PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
JELAMU ARDU MARIUS
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
vi
ABSTRACT JELAMU ARDU MARIUS. The Development of the Competencies of the Agricultural Extension Agents in East Nusa Tenggara Province. Under direction of SUMARDJO, MARGONO SLAMET, and PANG S. ASNGARI The objective of this research are : (1) to analyse the influence of the internal and external factors of the agricultural extension agents to their competencies in doing work, (2) to analyse the correlation between the competencies with the performance of the agricultural extension, (3) to analyse the influence of the farmer’s individual characterization (formal education, non formal education, age, cosmopolitant, adopter category, and income) to their perception in evaluating the performance of the agricultural extension activities, and (4) to compose the strategy for developing the competencies of the agricultural extension agents in Nusa Tenggara Province. The individual characterization of the agricultural extension agents (formal education, non formal education, age, work experience, cosmopolitant, motivation, and the income) were the internal factors which assumed to influence their competencies, and those other i.e the non formal education (diklat), the milieu, and the extension organization structure were the external factors. As a “social agent” the agricultural extension agents have to matter the competencies in working. The main works of the agricultural extension agents were: preparing the extension, implementing , evaluating and reporting, developing the extension, achieving the professionalism, communicating and sosial interacting. The farmers”s individual characterization were formal education, non formal education, age, cosmopolitant, adopter category, and income. The respondents were the agricultural extension agents and the farmers of the three regency of research area (Kupang regency, Timor Tengah Selatan regency and Manggarai regency). There were 72 agricultural extension agents selected by the census method in six districts and 180 farmers selected by the stratified random sampling method of 18 villages The research was conducted since Juni 2006 to January 2007 by using survey technique, interview, observation, and indepth interview. Data analysis was done by statistical descriptive, Cronbach Alpha, t-test, Rank Spearmen correlation, and path analysis. The analysis showed that internal factor influenced significantly to the competencies of the agricultural extension agents. One of the external factors i.e non formal education (diklat) was not influenced significantly to the competencies of the agricultural extension agents, but the other external factors i.e the milieu, and the organization structure were influenced significantly to the competencies of the agricultural extension agents. The research showed also that the farmers’s individual characterization i,e formal education, non formal education, cosmopolitan, adopter category, and income were influenced significantly to their positive perception in evaluating the performance of the agricultural extension; but the age was not influenced significantly to their positive perception in evaluating the performance of the agricultural axtension. When the age to be higher, the perception tends to be negative. The motivation of the agricultural extension agents was the dominant element in influencing the competencies. The good income was the dominant element of the farmers to give the positive perception for the performance of agricultural extension. Key words: competence, agricultural extension agent, the performance of agricultural extension, farmer, perception.
i
RINGKASAN JELAMU ARDU MARIUS. Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh SUMARDJO, MARGONO SLAMET, dan PANG S. ASNGARI. Pembangunan pertanian di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peranan penyuluh pertanian. Dalam pembangunan pertanian peranan penyuluh pertanian adalah memberdayakan petani agar bisa menolong dirinya sendiri. Penyuluh pertanian bekerja bersama petani agar mereka mampu mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu bertani lebih baik, berusaha tani lebih baik, dan mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu, seorang penyuluh harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugasnya yang disebut kompetensi. Ada empat tujuan utama dari penelitian ini, yakni: pertama, untuk menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal penyuluh terhadap kompetensi mereka dalam melaksanakan tugasnya; kedua, untuk menganalisis pengaruh kompetensi terhadap kinerja penyuluhan; ketiga, untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu petani dengan penilaian kinerja penyuluhan; dan keempat untuk menyusun strategi pengembangan kompetensi penyuluh di Provinsi Nusa Tenggara Timur ke depan. Faktor internal penyuluh dalam penelitian ini adalah karakteristik individu penyuluh seperti pendidikan formal, pendidikan non formal, umur, masa kerja, sifat kosmopolitan, motivasi, dan pendapatan; sedangkan faktor eksternal penyuluh di sini adalah diklat penyuluhan, lingkungan dan struktur organisasi penyuluhan. Sebagai seorang pemberdaya masyarakat, seorang penyuluh harus memiliki kompetensi dalam hal: (1) menyiapkan penyuluhan, (2) melaksanakan penyuluhan, (3) membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan, (4) mengembangkan penyuluhan, (5) berkomunikasi, dan (6) berinteraksi sosial. Karakteristik individu petani terdiri dari pendidikan formal, pendidikan non formal, umur, sifat kosmopolitan, kategori adopter, dan pendapatan. Responden penelitian terdiri dari 72 orang penyuluh Pegawai Negeri Sipil yang dipilih secara sensus di enam kecamatan di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Manggarai, serta 180 orang petani yang dipilih dengan teknik stratified random sampling,berdasarkan tingkat keinovatifan petani. Penyuluh di setiap kabupaten digolongkan menjadi dua kategori yakni Penyuluh Ahli yang saat diangkat sebagai penyuluh berlatarbekalang sarjana dan Penyuluh Trampil yang berlatarbelakang SLTA dan Diploma. Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil dibagi lagi atas dasar jenis usaha yang disuluh yakni Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil sektor pangan dan Penyuluh Ahli dan Penyuluh trampil sektor hortikultura. Petani dari ketiga kabupaten juga dibagi atas jenis usahanya, yakni petani sektor pangan dan petani sektor horikultura. Penelitian dilakukan pada bulan Juni tahun 2006 sampai dengan Januari 2007dengan menggunakan survey, wawancara dan pengamatan. Statistik yang digunakan adalah Cronbach Alpha, Uji Beda, Korelasi Spearmen, dan Analisis Jalur. Secara rinci, analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah: (1) untuk menjawab tujuan pertama yakni menganalisis faktor-faktor yang menentukan/berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh digunakan metode regresi linear berganda. Model analisis regresi linier yang digunakan yakni : Y 1 = α + β1X1+β2 X2 +β3 X3 + ....+ β9 X9 + ∈ (keterangan: α=Konstanta, β1,β2...β9 adalah parameter ,Y1=Kompetensi Penyuluh, X1=PendidikanFormal,X2=PendidikanNon Formal, X3=Masa Kerja,X4=SifatKosmpolitan ,X5=Pendapatan Ekonomi, X6 =Motivasi , X7 =Struktur Organisasi Penyuluhan, X8=Diklat Penyuluhan, X9=Lingkungan, e = Galat); (2) untuk menjawab tujuan kedua, yakni menganalisis faktor-faktor yang menentukan/berpengaruh terhadap kinerja penyuluhan, digunakan metode regresi linear berganda. Model analisis regresi linier yang digunakan yakni : Y1-2 = α + β1X1 + β2 X2 + β3 X3 +
ii
....+ β7 X7 + ∈ (Keterangan: α =Konstanta, β1, β2...β7 adalah parameter , Y1= Kinerja penyuluhan Y2=Kepuasan petani atas kompetensi Penyuluh , X1 =Kompetensi Penyuluh , X2=Pendidikan Formal, X3= Pendidikan Non Formal, X4= Umur, X5=Sifat Kosmpolitan , X6= Pendapatan Ekonomi X7=Kategori Adopter , e = Galat); (3) Menjelaskan kaitan antara karakteristik individu petani dengan penilaiannya terhadap kinerja penyuluhan digunakan analisis korelasi Spearman dan analisis regresi liner berganda. Model analisis regresi linier yang digunakan yakni : Y1 = α + β1X1 + β2 X2 + β3 X3 + ....+ β5 X5 + ∈ (Keterangan:α = Konstanta, β1, β2...β5 adalah parameter , Y1= Kinerja penyuluhan, X1 =Pendidikan Formal, X2=Pendidikan Non Formal, X3=Umur , X4 =Sifat Kosmpolitan , X5=Pendapatan Ekonomi, e=Galat);(4) Merumuskan rekomendasi strategi pengembangan kompetensi penyuluh pertanian yang tepat bagi Nusa Tenggara Timur di era Otonomi Daerah. X1………X n = Peubah terikat e = error. Untuk menganalisis besarnya pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi Penyuluh Pertanian dan kinerja penyuluhan digunakan metode Path Analysis (analisis jalur) dengan rumus : .rij = pij + Σ k p ij r jk ( Keterangan : r = Koefisien korelasi, p = Koefisien jalur i, j, k = Variabel i, j dan k). Hasil analisis linier berganda dengan metode Backward menunjukkan bahwa faktor internal dan eksternal penyuluh berpengaruh nyata pada kompetensi penyuluh dengan nilai Adj R2 0.606, Sig F 0,000. Dengan kata lain pengaruh faktor internal dan eksternal penyuluh terhadap kompetensi adalah sebesar 60,6 persen, sedangkan sisanya 39,4 persen disebabkan oleh faktor lain di luar model. Aspek motivasi adalah dimensi yang besar pengaruhnya terhadap kompetensi penyuluh pertanian (0.628), sebaliknya masa kerja penyuluh adalah aspek yang paling tidak berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh (-0.281). Pada faktor eksternal aspek dukungan lingkungan khususnya dukungan politik pemda adalah dimensi yang paling berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh pertanian (0.384), sedangkan aspek diklat penyuluhan adalah dimensi yang paling tidak berpengaruh terhadap pembentukan kompetensi penyuluh pertanian (-0.141). Dengan metode yang sama yakni metode Backward menghasilkan bahwa karakteristik individu petani berpengaruh nyata pada penilaian kinerja penyuluhan dengan nilai Adj R2 0.518, Sig F 0,000: artinya, pengaruh karakteristik individu petani terhadap penilaian kinerja penyuluhan sebesar 51,8 persen, dan sisanya 48,2 persen disebabkan oleh faktor lain. Dalam karakteristik individu petani, aspek pendapatan ekonomi adalah dimensi yang paling berpengaruh terhadap penilaian kinerja penyuluhan (0,265), disusul sifat kosmopolitan (0,245) serta pendidikan non formal (0,152), sedangkan aspek umur yang sudah lanjut adalah dimensi yang berpengaruh negatif terhadap penilaian kinerja penyuluhan. Korelasi Spearmen juga menunjukkan adanya hasil yang hampir sama dengan analisis regresi linear berganda dimana karakteristik individu petani berhubungan sangat nyata dengan kinerja penyuluhan pada tingkat kepercayaan Alpha 0,01 (atau 99 persen), kecuali umur yang semakin tua berhubungan negatif dengan kinerja penyuluhan. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa karakteristik petani berpengaruh pada tingkat kepuasan petani akan kompetensi yang diperlihatkan penyuluh dalam melaksanakan tugasnya (nilai koefisien 0,399). Artinya sebanyak 39,9 persen penilaian petani terhadap kompetensi penyuluh ditentukan oleh karakteristik individunya dan 60,1 persen ditentukan oleh faktor lain di luar model. Aspek sifat kosmopolitan petani adalah dimensi karakteristik individu petani yang paling berpengaruh dalam penilaian kepuasan terhadap kompetensi penyuluh (0,282) disusul dengan pendidikan formal petani itu (0.225). Metode analisis jalur (path analysis) menunjukkan juga adanya hasil temuan yang hampir sama dengan analisis linier berganda (metode Backward) dimana peubah yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan penyuluh atas kinerjanya adalah motivasi penyuluh itu sendiri dengan koefisien jalur sebesar 0,654, sedangkan peubah yang sangat berpengaruh terhadap penilaian kinerja penyuluhan dari sisi petani yang menonjol dari semua aspek adalah pendapatan ekonominya dengan koefisien jalur 0,265, dan pendidikan formal petani (0,242). Dengan demikian strategi pengembangan kompetensi penyuluh pertanian di Provinsi Nusa Tenggara
iii
Timur perlu diarahkan pada peningkatan motivasi diri penyuluh pertanian dengan memberikan perhatian yang penuh terhadap penyuluh pertanian dan kegiatan penyuluhan. Fakta memperlihatkan menurunnya motivasi dan semangat penyuluh dan berdampak pada rendahnya kinerja penyuluhan yang dalam penelitian ini skor-nya hanya 56,3. Upaya meningkatkan motivasi penyuluh pertanian yang menurun ini hanya bisa dilakukan dengan memberikan perhatian dan komitmen politik terhadap pembangunan pertanian umumnya dan penyuluhan pada khususnya termasuk menata struktur kelembagaan penyuluhan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
Kata kunci : kompetensi, penyuluh pertanian, petani, kinerja penyuluhan pertanian, persepsi.
iv
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak mengindahkan kepentingan yang wajar IPB 2.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
v
Judul Disertasi
: Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Nama
: Jelamu Ardu Marius
NRP
: P061030091
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sumardjo, MS Ketua
Prof. Dr. Margono Slamet Anggota
Prof. Dr. Pang S. Asngari Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 23 Oktober 2007
Tanggal Lulus:
vii
PRAKATA Ke depan pembaca, penulis menyajikan sebuah disertasi berjudul ”Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur.” Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat mencapai gelar doktor sebagai gelar akademik yang tertinggi yang telah diuji dalam Sidang Ujian Terbuka pada hari Selasa, 23 Oktober Tahun 2007 di Lantai 6 Rektorat Institut Pertanian Bogor. Karya ilmiah ini adalah salah satu wujud nyata dari kata-kata bijak Alber Eistein. ” manusia, sayuran, atau debu semesta, dan kita semua menari dengan nada misterius yang disenandungkan dari kejauhan oleh seorang pemain yang tak kelihatan.” Penulis menyadar i dengan penuh iman bahwa sentuhan tangan dari seorang pemain yang tak kelihatan, Allah yang Maha Agung telah membimbing, dan memberikan rahmat serta berkahNya yang berlimpah kepada penulis sampai menyelesaikan pendidikan doktoral di kampus yang tercinta ini, Institut Pertanian Bogor. Sentuhan tangan-tangan yang kelihatan pun ikut serta memberikan perannya kepada penulis selama ini sehingga disertasi ini juga merupakan hasil olah pikir bersama melalui proses pembimbingan, proses belajar mengajar, proses diskusi, dan sebagainya. Dalam ranah itu Einstein juga memberikan kesempatan kepada kita untuk merenungkan makna dari kata-kata bijaknya yang lain. ” Agama sejati adalah kehidupan nyata. Kehidupan dengan seluruh jiwa seseorang, dengan seluruh kebajikan dan budi baik seseorang.” Dari hati yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan untuk yang terhormat Bapak Dr. Ir, Sumardjo, MS selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Margono Slamet, dan Prof. Dr. Pang S. Asngari selaku anggota komisi pembimbing. Beliau-beliau telah memperkaya, mencerdaskan, dan ”mengusik” secara intelektual permenungan filosofis dan pergulatan intelektual penulis yang sedang mencari, mengkaji, berasumsi dan membuktikan kebenaran suatu hipotesis untuk diuji secara ilmiah. Beliau-beliau telah menjalankan peran (role) secara profesional dan penuh integritas keilmuan. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada yang terhormat Bapak Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc, Staf Pengajar Progam Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana IPB yang bertindak sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup tanggal 16 Agustus 2007 dan Bapak Prof. (Ris). Dr. Djoko Susanto, SKM, APU, Staf Pengajar Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana IPB, serta Dr. Ir. Momon Rusmono, MS, Kepala Pusat Pendidikan Pertanian Departemen Pertanian RI, yang bertindak sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka tanggal 23 Oktober 2007. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, mantan Koordinator Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB dan Dr. Ir. Lala Kolapaking, MS, Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB yang ikut serta memberikan
viii
pertanyaan kritis saat berlangsung Ujian Terbuka. Terima kasih atas semua masukan yang cerdas, dan intelektual yang memperkaya karya ilmiah ini. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Pimpinan IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di IPB
yaitu Rektor IPB (Prof. Dr. Ir.
Ahmad Ansori Mattjik, MSc), mantan Dekan Pascasarjana IPB (Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, MSc), Dekan Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS, Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB, Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS, Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Dr. Ir. Lala Kolapaking, MS, Mantan Ketua Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dr. Ir. Amri Jahi, Ketua Program Mayor Ilmu Penyuluhan
Pembangunan, Dr. Ir. Siti Amanah, MSc, semua Dosen dan Staf Pengajar Program Major Ilmu Penyuluhan Pembangunan, serta semua petugas sekretariat di Rektorat dan sekretariat di Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan atas semua kelancaran pelayanan akademik. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada sahabat dan rekan penulis, Dr. Adhyaksa Dault, SH, M.Si, Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis selama bersama-sama mengikuti Program Magister di UI dan Program Doktoral di IPB. Penghargaan yang sama disampaikan juga kepada sahabat dan rekan penulis, Drs. Abdul Malik, M.Si, Kepala Biro Kepegawaian Departemen Sosial Republik Indonesia, Dra. A. M. Sasanti, M.Si, dan Drs. Kusgyarto, pegawai pada Depsos RI yang memberikan dukungan moril saat Ujian Terbuka Doktor di IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Gubernur Nusa Tenggara Timur, Piet A. Tallo, SH , Bapak Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Drs. Frans Leburaya, Bapak Drs. Pake Pani, Mantan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Bapak Drs. Th. Hermanus, Ma ntan Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang telah mengizinkan penulis melanjutkan pendidikan Doktoral di IPB. Penghargaan dan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan angkatan Tahun 2003 yang dalam proses perkuliahan senantiasa saling mendukung: Dr. Ir. Mulyadi, Dr. Dasmin Sidu, SP, MS, Dr. Drs. Dwi Purwoko, M.Si, Dr. Muksin, SP, M.Si, Dr. Drs. H. Ibrahim Saragih, M.M, Dr. Wildani Pinkan, ST, MS. Ir. Sapja Anantanyu, M.Si, Dr. Dra. Sri Tjahyorini, M.Si, Dr. Syafiudin, SPd, M.Si, Drs. Bustang Mappaseling, M.Si, Dra. Marlyati, Msi, dan Drs. Bahrin, M.Si. Terima kasih kepada seluruh keluarga yang mendukung: Isteri tercinta Jean d’Arch Mbua dan anak-anak tersayang Lani, Ebi, Oba, Fani, Tepan, dan Mira. Kamu telah ditinggalkan sekian lama dalam kesendirian dan bertahan dalam derita. Hormatku yang besar kepada mama yang
ix
tercinta, Mama Lusia Lembut yang telah melahirkan dan membesarkanku, serta selalu mendoakanku setiap hari. Doaku untuk almarhum ayah Bapak Lukas Jelamu yang tidak sempat melihat keberhasilan putra sulungnya. Terima kasih juga kepada mama Mertuaku, mama Mia, doaku untuk almarhum Bapa mertua, Bapa Alo Susuk. Terima kasih kepada kakak, dan adik: kaka Drs. Saverius dan Meri Jelamu sekeluarga, kaka Marten dan Since Jelamu, adik Heribertus Jelamu, SH, sekeluarga, adik Ir. Yos Jelamu sek., adik Kris dan Sefi Jelamu sek., adik Adrianus dan Emi Jelamu sek., adik John Jelamu (almarhum) sek., serta seluruh keluarga besar. Semoga semua jasa dan pengorbanan para guru, pendidik, budi baik serta simpati dari semua pihak yang telah membantu penulis, dibalas oleh Tuhan yang Maha Agung yang mengetahui setiap perbuatan maklukNya. Terima Kasih.
Bogor, Nopember 2007
Jelamu Ardu Jelamu P061030091
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cancar, Manggarai, Flores Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur tanggal 15 Agustus 1963 sebagai anak ketiga dari ayah Bapak Lukas Jelamu (alm) yang berprofesi sebagai Guru Sekolah Dasar (SD) dan Ibu Lusia Lembut. Pendidikan sarjana ditempuh di Sekolah Tinggi Filsafat/Teologi Katolik Ledalero, Maumere Flores, lulus tahun 1989. Pada tahun 9997, penulis diterima di Program Studi Sosiologi pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan menamatkannya pada tahun 1999. Pada tahun 2003 diterima di Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penulis adalah Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan bekerja sebagai Widyaiswara pada Badan Pendidikan dan Pelatihan.
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................
Halaman xv xix
PENDAHULUAN....................................................................................... Latar Belakang...................................................................................... Permasalahahan Penelitian.................................................................... Tujuan Penelitian.................................................................................. Kegunaan Penelitian..............................................................................
1 1 6 10 10
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. Konsep Penyuluhan Pembangunan....................................................... Tugas dan Peranan Penyuluh Pertanian ............................................... Mutu dan Kinerja Penyuluhan.............................................................. Kompetensi Penyuluh Pertanian .......................................................... Kompetensi Menyiapkan Penyuluhan Pertanian............................... Kompetensi Melaksanakan Penyuluhan Pertanian............................ Kompetensi Mengevaluasi dan Melaporkan Hasil Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian.................................................................... Kompetensi Mengembangkan Penyuluhan Pertanian........................ Kompetensi Berkomunikasi............................................................... Kompetensi Berinteraksi Sosial......................................................... Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian........................................... Pendidikan dan Pelatihan Penyuluhan Pertanian.................................. Lingkungan........................................................................................... Struktur Organisasi Penyuluhan Pertanian...........................................
11 11 16 18 22 24 27
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS............................................ Kerangka Berpikir................................................................................. Bagan hubungan antara Peubah............................................................ Hipotesis Penelitian...............................................................................
54 54 65 66
METODE PENELITIAN............................................................................ Rancangan Penelitian............................................................................ Populasi dan Sampel............................................................................. Data dan Instrumentasi.......................................................................... Validitas Instrumen............................................................................... Reliabilitas Instrumen........................................................................... Pengukuran Peubah Penelitian.............................................................. Analisis Data......................................................................................... Definisi Istilah………………………………………………………...
67 67 67 69 71 73 74 79 83
30 32 33 34 36 38 45 53
xii
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... Gambaran Umum Lokasi Penelitian..................................................... Kondisi Penyuluhan pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur........................................................................................................ Struktur Kelembagaan........................................................................ Sumber Daya Manusia Penyuluh Pertanian....................................... Pendidikan dan Pelatihan Penyuluhan Pertanian............................... Sebaran Penyuluh Pertanian di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai............................................................... Penyebaran Penyuluh Pertanian di kabupaten Kupang...................... Penyebaran Penyuluh Pertanian di Timor Tengah Selatan................ Penyebaran Penyuluh Pertanian di kabupaten Manggarai................. Karakteristik Responden....................................................................... Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai..................................... Karakteristik Individu Petani di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 .................................... Sebaran Pendapat Penyuluh kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai tentang Diklat Penyuluhan................ Sebaran Pendapat Penyuluh kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai tentang Lingkungan........................... Sebaran Pendapat Penyuluh kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai tentang Struktur Organisasi Penyuluhan......................................................................................... Kompetensi Penyuluh Pertanian........................................................... Kompetensi Penyuluh Pertanian Menyiapkan Penyuluhan Pertanian............................................................................................. Kompetensi Penyuluh Pertanian Melaksanakan Penyuluhan Pertanian............................................................................................. Kompetensi Penyuluh Pertanian Membuat Evaluasi dan PePelaporan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian................................... Kompetensi Penyuluh Pertanian Mengembangkan Penyuluhan Pertanian........................................................................................ Kompetensi Penyuluh Pertanian Dalam Berkomunikasi..................... Kompetensi Penyuluh Pertanian Berinteraksi Sosial........................... Kategori Adopter Petani dan Sebaran Pendapat Petani tentang Kinerja Penyuluhan di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006............................................................. Pendapat Petani tentang Manfaat Organisasi Penyuluhan sebagai Pemasok Jasa Informasi Penyuluhan bagi Petani..................... Pendapat Petani tentang Kesesuaian Materi Penyuluhan dengan Kebutuhan Aktual Petani........................................................... Pendapat Petani tentang Kepuasan Penerapan Metode Penyuluhan................................................................................................... Pendapat Petani tentang Manfaat Kelompok Tani dan Lemba-
89 89 91 91 93 94 98 98 99 100 101 101 108 110 115
128 134 135 145 156 157 163 169
173 173 174 175
xiii
ga Ekonomi Tani bagi Petani............................................................. Pendapat Petani tentang Manfaat Kepemimpinan Tani, Wani ta dan Pemuda Tani bagi Petani......................................................... Pendapat Petani tentang Kompetensi Penyuluh Pertanian................. Besaran Nilai Kompetensi Penyuluh Pertanian menurut Petani......................................................................................................... Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kompetensi Penyuluh Pertanian........................................................................................... Pengaruh Kompetensi Penyuluh Pertanian terhadap Kinerja Penyuluhan.................................................................................................... Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaiannya terhadap Kinerja Penyuluhan........................................................................ Jalur Peubah yang Berpengaruh terhadap Kinerja Penyuluhan................ Implikasi Temuan Penelitian terhadap Pelaksanaan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan................................................................ Standar Kompetensi Penyuluh Pertanian............................................... Peningkatan Pendidikan Formal diikuti oleh Peningkatan Pendidikan Non Formal............................................................................. Sertifikasi Berdasarkan Pendidikan dan Sertifikasi Berdasarkan Pengalaman...................................................................................
179 181 186 188 189 192 193 197
200 206 207 210
STRATEGI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.....................
211
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. Kesimpulan........................................................................................... Saran......................................................................................................
219 219 220
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
222
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Elemen-elemen Karakter Sosial Individu Penyuluh Pertanian yang Ideal dan yang tidak Ideal........................................................................ 2 Aspek Ideal diklat yang memberdayakan dan tidak memberdayakan...... 3 Faktor lingkungan yang kondusif dan tidak kondusif bagi pengembangan penyuluhan pertanian............................................................................ 4 Aspek struktur organisasi penyuluhan yang kondusif dan tidak kondusif............................................................................................................... 5 Kompetensi penyuluh pertanian menurut pola yang memberdakan dan yang tidak memberdayakan....................................................................... 6 Kinerja yang memuaskan dan yang tidak memuaskan............................. 7 Populasi dan Sample Penyuluh Pertanian serta Petani.............................. 8 Kisaran nilai koefisien korelasi uji validitas instrumen............................ 9 Nilai Koefisien Alpha Hasil Uji Reliabilitas............................................. 10 Sebaran penyuluh pertanian berdasarkan jabatan Penyuluh Pertanian Trampil dan Penyuluh Pertanian Ahli di masing-masing abupaten lokasi penelitian........................................................................................ 11 Kualifikasi pendidikan penyuluh pertanian di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai....................................................... 12 Kegiatan diklat bagi penyuluh pertanian tahun 2005 di Kupang............. 13 Kegiatan diklat bagi penyuluh pertanian tahun 2006 di Kupang............. 14 Sebaran penyuluh pertanian di kabupaten Kupang Tahun 2006 berdasarkan wilayah kerja................................................................................. 15 Sebaran penyuluh pertanian di kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 berdasarkan wilayah kerja............................................................... 16 Sebaran penyuluh pertanian di kabupaten Manggarai Tahun 2006 berdasarkan wilayah kerja............................................................................. 17 Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian kabupaten Kupang............... 18 Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006.................................................................................. 19 Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian kabupaten Manggarai Tahun 2006................................................................................................... 20 Hasil Uji Beda Karakteristik Individu Penyuluh antara Lahan Kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan Lahan Basah (Manggarai)..... 21 Hasil Uji Beda Karakteristik Individu antara Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil............................................................................................... 22 Analisis Uji Beda Karakteristik Individu Penyuluh Usahatani Hortikultura dan Pangan........................................................................................ 23 Karaktersitik Petani di Tiga Kabupaten Penelitian..................................
55 56 58 60 61 63 68 72 74
93 94 97 97 99 100 101 102 104 105 107 107 108 109
xv
24 Hasil Uji Beda Karakteristik Petani antara Lahan Kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan Lahan Basah (Manggarai)........................... 25 Hasil Uji Beda Karakteristik Individu Petani Hortikultura dan Pangan.. 26 Pendapat penyuluh kabuupaten Kupang tentang diklat penyuluhan........ 27 Pendapat penyuluh kabupaten Timor Tengah Selatan tentang diklat penyuluhan................................................................................................... 28 Pendapat penyuluh kabupaten Manggarai tentang diklat penyuluhan..... 29 Hasil Uji Beda Penilaian diklat Penyuluhan antara Lahan Kering ( Kupang, dan Timor Tengah Selatan) dan Lahan Basah (Manggarai)........... 30 Hasil Uji Beda Penilaian Diklat Penyuluhan antara Penyuluh Ahli dan PenyuluhTrampil...................................................................................... 31 Hasil Uji Beda Diklat Penyuluhan antara Penyuluh Hortikultura dan Penyuluh Pangan...................................................................................... 32 Pendapat penyuluh kabupaten Kupang tentang Lingkungan................... 33 Pendapat penyuluh kabupaten Timor Tengah Selatan tentang Lingkung an ............................................................................................................. 34 Pendapat penyuluh kabupaten Manggarai tentang lingkungan................ 35 Hasil Uji Beda penilaian dukungan lingkungan antara Penyuluh Lahan Kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan Lahan Basah (Manggarai)........................................................................................................ 36 Hasil Uji Beda penilaian dukungan lingkungan antara Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil............................................................................. 37 Analisis Uji Beda penilaian dukungan lingkungan antara Penyuluh Hor tikultura dan Penyuluh Pangan................................................................. 38 Pendapat penyuluh kabupaten Kupang tentang struktur organisasi penyuluhan................................................................................................... 39 Pendapat penyuluh kabupaten Timor Tengah Selatan tentang struktur organisasi penyuluhan.............................................................................. 40 Pendapat penyuluh kabupaten Manggarai tentang struktur orga nisasi penyuluhan............................................................................................... 41 Hasil Uji Beda dukungan struktur organisasi penyuluhan antara penyu luh lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan penyuluh lahan basah (Manggarai)............................................................................. 42 Hasil Uji Beda dukungan struktur organisasi penyuluhan me nurut Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil.......................................................... 43 Analisis uji Beda dukungan struktur organisasi penyuluhan me nurut Penyuluh hortukultura dan Penyuluh pangan........................................... 44 Kemampuan Penyuluh mengidentifikasi potensi wilayah....................... 45 Kemampuan Penyuluh mengidentifikasi agroekosistem......................... 46 Kemampuan Penyuluh mengidentifikasi kebutuhan teknologi pertanian 47 Kemampuan Penyuluh menyusun program penyuluhan.......................... 48 Kemampuan Penyuluh menyusun rencana kerja penyuluhan..................
49 Kemampuan Penyuluh menyusun materi penyuluhan............................ 50 kemampuan Penyuluh menerapkan metode penyuluhan perorangan.....
109 110 111 112 113 114 115 115 116 119 122
126 127 127 128 130 131
133 133 134 136 138 141 143 144
146 148
xvi
51 Kemampuan penyuluh menerapkan metode penyuluhan kelompok....... 52 Kemampuan penyuluh menerapkan metode penyuluhan massal............ 53 Kemampuan penyuluh membina kelompok tani sebagai kelompok pembelajaran............................................................................................ 54 Kemampuan penyuluh mengembangkan swadaya petani-nelayan......... 55 Kemampuan penyuluh membuat evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan penyuluhan……………………………………….......................... 56 Kemampuan penyuluh merumuskan kajian arah kebijaksanaan pengembangan penyuluhan......................................................................... 57 Kemampuan penyuluh menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan.... 58 Kemampuan penyuluh mengembangkan metode/system kerja penyuluhan........................................................................................................ 59 Kemampuan penyuluh berkomunikasi lisan............................................ 60 Kemampuan penyuluh berkomunikasi secara tertulis............................. 61 Kemampuan penyuluh berinteraksi sosial............................................... 62 Hasil Uji Beda kompetensi penyuluh antara lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai)............................. 63 Hasil Uji Beda kompetensi penyuluh antara Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil.............................................................................................. 64 Analisis uji Beda kompetensi antara penyuluh hortikultura dan penyuluh pangan................................................................................................ 65 Pendapat petani tentang manfaat organisasi penyuluhan sebagai pema sok jasa informasi penyuluhan bagi petani.............................................. 66 Pendapat petani tentang kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan aktual petani................................................................................... 67 Pendapat petani tentang kepuasan penerapan metode penyuluhan perorangan ..................................................................................................... 68 Pendapat petani tentang kepuasan penerapan metode penyuluhan kelompok..................................................................................................... 69 Pendapat petani tentang kepuasan penerapan metode penyuluhan masal khususnya Radio................................................................................ 70 Pendapat petani tentang manfaat kelompok tani..................................... 71 Pendapat petani tentang manfaat lembaga ekonomi tani......................... 72 Pendapat petani tentang manfaat kepemimpinan tani............................. 73 Pendapat petani tentang manfaat kepemimpinan wanita tani.................. 74 Pendapat petani tentang manfaat kepemimpinan pemuda tani................ 75 Hasil Uji Beda penilaian kinerja penyuluhan antara penyuluh pertani an lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai) .......................................................................................... 76 Hasil Uji Beda kinerja penyuluhan antara penyuluh ahli dan penyuluh trampil menurut petani............................................................................. 77 Hasil Uji Beda kinerja penyuluh hortikultura dan pangan...................... 78 Pendapat petani tentang kepuasan terhadap kompetensi penyuluh pertanian.......................................................................................................
149 151 153 155 156 159 161 163 166 168 170 171 172 172 173 174 175 177 178 179 180 181 183 184
185 185 186 187
xvii
79 Pengaruh faktor internal dan eksternal penyuluh terhadap kompetensi penyuluh pertanian................................................................................... 80 Kaitan antara kompetensi penyuluh dengan kinerja penyuluhan............ 81 Korelasi antara karakteristik individu petani dengan penilaian kinerja penyuluhan............................................................................................... 82 Kaitan antara karakteristik individu petani dengan penilaian kinerja penyuluhan............................................................................................... 83 Kaitan antara Karakteristik Individu Petani dengan penilaian kepuasan terhadap Kompetensi Penyuluh............................................................... 84 Analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian........................................................................................................ 85 Anallisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap kompetensi penyuluh pertanian...............................................................
189 193 194 196 197 198 199
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Hubungan saling pengaruh antara karakter individu penyuluh per tanian, diklat penyuluhan, lingkungan, struktur organisasi penyuluhan dan kompetensi penyuluh pertanian.......................... 2 Peta Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur................................ 3 Kinerja penyuluhan pertanian menurut pendapat petani................ 4 Analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi penyuluh pertanian dan kinerja penyuluhan...................................... 5 Analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan penyu luhan.............................................................................................
65 89 188 212 217
xix
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam peta ekonomi politik Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi yang masih tertinggal dari provinsi lainnya bukan saja dalam hal pembangunan fisik tetapi juga terkait dengan pembangunan dan pengembangan sumberdaya manusianya. Menurut Bank Dunia (1999), Human Development Index (HDI) Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya 54,3 (urutan ketiga terendah secara nasional setelah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya yang sekarang berganti nama menjadi Provinsi Papua). Lambannya pembangunan dan pengembangan sumberdaya manusia di provinsi kepulauan ini berdampak pada rendahnya kemampuan sosial, ekonomi, dan berbagai akses kesejahteraan lainnya sebagaimana yang dimiliki oleh warga di wilayah lain terutama di Indonesia bagian barat. Ketimpangan kebijakan pembangunan antara Indonesia bagian barat dan timur hampir di semua sektor kehidupan termasuk dalam pengembangan sumberdaya manusia menjadikan wilayah ini menjadi salah satu zona ekonomi dan sosial yang tidak kompetitif secara nasional (Sayogyo, 1994). Ketimpangan
pembangunan
antara
wilayah
di
Indonesia
telah
mengakibatkan jarak sosial dan ekonomi yang semakin lebar di antara wilayah barat dan timur. Bahkan menurut Sayogyo, sebagai subsistem sosial ekonomi, sejak tahun 1970-an, Provinsi Nusa Tenggara Timur tergolong terisolasi dari arus pembangunan ekonomi Indonesia yang dampaknya sangat terasa hingga sekarang. Isolasi sosial, ekonomi dan fisik telah menyebabkan provinsi ini tergolong sebagai provinsi yang miskin dan tertinggal. Menurut Kuncoro (2004), penduduk miskin di Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai tahun 2001 mencapai 1.317.500.000 orang (33,01 persen dari kurang lebih 4 juta penduduk). Pada tahun 2003 pendapatan per kapita penduduk sebesar Rp. 2,2 juta/tahun atau Rp. 183.300/ bulan (BPS NTT). Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia dan ancaman kemiskinan penduduk di Provinsi Cendana ini berjalan seiring dengan keterbatasan sumberdaya alam dengan iklimnya yang tidak menentu. Seperti tempat lain di
2 Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada bulan Juni-September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember-Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Namun musim hujan di Nusa Tenggara Timur berlangsung lebih singkat (Januari sampai dengan Maret dan Desember), dan 8 bulan lainnya relatif adalah kering. Keadaan ini menyebabkan Nusa Tenggara Timur tergolong wilayah yang kering dan berdampak pada merosotnya produktivitas pertanian di daerah ini (Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, 2003). Penyebaran curah hujan di seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur juga tidak merata. Curah hujan tertinggi terdapat di Flores bagian barat, Timor bagian tengah dan Sumba Barat, yaitu antara 1200 – 3000 mm/tahun. Di Flores Timur, Alor dan Sumba Timur curah hujan rata-rata antara 800 – 1000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan sekitar 100 – 150 hari/tahun. Rendahnya curah hujan ini juga menjadi faktor utama penyebab kurang majunya pertanian di provinsi ini selain karena keterbatasan sosial dan ekonomi masyarakatnya. Kendatipun tersedia lahan yang luas, namun jika tidak didukung oleh ketersediaan air, maka usaha pertanian tetap akan menjadi sia-sia. Dari segi ekologi dan wilayah, iklim Nusa Tenggara Timur yang lebih kering (pengaruh benua Australia) berbeda dari iklim “tropik basah” yang mencirikan sebagian besar Indonesia bagian barat. Sebagai daerah yang beriklim kering (Semi Arid), sumberdaya lahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur didominasi oleh lahan kering. Lahan kering adalah lahan yang tidak mengalami genangan secara permanen ataupun tidak dapat digenangi air (upland). Lahan kering di wilayah ini adalah lahan kering beriklim kering, sehingga sangat berbeda dengan lahan kering beriklim basah seperti di Kalimantan atau Sumatra, yang pada umumnya terdiri dari tanah Podsolik Merah Kuning. Ciri-ciri umum lahan kering di Nusa Tenggara Timur, antara lain : (a) kandungan humus/bahan organiknya rendah sampai sangat rendah, (b) tingkat keasamannya netral, (c) solum tanahnya tipis sampai sedang, (d) keadaan tanah umumnya berbatu, (e) tekstur tanah umumnya lembung sampai liat kecuali di daerah pantai, (f)
3 kesuburan kimiawi tanah relatif masih tinggi, namun karena kekurangan air maka tingkat kesuburannya tergolong rendah (lahan marginal), dan (g) jenis tanah umumnya mediteran merah kuning, grumusal andosol, regosol dan tanah kompleks. Topografi Nusa Tenggara Timur yang umumnya terdiri dari tanah pegunungan dan daerah perbukitan serta padang luas yang tandus, kering dan tidak subur dengan intensitas curah hujan yang sangat rendah menjadi hambatan lain dalam membangun wilayah ini selain masih rendahnya komitmen pemerintah pusat dalam membuka isolasi fisik, sosial dan ekonomi yang menerpa wilayah ini dari dahulu sampai sekarang. Kebijakan pembangunan yang tidak merata antara wilayah barat dan timur Indonesia menyebabkan sebagian besar wilayah Timur Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur terisolasi bukan saja secara fisik tetapi juga secara sosial, ekonomi dan budaya (Sayogyo, 1994). Ketidakmerataan dalam pembangunan infrastruktur, sarana transportasi dan komunikasi menyebabkan wilayah ini sangat lamban untuk bertumbuh dan berkembang sebagaimana wilayah lainnya. Hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara keterbatasan sumberdaya alam dengan kualitas sumberdaya manusia di Nusa Tenggara Timur telah menyebabkan provinsi ini tergolong sebagai salah satu wilayah yang termiskin dan tertinggal di Indonesia. Keterbatasan kemampuan kualitas sumberdaya manusia di provinsi ini berpengaruh pada keseluruhan kinerja dan etos kerja warga yang pada gilirannya berdampak pada rendahnya kesejahteraan sosial dan ekonomi. Padahal sumberdaya manusia atau human resources adalah penduduk yang siap, mau dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasional (the people who are ready, willing and able to contribute to organizational goals) yang tidak hanya terbatas pada industri atau perusahaan, tetapi juga organisasi di berbagai bidang seperti politik, pemerintahan, hukum, sosial, budaya, lingkungan, masyarakat ataupun negara (Ndraha, 1999). Sebagai bagian dari sumberdaya manusia Nusa Tenggara Timur, Penyuluh Pertanian yang selama ini menjadi agen pemberdaya bagi petani akan berhadapan dengan kenyataan keterbatasan sosial, ekonomi, sumberdaya alam dan kualitas
4 sumberdaya manusia itu sendiri. Berbagai persoalan itu akan berpengaruh pada kinerja penyuluhan pada umumnya. Martinez (1987) mengatakan bahwa penyuluh adalah seorang profesional garis depan yang berinisiatif melakukan perubahan, membantu
masyarakat
sasaran
melaksanakan
aktivitas
usaha
taninya,
memperkenalkan dan menyebarkan ide-ide baru, mendorong partisipasi dan menyokong kepentingan masyarakat sasaran. Peran penyuluh ini terkait dengan tiga tujuan utama penyuluhan yakni bertani lebih baik (better farming), berusahatani lebih baik (better business) dan mencapai kehidupan yang lebih baik (better living). Dalam proses mencapai tiga tujuan penyuluhan ini, Dusentary (Mosher, 1971) mengatakan bahwa tugas penyuluh adalah : (1) menambah pengetahuan kepada para petani sehingga mereka menjadi cakap dan mampu berusahatani lebih baik, (2) memotivasi para petani agar mengarahkan usahataninya kepada bahan pangan yang banyak diperlukan sehingga hasil yang diperoleh lebih menjamin kehidupannya, (3) menambah pengetahuan petani tentang inovasi-inovasi baru yang berguna untuk usahataninya, (4) menumbuhkan pengetahuan petani untuk mengembangkan bakat-bakatnya di bidang usahatani, dan (5) membentuk masyarakat petani yang bangga akan usahanya, bebas dan mandiri dalam berpikir, percaya diri dan tidak bergantung pada kekuatan orang lain. Di tengah kelompok sasaran penyuluhan, penyuluh berperan dalam banyak hal seperti yang disampaikan oleh Rogers dan Shoemaker (1971) yakni : (1) mengembangkan kebutuhan untuk berubah, (2) membina hubungan untuk perubahan, (3) mengidentifikasi dan menganalisa masalah, (4) menumbuhkan rencana perubahan pada sasaran, (5) melaksanakan rencana perubahan, dan (6) menjaga kestabilan perubahan sehingga sasaran mampu mengembangkan dirinya. Dalam konteks masyarakat yang serba terbatas dan miskin sumberdaya, peranan seorang penyuluh pertanian di Nusa Tenggara Timur sangat strategis untuk melakukan aksi pemberdayaan. Persoalannya adalah sejauh mana ia memiliki kemampuan mengaplikasikan perannya secara optimal karena penyuluh pertanian hanyalah salah satu subsistem dari keseluruhan sistem yang lebih besar. Secara organisatoris, penyuluh pertanian adalah bagian kecil dari sistem organisasi pemerintahan yang besar dan kompleks. Tatkala penyuluh pertanian melaksanakan tugasnya, ia tidak melaksanakan tugas atas nama dirinya sendiri,
5 tetapi atas nama sebuah organisasi pemerintahan. Penyuluh pertanian diangkat oleh negara dengan persyaratan-persyaratan tertentu dan ketika ia diberi tugas sebagai penyuluh ia harus melaksanakan tugasnya dengan kompetensi-kompetensi tertentu yang telah ditetapkan oleh organisasinya. Karena itu tatkala seorang penyuluh pertanian melaksanakan tugasnya ia tidak hanya mengandalkan kemampuan internal individunya seperti pendidikan formal, jumlah pelatihan yang pernah diperoleh, pengalaman bekerja, motivasi dan semangat, tetapi juga dukungan berbagai faktor determinan lain seperti dukungan kebijakan, komitmen politik, dukungan lingkungan sosial dan sebagainya. Sekedar kembali mengingat sejarah masa lalu, pembangunan pertanian dan penyuluhan pertanian di Indonesia pernah mencapai puncaknya terutama di era tahun 1980-an ketika komitmen politik pemerintah sangat tinggi terhadap pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian. Pengakuan Badan Pangan Dunia (FAO), tahun 1983 ketika Indonesia mampu menjadi negara swasembada pangan khususnya beras tidak saja pengakuan terhadap kemajuan pertanian itu sendiri, tetapi juga pengakuan terhadap kemajuan penyuluhan. Arifin (2005:11-12) mengatakan bahwa selama 16 tahun pertama masa administrasi Presiden Soeharto, sektor pertanian telah menjadi basis utama strategi pembangunan dan berperan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Investasi besar-besaran dalam sektor infrastruktur, sarana dan prasarana dasar seperti jalan, jembatan, bendungan, saluran irigasi dan lain-lain seakan menjadi menu dasar dalam strategi pembangunan ekonomi waktu itu. Wardoyo (1992) mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia waktu itu dimungkinkan oleh dukungan dua hal penting yaitu: (1) stabilitas sosial politik dan keamanan yang sangat diperlukan dalam kegiatan pembangunan, dan (2) komitmen yang kuat baik dari pimpinan tingkat nasional dan provinsi maupun kabupaten/kota. Wardoyo menyebut enam faktor kunci keberhasilan pembangunan pertanian Indonesia itu yakni: (1) political will dari pemerintah yang tercermin dari adanya penyediaan tenaga pembangunan pertanian yang cukup dengan dana dan sarana yang memadai, (2) kebijaksanaan pembangunan pertanian yang tepat, konsisten dan berkesinambungan, (3) dianutnya kebijakan system approach yang artinya bahwa pembangunan pertanian
6 akan terlaksana dengan baik apabila faktor-faktor yang berhubungan dan berkaitan secara langsung dan tidak langsung dibangun secara bersamaan, (4) dihasilkannya teknologi pertanian dan rekayasa sosial yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (5) berkembangnya struktur pedesaan yang progresif, seperti penyuluh pertanian, Koperasi Unit Desa (KUD), lembaga-lembaga perkreditan, lembaga pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, dan (6) dibentuknya suatu kelembagaan yang terkenal dengan sebutan Bimas (Bimbingan massal)
yang
mempertemukan
dan
menyinkronkan
beberapa
lembaga
pembangunan pertanian untuk dapat bekerja secara isi mengisi, saling membutuhkan dan saling menguntungkan dan
dikoordinir oleh Departemen
Pertanian, Gubernur dan Bupati/Walikota. Soedijanto (2004) mengatakan bahwa pada saat itu pembangunan pertanian yang berbasis beras itu dijadikan sektor pembangunan yang paling penting dengan pendekatan Trimatra yakni (1) usahatani terpadu, (2) komoditi terpadu, dan
(3) wilayah terpadu, melalui 4
(empat) usaha pokok yaitu: (1) intensifikasi, (2) ekstensifikasi, (3) rehabilitasi, dan (4) diversifikasi. Dari uraian di atas tampak bahwa kemajuan pembangunan pertanian dan penyuluhan pertanian di masa lalu termasuk di Nusa Tenggara Timur ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu (1) kesiapan sumberdaya manusia (penyuluh pertanian, aparatur pemerintah, peneliti, lembaga-lembaga masyarakat dan sebagainya), (2) kesiapan kelembagaan (terstruktur dari pusat sampai dengan daerah), dan (3) dukungan politik yang tinggi (baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah). Komitmen politik ini berdampak pada kesiapan peraturan dan kebijakan, dana,
pembangunan
infrastruktur,
kelembagaan
ekonomi/keuangan
dan
sebagainya. Permasalahan Penelitian Ada tiga masalah utama yang menyebabkan penyuluhan di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami stagnasi terutama setelah wewenang penyuluhan diserahkan kepada daerah dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah, yaitu (1) masalah rendahnya kualitas dan kesiapan sumberdaya penyuluh pertanian sebagai pembelajar/agen pembaharu bagi petani, (2) struktur kelembagaan penyuluhan pertanian yang tidak tertata rapi dari tingkat kabupaten sampai kecamatan, dan (3)
7 kurang adanya dukungan politik Pemda yang signifikan dan intensif terhadap kegiatan penyuluhan pertanian. Dari aspek sumberdaya manusia penyuluh pertanian, provinsi yang terdiri dari limabelas kabupaten dan satu kota ini hanya memiliki 1.081 orang penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil, tidak sebanding dengan jumlah desa
2.585
desa/kelurahan (BPS Nusa Tenggara Timur, 2003). Perbandingan jumlah penyuluh pertanian dengan desa 1:2,4; sebagian besar penyuluh pertanian (57 persen) hanya berpendidikan SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas). Di tiga kabupaten lokasi penelitian, yakni Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Manggarai, jumlah penyuluh pertanian juga tidak sebanding dengan jumlah desa. Kabupaten Kupang mempunyai 99 penyuluh pertanian dengan jumlah desa/kelurahan 186 (perbandingan 1:1,8); sebagian besar penyuluh pertanian (86,8 persen) berpendidikan SPMA. Kabupaten Timor Tengah Selatan mempunyai 122 penyuluh pertanian dengan jumlah desa/kelurahan 215 (perbandingan 1:1,8); sebagian besar penyuluh pertanian (85,7 persen) berpendidikan SPMA. Kabupaten Manggarai mempunyai 98 penyuluh pertanian, desa/kelurahan 254 (perbandingan 1:2,6);
sebagian besar (77,5 persen)
berpendidikan SPMA. Tingkat pendidikan sebagian besar penyuluh pertanian yang terbatas ini semakin kurang berdaya menghadapi perubahan-perubahan kemasyarakatan termasuk di bidang usahatani. Diklat yang diharapkan menjadi media pengembangan dan peningkatan kompetensi kurang memberi nilai tambah yang berarti kepada kemampuan penyuluh pertanian karena kualitas dan kuantitasnya yang terbatas. Kurikulum diklat yang selama ini diberikan kepada penyuluh pertanian masih dominan berasal dari pusat dan kurang mengakomodasi kebutuhan penyuluh pertanian dan petani di daerah. Dampak lanjutan yang terjadi adalah rendahnya kompetensi penyuluh pertanian yang berakibat pada kurang efektifnya mereka di dalam menjalankan tugas. Kurangnya dukungan politik pemda terhadap penyuluhan tampak dalam struktur kelembagaan penyuluhan yang terkesan tidak tertata secara profesional. Di tingkat provinsi, kelembagaan yang khusus menangani penyuluhan belum ada. Kegiatan
penyuluhan dan semua yang terkait dengan penyuluh pertanian
8 ditangani oleh sub Bidang Sumberdaya Manusia Badan Ketahanan Pangan Provinsi. Di tingkat kabupaten, kelembagaan penyuluhan sangat beragam bentuk dan statusnya: ada yang berbentuk ”Badan”, ”Kantor,” ”Sub Bidang”, ”Kelompok Jabatan Fungsional” dan sebagainya. Sebagian besar struktur kelembagaan penyuluhan di kabupaten/kota maksimal Eselon III dan berakibat pada rendahnya ”posisi tawar” tatkala ia berkoordinasi dengan lembaga lain yang memiliki struktur eselonering yang lebih tinggi. Struktur kelembagaan yang terbatas ini juga berakibat pada dilikuidasinya unit-unit struktur yang lebih kecil yang menangani penyuluhan dan penyuluh. Dampak dari penggabungan beberapa struktur adalah perampingan personil termasuk penyuluh yang di era otonomi daerah cenderung berpindah ke unit-unit/kantor lain dan meninggalkan tugasnya sebagai penyuluh. Penyuluhan pertanian semakin menjadi terputus karena Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di hampir semua kecamatan di Nusa Tenggara Timur yang dahulu sebelum otonomi daerah sangat eksis dan menjadi pusat informasi jasa penyuluhan banyak yang tidak berfungsi. Ada sebagian kecamatan yang masih memiliki gedung BPP tetapi tidak ada aktivitasnya. Ada juga sebagian kantor camat yang memberikan salah satu ruangannya untuk penyuluh pertanian mengkoordinasikan tugasnya di desa-desa, namun pelaksanaan manajemennya tidak efektif. Padahal BPP adalah tempat yang strategis bukan saja bagi penyuluh pertanian tetapi juga bagi petani yang ingin mencari informasi penting terkait dengan pertanian. Slamet
(2003:59)
mengatakan
bahwa
dalam
situasi
yang
tidak
menguntungkan itu motivasi kerja para penyuluh pertanian turun secara deras, sampai banyak yang terbukti tidak menjalankan tugasnya lagi. Hal ini makin dimungkinkan karena tidak adanya program-program penyuluhan yang wajib mereka lakukan di lapangan. Sebagian penyuluh pertanian mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sampingan yang dapat menghasilkan tambahan penghasilan. Ada yang tetap melayani kebutuhan-kebutuhan petani “binaannya” dengan dukungan “biaya” dari para petani, dan ada pula yang “lari” dari wilayah kerjanya. Dari penelitian ditemukan adanya kelompok-kelompok tani yang mengaku telah 1-2 tahun ini tidak pernah bertemu dengan penyuluh pertanian
9 yang bertugas di wilayahnya, tanpa mengetahui kemana perginya penyuluh pertanian itu. Dari aspek penyelenggaraan penyuluhan, ditemukan berbagai persoalan seperti ketidakmampuan penyuluh pertanian menyusun
program penyuluhan
pertanian oleh karena ketidakjelasan pelaksanaan kebijakan penyuluhan. Hal ini sangat terasa di era kejatuhan Orde Baru tahun 1998 sampai dengan tahun 2003. Pada masa-masa transisi ini penyuluhan sama sekali tidak berjalan dan semua penyuluh pertanian menunggu dalam ketidakjelasan. Mardikanto mengatakan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian oleh pemerintah tak diminati masyarakat. Penyebabnya bukan hanya lemahnya profesionalisme penyuluh pertanian, tetapi karena kebijakan pemerintah yang berubah-ubah dan kian beragamnya kegiatan penyuluhan oleh berbagai pihak. Peran penyuluh pertanian pemerintah mulai memudar dan mencapai titik terparah saat penyuluhan pertanian diserahkan ke daerah karena desentralisasi (Kompas, 27 Januari, 2006:22). Selain permasalahan-permasalahan di atas, kompetensi penyuluh pertanian yang ada juga sudah tidak memadai sesuai dengan dinamika perubahan yang ada. Pada umumnya Penyuluh Pertanian yang ada terbiasa dengan budaya petani produsen. Warna penyuluhan yang diberikan kepada petani ini lebih mengarah ke usahatani. Sementara dalam perkembangannya, sebagian petani telah melangkah maju menjadi petani pengusaha dengan budaya bisnisnya. Karena itu penyuluhan pertanian telah bersifat agrobisnis dan agroindustri. Hal itu berarti ciri khas penyuluhan pertanian itu telah berubah menjadi penyuluhan agribisnis. Kesenjangan kompetensi ini mengakibatkan banyak program penyuluhan baik yang ada di kabupaten/kota, kecamatan, apalagi desa tidak bisa disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kompetensi Penyuluh Pertanian yang kurang memadai ini pada gilirannya menghasilkan output penyuluhan yang tidak memuaskan kelompok sasaran. Di tingkat petani saat ini ada sikap acuh terhadap penyuluh (Soedijanto, 2004: 49). Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa saja yang menentukan/berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh pertanian?, (2) bagainana pengaruh kompetensi terhadap kinerja penyuluhan? 3) Bagaimanakah
10 kaitan antara karakteristik individu petani dengan penilaiannya terhadap kinerja penyuluhan?, dan (4) Bagaimana strategi pengembangan kompetensi penyuluh pertanian? Tujuan Penelitian (1) Menganalisis
faktor-faktor
yang
menentukan/berpengaruh
terhadap
kompetensi penyuluh pertanian. (2) Menjelaskan kaitan antara kompetensi penyuluh dengan kinerja penyuluhan. (3) Menjelaskan kaitan antara karakteristik individu petani dengan penilaiannya terhadap kinerja penyuluhan. (4) Merumuskan rekomendasi strategi pengembangan kompetensi penyuluh pertanian yang tepat bagi Nusa Tenggara Timur di era Otonomi Daerah. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki dua implikasi manfaat yakni : (1) manfaat teoritis dan (2) manfaat praktis. (1) Manfaat Teoritis Dari segi pengembangan keilmuan, penelitian ini berkontribusi dalam mempertajam keterkaitan dengan pengembangan kompetensi penyuluh pertanian. (2) Manfaat Praktis Dari aspek penyuluhan pertanian, penelitian ini berguna sebagai (a) bahan masukan bagi pemerintah atau pengambil kebijakan di tingkat pusat tentang dinamika penyuluhan pertanian dan pelaksanaannya di daerah, (b) bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupatan/Kota yang saat ini sedang melaksanakan otonomi daerah. Kiranya hasil penelitian ini bisa dijadikan salah satu rujukan dalam rangka menata kembali kebijakan, khususnya strategi pembangunan pertanian dan penyuluhan, dan (c) bahan masukan bagi masyarakat umum dalam menyikapi pelaksanaan otonomi daerah dan pentingnya penyuluhan pertanian dalam rangka penataan pembangunan pertanian secara umum.
