KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2015
FOTO : DANAU KELIMUTU
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT Telp
: [0380] 832-047
Fax
: [0380] 822-103
Email :
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected]
ii
Kata Pengantar Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, Agustus 2015 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur
iii
Daftar Isi Halaman Judul
i
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
v
Daftar Grafik
ix
Daftar Tabel
xiii
Ringkasan Umum
xv
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
xix
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
xxi
1.1 Kondisi Umum
1
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaa
2
1.2.1. Konsumsi
2
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
5
1.2.3. Ekspor dan Impor
7
a. Ekspor dan Impor Antar Daerah
7
b. Ekspor dan Impor Luar Negeri
7
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
8
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
8
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
9
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
10
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
10
BOKS 1. Pembangunan Sumber Daya Air Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan di Provnsi NTT
12
BOKS 2. Penggunaan Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia (REMBI) dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT
14
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
17
2.1. Kondisi Umum
19
2.2. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Komoditas
21
2.2.1. Bahan Makanan
22
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
22
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
23
2.2.4. Komoditas Lainnya
23
2.3.Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT
24
2.3.1 Volatile Foods
24
2.3.2 Administered Prices
25
v
Daftar Isi 2.3.3 Inflasi Inti (Core)
25
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
25
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
25
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
26
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
27
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
29
3.1. Kondisi Umum
31
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum
33
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
33
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
34
3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan
35
3.2.4. Kualitas Kredit
36
3.2.5. Suku Bunga
36
3.2.6.Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
37
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
38
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
40
3.4.1. Pulau Flores
40
3.4.2. Pulau Sumba
40
3.4.3. Pulau Timor
41
3.5. Sistem Pembayaran
40
3.5.1 Transaksi Non Tunai
41
3.5.1.1 Transaksi Kliring (SKNBI)
41
3.5.1.2 Transaksi RTGS
42
3.5.2 Transaksi Tunai
42
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
42
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
43
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (UPAL)
44
BOKS 3. Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Nagada Serta Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara KPW BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT
45
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
47
4.1 Kondisi Umum
49
4.2 Pendapatan Daerah
50
vi
Daftar Isi 4.3 Belanja Daerah
51
Boks 4 Realisasi Dana Desa Tahun 2015 Di Provinsi Ntt
55
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
57
5.1 Kondisi Umum
59
5.2 Indeks Kebahagiaan Hidup
59
5.3 Perkembangan Kesejahteraan
60
5.3.1 Tingkat Kemiskinan
60
5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
61
5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
61
5.4.1 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
62
5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
62
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DANINFLASI DI DAERAH
65
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
67
6.1.1 Sisi Sektoral
68
6.1.2 Sisi Penggunaan
69
6.2 Inflasi
70
Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan Di Nusa Tenggara Timur
72
vii
Daftar Grafik Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
2
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
2
Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II 2015
4
Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
4
Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
4
Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen
4
Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
5
Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
5
Grafik 1.9 Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing & PMDN
6
Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
6
Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
6
Grafik 1.12 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
6
Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas
7
Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat
7
Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara
7
Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT
7
Grafik 1.17 Perkembangan Survei Kegiatan Dunia Usaha Sektor Pertanian
9
Grafik 1.18 Pengiriman Ternak
9
Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian
9
Grafik 1.20 Perkembangan Nilai Tukar Petani
9
Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
10
Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
10
Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
10
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
10
Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel
11
Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara
11
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
19
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
19
Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
20
Grafik 2.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
22
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
22
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
23
ix
Daftar Grafik Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
23
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
23
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
23
Grafik 2.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
24
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
24
Grafik 2.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang
25
Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Kota Kupang
25
Grafik 2.14 Inflasi Bulanan Kota Kupang
25
Grafik 2.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere
26
Grafik 2.16 Inflasi Triwulanan Kota Maumere
26
Grafik 2.17 Inflasi Bulanan Kota Maumere
26
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan
31
Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL
31
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI
32
Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
34
Grafik 3.5 Pertumbuhan Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
34
Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
34
Grafik 3.7 Pertumbuhan DPK
35
Grafik 3.8 Komposisi DPK
35
Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
36
Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
36
Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
36
Grafik 3.12 Kredit, NPL dan BI Rate
37
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
37
Grafik 3.14 Perkembangan UMKM
38
Grafik 3.15 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
38
Grafik 3.16 Komposisi DPK BPR
39
Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK BPR
39
Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
39
Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
39
x
Daftar Grafik Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
40
Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores
40
Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores
40
Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba
41
Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
41
Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor
41
Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor
41
Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT
42
Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional
42
Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
42
Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal
42
Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai
43
Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang tunai (Inflow-Outflow)
43
Grafik 3.33 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT
44
Grafik 3.34 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT
44
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
50
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
51
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
51
Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
51
Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
51
Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
52
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
52
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
52
Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
53
Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
53
Grafik Boks 4.1. Mekanisme Pencairan Dana Desa
56
Grafik 5.1 Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan
60
Grafik 5.2 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Prov. NTT dan Nasional
61
xi
Daftar Grafik Grafik 5.3 Sepuluh Daerah dengan Prosentase Kemiskinan Tertinggi
61
Grafik 5.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi NTT
61
Grafik 5.5 Perkembangan Angkatan Kerja
62
Grafik 5.6 Struktur Pekerjaan di NTT
62
Grafik 5.7 Porsi Penyerapan Pekerja IBS
62
Grafik 5.8 Produktivitas Pekerja IBS
62
Grafik 5.9 Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan
63
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
67
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha
68
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
68
Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen
69
Grafik 6.5. Perkembangan Survei Konsumen
69
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
71
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen
71
xii
Daftar Tabel Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015
3
Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi TW-II 2015
8
Tabel Boks 2.1 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2015 Tabel Boks 2.2 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2016 Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
21
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
21
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
21
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
26
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
27
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS
33
Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
38
Tabel Boks 3.1 Ciri Ciri Keaslian Uang Rupiah Tabel Boks 3.2 Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
53
Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
54
Tabel Boks 4.1 Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Setiap Kabupaten/Kota Tahun 2016/2017 Tabel Boks 4.2 Realisasi Pencairan Dana Desa Tahap Pertama Tabel 5.1 Indeks Ketenagakerjaan NTT
xiii
Daftar Gambar Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
27
Gambar Boks 1.1 Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur Gambar 6.1 Prakiraan Curah Hujan Bulan Agustus
68
Gambar 6.2 Prakiraan Curah Hujan Bulan September
68
Gambar Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba Gambar Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores
xiv
Ringkasan Umum EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2015 tumbuh sebesar 5,03% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (4,64%-yoy). Angka pertumbuhan pada triwulan-II 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh hanya sebesar 4,67% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat - 4,79% (qtq), maka pada triwulan laporan, perekonomian tumbuh melesat dan mencapai angka 4,24% (qtq). Peningkatan perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan II-2015 terutama didorong oleh kenaikan realisasi belanja pemerintah, investasi dan peningkatan konsumsi masyarakat. Di sisi lain, tingginya ketergantungan terhadap impor barang antar daerah,masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi. Dari sisi sektoral, tibanya musim panen raya dan mulai terealisasikannya kegiatan investasi menjadi pendorong utama dari tumbuhnya sektor pertanian, sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor konstruksi. Sementara itu, pertumbuhan di sektor real estate, terutama didorong oleh mulai dilaksanakannya pembangunan program seribu rumah. Seiring dengan itu, mulai berakhirnya musim penghujan serta adanya pelonggaran kebijakan pemerintah terhadap penyelenggaraan rapat di hotel mengakibatkan meningkatnya kinerja di sektor akomodasi dan makan minum. Di sisi lain, satu-satunya sektor ekonomi yang mengalami penurunan adalah jasa keuangan dan asuransi. Hal ini tercermin dari penurunan pendapatan sekunder yang menyebabkan turunnya nilai tambah bruto perbankan di triwulan II 2015.
