KONDISI UMUM .LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Administrasi Kepulauan Sangihe dan Talaud memiliki luas wilayah 2.263,95 km2 yang secara geogafis terletak antara 02' 00' sampai 05' 46' Lintang Utara dan 124' 58' sampai 127' 22' Bujur Timur, berada diantara Pulau Sulawesi dengan Pulau Mindanao (Republik Philipina). Batas-batas Wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud adalah:
*
Sebelah Utara dengan Selat Mindanao Sebelah Selatan dengan Selat Talise (Kabupaten Minahasa)
*
Sebelah Timur dengan Lautan Pasifik dan Laut Maluku Sebelah Barat dengan Laut Sulawesi Kawasan ini mempakan wilayah kepulauan yang mempunyai luas wilayah
perairan sepuluh kali lipat dari luas daratannya, yaitu 2.273 km2 (luas daratan) dan 44.000 km2 (luas lautan) terdiri atas 124 pulau. Sebanyak 44 pulau atau sekitar 35,48 % berpenduduk dan 80 pulau atau sekitar 64,52 % tidak berpenduduk..
Secara administrasi Kabupaten Sangihe Talaud terdiri dari 18 kecamatan, yaitu Tagulandang, Siau Timur, Siau Barat, Tamako, Menganitu, Tahuna, Kendahe, Beo, Rainis, Essang, Nanusa, Menganitu Selatan dan Melonguane yang meliputi 254 desa dan 20 kelurahan. Secara rinci luas pulau/kecamatan serta jumlah desalkelurahan per kecamatan ditampilkan Tabel 9.
Tabel 9. Luas, Jumlah Desa dan Kelurahan per Kecamatan di Kabupaten Satal
Sumber: Bappeda Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud (2001) Disamping wilayah kecamatan, di wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud juga terdapat wilayah khusus yang dikenal sebagai wilayah
Border Crossing Area yaitu Marore dan Miangas. Berdasarkan SK Bupati Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud No. 259 tahun 1995 tanggal 25 Desember 1995, telah ditetapkan jumlah dan nama-nama pulau di daerah ini, terdapat pada Lampiran 1
Ketinggian dan Kemiringan Lahan Ketinggian Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud dari permukaan laut dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelas dengan luas masing-masingnya ditampilkan pada Tabel 10 berikut: Tabel 10. Luas Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud Berdasarkan Kelas Ketinggian dari Permukaan Laut. No.
Kelas Ketinggian
1 2 3 4
0 - 100 100 - 500 500 - 1.000 1.000 - lebih Jumlah
Luas Hektar 74.891 130.862 18.175 2.467 226.395
'%
33,08 57,80 8,03 1,09 100,OO
Sumber: Buku A Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud Fakta dan Penjelasannya Kemiringan lahan di Kepulauan Sangihe dan Talaud diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelas dengan luas masing-masingnya ditampilkan pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11. Luas Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud Berdasarkan Kelas Kemiringan Lahan.
No.
Kelas Kemiringan
1 2 3 4
0-2% 2-15% 15-40% lebih dari 40 % Jumlah
Luas Hektar 23.589 33.101 76.495 93.210 226.395
'%
10,42 14,62 33,79 41,17 100,OO
Sumber: Buku A Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud Fakta dan Penjelasannya
lklim dan Curah Hujan Iklim di Kepulauan Sangihe dan Talaud dipengaruhi oleh angin muson, musim kemarau (bulan Juni sampai dengan September), dan musim penghujan (bulan September sampai dengan November). Type iklim daerah ini menurut Schmidt dan Ferguson adalah bertipe A (beriklim basah). Kelembaban udara di daerah ini termasuk tinggi, yaitu rata-rata 58% pada tahun 1995. Kelembaban terendah tejadi pada bulan Februari dan September (48%), sedangkan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Mei (78%). Pada tahun yang sama suhu udara rata-rata 27,l
OC,
atau terendah 26,3
OC
pada bulan Januari dan tertinggi
29,O OC pada bulan Juli.
Perekonomian dan Pusat Pertumbuhan Wilayah Struktur Perekonomian Daerah S&ur
perekonomian Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud dalam
periode tahun 1993 - 1999 tidak mengalami perubahan, yaitu masih didominasi oleh 4 sektor, yaitu: sektor pertanian, sektor jasa, sektor perdagangan, hotel dan rumah makan, dan sektor angkutan dan kornunikasi. Namun dalam periode 1993 - 1999 sektor primer mengalami fluktuasi, yaitu tahun 1993 sebesar 38,86% menurun menjadi 34,86% tahun 1996. Kemudian pada tahun 1999 mengalami peningkatan menjadi 50,99%. Kondisi ini juga terjadi pada sektor sekunder dan tersier Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi
Kabupaten
Kepulauan
Sangihe dan
Talaud
menunjukkan pertumbuhan yang lambat. Pada tahun 1997 pertumbuhan ekonomi sebesar 4,06% tetapi pada tahun 1999 mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 3,81%. Faktor-faktor utarna yang menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi ini, antara lain: (1) musim kemarau yang panjang, (2) serangan hama dan penyakit pada beberapa komoditi pertanian, perkebunan dan peternakan, (3) biaya primer dari beberapa sektor yang diaktbatkan oleh harga yang berfluktuasi, dan (4) rendahnya perputaran uang dan masih rendahnya minat untuk menabung. Dimana faktor-faktor tersebut di atas mempengamhi produksi atau pendapatan yang dihasilkan masingmasing sektor Tabel 12. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud tahun 1995 sampai dengan 1999 Sangihe Talaud PDRB Halma 1 Pertumbuhan Konstan (YO)
-
Tahun
. 251.014 1995 10.43 277.207 1996 4,06 288.454 1997 2.43 295.454 1998 3.81 306.705 1999 Laju pertumbuhan 1995 - 1999: Kabuoaten ,~ Keoulauan Sanrrihe dan Talaud : 5.18 Propinsi Sulawesi Utara : 4.06 ~~~~
~
~~
~
~
/
Sulawesi Utara PDRB B w-a / Pertumbuhan Konstan (YO) 3.271.915 3.574.695 3.767.014 3.677.736 3.823.742
-
9,25 5.38 2.37 3,97
-
Sumber : PDRB Kab. Kepulauan Sangihe Talaud menumt Lapangan Usaha 1999 Sedangkan PDRB persektor dapat dilihat pada Tabel 13 berikut
