Artikel ini sudah dipublikasikan di Jurnal AGRISEP (ISSN : 1412-8837) Vol 9 No. 2, Meret 2009 Hal 168-182.
KESESUAIAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PULAU ENGGANO UNTUK PARIWISATA DAN PERIKANAN TANGKAP Indra Cahyadinata Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu ABSTRACT Enggano Island as small island, can be developed to various development alternatives in order to the improve economic activities of society. This research is aim as studying development of Enggano Island according to the activity of coastal tourism in Kaana area, maritime tourism in Kahyapu area and yield fishery. Result of this research shows that Kaana Beach in Enggano Island is suitable to be developed as coastal tourism and Kahyapu area as maritime tourism. With availability of space, Enggano Island can support for tourist between 4.000 - 12.000 tourists. For fishery yield, level of fish exploiting about 4,78% from potency. This amount up to 80% potency can be improved by additions of 884 unit efforts.
Key words : Coastal Tourism, Maritime Tourism, Yield Fishery
PENDAHULUAN Kawasan pesisir didefinisikan sebagai kawasan peralihan/transisi antara ekosistem daratan dan lautan, dimana ke arah darat mencakup daerah yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut, interusi air laut, gelombang, dan angin laut, dan ke arah laut mencakup daerah perairan laut yang masih dipengaruhi oleh prosesproses daratan dan dampak kegiatan manusia, seperti aliran air sungai, sedimentasi, dan pencemaran (Dahuri dkk, 1996). Definisi kawasan pesisir ini biasanya dibatasi oleh definisi adminitratif, yaitu batas terluar sebelah hulu dari desa-desa yang memiliki garis pantai. Dengan demikian, mengingat Pulau Enggano merupakan salah satu pulau kecil maka Pulau Enggano dapat disebut sebagai kawasan pesisir. Pulau Enggano sebagai pulau kecil, dapat dikembangkan untuk berbagai alternatif pembangunan untuk peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat. Namun demikian,
pemerintah melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah membuat batasan dalam pengembangan pulau kecil, dimana pulau kecil seperti Pulau Enggano hanya dapat dikembangkan untuk kegiatan pariwisata dan perikanan, khususnya perikanan tangkap (KLH & FPIK IPB, 2003). Sejalan dengan itu, Pemerintah Propinsi Bengkulu telah membuat kebijakan untuk menjadikan Propinsi Bengkulu sebagai salah satu kawasan pariwisata internasional. Atas dasar itu pula, kajian tentang kesesuaian pengembangan Pulau Enggano untuk kegiatan pariwisata dan perikanan tangkap menjadi menarik untuk dilakukan sebagai upaya untuk memberikan gambaran potensi pengembangan Pulau Enggano sekaligus sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Propinsi Bengkulu dalam mewujudkan pariwisata internasional.
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dipilih sengaja (purposive), yaitu Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pulau Enggano merupakan satu-satunya pulau kecil di Propinsi Bengkulu yang berpenghuni dan hingga saat ini belum memiliki arah pengembangan yang jelas. Banyak alternatif yang telah dimunculkan dalam pengembangan Pulau Enggano, seperti pengembangan pariwisata modern, kawasan militer dan pengembangan seperti Genting Island di Malaysia. Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya alam Pulau Enggano. Lokasi spesifik untuk survey dalam penelitian ini juga dipilih dengan sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan tata ruang pengembangan Pulau Enggano. Lokasi survey terpilih adalah kawasan Kaana dan Kahyapu.
Data Data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan survey langsung ke lokasi penelitian berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan sebagai panduan. Data sekunder diperoleh dari studi literatur (desk study) terhadap dokumen –dokumen tertulis dengan topik yang berhubungan dengan penelitian ini.
