LAPORAN HASIL KAJIAN
Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra Jilid 2
Tim Kajian Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral 2013
Daftar Isi
Daftar Akronim
Bab 1 Ikhtisar Hasil Kajian 2012
Bab 2 Latar Belakang Kajian 2013
Bab 3 Perkembangan Isu Perdagangan Internasional dan Kinerja Indonesia
Bab 4 Analisis Dampak ASEAN - EU Free Trade Area
Bab 5 Analisis Dampak Indonesia (ASEAN) - Turkey Free Trade Area
Bab 6 Analisis Daya Saing Komoditas Pertanian Indonesia
Bab 7 Catatan Akhir
Daftar Referensi
1
Daftar Akronim
AANZFTA
ASEAN – Australia New Zealand Free Trade Area
ACFTA
ASEAN – China Free Trade Area
AEUFTA
ASEAN – Uni Europe Free Trade Area
AFTA
ASEAN Free Trade Area
AIFTA
ASEAN – India Free Trade Area
AJCEP
ASEAN – Japan Comprehensive Economic Partnership
AKFTA
ASEAN – Korea Free Trade Area
ASEAN
Association of South-East Asian Nations
ASEM
Asia–Europe Meeting
B to B
Business to Business
CGE
Computable General Equilibrium
CIF
Cost, Insurance and Freight
DGTEC
Directorate General for Trade of the European Commission
EFTA
European Free Trade Association
EPA
Economic Partnership Agreement
EU
European Union (Uni Eropa)
FDI
Foreign Direct Investment
FOB
Free On Board
FTA
Free Trade Agreement
G to G
Government to Government
GTAP
Global Trade Analysis Project
IJEPA
Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement
IO
Input-Output (merujuk Tabel Input-Output, data statistik)
Kemendag
Kementerian Perdagangan
MFN
Most Favour Nation 2
OKI
Organisasi Konferensi Islam
PIB
Pemberitahuan Impor Barang
PKRB
Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
RCA Dinamis
Dynamic Revealed Comparative Advantage
RCA
Revealed Comparative Advantage
RCEP
Regional Comprehensive Economic Partnership
SITC
Standard International Trade Classification
WDI
World Development Indicators
3
1 Ikhtisar Hasil Kajian 2012
Pada 2012 telah dilakukan kajian oleh Tim Kajian di Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral (PKRB) untuk melakukan kajian tentang Free Trade Agreement (FTA) dan/atau Economic Partnership Agreement (EPA)1, dan pengaruhnya terhadap arus perdagangan dan investasi dengan negara mitra. Penelitian difokuskan untuk melakukan evaluasi atas dampak EPA/FTA yang telah terjadi serta melakukan analisis ex-ante untuk mengestimasi dampak potensial suatu FTA/EPA yang akan dilakukan (dalam proses persiapan/negosiasi) terhadap arus perdagangan dan investasi. Hasil kajian diharapkan untuk dapat
1
Free Trade Agreement (FTA) atau Perjanjian Perdagangan Bebas ialah perjanjian internasional bagi penghapusan tarif yang dibebankan antara negara atau kawasan dan untuk menghapus peraturan dalam bidang penanaman modal asing pada bidang jasa perdagangan. Sedangkan Economic Partnership Agreement (EPA) atau Perjanjian Kerja sama Ekonomi ialah perjanjian yang memperkokoh kerjasama ekonomi dengan negara dan kawasan lain di berbagai bidang dengan pembebasan/memfasilitasi bergeraknya sumber daya manusia, barang dan modal, berpusat pada FTA. Jadi EPA merupakan skema kerja sama perluasan kerja sama FTA. (Dikutip dari http://www.jetro.go.jp/indonesia/jiepa/index.html/BrosurEPAind2009.pdf)
4
menjadi bahan masukan bagi penentuan kebijakan dan posisi Indonesia dalam berbagai skema perjanjian perdagangan internasional. Dalam kajian tahun 2012, telah dilakukan analisis terhadap beberapa skema FTA dan EPA dengan berbagai metode analisis, yaitu: 1. Analisis deskriptif untuk memetakan berbagai dampak FTA/EPA Indonesia dengan negara mitra dengan menggunakan data-data perdagagan internasional.
Dengan
analisis
deskriptif
ini
diharapkan
mampu
mendapatkan gambaran perubahan struktur perdagangan Indonesia dengan negara mitra sebelum dan sesudah FTA/EPA; 2. Studi kasus: evaluasi dampak FTA/EPA (telah/akan berjalan). Beberapa metode analisis dampak yang mungkin dilakukan: a. Metode kuantitatif, yaitu dengan melakukan estimasi FTA preferential indicators dan FTA trade and welfare indicators sebagaimana yang disarankan
oleh
Plummer
et
al.
(2010)
untuk
mengevaluasi
pemanfaatan skema tarif ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN – Korea Free Trade Area (AKFTA), Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), dan ASEAN – India Free Trade Area (AIFTA). b. Metode ekonometri runtun waktu ARIMA untuk mengevaluasi dampak ACFTA dan IJEPA terhadap volume perdagangan Indonesia dan negara mitra. c. Komparasi tarif antarnegara dalam database GTAP8 dan Simulasi Model Computable General Equilibrium (CGE) Global Trade Analysis Project (GTAP) untuk menganalisis dampak AFTA, AIFTA, dan ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP). 3. Analisis daya saing komoditas Indonesia dalam ASEAN – Australia New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dengan menggunakan Revealed Comparative Advantages (RCAs) dinamis Schoer, 2001b). 5
(Balassa, 1965; Edwards &
4. Focus Group Discussion (FGD) untuk melakukan pendalaman permasalahan dengan diskusi dengan para pakar dan stakeholders. Sebagai referensi bahwa sampai dengan saat ini, Indonesia telah terlibat dalam beberapa skema FTA/EPA sebagai berikut: Tabel-1: Perkembangan Implementasi FTA oleh Indonesia
No.
FTA Regional
FTA Entry Into Force
Indonesia Entry Into Force
1.
ASEAN FTA
2002
2002
2.
ASEAN-China FTA
2004
2004
3.
ASEAN-Korea FTA
2007
2007
4.
ASEAN-India FTA
2010
2010
5.
ASEAN-Australia-New Zealand FTA
2010
2012
6.
ASEAN-JAPAN Comprehensive Economic Partnership
2010
-
No. 1
FTA Bilateral
Entry Into Force
Indonesia-Japan Economic Partnership
2007
Sumber: Kajian FTA BKF
Hal-hal yang menjadi temuan menarik dalam kajian tersebut dapat diikhtisarkan sebagai berikut: 1. Bahwa selama periode 2000-2010 telah terjadi peningkatan arus perdagangan yang sangat pesat, baik dilihat dari nilai ekspor maupun impor, walau pun jika dilihat dari nilai surplus justru mengalami penurunan (Lihat Gambar-1).
6
Gambar-1: Perkembangan Arus Perdagangan Indonesia 2000-2010
Perkembangan ini pun telah merubah struktur perdagangan Indonesia, baik dari sisi komposisi jenis komoditas yang diperdagangkan baik ekspor atau pun impor; serta perubahan komposisi mitra dagang utamanya. Sebagaimana terlihat dalam Tabel-2, ekspor utama Indonesia pada tahun 2000 merupakan produk manufaktur yaitu mesin dan peralatan listrik, pada tahun 2010 digantikan oleh produk pertambangan, yaitu bahan bakar mineral. Sementara untuk negara tujuan ekspor, terjadi lonjakan yang teramat besar bagi China, yang sebelumnya merupakan negara tujuan ekspor ke-5 di tahun 2000 menjadi negara tujuan ekspor ke-2 di tahun 2010. China juga menjadi negara asal impor terbesar Indonesia pada tahun 2010, padahal pada tahun 2000 hanya menempati urutan ke-5.
7
Tabel-2: Perubahan Struktur Perdagangan Indonesia 2000
2010
Mesin & peralatan listrik
14%
Struktur Mesin2 & pesawat mekanik komoditas Kertas/karton ekspor Lemak & minyak hewan/nabati utama Karet & brg dr karet Mesin2 & pesawat mekanik
15%
8%
Lemak & minyak hewan/nabati
13%
5%
Mesin & peralatan listrik
8%
4%
Karet & brg dr karet
7%
3%
Bijih, kerak & abu logam
6%
17%
Struktur Bahan kimia organik komoditas Kendaraan dan bagiannya impor Mesin & peralatan listrik utama Besi & baja
Struktur negara utama tujuan ekspor
Bahan bakar mineral
Mesin2 & pesawat mekanik
17%
9%
Mesin & peralatan listrik
14%
7%
Besi & baja
6%
5%
Bahan kimia organik
5%
5%
Kendaraan dan bagiannya
5%
Japan
23.20%
Japan
17.20%
USA
13.64%
China
10.42%
Singapore
10.50%
USA
9.46%
South Korea
6.95%
Singapore
9.15%
China
4.46%
South Korea
8.39%
Taiwan
3.83%
India
6.61%
Japan
17.30%
China
16.05%
12.15%
Singapore
15.95%
10.87%
Japan
13.36%
Singapore Struktur USA negara utama asal South Korea impor China Australia
6.68%
USA
7.40%
6.55%
Malaysia
6.81%
5.43%
South Korea
6.05%
Sumber: Hasil analisis Tim Kajian 2012
2. Hasil evaluasi utilization rate terhadap FTA yang sudah berlangsung menunjukkan hasil yang relatif rendah. Semakin tinggi utilization rate, semakin besar impor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi (preference-eligible imports) yang benar-benar masuk dengan menggunakan tarif preferensi daripada menggunakan tarif most favour nation (MFN). Selain itu, semakin tinggi utilization rate juga bermakna 8
bahwa biaya kepatuhan (compliance costs) dari ketentuan asal barang semakin tidak menjadi penghambat.
Tabel-3: Hasil estimasi utilization rate tiap FTA Skema FTA
Utilisation rate
AFTA
30,43%
ACFTA
35,98%
AKFTA
33,61%
IJEPA
32,65%
AIFTA
6,05%
Sumber: Hasil analisis Tim Kajian 2012 Beberapa kemungkinan yang menyebabkan rendahnya persentase importasi yang menggunakan tarif preferensi daripada tarif MFN, antara lain: (a) Tarif preferensial tidak terlalu menarik karena perbedaannya dengan tarif MFN tidak signifikan. (b) Prosedur yang harus dijalani untuk dapat menggunakan tarif preferensial dianggap cukup menyulitkan (compliance cost tinggi). (c) Kesalahan identifikasi dalam sistem komputer pabean yang merekam data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dalam hal importasi menggunakan beberapa skema fasilitas.
3. Sementara itu, analisis menggunakan metode forecasting ekonometrik ARIMA (Gujarati, 2009) untuk melihat dampak IJEPA dan ACFTA terhadap pertumbuhan
ekspor/impor Indonesia
dan
negara
mitra
dengan
membandingkan hasil peramalan (tanpa skema FTA) dengan data riil setelah adanya FTA maka dapat diestimasi besarnya dampak FTA. Dengan melakukan evaluasi dua skema FTA: IJEPA dan ACFTA maka didapati bahwa skema FTA berhasil secara signifikan meningkatkan volume ekspor/impor Indonesia dan negara mitra.
9
4. Analisis dampak AFTA, AIFTA dan AJCEP dengan menggunakan menggunakan data GTAP8 dan simulasi liberalisasi perdagangan dengan menggunakan model CGE GTAP diperoleh informasi sebagai berikut: (a) Komparasi tarif antarnegara ASEAN dalam data GTAP8 dapat ditemukan bahwa liberalisasi penuh telah terjadi di Singapore, semua komoditas tarif impornya telah nol. Thailand masih memiliki struktur tarif impor yang tinggi dan beragam, hal ini mengindikasikan bahwa Thailand masih sangat protektif terhadap pasar domestiknya. Kondisi ini diikuti oleh Cambodia dan Vietnam. Secara bilateral, Cambodia dan Lao PDR pun telah memiliki tarif impor nol. Indonesia termasuk yang cukup liberal struktur tarif impornya.
(b) Simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan ASEAN memiliki dampak positif terhadap peningkatan volume perdagangan Indonesia, baik ekspor maupun impor mengalami kenaikan. Namun demikian persentase perubahan kenaikan impor lebih tinggi, mengakibatkan dampak negatif dalam neraca perdagangan (trade balance) Indonesia. Selain itu, term of trade Indonesia juga menurun. (c) India cenderung lebih protektif dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Jumlah komoditas yang masih memiliki tarif di atas 10% untuk impor India dari negara-negara ASEAN masih jauh lebih banyak dibanding impor negara-negara ASEAN dari India. Komoditas yang menonjol dilindungi oleh India ialah komoditas hasil pertanian dan komoditas olahan pertanian, tercermin dari tarif impor yang relatif tinggi. Sementara untuk komoditas produk industrial besaran tarifnya relatif moderat. Posisi Indonesia relatif sudah terbuka terhadap India, hanya beberapa produk yang memiliki tarif impor dari India di atas 10% yaitu: motor vehicles and parts, sugar, rice (paddy processed), beverages and tobacco products, dan wearing apparels. Sementara impor India dari Indonesia masih relatif tertutup.
10
(d) Simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5-India atau pun keseluruhan ASEAN-India memiliki dampak positif terhadap Indonesia untuk semua indikator yaitu peningkatan volume perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade balance), dan term of trade. Walaupun secara prosentasi kenaikan impor lebih tinggi dari kenaikan ekspor namun masih mampu menjaga dampak kenaikan pada neraca perdagangan (trade balance). Kenaikan term of trade juga relatif tinggi dibandingkan negara ASEAN5 lainnya kecuali Singapore. Yang lebih penting ialah bahwa dampak positif bagi Indonesia secara umum relatif lebih besar jika dibandingkan dengan dampak yang dinikmati oleh negara ASEAN lainnya atau pun India. (e) Japan cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, hanya beberapa komoditas dari negara-negara ASEAN yang masih dikenakan tarif impor untuk melindungi komoditas domestik Japan. Misalnya, Japan sangat melindungi komoditas domestik paddy rice dan processed paddy dengan mengenakan tarif di atas 500% untuk impor komoditas sejenis dari Thailand. Dengan Indonesia, Japan telah relatif terbuka. Hal ini karena antara Japan dan Indonesia telah terjalin hubungan dagang yang erat secara bilateral. Tinggal beberapa komoditas yang dikenakan tarif impor di atas 10%, yaitu: dairy products, cattle, sheep, goats and horses, sugar, vegetables, fruit and nuts, dan leather products. Sebaliknya, Indonesia pun telah relatif terbuka terhadap komoditas impor dari Japan. Beberapa komoditas impor dari Japan yang dikenai tarif di atas 10% adalah: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, wearing apparels, transport equipment nec., dan wood products. (f) Simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5-Japan atau pun keseluruhan ASEAN-Japan menunjukkan bahwa berpotensi meningkatkan volume arus perdagangan baik ekspor maupun impor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dampak ke peningkatan volume ekspor dan impor Indonesia cukup besar, terbesar kedua setelah Thailand untuk 11
liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Ketika level liberalisasi diperluas di keseluruhan negara ASEAN dan Japan, prosentasi kenaikan sedikit mengalami kenaikan. Jika ditilik dari dampaknya ke neraca perdagangan (trade balance) Indonesia maka didapati dampaknya negatif. Hal ini karena prosentasi kenaikan impor jauh lebih tinggi dari prosentasi kenaikan ekspor, sehingga secara nominal dampak ke neraca perdagangan menjadi negatif. Secara umum memang dampak skema FTA ini ke negara-negara ASEAN akan mengakibatkan penurunan neraca perdagangan. Singapore ialah satu-satunya negara ASEAN yang memperoleh dampak positif di neraca perdagangannya, baik untuk simulasi di level ASEAN5-Japan maupun di level keseluruhan ASEAN-Japan. 5. Dari forum Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan para stakeholder baik dari sesama pengambil kebijakan maupun para pakar dan akademisi dari berbagai kampus diperoleh beberapa informasi tambahan:
(a) Ekspor Indonesia masih dominan dari komoditas yang bersumber dari alam (natural resources), bukan hasil inovasi atau industrialisasi. Keunggulan ini boleh saja dipertahankan akan tetapi secara alamiah akan berkurang.
Gambar-2: Perbedaan Struktur Ekspor: Ditentukan Daya Saing
12
Sumber: WDI (2011) diolah Saparini (2012) (b) Struktur tarif Indonesia sudah relatif sangat terbuka jika dibandingkan dengan beberapa negara mitra dagang Indonesia. Secara rata-rata, tarif bea masuk Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan India, Vietnam, Japan, Thailand, dan China baik untuk produk pertanian maupun untuk produk nonpertanian (Lihat Tabel-4).
Tabel-4: Tarif Bea Masuk Beberapa Negara (Saparini, 2012) Kelompok Produk Produk hewan Produk susu Buah, sayur, tanaman Kopi, teh Sereal & preparat Minyak biji, lemak, minyak Gula dan permen Katun Minuman & tembakau Produk pertanian lain
India 31,6 33,8 29,7 56,1 30,8 26,2 34,4 17,0 70,8 21,9
Vietnam 20,1 21,9 30,6 37,9 27,4 13,4 17,7 6,0 66,6 7,8
Japan 13,9 169,3 12,7 15,6 72,0 12,3 24,5 0 14,4 5,7
Thailand 30,5 22,6 31,5 30,8 21,1 19,3 32,0 0 44,6 10,4
China 14,7 12,0 14,8 14,7 23,9 10,6 27,4 22,0 22,9 11,5
Indonesia 4,4 5,5 5,9 8,3 6,1 4,0 11,0 4,0 51,8 4,3
Rata2 produk pertanian Ikan & produk ikan Mineral & logam Petroleum Bahan kimia Kayu, kertas, dll.
35,23 29,6 7,4 9,0 7,9 9,1
24,94 30,9 10,2 17,5 5,2 17,2
34,04 5,5 1,0 0,6 2,2 0,8
24,28 13,5 6,2 5,4 3,3 6,9
17,45 10,7 7,5 4,5 6,6 4,4
10,53 5,8 6,6 0,5 5,3 5,0
13
Textil Pakaian Kulit, alas kaki Mesin non-listrik Mesin listrik Peralatan transportasi Manufaktur, n,e.s. Rata2 Produk non-pertanian
14,1 19,9 10,1 7,1 6,9 14,8 8.8 12,1
30,4 49,3 19,0 5,4 12,8 22,2 15,2 19,6
5,5 9,2 12,9 0 0,2 0 1,2 3,3
8,3 30,4 12,1 4,4 7,9 21,0 10,6 10,8
9,6 16 13,4 7,8 8,0 11,5 11,9 9,3
9,3 14,4 9,0 2,3 5,8 11,6 6,9 6,9
Total Rata2
23,1
22,2
18,0
17,3
13,2
8,6
(c) Dari hasil penelitian Modjo (2010) yang dikutip oleh Yustika (2012) menunjukkan bahwa daya saing komoditas Indonesia yang cukup tinggi dimiliki oleh komoditas yang berasal dari sumber daya alam, seperti: CPO, Tin, Rubber, dan Coal. Sementara untuk komoditas hasil pabrikasi masih menunjukkan daya saing yang rendah. Informasi ini di satu sisi harus disyukuri karena kita memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Akan tetapi kekayaan alam ini terbatas dan nonrenewables sehingga konsekuensinya perlu upaya untuk pemanfaatan yang baik sekaligus melakukan upaya penemuan baru (inovasi) produk-produk yang lebih sustainable sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dari sisi perdagangan internasional
Tabel-5: Indonesia Revealed Comparative Advantages (RCAs) 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Non-manufactured
2,03
2,09
2,30
2,33
2,07
2,25
2,32
2,39
2,57
Manufactured
0,74
0,73
0,70
0,67
0,73
0,64
0,62
0,60
0,55
CPO
24,1
22,97
30,94
30,01
41,79
39,65
40,61
44,58
41,05
Tin
13,45
15,62
20,83
26,11
29,65
34,3
31,41
27,78
37,55
Rubber
9,11
9,14
11,00
13,27
17,22
14,48
17,55
18,64
18,61
Coal
6,65
7,47
8,14
9,03
9,21
9,50
12,20
12,81
10,48
Papers
2,43
2,34
2,48
2,36
2,42
2,30
2,49
2,53
2,56
TPT
2,20
2,26
2,03
1,99
2,21
2,05
2,03
1,90
1,81
Copper
1,19
1,43
1,76
2,39
2,08
2,26
1,82
2,51
1,87
Electrical Appliances
0,69
0,70
0,75
0,69
0,77
0,66
0,52
0,48
0,47
Chemical Products
0,56
0,52
0,50
0,52
0,58
0,49
0,48
0,53
0,47
Machinery & Mechanics
0,13
0,12
0,14
0,16
0,18
0,20
0,23
0,27
0,28
Top Ten Commodities:
14
Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)
Tabel-6: Relatif RCAs 2008
Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand
China
Rank
Notes
CPO
41,05
26,55
8,18
0,34
1,09
0,05
1
Stable
Tin
37,55
7,92
0,95
6,77
4,94
0,07
1
Increasing
Rubber
18,61
5,34
0,45
0,50
16,79
0,09
1
Increasing
Coal
10,48
0,01
0,11
0
0,01
1,06
1
Increasing
Papers
2,56
0,31
0,28
0,22
0,63
0,40
1
Increasing
TPT
1,81
0,63
1,10
0,18
1,08
3,12
2
Stable
Copper
1,87
0,89
4,03
0,31
0,44
0,44
4
Stable
Electrical Appliances
0,47
1,87
3,99
2,64
1,61
2,27
6
Decreasing
Chemical Products
0,47
0,55
0,21
0,88
0,73
0,52
5
Stable
Machinery & Mechanics
0,28
0,23
0,32
0,52
0,86
0,63
6
Increasing
Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)
6. Beberapa saran studi lanjutan yang relevan yaitu:
(a) Rendahnya utilization rate, perlu dikaji lebih lanjut terkait faktorfaktor penyebabnya secara pasti agar dapat direspon dengan kebijakan yang tepat dan memadai.