11
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Penyuluhan Pembangunan Konsep dan pengertian penyuluhan
pembangunan
sebagai
ilmu,
dikemukakan oleh Slamet (2003 :32-33), seorang pakar dan pelopor penyuluhan pembangunan Indonesia di bawah ini: “Ilmu penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola perilaku manusia pembangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik. Sebagai suatu disiplin ilmu, penyuluhan pembangunan memulai proses perkembangannya dengan meminjam dan merangkum konsep-konsep ilmiah dari berbagai disiplin ilmu lain yang relevan, seperti ilmu pendidikan, psikologi, antropologi, sosiologi, psikologi sosial dan manajemen. Oleh karena penyuluhan pembangunan selalu menitikberatkan pada perbaikan kualitas kehidupan manusia, lahir dan bathin, maka kegiatan yang dilakukan pun selalu erat kaitannya dengan ilmu-ilmu lain seperti ekonomi, pertanian, kesehatan dan ilmu-ilmu kesejahteraan sosial lainnya”. Dengan menelusuri asal usul perkembangannya, Slamet mengatakan bahwa ilmu penyuluhan pembangunan pada awal kegiatannya disebut dan dikenal sebagai Agricultural Extension (penyuluhan peranian), terutama di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Belanda. Karena berkembang ke bidang lain, maka namanya berubah menjadi Extension Education dan di beberapa negara lain disebut Development Communication. Meskipun antara tiga istilah itu ada perbedaan, namun pada dasarnya semua mengacu pada disiplin ilmu yang sama. Di Indonesia, disiplin ilmu ini disebut ilmu penyuluhan pembangunan sebagai pengembangan dari ilmu penyuluhan pertanian (Sumardjo, 1999: 33). Sebagai suatu disiplin ilmu, penyuluhan pembangunan tidak akan pernah berdiri sendiri. Oleh karena itu, ilmu penyuluhan pembangunan sering dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat interdisiplin. Dengan demikian, praktek penyuluhan pembangunan di lapangan jelas sekali menuntut pendekatan interdisiplin. Pembangunan pertanian misalnya, yang melibatkan berjuta-juta petani, tidak mungkin berhasil bila hanya mengandalkan ilmu pertanian dalam arti monodisiplin. Pembangunan pertanian di Indonesia dapat berhasil karena sejak
12 semula menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu-ilmu pertanian, ekonomi, sosiologi dan komunikasi yang dirangkum oleh ilmu penyuluhan pembangunan (Slamet, 2003:33, Sumardjo, 1999:32). Menurut Slamet dan Asngari (1969), penyuluhan adalah suatu usaha pendidikan non formal, merupakan suatu sistem pendidikan praktis, yang orangorangnya belajar sambil mengerjakan (Sumardjo: 1999: 34). Karena penyuluhan adalah suatu sistem pendidikan non formal, maka di dalam kegiatannya berbagai konsep pendidikan dijadikan kerangka teoritis dan diramu sedemikian rupa sehingga menjadi suatu operasional pendidikan yang memberikan manfaat pemberdayan bagi kelompok sasaran. Di dalam proses penyuluhan itu terdapat komunikasi informasi timbal balik di antara penyuluh dan yang disuluh. Van den Ban dan Hawkins (1999 : 25) mengatakan bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya dalam memberikan pendapat sehingga diperoleh keputusan yang benar. Secara harafiah penyuluhan berasal dari kata suluh yang berarti obor ataupun alat untuk menerangi keadaan yang gelap. Dari asal kata tersebut dapat diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untuk memberi penerangan ataupun penjelasan kepada mereka yang menyukainya, agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai suatu masalah tertentu. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa penyuluhan merupakan bentuk komunikasi dalam penyampaian pesan dari penyuluh kepada sasaran. Lahirnya penyuluhan pertanian merupakan jawaban terhadap tantangan dari pertumbuhan dan kemajuan masyarakat dalam pembangunan untuk melayani kebutuhan petani yang menjadi pelaku utama proses perubahan pertanian. Mulailah perkembangan dari pengertian penyuluhan, yaitu tidak hanya sebagai ilmu dan seni untuk menyampaikan suatu subjek pengetahuan, tetapi juga pengertian penyuluhan pertanian sebagai lembaga yang melayani kebutuhan petani akan informasi, ilmu, dan teknologi, dan memanfaatkan lingkungan (Dudung, 1994). Johnson, Creighton dan Norland (2006) mengatakan bahwa penyuluhan adalah proses pendidikan dimana para petugas yang dilatih secara khusus mendatangi klien, membantu mereka menggunakan metoda penyuluhan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru yang dapat membantu mereka
13 dalam meningkatkan produksi sehingga dapat meningkatkan taraf hidup. Karena itulah penyuluhan pertanian sebagai suatu pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) bagi para petani dan keluarganya bertujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang
profesinya,
serta
mampu
dan
sanggup
untuk
meningkatkan
kesejahteraannya sendiri dan masyarakat (Slamet, 2003). Mengacu pada pendapat Savile, Slamet lebih lanjut mengatakan bahwa penyuluhan adalah suatu bentuk pengembangan
masyarakat
terutama
dalam
bidang
pertanian
dengan
menggunakan proses pendidikan sebagai alat untuk mengatasi masalah dalam masyarakat. Penyuluhan bukanlah sekedar penerapan tentang kebijakan penguasa, bukan program untuk mencapai tujuan yang tidak merupakan kepentingan pokok kelompok sasaran. Penyuluhan adalah: (1) program pendidikan luar sekolah yang bertujuan memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri dan membangun masyarakat madani, (2) sistem yang berfungsi secara berkelanjutan dan bersifat ad hoc, dan (3) program yang menghasilkan perubahan perilaku dan tindakan sasaran yang menguntungkan sasaran dan masyarakatnya. Penyuluhan pertanian sebagai suatu pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) bagi para petani dan keluarganya memiliki tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warganegara yang baik sesuai dengan bidang
profesinya,
serta
mampu
dan
sanggup
untuk
meningkatkan
kesejahteraannya sendiri dan masyarakat (Slamet, 2003). Seorang penyuluh yang terlibat secara langsung dalam kegiatan penyuluhan harus menyadari falsafah dasar penyuluhan seperti yang dikatakan oleh Slamet (Sumardjo, 1999; Suparta, 2003) yakni bahwa : (1) penyuluhan adalah proses pendidikan, (2) penyuluhan adalah proses demokrasi, dan (3) penyuluhan adalah proses kontinyu. Dalam falsafah penyuluhan sebagai proses pendidikan, penyuluh harus dapat membawa perubahan manusia dalam hal aspekaspek perilaku, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dalam falsafah yang kedua yakni penyuluhan sebagai proses demokrasi, penyuluh pertanian harus mampu mengembangkan suasana bebas untuk mengembangkan kemampuan masyarakat. Penyuluh pertanian harus mampu mengajak sasaran penyuluhan berpikir, berdiskusi, menyelesaikan masalahnya, merencanakan dan bertindak
14 bersama-sama di bawah bimbingan orang-orang di antara mereka sehingga berlaku penyelesaian dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka. Dalam falsafah yang ketiga yaitu penyuluhan sebagai proses kontinyu, penyuluhan harus dimulai dari keadaan petani pada waktu itu ke arah tujuan yang mereka kehendaki, berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan yang senantiasa berkembang yang dirasakan oleh sasaran penyuluhan. Bila penyuluh melihat adanya kebutuhan, tetapi kebutuhan itu belum dirasakan oleh sasaran penyuluhan, padahal kebutuhan tersebut dinilai sangat vital dan mendesak, maka penyuluh perlu berusaha terlebih dahulu untuk menyadarkan sasaran akan kebutuhan yang ada tersebut (real need) menjadi felt need, kebutuhan yang dirasakan oleh sasaran (Sumardjo, 1999:35). Selain menyadari falsafah penyuluhan, penyuluh juga harus mengetahui prinsip-prinsip penyuluhan, sehingga kegiatan penyuluhan benar-benar berpijak pada prinsip-prinsip penyuluhan yang benar. Mengutip Dahama dan Bhatnagar, Sumardjo (1999:37) mengemukakan sekurang-kurangnya 12 prinsip penyuluhan yang penting diperhatikan oleh penyuluh dalam menjalankan tugasnya, yaitu (1) penyuluhan akan efektif kalau mengacu pada minat dan kebutuhan masyarakat (principles of interest and needs); (2) penyuluhan harus mampu menyentuh organisasi masyarakat sasaran, keluarga/kerabatnya (grass-roots principle of organization); (3) penyuluhan harus menyadari adanya keragaman budaya yang memerlukan keragaman pendekatan (principle of cultural difference); (4) kegiatan penyuluhan perlu dilaksanakan dengan bijak karena akan menimbulkan perubahan budaya (principle of cultural change);
(5)
penyuluhan
harus
mampu
menggerakkan partisipasi masyarakat untuk bekerja sama dalam merencanakan dan
melaksanakan
program
penyuluhan
(principle of cooperation and
participation); (6) penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk ikut memutuskan tujuan, alternatif pemecahan masalah dan metoda apa yang digunakan dalam penyuluhan (principle of applied science and democratic approach); (7) prinsip belajar sambil bekerja (principle of learning by doing); (8) penyuluh harus orang yang terlatih khusus dan benar-benar menguasai sesuatu yang sesuai dengan fungsi seorang penyuluh (principle of trained specialist); (9) penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metode
15 yang disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi dan sosial budaya) spesifik sasaran (adaptability principle in the use of extention teaching
methods);
(10)
penyuluhan
harus
mampu
mengembangkan
kepemimpinan (principle of leadership); (11) penyuluhan harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial (whole family principle) karena alasan-alasan : (a) penyuluhan ditujukan untuk seluruh keluarga, (b) setiap anggota keluarga berpengaruh dalam pengambilan keputusan, (c) penyuluhan menimbulkan saling pengertian, (d) penyuluhan menyangkut kemampuan pengelolaan keuangan keluarga, (e) penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usahatani, (f) penyuluhan mencakup pendidikan untuk anggota muda, (g) penyuluhan mengembangkan kegiatan keluarga,
(h)
penyuluhan
memperkokoh
kesatuan
keluarga,
baik
yang
menyangkut masalah sosial, ekonomi maupun keluarga, dan (i) penyuluhan mengembangkan pelayanan terhadap keluarga, kelompok dan masyarakat; dan (12) penyuluhan dimaksudkan untuk mewujudkan tercapainya kepuasan sasarannya (principle of satisfaction). Akumulasi berbagai proses terjadi secara serempak dalam suatu kegiatan penyuluhan. Mardikanto (Rejeki & Herawati, 1993) menyebut sekurangkurangnya ada lima proses yang terjadi dalam suatu kegiatan penyuluhan yaitu : (1) proses penyebaran informasi, (2) proses penerangan, (3) proses perubahan perilaku, (4) proses pendidikan, dan (5) proses rekayasa sosial. Dalam proses informasi, penyuluh menyampaikan berbagai pesan (message) dan informasi pembangunan kepada kelompok sasaran. Penyampaian informasi ini bertujuan agar kelompok sasaran mengetahui tentang sesuatu yang belum diketahui (proses penerangan). Penyuluhan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata ’’suluh,” ’yang berarti
“lampu,” “obor,” yang digunakan untuk menerangi sehingga
penyuluhan dapat diartikan sebagai proses untuk memberikan penerangan kepada masyarakat tentang sesuatu yang belum diketahui dengan jelas untuk melaksanakan atau menerapkan proses pembangunan. Dampak dari penerangan itu adalah adanya proses perubahan perilaku dalam hal pengetahuan, sikap dan keterampilan. Tujuan dari suatu penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mau menjadi mau, dari tidak mampu
16 menjadi mampu. Penyuluhan bukan semata-mata transformasi ilmu, dimana petani hanya sebagai pendengar, tetapi ilmu yang ditransfer itu dimengerti dan dipahami secara aktif oleh petani dan dari proses belajar terjadi “feed back” terhadap pesan yang disampaikan, ada perubahan perilaku dalam bidang pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Penyampaian pesan, informasi tentang segala sesuatu yang belum diketahui itu bersifat mendidik, mengajarkan dan membimbing masyarakat untuk mengubah perilakunya dari yang kurang menguntungkan menjadi yang positif demi pembangunan diri, keluarga dan masyarakatnya. Penyuluh menyampaikan sesuatu yang berguna dan positif untuk masyarakat, disampaikan secara santun tanpa memaksakan kehendak. Masyarakat diberi pencerdasan, penyadaran dalam bentuk muatan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai serta sikap hidup yang bermanfaat. Di sinilah terjadi proses pendidikan. Semua proses yang disampaikan itu menuju kepada suatu “rekayasa sosial”, suatu perubahan sosial, perubahan cara berpikir, pola sikap dan pola ketrampilan yang menjadikan suatu masyarakat sebagai masyarakat yang memiliki pengetahuan untuk mengubah hidup dan kehidupannya. Tugas dan Peranan Penyuluh Pertanian Menurut Padmanagara, tugas ideal seorang penyuluh adalah : (1) menyebarkan informasi yang bermanfaat, (2) mengajarkan pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan sesuai bidang penyuluhannya, (3) memberikan rekomendasi yang lebih menguntungkan untuk perbaikan kehidupan sasaran penyuluhan, (4) mengusahakan berbagai fasilitas usaha yang lebih menggairahkan sasaran penyuluhan, dan (5) menimbulkan keswadayaan dan keswakarsaan dalam usaha perbaikan. Oleh sebab itu, tugas penyuluhan dinilai berhasil apabila klien secara aktif belajar, bukan saja dalam ruangan belajar tertentu, tetapi juga di ladang, kebun atau tegalan, tempat mereka bekerja setiap hari. Bahkan tempat belajar yang baik justru berada di kebun saat mereka melakukan praktek langsung (Bunyatta, dkk, 2006). Tugas-tugas ini perlu disesuaikan dengan tuntutan perubahan paradigma penyuluhan yang di masa sekarang lebih berorientasi agrobisnis dan agroindustri (Soedijanto, 2004: 61-62). Karena itu dalam melaksanakan tugasnya, penyuluh
17 pertanian harus memiliki kemampuan (1) meningkatkan partisipasi petani, pengusaha dan pedagang pertanian sebagai pelaku utama agribisnis, (2) memaksimalkan peran organisasi petani dan pelaku agribisnis lainnya, (3) memperkuat kemampuan petani dan pelaku agribisnis lainnya untuk menghimpun dirinya dalam paguyuban, forum, asosiasi atau organisasi baik secara horisontal maupun vertikal, (4) memulihkan kepercayaan petani dan pelaku agribisnis lainnya terhadap pemerintah terutama pemerintah daerah, (5) untuk berfokus pada pembangunan sistem agribisnis, bukan berfokus pada pembangunan komoditas, (6) untuk keluar dari jebakan alam pikiran “ego sektoral” yang me nghasilkan pengkotak-kotakan sub sektor yang semakin tajam, (7) meningkatkan efisiensi manajemen penyuluhan pertanian baik di pusat maupun di daerah, (8) melengkapi struktur dan kelembagaan penyuluhan pertanian terutama di daerah, dan (9) menghilangkan citra penyuluhan sebagai proses transfer teknologi, tetapi sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat dengan menggunakan metode partisipatif. Seorang penyuluh pertanian memiliki multi peran yang bersifat dinamis dan fleksibel. Menurut Ginting (1999), penyuluh memiliki peran yang sangat banyak, diantaranya adalah sebagai: (1) guru, (2) agen pengubah prilaku, (3) pemberi dan pelaksana komunikasi dua arah antara peneliti dan
petani, (4)
merupakan mediator antara penemuan hasil riset pertanian dan praktek, (5) penghubung antar usaha tani dan suplay input yang efektif, (6) penemu dan pengembang kepemimpinan yang potensial, dan (7) katalis dari perubahan pembangunan. Fungsi dan peran seorang penyuluh pertanian akan efektif jika didukung pula oleh kemampuan-kemampuan individual, kesehatan rohani dan jasmani, serta kualitas personal dan profesional. Yang dimaksud dengan kualitas personal, adalah : (1) kemampuan berkomunikasi dengan petani, (2) kemampuan bergaul dengan orang lain, (3) antusias terhadap tugas, dan (4) berpikir logis dan memiliki inisiatif. Kualitas professional adalah (1) memiliki keluasan dan wawasan ilmu sesuai bidangnya secara profesional, (2) memiliki empati yakni kemampuan untuk melihat sesuatu masalah melalui indera keenam, (3) me miliki kredibilitas dan
18 integritas pribadi, (4) memiliki kerendahan hati, dan (5) tanggung jawab profesional (Suhardiyono, 1992). Multi peran yang dimainkan oleh seorang penyuluh pertanian sangat menentukan keberhasilannya di dalam mendidik, melatih, membimbing, dan memberdayakan kelompok sasaran. Menurut Soekandar (Marzuki, 1999), multi peran itu dapat dikategorikan sebagai : (1) pemrakarsa/initiator, yang selalu menyarankan gagasan-gagasan baru dan pandai menjelaskan persoalan-persoalan, (2) pemberi jalan/fasilitator, yang memberi atau pandai mencari kesempatan untuk menerangkan/mendiskusikan masalah-masalah, (3) pemberi hati/encorager, yang selalu memberi hati atau dorongan, (4) penyelaras/harmonizer,yang selalu menengahi pertengkaran/konflik, mempertemukan pihak-pihak yang berlawanan, (5) penilai, yang selalu menilai hasil kegiatan, (6) penganalisa, yang menganalisa segala kemungkinan, (7) penyimpul, yang mempersatukan saran-saran dan pembicaraan dari berbagai pihak, (8) pembagi bahan/expeditur, yang memeriksa dan membagikan bahan-bahan untuk pertemuan dari dan ke segala pihak, (9) pencari keterangan, yang mencari dan menginginkan lebih banyak fakta dan keterangan, (10) pemberi fakta, yang memberi keterangan dan fakta mengenai lapangan, (11) pemberi kedudukan/status, yang memberikan dorongan agar petani menjadi anggota kelompok tani, dan (12) penengah, yang selalu menengahi perbedaan-perbedaan pendapat. Penyuluh Pertanian adalah orang yang mengemban tugas untuk memberi dorongan kepada petani agar me ngubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara yang baru kepada perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju. Menurut Suhardiyono (Marzuki, 1999), tanggung jawab yang besar untuk membawa perubahan yang progresif di bidang pertanian terletak ditangan para penyuluh. Mutu dan Kinerja Penyuluhan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), mutu berarti (ukuran) baik buruk suatu benda; kadar; taraf atau derajad (kepandaian, kecerdasan dan sebagainya). Mutu juga berarti kualitas, berbobot. Kinerja berarti sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja. Dari pengertian itu nampak bahwa kata mutu dan kinerja memiliki pengertian yang hampir sama
19 bahkan sama. Kinerja adalah semua hasil kerja yang dituntut dihasilkan oleh pejabat atau petugas berkaitan dengan jabatannya atau tugas pekerjaannya. Pencapaian kinerja seorang pejabat atau petugas akan menjadi ukuran tinggi atau rendahnya prestasi kerja pejabat tersebut dalam menduduki jabatannya atau prestasi petugas tersebut dalam melaksanakan tugas pekerjaannya (Soedijanto, 2004:12). Mutu adalah wujud konkrit dari kinerja itu
(apakah berbobot atau
tidak). Derajad pencapaiannya bisa diukur melalui sejauh mana orang-orang atau kelompok orang yang menjadi tujuan atau sasaran suatu pekerjaan itu merasa puas, merasa senang, merasa apa yang diinginkannya terpenuhi. Untuk menghasilkan jasa pelayanan yang bermutu, pertama-tama kita harus mengetahui apa yang dimaksudkan dengan mutu ditinjau dari aspek manajemen mutu terpadu. Slamet (2005) mendefinisikan mutu sebagai keseluruhan sifat-sifat barang dan jasa yang mampu memenuhi (menyamai atau melebihi) kebutuhan dan/atau harapan seseorang. Atau dengan kata lain, mutu adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Secara runut filosofi manajemen mutu menurut pakar penyuluhan pembangunan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) setiap pekerjaan menghasilkan benda dan /atau jasa, (2) benda dan jasa itu diproduksi karena ada yang memerlukan, (3) orang-orang yang memerlukan benda dan/ atau jasa itu disebut pelanggan (customer), (4) produk dan jasa itu merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh pelanggan, (5) benda dan jasa itu harus dibuat sedemikian rupa agar dapat memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggannya, dan (6) benda dan jasa yang dapat memenuhi harapan pelanggannya disebut benda dan jasa yang bermutu. Definisi yang tidak berbeda tentang mutu juga dikemukakan oleh Juran (1995). Menurut Juran (1995), banyak arti untuk kata mutu. Dua diantaranya sangat penting bagi para manajer, yaitu: keistimewaan produk adalah salah satu dari definisi tersebut. Di mata para pelanggan, semakin baik keistimewaan produk, semakin tinggi mutunya; bebas defisiensi adalah definisi lain dari mutu. Di mata pelanggan, semakin sedikit defisiensi, semakin baik mutunya. Juran juga mengatakan bahwa beberapa perusahaan telah mendefinisikan mutu dalam
20 pengertian seperti misalnya kesesuaian terhadap spesifikasi atau kesesuaian terhadap standar. Pengertian mutu juga dikemukakan oleh Crosby (Mutis dan Gasperz, 1994). Ia mengatakan bahwa mutu atau kualitas sebagai conformance to requirements (pemenuhan tingkat standar yang ditentukan oleh para konsumen terhadap suatu barang atau jasa). Deming mengatakan bahwa “quality control does not mean achieving perfection” (pengendalian kualitas bukan berarti mencapai kesempurnaan), melainkan upaya untuk mencapai tingkat produksi sesuai dengan sesuatu yang diharapkan oleh pasar. The American Society for Quality and The American National Standard Institute mendefinisikan mutu sebagai “the totality of features and characteristics of product or service that bear on its ability to satisfy a given need” (keseluruhan feature dan karakteristik yang ada pada produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan). Harington mengatakan, “kualitas atau mutu sebagai meeting or excceding costumer expectation at a cost that represent value to them” (memenuhi bahkan melampaui harapan pelanggan atas dasar ketepatan biaya sesuai dengan nilai yang ada). ISO 9000 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 2000) menginterpretasikan mutu sebagai perpaduan antara sifat-sifat dan karakteristik yang menentukan sampai seberapa jauh keluaran dapat memenuhi kebutuhan pembeli. Pembeli yang menilai sampai seberapa jauh sifat-sifat dan karakteristik keluaran memenuhi kebutuhannya. Karena itu pengertian mutu bermakna : (a) mutu mencakup hal atau melebihi harapan pelanggan; (b) mutu berlaku untuk produk, jasa, orang, proses dan lingkungan; dan (c) mutu adalah suatu keadaan yang selalu berubah (artinya apa yang saat ini bermutu mungkin pada waktu lain tidak lagi disebut bermutu). Dari semua hal tersebut, mutu dapat didefinisikan sebagai keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk, jasa, orang dan lingkungan yang mencapai atau melebihi harapan. Kegiatan penyuluhan adalah jasa informasi yang diberikan kepada pelanggan terutama para petani dan keluarganya. Hasil dari penyuluhan adalah mutu penyuluhan yang memberikan kepuasan kepada kelompok sasaran. Kelompok sasaran merasa puas karena apa yang ditawarkan (disampaikan oleh penyuluh) memenuhi apa yang mereka butuhkan. Mutu penyuluhan berarti
21 keseluruhan sifat-sifat barang dan jasa (dalam hal ini penyuluhan) mampu memenuhi (menyamai atau melebihi) kebutuhan dan/atau harapan kelompok sasaran. Mutu penyuluhan adalah keistimewaan produk seperti yang disampaikan oleh Juran (1995) dan Crosby (Mutis dan Gasperz, 1984). Penyuluhan adalah produk yang ditawarkan kepada kelompok sasaran. Jika penyuluhan itu memenuhi kebutuhan kelompok sasaran, mampu memecahkan masalah mereka, mampu mengubah pola pikir mereka, mampu mengubah sikap mereka, maka penyuluhan itu disebut produk isitimewa yang memberikan kepuasan kepada petani. Karena itu Penyuluh Pertanian harus menyadari bahwa kegiatan penyuluhan adalah salah satu bentuk penawaran jasa informasi yang berorientasi pada mutu dan kepuasan pelanggan; penyuluhan adalah penawaran produk yang berorientasi pada kepuasan petani sebagai kelompok sasarannya. Sebagai pejabat fungsional, kinerja Penyuluh Pertanian akan dapat diukur berdasarkan tugas pekerjaannya sebagai Penyuluh dan kelompok sasaran merasa puas akan hasil kegiatan penyuluhan itu. Kinerja (performance) adalah hasil kerja, prestasi atau daya guna dan hasil pelaksanaan penyelenggaraan sesuatu. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kinerja penyuluhan adalah mutu atau kualitas penyuluhan yang diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan penyuluhan terutama petani; yang diukur secara intens dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan petani terhadap jasa penyuluhan yang diterima oleh petani. Parameterparameter kinerja penyuluhan adalah tingkat kepuasan petani sebagai pelanggan eksternal primer terhadap fungsi-fungsi penyuluhan yang seharusnya dilakukan berdasarkan desentralisasi wewenang yang diberikan ke Kabupaten/Kota sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor:130-67/Tahun 2002 tentang Pengakuan Wewenang Kabupaten dan Kota di bidang Penyuluhan Pertanian adalah : (1) tingkat kepuasan petani terhadap kebijakan dan program penyelenggaraan penyuluhan pertanian, (2) tingkat kepuasan petani terhadap materi dan metode penyuluhan yang sesuai dengan kondisi lokal; (3) tingkat kepuasan petani terhadap pembentukan, pengembangan kelompok tani dan kelembagaan ekonomi petani, (4) tingkat kepuasan petani terhadap kerja sama antara petani, penyuluh, peneliti dan LSM; (5) tingkat kepuasan petani terhadap
22 pembinaan kepemimpinan petani, wanita tani, dan pemuda tani, dan (6) tingkat kepuasan petani terhadap layanan informasi penyuluhan.
Kompetensi Penyuluh Pertanian Kata kompetensi adalah terjemahan dari kata Inggris “competency”. The American Heritage Dictionary mendefinisikan “competency”sebagai “the state or quality of being properly or well qualifie”. Dalam definisi ini, kompetensi berarti mutu yang seharusnya, atau syarat atau standar yang baik dari suatu pekerjaan. Menurut Lucia dan Lepsinger (1999: 2-3), definisi ini masih bersifat umum dan belum
menguraikan
secara
lengkap
substansinya.
Keduanya
kemudian
mempertegas definisi kompetensi menurut Klemp, yakni, “an underlying characteristic of a person which results in effective and/or superior performance on the job,”, kompetensi adalah sifat dasar seseorang yang berpengaruh pada kinerja kerjanya yang efektif dan sangat menonjol. Secara lebih lengkap, definisi kompetensi dikemukakan oleh Parry mengacu kepada pendapat para pakar dalam konferensi tentang kompetensi di Johannesburg tahun 1995, yakni, “a cluster of related knowledge, skills, and attitudes that affects a major part of one’s job (a role or responsibility), that correlates with performance on the job, that can be measured againts well accepted standards, and that can be improved via training and development”(Lucia dan Lepsinger: 1999: 5). Di sini, kompetensi didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang berhubungan satu sama lain yang berpengaruh pada sebagian besar pekerjaan seseorang (peranan atau tanggungjawab), yang berkorelasi dengan kinerja dan dapat diukur dan diterima sebagai suatu standar kinerja yang baik; dan pengetahuan, ketrampilan dan sikap itu dapat diperbaiki melalui pelatihan dan pengembangan. Menurut Lucia dan Lepsinger, model kompetensi (competency model) sebagai kombinasi dari pengetahuan, ketrampilan dan sikap diperlukan oleh orang-orang yang bekerja dalam suatu organisasi sehingga terbentuk suatu cara kerja dan pencapaian hasil yang diinginkan. Jika pengetahuan, sikap dan ketrampilan belum dapat dicapai sesuai dengan standar yang diperlukan untuk suatu pekerjaan, maka ketiga unsur kompetensi itu bisa dikembangkan melalui
23 pelatihan-pelatihan. Dari ketiga elemen kompetensi itu (pengetahuan, ketrampilan dan sikap), dimensi sikap atau sifat-sifat personal adalah yang paling kompleks dan tidak mudah diukur sebagaimana pengetahuan dan ketrampilan. Hal itu disebabkan oleh luasnya wilayah sifat personal itu. Sifat-sifat individual bisa berupa bakat, talenta bawaan sejak lahir atau kehendak/dorongan nurani; atau juga kepribadian seseorang. Dalam kepribadian terdapat unsur-unsur individual yang berbeda dengan individu lain seperti rasa percaya diri, stabilitas emosi, kepekaan, keyakinan diri dan sebagainya. Manifestasi dari semua unsur yakni sifat-sifat pribadi (personal characteristic),
bakat bawaan (aptitude),
pengetahuan
(knowledge) dan ketrampilan (skill) akan terwujud dalam rupa pola tingkah laku (behaviour). Istilah kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki keterampilan dan kecakapan yang dipersyaratkan.” Dalam pengertiannya yang lebih luas ini jelas bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah
untuk
mengembangkan
manusia
yang
bermutu
yang
memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sebagaimana dipersyaratkan dalam suatu pekerjaan.
Kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada
“kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan (Suparno, 2001: 14).” Kompeten diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan (Rujukan dari Diknas, 2003, diacu oleh Sumardjo, Faperta IPB, 2005). Menurut Puspadi (2003: 115), kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas secara efektif. Secara fisik dan mental, kemampuan manusia yang terdiri dari kognitif, psikomotor dan afektif dapat muncul secara bersama pada saat menjalankan suatu tugas (Klausmeier dan Goodwin, 1966: 97-98). Klemp (Puspadi 2003: 115) mengatakan, “a job competency in an underlying characteristic of a person which results in effective and or superior performance in a job. A job competency is an underlying characteristic of a person in that it may be a motive, trait, skill, aspect of one’s self image or social role, or a body of knowledge which he or she uses. “ Dengan demikian, kompetensi kerja adalah
24 segala sesuatu pada individu yang menyebabkan kinerja yang prima. Pengetahuan-pengetahuan khusus yang mencerminkan berbagai kompetensi belum dapat dikatakan sebagai kompetensi kerja. Secara harafiah, pengetahuan mengacu kepada kumpulan informasi. Kemampuan menggunakan pengetahuanpengetahuan khusus secara efektif merupakan hasil menggunakan pengetahuan yang lain. Dalam hubungannya dengan proses belajar, kompetensi menunjuk kepada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu ketika proses belajar berlangsung. Dikatakan perbuatan yang bersifat rasional karena kompetensi tampak dalam perilaku yang dapat diamati, meskipun sering pula terlihat proses yang tidak nampak seperti pengambilan pilihan sebelum perbuatan dilakukan. Kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa dan bagaimana” perbuatan tersebut dilakukan. Lebih lanjut
dikatakan
kompetensi
merupakan
perpaduan
dari
pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi yang dibutuhkan seorang Penyuluh Pertanian Dalam menjalankan tugasnya, Penyuluh Pertanian harus memiliki kompetensi atau kemampuan, mutu, kecerdasan intelektual (unsur kognitif), kecerdasan sikap, moralitas, integritas kepribadian (unsur afektif) dan ketrampilan yang tinggi dan menonjol (unsur psikomotorik). Menurut Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 19/Kep/MK Waspan/5/1999, tugas pokok Penyuluh Pertanian adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan penyuluhan pertanian. Seorang Penyuluh Pertanian yang profesional harus dapat menunjukkan dan terutama mewujudkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas pokok tersebut. Kompetensi Menyiapkan Penyuluhan Unsur-unsur yang penting dalam persiapan penyuluhan adalah : mengidentifikasi potensi wilayah dan agroekosistem, serta kebutuhan teknologi
25 pertanian; penyusunan program penyuluhan; dan penyusunan rencana kerja penyuluhan. Mengidentifikasi Potensi Wilayah dan Agroekosistem Bagi seorang penyuluh pertanian, identifikasi potensi wilayah dan agroekosistem sebuah tempat dimana penyuluhan diadakan adalah sangat penting dan mendasar karena berdasarkan data tentang potensi wilayah dan agroekosistem itulah, penyuluh pertanian kemudian dapat menyusun materi penyuluhannya dan metode yang akan digunakannya. Dari data tentang potensi wilayah dan agroekosistem, penyuluh pertanian akan menemukan berbagai hal tentang keadaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang tersedia atau tidak tersedia, karaktersitik budaya dan norma setempat, keadaan topografi tanah dan penggunaannya, keadaan iklim dan curah hujan
dan
sebagainya. Data tentang potensi wilayah dan agroekosistem ini bisa dikumpulkan oleh seorang penyuluh pertanian baik berupa data primer yakni hasil pengamatan, wawancara kepada pihak-pihak yang berkompeten, maupun hasil pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber seperti monografi desa, dokumen-dokumen tertulis dari Kabupaten/Kecamatan/ desa, Badan Pusat Statistik dan lain-lain. Data potensi wilayah dan agroekosistem yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara teratur, sistematis dan rapih. Berdasarkan data yang lengkap, obyektif dan mendetail itu, penyuluh pertanian dapat menyusun perencanaan programa penyuluhan, metode penyuluhan dan sebagainya. Kemampuan mengumpulkan dan mengolah data ini sangat penting karena dengan data yang lengkap tentang masyarakat, penyuluh pertanian dapat memperoleh gambaran yang utuh tentang kondisi masyarakat secara riil. Hal lain yang harus dilakukan oleh penyuluh pertanian dalam persiapan penyuluhan adalah memandu penyusunan rencana tanaman usaha tani kelompok tani-nelayan, merekapitulasi rencana usaha tani wilayah dan agroekosistem dan membuat peta usahatani wilayah dan agroekosistem
26 Menyusun Program Penyuluhan Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 41.1/Kpts/OT.210/2/2000 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya, disebutkan bahwa program penyuluhan pertanian adalah rencana kerja tentang kegiatan penyuluhan pertanian yang memadukan aspirasi petani-nelayan dan masyarakat pertanian dengan potensi wilayah dan program pembangunan pertanian, yang menggambarkan keadaan sekarang, tujuan yang ingin dicapai, masalah-masalah dan alternatif pemecahannya serta cara mencapai tujuan yang disusun secara partisipatif, sistematis dan tertulis setiap tahun. Definisi program penyuluhan hampir sama bahkan sama dengan definisi perencanaan program penyuluhan seperti yang disampaikan oleh para ahli. Venugopal (1957) mengatakan bahwa perencanaan program adalah suatu prosedur kerja bersama-sama masyarakat dalam upaya merumuskan masalah dan upaya pemecahannya demi tercapainya tujuan dan sasaran yang diinginkan. Dalam membuat perencanaan atau program penyuluhan, penyuluh pertanian tidak bekerja sendiri tetapi bersama masyarakat dan didukung oleh para spesialis, peneliti, konsultan dan stakeholder lain. Masyarakat dilibatkan karena merekalah yang mengetahui kebutuhannya. Oleh karena itu, mereka secara bersama merumuskan, mengkaji masalah yang dihadapi, memikirkan pemecahannya, merumuskan cara memecahkan masalah dan memilih alternatif yang paling meyakinkan. Kemampuan mengkoordinasikan perencanaan/penyusunan program penyuluhan itu harus dimiliki oleh seorang Penyuluh. Martinez (1987) mengatakan
bahwa
perencanaan
program
adalah
upaya
merumuskan,
mengembangkan dan melaksanakan program-program dan berkelanjutan, tidak terputus-putus sampai mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan program ini harus menjadi suatu dokumen tertulis yang menjadi pedoman dalam pelaksanaannya. Di dalam dokumen ini semua sumberdaya dikerahkan, jadwal ditetapkan, program-program dirumuskan, personil pelaksana dan penanggungjawab, jadwal evaluasi dan monitoring dan lain-lain. Dalam membuat suatu perencanaan program/program penyuluhan, fakta dan keadaan dikumpulkan, kemudian dilakukan analisis situasi menyangkut berbagai sumber daya, kelembagaan, sarana dan prasarana, kekuatan sekaligus
27 kelemahan sumberdaya (SDA, SDM, finansial, kelembagaan dan sebagainya). Selanjutnya permasalahan dikaji dan ditemukan dan mengidentifikasinya. Setelah masalah ditemukan, maka ditetapkan cara mengatasi masalah dan tujuan yang mau dicapai. Dari hasil analisis yang dilakukan secara komprehensif itu barulah disusun rencana kerja, pelaksanaan rencana kerja, penentuan indikator keberhasilan, evaluasi dan monitoring. Menyusun Rencana Kerja Penyuluhan Rencana kerja penyuluh pertanian adalah jadwal kegiatan yang disusun oleh para penyuluh pertanian berdasarkan program penyuluhan pertanian setempat yang mencantumkan hal-hal yang perlu disiapkan dalam berinteraksi dengan petani-nelayan. Program/rencana kerja penyuluhan pertanian yang baik adalah program/rencana kerja yang dibuat berdasarkan fakta, data, potensi wilayah yang akurat dan benar. Sebelum menetapkan rencana kerja penyuluhannya, penyuluh sebaiknya mengkaji semua potensi dan sumberdaya dengan menggunakan analisis SWOT (Slamet, 2004). Ketajaman dalam membuat analisis rencana kerja penyuluhan akan sangat bermanfaat dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien (Asngari, 2004). Kompetensi Melaksanaan Penyuluhan Pertanian Menyusun Materi Penyuluhan Pertanian Sebagai seorang pemberdaya bagi petani, penyuluh pertanian harus mampu menyusun materi penyuluhan pertanian sesuai dengan kebutuhan petani. Materi penyuluhan adalah segala pesan yang dikomunikasikan oleh seorang penyuluh pertanian kepada masyarakat sasarannya. Dengan kata lain, materi penyuluhan adalah pesan-pesan yang ingin disampaikan dalam proses komunikasi pembangunan (Mardikanto, 1993: 95). Menyusun materi penyuluhan adalah suatu kegiatan akademis yang tidak hanya bertumpu pada ilmu secara teoritik, tetapi terutama perpaduan antara ilmu dan kenyataan praktis. Dalam menyusun materi penyuluhan, seorang penyuluh pertanian harus mampu memadukan teori yang dipelajarinya dengan fakta yang dihadapi oleh masyarakat sebagai sasaran penyuluhan. Penyuluh pertanian akan
28 berhadapan dengan berbagai latar belakang dan karakteristik pendengar yang tidak memudahkannya untuk menyiapkan materi penyuluhan yang me muaskan semua pihak. Materi penyuluhan berisi ilmu pengetahuan, inovasi-inovasi pembangunan yang disampaikan kepada petani dalam suatu waktu dan keadaan tertentu yang juga akan ditanggapi secara beragam. Kendatipun kelompok pendengarnya beragam, namun seorang penyuluh pertanian tetap dituntut untuk menyiapkan materi penyuluhan yang diasumsikan mampu memenuhi kebutuhan sebagian besar pendengarnya. Kemampuan memahami berbagai latarbelakang pendengar dan kemudian menyesuaikannya dengan materi penyuluhan yang akan disiapkan mutlak perlu bagi seorang penyuluh pertanian. Arboleda memberikan acuan agar setiap penyuluh pertanian mampu membeda-bedakan ragam materi penyuluhan yang ingin disampaikan pada setiap kegiatannya ke dalam beberapa bagian, yaitu (1) materi pokok, adalah materi yang benar-benar dibutuhkan dan harus diketahui oleh sasaran utamanya. Materi pokok sedikitnya mencakup 50 persen dari seluruh materi yang ingin disampaikan pada saat yang sama; (2) materi yang penting, yaitu materi yang berisi dasar pemahaman tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh sasarannya. Materi ini diberikan sedikitnya 30 persen dari seluruh materi yang ingin disampaikannya; (3) materi penunjang yaitu materi yang masih berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan, yang sebaiknya diketahui oleh sasaran untuk memperluas cakrawala pemahamannya tentang kebutuhan yang dirasakannya itu. Materi ini maksimal sebanyak 20 persen dari seluruh materi yang diberikan; dan (4) materi yang mubazir adalah materi yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada kaitannya dengan kebutuhan sasaran. Karena itu dalam penyuluhan, materi jenis ini harus dihindari (Mardikanto, 1994:107-108). Materi penyuluhan disampaikan baik secara verbal dan langsung kepada sasaran, maupun melalui media cetak dan elektronik. Melalui media cetak misalnya tulisan di surat kabar/majalah atau media elektronik seperti siaran pedesaan melalui radio. Penerapan Metode Penyuluhan Pertanian Ada tiga metode yang lazim diterapkan dalam penyuluhan pertanian di Indonesia, yakni : (1) metode penyuluhan pertanian perseorangan (2), metode
29 penyuluhan pertanian kelompok dan (3) metode penyuluhan pertanian massal (Samsudin, 1994:43). Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan non formal yang sangat kompleks yang melibatkan keseluruhan kepribadian seseorang, baik dari sisi penyuluh maupun sisi petani atau kelompok sasaran. Keterlibatan rasio, emosi, cipta, karsa, kondisi kejiwaan, kondisi sosial ekonomi dalam berbagai tingkatan kualitasnya membuat suatu metode penyuluhan tidak bisa diklaim sebagai yang paling efektif dari yang lainnya. Berdasarkan itu pula, maka Kang dan Song menyimpulkan tentang tidak adanya satupun metode yang selalu efektif untuk diterapkan dalam setiap kegiatan penyuluhan. Bahkan menurut mereka, dalam banyak kasus kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan menerapkan beragam metode sekaligus yang saling menunjang dan melengkapi (Mardikanto, 1994:109). Dalam menerapkan metode penyuluhan pertanian perseorangan, seorang penyuluh pertanian melakukan hubungan/kontak langsung dengan individu tani. Hubungan ini bisa dilakukan melalui surat menyurat, percakapan, telepon, kunjungan
ke
rumah
atau
ladang/sawah
petani
tersebut,
pemberian
penghargaan/pengakuan secara perseorangan. Keuntungan metode ini adalah bahwa petani dan penyuluh bisa secara intensif melakukan pertukaran informasi, mudah pengorganisasiannya. Kekurangannya: membutuhkan banyak penyuluh, dana dan waktu serta pengaruhnya relatif sukar diukur, komunikator tersamar (Abbas, 1995:45). Dalam penyuluhan pertanian dengan metode pendekatan kelompok, penyuluh pertanian mendatangi petani yang sudah terbagi dalam kelompokkelompok tani. Petani secara berkelompok diberikan pelatihan, kursus, karyawisata, demonstrasi, simulasi, kunjungan lapangan, perlombaan kelompok dan sebagainya. Kelebihan metode ini adalah relatif lebih efisien, pendekatan aktivitas bersama, komunkator tidak tersamar. Kekurangannya adalah adanya permasalahan dalam pembentukan kelompok, kesulitan dalam pengorganisasian aktivitas diskusi, memerlukan pembinaan calon pemimpin kelompok yan cakap dan dinamis. Metode penyuluhan yang lain adalah metode penyuluhan pertanian massal. Sasarannya bersifat massal dan heterogen. Dalam metode ini, penyuluh pertanian
30 menyampaikan materi penyuluhan secara massal baik melalui tatap muka secara langsung maupun tidak langsung melalui media massa cetak ataupun elektronik. Keuntungannya adalah tidak terlalu resmi, penuh kepercayaan, langsung dapat dirasakan pengaruhnya. Kekurangannya adalah memakan waktu lebih banyak, biaya lebih besar dan bersifat kurang efisien (Samsudin, 1994:45). Pengembangan Swadaya dan Swakarya Petani-Nelayan Dalam pengembangan swadaya dan swakarya petani-nelayan, seorang penyuluh pertanian dituntut untuk mampu: (1) menumbuhkan organisasi petani nelayan berupa pengembangan dan pembinaan kelompok tani-nelayan dan mengembangkan dan membina kelompok asosiasi; (2) meningkatkan kemampuan kelompok tani nelayan dari kelompok pemula menjadi kelompok lanjut, dari lanjut menjadi madya dan dari madya ke kelompok utama; (3) melakukan penilaian perlombaan pertanian; (4) memandu kegiatan swadaya pertanian berupa karyawisata/widyawisata, kursus tani, sekolah lapang, dan demonstrasi (baik demonstrasi plot, demonstrasi farm maupun demonstrasi area). Pembentukan, pembinaan dan pengembangan kelompok tani-nelayan sangat penting guna mempersatukan para petani dalam satu wadah kerja sama yang bisa memberikan keuntungan bagi penyelesaian masalah yang dihadapi. Penyuluh pertanian sebagai “guru” dan sahabat petani menanamkan motivasi bagaimana mengembangkan wadah kelompok sebagai media kerja sama dan wahana terciptanya solidaritas sosial di antara petani. Kompetensi Mengevaluasi dan Melaporkan Hasil Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian Seorang penyuluh pertanian harus memiliki kemampuan dalam melakukan evaluasi kegiatan penyuluhan dan melaporkannya secara sistematis kepada pihak yang berwewenang atau atasannya. Evaluasi adalah membuat penilaian menyeluruh dengan membandingkan antara kriteria yang dipersyaratkan dari suatu program berdasarkan standar dan tujuan yang diinginkan dengan kenyataan pencapaian ketika program itu dilaksanakan. Hasil evaluasi akan melahirkan suatu penilaian apakah tujuan program tercapai, apakah ada masalah dalam
31 menjalankan program dan bagaimana rekomendasi pemecahan masalah dan lainlain (Boyle, 1981). Evaluasi merupakan alat manajemen yang berorientasi pada tindakan dan proses. Informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis sehingga relevan dan efektif serta konsekuensinya ditentukan secara sistematis dan seobyektif mungkin. Evaluasi adalah data dan analisis mengenai :(a) tujuan program, (b) standar atau kriteria, (c) keadaan atau situasi yang ada, dan (d) masalah yang dihadapi dalam pencapaian tujuan. Menurut Mardikanto (1993), evaluasi merupakan suatu kegiatan terencana dan sistematis yang meliputi: (a) pengamatan untuk mengumpulkan data atau fakta; (b) penggunaan pedoman yang telah ditetapkan; dan (c) pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Boyle (1981) mengidentifikasi lima hal yang dikaji dalam evaluasi suatu program yakni (1) kualitas (quality):sejauh mana kualitas program itu dan bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program itu? Apakah mutunya memenuhi kebutuhan masyarakat atau tidak?; (2) menilai kelayakan program. Apakah program itu sesuai dengan keinginan masyarakat? Apakah harapan masyarakat terhadap program itu terpenuhi? Apakah program itu layak diadakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat?; (3) efektivitas program. Apakah program itu dijalankan dengan efektif?; Apakah sesuai dengan tujuan yang diinginkan atau hanya sebuah proyek yang sebetulnya tidak efektif; (4) efisien. Bagaimana penggunaan sumberdaya (sumberdaya manusia, sumberdaya alam, keuangan, fasilitas dan lain-lain) dalam pelaksanaan program itu? Apakah efisien atau tidak? ; dan (5) manfaat program. Bagaimana manfaat langsung dan nyata program itu bagi masyarakat. Hal yang sama berlaku pada evaluasi kegiatan penyuluhan. Dalam evaluasi
penyuluhan,
terdapat
prinsip-prinsip
yang
menjadi
landasan
dilaksanakannya evaluasi itu. Slamet (1975) mengemukakan prinsip-prinsip evaluasi dalam penyuluhan antara lain : (a) evaluasi harus berdasarkan fakta; (b) evaluasi penyuluhan adalah bagian integral dari proses pendidikan atau keseluruhan program penyuluhan; (c) evaluasi hanya dapat dilakukan dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan dari program penyuluhan yang bersangkutan; (d) evaluasi menggunakan alat pengukuran yang berbeda; (e) evaluasi penyuluhan
32 dilakukan baik terhadap metode penyuluhan yang digunakan maupun terhadap hasil kegiatan penyuluhan; (f) evaluasi perlu untuk mengukur baik hasil kualitatif maupun hasil kuantitatif yang dicapai dari suatu kegiatan penyuluhan; (g) evaluasi mencakup enam hal pokok yang perlu dipertimbangkan dengan teliti, yakni: tujuan program penyuluhan, metode/kegiatan yang digunakan, pengumpulan, analisa, dan interpretasi data, membandingkan hasil yang dicapai dengan yang diharapkan, pengambilan keputusan, dan penggunaan hasil evaluasi untuk menyusun program penyuluhan selanjutnya; dan (h) evaluasi harus dijiwai oleh prinsip mencari kebenaran. Ada beberapa kriteria dalam pengukuran evaluasi yaitu: (a) effectivenes, melihat kinerja program ditinjau dari tujuan/keputusan/konsekuensi yang ingin dicapai; (b) efficiency, melihat hubungan antara hasil program dan biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan program-memaksimumkan nilai hasil program per unit biaya/meminimumkan biaya per unit hasil; (c) cost effectiveness, membandingkan biaya yang sepadan dengan tingkat layanan/melaksanakan kegiatan dengan upaya yang minim; (d) productivity, upaya meningkatkan efisiensi sumberdaya manusia dan sumberdaya untuk melaksanakan program yang mengarah kepada kualitas layanan yang lebih tinggi; (e) cost-benefit analysis, mengukur seluruh biaya yang dikorbankan dan keuntungan yang diperoleh dari program (dalam bentuk rupiah/jumlah uang); (f) adequacy, mengukur derajad pencapaian suatu tujuan program/tingkatan layanan yang dapat mengatasi masalah; (g) appropriateness, melihat nilai suatu tujuan program/strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan program; (h) equity, melihat sebaran keuntungan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan oleh program tersebut dan (i) responsiveness, melihat derajad pencapaian program sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya, dalam hal ini bagaimana respons masyarakat/ kelompok sasaran terhadap program itu. Kompetensi Mengembangkan Penyuluhan Penyuluhan bukanlah proses yang statis, melainkan selalu dinamis sesuai dengan perkembangan yang ada. Karena itu penyuluhan selalu dievaluasi, diperkaya dan diperbaharui agar relevan dengan kebutuhan masyarakat dalam hal ini petani (Slamet, 2003). Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan non formal
33 yang harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat terutama petani yang menjadi sasaran penyuluhan itu (Sumardjo, 1999; Suparta, 2001). Karena penyuluhan selalu dinamis maka penyuluh harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan, mengkaji, menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Dalam pengembangan penyuluhan, penyuluh harus mampu menyusun pedoman/petunjuk pelaksanaan penyuluhan, perumusan kajian arah kebijaksanaan pengembangan penyuluhan/ sistem kerja penyuluhan.
Kompetensi Berkomunikasi Kegiatan
penyuluhan
adalah
kegiatan
berkomunikasi.
Hovland
mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (Effendy,2000). Dengan kata lain, menurut Laswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2000). Komunikasi adalah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu dengan yang lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Kincaid). Dalam proses belajar seperti kegiatan penyuluhan terdapat proses komunikasi. Unsur-unsur komunikasi dalam belajar atau penyuluhan adalah adanya komunikator (guru/penyuluh), pesan (materi ajar/mata pelajaran/ materi penyuluhan), chanel (media pengajaran/penyuluhan), komunikan (siswa/ masyarakat sasaran penyuluhan), dan efek (umpan balik guru-murid, penyuluhmasyarakat sasaran). Dalam komunikasi itu terjadi proses kognitif antara komunikator dengan komunikan, antara Penyuluh dengan masyarakat sasaran. Sebagai komunikator yang profesional, Penyuluh Pertanian pertama-tama harus mengetahui, menguasai dan mendalami informasi (pesan) yang akan disampaikan kepada pendengarnya/komunikan (masyarakat sasaran). Ia harus memiliki pengetahuan yang luas tentang informasi pembangunan, ilmu, teknologi yang akan disampaikan kepada masyarakat sasaran. Kompetensi ini harus dilengkapi dengan kemampuan tentang cara, metode dan teknik menyampaikannya sehingga mencapai hasil yang maksimal. Masyarakat sasaran harus bisa merasakan kegunaannya karena mampu memenuhi kebutuhan mereka dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Penyuluh Pertanian pada dasarnya
34 adalah orator yang mampu mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat sasaran oleh karena kepandaiannya dalam mengkomunikasikan ide, gagasan, pesan dan informasi pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai orator, Penyuluh Pertanian harus memiliki kefasihan berbicara dan berkomunikasi, memahami psikologi pendengarnya, mampu menggunakan alat-alat dan media komunikasi secara baik, memiliki semangat dan kepercayaan diri yang tinggi, memiliki kejujuran dan integritas pribadi, mampu membangkitkan semangat dan motivasi pendengarnya sehingga selalu ingin belajar tentang segala sesuatu yang penting untuk kehidupannya. Kompetensi Berinteraksi Sosial Penyuluh Pertanian adalah seorang pribadi yang berhubungan dengan banyak orang, baik anggota organisasi penyuluhan, LSM, lembaga peneliti, tenaga ahli, konsultan, lembaga-lembaga pemerintahan, petani, nelayan maupun tokohtokoh masyarakat. Karena ia bersinggungan dengan multi individu dengan berbagai latarbelakang, maka Penyuluh Pertanian harus memiliki kemampuan bergaul, mampu membina hubungan dan relasi, trampil dan luwes dalam bersikap dengan semua orang. Kemampuan membina hubungan sosial antar manusia dalam berbagai strata tanpa membeda-bedakannya atas dasar suku, budaya, agama, etnik, pendidikan, status sosial disebut kemampuan atau kompetensi sosial. Kemampuan membina hubungan yang sehat baik secara vertikal dengan atasan atau bawahan maupun secara horizontal dengan rekan atau teman yang berada setara tidak terlepas dari konsep hubungan antarpersonal. Hubungan paling intim yang kita miliki dengan orang-orang lain dalam tingkat pribadi, antarteman, sesama sebaya, biasanya disebut sebagai hubungan antarpersonal (Pace dan Faules, 1993:202). Penyuluh Pertanian akan selalu bertemu dengan masyarakat sasaran, peneliti, tokoh-tokoh masyarakat, pekerja sosial, agen perubahan lain dan sebagainya. Kemampuan menjalin relasi sosial dengan semua orang akan menentukan keberhasilan kegiatan penyuluhan. Menurut Pace dan
Boren (Pace dan Faules, 1993:202), sifat-sifat hubungan
antarpersonal yang efektif terjadi bila melakukan hal-hal berikut: (1) menjaga kontak pribadi yang akrab tanpa menumbuhkan perasaan bermusuhan, (2) menetapkan dan menegaskan identitas anda dalam hubungan dengan orang lain
35 tanpa membesar-besarkan ketidaksepakatan, (3) menyampaikan informasi kepada orang lain tanpa menimbulkan kebingungan, kesalahpahaman, penyimpangan atau perubahan lainnya yang disengaja, (4) terlibat dalam pemecahan masalah yang terbuka tanpa menimbulkan sikap bertahan atau menghentikan proses, (5) membantu orang-orang lainnya untuk mengembangkan gaya hubungan personal dan antarpersonal yang efektif, (6) ikut serta dalam interaksi sosial informal tanpa terlibat dalam muslihat atau gurauan atau hal-hal lainnya yang mengganggu komunikasi yang menyenangkan. Pemikiran Pace dan Boren ini sangat relevan dengan tugas seorang Penyuluh. Kemampuan membina hubungan sosial berarti kemampuan menempatkan diri dan orang lain secara proporsional tanpa adanya perasaan dan anggapan superior atau inferior satu terhadap yang lain. Menurut Pace, Boren dan Peterson (Pace dan Faules, 1993:202-2003), hubungan antarpersonal cenderung menjadi lebih baik bila kedua belah pihak melakukan hal-hal berikut : (1) menyampaikan perasaan secara langsung dan dengan cara yang hangat dan ekspresif, (2) menyampaikan apa yang terjadi dalam lingkungan pribadi mereka melalui penyingkapan diri (self-disclosure), (3) menyampaikan pemahaman yang positif, hangat kepada satu sama lainnya dengan memberikan respons-respons yang relevan dan penuh pengertian, (4) bersikap tulus kepada satu
sama lainnya
dengan menunjukkan sikap menerima secara verbal maupun non verbal, (5) selalu menyampaikan pandangan positif tanpa syarat terhadap satu sama lainnya melalui respons-respons yang tidak menghakimi dan ramah, (6) berterus terang mengapa menjadi sulit atau bahkan mustahil untuk sepakat satu sama lainnya dalam perbincangan yang tidak menghakimi, cermat, jujur dan membangun. Menurut Zemke (Pace dan Faules, 1993:2003), hubungan antarpersonal memiliki pengaruh yang besar dan menembus kehidupan organisasi. Bila kondisi untuk hubungan antarpersonal yang baik hadir, kita juga cenderung menemukan respons-respons positif terhadap penyelia, sikap tanggap atas kebutuhankebutuhan pribadi dan organisasi, kepekaan terhadap perasaan pegawai dan kesediaan berbagai informasi.
36 Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian Karakteristik individu penyuluh pertanian adalah identifikasi internal yang melekat pada diri seorang penyuluh pertanian seperti pendidikan formal, pendidikan non formal, umur, bidang keahlian, jenis kelamin, pengalaman kerja sebagai penyuluh (jumlah masa kerja), sifat kosmopolitan yang dimiliki, pendapatan dan motivasi (intrinsik dan ekstrinsik) akan mempengaruhi kompetensi dan kinerja penyuluhan. Pendidikan Formal dan Non Formal. Cooms et al. (1973) menawarkan konsepsi pendidikan seumur hidup atau dinyatakan bahwa hidup itu adalah belajar. Mereka membagi pendidikan dengan tiga jalur antara lain, (1) pendidikan formal (pendidikan melalui bentuk sekolah), (2) pendidikan non formal (pendidikan luar sekolah yang masih diorganisasikan), (3) pendidikan informal (pendidikan dalam masyarakat dan keluarga tanpa pengorganisasian tertentu). Cooms dengan kawan-kawannya kemudian mendefinisikan pendidikan non formal sebagai suatu aktivitas pendidikan yang diorganisasikan yang ada di luar sistem pendidikan formal yang sudah mapan, berorientasi pada ciri-ciri warga belajar dalam mencapai tujuan pendidikannya (Ruwiyanto, 1994). Umur. Umur adalah faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses belajar dan efisiensi belajar baik langsung maupun tidak langsung. Umur 25 tahun adalah umur yang optimal untuk belajar. Pada umur 46 tahun, kemampuan belajar mulai menurun dan akan menurun drastis pada umur 60 tahun. Variasi umur yang dimiliki oleh Penyuluh Pertanian akan juga berpengaruh pada pengembangan kompetensi dan kinerjanya. Pengalaman sebagai penyuluh (masa kerja). Pengalaman adalah sumber belajar. Orang yang memiliki banyak pengalaman akan lebih mudah mempelajari sesuatu. Rakhmat (2001:21) mengatakan bahwa pengalaman adalah satu-satunya jalan kepemilikan pengetahuan. Empirisme, salah satu aliran dalam filsafat mengatakan bahwa pengetahuan terbentuk dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience). Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku, tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu karena pengalaman masa lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku.
37 Masa kerja sebagai penyuluh pertanian dengan sendirinya ikut membentuk pengetahuan, sikap, watak, karakter dan ketrampilan. Makin lama seseorang menekuni suatu bidang tertentu, pengetahuanya tentang bidang itu pun semakin tinggi. Dengan pengetahuan yang dikembangkan melalui pengalamannya, seorang Penyuluh Pertanian akan mampu membentuk kompetensi pribadinya dan kinerja serta etos kerjanya. Pengalaman yang banyak membentuk kompetensi dan kecerdasan, sikap dan ketrampilan. Sifat Kosmopolitan. Sifat kosmopolitan adalah sikap keterbukaan terhadap ide, gagasan, pengetahuan, informasi yang datang dari luar suatu sistem sosial. Sifat kosmopolitan ini terbentuk karena adanya akomodasi dan adaptasi terhadap ide, gagasan atau informasi yang berasal dari luar atau tempat lain. Hubungan dan relasi sosial yang luas tanpa dibatasi oleh ruang, waktu, tempat, sekat-sekat primordialisme, budaya yang dianut akan membentuk sikap-sikap kosmopolitan. Sikap-sikap kosmopolitan ini adalah sumber belajar yang dapat mempertajam kualitas dan kemampuan nalar, kecerdasan, kompetensi dan kecakapan seseorang yang pada akhirnya akan juga mempengaruhi kinerja seseorang. Pendapatan. Pendapatan adalah jumlah pendapatan atau “reward” yang diperoleh seseorang dari hasil kerjanya. Pendapatan di sini bisa bersifat pendapatan tetap setiap bulan ataupun pendapatan tidak tetap. Makin tinggi pendapatan ekonomi, makin tinggi pula kesempatan ia membelanjakan uangnya baik untuk kebutuhan sandang, pangan dan papan, maupun untuk kebutuhan rekreasi atau aktualisasi diri. Orang yang memiliki pendapatan yang cukup lebih memiliki peluang untuk mengakses berbagai kebutuhan hidupnya, termasuk kebutuhan mengembangkan dan meningkatkan kualitas pengetahuan dan kecakapannya.
Motivasi Bagi siapapun, termasuk Penyuluh Pertanian, suatu kegiatan tertentu dilaksanakan
karena didorong oleh keinginan tertentu yang disebut motivasi.
Mc.Donald (Djamarah :
2002) mengatakan bahwa motivation is an energy
change within the person characterized by affective arousal and anticipatory
38 goal reactions (motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan). Afeksi dan reaksi untuk mencapai tujuan tertentu ini menjadi pemicu bagi orang untuk berusaha, berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Pemicu tindakan itu disebut motivasi seperti yang dikatakan oleh Terry (1997) bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang untuk melakukan tindakan. Motivasi yang ada pada manusia baik motivasi intrinsik yakni dorongan dari dalam diri untuk melakukan sesuatu dan motivasi ekstrinsik yakni dorongan dari luar diri untuk melakukan sesuatu melekat pada setiap orang, termasuk Penyuluh Pertanian. Keinginan untuk belajar dan meningkatkan kecerdasan, kecakapan, sikap dan ketrampilan didorong oleh motivasi tertentu yang bisa bersifat intrinsik ataupun ekstrinsik. Seorang penyuluh pertanian didorong oleh motivasi intrinsiknya agar memiliki kompetensi yang tinggi dalam bidang penyuluhan selalu mempertajam nalarnya dengan belajar, membaca, mengikuti diklat, seminar, diskusi, demonstrasi dan sebagainya. Dorongan intrinsik ini bisa menjadi lebih kuat jika ada pula dorongan ekstrinsik yang menyertainya. Misalnya: penyuluh pertanian yang memiliki kecerdasan, kompetensi yang tinggi akan lebih mudah untuk naik pangkat atau dipromosi dan pendapatan ekonominya pun akan lebih meningkat. Atau juga dorongan intrinsik ini menjadi lebih kuat karena adanya persaingan yang tinggi di antara penyuluh pertanian, atau adanya desakan dari pihak luar seperti atasan, keluarga, teman agar kecerdasan dan kompetensi selalu ditingkatkan. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik selalu berjalan bersama-sama. Dalam penelitian ini, motivasi penyuluh pertanian dianalisis untuk melihat pengaruhnya terhadap kompetensi dan kinerja penyuluhan. Pendidikan dan Pelatihan Penyuluhan Cooms et al. (1973) menawarkan konsepsi pendidikan seumur hidup atau dinyatakan bahwa hidup itu adalah belajar. Mereka membagi pendidikan dengan tiga jalur antara lain, (1) pendidikan formal (pendidikan melalui bentuk sekolah), (2) pendidikan non formal (pendidikan luar sekolah yang masih diorganisasikan), (3) pendidikan informal (pendidikan dalam masyarakat dan keluarga tanpa pengorganisasian
tertentu).
Cooms
dengan
kawan-kawannya
kemudian
39 mendefinisikan pendidikan non formal sebagai suatu aktivitas pendidikan yang diorganisasikan yang ada di luar sistem pendidikan formal yang sudah mapan, berorientasi pada ciri-ciri warga belajar dalam mencapai tujuan pendidikannya (Ruwiyanto, 1994). Lebih lanjut para ahli pendidikan itu mengatakan bahwa pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk ke dalamnya kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialis dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan dan media massa. Pendidikan non formal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.. Baik pendidikan formal, informal dan non formal mengandung substansi yang sama yakni unsur pendidikan, terlepas dari unsur keteraturan, terorganisasi, tersistematis, berjenjang dan terstruktur, disengaja atau tidak disengaja. Di dalam proses belajar itu ada komunikasi yang menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif
(penalaran,
penafsiran,
pemahaman
dan
penerapan
informasi),
peningkatan kompetensi (ketrampilan intelektual dan sosial), pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan (stimuli). Proses perubahan (belajar) itu dapat terjadi dengan disengaja atau tidak disengaja (Sudjana, 2004). Adanya perubahan dalam ketiga dimensi perilaku manusia itu yakni kognisi, afeksi dan psikomotor menunjukkan bahwa proses belajar adalah suatu proses pendidikan. “The International Standard Classification of Education (ISCE-UNESCO,
1975)
merumuskan
pendidikan
sebagai
komunikasi
40 terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan belajar (“education as organized and sustained communication designed to bring about learning”). Sikap dan perilaku belajar itu bukan sekedar belajar untuk mengetahui sesuatu (learning how to know), melainkan belajar untuk memecahkan masalah (learnings how to solve problems), malah yang paling esensial adalah belajar untuk kemajuan kehidupan diri dan lingkungannya (learning to live to be). Dengan demikian, pendidikan adalah sejumlah pengalaman yang dengan pengalaman itu seseorang atau kelompok orang dapat memahami sesuatu yang sebelumnya mereka tidak pahami. Pengalaman terjadi karena adanya interaksi antara
seseorang
atau
kelompok
dengan
lingkungannya.
Interaksi
itu
menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam masyarakat (Kleis, 1974). Pengembangan kompetensi penyuluh pertanian dilakukan melalui ketiga jenis pendidikan sebagaimana yang telah dikatakan oleh Cooms dkk itu. Untuk kepentingan penelitian ini, pengembangan kompetensi penyuluh pertanian terutama melalui pendidikan formal dan non formal. Pengembangan kompetensi penyuluh pertanian melalui pendidikan formal dilakukan melalui kebijaksanaan tugas belajar atau izin belajar. Penyuluh pertanian yang berlatar belakang pendidikan SLTA dapat melanjutkan pendidikan formalnya ke jenjang yang lebih tinggi seperti Akademi atau Sarjana (S1). Atau penyuluh pertanian yang telah berpendidikan Sarjana (S1) dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang pascasarjana (S2 atau S3). Selain pengembangan kompetensi penyuluh pertanian melalui pendidikan formal, upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian juga dilakukan melalui pendidikan non formal seperti pelatihan-pelatihan, magang, studi banding, diklat-diklat teknis atau semacamnya. Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah salah satu bentuk pendidikan non formal sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Non Formal. Satuan pendidikan non formal adalah keluarga, kelompok belajar, kursus-kursus, dan satuan pendidikan yang sejenis. Unesco (1972) menjelaskan bahwa pendidikan non formal mempunyai keketatan dan
41 keseragaman yang lebih longgar dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan formal. Pendidikan non formal memiliki bentuk dan isi program yang bervariasi sedangkan pendidikan formal umumnya memiliki bentuk dan isi program yang seragam untuk setiap satuan, jenis dan jenjang pendidikan. Perbedaan ini pun tampak pada teknik-teknik yang digunakan dalam mendiagnosis, merencanakan dan mengevaluasi proses, hasil dan dampak program pendidikan. Tujuan program pendidikan non formal tidak seragam sedangkan tujuan pendidikan formal seragam untuk setiap satuan dan jenjang pendidikan. Peserta didik (warga belajar) dalam program pendidikan non formal tidak memiliki persyaratan ketat sebagaimana persyaratan yang berlaku bagi peserta didik pendidikan formal (Sudjana, 2004). Pendidikan dan pelatihan yang disingkat dengan diklat bagi Penyuluh Pertanian bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dan kapasitas yang telah dimiliki. Sebagai seorang figur yang “menjual” jasa infomasi penyuluhan, penyuluh pertanian dan organisasi penyuluhan yang melaksanakan penyuluhan pertanian harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh pelanggannya dalam hal ini petani. Kussriyanto (1993:10) mengatakan bahwa pendidikan dan pelatihan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan pekerja dapat mempunyai dampak paling langsung terhadap produktivitas. Little (Soepeno, 1981:27) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pendidikan berkaitan dengan produktivitas adalah suatu kebenaran yang begitu jelas membuktikan dirinya sehingga hanya sedikit orang yang mempertanyakan. Pendidikan dapat membentuk pegawai menjadi ahli sehingga dapat dipersiapkan untuk menilai berbagai situasi, memilih cara yang paling tepat dalam melaksanakan tugas pokoknya, memilih alternatif yang baik dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dan akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja. Keberhasilan suatu diklat membentuk peserta didiknya sehingga memiliki kompetensi yang dibutuhkan dan kecerdasan, sikap serta ketrampilan yang memadai ditentukan oleh sejauh mana unsur-unsur kediklatan seperti kurikulum, proses belajar, metode mengajar, Widyaiswara/Instruktur/Pelatih, lingkungan belajar, dukungan dana, sarana dan prasarana bersinergi secara terintegrasi menciptakan diklat yang dibutuhkan oleh pesertanya.
42 Kurikulum Berbasis Kompetensi Dari banyak definisi tentang kurikulum, untuk penelitian ini, penulis mengutip beberapa definisi dari beberapa ahli. Willes Bundy (Atmodiwirio, 2002) mendefinisikan kurikulum sebagai suatu tujuan atau sekumpulan nilai-nilai yang digerakkan melalui suatu proses pengembangan yang mencapai puncaknya dalam pengalaman di kelas untuk siswa. Tanner dan Tanner (1975) mengartikan kurikulum sebagai pernyataan belajar yang direncanakan, dibimbing, ada hasil yang
diinginkan,
diformulasikan
melalui
rekonstruksi
pengetahuan
dan
pengalaman secara sistematik di bawah bantuan sekolah untuk kelanjutan dan pertumbuhan belajar dalam kompetensi pribadi sosial. Tyler (1957) mengatakan bahwa kurikulum adalah seluruh pelajaran siswa yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari beberapa definisi itu dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah keseluruhan materi pelajaran yang disusun secara sistematik dan diberikan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks diklat penyuluhan, kurikulum adalah keseluruhan materi diklat yang telah disusun secara sistematik dan diajarkan kepada peserta diklat melalui proses belajar mengajar orang dewasa. Kurikulum penyuluhan berbasis kompetensi penyuluhan yang berarti kurikulum yang diberikan sesuai dengan profesi penyuluh. Penyuluh Pertanian adalah orang-orang dewasa yang telah berpengalaman, karena itu kurikulum diklat penyuluhan berorientasi pada penambahan pengetahuan, pembentukan sikap dan ketrampilan yang telah dimiliki. Dengan materi diklat itu mereka dapat menambah wawasan pengetahuan, sikap dan ketrampilannya.
Proses Belajar Houle (Padmowihardjo, 1994) mengatakan bahwa belajar adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku baik pengetahuan, ketrampilan dan perasaan. Proses belajar adalah usaha aktif seseorang yang dilakukan secara sadar untuk mengubah perbuatannya, perilaku atau kemampuannya baik pengetahuan, ketrampilan maupun sikap dan hasilnya bisa benar atau salah. Dalam proses belajar, ada pengajar/guru/pelatih, ada murid/peserta yang dilatih. Proses interaksi
43 timbal
balik
antara
pengajar/pelatih
dengan
murid/peserta
inilah
yang
menghasilkan perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan ketrampilan). Dalam dikat penyuluhan, Widyaiswara/Instruktur/Pelatih berinteraksi dengan peserta diklat. Pihak yang satu mengajarkan, memberikan materi, membimbing dan pihak yang lain mendengarkan, menanggapi, memberi respons dan memberikan umpan balik. Hasil interaksi itu akan terwujud dalam peningkatan pengetahuan, pembentukan sikap dan ketrampilan. Peserta diklat penyuluhan bersama-sama dengan Widyasiwara atau Pelatih saling berinteraksi, memberikan respons satu sama lain dan membentuk kompetensi, kecerdasan, penajaman nalar, pembentukan watak, sikap, karakter, serta peningkatan ketrampilan. Widyaiswara Widyaswara
adalah
Pegawai
Negeri
Sipil
yang
diberi
tugas,
tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengembangan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pada Lembaga Pendidikan dan Latihan Pemerintah (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PERr/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya). Kriteria utama yang harus dimiliki oleh seorang Widyaiswara secara akademik menurut Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 304 A/IX/6/4 1995 adalah (1) menguasai materi yang akan diajarkan, (2) terampil mengajar secara sistematik, efektif dan efisien, (3) mampu menggunakan metode dan media yang relevan dengan Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Khusus mata pelajarannya. Pranoto (1993) merinci kompetensi yang harus dimiliki seorang Widyaiswara yaitu (1) memiliki kompetensi dalam penelitian dan penulisan, (2) memiliki kompetensi dalam mengembangkan kurikulum, (3) memiliki kompetensi dalam penguasaan metodologi dan media teknologi diklat, (4) memiliki kompetensi pribadi dan kompetensi profesi yang berkaitan dengan kemampuan dasar teknik edukatif dan administratif yang meliputi (a) penguasaan materi/bahan ajar, (b) mengelola program belajar mengajar, (c) mengelola kelas, dan (d) penggunaan media/sumber belajar.