Teknik Analisa Data Analisa data difokuskan pada potensi pengembangan pariwisata pantai di Kaana, pariwisata bahari di Kahyapu dan pengembangan perikanan tangkap di Pulau Enggano. Kriteria yang digunakan adalah :
Tabel 1. Kesesuaian Lahan untuk Pariwisata Pantai No
Parameter
Bobot
1
Kedalaman dasar perairan (m) Material dasar perairan Kecepatan arus (m/det) Kecerahan perairan (%) Tipe pantai
2 3 4 5
4
Kategori 0-5
Skor 4
Kategori >5-10
4
Pasir
4
4
0-0.17
4
4
>75
4
Karang berpasir >0.170.34 >50-75
7
Berpasir
4
Kelapa, lahan terbuka <0.5
4
6
Penutupan lahan pantai
3
7
Jarak ketersediaan air tawar (km)
3
4
Berpasir, sedikit karang Semak, belukar, savana 0.5-1
Kategori dan Skor Skor Kategori 3 >10 3
Skor 2
Kategori -
Skor -
2
Lumpur
1
3
Pasir berlumpur >0.34-0.51
2
>0.51
1
3
>25-50
2
<25
1
3
Pasir & berkarang sedikit terjal Belukar tinggi
2
1
>1-2
2
Lumpur, karang, terjal mangrove, Bakau, pemukiman, pelabuhan >2
3
3
2
1
1
Sumber : Bakosurtanal (1996) ; Arifin, T (2000)
Evaluasi terhadap parameter kesesuaian seperti tabel di atas mencakup 4 kelas dengan kriteria : a. S1 : Nilai 75 – 100 %
: Bagus (sangat sesuai)
Suatu kawasan yang dikembangkan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan/tingkatan perlakuan yang diberikan. b. S2 : Nilai 50 – 74 % Suatu
kawasan
memiliki
: Sesuai pembatas-pembatas
yang
agak
serius
untuk
mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan mesukan/tingkatan perlakuan yang diperlukan.
c. S3 : Nilai 25 – 49 %
: Sesuai Bersyarat
Suatu daerah mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan perlakuan yang diperlukan. d. N
: Nilai < 25
: Tidak sesuai
Suatu daerah memiliki pembatas yang permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.
Tabel 2. Kesesuaian Lahan untuk Pariwiata bahari (Diving dan Snorkling) No
Parameter
Bobot
1
Kecerahan perairan (%) Tutupan kaang hidup (%) Jenis karang (species) Jenis ikan karang (species) Kecepatan arus (m/det) Kedalaman dasar perairan (m)
2
3 4
5 6
Ategori dan Skor Skor Kategori 3 >25-50
4
Kategori >75
Skor 4
Kategori >50-75
Skor 2
Kategori <25
Skor 1
7
>75
4
>50-75
3
>25-50
2
<25
1
4
>100
4
>75-100
3
>20-50
2
<20
1
4
>70
4
>50-70
3
>20-50
2
<20
1
3
0-0.17
4
>0.170.34 >5-10
3
>0.34-0.51
2
>0.51
1
3
>10-25
4
3
>2-5
2
<2
1
Sumber : Bakosurtanal (1996) ; Arifin, T (2000)
Evaluasi terhadap parameter kesesuaian seperti tabel di atas mencakup 4 kelas dengan kriteria : a. S1 : Nilai 75 – 100 %
: Bagus (sangat sesuai)
Suatu kawasan yang dikembangkan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan/tingkatan perlakuan yang diberikan. b. S2 : Nilai 50 – 74 % Suatu
kawasan
memiliki
: Sesuai pembatas-pembatas
yang
agak
serius
untuk
mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan mesukan/tingkatan perlakuan yang diperlukan.