(b) Perlu studi yang fokus mengkaji daya saing komoditas Indonesia secara detail, penyebab dan potensi peningkatannya. Informasi tentang daya saing ini penting untuk menentukan posisi dan daya tawar Indonesia dalam perundingan perdagangan di internasional fora.
(c) Perlu dilakukan kajian simulasi dampak untuk beberapa skema FTA yang sedang dalam proses negosiasi (ex-ante impact analysis) untuk member informasi awal tentang potensi dampak FTA tersebut terhadap Indonesia. Misalnya: ASEAN-EU FTA, Indonesia-Turki FTA.
15
2 Latar Belakang Kajian 2013
Isu tentang perdagangan internasional merupakan salah satu isu yang tidak hanya menarik tetapi juga rumit. Menarik karena memiliki magnitude dampak yang besar bagi perekonomian suatu negara. Rumit karena kebijakannya tidak hanya melibatkan satu negara tetapi multi-negara. Bahkan rumitnya bisa disamakan dengan ‘noddle bowl’ – semangkok mie atau spaghetti untuk menggambarkan
overlapping
antarperjanjian
liberalisasi
perdagangan
antarnegara (Kawai & Wignaraja, 2009; Baldwin, 2013a). Dalam dekade terakhir, telah terjadi perkembangan yang sangat pesat dalam proses liberalisasi perdagangan khususnya di wilayah Asia Pasifik. Ikhtisar data-data berikut bisa digunakan untuk menggambarkannya (ADB, 2013b): 1. Terdapat 109 FTA yang setidaknya melibatkan satu negara dalam wilayah Asia Pasifik yang berhasil diratifikasi per Januari 2013. Jumlah ini lebih dari tiga kali lipat jika dibandingkan dengan yang terjadi pada 2002. Selain itu, masih terdapat 148 FTA yang masih dalam berbagai tahap persiapan. 16
2. Sebanyak dua per empat dari total FTA tersebut, 189 dari 257 (ratifikasi dan persiapan), merupakan perjanjian bilateral; hanya 68 yang plurilateral (melibatkan lebih dari dua negara). 3. Terjadi peningkatan enam kali lipat, dari 27 pada 2002 menjadi 179 pada Januari 2013, jumlah FTA yang melibatkan 10 negara anggota ASEAN dan mitra dagangnya, Australia, China, India, Japan, South Korea, dan New Zealand. 4. ASEAN sedang dalam tahap negosiasi dengan 6 negara mitra untuk membentuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Ini akan memiliki potensi pasar sebesar 3,4 miliar penduduk dunia dengan nilai 30% dari GDP dunia (USD21,4 triliun). 5. Saat ini, ASEAN+6 setara dengan 70% dari total FTA di Asia. Melihat fakta-fakta tersebut di atas maka diperlukan suatu pemahaman yang baik terhadap dinamika perdagangan internasional yang sedang berkembang saat ini, sehingga suatu negara mampu merespon dengan baik perkembangan yang ada dan dapat berinteraksi dalam lingkungan global dengan potensi risiko atau keuntungan yang terukur. Para penggambil kebijakan dan negosiator dalam fora perdagangan internasional perlu mendapatkan bekalan yang cukup sebagai dasar dalam menentukan posisi Indonesia dalam berbagai perundingan liberalisasi perdagangan dunia. Hasil kajian di bidang ini menjadi salah satu bahan masukan yang penting bagi mereka. Pada tahun 2012 telah dilakukan kajian mengenai FTA dan EPA serta pengaruhnya terhadap arus perdagangan dan investasi sebagaimana hasilnya telah diikhtisarkan dalam bagian pertama laporan ini. Namun dari berbagai temuan saat itu dirasa perlu untuk melakukan kajian lanjutan atas beberapa temuan yang perlu didalami dan beberapa isu yang perlu dilakukan pembahasan. Oleh karena itu pada tahun 2013 ini dilakukan kajian lanjutan dengan fokus tujuan kajian sebagai berikut:
17
1. Melakukan evaluasi atas potensi dampak perjanjian perdagangan internasional (FTA/EPA) antara Indonesia dan negara ASEAN lainnya dengan negara-negara di kawasan Eropa (EU); 2. Melakukan evaluasi atas potensi dampak perjanjian perdagangan internasional (FTA/EPA) antara Indonesia dengan Turki; dan 3. Melakukan evaluasi atas daya saing komoditas Indonesia di pasar internasional. Namun demikian, untuk melengkapi konteks dalam pembahasan dan diskusi tujuan kajian tersebut di atas, ada beberapa isu tambahan yang dibahas dalam laporan ini, yaitu: (1) update perkembangan kinerja perdagangan Indonesia; (2) evaluasi atas perkembangan liberalisasi tarif bea masuk di Indonesia; (3) upaya-upaya Indonesia untuk memperluas target ekspor ke negara-negara tujuan ekspor nontradisional; dan (4) beberapa isu terkini dalam kerangka teori perdagangan internasional. Laporan kajian ini disusun dalam susunan rangkaian bab-bab penyajian sebagai berikut: (1) Ikhtisar Hasil Kajian 2012; (2) Latar Belakang Kajian 2013; (3) Perkembangan Isu Perdagangan Internasional dan Kinerja Indonesia; (4) Analisis Dampak ASEAN - EU Free Trade Area; (5) Analisis Dampak Indonesia (ASEAN) - Turkey Free Trade Area; (6) Analisis Daya Saing Komoditas
Pertanian
Indonesia;
18
dan
(7)
Catatan
Akhir.
3 Perkembangan Isu Perdagangan Internasional dan Kinerja Indonesia
Indonesia saat ini telah terlibat dalam berbagai skema kerja sama perdagangan internasional, baik dalam posisinya sebagai negara anggota ASEAN atau pun dalam skema sebagai negara mandiri. Skema kerja sama perdagangan internasional ini dilakukan baik dalam kerja sama regional atau pun bilateral. Perjanjian kerja sama perdagangan internasional yang Indonesia telah meratifikasinya adalah: ASEAN FTA, ASEAN – Korea FTA, ASEAN – India FTA, ASEAN – Australia New Zealand FTA, dan ASEAN – China FTA, serta kerja sama bilateral dalam bentuk EPA dengan Japan (IJEPA). Selain skema perjanjian kerja sama dalam bidang perdagangan internasional tersebut, saat ini juga Indonesia sedang dalam proses persiapan dengan beberapa skema kerja sama perdagangan internasional yang lainnya. Tabel-7
19
menggambarkan
jenis
skema
kerja
sama
tersebut
serta
tahap
perkembangannnya. Tabel-7: Perkembangan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia No.
Skema kerja sama
Tahap Perkembangan
1
Indonesia – European Free Trade Association (EFTA) Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE CEPA)
The 3rd round of negotiations
2
Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)
Consultation pre negotiation
3
Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (II-CECA)
Launching of negotiation
4
Indonesia - Pakistan Preferential Trade Agreement
The 6th round of negotiation
5
Indonesia - Iran Preferential Trade Agreement
The 1st round of negotiation
6
Indonesia - Chile
Conclusion of Joint Study Group (JSG)
7
Indonesia - Turkey
Conclusion of JSG
8
Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) Indonesia - Uni Eropa
Rekomendasi pembentukan
9
Indonesia - Tunisia
Ongoing of JSG
10
Indonesia – Mesir
Establishment of JSG
11
Indonesia - Korea Selatan
The 3rd round of negotiation
Sumber: www.ditjenkpi.kemendag.go.id diakses 17 Oktober 2013
Kalau kita amati dari Tabel-7 tersebut maka skema kerja sama yang ada terlihat lebih menonjol dalam bentuk skema kerja sama bilateral. Yaitu skema kerja sama antara dua negara, Indonesia dan negara mitra, seperti: Pakistan, Iran, Chile, Turkey, Tunisia, Mesir, dan Korea Selatan. Sisanya, merupakan skema
Comprehensive
Economic
Partnership/Cooperation
Agreement
(CEPA/CECA). Yaitu skema kerja sama ekonomi yang lebih luas dari hanya sekedar isu perdagangan semata, CEPA/CECA biasanya memiliki rancangan yang saling terhubung membentuk segitiga, yang terdiri dari: akses pasar, pengembangan kapasitas dan fasilitasi perdagangan dan investasi; baik itu dilakukan secara bilateral, seperti dilakukan dengan Australia dan India,
20
maupun dilakukan dengan blok kerja sama ekonomi, seperti dengan European Free Trade Association (EFTA) dan Uni Eropa. Gambar-3 memberikan gambaran peta skema kerja sama liberalisasi perdagangan di dunia. Kondisi seperti gambar tersebut menunjukkan adanya peningkatan antusiasme penurunan tariff dan hambatan perdagangan dunia pada pertengahan tahun 1980-an dan mengalami percepatan pada tahun 1990-an. Terutama hal ini terjadi karena adanya liberalisasi di negara-negara yang sedang berkembang dan terjadinya blok-blok perdagangan dunia. Penurunan tarif yang cukup dominan terutama terjadi di negara-negara yang sedang berkembang Asia Selatan. Fenomena ini disebut oleh Baldwin (2012, 2013b) sebagai fenomena “2nd unbundling” yaitu negara-negara membuka diri untuk meningkatkan perdagangan dan investasi terutama untuk aliran bahan baku bagi industrialisasinya. Sebagai akibat revolusi di bidang Information and Communication Technology (ICT) maka banyak negara mau membuka diri bagi pasar asing agar ikut menikmati berkah industrialisasi di bidang ini. Jargon ekonomi politiknya dalam proses liberalisasi ini ialah “I’ll open my market if you open yours” atau berkembang menjadi “I’ll open my borders and adopt pronexus reforms to attract factories and jobs” untuk menarik investasi. Gambar-3: Peta Skema Kerja sama Perdagangan Dunia
21
NAFTA Population: 445 million GDP: US$15.857 trillion FTA Canada – Chile 1997 FTA : Chile – Mexico 1999 FTA : USA – Chile 2004 FTA : USA – Singapore 2004 FTA : USA – Australia 2005 FTA : Mexico – Japan 2005 FTA : Chile – Brunei – NZ – Singapore 2006
EU Population: 491 million GDP: US$ 14.38 trillion
CHINA Population: 1.330 billion GDP PPP: US$ 6.991 trillion
U.S.A., Canada, Mexico
(under negotiation)
(under negotiation)
25 countries
Japan-Mexico EPA expanding to Eastern Europe
(signed agreement)
EU-MEXICO FTA
ACP-EU Countries in Africa and the Caribbean (approx. 70 countries)
expanding to Latin America
under negotiation
Japan-Mexico
ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)
SAPTA Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, Nepal, Pakistan, Sri Lanka
EPA (signed agreement)
FTAA (by 2005)
Japan-Korea-China FTA Japan-Korea FTA
EU
NAFTA
JAPAN Population: 127 million GDP PPP: US$ 4.29 trillion
AFTA
MERCOSUR
Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, Brunei, Vietnam, Laos, Myanmar, Cambodia
Argentina, Brazil, Paraguay, Uruguay
Korea - ASEAN FTA India - ASEAN FTA
China - ASEAN FTA
Australia-New Zealand-ASEAN FTA
Japan’s Bilaterals: • Japan-Singapore EPA • Japan-Philippines EPA • Japan-Thailand EPA • Japan-Malaysia EPA • Japan-Indonesia EPA ASEAN Population: 575.5 million GDP: US$ 3.431 billion
Sumber: Kemendag (2013) Kata kunci dari berbagai FTA tersebut adalah akses pasar (market access) bagi komoditas hasil industrialisasinya. Namun harus disadari bahwa dalam proses ini terkandung dua hal sekaligus: oportunitas dan tantangan. Dengan pasar yang semakin terbuka maka setiap negara memiliki peluang untuk memasarkan komoditasnya di pasar internasional. Namun di sisi lain, mereka juga harus berhadapan dengan kompetisi dengan negara-negara yang memiliki komuditas yang sama atau substitutif. Sudah barang tentu, ketika hambatan perdagangan dapat dieliminasi maka nilai perdagangan juga akan semakin meningkat, kesejahteraan konsumen juga akan semakin meningkat. ASEAN sebagai salah satu blok perdagangan internasional menjadi salah satu target pasar yang menarik. Selain karena dihuni oleh jumlah populasi yang besar, sekitar 600 juta manusia pada tahun 2012 atau setara 9% populasi dunia, juga dihuni oleh negara-negara yang secara ekonomi sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi. Produk Domestik Bruto (PDB) keseluruhan negara-negara ASEAN pada tahun 2012 tercatat sebesar USD2,3 triliun dan diestimasi akan menjadi sebesar USD4,7 triliun pada tahun 2020. Nilai perdagangan di negara-negara ASEAN ini pada
22
tahun 2012 diperkirakan mencapai sebesar USD2,4 triliun. Gambar-4 mengilustrasikan ASEAN dan hubungan kerja sama internasionalnya di dunia. Gambar-4: ASEAN dan Lingkungan Strategisnya
Sumber: Kemendag (2013) Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN secara ekonomi, menjadi pioneer dalam berbagai kesepakatan dagang yang melibatkan ASEAN. Sehingga perkembangan liberalisasi perdagangan intra-ASEAN atau pun ASEAN dengan mitra dagang lainnya hampir selalu mempengaruhi (dipengaruhi) oleh kebijakan perdagangan Indonesia. Ratifikasi AFTA pada tahun 2002 dan Indonesia pun ikut sejak tahun ini, serta diikuti dengan berbagai skema FTA lainnya, seperti: ACFTA (2004), AKFTA (2007), AIFTA (2010) dan sebagainya (lihat kembali Tabel-1) maka berdampak kepada peningkatan nilai ekspor Indonesia kepada negara-negara mitra FTA yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan ekspor Indonesia ke negara-negara non-mitra FTA (Gambar-5). Gambar-5: Perkembangan Ekspor Indonesia ke Dunia 1996-2012
23
USD Miliar
NEGARA-NEGARA MITRA FTA
140.0
NEGARA-NEGARA MITRA NON FTA 128.5 121.2
120.0 97.3
100.0 82.8
80.0 60.0 40.0
50.5 25.8 22.7
28.0 25.4
25.3 24.9 23.7 23.6
33.5 28.6
1996
1997
1998
2000
30.3 29.5 26.8 26.9
34.2 26.9
2001
2003
40.6 31.0
35.2
2004
2005
41.2
75.0
70.3
68.1 59.6
68.9
60.5
54.2 46.2
46.0
20.0 1999
2002
Struktur Total Ekspor, 1996-2003
MITRA NON FTA 47.29%
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Struktur Total Ekspor, 2004-2012 MITRA NON FTA 38.92%
MITRA FTA 52.71%
MITRA FTA 61.08%
Sumber: Kemendag (2013) Pasca FTA, yaitu tahun 2004-2012, ekspor Indonesia ke negara mitra FTA2 meningkat lebih cepat yaitu dengan tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 14,6%. Angka pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi sebelum FTA, tahun 1996-2003, yang hanya tumbuh sebesar 4,0%. Sementara itu, pertumbuhan ekspor ke negara non-mitra FTA pada tahun 2004-2012 rata-rata hanya sebesar 11,5%. Tidak hanya pertumbuhan ekspor Indonesia yang relatif tinggi, pertumbuhan impornya pun juga tinggi. Tabel-8 menggambarkan terjadinya peningkatan ekspor baik di komoditas Oil & Gas dan juga komoditas Non-Oil & Gas, dengan trend pertumbuhan ekspor rata-rata selama 2008-2012 sebesar 12,88%. Sementara itu, impor tumbuh lebih cepat dengan rata-rata pertumbuhan selama 2008-2012 sebesar 14,97%. Peningkatan impor pun terjadi untuk komoditas Oil & Gas atau pun komoditas Non-Oil & Gas. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan pertumbuhan impor yang tinggi. Tidak hanya karena adanya liberalisasi perdagangan, namun juga daya beli
2
Negara mitra FTA Indonesia adalah negara ASEAN lainnya, China, Korea Selatan, Jepang, India, Australia dan Selandia Baru
24
domestic yang meningkat karena adanya pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dalam 10 tahun terakhir. Imbasnya, neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2012 mengalami deficit. Tabel-8: Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia (Juta USD)
Uraian Export
2008
2009
2010
2011
2012
137.020,4
116.510,0
157.779,1
203.496,6
190.020,1
29.126,3
19.018,3
28.039,6
41.477,0
36.977,3
- Non Oil & Gas
107.894,2
97.491,7
129.739,5
162.019,6
Import
129.197,3
96.829,2
135.663,3
- Oil & Gas
30.552,9
18.980,7
- Non Oil & Gas
98.644,4
- Oil & Gas
Trend (%) 2008-2012
Jan-Oct* 2012
2013
12,88 158.309,4 149.664,0
-15,41
153.042,8
12,83 127.016,1 123.194,0
-3,01
177.435,6
191.689,5
14,97 159.172,5 156.024,0
-1,98
27.412,7
40.701,5
42.564,2
77.848,5
108.250,6
136.734,0
266.217,7
213.339,3
293.442,4
59.679,2
37.999,0
206.538,6
Balance - Oil & Gas
- Oil & Gas - Non Oil & Gas
- Non Oil & Gas
15,33
31.293,3
-5,46
26.470,0
Total
13,39
Change (%) 2013/2012
34.780,2
37.105,9
6,69
149.125,3
14,91 124.392,3 118.918,1
-4,40
380.932,2
381.709,6
13,89 317.481,9 305.688,0
-3,71
55.452,3
82.178,6
79.541,4
14,41
63.575,9
-3,78
175.340,2
237.990,1
298.753,6
302.168,1
13,81 251.408,4 242.112,1
-3,70
7.823,1
19.680,8
22.115,8
26.061,1
-1.669,4
0,00
-863,1
-6.360,0
636,89
-1.426,6
37,6
626,9
775,5
-5.586,9
0,00
-3.486,9
-10.635,9
205,02
9.249,7
19.643,2
21.488,9
25.285,5
3.917,6
-13,63
2.623,8
4.275,9
62,96
66.073,5
Sumber: http://www.kemendag.go.id, diakses 10 Desember 2013 Neraca perdagangan yang defisit sebetulnya tidak menjadi terlalu masalah ketika hal ini merupakan fenomena sesaat/temporer. Apalagi kalau hal ini terjadi sebagai akibat fluktuasi harga komoditas yang sifatnya temporer. Hal ini akan menjadi masalah ketika berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sementara cadangan devisa Indonesia tidak terlalu tinggi. Namun demikian, tentu defisit neraca perdagangan menjadi lampu indicator yang perlu dicermati dan dikupas factor-faktor penyebabnya. Adakah kebijakan yang salah, yang memicu terjadinya fenomena ini. Sangat boleh jadi fenomena ini merupakan hasil akhir dari dampak yang lama atas kebijakan yang tidak tepat, baik itu kebijakan dalam bidang industri atau pun dalam bidang perdagangan internasional.
