KIPRAH KEHUTANAN 50 TAHUN SULAWESI UTARA 1964 - 2014
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara Balai Penelitian Kehutanan Manado Balai KSDA Sulawesi Utara BPKH Wilayah VI Manado BPDAS Tondano Balai TN Bunaken Balai TN Bogani Nani Wartabone Universitas Sam Ratulangi
iii
KIPRAH KEHUTANAN 50 TAHUN SULAWESI UTARA 1964 - 2014
Pengarah: Ir. Herry Rotinsulu (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara) Ir. Muh. Abidin, M.Si (Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manado) Ir. Sudiyono (Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara) Ir. Zahari Sipayung, M.Si (Kepala BPKH Wilayah VI Manado) Ir. Noel Layuk Allo, MM (Kepala Balai TN Bogani Nani Watabone) Ir. Aris Sutjipto, MM (Kepala BPDAS Tondano) Ir. Ari Subiyantoro, MP (Kepala Balai TN Bunaken) Penanggungjawab: Ir. Muh. Abidin, M.Si Penyusun: Margaretta Christita Johanes Wiharisno Kontributor: Abdul Latif, Arif, Nurhayati Samsudin, Rinto Hidayat, Suhandi, Taufik Hamzah, Tribudi Editor: Ir. Muh. Abidin, M.Si Dr. J S Tasirin Desain Sampul dan Tata Letak: Johanes Wiharisno Sumber Foto: Giyarto, Johanes Wiharisno, Margaretta Christita, BPDAS Tondano, BPKH Wil. VI Manado, BTN Bunaken, BTN Bogani Nani Wartabone, BPK Manado, BKSDA Sulut, Dinas Kehutanan Provinsi Sulut Balai Penelitian Kehutanan Manado Manado, 2014 ISBN : 978-602-96800-7-2
iv
Seruan Rimba Hai perwira rimba raya mari kita bernyanyi Memuji hutan rimba dengan lagu yang gembira Dan nyanyian yang murni Meski sepi hidup kita jauh di tengah rimba Tapi kita gembira sebabnya kita bekerja Untuk nusa dan bangsa Rimba raya rimba raya Indah permai dan mulia Maha taman tempat kita bekerja (2x) Rimba raya maha indah, cantik molek dan perkasa Penghibur hati susah, penyokong nusa dan bangsa Rimba raya mulia Disitulah kita kerja disinar matahari Gunung lembah berduri haruslah kita arungi Dengan hati yang murni Rimba raya rimba raya Indah permai dan mulia Maha taman tempat kita bekerja (2x) Pagi petang siang malam rimba kita berseru Bersatulah bersatu tinggi rendah jadi satu, bertolongan selalu Jauhkan sifat kamu, yang mementingkan diri Ingatlah nusa bangsa minta supaya dibela Oleh kamu semua Rimba raya rimba raya Indah permai dan mulia Maha taman tempat kita bekerja
v
Dr. Sinyo Harry Sarundajang Gubernur Sulawesi Utara
vi
SAMBUTAN
Gubernur Sulawesi Utara
Secara geografis, geopolitik dan geostrategi, Provinsi Sulawesi Utara berada di lintasan sangat strategis yang sangat berpotensi menjadi pintu gerbang Indonesia di kawasan Asia Pasifik. Letak geografis Sulawesi Utara berada di tengah kawasan Barat dan Timur Indonesia dan menempati Tepian Pasifik (Pacific Rim) yang sangat prospektif dalam konteks perdagangan regional dan internasional. Nilai strategis tersebut ditopang faktor internal berupa besarnya potensi sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif (comparative advantages) berupa perikanan, pertanian, perkebunan dan kehutanan. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK 734/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Utara, Kawasan hutan Sulawesi Utara memiliki luas hutan konservasi 314.965 ha, hutan lindung 161.784 ha, dan hutan produksi 287.990 ha. Berbagai potensi sumber daya alam hutan yang tersimpan di dalam kawasan hutan sangat beragam dan tak ternilai, berupa kayu maupun non kayu, keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna, plasma nutfah dan potensi jasa lingkungan, termasuk oksigen serta potensi sebagai pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi. Potensi ini saya harapkan mampu menjadi trigger guna memicu tumbuhnya sentra-sentra ekonomi di seluruh pelosok Sulawesi Utara. Pada sisi lain sektor kehutanan saya harapkan mampu menjaga daya dukung dan keseimbangan lingkungan agar pembangunan yang kita laksanakan bersama tidak menimbulkan dampak negatif atau bencana di masa depan. Saya menyambut baik inisiatif jajaran Rimbawan Sulawesi Utara untuk menerbitkan buku ini. Buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara menjadi semakin bermakna kala penerbitannya bertepatan dengan momentum Hari Ulang Tahun ke – 50 (Tahun Emas) Provinsi Sulawesi Utara pada Tahun 2014. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan tinggi atas inisiatif penerbitan buku ini oleh jajaran Dinas Kehutanan dan UPT Kementerian Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara. Semoga buku ini memberikan kontribusi berharga bagi kemajuan pembangunan Sulawesi Utara untuk mewujudkan masyarakat berbudaya, berdaya saing dan sejahtera menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Manado, September 2014 Gubernur Sulawesi Utara
Dr. Sinyo Harry Sarundajang vii
Ir. Herry Rotinsulu Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Utara
viii
SEKAPUR SIRIH Menyongsong usianya yang memasuki setengah abad, Provinsi Sulawesi Utara terus melakukan terobosan-terobosan (break-through) guna menjadikan Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang Indonesia di kawasan Asia Pasifik serta mewujudkan masyarakat yang berbudaya, berdaya saing dan sejahtera memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Visi Gubernur Sulawesi Utara Dr. Sinyo Harry Sarundajang tersebut perlu mendapat apresiasi serta dukungan konkret semua pihak, khususnya aparatur pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang mengabdi di Bumi Nyiur Melambai. Kehutanan adalah sektor yang telah turut serta berkiprah dan menjadi bagian penting dalam perjalanan lima puluh tahun hingga memasuki Tahun Emas (Golden Year) Provinsi Sulawesi Utara. Buku ini memuat perjalanan sejarah dan kiprah Kehutanan mewarnai dan berkontribusi dalam pembangunan Sulawesi Utara dari waktu ke waktu. Periode panjang pembangunan sektor Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara dibagai dalam 3 peiode pembangunan. Pertama, periode pemerintahan orde lama 1964 – 1968 yang ditandai dengan kondisi sumber daya alam hutan dan lahan masih berupa hutan primer. Kelembagaan kehutanan masih belum tertata dan pelaksanaan pembangunan kehutanan mengikuti peraturan pemerintah yang ada pada saat itu. Peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman pegurusan hutan pada saat ini antara lain 1) Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 1957 tentang Penyerahan Sebagian dari Urusan Pemerintah Pusat di lapangan Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Daerah-daerah Swatantra Tingkat I; 2) Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan. Kedua, periode pemerintahan orde baru 1968 – 1998, merupakan era pemanfaatan hutan secara besar-besaran. Pada peride ini sektor kehutanan mampu menyumbang devisa terbesar setelah migas. Kayu merupakan basis utama industri kehutanan (wood-based industry). Investasi besar-besaran dilakukan di berbagai usaha kehutanan, terutama di HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Produksi kayu bulat/log pada periode ini mencapai 2.960.424,01 m³.
ix
x
Seiring dengan berkurangnya luas kawasan hutan, pada periode ini dimulai penataan kawasan dan kelembagaan sektor kehutanan. Ketiga, periode pemerintahan reformasi 1998 – 2014, merupakan periode kehutanan dengan paradigma yang berorientasi pada konservasi dan rehabilitasi, pemanfaatan jasa lingkungan, mulai dikembangkan penelitian berbasis kehutanan, penerapan iptek pada bidang kehutanan, pemberdayaan masyarakat dan dikukuhkannya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai model pengelolaan kehutanan masa depan yang lestari dan berkeadilan. Tantangan kehutanan ke depan semakin kompleks dan menantang. Pertumbuhan penduduk meningkatkan kebutuhan akan lahan. Krisis air, energi dan pangan akan menjadi ancaman bagi generasi yang akan datang. Kerusakan lingkungan dan penurunan daya dukung lahan akibat polusi, pencemaran serta pemanfaatan lahan tidak sesuai kaidah konservasi akan menjadi isu yang mengglobal. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya di sektor kehutanan untuk mengurangi atau mengendalikan dampak-dampak negatif pembangunan. Buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara ini disusun sebagai salah satu sumbangsih sektor Kehutanan menyongsong HUT ke – 50 (Tahun Emas) Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 23 September 2014. Buku ini kami harapkan dapat memotret sebagian perjalanan pengelolaan kehutanan, para pelaku sejarah dan capaian yang telah diraih selama lima puluh tahun Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini diharapkan mampu memberikan keyakinan akan jati diri Kehutanan sekaligus introspeksi, evaluasi, rasa syukur dan bangga atas apa yang telah diperbuat sektor Kehutanan. Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai pembangunan kehutanan bagi masyarakat luas. Terima kasih dan penghargaan tinggi kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan buku ini, baik dari Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan maupun Program Studi Kehutanan Universitas Sam Ratulangi. Tak lupa juga terima kasih kepada seluruh kontributor yang telah menyumbangkan koleksi foto, gambar atau tulisan sehingga buku ini dapat diselesaikan dengan baik. Manado, September 2014 Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Utara
Ir. Herry Rotinsulu Pembina Utama Madya NIP. 19591018 198903 1 007
xi
xii
KATA PENGANTAR Lima puluh tahun (1964-2014) adalah suatu perjalanan panjang menuju tahun emas pembangunan Provinsi Sulawesi Utara. Untuk mengisi perjalanan panjang pembangunan tersebut, sektor kehutanan melalui jajaran Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan telah berperan penting sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan peraturan perundangan turunannya, telah meletakkan dasar penting pengelolaan hutan dimana basis pengelolaan hutan telah didesentralisasi kepada pemerintah daerah. Mandat pengelolaan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota yang menangani kehutanan beserta Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan. Peran yang diemban UPT adalah dalam rangka mensinergikan dan mendukung pemerintah daerah dalam sektor kehutanan dengan melengkapi data dan informasi terbaharui dalam rangka penyusunan kriteria, standar, norma dan indikator pengelolaan hutan lestari sebagai acuan pengelolan hutan di Provinsi Sulawesi Utara. Selama periode 50 tahun Sulawesi Utara, pembangunan sektor kehutanan telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Penyusunan buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara dalam pembangunan Provinsi Sulawesi Utara, telah diselesaikan bekerjasama antara Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota, UPT Kementerian Kehutanan, Unsrat, LSM dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu, selaku kordinator UPT, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Kepada teman-teman Tim penyusun buku ini dari BPK Manado, saya mengucapkan terima kasih atas dedikasinya. Semoga buku ini menjadi inspirasi pembangunan sektor kehutanan dimasa mendatang. Manado, September 2014 Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manado Selaku Kordinator UPT Kementerian Kehutanan
Ir. Muh. Abidin, MSi NIP. 19600611 198802 1001 xiii
xiv
DAFTAR ISI
Sambutan Gubernur.................................................................................... Sekapur Sirih................................................................................................ Kata Pengantar............................................................................................. Daftar Isi...................................................................................................... Daftar Tabel................................................................................................. Daftar Gambar............................................................................................. I Pendahuluan....................................................................................... II Periode Pemerintahan Orde Lama (1964-1968)............................................ III Periode Pemerintahan Orde Baru (1968-1998).............................................. IV Periode Pemerintahan Reformasi (1998-2014)......................................... V Pendapatan Daerah Dari Sektor Kehutanan................................................. VI Prospek dan Tantangan Kehutanan Sulawesi Utara (2014 - Kedepan)......... VII Penutup............................................................................................... Daftar Pustaka............................................................................................. Lampiran.....................................................................................................
xv
vii ix xiii xv xvi xvii 1 11 15 25 75 81 87 91 95
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13
Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16.
Penutupan Lahan Prov. Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994-1995........................................................ Hasil Pelaksanaan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Sulawesi Utara Tahun 1970-1997................................................ Perusahaan HPH Yang Masih Aktif s.d. Juli 2001......................... Perkembangan Luas Kawasan Hutan Sulawesi Utara.................. Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)............................................................................. Luasan Lahan Kritis Dalam Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara............................................................................................ Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2003-2006 .............................................................. Kebun Bibit Rakyat di Provinsi Sulawesi Utara............................ Pembangunan Hutan Rakyat di areal MDM (Model Das Mikro) Sulawesi Utara ............................................................................ Hutan Kota di Provinsi Sulawesi Utara......................................... Potensi Jasa Lingkungan di Provinsi Sulawesi Utara.................... Potensi Wisata di Taman Nasional Bunaken................................ Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara................................................ Komposisi Pengajar Program Studi Kehutanan Unsrat 2014....... Jumlah Mahasiswa Program Studi Kehutanan Universitas Sam Ratulangi 2014............................................................................ Besaran Anggaran Dinas dan UPT Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014.........................................................................
xvi
21 22 23 35 39 40 42 43 46 47 50 51
63 70 70 79
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8 Gamabr 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12 Gambar 13. Gamabr 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17 Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25.
Bentang Alam di S ulawesi Utara................................................ Cagar Alam Tangkoko salah satu site keanekaragaman hayati di Sulawesi Utara........................................................................ Salah satu tekstur pohon di Sulawesi Utara.................................. Hutan Alam di Kotamobagu......................................................... Pohon tidur Tarsius di Cagar Alam Tangkoko................................... Peta Goenoeng Kawatak.............................................................. Persemaian milik masyarakat....................................................... Pulau Manado Tua dan Pulau Bunaken dilihat dari puncak Tahura Gunung Tumpa................................................................. Kantor-kantor Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara................... Pola Ruang.................................................................................. Diagram Pembagian Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Utara 2014.. Kegiatan Penataan Batas Kawasan .............................................. Semai di Permaian Permanen BPK Manado................................. Persemaian Permanen di Manado dan TN Bogani Nani Wartabone.................................................................................. Seminar, Kebun Bibit Rakyat dan Hutan Kota............................... Pesona Matahari Tenggelam di TN Bunaken.............................. Keragaman Terumbu Karang di TN Bunaken............................... Maleo di TN Bogani Nani Wartabone.......................................... Air Terjun di TN Bogani Nani Wartabone..................................... Peta Tahura Gunung Tumpa......................................................... Kegiatan Pengelolaan di Tahura Gunung Tumpa......................... Keindahan Alam TWA Batuangus................................................ Flora dan Fauna TWA Batuputih.................................................. Anoa di BPK Manado................................................................... Kegiatan Penelitian, Seminar dan Perjanjian Kerjasama.............
xvii
4 6 9 12 16 20 26 30 35 36 37 38 41 42 48 52 53 54 55 56 57 58 60 65 66
Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29.
Gambar 30 Gambar 31. Gambar 32. Gambar 33. Gambar 34. Gambar 35. Gambar 36.
Arboretum BPK Manado.............................................................. Kunjungan SD GMIM Atas Tahun 2014........................................ Kegiatan Kerja Bakti Pasca Banjir dan Tanah Longsor.................. Rapat Koordinasi Tim Terpadu Pengamanan Hutan , Dipimpin oleh Wakil Gubernur Sulawesi Utara , Dr. Djouhari Kansil, M. Pd............................................................ Aktivitas Perlindungan dan Pengamanan Hutan......................... PDRB Sulawesi Utara Triwulan I/2014......................................... Diagram PNBP BKSDA Sulawesi Utara......................................... Listrik Yang Berada di Dalam Kawasan Hutan.............................. Keindahan Sulawesi Utara........................................................... Keindahan Pulau Sara di Kab. Kep. Talaud................................... Cardinal Fish................................................................................
xviii
68 69 69
72 74 78 78 82 88 88 88
BAB I PENDAHULUAN
2
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Sekilas Sulawesi Utara Pulau Sulawesi dan kepulauan disekitarnya telah lama dikenal dan merupakan tempat yang melegenda, yang memikat Alfred Russel Wallace saat menjelajah pulau ini pada tahun 1856, 1857, dan 1859. Memiliki posisi khusus dalam peta keragaman hayati dunia, dengan tingkat keanekaragaman dan endemisitas tinggi yaitu sebagai kawasan peralihan dan percampuran antara flora-fauna Oriental (Asia) dan Australia (Australo-Papua). Provinsi Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang terletak di bagian utara pulau Sulawesi dengan ibukota di Kota Manado. Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara terletak pada 0ᴼLU-3ᴼLU dan 123ᴼBT-126ᴼBT. Provinsi Sulawesi Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000, tentang Daerah Otonomi Baru, Provinsi Sulawesi Utara dimekarkan menjadi dua daerah otonomi setingkat Provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Utara 15.069 km² yang terbagi menjadi sebelas kabupaten dan empat kota. Berdasarkan sensus penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Sulawesi Utara sebanyak 2.270.596 jiwa. Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara berbatasan dengan : - Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi - Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku - Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Maluku - Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
3
Gambar 1. Bentang Alam di Sulawesi Utara
Foto: Balai KSDA Sulawesi Utara
B. Kondisi Topografi Kondisi topografi Provinsi Sulawesi Utara cukup beragam mulai dari daerah dengan kemiringan landai sampai curam dan daerah datar, berbukit-bukit sampai pegunungan (dengan ketinggian 0-1995 m dpl). Terdapat 41 buah gunung dengan ketinggian berkisar 1112-1995m dpl dan satu gunung di bawah laut yaitu Gunung Mangetan. Sebagian besar gunung merupakan gunung berapi aktif. Gunung berapi aktif menyebabkan sebagian besar wilayah di Provinsi Sulawesi Utara sangat subur, tetapi dilain pihak dapat menimbulkan kerawanan. Selain gunung, di Provinsi Sulawesi Utara terdapat pula banyak sungai dan danau. Tercatat sebanyak 30 sungai dan 17 danau, dimana sungai dan danau dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan perikanan.
