I DAN AN VA ALUASI EKONOM E NALISIS S STRATEG GI KONS SERVASII HUTAN MANGRO OVE DII KABUPA ATEN KU UBU RAYA A PRO OVINSI KA ALIMANT TAN BAR RAT
AHMAD F A FAISAL SIREGAR S R E 351080031
MAY YOR KON NSERVAS SI BIODIV VERSITA AS TROPIIKA SE EKOLAH H PASCAS SARJANA A INS STITUT P PERTANIA AN BOGO OR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Valuasi Ekonomi dan Analisis Strategi Konservasi Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012 Ahmad Faisal Siregar NRP E351080031
ABSTRACT AHMAD FAISAL SIREGAR. Economic Valuation and Analysis of Mangrove
Forest Conservation Strategy in the Kubu Raya Regency, Province of West Kalimantan. Under direction of RINEKSO SOEKMADI and AGUS PRIYONO. Mangrove is a forest type that grown on tidal areas and has a tolerance to certain value of salinity. As an ecosystem, mangrove plays important roles and functions as a life support system. It is often the benefits and functions of a mangrove ecosystem, are not easily recognizable and measurable so mostly neglected in a regional development planning of an area as is the case in the regency of Kubu Raya. The research is aimed at the identification of mangrove ecosystem benefits, total economic value of a mangrove ecosystem and analysis of mangrove conservation strategy in Kubu Raya Regency. The benefits identified consist of direct benefits (such as commercial wood, fire woods, poles, charcoal, aquatic biota, the use of palm leaves and mangrove seedlings) and indirect benefits (such as prevention of abrasion, storing carbon, producing oxygen, seawater intrusion barrier and producing nutrients), optional and existence benefits. It is also identified that the total economic value of mangroves in Kubu Raya Regency is Rp. 400,018,397,288,- per year. The value is the higest among others and it indicated that the peoples of Kubu Raya District significantly respected to existence of mangrove present and in the future. Production forest managed by private sector (IUPHHK) are more efficient and higher economic values than other (in the protection forest and other land use areas). It indicates that the protection forest and other land use areas not managed optimally yet. In order to enhance the benefit values of mangrove in Kubu Raya District, it needs the following strategies: diversification in the uses of protection forest (land utilization, environmental services, and non wood forest products), increase the efficiency of forest management/utilization by local community, application of profer mangrove silviculture, and implementation of criteria and indicator of sustainable mangrove management. Key word: Economic valuation, mangrove forest, conservation strategy, Kubu Raya
RINGKASAN AHMAD FAISAL SIREGAR. Valuasi Ekonomi dan Analisis Konservasi Hutan Mangrove di Kabaupaten Kubu Raya. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan AGUS PRIYONO. Hutan mangrove merupakan salah satu kawasan perlindungan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya yang memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting sebagai sistem penyangga kehidupan di daerah pesisir. Secara langsung dan tidak langsung manfaat ini telah banyak diketahui dan dirasakan oleh masyarakat, baik sebagai tempat mencari ikan, udang, kepiting, bahan makanan, dan sumber obat-obatan. Secara fisik hutan mangrove juga dapat berfungsi mempertahankan garis pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan, mengurangi dampak terjadinya pemanasan global dan lainnya. Bakosurtanal (2009) menyebutkan bahwa luas kawasan mangrove di Indonesia yang bervegetasi adalah sekitar 3.244.018,46 ha. Akan tetapi luas hutan mangrove tersebut telah banyak mengalami penurunan kualitas dan kuantitas yang dikarenakan kegiatan konversi (tambak, pemukiman, persawahan), penebangan kayu yang tidak bertanggung jawab (kayu bakar, pembuatan arang), pencemaran dan lainnya. Menurut data Ditjen RLPS-Departemen Kehutanan dalam Statistik Lingkungan Hidup Indonesia (2008), sekitar 42% dari luas potensial ekosistem mangrove di Indonesia dalam kondisi rusak berat. Manfaat barang dan jasa yang disediakan mangrove ada yang dapat dipasarkan maupun yang tidak dapat dipasarkan, baik yang berasal dari lingkungan di sekitar hutan mangrove itu sendiri, maupun yang terjadi dan berada jauh di luar hutan mangrove. Dengan demikian, nilai keseluruhan manfaat hutan mangrove hingga kini tidak mudah dikenali, sehingga sering diabaikan dalam suatu perencanaan pengembangan wilayah (Spaniks and Baukereing 1997). Konflik pemanfaatan yang terjadi di kawasan mangrove terkadang disebabkan oleh belum diketahuinya manfaat dan fungsi dari sumberdaya mangrove baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Salah satu upaya yang dapat membantu mengurangi dampak masalah ini adalah dengan menghitung potensi ekonomi dari sumberdaya mangrove tersebut. Selain itu, penerapan strategi konservasi yang tepat pada suatu kawasan yang meliputi tiga aspek, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaan jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya dan ekosistemnya sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan suatu kawasan. Dalam tataran inilah, alasan dilakukannya pendugaan nilai ekonomi hutan mangrove baik melalui kajian empiris di lokasi studi maupun menggunakan hasil-hasil penelitian lainnya di beberapa wilayah di Indonesia dan analisis terhadap strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya. Luas hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya adalah 102.016,89 ha yang terletak pada hutan lindung, hutan produksi, areal penggunaan lain dan lainnya. Namun demikian tidak semua kawasan tersebut dikelola dan dimanfaatkan sesuai dengan status dan peruntukannya. Luas wilayah yang dikelola dan dimanfaatkan berkisar 84.843,08 ha yang terletak di hutan lindung (HL), hutan produksi (HP), dan areal penggunaan lain (APL). Secara administratif kawasan tersebut terletak di Kecamatan Batu Ampar, Kubu, dan Teluk Pakedai. Lokasi yang dikelola dan
dimanfaatkan di ketiga kecamatan inilah yang menjadi batasan wilayah studi dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah melakukan valuasi ekonomi pada hutan mangrove seluas 84.843,08 ha di Kabupaten Kubu Raya guna merumuskan analisis strategi konservasinya. Lokasi penelitian adalah hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat yang secara administratif terletak di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai. Lokasi kajian adalah seluas 84.843,08 ha yang terletak pada hutan lindung (50.613 ha), hutan produksi yang dikelola oleh swasta (28.230 ha) dan areal penggunaan lain yang dikelola oleh koperasi/masyarakat (6.000 ha). Penelitian dilakukan dengan metode survey, yaitu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah variabel pada suatu kelompok masyarakat melalui wawancara, observasi dan studi pustaka. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan potensi hutan mangrove, adanya pemanfaatan oleh masyarakat, swasta, keberadaan hutan lindung dan ketersediaan berbagai data pendukung di wilayah ini. Unit populasi yang diamati adalah usaha pengelolaan hutan oleh perusahaan swasta (IUPHHK), pemaanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat, dan hutan lindung. Desa-desa yang menjadi obyek penelitian ini adalah desa-desa yang memiliki interaksi dengan pemanfaatan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya. Desa-desa tersebut adalah Desa Batu Ampar, Teluk Nibung, Nipah Panjang, Padang Tikar I (Kecamatan Batu Ampar), Desa Kubu dan Dabung (Kecamatan Kubu) dan Desa Tanjung Bunga (Kecamatan Teluk Pakedai). Jenis data yang dikumpulkan dari responden adalah manfaat langsung yang diperoleh oleh masyarakat sekitar hutan mangrove dan perusahaan swasta, manfaat tidak langsung mangrove, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan yang diperoleh dari masyarakat sekitar hutan mangrove. Dalam penelitian ini, pendekatan analisis yang digunakan adalah analisis deskriftif terhadap pemanfaatan hutan mangrove, analisis nilai ekonomi total (total economic value) dan analisis terhadap strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya. Berdasarkan analisis terhadap peta SK Menteri Kehutanan No. 259/KptsII/2000 tentang Penunjukan Kawasan Perairan dan Daratan Provinsi Kalimantan Barat, Draft Rencana Tata Ruang Kabupaten Kubu Raya 2011, IUPHHK PT. Bios, IUPHHK PT. Kandelia Alam dan Areal Koperasi Panter yang dioverlaikan dengan citra landsat Path 121 Row 60 dan Path 121 Row 61 data Agustus 2011, maka diketahui bahwa luas mangrove di ketiga kecamatan adalah 102.016,89 ha yang terletak di berbagai status penggunaan lahan. Dari luasan tersebut mangrove yang dikelola sesuai dengan status dan peruntukannya adalah 84.843 ha dengan rincian 50.613 ha terletak di hutan lindung (100%), hutan produksi yang dikelola oleh swasta dalam bentuk IUPHHK seluas 28.230 ha (68,4) dan areal penggunaan lain yang dikelola oleh koperasi/masyarakat seluas 6.000 ha (71,6%). Manfaat yang teridenfikasi dalam penelitian ini adalah manfaat langsung (kayu komersil, kayu bakar, tiang pancang, arang bakau, biota perairan, pemanfaatan daun nipah dan bibit mangrove), manfaat tidak langsung (pencegah abrasi, penyerap dan penyimpan karbon, penghasil oksigen, penahan intrusi air laut dan penghasil nutrien), manfaat pilihan dan manfaat keberadaan. Masih terdapat pemanfaatan kawasan atau pemanfaatan hasil hutan yang tidak sesuai
dengan peruntukannya seperti tambak, pemanfaan kayu untuk tiang pancang dan kayu bakar di dalam kawasan hutan lindung ataupun hutan produksi. Nilai manfaat hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya adalah sebesar Rp. 400.018.397.288,- per tahun, dengan rincian manfaat langsung sebesar 79.406.193.599 pertahun (19,9 %), manfaat tidak langsung Rp. 112.444.187.115,pertahun (28,1 %), manfaat pilihan Rp. 10.945.253.416,- pertahun (2,3%) dan Rp. 197.222.763.158,- pertahun (49,3%). Nilai manfaat keberadaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan manfaat lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kabupaten Kubu Raya memberikan penilaian yang tinggi terhadap eksistensi keberadaan kawasan hutan mangrove pada saat ini maupun pada masa yang akan datang. Secara ekonomis, pengelolaan hutan produksi yang dikelola oleh swasta (IUPHHK) memberikan nilai yang lebih besar dan efisien jika dibandingkan dengan pengelolaan pada kawasan hutan lindung dan areal penggunaan lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan kawasan lainnya (hutan lindung dan areal penggunaan lain) belum secara optimal dilakukan. Untuk meningkatkan nilai manfaat mangrove saat ini di Kabupaten Kubu Raya maka strategi pengelolaan yang harus dilakukan adalah dengan diversifikasi manfaat pada kawasan hutan lindung (pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu), efesiensi biaya pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh masyarakat, penerapan sistem silvikultur hutan mangrove yang sesuai, dan penerapan kriteria dan indikator pengelolaan hutan mangrove lestari. Meskipun pengelolaan kawasan yang dilakukan oleh swasta masih memberikan nilai ekonomi total yang lebih tinggi, namun demikian hasil kayu ternyata hanya memberikan kontribusi sekitar 11,6% dari total nilai manfaat yang diberikan pertahunnya. Dengan kondisi ini, maka pengelolaan ekosistem mangrove di Kubu Raya harus dilakukan dengan memperhatikan aspek kehatihatian, serta memperhatikan kriteria dan indikator pengelolaan hutan yang lestari. Aspek lain perlu dikaji lebih lanjut untuk memperkuat analisis strategi konservasi ini dengan memperhatikan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnnya. Kata Kunci : valuasi ekonomi, hutan mangrove, strategi konservasi, Kubu Raya.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
VALUASI EKONOMI DAN ANALISIS STRATEGI KONSERVASI HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT
AHMAD FAISAL SIREGAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Bahruni, MS
Judul J Tesis
: Valuasi Ekonomi dan d Analisiis Strategi Konservasi K Mangrove di d Kabupatenn Kubu Ray ya Provinsi Hutan M Kalimanntan Barat
Nama N Mahaasiswa
: Ahmad Faisal Sireg gar
Nomor N Pokook
: E 3510880031
Mayor M
: Konservvasi Biodiveersitas Tropikka
M Menyetujui : 1.
Koomisi Pembim mbing
(Dr. Ir. Rinnekso Soekm madi, M.Sc.F F.) Ketua
(Ir. A Agus Priyonoo, M.S.) Anggotaa
2. Ketua Program Stu udi/Mayor Konseervasi Biodivversitas Troppika
(Prof. Drr. Ir. Ervizal AM Zuhud,, M.S.)
Tanggal T Ujian: 17 Juli 2012 2
D Sekoolah Pascasaarjana IPB 3. Dekan
(Dr. Ir. Dahhrul Syah, M.Sc.Agr.) M
Tannggal Lulus:
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada: Kedua orangtuaku (Dunia Siregar dan Siti Syariah Pulungan), istri (Maimunah), putraku (Fikri Alamsyah Siregar) dan kedua putriku (Miesya Nafeeza Putri Siregar dan Aisyah Hanifatunnisa Siregar).
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Maret 2012 hingga Mei 2012 ialah valuasi dan strategi konservasi mangrove, dengan judul “Valuasi Ekonomi dan Analisis Strategi Konservasi Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat”. Penelitian hingga penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dorongan berbagai pihak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, abang, kakak, adik, istri, putra dan putri tercinta, serta keluarga besar H. Izrai, yang selalu selalu memberikan dorongan dan doa selama menuntut ilmu di IPB hingga penyusunan tesis ini. 2. Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Agus Priyono, M.S sebagai Anggota Komisi Pembimbing; atas arahan, bimbingan, curahan pemikiran, ide-ide baru, motivasi, nasihat, dan dorongan untuk lulus tepat waktu. 3. Dr. Ir. Bahruni, M.S sebagai Dosen Penguji Luar Komisi Pembimbing; atas arahan dan kesediaannya untuk menguji. 4. Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, M.S sebagai ketua sidang dan ketua Program Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika; atas arahan dan dorongan untuk cepat menyelesaikan studi. 6. Bapak Dr. Ir. Nyoto Santoso, M.S; atas ilmu, nasihat, dan bantuannya selama menempuh pendidikan di KSHE. 7. Tim Dosen Departemen KSHE; atas ilmu yang tak ternilai. 8. Pak Ir. Fairus Mulia dan Taju Solihin, S.Hut atas dukungan data dan selama pengambilan data di lapangan. 9. Saydina Ali, AMd atas bantuan analisis petanya, Dinen Juanda Bintang, S.Hut atas bantuannya selama pengambilan data lapangan. 10. Teman-teman mahasiswa S2 Konservasi Biodiversitas Tropika 2008: Toto Supartono, Maman Surahman, Julianti Siregar, Mohammad Ichsan, Oyip Supriatin, Insan Kurnia; atas motivasi, kekeluargaan, dan inspirasinya. 11. Teman-teman di LPP Mangrove dan HCV Fahutan IPB (Khumaedi, Eny Naryanti, Heru BP, Joko Hari, Eko Gondrong, Sutopo, Udi, Bayu, Jimmy, Yanti, Dian, Ayu, Erlan, Gilang). 12. Pak Sofwan dan Mbak Mela; atas bantuan dan pelayanan administrasinya. 13. Bapedalda Prov. Kalbar, Dishutbun Kab. Kubu Raya, DPK Kab. Kubu Raya, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan Kab. Kubu Raya, BPS Kab. Kubu Raya; atas ijin dan bantuan datanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2012 Ahmad Faisal Siregar
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 9 April 1975 dari ayah Dunia Siregar dan ibu Siti Syariah Pulungan. Penulis merupakan putra keempat dari sembilan bersaudara. Pada tahun 1987, penulis lulus dari SD Negeri Sabatolang dan pada tahun 1990 lulus dari SMP Negeri 1 Sipirok, Tapanuli Selatan. Tahun 1993, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sipirok, Tapanuli Selatan dan pada tahun 1998 penulis lulus dari Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika. Semenjak tahun 1998 sampai sekarang, penulis bekerja pada Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.......................................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... I.
PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
II.
1 4 5 6
Pengertian dan Ciri-ciri Ekosistem Mangrove ................................... Potensi Ekositem Mangrove .............................................................. Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove......................................... Pendekatan Penilaian Ekosistem Hutan Mangrove ........................... Konservasi Sumberdaya Hutan Mangrove ........................................
10 11 14 16 20
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. 3.2.
3.3.
3.4.
3.5. IV.
Latar Belakang ................................................................................... Perumusan Masalah ........................................................................... Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... Kerangka Penelitian ..........................................................................
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
III.
i iii v vii
Sejarah Pengelolaan Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya ..... Kondisi Fisik ...................................................................................... 3.2.1. Luas dan Letak ......................................................................... 3.2.2. Tanah........................................................................................ 3.2.3. Iklim ......................................................................................... 3.2.4. Hidrologi .................................................................................. 3.2.5. Kualitas Perairan ...................................................................... 3.2.6. Hidro-oceanografi .................................................................... Kondisi Biologi .................................................................................. 3.3.1. Flora ........................................................................................ 3.3.2. Fauna ...................................................................................... 3.3.3. Biota Perairan .......................................................................... Kondisi Sosial Ekonomi .................................................................... 3.4.1. Luas Desa-desa Penelitian ...................................................... 3.4.2. Jumlah Penduduk..................................................................... 3.4.3. Matapencaharian...................................................................... 3.4.4. Pendidikan ............................................................................... 3.4.5. Kesehatan ................................................................................ 3.4.6. Agama dan Suku...................................................................... Aksessibilitas .....................................................................................
23 24 24 24 25 27 28 28 29 29 33 35 41 41 41 42 43 45 46 46
METODE PENELITIAN 4.1. 4.2. 4.3.
Lokasi dan Waktu .............................................................................. 47 Data yang Dikumpulkan .................................................................... 47 Metode Pengambilan Data ................................................................. 49
(i)
4.4. V.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 5.2
5.3
5.4 V.
Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 50
Identifikasi Lokasi dan Luas Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya ......................................................................................... Identifikasi Manfaat Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya ..... 5.2.1. Pemanfaatan Mangrove di Hutan Lindung ........................... 5.2.2. Pemanfaatan Mangrove di Hutan Produksi .......................... 5.2.3. Pemanfaatan Magrove di Areal Penggunaan Lain................ Nilai Ekonomi Total (NET) Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya ......................................................................................... 5.3.1 Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) ........................ 5.3.2 Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value) ........... 5.3.3 Nilai Manfaat Pilihan (Option Value) ................................... 5.3.4 Nilai Manfaat Keberadaan (Existence Value) ....................... 5.3.5 Nilai Manfaat Ekonomi Total Ekosistem Mangrove ............ Strategi Konservasi Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya ......
55 56 58 60 64 64 64 79 84 84 84 88
SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ............................................................................................ 99 6.2 Saran .................................................................................................. 99
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(ii)
DAFTAR TABEL Halaman 1
Contoh fungsi dan manfaat lingkungan ekosistem mangrove ....................
15
2
Beberapa jenis tumbuhan mangrove yang dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat lokal di Indonesia ..........................................
15
3
Prediksi total nilai ekonomi ekosistem hutan mangrove di Indonesia .......
19
4
Data iklim rata-rata tahunan di daerah studi (1997-2006)..........................
26
5
Kualitas air sungai di sekitar areal PT. Kandelia Alam..............................
28
6
Daftar jenis tumbuhan di dalam transek di Kabupaten Kubu Raya ...........
30
7
Komposisi jenis vegetasi di luar transek ....................................................
31
8
Jenis fitoplankton di kawasan mangrove Kabupaten Kubu Raya ..............
36
9
Jenis zooplankton di kawasan mangrove Kabupaten Kubu Raya ..............
37
10
Jenis benthos di kawasan hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya ...........
38
11
Jenis-jenis ikan di kawasan hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya ........
39
12
Luas desa-desa lokasi penelitian ................................................................
42
13
Jumlah penduduk di wilayah studi .............................................................
42
14
Jumlah fasilitas pendidikan, tenaga pengajar, murid di desa-desa studi ............................................................................................................
43
15
Fasilitas kesehatan di desa-desa studi.........................................................
44
16
Fasilitas kesehatan dan tenaga medis di desa-desa studi ............................
46
17
Jumlah penduduk di tiga kecamatan menurut agama .................................
46
18
Luas mangrove di wilayah Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai ............................................................................................
55
19
Identifikasi manfaat hutan mangrove di Kubu Raya .................................
57
20
Nilai manfaat kayu komersil .....................................................................
66
21
Jumlah rumah tangga pemanfaatan kayu bakar dari mangrove di wilayah studi ..............................................................................................
67
22
Nilai manfaat kayu bakar ...........................................................................
68
23
Nilai manfaat tiang pancang dan bahan baku arang ..................................
70
24
Harga arang dan jumlah produksi berdasarkan tingkatan kualitasnya .......
72
25
Nilai manfaat arang mangrove ..................................................................
72
26
Nilai manfaat biota air (nelayan tangkap) .................................................
74
27
Nilai manfaat biota air (nelayan jermal) ....................................................
75
28
Nilai manfaat biota air (alat tangkap ”blat”) .............................................
76
29
Nilai manfaat biota air (gastropoda) ..........................................................
77
(iii)
30
Nilai manfaat atap daun nipah ...................................................................
78
31
Nilai manfaat bibit mangrove ....................................................................
79
32
Nilai manfaat tidak langsung mangrove sebagai penahan abrasi ..............
80
33
Nilai manfaat tidak langsung mangrove sebagai penyerap dan penyimpan karbon .....................................................................................
81
34
Nilai manfaat tidak langsung mangrove sebagai penghasil oksigen .........
82
35
Nilai manfaat tidak langsung mangrove sebagai penahan intrusi air laut ..............................................................................................................
83
36
Nilai manfaat pilihan (Option Value) mangrove di areal penelitian .........
83
37
Nilai manfaat keberadaan (Existence Value) ekosistem mangrove di Kabupaten Kubu Raya ...............................................................................
84
38
Total nilai manfaat hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya ................
86
39
Matrik hasil optimasi kawasan dengan berbagai strategi pengelolaan mangrove di Kabupaten Kubu Raya ......................................
90
(iv)
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Perbedaan harga pemanfaatan sumberdaya ................................................
5
2
Kerangka penelitian Valuasi Ekonomi dan Analisis Strategi Konservasi Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat ........................................................................................
9
Kategori nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove (Bann 1998) ...........................................................................................................
18
Peta lokasi penelitian di Kecamatan Batu Ampar Kubu dan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya .................................................................
48
Peta lokasi sebaran pemanfaatan ekosistem mangrove pada hutan lindung ........................................................................................................
59
Peta lokasi sebaran pemanfaatan ekosistem mangrove hutan produksi ......................................................................................................
61
Peta lokasi sebaran pemanfaatan ekosistem mangrove pada areal penggunaan lain ..........................................................................................
65
(a) Pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan bakar pembuatan arang, dan (b) Kayu mangrove untuk memasak .........................................
67
Pemanfatan tiang pancang dari mangrove untuk tiang rumah dan bahan baku arang .......................................................................................
69
(a) dapur arang berkapasitas kecil, (b) arang hasil pembakaran yang siap jual .......................................................................................................
71
11
Alat tangkap nelayan tradisional ................................................................
74
12
Jermal di pesisir Desa Dabung ..................................................................
76
13
Alat tangkap “Blat” ...................................................................................
76
14
(a) Pengambilan daun nipah, (b) atap daun nipah yang siap pakai ............
77
15
Rumah penduduk yang masih mempergunakan atap daun nipah .............
78
16
Perbandingan nilai manfaat langsung hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya .................................................................................................
86
17
Perbandingan manfaat langsung kayu dan non kayu ................................
86
18
Perbandingan nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya ...............................................................................
87
3 4 5 6 7 8 9 10
(v)
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Peta administrasi Kabupaten Kubu Raya ...................................................
103
2
Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian di Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai ..............................................................
104
3
Citra Band 543 pada lokasi penelitian ........................................................
105
4
Peta penutupan lahan di lokasi penelitian .................................................
106
5
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung kayu komersil ....................
107
6
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung kayu bakar ..........................
108
7
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung tiang pancang .....................
109
8
Analisis usaha mencari kayu mangrove (tiang pancang) ..........................
110
9
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung arang ..................................
111
10
Analisis finansial usaha arang mangrove ...................................................
113
11
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung perikanan tangkap ...............
117
12
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung perikanan (jermal)...............
118
13
Rician perhitungan analisis usaha jermal ...................................................
119
14
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung perikanan (Blat) .................
121
15
Rincian perhitungan analisis usaha blat ....................................................
122
16
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung perikanan (gastropoda) .......
124
17
Hasil perhitungan analisis ekonomi pemanfaatan hasil perikanan (gastropoda) ...............................................................................................
125
18
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung atap nipah ............................
126
19
Hasil perhitungan analisis finansial usaha pembuatan atap nipah .............
127
20
Hasil analisis perhitungan manfaat langsung bibit mangrove ...................
129
21
Hasil analisis perhitungan manfaat tidak langsung mangrove sebagai penahan abrasi ..............................................................................
130
Hasil analisis perhitungan manfaat tidak langsung mangrove sebagai penyerap dan penyimpan karbon ..................................................
131
Hasil analisis perhitungan manfaat tidak langsung mangrove sebagai penghasil oksigen .........................................................................
132
Hasil analisis perhitungan manfaat tidak langsung mangrove sebagai pencegah intrusi air laut.................................................................
134
25
Hasil analisis perhitungan manfaat pilihan ................................................
135
26
Hasil analisis perhitungan manfaat keberadaan .........................................
136
22 23 24
(vii)
27
Daftar responden berdasarkan matapencaharian .......................................
137
28
Daftar responden untuk penilaian manfaat keberadaan mangrove dengan metode Continget Valuation Method (CVM) ...............................
141
Kuesioner valuasi ekonomi dan analisis strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat ..............
145
Perhitungan nilai ekonomi pada berbagai strategi pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya berdasarkan statusnya ......................
151
29 30
(viii)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan
mangrove
merupakan
salah
satu
kawasan
perlindungan
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya yang memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting sebagai sistem penyangga kehidupan di daerah pesisir. Secara langsung dan tidak langsung manfaat ini telah banyak diketahui dan dirasakan oleh masyarakat, baik sebagai tempat mencari ikan, udang, kepiting, bahan makanan, dan sumber obat-obatan. Secara fisik hutan mangrove juga dapat berfungsi mempertahankan garis pantai, tebing sungai serta mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan, mengurangi dampak terjadinya pemanasan global dan lainnya. Bakosurtanal (2009) menyebutkan bahwa luas kawasan mangrove di Indonesia yang bervegetasi adalah sekitar 3.244.018,46 ha. Akan tetapi luas hutan mangrove tersebut telah banyak mengalami penurunan kualitas dan kuantitas yang disebabkan kegiatan konversi (tambak, pemukiman, persawahan), penebangan kayu yang tidak bertanggung jawab (kayu bakar, pembuatan arang), pencemaran dan lainnya. Menurut data Ditjen RLPS-Departemen Kehutanan dalam Statistik Lingkungan Hidup Indonesia (2008), sekitar 42% dari luas potensial ekosistem mangrove di Indonesia dalam kondisi rusak berat. Kecenderungan konversi hutan mangrove menjadi bentuk penggunaan lahan lain semakin meningkat, yang didasari
semata-mata
kepentingan ekonomi
dan
kurang
memperhatikan
keberlanjutan kepentingan ekologi dan sosial. Manfaat barang dan jasa yang disediakan mangrove ada yang dapat dipasarkan maupun yang tidak dapat dipasarkan, baik yang berasal dari lingkungan di sekitar hutan mangrove itu sendiri, maupun yang terjadi dan berada jauh di luar hutan mangrove. Walaupun demikian, nilai keseluruhan manfaat hutan mangrove hingga kini tidak mudah dikenali, sehingga sering diabaikan dalam suatu perencanaan pengembangan wilayah. Ketidaktahuan akan nilai ekonomi hutan mangrove disebabkan oleh dua hal yaitu: (1) kebanyakan dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove wujudnya tidak diperdagangkan di pasar, sehingga tidak memiliki nilai yang dapat diamati, dan (2). Beberapa dari barang dan jasa tersebut terjadi di luar dan jauh dari ekosistem
2
mangrove sehingga penghargaan terhadap barang dan jasa itu sering dianggap tidak ada kaitannya dengan mangrove (misalnya: kesuburan perairan sebagai hasil dari kontribusi mangrove, yang menyebabkan banyaknya ikan, udang, kepiting, moluska di suatu wilayah perikanan pantai yang jauh dari hutan mangrove atau yang disebut dengan nilai biologis). Akibat dari ketidaktahuan tersebut, sering disimpulkan bahwa hutan mangrove dapat dikonversi untuk berbagai peruntukan yang hanya menghasilkan barang yang secara langsung dapat dipasarkan, seperti produk dari kegiatan akuakultur (Spaniks and Baukereing 1997). Sumberdaya
mangrove
merupakan
sumberdaya
alam
terpulihkan
(renewable resources), sehingga menjadi sumberdaya modal yang dapat memberikan pelayanan ekonomi, yaitu memberikan kesempatan kerja dan peluang berusaha, oleh karenanya sumberdaya tersebut dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan. Nilai ekonomi tersebut antara lain nilai komersial kayu dan arang, biologis (ikan dan kepiting), pencegah kerusakan lingkungan (abrasi dan intrusi air laut), perosot karbon yang membantu menurunkan kadar pencemaran udara, budaya, perikanan, rekreasi, pendidikan dan nilai keindahan. Konflik pemanfaatan yang terjadi di kawasan mangrove seringkali disebabkan oleh belum diketahuinya manfaat dan fungsi dari potensi sumberdaya mangrove baik untuk masa sekarang maupun dan masa yang akan datang. Hal ini mengakibatkan nilai manfaat dan fungsi tersebut luput dari perhitungan ekonomi. Salah satu yang dapat membantu masalah ini adalah dengan menghitung potensi ekonomi dari sumberdaya tersebut. Selain itu, penerapan strategi konservasi pada suatu kawasan yang meliputi tiga aspek, yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan suatu kawasan. Dalam tataran inilah, alasan dilakukannya pendugaan nilai ekonomi hutan mangrove baik melalui kajian empiris di lokasi studi maupun menggunakan hasil-hasil penelitian lainnya di beberapa wilayah di Indonesia dan analisis terhadap strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya. Di Indonesia, valuasi ekonomi terhadap ekositem mangrove masih jarang dilakukan (LPP Mangrove 2004). Berbagai metoda untuk penilaian produk dan jasa lingkungan telah menawarkan penilaian yang lebih komperehensif terhadap penilaian barang dan jasa yang dihasilkan oleh hutan mangrove. Selanjutnya hasil
3
pendugaan nilai ekonomi tersebut dapat memberikan kontribusi informasi yang lebih mendalam bagi para pengambilan keputusan dalam merencanakan pengelolaan mangrove. Nilai dugaan ekonomi yang diperoleh dapat digunakan untuk mencari pilihan-pilihan terbaik bagi perencanaan strategis di suatu wilayah. Dari hasil penilaian ini juga diharapkan menjadi masukan dalam proses penyusunan kebijakan lingkungan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena dapat membantu memberikan gambaran mengenai seberapa besar benefit yang dihasilkan oleh sebuah kebijakan dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Oleh sebab itu, kajian tentang penilaian ekonomi hutan mangrove di berbagai tempat/lokasi sangat penting untuk dilakukan. Salah satu kawasan mangrove di Indonesia yang memiliki karakteristik yang khas terletak di kawasan mangrove Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
Di wilayah ini terdapat hutan lindung, hutan produksi dan areal
penggunaan lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat, perusahaan, maupun pemerintah. Berdasarkan hasil analisis terhadap peta Penunjukan Kawasan Perairan dan Daratan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. 259/Kpts-II/2000, Draft Rencana Tata Ruang Kabupaten Kubu Raya tahun 2011, dan citra landsat Path 121 Row 60 dan Path 121 Row 61 data Agustus 2011, maka diketahui bahwa luas mangrove di kawasan ini adalah 102.016,89 ha. Beradasarkan fungsi pokoknya, kawasan hutan mangrove di daerah ini terdiri dari hutan lindung seluas 50.613,08 ha, hutan produksi seluas 41.262,89 ha, areal penggunaan lain seluas 8.380,32 ha dan lainnya seluas 1.760,60 ha. Hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya memiliki keanekaragaman vegetasi, satwa liar, ikan, krustasea, moluska, dan biota air lainnya. Salah satu satwa endemik dan dilindungi yang terdapat di kawasan ini adalah Bekantan (Nasalis larvatus). Sebagian sumberdaya mangrove tersebut secara ekonomi sudah ada yang dimanfaatkan dan ada juga yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat (LPP Mangrove 2008). Sehubungan dengan kondisi dan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan valuasi ekonomi terhadap hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat guna merumuskan analisis strategi konservasinya berdasarkan optimasi pada status lahan pada kawasan tersebut.
4
1.2
Perumusan Masalah Hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya memiliki peranan dan fungsi
yang cukup penting di wilayah pesisir, yaitu: (a) fungsi produksi – manfaat langsung yaitu: penghasil kayu, satwaliar, perikanan (tangkap, budidaya), nipah, tambang dan galian serta hasil hutan lainnya; (b) fungsi ekologis – manfaat tidak langsung yaitu: penahan abrasi, pencegah erosi dan intrusi air laut, penyedia makanan, wisata alam, dan penyerap karbon, (c) fungsi dan manfaat pilihan dari biodiversitas dan (d) fungsi dan manfaat keberadaan dari habitat mangrove. Nilai manfaat ekonomi hutan mangrove pada setiap lokasi berbeda, tergantung pada faktor sosial ekonomi dan faktor biogeofisik setempat. Oleh sebab itu, penilaian hutan mangrove harus dilakukan secara menyeluruh di Indonesia baik terhadap fungsi yang ternilai oleh pasar (manfaat langsung) maupun fungsi yang tidak dapat dinilai oleh pasar secara langsung (fungsi ekologis, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan). Walapun masih jarang, telah ada beberapa penelitian tentang valuasi ekonomi ekosistem mangrove di Indonesia, seperti Pantai Utara Kabupaten Subang, Segara Anakan-Cilacap, Selat Malaka dan Teluk Bintuni.
Namun
demikian masih perlu dilakukan berbagai penelitian di berbagai lokasi yang lain ataupun pada lokasi yang sama dengan berbagai kemajuan pendekatan dan teknik penilaian saat ini. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui nilai manfaat yang diperoleh dari hutan mangrove semakin dapat mendekati nilai yang sebenarnya. Kalangan ekonomis-environmentalis atau yang dikenal dengan istilah kumpulan para pemerhati yang berorientasi semi-konservasionis, sejak dekade tujuh puluhan, mulai mengembangkan logical framework dalam menilai sumberdaya alam dan lingkungan secara holistik. Kerangka berpikir yang dibangun oleh para ahli tersebut secara umum bermaksud untuk melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan agar tetap tersedia dan bermanfaat bagi generasi sekarang dan yang akan datang (dikenal dengan sustainable development concept yang dipopulerkan oleh Brudlant Commission 1987). Besarnya kekhawatiran para ahli tersebut, terkait dengan jangkauan pemikiran manusia yang umumnya bersifat jangka pendek (short-time thinking) terhadap sumberdaya alam dan lingkungan apabila dikaitkan dengan ruang dan
5
waktu. Terutama jika hal tersebut berhubungan langsung dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang mendesak, sehingga produk barang dan jasa yang dihasilkan hanya diukur (valuation) apabila mempunyai nilai pasar secara langsung (salah satu kelemahan kaum pengikut Adam Smith dengan mekanisme pasarnya) dan kadangkala sering tidak mencerminkan harga sebenarnya (real prices) (Gambar 1). MSC = MC + Ext S1 Social Cost P1 S0 MMC P0
Q-Sosial
Q-Swasta
Gambar 1 Perbedaan harga pemanfaatan sumberdaya Mencermati Gambar 1, terlihat bahwa “kelalaian” manusia dalam menilai sumberdaya alam dan lingkungan akan memberikan “kemudaratan sosial” atau diistilahkan sebagai social cost yang pada akhirnya akan dirasakan oleh manusia. Termasuk disini adalah social cost dari adanya degradasi hutan mangrove setiap tahunnya. Mengingat manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan biota lainnya, maka salah satu tindakan nyata dan perlu dilakukan sesegera mungkin adalah “mulai belajar” menilai manfaat dari ekosistem hutan mangrove secara keseluruhan. Manfaat tersebut ada yang sifatnya ternilai oleh pasar (tangible) dan tak ternilai oleh mekanisme pasar (intangible). Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut, maka dalam pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya diperlukan kajian valuasi ekonomi guna merumuskan analisis strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian adalah melakukan valuasi ekonomi pada hutan mangrove seluas 84.843,08 ha di Kabupaten Kubu Raya guna merumuskan analisis strategi konservasinya.
6
Hasil penelitian berguna untuk : 1.
Sebagai data dasar untuk menilai manfaat hutan mangrove di Indonesia.
2.
Sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak dalam penentuan rencana pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
1.4
Kerangka Penelitian Secara biologis dalam keadaan alami, tumbuhan mangrove merupakan
sumberdaya utama pada lahan pesisir yang membentuk komunitas ekosistem mangrove.
Hal ini karena tumbuhan berada pada tingkat paling bawah dari
piramida makanan pada ekosistem tersebut. Sebagai salah satu bentuk ekosistem lahan basah, ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai spesies, terutama bagi jenis-jenis hewan trestrial. Ekosistem hutan mangrove juga berfungsi sebagai perangkap sediman (trap sediment) dan menghalangi erosi sehingga dapat melindungi terumbu karang dan sedimentasi. Fungsi lainnya, yaitu sebagai pelindung wilayah pesisir dari kerusakan yang ditimbulkan oleh ombak dan badai. Keberadaaan ekosistem hutan mangrove sebagai habitat bagi larva dan juwana berbagai jenis hewan pada eksositem laut dangkal, maka secara langsung memiliki keterkaitan (linkages) dengan kualitas dan kuantitas sumberdaya ikan dan biota lainnya. Dalam hubungan tersebut, dapat dilihat adanya korelasi yang cukup berarti antara luas hutan mangrove dengan produksi udang. Demikian pula dengan hasil penelitian oleh Ruitenbeek tahun 1991 yang menunjukkan bahwa manfaat tradisional hutan mangrove di Teluk Bintuni (perikanan, perburuan, dan pengumpulan produk) oleh penduduk setempat bernilai US $ 10 juta per tahun (Ruitenbeek 1994). Dari hasil penelitian tersebut, dapat dibuat suatu premis bahwa ekosistem mangrove bukan suatu “lahan yang tidak berguna” (waste land), tetapi merupakan ekosistem yang produktif dengan karakteristik keanekaragaman flora dan fauna, memiliki fungsi ekologis, dan fungsi sosial ekonomis dalam menunjang sistem kehidupan dari beribu-beribu masyarakat di sekitar kawasan pesisir (perkiraan saat ini ± 60% dari jumlah penduduk Indonesia saat ini tinggal di kawasan pesisir).
7
Manfaat dan fungsi dari ekosistem hutan mangrove dapat bertambah atau berkurang fungsinya dalam suatu wilayah menurut tingkat pemanfaatannya. Artinya, manfaat dari sumberdaya hutan mangrove hanya akan dapat diketahui dan dirasakan kepentingannya, apabila masyarakat mengetahui fungsi dan manfaat tersebut secara langsung (ada ketergantungan). Pendekatan yang digunakan dalam melakukan penilaian manfaat ekosistem hutan mangrove adalah menggunakan konsep pendekatan penilaian ekonomi total (total economic valuation) dari produk barang dan jasa yang berguna (use value) dan yang tidak berguna secara langsung (non use value) (Gambar 2). Untuk lebih memahami pendekatan operasional total economic valuation dari suatu sumberdaya, dapat dilihat tulisan Bann (1998;2002) sebagai berikut : a) Nilai ekonomi total (total economic value = TEV) merupakan jumlah dari nilai penggunaan (use value = UV) dan nilai non penggunaan (non-use value = NUV). UV adalah jumlah dari nilai pemanfaatan langsung (direct use value = DUV), nilai pemanfaatan tidak langsung (indirect use value = IUV), nilai pilihan (option value = OV).
