1
Pastoral Kaum Muda Dalam Visi Karya Paroki
Visi Gereja Paroki Menurut Vatikan II Konsili Vatikan II adalah konsili pastoral. Konsili Vatikan II memberi visi baru tentang karya pastoral Gereja. Mulai dari visi tentang Gereja, yakni bahwa Gereja adalah kesatuan seluruh umat beriman kepada Kristus. Salah satu konsekuensi pastoralnya ialah bahwa Gereja mesti terbuka pada seluruh umat, siapa mereka, apa profesi serta dari mana di mana pun posisi mereka. Faham bahwa karya pastoral Gereja paroki adalah karya sakramental teritorial saja kini dinilai tidak cukup lagi. Gereja di jaman ini dipanggil untuk menjadi Gereja kategorial, bukan demi dirinya, tapi justru demi karya partoralnya. Kekuatan Gereja tidak tergantung pada kemampuan dan kemauan pastor parokinya. Hal ini, kecuali tidak sesuai dengan jaman, juga tidak sesuai dengan cita-cita Konsili Vatikan II, sebab nilai pastoralnya minus. Umat punya pengalaman hidup dan iman mereka sesuai dengan panggilan profesinya masing-masing.
Visi Gereja Paroki Menurut St. Ignatius Loyola Di jaman Ignatius, menjadi pastor paroki berarti menjadi pastor yang punya penghasilan tetap dari orang yang punya gereja dan tanah/daerahnya. Maka pelayanan seorang pastor paroki adalah pelayan sakramental di batas teritorial tertentu. Untuk itu ia mendapat bayaran dari yang empunya wilayah. Jadi sebetulnya Ignatius tidak menolak karyanya tetapi menolak penghayatan kemiskinan seorang pastor paroki. Karena salah kaprah, maka kemudian karya paroki dianggap tidak cukup bernilai. Baru akhir-akhir ini Konjen mengembalikan karya paroki pada disposisi panggilan seorang putra Ignatius.
Visi Tentang Pastor Paroki
2
Pada jaman Ignatius seorang pastor paroki adalah seorang pelayan sakramen di batas wilayah teritorial tertentu. Untuk itu ia mendapat bayaran dari penguasa atau tuan tanah yang mempunyai tanah tersebut. Hal ini berlangsung terus, praktis sampai Konsili Vatikan II. Seorang pastor paroki di jaman ini mesti menempatkan dirinya dalam visi Gereja mondial serta menyadari panggilannya berkait dengan visi karya pastoral Gereja Konsili Vatika II kita. Maka menjadi seorang pastor paroki diharapkan tidak hanya menjadi seorang pelayan sakramen, apalagi hanya tukang ekaristi. Ia bukan hanya seorang pemimpin, tetapi juga seorang manager.Tapi hendaknya ia bukan menjadi comercial manager melainkan pastoral manager. Ia sebaiknya juga menguasai managemen integral sehingga mampu memanage permasalahan pastoral: vertikal maupun horisontal. Gereja Paroki Alternatif Berdasarkan gagasan-gagasan tersebut di atas maka ada beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan sbb.: Pelayanan pastoral teritorial sebenarnya berasal dari tradisi pastor seumur hidup ditambah dan didukung jaman agraris yang menuntut teritorial sebagai basis hidup seseorang. Dulu matapencaharian seseorang bersumber pada tanah. Rejeki hidupnya ada di tanah, makin luas tanah, makin baik. Kini jaman sudah berubah. Matapencaharian orang tidak lagi berbasis pada tanah, melainkan pada apa pun yang memberi rejeki hidup. Masyarakatnya bukan agraris lagi, melainkan modernis. Paroki mesti keluar dari pelayanan sakramental teritorial belaka, ke arah pelayanan pastoral personal/kategorial. Ini tidak berarti bahwa kita mesti meninggalkan pelayanan pastoral teritorial, melainkan menambahkan pelayanan pastoral plus. Setidaknya orientasi karya pastoral paroki hendaknya jangan direncanakan semata-mata hanya berdasarkan pada ajaran dogma yang ada, melainkan juga dan lebih-lebih berdasarkan kenyataan hidup dan karya umat yang ada. Kalau tujuannya adalah keselamatan jiwa-jiwa, maka yang mesti menjadi pertimbangan utama adalah jiwa-jiwa umat. Sama sekali bukan melulu berdasarkan aturan atau kebiasaan yang yang ada, yang seringkali terikat
3
