RISET TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU 2014
KEHADIRAN DAN KETIDAKHADIRAN PEMILIH DI TPS (Voter turn-out) KPU KABUPATEN PIDIE
Tim Riset Partisipasi Pemilih dan Akademisi UNIGHA
KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Riset tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Legeslatif dan Pilpres Tahun 2014, Kemudian Shalawat dan Salam kepada Rasulullah Muhammad SAW. Yang telah mencurahkan kehidupan Beliau demi Kebenaran yang Hakiki. Pelaksanaan Riset ini dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 Di Kabupaten Pidie (Studi Terhadap Tingkat Kehadiran Pemilih Di Lokasi TPS)”.Laporan penelitian ini menyajikan Informasi seluruh hasil penelitian yang dilakukan. Penulisan hasil riset ini merupakan bentuk tanggung jawab dan komitmen dari kami selaku Tim Riset Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Pidie. Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan memperlancar pelaksanaan seluruh kegiatan riset selama ini. Demikian laporan Riset yang dapat kami sampaikan, semoga dapat member manfaat bagi kita semua.Terimakasih.
Pidie, 15 Juli 2015 Tim Riset Partisipasi Pemilih dan Akademisi UNIGHA UMAR MAHDI, SH., MH
: dto
AWALUDDIN, S.Sos., M.Si : dto
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... A. Latar Belakang ................................................................................................. B. Rumusan Masalah............................................................................................ C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. D. Manfaat Penelitian ..........................................................................................
i ii 1 1 2 2 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... A. Partisipasi Politik ........................................................................................... 1. Pengertian Partisipasi Politik .............................................................. 2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik ...................................................... 3. Tujuan Partisipasi Politik ...................................................................... 4. Landasan Partisipasi Politik ................................................................. B. Pemilihan Umum ............................................................................................ 1. Pengertian Pemilihan Umum ................................................................ 2. Tujuan Pemilihan Umum ........................................................................ 3. Azas Pemilihan Umum............................................................................. 4. Sistem Pemilihan Umum ........................................................................
4 4 4 5 6 8 9 9 10 10 11
BAB III METODELOGI PENELITIAN .............................................................................. A. Jenis Penelitian ................................................................................................ B. Fokos Penelitian .............................................................................................. C. Sumber Data Penelitian ................................................................................ D. Metode Pengumpulan data ......................................................................... E. Metode Pengolahan Data ............................................................................. F. Wilayah Penelitian .......................................................................................... G. Populasi dan Sample...................................................................................... H. Analisa Data ......................................................................................................
13 13 14 14 14 15 15 15 16
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................... A. Potensi Tema riset........................................................................................... Kehadiran dan ketidakhadiran Pemilih di TPS .......................... Perilaku Memilih ................................................................................... Politik Uang .............................................................................................. Tingkat Melek Politik Masyarakat .................................................. Kesukarelaan Masyarakat Dalam Politik ...................................... B. Jumlah Penduduk............................................................................................ C. Tingkat Kehadiran Pemilih dalam Pemilu Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 ............................................................. 1. Jumlah Pemilih yang terdaftar ............................................................ 1.1 Pemilih Legislatif, dan Presiden Tahun 2014 ......................... 1.2 Pemilih Terdaftar Legislatif, dan Presiden Tahun 2014 di enam Kecamatan ........................................................................
17 17 17 18 19 20 20 22
ii
22 22 22 23
2. Jumlah Pemilih yang memberikan hak suara ................................ 2.1 Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 .................................. 2.2 Perbandingan Jumlah Pemilih dan pengguna hak pilih ...... 2.3 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 ............... 3. Faktor yang mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih dalam pemilihan umum Tahun 2014 ................................................ 3.1 Jenis Pemilihan Umum ..................................................................... 3.2 Kedekatan Kepentingan .................................................................. 4. Analisis SWOT .............................................................................................
24 24 24 25 26 26 27 28
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 31 A. Kesimpulan ....................................................................................................... 31 B. Saran .................................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 33
iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat memiliki kekuatan social baik secara pribadi maupun kelompok yang dapat menentukan haknya untuk ikut berpartisipasi terhadap keberhasilan atau tidaknya pelaksanaan pemilu secara demokratis. Karena pada dasarnya hanya partisipasi, keberanian dan kesukarealaan masyarakatlah yang bisa menentukan Peta percaturan Politik. Setiap warga negara, apapun latar belakangnya seperti suku, agama, ras, jenis kelamin, status sosial, dan golongan seluruh komponen masyarakat mempunyai dan memiliki hak yang sama untuk berserikat dan berkumpul, menyatakan pendapat, menyikapi secara kritis kebijakan pemerintah dan pejabat negara. Hak ini disebut hak politik yang secara luas dapat langsung diaplikasikan secara kongkrit melalui pemilihan umum. Keit Davis dalam Harthayasa (2002) menyebutkan bahwa dalam peran serta masyarakat terdapat adanya keterlibatan mental dan emosional yang mendorong untuk memberikan sumbangan pada kelompok dalam upaya mencapai tujuan dan bertanggungjawab terhadap upaya yang dilakukan. Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi (partisipasi) merupakan orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga negara maka warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan yang mempengaruhi hidupnya dalam keikutsertaan warga negara dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Kegiatan warga negara biasa dibagi dua memepengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuatan dan pelaksana keputusan politik. Kesadaran politik warga negara menjadi faktor determinan dalam partisipasi politik masyarakat, artinya sebagai hal yang berhubungan pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan kegiatan politik menjadi ukuran dan kadar seseorang terlibat dalam proses partisipasi politik. Pengalaman pemilihan umum yang berlangsung dalam beberapa dekade menunjukkan banyaknya para pemilih yang tidak memberikan suaranya. Sebagai fenomena penggambaran di atas apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi maka partisipasi pilitik cenderung aktif, sedangka apabila kesadaran dan kepercayaan sangat kecil maka paritisipasi politik menjadi pasif dan apatis. 1
Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui pemilihan umum secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil wakilnya.Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudang kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (UUD 1945) Penyeleggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa sistem pemilu di Indonesia adalah sistem proporsional dengan daftar calon terbuka untuk DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/Kota dan sistem distrik untuk memilih anggota DPD. Hal ini mendorong seluruh partai politik yang telah memperoleh pengesahan oleh Pemerintah sebagai partai peserta pemilu untuk memperoleh dukungan yang maksimal dalam Pemilu pada bulan April 2014. B. Rumusan masalah Dari uraian deskripsi diatas maka Tim Riset dapat mengidentifikasikan beberapa masalah yaitu : 1. Bagaimana tingkat kehadiran pemilih dalam pemilihan umum 2014 di kabupaten Pidie? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih dalam pemilihan umum 2014 di Kabupaten Pidie? 3. Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat dalam Pemilu Legeslatif 2014. C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan Penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan trend tingkat kehadiran pemilih dalam pemilihan umum 2014 di kabupaten Pidie. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih dalam pemilihan umum 2014 di Kabupaten Pidie. 3. Untuk Mengetahui dan menjelaskan tingkat kesadaran Masayarakat Pemilih pada Pemilu Legeslatif tahun 2014. 4. Untuk menyelesaikan tanggungjawab riset yang dibebankan KPU Pusat terhadap KIP. Pidie.