25
26
4 Analisis Dampak ASEAN - EU Free Trade Area
Pendahuluan Indonesia merupakan kekuatan ekonomi terbesar di ASEAN. Indonesia telah menggapai kemajuan yang sangat besar dalam pembangunan ekonominya selama tiga dekade terakhir. Meskipun dihantam keras oleh krisis ekonomi Asia pada tahun 1997, Indonesia berhasil pulih dan menunjukkan rekor pertumbuhan ekonomi yang positif pada dua dekade berikutnya. Tidak hanya itu, Indonesia juga terletak di kawasan Asia Tenggara, suatu kawasan yang dihuni oleh negara-negara ASEAN, negara-negara yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dan terbukti resilien terhadap goncangan krisis ekonomi dunia. Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonominya, dalam konteks kerja sama
perdagangan
internasional 27
Indonesia
perlu
mencapai
tingkat
pertumbuhan ekspor dan tingkat investasi yang tinggi. Dalam perdagangan dunia, Indonesia sangat kompetitif dalam produk-produk primer dan beberapa komoditas manufaktur. Sementara itu, Uni Eropa merupakan blok perdagangan terbesar di seluruh dunia. UE mengekspor barang dan jasa senilai USD2,5 triliun pada tahun 2010, setara dengan 16% dari PDB Uni Eropa. Aktivitas ekspor ini termasuk ekspor barang senilai USD1.814,6 milyar, ekspor dalam jasa komersial senilai USD699,6 milyar. Total impor Uni Eropa berjumlah sebesar USD2,5 triliun pada tahun 2010, dimana USD1.974,1 milyar dalam bentuk barang, USD602,1 milyar dalam jasa komersial (Kemendag, 2011). Selain itu, Uni Eropa merupakan sumber investasi terbesar di dunia. Sebaran posisi (stock) investasi (Foreign Direct Investment/FDI) negara-negara Uni Eropa (EU-27) ke seluruh pelosok dunia ialah sebagaimana tertuang dalam Gambar-6. Posisi akhir tahun 2011, porsi investasi tertinggi mengalir ke negara-negara Amerika Utara (33%), kemudian diikuti oleh negara-negara di kawasan Eropa yang bukan anggota Uni Eropa (23%), dan negara-negara Asia (13%). Gambar-6: Posisi Stock Penempatan FDI dari Uni Eropa (akhir 2011)
28
Sumber: http://epp.eurostat.ec.europa.eu/ Namun, meskipun Uni Eropa merupakan sumber terbesar investasi di dunia, hanya 1,6% dari investasi UE di Asia ada di Indonesia. Meskipun jumlah penduduk Indonesia merupakan 45% dari seluruh negara ASEAN, Indonesia hanya menerima 10% dari FDI yang ditujukan untuk ASEAN dan hanya 7% dari investasi Uni Eropa di ASEAN ditanamkan di Indonesia. Perusahaanperusahaan Uni Eropa lebih memilih investasi di negara-negara ASEAN lainnya terutama karena perdagangan dan iklim investasi yang lebih baik, pembatasan yang lebih sedikit pada investasi asing dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang bahkan lebih cepat (Kemendag, 2011, h. 63). Oleh karenanya Indonesia memiliki kepentingan yang cukup besar dengan pengembangan skema kerja sama kemitraan ASEAN dengan Uni Eropa. Sebetulnya negara-negara Uni Eropa dan negara-negara Asia Tenggara telah memiliki sejarah hubungan kerja sama yang panjang. Hal ini bisa dibaca dengan jelas dalam sejarah pengembaraan negara-negara Eropa, seperti: Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda dalam pencarian sumber rempahrempah ke kawasan Asia sebagai komoditas perdagangan dunia. Hubungan kerja sama perdagangan kedua kawasan ini tertanggu dalam periode Perang Dunia I – II. Setelah Perang Dunia II, negara-negara di kawasan Eropa berkonsentrasi dalam merestorasi negaranya pasca peperangan. Sementara di Asia Tenggara diwarnai dengan kemunculan era pembentukan suatu negara (Chandra et al., 2010). Kesempatan untuk merangkai kembali hubungan kerja sama kedua kawasan muncul ketika negara-negara di Asia Tenggara bersepakat untuk membentuk ASEAN pada tahun 1967. Berikutnya, pada tahun 1972 keduanya membangun hubungan informal dan menjadikan Komunitas Eropa (European Community) sebagai partner eksternal ASEAN yang pertama. Selama kurang lebih tiga dekade berikutnya hubungan kedua pihak berkembang sedemikian pesat. Pengaruh Eropa pasca penandatanganan Maastricht Treaty pada 1992 semakin besar terhadap ASEAN. Pada tahun 29
1996, the Asia–Europe Meeting (ASEM) terbentuk. Keanggotaannya terdiri atas 15 negara Uni Eropa, Komisi Eropa, tujuh negara anggota ASEAN, China, Japan, dan Korea Selatan. Keterlibatan China, Japan, dan Korea Selatan menambah bobot forum ASEM. Namun kemudian, jalinan hubungan ASEAN – Uni Eropa sedikit diwarnai ketegangan terkait dengan isu-isu: Myanmar, hak asasi manusia, dan demokrasi. Namun demikian, dalam dekade terakhir berbagai isu ini dapat dilewati. Peran ASEAN yang konstruktif dalam berbagai forum regional serta keinginan Uni Eropa untuk lebih dekat berhubungan dengan raksasa ekonomi di Asia, seperti China dan Indonesia membuat posisi ASEAN sebagai pilar kebijakan Uni Eropa di Asia semakin menguat. Kondisi ini melahirkan komunikasi konstruktif ASEAN – Uni Eropa untuk membentuk ASEAN – Uni Europe Free Trade Area (AEUFTA) kembali bergulir. Namun, lagi-lagi proses ini harus terpending karena hantaman krisis keuangan global melanda dunia dengan episentrum di kawasan Eropa. Walau pun kondisi ini tidak menghilangkan nilai penting hubungan keduanya tetapi pasti menunda proses dan intensitas komunikasi antarkeduanya. Komisi Eropa berpeluang untuk menggunakan kerja sama perdagangan dengan ASEAN, sebagai wilayah yang masih tumbuh pesat perekonomiannya, untuk membantu keluar dari krisis saat ini dan untuk menciptakan lingkungan yang tepat untuk perekonomian Uni Eropa yang kuat. Sementara, bagi negaranegara ASEAN kerja sama dengan Uni Eropa akan memperlancar hubungan dagang dan utamanya investasi. Bagi Indonesia, secara khusus, hubungan kerja sama dengan Uni Eropa memiliki beberapa nilai strategis, diantaranya: a.Uni Eropa ialah investor terbesar kedua Indonesia. Alasan terbesar atas hubungan kerja sama dengan Uni Eropa terletak pada kecenderungan yang lebih besar bagi perusahaan – perusahaan Uni Eropa untuk berinvestasi di Indonesia, dan bukan hanya untuk melakukan perdagangan saja. Investasi ini penting bukan hanya dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan
30
peningkatan kemakmuran, akan tetapi juga termasuk dalam proses alih teknologi dalam berbagai bidang. b. Uni Eropa ialah pasar ekspor kedua terbesar Indonesia dan diprediksi akan terus meningkat seiring dengan naiknya posisi perusahaan Indonesia pada rantai-nilai (global value chain/GVC) hubungan kerja sama ekonomi dengan Uni Eropa. c. Uni Eropa juga memiliki perhatian dan dukungan yang tinggi atas beberapa isu pembangunan di Indonesia, diantara terkait isu perubahan iklim, penanganan pasca bencana dan berbagai program pengembangan kapasitas (capacity building). Bagian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi atas potensi dampak perjanjian perdagangan internasional (FTA/EPA) antara Indonesia dan negara ASEAN lainnya dengan negara-negara di kawasan Eropa (EU). Sebelumnya akan diberikan gambaran lebih dulu dalam bentuk analisis deskriptif posisi perdagangan ASEAN –EU. Kemudian akan disajikan gambaran ringkas model yang akan digunakan sebagai alat analisis, database yang digunakan, dan fitur utama model serta beberapa asumsi yang digunakan. Bagian berikutnya akan menganalisis hasil simulasi yang dilakukan untuk merepresentasikan potensi dampak liberalisasi perdagangan antara ASEAN dengan Uni Eropa.
Analisis Posisi Perdagangan ASEAN - EU Berikut ini disajikan data-data mengenai posisi perdagangan ASEAN dengan Uni Eropa. Gambar-7 menunjukkan perkembangan perdagangan Uni Eropa dengan ASEAN. Sebagaimana terlihat bahwa dalam periode krisis keuangan global tahun 2008, perkembangan perdagangan mengalami pertumbuhan negatif. Begitu pun pada tahun 2009, baik untuk ekspor maupun impor. Impor Uni Eropa dari ASEAN pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar -1,1%. Penurunan ini semakin membesar pada tahun 2009 yaitu sebesar 31
14,8%. Mulai tahun 2010, kembali mengalami pertumbuhan positif bahkan pertumbuhan tahun 2010 tercatat lumayan besar yaitu 28%. Tahun 2011 dan 2012 pun tumbuh positif, masing-masing sebesar 9,4% dan 4,7%. Gambar-7: Perkembangan Perdagangan Uni Eropa dengan ASEAN
Sumber: Directorate General for Trade of the European Commission (DGTEC), diakses Juli 2013 Dari sisi ekspor, pada tahun 2008 ekspor Uni Eropa ke ASEAN masih tumbuh positif sebesar 5,9%. Ini artinya ada dua kemungkinan bahwa krisis pada tahun 2008 di Uni Eropa belum berdampak kepada sisi supply, kemampuan produktif Uni Eropa atau belum berdampak kepada negara-negara ASEAN. Namun pada tahun 2009, pertumbuhan ekspor Uni Eropa ke ASEAN sudah negatif, -10,9%. Tidak bertahan lama, ekspor Uni Eropa ke ASEAN sudah kembali tumbuh positif pada tahun 2010, sebesar 23,2%. Dua tahun berikutnya mampu tumbuh sebesar 11,9% dan 17,6%. Perlu dicatat bahwa andil impor Uni Eropa dari ASEAN hanya sebesar kurang lebih 5,5% dari total impor Uni Eropa. Sedangkan ekspor Uni Eropa ke ASEAN hanya sekitar 4,8% dari total ekspor Uni Eropa. Tercatat bahwa Uni Eropa
32
mengalami defisit neraca perdagangan dengan ASEAN sepanjang tahun 20082012. Gambar-8 menunjukkan perkembangan data perdagangan ASEAN - Uni Eropa dari sisi ASEAN. Impor ASEAN dari negara-negara Uni Eropa mencapai sekitar 10% dari total impornya. Nilai ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan, 7,9% pada tahun 2008, 20,2% pada 2010 dan 15,5% pada 2011. Sementara pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 11%. Dari sisi ekspor, nilai ekspor ASEAN ke Uni Eropa mencapai lebih dari 11% dari total ekspornya. Angka ekspor pun mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, 30,8% pada 2010 dan 8,6% pada 2011. Sementara pada saat krisis 2008-2009 mengalami penurunan sebesar -0,2% dan -15,9%. Gambar-8: Perkembangan Perdagangan ASEAN dengan Uni Eropa
Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013 Dari sisi nilai perdagangan, baik ekspor dan impor, sebetulnya posisi ASEAN di Uni Eropa belum terlalu besar. ASEAN belum menjadi mitra dagang utama Uni Eropa. Nilai perdagangan dengan ASEAN masih relative kecil baik dari sisi impor maupun ekspor, hanya menempati porsi sekitar 5% dari total impor/ekspor Uni Eropa, sebagaimana terlihat dalam Gambar-9 berikut ini.
33
Gambar-9: Mitra Dagang Utama Uni Eropa 2012
Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013 Dari sisi ASEAN, perdagangan dengan Uni Eropa memiliki nilai yang lumayan besar. Tabel-9 memberikan data perkembangan ekspor-impor ASEAN dengan negara-negara mitra dagang ASEAN. Terlihat bahwa ASEAN melakukan perdagangan intra-ASEAN dengan proporsi yang tertinggi, yaitu 23,7% dari total ekspor dan 26,5% dari total impor pada tahun 2011. Uni Eropa (EU-27) merupakan mitra dagang utama ASEAN setelah China dan Japan. Total perdagangan (ekspor dan impor) ASEAN dengan Uni Eropa masih lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat (USA). Tabel-9: Mitra Dagang ASEAN (miliar USD) Ekspor ke2008 Intra-ASEAN 250 Australia 34.4 Canada 5.5 China 87.6 EU-27 116.2 India 30.9 Japan 105.9 Korea 36.5 New Zealand 4.5 Pakistan 4.5 Russia 2.7 USA 103.2 Rest of the World 195.6 Total 977.5
Impor dari2011 (%)
2008
2009
2010
199.6 270.7 294.5 23.7 29.0 35.3 39.9 3.2 5.5 5.2 5.1 0.4 81.6 113.5 145.7 11.7 93.0 115.1 124.6 10.0 26.5 36.1 42.2 3.4 78.1 103.1 147.4 11.9 34.3 45.1 58.9 4.7 3.1 4.3 4.5 0.4 3.8 5.1 5.5 0.4 1.7 2.6 6.8 0.5 82.2 100.5 96.4 7.8 172.1 238.3 271.9 21.9 810.5 1,074.9 1,243.4 100.0
220.1 18.2 5.1 109.3 92.1 17.9 108.5 41.7 3.3 0.5 7.1 83.1 212.7 919.6
176.6 14.8 3.5 96.6 78.8 12.6 82.8 40.4 2.2 0.5 5.1 67.4 145 726.3
245 303.7 26.5 19.7 19.6 1.7 4.6 5.6 0.5 117.7 134.7 11.8 92.7 110.2 9.6 19.3 26.2 2.3 100.8 125.9 11.0 53.1 65.6 5.7 3.0 3.7 0.3 1.1 1.2 0.1 6.1 7.2 0.6 85.6 102.4 8.9 215.3 238.9 20.9 964.0 1,144.9 100.0
2009
2010
2011
Sumber: ASEAN Sekretariat 34
2011
2011 (%)
Gambar-10 dan Gambar-11 menyajikan jenis komoditas yang diperdagangkan antara ASEAN dengan Uni Eropa dengan klasifikasi Standard International Trade Classification (SITC). Terlihat bahwa perdagangan ekspor Uni Eropa ke ASEAN (Gambar-10) didominasi oleh komoditas hasil manufaktur, seperti: machinery and transport equipment (SITC-7), chemical and related prod, n.e.s. (SITC-5), manufactured goods classified chiefly by material (SITC-6), dan miscellaneous manufactured articles (SITC-8). Total keempat komoditas ini sudah mencapai 82,7% dari total ekspor Uni Eropa ke ASEAN. Gambar-10: Komoditas Ekspor Uni Eropa ke ASEAN 2012
Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013 Sementara, komoditas impor Uni Eropa dari ASEAN adalah sebagaimana dalam Gambar-11. Impor Uni Eropa dari ASEAN didominasi juga oleh produk manufaktur yang sama dengan komoditas ekspornya, yaitu: machinery and transport equipment (SITC-7), miscellaneous manufactured articles (SITC-8), dan chemical and related prod, n.e.s. (SITC-5). Ketiga komoditas ini mencapai porsi 74,5% dari total impor Uni Eropa dari ASEAN. Di samping itu, Uni Eropa juga mengimpor dari ASEAN komoditas food and live animals (SITC-0) dalam jumlah yang cukup besar, yaitu dengan proporsi setara 7,4% dari total impornya.
35
Gambar-11: Komoditas Impor Uni Eropa dari ASEAN 2012
Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013 Lebih detail, Gambar-12 mengilustrasikan nilai perdagangan Uni Eropa dengan Negara-negara ASEAN pada tahun 2010 dalam juta EUR. Singapore merupakan negara ASEAN yang memiliki nilai perdagangan yang tertinggi dengan Uni Eropa, walau pun Singapore mengalami defisit neraca perdagangan (kata lain bahwa Uni Eropa mengalami surplus neraca perdagangan dengan Singapore). Gambar-12: Perdagangan EU dengan negara ASEAN 2010 (EUR million)
Sumber: Eurostat, diakses 7 November 2013 36
Sementara Indonesia berada dalam peringkat ke-4 setelah Malaysia dan Thailand. Hampir semua negara ASEAN mengalami surplus neraca perdagangan dengan Uni Eropa, kecuali Singapore dan Brunei Darussalam. Namun demikian nilai perdagangan lebih didominasi oleh Negara ASEAN-6, sementara nilai perdagangan negara sisanya, yaitu: Cambodia, Laos, Brunei, dan Myanmar relatif sangat kecil. Dalam Tabel-10 dan Tabel-11 disajikan lebih detail tabel silang jenis komoditas dan nilai perdagangan (ekspor dan impor) Uni Eropa dengan setiap negara di ASEAN secara individual atau pun secara keseluruhan. Dengan kedua tabel ini, terlihat nilai kepentingan setiap negara ASEAN terhadap Uni Eropa dalam hal isu hubungan kerja sama perdagangan. Misalnya, dalam hubungan Uni Eropa dengan Indonesia maka terlihat bahwa Indonesia berkepentingan atas impor komoditas machinery and transport equipment (SITC-7) dan chemicals and related products, n.e.s. (SITC-5) dari Uni Eropa (ekspor Uni Eropa ke Indonesia).
11,243
3,736
24,042
9,992
4,672
60,634
100.0%
0: Food and live animals
4
331
13
1
4
383
400
415
470
431
2,451
4.0%
1: Beverages and tobacco
1
24
6
3
3
94
35
912
83
63
1,223
2.0%
2: Crude materials, inedible, except fuels
1
417
1
0
1
205
55
102
352
262
1,395
2.3%
3: Mineral fuels, lubricants and related mat.
0
18
1
:
0
44
6
1,348
45
8
1,470
2.4%
4: Animal and vegetable oils, fats and waxes
0
7
0
0
0
10
22
9
14
2
65
0.1%
5: Chemicals and related products, n.e.s.
13
1,052
36
5
21
1,299
644
3,329
1,796
767
8,962
14.8%
6: Manuf. goods classified chiefly by material
121
774
41
26
5
1,047
383
2,118
1,549
553
6,616
10.9%
7: Machinery and transport equipment
72
3,214
48
60
37
7,067
1,852
13,142
4,560
2,233
32,283
53.2%
8: Miscellaneous manufactured articles
22
290
7
6
11
825
273
2,128
743
269
4,574
7.5%
3
88
1
1
0
183
36
245
196
43
795
1.3%
9: Commodities and transactions n.e.c.
Sumber: Eurostat, diakses 7 November 2013
37
Vietnam
83
Thailand
101
Singapore
153
Malaysia
6,372
Total
Indonesia
238
Brunei
Myanmar
Share in EU-27 exports to ASEAN
Laos
ASEAN
Cambodia
Philippines
Table -10: Komoditas Ekspor EU ke Negara ASEAN 2010 (juta EUR)
Indonesia juga berkepentingan dari sisi ekspor ke Uni Eropa (impor Uni Eropa dari Indonesia) dalam bentuk komoditas: miscellaneous manufactured articles (SITC-8), machinery and transport equipment (SITC-7), animal and vegetable oils, fats and waxes (SITC-4), crude materials, inedible, except fuels (SITC-2), dan manufacturing goods classified chiefly by material (SITC-6).
161
20,701
5,379
18,704
17,212
9,431
86,374
100.0%
0: Food and live animals
0
932
30
40
20
233
243
81
2,406
1,954
5,939
6.9%
1: Beverages and tobacco
:
105
0
1
0
4
22
14
36
4
185
0.2%
2: Crude materials, inedible, except fuels
0
1,844
1
1
0
994
127
162
790
203
4,123
4.8%
3: Mineral fuels, lubricants and related mat.
0
736
:
:
:
176
0
836
10
7
1,765
2.0%
4: Animal and vegetable oils, fats and waxes
:
2,055
0
:
:
1,160
387
32
21
0
3,655
4.2%
5: Chemicals and related products, n.e.s.
0
943
3
1
0
711
52
7,417
607
65
9,798
11.3%
6: Manuf. goods classified chiefly by material
3
1,708
9
2
2
935
221
284
1,536
758
5,457
6.3%
7: Machinery and transport equipment
2
2,077
48
0
0
13,837
3,717
8,490
8,208
1,439
37,818
43.8%
8: Miscellaneous manufactured articles
3
3,232
787
125
137
2,353
596
1,223
3,497
4,985
16,937
19.6%
9: Commodities and transactions n.e.c.
