SAMBUTAN MENTERI NEGARA PPN/KEPALA BAPPENAS PADA RAPAT KOORDINASI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2003 Jakarta, 17 Februari 2003
1.
Pendahuluan
Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara dalam Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional (RAKORPANNAS) ini. Tema utama RAKORPANNAS ini yaitu “Reformasi Birokrasi Dalam Mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik”, menurut saya mempunyai arti yang penting dan bersifat sangat strategis bagi pemahaman atas musibah yang sedang kita alami saat ini maupun untuk merangsang pemikiran terhadap berbagai inovasi kebijakan di masa mendatang. Saat ini kita telah memasuki tahun keenam era reformasi. Namun demikian bangsa ini belum juga dapat terlepas dari keterpurukan dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya keterpurukan etika dan moral. Buruknya etika dan moral ini telah mengakibatkan suburnya praktik KKN dan rendahnya kinerja birokrasi. Kinerja birokrasi kita, seperti pernah disampaikan Presiden, masih ”amburadul, sulit dikendalikan dan tidak memiliki inisiatif untuk turut menyukseskan agenda negara.” Oleh karena itu upaya untuk dapat segera keluar dari kemelut yang terjadi perlu dicoba dengan berbagai terobosan kebijakan yang berpusat pada strategi untuk mengurangi kolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN) secara tegas. Permasalahan sebenarnya bukan pada mampu atau tidak mampunya bangsa ini memberantas korupsi, tetapi pada mau atau tidak maunya kita mewujudkan itu. Sebab, kebijakan ke arah pemberantasan KKN sejak era Presiden pertama sampai Presiden kelima terus menerus dilakukan, tetapi faktanya patologi KKN ini tidak pernah surut, justru sebaliknya. Sehingga tidak berlebihan kalau kebijakan pemberantasan KKN yang selama ini ada hanya menambah tebal lembaran arsip negara saja, tanpa sedikitpun mengurangi kualitas dan kuantitas perilaku korupsi di lingkungan penyelenggara negara baik di pusat maupun di daerah. Sungguh sangat menyedihkan bahwa KKN telah merasuki hingga tulang sumsum kehidupan penyelenggara negara. Sehingga tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa “korupsi telah membudaya di kalangan masyarakat Indonesia.” Suatu predikat yang sangat menyakitkan hati dan merendahkan martabat bangsa ini. Namun demikian, respon dan tanggapan terhadap predikat tersebut ternyata hanya bersifat kosmetik dan sama sekali tidak menyentuh atau menyelesaikan inti permasalahan KKN itu sendiri. Hingga saat ini, belum timbul suatu pembenaran terhadap “suatu bentuk tindakan hukum memadai” yang memperlihatkan kesungguhan pemerintah dalam melakukan pemberantasan KKN. Perilaku KKN di lingkungan birokrasi pemerintahan telah menjadi sesuatu yang nyaris tidak terelakkan. Sehingga hampir sulit ditemukan satu institusi pemerintah yang tidak melakukan KKN, sekalipun institusi tersebut adalah institusi yang memiliki kewenangan untuk memberantas KKN. Penguatan akan betapa sakitnya birokrasi pemerintahan di Indonesia dapat dilihat antara lain dari hasil survai Political and Economic Risk Consultancy (PERC), suatu lembaga riset yang berbasis di Hongkong, yang menunjukkan bahwa kualitas birokrasi Indonesia hingga 2001 (65 tahun setelah Indonesia merdeka dan 4 empat tahun sejak orde baru tumbang) masih tetap yang terburuk bersama India dan Vietnam. Kalau hasil tersebut dianggap benar maka birokrasi pemerintah, baik itu disadari atau tidak, telah menjauhkan bangsa ini dari cita-cita para Founding Fathers yang ingin “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Halaman 2
Jika kita ingin menelusuri lebih jauh penyebab dari tindakan yang berorientasi KKN paling tidak dapat saya singgung 3 (tiga) aspek besar, yaitu: 1.1.
Etika dan Moral Birokrasi Pemerintah yang Rendah.
