1
LAPORAN PENELITIAN PARTISIPASI DALAM PEMILU
“Perilaku Memilih (Voting Behaviour)”
Disusun Oleh: REVOLT INSTITUTE
KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA 2015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya yang melimpahkan-Nya kepada kita semua. Dengan berbagai keterbatasan dan kemampuan Penulisan laporan ini bertujuan untuk melengkapi laporan riset atau penelitian tentang partisipasi dalam pemilu yang dilaksanakan
oleh
Komisi
Pemilihan
Umum.
Penelitan
ini
dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan tema penelitian “Perilaku Memilih (Voting Behaviour) di Kabupaten Lima Puluh Kota”. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam hal penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini tak luput dari kelemahan dan kekurangan. Untuk itu diharapkan kritikan dan tanggapan dari pembaca untuk kesempurnaannya. Semoga laporan penelitian ini bermanfaat untuk kesuksesan pelaksanaan pemilihan umum selanjutnya.
Padang, 05 September 2015
Revolt Institute Lembaga Peneliti
i
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................. i DAFTAR ISI......................................................................... ii DAFTAR TABEL................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ............................................................... v BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................ 1 B. Rumusan Masalah................................................... 3 C. Tujuan Penelitian .................................................... 4
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Perilaku Pemilih ...................................................... 6 B. Pemilih Rasional ...................................................... 9 C. Kategori Pemilih ...................................................... 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian .................................................... 14 B. Metode Pengumpulan Data ...................................... 16 C. Uji Validitas Data .................................................... 18 D. Analisis Data ........................................................... 19 BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis ..................................................... 22 B. Kondisi Demografis .................................................. 26
ii
4
C. Sosial, Ekonomi dan Budaya ................................... 28 D. Politik dan Pemerintahan......................................... 30 BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. Alasan-Alasan Mengapa Masyarakat Memilih .......... 39 B. Alasan-Alasan Mengapa Masyarakat Tidak Memilih . 50 C. Sumber Informasi Pemilu dan Kinerja Relawan Demokrasi ............................................................... 55 BAB VI PENUTUP A. Rekomendasi ........................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA
iii
5
DAFTAR TABEL Tabel 1
Luas Kecamatan, Jumlah Nagari dan Jorong di Kabupaten Lima Puluh Kota ....................................... 24
Tabel 2
Jumlah Penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota 2009 – 2013 ........................................................................ 26
Tabel 3
Jumlah
Penduduk
Menurut
Jenis
Kelamin
Per
Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013........................................................................... 27 Tabel 4
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 ............................................. 28
Tabel 5
Jumlah Penduduk Menurut Agama Per Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 ................... 29
Tabel 6
Pekerjaan Masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota Berdasarkan Lapangan Kerja (Umur 15 Tahun Ke Atas)........................................................................... 30
Tabel 7
Hasil Pemilihan Umum 2009 DPRD Kab, DPRD Prov, DPR RI di Kabupaten Lima Puluh Kota ....................... 31
Tabel 8
Hasil Pemilihan Umum 2014 DPRD Kab, DPRD Prov, DPR RI di Kabupaten Lima Puluh Kota ....................... 32
Tabel 9
Nama-Nama Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota ....... 37
Tabel 10 Nama-Nama Ketua DPRD Kab. Lima Puluh Kota ........ 38
iv
6
DAFTAR GAMBAR Peta 1
Peta Administrasi Kabupaten Lima Puluh Kota............. 23
Peta 2
Peta Daerah Pemilihan Anggota DPR RI di Provinsi Sumatera Barat Pada Pemilu 2014 ............................... 34
Peta 3
Peta
Daerah
Pemilihan
Anggota
DPRD
Provinsi
Sumatera Barat Pada Pemilu 2014 ............................... 35 Peta 4
Peta Daerah Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota Pada Pemilu 2014 ...................................... 36
v
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan sebuah simbol yang dipakai oleh semua negara yang mengklaim dirinya demokrasi, walaupun dalam pelaksanaan makna demokrasi tersebut menjadi sangat relatif. Pemilu adalah sarana untuk membentuk perwakilan politik, dengan cara memilih para wakil yang akan duduk dilembaga perwakilan legislatif, maupun memilih pemimpin puncak eksekutif. Perilaku berkaitan
memilih
dengan
merupakan
penggunaan
aktivitas
hak
warganegara
politiknya
dalam
pemilu,yang konsep umumnya berupa partisipasi pemilih. Dalam konsep partisipasi pemilih terbentang berbagai aktifitas warganegara mulai dari tahap pre-election hingga in-ilection dan pada pasca-election dengan berbagai variasi dalam kualitas dan kuantitasnya. Sedangkan pengertian kepartaian dalam buku ini adalah sebagai sistem sekaligus aktor. Sebagai aktor artinya dalam kontek
pemilu
bersainguntuk mengakumulasi
partai menjadi
merupakan
entitas
pemenang
sebanyak-banyaknya
1
yang
saling
pemiludengan suara
cara
pemilih.
2
Sementara kepartaian sebagai sistem merupakan format politik yang terbentuk sebagai akibat dari interaksi antar partai politik pasca pemilu di parlemen. Pemilu merupakan sarana rakyat untuk berdaulat atas dirinya sendiri. Oleh karena itu penyelengaraan pemilu harus dilaksanakan secara berkualitas. Pemilu yang berkualitas akan meningkatkan legitimasi dan kredibilitas pemerintahan hasil pemilu. Konflik akibat ketidakpuasan hasil pemilu juga dapat ditekan karena pemilu dapat dipertanggungjawabkan secara baik kepada publik. Selain itu pemilu yang berualitas juga dapat meningkatkan partisipasi politik karena apatisme yang disebabkan oleh kecurangan dalam pemilu dapat dinetralisir. Pemilu
yang
berkualitas
setidaknya
harus
memperlakukan secara baik tiga hal, yaitu peserta pemilu (contestant), pemilih (voter), dan suara pemilih (voice). Harus dipastikan bahwa peserta pemilu adalah peserta yang absah untuk menjadi peserta pemilu, dan tidak ada pembedaan perlakukan diantara peserta pemilu yang satu dengan yang lain. Ditambah
lagi
dalam
sistem
pemilu
kali
ini
memungkinkan terjadinya disproporsionalitas suara dalam pemilu legislatifnya, ini dimulai sejak 2004 dan dilanjutkan dalam
sistem
2009
dimana
disproporsionalitas
berarti
3
penyimpangan
antara
pembagian
kursi
partai
dengan
perolehan suara yang mereka dapat. Bila dibalik, maka proporsionalitas yang sempurna adalah ketika setiap partai menerima kursi yang sama dengan jumlah suara yang mereka depatkan.
Pada
sistem
disproporsionalitasnya
pemilu
lebih
rendah
proporsional, dibandingkan
tingkat sistem
pemilu distrik. Rendahnya tingkat disproporsionalitas pada sistem pemilu proporsionalitas dibandingkan sistem pemilu distrik berkaitan dengan perbedaan prinsip pengalokasian kursi. Pada sistem proporsional, pengalokasian kursi partai secara teoritik berbanding lurus dengan perolehan suara partai dalam pemilu. B. Rumusan Masalah Kegiatan pemilihan umum merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga Negara yang prinsipil. Dalam rangka pelaksanaan hak asasi warga Negara adalah keharusan bagi
pemerintah
untuk
menjamin
terlaksananya
penyelenggaran pemilu sesuai dengan jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat
dimana
rakyatlah
yang
berdaulat,
semua
aspek
penyelenggaraan pemilu, harus dikemablikan kepada rakyat untuk menentukannya.
4
Orientasi terhadap kandidat menjadi variable dominan dalam memilih. Pengetahuan pemilih terhadap keberadaan kandidat akan berdampak pada hasil yang diperoleh kandidat tersebut dalam pemilihan. Biasanya pemilih akan memilih kandidat yang mereka kenal dan itu berarti popularitas dibutuhkan agar masyarakat dapat memilih kandidat itu, selain itu reputasi dan kemampuan (capability) kandidat juga memegang peranan penting. Keinginan untuk menjadikan Pemilu yang berkualitas, menjadi harapan dari semua orang, untuk mendapatkan para pemimpin yang mampu membawa membawa perubahan ke arah
yang
lebih
baik
dan
mengutamakan
kepentingan
masyarakat. Untuk itu rasionalitas para pemilih sangat menentukan seberapa berkualitas para calon pemimpin yang mereka pilih saat pemilu. C. Tujuan Penelitian 1. Umum: a. Mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalanpersoalan yang berkaitan dengan manajemen pemilu. b. Bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat setelahnya.
partisipasi
warga
dalam
pemilu
dan
5
2. Khusus: a. Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan partisipasi dalam pemilu. b. Terumuskannya
rekomendasi
kebijakan
atas
permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam pemilu.
