KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN NOMOR : KEP.076/DJ-P2HP/2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN, Menimbang
: bahwa sebagai pedoman pelaksanaan bagi Dinas yang membidangi kelautan dan perikanan Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Petugas Karantina Ikan dan Petugas Laboratorium Mutu dalam melaksanakan tugasnya serta pelaku usaha yang akan melakukan kegiatan pemasukan hasil perikanan, terutama dalam melakukan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia, perlu ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009; 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004;
3. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; 4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 5. Keputusan Presiden Nomor 16/M Tahun 2011 tentang Pengangkatan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan; 6. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan; 7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan; 8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17/MEN/2010 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Yang Masuk Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia. MEMUTUSKAN : Menetapkan
: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH REPUBLIK INDONESIA
PERTAMA
: Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Yang Masuk Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
KEDUA
: Petunjuk Pelaksanaan dimaksud Diktum PERTAMA berisi persyaratan teknis sebagai importir hasil perikanan, persyaratan hasil perikanan yang diimpor, tata cara pengajuan ijin pemasukan hasil perikanan, pemeriksaan dokumen hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia, pemeriksaan dalam rangka mendeteksi hama penyakit ikan karantina, mutu dan keamanan hasil perikanan, pengambilan contoh hasil perikanan, penerbitan Sertifikat Pelepasan, monitoring dan pengawasan, mekanisme penarikan produk perikanan yang telah beredar, pengawasan distribusi dan peruntukannya, pemasukan hasil perikanan sebagai barang bawaan serta, pemasukan kembali hasil perikanan Indonesia ke dalam wilayah Republik Indonesia.
KETIGA
: Petunjuk Pelaksanaan dimaksud Diktum PERTAMA akan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi.
KEEMPAT
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 21 Februari 2011 Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan ttd Victor PH Nikijuluw
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Kelautan dan Perikanan; 2. Para Pejabat Eselon I dilingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan; 3. Para Pejabat Eselon II dilingkungan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan; 4. Kepala Dinas yang membidangi Kelautan dan Perikanan Provinsi Seluruh Indonesia.
Lampiran
:
Keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Nomor : KEP.076/DJ-P2HP/2011 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Yang Masuk Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diterapkannya perdagangan bebas Asean China Free Trade Area atau ACFTA pada tanggal 1 Januari 2010 maka kegiatan impor khususnya produk perikanan terus meningkat dan keadaan ini dikhawatirkan dapat memukul industri manukfaktur nasional termasuk di dalamnya industri pengolahan hasil perikanan. Oleh karena itu produk perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia tidak boleh dilarang, tetapi Negara berhak melakukan pengendalian terhadap produk impor yang membahayakan keamanan konsumsi. Dalam menyikapi meningkatnya impor produk perikanan ke dalam wilayah Republik Indonesia khususnya untuk kebutuhan konsumsi maka pengendalian mutu menjadi suatu keharusan. Tuntutan terhadap jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dalam kegiatan impor hasil perikanan yang masuk ke dalam Wilayah Republik Indonesia dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang mengkonsumsi ikan khususnya produk ikan dari luar negeri dari sisi perlindungan kesehatan dan keamanan pangan atau food safety, dan pada dasarnya hal ini berlaku sama antara produk perikanan yang di ekspor maupun produk perikanan yang di impor ke dalam wilayah Republik Indonesia. Sejalan dengan itu Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP) telah melakukan langkah dan upaya dengan memperketat arus impor hasil perikanan melalui pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per.17/MEN/2010 tentang “Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Yang Masuk Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia“ pada tanggal 31 Agustus 2010. Regulasi impor ini mengatur dari sisi perlindungan kesehatan dan kelayakan konsumsi (sanitary and phytosanitary) B. Maksud dan Tujuan Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri KP Nomor: Per.17/MEN/2010 ini disusun dengan maksud untuk dijadikan sebagai pedoman, acuan dan landasan hukum bagi aparat pemerintah baik di pusat maupun di daerah serta pelaku usaha di bidang perikanan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Tujuan penyusunan buku petunjuk pelaksanaan ini adalah: a. Memberikan informasi yang lengkap tentang tata cara mengajukan permohonan impor hasil perikanan, persyaratan yang harus dipenuhi oleh importir hasil perikanan, kelengkapan permohonan, penerbitan surat rekomendasi dari Dinas Kelautan Perikanan Propinsi,kabupaten/kota, penerbitan Ijin Impor dari Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, pelaksanaan di lapangan (Karantina dan Laboratorium) serta pemantauan pasca pemasukan. b. Sinkronisasi regulasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menciptakan iklim usaha yang sehat di antara pengusaha industri olahan, pedagang ikan dan nelayan atau pembudidaya ikan. c. Sebagai dokumen yang memberikan acuan dan arahan pelaksanaan kegiatan impor hasil perikanan baik administratif maupun teknis di lapangan.