c. S3 : Nilai 25 – 49 %
: Sesuai Bersyarat
Suatu daerah mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan perlakuan yang diperlukan. d. N
: Nilai < 25
: Tidak sesuai
Suatu daerah memiliki pembatas yang permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut. Formula yang digunakan untuk menduga daya dukung pariwisata, digunakan formula yang dikemukan oleh Boullion (1985) dalam KLH & FPIK IPB (2003), yaitu membandingkan luas suatu kawasan yang digunakan oleh wisatawan dengan standar individu rata-rata kebutuhan ruang yang telah ditentukan. Persamaan Boullion adah :
Luas Kawasan yang digunakan oleh wisatawan Daya Dukung Wisatawan = Standar individu rata-rata Standar individu akan kebutuhan ruang yang digunakan dalam pengembangan pariwisata di wilayah pesisir (World Tourism Organization/WTO, 1992 dalam KLH & FPIK IPB, 2003) adalah :
Tabel 3. Standar Individu Rata-rata Kebutuhan Ruang untuk Pariwisata No 1 2 3 4
Kapasitas Pantai Rendah Menengah Mewah Istimewa
Kebutuhan Ruang/Orang (m2) 10 15 20 30
Jumlah Individu/20-50 m pantai (orang) 2.0-5.0 1.5-3.5 1.0-3.0 0.7-1.5
Untuk menghitung kesesuaian dan daya dukung pengembangan perikanan tangkap dilakukan dengan mengkaji potensi dan produksi perikanan tangkap Propinsi Bengkulu dan Pulau Enggano. Dari data ini, akan dihitung produktivitas nelayan dan armada penangkapan di Pulau Enggano dengan persamaan :
Jumlah Produksi Ikan tahun tertentu Produktivitas Nelayan/tahun
= Jumlah nelayan pada tahun tersebut
Jumlah Armada Penangkapan Produktivitas Armada Penangkapan/tahun = Jumlah nelayan Hasil perbandingan antara produktivitas dan potensi perikanan tangkap di Pulau Enggano akan memberikan gambaran tentang potensi peningkatan jumlah nelayan dan jumlah armada penangkapan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pariwisata Pantai Aktivitas pariwisata pantai berupa aktivitas berjemur, bermain pasir, olahraga pantai, bermain air, berenang maupun berperahu di sekitar pantai. Untuk menilai kesesuaian kawasan pantai Kaana sebagai kawasan pariwisata pantai, digunakan 7 kriteria kesesuaian. Kriteria tersebut adalah : 1. Kedalaman dasar perairan. Perairan yang relatif dangkal merupakan lokasi yang paling ideal untuk rekreasi di wilayah pesisir, terutama untuk pengembangan pariwisata pantai dimana para pengunjung dapat bermain air maupun berenang dengan aman. Kedalaman perairan di pantai Kaana diukur pada titik yang berjarak sekitar 10-15 meter dari pantai adalah sekitar 3-5 meter. Kedalaman perairan di pantai Kaana merupakan syarat yang paling sesuai untuk pariwisata pantai, yang memiliki skor 4. 2. Material dasar perairan. Material/substrat dasar perairan sangat menentukan kecerahan perairan. Material dasar perairan diukur dengan cara mengamati dasar perairan secara langsung. Secara umum, substrat dasar perairan pada kawasan pantai Kaana adalah pasir, yang memiliki skor 4. 3. Kecepatan arus.
Kecepatan arus berkaitan dengan keamanan para wisatawan dalam melaksanakan aktivitasnya. Dengan demikian, kecepatan arus yang relatif lemah merupakan syarat yang ideal untuk kegiatan berenang, bermain air dan sebagainya. Pengukuran kecepatan arus di pantai Kaana dilakukan secara manual, yaitu dengan menggunakan pelampung dan stopwatch. Titik ukur awal untuk kecepatan arus berjarak sekitar 1520 meter dari pantai, dan pelampung sengaja dibiarkan dibawa arus sekitar 5-10 menit. Secara rata-rata, kecepatan arus disekitar pantai Kaana sekitar 8 meter/menit atau sekitar 0.13 meter/detik. Kesesuaian kecepatan arus di pantai Kaana memiliki skor 4. 