NOTA PASTORAL 2009 Orang Muda Menggugah Dunia Pengantar 01. Pada tahun 2009 Keuskupan Agung Semarang mengambil fokus pastoral melibatkan orang muda untuk pengembangan umat. Fokus ini merupakan satu rangkaian fokus pastoral yang dijabarkan dari Arah dasar Keuskupan Agung Semarang (Ardas KAS) 2006-2010. Oleh karena itu, melibatkan orang muda untuk pengembangan umat merupakan lanjutan dari pengembangan keluarga sebagai basis hidup beriman (2007), serta melibatkan anak dan remaja untuk pengembangan umat (2008). 02. Orang muda selalu menjadi penggerak perubahan. Sejarah bangsa Indonesia dari masa perjuangan sampai pada masa reformasi ditandai dengan keterlibatan orang muda. Gereja pun dibangun dan ditumbuhkan oleh orang-orang muda. St. Paulus yang tahun ini kita kenang secara istimewa adalah pribadi muda yang dengan penuh kobaran jiwa mewartakan Yesus yang wafat dan bangkit. Sekarang ini banyak kegiatan orang muda dalam kehidupan menggereja. Kegiatan-kegiatan orang muda ini ikut menggerakkan dinamika kehidupan Gereja, karena orang muda ”berada di jantung hati Gereja” (Nota Pastoral KAS 2003). Hal ini pantas disyukuri. 03. Orang muda hidup dalam dunia yang ditandai dengan arus globalisasi. Globalisasi yang yang dimotori tehnologi dan ekonomi di samping membawa kemudahan juga menawarkan pola hidup yang ditandai dengan persaingan bebas. Dalam suasana itu, mereka yang kalah akan tersingkir. Situasi seperti ini ikut menentukan gerak keterlibatan orang muda dalam Gereja dan masyarakat. 04. Nota Pastoral tahun 2009 ini disampaikan kepada seluruh umat – khususnya orang muda – sebagai ajakan untuk terlibat dalam tugas perutusan Gereja untuk mewartakan Kerajaan Allah yang memerdekakan. Nota Pastoral ini terdiri dari : I. Orang muda dan dunianya; II. Tanggung Jawab Gereja; III. Meneladan St. Paulus, Gelora Orang Muda, untuk menggugah Dunia.; IV. Melibatkan Orang Muda dalam Pengembangan Hidup beriman; dan V. Sapaan Pastoral.
I. Orang Muda dan Dunianya 05. Ada banyak cara dan ilmu untuk menemukan hakekat orang muda. Dalam konteks kehidupan sosial hakekat orang muda dapat ditelusuri dengan menengok kiprah orang muda dalam perjalanan sejarah. Berpangkal dari kiprah orang muda dalam sejarah itulah akan dirumuskan jati diri orang muda. A. Usia 06. Dari segi usia, orang muda adalah mereka yang usianya di antara 13–35 tahun dan belum menikah.1 Rentang usia yang panjang ini merupakan masa yang menentukan perkembangan manusia untuk meraih kedewasaan fisik, moral, emosional dan spiritual. B. Dunia Orang Muda a. Masa Pencarian 07. Masa muda adalah masa pembentukan jatidiri. Pada masa ini seseorang akan menegaskan identitas, kepribadian dan keunikannya. Maka tidaklah mengherankan, pada masa ini muncul aneka macam pikiran ataupun tindakan yang seringkali membuat orang lain terkaget-kaget. Proses pencarian ini akan berhenti ketika orang muda menemukan pijakan yang tepat bagi hidupnya.
1
b. Berkelompok 08. Orang muda suka berkelompok. Ada aneka macam kelompok hobi yang diikuti oleh orang-orang muda, seperti komunitas sepeda ”onthel”, komunitas pecinta binatang, dan komunitas pecinta alam. Banyak pula kelompok-kelompok rohani, olah raga, musik, teater, diskusi yang terdiri dari orang muda. Kecenderungan berkelompok ini tidak hanya terjadi dalam dalam dunia yang kasad mata, tapi juga dalam dunia maya dalam bentuk milis ataupun blogblog komunitas pertemanan. c. Masa Aktualisasi Diri 09. Masa muda adalah masa aktualisasi diri. Serupa tempat air yang sudah penuh, orang muda ingin membagikan kepada semua apa yang ia punya. Dengan gagah berani, bahkan seringkali tidak memikirkan nyawanya, orang muda melabrak ketidakberesan-ketidakberesan yang mewujud dalam kemapanan-kemapanan semu. Sebaliknya, serupa juga dengan tempat yang kosong orang muda selalu mencari pemenuhan diri. Sejarah telah membuktikan bahwa banyak tokoh tampil pada usia muda. Dalam usia mudanya mereka mampu menelorkan ide-ide gemilang dan mewujudkannya dalam tindakan yang penuh pengorbanan sampai menjadi tonggak sejarah bangsa ini. Sebagai contoh dapat disebut, Boedi Utomo dengan Sumpah Pemuda th. 1928, dan Bung Karno sang Proklamator. d. Gelisah dengan Kemapanan 10. Dalam diri para muda tersimpan segala energi untuk mengubah tatanan dunia menuju suatu idealisme demi kebaikan semua orang. Kemapanan semu menggelisahkan orang muda dan memunculkan keprihatinan yang kemudian melahirkan keterlibatan. Sejarah Indonesia mencatat nama-nama penggugat kemapanan yang tidak mencerminkan keadilan dan kebenaran, misalnya pada tahun 1998 mahasiswa turun ke jalan, berdemonstrasi menggugat kemapanan semu Orde Baru dan melahirkan Orde Reformasi. e. Inspiratif 11. Orang muda kaya dengan ide-ide segar dan inspiratif, sekalipun sering mengagetkan. Namun bila ide ini disikapi dengan arif dan ada ruang untuk mewujudkannya, ide ini akan berkembang menjadi inspirasi yang menggugah, menggerakkan dan mengubah. Ini nampak misalnya pada sosok Sutomo, (3 Oktober 1920 - 7 Oktober 1981) yang akrab dikenal dengan nama Bung Tomo. Pada tanggal 10 November 1945 Bung Tomo mengumandangkan pidato yang membakar semangat arek-arek Soeroboyo. Pidato itu amat dikenal dengan semboyannya, rawe-rawe rantas, malang-malang tuntas. Semboyan itu menggugah segala semangat dan niat para prajurit muda dan bangsa ini untuk membela kemerdekaan dari tantangan tentara Inggris. f. Spontan 12. Orang muda spontan dan tanggap terhadap situasi. Setelah tentara Amerika Serikat menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 8 Agustus 1945, para pejuang muda dan anggota tentara PETA secara spontan menangkap situasi ini sebagai peluang untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, Chaerul Saleh, Shodanco Singgih dan pemuda lainnya membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok supaya tidak terpengaruh oleh Jepang. Peristiwa ini dicatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai peristiwa Rengasdengklok yang melahirkan teks Proklamasi. Pada jaman sekarang ini spontanitas tersebut tetap terjaga dan mewujud dalam aneka macam bentuk, khususnya dalam membela masalah-masalah kemanusiaan. Ketika terjadi gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2006 serta banjir di daerah Solo dan sekitarnya pada bulan Desember 2007, banyak orang muda secara spontan menjadi relawan untuk menolong para korban.
2
g. Kokoh dalam Prinsip 13. Orang muda seringkali dipandang bersikap keras kepala. Namun secara lebih positif hal itu dapat dipandang sebagai keteguhan orang muda dalam berprinsip dan ketekunannya dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan bagi kesejahteraan semua orang. Dengan amat mudah hal ini ditemukan dalam diri pejuang-pejuang pergerakan. Para pejuang merelakan keluarga, waktu, tenaga dan seluruh pikirannya untuk perjuangan demi kesatuan dan kemerdekaan Indonesia. Sampai sekarang ini kekokohan dalam prinsip itu masih ada dalam diri orang muda. h. Dinamis dan kreatif 14. Dunia orang muda adalah dunia yang selalu bergerak. Mereka bergerak untuk menemukan tempat berlabuh yang sesuai. Maka tidak mengherankan bila seringkali pelabuhan ini tidaklah panjang waktunya, sementara, sampai ditemukan tempat berlabuh yang lebih nyaman dan menyejukkan hati. Pelabuhan itu dapat berupa kawan, organisasi, tempat kerja, pendidikan dan calon pasangan hidup. Di satu sisi dinamika ini dapat membawa mereka pada situasi ambang dan membawa kekhawatiran pada orang yang menyaksikan. Di sisi lain situasi itu memberi ruang positif pada pertumbuhan kreativitas orang muda dalam mengelola sejarah hidupnya. Bantuan yang memadai akan memampukan orang muda merangkai serpihanserpihan kreativitas itu menjadi kristal-kristal pemahaman yang membangkitan daya hidup dan menggerakkan kehidupan menuju kesejahteraan bersama. Pada saatnya mereka akan siap menjadi pemimpin kehidupan. i. Berhasrat akan Nilai-Nilai Ideal 15. Banyak orang mengatakan bahwa orang muda selalu bersikap idealis. Sikap ini sering dipandang secara negatif, karena mereka hanya berhenti pada tataran ide, tidak realistis. Namun justru idealisme inilah yang membuat orang muda berani bermimpi atau bercita-cita.Tak jarang sebuah penemuan dan pergerakan yang membawa perubahan diawali oleh mimpi. Idealisme itu janganlah dipatahkan tetapi dikembangkan sampai suatu tindakan yang membawa perubahan dalam masyarakat. . j. Saat Pembelajaran 16. Masa muda adalah masa yang paling baik untuk mendapatkan dan menyerap aneka macam pendidikan. Dalam masa inilah orang muda belajar merasakan, melihat, mengalami dan melakukan sesuatu sehingga nalar, gerak hidup dan hati mereka bertumbuh dengan baik. Semakin baik dan benar pendampingan yang diperoleh, orang muda akan bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan bijaksana. Untuk itu, perlu tersedia fasilitas pendidikan formal dan non formal yang berkualitas dan didukung oleh orang-orang yang penuh dengan dedikasi. Pendidikan yang bermutu akan memberikan ruang yang kondusif bagi orang muda untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa dan mampu menyikapi dunianya dengan bijaksana. C. Orang Muda Hidup di Era Wajah Ganda globalisasi 17. Dunia terus berubah. Perubahan ini seiring dengan perkembangan kreasi dan inovasi manusia dalam bidang tekhnologi. Tekhnologi sendiri seharusnya merupakan buah dari perpaduan akal budi yang jernih, hati nurani yang benar, kehendak yang bebas dan imajinasi yang hidup. Tekhnologi dikembangkan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan hidup manusia. Namun sayangnya, tidak semua manusia dapat menikmati capaian teknologi itu. Tidak sedikit yang justru menjadi korban dari perubahan dan perkembangan ini. Korban ini akan makin besar bila kemajuan ini hanya berorientasi pada keuntungan semata dan menyingkirkan nilai-nilai kemanusiaan. Globalisasi tekhnologi diiringi dengan globalisasi ekonomi. Perpaduan kedua hal itu sering menggoncang martabat manusia bahkan mengubah kenyataan hidup manusia. Disadari atau pun tidak disadari manusia menjadi rakus sehingga mudah mengeksploitasi sesama dan alam lingkungan demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.
3
18. Itulah sebabnya globalisasi teknologi yang dibarengi oleh globalisasi ekonomi dapat dikatakan mempunyai wajah ganda. Di satu sisi teknologi menolong hidup manusia, tetapi di sisi lain ternyata juga mengancam tata kehidupan manusia sebagai citra Allah di dunia.2 Sebagai contoh dapat disebut penemuan mesin-mesin industri. Kehadiran mesin ini amat menguntungkan tetapi juga memunculkan banyak pengangguran karena tenaga kerja manusia tidak terpakai lagi. Pantas disyukuri bahwa globalisasi dapat mengantar umat manusia dalam membangun solidaritas antarbangsa. Persoalan-persoalan kemanusiaan di suatu negara tertentu menggerakkan solidaritas masyarakat di negara lain. Berita tentang gempa di Jogja dan Klaten, misalnya, dengan segera didengar oleh bangsa lain. Didorong oleh semangat solider pada korban, mereka pun segera datang membantu. 19. Di lain sisi, di era globalisasi ini pergerakan hidup manusia menjadi semakin cepat. Kondisi itu memunculkan rasa was-was karena banyak orang yang tidak dapat mengikutinya. Mereka yang tidak mampu mengikuti gerak perkembangan itu akan tersingkir.3 Inilah yang disebut marginalisasi. Situasi ini membangkitkan ketidakadilan di segala bidang. Jurang kaya dan miskin, kuat dan lemah, berkuasa dan ditindas semakin dalam. Dunia menjadi medan bagi kultur “homo homini lupus” (manusia adalah serigala bagi sesamanya), bukan lagi medan bagi kultur “homo homini socius” (manusia adalah sahabat bagi sesamanya). 20. Dunia terbagi dalam kelompok masyarakat yang tidak adil seperti yang tampak pada model piramida pendapatan di bawah ini.4 A 3% orang yang kaya raya dan pada umumnya juga berkuasa B 17% orang kelas menengah yang hidup lebih daripada cukup dan pada umumnya juga dapat disebut relatif kaya C 40% orang hidup pas-pasan, dapat memenuhi kebutuhankebutuhan pokok mereka tetapi selalu terancam masuk kelompok miskin mutlak kalau tertimpa oleh musibah (penyakit, kecelakaan, pengangguran, dsb.) D 40% orang melarat mutlak yang tidak dapat hidup secara layak dan kecil peluangnya untuk keluar dari keadaan ini.
21. Selain memunculkan tatanan yang tidak adil, globalisasi juga menggoncang dan mengubah budaya suatu bangsa. Era global ini mempermudah perjumpaan antar budaya. 5 Masyarakat sebuah bangsa yang tidak mempunyai akar tradisi yang kuat akan dengan mudah mengalami goncangan kala bertemu dengan budaya bangsa lain dan cenderung ingin mengganti budayanya atau minimal mencontek budaya lain yang dianggap lebih maju. 22. Globalisasi berdampak pada gaya hidup manusia juga. Manusia menjadi lebih mudah berpindah. Perpindahan ini bukan sekedar perpindahan manusia, barang atau pun uang, tetapi juga gaya hidup. Gaya hidup mudah sekali berubah. Orang mudah merasa jenuh. Situasi ini mendapat dukungan dari semakin banyaknya produk-produk yang cepat usang. Produsen dengan kreatif membuat iklan mengenai barang baru. Orang mudah mengganti barang lawasnya dengan barang baru. Muncul pandangan bahwa keberadaan seseorang diakui bila selalu “up to date” atau “harga diriku ada karena aku selalu punya barang paling baru”.6 23. Pada tingkat kolektif situasi ini menciptakan suatu masyarakat dengan ciri mudah membuang (throw away society). Yang dibuang tidak hanya barang-kebendaan tetapi juga nilai-nilai, relasi-relasi, dan ikatan-ikatan tradisional seperti nilai perkawinan dan ikatan keluarga. Seseorang menjadi tidak mudah untuk membuat komitmen, terutama komitmen
4
dalam jangka yang panjang. Sementara itu, pada tataran pribadi orang cenderung berpusat pada dirinya sendiri. Orang cenderung semakin individualis dan kurang memperhatikan kepentingan orang-orang lain. Bahkan seringkali orang tidak peduli terhadap apa yang terjadi pada orang-orang di sekitarnya.