II. RUANG LINGKUP Petunjuk Pelaksanaan ini meliputi : 1. Persyaratan teknis sebagai importir hasil perikanan
1.1. Angka Pengenal Impor (API) 1.2. Rekomendasi Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi 1.3. Penetapan Instalasi Karantina oleh Kepala Badan Karantina Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 2. Persyaratan hasil perikanan yang diimpor 3. Tata cara pengajuan ijin impor hasil perikanan 4. Pemeriksaan dokumen hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik
Indonesia 5. Pemeriksaan dalam rangka mendeteksi hama penyakit ikan karantina, mutu dan
keamanan hasil perikanan 6. Pengambilan contoh hasil perikanan 7. Penerbitan Sertifikat Pelepasan 8. Monitoring dan pengawasan 9. Mekanisme penarikan produk perikanan yang telah beredar 10. Pengawasan distribusi dan peruntukannya 11. Pemasukan hasil perikanan sebagai barang bawaan 12. Pemasukan kembali hasil perikanan Indonesia ke dalam wilayah Republik
Indonesia
III. PETUNJUK PELAKSANAAN PEMASUKAN HASIL PERIKANAN KE DALAM WILAYAH REPUBLIK INDONESIA 3.1 PERSYARATAN TEKNIS SEBAGAI IMPORTIR HASIL PERIKANAN 3.1.1 Angka Pengenal Impor (API) Setiap importir (perorangan atau badan usaha) wajib memiliki persyaratan dasar berupa Angka Pengenal Impor (API) di bidang perikanan yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan yang dalam pelaksanaannya telah didelegasikan kepada Dinas Perindustrian Perdagangan Provinsi. Jika perusahaan tersebut dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) maka Angka Pengenal Impor (API) diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Angka Pengenal Impor (API) terdiri atas : 1. Angka Pengenal Impor Umum (API-U) yaitu API yang diberikan kepada importir yang melakukan impor barang untuk keperluan kegiatan usaha dengan memperdagangkan atau memindahtangankan barang kepada pihak lain; Importir pemegang API-U di bidang perikanan adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan hasil perikanan yang bukan merupakan Unit Pengolahan Ikan (UPI). 2.
Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) yaitu API yang diberikan kepada importir yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri, sebagai bahan baku, bahan penolong, dan/atau untuk mendukung proses produksi dan tidak diperbolehkan untuk memperdagangkan atau memindahtangankan kepada pihak lain. Importir pemegang API-P di bidang perikanan adalah perusahaan yang merupakan Unit Pengolahan Ikan (UPI) serta telah memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dan Sertifikat Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
3.1.2 REKOMENDASI IMPOR DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROPINSI Surat rekomendasi impor adalah surat yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dalam rangka menindaklanjuti permohonan pelaku usaha /importir yang akan melakukan kegiatan impor atau pemasukan hasil perikanan ke dalam wilayah Republik Indonesia, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Ketersediaan pasokan atau produksi ikan; baik dari hasil penangkapan dan hasil budidaya yang berada di wilayahnya; 2. Masa atau waktu panen perikanan budidaya dan musim penangkapan;
3. Waktu pemasukan ikan impor: apakah sedang musim paceklik, musim ikan melimpah atau musim biasa (impas); 4. Jumlah kebutuhan di wilayah provinsi tersebut baik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku unit pengolahan ikan yang akan diekspor, bahan baku pengolahan tradisional (pemindangan) di pasar dalam negeri maupun untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di wilayah tersebut. Data dan informasi sebagaimana tersebut di atas agar dikomunikasikan dengan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan karena kabupaten/kota yang mengetahui secara rinci ha-hal tersebut di atas. Apabila jumlah impor ikan yang diajukan pemohon khususnya importir yang memiliki Angka Pengenal Impor Umum (API-U) melebihi jumlah kebutuhan konsumsi dan bahan baku pengolahan di wilayahnya maka Dinas Kelautan Perikanan harus menetapkan angka perkiraan sesuai dengan jumlah kebutuhan ikan baik untuk konsumsi penduduk setempat maupun untuk kebutuhan bahan baku pengolahan di wilayahnya. Jika ikan impor tersebut juga