2
D. Manfaat Penelitian 1. Untuk menambah pengetahuan mengenai tingkat partisipasi politik di Kabupaten Pidie. 2. Mengetahui hal aatau problem apa saja yang mempengaruhi pemilih dalam memilih para calon Anggota Legislatif (Caleg). Serta menemukan akar masalah dari persoalan persoalan yang ada 3. Memberikan solusi bagi KPU Kabupaten Pidie khususnya dalam menyusun strategi untuk Pendidikan Politik bagi masyarakat.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM A. Partisipasi Politik Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Di negara-negara yang proses modrnisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara meningkat. Modernisasi politik dapat berkaitan dengan aspek politik dan pemerintah. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. 1. Pengertian partisipasi politik Pemerintah dalam membuat dan melaksanakan keuptusan politik akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Dasar inilah yang digunakan warga masyarakat agar dapat ikut serta dalam menentukan isi politik. Prilaku-prilaku yang demikian dalam konteks politik mencakup semua kegiatan sukarela, dimana seorang ikut serta dalam proses pemilihan pemimipin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijakan umum. Menurut Miriam Budiarjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah. Menurut Hutington dan Nelson, bahwa parpartisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuat keputusan oleh pemerintah.Partisipasi bisa bersifat individual dan kolektif, terorganisir dan spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan.Legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Menurut davis, partisipasi politik adalah sebagai mental dan emosinal yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada tujuan atau citacita kelompok atau turut bertanggung jawab padanya.
4
Dalam negara demokratis yang mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakannya melalui kegiatan bersama untuk menentukan tujuan serta masa depan suatu negara itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang pimpinan. Dari pengertian mengenai partisipasi politik di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan individu atau kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang negatif yang bertujuan untuk berpatispasi aktif dalam kehidupan politik dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah. 2. Bentuk-bentuk partisipasi politik Bentuk-bentuk partisipasi politik seorang tampak dalam aktivitasaktivitas politiknya.Bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (voting) rentan untuk memilih calon wakil rakyat atau untuk memilih kepala negara. Dalam buku pengantar sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff mengidentifkasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagaii berikut: a. Menduduki jabatan politik atau adiministarasi; b. Mencari jabatan politik atau administrasi; c. Mencari anggota aktif dalam suatu organisasi politik; d. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik. e. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik f. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik g. Paritispasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb h. Partisipasi dalam diskusi politik internal i. Partisipasi dalam pemungutan suara. Sastroatmodjo juga mengemukakan tentang bentuk-bentuk paritipasipasi politik berdasarkan jumlah pelakunya yang dikategorikan menjadi dua yaitu partisipasi individual dan partisipasi kolektif. Partisipasi individual dapat berwujud kegiatan seperti menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan kepada pemerintah. Partisipasi kolektif adalah bahwa kegiatan warga negara secara serentak dimaksudkan untuk mempengaruhi penguasa seperti dalam kegiatan pemilu. Sementara itu, Maribath dan Goel membedakan partisipasi politik menjadi beberapa kategori: a. Apatis, adalah orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik. b. Spektator, adalah orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilu. 5
c. Gladiator, adalah mereka yang aktif terlibat dalam proses politik misalnya momunikator, aktifis partai dan aktifis masyarakat. d. Pengkritik, adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional. Menurut Rahman, kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik mempunyai berbagai macam bentuk. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi berbagai negara dan waktu dapat dibedakan menjadi kegiatan politik dalam bentuk konvensional dan non konvensional, termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun ilegal, penuh kekerasan, dan revolusioner. Bentuk-bentuk frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, kepuasan/ketidakpuasan warga negara. Bentuk-bentuk partispasi politik yang dikemukakan oleh Alomond yang terbagi dalam dua bentuk yaitu partisipasi politik konvensional dan partisipasi politik non konvensional. Rincian bentuk partispasi politik sebagai berikut : Tabel 1: Bentuk partisipasi politik konvensional dan non-konvensional Konvensional
Non konvensional
Pemberian suara (voting)
Pengajuan petisi
Diskusi politik
Berdemonstrasi
Kegiatan kampanye
Konfrontasi, mogok
Membentuk dan bergabung Tindak kekerasan politik harta benda dalam kelompok kepentingan (pengerusakan, pengeboman) Komunikasi individual dengan Tindak kekerasan politik terhadap pejabat politik dan administratif manusia (penculikan, pembubuhan) 3. Tujuan Partisipasi Politik Adanya kondisi masyarakat yang beraneka ragam tentunya tiap-tiap warga masyarakat mempunyai tujuan hidup yang beragam pula sesuai dengan tingkat kebutuhannya, dan upaya memenuhi kebutuhan itu di refleksikan dalam bentuk kegiatan, yang tentunya kebutuhan yang berbeda akan menghasilkan kegiatan yang berbeda pula. Demikian pula dalam partisipasi politiknya tentu tujuan yang ingin dicapai antara warga satu berbeda dengan yang lain.
6
Menurut Waimer menyatakan bahwa yang menyebabkan timbulnya pergerakan ke arah partispasi yang lebih luas dalam prose politik yaitu : a. Modernisasi di segala bidang, berimplikasi pada komersialisme pertanian, industri, perbaikan pendidikan, pengembangan metode masa, dan sebagainya. b. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Perubahan sturktur kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja baru yang semakin meluas dalam era industrialisasi dan modernisasi. Dari hal itu muncul persoalan yaitu siapa yang berhak ikut serta dalam pembuatan-pembuatan keputusan-keputusan politik yang akhirnya membawa perubahan dalam pola partisipasi politik. Kelas menengah baru itu secara praktis menyuarakan kepentingan-kepentingan msyarakat yang terkesaan demokrtis. c. Pengaruh kaum intlektual dan meningkatnya komunikasi masa merupakan faktor yang meluasnya komunikasi politik masyarakat. Ide-ide baru seperti nasionalisme, liberalisasi akan membangkitkan tuntutan-tuntan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi yang luas mempermudah penyebaran ide-ide seluruh masyarakat. Dengan masyarakat yang belum maju sekalipun akan dapat menerima ide-ide politik tersebut secara tepat. Hal itu berimplikasi pada tuntutan-tuntutan rakyat ikut serta menentukan dan mempengaruhi kebijakan pemerintah. d. Adanya konflik di antara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin politik yang bersaing memperebutkan kekuasaan sering kali untuk mencapai kemenangan dilakukan dengan cara mencari dukungan masa. Dalam hal mereka beranggapan, adalah sah apabila yang mereka lakukan demi kempentingan rakyat dan dalam uapaya memerjuangkan ide-ide partisipasi masa. Implikasinya adalah munculnya tuntutan terhadap hak-hak rakyat, baik hak asasi manusia, keterbukaan, demokratisasi, maupun isu-isu kebebasan pers. Dengan demikian pertentangan dan perjuangan kelas menengah kekuasaan mengakibatkan perluasan hak pilih rakyat. e. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan-tuntutan yang berorganisasi untuk ikut serta dalam mempengaruhi keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan. Menurut Davis, partisipasi politik bertujuan untuk mempengaruhi penguasa baik dalam arti memperkuat maupun dalam pengertian menekannya sehingga mereka memperhatikan atau memenuhi kepentingan pelaku partisipasi. Tujuan tersebut sangat beralasan karena sasaran partisipasi politik
7
adalah lembaga-lembaga politik atau pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan politik. Sedangkan bagi pemerintah, partisipasi politik dari warga negara mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Untuk mendukung program-program pemerintah, artinya peran serta masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan pembangunan. b. Sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan. Jadi partisipasi politik sangatlah penting bagi masyarakat maupun pemerintah.Bagi masyarakat dapat sebagai sarana untuk memberikan masukan, kritik, dan saran terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, sedangkan bagi pemerintah partisipasi politik merupakan sebuah mekanisme pelaksanaan fungsi kontrol terhadap pemerintah dan pelaksanaan kebijakan. 4.
