BAB I PENDAHULUAN
2
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Sekilas Sulawesi Utara Pulau Sulawesi dan kepulauan disekitarnya telah lama dikenal dan merupakan tempat yang melegenda, yang memikat Alfred Russel Wallace saat menjelajah pulau ini pada tahun 1856, 1857, dan 1859. Memiliki posisi khusus dalam peta keragaman hayati dunia, dengan tingkat keanekaragaman dan endemisitas tinggi yaitu sebagai kawasan peralihan dan percampuran antara flora-fauna Oriental (Asia) dan Australia (Australo-Papua). Provinsi Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang terletak di bagian utara pulau Sulawesi dengan ibukota di Kota Manado. Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara terletak pada 0ᴼLU-3ᴼLU dan 123ᴼBT-126ᴼBT. Provinsi Sulawesi Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000, tentang Daerah Otonomi Baru, Provinsi Sulawesi Utara dimekarkan menjadi dua daerah otonomi setingkat Provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Utara 15.069 km² yang terbagi menjadi sebelas kabupaten dan empat kota. Berdasarkan sensus penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Sulawesi Utara sebanyak 2.270.596 jiwa. Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara berbatasan dengan : - Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi - Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku - Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Maluku - Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
3
Gambar 1. Bentang Alam di Sulawesi Utara
Foto: Balai KSDA Sulawesi Utara
B. Kondisi Topografi Kondisi topografi Provinsi Sulawesi Utara cukup beragam mulai dari daerah dengan kemiringan landai sampai curam dan daerah datar, berbukit-bukit sampai pegunungan (dengan ketinggian 0-1995 m dpl). Terdapat 41 buah gunung dengan ketinggian berkisar 1112-1995m dpl dan satu gunung di bawah laut yaitu Gunung Mangetan. Sebagian besar gunung merupakan gunung berapi aktif. Gunung berapi aktif menyebabkan sebagian besar wilayah di Provinsi Sulawesi Utara sangat subur, tetapi dilain pihak dapat menimbulkan kerawanan. Selain gunung, di Provinsi Sulawesi Utara terdapat pula banyak sungai dan danau. Tercatat sebanyak 30 sungai dan 17 danau, dimana sungai dan danau dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan perikanan.
C. Kekayaan Flora, Fauna dan Panas Bumi Sebagai bagian dari peralihan bioregion Indomalaya dan Australasia, yang dikenal dengan garis khayal Wallacea, wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun faunanya. Spesies asli (native species) atau disebut juga indigenous species dimana spesies-spesies tersebut menempati ekosistem secara alami tanpa campur tangan manusia. Kehadiran spesies ini melalui proses alami tanpa intervensi manusia. Diantara species asli, dijumpai species endemik, yaitu spesies flora dan fauna yang hanya bisa ditemukan di sebuah di Provinsi Sulawesi Utara dan tidak ditemukan di zona, pulau atau negara lain. Beberapa Jenis flora khas Sulawesi Utara antara lain: aren (Arenga pinnata Merr), kayu eboni (Diospyros spp), cempaka (Magnolia sp), gofasa (Vitex quinata), kayu arang (Cratoxylon celebicum), kayu bugis (Koordesiodendron celebicum), kayu besi pantai (Pongamia pinnata), kayu Inggris (Eucalyptus deglupta), kayu kambing (Garuga floribunda), kedondong hutan (Spondias pinnata), kemiri (Aleurites moluccana), kenari (Canarium amboinensis), kenari hutan (Canarium vulgare), ketapang (Terminalia supitiana), nantu (Palaqium obtusifolium), pakoba (Trycalisia minahasae) dan cempaka wasian (Elmerrillia ovalis). Sedangkan beberapa jenis fauna khas Provinsi Sulawesi Utara adalah: tangkasi/ tarsius (Tarsius sp), anoa (Buballus depresicornis), babirusa (Babyroussa babirussa), celepuk sulawesi (Otus manadensis), monyet hitam (Macaca nigra), maleo (Macrocephalon maleo), betet kelapa (Tanygnatus sp), rangkong (Rhyticeros cassidix), sampiri (Eos histrio), serindit sulawesi (Lorinculus exhilis). Selain flora dan fauna, kawasan hutan juga menyimpan sumberdaya alam tidak terbarukan yaitu potensi geothermal berupa kandungan panas bumi cukup besar antara lain di Gunung Duasudara, Airmadidi, Lahendong, Tompaso, Gunung Ambang dan Kotamobagu.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
5
Gambar 2. Cagar Alam Tangkoko, salah satu site keanekaragaman hayati di Sulawesi Utara
