MAHASISWA
KESEHATAN
HARUSTAHU! BERPARTISIPASI DAN BERKOLABORASI DALAM SISTEM PENDIDIKAN TINGGI ILMU KESEHATAN
HPEQ Project-DIKTI Center for Indonesian Medical Students’ Activities
Kementerian Pendidikan & Kebudayaan
MAHASISWA KESEHATAN
HARUS TAHU! Berpartisipasi dan Berkolaborasi dalam Sistem Pendidikan Tinggi Ilmu Kesehatan
untuk mahasiswa, untuk Indonesia
daftar isi Bab 1
Sistem Pendidikan Tinggi Ilmu Kesehatan: Memangnya Itu Urusan Saya?
1
Bab 2
Oke, Jadi Saya Diminta Berpartisipasi. Memangnya Siapa Saya?
5
Bab 3 Jadi, Kalau Saya Ingin Berpartisipasi, Apa yang Harus Saya Lakukan?
11
Bab 4 INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE): Tidak lagi “Lo, Gue, End!”
21
Bab 5 Partisipasi, Kolaborasi, Pendidikan Tinggi Ilmu Kesehatan, HPEQ...Eh, HPEQ Itu Apa, Ya?
29
Bab 6 Baiklaaaah, Apa yang Bisa Saya Lakukan......SEKARANG?
35
Bab 7 AKHIRNYA SELESAI JUGA! :D
Daftar Singkatan Referensi Ucapan terima kasih
37 40 41 42
“
Never believe that a few caring people can't change the world. For, indeed, that's all who ever have. -Margaret Mead
“
F
I
2
“Ini tikus salah dikasih apa ya jadi pada mabok gini? Kayaknya kita kurang praktikum deh...”
3
1 2 3
4
“
Coming together is a beginning, staying together is progress, and working together is success. -Henry Ford
“
OKE, JADI SAYA DIMINTA BERPARTISIPASI MEMANGNYA SIAPA SAYA ? MEMANGNYA SIAPA SAYA ?
M
ungkin di antara temanteman sekalian ada yang memiliki pengalaman serupa dengan Farrell, yang selama ini bersikap apatis alias tidak peduli terhadap sistem pendidikan tinggi ilmu kesehatan. Atau mungkin seperti Fitri dan Mischka, yang sebetulnya sudah cukup kritis akan masalah yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar di kampusnya, namun merasa tidak berdaya dan akhirnya memutuskan untuk tidak melakukan apa pun. Pernah merasa seperti itu?
6
Mahasiswa saat ini cenderung pasif? Hmmm, betul tidak ya...? Sejak kecil sudah ditanamkan pada anak-anak Indonesia bahwa tugas utama pelajar itu ya belajar. Apakah ada di antara teman-teman yang nasehat orangtuanya berbunyi, “Yang kritis di sekolah ya, Nak. Selalu berikan masukan yang membangun untuk guru, kepala sekolah, menteri pendidikan, kalau perlu presiden sekalian, tentang sistem belajar kalian di sekolah!”? Kalau ada yang orangtuanya berpesan demikian, tolong ajak mereka bergabung di HPEQ Project ya! Jangan lupa sebelumnya daftarkan mereka ke New7Wonders karena orangtua jenis itu bisa jadi lebih langka daripada komodo.
Jadi inilah masalahnya. Bukan rahasia lagi bahwa berpikir dan bertindak kritis belum menjadi akar budaya bangsa kita. Hal itu tercermin dari proses belajar mengajar dari bangku sekolah sampai pendidikan tinggi. Coba sekarang tanya pada, diri sendiri, siapa yang kalau kuliah memilih duduk di kursi belakang, kalau diberi kesempatan bertanya diam, kalau diberi pertanyaan juga diam? Nah, hal-hal kecil seperti itulah yang tidak menunjukkan keaktifan dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak heran jika peristiwa yang dialami Farrell, Fitri, dan Mischka juga banyak dialami oleh mahasiswa lain di negara ini.
7
Pendidikan tinggi ilmu kesehatan yang berkualitas pangkal sistem pelayanan kesehatan berkualitas Produk berkualitas sebuah proses pendidikan dilahirkan dari sistem pendidikan yang tepat guna. Apa yang diajarkan di institusi pendidikan harus bisa diaplikasikan di lapangan. Sistem pendidikan terus berkembang dan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Begitu juga dengan sistem pendidikan ilmu kesehatan. Teknologi, pola penyakit, kebutuhan masyarakat, dan pengambilan kebijakan adalah beberapa faktor yang memberikan pengaruh besar dalam perubahan itu. Hal inilah yang membuat suatu sistem pendidikan memiliki 'tanggal kadaluwarsa' alias tidak bisa dianggap sebagai sebuah patokan standar yang berlaku sepanjang masa. Dengan kata lain, suatu sistem yang dianggap baik 10 tahun yang lalu, bisa jadi mustahil diterapkan saat ini. Pengambilan kebijakan terkait sistem pendidikan ilmu kesehatan bukanlah hal yang mudah, bahkan bagi negara-negara maju sekalipun. Apalagi di Indonesia, di mana hampir di setiap periode kepemimpinan, selalu ada pergantian metode pembelajaran. Pemerintah dan institusi pendidikan tinggi ilmu kesehatan sesungguhnya telah berupaya keras menyusun sistem pendidikan yang terbaik untuk mencetak tenaga kesehatan yang berkualitas. Namun yang saat ini belum dioptimalkan adalah umpan balik dan partisipasi dari peserta didik yang sebenarnya termasuk komponen penentu keberhasilan suatu sistem pendidikan. Hasil kajian tentang pola partisipasi mahasiswa dalam tata kelola sistem pendidikan di Indonesia yang dilakukan mahasiswa yang tergabung dalam HPEQ Project pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa tidak semua institusi mengikutsertakan mahasiswa dalam proses perencanaan, pengembangan, dan akreditasi institusi. Hal ini cukup disayangkan karena seharusnya mahasiswa sebagai peserta didik lebih dilibatkan dalam kebijakan-kebijakan institusi. Kurangnya keikutsertaan mahasiswa ini seharusnya disikapi dengan baik oleh kita semua, Saatnya kita bersama-sama lebih berinisiatif untuk berpartisipasi dalam penataan pendidikan yang kita ikuti
8
Sebenarnya, di mana sih posisi mahasiswa?s “Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.” (UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 6) “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi” (UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 8)
