KODE JUDUL : x.261
LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
“EKSPLORASI DAN PEMURNIAN VARIETAS PADI LOKAL KAMBA DI SULAWESI TENGAH“
KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN PERTANIAN
Peneliti/Perekayasa : Ir. Saidah, MP Dr. Ir. Sakka Samudin, MP Ruslan Boy, SP
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Eksplorasi dan Pemurnian Varietas Padi Lokal Kamba Di Sulawesi Tengah Fokus Bidang Penelitian : Ketahanan Pangan Produk Target : 1.2 Kode Kegiatan : 1.2.01 Lokasi Penelitian : Kab. Poso dan Kab. Sigi Penelitian Tahun Ke : 1 (satu) Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksana Penelitian Nama Koordinator/Peneliti Ir. Saidah, MP Utama Nama Lembaga/Institusi Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Unit Organisasi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Alamat Jl. Lasoso No. 62 Biromaru Sigi Sulawesi Tengah Telepon/HP/Faksimile/Email 0451-482546/0451-482549/
[email protected] B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu) Nama Pimpinan Prof. Dr. Ir. Muhamad Basir Cyio, MS, SE Nama Lembaga Universitas Tadulako Alamat Kampus Bumi Tadulako-Tondo. Jl. Soekarno Hatta, Km. 9. Palu-Sulawesi Tengah Telephon/Faksimile/E-mail (0451) 422966, 422844, 422355, Fax. (0451) 422844 Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah,
Koordinator/Peneliti Utama,
Dr. Soeharsono, S.Pt, M.Si. NIP. 19710927 199803 1 001
Ir. Saidah, MP NIP. 19670827 199303 2 001
Mengetahui: Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian,
Dr. Ir. Kasdi Subagyono, M.Sc. NIP. 19640521 199003 1 001 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Beras sebagai pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dituntut tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas, serta terjangkau. Kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2007 mencapai 30,91 juta ton dengan asumsi konsumsi per kapita rata-rata 139 kg per tahun. Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,7 persen per tahun dan luas areal panen 11,8 juta hektar dihadapkan pada ancaman rawan pangan pada tahun 2030. Ketahanan pangan merupakan program utama pemerintah untuk mencukupi kebutuhan pangan seluruh penduduk yang menyangkut ketersediaaan dan keterjangkauan pangan dalam jumlah cukup serta bermutu. Program ini meliputi aspek pasokan yang mencakup produksi dan distribusi, aspek daya beli, dan keterjangkauan setiap penduduk terhadap pangan. Target dari program ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi padi nasional agar seluruh kebutuhan beras dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Usaha
peningkatan
produksi
padi
dilakukan
dengan
peningkatan produktivitas padi di daerah yang belum optimal (Departemen Pertanian, 2005; Simarmata, 2007; Simarmata et al., 2011). Perakitan varietas padi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi. Plasma nutfah merupakan bahan dasar untuk merakit varietas unggul yang mempunyai sifat-sifat di antaranya produktivitas tinggi, tahan hama-penyakit, toleran cekaman lingkungan spesifik, dan mutu yang sesuai dengan selera masyarakat. Untuk merakit varietas unggul diperlukan keanekaragaman plasma nutfah,
2
maka kelestariannya harus selalu dijaga. Kekayaan plasma nutfah yang terdapat di alam memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam industri pertanian. Oleh sebab itu, saat ini plasma nutfah banyak dikaji dan dikoleksi dalam rangka meningkatkan produksi pertanian dan penyediaan pangan. Hal ini dilakukan karena plasma nutfah merupakan sumber gen yang berguna bagi perbaikan tanaman seperti gen untuk ketahanan terhadap penyakit, serangga, gulma, dan juga gen untuk ketahanan terhadap cekaman lingkungan abiotik yang kurang menguntungkan seperti kekeringan. Selain dari itu plasma nutfah juga merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas hasil tanaman seperti kandungan nutrisi yang lebih baik (Adiwilaga dan Hidayat, 2006). Kamba merupakan salah satu varietas lokal padi dan koleksi plasma nutfah yang dimiliki Sulawesi Tengah. aroma
wangi
dan
pulen
sehingga
tetap
Berasnya memiliki dibudidayakan
oleh
masyarakat. Jenis tanaman ini telah lama diusahakan oleh petani di daerah-daerah yang terisolir yakni di daerah Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi dan Lore Selatan Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah dan menjadi bahan makanan pokok masyarakat setempat, namun produksinya masih rendah.
Hal ini disebabkan oleh cara
budidaya yang dilakukan masih bersifat konvensional. Selain itu juga diduga kemurnian varietas ini mulai diragukan. Menurut Knight dalam Kasno (1992), varietas lokal telah terbentuk dalam kurun waktu yang lama
sehingga
gen-gen
yang
dikandungnya
mengarah
kehomosigositas. Dengan demikian, setiap individu memiliki gen-gen yang berbeda sehingga fenotipnya berbeda walaupun penampilannya relatif seragam. Selain itu, karena jenis tanaman ini terbentuk dalam kurun waktu yang lama, maka terjadi persilangan antara tanaman dalam populasi maupun antar populasi sehingga terjadi percampuran genotip. 3
Pencampuran
genotip selain akibat persilangan, juga akibat
tercampur dengan biji-biji gulma maupun jenis yang lain sehingga berpenampilan berbeda dengan aslinya. Untuk membentuk populasi varietas lokal menjadi genotip dan fenotip yang lebih seragam maka salah satu kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pemurnian jenis lokal agar berpenampilan baik dan relatif seragam.
B. Pokok Permasalahan Propinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa. Kondisi ini menjadikan Sulawesi Tengah memiliki iklim yang spesifik dan memungkinkan menyimpan sumber keragaman genetik yang eksotik dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Salah satu plasma nutfah yang banyak ditemukan di daerah ini adalah tanaman padi. Eksplorasi adalah kegiatan mencari, mengumpulkan, serta meneliti jenis varietas lokal tertentu (di daerah tertentu) untuk mengamankan dari kepunahannya. Langkah ini diperlukan guna menyelamatkan varietas-varietas lokal dan kerabat liar
yang
semakin
terdesak
keberadaannya,
akibat
semakin
intensifnya penggunaan varietas-varietas unggul baru. Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. Karakter yang diamati dapat berupa karakter morfologis (bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainya), karakter agronomis (umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan sebagainya), karakter fisiologis (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi pencoklatan, dan sebagainya), marka isoenzim, dan marka molekular. Sulawesi Tengah memiliki beragam plasma nutfah padi, utamanya padi ladang dan telah dibudidayakan secara turun temurun. Kamba merupakan salah satu jenis lokal padi yang memiliki aroma 4
wangi dan pulen sehingga tetap dibudidayakan oleh masyarakat. Jenis tanaman ini telah lama diusahakan oleh petani di daerah-daerah yang terisolir yakni di daerah Lindu dan Lore Selatan Provinsi Sulawesi Tengah dan menjadi bahan makanan pokok masyarakat setempat, namun produksinya masih rendah. Hal ini disebabkan oleh cara budidaya yang dilakukan masih bersifat konvensional. Diduga kemurnian varietas ini mulai diragukan. Hal ini dimungkinkan, karena jenis tanaman ini terbentuk dalam kurun waktu yang lama, maka terjadi persilangan antara tanaman dalam populasi maupun antar populasi sehingga terjadi percampuran genotip. Untuk membentuk populasi varietas lokal menjadi genotip dan fenotip yang lebih seragam maka upaya yang perlu dilakukan adalah pemurnian varietas lokal agar berpenampilan baik dan relatif seragam
C. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi padi varietas lokal Kamba di Sulawesi Tengah dan memurnikan benih padi varietas lokal Kamba sehingga diperoleh benih padi varietas lokal Kamba yang murni dan seragam.
D. Metodologi Pelaksanaan 1. Lokus Kegiatan Lokus kegiatan berada pada Koridor IV (Sulawesi), tepatnya di Provinsi Sulawesi Tengah. Kegiatan ini dilaksanakan pada dua kabupaten yakni Kabupaten Sigi (Kec. Lindu) dan Kabupaten Poso (Kec. Lore Barat, Lore Utara, Lore Tengah dan Lore Selatan). Sedangkan lokasi pemurnian dilaksanakan di Desa Doda Kec. Lore Tengah Kab. Poso Sulawesi Tengah pada ketinggian 1.280 m dpl. Kegiatan dilaksanakan mulai bulan Februari – Oktober 2012.
5
2. Fokus Kegiatan Fokus
kegiatan
penelitian
termasuk
bidang
ketahanan
pangan, yaitu tanaman padi. Kegiatan difokuskan pada bagaimana menghasilkan benih padi lokal Kamba yang murni, seragam dan sehat/berkualitas untuk selanjutnya diserahkan ke kelompok tani melalui Pemda Kabupaten Sigi dan Poso Sulawesi Tengah guna pengembangan ke depan.
