KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN DAN KINERJA SEKTORAL: KASUS SEKTOR KESEHATAN DI INDONESIA 1996-2007
OLEH RIAN FEBRIANA H14052583
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 pdfMachine Is a pdf writer that produces quality PDF files with ease! Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original documents. Compatible across nearly all Windows platforms, if you can print from a windows application you can use pdfMachine. Get yours now!
RINGKASAN
RIAN FEBRIANA. Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Kesehatan di Indonesia 1996-2007 (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO).
Kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar dan merupakan inti dari kesejahteraan. Di dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi, kesehatan berperan mempengaruhinya melalui beberapa cara, misalnya perbaikan kesehatan seseorang akan menyebabkan pertambahan dalam partisipasi tenaga kerja, membawa perbaikan dalam tingkat pendidikan yang kemudian menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi, ataupun dengan membaiknya kesehatan jumlah penduduk meningkat dan akan membawa tingkat partisipasi angkatan kerja. Kesehatan sangat berhubungan erat dengan peningkatan produktivitas yang akan mengakibatkan perubahan pada tingkat output. Pemerintah sebagai penyedia layanan publik memiliki tanggung jawab dan peran dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah dapat menggunakan kebijakan fiskal dengan menentukan kebijakan alokasi anggaran yang disalurkan pada sektor kesehatan sehingga besar kecilnya pengeluaran pemerintah menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan pengeluaran pemerintah dan perkembangan derajat kesehatan yang diindikasi oleh umur harapan hidup dan angka kematian bayi. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara pengeluaran pemerintah yang terdiri dari pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin dengan kinerja pelayanan kesehatan yang kemudian akan berdampak pada kualitas kesehatan masyarakat. Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dipaparkan secara deskriptif untuk menjelaskan perkembangan pengeluaran pemerintah pusat untuk sektor kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat. Sedangkan, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear berganda dan pendugaan parameter Ordinary Least Square (OLS) untuk melihat keterkaitan antara pengeluaran pemerintah dengan derajat kesehatan masyarakat. Data yang digunakan adalah data sekunder tahunan yang terdiri dari data umur harapan hidup, angka kematian bayi, pengeluaran pembangunan, dan pengeluaran rutin pemerintah pusat untuk kesehatan dari tahun 1996 hingga 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kurun waktu penelitian terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, baik pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin. Peningkatan pengeluaran didominasi oleh pengeluaran pembangunan yang meningkat secara signifikan dimulai pada tahun 2001. Kemampuan pemerintah meningkatkan pengeluaran untuk sektor kesehatan ini disebabkan meningkatnya ruang gerak fiskal, akibat menurunnya subsidi dan pembayaran utang. Selain itu, tingkat pendapatan pemerintah selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kualitas kesehatan
masyarakat yang diindikasikan oleh umur harapan hidup dan angka kematian bayi juga mengalami tren yang semakin membaik dari tahun ke tahunnya. Umur harapan hidup mengalami peningkatan dan angka kematian bayi mengalami penurunan selama periode analisis. Akan tetapi, meskipun mengalami perbaikan, Indonesia masih mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN dan berada di bawah rata-rata negara Asia Timur dalam hal pencapaian layanan kesehatan. Tingkat pengeluaran pemerintah juga dinilai masih rendah dibandingkan dengan persentase PDB. Indonesia digolongkan ke dalam negara yang memiliki tingkat persentase pengeluaran total terhadap PDB terendah bersama beberapa negara Afrika dan Asia lainnya. Hasil lain menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan berpengaruh nyata terhadap umur harapan hidup dan angka kematian bayi. Sedangkan pengeluaran rutin tidak berpengaruh nyata terhadap kedua indikator derajat kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan karena pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang bersifat langsung dapat dirasakan masyarakat yang umumnya berupa program-program peningkatan kualitas kesehatan seperti program pemberantasan gizi buruk atau peningkatan gizi masyarakat, program pencegahan penyakit, pengadaan obat-obatan yang terjangkau, perbaikan insfrastruktur kesehatan seperti pembangunan dan perbaikan Puskesmas dan berbagai fasilitasnya, pembangunan Pustu (Puskesmas Pembantu) di setiap pelosok-pelosok desa, penyebaran secara merata tenaga kesehatan seperti dokter dan bidan, dan lain sebagainya. Program-program tersebut dapat meningkatkan akses bagi masyarakat miskin dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan dibangunnya Pustu, warga yang berada di pelosok desa yang sebelumnya sulit menjangkau fasilitas kesehatan kini dapat mengaksesnya dengan jarak tempuh yang lebih singkat tanpa menimbang biaya transportasi dan hambatan buruknya akses jalan yang sering dialami daerah pelosok. Adapun peningkatan pengeluaran rutin yang terjadi umumnya meliputi peningkatan gaji pegawai. Peningkatan gaji pegawai yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja yang kemudian berdampak pada kinerja pelayanan kesehatan bisa dikatakan tidak selamanya benar. Peningkatan gaji pegawai biasanya dilakukan pemerintah hanya untuk mempertahankan daya beli mereka terhadap inflasi yang kian meningkat. Berdasarkan hasil penelitian di atas, didapatkan saran bahwa pemerintah sebaiknya meningkatkan anggaran pembangun untuk sektor kesehatan agar dapat mengurangi ketertinggalannya dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Selain itu, dikarenakan keterbatasan dalam penelitian ini, untuk pengembangan penelitian lebih lanjut perlu ditambahkan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kinerja kesehatan secara nasional, seperti keterlibatan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), peran swasta, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat sehingga dapat memberikan gambaran serta rekomendasi yang lebih luas terhadap kinerja kesehatan Indonesia.
KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN DAN KINERJA SEKTORAL: KASUS SEKTOR KESEHATAN DI INDONESIA 1996-2007
Oleh RIAN FEBRIANA H14052583
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi : Keterkaitan Antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Kesehatan di Indonesia (1996-2007) Nama
: Rian Febriana
NIM
: H14052583
Menyetujui : Dosen Pembimbing,
D.S. Priyarsono, Ph.D. NIP. 19610501 198601 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2009
Rian Febriana H14052583
RIWAYAT HIDUP
Rian Febriana lahir pada 18 Februari 1986 di sebuah kawasan wisata Puncak, Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan putera bungsu dari empat bersaudara, lahir dari pasangan Syahrudin (alm.) dan Maryati. Jenjang pendidikanya ditempuh mulai dari SDN Kopo IV Cisarua, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Megamendung dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya, penulis menamatkan bangku sekolah menengah atas di SMU Negeri IV Bogor dan lulus pada tahun 2004. Setelah sempat menunda untuk melanjutkan studinya ke tingkat tinggi, pada tahun 2005 penulis berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur masuk SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Pada tahun tersebut merupakan tahun pertama diberlakukannya sistem Mayor-Minor dimana setiap mahasiswa tingkat pertama tidak langsung memiliki jurusan atau program studi. Baru pada tingkat kedua, penulis diterima pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai program Mayor dan memilih Manajemen Fungsional sebagai program Minor yang berada pada Fakultas yang sama. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi baik dalam lingkup internal maupun eksternal kampus seperti Sharia Economic Student Club (SES-C) dan Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI). Penulis pernah menjadi koordinator FoSSEI untuk wilayah Komisariat Bogor pada masa amanah tahun 2008. Beberapa kegiatan lain yang diikuti antara lain kepanitiaan Banking Goes to School II (BGTC), Sharia Economic at Seminar, Expo, and Campaign (SENSASI) III dan IV, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) FEM dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) Ilmu Ekonomi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Keterkaitan antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektoral: Kasus Sektor Kesehatan di Indonesia 1996-2007”. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada suri tauladan dan junjungan semesta alam, Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan terima kasih kepada D.S. Priyarsono, Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan penuh pengertian baik secara teknis maupun teoritis hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Dr. Wiwik Rindayati selaku dosen penguji utama dan Dr. Muhammad Findi A. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah membantu memberikan saran dan perbaikan terhadap skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Pihak-pihak yang telah membantu dalam menyediakan kebutuhan data maupun referensi untuk digunakan dalam penelitian ini, baik dari Badan Pusat Statistik, Departemen Keuangan, Departemen Kesehatan, dan lembaga maupun perseorangan lainnya.
2.
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Rina Oktaviani, Ph.D., beserta jajaran komisi pendidikan dan staf dosen lainnya yang telah berjasa dalam proses pembelajaran dan pendewasaan selama manjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi.
3.
Para Staf Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang telah banyak membantu kebutuhan seminar, sidang, serta kebutuhan administrasi penyusunan skripsi ini.
4.
Inna Oktaviani, Giga Nur Pratigina, dan Ardani Januar sebagai rekan satu bimbingan yang selalu memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis.
5.
Para peserta seminar yang telah hadir dan memberikan pertanyaan maupun masukan kepada penulis mengenai skripsi ini.
6.
Rekan-rekan seperjuangan di Ilmu Ekonomi 42: Regy, Triyanto, Zaenal, Indra, Iqbal V, Nazrul, Elby, Mario, Chandra, Naufal, Reza, Enchi, Wina, Fifi, A’la, Yuli, dan semua rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih telah menjadi bagian hidup penulis, atas kecerian dan kebersamaan yang telah dibangun selama kurang lebih tiga tahun di Ilmu Ekonomi.
7.
Rekan-rekan satu organisasi di SES-C yang berasal dari berbagai Departemen di FEM: Doni, Miqdam, Iqbal Arbi, Fehmy, Anis, Fany, Ratna, Lynda, Syska dan semua kader-kader terbaik Ekonomi Syariah lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, baik angkatan 40, 41, 42, dan 43, serta generasi selanjutnya. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
keluarga di Bogor, terutama kepada Ibunda tercinta, serta kakak-kakak yang telah memberikan nasihat, bantuan, serta dukungannya yang sangat besar terhadap penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkannya.
Bogor,
September 2009
Rian Febriana H14052583
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v I.