diperdagangkan keluar dari wilayah yang memberikan rekomendasi, maka perusahaan yang bersangkutan harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kelautan Perikanan yang akan menjadi tujuan distribusi. Prosedur permohonan rekomendasi impor adalah sebagai berikut: Importir (perusahaan atau perorangan ) mengajukan surat permohonan tertulis yang ditujukan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dengan tembusan kepada Dinas Kabupaten Kota yang membidangi perikanan. Rekomendasi yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan Perikanan Provinsi berisikan penjelasan sebagai berikut : 1. Maksud dan Tujuan, diisi sesuai tujuan melakukan kegiatan impor, contoh : - Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku Unit Pengolahan Ikan, diolah menjadi produk bernilai tambah dan diekspor - Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pengolahan ikan dan dipasarkan di dalam negeri; - Langsung dipasarkan di dalam negeri (lokal, antar pulau, antar provinsi) 2. Nama Ilmiah/nama dagang : diisi nama ilmiah ikan atau nama ikan yang biasa dipergunakan dalam perdagangan; 3. Jumlah/volume : diisi berapa jumlah ikan yang akan diimpor secara terinci per jenis per negara asal; 4. Spesifikasi : ikan yang diimpor berupa ikan segar atau beku; 5. Kode HS : diisi jenis kode HS sesuai dengan jenis ikan yang diimpor, berupa angka 10 digit berdasarkan ketentuan Ditjen Bea dan Cukai; 6. Negara asal: disebutkan nama negara asal impor hasil perikanan tersebut;
7. Sarana pengangkutan: disebutkan jenis angkutan transportasi yang digunakan (laut atau udara); 8. Tempat pemasukan: disebutkan nama pelabuhan laut atau udara tempat dimana hasil perikanan dimasukkan; 9. Jadwal pemasukan: disebutkan secara rinci perkiraan waktu pemasukan 10. Sumber bahan baku : disebutkan hasil perikanan yang diimpor berasal dari hasil perikanan Budidaya atau perikanan tangkap - Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan pemasukan hasil perikanan secara lengkap wajib menerbitkan rekomendasi pemasukan hasil perikanan. - Apabila dokumen persyaratan tidak dipenuhi oleh pemohon maka Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi akan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakannya. - Penerbitan surat rekomendasi tidak dikenakan biaya. 3.1.3 Penetapan instalasi karantina oleh Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). 1. Instalasi Karantina adalah tempat beserta segala sarana dan fasilitas yang ada didalamnya yang digunakan untuk tindakan karantina, mutu dan keamanan hasil perikanan yang ditetapkan oleh Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM). 2. Instalasi Karantina dapat berupa antara lain lapangan penumpukan, bangunan/gudang dan atau gudang dingin (cold storage). 3. Importir yang belum memiliki ijin penetapan instalasi karantina dapat mengajukan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) dan selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) dalam hal ijin penetapan instalasi karantina ikan. 3.2 PERSYARATAN HASIL PERIKANAN YANG DIIMPOR Setiap hasil perikanan yang diimpor wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) bidang Karantina Ikan dari instansi yang berwenang di negara asal; 2. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) bidang Mutu dan Keamanan Pangan dari instansi yang berwenang di negara asal;
- sertifikat kesehatan sebagaimana tersebut diatas dapat merupakan satu sertifikat yang menyatakan bidang mutu dan karantina, tergantung Negara asal. 3. Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; 4. Surat Keterangan Asal/Certificate of Origin (CoO) yang diterbitkan oleh Otoritas Kompeten dari negara asal; 5. Hasil uji laboratorium negara asal (apabila diperlukan) 6. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan tentang label dan iklan pangan; bahwa hasil perikanan yang diimpor sekurang-kurangnya mencantumkan informasi tentang : - nama produk (nama dagang), - daftar bahan yang digunakan (ingredient), - berat bersih (net weight/drained weight), - nama produsen (perusahaan), - negara asal, - menggunakan kemasan yang aman bagi pangan dan konsumsi manusia. 