3. Ruang Lingkup Kegiatan ini terdiri atas dua ruang lingkup, yakni (1) eksplorasi dan survey karateristik padi lokal Varietas Kamba, (2) Pemurnian varietas padi lokal Kamba.
Eksplorasi dan Survey Karakteristik.
Kegiatan eksplorasi
dilakukan dengan tujuan untuk mencari, mengumpulkan, dan meneliti padi varietas lokal Kamba. Eksplorasi dilaksanakan di dua kabupaten, yakni Kabupaten Sigi (Kecamatan Lindu) dan Kabupaten Poso (Kecamatan Lore Selatan, Lore Barat dan Lore Tengah serta Lore Utara) Propinsi Sulawesi Tengah. Kegiatan ini menggunakan dua metode yaitu, metode survey dan wawancara. Metode survey dilakukan untuk mengetahui penyebaran jenis padi lokal kamba yang dibudidayakan oleh masyarakat di Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso (lokasi disekitar Taman Nasional Lore Lindu).
Pemurnian Padi Varietas Lokal Kamba Pelaksanaan Benih hasil eksplorasi yang diperoleh selanjutnya disemai untuk kemudian ditanam di Desa Doda Kec. Lore Tengah Kab. Poso seluas 1 (satu) hektar dan dilaksanakan di lokasi petani. 6
Penanaman dilakukan secara tanam pindah, sedangkan tanam benih langsung (tabela) hanya diperagakan dengan cara menggunakan alat tanam benih langsung (Atabela).
Hal ini
dilakukan karena salah satu masalah yai Deng dihadapi oleh petani di Desa Doda adalah keterbatasan tenaga kerja, sehingga menyebabkan keterlambatan penanaman. tanamnya dengan cara jajar legowo 2 : 1.
Sistem
Tanam pindah
dilakukan saat tanaman berumur satu bulan. Jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm. Sistem budidaya yang dilakukan secara organik dengan menggunakan bokashi jerami dan bio pestisida. Plot dipisahkan berdasarkan lokasi asal benih. Rouging/seleksi dilakukan pada saat fase vegetatif dan generatif.
Seleksi
dilakukan secara massa dengan seleksi positif yakni tanaman yang menunjukkan tipe simpangan (off type) akan disingkirkan, sedangkan tanaman yang menunjukkan fenotip jenis kamba dikembangkan lebih lanjut. Berkaitan dengan pemilihan jenis tanaman, untuk menghindari kesalahan pemilihan jenis kamba, maka dilibatkan petani setempat yang membantu menunjukkan ciri-ciri jenis kamba dengan pertimbangan bahwa mereka pasti memahami secara jelas
jenis tanaman ini sebagai pelaku
penanaman padi lokal sejak dahulu. Pada saat akan panen, seleksi tetap dilakukan dengan melibatkan petani dalam seleksi tersebut. Hasil panen padi lokal Kamba disatukan/dibulk. Padi lokal Kamba yang telah dimurnikan tersebut akan dijadikan sumber benih dan dibagi ke kelompok tani yang akan mengembangkan pada musim berikutnya. Bila memungkinkan, penyerahan benih dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan temu lapang. Namun bila tidak, maka benih akan diserahkan kemudian
setelah
benih
telah
diproses
seed
cleaner.
Penyerahan akan dilakukan di Kantor Dinas Pertanian masing7
masing kabupaten untuk selanjutnya diserahkan kepada kelompok tani yang masih mengembangkan padi jenis ini. Pengamatan Selama kegiatan pemurnian, untuk mengetahui ciri-ciri padi lokal Kamba maka dilakukan pengamatan beberapa sifat agronomis. Pengamatan dilakukan pada sampel tanaman sebanyak 20 rumpun tanaman. Semua tanaman sampel harus diamati dengan peubah sebagai berikut: Tinggi tanaman saat panen (cm), diukur dari pangkal batang sampai ujung malai tertinggi Umur panen (hari), dihitung hari sejak tanam hingga umur dimana 85% bulir dalam malai sudah matang) Hasil (kg), ditimbang gabah yang telah dipanen pada luasan yang berukuran 5 m x 5 m dalam ukuran tanaman sampel dengan kadar air 14% Golongan (indica, japonica, javanica atau intermediate) Panjang daun (cm), diukur pada daun dibawah daun bendera saat fase pembungaan Lebar daun (cm), diukur bagian daun yang terlebar pada daun dibawah daun bendera dan diamati pada saat afse berbunga Permukaan daun, diamati dengan cara meraba permukaan daun pada fase bunting dan berbunga Sudut daun, diukur sudut keterbukaan daun terhadap batang pada daun pertama setelah daun bendera pada fase bunting Sudut daun bendera, diukur dekat daun bendera sebagai sudut yang terbentuk antara dau bendera dengan poros malai utama pada fase bunting Warna leher daun diukur pada fase pembungaan Warna telinga daun, diamati pada fase bunting 8
Warna helai daun, diamati pada fase pembungaan Jumlah anakan, diamati jumlah anakan yang terbentuk per rumpun tanaman pada fase pembungaan Panjang malai (cm), diukur mulai leher hingga ujung malai diamati pada fase pengisian Tipe malai, diamati bentuk malai apakah kompak, antara kompak dan sedang, sedang, antara sedang dan terbuka serta terbuka pada fas pengisian Warna lemma dan palea, diamati pada fase pematangan Keberadaan rambat pada lemma dan palea, diamati pada fase pematangan Warna ujung gabah, diamati pada fase pembungaan Bulu ujung gabah, diamati pada fase pematangan Warna bulu ujung gabah, diamatai pada fase pembungaan Tipe endosperm diamati pada fase pematangan Butir mengapur, diamati pada beras hasil giling pada fase pematangan Aroma, diamati pada fase pematangan dan setelah dimasak Kadar amilosa, diamati di laboratorium Kebeningan Kandungan lysine Kerontokan, diamati dengan cara genggam malai dan tarik dengan tangan serta prosentase biji yang rontok.
4. Bentuk Kegiatan Bentuk kegiatan adalah on farm research, dimana petani sebagai pelaksana di lapangan.
9
BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan 1. Perkembangan Kegiatan
Eksplorasi dan Survey Karateristik Padi Lokal Varietas Kamba Gambaran Umum Wilayah Eksplorasi Wilayah eksplorasi termasuk dalam dua Kabupaten yakni Kabupaten Poso dan Kaupaten Sigi. Sigi sebagai kabupaten termuda di Sulawesi Tengah terletak di sebelah selatan Lembah Palu. Wilayah geografisnya terbentang pada koordinat 00 52’ 16” LS hingga 20 03’ 21” LS dan 1190 38’ 45” BT hingga 1200 21’ 24 BT. Luas wilayah daratan Sigi sebesar 5.196,02 km2 atau sekitar 7,64 persen dari total luas daratan Sulawesi Tengah. Suhu udara rata-rata di Sigi pada tahun 2010 berkisar antara 26,7 0C - 28,7 0C dengan tingkat kelembaban udara bervariasi antara 70 persen sampai dengan 82 persen. Hingga tahun 2010, wilayah administratif Kabupaten Sigi terdiri dari 15 kecamatan, 156 desa dan 1 (satu) UPT. Bila ditinjau per kecamatan, Kecamatan Palolo memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 19 desa, sedangkan Kecamatan Lindu dan Tanambulava masing-masing hanya memiliki 4 desa. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun 2010 berkisar antara 11,7 mm hingga 123 mm dan intensitas penyinaran matahari tercatat 48,5 % sampai dengan 70,8 %. Ditinjau dari batas wilayah, di sebelah utara Kabupaten Sigi berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kota Palu serta di sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Selatan. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Propinsi Sulawesi Barat, sedangkan disebelah 10
timur berbatasan dengan Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong. Sigi adalah satu-satunya kabupaten di Sulawesi Tengah yang wilayahnya tidak berbatasan dengan laut. Taman Nasional Lore Lindu yang memiliki luas 217.991,18 hektar merupakan cagar biosfer dan paru-paru dunia, sebagian wilayahnya terdapat di Kabupaten Sigi (Statistik Daerah Kabupaten Sigi, 2011). Wilayah Kecamatan Lindu terdiri atas empat desa yaitu: Desa Tomado, Langko, Anca dan Puro’o. Desa Langko dan Desa Tomado memiliki lahan persawahan terluas dibanding desa lainnya. Desa Tomado merupakan desa yang petaninya masih mengusahakan padi lokal kamba. Dusun Salatui yang terdapat pada Desa Tomado merupakan dusun yang setiap tahun melakukan penanaman padi lokal kamba. Kabupaten Poso wilayahnya membentang dari arah Tenggara ke Barat Daya dan melebar dari arah Barat ke Timur, dan sebagian besar berada di daratan pulau sulawesi. Kabupaten Poso terletak ditengah Sulawesi yang merupakan jalur strategis yang menghubungkan Sulawesi Utara dengan Sulawesi Tengah. Berdasarkan garis lintang dan garis bujur wilayah
Kabupaten
Poso
terletak
pada koordinat 1o06'
44,892" - 2o12' 53,172" LS dan 120o 05' 96" - 120o 52' 4,8" BT. Berdasarkan
letak
astronomisnya,
panjang
Kabupaten Poso dari ujung barat sampai
wilayah
ujung timur
diperkirakan jaraknya kurang lebih 86,2 Km. Lebarnya dari Utara ke Selatan dengan jarak kurang lebih130 Km. Dilihat dari posisinya dipermukaan bumi letak wilayah Kabupaten Poso secara
umum
terletak
di
kawasan
hutan
dan
lembah
pegunungan. Dan kawasan lainnya terletak pada pesisir pantai yang sebagian terletak di perairan Teluk Tomini dan Teluk Tolo. 11
Secara geologis, wilayah Kabupaten Poso terletak pada deretan pegunungan lipatan, yakni Pegunungan Fennema dan Tineba di bagian barat, Pegunungan Takolekaju di bagian barat daya, Pegunungan Verbeek di bagian tenggara, Pegunungan Pompangeo dan Pegunungan Lumut di bagian timur laut. Luas daratan Kabupaten Poso setelah terpisah dengan Kabupaten Tojo Una-una diperkirakan sekitar 8.712,25 Km2 atau 12,81 persen dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Bila dibandingkan dengan luas daratan kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Poso menempati urutan keempat. Saat ini Kabupaten Poso memiliki 18 kecamatan, enam kecamatan termasuk wilayah atau dataran Lore Lindu. Wilayah lore terdiri atas enam kecamatan, yakni: Kecamatan Lore Selatan, Kecamatan Lore Piore, Kecamatan Lore Timur, Kecamatan Lore Utara, Kecamatan Lore Barat dan Kecamatan Lore Tengah. Dari keenam kecamatan tersebut, hanya empat kecamatan yang masih mengusahakan padi ladang khususnya padi lokal kamba.