1
12
0
0
1
50
13
139
82
15
312
0.4%
Brunei
Vietnam
170
Thailand
877
Singapore
13,729
Total
Malaysia
Myanmar
8
Indonesia
Laos
ASEAN
Share in EU-27 imports from ASEAN
Cambodia
Philippines
Table -11: Komoditas Impor EU dari Negara ASEAN 2010 (juta EUR)
Sumber: Eurostat, diakses 7 November 2013
Sekilas GTAP Model Untuk melakukan analisis dampak liberalisasi perdagangan antara ASEAN (Indonesia) dengan Uni Eropa akan digunakan alat bantu model ekonomi. Model ekonomi ini telah sangat dikenal sebagai suatu model yang didesain secara spesifik untuk analisis liberalisasi perdagangan dunia. Model tersebut ialah Model Global Trade Analysis Project (GTAP). Model ini merupakan model ekonomi dalam rumpun model multiregional Computable General Equilibrium (CGE), berbasis data input-output (IO) transaksi perdagangan antarnegara. Database GTAP versi terbaru (GTAP v.8 dipublikasi pada Maret 2012) 38
mengakomodasi transaksi 57 jenis komoditas dari 129 negara di dunia. Model GTAP
ini
tersedia
bagi
publik
(silakan
merujuk
ke
www.gtap.agecon.purdue.edu) dan telah banyak digunakan dalam berbagai literature kajian perdagangan dunia. Detail tentang model GTAP dan pemanfaatannya telah terdokumentasi dalam Hertel (1997). Untuk kebutuhan analisis, dilakukan modifikasi atas Database GTAP v.8 untuk mengagregasi klasifikasi atau pengelompokkan negara. Agregasi ini dilakukan untuk mengurangi jumlah negara yang ada dalam rangka penyederhanaan model dan mempermudah simulasi serta analisis hasil simulasinya agar lebih fokus kepada negara-negara yang dianalisis saja. Agregasi yang dilakukan terhadap klasifikasi negara, ialah sebagaimana dalam Tabel-12. Tabel-12: Klasifikasi regional/negara No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Code IDN MYS PHL SGP THA VNM R_SEA FRA DEU GBR NLD TUR R_EU CHN JPN KOR IND Oceania EastAsia SouthAsia NAmerica LatinAmer MENA SSA RestofWorld
Description Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand Vietnam Rest of Southeast Asia France Germany United Kingdom Netherlands Turkey Rest of European Union China Japan South Korea India Australia, New Zealand East Asia South Asia North America Latin America Middle East and North Africa Sub-Saharan Africa Rest of World
Sumber: Agregasi database GTAP v.8 39
Sedangkan Tabel-13 menyajikan 57 jenis komoditas yang diperdagangkan, dalam database GTAP v.8. Klasifikasi ini merujuk standar klasifikasi komoditas atau industri sebagaimana yang digunakan dalam standar penyusunan Tabel IO yang digunakan di seluruh dunia. Klasifikasi ini sedikit berbeda dengan klasifikasi SITC yang biasa digunakan dalam data-data statistic perdagangan dunia, namun demikian masih dapat digunakan dengan baik untuk kebutuhan analisis ini. Tabel-13: Klasifikasi jenis komoditas/industri Kode
Sektor
Kode
Sektor
1 pdr
Paddy rice
30 lum
Wood products
2 wht
Wheat
31 ppp
Paper products, publishing
3 gro
Cereal grains nec
32 p_c
Petroleum, coal products
4 v_f
Vegetables, fruit, nuts
33 crp
Chemical,rubber,plastic prods
5 osd
Oil seeds
34 nmm
Mineral products nec
6 c_b
Sugar cane, sugar beet
35 i_s
Ferrous metals
7 pfb
Plant-based fibers
36 nfm
Metals nec
8 ocr
Crops nec
37 fmp
Metal products
9 ctl
Cattle,sheep,goats,horses
38 mvh
Motor vehicles and parts
10 oap
Animal products nec
39 otn
Transport equipment nec
11 rmk
Raw milk
40 ele
Electronic equipment
12 wol
Wool, silk-worm cocoons
41 ome
Machinery and equipment nec
13 frs
Forestry
42 omf
Manufactures nec
14 fsh
Fishing
43 ely
Electricity
15 coa
Coal
44 gdt
Gas manufacture, distribution
16 oil
Oil
45 wtr
Water
17 gas
Gas
46 cns
Construction
18 omn
Minerals nec
47 trd
Trade
19 cmt
Meat: cattle,sheep,goats,horse
48 otp
Transport nec
20 omt
Meat products nec
49 wtp
Sea transport
21 vol
Vegetable oils and fats
50 atp
Air transport
22 mil
Dairy products
51 cmn
Communication
23 pcr
Processed rice
52 ofi
Financial services nec
24 sgr
Sugar
53 isr
Insurance
25 ofd
Food products nec
54 obs
Business services nec
26 b_t
Beverages and tobacco products
55 ros
Recreation and other services
27 tex
Textiles
56 osg
PubAdmin/Defence/Health/Educat
28 wap
Wearing apparel
57 dwe
Dwellings
29 lea
Leather products
Sumber: GTAP Database v.8
40
Untuk memberikan gambaran ringkas tentang model ekonomi yang digunakan, maka berikut ini adalah beberapa fitur dasar dalam Model GTAP (Hertel & Tsigas, 1997; Gilbert, 2001) dan asumsi-asumsi yang digunakan, diantaranya: a.Model ini mendeskripsikan perekonomian dunia (global) yang terdiri atas beberapa wilayah ekonomi, baik itu berupa negara atau pun kawasan, sebagaimana telah dijelaskan dalam klasifikasi regional/negara dalam Tabel-12. Setiap regional/negara memiliki banyak produsen yang dikelola oleh rumah tangga regional (regional household) dalam pengambilan keputusan terkait perilaku dalam konsumsi privat (private consumption) dan publik (public consumption) serta tabungan (saving). Setiap perekonomian memiliki struktur teoretis yang sama tetapi berbeda dalam besaran dan parameternya. b. Asumsi yang digunakan dalam Model GTAP standar ini adalah bahwa pasar dalam kondisi persaingan sempurna (perfect competition) serta fungsi produksi yang constant return to scale (CRS). Model GTAP standar ini juga masih comparative statis, artinya hanya melihat perubahan atau dampak dengan membandingkan kondisi tanpa ada shock simulasi dengan kondisi setelah adanya shock simulasi, dengan mengasumsikan kondisi ceteris paribus. Selain itu, perdagangan internasional terjadi untuk komoditas yang terdiferensiasi dengan mengikuti asumsi Armington (Armington, 1969); produsen meminimasi biaya dengan memilih membeli material dari domestik atau pasar internasional mana yang menyediakan harga lebih murah. c. Rumah tangga regional (regional household) ialah entitas yang memiliki faktor produksi dan menentukan pemajakan bagi entitas lain, serta yang menentukan pembuatan keputusan dalam belanja konsumsi. Rumah tangga regional mengalokasikan pendapatannya ke dalam tigal hal: belanja privat, belanja publik dan tabungan. Regional household dapat memajaki konsumsi privat, konsumsi publik, dan produsen.
41
d. Model dibangun untuk memiliki karakteristik berikut: (1) agen ekonomi melakukan transaksi melalui pasar, (2) dalam transaksi di pasar penjual, harga agen merupakan harga penjual dan harga pasar merupakan harga penjual plus pajak, (3) dalam transaksi di pasar pembeli, harga agen merupakan harga pembeli dan harga pasar merupakan harga pembeli minus pajak, (4) dalam perekonomian terbuka, juga terdapat harga internasional (world prices). e.Di dalam perekonomian terbuka, maka setiap agen melakukan kegiatan ekpor dan impor. Perusahaan mengekspor barang jadi (final goods) dan bahan baku (intermediate goods) serta mengimpor bahan baku (intermediate goods). Regional household memajaki impor dan ekspor. Tabungan disimpan di global banks, kemudian global banks mendanai investasi. Sektir transportasi memperoleh pendapatan dari selisih antara harga free on board (FOB) dan cost insurance and freight (CIF). Gambar-13 berikut ini memberikan ilustrasi grafis hubungan antara agen ekonomi dalam perekonomian terbuka multiregional (Multi-regions Open Economy). Kemudian hubungan-hubungan ini direpresentasikan dengan persamaan-persamaan matematis berdasarkan basis teori-teori ekonomi, baik itu teori ekonomi mikro, teori ekonomi makro, maupun teori perdagangan internasional. Berbagai persamaan perilaku tersebut (behavioral equations) akan digunakan untuk menentukan reaksi atas perubahan dalam shock simulasi dengan membaca database model yang dibangun atas data-data dari tabel IO antarnegara. Lebih detail tentang Model GTAP dapat merujuk kepada buku-buku karya Hertel (1997) dan Burfisher (2011) yang menyajikan kerangka dasar teoretis pengembangan model, deskripsi persamaan perilaku dalam model dan contoh-contoh analisis dengan menggunakan model ini.
42
Gambar-13: Ilustrasi Grafis Multi-Regions Open Economy
Sumber: Brockkmeier (1996)
Komparasi Tarif Dasar ASEAN-EU: Database GTAP v.8 Sebelum melakukan analisis hasil simulasi, ada baiknya untuk melihat lebih dahulu kondisi dasar tarif impor antarnegara dalam database GTAP v.8 ini. Dengan melihat ini, akan terlihat kondisi awal hubungan kebijakan perdagangan antarnegara yang direpresentasi dengan besaran tarif yang ada. Proses
liberalisasi
perdagangan
pada
hakekatnya
ialah
merupakan
penghapusan tarif perdagangan antarnegara ini. Pemahaman terhadap kondisi
43
awal ini akan membantu dalam proses menganalisis dampak yang terjadi ketika dilakukan liberalisasi perdagangan atau kebijakan penghapusan tarif bersama. Tabel-14 menggambarkan tarif impor Indonesia dari negara mitra. Dari tabel, terlihat bahwa Indonesia masih melindungi banyak kepentingannya dari Singapore (SGP). Tercermin dengan masih banyaknya tarif impor barang dari Singapore yang diatas 5% (ditandai dengan arsiran warna merah). Sementara, tarif impor dari negara ASEAN lainnya seperti: Malaysia (MYS), Phillipinnes (PHL), Thailand (THA) dan Vietnam (VNM) sudah tinggal sedikit yang diatas 5%. Misalnya, Indonesia sangat melindungi diri dari impor komoditas beverages and tobacco products (b_t) dari Singapore dengan masih mengenakan tarif impor yang sangat tinggi, rata-rata 73.03%. Tabel-14: Tarif impor Indonesia dari negara mitra rTMS
R_SEA
R_EU
MYS
PHL
SGP
THA
VNM
FRA
DEU
GBR
NLD
TUR
1 pdr
0.00
8.38
0.00
0.00
0.00
10.20
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
4 v_f
0.00
4.46
0.00
0.00
5.29
0.00
0.00
4.97
4.89
3.92
7.25
4.71
8 ocr
0.00
4.97
0.07
2.01
5.25
2.67
0.29
4.60
4.95
4.83
6.71
4.99
19 cmt
1.01
2.42
0.00
0.00
5.17
0.00
0.00
5.69
5.14
7.50
0.00
0.00
20 omt
0.87
1.10
0.46
1.80
5.20
0.49
0.00
5.79
3.24
0.34
5.73
0.00
21 vol
1.45
1.99
0.25
0.00
3.11
0.01
0.00
7.25
2.65
6.83
4.69
1.61
23 pcr
1.10
2.39
10.52
0.00
11.37
10.36
8.04
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
24 sgr
3.97
0.48
16.86
18.37
15.06
21.31
24.28
0.00
11.78
0.00
11.78
0.00
25 ofd
0.09
9.77
10.99
1.90
6.05
3.32
0.84
8.25
10.29
10.05
26.37
4.98
26 b_t
12.78
55.17
20.95
4.58
73.03
4.72
10.86
45.38
35.58
17.30
41.34
123.29
27 tex
2.80
8.19
1.32
2.52
10.00
0.93
1.88
8.94
6.41
6.63
7.42
10.39
28 wap
3.23
12.77
2.11
2.47
14.03
3.85
3.43
14.65
13.66
14.66
14.42
14.70
29 lea
5.21
4.73
2.49
2.80
0.00
1.17
1.59
12.38
5.29
7.10
3.22
9.17
30 lum
0.10
5.34
0.46
4.69
6.74
2.43
0.93
5.41
2.66
9.33
6.91
9.13
31 ppp
4.55
3.12
3.78
4.22
5.00
3.39
4.56
6.13
2.75
6.23
7.00
6.75
33 crp
2.76
7.38
2.04
1.99
7.68
2.57
2.30
6.02
4.65
4.84
5.36
1.66
34 nmm
3.48
6.98
1.08
3.76
7.62
2.77
3.71
5.89
5.24
6.13
4.99
6.38
35 i_s
0.14
5.28
2.72
1.80
0.00
3.11
4.00
7.57
6.24
4.05
1.73
0.10
37 fmp
4.26
4.84
2.55
1.96
9.69
3.06
3.40
9.25
7.46
5.50
7.62
10.36
38 mvh
8.01
14.83
3.25
4.83
40.29
4.34
3.94
17.01
21.14
21.98
14.58
6.76
39 otn
0.00
0.32
0.84
0.13
4.58
2.65
0.07
0.01
0.04
9.23
0.08
0.01
41 ome
0.34
3.11
0.97
1.00
2.37
1.34
1.18
4.39
3.16
6.67
2.35
5.04
42 omf
2.14
10.43
3.80
2.21
10.73
3.29
3.56
10.36
5.66
10.81
8.09
11.88
Sumber: GTAP Database v.8 44
Selain itu, tarif impor Indonesia dari negara-negara Uni Eropa seperti: Perancis (FRA), Germany (DEU), Inggris (GBR), dan Belanda (NLD) masih banyak yang diatas 5%. Termasuk untuk negara-negara Uni Eropa lainnya (R_EU), yang diarsir masih relative banyak artinya masih banyak komoditas impor dari negara ini yang dikenai tarif impor diatas 5%. Termasuk juga impor dari negara Turkey (TUR). Tabel-15: Tarif impor negara mitra dari Indonesia rTMS
R_SEA
R_EU
MYS
PHL
SGP
THA
VNM
FRA
DEU
GBR
NLD
TUR
1 pdr
0.00
11.48
40.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3 gro
0.05
0.02
0.00
7.73
0.00
3.84
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
4 v_f
0.13
2.36
2.04
4.69
0.00
54.06
4.87
1.31
0.32
0.29
1.41
31.18
5 osd
0.33
0.00
0.00
4.82
0.00
26.69
1.52
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
8 ocr
0.55
1.72
4.97
4.62
0.00
27.18
9.11
0.67
1.27
0.41
2.39
64.94
9 ctl
1.47
4.31
0.00
2.50
0.00
4.04
0.00
0.00
3.92
3.85
0.00
15.00
10 oap
2.24
2.36
0.00
0.00
0.00
27.40
0.64
4.49
0.09
0.97
5.27
180.00
12 wol
0.00
0.02
0.00
0.00
0.00
9.85
0.00
0.00
0.01
0.00
0.00
0.00
13 frs
0.22
0.05
0.00
0.00
0.00
18.46
3.44
0.05
0.13
0.02
0.39
2.10
14 fsh
0.15
2.69
0.00
3.00
0.00
5.81
2.81
1.69
2.65
2.51
4.35
19.86
18 omn
12.77
0.00
0.09
2.99
0.00
1.85
0.18
0.03
0.00
0.00
0.00
0.00
19 cmt
7.75
0.00
0.00
2.76
0.00
0.00
0.00
77.69
0.00
0.00
0.00
0.00
20 omt
12.74
17.73
0.00
10.26
0.00
31.97
0.00
8.06
12.28
11.97
7.83
0.00
21 vol
1.03
5.29
0.00
3.89
0.00
5.99
3.42
4.48
5.37
3.04
0.00
17.90
22 mil
1.95
5.46
0.00
2.51
0.00
25.39
4.97
66.60
90.15
38.13
0.00
0.00
23 pcr
3.82
1.63
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
33.56
0.00
33.56
0.00
25 ofd
1.25
11.24
1.31
3.26
0.00
8.83
4.84
5.19
11.78
6.28
9.55
32.88
26 b_t
10.29
15.67
69.60
3.29
0.00
51.34
75.67
13.89
16.93
19.03
16.77
22.96
27 tex
4.65
5.98
0.01
3.65
0.00
5.35
2.68
8.70
7.86
7.82
7.86
4.70
28 wap
2.84
8.80
0.05
4.96
0.00
39.32
4.95
8.96
9.12
9.14
8.84
9.00
29 lea
5.39
4.41
1.00
4.54
0.00
13.48
3.74
5.45
4.86
5.16
5.68
5.69
30 lum
5.25
1.11
0.31
4.62
0.00
10.39
2.37
0.44
0.80
0.83
0.62
0.78
32 p_c
1.53
0.00
0.27
1.04
0.00
7.46
18.09
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
34 nmm
1.53
2.24
1.52
3.41
0.00
12.83
3.21
2.93
2.21
3.78
2.21
3.82
37 fmp
1.30
0.16
3.86
4.15
0.00
12.93
1.56
0.34
0.40
0.98
0.17
0.39
38 mvh
17.80
0.32
0.67
4.31
0.00
24.07
13.58
1.74
0.12
0.04
0.73
0.00
42 omf
4.58
0.14
0.38
2.02
0.00
27.68
4.45
0.15
0.09
0.22
0.17
0.06
Sumber: GTAP Database v.8 Tabel-15 menggambarkan dari sisi yang sebaliknya, yaitu tarif impor yang dipasang oleh negara-negara mitra terhadap impor komoditas dari Indonesia. Terlihat hanya satu yang sangat menonjol, yaitu Thailand (THA) masih sangat 45
melindungi kepentingan domestiknya terhadap impor komoditas dari Indonesia. Tercermin dengan masih banyaknya tarif impor dari Indonesia yang diatas 5%. Sementara untuk negara-negara lainnya, baik itu dari negara ASEAN atau Uni Eropa, sudah relatif sedikit.
Simulasi dan Analisis Simulasi yang akan dilakukan dengan menggunakan Model GTAP ialah dengan melakukan shock kebijakan liberalisasi penuh di seluruh negara ASEAN dan Uni Eropa. Dari simulasi yang dilakukan maka akan dianalisis dampaknya terhadap perekonomian negara-negara di ASEAN dan Uni Eropa dalam beberapa aspek, diantaranya ialah dampak terhadap volume perdagangan (ekspor dan impor), investasi, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga. Selain itu juga akan dilihat dampak kepada faktor produksi secara lebih detail yaitu menurut lima kategori: Land, Unskilled Labor (UnSkLab), Skilled Labor (SkLab), Capital, dan Natural Resources (NatRes). Dan terakhir dilihat dampak detail dampak terhadap ekspor dan impor komoditas menurut sektor. Empat tabel berikut secara berturut-turut menyajikan ikhtisar hasil simulasi tersebut. Tabel-16 menyajikan dampak arus perdagangan, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan investasi atas liberalisasi penuh ASEAN-Uni Eropa. Terlihat bahwa secara umum liberalisasi perdagangan membawa dampak positif bagi peningkatan arus perdagangan dan ekonomi, tidak hanya bagi negara-negara di ASEAN tetapi juga bagi negara-negara di Uni Eropa. Benefit liberalisasi ini tentu tidak dibagi merata antarnegara. Banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain: (1) kondisi struktur tarif impor sebelum liberalisasi, (2) struktur kekuatan produksi untuk menghasilkan komoditas yang berbeda-beda antarnegara,
46
(3) struktur kebutuhan input bagi produksi yang berbeda, (4) struktur kebutuhan konsumsi yang berbeda, dan (5) faktor struktur interaksi antarnegara, serta (6) faktor daya saing yang direpresentasikan dengan harga domestik dan harga internasional untuk suatu komoditas tertentu. Sebagai contoh, dampak arus perdagangan bagi Indonesia menghasilkan pengaruh peningkatan nilai perdagangan yang cukup besar, baik dari sisi ekspor maupun impor. Namun demikian, dampak dari sisi impor lebih besar dari sisi ekspor (Lihat Tabel-16). Hal ini dapat disebabkan oleh factor-faktor tersebut di atas. Namun yang kasat mata ialah bahwa struktur tarif sebelum liberalisasi yang masih cukup besar untuk impor ke Indonesia dari negara mitra (Lihat kembali Tabel-14) dibanding dengan impor negara-negara mitra dari Indonesia (Lihat kembali Tabel-15). Untuk faktor-faktor yang lain harus dilakukan penelusuran lebih lanjut yang memerlukan data-data tambahan yang relevan. Tabel-16: Dampak Arus Perdagangan, GDP, Kesejahteraan dan Investasi Export
Import
GDP
HHINC
INV
(USD million)
(USD million)
(%)
(%)
(%)
IDN
1,991.59
2,704.08
0.51
0.54
0.08
MYS
1,626.36
2,551.14
0.21
0.30
0.19
PHL
759.00
1,172.02
(0.22)
(0.21)
0.12
SGP
666.86
2,106.44
1.79
1.92
0.14
THA
2,230.31
4,359.91
1.48
1.73
0.28
VNM
1,277.49
2,928.67
2.53
2.79
0.71
R_SEA
410.88
588.77
(0.40)
(0.37)
0.26
FRA
937.81
824.81
0.00
0.00
0.00
DEU
674.38
749.00
0.02
0.02
0.00
GBR
686.88
846.44
0.03
0.03
0.00
NLD
173.91
144.72
0.03
0.03
0.00
1,667.00
1,528.75
0.01
0.01
(0.00)
R_EU
Sumber: Hasil analisis 47
Arus perdagangan yang meningkat akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat hampir untuk semua negara, kecuali Philipinnes (PHI) dan negara lainnya di Asia Tenggara (R_SEA). Dari besaran persentase perubahan, lima negara utama di ASEAN – Indonesia (IDN), Malaysia (MYS), Singapore (SGP), Thailand (THA), dan Vietnam (VNM) – memperoleh persentase kenaikan lebih tinggi dibanding dengan negaranegara di Uni Eropa. Aliran investasi pun terjadi dengan kenaikan persentasi investasi lebih tinggi terjadi di negara-negara ASEAN, sementara persentasi perubahan investasi di negara-negara Uni Eropa relatif sangat kecil. Indonesia pun mendapat kenaikan invetasi, walaupun dengan persentase perubahan yang lebih kecil relatif dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Tabel-17: Dampak Pendapatan Faktor Relatif Terhadap Inflasi (%) Land
UnSkLab
SkLab
Capital
NatRes
IDN
-0.487
0.631
0.485
0.492
-1.773
MYS
1.807
1.494
1.379
1.515
-0.574
PHL
-8.268
0.827
0.926
1.176
1.185
SGP
9.216
0.905
0.736
0.875
-0.531
THA
8.697
1.483
1.237
1.311
0.658
VNM
2.032
3.895
3.295
3.995
-4.996
R_SEA
2.038
2.199
2.120
2.119
-1.532
FRA
-0.364
0.026
0.029
0.030
0.097
DEU
-0.150
0.020
0.024
0.026
0.107
GBR
-0.812
0.027
0.029
0.030
0.078
NLD
-0.031
0.030
0.029
0.030
-0.018
R_EU
-0.426
0.016
0.023
0.022
0.098
Sumber: Hasil analisis Tabel-17 menyajikan dampak pendapatan bagi faktor produksi untuk setiap negara ASEAN dan Uni Eropa. Sebagaimana terlihat dengan mudah bahwa dampak ke negara-negara ASEAN relatif lebih besar daripada ke negara-
48
negara Uni Eropa. Dampaknya pun bervariatif antarnegara. Yang menonjol, misalnya Thailand yang mendapat dampak kenaikan positif untuk semua pendapatan faktor produksinya dengan nilai persentasi kenaikan yang lumayan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam proses liberalisasi ini, Thailand memiliki keunggulan yang merata dari sisi komoditas atau industrinya. Merata dalam pengertian bahwa perubahan struktur produksi untuk menghasilkan komoditas tambahan dalam perubahan liberalisasi memberikan dampak yang positif bagi semua faktor produksi yang dibutuhkan. Misalnya kenaikan produksi sektor pertanian sebagai akibat kenaikan permintaan dunia, akan mendorong peningkatan pendapatan dari faktor produksi tanah (Land), karena sektor pertanian merupakan sektor yang mengandalkan tanah sebagai salah satu faktor produksi utamanya. Ini juga memberikan gambaran dampak keseluruhan atas keunggulan komparatif suatu negara yang merupakan akumulasi keseluruhan komoditas yang dihasilkan dalam interaksi perdagangan internasional. Dalam kasus ini yang dilihat ialah perdagangan internasional antarnegara ASEAN dan Uni Eropa. Perubahan dalam skema perdagangan ASEAN-Uni Eropa memberikan dampak langsung terhadap negara-negara ini. Sementara interaksi negaranegara ASEAN-Uni Eropa dengan negara-negara di luar itu memberikan dampak tidak langsung. Semua ini terangkai dalam persamaan behavioural model yang mendefinisikan database perdagangan internasional negaranegara di dunia. Indonesia, dalam proses liberalisasi perdagangan ASEAN-EU mendapatkan keuntungan dari peningkatan pendapatan faktor produksi tenaga kerja - baik terampil (SkLab) maupun tidak terampil (UnSkLab) dan kapital, akan tetapi mengalami penurunan pendapatan dari faktor produksi tanah dan sumber daya alam (NatRes). Tabel-18 dan Tabel-19 berikut ini menyajikan dampak hasil simulasi terhadap ekspor
dan
impor
sektoral
untuk
masing-masing
negara.
