11
-9.19
-0.27
-6.88
4.56
Leather products
5.19
6.64
5.43
7.39
2.25
-1.00
0.90
0.42
-2.13
2.46
Cattle,sheep,goats,horses
4.89
-1.71
-1.53
-0.29 -12.01
0.28
4.72
2.88
6.21
1.08
Food products nec
4.40
9.89
2.85
2.52
6.67
-0.38
0.54
0.32
-1.13
2.54
Recreation and other services
-0.77
-2.16
-1.17
-2.99
-2.31
0.06
2.74
1.01
0.27
-1.33
Communication
-1.00
-3.68
-1.43
-5.89
-4.91
0.21
1.40
1.05
0.39
-1.29
Insurance
-1.01
-3.38
-1.84
-3.63
-4.99
0.14
1.60
0.80
0.35
-1.27
Financial services nec
-1.05
-3.83
-1.71
-3.32
-4.90
0.14
1.61
1.13
0.35
-1.33
Wheat
-1.06
0.32
-0.04
-7.34
-9.19
0.11
-0.24
0.61
-0.41
0.25
Forestry
-1.11
-3.26
-1.61
-0.60
-2.25
-0.08
2.77
0.43
0.05
2.43
Raw milk
-1.15
-2.33
-0.26
-9.32 -28.27
-0.42
-2.21
1.98
-0.64
1.14
Plant-based fibers
-1.19
-1.59
0.05
-3.86
-7.40
-0.01
0.08
1.23
-0.24
-0.77
Gas manufacture, distribution
-1.21
-4.60
-2.05
-0.96
-6.44
-0.14
2.63
1.54
0.48
-1.89
Meat: cattle,sheep,goats,horse
-1.38
-1.57
1.03
1.08 -22.31
0.21
0.82
1.59
-0.29
-1.01
SEA
JPN
Tabel 7.10 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5-Japan terhadap Impor Sektoral INA Motor vehicles and parts
MAL
PHI
SIN
THA
CAM
LAO
VIE
12.48
7.67
8.30
2.94
16.10
0.92
-0.07
-0.36
0.36
1.39
Beverages and tobacco products
9.09
9.33
0.89
0.92
12.96
0.00
-0.66
-0.31
-0.02
0.54
Metal products
8.67
5.77
5.35
4.08
12.11
-0.29
-0.31
-0.13
-0.18
1.17
Sugar
8.12
0.89
33.44
9.54
28.70
-1.92
-0.40
-3.61
-4.37
3.94
Processed rice
5.94
17.83
14.10
0.36
9.08
-6.64
-4.32
-6.07
-5.69
30.91
Chemical,rubber,plastic prods
4.78
5.04
1.55
4.47
5.23
-0.04
-0.10
-0.19
-0.12
0.80
Mineral products nec
4.25
4.82
4.49
2.02
10.91
-0.38
-0.82
-0.78
-0.64
0.79
Manufactures nec
4.10
5.27
2.50
1.01
7.89
-0.22
-0.75
-0.20
-0.55
1.12
Wood products
3.90
3.67
4.45
2.47
6.24
-0.64
-1.28
-0.19
-1.30
1.56
Food products nec
3.89
1.74
2.29
1.94
5.81
-0.58
-1.69
-0.45
-0.70
2.96
Sea transport
0.08
0.99
0.25
-0.34
-0.08
-0.14
-0.61
-0.09
-0.15
0.00
Dwellings
0.00
-0.07
0.06
0.77
-0.08
-0.07
-0.02
0.04
-0.01
0.04
Oil seeds
0.00
0.12
0.32
0.97
0.63
-3.00
-1.72
0.17
-0.19
-0.10
Gas
-0.03
0.25
1.78
0.39
-0.33
-0.03
31.91
1.24
-0.21
0.18
Electricity
-0.09
2.23
0.86
2.04
1.86
0.16
-2.25
-0.80
-0.29
0.78
Air transport
-0.12
0.19
-0.12
0.34
0.54
-0.14
-0.57
-0.08
-0.11
0.40
Cereal grains nec
-0.34
1.12
1.18
0.91
7.19
-2.91
-2.41
-0.64
-1.08
-0.27
Coal
-0.54
0.18
0.05
0.77
0.30
-0.18
-0.08
-0.65
-2.25
0.21
Oil
-0.73
1.59
0.15
2.27
-0.37
0.06
1.43
-0.01
-0.35
0.20
-10.90
5.68
-0.55
1.57
7.68
2.03
-0.59
-2.25
-1.60
-0.43
Sugar cane, sugar beet
109
Berikutnya, Tabel 7.10 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di ASEAN5-Japan terhadap impor sektoral/komoditas. Terlihat bahwa Indonesia mengalami kenaikan di atas 10% untuk impor komoditas motor vehicles and parts. Selain itu, ada beberapa komoditas lain yang mengalami kenaikan cukup signifikan walaupun masih di bawah 10%, yaitu: beverages and tobacco products, metal products, dan sugar. Satu hal lagi yang menonjol dan perlu dicatat ialah penurunan impor untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sebesar 10,90%. Dengan membandingkan Tabel 7.9 dengan Tabel 7.10 dapat diketahui bahwa: (1) liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain dan sangat siap untuk diliberalisasi. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor, yaitu: beverages and tobacco products, sugar, dan metal products. Tabel 7.11 dan Tabel 7.12 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level keseluruhan ASEAN-Japan. Hasilnya bagi Indonesia menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan sebagaimana disajikan dalam Tabel 7.9 dan Tabel 7.10 di atas dengan magnitude yang hampir sama pula. Satu perbedaan yang cukup menonjol ialah adanya perubahan peningkatan persentasi impor komoditas processed rice. Tabel 7.11 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Ekspor Sektoral INA Paddy rice Dairy products Beverages and tobacco products Sugar cane, sugar beet Cereal grains nec Motor vehicles and parts Sugar Metal products Cattle,sheep,goats,horses Leather products PubAdmin/Defence/Health/Educat Water Recreation and other services Meat: cattle,sheep,goats,horse Forestry Communication Insurance Financial services nec Wheat Gas manufacture, distribution
MAL
25.71 32.17 19.90 3.57 11.77 24.72 11.02 -11.88 6.61 -0.55 5.80 13.51 5.70 16.09 5.22 15.26 5.12 -0.51 4.97 7.12 -0.79 -2.82 -0.83 -3.42 -0.84 -2.28 -0.92 -0.40 -1.07 -3.40 -1.09 -3.83 -1.10 -3.53 -1.16 -4.00 -1.26 -0.08 -1.30 -4.79
PHI
SIN
THA
CAM
7.22 -22.70 -23.96 49.72 5.95 3.52 1.49 32.93 42.11 37.27 5.60 3.14 0.22 -13.66 -32.82 8.05 -0.56 -4.56 -4.76 32.84 16.99 38.19 12.73 21.92 12.93 63.63 22.06 1.95 2.70 29.31 1.06 22.42 -2.14 -2.68 -10.63 -9.11 5.32 8.46 3.42 4.53 -1.61 -4.90 -4.64 -0.72 -2.13 -7.43 -7.08 11.06 -1.22 -3.20 -2.73 -2.85 0.61 2.56 -21.92 -14.37 -1.68 -0.26 -2.72 -7.11 -1.44 -6.25 -5.49 -9.17 -1.87 -3.88 -5.60 -1.51 -1.74 -3.54 -5.50 -3.18 0.93 -0.85 -9.06 -0.37 -2.08 -1.10 -7.26 -0.08
110
LAO
VIE
-21.45 -11.01 -11.57 -0.84 -4.44 5.79 -5.74 -4.38 16.91 -1.63 178.32 5.82 -9.26 22.90 30.15 2.36 3.71 -5.39 -1.27 5.44 -0.27 -5.72 -2.28 -11.59 19.80 -6.80 -18.39 -2.66 -3.87 -3.36 -3.61 -7.79 -5.42 -5.09 -6.06 -8.74 -0.35 2.78 -3.98 -12.35
SEA
JPN
27.46 7.22 15.96 3.14 2.60 6.54 9.08 13.67 17.83 1.48 0.75 0.61 1.36 -0.98 -0.47 0.17 0.33 0.20 2.62 0.28
8.29 2.67 0.48 1.06 2.32 0.11 27.56 5.31 1.12 4.60 -1.58 -2.26 -1.60 -0.52 2.22 -1.53 -1.53 -1.59 7.78 -2.20
Tabel 7.12 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Impor Sektoral
Processed rice Motor vehicles and parts Beverages and tobacco products Metal products Sugar Coal Chemical,rubber,plastic prods Mineral products nec Manufactures nec Wood products Animal products nec Vegetables, fruit, nuts Electricity Dwellings Oil seeds Air transport Cereal grains nec Oil Paddy rice Sugar cane, sugar beet
INA
MAL
PHI
14.90 12.49 9.33 8.80 8.18 7.56 4.79 4.31 4.15 3.94 0.09 0.02 0.00 0.00 -0.02 -0.08 -0.36 -0.76 -1.34 -11.14
27.47 7.71 9.47 6.07 0.93 0.20 5.07 4.95 5.38 3.70 3.47 0.75 2.38 -0.06 0.34 0.20 1.03 4.26 88.45 5.47
11.50 8.30 0.95 5.34 33.50 0.05 1.57 4.45 2.54 4.47 0.67 2.46 0.89 0.03 0.41 -0.10 1.35 0.17 0.98 -0.16
SIN
THA
0.55 3.19 1.05 4.32 9.87 0.85 4.49 2.14 1.15 2.76 0.58 1.66 2.27 0.78 1.63 0.37 1.53 2.81 1.61 2.54
10.94 11.48 16.50 7.85 13.56 3.45 12.60 6.32 29.15 2.02 0.58 1.76 5.38 3.43 11.69 9.21 8.65 3.29 7.54 32.80 2.32 4.30 12.72 7.17 2.59 -26.20 -0.02 -0.67 1.95 10.60 0.72 -3.71 20.19 -1.06 1.17 -10.47 25.06 17.53 7.68 -4.56
CAM
LAO
VIE
SEA
JPN
13.08 4.47 9.09 2.85 0.68 8.46 1.14 2.88 5.26 5.53 7.23 24.79 6.49 -0.44 12.18 0.03 1.99 -0.86 20.10 2.48
9.54 3.57 10.49 3.22 23.92 0.57 2.31 9.20 8.20 2.52 1.19 2.68 5.15 3.13 1.17 -2.19 0.39 0.57 9.30 0.38
-5.44 12.82 19.93 -1.10 -5.39 -0.40 0.67 0.93 5.12 9.26 0.25 3.94 -0.27 0.30 -0.15 -0.26 -1.51 -0.61 6.52 -4.09
42.66 1.58 0.62 1.36 3.97 0.24 1.02 0.90 1.34 1.65 0.20 2.24 0.94 0.05 -0.05 0.50 -0.29 0.26 -0.70 -0.47
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Dari berbagai uraian tersebut di atas, baik yang berupa analisis deskriptif terhadap data perkembangan ekspor-impor Indonesia, komposisi dan struktur tarif impor negara-negara di ASEAN, dan simulasi dampak liberalisasi perdagangan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) mulai berlaku efektif pada 1 Desember 2008 merupakan suatu persetujuan ekonomi antara ASEAN dan Japan yang bersifat komprehensif serta mencakup bidang perdagangan barang, jasa, investasi, SPS, TBT dan kerjasama ekonomi. Indonesia sebetulnya telah memiliki hubungan dengan Japan sebelumnya secara bilateral melalui skema Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement yang dimulai sejak tahun 2007. 2. Penggalian data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta terkait komparasi tarif antara negara ASEAN dan Japan sebagai berikut: (1) Japan cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, hanya beberapa komoditas dari negara-negara ASEAN yang masih dikenakan tarif impor. Pengenaan tarif tersebut benar-benar untuk melindungi komoditas domestik Japan, yang tercermin walau pun hanya sedikit jenis komoditasnya tetapi dikenakan tariff yang cukup tinggi. Misalnya, Japan sangat melindungi komoditas domestic paddy rice dan processed paddy dengan mengenakan tariff impor di ats 500% untuk impor komoditas sejenis
111