Tabel 13. PDRB Cjutaan Rp) dan Pangsa Relatif Sektor terhadap PDRB (%)
Sumber : PDRB Kab. Kepulauan Sangihe Talaud menurut Lapangan Usaha 1999 Sumber Pengeluaran dan Pendapatan Wilayah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud mengalami peningkatan sejak tahun pertama Pelita VI hingga tahun ketiga meningkat rata-rata sebesar 4,07% per tahun, sedangkan tahun keempat mengalami penurunan yaitu sebesar 3,96%. Konstribusi PAD pada tahun 1998 sebesar Rp. 2.506.152.741,OO dan menurun pada tahun 1997 yaitu sebesar Rp. 1.547.224.000,00, dan kembali meningkat pada tahun 1998 yaitu sebesar Rp. 2.506.152.741,OO. Dimana kontribusi PAD terhadap APBD pada tahun 1999 sebesar 3,27% dan pada tahun sebelurnnya (1998) sebesar
Tabel 14. Realisasi APBD dan Konstribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud tahun 1995 sampai dengan 1999 Tahun 199511996 199611997 I99711998 199811999 199912000
Realisasi (000 Rp.) APBD PAD 37.082.985,OO 45.469.049,OO 44 415.780,OO 71.381.495.330,05 75.462.070.235,31
Kontribusi PAD terhadap APBD (%)
1.432.042 1.752.344 11.547.224 2.506.152.741 2.470.089.051
4,73 3,4 3,96 3,51 3,27
Sumber: Bappeda Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud (2001) Surnber PAD Kabupaten Kepulauan S a n ~ h edan Talaud yang berupa pajak daerah menunjukkan peningkatan, begitu pula dengan retribusi daerah, laba pemsahaan daerah dan penerimaan dinas. Tetapi pendapatan lain-lain menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,32%. Hal ini disebabkan karena dihapuskannyajenis-jenis pungutan daerah. Tabel 15. Realisasi PAD Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud tahun 1995 sampai dengan 1999 No.
Sumber
199511996 (Oa0 Rp.)
1. Pajak Daerah 2. Rctribusi Daerah Laba Perusaham 3. Daerah 4. Penenmaan Dinas 5. Pendapatan Lain-lain
Jumlah
191.762 864.591 33.813 91.576 570.662 1.752.344
Tahun Anggaran 199611997 199711998 1998/1999 , 1999n000 (000Rp.) (000.000RpJ (000.000Rp.) (000Rp.) 725.700.00 266.960 673.000.00 193.962 1.935.574.00 1.987.M)l.OO 894.034 981.655 24.076 102.870 332.282 1.547.224
40.000 67.549,OO 170.000 304.638 772.138,17 1.763.264 3.448.262,35
54.017,OO 864.109,63 3.631.428,63
Sumber: Bappeda Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud 2001 Sebelumnya pendapatan asli daerah pada sektor perikanan terdiri dari biaya lelang, biaya pengawasan atau pengendalian, izin usaha, SKA (surat keterangan asal) dan leges. Pada tahun 2000 PAD tersebut di atas sudah tidak dipungut lagi
karena
adanya Instruksi Mendagri No. 9 dan 10 tahun 1998, Instruksi Gubemur Sulawesi Utara No. 6 tahun 1998 dan Instruksi Kepala Dinas Perikanan Propinsi Sulawesi Utara No. 523fDiskan15/256a/ 1998 tentang Larangan Penggunaan atau Bahan-bahan Eksport, Pungutan serta Pemberhentian Pajak Daerah dan Retribusi Dibidang Perikanan.
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud Serta Pemanfaatannya Hutan Mangrove
Di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud hutan mangrove terdapat di Kecamatan Tagulandang, yaitu di sepanjang pantai yang mengililingi Pulau Pasige; di Tanjung Lisa serta Pulau Punte. dan di Kecamatan Tamako, yaitu di pantai Tamako dan bagian Timur Dagho. Di Kecamatan Tagulandang, hutan mangrove ini dimanfaatkan masyarakat untuk sumber kayu, sehingga di Pulau Punte dan Tanjung Lisa perlu dilakukan upaya konservasi. Hutan mangrove di Pulau Pasige menyebar mulai dari bagian tepi daratan sampai pada batas garis pantai dengan ketebalan yang bervariasi antara 10 - 30 m. Hutan mangrove di bagian timur sebelah utara pulau ketebalannya sampai 30 m bahkan sampai ke tengah pulau terutama di sebelah selatan dengan kondisi yang relatif utuh. Di pulau ini formasi tegakan mangrove di tepi pulau umumnya didominasi oleh Rhizophora sp dan jenis-jenis lain yang ikut menyusun formasi tegakan yang ada, seperti Sonneratia sp dan Bruguiera sp, sedangkan yang ada di bagian tengah merupakan tegakan jenis tunggal dari Rhizophora sp.
Di Pulau Punte terdapat hutan mangrove yang letaknya berhadapan dengan Pulau Pasige bagian timur, dengan ketebalan 10 - 30 m. Penyebaran hutan mangrove di pulau ini meliputi seluruh wilayah daratan, dimana secara umum kondisinya masih utuh dan didominasi oleh jenis Rizophora sp. Sebaliknya penyebaran hutan mangrove di Tanjung Lisa terlihat tidak merata, dengan ketebalan 3
-
8 m dan berada dalam
kondisi yang tidak utuh, dengan jenis penyusun formasinya adalah Rizophora sp dan Sonnerafiu sp. Hutan mangrove di Kecamatan Tabukan Utara seperti desa Ene Mawira, desa Petta, dan pulau Tinakareng terdiri dari Av~cennrusp., Rhrzophora sp., Bruguiera sp., dan Nipah.
Kondisi hutan mangrove yang ada di daerah tersebut sudah mulai
mengalami degradasi, ha1 ini diduga karena penebangan yang dilakukan oleh masyarakat setempat seperti terlihat pada Tabel 16 dan 17. Tabel 16. Distribusi dan Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon, Pohon Anakan, dan Remaja serta Ketebalan Mangrove di Kecamatan Siau Timur
lumber: Laporan penelitian tim peneliti Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan Unsrat (200 1)
Tabel 17. Distribusi dan Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon, Pohon Anakan dan Remaja serta Ketebalan Mangrove di Kecamatan Tamako
Jumlah Pohon Remaja 21 01 2/ 0 Ketebalan (m) 10 1 01 25-75 1 0 Sumber: Laporan penelitian tim peneliti Fakultas Perikanan dan Ilrnu Kelautan Unsrat (2001) Berdasarkan data-data yang terdapat pada Tabel 16 dan Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa jumlah pohon dan ketebalan mangrove yang tumbuh di daerah Kepulauan Sangir sangat kurang bila dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain.
