BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentunya pernah merasakan dan berada dalam keadaan sakit, baik itu sakit yang sifatnya hanya ringan-ringan saja seperti flu, batuk, pusing atau mengalami sakit yang berat seperti kanker, gagal ginjal, jantung, stroke dan sebagainya. Memang bukan pengalaman yang menyenangkan menjadi sakit, terlebih lagi jika berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Menjadi sakit berarti mengalami gangguan dalam menjalankan berbagai rutinitas kegiatan sehari-hari seseorang, seperti bersekolah, kuliah, mengantar anak sekolah dan bekerja. Terlebih lagi jika kemudian diketahui bahwa sakit yang diderita mengharuskan penderitanya untuk menjalani perawatan di rumah sakit.1 Seperti yang kita tahu saat seorang pasien – sebutan bagi orang yang dirawat di rumah sakit, menjalani perawatan di rumah sakit kebanyakan hanyalah dijadikan sebagai suatu obyek pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan yang dilakukan baik oleh para dokter, suster maupun ahli-ahli medis lainnya.2 Pasien dianggap hanya sebagai barang yang tidak mempunyai kesempatan dan hak-hak untuk mengajukan pendapat selama proses perawatan kesehatan yang dijalaninya.3 Dengan begitu sakit menjadi salah satu pengalaman hidup yang tidak menyenangkan karena membuat suasana ketidaknyamanan serta terbatasnya ruang gerak seseorang.
Menjalani perawatan di rumah sakit tentu memberikan pengalaman yang berbeda dibandingkan dengan perawatan yang dilakukan di rumah. Pengalaman ketidaknyamanan berada di rumah sakit bersama-sama dengan orang-orang baru terkadang membuat seorang pasien merasakan terasing dari kehidupan yang selama ini dijalaninya. Sehingga sedikit banyak juga berpengaruh terhadap sikap mental, psikologis, dan emosional seseorang, terlebih jika sakit yang diderita tergolong dalam sakit berat.4 Bahkan secara disadari atau tidak seringan hingga seberat apapun sakit yang diderita itu akan mengingatkan pada kematiannya sendiri.5
Manusia memang hanyalah makhluk fana yang dilahirkan ke dunia untuk menjalani hidup dengan batasan waktu tertentu. Ini tidak dapat dipungkiri telah membawa kita pada kenyataan 1 Totok S. Wiryasaputra, ‘Pendampingan Pastoral Orang Sakit’, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta, Yogyakarta, 2000, hlm. 6 2 Haije Faber, ‘Pastoral Care in the Modern Hospital’, SCM Predd Ltd, London, 1971, hlm. 22 3 Elisabeth Kubler-ross,’On Death and Dying’, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, hlm. 11 4 Totok S. Wiryasaputra, ‘Pendampingan Pastoral Orang Sakit’, Seri Pastoral 245, hlm. 6 5 M. Bons-Storm, ‘Apakah Penggembalaan Itu?’, cetakan kedua, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001, hlm. 221
1
hidup yang pasti akan dilalui oleh setiap manusia. Keberadaan manusia di dunia tidak muncul melalui keajaiban melainkan melalui suatu proses. Dimulai dengan kelahiran, mengalami pertumbuhan, hingga mencapai tahapan terakhir sebagai puncak pertumbuhan manusia yaitu suatu kematian. Kematian yang dialami seorang manusia dapat disebabkan oleh banyak hal misalnya sakit, usia tua, kecelakaan, atau dibunuh. Dan dari sekian banyak cara kematian yang dapat menimpa manusia salah satu contohnya adalah kematian yang disebabkan karena sakit yang tidak tersembuhkan atau disebut sebagai kondisi terminal illness.6 Dengan keadaan seperti ini tidak jarang seseorang mengalami berbagai macam permasalahan, mulai dari keterkejutan atas kondisi tubuhnya hingga permasalahan lain yang bersangkutan dengan kelangsungan hidupnya.