dari Thailand. (2) Dengan Indonesia, Japan telah relatif terbuka. Hal ini karena antara Japan dan Indonesia telah terjalin hubungan dagang yang erat secara bilateral. Tinggal beberapa komoditas yang dikenakan tariff impor di atas 10%, yaitu: dairy products, cattle, sheep, goats and horses, sugar, vegetables, fruit and nuts, dan leather products. Sebaliknya, Indonesia pun telah relative terbuka terhadap komoditas impor dari Japan. Beberapa komoditas impor dari Japan yang dikenai tariff di atas 10% adalah: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, wearing apparels, transport equipment nec, dan wood products. 3. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan dan keseluruhan ASEAN-Japan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: i)
Liberalisasi penuh di ASEAN5-Japan atau pun keseluruhan ASEAN-Japan menunjukkan bahwa berpotensi meningkatkan volume arus perdagangan baik ekspor maupun impor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dampak ke peningkatan volume ekspor dan impor Indonesia cukup besar, terbesar kedua setelah Thailand untuk liberalisasi di level ASEAN5Japan. Ketika level liberalisasi diperluas di keseluruhan negara ASEAN dan Japan, prosentasi kenaikan sedikit mengalami kenaikan. Jika ditilik dari dampaknya ke neraca perdagangan (trade balance) Indonesia maka didapati dampaknya negatif. Hal ini karena prosentasi kenaikan impor jauh lebih tinggi dari prosentasi kenaikan ekspor, sehingga secara nominal dampak ke neraca perdagangan menjadi negatif. Secara umum memang dampak skema FTA ini ke negara-negara ASEAN akan mengakibatkan penurunan neraca perdagangan. Singapore ialah satu-satunya negara ASEAN yang memperoleh dampak positif di neraca perdagangannya, baik untuk simulasi di level ASEAN5-Japan maupun di level keseluruhan ASEAN-Japan. Hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara anggota ASEAN5 yang mengalami penurunan term of trade (TOT) untuk kedua simulasi baik simulasi liberalisasi di level ASEAN5-Japan maupun liberalisasi di level ASEAN-Japan. Sementara Japan mengalami kenaikan term of trade (TOT) yang cukup signifikan. Secara keseluruhan Singapore mengalami dampak kenaikan term of trade (TOT) yang tertinggi.
ii)
Liberalisasi membawa efek penurunan nilai PDB Indonesia walaupun indek harga PDB juga menurun. Penurunan nilai PDB antara lain disebabkan komponen kenaikan impor yang prosentasinya jauh lebih besar dari kenaikan ekspor. Dari sisi dampak terhadap investasi mengalami kenaikan, walupun secara besaran relatif kecil jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh negara-negara ASEAN lainnya.
iii) Liberalisasi perdagangan mengakibatkan hasil yang positif untuk pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal). Namun pendapatan rumah tangga mengalami penurunan tipis. Satu hal yang bisa dikatakan sebagai keuntungan ialah bahwa harga-harga barang ditingkat konsumen mengalami penurunan. Hal yang kurang baik juga dialami oleh Japan sebagai mitra dagang utama ASEAN dalam skema FTA ini yang hanya potensi mendapatkan
112
keuntungan harga komoditas yang lebih murah secara agregat. Sementara Malaysia, Singapore, dan Thailand relatif mendapatkan keuntungan yang lebih baik dalam aspek ini. iv) Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya satu komponen yang dampaknya negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes). Namun ketika liberalisasi diperluas ke level keseluruhan ASEAN-Japan komponen tanah (Land) juga mengalami dampak negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan return pendapatan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk barang-barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara mitra dagang Indonesia. v)
Liberalisasi perdagangan di ASEAN5-Japan mengakibatkan ekspor Indonesia untuk komoditas paddy rice, dairy products, beverages and tobacco products, dan sugar cane, sugar beet meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas cereal grains nec., sugar, metal products, leather products, cattle, sheep, goats, horse dan food products nec. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia mendapat manfaat dengan kenaikan ekspor beberapa komoditas yang cukup tinggi. Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami penurunan ekspor dengan angka persentasi yang relative kecil, hanya di bawah 1.5%.
vi) Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak kenaikan di atas 10% untuk impor komoditas motor vehicles and parts. Selain itu, ada beberapa komoditas lain yang mengalami kenaikan cukup signifikan walaupun masih di bawah 10%, yaitu: beverages and tobacco products, metal products, dan sugar. Satu hal lagi yang menonjol dan perlu dicatat ialah penurunan impor untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sebesar 10,90%. vii) Secara keseluruhan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5Japan: (1) liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain dan sangat siap untuk diliberalisasi. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor, yaitu: beverages and tobacco products, sugar, dan metal products. viii) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level ASEAN-Japan menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi
113
perdagangan di level ASEAN5-Japan. Satu perbedaan yang cukup menonjol ialah adanya perubahan peningkatan persentasi impor komoditas processed rice. Dengan memperhatikan poin-poin dalam kesimpulan tersebut di atas baik yang berasal dari deskriptif analisis maupun hasil simulasi dampak, maka kami merekomendasikan kebijakan sebagai berikut: 1. Pemerintah Indonesia perlu mengambil sikap berhati-hati dalam hal negosiasi pengurangan tarif dalam skema FTA ini. Hal ini mengingat bahwa hubungan Indonesia-Japan telah relatif terbuka untuk kedua belah pihak. Perlu dikaji lebih detail komoditas-komoditas yang bisa menghasilkan win-win solution dengan Japan atau yang secara kolaboratif mampu meningkatkan daya saing Indonesia-Japan dibanding dengan negara ASEAN lain atau pun dengan negara lain di luar kawasan ASEAN. 2. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya dan Japan, yaitu: sugar cane, sugar beet. Hal ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah ASEAN-Japan, komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan impor. 3. Untuk
beberapa
komoditas
yang
hasil
simulasinya
menunjukkan
bahwa
liberalisasi
mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: beverages and tobacco products, sugar, dan metal products, perlu dilihat lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat diambil kebijakan yang lebih tepat. 4. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini penting tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan tetapi juga menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan produktivitasnya.
114
BAB VIII ASEAN-ANZ FREE TRADE AREA
PENDAHULUAN Sejak 2010 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang terdiri dari Australia, New Zealand, Brunai, Myanmar, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam telah melakukan entry into force (EIF). Pada tahun 2011 menyusul Laos melakukan EIF dengan AANZFTA. Indonesia baru menandatangani entry into force (EIF) pada 10 Januari 2012 (http://www.customs.gov.au/site/page6076.asp). AANZFTA sepakat menurunkan tarif tertentu yang dihitung berdasarkan rata-rata tariff Most Favored Nation (MFN) 2005, preferensi tarif antar anggota FTA. Terdapat empat katagori yang akan diturunkan tarifnya, yakni exclusion list, normal track, sensitive track (ST-1) dan sensitive track (ST-2). Total yang akan diturunkan tarifnya sampai dengan 2013 mencapai 8.738 katagori (lihat Tabel 8.1). Tabel 8.1 Modalitas Penurunan Tarif
Kategori
Exclussion List (EL)
Jml Kategori
106
Prosentase Kategori
1,2%
Average (base rate MFN 2005) 2011 2012 2013
61,5%
61,5%
Keterangan
61,5%
Tidak termasuk dalam jadwal penurunan tarif (menggunakan tarif umum/ exclussion), antara lain binatang hidup, jagung, beras, daging beku, gula, alkohol dan minuman beralkohol, rokok, produk senjata, tank
Normal Track (NT)
7724
88,4%
1,1%
0,4%
0%
Bea Masuk menjadi 0% paling lambat tahun 2013, antara lain: binatang hidup, buah-buahan, sayuran, produk pertanian, produk kimia, barang-barang farmasi, kulit, kayu kertas.
Sensitive Track (ST-1)
773
8,8%
10%
8,6%
7,8%
Bea Masuk menjadi 0%-5% paling lambat tahun 2020, mencakup: beef and dairy product dan produk logam.
