67
4. PROFIL KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR 4.1 Letak Geografis Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kota Makassar terletak di sebelah selatan Pulau Sulawesi dan secara geografis terletak antara 1190 241’ 7380 LS dan 50 88’ 190 BT dengan ketinggian bervariasi antara 0 – 25 m dari permukaan laut dan suhu antara 20 – 320 C. Secara administrasi, Kota Makassar merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi-Selatan dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut: Sebelah utara
: Kabupaten Pangkep
Sebelah timur
: Kabupaten Maros
Sebelah selatan
: Selat Makassar
Sebelah barat
: Kabupaten Gowa
Kota Makassar terdiri dari 14 kecamatan dan 142 kelurahan/desa. Diantara 14 kecamatan, tiga kecamatan memiliki kawasan pesisir dan laut, yaitu Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Ujung Tanah, dan Kecamatan Tallo. Dua kecamatan memiliki kawasan pulau-pulau kecil, yaitu Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Ujung Pandang dengan total jumlah pulau-pulau kecil adalah 11 pulau (BPS Kota Makassar, 2009). 4.1.1 Pesisir Kota Makassar Kawasan pantai Kota Makassar secara geografis, memanjang dengan posisi utara-selatan sepanjang 6 (enam) km. Di sepanjang pantai dijumpai pendangkalan delta dan lidah pasir yang terbentuk akibat proses sedimentasi dari Sungai Jeneberang. Delta tersebut berada di antara dua saluran sungai yang bermuara di laut, sedangkan lidah pasirnya berkembang ke arah utara sampai ke Pantai Losari. Di kawasan pesisir Pantai Kota Makassar berlangsung proses erosi yang tidak konstan. Hal ini terlihat dari terbentuknya garis pantai yang berkelokkelok. Di bagian barat pantai terdapat pulau-pulau karang yang mengindikasikan bahwa Pantai Makassar merupakan pantai primer. Dasar perairan pantai didominasi oleh pasir halus. Bentuk lahan pesisir Kota Makassar cukup unik dengan bentuk menyudut di bagian utara, sehingga mencapai dua sisi pantai yang saling tegak lurus di
68 bagian utara dan barat. Di sebelah utara kawasan pelabuhan hingga Sungai Tallo telah berkembang kawasan campuran termasuk armada angkutan laut, perdagangan, pelabuhan rakyat dan samudera, sebagian rawa-rawa, tambak dengan perumahan kumuh hingga sedang. Kawasan pesisir dari arah tengah ke selatan berkembang menjadi pusat kota dengan beragam fasilitas perdagangan, jasa pelayanan, dan kawasan rekreasi. Di bagian selatan telah berkembang kawasan sub pusat kota dengan fasilitas perdagangan, pendidikan, pemukiman, fasilitas rekreasi dan resort yang menempati pesisir pantai membelakangi laut yang menggunakan lahan hasil reklamasi pantai. Pantai Losari merupakan pantai bersubstrat pasir dan lempung berpasir (Ramlan, 2000) dan umumnya sudah mengalami pengerasan dengan tembok pematang pantai. Sebelah utara pantai merupakan kompleks perhotelan dan dermaga penyeberangan ke pulau-pulau kecil Kota Makassar. Sedangkan, Pantai Akkarena, Tanjung Bayam, Tanjung Merdeka, dan Pantai Anging Mammiri merupakan pantai berpasir halus dengan lebar pantai sekitar 10-30 m dengan kelandaian 3% dan relatif stabil sekalipun maju ke arah laut akibat sedimentasi pasir halus dari Sungai Jeneberang maupun dari arah Selatan. Pantai Paotere memiliki luas 0,50 km2 dengan ketinggian dari permukaan laut <500 m. Pantai Paotereq sebagian besar telah mengalami pengerasan dengan tembok yang berfungsi sebagai pelindung pantai, karena perairan pantainya dimanfaatkan untuk pelabuhan (Pelabuhan Rakyat Paotere), pangkalan pendaratan ikan (TPI Paotere), docking kapal TNI AL, Pelabuhan Pertamina Instalasi Makassar dan Bogasari. Adapun Pantai Untia terletak di Kecamatan Biringkanaya dan secara geografis terletak pada bagian selatan Kota Makassar dengan luas 2,89 km2. Pesisir Pantai Untia sebagian besar merupakan pantai berlumpur dan bervegetasi mangrove serta merupakan pantai yang landai dan relatif stabil dan tenang, namun cenderung maju ke arah laut akibat sedimentasi dari Sungai Mandai, hanya sebagian kecil pantai ini tergolong cadas. 4.1.2 Pulau-Pulau Kecil Kota Makassar Kawasan pulau-pulau kecil Kota Makassar yang dikenal dengan nama Kepulauan Spermonde Kota Makasasar, secara administratif masuk dalam dua kecamatan yaitu Kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Ujung Pandang dan
69 terdiri dari empat kelurahan yaitu Kelurahan Lae-lae, Kelurahan Barang Lompo, Kelurahan
Barrang Caddi
dan Kelurahan
Kodinggareng dengan pusat
pemerintahan berkedudukan di Kota Makassar. Kawasan pulau-pulau kecil Kota Makassar terdapat
11 pulau-pulau kecil, 2 gusung, dan 26 Taka yang masuk
dalam kawasan laut Kota Makassar. Pulau-pulau kecil Kota Makassar merupakan gugusan pulau karang yang merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Spermonde yang terletak di perairan Selat Makassar sebelah barat daya semenanjung kaki Pulau Sulawesi. Secara geografis, pulau-pulau kecil Kota Makassar terletak pada 11904’45,3”129024’04,9” Bujur Timur dan 4057’48,6”- 05008’54’ Lintang Selatan. Pulau terjauh adalah Pulau Layukkang yang berjarak 40,17 km dari Kota Makassar (dermaga Kayu Bangkoa), sedangkan pulau terdekat adalah Pulau Lae-lae yang berjarak 1,2 km dari Kota Makassar (Tabel 8). Tabel 8. Luas, panjang garis pantai dan jarak masing-masing pulau di Kota Makassar Nama Pulau
