LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KERAJINAN EMAS DAN PERAK DI KELURAHAN BERATAN YANG MENGHADAPI MASALAH ERGONOMI DAN PEMASARAN Oleh: Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. (Ketua) (NIP. 196812171993031003) Prof. Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. (Anggota) (NIP. 195001041980032001) Drs. I Ketut Artawan, M.Si. (Anggota) (NIP. 195111241979031001) Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha SPK No. 023.04.2.552581/2015 Tanggal 5 Pebruari 2015
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2015
i
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat’Nyalah maka pengabdian pada masyarakat yang berjudul: IPTEKS bagi Masyarakat (IbM) Kerajinan Emas dan Perak di Kelurahan Beratan yang Menghadapi Masalah Ergonomi dan Pemasaran dapat diselesaikan sesuai rencana. Dalam kegiatan ini, kami banyak mendapat masukan-masukan atau saran-saran dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam kegiatan Pengabdian pada Masyarakat ini. Kami menyadari sepenuhnya akan kekurangan kegiatan ini, sehingga dengan kerendahan hati kami mohon kritik dan saran untuk kelengkapan dan kesempurnaan kegiatan ini. Sebagai akhir kata kami berharap semoga kegiatan ini bermanfaat bagi para perajin perak khususnya dan para pekerja di industri kecil atau industri rumah tangga umumnya yang mempunyai masalah ergonomi dan pemasaran serta stakeholders lainnya yang tertarik dengan prinsip-prinsip ergonomi yang relevan diterapkan di tempat kerja.
Tim Pelaksana P2M Jurusan Pendidikan Biologi
iii
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Sampul....................................................................................................
i
Halaman Pengesahan.............................................................................................
ii
Kata Pengantar........................................................................................................
iii
Daftar Isi...................................................................................................................
iv
Daftar Tabel..............................................................................................................
v
Daftar Gambar...........................................................................................................
vi
Daftar Lampiran.........................................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1
1.1 Analisis Situasi.........................................................................................
1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah....................................................
3
1.3 Tujuan Kegiatan......................................................................................
4
1.4 Manfaat Kegiatan....................................................................................
5
BAB II METODE PELAKSANAAN.......................................................................
6
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................
11
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................
31
4.1 Simpulan.....................................................................................................
31
4.2 Saran...........................................................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
32
LAMPIRAN.................................................................................................................
34
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Kerangka Pemecahan Masalah melalui Penerapan IPTEKS......................
7
Tabel 3.1. Hasil Penerapan IPTEKS dengan Kajian Ergonomi..................................
11
Tabel 3.2 Hasil Analisis Kualitas Kesehatan Perajin Dilihat dari Indikator Keluhan Muskuloskeletal, Kelelahan, dan Beban Kerja (Denyut Nadi) (n = 10)......................................................................................
14
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Sikap Kerja Membungkuk yang Berpotensi Menimbulkan Penyakit Akibat Kerja .............................................................................
14
Gambar 3.2 Sikap Kerja Fisiologis dan Kondisi Lingkungan di Tempat Kerja........
15
Gambar 3.3 Produk dalam Bentuk Cincin, Gelang, dan Giwang yang Dihasilkan Perajin dan Siap Dipasarkan....................................................................
16
Gambar 3.4 Produk dalam Bentuk Bokoran yang Dihasilkan Perajin dan Siap Dipasarkan................................................................................
16
Gambar 3.5. Tempat Pemasaran Produk Kerajinan Emas dan Perak di Kawasan Wisata...................................................................................
17
Gambar 3.6. Proses Tawar-menawar Produk Berupa Cincin, Giwang, dan Gelang...
18
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Absensi Peserta Kegiatan………………………………………….
34
Lampiran 2. Hasil Analisis Kualitas Kesehatan Perajin…………………………..
35
Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan……………………………………..……………
37
Lampiran 4. Peta Lokasi Daerah Sasaran.................................................................
39
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi Kelurahan Beratan merupakan salah satu pusat kerajinan perak yang berlokasi di Kabupaten Buleleng, karena sebagian besar penduduknya berkecimpung dalam bidang kerajinan emas dan perak. Produk yang dihasilkan dari kerajinan tersebut adalah berupa cincin, gelang, giwang, danganan, bokoran, dan cendera mata lainnya. Pada situasi krisis seperti sekarang ini, ternyata banyak bermunculan perajin-perajin muda yang tidak mampu melanjutkan sekolahnya dan mencoba mengais rejeki pada usaha ini, karena pekerjaan ini dianggap cukup mudah dipelajari dan relatif cepat untuk menghasilkan uang, dibandingkan dengan jenis kerajinan lainnya. Para perajin muda inilah yang cukup potensial untuk diberi pembianaan mengenai cara-cara mengatasi dampak negatif kondisi kerja yang tidak ergonomis terhadap kesehatannya dan teknik-teknik pemasaran. Ergonomi merupakan ilmu, teknologi dan seni untuk menserasikan alat, cara kerja dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2008), memang sangat diperlukan di dalam suatu kegiatan yang mempekerjakan manusia di dalamnya. Dengan ergonomi dapat ditekan dampak negatif pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEKS), karena dengan ergonomi berbagai penyakit akibat kerja, kecelakaan, pencemaran, keracunan, ketidak-puasan kerja, kesalahan unsur manusia, bisa dihindari atau ditekan sekecil-kecilnya (Manuaba, 2008). Dilihat dari kondisi kerja yang menyertai para perajin ternyata sangat berisiko memunculkan penyakit akibat kerja yang akan bedampak buruk terhadap kualitas kesehatannya. Kendala pemasaran produk kerajinan emas dan perak sangat dirasakan oleh para perajin di Kelurahan Beratan Buleleng. Pembinaan tentang cara-cara pemasaran yang efektif dan efiisien sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan perajin. Dalam hal ini akan ditempuh cara pemasaran melalui kerjasama industri kerajinan dengan pemilik toko perhiasan di sentra pariwisata yang memberikan peluang pemasaran cukup tinggi. Upaya promosi melalui turis asing yang berdomisili di daerah pariwisata juga dinilai sangat efektif dalam memperluas pemasaran produk yang dihasilkan oleh para perajin. 1
Pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal. Tanpa mengecilkan arti dan peranan salah satu faktor, sebenarnya kedua faktor tersebut saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Meskipun dari beberapa contoh kasus yang disebutkan sebelumnya faktor internal sangat penting sebagai salah satu wujud self-organizing dari masyarakat namun juga perlu memberikan perhatian pada faktor eksternalnya (Anonim, 2012). Dalam hal ini Cook (1994) dalam Anonim (2012) menyatakan pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju ke arah yang positif. Itu berarti usaha yang dilakukan melalui kerjasama antara pihak perajin atau penghasil produk dengan pihak pemasaran, khususnya yang berlokasi di daerah pariwisata merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat yang akan sangat dirasakan manfaatnya oleh pihak yang berkecimpung di dalam bidang usaha tersebut. Perlunya diberikan pembinaan tersebut, karena umumnya para perajin dalam bekerja selama kurang lebih delapan jam selalu berada pada sikap kerja yang tidak alamiah, seperti misalnya: (a) duduk membungkuk di lantai pada saat memahat; (b) berdiri membungkuk saat menghaluskan (mengikir) produk; (c) duduk di dingklik yang tidak ergonomik saat membuat ukiran pada produk tersebut; dan (d) jongkok pada saat mengasah alat-alat kerja. Umumnya mereka belum menyadari dampak yang ditimbulkan oleh sikap kerja tersebut terhadap kesehatannya, terutama terhadap sistem muskuloskeletalnya (otot-otot rangkanya), kelelahan, dan beban kerjanya. Sikap kerja yang tidak alamiah dapat menimbulkan berbagai keluhan pada sistem muskuloskeletal. Di samping itu paparan kebisingan dan vibrasi dari alat kerja berupa gerinda listrik dan bor listrik juga bertindak sebagai penyebab munculnya penyakit akibat kerja dan peningkatan beban kerja serta kelelahan. Jika ini dibiarkan berarti kinerja para perajin akan semakin menurun dan konsekuensinya produktivitas yang setinggi-tingginya tidak akan tercapai. Untuk itu diperlukan aplikasi ergonomi dalam mengatasi siakp kerja yang tidak fisiologis, lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak nyaman serta organisasi kerja yang tidak kondusif. Vibrasi yang merupakan getaran mekanis secara periodik yang bersifat reguler dan irreguler dapat bertindak sebagai beban kerja, dengan parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat vibrasi adalah frekuensi dan percepatannya. Perajin di Kelurahan Beratan 2