Wilayah ini dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan roda dua dan empat serta jalan kaki. Waktu yang ditempuh untuk mencapai Kecamatan Lore Tengah dari Palu ditempuh dengan waktu tempuh 6-7 jam dengan kondisi jalan banyak yang rusak. Sedangkan Kecamatan Lore Barat dan Selatan dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda empat selama 13 jam dengan kondisi jalan yang kurang baik (Poso Dalam Angka, 2011). Dataran Lore berada di ketinggian 800-1.250 meter di atas permukaan laut.
Kecamatan Lore Tengah terdiri atas
Desa Bariri, Katu, Rompo, Torire, Doda dan Hanggira. Doda merupakan desa yang memiliki luas lahan sawah terluas 12
dibanding desa yang lain dan salah satu desa yang masih pengusahaan padi lokal Kamba. Kecamatan Lore Utara terdiri atas Desa Alitupu, Watumaeta, Banyubaru, Banyusari, Dodolo, dan Sedoa. Pengusahaan padi lokal kamba di kecamatan ini relatif merata dan tidak ada satupun yang belum pernah mengusahakan padi kamba. Kecamatan Lore Barat terdiri atas Desa Kageroa, Desa Kolori, Desa Lelio, Desa Lengkeka dan Desa
Tomehipi.
Desa
Kolori
merupakan
desa
yang
mengusahakan padi lokal kamba terluas dibanding desa lainnya. Demikian pula, Kecamatan Lore Selatan memiliki Desa Bakekau, Desa Bewa, Desa Bomba, Desa Badangkaya dan Desa Bulili. Desa Bulili merupakan desa yang mengusahakan padi kamba relatif luas dibanding desa lain.
Hasil Eksplorasi Varietas Kamba Keberadaan plasma nutfah di daerah kajian merupakan kekayaan bagi daerah tersebut, namun plasma nutfah yang seharusnya merupakan kekayaan yang sangat tinggi nilainya ternyata belum disadari keberadaanya dibeberapa daerah (Tohari, 2005).
Eksplorasi merupakan pelacakan atau
penjelajahan dalam plasma nutfah tanaman dimaksudkan sebagai kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan meniliti jenis
tanaman
tertentu
kepunahan (Jusuf, 2005).
untuk
mengamankannya
dari
Menurut Hanarida, dkk (2005)
eksplorasi juga dilakukan untuk menjaring kultivar-kultivar, bahan-bahan genetik tanaman berupa genotip-genotip, klonklon tanaman dari alam seperti pertanaman yang ada pada lahan petani, jenis-jenis liar yang tidak dibudidayakan, koleksi perseorangan atau koleksi laboratotium yang akan dijadikan bahan untuk merakit varietas baru unggul. Untuk membentuk 13
varietas unggul diperlukan antara lain varietas lokal maupun kerabat liarnya sebagai tetua. Varietas lokal berperan penting sebagai tetua yang adaptif pada
lokasi spesifik, sedangkan
kerabat liar dan varietas introduksi dapat digunakan sebagai tetua ketahanan terhadap hama dan penyakit (Rais, 2004) Hasil informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, petani dan penyuluh pertanian di Kecamatan Lore Barat dan Lore Selatan di Kabupaten Poso menunjukkan bahwa varietas padi lokal Kamba merupakan padi yang berasal dari nenek moyang dan sudah turun temurun berada di Dataran Bada’ (nama umum untuk Lore Selatan dan Lore Barat), dan berdasarkan informasi dari Kepala Desa Bulili Kecamatan Lore Selatan bahwa memang sejak dulu padi Kamba ini telah berada di Desa Bulili. Desa Bulili merupakan desa pertama yang ada di dataran Bada’, diperkirakan telah dibudidayakan sejak ratusan tahun yang lalu. Padi lokal Kamba terdiri dari 3 (tiga) jenis (berdasarkan informasi dari sumber lain), yaitu kamba pendek, kamba tinggi dan kamba merah. Namun hingga saat ini yang dibudidayakan oleh masyarakat hanya padi kamba pendek saja yang sekarang disebut Kamba, sedangkan yang lainnya telah hilang. Padi Kamba berumur lebih dari 5 bulan. Kebiasaan petani menanam dengan cara tanam pindah dengan umur pindah bervariasi antara 1,2 – 1,5 bulan bahkan ada yang sampai 2 bulan. Menurut informasi yang diperoleh jika bibit kamba ditanam sebelum umur tersebut, padi Kamba tidak akan tumbuh dengan baik dan mudah terserang hama dan penyakit. Dalam membudidayakan padi Kamba, petani tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida karena hasil yang diperoleh kurang baik dan tanaman mudah rebah. Rasa nasi 14
dari beras Kamba yaitu pulen, aromatik dan nasinya tidak cepat basi.
Hasil yang didapatkan masih tergolong rendah yaitu
berkisar 2,5 – 3 ton/ha (dalam hitungan orang Bada’ = 300 – 400 kaleng; dalam 1 kaleng sekitar 7 – 8 kg).
Sebelum
adanya alat mekanisasi berupa traktor, petani di Bada’ menggunakan kerbau untuk mengolah sawah yang dikenal dengan sistim Paruja’ (Paruja’=menggunakan beberapa ekor kerbau dengan cara menggiring kerbau kesana kemari di dalam petakan sawah hingga sawah berlumpur dan siap ditanami). Di dataran Bada’, khususnya di Desa Bulili, mulai tahun ini diprogramkan untuk penanaman varietas lokal Kamba setidaknya sekali dalam setahun, hal ini dilakukan atas instruksi Bupati Poso; Beberapa varietas lokal padi yang masih dibudidayakan di dataran tersebut merupakan padi sawah, sedangkan padi ladang sudah tidak diusahakan lagi. Padi ladang yang pernah diusahakan oleh masyarakat bernama Nomade, tetapi saat ini padi ladang tersebut sudah tidak dikembangkan lagi oleh masyarakat setempat.
Beberapa varietas padi lokal yang
pernah dibudidayakan oleh masyarakat setempat adalah padi lokal Kamba, Tomanado dan Topebuni.
Varietas padi lokal
Tomanado dan Topabuni saat ini telah hilang dan tidak dibudidayakan
lagi
oleh
masyarakat
setempat.
Padahal
informasi dari petani bahwa padi lokal ini memiliki rasa paling enak dan tahan terhadap beberapa penyakit. Saat ini, hanya terdapat tiga padi lokal yang masih dibudiayakan di dataran Bada, yakni padi lokal Kamba (dua jenis) dan padi lokal karia. Ketiga jenis padi ini memiliki umur panen relatif sama yaitu berkisar 6 bulan. Untuk jenis padi lokal Kamba, satu jenis memiliki butir beras gemuk, sedangkan 15
satunya lagi memiliki ukuran biji yang ramping.
Sedangkan
padi lokal karia memiliki biji yang sedikit lebih panjang dibanding padi lokal Kamba. Kedua varietas tersebut juga memiliki rasa pulen yang relatif sama.