6
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Perilaku Pemilih Dalam memahami konstelasi politik dalam demokrasi elektoral adalah mengetahui bagaimana perilaku politik dari pemilih (voting behaviour/VB). Dengan mengatahui perilaku memilih maka akan dapat dikatahui bagaimana kemungkinan pergeseran dan distribusi suara yang akan muncul dalam pemilu. Perilaku memilih di Indonesia dapat dirumuskan dalam sejumlah postulat hukum. Setidaknya ada 7 (tujuh) postulat hukum perilaku pemilih di Indonesia. Hukum-hukum perilaku pemilih di Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut: Warna aliran dari sebuah partai politik mempengaruhi perilaku pemilih. Aliran politik di Indonesia untuk saat ini dapat dipilah dalam tiga kategori aliran, yaitu sekuler, moderat, dan agama. Perilaku pemilih akan ditentukan oleh persepsi diri mereka dalam kluster aliran tersebut dan bagaimana mereka mempersepsikan ideologi partai politik yang ada. Apabila pemilih mempersepsikan dirinya dalam kluster aliran sekuler maka pilihan politiknya akan jatuh pada partai yang berada pada kluster sekuler, dan sebagainya.
6
Pemilih
7
yang berada dalam suatu kluster aliran tertentu sangat kecil kemungkinannya untuk memilih partai di luar kluster di mana ia berada. Partai dengan spektrum ideologi ekstrim tidak akan mendapatkan dukungan pemilih dalam jumlah yang signifikan. Secara
linier
spektrum
ideologi
berada
dalam
kutub
fundamentalis sekuler dan fundamentalis agama. Mereka yang berada dalam kedua kutub ekstrim tersebut tidak akan mendapatkan dukungan dari pemilih. Pemilih pada dua kutub ekstrim
tersebut
adalah
minoritas.
Partai
yang
mendeklarasikan dirinya dalam posisi ini akan terlikuidasi dengan sendirinya. Partai dengan spektrum ideologi tengah atau moderat mendapatkan dukungan yang besar dari pemilih. Hukum ketiga ini merupakan anti tesis hukum kedua dari perilaku pemilih di Indonesia. Partai-partai dengan ideologi moderat memiliki modal dasar untuk mendapatkan dukungan besar dari pemilih. Untuk mengaktualkan potensi itu partai-partai tengah/moderat hanya perlu memoles organisasinya untuk dapat dikenal publik secara luas. Sirkulasi suara pemilih hanya berputar dalam lingkup spektrum ideologi yang sama. Kalau terjadi suara yang berpindah (swing voter) maka perpindahan suara pemilih tidak
8
akan
melintasi
klaster
ideologi
yang
ada.
Peningkatan
perolehan suara sebuah partai hanya akan mengurangi perolehan suara partai lain dalam kluster yang sama. Dengan kata lain, naik-turun perolehan suara partai adalah proses menambah dan mengurangi perolehan suara partai dalam kluster yang sama. Kanibalisme terjadi diantara partai-partai dalam kluster ideologi yang sama. Kanibalisme tidak terjadi melintasi kluster-kluster ideologi. Perilaku pemilih yang melintas batas kluster ideologi dapat terjadi pada suara pemilih protes (protest voter). Pemilih protes merupakan bentuk ekpresi politik dalam situasi yang tidak normal. Pemilih protes ini muncul diantaranya akibat dari konflik internal partai maupun perlakuan tidak adil penguasa terhadap sebuah partai politik tertentu. Perilaku pemilih menyeberangi lintas batas kluster ideologi sebagai pelampiasan atas situasi tersebut. Ketokohan partai mampu mendongkrak perolehan suara partai. Ketokohan partai adalah magnet partai. Perilaku pemilih dapat berubah terkait dengan eksistensi pemimpin dan kepemimpinan partai. Apabila di dalam partai terdapat tokoh yang berwibawa dan disegani maka pemilih akan cenderung memilih partai dengan ketokohan partai yang jelas. Apabila
9
partai politik tidak memiliki tokoh sentral maka daya magnetik partai akan berkurang. Penistaan terhadap seorang tokoh atau partai akan melahirkan simpati pemilih untuk memberikan suara kepada tokoh atau partai tersebut. Partai-partai dengan tokoh yang dinistakan oleh lawan politik akan mendapatkan simpati pemilih. Sebaliknya, partai atau tokoh yang agresif atau menistakan lawan politiknya atau tidak santun dengan lawan politiknya cenderung akan dijauhi pemilih. B.
Pemilih Rasional Pendekatan
rasional
terutama
berkaitan
dengan
orientasi utama pemilih yakni orientasi isu dan orientasi kandidat. Pendekatan rasional pada terhadap kandidat bisa didasarkan
pada
kedudukan,
informasi,
prestasi
dan
popularitas pribadi kandidat tersebut. Kualitas kandidat dalam pendekatan
rasionalitas
memiliki
dua
variabel,
pertama
kualitas instrumental yakni tindakan yang diyakini pemilih akan terealisasikan oleh kandidat bila kelak menang dalam pemilu. Kedua, kualitas simbolis yakni kualitas kepribadian seseorang yang berkaitan dengan integritas diri, ketegasan, ketaatan pada norma dan aturan, kebaikan, sikap merakyat dan sebagainya. Pengetahuan pemilih terhadap pasangan
10
kandidat yang ada akan mempengaruhi pilihannya dalam Pilkada Langsung. Orientasi kandidat merupakan pengetahuan pemilih terhadap kandidat atau calon yang ada. Pengetahuan terhadap kandidat terkait dengan popularitas, reputasi, serta kemampuan (capability) kandidat dalam memegang sebuah peranan penting di jabatan publik Dari latar belakang di atas maka penelitian ini ingin menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut ; a. apakah pemilih mengenal kandidat dari peserta pemilu, b. apakah pemilih mengetahui latar belakang (track record) para peserta pemilu, c. apakah pemilih yakin dengan kandidat yang dipilih untuk
menyalurkan
aspirasi-aspirasi
yang
ada
didalam
masyarakat. C. Kategori Pemilih Kita
harus
memahami
dulu
tipologi
pemilih.
Berdasarkan pendekatan tipologi ini, pemilih (voters) dapat dikelompokkan ke empat golongan, yaitu pemilih rasional (rational voter), pemilih kritis (critical voter), pemilih tradisional (traditional voter), dan pemilih skeptis (skeptic voter). Pemilih rasional adalah pemilih yang punya perhatian tinggi terhadap program kerja partai politik (parpol) atau kontestan pemilu. Ia melihat kinerja di masa lalu (backward
11
looking) dan tawaran program untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi (forward looking). Pemilih rasional tidak begitu mementingkan ideologi parpol/kontestan. Faktor seperti asas, asal usul, nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis memang dipertimbangkan, tetapi tidak signifi kan buat mereka. Pemilih jenis itu sangat mudah berganti-ganti pilihan. Pemilih kritis adalah yang concern pada program kerja parpol/kontestan. Namun, dalam melihat program kerja itu mereka menggunakan paradigma sistem nilai yang mereka yakini. Program kerja parpol atau capres tidak saja harus sesuai dengan ekspektasi dan permasalahan yang mereka hadapi, tetapi juga harus selaras dengan ideologi atau sistem nilai mereka. Menurut Downs,
pemilih akan cenderung
memberikan suara mereka kepada parpol atau kontestan yang menawarkan
suatu
program
yang
memiliki
kesamaan
(similarity) dan kedekatan (proximity) dengan sistem nilai dan keyakinan mereka. Pemilih
tradisional
adalah
pemilih
yang
memiliki
orientasi ideologi dan sistem keyakinan sangat tinggi. Pemilih jenis itu sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai (values), asal usul (primordial), agama, dan paham sebagai ukuran untuk memilih parpol atau capres dalam pemilu.
12
Mayoritas konstituen PKB dan PDIP dapat dikategorikan ke tipologi pemilih tradisional. Pemilih skeptis adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi baik kepada ideologi atau sistem nilai dan program kerja yang ditawarkan. Mereka ialah kelompok masyarakat yang skeptis terhadap pe milu. Di mata mereka, parpol atau capres yang menang pemilu tidak akan mengubah keadaan. Newcomb untuk
mengintroduksi
menjelaskan
perilaku
sebuah memilih
model
psikologis
(voting
behavior).