Luas (ha)
Lae-lae
11,6
Panjang Garis Pantai (km) 2,4
Kayangan
1,5
0,5
2,8
Samalona
2,3
0,7
6,8
Barrang Caddi
4,7
1,0
11,5
Barrang Lompo
19,2
1,9
12,77
Kodingareng Keke
1,5
0,5
13,48
Kodingareng Lompo
14
2,0
15,05
Bonetambung
5
0,7
17,87
Lumu-lumu
3,75
0,7
27,54
Langkai
26,6
2,2
35,8
Lanyukkang
6,3
1,8
40,17
Jumlah
96,45
Sumber: DKP Kota Makassar (2009)
Jarak (km) 1,2
14,4
Letak Georafis (Bujur/Lintang) BT 119o23’30’’ dan LS 5o08’24’’ BT 129o24’04,9” dan LS 5o6’49,5” BT 119o20’36,2’’dan LS 05o07’30,4’’ BT 119o19’16,34” dan LS 5o4’49,6” BT 119o19’48’’ dan LS 05o02’48’’ BT 119o16’00’’ dan LS 05o08’54’’ BT 119o15’53,6” dan LS 5o8’48,7” BT 119o19’48’’ dan LS 05o02’48’’ BT 119o12’34,92” dan LS 4o57’48,6 BT 119o5’46,8” dan LS 5o1’52,1” BT 119o4’45,3” dan LS 4o58’40,8”
70 4.2 Kondisi Biofisik Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kota Makassar 4.2.1 Pesisir Kota Makassar Kedalaman perairan pantai Kota Makassar di sekitar dermaga SoekarnoHatta menunjukkan kedalaman yang bervariasi antara 9 – 17 m yang secara umum di bagian utara cenderung menjadi lebih dalam, dengan garis kontur sejajar garis dermaga. Daerah laut yang terdalam terdapat pada jarak 650 m dari dermaga dengan kedalaman hingga 17 m. Di sekitar Sungai Jeneberang secara umum memperlihatkan topografi yang landai dengan kemiringan lereng 0 – 15° dengan kedalaman 0 – 20 m sepanjang 750 m ke arah laut. Perairan yang tepat berada di depan muara Sungai Jeneberang mempunyai kemiringan lereng 30 – 40° dengan kedalaman 0 – 20 m (DKP Sulsel, 2005). Kota Makassar berada di antara dua daerah aliran sungai, yaitu DAS Jeneberang dan DAS Tallo. Karakteristik kedua DAS ini adalah sebagai berikut:
DAS Jeneberang mempunyai luas 727 km2 dengan panjang sungai utama adalah 75 km. Debit maksimum dan minimum DAS ini masing-masing adalah 2800 m3/det dan 4,5 m3/det.
DAS Tallo mempunyai luas 418,6 km2 dengan panjang sungai utama adalah 70,5 km. Debit maksimum dan minimum DAS ini masing-masing adalah 775 m3/det dan 0,7 m3/det. Saat ini, Sungai Jeneberang berperan utama dalam memasok air untuk
keperluan pertanian dan bahan baku untuk air minum. Sedangkan, Sungai Tallo lebih berperan sebagai tempat pembuangan air dari sejumlah kanal/saluran dan sungai-sungai kecil yang mengalir di dalam kota. Kota Makassar merupakan daerah yang beriklim tropika basah (Am), ditandai dengan jumlah hujan pada bulan-bulan basah yang dapat mengimbangi kekurangan jumlah hujan pada bulan kering. Curah hujan rata-rata bulanan dari tahun 2006 sampai 2007 berkisar antara 13-677 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Juli. Jumlah rata-rata hari hujan setiap bulan antara 2-22 hari. Periode dengan tingkat curah hujan tinggi ( 100 mm), curah hujan sedang terjadi pada bulan Mei (60-100 mm), sedangkan periode dengan tingkat curah hujan rendah yaitu <100 mm (DKP Kota Makassar, 2009).
71 Mintakat tepian pesisir Kota Makassar merupakan ekotone (interface) antara
lithosfera,
hidrosfera,
dan
atmosfera
atau
sebagai
ruang
bagi
keberlangsungan dinamika interaksi ketiga sfera tersebut yang senantiasa menuju pada keadaan keseimbangan. Di lain pihak, kenyataan menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu secara alami, ketiga komponen tersebut tidak akan berada pada keadaan lunak, sehingga keseimbangan mintakat tepian tersebut selalu berubah di antara titik-titik dalam suatu dimensi perpaduan ruang dan waktu. Kenyataan ini jelas berlaku pula bagi mintakat tepian sepanjang Pantai Losari. Sepanjang waktu dari musim ke musim dengan bergantinya arah angin, maka berganti pula arah hempasan ombak yang berakibat pada pergantian pola perkembangan dan penyusutan hamparan. Arus susur pantai Kota Makassar dibangkitkan oleh ombak yang datang menuju ke arah barat daya hingga barat dan membentuk sudut yang miring terhadap garis pantai yang mengakibatkan arus mengalir sejajar dengan garis pantai dengan laju arus berkisar 0,22 hingga 0,40 m/detik. Arah arus selama pasang surut sejajar dengan garis pantai dan laju arus pasang surut (Utara – Selatan) berkisar antara 0,46 – 0,48 m/detik, sedangkan laju arus pasang naik (Selatan – Utara) berkisar antara 0,38 – 0,55 m/detik. 4.2.2 Pulau-Pulau Kecil Kota Makassar Kawasan pulau-pulau kecil Kota Makassar dikenal sebagai Dangkalan Spermonde (Spermonde Shelf) yang terlepas dari Dangkalan Sunda (Sunda Shelf). Beberapa pulau yang daerah terumbunya terletak di tepi barat dangkalan Spermonde merupakan daerah terumbu penghalang (barrier reef). Deretan pulau yang berbentuk tersebut tersusun seperti undakan dalam dangkalan Spermonde (DKP Sulsel, 2005). Lebar dangkalan Spermonde mulai dari sisi timur ke sisi barat lebih kurang 40 km. Selanjutnya Dinas Kelautan dan Perikanan (2005), membagi Kepulauan Spermonde ke dalam empat zona sepanjang arah UtaraSelatan, yaitu: Zona pertama atau zona terdalam lebih banyak dipengaruhi oleh daratan utama Sulawesi Selatan dengan dasar pantai berupa pasir lumpur. Zona kedua lebih kurang 5 km dari Pantai Ujung Pandang mempunyai kedalaman kurang lebih 30 m dan memiliki banyak pulau-pulau kecil.