Landasan Partisipasi Politik
Hutington dan Nelson mengemukakan bahwa landasan yang lazim digunakan untuk menyelenggarakan partisipasi politik adalah: a. Kelas : perorangan-perorangan dengan status sosial, pendapatan, pekerjaan yang serupa. b. Kelompok/komunal : perorangan-perorangan dari ras, agama, bahasa atau etnisitas yang sama. c. Lingkungan (negihborhood) : perorangan-perorangan yang secara geografi bertempat tinggal berdekatan satu sama lain. d. Partai : perorangan yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintah. e. Golongan (function) : perorangan-perorangan yang dipersatukan oleh intraksi yang terus menerus atau intens satu sama lain, dan salah satu manifestasinya adalah pengelompokan patro-klien, artinya satu golongan yang melibatkan pertukaran manfaat-manfaat secara timbal balik di antara perorangan-perorangan yang mempunyai sistem status, kekayaan dan pengaruh yang tidak sederajat.
8
Hermawan berpendapat bahwa yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku politik, adalah: a. Lingkungan sosial politik tidak langsung seperti sistem politik, media masa, sistem budaya, dan lain-lain. b. Lingkungan politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor seperti keluarga, teman agama, kelas, dan sebagainya. c. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. d. Faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan politik, seperti suasana kelompok, ancaman, dan lain-lain.
B. Pemilihan Umum (Pemilu) 1.
Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu)
Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar.Dalam demokrasi modern yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang ditentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dilembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemiliham umum telah dinyatakan bahwa pemilihan umum, adalah saranan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia tahun 1945. Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil.Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu.Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya.Adalah suatu pelanggaran suatu hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau memperlambat pemilu.
9
Dari pengertian di atas bahwa pemilu adalah sarana mewujudkan pola kedaulatan rakyat yang demokratis dengan cara memilih wakil-wakil rakyat, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Karena pemilu merupakan hak asasi manusia maka pemilu 2014 warga negara yang terdaftar pada daftar calon pemilih berhak memilih langsung wakilwakilnya dan juga memilih langsung Presiden dan Wakil Presidennya. 2.
Tujuan Pemilihan Umum
Tujuan pemilu adalah menghasilkan wakil-wakil rakyat yang representatif dan selanjutnya menentukan pemerintahan. Dalam UUD 1945 Bab VII B pasal 22 E ayat (2) pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kemudian dijabarkan dalam UU RI Nomor 15 tahun 2011 bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat konstitusional yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3.
Asas Pemilihan Umum
Berdasarkan Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneisa tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selanjutnya kita menjelaskan beberapa dari pengertian azas-azas pemilu : Pengertian azas-azas pemilu adalah : a. Langsung Yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. b. Umum Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian). c. Bebas Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun/dengan apapun.Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
10
d. Rahasia Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya akan diberikan. e. Jujur Dalam penyelenggaraan pemilu seitap penyelenggara/pelaksana pemilu, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas, dan pemantau pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku. f. Adil Berarti dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilih dan parpol perserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun. 4. Sistem Pemilihan Umum Dalam perspektif ilmu politik dikenal bermacam-maca sistem pemilhan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu : “single member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil ; biasanya disebut Sistem Distrik) dan multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil ; biasanya dinamakan prorportional Representation atau sistem Perwakilan Berimbang)”. a. Single-member constituency (Sistem Distrik) Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang dilipunti) mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat.Untuk keperluan itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Dalam pemilihan umum legislatif tahun 2014, untuk anggota Dewan Perwakilan Daerah pesertanya perseorangan menggunakan sistem distrik. b. Multi-member constituency (sistem Perwakilan Berimbang) Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan prorportional representation atau sistem perwakilan berimbang.Sistem ini dimaksud untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik.Gagasan pokok ialah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya.Untuk keperluan ini diperlukan suatu pertimbangan. Jumlah total anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan atas dasar pertimbangan dimana setiap daerah pemilih memilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilih itu.
11
Dalam pemilu legislatif rakyat dapat memilih secara langsung wakilwakil mereka yang akan duduk di kursi DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pada pemilihan umum anggota legislatif menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka dimana dalam memilih, rakyat dapat mengetahui siapa saja calon wakil-wakilnya yang akan mewakili daerahnya. Selain dilaksanakan sistem proporsional juga adanya sistem distrik dalam pemilihan untuk anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah).Dengan adanya sistem pemilihan umum yang terbuka inilah diharapkan dapat memilih wakil-wakil rakyat yang mempunyai integritas dan benar-benar mewakili aspirasi, keragaman, kondisi, serta keinginan dari rakyat yang memilihnya.