pada jamannya. Paroki di pusat kota berbeda dengan yang berada di pinggiran. Paroki di desa berbeda dengan paroki di pinggir pantai dll. Paroki tua, dengan umat yang sudah sepuh-sepuh juga berbeda dengan paroki di kompleks perumahaan. Karenanya tidak mungkin dan tidak perlu dibuat peraturan yang sama, atau seragam yang berlaku pada semua paroki di seluruh wilayah keuskupan. Maka menangani karya pastoral paroki senantiasa memerlukan ketrampilan managerial. Melihat umat yang ada. Menemukan potensi yang ada dan mengembangkan semaksimal mungkin. Menemukan kebutuhan yang real dan kebutuhan ideal sebagai umat Allah. Memperhitungkan kekuatan dan kelemahan yang ada. Setelah semuanya itu, merencanakan sesuatu berdasarkan perhitungan tersebut. Meskipun demikian, harus diakui bahwa dari jaman dulu sampai kini selalu ada yang tetap. Yakni tempat untuk karya Allah melalui Roh Kudus yang hadir di dalam Gereja melalui seluruh umat. Tanggungjawab Gereja pada Orang muda Siapa Orang Muda Sebagian besar umat kita adalah orang-orang muda. Mereka adalah orangorang yang karena usianya belum punya tempat untuk kiprah di dalam Gereja. Pada umumnya hal ini dianggap sebagai sesuatu yang biasa, lumrah saja, tanpa perlu diambil tindakan apa pun. Di lain pihak meskipun, orang-orang tua yang jumlahnya lebih sedikit, namun merekalah yang sering memegang wewenang di dalam Gereja kita. Akibatnya orang muda sering hanya menjadi obyek pelayanan Gereja dan bukan subyek pelayanan. Sejujurnya memang harus diakui bahwa di samping segala kelebihan yang belum tergali pada diri orang muda, ada segudang permasalahan yang siap menghadang. Masalah-masalah psikologis seputar identitas diri maupun masalah sosio-antropologis sebagai anggota masyarakat moderen dewasa ini. Demikian sehingga umumnya orang muda belum atau malah tidak sanggup menentukan dirinya sendiri. Ketidaksanggupan ini bukan karena mereka bodoh (defect) melainkan karena mereka tidak berdaya (powerless) di tengah kuasa-kuasa dunia (kaum dewasa) di sekelilingnya. Mereka tidak bersalah,
4
namun sering dipersalahkan. Mereka adalah korban sistem masyarakat dunia dewasa ini, namun sering dituding sebagai virus pengganggu. Akibatnya mereka ini bingung bahkan tidak jarang menjadi linglung. Bingung dengan dirinya sendiri. Bingung dengan orang-orang dewasa yang juga bingung di tengah kemajuan jaman ini. Tiada teladan tiada jalan bagi orang-orang muda tersebut. Karena itu tidak mengherankan kalau berkarya untuk, berkarya bersama dan demi orang muda janjinya bukan prestasi melainkan frustrasi.
Mengapa Orang Muda Kecuali sisi gelap seperti di atas, orang muda juga punya sisi terang. Sebagai orang muda, mereka kalah pengalaman dengan mereka yang tua. Namun justru karena kekurangan inilah orang muda siap untuk berbuat apa saja demi memperoleh pengalaman yang didewa-dewakan oleh orang tua. Dalam masa pencarian inilah seringkali orang muda salah langkah, salah pilih, karena salah nilai. Karena itu orang muda memanggil kita, orang tua untuk mendampingi mereka. Mendampingi mereka dalam pengenalan nilai-nilai, dalam memilih, apalagi dalam memperjuangkan nilai-nilai hidup manusia maupun nilai kristiani. Kalau tidak, orang muda yang amat reseptif atas aneka nilai ini dan hidup di tengah budaya permisif ini, bisa jadi justru akan makin bingung. Dan celakanya, mereka sendiri tidak mungkin menolong dirinya sendiri. Kita, orang tualah yang diundang untuk membantu orang muda tersebut. Sisi terang orang muda lainnya ialah bahwa orang-orang muda kita menyimpan kekuatan besar dalam dan diri dan jiwa mereka. Tenaga orang muda luar biasa, semangat orang muda ini besar, belum lagi didukung oleh cita-cita luhur mereka. Semuanya itu andai saja dapat diintegrasikan pasti dapat menjadi sumber rahmat bagi Gereja dan masyarakat pada umumnya. Seumpama harta, orang muda adalah harta tak ternilai bagi Gereja. Namun, memang punya harta saja belum cukup, sebab masih memerlukan kemampuan untuk menggunakan apalagi mengembangkannya.
Permasalahan Orang Muda
Identitas diri
Masalah laten yang selalu menyertai orang muda adalah identitas diri. Tanpa ini orang muda tidak pernah akan tumbuh. Dalam hal ini yang dibutuhkan
5
adalah pendampingan orang yang sudah melewati dan mengatasi permasalahan ini. Tahun 1992 Keuskupan Agung Jakarta membuat suatu penelitian dengan hasil akhir sebagai berikut. Ada tiga masalah utama yang mencekam orang muda: Orang muda yang ber umur 13-17 tahun, masalah terbesarnya adalah soal identitas diri. Sedang yang berumus 17-25 umumnya menghadapi permasalahan menentukan karier. Dan mereka yang berumur 25 th. plus umumnya bergulat dengan masalah perjodohan.
Aktualisasi diri
Kecuali kebutuhan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, orang memerlukan kemudahan dan pendampingan dalam mengaktualisasikan dirinya. Secara sederhana orang muda butuh waktu dan tempat serta teman untuk dapat mengaktualisasikan diri secara maksimal. Orang dewasa sebetulnya lebih dibutuhkan kehadiran dan keberadaannya lebih sebagai teman daripada sebagai penasihat.
Pendampingan
Pendampingan diperlukan orang muda bukan pertama karena pendamping lebih ahli daripada yang didampingi melainkan karena wibawa dan otorita yang dimilikinya. Dari pendamping sebetulnya tidak dituntut suatu ilmu atau keahlian. Kalau pengalaman pendamping dibutuhkan pun tidak secara langsung diperlukan, sebab itu semua dapat mereka temukan sendiri. Sedangkan otorita atau wewenang hanya dapat dimiliki oleh pendamping. Seperti kita tumbuh dan berkembang bersam orang lain, maka bila pendamping ada, maka pertumbuhan orang dapat lebih pesat karena orang muda punya kebanggaan lebih. Orang muda mendapat nilai tentang dirinya justru dengan aktualisasi dirinya. Tradisi Pendampingan Kaum Muda: Sayang bahwa selama ini dunia pendampingan sudah terlanjur salah kaprah. Kesalahan ini berawal dari kekeliruan konsep pendidikan. Yakni pendidikan yang berorientasi pada hasil, daripada pada proses. Pendidikan yang mengutamakan pemberian isi, dan kurang memberikan perhatian pada pembangunan suasana demi kelancaran proses. Seperti seekor benih ikan yang
6
bermutu, bila hidup di air yang keruh, apalagi terpolusi, pasti tidak bisa tumbuh dengan baik. “Lebih baik benih ikan yang kurang bermutu, namun air tempat hidupnya sehat, lalu ikat tersebut akan berkembang maksimal” demikian kata Mgr. Leo SJ. Banyak pendamping dan pendampingan yang lebih menekankan isi daripada suasananya. Akibatnya menimbulkan frustrasi di kedua belah pihak: pendamping dan orang yang didampinginya. Pertumbuhan itu proses bukan tumpukan konsep atau ide. Pendidikan itu butuh waktu dan tempat dan lebih dari itu butuh hati orang-orang lain di sekitarnya. Orang muda juga bukan tempat untuk menampung segala ide dan pengalaman. Orang muda mencoba segala ilmu dan nasihat. Orang muda tidak butuh nasihat, sebab masalahnya bukan terletak pada kurangnya pengetahuan, melainkan kurangnya kesempatan dan tempat untuk mengaktualisasikan dirinya. Dengan itu orang muda akan punya pengalaman. Dalam pengolahan pengalaman itulah orang muda memerlukan orang lian yang siap menjadi teman. Di Gereja Paroki, Apa yang Dapat Kita Buat Bersama Orang Muda? Orang muda dalah sumber kekuatan dan kehidupan serta pembaharuan Gereja. Bila Gereja tidak pandai-pandai menangkap dan memanfaatkan kekuatan orang muda, dengan cepat Gereja akan mengalami kehancuran. Minimal, tanpa orang muda, Gereja hanya akan mengalami kemandegan mungkin malah kemunduran. Dan kalau ini terjadi orang dewasa akan kehabisan tenaga dan energi dan akan sia-sia. Untuk apa segala keberhasilan orang dewasa kalau orang muda lari ke luar Gereja. Secara teoritis dapat dirumuskan demikian: Di Gereja paroki kita mesti mengembangkan karya pastoral orang muda berdasarkan realita orang muda yang ada:
Siapa orang muda yang defakto ada dan datang ke Gereja paroki kita? Bagaimana umumnya tingkat pendidikan dan kemampuan mereka: SMU, mahasiswa, karyawan? Bagaimana suasana pada umumnya: pergaulan antar mereka, keakrapan antar mereka, mutu pembicaraan mereka dll.
Bila kita belajar dari Ignatius, maka kita mesti mencari pintu masuk ke mereka, agar kita dapat membawa ke mana kita inginkan. Dan itu semua akan
7
kita temukan bila kita mengenal mereka dan punya kemauan untuk mencari bersama Dia dalam melayani orang-orang muda tersebut. Untuk itu kita mesti menyediakan waktu dan memperkuat kemauan dan bertekun dalam menghadapi aneka kemungkinan. Termasuk dan lebih-lebih rasa frustrasi dalam setiap usaha pendekatan tersebut. Barang kali semacam usaha untuk memberi tempat kesempatan dan kepercayaan, formal maupun informal, perlu terus menerus diusahakan. Dalam hal ini kita perlu pandaipandai menciptakan kesempatan kepada orang muda untuk bertemu, saling mengenal, saling mendukung. Di Kotabaru Yogya, Konkretnya apa? Mengenali nama mereka satu demi satu (habis ekaristi, pagi, minggu), mendengarkan siapa, mengapa ke gereja dll? Mengakui keberadaan mereka: included, bukan ekskluded … di dalam gereja dengan mengajak mereka ini terlibat dalam aneka kehidupan dan kegiatan Gereja. Menyediakan suasana, kemudahan untuk mengakui keberadaannya: dengan pengenalan antara orang muda, waktu ekaristi, sesudah ekaristi atau membuat acara bersama khusus utk mereka Mendengarkan: persoalan real dan konkret mereka: ulangan, ujian, pacaran, beda agama, dll Mengajak membawa persoalan tersebut dalam perayaan ekaristi. Mendampingi: hadir di antara dan bersama acara mereka, hadir dan nunggui kala weekend, MNS (mahasiswa menulis skripsi) Menantang orang muda dengan tahap-demi tahap memberi mereka tanggungjawab: menyerahkan kepada mereka untuk membuat acara-acara untuk orang muda: Paska orang muda, welcome party, kemah remaja, 17
agustus, 10 nopember, (operet Natal)
Memberi kebebasan demi tanggungjawab: ide dasar kita yang mikir, pengembangan dan pelaksanaannya mereka sendir, tetap didampingi: meminta mereka menjadi team pelaksanaan acara parokial. Mempercayai… sambil tetap mendampingi: mengenalkan prinsip-prinsip dasar: asal bisa mempertanggungjawabkan, silakan! Melibatkan mereka di kancah yang lebih luas, di luar diri mereka: anggota dewan, melaksanakan acara umat; mengusahakan agar Orang-orang muda dapat aktif di lektor, di Dewan Paroki dll.
8
Membangun Gereja orang muda sesuai dengan kenyataan mereka.
Itu semua ternyata di Kotabaru lebih mudah terbangun lewat peryaan ekaristi harian di pagi hari. Umat, khususnya yang muda, pelan-pelan telah membentuk komunitas tersendiri. Mereka saling mendukung satu sama lain. Mereka ini pula yang menjadi motor penggerak kehidupan dan kegiatan orang muda di Kotabaru sekarang ini. Ikatan formal yang tampak adalah kelompok koor harian. Kotabaru, 11 Oktober 1997
Widada, SJ
9
Bukan mingguan, tapi harian,
Tanggapan atas kebutuhan Gambaran umat di paroki tempatku berkarya, adalah sbb. Jumlah umat tidak pernah jelas berapa. Tetapi dari penelitian th 1992, ditemukan bahwa 65% umat yang ke Gereja di hari minggu berasal dari luar wilaya teritorial Kotabaru. Sebagaimana paroki pada umumnya, seluruh program kegiatan paroki didasarkan pada gambaran Gereja paroki teritorial. Ini berarti seluruh umat lingkungan teritorial Kotabaru dipaksa atau memaksa diri untuk sanggup melayani kebutuhan umat yang 65% berasal dari luar lingkungan. Kalau berhasil umat lingkungan merasa bangga, dapat melayani umat yang datang alias tamu. Kalau tidak berhasil umat tidak merasa perlu untuk mencari alternatif lainnya.