Untuk
mempermudah analisis, diberikan arsir warna merah untuk dampak persentasi kenaikan >10% dan arsir warna hijau untuk dampak persentasi 49
penurunan >10%, untuk dampak ekspor (Tabel-18); diberikan arsir warna merah untuk dampak persentasi kenaikan >6% dan arsir warna hijau untuk dampak persentasi penurunan >6%, untuk dampak impor (Tabel-19). Untuk mempermudah penyajian karena keterbatasan ruang, dampak yang relatif kecil tidak ditampilkan di dalam Tabel. Tabel-18: Dampak Ekspor Sektoral (FOB weights, %) qxw
R_SEA
R_EU
IDN
MYS
PHL
SGP
pdr
13.7
-7.7
c_b
2.3
1.7
22.6
32.1
146.5
-29.3
10.0
-13.0
12.5
-12.2
ocr
16.8
0.7
3.5
4.2
43.2
11.4
ctl
8.1
rmk
7.6
0.0
2.8
-0.1
8.4
0.1
-1.4
-2.7
13.6
wol
11.2
-0.8
-0.8
-10.7
53.3
gas
-0.2
0.0
-0.2
-0.8
cmt
26.4
0.5
9.2
11.9
omt
-2.8
-1.0
58.2
mil
27.4
0.6
16.7
pcr
17.3
-11.9
sgr
45.7
ofd
2.6
b_t
THA
VNM
FRA
DEU
GBR
NLD
26.9
16.2
-4.1
-7.2
-7.5
-10.8
-27.2
-13.6
0.0
-0.1
0.0
-0.2
-0.1
-5.7
0.7
1.9
0.6
0.0
-3.2
-13.4
-12.1
-0.1
-0.1
0.1
0.1
-16.3
-36.5
-10.4
0.0
-0.1
0.1
-0.4
-20.2
-50.3
-18.4
-0.7
-0.8
-0.7
-1.0
-3.4
-0.9
90.7
105.4
0.0
0.0
0.0
0.0
8.9
1.7
22.2
3.4
0.2
0.6
1.4
0.8
-1.3
31.0
21.0
34.5
-6.6
-0.3
-1.1
-0.2
-1.6
7.1
4.8
0.9
11.5
24.1
0.9
0.4
0.5
1.2
10.5
20.3
22.1
9.9
1.4
15.6
-7.3
-8.9
-10.8
-2.2
-0.3
0.2
14.9
19.4
23.5
12.1
15.4
-0.4
0.0
-0.1
-0.3
-0.1
5.0
10.8
12.1
2.6
5.1
0.8
-0.3
-0.3
-0.1
0.3
0.9
0.1
8.8
26.4
35.4
33.7
5.2
2.9
0.4
0.1
0.8
0.1
tex
3.5
-0.3
10.2
11.5
7.2
19.9
5.7
6.6
0.3
-0.1
0.3
-0.8
wap
5.4
-0.6
10.6
10.6
5.2
11.4
9.2
10.7
-0.5
-0.6
-0.2
-1.4
lea
3.1
-1.6
12.6
19.5
4.9
7.0
9.3
25.2
-0.9
-1.1
-1.1
-2.5
lum
3.3
0.1
-2.0
-0.7
0.2
15.8
-2.1
-8.6
0.2
0.2
0.3
0.2
ppp
2.7
0.2
-1.0
5.9
4.4
18.4
-1.1
-2.9
0.3
0.1
0.3
0.2
p_c
-0.1
0.0
0.7
2.6
3.5
2.8
8.2
24.8
0.1
0.0
0.0
0.0
fmp
10.3
0.2
3.4
8.2
2.9
31.2
-2.6
2.0
0.3
0.3
0.8
0.4
mvh
22.4
-0.1
13.5
11.6
23.3
49.1
13.1
3.3
0.0
0.0
0.0
1.1
otn
7.8
0.7
3.6
1.7
0.9
-3.5
20.2
7.6
0.1
-0.5
0.3
-0.4
ome
14.3
0.1
0.8
1.6
-0.5
1.8
-1.9
-4.8
0.2
0.1
0.3
0.0
omf
18.0
2.1
-1.8
1.8
-0.9
6.6
8.4
-5.1
0.6
0.0
0.6
0.0
ely
12.2
0.0
-1.0
-2.1
-1.8
-3.5
-4.8
-14.3
0.1
0.0
-0.1
0.0
gdt
-4.2
0.1
-3.5
-3.9
-1.8
-1.0
-8.3
-19.4
0.1
0.0
0.1
0.0
wtr
-1.8
0.2
-3.0
-3.1
-2.0
-7.7
-8.4
-18.8
0.2
0.1
0.0
0.1
cmn
-3.1
0.1
-2.9
-2.9
-1.4
-6.4
-6.3
-12.5
0.1
0.1
0.0
0.0
ofi
-2.9
0.0
-3.0
-3.1
-1.6
-3.6
-6.4
-13.7
0.0
0.0
-0.1
-0.1
Sumber: Hasil analisis Dari Tabel-18 terlihat bahwa Indonesia (IDN) tidak memiliki dampak penurunan ekspor yang nilainya >10%, tetapi tidak terlalu banyak pula yang 50
memiliki dampak kenaikan >10%. Secara berurut dari dampak yang terbesar adalah: meat products nec. (omt), paddy rice (pdr), dairy products (mil), motor vehicles and parts (mvh), leather products (lea), wearing apparel (wap), processed rice (pcr), textiles (tex), dan sugar cane, sugar beet (c_b). Namun demikian, dampak kenaikan yang cukup besar dari sisi ekspor untuk komoditas padi (paddy rice) dan beras atau olahannya (processed rice) secara pemodelan, akan sulit dilakukan secara factual, mengingat kebutuhan untuk menjaga ketahanan pangan dan padi/beras merupkan staple food utama masyarakat Indonesia. Disamping itu, dampak ekspor sektoral juga terlihat lebih banyak dinikmati bagi negara-negara ASEAN dibandangkan dengan dampaknya bagi negaranegara Uni Eropa. Dampak bagi negara-negara ASEAN walaupun bervariasi tetapi secara besaran prosentase terlihat relatif merata. Tabel-19 menyajikan gambaran dampak sektoral dari sisi impor. Terlihat pula bahwa dampak relatif lebih besar di negara-negara ASEAN dibandingkan dengan di negara-negara Uni Eropa. Bagi Indonesia (IDN), benefit dengan persentasi terbesar terjadi untuk penurunan impor komoditas sugar cane sugar beet (c_b). Sementara dampaknya terhadap kenaikan impor cukup modest. Yang cukup menonjol ialah kenaikan impor beras dan porduk olahannya (processed rice/pcr), ini kemungkinan dalam bentuk impor beras dengan kualitas tertentu atau produk olahan makanan berbahan baku utama beras. Thailand (THA) dan Vietnam (VNM) memiliki dampak impor sektoral yang cukup banyak serta dengan nilai persentase perubahan yang cukup besar. Sementara Philippines (PHL) memiliki variansi yang cukup mencolok, dari persentase penurunan impor sampai dengan kenaikan impor, dan dengan persentase yang cukup besar walaupun hanya melibatkan beberapa sektor/komoditas saja. Dampak impor untuk Singapore (SGP) relatif kecil, hal ini berbeda dengan dampak dari sisi ekspornya (Lihat kembali Tabel-18) yang memiliki variansi dampak yang cukup besar.
51
Tabel-19: Dampak Impor Sektoral (CIF weights, %) R_SEA
R_EU
IDN
MYS
PHL
SGP
THA
VNM
FRA
DEU
GBR
NLD
pdr
10.04
gro
-1.68
-2.52
1.09
84.54
-26.74
1.30
25.08
27.58
-0.70
-5.89
-3.53
-5.75
-0.07
-0.18
1.14
-0.94
1.27
19.51
0.90
0.06
-0.09
-0.14
-0.22
v_f
8.50
0.00
0.63
0.86
-1.99
1.41
11.14
4.24
0.08
0.00
0.01
0.01
c_b
-3.36
-0.20
-11.06
5.78
-6.13
2.17
5.68
4.44
2.18
-0.11
-0.07
-0.10
pfb
1.97
-0.27
6.95
2.82
-0.80
1.89
2.27
2.73
-0.15
-0.15
-0.03
-0.26
ocr
3.89
-0.10
2.41
2.06
0.12
1.64
25.33
8.84
-0.04
-0.11
0.01
0.11
ctl
3.38
-0.07
1.05
2.80
-3.44
0.53
13.30
5.92
0.20
0.15
-0.22
0.26
rmk
-0.52
0.03
0.86
1.67
-7.59
0.60
19.36
1.51
0.04
0.09
0.06
0.35
wol
1.79
-0.44
4.50
3.18
-0.54
0.77
28.00
7.80
-0.22
-0.27
-0.20
-0.30
frs
9.27
0.10
1.76
1.22
0.54
1.30
5.83
-4.66
0.10
0.06
0.05
0.04
coa
2.43
0.01
6.81
0.34
0.47
1.01
0.49
0.63
0.02
0.06
0.02
0.01
gas
4.78
0.01
-0.09
0.99
2.83
0.91
0.63
-52.74
0.02
0.02
0.02
-0.02
cmt
5.51
0.01
2.39
0.45
0.27
2.06
11.39
-0.41
1.92
0.08
0.11
-0.01
omt
10.29
0.28
3.70
3.23
6.28
1.32
13.89
10.48
1.02
0.36
1.37
0.93
mil
6.84
0.05
4.03
1.04
1.03
1.56
10.98
9.41
1.56
0.07
0.09
0.24
pcr
1.01
2.95
11.96
25.81
48.95
-0.25
11.66
17.34
1.02
-0.05
-0.20
0.05
sgr
4.77
-0.02
8.46
0.92
30.60
4.07
11.10
26.69
1.38
-0.19
0.01
0.36
ofd
9.25
0.31
6.44
2.37
3.52
2.19
6.43
8.56
0.54
0.43
0.47
0.44
b_t
4.83
0.03
8.83
19.60
1.54
1.20
23.30
12.92
0.26
0.07
0.08
0.06
tex
3.90
0.15
6.33
4.55
2.95
5.56
7.05
11.05
0.33
0.15
0.49
0.19
wap
8.50
0.53
6.74
1.37
5.86
1.75
42.58
10.55
0.61
0.77
0.91
0.56
lea
7.31
0.64
8.92
2.14
3.16
3.38
11.63
25.98
0.82
1.18
0.89
0.52
lum
18.08
0.10
4.26
1.88
4.68
2.63
7.28
2.69
0.05
0.00
0.04
-0.03
nmm
4.50
0.04
5.43
4.17
2.93
2.22
8.79
10.70
0.12
0.08
0.16
0.07
fmp
0.95
0.05
8.06
7.97
4.09
4.06
8.40
3.12
0.12
0.06
0.13
0.09
mvh
9.11
0.02
4.98
3.87
6.20
3.78
9.35
3.30
0.14
0.07
0.12
0.16
otn
2.93
0.16
1.51
2.46
5.14
1.87
7.84
9.23
0.09
-0.01
0.22
0.16
ele
7.61
0.05
1.22
-0.14
-0.13
-2.02
-1.02
2.91
0.11
0.04
0.06
-0.06
omf
10.51
0.21
5.64
5.16
3.28
1.02
6.05
9.07
0.16
0.27
0.27
0.11
ely
-1.28
0.02
0.50
2.17
0.97
2.52
3.74
8.45
-0.01
0.03
0.05
0.03
gdt
2.09
-0.01
1.05
2.25
0.93
0.91
1.13
8.64
-0.03
0.01
-0.04
-0.01
wtr
1.66
-0.12
0.94
1.84
1.47
0.78
4.84
10.04
-0.16
-0.16
-0.09
-0.05
Sumber: Hasil analisis
Ikhtisar Dengan mengamati hasil simulasi dan analisis dalam uraian di atas maka ada beberapa kesimpulan:
52
1. Secara umum, liberalisasi perdagangan antara ASEAN dengan Uni Eropa memberi keuntungan kepada semua pihak, namun dampaknya lebih banyak dinikmati oleh negara-negara ASEAN jika dilihat dari persentasi perubahan masing-masing indikatornya, arus perdagangan (eksporimpor), pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga dan investasi. Hal ini jamak terjadi mengingat negara-negara ASEAn pada awalnya masih memiliki tarif impor yang lebih tinggi untuk jenis komoditas yang lebih variatif. 2. Indonesia
pun
mengalami
keuntungan
dari
adanya
liberalisasi
perdagangan ASEAN-Uni Eropa ini walau pun tidak sebaik yang dialami oleh Thailand. Misalnya Indonesia mengalami dampak negative untuk pendapatan faktor produksi tanah dan sumber daya alam. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh adanya kompetisi dengan negara ASEAN lainnya yang merupakan penghasil komoditas dengan faktor produksi utama tanah dan sumber daya alam tersebut. 3. Ketika dilihat dari dampak sektoralnya terlihat bahwa kekuatan komoditas Indonesia tidak banyak, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan kompatif dibandingkan dengan komoditas negara lain. Indonesia memiliki komoditas yang sangat kuat keunggulan komparatifnya, namun jumlahnya relatif tidak banyak. Sehingga secara keseluruhan daya saingnya relatif rendah. 4. Uni Eropa lebih sebagai sumber investasi bagi ASEAN, hal ini terlihat dari indikasi dampak terhadap investasi yang cukup tinggi bagi negara-negara ASEAN namun tidak cukup bagi negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa juga merupakan sumber investasi terbesar di dunia.
53
5 Analisis Dampak Indonesia (ASEAN) Turkey Free Trade Area
Pendahuluan Paralel dengan keputusan Uni Eropa untuk menghentikan negosiasi dalam ASEAN-European Union Free Trade Area (AEUFTA) dan mendorong inisiasi untuk negosiasi FTA secara bilateral dengan negara-negara anggota ASEAN maka Turkey melakukan inisiasi negosiasi FTA dengan Indonesia pada 31 Juli 2009. Sedikit gambaran hubungan bilateral kedua negara: Indonesia dengan Turkey dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Indonesia merupakan menempati posisi ke-80 dari negara tujuan ekspor komoditas Turkey pada tahun 2012. Nilai eskpor Turkey ke Indonesia mencapai USD244 juta, menurun 20,9% disbanding tahun sebelumnya 54
yang mencapai USD308 juta. Komoditas ekspor utama Turkey ke Indonesia pada 2012 adalah (2-digit SITC): cereals (USD74,3 juta), tobacco products (USD42,5 juta), textile yarn and related products (USD22,8 juta), machinery specialized for particular industries (USD19 juta), dan inorganic chemicals (USD12,4 juta). 2. Indonesia merupakan negara sumber kebutuhan impor ke-29 bagi Turkey pada tahun 2012. Turkey mengimpor komoditas dagang dari Indonesia mencapai USD1,8 miliar pada 2012, sedikit menurun (7%) dibanding tahun 2011 yang mencapai USD1,9 miliar. Barang impor utama dari Indonesia terdiri atas: textile yarn and related products (USD572 juta), fixed vegetable fats and oils, crude, refined or fractionated (USD298 juta), crude rubber (USD208 juta), footwear (USD78 juta), dan animal or vegetable fats and oils (USD71 juta). 3. Turkey mengalami deficit perdagangan dengan Indonesia sebesar USD1,55 miliar pada 2012, menurun 4,4% dibanding tahun 2011 yang mencapai USD1,62 miliar. 4. Nilai stock foreign direct investment (FDI) Turkey di Indonesia sebesar USD4 juta pada tahun 2012, sementara total nilai stock FDI Indonesia di Turkey mencapai USD10 juta. Dari skala ekonominya, Turkey merupakan negara yang relatif besar dan tergabung sebagai anggota negara-negara G-20. Pertumbuhan ekonominya pun tergolong tinggi dalam decade terakhir. Juga diprediksikan sebagai salah satu negara yang akan tumbuh membesar dalam empat dekade yang akan datang, sebagaimana dalam Gambar-12 berikut ini. Terlihat bahwa pada tahun 2009 Turkey berada pada peringkat ke-15 dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar kemampuan daya beli harga 2009 sebesar USD1.040 miliar. Sementara Indonesia pada saat yang sama berada pada posisi ke-16 dengan nilai PDB sebesar USD967 miliar. Pada tahun 2050, Turkey diproyeksikan akan berada pada peringkat ke-12 besar dunia dengan tingkat PDB sebesar USD5.298 miliar. Sementara Indonesia 55
diproyeksikan menjadi negara terbesar ke-8 dengan PDB sebesar USD6.205 miliar. Sebagai catatan, bahwa Nigeria dan Vietnam merupakan dua negara yang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan masuk menjadi 20 negara terebsar dunia. Yaitu pada tahun 2050 menempati peringkat ke-13 dan ke-14, yaitu satu peringkat di bawah Turkey. Padahal pada tahun 2009, kedua negara tersebut tidak masuk dalam kategori 20 negara terbesar, jika dilihat dari besaran PDB-nya. Gambar-12: Proyeksi Pertumbuhan 20 Ekonomi Terbesar Dunia 2009-2050
Sumber: http://www.theguardian.com/news/datablog/2011/may/13/gdp-growth-oecd-eu#
Posisi kedua negara yang memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang baik ini memiliki potensi yang besar bagi pengembangan kerja sama bilateral kedua negara atau pun bersama dengan negara anggota ASEAN lainnya. Terlebih lagi Indonesia dan Turkey keduanya secara demografis masih memiliki potensi kependudukan yang relatif muda sehingga masih memiliki sumber tenaga kerja produktif yang relative banyak. Hal berbeda dengan yang dimiliki oleh hampir semua negara di kawasan Eropa yang sudah mengalami kondisi aging population.
56
Selain itu, secara grografis Turkey memiliki lokasi yang sangat strategis sebagai
penghubung
kawasan
Eropa
dan
kawasan
Timur
Tengah.
Memanfaatkan lokasinya yang mencakup Timur Tengah dan Eropa, Turki telah menjadi kunci titik transit untuk minyak dan gas dan menawarkan akses yang luar biasa ke pasar di Eropa, Caucausus, Asia Tengah, dan Timur Tengah. Turki merupakan jembatan Eropa dan beberapa terbesar pemasok energi di dunia. Turki Bosphorus Strait, menghubungkan Laut Hitam dan Laut Mediterania, adalah lokasi kunci di mana ekspor perjalanan dan merupakan salah satu alasan untuk Turki penting sebagai pusat transit energi. Dengan demikian jalinan kerja sama yang baik dalam bidang perdagangan internasional baik secara bilateral (Indonesia-Turkey) maupun multilateral (ASEAN-Turkey) akan memiliki potensi yang menguntungkan kedua belah pihak. Oleh karenanya, diperlukan evaluasi atas dampak potensial dari kebijakan kerja sama tersebut. Dengan menggunakan metode yang sama dengan analisis sebelumnya tentang potensi dampak liberalisasi perdagangan ASEAN-Uni Eropa yaitu dengan menggunakan
model
GTAP
v.8
untuk
melihat
dampak
liberalisasi
perdagangan Indonesia-Turkey dan ASEAN-Turkey.