II. Panggilan Dan Tanggung Jawab Gereja 24. Situasi--situasi baru masyarakat modern yang amat sekular dan timpang sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya menjadi tantangan tersendiri bagi karya pastoral Gereja. Situasi tersebut menantang Gereja untuk hadir menjadi tanda keselamatan dan menjadi relevan dalam kehidupan7. Orang muda sebagai bagian yang terpisahkan dari Gereja dipanggil untuk terlibat secara aktif menggugah dunia dan membawanya menjadi ruang lingkup yang mewujudkan hadirnya karya penyelamatan Allah. A. Mewartakan Kabar Suka Cita 25. Dengan Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, Gereja menempatkan dirinya di tengah dunia. Apa yang terjadi dengan dunia selalu akan menyentuh Gereja. “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga.”8 Seturut dengan panggilannya sebagai murid-murid Kristus, Gereja terus menerus dipanggil untuk mewartakan kabar sukacita. Gereja dipanggil untuk mengusahakan “penyelidikan terhadap tanda-tanda zaman dan menafsirkannya dalam cahaya Injil”9 dan “bermaksud menyapa semua orang, untuk menyinari misteri manusia, dan untuk bekerja sama dalam menemukan pemecahan soal-soal yang paling penting pada zaman sekarang.”10 B. Menyikapi Masalah-masalah Sosial 26. Ajaran Sosial Gereja menegaskan tanggungjawab Gereja atas masalah-masalah sosial. Ensiklik Paus Leo XIII pada tahun 1891, Rerum Novarum, membahas kemiskinan para buruh sebagai masalah sosial dan tugas Gereja untuk menolong dalam semangat kasih.11 Pada tahun 1961 Paus Yohanes XXIII dalam ensiklik Mater et Magistra semakin tajam menempatkan Gereja di medan pergolakan sosial dalam dunia yang semakin sekular. Dikatakan dalam ensiklik itu bahwa “Tugas Gereja terutama untuk menyucikan jiwa-jiwa dan berusaha agar mereka ambil bagian dalam harta kekayaan surga. Namun Gereja juga ikut prihatin mengenai kebutuhan hidup manusia sehari-hari. Dalam hal itu, Gereja tidak hanya memprihatinkan apa yang perlu untuk hidup, Gereja juga ikut mengusahakan kesejahteraan dan kemajuan dalam berbagai bidang kebudayaan sesuai dengan tuntutan zaman.”12 27. Pernyataan ini menegaskan, bahwa dewasa ini iman harus menjadi nyata dan hidup dalam usaha-usaha sosial dan sekular. Ensiklik ini memotret kenyataan hubungan-hubungan dan interaksi sosial hidup bersama yang semakin kompleks dan menunjukkan sifat internasional perikehidupan manusia. “… Salah satu ciri utama yang agaknya cukup mencolok pada zaman sekarang yakni berkembangnya hubungan-hubungan sosial, ikatan-ikatan timbal balik, yang kian hari makin besar jumlahnya, dan yang menimbulkan banyak dan bermacammacam perserikatan dalam kehidupan maupun kegiatan para warga negara. …”13 C. Mengusahakan Perdamaian di Bumi 28. Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963) mengungkapkan, “Kemajuan akhir-akhir ini di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh cukup mendalam atas peri kehidupan manusia. Kemajuan itu mendorong umat manusia di seluruh dunia untuk menggalang kerja sama dan menjalin perserikatan satu dengan yang lain justru saat sekarang ini, yang ditandai oleh perkembangan sepesat itu dalam hal sumber daya materiil, perjalanan antar negeri, dan informasi teknis. Akibatnya ialah: pertumbuhan luar biasa hubungan-hubungan antar perorangan, antara keluarga-keluarga, dan antara perserikatan-perserikatan penengah yang
5
termasuk berbagai negara. makin besarlah ketergantungan timbal balik antar negara di bidang ekonomi. Ekonomi-ekonomi nasional tahap demi tahap menjadi begitu saling tergantung, sehingga sedang lahirlah semacam perekonomian dunia berdasarkan integrasi serentak perekonomian negara-negara. Akhirnya kemajuan sosial, tata tertib, keamanan dan perdamaian tiap negeri mau tak mau berkaitan dengan kemajuan sosial, tata tertib, keamanan, dan perdamaian tiap negeri lain.”14 Dengan demikian, Mater et Magistra dan Pacem in Terris menegaskan kembali makna iman dalam usaha nyata. 29. Hal serupa ditegaskan dalam sinode para Uskup pada tahun 1971 yang menghasilkan dokumen Iustitia in mundo. Para Uskup menyoroti jangkar hidup Gereja yang berpusat pada tanggung jawabnya di dalam dunia. “Bagi kami,” demikian dokumen itu menyebut, “keterlibatan demi keadilan dan partisipasi dalam perubahan dunia merupakan unsur konstitutif dari pewartaan kabar gembira, yaitu pengutusan Gereja untuk penebusan umat manusia dan untuk pembebasannya dari segala keadaan penindasan.”15 D. Melahirkan Komunitas Pengharapan 30. Seluruh dokumen tadi mengerucut pada simpul Gereja sebagai komunitas pengharapan. Sebagai komunitas pengharapan, Gereja diajak untuk tidak percaya begitu saja kepada ideologi-ideologi besar, entah itu komunisme atau kapitalisme, yang menawarkan jawaban terhadap masalah-masalah dunia yang kompleks. Sebagaimana diketahui komunisme telah memberikan janji-janji kosong dan kapitalisme tidak mengindahkan segi-segi kemanusiaan dan moral. Bukankah ketidakadilan terhadap bangsa manusia dan terhadap lingkungan merupakan akibat dari sistem ini?16 Selanjutnya, dengan identitas sebagai komunitas pengharapan itu, Gereja mengajak siapa saja yang berkehendak baik untuk membaharui komitmen dan mencari jalan untuk mengembangkan tindakan-tindakan kreatif, dengan mendasarkan diri pada prinsip-prinsip moral Kristiani.17 31. Dalam konteks Asia ditemukan pengalaman pergulatan Gereja sebagai bagian dari kawasan yang terpinggirkan dalam arus globalisasi tetapi terus bergerak untuk mewujudkan cita-cita Injil. Berangkat dari usaha memberi tanggapan terhadap dokumen-dokumen dari Federation of Asian Bishops’ Conferences (FABC), Thomas C. Fox menunjukkan bahwa Gereja Asia dengan pengalamannya di dalam mengolah berbagai situasi dan krisis-krisis yang diakibatkannya mampu menampilkan wajah Gereja sebagai komunitas pengharapan. Gereja Asia menjadi Gereja yang dapat hidup bersama dengan berbagai tradisi kebudayaan Asia dan dengan berbagai komunitas beragama di Asia. Selain itu Gereja Asia juga terlibat aktif mengatasi situasi miskin-marjinal yang nyaris selalu hadir di seluruh pelosok Asia. Hal ini diupayakan melalui dialog dengan tiga realitas Asia, yaitu dengan agama-agama, kebudayaan dan masyarakat miskin.18 32. Di tengah rusaknya keadaban publik bangsa, Gereja Indonesia bertekad untuk ikut serta membangun habitus baru bangsa, dengan menampilkan budaya alternatif dalam ketiga poros yang mengatur kehidupan publik, yaitu Negara, Masyarakat Pasar, dan Masyarakat Warga. Budaya alternatif itu dilakukan dengan membangun keberpihakan kepada yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir, menawarkan semangat solidaritas bagi semua orang, serta mengedepankan dialog serta budaya damai (bdk. Nota Pastoral KWI 2004, no. 18). Upaya tersebut dilakukan dengan mendorong pengembangan komunitas-komunitas basis menjadi komunitas-komunitas yang terbuka serta terlibat dalam kehidupan berbangsa dan dimotori oleh “kaum muda sebagai pemimpin dalam upaya mengembangkan keadaban publik” (SAGKI 2005, no. 10). 33. Demikianlah dalam berbagai kesulitan dan tantangan hidup zaman ini, Gereja berkomitmen mau turut bertanggung jawab terhadap situasi yang melingkupi hidupnya dan menopang terus keberlangsungan dunia yang terguncang oleh berbagai macam perkara. Gereja mau menjadi tanda keselamatan dari Allah.19 Cita-cita ini tentu saja membutuhkan usaha konkritisasi terus-menerus sebagaimana dikatakan oleh teolog Michael Amaladoss: “suatu komunitas umat Allah; komunitas kebebasan tanpa dominasi politik atau kultural;
6
komunitas yang ditandai dengan solidaritas dan semangat berbagi dalam keadilan dan kesederajadan di mana tidak akan ada lagi kemiskinan dan eksploitasi”.20 Untuk mewujudkan cita-cita ini dibutuhkan komitmen dan konsistensi dari semua anggota Gereja.
