KEPUTUSAN KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA SEMARANG NOMOR : TENTANG RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA SEMARANG TAHUN 2010 – 2015 KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT,PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA SEMARANG Menimbang
: a. bahwa Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan Keluarga Berencana Kota Semarang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana sebagimana tertuang dalam Peraturan Daerah (PERDA) Kota Semarang
Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Semarang b. bahwa dalam rangka memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan pembangunan pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana sesuai visi misi Walikota Semarang, maka perlu disusun Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan Keluarga Berencana Kota Semarang dengan Keputusan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan Keluarga Berencana Kota Semarang.
Mengingat
: 1. Undang - Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta; 2. Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nonor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik
1
Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 4. Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tenatang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah ; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976 tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3079); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kecamatan di Wilayah Kabupaten-kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga, Cilacap, Wonogiri, Jepara dan Kendal, serta penataan Kecamatan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 89); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ; 8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 79-II-Tahun 2010, Tentang Renstra Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Tahun 2010-2014 ; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah ; 10. Undang – Undang 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ; 11. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah ; 12. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Semarang Tahun 2010-2015 ; 13. Peraturan Walikota Semarang, Nomor 46 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Semarang.
2
MEMUTUSKAN
Menetapkan PERTAMA
: : Keputusan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan Keluarga Berencana Kota Semarang Tentang Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan Dan Keluarga Berencana Kota Semarang Tahun 2010 – 2015 sebagaimana terlampir dalam keputusan ini.
KEDUA
: Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan Dan Keluarga Berencana Kota Semarang Tahun 2010 – 2015 sebagai dokumen perencanaan jangka menengah dalam melaksanakan pembangunan bidang pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana selama 5 (lima) Tahun yang menjadi pedoman dalam : a. arah kebijakan dan strategi ; b. target kinerja dan kebutuhan pendanaan ; c. landasan serta acuan dalam penyusunan Rencana Kerja (RENJA) Tahunan
KETIGA
: Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestnya.
Ditetapkan di Semarang Pada Tanggal
2010
KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA SEMARANG
LILIK HARYANTO, SH Pembina Tingkat I NIP 19600317 198801 1 013
3
RANCANGAN Lampiran: Surat Keputusan Kepala BAPERMAS,PEREMPUAN&KB Kota Semarang Nomor : Tanggal :
RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA SEMARANG TAHUN 2010 – 2015 BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penetapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Setiap daerah baik provinsi, kabupaten ataupun kota harus menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Peraturan dan perundangan di era desentralisasi memperlihatkan komitmen politik pemerintah untuk menata kembali dan meningkatkan sistem, mekanisme, prosedur dan kualitas proses perencanaan dan penganggaran daerah. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, demokratis, dan pembangunan daerah yang berkelanjutan.
4
Pada peraturan dan perundangan yang baru, penyusunan rencana diharapkan dapat memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan top down. Ini bermakna bahwa perencanaan daerah selain diharapkan memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan, akuntabel, konsisten dengan rencana lainnya yang relevan. Disamping itu, kepemilikan rencana (sense of ownership) menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Keterlibatan stakeholder dan legislatif dalam proses pengambilan keputusan perencanaan menjadi sangat penting untuk memastikan rencana yang disusun mendapatkan dukungan optimal bagi implementasinya.
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pelayanan SKPD khususnya, dan pembangunan daerah pada umumnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan masa pimpinan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Renstra SKPD sebagai suatu dokumen rencana yang penting sudah sepatutnya pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan masyarakat memberikan perhatian penting pada kualitas proses penyusunan dokumen tersebut, dan tentunya diikuti dengan pemantauan, evaluasi, dan review berkala terhadap implementasinya.
Proses penyusunan Dokumen Renstra SKPD sangat terkait dengan visi dan misi Kepala Daerah terpilih yang dituangkan dalam RPJMD dengan berlandaskan semangat mewujudkan Semarang Setara dengan Sapta Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka kualitas penyusunan Renstra SKPD akan sangat ditentukan oleh kemampuan SKPD untuk menerjemahkan, mengoperasionalkan, dan mengimplementasikan Visi, Misi dan Agenda Kepala Daerah (KDH), tujuan, strategi, kebijakan, dan capaian program RPJMD ke dalam penyusunan Renstra SKPD sesuai tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) SKPD. Kinerja penyelenggaraan urusan SKPD akan sangat mempengaruhi kinerja pemerintahan daerah dan KDH selama masa kepemimpinanya.
Motto Pemerintah Kota Semarang “ Semarang Setara” dengan Visi “Terwujudnya Semarang Kota Perdagangan Dan Jasa, Yang Berbudaya Menuju Masyarakat Sejahtera” akan diwujudkan melalui 5 (lima) Misi : (1) Mewujudkan sumberdaya manusia dan masyarakat
5
Kota Semarang yang berkualitas (2) Mewujudkan pemerintahan kota yang efektif dan efisien, meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta menjunjung tinggi supremasi hukum (3) Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah (4) Mewujudkan Tata Ruang Wilayah Dan Infrastruktur Yang Berkelanjutan (5) Mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Renstra SKPD menjawab 3 (tiga) pertanyaan dasar yakni pertama, kemana pelayanan SKPD akan diarahkan pengembangannya dan apa yang hendak dicapai dalam 5 (lima tahun) mendatang? kedua, bagaimana mencapainya? dan yang ketiga, langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai? dalam rangka merintis terwujudnya Semarang Setara.
Dalam konteks ini, adalah sangat penting bagi Renstra SKPD untuk mengklarifikasikan secara eksplisit visi dan misi KDH terpilih dan dokumen RPJMD, kemudian menerjemahkan secara strategis, sistematis, dan terpadu ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program prioritas SKPD serta tolok ukur pencapaiannya. Untuk mendapatkan dukungan yang optimal bagi implementasinya, proses penyusunan dokumen Renstra SKPD perlu membangun komitmen dan kesepakatan dari semua stakeholder (termasuk Forum Multistakeholder SKPD) untuk mencapai tujuan Renstra SKPD melalui proses yang transparan, demokratis, dan akuntabel dengan memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, dan politis.
Dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Semarang, maka setiap SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Semarang memiliki kewajiban untuk menyusun dokumen perencanaan yang sifatnya merupakan implementasi program. Dokumen perencanaan tersebut adalah Rencana Strategis SKPD dan Rencana Kerja SKPD. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (BAPERMAS,PEREMPUAN & KB) Kota Semarang sebagai salah satu SKPD lembaga teknis daerah tidak Iuput dari kewajiban untuk menyusun Renstra dan Renja dimaksud yang didasarkan pada tugas pokok dan fungsinya.
1.2 LANDASAN HUKUM Landasan penyusunan dokumen Rencana Strategis BAPERMAS,PEREMPUAN & KB Kota Semarang terdiri dari
landasan hukum yang bersifat nasional sebagai landasan 6
hukum yang cakupannya lebih luas dan landasan hukum yang bersifat lokal yang cakupannya lebih sempit. Adapun landasan hukum yang bersifat nasioanal dalam penyusunan Renstra ini ada 10 (sepuluh) landasan hukum utama yang mengatur sistem, mekanisme, proses dan prosedur tentang Renstra SKPD khususnya dan perencanaan dan penganggaran daerah pada umumnya di era desentralisasi ini, yaitu: 1. Undang- Undang Nomor 25/2004 tentang SistemPerencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) 2. Undang- Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara 3. Undang- Undang Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah 4. Undang- Undang Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 5. Peraturan Pemerintah Nomor 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 6. Peraturan Pemerintah No 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal 8. SEB Menteri Negara Perencanaan PembangunanNasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri0008/M.PPN/01/2007/050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007 9. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050 I 2020 / SJ Tanggal 11 Agustus 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah. 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sedangkan dasar hukum yang bersifat lokal meliputi: 1. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provnsi Jawa Tengah Nomor 3 Seri E Nomor 3); 2. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Kota Semarang Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kota Semarang Nomor 13);
7
3. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor...........Tahun 2010 Tentang RPJMD Kota Semarang Tahun 2010 – 2015; 4. Peraturan Daerah (PERDA) Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Semarang ; 5. Peraturan Walikota Semarang, Nomor 46 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Semarang.
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Semarang dimaksudkan untuk memberikan landasan dan acuan bagi BAPERMAS,PEREMPUAN & KB dalam pencapaian visi, misi dan program, serta sebagai tolok ukur kinerja. Rencana Strategis BAPERMAS,PEREMPUAN & KB Kota Semarang juga disusun dalam rangka implementasi RPJMD Kota Semarang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi BAPERMAS,PEREMPUAN & KB Kota Semarang.
Tujuan penyusunan Renstra BAPERMAS,PEREMPUAN & KB Kota Semarang adalah untuk menetapkan kebijakan dan program strategis dalam merencanakan pembangunan daerah yang didasarkan melalui evaluasi pembangunan lima tahun yang telah berjalan, menelaah situasi saat ini dan membuat peramalan serta proyeksi pembangunan, dengan harapan
dapat
dipilih
beberapa
sasaran
yang
tepat
sesuai
kewenangan
BAPERMAS,PEREMPUAN & KB untuk mencapai tujuan yang ditetapkan yang selanjutnya dapat dituangkan dalam Rencana Kerja sebagai dokumen operasional tahunan.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan Rencana Strategis BAPERMAS,PEREMPUAN & KB Kota Semarang adalah sebagai berikut :
8
Bab I
PENDAHULUAN Bab pendahuluan berisi mengenai latar belakang yang berupa makna dan esensi dari Renstra, landasan hukum, maksud dan tujuan dan sistematika penulisan.
BAB II
GAMBARAN PELAYANAN BAPERMAS,PEREMPUAN & KB KOTA SEMARANG Pada bagian ini menguraikan secara ringkas mengenai tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi, sumber daya, kinerja pelayanan, tantangan dan peluang pengembangan pelayanan.
BAB III
ISU STRATEGIS PEMBERDAYAAN MASAYARAKAT, PEREMPUAN DAN KB KOTA SEMARANG Pada bab ini akan digambarkan indikasi permasalahan, telaah visi misi KDH terpilih serta merumuskan beberapa isu permasalahan di bidang bidang pemberdayaan masayarakat, perempuan dan KB di Kota Semarang.
BAB IV
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Pada bab ini menguraikan perumusan visi dan misi dari BAPERMAS,PEREMPUAN & KB Kota Semarang. Selain itu juga diuraikan analisa SWOT sebagai dasar perumusan kebijakan dan strategi yang diusulkan terkait dengan upaya mewujudkan visi dan misi yang telah dirumuskan sebelumnya
BAB V
RENCANA
PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK
SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Bab ini berisi rencana program prioritas yang menjabarkan kebijakan daerah.
BAB VI
INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Pada bab ini memadukan sinergitas dan daya dukung program pada sasaran RPJMD
BAB VII
PENUTUP
9
BAB II GAMBARAN PELAYANAN
2.1 TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2008 pasal 15, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (BAPERMAS,PEREMPUAN & KB) adalah merupakan unsur pendukung tugas Walikota. Selain itu juga Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
2.2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPERMAS,PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA 2.2.1 Tugas Bapermas,perempuan dan KB Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2008 paragraf 2 pasal 16
Badan
Pemberdayaan
Masyarakat,
Perempuan
(BAPERMAS,PEREMPUAN&KB)
mempunyai
tugas
dan
Keluarga
melaksanakan
Berencana
penyusunan
dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik di bidang pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana. Bidang yang bersifat spesifik tersebut diantaranya terkait dengan bidang pengembangan sumber daya alam (SDA), lingkungan hidup (LH) dan teknologi tepat guna (TTG), bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, bidang pengembangan ekonomi masyarakat; bidang pemberdayaan perempuan serta bidang keluarga berencana.