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 2 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4 1.5. Ruang Lingkup ....................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...................... 5 2.1. Fungsi Pemerintah .................................................................................. 5 2.1.1. Peranan Alokasi ........................................................................... 5 2.1.2. Peranan Distribusi ....................................................................... 6 2.1.3. Peranan Stabilisasi ....................................................................... 7 2.2. Kebijakan Fiskal..................................................................................... 8 2.3. Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ...................................... 9 2.3.1. Teori Rostow dan Musgrave ....................................................... 9 2.3.2. Hukum Wagner ........................................................................... 10 2.3.3. Teori Peacock dan Wiseman ....................................................... 12 2.4. Pengeluaran Pemerintah ......................................................................... 13 2.5. Sehat dan Kesehatan .............................................................................. 15 2.6. Pelayanan Kesehatan sebagai Komoditi Ekonomi................................. 15 2.7. Derajat Kesehatan .................................................................................. 16 2.7.1. Umur Harapan Hidup .................................................................. 17 2.7.2. Angka Kematian Bayi ................................................................ 18 2.8. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 20 2.9. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 22
ii
2.10. Hipotesis ................................................................................................ 24 III. METODE PENELITIAN............................................................................. 25 3.1. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 25 3.2. Metode Analisis .................................................................................... 26 3.3. Perumusan Model Analisis ................................................................... 26 3.4. Uji Statistik ........................................................................................... 27 3.4.1. Uji F .......................................................................................... 27 3.4.2. Uji t ........................................................................................... 29 3.4.3. Koefisien Determinasi (R2) ....................................................... 29 3.5. Uji Ekonometrika .................................................................................. 30 3.5.1. Uji Multikolinearitas ................................................................. 30 3.5.2. Uji Autokorelasi ........................................................................ 31 3.5.3. Uji Heteroskedastisitas .............................................................. 31 3.5.4. Uji Normalitas ........................................................................... 32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 34 4.1.Perkembangan Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Kesehatan .......... 34 4.2.Perkembangan Kinerja Sektor Kesehatan Ditinjau dari Derajat Kesehatan Masyarakat .............................................................................................. 37 4.3.Keterkaitan antara Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan untuk Sektor Kesehatan dengan Kualitas Kesehatan Masyarakat .......... 40 4.3.1. Output Estimasi Model ............................................................. 41 4.3.2. Hasil Uji Statistik ...................................................................... 41 4.3.3. Hasil Uji Ekonometrika............................................................. 43 4.3.4. Hasil Uji Ekonomi .................................................................... 44 4.3.5. Pembahasan ............................................................................... 45 V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 49 5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 49 5.2. Saran ....................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 51 LAMPIRAN ........................................................................................................ 52
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Tabel 4.1. Anggaran Pembangunan dan Anggaran Rutin untuk Sektor Kesehatan di Tingkat Pusat .......................................................................... 35 2. Tabel 4.2. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2007 Menurut Fungsi ........................................................................................................... 36 3. Tabel 4.3. Persentase Total Pengeluaran Kesehatan terhadap PDB di Berbagai Negara Tahun 2007 ...................................................................... 37 4. Tabel 4.4. Perbandingan Negara dalam Capaian Hasil Pelayanan Kesehatan ..................................................................................................... 40 5. Tabel 4.5. Hasil Uji Taraf Nyata pada Model UHH dan AKB .................... 42
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Gambar 2.1. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner ....... 11 2. Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran ................................................................ 23 3. Gambar 4.1. Umur Harapan Hidup, 1996-2007 .......................................... 38 4. Gambar 4.2. Angka Kematian Bayi, 1996-2007 .......................................... 39
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Lampiran 1. Output Estimasi Model ............................................................ 52 2. Lampiran 2. Hasil Uji Multikolinearitas ...................................................... 53 3. Lampiran 3. Hasil Uji Autokorelasi ............................................................. 54 4. Lampiran 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................... 55 5. Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas ................................................................ 56
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kesehatan
merupakan
tujuan
pembangunan
yang
mendasar
dan
merupakan inti dari kesejahteraan. Di dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi, kesehatan setidaknya memiliki peran dalam mempengaruhinya melalui beberapa cara, misalnya perbaikan kesehatan seseorang akan menyebabkan pertambahan dalam partisipasi tenaga kerja, perbaikan kesehatan dapat pula membawa perbaikan dalam tingkat pendidikan yang kemudian menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi, ataupun perbaikan kesehatan menyebabkan bertambahnya penduduk yang akan membawa tingkat partisipasi angkatan kerja. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas sumber daya manusia terletak pada kesehatannya sendiri. Pada negara-negara berkembang yang masih bersifat agraris, rendahnya tingkat gizi dan kalori bagi penduduk usia muda di pedesaan akan menghasilkan pekerja-pekerja yang kurang produktif dengan tingkat mental yang agak terbelakang. Pada kelanjutannya, hal ini akan menyebabkan produktivitas yang rendah dan mengakibatkan tingkat output yang rendah pula. Meningkatkan kesehatan publik merupakan tantangan bagi pemerintah pusat maupun daerah dalam pembangunan ekonomi. Tingkat kesehatan yang lebih baik bukan saja merupakan faktor penting dalam mengurangi kemiskinan, namun juga merupakan faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini pemerintah memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan fiskal yang memiliki peran strategis mencakup penyediaan anggaran untuk membiayai penyelenggaraan
2
pemerintahan negara disamping alokasi anggaran untuk tujuan peningkatan pertumbuhan, distribusi pendapatan dan subsidi dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat serta stabilisasi makro dalam cakupan terbatas. Oleh karena itu, alokasi anggaran untuk sektor kesehatan yang dilakukan pemerintah menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat. Keberhasilan capaian program kesehatan ini kerap dipaparkan dengan berbagai indikator yang secara garis besar terdiri dari dua aspek yaitu mortalitas dan morbiditas. Mortalitas meliputi tingkat kematian yang ada di suatu negara, sedangkan morbiditas adalah hal-hal yang menyangkut tingkat kesakitan yang mencakup indikator-indikator yang terdapat pada penyakit menular dan penyakit tidak menular. Indikator Umur Harapan Hidup (UHH) merupakan ukuran yang banyak digunakan di sebagian besar negara dan merupakan salah satu komponen dalam mengukur Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penilaian terhadap keberhasilan kinerja sektor kesehatan menjadi hal yang penting untuk dianalisis mengingat eratnya kaitan antara situasi kesehatan masyarakat sebagai modal manusia dengan pembangunan nasional yang berujung pada kondisi perekonomian yang lebih baik. Untuk itu, perlu diketahui sejauh mana keberhasilan kebijakan alokasi anggaran pemerintah untuk kesehatan dalam mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat.
I.2.
Perumusan Masalah Pemerintah memiliki peran dalam melaksanakan pembangunan dan
peningkatan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam hal ini, pemerintah memiliki instrumen kebijakan fiskal berupa alokasi anggaran yang terdiri dari anggaran
3
rutin, yaitu anggaran untuk membiayai jalannya roda pemerintahan dan anggaran pembangunan, yaitu anggaran untuk membiayai program-program pembangunan sebagai modal dalam meningkatkan perekonomian. Sektor kesehatan adalah salah satu sektor penting yang menyangkut investasi modal manusia dimana sektor ini juga dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sektor kesehatan merupakan salah satu pos pengeluaran penting yang cukup mendapatkan perhatian dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari trend pengeluaran untuk sektor kesehatan, terutama anggaran atau pengeluaran pembangunan, yang selalu meningkat setiap tahunnya semenjak tahun 2001. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, didapatkan rumusan masalah yang dapat direpresentasikan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan? 2. Bagaimana kinerja sektor kesehatan Indonesia ditinjau dari derajat kesehatan masyarakat? 3. Bagaimana
keterkaitan
antara
pengeluaran
pemerintah
baik
pengeluaran rutin maupun pembangunan dengan kualitas kesehatan masyarakat?
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, antara lain: 1. Melihat kesehatan.
perkembangan
pengeluaran
pemerintah
untuk
sektor
4
2. Melihat perkembangan kinerja sektor kesehatan masyarakat Indonesia ditinjau dari derajat kesehatan masyarakat. 3. Mengetahui sejauh mana keterkaitan antara pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan untuk sektor kesehatan dengan kualitas kesehatan masyarakat.
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan untuk meningkatkan kualitas dan kinerja kesehatan di Indonesia. 2. Sebagai sumber referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang masih relevan dengan topik permasalahan skripsi ini.
1.5.
Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
a. Pengeluaran pemerintah yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah di tingkat pusat saja. Pengeluaran pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota tidak termasuk dalam analisis. b. Kinerja kesehatan dalam penelitian ini hanya ditinjau dari kebijakan alokasi anggaran pemerintah pusat untuk sektor kesehatan pada waktu yang sama. Adapun aspek lain dari kinerja sektor kesehatan seperti keterlibatan pemerintah
daerah
dalam
diperhitungkan dalam analisis.
menyediakan
pelayanan
kesehatan
tidak
5
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Fungsi Pemerintah Menurut
Mangkoesoebroto
(2001),
dalam
perekonomian
modern,
pemerintah memiliki peranan penting yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan besar, yaitu peran alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
2.1.1. Peranan Alokasi Pemerintah berperan dalam menyediakan barang publik, yaitu barang yang tidak dapat disediakan melalui sistem pasar atau melalui transaksi antara penjual dan pembeli. Adanya barang yang tidak dapat disediakan melalui sistem pasar ini disebabkan karena adanya kegagalan sistem pasar (market failure). Contoh dari barang/jasa yang tidak dapat disediakan melalui sistem pasar misalnya saja jalan, pembersihan udara, dan sebagainya. Ketika kondisi udara tercemar oleh polusi, berbagai macam penyakit akan mudah menghinggapi setiap orang. Namun, tidak ada seorang pun yang mau membeli alat untuk membersihkan udara. Hal ini disebabkan oleh karena orang yang merasakan kebutuhan akan udara yang bersih tahu apabila ia membeli alat untuk membersihkan udara, tidak hanya dia saja yang menikmati udara yang bersih, akan tetapi orang-orang disekitarnya juga akan ikut menikmati dan tidak bisa melarang orang lain untuk menghirup udara yang dibersihkannya itu. Dalam contoh diatas, pengecualian tidak dapat dilaksanakan secara teknis. Suatu barang disebut barang publik juga karena secara ekonomis pengecualian dapat dilaksanakan akan tetapi biaya untuk mengecualikan
6
segolongan masyarakat dari manfaat suatu barang sangat besar dibandingkan biayanya. Peranan pemerintah dalam bidang alokasi ini adalah untuk mengusahakan agar alokasi suber-sumber ekonomi dapat dilaksanakan secara efisien.