72 Zona ketiga, sejauh kurang lebih 12,5 km mempunyai kedalaman yang bervariasi antara 30 - 50 meter. Pada zona ini dijumpai daerah-daerah yang dangkal (“taka” = Makassar). Zona keempat atau zona terluar dari Kepulauan Spermonde yang merupakan zona terumbu penghalang mempunyai jarak terdekat kurang lebh 30 km dari daratan Sulawesi Selatan. Sisi timur dari pulau-pulau yang terdekat di zona ini mempunyai kedalaman kurang lebih 50 meter. Pada sisi barat, tebing terumbu sangat terjal dengan kedalaman dapat mencapai 800 meter atau lebih. Pola iklim di pulau-pulau kecil Kota Makassar dipengaruhi oleh dua musim yakni musim barat (hujan) dan musim timur (kemarau). Musim barat berlangsung pada Bulan Nopember hingga pertengahan Bulan April di mana curah hujannya tinggi dan angin kencang cenderung betiup dari arah barat-daya ke barat-laut serta keadaan laut berombak besar yang datang dari arah barat-daya. Musim Timur berlangsung pada Bulan Mei hingga pertengahan Bulan Oktober di mana cuaca kering/kemarau dan angin bertiup dari arah Tenggrara ke Timur dan ombak relatif cukup besar dari arah Timur ke Tenggara tapi tidak sebesar pada saat musim Barat karena adanya lindungan dari daratan utama (Pulau Sulawesi). Rata-rata kelembaban udara sekitar 89,20% dengan persentase penyinaran matahari maksimum sebesar 89,0%, terjadi pada Bulan Agustus dan minimum sebesar 15% yang terjadi pada Bulan Desember. Curah hujan 2729 mm dengan hari hujan 144 hari (Stasiun Meteorologi Maritim Paotere, 2009). Tipe pasang surut di perairan Pulau-Pulau Kecil Kota Makasaar (Kepulauan Spermonde) adalah diurnal tide. Tinggi pasang maksimum adalah 170 cm dan terendah adalah 30 cm. Arus air bekerja bolak balik sesuai dengan kondisi pasang surut. Pola arus pasang surut pada kondisi purnama yaitu pada saat menjelang surut, arus berarah dari Timur Laut ke Barat Daya dengan kecepatan rata-rata 0,15 m/detik. Sedangkan, saat menjelang pasang, arus berarah dari Barat Daya ke Timur Laut dengan kecepatan rata-rata sama dengan saat menjelang surut. Waktu bergeser sepanjang tahun. Pola angin yang bertiup pada Bulan Oktober adalah pola peralihan angin dari Munson Tenggara ke Munson Barat, dengan arah dan kekuatan angin yang
73 bertiup bervariasi, tetapi dominannya, angin bergerak dari atas kontinen Australia menuju ke Barat Laut kemudian berbelok di atas Laut Jawa dan Laut Florest menuju ke arah Timur Laut bergerak di atas Kota Makassar. Bulan Februari, pola angin yang bertiup adalah pola angin Munson Barat yaitu angin yang bertiup di atas Filipina dan Laut Cina Selatan akan menuju ke Barat Daya dan ketika berada di atas Selat Makassar akan berbelok ke Tenggara sehingga menjadi pola angin yang bertiup di atas Kota Makassar. Jenis gelombang di perairan pulau-pulau Kecil Kota Makassar terutama dibangkitkan oleh angin. Selama musim hujan, arah gelombang dari Tenggara atau Timur dan ke arah Utara atau Timur Laut selama musim kemarau. Selama musim hujan, biasanya terjadi gelombang besar di daerah Selat Makassar yang merambat sampai ke daerah Kepulauan Spermonde. Arus di Selat Makassar mengalir ke Selatan sepanjang tahun. Aliran arus ini dialihkan ke Timur sepanjang pantai Barat Daya Sulawesi selama musim hujan. Pada musim kemarau, arus tersebut dialihkan ke Barat, karena ada arus balik dari Paparan Sunda. Paparan yang dangkal, arus mengalir relatif keras ke arah Selatan pada musim hujan dan melemah ke arah Barat Daya pada musim kemarau. Arah arus dominan air laut mengikuti musim, yang mana pada musim Barat, angin bertiup dari Barat ke Timur, sehingga arah arus dominan adalah dari Barat ke Timur. Kondisi sebaliknya, terjadi pada musim Timur, yakni angin bertiup dari Timur ke Barat, sehingga arah arus dominan adalah dari Timur ke Barat, dan arus susur pantai dibangkitkan oleh ombak yang datangnya menuju arah Barat Daya ke Barat dan membentuk sudut terhadap garis pantai. Kecepatan arus berkisar antara 0,02 – 0,28 m/dtk. Kecepatan arus di perairan laut sekitar Pulau Lanyukkang adalah 0,06-0,25 m/dtk, sedangkan di sekitar Pulau Langkai, Lumu-lumu, dan Bonetambung, masing-masing mencapai 0,06-0,25 m/dtk, dan 0,10-0,20 m/dtk dan 0,08-0,28 m/dtk. Kecepatan arus di Pulau Barrang Lompo sekitar 0,17-0,20 m/dtk, di Pulau Barrang Caddi 0,20-0,26 m/dtk, Kodinggareng Keke 0,07-0,25 m/dtk, Kodinggareng Lompo 0,10-0,18 m/dtk, Samalona 0,040,08 m/dtk, dan Lae-lae adalah 0,02-0,28 m/dtk.
