Part 1
Kisah-Kisah Para Waqfeen Yang Menggugah Keimanan1 Ekstraksi dari buku “The Devotion of Life. Its Importance and blessing” Karya Dr. Iftikhar Ahmad Ayaz, OBE
Pada bagian akhir buku ini, diceritakan beberapa kisah dari para Waqfeen yang dengan penuh keikhlasan dan kerelaan menyerahkan hidup mereka kepada Allah Ta’ala serta tetap istiqamah dalam pengabdian mereka dan terus memenuhi janji yang telah mereka buat hingga akhir hayat mereka. Sebagai ganjarannya, mereka tidak hanya memperoleh karunia yang tiada terhingga dari Allah Swt, akan tetapi generasi masa depan mereka pun telah mengumpulkan karunia-karunia tersebut dan terus melakukannya. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, Waqfeen yang paling utama adalah para nabi Allah, kemudian para khalifah mereka, para wakil-wakil. Banyak kisah-kisah yang menggugah keimana tetang mereka disebutkan dalam Al-Quran dan dalam sejarah Islam. Oleh karena itu, ini merupakan salah satu contoh, hanya beberapa kisah dari ribuan bahkan jutaan kisah-kisah pengkhidmatan, dari beberapa pengikut Hadhrat Imam Mahdi a.s Makanan yang Penuh Misteri dan Ajaib Hadhrat Maulana Ghulam Rasul Rajeki Sahib ra menceritakan: “Suatu ketika, Tuan Mian Ghulam Haider ra dan saya pergi ke Lahore untuk mengunjungi beberapa kerabat. Setelah tinggal beberapa hari, kami memutuskan untuk pulang ke kampung kami. Akan tetapi, kerabat kami, sebagai tanda cintanya kepada kami, memaksa kami agar kami tinggal bersama mereka beberapa bulan. Padahal, kami berdua sangat merasa jenuh berada di tempat itu sehingga kami tidak ingin tinggal lebih lama lagi dan meminta tuan rumah kami untuk memberikan barang-barang dan uang kami yang disimpan oleh mereka untuk keamanan. Akan tetapi, tuan rumah kami berfikir apabila mereka menolak untuk mengembalikan barang-barang dan uang itu, kami tidak akan pulang kembali ke kota kami. Maka, tuan rumah kami menolak untuk mengembalikan barang-barang dan uang kami. Hadhrat Ghulam Rasool Rajeki Sb Meskipun demikian, setelah sarapan, kami memutuskan untuk pergi dan meninggalkan Lahore dengan berjalan kaki. Kami hanya memiliki 9 paisay (mata uang India, pent). Ketika kami sampai di tepi sungai Ravi, kami membayar 2 paisay Terjemah bebas dari artikel “Faith Inspiring Events of Waqfeen” di Majalah Waqf-e-Nou “Maryam”, Vol. I, edisi Jan-Maret 2012, hal.21-25. Untuk melihat teks aslinya, silahkan buka www.alislam.org/maryam/ 1
kepada Chiraghee (sebuah hadiah kepada penjaga makam) dan kemudian menyeberangi sungai. Setelah beberapa lama berjalan, ketika kami tiba kira-kira 4 miles dari Kamonki, matahari mulai terbenam. Pada saat yang bersamaan, Mian Ghulam Haider, dikarenakan keletihan, yang disebabkan berjalan kaki dan juga disebabkan cuaca dingin, mulai terserang demam. Sebuah kampung Sikhs bernama Manes sudah cukup dekat. Kami berfikir untuk melewati malam di kampung tersebut. Akan tetapi, kami tidak dapat melakukannya dan harus tetap berjalan. Akhirnya, kira-kira jam 10 malam, kami tiba di Kampung Kamonki. Di sini kami berbaring di sebuah masjid yang sunyi untuk melewatkan malam. Masjid itu hanyalah berupa sebuah kamar dimana kasair (jerami padi) berserakan di lantai. Seorang musafir lainnya tengah tidur di salah satu pojok di masjid itu. Saya membaringkan Mian Sahib di pojok masjid yang lainnya dan menyelimuti beliau dengan kain. Kemudian, saya pergi ke pasar untuk membeli beberapa makanan untuk dimakan. Akan tetapi, semua toko telah tutup dan tidak ada seorang pun di jalan. Setelah berusaha dengan begitu susah payah, karena saya gagal untuk mendapatkan makanan untuk dimakan, akhirnya saya kembali ke masjid. Saya mendapati kondisi Mian Sahib sekarang mengalami demam yang sangat tinggi. Saya menjadi khawatir dan bertanya-tanya apakah yang harus saya lakukan jika kondisi Mian Sahib semakin memburuk sedangkan kami berada di suatu tempat yang sama sekali asing. Dengan pikiran-pikiran semacam itu, saya mencucurkan air mata. Saya kemudian bersujud, berdoa dan menangis, memohon pertolongan Allah Ta’ala. Cara Allah sungguh sangat unik. Setelah berdoa, ketika saya membuka pintu masjid untuk mencuci wajah saya, saya melihat seorang yang tak dikenal tengah berdiri