Padang Lamun Di Kabupaten Sangihe dan Talaud, padang lamun terdapat di Pulau Tagulandang, Pulau Pasige, dan Tanjung Lisa. Pada lokasi-lokasi tersebut ditemukan lamun jenis Enlzalus sp, Tl?alassiasp, Helodule sp, dan Holoplzila sp. Wilayah penyebaran padang lamun ini sangat bervariasi antara 50 m
-
150
m dari batas pantai ke arah taut. Keberadaan ekosistem padang lamun di Sulawesi Utara secara keseluruhan sudah tidak utuh lagi dengan tingkat kerusakan yang sudah mencapai 30- 40 %.
Terumbu Karang
Jenis terumbu karang yang ada pada umumnya adalah terumbu karang tepi Cfrznging reef) yang terletak d sepanjang garis pantai. Pada beberapa lokasi juga ditemui koloni terumbu karang yang mengelompok (patch reej). Terumbu karang merupakan suatu ekosistem khas yang terdapat di wilayah pesisir dan laut tropis. Pada dasamya terumbu terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan Zooxunrellue, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang menyereksi kalsium karbonat. Terumbu karang yang ada di beberapa tempat (pulau Sangir, kecamatan Tabukan Utara, desa Petta dan pulau Tinakareng) sesuai dengan kegiatan survei ini dari atas perahu dan secara visual terdapat beberapa jenis karang batu, namun menampakkan sudah mengalami kerusakan. Di Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud terumbu karang terdapat di Pulau Ruang yang terletak di sebelah barat Desa Laingpatchi dan Pulau Tagulandang di taman Laut Tanjung Lesah, sebelah utara Pantai Mulengan, Pantai Bulangan, sebelah timur Pantai Buha, Kiama dan selatan Pantai Hamu sampai Hurnbia. Di Kecamatan Nanusa, sebagian besar mengelilingi pulau-pulau Garat, Karatung, Marampit, magugu, Intata, dan Maroh serta di sekeliling Pulau Miangas Palmas.
Terumbu karang di kecamatan Tagulandang, yaitu di Pulau Pasige dan Tanjung Lisa. Tipe terumbu karang di sini adalah terumbu karang tepi (fringing reef) yang teletak di sepanjang garis atau sebagian pantai dan keberadaannya merupakan kelanjutan atau bagian dari pulau ke arah laut yang lebih dalam. Secara fisiografis terumbu karang ini mempunyai rataan terumbu dan tepi terumbu serta tubir. Bagian rataan terumbu di Pulau Pasige dihubungkan dengan daratan oleh substrat dasar berupa lumptu dan substrat keras yang be~variasidengan pasir dan lumpur; di bagian rataan terumbu kedua pulau tersebut [pola penyebaran koloni karang umumnya bervariasi antara mengelompok dan patchy-coral. Di Kecamatan Nusa, terumbu karang terdapat di Pulau Garat, Marampit, Magupung, Intata, Kakorutan dan Malo. Di Pulau Garat terdapat tipe terumbu karang tepi yang mengelompok ke arah laut dalam; Di Pulau Marampit terdapat terumbu karang tepi dengan substrat dasar berpasir yang beraltemasi dengan fregmentasi karang; Di Pulau Mangupung tidak banyak variasi terumbu karang dan terkesan sebagian daerah terbuka dengan fregmentasi karang dan pasir; Di Pulau Intata terumbu karang merupakan rataan terumbu sebelah dalam yang berbatasan dengan pulau di sebelahnya; Di Pulau Kakorutan kondisi terumbu karangnya masih utuh dan di Pulau Malo kondisi terumbu karangnya cukup baik dengan perairan cukup jernih. Secara umum wilayah perairan Nanusa potensi biota lautnya cukup memadai dengan kondisi perairan sangat jemih dan jauh dari jangkuan masyarakat, sehingga menjamin keberadaannya dan terumbu karang disini menjadi habitat biota langka seperti Tridacna crocea dan Hippopus l~ippopzis. Namun di kecamatan ini juga
ditemukan aktivitas masyarakat yaitu pengambilan lola (Trochus niloticus) yaitu biota yang dilindungi, walaupun tidak dalam jumlah besar tetapi perlu mendapat perhatian.
Perikanan Sumberdaya Manusia Perikanan di Sangihe Talaud Keadaan masyarakat nelayan yang ada di Pulau Sangir secara umum dapat dikategorikan pada nelayan yang sudah terpengaruh dengan kemajuan teknologi. Hal ini terlihat dari sebagian besar nelayan yang ada telah menggunakan sistem motorisasi dengan perahu yang dilengkapi motor tempel. Selain itu nelayan-nelayan yang ada di daerah ini sebagian sudah membentuk kelompok-kelompok nelayan sesuai dengan jenis alat tangkap yang mereka gunakan. Tingkat pendidikan dari nelayan relatif rendah dimana sebagian besar hanya menempuh pendidikan dasar (SD), bahkan ada yang tidak sempat menyelesaikan pendidikan SD. Bakat ketrampilan yang dimiliki mempakan bakat turun temurun serta pengalaman mereka sendiri. Mata pencaharian selain sebagai nelayan adalah sebagai petani, tukang bumh, dan pedagang. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pada saat operasi penangkapan tidak menguntungkan, seperti pada waktu cuaca buruk di laut dan pada waktu bulan purnama. Perkembangan jumlah rumah tangga perikanan dari tahun 1998 berjumlah 12.536 KK, menurun pada tahun 1999 menjadi 11.987 KK dan meningkatkan kembali pada tahun 2000 yaitu 12.068 KK. Jumlah RTP di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud pada tahun 1999 sejumlah 558 KK atau sebesar 4,45%.