74 4.3. Kondisi Ekonomi dan Sosial Budaya Di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kota Makassar 4.3.1 Pesisir Kota Makassar Jumlah penduduk di sekitar Pantai Losari sebanyak 2111 jiwa, jumlah rumah tangga 423, dan tingkat kepadatan penduduk 7819 perkm2. Jumlah penduduk untuk masing-masing jenis kelamin yaitu: laki-laki 941 jiwa dan perempuan 1170 jiwa. Tingkat Pendidikan penduduk sekitar Pantai Losarai ratarata tamat SLTA dan sarjana (BPS Kota Makassar, 2007). Jumlah penduduk di sekitar Pantai Tanjung Merdeka adalah 5.123 jiwa, terdiri atas 1271 KK yang terdiri atas 2569 jiwa laki-laki dan 2554 jiwa perempuan. Adapun jumlah penduduk sekitar pantai Barombong 9988 jiwa, jumlah rumah tangga 2236 dan kepadatan penduduknya 1361 per km2.. Jumlah penduduk laki-laki berjumlah 4999 dan perempuan 4989 (BPS Kota Makassar, 2007). Jumlah penduduk sekitar Pantai Untia 1682 jiwa, Jumlah rumah tangga 744, kepadatan penduduk per/km 582. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin yaitu, laki-laki adalah 832 jiwa dan perempuan 850. Jumlah keluarga pra sejahtera sekitar pesisir Pantai Untia 2 orang, sejahtera I adalah 332 orang, sejahtera II 2 orang, sejahtera III 215 orang, dan sejahtera III plus adalah 9 orang (BPS Kota Makassar, 2007). Masyarakat lokal di kawasan pesisir Kota Makassar saat ini belum mampu hidup layak sehingga para nelayan yang mendominasi kawasan pesisir Kota Makassar membutuhkan lapangan kerja baru untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Mata pencaharian masyarakat pesisir Kota Makassar yang dominan saat ini beraneka ragam. Mata pencaharian penduduk sekitar pesisir pantai Losari umumnya adalah berdagang. Tingkat pendapatan masyarakat Pantai Losari dikategorikan sudah mapan. Hal ini terlihat pada tingkat kehidupan keseharian dan mereka rata-rata mengkomsumsi makanan di atas rata-rata, dibandingkan dengan penduduk kawasan pesisir lainnya di Kota Makassar (Survey, 2007). Mata pencaharian masyarakat Pantai Barombong pada umumnya bekerja sebagai nelayan, petani dan swasta. Pantai Barombong memiliki tempat pelelangan ikan (TPI). Hasil tangkapan ikan masyarakat Barombong rata-rata di jual pada TPI melalui para pengumpul yang berada di TPI Barombong. Para nelayan Barombong dalam proses penjualan, mereka tidak boleh langsung
75 menjual kepada konsumen, melainkan mereka harus melalui pengumpul yang sudah lama menjadi penghubung dengan para nelayan. Para pengumpul yang menentukan harga ikan yang di bawa para nelayan, sedangkan para nelayan bergantung terhadap para pengumpul, sehingga pendapatan nelayan Barombong relatif masih rendah. Penentu harga adalah para pengumpul karena sebelum berangkat melaut mereka sudah mengambil uang panjar untuk kebutuhan keluarga yang di tinggal. Oleh karena itu, segala sesuatu ditentukan oleh para pengumpul ikan. Masyarakat pesisir Barombong adalah masyarakat yang homogen dan memiliki adat–istiadat warisan dari nenek moyang yang perlu mereka jaga kelestariannya yaitu melakukan sesajian ketika pertama kali turun melaut, (naung ritamparang). Menurut pemaham masyarakat Barombong bahwa dalam perjalanan untuk mencari ikan mereka akan mendapatkan ikan yang banyak serta mendapatkan keselamatan dalam perjalanan. Budaya saat masuk rumah baru (antama balla beru), menurut adat mereka pada setiap membangun rumah baru dan ingin menempatinya, maka masyarakat Barombong melakukan upacara adat yaitu meletakkkan pisang satu tandang yang digantung di atap rumah. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar reski mereka setinggi atap rumah dan mendapat keselamatan selama menempati rumah tersebut. Selanjutnya, mereka mempersiapkan segala macam makanan beserta nasi yang dibuat dari beras ketan yang beraneka warna, di bagian tengahnya diletakkan paha ayam yang telah dimasak, serta kue yang beraneka macam. Dalam melakukan sesajian, mereka mengadakan bersanji demi keselamatan rumah baru tersebut. Kondisi ini membuktikan bahwa masyarakat Barombong masih peduli terhadap lingkungan karena pemahaman mereka adalah apabila melakukan suatu sesajian, maka mereka menganggap bahwa itu adalah salah-satu bentuk keramahan terhadap lingkungan sekitar. Masyarakat Paotereq terdiri dari berbagai suku, antara lain: bugis, mandar, Makassar, dan cina. Masyarakat Paotereq bermukim di sepanjang pesisir Pantai Paotereq. Mata pencaharian masyarakat Paotereq umumnya bekerja sebagai pedagang, nelayan dan buruh harian. Tingkat pendapatan masyarakat Paotereq
76 sudah cukup memadai dan dikategorikan sejahtera. Hal ini terlihat pada kegiatan kesehariannya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.. Mata pencaharian penduduk di kawasan Tanjung Bunga beraneka ragam yaitu nelayan, buruh harian, pegawai, pedagang, swasta, dan wirausaha. Penduduk lokal kebanyakan bekerja sebagai tukang batu/buruh harian. Saat ini, menjadi nelayan sudah sulit karena tempat mencari ikan sudah terlalu jauh dari tempat tinggal, akhirnya mereka lebih memilih menjadi buruh harian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mata pencaharian penduduk Tanjung Bayam adalah nelayan, tetapi dengan kondisi saat ini, mereka banyak yang beralih status pekerjaan yaitu sebagai buruh harian atau kuli bangunan di Kota Makassar akibat dari adanya pengembangan perkotaan, sehingga lahan mereka dibeli oleh pihak swasta, namun harganya kurang sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat Tanjung Bayam. Penduduk Tanjung Bayam saat ini hanya sedikit yang pergi melaut selama ada larangan untuk menangkap ikan di sekitar Tanjung tersebut. Tingkat pendapatan mereka rata-rata masih rendah dan jauh dari kecukupan kebutuhan hidup keluarga. Oleh karena itu, masyarakat sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk mencari solusi agar penduduk Tanjung Bayam mendapatkan perhatian demi kelangsungan hidup mereka. Mata pencaharian penduduk sekitar Pesisir Untia umumnya adalah nelayan, petani, dan pedagang, buruh harian, bahkan ada juga pegawai dan guru. Tingkat pendapatan masyarakat nelayan Pantai Untia rata-rata masih rendah. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya yang mereka miliki, ikan yang diperoleh setiap hari masih rendah karena tempat penangkapan ikan cukup jauh dari Pesisir Untia., serta tingkat pendidikan masyarakat masih rendah. 4.3.2 Pulau-pulau Kecil Kota Makassar Kawasan pulau-pulau kecil Kota Makassar terdiri dari 11 pulau-pulau kecil, sembilan pulau berpenduduk dan dua pulau tidak berpenduduk. Total jumlah penduduk yang tersebar di sembilan pulau-pulau kecil Kota Makassar secara keseluruhan pada tahun 2007 adalah 12490 jiwa dengan jumlah keluarga dan jenis kelamin berbeda disetiap pulau. Data kependudukan setiap pulau selengkapnya disajikan pada Tabel 9.
77 Tabel 9. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan jumlah keluarga Nama Pulau P. Lae-lae P. Samalona
Jenis Kelamin LakiPerempuan Laki 748 737
Jumlah Penduduk (Jiwa) 1485
Jumlah Keluarga 307
40
42
82
13
P.Barrang Lompo
1709
1854
3563
800
P. Barrang Caddi
756
506
1263
306
P.Kodinggareng Lompo P. Bonetambung
2070
2100
4170
891
268
213
481
108
P. Lumu-Lumu
512
472
984
215
P. Langkai
273
157
430
127
17
15
32
9
P. Lanyukkang P. Kayangan
P.Kodinggareng Keke Jumlah 6.393 6.096 Sumber: BPS Kota Makassar (2009).
