KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN NOMOR : PER.068/DJ-P2HP/2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN DIREKTUR JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN, Menimbang
:
a. bahwa pengolahan dan pemasaran hasil perikanan merupakan salah satu unsur pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan; b. bahwa dalam rangka mewujudkan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang optimal diperlukan Pegawai Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yang berkualitas dan profesional; c. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a dan b perlu ditetapkan Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 3. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004;
4. Keputusan Presiden Nomor 47/M Tahun 2005 tentang Pengangkatan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan; 5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 7. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun Percepatan Pemberantasan Korupsi;
2004
tentang
8. Keputusan Presiden Nomor 16/M Tahun 2011 tentang Pengangkatan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan; 9. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan; 10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan. MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN PENGERTIAN Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Pegawai Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yang selanjutnya disebut Pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, termasuk tenaga harian. 2. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah pedoman tertulis yang mencakup normanorma perilaku yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh Pegawai Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan baik dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan maupun dalam pergaulan hidup sehari-hari.
3. Tim Pembinaan Etika Pegawai Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yang selanjutnya disebut Tim Pembinaan Etika Pegawai adalah lembaga non struktural yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta penyelesaian pelanggaran Kode Etik yang dilakukan pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 4. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan dan/atau tulisan dan/atau perbuatan pegawai yang bertentangan dengan Kode Etik. 5. Pelanggaran Kode Etik Berat adalah segala bentuk pelanggaran oleh pegawai yang merugikan negara dan dikategorikan sebagai tindak pidana. 6. Pelanggaran Kode Etik Ringan adalah segala bentuk pelanggaran oleh pegawai yang bukan merupakan tindak pidana. 7. Konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundangundangan diduga atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya. 8. Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 9. Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan atau pejabat lain yang ditunjuk. 10. Pengaduan secara elektronik adalah pengaduan atas pelanggaran Kode Etik yang disampaikan melalui surat elektronik (electronic mail/email) dan short message service (sms). 11. Stakeholder Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan adalah pihak-pihak lain yang terkait baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok yang mempunyai kepentingan dengan tugas pengelolaan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 12. Sanksi Moral adalah sanksi sosial yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada pelanggar Kode Etik. TUJUAN KODE ETIK Pasal 2 Kode Etik Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan bertujuan: 1. untuk dijadikan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan pegawai negeri sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari; 2. untuk menjaga citra dan kredibilitas Etik Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan melalui penciptaan tata kerja yang jujur dan transparan sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja serta keharmonisan hubungan antar pribadi baik di dalam maupun di luar lingkungan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan;
NILAI-NILAI DASAR KODE ETIK Pasal 3 Nilai-nilai dasar Kode Etik Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yaitu: a. Transparansi adalah keterbukaan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta standardisasi teknis di bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. b. Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dalam rangka pencapaian Visi dan Misi Kementerian Kelautan dan Perikanan. c. Kemandirian adalah keadaan dimana tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dilaksanakan secara profesional tanpa pengaruh pihak luar. d. Integritas adalah tindakan, sikap serta perilaku yang jujur baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan di sekitarnya sehingga bisa lebih obyektif dalam menghadapi suatu permasalahan serta memiliki disiplin dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. e. Profesionalisme adalah suatu bentuk pelaksanaan tugas dan kegiatan yang didasarkan atas pengetahuan yang luas, keterampilan, kedisiplinan, kemandirian dan ketaatan terhadap peraturan sehingga dapat memenuhi kompetensi yang disyaratkan. f. Religiusitas adalah kesadaran bahwa semua tindakan yang dilakukan selalu memiliki konsekuensi untuk diberikan penghargaan atau hukuman oleh Tuhan sehingga ketekunan dan ketaatan menjalankan ajaran agama dapat menjamin setiap tindakan yang dilakukan menjadi lebih baik. KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 4 Pegawai Negeri di lingkungan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan wajib mematuhi dan berpedoman pada unsur-unsur Kode Etik yang terdiri dari Kewajiban dan Larangan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan ini. Pasal 5 Pegawai Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan wajib : 1. Mentaati peraturan kepegawaian yang berlaku. 2. Memegang sumpah dan janji jabatan. 3. Menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, yaitu bersifat netral, tidak berpihak dan menghindari konflik kepentingan.