12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian tingkat kehadiran pemilih di Kabupaten Pidie dalam Pelaksanaan Pemilu 2014 peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data dan fakta yang bersifat empirik dan psikologis yang kemudian dijabarkan dengan kata-kata untuk memperoleh gambaran yang jelas terhadap kecenderungan prilaku Pemilih yang diamati. Walau Peneliti yakin bahwa data yang akan dihasilkan tidak akan mampu menjeneralisir semua masalah, namun akan memberikan gambaran umum terhadap kondisi masyarakat dalam partisipasinya dalam pemilihan umum. Dengan pendekatan ini diharapkan mampu memetapkan tingkat kehadiran dan latar belakang partisipasi politik berupa kehadiran pemilih di Lokasi TPS untuk memberikan hak suaranya sehingga dapat melihat lokasilokasi mana yang partisipasinya sesuai dengan karakter wilayah dan psikologis masyarakatnya dan pendekatan yang digunakan untuk mendorong peningkatannya. Table 2 : Jenis Metode dan Instrumen Penelitian No 1
Jenis Metode Angket (questionnaire)
2
Wawancara (Interview)
3
Pengamatan (observasi)
4 5
Tes Dokumentasi
Jenis Instrumen melihat Indikator Angket, Daftar cocok (check list), skala (scale), inventory Pedoman wawancara (interview guide), daftar cocok (check List) Lembar Pengamatan (Observation sheet), Panduan Pengamatan,Panduan Observasi (observation schedule), daftar cocok. Soal tes, inventori Berupa Foto atau rekaman audio visual / elektronik
13
B. Fokus Penelitian Penentuan fokus penelitian memiliki dua tujuan yaitu, penetapan fokus akan membatasi studi jadi dalam fokus akan membatasi bidang inkuiri.Kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-ekslusi atau kriteria masuk-keluar suatu informasi yang diperoleh. Di dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah partisipasi politik pemilih yang berupa kehadiran pemilih di lokasi TPS untuk memberikan hak suaranya pada pelaksanaan pemilu 2014 di Kabupaten Pidie. Untuk dapat memberikan hasil yang lengkap maka fokus penelitian tersebut dirinci dalam unit-unit kajian sebagai berikut.Pertama, yaitu tingkat kehadiran pemilih dalam pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Pidie. Kedua yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih untuk memberikan hak suaranya pada pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Pidie. C. Sumber Data Penelitian Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah data berupa fakta yang ditemukan dilapangan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data merupakan keterangan-ketarangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap. Data dapat digambarkan berdasarkan hasil survei, dan lain-lain. Data perlu dikelompok-kelompokkan terlebih dahulu sebelum dipakai dalam proses analisis. Pengelompokan disesuaikan dengan karakteristik yang menyertainya. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa data pemilihan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pidie mulai dari Pemilu tahun 2009 sampai dengan data pemilu tahun 2014. Kemudian ditambah dengan data statistik yang diambil dari Pidie Dalam tahun 2014. D. Metode Pengumpulan Data Data primer adalah setiap bahan tertulis yang merupakan data hasil penelitian. Teknik dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variable dan indikator yang berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, notulen dan lain-lain. Sesuai dengan pengertian di atas maka data primer yang digunakan yaitu data mengenai hal-hal yang berhubungan dengan partisipasi politik di Kabupaten Pidie yaitu sebagai berikut. Satu, Buku Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Pidie dari data tersebut dapat diperoleh jumlah banyaknya warga Kabupaten Pidie yang mempunyai hak pilih. Kedua, yaitu Buku pedoman teknis pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara dalam pemilihan umum tahun
14
2014 dari situ dapat diperoleh data mengenai teknis pemungutan dan penghitungan suara. Data sekunder diperoleh melalui buku-buku, dokumen pemilu yang berhubungan dengan pelaksanaannya, laporan-laporan hasil penelitian, makalah, jurnal ilmiah, dan artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. E. Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh selanjutnya diolah secara kulaitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Seleksi Data, yaitu pemeriksaan data untuk mengetahui apakah data tersebut sudah lengkap sesuai dengan keperluan penelitian. 2. Klasifikasi Data, yaitu menempatkan data sesuai dengan bidang pokok bahasan agar mudah dalam menganalisisnya. 3. Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut sistematika yang ditetapkan dalam penelitian sehingga mempermudah dalam analisa. 4. Analisis data. F. Wilayah Penelitian. Penetuan wilayah diambil berdasarkan karakter masyarakat yang memiliki perbedaan secara geografis dan kebiasaan pekerjaan. 1. Kecamatan Batee 2. Kecamatan Pidie 3. Kecamatan Kota Sigli 4. Kecamatan Indrajaya 5. Kecamatan Mutiara 6. Kecamatan Tangse G. Populasi dan sampel. populasi : Adapun jumlah populasi yang dijadikan dalam penelitan ini adalah semua masyarakat yang terdaftar pada daftar Pemilih Tetap (DPT), dikecamatan yang telah dijadikan lokasi Penelitian. Sampel : Sementara sampel yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 150 masyarakat yang terdaftar sebagai DPT. Yang diambil secara acak (ramdom sampling) dimana setiap kecamatan akan diambil 25 orang untuk dimintai keterangan, dan dibagi dalam 6 (Enam) desa ditiap kecamatan, dengan latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda, dikmana setiap desa akan ditentukan sejumlah 5 (lima) responden. Sehingga kita dapat menemukan data yang siqnifikan, sebagaimana yang diharapkan untuk memenuhi standar dari data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 15
H. Analisa Data Data yang telah diolah, dianalisis secara kualitatif dengan teori yang digunakan, yaitu memberi arti dan menginterpretasikan setiap data yang telah diolah kemudian diuraikan secara komperhensif dan mendalam dalam bentuk uraian kalimat yang sistematis untuk kemudian ditarik kesimpulan. Selain itu dalam menjawab permasalah pertama peneliti menggunakan analisa isi (contain analysis) untuk mendeskripsikan hasil pemilihan dalam kurun waktu terkini. kemudian menyusun dan mengklasifikasikannya. Terdapat tiga tahap model dalam analisis bahan hukum, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Ketiga tahapan tersebut akan dilakukan secara simultan. Analisa data merupakan langkah terakhir sebelum melakukan penarikan kesimpulan. Analisis bahan hukum merupakan langkah yang paling penting dalam suatu penelitian, sebab dengan analisis akan diketahui benar atau tidaknya suatu kesimpulan yang diambil.
16
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Potensi Tema Riset Terdapat sejumlah persoalan ditemukan dari setiap pemilu yang sudah berlalu. Potret persoalan itu dilihat dalam rentang waktu Pelaksanaan pemilu pada masa pasca konflik aceh sampai dengan saat ini. Persoalan-persoalan yang dapat dijadikan tema potensial untuk diriset menyangkut partisipasi pemilih diantaranya adalah sebagai berikut: Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (Voter turn-out) Partisipasi pemilih dalam pemilu 2014 bergerak konstan. Pada pemilu legislatif, partisipasi pemilih secara keseluruhan di kabupaten Pidie sekitar 77% konsisten. Sementara itu pada pemilu Presiden 2014, angka partisipasinya sebesar 3 4 % , tercatat dalam pemilu 2014. Suatu angka partisipasinya yang dapat dikatagorikan rendah dibandingkan pemilu legislatif. Pertanyaannya, kenapa angka partisipasi pemilu legislatif naik dibandingkan pemilu sebelumnya? Kenapa angka partisipasi Pilpres menyimpang dari pola pada pemilu-pemilu sebelumnya? Selain itu kenapa golput tetap saja hadir dalam setiap even besar pesta demokrasi rakyat pemilu? Apa penyebabnya. Dari hasil riset.. ketidak hadiran pemilih dalam Pemilu dengan alasan : 1. Karena ada pekerjaan / sibuk 2. Tidak merasa berkepentingan 3. Tidak memberikan dampak pada hidup mereka 4. Politisi diaggap tidak peduli pada mereka. 5. Hadir atau tidaknya mereka dalam pemilu tidak memberikan dampak apa-apa pada mereka. 6. Memilih adalah hak mereka yang mau digunakan atau tidak itu adalah hak. 7. Tidak ada alasan apapun. Alasan kehadiran : 1. Sebagai anggota Partai Politik. 2. Sebagai kelompok dukungan 3. Akan memberikan dampak pada kehidupan mereka. 4. Agar adanya perubahan mendasar pada proses pemberdayaan dan pembangunan politik di Aceh khususnya pidie. 5. Karena ada yang memberikan bantuan logistik/uang. 6. Karena adanya kenalan/saudara yang ikut Pemilu. (legislatif) 7. Pesta demokrasi yang harus dihadiri untuk menentukan pilihan demi kehidupan bangsa kedepan. 17
Perilaku memilih (Voting behaviour) Perilaku memilih adalah terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau peserta pemilu tertentu. Tentu beragam alasan yang dapat dikemukakan oleh setiap pemilih. Persoalannya adalah : Sejauhmana pilihan-pilihan itu bersifat rasional? Dengan kata lain, sejauhmana pilihan politik mereka berdasarkan pertimbangan rasional menyangkut kandidat atau peserta pemilu itu? Apakah rekam jejak, program atau janji peseta pemilu menjadi bahan pertimbangan atau faktor lain? Riset ini penting untuk mengetahui tingat rasionalitas pemilih dalam pemilu. Tabel 3 : Prilaku Pemilih Masyarakat Rasional Emosional Lain-lain Kota 80 % 10 % 10% Pesisir 50 % 40 % 10 % Pedalaman 45 % 45 % 10% Pinggiran Kota 85 % 5% 10 % Rata -Rata 65% 25% 10% Dari sajian data tersebut menunjukan bahwa tingkat rasionalitas pemilih rata-rata sejumlah 65 % dari hasil riset yang dilakukan yang terbagi dalam wilayah yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat pendidikan dan latar belakang perkerjaan para Pemilih. Angka persentase rasionalitas terendah ada didaerah pedalaman 45% dan pesisir 50%, ini disebabkan karena kebanyakan peserta pemilu perseorangan berasal dari wilayah perkotaan dan pinggiran kota. Sehingga kedekatan kontestan dengan masyarakat terasa agak renggang. disamping itu tingkat emosional masyarakat diwilayah tersebut yang cendrung tinggi terhadap siapa yang mereka kenal atau saudara yang akan berpengaruh dan mempengaruhi siapa yang mereka pilih atau mereka tidak memilih sama sekali. Sehingga alasan untuk melihat siapa dan apa yang mereka pilih tidak penting bagi mereka. Sedangkan untuk masyarakat kota dan pinggiran kota cendrung pilihan mereka lebih rasional, hal ini disebabkan tingkat pemehaman politik yang cendrung baik serta akses informasi yang cepat, terhadap apa dan siapa yang mereka pilih, kemudian adanya ikut campur para kontestan untuk meyakinkan pemilih agar ikut memilih.
