175
7. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR Penentuan skala prioritas kebijakan pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar dilakukan dengan menggunakan metode A’WOT yang merupakan modifikasi dari metode SWOT dan Analysis Hierararchy Process (AHP). Analisis kebijakan bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor SWOT dalam menentukan prioritas kebijakan. Analisis SWOT dimaksudkan untuk melihat semua faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada atau mungkin ada guna penyusunan kebijakan. AHP digunakan untuk menentukan skala prioritas kebijakan pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan PPK Kota Makassar yang paling mungkin dan paling menguntungkan. Dalam hal ini, analisis SWOT menyediakan frame dasar yang akan menghasilkan keputusan situasional, sedangkan AHP akan membantu meningkatkan analisis SWOT dalam mengelaborasikan hasil analisis sehingga keputusan strategi alternatif dapat diprioritaskan.
7.1 Komponen SWOT Hasil identifikasi terhadap komponen dan faktor-faktor SWOT dalam pengembangan dan keberlanjutan wisata bahari di Kota Makassar dengan menggunakan AWOT disajikan pada Gambar 41.
Gambar 41. Skala prioritas kebijakan berdasarkan komponen SWOT Skala
prioritas
kebijakan
berdasarkan
komponen
SWOT
dalam
pengelolaan wisata bahari di kawasan pesisir dan PPK Kota Makassar berturutturut adalah: (1) kekuatan menempati prioritas ke I (utama) dengan bobot 0.565; (2) ancaman, menempati prioritas ke II dengan bobot 0,262, (3) peluang
176 menempati prioritas ke III dengan bobot 0,118, dan (4) kelemahan menempati prioritas ke IV dengan bobot 0,055. Gambar 41, menunjukkan bahwa di dalam pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar, maka unsur kekuatan menjadi skala prioritas utama yang harus diperhatikan dan sekaligus eksistensi faktor-faktor yang menjadi pendukung kekukatan harus secara terus menerus diperhatikan. Potensi SDA, dukungan kebijakan wisata bahari yang kuat dari pemerintah daerah dan propinsi, serta aksesibilitas yang mudah menjadi dasar dalam pengembangan dan keberlanjutan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar. Sedangkan, faktor-faktor ancaman seperti, meningkatnya pencemaran lingkungan baik dari darat maupun laut (kapal), degradasi sumberdaya akibat aktivitas wisata yang tidak dikelola dengan baik, rendahnya penegakan hukum, dan potensi terjadinya penguasaan/kepemilikan pulau oleh orang asing, sangat berpotensi menjadi ancaman yang serius dalam pengembangan dan keberlanjutan wisata bahari di kawasan pesisir dan PPK Kota Makassar di masa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam waktu yang bersamaan, unsur ancaman juga harus diperhatikan, oleh karena unsur ancaman menempati skala prioritas yang ke II.
7.2 Komponen Strength (Kekuatan) Daya dukung kawasan merupakan faktor kekuatan yang menjadi prioritas pertama dengan bobot 0,446. Prioritas selanjutnya antara lain potensi sumberdaya laut dan perikanan yang cukup tinggi dengan bobot 0,202, kebijakan pemerintah yang mendukung kegiatan wisata bahari dengan bobot 0,178, kemudahan aksesibilitas ke lokasi wisata dengan bobot 0,102, obyek dan daya tarik wisata dengan bobot 0,046, dan keseuaian wisata bahari dengan bobot 0,025. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 42.
177
Gambar 42. Skala prioritas kebijakan berdasarkan komponen strength. Daya dukung kawasan wisata bahari merupakan faktor yang sangat kuat dan sangat berpengaruh terhadap faktor pembentuk kekuatan (strength) bagi pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar (Gambar 42). Dengan adanya dukungan kawasan diharapkan kinerjanya dapat dimaksimalkan melalui berbagai strategi yang akan dilaksanakan di masa mendatang.
Potensi
sumberdaya
alam
(laut)
yang
tinggi
khususnya
keanekaragaman terumbu karang dan ikan karang di PPK Kota Makassar, dengan adanya dukungan kebijakan wisata bahari baik dari pemerintah maupun dari penyelenggara wisata serta didukung oleh aksesibilitas yang mudah, merupakan faktor kekuatan utama dalam pengembangan wisata bahari serta diyakini akan dapat
menumbuhkembangkan
minat
dan
motivasi
masyarakat
dalam
pengembangan wisata bahari sesuai kondisi lokal/kearifan lokal.