C. Kekayaan Flora, Fauna dan Panas Bumi Sebagai bagian dari peralihan bioregion Indomalaya dan Australasia, yang dikenal dengan garis khayal Wallacea, wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun faunanya. Spesies asli (native species) atau disebut juga indigenous species dimana spesies-spesies tersebut menempati ekosistem secara alami tanpa campur tangan manusia. Kehadiran spesies ini melalui proses alami tanpa intervensi manusia. Diantara species asli, dijumpai species endemik, yaitu spesies flora dan fauna yang hanya bisa ditemukan di sebuah di Provinsi Sulawesi Utara dan tidak ditemukan di zona, pulau atau negara lain. Beberapa Jenis flora khas Sulawesi Utara antara lain: aren (Arenga pinnata Merr), kayu eboni (Diospyros spp), cempaka (Magnolia sp), gofasa (Vitex quinata), kayu arang (Cratoxylon celebicum), kayu bugis (Koordesiodendron celebicum), kayu besi pantai (Pongamia pinnata), kayu Inggris (Eucalyptus deglupta), kayu kambing (Garuga floribunda), kedondong hutan (Spondias pinnata), kemiri (Aleurites moluccana), kenari (Canarium amboinensis), kenari hutan (Canarium vulgare), ketapang (Terminalia supitiana), nantu (Palaqium obtusifolium), pakoba (Trycalisia minahasae) dan cempaka wasian (Elmerrillia ovalis). Sedangkan beberapa jenis fauna khas Provinsi Sulawesi Utara adalah: tangkasi/ tarsius (Tarsius sp), anoa (Buballus depresicornis), babirusa (Babyroussa babirussa), celepuk sulawesi (Otus manadensis), monyet hitam (Macaca nigra), maleo (Macrocephalon maleo), betet kelapa (Tanygnatus sp), rangkong (Rhyticeros cassidix), sampiri (Eos histrio), serindit sulawesi (Lorinculus exhilis). Selain flora dan fauna, kawasan hutan juga menyimpan sumberdaya alam tidak terbarukan yaitu potensi geothermal berupa kandungan panas bumi cukup besar antara lain di Gunung Duasudara, Airmadidi, Lahendong, Tompaso, Gunung Ambang dan Kotamobagu.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
5
Gambar 2. Cagar Alam Tangkoko, salah satu site keanekaragaman hayati di Sulawesi Utara
Beberapa Jenis flora khas Sulawesi Utara antara lain: Aren (Arenga Pinnata Merr) Cempaka (Magnolia elegans) Gofasa (Vitex quinata) Kayu arang (Cratoxylon celebicum) Kayu bugis (Koordesiodendron celebicum) Kayu besi pantai (Pongamia pinnata) Kayu Inggris (Eucalyptus deglupta) Kayu kambing (Garuga floribunda) Kedondong hutan (Spondias pinnata) Kemiri (Aleurites moluccana) Kenari (Canarium amboinensis)
6
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Kenari hutan (Canarium vulgare) Ketapang (Terminalia supitiana) Nantu (Palaqium obtusifolium) Pakoba (Eugenia minahasae) Cempaka Wasian (Elmerrillia ovalis)
Foto: Giyarto
Beberapa jenis fauna khas Sulawesi Utara antara lain: Anoa (Buballus depresicornis) Babirusa (Babyroussa babirussa) Celepuk Sulawesi (Otus manadensis) Monyet Hitam (Macaca nigra) Maleo (Macrocephalon maleo) Betet Kelapa (Tanygnatus sp) Rangkong (Rhyticeros cassidix) Sampiri (Eos histrio) Serindit sulawesi (Lorinculus exhilis) Tangkasi (Tarsius tersier)
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
7
D. Hutan dan Kehutanan Berdasarkan Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan, berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. : 452/Kpts-II/1999 tanggal 17 Juni 1999 tentang penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Utara luas kawasan yang ditetapkan sebesar 814.579 ha terdiri dari kawasan hutan daratan seluas 725.514 dan taman nasional laut seluas 89.065 ha. Kawasan hutan ini memiliki berbagai potensi antara lain kayu dan hasil hutan bukan kayu termasuk potensi obyek dan daya tarik wisata. Dengan semakin pesatnya pembangunan wilayah, maka semakin meningkat pula kebutuhan terhadap sumberdaya alam hutan dan lahan. Permintaan kayu dan non kayu secara nasional terus meningkat. Data kebutuhan kayu nasional tahun 2014 sebesar 42,3 juta m³ dan pada tahun 2050 konsumsi kayu dunia diperkirakan sebesar 6 milyar m³ per tahun. Terjadi kesenjangan yang semakin lebar antara permintaan dan penawaran kayu secara nasional dan global. Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan kayu nasional dari pembangunan hutan tanaman rakyat, hutan tanaman industri dan hutan rakyat serta dari gerakan penanaman oleh masyarakat. Di Provinsi Sulawesi Utara kebutuhan kayu disamping sebagai perumahan, juga untuk keperluan industri perkayuan termasuk pembuatan rumah Woloan (rumah tradisional Sulawesi Utara yang banyak diminati oleh konsumen dalam dan luar negeri). Pengelolaan kawasan hutan tidak terlepas dari keberadaan instansi-instansi yang bertanggung jawab dalam bidang kehutanan sesuai dengan tupoksi dan kewenangan masing-masing. Sesuai Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, pengelolaan kawasan hutan di daerah dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Delegasi pengelolaan kawasan hutan dimandatkan kepada Dinas Kehutanan beserta jajarannya dan unit pelaksana teknis kementerian kehutanan. Sejak tahun 2007, unit pelaksana teknis di Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 6 unit yaitu ; 1. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VI Manado 2. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Tondano 3. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara 4. Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (BTNBNW) 5. Balai Taman Nasional Bunaken, Manado 6. Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado
E. Peran Hutan Dalam Pembangunan Sulawesi Utara Dalam pembangunan Provinsi Sulawesi Utara, pengelolaan hutan tidak dapat dilepaskan dari peran masyarakat, BUMN, perusahaan swasta sebagai stakeholder, yang didukung oleh akademisi dan Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) sebagai fasilitator dan mitra kerja instansi pemerintah. Hutan dan kehutanan dari periode ke periode pembangunan Provinsi Sulawesi Utara mengalami pasang surut. Pada awalnya kawasan hutan secara de 8
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
facto dan de jure mendominasi luas wilayah, selanjutnya memasuki era pemanfaatan, rehabilitasi dan konservasi serta pemberdayaan masyarakat. Perkembangan pengelolaan hutan serta sumbangsihnya terhadap pertumbuhan ekonomi diulang tahun emas (50 tahun) sejak lahirnya Provinsi Sulawesi Utara 23 September 1964, dibagi dalam 3 (tiga) fase pemerintahan yaitu periode pemerintahan Orde Lama (1964 – 1968), periode pemerintahan Orde Baru (1968 – 1998) dan periode pemerintahan reformasi (1998 – 2014), berikut ini diuraikan dan dituangkan dalam buku Kiprah Kehutanan 50 tahun Sulawesi Utara.
Gambar 3. Salah satu tekstur pohon di Sulawesi Utara
Foto: Margaretta Christita
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
9
10
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB II PERIODE PEMERINTAHAN ORDE LAMA (1964 - 1968)
Gambar 4. Hutan Alam di Kotamobagu 12
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Foto: Johanes Wiharisno
BAB II PERIODE PEMERINTAHAN ORDE LAMA (1964 - 1968)
Periode Pemerintahan Orde Lama (1964 – 1968) Pada awal terbentuknya, Provinsi Sulawesi Utara telah memiliki institusi yang berwenang mengatur kebijakan-kebijakan kehutanan di daerah. Kantor Inspeksi Kehutanan berdiri pada tahun 1961, dikepalai oleh Thung Pang Sui (1961 - 1964) dilanjutkan oleh Ir. V. Tobing (1964-1968). Pengurusan hutan dilaksanakan oleh Kantor Inspeksi Kehutanan dengan wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah yang berdiri tahun 1961. Di Kabupaten berbentuk kantor Dinas Kehutanan Daerah (KDKD), meliputi: KDKD Minahasa, KDKD Bolaang mongondow, KDKD Gorontalo, KDKD Sangihe Talaud. Pada masa ini, penataan dan pengelolaan hutan, baru direncanakan dan dilaksanakan di Pulau Jawa, yang dikenal dengan pengelolaan hutan jati. Sedangkan di luar Pulau Jawa belum semaju dengan di Pulau Jawa, salah satu kendalanya karena permintaan kayu rimba belum tinggi dan infrastruktur belum mamadai. Dari sisi perundang-undangan, periode ini ditandai dengan lahirnya Undang-undang nomor: 5 tahun 1967, tentang Ketentuanketentuan Pokok Kehutanan. Undang-undang ini menjadi tonggak sejarah pengelolaan hutan di Indonesia, termasuk di Provinsi Sulawesi Utara. Dalam undang-undang ini telah mengatur perencanaan dan pengelolaan serta pemanfaatan hutan. Kondisi sumberdaya alam hutan dan lahan pada masa ini masih hutan primer, dimana sebagian wilayah masih didominasi kawasan hutan baik de facto maupun de jure. Deforestasi dan degradasi hutan dan lahan terjadi secara alamiah.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
13
14
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998)
Gambar 5. Pohon Tidur Tarsius di Cagar Alam Tangkoko 16
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Foto : Giyarto
BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998)
A. Kelembagaan Pengelolaan Hutan dan Kehutanan 1. Dinas Kehutanan Dati I Provinsi Sulawesi Utara Di awal periode pemerintahan ORBA, kelembangaan pengelola hutan dan kehutanan di Daerah mengalami perubahan organisasi mengikuti perkembangan aktivitas hutan dan kehutanan. Di Provinsi Sulawesi Utara, yang mulanya Kantor Inspeksi Kehutanan Sulawesi Utara - Tengah berubah namanya menjadi Dinas Kehutanan Provinsi Dati I Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1968 - 2001. Dinas Kehutanan mencatat pada tingkat tapak/kabupaten, kelembagaan pengurusan hutan berbentuk Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) atau Cabang Dinas Kehutanan (CDK) yang merupakan kepanjangan tangan Dinas Kehutanan Provinsi, meliputi : a) KPH Minahasa, b) KPH Bolaang Mongondow, c) KPH Gorontalo, d) KPH Sangihe Talaud.
2. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI Kelembagaan pengelolaan hutan dan kehutanan pada masa ORBA di tingkat pusat berada di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian sampai dengan terbentuknya Departemen Kehutanan pada tahun 1983. Di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, dibentuklah pelaksana teknis di wilayah. Bidang planologi kehutanan sejak tahun 1971, telah memiliki institusi di daerah bernama Brigade V Planologi Kehutanan, berkedudukan di Ujung Pandang (sekarang dikenal dengan sebutan Makassar), sesuai Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor : 97/Kwt/SD/1971 serta Nomor : 1943/A-2/D.A/71 dengan tugas Inventarisasi, Pemetaan, Pengukuhan Hutan dan efisiensi Tata Guna Tanah, wilayah kerjanya meliputi seluruh Pulau Sulawesi. Pada tahun 1978 Brigade V Planologi Kehutanan berubah nama menjadi Balai Planologi Kehutanan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 430/Kpts/Org/7/1979. Untuk mempercepat pemantapan batas kawasan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1981 dibentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) bernama Sub Balai Tata Hutan, berkedudukan di Manado. UPT tersebut bertanggung jawab kepada Balai Planologi Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
17
Kehutanan V Ujung Pandang. Wilayah kerja Sub Balai Tata Hutan ini meliputi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Pada tahun 1984 berdiri UPT yang bernama Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (BIPHUT) Wilayah VI yang merupakan pemekaran organisasi Balai Planologi V Ujung Pandang dan Sub Balai Tata Hutan berubah namanya menjadi Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (Sub BIPHUT) Manado dengan wilayah kerja meliputi Provinsi Sulawesi Utara.
3. Balai Pengelolaan DAS Tondano Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang tertuang dalam program penyelamatan hutan, tanah dan air. Diawali dengan pembentukan pelaksana proyek dengan nama Proyek Perencanaan Penghijauan dan Reboisasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (P3RPDAS) yang berada di bawah Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Kehutanan tahun 1976–1981 dengan tugas utama perencanaan dan koordinasi pelaksanaan reboisasi dan penghijauan berbasis DAS. Program penyelamatan hutan tanah dan air dalam bentuk kegiatan penghijauan dan reboisasi. Kegiatan utama yang telah dilakukan adalah reboisasi, dan penghijauan serta bangunan sipil teknis dalam rangka pengendalian erosi dan sedimentasi pada sarana irigasi yang vital. Sejarah keberadaan BPDAS Tondano tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kelembagaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) di Indonesia termasuk di Sulawesi Utara. Selanjutnya pada Tahun 1982 - 1983 lembaga keproyekan tersebut dirubah menjadi unit pelaksana teknis RLKT dengan nama sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (sub BRLKT) yang mencakup wilayah DAS Tondano dan Bone Bolango. Pada tahun 1983 – 2000 berubah nama menjadi BRLKT wilayah X dengan wilayah kerja mencakup Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Selanjutnya pada Tahun 2004 berubah menjadi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tondano (BPDAS Tondano) hingga saat ini. Sungai Tondano dipilih sebagai nama lembaga berdasarkan pertimbangan sejarah dan peran ekonomi dan ekologi Sungai Tondano sebagai aset nasional. Fungsi ekonomi dan ekologis memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, melalui manfaat langsung (tangible) dan tidak langsung (intangible). Nilai jasa lingkungan sumberdaya alir ekosistem DAS Tondano diantaranya; energi listrik yang dihasilkan dari tiga unit pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada saat ini di sepanjang sungai Tondano dengan daya sebesar 51.38 MW, dan direncanakan pembangunan unit ke empat yang akan menghasilkan daya sebesar 12 MW. Mempertimbangkan peran vital tersebut maka pada tahun 2012 DAS Tondano ditetapkan sebagai DAS prioritas strategis nasional. Wilayah kerja BP DAS Tondano mencakup seluruh wilayah Sulawesi Utara yang secara teknis terbagi atas 24 satuan wilayah pengelolaan DAS (SWP DAS) yaitu: DAS Tondano, DAS Likupang, DAS Ratahan Pantai, DAS Tumpaan, DAS Ranoyapo, DAS Poigar, DAS Dumoga Mongondow, DAS Buyat, DAS Molibagu, DAS Sangkub Langi, DAS Mahena, DAS Essang, Sebagian DAS Poto Atinggola, Sebagian DAS Bone Bolango, dan Sebagian DAS Batudaa Bone Pantai, DAS Essang dan DAS Mahena serta wilayah DAS yang berupa ekosistem pulau kecil (kurang dari 15.000 ha) yaitu DAS Kepulauan Nusa Tabukan, Pulau Biaro, Pulau Bunaken, P. Kabaruan, P. Lembeh, P. Siau, P. Tagulandang, P. Talise dan Pulau Lirung.
18
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
4. Kantor Wilayah Kehutanan Pada periode Kabinet Pembangunan IV (19 Maret 1983 - 22 Maret 1988), yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Maret 1983, untuk pertama kalinya pada masa ORBA dibetuk Departemen Kehutanan. Guna mengenang pembentukan Departemen Kehutanan, setiap tanggal 16 Maret ditetapkan sebagai hari bakti rimbawan. Seiring dengan pembentukan Departemen Kehutanan, pada tahun 1984 dibentuklah Kantor Wilayah Departemen Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan peraturan perundangan, Kanwil Kehutanan bertugas penyusunan rencana, pengendalian, pembinaan dan pemanfaatan kawasan hutan di daerah.
5. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Pada tahun 1972 terbentuklah Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Provinsi Sulawesi Utara, yang mana dari tahun 1977 s/d 1979 atas dukungan World Wildlife Fund (WWF) Seksi PPA Bolaang Mongondow dipimpin oleh Dr. John Mackinnon. Pada tahun 1977, Tim WWF membuat proposal dan mengusulkan pembentukan Cagar Alam yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Dumoga, proposal ini mengusulkan ± 52.000 Ha areal vital dijadikan sebagai daerah tangkapan air untuk keperluan irigasi di daerah Dumoga. Pada tahun yang sama Tim Survey PPA mengusulkan 106. 640 Ha kawasan hutan untuk dijadikan sebagai Cagar Alam (CA), 58.240 Ha sebagai Suaka Margasatwa (SM), dan 1600 Ha sebagai Taman Wisata Alam (TWA). Adanya tumpang tindih peruntukan kawasan dengan proposal pengusahaan hutan oleh PT. Intomast Utama, maka usulan dari PPA tersebut dikurangi oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Utara menjadi 107.000 Ha untuk Suaka Margasatwa dan tidak termasuk DAS Dumoga (25.000 Ha), sehingga inilah yang menjadi hasil akhir dari proposal yang diusulkan oleh PPA. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 724/Kpts-II/1993 tanggal 8 Nopember 1993 tentang penetapan kelompok hutan Suaka Margasatwa (SM) Dumoga, SM Bone dan Cagar Alam Bulawa di Kabupaten Gorontalo dan Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara seluas 287.113 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Taman Nasional.