44 Kompetensi dan kemampuan Widyaswara untuk tampil secara prima akan berpengaruh pada peningkatan wawasan, pengetahuan, sikap, kompetensi dan ketrampilan peserta diklat. Kecakapan, kecerdasan dan ketrampilan Widyasiwara dalam mengajar tentu dipengaruhi oleh pendidikan formal dan informalnya, umur, pengalaman bekerja, pendapatan ekonomi, sikap kosmopolit, keterbukaan dan keluasan wawasan dan pengetahuannya. Dukungan Finansial, Sarana dan Prasarana Kegiatan apa saja membutuhkan uang, walaupun uang bukanlah satusatunya penentu keberhasilan kegiatan itu. Hal yang sama berlaku pada sebuah diklat penyuluhan. Selain uang, diklat juga membutuhkan fasilitas, sarana dan prasarana.
Menurut
Atmodiwirio
(2002),
ada
tiga
unsur
utama
yang
memungkinkan berjalannya sebuah organisasi, yakni sumber fisik, sumber keuangan dan sumberdaya manusia. Yang dimaksudkan dengan sumber fisik adalah mesin-mesin, material, fasilitas, perabot dan komponen-komponen lain yang merupakan bagian dari produksi. Ketersediaan sumber fisik ini sangat penting karena produksi organisasi bergantung kepada sumber fisik ini. Asset korporasi ini dapat dilihat dengan jelas (tangible) sehingga setiap orang mampu mengukur kebutuhan organisasi dari sudut sumber fisik ini. Di
kabupaten-kabupaten
yang
menjadi
lokasi
penelitian
ini,
pengembangan kompetensi penyuluh pertanian baik melalui pendidikan formal maupun non formal belum menjadi prioritas kebijakan pemerintah daerah. Kebijakan pemberian tugas belajar atau izin belajar kepada para penyuluh pertanian hampir tidak ada sama sekali. Hal ini mengakibatkan pengetahuan dan ketrampilan para penyuluh pertanian kurang sebanding dengan perubahanperubahan sosial yang terjadi. Para penyuluh pertanian yang sebagian besar adalah tamatan SLTA kalah jauh dengan sebagian putra-putri desa yang telah mengenyam pendidikan tinggi (sarjana) tetapi belum mempunyai pekerjaan. Kesenjangan pendidikan ini kadang-kadang menjadi persoalan tersendiri bagi penyuluh pertanian karena para petani lebih mendengarkan anak-anak mereka yang telah sarjana.
45 Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan penyuluh pertanian tidak saja disebabkan oleh pendidikan formal mereka yang terbatas, tetapi juga karena kurang ada kesempatan untuk mengembangkan kompetensi melalui pendidikan non formal. Para penyuluh pertanian di lokasi-lokasi penelitian umumnya merasakan kurangnya kesempatan mengikuti diklat-diklat teknis apalagi yang diselenggarakan di luar daerah. Keterbatasan anggaran pemerintah daerah untuk pengembangan sumberdaya manusia penyuluh ini selalu menjadi alasan utama. Di dalam daerah pun, pemerintah daerah belum menunjukkan perhatian yang tinggi terhadap pengembangan kompetensi penyuluh. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana diklat. Lingkungan Kemampuan seseorang tidak saja disebabkan oleh potensi yang ada dalam dirinya (faktor internal), tetapi juga oleh faktor di luar dirinya (faktor eksternal). Ndraha (1999) mengatakan bahwa terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi) maupun lingkungan horizontal (geografik, fisik, sosial). Dengan kata lain perilaku manusia akan terbentuk tidak saja secara alami, tetapi juga karena faktor lingkungan.baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat secara umum. Pendidikan informal dan kebiasaan dalam keluarga akan turut mempengaruhi perkembangan fisik dan mental seseorang. Pengetahuan, kecakapan dan kecerdasan tidak saja dibentuk di sekolah melalui pendidikan formal atau non formal, tetapi juga melalui pendidikan informal dalam keluarga. Demikian juga lingkungan sosial umum memiliki pengaruh terhadap perkembangan kecerdasan, sikap dan ketrampilan seseorang. Dalam penelitian ini, dukungan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial akan mempengaruhi kompetensi seorang Penyuluh Pertanian. Aspek lingkungan sosial dalam penelitian ini adalah : (a) sikap politik pemerintah, (b) pelaksanaan otonomi daerah/dukungan pemda, (c) dukungan finansial, sarana dan prasarana, (d) perubahan paradigma penyuluhan, (e) dukungan organisasi penyuluhan, (f) dukungan masyarakat dan kebutuhan petani, (g) dukungan keluarga, (h) dukungan informasi, (i) sumberdaya alam, dan (j) dukungan teknologi.
46
Sikap Politik Pemerintah Penyuluhan pertanian adalah bagian dari pembangunan pertanian. Sikap politik Pemerintah terhadap pembangunan pertanian di Indonesia secara umum akan juga mempengaruhi penyuluhan pertaniannya. Sebelum pelaksanaan otonomi daerah keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia dimungkinkan oleh dukungan dua hal yang penting yaitu : (1) stabilitas sosial politik dan keamanan yang sangat diperlukan dalam pembangunan, dan (2) komitmen yang kuat dari pimpinan tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten (Wardoyo, 1992). Dalam Bab 19 Revitalisasi Pertanian, ada lima program yang akan dilaksanakan dalam periode 2005-2009, yaitu: (1) peningkatan ketahanan pangan, (2) pengembangan agribisnis, (3) peningkatan kesejahteraan petani, (4) pengembangan sumberdaya perikanan, dan (5) pemantapan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan. Selain lima program ini, terdapat 12 program pendukung yang secara langsung dan tidak langsung berhubungan dengan Revitalisasi Pertanian, seperti keamanan dalam negeri, kerja sama perdagangan Internasional, pengembangan ekspor, sistem pendukung usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), penataan ruang, pengembangan kelembagaan keuangan, ekonomi lokal, perlindungan dan konservasi sumberdaya alam serta pengelolaan cadangan irigasi. Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program peningkatan kesejahteraan petani adalah: (1) revitalisasi sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan yang secara intensif perlu dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten; (2) penumbuhan dan penguatan lembaga pertanian dan pedesaan untuk meningkatkan posisi tawar menawar petani dan nelayan; (3) penyederhanaan mekanisme dukungan kepada petani dan pengurangan hambatan usaha pertanian; (4) pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia pertanian (antara lain petani, nelayan, penyuluh dan aparat pembina; (5) perlindungan terhadap petani dari persaingan usaha yang tidak sehat dan perdagangan yang tidak adil; dan (6) pengembangan upaya pengentasan kemiskinan.
47 Implementasi sikap politik pemerintah terhadap pembangunan pertanian penting artinya bagi organisasi penyuluhan yang melakukan kegiatan penyuluhan di tingkat masyarakat. Sikap politik yang jelas akan menjadi pijakan bagi organisasi penyuluhan untuk menyusun strategi pengembangan dan peningkatan kompetensi Penyuluh Pertanian yang ada. Pelaksanaan Otonomi Daerah Kebijakan otonomi daerah yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan agar Pemerintah Daerah memiliki wewenang yang luas dalam mengatur dan membangun daerahnya dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Dengan desentralisasi
wewenang
diharapkan
terjadinya
perubahan
kehidupan
pemerintahan daerah yang demokratis untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan (Widodo, 2001:38). Dalam kenyataannya, pelaksanaan Otonomi Daerah yang terutama dilaksanakan di Kabupaten/Kota belum menghasilkan dampak positif yang berarti seperti yang diharapkan sebelumnya. Perhatian Pemerintah Daerah khususnya di Kabupaten yang menjadi lokasi penelitian terhadap pembangunan pertanian secara umum belum kelihatan secara nyata. Dukungan politik Pemda khususnya dalam meningkatkan kompetensi Penyuluh Pertanian agar mampu mengubah perilaku masyarakat sebagai sasaran penyuluhan belum kelihatan bahkan semakin menurun jika dibandingkan dengan dukungan politik Pemda di tahun 1980-an. Terbatasnya dana yang disiapkan Pemda untuk para Penyuluh Pertanian mengikuti diklat-diklat teknis terutama yang diselenggarakan di luar Daerah adalah salah satu contoh menurunnya dukungan politik Pemda di bidang penyuluhan. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian pun seringkali macet karena terbatasnya dana yang ada; para Penyuluh Pertanian tidak bisa melakukan kegiatan secara reguler kepada para petani, padahal petani di desa-desa yang masih tradisional sangat mengharapkan adanya bimbingan para penyuluh pertanian. Perhatian Pemda terhadap pengembangan dan kemajuan sektor industri dan non pertanian jauh lebih besar daripada sektor pertanian.
48 Minimnya dukungan politik ini terutama terlihat dalam kebijakankebijakan publik di bidang pertanian yang tidak mengakomodasi kepentingan petani secara signifikan. Dalam kondisi kurangnya dukungan politik Pemda terhadap pembangunan pertanian, motivasi para Penyuluh Pertanian pun ikut menurun. Adanya restrukturisasi organisasi-organisasi penyuluhan sebagai salah satu akibat diterapkannya Otonomi Daerah ikut serta mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian. Puspadi (2003:116) mengatakan bahwa tingkat motivasi kerja penyuluh pertanian saat ini berhubungan dengan: pertama, perubahan-perubahan organisasi penyuluhan. Pengorganisasian penyuluhan pertanian yang berubahubah menyebabkan penyuluh pertanian bersikap agak negatif terhadap profesinya. Penyuluh Pertanian merasakan profesinya sebagai kelinci percobaan, merasakan profesinya diremehkan sehingga semangat kerja menurun; kedua, penghargaan terhadap penyuluh pertanian relatif sangat rendah. Dulu penghargaan terhadap penyuluh pertanian sangat tinggi dan diperhatikan baik oleh pemerintah maupun oleh petani. Ketiga, kegiatan penyuluh pertanian lapangan bersifat rutin dari tahun ke tahun. Penyuluh Pertanian sering merasa jenuh karena yang dikerjakan setiap tahun adalah hal yang sama, bersifat rutin dan membosankan. Berbagai hal ini akan mempengaruhi semangat dan motivasi mereka di dalam upaya meningkatkan kompetensi di bidang penyuluhan. Dukungan Finansial, Sarana dan Prasarana Pelaksanaan Otonomi Daerah yang cenderung mereduksi peranan para penyuluh pertanian tidak saja membatasi peningkatan kompetensinya, tetapi juga kinerja penyuluhan pertanian itu sendiri;
Ketersediaan dana yang tidak
mencukupi kebutuhan penyuluhan menyebabkan kinerja penyuluhan pun menjadi macet. Menurut Atmodiwirio (2002), ada tiga unsur utama yang memungkinkan berjalannya sebuah organisasi, yakni sumber fisik, sumber keuangan dan sumberdaya manusia. Ketiga sumberdaya ini saling melengkapi satu sama lain. Kekurangan sumberdaya yang satu akan mempengaruhi sumberdaya lainnya. Selama pelaksanaan otonomi daerah, ketiga sumberdaya ini praktis tidak memadai dalam rangka menciptakan kinerja penyuluhan yang diharapkan petani.
49
Perubahan Paradigma Penyuluhan Perubahan paradigma penyuluhan terjadi sebagai akibat perubahan paradigma pembangunan pertanian. Adanya perubahan context dan content pembangunan pertanian membawa konsekuensi perlu adanya penataan kembali penyuluhan pertanian kita (Soedijanto, 2004:2). Menurut Soedijanto, perubahan orientasi pembangunan pertanian akan membawa konsekuensi perubahan contentnya. Pembangunan pertanian sebelum masa krisis bertujuan untuk meningkatkan produksi terutama pangan sebagai realisasi dari Revolusi Hijau di Indonesia, yang kemudian disusul dengan produksi bahan baku industri dan bahan ekspor. Untuk mencapai tujuan ini, maka yang dibangun pemerintah adalah usaha tani (on farm) yang pada saat itu dilakukan melalui kebijaksanaan Trimatra (usaha tani terpadu, komoditi terpadu dan wilayah terpadu) dengan empat usaha pokok yaitu: (1) intensifikasi, (2) ekstensifikasi, (3) rehabilitasi, dan (4) diversifikasi. Kebijakan pembangunan pertanian mengalami perubahan terutama setelah terjadinya krisis moneter dan ekonomi dan semakin tajamnya persaingan produk pertanian di tingkat Internasional. Tujuan pertanian bukan lagi hanya untuk meningkatkan produksi pangan tetapi juga meningkatkan pendapatan dan nilai tambah dari produktivitas pertanian itu. Untuk mencapai tujuan itu, masih menurut Soedijanto, yang kita bangun adalah pertanian agribisnis meliputi pembangunan subsistem hulu, on farm (usaha tani), hilir dan jasa penunjang. Sebagai bagian dari sistem agribisnis membangun subsistem usaha tani (on farm) tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik tanpa membangun subsistem lainnya, yaitu hulu, hilir dan penyedia jasa penunjang. Pertanian agribisnis yang dibangun adalah agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. Berdasarkan perubahan context dan content pembangunan pertanian itu, maka paradigma penyuluhan pertanian pun berubah. Dulu sasaran penyuluhan pertanian adalah petani dan keluarganya, sekarang sasaran penyuluhan pertanian adalah pelaku agribisnis yang berada di lima subsistem agribisnis, yaitu: (1) pengusaha hulu, (2) pengusaha tani, (3) pengusaha hilir, (4) pedagang, dan (5) penyedia jasa penunjang. Pengusaha hulu misalnya produsen pupuk, produsen bibit/benih, produsen pestisida, produsen alat dan mesin pertanian; pengusaha tani
50 teridir dari petani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternak; pengusaha hilir adalah pengusaha yang bergerak di bidang pengolahan hasil (agroindustri) seperti pembuat bahan pengepakan (keranjang, kotak kayu, kotak kardus), pembuat bahan labeling, pengusaha processing dan pengolahan hasil, pengusaha yang melakukan sortasi dan grading hasil; pedagang terdiri dari pedagang hulu dan pedagang hilir. Yang termasuk pedagang hulu misalnya pedagang pupuk, pedagang bibit/benih, pedagang pestisida, pedagang alat dan mesin pertanian, kios dan toko sarana produksi; pedagang hilir terdiri dari pedagang produk primer dan pedagang produk olahan seperti pedagang pengumpul, pedagang perantara, grosir, pengecer, yang mereka lakukan di lokasi agribisnis, terminal agribisnis, lapak-lapak pinggir jalan, warung, toko dan pasar. Yang termasuk penyedia jasa penunjang adalah perbankan, perkreditan, koperasi, pergudangan, transportasi dan sebagainya (Soedijanto, 2004: 27). Dukungan Organisasi Penyuluhan Dukungan organisasi/lembaga penyuluhan dalam bentuk kekondusifan lembaga secara struktural dan sistematik memungkinkan semua elemen organisasi termasuk penyuluh pertaniannya memiliki modal sosial untuk bekerja sesuai dengan peranannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi diukur dari kinerjanya dalam memuaskan pelanggannya. Pemenuhan kebutuhan pelanggan akan tercapai jika semua elemen organisasi memiliki kapasitas tertentu dalam bentuk kecakapan, kemampuan, strategi dan sebagainya. Kapasitas penyuluh pertanian ditentukan oleh kecakapannya dalam memberikan penyuluhan. Kecakapan (kompetensi) ini akan tercapai jika organisasi/lembaga penyuluhan memiliki berbagai sumberdaya sebagai aspek pendukungnya, baik sumberdaya ekonomi maupun sumberdaya berupa sistem yang kondusif serta akses untuk memudahkan tercapainya kecakapan-kecakapan tersebut. Dukungan Masyarakat (LSM, PT) Menurut UNDP (Widodo, 2001) dalam konsep negara modern ada tiga elemen kunci yang saling terkait dan menentukan pembangunan suatu negara, yaitu: (1) state (negara/pemerintah) yakni lembaga-lembaga politik dan lembaga sektor publik, (2) sektor swasta/pasar (market) meliputi perusahaan-perusahaan
51 swasta yang bergerak di berbagai bidang dan sumber informasi lain di pasar, dan (3) masyarakat (society) terdiri dari individual maupun kelompok (baik yang terorganisasi maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi dengan aturan formal ataupun tidak formal. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain. Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi sebagai bagian dari civil society organizations memainkan peran tersendiri dalam pembangunan pertanian dan penyuluhan baik dalam bentuk aksi sosial dan advokasi maupun kegiatan pemberdayaan masyarakat pada umumnya. Organisasi-organisasi swasta dan universitas adalah elemen penting lain dalam memberdayakan masyarakat. Universitas tidak boleh hanya mengembangkan teori tetapi juga menggunakan teori untuk menolong rakyat miskin (van den Ban dan Hawkins, 1999). Dukungan Keluarga Dalam suatu sistem sosial, keluarga adalah subsistem terkecil yang sangat berpengaruh pada perkembangan anak manusia selanjutnya. Pada awal kehidupan manusia, agen sosialisasi seorang anak adalah orang tua dan saudara kandungnya. Dalam masyarakat yang mengenal sistem keluarga luas (extended familiy), agen sosialisasi lebih banyak lagi seperti nenek, kakek, paman, bibi dan lain-lain (Sunarto, 2000). Di dalam dan melalui keluargalah seorang anak manusia mulai belajar bagaimana ia hidup. Kebiasan-kebiasan belajar, norma, kelakuan dalam rumah tangga akan sangat menentukan perilaku selanjutnya. Fenonena proses belajar yang berawal dari keluarga juga menjadi fenomena proses belajar seorang penyuluh pertanian. Keluarga adalah tempat awal semua tata nilai disosalisasikan dan kemudian diteruskan di sekolah, lingkungan bermain, lingkungan sosial masyarakat secara umum. Perilaku disiplin, jujur, keingintahuan, suka belajar dan mencari hal-hal baru berawal dari didikan keluarga. Keluarga adalah “sekolah”pertama bagi seorang anak manusia. Situasi, kondisi, norma yang berlaku dalam keluarga, perilaku rumah tangga akan mempengaruhi perilaku seseorang. Dukungan awal keluarga terhadap keseluruhan perilaku orang termasuk penyuluh pertanian menentukan perilaku dan sikapnya. Motivasi untuk maju dan suka bekerja keras, hidup yang disiplin dan kemauan
52 untuk belajar tidak muncul begitu saja. Semua perilaku itu berada dalam suatu proses yang bermula dari kehidupan keluarga. Dukungan Informasi Kekayaan informasi akan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang penyuluh pertanian
akan
menjadi
landasan
yang
kuat
dalam
melaksanakan tugasnya sebagai komunikator pembangunan. Informasi diperoleh dari berbagai sumber baik buku, majalah, media komunikasi modern baik cetak maupun elektronik, maupun dari hasil pergaulan dan hubungan sosial dengan orang lain. Semua ide, gagasan, wacana yang digali dari berbagai sumber itu dapat memperkaya pengetahuan, sikap dalam melihat berbagai nilai dan menambah ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan sebagai Penyuluh. Makin banyak informasi yang dipelajari seseorang makin tinggi pula nilai, kreativitas yang dihasilkan dari proses belajar itu yang pada gilirannya mampu mengembangkan kompetensi. Di lain pihak, menurut sumber dan alur informasinya, Lionberger dan Gwin (1983) membagi informasi berupa: (1) informasi tentang hasil-hasil temuan yang dihasilkan oleh para peneliti (melalui para penyuluh) kepada masyarakat penggunanya, dan (2) umpan balik (baik berupa laporan keberhasilan maupun masalah yang dijumpai/dihadapi) dari penerapan hasil penelitian yang disampaikan masyarakat pengguna (melalui penyuluh kepada peneliti). Dukungan Teknologi Pertanian Teknologi sebagai hasil daya cipta manusia berfungsi untuk memudahkan cara manusia bekerja. Teknologi, mulai dari yang paling tradisional sampai yang paling modern menjadi bagian dari kebudayaan dan cara hidup manusia itu. Kahar (Dyah, 1997:26) mengatakan bahwa teknologi bukan sekedar alat, melainkan suatu sistem yang kompleks terdiri dari berbagai unsur yang mewujudkan fungsi transformasi. Teknologi merupakan kombinasi empat komponen dasar yang saling berinteraksi dan bersama-sama mewujudkan fungsi transformasi. Ke empat komponen tersebut adalah (1) peralatan atau mesin yang merupakan perwujudan fisik dari teknologi (technoware), (2) ketrampilan dan pengetahuan yang merupakan perwujudan yang melekat pada manusia yang terkait dengan teknologi
53 tersebut (humanware), (3) informasi dan fakta yang merupakan perwujudan yang melekat pada dokumen yang relevan dengan operasi teknologi (infoware), dan (4) pengorganisasian dan keterkaitan sistem yang memungkinkan pengaturan ketiga komponen sebelumnya secara efektif melaksanakan fungsi transformasi (orgaware). Teknologi khususnya teknologi pertanian adalah alat yang memudahkan petani untuk mencapai tujuan usahataninya secara maksimal. Ada dua jenis teknologi pertanian yaitu (1) teknologi kimiawi biologis seperti bibit unggul hasil rekayasa genetik, pupuk atau obat-obatan/pestisida, dan (2) teknologi mekanisasi seperti traktor, alat penggiling padi/jagung, alat bajak modern dan sebagainya. Penggunaan teknologi pertanian dalam usahatani bertujuan agar petani mampu meningkatkan produktivitas hasil panennya sesuai dengan harapannya. Struktur Organisasi Penyuluhan Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekolompok tujuan. Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti (Robbins, 1994:46). Dengan kata lain, struktur organisasi menggambarkan bagaimana organisasi tersebut mengatur dirinya sendiri, bagaimana mengatur hubungan antar orang dan antar kelompok untuk mencapai tujuan (Slamet, 2004). Dalam penelitian ini, ada enam variabel struktur organisasi yang ingin dikaji yakni (1) besaran organisasi, (2) pengawasan (3) struktur wewenang (4) struktur komunikasi, (5) pola kepemimpinan, dan (6) sistem “reward and punishment”
dikaji hubungannya dengan kompetensi penyuluh pertanian dan
kinerja penyuluhan. Struktur organisasi penyuluhan yang selama pelaksanaan otonomi
daerah
mengalami
perubahan-perubahan
dan
mempengaruhi moral kerja para penyuluh dan kinerja penyuluhan.
restrukturisasi
54
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kemampuan seseorang tidak saja disebabkan oleh potensi yang ada dalam dirinya (faktor internal), tetapi juga oleh faktor di luar dirinya (faktor eksternal). Ndraha (1999) mengatakan bahwa terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi) maupun lingkungan horizontal (geografik, fisik, sosial). Kemampuan seorang Penyuluh dalam menjalankan tugasnya selain berasal dari dirinya sendiri juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Studi yang dilakukan oleh Sumardjo di Provinsi Jawa Barat tahun 1999 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor internal Penyuluh seperti tingkat kekosmopolitan, pengalaman bekerja sebagai penyuluh, motivasi, persepsi, kesehatan dan karakter sosial ekonomi dengan kesiapan penyuluh dalam mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Studi ini juga menunjukkan bahwa faktor eksternal seperti dukungan kelembagaan penyuluhan, sistem nilai, sarana informasi/inovasi yang terjangkau, potensi lahan dan dukungan lembaga pelayanan dan dinamika organisasi yang melingkupi bidang penyuluhan juga sangat menentukan pembentukan kesiapan penyuluh tersebut. Penyuluhan adalah suatu usaha pendidikan non formal, merupakan suatu sistem pendidikan praktis yang orangorangnya belajar sambil mengerjakan (Slamet, 2003), atau kegiatan mendidik orang (kegiatan pendidikan) dengan tujuan mengubah perilaku klien sesuai dengan yang direncanakan yakni orang makin modern (Asngari, 2003). Dengan kata lain penyuluhan adalah program pendidikan luar sekolah yang bertujuan memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri, membangun masyarakat madani, program yang me nghasilkan perubahan perilaku dan tindakan sasaran yang menguntungkan sasaran dan masyarakatnya (Slamet, 2003). Dengan mengacu pada penelitian Sumardjo di atas, penelitian ini pun ingin melihat pengaruh faktor internal dan eksternal penyuluh terhadap kompetensi penyuluh dan kinerja penyuluhan.
55 Aspek-aspek Karakter Individu Penyuluh Pertanian yang Ideal dan Tidak Ideal Pada Tabel 1 disajikan elemen-elemen karakteristik sosial individu penyuluh
pertanian
yang
berpengaruh
pada
pengembangan
kompetensi
(kecakapannya) yang terdiri dari aspek yang ideal dan tidak ideal. Tabel 1.
Elemen-elemen karakter sosial individu penyuluh pertanian yang ideal dan yang tidak ideal
Elemen-elemennya 1. Pendidikan Formal: - Jenjang (SLTA Umum, SPMA, SNAKMA, Akademi sampai Sarjana 2. Pendidikan Non Formal: Diklat teknis/fungsional, magang, studi banding dan sebagainya
3. Umur
Yang Ideal - Memiliki latarbelakang pendidikan pertanian dalam arti luas dan relevan sebagai Penyuluh. - Selalu mengikuti diklat teknis/fungsional, studi banding, magang dan menguasai area process (filosofi, prinsip, azas penyuluhan, karakteristik sasaran, metode, teknik komunikasi penyuluhan dan sebagainya) - Saat berusia muda sangat energik, kinerja dan etos kerja tinggi.
4. Pengalaman sebagai penyuluh (masa kerja)
Walau masa kerja belum lama tetapi berpengalaman dan mampu mendampingi dan memfasilitasi petani. Penyuluh yang lama masa kerja semakin matang.
5. Sifat Kosmopolitan
- Selalu berinteraksi dengan nara sumber - Intensif mengakses media - Aktif dan kreatif mencari inovasi - Pandai menjalin kerjsa sama dengan berbagai pihak - Selalu terdorong untuk mempelajari hal-hal baru yang terkait dengan inovasi, dan temuan-temuan baru di bidang pertanian - Memiliki kedinamisan termasuk selalu menyiapkan waktu untuk pergi ke tempat lain demi mempelajari apa saja yang bermanfaat.
Yang tidak ideal - Memiliki latar belakang pendidikan umum dan tidak relevan dengan bidang tugas sebagai Penyuluh. - Jarang dan bahkan tidak pernah mengikuti diklat teknis, magang, studi banding dan sebagainya; tidak terlatih untuk menguasai area process dan area content. Berusia muda tetapi tidak bersemangan dan etos kerja rendah Walau sudah lama bekerja tetapi tidak profesional dalam bekerja. Penyuluh yang masa kerja belum lama tidak bersemangat untuk belajar. - Malas bahkan tidak mampu berinteraksi dengan narasumber - Akses media rendah - Tidak kreatif dan inovatif - Tidak mampu membina hubungan dan komunikasi sosial. - Tidak memiliki keinginan untuk mempelajari hal-hal baru yang belum diketahui. - Memiliki sikap lokalit, ingin tetap tinggal di lingkungannya sendiri dan tidak ingin bepergian ke tempat lain apalagi untuk belajar.
56 Tabel 1. (Lanjutan)
Elemen-elemennya 6.Pendapatan Ekonomi
7. Motivasi
Yang Ideal Yang tidak ideal - Penyuluh memiliki - Pendapatan penyuluh sangat pendapatan yang cukup terbatas bahkan tidak cukup sehingga ia dengan leluasa untuk membiayai bekerja tanpa merasa khwatir keluarganya sehingga ia dengan ekonomi keluarganya. lebih banyak mencari pendapatan lain dan - Penyuluh yang berkecukupan mengabaikan tugas berpeluang untuk menambah pokoknya informasi dan pengetahuannya. a, sumber) - Penyuluh yang pendapatannya bisa menjadi modal sosial rendah sulit menyisihkan yang mendukung etos kerja. waktu dan pendapatannya untuk mencari sumber informasi, pengetahuan dan inovasi-inovasi baru. - Penyuluh yang memiliki - Penyuluh yang tidak motivasi kuat dari dalam memiliki motivasi kuat dari dirinya untuk selalu dalam diri untuk mengembangkan diri, meningkatkan prestasi, meningkatkan pengetahuan, pengetahuan, sikap dan sikap dan ketrampilan. ketrampilan, tetapi lebih - Penyuluh yang memiliki mengutamakan keinginan motivasi terutama karena akan jabatan dan ingin mendahulu pencapaian pendapatan. prestasi dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan daripada promosi, jabatan dan pendapatan.
Aspek-aspek Diklat Penyuluhan yang Memberdayakan dan Tidak Memberdayakan Pada Tabel 2 disajikan aspek-aspek diklat baik yang memberdayakan maupun yang tidak memberdayakan. Tabel 2 Aspek ideal diklat yang memberdayakan dan tidak memberdayakan Unsur diklat Substansi Kurikukulum
Pengalaman belaja r
Aspek yang Memberdayakan - Content Area: isi kur ikulum sesuai dengan kebutuhan penyuluhan/petani : on farm, off farm, agribisnis, pertanian terpadu, budidaya, teknik produksi, pengelolaan pascapanen, pemasaran, kewirausahaan, kemitraan usaha - Process area: keseluruhan metodologi pengajaran sesuai dengan pendidikan orang dewasa, - Adanya keseimbangan antara teori dan praktek dan studi lapang sehingga pengalaman belajar menjadi sangat kaya.
Aspek yang tidak Memberdayakan - Content area: isi kurikulum tidak sesuai dengan kebutuhan penyuluhan/petani; kurikulum yang kedaluwarsa dan tidak relevan dengan apa yang diinginkan. - Process area: metode pengajaran amburadul, monoton, instruktif, komunikasinya monolog dan tida k mengandung pencerahan. - Pengalaman belajar hanya menekankan teori sehingga peserta tidak mengalami praktek/studi lapang.
57 Tabel 2 (Lanjutan) Unsur-unsur diklat Komitmen Pengelola
Sistim Evaluasi
Dukungan dana, sarana dan prasarana diklat
Aspek yang Memberdayakan - Pengelola diklat memiliki komitmen tinggi menciptakan diklat yang bermutu tinggi sesuai dengan kebutuhan peserta. Komitmen ini ditunjukkan dengan disediakannya tenaga pengajar (widyaiswara, instruktur) yang berkaulitas dan bermutu, sistem diklat dan proses belajar mengajar yang kondusif dan sebagainya. Untuk menilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalan, diklat memiliki sistim evaluasi sejak dari permulaan proses diklat sampai akhir diklat. Evaluasi ini akan memetakan seluruh proses diklat, masalah yang ditemukan, cara pemecahan dan sebagainya.
Untuk menyelenggarakan diklat yang bermutu tinggi diperlukan dukungan dana, sarana dan prasarana, di samping visi dan misi yang jelas dan komitmen penyelenggara yang tinggi
Aspek yang tidak Memberdayakan - Pengelola diklat tidak memiliki visi dan misi yang mau dicapai oleh diklat; diklat diselenggarakan asal jadi dan tidak memiliki target yang mau dicapai dan memuaskan pelanggan; keseluruhan diklat amburadul dan tidak berkualitas.
Diklat yang tidak berkualitas tidak memiliki sistim evaluasi sehingga semua masalah yang ditemukan tidak mampu dipecahkan untuk kemudian bisa merancang sebuah diklat yang baik. - Tidak pernah melakukan evaluasi diklat yang terencan dan terprogram dengan baik.
Diklat yang tidak didukung dana, sarana dan prasarana yang memadai tidak mungkin bisa menyelenggarakannya secara berkualitas ditambah dengan vsi, misi dan komitmen yang tidak jelas.
58 Aspek Lingkungan yang Kondusif dan Tidak Kondusif Faktor
lingkungan
sangat
penting
artinya
dalam
mendukung
pengembangan kompetensi penyuluh dan kinerja penyuluhan. Tabel 3. Faktor Lingkungan yang kondusif dan tidak kondusif bagi pengembangan penyuluhan pertanian Lingkungan 1
Yang Kondusif 2
Yang tidak Kondusif 3 Jika komitmen politik Pemerintah rendah, maka sulit diharapkan adanya kemajuan di bidang pertanian dan penyuluhan.; berbagai kebijakan di bidang penyuluhan pertanian tidak dilaksanakan secara konsekwen. Pemerintah daerah menganggap lembaga penyuluhan dan penyuluhan tidak penting di era otonomi daerah.; Pemerintah daerah merestrukturisasi lembaga penyuluhan dan Penyuluh dialihfungsikan tugasnya;. Pemerintah daerah menganggap petani bisa memecahkan masalahnya sendiri. - Pemerintah daerah mengangap penyuluhan dan kegiatan menambah pengetahuan bagi Penyuluh tidak lebih penting dari aspek-aspek pembangunan lainnya.
1 Dukungan politik secara umum
Adanya dukungan politik Pemerintah secara nyata terhadap pembangunan pertanian umunya dan penyuluhan pertanian khususnya dan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan serta dilaksanakan secara konsekwen.
2 Dukungan pemda
- Pemerintah daerah mendukung secara penuh keberadaan lembaga penyuluhan, peranan dan fungsinya; Pemerintah daerah lebih memfungsikan peranan lembaga penyuluhan dan Penyuluh Pertanian sebagai ujung tombak kemajuan pembangunan pertanian; Pemerintah daerah peduli terhadap kebutuhan petani akan penyuluhan - Pemerintah daerah mendukung pendanaan untuk kegiatan penyuluhan dan peningkatan kompetensi para penyuluh pertanian melalui diklatdiklat baik dalam daerah maupun luar daerah. - Pemerintah daerah mendirikan balai diklat penyuluhan, sarana dan prasarana diadakan. - Pemda menyiapkan sarana transportasi untuk memudahkan para penyuluh berkunjung ke desa-desa atau lahan pertanian para petani
- Pemerintah daerah belum melihat perlunya mendirikan balai diklat penyuluhan. - Pemda belum berpikir untuk mengadakan sarana transportasi khusus bagi Penyuluh karena keterbatsan dana.
- Paradigma penyuluhan tidak lagi bersifat usaha tani semata tetapi sudah berorientasi agribisnis sesuai dengan kebutuhan dan perubahan masyarakat
- Penyuluh tidak pernah berpikir bahwa paradigma penyuluhan akan berubah ke arah yang bersifat agribisnis.
- Perubahan orientasi penyuluhan ini menjadi dorongan bagi penyuluh menguasai penyuluhan agribisnis secara baik dan bermutu.
- Penyuluh enggan belajar lagi tentang pengetahuan penyuluhan yang baru.
3 Dukungan dana, sarana dan prasarana
4 Perubahan paradigma penyuluhan
59 Tabel 3 (Lanjutan) Lingkungan 1 5 Dukungan organisasi penyuluhan
6 Dukungan masyarakat
7. Dukungan Keluarga
8. Dukungan sumber informasi
10. Penerapan teknologi pertanian
Yang Kondusif 2 - Organisasi/lembaga penyuluhan bekerja “all out” dalam rangka mewujudkan penyuluhan pertanian yang memuaskan kelompok sasaran khususnya petani; Komitmen ini dibarengi dengan disiapkannya tenagatenaga penuyuluh yang berkualitas - Masyarakat Kampus dan LSM menyadari pentingnya penyuluhan pertanian dan memberikan dukungan sepenuhnya baik dalam berbagai bentuk: seminar, diskusi ilmiah, maupun advokasi. - Kebiasaan keluarga mendukung prestasi kerja. -Dukungan suami/isteri/anak terhadap profesi Penyuluh memungkinkan pekerjaan sebagai Penyuluh didukung - Berkembangnya berbagai informasi yang diperoleh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong Penyuluh menyesuaikan dirinya dengan perkembangan itu. - Informasi-informasi Iptek menjadi bahan penyuluhan bagi Penyuluh - Hasil kemajuan iptek menjadi sumber belajar bagi Penyuluh -Penyuluh mengetahui dan memahami penggunaan teknologi dalam pertanian seperti bibit unggul, pestisida, dan pupuk serta alat-alat mekanisasi seprti traktor, mesin penggiling padi/jagung, mesin pengering gabah dan sebagainya.
Yang tidak Kondusif 3 Organisasi/lembaga penyuluhan banyak yang dibubarkan selama otda; tenaga-tenaga penyuluh cenderung tidak profesional dan sebagian besar beralih tugas ke unit2 pemerintahan daerah. Masyarakat Kampus dan LSM merasa penyuluhan adalah tugs pemerintah sehingga tidak mau berperanan di dalamnya.
- Kebiasaan keluarga menganggap remeh prestasi. - Suami/Isteri/anak yang merasa profesi Penyuuluh tidak berwibawa melemahkan daya juang. - Penyuluh Pertanian tetap terkungkung dalam keterbatsan pengetahuan dan bersikap masa bodoh dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. - Penyuluh miskin pengetahuan akan informasi-informasi iptek. - Hasil kemajuan iptek diacuhkan oleh Penyuluh. -Penyuluh tidak tahu bahkan tidak paham menggunakan teknologi pertanian seperti bibit unggul, pestisida, pupuk, penggunaan traktor dan lain-lain jenis alat mekanisasi dalam pertanian.
60 Aspek-aspek Struktur Organisasi Penyuluhan yang Kondusif dan Tidak Kondusif Struktur organisasi penyuluhan baik langsung maupun tidak langsung akan turut mempengaruhi kompetensi dan kinerja penyuluhan seperti dirinci dalam Tabel 4. Tabel 4. Elemen Struktur Organisasi Penyuluhan yang Kondusif dan tidak kondusif Aspek-aspek Struktur Organisasi Ukuran Organisasi
Rentang kendali/pengawasan
Struktur kewenangan
komunikasi antara pimpinan dan anggota
Pola Kepemimpinan yang diterapkan
Sistem “reward and punishment”
Elemen yang Kondusif - Besaran organisasi mendukung pengembangan kompetensi dan kinerja penyuluhan Pengawasan terhadap bawahan berjalan dengan baik, terstruktur dan sistematik, karena rentang kendali antara pimpinan dan bawahan terkontrol (baik dalam jumlah maupun mutu). - Struktur hierarki sederhana; pembagian tugas, wewenang jelas dan tidak tumpang tindih - Komunikasi atau pesan yang disampaikan oleh pemimpin kepada anggota berlangsung secara menyenanangkan, teratur, ada feedback yang kreatif, lancar, tidak berbelitbelit - Pola kepemimpinan situasional (perpaduan antara demokratis dan otoriter) - Kepemimpinan yang persuasif dan memberdayakan, ada saling kepedulian dan saling percaya
- Pegawai dipromosi sesuai dengan keahlian, kecakapan, prestasi dan kinerjanya. - Pegawai yang melanggar disiplin dan melakukan kesalahan ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku
Elemen yang Kontraproduktif Besaran organisasi membatasi penyuluh untuk berkembang Rentang kendali yang tidak seimbang dimana pemimpin membawahi anggota yang terlalu banyak sehingga pengawasan menjadi longgar; hal ini akibat dari organisasi yang terlalu gemuk Hierarki yang terlalu gemuk, struktur pembagian tugas dan wewenang tidak jelas dan tumpang tindih antara bagian. - Komunikasi yang macet antara pimpinan dan bawahan menyebabkan terganggunya proses penyampaian pesan; komunikasi yang macet menyebabkan pekerjaan terganggu, terciptanya - Terlalu demokratis sehingga kepemimpinan terkesan lemah; terlalu otoriter sehingga timbul ketakutan dan ketidaknyamanan dalam bekerja. -.Kepemimpinan yang tidak memberdayakan; pemimpin tidak peduli terhadap bawahan dan sebaliknya - Promosi, kenaikan pangkat pegawai dilakukan atas dasar korupsi, kolusi dan nepotisme - Peraturan kedisiplinan pegawai cenderung dilangkahi dan dalam penerapannya tidak konsisten.
61 Kompetensi Penyuluh Pertanian sesuai dengan Bidang Tugasnya Pada Tabel 5 disajikan kompetensi penyuluh pertanian menurut pola yang memberdayakan dan tidak memberdayakan. Tabel 5.
Kompetensi penyuluh pertanian menurut pola yang memberdayakan dan yang tidak memberdayakan
Kompetensi Pola yang memberdayakan Penyuluh 1.Menyiapkan - Penyuluh yang mampu penyuluhan: mengidentifikasi berbagai - Identifikasi sumberdaya yang ada, topografi potensi wilayah tanah dan kegunaan, iklim, curah dan hujan, kelembaban dan agroekosistem sebagainya baik dari data primer maupun sekunder - Penyuluh memiliki kemampuan - Penyusunan dan berpengalaman membuat program program penyuluhan atas dasar penyuluhan kebutuhan dan kerja sama pertanian dengan petani-nelayan - Penyuluh mampu mengkaji fakta, menemukan masalahnya, merumuskan cara memecahkan masalah dan tujuan yang mau dicapai - Penyuluh mampu menyusun - Penyusunan rencana kerjanya secara teratur rencana kerja dan terjadwal penyuluh pertanian 2.Melaksanaan penyuluhan - Menyusun materi penyuluhan pertanian
- Penerapan metode penyuluhan pertanian
- Penyuluh mampu menyusun materi penyuluhan untuk kelompok sasaran dan sesuai dengan kebutuhan. - Penyuluh mampu mengkombinasikan penggunaan metode penyuluhan perorangan, kelompok dan massal sesuai dengan situasi kebutuhan - Penyuluh mampu mengkombinasikan metode ceramah, diskusi, demonstrasi dengan baik - Penyuluh mampu membina kelompok tani sebagai kelompok pembelajaran.
Pola yang tidak memberdayakan
Penyuluh memiliki sifat malas untuk mengidentifikasi berbagai sumberdaya dan potensi wilayah, agroekosistem, agroklimat dan sebagainya; penyuluh pertanian tidak memiliki keinginan mengumpulkan data primer dan sekunder tentang potensi wilayah. -Penyuluh bekerja berdasarkan “feeling” saja, dan enggan mengkaji fakta, dan masalah secara mendalam yang berakibat pada perumusan tujuan yang sumir dan dangkal.
-Penyuluh yang bekerja tanpa berpijak pada rencana kerja yang teratur
- Penyuluh tidak berpengalaman menyusun materi penyuluhan; atau memberikan materi penyuluhan yang tidak sesuai dengan kebutuhan sasaran. - Penyuluh hanya menguasai salah satu metode dari tiga pendekatan dalam penerapan metode penyuluhan; atau menerapkan metode yang tidak sesuai dengan karakteristik, situasi sasaran. - Penyuluh tidak memahami fungsi kelompok sebagai media pemersatu berbagai potensi belajar sehingga dia tidak memberdayakan kelompok itu.
62 Tabel 5 (Lanjutan)
Kompetensi Penyuluh
Pola yang memberdayakan
Pola yang tidak memberdayakan - Penyuluh tidak melakukan evaluasi apapun tentang suatu kegiatan penyuluhan dan tidak pernah melaporkannya kepada atasan/pihak yang berwewenang. - Penyuluh acuh dengan apa pun hasil penyuluhan dan tidak melakukan evaluasi terhadapnya. - Penyuluh puas dengan apa yang dimilikinya sekarang dan tidak memiliki kemauan untuk mengembangkan profesionalismenya dalam segala bentuk.
3.Evaluasi dan Pelaporan kegiatan penyuluhan
- Penyuluh mampu membuat evaluasi kegiatan penyuluhan secara lengkap, obyektif dan sempurna agar bisa ditindaklanjuti - Penyuluh mampu membuat evaluasi dampak penyuluhan
4.Pengembangan Profesi Penyuluh
- Penyuluh mampu mengembangkan profesionalismenya dalam bentuk karya-karya tulis ilmiah, penelitian penyuluhan dan sumberdaya manusia dan sebagainya.
5.Pengembangan Penyuluhan
Penyuluh mampu mengembangkan pedoman, arah kebijakan penyuluhan sesuai dengan perkembangan dan metode/sistem kerja penyuluhan.
- Penyuluh hanya menunggu pedoman, arah kebijaksanaan, metode yang dibuat oleh instansi/organisasi dan tidak secara kreatif membuatnya.
6. Berkomunikasi
- Penyuluh memiliki kemampuan berkomunikasi (lisan, tulisan) dengan baik.
- Penyuluh tidak memiliki percaya diri saat menyampaikan ide-ide baru, dan inovasi penyuluhan baik secara lisan maupun tertulis.
7. Berinteraksi Sosial
- Penyuluh mampu membina relasi, hubungan baik dengan semua pihak:petani, tokoh masyarakat, LSM, peneliti dan sebagainya. - Penyuluh memiliki sikap luwes, bisa tinggal di tengahtengah masyarakat - Penyuluh Pertanian disenangi oleh semua orang karena pergaulannya yang luas
- Penyuluh sangat tertutup dan tidak bisa bergaul, berhubungan dengan orang lain: petani, tokoh masyarakat, peneliti, LSM dan sebagainya. - Penyuluh sangat kaku, suka menyendiri dan cenderung menjaga jarak. - Penyuluh Pertanian cenderung dijauhi oleh orang lain karena sikapnya yang tertutup.
63
Kinerja Penyuluhan: Kepuasan Petani sebagai Pelanggan Utama Kinerja penyuluhan akan terlihat dari sejauh mana para pelanggan penyuluhan khususnya petani merasa puas akan mutu dari kegiatan penyuluhan seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kinerja yang Memuaskan dan yang tidak Memuaskan
Aspek-aspek Kinerja Penyuluhan Organisasi penyuluhan
Materi Penyuluhan
Kinerja yang bermutu/memuaskan - Organisasi penyuluhan (di kabupaten/kecamatan) yang menyediakan informasi penyuluhan yang mampu memecahkan masalah petani - Materi penyuluhan sesuai dengan kebutuhan petani, pemda, peneliti/LSM - Materi penyuluhan dapat dipahami oleh petani dan bisa diterapkan; dimengerti oleh pemda sehingga didukung secara politik; dimengerti oleh peneliti/LSM sebagai jasa konsultasi - Materi penyuluhan berisi fakta/keadaan, masalah dan cara mengatasi masalah - Materi penyuluhan diberikan sesuai dengan pendidikan, pengalaman, pengetahuan, latarbelakang sosial ekonomi dan budaya petani - Materi penyuluhan bermuatan agribisnis sesuai dengan tuntutan perubahan yang ada.
Metode Penyuluhan
- Metode penyuluhan bervariasi : metode perorangan, kelompok dan massal sesuai dengan kondisi.
Pembentukan, pengembangan kelompok tani dan kelembagaan ekonomi petani
- Penyuluh membentuk, membina dan mengembangan kelompok tani serta kelembagaan ekonomi petani bekerja sama dengan pemda, peneliti/LSM
Kinerja yang tidak bermutu/memuaskan - Organisasi penyuluhan yang sama sekali tidak perduli dengan kepentingan petani sehingga tidak menyiapkan informasi apapun terkait dengan kebutuhan petani. - Materi penyuluhan disusupi oleh kepentingan pihak ketiga seperti penjual pupuk, pestisida/obat2an dan sebagainya. - Materi penyuluhan sangat teoritis sehingga petani tidak paham ; tidak bisa meyakinkan pemda untuk bisa didukung secara politik; tidak mengadopsi inovasi yang ditemukan peneliti dan metode pemberdayaan model LSM. - Materi penyuluhan tidak jelas dan mengambang serta tidak membahas fakta, masalah dan cara pemecahan masalah - Materi penyuluhan diberikan secara umum saja tanpa mempertimbangkan pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan latarbelakang sosial ekonomi dan budaya petani. - Metode penyuluhan monoton dan membosankan, “top down ”, direktif dan menggurui; metode penyuluhan yang digunakan sesuai dengan selera penyuluh - penyuluh berdiam diri dan hanya menunggu inisiatif masyarakat - Penyuluh bersikap pasif dan menunggu pihak lain seperti LSM, lembaga sosial, aktivis/pekerja
64
Tabel 6 (Lanjutan)
Aspek-aspek Kinerja Penyuluhan Pembinaan kepemimpinan petani, wanita tani dan pemuda tani
Kinerja yang bermutu/memuaskan - Penyuluh aktif membina dan mengembangkan kelompok tani dan kelembagaan ekonomi yang telah terbentuk bekerja sama pelanggan lain - Penyuluh aktif membina dan mengembangkan kepemimpinan petani, wanita tani dan pemuda tani bekerja sama dengan pelanggan yang lain - Penyuluh memberdayakan kemampuan petani, wanita tani dan pemuda tani untuk mengembangkan kepemimpinannya.
Kualitas penyuluh
SDM/kompetensi
-Penyuluh memiliki kemampuan /keahlian dalam bidang pertanian yang dibutuhkan oleh petani -Penyuluh berwawasan luas di bidang agribisnis sehingga menjadi narasumber yang terpercaya bagi petani -Penyuluh memiliki kemampuan kepemimpinan, berkomunikasi, berinteraksi dengan semua orang sehingga mudah diterima oleh petani
Kinerja yang tidak bermutu/memuaskan - Penyuluh menganggap kepemimpinan petani, wanita tani dan pemuda tani tidak penting dan hanya akan memelihara konflik satu sama lain, sehingga tidak perlu ada pengembangan dan pembinaan kepemimpinan. - Penyuluh tidak menghendaki adanya struktur kepemimpinan di antara petani karena akan melahirkan perasaan iri satu sama lain. - Penyuluh menganggap petani sebagai kelompok yang “bodoh” yang harus dipimpin oleh Penyuluh. -Penyuluh berlatarbelakang non pertanian sehingga apa yang dijelaskannya tidak memuaskan petani -Penyuluh yang ada hanya menguasai cara berusaha tani; wawasannya tentang agribisnis tidak ada sehingga petani tidak bisa mengharapkannya. -Penyuluh sangat tertutup dan kurang mampu bergaul terutama dengan para petani sehingga kehadirannya kurang disenangi.
Hubungan antara peubah-peubah di atas digambarkan dalam kerangka sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1.
93 Karakteristik Individu Penyuluh (X1) - Pendidikan Formal (X11.) - Pendidikan Non Formal (X12) - Umur (X13) - Masa Kerja (X16) - Sifat Kosmpolitan (X17) - Pendapatan Ekonomi (X18) - Motivasi (X19)
Diklat Penyuluhan (X2 ) - Kurikulum (X21) - Penglaman Belajar (X22) - Widyaiswara (X23) - Komitmen Pengelola (X24) - Sistem Evaluasi (X25) - Dukungan dana, sarana dan prasarana (X26)
Lingkungan (X3) - Dukungan Politik (X31) - Dukungan Pemda (X32) - Dukungan Dana, Pra & Sarana (X33) - Kekondusifa kerja (X34) - Dukungan Masyarakat (X35) - Perubahan Paradigma Penyuluhan (X36) - Dukugan Keluarga (X37) - Dukungan Informasi (X38) - Dukungan Teknologi Pertanian (X310)
Karakteristik Individu Petani (X5) - Pendidikan Formal (X51.) - Pendidikan Non Formal (X52) - Umur (X53) - Sifat Kosmopolitan (X54) - Kategori Adopter (X55) - Pendapatan Ekonomi (X56) Kompetensi Penyuluh (Y.1) - Menyiapkan (Y11) - Melaksanakan (Y12) - Mengevaluasi (Y13) - Mengembangkan (Y14) - Meng.Profesionalisme (Y15 - Berkomunikasi (Y16) - Berinteraksi Sosial (Y17)
Struktur Org. Penyuluhan (X4) - Ukuran organisasi (X41) - Pengawasan (X42) - Struktur Wewenang (X43) - Komunikasi (X44) - Kepemimpinan (X45) - Sistem peng. dan sanksi (X46)
Kinerja Penyuluhan (Y2) - Manfaat organisasi penyuluhan (Y21) - Kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani (Y22) - Kepuasan petani atas metode penyuluhan (Y23) - Manfaat kelompok tani dan lembaga tani (Y24) - Manfaat kepemimpinan(Y25) - Kepuasan petani atas kompetensi Penyuluh (Y26)
Kesejahteraan Petani
Gambar 1. Hubungan saling pengaruh antara karakteristik individu penyuluh, diklat penyuluhan, lingkungan, struktur organisasi penyuluhan dan kompetensi penyuluh.
66 Hipotesis Penelitian
(1) Karakteristik individu penyuluh pertanian ( pendidikan formal, pendidikan non formal, umur, masa kerja, sifat kosmopolitan, pendapatan, dan motivasi) berpengaruh nyata terhadap kompetensi penyuluh dalam melaksanakan tugasnya (2) Diklat penyuluhan ( kurikulum, pengalaman belajar, kompetensi widyaiswara, komitmen pengelola, sistem evaluasi, dukungan dana, sarana, prasarana) berpengaruh
secara
nyata
terhadap
kompetensi
penyuluh
dalam
melaksanakan tugasnya. (3) Lingkungan (sikap politik pemerintah, pelaksanaan otda, dukungan dana/sarana, perubahan paradigma penyuluhan, dukungan organisasi penyuluhan,
dukungan
masyarakat,
dukungan
keluarga,
dukungan
ketersediaan informasi, dukungan teknologi pertanian) berpengaruh secara nyata terhadap kompetensi penyuluh dalam melaksanakan tugasnya (4)
Struktur Organisasi Penyuluhan (ukuran organisasi, pengawasan, struktur wewenang, komunikasi, kepemimpinan, dan sistem penghargaan dan sanksi) berpengaruh secara nyata terhadap kompetensi Penyuluh.
(5) Kompetensi penyuluh pertanian berpengaruh secara nyata terhadap kinerja penyuluhan. (6) Karakteristik individu petani (pendidikan formal, pendidikan non formal, umur, sifat kosmopolitan, kategori adopter, dan pendapatan) berpengaruh secara nyata pada penilaiannya terhadap kinerja penyuluhan.
67
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini ingin menguji hubungan dan pengaruh di antara peubahpeubah bebas dengan peubah tidak bebas. Dengan demikian penelitian ini lebih bersifat eksplanatoris, yaitu penelitian survai yang bertujuan menjelaskan pengaruh atau menyoroti hubungan antara peubah-peubah penelitian melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1995). Penelitian ini tidak saja ingin menguji hubungan dan pengaruh peubah-peubah tersebut secara statistik, tetapi juga untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Sevilla et al., 1993). Sifat atau keadaan yang sementara berjalan dalam konteks penelitian ini adalah bagaimana kondisi kompetensi para Penyuluh Pertanian dan kinerjanya dalam era otonomi daerah. Penelitian ini termasuk juga kedalam jenis penelitian deskriptif korelasi (correlation study), yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan peubah-peubah yang berbeda dalam suatu populasi tertentu. Dengan demikian dari penelitian ini dapat dipastikan seberapa besar pengaruh antara peubah-peubah yang ada, hubungan antara peubah dan kekuatan hubungan di antara peubah-peubah itu. Populasi dan Sampel Penelitian dilakukan di tiga Kabupaten Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan di Pulau Timor dengan tipologi lahan kering dan Kabupaten Manggarai di Pulau Flores dengan tipologi lahan basah. Dari setiap kabupaten dipilih dua kecamatan, yang terdiri dari kecamatan sentra pangan dan kecamatan sentra hortikultura, sehingga semuanya berjumlah 6 kecamatan. Dari masing-masing kecamatan dipilih secara acak 3 desa pangan dan 3 desa hortikultura sehingga seluruhnya berjumlah 18 desa. Populasi, sampel penyuluh dan petani tampak pada Tabel 7.
68 Tabel 7 Populasi dan Sampel Penyuluh serta Petan
Populasi
Sampel Penyuluh (n = 72)
Kab
Penyuluh
Petani
P.Trampil
Petani (180)
P.Ahli
P*
H*
Jlh
P*
H*
Jlh
P*
H*
Jlh
Kupang
99
10.803
8
7
15
3
4
7
30
30
60
TTS
112
11.558.
10
10
20
4
4
8
30
30
60
Manggarai
98
9.884
8
7
15
4
3
7
30
30
60
90
180
Total 309 32.245 26 24 11 11 90 50 22 Keterangan: P* =Pangan; H* = Hortikultura; Kab = kabupaten, TTS = Timor Tengah Selatan.
Populasi penelitian adalah seluruh Penyuluh Pertanian Pegawai Negeri Sipil yang berjumlah 309 orang dan para petani di tiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian . Sampel penyuluh diambil dari enam kecamatan dari tiga kabupaten (setiap kabupaten dua kecamatan) dengan sistem sensus sehingga komposisi jumlahnya adalah : kabupaten Kupang (22 orang Penyuluh), kabupaten Timor Tengah Selatan (28 orang Penyuluh), dan kabupaten Manggarai (22 orang). Jumlah keseluruhan 72 penyuluh (Tabel 7). Petani sampel dipilih dari 18 kelompok tani di 18 desa dengan sistem stratified random sampling. Setiap kelompok berjumlah 10 orang dipilih berdasarkan kemampuan melakukan adopsi inovasi. Dari 10 orang petani peneliti membaginya menjadi lima kategori yakni, petani pelopor (1 orang), petani perintis (1 orang), petani penganut dini (3 orang), petani penganut lambat (3 orang) dan petani tertinggal/kolot (2 orang) yang seluruhnya berjumlah 180 orang. Selain
responden
penyuluh
pertanian
dan
petani,
peneliti
juga
mewawancarai pejabat di organisasi penyuluhan, baik di provinsi, kabupaten maupun kecamatan, unsur Pemerintah Daerah yakni Asisten II yang membidangi pembangunan, pihak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang mengkoordinasi pembangunan di Daerah, Kepala Diklat/Balai yang menangani pelatihan penyuluh, Komisi A DPRD yang menangani bidang pembangunan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan LSM. Masukan dari stakeholders ini melengkapi penilaian dan cara pandang terhadap kompetensi penyuluh pertanian dan kinerja penyuluhan.
69 Data dan Instrumentasi Data Data penelitian terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden (penyuluh pertanian, petani) survai melalui kuesioner. Data primer juga diperoleh dari informan lain seperti atasan langsung penyuluh pertanian, penyelenggara diklat, unsur-unsur Pemda yang terkait. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, hasil penelitian, peraturan perundang-undangan dan data lain yang relevan dengan penelitian. Keseluruhan data penelitian tersebut dikaji dengan menggunakan analisis statistik didukung oleh analisis kualitatif untuk memperkuat dan mempertajam analisis kuantitatif yang ada sebagaimana yang dikatakan oleh Miller, 1991; Black dan Champion, 1976; Dey, 1993, Moleong, 1991 (Sumardjo, 1999). Penelitian ini sejalan dengan pemikiran para ahli tersebut bahwa metoda yang digunakan pendekatan survai atau menggunakan paradigma kuantitatif sebagai tumpuan analisis, dilengkapi dengan informasi berdasarkan data kualitatif untuk mendukung dan mempertajam analisis kuantitatif yang ada. Data yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari data tentang empat peubah bebas dengan sub-sub peubahnya dan dua peubah terikat dengan sub-sub peubahnya: (1) Karakteristik individu penyuluh pertanian (X1) yang terdiri dari sub-sub peubah yakni pendidikan formal (X11.), pendidikan Non Formal (X12), umur (X13), pengalaman sebagai penyuluh (X14), sifat kosmopolitan (X15), Pendapatan (X16), dan motivasi (X17.) yang terdiri dari dua sub peubah yakni motivasi intrinsik (X171) dan motivasi ekstrinsik (X172). (2) Diklat (X2) yang terdiri dari enam sub peubah yakni kurikulum (X21), Pengalaman belajar (X22), Widyaiswara (X23), Komitmen Pengelola (X24), Sistim Evaluasi (X25), dan Dukungan dana, sarana dan prasarana (X26). (3) Lingkungan (X3), yang terdiri dari terdiri dari 9 (sembilan) sub peubah yakni dukungan politik pemerintah (X311), dukungan pemda (X312), dukungan finansial, sarana dan prasarana (X313), kekondusifan kerja (X314), dukungan masyarakat (X315), perubahan paradigma penyuluhan (X316),
70 dukungan keluarga (X317), dukungan informasi (X318), dan dukungan teknologi pertanian (X319). (4) Struktur organisasi penyuluhan (X4). Struktur organisasi terdiri dari enam sub peubah yakni ukuran organisasi (X41), pengawasan (X42), struktur wewenang (X43), struktur komunikasi (X44), pola kepemimpinan (X45), pola kepemimpinan dan sistem “reward and punishment” (X46). (5) Kompetensi Penyuluh Pertanian (Y1) yang terdiri dari
sub-sub peubah
yakni: (a)
Persiapan Penyuluhan
(b)
Pelaksanaan Penyuluhan
(c)
Evaluasi dan Pelaporan Penyuluhan
(d)
Pengembangan Penyuluhan
(e)
Pengembangan Profesionalisme Penyuluh
(f)
Kompetensi Berkomunikasi
(g)
Kompetensi Berinteraksi Sosial
(6) Karakteristik individu petani (X5) yang terdiri dari enam sub peubah, yaitu pendidikan formal (X51), pendidikan non formal (X52), umur (X53), sifat kosmopolitan (X54), kategori adopter (X55) dan pendapatan (X56). (7) Kinerja Penyuluhan (Y2) adalah kepuasan petani sebagai pelanggan utama yang meliputi beberapa hal: Y21. Manfaat organisasi penyuluhan sebagai pemasok jasa informasi penyuluhan Y22. Kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani Y23. Kepuasan petani akan metode penyuluhan dan manfaatnya bagi petani Y24. Manfaat kelompok tani dan lembaga ekonomi tani. Y25. Manfaat kepemimpinan tani, wanita dan pemuda tani Y26. Kepuasan petani terhadap kompetensi penyuluh pertanian Instrumentasi Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan peubah-peubah bebas (X) dan peubah tidak bebas (Y). Instrumentasi yang disusun itu mengikuti beberapa tahap sebagai berikut: (1) tahap uji coba
71 instrumen. Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner yang sesungguhnya, terlebih dahulu akan diadakan uji coba pengisian kuesioner pada responden terpilih baik dari Penyuluh maupun Petani. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum dari penyebaran kuesioner selanjutnya dan tingkat pemahaman responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Jika dalam uji coba ini ditemukan adanya kesulitan di dalam memahami isi pertanyaan, maka kuesioner akan dikaji ulang untuk disesuaikan. Jika pada uji coba ini, kuesioner diisi dengan benar, dan para responden yang terpilih memahami, mengerti apa yang mau diisi sesuai dengan pengalamannya, maka tahap uji coba akan dihentikan dan diteruskan dengan tahap berikutnya, yaitu (2) penyebaran kuesioner sesungguhnya kepada responden yang sudah terpilih melalui
prosedur
metodologi.
Kuesioner
yang
disebarkan
selalu
mempertimbangkan prinsip-prinsip metodologis dalam penyusunan kuesioner yaitu unsur kesahihan (validity) dan reliabilitas instrumen.
Validitas Instrumen Menurut Kerlinger (2002), validitas instrumen menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur itu telah mengukur apa yang akan diukur. Titik berat dari uji coba validitas instrumen adalah pada validitas isi, yang dapat dilihat dari: (1) apakah instrumen tersebut telah mampu mengukur apa yang akan diukur, dan (2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang telah digunakan. Suatu alat ukur dikatakan valid, jika alat ukur tersebut dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), kesahihan atau validitas (validity) menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Validitas menyangkut ketepatan dalam penggunaan alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan valid atau sahih, apabila alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara tepat konsep yang sebenarnya ingin diukur. Kuesioner dapat mempunyai validitas tinggi, dengan menyusun daftar pertanyaan dengan cara: (1) mempertimbangkan teori-teori dan kenyataan yang telah diungkapkan pada berbagai pustaka empiris, (2) menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden, dan (3) memperhatikan masukan para pakar. Agar valid maka butir-butir pertanyaan didalam kuesioner dianalisis
72 menggunakan korelasi product moment (Arikunto, 1998). Adapun rumus tersebut adalah:
rXY =
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
{N ∑ X − (∑ X )}{N ∑ Y − (∑ Y )} 2
2
2
2
Keterangan : rXY = koefisien korelasi product moment Y = Total butir soal dalam koesioner X = Butir soal ke-x N = jumlah responden Nilai rXY yang diperoleh dibandingkan dengan nilai koefisien r-product moment dari tabel korelasi. Valid bila rXY > dari rtabel sedangkan bila lebih kecil maka perlu ada perbaikan atau butir tersebut dikeluarkan dari daftar pertanyaan. Uji coba instrumen kepada 30 Penyuluh dan 30 petani di Desa Waebelang dan
Meler
Kabupaten
Manggarai
Flores
kemudian
dianalisis
dengan
menggunakan korelasi product moment (Arikunto, 1998). Berdasarkan hasil analisis, nilai korelasi (r-hitung) dalam uji validitas item (butir) pada penelitian ini, berkisar antara 0,587 (pada taraf signifikansi sebesar 95%), sampai dengan 0,832 (pada taraf signifikansi sebesar 99%). Menurut Babbie (1992), bila koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator, positif dan lebih besar dari 0,3 (r >0,3), maka instrumen tersebut sudah valid (validitas kriteria). Dengan demikian, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini cukup valid (Tabel 8). Tabel 8 Kisaran nilai koefisien korelasi uji validitas instrumen Variabel
No
Kisaran Koefisien Korelasi
1
Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian(X1)
0,735** - 0,832**
2
Diklat Penyuluhan (X2)
0,634** - 0,798**
3
Lingkungan (X3)
0,589** -0,771**
4
Struktur Organisasi Penyuluhan (X4)
0,631** -0,762**
5
Karakteristik Individu Petani (X5)
0,665** -0,756**
6
Kompetensi Penyuluh Pertanian (Y1)
0,737** -0,821**
7
Kinerja Penyuluhan (Y2)
0,587* -0,623**
Keterangan: * nyata pada a =0,05, ** nyata pada a = 0,01.