Beberapa penduduk
memberikan informasi bahwa kedua varietas tersebut memiliki rasa enak yang relatif sama. Namun terdapat perbedaan yang paling menonjol yaitu beras karya lebih mudah patah dibanding varietas
kamba.
Diduga
bahwa
alasan
inilah
yang
menyebabkan varietas kamba masih dibudidayakan dalam luasan yang lebih besar dibanding varietas karia. Walaupun demikian, kelebihannya adalah kedua varietas ini ditanam oleh petani di sawah tanpa pemberian saprodi, utamanya pupuk dan pestisida. Demikian pula hasil eksplorasi di wilayah Kecamatan Lore Utara dan Lore Tengah Kabupaten Poso.
Di dua
kecamatan ini, petani tetap menanam varietas padi lokal ini. Namun demikian, tidak seperti kecamatan Lore barat dan Selatan (dataran Bada), dimana di daerah ini para petani hanya menanam satu jenis padi lokal sehingga tidak ada jenis lokal yang lain. Kondisi yang berbeda terdapat di dataran Lore Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi. Di daerah ini, khususnya Desa Tomado Dusun Salutui, sebagian petaninya tetap menanam padi lokal Kamba selain padi varietas unggul lainnya. Di dataran Lindu hanya ada dua jenis padi lokal yaitu lokal Kamba dan lokal Dewi.
Karakteristik Padi Lokal Kamba Karakterisasi
merupakan
kegiatan
dalam
rangka
mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomi, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. sifat 16
yang diamati dapat berupa karakter morfologi (bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainya), karakter agronomi (umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan sebagainya), karakter fisiologi (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi pencoklatan, dan sebagainya), marka isoenzim, dan marka molekuler (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, 2004; Polnaya, 2008). Padi lokal Kamba masih diusahakan oleh petani karena memiliki keunggulan, baik dari rasa, kepulenan maupun fungsinya bagi tubuh. Keunggulan inilah yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi beras Kamba, sehingga harga jualnya lebih tinggi dibanding beras putih dari varietas unggul baru. Hasil karakteristik padi kamba adalah sebagai berikut: Daun
Bulu daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Warna helai daun Warna pelepah daun Warna lidah daun Warna leher daun Warna telinga daun Lebar daun Ketuaan daun Batang Sudut batang Kekuatan batang Warna nodia Warna internode Malai Tipe malai Leher malai Kesuburan malai Gabah Bulu pada gabah Warna stigma (kepala putik)
: : : : : :
Halus Halus Miring Tegak Hijau berpinggir ungu Hijau
: : : : : : : : : : : : : :
Tidak berwarna Tidak berwarna/sampai putih Tidak berwarna Sedang Lambat Tegak Kuat Hijau Kuing keemasan intermadiate sebagian tertutup fertile sebagian berbulu tidak berwarna
17
Kerontokan Bulu gabah (apiculus) Warna ujung gabah Warna sterillema (kelopak bunga) Warna gabah Bentuk gabah Tipe endosperm (beras) Jumlah anakan Tinggi tanaman (cm) Umur berbunga Umur panen
: :
tahan pendek
: :
warna jerami tidak berwarna
: : :
keemasan sampai coklat ramping berperut
: : : :
9-11 86 – 105 cm 3 bulan 5 bulan
Pemurnian Padi lokal Varietas Kamba. Pemurnian dilakukan dengan cara menanam benih hasil eksplorasi dari beberapa lokasi pengembangan.
Masing-
masing benih disemaikan dan dipisahkan berdasarkan lokasi pengambilannya.
Luasan pesemaian 4% dari luas tanam.
Pada umur sebulan, benih dicabut untuk selanjutnya ditanam pada
lahan
sawah
dan
dipisahkan
berdasarkan
lokasi
pengambilan. Penanaman dengan cara sistem jajar legowo 2 : 1 pada jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm.
Sedangkan
penanaman dengan alat tanam benih langsung (atabela) hanya diperagakan.
Setiap tahapan kegiatan didahului dengan
sekolah lapang. Hal ini dilakukan agar petani tahu, faham dan mau menerapkan inovasi teknologi yang diajarkan dan diperagakan pada musim tanam berikutnya. Untuk menjaga kemurniannya, maka selama masa pertumbuhannya dilakukan seleksi/rouging.
Rouging/seleksi
dilakukan pada saat fase vegetatif dan generatif.
Seleksi
dilakukan secara massa dengan seleksi positif yakni tanaman yang menunjukkan tipe simpangan (off type) akan disingkirkan,
18
sedangkan tanaman yang menunjukkan fenotip jenis kamba dikembangkan lebih lanjut. Berkaitan dengan pemilihan jenis tanaman, untuk menghindari kesalahan pemilihan jenis kamba, maka dilibatkan petani setempat yang membantu menunjukkan ciri-ciri jenis kamba dengan pertimbangan bahwa mereka pasti memahami secara jelas
jenis tanaman ini sebagai pelaku
penanaman padi lokal sejak dahulu. Pada saat akan panen, seleksi tetap dilakukan dengan melibatkan petani dalam seleksi tersebut. Hasil panen padi lokal Kamba disatukan/dibulk. Padi lokal Kamba yang telah dimurnikan tersebut akan dijadikan sumber benih dan dibagi ke kelompok tani yang akan mengembangkan pada musim berikutnya. Bila memungkinkan, penyerahan benih dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan temu lapang. Namun bila tidak, maka benih akan diserahkan kemudian
setelah
benih
telah
diproses
seed
cleaner.
Penyerahan akan dilakukan di Kantor Dinas Pertanian masingmasing kabupaten untuk selanjutnya diserahkan kepada kelompok tani yang masih mengembangkan padi jenis ini. Sedangkan untuk menghasilkan benih dasar (FS), sebagian dari benih ini masih akan ditanam dipertanaman petani yang akan dibina menjadi penangkar.
Pembinaan dilakukan oleh
instansi terkait (Dinas Pertanian Propinsi Sulawesi Tengah melalui UPTD Sertifikasi Benih, Dinas Pertanian Kabupaten Sigi dan Poso, serta BPTP Sulawesi Tengah. Pengawasan di lapangan dilakukan oleh tenaga Pengawas Benih setempat. Selain penanaman di lokasi calon penangkar, juga akan ditanam di Kebun Percobaan Sidondo yang merupakan milik BPTP Sulawesi Tengah. Hingga saat ini kondisi pertanaman masih dalam fase pematangan sehingga temu lapang direncanakan setelah 19
panen (awal oktober 2012).
Benih yang dihasilkan akan
diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Sigi dan Poso untuk selanjutnya diserahkan ke kelompok petani yang masih mengembangkan padi lokal Kamba.
2. Kendala-Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Saat survey dilakukan, kendala/hambatan yang paling dirasakan dalam kegiatan ini adalah jalur transportasi antar lokasi yang cukup jauh dari pusat kota dengan kondisi jalan yang kurang baik, bahkan ada beberapa daerah yang tidak terjangkau dengan kendaraan roda empat (Kec. Lindu Kab. Sigi dan beberapa desa di Kec. Lore Selatan dan Barat Kab. Poso). Selain itu juga, umur tanaman padi lokal Kamba yang relatif panjang (5-6 bulan) dan penyesuaian waktu tanam di lokasi pemurnian. Sementara masa kontrak hanya 8 (delapan) bulan.
B. Pengelolaan Administrasi Manajerial 1. Perencaaan Anggaran Perencanaan penggunaan anggaran dibagi dalam 3 (tiga) termin, sesuai dengan kontrak, yaitu :
No 1 2 3 4
Uraian Belanja Gaji dan Upah Bahan Habis Pakai Perjalanan Lain-lain Jumlah Biaya
Termin I Termin II Termin III (30%) (50%) (20%) 16.650.000 16.650.000 16.960.000
Jumlah (Rp)
7.050.000 690.000 0 17.300.000 38.000.000 8.700.000 4.000.000 7.900.000 16.000.000 45.000.000 75.000.000 30.000.000
7.740.000 64.000.000 28.000.000 150.000.000
50.260.000
20
2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Mekanisme pengelolaan anggaran berdasarkan peraturan yang berlaku.
Dana yang ditransfer melalui Badan Litbang
Pertanian selanjutnya dikelola dimasing-masing unit kerja melalui Pemegang Uang Muka Kerja yang telah ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala BPTP.