B. Pemantapan Kawasan Hutan Pemantapan kawasan hutan diawali dengan penunjukan parsial kawasan hutan. Sebagai warisan pemerintah Hindia Belanda telah dilakukan penetapan kawasan hutan. Cagar Alam (CA) Gunung Ambang pertama kali ditunjuk sebagai kawasan hutan berdasarkan Keputusan Bupati Bolaang Mongondow tanggal 8 Pebruari 1962 No. BKD/4.5/Otonom/62 seluas 8.638 Ha yang terletak di Daerah Tk. II Bolaang Mongondow, Daerah Tk. I Sulawesi Utara. Cagar Alam Gunung Ambang ditunjuk kembali oleh Menteri Pertanian berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 359/Kpts/Um/6/78 tanggal 21 Juni 1978 tentang penunjukan Kawasan Hutan Gunung Ambang seluas 8.638 Ha yang terletak di daerah Tk. II Bolaang Mongondow Daerah Tk. I Provinsi Sulawesi Utara sebagai Suaka Alam/Cagar Alam. Pada tanggal 20 Desember 1984 diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 250/Kpts-II/1984 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Sulawesi Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
19
Gambar 6. Peta Goenoeng Kawatak 4
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Foto: BPKH Wil. VI Manado
Utara seluas ± 1.877.220 Ha sebagai kawasan hutan, yang merupakan pertama kalinya penunjukan kawasan hutan secara utuh untuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara (termasuk Provinsi Gorontalo pada masa tersebut) dengan rincian luas kawasan hutan sebagai berikut : 1. Hutan Suaka Alam dan Wisata : ± 326.590 ha 2. Hutan Lindung : ± 285.430 ha 3. Hutan Produksi Terbatas : ± 741.200 ha 4. Hutan Produksi : ± 202.500 ha 5. Hutan Bakau : ± 28.000 ha 6. Hutan Produksi yang dapat di-Konversi : ± 293.500 ha Potensi kawasan hutan Sulawesi pada masa itu sebagian besar masih merupakan hutan alam primer. Pada era 70-an, dimulai pengajuan ijin pengusahaan hutan oleh perusahaan swasta. Kegiatan survey potensi kawasan yang dituangkan dalam green book potensi kawasan hutan disetiap wilayah. Setelah selesainya survey potensi sebagian kawasan hutan, data tersebut menjadi base line pengusahaan hutan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Memasuki periode 1990-an, keadaan penutupan lahan Provinsi Sulawesi Utara, berdasarkan hasil penafsiran citra landsat yang berkisar dari tahun 1994 s/d 1995 diwilayah daratan Sulawesi Utara diketahui bahwa luas daratan yang masih berupa hutan (berhutan) adalah sebesar 41,81% dan daratan yang bukan berupa hutan (non-hutan) sebesar 34,16 %. Penutupan lahan non-hutan adalah penutupan lahan selain daratan yang bervegetasi hutan yaitu berupa semak/belukar, lahan tidak produktif, sawah, lahan pertanian, pemukiman, alang-alang dan lain-lain. Peta Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994-1995 terdapat pada Tabel berikut : Tabel 1. Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994 -1995 Penutupan Lahan
Luas (ha)
Persen Luas
Berhutan
1.106.031
41,81
Bukan hutan
903.626
34,16
Berawa
635.586
24,03
Total luas yang ditaksir
2.645.243
100
Sumber : Pusat Data dan Perpetaan 1998
C. Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Rehabilitasi lahan kritis dan konservasi tanah memberikan sumbangsih bagi sektor kehutanan dalam upaya mengurangi laju lahan kritis. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara tahun 1981-1982 di Gorontalo ada persemaian 40 hektar ekuivalen dengan 8000 hektar penanaman dengan total selama 10 tahun mencapai 50.000 hektar dengan tingkat keberhasilan tanaman 35%. Penanaman rotan di Gunung Potong Minahasa dan Paguyaman Gorontalo dimulai dan menjadi awal pengembangan sektor hasil hutan bukan kayu. Kegiatan Rehabilitasi lahan dengan pengembangan hasil hutan bukan kayu yang lain adalah kayu manis di Bolaang Mongondow seluas 250 ha, sagu baruk di Sangihe Talaud seluas 250 hektar dan aren di Minahasa seluas 250 ha. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
21
Realisasi kegiatan reboisasi di Provinsi Sulawesi Utara tahun 1968-1974 seluas 1.025 ha, tahun1975-1984 seluas 106.182 ha, dan tahun 1985-1994 seluas 29.737 ha. Sedangkan data hasil kegiatan reboisasi dan penghijauan tahun 1970 – 1997 yang dilakukan oleh BPDAS Tondano ada pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Hasil pelaksanaan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Sulawesi Utara tahun 1970-1997 (termasuk Provinsi Gorontalo) No
Jenis Kegiatan
Total luas kumulatif sejak tahun 1970 - 1997
1
Penghijauan
189.071 ha
2
Demplot Pengawetan Tanah
84.335 unit
3
Dam pengendali
181 unit
4
Hutan Rakyat
25.956 ha
5
Reboisasi
37.145 ha
Keterangan
Khusus untuk Kabupaten Minahasa seluas 11.155 ha
Sumber: BPDAS Tondano
D. Periode Pengusahaan Hutan Kawasan hutan tropis Sulawesi dikenal menyimpan kakayaan alam yang berupa potensi luas, jenis-jenis kayu berkualitas serta volume kayu berdiri yang sangat bermanfaat bagi pembangunan untuk kehidupan umat manusia. Tahun 1970-an sudah banyak pengajuan ijin pengusahaan hutan. Permasalahan yang dihadapi hampir sama dengan sebelumnya dimana wilayah kerja yang cukup luas, personil dan anggaran serta infrastruktur yang masih terbatas. Pemanfaatan hutan dalam bentuk HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dilaksanakan oleh PT Wana Saklar di Bolaang Mongondow, PT Temboan Baru di Bolaang Mongondow, PT Marabunta di Gorontalo. Pada masa ini pengelolaan kawasan hutan masih terbatas dilakukan pengusaha-pengusaha lokal. Meskipun pada periode ini kegiatan pengusahaan hutan lebih banyak dilakukan oleh pengusaha lokal, namun telah mulai dilakukan ekspor kayu, tepatnya pada tahun 1970-1971. Pengapalan kayu log sekitar 6000 m³ per pengapalan, dan satu tahun dapat mencapai 280.000 m³ . Pemanfaatan kayu hitam di Buroko mencapai 5000 ton. Pemanfaatan rotan mencapai 2500 ton per tahun dan mencapai puncak pada 5000 ton. Produksi hasil hutan bukan kayu dari tahun 1968-1974 meliputi Rotan sebanyak 926,80 ton, kayu manis sebanyak 86.457 kg, bambu sebanyak 114.167 batang, kayu bakar bakau sebanyak 18.282,58 batang Berdasarkan Statistik Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara Tahun 1994/1995, potensi produksi kayu sampai dengan tahun 1998/1999 diperkirakan mencapai 8.500.000 – 13.000.000 m³. Setelah dibukanya kran pemanfaatan hutan, tercatat 14 HPH melakukan usaha pengusahaan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Pada kawasan Hutan Produksi, khususnya pada areal HPH yang masih aktif dan bekas areal HPH (Eks-HPH), telah dilakukan perhitungan kembali berdasarkan data citra satelit Landsat tahun 1997 s/d 2000. Pada kawasan hutan
produksi, sampai dengan bulan Juli 2001 terdapat 11 unit perusahaan HPH yang
22
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
masih aktif dengan total luas 470.384 ha dengan data pada Tabel di bawah ini: Tabel 3. Perusahaan HPH yang Masih Aktif s/d Juli 2001 No
Nama HPH
Surat Keputusan
Tanggal SK
Luas Areal dalam ribu (000)
1
PT. Centralindo Panca Sakti
663/Kpts-II/92
30-6-1992
87.85
2
PT. Sapta Krida Kita
1046/Kpts-II/92
10/9/1992
57
3
PT. Taiwi III
929/Kpts-II/91
17-12-1991
66.5
4
PT. Lembah Hijau Semesta
622/Kpts-II/90
13-11-1990
34
5
PT. Inimexintra
426/Kpts-II/91
19-7-1991
50.5
6
PT. GULAT II
70/Kpts-II/93
1/11/1993
21.5
7
PT. Huma Sulut Lestari
39/Kpts-II/2001
15-2-2001
26.8
8
PT. Sandi Jaya Satria
594/Kpts-II/99
2/8/1999
28.034
9
PT. Wenang Sakti
292/Kpts-II/99
7/5/1999
98.2
10
PT Inhutani I
797/Menhut-IV/93
29/04/1993
131
11
PT Bina Wana Sejahtera
-
Tidak Aktif sejak 1991/1992
Sumber: BPKH Wilayah VI Manado
Produksi kayu merupakan basis utama dari industri yang bergerak di sektor kehutanan pada masa ini. Eksploitasi hutan diarahkan untuk mendukung wood based industry, meningkatkan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja. Produksi kayu bulat/log pada masa ini mencapai 2.960.424,01 m³. Pada periode 1970-an hingga awal tahun 1990-an dikenal sebagai masa emas sektor kehutanan dalam perolehan devisa. Sektor kehutanan merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas. Ungkapan hutan sebagai emas hijau yang membentang sepanjang garis khatulistiwa di bumi pertiwi. Sektor kehutanan menjadi unggulan untuk mendatangkan pendapatan menggerakkan roda perekonomian bangsa dari pusat sampai ke daerah. Permasalahan di bidang kawasan hutan pada era HPH antara lain adalah pemegang HPH tidak melakukan pengelolaan hutan secara lestari, HPH hanya diberikan kepada kroni-kroni pihak penguasa pada masa tersebut, penegakan hukum dibidang pengusahaan hutan tidak berjalan baik, kurangnya pengawasan, rehabilitasi tidak berjalan dengan baik, perambahan kawasan hutan untuk pemukiman dan perluasan lahan pertanian, illegal logging dan kurangnya sarana dan prasarana.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
23
24
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB IV PERIODE PEMERINTAHAN REFORMASI (1998 - 2014)
Gambar 7. Persemaian milik masyarakat 24
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Foto: Johanes Wiharisno
BAB IV PERIODE PEMERINTAHAN REFORMASI (1998 - 2014)
A. Kelembagaan Pengelolaan Hutan dan Kehutanan Sejalan dengan tuntutan desentralisasi pengelolaan kawasan hutan pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, disektor kehutanan telah melakukan kebijakan yang sangat substansial dalam pengelolaan kawasan hutan. Pemikiran dan implemantasi kebijakan tersebut mendorong lahirnya Undang-undang kehutanan nomor 41 tahun 1999. Inti dari diterbitkannya undang-undang tersebut dan peraturan perundang-undangan turunannya adalah pemberian mandat yang seluas-luasnya bagi pemerintah daerah untuk mengelola kawasan hutan untuk meningkatkan fungsi ekonomi bagi masyarakat sekitar secara berkeadilan yang diikuti oleh kelestarian kawasan hutan. Kementerian Kehutanan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berupa membuat kriteria, standar, indikator dan norma pengelolaan hutan yang berfungsi ekonomi dan kelestariannya. Kementerian Kehutanan melalui jajaran UPT di bawahnya telah dengan konsisten dan konsekwen menyusun data dan informasi dalam rangka penyusunan kriteria, indikator, standar dan norma yang secara terus menerus terbarui sesuai dengan kondisi kawasan hutan dan sosial ekonomi masyarakat. Pembangunan daerah sudah mulai dirasakan masyarakat sejalan dengan era otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada jaman otonomi daerah, arah kebijakan pembangunan kehutanan bergeser dari era pemanfaatan hutan menjadi era konservasi dan rehabilitasi. Sejalan dengan perubahan arah tersebut, maka kelembagaan pengelolaan hutan berkembang pesat di Provinsi Sulawesi Utara yaitu :
1. Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Pada era reformasi, sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku, Kanwil Kehutanan telah mengalami disorientasi fungsi. Beberapa mandat yang sebelumnya diemban oleh Kanwil Kehutanan berangsur dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi sampai akhirnya personil Kanwil dilikuidasi menjadi aparatur Dinas Kehutanan Provinsi tahun 2001. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
27
2. Dinas Kehutanan Provinsi Dengan dilikuidasinya Kanwil Kehutanan, maka Dinas Kehutanan Provinsi (dulunya Dinas Kehutanan Dati I) merupakan satu-satunya institusi yang mengembang sebagian fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan kawasan hutan di daerah. Desentralisasi dan dekonsentrasi pengelolaan hutan memberikan mandat yang luas kepada Dinas Kehutanan melakukan pengelolaan hutan secara lestari. Penyiapan data dan informasi dalam penyusunan kriteria, indikator, norma dan standar pengelolaan hutan, sebagian dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan (sekarang Kementerian Kehutanan). Pengurusan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara yang dibentuk berdasar Perda 10 tahun 2003 dan berubah dengan terbitnya Perda 3 tahun 2008. Berdasar Peraturan Daerah Sulawesi Utara nomor 10 tahun 2003 maka terdapat jabatan Kepala Dinas dan Wakil Kepala Dinas, sedangkan berdasarkan Perda 3 tahun 2008 maka jabatan Wakil Kepala Dinas dihapus. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat dan teknis penunjang untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara. 2.1. Balai Perbenihan dan Persuteraan Alam Dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Perda Nomor 10 tahun 2003. Selanjutnya berdasarkan Perda 3 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur 94 tahun 2008, Balai ini ditetapkan kembali menjadi UPTD dengan tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang perbenihan dan persuteraan alam. 2.2. Balai Sertifikasi Pengujian dan Peredaran Hasil Hutan Dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Perda Nomor 10 tahun 2003. Selanjutnya berdasarkan Perda 3 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur 94 tahun 2008, Balai ini ditetapkan kembali menjadi UPTD dengan tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang balai sertifikasi pengujian dan peredaran hasil hutan. 2.3. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Poigar Dibentuk pada tahun 2011 berdasarkan Perda 3 tahun 2008 dan Peraturan Gubernur Nomor 4 tahun 2011. UPTD KPHP Model Poigar mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang pengelolaan hutan. KPHP Model Piogar secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan Provinsi Sulawesi Utara, yang mencakup dua kabupaten yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dengan luas kawasan hutan 25.014 ha (60,13 %) dan Kabupaten Minahasa Selatan dengan luas kawasan hutan 16.583 ha (39,87 %). Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 788/ MENHUT-II/2009, wilayah KPH Poigar terbagi kedalam fungsi kawasan Hutan Produksi/Hutan Produksi Terbatas (HP/HPT) seluas 36.332 ha (87,34 %), dan kawasan Hutan Lindung (HL) termasuk hutan bakau seluas 5.265 ha (12,66 %). 28
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
2.4. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa Dibentuk pada tahun 2012 berdasarkan Perda 3 tahun 2008 dan Peraturan Gubernur Nomor 48 tahun 2012. UPTD Tahura Gunung Tumpa mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang pengelolaan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa.
3. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VI Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.6188/Kpts-II/2002, tanggal 10 Juni 2002, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI dibentuk berkedudukan di Manado. Wilayah kerjanya meliputi 3 (tiga) Provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.25/Menhut–II/2007 Tanggal 6 Juli 2007 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, wilayah kerja BPKH Wilayah VI meliputi Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Maluku Utara. Balai pemantapan Kawasan Hutan adalah pengembangan dari institusi sebelumnya, bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan. Tugas BPKH adalah melaksanakan pemantapan kawasan hutan, penilaian perubahan status dan fungsi hutan serta penyajian data dan informasi sumber daya hutan. Sebagai UPT Kementerian Kehutanan, BPKH menyelenggarakan fungsi ; a) Pelaksanaan identifikasi lokasi dan potensi kawasan hutan yang akan ditunjuk, b) Pelaksanaan penataan batas dan pemetaan kawasan hutan konservasi, c) Pelaksanaan identifikasi fungsi dan penggunaan dalam rangka penatagunaan kawasan hutan, d) Penilaian hasil tata batas dalam rangka penetapan kawasan hutan lindung dan hutan produksi, e) Pelaksanaan identifikasi dan penilaian perubahan status dan fungsi kawasan hutan, f) Pelaksanaan identifikasi pembentukan unit pengelolaan hutan konservasi, serta hutan lindung dan hutan produksi lintas administrasi pemerintahan, g) Penyusunan dan penyajian data informasi sumber daya hutan serta neraca sumber daya hutan, h) Pengelolaan sistem informasi geografis dan perpetaan kehutanan dan i) Pelaksaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
4. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tondano Balai Pengelolaan DAS Tondano sebagai Unit pelaksana teknis (UPT) pengelolaan DAS di Sulawesi Utara yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS-PS) Kementerian Kehutanan. Tugas Pokok dan Fungsi BPDAS Tondano dipertegas melalui Kepmen Kehutanan No. P.15/Menhut-II/2007 yaitu Balai Pengelolaan DAS Tondano mempunyai fungsi untuk; a) Penyusunan rencana Pengelolaan DAS, b) Penyusunan dan Penyajian Informasi DAS, c) Pengembangan Model Pengelolaan DAS, d) Pengembangan Kelembagaan dan Kemitraan Pengelolaan DAS dan e) Pemantauan danEvaluasi Pengelolaan DAS. Balai Pengelolaan DAS Tondano memberikan fasilitas dan supervisi teknis pada Pemerintah Daerah dan stakeholder lainnya, sehingga upaya-upaya Pengelolaan DAS dan termasuk didalamnya upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat berjalan dengan baik serta mencapai hasil yang optimal. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
29
Gambar 8. Pulau Manado Tua dan Pulau Bunaken dilihat dari puncak Tahura Gunung Tumpa
30
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Foto: Dinas Kehutanan
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
31
5. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara (selanjutnya disebut BKSDA) statusnya ditingkatkan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 02/Kpts-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam. Sebelum menjadi BKSDA, namanya Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara (UKSDA) yang dulunya dikenal dengan nama Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA). Adapun tugas pokok BKSDA Sulut adalah penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar diluar kawasan konservasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan tugas pokok, dijabarkan fungsi BKSDA Sulut sebagai berikut; a) Penataan blok, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi, b) Pengelolaan kawasan suaka margasatwa, cagar alam, taman wisata alam dan taman buru serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan, c) Koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung, d) Penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan, hasil hutan, tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan, e) Pengendalian kebakaran hutan, f) Promosi, informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, g) Pengembangan bina wisata alam dan cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, h) Kerja sama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, i) Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi, j) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam dan k) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Balai KSDA Sulut secara struktur organisasinya Kepala Balai membawahi 3 (tiga) pejabat Eselon IV, yaitu : • Kepala Sub Bagian Tata Usaha. • Kepala Seksi Konservasi Wilayah I dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Propinsi Sulawesi Utara yang meliputi Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kota Kotamobagu, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Talaud dan Kabupaten Kepulauan Sitaro. • Kepala Seksi Konservasi Wilayah II dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Propinsi Gorontalo yang meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Bone Bolango. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 02/Kpts-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam. 32
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
6. Balai Taman Nasional Bunaken Taman Nasional Bunaken merupakan salah satu Kawasan Pelestarian Alam yang sudah diakui dunia akan keindahan alam bawah lautnya dan merupakan salah satu ikon Sulawesi Utara. TN Bunaken secara yuridis ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 730/Kpts-II/1991 tanggal 15 Oktober 1991 dengan luas 89.065 ha yang meliputi Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, Pulau Siladen, Pulau Mantehage, Pulau Nain, Pesisir Molas-Wori serta pesisir Arakan–Wawontulap. Peresmian Taman Nasional Bunaken ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 21 Desember 1992 di Manado, dilanjutkan dengan penetapan Balai Taman nasional Bunaken pada bulan Januari 1998. TN Bunaken dikelola oleh otoritas yaitu Balai Taman Nasional Bunaken yang merupakan Unit Pengelola Teknis di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementrian Kehutanan. Kawasan TN Bunaken dalam pengelolaannya terbagi dalam 2 (dua) Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah, yaitu SPTN Wilayah I di Meras seluas 75.265 ha (meliputi wilayah pengelolaan TN Bunaken bagian Utara) dan SPTN Wilayah II di Tambala seluas 13.800 ha (meliputi wilayah pengelolaan TN Bunaken bagian selatan). Bagian Utara TN Bunaken terdiri dari 5 (lima) pulau dan pesisir daratan Sulawesi yaitu Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, dan Pulau Siladen, serta pesisir Tanjung Pisok (Kec. Bunaken, Kota Manado), Pulau Mantehage, Pulau Naen dan pesisir Desa Tiwoho dan Desa Wori di daratan Sulawesi (Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara). Bagian Selatan TN Bunaken meliputi pesisir Tanjung Kalapa di daratan Sulawesi (mulai dari pesisir Desa Poopoh sampai Desa Pinasungkulan, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa dan dari Desa Rap-rap sampai Desa Popareng Kecamatan Tumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan). Visi pengelolaan TN Bunaken adalah terwujudnya Taman Nasional Bunaken yang aman dan lestari didukung kelembagaan yang kuat dalam pengelolaanya serta mampu memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Untuk mencapai Visi tersebut maka ditetapkan 4 (empat) Misi pengelolaan TN Bunaken yaitu; a) Meningkatkan pengelolaaan konservasi sumberdayaalamhayatidan ekosistimnya b) Meningkatkan perlindungan kawasan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan penegakan hukum, c) Mengembangkan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistem berdasarkan prinsip kelestarian dan d) Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam rangka pengelolaan, perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pengelolaan TN Bunaken memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya melalui pemanfaatan ekstraktif terbatas dan pengembangan pariwisata khusus (penyelaman). Sesuai dengan amanat Undang-Undang, TN Bunaken dikelola dalam bentuk zonasi, dalam perkembangannya zona di TN Bunaken mengalami beberapa perubahan, adapun Zonasi terbaru berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK 13/IV-KK/2008 tanggal 4 Februari 2008 adalah Zona Inti dengan luas 1.077,6 ha, Zona Rimba dengan luas 1.528,32 ha, Zona Rehabilitasi dengan luas 142,9 ha, Zona Pemanfaatan Pariwisata dengan luas 1.233,43 ha, Zona Pemanfaatan Umum dengan luas 72.279,77 ha, Zona Tradisional dengan luas 10.460,69 ha, dan Zona Khusus Daratan dengan luas 2.342,29 ha. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
33
7. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 724/Kpts-II/1993 tanggal 8 Nopember 1993 tentang penetapan kelompok hutan Suaka Margasatwa (SM) Dumoga, SM Bone dan Cagar Alam Bulawa di Kabupaten Gorontalo dan Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara seluas 287.113 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Taman Nasional. Penetapan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dikukuhkan sesuai Peraturan Menteri Kehutanan nomor : P03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis Taman Nasional. Pengelolaan TN memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya melalui pemanfaatan ekstraktif terbatas dan pengembangan pariwisata.
8. Balai Penelitian Kehutanan Manado Balai Penelitian Kehutanan Manado merupakan salah satu UPT Kementerian Kehutanan yang baru dibentuk pada masa reformasi. Balai Penelitian Kehutanan Manado dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor : P.36/Menhut-II/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Kehutanan Manado tanggal 2 Juni 2006 dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.39/Menhut-II/2011 tanggal 20 April 2011, tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Kehutanan Manado dengan wilayah kerja meliputi tiga provinsi yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara. Tugas pokoknya melaksanakan penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan, keteknikan kehutanan dan pengolahan hasil hutan dan perubahan iklim dan kebijakan kehutanan. Berdasarkan Renstra BPK Manado 2010-2014, BPK Manado mempunyai Visi “Menjadi Lembaga Penyedia IPTEK Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang Profesional di Indonesia Timur Bagian Utara” dengan misi antara lain; a) Menyelenggarakan kegiatan penelitian berbasis konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan secara berkelanjutan, b) Meningkatkan kemanfaatan dan desiminasi IPTEK konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan dan c) Memantapkan unsur-unsur pendukung penelitian. Dalam bidang tertib administrasi, BPK Manado ikut berperan menorehkan prestasi dengan memperoleh predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) pada audit BPK tahun 2013. Selain itu BPK Manado mendapat penghargaan dari KPPN Manado atas ketertibannya dalam pelaporan keuangan tahun 2013 dan 2014.