Beberapa Jenis flora khas Sulawesi Utara antara lain: Aren (Arenga Pinnata Merr) Cempaka (Magnolia elegans) Gofasa (Vitex quinata) Kayu arang (Cratoxylon celebicum) Kayu bugis (Koordesiodendron celebicum) Kayu besi pantai (Pongamia pinnata) Kayu Inggris (Eucalyptus deglupta) Kayu kambing (Garuga floribunda) Kedondong hutan (Spondias pinnata) Kemiri (Aleurites moluccana) Kenari (Canarium amboinensis)
6
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Kenari hutan (Canarium vulgare) Ketapang (Terminalia supitiana) Nantu (Palaqium obtusifolium) Pakoba (Eugenia minahasae) Cempaka Wasian (Elmerrillia ovalis)
Foto: Giyarto
Beberapa jenis fauna khas Sulawesi Utara antara lain: Anoa (Buballus depresicornis) Babirusa (Babyroussa babirussa) Celepuk Sulawesi (Otus manadensis) Monyet Hitam (Macaca nigra) Maleo (Macrocephalon maleo) Betet Kelapa (Tanygnatus sp) Rangkong (Rhyticeros cassidix) Sampiri (Eos histrio) Serindit sulawesi (Lorinculus exhilis) Tangkasi (Tarsius tersier)
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
7
D. Hutan dan Kehutanan Berdasarkan Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan, berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. : 452/Kpts-II/1999 tanggal 17 Juni 1999 tentang penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Utara luas kawasan yang ditetapkan sebesar 814.579 ha terdiri dari kawasan hutan daratan seluas 725.514 dan taman nasional laut seluas 89.065 ha. Kawasan hutan ini memiliki berbagai potensi antara lain kayu dan hasil hutan bukan kayu termasuk potensi obyek dan daya tarik wisata. Dengan semakin pesatnya pembangunan wilayah, maka semakin meningkat pula kebutuhan terhadap sumberdaya alam hutan dan lahan. Permintaan kayu dan non kayu secara nasional terus meningkat. Data kebutuhan kayu nasional tahun 2014 sebesar 42,3 juta m³ dan pada tahun 2050 konsumsi kayu dunia diperkirakan sebesar 6 milyar m³ per tahun. Terjadi kesenjangan yang semakin lebar antara permintaan dan penawaran kayu secara nasional dan global. Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan kayu nasional dari pembangunan hutan tanaman rakyat, hutan tanaman industri dan hutan rakyat serta dari gerakan penanaman oleh masyarakat. Di Provinsi Sulawesi Utara kebutuhan kayu disamping sebagai perumahan, juga untuk keperluan industri perkayuan termasuk pembuatan rumah Woloan (rumah tradisional Sulawesi Utara yang banyak diminati oleh konsumen dalam dan luar negeri). Pengelolaan kawasan hutan tidak terlepas dari keberadaan instansi-instansi yang bertanggung jawab dalam bidang kehutanan sesuai dengan tupoksi dan kewenangan masing-masing. Sesuai Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, pengelolaan kawasan hutan di daerah dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Delegasi pengelolaan kawasan hutan dimandatkan kepada Dinas Kehutanan beserta jajarannya dan unit pelaksana teknis kementerian kehutanan. Sejak tahun 2007, unit pelaksana teknis di Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 6 unit yaitu ; 1. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VI Manado 2. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Tondano 3. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara 4. Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (BTNBNW) 5. Balai Taman Nasional Bunaken, Manado 6. Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado
E. Peran Hutan Dalam Pembangunan Sulawesi Utara Dalam pembangunan Provinsi Sulawesi Utara, pengelolaan hutan tidak dapat dilepaskan dari peran masyarakat, BUMN, perusahaan swasta sebagai stakeholder, yang didukung oleh akademisi dan Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) sebagai fasilitator dan mitra kerja instansi pemerintah. Hutan dan kehutanan dari periode ke periode pembangunan Provinsi Sulawesi Utara mengalami pasang surut. Pada awalnya kawasan hutan secara de 8
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
facto dan de jure mendominasi luas wilayah, selanjutnya memasuki era pemanfaatan, rehabilitasi dan konservasi serta pemberdayaan masyarakat. Perkembangan pengelolaan hutan serta sumbangsihnya terhadap pertumbuhan ekonomi diulang tahun emas (50 tahun) sejak lahirnya Provinsi Sulawesi Utara 23 September 1964, dibagi dalam 3 (tiga) fase pemerintahan yaitu periode pemerintahan Orde Lama (1964 – 1968), periode pemerintahan Orde Baru (1968 – 1998) dan periode pemerintahan reformasi (1998 – 2014), berikut ini diuraikan dan dituangkan dalam buku Kiprah Kehutanan 50 tahun Sulawesi Utara.
Gambar 3. Salah satu tekstur pohon di Sulawesi Utara
Foto: Margaretta Christita
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
9
10
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara