LAPORAN AKHIR
RISET TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU; STUDI KASUS PEMILIH PENGGUNA KTP DAN IDENTITAS LAIN DI PROV.SULAWESI SELATAN
1
LEMBAGA STUDI KEBIJAKAN PUBLIK 2016
PENGANTAR Dalam beberapa studi politik, Indonesia dikategori sebagai negara demokrasi yang masih dalam proses transisi. Salah satu indikator utama dalaproses demokratisasi adalah kualitas pemilu di Indonesia yang belum maksimal, lebih khusus terkait dengan kuantitas dan kualitas pemilih dalam setiap proses pemilihan. Kualitas dan kuantitas pemilih adalah sebuah faktor yang kompleks karena dipengaruhi oleh beragam faktor. Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta jajarannya dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota berupaya secara maksimal untuk meningkatkan kualitas pemilih tersebut. Untuk melakukan upaya perbaikan kualitas pemilih tersebut, KPU melakukan riset secara kontinyu agar mampu mengidentifikasi berbagai masalah yang lahir dalam proses tersebut. Dengan penelitian ini maka diharapkan melahirkan kebijakan yang strategis sehingga masalah yang muncul bisa diselesaikan dengan baik.
Berangkat dari hal tersebut maka Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) mendapat kepercayaan untuk melakukan riset terkait dengan partisipasi pemilih dengan kasus penggunaan KTP dan identitas lain pada Pilkada serentak 11 kabupaten di Sulawesi Selatan 2015. Riset ini dilakukan selama satu hampir dua bulan terhitung 1 Juli – 20 Agustus 2016 dan dilakukan oleh Tim Riset Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) yang dikoordinir oleh A.Yudha Yunus. Anggota Tim Riset LSKP adalah Andi Ahmad Yani, Salma Tadjang, Hasnawati, A. Muhammad Firman, dan Abdul Naris Agam. 2
Melalui kesempatan ini, kami menghaturkan banyak terima kasih kepada Bapak Drs..Muh Iqbal Latief, M.Si (Ketua), Bapak Faisal Amir, SE, MM (Anggota), Ibu Mardiana Rusli (anggota), Bapak Khaeral Mannah, SH,MH (anggota), dan Ibu Misnah M. Hattas (anggota). Terima kasih juga kami haturkan kepada sekertarias KPU Sulsel khususnya Bapak Drs.H.Annas GS, SP, MM selaku kepala bidang. Terakhir,
kami
berharap
penelitian
ini
dapat
berkontribusi
untuk
meningkatkan kualitas Pemilu/Pilkada selanjutnya, terkhusus pada kualitas pemilih. LSKP sebagai salah satu organisasi masyarakat sipil yang selama ini aktif dalam pemantauan pemilu/pilkada dan pelatihan sumberdaya manajemen pemilihan, kami berharap kerjasama dengan KPU Sulawesi Selatan bisa lebih ditingkatkan kemudian. Makassar, 15 Agustus 2016
A.Yudha Yunus Ketua Tim Riset
3
DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN…………………………………………………… ……………….1 B. PERTANYAAN PENELITIAN………………………………………………….....3 C. TUJUAN PENELITIAN………………………………………………………… …..3 D. METODE RISET………………………………………………………………… ….4 E. LAPORAN PENELITIAN…………………………………………………………. .7 F. TEMUAN SPESIFIK……………………………………………………………... 22 G. REKOMENDASI …………………………………………………………………..23 H. PENUTUP…………………………………………………………… ……………...23 I. LAMPIRAN…………………………………………………………… ……………24
4
A. PENDAHULUAN Partisipasi pemilih dalam pemilihan umum selama ini menjadi salah satu indikator utama dalam pelaksanaan demokrasi perwakilan. Angka pemilih di setiap negara mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh beragam faktor. Berdasarkan kajian literatur, secara umum terdapat tiga faktor utama yang menjelaskan tren angka pemilih yang fluktuatif di berbagai negara (Blais et al, 2003). Pertama, menurut Powel (1982), faktor pembangunan sosial ekonomi menjadi determinan utama yang mempengaruhi angka partisipasi pemilih. Lebih
lanjut, Powel (ibid) menjelaskan bahwa kualitas pembangunan
sosial dan ekonomi di sebuah negara berdampak pada tingkat akses masyarakat pada informasi dan pendidikan. Dimana kedua faktor ini menjadi pemicu kesadaran politik masyarakat dan perbedaan kepentingan antar kelompok yang memotivasi mereka untuk terlibat dalam proses politik dengan menggunakan hak pilihnya. Faktor determinan yang kedua adalah populasi penduduk di sebuah negara. Studi yang dilakukan oleh Verba dan Nie (1972) dan Oliver (2000) mengurai faktor ini dimana sebuah negara yang wilayah lebih kecil akan cenderung memiliki partisipasi pemilih yang lebih tinggi karena komunikasi bisa lebih efektif. Dalam studi lain, Lipset (1981) mengurai lebih dalam dengan menganalisis faktor kepadatan penduduk yang menurutnya lebih terkonsentrasi dan lebih mudah untuk dimobilisir. Faktor terakhir yang turut mempengaruhi angka partisipasi pemilih menurut Blais et al (2003) adalah faktor geografis. Menurut mereka, variasi jumlah pemilih di beberapa negara kemungkinan dipengaruhi oleh budaya politik di sebuah kawasan tertentu.
Blais et al (2003)
mengeksplorasi dalam studi perbandingan kehadiran pemilih di beberapa negara di Eropa, Afrika dan Amerika Selatan, dimana mengindikasikan bahwa jumlah kehadiran pemilih lebih tinggi di negara yang memiliki 5
populasi lebih rendah dengan tingkat ekonomi di bandingkan di negara Amerika Utara dan Eropa Timur. Selain ketiga faktor di atas, sebuah studi lain juga menawarkan sebuah alternatif berbeda dengan lebih spesifik melihat pada faktor institusional politik. Menurut Merrifield (1993), kehadiran pemilih tidak semata disebabkan oleh faktor-faktor makro seperti yang dijelaskan beragam studi politik sebelumnya. Merrifield (Ibid) lebih lanjut menjelaskan bahwa faktor institutional justru menjadi faktor yang lebih berpengaruh angka partisipasi pemilih. Faktor-faktor institusional yang dimaksud tersebut antara lain seperti: kebijakan pembatasan anggaran, perubahan anggaran, keberadaan kebijakan berdasarkan inisiatif, jumlah legislator, kebijakan perpajakan, dan penguasaan satu parpol di parlemen dan pemerintahan. Dalam studinya tersebutm Merrifield menunjukkan bagaimana beragam faktor institutional menjadi faktor paling berpengaruh pada kehadiran pemilih dalam pemilihan umum di berbagai negara demokratis. Berangkat dari perdebatan dua pendekatan analisis kehadiran pemilih di atas, maka menarik untuk melihatnya dalam kasus di pemilihan umum atau pemilihan kepada daerah di Indonesia. Gayung bersambut dengan inisiatif cerdas Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan program penelitian terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah, lebih spesifik dalam hal partisipasi pemilih. KPU melaksanakan riset untuk mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang terkait dengan manajemen pemilihan. Selain itu riset ini diharapkan menjadi bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi warga pada pemilihan selanjutnya. Berdasarkan pedoman riset Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2016, riset partisipasi pemilihan fokus pada tiga masalah utama yaitu: ketidakhadiran pemilih di TPS pada Pemilu, suara tidak sah dalam Pemilu dan pemilih 6
pengguna KTP dan identitas lainnya. Terkait dengan hal tersebut, KPU Sulawesi Selatan (KPU Sul-Sel) diminta untuk melaksanakan penelitian yang berfokus pada fenomena penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu identitas lain di pemilihan kepala daerah. Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) yang dipercaya menjadi mitra KPU Sul-Sel untuk melakukan riset ini melaporkan perkembangan riset yang telah dilakukan.
B. PERTANYAAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan riset sebagai berikut:
Apa alasan pemilih menggunakan KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015?
Bagaimana pattern pemilih pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015?
Apa dan bagaimana respon KPU KAB/KOTA penyelenggara Pilkada 2015 terkait pengguna KTP atau identitas lain ini ?
Apa temuan dan bagaimana respon Panitia Pengawas (Panwas) di daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2015 terkait dengan pengguna KTP atau identitas lain ini?
C. TUJUAN PENELITIAN Riset penggunaan KTP dan identitas lain dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sul-Sel 2015 bertujuan untuk: •
Mengidentifikasi alasan pemilih menggunakan KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015.
•
Mengidentifikasi jenis pemilih yang menggunakan KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015.
7
•
Mendokumentasi kebijakan KPU KAB/KOTA mengantisipasi penggunaan KTP atau identitas lain.
•
Mendokumentasi temuan Panwas pada kasus penggunaan KTP atau identitas lain
D. METODE RISET Desain Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif. Metode riset ini menjadi metode paling efektif untuk mengeksplorasi data lebih dalam dengan karakteristik informan yang sangat spesifik yaitu pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2016 yang terdiri atas 5 tahapan yaitu: tahap persiapan, tahap riset lapangan, tahap penginputan data, tahap analisis data, tahap penulisan laporan. Lokasi penelitian Penelitian ini memilih 4 daerah dari 11 daerah di Sulawesi Selatan yang menyelenggarakan Pilkada 2015. Keempat daerah tersebut adalah: 1. Kab. Gowa 2. Kab. Pangkep 3. Kab. Toraja Utara 4. Kab. Luwu Utara Peneliti memiliki dua dasar dalam pemilihan keempat daerah. Pertama, keempat daerah tersebut memiliki angka pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015, sebagaimana terlihat pada tabel 1 di bawah. Kedua, keempat daerah tersebut mewakili karakteristik geo-politik lokal yang menjadi representasi empat etnis besar di Sulawesi Selatan. Dimana Kab.Gowa representatsi suku Makassar, Kab. Pangkep representasi suku
8
Bugis, Kab. Luwu Utara mewakili suku Luwu dan Kab. Toraja Utara mewakili suku Toraja. Tabel 1. Pemilih Pengguna KTP dan Identitas Lain Pilkada serentak 2015 di Provinsi Sulawesi Selatan No.
Pengguna KTP
Kabupaten Lk
Pr
Persentase Lk +Pr
1
Soppeng
645
640
1.285
0,91%
2
Barru
784
819
1.603
1,58%
3
Bulukumba
2.320
2.797
5.117
2,36%
4
Maros
1.380
1.698
3.078
1,93%
5
Pangkep
1.057
1.255
2.282
1,26%
6
Gowa
3.377
4.296
7.673
2,37%
7
Tana Toraja
1.437
1.330
2.767
2,25%
8
Luwu Utara
1.550
1.607
3.157
1,85%
9
Luwu Timur
1.048
934
1.982
1,44%
10
Selayar
393
433
826
1,10%
11
Toraja Utara
2.775
2.889
5.664
4,30%
16.766
18.668
35.434
2,01%
Jumlah
Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
Wawancara mendalam
Wawancara mendalam merupakan instrument riset penting dalam studi kualitatif dengan fokus pada informan kunci yang dianggap paham dan mengetahui masalah yang diteliti. Dengan instrument ini maka peneliti dapat mendapatkan data yang lebih kompleks dan dalam terkait dengan penggunaan KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015. 9
Focus group discussion (FGD)
FGD juga menjadi salah satu instrument utama dalam penelitian kualitatif. FGD dilakukan untuk melakukan konfirmasi pada beberapa informasi yang telah ditemukan. Selain itu, FGD
juga dilakukan untuk
mengeksplorasi beberapa informasi yang fokus pada sebuah issu yang melibatkan beberapa orang, khususnya pada issu pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015.