9. Universitas Sam Ratulangi Universitas Sam Ratulangi sebagai lembaga pendidikan tinggi tidak dapat dilepaskan kiprahnya dari pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Sulawesi Utara. Dalam bidang kehutanan Universitas Sam Ratulangi memiliki peran dalam melahirkan sumberdaya manusia yang unggul dengan menyelenggarakan program studi kehutanan. Program Studi Kehutanan memiliki visi untuk menjadi wadah pengembangan ilmu dan pendidikan kehutanan yang maju untuk pengelolaan sumberdaya alam dalam konsep keseimbangan dan keberlanjutan. Misi yang diemban adalah untuk (1) mendidik masyarakat secara 34
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
bertanggung jawab agar menjadi pelaku pembangunan yang handal, dan (2) mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bidang kehutanan untuk menunjang kemajuan dan pembangunan bangsa dan negara secara berimbang dan berkelanjutan. Lulusan Program Studi Kehutanan Universitas Sam Ratulangi memiliki kompetensi sebagai Sarjana Kehutanan yang: (1) menguasai pengetahuan dan memiliki ketrampilan bidang kehutanan, (2) mampu mengidentifikasi masalah dan merumuskan pemecahan masalah dengan pendekatan ilmiah, (3) mampu menjadi inovator dalam masyarakat untuk pelestarian sumberdaya hutan dan produksi kehutanan yang berkelanjutan, dan (4) mampu menyediakan jasa konsultasi dan supervisi serta melaksanakan kegiatan produktif di bidang kehutanan dan yang terkait.
Dari atas ke bawah: Kantor Dinas Kehutanan Kantor BPK Manado Kantor BTN Bunaken Kantor BPKH Wil. VI Manado Kantor BKSDA Sulut Kantor BPDAS Tondano
Gambar 9. Kantor-kantor Kehutanan
di Provinsi Sulawesi Utara
Foto: Instansi Bersangkutan
Kelembagaan pengelolaan hutan berkembang pesat di Provinsi Sulawesi Utara berkembang pesat sejak era otonomi daerah
Gambar 10. Pola Ruang
Foto: IBKSDA Sulawesi Utara
B. Pemantapan Kawasan Hutan Pada tahun 2013 terkait dengan Review Rencana Tata Ruang Provinsi (RTWP) Sulawesi Utara telah diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK 734/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Utara. Berikut disajikan perkembangan penataan kawasan hutan mulai tahun 1984 hingga tahun 2014. Tabel 4. Perkembangan Luas Kawasan Hutan Sulawesi Utara No
Fungsi Hutan
Luas Kawasan Hutan (ha) TGHK /1984
SK 452/1999
SK. 434/2013
SK. 734/2014
1
KSA/KPA
227,869.01
316,880.20
315,064.86
314,965
2
HL
159,723.54
182,564.48
161,808.83
161,784
3
HPT
369,868.53
216,833.48
208,924.58
208,927
4
HP
83,516.85
66,705.40
64,559.83
64,367
5
HPK Jumlah
95,823.67
15,429.82
14,701.31
14,696
936,801.59
798,413.39
765,059.41
764,739
Sumber : BPKH Wilayah VI Manado
Gambar 11. Diagram persentase pembagian kawasan hutan Provinsi Sulawesi Utara 2014
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
37
Gambar 12. Kegiatan penataan batas kawasan oleh BPKH Wilayah VI Manado
Foto: BPKH Wil. VI Manado
Konsentrasi kegiatan pada masa ini adalah melaksanakan percepatan penataan batas pada lokasi-lokasi yang telah ditata batas namun belum temu gelang, tata batas sebagai akibat dari perubahan fungsi maupun perubahan peruntukan kawasan hutan serta penetapan kawasan hutan yang telah ditata batas. Disisi lain pada periode yang berbeda, yaitu tahun 2001 s/d 2007 kegiatan tata batas di Sulawesi Utara menjadi stagnan, disebabkan karena pemerintah daerah belum mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tata batas. Selanjutnya atas dasar evaluasi dan terbitnya kebijakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor: 38 Tahun 2007, kewenangan tata batas ditarik kembali menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Seiring dengan kebijakan tersebut, maka BPKH Wilayah VI kembali melaksanakan prioritas tata batas kawasan hutan lindung dan produksi. Dibandingkan antara masa ORBA dan masa reformasi, luas kawasan hutan sudah jauh menyusut dari 1.877.220 ha menjadi 764.739 ha di tahun 2014, berkurang sekitar 1.112.481 ha. Besarnya penyusutan ini antara lain karena kebutuhan terhadap lahan perkotaan, pertanian, perkebunan, pertambangan, infrastruktur dan juga karena pemekaran wilayah. Permasalahan lainnya antara lain adanya tumpang tindih pemanfaatan maupun penggunaan lahan kawasan hutan negara oleh kepentingan sektor lain, bahkan pada beberapa lokasi terdapat jual beli lahan kawasan hutan dan sertifikat tanah, munculnya klaim-klaim masyarakat yang mengatasnamakan tanah leluhur dan lain sebagainya. Saat ini solusi yang telah untuk menangani permasalahan tersebut antara lain sosialisasi batasbatas kawasan hutan, penegakan hukum oleh instansi yang berwenang termasuk dukungan LSM dan media cetak. Memasuki tahun 2000, seiring dengan keluarnya Undang-Undang Otonomi Daerah, khususnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi euforia dalam pemberian ijin pemanfaatan hutan. Paradigma pemanfaatan hutan berubah dari sentralisasi beralih ke desentralisasi. Perijinan pengusahaan hutan diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Bupati/Walikota). Hutan dan kehutanan mengalami tekanan berat karena eksploitasi yang sangat tinggi. Pengawasan oleh Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat lemah. Hal ini berakibat kerusakan sumber daya hutan dan kerugian negara akibat tidak tertibnya administrasi. Euforia otonomi daerah mengakibatkan maraknya pencurian kayu dan illegal logging. Sampai dengan tahun 2009, pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) (sebelumya HPH atau Hak Pengusahaan Hutan) sebagai berikut : Tabel 5. Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)
No
Nama Perusahaan
A.
IUPHHK Hutan Alam 1 PT Lembah Hijau Semesta
No/Tgl SK
Luas (Ha)
662/Kpts-II/1990
34.000
Bolmong Utara
26.800
Bolmong Utara
7500
Bolmong Selatan
13 Nopember 1990 2 PT Huma Sulut Lestari
39/Kpts-II/2001 15 Februari 2001
B.
Lokasi
IUPHHK Hutan Tanaman 1 PT Kawanua Kahuripan Pantera
153 tahun 2002 30 Mei 2002 (SK Bupati Bolmong)
Sumber : Statistik Bidang Bina Pengelolaan Hutan Produksi Tahun 2009 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
39
Hingga tahun 2014 ini masih terdapat 1 (satu) perusahaan pemegang IUPHHK Hutan Alam yaitu PT Huma Sulut Lestari dan 1 (satu) perusahaan pemegang IUPHHK Hutan Tanaman yaitu PT Kawanua Kahuripan Pantera.
C. Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Program rehabilitasi lahan dan konservasi tanah diawali dengan penyusunan rencana teknis RLKT. Sebagai dasar dalam penyusunan rencana rehabilitasi lahan dan konservasi tanah adalah ketersediaan data lahan kritis. Kegiatan Pengeloaan Daerah Aliran Sungai menjadi salah satau hal terpenting dalam Reboisasi dan rehabilitasi lahan. Kerusakan ekosistem DAS hingga saat ini masih menjadi masalah utama di berbagai daerah yang diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan menyebabkan gangguan sistem hidrorologis yang dapat dilihat dari peningkatan frekuensi banjir, tanah longsor, kerusakan sarana irigasi akibat erosi dan sedimentasi. Kerusakan DAS diperparah oleh adanya konflik kepentingan dan kurang keterpaduan antar sektor, antar kabupaten/kota yang terletak di wilayah hulutengah-hilir DAS. Secara de jure, kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Utara telah ditata batas dan dikukuhkan. Namun, secara de facto, kawasan hutan dan lahan, terus mengalami kerusakan atau dalam keadaan kritis. Total lahan kritis di Sulawesi Utara adalah seluas 904.304,32 ha terdiri dari lahan kritis di luar kawasan hutan seluas 646.007,32 ha dan di dalam kawasan hutan seluas 258.294 ha. Berdasarkan tingkat kekritisannya, lahan kritis dengan kategori sangat kritis seluas 23.785,68 ha, kritis seluas 274.786,98 ha, dan agak kritis seluas 605.728,66 ha. Lahan kritis yang ada dalam kawasan hutan mencapai 258.294 ha atau 32,75 % dari luas kawasan hutan Sulawesi Utara, terdiri dari kategori sangat kritis seluas 20.584 ha, kritis seluas 67.311 ha dan agak kritis seluas 170.399 ha, sebagaimana diperlihatkan pada tabel berikut. Tabel 6. Luasan Lahan Kritis dalam Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara Luas (ha)
Jumlah (ha)
Jenis Penutupan
Sangat Kritis
Kritis
Agak Kritis
Hutan Suaka Alam/ Kawasan Pelestarian Alam
2.514
14.808
41.756
59.078
Hutan Lindung
11.525
22.726
44.904
79.155
Hutan Produksi Terbatas
3.165
19.991
55.422
78.578
Hutan Produksi Tetap
2.251
8.086
24.552
34.889
Hutan Produksi Konversi
1.129
1.7
3.765
6.594
Jumlah
20.584
67.311
170.399
258.294
Sumber: Kemenhut
40
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 13. Semai di persemaian permanen BPK Manado
Foto: Johanes Wiharisno
• Rehabilitasi dan Konservasi Lahan Penyelenggaraan konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan secara terus-menerus dan menjadi salah satu fokus kegiatan kehutanan. Kegiatan ini untuk menjaga keseimbangan ekologi, khususnya dalam hal penyedia sumber air, pencegah banjir, tanah longsor, dan sedimentasi. Realisasi kegiatan rehabilitasi lahan kritis dan perhutanan sosial yang telah dilakukan sebagaimana tabel berikut : Tabel 7. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2003-2006 No
Jenis Kegiatan
Volume
A
Kegiatan Penanaman:
1
Hutan Rakyat
6.780
2
Pengkayaan Hutan Rakyat
1.270
3
Reboisasi Hutan Lindung
5.825
4
Pengkayaan Reboisasi Hutan Lindung
645
5
Reboisasi Hutan Produksi
840
6
Pengkayaan Reboisasi Hutan Produksi
150
7
Reboisasi Hutan Produksi Terbatas
1.190
Hektar (ha)
8
Pengkayaan Reboisasi Hutan Produksi Terbatas
530
9
Rehabilitasi Hutan Bakau
1.065
10
Green Belt
50
11
Gully Plug
20
Jumlah A
18.365
B
Kegiatan Konservasi Tanah:
Unit
1
Sumur Resapan
168
2
Dam Pengendali
8
3
Dam Penahan
41
Jumlah B
217
Sumber: BPDAS Tondano
Sejak tahun 2003 sampai dengan 2008 kawasan yang telah direhabilitasi seluas 39.540 ha, dimana seluas 25.724 ha berada dalam kawasan dan seluas 13.816 ha di luar kawasan hutan. Pada tahun 2011 hingga 2013, BPDAS Tondano mendapat penghargaan RHL hutan konservasi terbaik tingkat nasional. Prestasi lain dibidang kehutanan juga telah dicapai Gubernur Sulawesi Utara dengan diterimanya penghargaan sebagai pembuat regulasi terbanyak di bidang kehutanan. Kegiatan pemanfaatan hutan yang berorientasi pada penebangan kayu semakin menurun seiring menurunnya produktivitas lahan hutan. Hak Pengusahaan Hutan semakin berkurang dan sebagian besar (lebih 50%) berada di wilayah Provinsi Gorontalo. Pasca reboisasi dan penghijauan, pemerintah menetapkan Program Hutan Tanaman Swakelola (HTS) tahun 1999 - 2000, Hutan Tanaman Unggulan Lokal (HTUL) tahun 2001 - 2002 dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) tahun 2003. 42
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
• Kebun Bibit Rakyat Kebun Bibit Rakyat merupakan program pemerintah untuk menyediakan bibit tanaman hutan antara lain gmelina, nantu, mahoni dan jenis tanaman serbaguna (MPTS) yang dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok masyarakat, terutama di pedesaan. Bibit hasil Kebun Bibit Rakyat digunakan untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis serta kegiatan penghijauan lingkungan. Dengan produksi bibit per unit sebanyak 50.000 batang tanaman untuk tahun 2010 dan tahun 2011 diasumsikan untuk melakukan rehabulitasi hutan dan lahan pada luasan 125 ha per unit KBR. Berbeda untuk tahun 2012, produksi bibit per unit KBR menjadi 25.000 batang anakan untuk asumsi luas areal tanam 25–100 ha untuk jenis non mangrove, sedangkan untuk KBR mangrove per unit 50.000 batang untuk asumsi luas areal tanam 10-20 ha. Kebun Bibit Rakyat di Sulawesi Utara pada tahun 2010 seluas 26.500 ha, 2011 seluas 40.125 ha, 2012 seluas 16.875 ha, 2013 seluas 15.120 ha, 191 seluas 7640 ha. Dengan luasan tersebut maka total Kebun Bibit Rakyat Sulawesi Utara 2010-2014 adalah 106.260 ha. Tabel 8. Kebun Bibit Rakyat di Provinsi Sulawesi Utara No
Kabupaten/Kota
Tahun Pelaksanaan 2010
2011
2012
2013
2014
Jumlah
1
Manado
2
2
3
3
3
13
2
Bitung
9
9
6
8
8
40
3
Tomohon
5
12
7
14
9
47
4
Kotamobagu
8
4
6
8
6
32
5
Minahasa
18
37
20
50
23
148
6
Minahasa Utara
32
26
16
47
22
143
7
Minahasa Selatan
29
44
29
48
18
168
8
Minahasa Tenggara
12
27
20
35
21
115
9
Bolaang Mongondow
34
30
16
40
25
145
10
Bolaang Mongondow Utara
12
25
28
28
14
107
11
Bolaang MongondowTimur
-
20
15
17
8
60
12
Bolaang Mongondow Selatan
-
26
15
8
4
53
13
Kepulauan Sangihe
28
27
20
25
12
112
14
Kepulauan Talaud
22
28
20
44
15
129
15
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro
1
4
4
3
3
15
212
321
225
378
191
1,327
JUMLAH Sumber: BPDAS Tondano
• Pembangunan Hutan Rakyat Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah terwujudnya tanaman hutan di luar kawasan hutan (lahan milik rakyat) sebagai upaya rehabilitasi lahan tidak produktif (lahan kosong/ kritis) di DAS prioritas yang ditujukan untuk memulihkan fungsi dan meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman berupa kayu dan non kayu, memberikan Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
43
peluang kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan pendapatan masyarakat, kemandirian kelompok tani, serta memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi tekanan penebangan kayu hutan. Tabel 9. Pembangunan Hutan Rakyat di areal MDM (Model Das Mikro) Sulawesi Utara No
Tahun Pelaksanaan
1
2010
Kabupaten/ Kota
Lokasi
Luas (ha)
Tomohon
Kel. Kumelembuai, Kec. TomohonTimur
25
Minahasa
Desa Winebetan, Kec. Langowanselatan
25
Kel. Paleloan, Kec. Tondano Selatan
25
Desa Radey, Kec. Tenga
25
Minahasa Selatan Jumlah 1 2
100 2011
Minahasa
Jumlah 2
DesaPahaleten, Kec. Kakas
25
Desa Talikuran, Kec. Kakas
25
Desa Touliang, Kec. Kakas Barat
25 75
Sumber: BPDAS Tondano
• Persemaian Permanen Untuk pelaksanaan berbagai program penanaman dibutuhkan benih berkualitas dari sumber-sumber dan bibit tanaman hutan dalam jumlah yang besar pada waktu yang tepat sesuai dengan musim tanam. Untuk memenuhi kebutuhan bibit yang berkualitas tinggi dengan memanfaatkan teknologi dari Balai Penelitian Kehutanan Manado, maka pada tahun 2011 telah dibangun Persemaian Permanen seluas kurang lebih 2,5 ha di Kelurahan Kima Atas, Kec. Mapanget Kota Manado tepatnya berada di Tanah Perkantoran Balai Penelitian Kehutanan Manado. Target produksi kurang lebih 1 juta bibit/tahun. Kemudian pada tahun 2012, untuk memenuhi kebutuhan bibit kayu di wilayah Bolaang Mongondow dan sekitar dibangun kembali 1 (satu) persemaian di wilayah Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yaitu di Desa Torout, Kecamatan Dumoga Barat Kab Bolaang Mongondow dengan target produksi bibit sebanyak kurang 500.000 bibit/tahun. Pada tahun 2014 BPDAS Tondano menorehkan prestasi dengan adanya persemaian BPDAS Tondano bekerjasama dengan BPK Manado mendapat predikat sebagai Persemaian Permanen Terbaik tingkat nasional. Keberadaan Persemaian permanen ini kerap mendapat kunjungan dari berbagai instansi baik akademisi, instansi pemerintah, pengusaha dan penggiat kehutanan untuk mempelajari pengelolaan persemaian yang telah dilakukan. Sementara itu, BPDAS Tondano bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone telah melakukan pembuatan persemaian permanen yang kelak diharapkan 44
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
menjadi salah satu penghasil benih tanaman hutan yang baik untuk mendukung pembangunan kehutanan Sulawesi Utara pada masa mendatang.
• Rehabilitasi Mangrove Rehabilitasi hutan mangrove menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat. Pada tahun 2011 BPDAS Tondano telah melakukan penanaman mangrove seluas 150 ha. Pada tahun 2013 penanaman mangrove telah dilakukan di 8 kabupaten/kota dengan total luas mencapai 400 ha. Sinkronisasi dan harmonisasi program lintas instansi difasilitasi oleh Kelompok Kerja Mangrove Daerah Sulawesi Utara.