Secara rincian rumah tanggap perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud terdiri atas: 337 RTP tanpa perahu, 9.715 RTP perahu tanpa motor, 626 RTP motor tempel dan 14 RTP kapal motor. Berdasarkan ha1 tersebut rata-rata nelayan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud merupakan nelayan kecil yang masih memerlukan bantuan permodalan untuk meningkatkan usaha perikanannya. Pada urnurnnya masyarakat nelayan di daerah Sangihe Talaud memililu tingkat pendidikan yang rendah, maka masyarakat pesisir pantai dan laut yang bekerja sebagai nelayan atau perambah hasil alam merupakan kelompok masyarakat yang masih miskin karena ketergantungan terhadap sumberdaya alam yang tinggi tetapi tidak mempunyai keterampilan untuk meningkatkan efisiensi usahanya Sehingga pengembangan usaha perikanan di daerah ini masih dapat dioptimalkan dengan tetap memperhatikan kualitas pengusaha perikanan melalui penertiban usaha perikanan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim usaha yang baik dan berkembang dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal dan lestari, memberikan perlindungan terhadap nelayan dan pengusaha.
Potensi, Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Sesuai dengan letak geografisnya maka perairan laut di Pulau Sangir Besar termasuk laut dangkal sehingga merupakan daerah potensial yang kaya akan jenisjenis ikan baik jenis ikan pelagis maupun demersal. Di samping itu daerah ini juga terdapat kekayaan laut seperti udang laut, rumput laut, teripang dan berjenis-jenis kerang.
Sulawesi Utara memiliki potensi sumberdaya ikan di perairan teritorial yang luasnya 315.000 km2 yaitu sebesar 125.900 todtahun, sedangkan di perairan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di perkirakan sebesar 169.900 todtahun di sebelah utara Sulawesi Utara. Dengan pemanfaatan yang belum optimal, dimana kuantitas armada tangkap dan teknologi yang rendah, serta belum didukung oleh sistem agribisnis. Dimana armada perikanan tangkap yang mendominasi armada perikanan di daerah ini adalah perahu tanpa motor, yaitu jukung dan perahu papan. Tetapi pada perkembangannya terlihat trend peningkatan jumlah armada perahu bermotor. Dan jenis alat tangkap yang banyak digunakan di Kabupaten Sangihe Talaud adalah jaring insang hanyut, jaring lingkar, pancing tonda dan rawai hanyut yang hanya terdapat di daerah ini. Selain potensi penangkapan, perairan di daerah ini juga memiliki potensi budidaya laut dan budidaya tambak yang meliputi jenis bandeng, udang dan mujair. Potensi budidaya perikanan di wilayah perairan pantai dapat digolongkan menjadi dua, yaitu budidaya tambak dan budidaya di laut. Sektor perikanan memberikan kontribusi yang penting bagi penerimaan ekonomi daerah. Kegiatan budidaya laut berada di Kecamatan Tabukan Selatan, Tabukan Tengah dan Manganitu. Sedangkan untuk budidaya tainbak telah dilakukan oleh masyarakat secara tradisional yaitu berada di Kecamatan Tamako, Manganitu, dan Tabukan Utara. Lahan potensial untuk pembudidayaan laut di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud adalah sebesar 1.350 ha. Budidaya laut yang sangat potensial di daerah ini adalah budidaya rumput laut dengan prospek pengembangan yang baik seluas 1.240 ha.
Potensi lahan
budidaya rumput laut di daerah ini seluas 1.240 ha. Luas kawasan hutan mangrove di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan ~ a l a u dseluas 2.000 ha.
Jenis-jenis ikan yang diproduksi dari wilayah perairan Sangihe Talaud, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan tercatat sekitar 50 jenis ikan yang sangat sering ditangkap oleh nelayan dan dijual ke pasarpasar lokal.
Dari sejumlah jenis ikan yang diproduksi oleh nelayan, terdapat
beberapa jenis ikan antara lain : ikan biji nangka, ikan gerot-gerot, ikan merah bambangan, ikan kerapu, ikan lencam, ikan kakap, ikan kurisi, ikan swangi, ikan ekor kuning, ikan gulama, ikan cucut, ikan pari, ikan bawal hitam, ikan alu-alu, ikan layang, ikan selar, ikan kuwe, ikan daun barnby ikan tatengkek, ikan sunglir, ikan terbang, ikan belanak, ikan jjulung-julung, ikan teri, ikan japuh, ikan tembang, ikan lemuru, ikan golok-golok, ikan kembung, ikan tenggiri, ikan layur, ikan tuna, ikan udang barung, kepiting, rajungan, cumi-cumi, sotong, gurita, penyu, ikan tongkol, dan ikan cakalang. Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan selama tiga tahun terakhir adalah 16.013,6 ton pada tahun 1998 dengan nilai sebesar Rp. 27.125.220 juta, turun inenjadi 14.893,6 ton tahun 1999 dengan nilai sebesar Rp. 44.485.295 juta, dan kemudian meningkat lagi menjadi 16.318,3 ton pada tahun 2000 dengan nilai sebesar Rp. 63.132.940 juta.
Konsumsi Ikan Konsumsi ikan per tahun masyarakat di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud selang tiga tahun terakhir sudah melewati batas target konsumsi ikan nasional yaitu sebesar 24 kgltahuniperkapita. Perkembangannya dari tahun 1998 adalah sebesar 41 kgltahunlperkapita, kemudian turun menjadi 37 kgttahuniperkapita pada tahun 1999, dan naik lagi menjadi 40 kgltahunl perkapita pada tahun 2000.
Prasarana Perikanan Sarana dan prasarana perikanan rnerupakan salah satu faktor penunjang kegtatan perikanan. Di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud jenis sarana dan prasarana yang tersebar di daerah ini, diantaranya: (1) bangsal jual beli ikan (BJBI) sebanyak 14 buah dengan kondisi rusak berat dan tidak dapat difungsikan lagi, (2) ternpat pelelangan ikan (TPI) sebanyak 3 unit dengan kondisi rusak dan tidak dapat difungsikan lagi, dan (3) pelabuhan perikanan pantai Dagho yaitu satu unit yang masih dalarn keadaan baik, tetapi kurang berfungsi. Bangsal perikanan yang ada sekarang tersebar di daerah Talaud yang tidak difungsikan karena dalam keadaan rusak berat. Di Kecamatan Tamako, Maganitu, dan Maganitu Selatan sampai saat ini belum mempunyai Bangsal Jual Beli Ikan, sehingga pemasaran hasil perikanan masih menempati tempat-tempat yang tidak layak yang pada akhirnya sangat berpengaruh terhadap kualitas produk perikanan tersebut.