2.2.2 Fungsi Bapermas,perempuan dan KB Terkait dengan tugasnya, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2008 paragraf 3 pasal 17 BAPERMAS,PEREMPUAN & KB mempunyai sejumlah fungsi sebagai berikut : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengembangan ,sumber daya alam, lingkungan hidup dan teknologi tepat guna, kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, pengembangan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana;
10
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pengembangan sumber daya alam, lingkungan hidup dan teknologi tegat guna, kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, pengembangan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas (Penyusunan rencana program dan rencana kerja anggaran Badan) di bidang pengembangan sumber daya alam, lingkungan dan teknologi tepat guna, kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, pengembangan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana; d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya, yang meliputi: Pengkoordinasian pelaksanaan tugas Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan keluarga Berencana; Pelaksanaan kajian teknis atau rekomendasi di bidang pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana Pengelolaan urusan kesekretariatan Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan keluarga Berencana; Pelaksanaan pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian serta monitoring, evaluasi terhadap UPTB; Pelaksanaan pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian serta monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan keluarga berencana. 2.3 SUSUNAN ORGANISASI BAPERMAS,PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA Setiap badan atau lembaga dalam pemerintahan baik dalam sekala nasional maupun daerah, memiliki susunan organisasi masing-masing terkait dengan Tupoksinya. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2008, susunan organisasi BAPERMAS,PEREMPUAN & KB terdiri dari : a. Kepala Badan, b. Sekretariat, terdiri dari : sub bagian perencanaan dan evaluasi sub bagian keuangan; dan sub bagian umum dan kepegawaian
11
c. Bidang pengembangan sumber daya alam, lingkungan, dan teknologi tepat guna, terdiri dari : Sub bidang fasilitasi lingkungan dan pemukiman pedesaan Sub bidang pengelolaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna d. Bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, terdiri dari : Sub bidang kelembagaan masyarakat Sub bidang sosial budaya masyarakat e. Bidang pengembangan ekonomi masyarakat, terdiri dari: Sub bidang pengembangan jaringan penanggulangan kemiskinan Sub bidang pengembangan usaha ekonomi dan ketahanan keluarga f. Bidang pemberdayaan perempuan, terdiri dari : Sub bidang pengarusutamaan gender Sub bidang perlindungan perempuan dan anak g. Bidang keluarga berencana, terdiri dari : Sub bidang pelayanaan keluarga berencana dan perlindungan hak reproduksi Sub bidang jejaring dan informasi keluarga berencana h. UPTB, terdiri dari UPTB Pemberdayaan masyarakat, perempuan, dan keluarga berencana kecamatan i. Kelompok jabatan fungsional Sekretariat sebagaimana dimaksud pada poin b dipimpin oleh seorang sekretaris yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala badan bidang-bidang sebagaimana dimaksud pada point b, masing-masing dipimpin oleh
seorang
kepala
bidang
yang
berkedudukan
di
bawah
dan
bertanggungjawab kepada kepala badan. UPTB sebagaimana dimaksud pada point b, dipimpin oleh seorang kepala UPTB yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala badan sub bagian – sub bagian sebagaimana dimaksud pada point b, masing-masing dipimpin oleh seorang kepala sub bagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab pada sekretaris
12
sub bagian – sub bagian sebagaimana dimaksud pada point b, masing-masing dipimpin oleh seorang kepala sub bagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala bidang yang bersangkutan
Secara skematis susunan organisasi Badan Pemberdayaan Masyaiakat, Perempuan Keluarga dan Berencana dapat digambarkan sebagai berikut:
13
KEPALA SEKRETARIAT
SUB BAGIAN PERENCANAAN DAN EVALUASI
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
BIDANG PENGEMBANGAN SDA, LINGKUNGAN DAN TTG TTTEKNOLOGI TEPAT GUNA SUBBID FASILITASI LINGK. & PERMUKIMAN PERDESAAN SUBBID PENGELOLAAN SDA, LINGKUNGAN & TEKNOLOGI TEPAT GUNA
:
BIDANG KELEMBAGAAN DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT SUBBID KELEMBAGAAN MASYARAKAT SUBBID SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
SUB BAGIAN KEUANGAN
SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN
BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
BIDANG KELUARGA BERENCANA
SUBBID PENGEMBANGAN JARINGAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
SUBBID PENGARUSUTAMAAN GENDER
SUBBID PELAYANAN KB & PERLINDUNGAN HAK REPRODUKSI
SUBBID PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI & KETAHANAN KELG.
SUBBID PERLINDUNGA N PEREMPUAN DAN ANAK
BIDANG PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT
SUBBID JEJARING DAN INFORMASI KB
UPT BPMKB UPT BPMKB UPT BPMKB KECAMATAN KECAMATAN KECAMATAN Gambar 2.1 Struktur Organisasi BAPPERMASPER dan KB Kota Semarang
14
2.4 SUMBER DAYA APARATUR Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Keluarga Berencana Kota Semarang merupakan badan baru (Tahun 2009) yang mengemban tugas pelayanan dibidang pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana serta mempunyai unit pelaksana teknis badan (UPTB) di 16 Kecamatan . Tahun 2009 jumlah SDM Aparatur berjumlah 132 Personil sedangkan pada Tahun 2010 mendapat tambahan pegawai / CPNS sebanyak 27 personil dengan demikian total SDM seluruhnya berjumlah 159 Personil, dengan komposisi sebagai berikut :
NO
TINGKAT PENDIDIKAN
GOLONGAN I
GOLONGAN II
GOLONGAN III
GOLONGAN IV
a
a
a
a
b
c
d
b
c
d
b
c
d
b
c
JUMLAH
d
SD
0
SLTP
1
1
SLTA
2
11
25
19
SARMUD / D 3
0
3
4
SARJANA / S 1
1
1
15
SARJANA / S 2
57 7
39
2
4
CPNS - SARMUD/D3 - SARJANA LAIN-LAIN
JUMLAH
0
4
62
1
5 0 6 21 0
6 21
0
0
0
0
0
0
1
2
12
29
38
43
2
5
0
0
159
15
2.5 KINERJA PELAYANAN Berdasarkan Perda Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Semarang, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan Keluarga Berencana merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) baru sebagai salah satu unsur perangkat pemerintah kota yang membidangi urusan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana sebagaimana tertuang dalam Peraturan Walikota Semarang Nomor 46 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan Keluarga Berencana (BAPERMAS,PEREMPUAN & KB) Kota Semarang dengan Unit Pelaksana Teknis Badan yang diatur dengan Peraturan Walikota Semarang, Nomor 89 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan Keluarga Berencana (UPTB) Kecamatan Kota Semarang. Renstra Bapermas, Perempuan dan KB 2010-2015 disusun dengan memperhatikan pencapaian kinerja program kegiatan pada periode sebelumnya (2009-2010), serta kondisi lingkungan strategis dalam lingkup kewenangan SKPD dengan mengemban tiga (3) urusan pokok yang masing masing secara hirarki mengkoordinasikan program dan kegiatannya pada Kementrian dan Lembaga yang berbeda di Tingkat Pusat/Nasional yaitu Menteri Dalam Negeri pada Dirjen Pemberdayaan Masyarakat, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKkbN) Pusat sedangkan di Tingkat Provinsi berkoordinasi dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Bapermasdes), Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (BP3AKB) serta BKkbN. Penyelenggaraan
pelayanan
masyarakat
dididang Pemberdayaan
Masyarakat,
Perempuan Dan Keluarga Berencana pada Tahun 2009 dan 2010 melayani urusan urusan sebagai berikut : 1. Urusan Pemerintahan Umum Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan KDH ; dengan kegiatan : 1) Pelaksanaan pengawasan internal secara berkala 2) Pelaksanaan wasdal bantuan infrastruktur pemerintah yg lebih tinggi
16
2. Urusan Perencanaan Program Pengembangan Data Informasi ; dengan kegiatan : 1) Pengembangan Sistem Informasi Profil Kelurahan
3. Urusan Kesehatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat ; dengan kegiatan : 1) Pemberian Tambahan Makanan Dan Vitamin
4. Urusan Sosial Program pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial ; dengan kegiatan : 1) Peningkatan kapasitas dan jaring kelembagaan pemberdayaan perempuan dan anak (SERUNI) 5. Urusan Pemberdayaan Perempuan a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran b. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur c. Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan d. Program peningkatan pelayanan kedinasan KDH e. Program keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak & perempuan ; dengan kegiatan : 1) Perumusan kebijakan peningkatan peran dan posisi perempuan dibidang politik dan jabatan publik f. Program penguatan kelembagaan pengarusutamaan Gender dan Anak ; dengan kegiatan : 1) Advokasi dan fasilitasi PUG bagi perempuan 2) Penguatan kelembagaan pengarusutamaan Gender dan Anak ; 3) Peningkatan kapasitas & jaringan kelembagaan pemberd PA 4) Pameran hasil karya perempuan
17
g. Program Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan; dengan kegiatan : 1) Fasilitasi upaya perlindungan perempuan thd tindak kekerasan h. Program peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam pembangunan ; dengan kegiatan : 1) Pembinaan organisasi perempuan 2) Diklat peningkatan peran serta dan kesetaraan gender i.
Program peningkatan peran perempuan di perdesaan ; dengan kegiatan : 1) Pelatihan perempuan di perdesaan dalam bidang usaha ekonomi produk
6. Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera a. Program Keluarga Berencana ; dengan kegiatan : 1) Penyediaan Pelayanan KB & Alkon bagi Keluarga Miskin ; 2) Pembinaan KB b. Program Kesehatan Reproduksi Remaja ; dengan kegiatan : 1) Advokasi & KIE ttg Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) 2) Memperkuat dukungan dan partisipasi masyarakat c. Program Pelayanan Kontrasepsi ; dengan kegiatan : 1) Pelayanan Pemasangan Kontrasepsi KB ; 2) Pelayanan KB MO ; 3) Pengadaan Sarana Pelayanan KB d. Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB/KR yang mandiri ; dengan kegiatan : 1) Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat peduli KB e. Program pengembangan pusat pelayanan informasi dan konseling KRR ; dengan kegiatan : 1) Fasilitasi forum pelayanan KKR bagi kelompok remaja dan kelompok sebaya di luar sekolah f. Program pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak ; dengan kegiatan :
18
1) Pengumpulan bahan informasi ttg pengasuhan & pembinaan tumbuh kembang anak g. Program penyiapan tenaga pendamping kelompok bina keluarga ; dengan kegiatan : 1) Pelatihan tenaga pendamping kelompok bina keluarga di kec ; 2) Pengadaan BKB Kit
7. Urusan Pemberdayaan Masyarakat a. Program peningkatan keberdayaan masy desa ; dengan kegiatan : 1) Pemberdayaan Lembaga dan Organisasi Masy Pedesaan(RT/RW DAN LPMK) 2) Evaluasi pemberdayaan masyarakat ; 3) Penyusunan kebijakan dan strategi pemberdayaan masy ; 4) Fasilitasi kegiatan penanggulangan kemiskinan ; 5) BBGRM ; 6) Penyusunan bahan dan konsep rancangan perda kelembagaan masy. b. Program pengembangan lembaga ekonomi pedesaan ; dengan kegiatan : 1) Fasilitasi permodalan bagi UMKM ; 2) Penerapan dan pengembangan TTG ; 3) Pelatihan ketrampilan kewirausahaan bagi KPM ; 4) Pemberdayaan Kader Pemberdayaan Masy ; 5) Monev dan pelaporan penanggulangan kemiskinan c. Program peingkatan partisipasi masyarakat ; dengan kegiatan : 1) Pembinaan kelompok masy pembangunan desa ; 2) TMMD ; 3) P3MD ; 4) KKN
2.5.1 Urusan Pemerintahan Umum Secara garis besar kinerja pembangunan bidang pemerintahan umum pada Bapermas perempuan dan KB yang menjadi sebagian tupoksi Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam, Lingkungan, dan Teknologi Tepat Guna adalah melaksanakan pengawasan
19
dan pengendalian kebijakan KDH dibidang pemberdayaan masyarakat baik berupa bantuan maupun peran serta masyarakat dengan telah menunjukkan hasil yang akuntabel dan transparan, dimana kebijakan pemerintah dalam perencanaan telah bersinergi dengan kepentingan masyarakat melalui musryawarah pembangunan (musrenbang) dimana skala prioritas pembangunan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan potensi daya dukung masyarakat sehingga tercipta laju pertumbuhan pembangunan yang partisipatif diwilayahnya. Fasilitasi dan pengendalian stimulan bantuan infrastruktur pembangunan fasilitasi lingkungan dari pemerintah yang lebih tinggi telah disalurkan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat melalui sistem pelayanan yang transparan dan berjenjang dari panitia ditandatangani oleh Lurah, LPMK dan Camat. Pada Tahun 2009 Jumlah proposal yang masuk mencapai 122 buah dengan jenis proposal antara lain pavingisasi, pengaspalan jalan, pembangunan talud dan rehab rumah dan yang mendapat persetujuan sebayak 48 proposal dengan nilai nominal sebesar Rp. 1.139.000.000,-dengan swadaya masyarakat sebesar Rp. 286.267.500,Pada Tahun 2010 sampai dengan semester I jumlah proposal yang masuk mencapai 116 Kelompok dan yang telah mendapat persetujuan sebanyak 25 Kelompok dengan nilai bantuan sebesar Rp. 509.000.000,- dan swadaya masyarakat sebesar Rp. 142.625.500,-
2.5.2 Urusan Perencanaan Urusan Perencanaan pada Bapermas Perempuan & KB menjadi salah satu tupoksi Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat. Perencanaan Pembangunan pemberdayaan masyarakat hendaknya berbasis pada data dan data yang mendukung bidang pemberdayaan masyarakat adalah data dasar profil kelurahan yang memotret potensi wilayah, untuk memenuhi kebutuhan pendataan potensi sumber daya kelurahan tesebut telah dikembangkan data dasar profil kelurahan agar pola pemberdayaan dapat tepat sasaran serta diketahui tingkat perkembangan kelurahan.
20
Pelaksanaan pendataan dengan menggunakan sistem informasi profil kelurahan telah diinventarisir 177 Kelurahan dengan dasar pelaksanaan Permendagri Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan Pendayagunaan Data Profil Desa dan Kelurahan.