• Hutan Kota Pembangunan hutan kota juga menjadi salah satu kiprah kehutanan dalam menjaga ekosistem dan keindahan kota di Sulawesi Utara. Pembangunan hutan kota dimaksudkan sebagai upaya untuk perbaikan lingkungan perkotaan dengan tujuan untuk mewujudkan lingkungan hidup wilayah perkotaan yang sehat, rapi dan indah dalam suatu hamparan tertentu sehingga mampu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, estetika, resapan air serta keseimbangan lingkungan perkotaan. Sasaran lokasi kegiatan adalah hamparan lahan kosong di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam PP Nomor 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota. Hutan Kota ini sebagai bagian dari ruang terbuka hijau sesuai peruntukan dalam RTRW perkotaan. Tabel 10. Hutan Kota di Provinsi Sulawesi Utara No
Tahun
Kabupaten/Kota
Luas Total (ha)
1
2010
Tomohon, Minahasa, Minahasa Utara, Kotamobagu
26
2
2011
Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow Selatan
14
3
2012
Minahasa Utara, Minahasa Selatan Bolaang Mongondow Timur
25
4
2013
Minahasa , Bolaang Mongondow Utara
5
2014
Kota Tomohon
Jumlah luas total
Mongondow,
Bolaang
30 10 105
Sumber: BPDAS Tondano
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
45
what you
plant now you will
harvest later
Gambar 14. Aktivitas di Persemaian Permanen BPK Manado dan TN Bogani Nani Wartabone Foto : BPDAS Tondano, TN Bogani Nani Wartanone & BPK Manado
36
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
37
a
e
Gambar 15. Seminar, Kebun Bibit Rakyat, dan Hutan Kota
a. Gubernur Sulawesi Utara Dalam Acara Seminar Yang Diselenggarakan Oleh BPK Manado b. Gubernur Sulawesi Utara Menyaksikan Pameran Hasil-Hasil Penelitian c. Kebun Bibit Rakyat Mongkonai Barat, Kotamobagu d. Hutan Kota Airmadidi Atas. Kebun Bibit Rakyat Apela Satu, Bitung f. Kebun Bibit Rakyat Kelompok Tani Maesan, Bitung g. Rehabilitasi Mangrove h. Hutan Kota Talete Tomohon
• Penanaman Satu Milyar Pohon (One Billion Indonesian Trees) Kegiatan Penanaman Satu Milyar Pohon (One Billion Indonesian Trees) disingkat OBIT merupakan kegiatan penanaman pohon secara massal yang dilakukan oleh instansi/ lembaga atau kelompok masyarakat tertentu ataupun perorangan. Hingga tahun 2012, jumlah bibit yang telah ditanam dalam kegiatan ini di Provinsi Sulawesi Utara adalah sebanyak 15.481.657 batang. Kegiatan ini menghantarkan Provinsi Sulawesi Utara meraih Juara III Nasional Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon penghargaan diterima oleh Gubernur Sulawesi Utara Dr. S H Sarundajang, jumlah tersebut setara dengan satu jiwa/ penduduk menanam 7 pohon. Untuk tingkat kabupaten kota penghargaan yang sama diberikan kepada Kabupaten Minahasa Utara tahun 2012, memperoleh penghargaan serupa sebagai juara III nasional yang diterima oleh Bupati Drs.Sompie SF Singal MBA. Pada tahun 2013 Kabupaten Minahasa sebagai juara III tingkat nasional yang diterima oleh Bupati Drs. Jantje Wowiling Sajow, M.Si. 48
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
b
f
c
d
g
h
Foto: BPDAS Tondano dan BPK Manado
• Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan merupakan salah satu prioritas Kementerian Kehutanan pada tahun 2010- 2014. Kementerian Kehutanan telah melaksanakan kegiatan aneka usaha perhutanan berbasis konservasi dalam bentuk Bantuan langsung Masyarakat (BLM). Hingga 2014 telah terealisasi sebanyak 99 unit BLM atau senilai Rp 4.950.000.000,00. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan.
• Pengembangan Informasi Penyajian informasi DAS sangat membantu banyak pihak terkait dalam pemanfaaatan sumberdaya alam dan pembangunan wilayah dalam suatu DAS. Beberapa informasi DAS yang telah disusun BPDAS Tondano mengacu pada buku Sidik Cepat Degradasi DAS (yang diterbitkan Badan Litbang Kehutanan tahun 2012) yang berisi kerentanan banjir dan longsor, kerawanan erosi pada masing-masing DAS di Sulawesi Utara serta informasi lahan kritis. Beberapa informasi DAS yang telah disusun BPDAS Tondano adalah sidik cepat degradasi DAS yang berisi kerentanan banjir dan longsor, kerawanan erosi pada masingmasing DAS di Sulawesi Utara serta informasi lahan kritis. Informasi ini telah menjadi acuan beberapa instansi dalam pengembangan mitigasi bencana banjir dan longsor. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
49
D. Pengembangan Jasa Lingkungan Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal memiliki pesona alam yang memukau dan menjadi salah satu tujuan wisata baik domestik maupun mancanegara. Salah satu harapan Sulawesi Utara menjadikan Kota Manado sebagai kota model ekowisata internasional sejalan dengan pengembangan pariwisata berbasis ekologi dan konservasi yang telah lama digaungkan pada sektor kehutanan. Untuk memantapkan rencana pemanfaatan jasa lingkungan, Balai KSDA menyusun rencana wisata pada tahun 2014 dan diharapkan selesai proses penyusunan dokumen penataan blok, penyusunan rencana pengelolaan dan desain tapak dapat diselesaikan. Ijin Pemanfaatan Pariwisata Alam (IPPA) dapat dikeluarkan setelah disahkan dokumen tersebut. Penyelesaian dokumen sampai pengesahan oleh Direktur Jenderal PHKA diakhir 2014. Peningkatan kelembagaan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta sarana pemandu melalui pembinaan pemandu wisata (guide) dan pembentukan kelompok, pelatihan dan pemenuhan sarana. Tercatat saat ini kelompok guide di TWA Batuputih berjumlah 52 orang. Dampak langsung kegiatan wisata ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kamar homestay dalam 10 tahun terakhir, meningkat dari 29 kamar menjadi 65 kamar. Beberapa potensi jasa lingkungan dalam kawasan konservasi yang diidentifikasi sangat menjanjikan tujuan wisata sebagaimana tabel berikut: Tabel 11. Potensi Jasa Lingkungan di Provinsi Sulawesi Utara dalam Kawasan Konservasi. No.
Kawasan Konservasi Lokasi
Luas (ha) Pengelola
Penetapan
1
TWA Batuputih
Bitung
615
BKSDA Sulut
SK. Mentan No. 1049 /Kpts/ Um/12/18 tgl 24-12-1981
2
TWA Batuangus
Bitung
635
BKSDA Sulut
SK. Mentan No.1049/Kpts/ Um/12/18 tgl 24-12-1981
3
SM Karakelang
Kab. Talaud
24.669
BKSDA Sulut
SK. Menhut No.971/ Kpts-II/2000 Tgl. 22-12-2000
4
TN Bogani Nani Wartabone
Bolmong
287.115
Balai TN Bogani Nani Wartabone
SK. Menhut No. 731/Kpts-II/1992
5
CA Gunung Ambang
Bolmong
18.765
BKSDA Sulut
SK Mentan No. 359/Kpts/ Um.6/1978
6
TN Laut Bunaken
Manado
89.065
Balai TN Bunaken
SK Menhut No. 730/Kpts-II/1991
7
CA TangkokoDuasudara
Bitung
3.196 / 4.299
BKSDA Sulut
SK Mentan No. 1049/Kpts/ Um/12/81 tanggal 24 Desember 1981 SK. Mentan No 700/Kpts/ Um/7/78 tgl. 13-11-1978
8
CA Gunung Lokon
Tomohon
720
BKSDA Sulut
SK. Menhut No. 109/Kpts-II/2003 Tanggal 23 Maret 2003
9
SM Manembonembo
Minahasa
6500
BKSDA Sulut
SK. Mentan No. 441/ Kpts/Um/7/78 tgl. 16-7-1978
Sumber: Balai KSDA Sulawesi Utara
50
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Kawasan dengan potensi wisata yang tersebut pada tabel diatas, tidak semuanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan wisata, seperti halnya kawasan cagar alam yang sampai saat ini belum diatur undang-undang untuk pemanfaatan wisata alam. Selain obyek dan daya tarik wisata yang ditawarkan oleh BKSDA Sulut, TN Bunaken memiliki potensi berupa keragaman hayati laut dan ekosistemnya antara lain berbagai jenis ikan, penyu, lumba-lumba, echinodermata, terumbu karang dan hutan bakau. Sarana dan prasarana wisata di TN Bunaken juga cukup memadai adanya beberapa perusahaan wisata alam seperti cottage dan jasa penyelaman, rumah sewa, dan rumah makan. Prasarana penunjang pariwisata yang terdapat di TN Bunaken antara lain gazebo tempat berjualan cenderamata di Pulau Bunaken, penerangan berupa aliran listrik, jalan, dermaga, air bersih, telekomunikasi, sarana transportasi, dan sarana kesehatan (puskesmas). TN Bunaken tidak hanya menawarkan potensi wisata perairan, namun juga menyimpan potensi wisata daratan dan wisata budaya. Tabel berikut memperlihatkan potensi wisata yang dapat dinikmati di TN Bunaken. Tabel 12. Potensi Wisata di Taman Nasional Bunaken
No. Nama Desa
1 2 3 4
Pesisir Utara Kelurahan Molas Kelurahan Meras Kelurahan Tongkaina
10
Desa Tiwoho Pulau Mantehage Desa Tangkasi Desa Tonongko Desa Buhias Desa Bango Pulau Nain Desa Nain Pulau Bunaken Kelurahan Bunaken
11
Kelurahan Alungbanua
12
Pulau Manado Tua Kelurahan Manado Tua I
5 6 7 8 9
Wisata Daratan
Wisata Perairan
Wisata Budaya
B a k a u , Birdwatching, Bakau
Diving Diving Diving
Masamper Tari Perang
Diving
-
Bakau, Rusa Bakau Bakau, Rusa Bakau
Diving Diving Diving Diving
-
Wisata desa
Diving
-
Wisata desa, D i v i n g , M u s i k wisata pantai, Snorkelling Bambu wisata belanja Wisata desa D i v i n g , Budaya Snorkelling B a k a u , Diving Birdwatching, Trekking, Macacanigra.
-
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
51
Birdwatching, Diving Trekking, Macaca nigra.
13
Kelurahan Manado Tua II
14
Pesisir Selatan Desa Poopoh
Wisata desa
15 16 17 18 19
Desa Teling Desa Kumu Desa Pinasungkulan Desa Rap-Rap Desa Arakan
Bakau Bakau Bakau -
Swimming, Diving -
-
-
Sumber: Balai TN Bunaken
Selain itu, kegiatan berbasis konservasi dan jasa lingkungan, TN Bunaken juga aktif melakukan kegiatan inventarisasi, identifikasi dan monitoring terhadap sumber daya alam yang direalisasikan dengan kegiatan monitoring terumbu karang, rehabilitasi karang, transplantasi karang, monitoring ikan, monitoring SPAG,s, monitoring dan rehabiltasi mangrove, rehabilitasi padang lamun, penanaman pohon pakan Macaca nigra di Pulau Manado Tua, Inventarisasi Molusca dan crustacean, serta monitoring burung. Pembinaan
Gambar 16.
Pesona matahari tenggelam di TN Bunaken
Foto: BTN Bunaken
landscape dan pengawasan kawasan juga merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh TN Bunaken. Tidak berbeda jauh dengan BKSDA dan TN Bunaken, Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang sebelumnya bernama Dumoga Bone, memiliki berbagai keunikan ekologi sebagai kawasan peralihan geografi daerah Indomalaya di sebelah Barat dan Australasia di sebelah Timur. Taman Nasional ini adalah yang terbesar di bioregion Wallacea. Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone kaya akan potensi tumbuhan, secara keseluruhan diperkirakan kurang lebih 400 jenis tumbuhan. Jumlah tersebut sudah dapat diidentifikasi sebanyak 120 jenis, diantaranya merupakan jenis anggrek, dan kurang lebih 90 jenis tumbuhan berkayu. Jenis flora yang dominan dan terbesar merata diseluruh kawasam Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah dari jenis ficus. Untuk jenis-jenis Piper aduncum, Trema orientalis, Macaranga sp, dan Stipulans sp, umumnya dijumpai pada vegetasi sekunder. Pada vegetasi hutan hujan dataran rendah ditemukan tumbuhan dari suku Lauraceae misalnya, Garcinus sp, suku Myristaceae, suku Annacardiaceae (Dracontomelon sp, Swintenia sp, Spondias sp), suku Sapotaceae terutama Palagium sp, serta suku Sterculiaceae (Scephium sp, Pterospermum sp, dan Heritria sp). Untuk jenis Pometia pinata, Octomeles sumatrana, Dumbayan molucana, Ficus sp, Eugenia sp, Dischopis sp, dan Artocarpus sp. Tumbuhan berkayu lainnya yang menonjol terdapat dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yaitu, kayu hitam (Diospyros sp), kayu inggris (Eucalyptus deglupta), kayu bugis (Coorsidendron pinatum), kayu linggua (Pterocarpus indicus), dan kayu cempaka
Gambar 17.
Keragaman terumbu karang di TN Bunaken
Foto: BTN Bunaken
Gambar 18.
Maleo (Macrocephalon maleo) salah satu fauna di TN Bogani Nani Wartabone
Foto: BTN Bogani Nani Wartabone
(Elmerillia ovalis). Untuk potensi fauna, di kawasan TNBNW terdapat jenis mamalia, seperti Babirusa (Babyrousa babirussa), Anoa dataran rendah (Bubalus depresicornis), Anoa gunung (Bubalus quarlesi), dan jenis primata, terdapat 3 jenis Monyet Sulawesi yaitu Macaca nigra, Macaca nigrescens, dan Macaca hecki. Jenis lain yang ditemukan adalah Tarsius (Tarsius tersier), Musang Sulawesi (Macrogolodia muschenbroeki) dan Kus-Kus (Phalanger sp). Jenis burung (aves) kurang lebih 125 jenis, dari jumlah tersebut kurang lebih 45 jenis diantaranya merupakan jenis endemik, seperti dari kerabat burung seperti Merpati (Columbidae), Paruh Bengkok (Psittacidae), Raja Udang (Alcedinidae), Jalak (Sturnidae) Rangkong (Bucertotidae), Pelatuk (Picidae), Pemakan Lebah (Meliphagidae) dan Burung Maleo (Macrosephalon maleo). 54
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 19.
Pesona air terjun Mengkang di TN Bogani Nani Wartabone
Foto: BTN Bogani Nani Wartabone
Jenis reptilia yang sering ditemukan dalam kawasan antara lain, ular belang (Bugarus cundidus), ular cincin (Boiga dendrophylu), ular serigala (Lycodon sp), kadal (Mobuya multifasciata), king kobra (Najanaja), kura-kura (Orsilia sp), ular sanca/patola (Phyton molorus), ular hijau (Trimeroturus wagleri), dan biawak coklat (Varanus salavator). Selain kaya akan jenis flora dan fauna, Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone memiliki potensi wisata alam yang cukup menarik yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata alam. Berikut merupakan potensi wisata alam yang ada dalam kawasan taman nasional yang dapat dengan mudah dijangkau yaitu a) Habitat dan tempat dan peneluran Burung Maleo sekaligus sebagai pusat pembinaan populasinya, di lokasi Tambun, Muara Pusian, dan Hungayono. b) Habitat Tarsius sp. disekitar hutan sekunder Kosinggolan Toraut dan Lombongo. c) Situs purbakala berupa gua berkamar di lokasi Toraut dan Binuanga. d) Air terjun Bumbung, Mengkang, Toraut, dan Lombongo. e) Gua kapur (stalaktit) Hungayono. Potensi Jasa lingkungan yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara adalah Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
55
Gambar 20.
Peta Tahura Gunung Tumpa
Foto: Dinas Kehutanan
Taman Hutan Raya Gunung Tumpa. Tahura Gunung Tumpa merupakan kawasan konservasi yang terpadu antara hutan alam sekunder dengan hutan tanaman di Provinsi Sulawesi Utara seluas 208,801 ha membentang dari kawasan hutan kota Manado sampai kabupaten Minahasa Utara. Letak Taman Hutan Raya Gunung Tumpa berada di Kelurahan Molas, Kelurahan Meras, Kelurahan Tongkeina dan Kelurahan Pandu Kecamatan Molas Kota Manado, Desa Wori dan Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara, berada pada ketinggian 175 - 627 m dpl. Tahura Gunung Tumpa sebagai Kawasan Pelestarian Alam yang salah satu tujuannya adalah koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami ataupun buatan, memiliki 3 tipe ekosistem utama yaitu hutan hujan tropis sekunder, semak/ padang rumput dan kebun. Adanya beberapa tipe ekosistem dalam Taman Hutan Raya 56
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 21.
Kegiatan pengelolaan di Tahura Gunung Tumpa
Foto: Arif
Gunung Tumpa membuat keanekaragaman hayatinya semakin beragam. Hasil identifikasi flora dan fauna tahun 2013, didapati dalam kawasan Taman Hutan Raya berbagai flora dan fauna yang endemik di Sulawesi Utara seperti Tangkasi (Tarsius tersier), dan Beringin (Ficus minahasae Miq). Kekayaan alam yang ditawarkan lainnya adalah pemandangan alam yang menarik. Dari puncak Tahura Gunung Tumpa wisatawan dapat melihat Pulau Manado Tua, Bunaken, Siladen, Mantehage, serta Nain. Bahkan Pulau-pulau dibagian utara Pulau Talise, Pulau Biaro, Tagulandang dan Siau serta menikmati landscape Kota Manado, Teluk Manado, sebagian besar wilayah Kab. Minahasa Utara, sebagian Kab. Minahasa, dan Kota Tomohon. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
57
Gambar 22. Keindahan Alam TWA Batuangus
Foto: Hutan dan semak (Johanes Wiharisno) Willy Noor Effendi ( Ikan dan Karang)
48
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
49
“I GREW UP IN A FOREST. IT’S LIKE A ROOM. IT’S PROTECTED, LIKE A CATHEDRAL...IT IS A PLACE BETWEEN HEAVEN AND EARTH”
ANSLEM KIEFER
Gambar 23. Flora dan Fauna TWA Batuputih 60 50
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Foto : Giyarto
E.
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dalam sektor kehutanan telah lama dilakukan di Sulawesi Utara, namun akhir-akhir ini, pelaksanaannya lebih intensif dan terorganisir sehingga manfaat hutan semakin dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Instansi kehutanan Provinsi Sulawesi Utara, baik UPT kementerian Kehutanan maupun Dinas Kehutanan senantiasa bahu-membahu dalam menggiatkan pemberdayaan masyarakat. Balai KSDA Sulawesi Utara mengelola 13 kawasan konservasi, dua diantaranya merupakan kawasan Taman Wisata Alam yaitu TWA Batuputih dan TWA Batuangus. Kedua kawasan tersebut berada di Kota Bitung, provinsi Sulawesi Utara dengan luas total 1.250 ha. Kawasan TWA Batuangus baru pada tahap awal dalam pengelolaannya, sedangkan TWA Batuputih telah berkembang cukup lama sebagai destinasi wisata. Pengembangan ekowisata merupakan bagian penting dalam pengelolaan kompleks kawasan konservasi Cagar Alam Tangkoko-Duasudara dan TWA Batuputih-Batuangus. Perubahan status kawasan sebagian cagar alam menjadi taman wisata alam pada tahun 1981, salah satunya ditujukan untuk mengurangi tekanan masyarakat sekitar kawasan terhadap fungsi cagar alam melalui aktivitas wisata. Dampak yang diharapkan dari dibukanya peluang kegiatan wisata didalam TWA Batuputih adalah; a) peningkatan kesejahteraan masyarakat, b) sumber pendapatan baru bagi masyarakat, c) berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan, d) meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan kawasan hutan yang berkelanjutan, e) mendukung fungsi kawasan sebagai pusat keanekaragaman hayati dan sumber ilmu pengetahuan (diharapkan masyarakat lokal dapat menjadi local counterpart bagi aktivitas penelitian) dan f) menurunnya degradasi dan deforestasi dari kegiatan illegal logging, perladangan dan aktivitas terlarang lainnya. Disisi penyelamatan hutan, tanah dan air, pemberdayaan masyarakat telah diprogramkan dalam peningkatan fungsi dan daya dukung DAS. Dalam pelaksanaan program tersebut terdapat beberapa kegiatan diantaranya adalah: a) Kegiatan pengembangan perhutanan sosial dalam bentuk kegiatan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Rakyat (HR) untuk bahan baku kayu perindustrian dan HHBK unggulan, b) Pengembangan Perbenihan Tanaman Hutan dalam bentuk kegiatan pengembangan seed for people, Pengembangan Sentra Bibit (persemaian Permanen, Kebun Bibit Rakyat) dan c) Pembinaan Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam bentuk kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, penyusunan baseline data pengelolaan DAS, penyusunan data dan peta lahan kritis serta d) Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Reklamasi Hutan dalam bentuk kegiatan rehabilitasi hutan pada DAS prioritas dan pada lahan-lahan kritis, pembangunan hutan kota, rehabilitasi hutan mangrove dan sempadan pantai. Bentuk lain pemberdayaan masyarakat adalah dengan pengembangan kelembagaan, salah satu kegiatan yang telah berhasil dibangun BPDAS Tondano adalah pembentukan forum DAS pada tingkat kabupaten yang hingga tahun 2014 telah memfasilitasi lahirnya Peraturan Daerah tentang Pengelolaan DAS Tondano Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan air yang telah dilakukan oleh Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah kegiatan pemanfaatan massa air untuk mendukung pembangunan SPAM di beberapa desa penyangga yang berada di SPTN Wilayah I Suwawa dan SPTN Wilayah II Doloduo. Pemanfaatan jasa lingkungan air tersebut dilakukan melalui pembuatan MoU Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
61
antara Balai TNBNW dengan Pemerintah Daerah / Kelompok tani / PDAM, namun setelah terbit Permenhut Nomor : 64 tahun 2013 tentang Pemanfaatan Air Dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam, MoU yang sudah dibuat disesuaikan dengan IPA / IUPA. Selain pemanfaatan massa air, dilakukan pula pemanfaatan energi air dalam rangka mendukung kegiatan pembangunan PLTM baik yang dibangun di Kabupaten Bolaang Mongondow maupun yang dibangun di Kabupaten Bone Bolango. Pemanfaatan energi air tersebut dilakukan dengan mengurus izin terlebih dahulu berupa IPEA / IUPEA berdasarkan Permenhut Nomor 64 tahun 2013.
F. Pembangunan KPH Pada periode ini perencanaan hutan memegang peranan sangat penting untuk pemanfaatan hutan lestari. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi: inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efesien dan lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK). KPH berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau ditingkat tapak yang harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan fungsinya. Keberadaan KPH menjadi kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai pengelola sumberdaya hutan sesuai mandat undang-undang, dimana hutan dikuasai negara dan harus dikelola secara lestari. Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008, yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP, secara eksplisit fungsi kerja KPH dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat dijabarkan secara operasional sebagai berikut: a) Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam wilayah KPH, b) Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat wilayah KPH, termasuk rencana pengembangan organisasi KPH, c) Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh pemegang ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam, d) Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan, e) Melaksanakan perlindungan hutan dan konservasi alam, f) Melaksanakan pengelolaan hutan di kawasan tertentu bagi KPH yang telah menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), g) Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan hutan dan h) Menegakkan hukum kehutanan, termasuk perlindungan dan pengamanan kawasan, serta i) Mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan lestari. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.796/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009, telah ditetapkan 9 unit Kesatuan PengelolaanHutan di Provinsi Sulawesi 62
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Utara. Dari 9 unit KPH, ditetapkan 1 (satu) unit KPH model yaitu KPHP Model Poigar, dengan SK Nomor : 788/Menhut-II/2009. Luas KPHP Model Poigar : 41.598 ha. Dengan tidak diperbolehkannya izin IUPHHK-HA, HTI, RE, penetapan HKM dan HD Luas kawasan hutan yang belum dibebani izin pemanfaatan di KPHP Model Poigar seluas 37.434,35 ha. Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagai berikut : Tabel 13. Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara No 1
2 3
4
5
6
Unit KPHP/KPHL Kab/Kota UNIT I KPHP a. Bolaang Mongondow b. Bolaang Mongondow Utara Unit II KPHP Bolaang Mongondow Unit III KPHP a. Bolaang Mongondow b. Bolaang Mongondow Selatan c. Bolaang Mongondow Timur Unit IV KPHP a. Bolaang Mogondow
Fungsi Kawasan Hutan(±ha) HL HPT HP
Luas (± ha)
665
15.048
2.793
18.506
28.473
69.285
5.99
103.748
3.905
10.931
6.715
21.551
483
1.662
-
2.145
35.682
33.151
21.354
90.187
9.176
7.35
1.03
17.556
3.033
14.706
7.51
25.249
b. Minahasa Selatan Unit V KPHL a. Kota Tomohon
2.374
4.09
9.567
16.031
307
-
229
536
b. Minahasa c. Minahasa Selatan d. Minahasa Tenggara e. Minahasa utara Unit VI KPHL a. Kota Bitung b. Kota Manado c. Minahasa Utara
5.576 7.757 5.46 1.191
-
3.607 402 -
9.183 8.159 5.46 1.191
5.769 28 11.546
9.472
-
5.767 28 21.018
Progres Pembentukan Belum dilaksanakan
Sda
Sda
KPHP Model Poigar
Belum dilaksanakan
Sda
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
63
7
8
9
Unit VII KPHP a. Bolaang Mongondow Timur b. Minahasa Selatan c. Minahasa Tenggara Unit VIII KPHL a. Kepulauan Sangihe b. Kepulauan Sitaro Unit IX KPHL Kab. Kepulauan Talaud
9.182
18.12
1.286
28.588
Sda
6.002 460
5.288 12.915
5.977 2.338
17.267 15.713
9.811 3.46
-
-
9.811 3.46
Sda
11.181
2.204
-
13.385
Sda
Sumber : BPKH Wilayah VI Manado
G. Penelitian, Pendidikan Masyarakat dan Bakti Sosial 1. Penelitian dan Pengembangan Pemantapan unsur-unsur pendukung penelitian BPK Manado dilakukan dengan pemantapan sistem perencanaan, evaluasi, dan pelaporan, serta pemantapan kelembagaan, organisasi, dan profesionalisme SDM serta sarana prasarana penelitian. BPK Manado melakukan penelitian berbasis konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan. Jumlah karya IPTEK sejak tahun 2007, dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah peneliti.Penelitian yang dilakukan BPK Manado meliputi : a) Konservasi flora, fauna, dan mikro organime, b) Pengelolaan hutan mangrove dan ekosistem pantai, c) Model pengelolaan kawasan konservasi berbasis ekosistem, d) Sistem pengelolaan DAS hulu, lintas Kabupaten, lintas provinsi, e) Pengelolaan sumberdaya lahan dan air pendukung pengelolaan DAS, f) Pengelolaan hutan tanaman penghasil kayu pertukangan, g) Pemuliaan tanaman hutan (Demplot Sumber Benih), dan h) Pengembangan perhitungan emisi Gas Rumah Kaca(GRK) kehutanan (Inventory). Dalam peningkatan kemanfaatan dan diseminasi IPTEK konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan, perubahan iklim dan kebijakan kehutanan, BPK Manado melakukan diseminasi IPTEK hasil penelitian konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan kepada pengguna antara lain : a) Penyelenggaraan seminar hasil-hasil penelitian untuk masyarakat telah dilakukan setiap tahun dalam skala nasional dan Seminar Internasional Hutan dan Biodiversitas (tahun 2013), b) Alih teknologi silvikultur untuk petani hutan tanaman rakyat di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara dan Sosialisasi Hama dan Penyakit Tanaman Kehutanan di Desa Kaweruan Kabupaten Minahasa Utara, c) Workshop Strategi Monitoring Permanent Sample Plot dalam Mendukung Penurunan Emisi, d) Pengelolaan informasi hasil-hasil penelitian berupa penerbitan karya tulis dalam bentuk info, jurnal, prosiding dan buku. Pemasyarakatan hasil penelitian dan pengembangan melalui media : Dialog Tanaman Obat Oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, e) Pengelolaan Hutan Penelitian dan arboretum. Disamping melaksanakan penelitian dan pengembangan, untuk menambah jejaring dibidang kelitbangan, BPK Manado melakukan kerjasama dengan para pihak meliputi; 64
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
a) Konservasi Eksitu Anoa dan Burung Nuri Talaud dengan BKSDA Sulawesi Utara, b) Memfasilitasi survey rencana budidaya Eucalyptus sp. dan Pembangunan Agroindustri di Sulawesi Utara, kerjasama antara UGM, PT. Sritex dan Pemerintah Provinsi Utara, c) Persemaian Permanen dengan BPDAS Tondano, d) Hutan Penelitian dengan BKSDA Sulawesi Utara, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Dinas Kehutanan Halmahera Barat, e) Program Inseminasi Buatan pada Anoa dengan SEAMEO BIOTROP, f) Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) REDD+ Readiness Preparation dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, g) Pelaksanaan kegiatan penelitian (didanai oleh Dikti, Kemenristek) kayu substitusi untuk bahan baku rumah woloan, mikrohidro untuk masyarakat dan tanaman obat (outcame buku 1 dan 2), h) Kerjasama pembuatan plot ukur permanen (PUP) dengan IUPHHK PT Bela Berkat Anugerah di Maluku Utara, dan i) Melakukan kegiatan Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dengan Universitas Sam Ratulangi. BKSDA Sulawesi Utara sebagai pengelola kawasan konservasi di wilayah Sulawesi Utara menyiapkan laboratorium alam bagi penelitian dalam bidang keanekaragaman hayati, baik flora dan fauna serta ekosistem hutan. Pada saat ini beberpa proyek penelitian juga tengah berlangsung di kawasan CA Tangkoko, CA Gunung Ambang, CA Dua Saudara , TWA Batuputih serta TWA Batuangus. Macaca Nigra Project pertama kali diperkenalkan pada April 2006 untuk mempelajari sisi ekologi, reproduksi dan sistem sosial dari Yaki/monyet
Gambar 24. Anoa di Habitat Alaminya dan Anoa Dalam Proses Penelitian Inseminasi Buatan (IB) di BPK manado
Foto : BPK Manado
hitam Sulawesi (Macaca nigra). Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Riset yang terletak di habitat alam Yaki yaitu di Tangkoko Sulawesi Utara. Selain sebagai pusat penelitian, Macaca Nigra Project juga memiliki tujuan untuk mempromosikan konservasi spesies Yaki (Macaca nigra). Proyek ini merupakan kerjasama antara Kementerian Kehutanan (BKSDA Sulawesi Utara) dengan German Primate Centre (DPZ/Deutsches Primaten Zentrum), IPB (Institut Pertanian Bogor) dan UNSRAT (Universitas Sam Ratulangi). Kegiatan penelitian cukup banyak dilakukan di kawasan konservasi di Sulawesi Utara, dan ini membuka peluang Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
65
a
b
d
Gambar 25. Kegiatan Penelitian, Seminar dan Perjanjian Kerjasama
a. Kepala Badan Litbang dan Ka. BPK Meninjau Lokasi Penelitian b. Seminar International Keanekaragaman Hayati Oleh BPK Manado c. Kepala BPK (Ir. Muh. Abidin, M.Si) Menerima Piagam Dari Ibu PKK d. Workshop Strategi Monitoring Permanen Sampling Plot e. Penandatanganan Prasasti Kerjasama Macaca Nigra Project Oleh Sekretaris Ditjen PHKA (Dr. Novianto Bambang Wawandono) dan Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara (Ir. Sudiyono) f. Sekretaris Badan Litbang di Hutan Penelitian Batuangus/TWA Batuangus g. Sekretaris Badan Litbang Menanam di Hutan Penelitian Batuangus/TWA Batuangus
Foto : BPK Manado dan Balai KSDA Sulawesi Utara
66
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
f
c
e
g
usaha dengan nilai ekonomi cukup tinggi. Fokus dari Macaca Nigra Project saat ini adalah dalam hal riset/penelitian Yaki. Proyek ini telah menginisiasi beberapa studi tentang sinyal seksual jantan dan betina yang mengikutsertakan beberapa mahasiswa Indonesia dan mahasiswa internasional serta para peneliti. Dengan menggunakan pendekatan terintegrasi (integrative approach), saat ini sedang dipelajari mengenai sinyal seksual tersebut pada efek fisiologis dari kesuksesan reproduksi. Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ilmu pengetahuan terutama dalam hal pola reproduksi yang akan mendukung peningkatan populasi primata khususnya Yaki di Cagar Alam Tangkoko-Duasudara. Project ini diresmikan pada 14 September 2014.
2. Pendidikan dan Pelatihan 2.1 Pendidikan Lingkungan Selain penelitian dan pengembangan, BPK Manado melakukan kegiatan pendidikan berbasis konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan dan perubahan iklim. Dalam bentuk penanaman cempaka dan jabon dengan tajuk “Gelorakan Korsa Rimbawan dengan Gemasta Cempabon” 28 Maret 2012 bertempat di halaman kantor Balai Penelitian Kehutanan Manado pada acara Puncak Peringatan Hari Bakti Rimbawan ke-29 Tahun 2012. Dalam bidang pendidikan, BPK Manado telah ikut mencerdaskan dan menambah wawasan Gambar 26. Arboretum BPK Manado
Gambar 10. Arboretum BPK Manado (Sumber : BPK Manado)
Foto : BPK Manado
khususnya untuk pendidikan kehutanan dan lingkungan hidup serta menjadi salah satu pusat kunjungan secara rutin bagi mahasiswa dan pelajar dari berbagai jenjang pendidikan serta masyarakat dan tokoh agama untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan terutama dalam bidang konservasi alam, kehutanan, biologi dan pendidikan lingkungan. 2.2. Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan Disisi lain, dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap bagi pegawai kehutanan, Balai Pendidikan dan Latihan Kehutanan Makassar telah melakukan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai Kehutanan. Tiap tahun pegawai baik dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara maupun dari Dinas yang membawahi kehutanan di Kabupaten/Kota serta dari UPT Kementerian Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara telah mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Output pendidikan dan pelatihan sangat menjadi tumpuan dalam peningkatan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di daerah tempat dimana mereka bertugas. 2.3. Pendidikan Tenaga Menengah Kehutanan Untuk menunjang tenaga menengah di sektor kehutanan, Kementerian Kehutanan melalui Sekolah Menengah Kehutanan di Makassar telah melakukan pendidikan anak bangsa yang berasal dari berbagai daerah termasuk dari Provinsi Sulawesi Utara. Jenjang pendidikan ditempuh selama 4 tahun, dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga menengah kehutan yang mempunyai basis ilmu dasar kehutanan dan ketrampilan yang diorientasikan untuk
Gambar 27. Kunjungan SD GMIM Kima Atas tahun 2014
Gambar 11. Kunjungan SD GMIM Kima Atas tahun 2014 (Sumber :BPK Manado)
Foto : BPK Manado
dapat mengisi kekurangan tenaga menengah di bidang kehutanan. Saat ini lulusan SMK Kehutan telah mengisi posisi-posisi penting di berbagai instansi baik Dinas Kehutanan dan atau yang membidangi kehutanan serta di UPT Kementerian Kehutanan. 2.4. Pendidikan Tinggi Dengan slogan Silvarum in Viventibus, Hutan untuk kehidupan, Program Studi Kehutanan Universitas Sam Ratulangi tengah berjuang untuk menjadi pusat unggulan silvika Indonesia pada tahun 2020. Penelitian di Program Studi Kehutanan tergambar pada Kelompok Bidang Ilmu yang mengelola mata kuliah, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Ada 8 Kelompok Bidang Ilmu (KBI) yang tersedia sampai saat ini yakni (1) KBI Biodiversitas, (2) KBI Silvikultur, (3) KBI Ekonomi Kehutanan, (4) KBI Pengelolaan DAS, (5) KBI Teknologi Hasil Hutan, (6) KBI Agroforestri dan Hutan Kemasyarakatan, (7) KBI Ekologi Hutan, dan (8) KBI Geografi dan Lingkungan Hidup. Kerjasama pendidikan dan penelitian telah dilaksanakan dengan berbagai institusi di dalam dan luar negeri antara lain IPB, LIPI, Pacific Institute for Sustainable Development, Texas A&M University (USA), Simon Fraser University (Canada), German Primate Center, Whitley Wildlife Conservation Trust Paignton Zoo UK, Yayasan Nantu Adudu International, dan South East Asian One Helath University Network. Hingga tahun 2014, pengajar program studi kehutanan Unsrat terdiri 15 dosen dengan pendidikan terakhir doktor 8 orang dan magister 6 orang. Lulusan perguruan tinggi manca negara terdiri dari 4 orang doktor dan 4 orang magister. Tabel 14. Komposisi Pengajar Program Studi Kehutanan Unsrat 2014
Gelar Doktor Magister
Lulusan Dalam Negeri 4 10
Sarjana
15
Lulusan Luar Negeri 4 4
Total Gelar 8 14
Komposisi dosen terkini 8 6
15
1
Program Studi Kehutanan telah menghasilkan lulusan sejak tahun 1987 dengan gelar Insinyur dan Sarjana Pertanian. Sejak tahun 2007, Program Studi kehutanan menghasilkan lulusan dengan gelar Sarjana Kehutanan. Sampai saat ini, lulusan Program Studi Kehutanan telah mengisi jabatan di Kementerian Kehutanan, Dinas-Dinas Kehutanan Provinsi dan kabupaten kota di berbagai Provinsi di Indonesia. Jumlah mahasiswa Program Studi Kehutanan saat ini adalah 268 mahasiswa aktif dengan 91 mahasiswa sedang melaksanakan penelitian. Perkembangan jumlah mahasiswa 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 15. Jumlah Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Universitas Sam Ratulangi Tahun 2014
Tahun 2010 2011 2012 70
Jumlah mahasiswa 43 41 41
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
2013 2014
42 53
Penelitian mahasiswa Program Studi Kehutanan tersebar di seluruh kabupaten di Sulawesi Utara dan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia seperti Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, dan Papua.
3. Kegiatan sosial Sebagai bagian pengabdian bagi masyarakat, jajaran kehutanan Sulawesi Utara turut berperan serta dalam kegiatan masyakatnya. Pada saat terjadi bencana banjir dan tanah longsor di Manado, awal tahun 2014, segenap karyawan instansi kehutanan di Manado bersama dengan semua pegawai negeri dari seluruh instansi pemerintah, TNI, dan masyarakat melakukan kerja bakti bersih-bersih kota pasca banjir dan tanah longsor.
Gambar 28. Kegiatan Kerja Bakti Pasca Banjir dan Tanah Longsor
Foto: BPK Manado
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
71
H. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Hutan Berkurangnya luas kawasan hutan merupakan ancaman terbesar bagi penurunan keanekaragaman hayati serta menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia. Hilangnya hutan karena alih fungsi kawasan, ledakan jumlah penduduk, pencurian hasil hutan terutama kayu, serta kebakaran hutan menjadi alasan kegiatan perlindungan dan pengamanan Kawasan hutan mutlak dilakukan. Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara telah memulai kegiatan Perlindungan dan pengamanan kawasan hutan dengan membentuk Tim Pengamanan Hutan Terpadu (TPHT) sebagai implementasi program Departemen Kehutanan dan telah dilakukan Operasi pengamanan hutan “Wanalaga” yang mulai dilaksanakan pada tahun 2004. Kegiatan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penyelesaian kasus pengamanan hutan, operasi intelejen dan pengamanan hutan gabungan, serta penyelesaian kasus pengamanan hutan. Tim terpadu pengamanan hutan Sulawesi Utara ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 136 tahun 2013 dengan Ketua Tim dijabat oleh Wakil Gubernur Sulawesi Utara Dr. Djouhari Kansil, M.Pd. Kegiatan pengamanan kawasan hutan juga dilakukan dengan cara patroli kehutanan oleh UPT Kementerian Kehutanan di Sulawesi Utara, diantaranya dilakukan oleh jajaran Polisi Kehutanan di BKSDA Sulut, TN Bogani Nani Wartabone dan TN Bunaken. Selain melakukan operasi pengamanan, BKSDA Sulut juga melakukan penyitaan terhadap fauna langka yang dipelihara secara ilegal.