Tempat pelelangan ikan sebanyak 3 unit terdapat di Tahuna, Ulu Siau, dan L i m g , ketiganya tidak difungsikan karena dihapuskannya pungutan lelang. Lokasi TPI di Tahuna sudah tidak memungkinkan lagi, karena letaknya di dalam lokasi pasar. Untuk itu diperlukan adanya alternatif lokasi bam untuk pembangunan TPI yang representatif. Pelabuhan perikanan yang ada di Pulau Sangir Besar terdapat di Kecamatan Tamako tepatnya di Desa Dagho. Jarak dari Tahuna ke Desa Dagho sekitar 48 km melalui jalan darat dan sekitar 17 mil melalui laut. Fasilitas yang dimiliki pelabuhan perikanan pantai Dagho adalah tanah, dermaga, gedung pelelangan ikan, gedung pabrik es, mesin es, gedung kantor, kapal pelabuhan, sleep way, cold box, cold storage, freezer, anta room, mmah tempat tinggal dan balai pertemuan nelayan. Penggunaan pelabuhan perikanan ini tidak optimal sehingga investasi yang dikeluarkan untuk pembangunan pelabuhan ini tidak menghasilkan laba sesuai yang ditetapkan.
Kendala yang dihadapi dalam penggunaan pelabuhan perikanan ini
adalah : (a). Nelayan yang berada di sekitar lokasi masih bersifat tradisional sehingga produktivitasnya rendah. (b). Nelayan yang ada di sekitar belum mampu memanfaatkan sarana yang tersedia. (c). Transportasi hasil perikanan masih sulit. Untuk memenuhi kebutuhan nelayan seperti es, cold storage sekarang ini hanya tergantung dari pesanan atau permintaan nelayan. Jika tidak ada pesanan maka pabrik es di pelabuhan tidak akan berproduksi, mengingat hiaya operasional yang
dikeluarkan dan bahan bakar yang digunakan cukup besar sehingga pemasukan yang diterima tidak akan berimbang. Prasarana kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepuiauan Sangihe dan Talaud terdiri dari satu unit kantor dan satu unit rumah dinas. Saat ini kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud sudah tidak dapat menampung pegawai yang ada Sarana pemasaran yang ada di Pulau Sangir Besar seperti TPI hanya ada 2 buah yaitu TPI Tahuna yang terdapat di Tahuna dan TPI pelabuhan perikanan pantai Dagho yang terdapat di Dagho Kecamatan Tamako. Untuk pasar ikan terdapat dihampir semua daerah kecamatan yang ada di Pulau Sangir Besar Kedua TPI tersebut sampai saat ini tidak digunakan sebagaimana mestinya karena tidak ada petugas yang ditempatkan serta tidak ditunjang dengan peralatan yang memadai.
Pemasaran Hasit Perikanan Hasil tangkapan nelayan pada umumnya di pasarkan dalam bentuk segar, dengan jalur pemasaran mulai dari nelayan, pedagang pengecer, pedagang besar, industri perikanan lalu ke konsumen akhir. Bagian terbesar produksi ikan dari wilayah Sangihe Talaud dipasarkan di luar wilayah tersebut seperti ke pabrik-pabrik pengalengan ikan di bitung, dan sebagaian dijual oleh nelayan langsung di tengah laut kepada kapal-kapal ikan berasal dari Philiphina dan Korea Selatan. Sisa produksi ikan yang tidak di ekspor keluar Sangihe Talaud dipasarkan ke pasar-pasar tradisional yang tersebar di wilayah Talaud, Sangihe Besar, Siau Tagulandang untuk konsumsi masyarakat.
Adapun saluran pemasaran hasil tangkapan nelayan di Pulau Sangir Besar adalah seperti digambarkan pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Skema Aliran Pemasaran Hasil Perikanan
Pariwisata Bahari Keindahan lingkungan laut, khususnya temmbu karang mempakan objek wisata bahari yang menarik. Kondisi perairan diving site ini sesuai bagi penyelam wisata dengan kedalaman ratanya 20 m dan kecerahan sekitar 10'
-
35 m. Objek
wisata ini dapat djangkau dengan mudah dari pusat penyelaman (divingcenter). Objek wisata yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud adalah Pulau Mahoro di Kecamatan Siau Timur, Gunung Api Bawah Laut di Pulau Mahengetang, Teluk Tahuna, Pantai Kolongan Beha di Kecamatan Tahuna, Pelabuhan Lama Tahuna, Danau di Kawah Gunung Awu, Pantai Pananualeng, Terumbu Karang Pulau Bukide, Pantai Sapaeng, Pantai Pasir Putih di Mangaran, Pantai Lawasan, Pulau Sara, Pulau Garat, dan Goa Wetta.
Salah satu kegiatan tradisional yang bisa dijual sebagai produk pariwisata bahari adalah mane 'e, yaitu cara penangkapan ikan secara adatltradisional yang masih terpelihara secara turun temurun di Desa Kakorotan dan pulau Intata. Penangkapan tersebut dilakukan pada bulan Mei dengan menggunakan alat penangkap yang sangat sederhana yaitu janur kuning yang diikat pada sebuah tali. Selama tahun 1999, jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud, adalah 17.057 orang. Jumlah tersebut terdiri atas; wisatawan nusantara sebanyak 17.032 orang, dan wisatawan rnanca negara yaitu dari Eropa Barat sebanyak 25 orang. Jika dilihat pada tahun sebelumnya (1998) jumlah tersebut menurun drastis, dimana pada tahun 1998 sebanyak 32.273 orang. Tetapi pada tahun 1998 tersebut kesemua wisatawan berasal dari dalam negeri (wisatawan nusantara). Jika dilihat perkembangan kunjungan wisatawan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud enam tahun sebelumnya, yaitu dari tahun 1993 sampai dengan 1998 terlihat kecenderungan peningkatan dengan persentasi yang cukup besar, kecuali pada tahun 1996. Dimana pada tahun 1996 ini jumlah kunjungan wisatawan sangat rendah sekali yaitu hanya 5 14 orang saja. Komposisi wisatawan nusantara dan wisatawan rnanca negara yang berkunjung ke Kepulauan Sangihe Talaud, dari tahun 1993 sarnpai 1996 wisatawan rnanca negara yang mengunjungi objek wisata di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud cukup beragam yaitu dari Eropa Barat, Amerika, Australia, Asean, Jepang, dan beberapa negara lainnya. Sedangkan pada tahun 1997 sampai 1999 keragaman asal negara wisatawan rnanca negara yang mengunjungi Kabupaten Kepulauan
Sangihe dan Talaud semakin menurun, yang akhimya pada tahun 1999 hanya terdapat wisatawan yang berasal dari Eropa Barat saja.