2.1.2. Peranan Distribusi Peranan lain pemerintah adalah sebagai alat distribusi pendapatan atau kekayaan. Distribusi pendapatan tergantung dari pemilikian faktor-faktor produksi, permintaan dan penawaran faktor produksi, sistem warisan, dan kemampuan memperoleh pendapatan. Kemampuan memperoleh pendapatan tergantung dari tingkat pendidikan, bakat, dan sebagainya. Sedangkan warisan tergantung dari sistem hukum yang mengaturnya. Pemilikan faktor produksi sebagai sumber pendapatan tergantung dari permintaan akan faktor produksi dan jumlah yang ditawarkan oleh pemilik faktor produksi. Permintaan dan penawaran faktor produksi tersebut akan menentukan harga dari faktor produksi yang bersangkutan. Permintaan akan suatu faktor produksi tergantung pada teknologi. Apabila teknologi dalam menghasilkan suatu barang adalah teknologi padat karya, maka permintaan akan tenaga kerja relatif lebih besar daripada permintaan akan modal, dan pengusaha bersedia membayar tenaga kerja lebih besar daripada modal dan sabaliknya untuk faktor produksi modal. Penawaran suatu faktor produksi tergantung dari pemilikan faktor produksi dan jumlah yang ditawarkan. Semakin banyak jumlah yang ditawarkan, semakin rendah harga yang didapat oleh pemiliknya.
7
Permasalahan distribusi pendapatan sangat berkaitan erat dengan keadilan. Distribusi pendapatan dan kekayaan yang ditimbulkan oleh sistem pasar mungkin dianggap oleh masyarakat sebagai tidak adil. Di dalam sistem pemerintahan di Indonesia, masalah keadilan, termasuk keadilan dalam distribusi pendapatan, harus diserahkan kepada masyarakat melalui wakil-wakil mereka dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Melalui wakil rakyat, keadilan publik yang mereka inginkan dirumuskan, dan selanjutnya pemerintah melalui kebijaksanaan fiskal dan moneter merubah keadaan masyarakat sehingga sesuai dengan distribusi pendapatan yang diinginkan oleh masyarakat. Pemerintah dapat merubah distribusi pendapatan secara langsung dengan pajak yang progresif, yaitu relatif beban pajak yang lebih berat bagi orang kaya dan relatif lebih ringan bagi orang miskin, disertai dengan subsidi bagi golongan miskin. Pemerintah juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi distribusi pendapatan dengan kebijaksanaan pengeluaran pemerintah, misalnya perumahan murah untuk golongan tertentu, subsidi pupuk untuk petani, dan asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin (Askeskin).
2.1.3. Peranan Stabilisasi Pemerintah
juga
memiliki
peran
utama
sebagai
alat
stabilisasi
perekonomian. Perekonomian yang sepenuhnya diserahkan kepada sektor swasta akan sangat peka terhadap goncangan keadaan yang akan menimbulkan pengangguran dan inflasi. Sebagai contoh, tanpa ada campur tangan pemerintah, penurunan permintaan akan mobil akan menyebabkan pengusaha mobil untuk mengurangi
8
pegawai. Pegawai yang menganggur akan memperkecil pengeluaran untuk barang-barang konsumsi seperti sepatu, televisi, pakaian yang seterusnya pengusaha sepatu, televisi, dan pakaian akan mempengaruhi pegawai. Jadi, gangguan di satu sektor akan mempengaruhi sektor lain, yang tanpa campur tangan pemerintah akan menimbulkan pengangguran tenaga kerja yang akan mengganggu stabilisasi ekonomi.
2.2.
Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal memiliki dua instrumen pokok, yaitu perpajakan (tax
policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi, rancangan kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk pengembangan ekonomi seperti, pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan stabilisasi ekonomi, tetapi juga peningkatan aspek sosial seperti, pemerataan, pendidikan, dan kesehatan (Riphat dan Subiyantoro, 2004). Di Indonesia, kebijakan fiskal merupakan keputusan politik antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai besaran penerimaan, pengeluaran dan pinjaman sebagaimana ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam rangka mengarahkan perekonomian Indonesia mencapai kondisi tertentu. Mengingat pembangunan yang sedang dilaksanakan maka kebijakan fiskal juga dirancang dan dijalankan dengan berpedoman pada sasaran perbaikan kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Sebagai salah satu komponen kebijakan makro ekonomi, maka perancangan dan pelaksanaannya
9
dilakukan sinkronisasi dengan kebijakan-kebijakan di bidang lainnya (Riphat dan Subiyantoro, 2004).
2.3.
Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Mangkoesoebroto, dalam bukunya yang berjudul Ekonomi Publik,
menjelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan perkembangan pengeluaran pemerintah yang dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu teori makro dan teori mikro. Di dalam tinjauan pustaka ini hanya dibahas mengenai teori makro, yang terdiri dari Teori Rostow dan Musgrave, Hukum Wagner, serta Teori Peacock dan Wiseman.
2.3.1. Teori Rostow dan Musgrave Rostow dan Musgrave menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu,
10
pada tahap ini perkembangan perekonomian menyebabkan terjadinya hubungan antarsektor yang semakin rumit (complicated). Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air, dan pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat, pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase investasi pemerintah dalam persentase terhadap GNP akan semakin mengecil. Pada tingkat yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaranpengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya.
2.3.2. Hukum Wagner Wagner mengemukakan pendapatnya yang dikenal dengan “The Law of Expanding State Expenditure” yang didasarkan pada pengamatan empiris negaranegara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang. Menurut Wagner, dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita pemerintah meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Menurutnya, peranan pemerintah yang semakin besar terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang semakin rumit dan kompleks yang timbul di masyarakat.
11
Hukum Wagner memiliki kelemahan karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik, Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas masyarakat lainnya. Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut: ܲ ܲܲଵ ܲ ܲܲଶ ܲ ܲܲ ൏ ൏ ڮ൏ ܲܲܭଵ ܲܲܭଶ ܲܲܭ Keterangan: PkPP
: Pengeluaran pemerintah per kapita
PPK
: Pendapatan per kapita, yaitu GDP per jumlah penduduk
1,2,.., n
: Titik Waktu (tahun)
Hukum Wagner ditunjukkan pada Gambar 2.1 dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1, dan bukan ditunjukan oleh kurva 2.
Kurva 1
ܲ ܲܲ ܲܲܭ
Kurva 2
Z = Kurva perkembangan pengeluaran pemerintah
0
1
2
3
4
5
Waktu
Gambar 2.1. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner
12
2.3.3. Teori Peacock dan Wiseman Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar itu. Teori mereka menyatakan bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat di mana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena. Berkembangnya ekonomi akan menyebabkan pajak yang dipungut semakin meningkat walaupun tarif tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak ini menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya PDB menyebabkan penerimaan pemerintah semakin besar, begitu pun dengan pengeluaran menjadi semakin besar. Jika keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Karena itu pemerintah akan meningkatkan penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi menjadi berkurang. Keadaan itu disebut efek pengalihan (displacement effect), yaitu pengalihan aktivitas swasta pada aktivitas pemerintah akibat adanya gangguan sosial. Perang tidak bisa dibiayai hanya dengan pajak, tetapi pemerintah harus mencari alternatif dana lain, misalnya dengan meminjam dari negara lain. Setelah perang selesai,
13
sebetulnya pemerintah dapat menurunkan kembali tarif pajak pada tingkat sebelum adanya gangguan. Akan tetapi, hal tersebut tidak dilaksanakan pemerintah karena adanya kewajiban mengembalikan bunga pinjaman dan angsuran utang yang digunakan untuk membiayai perang, sehingga pengeluaran pemerintah setelah perang selesai meningkat tidak hanya karena GNP naik, tetapi juga karena pengembalian utang dan bunganya. Selain itu, banyak aktivitas pemerintah yang baru keliatan setelah terjadinya perang, dan ini disebut dengan efek inspeksi (inspection effect). Adapun efek konsentrasi (concentration effect) yaitu perpindahan konsentrasi kegiatan ekonomi yang tadinya dilaksanakan swasta ke tangan pemerintah akibat adanya gangguan sosial. Ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak turun kembali pada tingkat sebelum terjadinya perang.
2.4.
Pengeluaran Pemerintah Di dalam Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), berdasarkan klasifikasi anggaran, pengeluaran pemerintah dibagi menjadi dua kelompok besar pengeluaran, yaitu pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin. Pengeluaran pembangunan didefinisikan sebagai pengeluaran negara yang ditujukan untuk membiayai proyek pembangunan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan nasional, baik material maupun non-material (UU No. 2 Tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau APBN). Bagian pengeluaran yang besar pada obat-obatan, vaksin, perjalanan, dan pembelian modal dimasukkan ke dalam anggaran pembangunan. Sedangkan, pengeluaran
14
rutin mencakup berbagai pengeluaran negara yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, guna mendukung pelaksanaan program pembangunan. Gaji pegawai merupakan salah satu pos pembelanjaan yang dibiayai dari anggaran rutin. Di samping itu, pengeluaran rutin juga menampung pos-pos yang berkaitan dengan pembayaran hutang pemerintah di dalam dan di luar negeri, serta berbagai pengeluaran untuk pemeliharaan kekayaan negara. Sebagai bagian dari pengeluaran negara, pengeluaran rutin mempunyai peranan dan fungsi yang cukup penting di dalam memperlancar roda pemerintahan. Sekalipun pengeluaran tersebut tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan produksi, namun pengeluaran rutin berpengaruh luas di dalam menunjang tercapainya hasil-hasil pembangunan, melalui kelancaran kegiatan pemerintahan, penyediaan dan peningkatan fasilitas kerja, serta peningkatan kapasitas dan motivasi kerja daripada segenap aparatur pemerintah. Klasifikasi tradisional antara rutin dan pembangunan ini digunakan hingga tahun 2004. Pada tahun 2005, sistem penganggaran terpadu mulai diberlakukan. Anggaran yang baru membedakan antara: (i) pengeluaran berdasarkan kewenangan (discretionary spending) (sebelumnya disebut “pembangunan”); (ii) pengeluaran yang tidak berdasarkan kewenangan (non-discretionary spending) (bagian yang dulu diberi label “rutin”); dan (iii) klasifikasi ekonomi yang mencakup sub-klasifikasi berikut: kepegawaian, material, bantuan sosial dan modal, semuanya dulu disebut rutin.
15
2.5.
Sehat dan Kesehatan Menurut WHO sehat dapat diartikan suatu keadaan yang sempurna baik
secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan1. Sedangkan menurut UU No.23 Tahun 1992, kesehatan dapat didefiniskan sebagai suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
2.6.