Penggunaan anggaran didasarkan
kebutuhan penanggung jawab dan rencana kerja yang telah dibuat sesuai proposal. Sedangkan pembayaran dilakukan berdasarkan alat bukti yang sah (kuitansi) dan disetujui oleh Kepala Balai. Pelaporan dan pertanggung jawaban dilakukan secara bertahap dengan mekanisme pengelolaan anggaran penelitian terpusat layaknya kegiatan pengkajian/penelitiam APBN. Realisasi anggaran hingga termin kedua disajikan di bawah ini : No 1 2 3 4
Uraian Belanja Gaji dan Upah Bahan Habis Pakai Perjalanan Lain-lain Jumlah Biaya
Termin I
Termin II
Jumlah (Rp)
16.650.000
27.700.000
44.350.000
7.050.000 17.300.000 3.900.000 44.900.000
690.000 37.644.900 7.900.000 73. 934.900
7.740.000 54.944.900 11.800.000 118.834.900
3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Selama pelaksanaan kegiatan di lapangan, ada peralatan yang digunakan dalam sekolah lapang, yaitu alat tanam benih langsung (Atabela). Ke depan pengelolaannya diserahkan ke Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Lore Tengah Kab. Poso untuk digunakan sebagai alat peraga/demo bagi PPL saat pelatihan petani dilaksanakan di lokasi (desa) lain. Selain itu, asset utama yang dihasilkan adalah benih padi lokal Kamba yang telah dimurnikan dan akan dibagikan ke kelompok tani yang masih
21
mengembangkan padi jenis ini melalui Pemerintah Kabupaten Sigi dan Poso.
Saat ini kondisi pertanaman yang akan dijadikan
sumber benih yang dimurnikan masih pada tahap pematangan dan panen diperkirakan akhir September hingga awal oktober 2012.
4. Kendala-Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Kendala/hambatan pengelolaan administrasi yang ditemui selama pelaksanaan tidak ada. Hanya waktu pelaksanaan yang relatiff
singkat
karena
pengelolaan
administrasi
dilakukan
berdasarkan kondisi di lapangan, sementara umur pertanaman 5-6 bulan.
Kegiatan penanaman baru dilakukan bulan April 2012
karena menyesuaikan waktu tanam petani dan direncanakan pelaksanaan temu lapang akhir September 2012 bersamaan dengan panen benih.
22
BAB. III
METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
A. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja 1. Kerangka Metode-Proses Kegiatan penelitian ini secara garis besar dibagi atas 2 (dua) tahap, yaitu eksplorasi dan survey karakterisasi padi lokal Kamba serta pemurnian. (a) Kegiatan eksplorasi dan survey karakterisasi padi
lokal
Kamba
dilakukan
di
wilayah
yang
masih
membudidayakan padi tersebut. Metoda yang digunakan adalah survey dan wawancara. Bahan tanaman berupa benih disetiap lokasi diambil untuk ditanam pada kegiatan pemurnian.
(b)
Pemurnian dilakukan dengan menanam benih hasil eksplorasi dalam suatu hamparan seluas 1 (satu) hektar dan dilaksanakan di lokasi petani. Masing-masing benih dipisahkan berdasarkan lokasi pengambilannya. Penanaman dilakukan secara tanam pindah dengan system jajar legowo 2 : 1. Tanam pindah dilakukan saat tanaman berumur satu bulan. Jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm. Sistem budidaya yang dilakukan secara organik dengan menggunakan bokashi jerami dan bio pestisida. Plot dipisahkan berdasarkan lokasi asal benih. Rouging/seleksi dilakukan pada saat fase vegetatif dan generatif. Seleksi dilakukan secara massa dengan seleksi positif yakni tanaman yang menunjukkan tipe simpangan (off type) akan disingkirkan, sedangkan tanaman yang menunjukkan fenotip jenis kamba dikembangkan lebih lanjut. Berkaitan dengan pemilihan jenis tanaman, untuk menghindari kesalahan pemilihan jenis kamba, maka dilibatkan petani setempat yang membantu menunjukkan ciri-ciri jenis kamba dengan pertimbangan bahwa mereka pasti memahami secara jelas jenis tanaman ini sebagai pelaku penanaman padi lokal sejak dahulu.
23
Pada saat akan panen, seleksi tetap dilakukan dengan melibatkan petani dalam seleksi tersebut. Hasil panen padi lokal Kamba disatukan/dibulk. Benih padi lokal Kamba yang dihasilkan dari kegiatan pemurnian akan diserahkan ke kelompok tani yang masih mengembangkan padi jenis ini melalui Pemda kabupaten masingmasing.
2. Indikator Keberhasilan • Terlaksananya kegiatan eksplorasi dan survei karakterisasi/ identifikasi
padi
lokal
Kamba
di
dua
kabupaten,
yaitu
Kabupaten Sigi dan Poso. • Kegiatan pemurnian padi yang akan menghasilkan benih yang murni dan seragam serta berkualitas • Adanya perbaikan teknologi di tingkat petani tentang budidaya padi dari konvensional ke yang lebih efesien.
3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa Kegiatan yang telah dilakukan hingga saat ini adalah :
Eksplorasi dan Survey Karateristik Padi Lokal Varietas Kamba
Eksplorasi dan survey karakterisasi padi lokal Kamba di wilayah yang masih membudidayakan padi tersebut, mengumpulkan bahan tanaman berupa benih disetiap lokasi untuk dijadikan bahan tanam (benih) pada kegiatan pemurnian. Metoda yang digunakan adalah survey dan wawancara. Secara rinci hasil survey adalah : a). Kegiatan survey
dilakukan di dua
kabupaten yaitu Kabupaten Poso dan Sigi. Di Kabupaten Poso,
perjalanan
dilakukan
di
empat
kecamatan
yaitu
Kecamatan Lore Selatan, Lore Barat, Lore Tengah, dan Lore
24
Utara. Sedangkan Kabupaten Sigi dilakukan di Kecamatan Lindu.
Gambaran Umum Wilayah Eksplorasi Wilayah eksplorasi termasuk dalam dua Kabupaten yakni Kabupaten Poso dan Kaupaten Sigi. Sigi sebagai kabupaten termuda di Sulawesi Tengah terletak di sebelah selatan Lembah Palu. Wilayah geografisnya terbentang pada koordinat 00 52’ 16” LS hingga 20 03’ 21” LS dan 1190 38’ 45” BT hingga 1200 21’ 24 BT. Luas wilayah daratan Sigi sebesar 5.196,02 km2 atau sekitar 7,64 persen dari total luas daratan Sulawesi Tengah. Suhu udara rata-rata di Sigi pada tahun 2010 berkisar antara 26,7 0C - 28,7 0C dengan tingkat kelembaban udara bervariasi antara 70 persen sampai dengan 82 persen.
Hingga tahun 2010, wilayah
administratif Kabupaten Sigi terdiri dari 15 kecamatan, 156 desa dan 1 (satu) UPT. Bila ditinjau per kecamatan, Kecamatan Palolo memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 19 desa, sedangkan Kecamatan Lindu dan Tanambulava masing-masing hanya memiliki 4 desa. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun 2010 berkisar antara 11,7 mm hingga 123 mm dan intensitas penyinaran matahari tercatat 48,5 % sampai dengan 70,8 %. Ditinjau dari batas wilayah, di sebelah utara Kabupaten Sigi berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kota Palu serta di sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Selatan. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Propinsi Sulawesi Barat, sedangkan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong. Sigi adalah satu-satunya kabupaten di Sulawesi Tengah yang wilayahnya tidak berbatasan dengan 25
laut. Taman Nasional Lore Lindu yang memiliki luas 217.991,18 hektar merupakan cagar biosfer dan paru-paru dunia, sebagian wilayahnya terdapat di Kabupaten Sigi (Statistik Daerah Kabupaten Sigi, 2011). Wilayah Kecamatan Lindu terdiri atas empat desa yaitu: Desa Tomado, Langko, Anca dan Puro’o. Desa Langko dan Desa Tomado memiliki lahan persawahan terluas dibanding desa lainnya. Desa Tomado merupakan desa yang petaninya masih mengusahakan padi lokal kamba. Dusun Salatui yang terdapat pada Desa Tomado merupakan dusun yang setiap tahun melakukan penanaman padi lokal kamba. Kabupaten Poso wilayahnya membentang dari arah Tenggara ke Barat Daya dan melebar dari arah Barat ke Timur, dan sebagian besar berada di daratan pulau sulawesi. Kabupaten Poso terletak ditengah Sulawesi yang merupakan jalur strategis yang menghubungkan Sulawesi Utara dengan Sulawesi Tengah. Berdasarkan garis lintang dan garis bujur wilayah
Kabupaten
Poso
terletak
pada koordinat 1o06'
44,892" - 2o12' 53,172" LS dan 120o 05' 96" - 120o 52' 4,8" BT. Berdasarkan
letak
astronomisnya,
panjang
Kabupaten Poso dari ujung barat sampai
wilayah
ujung timur
diperkirakan jaraknya kurang lebih 86,2 Km. Lebarnya dari Utara ke Selatan dengan jarak kurang lebih130 Km. Dilihat dari posisinya dipermukaan bumi letak wilayah Kabupaten Poso secara
umum
terletak
di
kawasan
hutan
dan
lembah
pegunungan. Dan kawasan lainnya terletak pada pesisir pantai yang sebagian terletak di perairan Teluk Tomini dan Teluk Tolo. Secara geologis, wilayah Kabupaten Poso terletak pada deretan pegunungan lipatan, yakni Pegunungan Fennema dan Tineba di bagian barat, Pegunungan Takolekaju di bagian barat 26
daya, Pegunungan Verbeek di bagian tenggara, Pegunungan Pompangeo dan Pegunungan Lumut di bagian timur laut. Luas daratan Kabupaten Poso setelah terpisah dengan Kabupaten Tojo Una-una diperkirakan sekitar 8.712,25 Km2 atau 12,81 persen dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Bila dibandingkan dengan luas daratan kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Poso menempati urutan keempat. Saat ini Kabupaten Poso memiliki 18 kecamatan, enam kecamatan termasuk wilayah atau dataran Lore Lindu. Wilayah lore terdiri atas enam kecamatan, yakni: Kecamatan Lore Selatan, Kecamatan Lore Piore, Kecamatan Lore Timur, Kecamatan Lore Utara, Kecamatan Lore Barat dan Kecamatan Lore Tengah. Dari keenam kecamatan tersebut, hanya empat kecamatan yang masih mengusahakan padi ladang khususnya padi lokal kamba.