Hilangnya hutan karena alih fungsi kawasan, ledakan jumlah penduduk, pencurian hasil hutan terutama kayu, serta kebakaran hutan menjadi alasan kegiatan perlindungan dan pengamanan Kawasan hutan mutlak dilakukan. Gambar 29. Rapat Koordinasi Tim Terpadu Pengamanan Hutan , dipimpin oleh Wakil
Gubernur Sulawesi Utara , Dr. Djouhari Kansil, M. Pd Foto: Dinas Kehutanan
72
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 30. Aktivitas Dalam Rangka Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Foto: Balai KSDA Sulawesi Utara
BAB V
PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR KEHUTANAN
76
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB V PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR KEHUTANAN
A. Pendapatan Daerah dari Sektor Kehutanan 1. PDRB Sektor Kehutanan Sektor kehutanan bagi Provinsi Sulawesi Utara daerah selain ikut berperan dalam perencanaan pembangunan wilayah melalui penyusunan dan penyelarasan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota, juga tidak kalah pentingnya adalah dalam pemantapan kawasan hutan, sehingga memungkinkan sektor lain untuk terlibat dalam pembangunan dan penggunaan lahan seperti kegiatan pembangunan perkebunan, pertanian, pertambangan dan transmigrasi. Upaya yang telah dilakukan dalam partisifasi sektor kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara antara lain kegiatan rehabilitasi lahan, dan perhutanan sosial, perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistemnya, peningkatan produktifitas hutandan hasil hutan bukan kayu serta penyediaan papan bagi pembangunan perumahan dan sektor lainnya. Hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu seperti obyek dan daya tarik wisata alam telah menjalankan fungsinya dari sudut ekonomi. Pembangunan sektor kehutanan telah mampu meningkatkan pendapatan daerah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kehutanan yang saat ini digabungkan menjadi usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan telah memberikan kontribusi 15,36% dalam perekonomian Produk Domestik Regional Bruto menurut jenis usaha di Sulawesi Utara. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
77
Gambar 31. Struktur PDRB Sulawesi Utara Triwulan I/2014
2. PNBP Sektor Kehutanan Sementara pada sektor wisata berbasis konservasi dan jasa lingkungan yang dikelola oleh instansi dibawah UPT Kementerian Kehutanan juga mencatatkan prestasi yang menggembirakan dengan semakin meningkatnya wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang melakukan kunjungan. Hal ini berdampak pada pemasukan dan penjualan tiket masuk obyek wisata. Kegiatan wisata merupakan penyumbang terbesar (± 80%) pendapat negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan data kunjungan wisatawan dalam tiga tahun ini, rata-rata lebih dari 5900 wisatawan berkunjung ke TWA Batuputih tiap tahunnya dan 65% lebih merupakan wisatawan mancanegara. Besaran PNBP BKSDA Sulawesi Utara setiap tahun dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Diagram PNBP BKSDA Sulawesi Utara 78
(sumber : BKSDA Sulawesi Utara)
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
3. Anggaran Kegiatan Kehutanan Untuk dapat melaksanakan semua rencana kegiatan, Dinas Kehutanan Provinsi/ Kabupaten/kota yang membawahi bidang kehutanan dan UPT Kementerian Kehutanan di Sulawesi Utara ditunjang dari dana alokasi khusus dan dana dekonsentrasi melalui skema APBN. APBN ini dimaksudkan untuk mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Besarnya APBN yang diterima oleh Dinas dan UPT lingkup Kementerian Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara dapat membantu dalam pertumbuhan sektor ril yang menjangku masyarakat secara luas. Besarnya APBN yang diterima oleh masing-masing Dinas dan UPT disesuaikan dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing. Ada kecenderungan APBN yang diterima di Provinsi Sulawesi Utara trend-nya meningkat dari tahun ke tahun kecuali pada akhir periode Renstra Kementerian Kehutanan tahun 2014 (Renstra 2010-2014). Data besarnya APBN Dinas dan UPT Provinsi Sulawesi Utara tahun 2010- 2014 pada tabel berikut. Tabel 16. Besaran Anggaran Dinas dan UPT Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014
UPT 2010 BPKH
9.959.496.000
2011
Pagu 2012
11.647.137.000 23.104.804.000
2013
2014
18.987.265.000 20.181.438.000
BPDAS
28.213.836.000
65.967.689.000 48.956.008.000
56.899.587.000 45.558.233.000
BKSDA
7.390.452.000
14.825.562.000 15.004.201.000
18.020.000.000 11.732.876.000
TNBNW
9.362.075.000
10.073.288.000 11.388.394.000
13.803.500.000 13.698.570.000
BTN Bunaken
3.595.989.000
7.621.752.000
10.020.516.000
13.500.000.000 9.513.287.000
BPK
7.414.207.000
6.908.114.000
7.778.432.000
8.408.339.000
6.643.026.000
8.334.502.000
9.804.583.000
9.627.279.000
9.620.662.000
12.014.580.000
Dinas Kehutanan Sulawesi Utara APBD - Belanja Langsung - Belanja Tidak Langsung
9.884.502.000
3.150.000.000
2.650.000.000
8.812.597.000
3.697.514.000
APBN/ Dekosentrasi
4.446.480.000
4.705.900.000
5.693.601.000
6.021.301.000
4.206.087.000
DAK Murni
13.133.374.000
17.017.703.000 18.460.590.000
14.229.900.000 15.733.850.000
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
79
80
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB VI
PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN)
Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Foto : Johanes Wiharisno
BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN)
Sektor kehutanan berkembang dari masa ke masa. Pembangunan sektor kehutanan pada masa mendatang dipandang sangat penting tidak saja bagi dunia kehutanan namun juga bagi pembangunan wilayah Sulawesi Utara. Pemberdayaan masyarakat, pembangunan KPH sebagai suatu bentuk pengelolaan hutan lestari dipandang sebagai trend pengelolaan hutan efektif pada masa yang akan datang. Pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan pelibatan masyarakat dalam kegiatan kehutanan. Pada masa mendatang masyarakat tidak hanya berperan sebagai stakeholder dari pembangunan kehutanan, namun telah menjadi salah satu pilar penting agar kelestarian hutan tetap terjaga dan pemanfaatan hutan optimal dapat dilakukan. Peran KPH sebagai unit pengelolaan terkecil yang efisien akan menjadi solusi untuk mengatasi berbagai persoalan kehutanan. Kerusakan hutan dan penurunan produktivitas lahan hutan akan dapat dikendalikan, lapangan kerja dan pendapatan daerah akan dapat ditingkatkan. Seiring penataan birokrasi dan organisasi lingkup Kementerian dan Pemerintah Daerah, KPH akan menjadi alternatif bagi aparatur Kehutanan dalam pengembangan karir dan peningkatan profesionalisme teknis kehutanan. Dengan demikian sumber daya manusia kehutanan akan lebih banyak bersentuhan dengan obyek pekerjaan dan masyarakat di tingkat tapak dan tidak terlalu disibukkan oleh persoalan-persoalan administrasi. Pembangunan KPH model tahun 2013 sebanyak 1 (satu) unit dan tahun 2014 ditambah 1 (satu) unit lagi. Kalau trend tersebut terjadi, maka dalam 5 tahun kedepan minimal ada 5 KPH model. KPH dipandang sangat ideal dalam pengelolaan hutan lestari karena rencana pengelolaan dan seluruh aktivitasnya dilakukan oleh KPH secara mandiri. Penyusunan rencana pengelolaan KPH selain berorientasi konservasi, rehabilitasi, reklamasi, rencana pengelolaan hutan lestari serta kesejahteraan masyarakat. Pengembangan produksi dapat berupa peningkatan produktivitas hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu diantaranya jasa wisata, getah serta aneka usahan kehutanan lainnya. Orientasi dari pembangunan KPH adalah agar KPH dapat menjadi Badan Layanan Umum sehingga secara mandiri dapat membiayai dirinya sendiri. Pada awal pembangunannya, KPH tentunya mendapat bantuan pendanaan dari Kementerian Kehutanan melalui Unit Pelaksana Teknis di jajarannya. Provinsi Sulawesi Utara didorong agar terjadi percepatan dalam pembangunan sehingga pembangunan kehutanan dapat berperan dan mewujudkan Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
83
kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan. Adanya pengelolaan kehutanan secara terpadu dengan pemberdayaan masyarakat, peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan dan penelitian serta pengelolaan hutan dengan Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diharapkan mampu mendorong peningkatan produktivitas sehingga menjadi bagian dalam peningkatan kesejahteraan yang berkeadilan. Dibawah kelembagaan KPH, diharapkan agar kelestarian hutan dapat tercapai. Pandangan tradisional bahwa sumberdaya hutan hanya berupa kayu, rotan, dan sebagai tempat penggembalaan sudah harus berubah, karena kawasan hutan selain menghasilkan kayu juga penghasil hasil hutan bukan kayu yang nilainya sangat besar. Beberapa jenis HHBK adalah tanaman obat, bambu, rotan, aren (minuman tradisional), murbei, burung, mamalia, jamur, madu dan air. Fungsi lain dari sumberdaya hutan adalah sebagai tempat penyerap dan penyimpan karbon, wisata alam dan keanekaragaman hayati baik pada tingkat ekosistem, spesies, dan gen. Peranan kawasan hutan sebagai penyedia obyek dan daya tarik wisata sangat prospektif dimasa depan. Sejalan dengan semakin berkembangnya isu perubahan iklim, yang dikhawatirkan akan berdampak pada pola iklim global khususnya Provinsi Sulawesi Utara, sektor kehutanan diharapkan dapat berperan dalam pengurangan laju degradasi dan deforestasi lahan. Salah satu upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan adalah melakukan moratorium pengusahaan hutan di lahan hutan primer dan menata kembali kawasan hutan yang open akses serta melakukan kegiatan rehabilitasi dan reklamasi serta restorasi kawasan hutan. REDD+ yang telah dilakukan ini diharapkan dapat mengurangi laju emisi sekitar 25 % melalui kegiatan BAU dan sektor kehutanan diharapkan dapat menyumbang pengurangan emisi sebesar 14 %. Di Provinsi Sulawesi Utara dimana kegiatan rehabilitasi dan reklamsi lahan sangat intensif diharapkan dapat berperan dalam laju penurunan emisi gas rumah kaca. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan merupakan salah satu kebijakan prioritas Kementerian Kehutanan. Aneka Usaha Perhutanan Berbasis Konservasi dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan hutan. Kegiatan ini terus dilanjutkan setiap tahunnya dan diharapkan dapat menjadi model dalam pembangunan kehutanan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kepemerintahan yang baik di bidang kehutanan (good forestry governance) dicirikan dengan semakin efektif dan efisiennya kelembagaan pengurusan hutan yang menggambarkan keseimbangan peran dan tanggungjawab pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani. Peraturan yang dibuat dan kebijakan yang diambil dapat dipertanggung-gugatkan dan dilaksanakan secara berkeadilan. Selain prospek pengelolaan hutan di atas, tantangan pengelolaan kawasan hutan kedepan tidaklah ringan antara lain 1) Penyediaan lahan untuk kepentingan pertumbuhan penduduk, 2) Makin pesatnya kegiatan pertambangan dan energi, 3) Penyediaan energi terbarukan, 4) Peningkatan kebutuhan kayu, 5) Perdagangan flora dan fauna secara ilegal, 6) Pemekaran wilayah, 7) Perubahan iklim global, 8) Bencana alam (kebakaran hutan, lahan, tanah longsor, dan erupsi gunung berapi), serta 9) Kedaulatan pangan. Sebagai akibat dari tantangan pengelolaan hutan itu akan menyebabkan semakin tingginya laju deforestasi dan degradasi lahan. Oleh karena itu penyusunan tata ruang yang handal berdasarkan data dan informasi terbaru mutlak diperlukan. 84
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 – 2034. Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan Provinsi Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang Indonesia Timur ke kawasan Asia Timur dan Pasifik yang produktif dan berdaya saing, yang berbasiskan kelautan, perikanan, pariwisata dan pertanian, dengan memperhatikan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Terkait bidang Kehutanan, penetapan RTRW Provinsi Sulawesi Utara 2014 – 2034 akan ditindaklanjuti dengan pertimbangan-pertimbangan dan usulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Utara, luas kawasan hutan ditetapkan sebagai berikut : kawasan hutan Konservasi 315.064,86 ha, hutan Lindung 161.808,82 ha dan hutan produksi 288.185,74 ha. Dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK 734/Menhut-II/2014 maka perlu dilakukan sinkronisasi kembali agar diperoleh data acuan yang akurat dan mutakhir. 2. Mengusulkan pembangunan 16 (enam belas) Kesatuan Pengelolaan Hutan, baik di hutan lindung (KPHL) maupun hutan produksi (KPHP) ke Kementerian Kehutanan. 3. Perubahan fungsi sebagian kawasan hutan konservasi (Cagar Alam Gunung Ambang) menjadi hutan lindung atau hutan produksi terbatas, antara lain untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) untuk mendukung percepatan pembangunan perekonomian di Sulawesi Utara. 4. Pembangunan Kebun Raya di Lokasi eks reklamasi Newmont Minahasa Raya dan penetapan pembangunan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, pembangunan wisata rohani Bukit Kasih Kanonang di kawasan hutan lindung Gunung Soputan sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK).
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
85
86
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB VII PENUTUP
Gambar 34. Keindahan Sulawesi Utara
Gambar 35. Keindahan Pantai Pulau Sara Kab. Kep. Talaud
74
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 36. Cardinal Fish
BAB VII PENUTUP
Foto : Johanes Wiharisno
Foto : Johanes Wiharisno
Usia 50 tahun merupakan perjalanan panjang pembangunan sebuah daerah. Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan pembangunan disemua sektor. Kehutanan telah menjadi salah satu sektor penting dalam dinamika pembangunan Provinsi Sulawesi Utara. Dalam setengah abad perjalannnya, kehutanan telah mempersembahkan berbagai capaian yang dapat dinikmati bersama. Potensi hasil hutan baik kayu dan hasil hutan bukan kayu telah dirasakan manfaatnya oleh semua lapisan masyarakat. Jasa lingkungan, pariwisata berbasis ekologi, pemberdayaan masyarakat serta penelitian-penelitian dalam bidang kehutanan telah mewarnai perjalanan pembangunan 50 tahun Provinsi Sulawesi Utara. Pemberdayaan masyarakat dan pembangunan KPH menjadi pilihan sektor kehutanan untuk berkiprah dalam pembangunan di masa yang akan datang. Pembangunan KPH dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, menyejahterakan masyarakat disekitar dan di dalam kawasan hutan serta menjaga kelestarian hutan. Periode panjang pembangunan sektor kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara dibagi kedalam 3 (tiga) masa pemerintahan yaitu 1) Pemerintahan Orde Lama 1964 – 1968, periode ini ditandai dengan lahirnya Undang-undang nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kehutanan. Pada zaman ini aktivitas pembangunan kehutanan di daerah masih kurang. 2) Masa Pemerintahan Orde Baru periode 1968-1998, tercatat sebagai masa kejayaan kehutanan, yang dimotori oleh HPH. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Foto : Willy Noor Effendi
89
Sektor kehutanan sebagai penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas, dan 3) Masa Pemerintahan Reformasi tahun 1998 – 2014. Pengelolan hutan dan kehutanan memasuki konservasi dan rehabilitasi. Pada periode tersebut ditandai pula sebagai masa kebangkitan kedua dimana KPH sebagai ujung tombak pembangunan kehutanan. Selain itu masa ini adalah masa emas pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi masyarakat sekitar dan di dalam kawasan hutan secara berkeadilan dan pengelolaan hutan secara lestari. Sungguh sebuah kebanggaan telah menjadi bagian dari perjalanan peradaban sebuah provinsi, dan menjadi sebuah harapan untuk dapat terus berkiprah pada masa yang akan datang. Kontribusi kehutanan bagi Provinsi Sulawesi Utara juga tidak dapat dilepaskan dari dukungan sumber daya manusia yang semakin handal dan terlatih baik dari unsur pemerintah daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) yang menangani bidang kehutanan, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan yang ada di Provinsi Sulawesi Utara. Kerjasama dan kontribusi perusahaan swasta sebagai stakeholder, akademisi terutama pada bidang kehutanan, pertanian serta Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) sebagai fasilitator dan mitra kerja instansi pemerintah semakin mengukuhkan kiprah nyata kehutanan dalam pembangunan. Pada akhirnya marilah semua lapisan masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara memperlakukan dan memanfaatkan sumberdaya alam dengan bijak bestari. Kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah diharapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, jadikanlah kegiatan menanam menjadi budaya sehingga sumberdaya alam hutan dapat dinikmati sampai anak cucu kita.
90
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
DAFTAR PUSTAKA
92
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Kehutanan Manado. 2014. Statistik Balai Penelitian Kehutanan Manado. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Manado Biro Hukum Kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara .1985. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Menyangkut Kewenangan Pemda Tingkat I Sulut dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Biro Hukum Kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Manado Biro Perencanaan. 2013. Profil Kehutanan 33 Provinsi. Kementerian Kehutanan. Jakarta Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan. 2011. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Konsep, Peraturan Perundangan dan Implementasi. Kementerian Kehutanan. Jakarta Djajapertjunda, Sadikin dan Edje Djamhuri. 2013. Hutan dan Kehutanan Indonesia Dari Masa Ke Masa. IPB Press. Bogor Joso, Soedjono dan Amu Muchasim. 1988. Himpunan Keppres; Peraturan dan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah daerah dan Wilayah. CV Yulina, Jakarta. Kanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Sulawesi Utara. 1999. Statistik Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Sulawesi Utara Tahun 1998/1999.Departemen Kehutanan. Manado Kanwil Departemen Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara .1995. Statistik Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara Tahun 1994/1995.Departemen Kehutanan. Manado Kanwil Departemen Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara.1986. Rencana Umum Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Departemen Kehutanan. Manado Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan. 2001. Data dan Informasi Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara. Departemen Kehutanan. Jakarta
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
93
94
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
LAMPIRAN
96
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
269.10
462.87
34.72
750,050.48
Bandara
Pertambangan
Hutan Rawa
Grand Total
220.40
163.49
47,859.07
tambak
7.42
257,275.00
155.40
42.56
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan campur semak
Sawah
283.79
Hutan rawa sekunder
329,293.89
1,387.19
Hutan Mangrove sekunder
kering
1,350.25
Tanah terbuka
22,208.07
Permukiman
12.89
1,361.69
30,998.80
Semak belukar
Perkebunan
3,889.80
Hutan Mangrove primer
2.13
46,905.24
kering
Hutan lahan sekunder
APL
6,307.50
Air
Hutan lahan kering primer
Row Labels
Sum of Hectares
161,689.46
13.69
340.42
273.91
31,477.28
6,442.50
201.18
309.07
4,500.19
194.19
6,604.01
5,343.85
35,193.84
70,795.33
HL
64,559.83
46.45
23,735.17
3,718.70
28.63
1,147.27
2,694.14
18,086.12
15,103.36
HP
14,701.31
4.49
1,619.96
193.91
92.61
10,840.53
1,949.80
HPK
Column Labels
208,924.36
84.42
32.70
42,274.14
6,535.98
679.01
4.60
9,117.06
83,910.50
66,285.95
HPT
245,116.06
20.86
12,435.64
13,295.98
13.82
1,185.69
28.65
4,627.23
1,536.31
78,558.09
133,413.79
KSA/KPA
1,445,261.90
34.72
560.98
269.10
503.92
48,244.90
440,878.64
287,617.47
498.79
1,696.26
7,715.14
22,477.03
2,508.96
54,135.98
10,769.95
273,494.33
293,855.73
Grand Total
Lampiran 1. Perkembangan data dan informasi penutupan lahan hasil penafsiran citra satelit resolusi sedang di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2010 s/d 2013.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
97
98
Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan Mangrove primer Semak belukar Perkebunan Permukiman Tanah terbuka Hutan Mangrove sekunder Hutan rawa sekunder Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering campur semak Sawah Tambak Bandara Pertambangan Hutan Rawa Jumlah
Kelas Penutupan Lahan
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
220.40
7.58
155.23 42.56
12.89
2.13 211.39 4,482.97 411.54 201.18 6,491.92 31,729.84
283.79 262,503.34 332,800.48
161,674.08
13.69
266.33 48.41
5,532.83 6,887.15
3,874.15 30,855.03 314.91 22,524.18 1,350.25 1,550.02
47,746.42 92.04 269.10 462.87 34.72 749,859.82
42,563.93
40,599.11
LUAS PER FUNGSI KAWASAN (HA) Air APL HL 4,599.40 62,832.90
64,559.83
46.45
4,856.18 24,299.57
28.63
2,906.34
18,693.99
HP 13,728.68
HPT 43,079.61
84.42
32.70
6,818.81 44,281.59
4.60 722.35
10,500.95
14,701.31 208,924.15
4.49
193.91 1,619.96
718.65
12,164.30 103,399.12
HPK
245,112.34
20.86
13.82 13,295.32 14,261.51
28.65 1,186.02
1,536.31 4,949.15
80,644.33
KSA/KPA 129,176.36
48,124.84 140.45 269.10 560.98 34.72 1,445,051.93
498.79 294,314.71 449,035.51
10,943.28 56,819.40 314.91 22,810.34 7,741.60 1,961.56
298,064.78
253,416.95
Jumlah
b. Luas Kelas Penutupan Lahan per Fungsi Kawasan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2011.