73 Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumen adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana ketepatan alat tersebut untuk dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukkan konsisten suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Singarimbun dan Effendy, 1989:144). Suatu alat pengukur dikatakan memiliki reabilitas yang tinggi apabila reliabilitas alat tersebut memiliki sifat konsisten, ketepatan dan jika alat tersebut dipakai berulangkali terhadap suatu gejala yang sama walaupun dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas instrumen diuji dengan menggunakan metode Cronbach-alpa, dimana pengukuran dilakukan hanya satu kali. Metode tersebut digunakan untuk kuesioner yang memiliki lebih banyak pilihan jawaban serta bukan merupakan skor 1 dan 0, melainkan dalam bentuk kategori dan uraian (Arikunto, 1998), sehingga menghasilkan konsistensi antar butir pertanyaan (inter item) (Kerlinger, 2002). Kerlinger (1973) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan untuk mengukur reliabilitas, yaitu: (1) suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut digunakan berulang kali, memberikan hasil yang sama, (2) suatu alat ukur dikata kan reliabel, apabila alat ukur tersebut dapat mengukur hal yang sebenarnya dari sifat yang diukur, (3) reliabilitas suatu alat ukur dapat dilihat dari galat pengukurannya (galat acak yang merupakan himpunan akibat dari berbagai pengaruh). Pada penelitian ini, uji reliabilitas yang digunakan adalah metode Cronbach Alpha atau Cr. Alpha berdasarkan skala Cr. Alpha: 0 sampai dengan 1 dengan rumus:
a=
Keterangan:
n n- 1
? Vi 1–
i=1
Vt
a
= koefisien Alpha Cronbach (koefisien realibilitas)
n
= besar sampel pada uji instrumen
Vi = ragam bagian ke i kelompok indikator Vt = ragam skor total (perolehan)
74 Apabila nilai hasil perhitungan (a ) dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan skala yang sama (0 sampai dengan 1), maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan sebagai berikut (Triton, 2005): (1) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,00 – 0,20, berarti kurang reliabel (2) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,21 – 0,40, berarti agak reliabel (3) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,41 – 0,60, berarti cukup reliabel (4) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,61 – 0,80, berarti reliabel (5) Nilai Koefisien Alpha berkisar 0,81 – 1,00, berarti sangat reliabel
Suatu instrumen (keseluruhan indikator) dianggap sudah cukup reliabel (reliabilitas konsistensi internal), bilamana a = 0,6 (Babbie, 1992). Berdasarkan hasil uji realibilitas terhadap peubah-peubah penelitian ini dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha (Cr-Alpha), diperoleh koefisien Alpha yang menunjuk kan bahwa instrumen yang digunakan pada penelitian ini cukup reliabel seperti pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai Koefisien Alpha Hasil Uji Reliabilitas No
Variabel
Kisaran Koefisien Korelasi
1
Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian(X1)
0,562 - 0,693
2
Diklat Penyuluhan (X2)
0,6494-0,8647
3
Lingkungan (X3)
0,6176-0,9345
4
Struktur Organisasi Penyuluhan (X4)
0,6617-0,8200
5
Karakteristik Individu Petani (X5)
0,7635-0,9273
6
Kompetensi Penyuluh Pertanian (Y1)
0,8046-0,8478
7
Kinerja Penyuluhan (Y2)
0,7935-0,9200
Pengukuran Peubah Penelitian Pengukuran peubah menurut model penelitian diukur berdasarkan indikator-indikator peubah penelitian yang disusun sesuai arah penelitian. Pengukuran adalah pemberian angka atau bilangan pada obyek atau kejadiankejadian berdasarkan kaidah-kaidah tertentu (Effendi, 1989 dan Kerlinger, 2000), pemberian nilai dalam bentuk angka pada suatu obyek (Cohen dan Nagel, 1984). Dalam hal ini yang dimaksud dengan pemberian angka adalah pemetaan
75 (mapping) terhadap obyek tersebut. Angka-angka hasil akhir pengukuran yang diperoleh dari obyek pengamatan dengan menggunakan kaidah pemberian angka yang jelas, dapat digunakan untuk menghitung ukuran-ukuran relasi, analisis variance, dan semacamnya (Kerlinger, 2000). Pengukuran peubah menggunakan skala ordinal menurut Skala Likert jenjang lima (1, 2, 3, 4 dan 5). Untuk keperluan analisis statistik dilakukan proses transformasi mengubah skala ordinal menjadi skala interval atau rasio. Berdasarkan proses transformasi, ketujuh indikator akan memiliki nilai 0-100. Proses transformasi ini berpedoman pada pemberian nilai indeks indikator terkecil untuk jumlah skor terendah dan nilai 100 untuk jumlah skor maksimum. Rumus umum transformasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Transformasi indeks indikator: Jumlah skor yang didapat per indikator Indeks indikator =
x 100 Jumlah skor maksimum per indikator
(2) Transformasi Indeks Peubah: Jumlah skor indeks indikator tiap peubah Indeks Peubah =
x 100 Jumlah total indeks indikator maksimum tiap peubah
Maksud dari mengukur obyek adalah mengukur indikasi (indicant) tentang sifat-sifat atau ciri-ciri obyek pengamatan, karena tidak mungkin dilakukan penilaian langsung terhadap obyek yang diamati, terutama obyek penelitian dibidang ilmu sosial.
Karena itu, yang harus dilakukan adalah
menginferensikan sifat-sifat atau ciri-ciri obyek pengamatan berdasarkan hal-hal yang diduga merupakan indikasi sifat-sifat obyek pengamatan tersebut (Kerlinger, 2000). Dalam penelitian ini ada lima peubah bebas/tidak terikat (X1, X2, X3, X4 dan X5), dan dua peubah tidak bebas/terikat (Y1 dan Y2): Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian(X1) Data peubah karakteristik individu penyuluh pertanian ini mencakup (a) pendidikan formal, (b) pendidikan non formal, (c) jenjang jabatan penyuluh, (d) umur, (e) sifat kosmopolitan, (f) pendapatan ekonomi, dan (g) motivasi. Parameter
76 pendidikan formal dilihat dari tingkatan jenjang pendidikan (dalam hal ini minimal SLTA) ; parameter pendidikan non formal dilihat dari keberagaman diklat dan frekwensi diklat yang diikuti; umur dilihat dari jumlah tahun dari lahir sampai penelitian ini dilakukan; sifat kekosmopolitan dilihat dari parameter kekerapan mendengar radio, mendengar dan menonton siaran Televisi, kekerapan membaca surat kabar, buku, majalah, kekerapan berdiskusi dengan orang lain, mengikuti kegiatan seminar, keseringan bepergian ke kota atau tempat lain; pendapatan ekonomi dilihat dari parameter besaran gaji/pendapatan setiap bulan dan perbandingnnya dengan besaran tanggungan; motivasi ditinjau dari dua aspek, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dilihat dari parameter tingkatan keinginan dan kemauan dari dalam diri untuk meningkatkan kompetensi, keinginan yang tinggi untuk mencapai prestasi dan tingkat kemauan untuk mempelajari hal-hal yang baru. Motivasi ekstrinsik dilihat dari parameter untuk mendapatkan promosi/gaji yang lebih tinggi dan kenaikan pangkat atau karena adanya persaingan. Pengukuran peubah karakteristik sosial individu Penyuluh dengan sembilan indikatornya menggunakan skala ordinal jenjang tiga (1, 2, 3). Untuk keperluan analisis statistik dilakukan proses transformasi mengubah skala ordinal menjadi skala interval atau rasio. Berdasarkan proses transformasi, ketujuh indikator akan memiliki nilai 0-100. Diklat Penyuluhan (X2) Data peubah diklat mencakup: (a) kurikulum, (b), pengalaman belajar, (c) widyaiswara, (d) komitmen pengelola, (e) sistim evaluasi, dan (f) dukungan dana, sarana dan prasarana. Parameter kurikulum dilihat dari perumusan TIU dan TIK yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan; parameter pokok bahasan dan sub pokok bahasan dilihat dari kesesuaian dan relevansinya dengan pekerjaan/ profesi peserta sebagai penyuluh; parameter pengalaman belajar dilihat dari tingkat kesesuaian sistem penerapan belajar orang dewasa, tingkat penerapan demokrasi pendidikan dan tingkat pembelajaran direktif dan non direktif yang dialami; parameter widyaiswara dilihat dari tingkat persepsi peserta terhadap pendidikan, usia, pengalaman, jabatan/pangkatnya, persepsi peserta terhadap tingkat penguasaan materi, kompetensi dan keahlian yang dimiliki, persepsi
77 peserta terhadap stabilitas emosi dan sikap demokratisnya, persepsi peserta terhadap keluasan wawasan dan pengetahuan widyaiswara itu; parameter komitmen pengelola dilihat dari tingkat keseriusan penyelenggara diklat; parameter sistim evaluasi dilihat dari konsistensi pelaksanaan evaluasi diklat baik pada awal diklat, tengah diklat dan akhir diklat; parameter dukungan dana, sarana dan prasarana dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana (gedung, ruangan belajar, akomodasi, fasilitas olahraga, rekreasi dan lain-lain) dan ketersediaan ATK (alat tulis kantor), fasilitas dan sarana pelatihan, sarana untuk kegiatan studi lapang, demonstrasi, simulasi dan sebagainya. Pengukuran data untuk parameter peubah X2 juga menggunakan skala ordinal jenjang tiga (1, 2, 3). Sebagaimana X1, metode pengukuran data dan proses transformasi peubah X2 dan parameternya juga menggunakan rumus yang dipakai pada peubah X1. Lingkungan (X3) Data peubah lingkungan ini mencakup: sikap politik pemerintah, pelaksanaan
Otonomi
Daerah,
dukungan
dana,
sarana
dan
prasarana,
kekondusifan kerja, dukungan masyarakat, perubahan paradigma penyuluhan, dukungan keluarga, dukungan informasi, dan dukungan teknologi pertanian. Parameter sikap politik pemerintah ini dilihat dari tingkat konsistensi pemerintah dalam melaksanakan Undang-Undang, KepMen, Keputusan Gubernur dan Bupati yang terkait dengan pembangunan pertanian dan penyuluhan pertanian; parameter pelaksanaan Otonomi Daerah dilihat dari ada tidaknya kebijakan dan program penyelenggaraan penyuluhan pertanian, penyusunan dan penyebarluasan metoda penyuluhan pertanian, pengembangan kelompok tani dan lembaga ekonomi petani, kemitraan dengan stakeholder lain, pengembangan kemampuan penyuluh dan lembaga penyuluhan, pembinaan kepemimpinan petani, wanita/pemuda tani, pengembangan perpustakaan, pengadaan sarana dan prasarana penyuluhan pertanian; parameter dukungan dana dilihat dari jumlah dana yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun untuk kegiatan
penyuluhan
dan
pengadaan
sarana
dan prasarana;
parameter
kekondusifan kerja dilihat dari suasana kerja yang sehat, adanya penghargaan terhadap prestasi, hubungan pimpinan dan bawahan yang harmonis; parameter
78 perubahan paradigma penyuluhan dilihat dari kemampuan orientasi penyuluhan dari orientasi produksi menjadi orientasi agribisnis yang dicirikan dengan kemampuan mengenai pengolahan pasca panen, pemasaran, manajemen, kedisplinan, ketelitian, menghargai waktu, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Parameter dukungan keluarga dilihat dari penghargaan keluarga terhadap profesi penyuluh; Parameter dukungan informasi dilihat dari ketersediaan informasi dalam membentuk kompetensi; parameter dukungan teknologi pertanian dilihat dari pengetahuan dan pemanfaatan teknologi pertanian oleh masyarakat. Pengukuran data untuk parameter peubah X3 juga menggunakan skala ordinal jenjang tiga (1, 2, 3). Sebagaimana X1 dan X2, metode pengukuran data dan proses transformasi peubah X3 dan parameternya juga menggunakan rumus yang dipakai pada peubah-peubah sebelumnya. Struktur Organisasi Penyuluhan (X4) Data struktur organisasi penyuluhan adalah : (a) ukuran organisasi, (b) pengawasan, (c) struktur wewenang, (d) komunikasi, (e) kepemimpinan, dan (f) sistem “reward and punishment”. Parameter besaran organisasi dilihat dari struktur kewenangan dan jumlah personil, kejelasan kewenangan dan perubahan organisasi akibat otda; parameter pola kepemimpinan dilihat dari pola kepemimpinan
yang
mendukung
pengembangan
kompetensi
dan
pola
kepemimpinan yang mendukung kinerja penyuluhan; parameter hubungan antara anggota organisasi dilihat dari hubungan antara pimpinan dan bawahan, antara bawahan dengan bawahan; parameter sistem “reward and punishment” dilihat dari sistem penghargaan. Karakteristik Individu Petani (X5) Data peubah karakteristik individu petani adalah (a) pendidikan formal, (b) pendidikan non formal, (umur), (d) sifat kosmopolitan, (e) kategori adopter, dan (f) pendapatan. Kompetensi Penyuluh Pertanian(Y1) Data kompetensi penyuluh pertanian mencakup: (a) kompetensi umum dan (b) kompetensi khusus. Pengukuran data untuk parameter peubah Y1 ini juga menggunakan skala ordinal jenjang tiga (1, 2, 3) Sebagaimana X1 dan X2 dan X3,
79 metode pengukuran data dan proses transformasi peubah Y1 dan parameternya juga menggunakan rumus yang dipakai pada peubah-peubah sebelumnya. Kinerja Penyuluhan (Y2) Kinerja Penyuluhan
adalah semua hasil kerja yang dituntut atau
dihasilkan berkaitan dengan jabatan sebagai Penyuluh Pertanian. Kinerja itu terkait dengan mutu penyuluhan dan kepuasan pelanggan. Kinerja Penyuluhan menyangkut : (a) manfaat organisasi penyuluhan sebagai pemasok jasa informasi bagi petani, (b) kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan aktual petani, (c) kepuasan petani atas penerapan metode penyuluhan, (d) manfaat kelompok tani dan lembaga ekonomi tani, (e) tingkat kepuasan petani terhadap pembinaan kepemimpinan petani, wanita tani, dan pemuda tani, (f) manfaat kepemimpinan tani, wanita tani dan pemuda tani, dan (g) kepuasan petani terhadap kompetensi penyuluh. Pengukuran data untuk parameter peubah Y2 ini juga menggunakan skala ordinal jenjang tiga (1, 2,3,) Sebagaimana X1, X2, X3, X4 dan X5, metode pengukuran data dan proses transformasi peubah Y1 dan parameternya juga menggunakan rumus yang dipakai pada peubah-peubah sebelumnya.
Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS 10.1. Analisis data pada penelitian ini, bertujuan untuk melihat hubungan yang terjadi antar berbagai peubah untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesis penelitian. Tahapan-tahapan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup : (1) Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data (2) Setelah data dientri, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. (3) Skoring terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian (4) Transformasi skor dalam bentuk skala 0-100 (5) Kategorisasi terhadap data skor hasil transformasi (6) Analisis deskriptif dan tabulasi silang (7) Analisis statistik inferensia mencakup analisis korelasi Spearman dan regresi linier berganda.
80 (8) Analisis jalur (path analysis) Seluruh data penelitian dikategorikan sesuai dengan sifatnya. Dalam teknik analisis digunakan regresi linier berganda karena peubah bebasnya lebih dari dua. Dalam penelitian ini ada empat peubah bebas, dan dua peubah tidak bebas. Karena jumlah peubahnya lebih dari dua, maka digunakan analisis regresi ganda sesuai dengan syarat utamanya yakni jika jumlah variabel independennya minimal dua (Sugiyono, Wibowo, 2001: 205). Data faktor individu dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi (n) dan nilai tengah. (1) Analisis Korelasi Rank Spearman, untuk menganalisis hubungan antar peubah dengan rumus: N
? di2 RS =
i=1
1–
N(N2 – 1)
Keterangan : RS = Koefisien Korelasi Rank Spearman di
= Perbedaan antara kedua ranking
N
= Banyaknya sampel
(2) Analisis Deskriptif, untuk menganalisis kondisi masing-masing peubah yang mempengaruhi kompetensi dan kinerja. (3) Uji Statistik dengan Uji t, untuk membedakan dua buah mean sampel dengan rumus:
t=
__ __ X1 – X2 SX1-X2
Keterangan: t
= Nilai statistik t (t hitung )
X1
= Mean dari pengamatan sampel 1
X2
= Mean dari pengamatan sampel 2
S x1 – x2 = Mean dari pengamatan sampel 2 Selanjutnya, nilai t
hitung
dibandingkan dengan nilai t
tabel
untuk mengetahui
perbedaan antara mean sampel masing-masing peubah. Apabila nilai t
hitung
<= t
81 tabel,
maka terdapat perbedaan antara mean sampel. Sedangkan, bila t
hitung
>t
tabel,
maka tidak terdapat perbedaan antara mean sampel yang diuji pada level signifikansi p< 0,05 (a = 0,95) atau p< 0,01 (a = 0,99). Secara rinci, analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah: (1)
Untuk menjawab tujuan pertama yakni menganalisis faktor-faktor yang menentukan/berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh digunakan metode regresi linear berganda. Model analisis regresi linier yang digunakan yakni : Y 1 = α + β 1X1 + β 2 X2 + β 3 X3 + ....+ β 9 X9 + ∈ Keterangan: α = Konstanta β1, β2...β 9 adalah parameter Y1 = Kompetensi Penyuluh X1 = Pendidikan Formal X2 = Pendidikan Non Formal X3 = Masa Kerja X4 = Sifat Kosmpolitan X5 = Pendapatan Ekonomi X6 = Motivasi X7 = Struktur Organisasi Penyuluhan X8 = Diklat Penyuluhan X9 = Lingkungan e = Galat
(2)
Untuk menjawab tujuan kedua, yakni menganalisis faktor-faktor yang menentukan/berpengaruh terhadap kinerja penyuluhan. digunakan metode regresi linear berganda. Model analisis regresi linier yang digunakan yakni : Y1-2 = α + β 1X1 + β 2 X2 + β 3 X3 + ....+ β 7 X7 + ∈ Keterangan: α = Konstanta β1, β2...β 7 adalah parameter Y1 = Kinerja penyuluhan Y2 = Kepuasan petani atas kompetensi Penyuluh X1 = Kompetensi Penyuluh X2 = Pendidikan Formal X3 = Pendidikan Non Formal
82 X4 X5 X6 X7 e
= = = = =
Umur Sifat Kosmpolitan Pendapatan Ekonomi Kategori Adopter
Galat
(3) Menjelaskan kaitan antara karakteristik individu petani dengan penilaiannya terhadap kinerja penyuluhan digunakan analisis korelasi Spearman dan analisis regresi liner berganda. Model analisis regresi linier yang digunakan yakni : Y1 = α + β 1X1 + β 2 X2 + β 3 X3 + ....+ β 5 X5 + ∈ Keterangan: α = Konstanta β1, β2...β 5 adalah parameter Y1 = Kinerja penyuluhan X1 = Pendidikan Formal X2 = Pendidikan Non Formal X3 = Umur X4 = Sifat Kosmpolitan X5 = Pendapatan Ekonomi e = Galat (4) Merumuskan rekomendasi strategi pengembangan kompetensi penyuluh pertanian yang tepat bagi Nusa Tenggara Timur di era Otonomi Daerah. X1………Xn = Peubah terikat e = error Untuk menganalisis besarnya pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi Penyuluh Pertanian dan kinerja penyuluhan digunakan metode Path Analysis (analisis jalur) dengan rumus : .rij = pij + Σ k p ij rjk
Keterangan : r = Koefisien korelasi p = Koefisien jalur i, j, k = Variabel i, j dan k Selanjutnya untuk menghitung besarnya koefisien jalur digunakan rumus:
83
.r!.j
1 r1.2 r 1.3 r1. 4 r1. 5………….r1.j
Pi.1
.2j
.r2.1 1 r2. 3 r 2.4 r 2.5………… r 2.j
Pi.2
.3j
.r3.1 r3. 2 1 r3. 4 r3. 5………….r3.j
Pi.3
.rij
.ri1 r1. 2 r 1.3 r 1.4 r 1.5………..1
Pi.j
Besarnya persentase pengaruh langsung masing-masing peubah bebas (X1, X2, X3, X4) terhadap perubah terikat (Y1, Y2) dapat dihitung dengan mengkuadratkan nilai koefisien jalur kemudian dikalikan dengan 100% untuk setiap peubah. Selanjutnya untuk menghitung besarnya pengaruh bersama-sama peubah bebas (X1, X2, X3, X4) terhadap peubah terikat (Y1, Y2) dihitung dengan menggunakan rumus berikut: R2,
1 2 3………………=
P j. 1 r1j + Pi. 2 r2. j + …….+ P i. j
Untuk menghitung besarnya pengaruh dari luar model digunakan rumus berikut : P ie = √ 1- R2 j. 1 2 3 …I. Hasil perhitungan P ie dikuadratkan dan dikalikan 100% sehingga diperoleh besarnya persentase di luar model.
Definisi Istilah Ada sejumlah istilah yang digunakan dalam penelitian ini untuk diketahui maknanya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Istilah-istilah itu terkait dengan peubah-peubah penelitian yang kemudian menjadi dasar pengambilan data: (1) Karakteristik individu penyuluh pertanian adalah unsur-unsur yang melekat pada diri penyuluh pertanian yang dapat berpotensi menjadi faktor-faktor pendorong atau bahkan penghambat dalam upaya meningkatkan kompetensi dan kinerja penyuluhan. Unsur-unsur itu terdiri dari: (a) Pendidikan formal adalah proses pendidikan yang ditempuh melalui jalur berjenjang resmi melalui bangku sekolah sejak Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.
84 (b) Pendidikan non formal adalah proses pendidikan yang dilaksanakan di luar jalur sekolah seperti pelatihan-pelatihan, magang, training, penyuluhan dan sebagainya. (c) Umur adalah jumlah tahun kehidupan sejak lahir sampai dengan saat penelitian ini dilakukan. (d) Pengalaman sebagai penyuluh adalah lamanya masa kerja sebagai penyuluh. (e) Sifat kosmopolitan adalah sikap terbuka terhadap ide, gagasan, dan pengetahuan yang datangnya dari luar (selain dari lingkungan sendiri). (f) Pendapatan adalah jumlah penghasian bersih yang diterima setiap bulan baik yang tetap maupun tidak tetap. (g) Motivasi adalah dorongan yang ada pada penyuluh untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya atau untuk memenuhi kebutuhannya. Dorongan itu ada yang berasal dari dalam diri (intrinsik), dan ada yang berasal dari luar diri (ekstrinsik). (2) Karakteristik individu petani adalah unsur-unsur yang melekat pada diri petani yang menjadi faktor dalam membentuk persepsinya menilai kinerja penyuluhan. Unsur-unsur-itu adalah: (a) Pendidikan formal adalah jumlah tahun menempuh pendidikan formal di sekolah. (b) Pendidikan non formal adalah jumlah pelatihan yang diterima sebagai petani (c) Umur adalah jumlah tahun kehidupan sejak lahir sampai penelitian ini dilakukan. (d) Sifat Kosmopolitan adalah sikap terbuka terhadap ide, gagasan dan pengetahuan baru yang berasal dari luar. (e) Kategori adopter adalah kategori kemampuan menerapkan inovasi berdasarkan
hipotesis Rogers yang membagi suatu kelompok
masyarakat ke dalam lima tingkatan adopter yakni (1) Petani Perintis, (2) Petani Pelopor, (3) Petani Penganut dini, (4) Petani Penganut lambat, dan (5) Petani Kolot. (f) Pendapatan adalah penghasilan petani setiap musim panen.
85 (3) Diklat adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan secara terorganisasi oleh
organisasi/badan/lembaga
tertentu
dalam
rangka
meningkatkan
kompetensi Penyuluh Pertanian. Aspek-aspek diklat yang berpengaruh pada peningkatan kompetensi Penyuluh Pertanian, yaitu: (a) Kurikulum. Kurikulum adalah sistematik
dalam
suatu
rangkaian materi yang ditata secara
proses
kegiatan
pembelajaran
untuk
mewujudkan kompetensi tertentu yang disajikan dengan menggunakan metode, media yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar, dengan memperhatikan nilai-nilai yang ada (Atmodiwirio, 2002). (b) Pengalaman belajar. Pengalaman belajar adalah semua bentuk interaksi antara manusia dengan hal-hal yang dipelajari ketika melakukan proses belajar. Proses belajar adalah usaha aktif seseorang yang dilakukan secara sadar atau tidak untuk mengubah perbuatannya, perilakunya atau kemampuannya baik pengetahuan, ketrampilan, maupun perasaan, dimana hasilnya bisa benar atau salah (Padmowihardjo, 1994:6). (c) Widyaiswara. Widyaiswara adalah seorang PNS yang secara khusus diangkat dalam jabatan fungsional sebagai fasilitator/pendidik yang bertugas untuk mengajar, mendidik dan melatih PNS sesuai dengan kecakapan teknis yang dimilikinya. (d) Komitmen pengelola diklat adalah keseluruhan visi dan misi diklat yang dibuat oleh penyelenggara diklat dalam rangka menciptakan diklat yang bermutu sesuai dengan kebutuhan peserta diklat. (e) Sistem evaluasi diklat adalah sejumlah aktivitas penilaian terhadap perencanaan, proses dan hasil pembelajaran yang digunakan dalam diklat seperti evaluasi awal diklat, evaluasi tengah diklat dan evaluasi sesudah diklat untuk mengetahui kelemahannya. (f) Sarana
dan
prasarana
adalah
keseluruhan
fasilitas,
peralatan,
perlengkapan yang disediakan untuk memperlancar kegiatan diklat (gedung, konsumsi,
ruangan fasilitas
kelas,
ruangan
olahraga,
istirahat/rekreasi,
perpustakaan,
alat
akomodasi, komunikasi,
transportasi, alat tulis menulis, dan lain-lain yang mencerminkan ketersediaan dana.
86 (4) Lingkungan. Lingkungan adalah keadaan, kondisi riil yang menyediakan ruang, dan suasana untuk memungkinkan terciptanya kualitas kompetensi Penyuluh Pertanian dan kinerja penyuluhan. Hal-hal yang termasuk lingkungan dalam penelitian ini adalah: (a) Sikap
politik
pemerintah
adalah
keseluruhan
komitmen
yang
dirumuskan dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan yang berlaku tentang pertanian dan penyuluhan. (b) Pelaksanaan Otonomi Daerah adalah keseluruhan tindakan, aksi dan perilaku politik dan pembangunan masyarakat atas dasar desentralisasi wewenang yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi UndangUndang Nomor 32 Rahun 2004 yang memberi wewenang seluasluasnya kepada daerah untuk mengatur rumah tangga daerah, pemerintahan dan pembangunan daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat. (c) Dukungan finansial, sarana dan prasarana adalah komitmen pemda mendukung kegiatan penyuluhan dengan menyediakan pos anggaran yang secara resmi dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (d) Perubahan paradigma penyuluhan adalah adanya sejumlah pandangan baru
tentang
penyuluhan
baik
yang
menyangkut
contex
(kondisi/keadaan, situasi) maupun content (isi, substansi). Pandangan baru ini berisikan sejumlah perubahan bentuk, model, metode, dan materi penyuluhan dari sebelumnya
hanya berorientasi bagaimana
memproduksi pangan (on farm) menjadi penyuluhan yang berorientasi agribisnis (off farm). (e) Kekondusifan Kerja adalah suasana kenyamanan dalam melakukan pekerjaan akibat dari adanya perhatian, kepastian karir, dan masa depan. (f) Dukungan masyarakat adalah adanya peran serta masyarakat khususnya Perguruan Tinggi dan LSM dalam memberdayakan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan teknis, advokasi dan pendampingan.
87 (g)
Dukungan keluarga adalah keseluruhan sikap, perilaku, suasana rumah yang kondusif, dan penghargaan anggota keluarga terhadap profesi penyuluh yang memungkinkan penyuluh secara leluasa meningkatkan pengetahuan dan kinerjanya.
(h) Ketersediaan sumber informasi adalah adanya berbagai media belajar seperti buku, majalah, brosur, leaflet, perpustakaan, dan sebagainya sebagai sumber ilmu, pengetahuan dan informasi bagi penyuluh. (j) Teknologi pertanian adalah temuan-temuan baru yang bersifat teknologis seperti teknologi kimiawi biologis dan teknologi mekanis yang memacu penyuluh untuk meningkatkan pengetahuannya tentang teknologi-teknologi pertanian itu. (5) Struktur organisasi penyuluhan adalah bentuk formal kelembagaan penyuluhan
yang memungkinkan penyuluh
dapat melakukan pekerjaan
dengan efektif yang terdiri dari (a) ukuran organisasi, (b) pengawasan, (c) struktur wewenang, (d) komunikasi antara pimpinan dan bawahan, (e) pola kepemimpinan yang diterapkan, dan (f) sistem penghargaan serta sanksi. (6) Kompetensi Penyuluh Pertanian. Kompetensi adalah keahlian atau kemampuan tertentu yang diperlukan oleh seorang Penyuluh Pertanian meliputi
(a)
kemampuan
menyiapkan
penyuluhan,
(b)
kemampuan
melaksanakan penyuluhan, (c) kemampuan membuat pelaporan dan evaluasi penyuluhan, (d) kemampuan mengembangkan profesionalisme penyuluhan, (e) kemampuan berkomunikasi, dan (f) kemampuan berinteraksi sosial. (7) Penyuluh Pertanian di sini adalah Penyuluh Pertanian Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwewenang pada satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan kegiatan penyuluhan pertanian. (8) Kinerja Penyuluhan adalah semua hasil kerja yang dituntut atau dihasilkan berkaitan dengan penyuluhan yaitu mannfaat kelembagaan penyuluhan sebagai pemasok jasa informasi bagi petani, kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan aktual petani, kepuasan petani atas metode penyuluhan yang digunakan, manfaat kelompok tani dan lembaga ekonomi tani bagi
88 petani, manfaat kepemimpinan tani, wanita tani dan pemuda tani bagi petani, dan kepuasan petani atas kompetensi penyuluh.
89
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sampai penelitian ini dilakukan, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak antara 8o – 12o Lintang Selatan dan 118o – 125o Bujur Timur terdiri dari 15 Kabupaten dan satu Kota. Ada tiga Kabupaten pemekaran baru yaitu Kabupaten Lembata (tahun 1999), pemekaran dari Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Rote Ndao (tahun 2003), pemekaran dari Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Manggarai Barat (tahun 2003), pemekaran dari Kabupaten Manggarai. Ada tiga Kabupaten pemekaran baru lagi yang telah disetujui DPR RI tahun 2006, yakni Kabupaten Nagekeo pemekaran dari Kabupaten Ngada, Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat.
Gambar 2 Peta Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Luas wilayah daratan adalah 4.734.990 km2 tersebar di 566 pulau (42 pulau yang dihuni dan 524 pulau tidak dihuni). Sebagian besar wilayahnya bergunung dan berbukit, hanya sedikit dataran rendah. Sesuai dengan peta di atas, batas-batas Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut : sebelah Utara dengan laut Flores, sebelah Selatan dengan lautan Hindia, sebelah Barat dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat, dan sebelah Timur berbatasan dengan Negara Timor Leste (bekas Provinsi Timor Timur). Di samping itu Provinsi Nusa
90 Tenggara Timur adalah bagian terselatan dari wilayah Republik Indonesia, dan dalam posisi dunia provinsi ini merupakan wilayah srategis yang berdampingan dengan benua Australia. Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terbagi dalam 15 kabupaten dan 1 kota terdiri dari 197 kecamatan dan 2.585 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk adalah 3.924.871 jiwa. Dari luas wilayah daratan 4.734.990 Ha, sebanyak 1.655.466 Ha atau 34,96% dijadikan lahan usaha pertanian dengan pembagian 1.528.258 Ha atau 32,28% lahan kering, dan 127.208 Ha atau 2,69% lahan basah (sawah). Lahan kering yang diperuntukkan bagi usaha pertanian terdiri dari lahan dengan kategori S1 (sangat sesuai untuk lahan pertanian) seluas 202.810 Ha, S2 (sesuai untuk lahan pertanian) seluas 478.880 Ha, dan S3 (sesuai bersyarat untuk lahan pertanian) seluas 846.568 ha. Kabupaten Kupang terletak antara 121030 Bujur Timur dan 124 011 Bujur Timur dan antara 9019 Lintang Selatan dan 10 057 Lintang Selatan di bagian utara dan barat berbatasan dengan Laut Sawu, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia serta sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Negara Timor Leste. Kabupaten Kupang mencakup 27 pulau (lima pulau yang dihuni dan 22 lainnya belum dihuni). Permukaan tanahnya umumnya berbukit-bukit, bergunung-gunung dan sedikit dataran rendah dengan musim hujan pendek yang jatuhnya sekitar bulan Desember-April; beriklim kering akibat angin Muson. Kabupaten dengan jumlah penduduk 406.334 orang ini terdiri dari 22 Kecamatan, 165 desa, 21 kelurahan, 728 dusun, 1265 rukun kampung dan 2532 rukun tetangga dengan luas wilayah seluruhnya 5.898,18 km2 (Kupang dalam Angka, 2004). Kabupaten Timor Tengah Selatan terletak pada koordinat 1240,49’.01” – 1240.04’.00 Bujur Timur dan 9-10 Lintang Selatan, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Timor, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Belu. Luas wilayahnya 3.947,00 km2, terdiri dari 21 Kecamatan dan 215 Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk 411.294 jiwa (Timor Tengah Selatan dalam Angka, 2004).
91 Kabupaten Manggarai terletak di pulau Flores bagian barat. Luas wilayahnya 7.136,40 km2 dengan jumlah penduduk 499.087 jiwa. Kabupaten ini terdiri dari 12 Kecamatan, 254 desa/kelurahan (Manggarai dalam Angka, 2005). Kabupaten yang penduduknya lebih dari 80% petani ini terdiri dari tanah pegunungan dan perbukitan dengan curah hujan yang tinggi hampir sepanjang tahun. Karena itu, maka tanahnya subur dan sangat cocok untuk bercocok tanam. Hasil utamanya adalah padi, vanili, kopi, cengkeh, jambu mete, kemiri dan sebagainya. Sewaktu masih bergabung dengan Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai dikenal sebagai lumbung pangan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kondisi Penyuluhan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Struktur Kelembagaan Sejak diberlakukannya otonomi daerah tahun 2001, pelaksanaan penyuluhan pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kemunduran oleh karena rendahnya perhatian pemerintah daerah. Minimnya perhatian pemda ini nampak dari bentuk kelembagan dan organisasi penyuluhan yang tidak hanya bervarisi di setiap kabupaten/kota, tetapi juga rendahnya Eselonering pejabatnya yang tidak memungkinkan dilakukannya koordinasi yang sejajar dengan lembagalembaga lain. Di tingkat provinsi, kelembagaan penyuluhan pertanian dilaksanakan oleh Bidang Bina Sumberdaya Manusia Badan Bimas Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Timur sesuai dengan Peraturan Daerah Nusa Tenggara Timur Nomor 11 Tahun 2000. Di Kabupaten/Kota, kelembagaan penyuluhan pertanian sangat bervariasi, ada yang berbentuk Badan, Kantor, atau salah satu Sub Dinas tertentu. Di Kabupaten Kupang dinamakan Sub Dinas informasi Penyuluhan dan Bimas Ketahanan Pangan (salah satu Subdin dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan), di Kabupaten Timor Tengah Selatan dinamakan Sub Dinas Penyuluhan, Perlindungan, Sarana dan Prasarana (salah satu Subdin dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura), dan di Kabupaten Manggarai dinamakan Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian.
92 Adanya variasi bentuk kelembagaan penyuluhan ini menunjukkan keberagaman persepsi dan cara pandang pemerintah daerah terhadap penyuluhan pertanian. Ada pemda yang menganggap penyuluhan pertanian adalah penting seperti Kabupaten Ngada dan Ende sehingga lembaganya berbentuk badan sehingga sejajar dengan lembaga lain seperti dinas-dinas teknis. Dalam birokrasi kesejajaran ini penting karena memudahkan koordinasi dengan lembaga-lembaga setingkat. Jika lembaganya hanya berbentuk Kantor seperti di Alor, Lembata, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat, apalagi hanya sebagai Sub Dinas dan Bidang seperti di Kota Kupang, Timor Tengah Selatan, Belu, Rote Ndao, Flores Timur, Kupang, maka ia tidak bisa berdiri setingkat dengan lembaga lain seperti Dinas atau Badan. Koordinasinya akan berjalan tidak efektif. Seorang Kepala Kantor, Kepala Sub Dinas (Sub Din) atau Kepala Bidang yang adalah Eselon III tidak bisa berkoordinasi secara ”pantas” dengan Kepala Badan atau Kepala Dinas yang adalah Eselon II dalam hal penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Dengan kata lain ”bargaining positionnya” lemah. Sementara di pihak lain, pemerintah provinsi tidak bisa mengintervensi pemerintah kabupaten/kota untuk mengubah struktur kelembagaannya. Di tingkat kecamatan di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, jumlah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tidak sebanding dengan jumlah Kecamatan yang ada. Idealnya satu kecamatan memiliki satu BPP (rasio 1 : 1). Kenyataannya masih banyak kecamatan di provinsi ini yang sudah tidak memiliki BPP lagi, padahal kehadiran BPP di kecamatan akan sangat membantu pelaksanaan penyuluhan di desa-desa. BPP menjadi tempat tersedianya sumber informasi penyuluhan untuk petani di desa-desa sehingga tidak perlu ke kabupaten/kota. Dari 197 kecamatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang ada bangunan fisik BPP hanya di 79 kecamatan. Yang belum ada bangunan fisiknya berjumlah 118 Kecamatan. Dari 79 BPP, yang baik dan berfungsi hanya 32 BPP, yang rusak dan tidak berfungsi ada 47. Dari kondisi kelembagaan penyuluhan di kecamatan ini, bisa diasumsikan betapa mandegnya pelaksanaan penyuluhan pertanian di wilayah ini. Di tiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai diperoleh gambaran sebagai
93 berikut. Dari 22 kecamatan di Kabupaten Kupang, hanya ada 8 kecamatan yang memiliki BPP dan 14 kecamatan yang lain belum memiliki. Ke delapan BPP yang ada berfungsi sebagaimana mestinya. Di kabupaten Timor Tengah Selatan, dari 21 kecamatan, hanya enam kecamatan yang mempunyai BPP, 15 kecamatan tidak memiliki. Dari BPP yang ada, tiga BPP dalam kondisi baik dan berfungsi, tiga BPP tidak berfungsi. Di Kabupaten Manggarai, dari 12 kecamatan yang ada, lima kecamatan yang memiliki BPP dan tujuh kecamatan belum ada. Dari lima BPP, dua yang masih berfungsi dan tiga tidak berfungsi. Sumberdaya Manusia Penyuluh Jumlah penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil hingga tahun 2006 tercatat 1.081 orang yang terdiri dari 26 orang yang berada di Provinsi dan 1.055 orang tersebar di 15 Kabupaten dan 1 Kota. Di tiga lokasi penelitian, jumlah Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Sebaran Penyuluh Pertanian berdasarkan Jabatan Trampildan Ahli di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006 No
Jabatan
Kabupaten/Kota Trampil
1 2
Kupang Timor Tengah Selatan Manggarai
3 Jumlah Sumber :
%
Ahli
%
Jumlah
86 96
86,9 85,7
13 16
13,1 14,3
99 112
76 258
77,6
22 51
12,4
98 309
Diolah dari Laporan Kegiatan Penyuluhan di NTT (Badan Bimas Ketahanan Pangan NTT,2006)
Dari Tabel 10 terlihat bahwa jabatan fungsional Penyuluh Pertanian dari tiga Kabupaten sebagian besar adalah Penyuluh Pertanian Trampil yang berjumlah 258 (83,5%) dan
Penyuluh Pertanian Ahli ada 51 orang (16,5%). Hal ini
menunjukkan rendahnya minat penyuluh pertanian untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Atau ada minat, tetapi tidak didukung oleh kemampuan pembiayaan. Dominasi Penyuluh Trampil adalah lulusan Pendidikan Menengah Atas. Hal itu berarti kualifikasi pendidikan bagi jabatan fungsional Penyuluh Pertanian ini belum seluruhnya memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menkowasbangpan No : 19/KEP/MK.WASPAN/ 5/1999 yaitu pendidikan minimal bagi Penyuluh Pertanian minimal Diploma III.
94 Kualifikasi pendidikan Penyuluh Pertanian di tiga Kabupaten di atas dilihat pada Tabel 11. Tabel 11
Kualifikasi Pendidikan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006 Pendidikan
No
1 2 3
Kab/Kota
SLTA (SPMA)
D1
D2
D3
D4
S1
S2
Jumlah
Kupang Timor Tengah Selatan Manggarai
51 67
0 0
0 0
34 26
3 1
8 17
3 1
99 112
60
0
0
12
0
26
0
98
Jumlah
178
0
0
72
4
51
4
309
Sumber : Diolah dari Laporan Kegiatan Penyuluhan di NTT (Badan Bimas Ketahanan Pangan NTT, 2006)
Data Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar penyuluh di tiga kabupaten penelitian hanya berlatar belakang pendidikan Sekolah Lanjutan Menengah Atas (57,6 persen), Diploma (24,6 persen), dan Sarjana (17,8 persen). Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penyuluhan Ada banyak definisi pendidikan dan pelatihan (selanjutnya disebut diklat) yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya definisi yang dikemukakan oleh Robinson (1988), Laird (1985) dan The Trainer’s Library (1987). Robinson (1988) mengatakan diklat adalah proses kegiatan pembelajaran antara pengalaman untuk mengembangkan pola perilaku seseorang dalam bidang pengetahuan, ketrampilan atau sikap untuk mencapai standar yang diharapkan.
Proses
pembelajaran ini menghasilkan suatu pengalaman, suatu disiplin atau kesadaran yang menyebabkan seseorang menerima sesuatu yang baru tentang perilaku sebelumnya (Laird, 1985). Besarnya peranan diklat dalam mengembangkan kompetensi seseorang ditentukan oleh keseluruhan disain diklat tersebut yang menurut The Trainers’s Library (1987) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pegawai, ketrampilan dan meningkatkan sikap, perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang sekarang menjadi tanggungjawabnya sehingga tujuan organisasi tercapai. Diklat bagi penyuluh pertanian pada dasarnya memiliki tujuan agar ada peningkatan dalam aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang akan menjadi
95 modal sosial dalam pelaksanaan tugas. Karena penyuluh pertanian adalah Pegawai Negeri Sipil maka diklat penyuluhan lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian sebagai Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Diklat adalah gabungan dari dua kata kunci yakni pendidikan dan pelatihan. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran/latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Pelatihan adalah pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan sekarang meningkat kinerjanya (Atmodiwirio, 2002). Pelatihan menurut konsep Lembaga Administrasi Negara lebih menekankan pada proses peningkatan kemampuan seorang individu dalam melaksanakan tugasnya. Diklat sebagai media pencerdasan belum disadari peranannya oleh semua orang atau pun kelembagaan; atau telah disadari namun orang terjebak ke dalam suatu dilema yang disebut Krause sebagai mitos yang keliru (Irianto, 2001). Mitos pertama adalah manajer (pimpinan lembaga) beranggapan bahwa semua pekerja (pegawai) yang ada sudah memiliki pengalaman yang mnemadai dan karena itu tidak perlu diklat (our people are experienced; they do not need to be trained). Mitos kedua adalah bahwa pelatihan sudah pernah diadakan, namun tidak memiliki hasil yang signifikan bagi kemajuan organisasi (we tried it and it did not work). Mitos yang ketiga adalah manajer (pimpinan lembaga) beranggapan bahwa organisasi yang dipimpinnya terlalu kecil untuk mampu mengadakan pelatihan. Dengan biaya yang besar rasanya tidak adil kalau pelatihan tetap diadakan karena ada pos belanja lain yang lebih memerlukan dana. Mitos keempat adalah manajer (pimpinan organisasi) tidak memiliki waktu lagi untuk melatih karyawan (pegawai) (we do not have time). Keempat mitos yang diciptakan oleh Krause, seorang praktisi manajemen yang memiliki banyak pengalaman di bidang pelatihan di Amerika Serikat itu tidak jarang menghantui banyak pimpinan lembaga baik swasta ataupun pemerintahan. Mitos yang keliru itu menurut Krause menghantui setiap manajer atau pimpinan lembaga yang tidak memiliki visi dan misi untuk memajukan organisasi melalui peningkatan kompetensi para karyawannya. Karena itu seorang
96 pemimpin atau manajer harus bisa keluar dari ”mitos yang keliru” itu agar pegawai atau karyawan diberi kesempatan untuk mengikuti diklat guna meningkatkan kinerjanya. Jebakan mitos Krause di atas secara analogis terjadi dalam konteks penyelenggaraan diklat bagi penyuluh pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur terutama setelah pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001. Menurut para penyuluh pertanian, sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 diklat bagi penyuluh pertanian di Nusa Tenggara Timur hampir tidak diadakan lagi. Pergolakan politik pasca jatuhnya Orde Baru sampai dengan masa transisi penyerahan wewenang kepada daerah melalui kebijakan otonomi daerah mengganggu kelancaran roda pemerintahan termasuk diklat yang selama ini diselenggarakan oleh Departemen Pertanian melalui Unit Pelaksana Teknis Balai Diklat Noelbaki di Kupang. Setelah periode otonomi daerah penyelenggaraan diklat bagi penyuluh pertanian di Provinsi kepulauan ini semakin menurun dari tahun ke tahun. Padahal diklat adalah salah satu media peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan penyuluh pertanian yang lebih dari 50 persen hanya berpendidikan Sekolah Lanjutan Atas. Beberapa tahun terakhir ini penyelenggaraan diklat bagi penyuluh pertanian mulai diadakan lagi namun frekwensinya sangat kecil. Pada tahun 2005 hanya ada tujuh diklat yang diikuti oleh sebagian kecil penyuluh pertanian di Nusa Tenggara Timur sebagaimana terlihat pada Tabel 12. Ada dua kategori diklat yang diadakan yakni diklat teknis dan diklat fungsional. Diklat teknis dan beberapa diklat fungsional tidak hanya diikuti oleh penyuluh pertanian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, tetapi juga dari Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali. Dari Tabel 12 terlihat bahwa para peserta diklat juga terbatas. Hal ini berarti secara kuantitatif, diklat itu kurang signifikan dengan jumlah penyuluh pertanian yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, termasuk pada tiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian. Pola diklat gabungan dari tiga wilayah ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu kelebihannya adalah adanya pertukaran pengalaman, ide, dan gagasan di antara mereka. Salah satu kelemahannya adalah bahwa pola campuran ini terkait juga dengan perbedaan karakteristik wilayah yang ada.
97 Karena itu perlu ada diklat khusus tersendiri bagi para penyuluh Nusa Tenggara Timur. Tabel 12 Kegiatan Diklat bagi Penyuluh Pertanian Tahun 2005 di Kupang No A. 1.
Nama Pelatihan
DIKLAT TEKNIS Diklat Pengelolaan Pakan Ternak Diklat Tata Guna Air dan Konservasi Lahan Diklat Pengolahan Hasil Pertanian DIKLAT FUNGSIONAL Diklat Penyetaraan D3 bagi PPL Diklat Dasar Fungsional Penyuluh bagi PPL dan Penyuluh Swakarsa Diklat Manajemen HMT Diklat Pengelolaan BPP
2 3 B. 1 2
3 4
Jumlah (orang)
Provinsi/Kabupaten Asal Peserta
Lama Diklat
PPL
30
NTT, NTB, Bali
7 hari
PPL
30
NTT, NTB, Bali
7 hari
PPL
30
NTT, NTB, Bali
14 hari
PPL
60
15 Kab/Kota NTT
60 hari
PPL
30
NTT, NTB, Bali
7 hari
PPL
30
NTT, NTB, Bali
7 hari
PPL
30
NTT, NTB, Bali
7 hari
Peserta
5
Diklat Kepemanduan
PPL
50
NTT
3 hari
6
Diklat MP3
PPL
30
NTT
105 hari
7
Diklat tentang gender
PPL
50
NTT
12 hari
Sumber Dana Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang
Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang
Selanjutnya pada tahun 2006, diklat bagi penyuluh pertanian semakin menurun (Tabel 13). Hanya ada 3 jenis diklat yang dilaksanakan dan pesertanya tidak hanya penyuluh PNS/honorer, tetapi juga penyuluh swakarsa. Tabel 13 Kegiatan Diklat bagi Penyuluh Pertanian Tahun 2006 di Kupang No
Nama Pelatihan
Peserta
1.
TOT Pendampingan bagi petugas Diklat Metodologi Penyuluhan Partisipatif (MP3) Diklat Pendampingan Kelompok
PPL dan Penyuluh Swakarsa PPL
2
3
PPL dan Penyuluh Swakarsa
Jumlah (orang) 50
Kabupaten Asal Peserta 15 Kab/Kota
Lama Diklat 4 hari
30
15 Kab/Kota
105 hari
Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang
24 kali pertemuan
Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang
100 15 Kab/Kota kelompok NTT a 20 org
Sumber Dana Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang
Dari tahun 2001-2006 terlihat bahwa dukungan Pemerintah daerah terhadap pelaksanaan diklat bagi penyuluh pertanian sangat rendah. Dalam hal ini pemda tidak bisa disalahkan karena wewenang penyelenggaraan diklat ada pada
98 Departemen Pertanian. Hal yang bisa dilakukan adalah perlunya kerja sama antara Departemen Pertanian dengan pemda dalam mengkoodinasi penyelenggaraan diklat di daerah. Pemda sebagai ”user” tentu bertanggungjawab atas upaya pencerdasan masyarakatnya baik yang duduk dalam pemerintahan maupun masyarakat umum seperti petani, nelayan, pedagang, tukang dan sebagainya. Departemen Pertanian melalui Balai Diklatnya adalah penyedia jasa diklat yang perlu memperluas visi dan misinya dalam rangka meningkatkan kemampuan manusia Indonesia di daerah. Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No.26 Tahun 2005, struktur kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Kupang berbentuk Bidang Informasi Penyuluhan (Eselon III) dan menjadi
bagian dari Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, Perkebunan dan Kehutanan. Dari 22 kecamatan di Kabupaten Kupang, hanya ada delapan kecamatan yang memiliki Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan 14 kecamatan yang lain belum memiliki BPP. Ke delapan BPP yang ada berjalan secara normal. Selebihnya belum memiliki gedung BPP sendiri. Kegiatan penyuluhan berpusat di Kantor Camat dengan tenaga yang terbatas dan mekanisme kerja yang kurang teratur dan tertata dengan baik. Akibatnya penyuluhan menjadi tersendat-sendat. Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang berjumlah 99 orang dan menyebar di tingkat kabupaten dan delapan BPP. Wilayah kerja dari delapan BPP tersebut mencakup 22 kecamatan. Tabel 14 memperlihatkan penyebaran wilayah kerja Penyuluh Pertanian di setiap Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang tidak seimbang antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa yang dilayani. Pada Tabel 14 terlihat rasio yang tidak seimbang antara jumlah penyuluh pertanian dengan jumlah desa yang menjadi wilayah kerjanya. Padahal idealnya sesuai dengan Undang-Undang Penyuluhan No.16 tahun 2006, seorang penyuluh
99 melayani satu desa. Dengan terbatasnya jumlah penyuluh pertanian ini amat sulit bagi mereka melayani masyarakat secara maksimal.
Tabel 14 Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang Tahun 2006 berdasarkan wilayah kerja Kabupaten
Sebaran Penyuluh Pertanian Jlh Jlh Desa Perbandingan Nama BPP Penyuluh Sabu Barat 2 12 0,2:1 desa 1 Raeloro Sabu Timur 4 14 0,3:1 desa Raijua 3 5 0,6:1 desa Sabu Liae 4 8 0,5:1desa Hawu Mehara 4 8 0,5:1 desa 2 Oenesu Kupang Barat 5 11 0,5:1 desa Semau 4 10 0,4:1 desa 3 Oeteta Sulamu 6 5 1,2:1 desa Kupang Tengah 6 10 0,6:1 desa 4 Oben Nekamese 4 11 0,4:1 desa Amarasi 3 7 0,4:1 desa 5 Tesbatan Amarasi Barat 4 8 0,5:1 desa Amarasi Timur 5 4 1,3:1 desa Amarasi Selatan 3 5 0,6:1 desa Amabi Oefeli Timur 4 8 0,5:1 desa 6 Amfoang Amfoang Utara 3 9 0,3:1 desa Amfoang Barat Laut 3 6 0,5:1 desa 7 Takari Takari 2 7 0,3; 1 desa Amfoang Selatan 4 10 0,4:1 desa Amfoang Barat Daya 4 4 1:1 desa Kupang Timur 10 14 0,7:1 desa 8 Naibonat Fatuleu 7 11 0,6:1 desa Jumlah 99 186 0,5:1 desa Keterangan: kecamatan yang tercetak Italic (miring) adalah lokasi penelitian No
Wilayah Kerja/kecamatan
Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan Berdasarkan SK Bupati No.130/KEP/HK/2005, tanggal 27 September 2005, struktur kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Timor Tengah Selatan berbentuk Sub Dinas Penyuluhan, Perlindungan, Sarana dan Prasarana (Eselon III) dan menjadi bagian dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Dari 21 kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, hanya ada enam kecamatan yang memiliki BPP dan 15 kecamatan yang lain belum memiliki BPP. Dari enam BPP yang ada, tiga BPP yang baik dan berfungsi dan tiga tidak berfungsi lagi. Penyuluh Pertanian di Kabupaten ini berjumlah 155 orang yang terdiri dari 112 orang PNS dan 43 orang Honorer. Penyuluh-penyuluh tersebut
100 menyebar di tingkat kabupaten dan 21 BPP seperti terlihat pada Tabel 15. Data Tabel 15 menunjukkan juga ketidakseimbangan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa yang dilayani.
Tabel 15 Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 berdasarkan wilayah kerja No
Nama BPP
Wil.Kerja (kecamatan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
SoE Nulle Niki-niki Mauleum Kie Oinlasi Ayotupas Kuanfatu Siso Netpala Oebelo Polen Fatumnasi Boking Batu Putih Kualin Kolbano Oenino Kot'olin Nunkolo Toi'anas
Kota SoE Amanuban Barat Amanuban Tengah Amanuban Timur Kie Amanatun Selatan Amanatun Utara Kuanfatu Mollo Selatan Mollo Utara Amanuban Selatan Polen Fatumnasi Boking Batu Putih Kualin Kolbano Oenino Kot'olin Nunkolo Toi'anas
Jumlah
PNS 10 12 7 4 3 5 3 3 7 10 6 4 5 5 6 3 2 4 3 4 4 112
Sebaran Penyuluh Pertanian Honorer Jlh Desa Perbandingan 2 11 1,1:1 desa 4 14 1,1:1 desa 3 10 1:1 desa 1 15 0,3:1 desa 1 11 0,4: 1 desa 2 12 0,6:1 desa 2 10 0,5:1 desa 2 8 0,6: 1 desa 4 16 0,7: 1 desa 3 13 1:1 desa 2 14 0,6: 1 desa 3 9 0,8: 1 desa 3 8 1: 1 desa 1 13 0,5: 1 desa 4 7 1,4: 1 desa 1 7 0,6: 1 desa 1 11 0,3: 1 desa 1 5 1:1 desa 1 5 0,8:1 desa 1 9 0,6:1 desa 1 7 0,7: 1 desa 225 0,6: 1 desa 43
Penyebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Manggarai Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No.36 tahun 2000, struktur kelembagaan penyuluhan berbentuk Kantor dan disebut Kantor Informasi dan Penyuluhan Pertanian. Dari 12 Kecamatan yang ada, lima Kecamatan memiliki Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan 7 Kecamatan yang belum memiliki BPP. Dari lima BPP yang ada, dua yang masih baik dan berfungsi dan tiga yang rusak dan tidak berfungsi lagi. Untuk kelancaran pelaksanaan penyuluhan di Kabupaten Manggarai, Pemda merekrut 70 penyuluh honorer selain 98 Penyuluh PNS. Khusus untuk penyuluh PNS terdapat 76 Penyuluh Trampil dan 22 Penyuluh ahli. Penyebaran wilayah kerja dari para penyuluh pertanian di Kabupaten Manggarai baik yang PNS maupun yang honorer dapat dilihat pada Tabel 16.
101 Tabel 16. Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Manggarai Tahun 2006 Berdasarkan Wilayah Kerja No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kab/BPP LangkeRembong Ruteng Wae Ri’i Satarmese Cibal Reo Sambi Rampas Poco Ranaka Lambaleda Borong Kotakomba Elar Jumlah
Wil.Kel Kecamatan LangkeRembong Ruteng Wae Ri’i Satarmese Cibal Reo Sambi Rampas Poco Ranaka Lambaleda Borong Kotakomba Elar
PNS 8 12 11 11 5 5 5 7 3 13 9 2 98
Sebaran Penyuluh Pertanian Honorer Jlh desa Perbandingan 4 11 1,1: 1 desa 7 28 0,7:1 desa 7 16 1,1:1 desa 5 38 0,4:1 desa 6 27 0,4:1 desa 2 20 0,4:1 desa 4 11 0,8:1 desa 7 28 0,5:1 desa 9 16 0,8: 1 desa 5 21 0,7: 1 desa 7 17 0,9: 1 desa 7 21 0,4: 1 desa 70 254 0,7:1 desa
Keterangan: kecamatan yang tercetak italic (miring) adalah lokasi penelitian.
Sebagaimana dua kabupaten lainnya, penyebaran penyuluh pertanian di kabupaten Manggarai pun sangat tidak seimbang antara jumlah penyuluh pertanian yang tersedia dengan jumlah desa binaan yang dilayani. Ketimpangan rasio perbandingan antara keduanya juga belum mampu memenuhi amanat Undang-Undang Penyuluhan No.16 Tahun 2006 yang menghendaki seorang penyuluh melayani satu desa binaan. Karakteristik Responden Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Pada Tabel 17 disajikan karakteristik responden penyuluh pertanian kabupaten Kupang. Dari Tabel ini tampak bahwa sebagan besar (67 persen) Penyuluh Trampil di Kabupaten Kupang baik sektor pangan maupun hortikultura berpendidikan rendah yakni Sekolah Menengah Pertanian Pertama (SPMA) dan semua Penyuluh Ahli untuk kedua sektor itu berpendidikan tinggi (Sarjana); sepertiga penyuluh pertanian berpendidikan Diploma. Pendidikan sebagian besar penyuluh pertanian yang rendah ini tidak didukung dengan pelatihan-pelatihan yang memadai. Hal ini tampak dari sedikitnya pelatihan yang diikuti oleh Penyuluh Trampil yang hanya rata-rata 2,8 pelatihan per penyuluh. Sebaliknya
102 Penyuluh Ahli baik untuk sektor pangan maupun hortikultura cukup intens mengikuti pelatihan dengan rata-rata 6,2 diklat. Tabel 17 Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang Tahun 2006 (n=22)
Karakteristik Individu
Pendidikan Formal
Pendidikan Non Formal
Umur
Masa Kerja
Sifat Kosmopolitan
Pendapatan
Motivasi Intrinsik
Motivasi Ekstrinsik
Kategori Rendah:SPMA/Sederajat Sedang:Dipl. Tinggi:Sarj. Jumlah Rendah:Tdk Pernah diklat Sedang:diklat 1-4 x Tinggi:diklat > 4 x Jumlah Muda:20-30 Sedang:31-44 Tinggi:> 45 Jumlah Baru:0-5 th Sedang:6-14 th Lama:> 15 th Jumlah Rendah: tidak baca Sedang:Sering baca Tinggi: Selalu baca Jumlah Rendah:Rp.800- Rp. 1juta Sedang:1,1-1,5 juta Tinggi:> 1,6 jt Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil: 15 org Pangan (%) Horti (%) n=8 n=7 62,5 71,4 37,5 28,6 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 62,5 71,4 37,5 28,6 100 100 12,5 14,3 75 71,4 12,5 14,3 100 100 12,5 14,3 75 71,4 12,5 14,3 100 100 25 28,6 50 42,8 25 28,6 100 100 12,5 14,3 62,5 71,4 25 14,3 100 100 37,5 42,8 50 42,8 12,5 14,3 100 100 0,0 0,0 25 28,6 75 71,4 100 100
Penyuluh Ahli: 7 org Pangan (%) Horti (%) n=3 n=4 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 33,3 50 66,7 50 100 100 66,6 75 33,4 20 0,0 0,0 100 100 33,3 0,0 66,7 75 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 33,3 25 66,7 75 100 100 0,0 0,0 66,7 75 33,3 25 100 100 0,0 0,0 33,3 25 66,7 75 100 100 0,0 0,0 66,7 50 33,3 50 100 100
Dari aspek umur, sebagian besar Penyuluh Trampil berumur sekitar 31-44 tahun dengan rata-rata 36,2 tahun. Sebagian besar Penyuluh Ahli berumur relatif lebih muda antara 20-30 tahun dengan umur rata-rata 27,2 tahun. Lebih dari separuh Penyuluh Ahli belum lama menamatkan pendidikannya di Perguruan Tinggi. Penyuluh berumur relatif tua (di atas 45 tahun) hanya sekelompok kecil dengan rata-rata umur 48,5 tahun. Sebagian besar penyuluh adalah laki-laki. Dari aspek latar belakang keahlian, semua penyuluh pada umumnya
berbasis
pertanian. Para Penyuluh di Kabupaten Kupang baik Trampil maupun Penyuluh Ahli sebagian besarnya memiliki masa kerja yang relatif sedang berkisar dari 614 tahun dengan rata-rata 9,1 tahun. Ada sekelompok kecil terutama Penyuluh Trampil memiliki masa kerja di atas 15 tahun.
103 Sifat keterbukaan terhadap informasi, ilmu, pengetahuan, gagasan dan pengaruh luar nampak sekali berbanding lurrus dengan pendidikan formal mereka. Sebagian besar Penyuluh Ahli memiliki sifat kosmopolitan yang tinggi, berbeda dengan Penyuluh Trampil yang kurang dari sepertiganya termasuk mempunyai sifat kosmopolitan tinggi. Hal ini didorong oleh kesempatan yang lebih banyak dimiliki oleh Penyuluh Ahli. Dari aspek pendapatan, lebih dari separuh penyuluh berpendapatan sedang atau menengah dengan rata-rata 1,4 juta per bulan. Ada sekelompok penyuluh baik penyuluh Ahli maupun Penyuluh Trampil yang berpendapatan tinggi > Rp.1,5 juta dengan rata-rata Rp. 1,6 juta. Berdasarkan pengamatan di lapangan, mereka yang tergolong berpendapatan tinggi mempunyai pekerjaan sampingan dan usaha ekonomis produktif. Dari aspek motivasi, sebagian besar Penyuluh Trampil baik sektor pangan maupun hortikultura memiliki motivasi tinggi dalam bekerja karena dorongan dari luar diri seperti uang, jabatan, karir dan sebagainya. Sebaliknya, sebagian besar Penyuluh Ahli lebih termotivasi oleh karena adanya dorongan dari dalam diri seperti keinginan berprestasi (motivasi intrinsik). Di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebagaimana tampak dari Tabel 18, komposisi keadaan responden penyuluh pertanian tidak berbeda jauh dengan kabupaten Kupang. Dari aspek pendidikan formal, lebih dari separuh Penyuluh Trampil hanya berbasis Sekolah Menengah Pertanian Pertama (SPMA) dan semua Penyuluh Ahli berpendidikan Sarjana. Sebagian besar penyuluh, baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli telah mengikuti diklat berkisar di antara 1-4 kali dengan rata-rata 2,7diklat/orang. Dari segi umur, semua Penyuluh Ahli tergolong muda dengan umur sekitar 20-30 tahun dengan rata-rata umur 28,2 tahun; kurang dari separuh Penyuluh Trampil berumur sedang berkisar di antara 31-44 tahun dengan umur rata-rata 32,3 tahun; kurang dari sepertiga Penyuluh Trampil berumur > 45 tahun dengan umur rata-rata 48,4 tahun. Selanjutnya, sebagian besar penyuluh adalah laki-laki dan sisanya perempuan; semua penyuluh mempunyai keahlian yang berlatarbelakang pertanian. Masa kerja lebih dari separuh penyuluh (baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli) berkisar antara 6-14 tahun dengan rata-rata 8,8 tahun.