INFLASI REGIONAL Perkembangan inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 6,01% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (5,39%). Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan inflasi nasional (7,26%), inflasi NTT masih tetap lebih rendah. Peningkatan inflasi selama periode laporan terutama disebabkan oleh komoditas administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring banyaknya libur panjang (long weekend) dan tibanya liburan sekolah.Di samping itu, naiknya harga BBM pada bulan Maret dan April memberikan dampak lanjutan kepada pembentukan inflasi di triwulan laporan. Selain komoditas administered prices, inflasi juga didorong oleh naiknya harga komoditas volatile food, seperti telur dan daging ayam ras dikarenakan adanya kenaikan harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur. Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, TPID Provinsi telah melakukan berbagai langkah pengendalian antara lain dengan melaksanakan serangkaian kegiatan rapat koordinasi di tingkat teknis, antar daerah maupun High Level Meeting (HLM) yang langsung dipimpin oleh Gubernur. Beberapa strategi pengendalian inflasi yang berhasil dirumuskan, yaitu: 1) Menjaga ketersediaan barang dan mempercepat distribusi barang, 2) Mengendalikan tarif angkutan, 3) Menyediakan informasi produksi, pasokan (stok) dan harga barang pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk memantau pasokan, distribusi dan harga, 5) Pengelolaan ekspektasi masyarakat, serta 6) Membentuk pos pengaduan yang menampung keluhan terkait bahan pokok dan ketersediaan BBM (Call Center).
RINGKASAN UMUM
xv
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Perlambatan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada periode Triwulan II 2015 masih berlanjut, namun tidak sedalam yang terjadi di tingkat nasional.Beberapa indikator yang mencerminkan kondisi tersebut, antara lain melambatnya pertumbuhan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), maupun penyaluran kredit. Meskipun kualitas kredit sedikit mengalami penurunan, namun masih berada dibawah ambang batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Kinerja sistem pembayaran tunai maupun non tunai di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 secara umum mengalami peningkatan yang signifikan.Hal ini tercermin dari meningkatnya indikator pembayaran tunai maupun transaksi non tunai (Real Time Gross Settlement-RTGS), seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian.
KEUANGAN PEMERINTAH Selama triwulan-II 2015, pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT pada APBN-P mengalami peningkatan sebesar 28,3% (Rp 2,4 triliun) dibandingkan dengan perencanaan awal (APBN) yang sebagian besar dialokasikan untuk pengembangan sektor infrastruktur, fasilitas di PTN dan alokasi untuk dana desa. Secara total pagu belanja pemerintah (pusat dan daerah) selama tahun 2015 sebesar Rp 31,08 triliun atau meningkat 13,74% dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan pemerintah (pusat dan daerah)hingga triwulan-II 2015 mencapai angka 53,3%, terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU).Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah masih relatif rendah, baru mencapai angka 23,9%. Rendahnya realisasi ini terjadi seiring dengan adanya beberapa kendala yang muncul, seperti permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, masih belum selesainya proses lelang di berbagai proyek, kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai dengan termin proyek, penolakan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Angka kemiskinan diperkirakan sedikit meningkat yang tercermin dari penurunan indikator nilai tukar petani (NTP). Sementara itu, kondisi tenaga kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan. Hingga akhir triwulan II 2015, kondisi ketenagakerjaan diprediksi masih relatif rendah seiring dengan penurunan indeks tenaga kerja dalam SKDU dan industri manufaktur.Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT sebagai indikator kesejahteraan lainnya tercatat sebesar 66,22, masih dibawah nilai indeks nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan (56,05).
xvi
RINGKASAN UMUM
PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan kembali mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).Secara sektoral, sumber pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan.Di sisi lain, ancaman kekeringan sebagai dampak El Nino diperkirakan tidak terlalu signifikan terhadap sektor pertanian mengingat sudah terlewatinya puncak musim panen. Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan ekonomi diperkirakan berasal dari meningkatnya konsumsi pemerintah dan naiknya investasi. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 diperkirakan mengalami perlambatan dan berada pada rentang baru yaitu 5%-5,4% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hal ini diprediksi disebabkan oleh adanya penurunan daya beli masyarakat yang terjadi secara nasional. Perkembangan inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan masih mengalami peningkatan dan berada pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy). Naiknya angka inflasi tersebut terutama didorong oleh masih tingginya tarif angkutan udara sebagai dampak dari perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri) dan masa liburan sekolah.Selain itu, harga beras diperkirakan mulai merangkak naik seiring dengan berakhirnya masa panen, ditambah dengan kemungkinan semakin memburuknya persepsi terhadap dampak El Nino dan makin gencarnya upaya pengadaan beras oleh Bulog sehingga harga bertahan pada level yang tinggi.