Sensitive Track (ST-2)
135
1,6%
34,6%
34,4%
34,3%
Penurunan bea masuk sampai dengan 2025. Mencakup antara lain: alat angkut
Grand Total
8738
100% 3,1%
2,4%
1,9%
Bea Masuk rata2 (sesuai RPMK)
115
ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) Langkah awal pembentukan AANZFTA adalah dengan disepakatinya Joint Declaration of the Leaders ASEAN-Australia and New Zealand Commemorative Summit pada tanggal 30 November 2004 di Vientiane, Laos yang di dalamnya tertuang Guiding Principles for Negotiation on ASEANAustralia-New Zealand Free Trade Area (http://apindo.or.id/index.php/trade-a-investment/kerjasama-internasional/gambaran-umum-fta-lainnya). Hal tersebut dilanjutkan dengan proses negosiasi AANZFTA yang dimulai pada awal tahun 2005. Setelah melalui 15 putaran perundingan, Persetujuan ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area diselesaikan pada bulan Agustus 2008. Selanjutnya, Persetujuan ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area ditandatangani oleh Para Menteri Ekonomi ASEAN, Australia dan New Zealand pada tanggal 27 Februari 2009 di Hua Hin, Thailand. Persetujuan AANZFTA terdiri dari 18 Bab, 212 Pasal dan 4 Lampiran, yang mencakup: Perdagangan Barang, Jasa, Investasi, ROO, Customs, SPS, TBT, Safeguard, Hak Kekayaan Intelektual, Kebijakan Persaingan, MNP, Kerjasama Ekonomi, DSM, ecommerce. Adapun tujuan AANZFTA adalah untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan barang, perdagangan jasa dan investasi antara negara-negara anggota, meliberalisasi perdagangan secara progresif dan menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi, dan Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota. AANZFTA merupakan kerjasama perdagangan bebas multi-negara (plurilateral) yang pertama kali
bagi
Australia
dan
New
Zealand
dengan
negara-negara
ketiga
(http://www.dfat.gov.au/fta/aanzfta/index.html). FTA ini cukup komprehensif, karena mencakup semua sektor termasuk barang-barang, jasa dan investasi, kekayaan intelektual secara bersamaan. Sementara itu bagi ASEAN, perjanjian perdagangan adalah yang paling komprehensif yang pernah dinegosiasikan. Dengan diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Australia dan New Zealand (AANZFTA), sejumlah produk ekspor Indonesia menikmati tarif 0 persen. Pada tahun pertama berlakunya perjanjian, Oktober 2009, sebanyak 93 persen dari ekspor Indonesia yang masuk ke pasar Australia telah menikmati tariff bea masuk 0 persen, sedangkan untuk pasar New Zealand sebanyak 78,8 persen dari total ekspor Indonesia. Pada tahun 2010, bea masuk 0 persen dinikmati 98,1 persen total ekspor Indonesia dan 79,95 persen untuk pasar New Zealand. Ini merupakan komitmen Australia dan New Zealand. Sedangkan Indonesia berkomitmen untuk membebaskan bea masuk 0 persen terhadap kurang lebih 85 persen
116
dari pos tarif Auatralia dan New Zealand secara bertahap dalam jangka waktu 2009-2014 (normal track). Implementasi AANZFTA bergantung pada kecepatan ratifikasi dari 12 negara yang masuk dalam perundingan. Pada tahun 209, terdapat beberapa produk impor dari Australia yang akan mendapatkan bea masuk 0 persen, di antaranya binatang hidup termasuk sapi, ikan, udang, mentega, telur, keju, pohon-pohon hidup, garam lainnya, bunga potong, produk plastik, produk kulit, dan produk karet. Sebelumnya, produk impor tersebut dikenakan bea masuk 5 - 10 persen. Sedangkan untuk beberapa produk, seperti sapi hidup dan susu, penurunan bea masuk akan dikenakan pada 2017 hingga 2020 (termasuk produk sensitif). Australia akan mempercepat penurunan bea masuk untuk tekstil dan produk tekstil (TPT) dan sepatu yang pada saat ini masih dikenakan bea masuk 5 -17,5 persen dijadwalkan semula dari 20122020 menjadi 2009-2015. Penurunan bea masuk yang lebih cepat bagi produk Indonesia dibandingkan dengan komitmen Australia kepada Malaysia dan Thailand juga diberlakukan terhadap 25 produk otomotif.
Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA) Disamping melalui ASEAN-Australia-New Zealand FTA, Indonesia dan Australia juga akan memasuki tahap penting dalam peningkatan ekonomi kedua negara. Hal ini ditandai dengan dimulainya perundingan putaran pertama dalam kerangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA) yang dilaksanakan pada tanggal 26–27 September 2012 di Jakarta.16
Kerjasama bilateral dalam kerangka Indonesia –
Australia CEPA (IACEPA) ini akan membuka akses pasar perdagangan yang memberikan manfaat timbal balik bagi kedua negara pada peningkatan ekonomi. IACEPA merupakan top up dari ASEAN – Australia – New Zealand FTA¸ suatu kerjasama perdagangan bebas regional yang telah lebih dulu dibentuk. IA-CEPA bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kedua negara. Di samping itu, Indonesia dan Australia telah sepakat untuk menargetkan total perdagangan sebesar USD15 miliar pada 2015. Dalam kerangka IACEPA, kerjasama yang dapat dilakukan antara lain penurunan tarif bea masuk bagi beberapa produk Indonesia hingga 0% oleh Australia, diiringi oleh peningkatan standar Indonesia untuk produk-produk tersebut sehingga dapat memenuhi persyaratan standar Australia dan mendapat akses pasar. Melalui konsep kerjasama secara integral ini, Australia dan Indonesia yang 16
http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/index.php?module=news_detail&news_content_id=1091&detail=true
117
memiliki tingkat perkembangan berbeda dapat menikmati skema IA-CEPA sehingga hubungan perdagangan meningkat secara signifikan. Kerjasama komprehensif ini mencakup banyak area terkait perdagangan seperti misalnya investasi, hak kekayaan intelektual, peraturan teknis dan standarisasi, pelayanan bea cukai, kesehatan hewan dan tumbuhan (sanitary and phytosanitary/SPS), perdagangan melalui internet (e-commerce), persaingan usaha, dan pengadaan oleh pemerintah (government procurement). Bentuk kerjasama juga dapat berupa kesepakatan dalam prinsip-prinsip ketentuan atau peraturan yang berlaku di kedua negara, pertukaran pengalaman dan pertukaran informasi oleh para pakar, serta pelatihan-pelatihan yang terintegrasi dengan target akses pasar. Kedua negara menyadari bahwa capacity building merupakan aspek penting dalam IACEPA.
METODOLOGI Mengingat posisi Indonesia yang baru bergabung dalam AANZFTA pada tahun 2012 maka analisis yang dilakukan lebih menekankan pada analisis potensi dampak adanya AANZFTA (ex-ante impact analysis). Bagian ini akan mengkaji secara deskriptif perkembangan kinerja perdagangan Indonesia dengan Australia dan Indonesia dengan New Zealand. Selain itu, untuk mengaskan posisi Indonesia dalam hal ini maka akan dilakukan analisis daya saing Indonesia terhadap Australia dan New Zealand. Indikator yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantages (RCA) dinamis (dynamic RCA).17 RCA Dinamis telah digunakan oleh Edwards and Schoer (2001) untuk menganalisis struktur dan daya saing dari perdagangan Afrika Selatan. Keuntungan menggunakan RCA dinamis adalah: (i) mampu mendeskripsikan RCA seiring waktu; dan (ii) dapat menentukan kedudukan produk dalam negara-negara tujuan ekspor, dimana indikator ini mengelompokkan produk berdasarkan posisi mereka dalam pasar sehingga RCA dinamis lebih bermanfaat dibandingkan RCA tradisional. Terutama bilamana studi ini digunakan untuk mengidentifikasi produk mana yang pasarnya makin luas atau semakin sempit dan untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan berdasarkan posisi pasar dari produk ekspor. Selain itu, RCA dinamis lebih informatif dibandingkan RCA statis dalam menjelaskan daya saing suatu produk ekspor.
17
Salah satu kelemahan RCA adalah tidak memperhitungkan barang-barang yang diproduksi di dalam negeri, namun tidak ada ekspornya. Barang-barang tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan, namun berdasarkan perhitungan RCA dimasukan dalam kategori lagging opportunity, misalnya jeruk Pontianak, apel malang, dsb.
118
Dalam kajian ini, rumus dari RCA dinamis yang mengacu pada Balassa (1965) dihitung menggunakan formula sebagai berikut:
Dimana: RCAij = Indicator RCA dinamis Xi, j= Ekspor komoditas j negara i Xw, j= Ekspor komoditas j negara ke pasar dunia Xi = total ekspor Negara i Xw = total ekspor dunia Edwards and Schoer (2001) memberikan matriks penempatan yang sangat berguna untuk menganalisis daya saing dari produk dalam proses evaluasi. Matriks ini ditunjukkan pada tabel 8.2. Tabel 8.2 Matriks Penempatan dari Daya Saing Ekspor
Sumber: Edwards and Schoer (2001)
ANALISIS Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Australia Kinerja perdagangan Indonesia dan Australia dalam periode 2000-2010 berfluktuatif. Terdapat tahun-tahun dimana neraca perdagangan Indonesia surplus, namun sebaliknya terdapat pula tahuntahun dimana Indonesia mengalami defisit. Ekspor Indonesia ke Australia dalam periode 2000-2010 memang menunjukkan adanya peningkatan yakni dari USD 1,568 juta menjadi USD4,244 juta pada tahun 2010. Peningkatan ekspor ini diikuti pula dengan naiknya impor barang-barang dari Australia. Nilai impor pada tahun 2000 tercatat sebesar USD1,694 juta dan pada tahun 2010 meningkat menjadi USD4,099 juta. Dari gambaran ekspor dan impor ini dapat disimpulkan bahwa secara umum terdapat kecenderungan kinerja perdagangan Indonesia menjadi defisit atau net importer.
119
Gambar 8.1 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Australia (Migas - Non Migas)
Berbeda dengan hubungan dagang dengan Negara-negara di kawasan ASEAN, ekspor Indonesia pada umumnya dalam katagori finished goods yang memiliki value added yang tinggi. Sementara itu ekspor dalam bentuk produk primery yang memiliki low value added, dan produk intermediate cenderung lebih kecil. Komposisi ekspor berdampak pada kinerja neraca perdagangan, dimana untuk produk finished goods cenderung surplus, sementara untuk produk primary dan produk intermediate cenderung defisit.
Gambar 8.2 Kinerja Neraca Perdagangan per Komoditas Indonesia-Australia (Non Migas)
Berdasarkan jenis barang, ekspor utama Indonesia ke Australia adalah minyak petroleum. Pada tahun 2000 ekspor petroleum mencapai 37,18 persen dari total ekspor dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 44,3 persen. Komposisi ekspor Indonesia ke Australia selengkapnya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
120
Gambar 8.3 Perkembangan Ekspor per Komoditas Utama Indonesia-Australia Tahun 2000
Minyak Petroleum 37.18% Biji Nikel 0.41%
Lainnya 61.22%
Papan kayu untuk Lantai, 0.29% Pupuk Urea, 0.05%
Kertas Koran, 0.84%
Bungkil Dari buah atau kernel kelapa sawit, 0.02%
Biji Nikel 0.4%
Tahun 2010
Semen clinker 0.2% Kertas/Karton 1.1%
Minyak Petroleum 44.3%
Lainnya 49.8%
Papan kayu untuk Lantai 2.4%
Pupuk Urea 0.4%
Pipa Baja Penyalur Amonia anhidratMinyak/gas 0.8% 0.3% Bungkil Dari buah atau kernel kelapa sawit Kertas Koran 0.1% 0.4%
Sumber: BPS, CEIC, diolah
Sementara itu komoditas yang diimpor Indonesia dari Australia dalam periode 2000-2010 menunjukkan adanya perubahan. Pada tahun 2000 impor utama Indonesia dari Australia adalah gandum (18,67 persen), sapid an almunium oksida yang masing-masing adalah sebesar 5,37 persen. Pada tahun 2010 impor gandum dan sapi hidup mencapai 22,17 persen dan 10,91 persen. Pada tahun 2000 impor kedua jenis komoditas ini masing-masing hanya 18,67 persen dan 5,37 persen. Perubahan komposisi impor Indonesia dari Australia selengkapnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
121
Gambar 8.4 Perkembangan Impor per Komoditas Utama Indonesia dari Australia Tahun 2000
Gandum 18.67%
Garam 1.90% Aluminium Oksida 5.37%
Lainnya 67.55%
Sapi Hidup 5.37% Scrap Besi/Baja 0.05% Pupuk Urea 0.43% Gula Bit 0.51% Scrap Kertas/Karton Gandum Durum 0.12% 0.02%
Tahun 2010
Lainnya 52.20%
Garam 2.08%
Gandum 22.17%
Aluminium Oksida 3.79%
Sapi Hidup 10.91%
Scrap Kertas/Karton 0.52%
Gandum Durum 0.90%
Pupuk Fosfat 0.63% Scrap Besi/Baja 1.93% Pupuk Urea 2.70% Gula Bit 2.17%
Sumber: BPS, CEIC, diolah
Berdasarkan data ekspor-impor antara Indonesia dengan Australia nampak bahwa trade balance menjadi negatif untuk Indonesia, sehingga apabila diberlakukan FTA maka cenderung trade creation untuk Australia.