III. Meneladan St. Paulus, Gelora Orang Muda, untuk Menggugah Dunia 34. St. Paulus adalah seorang yang mempunyai komitmen yang tinggi sekaligus konsisten dalam usaha mecari dan menemukan karya penyelamatan Allah. Ia terus berusaha mencari dan menemukannya dengan mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya dengan Allah. Ketika berjumpa dengan Yesus, ia menemukan kepenuhan karya penyelamatan Allah tersebut. Perjumpaan ini semakin meneguhkan komitmen hidupnya untuk mewartakan karya penyelamatan Allah dan menggugah sekaligus mengubah dunia. A. Paulus Pribadi yang Cerdas 35. Paulus lahir di Tarsus. Kota Tarsus berada di luar Palestina. Orang Yahudi yang tinggal di sana biasa disebut Yahudi diaspora. Tarsus merupakan kota yang unggul dalam pengembangan budaya Yunani atau yang sering disebut Helenisme. Penduduk kota ini berasal dari berbagai ras dan budaya. Orang-orang yang tinggal di sana umumnya terpelajar. Paulus mendapat pendidikan dalam hukum Taurat dan agama Yahudi dari Gamaliel (lih. Kis 22:3). Jadi masa muda Paulus adalah masa untuk belajar menjadi dewasa dan beriman. 36. Paulus pun berkembang menjadi pribadi yang cerdas, setia mencari dan memperjuangkan imannya. Ia maju dalam agama Yahudi dan budaya Yunani. Ia terampil dalam menulis surat, mengajar, terlibat dalam perdebatan-perdebatan. Paulus juga selalu berkobar-kobar dalam mewartakan dan membela iman sebagai keyakinan yang benar dan mulia. Di samping cerdas dalam berpikir dan berkata-kata, ia mengerti sepenuhnya bagaimana cara mewujudkan gagasan menjadi tindakan yang efektif. Tindakan ini selalu mengarah pada pembentukan komunitas/jemaat orang beriman. B. Paulus mencari kepenuhan iman 37. Sebelum mengimani Yesus Kristus Saulus adalah seorang Yahudi tulen. Saulus berasal dari suku Benyamin, yang berarti ia adalah orang Ibrani asli. Bahkan tentang ketaatan terhadap Taurat, ia adalah orang Farisi. Militansinya ditampakkan pada pilihannya untuk menganiaya jemaat (Flp 3:4 – 6). Itulah Saulus, seorang Laskar Taurat. Di mata Saulus, kesalehan dan kesucian hidup tampak dan ditandai dengan sikap loyal kepada Agama Yahudi dan Hukum Taurat Musa. Orang akan memperoleh keselamatan kalau melaksanakan seluruh hukum Taurat dengan tepat. Saulus menganggap bahwa orang Yahudi-Kristen tidak setia pada Hukum Taurat dan ini dapat melemahkan Yudaisme dari dalam. Ia juga tidak habis pikir mengapa orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah mesias padahal Yesus sudah mati di salib. Begitu kukuh sikap Saulus sehingga hatinya berkobar-kobar untuk menangkap dan menganiaya murid-murid Tuhan. Ia meminta surat kuasa dari Imam Besar yang akan ditunjukkannya kepada majelis Yahudi di Damsyik. Dengan bekal surat kuasa dari Mahkamah Agama ia berangkat ke Damsyik bersama dengan rombongannya oleh karena getaran panggilan suci yang sama pula, yaitu menjaga kemurnian Agama Yahudi dan kesucian Kitab Taurat Musa. Saulus akan menangkap baik laki-laki maupun perempuan yang mengikuti jalan Tuhan untuk dibawa ke Yerusalem (Kis 9:1 – 2). 38. Dalam perjalanannya ke Damsjik Saulus mengalami perjumpaan dengan Yesus yang menjadi awal perubahan dalam hidupnya (Kis 9). Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit sangat mengusik dan menggoncang hati Paulus. Dalam Kis 9:9 dikatakan, ”Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum.” Ia pun mendapat kasih karunia Allah melalui Ananias utusan-Nya sehingga ia dapat melihat, bangun dan dibaptis (lih. Kis 9:18). Pengalaman perjumpaan ini mengubah hidup Paulus; dari seorang penganiaya jemaat ia menjadi pewarta Kristus sang Mesias (Kis 9:22). Ia yang semula berkiblat kepada Taurat, kini menjadikan Kristus arah hidupnya. Ia yang dahulu yakin bahwa keselamatan dapat
7
diperoleh dengan melakukan Hukum Taurat secara tepat kini ia mengalami bahwa keselamatan itu telah terpenuhi dalam diri Yesus yang wafat dan bangkit. Ia yang dulu hidup dengan berpegang pada Yudaisme, sekarang mengarahkan dirinya kepada Yesus Kristus sebagai pegangan hidupnya. Inilah pengalaman akan Allah. Paulus mengalami kasih Allah dalam diri Yesus yang wafat dan telah bangkit. Kasih Allah itu begitu besar sehingga Ia tidak menuntut balas dan menghukum Paulus yang telah menganiaya-Nya. Paulus mengalami karya penyelamatan Allah. Ia menemukan dirinya berada di tangan Allah dan menjadi sadar sepenuhnya akan penyelenggaraan ilahi dalam seluruh hidupnya. C. Paulus Rasul Penggugah Dunia 39. Bagi Paulus, pengalaman perjumpaan dengan Yesus yang bangkit menjadi pengalaman perutusan. Yesus yang dia benci dan para pengikut-Nya dia aniaya, mendatangi Paulus dengan penuh kasih.”Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat." (Kis 9:6). Yesus tidak membalas kekejaman Paulus terhadap pengikut-Nya. Ia bahkan memilih Paulus menjadi salah satu utusan-Nya. Setelah menyepi selama sekitar 7 tahun, Paulus makin terikat pada Yesus. Ia pun mengatakan bahwa ”telah ditangkap oleh Yesus Kristus” (Flp 3:12). Ia menjadi sosok yang penuh komitmen dalam mewartakan hidup yang berakar dan berdasar pada Kristus. (Bdk. Kis 9; Ef 3:17). 40. Pewartaaan Paulus mengembangkan kekristenan. Umat Kristen berkembang menjadi gerakan keagamaan baru dengan Kristus sebagai pusatnya. Agama Kristen kemudian dikenal oleh kalangan yang lebih luas hingga melintasi batas-batas geografis dan kultural. Paulus menjalankan karya kerasulannya dengan cara-cara baru yang brilian, inkulturatif, dan kontekstual (bdk. Kis 17:22-25), serta melibatkan semakin banyak orang. Hal ini mengungkapkan secara impresif sosok Paulus yang tak pernah kehabisan akal dan mengusahakan segala sesuatu sampai tapal batas paling depan (bersemangat frontier). 41. Melalui pewartaan Paulus Kekristenan menjadi semakin dinamik dan relevan dalam lapangan kehidupan manusia. Ini semua terjadi karena talenta-talenta Paulus tidak hanya tinggal menjadi potensi, tetapi sungguh diusahakan untuk menjadi aksi. Paulus menjadi sarana yang terhubung efektif dengan Allah supaya “semakin melimpahnya ucapan syukur bagi kemuliaan Allah” (2Kor 4:15) di tengah kehidupan manusia. Pewartaan iman Paulus akan kasih Allah dalam diri Yesus ini sungguh menggugah dunia. Hal ini bukan hanya berasal dari kemampuan akal budi Paulus, tetapi terutama berkat kasih karunia Allah yang ditangkap dalam keheningan batinnya.