_ _ 12.490
Keterangan Ada Penduduk Ada Penduduk Ada Penduduk Ada Penduduk Ada Penduduk Ada Penduduk Ada Penduduk Ada Penduduk Ada Penduduk Tidak Ada Penduduk Tidak Ada Penduduk
2.776
Pulau Kayangan merupakan salah satu pulau yang termasuk di dalam kawasan pulau-pulau kecil kota Makassar yang tidak dihuni oleh masyarakat. Dilihat dari topografinya, P. Kayangan berada pada garis isodepth antara 15 - 20 m, relatif masih dekat dengan Kota Makassar. Pulau kayangan merupakan pulau terdekat dari Kota Makassar yang cukup terkenal sebagai salah satu tujuan wisata pantai di kota ini, oleh karena memiliki pantai berpasir putih dengan lebar lebih dari 50 m dan kelandaian 40. Namun karena kondisi peraran di sekitar pulau kayangan semakin buruk akibat sedimentasi dan pencemaran, maka masyarakat semakin kurang yang mengunjungi pulau ini untuk tujuan berenang. Sumber pencemaran juga berasal dari Pelabuhan Sukarno Hatta yang jaraknya hanya sekitar beberapa ratus meter dari Pulau Kayangan. Pulau ini relatif kecil, sehingga tidak ada penduduk yang menetap.
78 Pulau Kodinggareng Keke merupakan salah satu pulau yang tidak berpenghuni, oleh karena pemerintah Kota Makassar telah mempersewakan pulau Kodinggareng Keke kepada pihak Asing selama 30 tahun. Dalam 10 tahun terakhir, P. Kodinggareng Keke dikelola oleh Mr.Yan yang berkewarganegaraan Belanda. Perubahan jumlah penduduk di pulau-pulau kecil Kota Makassar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kelahiran, kematian, dan migrasi. Secara umum, kecenderungan penduduk pulau-pulau kecil Kota Makassar melakukan emigrasi ketika mereka berusia remaja hingga dewasa dengan berbagai tujuan diantaranya adalah: keperluan pendidikan, pekerjaan maupun untuk tinggal menetap. Kawasan yang sering dijadikan tempat tujuan adalah Kota Makassar, Kabupaten Maros, Pangkep, Takalar, Nunukan dan beberapa kawasan di Provinsi Sulawesi-Selatan. Tingkat pendidikan masyarakat di kawasan pulau-pulau kecil Kota Makassar cukup beragam, rata-rata memiliki tingkat pendidikan dan angkatan kerja perpulau yang sangat rendah dan sebahagian besar hanya tingkat SD bahkan banyak yang tidak tamat. Di beberapa pulau, terdapat guru sekolah dasar, yaitu di P. Bonetambung terdapat 2 orang guru SD dan P. Barrang Lompo 4 orang. Mata pencaharian utama penduduk pulau-pulau kecil Kota Makassar sebahagian besar nelayan tradisional dan nelayan pencari ikan hidup. Sebahagian besar nelayan adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu yang ditebar di sekitar pulau, jaring insang (gill net) dengan menggunakan mesin 12-22 PK dan mesin kompressor 5 PK, dan hanya sebagian kecil sebagai nelayan pemancing. Jenis alat tangkap yang digunakan bervariasi, namun yang dominan adalah pancing dan purse seine. Purse seine menggunakan mesin kapal 30 PK dan mesin penarik jaring 14-24 PK. Pancing menggunakan mesin 5,5 PK. Pancing cumi menggunakan sampan, penyelam teripang menggunakan kapal dengan kapasitas mesin 33 PK dan mesin kompressor 5 PK. Mesin yang digunakan untuk pancing tangan adalah mesin tradisional 5-5,5 PK, pancing rawe (cakalang) menggunakan mesin berkapasitas 5-5,5 PK, tembak (papatte) dengan kapasitas mesin 5 PK, dan gill net (jaring insang) dengan kapasitas mesin tradisional 5-5,5 PK, serta bubu dengan kapasitas mesin modern 19- 22 PK.
79 Pendapatan rata-rata nelayan di kawasan pulau-pulau kecil sangat tergantung dari armada penangkapan yang digunakan. Hal ini disebabkan, setiap jenis alat tangkap mempunyai target dan daerah penangkapan yang berbeda yang akan menentukan jenis dan jumlah hasil tangkapan. Secara umum, nelayan yang menangkap di sekitar Taka Lae-Lae dengan menggunakan alat tangkap pancing dan perahu tradisional dengan kekuatan 5,5 PK mempunyai penghasilan yang paling rendah yaitu sekitar Rp 30000 – Rp 35000 per hari penangkapan. Nelayan yang menggunakan pancing cakalang dengan daerah penangkapan di sekitar Pulau Bonetambung dan Kodingareng Keke mempunyai rata-rata penghasilan Rp 100.000 – Rp 400.000 per hari penangkapan. Armada dengan mesin berkekuatan 19 – 22 PK, dengan daerah penangkapan di sekitar pulau Kodingareng Lompo, Lumu-Lumu, Lanyukang dan Langkai mempunyai penghasilan sekitar 5-7 juta per hari penangkapan untuk setiap armada. Nelayan purse seine (rengge) dengan daerah dan target penangkapan yang sama, rata-rata pendapatan berkisar Rp 500 ribu – 3 juta per trip. Pendapatan rata-rata nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring insang (gill net) di sekitar Pulau Lumu-Lumu dan Taka Raba mempunyai hasil tangkapan berupa ikan kaneke, ikan teri, hiu, lamuru, cepa, sinrili, sibula dan ikan terbang. Pendapatan rata-rata nelayan tersebut sekitar 100-300 ribu per hari penangkapan. Nelayan pancing, dengan daerah penangkapan di sekitar taka-taka lanyukang dan Goseya. Hasil tangkapan berupa ikan katamba, sibula, tinumbu dan sunu, dengan hasil pendapatan rata-rata 50-150 ribu per hari penangkapan. Untuk nelayan tradisional yang menangkap di sekitar pulau Barrang Lompo dan Barrang Caddi, rata-rata pendapatan berkisar Rp 50.000 - Rp 100.000 per hari penangkapan. Nelayan yang menggunakan bubu mempunyai daerah penangkapan di sekitar Pulau Lanyukang sampai ke perairan pulau-pulau Kabupaten Pangkep. Hasil tangkapan nelayan berupa ikan kerapu, katamba, dan sunu. Pendapatan rata-rata berkisar 300 - 700 ribu rupiah per hari penangkapan. Untuk nelayan yang menggunakan pancing tangan mempunyai penghasilan sekitar Rp 35.000-Rp 59.000 perhari penangkapan. Kondisi masyarakat pulau Barrang Lompo agak berbeda dengan pulaupulau kecil lainnya di Kota Makassar, penduduknya sangat majemuk dengan mata