Sedangkan, NUV adalah jumlah dari nilai
eksistensi (existence value = XV). Nilai pemanfaatan langsung adalah barang dan jasa sumberdaya dan lingkungan mangrove yang digunakan langsung oleh manusia. Nilai pemanfaatan langsung yang dihitung dalam studi ini meliputi: kayu komersial, kayu bakar, tiang pancang, arang mangrove, biota air, nipah, bibit mangrove. b) Nilai pemanfaatan tidak langsung adalah nilai ekonomi yang diterima oleh masyarakat dari sumberdaya alam dan lingkungan mangrove secara tidak langsung, seperti manfaat ekologis dari hutan mangrove sebagai penahan abrasi, penyerapan dan penyimpan karbon, penghasil oksigen, dan penahan intrusi air laut. c) Nilai pilihan diturunkan dari pilihan untuk melakukan preservasi bagi penggunaan barang dan jasa sumberdaya dan lingkungan mangrove di masa yang akan datang yang tidak dapat digunakan pada saat sekarang. d) Nilai bukan penggunaan merupakan nilai keuntungan yang dapat dinikmati manusia sehubungan dengan keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan mangrove. Manusia dapat memberikan nilai pada sumberdaya hutan dengan
8
tanpa maksud untuk memanfaatkannya pada masa yang akan datang, yaitu mereka memberikan nilai secara murni pada sumberdaya hutan, dengan harapan keberadaan sumberdaya hutan tersebut dapat dipertahankan terusmenerus. Banyak pihak ingin memberi uang, waktu, ataupun barang untuk membantu melindungi jenis ekosistem yang langka dan akan terancam punah. Dengan demikian nilai ekonomi total dapat diformulasikan sebagai berikut: TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + OV)+(XV) Teknik perhitungan nilai manfaat ekosistem mangrove dengan pendekatan nilai total ekonomi adalah pendekatan produksi dan nilai pasar (productivity and market values), pendekatan biaya ganti (replacement cost), dan contingent valuation method dengan memanfaatkan data hipotetik mengenai kesediaan membayar (willingness to pay/WTP) dari pengguna sumberdaya ekosistem hutan mangrove. Secara keseluruhan, luas hutan mangrove di wilayah studi adalah 102.016,89 ha yang terletak pada kawasan hutan lindung (50.613,08 ha), hutan produksi (41.262,89 ha), APL (8.380,32 ha) dan lainnya (1.760,60 ha). Dari luasan tersebut, hutan mangrove yang dikelola dan dimanfaatkan adalah 84.843,08 ha dengan rincian hutan lindung (50.613,08 ha), hutan produksi yang dikelola oleh swasta (28.843,08 ha) dan areal penggunaan lain (6.000 ha) (Gambar 2). Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah menyebutkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Selanjutnya disebutkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: (a) perlindungan sistem penyangga kehidupan, (b) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan (c) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
9
Gambar 2 Kerangka penelitian Valuasi Ekonomi dan Analisis Strategi Konservasi Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat Dengan demikian, implementasi strategi konservasi yang tepat menjadi penting dalam memastikan pengelolaan sumberdaya alam dan ekosistem dilakukan berimbang dan lestari. Menurut Field (2006), pendekatan terhadap analisis kebijakan daan strategi konservasi dapat dilihat dari efesiensi dan efektifitas, fairness, insentif, penegakan hukum dan moralitas. Strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya dianalisis berdasarkan pada nilai optimasi pada berbagai status kawasan mangrove yang dikelola dan dimanfaatkan saat ini di Kabupaten Kubu Raya (Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Areal Penggunaan Lain).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Ciri-ciri Ekosistem Mangrove Macnae (1968) menganjurkan penggunaan kata “mangrove” sebaiknya digunakan untuk satuan pohon dan semak. Sedangkan kata “mangal” berlaku untuk komunitas tumbuhan tersebut. Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Adapun menurut Aksornkoae (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan halofit yang hidup di sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Nybakken (1982) mendeskripsikan hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tegakan pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang pasang dan terbuka pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove. Ruang lingkup sumberdaya mangrove secara keseluruhan meliputi ekosistem mangrove yang terdiri atas: (1) satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas di habitat mangrove (exclusive mangrove), (2) spesies-spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove (non-exclusive mangrove), (3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap, sementara, sekalisekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove, (4) proses-proses yang dalam mempertahankan ekosistem ini baik yang berada di
12
daerah bervegatasi maupun di luarnya, dan (5) daratan terbuka/hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut. Meskipun habitat hutan mangrove bersifat khusus, setiap jenis biota laut di dalamnya mempunyai kisaran ekologi tersendiri dan masing-masing mempunyai relung khusus (Steenis 1958). Hal ini menyebabkan terbentuknya berbagai macam komunitas dan bahkan zonasi, sehingga komposisi jenis berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Steenis (1958) mengemukakan bahwa faktor utama yang mengakibatkan adanya ''Ecological Preference" berbagai jenis adalah kombinasi faktor-faktor berikut ini: 1). Tipe tanah: keras atau lembek, kandungan pasir dan liat dalam berbagai perbandingan. 2). Salinitas: variasi harian dan nilai rata-rata pertahun secara kasar sebanding dengan frekuensi, kedalaman, dan jangka waktu genangan. 3). Ketahanan jenis terhadap arus dan ombak. 4). Kombinasi perkecambahan dan pertumbuhan semai dalam hubungannya dengan amplitudo ekologi jenis-jenis terhadap tiga faktor di atas. 2.2 Potensi Ekositem Mangrove Berbagai laporan dan publikasi ilmiah menunjukkan bahwa hutan mangrove ditemukan hampir di setiap Provinsi di Indonesia. Walaupun di daerah pantai Provinsi D.I. Yogyakarta dilaporkan beberapa jenis vegetasi mangrove tumbuh, namun karena luasan yang kecil atau karena tidak membentuk tegakan yang kompak sehingga tidak dikategorikan sebagai hutan, maka luasan hutan mangrove di Provinsi D.I. Yogyakarta tersebut sampai saat ini belum dilaporkan. Jika dilihat dari luasan hutan mangrove, maka data yang diperoleh akan sangat bervariasi. Departemen Kehutanan sendiri menyebut angka luas potensi hutan mangrove termasuk yang non kawasan pada tahun 1999/2000 ± 9.3 juta hektar dan menurun menjadi 7.804.444,80 ha pada tahun 2006/2007. Selanjutnya berdasarkan hasil interpretasi Kementerian Kehutanan (2010), menyebutkan luasan eksisting mangrove Indonesia seluas 3.685.241,16 ha. Bakosurtanal (2009) menyebutkan bahwa luas mangrove Indonesia adalah 3.244.018,46 ha. Perbedaan hasil pengukuran ini dikarenakan metode yang dipergunakan berbeda. Hasil pengukuran Bakosurtanal didasarkan atas perhitungan luas lahan mangrove yang
13
bervegetasi, sedangkan hasil pengukuran Departemen Kehutanan (2006) didasarkan atas lahan bervegetasi dan land system yang termasuk mangrove. Dibandingkan dengan total luas mangrove di seluruh dunia sekitar 18.107.700,00 hektar (Spalding, Blasco and Field 1997), maka jika kita menggunakan angka luas 3.685.241,16 hektar (Kementerian Kehutanan 2010), berarti Indonesia merupakan tempat mangrove yang terluas di dunia (20,35 %), melebihi Brazil (1,3 juta hektar), Nigeria (1,1 juta hektar), dan Australia (0,97 juta hektar). Sehingga tidaklah heran jika perhatian dunia terhadap kelestarian mangrove Indonesia sangat besar. Komunitas mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan 89 spesies yang terdiri dari 35 spesies pohon, 9 spesies perdu, spesies liana, 29 spesies epifit, 80 spesies crustacea, 65 spesies moluska, dan 2 spesies parasitik (Nontji 1987 dalam Dahuri et al. 1996). Soemodihardjo (1993) menegaskan bahwa mangrove di Indonesia terdiri atas 15 famili, 18 genus, 41 spesies, dan 116 spesies yang berasosiasi. Berdasarkan Kusmana (1993) di Indonesia saat ini paling sedikit terdapat sekitar 101 jenis tumbuhan mangrove baik yang khas maupun tidak khas habitat mangrove, yang terdiri atas: 47 jenis pohon, 5 jenis semak, 9 jenis herba dan rumput, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit. Alikodra et al. (1990) melaporkan bahwa di hutan mangrove muara Cimanuk dan Segara Anakan berturut-turut terdapat 23 jenis dan 16 jenis burung Wader, 12 jenis di antaranya termasuk jenis burung yang melakukan migrasi. Di samping itu beberapa jenis primata terdapat di hutan mangrove antara lain: bekantan (Nasalis larvatus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis sp.). Juga dijumpai jenis reptilia, seperti: biawak (Varanus salvator), kadal, beberapa jenis ular dan buaya muara (Crocodylus porosus). Kartawinata et al. (1979) dalam Kusmana (1993) melaporkan bahwa di Indonesia paling sedikit terdapat 90 jenis fauna laut di habitat mangrove yang terdiri atas Gastropoda (50 spesies), Bivalvia (6 spesies), dan Crustacea (34 spesies).
14
2.3 Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove Secara biologis dalam keadaan alami, tumbuhan mangrove merupakan sumberdaya utama pada lahan pesisir yang membentuk komunitas ekosistem mangrove. Hal ini disebabkan tumbuhan mangrove berada pada tingkat paling bawah dari piramida makanan pada ekosistem tersebut. Sebagai salah satu bentuk ekosistem lahan basah, ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai spesies, baik jenis-jenis hewan teestrial maupun akuatik. Ekosistem hutan mangrove juga berfungsi sebagai perangkap sediman (sediment trap) dan menghalangi erosi sehingga dapat melindungi terumbu karang dari sedimentasi. Fungsi lainnya, yaitu sebagai pelindung wilayah pesisir dari kerusakan yang ditimbulkan oleh ombak dan badai. Keberadaaan ekosistem mangrove juga penting sebagai habitat bagi larva dan juwana berbagai jenis hewan pada eksositem laut dangkal, sehingga secara langsung memiliki keterkaitan (linkages) dengan kualitas dan kuantitas sumberdaya ikan dan biota lainnya. Dalam hubungan tersebut, maka dapat dilihat hasil penelitian tahun 1991 oleh Ruitenbeek yang menunjukkan bahwa manfaat tradisional hutan mangrove di teluk Bintuni (perikanan, perburuan, dan pengumpulan produk) oleh penduduk setempat bernilai US $ 10 juta per tahun. Mencermati manfaat yang dapat dihasilkan dari ekosistem mangrove, Bann (1998) membaginya kedalam 4 domain yaitu: (i) fungsi produksi yang berkelanjutan, (ii) fungsi pengatur lingkungan, (iii) fungsi konversi, dan (iv) fungsi informasi.
Dalam terminologi yang sifatnya holistik, ekosistem hutan
mangrove juga memiliki “keunikan” dan berfungsi secara sosial dan ekonomi. Klasifikasi manfaat dan fungsi dari ekosistem mangrove ini, selanjutnya dapat kita lihat pada Tabel 1.
15
Tabel 1 Contoh fungsi dan manfaat lingkungan ekosistem mangrove Fungsi Produksi Berkelanjutan
Fungsi Pembawa dan Pangatur
Kayu bakar
Pengendali erosi (pantai dan pinggir sungai)
Arang
Penyerap dan recycle limbah manusia dan polutan lainnya
Ikan
Memelihara biodiversity
Udang
Tempat migrasi habitat
Tanin
Tempat pemijahan dan pembibitan
Nipa
Supplai unsur hara (nutrient)
Obat-obatan
Regenerasi nutrien
Perburuan tradisional, penangkapan ikan dan pengumpulan produk
Melindungi dan memelihara terumbu karang
Sumberdaya genetik
Tempat tinggal bagi masyarakat local Tempat rekreasi Fungsi Konversi
Fungsi Informasi
Industri dan penggunaan lahan
Informasi religius dan spiritual
Tambak
Inspirasi artistik dan budaya
Usaha tani padi
Informasi pendidikan, sejarah dan pengembangan ilmu pengetahuan
Perkebunan Tempat rekreasi Sumber : Bann (1998)
Manfaat dan fungsi dari ekosistem mangrove sebagaimana diuraikan pada Tabel 1 dapat bertambah atau berkurang fungsinya dalam suatu wilayah sesuai dengan kondisi ekosistem mangrove di lokasi tersebut, tingkat pemanfaatan atau berbagai faktor lainnya. Artinya bahwa manfaat dari sumberdaya hutan mangrove tersebut akan spesifik pada masing-masing lokasinya. Selain manfaat dan fungsi ekosistem mangrove tersebut diatas, berbagai produk dan jasa pada tingkat spesies juga telah diketahui berbagai manfaat tumbuhan mangrove (Tabel 2). Tabel 2 Beberapa jenis tumbuhan mangrove yang dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat lokal di Indonesia No.
Jenis
1.
Acanthus ilicifolius
2.
Acrostichum aureum
3. 4.
Aegiceras corniculatum Avicennia alba
5.
Avicennia marina
6. 7.
Avicennia officinalis Bruguiera gymnorrhiza
Kegunaan Buah yang dihancurkan dalam air dapat digunakan untuk membantu menghentikan darah yang keluar dari luka dan mengobati luka karena gigitan ular. Bagian tanaman yang masih muda dapat dimakan mentah atau dimasak sebagai sayuran. Kulit dan bijinya untuk membuat racun ikan. Daun yang masih muda dapat untuk makanan ternak, bijinya dapat dimakan jika direbus, kulitnya untuk obat tradisional (astringent), zat semacam resin yang dikeluarkan bermanfaat dalam usaha mencegah kehamilan, salep yang dicampur cara membuatnya dengan biji tumbuhan ini sangat baik untuk mengobati luka penyakit cacar, bijinya sangat beracun sehingga harus hati-hati dalam memanfaatkannya. Daun yang muda dapat dimakan/disayur, polen dari bunganya dapat untuk menarik koloni-koloni kumbang penghasil madu yang diternakkan, abu dari kayunya sangat baik untuk bahan baku dalam pembuatan sabun cuci. Biji dapat dimakan sesudah dicuci dan direbus. Kayunya sangat berguna dalam industri arang/kayu bakar dan tanin,
16
No.
Jenis
8. 9.
Bruguiera parviflora Bruguiera sexangula
10.
Ceriops tagal
11. 12.
Excoecaria agallocha Heritiera littoralis
13. 14.
Lumnitzera racemosa Oncosperma tigillaria
15.
Rhizophora mucronata
16. 17.
Rhizophora apiculata Sonneratia caseolaris
18.
Xylocarpus moluccensis
19.
Nypa fruticans
20.
Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata
21.
Ceriops tagal
22.
Avicennia alba Avicennia officinalis
23.
Excoecaria agallocha
24. 25.
Xylocarpus granatum Xylocarpus mollucensis Clerodendron inerme
26.
Derris trifoliana
Kegunaan kulit batang yang masih muda dapat untuk menambah rasa sedap ikan yang masih segar. Kayunya untuk arang dan kayu bakar. Daun muda, embrio buah, buluh akar dapat dimakan sebagai sayuran, daunnya mengandung alkaloid yang dapat dipakai untuk mengobati tumor kulit, akarnya untuk kayu menyan, buahnya untuk campuran obat cuci mata tradisional. Kulit batang baik sekali untuk mewarnai dan sebagai bahan pengawet/penguat jala-jala ikan dan juga untuk industri batik, kayunya baik untuk industri kayu lapis (plywood), kulit batang untuk obat tradisional. Getahnya beracun dan dapat dipakai untuk meracuni ikan. Kayunya baik untuk industri papan, air buahnya beracun dan dapat untuk meracuni ikan. Rebusan daunnya untuk obat sariawan. Batangnya untuk pancang rumah, umbut untuk sayuran, bunganya untuk menambah rasa sedap nasi. Kayunya untuk arang/kayu bakar dan chips. Air buah dan kulit akar yang muda dapat dipakai untuk mengusir nyamuk dari tubuh/badan. Kayunya untuk kayu bakar, arang, chips dan kayu konstruksi. Buahnya dapat dimakan, cairan buah untuk menghaluskan kulit, daunnya untuk makanan kambing dan menghasilkan pectine. Kayunya baik sekali untuk papan, akar-akarnya dapat dipakai sebagai bahan dasar kerajinan tangan (hiasan dinding, dll), kulitnya untuk obat tradisional (diarhoea), buahnya mengeluarkan minyak yang dapat dipakai untuk minyak rambut tradisional. Daun untuk atap rumah, dinding, topi, bahan baku kertas, keranjang dan pembungkus sigaret, nira untuk minuman dan alkohol, biji untuk ”jely” dan sebagai kolang-kaling, dan pelepah yang dibakar untuk menghasilkan garam. Air rebusan kulit batang dipakai untuk astringen, anti-diare dan anti muntah. Kulit batang yang sudah dilumatkan bila ditempelkan pada luka baru dapat menghentikan pendarahan luka. Gilingan daun muda yang dikunyah berfungsi untuk menghentikan pendarahan (hoemostatic) dan antiseptik. Kulit batang digunakan sebagai astringen, namun kurang disukai. Hasil ekstraksi diminum dapat menghentikan diare, anti muntah dan anti beberapa penyakit disentri. Kayu gubalnya agak asin bisa mengembalikan vitalitas seseorang. Umumnya bila direbus bersama kayu gubal Cassia dan ekstraknya diminum berguna memperlancar darah menstruasi. Asap hasil pembakaran kayu dipakai untuk mengobati lepra. Kayu gubal untuk anti perut kembung dan mucolulitic. Tepung dalam keadaan basah dapat dibalurkan pada kulit untuk menurunkan panas dan mengurangi bengkak. Ekstraksi daun yang diminum dapat mengurangi gejala epilepsi Bijinya diminum untuk menyembuhkan diare dan kolera. Air ekstraknya dapat dipakai untuk membasuh luka Air ekstraksi daunnya digunakan untuk membasuh kulit yang diserang parasit. Gilingan daun kering akan melindungi luka dari infeksi. Daun yang direndam dalam spirtus panas dapat mengurangi bengkak bila ditempelkan. Air ekstraksi akar kering terasa pahit dan dapat digunakan untuk mengobati dingin, hepatitis, kanker hati dan luka memar. Batang, akar dan daun dapat berfungsi sebagai perangsang untuk kontipasi dan mengurangi cairan pada saluran pernapasan serta dapat mengurangi pengaruh malnutrisi pada anak-anak.
17
No.
Jenis
27.
Acanthus ilicifolius Acanthus embrathatus
28.
Thespesia populnea
29.
Hibiscus tiliaceus
Kegunaan Mandi dengan memakai air ekstraksi rebusan kulit batang dan akar dapat mengurangi simpton dingin, mengobati alergi pada kulit dan penyakit. Jika diminum dapat menyembuhkan gejala penyakit sipilis. Gilingan kulit batang segar yang dibalurkan pada luka bernanah akan mempercepat proses penyembuhan. Jika dicampur dengan jahe, hasil gilingannya dapat dipakai secara lokal untuk mengobati infeksi pada mata dan malaria. Jika digiling bersama kunyit dan gula tebu, dapat dipakai untuk ambien. Jika digiling dengan madu serta licorice (Glycyrrhiza glabra), diminum akan menghilangkan sakit punggung Kudis dapat diobati dengan menempelkan gilingan buah dan daunnya pada tempat yang sakit. Ekstrak kulit batang dipakai untuk membersihkan luka yang sudah kronis. Akar muda digunakan sebagai tonik. Bunga segar direbus dengan susu segar dan dipakai ketika dingin untuk membersihkan infeksi pada telinga.
Sumber: Kusmana (2009)
2.4 Pendekatan Penilaian Ekosistem Hutan Mangrove Pendekatan yang digunakan dalam melakukan penilaian manfaat ekosistem hutan mangrove adalah menggunakan konsep pendekatan penilaian ekonomi total (total economic valuation) dari produk barang dan jasa yang berguna (use value) dan yang tidak berguna secara langsung (non use value) (Gambar 3). Untuk lebih memahami pendekatan operasional total economic valuation dari suatu sumberdaya, dapat dilihat tulisan Bann (1992) sebagai berikut: a. Nilai ekonomi total (total economic value = TEV) merupakan jumlah dari nilai penggunaan (use value = UV) dan nilai non penggunaan (non-use value = NUV). UV adalah jumlah dari nilai guna langsung (direct use value = DUV), nilai guna tidak langsung (indirect use value = IUV), nilai pilihan (option value = OV). Sedangkan, NUV adalah jumlah dari nilai eksistensi (existence value = XV). Nilai guna langsung adalah barang dan jasa sumberdaya dan lingkungan mangrove yang digunakan langsung oleh manusia. Nilai penggunaan langsung antara lain: kayu komersial, kayu bakar, chips, tiang pancang, arang, biota air, nipah, obat-obatan, bahan pangan, madu, satwa, wisata, bibit mangrove dan lainnya. b. Nilai guna tidak langsung adalah nilai ekonomi yang diterima oleh masyarakat dari sumberdaya alam dan lingkungan mangrove secara tidak langsung, seperti manfaat ekologis dari hutan mangrove sebagai penahan abrasi, penahan intrusi, penyedia nutrien, daerah asuhan, pemelihara biodiversity, penyerapan karbon dan lainnya.
18
c. Nilai pilihan diturunkan dari pilihan untuk melakukan preservasi bagi penggunaan barang dan jasa sumberdaya dan lingkungan mangrove di masa yang akan datang yang tidak dapat digunakan pada saat sekarang. d. Nilai bukan penggunaan merupakan nilai keuntungan yang dapat dinikmati manusia sehubungan dengan keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan mangrove. Manusia dapat memberikan nilai pada sumberdaya hutan dengan tanpa maksud untuk memanfaatkannya pada masa yang akan datang, yaitu mereka memberikan nilai secara murni pada sumberdaya hutan, dengan harapan keberadaan sumberdaya hutan tersebut dapat dipertahankan terusmenerus. Banyak pihak ingin memberi uang, waktu, ataupun barang untuk membantu melindungi jenis ekosistem yang langka dan akan terancam punah. Teknik perhitungan nilai manfaat ekosistem mangrove dengan pendekatan nilai total ekonomi adalah pendekatan produksi dan nilai pasar (productivity and market values), pendekatan biaya ganti (replacement cost), dan contingen valuation method dengan memanfaatkan data hipotetik mengenai kesediaan membayar dan menerima (willingness to pay/WTP and willingness to accept/ WTA) dari pengguna sumberdaya ekosistem hutan mangrove.
Gambar 3 Kategori nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove (Bann 1998)
19
Penilaian ekonomi ekosistem mangrove didasarkan pada manfaat dan fungsi yang dihasilkan, baik fungsi produksi, ekologis, dan sosial ekonomi. Keberadaan ekosistem mangrove di beberapa lokasi di Indonesia, seperti Batu Ampar Kalimantan Barat, Segara Anakan di Cilacap, Pantai Utara Kabupaten Subang, Teluk Bintuni Papua dan Selat Malaka, ternyata memberikan manfaat ekonomi yang cukup tinggi dan bervariasi antara lokasi yang berbeda. Berdasarkan hasil analisis data dari Tabel 3, diketahui bahwa total nilai ekonomi ekosistem mangrove dari berbagai daerah di Indonesia adalah Rp. 29.152.232/ha/tahun, terbagi atas nilai manfaat aktual Rp. 17.577.040/ha/tahun (60,29%) dan nilai manfaat potensial Rp. 11.575.192/ha/tahun (39,71%). Total nilai manfaat langsung Rp. 8.397.939/ha/tahun (28,81%); manfaat tidak langsung Rp.
8.321.335
ha/tahun
(28,54%);
manfaat
pilihan
biodiversitas
Rp.
94.688/ha/tahun (0.33%) dan nilai manfaat keberadaan habitat Rp. 12.338.270 /ha/tahun (42,32%) (LPP Mangrove 2004). Tabel 3 Prediksi total nilai ekonomi ekosistem mangrove di Indonesia No
Jenis Manfaat
Rata-rata Nilai Manfaat Aktual (Rp/ha/thn)
(%)
Rata-rata Nilai Manfaat Potensial (Rp/ha/thn)
(%)
Total Nilai Manfaat Aktual + Potensial (Rp/ha/thn)
(%)
1
Manfaat Langsung
8.103.695
46,10
294.244
2,54
8.397.939
28,81
2
Manfaat Tidak Langsung
3.367.394
19,16
4.953.941
42,80
8.321.335
28,54
3
Manfaat Pilihan Biodiversity:
58.688
0,34
36.000
0,31
94.688
0,33
4
Manfaat Keberadaan Habitat:
6.047.263
34,40
6.291.007
54,35
12.338.270
42,32
17.577.040
100,00
11.575.192 100,00
29.152.232
100
Total Nilai Ekonomi (Rp/ha/thn) Sumber: LPP Mangrove (2004)
Dari Tabel 3 tersebut di atas, terlihat bahwa ekosistem mangrove memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, namun pemanfaatan aktual saat ini belum optimal karena nilai potensial belum diperhitungkan dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Persentase nilai manfaat langsung lebih tinggi dibanding manfaat tidak langsung maupun manfaat pilihan terhadap perlindungan keanekaragaman hayati hutan mangrove. Dilain pihak, ada korelasi yang kuat antara manfaat langsung hutan mangrove dengan derajat penilaian keberadaan habitat yang ditunjukkan oleh tingginya penilaian masyarakat terhadap keberadaan hutan saat ini dan yang akan datang. Keragaan nilai ekonomi manfaat langsung (aktual dan potensial) hutan mangrove menurut jenis dirinci sebagai berikut: nilai tegakan hutan mangrove
20
sebesar Rp. 2.681.893,-/ha/tahun (11,70%) meliputi manfaat kayu bangunan, kayu bakar, arang, chip, pemberat cock bulu tangkis serta daun mangrove untuk pakan ternak. Nilai manfaat ekonomi silvofisheries Rp. 1.323.056,-/ha/tahun (5,77%); tambak rakyat Rp. 5.635.190,-/ha/tahun (24,59%); perikanan Rp. 1.258.676,/ha/tahun (5,49%); Nipah (atap dan gula nira) Rp. 335.975,-/ha/tahun (1,47%); tambang dan galian Rp. 8.293.644,-/ha/tahun (36,19%); satwa Rp. 75.188,/ha/tahun (0,33%) dan hasil hutan lainnya Rp. 2263761,-/ha/tahun (9,88%). Nilai manfaat tidak langsung (aktual dan potensial) hutan mangrove sebagai lokasi wisata alam memiliki nilai ekonomi tertinggi Rp. 4.142.582,-/ha/tahun (18,08%); fungsi penyedia siklus makanan Rp. 3.751.960,-/ha/tahun (16,37%); penahan abrasi dan intrusi air laut Rp. 3.494.786,-/ha/tahun (15,25%); dan sebagai penyerap karbon Rp. 3.168.355,-/ha/tahun (13,82%). Sementara manfaat pilihan terhadap keanekaragaman hayati hutan mangrove sebesar Rp. 94.688,-/ha/tahun (0,41%) dan keberadaan habitat ekosistem hutan mangrove agar tetap tersedia mempunyai nilai ekonomi Rp. 12.338.270,-/ha/tahun (53,84%). Analisis terhadap kawasan hutan mangrove menurut wilayah kajian bahwa total nilai ekonomi (aktual dan potensial) bervariasi, karena belum semua manfaat hutan mangrove diperhitungkan seperti nilai manfaat obat-obatan, konservasi habitat, perlindungan spesies langka. Selain itu, juga disebabkan oleh perbedaan potensi sumberdaya hutan mangrove di setiap daerah.
Sebagai contoh, hasil
perhitungan total nilai ekonomi hutan mangrove di Segara Anakan memiliki nilai ekonomi manfaat tertinggi (Rp. 31.055.380,-/ha/tahun) dibanding Teluk Bintuni (Rp. 26.862.867,-/ha/tahun), Kabupaten Subang (Rp. 19.545.655,-/ha/tahun), dan Selat Malaka (Rp. 17.973.855,-/ha/tahun). 2.5 Konservasi Sumberdaya Hutan Mangrove Kesadaran akan kebutuhan pelestarian keanekaragaman hayati telah ada sejak berabad-abad yang lalu, baik di Amerika Utara, Eropa, dan bagian dunia lainnya. Di Indonesia kesadaran ini dimulai sejak zaman pemerintahan penjajahan Belanda. Tonggak sejarah pelestarian sumberdaya alam di Indonesia adalah terbitnya Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan–ketentuan Pokok Lingkungan Hidup. Berdasarkan Undang-Undang tersebut telah disusun berbagai kebijakan nasional dan strategi konservasi alam Indonesia.
21
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Selanjutnya disebutkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: (a) perlindungan sistem penyangga kehidupan, (b) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan (c) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Undang-undang Nomor 5 tahun 1990). Dalam Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, tertanggal 25 Juli 1990 menyebutkan beberapa jenis lahan basah yang dilindungi. Pasal 1 No 11 menyebutkan: “Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan”. Pasal 26 menyatakan: “Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai bentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut di samping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di belakangnya”. Selanjutnya dalam Pasal 27 menyatakan: “Kriteria kawasan hutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang teringgi danterendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.” Perlindungan hutan lebih rinci pada Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 tentang Perlindungan Hutan.
Pasal 1 (1) menyebutkan bahwa :
”Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Pasal 6 Prinsip-prinsip perlindungan hutan meliputi: (a)
mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama,
22
serta penyakit, dan b. mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Pengawetan jenis lebih rinci dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa bertujuan untuk: (a) menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya kepunahan; (b) menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa; dan (c) memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada; agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia secara berkelanjutan. Pemanfaatan hutan didasarkan pada fungsi hutan (Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan), yaitu: fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Selanjutnya pada Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan pada Pasa1 (4) menyebutkan bahwa: “Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Sejarah Pengelolaan Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya Tidak ada catatan pasti yang dijumpai penulis tentang waktu dimulainya pengelolaan ekosistem hutan mangrove di daerah Kabupaten Kubu Raya (dulu masuk Kabupaten Pontianak). LPP Mangrove (2001) menyebutkan bahwa berdasarkan informasi tokoh masyarakat, sejak tahun 1906 penjajahan Belanda masuk ke wilayah ini dan memanfaatkan kulit kayu bakau untuk penyamak kulit. Selanjutnya, suku pendatang (etnis China) sejak tahun 1913 memanfaatkan kayu bakau untuk arang dan menandai sejarah terbentuknya tungku arang bakau di Batu Ampar. Selanjutnya pada tahun 1918 telah ada dapur arang di Kecamatan Kubu. Pada jaman penjajahan Belanda dan Jepang, industi arang diatur dengan upaya memberikan hak pengelolaan hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan bahan baku arang. Pada masa ini juga diatur lahan pengusahaan untuk penangkapan ikan, udang dan kepiting yang ditandai dengan ”Blat” yaitu alat perangkat biota air. Pada tahun 1945 sampai dengan 1965, hak pengelolaan hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan bahan baku arang tersebut diteruskan dengan adanya Surat Ijin dari Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Pontianak. Selanjutnya pada tahun 1971 sampai dengan tahun 1985 dikeluarkan ijin pemanfaatan kayu bakau terutama untuk ekspor log kayu bakau dan keseluruhan areal merupakan konsesi HPH PT. Batang Karang, HPH PT. Bumi Indonesia Jaya, HPH PT. Pelita Rimba Raya dan HPH. PT. Kalimantan Sari. Namun setelah adanya kebijakan larangan ekspor kayu bulat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia Cq. Departemen Kehutanan dan tidak adanya industri pengolahan kayu mangrove, maka kegiatan eksplotasi kayu mangrove ini terhenti. Sejak tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 PT. Inhutani II melakukan kegiatan eksploitasi hutan mangrove di areal bekas tebangan HPH PT. Kalimantan Sari di wilayah kelompok hutan Kubu, Sungai Keluang dan Pulau Maya. Kegiatan ekksploitasi ini kemudian terhenti karena alasan administrasi perijinan. Selanjutnya pada tahun 2002 sampai dengan saat ini, areal di Kelompok Hutan Sungai Bunbun dan Selat Syeh dikelola oleh PT. Bios dengan luas 10.100 ha. Pada tahun 2008, PT. Kandelia Alam mendapatkan IUPHHK di kelompok hutan Sei
24
Radak dan Sei Sepada seluas 18.130 ha yang beroperasi hingga saat ini. Areal lainnya dikelola oleh koperasi PANTER pada lokasi Areal Penggunaan Lain dan sisanya merupakan kawasan hutan lindung. 3.2 Kondisi Fisik 3.2.1 Luas dan Letak Wilayah kawasan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya berada di Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai. Ketiga kecamatan tersebut memiliki luas wilayah 3.506,2 km2. Kecamatan Batu Ampar merupakan kecamatan terluas dengan luas 2.002,7 km2, disusul Kubu dengan luas 1.211,6 km2, dan Teluk Pakedai dengan luas 291,9 km2. Sebagaian besar (66,87%) dari luasan ketiga kecamatan tersebut merupakan hutan negara. Luas wilayah hutan mangrove di ketiga kecamatan ini mencapai 102.016,89 ha. Kecamatan Batu Ampar merupakan kecamatan yang mempunyai luas hutan mangrove terluas dibandingkan dua kecamatan lainnya yaitu seluas 52.300,91 ha, kemudian diikuti Kecamatan Kubu seluas 40.727,74 ha dan Kecamatan Teluk Pakedai seluas 8.988,24 ha. Berdasarkan statusnya, maka sekitar 50.613,08 ha berada pada kawasan lindung (HL), 32.350 ha pada kawasan hutan produksi (HP), 8.380,32 ha pada kawasan areal penggunaan lain (APL), dan lainnya seluas 1.760,60 ha. Secara geografis hutan mangrove di ketiga kecamatan ini terletak pada koordinat 0084’– 0087’ LS and 109065’– 109068’ BT. Batas-batas wilayah hutan mangrove di ketiga kecamatan ini adalah: sebelah Barat berbatasan dengan Selat Karimata, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sanggau, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ketapang, dan sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang. 3.2.2 Tanah Jenis tanah di sebagian besar wilayah mangrove Kabupaten Kubu Raya adalah tanah alluvial hidromorf kelabu. Jenis tanah ini mempunyai drainase lambat dan mempunyai daya untuk menahan air yang baik. Meskipun demikian, pada saat kering sering terjadi retakan.
Permeabilitas dari jenis tanah ini
tergolong lambat. Warna lapisan atas dan lapisan bawah dari tanah alluvial ini berwarna coklat sampai coklat kelabu. Lapisan atas tanah berlapisan bahan organik
25
(endapan) dan sering mengandung kopal. Lapisan bawah tanah ini bertekstur halus sampai dengan agak halus, pejal dan dalam keadaan basah lekat karena banyak mengandung karatan dan gley. Tekstur tanah pada ekosistem mangrove di wilayah Kabupaten Kubu Raya didominasi oleh debu dengan prosentase kandungan mencapai 54,0% - 75,65%, kemudian liat 21,1% - 41,25% dan pasir 2,5% - 5,85%. Kondisi ini dipengaruhi oleh banyaknya pasokan sedimen dari proses sedimentasi yang datang dari hulu Sungai Kapuas beserta anak-anak sungainya. Tingkat keasaman tanah tergolong tinggi dengan kisaran pH antara 2,7 - 5,6. Hal ini banyak dipengaruhi oleh pasokan air gambut dari lahan-lahan yang ada di sekitar ekosistem mangrove. 3.2.3 Iklim Untuk mendapatkan gambaran keadaan iklim daerah survei, data iklim diambil dari data Amdal PT. Kandelia Kandel (2008) yang menggunakan data iklim dari stasiun Meteorologi Supadio yang merupakan stasiun terdekat dari wilayah studi dan dianggap paling mewakili. (1). Curah Hujan dan Hari Hujan Curah hujan rata-rata per tahun adalah 2.512,8 mm, sehingga curah hujan rata-rata per bulan adalah 209,4 mm. Rata-rata hujan bulanan minimum terjadi pada bulan April sebesar 73,5 mm, dan maksimum terjadi pada bulan Juli sebesar 372,0 mm. Rata-rata jumlah hari hujan per tahun 158 hari dan rata-rata per bulan adalah 13 hari. Keadaan suhu rata-rata bulanan adalah 26,4 oC. Suhu rata-rata tertinggi pada bulan Mei yaitu 27,4 °C dan rata-rata terendah pada bulan Januari yaitu 25,5 °C. Tabel 4 menunjukkan bahwa daerah studi menurut Koppen termasuk pada tipe iklim Afaw, yaitu iklim tropika berhujan tanpa bulan kering. Variasi curah hujan tahunan dari beberapa stasiun yang ada di daerah studi berkisar antara 2.600 - 3.500 mm per tahun. Berdasarkan klasifikasi tipe hujan Schmidt dan Ferguson, maka daerah studi termasuk ke dalam tipe hujan A yaitu basah. Sedangkan menurut peta zona agroklimat daerah Kalimantan Barat (Oldeman 1979) termasuk zone B1.
26
Tabel 4 Data iklim rata-rata tahunan di daerah studi (1997-2006) Bulan
Curah hujan rata2 (mm)
Hari hujan
Suhu rata2 O c
Kelembaban (%)
Kec. Angin Rata2 (km/jam)
Penyinaran matahari ( %) 53,0
Januari
143,0
18
25,5
87,0
1,6
Februari
159,0
16
26,7
88,0
1,8
52,0
Maret
181,2
12
26,0
87,0
1,8
58,0
April
73,5
8
25,9
87,0
1,7
37,0
Mei
185,7
17
27,4
87,0
2,1
49,0
Juni
244,3
10
26,5
82,0
2,3
69,0
Juli
372,0
17
26,2
89,0
2,1
85,0
Agustus
102,5
10
26,3
83,0
2,4
87,0
September
214,2
12
26,5
88,0
2,0
48,0
Oktober
304,4
22
27,0
90,0
1,6
54,0
November
238,0
16
26,9
88,0
2,6
54,0
Desember
295,0
17
26,4
87,0
2,1
45,0
JUMLAH
2.512,8
158
317,3
1.043,0
24,1
691,0
26,4
86,9
2,0
57,5
Rata-rata 209,4 13 Sumber : Amdal PT. Kandelia Alam (2008)
Bulan basah (>100 mm) hampir terdapat sepanjang tahun (11 bulan), sehingga batas antara musim hujan dan kemarau tidak tegas. Musim kemarau dengan hujan relatif lebih rendah terjadi selama 1 bulan yaitu bulan April, dengan rata-rata curah hujan 73,5 mm. Bulan Mei merupakan bulan peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, dan bulan Maret merupakan bulan peralihan ke musim kemarau. Penyimpangan iklim kadang-kadang terjadi, yaitu berupa tingginya curah hujan pada bulan-bulan dimana seharusnya hujan relatif rendah dan hari hujan lebih sedikit. Pada kondisi seperti ini bulan-bulan kemarau tidak ada atau terjadi musim hujan sepanjang tahun. Sebaliknya meskipun di daerah studi dikatakan tidak ada batas yang tegas antara musim hujan dan musim kemarau, tetapi kadang-kadang terjadi musim kemarau yang panjang sehingga terjadi kekeringan dimana-mana dan air sungai menyusut tajam (PT. Kandelia Alam 2008). (2). Kecepatan dan Arah Angin Kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar antara 1,6 km/jam sampai dengan 2,6 km/jam. Kecepatan angin rata-rata bulanan dalam setahun adalah sebesar 2,0 km/jam.
27
(3). Kelembaban Udara Kelembaban relatif tertinggi terdapat pada bulan Oktober (90,0%) dan minimum pada bulan Juni (82,0%). Rata-rata kelembaban relatif adalah 86,9%. (4). Lama Penyinaran Matahari Penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 37,0% - 87,0%. Penyinaran terendah terjadi pada bulan April sebesar 37,0% dan tertinggi sebesar 87,0% pada bulan Agustus dengan rata-rata tahunan sebesar 57,5% . (5). Temperatur Udara Tabel 4 memperlihatkan bahwa suhu udara rata-rata bulanan terendah adalah 25,5 oC yang terjadi pada bulan Januari dan tertinggi sebesar 27,4 oC terjadi pada bulan Mei. Rata-rata temperatur tahunan adalah sebesar 26,4oC. 3.2.4 Hidrologi Kawasan hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya merupakan bagian dari estuari Sungai Kapuas dengan kemiringan lahan yang relatif datar (0 – 8%). Pada beberapa tempat terdapat bukit-bukit kecil (termasuk yang unik dibanding daerah mangrove yang ada di Indonesia) dengan kemiringan lahan berkisar antara 15 – 40%. Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai termasuk ke dalam DAS Kapuas, DAS Mendawah dengan wilayah Sub DAS Keluang, Lida, Jenu, Sapar, Kelabau, Bunbun, Kemuning, dan Sungai Limau. Kondisi kualitas air di perairan hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya umumnya masih cukup baik, kecuali untuk daerah muara dan daerah padat pemukiman yang kondisinya cukup keruh. Kekeruhan daerah muara terutama disebabkan oleh pelumpuran dari sungaisungai yang mengalirinya. Secara umum perairan di lokasi hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya tidak dipergunakan sebagai air minum karena kadar garamnya yang tinggi. Salinitas air di kawasan ini berkisar antara 7,6 – 22 °/oo yang mengindikasikan bahwa air di daerah tersebut bersifat payau sampai asin, pH di kawasan perairan berkisar antara 7,4 – 7,9; kandungan DO sebesar 7,0 mg/l, nilai BOD relatif rendah yaitu berkisar antara 0.78 – 2.34 mg/l. Hal ini disebabkan pertukaran massa air relatif lebih besar dan berlangsung cepat mengingat amplitudo pasang surut air laut di daerah ini mencapai 2 – 3 meter, sedangkan kekeruhan air berkisar berkisar antara 4.2 – 395 mg/l.
28
3.2.5 Kualitas Perairan Kondisi kualitas air di tiga kecamatan (Batu Ampar, Kubu, dan Teluk Pakedai) pada umumnya dalam kondisi baik. Kecuali untuk daerah muara dan daerah padat pemukiman. Kekeruhan di daerah muara terutama disebabkan oleh pelumpuran, sedangkan di daerah yang padat pemukiman banyak dijumpai sampah rumah tangga, deterjen dan minyak solar bekas buangan sarana transportasi. Hasil pengamatan menunjukkan adanya lapisan minyak dan detergen yang relatif terlihat di sekeliling pemukiman dan perairan yang digunakan sebagai sarana transportasi.
Secara umum, perairan di lokasi studi tidak dapat
dipergunakan sebagai air minum karena kadar garamnya yang tinggi (Tabel 5). 3.2.6 Hidro-Oceanografi Kawasan hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya dipengaruhi oleh pasang surut air laut tunggal harian, yaitu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut waktu satu hari (24 jam). Menurut data Dishidros (1996), pasang tertinggi bisa mencapai 1,7 meter dengan rata tinggi pasang setinggi 1,45 meter. Surut terendah mencapai ketinggian 0,20 meter dengan rata-rata
surut terendah mencapai 0,39 meter.
Sedangkan tinggi permukaan air rata-rata mencapai 0,90 meter (LPP Mangrove 2008). Tabel 5
Kualitas air sungai di sekitar areal PT. Kandelia Alam
No
Parameter
A. Fisika 1 Residu tersusensi (TSS)
Satuan 0
Baku mutu lingkungan
I
Hasil analisis pada lokasi II III IV
V
C
50
10
6
5
9
79
2
Jumlah zat padat terlarut (TDS)
mg/L
1000
30.520
24.920
26.620
13.020
10.820
3
Suhu (temperatur)
mg/L
Deviasi 3
28,6
28,0
28.2
28.0
27.2
4
Turbidity
25
0.370
0,160
0.185
0.195
0.217
50
101
83
102
184
341
5 Warna B. Kimia 1. Air raksa (Hg)
-
1
≤0,20
≤0,20
≤0,20
≤0,20
≤0,20
Ppb
0.05
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Besi (Fe)
mg/L
0.3
0.03
0.02
0.025
0.1
0.4
4.
Florida (F)
mg/L
1.5
-
0.00
0.00
0.00
0.00
5.
Kadmium (Cd)
mg/L
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
6
Klorida (Cl)
mg/L
600
30.000
30.005
29.000
27.000
27.500
7
Kromium Valensi 6(Cr)
mg/L
0.05
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
8
Mangan (Mn)
mg/L
0.1
0.2
0.05
0.25
0.7
0.25
2.