2.5.3 Urusan Kesehatan Urusan Kesehatan pada Bapermas perempuan & KB menjadi salah satu tupoksi Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat. Dengan dasar Surat Menteri Dalam Negeri No. 411.04/1231/PMD tanggal 20 September 02 perihal Pedoman Umum Pemberian Makanan Tambahan – Anak Sekolah (PMT-AS)
maka
menitikberatkan
Bapermas pada
perempuan
pemberdayaan
dan
KB
dalam
masyarakat
urusan
dengan
kesehatan memberikan
kursus/pelatihan/ketrampilan bagi kader PKK sebanyak 180 ibu-ibu PKK pemasak kudapan dan orangtua murid sekitar lokasi dalam pengolahan makanan kudapan berbasis potensi pangan lokal guna memenuhi asupan gizi 15 – 20 % dari kebutuhan gizi rata-rata perhari anak sekolah SD/MI sehingga dapat menambah semangat belajar dan tumbuh kembang anak. Jumlah pemberian makanan tambahan anak sekolah sebanyak 4200 Siswa di 16 SD dan 2 MI yang ada di 18 Kelurahan 16 Kecamatan selama 72 hari sesuai kalender pendidikan namun terealisasi 53 hari dikarenakan keterlambatan APBD.
2.5.4 Urusan Sosial Urusan Sosial pada Bapermas perempuan & KB menjadi salah satu tupoksi Bidang Pemberdayaan Perempuan pada Program pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial ; dengan kegiatan Peningkatan kapasitas dan jaring kelembagaan pemberdayaan perempuan dan anak (SERUNI). SERUNI merupakan partner kerja Pemerintah Kota Semarang yang memfasilitasi perlindungan korban tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk mendapatkan pendampingan dan perlindungan hukum dengan mengacu UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Penanganan KDRT difasilitasi oleh Bapermas perempuan dan KB mewakili Pemerintah Kota Semarang bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) SERUNI 21
(Semarang Terpadu Rumah Perlindungan Untuk Membangun Nurani dan Cinta Kasih Insani) dan ditetapkan dengan SK Walikota Semarang, Nomor 463.05/112 Tanggal 4 Mei 2005 Tentang Pembentukan Tim Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak yang berbasis Gender “SERUNI” Kota Semarang. Pada Tahun Anggaran 2010 kegiatan ini dimasukkan dalam Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan dengan nama kegiatan Fasilitasi Upaya Perlindungan Perempuan Terhadap Tindak Kekerasan. Pelayanan kepada Mitra (sebutan bagi Korban) sebagai berikut : 1) Tahun 2009 : a. triwulan I : - memfasilitasi 9 mitra terdiri dari 8 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan 1 Kekerasan Dalam Ekonomi (KDE) dengan 2 secara ligitasi dan 7 non ligitasi ; - mendampingi 2 mitra di PA ; - mengadakan audiensi dan mediasi kasus sebanyak 14 kali. b. triwulan II : - memfasilitasi 12 mitra terdiri dari 11 KDRT, 1 Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) dengan 2 secara litigasi dan 10 non litigasi; - memfasilitasi pemulangan korban sebanyak 90 mitra. c. triwulan III : - memfasilitasi 32 mitra terdiri dari 30 KDRT, 1 Kekerasan Dalam Bisnis (KDB) dan 1 Kekerasan Dalam Ekonomi (KDE) dengan 4 secara litigasi dan 28 non littigasi. d. triwulan IV : - memfasilitasi 40 mitra KDRT, dengan 4 secara litigasi dan 36 non litigasi ; - pendampingan di PA, 4 mitra sebanyak 16 kali ; - mediasi kasus 32 kali
22
Pada Tahun 2010 Program penanganan KDRT masuk pada Urusan Pemberdayaan Perempuan. 2) Tahun 2010 sampai dengan Semester I : a. triwulan I : - melaksanakan rujukan dan tindakan medis Mitra baik fisik maupun non fisik melalui kerjasama dengan Rumah Sakit maupun Puskesmas; - menangani 3 mitra yang pada Tahun 2009 belum sampai pada putusan hakim, 4 secara litigasi dalam proses. b. triwulan II : - memfasilitasi 32 mitra terdiri dari 30 KDRT dan 2 KDP dengan 26 secara ligitasi dan 6 non ligitasi ; - pendampingan di PA kepada 6 mitra sebanyak 19 kali ; - mediasi kasus non litigasi sebanyak 10 kali kegiatan.
2.5.5 Urusan Pemberdayaan Perempuan Urusan Pemberdayaan Perempuan pada Bapermas perempuan & KB mejadi tupoksi Bidang Pemberdayaan Perempuan. Pembangunan Pemberdayaan Perempuan diarahkan pada Program Pengarusutamaan Gender yaitu strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan, program dan kegiatan pembangunan dengan dasar Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19 Desember 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan
Gender
Dalam
Pembangunan
Nasional.
Bertujuan
agar
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksana, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Adapun ruang lingkup pengarusutamaan gender meliputi seluruh perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan nasional.
23
Pemerintah Kota Semarang senantiasa mengoptimalkan peran pemberdayaan lembaga masyarakat sebagai upaya terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian dan kapasitas lembaga masyarakat dalam berperan aktif di bidang pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Pelayanan pemberdayaan perempuan sebagai berikut : 1) Program keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak & perempuan dengan kegiatan Perumusan kebijakan peningkatan peran dan posisi perempuan dibidang politik dan jabatan publik. 2) Program penguatan kelembagaan pengarusutamaan Gender dan Anak dengan kegiatan : a. Advokasi dan fasilitasi PUG bagi perempuan ; b. Penguatan kelembagaan pengarusutamaan Gender dan Anak ; c. Peningkatan kapasitas & jaringan kelembagaan pemberd PA, dengan hasil antara lain dirumuskannya Profil Anak Kota Semarang yang diharapkan akan mengantarkan Kota Semarang menuju Kota Layak Anak; Pembentukan Forum Anak dan Penanganan Anak Jalanan. d. Pameran hasil karya perempuan 3) Program Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dengan kegiatan Fasilitasi upaya perlindungan perempuan thd tindak kekerasan 4) Program peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam pembangunan dengan kegiatan : a. Pembinaan organisasi perempuan b. Diklat peningkatan peran serta dan kesetaraan gender 5) Program peningkatan peran perempuan di perdesaan ; dengan kegiatan : Pelatihan perempuan di perdesaan dalam bidang usaha ekonomi produktif, dengan memberikan bimbingan ketrampilan serta fasilitasi pemberdayaan usaha ekonomi produktif bagi 40 mitra korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
24
2.5.6 Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Urusan KB da KS pada Bapermas perempuan & KB, menjadi tupoksi Bidang Keluarga Berencana dan sebagian pada Bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Peningkatan perekonomian daerah akan menjadi tidak signifikan atau mempunyai nilai pada pertumbuhan ekonomi keluarga apabila secara bersamaan pertambahan jumlah penduduk menjadi tidak terkendali. Program Keluarga Berencana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga. Laju Pertumbuhan Penduduk mendorong Pemerintah dalam pemberdayaan KB dengan pencanangan Era Kebangkitan Keluarga Berencana, sejalan dengan hal tersebut amanat UU No 25 Tahun 2000 Tentang program nasional bahwa Program KB mencakup 4 (empat) program pokok yaitu Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga serta Penguatan Kelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas dan Jaringan KB. Tingkat partisipasi masyarakat Kota Semarang dalam ber KB Tahun 2009 sebesar 198.086 dengan PUS 250.891 (78,95 %) dan pada Tahun 2010 sebesar 198.040 dengan PUS 254.798 (77,72 %) menunjukkan peningkatan. Peserta KB baru Tahun 2009 sebesar 35.967 dari Target 33.810 (106,38%) dan pada Tahun 2010 sebesar 20.499 dari target 39.347 (52,10%) Penundaan Usia Perkawinan (PUS ˂ 20 Tahun dibanding total PUS) dapat dipertahankan ˂1 % , Tahun 2009 dan 2010 realisasi 0,5 % . TFR sampai saat ini berada pada angka 2,1 sedang rata rata jumlah jiwa dalam keluarga 3,8 Pelayanan pemberdayaan KB dan KS meliputi : 1) Program Keluarga Berencana, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ber KB melalui penyediaan Pelayanan KB & Alkon bagi Keluarga Miskin serta Pembinaan KB. Kegiatan pelayanan KB dengan dukungan Klinik Keluarga Berencana (KKB) dan rumah sakit yang ada diperoleh hasil peserta KB baru sebanyak 2.749 (6,99%) Akseptor, dengan metode kontrasepsi IUD 185, MOW 215, MOP 5, Implant 93, 25
Suntik 1.698, Pil 445, Kondom 108, dari jumlah peserta KB baru tersebut apabila dilihat berdasarkan tempat pelayanan adalah sebagai berikut Klinik Pemerintah 766 (27,86%), Klinik Swasta 850 (30,92%), Dokter Praktek Swasta 263 (9,57%) dan Bidan Praktek Swasta 870 (31,65%). Tingkat partisipasi masyarakat sebanyak 196.699 (77,35%) dari Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 254.307 dengan alkon, IUD 14.454, MOW 13.716, MOP 2.246, Implant 11.155, Suntik 113.555, Pil 28.408, Kondom 13.165. 2) Program Kesehatan Reproduksi Remaja, untuk memberikan informasi dan konseling dalam upaya mempertahankan angka kelahiran (TFR) bagi Remaja, Sebaya maupun Pasangan Usia Subur (PUS) melalui advokasi & KIE ttg Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) serta memperkuat dukungan dan partisipasi masyarakat. 3) Program Pelayanan Kontrasepsi, untuk menjaga pelayanan ketersediaan Alat Kontrasepsi KB kepada masyarakat melalui pengadaan sarana pelayanan KB hingga fasilitasi Pelayanan Pemasangan Kontrasepsi KB serta Pelayanan KB MO. 4) Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB/KR yang mandiri , untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB/KR melalui Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat peduli KB. 5) Program pengembangan pusat pelayanan informasi dan konseling KRR, untuk merintis pembentukan kelompok di tingkat basis dalam penyampaian informasi dan konseling tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) serta penyuluhan tentang Narkoba dan HIV/AIDS melalui Fasilitasi forum pelayanan KKR bagi kelompok remaja dan kelompok sebaya di luar sekolah. Kota Semarang pada Tahun 2009 telah terbentuk 29 Kelompok Pusat Informasi dan Konseling – Kesehatan Reprodukasi Remaja (PIK-KRR) dan Tahun 2010 meningkat menjadi 40 Kelompok, tersebar di 16 Kecamatan. 6) Program pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak, untuk memberikan ketersediaan informasi tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak melalui Pengumpulan bahan informasi ttg pengasuhan & pembinaan tumbuh kembang anak. 7) Program penyiapan tenaga pendamping kelompok bina keluarga, untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pendamping kelompok bina keluarga
26
melalui Pelatihan tenaga pendamping kelompok bina keluarga di Kecamatan serta Pengadaan BKB Kit. Pendampingan Kelompok bina – bina sebagai berikut : a. Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) Cakupan laporan Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di 16 Kecamatan sebanyak 816, yang aktif sebanyak 670 dengan jumlah anggota 11.800, adapun anggota yang menerima bantuan modal sebanyak 9.692 (82,14%) dan berusaha sebesar 6.391 (54,16%), adapun jenis usaha terdiri dari Industri rumah tangga, Rumpun Pertanian, Jasa, Perdagangan, Kerajinan, Makanan-minuman ; b. Kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL) Ada 241 Kelompok BKL di 16 Kecamatan dengan jumlah anggota 8.552 anggota dengan sasaran BKL sejumlah 67.959 KK, pendampingan yang dilaksanakan antara lain Pembinaan dan Usaha Ekonomi Produktif ; c. Kelompok Bina Lingkungan Keluarga (BLK) Jumlah BLK di 16 Kecamatan sebanyak 27 Kelompok , pada Kecamatan Candisari;Gajahmungkur; Pedurungan;Ngaliyan ada 2 Kelompok dan 8 Kelompok di Kecamatan Banyumanik . Jumlah Kader BLK sebanyak 150 Kader dengan binaan kepada 663 KK per kelompok 24 – 25 peserta, dilihat dari tahapan KS peserta sejumlah 663 KK terdiri dari Pra Sejahtera 12 KK; KS I 73 KK; KS II 163 KK; KS III 319 KK; KS III (+) 96 KK ; d. Kelompok Bina Keluarga Balita (BKB) Ada 291 Kelompok di 16 Kecamatan, yang aktif 277 Kelompok dengan 1.762 kader, dari jumlah tersebut kader yang terlatih 1200 kader yang belum 562 kader, sedangkan jumlah ibu peserta BKB sejumlah 10.878 peserta ; e. Kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) Jumlah BKR di 16 Kecamatan ada 152 Kelompok dengan 223 Kader yang terlatih dan 295 belum terlatih sedangkan jumlah anggota BKR sejumlah 4.962.
