KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR 1)
Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor 2) BPTP Nusa Tenggara Timur
ABSTRAK Peluang pengembangan pertanian di lahan kering (marjinal) masih cukup besar, baik dari segi potensi sumberdaya lahan maupun produktivitasnya. Melalui penerapan paket teknologi, pendapatan dan kesejahteraan petani diharapkan dapat ditingkatkan. Terkait dengan hal tersebut inovasi teknologi pertanian hendaknya didesain dengan tujuan meningkatkan inovasi agribisnis, mulai dari tahap produksi sampai dengan pemasaran hasil dengan konsep pengembangan inovasi dalam pemanfaatan secara optimal sumberdaya alam dan lingkungan yang marjinal secara berkelanjutan. Perbaikan teknologi dan peningkatan adopsinya yang sesuai dengan wilayah dan kondisi petanian setempat akan dapat meningkatkan hasil produksi dan pendapatan yang berdampak pada perbaikan taraf hidup masyarakat tani. Hasil Partisipatif Rural Appraisal (PRA) yang dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh P4MI di daerah kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur teridentifikasi beberapa kebutuhan inovasi teknologi pertanian, antara lain: optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, teknologi usahatani untuk mendukung peningkatan produktivitas sumberdaya pertanian secara terpadu, pengembangan sistem manajemen usaha ternak, inovasi teknologi budidaya dan pasca panen komoditas perkebunan, dan pengembangan kelembagaan keuangan mikro. Kata Kunci: Kebutuhan, inovasi teknologi pertanian, lahan kering, marjinal PENDAHULUAN Penduduk miskin di Indonesia terkait erat dengan sektor pertanian, khususnya di pedesaan. Kantong-kantong kemiskinan di pedesaan banyak dijumpai di daerah lahan marjinal, khususnya lahan tadah hujan yang secara umum pengembangannya jauh tertinggal dibandingkan dengan pertanian di lahan beririgasi teknis yang relatif lebih subur. Lambatnya perkembangan di hampir semua lahan marjinal berkaitan dengan masalah kesuburan tanah (produktivitas lahan), infrastruktur, dan kelembagaan usahatani. Teknologi yang tersedia bagi pengembangan pertanian lahan marjinal tadah hujan umumnya masih memerlukan input yang tinggi. Meskipun teknologi yang dimaksud secara signifikan dapat meningkatkan produktivitas, namun apabila diterapkan di daerah yang sebagian besar penduduknya tergolong miskin, maka pada kenyataannya kurang berhasil. Badan Litbang Pertanian melalui Proyek Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi atau yang disingkat P4MI (Poor Farmers’ Income Improvement through Innovation/PFI3P) berusaha meningkatkan kemampuan petani dalam mengembangkan inovasi produksi pertanian dan pemasaran hasil, dengan tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, khususnya petani miskin di lahan marjinal tadah hujan. P4MI didesain secara multi-demensional yang berpedoman pada basis pemenuhan kebutuhan dasar dalam proses produksi pertanian dan pemasaran, dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan keluarga petani. Konsep pendekatan partisipatif merupakan alternatif dalam rangka pemberdayaan petani, sedangkan konsep pengembangan inovasi diterapkan melalui pemanfaatan secara optimal sumberdaya alam dan lingkungan yang marjinal secara berkelanjutan. Konsep tersebut akan dapat terwujud apabila petani mampu menerapkan teknologi inovasi berdasarkan kondisi wilayah dan komoditas yang berorientasi pasar. Oleh karena itu petani dan kelembagaan pertanian yang terkait harus ditingkatkan kemampuannya agar dapat menangkap informasi dan peluang pasar. Komponen inovasi mendukung kegiatan unit kerja Badan Litbang Pertanian (Puslitbang, Balit, BP2TP, dan BPTP) untuk melakukan reorientasi penelitian guna menciptakan dan mengembangkan inovasi pertanian yang sesuai dengan kebutuhan lahan marjinal. Disamping itu, juga melakukan diseminasi dengan tujuan menginformasikan potensi inovasi teknologi kepada petani dalam rangka usaha meningkatkan produksi pertanian dan pemasaran hasil, antara lain: identifikasi teknologi tepat