Wilayah ini dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan roda dua dan empat serta jalan kaki. Waktu yang ditempuh untuk mencapai Kecamatan Lore Tengah dari Palu ditempuh dengan waktu tempuh 6-7 jam dengan kondisi jalan banyak yang rusak. Sedangkan Kecamatan Lore Barat dan Selatan dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda empat selama 13 jam dengan kondisi jalan yang kurang baik (Poso Dalam Angka, 2011). Dataran Lore berada di ketinggian 800-1.250 meter di atas permukaan laut.
Kecamatan Lore Tengah terdiri atas
Desa Bariri, Katu, Rompo, Torire, Doda dan Hanggira. Doda merupakan desa yang memiliki luas lahan sawah terluas dibanding desa yang lain dan salah satu desa yang masih pengusahaan padi lokal Kamba. Kecamatan Lore Utara terdiri atas Desa Alitupu, Watumaeta, Banyubaru, Banyusari, Dodolo, 27
dan Sedoa. Pengusahaan padi lokal kamba di kecamatan ini relatif merata dan tidak ada satupun yang belum pernah mengusahakan padi kamba. Kecamatan Lore Barat terdiri atas Desa Kageroa, Desa Kolori, Desa Lelio, Desa Lengkeka dan Desa
Tomehipi.
Desa
Kolori
merupakan
desa
yang
mengusahakan padi lokal kamba terluas dibanding desa lainnya. Demikian pula, Kecamatan Lore Selatan memiliki Desa Bakekau, Desa Bewa, Desa Bomba, Desa Badangkaya dan Desa Bulili. Desa Bulili merupakan desa yang mengusahakan padi kamba relatif luas dibanding desa lain.
Hasil Eksplorasi Varietas Kamba Keberadaan plasma nutfah di daerah kajian merupakan kekayaan bagi daerah tersebut, namun plasma nutfah yang seharusnya merupakan kekayaan yang sangat tinggi nilainya ternyata belum disadari keberadaanya dibeberapa daerah (Tohari, 2005).
Eksplorasi merupakan pelacakan atau
penjelajahan dalam plasma nutfah tanaman dimaksudkan sebagai kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan meniliti jenis
tanaman
tertentu
kepunahan (Jusuf, 2005).
untuk
mengamankannya
dari
Menurut Hanarida, dkk (2005)
eksplorasi juga dilakukan untuk menjaring kultivar-kultivar, bahan-bahan genetik tanaman berupa genotip-genotip, klonklon tanaman dari alam seperti pertanaman yang ada pada lahan petani, jenis-jenis liar yang tidak dibudidayakan, koleksi perseorangan atau koleksi laboratotium yang akan dijadikan bahan untuk merakit varietas baru unggul. Untuk membentuk varietas unggul diperlukan antara lain varietas lokal maupun kerabat liarnya sebagai tetua. Varietas lokal berperan penting sebagai tetua yang adaptif pada
lokasi spesifik, sedangkan 28
kerabat liar dan varietas introduksi dapat digunakan sebagai tetua ketahanan terhadap hama dan penyakit (Rais, 2004) Hasil informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, petani dan penyuluh pertanian di Kecamatan Lore Barat dan Lore Selatan di Kabupaten Poso menunjukkan bahwa varietas padi lokal Kamba merupakan padi yang berasal dari nenek moyang dan sudah turun temurun berada di Dataran Bada’ (nama umum untuk Lore Selatan dan Lore Barat), dan berdasarkan informasi dari Kepala Desa Bulili Kecamatan Lore Selatan bahwa memang sejak dulu padi Kamba ini telah berada di Desa Bulili. Desa Bulili merupakan desa pertama yang ada di dataran Bada’, diperkirakan telah dibudidayakan sejak ratusan tahun yang lalu. Padi lokal Kamba terdiri dari 3 (tiga) jenis (berdasarkan informasi dari sumber lain), yaitu kamba pendek, kamba tinggi dan kamba merah. Namun hingga saat ini yang dibudidayakan oleh masyarakat hanya padi kamba pendek saja yang sekarang disebut Kamba, sedangkan yang lainnya telah hilang. Padi Kamba berumur lebih dari 5 bulan. Kebiasaan petani menanam dengan cara tanam pindah dengan umur pindah bervariasi antara 1,2 – 1,5 bulan bahkan ada yang sampai 2 bulan. Menurut informasi yang diperoleh jika bibit kamba ditanam sebelum umur tersebut, padi Kamba tidak akan tumbuh dengan baik dan mudah terserang hama dan penyakit. Dalam membudidayakan padi Kamba, petani tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida karena hasil yang diperoleh kurang baik dan tanaman mudah rebah. Rasa nasi dari beras Kamba yaitu pulen, aromatik dan nasinya tidak cepat basi.
Hasil yang didapatkan masih tergolong rendah yaitu
berkisar 2,5 – 3 ton/ha (dalam hitungan orang Bada’ = 300 – 29
400 kaleng; dalam 1 kaleng sekitar 7 – 8 kg).
Sebelum
adanya alat mekanisasi berupa traktor, petani di Bada’ menggunakan kerbau untuk mengolah sawah yang dikenal dengan sistim Paruja’ (Paruja’=menggunakan beberapa ekor kerbau dengan cara menggiring kerbau kesana kemari di dalam petakan sawah hingga sawah berlumpur dan siap ditanami). Di dataran Bada’, khususnya di Desa Bulili, mulai tahun ini diprogramkan untuk penanaman varietas lokal Kamba setidaknya sekali dalam setahun, hal ini dilakukan atas instruksi Bupati Poso; Beberapa varietas lokal padi yang masih dibudidayakan di dataran tersebut merupakan padi sawah, sedangkan padi ladang sudah tidak diusahakan lagi. Padi ladang yang pernah diusahakan oleh masyarakat bernama Nomade, tetapi saat ini padi ladang tersebut sudah tidak dikembangkan lagi oleh masyarakat setempat.
Beberapa varietas padi lokal yang
pernah dibudidayakan oleh masyarakat setempat adalah padi lokal Kamba, Tomanado dan Topebuni.
Varietas padi lokal
Tomanado dan Topabuni saat ini telah hilang dan tidak dibudidayakan
lagi
oleh
masyarakat
setempat.
Padahal
informasi dari petani bahwa padi lokal ini memiliki rasa paling enak dan tahan terhadap beberapa penyakit. Saat ini, hanya terdapat tiga padi lokal yang masih dibudiayakan di dataran Bada, yakni padi lokal Kamba (dua jenis) dan padi lokal karia. Ketiga jenis padi ini memiliki umur panen relatif sama yaitu berkisar 6 bulan. Untuk jenis padi lokal Kamba, satu jenis memiliki butir beras gemuk, sedangkan satunya lagi memiliki ukuran biji yang ramping.
Sedangkan
padi lokal karia memiliki biji yang sedikit lebih panjang dibanding padi lokal Kamba. Kedua varietas tersebut juga 30
memiliki rasa pulen yang relatif sama.
Beberapa penduduk
memberikan informasi bahwa kedua varietas tersebut memiliki rasa enak yang relatif sama. Namun terdapat perbedaan yang paling menonjol yaitu beras karya lebih mudah patah dibanding varietas
kamba.
Diduga
bahwa
alasan
inilah
yang
menyebabkan varietas kamba masih dibudidayakan dalam luasan yang lebih besar dibanding varietas karia. Walaupun demikian, kelebihannya adalah kedua varietas ini ditanam oleh petani di sawah tanpa pemberian saprodi, utamanya pupuk dan pestisida. Demikian pula hasil eksplorasi di wilayah Kecamatan Lore Utara dan Lore Tengah Kabupaten Poso.