LUAS PER FUNGSI KAWASAN (HA) Air APL HL Hutan lahan kering primer 3,947.48 59,413.59 Hutan lahan kering 38,635.24 44,749.59 sekunder Hutan Mangrove primer 3,841.64 5,511.12 Semak belukar 2.13 31,771.41 7,325.94 Perkebunan 314.91 Permukiman 12.89 22,524.18 211.39 Tanah terbuka 1,350.25 4,482.97 Hutan Mangrove 1,582.53 433.25 sekunder Hutan rawa sekunder 283.79 201.18 Pertanian lahan kering 155.23 262,395.65 6,485.37 Pertanian lahan kering 42.56 334,461.29 32,531.25 campur semak Sawah 7.58 47,703.35 266.33 Tambak 92.04 48.41 Bandara 269.10 Pertambangan 652.25 13.69 Hutan Rawa 34.72 Jumlah 220.40 749,859.82 161,674.08
Kelas Penutupan Lahan
64,559.83
4.49
46.45
32.70
6,818.81 46,306.59
4.60 722.35
12,054.52
498.79 294,200.48 457,497.46
13.82 13,295.32 16,515.44 20.86
28.65 1,186.02
48,081.77 140.45 269.10 84.42 750.36 34.72 14,701.31 208,924.15 245,112.34 1,445,051.93
193.91 1,641.28
4,856.18 25,999.06
28.63
908.40
4,830.95
10,889.07 62,131.10 314.91 22,810.34 7,741.60 2,015.77
1,536.31 5,237.77
HPT KSA/KPA 37,445.70 127,455.94 239,131.45 11,953.24 105,454.47 79,822.21 298,544.57
HPK
HP 10,868.74 17,929.82
Jumlah
c. Luas Kelas Penutupan Lahan per Fungsi Kawasan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
99
Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994-1995
100
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Lampiran 3. Peta Persebaran Areal HPH Provinsi Sulawesi Utara
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
101
Lampiran 4. Peta KPH 434 Sulawesi Utara (sumber : BPKH Wilayah VI Manado)
102
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
SM Karakelang Selatan
HL Labuan Uki
HL Bakau Dumi (I, III, IV, V, VI, VII, Bolaang Mongondow VIII, IX dan X)
HL Bakau Duminanga
HL Bakau Kaidipang
HL Bakau Tg. Salimburung I
HL Gunung Bumbungon I
HL Gunung Bumbungon II
HL Bakau Bohabak
HL Pulau Lembeh
HP Gunung Gogugu
HP Kaidipang I
HP Kaidipang II
HP Kaidipang III
HP Kaidipang IV
HPT Dumoga Labuan Uki
TN Bogani Nani Wartabone
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Jumlah I
SM Karakelang Utara
2
Mongondow 354,52
554,13
630,00
20.674,00
3.995,00
720,00
Luas (ha)
1.610,00 620,52
Bolmong, Bolmut, Bolsel
Bolaang Mongondow
219.091,53
178.346,87
5.790,90
Bolaang Mongondow Utara 541,50
Bolaang Mongondow Utara 123,75
Bolaang Mongondow Utara 108,20
Bolaang Mongondow Utara 211,48
Bolaang Mongondow Utara 1.991,78
Kota Bitung
Bolaang Mongondow Utara 424,60
Bolaang Mongondow
1.164,00
Mongondow 271,87
Bolaang Mongondow
Bolaang Timur
Bolaang Mongondow Utara 958,41
Bolaang Selatan
Bolaang Mongondow
Kepulauan Talaud
Kepulauan Talaud
CA Gunung Lokon
1
Kota Tomohon
Kabupaten/Kota
724/Kpts-II/1993
184/Kpts-II/1999
431/Kpts-II/1999
431/Kpts-II/1999
431/Kpts-II/1999
431/Kpts-II/1999
430/Kpts-II/1999
330/Kpts-II/2003
427/Kpts-II/1999
329/Kpts-II/2003
329/Kpts-II/2003
89/Kpts-II/1998
426/Kpts-II/1999
429/Kpts-II/1999
432/Kpts-II/1999
183/Kpts-II/1999
761/Kpts-II/1997
760/Kpts-II/1997
109/Kpts-II/2003
No. SK Penetapan
8/11/1993
7/4/1999
15-06-1999
15-06-1999
15-06-1999
15-06-1999
15-06-1999
23-09-2003
15-06-1999
23-09-2003
23-09-2003
16-02-1998
15-06-1999
15-06-1999
15-06-1999
7/4/1999
12-12-1997
12-12-1997
27-3-2003
Tanggal Penetapan
Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara (s/d Akhir April 2014)
Nama Kawasan/Kelompok Hutan
I. Sebelum Tahun 2014
No
Total Prov.Sulut dan Gorontalo 287.115 ha
Keterangan
Lampiran 5. Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara (s/d Akhir April 2014)
103
104
CA Dua Sudara
TWA Batu Angus
TWA Batu Putih
CA Gunung Ambang
HPT Gunung Ambang
HL Gunung Saoan I
HL Gunung Saoan II
HPT Gunung Saoan
HL Gunung Klabat
HL Gunung Wiau
HL Karakelang Selatan II
HL Karakelang Utara I
HL Bintauna
HL Duminanga
HL Gunung Gambuta
HL Gunung Kawatak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
II. Tahun 2014
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Minahasa dan Minahasa Tenggara
Bolaang Mongondow Utara
Bolang Mongondow Selatan
Bolmong dan Bolmut
Kepulauan Talaud
Kepulauan Talaud
Minahasa Utara dan Kota Bitung
Minahasa Utara dan Kota Bitung
Minahasa Utara
Minahasa Utara
Minahasa Utara
Minahasa Selatan, Bolmong, Boltim
Minahasa Selatan, Bolmong, Boltim
Kota Bitung
Kota Bitung
Kota Bitung
1.089,18
11.826,60
26.969,87
9.997,30
5.710,91
1.027,84
6.294,45
5.617,88
4.157,94
202,84
1.654,30
465,22
18.240,81
649,04
648,57
7.247,46
6.015,08
18.706,03
8.545,07
Usulan Penetapan Gunung Saoan
Usulan Penetapan Gunung Saoan
Usulan Penetapan Gunung Saoan
Usulan Penetapan Gunung Ambang
Usulan Penetapan Gunung Ambang
dalam
dalam
dalam
dalam
dalam
KH
KH
KH
KH
KH
Usulan Penetapan dalam KH Dua Sudara
Usulan Penetapan dalam KH Dua Sudara
Usulan Penetapan dalam KH Dua Sudara
Lampiran 6. Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara (s.d. Akhir April 2014)
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
HL Gunung Lembean
HL Gunung Lengkoan
HL Gunung Lolombulan
HL Gunung Mahawu
HL Gunung Mobungayom
HL Gunung Popotelu
HL Gunung Simbalang
HL Gunung Soputan
HL Gunung Tampusu
HL Gunung Wakat
HL Gunung Watampone
HL Pinolosian
HL Sungai Onggunoi
HL Sungai Toadan I
HL Sungai Toadan II
HL Toraut
HP Bolaang Uki
HP Bolaang Uki II
HP Inobonto Poigar
HP Sungai Ilanga I
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
HP Sungai Ilanga II
HL Gunung Kawatak
17
38
Nama Kawasan Hutan
No dan
413,77
48.795,31
575,93
1.192,78
56,48
2.646,80
Bolmong dan Bolmut
Bolmong dan Bolmut
Bolaang Mongondow Minahasa Selatan
10.695,60
7.086,78
563,26
922,81
1.612,14
3.043,81
4.082,11
1.781,57
2.852,81
5.751,59
1.166,23
dan 15.206,08
Bolang Mongondow Selatan
Bolang Mongondow Selatan
MInahasa Selatan
Bolaang Mongondow
Bolaang Mongondow
Bolsel dan Boltim
Bolang Mongondow Selatan
Bolaang Mongondow Utara
Bolaang Mongondow Utara
33,52
Selatan, 13.560,00
Minahasa dan Kota Tomohon
Minahasa,Minahasa Minahasa Tenggara
Minahasa Selatan dan Bolaang 14.895,14 Mongondow Timur
Minahasa Selatan
Bolmong, Boltim, Bolsel
Minahasa dan Kota Tomohon
Minahasa Selatan
Minahasa
Luas (ha) Minahasa 1.089,18
Minahasa dan Minahasa Utara
Minahasa Tenggara
Kabupaten
No. SK Penetapan
Tanggal Penetapan
Keterangan
21. HL. .....
Lampiran 7. Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara (s.d. Akhir April 2014)
105
106
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
HPT Gunung Bumbungon
HPT Gunung Lolombulan
HPT Gunung Wiau
HPT Insarang I
HPT Insarang II
HPT Kayuwatu
HPT Sinonsayang
KPA Gunung Tumpa
HPT Mintu
HP S. Ranoyapo
HPT Gunung Surat
HPK Bintauna
HPT S. Andagile - S Gambuta
TN Bunaken
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
Jumlah total
HP Lonsiouw
HP Toraut
40
41
HP Sungai Matabulu
39
Kota Manado, Minahasa, Minahasa Utara dan Minahasa Selatan
Bolaang Mongondow dan Bolaang Mongondow Utara
Bolaang Mongondow Utara
Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara dan Boltim
Minahasa Selatan dan Minahasa Tenggara
Bolaang Mongondow Timur dan Minahasa Selatan
Minahasa Utara dan Kota Manado
Minahasa Selatan
Minahasa
Minahasa dan Minahasa Selatan
Minahasa dan Minahasa Selatan
Minahasa Utara
Minahasa Selatan
Bolaang Mongondow
Bolaang Mongondow Timur
Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow
Bolsel dan Boltim
672.983,77
73.984,34
49.388,26
14.694,35
26.663,63
8.247,58
8.219,94
208,81
3.591,62
1.301,08
137,04
566,71
3.764,02
488,60
17.738,79
1.285,12
1.881,51
1.906,94
Luas kawasan Hutan Prov. Sulut Sesuai SK. 434/Menhut-II/2013 : ± 765.059,41 ha, artinya progres penetapan setara dengan 87.96%
Usulan Penetapan dalam KH S. Ranoyapo-Gunung Surat
Usulan Penetapan dalam KH S. Ranoyapo-Gunung Surat
Lampiran 8. Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara (s.d. Akhir April 2014)
Lampiran 9. Data Pembangunan Hutan Kota di Sulawesi Utara No
Tahun
Kabupaten/Kota
Lokasi
1
2010
Tomohon
Kel. Talete, Kec. Tomohon Tengah
3
Minahasa
Desa Koya, Kec. Tondano Selatan
10
Minahasa Utara
Kel. Airmadidi Atas, Kec. Airmadidi
10
Kotamobagu
Kel. Mongkonai, Kec. Kotamobagubarat
Jumlah 1 2
2011
2012
Minahasa Selatan
DesaTeep (kompleks perkantoran),
2
Minahasa Tenggara
Desa Wawali Pasan (kompleks perkantoran),
5
Bolaang Mongondow Selatan
DesaTabilaa (kompleks kantor bupati)
7 14
Minahasa Utara
Desa Airmadidi Bawah (Kaki Dian)
17
Minahasa Selatan
Desa Kawangkoan Bawah (Mobongo)
2
Bolaang Mongondow Timur
DesaTutuyan (Kompleks Perkantoran Bupati)
6
Jumlah 3 4
2013
25 Minahasa
- Desa Kembuan Kec. Tondano Utara - Desa Paheletan Kec. Kakas
5
3 26
Jumlah 2 3
Luas (Ha)
2 2
- Desa Kinali Kec. Kawangkoan
1.5
- Desa Tambala Kec. Tombariri
3.5
- Desa Parepei Kec. Remboken
0.5
- Desa Leleko Kec. Remboken
0.5
Bolaang Mongondow
- Desa Lalow Kec. Lolak
10
Bolaang Mongondow Utara
- Desa Bolangitang Satu Kec. Bolangitang Barat
10
Jumlah 4
30
Rencana Bolaang Mongondow 2014 Kotamobagu
20 1
Bolaang Mongondow Selatan Bolaang Mongondow Timur
4
Kep. Talaud
5
Minahasa Utara
10
Minahasa Selatan
2
Minahasa
5
Kep. Sangihe
5
Minahasa Tenggara
10
Bitung
5
Manado
3
Jumlah 5
70
Jumlah 1 s/d 5
165
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
107
108
SKPAM Gorontalo
UPTD BBTPH Gorontalo
Kelompok Tani Banteng Mulia
Bone Bolango Energi
Totabuan Energi
Pemda Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel)
Pemda Bone Bolango
PDAM Bone Bolango
2
3
4
5
6
7
8
2
1
1
NAMA / PIHAK PEMANFAAT JASLING AIR
No
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
X
X
X
X
X
X
3
MASSA
X
X
4
ENERGI
JASA AIR YANG DIMANFAATKAN
Penyediaan Air Minum
Pembangunan SPAM di Bone Bolango
Pembangunan SPAM di Bolesel
Pembangunan PLTM di Desa Totabuan
Pembangunan PLTM di Desa Tulabolo
Pengairan lahan pesawahan
Pengairan untuk kebun bibit
Pembangunan SPAM di Desa Lonuo, Kec. Tilong Kabila
5
UNTUK KEBUTUHAN
X
X
6
X
X
X
X
X
X
7
KOMERSIAL NON KOMERSIAL
KATEGOR
8
Rencana Izin (IPA) di urus tahun 2015
MoU yang telah dibuat belum disesuaikan dengan izin (IPA)
MoU yang telah dibuat belum disesuaikan dengan izin (IPA)
Dibuat dalam bentuk izin (IPEA) dengan pembangunan sarpras di luar kawasan TNBNW
IUPEA belum terbit
Dibuat dalam bentuk Izin (IPA)
Dibuat dalam bentuk Izin (IPA)
Dibuat dalam bentuk Izin (IPA)
KETERANGAN
Lampiran 10. Data mitra kerja pemanfaatan jasa lingkungan air dari kawasan TNBNW
Lampiran 11. Daftar Kepala Dinas Provinsi Sulawesi Utara
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Thung Pang Sui Ir. V. L. Tobing G. A. Rompies Ir. J. B. Lumintang K. J. G. Rompis Ir. W. H. Hutajulu Drs. J. C. Makalew Ir. B. Ediwijoto Ir. R. Santoso N. Ir. A. Widianto, MSc
11 Drs. W. Moes Lengkong 12 Ir. Marthinus Rante Allo, MSi 13 Drs. W. Moes Lengkong 14 15 16 17 18
Tahun 1961 - 1964 1964 - 1968 1968 - 1972 1972 - 1978 1978 - 1984 1985 - 1988 1989 - 1990 1991 - 1992 1993 - 1995 5 April – 24 Oktober 1995 1995 - 1997 1997 – 1 Pebruari 2004
Jabatan Inspektur Kehutanan Inspektur Kehutanan Kepala Dinas Kepala Dinas Kepala Dinas Kepala Dinas Kepala Dinas Kepala Dinas Kepala Dinas Kepala Dinas Pelaksana Harian Kepala Dinas
2 Februari – 4 Mei 2004 Pelaksana Tugas Kepala Dinas Drs. W. Moes Lengkong 5 Mei 2004 – 29 April Kepala Dinas 2007 Drs. Arudji Mongilong 2007 – 13 Februari Kepala Dinas 2008 Drs. H.R. Makagansa, MSi 14 Februari – 13 Kepala Dinas Oktober 2008 Ir. S. R. Mokodongan 14 Oktober 2008 – 7 Kepala Dinas Maret 2011 Ir. Herry Rotinsulu 7 Maret 2011 - sekarang Kepala Dinas
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
109
110
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Minahasa Utara
Minahasa Selatan
Minahasa Tenggara
Bolaang Mongondow
Bolaang Mongondow Utara
Bolaang Mongondow Selatan
Bolaang Mongondow Timur
Kepulauan Sangihe
Kepulauan Talaud
Kepulauan Sitaro
Manado
Bitung
Tomohon
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jumlah
Kotamobagu
Minahasa
2
16
Provinsi
Kabupaten/Kota
1
No -
965.7
-
-
13.133.374
787.9
800.9
912.9
969.8
813.33
1.044.900
-
1.413.600
1.436.000
1.382.900
1.090.544
1.514.900
Rp.
2010
17.017.703
946.1
1.078.200
1.127.500
1.063.000
1.016.300
1.032.600
1.218.100
1.295.100
1.219.600
1.076.400
1.157.400
1.209.000
1.145.800
1.195.300
1.237.303
Rp.
2011
18.460.590
1.038.030
1.338.250
1.311.800
1.211.200
-
1.153.670
1.179.800
1.145.720
981.26
1.225.390
1.209.740
1.488.520
1.298.050
1.473.790
1.462.510
942.86
Rp.
2012
-
1.192.910
1.285.470
1.241.260
-
1.738.090
1.607.010
-
-
-
1.571.980
-
1.492.280
1.322.170
1.437.300
1.341.430
Rp.
2013
14.229.900
Alokasi Tahun (Rp X 1000)
15.733.850
-
-
-
1.521.440
1.400.960
1.497.760
1.247.190
1.215.570
1.245.640
1.311.680
1.338.200
1.269.370
1.257.700
1.395.960
1.032.380
Rp.
2014
78.575.417
1.984.130
4.397.260
4.525.670
4.428.360
2.537.740
6.295.120
6.316.000
4.732.910
4.382.130
3.547.430
6.664.400
5.471.720
6.588.400
6.339.504
7.047.973
3.316.670
Rp. (X 1000)
Jumlah
Lampiran 12. Alokasi DAK Bidang Kehutanan