Singaraja tidak terlepas dari permasalahan tersebut saat menggunakan alat-alat bermesin. Beberapa keluhan yang disebabkan oleh vibrasi antara lain: (1) terjadi gangguan pernapasan; (2) nyeri dada dan perut serta dagu bergetar; (3) sakit pada punggung; (4) otot-otot menjadi tegang, sakit kepala, penglihatan terganggu, nyeri pada tenggorokan, gangguan bicara, rangsangan pada usus dan kantung kencing; (5) timbul rasa nyeri pada tulang belakang, karena terjadi degenerasi; (6) terjadi degenerasi pada tendon, tulang dan persendian sehingga timbul rasa nyeri; (7) terjadi dekalsifikasi pada tulang, sehingga tulang mudah patah; dan (8) terjadi dead fingers atau Raynoud’s disease. Bising dapat bertindak sebagai beban kerja, karena dapat menimbulkan: (1) tekanan darah meningkat; (2) denyut jantung dipercepat; (3) terjadi kontriksi pembuluh darah kulit; (4) meningkatkan metabolisme; (5) menurunnya aktivitas alat pencernaan; dan (6) tensi otot bertambah. Dengan mencermati dampak negatif yang ditimbulkan oleh vibrasi dan kebisingan dari alat-alat bermesin berarti aplikasi ergonomi sangat diperlukan dalam mengatasi masalah tersebut terutama melalui pendekatan makroergonomik.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Bertolak dari analisis situasi yang telah diungkapkan di atas dan hasil diskusi dengan perajin dan observasi terhadap kondisi kerja perajin teridentifikasi permasalahan sebagai berikut. 1. Masalah yang berkaitan dengan ergonomi atau kesehatan kerja a. Masalah sikap kerja saat beraktivitas yang selalu disertai dengan sikap kerja yang tidak fisiologi sehingga berisiko memunculkan keluhan muskuloskeletal dan kelelahan serta beban kerja yang lebih tinggi. b. Proses kerja statis yang menyertai perajin berisiko terhadap gangguan sirkulasi darah pada ekstremitas bawah. c. Kebisingan alat kerja berisiko meningkatkan tekanan darah, menambah tonus otot, dan dapat bertindak sebagai faktor penyebab gangguan tidur. d. Vibrasi alat kerja juga berisiko terhadap munculnya gangguan otot dan nyeri tulang belakang 2. Masalah yang berkaitan dengan pemasaran produk
3
a. Perajin tidak memiliki kerjasama dengan pihak lain dalam memasarkan dan mempropmosikan produknya. b. Pemasaran terhadap produk yang dihasilkan masih terbatas pada pemajangan di tempat kerja saja yang sangat jarang dikunjungi pembeli. c. Belum pernah diupayakan pemasaran melalui kerjasama dengan toko penjual produk emas dan perak di daerah pariwisata. d. Belum pernah diupayakan promosi melalui turis asing yang berdomisili di Bali. Bertolak dari identifikasi permasalahan di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut. 1. Perlunya penanganan terhadap permasalahann ergonomi yang dihadapi oleh perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng berisiko terhadap kualitas kesehatannnya. 2. Perlunya penanganan terhadap permasalahan pemasaran produk yang dihadapi oleh oleh perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng. 3. Perlu disosialisasikan berbgai upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ergonomi dan pemasaran yang dihadapi oleh perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng.
1.3 Tujuan Kegiatan Tujuan yang telah dicapai dalam kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS ini adalah sebagai berikut. 1. Diketahui permasalahann ergonomi yang dihdappi oleh perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng berisiko terhadap kualitas kesehatannnya. 2. Diketahui cara mengatasi permasalahan ergonomi yang diihadapi oleh oleh perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng. 3. Ditawarkan solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di bidang pemasaran yang dihadapi oleh perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng.
4
1.4 Manfaat Kegiatan Manfaat dari hasil kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS ini adalah sebagai berikut 1. Dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mengatsi kondisi kerja yang tidak ergonomis sehingga tidak berdampak buruk terhadap kualitas kesehatan. 2. Dimanfaatkan sebagai sumbangan pemikirran bagi pekerja dan instansi terkait berkenaan dengan upaya mengatasi masalah ergonomi di tempat kerja. 3. Dimanfaatkan sebagai suatu alternatif solusi yang efektif dan efisien di dalam mengatasi masalah pemasaran yang dihadapi oleh perajin.
5
BAB II METODE PELAKSANAAN
2.1 Kerangka Pemecahan Masalah Kerangka pemecahan masalah yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat adalah sebagai berikut. a. Melalui implementasi Teknologi Tepat Guna yang menekankan pada upaya perbaikan kondisi kerja yang berisiko terhadap kesehatan pekerja yaitu: (1) secara teknis perbaikan tersebut dapat dikalukan; (b) secara ekonomis dapat dibiayai; (3) secara kesehatan dapat dipertanggung-jawabkan; (4) secara sosial budaya tidak bertentangan; (5) hemat energi; dan (6) tidak merusak lingkungan (Manuaba, 2008) b. Melalui implementasi pendekatan SHIP (Sistemik, Holistik, Interdisipliner, dan Partisipatori) yang mengupayakan perbaikan secara kombinasi atau melalui pendekatan sistemik, dimana semua faktor yang berada di dalam satu sistem dan diperkirakan dapat menimbulkan masalah harus ikut diperhitungkan sehingga tidak ada lagi masalah yang tertinggal atau munculnya masalah baru sebagai akibat dari keterkaitan sistem; holistik artinya semua faktor atau sistem yang terkait atau diperkirakan terkait dengan masalah yang ada, haruslah dipecahkan secara proaktif dan menyeluruh; interdisipliner artinya semua disiplin terkait harus dimanfaatkan, karena makin kompleksnya permasalahan yang ada diasumsikan tidak akan terpecahkan secara maksimal jika hanya dikaji melalui satu disiplin ilmu, sehingga perlu dilakukan pengkajian melalui lintas disiplin ilmu; dan partisipatori artinya semua orang yang terlibat dalam pemecahan masalah tersebut harus dilibatkan sejak awal secara maksimal agar dapat diwujudkan mekanisme kerja yang kondusif dan diperoleh produk yang berkualitas sesuai dengan tuntutan jaman (Manuaba, 2008) c. Melalui model Enthrepreneurship Capasity Building (ECP) yang diterapkan melalui awareness program sebagai upaya untuk meningkatkan wawasan mitra tentang kewirausahaan dan pemasaran serta cara memonitoring dan mengevaluasi perkembangan usahanya. d. Melalui kerjasama usaha antara daerah produsen dengan daerah konsumen di kawasan wisata yang akan memberi peluang cukup besar untuk pemasaran produk. 6
Secara rinci kerangka pemecahan masalah melalui penerapan IPTEKS dapat dicermati pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Kerangka Pemecahan Masalah melalui Penerapan IPTEKS NO KEGIATAN 1 Identifikasi dan Pemecahan Masalah Ergonomi a. Kondisi kerja secara umum b. Posisi dan sikap kerja perajin
c. Kondisi lingkungan di tempat kerja
d. Organisasi kerja
2
3
4 5
Diskusi interaktif dalam menelusuri kendala yang dijumpai dan alternatif solusinya terkait dengan aplikasi ergonomi Pelatihan singkat penyusunan action plan (rencana aksi)
PENERAPAN IPTEKS
Melalui kajian ergonomi ditelusuri kondisi kerja yang berpotensi memunculkan penyakit akibat kerja Dilakukan sosialisasi tentang posisi dan sikap kerja yang fisiologis sehingga tidak berisiko memunculkan penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja dan diredesain stasiun kerja yang ergonomis Dososialisasikan tentang prinsip-prinsip lingkungan kerja yang ergonomis (aman, nyaman, dan sehat) serta cara mengaplikasikan ergonomi dalam mengatasi kondisi lingkungan yang berisiko memunculkan penyakit akibat kerja Disosialisasikan tentang penerapan organisasi kerja yang mengacu kepada pendekatan SHIP (Sistemik, Holistik, Interdisipliner, dan Partisipatori) Secara partisipatori semua stakeholders yang terkait diajak berdiskusi, sehingga kendala yang ada betul-betul merupakan kendala bersama dan alternatif solusi yang ditawarkan merupakan hasil pemikiran bersama
Setelah dipilah dan dipilih permasalahan yang teridentifikasi dan berorientasi kepada kendala yang ada, dilakukan pelatihan membuat rumusan action plan yang mengacu kepada unsur 5 W, 2 H, dan 1 R (what: apa yang akan dikerjakan); why: mengapa itu yang dikerjakan; when: kapan dikerjakan; who: siapa yang mengerjakan: where: dimana dikerjakan; How: bagaimana caranya; How much: berapa biayanya; dan Regulation: apa dasar hukum atau peraturan yang digunakan Kerjasama dengan pihak Difasilitasi kerjasama pemasaran dengan toko perhiasan pemasaran di daerah wisata Ubud. Pemantauan keberlanjutan Dijajagi kembali kelompok perajin yang mendapat penerapan ergonomic dalam kesempatan mengikuti program IbM untuk mencermati mengatasi penyakit akibat sejauhmana prinsip-prinsip ergonomi sudah diterapkan kerja terutama dalam hal (1) penggunaan alat-alat bermesin (gerinda listrik, bor listrik, dll); (2) pemanfaatan sikap kerja yang fisiologis; (3) penerapan organisasi kerja yang mengacu kepada pendekatan SHIP; dan (4) realisasi dari 7
6
Pemantauan keberlanjutan pemasaran
action plan yang sudah dirumuskan. Selalu diupayakan kerjasama mutualisme antara perajin dengan pemilik toko perhiasan di kawasan wisata Ubud
2.2 Khalayak Sasaran Khalayak sasaran yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut. 1. Perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng yang saat ini mengalami perrmasalahan ergonomi saat bekerja dan masalah pemasaran ketika ingin memasarkan produknya. 2. Para generasi muda di Kelurahan Beratan Buleleng yang tertarik untuk menekuni kerajinan emas dan perak yang sudah terbukti dapat menopang penghasilan keluarga. 3. Pedagang emas dan perak di kawasan wisata Ubud yang bersedia menjadi perpanjangaan tangan para perajin di Kelurahan Beratan Buleleng terkait dengan pemasaran produk.