Studi dokumen
Studi dokumen menjadi instrument dalam penelitian ini untuk menggali lebih dalam kebijakan-kebijakan dan program-program yang telah dilaksanakan oleh KPU KAB/KOTA dan Panwas di empat lokasi riset terkait dengan partisipasi pemilih Pilkada 2015, terkhusus mengenai pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015. Populasi dan informan Populasi utama dalam riset ini adalah semua pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015 di empat lokasi riset. Penelitian ini memilih minimal lima informan kunci di setiap lokasi riset. Informan dipilih dengan metode purposive sampling atau berdasarkan alasan tertentu dimana fokus pada pemilih pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015. Untuk mendapatkan informasi yang lebih variatif dan dalam, riset ini memilih informan kunci berdasarkan empat indikator utama. Indikator informan kunci pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015 adalah: •
Kelamin
Informan kunci yang diwawancarai mayoritas perempuan dengan pertimbangan
tingginya
tingkat
kerentanan
perempuan
menerima
pemaksaan pilihan politik, khususnya di Pilkada. •
Usia
10
Informan kunci diharapkan dapat merepresentasikan usia pemilih yang beragam dengan dibagi secara umum menjadi dua kelompok besar yaitu pemilih muda (17-35 tahun) dan pemilih tua (36 tahun ke atas). •
Daerah
Informan kunci juga diharapkan mewakili variasi lokasi pemilihan dengan fokus pada dua variable yaitu daerah urban dan daerah rural. Daerah urban adalah daerah kecamatan ibu kota kabupaten dan daerah rural adalah daerah kecamatan di lura ibu kota kabupaten di empat lokasi riset. Perbedaan lokasi mempengaruhi kemungkinan mobilisasi atau intimidasi para pemilih pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015. Selain informan kunci yang terdiri dari pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015 kemarin, penelitian ini juga mengumpulkan data dan informasi dari petugas penyelenggara Pilkada yang mewakili KPU KAB/KOTA di masing-masing daerah, mantan anggota Panwas Pilkada 2015 dan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) yang bertugas mendata calon pemilih. Analisis Data Hasil penelitian akan dianalisis dengan metode deskriptif dengan melihat keterkaitan data dan informasi yang telah diperoleh melalui wawancara mendalam dan FGD. Selain itu, data dari studi dokumen digunakan menjadi data penunjang untuk mendukung asumsi yang telah dibangun berdasarkan analisis data hasil wawancara dan FGD.
F. LAPORAN PENELITIAN Penelitian partisipasi pemilih di Pemilu/Pilkada dengan mengambil kasus penggunaan KTP atau identitas diri lain pada Pilkada 2015 di Sulsel ini akan dianalisis dalam dua komponen utama yang saling terkait. Kedua komponen utama ini didasarkan pada permasalahan yang dianalisis dalam
11
penelitian ini yaitu : Pertama: Komponen pemilih yang menggunakan KTP dan identitas lain pada empat lokasi riset yang menyelenggarakan Pilkada 2015 di Sul-Sel; dan Kedua: komponen penyelenggara Pilkada yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada 2015. Selain penyelenggara, komponen ini juga menyangkut petugas pemutakhiran data pemilih yang bertanggungjawab pada pendataan para pemilih yang akan menjadi acuan penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh KPU Kab/Kota. Data Informan Kunci Seperti yang telah diurai di bagian metode penelitian, informan kunci riset ini adalah pemilih pengguna KTP dan identitas lain. Seperti terlihat pada Grafik
1
mayoritas
informan
kunci
adalah
perempuan
untuk
mengidentifikasi kemungkinan adanya faktor gender dalam penggunaan KTP. Grafik 1: Jenis Kelamin Informan Kunci
Jenis Kelamin 6
6 4
5 3 3
3
4 3
3
2
LK PR
0 GOWA
PANGKEP
TORAJA UTARA
LUWU UTARA
Pada Grafik 2 di bawah terdeskripsi umur informan kunci dominan pemilih usia tua (>36 tahun) dibandingkan pemilih usia muda (17-35 tahun). Pemilih pengguna KTP yang berusia tua diharapkan dapat memberi informasi mengenai pengalaman pemilihan yang pernah diikuti yang terkait dengan penggunaan KTP dan identitas lain.
12
Grafik 2: Umur Informan Umur Informan 2
LUWU UTARA
8 5
TORAJA UTARA
2 > 36 THN 4 4
PANGKEP
17-35 THN
7
GOWA
1 0
2
4
6
8
10
Selanjutnya latar pendidikan informan dapat terlihat di Grafik 3 di bawah terlihat mayoritas memiliki pendidikan minimal SMA kemudian disusul informan yang berlatar pendidikan tinggi (D3,S1 dan S2). Dalam beberapa penelitian terlihat bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi prilaku pemilih yang kemungkinan juga berdampak pada prilaku penggunaan KTP dan identitas lain. Grafik 3: Tingkat Pendidikan Informan Kunci
Pendidikan Pendidikan Infoman 6 5
5 4
GOWA 3
3
3
PANGKEP
3 2
2
2
2
1
11
1
TORAJA UTARA LUWU UTARA
1 0
0 SD
SMP
SMA
D3, S1
13
Faktor geografis juga ikut mempengaruhi prilaku pemilih dimana pemilih yang tinggal di kota dan desa kemungkinan memiliki preferensi pilihan. Selain itu, preferensi pilihan juga kemungkinan bisa mempengaruhi alasan penggunaan KTP dan identitas lain. Pada Grafik 4 di bawah terdeskripsi mayoritas informan tinggal di daerah pedesaan. Pada beberapa kasus pemilihan sebelumnya, pemilih di daerah pedesaan cenderung lebih mudah dimobilisasi oleh kelompok tertentu untuk memilih calon dukungannya. Dengan
demikian
riset
ini
diharapkan
dapat
mengidentifikasi
kemungkinan hubungan antara kasus mobilisasi dengan penggunaan KTP dan identitas lain. Grafik 4: Lokasi informan Lokasi Informan 6
6 5
5 4
4
4
3
5
3 KOTA (URBAN) 2
2
DESA (RURAL)
2 1 0 GOWA
PANGKEP
TORAJA UTARA
LUWU UTARA