INDIKATOR
xvii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR
2014
2013
2014
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
61.325,5
68.602,6
15.818,0
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
18.272,4
20.446,9
4.855,1
Pertambangan dan Penggalian
894,2
1.070,3
Industri Pengolahan
758,8
Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
2015 - Q1
II
IV
2015 - Q2
I
II
%QTQ*
%YOY*
18.059,0
17.469,2
18.483,6
4,2%
5,0%
5.042,5
5.367,8
5.695,8
4,7%
3,0%
220,0
305,6
273,8
324,3
16,7%
5,9%
843,7
193,3
231,6
215,7
222,4
1,8%
4,5%
23,6
31,5
6,9
9,5
8,9
9,4
4,9%
6,8%
41,8
45,5
10,6
11,9
11,0
11,5
4,2%
4,0%
Konstruksi
6.344,8
7.096,0
1.625,3
1.907,5
1.700,5
1.899,0
9,8%
5,5%
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6.570,5
7.285,7
1.691,3
1.893,6
1.872,5
1.998,3
5,3%
6,5%
Transportasi dan Pergudangan
3.195,3
3.566,9
808,8
974,6
904,2
955,5
3,5%
5,7%
367,8
422,4
95,0
116,8
105,7
116,2
8,7%
6,2%
Informasi dan Komunikasi
4.660,2
5.134,4
1.216,2
1.337,5
1.276,4
1.322,7
3,4%
6,3%
Jasa Keuangan dan Asuransi
2.389,3
2.714,9
638,3
731,9
725,1
706,4
-4,0%
1,1%
Real Estate
1.705,5
1.860,9
433,3
496,4
464,3
496,0
5,6%
4,0%
188,5
210,9
49,2
55,8
54,4
57,7
3,7%
5,1%
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
7.592,1
8.392,7
1.872,0
2.278,5
2.091,0
2.161,9
1,9%
7,7%
Jasa Pendidikan
5.679,6
6.568,2
1.434,2
1.880,4
1.650,5
1.707,0
0,8%
5,9%
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.279,7
1.414,6
309,9
394,6
359,9
393,3
7,2%
5,9%
Jasa lainnya
1.361,3
1.497,0
358,6
390,4
387,5
406,1
3,3%
4,8%
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
61.325,5
68.602,6
15.818,0
18.059,0
17.469,2
18.483,6
4,24%
5,03%
1. Konsumsi Rumah Tangga
47.277,1
51.082,8
12.403,1
13.460,9
13.140,5
13.758,8
3,3%
6,5%
1.868,3
2.323,8
572,1
580,7
536,5
603,8
10,9%
-7,7%
3. Konsumsi Pemerintah
16.400,3
21.055,6
2.532,0
5.676,7
2.544,0
4.922,3
89,9%
5,6%
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
20.620,3
26.393,0
6.076,8
8.070,4
7.156,1
7.841,7
4,8%
28,3% -50,6%
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Jasa Perusahaan
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
5. Perubahan Inventori
1.094,3
994,3
167,8
277,4
48,3
149,7
206,2%
6. Ekspor Luar Negeri
1.196,3
1.382,3
309,1
391,7
363,0
379,2
-0,6%
27,7%
923,5
1.103,2
121,7
452,1
51,4
141,5
173,8%
-58,4%
-26.207,7
-33.526,0
-6.121,2
-9.946,7
-6.267,9
-9.030,4
34,0%
26,0%
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
21.613
18.410
4.820
4.722
4.452
6.595
48,1%
36,8%
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
52.373
61.410
18.179
13.620
11.490
17.277
50,4%
-5,0%
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
15.437
26.013
10.011
11.736
167
3.653
2087,4%
-68,9%
Volume Impor Nonmigas (ton)
48.712
76.708
1.068
10.626
267
1.503
462,9%
-85,9%
7. Impor Luar Negeri 8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor
Impor
Dalam Rp Miliar *) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2015Q1 **) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2014Q2 ***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
II. INFLASI Indikator
2013
2014
2015
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
NTT
104.41
104.78
108.66
110.58
112.52
113.27
113,15
119,15
118.59
120,07
- Kota Kupang
104.56
104.91
108.85
110.84
112.91
113.63
113,50
120,06
119.47
121,09
- Maumere
103.39
103.96
107.42
108.85
110.00
110.93
110,85
113,20
112.81
113,42
NTT
7.11
5.26
8.29
8.41
7.78
8.10
4,13
7,76
5.39
6,01
- Kota Kupang
7.06
5.56
8.88
8.84
7.99
8.31
4,27
8,32
5.81
6,57
- Maumere
7.38
3.73
5.32
6.24
6.39
6.70
3,19
4,00
2.55
2,24
Indeks Harga Konsumen
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
INDIKATOR
xix
III. PERBANKAN INDIKATOR
2013
2013
2014
I
2014
2015
II
III
IV
I
II
III
IV
II
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset
22,434
25,600
21,017
21,291
22,055
22,434
23,316
26,398
27,114
25,600
30,842
29.877
2. DPK
16,402
18,571
15,351
15,836
15,923
16,402
17,078
18,791
19,092
18,571
19,798
21.764
- Giro
2,917
3,717
3,781
3,999
3,903
2,917
4,137
5,516
5,091
3,717
5,474
6.379
- Tabungan
9,933
10,385
7,575
7,751
8,029
9,933
8,577
8,568
9,041