2.3 Keterkaitan Lembaga terkait yang dilibatkan dalam kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS ini adalah sebagai berikut. 1. Undiksha dengan Pemda Kabupaten Buleleng dan Pemda Kabupaten Gianyar yang bisa secara kolaboratif dapat membantu perajin dalam mengatasi kondisi kerjanya dan masalah pemasaran. 2. Pemerintahan Desa Peliatan melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dapat merintis kerjasama dengan Kelurahan Beratan Buleleng khususnya dalam hal penyaluran produk kerajinan emas dan perak.
2.4 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Tahapan pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS ini adalah sebagai berikut. a. Tahap persiapan Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan sebagai berikut. 1. Sosialisasi program pengabdian masyarakat kepada mitra. 8
2. Penyusunan indikator dan instrumen program pengabdian masyarakat yang berkaitan dengan upaya pemecahan masalah ergonomi yang dihadapi perajin (mitra) 3. Penetapan
tim
pelaksana
program
pengabdian
masyarakat
sesuai
dengan
kepakarannya masing-masing 4. Pelatihan terhadap tim pelaksana tentang konsep-konsep ergonomi yang dapat diaplikasikan di kerajian emas dan perak. b. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan program dilakukan kegiatan sebagai berikut. 1. Pendataan kualitas kesehatan pekerja yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan perajin. 2. Dilakukan ceramah dan diskusi (tanya-jawab) mengenai dampak yang diakibatkan oleh kondisi kerja yang tidak fisiologis terhadap kesehatan perajin. 3. Mensosialisasikan cara-cara aplikasi ergonomi dalam mengatasi kondisi kerja yang tidak fisiologis. 4. Menyampaikan kepada perajin (mitra) tentang prinsip-prinsip ergonomi yang layak dan tepat diterapkan di tempat mereka. 5. Melalui diskusi interaktif, ditelususi kendala yang mungkin terjadi terkait dengan aplikasi ergonomi dalam mengatasi kondisi kerja yang tidak fisiologis. 6. Melalui pendekatan partisipatori ditawarkan beberapa alternatif solusi dalam mengatasi kondisi kerja yang tidak fisiologis. 7. Memfasilitasi kerjasama antara perajin dengan pemilik toko perhiasan di kawasan wisata Ubud untuk pemasaran produk. c. Tahap Pemantauan Pada tahap pemantauan terhadap program pengabdian masyarakat dilakukan kegiatan sebagai berikut. 1. Pemantauan terhadap pendataan kualitas kesehatan perajin yang menggunakan stasiun kerja tanpa aplikasi ergonomi. 2. Pemantauan terhadap perbaikan stasiun kerja yang mengacu kepada perubahan sikap dan posisi kerja perajin 3. Pemantauan terhadap proses adaptasi perajin di stasiun kerja yang ergonomis.
9
4. Pemantauan terhadap pendataan kualitas kesehatan perajin yang menggunakan stasiun kerja yang sudah diperbaiki melalui implementasi konsep-konsep ergonomi yang dipadukan dengan kearifan lokal. 5. Pemantauan terhadap pemasaran produk melalui kerjasama dengan toko perhiasan di kawasan wisata Ubud.
2.5 Rancangan Evaluasi Rancangan evaluasi yang akan dilakukan dalam menilai keberhasilan kegiatan pengabdian masyarrakat adalah sebagai berikut. 1. Evaluasi terhadap kualitas kesehatan perajin (mitra) yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan sebelum diberi pelatihan tentang prinsip ergonomi di temppat kerja. 2. Evaluasi terhadap hasil perbaikan stasiun kerja perajin (mitra) yang mengacu kepada prinsip-prinsip ergonomi terutama dilihat dari perubahan sikap dan posisi kerja perajin. 3. Evaluasi terhadap keberhasilan perbaikan stasiun kerja yang dinilai dari peningkatan kualitas kesehatan perajin melalui indikator penurunan beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan perajin. 4. Evaluasi terhadap keberhasilan kerjasama usaha antara mitra dengan pemilik toko perhiasan di kawasan wisata Ubud yang dinilai dari jumlah produk yang berhasil dipasarkan.
10
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penerapan IPTEKS dengan Kajian Ergonomi Penerapan IPTEKS dalam pengabdian masyarakat yang berupaya untuk memfasilitasi antara perajin dan pemasaran dinilai cukup berhasil. Hasil yang dicapai dalam kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk penerapan IPTEKS di kerajinan emas dan perak yang mempunyai masalah ergonomi dan pemasaran dapat dicermati pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Hasil Penerapan IPTEKS dengan Kajian Ergonomi NO 1
KEGIATAN Identifikasi dan Pemecahan Masalah Ergonomi a. Kondisi kerja secara umum
b. Posisi dan sikap kerja perajin
c. Kondisi lingkungan di tempat kerja
d. Organisasi
PENERAPAN IPTEKS
HASIL YANG DICAPAI
Melalui kajian ergonomi ditelusuri kondisi kerja yang berpotensi memunculkan penyakit akibat kerja Dilakukan sosialisasi tentang posisi dan sikap kerja yang fisiologis sehingga tidak berisiko memunculkan penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja dan diredesain stasiun kerja yang ergonomis Dososialisasikan tentang prinsip-prinsip lingkungan kerja yang ergonomis (aman, nyaman, dan sehat) serta cara mengaplikasikan ergonomi dalam mengatasi kondisi lingkungan yang berisiko memunculkan penyakit akibat kerja Disosialisasikan tentang
Ditemukan penyakit akibat kerja, khususnya sakit pinggang, punggung, dan bahu pada pekerja setelah meraka memahat selama kurang lebih 4 jam Setelah ditunjukkan sikap dan posisi kerja yang ergonomis, para pekerja secara proaktif mengikuti petunjuk tersebut, akan tetapi masih ada yang belum konsisten melaksanakannya karena mereka cenderung kembali ke sikap atau posisi kerja yang sebelumnya.