Arsen (As)
3.
9
Nitrat (NO3)
mg/L
10
0.067
0.054
0.041
0.027
0.068
10
Nitrit (NO2)
mg/L
0.06
0.005
0.004
0.003
0.002
0.005
11
pH
-
6.0-9.0
7,46
7.50
7.55
7.70
7.72
29
No
Parameter
Satuan
Baku mutu lingkungan
I 0.00
Hasil analisis pada lokasi II III IV 0.00
V
12
Selenium (Se)
mg/L
0.01
0.00
0.00
0.00
13
Seng (Zn)
mg/L
0.05
14
Sianida (Cn)
mg/L
0.02
0.1
0.1
0.15
0.1
0.2
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
15
Sulfat (SO4)
mg/L
400
2.200
2.300
2.150
2.000
900
16
Timbal (Pb)
mg/L
0.03
≤0.001
≤0.001
≤0.001
≤0.001
≤0.001
17
Tembaga (CU)
mg/L
0.02
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
18
Ammoniak (NH4)
mg/L
0.5
0.05
0.06
0.07
0.06
0.6
19
Barium (Ba)
mg/L
1
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
20
Boron (Br)
mg/L
1
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
21
Total Fosfat (PO4)
mg/L
0.2
0.15
0.19
0.26
0.22
0.24
22
Khlorin Bebas (Cl2)
mg/L
0.03
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
23
Sulfida (H2S)
mg/L
0.002
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
24
Kobal (Co)
mg/L
0.2
-
-
-
-
-
25
Kalsium (Ca)
mg/L
200
220
1785
1.800
1.545
2785
26
Zat organik, sebagai (KmnO4)
mg/L
-
703
173
28
47
44
27 28. 29. 30 31.
DO BOD COD Kesadahan, sebagai (CaCO3) Magnesium (Mg)
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
6 2 10 500 -
2.7 279,50 430 6.100 345
1.6 107,25 165 6.000 4650
1.8 78,65 121 6.200 4.100
2.7 14,080 44 6.100 3654
2.9 19,84 62 7.000 3.323
32.
Daya Hantar Listrik (DHL)
mS/cm
-
1.88
1,50
1.58
0,76
0,63
0.81 0.91 0.053
0.79 0.98 0.047
0.37 0.86 0.029
0.48 0.97 0.020
C. Kimia Organik 1. Minyak & Lemak µg/l 1000 0.898 2. Deterjen (MBAS) µg/l 200 0.099 3. Senyawa Fenol µg/l 1 0.032 Sumber : Amdal PT. Kandelai Alam (2007) Keterangan : 1) Muara Sungai Radak (109°23’20,4”BT dan 0°34’54,4”LS) 2) Hulu Sungai Radak (109°25’33,7”BT dan 0°35’04,3”LS) 3). Sungai Sepada (109°28’36,9”BT dan 0°37’19,0”LS) 4). Muara Sungai Keluang (109°35’13,3”BT dan 0°39’27,2”LS) 5). Sungai Sapar (109°36’38,9”BT dan 0°38’28,2”LS).
3.3 Kondisi Biologi 3.3.1 Flora 3.3.1.1 Komposisi Jenis Wilayah hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya apabila dikelompokkan ke dalam kelas zonasi tumbuhan dari pantai sampai dengan daratan mempunyai 6 tipe zonasi yaitu : (1) zonasi Avicenia, (2) Sonneratia, (3) Rhizophora dan Bruguiera, (4) Rhizophora dan Nipah, (5), Nipah, dan (6) Pandan dan Nibung. Di wilayah ini terdapat sedikitnya 50 spesies mangrove yang terdiri dari 23 jenis mangrove sejati, 8 jenis mangrove ikutan, dan 19 jenis merupakan jenis yang ditemukan di ekoton atau ke arah darat. Jenis yang paling dominan ditemukan di wilayah mangrove di Kabupaten Kubu Raya adalah jenis-jenis Rhizophora spp. Salah satu jenis tanaman mangrove khas ekosistem mangrove Kalimantan yang dapat ditemukan di wilayah ini adalah jenis Kandelia candel.
30
Tabel 6 Daftar jenis tumbuhan di dalam transek di Kabupaten Kubu Raya Lokasi Transek No
Spesies
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1
Arthocarpus rigidus
√
2
Archiedendron ellipticum
√
3
Avicennia alba
4
Beluchia axinanthera
5
Bruguiera gymnorryza
6
Bruguiera parviflora
7
Caryota mitis
8
Ceriops tagal
9
Dillenia suffruticosa
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √ √
10
Exoecaria agallocha
11
Ficus fistulosa
√ √
12
Harpulia arborea
√
13
Hibiscus tiliaceus
14
Leea indica
√
15
Lephysanthes tetraphylla
√
16
Lumnitzera racemosa
17
Rhizophora apiculata
18
Rhizophora mucronata
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
19
Sonneratia alba
20
Sonneratia caseolaris
21
Semecarpus glaucus
√
22
Syzyrgium acutangulum
√
23
Syzyrgium fastigiatum
√
24
Terminalia catapa
25
Xylocarpus granatum
26
Xylocarpus mollucensis
27
Vitex vestita
28
Nipa fruticans
29
Acrostichum aureum
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
30 Acrostichum spesiosum √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 31 Pandanus sp Sumber : LPP Mangrove (2008) Keterangan lokasi: 1. Sungai Kemuning 7. Sungai Keluang 13. Radak 2. Sungai Kemuning Hulu1 8. Selat Perling 14. Radak Ekoton 3. Sungai Kemuning Hulu2 9. Teluk Air 15. Sukamaju, Nipah Panjang 4. Pulau Panjang 4 10. Sepada Kiri 16. Tanjung Bakau, Nipah Panjang 5. Pulau Panjang 2 11. Sepada Kanan 17. Tanjung Harapan (PT. BIOS) 6. Sungai Keluang 12. Gunung Terjun 18. Selat Syeh
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
19. 20. 21. 22.
√
Pulau Burung Seruat Pulau Tiga Dabung
Selain jenis vegetasi yang ditemukan di dalam transek seperti yang tertera pada Tabel 6 di atas, masih terdapat jenis vegetasi lain yang ditemukan diluar transek. Jenis-jenis tersebut disajikan pada Tabel 7.
31
Tabel 7 Komposisi jenis vegetasi di luar transek No 1
Spesies
Kategori
Acanthus ilicifolius
True mangrove True mangrove
2
Avicennia marina
3
Avicennia officionalis
True mangrove
4
Bruguera sexangula
True mangrove
5
Kandelia candel
True mangrove
6
Lumnitzera littorea
True mangrove
7
Heritiera littoralis
Mangrove associate
8
Derris trifoliate
Mangrove assosiate Mangrove assosiate
9
Ipomea pes-caprae
10
Clorodendrom inerme
Mangrove assosiate
11
Pandanus sp
Mangrove assosiate
12
Barringtonia asiatica
Mangrove assosiate
13
Rotan (Calamus sp)
14
Cerbera manghas
Ecotone/terresterial Ecotone/terresterial
15
Murinda citrifolia
Ecotone/terresterial
16
Intsia sp
Ecotone/terresterial
17
Bambusa sp
Ecotone/terresterial
18
Gluta rengas
Ecotone/terresterial
19 Oncosperma filamentosum Sumber : LPP Mangrove (2008)
Ecotone/terresterial
3.3.1.2 Kerapatan Jenis (1) Tingkat Pertumbuhan Semai Pada tingkat semai, jenis Rhizophora apiculata memiliki kerapatan tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya. Secara keseluruhan jenis ini memiliki kerapatan tertinggi, yaitu 7.753 ind/ha, disusul jenis Bruguiera gymnorrhiza dengan kerapatan rata-rata 536 ind/ha. (2) Tingkat Pertumbuhan Pancang Di lokasi studi, Rhizophora apiculata memiliki kerapatan tertinggi pada tingkat pertumbuhan pancang yaitu 1.143 ind/ha, disusul Bruguiera gymnorrhiza dengan kerapatan 259 ind/ha. Secara keseluruhan kerapatan vegetasi pertumbuhan pancang di daerah studi adalah 1.537 ind/ha. (3) Tingkat Pertumbuhan Pohon Kerapatan untuk pohon di bagi ke dalam 2 (dua) posisi transek, yaitu kerapatan vegetasi untuk transek bagian kiri dan kerapatan vegetasi untuk transek kanan. Pada transek kanan, kerapatan pohon secara keseluruhan adalah 453,45 ind/ha.
Jika dilihat per transek, maka transek di Sepada Kanan mempunyai
kerapatan tertinggi, yaitu 877,14 ind/ha, sedangkan paling rendah adalah transek
32
di Sukamaju (Desa Nipah Panjang). Jika dilihat menurut jenisnya, maka jenis Rhizophora apiculata mempunyai kerapatan tertinggi, dengan nilai 326,63 ind/ha disusul jenis Xylocarpus granatum dengan kerapatan 54,24 ind/ha. Pada transek bagian kiri, kerapatan keseluruhan jenis adalah 424,30 ind/ha. Jika dilihat menurut lokasi transeknya, maka transek di Sepada Kanan merupakan yang tertinggi yaitu 677,14 ind/ha, sedangkan yang terendah adalah di transek di Hulu Sungai Kemuning. Sedangkan jika dilihat menurut jenisnya, maka jenis yang paling rapat adalah jenis Rhizophora apiculata dengan kerapatan 269,55 ind/ha disusul jenis Brugiera gymnorrizha dengan kerapatan 75,95 ind/ha. 3.3.1.3 Potensi Kayu Secara keseluruhan, potensi kayu mangrove di areal studi adalah 180,74 3
m /ha. Jika dilihat berdasarkan lokasi transek (kiri atau kanan) maka potensi kayu rata-rata hutan mangrove pada bagian kiri sebesar 178,46 m3/ha dan sebelah kanan sebesar 183,52 m3/ha. Jika dilihat berdasarkan jenis vegetasi, maka jenis yang memiliki potensi pohon tertinggi adalah Rhizophora apiculata (128,13 m3/ha) yang ditemukan di transek sebelah kanan dan 114,45 m3/ha pada transek sebelah kiri dan Bruguiera gymnorrhiza (40,35 m3/ha). Potensi kayu menurut transek menunjukkan bahwa pada transek di Hutan Lindung Pulau Panjang 4 memiliki potensi kayu tertinggi yaitu sebesar 350,11 m3/ha dan transek 18 di Hutan Lindung Selat Syeh sebesar 341,63 m3/ha (LPP Mangrove 2008). Sementara itu, potensi kayu yang ditebang atau dimanfaatkan pada hutan produksi yang dikelola oleh perusahaan swasta adalah 138,21 m3/ha. Potensi kayu ini merupakan hasil tebangan setelah jumlah pohon induk ditinggalkan sebanyak 40 pohon (PT. Kandelia Alam 2011). 3.3.1.4 Potensi Biomassa Data biomassa hutan dari segi ekologis penting untuk mempelajari aspek fungsional ekosistem hutan seperti produksi primer hutan, siklus hara dan aliran energi. Sedangkan dari segi manajemen hutan secara praktis, biomassa sangat penting dalam tahap perencanaan pengusahaan hutan, karena keseluruhan kegiatan operasional pengelolaan hutan sangat dipengaruhi oleh besarnya biomassa atau potensi hutan. Di samping itu, biomassa hutan juga merupakan data
33
dasar penting untuk membuat atlas penyebaran potensi hutan dan penentuan prioritas pengelolaan hutan.
Biomassa tersusun terutama oleh senyawa
karbohidrat yang terdiri atas unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Semua itu dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara yang kemudian zat tersebut diubah menjadi gula melalui proses fotosintesis. Biomassa dapat diduga dengan metode hubungan allometrik. Persamaan allometrik dibuat untuk mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Semakin rendah kerapatan pohon, ruang tumbuh pohon akan semakin lebar. Kompetisi pohon-pohon dalam memperoleh nutrisi dan air akan lebih rendah sehingga berpengaruh pada proses pertumbuhan berupa penambahan dimensi pohon (diameter dan tinggi). Dengan demikian struktur tegakan hutan berkaitan dengan sebaran jumlah pohon per hektar pada berbagai ukuran
diameternya.
Banyaknya
pohon
yang
berdiameter
besar
akan
mempengaruhi diameter rata-rata tegakan yang lebih besar sehingga biomassa meningkat. Potensi biomassa total hutan mangrove per hektar di Kabupaten Kubu Raya berkisar antara 227,45 ton/ha sampai 316,88 ton/ha atau rata-rata sebesar 262,86 ton/ha (LPP Mangrove 2008). Tingginya kandungan biomasa tersebut, disebabkan sebagian besar kawasan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya masih terjaga dengan baik, hanya di beberapa tempat yang kandungan biomassanya yang relatif masih rendah. Tingginya kandungan biomassa ini juga menunjukkan bahwa hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya memiliki peran strategis dalam keseimbangan iklim global, terutama kaitanya dengan penyediaan unsur vital makhluk hidup yaitu oksigen dan penyerapan senyawa CO2 dari atmosfer. 3.3.2 Fauna Fauna yang terdapat di kawasan hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya meliputi mamalia, reptilia, burung, dan fauna perairan (ikan, krustase, gastropoda, bivalvia, polychaeta, phytoplankton dan zooplankton). Jumlah mamalia yang teridentifikasi di kawasan ini adalah 11 jenis, 3 (tiga) diantaranya adalah jenis
34
spesies endemik Pulau Kalimantan, yaitu Bekantan (Nasalis larvatus), Pesut (Orcaela brevirostria) dan Brecet Kalimantan (Ptilocichla leucogrammica). Untuk jenis-jenis herpetofauna ditemukan sebanyak 11 jenis herpetofauna (11 jenis reptilia dan 1 jenis amphibia). Diantara jenis reptilia yang ditemukan terdapat jenis yang termasuk kategori dilindungi yaitu buaya muara (Crocodylus porosus). Burung yang teridentifikasi di wilayah ekosistem mangrove Kabupaten Kubu Raya sebanyak 57 jenis. Diantara jenis burung yang ditemukan tersebut terdapat jenis yang dilindungi yaitu Kuntul besar (Egretta alba), Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), Elang tiram (Pandion haliaetus), Sikep madu (Pernis ptilorhynchos), Elang bondol (Haliastur indus), Elang laut (Haliaectus leucogaster), Elang ikan (Icthyophaga icthyaetus), Raja udang api (Ceyx erithacus), Raja udang merah (Ceyx rufidorsus), Pekaka emas (Pelargopsis capensis),
Cekaka
sungai
(Halcyon
chloris),
Cekaka
merah
(Halcyon
coromanda), Kipasan belang (Rhipidura javanica), Burung madu bakau (Nectarinia calcostetha), dan Burung madu kelapa (Anthreptes malacensis). Jenisjenis burung migran yang tercatat di lokasi mangrove Kabupaten Kubu Raya, yaitu Sikep madu (Pernis ptilororhynchos) sebagai jenis elang migran (raptor migratory species), Trinil pantai (Tringa hypoleucos), dan Dara laut kumis (Chlidonias hybridus) sebagai burung pantai migrasi (Wader bird), Layanglayang api (Hirundo rustica), Kedasi Australia (Chrysococcyx basalis), Murai tarung (Monticola solitarius), dan Sikatan bubik (Muscicapa dauurica). Di lokasi hutan mangrove ini terdapat jenis-jenis burung yang hidup secara khusus pada ekosistem mangrove (mangrove specialis) yaitu Sikatan bakau (Cyornis rufigastra), Kancilan bakau (Pachycephala grisola) dan Burung madu bakau (Nectarinia calcostetha). Selain itu terdapat juga burung yang terkait dengan keberadaan ekosistem mangrove, seperti cangak, kuntul, kokokan dan raja udang. Jenis-jenis satwa liar dilindungi yang terdapat di wilayah mangrove Kabupaten Kubu Raya terdiri dari 8 jenis burung, 1 jenis reptil dan 5 jenis mamalia. Jenis burung yang termasuk satwa dilindungi adalah Pecuk ular asia (Anhinga melanogaster), Elang bondol (Haliastur indus), Elang alap jambul
35
(Accipiter trivirgatus), Raja udang meninting (Alcedo meninting), Raja udang kalung biru (Alcedo euryzona), Pekaka emas (Pelargopsis capensis), Rangkong badak (Buceros rhinoceros), Burung madu bakau (Nectarinia calcostetha). Jenis reptil yang dilindungi yaitu Buaya muara (Crocodylus porosus). Sedangkan jenis mamalia yang yang dilindungi adalah Bekantan (Nasalis larvatus), Pesut (Orcaella brevirostris), Rusa (Cervus sp.), Kucing hutan (Felis bengalensis) dan Beruang madu (Helarctus malayanus). 3.3.3. Biota Perairan Biota perairan yang teridentifikasi di hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya terdiri dari 23 spesies Krustasea (12 udang, 4 kepiting, dan 7 jenis lainnya), 13 spesies Mollusca, 37 spesies Phythoplakton, 20 spesies Zooplankton, 30 spesies benthos dan 109 jenis ikan. Dari 109 jenis ikan tersebut, 53 spesies diantaranya adalah spesies migran dan 28 spesies lainnya adalah spesies yang menetap di ekosistem mangrove. Sedangkan 27 spesies lainnya belum diketahui statusnya apakah spesies tersebut merupakan spesies yang menetap di ekosistem mangrove atau spesies migran (LPP Mangrove 2008). 3.3.3.1 Plankton Plankton merupakan komponen hayati dalam ekosistem perairan sebagai bagian dari struktur kehidupan di dalam ekosistem perairan. Plankton didefinisikan semua jasad hidup renik yang hidup melayang di dalam perairan dengan kemampuan gerak yang sangat terbatas, sehingga sebagian besar gerakannya secara pasif mengikuti arus air. Plankton dikelompokan menjadi fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Fitoplankton mampu melakukan kegiatan fotosintesa dengan memanfaatkan bantuan energi cahaya matahari, sedangkan zooplankton tidak dapat melakukan hal tersebut. Dalam kegiatan survai biota air yang dilakukan oleh LPP Mangrove (2008) di kawasan mangrove Kabupaten Kubu Raya diperoleh 2 klasifikasi plankton. a. Fitoplankton Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perairan. Fungsi ekologisnya sebagai produser primer dan awal mata rantai dalam jaringan makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran
36
kesuburan suatu ekosistem. Berdasarkan struktur tropik level, pada kebanyakan ekosistem fitoplankton terutama dikomsumsi oleh zooplankton disamping larva hewan indeks tinggi. Fitoplankton dan zooplankton memiliki kedekatan hubungan ekologis yaitu pemangsaan (grazing), selanjutnya zooplankton dikonsumsi oleh konsumer yang lebih tinggi seperti larva dan hewan muda dari berbagai organisme termasuk kepiting bakau (Scylla spp). Dari kegiatan survey biota perairan yang dilakukan di 18 titik pengambilan sampel terdapat 37 jenis fitoplankton, diantaranya jenis Coscinodiscus sp, Pinnularia sp, dan Surirella sp. Untuk lebih jelasnya jenis fitoplankton yang ditemukan di kawasan mangrove Kabupaten Kubu Raya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8
Jenis fitoplankton di kawasan mangrove Kabupaten Kubu Raya
No
Spesies
No
Spesies
1
Coscinodiscus sp
20
Tabellaria sp.
2
Pinnularia sp
21
Thalassiotrix sp
3
Surirella sp
22
Bellerochea sp
4
Melosira sp
23
Peredinium sp
5
Gyrosigma sp
24
Chaetoceros sp
6
Nitzschaia
25
Dithylum sp
7
Phormidium sp
26
Bakteriastrum sp
8
Amphora
27
Biddulpia sp
9
Peridinium sp
28
Lauderia sp
10
Trichhedesmium sp
29
Amphiprora sp
11
Fragilaria
30
Biddulpia sp
12
Rhizosolenia sp
31
Eudorina sp
13
Ceratium
32
Spirulina sp
14
Skeletonema sp
33
Tetraspora sp
15
Rhodochorton sp
34
Gomphonema sp.
16
Diatomae sp.
35
Ankistrodesmus sp
17
Tabellaria sp.
36
Naviculla sp.
18
Tetraspora sp
37
Synedra sp.
19
Naviculla sp.
Sumber : LPP Mangrove 2008
Berdasarkan taksa, maka lokasi pengamatan yang ditemukan taksa fitoplankton terbanyak ada di kawasan konsesi PT. BIOS dengan jumlah 11 taksa, meliputi Bakteriastrum sp, Coscinodiscus sp, Gyrosigma sp, Rhizozlenia sp, Biddulpia sp, Lauderia sp, Pinnularia sp, Amphiprora sp, Nitzschia sp, Trichodesmium sp dan Coscinodiscus sp. Sedangkan lokasi pengamatan yang
37
ditemukan taksa fitoplankton terendah adalah di Sungai Keluang, yaitu 1 (satu) taksa fitoplankton, yaitu Trichhedesmium sp. Jenis Coscinodiscus sp memiliki fekuensi perjumpaan yang cukup tinggi, yaitu ditemukan di 10 stasiun pengamatan, yaitu stasiun 1, 3, 5-11 dan stasiun pengamatan 13. Serta ada sekitar 6 jenis yang hanya ditemukan pada satu stasiun, yaitu Flagilaria sp, Chaetoceros sp, Dithylum sp, Bakteriastrum sp, Lauderia sp, Amphiprora sp. b. Zooplankton Zooplankton merupakan plankton hewani yang hidup melayang-melayang di dalam ekosistem perairan. Zooplankton hasil pengamatan di 18 stasiun di kawasan hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya berjumlah 20 jenis zooplankton, yaitu meliputi: Nauplius sp, Cyclops sp, Calanus sp dan masih banyak lagi. Untuk lebih jelasnya jenis zooplankton yang ditemukan di kawasan mangrove Kabupaten Kubu Raya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jenis zooplankton di kawasan mangrove Kabupaten Kubu Raya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Spesies Nauplius sp Cyclops sp Calanus sp Lepadella sp Notolca sp Codenella sp Oithona sp Calanus sp Larva Codonellopsis sp
No 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Spesies Dinopyhsis sp Favella sp Notolca sp Triposolenia sp Microsetella sp Centropyxis Difflugia sp. Branchionus sp Difflugia sp Arcella sp
Sumber: LPP Mangrove 2008
Dari 18 stasiun pengamatan, dapat dilihat bahwa lokasi yang memiliki indeks kelimpahan zooplankton yang tinggi terdapat di 2 lokasi pengamatan, yaitu di Pulau Nipah Panjang 1 dan Dabong, dengan nilai kelimpahan zooplankton mencapai 178.581 ind/m3. Sedangkan lokasi pengamatan yang memiliki nilai kelimpahan terendah terdapat di 2 lokasi pengamatan, yaitu pada lokasi pengamatan Sungai Sepada Kiri dan Sungai Sepada Kanan dengan nilai kelimpahan 650 ind/m3. Dari kedelapan belas stasiun pengamatan tersebut, ratarata nilai kelimpahan adalah 86.346 ind/m3.
38
3.3.3.3 Benthos Benthos didefinisikan sebagai biota air yang hidup di dasar perairan. Dari hasil pengamatan di 18 stasiun pengamatan diperoleh 30 jenis benthos. Jenis benthos yang terdapat di kawasan demosite mangrove Batu Ampar seperti jenis Drilonereis sp, Batymedon sp, Batymedon sp dan jenis Amphiura sp. Secara rinci jenis bentos yang terdapat di lokasi mangrove mangrove di Kabupaten Kubu Raya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jenis benthos di kawasan hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Spesies Drilonereis sp Batymedon sp Amphiura sp Tellina sp Pherusa sp Aglaophamus sp Alpheus sp Pisidia sp Sternaspis sp Paraonis sp Phyllodoce sp Glycera sp Lumbrineris sp Nereis sp sp Nephtys sp
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Spesies Tubulanus sp Melanella sp Corbula sp Littorina sp Spisula sp Maldane sp Nereis sp sp Scoloplos sp Tivella sp Notomastus sp Paraonis sp Prionospio sp Anodontia sp Limna glabara (molluska kecil) Lumbriculatus sp. (cacing besar)
Sumber : LPP Mangrove 2008
Nilai kelimpahan benthos pada lokasi survey biota perairan dari titik pengambilan sampel pertama sampai titik pengambilan sampel terakhir cukup beragam dengan nilai terendah 33 ind/m3 sampai nilai kelimpahan tertinggi 250 ind/m3. Lokasi yang memiliki nilai kelimpahan terendah adalah lokasi pengamatan Pulau Tiga, sedangkan lokasi pengamatan yang mempunyai nilai kelimpahan tertinggi adalah lokasi pengamatan Teluk Air.
Dari 18 titik
pengamatan terdapat 5 lokasi pengamatan yang memiliki nilai kelimpahan yang sama, yaitu lokasi pengamatan Sukamaju, Pulau Dabung, Pulau Nipah Panjang 2, Pulau Burung dan Pulau Dabung 2 dengan nilai kelimpahan 231 ind/m3. 3.3.3.4 Moluska Jenis moluska yang ditemukan dibagi menjadi dua kategori, yaitu siput dan kerang. Dari hasil pengamatan tahun 2006 (LPP Mangrove 2008), ditemukan 13 jenis moluska, yang terdiri dari 7 jenis siput dan 4 jenis kerang. Jenis-jenis
39
tersebut adalah Siput Unam, Siput timba (Nerita lineate), Siput bakau, Siput duri, Siput lumpur (Terebralia palustri), Siput kuning (Peristernia philberti), Siput kecil (Melongena corona), Kerang bulu (Andara inequivaluis), Kepah (Arctica islandica), Ale-ale (Tellina radiate), Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang ekor. 3.3.3.5 Krustase Total jenis krustase yang diidentifikasi adalah 23 jenis yang terdiri dari 12 jenis udang, 4 jenis kepiting dan 7 jenis lainnya. Jenis krustase yang ditemukan di hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya adalah Udang bangkit, Udang belang (Parapenaepsis sculptis), Udang Bure, Udang galam merah (Macrobarachium sp), Udang galah putih (Macrobarachium sp), Udang getak sungai (Thalassemia anomala), Udang getak laut, Udang rebon, Udang selatan, Udang teh, Udang wangkang, Udang peci, Kepiting bakau (Schylla serrata), Kepiting kalem, Rajungan (Portunnus pelagicus), Rama-rama, Belangkas, Mimi, Bintang laut, Bulu babi, Cumi-cumi (Loligo sp), Sontong (Sepia sp) dan Unang-unang. 3.3.3.6 Ikan Ikan merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang menjadi mata pencaharian nelayan di sekitar hutan mangrove. Dari hasil survey pada tahun 2006 ditemukan 64 jenis ikan seperti yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Jenis-jenis ikan di kawasan hutan mangrove Kabupaten Kubu Raya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Lokal Belukang Bawal putih Bayur-Bayur Baji-baji Belanak Beliak mata Bekut Betutu Bulu ayam Buntal lurik kecil Buntal kuning Buntal lurik Buntu-buntu Belut Cucut Duri putih
Nama ilmiah Arius maculates Stromateus cinereus Platycephalus scraber Liza melanoptera Pellona dussumieri Gerres poeti Bunaka gyrinodae Thryssa dussumieri Cyclichthys orbicularis Tetraodon fluviatilis Diodon litrousus Ophichthus rutiodermatoidae Zenarchopterus novaeuineae Mystus planiceps
Famili Ariidae Stromatidae Platycephalidae Mugilidae Clupeidae Leiognathidae Eleotridae Clupeidae Diodontidae Tetraodontidae Diodontidae Ophichthidae Hemiramphidae Ariidae
40
No
Nama Lokal
Nama ilmiah
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
Duri kuning Duri manyong Duri Udang Gelame Gelame kuning Gronggong Jahan Hiu Kacang-kacang Kasih madu Kakap nipah Kepetek Ketang Kembung Ekor Panjang Kembung Ekor Pendek Kembung Kerapu Sungai Kurau janggut Lidah Lepu Ikan bulus Mata belo Pirang-pirang putih Pirang-pirang merah Pirang-pirang kuning Parang-parang Ronjeng Pari Sembilang Sebelah Seriding Sebengkah Selangat Semerah Sumpit Teri Medan Teri Besar Tengiri Tongkol Toman Tirus Bulan Trubu Ikan terbang Kili Telinga Buaya Julung-julung Kerapu Kakap
M. nemurus M. sabanus M. nigriceps Johnius belengeri Johnius dussumieri Arius sp Loxodon macrorhinus Hemirhamphus melanurus Kurtus indicus Lutjanus argentimaculatus Leiognatus equulus Scatophagus argus Selaroides leptolepis Pantolobus radiatus Leiognathus equulus Epinephelus sp Polynemus multifilis Cynoglossus sp Pterois sp Sillago sihama Clupea kanagurta Setipinna sp Setipinna melanochir Setipinna sp Macrochirichthys macrochirus Sphyrna blochii Dasyatis sp Plotosus canius Cynoglossus lingua Parambassis gulliveri Cyclochelichtys repasson Leiognatus brevirostris Lutjanus madras Toxotes chatareus Stelophorus commersonii Stelophorus sp. Scomberomorus commerson Euthynnus allettratus Channa micropeltes Lutjanus rivulatus Clupea bulan C. toli Cypsilurus oxycephalus Doryichthys heterosoma Hemirhamphus sp. Epinephelus coioides Lates calcarifer
Sumber: LPP Mangrove 2008
Famili Ariidae Ariidae Ariidae Scianidae Scianidae Ariidae Carcharhinidae Hemirhamphidae Lutjanidae Leiognatidae Chaetodonthidae Carangidae Carangidae Leiognathidae Serranidae Polynemidae Soleidae Scorpaenidae Sillaginidae Clupeidae Clupeidae Clupeidae Clupeidae Cyprinidae Sphyrnidae Dasyatidae Plotosidae Soleidae Centropomidae Cyprinidae Leiognatidae Lutjhanidae Toxotidae Clupeidae Clupeidae Scomberomoridae Katsuwonidae Channidae Lutjhanidae Clupeidae Clupeidae Exocoetidae Syngnathidae Hemirhamphidae Serranidae Centropomidae
41
3.4 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Kabupaten Kubu Raya merupakan kabupaten baru dari pemecahan Kabupaten Pontianak pada tahun 2007.
Kabupaten ini memiliki sembilan
kecamatan dengan luas keseluruhan 6.985,24 km2.
Kecamatan Batu Ampar
merupakan kecamatan dengan wilayah terluas (2.002,7 km2 atau 28,67% dari wilayah Kecamatan Teluk Pakedai memiliki luas terendah 291,90 km2. 3.4.1 Luas Desa-desa Penelitian Secara keseluruhan, desa-desa penelitian memiliki luas 1.362,15 km2 (38,8% dari total luas ketiga kecamatan). Desa Batu Ampar memiliki wilayah administrasi yang lebih luas (560,12 km2) jika dibandingkan dengan desa-desa lainnya, sedangkan desa yang memiliki wilayah terkecil adalah Desa Tanjung Bunga dengan luas 31,00 km2 (Tabel 12). Tabel 12 Luas desa-desa lokasi penelitian No 1 2 3 4 5 6 7
Desa Batu Ampar Teluk Nibung Nipah Panjang Padang Tikar I Kubu Dabung Tanjung Bunga
Kecamatan Batu Ampar Batu Ampar Batu Ampar Batu Ampar Kubu Kubu Teluk Pakedai
Jumlah
Luas (km2) 560,12 78,32 212,71 78,92 235,08 166,00 31,00 1.362,15
Sumber: Kec. Batu Ampar dalam Angka (2011); Kec. Kubu dalam Angka (2011) dan Kec. Teluk Pakedai dalam Angka (2011)
3.4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan hasil sensus pada tahun 2010, jumlah penduduk di ketujuh desa studi adalah 27.684 orang. Jumlah penduduk ini merupakan 31,3 % dari penduduk di ketiga kecamatan studi (Tabel 13). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2000, maka pertumbuhan penduduk di dua kecamatan adalah negatif yaitu Kecamatan Batu Ampar (-0,47%) dan Teluk Pakedai (-0,48%). Hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahaan kayu yang tutup dan mendorong banyak pekerjanya pindah ke daerah lainnya. Sementera di Kabupaten Kubu mengalami pertumbuhan sebesar 0,97%.
42
Tabel 13 Jumlah penduduk di wilayah studi Jumlah Rumah Tangga
Laki-laki
Batu Ampar Teluk Nibung Nipah Panjang Padang Tikar I Kubu Dabung Tajung Bunga
848 912 828 1.711 1.179 525 318
3.949 1.847 1.816 1.951 2.573 1.191 784
3.594 1.800 1.813 1984 2.540 1.079 763
7.543 3.647 3.629 3.935 5.113 2.270 1.547
Jumlah
6.321
14.111
13.573
27.684
No 1 2 3 4 5 6 7
Desa
Jumlah Penduduk Perempuan
Total Jumlah Penduduk
Sumber : Kec. Batu Ampar dalam Angka (2011); Kec. Kubu dalam Angka (2011) dan Kec. Teluk Pakedai dalam Angka (2011)
3.4.3 Matapencaharian Lebih dari 50% dari jumlah penduduk di masing-masing Kecamatan (Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai) termasuk ke dalam usia produktif.
Di
Kecamatan Batu Ampar, jumlah penduduk usia produktif sebanyak 19.145 jiwa, di Kecamatan Kubu 17.480 jiwa dan di Kecamatan Teluk Pakedai 10.035 jiwa. Pertanian (tanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan) memegang peranan yang cukup penting dalam perekonomian di wilayah Kubu Raya. Pada tahun 2010, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 18,9 % terhadap Produk Domestik Regional Bruto atau nomor dua setelah industri pengolahan. Tanaman pertanian yang ditanam di wilayah Kubu Raya antara lain adalah padi, jenis-jenis palawija (jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau) dan sayur mayur (bawang daun, sawi, cabai, kacang panjang, terong, ketimun, kangkung, tomat dan bayam). Kegiatan pertanian ini lebih banyak diusahakan oleh masyarakat pendatang terutama oleh para pendatang dari suku Jawa. Para petani di wilayah Kubu Raya biasanya mempunyai pendapatan tambahan dengan memelihara ternak. Ternak yang biasanya dipelihara oleh para petani ini adalah sapi, babi, kambing, domba, ayam buras dan itik. Sedangkan ternak kerbau hanya dipelihara oleh masyarakat di Kecamatan Kubu (BPS Kabupaten Pontianak 2011). Pada umumnya penduduk yang memanfaatkan sumberdaya mangrove merupakan pekerjaan utama atau sebagai sampingan. Penduduk ini biasanya
43
adalah penduduk yang tinggal di sekitar hutan mangrove. Sebagai contoh pengrajin arang, karyawan perusahaaan kayu mangrove, nelayan (udang, kepiting ataupun ikan) dengan menggunakan berbagai peralatan seperti jermal, blat, jaring atau pancing. Manfaat langsung hutan mangrove oleh masyarakat di wilayah Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai adalah sebagai bahan baku arang bakau, tiang pancang, kayu bakar, biota perairan, dun nipah dan bibit mangrove. Produksi arang yang telah dihasilkan pada tahun 2006 adalah sebesar 2.032,52 ton/tahun dengan jumlah dapur arang sebanyak 253 dapur (LPP Mangrove 2008). Pada tahun 2012, produksi arang meningkat menjadi 3.863,86 ton/tahun dengan 263 dapur. Kapasitas produksi arang yang dihasilkan bervariasi antara 90 kg – 7.000 kg/sekali bakar dengan satu siklus pembakaran arang
yang bervariasi
berdasarkan ukuran dapurnya. Dalam setahun periode pembakaran rata-rata sebanyak 7 (tujuh) kali setahun. 3.4.4 Pendidikan Salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan sumber daya manusia adalah melalui sektor pendidikan. Secara umum, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin banyak pilihan untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dipergunakan dalam perumusan Indeks Pembangunan Manusia. Tingkat pendidikan di suatu daerah ditentukan antara lain oleh ketersediaan fasilitas pendidikan, tenaga pengajar, penghasilan dan berbagai faktor lainnya. Informasi fasilitas pendidikan di masingmasing desa studi disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah fasilitas pendidikan, tenaga pengajar, murid di desa-desa studi No 1 2 3 4 5 6 7
Desa Batu Ampar Teluk Nibung Nipah Panjang Padang Tikar I Kubu Dabung Tajung Bunga Jumlah
Fasilitas Pendidikan SD SLTP SLTA 8 2 1 6 2 1 3 1 4 2 1 6 1 1 4 1 2 1 33 10 4
Jumlah Murid SD SLTP 1.380 68 755 78 597 40 780 154 763 385 350 25 264 63 4.889 813
SLTA 65 49 220 76 410
Jumlah Guru SD SLTP SLTA 48 16 12 39 16 15 20 6 28 18 13 54 15 12 21 5 9 1 219 77 52
Sumber : Kec. Batu Ampar dalam Angka (2011); Kec. Kubu dalam Angka (2011) dan Kec. Teluk Pakedai dalam Angka (2011)
44
Terlihat bahwa semua desa sudah memiliki fasilitas pendidikan sampai dengan tingkat SLTP, sedangkan untuk tingkat SLTA baru ada pada empat desa, yaitu Desa Batu Ampar, Teluk Nibung, Padang Tikar I dan Kubu.
Untuk
pendidikan sekolah dasar, rasio guru dan murid cukup memadai dengan kisaran antara satu banding 14 sampai 30 murid. Sementara itu, untuk tingkat pendidikan SLTP memiliki rasio yang bervariasi satu guru untuk 4 – 64 murid. Tanjung Bunga memiliki rasio terendah dengan jumlah guru hanya satu untuk mengajar murid dengan jumlah 63 orang. 3.4.5 Kesehatan Fasilitas kesehatan yang dijumpai di desa-desa studi adalah Puskesmas, Pustu, Polindes, praktek dokter, praktek bidan, praktek mantri kesehatan dan Posyandu (Tabel 15). Untuk pengobatan yang membutuhkan perawatan intensif, maka masyarakat harus ke kota kabupaten/propinsi di Pontianak yang membutuhkan waktu dan transportasi yang terbatas. Tabel 15 Fasilitas kesehatan di desa-desa studi No 1 2 3 4 5 6 7
Puskesmas
Pustu
Polindes
Prakter dokter
Praktek bidan
Praktek mankes
Posyandu
Batu Ampar Teluk Nibung Nipah Panjang Padang Tikar I Kubu Dabung Tajung Bunga
1 1 -
1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
1 1 -
3 1 1 1 1 -
2 1 -
8 6 3 3 2
Jumlah
2
3
7
2
7
3
22
Desa
Sumber : Kec. Batu Ampar dalam Angka (2011); Kec. Kubu dalam Angka (2011) dan Kec. Teluk Pakedai dalam Angka (2011)
Tenaga kesehatan yang ada di lokasi studi terdiri dari dokter sebanyak 4 orang di Desa Batu Ampar dan Kubu. Tenaga medis lainnya adalah bidan 9 orang, mantri kesehatan/perawat 13 orang dan dukun bayi terlatih sebanyak 29 orang (Tabel 16).
45
Tabel 16 Fasilitas kesehatan dan tenaga medis di desa-desa studi No 1 2 3 4 5 6 7
Desa Batu Ampar Teluk Nibung Nipah Panjang Padang Tikar I Kubu Dabung Tajung Bunga Jumlah
Dokter
Bidan
Mantri kesehatan/perawat
Dukun bayi terlatih
1 3 -
3 1 1 2 1 1
4 1 1 5 1 1
7 5 3 8 4 2
4
9
13
29
Sumber : Kec. Batu Ampar dalam Angka (2011); Kec. Kubu dalam Angka (2011) dan Kec. Teluk Pakedai dalam Angka (2011)
3.4.5 Agama dan Suku Mayoritas agama yang dianut masyarakat di ketiga kecamatan adalah agama Islam (89,53%). Agama lainnya adalah Kristen Katolik (4,04%), Buddha (3,02%), Kristen Protestan (1,81%), Hindu dan Konghucu (0,6%) (Tabel 17).
Suku
mayoritas yang mendiami wilayah studi adalah Melayu, sedangkan lainnya adalah Cina, Dayak, Jawa, Bugis dan suku-suku lainnya. Bagi penduduk pendatang, kepindahan mereka disebabkan adanya kesempatan kerja terutama di sektor kehutanan di masa yang lalu, keikutsertaan dalam program transmigrasi atau sebab lainnya. Tabel 17 Jumlah penduduk di tiga kecamatan menurut agama No 1 2 3
Kecamatan
Agama Islam
Katholik
Protestan
Buddha
Hindu
Konghucu
Batu Ampar Kubu Teluk Pakedai
30.363 31.652 6.836
1.489 1.965 107
221 1.131 246
658 747 1.258
788 86
110 186 234
Jumlah
78.851
3.561
1.598
2.663
874
530
Sumber : Kec. Batu Ampar dalam Angka (2011); Kec. Kubu dalam Angka (2011) dan Kec. Teluk Pakedai dalam Angka (2011)
Masyarakat di wilayah studi mengenal sistem pelapisan sosial tradisional yang mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan terkait dengan kepentingan-kepentingan penduduk di desa studi, sekaligus juga menunjukkan status dan fungsi sosial yang bersangkutan dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Pelapisan sosial yang ditemui di wilayah studi terdiri dari 3 golongan sosial yaitu tokoh agama, tokoh formal (kepala desa), tokoh-tokoh masyarakat yang dipandang mempunyai pengetahuan tertentu.
46
3.5 Aksessibilitas Untuk menjangkau lokasi hutan mangrove dan desa-desa di Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai dapat dilakukan dengan cara: a.
Dari Pontianak/Bandara Supadio dapat langsung dengan menggunakan mobil menuju pelabuhan fery Rasau Jaya atau Sungai Durian (+ 30 menit), perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan speedboat 115 PK/200 PK selama kurang lebih 1 jam 15 menit, speedboat 40 PK selama 1 jam 30 menit, atau angkutan umum (ferry) selama kurang lebih 6 jam.
b.
Dari Kota Pontianak dapat langsung naik jetfoil jurusan Ketapang yang selalu melewati hutan mangrove Batu Ampar selama lebih kurang 4 jam.
c.