18
Politik uang (Money politics/Vote buying) Politik biaya tinggi menjadi keluhan sebagian peserta pemilu. Salah satu penyebabnya adalah fenomena politik uang. Peserta pemilu mengeluarkan Sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan pemilih, atau pemilih aktif meminta imbalan dari dukungan yang diberikannya. Fenomena ini sudah pasti menjadikan demokrasi kita tidak sehat. Pertanyaannya : Bagaimana politik uang terjadi? Polanya seperti apa? Kenapa disebagian tempat terjadi politik uang, disebagian tempat kebalikannya? Faktor apa yang mempengaruhi? Kebiajakan apa yang perlu ditempuh untuk mengatasi mengatasi fenomena politik uang?
Masyarakat Kota Pesisir Pedalaman Pinggiran Kota Rata -Rata
Tabel 4 : Politik Uang Politik Uang Kepentingan 60 % 70 % 40 % 75 % 61.25%
30 % 10 % 35 % 20 % 23,75%
Asal Milih/ikutan 10 % 20 % 25 % 5% 15%
Tingkat partisipasi pemilih yang dipengaruhi oleh politik uang masih sangat tinggi dihampir semua wilayah penelitian yang dilakukan. Artinya butuh suatu penyadaran politik yang dilakukan oleh semua stake holder yang berkepentingan terhadap pelaksanaan pemilu (KIP, Parpol dan calon perseorangan termasuk kontestan). Tingkat politik uang yang cukup tinggi terjadi diwilayah pesisir 70% dan pedalaman 75% hal ini terjadi karena akses terhadap calon yang mereka pilih sedikit jauh, sehingga mereka berkesimpulan siapa saja yang terpilih sama saja, karena tidak akan memberikan dampak pada kehidupan perekonomian mereka, jadi siapa saja yang memberikan manfaat secara financial itu yang akan mereka pilih walau itu sifatnya sesaat. Sedangkan untuk wilayah kota juga lumayan tinggi yaitu pada level 60%, itu artinya sebagian masyarakat di perkotaan sudah mulai jenuh dengan rutinitas pemilihan, jadi angka partisipasi karena politik uang juga masih terbilang tinggi, walau sebagian besar masyarakat diperkotaan angka melek politiknya tinggi, tapi pada prinsipnya mereka juga pesimis terhadap apa dan siapa yang mereka pilih.
19
Tingkat melek politik warga (Political literacy)
Terdapat keyakinan bahwa tingkat melek politik warga berpengaruh pada sikap dan perilaku politik warga negara. Muaranya adalah pada tingkat kedewasaan perilaku berdemokrasi. Relasi itu bersifat perbandingan lurus, yaitu semakin tinggi tingkat melek politik warga semakin matang perilaku demokrasinya, dan sebaliknya. Dengan kata lain, wajah demokrasi sebuah negara sebagian ditentukan oleh tingkat melek politik warga. Pertanyaannya adalah : Seberapa tinggi/dalam melek politik warganegara? bagaimana melek politik warga selama ini terbentuk? faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya melek politik warga? Kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk meningkatkan melek politik warga?
Masyarakat Kota Pesisir Pedalaman Pinggiran Kota Rata -Rata
Table 5 : Melek Politik Melek Politik Buta Politik Apatis 80 % 15 % 5 65 % 25 % 10 55 % 30 % 15 75 % 20 % 5 68,75% 22,5% 8,75%
Pemahaman politik masyarakat sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat terhadap penggunaan haknya untuk ikut memberikan kontribusi dalam politik sebagai warga masyarakat yang ikut merasakan dampak dari hasil pemilu terhadap apa dan siapa yang telah mereka pilih, dari data diatas jelas bahwa masyarakat perkotaan lebih tinggi tingkat kesadaran atau melek politik dalam partisipasinya. Angka melek politik untuk wilayah perkotaan dan pinggiran kota cukup tinggi, ini disebabkan karena kedekatan dan keseringan para kontestan berkunjung kepada konstituen dapat dikatagorikan cukup tinggi. Sehingga proses pembelajaran politik juga sangat terasa terjadi dikalangan masyarakat kota dan pinggiran kota.
Kesukarelaan Warga dalam politik (Political voluntarism)
Kesukarelaan warga dalam politik berpengaruh luas dalam kehidupan politik. Absennya kesukarelaan warga dapat merusak sendi-sendi demokrasi. Dalam jangka pendek, biaya politik mahal menjadi resiko yang harus ditanggung karena segalanya serba berbayar. Dalam jangka panjang, korupsi 20
menjadi virus endemik yang pasti menyerang. Sebaliknya, tatanan demokrasi semakin kuat apabila kesukarelaan warga tumbuh dan hidup didalam masyarakat. Dari pemilu kepemilu kesukarelaan warga mengalami pasang surut. Kesukarelaan warga yang kehadirannya ditandai dengan munculnya relawan dari berbagai kalangan kuat muncul dalam pemilu 2014.. Pertanyaannya : Apa faktor yang mempengaruhi munculnya keskuraleaan politik warga dan faktor apa yang menghambatnya? Kebijakan apa saja yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik?