4. Melaporkan secara tertulis kepada Pimpinan/yang memberikan penugasan apabila mendapat tugas tetapi memiliki konflik kepentingan. 5. Menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, yaitu bersikap jujur dalam perbuatan maupun tingkah laku. 6. Bekerja secara profesional memberikan pelayanan kepada masyarakat dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sesuai dengan Prosedur Operasional Standar yang telah ditetapkan. 7. Mentaati dan mematuhi tata tertib disiplin kerja berupa ketentuan jam kerja serta memanfaatkan jam kerja untuk kepentingan kedinasan dan atau organisasi. 8. Mentaati dan mematuhi segala aturan, baik langsung maupun tidak langsung, mengenai tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum. 9. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik. 10. Melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atas setiap penerimaan gratifikasi. 11. Menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi yang diwajibkan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. 12. Menjaga nama baik Korps Pegawai dan institusi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Pasal 6 Pegawai Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dilarang : 1. Berpartisipasi sebagai kader partai politik dan melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. 2. Menyalahgunakan wewenang. 3. Berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan yang mungkin mengganggu penilaian yang tidak memihak atau mungkin menyebabkan terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya yaitu: a) Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, ke samping, atau semenda; dan atau b) Pernah bekerja atau memberikan jasa dalam kurun waktu 2 tahun terakhir; dan atau c) Mempunyai hubungan kerja sama (afiliasi); dan atau d) Pada masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 4. Memanfaatkan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain. 5. Membuat, mengkonsumsi, memperdagangkan dan atau mendistribusikan segala bentuk narkotika dan atau minuman keras dan atau obat-obatan psikotropika dan atau barang terlarang lainnya. 6. Melakukan perbuatan asusila dan berjudi.
7. Menerima gratifikasi sebagaimana dimaksud pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. PROSEDUR PENYAMPAIAN DUGAAN PELANGGARAN KODE ETIK Pasal 7 (1) Dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik diperoleh dari : a. Pengaduan tertulis; atau b. Pengaduan secara elektronik; atau c. Temuan atasan pegawai dari pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik. (2) Setiap orang atau stakeholders Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yang mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dapat menyampaikan pengaduan kepada atasan dari pegawai yang diduga melakukan pelanggaran dan ditembuskan kepada Bagian Kepegawaian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. (3) Penyampaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara tertulis dan/atau elektronik dengan menyebutkan jenis pelanggaran yang dilakukan, bukti-bukti dan identitas yang jelas dari Pelapor. (4) Atasan pegawai yang menerima pengaduan dan/atau mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik wajib meneliti pengaduan tersebut dan menjaga kerahasiaan identitas Pelapor. (5) Dalam melakukan penelitian atas pengaduan dan/atau dugaan pelanggaran Kode Etik, atasan dari pegawai yang diduga melakukan pelanggaran, secara hirarki wajib meneruskan kepada Pejabat yang berwenang untuk ditindaklanjuti oleh Tim Pembinaan Etika Pegawai. (6) Atasan pegawai yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (3) dan ayat (4) dianggap melakukan pelanggaran Kode Etik dan dikenakan sanksi moral. TIM PEMBINAAN ETIKA PEGAWAI Pasal 8 (1) Dalam rangka pengawasan pelaksanaan Kode Etik dibentuk Tim Pembinaan Etika Pegawai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. (2) Keanggotaan Tim Pembinaan Etika Pegawai terdiri dari Sekretaris Direktorat Jenderal, Direktur lingkup Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kepala Bagian Kepegawaian, dan Kepala Bagian Hukum, Organisasi, dan Humas. (3) Anggota Tim Pembinaan Etika Pegawai berjumlah ganjil, minimal 7 orang.