11
Setelah disosialisasikan prinsipprinsip lingkungan kerja yang ergonomis, para pekerja mulai menyadari bahwa lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya. Akan tetapi mereka belum sepenuhnya dapat memperhatikan atau pemperbaiki lingkungan kerjanya yang belum memadai Mulai dilakukan organisasi kerja
kerja
2
Diskusi interaktif dalam menelusuri kendala yang dijumpai dan alternatif solusinya terkait dengan aplikasi ergonomi
3
Pelatihan singkat penyusunan action plan (rencana aksi)
penerapan organisasi kerja yang mengacu kepada pendekatan SHIP (Sistemik, Holistik, Interdisipliner, dan Partisipatori)
dengan dibentuknya kelompok usaha bersama yang merupakan realisasi dari program pemerintah. Dalam hal ini mereka lebih memilih pendekatan partisipatori atau sistem ngayah yang umumnya diterapkan di Bali. Secara partisipatori Kendala yang dijumpai dalam semua stakeholders penerapan IPTEKS ini adalah: (1) yang terkait diajak belum terbiasa melakukan kerja berdiskusi, sehingga kelompok; (2) belum menyadari kendala yang ada betul- bahwa kondisi lingkungan yang betul merupakan tidak aman, tidak nyaman, dan kendala bersama dan tidak sehat dapat mempengaruhi alternatif solusi yang produktivitas; (3) belum dipahami ditawarkan merupakan tentang peranan ppenting suatu hasil pemikiran bersama organisasi di dalam mekanisme pemasaran; (4) sikap dan posisi kerja yang tidak adekuat diangggap sebagai konsekuensi dari pekerjaan yang dilakukannya, sehingga pekerja sering mengabaikannya; (5) Setelah dipilah dan Melalui pembinaan yang intensif dipilih permasalahan dan pembuatan pola sederhana yang teridentifikasi dan dalam membuat rencana aksi, para berorientasi kepada pekerja menyadari bahwa apapun kendala yang ada, yang mereka rencanakan wajib dilakukan pelatihan ditulis atau didokumentasinya membuat rumusan dalam sebuah catatan sehingga bisa action plan yang digunakan sebagai acuan di dalam mengacu kepada unsur 5 bertindak atau bisa dimanfaatkan W, 2 H, dan 1 R (what: untuk evaluasi hasil kegiatan. apa yang akan dikerjakan); why: mengapa itu yang dikerjakan; when: kapan dikerjakan; who: siapa yang mengerjakan: where: dimana dikerjakan; How: bagaimana caranya; How much: berapa biayanya; dan Regulation: apa dasar hukum atau peraturan yang digunakan 12
4
Kerjasama dengan pihak pemasaran
Difasilitasi kerjasama pemasaran dengan toko perhiasan di daerah wisata Ubud.
5
Pemantauan keberlanjutan penerapan ergonomic dalam mengatasi penyakit akibat kerja
6
Pemantauan keberlanjutan pemasaran
Dijajagi kembali kelompok perajin yang mendapat kesempatan mengikuti program IbM untuk mencermati sejauhmana prinsipprinsip ergonomi sudah diterapkan terutama dalam hal (1) penggunaan alat-alat bermesin (gerinda listrik, bor listrik, dll); (2) pemanfaatan sikap kerja yang fisiologis; (3) penerapan organisasi kerja yang mengacu kepada pendekatan SHIP; dan (4) realisasi dari action plan yang sudah dirumuskan. Selalu diupayakan kerjasama mutualisme antara perajin dengan pemilik toko perhiasan di kawasan wisata Ubud
Perubahan
kualitas
kesehatan
perajin
Dapat dirintis pemasaran cincin, giwang, bokoran, dan tempat pemuspan di kawasan wisata Ubud dngan cara mengontrak took di kawasan tersebut selama satu bulan, walaupun hasilnya belum memadai. Keberlanjutan dari upaya perbaikan kondisi kerja dan kerjasama pemasaran tampaknya sangat perlu dilakukan mengingat produk yang dihasilkan oleh para perajin sangat diminati oleh para wisatawan. Akan tetapi karena terbatasnya biaya untuk mengontrak took di kawasan wisata menjadi kendala dalam pemasaran selanjutnya. Hal ini dipecahkan melalui kerjasama mutualisme dengan menggunakan sistem persentase pihak pada (50 % perajin dan 50% pemilik toko) dalam membagi keuntungan yang merupakan kearifan lokal orang Bali yang telah diwariskan secara turun temurun.
Kerjasama mutualisme ini diharapkan terus berlanjut dan difasilitasi oleh pihak LPM Undiskha bekerja sama dengan LPM di desa tempat produksi kerajinan dan LPM di desa tempat pemasaran
yang dilihat
dari
muskuloskeletal, kelelahan, dan beban kerja dapat dilihat pada Tabel 3.2
13
indikator
keluhan
Tabel 3.2 Hasil Analisis Kualitas Kesehatan Perajin Dilihat dari Indikator Keluhan Muskuloskeletal, Kelelahan, dan Beban Kerja (Denyut Nadi) (n = 10) Variabel Keluhan muskuloskeletal sebelum kerja Keluhan muskuloskeletal sesudah kerja Kelelahan sebelum kerja Kelelahan sesudah kerja Denyut nadi istirahat (dpm) Denyut nadi kerja (dpm)
Periode I Rerata SB 28,80 0,79
Periode II Rerata SB 29,00 0,82
Nilai t
Nilai p
Keterangan
0,612
0,555
Komparabel
39,40
1,65
35,50
1,08
8,093
0,0001
Turun 9,90%
30,70
0,82
30,90
0,58
0,802
0,443
Komparabel
41,80
1,81
36,40
1,17
9,291
0,0001
Turun 12,92%
81,80
3,71
80,80
3,16
1,861
0,096
Komparabel
96,38
4,50
90,13
3,96
3,695
0,005
Turun 6,48%
3.2 Hasil Pengamatan terhadap Kondisi Kerja dan Produk Perajin Emas dan Perak Hasil pengamatan terhadap kondisi kerja dan produk perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Singaraja dapat dilihat pada Gambar 3.1; 3.2; 3.3; dan 3.4.
Gambar 3.1 Sikap Kerja Membungkuk yang Berpotensi Menimbulkan Penyakit Akibat Kerja 14
Gambar 3.2 Sikap Kerja Fisiologis dan Kondisi Lingkungan di Tempat Kerja
15
Gambar 3.3 Produk dalam Bentuk Cincin, Gelang, dan Giwang yang Dihasilkan Perajin dan Siap Dipasarkan
Gambar 3.4 Produk dalam Bentuk Bokoran yang Dihasilkan Perajin dan Siap Dipasarkan
16
3.3 Hasil Pengamatan terhadap Tempat Pemasaran di Kawasan Wisata Hasil pengamatan terhadap mekanisme pemasaran produk di kawasan wisata dapat dilihat pada Gambar 3.5 dan 3.6.