guna untuk lokasi, dan dukungan terhadap inisiatif lokal untuk mengembangkan inovasi oleh petani miskin, KEBUTUHAN TEKNOLOGI BAGI PETANI Lahan kering sering dikategorikan sebagai lahan marjinal, karena memiliki satu atau lebih permasalahan sebagai berikut (i) kondisi biofisik yang mencakup produktivitas/kesuburan tanah yang rendah, topografi berbukit (peka erosi), sumberdaya air terbatas; (ii) ketersediaan infrastruktur yang terbatas; (iii) penduduknya yang tergolong miskin, dicirikan oleh kepemilikan lahan pertanian sempit dan pendapatan rendah sehingga kekurangan pangan dan gizi. Oleh karena, itu kesejahteraan masyarakat petani di lahan marjinal (lahan kering/tadah hujan) relatif rendah dibandingkan dengan yang di lahan irigasi. Namun demikian peluang pengembangan pertanian di lahan kering (marjinal) masih cukup besar, baik dari segi potensi sumberdaya lahan maupun produktivitasnya. Melalui penerapan paket teknologi, pendapatan dan kesejahteraan petani diharapkan dapat ditingkatkan. Terkait dengan hal tersebut inovasi teknologi pertanian hendaknya didesain dengan tujuan meningkatkan inovasi agribisnis, mulai dari tahap produksi sampai dengan pemasaran hasil dengan konsep pengembangan inovasi dalam pemanfaatan secara optimal sumberdaya alam dan lingkungan yang marjinal secara berkelanjutan. Perbaikan teknologi dan peningkatan adopsinya yang sesuai dengan wilayah dan kondisi petanian akan dapat meningkatkan hasil produksi dan pendapatan khususnya, dan akan berdampak pada perbaikan taraf hidup masyarakat tani. Sedangkan salah satu cara untuk mendapatkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan, adalah dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber teknologi dan media, kemudian mensentesis ulang berdasarkan pengetahuan para ahli pertanian dan masukan dari berbagai pihak yang berpengalaman di lapangan. Hasil Partisipatif Rural Appraisal (PRA) yang dilakukan oleh Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) bekerjasama dengan Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (P4MI) Badan Litbang Pertanian, di daerah kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur teridentifikasi beberapa kebutuhan inovasi teknologi pertanian, antara lain: Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan Konsep pengembangan inovasi pertanian pada P4MI adalah mendukung pemanfaatan secara optimal sumberdaya alam yang marjinal dengan pelestarian alam dan lingkungan untuk dapat meningkatan pendapatan petani secara berkesinambungan dalam pendekatan agribisnias. Pengembangan inovasi konservasi lahan dengan kemiringan >45˚ dan pemanfaatan lahan pekarangan dapat dilakukan dengan usahatani konservasi (conservation farming) melalui penerapan beberapa paket teknologi yang bertujuan untuk melestarikkan lingkungan sekaligus meningkatkan produksi. Teknologi konservasi air dan tanah merupakan komponen teknologi yang tidak dapat ditinggalkan, sebab lahan sebagai fungsi produksi harus dipertahankan kelestarian kesuburannya agar produksi tidak menurun dari waktu ke waktu. Upaya peningkatan produktivitas lahan melalui konservasi air dan pemanfaatan bahan organik akan semakin berarti apabila diintegrasikan dengan usahatani ternak, karena dalam implementasinya konservasi lahan dan air akan terjamin keberlanjutannya jika diintegrasikan dengan ternak (Watung et.al., 2003; Subagyono et al., 2004). Ternak dan produk sampingannya berupa kotoran ternak, baik secara langsung maupun diolah terlebih dahulu menjadi kompos (Bokashi) merupakan sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman yang diusahakan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa produk dan kandungan nitrogen kotoran ternak cukup memadai untuk mensubstitusi unsur hara yang dibutuhkan tanaman apabila bahan tersebut dikelola dengan baik. Sedangkan tanaman yang digunakan sebagai bahan konservasi lahan dan air dapat dimanfaatkan sebagai pakan hijauan yang diperlukan untuk makanan ternak. Oleh karena itu dalam konservasi air dan tanah, maka strategi yang dapat ditempuh adalah dengan pemanfaatan tanama-tanaman yang secara langsung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, baik pada konservasi melalui pembuatan rorak atau rorak yang dikombinasikan dengan mulsa, tanaman penutup tanah (cover crop), penanaman dalam strip (strip cropping), dan pertanaman lorong (alley cropping). Teknologi usahatani secara terpadu