Pelayanan Kesehatan sebagai Komoditi Ekonomi Tjiptoherijanto dan Soesetyo, di dalam buku Ekonomi Kesehatan,
menjelaskan bahwa pembahasan ilmu ekonomi akan selalu mengarah kepada demand, supply dan distribusi komoditi, dimana komoditinya adalah pelayanan kesehatan
bukan
kesehatannya
sendiri.
Kesehatan
sendiri
tidak
dapat
diperjualbelikan, dalam pengertian bahwa kesehatan itu tidak dapat secara langsung dibeli atau dijual di pasar. Oleh karena itu, kesehatan hanya merupakan salah satu ciri komoditi. Kegiatan kesehatan merupakan salah satu karakteristik dari pelayanan kesehatan, sabuk pengaman, pemadam kebakaran, makanan yang bergizi dan sebagainya, namun kesehatan tidak dapat dipertukarkan. Uraian tersebut mengandung penjelasan penting karena mempunyai kaitan yang sangat erat dengan persoalan ilmu ekonomi seperti yang dipertanyakan Mill,
1
http://www.who.int/about/definition/en/print.html
16
yaitu masalah value. Mill (1909), di dalam Tjiptoherijanto dan Soesetyo (2008), menyebutkan bahwa: The word value, when used without adjunct, always means, in political economy, value in exchange judgement of a philosopher or a moralist. The use of a thing, in political economy, means its capacity to satisfy a desire or serve a purpose … value in use … is the extreme limit of value in exchange. The exchange value of a thing may fall short to any amount, of its value in used; but that it can ever exceed the value in use implies a contradiction it supposes that person will give to possess a thing, more than the utmost value which they themselves put upon it is means of gratifying their declinations.
Bila uraian Mill tersebut kita terjemahkan ke dalam pengertian kesehatan dan pelayanan kesehatan, maka akan tampak bahwa kesehatan hanya memiliki value in use dan bukannya value in exchange. Pada umumnya keadaan itu oleh konsumennya yang dalam hal ini adalah pasien, hanya dapat ditunjukan oleh suatu tingkat utility tertentu, misalnya perubahan dari status kesehatannya. Kesehatan sendiri tidak dapat diperjualbelikan (non tradable). Dengan demikian berarti kesehatan bukanlah suatu komoditi sedangkan pelayanan kesehatan adalah suatu komoditi. Namun demikian hal itu tidak berarti bahwa analisis ekonomi akan mengabaikan persoalan kesehatan. Pengukuran kesehatan juga merupakan salah satu aspek penting dari ilmu ekonomi kesehatan.
2.7.
Derajat Kesehatan Gambaran situasi derajat kesehatan masyarakat kerap dipaparkan dengan
berbagai indikator yang secara garis besar terdiri dari dua aspek yaitu mortalitas dan morbiditas (Departemen Kesehatan RI, 2007). Mortalitas adalah hal yang menyangkut dengan tingkat kematian yang ada seperti Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu Maternal (AKI), Angka Kematian Kasar (AKK), dan Umur
17
Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH). Sedangkan morbiditas adalah hal-hal yang menyangkut tingkat kesakitan suatu negara yang mencakup indikator-indikator yang terdapat pada penyakit menular dan penyakit tidak menular. Pada tinjaun pustaka ini, hanya akan dibahas mengenai derajat kesehatan yang dijadikan objek dalam penelitian ini, yaitu umur harapan hidup dan angka kematian bayi.
2.7.1. Umur Harapan Hidup/Angka Harapan Hidup Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. Umur Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Umur Harapan Hidup Saat Lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu2. Umur Harapan Hidup atau Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk
2
http://www.datastatistik-indonesia.com /content/view/460/460/
18
pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Idealnya Angka Harapan Hidup dihitung berdasarkan Angka Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat tabel kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk menghitung Angka Harapan Hidup digunakan cara tidak langsung dengan program Mortpak Lite.
2.7.2. Angka Kematian Bayi Kematian bayi (infant mortality rate) adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen3. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
3
http://www.datastatistik-indonesia.com /content/view/420/420/
19
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Angka Kematian
Bayi menggambarkan keadaan
sosial ekonomi
masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-Neonatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun. Secara matematis, Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Adapun cara penghitungannya adalah sebagai berikut: ܤܭܣൌ
ܦିழଵ௧ ܭݔ σ ݑ݀݅ܪݎ݄݅ܽܮ
dimana: AKB
= Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)
D 0-<1th
= Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
20
∑lahir hidup
= Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
K
2.8.
= 1000
Penelitian Terdahulu Di dalam jurnal keuangan publik, Alfirman dan Sutriono (2006)
menganalisis hubungan pengeluaran pemerintah dan produk domestik bruto dengan menggunakan pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression. Penelitian tersebut berusaha untuk mengetahui adanya hubungan timbal balik antara pengeluaran pemerintah dan produk domestik bruto di Indonesia pada periode 1970-2003. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara total pengeluaran pemerintah dengan produk domestik bruto. Pengeluaran pemerintah yang memiliki hubungan kausalitas positif dan signifikan terhadap produk domestik bruto adalah pengeluaran pembangunan. Hal ini dapat dijelaskan karena pengaruh positif pengeluaran untuk sektor pertanian, insfrastruktur, dan transportasi serta pendidikan terhadap produk domestik bruto dan pengaruh positif perubahan produk domestik bruto terhadap pengeluaran pemerintah di sektor insfrastruktur dan transportasi. Adapun pengeluaran rutin tidak signifikan dalam mempengaruhi produk domestik bruto karena lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti belanja untuk pembayaran utang. Muslikhah
(2008)
melakukan
penelitian
mengenai
hubungan
pembangunan insfrastruktur dengan pengurangan pengangguran di Indonesia selama periode 1976 sampai 2006. Metode analisis yang digunakan dalam
21
penelitian ini adalah metode regresi berganda dengan penduga parameter TwoStage Least Square (TSLS). Dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa permasalahan
pengangguran
dapat
diatasi
dengan
upaya
pembangunan
insfrastruktur yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui instrumen pengeluaran pembangunan. Proyek pembangunan insfrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja sehingga jumlah pengangguran dapat dikurangi. Namun, jumlah penganggur akan mengalami peningkatan apabila terjadi peningkatan upah minimum dan inflasi. Peningkatan upah minimum dan inflasi akan menyebabkan peningkatan biaya produksi sehingga pengusaha yang rasional akan melakukan PHK untuk efisiensi biaya. Lubis (2008) juga melakukan penelitian mengenai keterkaitan antara pengeluaran pemerintah untuk pembangunan insfrastruktur dan pendapatan nasional dan menganalisis keterkaitan pendapatan nasional dengan beberapa variabel ekonomi lainnya. Data yang digunakan berupa data tahunan mulai dari 1976 hingga 2006. Metode analisis yang digunakan menggunakan pendekatan Two Stage Least Square (TSLS). Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa keterkaitan pengeluaran pemerintah untuk insfrastruktur dan pendapatan nasional adalah positif, semakin tinggi pengeluaran pemerintah untuk insfrastruktur maka pendapatan nasional akan meningkat. Pembangunan insfrastruktur dapat mengurangi pengangguran melalui penciptaan lapangan kerja, namun jika dilihat dari keadaan Indonesia, pembangunan insfrastruktur belum mampu menyerap tenaga kerja karena pertumbuhan angkatan kerja lebih besar jika dibandingkan dengan besarnya jumlah pembangunan insfrastruktur. Hal ini diduga karena pembangunan
22
insfrastruktur
belum
menjadi
sebandingnya
pembangunan
fokus
pembangunan
insfrastruktur
dengan
pemerintah.
tingkat
Tidak
pengangguran
dikhawatirkan akan menghambat akumulasi kapital dan menyebabkan penurunan output nasional.
2.9.
Kerangka Pemikiran Sektor kesehatan merupakan salah satu komponen yang mencerminkan
keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Tingkat kesehatan yang baik akan mendorong produktivitas tenaga kerja yang akhirnya berimplikasi pada output yang tinggi. Untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, pemerintah, bertanggung jawab dalam menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam hal ini pemerintah memiliki peranan dalam menentukan kebijakan alokasi anggaran yang meliputi anggaran rutin dan anggaran pembangunan khususnya untuk sektor kesehatan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat yang diindikasikan oleh umur harapan hidup dan angka kematian bayi. Berjalannya roda pemerintahan yang semakin efektif dan efisien seperti akibat
peningkatan
kesejahteraan
pegawai
dan
terpenuhinya
kebutuhan
pemerintahan dibiayai pemerintah dari anggaran rutin. Hal ini akan berdampak pada kinerja pelayanan publik yang akhirnya akan meningkatkan kualitas sasaran pembangunan itu sendiri. Begitu pun dengan pengeluaran pembangunan yang ditujukan untuk program-program tertentu, khususnya sektor kesehatan, akan berdampak pada peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
23
Tinjauan terhadap keterkaitan antara pengeluaran pemerintah dengan kualitas kesehatan masyarakat menjadi perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas kebijakan alokasi anggaran tersebut.
Kebijakan Pemerintah Instrumen Kebijakan
-
Kebijakan Moneter Operasi Pasar Terbuka (OPT) Tingkat Suku Bunga Rasio Cadangan Minimum Lain-lain
Kebijakan Lainnya
Kebijakan Fiskal -
Pajak dan lain-lain Pajak,
-
Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan Jenis Pengeluaran
Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran Rutin
Kinerja Pelayanan Kesehatan -
Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH) Angka Kematian Bayi (AKB)
Keterangan Gambar :
Hal yang tidak dianalisis Hal yang dianalisis
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
24
2.10.
Hipotesis
1. Pengeluaran rutin pemerintah untuk sektor kesehatan berpengaruh nyata terhadap kualitas kesehatan masyarakat yang diindikasikan oleh umur harapan hidup dan angka kematian bayi. Pengeluaran rutin berpengaruh secara positif terhadap umur harapan hidup dan negatif terhadap angka kematian bayi, semakin besar pengeluaran rutin maka umur harapan hidup akan semakin meningkat dan angka kematian bayi akan semakin menurun. 2. Pengeluaran pembangunan pemerintah untuk sektor kesehatan berpengaruh nyata terhadap kualitas kesehatan masyarakat. Pengeluaran pembangunan berpengaruh secara positif terhadap umur harapan hidup dan negatif terhadap angka kematian bayi, semakin besar pengeluaran pembangunan maka umur harapan hidup akan semakin meningkat dan angka kematian bayi akan semakin menurun.