Flora Dan Fauna Di Kepulauan Sangihe dan Talaud, terdapat berbagai jenis hewan langka yang merupakan kekayaan dan kebanggaan tersendiri, serta modal bagi daerah ini dalam rangka pengembangan pariwisata. Hewan-hewan ini diantaranya adalah babi hutan, banteng, kera kecil, kus-kus, musang, burung maleo, walet, ketang kenari, tupai serta berbagai jenis ikan. Demikian juga dengan tumbuh-tumbuhan, diantaranya adalah kayu hitam, kayu besi, mangrove, dan beraneka jenis angrek langka, rotan, dan damar.
Penggunaan Lahan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud Pola penggunaan lahan terdistribusi atas kawasan hutan seluas 45,700 ha, yang terdiri atas; hutan lindung 17,101 ha, hutan suaka alam seluas 21.694 ha, hutan produksi terbatas seluas 2.930 ha, hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 15.390 ha, dan hutan bakau seluas 1.000 ha. Selain kawasan hutan, lahan yang ada terdistribusi juga atas perkebunan seluas 106.206 ha, kebun campuran seluas 42.367 ha, perkampungan seluas 13.366 ha, tanah tandus seluas 13.538 ha, dan alang-alang seluas 442 ha. Serta potensi lahan pertanian seluas 27.500 ha yang terdiri atas lahan kering seluas 24.500 ha dan lahan tadah hujan 2.500 ha.
Kondisi Kependudukan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud pada tahun 1999 sebanyak 261.489 jiwa. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk hasil sensus tahun 1990 sebanyak 260.304 jiwa, pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud mengalami penurunan yang relatif kecil yaitu sekitar 0,08% per tahun. Jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud secara rinci ditampilkan pada Tabel 18. Penduduk wilayah kabupaten di Sulawesi Utara yang banyak tinggal di daerah pesisir adalah Kabupaten Sangihe Talaud. Tabel 18. Jumlah Penduduk Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud per
18
1
Meloqrmane Jumlah
1
8.452 263.008
1
8.452 263.008
1
8.435 261.545
1
8.279 260.253
1
1
8.715 259.535
Sumber: Kantor Statisik Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud dalanl Pemda (200 1)
Dari jumlah penduduk tahun 1999 tersebut, sex ratio (rasio antara jumlah ~enduduklaki-laki dan perempuan) adalah 131.562 jiwa atau 50,31% laki-laki clan 129.927 jiwa atau 49,60% perempuan. Dengan luas wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud 2,263,965
km2 kepadatan penduduk pada tahun 1999 adalah 114,64 jiwa per km2. Secara rinci kepadatan penduduk Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud per kecamatan ditampilkan pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah Penduduk Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud per Kecamatan tahun 1995 sampai dengan 1999
Surnber: Kantor Statisik Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud dalam Pernda (2001)
Dengan mengacu pada kriteria tingkat kepadatan penduduk dari Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah maka tingkat kepadatan penduduk & Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud termasuk kelompok kepadatan sedang. Struktur Penduduk Dari jumlah penduduk sebanyak 261.489 jiwa pada tahun 1999, yang terdiri atas laki-lalu sebanyak 131.562 jiwa dan perempuan sebanyak 129.927 jiwa, maka struktur penduduk di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud terdiri atas kelompok umur 0 - 9 tahun
(17,18%), 10 - 29 tahun (36,31%), 30 - 49 tahun (28,61%), 50 -
59 tahun (7,57%), dan 60 tahun ke atas (10,23%). Dan struktur penduduk tersebut jika diambil patokan bahwa usia produktif adalah 20 - 59 tahun terdapat 51,24% usia produktif pada tahun 1999, sedangkan kelompok usia nonproduktif sebesar 46,76% dari jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud.
Tingkat Pendidikan Pada tahun 1999 dengan jumlah penduduk 261.489 jiwa, yang telah mendapatkan pendidikan sebesar 97,47%, yang terdiri atas: tamat SD 38,02%, tamat SLTP 30,76%, tamat SMU 26,71%, dan tamat Perguruan Tinggi 1,98%. Dari uraian di atas terlihat bahwa pada umumnya penduduk kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud mendapatkan pendidikan hanya sebatas Sekolah Dasar (SD), mereka tidak melanjutkan ke Sekolah lanjutan Pertama (SLTP) atau Sekolah Menengah Umum (SMU). Hal ini disebabkan karena faktor ekonomi penduduk yang rendah sehingga tidak mampu membiayai anak-anaknya untuk
sekolah. Dan untuk menambah penerimaan keluarga maka mereka memperkerjakan anak-anaknya dalam membantu orang tua berusaha. Tingkat Pendapatan Pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud pada tahun 1999 sebesar Rp. 2.900.000,OO. Apabila dibandingkan dengan kabupaten lain di Propensi Sulawesi Utara
nilai tersebut masuk dalam katagori rendah.
Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat ini disebabkan antara lain masih kurangnya kemampuan perekonomian rakyat, dimana terdapat kesenjangan pembangunan antar sektor dan antar golongan ekonomi serta masih banyaknya masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan.
Mata Pencaharian Kegiatan pertanian dan perikanan merupakan kegiatan yang dijadikan sebagai mata pencaharian utama di Kabupaten Sangihe Talaud. Hal ini dapat dilihat dari komposisi yang ada, dimana jumlah petani sebanyak 46.507 orang (17,52%), nelayan sebanyak 8.793 (3,34%), pegawai negeri/TNI/POLRI sebanyak 1.461 orang (0,55%), buruh bangunan sebanyak 3.208 orang (1,2%), jasa angkutan 1.828 orang (0,68%), dan lainnya sebanyak 3.375 orang (1,27%).