Di dua
kecamatan ini, petani tetap menanam varietas padi lokal ini. Namun demikian, tidak seperti kecamatan Lore barat dan Selatan (dataran Bada), dimana di daerah ini para petani hanya menanam satu jenis padi lokal sehingga tidak ada jenis lokal yang lain. Kondisi yang berbeda terdapat di dataran Lore Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi. Di daerah ini, khususnya Desa Tomado Dusun Salutui, sebagian petaninya tetap menanam padi lokal Kamba selain padi varietas unggul lainnya. Di dataran Lindu hanya ada dua jenis padi lokal yaitu lokal Kamba dan lokal Dewi.
Karakteristik Padi Lokal Kamba Karakterisasi
merupakan
kegiatan
dalam
rangka
mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomi, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. sifat yang diamati dapat berupa karakter morfologi (bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainya), karakter agronomi (umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, 31
jumlah anakan, dan sebagainya), karakter fisiologi (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi pencoklatan, dan sebagainya), marka isoenzim, dan marka molekuler (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, 2004; Polnaya, 2008). Padi lokal Kamba masih diusahakan oleh petani karena memiliki keunggulan, baik dari rasa, kepulenan maupun fungsinya bagi tubuh. Keunggulan inilah yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi beras Kamba, sehingga harga jualnya lebih tinggi dibanding beras putih dari varietas unggul baru. Hasil karakteristik padi kamba adalah sebagai berikut: Daun
Bulu daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Warna helai daun Warna pelepah daun Warna lidah daun Warna leher daun Warna telinga daun Lebar daun Ketuaan daun Batang Sudut batang Kekuatan batang Warna nodia Warna internode Malai Tipe malai Leher malai Kesuburan malai Gabah Bulu pada gabah Warna stigma (kepala putik) Kerontokan Bulu gabah (apiculus) Warna ujung gabah
: : : : : :
Halus Halus Miring Tegak Hijau berpinggir ungu Hijau
: : : : : : : : : : : : : :
Tidak berwarna Tidak berwarna/sampai putih Tidak berwarna Sedang Lambat Tegak Kuat Hijau Kuing keemasan intermadiate sebagian tertutup fertile sebagian berbulu tidak berwarna
: :
tahan pendek
:
warna jerami 32
Warna sterillema (kelopak bunga) Warna gabah Bentuk gabah Tipe endosperm (beras) Jumlah anakan Tinggi tanaman (cm) Umur berbunga Umur panen
:
tidak berwarna
: : :
keemasan sampai coklat ramping berperut
: : : :
9-11 86 – 105 cm 3 bulan 5 bulan
Pemurnian Padi lokal Varietas Kamba. Pemurnian dilakukan dengan cara menanam benih hasil eksplorasi dari beberapa lokasi pengembangan.
Masing-
masing benih disemaikan dan dipisahkan berdasarkan lokasi pengambilannya.
Luasan pesemaian 4% dari luas tanam.
Pada umur sebulan, benih dicabut untuk selanjutnya ditanam pada
lahan
sawah
dan
dipisahkan
berdasarkan
lokasi
pengambilan. Penanaman dengan cara sistem jajar legowo 2 : 1 pada jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm.
Sedangkan
penanaman dengan alat tanam benih langsung (atabela) hanya diperagakan.
Setiap tahapan kegiatan didahului dengan
sekolah lapang. Hal ini dilakukan agar petani tahu, faham dan mau menerapkan inovasi teknologi yang diajarkan dan diperagakan pada musim tanam berikutnya. Untuk menjaga kemurniannya, maka selama masa pertumbuhannya dilakukan seleksi/rouging.
Rouging/seleksi
dilakukan pada saat fase vegetatif dan generatif.
Seleksi
dilakukan secara massa dengan seleksi positif yakni tanaman yang menunjukkan tipe simpangan (off type) akan disingkirkan, sedangkan tanaman yang menunjukkan fenotip jenis kamba dikembangkan lebih lanjut. Berkaitan dengan pemilihan jenis tanaman, untuk menghindari kesalahan pemilihan jenis kamba, 33
maka dilibatkan petani setempat yang membantu menunjukkan ciri-ciri jenis kamba dengan pertimbangan bahwa mereka pasti memahami secara jelas
jenis tanaman ini sebagai pelaku
penanaman padi lokal sejak dahulu. Pada saat akan panen, seleksi tetap dilakukan dengan melibatkan petani dalam seleksi tersebut. Hasil panen padi lokal Kamba disatukan/dibulk. Padi lokal Kamba yang telah dimurnikan tersebut akan dijadikan sumber benih dan dibagi ke kelompok tani yang akan mengembangkan pada musim berikutnya. Bila memungkinkan, penyerahan benih dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan temu lapang. Namun bila tidak, maka benih akan diserahkan kemudian
setelah
benih
telah
diproses
seed
cleaner.
Penyerahan akan dilakukan di Kantor Dinas Pertanian masingmasing kabupaten untuk selanjutnya diserahkan kepada kelompok tani yang masih mengembangkan padi jenis ini. Sedangkan untuk menghasilkan benih dasar (FS), sebagian dari benih ini masih akan ditanam dipertanaman petani yang akan dibina menjadi penangkar.
Pembinaan dilakukan oleh
instansi terkait (Dinas Pertanian Propinsi Sulawesi Tengah melalui UPTD Sertifikasi Benih, Dinas Pertanian Kabupaten Sigi dan Poso, serta BPTP Sulawesi Tengah. Pengawasan di lapangan dilakukan oleh tenaga Pengawas Benih setempat. Selain penanaman di lokasi calon penangkar, juga akan ditanam di Kebun Percobaan Sidondo yang merupakan milik BPTP Sulawesi Tengah. Hingga saat ini kondisi pertanaman masih dalam fase pematangan sehingga temu lapang direncanakan setelah panen (awal oktober 2012).
Benih yang dihasilkan akan
diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Sigi dan Poso untuk
34
selanjutnya diserahkan ke kelompok petani yang masih mengembangkan padi lokal Kamba.
B. Potensi Pengembangan Ke Depan 1. Kerangka Pengembangan Ke Depan •
Pengembangan
ke
depan
adalah
memperbanyak
hasil
pemurniaan di lokasi penangkar dan Kebun Percobaan Sidondo di Desa Sidondo III Kec. Tanambulava Kab. Sigi. •
Perlu diinformasikan bahwa saat ini sudah tersedia benih yang telah dimurnikan untuk selanjutnya akan ditangkarkan oleh petani penangkar yang akan dibina oleh BPTP Sulawesi Tengah
bersama
dengan
BPSB
Sulawesi
Tengah
dan
Pemerintah Kabupaten. Dengan adanya informasi ini, maka petani akan mengetahui dimana dapat memperoleh benih yang telah dimurnikan. •
Mengusulkan ke Pemkab masing-masing untuk menetapkan lokasi pengembangan dan memotivasi serta merangsang petani agar mau menanam padi lokal Kamba dengan harga yang lebih tinggi dari beras lainnya.
2. Strategi Pengembangan Ke Depan Rencana pengembangan ke depan berkaitan dengan padi lokal Kamba adalah pembinaan penangkar khusus padi jenis ini di masing-masing mengembangkan
kabupaten padi
lokal
agar
petani
Kamba
dapat
yang
ingin
terakomodir
ketersediaan benihnya dan berkualitas. Selain itu juga, tim peneliti akan berkoordinasi dengan Pemerintah kabupaten dalam hal penyediaan
anggaran
untuk
pelepasan
varietas
dengan
bekerjasama dengan Balai Sertifikasi Benih yang ada di provinsi dan sekaligus perbaikan genetiknya, yaitu memperpendek umur 35
produksinya dengan tetap mempertahankan sifat-sifat yang unggul lainnya (tektur, rasa, aroma, ketahanan terhadap hama/penyakit tertentu). Kegiatan perbaikan genetik akan bekerjasama dengan Balai Besar Padi Sukamandi-Jawa Barat.
36
BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program 1. Kerangka Sinergi Koordinasi •
Koordinasi dengan Dinas Pertanian masing-masing kabupaten (Sigi dan Poso) : menjelaskan tentang kegiatan, tujuan dan output yang akan dihasilkan serta strategi yang perlu dilakukan oleh masing-masing daerah kabupaten.
•
Koordinasi dengan UPTD Balai Sertifikasi Benih Pertanian tingkat provinsi Sulawesi Tengah untuk legitimasi pemurnian sebagai langkah awal pelepasan padi varietas lokal Kamba ke depan.
2. Indikator Keberhasilan Sinergi •
Diprogramkannya kegiatan pengembangan/perluasan budidaya padi lokal Kamba oleh Pemda kabupaten (Poso dan Sigi).
•
Terkawalnya kegiatan pemurnian oleh petugas pengawas benih di kabupaten untuk legitimasi.