Pemilih Pengguna KTP atau identitas lain pada Pilkada Serentak Sulawesi Selatan 2015 Bagian ini fokus untuk mengetahui alasan mengapa para pemilih menggunakan KTP atau identitas lain. Tim peneliti mewawancarai 31 informan kunci (yang semuanya dipilih karena telah memilih dengan menggunakan KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015 di empat lokasi riset. Rincian jumlah menurut wilayah studi sebagai berikut: Kab. Gowa sebanyak 6 informan, Kab. Pangkep sebanyak 8 informan, Kab. Toraja 14
Utara sebanyak 7 informan dan 10 informan di Kab. Luwu Utara. Para informan kunci ini dipilih berdasarkan kriteria tersendiri sebagaimana telah diurai pada bagian metode penelitian. Pemilih yang tidak terdaftar di DPT atau tidak menerima formulir Model C6 mendapatkan informasi tentang kebijakan pengunaan pengguna KTP dan identitas lain pada Pilkada 2016 di Sul-Sel dari beberapa sumber informasi sebagai berikut. Beberapa pemilih mendapatkan informasi dari media massa, seperti televisi. Informasi kebijakan ini juga diperoleh pemilih dari petugas KPPS, tetangga, kepala dusun dan kepala desa/lurah. Sebagian pemilih juga menerima informasi di tempat-tempat ibadah dan pasar (program grebek pasar) yang dilakukan oleh KPU Kab/Kota. Dari hasil wawancara, pemilih memiliki tiga alasan utama menggunakan KTP atau identitas lain pada Pilkada 2015. Alasan pertama adalah pemilih tidak menerima surat pemberitahuan atau formulir C6 dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang dijelaskan dengan kasus-kasus yang ditemukan dalam penelitian lapangan. Kasus pertama, pemilih pengguna KTP tidak mendapatkan formulir model C6 karena tidak terdaftar di DPT. Menariknya adalah pemilih ini justru terdaftar di DPT pada Pemilu Legislatif 2014 dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 namun justru tidak terdaftar di DPT Pilkada 2016. Kasus ini terjadi pada informan antara lain di: Lembang (desa) Tallu lolo, Kec. Kesu, Kab. Toraja Utara; Kelurahan Malino, Kecamatan Tinggi Moncong, Kab. Gowa; Kelurahan Pandang-Pandang, Kec. Somba Opu, Kab. Gowa; Kelurahan Samalewa, Kec.Bungoro, Kab. Pangkajenne dan Kepulauan (Pangkep). Berikut deskripsi kasus: Kasus ini terjadi di TPS 1 Kel. Pandang Pandang, Kec. Somba Opu Kab. Gowa. Pemilih ini mulai berdomisili di Gowa pada tahun 2009, selaku ibu rumah tangga. Ia mengaku kalau baru kali ini (pilkad 2015) menggunakan KTP, karena pada saat Pileg dan Pilpres 2014, ia menggunkan hak pilih berdasarkan surat pemberitahuan (formulir model 15
C6) yang ia terima dari petugas KPPS. Ia baru menyadari kalau namanya tidak ada lagi di DPT Pilkada 2015 minus 7 hari sebelum hari pencoblosan, ketika ia tidak menerima surat pemberitahuan dari KPPS 1 Pandang-pandang yang juga sekaligus berstatus suaminya. Suaminya sudah 2 kali mejadi petugas KPPS. Kasus kedua adalah, pemilih terdaftar di DPT namun tidak mendapatkan formulir model C6 dari KPPS. Kondisi ini ditemukan di beberapa informan pada lokasi sebagai berikut: Kelurahan Kasimbong, Kec. Masamba, Kab. Luwu Utara. Alasan kedua adalah pemilih baru pindah dari tempat lain sehingga namanya tidak masuk dalam Daftar Pemilihan Tetap (DPT). Pemilih yang pindah ini tidak meminta surat keterangan pindah dari PPS dan cukup memperlihatkan KTP ke KPPS untuk di daftar di DPTb2. Kasus ini terjadi di beberapa lokasi yaitu: Kelurahan Tampo Tallunglipu, Kec. Tallunglipu, Kab. Toraja Utara; Desa Mandalle, Kec. Mandalle, Kab. Pangkep. Alasan ketiga, pemilih menggunakan KTP karena tidak berada di tempat ketika pendataan pemilih dilakukan petugas sehingga namanya tidak terdata di DPT. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, pertama:pemilih merantau atau berdomisili di lokasi lain karena alasan lanjut studi di kota tertentu sehingga pada saat saat pemutakhiran pemilih pemilih tidak ada di tempat namun kembali pada saat menjelang pemungutan suara Pilkada. Lokasinya, Kelurahan Rantepao, Kecamatan Rantepao, Kab. Toraja Utara. Kedua: pemilih menikah dengan pasangan yang bermukim di kecamatan lain dan berpindah domisili mengikuti pasangannya.
Pada saat
pemutakhiran data pemilih, yang bersangkutan tidak didata sebagai pemilih karena dianggap telah pindah mengikuti pasangannya. Namun pada saat pelaksanaan pemungutan suara, pemilih bersangkutan kembali ke domisili awal menggunakan hak pilih dengan menggunakan KTP. Kasus ini terjadi di beberapal lokasi yaitu: Desa Tondongkura, Kec.
16
Tondong Tallasa, Kab. Pangkep;
Desa Mattirokanja, Kec. Liukang
Tuppabiring, Kab, Pangkep. Selain hal tersebut di atas, pemilih pengguna KTP dan identitas lain memiliki dua respon berbeda pada kebijakan ini. Respon pertama, beberapa pemilih mengapresiasi kebijakan penggunaan KTP,kartu keluarga, paspor dan identitas lain karena mereka tidak kehilangan hak suara/hak pilih karena tidak terdaftar di DPT atau tidak mendapatkan formulir model C6.
Sebagian pemilih pada kelompok ini pernah
merasakan kehilangan hak pilih karena tidak terdaftar di DPT pada Pemilu sebelumnya yang mana kebijakan penggunaan KTP dan identitas lain belum dilegalkan. Respon kedua, beberapa pemilih pengguna KTP dan identitas lain kurang mengapresiasi kebijakan batasan waktu yang berbeda dengan pemilih yang terdaftar di DPT. Mereka menganggap bahwa kebijakan ini memposisikan kelompok pemilih pengguna KTP dan identitas lain sebagai pemilih illegal atau tidak resmi sehingga harus dibedakan jadwal pemilihannya. Hal lain, batasan waktu ini membuat pemilih cenderung untuk tidak datang memilih setelah mendaftar sebagai pemilih pengguna KTP dan identitas lain karena mereka sudah memiliki agenda lain setelah jam 12:00. Penyelenggara Pilkada 2015
KPU Kab/Kota
Terkait dengan peran penyelenggara Pilkada 2015 pada kebijakan penggunaan KTP, KK, Paspor dan dan identitas lain, penelitian ini fokus pada dua lembaga yaitu KPU Kab/Kota termasuk petugas pemutakhiran data pemilih dan
Panwas Kab/Kota.