Mobilitas Penduduk dan Orientasi Pergerakan Kondisi geografis daerah menyebabkan tingginya mobilitas penduduk di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh
kurangnya lapangan kerja yang sesuai dengan harapan dan spesifikasi pendidikan, rendahnya upah tenaga kerja sehingga mendorong terjadinya arus urbanisasi. Kurangnya tenaga terampil menyebabkan sektor pertanian yang membutuhkan tenaga keja merupakan pilihan terakhir bagi tenaga kerja yang tidak terdidik. Orientasi pergerakan dan mobilitas penduduk di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud pa& umumnya ke ibukota propinsi dan negara tetangga Philipina dengan orientasi mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan. Etnis, Budaya dan Adat Istiadat 1. Etnis
Secara umum, penduduk Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud dapat dibag inenjadi 3 sub etnis, yaitu : (1). Sub etnis Siau-Tagulandang (Karangetang-Mondolokang) yang
mendiami
gugusan pulau-pulau wilayah Siau-Tagulandang. (2). Sub etnis Sangihe (Nusalawo) mendiami gugusan pulau-pulau wilayah Sangihe.
(3). Sub etnis Talaud (Porodisa) mendiami gugusan pulau-pulau wilayah Talaud. Suku Sangihe dan Talaud merupakan suku kepulauan. Penduduk kepulauan cukup banyak yang bermigrasi ke daratan Sulawesi Utara terutama ke kota-kota besar seperti Manado. Hal ini terjadi karena relatif sempitnya peluang ekonomi di wilayah kepulauan. Para pekeja di sektor perkebunan, transportasi laut dan pelabuhan banyak yang berasal dari wilayah kepulauan. Pada umumnya penduduk wilayah kepulauan bermukim di tepi pantai. Sebagian kecil menyebar pada daerah perbukitan yang
landai. Suku Sangihe Talaud ini pada umumnya bermukim di hampir semua pesisir pantai yang memanjang dari Manado sampai ke Gorontalo.
2. Budaya Karakter budaya Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud cukup majemuk dan dapat digolongkan berdasarkan basis geografis dan kulturalnya (dialek bahasa). Penduduk setempat memahami hidupnya berdasarkan kesadaran bahwa setiap pulau yang mereka tempati terintegrasi dengan pulau lainnya, terutama pulau besar sebagai sentralnya yang dikelilingi beberapa pulau kecil sehingga karakter sosial kemudian dibedakan pada empat ha1 yaitu: kesadaran masyarakat setempat sebagai "orang Tagulandang", "orang Siau", Orang Sangihe Besar', dm sebagai "orang Talaud". Pemahaman budaya masyarakat kepulauan perlu dikemukakan, dimana tradisi dapat berarti banyak hal. Secara umum (awam) dan juga dari kalangan ilmuwan sosial progresif mengasosiasikan tradisi sebagai keterbelakangan serta kepercayaankepercayaan yang reaksional. Pada dasarnya ada dua macam masyarakat: satu yang dijerat oleh tradisi dan yang lainnya didasarkan pada pertimbangan rasional dalam mencapai pemuas kebutuhan dari berbagai kepentingan. Pada permulaannya ada tradisionalisme, yaitu keterkaitan pada apa yang dihasilkan oleh masa lalu. Adat istiadat yang diwariskan dilanjutkan pada kurun waktu berikutnya sekalipun fakta adalah bahwa adat istiadat itu tidak lagi mengandung arti yang asli. Dengan tradisi kepercayaan yang terintegrasi dalam seluruh aspek kehidupan, dan dalam prakteknya mengikuti berbagai larangan, pantangan, anjuran, ritus yang lebih ditujukan pada aspek keselamatan di dunia ini, maka kehadran agama Kristen
81
dengan tradisi monoteisme telah diawali dengan doktrin, lembaga, ritus, larangan yang lebih mengutamakan "keselamatan yang eskatalogis". Pada tahap lnilah setiap penganut agama Knsten di pesisir Minahasa (termasuk di pesisir Teluk Manado) menerima eksistensi agama bukan sebagai "agamaku", yaitu agama yang menjadi bagian utuh dari kehidupan penganutnya. Agama Kristen belum lnenjadi acuan dalam kehidupan para penganutnya, melainkan masih merupakan suatu suprastruktur yang ada di luar kehidupan nyata. Pedornan hidup dalam kehidupan sehari-hari adalah "tradisi kepercayaan" yang masih bertahan dan mampu menjawab tantangan serta kebutuhan sosial historis. Tradisi (dm juga agama) sangat mempengaruhi pola pengelolaan surnberdaya beserta adat istiadat dan kebiasaan masyarakat khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam (darat dan laut) secara tradisional dan yang diatur oleh lembaga sosial tradisional. 3. Adat Istiadat
Dalam kehidupan sosial, di dalam masyarakat Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud dikenal beberapa pranata gotong-royong, yaitu sebagai berikut:
(1). Ma'aliu atau mepalose atau mapalasi, yaitu tolong menolong dalam bidang pertanian, mendirikan rumah, dan memagar kebun.
(2). Mabboengga, yaitu menitipkan bibit seperti padi dan jagung untuk ditanam di lahan milik orang lainkarena lahan miliknya sendiri kurang subur.
(3). Mattaba atau menganu, yaitu bekerja sama dalam menangkap ikan atau berhuru
binatang liar di hutan.
(4). Matawangnga atau makiewa, yaitu bekeja membantu orang lain dalam suatu pekerjaan, imbalan yang diterima pihak yang membantu ini adalah pemherian inakan kepada seluruh keluarga termasuk anggota keluarga yang tinggal di ruinah dan tidak sempat datang untuk membantu. Stratifikasi sosial dikenal oleh masyarakat Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud pada masa lalu, yang terdiri dari golongan papueng atau papuane atau bangsawan, golongan orang kebanyakan, dan golongan elang aliang atau budak. Namun stratifikasi sosial tersebut semakin luntur dan hilang sejalan dengan peruhahan waktu. Walaupun demikian golongan yang inasih bertahan adalah golongan bangsawan yang masih mempertahankan silsilah terutama dalam pedoman pemilihan jodoh. Adat yang terpelihara sampai saat ini adalah penghormatan terhadap pemimpin adat, pemuka agama, dan pejahat pemerintah.