Dari dua pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa, yang merupakan bagian dari masyarakat, wajib dan berhak ikut serta dalam penentuan kebijakan sistem pendidikan. Nah, apa yang akan terjadi jika terhadap setiap kebijakan yang disusun kita hanya bisa diam dan tidak memberikan respon bahkan meskipun kita menemukan ketidakpuasan atau ketidakcocokan di dalamnya? Di mana tanggung jawab kita terhadap pendidikan dan status mahasiswa yang kita sandang ini? Kita mahasiswa dikenal dengan pemikiran kritisnya; sudah saatnya kita bersama-sama mendukung keberlangsungan sistem pendidikan kesehatan dengan menyalurkan aspirasi yang membangun. Dwiprahasto (2010) dalam Indonesian Health Professional Student Summit memaparkan bahwa mahasiswa harus berperan aktif, aktif sebagai subjek dalam menentukan kurikulum. Mahasiswa perlu berubah, dari reaktif menjadi responsif. Jika tidak merasa nyaman dengan kurikulum maka berikan solusi. Mahasiswa juga harus menjadi motor penggerak, karena perubahan bisa dilakukan jika ada kepedulian dan keinginan untuk mengubah kurikulum agar dapat diterima dan diterapkan semua pihak. Lebih dari itu, sejatinya mahasiswa dapat berperan sebagai public pressure yang mengerti isu dan ikut beperan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi juga mengandung arti sebagai sebuah kolusi, penggabungan kekuatan berbagai pihak yang memiliki minat yang sama, dalam hal ini bahu membahu antar mahasiswa profesi kesehatan menuju sistem pendidikan yang terintegrasi. Kolusi yang tidak kalah penting tentu sinergi antara harapan mahasiswa dengan pemangku kepentingan terkait.
Hasil Deklarasi Mahasiswa: Saatnya Kita Berperan Bersyukurlah kita bahwa masih banyak mahasiswa ilmu kesehatan Indonesia yang memiliki pemikiran yang lebih kritis dan kemauan bertindak yang lebih aktif dibanding Farrell, Fitri, dan Mischka.
9
Nah ini dia hari bersejarahnya!
Berangkat dari kesadaran akan pentingnya partisipasi mahasiswa, pada Indonesian Health Professional Student Summit tanggal 19 November 2010 silam, 8 organisasi mahasiswa dari 7 profesi kesehatan yaitu Center for Indonesian Medical Students' Activities (CIMSA), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (ILMIKI), Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI), Ikatan Mahasiswa Kebidanan Indonesia (IKAMABI), Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI), Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), dan Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Gizi Indonesia (ILMAGI) merumuskan sebuah deklarasi tentang pentingnya peran mereka selaku calon pemimpin masa depan untuk ikut terlibat aktif dalam pembuatan kebijakan terkait sistem pendidikan di institusinya masing-masing serta bentuk kerja sama yang terjalin dengan baik antar profesi yang satu dengan lainnya.
Partisipasi Mahasiswa di Luar Negeri? Keberhasilan Finlandia sebagai negara maju dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari partisipasi mahasiswanya. Finlandia lebih menekankan universitas sebagai komuntas ilmiah yang menekankan konsep partnership dengan mahasiswanya daripada sebuah sekolah yang terkesan kaku. Posisi mahasiswa dalam sistem pendidikan adalah sebagai “full participation”. Mahasiswa dari berbagai universitas di Finlandia mengembangkan sendiri sistem feedback dalam pendidikannya. Contohnya yaitu University of Oulu dengan mahasiswanya yang setiap tahun rutin mengadakan pertemuan informal untuk mengumpulkan pendapat & kritik para mahasiswa tentang sistem pembelajaran yang ada. Opini yang terkumpul kemudian diolah dan dilanjutkan diskusi problem-solving oriented bersama dengan para staf pendidik. Selain itu, terdapat tim pengembang pembelajaran dalam setiap jurusan yang setengahnya adalah mahasiswa (4-5 orang), bahkan terdapat beberapa tim yang ketuanya adalah mahasiswa itu sendiri. (ENQA workshop report, 2006)
10
“
“
If you want happiness for a lifetime - help the next generation. -Chinese proverbs
JADI, KALAU SAYA INGIN BERPARTISIPASI
APA YANG HARUS SAYA LAKUKAN ?
S
elamat! Jika sudah sampai bab ini, artinya teman-teman sudah selangkah lebih maju dari Farrell. Teman-teman sudah memahami pentingnya partisipasi mahasiswa dalam pengambilan kebijakan sistem pendidikan. Sekarang mari kita ajak Mischka dan Fitri untuk ikut membaca bagian ini supaya mereka tahu apa yang seharusnya mereka lakukan untuk berADVOKASI.
12
ADVOKASI? Errrrr, kedengarannya berat...
Advokasi secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “pembelaan”. Pengertian lainnya adalah penyampaian pendapat yang bertujuan untuk membentuk persepsi publik demi mencapai suatu perubahan. Dalam konteks ini, advokasi dapat ditafsirkan sebagai suatu jalur penyampaian aspirasi untuk lebih direspons oleh publik yang dalam hal ini adalah stakeholder (pemangku kebijakan) lain di bidang pendidikan.
Advokasi = the art of (beneficial) 'ngemeng' ? “Belajar yang rajin biar cepat lulus. Jangan kebanyakan demo di jalan, bikin macet!”, begitu kata orang. Mahasiswa memang sejak lama dikenal dengan aksi demonstrasinya. Walaupun banyak aksi demonstrasi diidentikkan dengan ADVOKASI? Errrrr, kedengarannya berat... gerakan anarkis dan sporadis, tapi sebetulnya demonstrasi yang terorganisir dan dilakukan dengan beradab juga adalah bagian dari advokasi. Akan tetapi, di sini kita akan lebih membahas bentuk-bentuk advokasi lainnya. Advokasi sendiri erat kaitannya dengan komunikasi. Namun komunikasi yang dimaksud bukan sekedar cuap-cuap tanpa tujuan alias pointless talk alias 'ngemeng'. Komunikasi yang dilakukan dalam advokasi harus memiliki tujuan yang jelas dan disampaikan dengan cara yang tepat. Berbagai bentuk advokasi yang dapat dilakukan mahasiswa antara lain audiensi, presentasi/mengemukakan pendapat, diskusi, dan negosiasi. Lalu, apa saja langkah yang harus dilakukan dalam melakukan advokasi?