25
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
didapat dari BPS dan Departemen Keuangan. Data yang diperlukan meliputi: (1) Umur Harapan Hidup; (2) Angka Kematian Bayi; (3) Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Pusat untuk Sektor Kesehatan; (4) Pengeluaran Rutin Pemerintah Pusat untuk Sektor Kesehatan. Umur Harapan Hidup dijadikan sebagai indikator utama kesehatan dalam penelitian ini karena merupakan tolak ukur keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi yang lazim digunakan oleh banyak negara. Umur Harapan Hidup juga digunakan sebagai salah satu komponen yang mewakili indikator kesehatan dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sedangkan, Angka Kematian Bayi digunakan sebagai indikator keberhasilan kinerja kesehatan karena kematian bayi ini terkait dengan pelayanan dasar kesehatan seperti penangan penyakit yang sering mengakibatkan kematian bayi itu terjadi seperti infeksi saluran pernafasan, diare, kekurangan gizi baik pada masa kandungan maupun setelah melahirkan, dan penyakit lainnya. Tingkat kematian bayi mengindikasikan keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan dasar kesehatan kepada warganya baik yang bersifat penanganan maupun pencegahan. Periode analisis penelitian ini dilakukan mulai tahun 1996-2007. Pengelolaan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel dan Eviews 6.
26
3.2.
Metode Analisis Analisis dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis
kualitatif
dipaparkan
secara
deskriptif
terhadap
perkembangan
pengeluaran pemerintah pusat untuk sektor kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk melihat hubungan antara pengeluaran pemerintah pusat untuk sektor kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat. Analisis awal dilakukan dengan metode regresi linear berganda. Pendugaan parameter model dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini menghasilkan parameter-parameter efisien dengan varian minimum atau yang lebih dikenal dengan parameter BLUE (Best, Linear, Unbiased Estimation).
3.3.
Perumusan Model Analisis Model yang dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari dua model yang
mengindikasikan kualitas kesehatan masyarakat, yaitu umur harapan hidup dan angka kematian bayi sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independen adalah pengeluaran pembangunan untuk sektor kesehatan dan pengeluaran rutin untuk sektor kesehatan. Secara matematis, kedua persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: UHH = f (PEMB, RUTIN)
(3.1)
AKB = f (PEMB, RUTIN)
(3.2)
Apabila fungsi-fungsi tersebut bersifat linear, maka bentuknya dapat dituliskan sebagai berikut:
27
UHH = â0 + â1 PEMB + â2 RUTIN + U
(3.3)
AKB = â0 + â1 PEMB + â2 RUTIN + U
(3.4)
Apabila berbentuk multiplikatif, maka fungsi-fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: UHH = â0 . PEMB â1 . RUTIN â2 . U
(3.5)
AKB = â0 . PEMB â1 . RUTIN â2 . U
(3.6)
dimana: UHH
= Umur Harapan Hidup (tahun)
AKB
= Angka Kematian Bayi per 1.000 kelahiran hidup (jiwa)
PEMB
= Pengeluaran pembangunan untuk sektor kesehatan (Milyar Rupiah)
RUTIN
= Pengeluaran rutin untuk sektor kesehatan (Milyar Rupiah)
U
3.4.
= Unsur gangguan (error disturbance)
Uji Statistik
3.4.1. Uji-F Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersamaan. Secara umum hipotesisnya dituliskan sebagai berikut: H0
: â1 = â2 = … = 0
(variasi perubahan nilai variabel independen tidak dapat menjelaskan variasi perubahan nilai variabel dependen) H1
: minimal terdapat âi ≠ 0
28
(variasi perubahan nilai variabel independen dapat menjelaskan variasi perubahan nilai variabel dependen) Untuk : i = 1, 2, 3, …, k â = dugaan parameter Statistik uji yang digunakan dalam uji-F: ܨെ ݄݅ ݃݊ݑݐൌ ܴܶܭൗܩܶܭ
(3.7)
ܴܶܭൌ
ܴܭܬൗ ݇െͳ
(3.8)
ܩܶܭൌ
ܩܭܬൗ ݊െ݇
(3.9)
dengan derajat bebas = (k-1) (n-k)
(3.10)
dimana: KTR
= Kuadrat Tengah Regresi
KTG
= Kuadrat Tengah Galat
JKR
= Jumlah Kuadrat Regresi
JKG
= Jumlah Kuadrat Galat
k
= Jumlah Parameter
n
= Jumlah Pengamatan
Jika F-hitung > F-tabel, maka tolak H0 yang berarti semua variabel independen secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap perubahan variabel dependen. Selain itu, dapat juga dibandingkan antara nilai probabilitas F-statistik terhadap taraf nyata (á) yang telah ditetapkan dalam penelitian. Jika nilai Fstatistik < á maka tolak H0, artinya semua variabel independen secara bersama-
29
sama dapat berpengaruh terhadap perubahan variabel dependen, dan berlaku sebaliknya.
3.4.2. Uji-t Langkah setelah menguji koefisien regresi secara keseluruhan adalah menghitung koefisien regresi secara individu dengan menggunakan uji-t. Hipotesis pada uji-t adalah: H0
: â1 = 0
H1
: â2 ≠ 0
Rumus uji-t adalah: ݐെ ݄݅ ݃݊ݑݐൌ
ߚ ൗܵߚ
(3.11)
dimana: âi
= Parameter dugaan variabel ke-i
Sâi
= Standar error dari parameter dugaan âi
Jika t-hitung > t-tabel maka tolak H0 yang berarti variabel independen secara statistik nyata pada taraf nyata (á) yang telah ditetapkan dalam penelitian, dan berlaku sebaliknya. Selain itu, untuk mengetahui taraf nyata dari suatu variabel bisa dilihat pada nilai probabilitasnya (P-Value), jika P-value < á maka tolak H0 yang berarti variabel independen tersebut nyata secara statistik.
3.4.3. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi merupakan ukuran yang penting dalam regresi yang menentukan baik atau tidaknya model regresi yang tersestimasi. Nilai R2
30
mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel dependen Y yang dapat diterangkan oleh variabel dependen X. Rentang nilai R2 berada pada kisaran 0 sampai 1. Semakin mendekati 1, maka model semakin baik . Rumus koefisien determinasi adalah sebagai berikut:
ܴ ଶ ൌ ܴܵܵൗܵܵܶ
(3.12)
dimana:
3.5.
R2
= koefisien determinasi
SST
= variasi dari data
SSR
= variasi dari garis regresi yang dibuat
Uji Ekonometrika
3.5.1. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan regresi (Gujarati, 1978). Konsekuensi dari multikolinearitas adalah kesalahan standar dari parameter penduga cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat korelasi antara peningkatan variabel. Karena besarnya kesalahan standar, selang keyakinan untuk parameter populasi yang relevan cenderung untuk lebih besar sehingga probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah (kesalahan tipe II) meningkat. Suatu model dikatakan tidak mengandung permasalahan multikolinearitas jika korelasi diantara variabel-variabel bebasnya kurang dari 0,8 (rule of thumb).
31
3.5.2. Uji Autokorelasi Penyimpangan
model
regresi
klasik
selanjutnya
adalah
adanya
autokorelasi dalam model regresi. Artinya, adanya korelasi antaranggota sampel yang diurutkan berdasar waktu. Konsekuensi dari adanya autokorelasi adalah varian sampel tidak dapat menggambarkan varian populasinya. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan pengujian dengan menggunakan
pengujian
Breusch-Godfrey
Serial
Correlation
LM
Test.
Penggunaan lag dalam model ini sebaiknya dimasukan angka yang menghasilkan nilai akaike criteria yang paling kecil. Semakin kecil, semakin baik, termasuk negatif. Pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dilakukan dengan prosedur penentuan hipotesis (H) sebagai berikut: H0
: Tidak ada autokorelasi.
H1
: Ada autokorelasi.
Jika P-Value Obs*R-squared > á (taraf nyata yang telah ditentukan), maka H0 diterima yang berarti model tersebut tidak memiliki masalah autokorelasi. Sebaliknya, jika P-Value Obs*R-squared < á, maka H0 ditolak atau H1 diterima yang berarti model tersebut memiliki masalah autokorelasi.
3.5.3. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana residual atau error mempunyai varian yang tidak konstan atau berubah-ubah. Suatu model dalam persamaan regresi harus memiliki taksiran parameter yang bersifat BLUE (Best, Linear,
32
Unbiased Estimate) dimana semua residual atau error mempunyai varian yang konstan. Kondisi ini disebut dengan homoskedastisitas. Untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan Uji White Heteroscedasticity. Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 : Homoskedastisitas. H1 : Heteroskedastisitas. Jika Probability Obs*R-squared < taraf nyata (á) maka H0 ditolak yang berarti model tersebut memiliki masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika Probability Obs*R-squared > taraf nyata (á) maka H0 diterima yang berarti model tersebut tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.
3.5.4. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term terdistribusi normal atau tidak. Jika asumsi ini tidak terpenuhi maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji statistik t menjadi tidak sah. Uji normalitas dapat digunakan prosedur pengujian Jarque Bera. Langkah awal pengujiannya dilakukan dengan menentukan hipotesis, sebagai berikut: H0
: Error term terdistribusi normal.
H1
: Error term tidak terdistribusi normal.
Jika probabilitas t-statistik < taraf nyata (á) maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa error term tidak terdistribusi normal. Dan jika
33
probabilitas t-statistik > taraf nyata (á) maka H0 diterima atau H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi normal.
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Kesehatan Pengeluaran sektoral Indonesia telah berubah dan mengalami peningkatan
secara drastis sejak tahun 2001 akibat menurunnya pembayaran utang dan pengurangan subsidi baru-baru ini. Begitupun pada sektor kesehatan, pengeluaran telah meningkat selama beberapa tahun terakhir hingga mencapai 6,77% dari total belanja pemerintah pada tahun 2007. Kemampuan Indonesia untuk meningkatkan belanja sektor kesehatannya meningkat karena adanya peningkatan pada ruang fiskalnya4. Menurut perhitungan Bank Dunia, pada tahun 2006 pendapatan umum meningkat yang diperkirakan sebesar 14 persen menjadi 19 persen dari PDB. Pada tahun 2007, baik pendapatan maupun pengeluaran diperkirakan kembali meningkat sebesar 7 persen. Antara tahun 2002 dan 2006, pendapatan pemerintah meningkat hingga sekitar 19 persen dari PDB. Berdasarkan jenis pengeluarannya, peningkatan pengeluaran pemerintah pusat untuk sektor kesehatan didorong oleh pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pembangunan meningkat secara tajam setelah tahun 2001, sementara pengeluaran rutin secara absolut tetap sama. Tabel 4.1 di bawah ini memperlihatkan tren perkembangan anggaran pembangunan maupun anggaran rutin untuk sektor kesehatan yang berasal dari tingkat pemerintahan pusat.