80 pencaharian sebagian besar sebagai pengusaha hasil laut (pedagang pengumpul). Disamping itu, terdapat pula keanekaragaman nelayan mulai dari penyelam teripang, pemancing ikan serta pemancing cumi. Jumlah dan jenis alat tangkap masyarakat Pulau Barrang Lompo dilengkapi kurang lebih 50 buah kapal kayu motor dan banyak perahu/jolloro. Masyarakat P. Barrang Lompo bermata pencaharian sebagai penyelam teripang dengan mesin kapal + 15-30 PK dan mesin kompressor + 5-5,5. Selain itu, pemancing tangan dengan mesin kapal 55,5 PK, pemancing tembak ikan (papatte) dengan mesin kapal 10-15 PK, pancing cumi dengan perahu layar dan dayung. Masyarakat P.Barrang Lompo juga menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yakni bius dan alat peledak (bom). Kondisi ekonomi masyarakat Pulau Samalona bergantung dari sektor pariwisata atau kunjungan wisatawan yang datang ke pulau Samalona. Penghasilan masyarakat di pulau Samalona berasal dari penyewaan rumah dan penyewaan perlengkapan dan jasa wisata. Penduduk kawasan pulau-pulau kecil Kota Makassar terdiri dari suku bangsa, yang didominasi oleh Etnis Bugis (Maros, Pangkep) dan sebagian kecil Etnis Makassar (Takalar dan Jeneponto). Interaksi masyarakat pulau selama ini dengan nelayan, pedagang dan masyarakat Kota Makassar yang beretnis Makassar sangat berpengaruh terhadap budaya dan bahasa keseharian mereka. Masyarakat Bugis yang mendominasi pulau ini telah menggunakan bahasa Makassar dalam kesehariannya. Adat istiadat sering ditemui pada upacara lahir bathin yaitu: mensucikan diri sebelum masuk Bulan Ramadhan, upacara Songkobala yaitu upacara untuk menolak bala yang akan datang. upacara Pa`rappo yaitu upacara ritual yang dilaksanakan para nelayan sebelum turun ke laut serta upacara karangan yakni upacara ritual yang dilakukan para nelayan ketika pulang melaut dengan memperoleh hasil yang berlimpah. Norma-norma adat masyarakat lokal juga masih banyak mewarnai kehidupan masyarakat setempat. Sedangkan, adat istiadat sering kita temui pada upacara penurunan kapal (apparoro), pembuatan rumah, dan duduk bersama untuk membicarakan sesuatu (tudang sipulung).
81 4.4. Sarana dan Prasarana Sosial Di Pulau-Pulau Kecil Kota Makassar Infrastruktur yang terdapat di pulau-pulau kecil Kota Makassar meliputi ketersediaan sarana air bersih, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana perlistrikan dan telekomunikasi serta sarana perekonomian. Ketersediaan sarana air bersih merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mendukung kegiatan ekowisata bahari di kawasan pulau-pulau kecil Kota Makassar, mengingat ketersediaan air bersih merupakan salah satu faktor pembatas yang terdapat di pulau-pulau kecil. Ketesediaan air bersih di pulaupulau kecil Kota Makassar dapat dilihat pada Tabel 10. Jumlah sumur gali yang terdapat di Pulau Kodingerang Lompo sejumlah 239 buah yang rata–rata berstatus kepemilikan pribadi rumah tangga. Kualitas air sumur tanah di pulau Kodingerang Lompo cukup tawar untuk air minum dan tersedia setiap tahunnya. Tabel 10. Ketersediaan sumber air bersih di pulau-pulau kecil Kota Makassar No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Pulau P. Kayangan P. Lae-Lae P. Samalona P. Barrang Lompo P. Barrang Caddi P.Kodinggareng Lompo P.Kodinggareng Keke P. Bonetambung
Ketersediaan Air Bersih Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Ada
9. P. Lumu-Lumu Ada 10. P. Langkai Ada 11. P. Lanyukkang Ada Sumber: BPS Kota Makassar (2009).
Kondisi
Keterangan
Tawar Asin Tawar Asin Tawar Tawar dan Asin Asi Tawar Asin
Dari luar pulau Sumur Sumur Sumur Sumur Sumur Dari luar pulau Tower dan Sumur Sumur Sumur Sumur
Sarana pendidikan yang terdiri dari SD sebanyak 7 buah, tersebar di beberapa pulau, yaitu di Pulau Barrang Lompo 2 buah, Pulau Bonetambung 1 buah dan Pulau Barrang Caddi 1 buah serta Pulau Kodinggareng Lompo dan Pulau Lae-lae masing-masing 1 buah. Sarana kesehatan berupa PUSTU terdapat 4 buah yang terdiri dari 1 buah di Pulau Barrang Lompo dan 1 buah di Pulau Kodinggareng Lompo, 1 buah di Pulau Lae-lae dan 1 buah di Pulau Bonetambung dengan 1 orang mantri dan 1 orang suster. Sarana peribadatan yaitu mesjid dan mushollah terdapat disetiap pulau kecuali Pulau Kodinggareng
82 Keke. Sarana perlistrikan dan telekomunikasi yaitu instalasi listrik milik PT.PLN yang beroperasi antara pukul 18.00-22.00 WIB, terdapat disetiap pulau dan terdapat 2 buah kantor telkom (Telkomsel dan Indosat) yang terdapat di Pulau Barrang Lompo dan Pulau Barrang caddi. Sarana perekonomian berupa kios-kios dan souvenir bagi wisatawan sebanyak 1 buah yang terdapat di Pulau Barrang Lompo yang diusahakan oleh penduduk lokal. Kios-kios yang menjual kebutuhan material melaut bagi nelayan penangkap ikan, kios-kios kelontong yang menjual kebutuhan seharihari hampir terdapat disetiap pulau yang berpenghuni. Tabel 11. Sarana dan prasarana sosial pulau-pulau kecil Kota Makassar
P. Kayangan P. Lae-Lae P. Samalona
Ya Ya Ya
Jenis Prasarana dan Sarana Sekolah Listrik Sarana Kesehatan Tidak ada Ya Tidak ada Ya Ya Ya Tidak ada Ya Tidak ada
P. Barrang Lompo
Ya
Ya
Ya
Ya
P. Barrang Caddi
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya Ya Ya Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Ya Ya Ya Ya Tidak ada Ya
Ya Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Nama Pulau
Mesjid
P. Kodinggareng Lompo Ya P.Kodinggareng Keke Ya P. Bonetambung Ya P. Lumu-Lumu Ya P. Langkai Ya P. Lanyukkang Ya Sumber: BPS Kota Makassar (2009).