Struktur Tarif Dasar ASEAN-Turkey: Database GTAP v.8 Sebelum melakukan analisis hasil simulasi dengan menggunakan Model GTAP, ada baiknya untuk melihat struktur dasar tarif impor negara-negara ASEAN termasuk Indonesia dengan Turkey, sebagai informasi awal sebelum dilakukan liberalisasi perdagangan (pengurangan tarif impor). Tabel-20 menggambarkan tarif impor Turkey dari negara mitra. Sebetulnya terlihat bahwa perekonomian Turkey sudah realtif terbuka, hanya sedikit komoditas dari luar yang dikenai tariff >6% dan hampir merata jumlahnya untuk semua negara mitra utama di ASEAN dan Uni Eropa.
57
Turkey melindungi kepentingannya dari Indonesia dengan mengenakan tarif impor yang relatif tinggi untuk komoditas-komoditas sebagai berikut: animal products nec (oaf), crops nec (ocr), food products nec (ofd), vegetables, fruit, nuts (v_f), beverages and tobacco products (b_t), fishing (fsh), vegetable oils and fats (vol), cattle, sheep, goats, horses (ctl), dan wearing apparel (wap). Turkey juga mengenakan tarif yang relatif sangat tinggi untuk impor dairy product (mil) dari negara-negara seperti: Perancis (FRA), Germany (DEU), Inggris (GBR), Belanda (NLD), Singapore (SGP), negara Asia Tenggara lainnya (R_SEA) dan negara Uni Eropa lainnya (R_EU). Tabel-20: Tarif impor Turkey dari negara mitra rTMS
R_SEA
R_EU
IDN
MYS
PHL
SGP
THA
VNM
FRA
DEU
GBR
NLD
1 pdr
0.00
35.39
0.00
0.00
0.00
0.00
36.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2 wht
21.67
31.85
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.15
43.33
0.00
0.00
3 gro
44.34
109.91
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
41.52
62.45
0.00
0.00
4 v_f
10.41
38.92
31.18
26.86
33.00
45.00
21.40
34.91
35.64
34.95
21.48
41.80
5 osd
3.67
3.80
0.00
0.00
0.00
0.00
14.09
11.64
1.66
6.03
0.00
7.20
8 ocr
9.62
13.19
64.94
26.73
23.83
25.73
20.50
40.32
15.90
23.64
23.43
15.36
9 ctl
9.53
6.21
15.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
4.88
9.43
6.99
5.48
10 oap
2.98
0.54
180.00
0.00
0.00
0.00
8.65
0.00
1.33
8.91
3.34
9.80
13 frs
0.01
0.00
2.10
0.00
0.00
6.02
4.19
8.26
0.00
0.00
0.00
0.00
14 fsh
4.66
7.42
19.86
17.03
1.34
30.06
30.17
0.00
0.02
3.61
13.44
7.27
19 cmt
57.44
42.46
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
61.17
3.04
39.38
20 omt
24.20
88.45
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
83.33
39.94
31.37
116.67
21 vol
12.78
14.88
17.90
16.30
28.05
0.00
33.10
0.00
10.15
21.06
26.09
19.12
22 mil
94.61
91.82
0.00
0.00
0.00
114.39
0.00
0.00
126.82
102.16
111.67
101.97
23 pcr
5.10
44.97
0.00
0.00
0.00
0.00
45.00
0.00
0.00
45.00
0.00
0.00
24 sgr
35.75
54.56
0.00
0.00
0.00
0.00
79.64
0.00
54.00
54.54
53.85
54.00
25 ofd
9.26
19.01
32.88
8.52
11.40
34.69
21.69
26.46
11.02
20.60
20.22
19.39
26 b_t
3.04
1.85
22.96
11.66
2.40
0.00
0.00
25.20
1.99
0.91
0.31
0.18
28 wap
5.79
0.00
9.00
7.64
8.86
0.00
8.94
8.98
0.00
0.00
0.00
0.00
29 lea
0.29
0.00
5.69
9.80
7.14
0.00
5.87
7.15
0.00
0.00
0.00
0.00
35 i_s
2.80
0.00
0.17
1.52
5.17
0.00
2.81
7.74
0.00
0.00
0.00
0.00
38 mvh
0.00
0.00
0.00
1.84
0.00
0.00
6.73
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
40 ele
0.00
0.00
3.24
1.70
0.03
0.00
0.84
7.02
0.00
0.00
0.00
0.00
Sumber: GTAP Database v.8
Sementara Tabel-21 menggambarkan kondisi tarif impor negara mitra untuk komoditas dari Turkey. Terlihat perbedaan mencolok terhadap tarif impor 58
komoditas dari Turkey antara negara-negara ASEAN dengan negara-negara Uni Eropa. Negara-negara Uni Eropa relatif terbuka terhadap impor komoditas dari Turkey, hanya beberapa komoditas yang masih dikenai tarif impor yang cukup tinggi, diantaranya: sugar (sgr), processed rice (pcr), wheat (wht), dan paddy rice (pdr). Tabel-21: Tarif impor negara mitra dari Turkey rTMS
R_SEA
R_EU
IDN
MYS
PHL
SGP
THA
VNM
FRA
DEU
GBR
NLD
1 pdr
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
26.62
20.67
16.18
0.00
2 wht
4.27
1.50
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2.50
9.23
8.77
9.65
7.16
3 gro
4.70
0.62
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1.01
0.74
42.96
1.99
4 v_f
27.84
2.58
4.71
0.99
3.94
0.00
19.95
40.00
1.31
2.34
0.82
1.52
5 osd
18.67
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
8 ocr
12.49
0.00
4.99
552.29
6.87
0.00
8.53
20.46
0.00
0.00
0.00
0.00
9 ctl
6.21
1.14
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
10 oap
10.96
0.37
0.00
0.00
0.00
0.00
2.27
0.00
0.04
0.00
0.00
0.00
13 frs
15.26
0.00
3.33
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
14 fsh
8.41
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
18 omn
13.22
0.00
2.95
0.61
3.00
0.00
9.68
1.07
0.00
0.00
0.00
0.00
19 cmt
25.23
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
20.00
0.00
0.00
0.00
0.00
20 omt
25.02
1.73
0.00
8.09
0.00
0.00
40.00
20.08
0.93
10.58
4.19
0.00
21 vol
7.76
28.93
1.61
0.53
3.10
0.00
23.98
0.00
0.68
17.39
8.27
0.00
22 mil
4.89
6.20
5.00
0.00
1.08
0.00
17.77
0.00
42.32
43.87
0.00
0.00
23 pcr
4.72
1.15
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
27.56
26.21
33.47
22.33
24 sgr
7.78
98.74
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
182.36
139.63
35.65
0.00
25 ofd
16.49
2.77
4.98
4.47
8.51
0.00
9.89
16.65
2.21
1.42
2.32
1.74
26 b_t
8.00
1.73
123.29
350.53
7.50
116.97
60.00
50.00
2.43
3.17
2.93
2.71
27 tex
7.03
0.00
10.39
14.44
7.59
0.00
7.37
38.34
0.00
0.00
0.00
0.00
28 wap
8.72
0.00
14.70
8.56
13.40
0.00
52.30
42.57
0.00
0.00
0.00
0.00
29 lea
11.81
0.00
9.17
9.86
10.51
0.00
12.99
4.18
0.00
0.00
0.00
0.00
30 lum
30.99
0.00
9.13
0.26
13.64
0.00
18.63
14.11
0.00
0.00
0.00
0.00
31 ppp
4.42
0.00
6.75
9.41
6.13
0.00
6.19
26.15
0.00
0.00
0.00
0.00
32 p_c
16.33
0.00
1.93
0.54
2.33
0.00
10.94
3.99
0.00
0.00
0.00
0.00
33 crp
7.01
0.04
1.66
4.30
5.29
0.00
3.87
7.35
0.00
0.00
0.00
0.00
34 nmm
5.69
0.00
6.38
22.66
10.99
0.00
12.01
17.20
0.00
0.00
0.00
0.00
35 i_s
5.00
0.00
0.10
6.42
2.86
0.00
2.22
8.64
0.00
0.00
0.00
0.00
36 nfm
6.97
0.00
4.78
0.65
3.64
0.00
0.65
0.98
0.00
0.00
0.00
0.00
37 fmp
7.93
0.00
10.36
17.61
7.62
0.00
10.53
19.95
0.00
0.00
0.00
0.00
38 mvh
15.18
0.00
6.76
15.17
6.94
0.00
25.40
43.43
0.00
0.00
0.00
0.00
39 otn
9.45
0.00
0.01
0.01
0.00
0.00
3.50
13.37
0.00
0.00
0.00
0.00
40 ele
10.01
0.00
0.08
0.27
0.17
0.00
2.87
16.21
0.00
0.00
0.00
0.00
41 ome
10.77
0.00
5.04
6.52
3.00
0.00
5.78
6.33
0.00
0.00
0.00
0.00
42 omf
8.86
0.00
11.88
7.64
6.21
0.00
15.59
10.95
0.00
0.00
0.00
0.00
59
Sumber: GTAP Database v.8
Sementara negara mitra di ASEAN masih cukup banyak mengenakan tarif impor untuk komoditas-komoditas dari Turkey. Ada semacam keseragaman komoditas dari Turkey yang dikenai tarif impor antarnegara-negara di ASEAN, pun dengan besaran tarif yang cenderung sama, misalnya: beverages and tobacco products (b_t), textiles (tex), wearing apparel (wap), metal products (fmp), motor vehicles and parts (mvh), dan manufactures nec (omf).
Simulasi dan Analisis Simulasi dilakukan dengan menggunakan Model GTAP ialah dengan melakukan shock kebijakan liberalisasi penuh untuk hubungan bilateral Indonesia dengan Turkey dan hubungan bilateral seluruh negara ASEAN dengan Turkey. Analisis akan dilakukan secara bersamaan untuk kedua skenario ini. Tabel-22 merupakan ikhtisar hasil simulasi liberalisasi perdagangan antara Indonesia-Turkey
dan
ASEAN-Turkey.
Terlihat
bahwa
liberalisasi
perdagangan secara bilateral antara Indonesia dengan Turkey bagi Indonesia memberikan dampak peningkatan arus perdagangan (ekspor dan impor), pertumbuhan ekonomi (GDP), dan kesejahteraan rumah tangga (HHINC), walaupun secara nilai dampaknya tidak terlalu besar. Dari sisi investasi dampaknya sangat kecil. Dari sisi Turkey, walau pun terdapat peningkatan arus perdagangan (ekspor dan impor), namun secara keseluruhan kurang menguntungkan dari sisi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga dan investasi. Namun apabila skema liberalisasi perdagangan diperluas ke level ASEAN – Turkey maka dampaknya pun semakin besar baik untuk arus perdagangan maupun untuk pertumbuhan ekonomi dan investasi. Terlihat dampaknya banyak dinikmati oleh negara-negara ASEAN kecuali Philipinnes untuk 60
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga. Bagi Turkey, walaupun dampak terhadap arus perdagangannya membesar, tetapi dampak terhadap pertumbuhan dan kesejahteraan rumah tangga masih negative walau dari sisi nilai relatif kecil. Tabel-22: Dampak Liberalisasi terhadap Arus Perdagangan dan Investasi Export
Import
GDP
HHINC
INV
(USD million)
(USD million)
(%)
(%)
(%)
Bilateral Indonesia - Turkey IDN
61.66
106.25
0.07
0.07
0.00
TUR
163.77
139.06
(0.02)
(0.02)
(0.00)
ASEAN - Turkey IDN
1,248.57
1,612.96
0.16
0.17
0.05
MYS
947.00
1,507.55
0.34
0.40
0.13
PHL
588.44
918.36
(0.26)
(0.28)
0.09
SGP
680.86
2,213.36
1.90
2.04
0.15
THA
1,530.30
2,487.94
0.45
0.54
0.14
VNM
362.28
839.98
0.18
0.21
0.23
R_SEA
18.49
28.60
0.29
0.30
0.01
359.71
337.13
(0.02)
(0.02)
0.00
TUR
Sumber: Hasil analisis Namun dari sisi dampaknya terhadap pendapatan factor produksi terlihat sebagaimana dalam Tabel-23 bahwa Turkey mendapatkan persentase perubahan yang positif semua dalam skema liberalisasi perdagangan bilateral Indonesia-Turkey. Indonesia mendapatkan dampak positif untuk pendapatan faktor produksi tanah, tenaga kerja tidak terampil dan tenaga kerja terampil, sementara untuk modal dan sumber daya alam mengalami dampak negatif. Ketika liberalisasi diperluas ke ASEAN-Turkey, hasilnya sedikit berbeda. Tidak hanya dampaknya menjadi lebih besar tetapi beberapa faktor pun mengalami perubahan arah. Misalnya dampak terhadap factor produksi tanah di Indonesia menjadi negatif, sementara modal menjadi positif. Sinagpore dalam hal ini mendapatkan keuntungan yang paling maskimal, tidak hanya semuanya 61
memiliki arah positif namun juga dengan nilai persentase perubahan yang relatif besar. Tabel-23: Dampak Liberalisasi terhadap Pendapatan Faktor Produksi Land
UnSkLab
SkLab
Capital
NatRes
Bilateral Indonesia - Turkey IDN
0.194
0.023
0.004
-0.001
-0.204
TUR
0.062
0.011
0.008
0.011
0.036
IDN
-0.435
0.381
0.352
0.358
-0.637
MYS
0.437
0.918
0.852
0.993
-0.607
PHL
-9.022
0.715
0.878
1.128
0.899
SGP
7.935
0.976
0.795
0.924
0.029
THA
2.070
0.760
0.634
0.762
-0.626
VNM
3.864
1.555
1.321
1.436
-1.096
R_SEA
1.051
0.006
-0.076
-0.042
-0.491
TUR
0.184
0.030
0.022
0.026
0.021
ASEAN - Turkey
Sumber: Hasil analisis Tabel-24 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan Indonesia-Turkey terhadap ekspor-impor sektoral di kedua negara secara persentase perubahan. Walaupun di dalam Tabel-22 sebelumnya terlihat adanya kenaikan arus (volume) perdagangan baik dari sisi ekspor atau pun impor, namun jika dilihat lebih detail ada sektor-sektor industry (komoditas) yang mengalami kenaikan ekspor/impor ada juga yang mengalami penurunan. Sebagaimana terlihat di Tabel-24 bahwa ada beberapa komoditas di Indonesia yang mengalami kenaikan ekspor sebagaimana diarsir warna merah untuk kenaikan >0.3%, ada juga yang mengalami penurunan sebagaimana diarsir dengan warna hijau untuk penurunan <0.3%. Begitupun untuk dampaknya terhadap impor. Hal sama juga terjadi di Turkey walaupun dengan dampak yang relatif lebih sedikit. Hanya beberapa komoditas yang memiliki dampak
62
ekspor atau pun impor yang lebih besar atau lebih kecil dari 0.3%. Secara keseluruhan bisa dikatakan memang dampaknya relatif kecil.
Tabel-24: Dampak Sektoral Liberalisasi Indonesia - Turkey
qxw pdr wht gro v_f osd c_b pfb ocr ctl rmk wol cmt omt vol mil pcr sgr ofd b_t tex wap lea lum otn ome omf
Ekspor Sektoral (FOB weights, %) idn tur -1.22 0.06 -0.56 0.04 -0.33 0.01 0.36 0.02 -1.24 0.07 -0.53 0.03 -0.66 0.02 -0.35 1.93 -0.21 0.05 -0.82 0.09 -1.16 0.21 -0.82 0.14 -0.64 0.20 1.50 1.46 -0.62 0.25 -0.63 0.06 -0.38 0.05 0.35 -0.19 1.90 0.13 1.72 0.33 -0.02 0.34 0.29 0.28 -0.31 0.06 -0.43 0.07 -0.31 0.10 -0.31 0.15
Impor Sektoral (CIF weights, %) qiw idn tur pdr 0.67 -0.03 wht -0.05 0.00 gro 0.15 -0.01 v_f 0.25 0.56 osd 1.29 -0.47 c_b 0.19 -0.07 pfb 0.20 -0.01 ocr 1.33 0.06 ctl 0.19 0.00 rmk 0.11 -0.06 wol 0.77 -0.01 cmt 0.37 -0.08 omt 0.31 -0.08 vol 0.86 11.16 mil 0.22 -0.10 pcr 0.29 -0.02 sgr 0.10 -0.03 ofd 0.46 0.05 b_t 0.06 0.38 tex 0.68 0.52 wap 0.18 0.14 lea 0.38 0.68 lum 0.10 0.03 otn 0.03 -0.01 ome -0.01 -0.01 omf 0.16 -0.03
Sumber: Hasil analisis Tabel-25 dan Tabel-26 memberikan gambaran dampak ekspor dan impor sektoral dari hasil simulasi atas liberalisasi perdagangan yang diperluas untuk ASEAN dan Turkey. Untuk mempermudah melihat dan member perhatian terhadap sektor-sektor mana yang memiliki dampak yang besar maka untuk dampak ekspor (Tabel-25) yang >10% diarsir warna merah dan yang <-10%
63
diarsir dengan warna hijau. Sementara untuk dampak impor (Tabel-26) yang yang >6% diarsir warna merah dan yang <-6% diarsir dengan warna hijau. Terlihat dari Tabel-25 bahwa Turkey memiliki dampak eskpor yang relative kecil, tidak ada yang diarsir baik itu merah atau pun hijau. Ini artinya tidak ada yang memiliki dampak yang magnitude-nya di atas 10%. Singapore memiliki dampak yang cukup banyak dan variatif bagi komoditas ekspor yang mengalami kenaikan/penurunan di atas 10%. Sementara Phillipiness memiliki cukup banyak komoditas yang mengalami kenaikan di atas 10%. Sisanya, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam hanya memeiliki sedikit komoditas yang terkena dampak yang cukup besar (>10% atau <-10%). Tabel-25: Dampak Ekspor Sektoral ASEAN-Turkey (FOB weights, %) qxw
R_SEA
IDN
MYS
PHL
SGP
THA
VNM
TUR
pdr osd c_b ocr rmk wol gas cmt omt pcr sgr b_t tex wap lum ppp fmp mvh ome omf atp
11.03 6.83 -4.08 13.52 -3.58 -4.63 -0.12 -3.39 -0.86 -0.74 -1.67 1.95 -1.00 -0.49 2.56 0.83 7.22 14.64 10.36 17.51 -0.41
23.25 2.89 11.79 2.40 -0.28 2.23 -0.07 -0.79 -2.12 0.93 -0.34 14.74 2.81 -0.02 -1.32 0.40 5.92 17.54 2.30 0.37 0.20
34.53 0.05 -10.12 6.53 -0.85 -6.82 -0.77 1.00 0.21 28.32 14.87 19.95 6.50 1.48 -0.72 5.75 7.27 6.39 1.27 6.18 -0.67
55.96 11.81 14.87 38.05 14.12 40.82 -5.29 10.36 19.31 29.64 11.16 43.25 2.13 -0.26 -0.25 4.36 3.45 24.24 -0.31 -0.70 0.26
-17.46 4.87 -11.20 10.46 -14.46 -17.18 -2.01 1.98 21.37 8.89 22.47 31.49 17.79 13.24 14.93 19.72 32.75 50.54 2.33 8.21 -1.72
-5.85 3.21 -16.16 6.01 -6.57 -8.69 67.19 -7.66 -4.21 2.90 14.49 3.63 0.51 -2.49 0.95 1.32 0.22 5.42 0.24 -0.32 -0.51
-27.15 9.25 -6.44 -3.06 -2.96 -8.68 151.67 -0.63 -5.33 16.89 21.42 4.80 0.82 0.00 -1.64 2.14 2.06 3.42 1.15 1.17 10.25
0.99 -0.01 -0.02 6.66 -0.11 -0.19 1.21 3.15 3.38 1.07 -0.03 0.35 0.84 0.64 0.08 0.14 0.08 0.14 0.21 0.41 0.09
Sumber: Hasil analisis Tabel-26 menunjukkan dampak impor sektoral yang relatif sama, yaitu bahwa dampak terhadap Turkey relatif kecil. Hanya terhadap impor komoditas 64
vegetable oil and fats (vol) yang memiliki dampak kenaikan impor yang cukup besar. Sementara bagi negara-negara utama ASEAN mendapatkan dampak impor yang bervariatif. Indonesia mengalami kenaikan impor yang cukup besar untuk komoditas: processed rice (pcr), sugar (sgr), beverages and tobacco (b_t), dan metal products (fmp). Tabel-26: Dampak Impor Sektoral ASEAN-Turkey (CIF weights, %) qiw
R_SEA
IDN
MYS
PHL
SGP
THA
VNM
TUR
pdr gro v_f c_b ocr ctl rmk frs coa gas omt vol pcr sgr b_t tex wap lum ppp fmp mvh omf
6.25 0.99 0.48 0.67 2.54 1.15 0.20 1.11 0.91 1.23 1.12 0.29 -0.63 -1.10 0.19 -0.37 0.10 0.81 0.12 0.29 0.55 0.70
-1.40 -0.08 0.20 -12.17 1.92 0.17 -0.01 0.02 7.95 -0.02 1.43 1.31 14.27 8.49 7.57 1.61 1.95 2.31 0.93 5.13 3.58 3.16
87.87 0.63 0.63 4.21 -7.19 1.69 0.95 0.91 0.51 1.15 1.15 1.29 27.20 0.77 9.65 1.82 0.62 1.08 3.60 5.40 2.15 3.31
-28.77 -1.11 -2.63 -7.23 -0.19 -3.65 -7.86 0.29 0.57 2.70 -5.87 0.96 50.99 31.67 0.36 0.75 1.96 3.33 1.18 2.52 5.67 1.49
1.53 1.13 1.26 1.95 1.58 0.56 0.62 1.52 1.18 1.06 1.47 2.94 1.21 4.14 1.11 5.83 1.92 2.87 5.17 4.30 3.90 1.09
10.72 13.58 5.56 3.40 17.42 5.98 1.75 6.40 0.51 0.53 1.71 0.57 5.33 5.58 10.11 1.87 12.61 5.57 1.29 4.49 4.37 6.18
20.49 0.24 1.87 1.04 1.73 2.59 -0.01 -0.88 0.57 -77.54 3.06 1.19 15.28 23.49 7.79 0.78 0.81 1.28 2.04 1.41 1.50 1.37
-0.08 0.00 1.39 -0.10 0.75 0.05 -0.01 0.02 0.00 0.00 -0.04 17.72 2.64 0.11 0.48 1.14 0.70 0.07 -0.01 -0.01 0.11 -0.01
Sumber: Hasil analisis
Ikhtisar Dari uraian dan analisis hasil simulasi di atas maka ada beberapa kesimpulan yang didapatkan, diantaranya yaitu: 1. Indonesia dan Turkey memiliki beberapa kesamaan dan nilai strategis bagi keduanya. Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara (ASEAN) yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan di 65
ASEAN. Turkey merupakan negara yang sangat strategis dari sisi geospasialnya, yaitu menjadi penghubung antara wilayah Eropa dan Timur Tengah. Kedua negara masih merupakan negara berkembang dengan potensi demografis penduduk yang masih relatif muda. Keduanya diproyeksikan akan tumbuh pesat dan pada tahun 2050 akan menjadi perekonomian yang berpengaruh dalam 20 besar perekonomian dunia. 2. Dampak liberalisasi perdagangan secara bilateral antara Indonesia dengan Turkey berpotensi untuk meningkatkan arus perdagangan (ekspor dan impor) bagi kedua negara, walau pun dampak bagi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga dan investasi lebih menguntungkan Indonesia namun dampaknya tidak terlalu besar. 3. Dampaknya akan semakin besar jika liberalisasi diperluas dengan melibatkan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Dampaknya pun akan dibagi secara variatif kepada negara-negara yang terlibat termasuk dengan Turkey. Walau pun demikian, benefit lebih banyak akan dinikmati oleh negara-negara di kawasan ASEAN.