7. Untuk hasil perikanan dalam bentuk beku; penggelasan (glazing) maksimal 20 (dua puluh) persen; - bahwa pada kemasan produk beku (master karton) tercantum berat bersih sehingga dapat diketahui berapa persen kandungan air pada produk beku tersebut. - dilakukan pengukuran pada saat berada di instalasi karantina ikan 8. Sertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (Good Aquaculture Practices) khusus hasil perikanan budidaya yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang berwenang negara asal (apabila diperlukan). Khusus hasil perikanan yang merupakan introduksi baru atau spesies baru atau yang pertama kali masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia wajib dilakukan Analisis Resiko Impor yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). 3.3 TATA CARA PENGAJUAN IJIN PEMASUKKAN HASIL PERIKANAN Perusahaan yang telah memiliki Angka Pengenal Impor baik API-P maupun API-U, surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan surat penetapan Instalasi Karantina Ikan dari BKIPM dapat mengajukan permohonan ijin pemasukan hasil perikanan dengan prosedur sebagai berikut: 1. Pemohon yang memiliki Unit Pengolahan Ikan membuat surat permohonan ijin pemasukan hasil perikanan yang ditujukan kepada Direktur Jenderal P2HP, sebagaimana contoh Formulir 1 tentang: Permohonan Ijin Pemasukan Hasil Perikanan dan dilengkapi dengan:
- Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) yang diterbitkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Provinsi atau BKPM; - Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan Perikanan Propinsi; - Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dan Sertifikat penerapan HACCP yang masih berlaku sesuai dengan jenis olahan; - Surat Penetapan Instalasi Karantina yang diterbitkan oleh Kepala BKIPM Formulir 2 tentang Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa seluruh dokumen dan persyaratan yang disertakan dalam rangka mendapatkan ijin pemasukan adalah BENAR. 2. Perusahaan atau perorangan yang bergerak di bidang perdagangan ikan (tidak memiliki UPI) membuat surat permohonan ijin pemasukan hasil perikanan yang ditujukan kepada Direktur Jenderal P2HP sebagaimana contoh Formulir 1 tentang: Permohonan Ijin Pemasukan Hasil Perikanan dan dilengkapi dengan: - Angka Pengenal Impor Umum (API-U) yang diterbitkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Provinsi atau BKPM; - Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan Perikanan Propinsi; - Surat Penetapan Instalasi Karantina yang diterbitkan oleh Kepala BKIPM; Formulir 2 tentang Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa seluruh dokumen dan persyaratan yang disertakan dalam rangka mendapatkan ijin pemasukan adalah BENAR. 3. Berdasarkan arahan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, maka surat permohonan ijin pemasukan berikut kelengkapan dokumen yang menyertainya akan dilakukan pemeriksaan oleh Tim Evaluasi yang dibentuk oleh Direktur Jenderal P2HP dengan menggunakan Form Check List Pemeriksaan dan Verifikasi Dokumen (terlampir): apakah sudah lengkap, sah, benar dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 4. Tim Evaluasi selambat-lambatnya dalam kurun waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan pemasukan hasil perikanan, menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi persetujuan atau penolakan kepada Direktur Jenderal. 5. Apabila kelengkapan dokumen tidak memenuhi dengan yang dipersyaratkan, Tim Evaluasi akan memberitahukan kepada pemohon agar segera memenuhi dan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan (Formulir 4). 6. Jika ada indikasi ketidaksesuaian terhadap volume yang diajukan, rencana pengolahan atau rencana distribusi, sarana pengolahan atau sarana penyimpanan ikan yang dimiliki importir, Tim Evaluasi dapat melakukan survei lapangan setelah berkoordinasi dengan Importir. 7. Pemohon yang dinyatakan memenuhi persyaratan oleh Tim Evaluasi akan diproses untuk diajukan ke Direktur Jenderal P2HP untuk menerbitkan izin pemasukan hasil perikanan. 8. Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak menerima laporan hasil pemeriksaan dan verifikasi dokumen dari Tim Evaluasi, Direktur Jenderal P2HP harus menerbitkan ijin pemasukan hasil perikanan.