Menurutnya, ada tiga variabel yang berhubungan dengan perilaku memilih, yaitu proximity, similarity, dan attraction. Artinya, ketertarikan (attraction) seseorang terhadap partai dipengaruhi
faktor
kedekatan
(proximity)
dan
kesamaan
(similarity). Kedekatan mengacu kepada faktor-faktor ideologis, sedangkan similarity berorientasi pada program. Secara umum, studi mengenai perilaku pemilih di negaranegara demokratis, dapat dibagi ke dua kelompok, yaitu pendekatan psikologis dan sosiologis. Model psikologis menya takan perilaku politik para pemilih merupakan cerminan dari tanggapan mereka terhadap berbagai rangsangan ataupun tekanan psikologis pada saat tertentu dalam jang ka dekat. Dengan demikian, pendekatan psikologis ini melihat bahwa pada dasarnya pilihan politik seseorang bisa mengalami
13
pergeseran yang mendasar dari waktu ke waktu, bergantung pada stimulan apa yang merangsang atau menekan dia dalam jangka dekat. Bisa jadi, pada waktu seseorang menjadi pemilih pemula, identifikasi kepartaian seseorang lebih merujuk ke pilihan orangtuanya, tetapi berubah saat dewasa. Model sosiologis mengkaji masyarakat berdasar hierarki status
dengan
masyarakat
adalah
sebuah
sistem
yang
berjenjang. Perilaku politik seseorang sangat ditentu kan posisi dan kelas sosialnya. Misalnya posisi laki laki atau perempuan ; tua atau muda. Termasuk di dalamnya ialah ia tergabung dalam kelompok apa, misalnya agama, ideologi, posisi di masyarakat dan bidang pekerjaan, dan posisi dalam keluarga. Singkat
kata,
kecenderungan
pendekatan aspirasi
sosiologis
atau
pilihan
berasumsi politik
bahwa
seseorang
dipengaruhi kedudukannya di masyarakat. Sementara itu, Saiful Mujani pernah menguji enam faktor
yang
memengaruhi
perilaku
memilih,
yaitu
kepemimpinan, identifikasi partai, orientasi religius, ekonomi politik, sosiologis, dan demografis dalam Pemilu 1999 dan 2004 di Indonesia. Menurut kesimpulannya, faktor identifikasi partai dan kepemimpinan signifikan memengaruhi perilaku pemilih dalam menentukan pilihan pada pemilu legislatif dan pilpres.
14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana penelitian ini menggunakan data deskripstif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor, 1975:5). Penelitian kualitatif daris sisi definisi lainnya dikemukankan bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok orang. Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode
kualitatif
adalah
metode
penelitian
yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana
peneliti
adalah
sebagai
instrument
kunci,
teknik
pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data
14
15
bersifat
induktif,
dan
hasil
penelitian
kualitatif
lebih
menekankan makna dari pada generalisasi. Moleong mengemukakan bahwa “Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: (1) tahap sebelum ke lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, (3) tahap analisis data, (4) tahap penulisan laporan. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh sebagai berikut: 1. Tahap sebelum kelapangan, meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian paradigma dengan teori, penjajakan alat
peneliti,
mencakup
observasi
lapangan
dan
permohonan ijin kepada subyek yang diteliti, konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian. 2. Tahap
pekerjaan
lapangan,
meliputi
mengumpulkan
bahan-bahan yang berkaitan dengan perilaku kebiasaan remaja
menikmati
musik
metal
dan
metal
sebagai
kebudayaan. Data tersebut diperoleh dengan wawancara dan dokumentasi. 3. Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperolah melaui observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan para responden yang telah ditentukan. Kemudian
dilakukan
penafsiran
data
sesuai
dengan
konteks permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber
16
data yang didapat dan metode perolehan data sehingga data benar-benar valid sebagai dasar dan bahan untuk memberikan
makna
data
yang
merupakan
proses
penentuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti. 4. Tahap penulisan laporan, meliputi : kegiatan penyusunan hasil
penelitian
dari
semua
rangkaian
kegiatan
pengumpulan data sampai pemberian makna data. B. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yaitu cara memperoleh data dalam melakukan kegiatan penelitian (Arikunto, 2006: 149). Menurut Herdiansyah (2010: 116) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif dikenal beberapa metode pengumpulan data yang umum digunakan. Beberapa metode tersebut, antara lain wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan fokus grup discussion
(FGD).
Namun,
dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan metode wawancara dan observasi. 1. Wawancara Menurut Maleong (2005) dalam buku Herdiansyah (2010:
118)
menyatakan
bahwa
wawancara
adalah
percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua
pihak
yaitu
pewawancara
(yang
mengajukan
17
pertanyaan) dan narasumber (yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan kegiatan wawancara terhadap orang-orang yang terlibat langsung dalam industri musik metal, musisi, fans, dan penikmat yaitu beberapa orang kaum muda yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Selain itu, wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara, (1) wawancara tidak terencana, yaitu peneliti melakukan wawancara secara informal dan spontan dengan subjek penelitian, (2) terencana, yaitu peneliti melakukan wawancara dengan subjek penelitian sesuai
bahan
pertanyaan
yang
telah
disiapkan
oleh
peneliti. 2. Studi Dokumentasi Studi
dokumentasi
pengumpulan
data
adalah
kualitatif
salah
dengan
satu melihat
metode atau
menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek (Herdiansyah, 2010: 143). Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan melalui rekaman kegiatan, yaitu dengan cara melihat halhal penting selama penelitian berlangsung. Rekaman kegiatan
tersebut
antara
lain
berupa
foto
untuk
18
memperoleh gambaran visual kegiatan kaum muda yang beraliran metal. C. Uji Validitas Data Menurut Moleong “kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu: (1) kepercayaan (kreadibility), (2) keteralihan (tranferability), (3) kebergantungan (dependibility), (4) kepastian (konfermability)”. Dalam penelitian kualitatif ini memakai 3 macam antara lain : 1. Kepercayaan (kreadibility) Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya. ada beberapa teknik untuk mencapai kreadibilitas ialah teknik : teknik
triangulasi,
sumber,
pengecekan
anggota,
perpanjangan kehadiran peneliti dilapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan kecakupan refrensi. 2. Kebergantungan (depandibility) Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan
menginterprestasikan
data
sehingga
data
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan.
19
Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit dipendability oleh ouditor independent. 3. Kepastian (konfermability) Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit. D. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif interpretatif. Analisis data dilakukan secara terus menerus sejak awal hingga akhir penelitian. Analisis sata dilakukan secara kualitatif, yaitu data yang berupa kalimat atau pernyataan yang diinterpretasikan untuk mengetahui makna
serta
untuk
memahami
keterkaitan
dengan
permasalahan yang sedang diteliti. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2008: 245), analisis telah mulai sejak merumuskan dan mejelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.
20
Kegiatan dalam analisis data dalam penelitaian ini, yakni: pertama, kegiatan reduksi data (data reduction), pada tahap ini peneliti memilih hal-hal yang pokok dari data yang di dapat dari lapangan, merangkum, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema dan polanya. Proses reduksi ini dilakukan secara bertahap, selama dan setelah pengumpulan data sampai laporan hasil. Penulis memilah-milah data yang penting yang berkaitan dengan fokus penelitan dan membuat kerangka penyajiannya. Kedua, penyajian data (data display), setelah mereduksi data, maka langkah selanjunya adalah mendisplay data. Di dalam
kegiatan
ini,
penulis
menyusun
kembali
data
berdasarkan klasifikasi dan masing-masing topik kemudian dipisahkan, kemduian topik yang sama disimpan dalam satu tempat, masing-masing tempat dan diberi tanda, hal ini untuk memudahkan dalam penggunaan data agar tidak terjadi kekeliruan. Ketiga, data yang dikelompokan pada kegiatan kedua kemduian diteliti kembali dengan cermat, dilihat mana data yang telah lengkap dan data yang belum lengkap yang masih memerlukan data tambahan, dan kegiatan ini dilakuakan pada saat kegiatan berlangsung. Keempat, setelah data dianggap cukup
dan
telah
sampai
pada
titik
jenuh
atau
telah
21
memperoleh kesesuaian, maka kegiatan yang selanjutnya yaitu menyusun laporan hingga pada akhir pembuatan simpulan. Analisis data dalam penelitian kualitatif menggunakan metode induktif. Penelitain ini tidak menguji hipotesis (akan tetapi hipotesis kerja hanya digunakan sebagai pedoman) tetapi lebih merupakan penyusunan abstraksi berdasarkan data yang dikumpulkan. Analisis dilakukan lebih intensif setelah semua data yang diperoleh di lapangan sudah memadai dan dianggap cukup, untuk diolah dan disusun menjadi hasil penelitian sampai dengan tahap akhir yakni kesimpulan penelitian.
22
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
A.
Kondisi Geografis Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Sumatera Barat dengan beribukota di Sarilamak. Nama Lima Puluh Kota diambil dari peristiwa kedatangan 50 (lima puluh) rombongan yang datang dari Periangan Padang Panjang untuk mencari pemukiman baru di kaki Gunung Sago. Kabupaten Lima Puluh Kota mempunyai luas 3.354,30 Km2 atau sekitar 7,94 persen dari luas wilayah Provinsi Sumatera Barat yang jumlahnya 42.229,64 Km2. Secara geografis
Kabupaten
Lima
Puluh
Kota
terletak
antara
0°25'28,71" Lintang Utara dan 0°22'14,52" Lintang Selatan, dan diantara 100°15'44,10" - 100°50'47,80" Bujur Timur. Kabupaten Lima Puluh Kota dikelilingi oleh 4 kabupaten dan 1 propinsi yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten Pasaman serta Provinsi Riau. Mengenai pembagian administrasi wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota agar lebih jelasnya dapat di lihat pada peta di bawah ini.