IV. Melibatkan Orang Muda dalam Pengembangan Hidup Beriman 42. Umat Allah Keuskupan Agung Semarang bertekad untuk ikut serta membangun habitus baru bangsa. Upaya itu dilaksanakan dalam Keluarga sebagai basis hidup beriman (tahun 2007), dalam diri anak dan remaja (tahun 2008) dan dalam diri orang muda (tahun 2009) dengan melibatkan mereka untuk pengembangan umat. Agar orang muda katolik semakin berperan dalam hidup menggereja dan bermasyarakat, dibutuhkan pola-pola pelibatan dan pengembangan orang muda yang sungguh dilaksanakan dengan setia. A. Ruang lingkup Pelibatan a. Pengalaman akan Allah 43. Dasar dari perutusan dalam Gereja ialah pengalaman akan Allah yang memanggil. Sebagaimana Paulus yang mendasarkan perutusannya pada pengalaman ditangkap oleh Kristus, keterlibatan orang muda dalam kehidupan umat juga perlu didasarkan pada pengalaman akan Allah yang menyapanya melalui Yesus Kristus. Untuk itu, orang muda perlu mengembangkan perjumpaan dengan Allah, supaya semakin menghayati perutusannnya sebagai perutusan dari Allah. Pengalaman akan Allah memang dapat dicari, namun terutama ini merupakan rahmat dari Allah sendiri. Pencarian dapat dilakukan dengan mempelajari dan
8
mendalami seluruh keyakinan imannya. Sebagaimana Paulus berusaha mencari kepenuhan rahmat keselamatan Allah, orang muda perlu mengembangkan kemauan untuk belajar dan mempelajari imannya. Mempelajari iman bukanlah sesuatu yang kuno dan sok suci. Ini yang akan menjadi pondasi dasar hidup kita di dunia. Namun kita sadar bahwa tidaklah cukup mengandalkan usaha manusiawi. Pengalaman akan Allah juga merupakan rahmat. Sebagai rahmat, pengalaman itu perlu dimohon. Manusia perlu mengosongkan diri dan hadir sebagai ciptaan yang mengandalkan karya Allah supaya Allah sendiri mengisi pengalamannya. Untuk menggapai hal ini diperlukan keheningan. Keheningan bukan sekedar tidak bersuara atau diam, namun juga sampai masuk pada batinnya sendiri dan sampai pada kesatuan erat dengan Allah. Banyak hal besar lahir dalam keheningan. 44. Secara konkret pengembangan pengalaman akan Allah dapat dilakukan dengan belajar mendengarkan Sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci. Keakraban orang muda dengan Sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci akan membuat orang muda semakin mampu menyelami kehendak-Nya. Pengalaman akan Allah juga dapat dipupuk dengan doa-doa, terutama melalui liturgi, khususnya S. Ekaristi, ”puncak dan sumber pengungkapan iman Gereja” (LG 11). Melalui keikutsertaan secara aktif dalam perayaan Ekaristi yang dimahkotai dengan menyambut Kristus yang hadir dalam S. Ekaristi, orang muda dapat semakin merasakan kasih Allah yang memberikan diri bagi manusia dan mengundang manusia untuk terlibat dalam perutusan-Nya. Cinta akan Ekaristi dapat dipupuk dengan aneka devosi S. Ekaristi khususnya melalui Adorasi pada S. Maha Kudus. Dengan demikian, melalui S. Ekaristi Allah dialami sebagai Allah yang mengasihi manusia dan mengutus manusia untuk berbagi kasih dengan sesamanya. b. Diri Pribadi 45. Orang muda perlu terlibat dan akrab dengan dirinya sendiri. Keterlibatan dan keakraban ini perlu untuk mencapai karakter dan jatidirinya sebagai orang katolik sehingga mampu mengarungi dunia dengan mandiri dan bertanggungjawab. Hal ini menjadi mendesak kala kita sadari bahwa dunia mengeliligi orang muda dengan tawaran-tawaran yang berebut untuk menarik orang muda menjadi “penganut”nya. Kenyataan ini seringkali membuat orang muda ada dalam situasi ambang, bahkan tidak jarang mengalami kesepian dan mencoba melarikan diri pada hal-hal yang negatif. 46. Pertama-tama keterlibatan dan keakraban itu dijalankan dengan masuk di dalam dirinya dan meyakini bahwa hidupnya adalah anugerah Allah. Keyakinan tersebut akan menggerakkan setiap pribadi untuk menanggapi anugerah Allah itu dalam ungkapan maupun perwujudan imannya. Karenanya seseorang dapat bersyukur sekaligus menghargai hidupnya dan berusaha untuk menjaga kehidupan. Orang muda perlu mensyukuri aneka keistimewaan dan talenta yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Keberanian untuk menemukan keistimewaan hidupnya merupakan bekal dasar untuk melangkah.Talenta dan keistimewaan ini perlu ditumbuhkembangkan dengan keberanian untuk bereksplorasi, membangun kreasi dan refleksi supaya semakin terampil dalam mengarungi dunia. Maka di sini orang muda diundang untuk belajar dan belajar agar mencapai sesuatu yang lebih dalam kerangka karya penyelamatan Allah. Orang muda juga diundang untuk berani mengakui kekurangan-kekurangan yang ada dalam dirinya. Pengakuan ini akan membantu dirinya untuk terbuka pada rahmat Allah yang menyempurnakan, pada bantuan orang lain serta mendorongnya untuk terus berusaha mengatasi kekurangan yang ada. 47. Keterlibatan pada pribadi ini dapat dilakukan setiap saat dalam keseharian orang muda. Baik kalau setiap hari orang muda dapat menyediakan waktu hening barang 15-30 menit untuk mengendapkan dan merefleksikan seluruh perjalanan selama sehari. c. Keluarga 48. Keluarga merupakan basis untuk mengembangkan hidup beriman dan keterlibatan hidup beriman orang muda. Keluarga dibangun atas dasar iman akan Allah yang menghendaki
9
hadirnya persekutuan cinta antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan. Karena itu keluarga menjadi media dasar untuk mengembangkan iman dan cinta. Setiap pribadi perlu merasakan cinta dalam keluarga sekaligus menjaga cinta itu tetap hidup dalam keluarga. Dengan demikian imannya kepada Allah sang sumber cinta akan diteguhkan. Cinta mengandaikan kerelaan untuk berbagi bahkan berkorban. Cinta selalu mempunyai dimensi sosial. Seseorang yang hidup dalam cinta akan mudah berbagi cinta pada yang lain. Keluarga menjadi ruang pertama bagi sosialisasi cinta seorang anak manusia. Keterlibatan dalam lingkup ini menuntut orang muda untuk selalu menghidupkan komunikasi iman dan cinta yang dialogis dan mendalam di antara anggota keluarga. Maka perlulah kiranya orang muda dan setiap anggota keluarga mempunyai waktu untuk bertemu, berbagi pengalaman dan berdoa bersama agar saling meneguhkan iman dan cinta setiap anggotanya. Kita mengubah kebiasaan, “maaf tidak ada waktu”menjadi “aku ada waktu untukmu”. d. Gereja 49. Gereja merupakan persekutuan orang beriman pada Yesus Kristus yang wafat