122
Gambar 8.5 Trade Balance Indonesia-Australia
Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-New Zealand Seperti halnya dengan Australia, kinerja perdagangan antara Indonesia dengan New Zealand lebih menguntungkan New Zealand. Dalam periode 2000-2010 kinerja neraca perdagangan Indonesia selalu dalam kondisi defisit. Nilai ekspor Indonesia ke New Zealand memang cenderung meningkat, akan tetapi impor Indonesia dari New Zealand mengalami peningkatan lebih besar. Pada tahun 2000 ekspor Indonesia ke New Zealand tercatat sebesar USD 0,107 juta dengan nilai impor mencapai USD 0,228 juta. Pada tahun 2010 ekspor ke New Zealand meningkat menjadi USD 0,396 juta, akan tetapi impor naik tajam menjadi USD 0,727 juta. Akibatnya defisit trade balance meningkat dari USD 0,122 juta pada tahun 2000 menjadi USD 0,331 juta pada tahun 2010. Ekspor Indonesia ke New Zealand pada umumnya terdiri dari product dalam katagori intermediate goods dan finished goods, sehingga neraca perdagangan dari kedua katagori ini surplus untuk Indonesia. Sementara itu untuk katagori primary goods Indonesia cenderung defisit.
123
Gambar 8.6 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-New Zealand (Migas - Non Migas)
Gambar 8.7 Kinerja Neraca Perdagangan per Komoditas Indonesia-New Zealand (Non Migas)
Berdasarkan jenis komoditas,ekspor utama Indonesia ke New Zealand pada tahun 2000 adalah minyak mentah (3,79 persen), kertas tolilet (2,21 persen) dan ban untuk kendaraan bermotor (1,51 persen). Pada tahun 2010 komposisi ekspor utama Indonesia ke New Zealand mengalami perubahan, namun demikian ekspor minyak mentah tetap menjadi primadona, bahkan sumbangannya meningkat pesat menjadi 19,02 persen. Sementara itu ekspor bungkil dari kelapa sawit juga menjadi primadona dengan kontribusi mencapai 16,56 persen. Komposisi komoditas ekspor utama Indonesia ke New Zealand dapat dilihat pada gambar berikut.
124
Gambar 8.8. Perkembangan Ekspor per Komoditas Utama Indonesia-New Zealand Tahun 2000
Minyak Petroleum Mentah 3.79% Ban Utk kend.
Lainnya 90.44%
Bermotor 1.51% Kertas Toilet 2.21% Transformator Elektrik Monitor 0.75% 0.32% Kayu Utk Lantai 0.98%
Kertas koran 0.01%
Tahun 2010
Bungkil dari Kelapa sawit Minyak Petroleum 16.56% Mentah 19.02%
Lainnya 37.70%
LNG (Liquefied Natural Gas) 5.66% Ban Utk kend. Bermotor 5.14%
Transformator Monitor Elektrik 2.98% 2.97%
Kertas Toilet 2.81% Kertas Kayu Utk Lantai koran 1.66% 2.72%
Batubara 2.77%
Sumber: BPS, CEIC, diolah
Komposisi komoditas impor Indonesia dari New Zealand dalam periode 2000-2010 juga mengalami perubahan. Pada tahun 2000 komoditas impor utama Indonesia dari New Zealand adalah susu (25,99 persen) dan pulp kayu kimia (14,82 persen). Pada tahun 2010 impor kedua jenis komoditas ini mengalami penurunan masing-masing menjadi 16,39 persen dan 4,92 persen. Sementara itu impor daging lembu meningkat tajam mencapai 15,37 persen dari sebelumnya 3,52 persen (2000).
125
Gambar 8.9 Perkembangan Impor per Komoditas Utama Indonesia-New Zealand Tahun 2000
Daging Lembu 3.52% Susu Bubuk Dgn Kand. Lemak >15% Makanan hewan 9.50% 5.72%
Susu Bubuk Dgn Kand. Lemak < 15% 25.99% Pulp Kayu Kimia 14.82%
Sisa/Jeroan Lembu 0.51%
Lainnya 36.88% Sisa/scrap besi/Baja 0.33% Keju segar 0.73%
Minyak mentega 2.00%
Daging Lembu 15.37%
Tahun 2010 Susu Bubuk Dgn Kand. Lemak < 15% 16.39%
Susu Bubuk Dgn Kand. Lemak >15% 6.71%
Lainnya 31.64%
Keju segar 3.29% Sisa/scrap besi/Baja 3.33%
Minyak mentega 3.58%
Susu Bubuk Dgn Kand. Lemak >15%+pemanis 5.50% Makanan hewan 5.05% Pulp Kayu Kimia 4.92% Sisa/Jeroan Lembu 4.22%
Berdasarkan data ini diperkirakan FTA Indonesia dengan New Zealand cenderung merupakan trade creation untuk New Zealand.
126
Gambar 8.10 Trade Balance Indonesia-New Zealand
Analisis Daya Saing Indonesia Dibandingkan Australia dan New Zealand Sesuai dengan metodologi yang dipergunakan dalam kajian ini, untuk mengalisis daya saing Indonesia dengan Australia dan New Zealand, digunakan metode RCA dinamis dengan menggunakan data SITC4. Adapun hasil perhitungan RCA disajikan dalam tabel 8.3, 8.4 dan 8.5. Angka-angka yang disajikan dalam RCA menunjukkan bahwa angka di bawah 1 berarti produk tersebut memiliki daya saing yang rendah dibandingkan dengan produk serupa yang dihasilkan oleh Negara-negara di dunia, sebaliknya angka di atas 1 menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki daya saing yang tinggi dibandingkan dengan produk serupa yang dihasilkan oleh Negara-negara di dunia. Semakin tinggi angka daya saing menunjukkan bahwa daya saing produk juga semakin tinggi. Tabel 8.3 menggambarkan bahwa dari sepuluh jenis produk yang dihasilkan oleh Indonesia dalam periode 2000-2010 hanya terdapat lima produk yang memiliki daya saing tinggi, yakni food and live animal, oils and inedible, mineral fuels and lubricants, animal and vegetable oil, dan kelompok miscellaneous manufactured. Selanjutnya dari sepuluh kelompok barang tersebut ada yang mengalami peningkatan daya saing, stabil daya saing dan mengalami penurunan daya saing. Hanya ada dua produk yang meningkat daya saingnya yakni kelompok animal and vegetable oil dan food and live animal. Produk yang stabil namun cenderung rendah tingkat daya saingnya adalah beverages and tobacco, mineral fuels and lubricants, chemicals and related products, manufactured goods, machinery and
127
transport equipment, dan commodities and transaction not cl. Sedangkan produk yang mengalami penurunan daya saing adalah crude oils and inedible, miscellaneous manufactured. Tabel 8.3 Perkembangan Daya Saing Produk Indonesia Periode 2007-2010 SITC4
Indonesia
Uraian
2007
2008
2009
2010
0
Food and live animals
0.99
0.95
0.95
1.06
1
Beverages and tobacco
0.34
0.35
0.44
0.54
2
Crude materials, inedible, except f
4.55
3.47
3.24
3.16
3
Mineral fuels, lubricants and relat
2.40
2.01
2.19
2.16
4
Animal and vegetable oils, fats and
13.75
16.51
20.32
14.35
5
Chemicals and related products, n.e
0.37
0.37
0.36
0.37
6
Manufactured goods classified chief
0.84
0.83
0.91
0.93
7
Machinery and transport equipment
0.45
0.45
0.42
0.43
8
Miscellaneous manufactured articles
1.26
1.19
1.09
1.14
9
Commodities and transactions not cl
0.68
0.79
0.73
0.96
Seperti halnya dengan Indonesia, di Australia dari sepuluh kelompok barang yang diperdagangkan versi SITC4 dalam empat tahun terakhir hanya terdapat lima kelompok barang yang memiliki daya saing tinggi, yakni food and live animal, beverages and tobacco, crude materials, inedible, mineral fuels and lubricants dan commodities and transaction not cl.