4
Ruang fiskal adalah pengeluaran bebas berdasarkan kebijaksanaan yang dapat dilakukan suatu negara tanpa mengganggu kesanggupannya untuk membayar utang (Bank Dunia, 2007).
35
Tabel 4.1. Anggaran Pembangunan dan Anggaran Rutin untuk Sektor Kesehatan di Tingkat Pusat Tahun
Anggaran Pembangunan
Anggaran Rutin
Total
(Dalam Juta Rupiah)
(Dalam Juta Rupiah
(Dalam Juta Rupiah)
1996 948.213 279.645,8 1997 1.092.883 408.235,9 1998 1.739.659,4 567.780 1999 3.545.721 677.878,7 2000 2.112.924,3 711.988,8 2001 3.025.300 594.000 2002 3.589.900 269.900 2003 4.800.296 325.036,4 2004 5.441.970 372.360,7 2005 6.609.885,2 428.214,8 2006 13.085.852,9 492.447 2007 16.900.737 566.314 Sumber: Nota Keuangan dan APBN RI, 1996-2007.
1.227.859 1.501.119 2.307.439 4.223.600 2.824.913 3.619.300 3.859.800 5.125.332 5.814.331 7.038.100 13.578.300 17.467.051
Jika dibandingkan dengan sektor lain, sektor kesehatan menempati posisi ke enam dari 11 sektor yang diklasifikasikan menurut fungsi. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah belum menempatkan kesehatan sebagai salah satu sektor yang paling diprioritaskan. Saat ini, sektor pendidikan merupakan pos belanja nomor satu di Indonesia yang mencapai 20,95% dari total APBN 2007. Tingginya alokasi anggaran pada fungsi pendidikan tersebut berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan amanat konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Pos pengeluaran selanjutnya diprioritaskan untuk fungsi ekonomi (19,86%), fungsi pelayanan umum (19,4%), fungsi pertahanan (12,68%), dan fungsi ketertiban dan keamanan (11,32%) (Tabel 4.2).
36
Tabel 4.2. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2007 Menurut Fungsi
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Fungsi Pendidikan Ekonomi Pelayanan Umum Pertahanan Ketertiban dan Keamanan Kesehatan Perumahan dan Fasilitas Umum Lingkungan Hidup Perlindungan Sosial Agama Pariwisata dan Budaya
Pengeluaran (Dalam Juta Rupiah)
Total APBN (Dalam Juta Rupiah)
54.067.138,4 51.249.645,4 50.056.017,2 32.722.067 29.210.737 17.467.051,2 10.659.481,9 5.478.493 3.209.749,1 2.208.113,4 1.676.261,1
258.004.744,7 258.004.744,7 258.004.744,7 258.004.744,7 258.004.744,7 258.004.744,7 258.004.744,7 258.004.744,7 258.004.744,7 258.004.744,7 258.004.744,7
Rasio Pengeluaran terhadap Total APBN (%)
20.95 19.86 19.40 12.68 11.32 6.77 4.13 2.12 1.24 0.85 0.65 100
Sumber: Nota Keuangan dan APBN RI, diolah, 2007.
Berdasarkan data APBN, alokasi anggaran pemerintah menurut fungsi kesehatan pada tahun 2007 meningkat sebesar 3,88 milyar rupiah atau sekitar 28,64% dari anggaran tahun 2006 yang mencapai sekitar 13,6 milyar rupiah (APBN-Perubahan 2006). Akan tetapi, jika dilihat dari angka persentase terhadap PDB maka pengeluaran di sektor kesehatan masih rendah karena hanya meningkat dari 0,44% pada tahun 2006 menjadi 0,5% pada tahun 2007 (Nota Keuangan dan APBN 2006 dan 2007). Walaupun
setiap
tahunnya
selalu
mengalami
peningkatan,
rasio
pengeluaran pemerintah pusat untuk sektor kesehatan terhadap PDB masih berada dibawah 1 persen. Bahkan jika pengeluaran tersebut dikalkulasikan secara agregat menjadi pengeluaran nasional, dimana tidak hanya pengeluaran pemerintah pusat saja, melainkan ditambah dengan pengeluaran pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, pengeluaran sektor swasta, donasi luar negeri, dan
37
pengeluaran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Indonesia digolongkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai negara yang memiliki tingkat persentase pengeluaran total untuk kesehatan terendah bersama negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura, Filipina, India, dan beberapa negara Asia dan Afrika lainnya.
Tabel 4.3. Persentase Total Pengeluaran Kesehatan terhadap PDB di Berbagai Negara Tahun 2007 Persentase Pengeluaran Tinggi
Persentase Pengeluaran Rendah
Amerika Serikat
6,9
Singapura
1,3
Francis
8,2
Filipina
1,4
Australia
6,5
Vietnam
1,5
Jepang
6,3
Indonesia
1,0
Israel
6,1
India
0,9
Nigeria
1,4
Inggris
7
Sumber: Human Development Report, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), 2007.
Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Jepang digolongkan ke dalam negara yang memiliki persentase pengeluaran tinggi untuk sektor kesehatan terhadap PDB. Fenomena ini mengindikasikan bahwa negara-negara tersebut berada pada tahap lanjut dimana investasi pemerintah mulai bergeser dari penyediaan sarana dan prasarana menuju investasi yang bersifat sosial, seperti investasi di bidang pelayanan kesehatan.
4.2.
Perkembangan Kinerja Sektor Kesehatan Ditinjau dari Derajat Kesehatan Masyarakat Sementara itu, derajat kesehatan masyarakat yang dilihat dari indikator
umur harapan hidup beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang
38
cukup berarti. Selama lima tahun terakhir, umur harapan hidup telah meningkat dari 68,2 pada 2003 menjadi 69,4 pada 2007 (Gambar 4.1).
70 68,2
68,6
69
69,4
69,09
68 66,06 65,54
66
66,18
65,43
Tahun
64,59 63,8
64
63
62 60
58 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Gambar 4.1. Umur Harapan Hidup di Indonesia, 1996-2007 Sumber: BPS
Begitu pun dengan angka kematian bayi, Gambar 4.2 memperlihatkan tren yang selalu menurun dari tahun ke tahunnya. Pemerintah telah berhasil menurunkan angka kematian bayi dari 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1999, kemudian menjadi 35,5 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003, dan sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Meskipun mengalami kemajuan dalam pencapaian indikator di atas, Indonesia masih tertinggal dalam setiap ukuran hasil pelayanan di bidang kesehatan. Dalam Kajian Pengeluaran Publik Indonesia untuk Sektor Kesehatan Tahun 2008 yang diterbitkan oleh Bank Dunia, pada tahun 2007 Indonesia berada di bawah rata-rata negara Asia Timur dan tertinggal dari negara-negara tetangganya secara signifikan dalam hal angka kematian bayi dan angka harapan
39
hidup. Namun demikian, Indonesia masih dinilai telah berjalan sesuai target dalam pencapaian penurunan AKB yang diproyeksikan dalam Millenium Development Goals (MDG’s) yaitu mencapai 19 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 untuk Indonesia (Bappenas, 2007).
60
56 50
50
48
46 41 38
Jiwa
40
35
35,5
33,9
32,3
33,15
34
2005
2006
2007
30 20 10 0 1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Gambar 4.2. Angka Kematian Bayi di Indonesia, 1996 – 2007 Sumber: BPS
Disamping itu, Indonesia juga masih memiliki tingkat balita yang diimunisasi DPT paling rendah di Asia Tenggara, yang menunjukan rendahnya upaya pencegahan. Indikator lain seperti kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terampil masih sangat rendah jika dibandingkan dengan Cina, Vietnam, dan Malaysia. Perbedaan hasil layanan ini juga didapatkan ketika PDB per kapita setiap negara diperhitungkan. Sebagai contoh Vietnam yang memiliki PDB per kapita yang lebih rendah dibanding Indonesia, masih lebih baik dalam indikator capaian layanan kesehatan dalam berbagai ukuran. Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan Filipina yang memiliki PDB per kapita yang sedikit lebih
40
tinggi dibandingkan Indonesia. Jika dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia tertinggal dalam berbagai ukuran secara signifikan, baik dari segi PDB per kapita maupun berbagai ukuran kesehatan seperti umur harapan hidup, angka kematian bayi, tingkat balita yang mendapatkan imunisasi DPT, dan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terampil (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Perbandingan Negara dalam Capaian Hasil Pelayanan Kesehatan
Indonesia* Kamboja Vietnam Malaysia Thailand Filipina India Cina Asia Timur
PDB per kapita (US$)
UHH (tahun)
AKB
Tingkat Imunisasi DPT (%)
Kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terampil (%)
1.260 430 620 4.970 2.720 1.290 730 1.740 1.628
69,09 57 70,7 73,7 70,9 71 63,5 71,8 70,7
34 68 16 10 18 25 56 23 26,4
86,44 82 95 90 98 79 59 87 83,7
72,53 43,8 90 100 tt 59,8 48 97,3 86,0
Keterangan: tt = tidak tersedia Sumber: *BPS dan World Development Index, 2007.
4.3.
Keterkaitan antara Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan untuk Sektor Kesehatan dengan Kualitas Kesehatan Masyarakat Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang dapat
menjelaskan
mengenai
keterkaitan
antara
pengeluaran
pemerintah
baik
pengeluaran rutin maupun pembangunan untuk sektor kesehatan terhadap derajat kesehatan masyarakat, umur harapan hidup dan angka kematian bayi, baik secara statistik, ekonometrik, maupun secara ekonomi.