4. Kecerahan perairan Kecerahan perairan sangat ditentukan aktivitas yang dilakukan di sekitar perairan tersebut. Secara umum, perairan laut di sekitar Pulau Enggano masih dalam kondisi baik dan tidak ada tanda-tanda terjadinya pencemaran. Hal ini dimungkinkan karena selama ini memang belum ada aktivitas-aktivitas yang intensif sebagai sumber pencemaran. Dari hasil pengamatan langsung dapat dilihat bahwa kondisi perairan sepanjang pantai Pulau Enggano memiliki kecerahan yang tinggi karena kita dapat melihat dasar perairan dari permukaan air. Ini berarti, kecerahan perairan di pantai Kaana adalah 100%. Dengan demikian, skor untuk kecerahan perairan kawasan pantai Kaana adalah 4. Perairan yang cerah ini juga berkaitan dengan dasar perairan yang terdiri dari terumbu karang dan rendahnya turbulensi karena arus dan gelombang. 5. Tipe Pantai Tipe pantai adalah faktor fisik utama yang dipilih untuk mewakili data-data fisik. Umumnya, kawasan Kaana merupakan pantai berpasir yang sangat sesuai untuk berjemur, olahraga pantai dan sebagainya. Skor kesesuaian tipe pantai Kaana untuk pariwisata pantai adalah 4. 6. Penutupan Lahan Pantai Penutupan lahan merupakan faktor sekunder pada kegiatan pariwisata pantai, karena seiring dengan rencana pengembangan suatu daerah untuk keperluan pariwisata, penutup lahan yang ada dapat dipastikan akan diubah sesuai dengan keinginan investor. Kawasan pantai Kaana umumnya terdiri dari semak-semak belukar yang
rendah dengan skor 3. Syarat yang paling sesuai untuk penutupan lahan pantai untuk pengembangan pariwisata pantai adalah kelapa dan lahan terbuka. 7. Jarak ketersediaan Air Tawar Ketersediaan air tawar/tanah juga merupakan faktor yang utama dalam kegiatan pariwisata pantai. Namun jarak antara pantai dengan ketersediaan air tanah merupakan faktor sekunder karena masalah jarak ini dapat diatasi dengan teknologi. Semakin dekat jarak ketersediaan air tanah dengan pantai dapat menghemat pembiayaan dalam pengadaan teknologi yang dibutuhkan. Keberadaan 9 sungai di Pulau Enggano menjadi sumber pensuplai air tawar, termasuk di pantai Kaana dengan jarak dari pantai lebih kecil dari 0.5 km. Ini berarti skor jarak ketersediaan air tawar adalah 4. Hasil penilaian terhadap 7 indikator untuk kesesuaian pengembangan pariwisata pantai di pantai Kaana seperti yang telah dijelaskan diatas, dirangkum pada dibawah ini.
Tabel 4. Penilaian Kesesuaian Pantai Kaana untuk Pariwisata Pantai No 1 2 3 4 5 6 7
Parameter
Bobot
Kedalaman dasar perairan (m) Material dasar perairan Kecepatan arus (m/det) Kecerahan perairan (%) Tipe pantai Penutupan lahan pantai Jarak ketersediaan air tawar (km) Jumlah
4 4 4 4 7 3 3 29
Kategori dan Skor Kategori Skor 0-5 4 Pasir 4 0-0.17 4 >75 4 Berpasir 4 Semak, belukar 3 <0.5 4 27
Nilai 16 16 16 16 28 9 12 113
Nilai kesesuaian pariwisata pantai di Kaana adalah 113, atau sekitar 97.4% dari nilai tertinggi (116). Ini berarti, pantai Kaana bagus (sangat sesuai) dikembangkan untuk pariwisata pantai.
Pariwisata Bahari Aktivitas untuk pariwisata bahari dapat berupa aktivitas berenang, menyelam, memancing dan snorkling. Untuk menilai kesesuaian kawasan Kahyapu menjadi pariwisata bahari, digunakan 6 kriteria, yaitu :