Tabel 8.4 Perkembangan Daya saing Produk Australia Periode 2007-2010 SITC4
Australia
Uraian
2007
2008
2009
2010
0
Food and live animals
2.05
1.75
1.68
1.56
1
Beverages and tobacco
2.33
1.54
1.41
1.29
2
Crude materials, inedible, except f
7.32
6.90
7.18
7.53
3
Mineral fuels, lubricants and relat
2.17
2.26
2.50
2.57
4
Animal and vegetable oils, fats and
0.83
0.73
0.54
0.50
5
Chemicals and related products, n.e
0.40
0.34
0.34
0.29
6
Manufactured goods classified chief
0.75
0.58
0.54
0.50
7
Machinery and transport equipment
0.21
0.19
0.18
0.15
8
Miscellaneous manufactured articles
0.28
0.24
0.22
0.19
9
Commodities and transactions not cl
3.17
2.26
2.29
2.23
Selanjutnya dari sepuluh kelompok barang yang diperdagangkan, hanya terdapat dua kelompok barang meningkat daya saingnya yakni kelompok crude oils and inedible dan minerals fuel and lubricants. Produk-produk unggulan Austrlia lainnya pada umumnya mengalami penurunan daya
128
saing, namun ada yang menurun tetapi masih tinggi daya saingnya dan menurun akan tetapi daya saingnya rendah. Kelompok barang yang menurun daya saingnya namun tetap tinggi daya saingnya adalah food and live animals, beverages and tobacco, dan commodities and transaction not cl. Sedangkan kelompok barang yang menurun daya saingnya dan rendah daya saingnya adalah animal and vegetable oils, chemicals and related products, manufactured goods, machinery and transport equipment dan miscellaneous manufactured. Di New Zealand, dari sepuluh kelompok barang versi STIC4, dalam empat tahun terakhir semua mengalami penurunan daya saing. Namun demikian masih terdapat dua kelompok barang yang memiliki daya saing tinggi, yakni food and live animals dan beverages and tobacco. Data selengkapnya lihat Tabel 8.5 di bawah ini. Tabel 8.5 Perkembangan Daya saing Produk New Zealand Periode 2007-2010 SITC4
New Zealand
Uraian
2007
2008
2009
2010
0
Food and live animals
9.64
8.73
7.83
8.87
1
Beverages and tobacco
3.23
3.24
3.39
3.90
2
Crude materials, inedible, except f
3.37
2.81
3.03
2.74
3
Mineral fuels, lubricants and relat
0.43
0.50
0.42
0.44
4
Animal and vegetable oils, fats and
1.46
1.33
0.89
0.97
5
Chemicals and related products, n.e
0.50
0.52
0.45
0.36
6
Manufactured goods classified chief
0.81
0.75
0.71
0.73
7
Machinery and transport equipment
0.21
0.20
0.19
0.18
8
Miscellaneous manufactured articles
0.34
0.31
0.30
0.27
9
Commodities and transactions not cl
0.60
0.90
0.88
1.00
Berdasarkan Tabel 8.3, 8.4 dan 8.5 di atas, Indonesia masih memiliki keunggulan atas Australia dan New Zealand untuk kelompok komoditi animal and vegetables, manufactured goods dan miscellaneous manufactured. Australia memiliki keunggulan atas Indonesia dan New Zealand untuk kelompok komoditi crude materials and inedible dan Commodities and transactions. Sedangkan New Zealad memiliki keunggulan atas Indonesia dan Australia untuk kelompok komoditi Food and live animals dan Beverages and tobacco.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Dari uraian di atas maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa dari perdagangan Indonesia – Australia menghasilkan neraca perdagangan dengan pergerakan yang fluktuatif. Sementara untuk perdagangan nonmigas, neraca perdagangan
129
Indonesia mengalami defisit, deficit yang tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar USD5,9 milyar. Ekspor Indonesia didominasi minyak petroleum mentah. Impor utama Indonesia tahun 2000 adalah gandum dan aluminium oksida, sedangkan tahun 2010 adalah gandum dan sapi hidup. 2. Bahwa dari perdagangan Indonesia – New Zealand menghasilkan neraca perdagangan defisit. Untuk neraca perdagangan nonmigas, Indonesia mengalami defisit, yang tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar USD409 juta. Pada tahun 2000, ekspor Indonesia didominasi minyak petroleum mentah, sedangkan pada tahun 2010 didominasi minyak petroleum mentah
dan
bungkil kelapa sawit. Sementara untuk impor utama Indonesia tahun 2000 adalah susu bubuk dan pulp kayu, sedangkan pada tahun 2010 adalah susu bubuk dan daging lembu. 3. Analisis daya saing dengan metode RCA dinamis dan menggunakan data SITC4 dihasilkan bahwa dari sepuluh jenis produk Indonesia dalam periode 2000-2010 hanya terdapat lima produk yang memiliki daya saing tinggi, yakni food and live animal, oils and inedible, mineral fuels and lubricants, animal and vegetable oil, dan kelompok miscellaneous manufactured. Selama periode 2007-2010 hanya ada dua produk yang meningkat daya saingnya yakni kelompok animal and vegetable oil dan food and live animal. Produk yang stabil namun cenderung rendah tingkat daya saingnya adalah beverages and tobacco, mineral fuels and lubricants, chemicals and related products, manufactured goods, machinery and transport equipment, dan commodities and transaction not cl. Sedangkan produk yang mengalami penurunan daya saing adalah crude oils and inedible, miscellaneous manufactured.
130
BAB IX PENUTUP
Bagian penutup ini akan menyajikan summary atas hasil-hasil penting dalam bagian-bagian sebelumnya serta berbagai input yang didapat dalam forum Focus Group Discussion (FGD), menambahkan dengan diskusi singkat yang dibutuhkan serta mensarikannya dalam sebuah rangkuman kesimpulan dan rekomendasi kebijakan serta saran kajian selanjutnya.
IKHTISAR, DISKUSI DAN KESIMPULAN Kajian mengenai Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership Agreement (EPA) serta Pengaruhnya terhadap Arus Perdagangan dan Investasi ini dilakukan karena adanya kebutuhan Kementerian Keuangan akan informasi terkait hal ini. Tentu kebutuhan tersebut terkait peran Kementerian Keuangan sebagai otoritas fiskal. Terkait dengan topik ini setidaknya ada dua kebutuhan pokok, yaitu: 1. Dalam hal penentuan tarif bea masuk (impor) yang merupakan bagian dari wewenang otoritas fiskal, baik sebagai instrumen kebijakan maupun instrumen penerimaan negara; dan 2. Dalam hal negosiasi perdagangan dalam international fora. Kementerian Keuangan dan unsur Lembaga Pemerintah lainnya yang tergabung dalam Delegasi Republik Indonesia dalam setiap internasional forum wajib dibekali dengan berbagai pemahaman termasuk kondisi Indonesia dalam setiap skema perdagangan internasional agar dapat secara meyakinkan memperjuangkan kepentingan nasional. Dilandasi oleh kondisi tersebut di atas kajian ini mencoba untuk: (1) melakukan evaluasi atas FTA yg telah berjalan, seperti: AFTA, ANZFTA, ACFTA, AIFTA dan IJEPA serta mencoba menganalisis dampaknya terhadap ekonomi terutama arus perdagangan dan investasi (2) evaluasi potensi dampak atas keberlanjutan FTA/EPA yang sudah berjalan tersebut maupun skema FTA/EPA yang akan berjalan, seperti AJCEP. Beberapa metodologi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut di atas adalah: (1) Analisis deskriptif terkait kinerja perdagangan (ekspor-impor) Indonesia secara global disajikan di bab kedua. Dari hasil analisis terlihat bahwa: (a) Telah terjadi kenaikan volume perdagangan baik ekspor dan impor sebesar 2,5 kali lipat untuk ekspor dan 4,5 kali lipat untuk impor dari tahun 2000 ke tahun 2010. Dampaknya surplus neraca perdagangan engalami penurunan terutama semenjak tahun 2008, walaupun masih ada tendensi kenaikan tipis.
131
(b) Dalam periode yang sama, juga terjadi perubahan struktur komoditas ekspor, dari yang sebelumnya didominasi barang-barang elektronik dan mesin mekanik, pada tahun 2010 lebih didominasi barang-barang tambang, terutama batubara dan hasil perkebunan terutama CPO, karet dan produk karet. Sementara dari sisi struktur komoditas impor relatif tidak berubah, kecuali terjadi peningkatan komponen impor mesin dan peralatan listrik. (c) Masih dalam periode yang sama, struktur negara utama tujuan ekspor mengalami sedikit perubahan, dari: Japan, USA, Singapore, South Korea, dan China, menjadi Japan, China, USA, Singapore, South Korea dan India. Terlihat ada peningkatan ekspor ke China dan India yang relatif besar. (d) Struktur negara utama asal impor relatif tidak mengalami perubahan, pada tahun 2000 yaitu Japan, Singapore, USA, South Korea, dan China, dan di tahun 2010 menjadi China, Singapore, Japan, USA, dan South Korea. Butir-butir tersebut di atas dapat diikhtisarkan dalam Tabel 9.1 berikut: Tabel 9.1 Perubahan Struktur Perdagangan Indonesia 2000 - 2010 2000
2010
Total ekspor (mil USD)
62.117
157.771
Total impor (mil USD)
33.515
135.663
Surplus (mil USD)
28.602
22.108
Mesin & peralatan listrik Struktur komoditas ekspor utama
14%
Struktur negara utama asal impor
13%
8%
Lemak & minyak hewan/nabati
Kertas/karton
5%
Mesin & peralatan listrik
8%
Lemak & minyak hewan/nabati
4%
Karet & brg dr karet
7%
3%
Bijih, kerak & abu logam
Mesin2 & pesawat mekanik
Struktur negara utama tujuan ekspor
15%
Mesin2 & pesawat mekanik
Karet & brg dr karet
Struktur komoditas impor utama
Bahan bakar mineral
17%
6%
Mesin2 & pesawat mekanik
17% 14%
Bahan kimia organik
9%
Mesin & peralatan listrik
Kendaraan dan bagiannya
7%
Besi & baja
6%
Mesin & peralatan listrik
5%
Bahan kimia organik
5%
Besi & baja
5%
Kendaraan dan bagiannya
5%
Japan
23.20%
Japan
17.20%
USA
13.64%
China
10.42%
Singapore
10.50%
USA
9.46%
South Korea
6.95%
Singapore
9.15%
China
4.46%
South Korea
8.39%
Taiwan
3.83%
India
6.61%
Japan
17.30%
China
16.05%
Singapore
12.15%
Singapore
15.95%
USA
10.87%
Japan
13.36%
South Korea
6.68%
USA
7.40%
China
6.55%
Malaysia
6.81%
Australia
5.43%
South Korea
6.05%
(2) Dalam bab ketiga diperoleh beberapa temuan penting dengan analisis deskriptif penghitungan indikator utilization rate, diperoleh angka indikator sebagai berikut:
132
Tabel 9.2 Hasil estimasi utilization rate tiap FTA Skema FTA AFTA ACFTA AKFTA IJEPA AIFTA
Utilisation rate 30,43% 35,98% 33,61% 32,65% 6,05%
(a) Semakin tinggi utilization rate, semakin besar impor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi (preference-eligible imports) yang benar-benar masuk dengan menggunakan tarif preferensi daripada menggunakan tarif MFN. Selain itu, semakin tinggi utilization rate juga bermakna bahwa biaya kepatuhan (compliance costs) dari ketentuan asal barang semakin tidak menjadi penghambat. (b) Dari hasil perhitungan dihasilkan bahwa utilization rate yang digunakan untuk mengukur tingkat daya tarik dari rezim preferensial relatif terhadap tarif MFN didapati hasil yang berkisar antara 30-35% untuk AFTA, ACFTA, AKFTA, dan IJEPA kecuali AIFTA yang memiliki utilization rate jauh lebih rendah yaitu hanya sebesar 6,05%. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa utilization rate secara umum masih relatif sangat rendah. (c) Beberapa kemungkinan yang menyebabkan rendahnya persentase importasi yang menggunakan tarif preferensi daripada tarif MFN, antara lain: (i) Tarif preferensial tidak terlalu menarik karena perbedaannya dengan tarif MFN tidak signifikan. (ii) Prosedur yang harus dijalani untuk dapat menggunakan tarif preferensial dianggap cukup menyulitkan (compliance cost tinggi). (iii) Kesalahan identifikasi dalam sistem komputer pabean yang merekam data PIB dalam hal importasi menggunakan beberapa skema fasilitas. (d) Untuk itu diperlukan studi lanjut yang fokus untuk mengkaji penyebab rendahnya utilization rate sehingga dapat diketahui secara rinci dan pasti permasalahannya dan aspek kebijakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini. (3) Dalam bab keempat kami mencoba menggunakan metode forecasting ekonometrik ARIMA untuk melihat dampak FTA IJEPA dan ACFTA terhadap pertumbuhan ekspor/impor Indonesia dan negara mitra. Dengan menggunakan data runtun waktu sebelum FTA, dan dilakukan peramalan besaran ekspor/impor Indonesia dan negara mitra untuk periode setelah FTA diberlakukan. Dengan membandingkan hasil peramalan (tanpa skema FTA) dengan data riil setelah adanya FTA maka dapat diestimasi besarnya dampak FTA. Dengan melakukan evaluasi dua skema FTA: IJEPA dan ACFTA maka didapati bahwa skema FTA berhasil secara signifikan meningkatkan volume ekspor/impor Indonesia dan negara mitra.