10,385
9,092
9.149
- Deposito
3,552
4,469
3,995
4,087
3,990
3,552
4,363
4,707
4,960
4,469
5,232
6.236
15,624
17,759
13,546
14,528
15,276
15,624
15,756
16,652
17,220
17,759
16,907
17.845
- Investasi
4,447
5,316
3,480
3,949
4,269
4,447
4,439
4,881
5,122
5,316
5,011
5.392
- Modal Kerja
1,412
1,537
1,141
1,270
1,358
1,412
1,344
1,444
1,444
1,537
1,260
1.303
- Konsumsi
9,765
10,905
8,925
9,309
9,649
9,765
9,972
10,326
10,654
10,905
10,636
11.150
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
14,918
17,094
12,844
13,862
14,568
14,918
15,071
15,947
16,532
17,094
17,226
18.198
- Investasi
4,340
5,252
3,439
3,889
4,172
4,340
4,322
4,742
5,008
5,252
5,218
5.626
- Modal Kerja
1,150
1,309
831
1,008
1,095
1,150
1,115
1,201
1,235
1,309
1,318
1.359
- Konsumsi
9,427
10,534
8,574
8,965
9,301
9,427
9,634
10,004
10,289
10,534
10,690
11.212
91.0%
92.0%
83.7%
87.5%
91.5%
91.0%
88.3%
84.9%
86.6%
92.0%
87.0%
83,6%
4,007
5,162
3,294
3,741
3,889
4,007
4,185
4,753
5,000
5,162
5,234
5.611 454
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%) Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain). Total Aset
337
415
254
263
303
337
343
355
374
415
437
Dana Pihak Ketiga
248
309
182
184
211
248
250
257
275
309
311
331
84.3%
79.4%
81.4%
84.6%
83.9%
84.3%
82.6%
85.6%
84.1%
79.40%
80.5%
82,4%
1. Total Aset
22,771
26,016
21,271
21,555
22,357
22,771
23,660
26,753
27,487
26,016
31,279
30.331
2. Dana Pihak Ketiga
16,649
18,880
15,533
16,020
16,134
16,649
17,328
19,048
19,367
18,880
20,109
22.095
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
15,174
17,413
13,025
14,074
14,810
15,174
15,341
16,241
16,838
17,413
17,556
18.547
1. Total Aset (%)
1.5%
1.6%
1.2%
1.2%
1.4%
1.5%
1.5%
1.3%
1.4%
1.6%
1.4%
1,5%
2. Dana Pihak Ketiga (%)
1.5%
1.6%
1.2%
1.1%
1.3%
1.5%
1.4%
1.4%
1.4%
1.6%
1.5%
1,5%
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
1.7%
1.8%
1.4%
1.5%
1.6%
1.7%
1.8%
1.8%
1.8%
1.8%
1.9%
1,9%
2013
2014
LDR (%) C. Grand Total (A+B)
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
IV. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR
2013 I
II
2014 III
IV
2015
I
II
III
IV
II
Inflow (Rp. Triliun)
3.2
3.4
1.4
0.6
0.8
0.4
1.4
0.7
0.8
0.5
1.8
0,5
Outflow (Rp. Triliun)
4.7
4.6
0.4
1.0
1.4
1.9
0.3
0.8
1.3
2.1
0.4
0,9
Uang Palsu (lembar)
37
72
8
7
15
7
14
11
39
8
27
22
80.03
93
13.31
22.75
17.78
26.20
14.18
13.05
29.84
35.63
34.61
43,75
29,516
33,747
5,687
6,142
8,209
9,478
7,809
7,868
8,776
9,294
5,984
6.086
91
89
22.69
21.88
20.72
25.50
17.19
20.60
24.09
26.83
31.69
40,04
46,994
42,931
9,704
9,333
12,630
15,327
10,696
10,475
10,707
11,053
6,013
6567
Transaksi Non Tunai BI-RTGS To NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) From NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) Net To-From NTT -11
4
-9.38
0.87
-2.94
0.70
-3.00
-7.54
5.75
8.80
2.92
-3,71
-17,478
-9,184
-4,017
-3,191
-4,421
-5,849
-2,887
-2,607
-1,931
-1,759
-29
481
3.13
3.79
0.66
0.70
0.81
0.96
0.84
0.85
0.91
1.19
0.99
0,93
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 139,007 152,284
31,839
32,715
34,848
39,605
34,677
36,188
37,809
43,610
213
251
228
256
179
175
276
267
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) Cek/BG Kosong
xx
RINGKASAN UMUM
948
897
39,971 40.708 300
254
BAB I
EKONOMI MAKRO REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya penyerapan anggaran pemerintah, walaupun masih relatif rendah. Proyek pembangunan juga sudah mulai berjalan serta terjadi peningkatan daya beli. Tingginya ketergantungan pemenuhan barang dari daerah lain masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT
Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan II-2015 mencapai 5,03% (yoy) meningkat dibanding pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya. Dibanding nasional, pertumbuhan ekonomi NTT masih relatif lebih tinggi seiring dengan tingginya peningkatan pagu belanja pemerintah hingga 13,74%. Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi terlihat dari peningkatan aktivitas ekonomi. Penyerapan anggaran pemerintah sudah mulai menunjukkan peningkatan walaupun masih relatif rendah dikarenakan masalah numenklatur yang belum selesai sepenuhnya.