Secara umum penerapan teknologi usahatani di kabupaten Ende dilakukan dengan sistem yang sederhana dan belum sesuai dengan teknologi anjuran karena rendahnya introduksi teknologi (Togatorop dan Subaidi, 2004). Lebih lanjut dilaporkan bahwa dengan kepemilikan alat pertanian yang sederhana, seperti cangkul, parang, dan tofa serta kondisi lahan yang secara umum kering dan curah hujan rendah, maka pengolahan lahan hanya dilakukan dengan cara yang sederhana. Sedangkan sistem tanam yang dilakukan masih sangat sederhana yakni tanam campuran (mix cropping) tanpa pola dan jarak tanam yang jelas, bahkan banyak dijumpai dua komoditas seperti jagung dan kacang panjang ditanam pada lubang yang sama dengan sistim tugal. Sementara pemupukan dan pengendalian hama penyakit tidak dilakukan. Pemilihan bibit dan varietas belum banyak dilakukan, tanaman yang diusahakan hanya menggunakan bibit dari hasil panen sebelumnya. Oleh karena beberapa paket teknologi dapat diintroduksikan secara terpadu dan partisipatif dengan keterlibatan masyarakat petani dalam memilih teknologi yang spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi biofisik, sosial ekonomi, sumberdaya lokal dan berdampak pada peningkatan pendapatan, terutama teknologi pertanian untuk tanaman pangan dominan seperti padi, jagung dan singkong serta hortikultura, yang meliputi teknologi: (a) pengolahan lahan, (b) pemilihan varietas, (c) cara tanam, (d) pemupukan, (e) pengendalian OPT, dan (f) teknologi pasca panen. Pengembangan sistem manajemen usaha ternak Ternak merupakan komoditas yang cukup populer di kalangan petani di Indonesia dan merupakan salah satu komponen sistem usahatani di lahan kering. Adapun jenis ternak yang banyak diusahakan oleh petani di kabupaten Ende adalah babi, kambing, sapi, kerbau, dan ayam buras (Togatorop dan Subaidi, 2004). Pemeliharaan ternak dilakukan secara sederhana, berfungsi sebagai usaha sampingan dengan tujuan untuk tabungan. Oleh karena itu introduksi teknologi bidang peternakan yang diperlukan untuk mendukung produktivitas meliputi: pemuliabiakan, sistem perkandangan, pengendalian penyakit, dan pemberian pakan yang berkualitas. Teknologi pemuliabiakan ternak antara lain meliputi: pengetahuan mengenai bangsa (breed) terutama pada saat pemilihan bibit yang baik akan sangat membantu dalam mencapai keberhasilan usaha, dan juga peningkatan pengetahuan yang berhubungan dengan manajemen perkawinan. Sistem perkandangan yang baik, dengan memperhatikan faktor kesehatan ternak dan pemiliknya dapt direkomendasikan, misalnya kandang sistem panggung untuk ternak kambing/domba, jarak kandang dan pemukiman, dll. Sedangkan untuk pemberian pakan yang berkualitas disesuaikan dengan sumberdaya lokal dan terjangkau oleh masyarakat. Teknologi budidaya dan pasca panen komoditas perkebunan Pada Tabel 1 terlihat bahwa ada 5 komoditas perkebunan yang produksinya relatif besar, yakni: kelapa, kemiri, kakao, jambu mete, dan kopi. Namun demikian teknologi budidaya tanaman dan pasca panen yang dilakukan oleh petani masih sederhana, bahkan belum menerapkan teknologi anjuran (Togatorop dan Subaidi, 2004). Oleh karena itu inovasi teknologi yang dibutuhkan adalah teknologi budidaya tanaman, seperti yang telah dilakukan oleh PRAWOTO et al. (2006; 2007) dengan penerapan teknologi sambung pucuk, dan sambung samping pada tanaman kako dan kopi, dengan hasil yang cukup baik. Sedangkan teknologi pasca panen yang dibutuhkan oleh petani meliputi: (a) inovasi teknologi pengeringan dan pemecahan kulit biji kemiri, (b) inovasi teknologi fermentasi dan pengeringan biji kakao, (c) inovasi teknologi pemecah dan pengeringan biji jambu mete, (d) inovasi teknologi pengolahan kelapa, dan (e) inovasi teknologi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak, kompos, atau industri rumah tangga lainnya seperti briket arang kelapa dan kemiri. Paket teknologi pasca panen pengeringan dan pemecahan kulit biji kemiri di wilayah Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (P4MI) di kabupaten Ende telah dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Litbang Pertanian melalui kajian yang dilakukan oleh SUPARLAN (2007). Tabel 1. Produksi beberapa komoditas perkebunan di kabupaten Ende tahun 2006 No Komoditas Produksi (Ton) 1 Kelapa 8.009,29 2 Kemiri 4.833,55
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kakao Jambu Mete Kopi Cengkeh Pinang Merica Kapuk Panili Pala