Gambar 3.5. Tempat Pemasaran Produk Kerajinan Emas dan Perak di Kawasan Wisata
17
Gambar 3.6. Proses Tawar-menawar Produk Berupa Cincin, Giwang, dan Gelang
3.4 Pembahasan 3.4.1 Kajian Ergonomi dalam Pemberdayaan Masyarakat Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergon (kerja) dan nomos (aturan). Definisi ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2008). Ergonomi sangat diperlukan di dalam suatu kegiatan yang melibatkan manusia di dalamnya dengan memperhitungkan kemampuan dan tuntutan tugas. Kemampuan manusia sangat ditentukan oleh faktor-faktor profil, kapasitas fisiologi, kapasitas psikologi dan kapasitas biomekanik, sedangkan tuntutan tugas dipengaruhi oleh karakteristik dari materi pekerjaan, tugas yang harus dilakukan, organisasi dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilakukan (Manuaba, 2008). Dengan ergonomi dapat ditekan dampak 18
negatif pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dengan ergonomi berbagai penyakit akibat kerja, kecelakaan, pencemaran, keracunan, ketidak-puasan kerja, kesalahan unsur manusia, bisa dihindari atau ditekan sekecil-kecilnya (Manuaba, 2008). Dalam hal ini ergo-entrepreneurship
dimaknai
sebagai
konsep-konsep
ergonomi
yang
dapat
diimplementasikan di dalam pengembangan pengetahuan dan sikap kewirausahaan seseorang sehingga mereka mampu bersaing di era global. Sumber kerja diartikan sebagai aspek-aspek fisik, social atau organisasional dari pekerjaan yang dapat: (a) menurunkan tuntutan pekerjaan dan biaya yang berkaitan dengan faktor fisiologis dan psikologis; (b) berfungsi dalam pencapaian tujuan kerja; (c) menstimulasi pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan individu. Sumber kerja merupakan predictor terpenting dari engagement, karena mampu memprediksi komitmen suatu organisasi. Sumber kerja berperan dalam pembentukan proses motivasi karena karyawan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan ekonomi, kompetensi, dan berhubungan dengan orang lain. Penelitian terkini menyatakan bahwa suber kerja termasuk pada level tugas sebagai umpan balik kinerja, level interpersonal sebagai dukungan dari rekan kerja, dan level organisasi sebagai pembinaan supervisor (Bakker & Leiter, 2010: .Bakker, 2010; Bakker, et al, 2011 ; Bakker, et al, 2008; Shimazu, et al, 2010) Pemanfaatan prinsip-prinsip ergonomi dalam mendesain suatu produk membuat produk tersebut menjadi lebih sesuai dengan pemakai (users friendly), memuaskan, nyaman dan aman (Manuaba 2008; Fam, et al, 2007; Limerick, et al, 2007). Untuk memudahkan dan mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul, penerapan ergonomi hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana, bahasa perusahaan atau bahasa masyarakat. Pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP) hendaknya selalu dimanfaatkan dalam setiap pemecahan masalah atau merencanakan sesuatu sehingga tidak ada lagi masalah yang tertinggal atau muncul di kemudian hari (Manuaba, 2008; Azadeh, et al, 2007). Di samping itu pendekatan SHIP hendaknya diterapkan dalam pemilihan dan alih teknologi sehingga menjadi tepat guna, dengan persyaratan: (a) secara teknik hasilnya lebih baik; (b) secara ekonomi lebih menguntungkan; (c) secara sosial budaya dapat diterima; (d) kesehatan dapat dijamin dan dipertanggungjawabkan; (e) hemat dalam pemakaian energi; dan (f) tidak merusak lingkungan (Manuaba, 2008; Munaf, et al., 2008). Dari beberapa perbaikan ergonomi terbukti bahwa dengan penerapan ergonomi mampu memberikan keuntungan secara ekonomi, meningkatkan 19
keselamatan dan kenyamanan kerja. Malah telah sampai pada simpulan good ergonomi is good economic yang merupakan acuan utama konsep ergo-entrepreneurship (Sutjana, et al., 2008). Pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal. Tanpa mengecilkan arti dan peranan salah satu faktor, sebenarnya kedua faktor tersebut saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Meskipun dari beberapa contoh kasus yang disebutkan sebelumnya faktor internal sangat penting sebagai salah satu wujud self-organizing dari masyarakat namun juga perlu memberikan perhatian pada faktor eksternalnya (Anonim, 2012). Cook (1994) dalam Anonim (2012) menyatakan pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju ke arah yang positif. Giarci (2001) (dalam Anonim, 2012) memandang community development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat. Itu berarti pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan ergonomi sesungguhnya mengupayakan agar masyarakat menyadari betapa pentingnya kesehatan dan kebugaran dalam bekerja. Di sisi lain melalui pelatihan ergonomi dapat diwujudkan pembangunan berkelanjutan, karena akan tercipta pekerja-pekerja yang tangguh tanpa terpapar oleh kondisi kerja yang tidak aman, tidak sehat, dan tidak nyaman. Pada akhirnya akan diperoleh mekanisme kerja yang efektif, efisien, dan produktif.
3.4.2 Pertimbangan Kearifan Lokal dalam Pemberdayaan Masyarakat Kearifan lokal adalah unsur kebudayaan tradisional yang telah memiliki sejarah yang panjang dan hidup dalam kesadaran kesadaran kolektif manusia dan masyarakat sejagat, terkait dengan sumber daya alam, sumber daya kebudayaan, sumber daya manusia, ekonomi, hokum dan keamanan (Geriya, 2007). Secara konseptual kearrifan lokal merupakan bagian dari sistem pengetahuan sederhana (Sarna, 2008). Di antara keanekaragaman jenis kearifan lokal, ditemukan beberapa kearifan lokal yang memiliki kualitas dan keunggulan dengan 20
kandungan nilai-nilai universal seperti historis, religius, etika, estetika, sains dan teknologi yang disebut lokal genius. Tri Hita Karana sebagai warisan budaya Bali ternyata memiliki banyak keterkaitan dengan ergonomi karena kaya dengan filosofi, nilai, etika lokal, dan dengan focus berupa konfigurasi nilai harmoni. Dalam hal ini prinsip ergonomi yang mengutamakan unsur kenyamanan, kesehatan, keamanan, efisiensi, dan efektivitas serta produktivitas kerja amat terkait dengan konsep Tri Hita Karana yang sangat mempengaruhi perilaku orang Bali dalam beraktivitas. Di samping itu warisan leluhur tentang konsep keseimbangan yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana tersebut selalu menjadi inspirasi bagi pengelolaan sumber daya alam di Bali. Dalam hal ini penerapan ergonomi di industri kecil yang berbasis kearifan lokal sesungguhnya adalah beruasaha agar terjadi keseimbangan antara aktivitas manusia dengan daya dukung alam di sekitarnya. Penanganan limbah perusahaan dan pembatasan waktu kerja merupakan upaya ergonomi untuk menserasikan antara tuntutan tugas dengan kemampuan manusia dan faktor lingkungan yang menyertai para pekerja saat beraktivitas. Budaya Bali sangat menekankan keseimbangan dari pola relasi hubungan dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan. Kedinamisan keseimbangan pola relasi ini sangat terkait dengan dinamika perjalanan waktu dan keadaan yang terjadi (desa, kala, patra). Konsep desa kala patra juga menjadi acuan dalam perbaikan stasiun dan proses kerja di industri kecil, karena konsep ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan intervensi ergonomi di suatu daerah (Sutajaya & Ristiati, 2011). Ajaran Catur Purusartha (Dharma, Artha, Kama, Moksa) diarahkan untuk mencapai tujuan kebebasan yang abadi dan kesejahteraan seantero alam semesta dengan istilah mokshartam jagadhita. Tujuan untuk mencapainya adalah dengan Catur Marga (Karma, Bhakti, Jnana, Raja). Konsep ini amat terkait dengan prinsip ergonomi yang menekankan kepada upaya manusia untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dalam mencapai kesejahteraan hidup dan tetap terjaganya kualitas kesehatan jasmani dan rohani.