Jumlah informan pada
penyelenggara Pilkada 2015 adalah anggota KPU Kab/Kota dan mantan anggota Panwas Kab/Kota di empat lokasi riset. Selain itu, penelitian ini juga mewawancarai petugas pemutakhiran data pemilih juga di keempat lokasi riset. 17
Pada perspektif peran KPU Kab/Kota dan jajarannya pada penggunaan KTP dan identitas lain, penelitian ini berfokus pada regulasi atau program dalam merespon kebijakan ini. Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2015 Pasal 20 tentang Daftar Pemilihan tambahan 1 dan pasal 27 tentang daftar pemilih tambahan 2 menyebutkan bahwa pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dapat memilih dengan menunjukkan KTP, KK, Paspor atau pun identitas lain. Dalam PKPU Nomor 4 tahun 2015 tidak mengatur lebih detail mengenai apakah pemilih yang menggunakan KTP atau identitas lainnya harus memperlihatkan KTP atau identitas asli atau juga harus dilengkapi dengan foto copy. Penelitian ini menemukan adanya perbedaan tafsiran atas kebijakan ini khususnya bagi petugas KPPS di berbagai daerah. Sebagai contoh KPPS di TPS 4, Kel.Passele, Kec.Rantepao hanya meminta pemilih untuk sekedar memperlihatkan KTP asli bagi yang tidak terdaftar di DPT dan tidak menerima formulir C6. Namun KPPS di TPS 8, Kel. Malango,Kec.Rantepao memiliki kebijakan berbeda dengan meminta pemilih membawa KTP asli dan menyerahkan foto copy KTPnya yang menunjukkan bahwa pemilih yang bersangkutan beralamat di sekitar lokasi TPS. Implementasi kebijakan di Kab.Toraja Utara hampir sama di Kab. Pangkep dan Kabupate Gowa dimana pemilih pengguna KTP dan identitas lain harus memperlihatkan KTP atau kartu keluarga asli dan menyerahkan foto copy KTP ke KPPS. Sementara itu, petugas KPPS di Kabupaten Luwu Utara meminta pemilih yang tidak terdaftar di DPT dan tidak menerima formulir model C6 membawa dan memperlihatkan KTP atau kartu keluarga asli dan tidak perlu menyerahkan foto copy KTP ke petugas. Selain KTP dan Kartu Keluarga, surat identitas lain yang bisa digunakan menurut Surat Edaran KPU No 1003/KPU/XII/2015 pada poin 7 adalah surat
keterangan
tempat
tinggal
yang
dikeluarkan
oleh
Kepala
Desa/Lembang atau Lurah. Penafsiran jenis surat identitas lain, khususnya surat tempat tinggal ini pada beberapa kasus tidak diakui sebagai identitas 18
lain. Sebagai contoh, KPPS di TPS 8, Lingkungan Tosala, Kel. Malango, Kec.Rantepai, Kab. Toraja Utara tidak mengakui surat keterangan tempat tinggal sebagai identitas lain dan hanya mengakui KTP asli. Secara umum KPU Kab/Kota tidak membuat regulasi secara khusus terkait dengan PKPU Nomor 4
Tahun 2015 tentang Pemutakhiran Data dan
Daftar Pemilih dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan atau Walikota dan Wakil Walikota dan PKPU Nomor
10 Tahun 2015 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota. KPU Kab Toraja Utara membuat surat edaran terkait dengan penggunaan KTP dan identitas lain ke KPPS dengan melampirkan PKPU Nomor 4 Tahun
2015. Sedangkan KPU Gowa
mencetak ulang buku panduan dari KPU Pusat dan mendistribusi ke PPK dan PPS untuk didistribusi ke KPPS se Kab. Gowa dua minggu sebelum hari pencoblosan. Buku panduan ini juga memberikan penjelasan tentang penggunaan KTP dan identitas lain bagi pemilih yang tidak terdaftar di DPT atau tidak menerima formulir model C6. KPU Kab Luwu Utara dan Pangkep tidak mengeluarkan surat edaran secara khususnya terkait kebijakan ini atau mendistribusikan naskah PKPU Nomor 4 Tahun 2015 ke jajarannya di PPS dan KPPS. KPU Kab Luwu Utara dan Pangkep hanya memperkuat penjelasan terkait kebijakan ini secara langsung ke KPPS pada Bimtek persiapan Pilkada 2015. Untuk meningkatkan jumlah pemilih pada Pilkada 2015, KPU Kab/Kota melakukan berbagai upaya sosialisasi pelaksanaan Pilkada.
Sosialisasi
yang dilakukan KPU Kab.Toraja Utara melalui media baliho, spanduk, ex banner, leaf let, dan gantungan kunci. KPU Kab Toraja Utara juga bekerjasama dengan stasiun TV dan radio lokal. Selain model sosialisasi Pilkada yang standar, KPU Kab. Toraja Utara juga melakukan model sosialisasi yang spesifik dengan menggunakan satu unit mobil dengan
19
perlengkapan sound sistem berkeliling di setiap kecamatan untuk mengajak masyarakat datang ke TPS pada hari pemilihan. Sosialisasi Pilkada 2015 oleh KPU Kab. Gowa dilakukan dengan bekerjasama stakeholder kunci, seperti Komite Komunitas Demokrasi Gowa (KKDG), Ansor, Koalisi Perempuan Indonesia Gowa, Aisyiyah Gowa, Badan Kerjasama Remaja Mesjid (BKPRMI) Gowa, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Gowa dan media. Selain itu, KPU Kab. Gowa juga bekerjasama dengan Pemda Gowa khususnya Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Selain model sosialisasi standar yang dilakukan KPU Kab/Kota lain misalnya, baliho, spanduk, poster, leaflet, brosur, iklan spot, stiker dan SMS Center.
KPU Kab Gowa melakukan
sebuah model sosialisasi unik dengan nama “Grebek Pasar” dengan mendatangi pasar lokal atau tradisional untuk mensosialisasikan tahapan Pilkada 2015 terkhusus hari pencoblosan. Upaya sosialisasi lain yang dilakukan KPU Kab.