Kunjungan satu hari dapat dilakukan dari Jakarta, dengan naik pesawat paling pagi (sampai di Bandara Supadio jam 8.00 pagi) dan dapat kembali lagi ke Jakarta dengan pesawat paling sore.
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian adalah Hutan Mangrove Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat yang secara administratif terletak di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai. Selanjutnya areal penelitian dibatasi berdasarkan status pengelolaan dan pemanfaatan yang ada saat ini, yaitu hutan lindung, hutan produksi yang dikelola oleh swasta dan areal penggunaan lain yang dikelola oleh koperasi dengan luas keseluruhan 84.843,08 ha. Luasan areal penelitian ini sekitar 83,17% dari areal hutan mangrove yang ada di ketiga kecamatan tersebut (Gambar 4). Kegiatan pengumpulan data lapangan dilakukan selama tiga bulan, yaitu Maret-Mei 2012. 4.2 Data yang Dikumpulkan Dalam penelitian ini digunakan dua macam data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, wawancara mendalam dengan intansi pemerintah, swasta, perangkat desa, tokoh masyarakat dan masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya mangrove. Wawancara (interview) kepada responden pemanfaat sumberdaya mangrove dilakukan untuk mengetahui kondisi dan pemanfaatan hutan mangrove di areal penelitian dengan dituntun daftar pertanyaan atau kuisioner. Jenis data primer yang akan dikumpulkan dari responden adalah : a) Manfaat langsung yang diperoleh oleh masyarakat sekitar hutan mangrove dan perusahaan swasta. Data manfaat langsung yang dikumpulkan adalah manfaat kayu komersil, kayu bakar, tiang pancang, arang, biota perairan (ikan, udang, kepiting), daun nipah, dan bibit mangrove. b) Manfaat keberadaan yang diperoleh dari masyarakat sekitar hutan mangrove.
48
Gambar 4 Peta lokasi penelitian di Kecamatan Batu Ampar Kubu dan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya
49
Data sekunder yang dikumpulkan dalam mendukung penelitian ini diperoleh melalui studi berbagai pustaka, baik dari hasil-hasil penelitian terdahulu maupun tulisan-tulisan lain yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder antara lain kondisi hutan mangrove, kondisi sosial ekonomi, manfaat tidak langsung dan manfaat pilihan biodiversitas hutan mangrove, pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya dan data-data pendukung lainnya. 4.3 Metode Pengambilan Data Penelitian dilakukan dengan metode survey, yaitu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah variabel pada suatu kelompok masyarakat melalui wawancara, observasi dan studi pustaka. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan potensi hutan mangrove di lokasi penelitian, adanya pemanfaatan oleh masyarakat, swasta, keberadaan hutan lindung dan ketersediaan berbagai data pendukung. Unit populasi yang diamati adalah usaha pengelolaan hutan oleh pemegang ijin IUPHHK (Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu), pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat, dan manfaat keberadaan hutan lindung. Penarikan desa contoh dan responden dilakukan dengan purposive sampling berdasarkan pada pemanfaatan hutan mangrove. Dalam teknik ini, pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dengan menggunakan teknik ini, ukuran sampel tidak dipersoalkan sebagaimana dalam accidental sampling. Perbedaannya terletak pada pembatasan sampel dengan hanya mengambil unit sampling yang sesuai dengan tujuan penelitian (Nawawi 1991). Pemilihan metode ini seringkali dipergunakan dalam penelitian sosial dengan berbagai pertimbangan, seperti: (a) ukuran populasi sampel yang seringkali tidak diketahui secara pasti, (b) keterbatasan biaya penelitian, (c) keterbatasan waktu, (d) adanya variasi aktivitas masyarakat, dan (e) berbagai pertimbangan lainnya. Desa-desa yang menjadi obyek penelitian ini dipilih dan dibatasi pada desadesa yang memiliki interaksi dalam pemanfaatan hutan mangrove di lokasi studi di Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai. Desa-desa tersebut adalah Desa
50
Batu Ampar, Teluk Nibung, Nipah Panjang, Padang Tikar I (Kecamatan Batu Ampar), Desa Kubu dan Dabung (Kecamatan Kubu) dan Desa Tanjung Bunga (Kecamatan Teluk Pakedai). 4.4 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Identifikasi Lokasi dan Luas Areal Penelitian Lokasi dan luas areal penelitian diperoleh dengan melakukan overlay terhadap peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat (SK Menteri Kehutanan No. 259/Kpts-II/2000), Draft RTRWK Kubu Raya, areal IUPHHK perusahaan swasta, Areal Ijin Koperasi dan citra landsat Path 121 Row 60 dan Path 121 Row 61 data Agustus 2011. Dalam pendeskripsiannya, analisis lokasi dan luasan menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS) dengan menggunakan softwere ArcGIS 10. (2) Identifikasi Jenis Pemaanfaatan Hutan Mangrove di Kubu Raya Jenis pemanfaatan hutan mangrove dianalisis secara deskriptif pada setiap status pengelolaan hutan mangrove (HL, HP dan APL) di wilayah penelitian. Jenis pemanfaatan mendeskripsikan jumlah, pola, lokasi dan luas pemanfaatan. Dalam pendeskripsian ini, analisis akan dibantu dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS) dengan menggunakan softwere ArcGIS 10. (3) Analisis Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya Analisis nilai ekonomi total hutan mangrove di wilayah penelitian dilakukan dengan menggunakan rumus Bann (1998; 2002) sebagai berikut: TEV = (DUV + IUV +OV) + (XV) Keterangan: TEV = Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total) DUV = Direct use value (Nilai Penggunaan Langsung) IUV = Indirect use value (Nilai Penggunaan Tidak Langsung) OV = Option Value (Nilai Pilihan) XV = Existence Value (Nilai Keberadaan)
51
a. Direct Use Value (Nilai Penggunaan Langsung) Nilai penggunaan langsung merupakan penjumlahan dari semua nilai harga pasar (market price) manfaat langsung hutan mangrove, yaitu manfaat kayu dan non kayu dengan rumus sebagai berikut: Nilai penggunaan langsung =
𝑛 𝑖=1 Mli
Keterangan: Mli = Nilai Manfaat Langsung Kayu + Nilai Langsung Manfaat Non Kayu Nilai manfaat kayu diperoleh berdasarkan perhitungan sebagai berikut: Nilai manfaat kayu = 𝑛𝑖=1 HKi Keterangan: HKi = nilai hasil hutan kayu (kayu komersil, kayu bakar, tiang pancang, arang). Nilai manfaat non kayu dihitung berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
Nilai manfaat non kayu =
𝑛 𝑖=1 HNKi
Keterangan: HNKi = nilai hasil hutan non kayu (nilai manfaat biota air, daun nipah, bibit mangrove). b. Indirect Use Value (Nilai Penggunaan Tidak Langsung) Nilai penggunaan tidak langsung merupakan penjumlahan dari manfaat tidak langsung hutan mangrove, yang pada penelitian ini dibatasi pada manfaat mangrove sebagai pencegah abrasi, penyimpan karbon, penahan intrusi, dan penghasil oksigen. Nilai manfaat tidak langsung =
𝑛 𝑖=1 MTli
Keterangan: MTLi = nilai manfaat tidak langsung (pencegah abrasi, penyimpan karbon, penghasil oksigen, penahan intrusi).
52
c. Option Value (Nilai Pilihan) Nilai manfaat pilihan adalah nilai pilihan untuk melakukan preservasi bagi penggunaan barang dan jasa sumberdaya dan lingkungan mangrove di masa yang akan datang yang tidak dapat digunakan pada saat sekarang. Dalam penelitian ini maka nilai yang akan digunakan adalah manfaat preservasi bagi biodiversitas hutan mangrove. Nilai dugaan yang akan dipergunakan dalam analisis ini diperoleh dari hasil penelitian di lokasi lain (benefit transfer). Seringkali metode ini masih diperdebatkan dalam pelaksanaan valuasi ekonomi, namun demikian karena pengukurannya yang rumit dan sulit serta kecenderungan nilainya yang memiliki porsi yang kecil maka metode benefit transfer ini sering dipergunakan dengan asumsi bahwa kondisi mangrove relatif sama. Kelemahan dari metode ini adalah adanya perbedaan karakteristik mangrove di berbagai daerah di Indonesia yang tentunya juga akan memberikan nilai yang berbeda. 𝑛 𝑖=1 NPBi
Nilai Pilihan = Keterangan: NPBi =
Nilai preservasi biodiversitas hutan mangrove
d. Exsistence Value (Nilai keberadaan) Manfaat keberadaan merupakan nilai keuntungan yang dapat dinikmati manusia sehubungan dengan keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan mangrove. Responden dapat memberikan nilai pada sumberdaya hutan dengan tanpa maksud untuk memanfaatkannya pada masa yang akan datang, yaitu mereka memberikan nilai secara murni pada sumberdaya hutan, dengan harapan keberadaan sumberdaya hutan tersebut dapat dipertahankan terus-menerus. Data dikumpulkan dengan teknik Contingen Valuation, responden ditanya apakah mereka mau membayar untuk barang dan jasa ekosistem mangrove. Dalam studi ini digunakan kuisioner untuk mewawancarai responden di mana mereka dapat mengekspresikan nilai-nilai bagi barang dan jasa lingkungan non market.
53
Nilai manfaat keberadaan diperoleh dari hasil perhitungan nilai tengah dengan rumus sebagai berikut (FAO 2000 dalam Adrianto et al. 2004):
MWTP =
1 n
n 𝑖=1 𝑌𝑖
Keterangan : MWTP = Mean willingness to pay n = Jumlah sampel responden Yi = Besaran WTP yang diberikan oleh responden ke-i. (4) Analisis Strategi Konservasi Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya Analisis strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya dilakukan secara deskriptif terhadap pilihan-pilihan strategis berdasarkan status pengelolaan hutan yang ada saat ini. Analisis ini dilakukan untuk melihat strategi pengelolaan yang paling optimal pada berbagai status lahan di Kabupaten Kubu Raya saat ini dilihat dari pendekatan nilai ekonomi total yang dihasilkan. Strategi konservasi ini membandingkan berbagai alternatif-alternatif pilihan pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya, yaitu: (1) strategi pengelolaan seperti saat ini (kombinasi HL, HP dan APL); (2) strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan mangrove tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung; (3) strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan mangrove tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi yang dikelola oleh swasta; dan (4) strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan mangrove tersebut ditetapkan sebagai areal penggunaan lain yang dikelola oleh koperasi untuk kebutuhan bahan baku arang mangrove. Dengan membandingkan nilai ekonomi total tersebut akan terjawab pilihan strategi pengelolaan yang paling optimal untuk dilaksanakan dilihat dari aspek ekonomi. Selanjutnya dianalisis kelemahan dan kekuatan masing-masing strategi tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk diketahui dan dapat diintegrasikan dalam perencanaan wilayah di Kabupaten Kubu Raya. Dengan kata lain, perencanaan wilayah pesisir dengan berbagai macam aktivitas penggunaan lahan harus memperhitungkan nilai ekonomi suatu sumberdaya tersebut.
V. HASIL DAN PEMBAHASAAN 5.1 Identifikasi Lokasi dan Luas Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya Kawasan pesisir Kabupaten Kubu Raya memiliki areal mangrove yang cukup luas. Berdasarkan analisis terhadap peta Penunjukan Kawasan Perairan dan Daratan Provinsi Kalimantan Barat (SK Menteri Kehutanan No. 259/KptsII/2000), Draft Rencana Tata Ruang Kabupaten Kubu Raya dan citra landsat Path 121 Row 60 dan Path 121 Row 61 data Agustus 2011, maka diketahui bahwa luas mangrove di Kabupaten Kubu Raya adalah 102.016,89 ha (Tabel 18). Kecamatan Batu Ampar memiliki mangrove terluas jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya, yaitu 52.300,91 ha (51,3%) yang terletak pada hutan lindung, hutan produksi, areal penggunaan lain dan lainnya. Kecamatan Kubu memiliki mangrove seluas 40.727,74 ha (39,9 ha) yang terletak pada hutan lindung, hutan produksi, areal penggunaan lain dan lainnya. Kecamatan Teluk Pakedai merupakan kecamatan dengan luasan mangrove terkecil, yaitu 8.988,24 ha (8,8%). Tabel 18 Luas mangrove di wilayah Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai No
Status Lahan
Luas per Kecamatan (ha) Batu Ampar
Kubu
Total
Teluk Pakedai
1
Hutan Lindung
24.996,92
17.669,45
7.946,71
50.613,08
2
Hutan Produksi (HP, HPK dan HPT)
19.075,31
22.187,58
-
41.262,89
3 4
Areal Penggunaan Lain (APL)
6.636,17
794,13
950,02
8.380,32
Lainnya
1.592,51
76,58
91,51
1.760,60
Total
52.300,91
40.727,74
8.988,24
102.016,89
Sumber: diolah dari Citra Landsat (2011), Peta Penunjukan Kawasan Daratan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat (2000), Draft RTRWK Kubu Raya (2012)
Dari luasan tersebut, sekitar 84.843,08 ha telah dikelola dan dimanfaatkan dengan rincian sebagai berikut: (1) kawasan hutan lindung (50.613,08 ha), (2) kawasan hutan produksi (28.230 ha), dan (3) areal penggunaan lain (6.000 ha). Ekosistem hutan mangrove pada hutan lindung dikelola oleh pemerintah, sedangkan hutan produksi dikelola dan dimanfaatkan oleh perusahaan swasta dalam bentuk Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu/IUPHHK dan areal penggunaan lain yang dikelola dan manfaatkan oleh koperasi/masyarakat.
56
5.2 Identifikasi Manfaat Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya Kebutuhan ruang dan lahan, serta aktivitas pembangunan yang terus meningkat di wilayah ini mendorong semakin meningkatnya tekanan dan permasalahan bagi pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Kubu Raya. Hal ini dapat terlihat dari pemanfatan kawasan ataupun pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak sesuai dengan peruntukannya (Tabel 19). Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memiliki fungsi fisik, ekologi dan sosial ekonomi yang cukup tinggi bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Secara fisik, keberadaan ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai penahan abrasi, penghasil oksigen, penyerap karbon dan penahan angin. Fungsi ekologi yang menonjol dari ekosistem mangrove adalah sebagai habitat keanekaragaman hayati (burung, mamalia, reptilia, amphibia dan biota air, serta jenis-jenis tumbuhan), mencegah intrusi air laut, tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan tempat berkembangbiak (nursery ground) bagi jenis biota air. Sedangkan secara sosial ekonomi, ekosistem mangrove berfungsi sebagai sumber bahan makanan, tempat mencari ikan dan biota air lainnya, serta memiliki nilai penting bagi hasil hutan kayu dan non kayu (kayu bakar, tiang pancang, bahan baku chip, daun nipah, madu dan lainnya). Keberadaan kawasan mangrove di ketiga kecamatan studi di wilayah pesisir Kabupaten Kubu Raya, sangat penting bagi pendukung keberlanjutan pembangunan di wilayah ini. Namun demikian keberadaan hutan mangrove sering menjadi perdebatan bagi berbagai pihak apakah akan lebih baik jika dikelola dalam bentuk kawasan lindung, hutan produksi yang dikelola perusahaan, areal penggunaan lain yang dikelola oleh masyarakat atau penggunaan-penggunaan lainnya. Pilihan paling optimal dari pengelolaan tersebut tidak banyak diketahui oleh parapihak (stakeholders), dikarenakan belum tersedianya data informasi kuantitatif tentang nilai-nilai (manfaat dan fungsi) kawasan mangrove tersebut. Oleh karena itu penilaian terhadap nilai ekonomi total kawasan mangrove di Kubu Raya dapat dipergunakan sebagai masukan bagi pemangku kepentingan dalam mewujudkan pengelolaan mangrove yang lebih optimal.
57
Pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, bisa berbeda, tergantung sudut pandang ilmu yang digunakan. Dari sisi ekologi, nilai dari hutan mangrove bisa berarti pentingnya hutan mangrove sebagai tempat reproduksi spesies ikan tertentu atau untuk fungsi ekologis lainnya. Dari sisi teknik, nilai hutan mangrove bisa berarti sebagai pencegah abrasi dan banjir. Perbedaaan konsep nilai tersebut dapat menyulitkan pemahaman mengenai pentingnya suatu ekosistem. Oleh karena itu diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem tersebut (Fauzi 2004). Tabel 19 Identifikasi manfaat hutan mangrove di Kubu Raya Lokasi Pemanfaatan Mangrove No
Jenis Manfaat
Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
APL (Koperasi)
Keterangan
Pemanfaatan oleh swasta Ada tambak di HL, tetapi tidak berproduksi -
A Nilai manfaat langsung 1 2 3 4 5 6
Kayu komersial Kayu bakar Tiang pancang Arang bakau Biota perairan Perikanan budidaya
Tidak ada Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak ada
Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada
Tidak ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada
7 8 9 10
Daun nipah Obat-obatan Satwa Bibit mangrove
Ada Tidak ada Tidak ada Ada
Ada Tidak ada Tidak ada Ada
Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Ada Ada
Ada Ada
Ada Ada
B Nillai manfaat tidak langsung 11 12 13 14
Pencegah abrasi Penyerap dan penyimpan karbon Penghasil oksigen Penahan intrusi air laut
Ada Ada
Ada Ada
Ada Ada
-
C Nilai pilihan 15
Nilai pilihan
Ada
Ada
Ada
-
Ada
Ada
Ada
-
D Nilai keberadaan 16 Eksistensi kawasan Sumber: Data primer (2012)
Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem memiliki multi manfaat yang sangat berguna bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Manfaat hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya bisa dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu direct use value (manfaat langsung), indirect use value (manfaat tidak langsung), option value (nilai manfaat pilihan) dan existence value (nilai
58
manfaat keberadaan) (Tabel 19). Rincian pemanfaatan hutan mangrove pada hutan lindung, hutan produksi dan areal penggunaan lain diuraikan lebih lanjut pada sub bab berikutnya. 5.2.1 Pemanfaatan Mangrove di Hutan Lindung Dari Tabel 19 diatas, terlihat bahwa nilai manfaat yang teridentifikasi pada hutan lindung (50.613,08 ha) adalah pengambilan kayu bakar, tiang pancang, biota perairan, daun nipah, bibit mangrove, pencegah abrasi, penyimpan karbon, penghasil oksigen, penahan intrusi air laut, manfaat pilihan dan eksistensi keberadaan kawasan. Berdasarkan analisis terhadap citra landsat Path 121 Row 60 dan Path 121 Row 61 data Agustus 2011, maka di dalam kawasan hutan lindung di ketiga kecamatan studi terdapat tambak seluas 984,16 ha. Tambak yang terluas terdapat di Kecamatan Kubu (525,85 ha), kemudian di Kecamatan Teluk Pakedai seluas 458,24 ha dan yang terkecil adalah di Kecamatan Batu Ampar dengan luas 0,07 ha. Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat di Desa Dabung Kecamatan Kubu, pembukaan tambak diperkirakan sejak tahun 1991 dan berkembang sampai dengan awal tahun 2009 sebelum adanya operasi penertiban yang dilakukan oleh instansi terkait. Pada saat penelitian ini dilakukan, tambak-tambak tersebut sedang tidak diusahakan (non produktif).
Hal ini disebabkan adanya penertiban yang
dilakukan oleh pemerintah (Dinas Kehutanan, Kepolisian, Koramil dan Kecamatan) sejak awal tahun 2009 yang menyebabkan pemilik tambak takut untuk mengusahakan tambaknya kembali. Hasil penertiban ini menyebabkan sekitar 58 warga Desa Dabung menjadi tersangka. Penetapan kawasan hutan lindung mangrove di Kubu Raya sendiri berdasarkan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada tahun 1982 yang tertuang dalam SK Menteri Pertanian Nomor 757/Kpts/Um/10/1982 dan Perda Nomor 1/1995 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Penetapan kawasan hutan lindung mangrove ini ditujukan untuk melindungi dan sebagai penyangga plasma nuftah kehidupan di wilayah pesisir dan lautan.
59
Gambar 5 Peta lokasi sebaran pemanfaatan ekosistem mangrove pada hutan lindung
60
Pemanfaatan hutan lindung sendiri diatur dalam beberapa peraturan perundangan seperti yang tercantum dalam Peraturan Perundangan No. 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Pada pasal 17 (ayat 1) disebutkan bahwa “pemanfaatan hutan pada hutan lindung dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu”. Pada ayat 2 selanjutnya disebutkan bahwa dalam blok perlindungan dilarang melakukan kegiatan pemanfaatan hutan seperti pada ayat 1. Dengan kondisi tersebut, terlihat bahwa pemanfaatan areal hutan lindung di Kabupaten Kubu Raya masih ada yang tidak sesuai dengan peruntukannya seperti pembukaan tambak, pemanfaatan kayu untuk bahan baku arang, tiang pancang, kayu bakar, dan areal pemukiman. Penetapan kawasan lindung saat ini masih dipermasalahkan oleh masyarakat setempat terutama di Desa Dabung yang merasa tidak dilibatkan dalam proses penunjukan kawasan dan masyarakat telah lebih dahulu berada dalam kawasan hutan lindung tersebut. Lokasi Hutan Lindung di Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai bisa dilihat pada Gambar 5. 5.2.2 Pemanfaatan Mangrove di Hutan Produksi Berdasarkan analisis terhadap citra landsat Path 121 Row 60 dan Path 121 Row 61 data Agustus 2011 dan peta SK Menteri Kehutanan No. 259/KptsII/2000, maka luasan hutan produksi yang memiliki hutan mangrove di lokasi studi adalah 41.262,89 ha. Hanya di dua kecamatan yang terdapat hutan produksi yang bervegatasi hutan mangrove, yaitu di Kecamatan Batu Ampar dengan luas 19.075,31 ha dan Kecamatan Kubu dengan luas 22.187.58 ha. Saat ini terdapat dua perusahaan yang memiliki IUPHHK dengan luas total 28,230 ha dengan rincian 10.100 ha dikelola dan dimanfaatkan oleh PT. BIOS dan 18.130 ha oleh PT. Kandelia Alam (Gambar 6).
61
Gambar 6 Peta lokasi sebaran pemanfaatan ekosistem mangrove pada hutan produksi
62
Sebelum tahun 1982, sebagian wilayah mangrove di Kabupaten Kubu Raya merupakan konsesi HPH PT. Bumi Indonesia Jaya, HPH PT. Pelita Rimba Alam, HPH PT. Kalimantan Sari dan HPH PT. Kayu Batang Karang. Kegiatan eksploitasi ini sempat terhenti dengan dikeluarkannya kebijakan larangan ekspor kayu bulat dan tidak tersedianya industri pengolahan kayu pada saat itu. Selanjutnya pada tahun 1996 sampai tahun 2002 kegiatan eksplotasi mangrove dilakukan oleh PT. Inhutani II di areal bekas tebangan HPH PT. Kalimantan Sari yang berada di kelompok hutan Kubu, Sungai Keluang dan Pulau Maya. Sejak tahun 2002 di lokasi tersebut PT. BIOS melakukan eksplotasi kayu mangrove dengan luas 10.100 ha, sedangkan pada kelompok hutan Sei Radak dan Sei Sepada dimanfaatkan oleh PT. Kandelia Alam seluas 18.130 ha. Pemanfaatan yang teridentifikasi pada hutan produksi yang dikelola oleh swasta adalah pengambilan kayu komersil, kayu bakar, tiang pancang, arang bakau, biota perairan, daun nipah, bibit mangrove, pencegah abrasi, penyerap dan penyimpan karbon, penghasil oksigen, penahan intrusi air laut, manfaat pilihan dan eksistensi keberadaan kawasan. Pemanfaatan kayu mangrove oleh swasta dipergunakan untuk bahan baku industri chip yang terdapat di Desa Batu Ampar. Pengelolaan dan pemanfaatan hutan produksi mangrove di dalam kawasan hutan produksi saat ini masih didasarkan pada sistem silvikultur hutan mangrove sesuai dengan SK Dirjen Kehutanan No. 60 tahun 1978 tentang Pedoman Sistem Silvikultur Hutan Payau. Sistem silvikultur yang diterapkan dengan sistem ini adalah sistem pohon induk “seed tree method” dengan meninggalkan sekitar 40 pohon sebagai pohon induk. Secara garis besar, sistem tersebut adalah sebagai berikut: (1)
Rotasi tebang adalah 30 tahun, rencana kerja tahunan (RKT) dibagi ke dalam 100 ha blok tebangan dan setiap blok tebangan dibagi lagi kedalam 10 sampai 50 ha petak tebang. Rotasi tebangan dapat dimodifikasi oleh pemegang konsesi yang didasarkan pada kondisi habitat, keadaan ekologi dan tujuan pengelolaan hutan setelah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Kehutanan.
(2)
Sebelum
penebangan,
pohon-pohon
dalam
blok
tersebut
harus
diinventarisasi dengan menggunakan systematic strip sampling dengan
63
sebuah jalur selebar 10 m dan jarak diantara rintisan jalur lebih kurang 200 m. Inventarisasi harus dilakukan oleh pihak pemegang konsesi. Berdasarkan hasil inventarisasi tersebut, Direktorat Jenderal Kehutanan akan menetapkan apakah hutan tersebut layak untuk ditebang atau tidak. Bila hutan tersebut layak ditebang, maka Direktorat Jenderal Kehutanan akan menentukan Annual Allowable Cut (AAC). (3)
Pohon-pohon yang ditebang harus mempunyai diameter sekurangkurangnya 10 cm pada ketinggian 20 cm di atas akar penunjang atau setinggi dada. Hanya kampak, parang, dan gergaji mekanik digunakan untuk menebang pohon.
(4)
Penebangan dilakukan dengan meninggalkan 40 batang pohon induk tiap ha, atau dengan jarak antara pohon rata-rata 17 m. Diamater pohon induk adalah > 20 cm yang diukur pada ketinggian 20 cm di atas pangkal banir bagi jenis Bruguiera spp dan Ceriops spp. atau di atas pangkal akar tunjang yang teratas bagi Rhizophora spp. Pada umur 15-20 tahun, setelah penebangan dilakukan penjarangan sampai hutan tersebut berumur 30 tahun.
(5)
Pengeluaran kayu dari dalam hutan dilakukan dengan perahu melalui sungai, alur air atau parit selebar 1,5 m dengan jarak satu sama lain kurang dari 200 m. Pengeluaran kayu ini dapat juga dilakukan dengan lori melalui jalan rel. .
(6)
Luas tempat penimbunan kayu termasuk tempat pembakaran arang dibatasi 0,1 ha tiap 10 ha areal penebangan.
(7)
Wilayah yang permudaannya rusak seperti bekas tempat penebangan pohon, kiri-kanan parit, bekas jalan rel, dan bekas tempat penimbunan kayu harus ditanami jenis pohon anggota Rhizophoraceae.
(8)
Membuat jalur hijau (green belt) selebar kurang lebih 50 m di sepanjang tepi pantai, dan 10 m di sepanjang tepi sungai, saluran air dan jalan-jalan utama. Sehubungan dengan jalur hijau mangrove, pada tahun 1990 Direktorat
Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan mengeluarkan Surat Edaran No. 507/IV-BPHH/1990 mengenai penentuan lebar jalur hijau mangrove selebar
64
200 m di sepanjang garis pantai dan 50 m di sepanjang pinggir sungai. Berdasarkan hasil studi ekologi di Sungai Saleh, Sumatera Selatan, Soerianegara et al. (1986) menyarankan lebar jalur hijau mangrove sama dengan 130 kali perbedaan rata-rata tahunan antara pasang tertinggi dengan surut terendah. Hasil penelitian ini tertuang dalam Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. 5.2.3
Pemanfaatan Mangrove di Areal Penggunaan Lain Areal penggunaan lain yang memiliki vegetasi mangrove di wilayah studi
adalah 8.340,32 ha.
Sekitar 6.000 ha merupakan kawasan mangrove yang
dikelola dan dimanfaatkan oleh Koperasi Panter yang berkedudukan di Desa Batu Ampar (Gambar 7).
Keberadaan areal ini terutama diperuntukkan untuk
penyediaan bahan baku arang di wilayah Desa Batu Ampar dan sekitarnya. Pemanfaatan yang teridentifikasi pada areal penggunaan lain yang dikelola oleh koperasi adalah kayu bakar, tiang pancang, arang bakau, biota perairan, daun nipah, pencegah abrasi, penyimpan karbon, penghasil oksigen, penahan intrusi air laut, manfaat pilihan dan eksistensi keberadaan kawasan. 5.3 Nilai Ekonomi Total (NET) Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya 5.3.1 Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) (1) Nilai Manfaat Langsung Hasil Hutan Kayu oleh Perusahaan Swasta Saat penelitian ini dilakukan, terdapat 2 (dua) perusahaan swasta yang memperoleh IUPHHK Hutan Alam Mangrove di Kabupaten Kubu Raya. Perusahaan yang pertama adalah PT. Bina Ovivari Semesta (PT. BIOS) yang memperoleh ijin IUPHHK pada tahun 2002 dengan luas konsesi seluas 10.100 ha. Perusahaan ini merupakan perusahaan pemanfaatan kayu mangrove yang selanjutnya dijual ke industri perusahaan pengolahan kayu yang ada di Batu Ampar. Dari luasan tersebut, areal efektif untuk pemanfaatan kayu adalah 5.590 ha (Amdal PT. BIOS 2006).
65
Gambar 7 Peta lokasi sebaran pemanfaatan ekosistem mangrove pada areal penggunaan lain
66
Perusahaan yang kedua adalah PT. Kandelia Alam yang memperoleh IUPPHK dalam Hutan Alam Mangrove No. 249/Menhut-II/2008 dengan luas areal 18.130 ha. Berdasarkan data AMDAL (2008), dijelaskan bahwa areal perusahaan ini berada di daerah pesisir berhutan mangrove dan luasan efektif untuk pemanfaatan kayu adalah 13.713 ha. Lokasi ijin pemanfaatan hasil hutan kayu kedua perusahaan tersebut disajikan pada Gambar 5. Total nilai manfaat langsung kayu komersil mangrove adalah Rp. 20.413.077.775,- per tahun (Tabel 20). Tabel 20 Nilai manfaat kayu komersil No 1
Uraian
2 3 4
Informasi dasar a. Luas hutan produksi mangrove b. Luas areal produktif c. Daur (rotasi) d. Luas tebangan tahunan e. Potensi tegakan komersial f. Faktor eksploitasi g. Volume produksi h. Harga kayu komersial Nilai manfaat total Biaya overhead Biaya variabel
5 6
Laba layak (5,75%) Nilai manfaat bersih
Satuan
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi)
Jumlah
hektar
-
28.230
-
28.230
hektar tahun hektar/tahun m3/hektar m3/tahun Rupiah/m3 Rupiah/tahun Rupiah/tahun Rupiah/tahun
-
19.163 30 638,77 138,21 0,80 74.445 509.405 37.922.642.622 3.026.320.992 13.514.165.861
-
19.163 30 638,77 138,21 0,80 74.445 509.405 37.922.642.622 3.026.320.992 13.514.165.861
Rupiah/tahun Rupiah/tahun
-
951.077.994 20.431.077.775
-
951.077.994 20.431.077.775
Sumber : Hasil olahan data sekunder dari RKT PT. BIOS (2009) dan PT. Kandelia Alam (2011)
(2) Nilai Manfaat Langsung Mangrove untuk Kayu Bakar Kayu bakar merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat, khususnya masyarakat di pedesaan. Kayu bakar oleh masyarakat dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari (memasak) dan untuk keperluan bahan bakar industri rumah tangga seperti usaha gula merah, arang bakau, dan sebagainya. Pemanfaatan kayu bakar
semakin menurun seiring dengan adanya program
konversi bahan bakar ke gas elfiji yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut informasi dari masyarakat setempat, pemakaian kayu bakar dari jenis bakau memiliki sifat bakar yang baik (lebih panas, apinya tahan lama dan asap yang lebih sedikit). Pemungutan kayu bakar biasanya dilakukan di areal yang tidak jauh dari pemukiman masyarakat atau dekat dengan aktivitas sehari-hari masyarakat. Pemungutan kayu mangrove untuk kayu bakar biasanya memakai
67
sampan
kaayuh
(tidakk
bermotorr).
Frekuennsi
pemunggutan
sebaanyak
3-5
kali/minggu k u, dengan jum mlah kayu yaang dikumpuulkan sebanyyak 0.18 m3 setiap kali pemungutan p n dengan harrga Rp. 40.0000,-. Untuk kebutuhan m memasak rum mah tangga dengan d 0.188 m3 cukup untuk u sebulaan, sedangkaan untuk kebbutuhan mem masak gula adalah a 0,32 m3 dalam sebulan. Gaambar pemaanfaatan kayyu bakar un ntuk bahan bakar b pada pemasakan di dapur arang a dan kayu k bakar uuntuk memasak dapat dilihat d pada Gambar 8.
(a)
(b)
Gambar 8 (a) Peman nfaatan kayuu mangrovee untuk bahhan bakar pembuatan arang, dan (b) Kayu maangrove untuuk memasakk Tabel T 21 Jum mlah rumah tangga pem manfaatan kayyu bakar darri mangrove di wilayah stuudi Peman nfaatan kayu baakar (rumah taangga) No 1 2 3 4 5 6 7
Deesa Batu Am mpar Teluk Nibung Nipah Paanjang Padang Tikar T I Kubu Dabung Tanjung Bunga
M Memasak
Dapur arang
Pembuat gu ula kelapa
Jermal
Jumlah h
42 25 17 34 35 26 3
141 9 -
5 6 4 3
30 -
183 30 23 38 44 56 6
Jumlah 185 Sumber S : Hasil olahan o data prim mer 2012
150
18
30
383
Dari Tabel 21 terlihat bbahwa jumllah rumah tangga yaang masih menggunaka m an kayu/ran nting mangrrove untuk kebutuhan memasak adalah a 185 rumah r tangg ga atau sek kitar 2,93% dari rumahh tangga yanng ada di areal a studi. Secara keseeluruhan rum mah tangga yang memaanfaatkan kaayu mangroove sebagai bahan b bakarr adalah 3833 rumah tanngga. Total nilai manfaaat langsungg dari kayu bakar b adalahh Rp. 117.9660.462,-/tahuun (Tabel 222).
68
Tabel 22 Nilai manfaat kayu bakar No 1
Rincian
Satuan
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi)
Total
Informasi dasar a. Jumlah rumah tangga pemanfaat kayu bakar untuk gula kelapa b. Volume kayu bakar c. Jumlah rumah tangga pemanfaat kayu bakar untuk jermal d. Volume kayu bakar e. Jumlah pemanfaat kayu bakar rumah tangga
rumah tangga
7
0
11
18
m3 rumah tangga
30,24 30
0 0
47,52 0
77,76 30
m3 rumah tangga
339 111
0 4
0 69
339 184
f. Volume kayu bakar g. Volume kayu bakar total h. Harga kayu bakar
m3 m3 Rp/m3
239,76 609,30 212.121
8,64 8,64 212.121
149,04 196,56 212.121
397,44 814,50 212.121
2 Nilai manfaat total Rp/tahun 129.245.325 3 Biaya pemungutan Rp/tahun 38.773.598 4 Laba layak (5.75%) Rp/tahun 2.229.482 5 Nilai manfaat bersih Rp/tahun 88.242.246 Sumber : Hasil olahan data primer (2012)
1.832.725 549.818 31.615 1.251.293
41.694.504 12.508.351 719.230 28.466.922
172.772.555 51.831.766 2.980.327 117.960.462
Pada perhitungan nilai manfaat kayu bakar untuk industri arang mangrove tidak diperhitungkan pada bagian ini, tetapi diperhitungkan pada nilai manfaat tiang pancang. Hal ini disebabkan pengumpulan kayu bakar untuk industri arang dilakukan bersamaan dengan pengumpulan tiang pancang untuk bahan bangunan dan untuk bahan baku arang. (3) Nilai Manfaat Langsung Mangrove untuk Tiang Pancang dan Bahan Baku Arang Pemanfaatan kayu mangrove untuk keperluan bahan baku bangunan rumah umumnya dilakukan oleh sebagian masyarakat yang tergolong kurang mampu, khususnya nelayan tradisional. Jenis kayu mangrove yang biasa digunakan adalah bakau merah (Rhizophora apiculata), nyirih (Xylocarpus granatum), dan tumu (Bruguiera gymnorriza). Bahan baku ada yang diambil sendiri dari hutan dan ada juga yang dibeli dari masyarakat pencari dengan harga jenis kayu mangrove Rp 7.500,-perbatang dengan ukuran panjang 2 meter dan diameter 10-20 cm. Pemanfaatan kayu-kayu mangrove tersebut umumnya digunakan sebagai kaso, kerangka bangunan rumah, pagar, konstruksi dermaga, tiang pancang jermal dan belat, bahan baku arang dan bahan bakar pembuatan arang. Jumlah pemanfaat kayu mangrove untuk tiang pancang, bahan baku arang dan bahan bakar dapur arang adalah 150 orang dengan lokasi pengambilan
69
bervariasi baik di lokasi hutan produksi, areal penggunaan lain dan hutan lindung. Gambar 9 menunjukkan pemanfaatan kayu bakau untuk tiang pancang bangunan dan bahan baku arang. Total nilai manfaat tiang pancang bangunan dan bahan baku arang adalah Rp. 1.700.130.938,- pertahun (Tabel 23).
Gambar 9 Pemanfatan tiang pancang dari mangrove untuk tiang rumah dan bahan baku arang Tabel 23 Nilai manfaat tiang pancang dan bahan baku arang No 1
Uraian
Satuan
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi)
Total
Informasi dasar 42
23
85
150
Rp/tahun
34.200.000
34.200.000
34.200.000
34.200.000
Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
1.436.400.000 908.145.000 52.218.338
786.600.000 497.317.500 28.595.756
2.907.000.000 1.837.912.500 105.679.969
5.130.000.000 3.243.375.000 186.494.063
5 Nilai manfaat bersih Rp/tahun Sumber : Hasil olahan data primer (2012)
476.036.663
260.686.744
963.407.531
1.700.130.938
2 3 4
a. Jumlah pengumpul tiang pancang
Orang
b. Rata-rata penerimaan kotor per orang Nilai manfaat total Biaya total Laba layak (5,75%)
70
(4) Nilai Manfaat Langsung Mangrove untuk Bahan Baku Arang Usaha pemanfaatan kayu mangrove untuk arang terdapat di Kecamatan Batu Ampar dan Kecamatan Kubu. Kegiatan industri arang di daerah ini diperkirakan mulai berdiri pada tahun 1913 di Desa Batu Ampar. Pada mulanya industri arang hanya terdapat di Dusun Sungai Limau dan Dusun Batu Ampar, selanjutnya berkembang sampai menjadi delapan dusun yaitu Gunung Paninjau, Pulau Semanggang, Batu Ampar Kecil, Telok Air, Mongguklinang dan Gunung Kruing.
Selanjutnya usaha arang ini berkembang ke Kecamatan Kubu yang
diperkirakan tahun 1930-an. Jumlah pemilik usaha dapur arang di Kecamatan Batu Ampar berdasarkan sensus yang dilakukan oleh LPP Mangrove (2008) adalah sebanyak 117 orang dan berkembang menjadi 120 orang pada saat studi ini dilakukan. Jumlah kepemilikan dapur berkisar antara 1 sampai dengan 10 buah dapur per orangnya. Total jumlah dapur arang yang terdapat di wilayah studi adalah 263 buah yang terdiri dari 237 dapur arang di Desa Batu Ampar dan 26 Dapur di Desa Kubu. Dapur arang di wilayah studi mempunyai kapasitas produksi bervariasi, ukuran kecil antara 90 kg – 2.000 kg/dapur, yang berukuran sedang memiliki kapasitas produksi < 2.000 kg – 4.000 kg/dapur dan yang berkuran besar memiliki kapasitas produksi sebesar < 4.000 kg – 7.000 kg. Kegiatan pembuatan arang meliputi penyediaan bahan baku arang, kayu bakar, penataan kayu, pembakaran, pemadaman serta pembongkaran dan pengepakan. Kegiatan penataan kayu sampai dengan pengepakan memerlukan waktu bervariasi sesuai dengan ukuran dapur, yaitu antara 25-40 hari.
Jika
diperhitungkan dengan waktu untuk mengumpulkan bahan baku dan kayu bakar, maka dalam setahun frekuensi pembakaran kurang lebih 7 kali. Arang yang sudah jadi diklasifikasikan ke dalam 5 kelas arang berdasarkan pada tingkatan kualitas. Arang dengan kualitas terbaik sampai terendah berturut-turut: arang kualitas A, B, C, arang cataw dan debu arang. Arang cataw adalah arang yang hancur tidak beraturan dan yang belum masak benar.
71
(a)
(b))
Gambar G 10 (a) dapur arrang berkapaasitas kecil, (b) arang hasil h pembak karan yang siap jual Jumllah arang yaang dihasilkaan untuk maasing-masingg kualitas daalam setiap tonnya t adalaah 16% (kualitas A), 644% (kualitass B), 10% (kkualitas C), 4% (arang cataw), c dan 6% (debu arang). a Hargaa arang juga bervariasi bberdasarkan kualitasnya: k Rp R 2.650,- /K Kg (Kualitass A), Rp 2.4550,-/Kg (Kuaalitas B), Rp11.700,-/Kg (K Kualitas C), Rp700,R /Kgg (arang caataw), dan R Rp 500,-/Kgg (debu araang).
Secarra lengkap
klasifikasi k kualitas k arang g dan produkksi pertahunnnnya disajikkan pada Tab bel 24. Tabel T 24 Haarga arang dan d jumlah pproduksi berddasarkan tinggkatan kualiitasnya No
Kualitas Ara ang
Hargaa (Rp/Kg g)
Jumlah produksi (Kgg/thn)
1
Kuallitas A
2.6500
6 666.99
2
Kuallitas B
2.4500
2.6667,96
3
Kuallitas C
1.7000
4 416,87
4
Aranng cataw
700
166,75
5
Debuu arang
500
Totall produksi Sumber: S Hasil olaahan data primerr (2012)
2 250,12 3.8863,86
Moddal untuk pem mbuatan dappur arang berrvariasi berddasarkan besar kecilnya ukuran u kapaasitas dapur arang (90 kg k sampai dengan d 7.0000 kg). Sebaggai contoh, untuk u dapurr yang berkappasitas 5 tonn, diperlukann investasi ssebesar Rp. 7.403.333,7 pertahun. p Seedangkan peenerimaan kkotor sebesaar Rp 11.100.000,- per per tahun. Total T nilai manfaat m langsung arangg mangrove adalah Rp. 2.755.191.3314,-/tahun (Tabel ( 25).