3.4.3 Pertimbangan Faktor Sosial Budaya dalam Pemberdayaan Masyarakat Geriya (2007) menyatakan bahwa kristalisasi nilai-nilai budaya yang digali dari bumi Indonesia adalah: (a) unsur ke-Tuhanan yang diungkapkan dengan bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrua yang artinya berbeda-beda tetapi satu dan tidak ada agama yang 21
memiliki tujuan berbeda dimana unsur kerukunan dan toleransi agama menjadi bingkai pemersatu; (b) unsur kemanusiaan yang egaliter dapat dijumpai pada tata kehidupan bermasyarakat yakni menghargai sesama umat dan saling membantu jika tertimpa musiba;, (c) unsur persatuan yang terihat jelas dengan adanya kebersamaan (collectives), kekeluargaan, persatuan dan kesatuan serta kegotong-royongan; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi terlihat dalam pengambilan keputusan dilakukan melalui jalan musyawarah mufakat; dan (e) unsur keadilan tercermin dalam kehidupan hukum adat sebagai salah satu aspek budaya yang mengatur secara adil dan merupakan kewajiban warga masyarakat setempat. Pendapat ini sangat berkaitan dengan unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan ergonomi khususnya di Bali yaitu: (a) bekerja diyakini sebagai suatu darma seseorang dan hasilnya akan dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) melalui pelaksanaan karma marga sebagai wujud bakti kepadaNya; (b) melalui penerapan ergonomi sejak dini diharapkan dicapai kondisi kerja yang lebih manusiawi dan tidak memaksa seseorang untuk bekerja di luar batasan, kemampuan dan kebolehannya; (c) suatu pekerjaan akan bisa dilakukan secara efektif dan efisien dengan hasil maksimal jika dikerjakan secara bersamasama melalui tim kerja yang kondusif; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi sangat kentara di dalam suatu organisasi kerja yang menerapkan pendekatan SHIP (sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori) karena pendekatan tersebut memberi peluang kepada setiap orang untuk berkontribusi sama dalam setiap mengambil keputusan dan mereka yang ingin menang sendiri dan otoriter akan tereliminasi; dan (e) unsur keadilan dapat dilihat pada sistem pengupahan di mana prinsip ergonomi selalu menekankan kepada sistem pengupahan yang proporsional sesuai dengan beban kerja atau risiko yang dihadapi pekerja. Penelitian pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ergonomi yang menyentuh unsur tubuh manusia yaitu: bayu (kekuatan), sabda (suara) dan idep (pikiran) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, et al, 2009). 1. Dalam menentukan permasalahan di tempat kerja hendaknya memperhatikan status nutrisi atau energi dan pemanfaatan tenaga otot (bayu) terkait dengan subjek yang akan dilibatkan dan intervensi ergonomi yang dikenakan terhadap subjek penelitian. 2. Dalam membuat protokol penelitian unsur sabda atau pendapat (suara) subjek perlu diperhatikan, karena apa yang diinginkan peneliti belum tentu sesuai dengan keinginan subjek. 22
3. Saat memperbaiki kondisi kerjanya diharuskan untuk mengajak subjek secara partisipatori turut berpikir atau memanfaatkan idep mereka demi tercapainya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Penelitian pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ergonomi yang menyentuh unsur sarana berlogika yaitu desa (tempat), kala (waktu) dan patra (kebiasaan) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, et al, 2009). 1. Pada proses penelitian karateristik lokasi (tempat) penelitian sangat menentukan keberhasilan suatu penelitian karena terkait dengan cara pemilihan sampel, rancangan yang digunakan, dan strategi pendataan. Untuk itu perlu diketahui karakteristik suatu wilayah yang akan dijadikan objek penelitian sehingga penelitian dapat berlangsung lancar dengan hasil yang maksimal. 2. Waktu penelitian juga sangat menentukan validitas dan reliabilitas data yang diperoleh karena jika salah menentukan alokasi waktu penelitian bisa berakibat fatal atau penelitian mengalami kegagalan, misalnya: penelitian dilakukan saat ada upacara agama, ini tentu akan mempengaruhi kondisi subjek. 3. Kebiasaan setempat perlu dipertimbangkan agar diperoleh data yang akurat karena kebiasaan seseorang yang mungkin sudah dilakukan selama bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad lamanya tidak bertindak sebagai variabel pengganggu atau menjadi masking effect dalam analisis data. Penelitian pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ergonomi yang menyentuh unsur peradilan yaitu bukti, saksi dan ilikita (logika) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, et al, 2009). 1. Bukti keberhasilan intervensi ergonomi sering digunakan sebagai acuan di dalam melaksanakan intervensi berikutnya, karena bukti yang bisa dilihat dan dirasakan oleh pekerja dapat bertindak sebagai pemicu motivasi pihak terkait untuk memperbaiki kondisi kerjanya. 2. Saksi juga diperlukan untuk mempromosikan keberhasilan intervensi ergonomi karena apa yang dikatakan atau dilaporkan oleh saksi yang dalam hal ini adalah subjek dan peneliti dapat mempengaruhi minat pekerja atau orang lain yang tertarik dengan intervensi tersebut untuk diterapkan di tempat mereka.
23
3. Ilikita atau logika sangat berpengaruh dalam mengambil suatu keputusan terkait dengan upaya perbaikan yang akan dilakukan, karena dalam penerapan ergonomi diawali dengan perbaikan yang sifatnya mudah dikerjakan, murah biayanya dan masuk akal. Itu berarti secara logis apa yang diterapkan dalam penelitian ergonomi hendaknya masuk akal dan bisa berlanjut atau tidak hanya terbatas sebagai penelitian saja.
3.4.4 Sikap Kewirausahaan sebagai Penunjang Pemasaran Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses. Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan seorang wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis; mengumpulkan sumber dayasumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan (Amperaningrum & Ichyaudin, 2009). Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya. Secara epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya ke dalam suatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas, yaitu pola pikir tentang sesuatu yang baru, serta inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang baru. Beberapa konsep kewirausahaan seolah identik dengan kemampuan para wirausahawan dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawan pun dimiliki oleh seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik 24
karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009). Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009). Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009 ). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer (1996) dalam Amperaningrum & Ichyaudin (2009), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut: 1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology) 2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge) 3. Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services) 4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources) Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar wirausahawan. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya. Dengan demikian, ada enam hakekat pentingnya kewirausahaan dengan penjelasan sebagai berikut (Amperaningrum & Ichyaudin, 2009). 1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009)
25
2. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009) 3. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih. 4. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker, 1959 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009) 5. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha (Zimmerer, 1996 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009) 6. Kewirausahaan
adalah
usaha
menciptakan
nilai
tambah
dengan
jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap orang memerlukan ciri-ciri dan juga memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-ciri seorang wirausaha adalah: (a) percaya diri; (b) berorientasikan tugas dan hasil; (c) pengambil risiko; (d) kepemimpinan; (d) keorisinilan; (e) berorientasi ke masa depan; dan (f) jujur dan tekun (Wikipedia, 2012) Sifat-sifat seorang wirausaha adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2012). 1. Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme. 2. Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik ddan memiliki inisiatif. 3. Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan. 4. Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan suka terhadap saran dan kritik yang membangun. 5. Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki jaringan bisnis yang luas. 6. Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa depan. 7. Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.
26
Bertolak dari ciri dan sifat watak seorang wirausahawan dapat diidentifikasi sikap seorang wirausahawan yang dapat diangkat dari kegiatannya sehari-hari, sebagai berikut (Wikipedia, 2012)
1. Disiplin Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki kedisiplinan yang tinggi Arti dari kata disiplin adalah ketepatan komitmen wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya. Ketepatan yang dimaksud bersifat menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap waktu, kualitas pekerjaan, sistem kerja dan sebagainya. Ketepatan terhadap waktu, dapat dibina dalam diri seseorang dengan berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Sifat sering menunda pekerjaan dengan berbagai macam alasan, adalah kendala yang dapat menghambat seorang wirausahawan meraih keberhasilan Kedisiplinan terhadap komitmen akan kualitas pekerjaan dapat dibina dengan ketaatan wirausahawan akan komitmen tersebut. Wirausahawan harus taat azas. Hal tersebut akan dapat tercapai jika wirausahawan memiliki kedisiplinan yang tinggi terhadap sistem kerja yang telah ditetapkan. Ketaatan wirausahawan akan kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya adalah contoh dari kedisiplinan akan kualitas pekerjaan dan sistem kerja.
2. Komitmen Tinggi Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki komitmen yang jelas, terarah dan bersifat progresif (berorientasi pada kemajuan). Komitmen terhadap dirinya sendiri dapat dibuat dengan identifikasi cita-cita, harapan dan target-target yang direncanakan dalam hidupnya. Sedangkan contoh komitmen wirausahawan terhadap orang lain terutama konsumennya adalah pelayanan prima yang berorientasi pada kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan harga produk yang ditawarkan, penyelesaian bagi masalah konsumen, dan sebagainya.Seorang wirausahawan yang teguh menjaga komitmennya terhadapkonsumen, akan memiliki nama baik di mata konsumen yang akhirnya wirausahawan tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari konsumen, dengan dampak pembelian terus meningkat sehingga pada akhirnya tercapai target perusahaan yaitu memperoleh laba yang diharapkan. 27
3. Jujur Kejujuran merupakan landasan moral yang kadang-kadang dilupakan oleh seorang wirausahawan Kejujuran dalam berperilaku bersifat kompleks Kejujuran mengenai karakteristik produk (barang dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran mengenai promosi yang dilakukan, kejujuran mengenai pelayanan purnajual yang dijanjikan dan kejujuran mengenai segala kegiatan yang terkait dengan penjualan produk yang dilakukan olehwirausahawan.