133
(4) Dalam bab kelima, keenam, dan ketujuh berturut akan dievaluasi dampak AFTA, AIFTA dan AJCEP, dengan menggunakan deskriptif perdagangan dengan negara mitra, analisis deskriptif komparatif tarif impor antarnegara dengan menggunakan data GTAP8 dan simulasi liberalisasi perdagangan dengan menggunakan model CGE GTAP. Beberapa hasil studi yang penting dicatat dari evaluasi dampak AFTA adalah sebagai berikut: (a) Liberalisasi perdagangan di negara-negara ASEAN yang dimulai sejak tahun 2003 mampu meningkatkan volume perdagangan Indonesia yang ditunjukkan dengan peningkatan yang lebih dari dua kali lipat baik volume ekspor atau pun impor untuk periode 2003–2010, namun trade balance turun drastis, bahkan mengarah ke defisit semenjak tahun 2005. (b) Komparasi tarif antarnegara ASEAN dalam data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta sebagai berikut: (1) Liberalisasi penuh telah terjadi di Singapore, semua komoditas tarif impornya telah nol. (2) Thailand masih memiliki struktur tarif impor yang tinggi dan beragam. Hal ini mengindikasikan bahwa Thailand masih sangat protektif terhadap pasar domestiknya. Kondisi ini diikuti oleh Cambodia dan Vietnam. (3) Secara bilateral, Cambodia dan Lao PDR pun telah memiliki tarif impor nol. (4) Indonesia termasuk yang cukup liberal struktur tarif impornya. (c) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 dan keseluruhan ASEAN menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: (i) Liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan ASEAN memiliki dampak positif terhadap peningkatan volume perdagangan Indonesia, baik ekspor maupun impor mengalami kenaikan. Namun demikian persentase perubahan kenaikan impor lebih tinggi, mengakibatkan dampak negatif dalam neraca perdagangan (trade balance) Indonesia. Selain itu, term of trade Indonesia juga menurun. (ii) Hasil simulasi tersebut mengindikasikan perlunya Indonesia tetap selektif didalam melakukan liberalisasi tariff, membuka liberalisasi seluas-luasnya untuk komoditas yang memiliki keunggulan nilai tukar dagang (term of trade) dengan negara lain di ASEAN dan tetap protektif terhadap komoditas yang kurang unggul, atau komoditas yang sangat dibutuhkan dalam pasar domestik tetapi memiliki daya saing yang relatif rendah dibanding dengan komoditas yang sama yang diproduksi oleh Negara ASEAN lainnya. (iii) Liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia, walaupun angka persentase kenaikannya jauh lebih kecil dibanding negara-negara ASEAN5 lainnya selain Philippines. Sementara itu hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan bahwa dampak persentase perubahan investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun besarannya relative kecil dibanding negara ASEAN lainnya.
134
(iv) Walaupun terdapat tendensi kenaikan harga-harga barang konsumsi namun baik pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal) maupun pendapatan rumah tangga (household income) mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga. Namun lagi-lagi dampak terhadap Indonesia relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan negara ASEAN5 lainnya. (v) Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya tiga komponen yang dampaknya positif bagi Indonesia, yaitu tenaga kerja terdidik, tenaga kerja tidak terdidik, dan modal. (vi) Liberalisasi perdagangan di ASEAN5 mengakibatkan ekspor paddy rice, motor vehicles and parts, sugar cane, sugar beet, dan beverages and tobacco products meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti beberapa komoditas dengan nilai kenaikan di bawah 10% yaitu: diary products, metal products, cereal grains nec., transport equiptment nec., crops nec., dan oil seeds. Namun mengalami kenaikan yang cukup signifikan untuk impor: beverages and tobacco products, sugar, processed rice, metal products, dan motor vehicles and parts. (vii) Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 10.02% tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 11.93%. Kondisi yang sama dialami oleh komoditas oil seeds, dan paddy rice dengan magnitude perubahan yang lebih kecil. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain. Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor dengan persentase kenaikan ekspor lebih besar dibandingkan dengan persentasi kenaikan impor, yaitu: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products. (viii) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level ASEAN menunjukkan pola yang hampir sama dengan level ASEAN5. Perbedaan yang menonjol yang perlu dicatat ialah bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dari impor processed rice dari 6,58% menjadi 17,33%. Hal yang menarik lainnya ialah kenaikan besaran ekspor dan sekaligus penurunan besaran impor untuk komoditas sugar cane, sugar beet, dan paddy rice yang lebih besar persentasenya. (5) Beberapa hasil studi yang penting dicatat dari evaluasi dampak AIFTA adalah sebagai berikut: (a) India-ASEAN Free Trade Agreement (AIFTA) mulai berlaku pada 1 Januari 2010 untuk Malaysia, Singapura dan Thailand. Indonesia menyusul meratifikasi perjanjian AIFTA ini
135
pada 10 Juni 2010, sehingga belum bisa dideskripsikan dampaknya dengan data perdagangan yang masih terlalu pendek. (b) Komparasi tarif antara negara ASEAN dan India dalam data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta: (1) India cenderung lebih protektif dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Jumlah komoditas yang masih memiliki tarif di atas 10% untuk impor India dari negara-negara ASEAN masih jauh lebih banyak dibanding impor negara-negara ASEAN dari India. Komoditas yang menonjol dilindungi oleh India ialah komoditas hasil pertanian dan komoditas olahan pertanian, tercermin dari tarif impor yang relatif tinggi. Sementara untuk komoditas produk industrial besaran tarifnya relatif moderat. (2) Posisi Indonesia relatif sudah terbuka terhadap India, hanya beberapa produk yang memiliki tarif impor dari India di atas 10%, yaitu: Motor vehicles and parts, Sugar, Rice (pady, processed), Beverages and tobacco products, dan Wearing apparels. Sementara impor India dari Indonesia masih relatif tertutup. (c) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India dan keseluruhan ASEAN-India menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: (i) Liberalisasi penuh di ASEAN5-India atau pun keseluruhan ASEAN-India memiliki dampak positif terhadap Indonesia untuk semua indikator yaitu peningkatan volume perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade balance), dan term of trade. Walaupun secara prosentasi kenaikan impor lebih tinggi dari kenaikan ekspor namun masih mampu menjaga dampak kenaikan pada neraca perdagangan (trade balance). Kenaikan term of trade juga relatif tinggi dibandingkan negara ASEAN5 lainnya kecuali Singapore. Yang lebih penting ialah bahwa dampak positif bagi Indonesia secara umum relatif lebih besar jika dibandingkan dengan dampak yang dinikmati oleh negara ASEAN lainnya atau pun India. (ii) Liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia dengan angka persentase kenaikan yang cukup tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya, hanya lebih kecil dari Singapore. Sementara itu dampak persentase perubahan investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun besarannya terkecil dibanding negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level ASEAN5 dan hanya satu tingkat lebih tinggi dari India ketika liberalisasi terjadi di level ASEAN secara keseluruhan. (iii) Liberalisasi perdagangan mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga, bahwa dampak terhadap Indonesia relatif lebih besar jika dibandingkan dengan negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi di level ASEAN5-India. Ketika liberalisasi diperluas ke level ASEAN-India posisi Indonesia sedikit menurun tetapi secara besaran persentasi tetap mengalami peningkatan. (iv) Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal
136
(Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya satu komponen yang dampaknya negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes). Kemungkinannya ialah untuk barang-barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara mitra dagang Indonesia. (v) Liberalisasi perdagangan di ASEAN5-India mengakibatkan ekspor Indonesia untuk komoditas vegetable oils and fats, motor vehicles and parts, forestry, dan vegetables, fruit, nuts meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas beverages and tobacco products, transport equiptment nec., paddy rice, ferrous metals, metal products, dan sugar cane, sugar beet. Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami penurunan ekspor dengan persentasi di atas 10%, yaitu: wool, silk-worm cocoons, raw milk, oil seeds, meat: cattle, sheep, goats, horse, wheat, processed rice, dan meat product nec. (vi) Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India memberikan dampak kenaikan yang cukup signifikan untuk impor oil seeds, vegetable oils and fats, paddy rice, processed rice, dan sugar. Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor yaitu untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sampai dengan 10,26%. (vii) Secara keseluruhan simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India: (1) memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 3.49% tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 10,26%. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor, yaitu: vegetable oils and fats, beverages and tobacco products, paddy rice, motor vehicles and parts, dan metal products. (3) Beberapa komoditas mengalami penurunan ekspor sekaligus kenaikan impor, yaitu: oil seeds, processed rice, sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level keseluruhan ASEAN-India menunjukkan pola yang hampir sama. (6) Beberapa hasil studi yang penting dicatat dari evaluasi dampak AJCEP adalah sebagai berikut: (a) ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) mulai berlaku efektif pada 1 Desember 2008 merupakan suatu persetujuan ekonomi antara ASEAN dan Japan yang bersifat komprehensif serta mencakup bidang perdagangan barang, jasa, investasi, SPS, TBT dan kerjasama ekonomi. Indonesia sebetulnya telah memiliki hubungan dengan Japan sebelumnya secara bilateral melalui skema Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) yang dimulai sejak tahun 2007.