22
23
PETA ADMINISTRASI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
24
Adapun batasan daerah dari Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu: Sebelah Utara
: Kabupaten
Rokan
Hulu
dan
Kabupaten
Kampar Provinsi Riau Sebelah Selatan : Kabupaten
Tanah Datar dan Kabupaten
Sijunjung Sebelah Barat
: Kabupaten Agama dan Kabupaten Pasaman
Sebelah Timur
: Kabupaten Kampar Provinsi Riau
Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri atas 13 kecamatan, 79 nagari dan 410 jorong. Kecamatan Kapur Sembilan merupakan kecamatan terluas dengan luas daerah 723,36 Km2 dan
sedangan
Kecamatan
Luhak
merupakan
kecematan
terkecil dengan luas daerah 61,68 Km2. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Luas Kecamatan, Jumlah Nagari dan Jorong di Kabupaten Lima Puluh Kota No
Kecamatan
1 2 3 4
Gunung Ameh Suliki Bukit Barisan Guguak
5 6
Mungka Payakumbuh
7
Akabiluru
Pusat Kecamatan Koto Tinggi Suliki Banja Loweh Dangungdagung Padang Loweh Koto Baru Simalanggang Sariak Laweh
Luas Jumlah Jumlah Wilayah Nagari Jorong (Km2)
156,54 136,94 294,20 106,20
3 6 5 5
17 32 37 30
83,76 99,47
5 7
20 27
94,26
7
29
25
Tabel lanjutan 8 9
Luhak Pakan Sabtu 61,68 Situjuah Limo Situjuah 74,18 Nagari Banda Dalam 10 Lareh Sago Pakan Rabaa 394,85 Halaban 11 Harau Tanjuang Pati 416,80 12 Pangkalan Koto Pangkalan 712,06 Baru 13 Kapur Sembilan Tanjuang Paiti 723,36 3.354,30 Jumlah Sumber: Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kota tahun 2014
4 5
34 27
8
49
11 6
44 33
7
31
79
410
Lima Puluh
Topografi daerah Kabupaten Lima Puluh Kota bervariasi antara
datar,
bergelombang,
dan
berbukit-bukit
dengan
ketinggian antara 110 - 2.261 meter dari permukaan laut. Di daerah ini terdapat 3 buah gunung berapi yang tidak aktif, yaitu Gunung Sago, Gunung Bungsu dan Gunung Sanggul serta 17 buah sungai besar dan kecil yang telah dimanfaatkan masyarakat untuk irigasi atau pengairan. Sebagian besar lahan di kabupaten Lima Puluh Kota merupakan lahan produktif,
meskipun
ada
beberapa
bagian
yang
belum
dimanfaatkan secara optimal. Penggunaan lahan untuk sawah sebesar 22.285 Ha (6,64 %) dan lahan kering sebesar 313.145 Ha (93,36 %). Curah hujan relatif cukup tinggi berkisar antara 1.308 - 3.333 mm per tahun, curah hujan terendah ditemukan pada Kecamatan Kapur Sembilan dan yang tertinggi ditemukan pada Kecamatan Gunung Ameh. Dengan curah hujan yang
26
cukup
tinggi
memungkinkan
petani
untuk
menanami
menanami lahannya sepanjang tahun dengan kombinasi tanaman yang disesuaikan dengan keadaan cuaca pada bulan yang bersangkutan. Suhu udara maksimum berkisar antara 28,7 - 31° C dan suhu minimum berkisar antara 17,8 - 19,4° C, dan rata-rata suhu bulanan berkisar antara 23,5 - 25,1° C. B. Kondisi Demografis Jumlah penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Ini terlihat dari data sensus penduduk dari tahun 2009 hingga 2013. Agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota 2009-2013 Jumlah Penduduk 1 2009 346.807 2 2010 350.699 3 2011 354.661 4 2012 359.859 5 2013 361.597 Sumber: Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2014. No
Tahun
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa dari tiap tahun ke tahun jumlah penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota mengalami peningkatan. Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Harau dengan
27
jumlah 48.598 jiwa. Kecamatan Gunuang Ameh merupakan kecamatan dengan penduduk terendah di Kabupaten Lima Puluh Kota, dengan jumlah penduduk 12.963 jiwa. Jenis kelamin perempuan di Kabupaten Lima Puluh Kota masih tinggi jika dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Dimana jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 182.423 jiwa dan laki-laki sebanyak 179.174 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kecamatan
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Jumlah Penduduk
Gunung Ameh 6.479 6.483 12.962 Suliki 7.160 7.652 14.812 Bukit Barisan 11.089 11.547 22.636 Guguak 11.090 18.153 35.243 Mungka 12.793 13.193 25.986 Payakumbuh 16.578 16.937 33.515 Akabiluru 12.952 13.346 26.298 Luhak 12.972 13.428 26.400 Situjuah Limo 10.275 10.769 21.044 Nagari 10 Lareh Sago 17.825 18.286 36.111 Halaban 11 Harau 24.316 24.282 48.598 12 Pangkalan Koto 14.984 14.467 29.451 Baru 13 Kapur Sembilan 14.661 13.880 28.541 Jumlah 179.174 182.423 361.597 Sumber: Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2014.
28
Penduduk berdasarkan kelompok umur di Kabupaten Lima Puluh Kota masih didominasi oleh penduduk yang berumur muda. Kelompok umur yang paling besar jumlahnya adalah kelompok umur 0 – 4 tahun dengan jumlah sebanyak 38.857 jiwa, sedangkan kelompok umur paling kecil ialah umur 60 – 65 tahun dengan jumlah 13.429 jiwa. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 Kelompok Umur
No
Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan 1 0–4 19.924 18.933 38.857 2 5–9 18.888 17.925 36.813 3 10 – 14 17.132 16.043 33.175 4 15 – 19 14.300 12.833 27.133 5 20 – 24 11.672 11.376 23.048 6 25 – 29 13.434 13.320 26.754 7 30 – 34 13.483 14.095 27.578 8 35 – 39 13.713 13.654 27.367 9 40 – 44 11.599 11.575 23.174 10 45 – 49 10.026 10.319 20.345 11 50 – 54 9.261 10.469 19.730 12 55 – 59 8.552 9.580 18.132 13 60 – 64 6.610 6.882 13.492 14 65 + 10.580 15.419 25.99 Jumlah 179.174 182.423 361.597 Sumber: Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2014. C. Sosial, Ekonomi dan Budaya Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu daerah
yang
mayoritas
masyarakatnya
bersukukan
29
Minangkabau dan beragama Islam. Sebagaimana diuraikan pada tabel 5 di bawah ini. Tabel 5 Jumlah Penduduk Menurut Agama Per Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 No
Kecamatan
Agama Islam
Protestan Katholik
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gunung Ameh 13.369 13.369 Suliki 14.564 14.564 Bukit Barisan 21.885 21.885 Guguak 33.610 33.610 Mungka 22.777 22.777 Payakumbuh 32.979 32.979 Akabiluru 26.705 26.705 Luhak 23.724 5 23.729 Situjuah Limo 22.064 22.064 Nagari 10 Lareh Sago 33.516 42 33.558 Halaban 11 Harau 41.704 150 95 41.949 12 Pangkalan Koto 29.266 13 29.279 Baru 13 Kapur Sembilan 27.694 27.294 Jumlah 347.675 168 137 347.980 Sumber: Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2014. Mata pencarian atau pekerjaan masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota bergerak di bidang pertanian. Ini semua didukung oleh luasnya daerah pertanian di Kabupaten Lima Puluh Kota. Untuk mengetahui lebih jelas tentang mata pencarian atau pekerjaan masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.