dan bangkit. Persekutuan ini mengandaikan interaksi yang mendalam setiap orang di dalamnya. Dalam Gereja kita mewarisi iman pada Bapa, Putera dan Roh Kudus; sebagai Gereja kita menyuburkan iman. Maka tidaklah benar kalau dikatakan, “Gereja No, Yesus Yes” atau bahkan dengan salah dikatakan “Yesus Yes, Kristianitas No”. Iman akan Yesus yang wafat dan bangkit adalah iman Gereja. Tidak dapat dibayangkan mengimani Yesus yang seperti itu tanpa iman Gereja dan melepaskan diri dari kesatuan dengan Gereja. Persekutuan iman ini dibangun atas dasar warisan iman sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci dan dirumuskan dalam ajaranajaran Gereja, diungkapkan dalam aneka perayaan liturgi, serta diwujudkan melalui aneka kegiatan bersama dan keterlibatan dalam masyarakat. Setiap anggota Gereja diundang untuk ikut terlibat dan bertanggungjawab atas kehidupan Gereja dan bukan sebagai penonton yang dapat meninggalkan persekutuan bila tidak suka. Keterlibatan setiap anggota menentukan gerak dan arah kehidupan Gereja. 50. Orang muda perlu terlibat aktif dalam seluruh keprihatinan Gereja. Keterlibatan itu dapat diwujudkan dengan menjadi salah satu pengurus Gereja entah tingkat lingkungan, wilayah ataupun paroki, maupun dalam aneka macam kegiatan yang ada. Peran serta orang muda dapat pula dilaksanakan dengan menghidupkan komunitas-komunitas orang muda maupun terlibat dalam kegiatan lingkungan, wilayah maupun paroki. Kehadiran dan sumbang sih orang muda akan memberikan warna bagi gerak hidup Gereja. e. Panggilan hidup sebagai imam, bruder dan suster 51. Dalam rangka keterlibatan orang muda dalam pengembangan hidup umat, pantaslah dipertimbangkan pula panggilan hidup sebagai imam, bruder dan suster. Perkembangan umat Allah Keuskupan Agung Semarang diwarnai dengan tumbuh suburnya panggilan menjadi imam, bruder dan suster, baik yang bekerja di Keuskupan Agung Semarang maupun mereka yang bekerja di wilayah Keuskupan lain di Indonesia. Bahkan tidak sedikit imam, bruder dan suster yang berasal dari Keuskupan Agung Semarang menjalankan perutusan di luar negeri. Inilah salah satu sumbangan Keuskupan Agung Semarang bagi Gereja pada umumnya. Mereka inilah orang-orang yang tertangkap oleh Kristus dan mau membaktikan hidupnya bagi Gereja. Oleh karena itu, dalam rangka pencarian jatidiri pantaslah orang muda mempertimbangkan kemungkinan untuk menanggapi panggilan Tuhan sebagai imam, bruder dan suster dalam Gereja. f. Masyarakat 52. Orang muda hidup dalam masyarakat yang sedang berubah. Perubahan masyarakat sebagai akibat globalisasi membawa dampak positif tetapi sekaligus negatif bagi kehidupan bersama. Dalam situasi seperti ini orang muda diundang untuk aktif mengubah dan menggerakkan kehidupan masyarakat menuju tatanan dunia yang adil dan damai. Dengan demikian orang muda ikut serta dalam karya Kristus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di
10
dunia ini. Karena itu tidak dapat tidak orang muda mesti berperan serta dalam perjuangan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran serta melestarikan keutuhan ciptaan. Keterlibatan pada masyarakat ini menjadi perwujudan dari imannya. 53. Keterlibatan ini perlu dibangun sejak dini dan dalam relasi yang mendalam dengan semua pihak yang berkehendak baik. Ada banyak wadah yang membantu keterlibatan ini sejak dini, misalnya gerakan kepanduan atau pramuka, karangtaruna. Sekarang ini pun tumbuh aneka macam gerakan orang muda yang menaruh perhatian pada keadilan sosial dan kemasyarakatan. Gerakan-gerakan peduli lingkungan hidup yang saat ini berkembang pantas untuk dilibati, karena di dalam komunitas itu terkumpul orang-orang dari berbagai agama, suku dan ras. Selain itu juga gerakan lintas iman dapat menjadi salah satu alternatif yang patut untuk diikuti. 54. Pantas disyukuri bahwa banyak orang muda katolik yang peduli dengan persoalanpersoalan sosial. Kala gempa menimpa Yogyakarta dan Klaten dan banjir melanda eks karesidenan Surakarta dan Pati, ribuan orang muda terlibat sebagai relawan. Selain itu tidak sedikit pula orang muda katolik yang aktif dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan yang peduli pada dialog agama, lingkungan hidup, pembelaan hak asasi manusia, budaya dan lain-lain. B. Langkah-langkah Pelibatan a. Data orang Muda 55. Pertama-tama, perlulah diperhatikan data mengenai orang muda. Data akan sangat berguna untuk melihat seberapa besar keterlibatan orang muda dan langkah-langkah apa yang dapat dilakukan. Data tersebut dapat meliputi jumlah orang muda, minat yang sedang berkembang, siklus aktivitas mereka. Siklus aktivitas menjadi penting karena kebanyakan orang muda masih dalam masa studi. Akan sangat sulit melibatkan mereka bila mereka ada dalam masa aktif studi, apalagi bila sedang menghadapi ujian. b. Fokus Pelibatan 56. Setelah menemukan data, ditentukan fokus. Fokus akan menjadi kerangka besar bagi pelibatan orang muda. Fokus yang jelas akan memudahkan pengukuran tingkat keberhasilannya. Pemilihan fokus ini akan lebih berhasil guna bila sejak awal orang muda diajak untuk terlibat dalam proses pemilihannya. Sebagai sebuah contoh, sejak akhir tahun 2002 Komisi Kepemudaan KAS mengambil fokus pendampingan pada pembangunan karakter, pembangunan komunitas dan pembentukan spiritualitas orang muda KAS. Sekarang ini orang mudah untuk berubah, atau pun beralih dari satu hal ke hal lain. Tidak adanya fokus akan mengombang-ambingkan karya pastoral ini. Fokus yang jelas akan menjaga konsistensi karya sekaligus memudahkan penentuan metode dan aktivitas yang tepat. c. Mengatur langkah-langkah 57. Langkah-langkah merupakan kendaraan menuju tujuan yang diharapkan sekaligus menjadi perwujudan dari fokus yang telah dipilih. Langkah-langkah perlu dibuat secara terinci dengan memperhitungkan kemungkinan untuk menjangkau sebanyak mungkin orang sekaligus mampu diwujudkan oleh orang muda dan pribadi-pribadi yang terlibat. d. Menentukan metode dan aktivitas 58. Ada banyak sekali metode dan aktivitas yang dapat dimanfaatkan untuk pelibatan ini. Contohnya retret, rekoleksi, ceramah, outbound, training, workshop, pertemuan-pertemuan kelompok doa, pentas seni, teater, diskusi, sharing dll. Metode ini dipilih dan diwujudkan dalam aneka aktivitas yang sesuai dengan kapasitas dan minat orang muda.