1.1 Kondisi Umum Kondisi ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan. Daya beli masyarakat sudah mulai menunjukkan perbaikan, setelah cenderung melemah di triwulan sebelumnya. Penyerapan realisasi belanja pemerintah juga mulai meningkat setelah terhambat oleh permasalahan numenklatur yang hingga saat ini masih belum sepenuhnya selesai. Proyek investasi terus menunjukkan peningkatan terutama didorong oleh investasi pemerintah pusat yang meningkat hingga 54,81% dibanding tahun sebelumnya. Dengan semangat percepatan realisasi investasi pemerintah yang menitik beratkan pada permasalahan sumber daya air dan konektivitas, maka setidaknya di tahun 2016, hasil dari investasi sudah dapat kita rasakan dari perluasan area tanam pertanian, maupun kemudahan transportasi dan logistik yang ada. Permasalahan yang masih dirasakan adalah besarnya ketergantungan Provinsi NTT terhadap pemenuhan kebutuhan hidup dan pembangunan dari luar NTT. Dengan total net impor antar daerah yang mencapai Rp 9 triliun di triwulan II 2015, maka manfaat atas tingginya pertumbuhan investasi tidak dapat sepenuhnya dirasakan karena pemenuhan kebutuhan investasi yang sebagian besar berasal dari Luar NTT. Adanya rencana pembangunan pabrik semen kupang tiga dengan kapasitas mencapai 1,5 juta ton per tahun patut menjadi perhatian dan dikawal sepenuhnya, agar impor semen yang tiap tahun mencapai lebih dari satu triliun rupiah dapat berkurang.Peningkatan produksi semen juga dapat meningkatkan ekspor NTT dikarenakan potensi kelebihan pasokan yang terjadi. Adanya penambahan pusat perbelanjaan baru akan meningkatkan kinerja sektor perdagangan. Namun demikian, pemenuhan barang yang sebagian besar berasal dari Luar NTT akan berdampak kurang bagus terhadap perekonomian karena meningkatkan impor antar daerah. Penguatan sektor sekunder yang diikuti dengan kebijakan yang pro usaha lokal perlu diperkuat, agar masyarakat NTT tidak hanya menjadi obyek pasar tetapi juga subyek dan pelaku ekonomi di daerahnya.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
1
Grafik1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
triliun
Grafik1.1. PDRB (ADHB dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional) 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11
2,866.9
6,50 18,48 17,47
6,00 5,50
PDRB ADHB (triliun) 18,5
16,9
43,6
24,7
5,03
5,00 NTT
4,67 I
II
III
IV
I
2013
PDRB NTT (ADHB)
II
III 2014
NTT (yoy)
IV
I
II
4,50
NTB
BALI
3,8
4,2
Nas
NTT
NAS
3,8
4,7
5,0
Nas
NTT
6,0
2,9
4,00
2015
Nasional (yoy)
Sumber: BPS, diolah
NTB
qtq
BALI
NTB
BALI
yoy
Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan ekonomi NTTpada triwulan II 2015 mencapai 5,03%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 4,67%. Adanya perbaikan daya beli dan mulai berjalannya investasi menjadi penyebab utama peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB pada triwulan II 2015 mencapai Rp 18,48 triliun. Dibanding Bali dan NTB, Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara tahunan masih menjadi yang terendah dengan pertumbuhan sebesar 5,03%. Struktur ekonomi yang masih mengandalkan pertanian konvensional dan tingginya ketergantungan impor dari daerah lain menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi NTT. Provinsi NTB pada triwulan II 2015 mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia sebesar 16,9% (yoy) yang terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja tambang setelah di tahun sebelumnya masih terkena dampak larangan ekspor komoditas tambang. Provinsi Bali masih mampu tumbuh sebesar 6% (yoy) walaupun relatif melambat dibanding pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh melemahnya perekonomian daerah asal wisatawan yang masuk ke Provinsi Bali. Secara fundamental, pertumbuhan ekonomi masih relatif tinggi seiring dengan masih cukup tingginya kunjungan wisata dan pembangunan fisik hotel serta sarana penunjang wisata. Sektor pertanian juga mampu tumbuh cukup tinggi seiring dengan cukup berhasilnya pengembangan di sektor pertanian. Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi di NTT mampu tumbuh paling tinggi dibanding Provinsi NTB dan Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 sebesar 4,2% (qtq), lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB yang sebesar 3,8% (qtq) dan Provinsi Bali yang sebesar 2,9% (qtq). Kondisi ekonomi mulai mengalami kenaikan seiring dengan mulai terealisasinya pembangunan konstruksi dan real estate, peningkatan kinerja perdagangan serta meningkatnya okupansi hotel setelah mengalami penurunan yang cukup besar di triwulan I 2015.
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Kondisi ekonomi pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya peningkatan. Hampir semua pengeluaran mengalami kenaikan kecuali kinerja ekspor luar negeri yang sedikit melambat. Peningkatan kinerja terbesar terjadi pada pengeluaran konsumsi pemerintah yang mampu tumbuh hingga 89,92% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Penyerapan anggaran pada semester II 2015 diperkirakan akan meningkat lebih tinggi seiring dengan masih rendahnya realisasi penyerapan belanja konsumsi pemerintah yang hanya sebesar 29,69% atau sebesar Rp 6,51 triliun.
2
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL
Secara tahunan, kinerja investasi menunjukkan pertumbuhan tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Tingginya kenaikan belanja modal pemerintah hingga 27,07% (yoy) mampu mendorong peningkatan investasi di NTT. Tingginya investasi pemerintah pusat seharusnya juga dapat direspon oleh peningkatan investasi pemerintah kabupaten yang hanya tumbuh 3,21% (yoy) dibanding pagu anggaran tahun sebelumnya. Walaupun penyerapan anggaran investasi pemerintah secara total baru terealisasi 10,15%, penandatanganan proyek sebagian besar sudah dilakukan dan sudah mulai dilakukan pembangunan fisik bangunan. Namun demikian, tingginya investasi tersebut tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh pelaku ekonomi lokal yang terlihat dari meningkatnya impor antar daerah seiring dengan peningkatan investasi yang terjadi. Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015 2014
YOY
URAIAN
2015
yoy
ctc
47.368.797
51.246.857
12.616.513
13.140.531
13.758.780
74,4
3,33
7,53
6,46
1.868.305
2.323.762
622.351
536.536
603.754
3,3
10,87
-7,65
-9,10