Sebagai bangsa yang religius seharusnya tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan dapat dihindari. Namun demikian, kenyataan membuktikan lain. Birokrasi pemerintah, mulai dari tingkat elit sampai pada aparatur di tingkat bawah memiliki kecenderungan yang sama untuk berperilaku KKN. Yang berbeda hanyalah porsi atau caranya saja. KKN berawal dari keserakahan materi dan berkembang menjadi kelainan-kelainan yang sifatnya bukan lagi kebendaan. Selain perilaku korup, keserakahan ini juga menyuburkan berbagai bentuk persekongkolan jahat (kolusi) yang hanya menguntungkan kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan negara. Demikian pula proses nepotisme yang terjadi telah mengakibatkan banyak permasalahan yang tidak lagi mampu diatasi oleh birokrasi pemerintah sendiri. Penyakit KKN yang melingkupi birokrasi dewasa ini tidak lagi berkaitan dengan tingkat pendidikan. Hal ini terlihat bahwa pada aparatur yang telah memiliki tingkat pendidikan di atas rata-rata, kecenderungannya untuk melakukan KKN justru semakin mewabah. Banyak pemikiran-pemikiran di lingkungan elit birokrasi pemerintah menjadi terjungkirbalik untuk memberikan pembenaran terhadap perilaku KKN yang dilakukan. Dengan demikian, setiap kebijakan yang lahir akan cenderung menjelma menjadi sesuatu yang sangat tidak masuk akal. Orang-orang yang masih waras, yang jiwa dan mindset-nya masih belum terjangkit KKN, tidak bisa mengerti bagaimana mungkin orang-orang yang pendidikan dan jabatannya begitu tinggi memakai pengetahuan dan jabatannya untuk merumuskan kebijakan yang sangat merugikan orang banyak dan sangat tidak adil. Dalam membela kebijakannya, ilmu pengetahuan dipakai untuk berargumentasi seperti pokrol tanpa alur pikir yang jernih dan tanpa argumentasi, tetapi mengemukakan dalil-dalil yang digebrak-gebrakkan di atas meja diskusi.
Halaman 3
1.2.
Rendahnya Gaji Pegawai Negeri.
Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokokpokok Kepegawaian dinyatakan bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Adapun yang dimaksud dengan gaji adil dan layak adalah bahwa gaji PNS tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga PNS dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Amanat UU 43/1999 ini belum dilaksanakan secara sungguhsungguh. Betapa reformasi birokrasi akan sulit dicapai tanpa memperhatikan kesejahteran pegawai negeri (termasuk TNI dan Polri). Pegawai negeri adalah manusia, dan memiliki hak asasi untuk hidup layak. Oleh karena itu, adalah tidak adil dan tidak manusiawi bila pegawai negeri hanya disuruh bekerja dengan gaji “perjuangan” saja. Betapa tidak, selama 3 dekade kepemerintahan orde baru, sistem gaji “perjuangan” ini telah menimbulkan social costs, selain economic costs, yang sangat mahal khususnya dalam bentuk “pembenaran dan penyebaran” praktek-praktek KKN di lingkungan birokrasi pemerintah. Untuk melakukan penghapusan terhadap social costs tersebut tentu bukan merupakan hal mudah, dan hal yang inilah yang kita hadapi dewasa ini. Rendahnya kinerja birokrasi tentu sangat erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan mereka yang rendah yang mempengaruhi semangatnya untuk bekerja dengan baik. Bahkan sejak awalnya pegawai negeri tanpa sadar telah terdorong untuk menciptakan tambahan kesejahteraan dengan mensiasati hal-hal yang berkaitan dengan kewenangan dan tugasnya. Perilaku KKN itu tidak hanya terjadi antara birokrasi dengan dunia usaha dan masyarakat dalam pemberian jasa pelayanan, tetapi yang lebih tragis adalah bahwa KKN juga terjadi antar birokrasi pemerintah itu sendiri. 1.3.
Kurangnya keteladanan dari Pimpinan.