Masyarakat Kota Pesisir Pedalaman Pinggiran Kota Rata -Rata
Tabel 6: Kesukarelaan Kesukarelaan Paksaan Lain-lain 35 % 5% 60 45 % 45 % 10 55 % 45 % 50 % 40 % 10 46,25% 33,75% 20%
Dalam riset ini peneliti menemukan tingkat kesukarelaan pemilih dalam keikut sertaannya untuk mensukseskan pemilu disetiap kecamatan hampir sama, Cuma untuk wilayah kota berada dibawah masyarakat pesisir dan pedalaman. Dalam hal ini kecamatan diluar kecamatan Kota sigli penulis mengindikasikan adanya mobilitas masyarakat oleh salah satu partai atau kandidat dalam mensukseskan, dan pemenangan pemilu. Sehingga untuk wilayah pedalaman 55% dan pinggiran kota mencapai 50%. Trend ini biasa dilihat dari hasil pemilihan yang memenangkan pemilu di kuasai oleh salah satu partai atau kandidat hampir mencapai anggka 90%. Disamping itu penulis melihat adanya ikatan kesepahaman dan emosinalitas yang tinggi dikalangan masyarakat dipedalaman dengan kontestan yang mereka pilih. Untuk itu kesukarelaan muncul dengan sendirinya. Tetapi hal ini tidak berbeda jauh dengan karakter masyarakat di wilayah pesisir 45%.
21
B. Jumlah Penduduk
Tabel 7. Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie (Sumber BPS Kab. Pidie) 2015 Jumlah Penduduk Kab. Pidie
Laki-laki
Perempuan
Keterangan
462.400 jiwa
230.685 jiwa
231.715 jiwa
Data 2015 BPS Kab. Pidie
Tabel 8. Jumlah Penduduk per-Kecamatan Menurut Jenis Kelamin No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan Kota Sigli Indrajaya Batee Pidie Mutiara Tangse Jumlah
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 10.216 10.201 11.840 12.039 9.947 9.799 21.638 21.712 10.093 10.139 13.384 13.235 77.118 77.125
C. Tingkat Kehadiran Pemilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014
Jumlah 20.417 23.879 19.746 43.350 20.232 26.619 154.243 Legislatif,
1. Jumlah Pemilih Yang Terdaftar.
1.1. No.
Tabel 9: Jumlah Pemilih Legislatif dan Pilpres Kabupaten Pidie Tahun 2014 Legislatif (DPR, DPD, Populasi Pemilih Pilpres DPRA dan DPRK)
1.
Data Pemilih Tetap (DPT)
2.
DPTb, DPK, dan DPKTb
Jumlah Pemilih (DPT, DPTb, DPK, dan DPKTb) Data Pemilih Tetap 2014 Sumber KIP Pidie
22
289.553.
288.651.
1.410.
476.
290.963
289.127
Tabel 10 : 1.2. Pemilih terdaftar dalam Pemilu Legislatif dan Pilpres Tahun 2014 di 6 (Enam) Kecamatan No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Kota Sigli 6.958 7.369 14.327 2 Indrajaya 7.999 8.581 16.580 3 Batee 6.688 6.887 13.575 4 Pidie 14.412 15.414 29.826 5 Mutiara 6.836 7.295 14.131 6 Tangse 9.085 9.270 18.355 Jumlah Populasi 51.978 54.816 106.794 Data Pemilih Tetap 2014 Sumber KIP Pidie Dalam pemilihan umum Legislatif Tahun 2014 ada bebarapa jenis pemilih yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) (Penggunaan KTP atau indentitas lain atau paspor). Daftar pemilih tetap yaitu pemilih yang ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan diumumkan.Kemudian Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar setelah pengumuman DPT sehingga dia masuk tambahan. Dalam pemilihan umum Tahun 2014 ada bebarapa jenis pemilih yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) (Penggunaan KTP atau indentitas lain lain atau paspor). Daftar pemilih tetap yaitu pemilih yang ditetapkan oleh KPU setelah melakukan pendataan dan diumumkan.Kemudian Daftar Pemilih Tambahan yaitu pemilih yang terdaftar setelah pengumuman DPT sehingga dia masuk tambahan. Kemudian Daftar Pemilih Khusus adalah mereka yang pindah memilih dengan menggunakan form A5, dan terakhir adalah Daftar Pemilih Khusus Tambahan adalah mereka yang menggunakan KTP atau identitas lainnya meskipun tidak terdaftar dalam tiga kategori daftar pemilih di atas.
23
2. Jumlah Pemilih Yang Memberikan Hak Suara Table 11 : Pemilih Yang Menggunakan Hak Pilih dalam Pemilu Legislatif 2014 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan Kota Sigli Indrajaya Batee Pidie Mutiara Tangse Jumlah
Laki-laki 4.651 6.417 5.001 10.616 5.690 8.081 40.456
Perem p uan 5.024 6.635 5.026 12.375 6.378 8.343 43.763
Jumlah 9.675 13.052 10.027 22.991 12.068 16.424 84.219
Persentase (%) 67,53 % 78,72 % 73,86 % 77,08 % 85,40 % 89,48 % 78,86 %
2.1.
Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014, di Kabupaten Pidie pemilih yang datang ke lokasi TPS masih dapat dikatakan banyak karena sudah mencapai 78,86%, namun masih jauh dari angka 100%. Hal ini bisa dilihat jumlah pemilih yang terdaftar dalam semua kategori yaitu sebanyak 106.794 orang dan yang datang ke lokasi TPS untuk melakukan pemungutan suara sebanyak 84.219 yang terdiri dari pemilih laki-laki 40.456 orang dan pemilih perempuan 43.763 orang. 2.2.
Perbandingan Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2014 terdapat beberapa perbandingan antara jumlah Daftar Pemilih dengan pemilih yang menggunakan hak suaranya seperti yang tergambar dalam tabel sebagai berikut. Tabel 12. Perbandingan Jumlah data Pemilih dan Pengguna Hak Pilih dalam Pemilu legislatif 2014 Jumlah Jumlah Persent Daftar No Kecamatan Kehadiran ase Pemilih Pemilih (%) 1. Kota Sigli 14.327 1. Kota Sigli 9.675 67,53 % 2. Indrajaya 16.580 2. Indrajaya 13.052 78,72 % 3. Batee 13.575 3. Batee 10.027 73,86 % 4. Pidie 29.826 4. Pidie 22.991 77,08 % 5. Mutiara 14.131 5. Mutiara 12.068 85,40 % 6. Tangse 18.355 6. Tangse 16.424 89,48 % Total 106.794 Total 84.237 78,86 % Sumber Data: Sekretariat KIP Pidie, data termasuk dari DPT, DPTb, DPK, dan DPKTb, 2014. No
Kecamatan
24
Tabel 13 Data Pengguna Hak Pilih pada hari H per kategori di Kabupaten Pidie secara keseluruhan : Kualifikasi No. DPR DPD DPRA DPRK Partisipasi Pengguna Hak 1. 238.093 238.093 238.093. 233.565 Pilih 2.
Tidak Memilih
52.870
52.870
52.870
53.287
Pilpres 174.596. 114.531.