27
2.5.7 Urusan Pemberdayaan Masyarakat Urusan Pemberdayaan Masyarakat pada Bapermas perempuan & KB menjadi tupoksi utama 3 (tiga) Bidang yaitu Bidang Pengembangan Ekonomi Masyarakat (PEM), Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam, Lingkungan dan Teknologi Tepat Guna (SDA-TTG) serta Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat (SOSBUD). Pemberdayaan Masyarakat dalam program pengembangannya akan selalu berorientasi pada manusia dan berpihak kepada masyarakat serta berpijak pada UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah ; PP No 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan. Kinerja Pemberdayaan Masyarakat pada Bidang sebagai berikut : 1) Bidang Pengembangan Ekonomi Masyarakat (PEM) dengan melaksanakan : Fasilitasi kegiatan penanggulangan kemiskinan, sesuai Peraturan Presiden No 13 Tahun 2009 Tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang dijabarkan dalam Permendagri No 34 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mengindikasikan bahwa pronangkis merupakan program bersama baik Pemerintah Pusat sampai Daerah juga keterlibatan masyarakat melalui upaya review strategi penanggulangan kemiskinan, data base kemiskinan, rapat koordinasi jejaring pronangkis, pelatihan kewirausahaan bagi 4 (empat) Kelurahan Percontohan pengentasan kemiskinan yaitu Kelurahan Genuksari Genuk, Kelurahan Tandang Tembalang, Kelurahan Krobokan Semarang Barat, Kelurahan Bubakan Mijen, serta kegiatan sosialisasi pronangkis bagi LSM Ormas Toga Toma ; Monev dan pelaporan penanggulangan kemiskinan, bahwa program bantuan yang telah diterima dan dimanfaatkan daam rangka penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang sebagai berikut : Askeskin (3,2 %), Jamkesmas (22,7 %), BLT (22,7%), Raskin (25,5 %), P2KP-BKM (10,1 %), Konversi minyak tanah ke LPG (5,7 %), PNPM Mandiri (6,9 %), UED-SP (3,2 %), sedangkan program prioritas yang diinginkan oleh masyarakat miskin di Kota Semarang adalah (1) pemberian dana usaha, (2) renovasi pasar, (3) sembako murah ; Fasilitasi permodalan bagi UMKM, dalam rangka pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat kelurahan melalui Lembaga Ekonomi Mikro yang
28
berbentuk Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) dengan memberikan bantuan modal kepada UED-SP terbaik di tingkat Kecamatan ; Pelatihan ketrampilan kewirausahaan bagi KPM antara lain pelatihan teknisi AC.
2) Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam, Lingkungan dan Teknologi Tepat Guna (SDA-TTG) dengan kegiatan : Penerapan dan pengembangan TTG, dasar pelaksanaan Inpres RI Nomor 3 tahun 2001 ttg Penerapan dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna, Instruksi Mendagri Nomor 24 tahun 1998 ttg Posyantekdes (Pos Pelayanan Teknologi Pedesaan) dan Keputusan Mendagri dan Otda Nomor 4 tahun 2001 ttg Penerapan Teknologi Tepat Guna, adapun realisasi kegiatan melalui partisipasi agenda reguler tahunan Depdagri dibidang Teknologi pada Gelar Teknologi Tepat Guna (Gelar TTG) Nasional,
fasilitasi penguatan kelembagaan
Posyantekdes di 16 Kecamatan sebagai Posyantekdes Percontohan Provinsi Jawa Tengah menunjuk Posyantekdes Kecamatan Tembalang Kota Semarang, lomba kreativitas inovasi teknologi TTG ; Fasilitasi pelaksanaan TMMD Tahun 2009 : -
Sengkuyung Tahap I di Kelurahan Karangmalang dan Kelurahan Bubakan Kecamatan Mijen untuk pengaspalan jalan, rehab tempat ibadah, Poskamling, pembuatan bak tandon serta rehab rumah tidak layak huni, sedangkan kegiatan non fisik meliputi pasar murah, pengobatan gratis, pelayanan KB dan penyuluhan peraturan peraturan pemerintah, menyerap dana APBD I Rp. 143.000.000,-; APBD II Rp. 37.179.550,-; Swadaya Masyarakat Rp. 30.000.000,- ;
-
Sengkuyung Tahap II di Kelurahan Gondoriyo dan Podorejo Kecamatan Ngaliyan untuk pengaspalan jalan, pembangunan tempat ibadah, rehab poskamling, pemasangan sarana prasarana air dan pembuatan talud, menyerap dana APBD I Rp 143.000.000,-; APBD II Rp 32.859.775,-; Swadaya Masyarakat Rp 45.000.000,- ;
-
Tahun 2010 Semester I, Sengkuyung Tahap I di Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Gayamsari dengan kegiatan pavingisasi jalan, pembuatan 29
pondasi pagar bumi masjid, rehab poskamling, pemasangan mesin pompa, rehab posyandu, pengerukan sedimentasi dan rehab rumah tidak layak huni, menyerap dana APBD I Rp 145.000.000,-; APBD II Rp 45.967.000,-; Swadaya Masyarakat Rp 15.000.000,- ;
Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan Pembekalan, Pengarahan terhadap mahasiswa KKN, pemberian penunjangan,/Stimulan Wilayah Kecamatan (12 Kec) dan 40 Wilayah Kelurahan.
3) Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat (SOSBUD) dengan kegiatan : Pembinaan Kelompok Masyarakat Pembangunan Desa (POSYANDU), Tahun 2009 sampai semester I Tahun 2010 terdata 1.550 posyandu, pemberian bantuan diberikan guna peningkatan gizi balita berupa Pemberian Makanan Tambahan dan pegelolaan administrasi pokjanal posyandu serta pelatihan kader Posyandu di 16 Kecamatan ; Pemberdayaan Lembaga dan Organisasi Masy Pedesaan(RT/RW DAN LPMK), sampai dengan semester I Tahun 2010 data RT/RW sejumlah 10.750 yang tediri dari 9.350 RT dan 1.400 RW, pemerintah Kota Semarang telah memberikan bantuan operasional RT/RW setiap Semester sebesar Rp. 240.000,- dan LPMK sebesar Rp 100.000,-perbulan ; Evaluasi pemberdayaan masyarakat melalui lomba kelurahan dan festival kakikol dengan dasar pelaksanaan Permendagri No. 13 / 2005 tentang Penyelenggaraan Lomba Desa dan Kelurahan adapun sasaran evaluasi pemberdayaan masyarakat pada 177 Kelurahan dan 16 Kec di kota Semarang, hasil dan manfaatnya adalah terpilihnya 5 Kelurahan terbaik dalam Lomba Kelurahan, meningkatkan K-3 di 16 Kecamatan dan terpilihnya pemenang Festival Kakikol di 6 (enam)
Klas Jalan, meningkatnya pemberdayaan
Masyarakat dalam rangka membantu kegiatan di Pemerintahan Kelurahan dengan dampak terwujudnya pemberdayaan masyarakat di 177 Kelurahan dan kepedulian masyarakat dalam meningkatkan K-3 ;
30
Bulan Bakthi Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) dilaksanakan dalam rangka keterlibatan masyarakat dalam pembangunan perkotaan perlu selalu ditumbuh kembangkan, agar masyarakat ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap pembangunan , dengan dasar pelaksanaan Imendagri No. 3/2004 ttg Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) dan Permendagri No. 42/2005 tentang Penyelenggaraan Pelaksanaan BBGRM ; Penyusunan bahan dan konsep rancangan perda kelembagaan masyarakat, dalam rangka memberikan payung hukum dan legislasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum terhadap lembaga lembaga masyarakat di tingkat basis maka disusun Raperda Kelembagaan Masyarakat ; Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Membangun Desa (P3MD) sebagaimana diamanatkan dalam Surat Mendagri No. 414.2/2435/SJ tanggal 21 September 2005 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pembangunan Partisipatif, agar masyarakat
merencanakan dan membangun sesuai kebutuhannya sesuai
mekanisme perencanaan pembangunan .
Kinerja Pelayanan dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut :
31
Pencapaian Kinerja Pelayanan Bapermasperempuan & KB Kota Semarang (Tabel IV C 1)
NO
Indikator Kinerja Sesuai Tugas dan Fungsi SKPD
Target SPM
Target IKK
Target Indikator
Rasio Capaian Pada Tahun Ke-
2
3
4(09)
5(10)
1
2
3
4(09)
5(10)
1
2
3
4(09)
5(10)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
70 %
70 %
70%
70 %
70%
b. Jumlah LSM
90%
90%
90%
90%
90%
c. Partisipasi Masyarakat
80%
80%
80%
80%
80%
d. Potensi Kelurahan/Profil
95%
95%
95%
95%
95%
e. Jumlah Posyandu
95%
95%
95%
95%
95%
f. Peningkatan Gizi Siswa g. Pemeliharaan pasca program pemberdayaan masyarakat
80%
80%
80%
80%
80%
70%
70%
70%
70%
70%
80%
80%
80%
80%
80%
95%
95%
95%
95%
95%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
(1)
(2)
A
Urusan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat a. Rata-rata jumlah kelompok binaan (Lembaga Pemberdayaan Masyaraakat/LPM)
2
Realisasi Capaian Tahun Ke-
1
Lainnya
1
Target Renstra SKPD Tahun Ke-
Bidang Pengembangan Ekonomi Masyarakat a. Jumlah LKM / UED SP b. Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pronangkis c. Pengembangan Ekonomi Masyarakat d. Peningkatan Bina Keluarga Aktif
(3)
(4)
(5)
32
NO
Indikator Kinerja Sesuai Tugas dan Fungsi SKPD
Target SPM
Target IKK
Target Indikator
3
(2)
Rasio Capaian Pada Tahun Ke-
2
3
4(09)
5(10)
1
2
3
4(09)
5(10)
1
2
3
4(09)
5(10)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
80%
80%
80%
80%
80%
95%
95%
95%
95%
95%
1 percont
100%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
70%
80%
80%
80%
80%
80%
(4)
(5)
Bidang pengembangan sumber daya alam, lingkungan, dan teknologi tepat guna a. Jumlah TTG b. Partisipasi ABRI dan Akademisi c. Jumlah Posyantekdes d. Monev kebijakan
B
(3)
Realisasi Capaian Tahun Ke-
1
Lainnya (1)
Target Renstra SKPD Tahun Ke-
Urusan Pemberdayaan Perempuan/Bidang PP a. Partisipasi perempuan dilembaga pemerintah b. Partisipasi perempuan dilembaga swasta c. Partisipasi angkatan kerja perempuan d. Rasio KDRT e. Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan
100%
Jumlah posyantekdes
95%
33
NO
Indikator Kinerja Sesuai Tugas dan Fungsi SKPD
Target SPM
Target IKK
Target Indikator
Lainnya (1)
C
(2)
(3)
(4)
(5)
Target Renstra SKPD Tahun Ke-
Realisasi Capaian Tahun Ke-
Rasio Capaian Pada Tahun Ke-
1
2
3
4(09)
5(10)
1
2
3
4(09)
5(10)
1
2
3
4(09)
5(10)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera /Bidang KB a. Rata-rata jumlah anak/kel
95%
95%
95%
95%
95%
95%
95%
b. Ratio akseptor KB
80%
80%
80%
80%
80%
80%
80%
c. Cakupan peserta KB aktif
95%
95%
95%
95%
95%
95%
95%
d. Keluarga Pra KS/KS I
95%
95%
95%
95%
95%
95%
95%
34
Belanja pada SKPD Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana. Bapermasperempuan & KB Kota Semarang sebagai salah satu SKPD baru di lingkungan Pemerintah Kota Semarang telah melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan APBD yang telah ditetapkan. Pada anggaran murni tahun 2009, Bapermasper & KB mendapatkan anggaran belanja sebesar Rp. 16.964.039.000,- yang dijabarkan dalam kegiatan Belanja Langsung Rp. 10.597.402.000,- dan kegiatan Belanja Tidak Langsung Rp. 6.366.637.000,-. Sejalan dengan dinamika pelaksanaan tugas dan fungsinya, maka pada pertengahan tahun anggaran, Bapermasper&KB mengajukan penyesuaian atau koreksi anggaran yang tertuang dalam Perubahan APBD 2009, yaitu bertambah sebesar Rp. 980.097.304,- sehingga menjadi Rp. 17.944.136.304,- untuk melaksanakan kegiatan Belanja Langsung Rp. 12.024.387.000,- dan kegiatan Belanja Tidak Langsung Rp. 5.919.749.304,- yang telah ditetapkan. Adapun rincian perubahan anggaran selama tahun 2009 berikut penjelasannya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini
35
Anggaran dan Realisasi Pendanaan Pelayanan Bapermasper dan KB Kota Semarang (Tabel IV C 2) Anggaran pada Tahun Ke-
Uraian
Realisasi Capaian Tahun Ke-
1
2
3
4(09)
5(10)
1
2
3
4(09)
5(Jun’10)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
17.944.136.304
14.083.341.000
17.199.909.701
5.919.749.304
6.623.217.000
Belanja Langsung
12.024.387.000
- belanja pegawai
2.965.476.500
- belanja barang dan jasa - belanja modal
(1)
BELANJA DAERAH Belanja Tidak Langsung
Rasio antara Realisasi dan Anggaran Tahun Ke5(Jun’1 1 2 3 4 (09) 0)
Rata - rata Pertumbuhan Anggaran
Realisasi
(15)
(16)
(17)
(18)
14.083.341.000
95,85
100,00
-21,52
-18,12
5.833.441.426
3.585.521.672
98,54
54,14
11,88
-38,54
7.460.124.000
11.366.468.275
2.952.129.675
94,53
39,57
-37,96
-74,03
1.755.569.000
2.853.458.372
801.535.750
96,22
45,66
-40,80
-71,91
7.285.295.100
4.761.110.000
6.925.043.674
2.016.951.925
95,06
42,36
-34,65
-70,87
1.773.615.400
943.445.000
1.501.658.351
133.642.000
84,67
14,17
-46,81
-91,10
(12 )
(13)
(14)
36
Sinkronisasi Program secara Nasional dengan K/L maupun dengan Pemerintah Provinsi secara garis besar telah dilaksanakan dan menjadi dasar acuan program kegiatan pada Bapermas perempuan dan KB, dengan mensinergikan tiga urusan yaitu (1) Urusan Pemberdayaan Masyarakat dengan Pusat pada Ditjen PMD-Depdagri sedangkan di Provinsi dengan Bapermasdes ; (2) Urusan Pemberdayaan Perempuan dengan Pusat pada Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan sedangkan di Provinsi dengan BP3AKB ; (3) Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (KBKS) dengan pusat BKkbN Pusat sedang ditingkat Provinsi dengan BKkbN Provinsi dan BP3AKB. Program program sinkronisasi dan sinergitas antara lain pada kegiatan bantuan infrastruktur penataan lingkungan dan pemugaran rumah dari pemerintahan yang lebih tinggi, pelaksanaan TMMD, partisipasi Gelar TTG, Fasilitasi PNPM Mandiri Perkotaan, Penangananan KDRT, Kota Layak Anak dan Keluarga Berencana.