11
e. Memberi Kesempatan 59. Kesempatan merupakan masa yang ditunggu oleh orang muda. Bila ada kesempatan orang muda akan menghasilkan sesuatu yang melebihi perkiraan. Untuk itu ada dua catatan penting. Pertama, perlunya memberi ruang pada orang muda untuk mengembangkan imaginasi (= kemampuan untuk merangkai impian dan harapan), eksplorasi (=daya untuk menjelajahi segala sesuatu yang diperlukan), kreasi (=gerak untuk memulai mencipta sesuatu yang baru atau memodifikasi hal-hal yang sudah ada) dan refleksi (=proses pembatinan seluruh aktivitas yang dilalui). Kedua, diperlukan kerelaan untuk hadir, menemani dan mendampingi tanpa memaksakan kehendak. C. Pendampingan 60. Pendampingan dan penyertaan menjadi hal yang mutlak penting. Untuk dapat mewarisi estafet pengelolaan dan pengembangan Gereja, orang muda masih membutuhkan pribadipribadi yang bersedia untuk menemani orang muda menemukan pemahaman yang baik dan penerapan yang sesuai dengan zamannya. Pendampingan yang diupayakan kiranya lebih bersifat menjadi teman dan partner dialog atau mentor bagi orang muda. Dengan demikian, orang muda dapat belajar dari anggota Gereja yang aktif dan bertanggungjawab. 61. Melalui proses pendampingan dan kesempatan untuk terlibat, orang muda dapat menimba pengetahuan yang pada gilirannya akan berguna bagi mereka dan Gereja sendiri. Demi pengembangan pemahaman mengenai seluk-beluk iman kristiani sendiri, perlulah kiranya kepada orang muda ini ditawarkan wacana-wacana, baik yang berkaitan langsung dengan iman maupun yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan, yang dapat digunakan oleh orang muda untuk berbuat lebih nyata sebagai bagian dari Gereja. 62. Prinsip utama yang perlu diperhatikan kiranya adalah kerjasama dialogis antara pihakpihak yang memiliki kepentingan, baik itu antara orang muda dengan Dewan Paroki atau yang lain. Dalam dialog tersebut, diharapkan orang muda dapat mengutarakan maksud kegiatan yang dimiliki, dan para penyandang dana pun mengetahui tujuan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan orang muda. Harapannya, muncul sebuah gerakan yang sinergis sebagai upaya estafet pengelolaan dan pengembangan Gereja itu sendiri. 63. Dalam pendampingan baik kalau dicatat apa yang pernah disepakati dalam Temu Raya Orang Muda KAS th. 2005. Dalam temu raya itu disepakati perlunya keterlibatan orang muda dalam dunia pendidikan, politik, lingkungan hidup dan perekonomian. Pertama, menciptakan kesadaran pada orang muda akan pentingnya pendidikan demi hidup dengan mengelola semua kegiatan dalam kerangka reflektif (pembatinan, pemaknaan dan mencari arti kehidupan serta bertindak secara bertanggungjawab.) Kedua, perlunya pembelajaran politik yang berkelanjutan dengan menyelenggarakan pelatihan politik. Ketiga, membangun kesadaran orang muda terhadap lingkungan hidup dengan menyelenggarakan berbagai macam pembekalan kecintaan pada lingkungan hidup. Keempat, pembentukan karakter orang muda dalam berekonomi dengan menyelenggarakan pelatihan kewirausahaan dan pembekalanpembekalan dalam bidang ekonomi. Selain itu pantas juga diperhatikan kesepakatan Pertemuan Nasional Orang Muda Katolik di Cibubur tahun 2005. Dalam pertemuan itu orang muda bersepakat untuk terlibat dalam pelestarian lingkungan, menolak korupsi dan mengembangkan pendidikan nilai.
V. Sapaan Pastoral A. Orang muda 64. Upaya Umat Allah Keuskupan Agung Semarang untuk ikut serta membangun habitus baru dalam diri orang muda dengan melibatkan mereka untuk pengembangan umat hanya akan terlaksana bila orang muda sendiri berperanserta sebagai subyek aktif. Oleh karena itu, orang muda diundang untuk berani masuk dalam kedalaman pribadi baik dalam hubungannya
12
dengan diri sendiri, sesama dan Allah, serta mengalami Allah dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini banyak keterlibatan orang muda yang pantas dipuji dalam kehidupan menggereja, entah dengan keterlibatan dalam komunitas orang muda, dalam pelayanan-pelayanan liturgis maupun pelayanan-pelayanan karitatif. Tak tertutup pula kemungkinan keterlibatan orang muda dalam pengembangan umat dengan menanggapi panggilan Tuhan sebagai imam, bruder dan suster. 65. Keterlibatan orang muda dalam pelayanan di masyarakat, entah melalui gerakangerakan sosial kemasyarakatan, gerakan-gerakan cinta lingkungan maupun dalam gerakangerakan sosial-politik pantaslah disyukuri. Namun tetap disadari bahwa perutusan Gereja untuk menghadirkan Kerajaan Allah yang memerdekakan belumlah selesai. Kaum muda diundang untuk lebih aktif dalam pengembangan komunitas-komunitas pengharapan, baik di lingkup paroki maupun di lingkup masyarakat dalam kerjasama dengan mereka yang berkehendak baik. Secara khusus pantaslah sapaan ditujukan pada orang-orang muda yang tinggal di paroki-paroki pedesaan, orang-orang muda petani, yang dengan rela hati mengembangkan kehidupan pertanian sebagai komunitas alternatif di tengah kemajuan zaman. Upaya-upaya mereka pantaslah dipuji dan didukung agar paroki-paroki pedesaan dan dunia pertanian pada umumnya tidaklah ditinggalkan orang. B. Orang Tua 66. Diharapkan para orangtua mendampingi anak-anaknya untuk mencapai jatidirinya, imannya. Orangtua perlu mendorong anak-anaknya untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan Gereja. Orangtua menjadi teladan bagi orang muda untuk menemukan hidup, merasakan cinta sekaligus bersosialisasi. Maka baik kalau orang tua berusaha sedemikian rupa menyediakan ruang dan waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, baik dari sekedar cerita-cerita pengalaman harian sampai dengan komunikasi iman. C. Rama Paroki dan Pengurus Dewan Paroki hingga wilayah dan lingkungan: 67. Para Rama Paroki dan Pengurus Dewan Paroki serta pengurus wilayah dan lingkungan diundang untuk memberi kesempatan bagi kiprah orang muda, remaja dan anak-anak. Diharapkan bahwa pengurus paroki memberi kesempatan bagi orang muda terlibat dalam aneka kegiatan. Kesempatan yang diberikan harus dilengkapi dengan kepercayaan, pendampingan dan kerjasama yang baik. Perlu juga dipikirkan dalam program kerja Dewan Paroki program kaderisasi orang muda sehingga tersedia rasul-rasul Kristus yang setia dan berani mewartakan kabar gembira Injil Tuhan. D. Pendamping Orang muda 68. Para teman muda yang terlibat dalam pendampingan orang muda diharapkan dapat menjadi ’teman seperjalanan’ dan dapat menyebut ’aku ada untuk kamu’. Semoga para pendamping dapat menemani dan menghantar orang muda menemukan iman dan jatidirinya. Mengingat dinamika orang muda perlu pula untuk mengembangkan metode-metode pendampingan orang muda yang selaras dengan kebutuhan mereka. E. Aktivis Komunitas-komunitas orang muda 69. Sekarang ini bermunculan organisasi-organisasi maupun komunitas-komunitas yang banyak diminati orang muda. Komunitas-komunitas ini diharapkan dapat saling mengembangkan asah, asih dan asuh satu sama lain. Organisasi dan komunitas yang ada dapat menjadi sarana belajar yang mengantar orang muda pada penemuan dan pengalaman akan Allah. Komunitas-komunitas orang muda diharapkan mampu berjejaring dengan komunitas-komunitas yang lain. Hal itu akan semakin menampakkan Gereja sebagai communio yang hidup. Komunitas-komunitas kaum muda dapat memanfaatkan sarana-sarana yang telah disiapkan oleh Keuskupan untuk orang muda seperti Youth Center KAS di Salam, Arena
13
Pengembangan Kaum Muda (APKM) di Jl. Kaliurang Km. 23, Camping Ground di Gua Maria Kerep, Wisma Wijaya Kusuma di Kopeng dan Pastoran Tawangmangu. F. Para pekerja media massa 70. Dunia sekarang banyak dipengaruhi oleh media massa. Tidak jarang hal yang disampaikan oleh media massa menjadi pencitraan diri orang-orang yang membaca, mendengar atau juga melihatnya. Para pekerja media masa diharapkan membantu pencitraan orang muda yang beriman dan mau memperjuangkan hidupnya, mandiri, bertanggungjawab, solider, jujur dan selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran. G. Pengelola Rumah-rumah pembinaan kaum muda 71. Keuskupan Agung Semarang menyediakan tempat, fasilitas dan fasilitator bagi orang muda. Selain itu banyak pula rumah-rumah pembinaan yang disediakan oleh tarekat-tarekat dan para awam. Para pengelola rumah-rumah pembinaan diharapkan bersedia mengembangkan materi dan metode pendampingan yang dibutuhkan selaras dengan iman kristiani dan mampu menampilkan ciri kekatolikan. H. Penyelenggara Pendidikan Katolik 72. Sekolah, Akademi dan Universitas Katolik merupakan lembaga formal yang terpanggil untuk mendidik orang muda. Dengan kekatolikan yang disandang, penyelenggara pendidikan katolik perlu untuk terus menimba dan menampilkan semangat Yesus Kristus sebagai guru utama. Maka pendidikan yang ditawarkan perlu mengantar peserta didik untuk sampai pada kematangan iman dan kedewasaan pribadi. I. Para Rama, biarawan dan biarawati 73. Orang muda sedang dalam proses pencarian jatidirinya. Mereka terbuka akan panggilan hidup sebagai imam, bruder dan suster. Kehadiran dan kepedulian para imam, biarawan dan biarawati di antara orang muda akan memberikan gambaran tentang panggilan khusus di dalam hidup mereka. Maka baik kiranya para rama, biarawan dan biarawati untuk selalu menjaga komunikasi yang mendalam dengan orang muda dengan berani hadir dan menjadi teman bagi orang-orang muda. J. Para seniman dan pengembang musik 74. Sekarang ini banyak seniman dan musikus berminat mengembangkan dan berusaha menghidupkan liturgi dan kehidupan beriman orang katolik. Para seniman dan musikus diharapkan senantiasa mengembangkan musik katolik (pengembangan khasanah lagu-lagu rohani dan liturgi) serta pelbagai bentuk kegiatan seni yang menjadi wadah kreativitas orang muda. K. Pengelola asrama dan tempat kos 75. Pengelola asrama diharapkan mengelola asrama menjadi media yang kondusif bagi pengembangan iman dan kedewasaan setiap pribadi yang tinggal di sana. Baik juga sekiranya disediakan pendampingan yang berkesinambungan. Demikian pula para pengelola tempat kos diharapkan untuk menekankan dan menjaga norma-norma masyarakat dan tentunya normanorma katolik kepada anak kosnya.