30
Tabel 6 Pekerjaan Masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota Berdasarkan Lapangan Kerja (Umur 15 Tahun ke Atas) No
Sektor Lapangan Kerja
1 2
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Gas Konstruksi Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Jumlah
3 4 5 6 7 8 9
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
50.529 2.438
38.195 -
88.724 2.438
9.619 464 5.725 14.884
9.411 15.865
19.030 464 5.725 30.749
3.099
-
3.099
985
729
1.777
7.701
8.978
16.679
95.444
73.241
168.685
Sumber: Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2014. D. Politik dan Pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota dibagi atas 13 kecamatan yang terdiri dari 79 nagari dan 410 jorong. Dari 13 kecamatan tersebut, Kecematan Harau menjadi daerah yang memiliki nagari terbanyak yaitu 11 nagari dan 44 jorong. Sedangkan yang mempunyai jumlah nagari terkecil adalah Kecematan Gunung Omeh dengan 3 nagari dan 17 jorong. Pada Pemilihan Umum 2009 jumlah partai politik yang mengikuti yaitu 38 partai politik. Adapun hasil Pemilihan Umum 2009 untuk tingkat DPRD Kabupaten, Partai Demokrat menjadi partai yang memperoleh suara terbanyak yaitu 30.241
31
suara kemudian diikuti oleh Partai Golongan Karya di posisi kedua dengan perolehan suara 28.893 suara. Untuk pemilihan Anggota DPRD Provinsi jumlah suara terbanyak diperoleh oleh Partai Demokrat 36.233 suara diikuti oleh Partai Golongan Karya dengan perolehan suara 20.812. sedangkan untuk pemilihan Anggota DPR RI suara terbanyak diperoleh oleh Partai Demokrat 36.682 suara dan Partai Golongan Karya di posisi kedua dengan perolehan suara 36.458 suara. Untuk lebih jelas mengenai hasil Pemilihan Umum tahun 2009 dapat dilihat tabel 7 di bawah ini Tabel 7 Hasil Pemilihan Umum 2009 DPRD Kab, DPRD Prov dan DPR RI di Kabupaten Lima Puluh Kota No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Partai Partai Hati Nurani Rakyat Partai Karya Peduli Rakyat Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia Partai Peduli Rakyat Indonesia Partai Gerakan Indonesia Raya Partai Barisan Nasional Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Partai Keadilan Sejahtera Partai Amanat Nasional Partai Perjungan Indonesia Baru Partai Kedaulatan Partai Persatuan Daerah Partai Kebangkitan Bangsa Partai Pemuda Indonesia Partai Nasional Indonesia Marhenisme Partai Demokrasi Pembaharuan Partai Karya Perjuangan Partai Matahari Bangsa Partai Penegak Demokrasi Indonesia Partai Demokrasi Kebangsaan Partai Republika Nusantara Partai Pelopor Partai Golongan Karya Partai Persatuan Pembangunan Partai Damai Sejahtera Partai Nas Benteng Kerakyatan Indnsia
DPRD Kab 15.689 1.150 0 3.791 5.453 0 3.159 10.161 16.927 0 157 150 5.737 139 187 2.306 8 1.960 0 34 0 0 28.893 18.993 0 143
DPRD Prov 4.304 1.773 0 1.906 5.148 411 1.964 11.665 17.058 207 0 0 3.009 346 0 1.087 169 1.782 138 262 0 132 30.812 18.949 70 0
DPR RI 6.155 1.741 642 1.417 4.922 462 2.008 9.266 17.291 220 273 359 2.584 385 231 1.083 111 969 0 307 228 125 36.458 19.753 80 84
32
Tabel lanjutan 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai
Bulan Bintang Demokrasi Indonesia Perjuangan Bintang Reformasi Patriot Demokrat Kasih Demokrasi Indonesia Indonesia Sejahtera Kebangkitan Ulama Indonesia Merdeka Persatuan NU Indonesia Serikat Indonesia Buruh Jumlah
10.182 5.808 7.889 205 30.241 0 0 0 0 0 160 0 169.552
6.561 2.775 8.163 260 36.233 0 34 0 0 0 613 67 155.898
6.184 3.026 2.842 0 36.682 140 105 65 90 31 142 204 156.665
Sumber: Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2014. Pada Kabupaten
Pemilihan
Umum
tahun
2014
untuk
DPRD
Partai Golongan Karya menjadi partai pemenang
dengan perolehan suara sebanyak 32.020 suara dan diikuti oleh Partai Demokrat di posisi kedua dengan perolehan suara 23.093 suara. Sedangkan untuk DPRD Provinsi perolehan suara terbanyak diperoleh oleh Partai Demokrat dengan total suara 35.745 dan Partai Golongan Karya dengan total suara 22.977. Untuk DPR RI Partai Demokrat memperoleh suara terbanyak dengan total suara 35.696 dan Partai Gerakan Indonesia Raya dengan total suara 34.082. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini. Tabel 8 Hasil Pemilihan Umum 2014 DPRD Kab, DPRD Prov dan DPR RI di Kabupaten Lima Puluh Kota No 1 2 3 4
Partai Partai Partai Partai Partai
Nasional Demokrat Kebangkitan Bangsa Keadilan Sejahtera Demokrasi Indonesia Perjuangan
DPRD Kab 9.079 14.034 13.722 12.815
DPRD Prov 11.311 11.143 15.291 10.400
DPR RI 12.227 9.612 18.831 7.864
33
Tabel lanjutan 5 6 7 8 9 10 11 13
Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai Partai
Golongan Karya Gerakan Indonesia Raya Demokrat Amanat Nasional Persatuan Pembangunan Hati Nurani Rakyat Bulan Bintang Keadilan dan Persatuan Indonesia Jumlah
32.020 16.164 23.093 16.462 21.875 15.953 9.813 1.291 186.303
22.977 22.535 35.745 13.798 17.488 13.114 7.323 1.344 182.469
25.845 34.082 35.696 9.891 11.940 8.569 7.529 423 182.509
Sumber: Data Rekapitulasi Pemilihan Umum 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum. Pada
Pemilihan
Umum
Presiden
pasangan
Susilo
Bambang Yudhoyono-Budiono memperoleh suara terbanyak dengan jumlah 134.177 suara diikuti oleh pasangan Jusuf Kalla-Wiranto 30.066 suara dan pasangan Megawati-Prabowo 6.724 suara. Adapun perbandingan tingkat partisipasi masyarakat pada pemilihan umum 2014 yaitu Pemilahan Umum Legeslatif sebanyak 192.583 atau 71,35% dan pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebanyak 173.510 atau 65,10%. Untuk dapat mengetahui daerah pemilihan pada Pemilihan Umum Legislatif 2014, lihatlah pada peta di bawah ini : Untuk
dapat
mengetahui
daerah
pemilihan
pada
Pemilihan Umum Legislatif 2014 di Kabupaten Lima Puluh Kota, dapat dilihat pada peta di bawah ini :
34
PETA DAERAH PEMILIHAN ANGGOTA DPR RI DI PROVINSI SUMATERA BARAT PADA PEMILU 2014
35
PETA DAERAH PEMILIHAN ANGGOTA DPRD PROVINSI SUMATERA BARAT PADA PEMILU 2014
36
PETA DAERAH PEMILIHAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN LIMA PULUH KOTA PADA PEMILU 2014
37
Semenjak tahun 1945 hingga 2015, Kabupaten Lima Puluh Kota telah dipimpin oleh 21 orang bupati. Ini dapat dilihat pada tabel 9 di bawah ini. Tabel 9 Nama-Nama Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota No Nama Bupati Periode 1 Syahiri Sutan Pangeran 1945 – 1946 2 Bagindo Moerad 1946 – 1947 3 Aliuddun 1947 – 1948 4 Arisun Sutan Alamsyah 1948 – 1949 5 Saalah Sutan Mangkuto 1949 – 1950 6 Sultani Sutan Malako 1950 – 1951 7 H. Darwis Taram Dt. Tumanggung 1951 – 1956 8 Syahboeddin 1956 – 1957 9 Akhmad Khatib 1957 – 1957 10 Anwar Dt. Majo Basa Nan Kuning 1957 – 1958 11 Zainal Abidin St. Saripado 1958 – 1959 12 Inspektur Pol. S.M Joko 1960 – 1961 13 Letkol. Inf. Slamet Suhindryo 1961 – 1967 14 Letkol. Inf. A Syahdin Dt. Bandaro 1967 – 1973 15 Drs. Saruji Ismail (PJS) 1973 – 1974 16 Letkol. Inf. Burhanuddin Putih 1975 – 1985 17 Letkol. CZI Djoeri 1985 – 1990 18 Drs. H. Aziz Haily MA Dt. Bandaro Kayo 1990 – 2000 19 dr. Alis Marajo Dt. Sori Marajo 2000 – 2005 20 Drs. H. Amri Darwis, SA 2005 – 2010 21 dr. Alis Marajo Dt. Sori Marajo 2010 – 2015 Sumber: Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2014. Pada tingkat DPRD Kabupaten, Kabupaten Lima Puluh Kota telah dipimpin oleh 12 orang ketua dari tahun 1967 hingga 2015. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 10 di bawah ini.
38
Tabel 10 Nama-Nama Ketua DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota No Nama Bupati Periode 1 C Israr 1967 – 1970 2 Bukhari Kamil 1970 – 1970 3 Dailami 1970 – 1972 4 Mayor Inf. Oesman Saat 1972 – 1977 5 Kol. CPL Zainul Arifin Lies 1977 – 1987 6 Sukarni, BA 1987 – 1992 7 Kol. Inf. Azwir Jaelani 1992 – 1997 8 H. Aswandi Djanas, BA 1997 – 1999 9 Drs. Syamsul Udaya 1999 – 2004 10 Iswardi, BA 2004 – 2009 11 Darman Sahladi, SE, MM 2009 – 2014 12 Safaruddin Dt. Bandaro Rajo 2015 – 2019 Sumber: Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2014.