2.6 TANTANGAN DAN PELUANG/HARAPAN PENGEMBANGAN PELAYANAN Analisa tantangan dan peluang/harapan Bapermas perempuan & KB Kota Semarang berdasarkan pada berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang terkait serta berbagai isu yang muncul di berbagai bidang dalam struktur yang dibawahi oleh Bapermas perempuan & KB, dibagi menjadi 5 (lima) bidang yakni :
1) Bidang sumber daya alam, lingkungan dan teknologi tepat guna (TTG) ; 2) Bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat ; 3) Bidang kelembagaan sosial budaya masyarakat ; 4) Bidang pemberdayaan perempuan ; 5) Bidang keluarga berencana . Berikut ini akan diuraikan analisis peluang dan SWOT yang terdiri dari potensi, kelemahan, ancaman serta peluang dari masing-masing bidang di Bapermas perempuan & KB di Kota Semarang.
37
2.6.1. BIDANG SUMBER DAYA ALAM, LINGKUNGAN DAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA (TTG) Bidang sumber daya alam, lingkungan, dan teknologi tepat guna (TTG) merupakan bidang yang menangani hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya alam, lingkungan dan teknologi tepat guna sebagai salah satu faktor yang mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, perempuan serta keluarga berencana. Oleh karena itu dengan melihat berbagai kebijakan serta isu yang muncul pada bidang ini yang terkait dengan Bapermasper KB, maka berikut ini akan diuaraikan hasil analisis dari bidang sumber daya alam, lingkungan dan teknologi tepat guna.
2.6.1.1 Harapan Berdasarkan pada berbagai isu yang berhasil di identifikasi dan dengan didukung berbagai kebijakan yang terkait serta beberapa program yang sudah tercapai atau belum dari bidang ini, maka dapat dirumuskan beberapa harapan. Adapun harapan ini nantinya dapat dijadikan pertimbangan dan masukan dalam merumuskan indikasi program-program substantif Bapermasper KB. Berikut ini beberapa harapan untuk bidang sumber daya alam, lingkungan, dan teknologi tepat guna (TTG) bagi Bapermasper KB Kota Semarang: Masyarakat
Kota
Semarang
berdaya
dalam
memelihara
lingkungan,
melelestarikan dan memanfaatkan SDA melalui penerapan teknologi tepat guna. Tumbuhnya model-model pengelolaan lingkungan dan SDA mulai dari skala kecil. Misalnya di bidang lingkungan dapat melalui pemilahan dan komposting sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas. Melestarikan kearifan tradisional yang sudah eksis di masyarakat, sehingga kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam terjamin. Selanjutnya pada saat yang sama menghasilkan nilai ekonomi yang dapat ikut mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat. Adanya model-model pengawasan dan pemeliharaan yang bertumpu pada masyarakat. Menumbuhkan penciptaan dan penerapan TTG di tengah-tengah masyarakat. Untuk jangka panjang memberdayakan inisiatif pengembangan kampung binaan. Contohnya merintis kampung teknologi yang mampu menjadi pilot dan
38
memberikan efek penularan secara sosial pada kampung-kampung atau daerah lainnya.
2.6.1.2 Potensi Berdasarkan pada hasil identifikasi sasaran yang sudah ataupun belum tercapai serta isu-isu yang muncul pada bidang SDA, Lingkungan dan TTG, maka dapat diperoleh beberapa potensi dari bidang ini yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan arahan kebijakan dan indikasi program. Beberapa potensi yang dimiliki oleh bidang sumber daya alam, lingkungan dan TTG diantaranya sebagai berikut: Bidang ini memiliki peran strategis, cakupan kerja yang luas, serta fleksibel ditinjau dari tupoksi yang melekat Sudah
dilaksanakannya
sosialisasi-sosialisasi
berbagai
program
kepada
masyarakat dan masih akan terus dilakukan untuk keberlanjutan pelaksanakan program-program tersebut.
2.6.1.3 Kelemahan Berdasarkan pada hasil identifikasi kebijakan, sasaran yang sudah ataupun belum tercapai pada bidang SDA, Lingkungan dan TTG serta isu-isu yang muncul, diketahui beberapa kelemahan yang dimiliki oleh bidang ini. Adapun kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut: Inventarisasi tingkat swadaya masyarakat dan inisiatif peningkatan swadaya masyarakat belum optimal SDM dari segi kuantitas dan kualitas sangat terbatas. Keterampilan (Skill) teknis dan komunikasi pada masyarakat masih perlu peningkatan secara kualitas dan kuantitas. Belum ada stimulan atau paket skema bantuan yang ada di bidang ini. Program pengembangan fasilitasi masyarakat belum banyak diujicobakan. Belum dikembangkannya secara maksimal potensi pertanian tanaman pangan dan peternakan di Kota Semarang
39
Belum semua keluarga di Kota Semarang sudah memiliki sistem pembuangan limbah berupa jamban sendiri Beberapa lokasi di Kota Semarang masih memiliki beberapa permasalahan saluran drainase.
2.6.1.4 Peluang Berdasarkan pada beberapa potensi dan kelemahan yang berhasil diidentifikasi di atas, maka dapat digali beberapa peluang yang bermanfaat untuk pengembangan serta perumusan arah kebijakan maupun indikasi program diantaranya sebagai berikut: Adanya program-program nasional yang sudah masuk kedalam program-program bidang ini yang terdapat di daerah. Program-program tersebut diantaranya program bedah rumah, bedah kampung, Pansimas, Sanimas, dan sebaginya Adanya pelibatan pihak-pihak di luar Bappermasper KB Kota Semarang dalam kegiatan sosialisasi berbagai program yang telah ditetapkan. Misalnya adanya pelibatan TNI.
2.6.1.5 Ancaman Selain memiliki beberapa kelemahan yang datangnya dari dalam bidang SDA, lingkungan dan TTG, bidang ini juga memiliki beberapa ancaman yang datangnya dari luar. Dimana ancaman ini harus bisa di atasi atau paling tidak bisa diminimalisasi agar program dan arah kebijakan yang dirumusakn dapat berjalan lancar. Ancaman bagi pengembangan program bidang SDA, lingkungan dan TTG pada Bapermasper KB diantaranya sebagai berikut: Masih banyak keluarga pra sejahtera di Kota Semarang Belum ada kebijakan untuk berikan bantuan stimulus yang memadahi Kemitraan (partnership) pemerintah dan stakeholder lainnya yang belum dijalin secara optimal
40
2.6.2 BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT Bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan bidang yang menangani halhal yang terkait dengan upaya-upaya mengembangkan perekonomian masyarakat Kota Semarang, khususnya masyarakat kecil. Upaya pengembangan ekonomi masyarakat ini salah satunya dapat dilakukan dengan cara memberdayakan masyarakat secara umum ataupun perempuan. Oleh karena itu dengan melihat berbagai kebijakan serta isu yang muncul pada bidang ini yang terkait dengan Bapermasperempuan KB, maka berikut ini diuraikan hasil analisis dari bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat.
2.6.2.1 Harapan Berdasarkan pada berbagai isu yang berhasil di identifikasi dan dengan didukung berbagai kebijakan yang terkait serta beberapa program yang sudah tercapai atau belum dari bidang ini, maka dapat dirumuskan beberapa harapan. Adapun harapan ini nantinya dapat dijadikan pertimbangan dan masukan dalam merumuskan indikasi program-program substantif Bapermasper KB. Berikut ini beberapa harapan untuk bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat bagi Bapermasper KB Kota Semarang: Penumbuhan inisiatif pengembangan UKM baik pada tingkat perorangan maupun kelompok khusunya warga miskin agar bisa menjadi lebih sejahtera dan dapat mandiri. Adanya perkuatan jejaring penanggulangan kemiskinan untuk meperkuat ketahanan keluarga Pola terpadu dalam pemberdayaan masyarakat di bidang Ekonomi, Lingkungan SDA & TTG, serta bidang-bidang lainnya Adanya penajaman kegiatan dan mekanisme prioritisasi yang tidak menjadi tupoksi dari institusi atau SKPD lainnya. Adanya segmentasi atau fokus area yang jelas antar bidang maupun antar SKPD
2.6.2.2 Potensi Berdasarkan pada hasil identifikasi sasaran yang sudah ataupun belum tercapai serta isu-isu yang muncul pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, maka dapat diperoleh beberapa potensi dari bidang ini yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan 41
pertimbangan dalam merumuskan arahan kebijakan dan indikasi program. Beberapa potensi yang dimiliki oleh bidang pemberdayaan eknomi masyarakat diantaranya sebagai berikut: Banyak program-program yang berorientasi pada Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Kota Semarang Banyak stimulus dan paket bantuan untuk tingkat RT, RW dan sebagainya, sebagai salah satu bentuk insentif untuk kegiatan pemberdayaan
2.6.2.3 Kelemahan Berdasarkan pada hasil identifikasi kebijakan, sasaran yang sudah ataupun belum tercapai pada bidang pemberdayaan eknomi masyarakat serta isu-isu yang muncul pada bidang terkait, diketahui beberapa kelemahan yang dimiliki oleh bidang ini. Adapun kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut: Kelompok masyarakat miskin sebagai target bidang PEM sangat sulit dirubah cara berfikirnya (mindset) Program-program sering salah sasaran dan mekanisme cost-recovery tidak diindahkan. SDM dan sarana prasarana yang masih terbatas Belum ada sinkronisasi program atau kegiatan anatar bidang SDM perlu peningkatan kapasitas (training) di bidang perencanaan Tidak ada rambu-rambu dalam pemberian stimulus Rendahnya pendapatan rumah tangga per bulan Sebagian besar masyarakat di Kota Semarang bermata pencaharian sebagai buruh Di Kota Semarang terdapat beberapa daerah yang masyarakatnya masih miskin, terutama di daerah pinggiran.
2.6.2.4 Peluang Berdasarkan pada beberapa potensi dan kelemahan yang berhasil diidentifikasi di atas, maka dapat digali beberapa peluang yang bermanfaat untuk pengembangan serta
perumusan
arah
kebijakan
maupun indikasi program bagi bidang
pemberdayaan ekonomi masyarakat diantaranya sebagai berikut:
42
Masih relatif banyaknya stimulus yang diluncurkan dan sejalan dengan tupoksi PEM Terkait dengan dinas SKPD lainnya, penumbuhan inisiatif pengembangan UKM bisa digarap atau direspon lagi oleh dinas/ SKPD yang lebih kompeten dari tinjauan tupoksinya yakni urusan perekonomian, koperasi, dan industri perdagangan.
2.6.2.5 Ancaman Selain memiliki beberapa kelemahan yang datangnya dari dalam bidang pemberdayaan eknomi masyarakat, bidang ini juga memiliki beberapa ancaman yang datangnya dari luar. Dimana ancaman ini harus bisa di atasi atau paling tidak bisa diminimalisasi agar program dan arah kebijakan yang dirumusakn dapat berjalan lancar. Ancaman bagi pengembangan program bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat pada Bapermasper KB diantaranya sebagai berikut: Ada resiko tumpang tindih wewenang karena belum adanya kesamaan persepasi antar peran SKPD Belum ada sinkronisasi program antar SKPD Jumlah pendduk miskin masih sangat besar dan karakteristiknya yang relatif pasif
2.6.3. BIDANG KELEMBAGAAN DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT Bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat merupakan bidang yang menangani hal-hal yang terkait dengan kelembagaan, tupoksi dari Bapermasper KB Kota Semarang. Selain itu juga menangani hal-hal yang terkait dengan kondisi sosial budaya masyarakatnya yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi dan pemberdayaan masyarakat terhadap pelaksanaan program-program di bidang ini khususnya dan seluruh program Bapermasper KB umumnya. Oleh karena itu dengan melihat berbagai kebijakan serta isu yang muncul pada bidang ini yang terkait dengan Bapermasper KB, maka berikut ini diuaraikan hasil analisis dari bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat.