72
Tabel 25 Nilai manfaat arang mangrove No
Uraian
Satuan
Informasi dasar a. Jumlah pengrajin arang orang b. Jumlah dapur arang dapur c. Kapasitas produksi dapur ton arang per sekali bakar d. Jumlah pembakaran kali/tahun e. Kapasitas produksi dapur ton/tahun arang per tahun 2 Total kapasitas produksi ton/tahun a. Kualitas A (16%) ton/tahun b. Kualitas B (64%) ton/tahun c. Kualitas C (10%) ton/tahun d. Arang catau (4%) ton/tahun e. Debu arang (6%) ton/tahun 3 Harga arang (Rp/ton) a. Kualitas A Rp/ton/tahun b. Kualitas B Rp/ton/tahun c. Kualitas C Rp/ton/tahun d. Arang catau Rp/ton/tahun e. Debu arang Rp/ton/tahun 5 Nilai manfaat total Rp/tahun 6 Biaya produksi total Rp/tahun 7 Laba layak (5,75%) Rp/tahun 8 Nilai pmanfaat bersih Rp/tahun Sumber: Hasil olahan data primer (2012)
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi)
Total
1
-
8 26 3,06
112 237 2,18
120 263 2,28
-
7 21,40
7 15,24
7 15,97
-
556,50 89,04 356,16 56 22,26 33,39
3.612,19 577,95 2.311,80 361 144,49 216,73
4.168,69 666,99 2667,96 416,87 166,75 250,12
2.650.000 2.450.000 1.700.000 700.000 500.000 - 1.235.430.000 820.449.063 47.175.821 367.805.116
2.650.000 2.450.000 1.700.000 700.000 500.000 8.019.052.490 5.325.452.759 306.213.534 2.387.386.198
2.650.000 2.450.000 1.700.000 700.000 500.000 9.254.482.490 6.145.901.822 353.389.355 2.755.191.314
(5) Nilai Manfaat Langsung Mangrove sebagai Penghasil Biota Air Kegiatan penangkapan biota perairan (ikan, udang, kepiting dan kerangkerangan) sudah cukup lama berlangsung di kawasan hutan mangrove Kubu Raya dan pada umumnya dilakukan secara turun temurun. Pada jaman penjajahan Belanda dan Jepang, telah diatur mengenai lahan pengusahaan untuk penangkapan ikan/udang/kepiting yang ditandai dengan adanya “Blat” (alat tangkap). Lokasi pengambilan biota perairan pada umumnya di tepi-tepi pulau atau hutan mangrove serta sungai-sungai kecil yang terdapat di sekitar perairan ekosistem hutan mangrove, selain itu juga ada nelayan yang melakukan penangkapan sampai ke lepas pantai. Mangrove merupakan penyedia sumber makanan utama bagi berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting yang hidup di ekosistem pesisir melalui guguran serasah dari tumbuhan mangrove (terutama daun) yang mati. Sebagian kecil serasah yang jatuh di lantai hutan akan langsung dimakan oleh kepiting dan sebagian besar akan didekomposisi menjadi detritus oleh mikroba yang menjadi
73
sumber makanan bagi detrivora, yang selanjutnya detrivora tersebut menjadi sumber makanan bagi karnivora (Kusmana 2010). Clough (1986) menyatakan produksi primer bersih mangrove berupa materi yang tergabung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotrof atau dapat juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik baik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik. Sebagai produser primer, mangrove memberikan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang berdasarkan pada detritus atau serasah. Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah dapat digunakan untuk menggambarkan produktivitas (Chapman 1976). Berdasarkan penelitian Soekarjo (1995), hasil pengamatan guguran serasah mangrove sebesar 13,08 ton/ha/tahun, yang setara dengan penyumbangan 2 kg P/ha/th dan 148 kg N/ha/th. Pemanfaatan biota perairan di wilayah studi diklasifikasikan berdasarkan alat tangkap yang dipergunakan dengan rincian sebagai berikut: (a) Nelayan tradisional yang menggunakan pancing, jaring, bubu dan lainnya Jumlah nelayan yang menggunakan peralatan tangkap pancing, jaring, bubu serta menggunakan perahu atau perahu tempel ini berjumlah 1.757 orang. Dengan jumlah rata-rata 3 orang pergroup, maka di wilayah studi terdapat 547 grup nelayan. Penangkapan biota air (ikan, udang, kepiting) ini biasanya dilakukan di sekitar kawasan mangrove dengan hasil yang bervariasi menurut musim. Pendapatan nelayan (nelayan utama dan nelayan sambilan) dari kegiatan penangkapan biota perairan tergantung pada musim seperti musim Timur (Januari-April), musim Selatan (Mei-September) dan musim Barat (OktoberDesember). Dalam 1 (satu) hari kerja nelayan (6 jam kerja) pada musim pasang kecil atau musim panceklik (Oktober-Desember) dapat dihasilkan 2 kg ikan, 4 kg udang dan 3 kg kepiting sedang pada pasang besar atau musim panen (Januari-April)
74
dapat dihasilkan 8 kg ikan, 122 kg udang dan 15 kg kepiting. k Tootal nilai maanfaat bersih ketiga komo oditas ini addalah Rp. 50..094.355.857 7,-tahun (Taabel 26). Tabel 26 Nilai maanfaat biota air a (nelayan tangkap) No
Uraian n
Sattuan
Jenis taangkapam Ikaan
Udang
Keepiting
Total
1
J Jumlah nelayan
oranng
1.757
1.757
1.757
2
JJumlah group neelayan (3 o orang/group)
grouup
586
586
586
3
H Harga
Rp/kkg
4
T Total produksi per tahun
kg
5
N Nilai manfaat tottal
Rp/ttahun 15.379.606.667 43.737..001.000 27.7002.033.333 86.8 818.641.000
6
T Total biaya
Rp/ttahun
7
L Laba layak (5.755%)
Rp/ttahun
8 N Nilai manfaat beersih Rp/ttahun Sumber:: Hasil olahan daata primer (2012 2)
20.000
36.500
25.000
768.980
1..198.274
1.108.081
3.075.336
6.151.842.667 17.494..800.400 11.0880.813.333 34.7 727.456.400 353.730.953
1.005..951.023
637.146.767
1.9 996.828.743
8.874.033.047 25.236..249.577 15.9884.073.233 50.0 094.355.857
Gambar 111 Alat tangkaap nelayan trradisional (b) Neelayan Jerm mal Untuk nelaayan yang lebih bermoddal bisa men nggunakan jjermal atau blat. Jermall yang dijum mpai saat stuudi ini dilakuukan, dapat dibagi menjjadi dua kategori Biasanya ukkuran berdassarkan lokassi, yaitu laut lepas dan ddi kawasan mangrove. m jermall di laut lepas akan lebiih besar jikaa dibandingkkan dengan jermal di dalam d kawassan mangrovve. Dalam sttudi ini, perhhitungan dilaakukan terhaadap jermal yang beradaa di kawasann mangrove (jermal denggan ukuran lebih l kecil) yyang dijumppai di Desa Dabung D sebaanyak 30 buaah. Jumlah haasil tangkapan bervariassi berdasarkkan musim, umumnya pada musim m Barat lebih h banyak jikka dibadingkkan dengan musim m lainnya. Pada musim m
75
Barat, biota air yang dihasilkan bisa mencapai 1 ton/hari, sedangkan pada musim lainnya hanya mencapai 100 kg/hari. Nilai total manfaat bersih biota air dengan menggunakan alat tangkap jermal adalah Rp. 1.182.684.213,-/pertahun (Tabel 27). Tabel 27 Nilai manfaat biota air (nelayan jermal) No
Uraian
1 Jumlah jermal 2 Pendapatan jermal 3 Nilai manfaat total 4 Biaya total 5 Laba layak (5.75%) 6 Nilai manfaat bersih Sumber: Hasil olahan data primer (2012)
Satuan Buah Rp/tahun/jermal Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
Jumlah 30 118.573.333 3.557.200.000 2.245.405.000 129.110.788 1.182.684.213
Gambar 12 Jermal di pesisir Desa Dabung (c) Nelayan Blat “Blat” merupakan alat perangkap biota air yang dipasang di sekitar mangrove di Kubu Raya. Konstruksi dibuat sederhana dengan menggunakan bambu, kayu dan jaring. Jumlah belat yang dijumpai di desa penelitian berjumlah 65 buah yang tersebar di Desa Padang Tikar I, Teluk Nibung dan Tanjung Bunga.
76
Nilai total manfaat bersih biota air dengan menggunakan alat tangkap jermal adalah Rp. 1.104.926.723,-/pertahun (Tabel 28). Tabel 28 Nilai manfaat biota air (alat tangkap ”blat”) No
Uraian
1 Jumlah blat 2 Rata-rata pendapatan per blat 3 Nilai manfaat totak 4 Biaya 5 Laba layak (5,75%) 6 Nilai manfaat bersih Sumber: Hasil olahan data primer (2012)
Satuan
Jumlah
Buah Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
65 22,320.000 1.558.781.538 429.177.129 24.677.684 1.104.926.723
Gambar 13 Alat tangkap “Blat” (d) Nelayan pengumpul kerang-kerangan Kerang-kerangan merupakan salah satu komoditas biota air yang dikumpulkan dan dijual oleh masyarakat pesisir di sekitar mangrove Kabupaten Kubu Raya. Umumnya kegiatan pengumpulan kerang-kerangan ini dilakukan oleh kaum ibu.
Lokasi pengambilan biasanya pada pantai yang berdekatan
dengan pemukiman dan vegetasi mangrove.
Sekitar 121 orang di wilayah
penelitian merupakan pencari kerang-kerangan (kerang, ale-ale, kepah dan siput). Nilai total manfaat bersih pengumpulan kerang adalah Rp. 514.933.650,-/pertahun (Tabel 29).
77
Tabel 29 Nilai manfaat biota air (kerang-kerangan) No
Uraian
Satuan
Jumlah
1
Jumlah pencari gastropoda
Orang
2
Rata-rata pendapatan
Rp/tahun
4.446.000
3 4
Nilai manfaat total Biaya
Rp/tahun Rp/tahun
537.966.000 21.780.000
Rp/tahun Rp/tahun
1.252.350 514.933.650
5 Laba layak (5,57%) 6 Nilai manfaat bersih Sumber: Hasil olahan data primer (2012)
121
(6) Nilai Manfaat Langsung Mangrove sebagai Penghasil Atap Daun Nipah Di wilayah studi, daun nipah umumnya digunakan sebagai bahan baku atap bangunan. Tanaman nipah sebagai bahan baku pembuatan garam, sapu lidi, tikar, bahan baku kerajinan seperti tudung saji, tempat buah serta bahan baku gula dan manisan belum dimanfaatkan. Sekitar 30 % rumah penduduk di wilayah studi masih menggunakan daun nipah sebagai atapnya, sedangkan lainnya sudah beralih menggunakan seng atau genteng. Di ketujuh desa penelitian, dijumpai sekitar 91 orang pengrajin nipah untuk memenuhi kebutuhan atap di lokasi setempat atau untuk dikirim ke lokasi lainnya. Pemanfaatan nipah untuk atap bangunan/rumah disajikan pada Gambar 14 dan 15.
(a)
Gambar 14 (a) Pengambilan daun nipah, (b) atap daun nipah yang siap pakai
(b)
78
Gambar G 15 Rumah pend duduk yang masih memppergunakan daun nipah Kemampuaan pengrajinn atap nipahh dalam satu hari bervariiasi antara 50-75 5 lembarr perhari. Haarga jual ataap daun nipaah di tingkat pengrajin anntara Rp. 1.7700,sampaai dengan 2.0 000 per kepiing. Lokasi ppengambilann daun nipahh umumnya dekat d dengan n lokasi peemukiman atau a aktivitaas sehari-haarinya sebaggai nelayan atau pencarri kayu. Tottal nilai mannfaat bersih daun nipahh adalah Rp. 1.127.623.9999,/tahunn (Tabel 30). Tabel 30 Nilai maanfaat atap daaun nipah No
Uraian
1
Ju umlah pembuat atap a daun niipah di 7 desa Prroduktivitas rataa-rata atap daaun nipah per orrang
2
Sa atuan oraang
ping/ kep tah hun 3 Volume V produksi atap kep ping/ daaun nipah tah hun 4 Harga H jual Rpp 5 Nilai N manfaat totaal Rpp/tahun 6 Biaya total Rpp/tahun 7 Laaba layak (5,75% %) Rpp/tahun 8 Nilai N manfaat bersih Rpp/tahun Sumber:: Hasil olahan daata primer (2012 2)
Niilai ekonomi peerlokasi pengeloolaan HP APL PHHK) (K Koperasi) (IUP 53 18 20
Total
Hu utan Lind dung
91
8.663
8,663
8.663
8.663
4459.113
155,925
173.250
788.288
1.920 881.4496.000 212.5527.619 12.2220.338 656.7748.043
1,920 2999.376.000 722.179.191 4 4.150.303 2233.046.505
1.920 3322.640.000 800.199.101 4 4.611.448 2477.829.450
1.920 1.513.512.000 364.905.911 20.982.090 1.127.623.999
79
(7) Nilai Manfaat Langsung Mangrove Sebagai Penghasil Bibit Nilai manfaat berdasarkan pada nilai bibit mangrove yang ditanam pada tahun terakhir yang dilakukan oleh pemerintah maupun yang dilakukan oleh swasta. Penanaman mangrove di kawasan mangrove Kubu Raya pada tahun 2011 dilakukan oleh Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Pertambangan sebanyak 150.000 bibit. Penanaman lainnya dilakukan oleh dua perusahaan swasta yang memiliki IUPHHK dengan jumlah bibit 455.230 bibit pertahunnya. Dengan demikian nilai manfaat bersih bibit adalah Rp. 377.308.669,- (Tabel 31). Tabel 31 Nilai manfaat bibit mangrove Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No
Uraian
1
Satuan
Jumlah bibit yang batang/tahun dimanfaatkan 2 Harga bibit Rp/batang 3 Nilai manfaat total Rp/tahun 4 Biaya total Rp/tahun 5 Laba layak Rp/tahun 6 Nilai manfaat bersih Rp/tahun Sumber: Hasil olahan data primer (2012)
Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
Total
APL (Koperasi)
150.000
650.655
-
800.655
1000 150.000.000 75.000.000 4.312.500 70.687.500
1000 650.655.000 325.327.500 18.706.331 306.621.169
-
1000 800.655.000 400.327.500 23.018.831 377.308.669
5.3.2 Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value) (1) Nilai Manfaat Tidak Langsung Mangrove sebagai Penahan Abrasi Manfaat tidak langsung mangrove sebagai penahan abrasi diestimasi melalui replacement cost dengan pembangunan pemecah gelombang (break water).
Pengendalian abrasi pantai oleh ekosistem mangrove terjadi melalui
mekanisme pemecahan energi kinetik gelombang air laut dan pengurangan jangkauan air pasang ke daratan, seperti telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Suryana (1998) di pantai utara pulau Jawa yang mana abrasi pantai relatif tidak terjadi pada lokasi yang ditumbuhi mangrove dengan lebar 100 meter. Dengan lebar mangrove 100 meter, jangkauan air pasang akan berkurang lebih dari 60%. Biaya pembangunan dan pemeliharaan fasilitas pemecah gelombang (break water) di Provinsi Kalimantan Barat untuk ukuran panjang 1 km adalah Rp 9 milyar (Bapedalda Provinsi Kalimantan Barat, 2012). Biaya tersebut sudah termasuk biaya pemeliharaan selama umur ekonomis bangunan yang mencapai 30 tahun. Berdasarkan panjang pantai ekosistem hutan mangrove di kawasan studi
80
sekitar 127.600 meter (LPP Mangrove 2008), maka biaya pembuatan pemecah gelombang seluruhnya Rp. 1.082.367.000.000,-. Nilai manfaat per tahun dengan umur ekonomis sebesar 30 tahun adalah Rp 36.078.900.000,- pertahun (Tabel 32). Tabel 32 Nilai manfaat tidak langsung mangrove sebagai penahan abrasi Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No
Uraian
1 Biaya pembuatan bangunan beton 2 Panjang garis pantai 4 Total biaya 5 Umur ekonomis 6 Laba layak 7 Nilai manfaat total 8 Nilai manfaat bersih
Satuan Rp/km km Rp tahun Rp/tahun Rp Rp/tahun
Hutan Lindung 9.000.000.000
HP (IUPHHK)
APL (Koperasi)
9.000.000.000
9.000.000.000
Total 9.000.000.000
64,66 51,27 11,67 127,60 581.940.000.000 461.430.000.000 105.030.000.000 1.148.400.000.000 30 30 30 30 33.461.550.000 26.532.225.000 6.039.225.000 66.033.000.000 548.478.450.000 434.897.775.000 98.990.775.000 1.082.367.000.000 18.282.615.000 14.496.592.500 3.299.692.500 36.078.900.000
Sumber : diolah dari data Bapedalda Provinsi Kalimantan Barat 2012 dan Citra Landsat 2011
(2) Nilai Manfaat Tidak Langsung Mangrove sebagai Penyimpan Karbon Hutan mangrove merupakan salah satu tipe hutan di pesisir yang memiliki fungsi sebagai penyimpan karbon melalui proses fotosintesis yang disebut dengan sequestration. Kandungan karbon pohon jenis mangrove diduga berkorelasi positif dan nyata dengan besarnya ukuran pohon dan meningkat dengan bertambahnya umur pohon tersebut.
Dalam fotosintesis, pohon (tanaman)
menyerap CO2 dan H2O dibantu dengan sinar matahari diubah menjadi glukosa yang merupakan sumber energi (sebelumnya diubah dulu melalui proses respirasi) tanaman tersebut dan juga menghasilkan H2O dan O2 yang merupakan suatu unsur yang dibutuhkan oleh organisme untuk melangsungkan kehidupan (bernapas). Sehingga, hanya dengan mengetahui dan memahami hal tersebut kita harus sadar bahwa hutan sangat dibutuhkan manusia untuk menyerap karbon yang berlebih dalam atmosfer. Jumlah atau stok karbon yang dihasilkan oleh hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya adalah 72,16 ton untuk jangka waktu 30 tahun atau 2,41 ton/ha/tahun (LPP Mangrove 2008). Dengan harga karbon di pasaran Eropa pada Februari 2012 sebesar € 10,00/ton pada European Union Emission Trading Scheme (nilai tukar rupiah terhadap euro Rp 11.992,75-), maka nilai penerimaan kotor dari manfaat penyimpan karbon adalah Rp 22.968.343.832,- pertahun. Dengan biaya pengelolaan hutan mangrove adalah sebesar Rp.7.770.325.505,- per
81
tahun dari nilai penerimaan kotor, maka nilai manfaat bersih penyimpan karbon sebesar Rp 14.751.224.610,-/tahun (Tabel 33). Tabel 33 Nilai manfaat tidak langsung mangrove sebagai penyimpan karbon Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No 1 2 3 4 5 6
Uraian Total potensi karbon Harga karbon Nilai manfaat total Total biaya pengelolaan Laba layak (5,75%) Total manfaat bersih
Satuan ton Rp/ton Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
Hutan lindung 119.370 119.928 14.315.757.182 2.491.371.222 143.253.845 11.681.132.115
HP (IUPHHK)
APL (Koperasi)
60.002 119.928 7.195.881.762 4.317.529.057 248.257.921 2.630.094.784
12.147 119.928 1.456.704.887 961.425.226 55.281.950 439.997.711
Total 191.519 119.928 22.968.343.832 7.770.325.505 446.793.717 14.751.224.610
Sumber : diolah dari data LPP Mangrove 2008 dan Citra Landsat 2011
(3) Nilai Manfaat Tidak Langsung Mangrove sebagai Penghasil Oksigen Dalam fotosintesis, pohon (tanaman) menyerap CO2 dan H2O dibantu dengan sinar matahari diubah menjadi glukosa yang merupakan sumber energi (sebelumnya diubah dulu melalui proses respirasi) tanaman tersebut dan juga menghasilkan H2O dan O2 yang merupakan suatu unsur yang dibutuhkan oleh organisme untuk melangsungkan kehidupan (bernapas). Dengan menggunakan rumus molekul, persamaan kimia proses fotosintesia adalah 6CO2 +6H2O Æ C6H12O6 + 6O2 (Blankenship RE and Govindjee 2007). Manfaat mangrove sebagai penghasil oksigen diestimasi dengan menggunakan potensi oksigen yang diproduksi mangrove sebagai penghasil oksigen. Harga oksigen diasumsikan setara dengan nilai penggunaan oksigen dalam kegiatan medis di rumah sakit di Provinsi Kalimantan Barat sebesar Rp. 250.000,-/m3. Mangrove yang optimal untuk mengahasilkan oksigen diasumsikan setelah umur 5 tahun. Dengan potensi oksigen di areal studi mencapai 372.298 m3/tahun, dan biaya sekitar Rp. 40.388.675.605,- pertahun maka estimasi nilai manfaat bersih tidak langsung sebagai penghasil oksigen adalah Rp. 54.185.974.244,- pertahun (Tabel 34).
82
Tabel 34 Nilai manfaat tidak langsung mangrove sebagai penghasil oksigen Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No
Uraian
Satuan
HP (IUPHHK)
Hutan Lindung
APL (Koperasi)
Jumlah
1
Potensi oksigen
m3/tahun
241.577
121.430
24.582
2
Harga oksigen (O2)
Rp/m3
250.000
250000
250.000
250000
3
Nilai manfaat total
Rp/tahun
60.394.162.543
30.357.405.986 6.145.429.167
96.896.997.696
18.214.443.591,67 4.055.983.250
40.388.675.605
4
Biaya pengelolaan hutan
Rp/tahun
18.118.248.763
5
Laba layak
Rp/tahun
1.041.799.304
6 Nilai manfaat bersih Rp/tahun 41.234.114.476 Sumber : diolah dari data LPP Mangrove 2008 dan Citra Landsat 2011
1.047.330.507
387.588
233.219.037
2.322.348.847
11.095.631.888 1.856.226.880
54.185.973.244
(4) Nilai Manfaat Tidak Langsung Mangrove sebagai Penahan Intrusi Air Laut Kusmana (2010) menyebutkan bahwa fungsi mangrove sebagai penahan intrusi air laut terjadi melalui mekanisme sebagai berikut : -
Pencegahan pengendapan CaCo3 oleh badan eksudat akar.
-
Pengurangan kadar garam oleh bahan organik hasil dekomposisi serasah.
-
Peranan fisik susunan akar mangrove yang dapat mengurangi daya jangkauan air pasang ke daratan.
-
Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah melalui dekomposisi serasah. Hilmi (1998) melaporkan bahwa percepatan intrusi air laut di pantai
Jakarta meningkat drastis dari 1 km pada hutan mangrove selebar 0,75 m menjadi 4,24 km pada lokasi tanpa hutan mangrove. Secara teoritis diperkirakan percepatan intrusi air laut meningkat 2 – 3 kali pada lokasi tanpa hutan mangrove. Di Kubu Raya, sawah merupakan sektor pertanian yang paling rentan mengalami penurunan produksi sebagai akibat terjadinya intrusi air laut di kawasan hutan mangrove. Dengan demikian, manfaat sebagai penahan intrusi air laut, diestimasi setara dengan nilai turunnya produktivitas usaha tani padi sawah akibat lahan sawah terintrusi air laut. Dari penelitian LPP Mangrove 2008, di Desa Nipah Panjang dan Teluk Nibung terjadi penurunan produksi padi sekitar 1,26 ton/ha pertahun dari rata-rata 2 ton/ha/tahun sebelum terjadi intrusi air menjadi 0,74 ton/ha/tahun.
Nilai
penerimaan kotor yang hilang akibat intrusi air laut adalah sebesar Rp 4.410.000,/ha/tahun (harga padi berlaku Rp 3.500,-/kg). Biaya produksi berdasarkan hasil wawancara adalah sebesar 55%. Nilai manfaat bersih tidak langsung mangrove sebagai penahan intrusi air laut adalah Rp. 7.428.105.878,- tahun (Tabel 35).
83
Tabel 35 Nilai manfaat tidak langsung mangrove sebagai penahan intrusi air laut No
Uraian
1
Informasi dasar a. Rata-rata penurunan produksi padi akibat intrusi b. Harga gabah kering c. Luas sawah di seluruh areal studi d.Volume penurunan produksi padi Nilai kehilangan pendapatan total akibat penurunan produksi padi Total biaya produksi (55%) Laba layak (5,75%) Nilai kehilangan pendapatan bersih akibat penurunan produksi padi
2
3 4 5
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi)
Satuan
ton/ha/tahun
Jumlah
1,26
1,26
1,26
1,26
Rp/kg ha
3.500 2.456,1
3.500 1.278,7
3.500 291,2
3.500 4.026,0
ton/tahun
3.094,7
1.611,2
366,9
5.072,8
Rp
10.831.534.619 5.639.083.579 1.284.041.802 17.754.660.000
Rp
5.957.344.040 3.101.495.969
706.222.991 9.765.063.000
Rp/ha/tahun Rp/tahun
342.547.282 178.336.018 4.531.643.296 2.359.251.593
40.607.822 561.491.123 537.210.989 7.428.105.878
Sumber : diolah dari data LPP Mangrove 2008 dan Citra Landsat 2011
5.3.3 Nilai Manfaat Pilihan (Option Value) Nilai pilihan merupakan manfaat nilai langsung atau tidak langsung di masa akan datang yang diperoleh dari keberadaan sumberdaya mangrove. Manfaat pilihan ekosistem hutan mangrove di kawasan penelitian diestimasi dengan teknik benefit transfer dengan menggunakan pendekatan penelitian yang dilakukan oleh Ruitenberk (1992) yang dilakukan di hutan mangrove Teluk Bintuni. Berdasarkan penelitian tersebut, nilai pilihan mangrove adalah US $ 15,00 per hektar pertahun. Dengan kurs Rp. 9.162,-/US $ 1,00, maka nilai manfaat pilihan adalah Rp. 137.460,-/ha. Dengan luasan mangrove efektif sekitar 79.625 ha, maka nilai manfaat bersih mangrove sebagai manfaat pilihan adalah Rp. 10.945.253.416,-/tahun (Tabel 36). Tabel 36 Nilai manfaat pilihan (Option Value) mangrove di areal penelitian Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No
Uraian
Satuan
HP (IUPHHK)
Hutan Lindung
1
Luas hutan mangrove
Ha
50.613
2
Ha
49.629
3
Luas hutan mangrove efektif Nilai manfaat per hektar
4
Nilai manfaat per hektar
Rp/ha/tahun
US$/ha/tahun
15 137.460
28.230 24.946 15 137.460
APL (Koperasi) 6.000 5.050 15 137.460
Jumlah
84.843 79.625 15 137.460
5 Nilai manfaat bersih Rp/tahun 6.821.980.346 3.429.100.070 694.173.000 10.945.253.416 Sumber: dioleh dari data Ruitenberk (1992) dan Citra Landsat 2011
84
5.3.4 Nilai Manfaat Keberadaan (Existence Value) Nilai manfaat keberadaan ekosistem mangrove diestimasi dari penilaian responden yang berada di sekitar lokasi mangrove di wilayah penelitian mengenai pentingnya keberadaan ekosistem tersebut. Nilai kawasan diambil dari dengan menggunakan metode kontingensi (Contingent Valuation Method). Jumlah responden yang memberikan penilaian berjumlah 57 orang dengan latar pendidikan dan pekerjaan yang berbeda. Dari 57 responden tersebut, 5 orang tidak bersekolah, 40 orang berpendidikan sekolah dasar (SD), 7 orang berpendidikan SLTP dan 5 orang lainnya berpendidikan SLTA (Tabel 37). Tabel 37 Nilai manfaat keberadaan ekosistem mangrove di Kabupaten Kubu Raya No
Tingkat Pendidikan
1 2 3 4
Tidak sekolah SD SLTP SLTA Rata-rata Sumber: Hasil olahan data primer (2012)
Jumlah Responden (orang) 5 40 7 5 57
Rata-rata nilai (Rp)) 1.000.000 1.875.000 3.642.857 5.400.000 2.324.561
Jika dilihat dari tingkat pendidikan, maka rata-rata nilai yang diberikan responden semakin meningkat dengan semakin tingginya tingkat pendidikan. Responden yang tidak memiliki pendidikan memberikan nilai rata-rata Rp. 1.000.000,- per hektar pertahun, semakin meningkat pada responden dengan tingkat pendidikan SD sebesar 1.875.000,- perhektar pertahun. Responden yang berpendidikan SLTP memberikan rata-rata penilaian sebesar Rp. 3.642.857,perhektar pertahun, sedangkan responden yang berpendidikan SLTA memberikan penilaian sebesar Rp. 5.400.000,-perhektar pertahun. Berdasarkan penilaian diatas maka nilai keberadaan ekosistem mangrove di wilayah penelitian memiliki rata-rata sekitar Rp. 2.324.561,- perhektar pertahun.
Dengan luas mangrove sekitar 82.613 ha, maka nilai keberadaan
mangrove di Kabupaten Kubu Raya adalah Rp.192.852.587.719 ,- pertahun 5.3.5 Nilai Manfaat Ekonomi Total Ekosistem Hutan Mangrove Berdasarkan identifikasi dan kuantifikasi terhadap manfaat mangrove di Kabupaten Kubu Raya (84.843,08 ha), yaitu pada hutan lindung (50.163,08 ha), hutan produksi yang dikelola oleh swasta (28,230 ha) dan Areal Penggunaan Lain
85
yang dikelola oleh koperasi/masyarakat (6.000 ha) diperoleh nilai total sebesar Rp. 400.018.397.288,- per tahun. Dari Tabel 38, terlihat bahwa nilai manfaat keberadaan merupakan nilai yang tertinggi (49,3%), kemudian manfaat tidak langsung (28,1 %), manfaat langsung (19,9%) dan yang terendah adalah manfaat pilihan (2,7%). Tabel 38 Total nilai manfaat hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya No
A 1 2 3 4 5
6 7 B 8 9 10 11
C 12 D 13
Jenis Manfaat
Nilai Manfaat berdasarkan Lokasi Pengelolaan (Rp/tahun) APL Hutan Lindung HP (IUPHHK) (Koperasi)
Nilai manfaat langsung Kayu komersial Kayu bakar Tiang pancang Arang Biota perairan
Total (Rp)
%
88.242.246 476.036.663 -
20.431.077.775 1.251.293 260.686.744 367.805.116
28.466.922 963.407.531 2.387.386.198
20.431.077.775 117.960.462 1.700.130.938 2.755.191.314
5,1 0,03 0,4 0,7
a. Nelayan tangkap b. Jermal c. Blat d. Kerang-kerangan Daun nipah Bibit mangrove Jumlah A Nilai manfaat tak langsung
29.883.733.873 705.528.989 659.142.844 307.183.113 656.748.043 70.687.500 32.847.303.270
16.668.006.386 393.517.147 367.644.725 171.335.018 223.046.505 306.621.169 39.190.991.879
3.542.615.598 83.638.076 78.139.155 36.415.519 247.829.450 7.367.898.450
50.094.355.857 1.182.684.213 1.104.926.724 514.933.650 1.127.623.999 377.308.669 79.406.193.599
12,5 0,3 0,3 0,1 0,3 0,1 19,9
Pencegah abrasi Penyimpan karbon Manfaat penyedia oksigen Penahan intrusi Jumlah B
18.282.615.000 11.681.132.115 41.234.114.476 4.431.228.537
14.496.592.500 2.630.094.784 11.095.631.888 2.471.570.182
3.299.692.500 439.997.711 1.856.226.880 525.307.159
36.078.900.000 14.751.224.610 54.185.973.244 7.428.105.878
9,0 3,7 13,5 1,9
75.629.073.511
30.693.889.354
6.121.224.250
112.444.187.115
28,1
6.821.980.346
3.429.100.070
694.173.000
10.945.253.416
2,7
117.653.026.316 232.951.383.444
65.622.368.421 138.936.349.723
13.947.368.421 28.130.664.120
197.222.763.158 400.018.397.288
49,3 100
Manfaat pilihan Manfaat pilihan Manfaat keberadaan Manfaat keberadaan Jumlah Total (Rp./tahun)
Sumber: Hasil olahan data primer (2012)
Manfaat langsung pada hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya adalah sebesar Rp. 79.406.193.599,- pertahun. Nilai manfaat langsung yang tertinggi adalah pemanfaatan biota air yang mencapai 13,2% atau senilai Rp. 52.896.900.443,- pertahunnya. Selanjutnya pada urutan kedua adalah manfaat kayu komersil sebesar 5,1% atau sebesar Rp. 20.431.077.775,- pertahunnya. Sedangkan manfaat yang terendah adalah manfaat kayu bakar yang hanya sekitar 0,03% atau senilai Rp. 177.960.462,-. Rendahnya pemanfaatan kayu bakar oleh rumah tangga disebabkan peralihan sebagian besar penggunaan kayu bakar menjadi pengunaan kompor gas hasil konversi dari pemerintah ataupun penggunaan bahan bakar lainnya (Gambar 16).
86
60,000,000,000
52,896,900,4433
Rp/tahun
50,000,000,000 40,000,000,000 30,000,000,000 20,431,077,775
20,000,000,000 10,000,000,000
2,755,191,314 117,960,462 1,7000,130,938
1,127,623,999 377,308,669
-
1.Kayu komersil
2. Kayu Bakar
3.T Tiang panncang
4.Aran ng
5.Biota perairan
6.Daun nipah
7.Bibit 7 maangrove
N Nilai Manfaat Langsung
Gambar 16
Perbbandingan niilai manfaat langsung hu utan mangroove di Kabuppaten Kubbu Raya Jikka Rp. 25.004.360.44 88/thn (31% %)
Rp. 54 4.401.833.1 11,- /thn (69%)
perbandingan
diilihat maanfaat
n non lansung daari kayu dan kayu, makka terlihat baahwa
Manffaat Kayu Manffaat Non Kayu
G Gambar 17. Peerbandingan manfaat m langsung kaayu dan non kayu k
manfaat kkayu lebih reendah jika dibanndingkan deengan manfaat nnon kayu. Nilai manfaat
langsung
kayu
manfaat non kayu adalahh sebesar Rpp. 25.004.3660.488,- perttahunnya, seedangkan m sebesaar Rp.54.4011.833.111,- pertahunnya. p . Dari Tabell 38 terlihatt bahwa nilaai manfaat laansung padaa hutan prodduksi terlihaat lebih ting ggi jika dibbandingkan dengan areal hutan linndung mesk kipun memilliki areal yang y lebih kecil. Haal ini dimu ungkinkan dengan ad danya pemannfaatan kayuu komersil yang memberrikan sumbaangan nilai yyang cukup besar b bagi manfaat m langsung pada hutan h produkksi. Namun demikian, d secara keselurruhan manfaaat kayu hannya memberiikan nilai 6,25% dari niilai total manngrove yang g ada di Kabbupaten Kub bu Raya. Manfaat tidak langsun ng hutan manngrove di Kabupaten K Kuubu Raya addalah sebesaar Rp. 112.4 444.187.115 5,- pertahun.. Dari Gam mbar 18 terliihat bahwa nilai manfaaat tidak langgsung penghhasil oksigenn adalah yanng tertinggi dengan proporsi 13,5% % dari total manfaat attau sebesar Rp. 54.185 5.956.627,- pertahun. p
Nilai
87
manfaat tidak langsung tertinggi lainnya adalah mangrove sebagai pencegah terjadinya abrasi pantasi sebesar 9,0% atau sebesar Rp. 36.078.900.000,pertahunnya. Dibandingkan dengan nilai manfaat lainnya (manfaat langsung, tidak langsung dan keberadaan), maka nilai manfaat bersih mangrove sebagai manfaat pilihan adalah yang terendah, yaitu sebesar 2,7% atau Rp. 10.945.253.416,- pertahun. 60,000,000,000
54.185.956.627
Rp./tahun
50,000,000,000 40,000,000,000
36.078.900.000
30,000,000,000 20,000,000,000
14.751.224.610 7.428.105.878
10,000,000,000 8. Pencegah abrasi
9. Penyimpan karbon
10.Penyedia oksigen
11.Penahan intrusi air laut
Gambar 18
Perbandingan nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya Dari hasil penilaian ini terlihat bahwa keberadaan ekosistem mangrove
memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat sekitar. Manfaat-manfaat tersebut baik yang tidak langsung seperti penghasil nutrien bagi rantai makanan di daerah pesisir, penyedia oksigen, pencegah abrasi, penyerap karbon dan mencegah terjadinya intrusi air laut.
Selain itu, masyarakat juga dapat
memanfaatkan langsung berbagai produk barang ataupun jasa yang dihasilkan ekosistem mangrove untuk memenuhi kebutuhan dasarnya ataupun untuk matapencahariannya. Jika dikonversi menjadi nilai manfaat perhektar pertahun, maka nilai manfaat bersih hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya saat ini adalah sebesar Rp. 33.019.516,-/ha/tahun. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia, seperti di Segara Anakan (Rp. 31.055.380,-/ha/tahun), Teluk Bintuni (Rp. 26.862.867,-/ha/tahun), Kabupaten Subang (Rp. 19.545.655,/ha/tahun), dan Selat Malaka (Rp. 17.973.855,-/ha/tahun).
88
5.4 Strategi Konservasi Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya Konservasi hutan mangrove di Indonesia dilakukan melalui tiga strategi, yaitu:
(a)
perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan,
(b)
pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan (c) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Undangundang Nomor 5 tahun 1990). Pada penelitian ini, strategi yang dianalisis adalah pemanfaatan secara lestari hutan mangrove dengan pendekatan optimasi berdasarkan status pada hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya seluas 84.843,08 ha. Hutan mangrove di wilayah ini terletak pada berbagai status, yaitu pada hutan lindung, hutan produksi dan areal penggunaan lain. Status kawasan mangrove ini seringkali menjadi perdebatan berbagai pihak apakah lebih baik kawasan dikelola sebagai kawasan hutan lindung, hutan produksi yang dikelola oleh swasta, areal penggunaan lain yang dikelola oleh masyarakat atau dengan kondisi saat ini (HL, HP dan APL). Dengan kondisi tersebut, maka dilakukan optimasi dengan perhitungan nilai ekonomi total terhadap berbagai strategi pemanfaatan lestari kawasan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya berdasarkan status lahannya.
Berbagai alternatif strategi pengelolaan dan
pemanfaatan tersebut adalah: (1) strategi pengelolaan seperti saat ini (kombinasi HL, HP dan APL); (2) strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan mangrove tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung; (3) strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan mangrove tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi yang dikelola oleh swasta; dan (4) strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan mangrove tersebut ditetapkan sebagai areal penggunaan lain yang dikelola oleh koperasi untuk kebutuhan bahan baku arang mangrove.
89
Tabel 40 Matrik hasil analisis optimasi kawasan dengan berbagai strategi pengelolaan mangrove di Kabupaten Kubu Raya No A
Jenis manfaat
Alternatif Strategi Pengelolaan 1
Alternatif Strategi Pengelolaan 2
Alternatif Strategi Pengelolaan 3
Alternatif Strategi Pengelolaan 4
20.431.077.775
-
60.671.708.317
-
117.960.462
-
117.917.014
117.917.014
Manfaat Langsung 1
Kayu komersial
2
Kayu bakar
3
Tiang pancang
1.700.130.938
-
1.700.130.938
1.700.130.938
4
Arang
2.755.191.314
-
-
34.225.352.146
5
Biota perairan
52.896.900.443
54.855.757.588
46.949.015.170
46.949.015.170
6
Daun nipah
1.127.623.999
1.127.623.999
1.127.623.999
1.127.623.999
7
Bibit mangrove
377.308.669
118.494.054
1.169.198.194
-
79.406.193.599
56.101.875.641
111.735.593.631
84.120.039.266 36.078.900.000
Jumlah A B
Manfaat Tidak Langsung 8
Pencegah abrasi
36.078.900.000
36.078.900.000
36.078.900.000
9
Penyerap karbon
14.751.224.610
16.515.463.198
11.810.140.732
6.542.117.295
10
Manfaat penyedia oksigen
54.185.956.627
69.674.104.985
49.967.624.590
27.679.099.550
11
Penahan intrusi Jumlah B
C
Manfaat Pilihan
D
Manfaat Keberadaan
7.428.105.878
7.428.105.878
7.428.105.878
7.428.105.878
112.444.187.115
129.696.574.060
105.284.771.199
77.728.222.723
10.945.253.416
11.527.236.146
10.321.329.120
10.321.329.120
197.222.763.158
197.222.763.158
197.222.763.158
197.222.763.158
Total Manfaat 400.018.397.288 394.548.449.005 424.564.457.108 369.392.354.267 Keterangan : Alternatif strategi pengelolaan 1 : Strategi pengelolaan mangrove seperti saat ini (Kombinasi Hutan Lindung, HPH dan APL); Alternatif strategi pengelolaan 2 : strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan mangrove tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung; Alternatif strategi pengelolaan 3 : strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan mangrove tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi yang dikelola oleh swasta (IUPHHK) Alternatif strategi pengelolaan 4 : strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan mangrove tersebut ditetapkan sebagai kawasan sebagai areal penggunaan lain yang dikelola oleh masyarakat untuk kebutuhan bahan baku arang mangrove.
Selanjutnya dari hasil perhitungan terhadap optimasi berdasarkan status kawasan dengan berbagai pilihan strategi pengelolaan tersebut diuraikan sebagai berikut: (1) Strategi pengelolaan hutan mangrove pada saat ini (HL, HP dan APL) Pada luasan mangrove 84.843,08 ha terdapat hutan lindung seluas 50.163,08 ha, hutan produksi yang dikelola oleh swasta seluas 28,230 ha dan Areal Penggunaan Lain yang dikelola oleh koperasi/masyarakat seluas 6.000 ha. Dengan pengelolaan seperti saat (HL, HP dan APL), maka diperoleh nilai total sebesar Rp. 400.018.397.288,- per tahun. Dengan luasan hutan lindung sekitar 50.163,08 ha, maka hutan lindung memberikan
kontribusi
Rp.18.381.549,-/ha/tahun.
sebesar Pada
Rp. hutan
232.951.383.444,lindung
ini,
pertahun
manfaat
atau
keberadaan
memberikan kontribusi terbesar jika dibandingkan dengan manfaat lainnya. Hal
90
ini sesuai dengan fungsi hutan lindung terutama untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengeawetan keanekaragaman jenis. Kawasan hutan produksi seluas 28.230 ha memberikan kontribusi sebesar Rp. Rp. 138.936.349.723,- pertahun atau Rp. 50.211.945,-/ha/tahun. Hutan produksi memberikan nilai manfaat langsung yang lebih tinggi dibanding dengan pengelolaan pada kawasan hutan mangrove lainnya yang memberikan kontribusi mencapai Rp. 31.985.197,- /ha/tahun. Kawasan hutan mangrove pada Areal Penggunaan Lain seluas 6.000 ha memberikan kontribusi manfaat sebesar Rp. 28.130.664.120,- pertahun atau Rp. 30.465.053,-/ha/tahun. Areal penggunaan lain terutama dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Batu Ampar untuk bahan baku arang mangrove. Jika dilihat dari manfaat bersih per hektar pertahunnya, maka terlihat bahwa kawasan hutan produksi yang dikelola oleh swasta memberikan nilai yang tertinggi dibandingkan yang lainnya, yaitu sebesar Rp. 50.211.945,-/ha/tahun. Areal penggunaan lain memberikan nilai pertahunnya sebesar Rp. 30.465.053,/ha/tahun, sedangkan yang terkecil adalah manfaat bersih yang diberikan hutan lindung yang hanya sebesar Rp.18.381.549,-/ha/tahun. Rendahnya nilai yang diberikan hutan lindung ini disebabkan oleh pemanfaatan kawasan hutan lindung yang belum banyak dilakukan seperti untuk kegiatan wisata, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (makanan, obat-obatan, satwa liar, madu dan lainnya). Dengan pengelolaan saat maka kelebihan yang diperoleh adalah manfaat yang diperoleh akan lebih beragam (multiguna) dengan adanya manfaat bagi swasta, masyarakat, perlidungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman jenis. Sedangkan kelemahan dari sistem pengelolaan saat ini adalah kemampuan pemerintah yang terbatas dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan lindung dan pemanfaatan hutan oleh masyarakat yang belum efisien dan tata kelola hutan belum sesuai dengan sistem silvikultur pada hutan mangrove. Nilai manfaat total mangrove bisa ditingkatkan dengan strategi: (1) optimalisasi pemanfaatan kawasan lindung yang belum banyak tergarap, baik pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan hasil hutan lainnya, (2) meningkatkan efisiensi
pengelolaan
yang
dilakukan
oleh
masyarakat,
(3)
penertiban
91
pemanfaatan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasannya dan, (4) peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan. (2) Strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan ditetapkan menjadi hutan lindung Pada alternatif strategi pengelolaan dengan penetapan kawasan lindung seluas 84.843,08 ha, maka nilai yang diperoleh adalah Rp. 394.548.449.005,pertahunnya. Nilai manfaat keberadaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan manfaat lainnya dengan nilai sebesar Rp. 197.222.763.158,- pertahunnya. Nilai manfaat keberadaan ini diperoleh dari rata-rata kesedian responden untuk membayar eksistensi mangrove di kawasan ini sebesar Rp. 2.324.561,40,/ha/tahun. Namun
demikian
manfaat
langsung akan
menurun drastis jika
dibandingkan dengan alternatif lainnya. Hal ini dimungkinkan dengan hilangnya manfaat dari kayu komersil, tiang pancang, kayu bakar dan bahan baku arang. Sementara itu manfaat lain yang bisa diperoleh pada kawasan lindung seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan, serta Pemanfaatan Hutan masih belum optimal diperoleh. Strategi yang harus dilakukan dalam rangka optimalisasi nilai manfaat hutan lindung adalah: (1) pemanfaatan kawasan (budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah, penangkaran satwa liar, rehabilitasi satwa atau budidaya hijauan ternak), (2) Pemanfaatan jasa lingkungan (jasa aliran air, pemanfaatan
air,
wisata
alam,
perlindungan
keanekaragaman
hayati,
penyelamatan dan perlindungan lingkungan, penyerapan atau penyimpanan karbon), (3) Pemungutan hasil hutan bukan kayu (rotan, madu, getah, buah, jamur, sarang burung walet), dan (4) penertiban pemanfaatan yang tidak sesuai untuk hutan lindung. Keuntungan penetapan dengan strategi pengelolaan hutan lindung adalah adanya peningkatan manfaat tidak langsug hutan mangrove jika dibandingkan dengan alternatif lainnya. Hal ini dimungkinkan dengan kondisi mangrove yang tetap dapat berfungsi optimal sebagai penyedia oksigen, pencegah abrasi, penyimpan karbon, maupun sebagai penahan intrusi air laut.
Sedangkan
kelemahan dari sistem ini adalah hilangnya nilai manfaat langsung yang akan
92
diperoleh masyarakat atau industri kehutanan. Kelemahan lainnya adalah adanya keterbatasan
pemerintah
dalam pemanfaatan
kawasan,
jasa
lingkungan,
pemanfaaat hasil hutan lainnya, pengamanan dan monitoring kawasan. (3) Strategi pengelolaan mangrove jika seluruh kawasan ditetapkan menjadi hutan produksi yang dikelola oleh swasta (IUPHHK) Dari hasil perhitungan terhadap berbagai strategi pengelolaan diatas dengan menggunakan nilai ekonomi total, maka diperoleh nilai tertinggi adalah alternatif pengelolaan mangrove menjadi hutan produksi yang dikelola oleh perusahaan swasta. Nilai ekonomi total yang akan diperoleh adalah sebesar Rp. 424.564.457.108,- pertahun. Nilai manfaat total ini dipengaruhi oleh nilai manfaat kayu komersil yang cukup besar jika dibandingkan dengan alternatif lainnya yaitu sebesar Rp. 60.671.708.317,- pertahunnya. Perhitungan nilai kayu komersil disesuaikan dengan kondisi pengelolaan hutan yang dilakukan oleh kedua perusahaan swasta saat ini. Dengan luasan mangrove 84.843,08 ha, maka areal efektif untuk kayu komersil adalah 69% atau seluas 58.542 ha. Daur yang dipergunakan dalam pengelolaan mangrove pada hutan produksi adalah 30 tahun, sehingga dengan luasan efektif tersebut diperoleh luas tebang tahunan adalah 1.951 ha. Potensi tegakan yang dapat ditebang setelah meninggalkan 40 pohon tegakan induk adalah 138,21 m3/ha, sehingga diperoleh volume produksi pertahun adalah 215.767 m3. Dengan harga kayu komersil sebesar Rp. 509.405/m3, akan diperoleh nilai manfaat kayu komersil sebesar Rp. 109.912.515.066,- pertahun. Dengan dikurangi biaya pengelolaan hutan mangrove oleh swata saat ini sebesar 46,12%, maka manfaat kayu komersil yang diperoleh adalah Rp. 60.671.708.317,pertahunnya. Keuntungan yang diperoleh dari strategi pengelolaan ini adalah adanya kontribusi manfaat bagi pemerintah melalui dana reboisasi, provisi sumberdaya hutan, pajak, penyerapan tenaga kerja dan pembinaan masyarakat lokal. Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah berkurangnya akses bagi masyarakat dalam pemanfaatan kayu, pengurangan tangkapan hasil perikanan, berkurangnya manfaat tidak langsung hutan mangrove untuk penghasil oksigen dan penyimpan karbon sebagai akibat penebangan mangrove.
93
Sistem silvikultur pohon induk sesuai dengan SK Dirjen Kehutanan No. 60 tahun 1978, masih menjadi sistem pengelolaan hutan produksi mangrove di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Kusmana (1994) di Kalimantan Timur dan Fairus (1996) dalam LPP Mangrove (2008) di Kalimantan Barat, menunjukkan bahwa sistem silvikultur ini masih layak digunakan dalam pengelolaan hutan produksi mangrove di Indonesia. Penurunan kerapatan akan terjadi pada umur 0 – 5 tahun setelah tebangan dan setelah itu akan berangsurangsur bertambah dan kerusakan permudaaan maupun pohon secara berangsur pulih. Dengan kondisi tersebut maka luasan mangrove yang tidak dapat berfungsi optimal untuk penyimpan karbon, penghasil oksigen dan penghasil nutrien bagi biota adalah seluas tebangan mangrove selama 5 tahun yaitu 9.756,9 ha. Sedangkan manfaat mangrove sebagai pencegah abrasi dan pencegah intrusi air laut masih bisa dipertahankan dengan keberadaan kawasan lindung (sempadan pantai dan sempadan sungai). Dengan pilihan ini, maka strategi yang harus dilakukan adalah: (1) penerapan sistem silvikultur yang sesuai untuk hutan mangrove, (2) penerapan kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari, (3) akses yang terbuka terhadap masyarakat
sekitar
dalam
pemanfaatan
hasil
hutan
non
kayu
yang
pemanfaatannya dilakukan secara lestari. (4) Strategi pengelolaan mangrove jika ditetapkan menjadi Areal Penggunaan Lain yang dikelola oleh Koperasi/Masyarakat untuk kebutuhan bahan baku arang dan lainnya. Dengan penetapan kawasan hutan mangrove pada areal penggunaan lain yang dikelola oleh koperasi atau masyarakat, maka nilai manfaat bersih yang akan diperoleh adalah sebesar Rp. 369.392.354.267 pertahunnya. Pemanfaatan kawasan mangrove terutama diperuntukkan untuk penyediaan bahan baku arang mangrove. Nilai ini merupakan nilai manfaat yang terendah jika dibandingkan dengan alternatif pengelolaan lainnya. Hal ini disebabkan oleh mahalnya ongkos biaya pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat yang mencapai 70%, ini lebih mahal jika dibandingkan dengan yang dilakukan oleh swasta yang hanya sekitar 45% dan hutan lindung yang hanya sekitar 30%.
94
Industri arang mangrove di Kabupaten Kubu Raya telah berlangsung sejak lama.
Dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat di Desa Batu Ampar
menyebutkan bahwa berdirinya Batu Ampar tidak terlepas dari keberadaan industi arang. Tahun 1906 diperkirakan Belanda masuk ke Batu Ampar, dan mereka mengambil kulit kayu bakau untuk penyamak kulit. Diperkirakan pada tahun 1913 mulai berdiri dapur arang yang dipelopori oleh masyarakat dari etnis Cina. Sedangkan pendirian dapur arang di Kecamatan Kubu diperkirakan pada tahun 1918. Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, indutri arang diatur dengan memberikan hak pengelolaan hutan mangrove (petak-petak pemilihan hutan bakau). Setelah tahun 1945 sampai dengan 1965, hak pengelolan hutan mangrove diteruskan dengan adanya Surat Ijin dari Pemerintah Daerah Pontinak. Produksi arang mangrove terutama untuk memenuhi bahan bakar memasak dan membuat kue. Selanjutnya tahun 1971-1985, ijin pemanfaatan hutan mangrove dikeluarkan terutama untuk ekspor log. Pada periode waktu ini indsutri arang mulai surut karena penggunaan minyak tanah dan kompor untuk memasak. Dalam rangka mengatur pemanfaatan kayu mangrove, pemerintah Propinsi Kalimantan Barat pada tahun 1992 mengeluarkan Daftar Edaran Kayu untuk Industri Kecil (DEKIK).
Namun
upaya
pengaturan
dari
pemerintah
tersebut
kurang
mendapatkan perhatian karena harga arang yang relatif rendah. Pada tahun 1997 jumlah dapur arang arang berjumlah 134 dapur arang dengan kapasitas 521 ton. Sekitar 110 dapur arang dalam kondisi baik dan 24 dalam kondisi rusak berat. Pada tahun 2000, jumlah dapur tetap dengan kondisi baik hanya sekitar 85 buah dan 49 dapur lainnya dalam kondisi rusak dengan kapasitas 422,7 ton (LPP Mangrove 2000). Jumlah dapur arang ini meningkat tajam pada tahun 2008 menjadi 227 dapur (LPP Mangrove 2008), dan meningkat menjadi 263 dapur pada tahun 2012. Peningkatan ini disebabkan semakin meningkatnya harga dan peluang pasar dengan tujuan ekspor. Jika tidak dibatasi atau diatur maka pengambilan kayu mangrove untuk bahan baku arang akan semakin meningkat dan lokasi pengambilan kayu tidak akan cukup pada areal koperasi di areal penggunaan lain, tetapi juga menyasar pada hutan lindung dan hutan produksi.
95
Teknologi pembuatan arang mangrove di Kubu Raya merupakan teknologi tradisional yang mengadopsi dari Negara Cina.
Alokasi waktu kegiatan
pembuatan arang mangrove bervariasi sesuai dengan ukuran dapur arangnya. Untuk kapasitas arang 5-6 ton, maka alokasi waktu pembuatan arang mangrove adalah sekitar 40 hari dengan rincian sebagai berikut: - Penataan kayu. Kegiatan ini meliputi pembersihan dapur arang, perbaikan, pemasukan dan penataan kayu ke dalam dapur arang. Kegiatan ini memerlukan waktu sekitar 2,5 -3 hari dan dikerjakan oleh 3 orang tenaga kerja. - Pembakaran. Kegiatan ini memerlukan watu 20-24 hari dan dikerjakan oleh 1 orang tenaga kerja. Pada 5 hari pertama diperlukan bahan bakar yang cukup dan pembakaran stabil dengan suhu dalam tungku mencapai 180 oC. - Pemadaman. Kegiatan ini memerlukan waktu sekitar 10 hari dengan tenaga kerja 1 orang. - Pembongkaran dan pengepakan. Kegiatan ini memerlukan waktu 3 hari dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 orang. Setiap pemilik dapur arang memiliki tenaga kerja khusus sebagai pencari kayu. Lokasi pengambilan berada di sekitar dapur arang dengan lokasi pengambilan sekitar 5 km. Peralatan yang digunakan dalam pengambilan kayu adalah mesin chain saw, kapak dan tongkang (perahu khusus untuk mengangkut kayu). Cara penebangan kayu mengikuti alur-alur atau sungai. Jika tidak terdapat alur atau sungai, maka penebang membersihkan akar dan tumbuhan bawah, agar dapat dilalui tongkang saat air pasang. Sistem tersebut dikenal dengan sistem “Retas Sistem”. Pelaksanaan teknik “Retas Sistem” pada prisipnya merupakan sistem eksploitasi kayu dengan memanfaatkan alur-alur (sungai kecil) yang terdapat dalam hutan mangrove untuk pengangkutan kayu bahan baku arang. Jika areal seluas 84.843,08 ha diperuntukkan sebagai penyedia bahan baku arang yang dikelola oleh masyarakat atau koperasi maka nilai total hutan mangrove adalah Rp. 369.392.354.267,- pertahun.
Nilai ini merupakan
sumbangan dari manfaat keberadaan Rp.197.222.763.158,- pertahun, manfaat langsung
Rp.
84.120.039.266,-
pertahun,
manfaat
tidak
langsung
Rp.
77.728.222.723,- pertahunnya dan manfaat pilihan sebesar Rp. 10.321.329.120,pertahun.
96
.
Keuntungan dari strategi pengelolaan ini adalah terakomodasikannya
kepentingan masyarakat sekitar untuk industri arang bakau dan penyerapan tenaga kerja. Dengan luasan mangrove tersebut, siklus tebangan 30 tahun, areal efektif 69%, potensi tegakan yang dapat diambil sebanyak 138,21 m3 perhektar, faktor ekploitasi 0,8, maka akan diperoleh bahan baku sebanyak 215.767 m3 pertahunnya. Jika dikonversi untuk bahan baku arang maka berat bahan baku tersebut adalah 259.920 ton. Dengan rendemen arang 20 %, maka bahan baku tersebut dapat menghasilkan 51.784 ton pertahunnya.
Jika strategi ini yang
diterapkan, maka kapasitas arang saat ini bisa dinaikkan sebanyak 12 kali lipat. Namun demikian kelemahan dari strategi ini adalah tingginya biaya pemanfaatan hutan oleh masyarakat, keterbatasan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan mangrove (kapasitas SDM, modal, kelembagaan dan lainnya), lemahnya pemahaman terhadap sistem silvikultur hutan mangrove. Strategi ini juga menyebabkan hilangnya sebagian fungsi mangrove sebagai nursery, penyimpan karbon, penyedia oksigen dan nutrien bagi biota perairan. Dengan demikian strategi pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat adalah: (1) efisiensi pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat, (2) peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam silvilkultur hutan mangrove, (3) penerapan kriteria dan indikator pengelolaan hutan mangrove yang lestari, dan (4) peningkatan akses masyarakat terhadap permodalan.
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan 1. Nilai manfaat keberadaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya adalah yang tertinggi jika dibandingkan dengan manfaat hutan mangrove lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kabupaten Kubu Raya memberikan penilaian yang tinggi terhadap keberadaan dan eksistensi kawasan hutan mangrove pada saat ini maupun pada masa yang akan datang. 2. Secara ekonomis, pengelolaan hutan produksi yang dikelola oleh swasta (IUPHHK) memberikan nilai yang lebih besar dan efisien jika dibandingkan dengan pengelolaan pada kawasan hutan lindung dan areal penggunaan lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan kawasan lainnya (hutan lindung dan areal penggunaan lain) belum secara optimal dilakukan. 3. Untuk meningkatkan nilai manfaat mangrove saat ini di Kabupaten Kubu Raya maka strategi pengelolaan yang harus dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi manfaat pada kawasan hutan lindung (pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu), efesiensi biaya pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh masyarakat, penerapan sistem silvikultur hutan mangrove yang sesuai, dan penerapan kriteria dan indikator pengelolaan hutan mangrove lestari. 6.2 Saran 1. Belum semua kawasan dimanfaatkan secara optimal terutama hutan lindung, sehingga perlu penelitian lanjutan tentang berbagai alternatif pemanfaatan hutan lindung secara optimal sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. 2. Meskipun pengelolaan kawasan yang dilakukan oleh swasta masih memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi dan lebih efisien, namun demikian hasil kayu ternyata hanya memberikan kontribusi sekitar 11,6% dari total nilai manfaat yang diberikan pertahunnya. Dengan kondisi ini, maka pengelolaan ekosistem mangrove di Kubu Raya harus dilakukan dengan
98
memperhatikan aspek kehati-hatian, serta memperhatikan kriteria dan indikator pengelolaan hutan yang lestari. 4. Aspek lain perlu dikaji lebih lanjut untuk memperkuat analisis strategi konservasi ini dengan memperhatikan aspek: (1) Perlindungan sistem penyangga kehidupan, dan (2) Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnnya. 5. Perlu peningkatan kapasitas masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan mangrove terutama sistem silvikultur, tata kelola hutan, diversifikasi manfaat, efesiensi biaya dan efisiensi bahan baku.
DAFTAR PUSTAKA ______. BI Rate tanggal 9 Februari 2012. [http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/ BI+Rate/Data+BI+Rate/http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/BI+Rate/Data +BI+Rate/] diakses pada tanggal 9 Februari 2012. Adrianto L, Mujio dan Wahyudin W. 2004. Modul Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Aksornkoae. 1993. Ecology and Management of Mangroves. IUCN Bangkok, Thailand. 176 pp. Alikodra HS, Mulyani Y dan Mustari H. 1989. Peranan Hutan Mangrove untu Pelestarian Burung Air. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bakosurtanal. 2009. Luas Kawasan Mangrove Indonesia. Barkosurtanal. Bogor Bann C. 1998. The economic valuation of mangrove: A Manual for resources. Economic and Environment Program for Southeast Asia. 54 pp. Bann C. 2002. The Economic Argument for Biodiversity Concervation. Seminar Paper for Biodiversity Valuation. Philippines: Asean Regional Centre for Biodiversity Conservation. Blankenship RE and Govindjee. 2007. Photosynthesis. The Encyclopedia of Science and Technology, 10th edn, Vol. 13. McGraw-Hill, New York, pp 468–475. [BPS] Balai Pusat Statistik Kabupaten Kubu Raya. 2011. Kabupaten Pontianak dalam Angka. BPS Kabupaten Kubu Raya. 2011. Kecamatan Batu Ampar dalam Angka. BPS Kabupaten Kubu Raya. 2011. Kecamatan Kubu dalam Angka. BPS Kabupaten Kubu Raya. 2011. Kecamatan Teluk Pakedai dalam Angka. Brudlant Commission. 1987. Sustainable Development Concept. Chapman VJ. 1976. Mangrove vegetation. Leutershausen: J Cramer. Clough BF. 1986. Photosynthesis in mangroves. pp. 80-88. In: Bhosale L (ed) The Mangroves: Proceedings of National Symposium on Biological Utililization and Conservation of Mangroves. Shivaji University. 450 p. Dahuri R, Rais J, Ginting P dan Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
100
Dinas Perikanan dan Kelautan Kubu Raya. 2011. Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Kubu Raya. Dishidros TNI AL. 1996. Daftar arus pasang surut. Jakarta: Dinas Hidroocanografic TNI-AL Republik Indonesia. Hilmi E. 2003. Model Penduga Kandungan Karbon pada Pohon Kelompok Jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam Tegakan Hutan Mangrove (Studi Kasus di Indragiri Hilir Riau). Bogor: Disertasi di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Kementerian Kehutanan. 2010. Luas Hutan Mangrove di Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Kusmana C. 1994. Evaluasi Tegakan Hutan Mangrove pada Sistem Silvikultur Pohon Induk (Studi Kasus di HPH PT. Karyasa Kencana, Kalimantan Timur). Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan. Kusmana C. 2009. Ekologi Mangrove. Makalah pada Workshop Pemantauan Ekosistem Mangrove, SEAMEO BIOTROP – Bogor, 5-6 Oktober 2009 Kusmana C. 2010. Mangrove Dalam Upaya Menangani Abrasi Dan Pengelolaan Pantai. Http/www://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/2010/06/15/mangrovedalam-upaya-menangangi-abrasi-dan-pengelolaan-pantai/ [Akses 27 Februari 2012]. [LPP] Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. 2000. Kegiatan Ujicoba Pengelolaan Hutan Alam Produksi oleh Masyarakat Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Pontianak Provinsi Kalimantan Barat (Buku I). Pontianak: Kerjasama Kanwil Dephutbun Provinsi Kalimantan Barat dan LPP Mangrove. LPPMangrove. 2004. Economic Valuation of the Mangrove Ecosystem in Indonesia. Bogor: LPP Mangrove Publish. LPP Mangrove. 2008. Field Survey of Habitat and Land Use. Bogor: LPP Mangrove Publish. LPP Mangrove. 2008. Legal Matters and Local Regulation. Mangrove Publish.
Bogor: LPP
Macnae W. 1968. A General Account of the Fauna and Flora of Mangrove Swamps and Forest in the Indo-Wset-Pacific Region. Adv. Mar. Biology.
101
Munasinghe M. 1993. Environmental and Economics and Sustainable Development. World Bank Environmental Paper No. 3. Wasington DC: Worldbank. Nawawi H. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nybakken JW. 1982. Biologi laut, suatu pendekatan ekologis. Alih bahasa : HM Eidman, Koesoebiono, DG. Bengen, M Hutomo, S Sukardjo. Jakarta: PT. Gramedia. Pearce DW and Turner RK. 1990. Economic of Natural Resources and The Environment. New York, London, Sidney: Harvester Wheatsheaf. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2005 tentang Perlindungan Hutan. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. PT. BIOS. 2009. Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Tahun 2009. PT. Kandelia Alam. 2012. Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Tahun 2012. Ruitenbeek JH. 1991. Mangrove Management: An Economic Analysis of Management Option with a Focus on Bintuni Bay [A presentation notes]. Proyek Kerjasama KLH dengan Dalhousie University. Ruitenberk JH. 1994. Modelling economy-ecology linkages in mangroves: Economic evidence for promoting conservation in Bintuni Bay, Indonesia. Ecological Economics 10:223-247. Soemodiharjo S. 1993. Proceedings of the Regional Seminar on Ecosystem Rehabilitation of Ecotone II. Jakarta: Indonesian National MAB Committee. Snedaker. 1978. Mangrove; Their Values and Perpetuation. National Resources. 14:6-13. Spalding MD, Blasco and Field CD (Editors). 1997. World Mangrove Atlas. Okinawa, Japan: International Society For Mangrove Ecosystem. Spaniks F and Baukering PV. 1997. Economic valuation of mangrove ecosystems: Potential and Limitation. CREED Working Paper No. 15 : 62 pp.
102
Soerianegara I, Naamin N, Hardjowigeno S, Abdullah A, Soedomo M. 1986. Prosiding diskusi panel dayaguna dan batas lebar jalur hijau hutan mangrove. Jakarta: Panitia program MAB Indonesia, LIPI. Suryana Y, Nur HS, Hilmi E. 1998. Hubungan antara keberadaan lebar jalur mangrove dengan kondisi biofisik ekosistem mangrove. Bandung: Fakultas Kehutanan Universitas Winayamukti. Steenis CGGJ. 1958. Ecology (Introductory Part to the Monograph of Rizoporaceae by Ding Hou). Flora Malesiana 5:431-441. Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Lampiran 1 Peta administrasi Kabupaten Kubu Raya
104
Lampiran 2 Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian di Kecamatan Batu Ampar, Kubu dan Teluk Pakedai
104
105
Lampiran 3 Citra Band 543 pada lokasi penelitian
106
Lampiran 4 Peta penutupan hutan mangrove di lokasi penelitian
104
107
Lampiran 5 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung kayu komersil Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 1. Kayu Komersil a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun Keterangan :
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
0 0
20.431.077.775 31.985.197,16
0 0
Jumlah
Keterangan
84.843
20.431.077.775 31.985.197
Metode: Pasar aktual
a. Perusahaan yang beroperasi di kawasan mangrove Kabupaten Kubu Raya ada 2 yaitu PT BIOS dan PT Kandelia Alam b. Rotasi tebang 30 tahun, menurut sistem slivikultur pohon induk c. Potensi kayu komersial 138,21 m3/hektar (RKT PT BIOS dan PT Kandelia Alam, 2011) d. Faktor eksploitasi 0,8 e. Harga kayu komersial mangrove Rp 509.405/m3 f. Biaya produksi menggunakan data PT BIOS (2009) dan PT. Kandelia Alam (2011). g. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5,75 % (suku bunga SBI Februari 2012)
Rician Perhitungan : Pemegang IUPHHK
Luas 10.100,00 18.130,00 28.230,00
PT BIOS PT Kandelia Total
Areal Efektif 5.990,00 13.713,00 19.703,00
Tebangan Tahunan 199,67 439,10 638,77
Luas tebangan 5 tahun 998,33 2.195,50 3.193,83
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No
Uraian
A
Informasi dasar
1
Luas hutan produksi mangrove
2 3
Satuan
Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
APL (Koperasi)
Jumlah
hektar
28.230
28.230
Luas areal produktif
hektar
19.163
19.163
Daur (rotasi)
tahun
30
30
4
Luas tebangan tahunan
hektar/tahun
638,77
638,77
5
Potensi tegakan komersial
m3/hektar
138,21
138,21
6
Faktor eksploitasi
0,80
0,80
7
Volume produksi
m3/tahun
74.445
74.445
8
Harga kayu komersial
Rupiah/m3
B
Nilai manfaat total
Rupiah/tahun
509.405
509.405
37.922.642.622
37.922.642.622
C
Biaya overhead
Rupiah/tahun
3.026.320.992
3.026.320.992
D
Biaya variabel
Rupiah/tahun
13.514.165.861
13.514.165.861
E
Laba layak
Rupiah/tahun
951.077.994
951.077.994
F
Nilai manfaat bersih
Rupiah/tahun
20.431.077.775
20.431.077.775
108
Lampiran 6 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung kayu bakar Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 2. Kayu Bakar a. Rp/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
b. Rp/ha/tahun Keterangan
88.242.246 1.743
1.251.293 44
28.466.922 4.744
Jumlah 84.843
Keterangan Metode : Pasar aktual
117.960.462 1.390
1. Nilai penerimaan kayu bakar diperoleh dari harga kayu bakar lokal sekitar Rp. 212,121/m3 2. Volume kayu bakar yang digunakan rumah tangga adalah 0.18 m3/KK/bulan 3. Jumlah pengumpul kayu bakar di desa-desa sekitar kawasan mangrove Batu Ampar sebesar 184 orang 4. Nilai biaya pengumpulan kayu bakar per tahun diasumsikan sama dengan 30 % nilai penerimaannya 5.Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5,75% (suku bunga SBI bulan Februari 2012)
Rician perhitungan: No A
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan
Rincian
HP (IUPHHK)
Hutan Lindung
Informasi dasar
1
Jumlah pemanfaat kayu bakar untuk gula kelapa
2
Volume kayu bakar (m3)
3
Jumlah pemanfaat kayu bakar untuk jermal
30
4
Volume kayu bakar (m3)
339
5
Jumlah pemanfaat kayu bakar rumah tangga
111
6
Volume kayu bakar (m3)
7
Volume kayu bakar (m3)
8
Total
APL (Koperasi)
3
Harga kayu bakar( Rp/m )
B
Nilai pendapatan total (Rp./tahun)
C
Biaya (30%)
D
Laba layak (5.75%)
E
Nilai ekonomi bersih (Rp/tahun)
7
0
11
18
30,24
0
47,52
77,76
0
0
30
0
0
339,3
4
69
184
239,76
8,64
149,04
397,44
609,30
8,64
196,56
814,50
212.121
212.121
212.121
212.121
129.245.325
1.832.725
41.694.504
172.772.555
38.773.598
549.818
12.508.351
51.831.766
2.229.482
31.615
719.230
2.980.327
88.242.246
1.251.293
28.466.922
117.960.462
109
Lampiran 7 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung tiang pancang Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 3. Kayu Pancang a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Jumlah
Keterangan
84.843 Metode: Pasar aktual
476.036.663 9.405,42
260.686.744 9.234,39
963.407.531 160.567,92
1.700.130.938 20.038,55
Keterangan : 1) Pengumpul kayu mencapai 150 orang, 141 orang di Batu Ampar dan 9 orang di Kubu 2) Di Desa Batu Ampar sekitar 30% (42 orang) mengambil di Hutan Lindung, 60 % (85 orang) lagi di Areal Panter dan 10 % di Areal Hutan Produksi (14 orang) 3) Diameter rata-rata yang diambil 15 cm dan panjang 200 cm, dalam satu hari satu sampan (20 batang) dengan volume + 0,71 m3 4) Harga satu sampan adalah Rp 150.000,-, dengan demikian harga per m3 adalah Rp 212.121,5) Di Desa Kubu 100 % mengambil di Hutan Produksi (9 orang) 6) Laba layak sesuai dengan suku bunga BI Februari 2012 (5,75% pertahun)
Rincian Perhitungan: No
Uraian
A
Informasi dasar
Satuan
1. Luas hutan mangove utk pengambilan tiang pancang
ha
2. Jumlah pengumpul tiang pancang
orang
3. Rata-rata penerimaan kotor per orang
Rp/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi)
Total
49628,84
19.703
3.800
73.132
42
23
85
150
34.200.000
34.200.000
34.200.000
34.200.000
B
Nilai manfaat total
1.436.400.000
786.600.000
2.907.000.000
5.130.000.000
C
Biaya total
Rp/tahun
908.145.000
497.317.500
1.837.912.500
3.243.375.000
D
Laba layak
Rp/tahun
52.218.338
28.595.756
105.679.969
186.494.063
E
Nilai manfaat bersih
Rp/tahun
476.036.663
260.686.744
963.407.531
1.700.130.938
Nilai manfaat bersih per hektar
Rp/ha/tahun
9.592
13.231
253.528
23.247
110
110
Lampiran 8 Analisis usaha mencari kayu bakau (tiang pancang) No
Responden
Komponen Biaya (1) Jais
A
B
C
(4) Ramlan
Rata-rata
(5) Idrus
(6) Jamri
(7) Hamsam
(8) Musli
1. Chain saw
750.000
750.000
750.000
750.000
750.000
750.000
750.000
750.000
2. Kapak
280.000
280.000
140.000
140.000
280.000
280.000
140.000
140.000
210.000
3. Sampan
700.000
700.000
500.000
500.000
700.000
700.000
500.000
500.000
600.000
4. Pemeliharaan
900.000
500.000
500.000
500.000
900.000
500.000
500.000
500.000
600.000
5. Mesin
350.000
350.000
-
-
700.000
700.000
-
-
262.500
750.000
1. Oli
4.320.000
4.320.000
4.320.000
4.320.000
4.320.000
4.320.000
4.320.000
4.320.000
4.320.000
2. Bensin
4.680.000
4.680.000
4.680.000
4.680.000
4.680.000
4.680.000
4.680.000
4.680.000
4.680.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
Biaya produksi (Rp/tahun)
Konsumsi (Rp/tahun)
2. Lauk pauk
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3.600.000
3. Gula
2.340.000
2.340.000
2.340.000
2.340.000
2.340.000
2.340.000
2.340.000
2.340.000
2.340.000
4. Kopi
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
600.000
5. Rokok
(3) Agal
Investasi (Rp/tahun)
1. Beras
2.880.000
2.400.000
2.400.000
2.880.000
2.880.000
2.400.000
2.880.000
2.880.000
2.700.000
22.360.000
21.480.000
20.790.000
21.270.000
22.710.000
21.830.000
21.270.000
21.270.000
21.622.500
1. 20 Tongkang/bulan
36.000.000
36.000.000
28.800.000
28.800.000
36.000.000
36.000.000
36.000.000
36.000.000
34.200.000
Manfaat Bersih(Rp/tahun)
13.640.000
14.520.000
8.010.000
7.530.000
13.290.000
14.170.000
14.730.000
14.730.000
12.577.500
D
Total Biaya (Rp/tahun)
E
Penerimaan (Rp/tahun)
F
(2) Saleh
111
Lampiran 9 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung arang Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 4. Arang Bakau a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun Keterangan:
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
-
367.805.116 373.349,35
2.387.386.198 12.565.190,52
Keterangan
Jumlah 84.843
Metode: Pasar aktual
2.755.191.314 12.938.540
a. Hutan mangrove yang dimanfaatkan untuk arang adalah areal Koperasi Panther dan areal IUPHHK. b. Luas efektif tegakan mangrove pada areal Koperasi Panter adalah 3800 ha. c. Daur yang dipakai 30 tahun menurut sistem silvikultur di hutan bakau d. Jenis mangrove yang dimanfaatkan untuk bahan baku arang adalah Rhizophora dan Bruguiera e. Potensi tegakan mangrove untuk bahan baku arang 138,21 m3/ha dengan faktor eksploitasi 0,8 e. Harga arang dilasifikasikan menurut kualitas arang f. Biaya produksi (investasi, tenaga kerja, bahan baku, pemeliharaan, pengemasan) sebesar 66,26%. g. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75% h. Rendemen arang 20% i. Kapasitas rata-rata produksi dapur arang 2,28 ton/unit; 7 kali bakar pertahun
Rincian Perhitungan: Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No A
Uraian
Satuan
HP (IUPHHK)
APL (Koperasi)
Total
Informasi Dasar 1. Luas areal
ha
-
28.230
6.000
2. Luas efektif tegakan mangrove
ha
-
19.703,00
3.800
3. Potensi tegakan 4 jenis untuk bahan baku arang
m3/ha
-
138,21
138,21
4. Daur (rotasi)
tahun
-
30
30
5. Tebangan tahunan
ha/tahun
-
985,15
190
-
0,80
0,80
6. Faktor eksploitasi 7. Potensi tegakan total
B
Hutan Lindung
m3/tahun
-
108.928,77
21.008
ton/tahun
-
130.714,52
25.210
8. Rendemen arang
%
-
20%
20%
9. Jumlah pengrajin arang
orang
-
8
112
120
10. Jumlah dapur arang
dapur
-
26
237
263
11. Kapasitas produksi dapur arang per sekali bakar
ton
-
3,06
2,18
2,28
12. Jumlah pembakaran per tahun
kali/tahun
-
7
7
7
13. Kapasitas produksi dapur arang per tahun
ton/tahun
-
21,40
15,24
15,97
Total kapasitas produksi per tahun
ton/tahun
-
556,50
3.612,19
4.168,69
1. Kualitas A (16%)
ton/tahun
-
89,04
577,95
666,99
2. Kualitas B (64%)
ton/tahun
-
356,16
2311,80
2667,96
112
C
D
3. Kualitas C (10%)
ton/tahun
-
56
361
416,87
4. Arang Catau (4%)
ton/tahun
-
22,26
144,49
166,75
5. Debu Arang (6%)
ton/tahun
-
33,39
216,73
250,12
1. Kualitas A
Rp/ton/tahun
-
2.650.000
2.650.000
5.300.000
2. Kualitas B
Rp/ton/tahun
-
2.450.000
2.450.000
4.900.000
3. Kualitas C
Rp/ton/tahun
-
1.700.000
1.700.000
3.400.000
4. Arang Catau
Rp/ton/tahun
-
700.000
700.000
1.400.000
5. Debu Arang
Rp/ton/tahun
-
500.000
500.000
1.000.000
a. Kualitas A
Rp/tahun
-
235.956.000 1.531.566.782
1.767.522.782
872.592.000 5.663.907.345
6.536.499.345
-
Harga Arang (Rp/ton)
Nilai Penerimaan Arang b. Kualitas B
Rp/tahun
-
c. Kualitas C
Rp/tahun
-
94.605.000
614.071.587
708.676.587
d. Arang Catau
Rp/tahun
-
15.582.000
101.141.203
116.723.203
e. Debu Arang
Rp/tahun
-
16.695.000
108.365.574
125.060.574
E
Nilai manfaat total
Rp/tahun
-
1.235.430.000 8.019.052.490
9.254.482.490
F
Biaya produksi total
Rp/tahun
-
820.449.063 5.325.452.759
6.145.901.822
G
Laba layak
Rp/tahun
-
H
Total manfaat bersih
Rp/tahun
-
Total manfaat bersih
Rp/ha/tahun
-
47.175.821
306.213.534
353.389.355
367.805.116 2.387.386.198
2.755.191.314
373.349
12.565.191
12.938.540
113
Lampiran 10 Analisis finansial usaha arang mangrove No
Komponen
A
Informasi Dasar
1
Kapasitas rata-rata Dapur
Satuan
Responden (1) Junaedi
(2) M. Daud
(3) Agus
(4) Damri
(5) Kudus
2 ton
2 ton
2 ton
(6) M Daud 3 ton
(7) Samad
(8) Musli
3 ton
3 ton
100 kg
1 ton
a. Kelas A
Kg
16
160
320
320
320
480
480
480
b. Kelas B
Kg
64
640
1280
1280
1280
1920
1920
1920
c. Kelas C
Kg
10
100
200
200
200
300
300
300
d. Arang Cataw
Kg
4
40
80
80
80
120
120
120
e. Debu Arang
Kg
180
6
60
120
120
120
180
180
2
Periode panen
10
8
8
8
8
6
6
6
3
Lama masak (hari)
15
25
28
28
28
30
30
30
4
Harga Arang berlaku di B. Ampar
B
a. Kelas A
Rp/kg
2.650
2.650
2.650
2.650
2.650
2.650
2.650
2.650
b. Kelas B
Rp/kg
2.450
2.450
2.450
2.450
2.450
2.450
2.450
2.450
c. Kelas C
Rp/kg
1.700
1.700
1.700
1.700
1.700
1.700
1.700
1.700
d. Arang Cataw
Rp/kg
700
700
700
700
700
700
700
700
e. Debu Arang
Rp/kg
500
500
500
500
500
500
500
500
Rp /tahun
66.667
266.667
466.667
500.000
500.000
733.333
733.333
733.333
INVESTASI (per dapur) Dapur dan bangunan BIAYA (per dapur)
1
Biaya Tetap a. Penjaga Api
Rp/sekali bakar
25.000
50.000
125.000
125.000
125.000
200.000
200.000
200.000
a. Sewa Gerobak
Rp/sekali bakar
-
20.000
25.000
25.000
25.000
25.000
25.000
25.000
b. Konsumsi Penjaga
Rp/sekali bakar
10.000
40.000
60.000
60.000
60.000
75.000
75.000
75.000
c. Listrik
Rp/sekali bakar
5.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
114
No 2
114
Komponen
Satuan
(2) M. Daud
(3) Agus
(4) Damri
(5) Kudus
(6) M Daud
(7) Samad
(8) Musli
Biaya Variabel a. Bahan baku
Rp/sekali bakar
35.000
550.000
1.100.000
1.100.000
1.100.000
1.800.000
1.800.000
1.800.000
b. Kayu Bakar
Rp/sekali bakar
10.000
100.000
100.000
100.000
100.000
300.000
300.000
300.000
c. Karung
Rp/sekali bakar
12.000
45.000
112.500
112.500
112.500
210.000
210.000
210.000
d. Bongkar & Packing
Rp/sekali bakar
10.000
100.000
400.000
400.000
400.000
600.000
600.000
600.000
e. Pengangkutan
Rp/sekali bakar
5.000
50.000
75.000
75.000
75.000
100.000
100.000
100.000
f. Pemasaran
Rp/sekali bakar
Total Biaya C
Responden (1) Junaedi
5.000
150.000
300.000
300.000
300.000
450.000
450.000
450.000
183.667
1.381.667
2.774.167
2.807.500
2.807.500
4.503.333
4.503.333
4.503.333
Penerimaan (per dapur)
Rp/sekali bakar
a. Kelas A
Rp/sekali bakar
42.400
424.000
848.000
848.000
848.000
1.272.000
1.272.000
1.272.000
b. Kelas B
Rp/sekali bakar
156.800
1.568.000
3.136.000
3.136.000
3.136.000
4.704.000
4.704.000
4.704.000
c. Kelas C
Rp/sekali bakar
17.000
170.000
340.000
340.000
340.000
510.000
510.000
510.000
d. Arang Cataw
Rp/sekali bakar
2.800
28.000
56.000
56.000
56.000
84.000
84.000
84.000
e. Debu Arang
Rp/sekali bakar
3.000
30.000
60.000
60.000
60.000
90.000
90.000
90.000
5
Total Penerimaan kotor
Rp/sekali bakar
222.000
2.220.000
4.440.000
4.440.000
4.440.000
6.660.000
6.660.000
6.660.000
6
Total Penerimaan
Rp/sekali bakar
38.333
838.333
1.665.833
1.632.500
1.632.500
2.156.667
2.156.667
2.156.667
115
Lampiran 10 (lanjutan) No 1
Responden
Komponen
Satuan
Kapasitas rata-rata Dapur
(9) Idrus
(10) Agus
(11) Hamsam
(12) Damri
(13) Samad
Rata-rata
4 ton
4 ton
4 ton
4 ton
5 ton
a. Kelas A
Kg
640
640
640
640
800
456,62
b. Kelas B
Kg
2560
2560
2560
2560
3200
1.826,46
c. Kelas C
Kg
400
400
400
400
500
285,38
d. Arang Cataw
Kg
160
160
160
160
200
114,15
e. Debu Arang
Kg
240
240
240
240
300
171,23
2
Periode panen
6
6
6
6
6
6,92
3
Lama masak (hari)
30
30
30
30
40
28,77
4
Harga Arang berlaku di B. Ampar
A
a. Kelas A
Rp/kg
2.650
2.650
2.650
2.650
2.650
2.650,00
b. Kelas B
Rp/kg
2.450
2.450
2.450
2.450
2.450
2.450,00
c. Kelas C
Rp/kg
1.700
1.700
1.700
1.700
1.700
1.700,00
d. Arang Cataw
Rp/kg
700
700
700
700
700
700,00
e. Debu Arang
Rp/kg
500
500
500
500
500
500,00
1.000.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
1.333.333
717.948,72
250.000
169.230,77 22.692,31
INVESTASI (per dapur) Dapur dan bangunan
B
BIAYA (per dapur)
1
Biaya Tetap
Rp /tahun
a. Penjaga Api
Rp/sekali bakar
225.000
225.000
225.000
225.000
a. Sewa Gerobak
Rp/sekali bakar
25.000
25.000
25.000
25.000
25.000
b. Konsumsi Penjaga
Rp/sekali bakar
85.000
85.000
85.000
85.000
100.000
c. Listrik
Rp/sekali bakar
15.000
15.000
15.000
15.000
20.000
11.923,08
a. Bahan baku
Rp/sekali bakar
2.200.000
2.200.000
2.200.000
2.200.000
3.000.000
1.621.923,08
b. Kayu Bakar
Rp/sekali bakar
375.000
375.000
375.000
375.000
450.000
250.769,23
68.846,15 2
Biaya Variabel
116
116
No
Komponen c. Karung
Responden Satuan Rp/sekali bakar
300.000
(10) Agus 300.000
(11) Hamsam 300.000
(12) Damri
(13) Samad
Rata-rata
300.000
375.000
199.961,54
d. Bongkar & Packing
Rp/sekali bakar
750.000
750.000
750.000
750.000
900.000
539.230,77
e. Pengangkutan
Rp/sekali bakar
150.000
150.000
150.000
150.000
200.000
106.153,85
f. Pemasaran
Rp/sekali bakar
600.000
600.000
600.000
600.000
750.000
427.307,69
5.725.000
5.725.000
5.725.000
5.725.000
7.403.333
4.135.987,18
Total Biaya C
(9) Idrus
PENERIMAAN (per dapur) a. Kelas A
Rp/sekali bakar
1.696.000
1.696.000
1.696.000
1.696.000
2.120.000
1.210.030,77
b. Kelas B
Rp/sekali bakar
6.272.000
6.272.000
6.272.000
6.272.000
7.840.000
4.474.830,77 485.153,85
c. Kelas C
Rp/sekali bakar
680.000
680.000
680.000
680.000
850.000
d. Arang cataw
Rp/sekali bakar
112.000
112.000
112.000
112.000
140.000
79.907,69
e. Debu arang
Rp/sekali bakar
120.000
120.000
120.000
120.000
150.000
85.615,38
5
Total penerimaan total
Rp/sekali bakar
8.880.000
8.880.000
8.880.000
8.880.000
11.100.000
6.335.538,46
6
Total penerimaan bersih
Rp/sekali bakar
3.155.000
3.155.000
3.155.000
3.155.000
3.696.667
2.199.551
117
Lampiran 11 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung perikanan tangkap Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 5. Biota Air (ikan, udang, kepiting) a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Jumlah
Keterangan
84.843
Metode: Pasar aktual
29.883.733.873 16.668.006.386 3.542.615.598 50.094.355.857 590.435,93 590.435,93 590.435,93 590.435,93
Keterangan: a. Nelayan tangkap yang dihitung adalah nelayan tradisional yang menggunakan jukung, perahu, dan perahu dengan mesin tempel b. Perhitungan tangkapan dibagi berdasarkan musim (Timur, Selatan dan Barat) c. Alat tangkap yang dipergunakan adalah jaring, bubu dan pancing d. Biaya produksi (investasi, tenaga kerja, bahan baku, pemeliharaan, pengemasan) sebesar 40 %. e. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75%
Rincian Perhitungan: Uraian
Komoditi Ikan
Udang
Jumlah
Kepiting
A. Musim Timur (Jan-April) 1. Produksi tangkapan per hari
8
4
2
2. Jumlah hari kerja per bulan
25
21
24
4
4
4
3. Jumlah bulan kerja per musim
14 4
4. Produksi tangkapan per bulan
200
84
48
332
5. Produksi tangkapan per musim
800
336
192
1.328
B. Musim Selatan (Mei-September) 1. Produksi tangkapan per hari
6
12
5
2. Jumlah hari kerja per bulan
14
23
15
21
3. Jumlah bulan kerja per musim
5
5
5
4. Produksi tangkapan per bulan
90
252
70
412
5. Produksi tangkapan per musim
450
1260
350
2.060
C. Musim Barat (Okt-Des) 1. Produksi tangkapan per hari
3
6
15
2. Jumlah hari kerja per bulan
7
25
30
3. Jumlah bulan kerja per musim
3
3
3
4. Produksi tangkapan per bulan
21
150
450
621
5. Produksi tangkapan per musim
63
450
1350
1.863
D. Jumlah Nelayan
1.757
1.757
1.757
E. Harga Komoditi
20.000
36.500
25.000
F. Jumlah group nelayan (3 orang/group)
586
586
586
G. Total produksi per tahun
768.980
1.198.274
1.108.081
H. Total manfaat total I. Total biaya J. Laba layak K. Nilai manfaat bersih Nilai manfaat bersih per ha
3.075.336
15.379.606.667
43.737.001.000
27.702.033.333
86.818.641.000
6.151.842.667
17.494.800.400
11.080.813.333
34.727.456.400
353.730.953
1.005.951.023
637.146.767
1.996.828.743
8.874.033.047
25.236.249.577
15.984.073.233
50.094.355.857
590.435,93
118
Lampiran 12 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung perikanan (jermal) Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 5. Biota Air (ikan, udang, kepiting) a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Jumlah
Keterangan
84.843 Metode: Pasar aktual
705.528.989 13.939,68
393.517.147 13.939,68
83.638.076 13.939,68
1.182.684.213 13.939,68
Keterangan: a. Jermal yang diperhitungkan adalah jermal yang berada di sungai/alur dalam kawasan mangrove b. Perhitungan tangkapan dibagi berdasarkan musim (Timur, Selatan dan Barat) c. Biaya produksi (investasi, tenaga kerja, bahan baku, pemeliharaan, pengemasan) sebesar 63,12 %. d. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75%
Rincian Perhitungan: No
Uraian
Satuan
1
Jumlah jermal
Buah
Jumlah
2
Rata-rata pendapatan jermal pertahun
Rp/tahun
3
Pendapatan 30 jermal
4
Biaya 30 jermal
Rp/tahun
2.245.405.000
5
Laba layak (5.75%)
Rp/tahun
129.110.788
6
Pendapatan bersih
Rp/tahun
1.182.684.213
7
Pendapatan bersih
Rp/ha/tahun
30 118.573.333 3.557.200.000
13.939,68
119
Lampiran 13 Rician perhitungan analisis usaha jermal No
Rincian
Satuan
Jumlah
Harga satuan
Total
Biaya masing-masing responden (Rp/th) Mastamoko
Aladin
Mulyadi
Rata-rata
A
Investasi
1
Nibung
2
Kilas
Rp/buah
3
Kawat
Rp/batang
4
Rambat
Rp/gulung
5
Jaring
Rp/unit
2
7.500.000
15.000.000
3.000.000
6
Papan
Rp/batang
50
20.000
1.000.000
200.000
7
Kayu Segi
Rp/batang
60
10.000
600.000
120.000
78.000
78.000
92.000
8
Atap
Rp/batang
200
2.000
400.000
80.000
50.000
15.000
48.333
50.000
50.000
50.000
10
15.000
150.000
30.000
12.000
12.000
18.000
Rp/batang
15.000
15.000
225.000.000
45.000.000
6.000.000
8.000.000
19.666.667
1.000
1.000
1.000.000
200.000
100.000
25.000
108.333
150
17.000
2.550.000
1.275.000
360.000
450.000
695.000
1.462.500
975.000
1.218.750
700.000
700.000
1.466.667
104.000
132.000
145.333
9
Paku
Rp/kg
10
Roda pemutar
Rp/unit
11
Tali kapal
Rp/gulung
5
150.000
750.000
375.000
150.000
315.000
280.000
12
Tali pengikat
Rp/gulung
5
250.000
1.250.000
625.000
250.000
37.000
304.000
1
20.000.000
20.000.000
4.000.000
1.875.000
1.875.000
2.583.333
140.000
140.000
140.000
140.000
267.700.000
55.045.000
11.331.500
12.804.000
26.393.500
13
Motor/perahu
Rp/unit
14
Blong
Rp/unit
Jumlah A B
Biaya Tetap
1
BBM
Rp/thn
400
7.000
33.600.000
33.600.000
1.680.000
1.680.000
12.320.000
2
Karyawan
Rp/thn
3
700.000
25.200.000
25.200.000
.200.000
7.200.000
13.200.000
3
Pemeliharaan Jaring
Rp/thn
1
100.000
1.200.000
1.200.000
900.000
900.000
1.000.000
4
Makan dan Rokok
Rp/thn
90
15.000
16.200.000
16.200.000
4.800.000
4.800.000
8.600.000
5
Jumlah Biaya Tetap
76.200.000
14.580.000
14.580.000
35.120.000
120
120
No
Rincian
Satuan
Harga satuan
Total
Biaya masing-masing responden (Rp/th) Mastamoko
Aladin
Mulyadi
Rata-rata
C
Biaya Variabel
1
Garam
Rp/thn
1000
2.000
24.000.000
24.000.000
4.000.000
4.800.000
10.933.333
2
Kayu Bakar
Rp/thn
200
2.000
4.800.000
4.800.000
1.200.000
1.200.000
2.400.000
28.800.000
5.200.000
6.000.000
13.333.333
105.000.000
160.045.000
31.111.500
33.384.000
74.846.833
158.000.000
39.500.000
39.500.000
79.000.000
Jumlah Biaya D
E
Jumlah
Nilai manfaat total Bulan 4-8 (udang sukur dan ebi)
Rp/Tahun
Bulan 9-12 & 1-3
Rp/Tahun
Nilai manfaat bersih
Rp/Tahun
79.800.000
19.460.000
19.460.000
39.573.333
237.800.000
58.960.000
58.960.000
118.573.333
77.755.000
27.848.500
25.576.000
43.726.500
121
Lampiran 14 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung perikanan (Blat) Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung
5. Biota Air (ikan, udang, kepiting) a. Rp/tahun 659.142.844 b. Rp/ha/tahun 13.023,19
Jumlah
Keterangan
84.843 Metode: Pasar aktual
367.644.725 13.023,19
78.139.155 1.104.926.724 13.023,19 13.023,19
Keterangan: a. Blat merupakan perangkap biota air (ikan dan udang) yang dipasang di pinggir kawasan mangrove b. Perhitungan tangkapan dibagi berdasarkan musim (Timur, Selatan dan Barat) d. Biaya produksi (investasi, tenaga kerja, bahan baku, pemeliharaan, pengemasan) sebesar 27,53 %. e. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75%
Rincian perhitungan: No
Uraian
Satuan
Jumlah
1
Jumlah belat
Buah
2
Rata-rata pendapatan belat
Rp/tahun
22.320.000
65
3
Pendapatan total belat
Rp/tahun
1.558.781.538,46
4
Biaya belat
Rp/tahun
429.177.129,63
5
Keuntungan layak
Rp/tahun
24.677.684,95
6
Pendapatan bersih pertahun
Rp/tahun
1.104.926.723,88
7
Pendapatan per ha/tahun
Rpha//tahun
13.023,19
122
122
Lampiran 15 Rincian perhitungan analisis usaha blat No
Rincian
Responden
Satuan (1) Paryanto
A
(2) Moktari
(3) Yakob
(4) Madjuni
(5) Madjuni
(6) Khairani
(7) Hamdan
(8) Agus
Investasi
1
Motor
Rp/tahun
400.000
600.000
600.000
500.000
600.000
400.000
500.000
2
Bodi perahu
Rp/tahun
1.000.000
1.000.000
500.000
500.000
1.000.000
500.000
1.000.000
1.000.000
3
Jaring pukat
Rp/3 tahun
1.333.333
1.333.333
1.250.000
1.250.000
1.333.333
1.250.000
1.333.333
1.333.333
4
Pancang Blat (bambu)
Rp/tahun
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
5
Pancang Belat (kayu)
Rp/tahun
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
6
Fiber 1 buah
Rp/ 2 tahun
75.000
75.000
250.000
250.000
75.000
250.000
75.000
75.000
7
Jeriken
Rp/10 tahun
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
8
Lampu
Rp/tahun
70.000
70.000
70.000
70.000
70.000
70.000
70.000
70.000
B
Biaya Operasional
1
Minyak (bensin;solar)
Rp/tahun
1.560.000
1.560.000
1.560.000
1.560.000
1.560.000
1.560.000
1.404.000
2
Minyak tanah
Rp/tahun
540.000
540.000
540.000
540.000
540.000
540.000
486.000
3
Oli
Rp/tahun
60.000
240.000
240.000
60.000
240.000
60.000
60.000
4
Es
Rp/tahun
240.000
240.000
600.000
600.000
240.000
600.000
240.000
216.000
5
Biaya pemeliharaan perahu
Rp/tahun
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
6
Biaya pemeliharaan motor
Rp/tahun
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
6.308.333
4.288.333
6.640.000
6.645.556
6.408.333
6.640.000
6.308.333
6.174.333
Total biaya C
540.000
Pendapatan
1
Ikan
Rp/tahun
2.400.000
2.400.000
3.000.000
3.000.000
2.400.000
3.000.000
2.400.000
2.160.000
2
Udang Wangkang A
Rp/tahun
7.200.000
7.200.000
7.800.000
7.800.000
7.200.000
7.800.000
7.200.000
6.480.000
3
Udang Wangkang B
Rp/tahun
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.320.000
4
Udang Kelas C
Rp/tahun
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.160.000
5
Udang Ebi
Rp/tahun
1.320.000
1.320.000
1.320.000
1.320.000
1.320.000
1.320.000
1.320.000
1.188.000
6
Udang T 3-5
Rp/tahun
4.200.000
4.200.000
4.200.000
4.200.000
4.200.000
4.200.000
4.200.000
3.780.000
Jumlah Pendapatan
Rp/tahun
22.320.000
22.320.000
23.520.000
23.520.000
22.320.000
23.520.000
22.320.000
20.088.000
Pendapatan Bersih
Rp/tahun
16.011.667
18.031.667
16.880.000
16.874.444
15.911.667
16.880.000
16.011.667
13.913.667
D
123
Lampiran 15 Lanjutan No
Responden
Rincian Satuan
(11) Maunang
(12) Abdullah
(13) Junaedi Keri
Average
(9) Ismali Kube
(10) Abdul Fatah
1.000.000 1.333.333
600.000 500.000 1.250.000
500.000 1.000.000 1.333.333
600.000 500.000 1.250.000
600.000 500.000 1.250.000
536.363,64 769.230,77 1.294.871,79
A 1 2
Investasi Motor Bodi perahu
Rp/tahun Rp/tahun
3
Jaring pukat
Rp/3 tahun
4
Pancang Blat (bambu)
Rp/tahun
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000,00
5
Pancang Belat (kayu)
Rp/tahun
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000,00
Rp/ 2 tahun
75.000
250.000
75.000
250.000
250.000
155.769,23
Rp/10 tahun
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000,00
70.000
70.000
70.000
70.000
70.000
70.000,00
1.560.000
1.560.000
1.560.000
1.560.000
1.545.818,18
540.000
540.000
540.000
540.000
535.846,15
240.000
60.000
240.000
240.000
158.181,82
6 7
Fiber 1 buah Jeriken
8
Lampu
B
Biaya Operasional
1
Minyak (bensin;solar)
Rp/tahun
2
Minyak tanah
Rp/tahun
3
Oli
Rp/tahun
4
Es 4 batang
Rp/tahun
240.000
600.000
240.000
600.000
600.000
404.307,69
5
Biaya pemeliharaan perahu
Rp/tahun
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000,00
Rp/tahun
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000,00
4.288.333
6.748.333
6.408.333
6.715.000
6.803.889
6.131.101,85
6
Biaya pemeliharaan motor
Rp/tahun
Total Biaya C
Pendapatan
Rp/tahun
Ikan
Rp/tahun
1.800.000
3.000.000
2.400.000
3.000.000
3.000.000
2.612.307,69
Udang Wangkang A
Rp/tahun
4.800.000
7.800.000
7.200.000
7.800.000
7.800.000
7.236.923,08
Udang Wangkang B
Rp/tahun
3.600.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.670.769,23
Udang Kelas C
Rp/tahun
1.800.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.335.384,62
Udang Ebi
Rp/tahun
1.080.000
1.320.000
1.320.000
1.320.000
1.320.000
1.291.384,62
Rp/tahun
3.600.000
4.200.000
4.200.000
4.200.000
4.200.000
4.121.538,46
16.680.000
23.520.000
22.320.000
23.520.000
23.520.000
22.268.307,69
12.391.667
16.771.667
15.911.667
16.805.000
16.716.111
16.085.452,99
Udang T 3-5 D
540.000
Jumlah Pendapatan Pendapatan Bersih
Rp/tahun Rp/tahun
124
Lampiran 16 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung perikanan (gastropoda) Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 5. Biota Air (kerang, ale-ale, siput dan kepah) a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Jumlah
Keterangan
84.843 Metode: Pasar aktual
307.183.113 6.069,25
171.335.018 6.069,25
36.415.519 6.069,25
514.933.650 6.069,25
Keterangan: a. Biaya produksi sebesar 4,05 %. b. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75%
Rincian perhitungan: No 1
Uraian
Satuan
Jumlah
Jumlah pencari gastropoda
Orang
121
2
Rata-rata pendapatan
Rp/tahun
3
Pendapatan total
Rp/tahun
537.966.000,00
4
Biaya
Rp/tahun
21.780.000,00
5
Keuntungan layak (5,75%)
Rp/tahun
1.252.350,00
6
Pendapatan bersih pertahun
Rp/tahun
514.933.650,00
7
Pendapatan per ha/tahun
Rp/ha//tahun
4.446.000
6.069,25
125
Lampiran 17 Hasil perhitungan analisis ekonomi pemanfaatan hasil perikanan (gastropoda) No
Uraian
Responden
Satuan (1) Rosnati
(2) Nurmasita
Rata-rata
(3) Amlah
(4) Agal
A
Investasi
1
Sampan
Rp/ 4 tahun
112.500
112.500
112.500
112.500
2
Golok
Rp/ 2 tahun
25.000
25.000
25.000
25.000
25.000
137.500
137.500
137.500
137.500
137.500
Rp/tahun
40.000
40.000
50.000
40.000
42.500
Rp/tahun
40.000
40.000
50.000
40.000
42.500
177.500
177.500
187.500
177.500
180.000
720.000
3.600.000
2.880.000
Jumlah investasi B
Biaya operasional
1 2
Biaya pemeliharaan pperahu Jumlah biaya operasional Jumlah biaya total
C
Pendapatan
1
Penjualan kerang pada bulan bagus Penjualan kerang pada bulan kurang bagus Jumlah pendapatan
2
D
Penghasilan bersih
Rp/3 bulan
3.600.000
112.500
3.600.000 Rp/9 bulan Rp/tahun
1.800.000
864.000
1.800.000
1.566.000
5.400.000
1.800.000 5.400.000
1.584.000
5.400.000
4.446.000
5.222.500
5.222.500
1.396.500
5.222.500
4.266.000
126
Lampiran 18 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung atap nipah Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 6. Atap daun nipah a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 26.350 6.000
656.748.043 12.975,88
223.046.505 8.464,76
247.829.450 41.304,91
Jumlah
Keterangan
82.963
1.127.623.999 13.591,89
Metode: Pasar aktual
Keterangan 1. Produktivitas pembuatan atap daun nipah 50-75 keping/orang/hari 2. Jumlah rata-rata hari pembuatan atap nipah adalah 3 hari seminggu 3. Biaya produksi sebesar 25,65% terdiri atas biaya investasi dan pengadaan bahan baku 4. Harga jual atap daun nipah antara Rp 1.700,- Rp 2.000/keping 5. Jumlah pembuat atap daun nipah 91 orang di 7 desa 6. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75%
Rician Perhitungan: Nilai Ekonomi Perlokasi Pengelolaan No
Uraian
Satuan
Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
APL (Koperasi)
1
Luas hutan mangrove
Ha
50.613
26.350
6.000
2
Luas areal vegetasi nipah
Ha
1.895,23
1.502,61
342,15
3
Jumlah pembuat atap daun nipah di 7 desa
orang
4
Produktivitas rata-rata atap daun nipah per orang
5
Volume produksi atap daun nipah
6
Harga jual
7
Nilai manfaat total
8 9 10
Total
82.963 3.740
53
18
20
91
keping/tahun
8.663
8.663
8.663
8.663
keping/tahun
459.113
155.925
173.250
788.288
1.920
1.920
1.920
1.920
Rp/tahun
881.496.000
299.376.000
332.640.000
1.513.512.000
Biaya total
Rp/tahun
212.527.619
72.179.191
80.199.101
364.905.911
Laba layak
Rp/tahun
12.220.338
4.150.303
4.611.448
20.982.090
Nilai manfaat bersih
Rp/tahun
656.748.043
223.046.505
247.829.450
1.127.623.999
Nilai manfaat bersih
Rp/ha/tahun
346.526
148.439
724.327
301.503,743
127
Lampiran 19 Hasil perhitungan analisis finansial usaha nipah No
Uraian
Responden Satuan
(1) Kudus
(2) Agal
(3) Idrus MA
(4) Abdullah
(5) Japri
(6) Karni
(7) Sahat
(8) Bujang Daud
A
Investasi
1
Sampan
Rp/ 4 tahun
112.500
112.500
112.500
175.000
150.000
112.500
150.000
112.500
2
Golok
Rp/ 2 tahun
25.000
25.000
25.000
50.000
25.000
25.000
25.000
25.000
3
Kampak 137.500
137.500
137.500
225.000
175.000
137.500
175.000
137.500
40.000
50.000
50.000
50.000
40.000
40.000
50.000
40.000
-
-
-
-
-
-
-
40.000
50.000
50.000
50.000
40.000
40.000
50.000
40.000
177.500
187.500
187.500
275.000
215.000
177.500
225.000
177.500
Jumlah investasi B
Biaya operasional
1
Biaya pemeliharaan perahu
Rp/tahun
2
Beli bemban (Rp 300//ikat)
Rp/ikat
3
Bambu Jumlah biaya operasional
Rp/tahun
Jumlah biaya total C
D
-
Pendapatan
Rp/tahun
Penjualan daun
Rp/tahun
19.200.000
19.200.000
15.300.000
8.160.000
12.000.000
18.000.000
12.000.000
16.000.000
Jumlah pendapatan
Rp/tahun
19.200.000
19.200.000
15.300.000
8.160.000
12.000.000
18.000.000
12.000.000
16.000.000
19.022.500
19.012.500
15.112.500
7.885.000
11.785.000
17.822.500
11.775.000
15.822.500
Penghasilan bersih
128
128
Lampiran 19 Lanjutan No
Uraian
Satuan (9) Kadas
A 1 2 3
(11) Rajibah
Average
(14) Abdul Jahir
(15) Muerat
(16) Yusuf
Investasi Sampan Golok
Rp/ 4 tahun
112.500
112.500
133.333
133.333
112.500
187.500
400.000
200.000
Rp/ 2 tahun
25.000
25.000
25000
25000
25000
50000
80.000
80.000
75.000
Kampak Jumlah Investasi
B
Biaya Operasional
1
Biaya Pemeliharaan Perahu
2
Beli Bemban (Rp 300//ikat)
3
Bambu Jumlah Biaya Operasional
Rp/tahun
Rp/tahun
Jumlah Biaya Total C
Pendapatan
Rp/tahun
1
Penjualan Daun Jumlah Pendapatan
Rp/tahun Rp/tahun
D
(10) Arping
Responden (12) (13) Kamaruddin Nurmasita
Penghasilan Bersih
151.823 35.000 75.000
137.500
137.500
158.333
158.333
212.500
237.500
480.000
280.000
191.510
40.000
40.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
46.250
-
-
-
-
-
-
192.000
192.000
24.000
-
-
-
-
-
-
64.000
64.000
8.533
40.000
40.000
50.000
50.000
50.000
50.000
306.000
306.000
78.250
177.500
177.500
208.333
208.333
262.500
287.500
786.000
586.000
269.760
14.400.000
14.400.000
14.400.000
14.400.000
7.200.000
7.200.000
12.000.000
3.264.000
14.400.000
14.400.000
14.400.000
14.400.000
7.200.000
7.200.000
12.000.000
3.264.000
12.495.250
14.222.500
14.222.500
14.191.667
14.191.667
6.937.500
6.912.500
11.214.000
2.678.000
12.225.490
129
Lampiran 20 Hasil analisis perhitungan manfaat langsung bibit mangrove Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 7. Bibit Mangrove a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
70.687.500 1.396,63
306.621.169 10.861,54
-
Jumlah
Keterangan
84.843 Metode: Pasar aktual
377.308.669 4.447,14
Keterangan: 1. Jumlah bibit mangrove dihitung berdasarkan pada jumlah anakan (semai) yang ditanam pada tahun 2011 2. Penanaman pada lokasi bekas tebangan dan lahan tidak produktif 3. Harga bibit mangrove diasumsikan sebesar Rp 1000,-/batang. 4. Besarnya biaya diasumsikan 40% dari harga buah
Rincian perhitungan: Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No
Uraian
Satuan
Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
Total
APL (Koperasi)
1
Luas hutan mangrove
Ha
50.613
28.230
6.000
84.843
2
Luas hutan efektif
Ha
49.629
19.703
3.800
73.132
3.800
20.309
3
Luas tebangan 5 tahun
Ha
3.193,83
4
Luas penghasil buah
Ha
16.509,17
5
Jumlah bibit yang dimanfaatkan
batang/tahun
6
Harga
Rp/batang
7
Nilai manfaat total
Rp
8
Biaya total
Rp/tahun
9
Laba layak
Rp/tahun
4.312.500
18.706.331
23.018.831
10
Nilai manfaat bersih
Rp/tahun
70.687.500
306.621.169
377.308.669
Nilai manfaat bersih
Rp/ha/tahun
1.396,63
10.861,54
150.000
3.194
650.655
800.655
1000
1000
1000
150.000.000
650.655.000
800.655.000
75.000.000
325.327.500
400.327.500
-
4.447,14
130
Lampiran 21 Hasil analisis perhitungan manfaat tidak langsung mangrove sebagai penahan abrasi Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Komponen nilai ekonomi
Jumlah
Keterangan
84.843 Metode: Luas (ha) Replacement B. Manfaat Tidak Cost Langsung 1. Penahan Abrasi 18.282.615.000 14.496.592.500 3.299.692.500 36.078.900.000 a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun 14.137.500,00 14.137.500,00 14.137.500,00 14.137.500,00 Keterangan 1. Estimasi manfaat sebagai penahan abrasi didekati dengan pembangunan pemecah gelombang (break water). 2. Biaya pembangunan pemecah gelombang ukuran panjang 1 km sebesar Rp 9 milyar (Bapedalda Provinsi Kalimantan Barat 2012) 3. Luas kawasan pantai diasumsikan sebesar 2.552 ha (127.600 m x 200 m). 4. Umur ekonomis bangunan pemecah gelombang yang digunakan 30 tahun 5. Laba layak yang dipakai sebesar 5.75%.
Rincian Perhitungan: Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No
Uraian
1
Biaya pembuatan bangunan beton
2 3
Satuan
Rp/km
Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
Total
APL (Koperasi)
9.000.000.000
9.000.000.000
9.000.000.000
9.000.000.000
Panjang garis pantai km
64,66
51,27
11,67
127,60
Luas kawasan pantai
ha
1.293
1.025
233
2.552
4
Total biaya
Rp
581.940.000.000
461.430.000.000
105.030.000.000
1.148.400.000.000
5
Umur ekonomis
tahun
30
30
30
30
6
Laba layak
Rp/tahun
33.461.550.000
26.532.225.000
6.039.225.000
66.033.000.000
7
Nilai manfaat total
Rp
548.478.450.000
434.897.775.000
98.990.775.000
1.082.367.000.000
8
Nilai manfaat bersih Rp/tahun
18.282.615.000
14.496.592.500
3.299.692.500
36.078.900.000,00
14.137.500
14.137.500
14.137.500
14.137.500
Nilai manfaat bersih Rp/ha/tahun
131
Lampiran 22 Hasil analisis perhitungan manfaat tidak langsung mangrove sebagai penyimpan karbon Komponen nilai ekonomi
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Jumlah
Keterangan
84.843 Luas (ha) B. Manfaat Tidak Langsung 2. Penyimpan karbon 11.681.132.115 2.630.094.784 439.997.711 14.751.224.610 a. Rp/tahun 230.793,12 93.166,66 73.332,95 173.864,96 b. Rp/ha/tahun
Metode: Replacement Cost
Keterangan: 1. Potensi karbon dihitung berdasarkan hasil penelitian LPPM (2007) senilai 2,41 ton/ha/tahun 2. Untuk perhitungan karbon diterapkan pada hutan produksi (IUPHHK dan Koperasi Panther) dan Hutan Lindung 3. Luas Hutan Lindung untuk penyerapan karbon adalah 49.629 ha (dikurangi luas tambak 984,16 ha) 4. Luas Hutan Produksi untuk penyerapan Karbon = 24.230 ha (dikurangi tebangan 5 tahun) 5. Luas APL (Koperasi Panter) untuk penyerapan karbon = 5.050 ha (dikurangi tebangan 5 tahun) 6. Harga satu ton karbon adalah € 10/ton (Maret 2012, European Union Emission Trading Scheme), Nilai tukar rupiah terhadap Euro senilai Rp 11.992.75 (Kurs Maret 2012) 7. Biaya produksi karbon untuk HL diasumsikan hanya berupa biaya pengelolaan sebesar 50% dari biaya produksi IUPHHK 8. Laba layak yang digunakan 5.75 % (Suku Bunga SBI Februari 2012)
Rincian Perhitungan: Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No 1
Uraian Potensi biomassa perhektar
Satuan ton/ha
Hutan Lindung 262,86
HP (IUPHHK) 262,86
APL (Koperasi) 262,86
Total 262,86
2
Kandungan C dalam biomassa
%
27,45%
27,45%
27,45%
27,45%
3
Potensi karbon per hektar
ton/ha
72,16
72,16
72,16
72,16
4
Siklus pengelolaan (daur)
Tahun
30
30
30
30
5
Potensi karbon
ton/ha/tahun
2,41
2,41
2,41
2,41
6
Luas hutan mangrove
Ha
50.613
28.230
6.000
84.843
7
Ha
49.629
24.946
5.050
79.625
8
Luas hutan untuk penyimpanan C Total potensi karbon
Ton
119.370
60.002
12.147
191.519
9
Harga karbon
Rp/ton
119.928
119.928
119.928
119.928
10
Nilai manfaat total
Rp/tahun
14.315.757.182
7.195.881.762 1.456.704.887
22.968.343.832
11
Total biaya pengelolaan
Rp/tahun
2.491.371.222
12
Laba layak
Rp/tahun
143.253.845
248.257.921
55.281.950
446.793.717
13
Nilai manfaat bersih
Rp/tahun
11.681.132.115
2.630.094.784
439.997.711
14.751.224.610
Nilai manfaat bersih
Rp/ha/tahun
230.793
93.167
73.333
173.864,96
4.317.529.057
961.425.226
7.770.325.505
132
Lampiran 23 Hasil analisis perhitungan manfaat tidak langsung mangrove sebagai penghasil oksigen Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Komponen nilai ekonomi Luas (ha) B. Manfaat Tidak Langsung 3. Penghasil oksigen a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Jumlah
Keterangan
84.843 Metode: Replacement Cost
41.234.114.476 11.095.631.888 1.856.226.880 54.185.973.244 680.514,52 1.307.566,66 421.086,60 680.514,52
Keterangan: 1. Estimasi nilai ekonomi mangrove sebagai penghasil oksigen didekati dengan potensi Oksigen yang diproduksi mangrove melalui fotosintesis 2. Pendugaan potensi oksigen didekati melalui persamaan kimia (Redoks) fotosintesis, berdasarkan pada potensi kandungan biomassa mangrove CO2 + H2O ===>>> C6H12O6 + O2 6 CO2 + 6 H2O ===>>> C6H12O6 + 6 O2 3. Kandungan volume biomassa mangrove sebesar 219,05 m3/ha dan kandungan volume karbondioksida 200,8 m3/ha 4. Harga Oksigen didekati dengan harga oksigen untuk membantu bernafas bagi pasien di rumah sakit yaitu sebesar Rp 250.000/m3 (Perda Kabupaten Landak 2009) 5. Laba layak yang digunakan sebesar 5.75% 6. Lama pengelolaan mangrove yang digunakan 30 tahun
Rincian Perhitungan: Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No
1
Uraian
Satuan
HP (IUPHHK)
Hutan Lindung
APL (Koperasi)
Jumlah
Pendekatan Supply Oksigen (Potensi Oksigen) a. Massa atom relatif senyawa CO2
44
44
44
44
b. Massa atom relatif senyawa H2O
18
18
18
18
c. Massa Atom relatif senyawa C6H12O6
180
180
180
180
d. Massa atom relatif unsur O2 f. Prosentase karbon (C) dalam biomassa
%
g. Potensi biomassa
ton/ha 3
32
32
32
32
0,25
0,25
0,25
0,25
262,86
262,86
262,86
262,86
h. Potensi volume kayu
m /ha
180,74
180,74
180,74
180,74
i. Potensi volume biomassa
m3/ha
219,05
219,05
219,05
219,05
j. Potensi volume karbon
m3/ha
54,76
54,76
54,76
54,76
k. Potensi volume CO2
m3/ha
200,8
200,8
200,8
200,8
l. Potensi volume oksigen (O2)
m3/ha
m. Luas mangrove
146,03
146,03
146,03
146,03
31.535
26.350
6.000
65.585,00
n. Potensi total oksigen
m3
7.247.300
3.642.889
737.452
11.627.640
o. Luas mangrove penghasil Oksigen
Ha
49.629
24.946
5.050
79.625
p. Lama Pengelolaan hutan mangrove
Tahun
30
30
30
30
q. Potensi rata-rata oksigen pertahun
m3/tahun
241.577
121.430
24.582
387.588
133
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan No
Uraian
Satuan
r. Harga Oksigen (O2)
Rp/m3
2
Nilai manfaat total
3
Biaya pengelolaan hutan
4
Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
APL (Koperasi)
Jumlah
250.000
250.000
250.000
250.000
Rp/tahun
60.394.162.543
30.357.405.986
6.145.429.167
96.896.997.696
Rp/tahun
18.118.248.763
18.214.443.591
4.055.983.250
40.388.675.605
Laba layak (5,75%)
Rp/tahun
1.041.799.304
1.047.330.507
233.219.037
2.322.348.847
5
Nilai manfaat bersih
Rp/tahun
41.234.114.476
11.095.631.888
1.856.226.880
54.185.973.244
6
Nilai manfaat bersih
Rp/ha/ Tahun
1.307.567
421.087
309.371
680.515
134
Lampiran 24 Hasil analisis perhitungan manfaat tidak langsung mangrove sebagai pencegah intrusi air laut Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Komponen nilai ekonomi Luas (ha) B. Manfaat Tidak Langsung 4. Penahan intrusi air laut a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Jumlah
Keterangan
84.843 Metode: Replacement cost
4.431.228.537 87.551,19
2.471.570.182 87.551,19
525.307.159 87.551,19
7.428.105.878 87.551,19
Keterangan: 1. Estimasi manfaat mangrove sebagai penahan intrusi didekati dengan turunnya produktivitas usaha tani sawah akibat intrusi air laut. 2. Produksi padi rata-rata sebelum intrusi air laut sebesar 2 ton/ha/tahun dan setelah intrusi air laut sebesar 0,74 ton/ha/tahun; sehingga terjadi penurunan produktivitas padi 1,276 ton/ha/tahun 3. Harga gabah kering pada di lokasi penelitian sebesar Rp 3500/kg 4. Luas areal persawahan yang rawan terkena intrusi 4.026 ha (LPP Mangrove, 2006) 5. Laba layak yang digunakan sebesar 5.75% 6. Biaya produksi padi diasumsikan sebesar 55%.