39
BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. Alasan-Alasan Mengapa Masyarakat Memilih Memahami perilaku memilih pada masyarakat paling tidak dapat ditelusuri melalui teori-teori perilaku politik, antara lain melalui pendekatan sosiologis, psikologis, dan pilihan rasional. Dalam konteks sosiologis perilaku memilih seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti sosial ekonomi, afiliasi etnis, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, dan lain-lain. Pendekatan ini lebih mengungkapkan faktor relasi primordial yang terjalin antara pemilih dengan calon yang akan dipilih. Demikian halnya dalam konteks psikologis, dengan mengeidentifikasi kepartaian dan isu-isu politik para calon, dan bukan latar belakang sosial atau budayanya, juga merupakan alasan orang untuk memilih. Dengan
kata
lain
faktor
psikologis
membentangkan
keterpengaruhan pemilih terhadap citraan calon yang akan dipilih. Tidak kalah pentingnya faktor ekonomi yang dalam hal ini dalam teori politik dikenal dengan pilihan rasional. Orang akan memilih jika seseorang meyakini akan ada keuntungan dari pilihan politiknya, seperti calon yang menurutnya diyakini
39
40
akan bisa merealisasikan janji-janji politik yang disampaikan kepada pemilih. Faktor pilihan rasional merupakan perilaku memilih yang sudah melewati proses pertimbangan rasional, bukan semata dekat secara sosiologis atau terpengaruh secara psikologis. Pada pemilihan umum legislatif di Kabupaten Lima Puluh Kota, faktor-faktor yang menjadi dasar masyarakat dalam menentukan pilihan, salah satunya terungkap dalam data FGD dengan PPS Nagari Bukik Sikumpa, Limapuluh Kota. Kegiatan FGD mengungkap tentang faktor-faktor mengapa mereka memilih dan tidak memilih pada pemilu 2014. Penjelasan-penjelasan itu dapat dilihat dari beberapa hasil wawancara berikuti ini. Zulfakri (39 th), yang menjadi PPS di Nagari Bukik Sikumpa menjelaskan bahwa alasan masyarakat memilih pada pemilu 2014 di Kabupaten 50 Kota di dorong oleh adanya kesadaran
terhadap
penyelenggaraan
pemilu.
hak
dan
Sebagai
kewajiban
masyarakat
yang
dalam baik
menurutnya, semua masyarakat yang terdaftar sebagai DPT dan telah wajib memilih memiliki hak untuk memberikan hak suaranya dalam pemilu dan sekaligus dalam waktu yang sama juga mempunyai kewajiban untuk mensukseskan proses pelaksanaan pemilu, minimal di daerahnya masing-masing.
41
Kesadaran politik menurut Zulfakri juga didasarkan munculnya calon-calon yang berkompetisi dalam meraih simpati dan suara dari masyarakat pemilih. Kehadiran putra daerah yang ikut mencalonkan diri pada pimilu legislatif menjadi salah satu alasan mengapa mereka harus memilih. Di samping sebagai bentuk penghargaan terhadap caleg yang berasal dari kampungnya sendiri, juga dilandasi oleh faktor kepentingan daerah yang menginginkan terjadinya perubahan dalam
masyarakat
pasca
terpilihnya
calon.
Perubahan-
perubahan yang diharapkan terkait dengan pembangunan infrastruktur daerah yang baik dan memberikan peluang untuk
meningkatkan
perekonomian
masyarakat.
Faktor
kedaerahan menjadi salah satu alasan mengapa orang harus memilih. Ikatan primodialisme yang terbangun dalam rentang waktu yang cukup lama relatif memberikan kesan positif bagi masyarakat untuk memberikan hak suaranya. Meskipun tidak termasuk dalam kategori rasional, akan tetapi masyarakat menaruh harapan kepada orang yang telah mereka kenal untuk
berkontribusi
langsung
kepada
mayarakat
dan
daerahnya. Secara teoritis, alasan kedaerahan menjadi faktor sosiologis mengapa orang harus menjatuhkan pada pilihan untuk memilih.
42
Putra daerah yang mencalonkan diri dalam kontestasi pemilu ini, menurut Zul, begitu panggilan sapaannya, juga diikuti oleh visi misi yang ditawarkannya. Pada umumnya, calon yang berasal dari daerah setempat adalah figur yang juga sudah medapat simpati dari masyarakat. Karena itu sebagai figur yang mencalonkan diri, visi misinya sangat relevan dengan kepentingan masyarakat konstituennya. Dengan kata lain, pilihan terhadap calon legislatif dari putra daerah tidak hanya di dasarkan atas pertimbangan primodialisme semata, tapi lebih dari itu masyarakat pemilih juga memperhatikan visi-misi yang ditawarkan oleh calon tersebut. Tiga faktor di atas menurut Marteneli (46 th) PPS Nagari Bukik Sikumpa, Zulfakri dan Budi Mulya yang juga PPS di nagari itu, adalah faktor yang muncul pada awal-awal proses pemilu, akan tetapi berbeda dengan situasi pada saat pemilu akan
dilakukan.
Mayoritas
masyarakat
di
daerah
ini
menurutnya tidak dapat menghindari adanya transaksi money politic. Transaksi ini biasanya dilakukan pada malam hari menjelang pemilihan. Jumlah uang yang biasa diterima masyarakat berkisar RP. 50.000., (lima puluh ribu rupiah) bahkan mencapai angka Rp. 200.00,- (dua ratus ribu rupiah). Uang dibagikan kepada masyarakat melalui rumah ke rumah yang dilakukan oleh tim sukses calon. Sebagai anggota PPK,
43
zul sering menemukan tim sukses calon-calon yang maju membagikan uang kepada masyarakat dengan menyelipkan gambar dan nomor calan yang akan dipilih. Transaksi suara dengan pembagian uang ini biasanya dilakukan oleh caloncolon yang berasal dari luar daerah itu. Akibatnya calon yang berasal dari daerah yang tidak melakukan transaksi money politic memperoleh suara yang tidak signifikan dalam pemilu. Hal ini juga dijelaskan oleh Asmaidar (63 th) yang pada waktu itu juga menjadi calon legislatif untuk Kabupaten Lima Puluh Kota dari Partai Hanura. Menurut pengakuan Asmaidar, pada awalnya dia telah mengantongi titik titik suara yang relatif banyak, terutama berasal dari saudara dan famili yang ada di daerahnya
sendiri.
Hampir-hampir
mayoritas
suara
itu
kemudian tidak bisa dia peroleh dikarenakan telah beralih kepada calon lain yang melakukan transaksi uang pada malam pemilihan itu. Menurut Budi Mulya menjelaskan bahwa hampir ratarata
suara
banyak
diperoleh
oleh
calon-calon
yang
membagaikan uang kepada masyarakat pemilih, dan suara terbanyak lebih ditentukan oleh jumlah uang yang diberikan oleh tim sukses calon. Calon yang membagikan uang lebih banyak dari calon lain, dialah yang yang akan memenangkan kontestasi politik. Sementara calon yang memberi uang dengan
44
jumlah yang lebih rendah dan apalagi tidak memberinya, secara otomatis berada pada urutan berikunya bahkan dengan selisih suara yang sangat signifikan. Kegiatan money politik ini menurut Mateneli, tidak pernah dilaporkan kepada Panitia Pengawas (Panwas) dan Pengawal Lapangan (PL), pada hal hampir semua calon melakukan hal yang sama dalam proses pemilihan. Bahkan panwas pun kesulitan untuk mengusut pelaku money politik, karena tidak ada bukti yang kuat dan tidak pernah tertangkap tangan. Kondisi ini seolah sudah menjadi tradisi pada setiap tahun yang sulit untuk dibuktikan tetapi berjalan secara sistematik dan sistemik. Tradisi ini menurut Zul sudah menjadi prilaku menggejala di seluruh daerah pada setiap kali diadakan pemilu, apalagi dalam penyelenggaraan pemilu di tingkat daerah. Masyarakat mengganggap pilihan politiknya yang didasari oleh money politic adalah wajar adanya, karena masyarakat beranggapan bahwa uang yang mereka peroleh dari tim sukses calon merupakan keuntungan yang riil atas suara yang mereka berikan. Marteneli menegaskan bahwa money politik sangat menentukan
perolehan
suara.
Tidak
berapa
jumlah
masyarakat yang tidak terpengaruh dengan transaksi ini. Sebagian
kecil
yang
memiliki
idealisme
tetap
dengan
45
pendiriannya untuk tidak menerima uang dan tetap mengacu pada visi misi calon yang dapat memajukan daerahnya dan termasuk putra daerah yang juga bagian dari komunitas dan bahkan familinya. Jumlah masyarakat yang menolak money politik ini hanya sedikit sekali. Karena mereka masih meyakini bahwa
pemilu
adalah
proses
demokratisasi
yang
harus
mengedepankan perubahan-perubahan pada masa mendatang dengan
cara
melihat
track
record
calon
pada
masa
sebelumnya. Tidak berbeda dengan Zulfakri di atas tentang hadirnya putra daerah sebagai calon legislatif, Asri (44 th), Mantan PPK dan Pegawai Nagari Simpang Ampek Tanjuang Kapau Nagari Labuah
Gunuang
juga
menjelaskan
bahwa
masyarakat
menentukan pilihan politiknya di dasarkan atas kedekatannya dengan calon yang sedang mencalonkan diri sebagai anggota legistatif. Menurutnya, kedekatan yang dimaksud adalah putra daerah yang dalam waktu yang relatif lama sudah dikenal dalam pergaulan sehari-hari di daerah itu. Inilah faktor utama menurut Asri mengapa masyarakat harus memilih. Meskipun di sisi lain juga ditemukan bahwa pengalaman calon menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan. Akan tetapi rata-rata calon yang berasal dari putra daerah juga orang yang telah menjadi figur bagi masyarakat atau setidaknya calon telah
46
dinilai mampu oleh masyarakat untuk mewakili aspirasi mereka ketika terpilih menjadi anggota legislatif. Berdasarkan itu, pada umumnya para tokoh masyarakat seperti ninik mamak juga mendorong dan mengarahkan masyarakat untuk memilih masyarakat yang berasal dari daerah mereka. Ninik mamak seperti diketahui, selain disegani di tingkat kaum masyarakat
itu,
masyarakat,
tidak
juga
menjadi
terkecuali
tempat
dalam
bertanya
menentukan
bagi
pilihan
politik. Dorongan dari ninik mamak untuk memilih calon pada umumnya
menjadi
pertimbangan
bagi
pemilih
dalam
menentukan pilihan mereka, apakah untuk memilih itu sendiri atau memilih salah satu dari calon yang berkompetisi. Zulfendi
(47
th)
menanggapi
putra
daerah
yang
mencalonkan diri untuk anggota legislatif, menurutnya di daerahnya Batu payuang, ada dua putra daerah yang berhasil duduk di legeslatif tepatnya di DPRD Propinsi Sumatera Barat yaitu Novi Yuliasmi yang diusung oleh partai PPP dan untuk DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota adalah Datuak Putiah Sastri Andiko yang diusung oleh partai Demokrat. Novi yang juga pernah duduk di DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota menurutnya sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan ikut mengambil peran penting dalam memajukan masyarakat di daerahnya. Masyarakat mendapatkan perhatian yang baik
47
selama tokoh ini menjalankan tugas di legislatif, sehingga masih mendapat simpatik dari masyarakat untuk dipilih lagi pada pemilu 2014. Berdasarkan perhitungan suara Novi juga terpilih dalam pemilu 2014 untuk DPRD TK I Sumatera Barat. Sementara calon lain yang juga mendapat perhatian di daerah itu adalah Datuak Putiah Sastri Andiko yang juga putra daerah itu. Datuak Putiah begitu orang memanggilnya adalah tokoh masyarakat di daerah itu, apalagi dikaitkan dengan gelarnya sebagai Datuak, sudah mempunyai konstituen yang pasti yaitu kaumnya sendiri yang menjadi anggota sukunya. Di samping
itu
peran
ninik
mamak
untuk
mengarahkan
masyarakat memilih putra daerah juga menjadi hal penting terhadap
peroleh
suara
calon
ini.