4. Kreatif dan Inovatif Untuk memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki daya kreativitas yang tinggi. Daya kreativitas tersebut sebaiknya dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama ini di pasar Gagasan-gagasan yang kreatif umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu Justru seringkali ide-ide jenius yangmemberikan terobosanterobosan baru dalam dunia usaha awalnya adalah dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya mustahil
5. Mandiri Seseorang dikatakan mandiri apabila orang tersebut dapat melakukan keinginan dengan baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain dalammengambil keputusan atau bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tanpa adanya ketergantungan dengan pihak lain Kemandirian merupakan sifat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan Pada prinsipnya seorang wirausahawan harus memiliki sikap mandiri dalam memenuhi kegiatan usahanya.
6. Realistis Seseorang dikatakan realistis bila orang tersebut mampu menggunakan fakta/realita sebagai landasan berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan/ perbuatannya. ]Banyak seorang calon wirausahawan yang berpotensi tinggi, namun pada akhirnya mengalami kegagalan hanya karena wirausahawan tersebut tidak realistis, obyektif dan rasional dalam pengambilan keputusan bisnisnya. Karena itu dibutuhkan
28
kecerdasan dalam melakukan seleksi terhadap masukan-masukan/ sumbang saran yang ada keterkaitan erat dengan tingkat keberhasilan usaha yang sedang dirintis.
3.4.5 Perlunya Pelatihan Kewirausahaan Berbasis Ergonomi Pelatihan kewirausahaan dinilai sangat diperlukan bagi para perajin, karena saat ini sikap kewirausahaan mereka dinilai belum memadai. Dikatakan demikia karena terbukti bahwa selama kurang lebih satu bulan proses pemasaran produk di kawasan wisata, ternyata belum menghasilkan keuntungan yang diharapkan. Ini membuat para perajin merasa gagal untuk melanjutkan pemasaran tersebut, terlebih lagi biaya kontrak toko yang relatif mahal. Perlunya dibentuk sikap kewirausahaan yang tangguh, karena orang Bali saat ini merasa kalah bersaing dengan rekan-rekan seprofesi yang berasal dari luar Bali. Ketidaktangguhan dan ketidakuletan orang Bali sering menjadi kendala dalam berwirausaha. Rencana ke depan untuk melaksanakan pelatihan kewirausahaan bagi para perajin emas dan perak tampaknya sangat urgen untuk dilaksanakan. Dikatakan demikian, karena saat ini para generasi muda yang akan menerima tongkat estafet orang tuanya yang berharap agar mereka juga bekerja di bidang tersebut ternyata tidak tertarik dengan pekerjaan tersebut.
3.4.6 Kualitas Kesehatan Perajin Kualitas kesehatan perajin sangat menentukan produktivitasnya. Dalam hal ini didata tiga indikator kualitas kesehatan yaitu: (1) keluhan muskuloskeletal; (2) kelelahan; dan (3) beban kerja yang diniilai berdasarkan perubahan denyut nadi perajin. Dari ketiga indikator ini tampaknya sangat dimungkinkan untuk dievaluasi secara berkelanjutan, sebagai gambaran bahwa kualitas kesehatan perajin dalam kondisi baik atau tidak. Dari hasil analisis terhadap kualitas kesehatan tersebut dapat digunakan sebagai acuan di dalam memperbaiki kondisi kerja para perajin. Pengabdian masyarakat yang diilakukan di Kelurahan Beratan Singaraja dengan menerapkan IPTEKS berbasis ergonomi tampaknya sangat relevan untuk mengatasi kondisi kerja perajin, karena melalui penerapan prinsip-prinsip ergonomi kualitas kesehatan perajin dapat ditingkatkan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Senadainya produktivitas dapat ditingkatkan berarti produk yang siap dipasarkan akan semakin banyak dan tentu akan bisa merambah pasar yng lebih luas. Dengan demikian 29
pemasaran produk yang dirintis dalam pengabdian ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan menerapkan kerjasama mutualisme atau dengan konsep kearifan lokal Bali yaitu pihak pada (keuntungan dibagi dengan ketentuan 50% untuk perajin dan 50% untuk pemilik toko).
3.4.7 Melanjutkan dan Memperluas Pemasaran di Kawasan Wisata Hasil amatan terhadap mekanisme pemasaran yang dinilai belum memadai perlu dicarikan solusi yang efektif dan efisien. Kendala yang dihadapi saat ini adalah biaya kontrak toko yang relatif mahal dan belum sepadan dengan hasil yang dicapai. Kendala tersebut dapat diatasi dengan negosiasi antara pemilik toko dan perajin yang bisa difasilitasi oleh pihak LPM Undiksha, sehingga tercapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan kerjasama bisa berlanjut. Jika usaha ke arah itu belum tampak, maka LPM Undiksha bisa menjadi motivator sekaligus fasilitator yang dapat menjembatani kerjasama mutualisme antara peraajin dengan pemilik toko di kawasan wisata. Unuk sementara pihak LPM Undiksha bisa mensubsidi dana melalui keberlanjutan pengabdian ini, dengan harapan agar rintisan pemasaran ini tidak mandeg sampai pengabdian ini berakhir. Di pihak lain para pelaku pemasaran hendaknya bisa bekerjasama dengan toko-toko lainnya untuk memasarkan pproduk yang dihasilkan oleh ppara perajin.
30
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan Bertolak dari hasil analisis dan pembahasan yang dikaji berdasarkan acuan yang relevan dapat dibuat simpulan sebagai berikut. 1. Kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS berbasis ergonomi telah berhasil mengatasi masalah ergonomi pada perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Singaraja. 2. Telah berhasil dibangun kerjasama mutualisme antara pihak perajin dengan pemilik toko di kawasan wisata terkait dengan pemasaran produk. 4.2 Saran Saran yang tampaknya penting untuk disampaikan dalam laporan ini demi keberlanjutan program penerapan IPTEKS berbasis ergonomi dalam mengatasi masalah di tempat kerja dan pemasaran adalah sebagai berikut. 1. Disarankan kepada para perajin agar selalu memperhatikan kualitas kesehatannya, karena dengan kualitas kesehatan yang baik akan berimplikasi terhadap produktivitas kerja. 2. Disarankan kepada pemilik toko di kawasan wisata, hendaknya siap bekerjasama secara mutualisme dengan pihak perajin demi tercapainya pemasaran yang memadai dan menguntungkan kedua belah pihak. 3. Disarankan kepada LPM Undiksha agar tetap memfasilitasi kegiatan pengabdian dengan model seperti karena dampaknya sangat dirasakan oleh perajin yang mempunyai masalah di bidang ergonomi dan pemasaran.
31
DAFTAR PUSTAKA Amperaningrum & Ichyaudin, 2009. Hakekat Kewirausahaan. [Cited 2012 September 10] Available From http://adesyams.blogspot.com/2009/09/hakekat-kewirausahaan.html Anonim, 2009, Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Berkelanjutan [Cited 2012 March 29] Available at http://www.pemberdayaan.com/pembangunan/pemberdayaan-masyarakat-danpembangunan-berkelanjutan.html. Azadeh, A., Fam, M., Garakani,M.M. 2007. A Total Ergonomis Design Approach to Enhance the Productivity in A Complicated Control System. Journal of Information Technology. 6 (7): 1036 – 1042. Bakker, A.B., Schaufeli, W.B., Leiter, M.P. & Taris, T.W. 2008. Work Engagement: An Emerging Concept in Occupational Health Psychology. Work and Strees Journal, Vol.22. No. 3., 187-200. Bakker, A.B. & Leiter, M.P. 2010. Where to Go from Here: Integration and Future Research on Work Engagement; In: Bakker, A.B. & Leiter, M.P. Editor: Work Engagement, A Handbook of Essential Theory and Research. New York: Psychology Press. Bakker, A.B. 2010. Engagement and Job Crafting: Engaged Employees Create Their Own Great Place to Work, In: Albrecht,S. Editor. Handbook of Employee Engagement Perspectives, Issues, Researches and Practices. USA: Edward Elgar. Bakker, A.B. Albrecht, S.L. & Leiter,M.P. 2011. Key Question Regarding Work Engagement, European Journal of Work and Organizational Psychology. 20 (1), 4-28 Fam, M., Azadeh, A., Azam, A. 2007. Modeling an Integrated Health, Safety, and Ergonomis Management System: Application to Power Plants. Journal of Res Health Sciences. Vol 7 (2): 1 – 10. Geriya. 2007. Konsep dan Strategi Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Penataan Lingkungan Hidup di Bali. Denpasar: Universitas Udayana. Limerick, L.B. Straker, L., Pollock, C. Dennis, G., Leveritt, S., Johnson, S. 2007. Implementation of the Participative Ergonomis for Manual Tasks (PErforM) Programme at Four Australian Underground Coal Mines. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 37, No. 2. February: 145 – 155. Manuaba, A. 2008. Membangun Bali atau Membangun di Bali. Bali-HESG. Denpasar. Muchtar, 2007. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Distrik (Kajian Kebijakan dan Implementasinya di Provinsi Papua) Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Vol.12.No.02, Mei-Agustus 2007. Munaf, D.R., Suseno, T., Janu, R.I., Badar, A.M. 2008. Peran teknologi Tepat Guna untuk Masyarakat Daerah Perbatasan. Jurnal Sosioteknologi No. 13 Tahun 7, April. PLPBK, 2011. Pengembangan Potensi Seni dan Budaya Melalui Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas sebagai Upaya untuk Meningkatkan Peluang Kerja Bagi Warga Miskin di Desa Peliatan Ubud Gianyar Bali. PLPBK Desa Peliatan, Kecamatan Ubud. Kabupaten Gianyar. RPJM, 2011, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-DES) Desa Peliatan Tahun 2011-2015. RPJM Desa Peliatan, Kec. Ubud. Kabupaten Gianyar. Sarna, K. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Biologi Berbasis Lokal Genius. Makalah disampaikan dalam Seminar Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja.