66
6 Analisis Daya Saing Komoditas Pertanian Indonesia
Pembangunan ekonomi selama setengah abad terakhir telah berhasil mengubah struktur perekonomian Indonesia dari perekonomian yang berbasis kepada sektor pertanian menjadi perekonomian yang berbasis pada sektor industri. Hal ini terlihat jelas dalam data kontribusi sektoral utama sebagaimana tergambar dalam Gambar-13. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian menurun tajam, dari sebesar 56,3% pada tahun 1962 menjadi hanya 14.7% pada tahun 2011, bahkan sempat turun pada level 13% pada tahun 2005 dan 2006.
67
Pada periode yang sama, sektor industri (manufaktur dan non-manufaktur) mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari sebesar 11,9% menjadi 47,2% dari total PDB. Sementara kontribusi sektor jasa berfluktuatif pada level sekitar 30-40%. Kontribusi sektor industri manufaktur tumbuh dari level di bawah 10% pada 1962 menjadi 29,1% pada 2001, namun mengalami kecenderungan
stagnasi
pada
periode
selanjutnya.
Sektor
industri
nonmanufaktur terdiri atas pertambangan (termasuk migas), konstruksi, listrik, gas dan air bersih. Migas menjadi pemeran utama dalam komponen pertumbuhan ekonomi dalam rentang tahun 1970-an dan 1980-an. Gambar-13: Transformasi Perekonomian Sektoral – Tenaga Kerja
Sumber: WDI, diakses 27 Mei 2013 Keterangan: Industri non-manufaktur: pertambangan (termasuk migas), kontruksi, listrik, gas, dan air Namun demikian, tatkala kontribusi output sektoralnya telah menurun tajam, bukan berarti bahwa sektor pertanian sudah tidak menjadi faktor penting dalam perekonomian Indonesia. Data tahun 2011 (World_Bank, 2013) menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi yaitu sebesar 35,9% dari total 151,9 juta angkatan kerja.
68
Sementara sektor industri hanya menyerap 20,6%. Sisanya sebesar 43,5% diserap oleh sektor jasa. Syafa'at et al. (2005) menerangkan bahwa sektor pertanian memberikan peranan yang penting dalam perekonomian setidaknya dalam beberapa hal sebagai berikut: 1.
Sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk pedesaan
dimana
sebagian
besar
penduduk
pedesaan
bermata-
pencaharian utama sebagai petani; 2.
Sebagai penghasil pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi penduduk yang jumlahnya semakin bertambah;
3.
Sebagai pemacu proses industrialisasi, utamanya bagi industrialisasi yang memiliki keterkaitan yang cukup besar dengan sektor pertanian;
4.
Sebagai
penyumbang
devisa
negara,
karena
sektor
pertanian
menghasilkan produk-produk pertanian yang tradable dan berorientasi pada pasar ekspor; dan 5.
Sebagai pasar bagi produk dan jasa sektor non-pertanian.
Dalam perspektif perdagangan internasional, Indonesia menempati posisi ke12 (2010) negara pengekspor utama komoditas pertanian dunia. Sebagaimana terlihat dalam Tabel-27. Ekspor pertanian Indonesia pun tumbuh pesat, hampir lima kali lipat dalam periode 2002-2010. Tabel-27: Negara Eksportir Utama Pertanian (USD) No
Negara
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1
Amerika Serikat
55,586 62,305 63,893 65,348 71,379 92,679 118,281 101,043 118,805
2
Belanda
32,522 41,914 47,806 50,815 54,941 67,639 79,047 74,314 77,336
3
Jerman
26,354 32,847 39,240 42,454 47,370 57,513 70,847 63,567 66,705
4
Brazil
16,726 20,914 27,215 30,803 34,682 42,816 55,363 52,953 62,100
5
Perancis
34,839 42,127 46,663 47,186 50,380 58,812 68,025 57,549 61,670
6
Belgia
18,636 22,595 26,304 27,234 29,369 34,782 41,134 36,087 36,696
7
Cina
14,473 16,884 17,327 20,524 22,441 27,718 30,203 29,569 36,164
69
8
Italia
17,454 20,645 24,424 25,314 27,812 31,574 37,079 33,363 36,022
9
Spanyol
16,452 21,442 24,292 25,082 26,738 31,061 36,465 32,538 35,190
10
Kanada
16,475 17,598 20,574 21,789 24,745 29,540 36,965 31,109 34,703
11
Argentina
11,022 13,867 15,807 17,952 19,581 27,142 35,557 26,643 32,781
12
Indonesia
6,208
6,992
9,401 10,938 14,270 17,522 27,773 21,234 30,722
Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013 (Martua, 2013) Dari sisi impor, Indonesia menempati posisi ke-19 (2010) sebagaimana terlihat dalam Tabel-28. Dengan membandingkan Tabel-27 dan Tabel-28, ditemukan fakta-fakta menarik, diantaranya: (1) Negara-negara Eropa seperti Belanda, Jerman, Perancis, Belgia dan Italia, walaupun merupakan negara dengan luas lahan yang tidak besar tetapi mampu menjadi negara terbesar pengekspor produk pertanian. Namun mereka juga termasuk dalam negaranegara terbesar pengimpor produk pertanian; (2) Belanda dan Perancis menjadi fenomena yang lebih menarik, karena keduanya merupakan negara dengan surplus perdagangan (ekspor lebih besar dari impor) untuk komoditas pertanian. Tabel-28: Negara Importir Utama Pertanian (USD No. Negara
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1 Amerika Serikat
45,032
53,480
59,874
65,512
72,345
79,651
87,489
78,418
89,259
2 Cina
16,116
23,456
32,884
33,471
37,913
47,965
66,888
58,002
81,415
3 Jerman
36,862
45,588
50,822
52,498
57,721
70,340
82,992
73,782
77,004
4 Jepang
33,627
36,989
41,478
42,556
42,325
46,042
56,664
47,591
53,817
5 Inggris
29,148
35,054
41,406
42,982
45,790
53,544
58,360
50,869
53,122
6 Perancis
25,261
30,657
34,638
35,366
37,271
44,515
53,151
47,987
48,674
7 Belanda
19,477
25,100
28,719
29,637
31,997
39,663
49,546
45,071
47,449
8 Italia
22,191
26,831
31,694
32,142
35,165
39,656
44,837
39,393
42,589
9 Belgia
16,207
20,241
23,042
23,737
25,493
31,115
37,477
32,343
32,229
10 Rusia
9,360
10,994
12,363
15,461
19,305
24,535
31,391
26,683
31,843
19 Indonesia
4,167
4,406
5,181
5,192
5,949
8,633
10,550
9,310
12,475
Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013 (Martua, 2013) Gambar-14 menyajikan informasi perbandingan ekspor-impor komoditas pertanian untuk tiga negara: Amerika Serikat (USA), China dan Indonesia 70
untuk periode 2002-2010. Terlihat bahwa nilai perdagangan, ekspor maupun impor, untuk ketiga negara mengalami pertumbuhan selama periode tersebut kecuali pada tahun 2009 yang sedikit mengalami penurunan. Selama periode ini Indonesia selalu mengalami surplus neraca perdagangan pertaniannya. Sementara China mengalami defisit neraca perdagangan pertanian. Amerika Serikat mengalami defisit neraca perdagangan pertaniannya pada tahun 2006, sementara pada sisa periode 2002-2010 mengalami kondisi surplus. Gambar-14: Perbandingan Ekspor-Impor USA, China, dan Indonesia
Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013 Salah satu faktor yang menyebabkan suatu negara mampu surplus dalam neraca perdagangannya ialah tidak hanya karena negara tersebut merupakan produsen komoditas ekspor akan tetapi juga karena komoditas tersebut memiliki daya saing yang baik jika dibandingkan dengan komoditas sejenis yang dihasilkan oleh negara lainnya. Bagian ini akan menyajikan hasil analisis atas daya saing komoditas pertanian Indonesia. Ada dua metode yang akan digunakan untuk mengukur daya saing ini: (1) Revealed Comparative Advantage (RCA); dan (2) Dynamic Revealed 71
Comparative Advantage (RCA Dinamis). Analisis dilakukan terhadap 56 komoditas pertanian menurut klasifikasi Standard International Trade Classification (SITC) sebagaimana dalam Tabel-29.
Tabel-29: Klasifikasi Komoditas Pertanian No.
Kode SITC
Deskripsi Produk
Deskripsi Singkat
1
00
Live animals chiefly for food
Hewan hidup
2
011
Beef, fresh, chilled or frozen
Daging sapi
3
012
Other meats, fresh, chilled or frozen
Daging lainnya
4
0221
Milk & cream, fresh, not concentrated
Susu
5
0251
Eggs in shell
Telur dalam cangkang
6
041
Wheat and meslin
Gandum
7
042
Rice
Beras
8
043
Barley, unmilled
Jelai
9
044
Maize (corn), unmilled
Jagung
10
045
Cereals, unmilled, others, rye, oats etc.
Sereal
11
054
Vegetables, fresh, chilled or frozen
Sayuran
12
0571 to 0575
Fruits, citrus etc.
Buah-buahan
13
0579
Other fresh or dried fruits nes
Buah lainnya
14
0576
Figs, fresh or dried
Ara
15
0577
Nuts, edible, fresh or dried
Kacang-kacangan
16
0611
Sugars, beet and cane, raw, solid
Gula
17
0616
Natural honey
Madu murni
18
0711
Coffee, green, roasted or sub
Kopi
19
0721
Cocoa beans, whole or broken, raw or roasted
Biji kokoa
20
074
Tea and mate
The
21
075
Spices
Rempah -rempah
22
0811
Hay and fodder, green or dry
Jerami
23
121
Tobacco, unmanufactured; tobacco refuse
Tembakau non-pabrikasi
24
22
Oil seeds and oleaginous fruits
Minyak biji-bijian
25
016
Meat & edible offal, salted, smoked
Daging dan jeroan
26
017
Meat & edible offal, prep. & preserved
Daging dan jeroan diolah
27
0222 to 0224
Milk & cream, preserved, concentrated
Susu terkonsentrasi
28
023
Butter
Mentega
29
024
Cheese and curd
Keju
30
0252 to 0253
Eggs not in shell
Telur tidak dalam cangkang
31
046 to 048
Meals and flour of wheat, other cereal preps. nes
Makanan ringan
32
056
Vegetable, roots & tubers, prepared or presv.
Umbi-umbian
33
058
Fruit, preserved and fruit preparation
Buah diolah
34
059
Fruit & vegetable juices
Jus buah dan sayuran
35
0612
Refined sugars and other products
Gula rafinasi
36
0615
Molasses
Tebu
37
0619
Other sugars, sugar syrups, artificial
Gula buatan
72
38
062
Sugar confectionery and other sugar prep.
Penganan gula
39
0712 to 0713
Coffee roasted or extracts, essences/concentrated
Ekstrak kopi
40
0722 to 0725
Cocoa powder, paste, butter, or wastes
Bubuk coklat
Sumber: FAOSTAT
Tabel-29: Klasifikasi Komoditas Pertanian (lanjutan) No.
Kode SITC
Deskripsi Produk
Deskripsi Singkat
Chocolate & other food prep. products
Coklat
Bran, oil cake, meal fodder and other food wastes
Dedak
41
073
42
0812 to 0819
43
09
Misc. edible products and preparation
Makanan lainnya
44
111
Non alcoholic beverages nes
Minuman non alkohol
45
112
Alcoholic beverages
Minuman beralkohol
46
122
Tobacco manufactured
Tembakau dipabrikasi
47
41 to 43
Animal/vegetable oils and fats, processed
Minyak hewani dan nabati
48
034
Fish, fresh (live or dead), chilled, frozen
Ikan
49
035
Fish, dried, salted or in brine ; smoked
Ikan dikeringkan
50
036
Crustaceans and mollusks, fresh, chilled
Udang
51
037
Fish, crustaceans and mollusks, prep.
Ikan diolah
52
21
Hides, skins and furskins, raw
Kulit jangat
53
23
Crude rubber, crude, synthetic
Karet
54
24 to 25
Cork, wood, pulp and waste paper
Gabus
55
26
Textile fibers, silk, cotton, jute etc.
Serat tekstil
56
29
Crude animal and vegetable materials
Bagian hewan dan tumbuhan
Sumber: FAOSTAT Standard
International
Trade
Classification
(SITC)
merupakan
suatu
pengklasifikasian barang-barang yang digunakan untuk mengelompokkan ekspor dan impor dari suatu negara yang dapat dibandingkan dengan negara dan tahun yang berbeda. Sistem pengklasifikasian ini dibuat oleh United Nations (UN). Pengelompokkan komoditi berdasarkan kode SITC adalah berdasarkan material yang digunakan dalam produksi, tahap proses produksi, praktek dan penggunaan komoditi di pasar perdagangan, tingkat kepentingan komoditi di perdagangan internasional, dan perubahan teknologi.
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)
73
Metode RCA merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan keunggulan komparatif atau daya saing suatu komoditas. RCA adalah indeks yang mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor suatu komoditas dalam ekspor total negara tersebut,
dibandingkan
dengan
pangsa
komoditas
tersebut
dalam
perdagangan dunia. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa (1965), yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya. Dengan
menggunakan
asumsi
bahwa
pola
perdagangan
komoditas
mencerminkan perbedaan tiap negara dalam hal biaya relatif serta faktor nonharga, RCA dapat dianggap mengungkapkan keunggulan komparatif dari negara-negara tersebut dalam perdagangan internasional. Secara matematis metode perhitungan RCA adalah sebagai berikut:
adalah indeks keunggulan komparatif terungkap dari produk ekspor pertanian Indonesia adalah nilai ekspor atas komoditas produk ekspor pertanian oleh negara Indonesia adalah nilai total ekspor negara Indonesia adalah nilai ekspor dari komoditas produk ekspor pertanian di dunia adalah nilai total ekspor di seluruh dunia
74
Jika nilai RCA lebih besar dari 1, maka produk tersebut memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat. Jika nilai RCA lebih kecil dari 1, maka produk tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing lemah. Menurut Bender & Li (2002), keunggulan menggunakan indeks RCA adalah indeks ini mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditi ekspor tertentu dan konsisten dengan perubahan produktivitas di dalam suatu ekonomi produktivitas dan faktor anugerah relatif. Selain itu, dapat mengurangi dampak pengaruh dari campur tangan pemerintah sehingga keunggulan komparatif suatu komoditi komoditas dari waktu ke waktu terlihat jelas. Kelemahan metode RCA adalah indeks ini tidak dapat membedakan antara peningkatan di dalam faktor sumber daya dan penerapan kebijakan perdagangan yang sesuai. Menurut Batra & Khan (2005) indeks RCA ini memiliki kelemahan dalam mengukur keunggulan komparatif dari kinerja impor dan mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik dan perkembangannya. Kelemahan lainnya adalah dalam metode ini suatu negara dianggap mengekspor semua komoditasi, indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung sudah optimal atau belum, juga tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produkproduk yang berpotensi di masa mendatang. Gambar-15 menyajikan hasil perhitungan indeks RCA komoditas pertanian Indonesia dan perkembangannya untuk tahun 2003, 2007, dan 2011. Terlihat dari gambar bahwa Indonesia memiliki beberapa komoditas pertanian dengan keunggulan komparatif yang sangat dominan, antara lain: kacang-kacangan, the, ikan diolah, kopi, udang, bubuk coklat, biji kokoa, rempah-rempah, tebu, karet, dan minyak hewani dan nabati. Semua komoditas ini memiliki nilai indeks RCA yang tinggi (>2.0). Bahkan enam komoditas terakhir memiliki nilai indeks RCA yang sangat tinggi, yaitu di atas angka 5. Ini menunjukkan bahwa Indonesia mendominasi ekspor untuk komoditas tersebut.
75
Gambar-15 juga menunjukkan dinamika perubahan angka indeks RCA antarperiode. Ada beberapa komoditas yang mengalami perubahan angka indeks RCA yang relatif besar, baik itu meningkat atau pun menurun, misalnya: tebu, biji kokoa, minyak hewani dan nabati, karet, rempah-rempah, dan udang. Angka indeks RCA ini menjadi masukan menarik untuk mengindentifikasi awal adanya
masalah
diperubahan
daya
saing
ini.
Sementara
faktor
fundamentalnya harus ditelusuri lebih lanjut terhadap kejadian-kejadian faktual yang mempengaruhinya, baik itu yang berasal dari sumber domestik atau pun yang bersumber dari luar. Gambar-15: RCA Komoditas Pertanian Indonesia
76
Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013
Analisis Dynamic RCA (RCA Dinamis) 77
Metode RCA dinamis merupakan modifikasi dari RCA. RCA Dinamis telah digunakan oleh Edwards & Schoer (2001) untuk menganalisis struktur dan daya saing dari perdagangan Afrika Selatan. Rumus dari RCA dinamis yang mengacu pada Edwards & Schoer (2001) ialah sebagai berikut:
adalah Dynamic Revealed Comparative Advantage (RCA Dinamis) adalah nilai ekspor atas komoditi produk ekspor pertanian oleh negara Indonesia adalah nilai total ekspor negara Indonesia adalah nilai ekspor dari komoditi produk ekspor pertanian di dunia adalah nilai total ekspor di seluruh dunia Bagian pertama dari sisi sebelah kanan persamaan mengacu pada bagian ekspor dari komoditas produk ekspor pertanian Indonesia terhadap total nilai ekspor negara Indonesia. Bagian kedua mengacu pada bagian ekspor atas komoditas produk ekspor pertanian di pasar internasional terhadap total ekspor pasar internasional. Edwards & Schoer (2001a) memberikan matriks penempatan yang sangat berguna untuk menganalisis daya saing dari suatu produk. Matriks ini sebagaimana ditunjukkan pada Tabel-30. Dengan alat bantu matriks maka dapat dipetakan kondisi dinamis daya saing suatu komoditas dibandingkan dengan kompetitornya di dunia.