Gowa adalah gerak jalan santai
dengan tema
pilkada dengan Pameran Pilkada yang melibatkan semua PPK untuk terlibat dalam mensosialisasikan tahapan Pilkada mulai cara mengecek nama apakah terdaftar atau tidak sampai pada tahapan pemungutan suara. Sosialisasi Pilkada
2015 oleh KPU Kabupaten
Pangkajene dan
Kepulauan dilakukan kepada kelompok pemilih pemula, kampus-kampus, tokoh masyarakat, perkumpulan organisasi, mejelis taklim, dan dalam acara pengajian-pengajian serta kerjasama dengan pengurus mesjid. Sosialisasi dengan metode standar seperti iklan spot di radio pemerintah dan radio komunitas, talkshow pemilu dan poster. Upaya sosialisasi lain yang berbeda dilakukan oleh KPU Kab. Pangkep adalah memanfaatkan hajatan/event masyarakat untuk sosialisasi. Kebetulan kordinator Divisi Sosisalisasi adalah tokoh agama (Ustadz) sehingga bisa memanfaatkan
20
event/hajatan yang melibatkan dirinya untuk menyampaikan bahwa salah satu kewajiban kita sebagai umat beragama adalah memilih pemimpin. Sosialisasi Pilkada
2015 oleh KPU Luwu Utara, sosialisasi dengan
metode standar seperti poster, spanduk center, kalender dan baliho serta iklan spot dan talkshow Pilkada di stasiun radio lokal. Sosialisasi juga dilakukan di pemilih pemula, masyarakat pinggiran dan pesisir, komunitas keagamaaan melalui pengajian yang dilakukan oleh aktivis Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Sosialiasi juga dilakukan di masyarakat penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Upaya sosialisasi lain yang unik di dilakukan KPU Kab. Luwu Utara adalah sosialisasi dengan melibatkan ojek motor keliling, khususnya di daerah yang sulit diakses dengan kendaraan umum di daerah pegunungan. Upaya sosialisasi yang berbeda diinisiasi oleh KPU Kab Luwu Utara adalah lomba pidato Pilkada tingkat pelajar SMU yang pesertanya harus terdaftar di DPS.Kegiatan ini bertujuan untuk memotivasi pemilih pemula untuk aktif mengecek namanya di daftar pemilih. Upaya kreatif lain yang dilakukan KPU Kab. Luwu Utara adalah menyelenggarakan pawai kendaraan roda dua dan roda empat yang mensosialisasikan tahapan Pilkada 2015 dengan berkeliling di Sembilan kecamatan di dataran rendah Luwu Utara. Selain itu, terkait update data pemilih, KPU Kab. Luwu Utara juga melakukan kordinasi dengan Dinas Catatan Sipil dengan melakukan pertemuan pertiga bulan. Kordinasi dengan Dinas Catatan Sipil juga membahas
data
penduduk
yang belum
memiliki
Nomor
Induk
Kependudukan (NIK) untuk meningkatkan kualitas data pemilih. Petugas Pemutkhiran Data Pemilih (PPDP) Komponen penyelenggara Pilkada 2015 yang berperan strategis dalam pendataan pemilih dalam Pilkada 2016 adalah PPDP. Bahkan dapat dikatakan PPDP merupakan ujung tombak dalam menentukan seberapa besar pemilih yang menggunakan KTP pada pilkada 2015 lalu selain 21
persoalan mobiltas penduduk dan aplikasi Sidalih. Namun penelitian ini fokus pada dua issu utama yaitu pertama: faktor-faktor yang berpengaruh pada tingginya angka pengguna KTP dan identitas lain; kedua: kendala lapangan dan structural yang dihadapi PPDP selama proses pemutakhiran data pemilih Pilkada 2015. Dari hasil wawancara PPDP di Luwu Utara, latar belakang tingginya pengguna KTP dan identitas lain di Luwu Utara disebabkan oleh beberapa kasus. Kasus pertama adalah beberapa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri (Malaysia) tidak terdata pada saat pemutakhiran data pemilih namun pada saat menjelang hari pencoblosan yang bersangkutan datang dan menggunakan KTP untuk memilih. Kasus kedua adalah mahasiswa yang bermukim di kota lain juga tidak terdata oleh PPDP namun pada saat menjelang pencoblosan mereka kembali dan menggunakan KTP untuk memilih. Berdasarkan temuan ini, disinyalir kedua kasus ini terjadi karena adanya kemungkinan mobilisasi dari tim sukses pasangan calon kepada mahasiswa dan TKI untuk kembali ke Luwu Utara sebelum pencoblosan dan menggunakan KTP atau identitas lain. Untuk kasus Kab. Pangkep, PPDP yang diwawancarai menginformasikan bahwa sebab tingginya pengguna KTP dan identitas lain adalah banyaknya warga yang merantau dan nanti pulang pada saat pemilihan. Sebab lain adalah adanya warga yang pindah ke suatu daerah setelah pemutakhiran data sehingga yang bersangkutan tidak terdata di DPT yang akhirnya menggunakan KTP pada hari pencoblosan. Tinggi jumlah pengguna KTP dan identitas lain di Toraja Utara menurut PPDP adalah adanya tim sukses mengundang pemilih dari luar daerah untuk kembali memilih meskipun tidak terdaftar di DPT dengan menggunakan KTP dan identitas lain. Selain itu, banyak pemilih yang belum memiliki KTP dapat mengurus surat tempat tinggal dari kepala desa/lembang atau lurah untuk dapat digunakan memilih. 22
Pada Pilkada 2015 di Kab.Gowa, beberapa sebab tingginya angka pengguna KTP dan identitas lain menurut PPDP adalah warga susah ditemui pada pagi sampai sore hari sehingga sulit di data dalam proses pemutakhiran data pemilih. Isu kedua yang dieksplorasi dari PPDP adalah kendala yang dihadapi petugas dalam proses pemutakhiran data. Umumnya petugas menganggap kendala utama adalah keterbatasan waktu untuk pemutakhiran data yang hanya diberi waktu dua bulan. Sebagian petugas mengusulkan proses pemutakhiran data dilakukan setiap bulan dengan bekerjasama dengan Dinas Catatan Sipil. Kendala lain yang dihadapi petugas dalam proses pemutakhiran adalah sulitnya menemui pemilih yang biasanya bekerja di pasar atau di kebun sepanjang hari, kasus ini khususnya di Kab. Toraja Utara, Kab. Pangkep dan Kab. Luwu Utara. Selain itu, PPDP menganggap bahwa data yang telah dimutakhirkan dan diserahkan ke KPU Kab/Kota yang kemudian dikembalikan ke PPS dalam bentuk DPS tidak mengalami perubahan sama sekali sesuai hasil data yang petugas mutakhirkan sebelumnya. Hal ini membuat PPDP menganggap bahwa proses pemutakhiran data tidak memberi dampak positif pada perbaikan data DPS karena tidak menggunakan hasil pemutakhiran data. Kendala lain yang ditemui PPDP adalah
kurangnya
respon positif
masyarakat pada petugas pada saat proses pemutakhiran bahkan sampai menolak petugas untuk mewawancarainya. Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya sosialisasi KPU Kab/Kota dibantu oleh Kepala Desa/Lembang dan Lurah ke warganya mengenai proses pemutakhiran data pemilih. Kaitannya dengan pemutakhiran data pemilih, selain kendala yang disebutkan tersebut di atas, kendala umum yang dihadapi PPDP dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya adalah keterbatasan dari segi regulasi misalnya yang hanya mengatur orang yang datang, tetapi 23
sebaliknya orang yang meninggalkan lokasi bertahun-tahun kurang jelas di atur. Hal lain yang oleh PPDP dianggap menyulitkan, data orang meninggal bertahun-tahun atau sudah tidak bertahun tahun tidak lagi berdomisilai di satu tempat, dalam proses pendataan pemilih tetap juga harus di data karena tidak memiliki kelengkapan administsasi dari lembaga yang berwenang.