Dengan
demikian
primodialisme kedaerahan juga tidak serta merta menjadi alasan masyarakat untuk menentukan pilihannya, akan tetapi juga
memperhatikan
kinerja
dan
perhatiannya
kepada
masyarakat selama berinteraksi dengan masyarakat pemilih khususnya di daerah itu. Menanggapi maraknya money politik dalam pemilu, Zulfendi tidak begitu mengetahui dan tidak terdengar peristiwa itu terjadi di daerahnya, ia menyebutkan; “Selama ini saya tidak ada mendengar dan mengetahui adanya money politik yang terjadi, tapi itu mungkin juga ada terjadi, karena laporan
48
dari panwascam dan pengawas lapangan tidak pernah kami dengar”. Menurutnya masyarakat sudah mulai cerdas dan teliti dalam menentukan pilihan politiknya. Masyarakat memilih lebih didasarkan pada visi dan misi calon, figur yang baik dan memiliki integritas yang tinggi track record calon untuk nagari sebelum mencalonkan diri. Bahkan lebih dari itu, di daerahnya masyarakat juga tidak terpengaruh dengan partai pemenang dalam pemilu sebelumnya, sebab partai politik pemenangpun silih berganti pada setiap pemilu. Dengan kata lain figur calon bagi masyarakat lebih penting dibanding dengan partai politik. Temuan yang sama juga dikemukanan Rilson (44 th), PPK dan Mantan Walinagari, Tanjuang Gadang Rumah Nagari Tanjuang Gadang, bahwa figur menjadi alasan masyarakat untuk memilih terutama dilihat dari asal daerah, bagaimana komunikasi calon dengan masyarakat sebelumnya, apakah calon melakukan pendekatan dan berkomunikasi dengan masyarakat atau tidak, apa yang pernah dilakukan oleh sang calon untuk nagari dan masyarakat sekitarnya, dalam konteks ini tetap saja yang lebih dominan adalah faktor putra daerah yang menjadi alasan memilih. Dalam hal yang sama ia juga menjelaskan bahwa partai politik tidak menjadi perhatian khusus
bagi
masyarakat
pemilih,
sehingga
partai
yang
memperoleh suara terbanyak selalu silih berganti pada pemilu-
49
pemilu yang berbeda. Berbeda dalam pilpres, masyarakat memilih hanya semata-mata karena tradisi saja, bahwa di Indonesia ada pemilihan presiden dan wakil presiden, tanpa harus memperhatikan figur atau visi misi dan lain sebagainya. Beberapa data di atas menunjukkan alasan-alasan masyarat untuk memilih, secara sederhana dapat disimpulkan: Pertama, karena putra daerah yang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Hal ini menjadi faktor utama mengapa masyarakat memberikan hak suaranya dalam pemilu. Hampir rata-rata informan memberikan kesamaan jawaban tentang faktor putra daerah. Kedua, faktor visi-misi yang diusung oleh calon kepada masyarakat. Dari data yang terkumpul hanya sebagian kecil masyarakat yang memberikan jawaban atas pentingnya visi misi calon sebagai alasan mereka untuk memilih. Ketiga, faktor track record calon, terutama calon yang incumbent. Calon yang sudah melakukan perubahan dan pernah
mengayomi
aspirasi
masyarakat,
maka
relatif
dipastikan masyarakat akan memilih kembali, dan begitu sebaliknya, jika tidak pernah memperhatikan masyarakat, maka masyarakat lebih memilih untuk golput. Keempat, faktor money politic, faktor ini tidak umum ditemukan di wilayah Lima Puluh Kota, dari tiga nagari yang diteliti haya satu nagari
50
yang mayoritas pemilihnya menerima uang dalam pemilu legislatif 2014. B. Alasan-Alasan Mengapa Masyarakat Tidak Memilih Menurut Zulfakri, PPS Nagari Bukik Sikumpa alasan masyarakat tidak memilih adalah dikarenakan jauhnya lokasi TPS dari pemukiman masyarakat, terutama pada daerahdaerah perbatasan nagari Sikumpa denan nagari lain. Setelah ditelusuri,
interval
jarak
itu
disebabkan
terjadinya
pengurangan TPS pada saat pemilihan presiden di bandingkan dengan pemilihan legislatif pada tahun 2014. terutama di daerah
perbatasan
nagari
sikumpa
dengan
nagari
lain.
Sehingga masyarakat merasa sulit datang ke TPS. Di sisi lain masyarakat juga tidak mengenal kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan sebagian lainnya tidak suka dengan kedua sosok pasangan calon presiden dan wakilnya masing-masing. Primodialitas kedaerahan ternyata memberi pengaruh
penting
bagi
masyarakat
untuk
memilih
dan
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu. Di sisi lain, masyarakat tidak memilih pada pemilu tahun 2014 menurut Marteneli disebabkan karena mereka tidak berada di tempat. Mahasiswa yang kuliah di luar daerah misalnya mereka tidak pulang kampung untuk kepentingan
51
pemilihan.
Mereka
lebih
memilih
untuk
tidak
memilih
dibanding harus pulang ke kampung halaman memberikan hak suaranya dengan biaya yang relatif banyak. Faktor ekonomi menjadi bagian tersendiri mengapa orang tidak memilih, karena di samping cost finansial relatif mahal yang harus mereka keluarkan, juga dari sisi keuntungan langsung juga tidak mereka dapatkan. Budi Mulya menambahkan, bahwa yang menjadi alasan masayakat tidak memilih dilatar belakangi oleh kejenuhan terhadap
penyelenggaraan
pemilihan-pemilihan
yang
dilakukan, mulai dari tingkat pemerintahan yang paling bawah,
yaitu
wali
nagari
sampai
kepada
pemilihan
pemerintahan tertinggi, yaitu presiden. Mereka tidak memilih karena merasa membuang-buang waktu dan energi dengan terlalu seringnya pemilihan itu dilakukan, sementara mereka mempunyai aktivitas untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kelanjutan pendidikan anak-anak mereka. Kepentingan ekonomi bagi masyarakat di Kecamatan Lareh
Sago
dibandingkan
Halaban
menurut
mengikuti
proses
Asri
lebih
pemilihan
determinan umum
atau
pemilihan presiden. Hal ini dapat dilihat dari kondisi ketika dalam waktu bersamaan mereka harus pergi bekerja dan berjualan
ke
pasar
dan
pada
sisi
lain
mereka
harus
52
memberikan hak suaranya ke TPS pada saat pemilihan. Masyarakat lebih memilih untuk bekerja dan pergi ke pasar untuk
memenuhi
kebutuhan
hidupnya
dibanding
harus
memilih. Pertimbangan ekonomi menjadi adalah bahagian dari faktor
sosiologis
masyarakat
untuk
menentukan
pilihan
politiknya. Masayarakat dalam konteks ini mempertimbangkan dua hal yang akan memberikan keuntungan riil dibanding melakukan pilihan lainnya. Dengan kata lain kemiskinan menjadi
salah
satu
memilih
dalam
penghalang
pemilihan
bagi
legislatif
masyarakat
dan
atau
untuk
pemilihan
presiden. Pilihan kebutuhannya
masyarakat menurut
untuk Asri,
juga
lebih
mengutamakan
dapat
dilihat
dari
masyarakat pemilih yang bekerja di luar daerah pemilihannya. Mereka sudah berangkat pagi-pagi dan pulang menjelang senja atau di malam hari. Sehingga tidak punya kesempatan untuk menyampaikan hak suaranya di TPS. Faktor waktu dan kesempatan bagi masyarakat menjadi alasan untuk tidak memilih. Kepentingan untuk bekerja sangat terkait dengan faktor ekonomi dan kewajiban melaksanakan tugas. Hal itu dalam pandangan masyarakat lebih utama di bandingkan untuk memilih pada saat yang sama. Dalam konteks ini kesadaran memilih atau tidak bukanlah didasarkan pada
53
pertimbangan yang lebih besar yaitu keinginan mendukung proses demokratisasi di negara ini. Masyarakat lebih melihat pemilu
sebagai
sebuah
kebiasaan
yang
berulang
diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu. Oleh karenanya tidak memberi pengaruh kepada sikap dan prilaku mereka apakah memilih atau tidak memilih, karena keduanya memiliki nilai yang sama. Lebih dari itu sebagian kecil masyarakat telah bosan dengan kondis daerahnya yang tidak mengalami perubahan, meskipun pemilu demi pemilu telah dilaksanakan. Menurut Asri, para calon telah menyampaikan janji-janji politiknya kepada masyarakat, dan menurutnya janji-janji itu tidak pernah
dilaksanakan.