137
(b) Penggalian data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta terkait komparasi tarif antara negara ASEAN dan Japan sebagai berikut: (1) Japan cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, hanya beberapa komoditas dari negara-negara ASEAN yang masih dikenakan tarif impor untuk melindungi komoditas domestik Japan, yang tercermin dengan tariff yang cukup tinggi. Misalnya, Japan sangat melindungi komoditas domestic paddy rice dan processed paddy dengan mengenakan tariff di atas 500% untuk impor komoditas sejenis dari Thailand. (2) Dengan Indonesia, Japan telah relatif terbuka. Hal ini karena antara Japan dan Indonesia telah terjalin hubungan dagang yang erat secara bilateral. Tinggal beberapa komoditas yang dikenakan tariff impor di atas 10%, yaitu: dairy products, cattle, sheep, goats and horses, sugar, vegetables, fruit and nuts, dan leather products. Sebaliknya, Indonesia pun telah relatif terbuka terhadap komoditas impor dari Japan. Beberapa komoditas impor dari Japan yang dikenai tariff di atas 10% adalah: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, wearing apparels, transport equipment nec, dan wood products. (c) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan dan keseluruhan ASEAN-Japan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: (i) Liberalisasi penuh di ASEAN5-Japan atau pun keseluruhan ASEAN-Japan menunjukkan bahwa berpotensi meningkatkan volume arus perdagangan baik ekspor maupun impor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dampak ke peningkatan volume ekspor dan impor Indonesia cukup besar, terbesar kedua setelah Thailand untuk liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Ketika level liberalisasi diperluas di keseluruhan negara ASEAN dan Japan, prosentasi kenaikan sedikit mengalami kenaikan. Jika ditilik dari dampaknya ke neraca perdagangan (trade balance) Indonesia maka didapati dampaknya negatif. Hal ini karena prosentasi kenaikan impor jauh lebih tinggi dari prosentasi kenaikan ekspor, sehingga secara nominal dampak ke neraca perdagangan menjadi negatif. Secara umum memang dampak skema FTA ini ke negara-negara ASEAN akan mengakibatkan penurunan neraca perdagangan. Singapore ialah satu-satunya negara ASEAN yang memperoleh dampak positif di neraca perdagangannya, baik untuk simulasi di level ASEAN5-Japan maupun di level keseluruhan ASEAN-Japan. Hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara anggota ASEAN5 yang mengalami penurunan term of trade (TOT) untuk kedua simulasi baik simulasi liberalisasi di level ASEAN5-Japan maupun liberalisasi di level ASEAN-Japan. Sementara Japan mengalami kenaikan term of trade (TOT) yang cukup signifikan. Secara keseluruhan Singapore mengalami dampak kenaikan term of trade (TOT) yang tertinggi. (ii) Liberalisasi membawa efek penurunan nilai PDB Indonesia walaupun indek harga PDB juga menurun. Penurunan nilai PDB antara lain disebabkan komponen kenaikan
138
impor yang prosentasinya jauh lebih besar dari kenaikan ekspor. Dari sisi dampak terhadap investasi mengalami kenaikan, walupun secara besaran relatif kecil jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh negara-negara ASEAN lainnya. (iii) Liberalisasi perdagangan mengakibatkan hasil yang positif untuk pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal). Namun pendapatan rumah tangga mengalami penurunan tipis. Satu hal yang bisa dikatakan sebagai keuntungan ialah bahwa harga-harga barang ditingkat konsumen mengalami penurunan. Hal yang kurang baik juga dialami oleh Japan sebagai mitra dagang utama ASEAN dalam skema FTA ini yang hanya potensi mendapatkan keuntungan harga komoditas yang lebih murah secara agregat. Sementara Malaysia, Singapore, dan Thailand relatif mendapatkan keuntungan yang lebih baik dalam aspek ini. (iv) Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya satu komponen yang dampaknya negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes). Namun ketika liberalisasi diperluas ke level keseluruhan ASEAN-Japan komponen tanah (Land) juga mengalami dampak negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan return pendapatan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk barangbarang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negaranegara mitra dagang Indonesia. (v) Liberalisasi perdagangan di ASEAN5-Japan mengakibatkan ekspor Indonesia untuk komoditas paddy rice, dairy products, beverages and tobacco products, dan sugar cane, sugar beet meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas cereal grains nec., sugar, metal products, leather products, cattle, sheep, goats, horse dan food products nec. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia mendapat manfaat dengan kenaikan ekspor beberapa komoditas yang cukup tinggi. Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami penurunan ekspor dengan angka persentasi yang relative kecil, hanya di bawah 1.5%. (vi) Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak kenaikan di atas 10% untuk impor komoditas motor vehicles and parts. Selain itu, ada beberapa komoditas lain yang mengalami kenaikan cukup signifikan walaupun masih di bawah 10%, yaitu: beverages and tobacco products, metal products, dan sugar. Satu hal lagi yang menonjol dan perlu dicatat ialah penurunan impor untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sebesar 10,90%.
139
(vii) Secara keseluruhan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5Japan: (1) liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain dan sangat siap untuk diliberalisasi. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor, yaitu: beverages and tobacco products, sugar, dan metal products. (viii) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level ASEAN-Japan menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan. Satu perbedaan yang cukup menonjol ialah adanya perubahan peningkatan persentasi impor komoditas processed rice. (7) Dalam bab kedelapan dianalisis mengenai ANZFTA, dengan menggunakan deskriptif perdagangan dan analisis daya saing komoditas Indonesia dengan negara mitra. Beberapa hasil yang penting dicatat, yaitu: (a) Bahwa dari perdagangan Indonesia – Australia menghasilkan neraca perdagangan dengan pergerakan yang fluktuatif. Sementara untuk perdagangan nonmigas, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Ekspor Indonesia didominasi minyak petroleum mentah. Impor utama Indonesia tahun 2000 adalah gandum dan aluminium oksida, sedangkan tahun 2010 adalah gandum dan sapi hidup. (b) Bahwa dari perdagangan Indonesia – New Zealand menghasilkan neraca perdagangan deficit, khusus untuk nonmigasjuga defisit. Pada tahun 2000, ekspor Indonesia didominasi minyak petroleum mentah, sedangkan pada tahun 2010 didominasi minyak petroleum mentah dan bungkil kelapa sawit. Impor utama Indonesia tahun 2000 adalah susu bubuk dan pulp kayu, sedangkan pada tahun 2010 adalah susu bubuk dan daging lembu. (c) Analisis daya saing dengan metode RCA dinamis dan menggunakan data SITC4 dihasilkan bahwa dari sepuluh jenis produk Indonesia dalam periode 2000-2010 hanya terdapat lima produk yang memiliki daya saing tinggi, yakni: food and live animal, oils and inedible, mineral fuels and lubricants, animal and vegetable oil, dan kelompok miscellaneous manufactured. Selama periode 2007-2010 hanya ada dua produk yang meningkat daya saingnya yakni kelompok animal and vegetable oil dan food and live animal. Produk yang stabil namun cenderung rendah tingkat daya saingnya adalah beverages and tobacco, mineral fuels and lubricants, chemicals and related products, manufactured goods, machinery and transport equipment, dan commodities and transaction not cl. Sedangkan produk yang mengalami penurunan daya saing adalah crude oils and inedible, miscellaneous manufactured. (8) Dari forum Focus Group Discussion (FGD) diperoleh beberapa informasi tambahan:
140
(a) Indonesia merupakan negara yang sangat besar penduduknya dan berpotensi menjadi pasar bagi perdagangan internasional. Untuk itu, Indonesia perlu selektif dan benar-benar memahami dampak liberalisasi yang dilakukan. Salah satunya ialah melakukan analisis daya saing komoditas yang dihasilkan Indonesia untuk perumusan kebijakan yang tepat. Jika dilihat dari Gambar 9.1 maka ekspor Indonesia masih dominan dari komoditas yang bersumber dari alam (natural resources), bukan hasil inovasi atau industrialisasi. Keunggulan ini boleh saja dipertahankan akan tetapi secara alamiah akan berkurang. Gambar 9.1 Perbedaan Struktur Ekspor: Ditentukan Daya Saing China
India
94
Indonesia
67
41 28 17
13
8
3
0
Makanan
1
5
2
Komoditi Mentah Pertanian
1
Bahan Bakar
9
6
Biji besi dan Baja
Manufaktur
Sumber: WDI (2011) diolah Saparini (2012)
(b) Struktur tarif Indonesia sudah relative sangat terbuka jika dibandingkan dengan beberapa negara mitra dagang Indonesia. Tabel 9.3 yang disusun oleh Saparini (2012) mengkonfirmasi hasil komparasi tarif berdasar data GTAP8 di atas. Dalam posisi ini Indonesia harus secara proaktif mengajak negara-negara lain meliberalisasi pasanya. Karena hal ini berarti potensi keuntungan bagi Indonesia jika diikuti oleh daya saing yang baik bagi komoditas asal Indonesia. Tabel 9.3 Tarif Bea Masuk Beberapa Negara (Saparini, 2012) Kelompok Produk
India
Vietnam
Japan
Thailand
China
Indonesia
Produk hewan
31,6
20,1
13,9
30,5
14,7
4,4
Produk susu
33,8
21,9
169,3
22,6
12
5,5
Buah, sayur, tanaman
29,7
30,6
12,7
31,5
14,8
5,9
Kopi, teh
56,1
37,9
15,6
30,8
14,7
8,3
Sereal & preparat
30,8
27,4
72
21,1
23,9
6,1
Minyak biji, lemak, minyak
26,2
13,4
12,3
19,3
10,6
4
Gula dan permen
34,4
17,7
24,5
32
27,4
11
Katun Minuman & tembakau Produk pertanian lain Rata2 produk pertanian
17
6
0
0
22
4
70,8
66,6
14,4
44,6
22,9
51,8
21,9
7,8
5,7
10,4
11,5
4,3
35,23
24,94
34,04
24,28
17,45
10,53
141
Ikan & produk ikan
29,6
30,9
5,5
13,5
10,7
5,8
7,4
10,2
1
6,2
7,5
6,6
Mineral & logam Petroleum Bahan kimia Kayu, kertas, dll.
9
17,5
0,6
5,4
4,5
0,5
7,9
5,2
2,2
3,3
6,6
5,3
9,1
17,2
0,8
6,9
4,4
5
Textil
14,1
30,4
5,5
8,3
9,6
9,3
Pakaian
19,9
49,3
9,2
30,4
16
14,4
Kulit, alas kaki
10,1
19
12,9
12,1
13,4
9
7,1
5,4
0
4,4
7,8
2,3
Mesin non-listrik Mesin listrik Peralatan transportasi
6,9
12,8
0,2
7,9
8
5,8
14,8
22,2
0
21
11,5
11,6
Manufaktur, n,e.s.