Panitia Pengawas (Panwas)
Setelah membahas KPU Kab/Kota, kita beralih ke Panitia Pengawas (Panwas) Kab/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pilkada 2015. Panwas Kab/Kota terdiri ada tiga anggota, dengan masing-masing tiga anggota di tingkat kecamatan dan desa serta pemantau di setiap TPS pada saat hari pencoblosan. Riset ini fokus pada upaya Panwas Kab/Kota dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecurangan sebagai dampak dari PKPU Nomor 4 Tahun 2015. Dengan keterbatasan orotitas dan sumberdaya, Panwas Kab/Kota tidak memiliki kebijakan khusus terkait PKPU Nomor. 4 Tahun 2015. Meskipun demikian, Panwas Kab/Kota melakukan beberapa strategi dengan meningkatkan kerjasama stakeholder kunci untuk berkolaborasi dalam melakukan pengawasan Pilkada. Sebagai contoh, Panwas Kab. Pangkep membangun kerjasama dengan polisi, kejaksaaan, media, organisasi masyarakat (ormas), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemuka agama. Selain itu, Panwas Kab.Pangkep juga melibatkan pelajar melalui kegiatan debat pengawasan Pilkada yang pemenangnya menjadi Duta Pengawas Pilkada. Panwas Kab. Toraja Utara juga membangun sinergi dengan stakeholder kunci dalam melakukan pengawasan Pilkada 2015. Panwas Kab. Toraja Utara bekerjasama dengan organisasi agama, LSM lokal, media lokal dan juga organisasi kepemudaan seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kab. Toraja Utara. Panwas Kab. Toraja Utara juga merekrut 24
pemantau di tingkat TPS yang bekerja sejak 23 hari sebelum hari pencoblosan. Kerjasama dalam pengawasan Pilkada 2015 di Kab.Gowa juga dilakukan oleh Panwas Kab.Gowa yang bersinergi dengan polisi, kejaksaan, Ormas, LSM lokal, media lokal, dan organisasi mahasiswa serta tokoh masyarakat. Untuk pemantauan tingkat TPS, Panwas Kab.Gowa merekrut 1000 orang pemantau (sesuai jumlah TPS di Kab. Gowa) untuk memastikan pelaksanaan proses pencoblosan berjalan dengan baik. Sementara itu Panwas Kab. Luwu Utara juga melakukan kolaborasi dengan organisasi stakeholder kunci untuk melaksanakan pemantauan. Selain itu, Panwas Kab. Luwu Utara juga memaksimalkan media sosial dalam menerima pengaduan pelanggaran yang terjadi, seperti Facebook. Selain media sosial, proses pengaduan juga dilakukan melalui pesan singkat (sms) untuk memudahkan pelayanan proses pengaduan. Mengingat sebagian wilayah Luwu Utara berada di daerah pegunungan yang tidak bisa diakses dengan kendaraan umum biasa dan juga tidak bisa diakses oleh jaringan telepon seluler. Khusus wilayah ini Panwas Kab Luwu Utara melakukan kunjungan langsung secara rutin untuk melakukan pengawasan atau menerima pengaduan secara langsung. Dalam hal temuan pelanggaran penggunaan KTP dan identitas lain, Panwas di empat lokasi riset tidak menemukan adanya pelanggaran yang terkait langsung dengan penyalahgunaan KTP atau kartu identitas lain. Meskipun demikian beberapa temuan Panwas pada kasus-kasus tertentu terkait secara tidak langsung pada PKPU Nomor .4 Tahun 2015. Seperti temuan Panwas Kab. Toraja Utara pada penggunaan formulir C6 oleh orang lain atau tidak sesuai data yang tercantum di undangan di Kec. Tallulipu. Temuan lain terkait formulir C6 oleh Panwas Toraja Utara adalah anak berusia 13 tahun yang
membawa formulir C6 agar bisa
mencoblos. Namun kedua kasus ini diselesaikan oleh pemantau TPS dan 25
Panwas Kecamatan dengan tidak memberikan kertas suara kepada kedua pelaku penggunaan formulir C6 tadi. Kasus lain ditemukan oleh Panwas Luwu Utara, dimana seorang pemilih ingin menggunakan keterangan domisili untuk bisa menggunakan hak pilihnya. Namun kemudian petugas KPPS dengan saran pemantau menolak pemilih tersebut karena harus menggunakan KTP atau kart keluarga dan bukan surat keterangan domisili. Panwas Kab. Luwu Utara juga menjelaskan bahwa jumlah pengguta KTP di Luwu Utara pada saat Pilkada 2015 meningkat dibandingkan Pemilu Presiden karena umumnya mahasiswa yang berdomisili di luar Luwu Utara umumnya kembali memilih dengan menggunakan KTP agar hak pilihnya tidak hilang. Sementara di Pilkada Pangkep 2015, Panwas Kab. Pangkep menemukan kasus formulir model C6 yang tidak terdistribusi, data ganda dalam DPT, dan pemilih yang mewakili orang lain pada hari pencoblosan dengan alasan pemilih aslinya sedang sakit. Untuk kasus di Kab Gowa, Panwas Kab. Gowa menemukan beberapa kasus penggunaan KTP oleh pemilih yang akan mencoblos bukan pada TPS yang seharusnya. Hal ini terjadi karena pemilih tersebut tidak menerima surat pemberitahuan dan tidak tahu kalau dirinya terdaftar di DPT atau tidak terdaftar. Akibatnya, pemilih yang memakai KTP, KK, Pasposr dan identitas lain untuk memilih juga tidak paham di mana TPS seharusnya dia memilih. Temuan ini ditemukan Panwas di Kecamatan Bajeng Kab. Gowa.