32
Shimazu, A. Miyanaka,D. Schaufeli,W.B. 2010. Work Engagement from A Culture Perspective: In: Albrecht,S. editor. Handbook of Employee Engagement Perspectives, Issue, Researches and Practices. USA: Edward Elgar Sutajaya, I M. Ristiati, N.P, Setiabudi, G. I. 2009. Penerapan Ergonomi Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pekerja di Industri Kecil. Laporan Penelitan Strategis Nasional. Jurusan Pendidikan Biologi. F MIPA. UNDIKSHA.
Sutajaya, I M., & Ristiati, N.P. 2011. Perbaikan Kondisi Kerja Berbasis Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pematung di Desa Peliatan Ubud Gianyar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains dan Humaniora ISSN 1979-7095. Volume 5, No.3, Desember 2011 Sutjana, I D.P. Sutajaya, I M., Purnawati, S. Adiamika, P, Tunas, K. Suardana, E, & Swamardika, I.B.A. 2008. Preliminary Anthropometric Data of Medical Students for Equipment Applications. Journal of Human Ergology Vol. 37. No 1.: 45 – 48. Wikipedia, 2012. Kewirausahaan. [Cited 2012 September 10] Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaan
33
LAMPIRAN Lampiran 1. Absensi Peserta Kegiatan No
Nama
1
I Ketut Dibya
2
I Ketut Widiana
3
I Nyoman Sweden
4
Pande Made Sadguna Artha
5
Pande Nyoman Sedana Artha
6
Ni Ketut Sukarni
7
Ni Made Sinta
8
Ni Made Desy Lestari
9
Ni Made Reni
10
Ni Wayan Kasni
Tanda Tangan Peserta
34
Lampiran 2. Hasil Analisis Kualitas Kesehatan Perajin dan Pedagang Descriptive Statistics
N MSDSebPI MSDSedPI KelSebPI KelSedPI DNIstPI DNKPI MSDSebPII MSDSedPII KelSebPII KelSedPII DNIstPII DNKPII
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Mean 28.8000 39.4000 30.7000 41.8000 81.8000 96.3810 29.0000 35.5000 30.9000 36.4000 80.8000 90.1300
Std. Deviation .78881 1.64655 .82327 1.81353 3.70585 4.49659 .81650 1.08012 .56765 1.17379 3.15524 3.95990
Minimum 28.00 38.00 30.00 39.00 78.00 90.99 28.00 34.00 30.00 35.00 78.00 85.00
Maximum 30.00 43.00 32.00 44.00 88.00 102.26 30.00 37.00 32.00 38.00 88.00 97.00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute
Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) MSDSebPII
MSDSedPII 10 10 29.0000 35.5000 .81650 1.08012 .200 .178 .200 .178 -.200 -.178 .632 .564 .819 .908 a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
MSDSebPI
MSDSedPI
KelSebPI
KelSedPI
10
10
10
10
10
10
28.8000
39.4000
30.7000
41.8000
81.8000
96.3810
.78881
1.64655
.82327
1.81353
3.70585
4.49659
.245
.202
.302
.146
.286
.205
.245 -.200 .774 .587
.202 -.198 .640 .807
.302 -.198 .956 .320
.139 -.146 .461 .983
.286 -.153 .906 .385
.205 -.186 .648 .795
KelSebPII
KelSedPII
10 30.9000 .56765 .370 .330 -.370 1.170 .130
35
10 36.4000 1.17379 .195 .184 -.195 .618 .840
DNIstPI
DNIstPII 10 80.8000 3.15524 .300 .300 -.187 .949 .329
DNKPI
DNKPII 10 90.1300 3.95990 .190 .185 -.190 .601 .864
Paired Samples Statistics
Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
Mean 28.8000 29.0000 39.4000 35.5000 30.7000 30.9000 41.8000 36.4000 81.8000 80.8000 96.3810 90.1300
MSDSebPI MSDSebPII MSDSedPI MSDSedPII KelSebPI KelSebPII KelSedPI KelSedPII DNIstPI DNIstPII DNKPI DNKPII
N
Std. Deviation .78881 .81650 1.64655 1.08012 .82327 .56765 1.81353 1.17379 3.70585 3.15524 4.49659 3.95990
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Std. Error Mean .24944 .25820 .52068 .34157 .26034 .17951 .57349 .37118 1.17189 .99778 1.42195 1.25223
Paired Samples Correlations
N Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
MSDSebPI & MSDSebPII MSDSedPI & MSDSedPII KelSebPI & KelSebPII KelSedPI & KelSedPII DNIstPI & DNIstPII DNKPI & DNKPII
Correlation 10 10 10 10 10 10
Sig. .173 .437 .404 .303 .889 .205
.634 .206 .247 .395 .001 .571
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. Std. 95% Confidence Deviatio Error Interval of the n Mean Difference Lower
Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
MSDSebPI MSDSebPII MSDSedPI MSDSedPII KelSebPI KelSebPII KelSedPI KelSedPII DNIstPI - DNIstPII DNKPI - DNKPII
t
Sig. (2tailed)
df
Upper
-.20000
1.03280
.32660
-.93882
.53882
-.612
9
.555
3.90000
1.52388
.48189
2.80988
4.99012
8.093
9
.000
-.20000
.78881
.24944
-.76428
.36428
-.802
9
.443
5.40000
1.83787
.58119
4.08526
6.71474
9.291
9
.000
1.00000 6.25100
1.69967 5.34918
.53748 1.69156
-.21587 2.42443
2.21587 10.07757
1.861 3.695
9 9
.096 .005
36
Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan Foto-foto hasil pengamatan terhadap kondisi kerja dan produk perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Singaraja dapat dilihat pada Gambar 01; 02; 03; dan 04.
Gambar 01. Sikap Kerja Membungkuk yang Berpotensi Menimbulkan Penyakit Akibat Kerja
Gambar 03. Produk Cincin, Giwang, dan Gelang yang Siap Dipasarkan
37
Gambar 02. Sikap Kerja Fisiologis
Gambar 04. Produk Bokoran yang Siap Dipasarkan
Foto-foto hasil pengamatan terhadap mekanisme pemasaran produk di kawasan wisata dapat dilihat pada Gambar 05 dan 06.
Gambar 05. Tempat Pemasaran Produk Kerajinan Emas dan Perak di Kawasan Wisata
38
Gambar 06. Proses Tawar-menawar Produk Berupa Cincin, Giwang, dan Gelang
Lampiran 4. Peta Lokasi Daerah Sasaran Peta Kawasan Wisata Ubud yang Dijadikan Tempat Pemasaran Produk Kerajian Emas dan Perak yang dihasilkan oleh Para Perajin di Kelurahan Beratan Singaraja
Lokasi Pemasaran
Sumber: http://www.google.co.id/search, diakses 23 Agustus 2014
39
Peta Kota Singaraja dengan Lokasi Perajin di Kelurahan Beratan
Lokasi Perajin
Sumber: http://www.google.co.id/search, Diakses: 23 Agustus 2014
40