2.6.3.1 Harapan Berdasarkan pada berbagai isu yang berhasil di identifikasi dan dengan didukung berbagai kebijakan yang terkait serta beberapa program yang sudah tercapai atau belum dari bidang ini, maka dapat dirumuskan beberapa harapan. Adapun harapan 43
ini nantinya dapat dijadikan pertimbangan dan masukan dalam merumuskan indikasi program-program substantif Bapermasper KB. Berikut ini beberapa harapan untuk bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat bagi Bapermasper KB Kota Semarang: Mendinamiskan pemberdayaan masyarakat melalui kerangka kelembagaan yang ada seperti RT/ RW/ Organisasi Massa Pranata dan kelembagaan yang ada menjadi penyeimbang dari sikap apatis masyarakat Diharapkan adanya proses perencanaan dan pengawasan secara internal untuk menciptakan keterpaduan program antar bidang
2.6.3.2 Potensi Berdasarkan pada hasil identifikasi sasaran yang sudah ataupun belum tercapai serta isu-isu yang muncul pada bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, maka dapat diperoleh potensi dari bidang ini yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan arahan kebijakan dan indikasi program. Adapun potensi yang dimiliki oleh bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat Bapermasper KB Kota Semarang adalah sudah adanya perencanaan dan pengawasan internal walaupun pada parkateknya di lpangan masih kurang optimal. 2.6.3.2 Kelemahan Berdasarkan pada hasil identifikasi kebijakan, sasaran yang sudah ataupun belum tercapai pada bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta isu-isu yang muncul, diketahui beberapa kelemahan yang dimiliki oleh bidang ini. Adapun kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut: Adanya kesulitan lakukan prioritasi usulan, karena masing-masing bidang merasa paling utama dan paling eksis Belum ada inventarisasi terhadap Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) sebagai aset terdepan dalam implementasi program dan kegiatan Rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada Rendahnya partisipasi perempuan dalam Pilkada Kasus pelanggaran HAM: Kasus lingkungan dan pelanggaran hak kaum miskin kota
44
Meningkatnya tindakan kriminal
2.6.3.4 Peluang Berdasarkan pada beberapa potensi dan kelemahan yang berhasil diidentifikasi di atas, maka dapat digali peluang yang bermanfaat untuk pengembangan serta perumusan arah kebijakan maupun indikasi program bagi bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat yaitu sedang disorotinya transparansi dan akuntabilitas bidang ini sehingga dapat dijadikan sebagai peluang dalam meperbaiki kinerja kelembagaan di masa mendatang.
2.6.3.5 Ancaman Selain memiliki beberapa kelemahan yang datangnya dari dalam bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, bidang ini juga memiliki beberapa ancaman yang datangnya dari luar. Dimana ancaman ini harus bisa di atasi atau paling tidak bisa diminimalisasi agar program dan arah kebijakan yang dirumusakn dapat berjalan lancar. Ancaman bagi pengembangan program bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat pada Bapermasper KB adalah adanya stimulan-stimulan yang bersifat fisik sedang disoroti secara ketat sehingga dapat mengurangi rasa percaya diri dalam peluncuran stimulan.
2.6.4 BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merupakan salah satu bagian penting yang harus ditangani terkait dengan adanya upaya pemberdayaan perempuan dan anak di Kota Semarang. Oleh karena itu dengan melihat berbagai kebijakan serta isu yang muncul pada bidang ini yang terkait dengan Bapermasper KB, maka berikut ini diuaraikan hasil analisis dari bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak kecil:
2.6.4.1 Harapan Berdasarkan pada berbagai isu yang berhasil di identifikasi dan dengan didukung berbagai kebijakan yang terkait serta beberapa program yang sudah tercapai atau belum dari bidang ini, maka dapat dirumuskan beberapa harapan. Adapun harapan 45
ini nantinya dapat dijadikan pertimbangan dan masukan dalam merumuskan indikasi program-program substantif Bapermasper KB. Berikut ini beberapa harapan untuk Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kecil bagi Bapermasper KB Kota Semarang: Menurunnya angka tingkat kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak Meningkatnya tingkat partisipasi perempuan dalam berbagai bidang khususnya ORMAS dan perekonomian. Adanya pemberdayaan perempuan dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Menurunnya eksplorasi terhadap penggunaan tenaga kerja anak dibawah umur.
2.6.4.2 Potensi Berdasarkan pada hasil identifikasi sasaran yang sudah ataupun belum tercapai serta isu-isu yang muncul pada bidang keluarga berencana, maka dapat diperoleh potensi dari bidang ini yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan arahan kebijakan dan indikasi program. Adapun potensi yang dimiliki oleh Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kecil Bapermasper KB Kota Semarang adalah ketersediaan tenaga kerja perempuan untuk diberdayakan dalam meningkatkan kesjahteraan keluarga cukup besar.
2.6.4.3 Kelemahan Berdasarkan pada hasil identifikasi kebijakan, sasaran yang sudah ataupun belum tercapai pada bidang keluarga berencana serta isu-isu yang muncul, diketahui beberapa kelemahan yang dimiliki oleh bidang ini. Adapun kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut: Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak Rendahnya partisipasi perempuan dalam ORMAS dan perekonomian Rendahnya kesejahteraan bagi para pensiunan Keterbatasan kemampuan anggota kelompok dalam mengelola, memasarkan, menjaga mutu produksi dan pengelolaan keuangan Keterbatasan dana operasional untuk pembinaan, pelatihan dan pelaporan
46
Keterbatasan modal pada bunga rendah
2.6.4.4 Peluang Berdasarkan pada beberapa potensi dan kelemahan yang berhasil diidentifikasi di atas, maka dapat digali peluang yang bermanfaat untuk pengembangan serta perumusan arah kebijakan maupun indikasi program bagi bidang kelembagaan dan sosial budaya masyarakat yaitu ketersediaan tenaga perempuan dapat dididik secara mental maupun ketrampilan sebagai salah satu upaya untuk meciptakan lapangan kerja baru sebagi upaya meningkatkan kesejahteraan. 2.6.4.5 Ancaman Selain memiliki beberapa kelemahan yang datangnya dari dalam bidang keluarga berencana, bidang ini juga memiliki beberapa ancaman yang datangnya dari luar. Dimana ancaman ini harus bisa di atasi atau paling tidak bisa diminimalisasi agar program dan arah kebijakan yang dirumusakn dapat berjalan lancar. Ancaman bagi pengembangan program Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kecil pada Bapermasper KB adalah sebagian perempuan masih kurang menyadari pentingnya pemberdayaan diri dan kesetaraan gender dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.
2.6.5 BIDANG KELUARGA BERENCANA Bidang keluarga berencana pada Bapermasper KB Kota Semarang merupakan bidang yang menangani hal-hal yang terkait dengan keluraga berencana, perempuan dan anak serta kesehatan reproduksi masyarakat. Oleh karena itu dengan melihat berbagai kebijakan serta isu yang muncul pada bidang ini yang terkait dengan Bapermasper KB, maka berikut ini diuaraikan hasil analisis dari bidang keluarga berencana:
2.6.5.1 Harapan Berdasarkan pada berbagai isu yang berhasil di identifikasi dan dengan didukung berbagai kebijakan yang terkait serta beberapa program yang sudah tercapai atau belum dari bidang ini, maka dapat dirumuskan beberapa harapan. Adapun harapan
47
ini nantinya dapat dijadikan pertimbangan dan masukan dalam merumuskan indikasi program-program substantif Bapermasper KB. Berikut ini beberapa harapan untuk bidang Keluarga Berencana bagi Bapermasper KB Kota Semarang: Bidang KB mampu berkontribusi dalam menjalankan tupoksi terutama dalam pengendalian angka kelahiran, pemenuhan hak-hak reproduksi, peningkatan ketahanan keluarga serta penguatan jejaring KB dan peranserta masyarakat. Terwujudnya jejaring KB sebagai media pembelajaran dan pendampingan masyarakat Berfungsinya kader-kader KB (PPKBD) di baik tingkat kelurahan dan kecamatan Berlanjutnya kegiatan advokasi KB melalui kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi
2.6.5.2 Potensi Berdasarkan pada hasil identifikasi sasaran yang sudah ataupun belum tercapai serta isu-isu yang muncul pada bidang keluarga berencana, maka dapat diperoleh potensi dari bidang ini yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan arahan kebijakan dan indikasi program. Adapun potensi yang dimiliki oleh bidang keluarga berencana Bapermasper KB Kota Semarang adalah penyuluhpenyuluh atau eks pegawai BKKBN masih dipertahankan sebagai wujud dukungan dari kepala daerah (walikota) Kota Semarang dalam mensukseskan berbagai program KB di Kota Semarang.
2.6.5.3 Kelemahan Berdasarkan pada hasil identifikasi kebijakan, sasaran yang sudah ataupun belum tercapai pada bidang keluarga berencana serta isu-isu yang muncul, diketahui beberapa kelemahan yang dimiliki oleh bidang ini. Adapun kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut: Secara kuantitas jumlah tenaga penyuluh masih kurang (saat ini rasio 1 petugas layani 3 kelurahan) Kualitas dan komitmen tenaga penyuluh perlu untuk terus ditingkatkan
48
Anggaran yang cukup belum tercapai, misalnya untuk pengadaan alat-alat kontrasepsi dan kegiatan operasional lapangan Partisipasi kaum pria untuk melaksanakan KB masih kurang Masih rendahnya partisipasi IUD. Masih adanya kasus Komplikasi Kegagalan KB. Permasalahan Terkait dengan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) Keterbatasan kader yang mampu dan bersedia Keterbatasan sarana (APE, Kartu Kembang Anak, Buku Pedoman Kader) Meningkatnya jumlah penderita gizi buruk Tingginya angka kematian ibu melahirkan
2.6.5.4 Peluang Berdasarkan pada beberapa potensi dan kelemahan yang berhasil diidentifikasi di atas, maka dapat digali peluang yang bermanfaat untuk pengembangan serta perumusan arah kebijakan maupun indikasi program yaitu adanya program-program KB di tingkat nasional yang selalu melibatkan organisasi di tingkat daerah. Adanya hal tersebut tentu saja dapat mensinkronkan antara program-program KB di daerah dengan program-program KB di pusat.
2.6.5.5 Ancaman Selain memiliki beberapa kelemahan yang datangnya dari dalam bidang keluarga berencana, bidang ini juga memiliki beberapa ancaman yang datangnya dari luar. Dimana ancaman ini harus bisa di atasi atau paling tidak bisa diminimalisasi agar program dan arah kebijakan yang dirumusakn dapat berjalan lancar. Ancaman bagi pengembangan program bidang keluarga berencana pada Bapermasper KB adalah sebagi berikut: Otonomi daerah melemahkan pencapaian program KB karena program KB sering dianggap sebagai program prioritas dan tidak memberikan keuntungan langsung bagi pengukuran kinerja keuangan daerah Komitmen perangkat daerah masih belum optimal, akibatnya pelaksnaan programprogram KB yang telah dirumuskan menjadi tidak optimal. Hal ini tentu saja juga
49
berpengaruh terhadap tidak tercapainya sasaran dan tujuan program secara maksimal.
50
2.7 2.8 KEBIJAKAN-KEBIJAKAN DI TINGKAT PUSAT YANG TERKAIT DENGAN BAPERMASPER & KB Keberadaan Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (BAPERMASPER & KB) Kota Semarang
terkait dengan kebijakan-kebijakan di tingkat pusat
diantaranya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Keputusan Presiden Nomor 87 tahun 2002 dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000. untuk lebih jelasnya dapat diuraian sebagai berikut:
2.4.1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 didalamnya mengatur tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Undang-undang ini terkait dengan perempuan yang menjadi salah satu bagian yang ditangani oleh BAPERMASPER & KB di Kota Semarang. Perempuan itu sendiri merupakan bagian dari satu rumah tangga yang sering mengalami kekerasan dan penindasan. Keberadaan undang-undang ini diharapkan dapat membebaskan perempuan di Kota Semarang khususnya, dan seluruh dunia umumnya dari kekerasan dan penindasan yang sering terjadi dalam rumah tangga.
a.
Penjelasan Umum mengenai UU No 23 Tahun 2004 Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan damai merupakan
dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan,
51
perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum tersebut diperlukan karena undang-undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri karena mempunyai kekhasan, walaupun secara umum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah diatur mengenai penganiayaan dan kesusilaan serta penelantaran orang yang perlu diberikan nafkah dan kehidupan. Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ini terkait erat dengan beberapa peraturan perundang-undangan lain yang sudah berlaku sebelumnya, antara lain, UndangUndang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Perubahannya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang ini, selain mengatur ihwal pencegahan dan perlindungan serta pemulihan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, juga mengatur secara spesifik kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dengan unsur-unsur tindak pidana yang berbeda dengan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur ihwal kewajiban bagi aparat penegak 52
hukum, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, atau pembimbing rohani untuk melindungi korban agar mereka lebih sensitif dan responsif terhadap kepentingan rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan kerukunan rumah tangga. Untuk melakukan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan melaksanakan tindakan pencegahan, antara lain, menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan pemikiran tersebut, sudah saatnya dibentuk Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang diatur secara komprehensif, jelas, dan tegas untuk melindungi dan berpihak kepada korban, serta sekaligus memberikan pendidikan dan penyadaran kepada masyarakat dan aparat bahwa segala tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan.
b.