13
13
Pemikiran kritis, pandangan luas, dan komitmen tinggi Itulah 3 hal mendasar yang paling dibutuhkan dalam melakukan advokasi. Dalam partisipasi pengambilan kebijakan sistem pendidikan, setidaknya mahasiswa akan bertemu dengan: Pihak institusi: misalnya dosen serta jajaran pimpinan fakultas dan 1universitas Pemerintah: misalnya pejabat kementerian kesehatan dan kementerian
2pendidikan atau konsil himpunan profesi
Dalam dunia pendidikan, mereka adalah “orang tua” kita. Secara mayoritas umur dan pengalaman, posisi mahasiswa kalah jauh dibandingkan pihak-pihak ini. Pendekatan terhadap orang yang dituakan tentu berbeda dengan teman-teman sebaya. Adat ketimuran memang membuat kita harus lebih menjaga sikap dan sopan santun, tapi tidak berarti lantas kita harus mengikuti semua yang “orang tua” kita katakan tanpa berpikir kritis. Komitmen yang tinggi sangat dibutuhkan karena untuk melakukan suatu proses advokasi, mau tidak mau kita harus menyisihkan waktu belajar, waktu istirahat, dan waktu luang kita. Bagi banyak orang, hal ini merupakan sebuah pengorbanan, dan dengan kesibukan kuliah yang begitu padat, tidak semua mahasiswa rela melakukannya. Oleh karena itu saat kita memutuskan untuk melakukan ini, pastikan kita memiliki komitmen yang kuat agar setiap langkah tidak dijalankan setengah-setengah
Saya sudah punya bekal itu. Lalu apa selanjutnya? Mulai dari diri sendiri. Kalau kita sudah siap tapi masih menunggu orang 1 lain melakukannya, kapan perubahan akan dimulai? Pahami benar permasalahan yang tengah terjadi. Pemahaman yang 2salah hanya akan membawa petaka. Bisa-bisa oleh pemangku kepentingan kita dianggap sok tahu tapi tidak mengerti apa-apa. Ujungujungnya, proses advokasi kita dianggap angin lalu saja. Sebagai langkah awal, kita dapat lebih banyak terlibat dalam kegiatan mahasiswa di kampus, misalnya menghadiri forum mahasiswa, mencari tahu tentang organisasi kampus serta kebijakan-kebijakan kampus. Guna menggali permasalahan lebih dalam, kita dapat melakukan riset sederhana atau survei
14
pendahuluan untuk menambah referensi. Dalam mencari informasi, sebaiknya kita bersifat proaktif karena pihak pemangku kebijakan sering kurang terbuka dalam sosialisasi beberapa informasi ke p a d a m a h a s i s wa . H i n d a r i berargumen berdasarkan “kata orang”. Selalu gunakan sumber informasi yang sah dan dapat dipercaya. Biasanya sumber ini tertulis hitam di atas putih, misalnya buku peraturan mahasiswa, pedoman kurikulum, maupun hasilhasil riset yang sudah dipublikasikan.
“
Salah satu materi tentang dasar-dasar pendidikan tinggi ilmu kesehatan dapat kalian pelajari di e-book yang disediakan oleh HPEQ Project. E-book tersebut dapat diunduh secara gratis dari website HPEQ. Mau tahu websitenya? Baca terus buku ini ya... ;) Begitu pentingnya hal ini, sampai-sampai sebuah acara di stasiun 3 TVGAUL! swasta memasukkan “gaul” ke dalam motto mereka tepat setelah kata “peace” dan “love”. Selain bergabung dengan orang lain atau organisasi yang memiliki kesamaan visi, kita juga perlu menjalin hubungan yang baik dengan para “orang tua” kita. Proses advokasi mustahil bisa dilakukan tanpa kerja sama yang tepat. Belajar dari advokasi-advokasi yang pernah dilakukan sebelumnya. Kita 4harus mengetahui sejauh mana advokasi terhadap tema/masalah yang kita usung ini telah dilakukan. Ada banyak hal yang dapat dilakukan misalnya bertanya kepada senior/ alumni yang pernah melakukan advokasi sejenis, bagaimana kendalanya, apa tipsnya. Hal ini penting untuk menghindarkan kita dari kesalahan yang sama. Pasang target! Seorang pemanah pastinya tidak bisa dibilang hebat kalau 5kerjanya hanya melesatkan anak panah ke lapangan kosong tanpa ada sasaran tembak. Untuk itulah, kita harus menentukan tujuan dan indikator keberhasilan kita sebelum mulai bekerja. Tujuan dan indikator yang jelas akan membantu kita mengetahui tingkat keberhasilan kita dan sejauh mana kita telah berjuang
15
Tentukan dan analisis sasaran dan pihak-pihak terkait (stakeholder). Kita 6 harus mengenali bagaimana karakter pihak-pihak sasaran advokasi antara lain stakeholder di bidang pendidikan profesi kesehatan. Hal yang dianalisis misal bagaimana posisi kita di depan mereka, serta apa yang dapat dilakukan untuk dapat masuk ke dalam circle of power mereka. Hubungan antar stakeholder juga perlu dianalisis, mana yang berpotensi mendukung atau menghambat advokasi. Merencanakan semua yang matang. Identifikasi masalah, penentuan 7 target, analisa sumber daya, perancangan strategi, membagi peran dan tanggung jawab. Setiap rencana advokasi hendaknya melalui proses analisa SWOT (strength, weakness, opportunity, dan treatment). Dengan hal ini, kita mampu menetapkan beberapa alternatif strategi serta melakukan antisipasi terhadap segala hal yang mungkin akan terjadi.
Bisa Ditiru, Nih! Advokasi mahasiswa kebidanan Universitas Sebelas Maret (UNS) untuk memiliki perpustakaan yang lebih lengkap adalah salah satu contoh yang patut ditiru. Sebelum berpendapat, mereka mengkaji terlebih dulu, apabila nanti perpustakaan itu didirikan, apakah mahasiswa akan benar-benar memanfaatkannya? Selain itu, dilampirkan juga manfaat perpustakaan bagi mahasiswa maupun institusi, misalnya meningkatkan penilaian dalam akreditasi dan kualitas institusi. Akhirnya, pihak kampus pun menyetujui pendirian perpustakaan tersebut dan bahkan membagikan formulir mengenai buku yang dibutuhkan mahasiswa.
Susunlah pesan-pesan advokasi yang jelas. Tidak harus berupa kata-kata 8 indah dan rumit, yang penting pesan dalam advokasi harus mampu mengkomunikasikan apa yang ingin kita sampaikan.Mulailah dari yang umum ke yang khusus, dari yang sederhana ke yang kompleks, dan berikan penegasan dalam setiap pesan yang disampaikan agar mampu memiliki potensi pengaruh yang besar. Satu hal yang penting sebelum merumuskan pesan advokasi adalah i nt ro s p e ks i te r h a d a p kondisi kita dan temanteman mahasiswa lain: Apakah pesan-pesan advokasi yang diajukan itu memang sudah sesuai dengan yang dibutuhkan?
16
Pesan advokasi yang baik adalah yang tidak sekedar menuntut/meminta tapi juga memberikan solusi. Lebih baik lagi jika dalam solusi yang ditawarkan, kita lampirkan apa saja manfaat yang dapat diperoleh dari advokasi ini bagi pihak institusi/ pengambil kebijakan Susun taktik 'perang'. Strategi yang dirancang dapat berdasar pada 9 apa yang telah kita susun di poin-poin sebelumnya. Selain itu, pertimbangkan juga pengaruh birokrasi, bagaimana strategi yang baik dan sesuai untuk menghadapi birokrasi yang ada. Bagi-bagi peran dan tanggung jawab. Walaupun advokasi identik 10 dengan komunikasi, advokasi bukan hanya bisa dilakukan oleh mereka yang pandai bicara atau berpengalaman dalam public speaking. Terjemahkan rencana strategis yang telah disusun ke dalam pembagian peran dan tanggung jawab. Not everyone has to go on stage and do the talk. Pekerjaan di balik layar seperti penyusunan strategi, pembuatan riset, pencarian data, pengelolaan media informasi, pengumpulan dana, bahkan sampai ke kegiatan adminisitratif seperti pencatatan biaya, dan pencetakan bahan rapat adalah bagian dari advokasi. Semua orang bisa berperan sesuai kapasitasnya masing-masing. Timing. Pertimbangkan waktu dan kondisi. Karena advokasi sebagus 11apapun akan kurang sukses jika dilakukan dalam timing yang tepat misalnya saat pihak pengambil kebijakan sedang disibukkan dengan urusan lainnya, atau ada isu lain yang sedang lebih gencar untuk dibahas. Camera, light.., ACTION! Setelah perencanaan matang telah kita 12 buat, tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan selain melakukannya! Dalam advokasi, tidak dikenal adanya takut melangkah. Kita hanya boleh ragu melangkah jika perencanaan yang kita susun belum cukup matang. Follow up! Masalah klasik yang banyak terjadi setelah advokasi 13dilakukan adalah kurangnya follow up. Salah satu yang kurang ditindaklanjuti adalah saat advokasi dianggap menemui kegagalan. Kondisi yang banyak terjadi adalah terhentinya upaya opinion channeling. Padahal kegagalan seharusnya dievaluasi bersama
17
sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun advokasi selanjutnya. Bisa jadi, advokasi tersebut bukan gagal, melainkan prosesnya menuju keberhasilan belum selesai. Ingat, advokasi yang baik adalah advokasi yang bertahap. Kenyataan yang terjadi pun sangat sedikit advokasi yang bisa langsung sukses hanya dalam satu tahapan. Membangun advokasi yang berkelanjutan. Maksudnya adalah jangan 14 sampai advokasi hanya dilakukan oleh pihak tertentu dalam waktu yang
15
terbatas kemudian hilang begitu saja tanpa bekas. Mahasiswa tidak selamanya ada di lingkungan kampus, kecuali kita berambisi meraih gelar mahasiswa abadi. Itulah pentingnya sosialisasi kegiatan advokasi yang kita lakukan kepada generasi penerus, yaitu adik kelas. Kita yang telah lulus dari masa studi (menjadi alumni) pun masih bisa berkontribusi dalam advokasi. Apalagi jika bekerja dekat dengan para pemangku kebijakan dimana informasi dapat lebih mudah diperoleh. Semakin baik lagi jika ada ikatan alumni yang mampu berkontribusi dalam memberikan dukungan bagi perkembangan pendidikan profesi di institusinya . Berdoa dan jangan sedih kalau gagal. Advokasi bukan hal yang mudah. Kita harus tetap bangga pada diri kita sendiri. Setidaknya kita sudah mencoba. Menjadi tidak apatis terhadap sistem pendidikan ilmu kesehatan sesungguhnya sudah menjadi sebuah prestasi tersendiri.
Nah sebagai contoh, inilah yang seharusnya dilakukan Farrell semasa koass! Seandainya Farrell sudah menyadari hal ini selagi dia masih di bangku kuliah, barangkali keadaannya akan berbeda. Mungkin dulu dia bisa:
1
Lebih proaktif. Buku daftar kompetensi dokter sudah disediakan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Akan tetapi, memang cukup banyak mahasiswa kedokteran yang baru menyadari keberadaan buku itu di tengah-tengah masa kuliah kliniknya, bahkan menjelang ujian kompetensi dokter. Idealnya, Farrell sudah membaca buku itu di awal kuliahnya, sehingga dia tahu mana kasus-kasus yang seharusnya dia pelajari lebih dalam semasa kuliah.
2
Berbicara dengan dosen pembimbing. Farrell perlu memilih dosen yang komunikatif, punya kepedulian besar terhadap mahasiswa, dan yang terpenting, dosen itu punya waktu untuk diajak berdiskusi. Akan lebih baik lagi jika dosen itu punya
18
pengaruh kuat di kelompok pengambil kebijakan. Namun jika tidak, setidaknya dosen itu dapat menjadi pintu gerbang untuk lebih mengenal jajaran petinggi fakultas.