7.3 Komponen Weaknesses (Kelemahan) Faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi penentuan skala prioritas kebijakan pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan PPK Kota Makassar dari komponen weaknesses adalah: (a) kurangnya koordinasi dan keterpaduan antar sektor dalam pengembangan dan keberlanjutan wisata bahari, (b) kawasan wisata bahari belum dikelola secara optimal, (c) kurang mendapat dukungan dari masyarakat setempat, (d) lemahnya penengakan hukum lingkungan,
dan (e) rendahnya SDM.
Bobot dan skala prioritas kebijakan
berdasarkan hasil analisis AWOT pada komponen weaknesses disajikan pada Gambar 43 dan Tabel 25.
178
Gambar 43. Skala prioritas kebijakan berdasarkan komponen weaknesses. Faktor kawasan wisata bahari yang belum dikelola secara optimal merupakan faktor kelemahan yang menjadi prioritas pertama atau utama dalam pengembangan dan keberlanjutan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulaupulau kecil Kota Makassar dengan bobot 0,478 (Gambar 39 dan Tabel 25). Faktor lainnya berturut-turut adalah rendahnya SDM baik pengelola kawasan wisata maupun masyarakat lokal dengan bobot 0,267, lemahnya penegakan hukum dengan bobot 0,095, kurangnya koordinasi dan keterpaduan antar sektor dalam pengembangan wisata bahari sesuai dengan aturan dengan bobot 0,081, dan yang terakhir adalah kurangnya dukungan dari masyarakat setempat dengan bobot 0,079.
Tabel 25. Matriks skala prioritas kebijakan wisata bahari di pesisir dan PPK Kota Makassar berdasarkan komponen Weaknesses. Faktor Weaknesses.
Bobot
Skala Prioritas
Kawasan wisata belum dikelola secara professional Rendahnya SDM Lemahnya penengakan hukum lingkungan Kurangnya koordinasi dan keterpaduan antar sektor dalam pengembangan sesuai dengan aturan Kurang mendapat dukungan dari masyarakat setempat
0,478 0,267 0,095 0,081
P1 P2 P3 P3
0,079
P4
Pengembangan wisata bahari baik di kawasan pesisir maupun di PPK Kota Makassar belum dikelola secara professional (Tabel 25). Hal ini dapat dilihat pada perluasan kawasan wisata Tanjung Bunga untuk peruntukan kawasan wisata bahari dengan cara mereklamasi kawasan pesisir menjadi kawasan wisata dengan
179 mengorbankan kawasan hutan mangrove yang terdapat di kawasan tesebut. Kondisi yang sama juga terjadi di Pantai Losari yang merupakan produk wisata pantai unggulan di Kota Makassar, namun akibat penanganan yang tidak optimal, sehingga kegiatan wisata ini justru merusak lingkungan hidup akibat tingginya pencemaran yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata yang semula dijadikan sebagai daya tarik utama. Semula Pantai Losari ini sangat indah karena memiliki perairan yang jernih dan tenang, sangat luas sejauh mata memandang, memilki pemandangan sunset yang indah disore hari, menarik berbagai wisatawan asing dan lokal untuk datang menikmatinya atau sekedar duduk di tepi pantai sambil menikmati makanan khas Kota Makassar. Namun demikian obyek wisata ini diekploitasi sangat eksesif untuk menghasilkan devisa tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan. Akibatnya, banyak terjadi kerusakan khususnya biota laut akibat pencemaran perairan, hamparan tepi pantai penuh sesak dengan sebaran sampah, dan ombak pantai hilang akibat rusaknya terumbu karang. Saat ini, Pantai Losari tidak lagi menarik sebagai tempat melakukan aktifitas wisata bahari. Hal ini dapat terlihat dari berkurangnya wisatawan mancanegara dan wisatawan asing yang berkunjung ke Pantai Losari. Wisatawan datang untuk menikmati alam namun wisatawan pula
yang menjadi faktor perusak alam.