104 Tabel 18
Karakteristik Individu Tahun 2006 (n= 28)
Karakteristik Individu
Pendidikan Formal
Pendidikan Non Formal
Umur
Masa Kerja
Sifat Kosmopolitan
Pendapatan
Motivasi Intrinsik
Motivasi Ekstrinsik
Penyuluh Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan
Kategori Rendah:SPMA/Sederajat Sedang:Dipl. Tinggi:Sarj. Jumlah Rendah:Tdk Pernah diklat Sedang:diklat 1-4 kali Tinggi:diklat > 4 kali Jumlah Muda:20-30 Sedang:31-44 Tinggi:> 45 Jumlah Baru:0-5 th Sedang:6-14 Lama:> 15 th Jumlah Rendah: tidak pernah baca Sedang:Sering baca Tinggi: Selalu baca Jumlah Rendah:Rp.800- Rp. 1juta Sedang:1,1 -1,5 juta Tinggi:> 1,6 jt Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil: 20 org Pangan (%) Horti (%) n =10 n = 10 70 60 30 40 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 60 70 40 30 100 100 30 30 40 40 30 30 100 100 20 30 50 50 30 20 100 100 50 30 40 50 10 50 100 100 20 30 50 50 30 20 100 100 20 30 60 50 20 20 100 100 10 20 30 20 70 60 100 100
Penyuluh Ahli : 8 org Pangan (%) Horti (%) n=4 n=4 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 50 100 50 0,0 100 100 50 50 50 50 0,0 0,0 100 100 25 0,0 75 100 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 75 50 25 50 100 100 0,0 0,0 50 25 50 75 100 100 0,0 0,0 50 75 25 25 100 100
Separuh dari Penyuluh Trampil sektor pangan memiliki
sifat
kosmopolitan rendah karena tidak pernah membaca literatur apapun dan juga tidak pernah bepergian ke tempat lain (desa atau kota lain). Separuh dari Penyuluh Trampil sektor hortikultura tergolong memiliki sifat kosmopolitan sedang karena sering membaca walau tidak terus menerus; mereka pernah juga bepergian ke tempat lain dan cukup terbuka dengan informasi, pengaruh dan gagasan-gagasan baru; semua Penyuluh Ahli memiliki sifat kosmopolitan tinggi karena selalu terbuka dengan dunia dan gagasan-gagasan baru; mereka selalu mengikuti perkembangan informasi dan memiliki semangat tinggi untuk mencari informasi dan pengetahuan. Dari segi pendapatan, lebih dari separuh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli berpendapatan menengah berkisar di antara Rp.1,1 sampai Rp. 1,5 juta dengan rata-rata Rp. 1,478.000; kurang dari sepertiga penyuluh berpendapatan
105 tinggi > Rp.1,5 juta dengan rata-rata Rp.1, 6 juta. Sekelompok kecil penyuluh berpendapatan tinggi ini pada umumnya memiliki usaha sampingan seperti membuka kios dan berdagang kecil-kecilan. Dari segi motivasi untuk mengembangkan diri,
lebih dari separuh Penyuluh Trampil didorong oleh
motivasi eksternal seperti cepat naik pangkat dan mendapat tunjangan yang lebih tinggi. Dari pengamatan di lapangan kelompok penyuluh seperti ini pada umumnya yang sudah berumur tua (mau memasuki masa pensiun). Di Kabupaten Manggarai komposisi responden penyuluh pertanian tampak dalam Tabel 19.
Tabel 19 Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian Kabupaten Manggarai Tahun 2006 (n=22) Karakteristik Individu Pendidikan Formal
Pendidikan Non Formal
Umur
Masa Kerja
Sifat Kosmopolitan
Pendapatan
Motivasi Intrinsik
Motivasi Ekstrinsik
Kategori Rendah:SPMA/Sederajat Sedang:Dipl. Tinggi:Sarj. Jumlah Rendah:Tdk Pernah diklat Sedang:diklat 1-4 kali Tinggi:diklat > 4 kali Jumlah Muda:20-30 Sedang:31-44 Tinggi:> 45 Jumlah Baru:0-5 th Sedang:6-14 Lama:> 15 th Jumlah Rendah: tidak pernah baca Sedang:Sering baca Tinggi: Selalu baca Jumlah Rendah:Rp.800- Rp. 1juta Sedang:1,1 -1,5 juta Tinggi:> 1,6 jt Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil:15 org Pangan (%), Horti (%) n =8 n =7 75 57,2 25 42,8 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 75 57,1 25 42,9 100 100 25 14,3 50 71,4 25 14,3 100 100 12,5 14,3 75 71,4 12,5 14,3 100 100 25 28,6 50 42,8 25 28,6 100 100 12,5 14,3 62,5 71,4 25 14,3 100 100 37,5 42,8 50 42,8 12,5 14,3 100 100 0,0 0,0 25 28,6 75 71,4 100 100
Penyuluh Ahli: 7 org Pangan (%) Horti (%) n =4 n =3 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 75 33,3 25 66,7 100 100 50 33,3 50 66,7 0,0 0,0 100 100 25 33,3 75 66,7 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 75 66,7 25 33,3 100 100 0,0 0,0 75 66,7 25 33,3 100 100 0,0 0,0 50 33,3 50 66,7 100 100 0,0 0,0 50 66,7 50 33,3 100 100
Pada Tabel 19 terlihat lebih dari separuh Penyuluh Trampil sektor pangan dan hortikultura di Kabupaten Manggarai berpendidikan rendah (Sekolah Pertanian Menengah Atas) dan semua Penyuluh Ahlinya berpendidikan tinggi
106 (Sarjana). Penyuluh Trampil yang berpendidikan sedang atau diploma hanya sebagian kecil. Lebih dari separuh Penyuluh Trampil telah mengikuti diklat (pendidikan non formal) berkisar antara 1-4 kali dengan rata-rata 2,9 diklat/orang; Kurang dari separuh Penyuluh Ahli telah mengikuti diklat > 4 kali dengan ratarata 5,5 diklat/orang. Lebih dari separuh Penyuluh Trampil berumur sekitar 31-44 tahun dengan umur rata-rata 33,4 tahun; demikian pun Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikuktura lebih dari separuhnya berumur sekitar 31-44 tahun dengan umur rata-rata 32,1 tahun. Sebagian besar penyuluh adalah laki-laki. Masa kerja sebesar lebih dari separuh Penyuluh (Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli) berkisar 6-14 tahun dengan rata-rata masa kerja 9,2 tahun. Lebih dari separuh penyuluh (trampil dan ahli) mempunyai sifat kosmopolitan sedang, dan penyuluh yang memiliki sifat kosmopolitan tinggi hanya sepertiganya, dan ada sekelompok kecil penyuluh bahkan memiliki sifat kosmopolitan rendah. Letak desa binaan yang tersebar di tempat-tempat terpencil dan jauhnya pusat informasi dan nara sumber diduga menjadi faktor penyebab rendahnya keterbukaan penyuluh terhadap ide, informasi dan gagasan dari luar. Dari pengamatan lapangan, Penyuluh yang berdiam dekat kota saja yang lebih memiliki kesempatan dalam hal mengakses informasi. Dari segi pendapatan, lebih dari separuh penyuluh (baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli) berpendapatan menengah berkisar antara Rp.1,1 juta – Rp.1,5
juta/bulan
dengan
rata-rata
pendapatan
Rp.1.470.000.
Dalam
mengembangkan pengetahuan dan kinerja penyuluhan sebuan besar Penyuluh Trampil memiliki motivasi ekstrinsik seperti jabatan, uang, dan kebutuhankebutuhan materi. Sebaliknya, lebih dari separuh Penyuluh Ahli lebih terdorong oleh motivasi intrinsik seperti ingin mencapai prestasi dalam pengetahuan dan pengakuan dari orang lain. Hasil analisis uji beda mengindikasikan adanya perbedaan yang nyata karakteristik individu penyuluh pertanian antara lahan kering yang mencakup Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan dan lahan basah mencakup Kabupaten Manggarai. Adapun peubah yang berbeda nyata adalah pendidikan non formal, umur, masa kerja, sifat kosmopolitan dan motivasi. Pada semua
107 peubah tersebut, jika dilihat dari rata-ratanya, ternyata rata-rata pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan lahan basah. Tabel 20 Hasil uji beda karakteristik individu penyuluh antara lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai) Tahun 2006 Peubah Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal Umur Masa Kerja Sifat Kosmopolitan Pendapatan Ekonomi Motivasi
Rataan Lahan kering Lahan basah 1.92 1.83 32.08 13.33 46.08 40.67 20.17 12.50 39.58 29.17 1889583.33 1942166.67 70.84 63.70
Sig. 0.549 0.000** 0.000** 0.000** 0.000** 0.602 0.000**
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Dari hasil uji beda antara kategori penyuluh pertanian yakni penyuluh ahli dan trampil terlihat bahwa yang berbeda nyata pada karakteristik individu penyuluh adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, masa kerja, sifat kosmopolitan dan pendapatan. Secara umum, rata-rata skor pada penyuluh ahli lebih tinggi dibandingkan penyuluh trampil. Tabel 21 Hasil uji beda karakteristik individu antara penyuluh ahli dan trampil di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006 Peubah
Ahli Pendidikan Formal 3.00 Pendidikan Non Formal 30.67 Umur 45.50 Masa Kerja 20.00 Sifat Kosmpolitan 47.92 Pendapatan 2394166.67 Motivasi 67.88 Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Rataan Trampil 1.33 23.42 43.67 16.42 30.21 1663583.33 68.75
Uji beda (p) 0.000** 0.016* 0.060 0.000** 0.000** 0.000** 0.492
Berdasarkan kategori jenis usahatani yang disuluh pada kelompok penyuluh ahli, perbedaan yang nyata ditemukan pada pendidikan formal dan non formal. Pada kelompok penyuluh trampil perbedaan yang nyata antara usahatani hortikultura dan pangan dijumpai pada karakteristik individu penyuluh adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, umur, dan masa kerja.
108 Tabel 22 Hasil uji beda karakteristik individu penyuluh usahatani hortikultura dan pangan di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006 Peubah
Hortikultura
Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal Umur Masa Kerja Sifat Kosmpolitan Pendapatan Motivasi
Ahli Pangan
Uji beda (p)
Hortikultura
Trampil Pangan
Uji beda (p)
3.00 37.33 45.33 20.67
3.00 24.00 45.67 19.33
0.000** 0.025* 0.809 0.203
1.17 26.83 45.83 18.67
1.50 20.00 41.50 14.17
0.000** 0.021* 0.000** 0.000**
50.00 2415000.00 66.70
45.83 2373333.33 69.07
0.345 0.831 0.072
31.25 1703833.33 67.27
29.17 1623333.33 70.23
0.513 0.262 0.072
Karakteristik Individu Petani di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006 Dari Tabel 23 tampak bahwa petani yang sempat mengenyam pendidikan lebih dari enam tahun sekolah hanya dimiliki oleh petani pelopor dan petani perintis, sedang petani penganut dini dan lambat umumnya hanya mengenyam pendidikan berkisar 1-5 tahun sekolah; bahkan petani kolot tidak bersekolah sama sekali. Kesempatan mengikuti pelatihan juga hanya dimiliki oleh petani pelopor dan perintis. Luasnya wawasan dan pengetahuan mereka memungkinkan mereka selalu terpilih untuk mengikuti pelatihan. Kesempatan mengikuti pelatihan ini hampir tidak dimiliki oleh petani penganut dini, petani penganut lambat, apalagi petani kolot. Petani pelopor dan petani perintis pada umumnya masih berumur muda, energik dan dinamis, sebaliknya petani penganut dini dan petani penganut lambat sudah agak tua; umur petani kolot sudah sangat tua (dilihat dari ukuran umur orang Indonesia). Petani pelopor dan perintis yang energik, dinamis dan masih berumur muda ini lebih sering berinteraksi dengan pihak lain. Pikiran mereka sangat terbuka dengan ide dan gagasan-gagasan baru sehingga mereka memiliki sifat kosmopolitan tinggi daripada kelompok petani lainnya. Keterbukaan, inovasi dan kreativitas yang mereka miliki juga berhubungan secara diametral dengan pendapatannya. Secara ekonomis, pendapatan mereka jauh lebih tinggi dari kelompok petani lainnya.
109 Tabel 23 Karakteristik Petani di Tiga Kabupaten Penelitian (n=180)
Karakteristik Individu Pendidikan Formal
Pendidikan Non Formal
Umur
Sifat Kosmopolitan
Pendapatan
Kelompok Petani Pelopor Perintis Penganut dini Penganut. lambat Kolot Jumlah Pelopor Perintis Penganut dini Penganut. lambat Kolot Jumlah Pelopor Perintis Penganut dini Penganut. lambat
Kolot Jumlah Pelopor Perintis Penganut dini Penganut. lambat Kolot Jumlah Pelopor Perintis Penganut dini Penganut. lambat Kolot Jumlah
Kategori Tinggi (> 6 tahun sekolah) Tinggi (> 6 tahun sekolah) Sedang (1-5 tahun sekolah) Sedang (1-5 tahun sekolah) Rendah (tidak sekolah) Tinggi (> 2 pelatihan) Tinggi (> 2 pelatihan) Sedang (1 x pelatihan) Sedang (1 x pelatihan) Rendah (tidak pernah) Muda (20-37 tahun) Muda (20-30 tahun) Sedang (38-55 tahun) Sedang (38-55 tahun)
Tinggi (> 56 tahun) Tinggi Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi (> 1,1 juta/bln) Tinggi (> 1,1 juta/bln) Sedang (Rp. 501- Rp.1juta) Sedang (Rp. 501- Rp. 1juta) Rendah (< Rp.500.000/bln)
Jumlah (orang) 18 18 54 54 36 180 18 18 54 54 36 180 18 18 54 54
% 10 10 30 30 20 100 10 10 30 30 20 100 10 10 30 30
36 180 18 18 54 54 36 180 18 18 54 54 36 180
20 100 10 10 30 30 20 100 10 10 30 30 20 100
Hasil analisis uji beda (Tabel 24) mengindikasikan adanya perbedaan yang nyata karakteristik individu petani antara lahan kering (Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Kabupaten Manggarai). Adapun peubah yang berbeda nyata adalah pendapatan ekonomi, dimana pendapatan petani pada lahan basah lebih tinggi dibandingkan petani lahan kering. Tabel 24 Hasil uji beda karakteristik individu petani antara lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai) Rataan Lahan kering Lahan basah Pendidikan Formal 6.64 7.55 Pendidikan Non Formal 0.38 0.27 Umur 47.41 46.00 Sifat Kosmopolitan 28.26 33.26 Kategori Adopter 2.58 2.63 Pendapatan Ekonomi 630816.67 870153.33 Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01 Peubah
Sig. 0.144 0.149 0.419 0.066 0.794 0.002**
110 Berdasarkan kategori jenis usahatani yang digeluti petani perbedaan yang nyata dijumpai pada sifat kosmopolitan dimana petani hortikultura lebih tinggi skornya dibandingkan petani pangan (Tabel 25).
Tabel 25 Hasil uji beda karakteristik individu petani hortikultura dan pangan
Peubah Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal Umur Sifat Kosmopolitan Kategori Adopter Pendapatan
Rataan Hortikultura Pangan 6.56 7.33 0.28 0.40 48.48 45.40 33.76 26.10 2.62 2.58 746046.67 675144.44
Sig. 0.185 0.084 0.060 0.003** 0.805 0.329
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai tentang Diklat Penyuluhan Pada Tabel 26 dikemukakan pendapat penyuluh kabupaten Kupang tentang sejauh mana diklat penyuluhan yang mereka ikuti memberikan nilai tambah pada peningkatan kompetensi mereka. Diklat penyuluhan sebagai salah satu media penambahan ilmu, pengetahuan, pembentukan sikap dan karakter, peningkatan ketrampilan merupakan pengalaman pembelajaran yang disiapkan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja pegawai pada saat sekarang (Nadler, 1980). Penelitian menemukan adanya ketidakpuasan terhadap diklat penyuluhan baik disampaikan oleh Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli. Hal itu ditunjukkan dengan elemen-elemen diklat yang ditanggapi kurang positif oleh para penyuluh. Lebih dari separuh penyuluh dari kedua kelompok mengatakan kurikulum diklat kurang sesuai dengan kompetensi yang mereka butuhkan karena kurikulum itu diturunkan dari pusat tanpa terlebih dahulu secara obyektif melakukan kajian kebutuhan penyuluh lokal.
111 Tabel 26 Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang Tahun 2006 tentang Diklat Penyuluhan (n=22)
Elemen Diklat
Kesesuaian Kurikulum dengan kompetensi yang dibutuhkan Pengalaman Belajar yang diperoleh
Kompetensi Widyaiswara
Manfaat penerapan metode belajar
Komitmen Pengelola diklat
Sistem Evaluasi Diklat
Dukungan dana,sarana/prasarana diklat
Kategori Pendapat Tidak Sesuai Cukup Sesuai Sesuai Jumlah Kurang Cukup Banyak Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak bermanfaat Cukup bermanfaat Bermanfaat Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak baik Kurang Baik Jumlah Tidak me ndukung Cukup Mendukung Jumlah
Penyuluh Trampil: 15 org Pangan (%) Horti (%) n=8 n=7 14,3 25 62,5 57,1 12,5 28,6 100 100 12,5 14,3 62,5 57,1 25 28,6 100 100 12,5 28,6 50 57,1 37,5 14,3) 100 100 12,5 14,4) 37,5 42,8 50 42,8 100 100 25 14,3 50 57,1 25 28,6 100 100 50 28,6 12,5 14,3 37,5 100 25 50 25 100
57,1 100 28,6 42,8 28,6 100
Penyuluh Ahli: 7 org Pangan Horti (%) (%) n = 3 n=4 0,0 25 66,7 50 33,3 25 100 100 50 66,7 33,3 50 0,0 0,0 100 100 33,3 50 66,7 50 0,0 0,0 100 100 0,0 25 66,7 25 33,3 50 100 100 66,7 50 33,3 25 0,0 25 100 100 33,3 50 66,7 25 0,0 100 33,3 33,3 33,3 100
Diklat yang kurang memuaskan ini menyebabkan pengalaman belajar yang mereka peroleh tidak bisa secara penuh diterapkan di tengah masyarakat petani. Diklat penyuluhan yang ada belum direncanakan secara matang dan berkoordinasi dengan elemen-elemen terkait di daerah seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perkebunan, Kehutanan dan sebagainya. Penyelenggara diklat di daerah kurang mampu berkoordinasi dan bekerja sama dengan stakeholder lain guna menindaklanjuti hasil diklat. Saat penyuluh misalnya mengikuti pelatihan teknologi pengelolaan pascapanen, dinas-dinas kemakmuran tidak merencanakan pelatihan yang sama bagi petani sehingga saat penyuluh turun ke lapangan petani pun sudah memahami cara mengelola produk pascapanen. Pandangan yang tidak berbeda jauh tentang efektivitas diklat penyuluhan dan pengaruhnya pada peningkatan kompetensi penyuluh dikemukakan oleh para penyuluh di kabupaten Timor Tengah Selatan seperti terlihat pada Tabel 27.
25 100 25 50 25 100
112 Tabel 27. Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 tentang Diklat Penyuluhan (n=28) Elemen Diklat Kesesuaian Kurikulum dengan kompetensi yang dibutuhkan
Pengalaman Bela jar yang diperoleh
Kompetensi Widyaiswara
Manfaat penerapan metode belajar
Komitmen Pengelola diklat
Sistem Evaluasi Diklat
Dukungan dana,sarana/ prasarana diklat
Kategori Pendapat Tidak Sesuai Cukup Sesuai Sesuai Jumlah Kurang Cukup Banyak Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak bermanfaat Cukup bermanfaat Bermanfaat Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak baik Kurang Baik Jumlah Tidak mendukuung Cukup Mendukung Jumlah
Penyuluh Trampil: 20 org Pangan (%) Horti (%) n = 10 n = 10 10 20 50 60 40 20 100 100 20 10 40 50 40 40 100 100 10 10 30 30 60 60 100 100 20 10 40 50 40 40 100 100 20 10 40 50 40 40 100 100 20 20 40 50 40 30 100 100 20 30 40 40 40 30 100 100
Penyuluh Ahli : 8 org Pangan (%) Horti (%) n=4 n=4 25 25 50 50 25 25 100 100 50 50 25 25 25 25 100 100 50 50 25 25 25 25 100 100 25 25 25 25 50 50 100 100 50 50 25 25 25 25 100 100 25 50 30 25 25 25 100 100 50 25 25 50 25 25 100 100
Lebih dari separuh Penyuluh Ahli baik sektor pangan maupun sektor hortikultura di Kabupaten Timor Tengah Selatan memberikan persepsi yang negatif terhadap beberapa aspek diklat seperti pengalaman belajar, kompetensi widyaiswara, komitmen pengelola diklat dan dukungan dana, sarana dan prasarana diklat. Persepsi yang cukup baik hanya terdapat pada dua aspek diklat yakni manfaat penerapan metode belajar dan kesesuaian kurikulum diklat dengan kompetensi yang dibutuhkan. Pada kelompok Penyuluh Trampil, persepsi yang cukup baik hampir terdapat pada semua aspek seperti kesesuaian kurikulum dengan
kompetensi
yang
dibutuhkan,
pengalaman
belajar,
kompetensi
widyaiswara, manfaat penerapan metode belajar, komitmen pengelola diklat, sistem evaluasi diklat dan dukungan dana, sarana dan prasarana. Namun persepsi yang cukup baik oleh Penyuluh Trampil ini tidak berarti penylenggaraan diklat secara umum telah memberikan manfaat dan kepuasan bagi penyuluh karena persepsi yang negatif pun disampaikan oleh lebih dari separuh Penyuluh Ahli. Dari fakta tersebut tetap disimpulkan di sini bahwa diklat penyuluhan secara
113 umum belum mampu memberdayakan, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan penyuluh secara optimal.
Pandangan penyuluh di kabupaten
Manggarai tentang diklat penyuluhan yang selama ini mereka ikuti dikemukakan dalam Tabel 28. Tabel 28. Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Manggarai Tahun 2006 tentang Diklat Penyuluhan (n=22) Elemen Diklat
Kesesuaian Kurikulum dengan kompetensi yang dibutuhkan Pengalaman Belajar yang diperole h
Kompetensi Widyaiswara
Manfaat penerapan metode belajar Komitmen diklat
pengelola
Sistim evaluasi diklat
Dukungan dana, sarana/prasarana diklat
Kategori Pendapat
Tidak Sesuai Cukup Sesuai Sesuai Jumlah Kurang Cukup Banyak Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tdk bermfaat Ckp bermfaat Bermanfaat Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak baik Kurang Baik Jumlah Tidak mendukuung Cukup Mendukung Jumlah
Penyuluh Trampil:15 org Pangan (%) Horti n=8 (%) n=7 12,5 62,5 25 100 25 12,5 62,5 100 12,5 50 37,5 100 12,5 50 37,5 100 25 50 25 100 12,5 50 37,5 100 12,5 50 37,5 100
28,6 42,8 28,6 100 14,3 57,1 28,6 100 28,6 42,8 28,6 100 14,3 57,1 28,6 100 28,6 42,8 28,6 100 28,6 42,8 28,6 100 28,6 42,8 28,6 100
Penyuluh Ahli: 7 org Panga n (%) n= 4 25 50 25 100 50 25 25 100 50 25 25 100 25 25 50 100 50 5 25 25 100 40 30 30 100 50 25 25 100
Horti (%) n =3
33,3 33,3 33,3 100 33,3 33,3 33,3 100 33,3 33,3 33,3 100 33,3 33,3 33,3 100 33,3 33,3 33,3 100 33,3 33,3 33,3 100 33,3 33,3 33,3 100
Pada Tabel 28 tampak bahwa Penyuluh di Kabupaten Manggarai pun memiliki persepsi yang kurang lebih sama terhadap diklat penyuluhan sebagaimana penyuluh di dua Kabupaten sebelumnya. Penyuluh Ahli sektor pangan di Manggarai cenderung memberikan persepsi negatif terhadap diklat penyuluhan yang diikuti, sebaliknya Penyuluh Ahli sektor hortikultura cenderung seimbang dalam memberikan pendapatnya. Penyuluh Trampil sektor pangan cenderung memberikan penilaian yang lebih positif terhadap diklat penyuluhan daripada Penyuluh Trampil sektor hortikultura; hal ini disebabkan oleh
114 kesempatan mengikuti diklat lebih dimiliki oleh penyuluh sektor pangan daripada sektor hortikultura. Hasil analisis uji beda mengindikasikan adanya perbedaan yang nyata penilaian diklat penyuluhan antara penyuluh lahan kering yang mencakup Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan dan penyuluh lahan basah mencakup Kabupaten Manggarai. Adapun peubah yang berbeda nyata adalah kurikulum, pengalaman belajar, widyaiswara,
komitmen pengelola,
sistem
evaluasi, serta dukungan dana, sarana dan prasarana. Secara umum skor penilaian diklat penyuluhan pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan pada lahan basah. Dalam menilai diklat secara keseluruhan, penyuluh lahan kering jauh proporsional daripada penyuluh di lahan basah. Mereka menilai diklat secara obyektif dan realistis dan tidak semata-mata melihat kelemahan diklat yang ada. Tabel 29 Hasil uji beda penilaian diklat penyuluhan oleh penyuluh pertanian lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai) Tahun 2006 Peubah - Kurikulum (X21) - Penglaman Belajar (X22) - Widyaiswara (X23) - Komitmen PengelolaX24) - Sistem Evaluasi (X25) - Dukungan dana, sarana dan prasarana (X26) Diklat Penyuluhan
Rataan Lahan kering Lahan basah 57.84 41.70 77.29 73.33 68.06 51.38 66.67 55.22 52.08 45.83 64.58 56.33 41.16 38.57
Sig. 0.000** 0.000** 0.000** 0.000** 0.010* 0.000** 0.265
Analisis uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata penilaian diklat penyuluhan antara penyuluh ahli dan trampil pada peubah kurikulum, pengalaman belajar, komitmen pengelola, sistem evaluasi, serta dukungan dana, sarana dan prasarana.
Skor komposit diklat penyuluhan juga menunjukkan
perbedaan yang nyata antara penyuluh ahli dan trampil. Secara umum skor penilaian diklat penyuluhan penyuluh ahli pada peubah-peubah tersebut lebih tinggi dibandingkan pada penyuluh trampil. Dalam menilai diklat secara keseluruhan, penyuluh ahli jauh lebih kritis daripada penyuluh trampil. Dengan dasar pendidikan sarjana dan pengetahuan yang relatif cukup memadai penyuluh ahli lebih memperlihatkan sikap kritis.
115 Tabel 30 Hasil uji beda penilaian diklat penyuluhan oleh penyuluh pertanian ahli dan trampil gabungan dari kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006 Peubah Kurikulum Pengalaman Belajar Widyaiswara Komitmen Pengelola Sistem Evaluasi Dukungan dana, sarana dan prasarana Diklat Penyuluhan Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Ahli 59.40 80.00 61.10 65.63 56.25 66.38 48.97
Rataan Trampil 48.99 73.96 63.20 61.46 46.88 59.56 35.96
Uji beda (p) 0.000** 0.000** 0.208 0.036* 0.000** 0.000** 0.000**
Terdapat perbedaan yang nyata penilaian diklat penyuluhan pada kelompok penyuluh ahli pada peubah diklat penyuluhan secara total dengan skor tertinggi pada penyuluh usahatani hortikultura. Pada penyuluh trampil, perbedaan yang nyata dijumpai pada widyaiswara, komitmen pengelola dan komposit diklat penyuluhan dengan skor tertinggi pada penyuluh hortikultura. Tabel 31
Hasil uji beda penilaian diklat penyuluhan oleh penyuluh hortikultura dan pangan gabungan dari kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006 Ahli Pangan Uji beda (p) 60.43 0.462 80.00 1.000 61.10 1.000 66.67 0.486 58.33 0.094 65.77 0.584 41.67 0.000**
Peubah Horti Kurikulum 58.37 Pengalaman Belajar 80.00 Widyaiswara 61.10 Komitmen Pengelola 64.60 Sistem Evaluasi 54.17 Dukungan dana, sarana dan prasarana 67.00 Diklat Penyuluhan 56.27 Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Horti 50.02 75.00 65.28 58.33 47.92 60.48 39.60
Trampil Pangan Uji beda (p) 47.97 0.466 72.92 0.110 61.12 0.048* 64.58 0.008** 45.83 0.525 58.63 0.158 32.32 0.002**
Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai tentang Lingkungan Pada Tabel 32 dikemukakan pendapat penyuluh pertanian Kabupaten Kupang tentang dukungan faktor lingkungan sosial terhadap pengembangan kompetensi mereka sebagai seorang penyuluh. Pendapat penyuluh itu tersebar secara variatif pada penyuluh ahli dan penyuluh trampil baik di sektor pangan maupun sektor hortikultura.
116 Tabel 32. Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang Tahun 2006 tentang Lingkungan (n =22)
Elemen Lingkungan
Dukungan politik pemerintah Pusat terhadap Penyuluhan sebelum Otonomi Daerah Dukungan politik pemerintah Pusat terhadap Penyuluhan sesudah Otonomi Daerah Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sebelum otonomi Daerah Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sesudah otonomi Daerah Dukungan dana, sarana dan prasarana Pemerintah Pusat dan Daerah sebelum Otonomi Daerah Dukungan dana, sarana/prasarana Pemerintah Pusat dan Daerah sesudah Otonomi Daerah Perubahan Paradigma Penyuluhan Kekondusifan kerja
Dukungan Masyarakat
Dukungan Keluarga
Ketersediaan Informasi
Penggunaan Teknologi Pertanian
Kategori Pendapat Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil: 15 org Pangan Horti (%) (%) n=7 n=8 0,0 0,0 12,5 29,6 87,5 71,4 100 100 62,5 57,1 37,5 42,9 0,0 0,0 100 100 12,5 14,3 25 28,6 62,5 57,1 100 100 50 14,4 25 42,8 25 42,8 100 100 12,5 14,3 12,5 28,6 75 57,1 100 100 50 57,1 12,5 28,6 37,5 14,3 100 100
Penyuluh Ahli: 7 org Pangan Horti (%) (%) n=3 n=4 0,0 0,0 66,7 50 33,3 50 100 100 33,3 75 66,7 25 0,0 0,0 100 100 0,0 25 33,3 25 66,7 50 100 100 0,0 50 66,7 25 33,3 25 100 100 33,3 0,0 0,0 50 66,7 50 100 100 33,3 50 33,3 25 33,3 25 100 100
Tidakberpengaruh Cukup berpengaruh Berpengaruh Jumlah Tidak Kondusif Cukup Kondusif Kondusif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak tersedia
25 50
14,3 57,1
0,0 0,0
0,0 0,0
25 100 25 25 50 100 50 12,5 37,5 100 50 25 25 100 75
28,6 100 14,3 28,6 57,1 100 57,1 28,6 14,3 100 14,4 42,8 42,8 100 57,1
100 100 0,0 66,7 33,3 100 66,7 33,3 0,0 100 66,7 33,3 0,0 100 66,7
100 100 0,0 50 50 100 50 25 25 100 50 25 25 100 50
Cukup tersedia Tersedia Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
12,5 12,5 100 50 25 25 100
14,4 28,6 100 57,1 28,6 14,3 100
33,3 33,3 100 66,7 0,0 33,3 100
25 25 100 50 25 25 100
Dari Tabel 32 tampak bahwa lebih dari 60 persen Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli di Kabupaten Kupang baik di sektor pangan maupun hortikutura
117 berpendapat bahwa sebelum otonomi daerah, dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap penyuluhan dirasakan tinggi baik dalam bentuk peraturan-peraturan yang mengatur struktur kelembagaan, sarana dan prasarana maupun sumberdaya manusia. Setelah otonomi daerah dukungan pemerintah pusat terhadap penyuluhan dirasakan semakin rendah oleh lebih dari separuh penyuluh baik dalam hal sarana dan prasarana maupun sumberdaya manusia. Hal ini bisa dipahami karena wewenang penyuluhan sudah diberikan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan wewenang otonomi daerah. Gejala macetnya penyuluhan justru terjadi setelah penyuluhan diatur oleh Pemda. Separuh dari penyuluh di kabupaten Kupang berpendapat bahwa dukungan pemda terhadap penyuluhan rendah, baik dalam bentuk peraturan formal yang mengatur struktur kelembagaannya, maupun dana, sarana dan prasarana penyuluhan serta pengembangan sumberdaya manusia penyuluh. Dari Tabel tersebut tampak bahwa lebih dari separuh Penyuluh Trampil sektor pangan dan hortikultura berpendapat bahwa perubahan paradigma penyuluhan dari sebelumnya hanya berorientasi usahatani (bagaimana meningkatkan produksi) menjadi berorientasi bisnis cukup mempengaruhi mereka dalam usaha meningkatkan wawasan dan pengetahuannya bahkan semua Penyuluh Ahli merasa perubahan paradigma penyuluhan itu besar pengaruhnya dalam mereorientasi pengetahuan mereka. Dari pengamatan di lapangan,
sikap
penyuluh
ini
lebih
disebabkan
oleh
bertumbuh
dan
berkembangnya agribisnis di kabupaten Kupang yang sekaligus menjadi ibukota Propinsi Nusa Tenggara Timur. Letak kabupaten Kupang yang strategis ini baik dari segi sosial, polititik dan terutama ekonomi, mendorong para petani mengembangkan usaha taninya menjadi lebih berorientasi agribisnis. Sesudah otonomi daerah, adanya kekondusifan kerja seperti kelancaran urusan pangkat/promosi jabatan sesuai dengan waktunya diakui oleh separuh Penyuluh Trampil (pangan dan hortikultura), sebaliknya menurut separuh dari Penyuluh Ahli justru berpendapat tidak ada suasana kerja yang kondusif. Dari pengamatan lapangan pendapat para Penyuluh Ahli ini didasarkan pada sikap pimpinan organisasi yang diskriminatif terhadap mereka. Dalam hal dukungan masyarakat, lebih dari separuh Penyuluh Trampil berpendapat bahwa masyarakat (khususnya masyarakat Kampus, LSM) memberikan dukungan yang tinggi
118 terhadap
kegiatan
penyuluhan
dengan
mengadakan
pelatihan-pelatihan
pemberdayaan masyarakat yang mengikutsertakan Penyuluh, sebaliknya hanya sebagian kecil Penyuluh Ahli yang setuju dengan pendapat tersebut dan separuh dari Penyuluh Ahli yang lain berpendapat bahwa masyarakat tidak memberikan dukungan seperti yang disebutkan oleh Penyuluh Trampil. Perbedaan pandangan ini didasarkan pada kenyataan bahwa Penyuluh Ahli tidak mengambil bagian dalam pelatihan-pelatihan itu. Lebih dari separuh Penyuluh Ahli (pangan dan hortikultura) dan separuh dari
Penyuluh Trampil sektor pangan berpendapat tentang rendahnya dukungan
keluarga terhadap profesi Penyuluh. Dari hasil wawancara terhadap penyuluh, rendahnya
dukungan
keluarga
ini
disebabkan
oleh
keseringan
mereka
meninggalkan keluarga berhari-hari bahkan berminggu-minggu, terutama yang bekerja di desa binaan yang jauh di wilayah terpencil. Sekelompok kecil penyuluh lain berpendapat bahwa keluarga tidak mempermasalahkan profesi mereka dan memberikan dukungan atas pekerjaan itu. Dalam aspek informasi, mayoritas Penyuluh berpendapat bahwa informasi tentang penyuluhan sangat terbatas (tidak tersedia). Menurut lebih dari separuh penyuluh, sebelum otonomi daerah, ada banyak informasi penyuluhan yang selalu tersedia seperti leaflet, brosur, majalah terkait dengan dunia pertanian dan sebagainya. Saat ini, berbagai media informasi itu tidak ada lagi. Penggunaan teknologi pertanian di kalangan petani baik yang bersifat kimiawi biologis seperti obat-obatan/pestisida/pupuk maupun yang bersifat mekanisasi seperti traktor, hand traktor, dan sebagainya menurut lebih dari separuh Penyuluh Terampil dan Ahli masih rendah. Keterbatasan pengetahuan dan modal menjadi salah satu faktor penyebab. Ada sekelompok kecil petani yang
telah
memanfaatkannya,
tetapi
jumlahnya
sedikit.
Petani
yang
menggunakannya pada umumnya petani maju dan kontak tani yang sudah berpengalaman dan memiliki modal ekonomi yang baik. Pandangan penyuluh terhadap dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah juga dikemukakan oleh penyuluh di kabupaten Timor Tengah Selatan sebagaimana terlihat pada Tabel 33.
119 Tabel 33 Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 tentang Lingkungan (n=28)
Elemen Lingkungan Dukungan politik pemerintah Pusat terhadap Penyuluhan sebelum Otonomi Daerah Dukungan politik pemerintah Pusat terhadap Penyuluhan sesudah Otonomi Daerah Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sebelum otonomi Daerah Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sesudah otonomi Daerah Dukungan dana, sarana dan prasarana Pemerintah Pusat dan Daerah sebelum Otonomi Daerah Dukungan dana, sarana dan prasarana Pemerintah Pusat dan Daerah sesudah Otonomi Daerah Perubahan Paradigma Penyuluhan
Kekondusifan Kerja
Dukungan Masyarakat
Dukungan Keluarga
Ketersediaan Informasi
Penggunaan Teknologi Pertanian
Kategori Pendapat Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak Berpengaruh Cukup Berpengaruh Berpengaruh Jumlah Tidak kondusif Cukup Kondusif Kondusif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak tersedia Cukup tersedia Tersedia Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil: 20 org Pangan (%) Horti (%) n = 10 n = 10 10 0,0 30 40 60 60 100 100
Penyuluh Ahli : 8 org Pangan (%) Horti (%) n=4 n=4 0,0 0,0 25 50 75 50 100 100
50 40 10 100
60 50 10 100
75 25 0,0 100
75 25 0,0 100
60 30 60 100 70 30 0,0 100 20 20 60 100
10 40 50 100 60 20 20 100 20 30 50 100
25 25 75 100 50 50 0,0 100 25 25 50 100
25 50 75 100 50 50 0,0 100 0,0 25 75 0,0
50 30 20 100
40 30 30 100
100 0,0 0,0 100
100 0,0 0,0 100
10 50 40 100 20 40 40 100 10 30 60 100 50 30 20 100 50 20 20 100 50 25 25 100
20 60 20 100 10 50 40 100 10 30 60 100 50 20 40 100 70 30 0,0 100 50 25 25 100
25 50 25 100 50 25 25 100 50 25 25 100 50 25 25 100 50 25 0,0 100 50 25 25 100
25 50 25 100 50 25 25 100 50 25 25 100 50 25 25 100 50 25 0,0 100 50 50 0,0 100
120 Pada Tabel 33 tampak bahwa lebih dari separuh Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli di sektor pangan dan hortikultura berpendapat bahwa sebelum otonomi daerah dukungan pemerintah pusat dan daerah terhadap kegiatan penyuluhan dirasakan tinggi. Dukungan pemerintah pusat sudah semakin rendah ketika wewenang penyuluhan diberikan kepada daerah. Sebagian besar penyuluh mengakui bahwa ketika otonomi daerah mulai dilaksanakan, perhatian pemda terhadap penyuluhan semakin rendah. Rendahnya perhatian ini tampak dari struktur lembaga penyuluhan yang tidak jelas dan tidak otonom sebagaimana lembaga-lembaga lainnya, kecilnya dukungan dana, sarana dan prasarana. Selama ini penyuluh di kabupaten Timor Tengah Selatan hanya memiliki delapan kendaraan roda dua sebagai kendaraan operasional penyuluhan (pengadaan dari pusat), sedang pemerintah daerah tidak menganggarkannya. Dana yang dianggarkan untuk kegiatan penyuluhan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten pun sangat kecil. Lembaga penyuluhan hanya merupakan satu Sub Bidang dari Dinas pertanian dengan wewenang, akses dana, akses sarana dan prasarana yang terbatas. Dari Tabel 33 tampak juga bahwa lebih dari separuh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli berpendapat bahwa adanya perubahan paradigma penyuluhan cukup berpengaruh pada reposisi dan revitalisasi pengetahuan dan etos kerja di bidang penyuluhan. Dari pengamatan dan wawancara di lapangan, pertanian yang berorientasi agribisnis mulai menjadi perhatian petani, oleh karena itu tuntutan perubahan itu ”memaksa” mereka untuk menyesuaikan diri. Pada aspek kekondusifan kerja, separuh dari Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura merasakan tidak adanya suasana kerja yang kondusif, berbeda dengan Penyuluh Trampil yang hampir separuhnya merasakan adanya suasana kerja yang kondusif. Dari pengamatan di lapangan perbedaan cara pandang ini didasari oleh pengalaman setiap penyuluh pada saat mengurus pangkat. Terkesan bahwa Penyuluh Trampil lebih diperhatikan daripada Penyuluh Ahli. Ada dugaan kuat bahwa sikap kritis para Penyuluh Ahli terhadap sistem organisasi yang berjalan seringkali dianggap sebagai ”serangan” dan kritikan yang dalam birokrasi Indonesia belum membudaya.
121 Pada aspek dukungan masyarakat (khususnya masyarakat Kampus dan LSM), lebih dari separuh Penyuluh Trampil mengakui adanya dukungan yang besar dari masyarakat terhadap penyuluhan berupa pelatihan pemberdayaan masyarakat yang juga diikuti penyuluh, berbeda dengan pandangan separuh Penyuluh Ahli yang berpendapat rendahnya dukungan masyarakat terhadap penyuluhan. Perbedaan pandangan ini wajar karena ketika Penyuluh Trampil berpartisipasi dalam pelatihan itu, Penyuluh Ahli tidak diikutsertakan. Sebagaimana di kabupaten Kupang, lebih dari separuh Penyuluh di Timor Tengah Selatan
dari kedua kategori juga merasakan rendahnya dukungan keluarga
mereka terhadap profesi penyuluh. Dari wawancara dengan sebagian penyuluh, ada keluarga yang menganggap profesi ini tidak berwibawa dan sepertinya bukan orang kantoran karena pulang kerja bukannya sesuai jadwal kerja di kantor-kantor Pemerintah yang lain, tetapi cenderung sore atau malam hari bahkan bekerja di desa selama beberapa minggu atapun bulan; kurang dari sepertiga penyuluh yang keluarganya memberikan dukungan sepenuhnya; biasanya penyuluh yang melayani desa-desa terdekat dengan tempat tinggal. Lebih dari separuh penyuluh berpendapat bahwa di era otonomi daerah tidak ada lagi infromasi penyuluhan sebagaimana dahulu di tahun 1980-an yang biasanya berbentuk leaflet, brosur, majalah pertanian, perpustakaan desa yang selalu menyiapkan informasi pertanian pada umumnya. Setelah otonomi daerah pemda tidak lagi memperhatikan kebutuhan-kebutuhan informasi yang berguna bagi penyuluh dan petani. Seorang pejabat di Kantor Bappeda Timor Tengah Selatan mengakui bahwa terbatasnya anggaran Daerah menjadi penyebab utama tidak tersedianya informasi yang dibutuhkan. Dengan nuansa yang tidak berbeda jauh dengan pendapat penyuluh pertanian di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, penyuluh pertanian di Kabupaten Manggarai menyatakan pendapatnya tentang dukungan faktor lingkungan terhadap pengembangan kompetensi sebagaimana tampak pada Tabel 34.
122 Tabel 34
Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Manggarai Tahun 2006 tentang Lingkungan (n=22) Penyuluh Trampil:15 org
Elemen Lingkungan Dukungan politik pemerintah Pusat terhadap Penyuluhan sebelum Otonomi Daerah Dukungan politik pemerintah Pusat terhadap Penyuluhan sesudah Otonomi Daerah Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sebelum otonomi Daerah Dukungan politik Pemda terhadap penyuluhan sesudah otonomi Daerah Dukungan dana, sarana dan prasarana Pemerintah Pusat dan Daerah sebelum Otonomi Daerah Dukungan dana, sarana dan prasarana Pemerintah Pusat dan Daerah sesudah Otonomi Daerah
Perubahan Paradigma Penyuluhan
Kekondusifan Kerja
Dukungan Masyarakat
Dukungan Keluarga
Ketersediaan Informasi
Penggunaan Teknologi Pertanian
Kategori Pendapat Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak Berpengaruh Cukup Berpengaruh Berpengaruh Jumlah Tidak Kondusif Cukup Kondusif Kondusif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Tidak Tersedia Cukup Tersedia Tersedia Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Ahli: 7 org Pangan Horti (%) (%) n=4 n=3 0,0 0,0 50 33,3 50 66,7 100 100 50 66,7 25 0,0 25 33,3 100 100 25 0,0 25 33,3 50 66,7 100 100 50 66,7 25 33,3 25 0,0 100 100 25 0,0 25 33,3 50 66,7 100 100 75 66,7 25 0,0 0,0 33,3 100 100 50 66,7
Pangan (%) n=8
Horti (%) n=7
12,5 25 62,5 100 62,5 25 12,5 100 12,5 25 62,5 100 50 25 25 100 12,5 25 62,5 100 50 25 25 100 50
14,3 28,6 57,1 100 57,1 28,6 14,3 100 14,3 28,6 57,1 100 57,1 28,6 14,3 100 28,6 14,3 57,1 100 57,1 28,6 14,3 100 57,1
25
42,8
25
33,3
25 100 25 12,5 62,5 100 12,5 50 37,5 100 12,5 37,5 50 100 75 12,5 25 100 50 25 25 100
14,3 100 14,3 57,1 28,6 100 28,6 42,8 28,6 100 14,3 28,6 57,1 100 71,4 14,3 14,3 100 57,1 28,6 14,3 100
25 100 50 25 25 100 50 25 25 100 25 25 50 100 50 25 25 100 50 25 25 100
0,0 100 0,0 33,3 66,7 100 0,0 33,3 66,7 100 33,3 33,3 66,7 100 66,7 33,3 33,3 100 66,7 0,0 33,3 100
Lebih dari separuh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli di Kabupaten Manggarai memiliki pandangan yang sama dengan Penyuluh di Kabupaten
123 Kupang dan Timo Tengah Selatan. Penyuluh berpendapat bahwa dukungan pemerintah pusat dan daerah sebelum otonomi daerah terhadap penyuluhan tergolong tinggi karena peraturan menyangkut struktur kelembagaan, dana dan prasarana serta sumberdaya manusia jelas dan tersusun secara sistematik sampai ke desa-desa. Setelah pelaksanaan otonomi daerah, lebih dari separuh penyuluh berpendapat bahwa struktur kelembagaan, sarana, prasarana, alokasi sumberdaya manusia menjadi tidak jelas dan teratur. Sebagian besar penyuluh berpendapat bahwa pemda tidak lagi memperhatikan penyuluh dan kegiatan penyuluhan sebagaimana sebelumnya. Menurut pengamatan dan wawancara dengan beberapa pihak terkait seperti anggota DPRD yang membidangi pembangunan dan Kepala Kantor Informasi Penyuluhan Kabupaten diperoleh informasi bahwa pemda kurang paham dengan peranan penyuluh sebagai ujung tombak memajukan pertanian; bahkan penyuluh dilihat sebagai pejabat fungsional yang ”tidak bergigi”. Secara umum disimpulkan bahwa penyuluhan di Provinsi NTT, terutama setelah pelaksanaan otonomi daerah cenderung tidak diperhatikan oleh pemda sebagai pilar terdepan dalam memajukan dunia pertanian dalam arti luas. Indikatornya adalah bentuk kelembagaan penyuluhan yang tidak jelas, rendahnya dukungan dana, sarana dan prasarana untuk memajukan penyuluhan, dan rendahnya perhatian terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia para Penyuluh baik dalam bentuk dukungan untuk studi lanjut maupun untuk mengikuti pelatihan. Dari sisi dana, tahun 2005 DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya menyetujui alokasi anggaran penyuluhan sebesar 195.567.000 dan tahun 2007 sedikit meningkat menjadi Rp. 777.676.200,-. Dana ini diperuntukkan bagi kegiatan koordinasi penyuluhan dengan 16 kabupaten/kota. Dari aspek pengembangan sumberdaya manusia penyuluh pemda Provinsi
C/q Badan
Ketahanan Pangan Provinsi yang membawahi penyuluhan belum memiliki disain pengembangan sumberdaya manusia yang jelas. Dengan jumlah penyuluh pertanian di Nusa Tenggara Timur yang lebih dari 50% berpendidikan SLTA, bahkan di kabupaten Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan dan kabupaten Manggarai yang menjadi lokasi penelitian ini jumlah penyuluh pertanian yang berpendidikan SLTA rata-rata lebih dari 75 persen, menunjukkan bahwa Pemda
124 Provinsi Nusa Tenggara Timur dan pemda kabupaten belum mampu memenuhi Keputusan Menkowasbangpan No.19/Kep/Mk.Waspan/5/1999 yang mensyaratkan pendidikan penyuluh pertanian minimal Diploma III. Dukungan politik pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, terhadap penyuluhan mengalami pasang surut seiring dengan perubahan tata kelola pemerintahan. Sebelum otonomi daerah dilaksanakan secara luas terutama di kabupaten/kota, dukungan politik pemerintah pusat terhadap penyuluhan tinggi sebagaimana diakui oleh sebagian besar Penyuluh. Dukungan politik ini mulai menurun ketika desentralisasi wewenang pemerintahan diserahkan kepada daerah. Dukungan politik yang dimaksud adalah tertata rapinya struktur penyuluhan mulai dari pusat sampai daerah, baik menyangkut tersedianya Peraturan Perundangundangan tentang penyuluhan, maupun kelembagaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia. Dukungan politik pemerintah daerah terhadap kegiatan penyuluhan justru mencapai titik nadir yang terendah saat otonomi daerah dilaksanakan. Dari kecilnya anggaran yang disiapkan oleh Pemda di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk kegiatan penyuluhan dan kelembagaan yang belum tertata rapi termasuk sumberdaya manusia penyuluh menunjukkan bahwa perhatian pemda terhadap penyuluhan masih rendah. Dengan prinsip menyerahkan wewenang seluas-luasnya kepada daerah dalam menyelenggarakan pembangunan termasuk penyuluhan, maka pemerintah pusat terutama sejak berlakunya otonomi daerah tidak lagi mengintervensi pelaksanaan penyuluhan di daerah. Akibat dari kurangnya intervensi pemerintah pusat ini, maka pemda-pemda cenderung menjalankan kebijakan pembangunan sesuai dengan prinsip otonomi yang tanpa disadari telah menghalangi berkembangnya penyuluhan pertanian sebagaimana pada periode sebelum otonomi daerah diterapkan. Hampir semua Penyuluh (lebih dari 80 persen) terutama yang diangkat pada awal tahun 1980-an merasakan besarnya perhatian Pemerintah terhadap penyuluhan dan pertanian sebelum otonomi daeerah. Mereka merasakan bahwa struktur kelembagaan, sarana dan prasarana, dana, sumberdaya manusia, lembaga-lembaga pendukung lain sangat sistematis dan terarah mulai dari pemerintah pusat sampai ke daerah-daerah, dari pusat sampai ke desa-desa. Hal itu tidak pernah dialami lagi pada era sekarang, era otonomi daerah.
125 Pada Tabel 34 tampak bahwa perubahan paradigma penyuluhan di Kabupaten Manggarai tidak berpengaruh pada lebih dari separuh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli. Mereka tetap melakukan kegiatan penyuluhan dengan orientasi lama yakni bagaimana meningkatkan produksi. Dari hasil pengamatan dan wawancara, sebagian besar usaha petani baik pangan maupun hortikultura lebih untuk konsumsi sendiri. Jika ada kegiatan dagang dan bisnis sifatnya kecilkecilan dan tidak memberikan nilai tambah yang berarti kepada petani. Namun demikian, masih ada sekelompok kecil penyuluh yang tetap terpengaruh oleh adanya perubahan paradigma penyuluhan dan karena itu mendorong mereka untuk mempelajarinya. Pada aspek kekondusifan kerja, terdapat variasi penilaian. Separuh dari Penyuluh Trampil sektor pangan mengatakan bahwa suasana kerja yang ada itu kondusif, berbeda dengan pandangan lebih dari separuh Penyuluh Trampil hortikultura yang berpendapat cukup kondusif; Separuh dari Penyuluh Ahli sektor pangan berpendapat suasana kerja tidak kondusif, berbeda dengan pandangan lebih dari separuh Penyuluh Ahli sektor hortikultura yang berpendapat suasana kerja yang ada itu kondusif. Adanya variasi pendapat ini mengindikasikan adanya perbedaan perlakuan yang diterima oleh Penyuluh. Variasi pendapat Penyuluh juga terdapat dalam aspek dukungan masyarakat. Lebih dari separuh Penyuluh Ahli sektor hortikultura berpendapat bahwa Perguruan Tinggi dan LSM seringkali mendukung kegiatan penyuluhan, berbeda dengan penilaian sekelompok Penyuluh Ahli sektor pangan yang mengatakan bahwa masyarakat tidak mendukung. Kelompok Penyuluh Trampil terbagi dalam dua pendapat yaitu bahwa masyarakat kadang-kadang mendukung, kadang-kadang tidak. Dalam hal dukungan keluarga, baik Penyuluh Trampil maupun Ahli menggarisbawahi
adanya dukungan keluarga terhadap profesi
mereka. Sebagaimana di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan,
di
Kabupaten Manggarai pun tidak ada sumber informasi yang memadai yang bisa digunakan penyuluh. Lebih dari 70 persen
penyuluh dari kedua kategori
berpendapat bahwa topografi yang sulit dan iklim yang tidak menentu tidak berpengaruh pada upaya mereka untuk mengembangkan kompetensinya. Sebagian besar penyuluh (lebih dari 70 persen) berpendapat bahwa dengan kurangnya
126 modal dan kemampuan petani, berbagai teknologi pertanian yang ditawarkan kepada mereka tidak bisa dimanfatkan. Hasil analisis uji beda mengindikasikan adanya perbedaan yang nyata penilaian lingkungan penyuluh antara lahan kering yang mencakup Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan dan lahan basah mencakup Kabupaten Manggarai. Semua peubah yang menjadi bagian dari penilaian lingkungan berbeda nyata, kecuali dukungan dana, prasarana sesudah otonomi. Rata-rata semua penyuluh, baik yang bekerja di lahan kering maupun lahan basah berpendapat bahwa sesudah pelaksanaan otonomi daerah, dukungan dana, sarana dan prasarana untuk penyuluhan relatif terbatas. Tabel 35 Hasil uji beda penilaian penyuluh di lahan kering(Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai) Tahun 2006 tentang dukungan lingkungan Rataan Peubah Lahan kering Lahan basah - Dukungan Politik (X31) sebe lum otonomi 78.13 41.67 - Dukungan Politik (X31) sesudah otonomi 31.25 41.67 - Dukungan Pemda (X32) sebelum otonomi 67.02 15.28 - Dukungan Pemda (X32) sesudah otonomi 25.70 4.87 - Dukungan Dana, Pra & Sarana(X33) sebelum otonomi 75.34 38.90 - Dukungan Dana, Pra & Sarana(X33) sesudah otonomi 20.83 22.92 - Kekondusifa kerja(X34) 48.96 37.50 - Dukungan Masyarakat(X35) 38.89 47.23 - Perubahan Paradigma Penyuluh (X36) 70.83 64.58 - Dukungan Keluarga(X37) 63.54 70.83 - Dukungan Informasi (X38) 20.00 38.33 - Dukungan Tekn. Pertn (X310) 70.33 63.57 Lingkungan (X3) sebelum otonomi 59.03 43.17 Lingkungan (X3) sesudah otonomi 40.44 38.78
Sig. 0.000** 0.019* 0.000** 0.000** 0.000** 0.11 0.000** 0.010* 0.029* 0.010* 0.000** 0.000** 0.000** 0.049*
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01’
Perbedaan yang nyata antara Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil dijumpai pada dukungan politik sebelum otonomi, dukungan dana, prasarana dan sarana sesudah otonomi, kekondusifa kerja, dukungan masyarakat, perubahan paradigma penyuluh, dukungan keluarga, dukungan informasi, lingkungan sebelum otonomi dan lingkungan sesudah otonomi.
127 Tabel 36 Hasil uji beda penilaian penyuluh ahli dan penyuluh trampil tentang dukungan lingkungan gabungan dari kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006 Rataan
Peubah
Ahli
81.25 31.25 51.38 17.37 59.02 23.62 50.00 54.17 83.33 75.00 30.00 68.75 57.42 43.03
- Dukungan Politik (X31) sebelum otonomi - Dukungan Politik (X31) sesudah otonomi - Dukungan Pemda (X32) sebelum otonomi - Dukungan Pemda (X32) sesudah otonomi - Dukungan Dana, Pra & Sarana(X33) sebelum otonomi - Dukungan Dana, Pra & Sarana(X33) sesudah otonomi - Kekondusifa kerja(X34) - Dukungan Masyarakat(X35) - Perubahan Paradigma Penyuluh (X36) - Dukungan Keluarga(X37) - Dukungan Informasi (X38) - Dukungan Tekn. Pertn (X310) Lingkungan (X3) sebelum otonomi Lingkungan (X3) sesudah otonomi Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Trampil
58.33 36.46 48.97 19.45 65.28 20.48 42.71 35.43 61.46 61.46 24.17 67.73 51.91 38.32
Sig.
0.000** 0.233 0.709 0.429 0.087 0.016* 0.027* 0.000** 0.000** 0.000** 0.005** 0.492 0.001** 0.000**
Perbedaan yang nyata antara lingkungan penyuluh hortukultura dan pangan pada kelompok penyuluh ahli dijumpai pada dukungan keluarga, dukungan informasi, dukungan teknologi pertanian, lingkungan sebelum otonomi, lingkungan sesudah otonomi, dukungan dana, pra & sarana sesudah otonomi, dukungan pemda sebelum otonomi, dukungan politik sesudah otonomi, dan dukungan politik sebelum otonomi. Tabel 37 Hasil uji beda penilaian penyuluh hortikultura dan penyuluh pangan tentang dukungn lingkungan gabungan dari kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006
Peubah - Dukungan Politik (X31) sebelum otonomi - Dukungan Politik (X31) sesudah otonomi - Dukungan Pemda (X32) sebelum otonomi - Dukungan Pemda (X32) sesudah otonomi - Dukungan Dana, Pra & Sarana(X33) sebelum otonomi - Dukungan Dana, Pra & Sarana(X33) sesudah otonomi - Kekondusifa kerja(X34) - Dukungan Masyarakat(X35) - Perubahan Paradigma Penyuluh (X36) - Dukungan Keluarga(X37) - Dukungan Informasi (X38) - Dukungan Tekn. Pertn (X310) Lingkungan (X3) sebelum otonomi Lingkungan (X3) sesudah otonomi Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Horti
Ahli Pangan
91.67 45.83 66.67 20.83 59.70 19.43 50.00 58.33 83.33 87.50 38.33 70.83 62.97 46.03
70.83 16.67 36.10 13.90 58.33 27.80 50.00 50.00 83.33 62.50 21.67 66.67 51.87 40.03
Sig.
0.000** 0.000** 0.004** 0.142 0.734 0.000** 1.000 0.052 1.000 0.000** 0.000** 0.009** 0.000** 0.000**
Trampil Horti Pangan
60.42 37.50 50.70 18.07 63.22 21.52 41.67 34.73 62.50 62.50 22.50 66.68 51.03 37.40
56.25 35.42 47.23 20.83 67.35 19.45 43.75 36.12 60.42 60.42 25.83 68.78 52.78 39.23
Sig.
0.485 0.702 0.640 0.339 0.387 0.153 0.596 0.697 0.493 0.446 0.103 0.276 0.339 0.052
128 Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai tentang Struktur Organisasi Penyuluhan Pada Tabel 38 dikemukakan pendapat penyuluh kabupaten Kupang tentang struktur organisasi penyuluhan tempat mereka bernaung. Tabel 38. Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Kupang Tahun 2006 tentang Struktur Organisasi penyuluhan ( n=22). Penyuluh Trampil: 15 org Elemen Struktur Organisasi
Ukuran Organisasi
Rentang Kendali/Pengawasan
Struktur Wewenang
Komunikasi pimpinan dengan bawahan
Penerapan pola kepemimpinan Penerapan ”reward and punishment”
Kategori Pendapat
Pangan (%) n=8
Horti (%) n=7
Tidak mendukung Cukup mendukung Mendukung Jumlah Tidak terlaksana Cukup terlaksana terlaksana Jumlah Tidak jelas Cukup jelas Jelas Jumlah Tidak lancar Cukup lancar Lancar Jumlah Tidak demokratis Cukup demokratis Demokratis Jumlah Tidak konsisten Cukup konsisten Konsisten Jumlah
25 50 25 100 25 25 50 100 50 12,5 37,5 100 50 25 25 100 75 12,5 12,5 100 50 12,5 37,5 100
14,3 57,1 28,6 100 14,3 28,6 57,1 100 57,1 28,6 14,3 100 14,4 42,8 42,8 100 57,1 14,4 28,6 100 28,6 14,3 57,1 100
Penyuluh Ahli: 7 org Pangan Horti (%) (%) n=4 n=3 100 75 0,0 25 0,0 0,0 100 100 66,7 25 33,3 25 0,0 50 100 100 33.3 50 66,7 25 0,0 25 100 100 33,3 50 66,7 25 0,0 25 100 100 66,7 50 33,3 25 33,3 25 100 100 33,3 50 66,7 25 0,0 25 100 100
Pada Tabel 38 tampak bahwa hampir semua Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura di kabupaten Kupang berpendapat bahwa ukuran organisasi penyuluhan yang ada sekarang tidak mendukung kemungkinan pengembangan kompetensi mereka. Menurut para Penyuluh Ahli ini ukuran organisasi penyuluhan yang hanya berbentuk salah satu Sub Bidang yang melekat pada Dinas Pertanian Kabupaten akan berdampak pada dibatasinya berbagai sumberdaya seperti dana, sarana dan sumberdaya manusia. Penilaian kritis ini cukup rasional karena secara organisatoris Eselonering organisasi penyuluhan yang lebih rendah daripada unit-unit lain seperti dinas-dinas kemakmuran akan berdampak pada koordinasi lintas sektor. Separuh dari Penyuluh Trampil
129 cenderung menilai pembagian struktur wewenang dalam organisasi jelas, sebaliknya kurang dari separuh Penyuluh Ahli menilainya tidak jelas. Dalam hal komunikasi, separuh dari Penyuluh (Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli) menilai bahwa komunikasi antara pimpinan dengan bawahan tidak lancar. Hal ini bisa dipahami karena sebagian besar penyuluh bekerja di desa-desa yang jauh dengan kondisi transportasi dan komunikasi yang sangat terbatas. Separuh dari Penyuluh Trampil menilai komunikasi antara pimpinan dengan bawahan berjalan cukup demokratis, namun sebaliknya lebih dari separuh
Penyuluh Ahli
menilainya sebagai tidak demokratis. Dalam hal penerapan sistem “reward and punishment,” separuh dari Penyuluh Trampil sektor pangan menilai tidak konsisten, sebaliknya separuh dari Penyuluh Trampil sektor hortikultura menilainya sebagai konsisten. Demikian pula Penyuluh Ahli sektor hortikultura dan pangan menilainya sebagai tidak konsisten. Adanya variasi penilaian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan struktur organisasi penyuluhan di kabupaten Kupang kurang memberikan rasa aman bagi penyuluh. Di kabupaten Timor Tengah Selatan, data pada Tabel 39 menunjukkan bahwa sebagian besar Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli berpendapat bahwa ukuran organisasi penyuluhan yang ada di kabupaten tempat mereka bekerja tidak mendukung pengembangan kemampuan mereka baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Kritik terhadap organisasi yang mereka sampaikan sama dengan yang telah disampaikan oleh Penyuluh Ahli di kabupaten Kupang bahwa ukuran organisasi penyuluhan yang kecil seperti sekarang (salah satu Sub Bidang yang dilekatkan pada dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Timor Tengah Selatan) kurang memberikan koridor yang luas untuk pengembangan kompetensi penyuluh karena berbagai keterbatasan alokasi anggaran dan sumberdaya akibat bentuk kelembagaan itu. Menurut lebih dari separuh Penyuluh Trampil sektor pangan dan hortikultura, pengawasan yang dilakukan pimpinan organisasi terhadap penyuluh atau Penyuluh Koordinator terhadap penyuluh di desa-desa binaan terlaksana cukup baik, namun separuh dari Penyuluh Ahli justru berpendapat bahwa pengawasan yang efektif tidak terlaksana. Pola sebaran penyuluh yang berjauhan dengan sistem transportasi dan komunikasi yang terbatas tidak memungkinkan berjalannya pengawasan yang efektif.