Dalam zaman yang serba modern dan tanpa batas seperti sekarang ini kematian dianggap sebagai salah satu bentuk kehilangan yang paling menyakitkan bagi hati manusia. Manusia modern menunjukkan kematian dan kondisi sekarat melalui sikap penuh kecemasan, ketakutan bahkan sikap menghindar.7 Kenyataan ini membawa pada suatu pemikiran bahwasanya manusia modern enggan untuk berbicara tentang kematian. Manusia modern sepertinya menginginkan kehidupan yang abadi tanpa harus mengalami suatu kematian. Sikap seperti inilah yang nantinya membuat seseorang kurang dapat menerima kematian sebagai bagian pertumbuhan hidupnya. Sehingga secara pribadi manusia modern kurang dapat bersentuhan dengan kematian dan kondisi sekarat dalam kehidupannya.8
Kematian sendiri juga memberikan dampak yang berbeda-beda antara satu orang dengan yang lainnya, seperti halnya keunikan dari setiap pribadi yang akan menyongsong kematian itu sendiri. Bagi pasien yang menderita sakit dalam kategori terminal illness tentu pengalaman dan permasalahan yang dirasakan berbeda dengan orang yang menderita sakit ringan atau yang sakit karena disebabkan mengalami kecelakaan. Dengan melihat keadaan ini tentu seseorang yang sedang menjelang ajalnya membutuhkan pertolongan orang lain untuk dapat menemaninya melewati hari-hari terakhirnya.9 Dan berbicara tentang kondisi terminal seseorang tentu secara langsung juga akan terkait dengan keluarganya sebab apapun kondisi kesehatan yang dialami oleh pasien maka keluarga juga berhak untuk mengetahuinya. Dan terkadang pemberitahuan 6
Totok S. Wiryasaputra, ‘Pendampingan Menjelang Ajal (Terminal Illness)’, Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia (PELKESI), Jakarta, 2007, hlm. 6 7 David Field, ‘Pendampingan Orang Menjelang Ajal’, Kanisius, Yogyakarta, 1994, hlm. 19 8 David Field, ‘Pendampingan Orang Menjelang Ajal’, hlm. 22 9 M. Bons-Storm, ‘Apakah Penggembalaan Itu?’, hlm. 240
2
prognosis terminal kepada keluarga dipandang lebih berat jika dibandingkan melakukan perawatan terhadap pasien sendiri.10 Untuk itulah pendampingan menjelang ajal begitu diperlukan terutama bagi pasien terminal, namun juga tidak menutup kemungkinan keluarga serta pihak-pihak lain yang dirasa memiliki kedekatan emosional dengan pasien.11
Pendampingan terhadap pasien terminal illness ini dilakukan tidak hanya sebatas sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama manusia yang saling menolong dan menguatkan saja antara satu dengan lainnya melainkan sebagai bentuk perwujudan pelayanan pendampingan secara holistik. Pendampingan yang mengusahakan dapat menyentuh sisi fisik, mental, sosial, dan spiritual manusia.12 Pendampingan menjelang ajal ini memang dapat dilakukan oleh siapa saja baik oleh kaum awam seperti keluarga, teman, kekasih, suami/ isteri, anak, ataupun juga oleh tenaga professional yang telah terlatih dibidangnya seperti pendeta, psikolog maupun tenaga pastoral rumah sakit. Melalui pendampingan pastoral menjelang ajal inilah nantinya seorang pasien terminal illness diharapkan dapat menghadapi serta menjalani saat-saat akhir hidupnya dengan lebih baik dan penuh penerimaan. Dan bagi keluarga serta orang-orang terdekat pasien yang akan ditinggalkan dapat menerima kenyataan kematian orang yang disayanginya.
Dalam melakukan pendampingan pastoral terhadap penderita terminal illness inilah gambaran seorang pendamping pastoral yang benar-benar memiliki kepedulian diharapkan mampu memperlihatkan eksistensinya. Tidak hanya sekedar mengunjungi dan mengajak bercakapcakap, tetapi lebih dari itu. Pendamping diharapkan mampu menciptakan suatu pelayanan pendampingan yang bersifat mempersiapkan serta membenahi kehidupan seorang pasien terminal illness agar kehidupan yang mereka alami ini nantinya dapat memberikan makna hidup yang positif baik itu bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Untuk itulah sebagai tenaga pastoral yang melakukan pelayanan dalam ruang lingkup sebuah Rumah Sakit Kristen Bethesda Yogyakarta yang melayani masyarakat umum dari berbagai lapisan dengan keberagaman agama, suku, dan status sosial tentunya tenaga pastoral dituntut mampu memberikan perhatian yang penuh kasih tanpa memandang perbedaan yang ada. Disinilah gambaran diri seorang pastoral yang benar-benar mampu membantu orang lain yang sedang berada dalam kesusahan nyata-nyata terlihat. Gambaran diri sebagai pembawa Amanat
10
David Field, ‘Pendampingan Orang Menjelang Ajal’, hlm. 128 Totok S. Wiryasaputra, ‘Pendampingan Menjelang Ajal (Terminal Illness)’, hlm. 17 12 Totok S. Wiryasaputra, ‘Pendampingan Menjelang Ajal (Terminal Illness)’, hlm. 29 11
3
Agung Allah dibumi yang siap melayani domba-dombanya harus tampak dalam pelayanannya di rumah sakit. Diperhadapkan dengan berbagai kondisi pasien yang sedang dirawat disekelilingnya inilah pendamping pastoral rumah sakit diharapkan mampu mendengarkan berbagai keluhan yang muncul selama proses pendampingan pastoral berlangsung.