41
4.3.1. Output Estimasi Model Setelah beberapa model diperiksa, diperoleh bentuk persamaan terbaik sebagai berikut:
LNUHH = 3,44272 – 0,01083.LNRUTIN + 0,03615.LNPEMB + U
(4.1)
LNAKB = 6,56758 – 0,18688.LNPEMB + 0,09376.LNRUTIN + U
(4.2)
dimana : LNUHH
= Ln (logaritma natural) Umur Harapan Hidup
LNAKB
= Ln Angka Kematian Bayi per 1.000 kelahiran hidup
LNPEMB
= Ln Anggaran Pembangunan untuk Sektor Kesehatan
LNRUTIN
= Ln Anggaran Rutin untuk Sektor Kesehatan
U
= Error Disturbance
4.3.2. Hasil Uji Statistik Hasil uji statistik meliputi uji-t, uji-F, dan koefisien determinasi (RSquared). Nilai koefisien determinasi (R2) dari model persamaan Umur Harapan Hidup (LNUHH) adalah 0,905237, ini berarti umur harapan hidup dapat dijelaskan variabel-variabel dalam model sebesar 90,52%, sisanya sebesar 9,48% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F-statistik untuk model LNUHH sebesar 42,98666 (Prob.(F-statistic) = 0,000025) signifikan pada taraf nyata 5% (F-tabel = 9,55). Artinya, secara statistik dapat dibuktikan bahwa semua variabel independen secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap perubahan variabel dependen (UHH). Berdasarkan uji taraf nyata (uji-t) dapat diketahui bahwa variabel pengeluaran pembangunan (LNPEMB) berpengaruh nyata terhadap umur harapan hidup dimana nilai probabilitasnya di bawah taraf nyata (á = 5%), yaitu 0.
42
Sedangkan variabel pengeluaran rutin (LNRUTIN) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel umur harapan hidup dimana probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata 5% (Tabel 4.1). Pada persamaan Angka Kematian Bayi (AKB), nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,769440, ini berarti keberagaman AKB dapat dijelaskan variabelvariabel dalam model sebesar 76,94%, sisanya sebesar 23,06% dijelaskan variabel lain di luar model. Nilai F-statistik untuk model AKB sebesar 15,01773 (Prob. (Fstatistic) = 0,001357) signifikan pada taraf nyata 5% (F-tabel = 9,55). Artinya, secara statistik dapat dibuktikan bahwa semua variabel independen secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap perubahan variabel dependen (AKB). Sama halnya dengan model persamaan pertama, pada model persamaan ini didapatkan bahwa hanya variabel pengeluaran pembangunan (LNPEMB) saja yang berpengaruh nyata terhadap Angka Kematian Bayi (Probabilitas 0,0007), variabel pengeluaran rutin (LNRUTIN) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen, dimana probabilitas keduanya melebihi taraf nyata 0,05 (5%) (Tabel 4.1).
Tabel 4.5. Hasil Uji Taraf Nyata pada Model UHH dan AKB Variabel Terikat LNUHH
LNAKB
Variabel Bebas C LNPEMB LNRRUTIN C LNPEMB LNRRUTIN
t-statistik 12,09003 9,255886 -1,033995 2,641901 -5,479666 1,024739
Prob.* (P-value) 0,0000 0,0000 0,3281 0,0268 0,0004 0,3322
Keterangan Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata
43
4.3.3. Hasil Uji Ekonometrika Kedua model dalam persamaan regresi (model UHH dan AKB) menunjukan tidak terdapatnya masalah multikolinearitas. Hal ini berdasarkan tinjauan pada correlations matrix dimana korelasi antara LNPEMB dan LNRUTIN memiliki nilai kurang dari 0,8 (rule of thumb), yaitu sebesar 0,1702 (Lampiran 2). Pada pengujian autokorelasi yang dilakukan dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test, model persamaan Umur Harapan Hidup (UHH) dinyatakan tidak memiliki permasalahan autokorelasi. Hal ini bisa dilihat dari nilai Prob. Chi-Square-nya, yaitu sebesar 0,3328, yang melebihi nilai á (0,05) dan menyebabkan penolakan pada H0 (Lampiran 3). Pada uji White, Probability ChiSquare sebesar 0,3584 (lebih besar dari 0,05) yang menyebabkan penolakan terhadap H0 dan berarti bahwa model tersebut tidak memiliki permasalahan heteroskedastisitas (Lampiran 4). Begitu pun dengan uji kenormalan yang dilakukan dengan uji Jarque-Bera, model persamaan UHH dinyatakan memiliki error term yang terdistribusi normal dilihat dari nilai probabilitas yang melebihi taraf nyata 5%, yaitu sebesar 0,649 (Lampiran 5). Selanjutnya, pada persamaan model Angka Kematian Bayi (AKB) didapatkan hasil bahwa model tersebut tidak mengalami permasalahan autokorelasi. Nilai Prob. Chi-Square pada Uji Breusc-Godfrey menunjukan nilai sebesar 0,2855 yang melebihi taraf nyata 5% (Lampiran 3). Begitu pun dengan pengujian White-test dan uji kenormalan, keduanya menunjukan terbebas dari masalah heteroskedastisitas dan memiliki error term yang terdistribusi normal.
44
Nilai masing-masing pada uji diatas melebihi taraf nyata 5%, yaitu sebesar 0,075 untuk White-Test dan 0,5779 untuk uji kenormalan (Lampiran 4 dan 5). 4.3.4. Hasil Uji Ekonomi Pada uji ekonomi yang dilihat adalah tanda serta nilai dari koefisien masing-masing variabel independen dari hasil analisis regresi. Untuk persamaan Umur Harapan Hidup (UHH), variabel pengeluaran pembangunan (LNPEMB) dan konstanta (C) memiliki koefisien positif yang sesuai dengan hipotesis awal, yaitu sebesar 0,036159 dan 3,442720. Hal ini berarti, jika pemerintah meningkatkan pengeluaran pembangunannya sebesar 1 persen, cateris paribus, maka angka harapan hidup akan meningkat sebesar 0,036159 persen. Pada variabel konstanta, nilai koefisien yang positif
dapat
dijelaskan bahwa walaupun tidak terjadi peningkatan anggaran, baik rutin maupun pembangunan, umur harapan hidup masyarakat Indonesia dapat saja meningkat sebesar 3,442720 persen karena ada faktor residual lain yang dapat mempengaruhi umur harapan hidup, misalnya kondisi lingkungan yang bersih, perilaku individu yang memiliki gaya hidup sehat, dan sebagainya. Variabel lainnya, yaitu koefisien pengeluaran rutin adalah -0,010838. Variabel pengeluaran rutin (LNRUTIN) tidak memiliki keseuaian dengan dugaan awal dimana seharusnya variabel LNRUTIN memiliki koefisien yang positif yang berarti bahwa jika pengeluaran rutin ditingkatkan, cateris paribus, maka umur harapan hidup akan meningkat. Namun, walaupun demikian variabel tersebut (Pengeluaran Rutin) tetaplah tidak berpengaruh nyata terhadap Umur Harapan Hidup yang telah dibuktikan pada ujisebelumnya. Peningkatan ataupun penurunan pada pengeluaran rutin tidak akan mempengaruhi perubahan pada umur harapan hidup.
45
Sama seperti persamaan umur harapan hidup, pada model persamaan Angka Kematian Bayi (AKB), variabel yang memiliki kesesuaian dengan dugaan awal adalah variabel pengeluaran pembangunan (LNPEMB) dan konstanta (C). Nilai koefisien pengeluaran pembangunan adalah -0,186884, yang berarti jika terjadi peningkatan pengeluaran pembangunan sebesar 1 persen, cateris paribus, maka angka kematian bayi akan turun sebesar 0,186884 persen. Dan jika pemerintah tidak mengalokasikan pengeluarannya untuk sektor kesehatan, baik pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin, angka kematian bayi dapat saja meningkat sebesar 6,567587 persen karena adanya faktor residual lain di luar model yang mempengaruhi angka kematian bayi sehingga menyebabkan semakin memburuknya kondisi kematian bayi di Indonesia. Variabel lainnya, yaitu variabel pengeluaran rutin (LNRUTIN) memiliki nilai koefisien sebesar 0,093769 dan tidak memiliki kesesuaian berdasarkan dugaan awal. Berdasarkan hipotesis, variabel pengeluaran rutin seharusnya memiliki tanda koefisien yang negatif yang berarti bahwa jika pemerintah meningkatkan pengeluaran rutin untuk sektor kesehatan sebesar 1 persen, cateris paribus, maka angka kematian bayi akan menurun sebesar nilai koefisien variabel pengeluaran rutin, yaitu 0,093769 persen. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa berapapun perubahan pada pengeluaran rutin tidak akan menyebabkan perubahan pada angka kematian bayi. 4.3.5. Pembahasan Berdasarkan hasil uji statistik, ekonometrik, dan uji ekonomi, pengeluaran rutin tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas kesehatan masyarakat yang dilihat dari indikator umur harapan hidup dan angka kematian bayi. Hal ini tidak sesuai dengan dugaan awal yang menyatakan bahwa pengeluaran rutin berpengaruh
46
secara positif terhadap umur harapan hidup dan berpengaruh secara negatif terhadap angka kematian bayi. Pengeluaran rutin pada umumnya adalah pengeluaran pemerintah yang berfungsi untuk menjalankan roda pemerintahan seperti gaji pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan sebagainya dimana pengeluaran tersebut tidak secara langsung menyentuh kepada program-program yang lebih kongkrit dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, seperti program pencegahan penyakit dan program pembangunan insfrastruktur fasilitas kesehatan yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat. Pemerintah, terlebih jauh, dapat menekan pengeluaran rutin untuk sektor kesehatan dengan menekan pos-pos pembelanjaan yang tidak terlalu penting sehingga roda pemerintahan dapat berjalan lebih efisien. Adapun peningkatan yang pernah terjadi pada pengeluaran rutin umumnya tidak terlalu besar, sebagai contoh pengeluaran untuk meningkatkan gaji pegawai. Peningkatan gaji pegawai biasanya dilakukan pemerintah semata-mata hanya untuk mempertahankan daya beli mereka terhadap kenaikan laju inflasi. Seperti rencana kenaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk tahun 2007 yang diperkirakan mencapai 10-15%, dilakukan pemerintah berdasarkan pertimbangan laju inflasi yang diperkirakan sebesar 10% pada tahun mendatang5. Secara riil, jika inflasi meningkat sedangkan gaji pegawai tidak meningkat akan menyebabkan menurunnya daya beli pegawai, terutama pegawai golongan I dan II yang rentan terhadap perubahan harga. Adapun dengan pengeluaran pembangunan untuk sektor kesehatan, hasil pengujian berdasarkan kriteria statistik, ekonometrik, dan ekonomi menunjukan
5
Tempo Interaktif, Selasa, 15 Agustus 2008
47