G. TEMUAN PENELITIAN Secara umum pemilih pengguna KTP dan identitas lain pada Pilkada serentak 11 Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan 2015 lalu ditemukan dua hal yaitu; Pertama;
pemilih menggunakan KTP, KK, Paspor dan
identitas lain karena pemilih tidak terdaftar di dalam DPT yang secara otomatis pasti tidak mendapatkan surat pemberitahuan /formulir model C6, 26
kondisi ini terjadi di empat lokasi riset.
Kedua,
pemilih yang
sesungguhnya terdaftar di dalam DPT tetapi hanya tidak mendapatkan surat pemberitahuan/formulir model C6, bisa jadi ketika petugas mengantarkan ke rumah pemilih, pemilih sedang tidak ada di tempat sementara ada kebijakan yang melarang formulir model C6 dititip, kondisi ini terjadi diempat lokasi riset. Selain temuan umum pada bagian ini, kami mengindentifikasi beberapa temuan spesifik
yang terkait dengan
penggunaan KTP dan identitas lain pada Pilkada 2015 sebagai berikut: Pemilih pengguna KTP dan identitas lain dibolehkan untuk mencoblos sebelum jam 12:00 sesuai aturan KPU. Kasus ini terjadi di TPS 3, Desa Mattiro Kanja, Kec. Liukang Tupabbiring, Kab. Pangkep; TPS 1, Kel.Rantepao, Kec. Rantepao, Kab. Toraja Utara. Kondisi ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal. Pertama: Petugas KPPS tidak memahami dengan baik regulasi KPU terkait jadwal pencoblosan bagi pemilih pengguna KTP dan identitas lain. Kedua: ada kemugkinan pemilih di TPS tersebut sudah habis sebelum jam 12:00 karena berbagai hal. Kasus ini bisa saja terjadi di daerah kepulauan atau daerah terpencil. Temuan penggunaan KTP dan identitas lain sebanyak 100 pemilih di TPS 3, Kel Tamarunang, Kec. Somba Opu, Kab. Gowa. Kasus ini mengindikasikan beberapa hal. Pertama: disinyalir adanya mobilisasi pemilih dari daerah lain(masih dalam lingkup Kab. Gowa) oleh calon tertentu dengan menggunakan KTP atau identitas lain.
Kedua:
pemilih bisa saja terdaftar di DPT atau tidak terdaftar di DPT, dan tidak mendapatkan formulir C6, akibatnya tidak ada informasi jelas bagi pemilih tentang TPS dimana dia memilih. Hal lain, bisa jadi pemilihnya malas mencari lokasi TPS dimana dia seharusnya memilih. Kondisi ini biasanya terjadi bila posisi rumah pemilih berada dalam perbatasan wilayah hasil pemetaan penempatan TPS, atau perbatasan kelurahan/desa. 27
H. REKOMENDASI Berdasarkan hasil riset lapangan di atas, untuk peningkatan kualitas partisipasi pemilih, khususnya terkait dengan penggunaan KTP dan identitas lain, dengan ini kami mengajukan rekomendasi sebagai berikut: 1. Sistem pemutakhiran data pemilih dilakukan setiap tiga bulan sekali yang bekerjasama dengan Pemerintah Desa/Kelurahan, dan Dinas Catatan Sipil. 2. KPU sebaiknya mengelola sumber data pemilih yang lebih up to date dan tidak semata mengacu ke DP4 dan kembali ke sistem pendaftaran pemilih (pantarlih). 3. Petugas PPDP sebaiknya direkrut secara independen dan terbuka dengan tidak semata berdasarkan rekomendasi kepala desa/lembang dan lurah. Dengan proses recruitment yang independen dan terbuka akan menghasilkan PPDP yang profesional 4. Membangun komunikasi dan kordinasi dengan partai politik dalam meningkatkan partisipasi pemilih. 5. Dinas Catatan Sipil sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam hal urusan kependudukan perlu memikirkan bagaimana melakukan penertiban adminsitasi kepada penduduk baik telah meninggal maupu telah berpindah tempat bertahun tahun, dengan demikian kita akan memiliki data penduduk lebih baik ke depan. 6. Perlu memetakan penempatan TPS berbasis KK bukan berbais DP4, untuk menghindari perlakuan pragmatism pemilih. 7. KPU Provinsi sebaiknya menafsirkan kebijakan KPU RI secara lebih detail dan jelas sehingga memudahkan penyelenggara di KPU Kabupaten/kota, PPK , PPS dan KPPS dalam menyelenggarakan pemilu. 8. Untuk memudahkan pendataan pemilih,
saatnya memikirkan
Penggunaan teknologi berbasis smart phone yang lebih memudahkan pendataan pemilih. 28
I. PENUTUP Angka partisipasi pemilih menjadi salah satu komponen penting dalam Pemilu/Pilkada. Komisi Pemilihan Umum beserta jajarannya sebagai penyelenggara Pemilu/Pilkada
di setiap tingkatan pemerintahan Indonesia
senantiasa berupaya meningkatkan angka kehadiran pemilih. Beragamnya faktor yang mempengaruhi angka kehadiran pemilih menjadikan hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk KPU/KPU KAB/KOTA dalam meningkatkan kualitas Pemilu/Pilkada. Semoga dengan penelitian ini yang berfokus pada penggunaan KTP atau identitas lain dalam Pilkada 2015 di Sulawesi Selatan, kelak akan memberikan kontribusi kebijakan dan strategi implementasi
bagi
KPU/KPU
KAB/KOTA
untuk
menjaga
kualitas
Pemilu/Pilkada Indonesia ke depan.
29
H. DAFTAR PUSTAKA Blais, Andre; Massicotte, Louis; and Agnieszka Dobrzynska (2003) Why is Turnout Higher in Some Countries than in Others?, www.election.ca. http://www.elections.ca/res/rec/part/tuh/TurnoutHigher.pdf diakses 9 Agustus 2016. Lipset, Seymour M. (1981) Political Man: The Social Bases of Politics, Baltimore: The Johns Hopkins University Press. Merrifield, John (1993) The Institutional and Political Factors that Influence Voter Turnout, Public Choice, Vol. 77, hlm: 657-667 Oliver, J. Eric (2000) City Size and Civic Involvement in Metropolitan America, American Political Science Review, Vol. 94, hlm: 361–373 Powell, G. Bingham (1982) Contemporary Democracies: Participation, Stability, and Violence, Cambridge: Harvard University Press. Verba, Sidney dan Norman H. Nie (1972) Participation in America: Political Democracy and Social Equality, New York: Harper and Row.
30
LAMPIRAN-LAMPIRAN
31