2.412,90 2.311,12 2.082,07 851,39 369,26 274,76 77,13 41,98 8,12
Sumber: Kabupaten Ende Dalam Angka (2006)
Pengembangan kelembagaan keuangan mikro Usahatani di pedesaan biasanya dilakukan dengan modal yang terbatas, bahkan secara umum modal yang diperlukan untuk usaha menjadi kendala utama, apalagi di daerah yang sebagian besar penduduknya tergolong miskin. Oleh karena itu untuk membantu petani dalam akses permodalan yang dibutuhkan, diperlukan adanya lembaga keuangan mikro di tingkat pedesaan. Kelembagaan yang disarankan adalah yang berakar dan tumbuh dari masyarakat setempat, seperti simpan pinjam atau dana bergulir yang berasal dari bantuan pemerintah. Koperasi Kredit “Tekad” di desa Rombonata Tomberabu I merupakan salah satu contoh lembaga keuangan mikro yang sudah maju dan berkembang di wilayah kabupaten Ende, yang berakar dan tumbuh dari masyarakat setempat. Model tersebut dapat digunakan sebagai acuan pengembangan kelembagaan keuangan mikro di pedesaan kabupaten Ende. Sistem gaduhan ternak atau inti-plasma juga dapat dikembangkangkan, sebagai titik ungkit rintisan usaha di bidang pertanian. Syarat pengembangan kelembagaan yang dimaksud adalah sederhana, layak, tidak memberatkan, dan harus sesuai dengan kondisi masyarakat setempat. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan kondisi agro ekosistem wilayah kabupaten Ende yang kering (marjinal) dan sebagian besar penduduknya tergolong miskin, beberapa paket teknologi dapat diintroduksikan secara terpadu dan partisipatif dengan melibatkan masyarakat petani untuk memilih teknologi yang spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi biofisik, sosial ekonomi, sumberdaya lokal dan berdampak pada peningkatan pendapatan. Kebutuhan teknologi pertanian untuk tanaman pangan dominan seperti padi, jagung dan singkong, hortikultura, dan tanaman perkebunan meliputi teknologi: (a) pengolahan lahan, (b) pemilihan varietas, (c) cara tanam, (d) pemupukan, (e) pengendalian OPT, dan (f) teknologi pasca panen. Disarankan agar teknologi yang diintroduksikan adalah yang spesifik lokasi, murah, yang sudah matang dan resiko kegagalannya rendah, tetapi secara signifikan dapat meningkatkan produksi dan nilai tambah. DAFTAR PUSTAKA Ananto, E. Eko., 2007. Strategi pemberdayaan petani dan inovasi pertanian dalam mendukung peningkatan pendapatan petani. Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Pengembangan Inovasi Pertanian Lahan Marjinal. Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Palu. 24-25 Juli 2007. BPS Kabupaten Ende, 2006. Kabupaten Ende Dalam Angka. Pemerintah Daerah Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. David, Y., M. Sapo, dan H. Gay. 2006. Pendidikan dasar 7 jam Koperasi Kredit Tekad Desa Rombonata Tomberabu I, Kabupaten Ende.
Prawoto, A. Adi. 2007 Integrasi klon kopi harapan dengan budi daya dan pengelolaan yang sesuai untuk lahan marjinal terhadap produksi dan kualitas biji di Temanggung dan Ende. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia bekerjasama dengan Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Prawoto, A. Adi. 2007 Integrasi klon kakao harapan dengan budi daya dan pengelolaan yang sesuai untuk lahan marjinal terhadap produksi dan kualitas biji di Donggala dan Ende. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia bekerjasama dengan Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Subagyono, K., A. Dariah, T. Budyastoro, N.L. Nurida. 2004. Pengembangan teknologi konservasi untuk peningkatan produktivitas tanaman perkebunan di lahan kering kabupaten Ende. Kerjasama antara: Poor Farmers’ Income Improvement through Innovation (PFI3P) dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Suparlan. 2007. Pengembangan teknologi prosesing kemiri (Aleurites Moluccana) untuk lahan marjinal di kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian bekerjasama dengan Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Togatorop, M.H., dan A. Subaidi. 2004. Pengembangan inovasi dan diseminasi teknologi pertanian untuk pemberdayaan petani miskin pada lahan marjinal di kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Dalam: Laporan Akhir Pemahaman Pedesaan Secara Partisipatif (Partisipatory Rural Appraisal) Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.