Penutup 76. Demikianlah catatan-catatan pemikiran yang dikembangkan untuk melibatkan orang muda untuk pengembangan umat. Catatan-catatan ini bukanlah pedoman baku namun merupakan bahan pembelajaran bersama. Akhirnya terima kasih pada semua pihak,
14
khususnya pada orang muda yang telah terlibat aktif dalam menggugah dunia serta mengembangkan hidup beriman. Semoga tahun ini menjadi tahun kebangkitan orang muda untuk terlibat aktif dalam menggugah dunia dan mengembangkan hidup beriman. Marilah kita berpegang pada keyakinan iman kita bahwa ”Allah yang memulai pekerjaan baik di antara kita akan menyelesaikannya” (bdk. Flp 1:6).
Daftar Pustaka: Amaladoss, Michael, (1995), Globalization and Mission” dalam Jeevadhara 25, 1995, hlm. 59. Banawiratma, JB, SJ dan Muller, J, SJ, (1993), Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan sebagai Tantangan Hidup Beriman, Yogyakarta: Kanisius. Beth Jones, Laurie, (1997), Yesus Chief Executive Officer, Jakarta: Mitra Utam. Dewan Karya Pastoral KAS, Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2006-2010. Fox, Thomas, C., (2003), Pentecost in Asia: A New Way of Being Church, Quezon City: Claretian Publications. Groenen, C, OFM, (1984), Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius. Hardawiryana, R, SJ, (Ed.). (1993), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor. Harvey, David, (1990), The Condition of Postmodernity, Oxford: Basil Blackwell. Held, David. (2000), Global Transformation, Cambridge: Polity. Hollenbach, David, (2003), The Global Face of Public Faith, Washington: Georgetown University Press. Komisi Internasional untuk Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan, (2001), Buku Pegangan bagi Promotor Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan, Yogyakarta: Kanisius. Komisi Kepemudaan KAS, (2006), Dari Temu Raya sampai SAGKI, dalam YCNews. Komisi Kepemudaan KAS,(2004), Membangun Komunitas yang Berdaya Pikat dan Berdaya Tahan, Salam, Youth Center KAS. Komisi Kepemudaan KWI, (1999), Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, Jakarta:KWI. Konferensi Wali Gereja Indonesia, (2006), Bangkit dan Bergeraklah, dalam dokumentasi Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005, Jakarta: Obor. Sam Gregg, Globalization and the Insights of Catholic Social Teaching, dalam http://www.acton.org/publicat/m_and_m/2001_spring/gregg.html Shelton, Charles M, SJ, (1988), Moralitas Kaum Muda: Bagaimana Menanamkan Tanggungjawab Kristiani, Yogyakarta: Kanisius. Sindhunata, (1983), Dilema Usaha Manusia Rasional, Jakarta: Gramedia. Sindhunata, (2003), Dilema Globalisasi, Basis 1-2, Januari-Februari. Suharyo, I, (2004), Komunitas yang Belajar Bersama dan Berharap, Basis 5-6, Mei-Juni, hlm. 52-53. Susan George,(2003), The Lugano Report: On Preserving Capitalism in the Twenty-first Century, London: Pluto. Dikutip oleh Bernhard Kieser dalam karangannya “Marginalisasi Memacu Kesadaran Umum,” dalam Basis 5-6, Mei-Juni 2004, hlm. 40 Tirimanna, Vimal, Catholic Theology in Asia: Challenges and New Developments, dalam http://www.uni-tuebingen.de/INSeCT/cd/asia-tirimanna.html
15
CATATAN 1
Komisi Kepemudaan KWI, Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, Jakarta, KWI, 1999, hlm. 4 Bdk. Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional, Jakarta: Gramedia, 1983 3 Mengenai situasi ini, misalnya kita tinjau pandangan Susan George dalam karyanya The Lugano Report. Dikutip oleh Bernhard Kieser dalam karangannya “Marginalisasi Memacu Kesadaran Umum,” dalam Basis 5-6, Mei-Juni 2004, 40 dari buku: Susan George, The Lugano Report: On Preserving Capitalism in the Twenty-first Century, London: Pluto, 2003 4 Diambil dari J.B. Banawiratma, SJ dan J. Muller, SJ, Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan sebagai Tantangan Hidup Beriman, Yogyakarta: Kanisius, 1993, hlm. 127 5 Lih. David Harvey, The Condition of Postmodernity, Oxford: Basil Blackwell, 1990, 240-259. Bandingkan keterangan dari David Harvey tersebut dengan konsepsi time-space distanciation dari Anthony Giddens dalam bukunya: The Consequences of Modernity (ibid.). Adapun konsep de-teritorialisasi dan trans-nasionalisme diungkapkan oleh Ulrich Beck yang dikutip Sindhunata dalam karangannya “Dilema Globalisasi,” dalam Basis 1-2, Januari-Februari 2003, 6 6 Bdk. ibid. 7 Lih. David Hollenbach, The Global Face of Public Faith, Washington: Georgetown University Press, 2003. Lih. pula dan bdk. David Held, Global Transformation, Cambridge: Polity, 2000, 17. 8 Gaudium et Spes art. 1 9 Gaudium et Spes art. 4 10 Gaudium et Spes art. 10 11 Sam Gregg, “Globalization and the Insights of Catholic Social Teaching,” dalam http://www.acton.org/publicat/m_and_m/2001_spring/gregg.html 12 Mater et Magistra art. 3 13 Mater et Magistra art. 59 14 Pacem in Terris art. 130 15 Iustitia in mundo art. 6 16 Lih. Komisi Internasional untuk Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan, Buku Pegangan bagi Promotor Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan, Yogyakarta: Kanisius, 2001, 29-86 17 I. Suharyo, “Komunitas yang Belajar Bersama dan Berharap,” dalam Basis 5-6, Mei-Juni, 2004, 52-53. Bdk. Nota Pastoral-Nota Pastoral dan Surat Gembala-Surat Gembala yang diterbitkan Konferensi Waligereja Indonesia beberapa tahun terakhir. 18 Thomas C. Fox, Pentecost in Asia: A New Way of Being Church, Quezon City: Claretian Publications, 2003, 202206; Bdk. Vimal Tirimanna, “Catholic Theology in Asia: Challenges and New Developments,” dalam http://www.uni-tuebingen.de/INSeCT/cd/asia-tirimanna.html 19 Bdk. Lumen Gentium art. 17 20 Michael Amaladoss, “Globalization and Mission,” dalam Jeevadhara 25, 1995, 59. 2
16