Melakukan pendampingan pastoral terhadap pasien dengan kondisi terminal illness bukan hal mudah dan tidak dapat dilakukan secara asal-asalan karena tentunya berbeda dengan pendampingan pastoral yang dilakukan terhadap orang yang hanya mengalami sakit ringan. Pendampingan pastoral terhadap pasien terminal illness membutuhkan ketrampilan lebih, sebab tidak mudah untuk mempersiapkan seseorang yang telah mengetahui bahwa kematian akan segera menjemput. Pasien membutuhkan pendamping yang dapat memahami dan menerima keberadaannya secara manusiawi dengan tidak melupakan kodratnya sebagai makhluk ciptaan Allah. Karena itu menjadi pendamping tentu melalui suatu proses dan pelatihan khusus. Sehingga dalam menjalankan tugasnya diharapkan pendamping pastoral rumah sakit memiliki sikap dasar pastoral serta ketrampilan yang memadai sehingga menjadikannya seorang pendamping yang aktif, kreatif, dan efektif. Karena itu menjadi pendamping harus benar-benar dapat dijadikan sebagai tempat curahan hati bagi siapa saja yang memerlukan pertolongan. Pendamping kiranya tidak hanya mendengar namun sebisa mungkin memberikan bimbingan kepada orang-orang yang memerlukan bantuannya dengan baik dan penuh ketulusan.
2. Permasalahan Dari keprihatinan inilah maka muncul beberapa permasalahan yang tercakup dalam pertanyaan sebagai berikut : 1. Peran seperti apakah yang dapat diberikan oleh pendamping pastoral bagi pasien terminal illness ? 2. Hambatan atau kesulitan seperti apakah yang biasanya dihadapi oleh pendamping pastoral rumah sakit selama proses pendampingan pastoral terhadap pasien terminal illness ?
4
3. Judul Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penyusun mengajukan skripsi dengan judul :
PERAN PARA PENDAMPING (KONSELOR) DI DALAM MENANGANI PENDERITA TERMINAL ILLNESS DI RS BETHESDA YOGYAKARTA (PENELITIAN PSIKOLOGIS – TEOLOGIS)
4. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah : 1. Menggali peranan apa yang dapat diberikan oleh pendamping bagi pasien terminal illness dilihat dari fungsi pendampingan pastoral. 2. Menggali hambatan atau kesulitan yang seringkali dihadapi oleh pendamping pastoral di rumah sakit selama melakukan proses pendampingan pastoral terhadap pasien terminal illness.
5. Metode Penulisan Dalam rangka mendapatkan informasi yang diperlukan dalam menyusun skripsi ini, penyusun menggunakan metode penulisan deskriptif-analitis, yaitu memaparkan apa yang penyusun peroleh dari hasil studi literatur disertai dengan penelitian kepada petugas pastoral Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Dan kemudian menganalisis data-data yang ada untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai pendampingan pastoral terhadap pasien dengan kondisi terminal illness. Penyusun melakukan penelitian dengan cara melakukan wawancara. Sasaran penelitian 4 orang petugas pastoral rumah sakit dari 5 petugas pastoral yang ada. Penyusun tidak menyertakan 1 orang ini karena tergolong masih baru dalam bidang pendampingan di rumah Sakit dan masih dalam masa orientasi sebagai calon Pendeta Rumah Sakit, sehingga pengalaman dalam melakukan pendampingan terhadap pasien terminal illness dirasa masih kurang.
5
6. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini penyusun akan menjabarkan mengenai latar belakang permasalahan, permasalahan, judul, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
PENGERTIAN
TERMINAL
ILLNESS
DAN
PERMASALAHANNYA Dalam bab ini penyusun akan mencoba menjelaskan mengenai pengertian kondisi terminal illness, pengertian pendampingan, permasalahan-permasalahan pastoral yang dihadapi oleh penderita terminal illness, tahap-tahap penderita terminal illness menurut temuan Kubler-Ross, tujuan pendampingan pastoral terminal illness, dinamika pendampingan pastoral terminal illness, tahapan pendampingan pastoral, fungsi pendampingan pastoral, dan sejarah singkat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta kemudian akan diakhiri dengan kesimpulan.
BAB III
PENDAMPINGAN
PASTORAL
TERHADAP
PASIEN
TERMINAL ILLNESS Dalam bab ini akan menjabarkan analisa dari hasil penelitian yang didapatkan terhadap para petugas pastoral yang ada di Rumah Sakit Bethesda.
BAB IV
TINJAUAN TEOLOGIS Dalam bab ini berisi tentang sikap dasar, ketrampilan dasar serta peran pendamping bagi pasien terminal illness. Kemudian penyusun akan mencoba melihat kaitan teologi operatif dari masing-masing konselor atas pendampingan pastoral yang dilakukan terhadap pasien terminal illness. Sehingga diharapkan dapat menjembatani manusia yang sedang dalam kondisi menjelang ajal untuk lebih dapat memaknai hidupnya dalam hubungannya dengan sesama manusia juga terhadap Tuhannya.
6
BAB V
PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penulisan pada bab-bab sebelumnya.
7