9. Ijin pemasukan hasil perikanan berlaku selama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterbitkan. Dalam satu ijin pemasukan bisa mencantumkan beberapa jenis ikan dari beberapa negara asal dan jenis beberapa jenis olahan (segar, beku, kaleng, kering/asin dsb). 10. Ijin pemasukan hasil perikanan dapat diperpanjang apabila: - Ijin Pemasukan sebelumnya belum direalisasikan; - Volume hasil perikanan yang tercantum pada Ijin Pemasukan belum direalisasikan sepenuhnya; - Jenis ikan, volume dan negara asal menunjukkan kesamaan dengan isi permohonan sebelumnya; 11. Importir yang telah memperoleh Ijin Pemasukan wajib menyampaikan laporan realisasi pemasukan dengan melampirkan copy dokumen pemasukan kepada Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (cq. Direktur Pemasaran Luar Negeri) dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas yang membidangi Kelautan dan Perikanan Provinsi sebagaimana formulir terlampir. 3.4 PEMERIKSAAN DOKUMEN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH REPUBLIK INDONESIA Tindakan pemeriksaan terhadap hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia diawali dengan tindakan pemeriksaan dokumen oleh Petugas karantina yang meliputi: 1. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) bidang Karantina Ikan; 2. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) bidang Mutu; Keterangan : sertifikasi sebagaimana dimaksud di atas dapat merupakan satu sertifikat yang menyatakan bidang mutu dan karantina, tergantung negara asal; 3. Surat Keterangan Asal/Certificate of Origin (CoO); 4. Pelabelan tentang nama barang dan perusahaan produsen; 5. Sertifikat Good Aquaculture Practices (GAP) khusus hasil perikanan budidaya (apabila diperlukan); 6. Hasil uji laboratorium dari instansi yang berwenang di negara asal (apabila diperlukan); 7. Berat bersih produk yang tercantum di kemasan luar (master karton).
Tindakan pemeriksaan dokumen dimaksudkan untuk mengetahui kelengkapan, keabsahan, dan kebenaran isi dokumen. a. Dokumen dinyatakan lengkap apabila seluruh persyaratan yang diwajibkan telah terpenuhi; b. Dokumen dinyatakan sah apabila dokumen yang berasal dari negara asal atau negara transit diterbitkan oleh instansi yang berwenang; c. Dokumen dinyatakan benar apabila terdapat kesesuaian antara isi dokumen dengan jenis, jumlah, bentuk produk dan/atau ukuran hasil perikanan; d. Dalam rangka pemeriksaan kebenaran isi dokumen, petugas karantina dan petugas laboratorium akan melakukan pemeriksaan fisik terhadap hasil perikanan di kawasan pabean; Apabila hasil perikanan yang dimasukkan telah memenuhi kelengkapan dokumen persyaratan hasil perikanan yaitu HC Karantina, HC mutu, CoO, GAP (apabila diperlukan), hasil uji laboratorium negara asal (apabila diperlukan), maka petugas karantina menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran media pembawa (hasil perikanan) dari tempat pemasukan. Apabila salah satu atau lebih ketentuan dalam tata cara pemasukan hasil perikanan dan hasil pemeriksaan dokumen tidak dapat dipenuhi oleh importir serta berdasarkan analisa resiko impor ikan ditemukan indikasi tidak memenuhi persyaratan analisa resiko impor, maka petugas karantina wajib melakukan tindakan penolakan terhadap hasil perikanan tersebut. Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak dilakukan penolakan, importir wajib mengirim kembali hasil perikanan tersebut ke negara asal. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) hari tidak dilakukan pengiriman kembali ke negara asal, maka terhadap hasil perikanan tersebut dilakukan pemusnahan sesuai ketentuan yang berlaku 3.5 PEMERIKSAAN DALAM RANGKA MENDETEKSI HAMA PENYAKIT IKAN KARANTINA, MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN 1. Hasil perikanan yang dikeluarkan dari kawasan pabean selanjutnya dibawa ke instalasi karantina ikan untuk dilakukan tindakan karantina ikan oleh petugas karantina; 2. Tindakan karantina ikan dalam rangka mendeteksi hama dan penyakit ikan karantina, mutu dan keamanan hasil perikanan dilaksanakan oleh petugas karantina dengan pengambilan contoh sesuai dengan peraturan yang berlaku; 3. Biaya yang timbul dalam rangka pemeriksaan atau pengujian ditanggung sepenuhnya oleh importir;
4. Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas karantina dalam kurun waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak masuk ke instalasi karantina ikan untuk selanjutnya dilakukan pengujian di laboratorium; 3.6 PENGAMBILAN CONTOH HASIL PERIKANAN Untuk mendeteksi hama dan penyakit ikan karantina, mutu dan keamanan hasil perikanan, Petugas Karantina mengambil contoh untuk dilakukan pemeriksaan dan pengujian. Pengambilan contoh hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah RI dibedakan berdasarkan Negara asal sebagai berikut : 1. Negara asal yang telah mempunyai perjanjian kerja sama berupa MoU/MRA bidang pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan atau sejenisnya dilakukan secara acak 1% (satu per seratus) dari lot produk; Lot atau lot yang diperiksa adalah sekelompok kemasan terkecil atau unit contoh yang mempunyai ukuran, jenis, cara dan waktu proses dalam kondisi yang sama. Berat contoh diambil sesuai kebutuhan pengujian dan cuplikan contoh; 2. Negara asal yang belum mempunyai perjanjian kerja sama berupa MoU/MRA atau sejenisnya namun mempunyai equivalensi mutu dengan Indonesia dilakukan secara acak 5% (lima per seratus) lot produk; Lot atau lot yang diperiksa adalah sekelompok kemasan terkecil atau unit contoh yang mempunyai ukuran, jenis, cara dan waktu proses dalam kondisi yang sama. Berat contoh diambil sesuai kebutuhan pengujian dan cuplikan contoh; 3. Negara asal yang belum mempunyai perjanjian kerja sama berupa MoU/MRA atau sejenisnya dengan Indonesia dan belum mempunyai sistem yang ekuivalen, dilakukan secara acak 10% (sepuluh per seratus) lot produk; Lot atau lot yang diperiksa adalah sekelompok kemasan terkecil atau unit contoh yang mempunyai ukuran, jenis, cara dan waktu proses dalam kondisi yang sama. Berat contoh diambil sesuai kebutuhan pengujian dan cuplikan contoh. Selama masa karantina di instalasi karantina ikan, hasil perikanan dilarang untuk: a. dipindahtempatkan dari instalasi karantina ke tempat lain; b. dipindahtangankan dari pemilik hasil perikanan kepada pihak lain; c. ditukar dengan hasil perikanan dari jenis yang sama atau dari jenis yang lain. Masa karantina dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari dan dapat diperpanjang jika memerlukan pengujian lanjutan.