3
Mengumpulkan feedback dari teman-teman yang merasakan masalah serupa terkait sistem belajar mengajar. Misalnya membuat survei kecil-kecilan terhadap mahasiswa seluruh angkatannya tentang efektivitas jaga malam. Hal ini bisa dilakukan dengan meminta bantuan pengurus kelas seperti ketua angkatan atau ketua senat tingkat. Jadi ketika Farrell punya kesempatan untuk menyampaikan aspirasi di depan pihak fakultas, dia bisa menyampaikan data yang representatif dan tidak bersumber dari opini subyektif segelintir individu saja.
4
Merumuskan masalah sambil menawarkan solusi. Contoh masalah: ternyata banyak mahasiswa merasa sistem jaga malam tidak efektif karena mahasiswa menjadi mengantuk keesokan harinya. Selain itu, waktu jaga malam mereka lebih banyak dipakai untuk memeriksa tanda vital dan memantau urin. Contoh tawaran solusi: mengatur jadwal jaga menjadi lebih pendek namun lebih sering sehingga mahasiswa punya waktu untuk istirahat rutin.
5
Membina hubungan baik dengan dosen. Mahasiswa yang banyak omong tapi prestasi akademisnya buruk akan sulit mendapatkan simpati pihak fakultas. Di sini Farrell sudah memiliki potensi sebagai mahasiswa yang simpatik, dia hanya perlu mengembangkan kesempatan itu.
1 2
19
Menjalin hubungan baik dengan adik-adik kelas di almamaternya. Sebagai alumnus, tentu Farrell sudah pernah merasakan asam garam pendidikan yang juniornya belum alami. Jadi dia bisa membimbing generasi penerus untuk lebih proaktif terhadap pendidikan. Menulis surat atau membantu berbicara kepada pihak fakultas. Salah satu beban mahasiswa saat mencoba menyampaikan pendapat dengan “orang tua” di kampus adalah kekhawatiran jika proses advokasi itu berujung “konflik”, hal itu akan mempengaruhi hubungan dengan pihak institusi yang nantinya akan berimbas pada nilai akademis mereka. Bagi alumni, hal itu bukan hambatan. Mereka lebih punya kemerdekaan untuk
Tindakan-tindakan yang sebaiknya dihindari...
1 2 3 4 5
Memprovokasi publik dengan emosi dan amarah. Tindakan seperti ini bukan winwin solution dan justru dapat menjadi bumerang.
Menumpahkan amarah melalui media sosial. Hati-hati kalau ngoceh di twitter atau facebook, apalagi surat pembaca di koran. Sebisa mungkin masalah diselesaikan secara internal tanpa melibatkan pihak luar.
Menulis surat kaleng. Langkah ini tidak ksatria, tidak dewasa, dan tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak jelas mewakili siapa.
Membuat data yang tidak benar untuk mendukung ide. Misalnya menyebarkan fitnah berdasarkan asumsi atau pendapat subyektif seseorang atau kelompok tanpa melakukan riset.
Berdebat dengan dosen dengan kata-kata kasar. Mungkin di negara barat lazim kita lihat anak muda mampu berdebat dengan orang yang dituakan tanpa ada kecanggungan faktor usia. Namun dengan adat ketimuran yang begitu kental di Indonesia, ketika berdiskusi dengan para “orang tua”, sebisa mungkin atur emosi serta gunakan kata-kata yang santun dan bermartabat
6
Mengedepankan ego profesi hingga menimbulkan perpecahan di antara mahasiswa. Kadang sulit menyamakan pendapat di kalangan mahasiswa. Perbedaan sudut pandang dan latar belakang profesi melahirkan pola pikir yang bervariasi. Dan itu tidak apa-apa! Jika tidak mungkin mengambil jalan tengah, yang penting jangan sampai ada sikap saling melecehkan dan memusuhi. Hargai pendapat masing-masing tanpa harus berselisih.
7
Memukul dosen, menyantet dekan, dan membakar gedung rektorat. Ya ini sih jelas keterlaluan, nenek-nenek hamil juga tahu..
20
“
Lima jari tangan memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Semuanya memiliki fungsi masing-masing dan saling melengkapi satu sama lain. -Arsitawati P. Rahardjo
“
“
-Carol A. Aschenbrener, M.D. Executive Vice President Association of American Medical Colleges
“
INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE):
TIDAKLAGI LAGI: “LO : “LO, GUE , GUE , END! TIDAK , END! “ “
“S
aya pernah salah menerima terapi karena miskomunikasi antar dokter, perawat, dan apotekernya.” –Ny. Maryati Mercedes (masih bukan nama sebenarnya), 30, pasien.
“Banyak orang tidak tahu apa bedanya nutritionist dengan dietician. Bahkan rekan-rekan kami sesama profesi kesehatan.” – Mas Boy (tentu saja bukan nama sebenarnya juga), 23, mahasiswa ilmu gizi semester 7.
22
1
2 23
terfragmentasi pada akhirnya tidak mampu mencapai kebutuhan kesehatan di negara itu sendiri. Hal ini kemudian disadari karena permasalahan kesehatan sebenarnya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan, dan untuk dapat memecahkan satu persatu permasalahan tersebut atau untuk meningkatkan kualitas kesehatan itu sendiri, tidak bisa dilakukan hanya dengan sistem uniprofesional. Kontribusi berbagai disiplin ilmu ternyata memberi dampak positif dalam penyelesaian berbagai masalah kesehatan.
3 Apa Manfaat IPE untuk Perkembangan Dunia Kesehatan?
“Building a regional network to support interprofessional collaboration not only ensured there was no competition for funding between projects, it also made it possible for all interprofessional projects to share best practices, challenges and opportunities. ” –Regional Health Leader (WHO, 2010).