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
16.889.933
19.250.737
4.914.204
2.544.018
4.922.330
26,6
89,92
5,65
5,03
Pembentukan Modal Tetap Bruto
20.586.330
26.336.089
5.355.657
7.156.110
7.841.736
42,4
4,76
36,99
25,43 -55,40
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Perubahan Inventori
Tw II
qtq
Tw II
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Tw I
Bobot
2014
2013
946.724
2.934.161
252.380
48.347
149.693
0,8
206,23
-50,64
Ekspor Luar Negeri
1.196.294
1.453.489
298.044
362.988
379.197
2,1
-0,59
27,70
26,29
Impor Luar Negeri
3.733.059
645.729
318.475
51.443
141.513
0,8
173,77
-58,41
-58,83
(23.797.857)
(34.296.733)
(7.091.928)
(6.267.884)
(9.030.414)
-48,9
34,03
34,70
25,84
61.325.467
68.602.633
16.648.747
17.469.202
18.483.563
100,0
4,24
5,03
4,84
Net Ekspor Antar Daerah PDRB Sumber: BPS Propinsi NTT (diolah) – Angka Dalam Rp Juta
1.2.1 Konsumsi Pengeluaran konsumsi pada triwulan II mulai menunjukkan kenaikan yang cukup besar. Kenaikan daya beli lebih disebabkan oleh mulai optimisnya masyarakat seiring dengan datangnya masa panen komoditas pertanian, berjalannya proyek-proyek pemerintah, musim liburan sekolah dan bulan Ramadhan. Konsumsi rumah tangga mengalami kenaikan hingga 7,53% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Datangnya panen mampu meningkatkan daya beli masyarakat yang terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami peningkatan. Berdasarkan rincian komoditas, hampir semua komoditas menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
3
Grafik1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Grafik1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II 2015 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 -
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
IRPE (qtq)
IRPE
I
II
30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% -5,00% -10,00% -15,00% -20,00%
2015
50,00% 40,00% Bahan Konstruksi
30,00% 20,00%
Suku Cadang
10,00%
Perlengkapan Rumah Tangga
0,00%
Barang Kerajinan
I
- 10,00%
II
III
IV
I
2014
- 20,00%
II
Makanan dan Tembakau
2015
- 30,00%
Pakaian dan Perlengkapannya
- 40,00%
Bahan Bakar
- 50,00%
TOTAL
CRT PDRB (qtq)
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
Konsumsi lembaga non profit juga menunjukkan adanya peningkatan walaupun dibanding tahun sebelumnya masih mengalami penurunan. Relatif rendahnya realisasi belanja lembaga non profit lebih disebabkan oleh adanya pemilihan legislatif dan pilpres di tahun 2014, sehingga pengeluaran untuk kebutuhan kampanye mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 2015, belanja lembaga non profit diperkirakan baru akan mengalami kenaikan pada akhir tahun 2015 seiring dengan adanya pelaksanaan pilkada serentak di 9 Kabupaten yang membutuhkan anggaran hingga Rp 144 miliar untuk penyelenggara pemilu, belum termasuk belanja oleh partai politik yang terlibat dalam pelaksanaan pilkada. Konsumsi pemerintah menunjukkan adanya peningkatan di triwulan-II 2015. Namun demikian, dengan pertumbuhan realisasi belanja tahunan hanya sebesar 5,65% (yoy), peluang pertumbuhan konsumsi pemerintah pada semester II akan jauh lebih besar. Dengan peningkatan pagu anggaran tahun 2015 yang mencapai 8,96%, serta realisasi belanja konsumsi pemerintah yang masih sebesar 29,69% pada triwulan II, maka pada semester dua pemerintah diperkirakan lebih intensif dalam merealisasikan anggaran belanja yang direncanakan. Peningkatan anggaran konsumsi pemerintah yang cukup besar terjadi pada belanja hibah pemerintah Kabupaten/Kota yang mencapai 106,33% (yoy). Peningkatan terbesar terutama terjadi pada 8 Kabupaten pelaksana pilkada serentak di tahun 2015. Untuk Kabupaten Sabu Raijua, pertumbuhan anggaran belanja hibah masih relatif normal. Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.6. Indeks Tendensi Konsumen
140000
30%
115
120000
25%
110
20%
105
15%
100
10%
95
5%
90
0%
85
-5%
80
100000 80000 60000 40000 20000 0
-10%
I
II III 2012
IV
I
Konsumsi (ribu kwh-LHS)
II III 2013
IV
I
II III 2014
Growth qtq - RHS
Sumber : PT PLN, diolah
IV
indeks
I
II
III 2013
I II 2015
ITK
Growth YoY - RHS
IV
I
II
III 2014
Pendapatan RT
IV
I
II
III
2015
Proyeksi ITK
Sumber : BPS, diolah
Kenaikan konsumsi masyarakat terlihat dari indikator konsumsi yang juga menunjukkan adanya peningkatan. Konsumsi listrik kembali menunjukkan kenaikan setelah mengalami penurunan di triwulan I 2015. Penggunaan listrik kembali meningkat setelah permasalahan kekurangan pasokan listrik dapat berangsur diatasi. Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang mengalami kenaikan. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga menunjukkan adanya peningkatan kegiatan dunia usaha. Kenaikan harga jual berangsur melambat setelah terjadi kestabilan harga BBM di
4
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL
triwulan II 2015. Namun demikian, yang patut diwaspadai adalah relatif tidak adanya penambahan tenaga kerja yang berpotensi meningkatkan angka pengangguran. Penyaluran kredit konsumsi juga menunjukkan adanya peningkatan setelah cenderung melambat di triwulan sebelumnya. Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi
60 50 40 triliun
20 10
-30
20,0% 15,0%
6,00 10,0%
4,00
5,0%
2,00
0
-20
25,0%
10,00 8,00
30
-10
12,00
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
0,00
0,0% I
2013 Kegiatan Usaha
2014 Harga Jual
II
Tenaga Kerja
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
III 2013
2015
Konsumsi
IV
I
II
III 2014
konsumsi (yoy)
IV
I
II 2015