130 Tabel 39
Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 tentang Struktur Organisasi Penyuluhan ( n=28)
Elemen Struktur Organisasi
Ukuran Organisasi
Rentang Kendali/Pengawasan
Struktur Wewenang
Komunikasi Pimpinan dan bawahan
Penerapan Pola Kepemimpinan
Penerapan ”Reward and Punishment”
Kategori Pendapat Tidak Mendukung Cukup Mendukung Mendukung Jumlah Tidak terlaksana Cukup terlaksan Terlaksana Jumlah Tidak jelas Cukup jelas Jelas Jumlah Tidak lancar Cukup lancar Lancar Jumlah Tidak demokratis Cukup demokratis Demokratis Jumlah Tidak konsisten Cukup konsisten Konsisten Jumlah
Penyuluh Trampil: 20 org Pangan (%) Horti n = 10 (%) n = 10 10 20
Penyuluh Ahli : 8 org Pangan Horti (%) (%) n=4 n=4 75 75
50
60
25
25
40 100 20 60 20 100 10 30 60 100 40 30 30 100 20 40
20 100 20 50 30 100 10 30 60 100 40 30 30 100 10 50
0,0 100 50 25 25 100 50 25 25 100 75 25 0,0 100 50 25
0,0 100 50 25 25 100 50 25 25 100 75 25 0,0 100 50 25
40 100 20 40 40 100
40 100 20 50 30 100
25 100 40 30 30 100
25 100 50 25 25 100
Di sini cara pandang Penyuluh Ahli tampak lebih holistik dan komprehensif daripada Penyuluh Trampil. Menurut lebih dari separuh Penyuluh Trampil (pangan dan hortikultura), struktur dan pembagian wewenang di antara penyuluh sudah jelas, sebaliknya bagi Penyuluh Ahli menilainya sebagai tidak jelas. Komunikasi antara pimpinan dan bawahan dirasakan oleh sebagian besar Penyuluh Ahli sebagai tidak lancar dan hal yang sama dialami oleh kurang dari separuh Penyuluh Trampil. Separuh dari Penyuluh Ahli menilai bahwa pemimpin organisasi tidak demokratis, dan kurang dari separuh Penyuluh Trampil pun memberikan penilaian yang sama. Penilaian yang kritis ini juga terasa pada penerapan ”sistem reward and punishment”. Kurang dari separuh Penyuluh Ahli menilai bahwa pimpinan organisasi tidak konsisten menerapkan sistim reward and punishment, sebaliknya menurut kurang dari separuh Penyuluh Trampil berpendapat bahwa pemimpinan organisasi cukup konsisten menerapkannya. Dari
131 variasi penilaian ini disimpulkan bahwa para penyuluh memberikan persepsinya sesuai dengan pengalaman yang dihadapinya. Pada Tabel 40 berikut ini dikemukakan pendapat penyuluh kabupaten Manggarai tentang struktur organisasi penyuluhan. Dari data Tabel tersebut tampak bahwa rata-rata sebagian besar penyuluh (baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli berpendapat bahwa ukuran organisasi penyuluhan yang ada di kabuparten Manggarai kurang mendukung terciptanya kesempatan yang luas bagi penyuluh untuk mengembangkan kompetensinya. Argumentasi yang disampaikan oleh para penyuluh ini sama dengan yang dikemukakan oleh rekan-rekan mereka di kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan. Tabel 40 Sebaran Pendapat Penyuluh Pertanian Kabupaten Manggarai Tahun 2006 tentang Struktur Organisasi Penyuluhan, n =22
Elemen Struktur Organisasi
Ukuran Organisasi
Rentang Kendali/Pengawasan
Struktur Wewenang
Komunikasi pimpinan dan bawahan
Penerapan pola Kepemimpinan
Penerapan ”reward and punishment
Kategori Pendapat Tidak Mendukung Cukup Mendukung Mendukung Jumlah Tidak terlaksana Cukup terlaksana Terlaksana Jumlah Tidak jelas Cukup jelas Jelas Jumlah Tidak lancar Cukup lancar Lancar Jumlah Tidak demokratis Cukup demokratis Demokratis Jumlah Tidak konsisten Cukup konsisten Konsisten Jumlah
Penyuluh Trampil:15 org Pangan(% Horti(% n=8 n=7
Penyuluh Ahli: 7 org
62,5
71,4
Pangan (%) n=4 75
Horti (%) n=3 66,7
12,5
28,6
25
33,3
25 100 25 12,5 62,5 100 12,5 50 37,5 100 12,5 50 37,5 100 25 50
0,0 100 14,3 57,1 28,6 100 28,6 42,8 28,6 100 14,3 57,1 28,6 100 28,6 42,8
0,0 100 50 25 25 100 50 25 25 100 25 50 25 100 50 25
0,0 100 33,3 66,7 0,0 100 33,3 66,7 0,0 100 33,3 33,3 33,3 100 33,3 33,3
25 100 12,5 50 37,5 100
28,6 100 28,6 42,8 28,6 100
25 100 40 30 30 100
33,3 100 33,3 33,3 33,3 100
Dalam hal pengawasan, separuh dari Penyuluh Ahli sektor pangan merasakan bahwa pengawasan tidak terlaksana dengan baik, sebaliknya lebih dari separuh Penyuluh Ahli hortikultura mengatakan bahwa pengawasan terlaksana
132 cukup baik ; lebih dari separuh
Penyuluh Trampil sektor pangan mengatakan
bahwa pengawasan pimpinan terhadap anggota terlaksana dengan baik. Perbedan penilaian ini menunjukkan adanya perbedaan kualitas pengawasan yang dialami oleh para penyuluh. Walaupun menurut separuh dari Penyuluh Ahli sektor pangan menilai pembagian wewenang dirasakan tidak jelas, namun hampir separuh (46 persen) Penyuluh Terampil sektor pangan dan hortikultura merasa pembagian wewenang cukup jelas. Ada juga sekelompok kecil Penyuluh Trampil dan Ahli (kurang dari sepertiga) yang merasa bahwa pembagian wewenang tidak jelas dan sekelompok kecil penyuluh yang lain ada juga yang berpendapat sebaliknya bahwa pembagian wewenang sudah jelas. Dalam hal berkomunikasi antara pimpinan dan bawahan, separuh dari Penyuluh Trampil pangan, hortikultura dan Penyuluh Ahli sektor pangan menilainya sebagai cukup lancar dan hanya sekelompok kecil penyuluh yang mengatakan tidak lancar; sebagian kecil penyuluh me nilai komunikasi di antara kedua komponen itu berlangsung lancar. Kepemimpinan yang cukup demokratis juga dinilai oleh hampir separuh dari Penyuluh Trampil, walaupun separuh dari Penyuluh Ahli sektor pangan mengatakan tidak demokratis. Di tengah pendapat itu, ada juga yang berpendapat bahwa kepemimpinan yang ada tidak demokratis dan ada juga yang mengatakan demokratis. Tidak banyak Penyuluh baik Trampil maupun Ahli yang mengatakan bahwa sistem ”reward and punishment” diterapkan secara konsisten. Pendapat mereka tersebar di antara kategori tidak konsisten, cukup konsisten dan konsisten. Berbagai pendapat ini menunjukkan bahwa struktur organisasi penyuluhan di Kabupaten Manggarai ini tidak sepenuhnya memuaskan para Penyuluh. Pendapat penyuluh pertanian tentang semua peubah struktur organisasi penyuluhan adalah berbeda nyata antara penyuluh pertanian yang bekerja di lahjan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan penyuluh pertanian yang bekerja di lahan basah (Manggarai), kecuali satu peubah struktur organisasi penyuluhan yakni kepemimpinan tidak berbeda nyata.
133 Tabel 41 Hasil uji beda sebaran pendapat penyuluh pertanian di lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai) Tahun 2006 tentang dukungan struktur organisasi penyuluhan Rataan Lahan kering Lahan basah 37.50 58.33 45.14 70.83 49.48 53.15 43.74 75.00 57.29 60.42 25.68 15.28 43.03 54.92
Peubah Ukuran organisasi (X41) Pengawasan (X42) Struktur Wewenang (X43) Komunikasi (X44) Kepemimpinan (X45) Sistem peng. dan sanksi (X46) Struktur Org. Penyuluhan (X4)
Sig. 0.000** 0.000** 0.010* 0.00** 0.430 0.000** 0.000**
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Berdasarkan kategori penyuluh ahli dan trampil, perbedaan yang nyata dijumpai pada ukuran organisasi, struktur kewenangan, komunikasi, dan kepemimpinan. Skor penyuluh ahli lebih tinggi dibandingkan penyul uh trampil pada peubah komunikasi, dan kepemimpinan, sedangkan pada peubah ukuran organisasi dan struktur kewenangan ditemukan fakta sebaliknya dimana skor penyuluh ahli lebih rendah dibandingkan penyuluh trampil. Tabel 42
Hasil uji beda sebaran pendapat tentang struktur organisasi penyuluhan antara penyuluh ahli dan trampil di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006
Peubah Ukuran organisasi (X41) Pengawasan (X42) Struktur Wewenang (X43) Komunikasi (X44) Kepemimpinan (X45) Sistem peng. dan sanksi (X46)
Ahli 41.67 56.95 48.97 59.72 64.58 22.22 48.57
Struktur Org. Penyuluhan (X4) Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Rataan Trampil 45.83 52.08 51.58 51.38 55.21 22.22 46.20
Uji beda (p) 0.048* 0.097 0.047* 0.031* 0.016* 1.000 0.175
Perbedaan cara pandang tentang struktur organisasi penyuluhan oleh penyuluh ahli dan penyuluh trampil baik di sektor hortikultura maupun sektor hortikultura terdapat pada peubah struktur wewenang dan sistem penghargaan dan sanksi.
134
Tabel 43
Hasil uji beda sebaran pendapat tentang struktur organisasi penyuluhan antara penyuluh pertanian sektor hortikultura dan penyuluh pertanian sektor pangan tahun 2006 di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai.
Hortikultura
Ahli Pangan
Uji beda (p)
Hortikultura
Trampil Pangan
37.50 61.10 54.17 66.67
45.83 52.80 43.77 52.77
0.062 0.144 0.000** 0.066
45.83 54.17 50.02 48.60
45.83 50.00 53.13 54.17
1.000 0.166 0.045* 0.153
Kepemimpinan (X45) 62.50 66.67 Sistem penghargaan dan sanksi (X46) 27.77 16.67 Struktur Org. Penyuluhan (X4) 52.00 45.13 Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
0.475 0.000** 0.051
56.25 18.05 45.08
54.17 26.38 47.32
0.654 0.026* 0.193
Peubah Ukuran organisasi (X41) Pengawasan (X42) Struktur Wewenang (X43) Komunikasi (X44)
Uji beda (p)
Kompetensi Penyuluh Pertanian Seorang Penyuluh sesuai dengan bidang tugasnya harus memiliki kompetensi dalam hal : (1) menyiapkan penyuluhan pertanian, (2) melaksanakan penyuluhan pertanian, (3) mengevaluasi dan melaporkan hasil pelaksanaan penyuluhan pertanian, dan (4) mengembangkan profesionalisme. Unsur-unsur penting dalam menyiapkan penyuluhan pertanian (kompetensi pertama) adalah : mengidentifikasi potensi wilayah dan argroekosistem serta kebutuhan teknologi pertanian; menyusun program penyuluhan dan menyusun rencana kerja penyuluhan. Unsur-unsur penting dalam melaksanakan penyuluhan pertanian (kompetensi yang kedua) adalah menyusun materi penyuluhan pertanian, menerapkan metode penyuluhan, mengembangkan swadaya dan swakarya petaninelayan. Selain kompetensi umum itu, seorang Penyuluh juga harus memiliki kompetensi khusus seperti : (1) kompetensi berkomunikasi, dan (2) kompetensi berinteraksi sosial. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 72 responden Penyuluh di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Manggarai di Provinsi Nusa Tenggra Timur, diperoleh gambaran kompetensi Penyuluh dalam tiga aspeknya yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai berikut :
135
Kompetensi Penyuluh Pertanian Menyiapkan Penyuluhan Pertanian Kompetensi menyiapkan penyuluhan dalam penelitian ini adalah kemampuan penyuluh dalam mengidentifikasi potensi wilayah, agroekosistem, kebutuhan teknologi pertanian dan menyusunnya dalam bentuk program penyuluhan serta membuat rencana kerja penyuluhannya. Untuk melakukan semua kegiatan itu dibutuhkan kemampuan yang tinggi baik dilihat dari aspek kognitif, afeksi maupun psikomotorik. Kemampuan kognitif terwujud dalam kemampuan intelektual yang dilengkapi dengan wawasan dan pengetahuan yang luas. Kemampuan afektif diperlihatkan dalam berbagai sikap dalam melakukan berbagai kegiatan tersebut, dan kemampuan psikomotorik diperlihatkan dalam bentuk ketrampilan-ketrampilan. Ada tiga kategori yang digunakan untuk setiap aspek kemampuan yakni kategori rendah, sedang dan tinggi. Pada aspek kognitif, kategori rendah apabila Penyuluh tidak memiliki kemampuan intelektual, wawasan dan pengetahuan, kategori sedang jika Penyuluh cukup memiliki kemampuan intelektual dan wawasan pengetahuan dan kategori tinggi apabila Penyuluh memiliki semua potensi itu. Pada aspek afektif, kategori rendah jika Penyuluh tidak memiliki sikap positif dalam menyiapkan penyuluhan beserta aspek-aspeknya, kategori sedang bila Penyuluh cukup memiliki sikap positif, dan kategori tinggi apabila memiliki sikap yang positif. Pada aspek psikomotorik, kategori rendah jika Penyuluh sama sekali tidak memiliki ketrampilan teknis, kategori sedang jika Penyuluh memiliki ketrampilan teknis yang cukup dan kategori tinggi bila memiliki ketrampilan teknis.
Kemampuan Penyuluh Pertanian Mengidentifikasi Potensi Wilayah Kemampuan mengidentifikasi potensi wilayah diperlukan oleh seorang penyuluh untuk mengetahui berbagai potensi yang dimiliki oleh desa atau wilayah tempat ia bertugas. Dari proses identifikasi itu ia dapat mengkaji dan menyusunnya berdasarkan berbagai analisis diantaranya analisis SWOT : potensi
136 yang menjadi kekuatan (streangth), potensi yang menjadi kelemahan (weakness), potensi yang menjadi peluang (opportunity) dan potensi yang menjadi tantangan (threat). Pada Tabel 44 dikemukakan tingkatan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik penyuluh dalam melakukan identifikasi terhadap potensi wilayah.
Tabel 44 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Mengidentifikasi Potensi Wilayah Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Cukup Positif Sikap (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
Penyuluh Trampil P(%) n=8 H(%)n=7 25 42,9 25 14,2 50 42,9 100 100 25 28,6 50 42,8 25 28,6 100 100 12,5 28,8 25 14,3 62,5 56,9 100 100 P (%) n=10 H(%) n= 10 10 20 40 30 50 50 100 100 0,0 10 30 20 70 70 100 100 0,0 20 50 30 50 50 100 100 P(%)n=8 H(%) n= 7 12,5 57,1 25 14,3 62,5 28,6 100 100 25 28,8 37,5 42,9 37,5 42,9 100 100 0,0 0,0 37,5 42,9 62,5 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 33,3 50 0,0 0,0 67,7 50 100 100 33,3 25% 0,0 0,0 67,7 75 100 100 33,3 25 0,0 0,0 66,7 75 100 100 P(%) n= 4 H(%) n= 4 25 50 0,0 0,0 75 50 100 100 25 25 25 25 50 50 100 100 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 P(%) n= 4 H(%)n= 3 25 33,3 0,0 0,0 75% 66,7 100 100 0,0 33,3 25 0,0 75 66,7 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Pada Tabel 44 di atas tampak bahwa pengetahuan (aspek kognitif) lebih dari separuh
Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura, serta Penyuluh
Trampil pangan dalam mengidentifikasi potensi wilayah di kabupaten Kupang
137 tergolong tinggi; sebaliknya hampir sebagian Penyuluh Trampil sektor hortikultura berpengetahuan rendah dan tidak sampai separuhnya berpengetahuan tinggi. Sikap yang cukup positif saat melakukan kegiatan identifikasi potensi wilayah seperti kemampuan bekerja sama, lebih dimiliki oleh sebagian besar Penyuluh Trampil sektor pangan daripada Penyuluh Trampil sektor hortikultura. Sikap positif seperti ketekunan, keseriusan dan kerja sama juga dimiliki oleh lebih dari separuh Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikutura. Ketrampilan mencari, menemukan dan menyusun data potensi wilayah dimiliki oleh lebih dari separuh penyuluh, baik Penyuluh Ahli maupun Penyuluh Trampil dari kedua sektor usaha. Di kabupaten Timor Tengah Selatan pengetahuan (kognitif) separuh dari Penyuluh Trampil sektor pangan dan hortikultura ketika melakukan identifikasi potensi-potensi wilayah atau desa binaan tergolong tinggi; sama dengan pengetahuan yang dimiliki oleh rata-rata lebih dari separuh Penyuluh Ahli baik sektor pangan maupun hortikultura. Sikap yang positif dan ketrampilan yang tinggi dalam mengumpulkan, menemukan dan menyusun data ditunjukkan oleh separuh penyuluh, baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli. Di kabupaten Manggarai pengetahuan (kognitif) lebih dari separuh Penyuluh Trampil pangan dan Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura tentang potensi wilayah tergolong tinggi; sebaliknya pengetahuan Penyuluh Trampil sektor hortikultura adalah rendah. Hal ini diduga karena para Penyuluh yang pada umumnya berlatarbelakang orang tua petani sudah sangat akrab dengan dunia pertanian tanaman pangan. Ketika mereka mengidentifikasi berbagai potensi wilayah yang terkait dengan dunia pertanian tanaman pangan, mereka dengan mudah melakukannya. Sikap yang positif ketika melakukan kegiatan identifikasi potensi wilayah dimiliki oleh lebih dari separuh Penyuluh Ahli, sebaliknya sikap yang sama hanya dimiliki oleh lebih dari sepertiga Penyuluh Trampil. Dalam hal ketrampilan mengumpulkan data potensi wilayah lebih dari separuh penyuluh, baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli memiliki kemampuan yang tinggi. Kemampuan Penyuluh Pertanian Mengidentifikasi Agroekosistem Dalam
mengidentifikasi
agroekosistem
ini
penyuluh
mempelajari
bagaimana petani mengolah dan memanfaatkan lingkungan hidupnya : tanah, air,
138 pekarangan, hutan dan sebagainya. Kemampuan penyuluh mengidentifikasi agroekosistem ditunjukkan dalam Tabel 45. Tabel 45 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Mengidentifikasi Agroekosistem Kabupaten
Kupang
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif)
Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Sikap Kurang Positif Manggarai (Afektif) Cukup Positif Positif Jumlah Ketrampilan Rendah (Psikomotorik) Sedang Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura
Penyuluh Trampil P(%) n=8 H(%) n=7 12,5 28,6 25 28,6 62,5 42,8 100 100 0,0 0,0 37,5 57,1 62,5 42,9 100 100 0,0 14,3 37,5 28,8 62,5 56,9 100 100 P (%)n=10 H(%) n= 10 0,0 10 50 40 50 50 100 100 10 10 40 30 50 60 100 100 20 20 30 30 50 50 100 100 P (%)n=8 H(%)n= 7 0,0 57,1 37,5 14,3 62,5 28,6 100 100 0,0 28,8 37,5 28,8 62,5 42,9 100 100 12,5 28,6 25 14,3 62,5 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 50 0,0 0,0 100 50 100 100 33,3 25 0,0 25 67,7 75 100 100 0,0 0,0 33,3 25 66,7 75 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 25 50 75 50 100 100 0,0 25 50 25 50 50 100 100 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 25 33,3 75 66,7 100 100 25 33,3 0,0 0,0 75 66,7 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Dari Tabel 45 terlihat bahwa kemampuan(kognitif) lebih dari separuh (63 persen) Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli kedua sektor di kabupaten Kupang ketika mengidentifikasi berbagai faktor yang terkait dengan agroekosistem tergolong tinggi. Mereka juga lebih menunjukkan minat dan perhatian yang besar terhadap tugas identifikasi itu. Mereka dengan serius dan teliti menjabarkan dan menganalisis semua hal yang terkait dengan agroekosistem. Hasil kerja mereka
139 yang tekun, teliti dan obyektif nyata dari tulisan atau laporan mereka tentang agroekosistem yang nampak sistematis dan berisisi data agroeksosistem yang lengkap. Di kabupaten Timor Tengah Selatan pengetahuan (kognitif) lebih dari separuh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura tentang cara mengidentifikasi agroekosistem tergolong bagus. Hal ini terbukti dari isi laporan mereka yang disusun secara sistematis dan cermat (psikomotorik). Faktor pengalaman menjadi salah satu penyebab mereka mampu melakukan hal tersebut. Dari penuturan mereka diperoleh informasi bahwa dalam mengumpul data mereka bekerja sama dengan berbagai pihak seperti kepada desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, petani, dan anggota LSM. Di kabupaten Manggarai pengetahuan dan ketrampilan lebih dari separuh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli
dalam
mengidentifikasi,
mengkaji,
menjabarkan
dan
menganalisis
agroekosistem lebih bagus daripada Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli sektor hortikultura. Laporan dan hasil kerja mereka tampak sistematis dan berisi data yang lengkap, berbeda dengan yang dibuat Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli sektor hortikultura yang kurang berisikan data lengkap tentang agroekosistem di sektor hortikultura. Dari fenomena itu disimpulkan bahwa di Provinsi Nusa Tenggara Timur kemampuan kognitif Penyuluh Trampil dalam mengidentifikasi agroekosistem sebagian besar hanya berkategori sedang, sebaliknya kemampuan hampir semua Penyuluh Ahli berkategori tinggi. Kemampuan tinggi para Penyuluh Ahli ini bisa diduga karena semua mereka berlatar belakang Sarjana Pertanian, berbeda dengan Penyuluh Trampil yang pada umumnya tamatan Sekolah Menengah Atas Pertanian (SPMA). Sebaliknya dalam hal kemampuan afektif, sebagian besar Penyuluh Trampil ini memiliki kemampuan tinggi; hal ini ditunjukkan dengan sikap mereka yang positif dalam kegiatan mengidentifikasi agroekosistem seperti bekerja sama dengan orang lain, mendengarkan pendapat tokoh mayarakat, petani, pemuda, dan sebagainya; berbeda dengan kemampuan afektif Penyuluh Ahli yang kurang dari separuhnya memiliki sikap cukup positif dan positif dalam mengidentifikasi agroekosistem. Dalam pemgamatan lapangan, sikap Penyuluh Ahli yang kurang positif ini disebabkan oleh kepercayaan diri mereka yang tinggi dalam melakukan kegiatan identifikasi, sehingga pendapat orang lain (seperti
140 tokoh masyarakat, petani atau pemuda tani dan lain-lain) cenderung diabaikan. Faktor pendidikan yang lebih tinggi dari orang lain diduga menjadi salah satu alasannya. Pada aspek kemampuan psikomotorik, kemampuan Penyuluh Trampil dan Ahli ini hampir sama. Kemampuan Penyuluh Pertanian Mengidentifikasi Kebutuhan Teknologi Pertanian Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan teknologi pertanian diperlukan oleh seorang penyuluh untuk mengetahui kesiapan petani dalam memenuhi kebutuhannya akan teknologi pertanian yang ingin digunakannya. Ada dua jenis teknologi pertanian yaitu teknologi pertanian yang bersifat kimiawi seperti pupuk, pestisida/obat-obatan, bibit unggul hasil rekayasa teknologi, dan teknologi pertanian yang bersifat mekanisasi seperti traktor, pompa air, alat perontok padi/jagung, dan sebagainya. Dari Tabel 46 di bawah ini terlihat bahwa kemampuan kognitif dan psikomorik sebagian besar Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura di kabupaten Kupang dalam mengidentifikasi teknologi pertanian yang dibutuhkan petani tergolong tinggi. Dari pengamatan dan wawancara di lapangan, baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli mengetahui dengan baik jenis-jenis teknologi pertanian seperti teknologi pertanian yang bersifat kimiawi seperti obat-obatan/pestisida, jenis-jenis pupuk hasil olahan pabrik dan teknologi pertanian yang bersifat mekanisasi pertanian seperti traktor besar, traktor tangan, alat/mesin perontok padi/jagung, Blender Juice dan sebagainya. Dalam hal kemampuan
afektif,
hampir
separuh (42
persen)
dari Penyuluh Ahli
memperlihatkan sikap yang kurang positif dalam mengidentifikasi kebutuhan teknologi pertanian ini. Sikap yang hampir sama juga diperlihatkan oleh lebih dari separuh Penyuluh Trampil. Adanya sikap skeptis di kalangan penyuluh pada umumnya terutama penggunaan teknologi pertanian oleh petani berangkat dari fakta rendahnya kemampuan ekonomi petani itu dalam pengadaan perangkat teknologi tersebut. Penyuluh hanya memperkenalkan manfaat penggunaan teknologi pertanian itu dan keputusan penggunaannya tetap terletak pada petani sendiri.
141 Tabel 46 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Mengidentifikasi Kebutuhan Teknologi Pertanian Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Cukup Positif Sikap (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 0,0 0,0 25 28,6 75 71,4 100 100 62,5 57,1 37,5 57,1 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 50 42,9 50 57,1 100 100 P (%)n=10 H(%)n= 10 0,0 0,0 50 30 50 70 100 100 50 50 50 40 0,0 10 100 100 10 10 40 40 50 50 100 100 P(%)n=8 H(%)n= 7 0,0 28,5 37,5 42,9 62,5 28,5 100 100 62,5 71,4 37,5 28,6 0,0 0,0 100 100 0,0 14,3 25 14,3 62,5 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 50 50 50 50 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 33,3 25 66,7 75 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 50 25 50 75 100 100 50 50 25 50 25 0,0 100 100 0,0 0,0 25 25 75 75 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 25 33,3 75 66,7 100 100 75 66,7 25 33,3 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Dalam pengamatan di lapangan adanya sikap skeptis, keraguan penyuluh terhadap identifikasi kebutuhan teknologi pertanian disebabkan oleh kesenjangan antara tersedianya teknologi pertanian dengan kemampuan modal petani untuk memanfaatkan teknologi pertanian itu. Sejumlah penyuluh mengungkapkan bahwa walaupun mereka memiliki niat, kemauan untuk menunjukkan kepada petani teknologi pertanian yang sesuai dengan standar pemakaian yang baik untuk usahatani, namun mereka juga skeptis terhadap kenyataan ketidakmampuan petani.
142 Di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Manggarai lebih dari separuh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli sektor pangan
memiliki
pengetahuan (kognitif) yang baik tentang kebutuhan teknologi pertanian yang dapat digunakan petani dalam usahataninya. Namun mereka juga memiliki sikap pesimistis dan skeptis seperti penyuluh di kabupaten Kupang karena adanya keterbatasan petani dalam hal modal untuk pengadaan berbagai sarana teknologi yang dibutuhkan. Keluhan keterbatasan modal para petani dan mahalnya sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan seringkali melemahkan minat penyuluh dalam hal menetapkan standar penggunaan pupuk dan obat-obatan yang ideal. Dalam kenyataannya petani seringkali mengabaikan anjuran para penyuluh karena ketiadaan modal. Walaupun para penyuluh trampil mengadakan uji coba penggunaan pupuk yang ideal pada tanaman dan memberikan hasil yang baik namun petani tidak mudah mengikutinya. Hal yang sama juga dialami oleh Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli sektor hortikultura. Kesimpulannya: di Provinsi Nusa Tenggara Timur penyuluh pada umumnya mampu mengidentifikasi kebutuhan teknologi pertanian yang idealnya digunakan oleh petani, namun di lain pihak mereka juga ragu dan skeptis sejalan dengan keterbatasan modal petani. Para petani umumnya menyesuaikan pemanfaatan teknologi pertanian sesuai dengan kemampuannya, terutama kemampuan modal usaha. Kemampuan Penyuluh Pertanian Menyusun Program Penyuluhan Seorang penyuluh harus mampu menyusun suatu program penyuluhan. Program penyuluhan pertanian adalah rencana kerja tentang kegiatan penyuluhan pertanian yang memadukan aspirasi petani-nelayan dan masyarakat pertanian dengan
potensi
wilayah
dan
program
pembangunan
pertanian,
yang
menggambarkan keadaan sekarang, tujuan yang ingin dicapai, masalah-masalah dan alternatif pemecahannya serta cara mencapai tujuan yang disusun secara partisipatif, sistematis dan tertulis setiap tahun. Kemampuan penyuluh menyusun program penyuluhan ditunjukkan dalam Tabel 47.
143 Tabel 47 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Menyusun Program Penyuluhan Kabupaten Kupang
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Timor Tengah Selatan
Pengetahuan (Kognitif)
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Manggarai
Pengetahuan (Kognitif)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Sikap Kurang Positif (Afektif) Cukup Positif Positif Jumlah Ketrampilan Rendah (Psikomotorik) Sedang Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 37,5 42,9 50 42,9 12,5 14,3 100 100 25 28,6 50 42,8 25 28,6 100 100 37,5 28,6 50 42,8 12,5 28,6 100 100 P (%)n=10 H(%)n= 10 30 20 20 50 50 30 100 100 0,0 20 50 40 50 40 100 100 10 20 40 40 50 40 100 100 P(%)n=8 H(%)n= 7 12,5 28,6 50 28,6 37,5 42,8 100 100 0,0 0,0 37,5 28,6 62,5 71,4 100 100 0,0 14,3 25 14,3 62,5 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0.0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 66,7 100 33,3 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 25 100 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 25 25 25 25 75 50 100 100 0,0 0,0 0,0 25 100 75 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 25 33,3 75 66,7 100 100 25 33,3 25 0,0 50 66,7 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Pada Tabel 47 tampak bahwa hampir semua (rata-rata 90 persen) Penyuluh Ahli di kabupaten Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan dan kabupaten Manggarai mempunyai kemampuan kognitif yang tinggi dalam menyusun program penyuluhan berada sedikit lebih tinggi daripada Penyuluh Trampil yang lebih dari separuhnya mempunyai kemampuan kognitif tinggi.
144 Kemampuan Penyuluh Pertanian Menyusun Rencana Kerja Penyuluhan Kemampuan penyuluh di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Manggarai dalam menyusun rencana kerja penyuluhan ditampilkan dalam Tabel 48. Tabel 48 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Menyusun Rencana Kerja Penyuluhan Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif)
Manggarai
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 25 28,6 50 42,9 25 28,6 100 100 12,5 28,6 62,5 57,1 25 28,6 100 100 25 28,6 62,5 57,1 12,5 14,3 100 100 P (%)n=10 H(%)n= 10 20 10 30 40 50 50 100 100 10 10 40 40 50 50 100 100 10 20 40 40 50 40 100 100 P(%)n=8 H(%)n= 7 0,0 14,3 25 28,6 75 57,1 100 100 0,0 25 37,5 28,6 62,5 57,4 100 100 0,0 14,3 25 14,3 75 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 66,7 100 33,3 0,0 100 100 0,0 0,0 33,3 25 66,7 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 25 25 75 100 100 100 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 0,0 0,0 25 0,0 100 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 0,0 33,3 100 66,7 100 100 0,0 0,0 50 33,3 50 66,7 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Pada Tabel 48 tampak bahwa hampir semua Penyuluh Ahli baik sektor pangan maupun hortikultura di tiga kabupaten mempunyai kemampuan yang baik dalam menyusun rencana kerja penyuluhan. Kemampuan kognitif dan afeksi yang
145 tinggi sebagian besar Penyuluh Trampil hanya dijumpai di kabupaten Timor Tengah Selatan dan Manggarai, namun di Kabupaten Kupang cenderung rendah bahkan kemampuan afeksi dan psikomotorik sebagian besar Penyuluh Trampil hanya kategori sedang. Pada pihak lain, walaupun kemampuan kognitif Penyuluh Ahli di tiga kabupaten tergolong tinggi, namun tidak diikuti dengan kemampuan afektif yang tinggi pula. Dari fakta itu disimpulkan bahwa kemampan Penyuluh Trampil baik pangan maupun hortikultura pada aspek kognitif dan psikomotorik cenderung berada pada kategori menengah, sedangkan pada penyuluh Ahli, kemampuan kognitif dan psikomotorik cenderung tinggi namun kemampuan afektif cenderung berada pada kategori menengah. Kompetensi Penyuluh Pertanian Melaksanakan Penyuluhan Pertanian Kompetensi melaksanakan penyuluhan pertanian dalam penelitian ini adalah kemampuan Penyuluh dalam (1) menyusun materi penyuluhan pertanian (2) menerapkan metode penyuluhan yang meliputi ceramah, kombinasi ceramah dan diskusi, demonstrasi atau studi lapang, membina/mengunjungi kelompok tani dan (3) mengembangkan swadaya dan swakarya petani-nelayan. Untuk setiap aspek kemampuan, ada tiga kategori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Pada aspek kognitif, kategori rendah apabila Penyuluh tidak memiliki kemampuan dan wawasan pengetahuan dalam menyusun materi penyuluhan dengan unsur-unsurnya, menerapkan metode penyuluhan dengan unsur-unsurnya dan mengembangkan swadaya dan swakarya petani nelayan. Kategori sedang jika Penyuluh memiliki pengetahuan dan wawasan yang cukup dan kategori tinggi bila penyuluh memiliki semua potensi individual tersebut. Pada aspek afektif, kategori rendah jika penyuluh tidak memiliki sikap positif dan menyenangkan dalam menyusun materi penyuluhan, penerapan metode penyuluhan dan pengembangan swadaya dan swakarya petani-nelayan, kategori sedang bila memiliki sikap positif yang cukup dan kategori tinggi bila memiliki sikap positif dan menyenangkan. Pada aspek psikomotorik, kategori rendah jika Penyuluh samasekali tidak memiliki ketrampilan dalam kegiatankegiatan tersebut, kategori sedang jika Penyuluh cukup trampil dan kategori tinggi jika penyuluh memiliki ketrampilan.
146
Kemampuan Penyuluh Pertanian Menyusun Materi Penyuluhan Kemampuan Penyuluh Pertanian menyusun materi penyuluhan tampak pada Tabel 49.
Tabel 49 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Menyusun Menyusun Materi Penyuluhan Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Pengetahuan
Rendah Sedang (Kognitif) Tinggi Jumlah Sikap Kurang Positif (Afektif) Cukup Positif Manggarai Positif Jumlah Ketrampilan Rendah (Psikomotorik) Sedang Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 37,5 42, 8 37,5 28,6 25 28,6 100 100 12,5 28,6 62,5 57,1 25 28,6 100 100 37,5 14,3 50 57,1 12,5 28,6 100 100 P(%)n=10 H(%)n= 10 20 20 40 40 40 40 100 100 10 10 40 40 50 50 100 100 10 20 40 40 50 40 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 33,3 33,3 66,7 66,7 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 33,3 25 66,7 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 25 25 25 25 50 50 100 100 0,0 0,0 25 25 100 75 100 100
P (%)n=8
H(%)n= 7
P(%)n= 4
H(%)n= 3
12,5 37,5 50 100 0,0 37,5 62,5 100 12,5 25 62,5 100
14,3 28,6 57,1 100 25 28,6 57,4 100 14,3 14,3 57,1 100
0,0 0,0 100 100 0,0 50 50 100 0,0 0,0 100 100
0,0 33,3 66,7 100 0,0 33,3 66,7 100 0,0 0,0 100 100
Dari Tabel 49 tampak bahwa hampir semua Penyuluh Ahli di tiga Kabupaten mempunyai kemampuan kognitif dan psikomotorik yang tinggi saat menyusun
materi
penyuluhan.
Sebaliknya
kemampuan
yang
kurang
147 menggembirakan (rendah) dan sikap yang kurang positif seperti bekerja seadanya, kurang bersemangat dan termotivasi, adanya sikap bosan dimiliki oleh Penyuluh Trampil terutama di di kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan; hanya di kabupaten Manggarai yang kemampuan Penyuluh Trampilnya rata-rata tinggi. Kemampuan yang baik ini dimbangi juga oleh sikap-sikap positif yang dimiliki seperti keseriusan, ketekunan, dan tanggungjawab terhadap pekerjaan. Fakta itu menunjukkan bahwa kemampuan Penyuluh di Nusa Tenggara Timur belum merata dan perlu ada upaya peningkatan kemampuan terutama dalam menyusun materi penyuluhan. Kemampuan Penyuluh Menerapkan Metode Penyuluhan Perorangan Pada Tabel 50 tampak bahwa lebih dari 70 persen Penyuluh Ahli di kabupaten Kupang mempunyai kemampuan dan ketrampilan yang tinggi dalam menerapkan metode penyuluhan perorangan, namun kemampuan afeksi lebih dari 60 persen Penyuluh Ahli tersebut tergolong rendah : cenderung ingin didengar, emosional, kurang arif dan sebagainya. Sebaliknya hampir separuh (45 persen) Penyuluh Trampil lebih arif dan empati terhadap masalah petani, walaupun kemampuan kognitif mereka saat melakukan penyuluhan perorangan tidak terlalu tinggi. Di kabupaten Timor Tengah Selatan sebagian besar (lebih dari 50 persen) Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil memiliki kemampuan yang seimbang antara pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam memberikan penyuluhan perorangan. Keseimbangan kemampuan ini akan sangat membantu penyuluh saat mereka menemui petani. Di kabupaten Manggarai lebih dari 50 persen Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang juga seimbang seperti halnya Penyuluh di kabupaten Timor Tengah Selatan. Kemampuan dan ketrampilan menjelaskan pesan-pesan penyuluhan kepada seorang petani didukung oleh sifat-sifat personal mereka seperti kearifan, kesabaran dan memiliki sikap mau mendengarkan petani dengan penuh perhatian.
148 Tabel 50 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Menerapkan Metode Penyuluhan Perorangan Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 25 28,6 37,5 28,6 37,5 42,8 100 100 0,0 0,0 50,5 57,1 50 42,9 100 100 25 14,3 50 57,1 25 28,6 100 100 P (%)n=10 H(%)n= 10
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
20 40 40 100 10 40 50 100 10 40 50 100 P (%)n=8
20 40 40 100 10 40 50 100 20 40 40 100 H(%)n= 7
12,5 37,5 50 100 0,0 37,5 62,5 100 0,0 25 62,5 100
14,3 28,6 57,1 100 25 28,6 57,4 100 14,3 14,3 57,1 100
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Cukup Positif Sikap (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 25 100 75 100 100 33,3 33,3 66,7 66,7 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 33,3 25 66,7 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 25 25 25 25 50 50 100 100 0,0 0,0 25 25 100 75 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 0,0 33,3 100 66,7 100 100 0,0 0,0 50 33,3 50 66,7 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Secara umum Penyuluh Ahli di Nusa Tenggara Timur mampu secara kognitif dalam menerapkan metode penyuluhan perorangan namun seringkali kurang bersabar tatkala menemui petani secara perorangan. Sebaliknya Penyuluh Trampil lebih memiliki empati terhadap persoalan petani dan berusaha dengan kemampuannya memecahkan masalah yang dihadapi petani.
149 Kemampuan Penyuluh Pertanian Menerapkan Metode Penyuluhan Kelompok Metode penyuluhan kelompok seringkali lebih efektif daripada metode penyuluhan perorangan karena melibatkan lebih banyak orang dalam suatu wadah kelompok. Pada Tabel 51 tampak sebaran kemampuan penyuluh pertanian di tiga kabupaten dalam hal menerapkan metode penyuluhan kelompok. Tabel 51 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Menerapkan Metode Penyuluhan Kelompok Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Sikap Cukup Positif (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 12,5 28,6 50 42,9 37,5 28,6 100 100 25 28,6 62,5 57,1 12,5 28,6 100 100 12,5 28,6 62,5 42,8 25 28,6 100 100 P (%)n=10 H(%)n= 10 10 20 40 40 50 60 100 100 10 10 40 40 50 50 100 100 20 20 40 30 40 50 100 100 P (%)n=8 H(%)n= 7 0,0 14,3 30 28,6 70 57,1 100 100 0,0 25 37,5 28,6 62,5 57,4 100 100 0,0 14,3 25 14,3 62,5 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 66,7 100 33,3 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 25 25 75 75 100 100 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 0,0 33,3 100 66,7 100 100 0,0 0,0 50 33,3 50 66,7 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100
150 Berdasarkan Tabel 51 kemampuan penyuluh di Nusa Tenggara Timur menerapkan metode penyuluhan kelompok berbeda satu sama lain. Semua Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura di Kabupaten Kupang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam menerapkan metode penyuluhan kelompok. Pada pihak lain Penyuluh Trampil sektor pangan lebih menunjukkan tingkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang lebih baik dalam menerapkan metode penyuluhan kelompok daripada Penyuluh Trampil sektor hortikultura. Di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebagian besar Penyuluh Ahli baik sektor pangan maupun hortikultura memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang tinggi dalam memberikan penyuluhan kelompok. Penyuluh Trampil sektor hortikultura lebih memperlihatkan pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi serta sikap yang positif saat memberikan penyuluhan berkelompok daripada Penyuluh Trampil sektor pangan. Di Kabupaten Manggarai hampir semua Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil memiliki pengetahuan, sikap yang akomodatif, responsif, arif, mau mendengar orang lain dan juga memiliki ketrampilan pendekatan terhadap petani saat menerapkan metode penyuluhan kelompok. Berbagai faktor kesamaan primordial seperti etnis, suku, budaya, agama, latar belakang serta penggunaan bahasa lokal yang sama diamati sebagai faktor-faktor pelancar dalam penggunaan metode penyuluhan berkelompok. Kemampuan Penyuluh Pertanian Menerapkan Metode Penyuluhan secara Masal (Radio) Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), dari segi metode penyampaian informasi penyuluhan masal/umum (mass approach method) adalah baik, namun dari aspek keberhasilan dipandang kurang efektif karena hanya dapat menimbulkan tahap kesadaran dan minat. Penyuluhan masal biasanya dilakukan dalam kelompok masyarakat dengan jumlah yang sangat besar atau melalui media baik elektronik seperti televisi, radio, film, slide dan sebagainya maupun media cetak seperti koran, majalah, brosur, leaflet dan sebagainya. Bagi petani di Provinsi Nusa Tenggara Timur penyuluhan masal terutama melalui radio tetap menjadi salah satu alternatif penyuluhan yang penting mengingat kondisi geografi dan topografi yang terdiri dari pulau-pulau, tanah pegunungan, perbukitan dan
151 sebagainya. Tempat tinggal sebagian besar petani yang dipisahkan oleh lautan, gunung dan bukit dapat dijembatani oleh siaran pedesaan yang seminggu sekali dipancarkan oleh Radio Pemerintah Daerah (RPD) setiap Kabupaten. Tabel 52 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Menerapkan Metode Penyuluhan Massal (Radio) Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif) Ketrampilan (Psikomotorik
Pengetahuan (Kognitif)
Manggarai
Sikap (Afektif) Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 25 14,3 37,5 42,9 37,5 42,9 100 100 12,5 28,6 62,5 42,8 25 28,6 100 100 25 28,6 62,5 28,6 12,5 42,8 100 100 P(%)n=10 H(%)n= 10 10 10 40 30 50 60 100 100 10 10 40 40 50 50 100 100 10 20 40 20 50 60 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 33,3 0,0 66,7 100 100 100 0,0 0,0 66,7 100 33,3 0,0 100 100 0,0 0,0 33,3 25 66,7 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 25 25 75 100 100 100 50 0,0 0,0 50 50 50 100 100 25 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100
P(%)n=8
H(%)n= 7
P(%)n= 4
H(%)n= 3
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi
12,5 30 50 100 0,0 37,5 62,5 100 0,0 25 62,5
14,3 28,6 57,1 100 25 28,6 57,4 100 14,3 14,3 57,1
0,0 0,0 100 100 0,0 50 50 100 0,0 25 75
0,0 33,3 66,7 100 0,0 33,3 66,7 100 0,0 33 67
Jumlah
100
100
100
100
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura
Pada Tabel 52 tampak variasi kemampuan penyuluh di tiga kabupaten penelitian. Di Kabupaten Kupang pengetahuan dan ketrampilan sebagian besar Penyuluh Ahli berbicara di depan masyarakat dalam jumlah besar lebih tinggi
152 daripada Penyuluh Trampil. Kemampuan dan ketrampilan Penyuluh Ahli ini juga tampak lebih memadai taktala mereka melakukan siaran pedesaan melalui radio. Kepiawaian mereka menyusun drama radio, talk show terkait dengan pertanian cukup membantu penyebaran informasi penyuluhan. Kemampuan Penyuluh Ahli memanfaatkan media elektronik khususnya siaran pedesaan juga tampak di kabupaten Manggarai dan Timor Tengah Selatan. Dasar pendidikan sarjana dan pelatihan-pelatihan praktis di bidang penyusunan naskah berita, drama, talk show, sarasehan melalui radio membantu pendalaman dan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan mereka menggunakan metode penyuluhan secara masal. Kemampuan Penyuluh Pertanian MemBina Kelompok Tani sebagai Kelompok Pembelajaran Dari Tabel 53 tersebut diperoleh fakta bahwa Penyuluh Ahli di kabupaten Kupang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang baik dalam membina kelompok tani sebagai kelompok pembelajaran, namun dalam proses pembinaan itu mereka seringkali kurang sabar dan ingin memperoleh hasil secepat mungkin. Secara teoritis mereka menguasai teknik-teknik pembinaan kelompok namun tatkala menghadapi anggota kelompok yang terbatas pengetahuannya mereka cepat
berputus
asa.
Sebaliknya
Penyuluh
Trampil
justru
menunjukkan
kemampuan yang baik dalam membina kelompok terutama dimensi afektifnya. Mereka tampak lebih arif menghadapi anggota kelompok yang lamban dalam memahami suatu persoalan. Di kabupaten Timor Tengah Selatan Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil tampil lebih meyakinkan. Secara umum baik Penyuluh Ahli maupun Penyuluh Trampil di sektor pangan dan hortikultura memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang baik dalam membina kelompok tani. Mereka diterima dengan sangat antusias oleh petani karena mereka mampu membimbing kelompok tani sebagai tempat/wadah mereka berdiskusi, berbagai pengalaman hidup bukan saja terkait dengan usahatani tetapi juga hal-hal lain seperti persoalan mendidik anak, hubungan ketetanggaan, masalah tanah dengan sesama petani dan sebagainya.Di sini penyuluh mampu menumbuhkan perasaan solider di antara para petani untuk memecahkan semua persoalan yang dihadapi.
153 Tabel 53 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Membina Kelompok Tani sebagai Kelompok Pembelajaran Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Cukup Positif Sikap (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 12,5 14,3 37,5 28,5 50 57,2 100 100 12,5 0,0 37,5 57,1 50 42,9 100 100 12,5 14,3 50 57,1 37,5 28,6 100 100 P (%)n=10 H(%)n= 10 10 20 40 30 50 50 100 100 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 0,0 30 50 30 50 40 100 100 P (%)n=8 H(%)n= 7 12,5 14,3 37,5 28,6 50 57,1 100 100 0,0 25 37,5 28,6 62,5 57,4 100 100 0,0 14,3 25 14,3 62,5 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 25 100 75 100 100 33,3 33,3 66,7 66,7 0,0 0,0 100 100 33,3 0,0 0,0 25 66,7 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 25 50 75 50 100 100 25 25 25 25 50 50 100 100 0,0 0,0 25 25 75 75 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 0,0 33,3 100 66,7 100 100 0,0 0,0 50 33,3 50 66,7 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Di Kabupaten Manggarai secara umum baik Penyuluh Ahli maupun Penyuluh Trampil di sektor pangan dan hortikultura memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam membina kelompok tani sama seperti di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Penyuluh pada umumnya tahu, mau dan mampu membina kelompok tani sebagai ”sekolah bagi petani.” Kelompok tani menjadi wadah belajar, tempat terjadi sosialisasi diri, tempat hubungan sosial bertumbuh dan berkembang. Kemampuan penyuluh menggerakkan proses sosial dalam wadah kelompok tani menumbuh kembangkan potensi diri mereka baik yang
154 berhubungan dengan usahatani maupun persoalan lain yang dihadapi. Kelompok tani
adalah
wadah
perkumpulan
para
petani,
tempat
bertumbuh
dan
berkembangnya solidaritas dan soliditas di antara para petani. Wadah kelompok tani adalah tempat mereka belajar dan berdiskusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam berusahatani, tempat berkembangnya pemikiran-pemikiran kreatif dan kemandirian (Slamet, 2003). Kemajuan kelompok tani sebagai wadah pembelajaran tidak saja ditentukan oleh para anggotanya, tetapi juga oleh kemampuan
penyuluh
menggerakkan
para
petani,
memotivasi
dan
mendinamisasinya. Dari temuan di tiga kabupaten itu dapat disimpulkan bahwa kelompok tani sebagai wadah pembelajaran bagi petani di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik jika didampingi oleh para penyuluh. Berbagai modal sosial seperti kerja sama, solidaritas, perasaan senasib, tanggungjawab bersama dan sebagainya mampu bertumbuh dan berkembang dalam wadah tani ini. Kemampuan Penyuluh Pertanian Mengembangkan Swadaya Petani-Nelayan Dari Tabel 54 tampak bahwa dibandingkan dengan Penyuluh Trampil sektor pangan dan hortikultura, sebagian besar Penyuluh Ahli di sektor pangan dan hortikultura di kabupaten Kupang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang lebih baik dalam membina dan mengembangkan keswadayaan petani dan nelayan. Mereka mampu mendorong petani-nelayan mengembangkan berbagai potensi dan modal sosial yang dimiliki petani. Hal ini terbukti dengan eksisnya sejumlah kelompok tani binaan yang tidak lagi bergantung kepada penyuluh. Mereka sudah mampu membuat perencanaan usahatani sendiri, membentuk jaringan pemasaran hasil dengan mitra dan mengelola koperasi kelompok. Di kabupaten Timor Tengah Selatan dan kabupaten Manggarai ”performance” pengetahuan, sikap dan ketrampilan Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil di sektor pangan dan hortikultura dalam mengembangkan keswadayaan petani juga tergolong tinggi (baik). Paduan antara intervensi dari ’atas” (penyuluh) dengan sikap responsif dan partisipatif dari ”bawah” (petani) membentuk
155 kesamaan persepsi dan pola pikir dalam mengembangkan keswadayaan petani. Intervensi penyuluh dalam bentuk membimbing, memotivasi, mengidentifikasi potensi dan modal sosial petani dan mengembangkannya secara bersama-sama petani yang lain menumbuhkan kepercayaan diri petani dalam berusahatani. Hal ini terbukti dari berkembangnya kemandirian sejumlah kelompok tani binaan para penyuluh.
Tabel 54 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Mengembangkan Swadaya Petani-Nelayan Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Cukup Positif Sikap (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 25,0 28,6 50,0 42,9 25,0 28,6 100 100 12,5 28,6 62,5 57,1 25,0 28,6 100 100 25,0 28,6 62,5 57,1 12,5 14,3 100 100 P(%)n=10 H(%)n= 10 20,0 10,0 30,0 40,0 50,0 50,0 100 100 10,0 10,0 40,0 40,0 50,0 50,0 100 100 10,0 20,0 40,0 40,0 50,0 40,0 100 100 P (%)n=8 H(%)n= 7 0,0 14,3 50,0 28,6 50,0 57,1 100 100 0,0 25 37,5 28,6 62,5 57,4 100 100 0,0 14,3 25,0 14,3 62,5 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 66,7 100 33,3 0,0 100 100 0,0 0,0 33,3 25 66,7 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 25,0 25,0 75 100 100 100 0,0 0,0 50,0 50,0 50,0 50,0 100 100 0,0 0,0 25,0 0,0 100 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 0,0 33,3 100 66,7 100 100 0,0 0,0 50 33,3 50 66,7 100 100 0,0 0,0 25,0 33,0 75,0 67,0 100 100
156 Kompetensi Penyuluh Pertanian Membuat Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian Pada Tabel 55 tampak kemampuan penyuluh pertanian dalam membuat evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan penyuluhan. Tabel 55 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Membuat Evaluasi dan Pelaporan hasil Pelaksanaan Penyuluhan Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif)
Manggarai
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil P(%)n=8 Hi(%)n=7 25 28,6 37,5 28,6 37,5 42,8 100 100 0,0 0,0 50,5 57,1 50 42,9 100 100 25 14,3 50 57,1 25 28,6 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 0,0 0,0 100 100 33,3 66,7 0,0 100 0,0 33,3 66,7 100
P (%)n=10
H(%)n= 10
P(%)n= 4
20 40 40 100 10 40 50 100 10 40 50 100
20 40 40 100 10 40 50 100 20 40 40 100
0,0 50 50 100 25 25 50 100 0,0 25 100 100
P(%)n=8
H(%)n= 7
P(%)n= 4
12,5 37,5 50 100 0,0 37,5 62,5 100 0,0 25 62,5 100
14,3 28,6 57,1 100 25 28,6 57,4 100 14,3 14,3 57,1 100
0,0 0,0 100 100 0,0 50 50 100 0,0 25 75 100
H(%)n=4 0,0 25 75 100 33,3 66,7 0,0 100 0,0 25 100 100 H(%)n= 4 0,0 50 50 100 25 25 50 100 0,0 25 75 100 H(%)n= 3 0,0 33,3 66,7 100 0,0 33,3 66,7 100 0,0 33 67 100
Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura
Pada Tabel 55 tampak bahwa hampir sebagian besar Penyuluh Ahli di tiga kabupaten (Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten
157 Manggarai) memiliki pemahaman konseptual yang tinggi (aspek kognitif) tentang arti dan makna sebuah evaluasi/laporan dan juga mampu membuatnya (aspek psikomotorik) menjadi sebuah laporan evaluasi yang sistematik. Namun mereka belum mampu bekerja sama dalam satu teamwork, mereka mengandalkan kemampuan masing-masing individu dan belum mampu keluar dari sikap suka membenarkan diri (aspek afektif). Kemampuan Penyuluh Trampil dalam membuat evaluasi dan laporan kegiatan penyuluhan di tiga Kabupaten rata-rata belum memadai. Penyuluh Trampil di ketiga kabupaten cenderung memiliki kemampuan yang rendah dalam mengabstrasikan temuan evaluasinya. Mereka belum mampu secara konseptual melakukan kajian, analisis, pembandingan, cross chek sebagaimana halnya bisa dilakukan oleh Penyuluh Ahli. Kemampuan kognitif yang terbatas ini berpengaruh juga pada terbatasnya ketrampilan mereka menyusun sebuah laporan evaluasi yang sistematik, logis dan obyektif. Kompetensi Penyuluh Pertanian Mengembangkan Penyuluhan Pertanian Kemampuan mengembangkan penyuluhan pertanian terdiri dari (1) penyusunan pedoman/pelaksanaan penyuluhan pertanian, (2) perumusan kajian arah kebijaksanaan pengembangan penyuluhan pertanian dan (3) pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan pertanian. Untuk setiap aspek itu ada tiga kateogri yang digunakan dalam penelitian ini yakni kategori rendah, sedang dan tinggi. Pada aspek kognitif, kategori rendah jika Penyuluh tidak memiliki kemampuan yang baik dalam menyusun pedoman/pelaksanaan penyuluhan pertanian, perumusan kajian arah kebijaksanaan pengembangan penyuluhan dan pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan. Kategori sedang apabila Penyuluh dinilai cukup memiliki kemampuan untuk ketiga aspek tersebut dan kategori tinggi jika Penyuluh memiliki kemampuan secara baik dalam ketiga unsur itu. Pada aspek afektif, kategori rendah jika Penyuluh tidak memiliki niat dan kemauan untuk menyusun pedoman penyuluhan, merumuskan arah kebijaksanaan pengembangan penyuluhan dan pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan. Kategori sedang jika Penyuluh cukup menunjukkan minat dan kemauan dalam ketiga aspek itu, dan kategori tinggi jika penyuluh memiliki niat dan kemauan yang tinggi pada ketiga aspek tersebut. Pada aspek psikomotorik,
158 kategori rendah jika Penyuluh tidak trampil dalam ketiga aspek tersebut; kategori sedang jika Penyuluh cukup trampil dan kategori tinggi jika penyuluh menunjukkan ketrampilan dalam ketiga aspek tersebut. Kemampuan Penyuluh Pertanian Merumuskan Kajian Arah Kebijaksanaan Pengembangan Penyuluhan Pertanian Sebagai seorang ”agen pemberdaya”, penyuluh selalu berhadapan dengan dinamika usahatani. Dinamika usahatani juga sejalan dengan perubahanperubahan sosial, ekonomi, perubahan pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku kemasyarakatan yang ada. Petani sebagai bagian dari masyarakat umum senantiasa akan mengalami rangkaian perubahan dalam hidupnya termasuk dalam cara dia menyikapi nilai-nilai usahataninya, cara dia menghitung untung rugi, cara dia membentuk kemitraan, berdagang, berbisnis dan sebagainya. Perubahanperubahan societal itu berdampak pada penyuluhan. Dengan demikian model penyuluhan tidaklah bersifat statis tetapi dinamis sesuai dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi. Hasil kajian dari keseluruhan sistem itu berdampak pula pada kajian pengembangan penyuluhan yang realistis sesuai dengan kondisi yang ada. Dalam kondisi perubahan kultur dan struktur kemasyarakatan termasuk kultur dan struktur usahatani penyuluh dituntut untuk memiliki kemampuan mengkaji
dan
menganalisis
berbagai
fenomena
perubahan
itu
untuk
menyesuaikannya dengan sistem, metode, dan strategi penyuluhan yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan perubahan. Dari Tabel 56 tampak bahwa Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura di kabupaten Kupang sudah cukup terlatih dalam merumuskan kajian arah kebijaksanaan pengembangan penyuluhan sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Sebagian besar dari mereka memiliki pengetahuan kognitif dan ketrampilan yang tinggi dalam mengadaptasikan model dan strategi penyuluhan yang sesuai dengan perubahan zaman. Sebaliknya pengetahuan, wawasan, minat dan perhatian Penyuluh Trampil sektor pangan dan hortikultura masih cukup terbatas dalam merumuskan kajian yang adaptif dengan perubahan-perubahan
usahatani
yang
ada.
Faktor
pendidikan
diduga
melatarbelakangi kemampuan dasar para penyuluh ini. Penyuluh Ahli yang
159 sarjana pada umumnya lebih mampu berpikir analitis kritis daripada penyuluh Trampil. Tabel 56 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Merumuskan Kajian Arah Kebijaksanaan Pengembangan Penyuluhan Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Cukup Positif Sikap (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 0,0 42,8 50 28,6 50 28,6 100 100 0,0 28,6 50 28,6 50 42,8 100 100 37,5 14,3 37,5 42,8 25 28,6 100 100 P (%)n=10 H(%)n= 10 20 20 40 30 40 50 100 100 10 10 40 40 50 40 100 100 20 20 30 30 50 40 100 100 P (%)n=8 H(%)n= 7 0,0 0,0 50 42,9 50 57,1 100 100 0,0 0,0 37,5 42,8 62,5 57,4 100 100 12,5 14,3 37,5 14,3 50 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 25 100 75 100 100 33,3 33,3 0,0 0,0 66,7 66,7 100 100 0,0 25 33,3 0,0 66,7 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 0,0 0,0 0,0 50 100 50 100 100 0,0 0,0 25 25 75 75 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 0,0 33,3 100 66,7 100 100 0,0 0,0 75 33,3 25 66,7 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Di Kabupaten Timor Tengah Selatan kemampuan Penyuluh Ahli di kedua sektor tampak lebih tinggi daripada Penyuluh Trampil dalam menganalisis kajian arah pengembangan penyuluhan. Penyuluh Ahli sektor hortikultura memiliki minat, perhatian dan empati yang besar terhadap kajian pengembangan penyuluhan ini mengingat Kabupaten Timor tengah Selatan ini merupakan sentra
160 buah-buahan dan sayur-sayuran bagi wilayah lainnya. Komoditas andalan kabupaten ini seperti jeruk yang dinilai memiliki kualitas tinggi di tingkat nasional mendorong para penyuluh mengkaji model pengembangan penyuluhan yang adaptif dengan perubahan usahatani. Perubahan paradigma penyuluhan yang lebih berorientasi agribisnis menjadi pertimbangan utama penyuluh merumuskan kajian penyuluhan yang bersifat agribisnis pula. Di Kabupaten Manggarai para penyuluh baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli terutama sektor pangan lebih intens merumuskan kajian arah pengembangan penyuluhan. Dari segi pendidikan dan intelektualitas para penyuluh ini memiliki kemampuan yang memadai. Secara teoritis mereka memiliki kemampuan kognitif yang baik untuk melakukan perubahan-perbahan strategi penyuluhan sesuai dengan kondisi yang ada. Kemampuan ini didukung pula oleh adanya minat dan perhatian (aspek afektif) mereka akan perubahan paradigma penyuluhan yang sudah bersifat agribisnis. Namun pada umumnya mereka belum memiliki ketrampilan yang baik dalam hal perumusan pengembangan penyuluhan yang bersifat agribisnis. Kemampuan Penyuluh Pertanian Menyusun Pedoman Pelaksanaan Penyuluhan Pedoman pelaksanaan penyuluhan adalah sebuah panduan penting dan praktis bagi penyuluh dalam melaksanakan tugasnya. Pedoman penyuluhan menjadi kontrol bagi penyuluh karena di dalamnya disajikan secara panjang lebar tentang cara mengatur jadual, cara menggunakan metode penyuluhan yang baik, cara menyusun materi penyuluhan yang baik, cara memahami karakter kelompok sasaran, cara berkomunikasi yang efektif, dan sebagainya. Pedoman ini biasanya disusun oleh organisasi penyuluhan dan menjadi pegangan bagi setiap penyuluh. Namun pendoman ini pun dapat disusun oleh penyuluh sendiri sesuai dengan kebutuhannya. Tabel 57 memperlihatkan kemampuan penyuluh menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan.
161 Tabel 57 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Menyusun Pedoman Pelaksanaan Penyuluhan Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Cukup Positif Sikap (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 50 50 0,0 28,6 50 28,6 100 100 25 0,0 50 42,9 25 57,1 100 100 37,5 14,3 37,5 57,1 25 28,6 100 100 P (%)n=10 H(%)n= 10 30 30 30 30 40 40 100 100 20 20 30 40 50 40 100 100 30 30 20 30 50 40 100 100 P(%)n=8 H(%)n= 7 0,0 14,3 50 28,6 50 57,1 100 100 0,0 25 37,5 28,6 62,5 57,4 100 100 12,5 14,3 37,5 28,6 50 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 25 100 75 100 100 33,3 33,3 66,7 66,7 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 33,3 0,0 66,7 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 0,0 0,0 50 50 50 50 100 100 0,0 0,0 100 25 100 75 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 33,3 0,0 0,0 100 66,7 100 100 0,0 0,0 50 33,3 50 66,7 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Pada Tabel 57 tampak bahwa di Kabupaten Kupang, Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang baik dalam menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri. Dari sistimatika yang dibuat tampak bahwa mereka mempunyai perhatian yang besar terhadap panduan atau pedoman tersebut dan menganggapnya sebagai media kontrol yang penting sebagaimana diakui oleh para penyuluh. Hal yang sama dialami oleh penyuluh di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Manggarai. Adanya kewajiban dari pimpinan instansi penyuluhan agar para
162 penyuluh memiliki pedoman pelaksanaan penyuluhan mendorong mereka untuk selalu menyusun dan membaharui pedoman penyuluhan yang ada sesuai dengan kebutuhan mereka di desa-desa binaan. Dari temuan penelitian tersebut bisa disimpulkan bahwa penyuluh di Provinsi Nusa Tenggara Timur telah mampu menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan sesuai dengan kebutuhannya. Kemampuan Penyuluh Pertanian Mengembangkan Metode atau Sistem Kerja Penyuluhan Walaupun sistem kerja Latihan dan Kunjungan (LAKU) secara resmi sudah dibubarkan, namun di lokasi penelitian sistem ini tetap dijalankan secara terbatas dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Kunjungan kepada kelompok petani tetap dilakukan oleh penyuluh setiap minggu dan jadualnya ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama. Salah satu dime nsi LAKU yakni dimensi latihan (training) dilakukan penyuluh atas inisiatif penyuluh sendiri berdasarkan kebutuhannya di lapangan. Metode atau sistem kerja yang dilakukan penyuluh di sini adalah memodifikasi sistem kerja LAKU berdasarkan kondisi di lapangan dan dilakukan secara fleksibel atas dasar kebutuhan dan berpijak pada kesepakatan bersama. Dari data penelitian kemampuan Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli memfasilitasi sistem kerja penyuluhan ini tampak dalam Tabel 58. Dari Tabel 58 tampak bahwa kemampuan pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan tidak merata di antara para Penyuluh, baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli. Di Kabupaten Kupang kemampuan kognitif sebagian besar Penyuluh Trampil di sektor pangan dan hortikultura adalah rendah, sebaliknya kemampuan Penyuluh Ahli adalah tinggi. Rendahnya kemampuan kognitif ini juga berbanding lurus dengan kemampuan mereka pada aspek afeksi dan psikomtororik yang juga rendah. Kemampuan yang rendah juga terdapat pada sebagian besar Penyuluh Trampil di di Kabupaten Timor Tengah Selatan, sebaliknya kemampuan Penyuluh Ahlinya tinggi terutama di sektor hortikultura. Di Kabupaten Manggarai, kemampuan sebagian besar Penyuluh Ahlinya tinggi, namun kemampuan Penyuluh Trampil kurang menggembirakan sebagaimana kedua kabupaten lainnya.