1. Kecerahan Perairan Kecerahan perairan merupakan syarat utama dalam kegiatan pariwisata bahari, dimana semakin cerah suatu perairan semakin indah pula taman laut yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Nilai kecerahan yang lebih besar dari 75% merupakan syarat yang paling sesuai untuk pariwisata bahari. Seperti yang telah dijelaskan diatas, di Pulau Enggano belum ada sumber pencemaran yang bersifat intensif sehingga kecerahan perairan di kawasan Kahyapu adalah 100%, yang berarti kecerahan perairan pada kawasan ini bernilai 4. 2. Jenis Karang Data kondisi terumbu karang di Kahyapu adalah : Tabel 5. Kondisi terumbu karang di Kahyapu Kategori Bentuk
Pelabuhan Kahyapu 5M
Karang Acropora Katang Non Acropora Karang Mati Warna Putih DC Karang Mati Terbalut Alga Alga Fauna Lain (OT) Abiotik
10 M 12,34 8,33 0 40,00 0 2,00 37,33
11,78 5,22 0 51,12 0 4,36 27,52
Sumber : KLH & Pusat Penelitian Lingkungan UNIB, 2005 Jumlah species terumbu karang yang ditemukan di Kahyapu berkisar antara 20-50 spesies. Ini berarti, jenis karang sebagai kesesuaian pariwisata bahari memiliki skor 2. 3. Tutupan Karang Hidup Tutupan terumbu karang hidup merupakan unsur utama dari nilai estetika taman laut yang akan dinikmati wisatawan Daerah dengan tutupan terumbu karang hidup >75% merupakan lokasi yang paling sesuai untuk wisata bahari. Persentase penutupan karang hidup pada stasiun Kahyapu yakni (20,67%) pada kedalaman 5 M, dan (17%) pada kedalaman 10 M (KLH & Pusat Penelitian Lingkungan UNIB, 2005). Rata-rata tutupan karang hidup pada kawasan pengembangan pariwisata bahari Pulau Enggano sekitar 13.52%, sehingga kriteria ini memiliki skor 1 (skor paling rendah). 4. Jenis Ikan Karang Ikan karang yang dijumpai di Kahyapu cukup bervariasi antara lain ikan leter enam Parcanthurus hepatus, ikan waru-waru (P. ocellatus), Chaetodon unimaculatus,
Chaetodon trianggulum, Chaetodon reticulatus, Chaetodon baronesa, Chaetodon vagabundus, Chaetodon palewensis, Zanclus cornutus, Caradion melanopus dan Herrianchus accuminatus. Jenis ikan karang yang diamati berkisar antara 20-50 spesies, sehingga kriteria ini memiliki skor 2. 5. Kecepatan Arus Kecepatan arus maksimal yang dapat ditolerir oleh seorang penyelam maksimal 1 knot atau setara dengan 0.51 meter/detik. Wisata selam dan snorkling hanya akan dilakukan pada daerah dengan kecepatan arus dibawah 0.51 meter/detik. Daerah dengan kecepatan arus antara 0-0.17 meter/detik merupakan lokasi yang paling sesuai untuk pariwisata bahari. Kecepatan arus rata-rata di kawasan Kahyapu sekitar 3 meter/menit atau sekitar 0.05/detik. Skor untuk kriteria ini adalah 4. 6. Kedalaman dasar Perairan Kedalaman perairan merupakan faktor pendukung kegiatan wisata bahari, karena pada wisata bahari berkaitan dengan kemampuan seorang penyelam untuk menikmati keindahan taman laut. Pariwisata bahari hanya akan dilaksanakan pada perairan dangkal. Pengukuran kedalaman perairan yang berjarak sekitar 20 meter dari kawasan Kahyapu secara rata-rata berkisar antara 10-25 meter. Ini berarti, kriteria kedalaman dasar perairan untuk pariwisata bahari memiliki skor 4. Penilaian 6 kriteria untuk penilaian kesesuaian kawasan Kahyapu disajikan pada tabel berikut : Tabel 6. Penilaian Kesesuaian Kahyapu untuk Pariwiata Bahari (Diving dan Snorkling) No 1 2 3 4 5 6
Parameter Kecerahan perairan (%) Tutupan kaang hidup (%) Jenis karang (species) Jenis ikan karang (species) Kecepatan arus (m/det) Kedalaman dasar perairan (m)
Bobot 4 7 4 4 3 3
Kategori dan Skor Kategori Skor >75 4 <25 1 >20-50 2 >20-50 2 0-0.17 4 >10-25 4
Nilai 16 7 8 8 12 12
Kawasan Kahyapu memiliki nilai kesesuaian sebesar 63, atau sekitar 63% dari nilai tertinggi (100). Ini berarti, kawasan Kahyapu sesuai dikembangkan untuk pariwisata bahari.