Kondisi tersebut
memperlihatkan bahwa kawasan wisata baik di pesisir maupun di pulau-pulau kecil Kota Makassar sebagian besar telah tercemar dan telah mengalami degradasi serta kerusakan berbagai ekosistemnya, sehingga masih sangat dibutuhkan kebijakan dan komitmen semua stakeholder dalam kegiatan pengendalian, penataan kawasan wisata serta pengembangan wisata bahari secara lestari. Hal ini menunjukkan pula bahwa kurang seriusnya pihak pemerintah Kota Makassar untuk mendukung program-program wisata bahari berkelanjutan yang berdampak pada pengembangan obyek andalan wisata bahari di Kota Makassar. Walaupun kondisi demikian, namun wisatawan lokal (masyarakat sekitar Kota Makassar) masih tetap mau berkunjung karena potensi sumberdaya alam (laut) seperti panorama alamnya yang sangat indah merupakan daya tarik tersendiri dan merupakan prioritas ke dua dari faktor kekuatan dalam pengembangan wisata bahari di pesisir dan PPK Kota Makassar. Berdasarkan hal
180 tersebut, di masa yang akan datang perlu dilakukan perumusan berbagai strategi yang ditunjang oleh peningkatan kepedulian masyarakat, pemerintah, maupun penyelenggara wisata bahari, sehingga daya tarik sebagai obyek wisata dapat tetap dipertahankan, agar tercipta destinasi wisata unggulan di Kota Makassar, yaitu penyelenggaraan wisata bahari yang ramah lingkungan dan berbasis konservasi serta berbasis masyarakat yang berdasarkan pada kearifan lokal.
7.4 Komponen Opportunities (Peluang) Komponen yang menjadi faktor Opportunities (peluang) untuk menentukan skala prioritas kebijakan pengembangan wisata bahari di pesisir dan PPK Kota Makassar meliputi: (a) target Pemkot Makassar untuk mengembangkan kawasan wisata bahari, (b) tingginya dukungan dari LSM setempat dan donator internasional untuk mengembangkan kawasan wisata bahari, dan (c) peningkatan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar (Gambar 44 dan Tabel 26).
Gambar 44. Skala prioritas kebijakan berdasarkan komponen Opportunities.
Faktor target Pemkot Makassar untuk mengembangkan kawasan wisata bahari dengan bobot 0,637 merupakan faktor utama yang menjadi peluang dalam pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar. Faktor penting lainnya berturut-turut adalah peningkatan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli daerah (PAD) dengan bobot 0,258, dan terakhir adalah faktor tingginya dukungan dari LSM setempat dan donator internasional untuk mengembangkan kawasan wisata bahari dengan bobot 0,1.
181 Tabel 26. Matriks skala prioritas kebijakan wisata bahari di pesisir dan PPK Kota Makassar berdasarkan Komponen opportunities. Faktor Weaknesses.
Bobot
Skala Prioritas
untuk
0,637
P1
dan
0,258
P2
Tingginya dukungan dari LSM setempat dan donator internasional untuk mengembangkan kawasan ekowisata
0,105
P3
Target Pemkot Makassar mengembangkan kawasan ekowisata Peningkatan pendapatan masyarakat Pendapatan Asli daerah (PAD)
Berdasarkan peringkat faktor-faktor peluang di atas, ternyata target Pemkot Makassar merupakan faktor peluang yang sangat penting dalam upaya pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Pemerintah sebagai pengambil keputusan di Kota Makassar menjadikan pemerintah memengang peranan yang sangat besar dalam pengembangan destinasi wisata bahari di pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar. Kondisi ekologi termasuk keanekaragaman flora dan faunanya sangat tinggi dan sangat mendukung kegiatan wisata bahari sehingga menjadi daya tarik dan obyek wisata yang utama di kawasan wisata bahari dan pulau-pulau kecil Kota Makassar. Namun dalam keadaan jika tidak ada dukungan dari pihak pemerintah baik pemerintah Pusat maupun Pemerintah Kota Makassar seperti penyediaan sarana dan prasarana, kebijakan dan membuka peluang kerjasama dengan menerapkan pola kemitraan bersama investor, maka pengembangan wisata bahari di pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar sebagai destinasi wisata bahari unggulan tidak akan optimal dan tidak berkelanjutan. Apabila kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dijadikan sebagai target utama dalam pengembangan wisata bahari oleh pemerintah Kota Makassar dan ditunjang dengan faktor tingginya dukungan dari LSM setempat dan donator internasional, maka pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulaupulau kecil Kota Makassar dapat berkelanjutan.