konsumsi (qtq)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Kinerja investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan investasi terutama berasal dari realisasi investasi pemerintah yang sudah mulai berjalan, walaupun berdasarkan penyerapan anggaran investasi pemerintah baru terealisasi 10,15%. Beberapa proyek besar yang berasal dari APBN yang sedang dikerjakan antara lain pembangunan dan pemeliharaan jalan serta pendukungnya dengan total anggaran lebih dari Rp 1,7 triliun. Selain itu juga terdapat pembangunan sumber daya air dengan total anggaran mencapai lebih dari Rp 650 miliar, pengembangan 13 bandara di NTT dengan total anggaran lebih dari Rp 500 miliar, dan pengembangan 9 pelabuhan/dermaga dengan total anggaran mencapai Rp 380 miliar. Di bidang pendidikan, pemerintah pusat merencanakan untuk melakukan pembangunan fisik gedung untuk Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan Universitas Nusa Cendana dengan total anggaran mencapai Rp 273 miliar. Di bidang kesehatan, pemerintah pusat berencana membangun gedung sertamenyediakan alat kesehatan dan kendaraan dengan nilai mencapai Rp 149 miliar. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi juga memiliki anggaran modal yang mencapai Rp 4,2 triliun, sehingga total belanja modal pemerintah tahun 2015 mencapai Rp 9,18 triliun. Rendahnya realisasi belanja modal selain dikarenakan oleh permasalahan numenklatur juga disebabkan oleh permasalahan spesifik di beberapa dinas terkait. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih belum selesainya permasalahan numenklatur pada Kementerian Riset dan Dikti, sehingga belum ada belanja modal yang terealisasi. Pada Dinas Perhubungan saat ini masih terkendala penyelesaian AMDAL dan masterplan proyek sehingga penyerapan masih cukup rendah. Beberapa permasalahan lainnya antara lain tidak adanya barang penunjang dalam ECatalogue, sehingga proses pengadaan barang tidak dapat dilakukan dalam satu kali proses. Waktu tunggu pengadaan alat pertanian juga relatif lama dikarenakan terbatasnya pilihan produsen penyedia alat pertanian. Permasalahan lahan juga masih menjadi masalah utama dalam pembangunan infrastruktur seperti pembangunan Bendungan Kolhua yang tidak dapat segera dilaksanakan karena belum selesainya masalah pembebasan lahan. Selain Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, permasalahan numenklatur sudah dapat diselesaikan sehingga pada Semester 2 akan diupayakan percepatan realisasi proyek yang sudah direncanakan.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
5
Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah dilakukan diantaranya pembangunan beberapa hotel berbintang dan pusat perbelanjaan. Selain itu juga ada beberapa investasi non pariwisata seperti pembangunan kelistrikan oleh PT. PLN (Persero) yang cukup besar, pembangunan Base Transceiver Station (BTS) terutama untuk daerah strategis, maupun pengembangan ubi kayu di Rote Ndao. Sementara itu, proyek strategis pembangunan investasi garam hingga saat ini masih berjalan lambat dikarenakan belum selesainya masalah pembebasan lahan. Sulitnya pembebasan lahan terutama disebabkan oleh banyaknya tanah ulayat, sehingga adanya peraturan daerah terkait penggunaan lahan menjadi hal mendesak yang harus segera dibuat agar permasalahan tersebut dapat teratasi.Di sisi lain, adanya penyewaan lahan seperti di Taman Nasional Komodo sekiranya dapat ditanggapi positif sebagai peluang untuk menggerakkan wisata di pintu masuk pariwisata NTT. Hal yang perlu diatur lebih jauh adalah masalah biaya sewa serta perlu dibentuk peraturan daerah terkait tugas dan fungsi investor untuk turut serta menjalankan kebijakan konservasi alam di wilayah aktivitasnya. Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Grafik 1.10. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
16
700%
14
600%
12
500% 400%
10 8 6
100,00
2
-100%
0
-200% II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
30,0%
200% 0%
40,0%
200,00 150,00
4
50,0%
250,00
300% 100%
I
300,00
20,0% 10,0% 0,0% -10,0%
50,00
-20,0%
-
-30,0% I
II
IV
I
2013
II
2014
III
II
III
IV
I
2014
II 2015
2015
Proyek PMA (Juta US$) PMA (%yoy)
Ribu Ton
Proyek PMDN (Miliar Rp) PMDN (%yoy)
Sumber : BKPM, diolah
yoy
qtq
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Peningkatan investasi terlihat dari meningkatnya permintaan semen yang cukup tinggi pada triwulan II 2015 yang menunjukkan adanya percepatan realisasi proyek pembangunan. Di sisi lain, penurunan realisasi ijin investasi menunjukkan adanya ancaman investasi ke depan yang harus segera diselesaikan seperti sulitnya pembebasan tanah dan kemudahan berinvestasi di wilayah NTT. Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Modal Kerjadan Kredit Investasi 7,00
60,0%
50
6,00
50,0%
40
5,00
40,0%
4,00
30,0%
3,00
20,0%
2,00
triliun
triliun
Grafik 1.12. Realisasi Dana Masuk / Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
30 20
1,00
10,0%
10
0,00
0,0%
-
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
I
II 2015
I (10) (20)
Modal kerja
Investasi
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
modal kerja (yoy)
investasi (yoy)
II
III
IV
I
2014 RTGS Out
II 2015
RTGS In
Net RTGS
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi masih cukup tinggi namun dalam pola yang melambat. Hal ini menunjukkan adanya pelambatan pertumbuhan kegiatan produktif oleh pihak swasta di Provinsi NTT. Namun demikian, investasi baru masih mampu tumbuh tinggi yang terlihat dari pertumbuhan pengiriman uang melalui RTGS yang hingga semester satu tumbuh 187,7% dibanding tahun sebelumnya. Total dana yang masuk NTT pada triwulan II 2015 sebesar Rp 43,7 triliun dan net transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT mencapai Rp 3,7 triliun. Hingga
6
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL
semester 1, total dana bersih yang masuk ke Provinsi NTT mencapai Rp 6,6 triliun, berbeda dibanding posisi tahun sebelumnya yang justru keluar NTT sebesar Rp 10,5 triliun.
1.2.3 Ekspor – Impor 1.2.3.1 Ekspor - Impor Antar Daerah Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari adanya peningkatan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan. Dikarenakan Provinsi NTT merupakan provinsi kepulauan, maka semua aktivitas ekonomi dapat diamati melalui seberapa besar aktivitas ekonomi melalui perhubungan laut. Net ekspor antar daerah tumbuh sebesar 34,7% (yoy) dibanding tahun sebelumnya atau tumbuh sebesar 34,03% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya mengikuti peningkatan ekonomi dan investasi yang terjadi. Tingginya net impor juga terlihat dari aktivitas peti kemas bongkar maupun bongkar muat curah yang menunjukkan defisit masuk NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan besarnya kebutuhan NTT yang masih harus dipenuhi dari luar daerah. Peningkatan aktivitas ekonomi terlihat dari meningkatnya kegiatan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tenau. Grafik1.13. Perkembangan Peti Kemas 30.000
Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat 80.000
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40%
Boks
25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
100%
Ton
80%
60.000
60%
40.000
40%
20.000