(4) Susunan Tim Pembinaan Etika Pegawai terdiri dari: a. Sekretaris Direktorat Jenderal sebagai Ketua merangkap Anggota; b. Direktur Pengolahan Hasil sebagai Anggota; c. Direktur Pengembangan Produk Nonkonsumsi sebagai Anggota; d. Direktur Pemasaran Dalam Negeri sebagai Anggota; e. Direktur Pemasaran Luar Negeri sebagai Anggota; f. Direktur Usaha dan Investasi sebagai Anggota; g. Kepala Balai Besar Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan sebagai Anggota; h. Kepala Bagian Kepegawaian sebagai Anggota; i. Kepala Bagian Hukum, Organisasi, dan Humas sebagai Anggota. (5) Apabila salah seorang dari Tim Pembinaan Etika Pegawai melakukan pelanggaran Kode Etik, maka yang bersangkutan dinonaktifkan keanggotaannya dalam Tim Pembinaan Etika Pegawai. (6) Jabatan dan pangkat Tim Pembinaan Etika Pegawai tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat Pejabat/Pegawai yang diperiksa. (7) Tim Pembinaan Etika Pegawai berwenang untuk memberikan rekomendasi jenis sanksi yang akan diberikan terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran Kode Etik. TATA CARA PEMERIKSAAN YANG DILAKSANAKAN TIM PEMBINAAN ETIKA PEGAWAI Pasal 9 (1) Sebelum pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi moral, Tim Pembinaan Etika Pegawai wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Pembinaan Etika Pegawai dengan cara sebagai berikut : a. secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi, pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dijatuhi sanksi moral; b. secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi, pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. c. Pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, dilakukan secara tertutup. d. Rapat minimal dihadiri oleh 5 orang anggota Tim Pembinaan Etika Pegawai.
SANKSI Pasal 10 (1)
Pegawai yang melanggar Kode Etik dikenakan sanksi moral.
(2)
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu : a. Sanksi moral berupa : 1) Permohonan maaf secara lisan dan/atau tertulis penyesalan, dan/atau pernyataan penyesalan; atau 2) Teguran tertulis; atau 3) Usulan pemberhentian dari petugas pelayanan; atau 4) Tidak diberi penugasan pelayanan dan atau jabatan selama jangka waktu tertentu, Yang disampaikan secara tertutup atau terbuka; dan atau b. hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 atau pernyataan dalam hal terjadi pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.
(3)
Bentuk sanksi moral dan keputusan penyampaian sanksi moral secara terbuka atau tertutup didasarkan pada pertimbangan besar atau kecilnya akibat dari pelanggaran yang dilakukan.
(4)
Penyampaian sanksi moral secara terbuka dilaksanakan bagi pelanggaran Kode Etik berat dan untuk penyampaian sanksi moral secara tertutup dilaksanakan bagi pelanggaran Kode Etik ringan.
(5)
Sanksi moral ditetapkan dengan surat keputusan oleh Pejabat yang berwenang yang memuat pelanggaran Kode Etik yang dilakukan.
(6)
Dalam hal sanksi moral disampaikan secara terbuka melalui : a. Forum pertemuan resmi Pegawai Negeri Sipil, upacara bendera atau forum lain disampaikan sebanyak 1 (satu) kali dan berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; b. Papan pengumuman atau media massa paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan pengenaan sanksi moral.
(7)
Penyampaian sanksi moral secara tertutup, disampaikan oleh Pejabat yang berwenang dalam ruang tertutup yang hanya diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang dikenai sanksi moral dan Pejabat lain yang terkait, dengan syarat pangkat Pejabat tersebut tidak boleh lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang dikenai sanksi moral dan berlaku sejak tanggal disampaikan oleh Pejabat yang berwenang kepada Pegawai Negeri Sipil yang dikenai sanksi moral.
(8)
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan sanksi moral tidak hadir tanpa alasan yang sah pada waktu penyampaian keputusan sanksi moral, maka dianggap telah menerima keputusan sanksi moral tersebut.
(9)
Dalam hal Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan sanksi moral tidak bersedia mengajukan permohonan maaf secara lisan dan/atau tertulis atau membuat pernyataan penyesalan, yang bersangkutan dapat dijatuhi hukuman disiplin ringan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
(10) Dalam hal pemeriksaan pelanggaran kode etik oleh Tim Pembinaan Etika Pegawai tidak terbukti adanya pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 6 yang dilakukan oleh seorang pegawai terhadap peraturan kode etik ini, maka kepada pegawai yang bersangkutan tidak dikenakan sanksi.
PENUTUP Pasal 11 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Pada tanggal
: Jakarta : 17 Februari 2011
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan ttd Victor PH. Nikijuluw