Perilaku KKN yang telah mendarahdaging di lingkungan birokrasi pemerintah mulai dari elit sampai pada level yang paling bawah. Pada level atas, keserakahan dan gaya hidup konsumeristik Halaman 4
telah mendorong mereka melakukan tindakan di luar kepatutan. Dengan pola hidup mewah namun dengan penghasilan yang jauh dari mencukupi, mengakibatkan banyak sekali birokrat, secara sadar ataupun tidak, telah menggadaikan jabatannya agar kebutuhan komsumtif mereka dapat terpenuhi. Sedangkan pada level bawah, kebutuhan yang mendesak seperti kebutuhan keluarga, kebutuhan membayar utang, kebutuhan pengobatan, kebutuhan untuk membiayai pendidikan anak-anak dan lainnya merupakan bentuk-bentuk dorongan bagi aparat yang berpenghasilan kecil dalam melakukan KKN. Pertanyaan “siapa yang harus memberantas KKN” menjadi kabur. Dengan kondisi ini, pejabat di lingkungan birokrasi pemerintah yang dapat menjadi panutan menjadi semakin langka. KKN sudah membuat beberapa elit bangsa kita tidak lagi dapat berpikir secara waras. Nalarnya jungkir balik dan tanpa sadar menyatakannya di mana-mana hal-hal yang sama sekali tidak masuk akal. Namun demikian, bukannya malu dan mati-matian mengoreksinya, melainkan meminta-minta, mengemis kepada bangsabangsa lain. Bukannya menciptakan kekayaan, tetapi menjual apa saja yang dimilikinya dengan harga murah. Bukannya membangun industriindustri sendiri dengan semua kekayaan alam yang ada, tetapi berkeliling dunia mengemis supaya perusahaan-perusahaan asing datang berinvestasi di Indonesia. Kemudian apa yang terjadi, semakin kita meminta-minta mereka datang, semakin mereka mentertawakan dan menghina kita selama mereka tidak dapat membuat laba di Indonesia. Kalau perilaku elit birokrasi pemerintah tersebut di atas terus menerus terjadi dan tidak ada shock teraphy sedini mungkin, maka sudah dapat dipastikan bahwa Indonesia tidak mungkin keluar dari permasalahan yang dihadapinya dewasa ini. Dan pemikiran yang paling ekstrim lagi kalau keadaan ini terus berlanjut, maka tidak tertutup kemungkinan Indonesia di masa mendatang akan seperti Uni Sovyet yang hanya dapat ditemukan kembali dalam buku-buku sejarah.
2.
Konsep Pemberantasan Korupsi
Seperti telah dikemukakan tadi, pemahaman bahwa KKN sangat merusak baik material maupun spiritual, sudah banyak dikemukakan. Halaman 5
Karena itu juga sangat banyak yang menyuarakan bahwa KKN harus diberantas. Tetapi bagaimana caranya memberantas yang konkret, dalam bentuk rencana tindak atau plan of action tidak banyak yang memikirkan. Dalam makalah ini saya mencoba merumuskan dan melihatnya secara lebih luas, karena ternyata dalam pemberantasan KKN banyak aspek yang saling berkaitan satu dengan lainnya. 2.1.
Konsep Carrot and Stick atau Kecukupan dan Hukuman
Konsep pemberantasan korupsi yang sederhana, yaitu menerapkan carrot and stick. Keberhasilannya sudah dibuktikan oleh banyak negara, antara lain Singapura dan yang sekarang sedang berlangsung di RRC. Carrot adalah insentif atau pendapatan netto untuk pegawai negeri, baik sipil maupun TNI dan Polisi yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai dengan pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya. Kalau perlu pendapatan ini dibuat demikian tingginya, sehingga tidak saja cukup untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang “gagah”. Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingkat pendapatan orang yang sama dengan kualifikasi pendidikan dan kemampuan serta kepemimpinan yang sama di sektor swasta. Sedangkan stick adalah kalau kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih berani korupsi, hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi. 2.2. Sistem Penggajian (Salary System) Sistem penggajian PNS dan TNI/POLRI menjadi sangat ruwet, karena mengandung banyak unsur seperti gaji pokok, tunjangan jabatan dan berbagai tunjangan lainnya, tunjangan in natura dan sebagainya. Maka dalam makalah ini kesemuanya digabung menjadi satu setelah dipotong pajak dengan istilah “pendapatan bersih”. Sistem penggajian harus dibenahi agar sesuai dengan merit system. Yang tingkat pekerjaan serta tanggungjawabnya lebih berat harus Halaman 6