di pintu dengan membawa sebuah baki yang penuh dengan roti panas yang baru saja dimasak serta Halwa di tangan yang satu dan semangkuk daging kari yang panas di tangannya yang satunya lagi. Saya heran melihat dia dan penasaran bagaimana mungkin ada seorang laki-laki berdiri di sana dengan membawa makanan pada jam 2 dini hari? Lalu, saya bertanya kepada laki-laki itu, “Siapa yang ingin anda temui?” Dia menjawab bahwa dia ingin bertemu dengan saya dan ia menyuruh saya untuk mengambil piring-piring makanan itu. Saya bertanya kepada lakilaki itu, “Dimana harus saya letakkan piring-piring itu setelah kami makan makanannya?” Laki-laki itu menyuruh saya untuk meletakkannya dimanapun di dalam masjid ini. Lalu saya masuk ke dalam masjid dan memberikan makanan kepada Mian Sahib untuk dimakan dan ini membuat beliau merasa jauh lebih baik. Beliau makan hingga merasa kenyang dan masih ada cukup makanan yang tersisa untuk orang lain. Musafir lainnya yang disamping kami, yang tengah berbaring di masjid, berkata kepada kami bahwa ia belum makan apapun. Oleh karena itu, Kami pun memberikan makanan kepadanya. Ketika dia selesai makan dan telah benarbenar kenyang, kami menaruh piring-piring itu di dalam masjid, mengunci pintu masjid dari dalam dan kemudian pergi tidur. Ketika terbangun di pagi hari, kami melihat bahwa pintu masjid masih terkunci, Musafir lainnya masih tertidur pulas, akan tetapi piring-piring itu sudah tidak ada. Sungguh benar apa yang Allah Swt sampaikan kepada Hz. Masih Mau’ud as, “Jika seluruh dunia mengabaikan kalian, maka Aku akan menolong kalian baik dari bumi ini maupun dari langit.” (Hayat-e-Qudsi, Part 1, hal. 41-43) --000--
Makanan Samawi Hadhrat Hafiz Roshan Ali ra menceritakan bahwa suatu ketika Hadhrat Maulana Nuruddin, Khalifatul Masih I ra bersabda, “Hafiz Roshan Ali memakan makanan samawi selama kuliah beliau. Beliau makan Kebab dan Parathay (roti yang disajikan dengan mentega atau Ghee) ketika beliau benar-benar sadar.” Hadhrat Mufti Muhammad Sadiq Sahib ra menceritakan bahwa setelah mendengar hal itu, beliau bertanya kepada Hadhrat Hafiz Roshan Ali Sahib ra untuk menjelaskan lebih jauh lagi tentang peristiwa itu. Beliau lalu berkata bahwa suatu ketika beliau belum makan dan selagi menunggu kuliah, waktu untuk makan malam telah lewat. Maka, kuliah pun dimulai dan tanpa mempedulikan rasa lapar, beliau mengikuti kelas dan mendengarkan pelajaran. Beliau mendengarkan suara dosen dengan sangat jelas dan benar-benar sadar akan lingkungan sekitar beliau. Tiba-tiba, suara dosen tersebut tersebut menjadi hilang dan walaupun masih tersadar, beliau tidak dapat mendengar begitu pula melihat. Pada saat yang Hadhrat Hafiz Roshan Ali bersamaan, seseorang meletakkan makanan yang baru saja dimasak di depan beliau. Makanan itu adalah parathay dan daging domba panggang. Beliau mulai memakan makanan tersebut dan begitu menikmati hidangan itu. Ketika beliau telah merasa kenyang, kondisi beliau kembali seperti semula dan beliau mulai dapat mendengar kembali suara dari sang dosen. Pada saat yang bersamaan pula, beliau merasa bahwa perut beliau sudah kenyang dan ada perasaan segar serta kepuasan yang sama dirasakan apabila seseorang telah selesai makan. Walaupun pada kenyataannya, beliau tidak meninggalkan tempat itu dan juga tidak ada seorang pun yang melihatnya makan. --000-Pertolongan Ilahi dalam Pemenuhan Kebutuhan Hadhrat Mufti Muhammad Sadiq Sahib ra menceritakan: “Ketika saya meninggalkan India untuk menuju London, sesuai dengan Passport saya, saya tidak diizinkan untuk turun di Perancis. Akan tetapi, saya memiliki keinginan yang sangat dalam untuk turun di Perancis. Jadi, saya menyampaikan hal ini kepada Kapten Kapal. Sang Kapten mengatakan kepada saya bahwa saya hanya bisa turun dari kapal jika saya memiliki sejumlah uang. Ketika saya menghitung uang yang saya miliki, saya mendapati bahwa uang saya kurang 2 pounds dari jumlah yang diminta oleh Sang Kapten jika saya ingin turun dari Kapal di Perancis. Oleh karena itu, saya berpikir untuk meminjam uang sejumlah yang saya butuhkan kepada seseorang. Akan tetapi, saya tidak mengenal siapa pun di kapal itu yang darinya saya bisa meminjam uang.