Daya Dukung Wisatawan Daya dukung wisatawan berhubungan dengan ketersediaan ruang dan air bersih untuk mendukung fasilitas pariwisata. Di kawasan Kaana, panjang efektif pantai berpasir ini sekitar 2.2 km dengan lebar rata-rata sekitar 54.6 meter saat surut terendah (hasil pembacaan speedometer motor). Ini berarti luas wilayah Kaana sekitar 120.120 m2 atau sekitar 0.12 km2. Daya dukung wisatawan pada wilayah Kaana adalah :
Tabel 7. Daya Dukung Wisatawan Pulau Enggano No 1 2 3 4
Kapasitas Pantai Rendah Menengah Mewah Istimewa
Kebutuhan Ruang/Orang (m2) 10 15 20 30
Daya Dukung Kaana (orang) 12.012 8.008 6.006 4.004
Perhitungan diatas belum memasukkan alokasi ruang untuk pembangunan sarana akomodasi (fasilitas perhotelan). Dengan luas Enggano sekitar 402 km2, yang terdiri dari 35.9% kawasan hutan dan 64.1% untuk pertanian dan pemukiman, maka di Pulau Enggano sangat memungkinkan untuk pembangunan perhotelan dalam menunjang pariwisata. Standar ruang yang disyaratkan untuk akomodasi adalah (WTO, 1992 dalam KLH & FPIK IPB, 2003) : •
Kelas Ekonomi
: Ruang yang disyaratkan adalah 10 m2/bed
•
Kelas Menengah
: Ruang yang disyaratkan adalah 19 m2/bed
•
Kelas Istimewa
: Ruang yang disyaratkan adalah 30 m2/bed
Daya dukung wisatawan Pulau Enggano juga dibatasi oleh ketersediaan air tawar/air bersih. Penginapan di daerah pantai memerlukan air bersih sekitar 1.000 liter/hari. Sumber air bersih utama adalah sungai yang ada di Enggano. Sungai-sungai di pulau Enggano rata-rata merupakan sungai kecil dan dengan debit air yang relatif kecil. Sungai yang paling besar di pulau Engano adalah sungai Kuala Besar dengan debit ratarata 14 m3/dt, luas aliran 36,4 km2, lebar dasar sungai 4 – 11 m dan kedalaman antara 1 – 6 m. Dengan demikian, pengembangan Pulau Enggano untuk kegiatan pariwisata juga didukung oleh ketersediaan air bersih.
Perikanan Tangkap Pengembangan perikanan tangkap di Pulau Enggano dapat dipelajari dari tingkat produksi dan potensi sumberdaya ikan. Untuk mempelajari potensi perikanan tangkap Enggano, dimulai dengan mengkaji potensi dan produksi perikanan tangkap Propinsi Bengkulu. Dengan panjang garis pantai sebesar 708 km, Propinsi Bengkulu memiliki potensi perikanan pada laut teritorial sebesar 46.195 ton dan pada ZEE sebesar 80.022 ton. Ini berarti, potensi perikanan tangkap sebesar 126.217 ton, yang terdiri dari laut teritorial (0-12 mil laut) sebesar 36,6% dan zona ekonomi ekslusif (12-200 mil laut) sebesar 63,4%. Potensi sumberdaya berdasarkan jenis ikan disajikan pada tabel berikut ini (Bappeda Propinsi Bengkulu dkk, 2003) : Tabel 8. Potensi Sumberdaya Ikan di Perairan Laut Bengkulu (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Ikan Ikan Demersal Ikan Pelagis Tuna Cakalang Ikan Karang Udang Lobster Cumi-cumi Lain-lain Jumlah
Laut Teritorial 15.740 23.000 360 460 1.118 4.200 75 824 418 46.195
ZEE
Total 18.900 57.800 2.200 1.122 80.022
34.640 80.800 2.560 1.582 1.118 4.200 75 824 418 126.089
Sumber : Bappeda Propinsi Bengkulu dkk, 2003 Jenis ikan demersal terdiri kakap merah, swangi, pari, bawal hitam dan putih, gulamah, manyung, kerapu, ekor kuning, kerau hitam dan putih, jenihin dan cucut. Ikan pelagis terdiri dari dari tenggiri, tongkol, kembung, terusan, kapas-kapas, layaran, kuwe, selar, selar kuning dan belanak. Dari jumlah potensi sumberdaya ikan tersebut, tingkat pemanfaatan yang ditunjukkan oleh produksi perikanan tangkap Propinsi Bengkulu tahun 2003 sebesar 30.996 ton/tahun. Pada laut teritorial, tingkat pemanfaatan oleh nelayan Propinsi Bengkulu sebesar 67% per tahun jika diasumsikan nelayan hanya menangkap ikan pada perairan territorial. Bila memperhitungkan laut ZEE dan diasumsikan nelayan yang menangkap ikan pada laut ZEE hanya nelayan Propinsi Bengkulu, maka tingkat pemanfaatan hanya sekitar 25% (Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bengkulu 2003).