Berbagai
bentuk
pemilihan
politik
dilakukan secara berulang, dan masyarakat menyaksikan di daerahnya dan juga di daerah lain melalui berita-berita di media massa, tetapi perubahan yang berarti terutama dalam bentuk peningkatan perekonomian masyarakat tidak pernah terwujud sama sekali. Masyarakat bahkan merasakan hal yang sama
tanpa
perubahan
dan
bahkan
kemiskinan
justru
bertambah, sehingga kebosan ini justru beralih pada sikap anti pati terhadap pemilu. Beragam alasan masyarakat tidak ikut memilih di atas berimplikasi
pada
penurunan
angka
pemilih
dalam
54
penghitungan
suara
dalam
pemilu. Jumlah
yang
relatif
signifikan itu terlihat dalam pemilihan presiden pada tahun 2014
dibanding
pemilu
legislatif
sebelumnya.
Zulfendri
menjelaskan bahwa fenomena itu terjadi diakibabkan oleh dua hal; pertama, penyelenggaraan pemilu di daerahnya dilakukan bertepatan dengan hari pasar; yaitu pada hari rabu dan masyarakat lebih memilih untuk bekerja atau berjualan di pasar dibanding untuk memilih.
Kedua, masyarakat tidak
mengenal dengan baik calon presiden sehingga tidak memberi pengaruh yang berarti bagi mereka untuk memilih. Bagi mereka memilih harus kenal baik terlebih dahulu dengan calonnya, di sisi lain tim sukses masing-masing calon tidak memberikan informasi yang memadai tentang calon yang akan dipilih. Meskipun disinyalir bahwa pengurangan jumlah TPS menjadi penyebab banyak masyarakat tidak memilih, Menurut Zulfakri justru tidak menjadi alasan karena penempatan TPS itu berada di daerah-daerah yang terjangkau dari pemukiman masyarakat, apalagi sarana transportasi dan jalan telah memadai untuk datang ke TPS. Hanya saja ada sebagian kecil masyarakat sendiri yang tidak mau ikut memilih dengan alasan telah bosan dan bersikap apatis dengan kehadiran pemilu. Di batu Payuang misalnya menurut menurut Zulfendri
55
pengurangan TPS tidak begitu berpengaruh dalam mengurangi partisipasi masyarakat, karena letak dan penempatan TPS masih berada dalam jangkauan masyarakat. Penjelasan
di
atas
mengilustrasikan
bahwa
pada
prinsipnya masyarakat tidak memilih pada pemilihan presiden dan terjadinya penurunan pemilih di banding pemilu legislatif lebih disebabkan oleh sikap apatis masyarakat terhadap pemilu,
bukan
karena
faktor
teknis
jauhnya
TPS
dari
jangkauan masyarakat pemilih. Karena meskipun jaraknya jauh, akan tetapi akses jalan dan alat transportasi relatif memadai untuk datang ke TPS. C. Sumber Informasi Pemilu dan Kinerja Relawan Demokrasi Pengetahuan masyarakat tentang pemilu lebih banyak diperoleh melalui sosialisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak penyelenggara pamilu di tingkat daerah. Biasanya menurut Zulfakri sosialisasi itu berupa pengumuman-pengumunan yang ditempel di tempat-tempat tertentu yang bisa dibaca oleh masyarakat dan dalam bentuk pengumuman di mushalla, Mesjid
dan
tidak
terkecuali
perbincangan-perbincangan
masyarakat di lapau (warung). Menurut Rislon sosialisasi pemilu dilakukan oleh pihak Komisi Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh petugasnya
56
di tingkat nagari seperti PPS dan PPK.
Sosialisasi itu
menurutnya sudah cukup maksimal dilakukan dalam bentuk himbauan dan pengumuman di Mesjid dan Mushalla, Lapau (warung) serta pemasangan atribut pemilu berupa spanduk dan stiker di tempat-tempat tertentu yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat pemilih. Terkait dengan relawan demokrasi yang digagas oleh KPU dan di tempatkan di setiap nagari, menurut Zulfendri untuk
Nagari
Sikumpa,
ia
tidak
pernah
mengetahui
keberadaanya, tidak pernah mendengar dan apalagi melihat kenerja mereka di nagari itu dalam mensosialisasikan dan memberikan pengetahuan tentang pentingnya pemilu bagi masyarakat pemilih. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Asri, bahwa ia pernah mendengar istilah relawan demokrasi akan tetapi, ia tidak mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh tim relawan itu didaerahnya. Oleh sebab itu menurutnya yang penting itu adalah bagaimana KPU menambah jumlah anggota PPS, karena
mereka
ini
merupakan
ujung
mensosialisasikan pemilu kepada masyarakat.
tombak
dalam
57
BAB IV PENUTUP A. Rekomendasi Dalam rangka menimbulkan kesadaran dan animo masyarakat
dalam
memilih
maka
penting
untuk
mempertimbangkan penguatan KPU dan mengisi ruang kosong agenda pemilu yang biasanya hanya dilakukan dalam rentang waktu satu tahun, sementara tiga tahun sisanya lebih bisa dikatakan tidak memberi arti penting terhadap keberadaan KPU. Oleh karenanya rentang waktu yang relatif kosong itu diisi
dengan
masyarakat
agenda-agenda dalam
bentuk
pendidikan sosialisasi
politik dan
kepada
tranformasi
pengetahuan tentang pentingnya pemilu. Di samping penambahan tugas KPU, juga dianggap penting untuk menganggarkan biaya melalui APBN untuk kepentingan pemilu dengan cara melibatkan civil sosiety dalam proses
mempersiapkan
kesadaran
masyarakat
terhadap
pemilu. Meskipun civil society selama ini juga melakuakan penguatan terhadap pemilu, akan tetapi kegiatan itu dilakukan hanya pada saat-saat mereka mendapatkan proyek penelitian, pemberdayaan masyarakat dan atau
sejenisnya. Dengan
ketersediaan dana maka peran civil society dapat dilakukan
57
58
secara berkelanjutan dan dan Isu pemilu tidak hanya isu yang digelar dan digulirkan pada musimnya saja. Isu pemilu mengandung
nilai
tentang
betapa
pentingnya
peran
kepemimpinan yang demokratis sepanjang mobilisasi sosial berlangsung. Demikian halnya dengan relawan demokrasi yang sudah dirancang dan didistribusikan di setiap nagari, perlu diperkuat dengan pengetahuan yang memadai dan menjaring kembali secara selektif dan profesional untuk mampu bekerja dan mentranformasikan
pengetahuannya
kepada
Perhatian
kepada
demokrasi
khusus
Relawan
masyarakat. dianggap
penting, karena dianggap mampu menyentuh masyarakat pada level grass root. Penguatan itu tentunya tidak bisa dibayar dengan
cost
yang
murah,
tetapi
disesuaikan
dengan
profesionalisme mereka sebagai perpanjangan tangan dari KPU di tingkat daerah.
59
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Rozali. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Budiardjo, Miriam. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia. Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana. Cipto, Bambang. 2003. Presiden, Partai dan Pemulihan Ekonomi Indonesia, Yogyakarta: UII Press. Damanhuri, Didin. 1985. Menerobos Krisis: Renungan Masalah Kemahasiswaan, Kepemudaan, Intelektual Dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Inti Sarana Aksara. Huntington, Samuel P. dan Joan M. Nelson. 1994. Partisipasi Politik Di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta. Junaedhie, Kurniawan. 1991. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Johnson, B, Janet dan Richard A. Joslyn. 1999. Political Science Research Methods Second Edition. Washington: Congressional Quarterly Inc. Mardalis. 2006. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Plano, Jack. 1985. Kamus Analisa Politik, Jakarta: Rajawali Press. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi (ed). 1989. Metode Penelitan Survai. Jakarta: LP3ES. Sugiarto, dkk. 2001. Teknik Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.