3.7 PENERBITAN SERTIFIKAT PELEPASAN Laporan hasil uji laboratorium digunakan sebagai dasar bagi petugas karantina untuk menerbitkan sertifikat pelepasan. Untuk negara yang telah mempunyai perjanjian kerja sama berupa MoU/MRA bidang pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan atau sejenisnya, barang yang telah berada di instalasi karantina tetap dilakukan pengambilan contoh. Berdasarkan kriteria resiko dan data base serta sambil menunggu hasil uji laboratorium, barang dapat diolah lebih lanjut di Unit Pengolahan Ikan atau dibawa ke gudang penyimpanan sepanjang tidak kontak langsung dengan lokasi budidaya atau perairan umum. Untuk negara yang belum mempunyai perjanjian kerja sama berupa MoU/MRA atau sejenisnya namun mempunyai equivalensi mutu dengan Indonesia, barang yang telah berada di instalasi karantina tetap dilakukan pengambilan contoh. Berdasarkan kriteria resiko dan data base serta sambil menunggu hasil uji laboratorium, barang dapat diolah lebih lanjut di Unit Pengolahan Ikan atau dibawa ke gudang penyimpanan sepanjang tidak kontak langsung dengan lokasi budidaya atau perairan umum. Untuk negara yang belum mempunyai perjanjian kerja sama berupa MoU/MRA atau sejenisnya dengan Indonesia dan belum mempunyai sistem yang ekuivalen, barang yang telah berada di instalasi karantina wajib dilakukan pengambilan contoh dan akan diterbitkan sertifikat pelepasan apabila laporan hasil uji laboratorium menyatakan memenuhi persyaratan bebas hama penyakit ikan karantina dan jaminan mutu serta keamanan hasil perikanan. Sertifikat pelepasan yang diterbitkan oleh UPT BKIPM akan ditembuskan kepada Pengawas Perikanan (Ditjen PSDKP), Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Dinas Provinsi untuk melaksanakan pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila dari laporan hasil uji laboratorium dinyatakan tidak memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, maka UPT BKIPM tidak menerbitkan sertifikat pelepasan. Hasil perikanan yang tidak dilengkapi dengan sertifikat pelepasan, dinyatakan dilarang untuk didistribusikan dan dikembalikan ke negara asal atau diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3.8 MONITORING DAN PENGAWASAN 1. Dalam rangka menjamin efektivitas pengendalian mutu terhadap hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia maka perlu dilakukan monitoring oleh petugas Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM); 2. Laporan hasil kegiatan monitoring disampaikan kepada Otoritas Kompeten dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Direktur Jenderal PSDKP dan Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM);
3. Apabila hasil monitoring menunjukkan ketidaksesuaian terhadap persyaratan mutu dan keamanan hasil perikanan, maka importir wajib menarik kembali hasil/produk perikanan yang telah beredar. 3.9 MEKANISME PENARIKAN PRODUK PERIKANAN YANG TELAH BEREDAR 1. Laporan hasil monitoring petugas Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) disampaikan kepada Otoritas Kompeten Pusat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP), Direktur Jenderal PSDKP dan Kepala Dinas yang membidangi Kelautan dan Perikanan; 2. UPT BKIPM menerbitkan Surat Perintah Penarikan Produk kepada importir dengan tembusan kepada Direktur Jenderal P2HP, Direktur Jenderal PSDKP dan Kepala BKIPM; 3. Importir melakukan penarikan hasil perikanan didampingi petugas UPT BKIPM bersama pengawas perikanan dari Ditjen PSDKP sampai ke gudang penyimpanan dan dilakukan tindakan penyegelan; 4. Importir melakukan ekspor kembali ke Negara asal atau mengajukan pemusnahan kepada UPT BKIPM dengan tembusan kepada Direktur Jenderal P2HP, Direktur Jenderal PSDKP dan Kepala BKIPM; 5. Proses pemusnahan dilakukan oleh importir yang disaksikan oleh petugas UPT BKIPM dan pengawas perikanan serta dibuatkan Berita Acara Pemusnahan; 3.10 PENGAWASAN DISTRIBUSI DAN PERUNTUKANNYA Dalam rangka menjamin bahwa hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia dipergunakan sesuai dengan tujuan dan rencana peruntukannya, diperlukan pengawasan dengan ketentuan sebagai berikut: a. hasil perikanan yang telah diberikan Surat Persetujuan Pengeluaran dan Tempat Pemasukan dan Surat Keterangan Masuk Instalasi dilakukan pengawalan oleh petugas karantina menuju instalasi yang telah ditetapkan; b. pengawas perikanan melakukan pengawasan terhadap hasil perikanan yang telah diberikan sertifikat pelepasan untuk menjamin bahwa hasil perikanan tersebut digunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai maksud, tujuan, dan rencana pemasukan hasil perikanan; c. pengawasan oleh pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat dilakukan di unit pengolahan pada saat distribusi dari instalasi ke unit pengolahan selanjutnya dan/atau tempat-tempat pemasaran;
d. pada saat dilakukan uji petik dalam rangka pengawasan oleh pengawas perikanan, importir wajib menunjukkan dokumen yang menyertai hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia yang meliputi izin pemasukan hasil perikanan dari Direktur Jenderal P2HP dan Sertifikat Pelepasan dari instansi karantina setempat; e. laporan hasil kegiatan pengawasan oleh Pengawas Perikanan disampaikan kepada Direktur Jenderal PSDKP dengan tembusan kepada Direktur Jenderal P2HP dan Kepala BKIPM.