Dalam dunia pendidikan tinggi di bidang kesehatan, IPE akan membantu mempersiapkan mahasiswa profesi kesehatan untuk nantinya mampu terlibat dan berkontribusi aktif positif dalam collaborative practice, seperti yang digambarkan dalam bagan berikut:
24
Dalam gambar di atas dapat dilihat bagaimana IPE memegang peranan penting yaitu sebagai jembatan agar di suatu negara sistem collaborative practice dapat dilaksanakan. Dalam IPE, mahasiswa akan terlatih untuk ambil bagian di dalam sebuah tim, bagaimana bisa berkontribusi, mendengar pendapat, dan berdiskusi demi sebuah tujuan, bukan hanya dengan mahasiswa jurusan yang sama tetapi juga dengan mahasiswa program kesehatan yang lain. WHO di dalam Framework of Action on Interprofessional Education and Collaborative Practice menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang dampak dari diaplikasikannya collaborative practice dalam dunia kesehatan. Hasil dari penelitian ini ternyata sangat menjanjikan bukan hanya bagi negara terkait namun juga bila digunakan di negara-negara lain. Melalui riset tersebut, collaborative practice dapat meningkatkan: Akses kepada serta koordinasi layanan kesehatan Penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai Outcome kesehatan bagi pasien penyakit kronis Pelayanan serta keselamatan pasien Di samping itu, collaborative practice dapat menurunkan: Total komplikasi yang dialami pasien Jangka waktu rawat inap Ketegangan dan konflik di antara pemberi layanan (caregivers) Staff turnover Biaya rumah sakit Rata-rata clinical error Rata-rata jumlah kematian pasien Bagi seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan profesi kesehatan, untuk nantinya mampu berkontribusi di dalam pemecahan masalah tentang kesehatan, maka sejak awal mereka harus mampu memahami konsep interprofessional education. Bila mereka sudah mampu bekerja secara interprofessional, maka mereka sudah siap untuk nantinya saat lulus dan memasuki dunia kerja untuk masuk ke dalam tim collaborative practice. Di sana akan terjadi komunikasi, tukar menukar pemikiran, proses belajar, sampai kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah atau untuk peningkatan kualitas kesehatan.
25
Ini Keren, Deh! University of Western Ontario menjadi salah satu institusi yang menyadari peran IPE dalam perkembangan pendidikan profesi kesehatan. Hal ini dibuktikannya dengan membuat website Office of Interprofessiobal Education and Research (http://www.ipe.uwo.ca/). Di sana, mahasiswa dari jurusan-jurusan kesehatan dapat bersimulasi untuk menyelesaikan kasus-kasus yang ada. Hal ini dilakukan juga oleh University of Toronto, University of Minnesota, dan institusi pendidikan lainnya di seluruh dunia.
4
Bagaimana Konsep IPE Berkembang di Indonesia? Sebagai suatu model pembelajaran baru yang banyak didengungkan di tingkat internasional, IPE juga telah mulai dikenal di Indonesia. Ini terbukti dari keterlibatan Indonesia sebagai partner dalam Kobe University Interprofessional Education for Collaborating Working Center (KIPEC). Beberapa pihak baik personal maupun institusional telah menyadari bahwa IPE merupakan model pembelajaran baru yang menjanjikan, secara khusus dalam dunia kesehatan. Saat ini sistem yang berlaku di Indonesia masih terfragmentasi, sementara penerapan IPE menuntut sebuah sistem yang terintegrasi. Oleh karena itu, bila IPE akan diterapkan sebagai sebuah standar pendidikan yang berlaku secara nasional, harus ada kebijakan-kebijakan baru yang diterapkan dalam dunia pendidikan profesi kesehatan. Setiap negara memiliki sistem kesehatan yang berbeda-beda. Untuk dapat menerapkan IPE di suatu negara, perlu dicari mekanisme yang paling sesuai untuk diberlakukan di negara tersebut. Hal ini akan menjadi tantangan bagi semua pihak yang terlibat, yaitu para pembuat kebijakan sampai kepada para peserta didik sendiri. WHO mengemukakan pada intinya penerapan IPE dalam suatu negara dapat dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu educator mechanism dan curricula mechanism. Dalam mekanisme edukator, beberapa hal yang diperlukan adalah:
a. Kebijakan institusional yang mendukung b. Komunikasi yang baik antar para peserta c. Antusiasme untuk mewujudkan IPE d. Berbagi visi dan memahami manfaat dari memperkenalkan kurikulum baru Orang yang bertanggung jawab sebagai koordinator aktivitas pendidikan dan mengidentifikasi barrier atau halangan dalam proses dijalankannya IPE.
26
a. b. c.
5
“
Education is a slow-moving but powerful force. -William Fulbright
PARTISIPASI, KOLABORASI, PENDIDIKAN TINGGI ILMU KESEHATAN, HPEQ...EH, HPEQ ITU APA YA?
“D
ari tadi sepertinya HPEQ Project disebut-sebut terus. Tapi sebenarnya, saya belum terlalu familiar deh dengan HPEQ Project itu...” –Hamba Allah, 20 tahun, murni tokoh fiktif.