4.5 Aksesibilitas Kawasan wisata bahari pulau-pulau kecil Kota Makassar dapat dijangkau dengan sarana transfortasi laut dan udara. Tranfortasi udara dapat ditempuh melalui bandar udara internasional Hasnuddin, sedangkan tranfortasi laut dapat ditempuh melalui pelabuhan Samudera Makassar Soekarno Hatta. Transfortasi laut dapat juga ditempuh dengan menggunakan kapal penyeberangan berupa perahu rakyat yang disebut jolloro. Keberadaan dermaga sangat penting untuk kelancaran kegiatan tranfortasi pesisir dan laut guna menunjang kegiatan ekowisata bahari pulau-pulau kecil Kota Makassar. Dengan adanya dermaga, akan mempermudah kapal-kapal yang akan berlabuh dan berangkat menuju ke lokasi wisata. Dermaga juga berfungsi sebagai tempat parkir kapal dan ruang
83 tunggu bagi penumpang yang hendak menggunakan transfortasi kapal menuju ke pulau-pulau kecil sebagai tujuan wisata. Pulau-pulau kecil Kota Makassar hampir secara keseluruhan memiliki dermaga, hanya di P. Kodinggareng Keke dan Pulau Lanyukkang yang belum memiliki dermaga (Tabel 12). Untuk menuju Pulau Kodinggareng Keke dapat ditempuh dengan menggunakan perahu motor carteran dengan kapasitas 40 PK dengan biaya sebesar Rp 300.000 - Rp 400.00 dengan waktu tempuh kurang dari 40 menit, karena tidak tersedia transfortasi reguler. Tabel 12. Dermaga di pulau-pulau kecil Kota Makassar No. Nama Pulau Dermaga 1. P. Kayangan Ada 2. P. Lae-Lae Ada 3. P. Samalona Ada 4. P. Barrang Lompo Ada 5. P. Barrang Caddi Ada 6. P. Kodinggareng Lompo Ada 7. P.Kodinggareng Keke Tidak ada 8. P. Bonetambung Ada 9. P. Lumu-Lumu Ada 10. P. Langkai Ada 11. P. Lanyukkang Tidak ada Sumber : BPS Kota Makassar (2009).
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Diadakan Baik Baik Baik Diadakan
Peruntukan Wisata Wisata Wisata Umum Umum Umum Wisata Umum Umum Umum Wisata
Tipe Trestle Trestle Trestle Trestle Trestle Trestle Trestle Trestle Trestle Trestle Trestle
Dermaga tradisional yang melayani jalur pelayaran antar pulau–pulau yang berada dalam kawasan Kota Makassar, maupun di luar Kota Makassar, terdapat dua buah dermaga tradisional, yakni Pelabuhan Paotere dan Pelabuhan Kayu Bangkoa. Di dermaga Kayu Bangkoa, setiap harinya terdapat transportasi reguler berupa kapal motor yang melayani jalur pelayaran menuju ke Pulau Laelae, Barrang Lompo, Barrang Caddi dan Kodingareng Lompo. Sarana kapal yang dipakai ke pulau–pulau lainnya dapat ditempuh dengan mencarter perahu (sekoci) yang bermesin 40 PK dengan kapasitas penumpang 10 orang. Selain itu, untuk pulau -pulau seperti Pulau Bonetambung, Lumu–lumu, Langkai dan Lancukang, biasanya penumpang menempuh jalur dengan kapal reguler menuju Pulau Barrang Lompo, kemudian mencarter perahu (sekoci) menuju ke pulau– pulau tersebut.
84 4.5.1 Bandar Udara Internasional “Hasanuddin” Badar Udara Internasional Hasanuddin merupakan pintu gerbang udara di kawasan Timur Indonesi dan merupakan satu-satunya gerbang udara menuju kawasan-kawasan lain di Sulawesi Selatan. Peranan Bandar Udara Internasional Hasanuddin sebagai pintu masuk wisatawan ke Kota Makassar, menjadi tulang punggung dalam mendukung kegiatan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulaupulau kecil Kota Makassar, karena dapat melayani beragam rute penerbangan, baik domestik maupun internasional, dan dapat didarati oleh pesawat jenis Boeing 747. Setiap hari terdapat setidaknya 20 kali penerbangan dari dan ke Jakarta, yang dilayani oleh hampir seluruh maskapai penerbangan yang ada. Bandara Internasional Hasanuddin juga berfungsi sebagai tempat transit bagi arus penumpang udara dari kawasan Barat ke Timur Indonesia dan sebaliknya. Pengelola Bandar Udara ini adalah BUMN Angkasa Pura I. Bagi wisatawan yang melakukan perjalanan sendiri, tersedia fasilitas taxi resmi bandara yang akan membawa wisatawan ke Kota Makassar. Biaya sekali perjalan ke kawasan Kota Makassar terbagi atas 3 zona yaitu: Zona I dari bandara hingga Jembatan Tallo sebesar Rp 40.000, Zona II dari bandara hingga Jalan Hertasning sebesar Rp 45.000, dan Zona III dari bandara hingga Jalan Cendrawasih sebesar Rp 50.000. Apabila tujuan perjalanan berada di luar zona tersebut, maka biaya perjalanan dapat dikonsultasikan di loket pendaftaran taxi, di bagian kedatangan Bandara International Hasanuddin. 4.5.2 Pelabuhan Samudera Makassar “Soekarno Hatta” Pelabuhan Samudera Makassar ”Soekarno Hatta” merupakan salah satu pelabuhan bersejarah di Indonesia yang telah dibangun sejak abad 17, dan sudah menjadi pelabuhan niaga besar yang melayani pedagang dari seluruh dunia serta merupakan pelabuhan yang paling besar dan paling bagus penataan ruangnya (Poelinggomang). Pelabuhan Soekarno Hatta dikelolah oleh BUMN Pelabuhan Indonesia IV, dengan peranan sebagai pelabuhan samudera terbesar di Kawasan Timur Indonesia, sekaligus sebagai pintu gerbang arus barang dan komoditi yang masuk dan keluar dari kawasan Timur Indonesia.