3.11 PEMASUKAN HASIL PERIKANAN SEBAGAI BARANG BAWAAN Pemasukan hasil perikanan sebagai barang bawaan dapat dilakukan tanpa dilengkapi dengan API-P atau API-U dengan ketentuan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) kilogram dan/atau memiliki nilai sebesar-besarnya Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan sarana transportasi darat, di daerah perbatasan antar negara dan bukan masuk dalam kategori impor karena dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pada batas 2 (dua) negara yang berdekatan. Pemasukan hasil perikanan sebagai barang bawaan yang tidak melebihi 25 (dua puluh lima) kilogram dan/atau memiliki nilai sebesar-besarnya Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), importir wajib melaporkan dan menyerahkan hasil perikanan beserta dokumen persyaratannya kepada petugas karantina pada saat tiba di tempat pemasukan.
3.12 PEMASUKAN KEMBALI HASIL PERIKANAN KE DALAM WILAYAH REPUBLIK INDONESIA 1.
Pemasukan kembali hasil perikanan yang berasal dari Indonesia yang sebagian atau seluruhnya ditolak oleh negara pengimpor/negara tujuan (re-impor) karena tidak memenuhi persyaratan negara tujuan dikenakan tindakan pemeriksaan sebagaimana lazimnya pemasukan hasil perikanan hasil perikanan; Eksportir yang harus mengimpor kembali produknya sendiri tidak dikenakan kewajiban sebagaimana lazimnya importir sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :PER.17/MEN/2010 berupa persyaratan teknis importir dan ijin impor tertulis dari Direktur Jenderal P2HP sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.17/MEN/2010.
2.
Pemasukan kembali hasil perikanan yang berasal dari Indonesia yang sebagian atau seluruhnya ditolak oleh negara pengimpor/negara tujuan (re-impor) karena tidak memenuhi persyaratan pada saat pengeluaran, antara lain tidak dilaporkan, tidak melalui pemeriksaan, tidak melalui tempat-tempat pengeluaran dan/atau diselundupkan, tidak dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan, dikenakan tindakan pemusnahan di tempat pemasukan;
3.
Pemasukan kembali hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus disertai alasan penolakan dari negara tujuan/negara pengimpor, dan/atau pembeli (buyer);
4.
Pemasukan kembali hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilengkapi dengan Sertifikat Kesehatan dan kemasan/label yang menyertai hasil perikanan tersebut pada saat pengeluaran dari wilayah Republik Indonesia;
5.
Pemasukan kembali hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada angka 4, harus melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan;
6.
Biaya pemusnahan sebagaimana dimaksud pada angka 2, menjadi tanggung jawab importir.
IV. SANKSI 1.
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenakan sanksi administratif;
2.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada angka 1, dapat berupa peringatan tertulis, pembekuan, atau pencabutan izin pemasukan hasil perikanan;
3.
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada angka 2, dilakukan dengan tahapan : a. peringatan tertulis dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing dalam jangka waktu 1 (satu) bulan oleh Direktur Jenderal P2HP kepada yang melakukan pelanggaran; b. dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan pembekuan terhadap izin pemasukan hasil perikanan selama 1 (satu) bulan; c. apabila pembekuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan pencabutan terhadap izin pemasukan hasil perikanan.
V. PENUTUP
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.17/MEN/2010 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Yang Masuk Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia merupakan bahan acuan atau pedoman
bagi
Dinas
yang
membidangi
Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi/Kabupaten/Kota, Petugas Karantina dan Petugas Laboratorium Mutu di lapangan serta pelaku usaha yang terkait dengan kegiatan pemasukan atau impor hasil perikanan ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan ttd Victor PH Nikijuluw