163 Tabel 58 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Mengembangkan Metode/Sistem Kerja Penyuluhan Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Timor Tengah Selatan
Pengetahuan (Kognitif)
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif)
Manggarai
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif CukupPositif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif CukupPositif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 50 57,2 50 42,8 0,0 0,0 100 100 50 0,0 50 42,9 0,0 57,1 100 100 37,5 28,6 37,5 57,1 25 14,3 100 100 P(%)n=10 H(%)n= 10 50 20 30 20 20 60 100 100 20 20 30 40 50 40 100 100 30 30 20 30 50 40 100 100 P(%)n=8 H(%)n= 7 12,5 14,3 37,5 28,6 50 57,1 100 100 0,0 0,0 37,5 42,8 62,5 57,4 100 100 12,5 14,3 37,5 14,3 50 57,1 100 100
Penyuluh Ahli P(%)n=3 H(%)n=4 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 33,3 33,3 0,0 0,0 66,7 66,7 100 100 0,0 25 33,3 0,0 66,7 100 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 4 0,0 0,0 100 0,0 0,0 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 100 25 100 75 100 100 P(%)n= 4 H(%)n= 3 0,0 0,0 0,0 33,3 100 66,7 100 100 0,0 0,0 0,0 33,3 100 66,7 100 100 0,0 0,0 25 33 75 67 100 100
Kompetensi Penyuluh Pertanian dalam Berkomunikasi
Kegiatan penyuluhan adalah kegiatan berkomunikasi. Oxford Dictionary mendefinisikan komunikasi sebagai ”the sending or exchange of information, idea, etc” atau pengiriman, tukar menukar informasi, ide dan sebagainya (Marzuki, 1999). Penyuluh adalah komunikator yang menyampaikan pesan-pesan berupa informasi teknis tentang usahatani, inovasi-inovasi baru dalam usahatani kepada kelompok sasaran (petani), sehingga petani terpengaruh dan mau
164 menggunakan atau menerapkannya. Kemampuan Penyuluh menyampaikan pesanpesan itulah yang membuat petani mengetahui (menyentuh aspek kognitifnya), mau melakukan atau menerapkan apa yang dikatakan oleh Penyuluh (menyentuh aspek afeksi) dan mampu melakukannya dalam tindakan nyata (me nyentuh aspek psikomotorik). Perubahan perilaku petani itu juga yang dimaksud oleh Hovland ketika ia mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (Effendy, 2000). Komunikasi penyuluhan yang berhasil adalah komunikasi yang disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh petani, terutama petani yang memiliki kemampuan dan pemahaman yang rendah dan terbatas. Kemampuan Penyuluh dalam hal berkomunikasi adalah keseluruhan kemampuan dalam memahami proses, substansi, kelompok sasaran, metode/cara berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis sehingga pesan-pesan yang disampaikan dimengerti dan dipraktekkan dalam tindakan nyata. Karena kelompok sasarannya adalah petani, maka hasil dari komunikasi itu adalah petani mengetahui (aspek kognitif), mau (aspek afektif) dan mampu (aspek psikomotorik) melaksanakan pesan-pesan penyuluhan dalam berusaha tani. Ada tiga kategori dari setiap aspek kemampuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Pada aspek kognitif, kategori rendah apabila dalam menyampaikan pesan-pesan penyuluhan, Penyuluh tidak me nguasai teknik-teknik berkomunikasi sehingga kelompok sasaran tidak tergugah untuk mengikuti saran yang disampaikan; kategori sedang jika dalam menyampaikan pesan-pesan penyuluhan penyuluh menguasai teknik-teknik berkomunikasi dan kelompok sasaran merasa tergugah dan mulai mencoba menerapkan apa yang disampaikan penyuluh; kategori tinggi jika penyuluh menguasai teknik-teknik berkomunikasi dan kelompok sasaran memberikan respons yang positif dengan selalu menerapkan apa yang disampaikan penyuluh. Pada aspek afektif, kategori rendah jika Penyuluh dalam komunikasinya (lisan dan tertulis) tidak memiliki sikap positif dalam berkomunikasi seperti menggunakan kata-kata kasar, terkesan tidak mampu mengendalikan emosi, tidak informatif dan menggugah perasaan pendengar atau pembaca. Kategori sedang jika Penyuluh dalam komunikasi lisan dan tertulisnya cukup bersikap positif dalam berkomunikasi seperti cukup mampu mengendalikan emosi, cukup informatif,
165 cukup menggugah perasaan pembaca atau pendengar; Kategori tinggi jika penyuluh dalam komunikasi lisan atau tertulisnya sangat informatif bagi pembaca atau pendengar, mampu menggugah perasaan pembaca/pendengar, menyenangkan dan menghibur serta pembaca/pendengar terdorong untuk melaksanakan apa yang disampaikan.
Pada aspek psikomotorik, kategori rendah jika Penyuluh tidak
memiliki ketrampilan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tertulis misalnya tidak trampil berbicara dan gugup, tutur kata dan tulisannya tidak jelas bagi pendengar/pembaca. Kategori sedang jika Penyuluh cukup trampil berbicara, percaya diri, tutur kata dan tulisannya cukup jelas dan komunikatif; Kategori tinggi jika Penyuluh tampak sangat trampil saat dia berbicara maupun menulis, bahasa yang digunakan sangat komunikatif, enak didengar dan dibaca, mudah dimengerti termasuk oleh individu yang pengetahuannya terbatas, sederhana dan praktis. Kemampuan Penyuluh Pertanian Berkomunikasi Lisan Salah satu cara berkomunikasi dalam penyuluhan adalah komunikasi lisan. Penyuluh menyampaikan pesan-pesan pembangunan secara verbal (berbicara, bertutur) dan kelompok sasaran mendengakan isi pesan yang disampaikan. Sebagai komunikator pesan-pesan pembangunan, penyuluh harus menguasai caracara menyampaikan buah pikirannya, mampu memilih lambang yang tepat sehingga pendengar merasa tergugah, mau mendengarkan dan melaksanakan apa yang dikatakannya (Marzuki, 1999). Dalam Tabel 59 dikemukakan kemampuan penyuluh di tiga kabupaten dalam hal berkomunikasi lisan. Pada Tabel 59 tampak bahwa lebih dari separuh Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura di kabupaten Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan dan kabupaten Manggarai mempunyai kemampuan kognitif dan psikomotorik tinggi dalam berkomunikasi lisan. Mereka memahami arti dan hakekat komunikasi dengan baik, berusaha mengerti para pendengar (kelompok sasaran). Apa yang mereka sampaikan sangat informatif, jelas, mampu mempengaruhi perilaku kelompok sasaran. Bahasa yang mereka gunakan lancar, sederhana, komunikatif, menyenangkan dan mudah dimengerti.
166 Tabel 59 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Berkomunikasi Lisan (n=72)
Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan
Penyuluh Trampil
Penyuluh Ahli
P(%)n= 8
H(%) n= 7
P(%)n=3
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
62,5 12,5 25 100 50 25 25 100 12,5 25 62,5 100
0,0 33,3 67,7 100 33,3 33,3 67,7 100 33,3 0,0 66,7 100 P(%)n= 4
20 30 50 100 10 30 60 100 20 30 50 100
71,4 14,3 14,3 100 57,1 28,6 14,3 100 14,2 28,8 57,1 100 H(%)n= 10 10 40 50 100 20 20 60 100 30 20 50 100
P(%)n=8
H(%)n= 7
P(%)n= 4
12,5 37,5 75 100 37,5 25 37,5 100 0,0 37,5 62,5 100
57,1 14,3 28,6 100 42,9 14,2 42,9 100 0,0 42,9 57,1 100
0,0 50 50 100 0,0 25 75 100 0,0 25 75 100
P (%)n=10 Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Sikap Manggarai (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
0,0 50 50 100 25 25 50 100 25 25 50 100
H(%)n= 4 25 25 50 100 25 25 50 100 25 0,0 75 100 H(%)n= 4 0,0 50 50 100 25 25 50 100 0,0 (25 (75 100 H(%)n= 3 0,0 66,7 33,3 100 33,3 0,0 66,7 100 0,0 33 67 100
Namun tidak semua mereka mampu mengendalikan emosi, dan bersikap arif. Hampir separuh dari Penyuluh Ahli ini mudah tersinggung, kadang-kadang marah jika ada anggota masyarakat yang coba mengkritisi ide dan gagasannya. Fenomena sebaliknya terdapat pada Penyuluh Trampil pangan dan hortikultura. Sebagian besar dari mereka memiliki kematangan emosional yang tinggi dan mampu mengendalikan perasaannya. Mereka jauh lebih akomodatif terhadap aspirasi kelompok sasaran dan menunjukkan sikap mau mendengar. Usia mereka
167 yang sudah matang dan pengalaman kerja lama diamati sebagai faktor-faktor yang berpengaruh. Walaupun lebih dari sepertiga Penyuluh Trampil ini memiliki pengetahuan kognitif yang rendah, namun kematangan emosional mereka dan ketrampilan beradaptasi dengan keadaan petani membuat mereka lebih menyenangkan bagi pendengar mereka. Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa Penyuluh Ahli memang berkemampuan tinggi secara kognitif dan psikomotorik, namun memiliki kelemahan dalam afeksi. Mereka cenderung kurang sabar, arif dan bijak bila dibandingkan dengan Penyuluh Trampil. Untuk pengembangan diri ke depan, penyuluh Ahli harus lebih memfokuskan diri pada kematangan emosional dan Penyuluh Trampil pada peningkatan kemampuan kognitif dan psikomotoriknya. Kemampuan Penyuluh Pertanian dalam Berkomunikasi Secara Tertulis Penyuluhan melalui media tulis belum membudaya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di satu pihak para penyuluh kurang terbiasa menulis apalagi melalui media cetak dan di lain pihak kelompok sasaran (para petani) juga tidak terbiasa membaca bahkan sebagian besar petani tidak mampu membaca. Rendahnya kemampuan menulis di kalangan penyuluh dan juga terbatasnya ruang media pelatihan menulis menjadi faktor penyebab lain belum membudayanya penyuluhan melalui media. Para penyuluh termasuk Penyuluh Ahli yang berlatar belakang Sarjana sekalipun belum terbiasa melakukan komunikasi penyuluhan secara tertulis padahal apabila diasah dan dilatih mereka akan mampu melakukannya. Namun para petani yang menjadi kelompok sasaran penyuluhan itu menjadi faktor pertimbangan utama selain keterbatasan modal, teknologi, media, infrastruktur dan sebagainya. Tabel 60 memperlihatkan kemampuan penyuluh berkomunikasi secara tertulis. Dari Tabel 60 tampak bahwa semua Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli sektor pangan dan hortikultura di tiga Kabupaten (kabupaten Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan dan Manggarai) memiliki kemampuan kognitif dan psikomotorik yang rendah dalam mengkomunikasikan ide dan gagasannya secara tertulis.
168 Tabel 60 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian diKabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Berkomunikasi Secara Tertulis (n=72) Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Cukup Positif Sikap (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
Penyuluh Trampil P(%)n=8 H(%)n=7 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 P (%)n=10
H(%)n= 10
100 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 100
100 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 100
P (%)n=8
H(%)n= 7
100 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 100
100 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 100
Penyuluh Ahli P(%)n= 3 H(%)n=4 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 H(%)n= P(%)n= 4 4 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 H(%)n= P(%)n= 4 3 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100
Mereka tidak memiliki minat untuk mengembangkan bakatnya dalam menulis karena tidak adanya faktor-faktor pendorong seperti lingkungan masyarakat yang terbiasa membaca/menulis, kelompok sasaran (petani) yang terbatas pengetahuan dan pendidikan, dan juga rendahnya dukungan sosial kemasyarakatan dalam hal kegiatan baca tulis. Keadaan ini menyebabkan mereka kurang mampu mengembangkan pengetahuan (kognisi) dan ketrampilannya.
169 Kompetensi Penyuluh Pertanian dalam Berinteraksi Sosial Dari Tabel 61 tampak gambaran tingkatan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik penyuluh di kabupaten Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan dan kabupaten Manggarai. Sebagian besar Penyuluh Trampil dan Penyuluh ahli sektor pangan dan hortikultura di kabupaten Kupang memahami makna, arti, kegunaan dan fungsi interaksi sosial dalam kehidupan bersama (aspek kognitif). Dari aspek afektif dan kematangan emosional, Penyuluh Ahli di kabupaten Kupang tampak lebih baik daripada Penyuluh Trampil. Mereka tampak lebih memberikan perhatian yang besar kepada kelompok sasaran, bergaul dengan santun tanpa menjaga jarak walaupun berpendidikan sarjana. Sebaliknya separuh dari Penyuluh Trampil tampil kurang simpatik di tengah kelompok sasaran. Di kabupaten Timor Tengah Selatan sebagian besar penyuluh baik Penyuluh Trampil maupun Penyuluh Ahli memiliki kemampuan kognitif, afeksi dan psikomotorik yang tinggi dalam hal berinteraksi sosial dengan kelompok sasaran. Mereka mudah diterima oleh masyarakat karena pergaulannya akrab dan menyatu dengan kehidupan petani. Hal ini didukung pula oleh bakat-bakat seni yang dimiliki oleh sebagian penyuluh. Ketrampilan berolahraga dan seni dikembangkan oleh penyuluh di desa-desa binaan dan hal ini menambah persahabatan dan kedekatan. Di kabupaten Manggarai interaksi sosial antara penyuluh dengan kelompok sasaran sangat intens. Adanya persamaan latar belakang seperti etnis, suku, budaya, agama, bahasa lokal memperkuat proses interaksi sosial. Kesamaan latarbelakang primordial seperti etnik, suku, kebudayaan, agama, bahasa, dan sebagainya seringkali menjadi faktor perekat yang ampuh dalam hubungan sosial seperti yang terjadi antara penyuluh pertanian dan petani di Manggarai. Hubungan sosial yang lancar akan lebih memudahkan terjadinya proses komunikasi di antara penyuluh dan petani. Fakta ini menunjukkan bahwa perekrutan penyuluh dari warga setempat akan lebih efektif daripada penyuluh yang didatangkan dari luar wilayah.
170 Tabel 61 Sebaran Kemampuan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang,Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 dalam Berinteraksi Sosial
Kabupaten
Aspek Kemampuan Pengetahuan (kognitif)
Kupang
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Pengetahuan (Kognitif) Timor Tengah Selatan
Sikap (Afektif)
Ketrampilan (Psikomotorik)
Tingkat Kemampuan
Penyuluh Trampil
Penyuluh Ahli
P(%) n= 8
H(%)n= 7
P(%)n= 3
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
0,0 25 75 100 25 37,5 37,5 100 0,0 25 75 100
0,0 14,3 85,7 100 14,9 28,8 71,3 100 0,0 28,8 71,2 100
0,0 33,3 67,7 100 0,0 33,3 67,7 100 0,0 33,3 66,7 100
P (%)n=10
H(%)n=10
P(%)n= 4
20 30 50 100 0,0 30 70 100 20 30 50 100
10 30 60 100 0,0 20 80 100 10 40 50 100
0,0 25 75 100 0,0 25 75 100 0,0 25 75 100
P(%)n=8
H(%)n= 7
P(%)n= 4
0,0 25 75 100 0,0 18,1 81,9 100 0,0 37,5 62,5 100
0,0 28,6 71,4 100 0,0 42,9 57,1 100 0,0 57,1 42,9 100
0,0 25 75 100 0,0 25 75 100 0,0 25 75 100
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Cukup Positif Positif Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Kurang Positif Manggarai Cukup Positif Sikap (Afektif) Positif Jumlah Rendah Ketrampilan Sedang (Psikomotorik) Tinggi Jumlah Keterangan : P = Pangan; H = Hortikultura Pengetahuan (Kognitif)
H(%)n= 4 0,0 50 50 100 0,0 25 75 100 0,0 25 75 100 H(%)n= 4 0,0 25 75 100 0,0 25 75 100 0,0 25 75 100 H(%)n= 3 0,0 33 67 100 0,0 33,3 66,7 100 0,0 33,3 66,7 100
Hasil analisis uji beda mengindikasikan perbedaan yang nyata pada semua sub peubah kompetensi penyuluh termasuk peubah kompositnya, kecuali pada peubah kompetensi melaksanakan penyuluhan tidak ada perbedaan antara penyuluh pertanian di wilayah lahan kering dan lahan basah. Penelitian hasil menemukan bahwa kompetensi dalam menyiapkan penyuluhan, mengevaluasi pelaksanaan penyuluhan, mengembangkan penyuluhan, berkomunikasi dan berinteraksi sosial berbeda nyata antara penyuluh yang bekerja di lahan kering dan
171 penyuluh yang bekerja di lahan basah. Dalam hal kompetensi menyiapkan penyuluhan,
mengevaluasi
penyuluhan,
mengembangkan
penyuluhan,
kopmpetensi penyuluh pertanian yang bekerja di lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) lebih tinggi daripada penyuluh yang bekerja di lahan basah (Manggarai). Kecuali dalam hal berkomunikasi dan berinteraksi sosial kemampuan penyuluh pertanian yang bekerja di lahan basah (manggarai) lebih tinggi daripada penyuluh pertanian yang bekerja di lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan). Tabel 62 Hasil uji beda kompetensi di antara penyuluh pertanian wilayah lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan lahan basah (Manggarai) Tahun 2006
Peubah Menyiapkan (Y11) Melaksanakan (Y12) Mengevaluasi (Y13) Mengembangkan (Y14) Berkomunikasi (Y16) Berinteraksi Sosial (Y17) Kompetensi Penyuluh (Y.1)
Rataan Lahan kering Lahan basah 85.23 78.97 69.83 68.67 94.11 90.28 77.43 66.67 82.63 89.24 94.43 97.92 79.41 76.85
Sig. 0.000** 0.460 0.000** 0.000** 0.000** 0.000** 0.040*
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Perbedaan yang nyata antara penyuluh ahli dan trampil ditunjukkan oleh peubah kompetensi menyiapkan dan mengevaluasi, dimana skor tertinggi dijumpai pada penyuluh ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dalam hal menyiapkan penyuluhan dan membuat evaluasi pelaksanaan penyuluhan pada penyuluh ahli lebih tinggi daripada penyuluh trampil, sedangkan kompetensi lain seperti melaksanakan penyuluhan, mengembangkan penyuluhan, berkomunikasi dan berinteraksi sosial tidak berbeda jauh antara penyuluh ahli dan penyuluh trampil. Fakta penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan yang ada di antara Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil tidak berbeda jauh. Perbedaan pendidikan antara Sarjana dan non Sarjana tidak jauh berbeda tatkala mereka sama-sama melaksanakan tugas pokoknya. Hal ini tidak berarti bahwa pendidikan formal yang tinggi bagi penyuluh pertanian tidak penting. Tentu ada faktor lain yang
172 menjadi sebab yang perlu digali lebih jauh misalnya sistem penghargaan, sarana, fasilitas, dan sebagainya. Tabel 63 Hasil uji beda kompetensi di antara penyuluh ahli dan trampil gabungan dari kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006
Ahli 89.37 69.45 95.15 76.37 88.20 95.83 78.90
Peubah Menyiapkan (Y11) Melaksanakan (Y12) Mengevaluasi (Y13) Mengembangkan (Y14) Berkomunikasi (Y16) Berinteraksi Sosial (Y17)
Kompetensi Penyuluh (Y.1)
Rataan Trampil 80.03 69.44 91.68 72.58 86.46 97.22 78.38
Uji beda (p) 0.000** 0.996 0.000** 0.101 0.212 0.215 0.686
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Hasil analisis uji beda menunjukkan pula adanya perbedaan kompetensi yang nyata pada kelompok penyuluh ahli sektor hortikultura dan penyuluh ahli sektor
pangan
pada
peubah
mengembangkan penyuluhan,
kompetensi
menyiapkan
dan berinteraksi sosial.
penyuluhan,
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kompetensi penyuluh ahli sektor hortikultura dalam hal menyiapkan penyuluhan dan berinteraksi sosial lebih tinggi daripada penyuluh ahli sektor pangan baik yang ada di wilayah lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) maupun yang ada di wilayah lahan basah (Manggarau). Kecual kompetensi dalam hal mengembangkan penyuluhan sedikit lebih tinggi dimiliki oleh penyuluh ahli sektor pangan daripada sektor hortikultura. Pada kelompok penyuluh trampil, hanya peubah kompetensi berkomunikasi yang berbeda nyata antara penyuluh sektor hortikultura dan penyuluh sektor pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi berkomunikasi penyuluh trampil yang bekerja di sektor pangan lebih tinggi daripada penyuluh pertanian di sektor hortikultura. Tabel 64 Analisis uji beda kompetensi di antara penyuluh ahli dan penyuluh Trampil sektor hortikultura dan pangan Tahun 2006 di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Ahli Trampil Peubah Horti Pangan Uji beda (p) Horti Pangan Uji beda (p) Menyiapkan (Y11) 90.87 87.87 0.000** 80.12 79.93 0.907 Melaksanakan (Y12) 70.70 68.20 0.313 70.37 68.52 0.318 Mengevaluasi (Y13) 94.47 95.83 0.160 91.68 91.67 0.989 Mengembangkan (Y14) 70.80 81.93 0.001** 73.62 71.53 0.456 Berkomunikasi (Y16) 87.53 88.87 0.468 83.33 89.58 0.000** Berinteraksi Sosial (Y17) 100.00 91.67 0.000** 97.92 96.52 0.164 Kompetensi Penyuluh (Y.1) 80.00 77.80 0.268 78.62 78.15 0.759 Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01, horti = hortikultura.
173 Kategori Adopter Petani dan Sebaran Pendapat Petani tentang Kinerja Penyuluhan di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006 Pendapat Petani tentang Manfaat Organisasi Penyuluhan sebagai Pemasok Jasa Informasi Penyuluhan bagi Petani Organisasi penyuluhan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah semua lembaga pemerintahan baik Kabupaten, Kecamatan maupun Desa yang mengatur berbagai hal yang terkait dengan penyuluhan pertanian. Jasa informasi penyuluhan adalah semua informasi yang terkait dengan dunia penyuluhan dan pertanian. Ada tiga kategori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : tidak bermanfaat, cukup bermanfaat, dan bermanfaat. Dari hasil analisis data, distribusi pendapat petani tentang manfaat organisasi penyuluhan sebagai pemasok jasa informasi penyuluhan bagi petani ditunjukkan dalam Tabel 65. Katagori petani menjadi lima tingkatan stratifikasi berdasarkan kemampuannya mengadopsi inovasi didasarkan pada hipotesis Rogers yakni terbagi menjadi petani pelopor, petani perintis, petani penganut dini, petani penganut lambat, dan petani kolot. Tabel 65
Kabupaten
Kupang Total Petani (n=60) Timor Tengah Selatan Total petani (n=60) Manggarai Total petani (n=60)
Sebaran Pendapat Petani tentang Manfaat Organisasi Penyuluhan sebagai Pemasok Jasa Informasi Penyuluhan bagi Petani menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan Komoditas Usaha Tani Tahun 2006
Petani Adopterr
Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Tingkat Manfaat Organisasi Penyuluhan sebagai Pemasok Informasi Penyuluhan bagi Petani (%) Petani Pangan Petani Horti Tdk Ckp Tdk Ckp Brmfaat Brmft Brmfaat Brmfaat Brmnft Brmnft 0,0 33,4 66,6 0,0 33,4 66,6 0,0 0,0 100 0,0 33,4 66,6 11,2 11,12 77,6 0,0 33,3 66,4 11,2 22,4 66,4 0,0 33,3 66,4 16,7 33,3 50 0,0 33,3 66,7 0,0 33,4 66,6 0,0 0,0 100 0,0 33,4 66,6 0,0 0,0 100 0,0 22,4 77,6 0,0 33,3 66,4 0,0 22,4 77,6 0,0 22,4 77,6 16,7 33,3 50 0,0 33,3 66,7 0,0 33,4 66,6 0,0 33,4 66,6 0,0 33,4 66,6 0,0 0,0 100 0,0 22,4 77,6 0,0 33,3 66,4 0,0 22,4 77,6 0,0 22,4 77,6 0,0 50 50 0,0 33,3 66,7
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortiku ltura).
174 Pada Tabel 65 tampak bahwa pendapat para petani dari lima stratifikasi adopter di tiga Kabupaten tidak berbeda jauh satu sama lain. Di Kabupaten Kupang, hampir semua petani dari kelima tingkatan adopter baik sektor pangan maupun hortikultura
merasakan manfaat dari organisasi penyuluhan sebagai
pemasok jasa informasi di bidang penyuluhan. Setengah dari petani kolot pun merasakan manfaat itu. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh para petani di kabupaten Timor Tengah Selatan dan Manggarai. Di kedua kabupaten ini, lebih dari setengah petani sektor pangan dan hortikultura memberikan pendapat yang sama seperti petani di Kabupaten Kupang. Dari pendapat petani tersebut disimpulkan bahwa organisasi-organisasi penyuluhan seperti Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di Kecamatan, Kantor Informasi Penyuluhan di Kabupaten tetap bermanfaat bagi petani. Pendapat Petani tentang Kesesuaian Materi Penyuluhan dengan Kebutuhan Aktual Petani Hasil analisis data tentang distribusi pendapat petani perihal kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan aktual petani disajikan dalam Tabel 66. Tabel 66 Sebaran Pendapat Petani tentang Kesesuaian Materi Penyuluhan dengan Kebutuhan Aktual Petani menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan Komoditas Usaha Tani Tahun 2006
Kabupaten
Kupang Total Petani (n=60) Timor Tengah Selatan Total petani (n=60 Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopter
Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Tingkat Kesesuaian Materi Penyuluhan dengan Kebutuhan Aktual Petani bagi Petani (%) Petani Pangan Petani Horti Tidak Cukup Sesuai Tidak Cukup Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai 0,0 33,4 66,6 0,0 0,0 100 0,0 33,4 66,6 0,0 33,4 66,6 0,0 44,4 55,6 0,0 44,4 55,6 0,0 44,4 55,6 0,0 44,4 55,6 16,7 33,3 50 0,0 33,3 66,7 0,0 33,4 66,6 0,0 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 100 11,1 11,1 77,8 0,0 11,1 88,9 11,1 11,1 77,8 0,0 22,4 77,6 0,0 33,3 66,7 16,7 33,3 66,7 0,0 33,4 66,6 0,0 0,0 100 0,0 33,4 66,6 0,0 16,7 66,3 0,0 22,4 77,6 0,0 33,3 66,4 0,0 22,4 77,6 0,0 22,4 77,6 0,0 50% 50 16,7 33,3 50
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortiku ltura).
175 Pada Tabel 66 memperlihatkan variasi pendapat petani yang pada umumnya tidak berbeda jauh tentang kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan aktual petani. Pada umumnya semua petani di tiga Kabupaten mulai dari petani pelopor sampai kolot berpendapat bahwa materi yang dibawakan oleh Penyuluh sesuai dengan kebutuhan aktual mereka dalam usahatani. Sekelompok kecil petani terutama petani kolot berpendapat sebaliknya. Hal ini bisa dipahami karena petani kolot yang ada pada umumnya sudah tua dan ”sangat tertutup” dengan pengaruh luar. Pendapat Petani tentang Kepuasan Penerapan Metode Penyuluhan Perorangan Hasil analisis data tentang kepuasan penerapan metode penyuluhan perorangan disajikan dalam Tabel 67. Tabel 67
Sebaran Pendapat Petani tentang Kepuasan Penerapan Metode Penyuluhan Perorangan menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan Komoditas Usaha Tani Tahun 2006
Kabupaten
Kupang Total Petani (n=60) Timor Tengah Selatan Total petani (n=60) Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopterr Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Tingkat Kepuasan petani atas Penerapan Metode Penyuluhan Perorangan (%) Petani Pangan Petani Horti Tidak Cukup Puas Tidak Cukup Puas Puas Puas Puas 0,0 0,0 33,4 66,6 33,4 0,0 0,0 33,4 66,6 33,4 0,0 11,2 22,4 66,4 44,3 0,0 0,0 33,5 66,5 33,5 16,7 33,3 50 16,7 33,3 0,0 0,0 33,4 66,6 66,6 0,0 0,0 33,4 66,6 33,4 0,0 0,0 22,4 77,6 33,3 0,0 0,0 22,4 77,6 22,4 0,0 16,7 33,3 50 33,3 0,0 0,0 0,0 100 33,4 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 22,4 77,6 33,3 0,0 0,0 22,4 77,6 22,4 0,0 16,7 33,3 50 66,7
Puas 66,6 66,6 55, 7 66,5 50 33,4 66,6 66,4 77,6 66,7 66,6 0,0
66,4 77,6 33,3
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortiku ltura).
Pada Tabel 67 tampak bahwa lebih dari separuh petani pangan dan hortikultura dari lima tingkatan adopter petani di tiga kabupaten merasa puas jika
176 mereka didatangi atau dikunjungi ke rumah, ladang atau tempat mereka bekerja, namun ada juga sebagian kecil yang kurang puas dengan metode penyuluhan perorangan. Alasan mereka sangat logis yakni keterbatasan waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan oleh seorang penyuluh. Mereka juga berpendapat bahwa metode seperti ini akan menimbulkan kecemburuan sosial jika ternyata tidak semua petani dikunjungi oleh penyuluh secara pribadi. Alasan lain yang disampaikan ialah tidak adanya ”sharing” pengalaman dan diskusi di antara petani yang justru jauh lebih memberikan kecerdasan dan pengetahuan. Lagi pula dengan struktur geografis dan topogragi yang sulit di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan pola pemukiman petani yang tersebar dan berjauhan, metode penyuluhan perorangan sangat tidak efektif. Para petani dari kabupaten Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan dan Manggarai justru lebih menyukai metode penyuluhan kelompok yang jauh lebih realistis daripada penyuluhan perorangan (Tabel 68). Alasan yang mereka kemukakan adalah bahwa dengan metode penyuluhan kelompok, petani akan saling mengenal, bisa berdiskusi, berbagi pengalaman, saling mendukung dan sebagainya. Mereka juga dapat menyaksikan uji coba secara bersama, berkarya wisata, demonstrasi dan sebagainya. Di samping itu penyuluh juga bisa membagi waktu dan tenaganya untuk kelompok tani secara lebih adil daripada kunjungan perorangan. Dari pendapat petani yang ada dapat disimpulkan bahwa di Provinsi Nusa Tenggara Timur metode penyuluhan kelompok lebih dapat diterima oleh petani dan lebih realistis sesuai dengan kondisi dan karakteristik masyarakat. Secara sosiologis masyarakat cenderung hidup berkelompok dan tersegregasi berdasarkan kesamaan-kesamnaan sosial dan kesamaan nasib. Kelompok petani yang hidup secara bersama di wilayah perdesaan biasanya sudah terbentuk secara turun temurun. Adanya berbagai faktor kesamaan seperti asal usul, ras, berasal dari keturunan yang sama, kesamaan latarbelakang dan kesamaan nasib sebagai petani lebih mudah menyatu dalam suatu kelompok. Fakta ini menunjukkan bahwa teori Emile Durkheim tentang masyarakat mekanik yang cenderung terikat satu sama lain oleh adanya berbagai kesamaan terbukti benar.
177 Tabel 68
Sebaran Pendapat Petani tentang Kepuasan Penerapan Metode Penyuluhan Kelompok menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan Komoditas Usaha Tani Tahun 2006
Kabupaten
Kupang Total Petani (n=60) Timor Tengah Selatan Total petani (n=60) Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopter Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Tingkat Kepuasan petani atas Penerapan Metode Penyuluhan Kelompok (%) Petani Pangan Petani Horti Tidak Puas Cukup Puas Tidak Cukup Puas Puas Puas Puas 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 100 100 100 0,0 50 50 0,0 43 57 0,0 0,0 0,0 17,7 83,3 100 0,0 0,0 0,0 33,4 66,6 100 0,0 0,0 0,0 11,2 88,8 100 0,0 0,0 22,4 77,6 22,4 77,6 0,0 16,7 33,3 50 33,3 66,7 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 22,4 77,6 33,3 66,4 0,0 0,0 0,0 22,4 77,6 100 0,0 16,7 33,3 50 66,7 33,3
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura)
Selain metode penyuluhan perorangan dan kelompok dikenal juga metode penyuluhan masal (mass approach method). Metode penyuluhan secara masal diberikan kepada petani dalam jumlah besar dalam satu wilayah perdesaan atau melalui media massa baik elektronik (radio, televisi, film, slide dan sebagainya) maupun media cetak (koran, majalah,leaflet dan sebagainya). Dari berbagai jenis penyuluhan secara massal di atas yang paling realistis dirasakan oleh petani di Nusa Tenggara Timur adalah media elektronik, khususnya radio. Sebaran penduduk di berbagai pulau dan tempat-tempat terpencil memungkinkan sarana radio ini digunakan oleh petani. Radio bagi sebagian besar petani yang berdiam di wilayah-wilayah terpencil merupakan satu-satunya alat hiburan tatkala mereka pulang dari sawah/ladang atau tegalannya. Orang-orang di kampung secara berkelompok duduk sambil mendengarkan berita, ulasan, hiburan yang dipancarkan melaui radio. Mereka juga sekali seminggu mendengarkan siaran pedesaan yang dipancarkan melalui Radio Pemerintah Daerah atau yang dipancarkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI).
178 Tabel 69 Sebaran Pendapat Petani tentang Kepuasan Penerapan Metode Penyuluhan Massal khususnya Radio menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan Komoditas Usaha Tani Tahun 2006
Kabupaten
Kupang Total Petani (n=60)
Timor Tengah Selatan Total petani (n=60) Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopter Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Tingkat Kepuasan petani atas Penerapan Metode Penyuluhan Massal khususnya radio (%) Petani Pangan Petani Horti Tidak Ckp Tidak Cukup Puas Puas Puas Puas Puas puas 0,0 0,0 0,0 100 66,6 33,4 0,0 0,0 0,0 100 33,4 66,6 0,0 0,0 0,0 88,8 11,2 100 0,0 0,0 0,0 100 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 17,7 83,3 100 0,0 0,0 0,0 33,4 66,6 100 0,0 0,0 0,0 11,2 88,8 100 0,0 0,0 22,4 77,6 22,4 77,6 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100 0,0 0,0 22,4 77,6 33,3 66,4 0,0 0,0 0,0 22,4 77,6 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 100
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortiku ltura).
Pada Tabel 69 tampak bahwa sebagain besar dari petani merasa puas dengan metode penyuluhan massal khususnya siaran pedesaan yang dipancarkan melalui Radio Pemerintah Daerah (RPD) atau Radio Republik Indonesia (RRI), kecuali petani kolot yang mengatakan ketidakpuasannya. Ketidakpuasan ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan mereka untuk menangkap inti sari dari penyuluhan melalui siaran pedesaan di radio. Kemampuan mereka relatif kecil untuk mengabstraksikan kembali isi pesan yang disampaikan melalui radio apalagi siaran yang hanya mengandalkan pendengaran ini berlangsung tanpa jedah. Hal ini dapat dipahami karena rata-rata usia petani kolot di atas 60 tahun. Dari kenyataan di atas dapat disimpulkan bahwa penyuluhan massal khususnya melalui radio di Nusa Tenggara Timur lebih realistis sesuai dengan kondisi alam, topografi, geografi dan kondisi pemukiman masyarakat yang tersebar di berbagai pulau dan pegunungan.
179 Pendapat Petani tentang Manfaat KelompokTani dan Lembaga Ekonomi Tani bagi Petani Kelompok tani adalah kelompok yang dibentuk bersama-sama Penyuluh sebagai wadah atau tempat petani bersama-sama berdiskusi/bertukar pikiran, membuat perencanaan bersama terkait dengan semua hal yang berhubungan dengan usahatani. Lembaga ekonomi tani adalah suatu lembaga yang dibentuk bersama oleh petani yang berfungsi untuk mengatur kebutuhan ekonomi bersama misalnya koperasi simpan pinjam. Ada tiga kategori yang digunakan di sini, yaitu : tidak bermanfaat, cukup bermanfaat, dan bermanfaat. Hasil analisis data tentang distribusi pendapat petani perihal manfaat kelompok tani dan lembaga ekonomi tani bagi petani disajikan dalam Tabel 70. Tabel 70 Sebaran Pendapat Petani tentang Manfaat Kelompok Tani Menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan Komoditas Usaha Tani Tahun 2006
Kabupaten Kupang Total Petani (n=60) Timor Tengah Selatan Total petani (n=60) Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopterr
Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Manfaat Kelompok Tani bagi Petani (Y.2.4a) (%) Petani Pangan Petani Horti Tidak Ckp Tidak Brmft Ckp Brmft Brmft Brmft Brmft 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 0,0 33,4 0,0 0,0 100 0,0 44,4 0,0 44,4 55,6 0,0 44,4 16,7 33,3 50 0,0 33,3 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 33,4 66,6 0,0 0,0 0,0 22,2 77,8 0,0 11,1 11,1 11,1 77,8 0,0 22,4 0,0 33,3% 66,7 16,7 33,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0,0 0,0 22,4 22,4 50
100 100 77,6 77,6 50
0,0 0,0 0,0 0,0 16,7
0,0 0,0 33,3 22,4 33,3
Brmft 100 66,6 55,6 55,6 66,7 100 100 88,9 77,6 50 100 100 66,4 77,6 50
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortiku ltura).
Pada Tabel 70 tampak betapa pentingnya kelompok tani itu bagi petani. Petani pelopor di sektor pangan dan hortikultura di tiga Kabupaten secara bulat mengatakan bahwa kelompok tani sebagai wadah petani berkumpul untuk merencanakan kegiatan dan memecahkan persoalan petani memberikan manfaat
180 bagi mereka. Sebagian besar petani perintis di tiga Kabupaten baik sektor pangan maupun hortikultura memberikan pendapat yang sama. Sekelompok kecil petani kolot di kedua sektor itu berpendapat sebaliknya. Hal ini bisa dipahami karena mereka jarang terlibat dalam kelompok seperti petani-petani lainnya. Menyikapi sejauh mana penting dan manfaatnya kehadiran lembaga ekonomi tani di desa, para petani memberikan pendapatnya dan terlihat di Tabel 71. Tabel 71 Sebaran Pendapat Petani tentang Manfaat Lembaga Ekonomi Tani Menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan KomoditasUsaha Tani Tahun 2006
Kabupaten Kupang Total Petani (n=60) Timor Tengah Selatan Total petani (n=60) Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopterr Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Manfaat lembaga ekonomi Tani bagi Petani (Y.2.4b) (%) Petani Pangan Petani Horti Tidak Cukup Bermfat Tdk Ckp Bermanfaat Bermanfaat Brmfaat Brmfaat 0,0 66,6 33,4 0,0 33,4 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 66,6 33,4 0,0 100 0,0 44,4 55,6 0,0 44,4 50 33,3 16,4 0,0 33,3 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 0,0 0,0 22,2 77,8 0,0 11,1 0,0 0,0 100 0,0 22,4 0,0 33,3 66,7 50 33,3 0,0 100 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 100 0,0 0,0 33,3 0,0 22,4 77,6 0,0 22,4 0,0 50 50 0,0 50
Brmfaat 66,6 100 0,0 55,6 66,7 0,0 100 88,9 77,6 16,4 100 100 66,4 77,6 50
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortikultura).
Pada Tabel 71 tampak bahwa lembaga ekonomi tani tidak selalu sama fungsi sosial dan ekonomisnya bagi petani. Hal ini tampak dari variasi jawaban para petani di tiga Kabupaten. Di Kabupaten Kupang sebagian besar petani dari lima stratifikasi adopter di sektor pangan berpendapat bahwa manfaat lembaga ekonomi itu berada pada kategori cukup. Hal ini berarti peran dan fungsinya belum secara sempurna dirasakan oleh petani. Sebaliknya sebagian besar petani sektor hortikultura di kabupaten Kupang justru merasakan manfaatnya. Bisa diduga bahwa pengelolaan lembaga ekonomi di kalangan petani hortikultura lebih baik daripada di sektor pangan. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Manggarai. Petani sektor hortikultura lebih merasakan
181 manfaat lembaga ekonomi tani daripada petani di sektor pangan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kerja sama di antara petani hortikultura lebih bagus daripada petani pangan dalam membentuk lembaga ekonomi tani seperti koperasi tani atau kelompok arisan. Pendapat Petani tentang Manfaat Kepemimpinan Tani,Wanita, dan Pemuda Tani bagi Petani Kepemimpinan tani, wanita dan pemuda tani yang dimaksudkan di sini adalah adanya sekelompok petani baik yang dewasa, wanita atau pemuda yang ditunjuk oleh anggota dari masing-masing kelompok untuk memimpin mereka dalam kelompok dalam rangka mengurus semua hal yang terkait dengan usahatani, baik yang terkait dengan urusan dengan sesama petani maupun dengan pihak luar. Ada tiga kategori yang digunakan di sini yaitu : tidak bermanfaat, cukup bermanfaat, dan bermanfaat. Hasil analisis data tentang distribusi pendapat petani tentang manfaat kepemimpinan tani, wanita tani dan pemuda tani disajikan pada Tabel 72. Tabel 72 Sebaran Pendapat Petani tentang Manfaat Kepemimpinan Tani Menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan Komoditas Usaha Tani Tahun 2006
Kabupaten
Kupang Total Petani (n=60) Timor Tengah Selatan Total petani (n=60) Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopter Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Tingkat Manfaat Kepemimpinan Tani (Y.2.5a) (%) Petani Pangan Petani Horti Ckp Berman Tdk Ckp Tdk Brmfaat Brmfaat Brmfaat faat Brmfaat Brmfaat 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 66,6 33,4 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 44,4 55,6 50 50 0,0 0,0 33,3 66,7 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 22,2 77,8 0,0 11,1 88,9 0,0 0,0 100 0,0 22,4 77,6 0,0 33,3 66,7 50 33,3 16,4 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 33,3 66,4 0,0 22,4 77,6 0,0 22,4 77,6 50 50 0,0 0,0 50 50
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortikultura).
182 Pada Tabel 72 tampak bahwa di Kabupaten Kupang, apresiasi oleh semua kategori petani terhadap manfaat kepemimpinan tani baik di sektor pangan maupun hortikultura hanya berada pada level cukup. Di Kabupaten Timor Tengah Selatan apresiasi terhadap kepemimpinan tani justru tinggi di sektor petani pangan, sebaliknya di sektor hortikultura apresiasinya hanya berada pada level cukup. Di Kabupaten Manggarai, apresiasi cukup bermanfaat juga disampaikan oleh sebagian besar petani pangan dan hortikultura dari lima stratifikasi. Perbedaan cara pandang ini menunjukkan bahwa kinerja kepemimpinan tani di tengah petani sangat bervariasi: ada yang memuaskan dan ada juga yang belum memuaskan. Namun secara umum bisa disimpulkan bahwa kepemimpinan tani masih tetap relevan, dan diperlukan oleh petani. Untuk pengembangan kepemimpinan tani pelatihan kepemimpinan tani perlu digalakkan dan dikembangkan oleh semua stakeholders yang ada seperti pemerintah, masyarakat, LSM, lembaga-lembaga agama dan sebagainya. Peranan wanita sebagai pemimpin termasuk kepemimpinan wanita tani di samping mencerminkan adanya pengakuan terhadap kesetaraan gender juga menunjukkan bahwa kemampuan kepemimpinan bukan lagi menjadi monopoli laki-laki. Pada Tabel 73 dikemukakan pendapat petani tentang manfaat kepemimpinan wanita tani. Apresiasi terhadap pentingnya kehadiran pemimpin wanita dalam kelompok tani berbeda-beda di tiga kabupaten tempat penelitian. Di kabupaten Kupang sebagian besar petani pelopor, petani perintis, petani penganut dini dan petani penganut lambat baik sektor pangan maupun hortikultura merasakan kepemimpinan wanita tani cukup bermanfaat kecuali bagi petani kolot yang tidak merasakan manfaatnya. Di kabupaten Timor Tengah Selatan separuh dari petani kolot justru merasakan manfaat kepemimpinan wanita tani. Petani pelopor, petani perintis dan petani penganut dini juga merasakan manfaat dari adanya kepemimpinan tani ini. Di kabupaten Manggarai sebagian besar petani dari kelima kategori adopter merasakan manfaat dari kehadiran wanita sebagai pemimpinan kelompok tani bahkan separuh dari petani kolot juga merasakan manfaatnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa secara umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur kehadiran wanita tani sebagai sosok penting tetap diperlukan bahkan harus dikembangkan. Apalagi posisi wanita di kalangan petani bukan lagi
183 hanya sebagai ibu rumah tangga yang menjaga dan membesarkan anak-anak, tetapi juga sudah bergeser menjadi tulang punggung keluarga dalam me ncari nafkah.
Tabel 73 Sebaran Pendapat Petani tentang Manfaat Kepemimpinan Wanita Tani Menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan Komoditas Usaha Tani Tahun 2006
Kabupaten
Kupang Total Petani (n=60) Timor Tengah Selatan Total petani (n=60) Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopterr Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Tingkat Manfaat Kepemimpinan wanita tani (Y.2.5b) (%) Petani Pangan Petani Horti Tdk Ckp Tdk Ckp Berman Brmfaat Brmfaat Brmfaat Brmfaat Brmfaat faat 0,0 100 0,0 0,0 66,6 33,4 0,0 66,6 33,4 0,0 100 0,0 0,0 66,6 33,4 0,0 100 0,0 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 11,1 88,9 0,0 0,0 100 0,0 22,4 77,6 50 50 0,0 50 0,0 50 0,0 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 33,3 66,4 0,0 22,4 77,6 0,0 22,4 77,6 50 50 0,0 0,0 50 50
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortikultura).
Apresiasi terhadap kepemimpinan pemuda tani juga diperlihatkan oleh para petani sebagaimana terlihat pada Tabel 74. Pada Tabel 74 tampak bahwa kehadiran sosok pemuda di tengah masyarakat petani sangat penting. Dari tiga Kabupaten (kabupaten Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan, dan kabupaten Manggarai) itu tampak bahwa hampir semua petani dari lima kategori adopter baik di sektor pangan maupun hortikultura merasakan manfaat kepemimpinan pemuda tani. Kalangan Pemuda umumnya dan pemuda tani khususnya telah menjadi ”ikon” tersendiri bagi masyarakat. Dinamika, kecepatan, kegesitan, dan keberanian mengambil resiko yang biasanya menjadi ciri khas kaum muda termasuk pemuda tani menyebabkan peran (role) para pemuda selalu diperhitungkan oleh masyarakat.
184 Tabel 74 Sebaran Pendapat Petani tentang Manfaat Kepemimpinan Pemuda Tani Menurut Kabupaten, Kategori Adopter Petani dan Komoditas Usaha Tani Tahun 2006
Kabupaten
Kupang Total Petani (n=60)
Timor Tengah Selatan Total petani (n=60)
Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopterr
Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Manfaat Kepemimpinan wanita tani (Y.2.5c) (%) Petani Pangan Petani Horti Tdk Cukup Tdk Ckp Brmfaat Brmfaat Bermanfaat Brmfaat Brmfaat 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 0,0 100 0,0 100 0,0 100 0,0 0,0 11,1 0,0 0,0 100 0,0 22,4 0,0 100 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 0,0 100 0,0 0,0 0,0 22,4 77,6 0,0 22,4 0,0 0,0 100 0,0 50
Brmfa at 100 0,0 0,0 0,0 100 0,0 0,0 88,9 77,6 100 100 100 100 77,6 50
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortikultura).
Tidak bisa dipungkiri bahwa kedinamisan, kecepatan, fleksibilitas, kegesitan pemuda biasanya banyak memberikan nilai tambah terhadap perubahan dalam masyarakat termasuk masyarakat tani. Dari pendapat petani secara umum itu disimpulkan bahwa kepemimpinan pemuda tani harus menjadi fokus utama dalam pengembangan kepemimpinan tanpa harus mengabaikan kepemimpinan wanita tani dan kepemimpinan tani pada umumnya. Kepemimpinan tani khususnya dan masyarakat desa umumnya di masa depan justru ada pada pemuda tani ini. Hasil uji beda mengindikasikan adanya perbedaan yang nyata pada penilaian kinerja penyuluhan oleh petani yang ada di wilayah lahan kering, yaitu Kupang dan Timor Tengah Selatan dan petani lahan basah, yakni Manggarai pada peubah manfaat organisasi penyuluhan dan kepuasan petani atas kompetensi penyuluh. Ada kecenderungan penilaian kinerja penyuluhan oleh petani di lahan basah lebih tinggi dibandingkan petani di lahan kering. Manfaat organisasi penyuluhan lebih dirasakan oleh petani lahan basah daripada petani lahan kering. Itu berarti petani di Manggarai lebih proaktif mencari informasi usahatani ke organisasi-organisasi penyuluhan yang ada daripada petani di Kupang dan Timor
185 Tengah Selatan. Kepuasan terhadap kompetensi penyuluh pertanian juga berbeda sangat nyata antara petani di lahan kering dan lahan basah. Petani di Manggarai (lahan basah) jauh lebih puas akan kompetensi penyuluh pertanian daripada petani di Kupang dan Timor Tengah Selatan. Tabel 75 Hasil uji beda penilaian kinerja penyuluhan oleh petani lahan kering (Kupang dan Timor Tengah Selatan) dan petani lahan basah (Manggarai) Tahun 2006
Peubah Manfaat organisasi Penyuluhan Kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani Kepuasan Petani atas metode penyuluhan Manfaat kelompok tani dan lembaga tani Manfaat kepemimpinan(tani, pemuda tani, wanita tani) Kepuasan petani atas kompetensi Penyuluh Kinerja Penyuluhan
Rataan Lahan kering Lahan basah 61.70 66.38 64.08 63.04 55.79 55.42 34.55 36.61 51.00 56.08 50.05 55.88 55.29 58.33
Sig. 0.023* 0.648 0.841 0.407 0.070 0.001** 0.051
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Dari enam peubah pada kinerja penyuluhan, hanya terdapat satu peubah yang berbeda nyata antara penyuluh ahli dan trampil yakni pada kepuasan petani atas metode penyuluhan dengan skor tertinggi pada kinerja penyuluh ahli. Petani lebih suka dengan kreativitas penyuluh ahli dalam menerapkan metode penyuluhan. Tabel 76
Uji beda kinerja penyuluh ahli dan trampil menurut petani di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Tahun 2006 Peubah
Manfaat organisasi Penyuluhan Kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani Kepuasan Petani atas metode penyuluhan Manfaat kelompok tani dan lembaga tani Manfaat kepemimpinan Kepuasan petani atas kompetensi Penyuluh Kinerja Penyuluhan
Rataan Ahli Trampil 65.05 62.37 63.50 63.85 58.33 54.33 33.04 36.34 53.83 52.13 52.26 51.86 57.28 55.81
Sig. 0.196 0.877 0.031* 0.182 0.544 0.821 0.348
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Uji beda mengindikasikan perbedaan yang nyata pada peubah manfaat kelompok tani dan lembaga tani, kepuasan petani atas kompetensi penyuluh antara penyuluh horikultura dan penyuluh pangan pada kelompok penyuluh ahli. Peubah yang lebih banyak berbeda antara penyuluh hortikultura dan pangan ditemukan
186 pada kelompok penyuluh trampil yakni pada peubah-peubah sebagai berikut : manfaat organisasi penyuluhan, kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani, kepuasan petani atas metode penyuluhan, manfaat kelompok tani dan lembaga tani dan kinerja penyuluhan. Petani lebih memberikan apresiasi kepada penyluh trampil sektor pangan dalam hal menjelaskan manfaat organisasi penyuluhan sebagai pemasok jasa informasi penyuluhan, kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan aktual petani, kepuasan atas metode yang diterapkannya, dan kepuasan akan pendampingan pembinaan kelompok tani. Tabel 77
Hasil uji beda kinerja penyuluh menurut petani baik penyuluh ahli maupun penyuluh trampil sektor hortikultura dan pangan di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai Ahli Horti Pangan 66.13 63.97 60.33 56.56
39.76 51.17 55.64 58.04 Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Peubah Manfaat organisasi Penyuluhan Kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani Kepuasan Petani atas metode penyuluhan Manfaat kelompok tani dan lembaga tani Manfaat kepemimpinan Kepuasan petani atas kompetensi Penyuluh Kinerja Penyuluhan
0.500
Trampil Horti Pangan 58.62 66.12
0.002**
66.67 60.11
0.075 0.261
60.71 51.03
67.00 57.64
0.019* 0.001**
26.31 56.50 48.87 56.52
0.000* 0.235 0.021* 0.479
39.46 50.25 50.54 53.48
33.21 54.00 53.19 58.15
0.029* 0.255 0.174 0.015*
Sig.
Sig.
Pendapat Petani tentang Kompetensi Penyuluh Pertanian
Kompetensi penyuluh dalam penelitian ini adalah keseluruhan penampilan penyuluh yang mempunyai kualitas yang prima dan dibutuhkan petani baik pengetahuan, sikap maupun ketrampilannya. Ada tiga kategori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : tidak puas, cukup puas, dan puas. Distribusi pendapat penyuluh perihal kualitas sumberdaya manusia penyuluh disajikan dalam Tabel 78. Pada Tabel 78 tampak variasi kepuasan dan ketidakpuasan petani terhadap kualitas kompetensi penyuluh dalam melaksanakan tgasnya. Kendatipun sebagian besar petani baik di sektor pangan maupun hortikultura di tiga kabupaten mengatakan puas terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian, namun kita tidak bisa mengabaikan pendapat petani baik dari sektor pangan
187 maupun hortikultura yang hanya merasakan cukup puas bahkan tidak puas walaupun jumlahnya kecil.
Tabel 78 Sebaran Pendapat Petani di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Manggarai tentang Kepuasan terhadap kompetensi Penyuluh Pertanian Tahun 2006
Kabupaten
Kupang Total Petani (n=60) Timor Tengah Selatan Total petani (n=60) Manggarai Total petani (n=60)
Petani Adopterr Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng.Dini Peng.Lmbt Kolot Pelopor Perintis Peng. Dini Peng.Lmbt Kolot
Kepuasan petani atas kompetensi Penyuluh (Y.2.6) - dalam%Petani Pangan Petani Horti Ckp Tdk Ckp Tdk Puas Puas Puas Puas Puas Puas 33,4 0,0 66,6 33,4 0,0 66,6 33,4 0,0 66,6 0,0 66,6 33,3 22,2 33,5 44,3 22,3 22,3 55, 7 22,2 79,8 0,0 0,0 33,5 66,5 33,3 16,7 0,0 16,7 33,3 50 33,4 33,4 0,0 0,0 66,6 33,4 66,6 33,4 0,0 0,0 33,4 66,6 22,4 0,0 77,6 0,0 33,3 66,4 0,0 22,4 77,6 0,0 22,4 77,6 16,7 33,3 50 0,0 33,3 66,7 33,4 0,0 66,6 0,0 33,4 66,6 33,4 0,0 66,6 33,4 66,6 0,0 22,4 0,0 77,6 0,0 33,3 66,4 0,0 22,4 77,6 22,4 0,0 77,6 16,7 33,3 50 0,0 66,7 33,3
Keterangan: Petani Pelopor : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Perintis : 6 orang (3 orang sektor pangan, 3 orang sektor hortikutura) Petani Penganut Dini : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura). Petani Penganut Lambat : 18 orang (9 orang sektor pangan, 9 orang sektor hortikultura) Petani Kolot : 12 orang (6 orang sektor pangan, 6 orang sektor hortikultura).
Kelompok kecil yang menyatakan tidak puas itu justru menarik dikaji karena mereka adalah petani-petani maju cara berpikirnya yang tentu saja dalam memberikan penilaian memiliki sikap kritis dan rasional. Seorang petani pelopor di salah satu Kabupaten mengungkapkan ketidakpuasannya sebagai berikut: “penyuluh yang ada pada umumnya tidak menguasai persoalan usahatani secara menyeluruh. Mereka terkadang ragu dengan pendapatnya sendiri ketika dikritisi. Sebagai seorang petani yang sudah puluhan tahun, saya melihat anak-anak muda itu (maksudnya penyuluh) tidak menguasai bidang pertanian secara baik. Penjelasan mereka tentang cara menanam padi, buahbuahan/sayuran, cara merawat, memberi pupuk sangat teoritik karena mereka tidak menguasai cara-cara bertani dengan baik. Kemampuan praktek mereka lemah sekali.”
188
Besaran Nilai Kompetensi Penyuluh Pertanian Menurut Petani Variasi jawaban petani tentang kepuasan dan ketidakpuasan mereka terhadap kemampuan (kompetensi) penyuluh yang ditampilkan dalam Tabel 43 di atas secara statistik tampak pada Gambar 3. 80
73.75
75.00 67.50
70
62.64 58.75
60 43.89
50 40 30 20 10 0
i y ri i an de luh en ate tan kt to yu m e n p gp l n r a n e tk sm to pin ip aia aa aa ata im ns su nf nf e n e m t m m p p sa ks m tk ua ko aa f kp n m
Gambar 3 Kinerja Penyuluhan menurut pendapat petani Dari Gambar 3 tampak bahwa keseluruhan kinerja penyuluhan termasuk kompetensi penyuluh menurut penilaian petani berkisar antara 43,880 (nilai terendah) sampai 75,000 (nilai tertinggi) dengan rata-rata hanya 63,918; kompetensi penyuluh sendiri menurut penilaian petani hanya 62,630. Penilaian petani terhadap kompetensi penyuluh ini berbeda dengan penilaian penyuluh sendiri berdasarkan analisis regresi linear berganda di depan, yakni penyuluh lahan kering 79,41; penyuluh lahan basah 76,85; penyuluh ahli 78,90; penyuluh trampil 78,38; penyuluh ahli sektor hortikultura 80; penyuluh ahli sektor pangan 77,80; penyuluh trampil sektor hortikultura 78,62, dan penyuluh trampil sektor pangan 78,15. Dalam
konteks
penyuluhan
adanya perbedaan
penilaian
tentang
kompetensi penyuluh menurut petani dan penyuluh menunjukkan bahwa petani sebagai pelanggan telah memperlihatkan sikap kritisnya terhadap produk yang ditawarkan oleh penyuluh. Menurut Slamet (2003) dalam konteks manajemen
189 mutu terpadu penilaian yang obyektif terhadap suatu mutu produk biasanya ditentukan oleh pelanggan. Penilaian petani sebagai pelanggan lebih dapat dipercaya karena merekalah yang merasakan mutu dari suatu penyuluhan. Mutu penyuluhan ditentukan oleh sejauh mana penyuluhan itu mampu mengubah pengetahuan, sikap dan ketrampilan kelompok sasaran. Tatkala kelompok sasaran merasa bahwa mutu penyuluhan tidak mampu memecahkan persoalan yang dihadapinya maka ia akan mencari solusi sendiri, baik secara pribadi maupun dengan sesama petani yang menjadi pelanggan utama kegiatan penyuluhan. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kompetensi Penyuluh Pertanian Seorang penyuluh yang berkompeten dalam melaksanakan tugas-tugasnya dipengaruhi baik oleh faktor internal penyuluh itu sendiri seperti pendidikan, pendidikan formal, masa kerja, sifat kosmopolitan dan motivasi, maupun oleh faktor eksternal seperti diklat penyuluhan, lingkungan sosial, dan struktur organisasi penyuluhan. Pengaruh faktor internal penyuluh dan eksternal itu terhadap kompetensi seorang penyuluh ditampilkan dalam Tabel 79.
Secara
keseluruhan pengaruh peubah-peubah internal dan eksternal terhadap kompetensi penyuluh pada Tabel 79 adalah sebesar 0.606, artinya peubah-peubah tersebut menjadi determinan bagi kompetensi penyuluh sebesar 60.6 persen, sedangkan sisanya yakni 39.4 persen adalah berasal dari peubah di luar model yang dihasilkan. Tabel 79. Pengaruh faktor internal dan eksternal penyuluh terhadap kompetensi penyuluh
Peubah Tidak Bebas Konstanta Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal Masa Kerja Sifat Kosmopolitan Motivasi Diklat Penyuluhan Lingkungan Struktur Org. Penyuluhan
Unstandardized Coefficients B 15.518 1.149 0.196 -0.353 0.140 0.635 -0.077 0.572 0.083
Standardized Coefficients Beta
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
0.125 0.466 -0.281 0.332 0.628 -0.141 0.384 0.113
t
Sig.
3.156 1.980 7.419 -4.190 3.690 11.537 -1.756 6.774 2.048
0.002** 0.049* 0.000** 0.000** 0.000** 0.000** 0.081 0.000** 0.042*
Sig F
Adj R2
0.000**
0.606
190 Hasil analisis regresi linier berganda dengan metode Backward menunjukkan bahwa faktor internal penyuluh seperti pendidikan formal, pendidikan non formal, dan motivasi penyuluh berpengaruh nyata pada kompetensi penyuluh dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Satu dimensi dari faktor internal penyuluh yakni masa kerja berpengaruh tidak nyata terhadap kompetensi penyuluh. Semakin lama masa kerja seorang penyuluh terbukti berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan kompetensinya. Pekerjaan yang rutin dan tidak bervariasi apalagi dalam rentang waktu yang lama membuat penyuluh merasa bosan dan tidak tertantang untuk melakukan inovasi secara kreatif. Kondisi seperti ini terutama dialami oleh penyuluh yang mau pensiun. Dalam teori motivasi Herzberg, kondisi seperti ini terjadi karena dimensi-dimensi motivator yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seperti prestasi, penghargaan, tanggungjawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi pertumbuhan pribadi tidak ditanggapi secara positif lagi oleh pegawai yang mengakibatkan motivasi kerjanya menjadi menurun (Pace dan Faules, 1993). Dalam kondisi dimana seorang penyuluh memiliki masa kerja yang lama, namun tidak dibarengi dengan adanya penghargaan, dan promosi apalagi penyuluh yang akan memasuki masa pensiun, motivasi mereka untuk bekerja dan mengembangkan diri menjadi menurun. Seorang penyuluh yang telah berkarya selama 30 tahun dan mau pensiun mengungkapkan isi hatinya: “saya sudah bekerja lama pak dan mau pension. Dari dulu pekerjaan kami hanya yang itu-itu saja, membosankan sekali. Setiap saat hanya bertemu dengan petani, belum lagi mereka tidak pusing dengan. Petani tidak pernah berpikir bahwa kami juga terbatas fasilitas, dana operasional; jadi tidak bisa menngujungi mereka setiap saat. Mereka mau agar kami selalu berada setiap saat dan sedikit sekali bahkan jarang petani yang merasa butuh dan mendatangi kami. Kami juga bosan pak, apalahi seperti saya hanya berpendidikan SLTA dan tidak mungkin naik pangkat lagi. Terus terang saja pak, saya sudah tidak semangat lagi bekerja seperti muda dulu. Yah, mau cari apalagi pak, sebentar lagi pensiun.”
Di pihak lain, dari tiga faktor eksternal yang diteliti yaitu diklat penyuluhan, lingkungan dan struktur organisasi penyuluhan, satu di antaranya yakni diklat penyuluhan berpengaruh tidak nyata pada peningkatan kompetensi penyuluh. Perencanaan, koordinasi dan pelaksanaan diklat belum dirancang secara profesional guna meningkatkan kompetensi penyuluh di daerah. Dalam hal
191 perencanaan dan pelaksanaan diklat di daerah, aspek kurikulum, pengalaman belajar, widyaiswara, komitmen pengelola, sistim evaluasi diklat dan dukungan dana, sarana dan prasarana belum mampu membawa perbaikan pada peningkatan kompetensi penyuluh. Dari aspek kurikulum, intervensi pemerintah pusat terhadap penentuan jenis diklat yang dilakukan masih sangat dominan. Akibat dari seringnya kurikulum diklat yang ditentukan secara terpusat tanpa terus menerus menyesuaikannya dengan kebutuhan peserta penyuluh di daerah dan petani sebagai sasaran penyuluhan, maka diklat yang diikuti kurang membawa nilai tambah untuk pengembangan kompetensi penyuluh dalam melaksanakan tugasnya. Seorang koordinator penyuluh di salah satu Kabupaten penelitian mengungkapkan sebagai berikut : “Sebelum diklat ada kalanya pihak Departemen Pertanian mengirimkan formulir ke daerah untuk diisi oleh penyuluh memilih salah satu diklat yang diinginkan. Saya dan teman-teman lain sering memilih diklat yang dikehendaki, namun dalam kenyataannya pihak pusat tetap saja memilih yang lain. Akibatnya kami ikut dengan setengah-setengah pak. Memang kami tidak pungkiri ada juga diklat yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan kami. Kelemahan juga ada pada kami sendiri. Yang mengikuti diklat ada kalanya orang-orang yang sama, yang mempunyai hubungan baik dengan pimpinan. Penyuluh lain tidak diberi kesempatan. Jadi koordinasi dan pelaksanaannya yang lemah pak.”
Keikutsertaan dalam diklat dengan sikap yang tidak serius seperti diungkapkan oleh Penyuluh Koordinator di atas berdampak pada motivasi belajar, proses belajar dan pengalaman belajar (Padmowihardjo, 1994). Peserta diklat yang kurang siap secara mental akan mengganggu proses belajar itu sendiri; dia tidak termotivasi untuk mengikuti diklat dengan sungguh-sungguh yang berakibat pada rendahnya adopsi inovasi, ilmu dan pengetahuan. Peserta belajar seperti itu tidak akan memperoleh pengalaman belajar yang mencerdaskan, bukan karena materinya yang salah, tetapi karena adanya sikap mental yang tidak siap dengan materi belajar itu. Adanya persoalan dalam proses belajar itu secara eksplisit mencerminkan terjadinya kesenjangan antara apa yang diinginkan oleh penyuluh dengan komitmen pengelola diklat yang belum sejalan dengan keinginan peserta sebagai pelanggannya. Dalam prinsip Manajemen Mutu Terpadu, orientasi pada
192 kebutuhan pelanggan adalah hal yang utama dalam setiap hasil produksi yang bermutu (Slamet, 2005).