Khusus untuk Pulau Enggano, potensi sumberdaya ikan wilayah perairan laut sebesar 16.035,2 ton (sekitar 35% dari potensi ikan di laut teritorial Propinsi Bengkulu, Tabel 9). Produksi perikanan tangkap di Pulau Enggano sekitar sekitar 765.8 ton/tahun atau 2.5% dari total produksi perikanan tangkap Propinsi Bengkulu. Tingkat pemanfaatan ikan di Pulau Enggano sekitar 4.78% dari potensi yang ada. Ini berarti ada peluang untuk meningkatkan pemanfaatan sekitar 95.22%. Untuk mengeksploitasi ikan sekitar 765.8 ton/tahun digunakan armada penangkapan sebanyak 169 unit (Tabel 10). :
Tabel 9. Potensi Sumberdaya Ikan di Perairan Laut Teritorial Enggano No Jenis Ikan Potensi (Ton) 1 Ikan Pelagis Besar 867,79 a. Cakalang (Katsuwonus pelamis) 388.84 b. Tongkol (Euthynnus sp) 112.27 c. Tenggiri (Scomberomorus sp) 117.47 d. Madidihang (Thunnus albacares) 139.71 e. Albakora (Thunnus alalunga) 3.99 f. Setuhuk Hitam (Makaira indica) 14.18 g. Setuhuk Loreng (Makaira nitsukurii) 25.74 h. Setuhuk Biru (Makaira mazara) 17.58 i. Ikan Pedang (Xidhias gladius) 15.55 j. Layaran (Istiophorus platypterus) 3.99 k. Cucut (Isurus glaucus) 28.2 2 Ikan Pelagis Kecil 5.175.41 3 Udang 141.00 4 Ikan Demersal 6.435.03 5 Ikan Karang 3.397.97 Jumlah 16.035.20 Sumber : LIPI, 1998 dalam Bappeda Propinsi Bengkulu 2004
Tabel 10. Jumlah Armada Penangkapan Ikan di Pulau Enggano No
Desa
Perahu Tanpa Motor (unit)
Motor Tempel Alat Tangkap (unit) (unit) 1 2 3 4 5 1 Banjar Sari 13 26 81 190 16 16 5 2 Meok 10 40 89 266 42 42 5 3 Apoho 6 1 6 16 16 2 4 Malakoni 3 33 165 10 12 33 5 Kaana 15 8 70 18 9 6 Kahyapu 6 8 31 32 32 2 Jumlah 53 116 442 456 134 118 56 Ket : 1) Jaring Insang, 2) Trammel Net, 3) Rawai, 4) Pancing Tonda, 5) Jala, 6) Pancing Ulur
6 33 150 99 69 351
Sumber : Bappeda Propinsi Bengkulu, 2004
Jumlah armada penangkapan di Pulau Enggano hanya terdiri dari perahu tanpa motor (31.4%) dan motor tempel (68.65%) serta tidak ditemukan adanya kapal motor. Jika dilihat dari produktivitas, maka produktivitas nelayan di Pulau Enggano sekitar 4.53 ton/tahun (377.5 kg/bulan) per unit armada penangkapan atau hanya sekitar atau sekitar 5.55 ton/orang/tahun (462.5 kg/orang/tahun), dimana jumlah nelayan di Pulau Enggano adalah 138 jiwa (5.88% dari total jumlah penduduk Enggano). Dari data ini terlihat, bahwa jumlah armada penangkapan di Pulau Enggano lebih banyak dari jumlah nelayan, yang berarti ada beberapa orang nelayan yang memiliki armada penangkapan lebih dari satu. Tingkat pemanfaatan ikan sebesar 4.78% dengan menggunakan perahu tanpa motor dan motor tempel, maka umumnya ikan yang tertangkap adalah jenis ikan pelagis kecil. Dengan daya dukung perikanan yang masih besar dan potensial ini, perikanan tangkap dapat dikembangkan di Pulau Enggano terutama peningkatan jumlah nelayan dan peningkatan jumlah armada penangkapan khususnya kapal motor dan motor tempel, terutama dalam memanfaatkan potensi iakn pelagis besar dan ikan demersal. Dengan menggunakan asumsi bahwa produktivitas nelayan dan armada penangkapan adalah tetap, maka setidaknya untuk memanfaatkan potensi perikanan tangkap di Pulau Enggano dibutuhkan jumlah nelayan sekitar 2.311 orang dan 3.539 unit armada penangkapan, yang terdiri dari perahu tanpa motor dan motor tempel. Perbandingan dengan Kota Bengkulu, yang memproduksi ikan lebih dari 50% dari produksi perikanan tangkap dan jumlah nelayan hanya 25% dari total jumlah nelayan Propinsi Bengkulu, produktivitas nelayan Kota Bengkulu berdasarkan alat tangkap adalah