30
Health Professional Education Quality (HPEQ) Project adalah program Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud RI) yang pendanaannya didukung oleh Bank Dunia (World Bank). Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan Indonesia melalui peningkatan kualitas institusi pendidikan tinggi bidang kesehatan dan lulusannya, yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan strategis. Proyek HPEQ atau HPEQ Project dibentuk sejak akhir 2009 dan direncanakan berakhir pada bulan Desember 2014. Dalam pelaksanaan kegiatannya, HPEQ Project melibatkan berbagai pemangku kebijakan yang bertanggung jawab atas perbaikan sistem pelayanan kesehatan di negeri ini. Mereka adalah pemerintah sebagai pembuat kebijakan, institusi pendidikan sebagai produsen, serta peserta didik atau mahasiswa ilmu kesehatan sebagai konsumen utama dalam sistem pendidikan kesehatan yang diharapkan dapat memberi pelayanan prima kepada masyarakat. Untuk mencapai tujuannya, HPEQ Project memiliki 3 komponen; yaitu Component 1: Strengthening Policies and Procedures for School Accreditation, Component 2: Certification of Graduates Using a National Competency-based Examination, dan Component 3: Results based Financial Assistance Package (FAP) for Medical Schools. Keterkaitan ketiga komponen tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Masalah : tuntutan masyarakat akan tingginya kebutuhan pelayanan kesehatan
31
Perlu diingat, program yang dilaksanakan oleh tiga komponen HPEQ Project bukan sekedar program dengan dana bantuan luar negeri yang akan lenyap ketika proyek berakhir dan hanya meninggalkan beban hutang untuk anak, cucu atau cicit kita, lho! Program-program tersebut pada dasarnya sejalan dengan program nasional yang diamanahkan oleh Kemdikbud; yaitu mengurangi bahkan menghilangkan disparitas kualitas institusi pendidikan dan lulusannya, melalui perbaikan sistem akreditasi, sistem uji kompetensi dan sertifikasi, serta kemitraan atau pembinaan dari institusi yang sudah well-established kepada institusi yang masih baru tumbuh dan sedang berkembang. Naah, tantangannya adalah bagaimana kita semua dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk mengembangkan program-program yang inovatif dan pastinya bermanfaat bagi nusa dan bangsa. Inilah saatnya saatnya membuktikan bagaimana peran mahasiswa sebagai agent of change dapat berkontribusi untuk mensukseskan dan menjaga sustainability dari program ini…let's prove it guys !! Hmmm..Kalau HPEQ Student sendiri itu apa? Untuk mendukung kesuksesan ketiga komponen di atas, HPEQ Project mengikutsertakan mahasiswa untuk mulai terlibat aktif dalam pengambilan kebijakan sistem pendidikan. Karena ada begitu banyak kegiatan dalam proyek ini, untuk memudahkan pembagiannya, program-program mahasiswa yang difasilitasi HPEQ sering disebut sebagai program HPEQ Student. Kegiatan mahasiswa di HPEQ Project diawali dengan diadakannya Indonesian Health Professional Student Summit dengan tema Students' Role in Health Professional Education pada tanggal 19 November 2010 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Di pertemuan itu lahirlah deklarasi yang berisi pernyataan mahasiswa untuk lebih responsif dan terlibat aktif dalam sistem pendidikan ilmu kesehatan, serta berkomitmen untuk mendukung keberlangsungan pendidikan multiprofesi. Saat ini perwakilan mahasiswa dari 7 latar belakang profesi bergabung dalam HPEQ project dan bekerja sama sebagai tindak lanjut dari deklarasi tersebut. Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan antara lain penelitian tentang partisipasi mahasiswa ilmu kesehatan di seluruh Indonesia serta penyelenggaraan focused group discussion (FGD) untuk mengkaji kesiapan dosen dan mahasiswa terhadap IPE. Kegiatan ini melibatkan hampir 50 dosen dan 200 mahasiswa dari 7 profesi kesehatan di berbagai universitas setanah air. Sebelumnya, tidak kurang dari 6000 mahasiswa telah mengisi kuesioner terkait kajian yang sama. Dari FGD dan kuesioner ini, ditampung berbagai opini, rekasi, serta solusi terhadap realisasi IPE. Rangkaian kegiatan ini terbilang sebagai langkah awal yang sukses untuk mewujudkan konsep partisipasi dan kolaborasi dalam penataan sistem pendidikan tinggi ilmu kesehatan di Indonesia.
32
Walaupun saat ini baru ada 7 perwakilan mahasiswa ilmu kesehatan di HPEQ Project, tidak menutup kemungkinan untuk mahasiswa dari bidang ilmu kesehatan lainnya untuk bergabung :)
Untuk bisa berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan HPEQ Project, apakah ada prosedur khusus? Apakah saya harus menjadi wakil organisasi mahasiswa dulu? Apakah saya harus bayar biaya pendaftaran? Apakah ada sistem member get member? Ataukah saya harus mengirim sms reg <spasi> JOIN?
Tentu tidak! HPEQ Project bukan usaha multi level marketing apalagi maling pulsa. HPEQ Project juga bukan suatu kelompok ekslusif yang hanya mau bekerja sama dengan mahasiswa tertentu saja. “Ke mana.., ke mana.., ke manaaa..., ku harus mencari kemanaaa~~ (info tentang HPEQ)?” Ayu Ting Ting tersesat karena tidak bertanya pada orang yang tepat. Kemudian dia sedih, menyerah, lalu menyanyi. Supaya teman-teman yang ingin tahu lebih lanjut tentang HPEQ Project tidak ikut tersesat seperti Ayu, kalian bisa aktif mencari info melalui perwakilan organisasi mahasiswa dan/atau koordinator pendidikan di kampus. Sekarang cari tahu siapa kordinator pendidikan dan ketua senat kalian. Hayooo, kenal tidak? Cari tahu juga siapa perwakilan CIMSA, ISMKI, ILMIKI, PSMKGI, IKAMABI, ISMAFARSI, ISMKMI, atau ILMAGI di universitas kalian (tergantung
33
program studi yang kalian tempuh). Setelah itu, tanyakan pada mereka cara berpartisipasi dalam kegiatan HPEQ Project. Cara lain? Pergi ke warnet, lalu tanya ke mas-mas pemilik warnetnya. Siapa tahu dia yang seksi publikasi HPEQ Project yang menyamar! Hehehe...Tapi kemungkinannya sangat kecil sih.., jadi sebaiknya teman-teman tanya ke Mbah Google atau lanjut ke halaman selanjutnya dan baca buku ini sampai habis! ;)
34
“
Small things make perfection, but perfection is no small thing.
-Sir Frederick Henry Royce, pioneering car manufacturer of the Rolls-Royce company.
“
Optimism is the faith that leads to achievement, nothing can be done without hope and confidence. -Helen Keller
“
“
BAIKLAAAH, APA YANG BISA SAYA LAKUKAN...... SEKARANG?
S
etelah sampai di bab ini, mungkin banyak dari kita yang berpikir, “Walaupun terdengar simpel, ternyata mewujudkan partisipasi dan kolaborasi tidak semudah yang saya kira!”