Positifnya:
Umat lingkungan terpacu untuk semaksimal mungkin mengusahakan (liturgis) pada para „tamu‟. Umat lingkungan dapat terlibat, meskipun ala kadarnya. Umat luar lingkungan hanya tinggal menikmati pelayanan (liturgis). Kalau puas senang, (mungkin kolektenya tambah) kalau kecewa, mereka hanya bisa ngedumel tanpa bisa berbua apapun.
Negatifnya:
Umat lingkungan merasa terbebani melebihi kemampuan yang real. Pada waktunya kekurangan ini menjadi membesar, dan orang tidak meras perlu campur tangan, seakan itu hal yang boleh ditolerir. Umat lingkungan merasa berhak mendapat imbalan atas jerih payahnya. Termasuk di dalamnya adalah soal uang, atau bantuan material. Kesediaan untuk melayani orang lain, di luar lingkungan menjadi minim sekali. Umat luar, mayoritas umat, tidak peduli pada apa yang terjadi di gereja paroki. Kalau perlu bayar dan menuntut pelayanan maksimal karenanya.
10
Umat luar tidak dapat terlibat, akibatnya kepedulian, keterlibatan umat menjadi minimalis pada Gereja, atau umat pada umumnya. Semangan melayani kurang, sebab diganti dilayani. Pada gilirannya seluruh umat akan menjadi apatis, tidak tergerak untuk terlibat, dan bahagia dapat menyumbang sesuatu pada Gereja yang ada. Umat menjadi mapan, tertutup pada ide dan gagasan baru, malah merasa terancam karenanya. Cara dan metode pelayanannya tidak berkembang, sesuai dengan perkembangan jaman. Kebutuhan batin setiap orang tidak tertanggapi dengan baik, sebab orientasinya pada sebagian kecil umat. Demikian sehingga dewan yang ada merasa bertanggung jawab dan berjuang mati-matian untuk mengatur dan menjalankan gereja. Kalau berhasil menjadi sombong, dan kalau gagal menjadi frustrasi.Berhasil gagalnya kegiatan diukur jadi atau tidak dilaksanakan suatu kegiatan yang telah direncanakan, bukan bermanfaat atau tidak bagi umat. Karya Roh Kudus seakan tidak ada tempat lagi Bahkan uang lebih menentukan kegiatan, lebih daripada Roh Kudus. Apa yang saya kerjakan tidak lain dan tidak bukan cuma melirik potensi umat yang 65% tersebut. Saya mulai dan mengajak memberikan perhatian kepada seluruh umat yang hadir di gereja. Mulanya mungkin saya tidak begitu pas. Sebab saya mulai dengan mengkritik kemapanan “pola orang dalam - orang luar”. Demikian sehingga kemapan orang dalam merasa tersinggung, atau malah tersingkir karenanya. Begitulah saya kemudian dimusuhi dan diteror melalui pelbagai cara yang mungkin. Namun karena bisa mempertanggungjawabkan putusan dan tindakan saya, maka kemudian sejarah bergulir perlahan. Setelah sturktur dan fungsionaris saya pertanyakan, saya mulai merintis halhal kecil dengan melontar dan mencoba ide-ide untuk memberikan perhatian kepada sebagian besar umat yang hadir di gereja. Memperebesar kemudahan dan kenyamanan umat untuk berdoa di gereja. Memperlebar bukaan jendela. Kemudian mengganti sound system, altar, dan monitor lagu, bangku, apat sayap luar gereja. Kepada umat yang ikut ekaristi harian:
11
Mengundang umat untuk terlibat dengan membacakan bacaan pertama; tanpa persiapan untuk secara spontan maju membaca di mimbar. Tanpa syarat, kecuali kesediaan. Mengundang umat untuk terlibat dengan menyanyi dan main musik untuk menyemarakan perayaan ekaristi harian. Menyediakan diri dengan mendengarkan pengakuan setiap selesai ekaristi. Pada mulanya banyak dan habis waktu untuk ini. Lama-kelamaan penitennya berkurang, dan tetap saya tunggu di kamar pengakuan. Tetapi pilihan ini mengandung kerugian besar sebab setelah saya keluar dari kamar pengakuan umat sudah lari pulang. Kemudian saya mengubah pelayanan, saya temui umat dulu segera setelah saya selesai ekaristi. Baru kemudian saya masuk lagi untuk mendengarkan pengakuan. Tapi ini pun rupanya tidak efektif. Kemudian saya hanya mendengarkian pengakuan kalau diminta. Dan saya selalu siap di depan pintu gereja sambil menyaba umat yang keluar dari gereja. Pada awal-awal, seorang nenek tua setia menemani ngobrol bersama saya. Kemudian ketika banyak orang muda mulai saya kenal dan ngobrol bersama saya, nenek ini tak kebagian lagi waktu saya. Sementara itu saya menawarkan kegiatan yang saya beri nama inspirasi pagi. Sebetulnya saya ingin memperkenalkan genogram pada kaum muda tersebut. Setelah berjalan, kemudian berhenti. Peminatnya berkurang. Meskipun demian kerasulan di depan pintu gereja, tetap saya tekuni. Demikian saya mengenal dan dikenal oleh sekolompok orang muda yang suka sharing pengalaman dan pemikiran. Pertama-tama menyangkut dirinya. Kemudian berkembang ke seluruh umat. Lalu saya tawarkan kegiatan khusus untuk orang-orang muda dan mereka yang menanganinya. Demikian bergulirlah: Paska orang muda, Welcome party, kemping remaja, teater dll. Untuk umat umu, saya kenalkan dialog dalam kotbah, kenalan sebelum ekaristi, pesta umat, natal budaya Jawa dll. orang muda adalah umat real, dan potensial Ke mana orang muda kita? Lari ke pub, diskotek, pil koplo dll Apa tidak bahagia kalau mereka lari ke gereja kita.