182 7.5 Komponen Threats (Ancaman) Komponen
yang
menjadi
ancaman
dalam
pengembangan
dan
keberlanjutan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar adalah: (a) degradasi sumberdaya akibat aktivitas wisata yang tidak dikelola dengan baik, (b) meningkatnya pencemaran lingkungan baik dari darat maupuun laut (kapal), dan (c) umumnya species yang dilindungi mempunyai nilai ekonomis yang tinggi (Gambar 45 dan Tabel 27). Komponen SWOT yang memiliki nilai bobot terendah dalam penentuan skala prioritas kebijakan pengembangan wisata bahari PPK Kota Makassar adalah komponen ancaman.
Gambar 45. Skala prioritas kebijakan berdasarkan komponen threats. Komponen utama yang menjadi ancaman dalam pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar adalah meningkatnya pencemaran lingkungan baik dari darat maupun laut (kapal) dengan bobot 0,649. Komponen penting selanjutnya adalah degradasi sumberdaya akibat aktivitas wisata yang tidak dikelola dengan baik dan rendahnya penegakan hukum dengan bobot 0,279. Umumnya species yang dilindungi mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dengan bobot 0,072 merupakan faktor yang terakhir menjadi ancaman dalam pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar( Tabel 27). Tabel 27. Matriks skala prioritas kebijakan wisata bahari di pesisir dan PPK Kota Makassar berdasarkan komponen threats Faktor Threats Meningkatnya pencemaran lingkungan baik dari darat maupun laut (kapal) Degradasi sumberdaya akibat aktivitas ekowisata yang tidak dikelola dengan baik dan rendahnya penegakan hokum Species yang dilindungi mempunyai nilai ekonomis yang tinggi
Bobot 0,649
Skala Prioritas P1
0,279
P2
0,072
P3
183 Skala prioritas faktor-faktor ancaman tersebut di atas (Tabel 22) menunjukkan bahwa meningkatnya intensitas pencemaran lingkungan perairan akibat aktivitas di daratan maupun di laut seperti limbah detergen rumah tangga dan industry yang mencemari khususnya Pulau Kayangan dan Pulau Lae-lae. Penumpukan sampah di pesisir pantai sebelah timur Pulau Barrang Lompo, penggunaan bom dan limbah beracun untuk menangkap ikan, serta penambangan batu karang untuk bahan bangunan dan reklamasi, merupakan faktor utama penyebab terjadinya kekeruhan air laut yang menyebabkan kepunahan ekosistem terumbu karang dan semakin menurunya keanekaragaman ikan karang yang merupakan daya tarik utama dalam kegiatan wisata bahari khususnya snorkling dan diving.Kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan daya tarik obyek wisata menjadi berkurang sehingga akan berpengaruh langsung terhadap pendapatan masyarakat. Tingginya tingkat pencemaran tersebut merupakan faktor ancaman yang sangat penting diperhatikan dalam upaya pengembangan wisata bahari. Oleh karena itu, kebijakan terhadap faktor ancaman sedapat mungkin diminimalkan melalui perumusan strategi berbagai kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. 7.6 Strategi Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Perumusan alternatif kebijakan pengembangan dan keberlanjutan wisata bahari di Kota Makassar menggunakan pendekatan strategi strength-opportunity (SO), weaknesses-opportunity (WO), strength-threath (ST), dan weakness-threat (WT). Prinsip dari pendekatan ini adalah memaksimalkan kekuatan untuk memperbesar
peluang
yang
dimiliki
dengan
mengatasi
ancaman
dan
meminimalkan kelemahan yang ada sehingga dapat memanfaatkan peluang yang dimiliki dengan maksimal dan mengatasi ancaman (Rangkuti, 2000). Komponen yang menjadi strategi kebijakan pengembangan wisata bahari di Kota Makassar (Tabel 28 dan Gambar 46) yaitu: a. Pengembangan wisata snorkling dan diving melalui kegiatan transplantasi terumbu karang di PPK b. Pengembangan wisata pantai kategori rekreasi di kawasan pesisir
184 c. Peningkatan SDM pengelola wisata dan masyarakat sekitar kawasan d. Penetapan tata ruang kawasan wisata dan sarana dan prasarana penunjangnya. e. Peningkatan pendapatan, lapangan kerja dan penggalian mata pencaharian alternatif. f. Penguatan hukum lingkungan dan kelembagaan.
Tabel
28. Matriks prioritas alternatif kebijakan wisata bahari dengan metode AWOT. Alternatif Strategi Pengelolaan
Rerata Bobot
Prioritas relatif
Pengembangan wisata snorkling dan diving melalui kegiatan transplantasi terumbu karang di PPK.
0,321
P1
Pengembangan wisata pantai di kawasan pesisir.