36
Betul sekali. Perjalanan masih sangat panjang karena kedua hal itu membutuhkan proses yang tidak instan. Akan tetapi, bukan berarti semangat teman-teman harus disurutkan oleh fakta tersebut. Inilah yang bisa kita lakukan dalam 30 menit! 1 Mulailah menulis. Tidak harus membuat esai panjang lebar sampai tangan kesemutan. Tapi kita bisa mencatat ide-ide kecil yang muncul di benak kita, setidaknya setelah membaca buku ini. Ide-ide itu dapat dilanjutkan untuk dikembangkan kapan saja kita punya waktu luang. Ingatlah, pemikiran sebagus apapun, jika tidak pernah tersampaikan adalah kemubaziran yang menyedihkan. Dengan begitu mudahnya akses media sosial saat ini, menulis adalah sarana penyampaian ide yang sangat efektif. 2 Oh, tulisannya sudah ada? Kalau begitu, langsung saja kirim ke
[email protected]! 3 Follow us @hpeqstudent on twitter and get yourself updated with the latest issue on health education! 4 Tidak punya akun twitter? Ya silakan main-main ke website HPEQ di http://hpeq.dikti.go.id. Saat ini website HPEQ masih dalam tahap konstruksi. Nah, jangan-jangan teman-teman malah tertarik untuk mengelola konten, membantu desain tampilan, atau sekedar ingin ikut memberi masukan! Ditunggu lho! 5 Mampir ke situs-situs yang tertulis di bab-bab sebelumnya di buku ini. Yuk kita mulai memperluas wawasan kita tentang sistem pendidikan! 6 Sebarkan info ini ke teman-teman lainnya! Semakin banyak mahasiswa yang tahu dan peduli tentang konsep kolaborasi, partisipasi, dan HPEQ Project, semakin lancar jalan kita mencapai tujuan! Sudah? Itu saja? Benarkah yang saya lakukan ada gunanya? Kok rasanya saya tidak bisa berkontribusi besar ya untuk sistem pendidikan tinggi ilmu kesehatan di Indonesia tercinta ini? Jika semua orang di dunia berpikir sepesimistis itu, lebih baik dari dulu umat manusia sudah punah bersama bangsa dinosaurus. Enyahkan pikiran negatif seperti itu. Sebagai generasi muda, jalan kita masih panjang. Masih banyak perbaikan yang harus dilakukan. Betapa pun sulitnya memperjuangkan idealisme di negara ini, kita harus yakin bahwa setiap kepedulian yang diwujudkan dalam tindakan sekecil apa pun, akan memberikan manfaat di kemudian hari. Jadi jangan menyerah dulu ya, teman-teman! Mari kita berjuang bersama!
37
“
One generation plants the trees, and another gets the shade -Chinese proverbs
“
AKHIRNYA SELESAI JUGA!
AH, TAPI BUKU INI KURANG OKE, DEH! HEI PENULIS, SAYA PUNYA LEBIH BANYAK INSPIRASI DAN BISA MENULIS LEBIH BAIK DARIPADA KAMU!
H
oreee! Inilah respon yang paling ditunggu-tunggu! Pemikiran kritis seperti itu adalah tujuan utama dibuatnya buku ini!
38
Buku yang sedang teman-teman pegang ini disusun dengan semangat untuk membangun kepedulian mahasiswa terhadap s i s t e m p e n d i d i ka n . D e n ga n s e ga l a keterbatasan waktu, tenaga, pengalaman, dan banyak aspek lainnya, kami sadar buku ini masih jauh dari sempurna. Itulah sebabnya, mengapa buku ini sengaja dirancang dengan konsep “benih”. Artinya, buku ini dipersiapkan untuk terus tumbuh dan berkembang menjadi sebuah panduan bagi mahasiswa dalam meningkatkan kualitas sistem pendidikannya. Buku ini diharapkan terus mengalami perbaikan di tahun-tahun yang akan datang dan dapat memberikan manfaat untuk generasi mahasiswa di masa depan, walaupun ketika HPEQ Project telah berakhir. Oleh karena itu, kami selaku tim penulis merasa sangat senang jika ada teman-teman yang terinspirasi untuk membuat buku ini menjadi lebih baik lagi. Jadi, jangan segansegan untuk memberikan saran dan kritik yang membangun ya! Kami tunggu! Akhir kata, tim penulis beserta segenap tim HPEQ Project, juga Farrell, Fitri, Mischka, Maryati Mercedes, Mas Boy, dan Hamba Allah si tokoh fiktif, mengucapkan terima kasih dan mohon maaf jika ada kesalahan dalam buku ini. Semoga apa yang kami sampaikan dapat berguna bagi bangsa Indonesia!
39
AIPNI AMSA CIMSA DIKTI ENQA FAP FGD HPEQ IKAMABI ILMAGI ILMIKI IPE ISMAFARSI ISMKI ISMKMI KKI KIPEC
PSMKGI SCOME SWOT UMM UNS
: Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia : Asian Medical Students Association :Center for Indonesian Medical Student's Activity : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi : European Association for Quality Assurance : Financial Assistance Package : Focused Group Dsicussion : Health Professional Education Quality : Ikatan Mahasiswa Kebidanan Indonesia : Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia : Ikatan Mahasiswa Ilmu Keperawatan : Interprofessional Education : Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Indonesia : Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia : Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia : Konsil Kedokteran Indonesia : Kobe University Interprofessional Education for Collaborating Working Center :Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia : Standing Committee on Medical Education : Strength, Weakness, Opportunity, and Weakness : Universitas Muhammadiyah Malang : Universitas Sebelas Maret
40
UCAPAN
Kami tim penulis :
TERIMAKASIH
1.Lhuri D. Rahmartani (Alumnus Kedokteran FK UI, Angkatan 2004) 2.Puspita Hapsari (Mahasiswa Kedokteran FK UI, Angkatan 2007) 3.Yosephine D. Hendrawati (Mahasiswa Farmasi USD Angkatan 2007) 4.Gentur Adiprabawa (Mahasiswa Ilmu Gizi FK UGM Angkatan 2008) 5.Vera Rakhmawati (Mahasiswa Keperawatan FIK UI Angkatan 2009) 6.Rufita Ismu Astania (Mahasiswa Kedokteran FK UGM, Angkatan 2010) Mengucapkan terima kasih kepada:
41
1.Illah Sailah (Manajer Proyek HPEQ) 2.Arsitawati P Raharjo (Sekretaris Eksekutif Proyek) 3.Aprilia Ekawati Utami (Pengelola Program Monev dan R&D) 4.Samuel Josafat Olam (koordinator tim HPEQ Student) 5.Seluruh tim HPEQ Student serta perwakilan-perwakilan organisasi mahasiswa : CIMSA, ISMKI, ILMIKI, PSMKGI, IKAMABI, ISMAFARSI, ISMKMI, dan ILMAGI 6.Semua pihak yang namanya disebutkan dalam buku ini 7.Semua pihak yang mendukung proses penyusunan buku ini, baik yang tampak maupun tidak tampak (kok jadi horor gini ya?)
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua!
REFERENSI
42