Tabel-30: Matriks Daya Saing RCA Dinamis 78
Pangsa produk di Indonesia
RCA Naik
RCA Turun
Pangsa produk di Dunia
Posisi
↑
>
↑
Rising Star
↑
>
↓
Falling Star
↓
>
↓
Lagging Retreat
↓
<
↑
Lost Opportunity
↓
<
↓
Leading Retreat
↑
<
↑
Lagging Opportunity
Sumber: Edwards & Schoer (2001a)
Posisi Rising Star menunjukkan bahwa suatu produk memiliki keunggulan daya saing yang meningkat terhadap produk sejenis di dunia ketika permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut sedang meningkat. Posisi Falling Star menunjukkan bahwa suatu produk memiliki keunggulan daya saing yang meningkat terhadap produk sejenis di dunia tetapi permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut cenderung menurun. Posisi Lagging Retreat menunjukkan bahwa suatu produk masih memiliki keunggulan daya saing terhadap produk sejenis di dunia tetapi permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut cenderung menurun dimana penurunan ekspor untuk
produk
tersebut
masih
lebih
rendah
dibandingkan
dengan
kecenderungan tingkat penurunan permintaan dunia untuk produk tersebut. Ketiga posisi tersebut menunjukkan bahwa suatu produk masih memiliki keunggulan daya saing. Posisi Lost Opportunity menunjukkan bahwa tingkat daya saing suatu produk ekspor menurun ketika permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut sedang meningkat. Posisi Leading Retreat menunjukkan bahwa tingkat daya saing suatu produk ekspor menurun ketika permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut juga sedang menurun dimana penurunan ekspor untuk produk tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kecenderungan tingkat penurunan permintaan dunia untuk produk tersebut. 79
Posisi Lagging
Opportunity menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekspor suatu produk masih lebih rendah dibandingkan peningkatan permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut. Dari Tabel-31 terlihat bahwa hanya ada empat komoditas pertanian Indonesia yang memiliki daya saing tak tergoyahkan (Rising Star), yaitu: rempahrempah, ekstrak kopi, minyak hewani dan nabati, dan karet. Terhadap komoditas ini, Indonesia tidak akan terganggu dengan proses liberalisasi bahkan akan menambah keuntungan bagi Indonesia. Sedangkan untuk yang lainnya diperlukan perhatian untuk mengembangkan kebijakan yang mampu untuk menjaga atau meningkatkan daya saing. Tabel-31: Daya Saing RCA Dinamis Komoditas Pertanian Indonesia Share Agricultures in Indonesia Export > Share Agricultures in World Export
Increasing RCA (Product Groups)
Rising Star (4)
Falling Star (10)
Lagging Retreat (14)
Rempah
Buah
Mak. lain
Hewan hdp
ara
Eks. kopi
Jerami
Min. Nonalk
Daging sapi
Dag & Jer aw
Miny. H & T
Miny. Biji
Min. alkohol
Daging lain
Keju
Karet
Dag & Jero
Telur cgkg
Telur no cgkg
Mak. Ringan
Jagung
Umbian
Coklat bbk
Sayuran sgr
Coklat
Dedak
Buah lain
Bag. H & T
Share Agricultures in Indonesia Export < Share Agricultures in World Export
Decreasing RCA (Product Groups)
Sumber:
Lost Opportunity (11)
Leading Retreat (13)
Lagging Opportunity (3)
Susu
Susu kons.
Madu Alam
Pengan gula
Gula raf
Beras
Mentega
Biji kakao
Temb pab
Jangat & kul
Jelai
Gula buatan
Teh
Ikan segar
Serat tekstil
Sereal
Gabus
Tmb nonpab
Ikan kering
Kacangan
Buah awet
Udang segar
Gula
Jus B &S
Ikan awet
Kopi
Tebu
Martua
80
(2013)
7 Catatan Akhir
Dari uraian dalam bab-bab tersebut di atas maka ada beberapa temuan yang dapat menjadi kesimpulan dalam kajian ini, antara lain: 1. Bahwa liberalisasi perdagangan dalam bentuk Free Trade Agreement (FTA) dan/atau Economic Partnership Agreement (EPA) yang dimulai sejak periode 2004 telah berhasil meningkatkan arus (volume) perdagangan Indonesia, baik dari sisi ekspor maupun dari sisi impor. Hal ini tercermin dari peningkatan volume dagang dengan negara mitra FTA yang lebih tinggi dibanding dengan negara mitra non-FTA. 2. Perkembangan kerja sama perdagangan dunia telah menjadi fenomena yang menarik sekaligus rumit, mengingat banyaknya skema perjanjian kerja sama antarnegara, antarblok perdagangan, dan antarnegara dengan blok perdagangan. Bahkan rumitnya bisa disamakan dengan ‘noddle bowl’ – semangkok mie atau spaghetti untuk menggambarkan overlapping antarperjanjian liberalisasi perdagangan tersebut. Hal ini menuntut konsekuensi pemahaman yang semakin baik atas dinamika yang terjadi 81
sehingga dapat mengambil benefit yang optimal dari keterlibatan Indonesia, atau kejadian di luar Indonesia. 3. Dalam tahun-tahun terakhir walau pun volume perdagangan semakin meningkat namun neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Hal ini antara lain disebabkan oleh keterbukaan perdagangan dunia bersamaan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat Indonesia yang semakin besar, sementara komoditas domestik tidak mampu merespon perkembangan yang cepat atas peningkatan permintaan konsumsi domestik. 4. Secara umum, liberalisasi perdagangan antara ASEAN dengan Uni Eropa memberi keuntungan kepada semua pihak, namun dampaknya lebih banyak dinikmati oleh negara-negara ASEAN jika dilihat dari persentasi perubahan masing-masing indikatornya, arus perdagangan (eksporimpor), pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga dan investasi. Hal ini jamak terjadi mengingat negara-negara ASEAn pada awalnya masih memiliki tarif impor yang lebih tinggi untuk jenis komoditas yang lebih variatif. 5. Indonesia
pun
mengalami
keuntungan
dari
adanya
liberalisasi
perdagangan ASEAN-Uni Eropa ini walau pun tidak sebaik yang dialami oleh Thailand. Misalnya Indonesia mengalami dampak negative untuk pendapatan faktor produksi tanah dan sumber daya alam. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh adanya kompetisi dengan negara ASEAN lainnya yang merupakan penghasil komoditas dengan faktor produksi utama tanah dan sumber daya alam tersebut. 6. Ketika dilihat dari dampak sektoralnya terlihat bahwa kekuatan komoditas Indonesia tidak banyak, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan kompatif dibandingkan dengan komoditas negara lain. Indonesia memiliki komoditas yang sangat kuat keunggulan komparatifnya, namun jumlahnya relatif tidak banyak. Sehingga secara keseluruhan daya saingnya relatif rendah.
82
7. Uni Eropa lebih sebagai sumber investasi bagi ASEAN, hal ini terlihat dari indikasi dampak terhadap investasi yang cukup tinggi bagi negara-negara ASEAN namun tidak cukup bagi negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa juga merupakan sumber investasi terbesar di dunia. 8. Indonesia dan Turkey memiliki beberapa kesamaan dan nilai strategis bagi keduanya. Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara (ASEAN) yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan di ASEAN. Turkey merupakan negara yang sangat strategis dari sisi geospasialnya, yaitu menjadi penghubung antara wilayah Eropa dan Timur Tengah. Kedua negara masih merupakan negara berkembang dengan potensi demografis penduduk yang masih relatif muda. Keduanya diproyeksikan akan tumbuh pesat dan pada tahun 2050 akan menjadi perekonomian yang berpengaruh dalam 20 besar perekonomian dunia. 9. Dampak liberalisasi perdagangan secara bilateral antara Indonesia dengan Turkey berpotensi untuk meningkatkan arus perdagangan (ekspor dan impor) bagi kedua negara, walau pun dampak bagi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga dan investasi lebih menguntungkan Indonesia namun dampaknya tidak terlalu besar. 10. Dampaknya akan semakin besar jika liberalisasi diperluas dengan melibatkan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Dampaknya pun akan dibagi secara variatif kepada negara-negara yang terlibat termasuk dengan Turkey. Walau pun demikian, benefit lebih banyak akan dinikmati oleh negara-negara di kawasan ASEAN. Selain itu, dalam forum FGD terdapat diskusi dan masukan-masukan penting sebagai berikut: 1. Dari hasil kajian Tim Tarif BKF didapati bahwa rata-rata tarif bea masuk umum Indonesia cukup rendah dan bahkan rata-rata tarif bea masuk sektor pertanian pun lebih rendah lagi, sebagaimana terlihat dalam Gambar-16. Selain itu juga ditemukan bahwa didapati adanya 1.195 pos tarif FTA yang lebih tinggi dari tarif MFN. 83
Gambar-16: Komparasi Tarif Bea Masuk Negara Mitra FTA 2011 16,00
15,1615,41 45,00
14,00
40,00
12,9012,93
MFN 2011
11,78 11,2111,53
12,00
42,33
AGRI 2011
34,18
35,00 30,00
10,00 7,90
19,77 20,00
5,54
6,00
1,44
1,86
12,96
15,00
3,91 4,00 2,00
23,89
25,00
6,73 6,77 7,05
8,00
10,00
2,25
6,03
5,00
-
-
-
0,04
1,12 1,42
7,42
14,75
16,09
17,88
9,28 9,59
3,09
-
Sumber: WTO diolah oleh Tim Tarif BKF 2. Masih banyak potensi ekspor ke pasar nontradisional, yaitu ke negaranegara yang berada di kawasan Amerika Latin, Afrika, Eropa Timur, Timur Tengah dan Asia Pasific. Pasar nontradisional ini kurang lebih terdiri atas 50% populasi dunia, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata dunia. Trend pertumbuhan ekspor non migas Indonesia ke pasar non-tradisional selama 10 tahun (2003 – 2012) mencapai 17% (Lihat ilustrasi Gambar-17).
BILLIONS US$
Gambar-17: Kinerja Ekspor Non-Migas Indonesia 1998-2012
Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia Tahun 1998 - 2012
180 160
Pasar Tujuan Ekspor berjumlah 146 negara US$ 153,04 billion
Pasar Tujuan Ekspor berjumlah 142 negara US$ 107,89 billion
140 120 100 80
Pasar Tujuan Ekspor berjumlah 86 negara
Pasar Tujuan Ekspor berjumlah 119 negara US$ 47,40 billion
US$ 40,97 billion
60 40 20 1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Catatan: Kriteria Jumlah Pasar Tujuan Ekspor, negara tujuan dengan nilai ≥ US$ 5 juta
Sumber: Kemendag (2013)
84
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Selain itu di pasar nontradisional belum ada pemain ekspor yang mendominasi pasar, sehingga pangsa pasar masih sangat terbuka & dinamis. Hambatan nontarif pun tidak seketat di negara-negara maju. Namun demikian untuk memasuki pasar nontradisional memerlukan extra effort mengingat biasanya di pasar nontradisional infrastrukturnya belum sebaik negara maju yang seringkali menimbulkan biaya yang lebih tinggi. Selain itu juga memiliki potensi risiko yang relatif lebih besar, serta dukungan perbankan yang kurang dalam mendukung transaksi global. Untuk sukses memasuki pasar nontradisional diperlukan kerja sama berbagai komponen, tidak hanya promosi dan penetrasi pasar namun juga dukungan jaminan pembiayaan ekspor. Di sinilah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank memiliki ruang peran yang sangat besar. 3. Sejalan dengan hasil analisis RCA dan RCA dinamis di atas, hasil penelitian ADB (2013a) menunjukkan bahwa Indonesia hanya memiliki komoditas dengan daya saing tinggi yang relative terbatas. Gambar-18 menunjukkan bahwa jumlah komoditas unggulan ekspor Indonesia jauh di bawah Malaysia, Thailand, dan China; hanya sedikit di atas Vietnam dan Philippines. Gambar-18: Indikator Kekuatan Diversifikasi Ekspor Number of products exported with comparative advantage
1,200 1,000 800 600 347
400
325
317
2005
2010
280
200 0 1995
2000
2005
2010
1995
2000
1995
2000
2005
Singapore
Indonesia
Cambodia
Hong Kong, China
Viet Nam
Azerbaijan
Rep. of Korea
Philippines
Malaysia
Sri Lanka
Japan
India
People’s Rep. of China
Kazakhstan
Bangladesh
Thailand
Pakistan
Myanmar
2010
Uzbekistan Nepal
Note: The figures show the number of products exported with RCA(pop)c,p>0.25. The maximum possible is 1,240 products.
Sumber: ADB (2013a) 85
Padahal dari analisis RCA terhadap komoditas pertanian saja, Indonesia memiliki beberapa komoditas dengan angka indeks yang sangat besar. Ini merupakan peluang untuk melakukan diversifikasi produk tersebut ke dalam produk-produk turunannya. 4. Terkait dengan hubungan bilateral dengan Turkey maka dapat dijalin pola hubungan yang melihat persamaan dari sisi kultur sosial budaya. Misalnya sebagai sama-sama anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) dapat dibuka kerja sama di bidang telekomunikasi, infrastruktur, energi, dan pengelolaan air serta di bidang jasa seperti: tourism, syariah banking dan sektor keuangan. 5. Indonesia dalam berbagai fora internasional perlu lebih proaktif daripada reaktif. Misalnya untuk merespon liberalisasi dan memasuki Uni Eropa perlu strategi pendekatan yang tidak semata G to G (government to government) tetapi perlu dikembangkan lebih aktif B to B (business to business) karena ini yang lebih riil dalam proses perdagangan dunia untuk membangun global value chain usaha Indonesia. Trade finance institution juga perlu lebih aktif memasuki pasar-pasar baru dengan membuat networking lembaga pembiayaan juga dengan small medium enterprises (SME). 6. Saat ini juga sedang berkembang negosiasi pembentukan megablok perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Kondisi ini menjadikan skema perdagangan dunia juga semakin kompleks. Kompleksitas kondisi ini juga memerlukan strategi yang tepat bagi Indonesia. Lingkungan yang berubah sebetulnya tidak akan memberikan dampak negatif ketika Indonesia memiliki kesiapan dari sisi internal strateginya, antara lain: a. Strategi liberalisasi perdagangan bukan strategi yang berdiri sendiri, bahkan seharusnya dia merupakan ‘halaman muka’ dari strategi industrialisasi.
Konsekuensinya
dalam
menerapkan
strategi
perdagangan dunia tidak bisa reaktif, tetapi harus melihat kepentingan
86
negara dan bangsa dalam spektrum jangka panjang karena strategi industrialisasi tidak mungkin dilakukan dalam jangka pendek. b. Perlu strategi yang lebih tepat dan detail commodity to commodity, karena overgeneralisasi seringkali memberikan arah dan respon yang tidak tepat. c. Kebijakan tarif tidak selalu powerful untuk mendorong terjadinya peningkatan arus perdagangan dunia dan investasi. Perlu dilihat faktorfaktor yang menghambat secara lebih presisi untuk kemudian dilakukan debottlenecking policy. d. Bagaimana pun kendala jarak masih menjadi variabel yang perlu dipertimbangkan, sehingga strategi penetrasi pasar juga pembentukan blok dan skema kerja sama perdagangan dunia masih perlu melihat instrumen ini. 7. Baldwin (2013b) memberikan analisis yang tajam terkait perkembangan isu terkini dalam melihat globalisasi perdagangan dunia. Beliau mengilustrasikan bahwa sekarang produk-produk dunia merupakan hasil kolaborasi antar banyak negara. Misalnya produk smartphone yang komponen dan proses produksinya lintas negara. Beliau menyangsikan kalau pendekatan liberalisasi tarif masih relevan untuk menjawab permasalahan ini. Beliau mengusulkan suatu pendekatan baru yaitu dengan lebih melihat kepada interaksi bisnis dari berbagai negara dalam membentuk global value chain. Konsekuensinya ialah pemerintah lebih bersifat fasilitasi agar value suatu komoditas global dapat memberikan dampak yang besar bagi kesejahteraan suatu negara. Ini membawa dampak ikutan bagaimana untuk melakukan analisis dalam proses mengevaluasi dampak kebijakan di bidang perdagangan dunia.
87
Daftar Referensi
ADB. (2013a). Asia’s economic transformation: where to, how, and how fast?—Key indicators for Asia and the Pacific 2013 special chapter. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank. ADB. (2013b). Regional Cooperation and Integration in a Changing World. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank. Armington, P. S. (1969). Theory of Demand for Products Distinguished by Place of Production. IMF Staff Paper, 16(1), 159 - 178. Balassa, B. (1965). Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage. Manchester School of Economic and Social Studies, 33, 99-123. Baldwin, R. (2012). Global Supply Chains: Why They Emerged, Why They Matter, and Where They Are Going. CTEI Working Papers 2012-13: Graduate Institute of International and Development Studies, Geneva and Oxford University. Retrieved 8 August 2013, from http://graduateinstitute.ch/ctei Baldwin, R. (2013a). Lessons from the European Spaghetti Bowl. ADBI Working Paper 418. Tokyo: Asian Development Bank Institute. Retrieved 8 August 2013, from http://www.adbi.org/workingpaper/2013/04/24/5626.lessons.european.spaghetti.bowl/ Baldwin, R. (2013b). Misthinking Globalisation. Paper presented at the 21st International Input-Output Conference, Kitakyushu, Japan, 9-12 July 2013. Batra, A., & Khan, Z. (2005). Revealed Comparative Advantage: An Analysis for India and China. Working Paper No. 168, Indian Council for Research on International Economic Relations (ICRIER). Bender, S., & Li, K.-W. (2002). The Changing Trade and Revealed Comparative Advantages of Asian and Latin American Manufacture Exports. Working Papers 843, Economic Growth Center, Yale University. Brockkmeier, M. (1996). A Graphical Exposition of the GTAP Model. GTAP Technical Paper No. 8. Retrieved 29 September 2013, from https://www.gtap.agecon.purdue.edu/resources/download/181.pdf
88
Burfisher, M. E. (2011). Introduction to Computable General Equilibrium Models. Cambridge: Cambridge University Press. Chandra, A. C., et al. (2010). Hopes and Fears: Indonesia’s prospects in an ASEAN–EU Free Trade Agreement. Winnipeg, Manitoba, Canada: the International Institute for Sustainable Development. Edwards, L., & Schoer, V. (2001a). Measures of competitiveness: A dynamic approach to South Africa’s trade performance in the 1990s. South African Journal of Economics, 70, 1008-1046. Edwards, L., & Schoer, V. (2001b). The Structure and Competitiveness of South African Trade. Paper presented at the Trade and Industrial Policy Strategy Annual Forum, Misty Hills, Muldersdrift, 10-12 September 2001. Gilbert, J. P. (2001). Apendix B GTAP Model Analysis: Simulating the Effect of a Korea - US FTA Using Computable General Equilibrium Techniques. In I. Choi, & J. J. Schott (Eds.), Free Trade Between Korea and the United States? Washington, DC: Peter G. Peterson Institute for International Economics. Gujarati, D. N. (2009). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill Higher Education. Hertel, T. W. (1997). Global Trade Analysis: Modeling and Applications. Cambridge: Cambridge University Press. Hertel, T. W., & Tsigas, M. E. (1997). Structure of GTAP. In T. W. Hertel (Ed.), Global Trade Analysis: Modeling and Applications. Cambridge: Cambridge University Press. Kawai, M., & Wignaraja, G. (2009). The Asian “Noodle Bowl”: Is It Serious for Business? ADBI Working Paper 136. Tokyo: Asian Development Bank Institute. Retrieved 21 November 2013, from http://www.adbi.org/workingpaper/2009/04/14/2940.asian.noodle.bowl.serious.business/ Kemendag. (2011). Penguatan Kemitraan Indonesia-UE: Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA). Retrieved 21 November 2013. from http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/201 10615_01_id.pdf. Kemendag. (2013). Tantangan dan Hambatan Ekspor Nasional dalam Persaingan Pasar Global. Paper presented at the Seminar Nasional “Inisiatif Program National Interest Account (NIA) sebagai Alternatif Percepatan Pertumbuhan Ekspor Nasional", Jakarta, 10 September 2013. Martua. (2013). Daya Saing Produk Ekspor Pertanian Dengan Metode RCA Dinamis. Unpublished Skripsi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang. Plummer, M. G., et al. (2010). Methodology for Impact Assessment of Free Trade Agreements. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.
89
Saparini, H. (2012). Indonesian Economy: Relationship with Three New Asian Giants and Its Current Development, Presentation at Seminar of Indonesia. Asia Pacific University, Beppu - Japan, 13 July 2012. Syafa'at, N., et al. (2005). Pertanian Menjawab Tantangan Ekonomi Nasional: Argumentasi Teoritis, Faktual dan Strategi Kebijakan. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama. World_Bank. (2013). World Development Indicators. Retrieved 27 May 2013, from http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators Yustika, A. E. (2012). Free Trade Area dan Perdagangan Indonesia, Presentation at Focus Group Discussion. Malang, 18 October 2012.
90