Ketika saya sudah putus asa kehilangan harapan, saya berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt. “Ya Allah, Tuhan segala Langit dan Bumi! Ya Allah, Pencipta daratan dan lautan! Engkau Maha Kuasa dan Engkau memiliki Segala Daya dan Kekuatan. Engkau tahu bahwa saat ini, aku sangat membutuhkan uang sebanyak 2 pound. Oleh karena itu, Ya Allah…tolong sediakan 2 pounds bagiku, apakah dengan cara menjatuhkan mereka dari langit ataukah melemparkannya dari laut, Engkau harus memberikannya kepadaku!” Saya sungguh meratap memohon kepada Allah Swt dengan begitu merendahkan diri. Setelah selesai berdoa, saya sangat yakin bahwa saya akan mendapatkan 2 pounds itu. Akan tetapi, saya merasa tidak dapat percaya, bagaimana mungkin saya bisa mendapatkan 2 pounds di suatu tempat yang asing ini dan diantara orang-orang yang tak dikenal?
Hadhrat Mufti Muhammad Sadiq
Pada masa itu merupakan masa Perang di Eropa. Ketika tengah berlayar, kapal tiba-tiba berhenti di suatu tempat dimana kapal itu tidak penah berhenti sebelumnya. Saya berfikir bahwa ini adalah masa perang, mungkin saja ada beberapa Ahmadi di area itu. Jadi, saya meminta kepada Kapten untuk mengizinkan saya untuk turun dari kapal dan pergi ke daratan. Akan tetapi, sang Kapten menolak dengan tegas dan mengatakan kepada saya bahwa dalam keadaan apapun saya tidak dapat turun dari kapal di tempat itu. Sang Kapten berkata, “Kita kebetulan berhenti di sini untuk menentukan keadaan laut. Kita tidak pernah berhenti di sini sebelumnya.” Sesaat kemudian, saya melihat sebuat perahu tengah mendayung ke arah kapal. Saya bertanya kepada Kapten, “Mengapa perahu itu datang menuju ke kapal, padahal tidak diizinkan untuk turun di sini?” Sang Kapten menjawab bahwa ia tidak tahu mengapa perahu itu mendekati kapal?” Ketika perahu itu sampai di dekat kapal, saya mengetahui bahwa orang yang berada di perahu itu adalah Sdr. Abdul Karim. Entah bagaimana caranya, beliau mengetahui bahwa saya tengah mengadakan perjalanan menuju Inggris dengan menaiki kapal ini pada jam dan hari yang tepat ketika kapal akan melewati daerah itu. Walaupun beliau tahu bahwa kapal tidak akan berhenti di sini, beliau tetap datang ke pantai. Ketika kapal tiba-tiba berlabuh di sana, beliau langsung mengambil perahu dan kemudian berlayar mendekati kapal. Kapten kapal membiarkannya masuk ke dalam kapal sehingga dia dapat memperoleh informasi darinya. Lalu, beliau masuk ke kapal. Saya bertemu dengan beliau dan kami berbicara tentang berbagai hal. Ketika beliau akan meninggalkan kapal, beliau menaruh 2 pound di kantong saya. Beliau berkata bahwa beliau seharusnya membawa beberapa manisan untuk saya, tetapi beliau sedikitpun tidak berfikir bahwa kapal akan berlabuh di sini dan beliau akan bertemu dengan saya. Jadi, beliau mendesak saya, “Terimalah 2 pounds ini sebagai ganti dari manisan itu!” (Lata’if-e-Sadiq, hal 65-66)
Dalam kisah ini, bukanlah jumlah uang, 2 pounds itu yang penting. Akan tetapi, hal yang paling penting adalah bagaimana menakjubkannya cara Allah Swt telah dalam memenuhi kebutuhan dari seorang hamba-Nya, yaitu dengan menciptakan suatu kondisi untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang gaib. --000-Translated by: Irfan HR