0,195
P2
Penetapan tata ruang kawasan wisata dan sarana prasarana penunjangnya
0,161
P3
Penguatan kelembangaan
0,125
P4
dan
0,110
P5
Peningkatan SDM pengelola wisata dan masyarakat sekitar kawasan wisata bahari.
0,089
P6
Peningkatan pendapatan, lapangan kerja penggalian mata pencaharian alternative.
185 0,025 Kesesuaian wisata bahari
0,046 Obyek dan daya tarik wisata
0,446 Daya dukung kawasan
0,321Pengembangan wisata bahari ppk dgn mengtransplantasi terumbu karang
0,705 Strength 0,202 Potensi SDA cukup tinggi
0,102 Kebijakan yg mendukung 0,195 Pengembangan wisata bahari pesisir 0,102 Aksesibilitas muda
0,081 Kurangnya koordinasi
0,478 Kws wisata dikelola blm optimal 1,000 Pengembangan Wisata Bahari Pesisir & PPK Kota Makassar
0,058 Weaknesses
0,089 Peningkatan SDM & pemb masy
0,079 Kurang dukungan masy
0,095 Lemahnya penegakan hukum
0,161 Penyusunan tata ruang
0,267 Rendahnya SDM
0,637 Target Pemkot Makassar 0,110 Peningkatan pendptn, lk & part 0,073 Opportunities
0,105 Tingginya dukungan LSM & LI
0,258 Target peningkatan PAD
0,279 Degradasi SDA
0,164 Threaty
0,125 Penguatan kelmbagaan
0,649 Pencemaran lingkungan
0,072 Species yg dilindungi
Gambar 46. Skala prioritas kebijakan berdasarkan komponen SWOT. . Strategi kebijakan pengembangan wisata bahari di Kota Makassar yang menjadi prioritas utama adalah pengembangan ekowisata bahari di pulau-pulau kecil Kota Makassar yang dilakukan melalui pendekatan dan rehabilitasi habitathabitat penting dengan bobot 0,321 (Tabel 28 dan Gambar 46). Strategi kebijakan berikutnya adalah pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir, dengan bobot
186 0,195, penetapan tata ruang kawasan wisata bahari dan sarana prasarana penunjangnya dengan bobot 0,161, penengakan hukum lingkungan dan kelembagaan dengan bobot 0,125, peningkatan pendapatan, lapangan kerja dan penggalian mata pencaharian alternative dengan bobot 0,048, dan peningkatan SDM pengelola wisata dan masyarakat sekitar kawasan dengan bobot 0,089. Strategis kebijakan pengembangan dan keberlanjutan wisata bahari di kawasan pesisir Kota Makassar adalah pengembangan wisata pantai di kawasan pesisir dan pengembangan wisata snorkling dan diving di pulau-pulau kecil berupa: kegiatan telah dapat dilakukan dengan cara kegiatan rehabilitasi habitathabitat penting,
prioritas utama selain hal tersebut harus juga mendapatkan
perhatian utama dan harus sesegera mungkin mendapatkan penangan yang serius oleh pengambil kebijakan. Pengembangan wisata bahari harus disesuaikan dengan potensi SDA dan dan daya dukung wisata bahari serta sesuai dengan keinginan mayarakat lokal agar tidak terjadi penurunan kualitas sumberdaya, tumpang tindih pemanfaatan lahan untuk berbagai kegiatan wisata bahari dan tidak menimbulkan konflik dan masalah dikemudian hari. Adapun strategi kebijakan pengembangan pariwisata adalah sebagai berikut: a.
Meningkatkan
sumberdaya
manusia
yang
professional
dan
mensosialisasikan budaya melayani melalui program pelatihan maupun praktek lapang (magang), bermitra dengan pengelola wisata (resor). b.
Mengurangi intensitas pencemaran dari perairan sekitar akibat kegiatan pembangunan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak
yang
ditimbulkan
dari
kegiatan
sehari-hari
sehingga
mengakibatkan turunnya nilai jual obyek wisata. c.
Mempertahankan keindahan panorama alam dengan melestarikan dan memulihkan kepunahan terumbu karang dan mangrove;
d.
Mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan membatasi kedatangan penduduk luar untuk tinggal menetap di pulau-pulau Kecil Kota Makassar;
e.
Mempertahankan
keunikan
dan
keaslian
ekosistem,
dengan
melestarikan sumberdaya alam melalui pengusahaan wisata alam (ekowisata) di pulau-pulau kecil.