Adanya kesenjangan dalam perencanaan diklat,
koordinasi dan pelaksanaan diklat diindikasikan sebagai lingkaran setan yang mengganggu proses belajar. Akibatnya penyuluh sebagai peserta diklat tidak mengalami pembaharuan dalam dirinya baik berupa peningkatan kompetensi kognitif, afeksi, maupun psikomotorik. Di pihak lain, tidak tercapainya peningkatan kompetensi seorang penyuluh disebabkan oleh terbatasnya diklat itu sendiri dan kurang meratanya kesempatan bagi semua penyuluh mengikuti diklat seperti yang diungkapkan oleh Penyuluh Koordinator di atas. Keadaan seperti ini terutama terjadi di saat transisi pemerintahan dari masa Orde Baru ke Orde Reformasi sampai dengan penyerahan wewenang penyuluhan kepada daerah sesuai dengan semangat otonomi daerah. Seorang Kepala Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian di salah satu Kabupaten penelitian mengatakan: “Sejak tahun 1998 saat kejatuhan pemerintahan Presiden Soeharto sampai tahun 2003 praktis kegiatan penyuluhan di daerah berhenti sama sekali. Gejolak politik yang berakibat pada terganggunya roda pemerintahan menyebabkan penyuluhan mati total. Kami menunggu dalam ketidakpastian. Penyuluhan menjadi mandeg, tidak ada pelatihan penyuluh dan petani. Ketika otonomi daerah dimulai tahun 2001 kami mengharapkan penyuluhan akan kembali bersinar. Ternyata tidak demikian. Pemerintah daerah yang telah menerima wewenang penyuluhan dari pemerintah pusat tidak tahu mau buat apa dengan penyuluhan. Bahkan lembagalembaga penyuluhan di kecamatan-kecamatan dibubarkan; gedung-gedung Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tidak berfungsi dan sebagian digunakan oleh cabang dinas pertanian di kecamatan; para penyuluh tinggal dalam ketidakpastian. Sebagian dari penyuluh berpindah menjadi tenaga struktural.”
Pengaruh Kompetensi Penyuluh Pertanian terhadap Kinerja Penyuluhan Di era otonomi daerah saat penyuluhan kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah baik dari segi dukungan anggaran, kesiapan lembaga-lembaga penyuluhan dan sumber daya manusia, pesan-pesan penyuluhan yang disampaikan oleh penyuluh pertanian kepada petani menjadi kurang berhasil. Kemampuan penyuluh pertanian yang sudah menurun akibat motivasi dan suasana kerja yang kurang mendukung berdampak pada kinerja mereka. Pada Tabel 80 terlihat bahwa
193 petani tidak merasakan manfaat dari kelompok tani dan lembaga tani yang dibentuk
oleh
penyuluh.
Pembentukan
kelompok
tani
yang
bertujuan
memperlancar pelaksanaan program penyuluhan pertanian lebih ditentukan oleh penyuluh (bersifat top down) dan kurang melibatkan partisipasi dan kemauan petani. Dalam kenyataannya baik petani pangan maupun petani hortikultura di tiga Kabupaten lebih merasa ”aman” dalam kelompok bentukannya sendiri yang sudah ada sebelumnya. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan kompetensi penyuluh pertanian dalam menyiapkan penyuluhan, mengevaluasi penyuluhan, mengembangkan penyuluhan, dan berkomunikasi berpengaruh secara negatif terhadap kinerja penyuluhan khsusunya manfaat kelompok tani dan lembaga ekonomi tani bagi petani. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa petani merasa tidak puas dengan kompetensi penyuluh itu sendiri. Temuan ini sejalan dengan skor penilaian petani terhadap kompetensi penyuluh yang hanya mencapai angka 62,63, berbeda dengan penilaian penyuluh sendiri terhadap kompetensi dirinya yang mencapai angka 78,13. Dengan demikian hipotesis kelima yang mengatakan kompetensi penyuluh berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluhan ditolak. Tabel 80. Kaitan Antara Kompetensi Penyuluh dengan Kinerja Penyuluhan Peubah
Menyiapkan
Manfaat org. Peny
Kesesuaian materi penyuluhan dg kebutuhan petani
Kepuasan Petani atas metode penyuluhan
Manfaat kel.tani dan lembaga tani
Manfaat kepemimpinan
Kepuasan petani atas kompetensi Penyuluh
Kinerja Penyuluhan -0.032
.028
-.043
.004
-.164(*)
-0.125
-0.062
Melaksanakan
-.008
.059
-.078
-.129
.045
-.092
-.065
Mengevaluasi
-.086
.007
-.012
-.229(**)
-0.038
-.148(*)
-0.112
Mengembangkan
-.027
.039
-.077
-.227(**)
-0.085
-.179(*)
-0.111
Berkomunikasi Berinteraksi Sosial Kompetensi Penyuluh
.102
.005
.068
-.157(*)
0.108
-.184(*)
0.012
-.184(*)
0.002
-0.084
0.023
-0.114
-0.134
-.165(*)
-0.015
0.068
-0.025
-.150(*)
0.074
-0.117
-0.055
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
194 Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Kinerja Penyuluhan Petani sebagai pelanggan utama dari kegiatan penyuluhan merupakan kelompok masyarakat yang merasakan dampak penyuluhan secara langsung. Mosher (Jarmie, 1994) mengemukakan bahwa lingkup penyuluhan meliputi bertani yang lebih baik, berusaha yang lebih menguntungkan dan berkehidupan yang lebih sejahtera bersama masyarakat lain. Dengan kata lain penyuluhan berdampak pada perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan masyarakat tani sebagai feedback yang kreatif dari proses pendidikan non formal ini(Sumardjo, 1999). Hasil dari keseluruhan kegiatan penyuluhan baik karena jasa lembaga, personal, maupun dukungan dana, sarana/prasarana membentuk keseluruhan hasil kerja penyuluhan yang bisa disebut sebagai kinerja penyuluhan (Slamet, 2003). Dalam penelitian ini kinerja penyuluhan terbagi dalam enam dimensi utama yakni manfaat organisasi penyuluhan bagi petani, kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan aktual petani, kepuasan petani atas metode yang digunakan penyuluh, manfaat kelompok tani dan lembaga ekonomi tani, manfaat kepemimpinan tani, wanita tani dan pemuda tani serta kepuasan petani itu sendiri terhadap keseluruhan penampilan dan kualitas penyuluh baik pengetahuannya, sikap maupun ketrampilannya. Dari hasil korelasi Spearmen menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik individu petani dengan penilaian yang positif terhadap kinerja penyuluhan seperti terlihat pada Tabel 81. Semua peubah, kecuali umur, hampir semuanya berhubungan sangat nyata dengan penilaian petani terhadap kinerja penyuluhan. Semakin tinggi pendidikan formal petani, semakin banyak mereka diberi pelatihan, semakin tinggi sifat kosmopolitanya, semakin kemampuan adopsi inovasi dan pendapatan ekonomi mereka tinggi, semakin mereka memberikan penilaian positif terhadap kinerja penyuluhan. Sebaliknya, semakin tinggi usia petani semakin mereka tidak memberikan penilaian positif terhadap kinerja penyuluhan. Hal ini dapat dimengerti karena petani yang berusia tua sangat jarang mengikuti kegiatan penyuluhan. Petani kolot adalah yang temasuk golongan ini.
195 Tabel 81. Korelasi antara Karakteristik Petani dengan penilaian terhadap Kinerja Penyuluhan
Peubah
Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal
Manfaat org. Peny
Kesesuaian materi penyuluhan dg kebutuhan petani
Kepuasan atas metode penyuluhan
Manfaat kel.tani dan lembaga tani
Manfaat Kepemi m-pinan
Kepuasan petani atas kompeten si Penyuluh
Kinerja Penyuluh an
.559(**)
.381(**)
.540(**)
.182(*)
.332(**)
.534(**)
.620(**)
.464(**)
.296(**)
.350(**)
0.132
.461(**)
.485(**)
-.186(*)
.258(**) .268(**)
-.272(**)
-.440(**)
.328(**) 0.120
.295(**) .270(**)
.626(**) .474(**)
.573(**) .506(**)
.164(*)
.313(**)
.578(**)
.566(**)
Umur -.360(**) -.285(**) -.450(**) Sifat Kosmopolitan .506(**) .376(**) .361(**) Kategori Adopter .451(**) .344(**) .419(**) Pendaptan Ekonomi .542(**) .349(**) .360(**) Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Dari pengamatan lapangan menunjukkan bahwa petani perintis dan pelopor biasanya berpendidikan tinggi, sering mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan, berusia relatif muda, dinamis dan cekatan, memiliki sifat kosmopolitan tinggi dan secara ekonomi relatif agak mapan. Dalam sistem difusi, golongan petani ini menurut Hagen (1962), Dahrendorf (1968), Geertz (1970), Rogers dan Schoemaker (1971), Migdal (1974) dan Jarmie(1994) adalah petani penghubung dengan pihak luar. Petani penghubung memimpin usahanya, berorientasi jauh ke depan, organisatoris dan selalu mencari perbaikan serta menyebarkan pengalaman keberhasilan. Kemampuan petani pelopor dan perintis memanfaatkan jasa organisasi penyuluhan sebagai pemasok informasi memperkaya gagasan mereka dalam memanfaatkan materi, metode, gagasan dan ide penyuluhan secara kreatif, dan juga bersikap kritis terhadap keseluruhan kinerja penyuluhan. Mereka aktif dan proaktif dalam membentuk dan mempengaruhi kemajuan kelompok tani, bersikap positif terhadap kehadiran pihak lain serta mampu memanfaatkan lembagalembaga ekonomi yang ada dalam masyarakat. Temuan ini membenarkan pendapat Suwardi (1976) bahwa dalam penyebaran ide baru, terdapat lapisanlapisan dalam penerimaannya. Petani yang tergolong pada lapisan atas bersifat inovatif, merupakan sepertiga dari warga masyarakat desa. Dalam kategori Rogers (Mardikanto, 1993), kelompok petani ini di masyarakat berjumlah 2,5 % (kelompok perintis/innovator) dan 13,5 % (kelompok pelopor/early adopter). Mereka merupakan pintu gerbang
196 terjadinya proses modernisasi masyarakat desa. Atau seperti yang dikatakan Padmanagara dan Slamet (Jarmie, 1994) bahwa di antara petani selalu ada yang lebih maju, berhasil usahanya, mempunyai pengaruh terhadap lingkungan, suka membantu dan memberi petunjuk, dicontoh oleh petani lain dan diterima sebagai petani pemimpin dan dinamakan kontak tani. Hasil analisis regresi linier berganda dengan metode Backward dalam Tabel 82 menunjukkan bahwa dimensi-dimensi karakteristik individu petani seperti pendidikan formal, sifat kosmopolitan, dan pendapatan petani berpengaruh sangat nyata pada penilaiannya terhadap kinerja penyuluhan. Sebaliknya umur yang tua (petani kolot) dan adopter yang kritis seperti petani perintis dan pelopor cendrung memberikan penilaian yang negatif terhadap kinerja penyuluhan. Secara keseluruhan pengaruh peubah-peubah pada penilaian
petani terhadap
kinerja penyuluhan adalah sebesar 0.518, artinya peubah-peubah tersebut menjadi determinan bagi petani menilai kinerja penyuluhan sebesar 51.8 persen, sedangkan sisanya yakni 49.2 persen adalah berasal dari peubah di luar model yang dihasilkan. Dengan demikian sebagian besar dari peubah dalam hipotesis keenam diterima, hanya satu peubah yang ditolak yakni umur.
Tabel 82.
Kaitan Antara Karakteristik Individu Petani dengan Penilaian Kinerja Penyuluhan
Peubah Tidak Bebas Konstanta Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal Umur Sifat Kosmopolitan
Unstandardized Coefficients B 49.981 0.595 3.159 -0.108 0.140
Standardized Coefficients Beta 0.238 0.152 -0.121 0.245
Kategori Adopter -0.700 -0.086 Pendapatan Ekonomi 0.000 0.265 Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
t
Sig.
13.594 2.644 2.331 -1.816 3.168
0.000 0.009** 0.021* 0.071 0.002**
-1.081 3.964
0.281 0.000**
Sig F
Adj R2
0.000**
0.518
Penilaian petani terhadap kemampuan seorang penyuluh, terkait dengan kualitas kompetensi penyuluh saat dia menjalankan tugasnya di tengah para petani. Penilaian keseluruhan penampilan penyuluh baik kemampuan kognitif, afektif,
maupun
psikomotoriknya
juga
berdasarkan
pada
latarbelakang
karakteristik individu petani itu sendiri. Tabel 83 menunjukkan hasil analisis
197 regresi linier berganda dengan metode Backward dimana secara keseluruhan pengaruh peubah-peubah pada penilaian petani terhadap kompetensi penyuluh adalah sebesar 0.399, artinya peubah-peubah tersebut menjadi determinan bagi petani menilai kompetensi penyuluhan sebesar 39.9 persen, sedangkan sisanya yakni 61.1 persen adalah berasal dari peubah di luar model yang dihasilkan. Tabel 83. Kaitan Antara Karakteristik Individu Petani dengan Penilaian Kepuasan terhadap kompetensi penyuluh.
Peubah Tidak Bebas Konstanta Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal Umur Sifat Kosmopolitan Kategori Adopter Pendapatan Ekonomi
Unstandardized Coefficients B 37.758 0.622 3.403 0.026 0.178 -0.255 0.000
Standardized Coefficients Beta 0.225 0.148 0.027 0.282 -0.028 0.180
t
Sig.
Sig F
Adj R2
8.311 2.238 2.033 0.358 3.256 -0.319 2.407
0.000 0.026* 0.044* 0.721 0.001** 0.750 0.017*
0.000
0.399
Keterangan: * nyata pada a =0,05; ** nyata pada a = 0,01
Data Tabel juga menunjukkan bahwa petani adopter yang kritis seperti petani pelopor cenderung memberikan penilaian negatif terhadap kompetensi penyuluh. Artinya, dengan kemampuannya yang memadai, mereka tidak begitu saja memberikan apresiasi yang positif terhadap kompetensi penyuluh. Mereka selalu bersikap kritis bahkan ada yang berseberangan dengan penyuluh. Sikap ini bukan karena mereka tidak senang dengan penyuluh, tetapi karena mereka juga menguasai dengan baik cara berusahatani. Jalur Peubah yang Berpengaruh terhadap Kinerja Penyuluhan Hasil
analisis
jalur
menunjukkan
bahwa
peubah
yang
paling
mempengaruhi kinerja penyuluhan dari sisi penyuluh adalah motivasi penyuluh dengan koefisien jalur sebesar 0,664. Artinya sebesar 66,4 persen pencapaian kinerja penyuluhan itu ditentukan oleh motivasi seorang penyuluh itu sendiri dalam bekerja, dan sisanya yakni 33,6 persen ditentukan oleh faktot lain. Dari sisi petani, peubah yang paling mempengaruhi penilaian kinerja penyuluhan adalah
198 pendapatan ekonomi dengan koefisien jalur sebesar 0,265, disusul oleh tingkat sifat kosmopolitan (0,245), dan pendidikan formal (0,238).
Tabel 84. Analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluhan Jalur Peubah Penyuluh Pendidikan Formal-Kompetensi PenyuluhKinerja Penyuluhan Pendidikan Non Formal-Kompetensi PenyuluhKinerja Penyuluhan Umur -Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Masa Kerja –Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Sifat Kosmpolitan-Kompetensi PenyuluhKinerja Penyuluhan Pendapatan Ekonomi-Kompetensi PenyuluhKinerja Penyuluhan Motivasi-Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Diklat Penyuluhan-Kompetensi PenyuluhKinerja Penyuluhan Lingkungan-Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Struktur Organisasi Penyuluhan-Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Petani Pendidikan Formal-Kinerja Penyuluhan Pendidikan Non Formal-Kinerja Penyuluhan Umur-Kinerja Penyuluhan Sifat Kosmpolitan-Kinerja Penyuluhan Kategori Adopter-Kinerja Penyuluhan Pendapatan Ekonomi-Kinerja Penyuluhan
Hasil
analisis
jalur
Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh Langsung
Total Pengaruh
-0.071
0.114
0.043
-0.002
0.467
0.465
0.046
0.016
0.062
-0.056
-0.303
-0.360
-0.009
0.369
0.360
-0.098
0.061
-0.037
0.021
0.642
0.664
-0.058
-0.140
-0.198
-0.016
0.378
0.362
0.000
0.107
0.107
-
0.238 0.152 -0.121 0.245 -0.086
0.238 0.152 -0.121 0.245 -0.086
-
0.265
0.265
menunjukkan
bahwa
peubah
yang
paling
mempengaruhi kompetensi penyuluh dari sisi penyuluh adalah motivasi penyuluh dengan koefisien jalur sebesar 0,654. Artinya sebesar 65,4 persen kompetensi penyuluh dalam melaksanakan tugas ditentukan oleh motivasi penyuluh itu sendiri, dan 34,6 persen ditentukan oleh faktor lain. Dari sisi petani, peubah yang paling mempengaruhi penilaian kepuasan terhadap kompetensi penyuluh adalah pendapatan ekonomi dengan koefisien jalur sebesar 0,265, disusul sifat kosmopolitan (0,245), dan pendidikan formal (0,238).
199 Tabel 85. Analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap kompetensi penyuluh Peubah Penyuluh Pendidikan Formal-Kompetensi PenyuluhKinerja Penyuluhan Pendidikan Non Formal-Kompetensi PenyuluhKinerja Penyuluhan Umur -Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Masa Kerja –Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Sifat Kosmpolitan-Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Pendapatan Ekonomi-Kompetensi PenyuluhKinerja Penyuluhan Motivasi-Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Diklat Penyuluhan-Kompetensi PenyuluhKinerja Penyuluhan Lingkungan-Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Struktur Organisasi Penyuluhan-Kompetensi Penyuluh-Kinerja Penyuluhan Petani Pendidikan Formal-Kepuasan terhadap kompetensi Penyuluh Pendidikan Non Formal- Kepuasan terhadap kompetensi Penyuluh Umur- Kepuasan terhadap kompetensi Penyuluh Sifat Kosmpolitan-Kepuasan terhadap kompetensi Penyuluh Kategori Adopter-Kepuasan terhadap kompetensi Penyuluh Pendapatan Ekonomi-Kepuasan terhadap kompetensi Penyuluh
Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh Langsung
Total Pengaruh
-0.040
0.114
0.074
-0.001
0.467
0.466
0.026
0.016
0.042
-0.031
-0.303
-0.335
-0.005
0.369
0.364
-0.055
0.061
0.006
0.012
0.642
0.654
-0.032
-0.140
-0.172
-0.009
0.378
0.369
0.000
0.107
0.107
-
0.238
0.238
-
0.152
0.152
-
-0.121
-0.121
-
0.245
0.245
-
-0.086
-0.086
-
0.265
0.265
186
187
Gambar 6. Analisis jalur faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Petani terhadap Kompetensi Penyuluh
206 IMPLIKASI TEMUAN PENELITIAN TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PENYULUHAN NO. 16 TAHUN 2006 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang telah disahkan pelaksanaannya oleh Presiden tanggal 15 November 2006 yang lalu adalah payung hukum yang menjadi pedoman pelaksanaan penyuluhan di Indonesia, baik menyangkut kebijakan dan pelaksanaan penyuluhan, maupun terkait dengan tata kelembagaan dan sumber daya manusia yang mengkoordinasi pelaksanaan penyuluhan itu. Kehadiran Undang-undang Penyuluhan ini memiliki arti strategis bagi pengembangan dan pelaksanaan penyuluhan di Indonesia yang dalam beberapa dekade terakhir mengalami kemunduran dan stagnasi, baik karena perubahan politik dan pergeseran paradigma pembangunan ekonomi yang berfokus pada industri dan mengabaikan pembangunan pertanian, maupun karena desentralisasi wewenang yang diserahkan kepada pemerintah daerah dalam bentuk pelaksanaan otonomi daerah. Kedua paradigma ini sangat besar pengaruhnya terhadap maju mundurnya pembangunan pertanian dan penyuluhan di Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Timur yang menjadi lokasi penelitian ini. Dari hasil penelitian yang dilakukan di tiga Kabupaten di Nusa Tenggara Timur ditemukan bahwa merosotnya kinerja penyuluhan (kususnya penyuluhan pertanian) disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, rendahnya dukungan politik pemerintah daerah terhadap kegiatan penyuluhan terutama setelah wewenang penyuluhan diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan semangat otonomi daerah. Indikator dari rendahnya perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan pertanian khususnya penyuluhan pertanian adalah terbatasnya struktur
kelembagaan
penyuluhan
yang
kurang
memberi
ruang
untuk
pengembangan penyuluhan yang terintegrasi, holistik, dan terarah. Di tingkat Provinsi kelembagaan penyuluhan pertanian hanya sebagai salah satu Sub Bidang dan disebut sebagai Sub bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia pada badan Ketahanan Pangan Provinsi; di tingkat Kabupaten/Kota, kelembagaan penyuluhan pun bervariasi: ada yang Sub Bidang, Kantor, Badan, bahkan ada juga Kabupaten yang menempatkannya sebagai Kelompok Jabatan Fungsional. Di Kecamatan-kecamatan, Balai-Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang di tahun
207 1980 an sangat berperan sebagai pemasok jasa informasi penyuluhan bagi petani, tidak berfungsi lagi bahkan sebagian besar dialihkan fungsinya seperti dijadikan rumah dinas pegawai kecamatan/penyuluh, bahkan ada juga yang dibiarkan begitu saja tanpa difungsikan. Struktur kelembagaan yang kecil dan bangunan-bangunan yang tidak difungsikan itu tampak sebagai hasil kebijakan penataan organisasi dan kelembagaan yang didasarkan pada kekurangan pengetahuan dan informasi tentang pentingnya penyuluhan dalam memajukan pertanian. Usaha membangun pertanian tanpa memajukan penyuluhannya adalah absurd dan sia-sia karena penyuluhan pertanian pada dasarnya adalah usaha mencerdaskan petani agar mampu mengolah usahataninya dengan metode dan cara yang lebih baik daripada sebelumnya (Slamet, 2005). Fakta yang ada di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kecilnya struktur kelembagaan penyuluhan ini diikuti oleh kecilnya anggaran/biaya yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk kegiatan penyuluhan. Terbatasnya anggaran penyuluhan berdampak pada terbatasnya ruang gerak penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan. Keseluruhan kondisi ini menyebabkan akibat yang kedua, yakni menurunnya motivasi penyuluh dalam bekerja. Temuan penelitian menunjukkan bahwa faktor yang terkuat yang mempengaruhi rendahnya kinerja penyuluh dan penyuluhan adalah rendahnya motivasi penyuluh baik dalam mengembangkan diri maupun dalam etos kerja. Penyuluh pertanian, yang dalam penelitian ini dikategorikan sebagai Penyuluh Ahli dan Penyuluh Trampil kurang menunjukkan kinerjanya yang prima. Mereka merasa kurang dihargai lagi baik oleh pemerintah, maupun oleh masyarakat tani. Perasaan kurang dihargai ini terutama terjadi saat penyuluhan pertanian menjadi mandeg sejalan dengan kebijakan pemerintah yang tidak lagi menjadikan pertanian sebagai basis pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam
keadaan
merosotnya
motivasi
penyuluh
pertanian,
baik
untuk
mengembangkan kompetensi diri, maupun untuk membina etos kerja, pendidikan formal dan pendidikan non formal seperti pendidikan dan pelatihan (diklat) penyuluhan kurang memberi pengaruh yang berarti. Bahkan diklat penyuluhan sebagai media pengembangan kompetensi kurang mampu memberdayakan kemampuan penyuluh. Diklat penyuluhan yang kurang dirancang dengan optimal,
208 baik perencanaan maupun pelaksanaannya kurang memberikan nilai tambah yang berarti pada pengembangan kompetensi penyuluh. Dalam konteks menurunnya komitmen politik pemerintah daerah terhadap penyuluhan dan menurunnya motivasi penyuluh pertanian sebagai ujung tombak terdepan dalam pembangunan pertanian, kehadiran Undang-undang Penyuluhan menjadi landasan hukum yang tepat dalam memajukan pertanian di Indonesia. Undang-undang ini tidak hanya bersifat politis yakni menunjang pelaksanaan kebijakan Presiden tentang revitalisasi pertanian dalam artinya yang luas, tetapi juga secara akademis akan membuka wawasan masyarakat umum tentang pentingnya memajukan penyuluhan pertanian dalam konteks memajukan dunia pertanian. Perlunya penataan kelembagaan penyuluhan mulai dari tingkat pusat sampai dengan desa/kelurahan yang diatur dalam Undang-undang Penyuluhan ini sangat sesuai dengan rekomendasi penelitian ilmiah ini. Kejelasan struktur kelembagaan dengan pembagian wewenang yang sistematik dan terarah akan memudahkan koordinasi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan penyuluhan mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah, bahkan desa/kelurahan. Struktur kelembagaan penyuluhan yang mapan yang dilindungi oleh Undang-undang akan memacu semua elemen masyarakat untuk meningkatkan peran (role) dan tanggungjawabnya dalam pembangunan. Dalam pasal 8 Undangundang Penyuluhan ini dinyatakan bahwa kelembagaan penyuluhan terdiri dari : (a) kelembagaan penyuluhan pemerintah, (b) kelembagaan penyuluhan swasta, dan (c) kelembagaan penyuluhan swadaya. Kelembagaan penyuluhan di tingkat pusat
disebut
Badan
Penyuluhan
dan
dalam
pelaksanaan
penyuluhan
bertanggungjawab kepada Menteri (pasal 9 ayat 2); di tingkat provinsi kelembagaan penyuluhan disebut Badan Koordinasi Penyuluhan yang diketuai oleh Gubernur (pasal 11 ayat 2); di tingkat kabupaten/kota disebut Badan Pelaksana Penyuluhan yang dipimpin oleh seorang Pejabat eselon II dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota (pasal 13 ayat 2); di tingkat Kecamatan disebut Balai Penyuluhan (pasal 8 ayat 2 huruf d); di tingkat desa/kelurahan disebut pos penyuluhan desa/kelurahan yang bersifat non struktural (pasal 8 ayat 5).
209 Dalam pembangunan pertanian masyarakat tidak lagi dilihat sebagai obyek tetapi sebagai subyek pembangunan yang berpartisipasi secara aktif. Hal ini sangat jelas pula diatur oleh Undang-undang Penyuluhan Nomor 16 Tahun 2006. Kelembagaan penyuluhan tidak hanya dibentuk oleh pemerintah tetapi juga oleh pihak swasta. Kelembagaan penyuluhan swasta dapat dibentuk oleh pelaku usaha dengan memperhatikan kepentingan pelaku utama serta pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan setempat (pasal 8 ayat 3); selanjutnya kelembagaan penyuluhan swadaya dapat dibentuk atas dasar kesepakatan antara pelaku utama dan pelaku usaha (pasal 8 ayat 4). Pelaku utama kegiatan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang dimaksudkan adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, beserta keluarga intinya (pasal 1 ayat 8). Pelaku usaha yang dimaksudkan adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan (pasal 1 ayat 16). Undang-undang Penyuluhan Nomor 16 Tahun 2006 ini telah menjadi landasan yuridis yang kuat bagi Pemerintah Daerah untuk mulai mengubah struktur kelembagaan penyuluhan yang selama ini kurang ditata rapih baik di tingkat
Provinsi,
Kabupaten/Kota,
maupun
di
tingkat
Kecamatan
dan
desa/kelurahan. Bahkan Undang-undang ini pun menetapkan adanya sebuah Komisi Penyuluhan yang bersifat independen yang terdiri dari para pakar dan praktisi yang peduli dengan kegiatan penyuluhan yang tugasnya adalah memberikan masukan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dalam rangka menghasilkan kebijakan dan strategi penyuluhan yang tepat berdasarkan hasil kajian yang obyektif, ilmiah, dan terpercaya. Di tingkat pusat, Menteri dibantu oleh Komisi Penyuluhan Nasional yang bertugas memberi masukan dalam rangka penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan (pasal 10). Di tingkat Provinsi dibentuk Komisi Penyuluhan Provinsi yang bertugas memberi masukan kepada Gubernur sebagai bahan penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan Provinsi (pasal
12).
Di
tingkat
Kabupaten/Kota
dibentuk
Komisi
Penyuluhan
Kabupaten/Kota yang bertugas memberi masukan kepada Bupati/Walikota
210 sebagai bahan penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan Kabupaten/Kota (pasal 14). Kehadiran Undang-undang Penyuluhan ini pun akan menjadi landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah Daerah untuk mengembangkan kompetensi dan kualitas sumber daya manusia bagi semua stakehloder yang berhubungan dengan penyuluhan pertanian, seperti penyuluh pertanian, pelaku utama penyuluhan, dan pelaku usaha penyuluhan. Persolannya adalah bagaimana merancang ”grand design” pengembangan kompetensi penyuluh, pelaku utama dan pelaku usaha penyuluhan melalui pendidikan formal, pendidikan non formal, dan informal yang sesuai dengan kebutuhan. Undang-undang Penyuluhan Tahun 2006 menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah meningkatkan kompetensi penyuluh pegawai negeri sipil melalui pendidikan dan pelatihan, memfasilitasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh swasta dan penyuluh swadaya yang berpedoman pada standar, akreditasi, serta pola pendidikan dan pelatihan penyuluh yang diatur dengan peraturan Menteri (pasal 21). Isi yang termaktub dalam pasal 21 Undang-undang Penyuluhan Tahun 2006 tentang peranan pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengembangan kompetensi penyuluh melalui jalur pendidikan dan pelatihan mengindikasikan beberapa hal. Pertama, pemerintah dan pemerintah daerah bertanggungjawab atas pengembangan kualitas sumber daya manusia penyuluh (penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya) dan karena itu pemerintah dan pemerintah daerah menyiapkan anggaran, merancang model pendidikan dan pelatihan yang bermutu sesuai dengan standar kompetensi yang dibutuhkan. Kedua, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin bahwa kompetensi yang dicapai oleh para penyuluh akan mampu mengubah perilaku petani sebagai hasil akhir penyuluhan. Amanat Undang-undang ini sekaligus ingin mengubah ”perilaku” pemerintah dan pemerintah daerah sendiri yang selama ini kurang memperhatikan kegiatan penyuluhan termasuk pengembangan kompetensi penyuluh pertanian. Temuan penelitian menunjukkan bahwa baik Penyuluh Ahli maupun Penyuluh Trampil kurang memperlihatkan kapasitas intelektual yang teruji tatkala mereka melakukan penyuluhan kepada petani. Penilaian petani akan rendahnya kompetensi penyuluh dalam melaksanakan tugas pokok diikuti juga dengan
211 rendahnya kinerja penyuluhan yang dirasakan oleh petani. Penyuluh Ahli yang berlatar belakang sarjana ternyata kurang menjadi jaminan bagi mutu penyuluhan apabila mereka tidak dilatih secara terus menerus melalui diklat yang bermutu. Demikian pun Penyuluh Trampil yang hanya berpendidikan Sekolah Menengah Atas menjadi ”kurang berdaya” tatkala berhadapan dengan petani yang sudah mulai meningkat pengetahuannya tentang usahatani. Sejalan dengan temuan penelitian yang memperlihatkan masih rendahnya kompetensi penyuluh pertanian dalam setiap tingkatan jabatannya dan amanat Undang-undang Penyuluhan Tahun 2006, maka pengembangan kompetensi penyuluh melalui jalur pendidikan dan pelatihan sesuai dengan standar akreditasi yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kajian yang matang mutlak dilakukan. Kualitas profesional seorang penyuluh ditentukan oleh sejauh mana ia (a) mampu me mperbaiki mutu layanan secara terus menerus sehingga petani sebagai pelanggannya merasa puas dan kebutuhannya terpenuhi, (b) mampu menguasai materi penyuluhan yang menyangkut teknis produksi, manajemen agribisnis, manajemen hubungan sistem agribisnis, informasi permintaan pasar atau kebutuhan konsumen, jiwa kewirausahaan, serta etika bisnis dan keunggulan bersaing (Suparta, 2003). Dalam konteks peningkatan profesionalisme penyuluh, pola pendidikan dan pelatihan perlu diarahkan sesuai dengan kemampuankemampuan yang disebutkan di atas. Selain upaya peningkatan profesionalisme penyuluh melalui pola pendidikan (formal, non formal, dan informal), dukungan dana, sarana, dan prasarana penyuluhan adalah penting guna memperlancar tugas-tugas penyuluh di lapangan. Amanat Undang-undang Penyuluhan pada pasal 32 yang mengatakan bahwa sumber pembiayaan untuk penyuluhan disediakan melalui APBN, APBD baik provinsi maupun kabupaten/kota, baik secara sektoral maupun lintas sektoral, maupun sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat harus sungguh-sungguh dijalankan secara konsekwen. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu mempertegas komitmen politiknya untuk mendukung pelaksanaan penyuluhan di Indonesia yang mendegradasi kemajuan pembangunan pertanian.
212
STRATEGI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Di era otonomi daerah dimana pemerintah daerah memiliki wewenang penuh
dalam
merencanakan,
mengkoordinasi,
mengembangkan,
dan
melaksanakan penyuluhan sesuai dengan kebutuhan petani setempat, kemampuan penyuluh sebagai pemberdaya masyarakat khususnya petani dan nelayan adalah faktor utama dan kunci keberhasilan penyuluhan. Kompetensi yang dimiliki oleh seorang penyuluh tidak saja terkait dengan kemampuan-kemampuan internalnya, tetapi juga oleh kondisi lingkungan sosial dan politik yang ada. Berdasarkan temuan penelitian sebagaimana terlihat dari hasil analisis jalur (path analysis) yang menjadi model pengembangan kompetensi penyuluh pada Gambar 5, unsur motivasi yang tinggi untuk mencapai prestasi adalah unsur internal yang utama dalam mempengaruhi kompetensinya (64,2 persen). Unsur lain yang berpengaruh adalah pendidikan non formal (46,7 persen). Unsur eksternal yang berpengaruh adalah faktor lingkungan, seperti adanya perhatian dan komitmen pemerintah daerah terhadap penyuluhan, dukungan keluarga, dukungan masyarakat, dukungan sumber informasi, dukungan dana, sarana dan prasarana penyuluhan (37,8 persen). Dari temuan penelitian di atas tampak bahwa pengembangan strategi kompetensi penyuluh di provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sintesa yang terintegrasi antara pengembangan faktor-faktor internal penyuluh khususnya motivasi dirinya, dan pendidikan non formal dengan faktor eksternal yakni dukungan dan komitmen pemerintah daerah terhadap penyuluhan itu sendiri. Tumbuhnya motivasi untuk mengembangkan diri dan melaksanakan pekerjaaan dengan kualitas baik tidak hanya didorong oleh unsur alami yang ada dalam diri setiap orang (motivasi intrinsik dan ekstrinsik), tetapi juga oleh faktor eksternal yang memungkinkan motivasi itu bertumbuh dalam diri seseorang, termasuk penyuluh. Dari sejumlah teori motivasi yang dikembangkan oleh para ahli seperti teori hierarki Maslow, teori ERG Alderfer dan teori kesehatan–motivator Herzberg, teori yang disebut terakhir ini dipandang lebih cocok untuk dijadikan dasar teoritik pengembangan motivasi penyuluh di Nusa Tenggara Timur.
213
Dalam kaitan dengan motivasi kerja pegawai di sebuah organisasi, Herzberg (Pace dan Faules, 1993) menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia, yaitu, (1) kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja seperti prestasi, penghargaan, tanggungjawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi serta kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja seperti gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, hubungan antara pribadi baik atasan, rekan kerja, maupun bawahan. Herzberg menyebut faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai motivator, dan faktorfaktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan disebut faktor-faktor pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene). Menurut Herzberg, jika faktor-faktor yang terkait dengan kepuasan kerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengn ketidakpuasan kerja ditanggapi secara positif, maka pegawai cenderung merasa puas dan termotivasi, sebaliknya jika tidak ditanggapi, maka pegawai akan merasa tidak puas dan tidak termotivasi. Fenomena yang disampaikan oleh Herzberg ini berkaitan erat dengan pengembangan kompetensi penyuluh di Nusa Tenggara Timur dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya. Setelah wewenang penyuluhan didesentralisasikan kepada pemerintah daerah sesuai dengan prinsip otonomi daerah, semua kebijakan penyuluhan menyangkut kelembagaan, dana, sarana, fasilitas, dan sumber daya manusia serta pengembangannya diserahkan kepada daerah. Gejala umum setelah otonomi daerah, termasuk di Nusa Tenggara Timur, kelembagaan penyuluhan yang sebelum otonomi daerah masih ada dan eksis, bahkan
sampai ke desa-desa,
hampir semuanya dibubarkan dan tidak berfungsi. Di tingkat provinsi Nusa Tenggara Timur, lembaga penyuluhan hanya berbentuk salah satu sub dinas yang melekat pada Badan Ketahanan Pangan Provinsi. Di di kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan, lembaga penyuluhan juga berbentuk sub dinas, dan di kabupaten Manggarai berbentuk Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian. Di tingkat kecamatan hampir semua lembaga penyuluhan seperti Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dibubarkan dan tidak berfungsi, demikaian pula pos penyuluhan yang ada di desa-desa. Rendahnya perhatian pemerintah daerah terhadap
214 kelembagaan penyuluhan berdampak pada rendahnya anggaran dana yang disiapkan untuk kegiatan penyuluhan. Di tingkat Provinsi, anggaran dana untuk penyuluhan pada tahun 2005 hanya sebesar Rp. 195.567.000 dan tahun 2007 naik sedikit menjadi Rp. 777.676.200,- Terbatasnya anggaran dana ini berdampak pada terbatasnya sarana dan sarana dan diabatasinya kegiatan diklat bagi penyuluh. Semua faktor eksternal tersebut berpengaruh pada motivasi penyuluh dalam mengembangkan diri dan bekerja dan berakibat pada rendahnya etos kerja dan kinerja penyuluhan. Adanya fakta berlomba-lombanya para penyuluh berpindah ke jabatan struktural di unit-unit pemerintahan daerah mencerminkan menurunnya motivasi penyuluh itu sendiri seperti diakui oleh salah seorang penyuluh yang telah menjadi pejabat struktural di salah satu kabupaten penelitian : “…terus terang pak saya berusaha pindah ke struktural karena setelah otonomi daerah nasib dan masa depan kami menjadi tidak jelas. Dulu kami sangat diperhatikan : senter disiapkan, ada seragam, sepatu, dan dana operasional cukup memadai. Kami semangat sekali bekerja dengan perhatian pemerintah itu dan juga masyarakat petani menghargai kami. Tetapi sekarang pak, menjadi tidak jelas. Petani melihat kami dengan sebelah mata. Kami pun sulit bekerja dengan semangat dan purna waktu. Ada banyak keterbatasan: dana,sarana dan fasilitas. Bapak tahu kan provinsi ini letak desanya berjauhan dan transportasi sulit. Makanya saya berusaha pindah pak dan puji Tuhan kebetulan ada teman yang membantu saya sehingga bisa beralih jabatan pak.”
Untuk memulihkan motivasi penyuluh yang sudah menurun setelah adanya otonomi daerah, perlu ada revitalisasi motivasi penyuluh dengan menempatkan posisi penyuluh sebagai salah satu elemen penting birokrasi pemerintahan daerah khususnya di jajaran dinas pertanian. Revitalisasi motivasi penyuluh ini ditumbuhkan kembali dan dikembangkan berdasarkan teori motivasi Herzberg di atas. Pemda perlu memperhatikan
(1) kebutuhan yang berkaitan
dengan kepuasan kerja penyuluh seperti prestasi, penghargaan, tanggungjawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan penyuluh, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi penyuluh serta (2) kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja penyuluh seperti gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, hubungan antara pribadi baik atasan, rekan kerja, maupun bawahan. administrasi, kebijakan organisasi, hubungan antara pribadi baik atasan,
215 rekan kerja, maupun bawahan. Dengan adanya revitalisasi motivasi penyuluh dalam bingkai pengaturan keseimbangan antara unsur motivator dan unsur hygiene seperti yang dianjurkan oleh Herzberg, pemda dapat menumbuhkan dan mengembangkan kembali posisi penyuluh secara profesional. Strategi
pengembangan
kompetensi
penyuluh
yang
lain
adalah
peningkatan keikutsertaan penyuluh dalam pendidikan non formal seperti diklatdiklat teknis/fungsional, magang, studi banding dan sebagainya. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pendidikan non formal terhadap kompetensi penyuluh sebesar 46,7 persen. Data ini menunjukkan bahwa diklat penyuluhan, studi banding, magang dan lain-lain erat kaitannya dengan peningkatan
kompetensi
penyuluh
dalam
melaksanakan
tugas-tugasnya.
Pendidikan formal dan penataan organisasi penyuluhan, walaupun kecil pengaruhnya terhadap pengembangan kompetensi penyuluh, namun tetap saja menjadi pertimbangan pemda untuk melengkapi kebijakannya dalam rangka mengembangkan kemampuan penyuluh. Untuk mendukung strategi pengembangan kompetensi penyuluh baik melalui revitaliasi motivasi penyuluh, pendidikan non formal, maupun pendidikan formal dan penataan organisasi penyuluhan, dukungan faktor eksternal yakni dukungan dan komitmen politik pemerintah daerah dalam menyediakan anggaran, sarana dan prasarana sangatlah penting. Temuan penelitian menunjukkan bahwa dukungan faktor eksternal ini khususnya dukungan dan komitmen politik pemda berpengaruh sangat nyata terhadap kompetensi penyuluh (37,8 persen). Keberhasilan penyuluhan sangat ditentukan oleh kebijakan-kebijakan politik di tingkat daerah. Semakin tinggi dukungan politik pemerintah daerah terhadap penyuluhan, semakin besar pula kemungkinan penyuluh memiliki peluang untuk mengembangkan kemampuan dan etos kerjanya. Di pihak lain, strategi pengembangan dan peningkatan kompetensi penyuluh juga tidak bisa dilepaskan dari peningkatan dengan pengembangan pola pikir petani sebagai pelanggan utama penyuluhan. Petani yang kritis dan cerdas dalam menilai kemampuan penyuluh di lapangan akan memotivasi penyuluh meningkatkan
pengetahuan
dan
ketrampilannyau.
Temuan
penelitian
menunjukkan bahwa petani yang sejahtera secara ekonomi cenderung merasa puas
216 dengan kompetensi penyuluh dalam melaksanakan tugasnya. Dari pengamatan di lapangan tampak bahwa petani yang sungguh-sungguh dan serius memanfaatkan informasi-informasi dan inovasi-inovasi baru di bidang pertanian dari jasa penyuluhan yang ada cenderung lebih sejahtera secara ekonomis daripada petani yang kurang serius menerapkan pesan-pesan penyuluhan. Seorang petani buahbuahan yang secara ekonomi sangat sejahtera dari hasil usaha buah-buahan menuturkan sebagai berikut: “…sebetulnya kalau kami serius mengikuti apa yang dikatakan oleh penyuluh, usaha kami berhasil pak. Buktinya selama saya menjadi petani jeruk, saya selalu mengikuti dengan patuh petunjuk-petunjuk bapak penyuluh. Tatkala ada hama penyakit yang menyerang pohon jeruk saya, saya pergi ke penyuluh. Mereka memberi petunjuk cara mengatasinya. Kalau ada masalah saya selalu konsultasi dengan mereka. Dan terbukti pak, hasil jeruk saya selalu melimpah. Ada teman lain yang bersikap acuh terhadap penyuluh sehingga setiap tahun tanamannya diserang hama. Ketika penyuluh datang mereka enggan bertanya dan lebih mengandalkan kemampuan mereka sendiri yang katanya terbiasa dari orang tua. Jadi bapak lihat sendiri kehidupan saya seperti ini. Ini karena saya mendengar betul apa yang dikatakan oleh penyuluh.”
Pengalaman petani jeruk ini juga diakui oleh seorang petani sawah yang secara ekonomi lebih sejahtera dari petani lainnya. Dia menyampaikan bahwa jika petani secara serius mendengarkan apa yang dikatakan penyuluh dan melaksanakannya dengan benar, maka hasil panen akan meningkat. Salah satu buktinya adalah ketika petani ini dengan teliti mengikuti saran-saran penyuluh, baik sejak mengolah lahan, menanam, merawat, menyiram pupuk dan pestisida sampai dengan memanen, maka hasil panennya mencapai 6 ton per hektar, sedangkan petani lainnya hanya menghasilkan 1 sampai 2 ton/ha. Dari temuan penelitian, petani-petani yang berhasil secara ekonomi ini adalah petani-petani yang memiliki sifat terbuka dengan ide, pengaruh dan gagasan-gagasan baru, didukung oleh pendidikan formal mereka yang cukup memadai dalam ukuran seorang petani di pedesaan. Dari pengamatan lapangan, petani-petani yang sejahtera secara ekonomis adalah umumnya adalah petani-petani pelopor. Kendati mereka bersikap kritis terhadap penyuluh, tetapi juga mereka akan melakukan apa yang dianjurkan oleh penyuluh tatkala mereka melihat bahwa anjuran penyuluhan itu benar. Jadi agar
217 kemampuan penyuluh berkembang, maka kemampuan petani juga harus dikembangkan terutama melalui pelatihan-pelatihan teknis, studi banding ke wilayah lain yang lebih berhasil untuk menimba pengetahuan dan pengalaman orang lain.
218
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
(1) Secara keseluruhan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Propvinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kemunduran terutama setelah wewenang penyuluhan diserahkan kepada pemerintah daerah. Rendahnya perhatian Pemda terhadap kegiatan penyuluhan pertanian dan Penyuluh menyebabkan motivasi penyuluh dalam mengembangkan diri serta etos kerjanya menjadi melemah. (2) Struktur organisasi penyuluhan yang manajemennya belum tertata dengan baik di Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan berkontribusi pada ketidakpastian status/peran penyuluh, dan melemahnya motivasi penyuluh dalam melaksanakan tugas. (3) Faktor motivasi adalah elemen utama yang mendorong penyuluh meningkatkan kompetensi dan kinerjanya.
Jika motivasi penyuluh untuk
mewujudkan peranannya kurang mendapat perhatian, maka penyuluh cenderung menjadi kurang berkompeten dalam melaksanakan tugasnya. (4) Faktor-faktor eksternal penyuluh seperti lemahnya dukungan lingkungan sosial terhadap penyuluhan dan manajemen struktur organisasi penyuluhan yang
kurang
kondusif
sangat
berpengaruh
terhadap
melemahnya
pengembangan kompetensi penyuluh. (5) Diklat penyuluhan yang kurang dirancang dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan kompetensi penyuluh dirasakan kurang bermanfaat bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia penyuluh. (6) Penyuluh yang berkompeten dalam menyiapkan, mengevaluasi dan mengembangkan penyuluhan lebih berdampak nyata bagi petani dibanding hanya sekedar memiliki kompetensi dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial. (7) Kemampuan Penyuluh Ahli dalam menyiapkan dan mengevaluasi penyuluhan lebih tinggi daripada Penyuluh Trampil sedangkan kemampuan melaksanakan penyuluhan, mengembangkan penyuluhan, berkomunikasi dan berinteraksi
219 sosial rata-rata sama-sama diantara kedua kategori penyuluh.
Secara umum
kompetensi Penyuluh Ahli yang kurang mendapat pelatihan dan Penyuluh Trampil yang sudah berpengalaman tidak berbeda jauh satu sama lain. (8) Petani pelopor dan petani perintis yang memiliki dasar pendidikan formal yang cukup, atau petani yang sering mengikuti diklat terkait usahatani memiliki sikap kosmopolitan yang tinggi dan cenderung memberikan penilaian yang positif terhadap penyuluh dan kinerja penyuluhan. Sebaliknya, petani kolot cenderung memberikan penilaian negatif terhadap penyuluh dan kinerja penyuluhan. (9) Latarbelakang petani sangat menentukan cara pandangnya terhadap penyuluh dan kinerja penyuluhan. Petani pelopor dan petani perintis yang dari segi pendidikan lebih tinggi dari pada anggota kelompok petani lainnya, cenderung lebih cerdas dan kritis dalam memberikan penilaian terhadap kompetensi penyuluh dan kinerja penyuluhan dibandingkan dengan petani penganut dini, penganut lambat, dan petani kolot. (10) Petani yang mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam berusaha tani sebagai hasil penyuluhan cenderung menilai positif terhadap kompetensi penyuluh dan kinerja penyuluhan. Namun petani yang kurang memiliki sikap terbuka terhadap penyuluhan cenderung menilai penyuluh dan kinerja penyuluhan secara negatif.
Saran (1) Pemerintah daerah disarankan agar menumbuhkan kembali motivasi penyuluh dalam mengembangkan diri dan etos kerja yang cenderung melemah terutama setelah otonomi daerah dengan memberikan perhatian dan komitmen yang tinggi terhadap kegiatan penyuluhan sebagai bagian penting dari pembangunan pertanian. (2) Kompetensi penyuluh perlu jelas standarnya; untuk itu kompetensi itu perlu dikembangkan dan ditingkatkan terutama melalui diklat penyuluhan yang terencana dan sesuai dengan kebutuhan penyuluh serta masyarakat lokal. Selain melalui diklat, kompetensi penyuluh juga perlu ditingkatkan melalui
220 penyediaan sarana dan sarana inovasi yang berorientasi pada pengembangan kompetensi penyuluh di bidang pertanian. (3) Pemerintah daerah perlu memanfaatkan jasa Balai Diklat Departemen Pertanian yang ada di daerah dengan syarat rancangan model diklat harus sesuai dengan kebutuhan daerah melalui pola kerja sama kemitraan yang dapat mengangkat potensi lokal dan muatan lokal berdasarkan ”need assesment.” (4) Ketika ada keterbatasan sumber daya untuk menyelenggarakan diklat baik karena keterbatasan dana, sarana dan prasarana, pemerintah daerah, dalam hal ini dinas pertanian, atau lembaga penyuluhan yang berwewenang perlu mengembangkan wacana belajar, diskusi, ”sharing” pengalaman di antara penyuluh itu sendiri. Model pembelajaran yang diterapkan dalam sistem LAKU dapat digunakan untuk memberdayakan kemampuan/kompetensi penyuluh. (5) Peningkatan kompetensi penyuluh haruslah berimplikasi pada peningkatan kemampuan petani dalam berusaha tani karena petani yang cerdas dan kritis cenderung menjadi motivasi bagi penyuluh untuk lebih giat belajar dan menambah pengetahuannya. (6) Pemerintah daerah perlu lebih memperhatikan pemberdayaan kelompok petani penganut dini dan penganut lambat yang merupakan kelompok terbesar dalam masyarakat yang masih kurang menikmati manfaat atas keberadaan penyuluhan. (7) Pemerintah daerah perlu menata kelembagaan penyuluhan di di tingkat Provinsi,
Kabupaten,
Kecamatan,
dan
Desa/Kelurahan
dengan
menyesuaikannya dengan amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
221
DAFTAR PUSTAKA Argyris, Chris. 1957. Personality and Organization. New York: Harper & Row Arifin, Bustanul. 2005. Pembangunan Pertanian. Paradigma Kebijakan dan Strategi Revitalisasi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Asngari, Pang S. 2003. ”Pentingnya Memahami Falsafah Penyuluhan Pembangunan dalam Rangka Pemberdayaan”. Dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Diedit oleh Ida Yustina & Adjat Sudradjat. Bogor : IPB Press. Barlow, Melvin (Ed.). 1974. The Philosophy for Quality Vocational Progtanis. Washington, D.C: American Vocational Association. Berlo, D.K. 1961. The Process of Communication. New York: Holt, Rinehart and Waston. Blanchard, K., dan Hersey P. 1996. Management of Organizational Behavior. NJ : Prentice Hall, Upper Saddle River. Boyle, G.Patrick. 1981. Planning Better Programs. New York : McGraw-Hill. Boyatzis, R.E. 1982. The Competent Manager. A Model for Effective Performance. John Wiley & Sons, New York, Chichester, Brisban, Toronto, Singapore. BPS Kabupaten Kupang. 2004. Kupang Dalam Angka 2004. Kupang : Badan Pusat Statistik. BPS Kabupaten Timor Tengah Selatan. 2004. Timor Tengah Selatan Dalam Angka. Soe : Badan Pusat Statistik. BPS Kabupaten Manggarai. 2005. Manggarai Dalam Angka. Ruteng: Badan Pusat Statistik. Bunyata, D.K., Mureithi, J.G., Onyango, C.A,. dan Ngesa, F.U. (2006). “ Farmer field school effevtiveness for soil and crop management technologies in Kenya.” Journal of International Agricultural and Extension Education. http://www.aiaee.org/jiaee/current, html internet; accessed 17 September 2007. Butar-Butar, H. 1998. Peranan Penyuluh dalam Penyebaran Teknologi Pertanian Ditinjau berdasarkan Teori Lapangan (Field Theory). Medan : Fakultas Pertanian USU.
222 Cochran, William G. 1991. Teknik Penarikan Sampel. Ed ke-3.. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Cushway, B. 1994. Human Resource Management: Planning, Analysis, Performance & Reward. Kogan Page Ltd. UK. Cramer, G.L dan C.W. Jensen. 1994. Agricultural Economic and Business. Sixth Edition. Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta : PT Rineka Cipta. _____________. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Cet ke-1. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed ke3. Cet ke-2. Jakarta : Balai Pustaka. Dixon, G. 1982. A Course manual in Agricultural and Livestock Extension Vol. 1. Rural Sociology. Canbera : AUIDP. Djamarah B. Syaiful. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta. Doyal, Len, dan Ian Gough. 1991. A Theory of Human Need. London : Macmillan Education. Ltd. Dudung, Adjid 1994. Posisi Penyuluhan Pertanian dalam Dinamika Respon Usaha Tani terhadap Tantangan Kemajuan. Jakarta.
Effendi, S. 1989. “Prinsip-Prinsip Pengukuran dan Penyusunan Skala”. Dalam Metode Penelitian Survey. Diedit oleh Singarimbun dan Efeendi S. Cet ke1. Jakarta : LP3ES. Gibson, J. L., J. M. Ivancevich dan J. H. Donelli. 1994. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta : Erlangga. Ginting, M. 1999. Strategi Komunikasi bagi Para Penyuluh dalam Pembangun Masyarakat Desa. Medan : Fakultas Pertanian USU. Ginting, Rata. 1999. ”Peranan Pemimpin Informal dalam Menggerakkan Partisipasi Masyarakat untuk Pembangunan Desa”. Disertasi. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hadiwihardjo, B.H, dan S. Wibisono. 2000. Sistem Manajemen Mutu. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hardjosoedarmo, Soewarso. 1999. Total Quality Management. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
223
Hardiman, Budi F. 2004. Filsafat Modern. Dari Machiavelli sampai Nietzsce. Suatu Pengantar dengan Teks dan Gambar. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Houle, C.O. 1965. Continuiting Your Education. New York: Mc Graw Hill Book Company. Husein, Umar. 2003. Sumberdaya Manusia dalam Organisasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Irianto, Jusuf. 2001. Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pelatihan. Surabaya : Penerbit Insan Cendekia. Johnson, J.E, Creighton, J.H, Norland, E.R. (2006). “Building a foundation for success in natural resources extension education : An international perspective.” Journal of International Agricultural and Extension Education. http://www.aiaee.org/jiaee/current, html internet;accessed 17 September 2007. Kartodirdjo, S. 1984. Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial. Jakarta : Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pengetahuan Ilmu Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Kasim, A. 1989. Efektivitas Organisasi. Jakarta : Universitas Indonesia. Lembaga Administrasi Negara. 2001. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV. Jakarta : Lembaga Adminstrasi Negara (LAN). Kerlinger, Fred N. 1966. Foundation of Behavior Research. New York : Holt, Rinehart and Winston. ____________. 2002. Azas-Azas Penelitian Behavioral. Ed. Ke-3. Cet. ke-7. Terjemahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Klausmeier, Herbert J. dan William Goodwin. 1966. Learning and Human Abilities. Educational Psychology. New York and London : Harper & Row Publishers. Kristiadi. 1997. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia. Jakarta : STIA LAN Press. Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta : Erlangga. Kussriyanto, B. 1993. Meningkatkan Produktivitas Karyawan. Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.
224
Lembaga Administrasi Negara. 1997. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jilid I/ Ed ke-3. Jakarta : PT Gunung Agung. Lippit, R., J.Watson dan B.Wesley. 1958. The Dinamics of Planned Change. New York: Harcourt, Brace and World, Inc. Lionberger, H.F. 1960. Adoption of New Ideas and Practices. Iowa: The Iowa State University Press. Lionberger, H.F, dan P.H.Gwin. 1983. Communication Strategies. Illinois: The Interstate Orienters & Publishers, Inc. Lyle M. Spencer, Jr, Signe M. Spencer. 1993. Competence at Work. Models for Superior Performance. New York : John Wiley & Sons, Inc. Lucia D. Anntoinette, Richard Lepsinger. 1999. The Art and Science of Competency Models. Pinpointing Critical Success Factors in Organizations. San Francisco : Jossey-Bass Pfeiffer. Mangkuprawira, Sjafri. 2004. Arti dan Beragam Aspek tentang Kompetensi. Bogor : 28 April. Makalah Penunjang untuk Lokakarya Faperta, IPB. Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Martinez, V.A. 1987. Program Planning in An Introduction to Extension Delivery System. Food and Fertilizers Technology Center. Technical Bulletin. Maslow, Abraham H. 1970. Motivation and Personality. Ed ke-2.. New York : Harper & Row Publishers. Mosher, A.T. 1971. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Disadur oleh Krisnandhi Cs. Jakarta : Jasaguna. Mustadjab, M. 1999. “Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Rakyat dalam Upaya Penanggulangan Krisis Ekonomi di Indonesia”. Pidato Pengukuhan dalam Jabatan Guru Besar di Universitas Brawijaya. Mutis T. dan Vincent Gasperz. 1994. Nuansa menuju Perbaikan Kualitas dan Produktivitas. Jakarta : Universitas Trisakti. Nazir, 1999. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Ndraha, Taliziduhu. 1999. Pengantar Teori Pengembangan sumberdaya Manusia. Cet ke-1. Jakarta : PT Rineka Cipta.
225 Pace R. Wayne dan Don F. Faules. 1993. Komunikasi Organisasi – Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Deddy Mulyana, penerjemah; Deddy Mulyana, editor. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Padmanagara, Salmon. 1987. ”Etika Penyuluhan Pertanian”. Makalah disajikan dalam Konggres Perhiptani ke I Subang, 4-6 Juli 1987. Padmowihardjo, Soedijanto. 1994. Psikologi Mengajar. Modul 1-6. Jakarta : Universitas Terbuka. ________. 1980. Kelompok, Organisasi dan Kepemimpinan. Pendidikan Guru Pertanian. Bogor : PLPP Ciawi. Parel, C.P. dkk. 1973. Sampling Design and Procedures. Quezon City: Philippine Social Science Council. Departemen Dalam Negeri. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta : Depdagri. Puspadi Ketut. 2003. “Kualitas SDM Penyuluh Pertanian dan Pertanian Masa Depan di Indonesia”. Dalam Ida Yustina dan Adjat Sudradjat, 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor : IPB Press. Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Surjaman T., editor. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Robbins, S,P. 1994. Teori Organisasi. Yusuf Udaya, penerjemah. Jakarta: Arcan. _________. 1996. Perilaku Organisasi. Jilid 1. Iskandarsyah T, penyunting Hadyana Pujaatmaka, penerjemah. Jakarta : Prenhallindo. _________. 1996. Perilaku Organisasi. Jilid 2. Molan B, penyunting . Hadyana Pujaatmaka, penerjemah. Jakarta : Prenhallindo. Rogers, E.M. 1983. Diffusion of Innovation. New York: Free Press. Rogers, E.M dan F.F. Shoemaker. 1971. Communication of Inovation. New York. Free Press. Rosyada Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta : Prenada Media. Ruwiyanto Wahyudi. 1994. Peranan Pendidikan dalam Pengentasan Masyarakat Miskin. Cet ke-1. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Samsudin. 1994. Manajemen Penyuluhan Pertanian. Jakarta : Binacipta.
226
Savitri, Dyah, W.I.K.R. 1997. ”Teknologi Pertanian Sawah dan Perubahan Organisasi Sosial”. Studi Kasus masyarakat Desa Tulem, Kecamatan Kurulu, Kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya. Disertasi. Bogor : Sosiologi Pedesaan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sayogyo. 1994. Potret Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jakarta : LP3ES. Scott, William G. 1961. Organization Theory: An Overview and an Appraisal. Journal of the Academy of Management, 4 April 1961, 7-26. Sevilla, C. G, J. dkk, 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Alimudin Tuwu, penerjemah. Jakarta: UI Press. Slamet, Margono. 2001. Pemberdayaan sumberdaya Manusia menuju Terwujudnya Masyarakat Madani. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. _______________. 2003. ”Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era Tinggal Landas”. Dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Diedit oleh Ida Yustina dan Adjat Sudradjat Bogor : IPB Press. _______________. 2001. “Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah”. Dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Diedit oleh Ida Yustina dan Adjat Adjat Sudradjat, 2003. Bogor: IPB Press. Soebagio, Atmodiwirio. 2002. Manajemen Pelatihan. Cet ke-1. Jakarta : PT Ardadizya Jaya. _____________. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Cet ke-1. Jakarta : PT Ardaduzya Jaya. Soedijanto. 2004. Menata Kembali Penyuluhan Pertanian di Era Pembangunan Agribisnis. Jakarta : Departemen Pertanian. ________. 2003. ”Penyuluhan sebagai Pilar Akselerasi Pembangunan Pertanian di Indonesia pada Masa Mendatang”. Dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Diedit oleh Ida Yustina dan Adjat Sudradjat, 2003. Bogor : IPB Press. Soekanto, Soerjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali Press. Singarimbun Masri dan Sofian Effendi, 1995. Metode Penelitian Survei. Cet ke-2. Jakarta : LP3ES. Siagian, S.P. 2000. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.
227
________, S.P, 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta. Srinivasan, L., 1977. Perspectives on Non formal Adult Learning. New York: World Education.
Sudarsono Juwono, Wahyudi Ruwiyanto, 1999. Reformasi Sosial Budaya dalam Era Globalisasi. Bunga Rampai. Jakarta : PT Wacha Widia Perdana. Sudjana S, H.D, 2004. Pendidikan Non Formal (Nonformal Education) – Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat, Teori Pendukung, Asas. Bandung : Falah Production. Suhardiyono L.1992. Penyuluhan: Yogyakarta: Kanisius
Petunjuk
bagi
Penyuluh
Pertanian.
Sumardjo, 1999. ”Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani”: Kasus di Propinsi Jawa Barat. Disertasi Program Ilmu Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Sumintaredja Samedi 2001. Penyuluhan Pengembangan Sinar Tani.
Pertanian. Jakarta : Yayasan
Suparta Nyoman. 2001. ”Perilaku Agribisnis dan Kebutuhan Penyuluhan Peternak Ayam Ras Pedaging.” Disertasi Doktoral Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Syamsu, S. dkk, 1991. Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan. Yogyakarta : Universitas Atmajaya. Tenner Arthur R. & Irving J. DeToro, 1992. Total Quality Management. Three Steps to Continuous Improvement. Massachusetts : Addison-Wesley Publishing Company. Terry, G.R., 1960. Principles of Management. Homewood. : Richard D.Irwin. Tesser, Abraham, dan Norbert Schwarz, 2003. Handbook of Social Psychology: Intraindividual Process. Malden, MA: Blackwell Publishers. Thoha, M. 1983. Perilaku Organisasi. Konsep dan Aplikasinya. Jakarta : Grafindo Persada. Timpe, A.D., 1993. Produktivitas. Jakarta : PT Gramedia Asri. Trimo, S. 1984. Analisis Kepemimpinan. Bandung : Angkasa.
228 Departemen Dalam Negeri. 2009. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Jakarta : Departemen Dalam Negeri. UNESCO, 1972. Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow. Unesco and Harrap. Venugopal, K, 1957. The Library in Extension Training Center in M.G.Kammath (ed). Extension Education in Community Development. Wardoyo. 1992. “Pendekatan Penyuluhan Pertanian untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat.” Dalam Penyuluhan Pembangunan Indonesia : Menyongsong Abad XXI. Diedit oleh Aida Vitayala, Prabowo Tjitropranoto, dan Wahyudi Ruwiyanto. Jakarta : PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Werther at all. 1996. Human Resouces and Personnel Management. Ed ke-5. New York: McGraw-Hill, Inc. Widodo, Joko. 2001. Good Governance. Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya : Insan Cendekia. Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Cet ke-6. Jakarta : PT Ardadizya Jaya. Yukl, G., 1994. Kepemimpinan dalam Organisasi. Yusuf Udaya, penerjemah. Jakarta : Prenhallindo.