Persentase 3. Tidak Memilih 22,21 % 22,21 % 22,21 % 22,81 % 66 % (%) Persentase 4. 77,79 % 77,79 % 77,79 % 77,19 % 34 % Yang Memilih Sumber Data: Sekretariat KIP Pidie, data termasuk dari DPT, DPTb, DPK, dan DPKTb, 2014. 2.3.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014
Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, di Kabupaten Pidie pemilih yang datang ke lokasi TPS menjadi berkurang yaitu berkisar 34 % 90%, sangat jauh dari angka 100%. Sedangkan hasilm di enam kecamatan yang kami lakukan kami sebanyak 57,71 %Hal ini bisa dilihat jumlah pemilih yang terdaftar yaitu sebanyak. Tabel 14. Jumlah Pemilih yang menggunakan Hak Pilih dalam Pilpres 2014 di 6 (enam) Kecamatan Jumlah Kehadiran Persentase Pemilih Pemilih (%) 1. Kota Sigli 14.253 7.482 52,49 % 2. Indrajaya 16.663 9.849 59,10 % 3. Batee 13.536 6.385 47,17 % 4. Pidie 29.824 17.334 58,12 % 5. Mutiara 13.936 8.835 63,40 % 6. Tangse 18.377 11.627 63,27 % Jumlah 106.589 61.512 57,71 % Sumber Data: Sekretariat KIP Pidie, data termasuk dari DPT, DPTb, DPK, dan DPKTb, 2014. No.
Kecamatan
25
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kehadiran Pemilih Dalam Pemilihan Umum 2014 di Kabupaten Pidie Tidak seperti pada pemilihan umum pada masa orde baru dimana partisipasi pemilih tetap stabil di atas angka 90%, terlepas apakah ada intimidasi atau tidak oleh pemerintah pada waktu itu.Pemilihan umum yang dilaksanakan di kabupaten Pidie semenjak tahun 2009 memiliki fluktuasi yang disebabkan oleh berbagai macam factor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih untuk hadir di TPS untuk menggunakan hak pilihnya yaitu antara lain: 3.1. Jenis Pemilihan Umum Jenis pemilihan umum sangat berdampak terhadap tingkat partisipasi pemilih yang datang ke lokasi TPS untuk memberikan hak pilihnya. Hal ini terlihat dari perbandingan jumlah pemilih yang menggunakan hak suara pada pemilihan umum legilatif cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden atau pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah seperti yang tergambar dalam data di bawah ini. Dalam pemilihan umum Legislatif Tahun 2014 tingkat kehadiran pemilih di TPS cukup jauh dibandingkan dengan Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden 2014, dimana tingkat kehadiran pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 untuk 6 (enam) wilayah penelitian yaitu sebanyak 78,86% sedangka pemilu presiden dan wakil Presiden tahun 2014 hanya 57,71%. Tingkat kehadiran dalam pemilu presiden dan wakil presden tahun 2014 menurun cukup signifikan dibandingkan dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2009 yaitu sebanyak 75%. Ini merupakan pekerjaan rumah bagi KPU Kabupaten Pidie.Ini merupakan angka kehadiran terendah dalam pemilihan 10 tahun terakhir. Dengan data di atas kita bisa melihat bahwa trend partisipasi pemilih dengan kehadiran di lokasi TPS untuk menggunakan hak pilihnya terlihat bahwa pada pemilihan umum legislatif tingkat kehadiran pemilih di lokasi TPS untuk menggunakan hak pilihnya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan umum yang lain seperti pilpres dan pemilihan kepala daerah. Hal ini disebabkan karena pada pemilihan umum legislatif akan memilih calon-calon perwakilan atau calon pemimpin yang paling dekat. Pemilihan legilatif terutama pemilihan anggota DPRD Kabupaten hampir setiap kampung ada calonnya.Hal inilah yang menyebabkan mobilisasi pemilih antusias untuk datang ke lokasi pemilih. Berbeda dengan pemilihan kepada daerah atau pemilihan presiden dan wakil presiden di mana tokoh yang akan dipilih relatif jauh dari masyarakat grass root. Sehingga menjadi pemicu
26
rendahnya tingkat kehadiran pemilih di lokasi TPS untuk memberikan hak pilihnya. 3.2. Kedekatan Kepentingan : Salah satu hal yang sangat mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pemilu adalah : a. Kunjungan peserta Pemilu kepada masyarakat baik secara personal maupun kelompok akan berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam keikutsertaannya. b. Janji Politik yang diberikan oleh Peserta Pemilu c. Money Politik d. Penguatan Politik pada tataran akar rumput. e. Idiologi Politik f. Paksaan politik atau mobilisasi masyarakat. g. Penghayatan kepentingan baik secara pribadi maupun atas nama masyarakat.
27
4. ANALISIS SWOT
ANALISIS SWOT TERHADAP PERSOALAN DAN ALASAN KEIKUT SERTAAN MASYARAKAT DALAM PEMILU LEGISLATIF DAN PILPRES 2014
Analisis SWOT
Strong ( Kekuatan) UU, Peraturan Pemilu. Pemerintah Pusat dan Daerah KPU/KIP dan Panwaslu Program sosialisasi, Rakor, Bimtek dan Penguatan Lembaga. Dana yang terpenuhi Pesta Demokrasi / hajat hidup politik Partai Politik sebagai mobilisator. Sukarelawan,dan masyarakat terkoordinir yang peduli pemilu Data dan perangkat serta perencanaan Tahapan dan jadwal pemilu yang baik.
28
Weakness (Kelemahan) Psikologi masa masa Konflik melekat. Intervensi Pemerintah terhadap hasil Pemilu. Independensi penyelenggara yang masih lemah. Kepercayaan Masyarakat Kurang. Apatisme politik Sosialisasi, pendidikan politik Belum Merata dan belum maksimal Pemilu hanya sebagai rutinitas pergantian rezim. Kekhawatiran Masyarakat terhadap kecurangan hasil Pemilu.
Opportunity Kepastian hukum Dukungan Pemerintah Kuat KIP dengan Program sosialisasi dan Penguatan Politik Perhatian LSM penuh Harapan masyarakat akan perubahan Kepentingan.Politik Pendidikan Politik disemua lapisan masyarakat Sosialisasi dan partisipasi oleh Peserta Pemilu. Visi dan misi yang mampu menyakinkan masyarakat. Partai atau Perseorangan Pemilu sebagai tongggak Perubahan (Hajat Demokrasi) Dukungan kelompok pendukung yang rasional. Kesiapan stake holder yang berkepentingan. Data pemilu dan hasil pemilu yang terintegral
(O+S) Mudah mendapat dukungan Pemerintah terhadap kebijakan KPU/KIP. Adanya Advokasi LSM terhadap harapan dan kepentingan masyarakat. Sosialisasi, tehnis kebijakan harus cepat dan tepat sasaran. Mampau menyakinkan kepentingan pemilu kepada semua lapisan masyarakat Tingkat kesadaran politik dan antusiasme masyarakat tinggi Terdidiknya pemilih Angka partisipasi masyarakat jadi tinggi. Semua stakeholder akan sigap melayani peserta pemilu atau masyarakat yang membutuhkan layanan informasi pemilu Visi dan misi yang rasional dan berpihak kerakyat akan memberikan dampak positif pada partisipasi masyarakat. Kerjasama antara stake holder akan memberikan dampak yang signifikan terhadap partisipasi pemilih. Akses data dan informasi bagi masyarakat akan sangat cepat
29
(O+W) Harus mampu menghilangkan apatisme masyarakat yang masih ada. Peningkatan kinerja KIP yang independen untuk menghilangkan ketidak percayaan masyarakat yang saat ini masih menjadi penghambat Perlu peningkatan kepedulian dan pengawasan masyarakat untuk menghilangkan anggapan adanya pemilu curang. Sosialisasi dan Pendidikan Politik harus ditingkatkan agar tidak hanya menjadi stigma negative pencitraan politik belaka. Meningkatkan optimisme masyarakat agar semua masyarakat merasa penting dan peduli dengan sosialisasi pemilu. Harus mampu menghilangkan dukungan kelompok yang didasari kepentingan sesaat Stake holder yang berkepentingan harus tanggap terhadap persoalan keikutsertaan masyarakat dalam memilih.