Rincian Perhitungan: No 1
2
3
Uraian
Satuan
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
Jumlah
APL (Koperasi)
Informasi dasar perhitungan a. Rata-rata penurunan produksi padi akibat intrusi b. Harga gabah kering
ton/ha/tahun
1,26
1,26
1,26
Rp/kg
c. Luas sawah di seluruh areal studi d. Volume total penurunan produksi padi Nilai kehilangan pendapatan kotor kkibat penurunan produksi padi Total biaya produksi (55%)
Ha ton/tahun
3.026,1
3.500,0
3.500,0
3.500,0
3.500,0
2.401,7
1.339,6
284,7
4.026,00
1.687,9
358,7
5.072,76
5.907.547.491 1.255.589.265
17.754.660.000
Rp
10.591.523.244
Rp
5.825.337.784
3.249.151.120
690.574.096
1,26
9.765.063.000
4
Laba layak
Rp/tahun
334.956.923
186.826.189
39.708.011
561.491.123
5
Nilai kehilangan pendapatan bersih akibat penurunan produksi padi Nilai kehilangan pendapatan bersih akibat penurunan produksi padi per hektar per tahun
Rp/tahun
4.431.228.537
2.471.570.182
525.307.159
7.428.105.878
1.845.034
1.845.034
1.845.034
1.845.034
6
Rp/ha/tahun
135
Lampiran 25 Hasil analisis perhitungan manfaat pilihan Komponen nilai ekonomi
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Jumlah
84.843 Luas (ha) C. Manfaat Pilihan 1. Penahan intrusi air laut 6.821.980.346 3.429.100.070 694.173.000 10.945.253.416 a. Rp/tahun 137.460,00 137.460,00 137.460,00 137.460,00 b. Rp/ha/tahun
Keterangan
Metode: Benefit transfer
Keterangan: 1. Manfaat pilihan diestimasi dengan manfaat biodiversitas mangrove 2. Nilai biodiversitas hutan mangrove adalah US$15 /ha/tahun (Ruitenbeek, 1992), pada saat tahun 1992 nilai tukar dolar diasumsikan sebesar Rp2.020 3. Nilai kurs pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 9.164 (14/4/2012_http://id.yahoo.com/?p=us)
Rincian Perhitungan: No
Uraian
Satuan
1
Luas hutan mangrove
ha
2
Luas hutan mangrove efektif
Ha
3
Nilai ekonomi per hektar
US$/ha/tahun
4
Nilai ekonomi per hektar
Rp/ha/tahun
5
Nilai ekonomi total per tahun
Rp/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan APL HP (IUPHHK) Lindung (Koperasi) 50.613 28.230 6.000
Jumlah 84.843
49.629
24.946
5.050
15
15
15
79.625 15
137.460
137.460
137.460
137.460
6.821.980.346
3.429.100.070
694.173.000
10.945.253.416
136
Lampiran 26 Hasil analisis perhitungan manfaat keberadaan Komponen nilai ekonomi
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi)
Jumlah
50.613 28.230 6.000 84.843 Luas (ha) D. Manfaat Keberadaan 1. Manfaat keberadaan 117.653.026.316 65.622.368.421 13.947.368.421 197.222.763.158 a. Rp/tahun 2.324.561,40
2.324.561,40
2.324.561,40
2.324.561,40
Keterangan Metode: CVM
b. Rp/ha/tahun Perhitungan : Nilai keberadan per hektar pertahun yang diberikan responden adalah Rp. 2.324.561,40,- (rata-rata dari 57 responden)
137
Lampiran 27 Daftar responden berdasarkan matapencaharian No A
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Desa
Pendidikan
Suku
Pengrajin Arang 1
Hamsam
Laki-laki
63
Kubu
TS
2
Musli
Laki-laki
55
Kubu
SD
Melayu
3
Samad
Laki-laki
52
Batu Ampar
SD
Melayu
4
Agus
Laki-laki
38
Batu Ampar
SLTA
Melayu
5
Idrus M Amin
Laki-laki
56
Batu Ampar
SD
Melayu
6
Juneadi
Laki-laki
46
Batu Ampar
SD
Melayu
7
Muhamad Daud
Laki-laki
42
Batu Ampar
SD
Melayu
8
Agal
Laki-laki
40
Batu Ampar
SD
Melayu
Ramlan
Laki-laki
45
Batu Ampar
SD
Melayu
9 B
Melayu
Pencari Kayu Bakar 1
Mastamoko
Laki-laki
45
Dabong
TS
China
2
Aladin
Laki-laki
51
Dabong
SMP
Melayu
3
Sulaiman Hamid
Laki-laki
52
Kubu
TS
Melayu
TS
Melayu
C
Tiang Pancang dan Kayu Bakar 1
Hamsam
Laki-laki
63
Kubu
2
Musli
Laki-laki
55
Kubu
SD
Melayu
3
Idrus M Amin
Laki-laki
56
Batu Ampar
SD
Melayu
4
Jais
Laki-laki
40
Batu Ampar
SD
Melayu
5
Saleh
Laki-laki
50
Batu Ampar
SD
Melayu
6
Agal
Laki-laki
40
Batu Ampar
SD
Melayu
7
Ramlan
Laki-laki
45
Batu Ampar
SD
Melayu
8
Jamri
Laki-laki
42
Batu Ampar
SD
Melayu
1
Nurmasita
Perempuan
23
Dabong
SD
Melayu
2
Abdul Jahir
Laki-laki
54
Kubu
SD
Melayu
3
Rajibah
Perempuan
53
Padang Tikar 1
TS
Melayu
4
Kamaruddin
Laki-laki
59
Padang Tikar 1
TS
Melayu
5
Japri
Laki-laki
57
Nipah Panjang
TS
Melayu
6
Karni
Laki-laki
52
Nipah Panjang
TS
Melayu
7
Sahat
Laki-laki
52
Nipah Panjang
TS
Melayu
8
Bujang Daud
Laki-laki
60
Nipah Panjang
TS
Melayu
9
Kadas
Laki-laki
60
Nipah Panjang
TS
Bugis
10
Arping
Laki-laki
51
Nipah Panjang
TS
Bugis
11
Abdullah
Laki-laki
55
Teluk Nibung
SD
Melayu Melayu
D
Pembuat Daun Nipah
12
Agal
Laki-laki
40
Batu Ampar
SD
13
Kudus
Laki-laki
50
Batu Ampar
SD
Melayu
14
Yusuf
Laki-laki
45
Tanjung Bunga
SD
Melayu
15
Jamaludin
Laki-laki
43
Tanjung Bunga
SD
Bugis
16
Muerat
Laki-laki
45
Tanjung Bunga
SD
Bugis
23
Dabong
SD
Melayu
E 1
Pencari Gastropoda (Kerang-kerangan Nurmasita
Perempuan
138
No
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Desa
Pendidikan
Suku
2
Rosnati
Perempuan
40
Dabong
SD
3
Amlah
Perempuan
50
Dabong
SD
Melayu Melayu
4
Agal
Laki-laki
40
Batu Ampar
SD
Melayu
F
Usaha Blat
1
Abdullah
Laki-laki
39
Padang Tikar 1
SD
Melayu
2
Maunang
Laki-laki
70
Padang Tikar 1
TS
Melayu
3
Abdul Fatah
Laki-laki
65
Padang Tikar 1
TS
Melayu
4
Ismail Kube
Laki-laki
65
Padang Tikar 1
TS
Melayu
5
Agus
Laki-laki
45
Padang Tikar 1
SD
Melayu
6
Hamdan
Laki-laki
42
Padang Tikar 1
SD
Melayu
7
Khairani
Laki-laki
40
Padang Tikar 1
SD
Melayu
8
Hari Susanto
Laki-laki
51
Padang Tikar 1
SMP
Melayu
9
Madjuni
Laki-laki
56
Padang Tikar 1
TS
Melayu
10
Yakob
Laki-laki
58
Padang Tikar 1
TS
Melayu
11
Moktari
Laki-laki
58
Padang Tikar 1
TS
Melayu
12
Paryanto
Laki-laki
29
Padang Tikar 1
SMA
Melayu
13
Junaidi Keri
Laki-laki
33
Teluk Nibung
SD
Melayu
G
Usaha Jermal
1
Mastamoko
Laki-laki
45
Dabong
TS
China
2
Aladin
Laki-laki
51
Dabong
SMP
Melayu
3
Mulyadi
Laki-laki
39
Dabong
SMP
Melayu
H
Nelayan Tangkap 1
Johan Wahyudi
Laki-laki
32
Dabong
SMP
Melayu
2
Sharuni
Laki-laki
39
Dabong
SD
Melayu
3
Herman
Laki-laki
55
Dabong
SD
Melayu
4
Budiman
Laki-laki
31
Dabong
SD
Melayu
5
Supandi
Laki-laki
37
Dabong
SMP
Melayu
6
Rahmat
Laki-laki
35
Dabong
SD
Melayu
7
Hamdani
Laki-laki
47
Kubu
SD
Melayu
8
Mansur Rahmat
Laki-laki
49
Kubu
SD
Melayu
9
Kaswan
Laki-laki
50
Kubu
TS
Melayu
10
Kaswan
Laki-laki
55
Kubu
TS
Melayu
11
Tan Ju Hua
Laki-laki
52
Padang Tikar 1
SD
China
12
Khiruddin
Laki-laki
29
Padang Tikar 1
SD
Melayu
13
David
Laki-laki
38
Padang Tikar 1
SD
China
14
Budianto
Laki-laki
41
Padang Tikar 1
TS
Melayu
15
Samirul
Laki-laki
38
Padang Tikar 1
SD
Melayu
16
Jai
Laki-laki
35
Padang Tikar 1
SD
Melayu
17
Akiang
Laki-laki
56
Padang Tikar 1
SD
China
18
Efendi
Laki-laki
41
Padang Tikar 1
SD
Melayu
19
Sapri
Laki-laki
35
Padang Tikar 1
TS
Melayu
20
Abdullah
Laki-laki
42
Padang Tikar 1
SD
Melayu
21
Darmawan
Laki-laki
30
Padang Tikar 1
SD
Melayu
139
No
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Desa
Pendidikan
Suku
22
Al Mukaram
Laki-laki
33
Nipah Panjang
SMP
Melayu
23
Mustar
Laki-laki
35
Nipah Panjang
TS
Melayu
24
Junaedi
Laki-laki
45
Nipah Panjang
SD
Melayu
25
Saparudin
Laki-laki
56
Nipah Panjang
SD
Melayu
26
Khaidir
Laki-laki
39
Nipah Panjang
SD
Melayu
27
Wahda
Perempuan
29
Nipah Panjang
TS
Melayu
28
Jokri
Laki-laki
52
Nipah Panjang
SD
Melayu
29
Samiun
Laki-laki
45
Nipah Panjang
SD
Melayu
30
Tahe
Laki-laki
45
Nipah Panjang
TS
Melayu
31
Musa
Laki-laki
60
Nipah Panjang
TS
Melayu
32
Sapriadi
Laki-laki
24
Nipah Panjang
SD
Melayu
33
Sahdan
Laki-laki
23
Nipah Panjang
SMP
Melayu
34
Syahbandi
Laki-laki
28
Teluk Nibung
SD
Melayu
35
Nelin
Laki-laki
32
Teluk Nibung
SD
Melayu
36
Ani
Laki-laki
48
Teluk Nibung
SD
37
Hermansyah HB
Laki-laki
35
Teluk Nibung
SD
38
Suteso Sampurno
Laki-laki
40
Teluk Nibung
SD
Jawa
39
Efendi
Laki-laki
49
Teluk Nibung
SD
Melayu
40
Junaidi Keri
Laki-laki
33
Teluk Nibung
SD
Melayu
41
Muhamad Nasir
Laki-laki
32
Teluk Nibung
SD
Melayu
42
Muhamad Kasim
Laki-laki
32
Teluk Nibung
SD
Melayu
43
Muktar Mayor
Laki-laki
50
Teluk Nibung
SD
Melayu
44
Robiansyah
Laki-laki
25
Teluk Nibung
SD
Melayu
45
Imran
Laiki-laki
30
Teluk Nibung
SD
Melayu
46
Jamian
Laiki-laki
51
Teluk Nibung
SD
Melayu
47
Samsudin
Laiki-laki
30
Teluk Nibung
SD
Melayu
48
Idrus M Amin
Laki-laki
56
Batu Ampar
SD
Melayu
49
Kudus
Laki-laki
50
Batu Ampar
SD
Melayu
50
Dol
Laki-laki
40
Batu Ampar
SD
Melayu
Melayu
51
Joh
Laki-laki
32
Batu Ampar
SD
Melayu
52
Suing
Laki-laki
30
Batu Ampar
SD
Melayu
53
Jamaludin
Laki-laki
30
Tanjung Bunga
SD
Melayu
54
Jamaludin
Laki-laki
43
Tanjung Bunga
SD
Bugis
55
Badrun
Laki-laki
31
Tanjung Bunga
SD
Bugis
56
Yakob
Laki-laki
49
Tanjung Bunga
SD
Melayu
57
Budi Ibrahim
Laki-laki
32
Tanjung Bunga
SD
Jawa
58
Indra
Laki-laki
42
Tanjung Bunga
SMP
Dayak
Melayu
Pekerjaan Lainnya
I 1
Iwani
Laki-laki
34
Dabong
SLTA
2
Jumadi
Laki-laki
30
Kubu
SMA
Melayu
3
Efendi
Laki-laki
54
Kubu
SMP
Melayu
4
Japri
Laki-laki
43
Padang Tikar 1
SMA
Melayu
5
Heri Sapendi
Laki-laki
49
Padang Tikar 1
SMA
6
Agus
Laki-laki
38
Batu Ampar
SLTA
Melayu
7
Adi Acong
Laki-laki
40
Tanjung Bunga
SLTA
Bugis
140
No
Jenis Kelamin
Nama
Umur
Desa
Pendidikan
Suku
8
Abdul Razak
Laki-laki
45
Tanjung Bunga
SD
Melayu
9
Moktar Derai
Laki-laki
46
Nipah Panjang
SLTA
Melayu
10
Mustapa Unta
Laki-laki
45
Teluk Nibung
SLTA
Melayu
11
Yanto
Laki-laki
40
Teluk Nibung
SLTP
Keterangan: TS= Tidak sekolah SD= Sekolah Dasar SLTP=Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTA=Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
141
Lampiran 28 Daftar responden untuk penilaian manfaat keberadaan mangrove dengan metode Continget Valuation Method (CVM) Pemberian Nilai Mangrove (Rp/ha/tahun) Kode RT
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Desa
Pendidikan
< Rp 1.000.000,-
A 1 3 4 8 9
Desa Dabung Nurmasita Sharuni Iwani Supandi Rosnati
Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan
23 39 34 37 40
Dabong Dabong Dabong Dabong Dabong
SD SD SLTA SMP SD
1.000.000 1.000.000
10 11 12 13
Amlah Rahmat Aladin Mulyadi
Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki
50 35 51 39
Dabong Dabong Dabong Dabong
SD SD SMP SMP
1.000.000 1.000.000
4 5 7 9
Desa Kubu Jumadi Efendi Hamsam Musli
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
30 54 63 55
Kubu Kubu Kubu Kubu
SMA SMP TS SD
4 5 8 9
Padang Tikar 1 Japri Khiruddin Samirul Jai
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
SMA SD SD SD
1.000.000 1.000.000
35
Padang Tikar 1 Padang Tikar 1 Padang Tikar 1 Padang Tikar 1
11 12
Efendi Sapri
Laki-laki Laki-laki
41 35
Padang Tikar 1 Padang Tikar 1
SD TS
1.000.000 1.000.000
B
C
43 29 38
Rp 1.000.000,s/d Rp 3.000.000,-
Rp 3.000.000,s/d Rp 5.000.000,-
Rp 5.000.000,s/d Rp 7.000.000,-
> Rp 7.000.000,-
2.000.000 1.000.000 1.000.000
6.000.000 6.000.000 4.000.000 4.500.000 1.000.000 1.000.000 10.000.000
2.000.000
142
142
Pemberian Nilai Mangrove (Rp/ha/tahun) Kode RT 13 14
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Desa
Pendidikan
< Rp 1.000.000,-
Abdullah Darmawan
Laki-laki Laki-laki
42 30
Padang Tikar 1 Padang Tikar 1
SD SD
1.000.000 1.000.000
1 2 3 5 8
Nipah Panjang Al Mukaram Mustar Junaedi Khaidir Samiun
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
33 35 45 39 45
Nipah Panjang Nipah Panjang Nipah Panjang Nipah Panjang Nipah Panjang
SMP TS SD SD SD
1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
9 10 11 12
Tahe Musa Sapriadi Sahdan
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
45 60 24 23
Nipah Panjang Nipah Panjang Nipah Panjang Nipah Panjang
TS TS SD SMP
1.000.000 1.000.000
1 2 3 4 5
Teluk Nibung Syahbandi Nelin Ani Hermansyah HB Suteso Sampurno
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
28 32 48 35 40
Teluk Nibung Teluk Nibung Teluk Nibung Teluk Nibung Teluk Nibung
SD SD SD SD SD
1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
6 7 8 9
Efendi Junaidi Keri Muhamad Nasir Muhamad Kasim
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
49 33 32 32
Teluk Nibung Teluk Nibung Teluk Nibung Teluk Nibung
SD SD SD SD
1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
D
E
Rp 1.000.000,s/d Rp 3.000.000,-
3.000.000 3.000.000
Rp 3.000.000,s/d Rp 5.000.000,-
Rp 5.000.000,s/d Rp 7.000.000,-
> Rp 7.000.000,-
143
Pemberian Nilai Mangrove (Rp/ha/tahun) Kode RT
Nama
Jenis Kelamin
Umur
11 12 13
Robiansyah Imran Jamian
Laki-laki Laiki-laki Laiki-laki
25 30 51
Teluk Nibung Teluk Nibung Teluk Nibung
SD SD SD
3.000.000 3.000.000 3.500.000
14 15
Samsudin Abdullah
Laiki-laki Laki-laki
30 55
Teluk Nibung Teluk Nibung
SD SD
3.000.000
1 2
Desa Batu Ampar Samad Laki-laki Agus Laki-laki
52 38
Batu Ampar Batu Ampar
SD SLTA
5 8 9 12 13
Muhamad Daud Agal Ramlan Dol Joh
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
42 40 45 40 32
Batu Ampar Batu Ampar Batu Ampar Batu Ampar Batu Ampar
SD SD SD SD SD
14
Suing
Laki-laki
30
Batu Ampar
SD
4.000.000
1 2 9
Tanjung Bunga Adi Acong Jamaludin Budi Ibrahim
Laki-laki Laki-laki Laki-laki
40 30 32
Tanjung Bunga Tanjung Bunga Tanjung Bunga
SLTA SD SD
4.000.000 2.000.000
10
Indra
Laki-laki
42
Tanjung Bunga
SMP
F
I
Desa
Pendidikan
< Rp 1.000.000,-
Rp 1.000.000,s/d Rp 3.000.000,-
Rp 3.000.000,s/d Rp 5.000.000,-
Rp 5.000.000,s/d Rp 7.000.000,-
> Rp 7.000.000,-
1.000.000 5.000.000 7.000.000 4.000.000 4.000.000 3.500.000 5.000.000 2.000.000
1.000.000 4.000.000
Lampiran 29 Kuesioner valuasi ekonomi dan analisis strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat
KUESIONER
VALUASI EKONOMI DAN ANALISIS STRATEGI KONSERVASI HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Oleh: AHMAD FAISAL SIREGAR MAYOR KVT/E 351080031
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2012
146 Survey No………. Pewawancara : …………………. A. Identitas Responden 1) Nama Responden 2) Umur 3) Alamat 4) Pendidikan 5) Pekerjaan Utama 6) Jumlah anggota keluarga 7) Mata Pencaharian
8) Pekerjaan sampingan 9) Lama tinggal
Tanggal Wawancara : ……………….…
: ……………………………….. : ……………………………….. :………………………………... :………………………………... :………………………………… : ……………….. (jiwa/KK) : a. PNS/TNI/Polri b. Pegawai swasta c. Petani d. Nalayan e. Pengrajin arang f. Lainnya……….. : : …………. tahun
B. Kondisi Ekonomi Keluarga 1)
Apa saja sumber-sumber pendapatan anda dan berapa nilainya per bulan
No
2)
Sumber Pendapatan
Nilai (Rp/bulan)
No
1
6
2
7
3
8
4
9
5
10
Sumber Pendapatan
Nilai (Rp/bulan)
Berapa pengeluaran yang dikeluarkan dalam satu bulan (Rp/bulan) ? 1. Kurang dari Rp 300.000; 2. Rp 300.000 – 500.000; 3. Rp 500.000 – 750.000; 4. Rp 750.000 – 1.000.000; 5. Lebih dari Rp.1.000.000,-
147 C. Pemanfatan Sumberdaya Mangrove 1) Jenis apa yang Anda manfaatkan dari hutan mangrove di Kubu Raya? a. Kayu (tiang pancang, kayu bakar,dll) b. Arang c. Lahan pertanian d. Biota air (ikan, udang, kepiting) e. Satwa f. Daun nipah g. Buah mangrove h. Obat-obatan i. Lainnya…………. 2) Berapa kemampuan Anda dalam mengumpulkan sumberdaya tersebut ?
No
Jenis Pemanfaatan
1
Kayu bakar
2
Tiang pancang
3
Arang
4
Biota air
5
Satwa
6
Daun nipah
7
Tumbuhan obat
8
Buah mangrove
9
Lainnya
Kemampuan rerata mengumpulkan per hari (m3/hr, ikat/hari, Kg/hari)
Aktivitas/bulan (…hari/bulan)
Harga jual per satuan (Rp/m3, Rp/Kg, Rp/ikat)
3) Dimana lokasi pengambilan Sumberdaya yang Anda lakukan dan apa saja alat / sarana angkutan yang diperlukan ? No
Jenis Pemanfaatan
1
Kayu bakar
2
Tiang pancang
3
Arang
4
Biota air
Lokasi Pengambilan
Peralatan dan sarana yang digunakan
Jumlah yang Memanfaatkan
148
No
Jenis Pemanfaatan
5
Satwa
6
Daun nipah
7
Tumbuhan obat
8
Buah mangrove
9
Lainnya
Lokasi Pengambilan
Peralatan dan sarana yang digunakan
Jumlah yang Memanfaatkan
4) Berapa biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut? No
Jenis Pemanfaatan
1
Kayu bakar
2
Tiang pancang
3
Arang
4
Biota air
5
Satwa
6
Daun nipah
7
Tumbuhan obat
8
Buah mangrove
9
Lainnya
Biaya
D. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya 1. Menurut Anda bagaimana kondisi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya saat ini ? a. Semakin rusak
c. Sama saja
b. Semakin baik Sebutkan alasannya. (1)..................................................................................... (2)..................................................................................... (3)..................................................................................... 2. Apakah menurut Anda keberadaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar? a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
Jika, ya, sebutkan alasannya : (1) …………………………………………………… (2) ……………………………………………………
149 3. Berdasarkan manfaat yang disebutkan tersebut, apakah Anda bersedia membayar agar keberadaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya tetap tersedia seperti saat ini, meskipun Anda tidak akan menggunakan secara langsung : a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
Jika Ya, setiap hektarnya Anda bersedia membayar berapa ? a.
< Rp 1.000.000,-
b. Rp 1.000.000,- s/d Rp 3.000.000,c. Rp 3.000.000,- s/d Rp 5.000.000,d. Rp 5.000.000,- s/d Rp 7.000.000,e. > Rp 7.000.000,-
Catatan :
151
Lampiran 30 Perhitungan nilai ekonomi pada berbagai strategi pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya berdasarkan statusnya a. Nilai Ekonomi Kayu Komersil Komponen nilai ekonomi
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
84.843
Luas (ha)
84.843
APL (Koperasi)
Keterangan
84.843 Metode: Pasar aktual
A. Manfaat Langsung 1. Kayu Komersil a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
0
60.671.708.317
0
0
31.091.549,82
0
Keterangan: a. Areal efektif sama dengan 2 perusahaan HPH saat ini (69%) b. Rotasi tebang 30 tahun, c. Potensi kayu komersial 138,21 m3/hektar (RKT PT BIOS dan PT Kandelia Alam, 2011) d. Faktor eksploitasi 0,8 e. Harga kayu komersial mangrove Rp 509.405/m3 f. Biaya produksi sama dengan data PT BIOS 2009 dan PT. Kandelia Alam 2011 g. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5,75 % (suku bunga SBI Februari 2012)
Rincian Perhitungan: Uraian
Satuan
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
1. Informasi dasar a. Luas hutan produksi mangrove
Hektar
84.843
b. Luas areal produktif
Hektar
58.542
c. Daur (rotasi)
Tahun
d. Luas tebangan tahunan
hektar/tahun
e. Potensi tegakan komersial
m3/hektar
138,21
g. Volume produksi per tahun
m3/tahun
215.767
h. Harga kayu komersial
Rupiah/m3
509.405
f. Faktor eksploitasi
30 1.951
0,80
2. Nilai manfaat total
Rupiah/tahun
3. Biaya overhead
Rupiah/tahun
109.912.515.066 7.386.121.012
4. Biaya variabel
Rupiah/tahun
39.146.441.366
5. Laba layak
Rupiah/tahun
2.708.244.371
6. Nilai manfaat bersih
Rupiah/tahun
60.671.708.317
7. Nilai manfaat bersih
Rupiah/ha/tahun
31.091.550
APL (Koperasi)
152
b. Nilai Ekonomi Kayu Bakar Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan
Komponen nilai ekonomi
Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
84.843
Luas (ha) A. Manfaat Langsung 2. Kayu Bakar a. Rp/tahun
Keterangan
APL (Koperasi)
84.843
84.843 Metode: Pasar aktual
b. Rp/ha/tahun
117.917.014
117.917.014
117.917.014
1.390
1.390
1.390
Keterangan: 1. Nilai penerimaan kayu bakar diperoleh dari harga kayu bakar lokal sekitar Rp. 212,121/m3 2. Volume kayu bakar yang dikumpulkan rata-rata yng digunakan rumah tangga adalah 0.18 m3/KK/bulan 3. Jumlah pengumpul kayu bakar di desa-desa sekitar kawasan mangrove Batu Ampar sebesar 184 orang 4. Nilai biaya pengumpulan kayu bakar per tahun diasumsikan sama dengan 30 % nilai penerimaannya 5.Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5,75% (suku bunga SBI bulan Februari 2012)
Perhitungan :
1 a b c d e f g h 2 3 4 5
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL (Koperasi) Lindung (IUPHHK)
Rincian
No
Informasi dasar Jumlah pemanfaat kayu bakar untuk 18 pembuatan gula kelapa (rumah tangga) Volume kayu bakar (m3) 77,76 Jumlah pemanfaat kayu bakar untuk jermal 30 Volume kayu bakar (m3) 339 Jumlah pemanfaat kayu bakar rumah 184 tangga (rumah tangga) Volume kayu bakar (m3) 397,44 Volume kayu bakar (m3) 814,20 Harga kayu bakar/m3 212.121 Nilai manfaat total (Rp/tahun) 172.708.918 Biaya (30%) 51.812.675 Laba layak (5.75%) 2.979.229 Nilai manfaat bersih (Rp/tahun) 117.917.014
18
18
77,76 30 339 184
77,76 30 339 184
397,44 814,20 212.121 172.708.918 51.812.675 2.979.229 117.917.014
397,44 814,20 212.121 172.708.918 51.812.675 2.979.229 117.917.014
c. Nilai Ekonomi Tiang Pancang Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 3. Kayu Pancang a. Rp/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung 84.843
HP (IUPHHK) 84.843
Keterangan
APL (Koperasi) 84.843 Metode: Pasar aktual
-
1.700.130.938 20.038,55
1.700.130.938 20.038,55
b. Rp/ha/tahun Keterangan 1) Pengumpul Kayu Bakau mencapai 150 orang, 141 orang di Batu Ampar dan 9 orang di Kubu 2) Di Desa Batu Ampar sekitar 30% (42 orang) mengambil di Hutan Lindung, 60 % (85 orang) lagi di Areal Panter dan 10 % di Areal Hutan Produksi (14 orang) 3) Di Desa Kubu 100 % mengambil di Hutan Produksi (9 orang) 4) Laba layak sesuai dengan suku bunga BI Februari 2012 (5,75% pertahun)
153 Perhitungan: Rincian
Lokasi
Satuan
1. Informasi dasar a. Luas hutan mangove utk pengambilan tiang pancang b. Jumlah pengumpul c. Rata-rata penerimaan per orang 2. Nilai manfaat total 3. Biaya total 4. Laba layak 5. Nilai manfaat bersih 6. Nilai manfaat bersih
Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
Ha
APL (Koperasi)
73.132
Orang Rp/tahun
150 34.200.000 5.130.000.000 3.243.375.000 186.494.063 1.700.130.938 23.247
Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/ha/tahun
73.132 150 34.200.000 5.130.000.000 3.243.375.000 186.494.063 1.700.130.938 23.247
e. Nilai Ekonomi Arang Bakau Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 4. Arang Bakau a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung 84.843
HP (IUPHHK) 84.843
Keterangan
APL (Koperasi) 84.843 Metode: Pasar aktual
-
-
34.225.352.146 17.538.969
Keterangan: a. Hutan mangrove yang dimanfaatkan untuk arang 84.843 ha. b. Luas efektif tegakan mangrove 58.542 ha. c. Daur yang dipakai 30 tahun menurut sistem silvikultur di hutan bakau d. Jenis mangrove yang dimanfaatkan untuk bahan baku arang adalah Rhizophora dan Bruguiera e. Potensi tegakan mangrove untuk bahan baku arang 138,21 m3/ha dengan faktor eksploitasi 0,8 e. Harga arang dilasifikasikan menurut kualitas arang f. Biaya produksi (investasi, tenaga kerja, bahan baku, pemeliharaan, pengemasan) sebesar 66,26%. g. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75% h. Rendemen arang 20% i. Kapasitas rata-rata produksi dapur arang 2,28 ton/unit; 7 kali bakar pertahun
Perhitungan: No 1
2
Uraian Informasi Dasar a. Luas areal b. Luas efektif c. Potensi tegakan d. Daur (Rotasi) e. Tebangan tahunan f. Faktor eksploitasi g. Potensi tegakan total
Satuan Ha Ha m3/ha Tahun ha/tahun
h. Rendemen arang
m3/tahun ton/tahun %
Total kapasitas produksi a. Kualitas A (16%) b. Kualitas B (64%) c. Kualitas C (10%) d. Arang Catau (4%) e. Debu Arang (6%)
ton/tahun ton/tahun ton/tahun ton/tahun ton/tahun ton/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung HP (IUPHHK) APL (Koperasi) 84.843 58.542 138,21 30 1.951 0,80 215.767 258.920 20% 51.784 51.783,97 8285,43 33141,74 5.178 2071,36 3107,04
154
3
4
5 6 7 8
Harga arang a. Kualitas A b. Kualitas B c. Kualitas C d. Arang Catau e. Debu Arang Rincian nilai penerimaan arang a. Kualitas A b. Kualitas B c. Kualitas C d. Arang Catau e. Debu Arang Nilai manfaat arang total Biaya Laba layak Nilai manfaat bersih Nilai manfaat bersih
Rp/ton/tahun Rp/ton/tahun Rp/ton/tahun Rp/ton/tahun Rp/ton/tahun
2.650.000 2.450.000 1.700.000 700.000 500.000
Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/ha/tahun
21.956.402.568 81.197.262.328 8.803.274.615 1.449.951.113 1.553.519.050 114.960.409.673 76.345.208.064 4.389.849.464 34.225.352.146 17.538.969
f. Nilai Ekonomi Untuk Biota Perairan Biota Air (alat tangkap jaring, bubu dan pancing) Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Komponen nilai ekonomi Hutan Lindung HP (IUPHHK) APL (Koperasi) 84.843
Luas (ha) A. Manfaat Langsung 5. Biota Air (ikan, udang, kepiting) a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
84.843
Keterangan
84.843 Metode: Pasar aktual
52.033.249.055
44.461.597.057
44.461.597.057
590.435,93
590.435,93
590.435,93
Keterangan: a. Nelayan tangkap yang dihitung adalah nelayan tradisional yang menggunakan jukung, perahu, dan perahu dengan mesin tempel b. Perhitungan tangkapan dibagi berdasarkan musim (Timur, Selatan dan Barat) c. Alat tangkap yang dipergunakan adalah jaring, bubu dan pancing d. Biaya produksi (investasi, tenaga kerja, bahan baku, pemeliharaan, pengemasan) sebesar 40 %. e. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75% f. Nilai per ha Rp. 590.435,93,- ha/tahun
Biota Air (alat tangkap jermal) Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 5. Biota Air (ikan, udang, kepiting) a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan HP APL Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 84.843 84.843 84.843
Metode: Pasar aktual 1.182.701.436
1.049.699.672
1.049.699.672
13.939,68
13.939,68
13.939,68
Keterangan: a. Jermal yang diperhitungkan adalah jermal yang berada di sungai/alur dalam kawasan mangrove b. Perhitungan tangkapan dibagi berdasarkan musim (Timur, Selatan dan Barat) c. Biaya produksi (investasi, tenaga kerja, bahan baku, pemeliharaan, pengemasan) sebesar 63,12 %. d. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75% e. Tebangan 5 tahun adalah 9.540 ha
Keterangan
155 Biota Air (alat tangkap blat) Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan HP APL Hutan Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 84.843 84.843 84.843
Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 5. Biota Air (ikan, udang, kepiting) a. Rp/tahun
Keterangan
Metode: Pasar aktual 1.104.943.031
980.685.467
980.685.467
13.023,19
13.023,19
13.023,19
b. Rp/ha/tahun Keterangan:
a. Blat merupakan perangkap biota air (ikan dan udang) dipasang di pinggir mangrove kawasan mangrove b. Perhitungan tangkapan dibagi berdasarkan musim (Timur, Selatan dan Barat) d. Biaya produksi (investasi, tenaga kerja, bahan baku, pemeliharaan, pengemasan) sebesar 27,53 %. e. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75% f Tebangan 5 tahun adalah 9.540 ha
Biota Air (Kerang, ale-ale, siput dan kepah) Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan HP APL Hutan Lindung (IUPHHK) (Koperasi) 84.843 84.843 84.843
Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 5. Biota Air (kerang, ale-ale, siput dan kepah) a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Keterangan
Metode: Pasar aktual 534.864.066 6.069,25
457.032.974 6.069,25
457.032.974 6.069,25
Keterangan: a. Perhitungan tangkapan dibagi berdasarkan musim (Timur, Selatan dan Barat) b. Biaya produksi sebesar 4,05 %. c. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga sebesar 5.75% d Tebangan 5 tahun adalah 9.540 ha
g. Nilai Ekonomi Atap Daun Nipah Komponen nilai ekonomi
Luas (ha) A. Manfaat Langsung 6. Atap daun nipah a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung
84.843
HP (IUPHHK)
APL (Koperasi)
84.843
84.843 Metode: Pasar aktual
1.127.623.999
1.127.623.999
1.127.623.999
13.591,89
13.591,89
13.591,89
Keterangan 1. Produktivitas pembuatan atap daun nipah 50-75 keping/orang/hari 2. Jumlah rata-rata hari pembuatan atap nipah = 3 hari seminggu 3. Biaya produksi sebesar 25,65% terdiri atas biaya investasi dan pengadaan bahan baku 4. Harga jual atap daun nipah antara Rp 1700,- Rp 2.000/keping 5. Jumlah pembuat atap daun nipah 91 orang di 7 desa 6. Laba layak yang berlaku menurut tingkat suku bunga SBI sebesar 5.75%
Keterangan
156
h. Nilai Ekonomi Bibit Mangrove Komponen nilai ekonomi Luas (ha) A. Manfaat Langsung 7. Bibit Mangrove a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung
HP (IUPHHK)
84.843
84.843
APL (Koperasi) 84.843
Keterangan
Metode : Pasar aktual 118.494.054 1.396,63
1.169.198.194 13.780,73
-
Keterangan: 1. Jumlah bibit mangrove dihitung berdasarkan pada jumlah anakan (semai) yang ditanam pada tahun 2011 2. Penanaman bekas tebangan dan lahan tidak produktif 3. Harga bibit mangrove diasumsikan sebesar Rp 1000,-/batang. 4. Besarnya biaya diasumsikan 40% dari harga buah
i. Estimasi Manfaat Mangrove Sebagai Penahan Abrasi Komponen nilai ekonomi Luas (ha) B. Manfaat Tidak Langsung 1. Penahan Abrasi a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung 84.843
HP (IUPHHK) 84.843
Keterangan
APL (Koperasi) 84.843 Metode: Replacement Cost
36.078.900.000
36.078.900.000
36.078.900.000
14.137.500,00
14.137.500,00
14.137.500,00
Keterangan 1. Estimasi manfaat sebagai penahan abrasi didekati dengan pembangunan pemecah gelombang (break water). 2. Biaya pembangunan pemecah gelombang ukuran panjang 1 km sebesar Rp 3 milyar (Bapedalda Provv Kalbar, 2012) 3. Panjang pantai ekosistem mangrove di Batu Ampar 127.600 meter (127,6 km). 4. Luas kawasan pantai diasumsikan sebesar 2.552 ha (127.600 m x 200 m) 4. Umur ekonomis bangunan pemecah gelombang yang digunakan 30 tahun. 5. Laba layak yang dipakai sebesar 5.75%.
j. Estimasi Manfaat Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Komponen nilai ekonomi
Luas (ha) B. Manfaat Tidak Langsung 2. Penyerap karbon a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung 84.843
HP (IUPHHK) 84.843
Keterangan
APL (Koperasi) 84.843 Metode: Replacement Cost
16.515.463.198
11.810.140.732
6.542.117.295
194.659,11
139.199,94
77.108,51
Keterangan: 1. Potensi Serapan Karbon dihitung berdasarkan hasil penelitian LPPM (2007) senilai 2,41 ton/ha/tahun 2. Untuk perhitungan karbon diterapkan pada hutan produksi (HPH dan Koperasi Panther) dan Hutan Lindung 3. Luas Hutan Lindung untuk penyerapan karbon adalah 83.859 ha (dikurangi luas tambak 984,16 ha) 4. Luas Hutan Produksi HPH untuk penyerapan Karbon = 82.963 ha - 9.540 ha 5. Luas APL (Koperasi Panter) untuk penyerapan karbon = 82.963-9.540 ha 6. Harga satu ton karbon adalah € 10/ton (Maret 2012, European Union Emission Trading Scheme), Nilai tukar rupiah terhadap Euro senilai Rp 11.992.75 (Kurs April 2012) 7. Biaya produksi karbon untuk HL diasumsikan hanya berupa biaya pengelolaan sebesar 50% dari biaya produksi HPH 8. Laba layak yang digunakan 5.75 % (Suku Bunga SBI Februari 2012)
157
Perhitungan: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Uraian
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan APL Hutan Lindung HP (IUPHHK) (Koperasi) 262,86 262,86 262,86 27,45% 27,45% 27,45% 72,16 72,16 72,16 30 30 30 2,41 2,41 2,41 84.843 84.843 84.843 83.859 75.086 75.086 201.702 180.601 180.601 119.928 119.928 119.928 24.189.620.209 21.659.054.114 21.659.054.114 7.256.886.063 9.313.393.269 14.294.975.715 417.270.949 535.520.113 821.961.104 16.515.463.198 11.810.140.732 6.542.117.295 194.659 139.200 77.109
Satuan
Potensi biomassa Kandungan C dalam biomassa Potensi parbon Siklus pengelolaan (daur) Potensi karbon Luas hutan mangrove Luas hutan untuk penyerapan C Total potensi karbon Harga karbon Nilai manfaat total Total biaya Laba layak Nilai manfaat bersih Nilai manfaat bersih
ton/ha % ton/ha tahun ton/ha/tahun ha ha ton Rp/ton Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/ha/tahun
k. Estimasi Manfaat Mangrove Sebagai Penghasil Oksigen Komponen nilai ekonomi Luas (ha)
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan
Keterangan
Hutan Lindung 84.843
HP (IUPHHK) 84.843
APL (Koperasi) 84.843
69.674.104.985
49.967.624.590
27.679.099.550
821.212,18
588.942,22
326.239,05
B. Manfaat Tidak Langsung 3. Penghasil oksigen a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Metode: Replacement cost
Keterangan: 1. Estimasi nilai ekonomi mangrove sebagai penghasil oksigen didekati dengan potensi Oksigen yang diproduksi mangrove melalui fotosintesis 2. Pendugaan potensi oksigen didekati melalui persamaan kimia (Redoks) fotosintesis, berdasarkan pada potensi kandungan biomassa mangrove CO2 + H2O ===>>> C6H12O6 + O2 6 CO2 + 6 H2O ===>>> C6H12O6 + 6 O2 3. Kandungan biomassa mangrove sebesar 219,05 m3/ha dan Kandungan karbondioksida 200,8 m3/ha 4. Harga Oksigen didekati dengan harga oksigen untuk membantu bernafas bagi pasien di rumah sakit yaitu sebesar Rp 250.000/m3 (Perda Kabupaten Landak 2009) 5. Laba layak yang digunakan sebesar 5.75% 6. Lama pengelolaan mangrove yang digunakan 30 tahun
Perhitungan: No 1
Uraian
Satuan
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan APL (Koperasi) Hutan Lindung HP (IUPHHK)
Pendekatan Supply Oksigen a. Massa atom relatif senyawa CO2
44
44
44
b. Massa atom relatif senyawa H2O c. Massa atom relatif senyawa C6H12O6
18
18
18
180
180
180
d. Massa atom relatif unsur O2 f. Prosentase karbon (C) dalam biomassa g. Potensi biomassa
% ton/ha
h. Potensi volume kayu
m3/ha
32
32
32
0,25
0,25
0,25
262,86 180,74
262,86 180,74
262,86 180,74
158
m3/ha
i. Potensi volume biomassa
3
j. Potensi volume karbon
m /ha
k. Potensi volume CO2
m3/ha 3
l. Potensi volume oksigen (O2)
2 3 4 5 6
m /ha
219,05 54,76
219,05 54,76
219,05 54,76
200,8
200,8
200,8
146,03
146,03
146,03
m.Luas mangrove
ha
84.843
84.843
84.843
n. Potensi total oksigen
m3
12.245.906
10.996.497
10.996.497
o. Luas mangrove penghasil ksigen
ha
83.859
75.303
75.303
p. Siklus pengelolaan hutan mangrove q. Potensi rata-rata oksigen
tahun m3/tahun
30
30
30
r. Harga oksigen (O2) Nilai manfaat total Biaya pengelolaan hutan Laba layak Nilai manfaat bersih Nilai manfaat bersih
Rp/m3 Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/ha/tahun
408.197 250.000
366.550 250.000
366.550 250.000
102.049.220.043 30.614.766.013 1.760.349.046 69.674.104.985 821.212
91.637.475.750 39.404.114.572,50 2.265.736.588 49.967.624.590 588.942
91.637.475.750 60.480.733.995,00 3.477.642.205 27.679.099.550 326.239
l. Estimasi Manfaat Mangrove Sebagai Penanahan Intrusi Air Laut Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan APL Lindung HP (IUPHHK) (Koperasi) 84.843 84.843 84.843
Komponen nilai ekonomi Luas (ha) B. Manfaat Tidak Langsung 4. Penahan intrusi air laut a. Rp/tahun
7.428.105.878
7.428.105.878
7.428.105.878
87.551,19
87.551,19
87.551,19
b. Rp/ha/tahun
Keterangan Metode: Replacement cost
Keterangan: 1. Estimasi manfaat mangrove sebagai penahan intrusi didekati dengan turunnya produktivitas usaha tani sawah akibat intrusi air laut. 2. Produksi padi rata-rata sebelum intrusi air laut sebesar 2 ton/ha/tahun dan setelah intrusi air laut sebesar 0,74 ton/ha/tahun; sehingga terjadi penurunan produktivitas padi 1,276 ton/ha/tahun 3. Harga gabah kering pada di lokasi penelitian sebesar Rp 3500/kg 4. Luas areal persawahan yang rawan terkena intrusi 4.026 ha (LPP Mangrove, 2006) 5. Laba layak yang digunakan sebesar 5.75% 6. Biaya produksi padi diasumsikan sebesar 55%.
Perhitungan : No
Uraian
1
Informasi dasar perhitungan a. Rata-rata penurunan produksi padi akibat intrusi b. Harga gabah kering c. Luas sawah di areal studi d. Volume total penurunan produksi padi Nilai kehilangan pendapatan kotor akibat penurunan produksi padi Total biaya produksi (55%) Laba layak Nilai kehilangan pendapatan bersih akibat penurunan produksi padi
2 3 4 5 6
Nilai kehilangan pendapatan bersih akibat penurunan produksi padi
Satuan
ton/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan APL Hutan Lindung HP (IUPHHK) (Koperasi) 1,26
1,26
1,26
3.500,0 4.026,0 5.072,8
3.500,0 4.026,0 5.072,8
3.500,0 4.026,0 5.072,8
17.754.660.000
17.754.660.000
17.754.660.000
Rp Rp/ha/tahun Rp/tahun
9.765.063.000 561.491.123 7.428.105.878
9.765.063.000 561.491.123 7.428.105.878
9.765.063.000 561.491.123 7.428.105.878
Rp/ha/tahun
1.845.034
1.845.034
1.845.034
Rp/kg ha ton/tahun Rp
159
m. Estimasi Nilai Pilihan Mangrove dengan Menggunakan Metode Benefit Transfer Komponen nilai ekonomi Luas (ha) C. Manfaat Pilihan 1. Penahan intrusi air laut a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan APL HP (IUPHHK) (Koperasi) 84.843 84.843 84.843
Hutan Lindung
Keterangan
Metode: Benefit Transfer 11.527.236.146
10.321.329.120
10.321.329.120
137.460,00
137.460,00
137.460,00
Keterangan: 1. Manfaat pilihan didekati dengan manfaat biodiversitas mangrove 2. Nilai Biodiversitas hutan mangrove adalah US$15 /ha/tahun (Ruitenbeek, 1992), pada saat tahun 1992 nilai tukar dolar diasumsikan sebesar Rp2.020 3. Nilai kurs pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 9.164 (14/4/2012_http://id.yahoo.com/?p=us)
Perhitungan: No 1 2 3 4 5
Uraian Luas hutan mangrove Luas hutan mangrove efektif Nilai ekonomi per hektar Nilai ekonomi per hektar Nilai ekonomi total per tahun
Satuan ha Ha US$/ha/tahun Rp/ha/tahun Rp/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung 84.843 83.859 15 137.460 11.527.236.146
HP (IUPHHK) 84.843 75.086 15 137.460 10.321.329.120
APL (Koperasi) 84.843 75.086 15 137.460 10.321.329.120
n. Estimasi Nilai Keberadaan Mangrove dengan Menggunakan Metode CVM Komponen nilai ekonomi
Luas (ha) D. Manfaat Keberadaan 1. Manfaat keberadaan a. Rp/tahun b. Rp/ha/tahun
Nilai ekonomi per lokasi pengelolaan Hutan Lindung 84.843
HP (IUPHHK) 84.843
Keterangan
APL (Koperasi) 84.843 Metode: Contingent Valuation
197.222.763.158
197.222.763.158
197.222.763.158
2.324.561,40
2.324.561,40
2.324.561,40
Perhitungan : Nilai keberadan per hektar pertahun yang diberikan responden adalah Rp. 2.324.561,40,- (rata-rata dari 57 responden)