187 f.
Mengoptimalkan pemanfaatan obyek wisata yang tersedia tiga “S” (sun, sen, dan sand), yaitu pemandangan alam yang menarik (keindahan matahari terbit dan terbenam dicakrawala pembatas dalam hamparan laut, air jernih dengan keragaman terumbu karang yang indah, dan pantai berpasir putih, dengan membuat paket wisata yang dapat dilakukan dalam satu hari (one day tour).
g.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana ke tujuan wisata dan prasarana di lokasi wisata, dengan harga terjangkau sesuai dengan daya beli masyarakat. Khusus sarana transportasi dilakukan peningkatan keterpaduan system transportasi yang ada, handal dan aman.
h.
Menanggulangi pencemaran melalui kegiatan program pantai bersih yang telah dilakukan PEMKOT Makassar, serta kegiatan transplantasi karang di Pulau-Pulau Kecil Kota Makassar. Kegiatan tersebut dijadikan sebagai kegiatan wisata bahari yang memiliki asas menumbuhkan kepedulian wisatawan untuk melestarikan sumberdaya alam dan memberikan pengetahuan tentang ekosistem pesisir pada wisatawan yang berkunjung, sehingga mereka akan menjaga untuk tidak tidak mengotori, mencemari, dan merusak sumberdaya alam tersebut.
i.
Meningkatkan akses informasi wisata dengan materi informasi yang mudah dipahami, mudah didapat dan mudah dilakukan, sehingga informasi menjadi efektif dan efisien dalam melanyani pengunjung (wisatawan).
j. Memberikan
rambu-rambu
yang
jelas
kepada
investor
dalam
pengelolaan pulau wisata yang cenderung merubah kealamian pulau sehingga, menggangu keseimbangan ekosistem untuk pengembangan wisata bahari sebagai prioritas pembangunan. k.
Memanfaatkan secara optimal peluang usaha dibidang pariwisata karena lokasi tidak jauh dari Kota Makassar.
l.
Memperluas peran masyarakat setempat dalam kreatifitas usaha kepariwisataan dengan mengciptakan harmonisasi dan keterkaitan ekonomi, social, yang lebih besar antara masyarakat setempat dengan
188 pengelolapariwisata bahari (resor) dalam bentuk kemitraan yang saling menguntungkan. Pengembangan wisata bahari berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada prinsip berkelanjutan, memerlukan adanya kebijakan yang dijadikan dasar pengelolaan wisata berwawasan lingkungan. Pengembangan wisata bahari diarahkan pada penerapan pengembangan pola kawasan, yaitu pengembangan suatu daerah tertentu yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata, agar sekaligus dapat menerapkan pola/system pengelolaannya untuk lebih mengefektifkan pengendalian pengawasannya. Selain itu perlu diperhitungkan secara saksama tentang daya dukung kawasan wisata bahari tersebut, sehingga kerusakan terhadap obyek wisata yang menjadi asset utama akan dapat dihindari. Soebagio (2005) mengemukakan bahwa dalam penyelenggaraan kegiatan wisata bahari, perlu diterapkan azas low number high value yang berarti prinsip konservasi dan efisiensi dengan memperhatikan daya dukung lingkungan setempat sekaligus untuk mendorong perkembangan dan kehidupan ekonomi masyrakat setempat. Beberapa kasus mengungkapkan bahwa pembangunan sarana dan prasarana yang tidak sesuai dengan wisata bahari justru akan mengakibatkan tingginya biaya hidup bagi masyarakat setempat. Disamping hal tersebut, pada daerah-daerah yang mempunyai nilai ekosistem tinggi tetapi sedikit penduduknya seperti Pulau Kodinggareng Keke dan Pulau Samalona, sebaiknya diterapkan prinsip menjadi tujuan wisata khusus. Pengembangan pulau yang tidak atau kurang berpenduduk akan membutuhkan pembiayaan yang lebih mahal/tinggi dengan pembangunan sarana dan prasarana yang terbatas dan apa adanya dengan tetap mempertahankan kealamian ekosistem dan budaya khas masyarakat pulau. Pengembangan pulau dengan tujuan wisata khusus yang menjadikan ekosistem alami dan budaya masyarakat pulau yang khas sebagai landasan pengembangan wisata bahari yang berwawasan lingkungan dan berbasis masyarakat, akan menciptakan dan mempercepat tercapainya pengembangan wisata bahari yang berkelanjutan.