bahwa pengeluaran pembangunan berpengaruh nyata terhadap umur harapan hidup dan angka kematian bayi. Jika pemerintah meningkatkan pengeluaran pembangunan untuk sektor kesehatan sebesar 1 persen, maka akan mendorong peningkatan umur harapan hidup sebesar 0,036159 persen dan mendorong penurunan tingkat kematian bayi sebesar 0,186884 persen. Hal ini dapat dikatakan bahwa kebijakan
alokasi anggaran pembangunan yang dilakukan pemerintah
selama ini terbukti dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Pengeluaran pembangunan untuk sektor kesehatan yang dilakukan pemerintah lebih diarahkan kepada program-program yang bersifat langsung dapat dirasakan oleh masyarakat. Program yang bersifat langsung dapat dirasakan masyarakat antara lain adalah program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) dimana dengan program ini masyarakat miskin yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan, kini dapat mengaksesnya sehingga mereka dapat berobat dengan biaya terjangkau, melakukan perawatan terhadap penyakit di rumah sakit dengan biaya rendah, dan sebagainya. Pengeluaran untuk Askeskin
merupakan
bagian
dari
pengeluaran
berdasarkan
kewenangan
(discretionary spending) yang sebelumnya dilabelkan dengan pengeluaran pembangunan. Dana untuk skema tersebut seluruhnya berasal dari APBN untuk Departemen Kesehatan dan tidak terdapat pembayaran yang disyaratkan dari penerima manfaat. Adapun program lainnya adalah program yang berkaitan dengan pengadaan insfrastruktur kesehatan, seperti pembangunan Puskesmas ataupun Pustu (Puskesmas Pembantu) yang jumlahnya semakin banyak mencakup daerah-daerah yang sebelumnya memiliki akses yang terbatas. Dengan dibangunnya pusat-pusat pelayanan kesehatan tersebut masyarakat dapat
48
memperbaiki keluhan-keluhan penyakit yang dideritanya tanpa adanya hambatan jarak ataupun biaya transportasi untuk menjangkau pusat pelayanan kesehatan tersebut. Selain itu, adapula program perbaikan gizi masyarakat, program imunisasi, program pengadaan obat dengan harga terjangkau, program upaya pencegahan penyakit, dan program pemerataan tenaga kesehatan. Semakin tingginya akses kesehatan yang diberikan pemerintah akan memberikan dampak pada membaiknya kualitas kesehatan masyarakat yang diindikasikan oleh indikator utama kesehatan, yaitu umur harapan hidup. Untuk melihat capaian pelayanan pemerintah dalam memberikan pelayanan dasar kesehatan dapat digunakan Angka Kematian Bayi sebagai salah satu tolak ukurnya. Meningkatnya pengeluaran pembangunan yang dialokasikan pada program-program kesehatan memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan angka kematian bayi. Program perbaikan gizi pada sasaran keluarga miskin merupakan salah satu upaya yang dapat mengurangi angka kematian bayi. Kematian bayi yang terjadi umumnya diakibatkan oleh minimnya kemampuan ibu dalam memberikan asupan gizi pada janin yang dikandungnya. Faktor lain seperti penyakit yang berpotensi menyebabkan kematian bayi, seperti penyakit saluran pernafasan dan diare yang banyak menyerang bayi dapat dicegah dengan meningkatkan program-program yang mendukung seperti pengadaan obat yang terjangkau, pemerataan tenaga kesehatan disetiap daerah, pemerataan dan peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan, dan berbagai macam program lainnya, seperti program pencegahan penyakit dan program pemberantasan gizi buruk.
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengeluaran pemerintah pusat untuk sektor kesehatan mengalami tren peningkatan setiap tahunnya. Namun, persentase terhadap total belanja pemerintah yang masih rendah dibandingkan dengan sektor lainnya menunjukkan bahwa sektor kesehatan belum menjadi prioritas utama dalam menentukan kebijakan alokasi anggaran. Jika dilihat dari persentase pengeluaran terhadap PDB, Indonesia tergolong sebagai negara yang memiliki tingkat pengeluaran terendah bersama beberapa negara Asia lainnya. 2. Derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang dicerminkan oleh Umur Harapan Hidup dan Angka Kematian Bayi mengalami perkembangan yang semakin membaik setiap tahunnya. Namun, Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya dan berada di bawah rata-rata negara Asia Timur. 3. Pengeluaran rutin pemerintah pusat untuk sektor kesehatan tidak berpengaruh nyata terhadap umur harapan hidup dan angka kematian bayi. Hal ini berarti bahwa perubahan yang terjadi pada anggaran rutin tidak akan menyebabkan perubahan pada umur harapan hidup maupun angka kematian bayi. 4. Pengeluaran
pembangunan
pemerintah
pusat
untuk
sektor
kesehatan
berpengaruh nyata dan memiliki hubungan positif dengan umur harapan hidup dan memiliki hubungan yang negatif dengan angka kematian bayi. Hal ini berarti bahwa jika pemerintah menaikkan anggaran pembangunan untuk sektor
50
kesehatan maka akan meningkatkan umur harapan hidup dan menurunkan angka kematian bayi.
5.2.
Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini, antara lain:
1. Pemerintah dapat meningkatkan alokasi anggaran pembangunan untuk sektor kesehatan dalam menciptakan kualitas kesehatan masyarakat yang lebih baik. Peningkatan
pengeluaran
pembangunan
diharapkan
dapat
mengurangi
ketertinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia dalam hal pencapaian kualitas kesehatan masyarakat. 2. Untuk pengembangan penelitian lebih lanjut, perlu ditambahkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat, misalnya anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk sektor kesehatan, variabel yang mengindikasikan kondisi lingkungan, perilaku masyarakat, peran swasta, dan sebagainya, sehingga dapat mengetahui faktor mana yang lebih signifikan mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat untuk kemudian memberikan rekomendasi yang lebih luas berdasarkan variabel-variabel yang dilibatkan.
51
DAFTAR PUSTAKA
Alfirman, L. dan E. Sutriono. 2006. “Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan Menggunakan Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression”. Jurnal Keuangan Publik, 4: 2526. Bank Dunia. 2007. Kajian Pengeluaran Publik Indonesia: Memaksimalkan Peluang Baru. Bank Dunia, Jakarta. Bank Dunia. 2008. Berinvestasi dalam Sektor Kesehatan Indonesia: Tantangan dan Peluang untuk Pengeluaran Publik di Masa Depan. Bank Dunia, Jakarta. BAPPENAS. 2007. Laporan Pencapaian Millenium Development Goals Indonesia 2007. Bappenas, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Samarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Lubis, A. D. S. 2008. Pembangunan Insfrastruktur dan Pendapatan Nasional Indonesia (1976-2006) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mangkoesoebroto, G. 2001. Ekonomi Publik. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. Muslikhah, A. N. 2008. Pembangunan Insfrastruktur dan Pengurangan Pengangguran di Indonesia (1976-2006) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riphat S. dan H. Subiyantoro. 2004. Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Soesetyo B. dan P. Tjiptoherijanto. 2008. Ekonomi Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (edisi ketujuh). Penerbit Erlangga, Jakarta.
52
Lampiran 1. Output Estimasi Model
Persamaan (4.1) Umur Harapan Hidup
Dependent Variable: LNUHH Method: Least Squares Date: 09/09/09 Time: 11:52 Sample: 1996 2007 Included observations: 12 Variable
Coefficient
LNRUTIN LNPEMB C
-0.010838 0.036159 3.442720
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
0.905237 0.884178 0.011369
Std. Error
t-Statistic
0.010482 -1.033995 0.003907 9.255886 0.284757 12.09003
Prob. 0.3281 0.0000 0.0000
Akaike info criterion -5.903535 F-statistic 42.98666 Prob(F-statistic) 0.000025
Persamaan (4.2) Angka Kematian Bayi Dependent Variable: LNAKB Method: Least Squares Date: 09/09/09 Time: 12:00 Sample: 1996 2007 Included observations: 12 Variable
Coefficient
LNPEMB LNRUTIN C
-0.186884 0.093769 6.567587
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
0.769440 0.718205 0.099251
Std. Error
t-Statistic
0.034105 -5.479666 0.091506 1.024739 2.485932 2.641901
Prob. 0.0004 0.3322 0.0268
Akaike info criterion -1.570002 F-statistic 15.01773 Prob(F-statistic) 0.001357
53
Lampiran 2. Hasil Uji Multikolinearitas
Persamaan (4.1) Umur Harapan Hidup dan (4.2) Angka Kematian Bayi Matriks korelasi peubah bebas dari kedua persamaan adalah: LNRUTIN LNPEMB
LNRUTIN 1 0.1702
LNPEMB 0.1702 1
Keterangan: Korelasi antara LNPEMB dan LNRUTIN kurang dari 0,8 (rule of thumb), sehingga dapat dikatakan model tersebut tidak mengandung multikolinearitas.
54
Lampiran 3. Hasil Uji Autokorelasi
Persamaan (4.1) Umur Harapan Hidup Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.785991 2.200632
Prob. F(2,7) Prob. Chi-Square(2)
0.4921 0.3328
Persamaan (4.2) Angka Kematian Bayi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.924466 2.507329
Prob. F(2,7) Prob. Chi-Square(2)
0.4403 0.2855
55
Lampiran 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Persamaan (4.1) Umur Harapan Hidup Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared
1.014118 5.496283
Prob. F(5,6) Prob. Chi-Square(5)
0.4832 0.3584
Persamaan (4.2) Angka Kematian Bayi Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared
6.029905 10.00827
Prob. F(5,6) Prob. Chi-Square(5)
0.0246 0.0750
56
Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas
Persamaan (4.1) Umur Harapan Hidup 4
Series: Residuals Sample 1996 2007 Observations 12 3
2
1
0 -0.02
-0.01
0.00
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.11e-16 -7.01e-06 0.014250 -0.015363 0.010284 0.037756 1.687243
Jarque-Bera Probability
0.864517 0.649042
0.01
Persamaan (4.2) Angka Kematian Bayi 4
Series: Residuals Sample 1996 2007 Observations 12 3
2
1
0 -0.15
-0.10
-0.05
-0.00
0.05
0.10
0.15
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.93e-15 -0.004387 0.140159 -0.109511 0.089776 0.246226 1.603265
Jarque-Bera Probability
1.096689 0.577906