14,5 ton/unit alat tangkap/tahun atau 25 kg/orang/hari (BPS Kota Bengkulu 2004). Dengan produktivitas seperti ini, untuk memanfaatkan 80% dari potensi, setidaknya di Pulau Enggano dibutuhkan 884 unit armada penangkapan dan 2.552 orang nelayan. Ini berarti, secara rata-rata setiap armada penangkapan dimiliki oleh 2-3 orang. KESIMPULAN DAN SARAN Pantai Kaana Pulau Enggano sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai pariwisata pantai dan kawasan Kahyapu sesuai untuk dikembangkan sebagai pariwisata bahari, dan dengan ketersediaan ruang pada kawasan wisata tersebut dapat menampung jumlah wisatawan antara 4.000 – 12.000 orang. Khusus untuk perikanan tangkap, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan sekitar 4,78% dari potensi. Jumlah ini bisa ditingkatkan dengan penambahan armada penangkapan menjadi 884 unit untuk memanfaatkan sebanyak 80% dari potensi. Pemerintah
Propinsi
Bengkulu
dan
pihak
terkait
sebaiknya
dapat
mempertimbangkan pengembangan Pulau Enggano sebagai pariwisata pantai, pariwisata bahari dan perikanan tangkap karena aktivitas ini sesuai daya dukung sumberdaya alam lokal. Namun untuk daya tampung wisatawan, perlu dilakukan kajian lebih mendalam dengan mempertimbangkan ketersediaan air bersih, ketersediaan sarana transportasi dan ketersediaan fasilitas penginapan.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, T. 2001. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir dan Arahan Pengembangannya bagi Pariwisata bahari di Teluk Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Bakosurtanal. 1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marine Kupang Nusa Tenggara Timur. Pusbina Inderasing Bakosurtanal. Cibinong. Bappeda Propinsi Bengkulu. 2004. Pengembangan Pulau Enggano Sebagai Pusat Industri Berbasis Maritim dan Pariwisata di Propinsi Bengkulu. Bengkulu. Bappeda Propinsi Bengkulu, PT Tricon Inter Multijasa Konsultan & CV Mitra Konsultan. 2003. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Propinsi Bengkulu. Bengkulu BPS Kota Bengkulu. 2004. Kota Bengkulu dalam Angka 2003. Bengkulu. BPS Propinsi Bengkulu. 2003. Bengkulu Dalam Angka 2002. Bengkulu
DKP Propinsi Bengkulu. 2004. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Bengkulu Tahun 2003. Bengkulu. _______ . 2004. Penyusunan Tata Ruang dan Potensi Pulau Enggano. Bengkulu. KLH & FPIK IPB. 2003. Laporan Akhir Kajian Penyusunan Daya Dukung Lingkungan Pulau-pulau Kecil untuk Kegiatan Pariwisata dan Perikanan. Jakarta. KLH & Pusat Penelitian Lingkungan UNIB, 2005. Studi Daya Dukung Lingkungan Pulau Enggano Propinsi Bengkulu. Bengkulu. Pradnyamita, I.G.P.A. 2001. Kajian Mengenai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Kota Denpasar ditinjau dari Aspek Perikanan dan Pariwisata. Skripsi. PS MSP FPIK IPB. Bogor. Sparre, P & Venema, S.C. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1 : Manual. FAO & Puslitbang Peikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.