mendapatkan pendapatan bersih yang lebih besar. Yang dimaksud adalah bahwa penjenjangan tingkat pendapatan bersih harus proporsional dan adil. Maka tindakan pertama adalah membenahi keseluruhan pendapatan bersih dari pegawai negeri sipil maupun TNI dan POLRI yang diselaraskan secara proporsional dan adil berdasarkan merit system. 2.3. Reformasi dan Perampingan Birokrasi Jumlah pegawai negeri kita sekitar 4 juta orang. Jumlah ini akan terlihat sedikit jika dibandingkan dengan populasi. Namun jika dibandingkan dengan beban perkerjaan yang dapat dilakukan secara efektif dan efisien, maka jumlah ini akan terlihat besar. Jumlah PNS yang sedemikian ini tentu tidak terlepas dari kenyataan bahwa selama RI berdiri sampai sekarang tidak pernah dilakukan audit terhadap struktur organisasi, jumlah personalia, garis-garis komunikasi, rentang kendali atau span of control, sistem dan prosedur pengambilan keputusan dan sebagainya. Maka berlakulah apa yang dalam dunia ilmu organisasi dan manajemen dikenal dengan hukum Parkinson, bahwa setiap organisasi mempunyai kecenderungan membengkak tanpa ada gunanya. Dalam organisasi modern yang seringkali jauh lebih besar dari sebuah kementerian, sudah menjadi kebiasaan bahwa secara teratur, misalnya setiap 3 sampai 5 tahun sekali, organisasinya diaudit. Diteliti oleh para ahli organisasi dan manajemen apakah organisasinya masih optimal untuk mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan. Prosedur ini dinamakan structure follows strategy. Ini adalah kebalikan dari yang biasa kita alami. Setiap kali organisasi baru dibentuk atau organisasi lama hendak dibenahi, yang pertama dilakukan adalah menggambar struktur organisasi yang sudah kita kenal, yaitu kotak-kotak yang disusun secara vertikal dan horisontal. Setelah struktur selesai barulah diisi dengan nama-nama orang-orang yang akan ditempatkan dalam posisi yang sudah digambarkan dalam kotak-kotak tersebut. Prosedur ini sangat salah, tetapi sangat lazim dilakukan orang karena keawamannya dalam bidang ilmu organisasi dan ilmu manajemen. Prosedur yang salah ini disebut strategy follows Halaman 7
structure. Jelas bahwa strategi dikalahkan oleh organisasi yang disodorkan. Dengan cara ini bagaimana mungkin suatu tujuan dapat tercapai secara optimal? 2.4. Hukuman Koruptor Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya sudah seperti Indonesia, hukuman yang setengah-setengah tidak akan mempan lagi, karena boleh dikatakan semuanya sudah terjangkit penyakit korupsi. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal. Untuk Indonesia, hukuman yang paling tepat mungkin adalah hukuman mati. Paling tidak hukuman seumur hidup. Kecuali itu, seperti telah diindikasikan oleh istilah KKN, hukuman tidak saja dikenakan pada yang melakukan korupsi, tetapi juga istri dan anak-anaknya. Kebanyakan penguasa melakukan korupsi karena dorongan, rayuan atau rengekan dari istri, suami atau anakanak. Bentuk hukuman itu misalnya diperlakukan sebagai orang yang telah bangkrut. Semua harta kekayaannya disita. Mereka hanya dibolehkan hidup yang dibatasi standarnya. 2.5. Dari Mana Pemberantasan KKN Dimulai? Pemberantasan KKN harus dimulai dari pimpinan tertinggi. Pimpinan tertinggi tidak berarti hanya Presiden, tetapi semua pimpinan tinggi dan tertinggi negara. Kepada mereka dijelaskan sejelas-jelasnya bahwa pendapatan bersihnya akan dicukupi sampai benar-benar nyaman dan akan dihukum seberat-beratnya kalau masih melakukan KKN. Orang-orang tersebut dipilih yang kiranya dapat diajak mulai membersihkan bangsa kita dari KKN. Tetapi kecuali bahwa mereka tidak boleh melakukan KKN dengan ancaman hukuman sangat berat, kepada mereka juga dituntut untuk benar-benar tega dan tegas menghukum yang KKN.
Halaman 8
3.
Kesimpulan
Kerugian kebendaan yang diakibatkan oleh KKN buat bangsa kita luar biasa besarnya. Yang lebih menyedihkan, KKN terus berjalan yang semakin lama semakin hebat, dan sudah merambat ke dalam otak, budaya, gaya hidup, tata nilai yang membuat kita tidak mempunyai kepercayaan dan tidak mempunyai harga diri lagi. Karena KKN, di mana-mana di dunia, bangsa Indonesia sudah dijadikan bahan hinaan dan tertawaan dalam percakapan-percakapan sosial. Pemberantasan KKN harus diwujudkan secepatnya. Tidak melalui slogan-slogan, tetapi melalui konsep dan rencana tindak (action plan) yang konkret. Konsep yang kami kemukakan dalam tulisan ini dimaksud sebagai salah satu alternatif pemikiran untuk mulai memberantas KKN secara konkret dan yang secara teknis memang dapat dilaksanakan. Akhirnya kami sangat mengharapkan Rapat Koordinasi PAN ini akan dapat menghasilkan berbagai kebijakan yang tegas dan efektif dalam menuntaskan KKN dan mewujudkan good governance. Sekian dan Terima Kasih.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, ttd Kwik Kian Gie
Halaman 9