85 4.6 Kelembagaan Struktur kelembagaan di setiap pulau umumnya sama yaitu dengan struktur yang sangat sederhana, mulai dari perangkat desa, dusun, rukun warga sampai pada rukun tangga. Umumnya, yang menjadi pemimpin warga adalah orang yang dianggap mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat. Dalam hal pembiayaan, didapatkan bahwa umumnya pembiayaan masyarakat dalam melakukan aktifitas sehari-hari melalui ponggawa, meskipun ada yang melalui bank atau koperasi. Kecilnya jumlah masyarakat yang mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan disebabkan oleh tidak adanya anggunan dalam pengambilan kredit. Implementasi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dibentuklah Badan Perwakilan Desa (BPD) Kelurahan Barrang Caddi, Barrang Lompo, dan Kodinggareng Lompo. Masyarakat Pulau Langkai dan Lanyukang yang menjadi bagian dari Kelurahan Barrang Caddi terwadahi dalam lembaga BPD ini. Terdapat 1 orang pemuka masyarakat Pulau Langkai yang menjadi salah seorang anggota BPD Kelurahan Barrang Caddi. Di kedua pulau ini terdapat lembaga informal dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). KSM ini diinisiasi pembentukannya oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LEMSA) lewat program Community Development. Aktivitas KSM diarahkan pada upaya pembangunan dan pengelolaan Alternative Income Generating (AIG). Di Pulau Barrang Lompo terdapat kantor kelurahan Barrang Lompo yang merupakan lembaga formal. Aktifitas kegiatan lembaga informal seperti kelompok-kelompok pengajian di masjid yang terdapat di Pulau Barrang lompo dan Pulau Barrang Caddi. Kegiatan informal lainnya, biasanya dilakukan di Aula Marine Station UNHAS. Adapun bentuk-bentuk kelembagaan informal yang mewarnai kehidupan masyarakat Pulau Barrang Lompo dalam mengelola sumberdaya alam yang terdapat disekitar pulau, antara lain, adalah sistem pemasaran teripang dari produsen ke konsumen yang dapat diidentifikasi. Pada pertengahan tahun 2001 di Pulau Kodingareng Lompo, ataupun lingkup Kelurahan Kodingareng sudah terbentuk Badan Perwakilan Desa (BPD), sebagai wadah formal penyalur aspirasi masyarakat Pulau Kodingareng Lompo. Sebelumnya, masyarakat Pulau Kodingareng Lompo mewadahkan diri dalam
86 LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa). Banyak di antara remaja-remaja yang ada di Pulau Kodingareng Lompo, menjadi anggota kelompok remaja masjid dan memiliki wadah untuk menjalankan aktifitasnya. Aktifitas yang sampai saat ini digalakkan adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an yang sudah berjumlah sekitar 40 buah. Di Pulau Kodingareng Lompo, terdapat lembaga formal dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). KSM ini diinisiasi pembentukannya oleh LSM Plan Internasional lewat bantuan program bantuan perbaikan rumah, bantuan sarana motorisasi kapal untuk nelayan dan pemberian beasiswa untuk anak sekolah. Aktifitas KSM diarahkan pada upaya pembangunan dan peningkatan pendapatan serta perbaikan pendidikan untuk anak-anak sekolah. Kelembagaan non formal masyarakat dalam bentuk lembaga adat sudah tidak dijumpai lagi. Yang masih berjalan dalam kehidupan sehari-hari adalah bentukbentuk pertemuan kekeluargaan dan musyawarah antar penduduk. Bentuk kelembagaan yang masih efektif berjalan adalah kelembagaan formal. Lembaga sosial yang ada dan berjalan efektif di Pulau Lanyukkang adalah Badan Perwakilan Desa (BPD) Kelurahan Barrang Caddi. Anggota dari BPD tersebut adalah masyarakat Pulau Langkai dan lanyukang. Lembaga informal lainya yang terdapat di Pulau Lanyukang dan Langkai adalah kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang pembentukannya diinisiasi oleh lembaga swadaya masyarakat (LEMSA) melalui program community development. Aktivitas KSM diarahkan pada upaya pembangunan dan pengelolaan alternative income generating (AIG). Kelembagaan masyarakat nelayan yang dijumpai di Pulau Lumu-lumu berupa lembaga formal. Mengingat jumlah penduduk yang cukup besar yang terdapat di pulau Lumu-lumu, sehingga menuntut dibentuknya sebuah kelurahan dengan segala perangkat kelembagaannya. Kegiatan non formal yang dilakukan berupa pertemuan-pertemuan masyarakat untuk membahas masalah yang dihadapi nelayan. Pertemuan non formal biasanya diadakan dimasjid.
148 11 9 °4 '3 0 "
11 9 °6 '0 0 "
11 9 °7 '3 0 "
Peta Indeks :
Pangk ajene K
E
P
U
L
A
U
4°58'30"
4°58'30"
Bar ru
P. Lanc uk ang Maros Maka ssa r Gowa
5°00'00"
5°00'00"
5°1'30"
5°1'30"
P. Langka i
5°3'00"
5°3'00"
Rosmawaty Anwar NR P. C261040091
P rogram S tudi SPL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 11 9 °4 '3 0 "
11 9 °6 '0 0 "
Peta Ar ahan Pengem bangan Kepulauan Sper monde N
W
E S
1
0
1 km
Keterangan : Garis Pantai Perairan Dangkal Darat Kesesuaian W isata Bahari : Selam Pantai Snorkelig
11 9 °7 '3 0 "
Tutupan Substrat : Karang Hidup Rubber/Karang Mati Lamun Pasir Rekom endasi Jenis K egiatan : Rehabili tas i Terum bu K arang (Ke m bali k e Fungsi Al am ) Sum ber : 1. Ci tra Landsat E TM+ 200 7 2. S urvey Lapangan
Gambar 28. Peta Arahan Pengembangan Pulau Lancukang dan Langkai
149
11 9 °1 2 '0 0 "
11 9 °1 3 '3 0 "
11 9 °1 5 '0 0 "
Peta Ar ahan Pengem bangan Kepulauan Sper monde N
W
E S
500
0
500
1000 m
Lum u-Lum u keci l
4°57'00"
4°57'00"
Keterangan : Garis Pantai Per aira n D angkal Darat Rekom endasi Jenis K egiatan : Rehabili tas i Terum bu K arang (Ke m bali k e Fungsi Al am ) Tutupan Substr at : Karang Hidup Rubber/Kara ng Mati La mun Pas ir Kese suaian W is ata Ba ha ri : Selam Pantai Snorke lig
4°58'30"
Barru
P. Lum u-Lum u
4°58'30"
Peta Indeks :
Rosm aw aty Anwar N RP. C2 61040 091
Pangkajene K
E
P
U
L
A
U
Maros Makassar Gowa
11 9 °1 2 '0 0 "
11 9 °1 3 '3 0 "
11 9 °1 5 '0 0 "
Program Studi SPL Sek olah Pascas arja na Institut Pertanian B ogor Sum ber : 1. Citra Lan dsat ETM+ 2007 2. Survey Lapang an
Gambar 29. Peta Arahan Pengembangan Pulau Lumu-lumu 149
Rekom endasi Jenis K egiatan : Rehabili tas i Terum bu K arang (Ke m bali k e Fungsi Al am )