Treat (Hambatan) Kecurangan Pemilu Pemahaman rendah Masyarakat terhadap Pentingnya Pemilu (-) Apatisme masyarakat terhadap pemilu / kejenuhan dengan pesta demokrasi Masyarakat merasa tidak penting dengan pemilu. Calon yang tidak mereka kenal dan jauh dengan kepentingan mereka. Bagi masyarakat pemilu atau tidak pemilu sama saja Dukungan masyarakat berdasarkan bayaran / Money Politik Paksaan Politik atau mobilisasi masyarakat untuk memilih Jual beli suara
(T+S) Peraturan Pemilu tidak harus mampu menjamin mutu Pemilu jujur dan adil Perlu Peningkatan pendidikan politik / kepahaman masyarakat sehingga tidak malas ikut pemilu. Harus mampu memberikan spirit kepada masyarakat bahwa pemilu akan berdampak sistemik pada kondisi kesejahteraan mereka secara bertahap, jika pilihan mereka itu tepat. Memberikan penyadaran terhadap bahaya Money Politik, yang akan membuat masyarakat menjadi opportunis politik Kebebasan masyarakat dalam memilih harus mampu terjamin secara baik. Kegiatan transaksi suara harus mampu diantisipasi secara ketat
30
(T+W) Angka Golput jadi tinggi. Masyarakat merasa hanya akan jadi objek politik. Masyarakat kehilangan harapan dalam pemilu, merasa jenuh dengan berbagai pesta demokrasi karena tidak berhubungan langsung dengan peningkatan kesejahteraan mereka. Adanya anggapan manipulasi hasil pemilu / curang Merusak tatanan demokrasi didalam masyarakat. Memilih bagi masyarakat bukan suatu hal yang sacral Ideology Politik masyarakat rendah
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Tingkat kehadiran pemilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Pidie menunjukkan trend yang fluktuatif hal ini dibuktikan pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 memiliki tingkat paritisipasi yang lebih tinggi dibandingkan pemilihan umum sebelumnya yaitu pada Pemilihan Legislatif pada Tahun 2009. Akan tetapi tingkat kehadiran pemilih memiliki tingkat penurunan yang signifikan pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 yaitu hanya sebanyak 34%. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih di lokasi TPS di Kabupaten Pidie yaitu pertama, jenis pemilihan umum. Secara umum tingkat partisipasi pemilih yang hadir untuk memberikan hak pilihnya pada pemilihan umum legilatif cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden atau pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Hal ini disebabkan karena pemilihan legislatif sangat dekat dengan warganya karena hampir setiap Desa punya calon masing-masing sehingga inilah yang meningkatkan animo masyarkat untuk memilih, karena masyarakat memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh yang akan dipilih. Bisa dilihat dalam pemilihan umum legislatif tahun 2014 tingkat kehadiran pemilih yaitu sebanyak 77% dan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden hanya memiliki 34%. Demikian juga pada pemilihan umum pada tahun 2009 pemilihan umum legislatif memiliki trend yang lebih tinggi dibandingkan pemilihan presiden dan wakil presiden. Kedua, letak geografis untuk wilayah Kabupaten Pidie tidak cukup memberikan gambaran bahwa tingkat partisipasi pemilih lebih tinggi pada kecamatan-kecamatan yang memiliki letak geografis di dekat ibukota kabupaten yaitu pada di Kecamatan Kota Sigli dan Indrajaya. Sementara kecamatan-kecamatan yang sedikit renggang seperti kecamatan Tangse dan Batee memiliki tingkat partisipasi yang tinggi hal ini ditunjukkan rata-rata di enam pemilihan umum kecamatan Mutiara tetap stabil di bawah 85%, sehingga kalau dirata-ratakan tingkat kehadiran pemilih hanya 77,%. Sementara di 6 (enam) kecamatan hanya memiliki tingkat partisipasi kalau dirata-ratakan pada enam pemilihan umum hanya mencapai 78%.
31
1.2. Saran / Rekomendasi 1. Tingkat partisipasi pemilih yang ditunjukkan dengan kehadiran pemilih di lokasi TPS untuk memberikan hak suaranya masih tetap stabil di angka 75% masih jauh diangka 100%. Trend partisipasi pemilih masih cenderung lebih tinggi pada pemilihan umum legislatif sehingga KPU harus bekerjasama dengan partai politik untuk mendorong masyarakat dalam memberikan hak suaranya di TPS seperti yang dilakukan pada pemilihan umum legislatif. Sehingga trend partisipasi pemilih bisa didongkrak sehingga paling tidak menyamai tingkat partisipasi pada pemilihan umum legislatif, tidak memiliki disparitas yang cukup jauh secara statistik. 2. KPU Kabupaten Pidie harus memiliki perhatian serius pada beberapa kecamatan yang secara geografis cukup jauh dari kecamatan Ibu Kota Kabupaten, terutama pada kecamatan mewakili daerah utara dan kecamatan yang mewakili kecamatan bagian selatan tingkat kehadiran pemilih di lokasi TPS di kedua kecamatan ini cukup tinggi sebanyak 73,86% dan 89,48% untuk Kecamatan perkotaan. 67,53% dan 78,72% untuk Kecamatan pinggiran kota Artinya dua kecamatan ini stabil pada posisi di bawah 90%. Treatment khusus bisa dilakukan oleh KPU yaitu berupa sosialisasi yang lebih intensif di kedua kecamatan ini dan berbagai pendekatan yang lain guna meningkatkan partisipasi yang lebih tinggi. 3. Melakukan sosialisasi, bimtek dan penguatan politik secara komprehensif dan terpadu pada semua lapisan masyarakat yang dianggap berkepentingan terhadap Pemilu. Beserta dengan kepastian perencanaan tahapan pelaksanan pemilu.
32
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta. Budiharjo, Mariam, 1998, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hafiz Anshary, Abdul, 2001, KPU Evaluasi Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu 2009, http://www.kpu.go.id Kamis, 04/03/2015 20.45 WITA. Hermawan, Eman. 2001, Politik Membela Yang Benar, Yogyakarta: Yayasan KLIK Hutington, Samuel P. dan Juan M. Nelson.1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta. Kurnardi Moh. Dan Harmaily Ibrahim. 1994, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bakti. Mas’oed Mochtar dan Colin Mac Andrew, 2008.Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Rachman, Maman, 1999, Strategi dan Langkah-Langkah Penelitian, Semarang: IKIP Semarang Pers. Raga Maran, Rafael, 2001, Pengntar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta. Rahman H, A. 2007. Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu. Sastroatmodjo, Sudijono. 1995, Partisipasi Politik, Semarang: IKIP Semarang Press. Suryadi, Budi, 2007. Sosiologi Politik Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep. Yogyakarta: IRCiSoD. Wahyu Rahma Dani, Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pelaksanaan Pemilu Tahun 2009 Di Desa Puguh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Skripsi Universitas Negeri Semarang 2010. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
33