Substansi UU No 23 Tahun 2004 Penetapan kebijakan UU Nomor 23 Tahun 2004 didasarkan pada beberapa pertimbangan
sebagai berikut: Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus; Korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan; Dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Beberapa istilah yang terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga yang dijelaskan dan diatur dalam UU no. 23 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
53
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Terkait dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang sering menimpa sebagian besar perempuan di Indonesia, khususnya di Kota Semarang, maka UU Nomor 23 Tahun 2004 mengatur mengenai pnghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan pada pasal 3 (tiga) UU Nomor 23 Tahun 2004, proses penghapusan KDRT tersebut harus dilaksanakan berdasarkan beberapa asas yaitu asas penghormatan hak asasi manusia, asas keadilan dan kesetaraan gender, asas nondiskriminasi dan asas perlindungan korban. Adapun tujuan dari penghapusan kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan pasal 4 (empat) UU Nomor 23 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga; Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Adanya penetapan UU No. 23 Tahun 2004 ini menegaskan bahwa dalam kehidupan berumah tangga sangat di larang keras adanya tindak kekerasan yang dapat menyakiti salah satu atau beberapa anggota rumah tangga. Hal ini seperti telah diatur dalam pasal 5 (lima) yang berbunyi ”Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual ataupun penelantaran rumah tangga”. Adapun yang dimaksud dengan istilah-istilah tersebut diterangkan sebagi berikut: Berdasar Pasal 6 (enam) UU Nomor 23 Tahun 2004 yang dimaksud dengan kekerasan fisik pada pasal 5 (lima) undang-undang ini adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Berdasar Pasal 7 (enam UU Nomor 23 Tahun 2004) yang dimaksud dengan kekerasan psikis pada pasal 5 (lima) undang-undang ini adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
54
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Berdasarkan pada pasal 8 UU No. 23 Tahun 2004 yang dimaksud dengan kekerasan seksual pada pasal 5 (lima) undang-undang ini meliputi : a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Berdasarkan pada pasal 9 UU No. 23 Tahun 2004 yang diamksud dengan penelantaran rumah tangga pada pasal 5 (lima) undang-undang ini adalah: a. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. b. Penelantaran sebagaimana dimaksud tersebut juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Adanya permasalahan yang terkait dengan KDRT, maka pemerintah dan masyarakat memiliki beberapa kewajiban dalam menghadapi permasalahan tersebut. Berdasarkan pada pasal 11 UU No. 23 Tahun 2004 pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Adapun untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan oleh menteri atas nama pemerintah yang dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Adapun dalam melakukan ketentuan diatur pasal 12 UU No. 23 Tahun 2004 sebagai berikut: Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga; Menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang KDRT; Menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender. Terkait dengan adanya korban KDRT maka Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2004 mengatur penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dapat melakukan upaya: Penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian; Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing rohani; Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama
55
Program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban; dan Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban. Untuk menyelenggarakan upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masingmasing, dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat atau lembaga sosial lainnya (pasal 14 UU No.23 Tahun 204). Terkait dengan adanya KDRT maka berdasar pasal 15, setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: Mencegah berlangsungnya tindak pidana; Memberikan perlindungan kepada korban; Memberikan pertolongan darurat; dan Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. 2.4.2 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19 Desember 2000 Tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional Perihal perempuan yang menjadi salah satu bagian yang ditangani oleh BAPERMASPER & KB, selain terkait dengan KDRT, juga mengenai perihal yang terkait dengan gender. Dimana pada masa sekarang ini diharapkan tidak ada perbedaan gender dalam pembangunan nasioanal. Oleh karena itu dalam perumusan renstra BAPERMASPER & KB Kota Semarang perlu melihat perihal gender dari sudut pandang kebijakan yang lebih tinggi yakni Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19 Desember 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional a.
Penjelasan Umum Tentang Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19 Desember 2000 Penetapan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19 Desember
2000 Tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, bertujuan agar terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksana, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Adapun ruang lingkup pengarusutamaan gender meliputi seluruh perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan nasional. Pada Instruksi Presiden ini terdapat beberapa istilah penting yang harus dipahami agar tujuan dari penetapan Inpres ini tercapai. Berikut beberapa istilah yang dijelaskan dalam Inpres ini:
56
1. Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. 2. Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. 3. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. 4. Keadilan Gender adalah proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan. 5. Analisa Gender adalah proses yang dibangun secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa. 6. Instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah adalah instansi dan lembaga pemerintah yang dipimpin oleh Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur, dan Bupati/Walikota. b.
Penjelasan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Secara umum dalam pelaksanaan pengarustamaan gender, berdasarkan Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 dapat dijelaskan sebagai berikut: Pengarusutamaan gender dilaksanakan dengan analisa gender dan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang pengarusutamaan gender pada instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Analisa gender dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan memahami ada atau tidak adanya dan sebab-sebab terjadinya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, termasuk pemecahan permasalahannya. Upaya Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dilaksanakan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah tentang gender.
57
Kegiatan analisa gender meliputi: a. Mengidentifikasi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh manfaat dari kebijakan dan program pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan; b. Mengidentifikasi dan memahami sebab-sebab terjadinya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dan menghimpun faktor-faktor penyebabnya; c. Menyusun langkah-langkah untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender; d. Menetapkan indikator gender untuk mengukur capaian dari upaya-upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Pemecahan permasalahan yang dihasilkan dalam analisa gender diwujudkan dan diintegrasikan dalam perencanaan kebijakan dan proses pembangunan nasional. Terkait dengan pelaksanaan pengarustamaan gender diperlukan suatu bantuan teknis yang dapat dijelaskan sebagi berikut: Dalam rangka pelaksanaan pengarusutamaan gender, Menteri negara Pemberdayaan Perempuan memberikan bantuan teknis sesuai dengan bidang dan fungsi, serta kewenangannya kepada instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Bantuan teknis dapat berupa panduan, pelatihan, konsultasi, informasi, koordinasi, advokasi, dan penyediaan bahan dan data. Dalam rangka pemantapan pelaksanaan pengarusutamaan gender, pimpinan Instansi dan lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah perlu: Membentuk dan/atau menunjuk mekanisme internal/ unit kerja/penanggung jawab guna kelancaran pelaksanaan pengarusutamaan gender di lingkungannya; Menyusun uraian kerja dan menetapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender; Melaksanakan koordinasi internal yang berkaitan dengan bidang tugasnya untuk menjamin terlaksananya pengarusutamaan gender dengan baik; Memberikan bantuan teknis dalam bentuk penyediaan data dan informasi, pelatihan dan konsultasi yang berkaitan dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangannya kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Selama proses plekasanaan pengarustamaan gender maka dilakukan pula kegiatan pemantauan dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut: Pimpinan instansi dan lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah melaksanakan dan bertanggungjawab pada pemantauan dan evaluasi terhadap pengarusutamaan gender di lingkungannya.
58
Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengarusutamaan gender, oleh pimpinan instansi dan lembaga pemerintah baik pusat dan daerah dilaporkan kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. 2.4.3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Selain menangani permasalahan yang terkait dengan perempuan, Bappermas Kota semarang juga menangani permasalahan yang terkait dengan anak-anak, dalam hal ini perlindungan anak. Hal ini dikarenakan, semakin banyak muncul kasus-kasus yang terkait dengan kekerasan dan eksploitasi anak di Kota Semarang khususnya dan kota-kota lainnya. Oleh karena itu dalam merumuskan renstra BAPERMASPER & KB Kota semarang juga perlu meninjau undang-undang yang mengatur tentang perlindungan anak dalam hal ini Nomor 23 Tahun 2002.
a.
Penjelasan Umum Tentang UU Nomor 23 Tahun 2002 Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang
Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah. Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus
59
berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut : a. Nondiskriminasi; c. Kepentingan yang terbaik bagi anak; d. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan e. Penghargaan terhadap pendapat anak. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.
2.4.4 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 Tanggal 30 Desember 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak Adanya perihal perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dan eksplotasi yang merugikan anak maka Pemerintah Indonesia mengeluarkan KEPRES RI Nomor 87 Tahun 2002 Tanggal 30 Desember 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak. Kepres ini mendukung kebijakan UU No. 23 Tahun 2002 dan lahir karena didorong oleh keprihatinan yang mendalam terhadap berbagai kasus eksploitasi seksual komersial terhadap anak di Indonesia yang mulai merisaukan dan mencemaskan kehidupan dan masa depan anak-anak Indonesia. Disamping itu, komitmen nasional dan internasional telah memberikan landasan legal dan moral bagi bangsa Indonesia untuk memerangi dan menghapus eksploitasi seksual komersial terhadap anakanak Indonesia. a.
Latar Belakang Kepres RI Nomor 87 Tahun 2002 Tanggal 30 Desember 2002 Anak merupakan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa wajib dilindungi dan dijaga
kehormatan, martabat dan harga dirinya secara wajar, baik secara hukum, ekonomi, politik, sosial dan budaya tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Anak adalah generasi penerus bangsa yang akan sangat menentukan nasib dan masa depan bangsa secara keseluruhan di masa
60
yang akan datang. Anak harus dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah dan kodratnya, oleh karena itu segala bentuk perlakuan yang mengganggu dan merusak hakhak anak dalam berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi yang tidak berperikemanusiaan termasuk eksploitasi untuk tujuan seksual komersial harus segera dihentikan tanpa kecuali. Korban diperlakukan seperti komoditas yang dapat diperjual belikan dan dirampas hak-haknya bahkan beresiko tinggi terhadap gangguan kesehatan jasmani, rohani dan sosialnya serta berpengaruh buruk terhadap masa depannya. Terdapat tiga bentuk eksploitasi seksual komersial terhadap anak yaitu prostitusi anak, pornografi anak, dan perdagangan (trafiking) anak untuk tujuan seksual. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan pada tahun 1997/1998, ketiga bentuk eksploitasi seksual komersial anak tersebut ditemukan dengan skala dan intensitas yang berbeda. Prostitusi anak di Indonesia telah meluas, jumlah anak yang dilacurkan diperkirakan mencapai 30% dari total prostitusi yakni sekitar 40.000-70.000 anak atau bahkan lebih. Gejala prostitusi anak diperkirakan akan terus meningkat karena tidak ada prasyarat yang menunjukkan adanya penurunan permintaan. Pornografi anak terjadi dalam skala paling rendah, namun dengan terbukanya arus informasi global, bukanlah hal yang tidak biasa menampilkan figur anak berumur belasan tahun dalam situs internet yang dapat diakses oleh siapapun. Kasus-kasus perdagangan (trafiking) anak untuk tujuan seksual diidentifikasi terjadi di Indonesia. Dalam hal perdagangan anak untuk tujuan seksual secara lintas batas negara, Indonesia merupakan negara asal dengan tujuan ke negara-negara tetangga sekitar Indonesia. Dengan demikian, menjadi nyata bahwa kegiatan eksploitasi seksual komersial anak merupakan kejahatan kemanusian dan pelanggaran berat hak asasi manusia yang harus dibasmi sampai keakar-akarnya dan ditangani secara sungguh-sungguh melalui Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak dengan melibatkan semua pihak dengan potensi yang dimilikinya. Perumusan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (RAN-PESKA) di Indonesia merujuk kepada kesepakatan yang tertuang dalam empat instrumen internasional/ regional sebagai berikut: a. Konvensi tentang Hak-hak Anak (KHA), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990; b. Deklarasi dan Agenda Aksi Stockholm, disepakati pada tahun 1996; c. Komitmen dan Rencana Aksi Regional Kawasan Asia Timur dan Pasifik melawan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (Regional Commitment and Action Plan of the East Asia and Pacific Region against Commercial Sexual Exploitation of Children), ditandatangani di Bangkok pada bulan Oktober 2001; dan d. Komitmen Global Yokohama, disepakati pada bulan Desember 2001.