3. Perkembangan Sinergi Koordinasi Perkembangan pelaksanaan koordinasi hingga saat ini adalah telah dilakukannya koordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten tentang kegiatan, tujuan dan output yang akan dihasilkan serta dengan UPTD Balai Sertifikasi Benih Pertanian Daerah Sulawesi Tengah tentang kegiatan pemurnian padi lokal Kamba dan langkah-langkah
yang
akan
dilakukan
dalam
rangka
pengembangan ke depan .
37
B. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil Kegiatan kajian ini akan dimulai dengan survey lokasi dan eksplorasi padi lokal Kamba di wilayah yang masih membudidayakan padi tersebut. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan karakterisasi padi lokal varietas Kamba. Metoda yang digunakan adalah survey dan wawancara. Bahan tanaman berupa benih disetiap lokasi diambil untuk ditanam pada kegiatan pemurnian. Dalam kegiatan pemurnian, dilakukan juga perbaikan teknik budidaya dengan mengenalkan inovasi teknologi budidaya padi organik dengan sistem tanam jajar legowo 2:1 dan pemanfaatan bahan organik serta biopestisida. Setiap tahapan budidaya dilakukan sekolah lapang. Tujuannya adalah agar petani mengetahui dan penerapkan komponen teknologi tersebut pada musim tanam berikutnya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi varietas lokal Kamba. Diperkirakan produksi yang dihasilkan akan mencapai 2-3 ton/ha yang keseluruhannya akan diserahkan kepada kelompok tani setempat melalui Pemerintah Daerah masing-masing pada saat temu lapang dilaksanakan. Kegiatan temu lapang akan dilaksanakan bersamaan dengan panen perdana. Peserta yang diundang adalah Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa), Instansi terkait, Balai Penyuluhan Pertanian setempat, PPL dan kelompok tani. Mekanisme pemanfaatan hasil kajian disajikan pada Gambar 1. Eksplorasi & Survey karakteristik padi varietas Kamba
Pemurnian (Seleksi/rouging + Sekolah Lapang)
Temu Lapang dan Penyerahan Padi Lokal Kamba yang murni
Gambar 1. Mekanisme Pemanfaatan Hasil Kajian Eksplorasi dan Pemurnian Varietas Padi Lokal Kamba Di Sulawesi Tengah
38
Strategi
pemanfaatan
hasil
diawali
dengan
sosialisasi
kegiatan di tingkat petani, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di lokasi pemurnian. Hal ini dilakukan agar petugas dan petani mengetahui apa tujuan dan luaran yang akan dicapai. Setiap tahapan kegiatan dilakukan melalui sekolah lapang. Sekolah lapang ditujukan untuk kelompok tani dengan harapan petani akan mengetahui komponen teknologi baru dan langkah-langkah pelaksanaannya serta menerapkan di lahan masing-masing. Selain itu juga, benih yang dihasilkan dalam kegiatan pemurnian akan diserahkan ke Pemkab masingmasing untuk diberikan ke kelompok tani pada saat temu lapang. Temu lapang dilaksanakan dengan tujuan untuk mempertemukan pengambil
kebijakan,
peneliti,
penyuluh
dan
petani
guna
menyusun strategi pengembangan padi lokal varietas Kamba. Hasil-hasil kegiatan kajian ini akan ditulis dalam bentuk publikasi ilmiah (prosiding dan jurnal) sebanyak 2-3 buah.
2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan •
Diproduksinya benih padi lokal Kamba yang murni dan sehat/ berkualitas
•
Perbaikan teknologi budidaya padi dari konvensional ke efesien oleh petani setempat
•
Tersebarnya informasi hasil kegiatan penelitian dalam bentuk publikasi ilmiah yang terbit di prosiding dan jurnal.
3. Perkembangan Pemanfaatan Hasil Perkembangan pemanfaatan hasil penelitian hingga saat ini masih pada taraf lanjutan pengamatan karakteristik tanaman dan pematangan benih yang dimurnikan.
Beberapa kegiatan yang
39
telah dilakukan bersama dengan petani dan petugas lapangan dalam bentuk sekolah lapang tentang teknologi penyiapan lahan dan
pesemaian,
penanaman
dengan
sistim
legowo
2:1,
pembuatan pupuk organik dari bahan jerami padi, rouging gulma dan tanaman tipe simpang, pengendalian hama dan penyakit serta pengamatan karakteristik tanaman. Hal ini dilakukan agar petani dan petugas lapangan mengetahui dan lebih paham tentang teknologi-tenologi yang telah disampaikan baik pada kegiatan sekolah lapang, demo, maupun pada kunjungan lapangan.
40
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Telah dilakukan beberapa tahapan kegiatan yaitu :
Eksplorasi dan survey karakteristik padi lokal Kamba telah dilaksanakan di dua kabupaten, yaitu Poso dan Sigi. Kegiatan ini dilakukan bulan Maret hingga April 2012.
Metode yang
digunakan adalah survey dan wawancara dengan tujuan untuk mengetahui penyebaran, asal-usul dan sejarah padi lokal Kamba.
Pemurnian.
Pemurnian dilakukan dengan cara menanam
benih hasil eksplorasi dari beberapa lokasi pengembangan. Sistem tanam yang digunakan adalah tanam pindah saat bibit padi berumur satu bulan di pesemaian. Penanaman dilakukan dengan system jajar legowo 2 : 1 pada jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm.
Selama padi dipertanaman dilakukan rouging
dilakukan pada fase vegetatif dan reproduktif.
Pengamatan
dilakukan untuk mengetahui karakteristik sebagai penciri padi lokal Kamba.
2. Metode Pencapaian Target Kinerja
Metode pencapain
target
kinerja
sebagian
besar
telah
dilaksanakan, yaitu eksplorasi dan survey karakterisasi padi lokal Kamba dan pemurnian di lapangan.
Hingga saat ini
kondisi padi telah memasuki fase pematangan. Diperkirakan akhir September hingga awal Oktober 2012, padi telah dipanen untuk dijadikan sumber benih petani. Rekomendasi kebijakan pengembangan ke depan dilakukan dengan mengundang
41
unsur pemerintah terkait (Dinas Pertanian propinsi, kabupaten, UPTD BPSB, lembaga penyuluhan dan kelompok tani) saat temu lapang.
3. Potensi Pengembangan Ke Depan
Rencana pengembangan padi lokal Kamba dengan pembinaan penangkar khusus padi jenis ini di masing-masing kabupaten.
Dengan adanya penangkar, diharapkan adanya ketersediaan benih
padi
lokal
Kamba
bagi
petani
yang
ingin
mengembangkannya.
Adanya rencana perbaikan genetik padi lokal Kamba.
Melakukan kajian perbaikan budidaya padi lokal Kamba untuk meningkatkan produktivitasnya.
4. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
Adanya
kerjasama
yang
baik
dengan
instansi
terkait,
khususnya Dinas Pertanian dan BPSB.
Adanya kegiatan pengembangan/perluasan budidaya padi lokal Kamba dimasa yang akan datang.
5. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
Kegiatan diawarli dengan ekplorasi dan survey karakteristik untuk mengetahui penyebaran, asal-usul dan sejarah padi lokal
Kamba serta mengumpulkan benih yang akan dimurnikan dari beberapa lokasi pengembangan. Pemurnian padi dengan cara menanam dan menyeleksi/rouging tanaman di lapangan selama masa pertumbuhannya.
Benih
hasil pemurnian akan diserahkan ke kelompok tani melalui Pemerintah Kabupaten Poso dan Sigi. Guna pengembangan ke depan.dan mengatasi kendala/hambatan pengembangan, maka 42
dilakukan temu lapang. Temu lapang dilaksanakan dengan tujuan untuk mempertemukan pengambil kebijakan, peneliti, penyuluh dan petani guna menyusun strategi pengembangan padi lokal varietas Kamba. Hasil-hasil kegiatan kajian ini akan ditulis dalam bentuk publikasi ilmiah (prosiding dan jurnal) sebanyak 2-3 buah.
B. Saran 1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Agar padi lokal Kamba lestari, maka Pemerintah Propinsi dan kabupaten
perlu
membuat
kebijakan
berkaitan
dengan
pengembangan dan memberi motivasi serta insentif bagi petani yang masih mengembangkan padi jenis ini.
2 Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Untuk meningkatkan produktivitas padi lokal Kamba diperlukan kajian
perbaikan teknologi
budidaya
dengan
memadukan
beberapa komponen teknologi spesifik lokasi di beberapa lokasi pengembangan padi jenis ini. Untuk
memperpendek
umur
produksi
padi
lokal
Kamba
diperlukan kajian rekayasa genetik.
43
LAMPIRAN (Dokumentasi Kegiatan)
Gambar 1. Kegiatan Survey dan Wawancara
44
Gambar 2. Kegiatan Pesemaian di Lapangan
45
Gambar 3. Kondisi Pertanaman Padi di Lapangan
46
Gambar 4. Pengamatan Karakteristik Tanaman bersama Petani
47