8.8
15,2
1,2
10,6
11,9
6,9
Rata2 Produk non-pertanian
12,1
19,6
3,3
10,8
9,3
6,9
Total Rata2
23,1
22,2
18,0
17,3
13,2
8,6
(c) Dari hasil penelitian Modjo (2010) yang dikutip oleh Yustika (2012) menunjukkan bahwa daya saing komoditas Indonesia yang cukup tinggi dimiliki oleh komoditas yang berasal dari sumber daya alam, seperti: CPO, Tin, Rubber, dan Coal. Sementara untuk komoditas hasil pabrikasi masih menunjukkan daya saing yang rendah. Informasi ini di satu sisi harus disyukuri karena kita memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Akan tetapi kekayaan ala mini terbatas dan nonrenewables sehingga konsekuensinya perlu upaya untuk pemanfaatan yang baik sekaligus melakukan upaya penemuan baru (inovasi) produk2 yang lebih sustainable sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dari sisi perdagangan internasional. Tabel 9.4 dan Tabel 9.5 secara berurutan menggambarkan perkembangan daya saing komoditas Indonesia selama periode 2000 – 2008 dan daya saing relative dengan negara mitra dagang. Tabel 9.4 Indonesia’s Revealed Comparative Advantages (RCAs) 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Non-manufactured
2.03
2.09
2.30
2.33
2.07
2.25
2.32
2.39
2.57
Manufactured
0.74
0.73
0.70
0.67
0.73
0.64
0.62
0.60
0.55
CPO
24.1
22.97
30.94
30.01
41.79
39.65
40.61
44.58
41.05
Tin
13.45
15.62
20.83
26.11
29.65
34.3
31.41
27.78
37.55
Rubber
9.11
9.14
11
13.27
17.22
14.48
17.55
18.64
18.61
Coal
6.65
7.47
8.14
9.03
9.21
9.5
12.2
12.81
10.48
Papers
2.43
2.34
2.48
2.36
2.42
2.3
2.49
2.53
2.56
2.2
2.26
2.03
1.99
2.21
2.05
2.03
1.9
1.81
Copper
1.19
1.43
1.76
2.39
2.08
2.26
1.82
2.51
1.87
Electrical Appliances
0.69
0.7
0.75
0.69
0.77
0.66
0.52
0.48
0.47
Chemical Products
0.56
0.52
0.5
0.52
0.58
0.49
0.48
0.53
0.47
Machinery & Mechanics
0.13
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
0.23
0.27
0.28
Top Ten Commodities:
TPT
Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)
142
Tabel 9.5 Relatif RCAs 2008
Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand
China Rank
Notes
CPO
41.05
26.55
8.18
0.34
1.09
0.05
1
Stable
Tin
37.55
7.92
0.95
6.77
4.94
0.07
1
Increasing
Rubber
18.61
5.34
0.45
0.5
16.79
0.09
1
Increasing
Coal
10.48
0.01
0.11
0
0.01
1.06
1
Increasing
Papers
2.56
0.31
0.28
0.22
0.63
0.4
1
Increasing
TPT
1.81
0.63
1.1
0.18
1.08
3.12
2
Stable
Copper
1.87
0.89
4.03
0.31
0.44
0.44
4
Stable
Electrical Appliances
0.47
1.87
3.99
2.64
1.61
2.27
6
Decreasing
Chemical Products
0.47
0.55
0.21
0.88
0.73
0.52
5
Stable
Machinery & Mechanics
0.28
0.23
0.32
0.52
0.86
0.63
6
Increasing
Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)
(d) Selama ini Indonesia masih terkendala dengan koordinasi antarlembaga dan koordinasi antara pemerintah-nonpemerintah dalam hal kebijakan tarif dan perdagangan internasional secara umum. Hal ini terlihat dari banyaknya fenomena lapangan yang menunjukkan tidak adanya konvergensi kebijakan. Hal ini akan berpotensi membahayakan perekonomian Indonesia ketika pasar internasional semakin terbuka.
REKOMENDASI KEBIJAKAN Dari berbagai temuan dalam studi ini, maka ada beberapa rekomendasi kebijakan yang diajukan dan dibedakan antara yang khusus terkait dengan skema FTA tertentu maupun yang sifatnya umum. AFTA: 1.
Pemerintah Indonesia harus lebih berhati-hati dan selektif dalam melanjutkan kebijakan liberalisasi perdagangannya di level ASEAN. Hal ini mengingat bahwa Indonesia sudah relatif lebih liberal jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain yang memiliki kemiripan dalam struktur keunggulan komoditas dan daya saing seperti Thailand dan Malaysia.
2.
Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya, yaitu: sugar cane, sugar beet, oil seeds, dan paddy rice. Hal ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah ASEAN, komoditas-komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan impor.
3.
Untuk beberapa komoditas yang hasil simulasinya menunjukkan bahwa liberalisasi mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: beverages and
143
tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products, perlu dilihat lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat diambil kebijakan yang lebih tepat. 4.
Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini penting tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan tetapi juga menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan produktivitasnya.
AIFTA: 5.
Pemerintah Indonesia perlu mengambil inisiatif dan proaktif bahkan progresif dalam hal negosiasi pengurangan tarif dalam skema FTA ini. Hal ini mengingat bahwa Indonesia telah lebih terbuka secara relatif dibandingkan dengan India dan beberapa negara ASEAN lainnya. Selain itu, hasil simulasi dampak juga menunjukkan potensi benefit yang cukup baik bagi Indonesia.
6.
Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya, yaitu: sugar cane, sugar beet. Hal ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah ASEAN, komoditas-komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan impor.
7.
Untuk beberapa komoditas yang hasil simulasinya menunjukkan bahwa liberalisasi mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: vegetable oils and fats, beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products, perlu dilihat lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat diambil kebijakan yang lebih tepat.
8.
Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini penting tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan tetapi juga menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan produktivitasnya.
9.
Untuk produk-produk yang perlu dilakukan perhatian untuk dilindungi antara lain: oil seeds, sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse. Hal ini karena diindikasikan bahwa liberalisasi mengakibatkan penurunan ekspor dan kenaikan impor untuk komoditas tersebut.
AJCEP:
144
10. Pemerintah Indonesia perlu mengambil sikap berhati-hati dalam hal negosiasi pengurangan tarif dalam skema FTA ini. Hal ini mengingat bahwa hubungan Indonesia-Japan telah relatif terbuka untuk kedua belah pihak. Perlu dikaji lebih detail komoditas-komoditas yang bisa menghasilkan win-win solution dengan Japan atau yang secara kolaboratif mampu meningkatkan daya saing Indonesia-Japan dibanding dengan negara ASEAN lain atau pun dengan negara lain di luar kawasan ASEAN. 11. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya dan Japan, yaitu: sugar cane, sugar beet. Hal ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah ASEAN-Japan, komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan impor. 12. Untuk beberapa komoditas yang hasil simulasinya menunjukkan bahwa liberalisasi mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: beverages and tobacco products, sugar, dan metal products, perlu dilihat lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat diambil kebijakan yang lebih tepat. 13. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini penting tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan tetapi juga menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan produktivitasnya. Rekomendasi Umum: 14. Perlu adanya peningkatan trade facilitation baik berupa kemudahan administrasi atau pun kebijakan pendukung dan memperbaiki hambatan-hambatan perdagangan lainnya sehingga dapat meningkatkan utilization rate yang rendah. Hal lainnya bisa ditempuh dengan menekan biaya transportasi yang tidak efisien. Hal ini semua berujung pada tingkat daya saing komoditas Indonesia di pasar internasional. 15. Perlu pelibatan sektor usaha atau bisnis dalam proses penentuan tariff, semenjak proses pengkajian dan negosiasi internasional bersama dengan delegasi RI. Hal ini penting untuk tidak hanya untuk memutus senjang informasi tetapi juga untuk menciptakan kerja sama yang baik, karena pada akhirnya para pelaku bisnis inilah yang akan mengeksekusi kebijakan pada level implementasi.
SARAN STUDI LANJUTAN Ada beberapa saran studi lanjutan yang relevan dengan hasil kajian ini:
145
1.
Rendahnya utilization rate, perlu dikaji lebih lanjut terkait faktor-faktor penyebabnya secara pasti agar dapat direspon dengan kebijakan yang tepat dan memadai.
2.
Perlu studi yang fokus mengkaji daya saing komoditas Indonesia secara detail, penyebab dan potensi peningkatannya. Informasi tentang daya saing ini penting untuk menentukan posisi dan daya tawar Indonesia dalam perundingan perdagangan di internasional fora.
3.
Perlu dilakukan kajian simulasi dampak untuk beberapa skema FTA yang sedang dalam proses negosiasi (ex-ante impact analysis) untuk member informasi awal tentang potensi dampak FTA tersebut terhadap Indonesia. Misalnya: ASEAN-EU FTA, Indonesia-Turki FTA.
146
DAFTAR REFERENSI
Balassa, B. (1965). Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage. Manchester School of Economic and Social Studies, 33, 99-123. Cabalu, H., and Alfonso, C. (2007). Does AFTA Create or Divert Trade? Global Economy Journal, 7(4). Chirathivat, S. (2002). ASEAN-China Free Trade Area: Background, Implications and Future Development. Journal of Asian Economics, 13, 671-686. Clausing, K. A. (2001). Trade Creation and Trade Diversion in the Canada-United States Free Trade Agreement. Canadian Journal of Economics, 34, 677-696. Edwards, L., and Schoer, V. (2001). The Structure and Competitiveness of South African Trade. Paper presented at the Trade and Industrial Policy Strategy - Annual Forum, Misty Hills, Muldersdrift, 10-12 September 2001. Francis, S. (2011). The ASEAN-India Free Trade Agreement: A Sectoral Impact Analysis of Increased Trade Integration in Goods. the Economic and Political Weekly, 46(2). Gujarati, D. N. (2009). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill Higher Education. Hussain, M. S., and Begum, J. (2011). India-ASEAN Economic and Trade Partnership. Journal of Turkish Weekly Retrieved 5 July 2012, from http://www.turkishweekly.net/news/125793/analysis-india-asean-economic-and-trade-partnership.html Inama, S. (2003). Trade Preferences and the World Trade Organization Negotiations on Market Access. Journal of World Trade, 37(5), 959-976. Kementerian_Keuangan. (2011). Analisis Posisi Indonesia Terkait Free Trade Agreement. Jakarta: Kementerian Keuangan. Krueger, A. O. (1999). Trade Creation and Trade Diversion Under NAFTA. National Bureau of Economic Research Working Paper Series, No. 7429. Laurenceson, J. (2003). Economic Integration Between China and the ASEAN-5. ASEAN Economic Bulletin 20(2). Liu, Y., and Luo, H. (2004). Impact of Globalization on International Trade between ASEAN-5 and China: Opportunities and Challenges. Global Economy Journal, 4(1). Ohlan, R. (2012). ASEAN-India Free Trade Agreement in Goods: An Assessment. African Journal of Social Sciences, 2(3), 66-84. Park, D., et al. (2008). Is the ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) an Optimal Free Trade Area? Working Paper Series on Regional Economic Integration No. 21, Asian Development Bank (November 2008). Plummer, M. G., et al. (2010). Methodology for Impact Assessment of Free Trade Agreements. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.
147
Sikdar, C., and Nag, B. (2011). Impact of India-ASEAN Free Trade Agreement: A Cross-Country Analysis Using Applied General Equilibrium Modelling. Asia-Pacific Research and Training Network on Trade Working Paper Series, No 107 (November 2011). Viner, J. (1950). The Custom Union Issue. New York: Carnegie Endowment for International Peace. Voon, J., and Yue, R. (2003). China-ASEAN Export Rivalry in the US Market: The Importance of the HKChina Production Synergy and the Asian Financial Crisis. Journal of the Asia Pacific Economy, 8(2). Wong, J., and Chan, S. (2002). China-Asean Free Trade Agreement: Shaping Future Economic Relations. Asian Survey, 43(3), 507-526. Yustika, A. E. (2012). Free Trade Area dan Perdagangan Indonesia, Presentation at Focus Group Discussion. Malang, 18 October 2012.
148