61
Instrumen pertama dan keempat memberikan landasan legal dan moral, sedang instrumen kedua dan ketiga, selain memberikan landasan moral juga memberikan kerangka program bagi upaya penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), baik di tingkat internasional dan regional maupun nasional dan lokal. Kerangka yang diberikan oleh Agenda Aksi Stockholm dan Komitmen dan Rencana Aksi Regional Kawasan Asia Timur dan Pasifik melawan Eksploitasi Seksual Komersial Anak terbagi menjadi lima kategori, yaitu: Koordinasi dan Kerjasama; Pencegahan; Perlindungan; Pemulihan dan Reintegrasi Sosial dan Partisipasi Anak. Selain terkait dengan berbagai instrumen internasional/ regional tersebut, perkembangan yang terjadi di tingkat nasional telah memberikan landasan baru bagi perumusan Rencana Aksi ini, yaitu : a. Perubahan Kedua atas Undang-Undang Dasar 1945 pada Agustus 2000, yang memberikan landasan konstitusional bagi pengakuan hak anak atas perlindungan. Hal ini termuat dalam Pasal 28 B (ayat 2) UUD 145 yang menyatakan, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” b. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan landasan legal bagi perumusan Rencana Aksi ini. Hal ini termuat dalam pasal 52 (ayat 1) yang menyatakan, “Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orangtua, keluarga, masyarakat, dan negara”. Selain itu juga termuat dalam Pasal 65 yang menyatakan, “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.” c. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perihal yang terkait dengan perlindungan anak pada undang-undang ini termuat dalam Pasal 13 (ayat 1) yang menyatakan, “Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.” Selain itu juga termuat dalam Pasal 59 yang menyatakan bahwa Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada “… anak (yang) tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan ...”. Selanjutnya Pasal 66 sampai dengan Pasal 68 menjabarkan lebih lanjut tentang operasionalisasi perlindungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 di atas.
b.
Arah Kebijakan dalam Kepres RI Nomor 87 Tahun 2002 Tanggal 30 Desember 2002
62
Penetapan kebijakan Kepres RI Nomor 87 tahun 2002 tertanggal 30 Desember 2002 memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut: 1. Memberikan perlindungan kepada setiap anak dari eksploitasi seksual komersial dan memfasilitasi pemenuhan hak-hak anak sesuai Konvensi tentang Hak-Hak Anak; 2. Mengurangi jumlah anak yang rawan eksploitasi seksual komersial; 3. Mengembangkan lingkungan, sikap dan praktek yang tanggap terhadap hak-hak anak. Berdasarkan beberapa tujuan di atas, maka visi yang ingin dicapai dengan ditetapkannya kebijakan Kepres RI Nomor 87 tahun 2002 tertanggal 30 Desember 2002 adalah sebagai berikut: ”Setiap anak tanpa diskriminasi apapun terlindungi dari kekerasan dan eksploitasi seksual komersial dan dapat terpenuhi semua hak-haknya sesuai yang ditetapkan dalam Konvensi tentang Hak-hak Anak, dalam suatu lingkungan yang menghormati kepentingan terbaik anak, menghargai pandangan-pandangan anak, dan yang mendukung kelangsungan hidup mereka” Sedangkan misi yang diemban untuk mencapai visi dengan ditetapkannya kebijakan Kepres RI Nomor 87 tahun 2002 tertanggal 30 Desember 2002 adalah sebagai berikut: ”Memberikan kepada setiap anak tanpa diskriminasi atas dasar apapun perlindungan maksimum dari ancaman kekerasan dan eksploitasi seksual komersial dan sekaligus mengupayakan pemenuhan hak-hak anak terutama bagi mereka yang beresiko dan yang menjadi korban kekerasan dan eksploitasi seksual; serta mengembangkan suatu lingkungan yang menghormati kepentingan terbaik anak, menghargai pandanganpandangan anak dan yang mendukung kelangsungan hidup anak” Untuk mencapai tujuan-tujuan umum di atas maka lima kelompok agenda yang direkomendasikan dalam Agenda Aksi Stockholm di adopsi sebagai berikut : 1. Pengembangan koordinasi dan kerjasama antara pemerintah dan nonpemerintah termasuk kelompok anak-anak di tingkat nasional dan lokal serta di tingkat internasional dan regional guna merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi program penghapusan ESKA. 2. Penyediaan akses ke pendidikan dasar dan layanan kesehatan seluasluasnya kepada semua anak, pengembangan sumber pendapatan alternatif bagi keluarga-keluarga yang rawan ESKA, pengarusutamaan hak anak dan penguatan sistim hukum guna pencegahan ESKA. 3. Pengembangan dan/atau penguatan hukum nasional guna memberikan perlindungan kepada anak, antara lain dengan mengkriminalisasikan pelaku eksploitasi seksual anak dan memperlakukan anak sebagai korban dan menerapkan hukum pidana secara ekstra-teritorial, serta penguatan peran masyarakat sipil dalam perlindungan anak. 4. Pengarusutamaan pendekatan yang tidak bersifat menghukum (nonpunitive) kepada korban ESKA, penyediaan pelayanan pemulihan dan pengembangan sumber pendapatan alternatif 63
bagi korban ESKA dan keluarga mereka, serta pengembangan budaya yang mendukung pengintegrasian kembali korban ke keluarga dan masyarakat. 5. Pengembangan kapasitas anak agar mereka bisa berpartisipasi secara maksimal dalam perencanaan, implementasi, pemantauan dan evaluasi program-program penghapusan ESKA termasuk dengan pembentukan komite anak yang independen.
2.4.5 Arahan Kebijakan Bidang Keluarga Berencana Proses perumusan arah kebijakan dalam bidang Keluarga Berencana pada Bapermasper dan KB perlu melihat seberapa besar pencapain sasaran dari kebijakan bidang KB tahun sebelumnya. Hal ini nantinya akan digunakan untuk mengetahui bagaimana kefektifan kebijakan yang telah ditetapkan serta kebijakan mana saja yang perlu diperbaiki dan ditambah. Sejauh ini banyak pencapaian sasaran nasional di bidang Keluarga Berencana pada 5 (lima) tahun terakhir (2004-2009) yang belum tercapai. Berikut beberapa sasaran nasional yang belum tercapai: 1. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk masih tinggi. Adapun target dari LPP laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14% per tahun tidak tercapai; 2. Total Fertility Rate (TFR) cenderung stagnan dan bervariasi antar propinsi dan menurut kondisi sosial, ekonomi, dan geografis. Adapun target TFR menjadi 2,2 per wanita juga tidak tercapai; 3. Tingkat kelahiran pada kelompok umur muda meningkat; 4. CPR masih rendah terutama pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah dan
yang tinggal di perdesaan. Selain itu juga proporsi penggunaan kontrasepsi hormonal dan jangka pendek lebih besar. 5. Angka kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) masih tinggi dan sangat bervariasi antar propinsi. Target unmet need menjadi 6 % tidak tercapai; 6. Tingkat partisipasi pria untuk mengikuti program KB masih rendah. Target Peserta KB laki-laki menjadi 4,5 % tidak tercapai; 8. Median usia kawin pertama perempuan masih rendah. Target Rata-rata usia kawin pertama perempuan menjadi 21 tahun tidak tercapai; 9. Proporsi wanita yang menikah pada usia di bawah 16 tahun masih tinggi, terutama wanita yang tinggal di daerah perdesaan; 10. Peningkatan penggunaan alat kontrasepsi yang efektif serta efisien tidak tercapai; 11. Peningkatan partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh-kembang anak sudah tercapai walaupun masih relatif rendah; 12. Tidak tercapainya peningkatan jumlah Keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif;
64
13. Tidak tercapainya peningkatan jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Hal ini disebabkan kurang berjalannya sistem reward atau penghargaan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan peserta KB sehingga menurunkan motivasi mereka dalam mensukseskan program KB; 14. Tingginya kasus-kasus aborsi yang tidak aman; 15. Belum tertatanya administrasi kependudukan. Uraian beberapa hal di atas memunculkan sejumlah isu di bidang keluarga dan kependudukan secara nasional dari berbagai aspek yakni sebagi berikut: 1. Aspek Kebijakan : Komitmen internasional yang sudah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia belum diikuti dengan tindak lanjut yang jelas sampai ke daerah. Komitmen politis masih dalam taraf retorika, baik di kalangan legislatif maupun eksekutif terutama di daerah. Akibatnya pembangunan kependudukan dan KB tidak menjadi program prioritas. Kebijakan pembangunan kependudukan dan KB masih terkesan sentralistik dan seragam. Selain itu kebijakan tersebut belum mencerminkan kondisi masing-masing daerah. 2. Aspek Pengelolaan/ Manajemen : Kurang terkoordinasikannya program antar-sektor, sehingga masih terjadi tumpang-tindih program antar sektor. Sulitnya mendapatkan data dan informasi yang akurat untuk kepentingan monitoring dan evaluasi dari masing-masing program yang telah dietapkan Kurang berjalannya mekanisme operasional di tingkat lini lapangan pendekatan serta melemah partisipasi dari semua stakeholder yang terkait. 3. Aspek Kelembagaan : Tidak ada lembaga/ institusi yang bertanggung jawab mengkoordinasikan kebijakan pembangunan kependudukan secara komprehensif. Beragamnya kelembagaan termasuk bentuk dan strukturnya yang menangani program KB di daerah. Terdapat dua lembaga di tingkat provinsi yang bertanggung jawab terhadap program KB yakni instansi vertikal dan daerah/ SKPD. 4. Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) : Pengetahuan para penentu kebijakan kependudukan dan KB masih kurang. Terbatasnya jumlah dan kapasitas tenaga pelaksana program di lapangan (PPLKB dan PLKB).
65
Bedasarkan pada beberapa sasaran yang tidak tercapai dan beberapa isu yang muncul di bidang KB, sehingga dapat ditumuskan beberapa arahan kebijakan pada bidang Keluarga Berencana dan Kependudukan adalah sebagai berikut: 1. Mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dengan mengendalikan laju tingkat kelahiran bayi melalui beberapa program sebagai beriku: a. Upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB bagi seluruh masyarakat, terutama bagi kelompok yang memperlihatkan tanda-tanda bermasalah (indicated) seperti keluarga miskin dan rentan, berpendidikan rendah, PUS mupar (muda dan paritas rendah), serta daerah terpencil, pedesaan, dan daerah dengan unmet need tinggi (segmentasi sasaran); b. Membuat inovasi baru dalam pelayanan kesehatan reproduksi/KB sebagai bagian dari hak asasi manusia; c. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi bagi pasangan usia subur tentang kesehatan reproduksi; d. Melindungi peserta KB dari dampak negatif penggunaan alat dan obat kontrasepsi; e. Peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan alat dan obat kontrasepsi dan peningkatan pemakaian kontrasepsi yang lebih efektif dan efisien untuk jangka panjang secara merata; 2. Meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga yang lebih baik serta pendewasaan usia perkawinan melalui: a. Upaya peningkatan pemahaman remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi. b. Penguatan institusi masyarakat dan pemerintah yang memberikan layanan kesehatan reproduksi remaja. c. Pemberian konseling tentang permasalahan remaja. d. Pemberian pendidikan kependudukan kepada anak usia sekolah dan remaja. 3. Meningkatkan pemberdayaan dan ketahanan keluarga secara menyeluruh terutama dalam kemampuan pengasuhan dan penumbuhkembangan anak, dan peningkatan kualitas lingkungan keluarga melalui: a. Pengembangan akses terhadap kualitas hidup keluarga: ekonomi, kesehatan, pendidikan, parenting (beyond family planning). b. Menggalang kemitraan dengan masyarakat, swasta dan profesi/ perguruan tinggi. 4. Memperkuat institusi/ kelembagaan dan jejaring pelayanan KB yang berkualitas melalui: a. Mengintensifkan upaya advokasi dan KIE, dengan pendekatan 3 (tiga) level sasaran (universal/ masyarakat umum, selected/ kelompok beresiko, dan indicated/ kelompok yang memperlihatkan tanda-tanda bermasalah).
66
b. Kerjasama (kemitraan) dengan masyarakat luas termasuk swasta dan kelompok professional serta perguruan tinggi, dalam upaya pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk dan pembudayaan keluarga kecil berkualitas. c. Mengembangkan pengelolaan Program KB terutama mekanisme operasional berdasarkan budaya, situasi, kondisi dan kebijakan pembangunan daerah. d. Peningkatan kapasitas SDM di semua tingkatan terutama di tingkat lapangan (kabupaten/ kota ke bawah).
2.4.6 Arah Kebijakan Bidang Pemberdayaan Masyarakat Sama halnya dengan bidang penentuan arah kebijakan bidang KB, proses perumusan arah kebijakan dalam bidang Pemberdayaan Masyarakat pada Bapermasper dan KB juga perlu melihat kebijakan sebelumnya. Berdasarkan pada kebijakan dari Bappenas maka dapat disimpulkan kebijakan dan program bidang pemberdayaan yakni merubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari project base menjadi program base, melalui beberapa cara sebagai berikut: •
Komunitas sebagai pemanfaat.
•
Pengambilan keputusan dibantu fasilitator.
•
Komunitas sbg pelaku pembangunan.
•
Pengambilan keputusan oleh komunitas Adapun beberapa
pengembangan prinsip-prinsip dasar dalam penentuan arah kebijakan
bidang pemberdayaan masyarakat antara lain sebagi berikut: •
Demokratis
•
Investasi sesuai kebutuhan masyarakat (open menu), termasuk untuk pengembangan kelembagaannya.
•
Maksimasi partisipasi masyarakat miskin.
•
Peningkatan kesetaraan gender.
•
Peningkatan transparansi dan akses informasi.
•
Pendampingan teknis dan supervisi.
•
Sederhana dalam implementasi (aturan yang sederhana, desain kerja yang fleksibel, dll).
•
Pola insentif yang tepat.
67