Kelembagaan Untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya hayati yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan nasional inaupun daerah hams didukung oleh ketersediaan peraturan dan perundang-undangan diterapkan secara konsekuen. Pada prinsipnya pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan dan pelestarian sumberdaya hayati pantai, misalnya, Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup, Undang-Undang No.9
tahun 1985 tentang Perikanan, Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Smberdaya Hayati, Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang Pariwisata dan Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, serta berbagai peraturan pemerintah dan keputusan presiden yang telah dikeluarkan dalam rangka pengelolaan dan perlindungan sumberdaya hayati pantai. Tetapi yang lnenjadi masalah adalah masih lemahnya pelaksanaan dan penerapan peraturan serta undangundang yang telah ada. Undang-Undang Perikanan merupakan salah satu perangkat hukuin yang erat hubungannya dengan pengelolaan sumberdaya hayati pantai, untuk mengatasi permasalahan dalam ha1 pencemaran clan kerusakan ekosistem sumberdaya perikanan, serta mencegah terjadinya pengurasan (over-expioilation). Di dalam undang-undang dinyatakan bahwa sumberdaya perikanan adalah merupakan modal dasar
pembangunan untuk
mengupayakan peningkatan
kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat dengan memuat berbagai larangan misalnya: (a). setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan keaatan penangkapan dan pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan dadatau alat yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya (Pasal 6 ayat I), (b). setiap orang atau badan h u k m &larang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan sumberdaya ikan dadatau lingkungannya (pasal 7 ayat 1). Berdasarkan larangan di atas, undang-undang ini menetapkan sanksi pidana penjara selamalamanya 10 tahun dadatau denda sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000. (seratus juta rupiah). Sayangnya, undang-undang di atas kadang kurang berdaya, dalam
penerapannya di lapangan. Terbukti kerusakan sumberdaya perikanan masih terus terjadi dan tak ada satupun perusak sumberdaya tersebut yang dihukum. Sama halnya dengan desa-desa lainnya di Indonesia, selain kepala desaAurah, terdapat pula kelembagaan yang keberadaannya diatur oleh peraturan pemerintah, seperti Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), Lembaga Sosial Desa, dan sebagainya, maka di desa-desa di pesisir Teluk Manado pun lembaga-lembaga tadi dapat ditemukan. Tentu dengan tingkat kualitas dan aktivitas yang berbeda-beda dari satu desa atau wilayah kecamatan dengan wilayah kecamatan lainnya. Kehadiran lembaga ini tampaknya tidak mengganggu, malahan menjadi alat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, bahkan dalam kehidupan beragama. Hanya saja, dengan kekuasaan birokrasi pemerintahan yang relatif besar, terdapat petunjuk bahwa secara gradual pengaruh kekuasaan kelembagaan adat ini di Minahasa, sepertinya makin berkurang. Pada waktu kepala desa belum dijadikan pegawai negeri di Minahasa, kepala desa itu mutlak dipilih secara sangat demokratis oleh rakyat. Sekarang, hasil pilihan rakyat harus juga yang dapat disenangi oleh pemerintah karena untuk di daerah kecamatan, kepala desa sudah menjadi pegawai negeri, digaji dan karenanya seringkali pemimpin desa cenderung berperilaku sebagai penguasa desa dan bukan lagi sebagai pemimpin desa.
Ketersediaan Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana utama penunjang kegiatan-ke~atan produksi dan distribusi sektor riil ekonomi yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud relatif masih terbatas dibandingkan dengan ketersediaan sarana dan prasarana di kabupaten lainnya di Propinsi Sulawesi Utara. Prasarana yang sudah ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud berupa: bandar udara, pelabuhan, prasarana irigasi, jalan, jeinbatan, pos, telekomunikasi, listrik dan air bersih. Tabel 20. Panjang Jalan menurut Konstruksi Permukaan dan Statusnya di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud 1999 No. 1.
Status Jalan
Jalan Propinsi
2. Jalan Kabupaten 3 Jumlah
Kondisi (km2) Baik
Sedang
Kurang
Rusak Berat
243.4
27.5
2.72
12.0
110.9
95.4
165.0
232.2
345.3
122.9
167.7
244,2
Surnber: Bappeda Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud 200 1 Prasarana jalan dan jembatan yang terdapat di Pulau Sangihe Besar relatif sudah memadai, walaupun banyak yang dalam kondisi kurang baik. Sedangkan jalan lingkar pulau atau jalan utama yang inenghubungkan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud berada dalarn kondisi yang relatif lebih baik. Dimana jalan yang sudah diaspal sepanjang 74 krn, jalan tersebut menghubungkan Melonguane-Beo-Rainis. Jembatan yang ada sesuai dengan status jalan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud sebanyak 63 1 buah. Jembatan dengan konstmksi beton sebanyak 465 buah (73,69%), rangka baja sebanyak 32 buah (5,07%), kayu sebanyak 18 buah
(2,85%), sedangkan jembatan penyeberangan dan jembatan lainnya sebanyak 116 buah (1 8,38%). Tabel 21. Panjang Jalan menurut Konstrnksi Permukaan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud 1999
Sumber: Bappeda Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud 2001 Sarana angkutan umum di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud terdiri atas 345 buah kendaraan melayani angkutan pedesaan dan 289 buah kendaraan melayani angkutan dalam kota. Sarana prasarana utama transportasi laut yang tersedia juga sudah cukup memadai, baik untuk pelabuhan-pelabuhan maupun sarana trasnportasi lainnya. Di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud terdapat 8 (delapan) pelabuhan yaitu pelabuhan Tagulandang, Ulu-Siau, Tamako, Tahuna, Petta, Lirung, dan Beo. Lima pelabuhan diantaranya sudah mempunyai fasilitas dermagalterminal yaitu pelabuhan Tagulandang, Ulu-Siau, Tahuna, dan Lirung serta yang satu adalah pelabuhan Pananam (Pelabuhan Feny). Selain pelabuhan tersebut, terdapat juga pelabuhan yang disinggahi kapal-kapal perintis seperti pelabuhan Mangaran, Melonguane, Karatung, dan Marore yang sudah memiliki fasilitas dermaga.
Demikian juga dengan ketersediaan air bersih, dimana PDAM sudah dapat melayani beberapa daerah di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud, walaupun itu masih terbatas di wilayah perkotaan.
Sedangkan faslitas telepon masih sangat terbatas. Fasilitas ini juga masih terbatas di wilayah perkotaan khususnya Kota Tahuna. Untuk kota-kota kecil lainnya seperti wilayah talaud (Lirung dan Beo), fasilitas telepon dikelola oleh koperasi berupa wartel.