12
Ign menolak karya paroki, karena soal kemmiskinan. Pastor dulu menerima duit dari orang kaya. Orang kaya membantung gereja, mencari pastor, menyediakan tanah untuk memberi hidup pastornya. Pastornya menjadi pelayan misa untuk keselamatan jiwanya, cf kalau istrinya mati, tripria sebulan, kalau dirinya mati, sepuluh bulan harus doa utk arwahnya. Karya kategorial Tidak hanya karya teritorial
Visi Gereja Paroki Menurut Kita? Seorang pastor kepala dapa menyerahkan pada pastor kapelan, dan dia bisa foya-foya . Pekerjaan ekaristi dapat diserahkan kepada orang lain, toh tinggal membaca, dan dirinya dpat pergi ke mana pun juga. Maka pastor adalah pastor seumur hidup. Akibatnya pastor kurang disegani lagi. (Sama polanya antara raja dan uskup. ) Paroki berarti paroki teritorial, dengan pelayanan sakramental. Soal pastor paroki baru diaitur oleh Konsili trente. (Mulai dengan mengatur para uskup.) Konsili vatikan II adalah konsili pastoral. Orientasinya adalah pastoral. Demi umat, maka keluar dari lingkup teritorial. Paroki kini adalah paroki pelayanan pada tingkat grassroot faith level. Artinya seluruh kehidupan beriman mendapat pelayanan di karya paroki: perkawinan, kelahiran, kepemudaan, kategorial, sakramental lainnya.
Tanggungjawab akan masa depan Tanpa orang muda tidak ada masa depan. Membangun suasana, bukan memberi isi. Mengenali kebutuhan, mengusahakan kemudahan Orang muda yang sedang bingung. Secara psikologis: mencari diri sendiri Secara sosiologis: lapisan terbesar,
13
Secara ekonomis: paling konsuptif, unproduktif Membangun suasana bukan mengejar isi
14
mudahkan peme SMP negeri swasta nonKatolik Siswa-siswi Persahabatan siswa-siswa SMP negeri dan swasta non Katolik Persis smpnonkat Sasis Sahabat PNK Sahabat muda Sahabat anom Sahabattama Sahabat remaja Sahabat sejati Sahabat insan Socius tulus, muda Amici iuvenes Sahabat insan muda (batsanda)
Sahabat semen per nnkege Simpati persahabatan seiman paguyupan persahabatan persahabatan siswa smp negeri sahabat dalam iman bersaudara sejak muda beriman, bergembira, bersahabat bersahabat dalam iman, bergembira secara spontan insan bersahabat, spontan bergembira giat belajar
15
niat (minat) erat bersahabat kuat beriman erat bersahabat, kuat beriman, giat belajar: sahabat remaja:
Motto:
bersahabat erat, beriman kuat, belajar giat
pertanyaan pengarahan: Nama, asli, status, Mengapa masuk Akper? Mengapa PR? Apa yang paling menyenangkan? Memprihatinkan? If dipanggil untuk memperbarui, apa panggilan tsb? Profesimu: kelebihan apa yang mau kausumbangkan pada alma matermu? Pada gereja dan bangsamu? Lektor, MNS, acara-acara orangmuda