20%
0
0% I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
-20%
-20.000 2013
2014
2015
-40%
-40.000
II 2015
-60%
-60.000
-80%
-80.000 Teus
Pertumbuhan (% yoy)
-100%
Pertumbuhan (% qtq)
Sumber : Pelindo III, diolah
Bongkar
Muat
Net
Net Unloading (% yoy)
Sumber : Pelindo III, diolah
1.2.3.2 Ekspor - Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor bersih ke luar negeri Provinsi NTT pada triwulan II sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang tidak sebesar peningkatan impor yang terjadi. Timor leste masih menjadi tujuan ekspor utama Provinsi NTT yang lebih disebabkan oleh adanya kedekatan wilayah. Sedangkan komoditas impor utama provinsi NTT adalah peralatan kelistrikan yang digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik yang sedang gencar dilakukan oleh PLN. Negara asal impor sebagian besar dari Tiongkok. Grafik 1.15. Ekspor Impor Antar Negara
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor NTT
13,00
9,00 7,00
Juta USD
Juta USD
11,00
5,00 3,00 1,00 -1,00
2013
2014
2015
-3,00
10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 I
-5,00
II
III
IV
2012
-7,00
EKSPOR Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
IMPOR
NET EKSPOR
USA
THAILAND
I
II
III
IV
I
II
2013
INDIA
III
2014
JAPAN
RRC
IV
I
II 2015
TIMOR LESTE
Sumber : Bank Indonesia, diolah
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
7
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 mulai mengalami peningkatan. Adanya panen raya dan mulai berjalannya aktivitas investasi terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian, perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi. Mulai berjalannya pembangunan program seribu rumah juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor real estate dan adanya pelonggaran kebijakan rapat di hotel mampu meningkatkan kunjungan hotel dan restoran di triwulan II 2015. Satu-satunya penurunan ekonomi terjadi pada sektor jasa keuangan dan asuransi dikarenakan oleh menurunnya Nilai Tambah Bruto (NTB) di triwulan II 2015 karena penurunan pendapatan sekunder perbankan. Sedangkan NTB lembaga keuangan non bank masih mengalami peningkatan. Tabel1.2.PDRB Provinsi NTT BerdasarkanSektorEkonomiTriwulan II 2015
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2014
YOY
URAIAN 2013
2014
Tw II
2015 Tw I
Tw II
Bobot
qtq
yoy
ctc
18.272.369
20.446.913
5.119.950
5.367.777
5.695.813
30,8
4,69
3,00
3,07
B Pertambangan dan Penggalian
894.152
1.070.349
264.747
273.773
324.312
1,8
16,67
5,94
5,36
C Industri Pengolahan
758.818
843.708
200.827
215.685
222.408
1,2
1,77
4,50
5,10
D Pengadaan Listrik dan Gas
23.603
31.539
7.725
8.897
9.362
0,1
4,93
6,81
7,81
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
41.818
45.529
10.988
11.004
11.494
0,1
4,21
4,04
3,50
F Konstruksi
6.344.808
7.095.979
1.712.031
1.700.526
1.898.961
10,3
9,77
5,48
2,96
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6.570.524
7.285.709
1.785.873
1.872.522
1.998.350
10,8
5,27
6,48
5,92
H Transportasi dan Pergudangan
3.195.325
3.566.950
861.287
904.222
955.527
5,2
3,48
5,73
6,07
367.820
422.443
101.156
105.664
116.161
0,6
8,67
6,23
4,69
J Informasi dan Komunikasi
4.660.243
5.134.426
1.254.297
1.276.364
1.322.719
7,2
3,38
6,32
6,66
K Jasa Keuangan dan Asuransi
2.389.329
2.714.850
662.236
725.131
706.433
3,8
-3,96
1,15
4,55
L Real Estate
1.705.495
1.860.878
449.743
464.335
496.018
2,7
5,57
4,01
3,30
188.487
210.879
51.291
54.403
57.748
0,3
3,65
5,05
4,17
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
7.592.137
8.392.732
1.940.911
2.091.003
2.161.861
11,7
1,91
7,71
6,84
P Jasa Pendidikan
5.679.554
6.568.193
1.518.721
1.650.525
1.707.049
9,2
0,79
5,91
7,05
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.279.704
1.414.584
339.873
359.872
393.274
2,1
7,24
5,89
5,60
R,S,T,U Jasa lainnya
1.361.281
1.496.973
367.093
387.499
406.072
2,2
3,35
4,84
3,96
PDRB
61.325.467
68.602.633
16.648.747
17.469.202
18.483.563
100,0
4,24
5,03
4,84
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
M,N Jasa Perusahaan
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Peningkatan produksi pertanian lebih disebabkan oleh datangnya panen raya tanaman pangan dan beberapa komoditas perkebunan serta membaiknya cuaca yang mampu meningkatkan tangkapan ikan. Sektor pertanian pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan sebesar 3,00% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh bertambahnya luas panen komoditas tanaman pangan. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian secara triwulan tidak sebesar triwulan yang sama tahun sebelumnya. Adanya hama tanaman serta curah hujan yang tinggi di beberapa daerah menyebabkan penurunan produktifitas padi. Di sisi lain, beberapa daerah berhasil meningkatkan panen seperti di Rote Ndao, dan beberapa daerah di Manggarai Timur optimis bisa panen 3 kali dalam setahun. Tanaman jagung juga mengalami peningkatan produksi. Namun demikian, dikarenakan kurangnya pasar, harga jagung di Nagekeo jatuh menjadi hanya Rp 2.000/kg lebih rendah dari penetapan harga jagung yang sebesar Rp 2.700/Kg. Kondisi perikanan mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya cuaca. Adanya pemberantasan illegal fishing juga berdampak positif terhadap peningkatan hasil ikan tangkap.. Pengiriman ternak juga menunjukkan adanya kenaikan cukup tinggi setelah di triwulan sebelumnya relatif sangat minim karena masalah cuaca. Untuk meningkatkan produksi pertanian, Dinas Pertanian telah mendapatkan tambahan alokasi APBN sebesar Rp 319 miliar untuk pengadaan alat mesin pertanian (alsintan) serta sarana produksi (saprodi) pertanian.
8
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.17. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Grafik 1.18. Pengiriman Ternak
30,0
14000
150%
12000
20,0
100%
10000 10,0 0,0 Tw I
Tw II Tw III 2013
-10,0
Tw IV
Tw I
Tw II Tw III 2014
Tw IV
Tw I Tw II 2015
8000
50%
6000
0%
4000 -50%
2000
-20,0
0
-100% I
II
-30,0
III
IV
I
II
2013
-40,0
Kegiatan Usaha
Harga Jual
Tenaga Kerja
Pengiriman Ternak
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
III
IV
I
2014 Bongkar
II 2015
Pert (%yoy)
Pert (%qtq)
Sumber : PT Pelindo III, diolah
Hasil SKDU menunjukkan adanya peningkatan produksi pertanian di triwulan II 2015. Harga hasil pertanian menunjukkan adanya pelambatan walaupun masih relatif tinggi terutama harga beras yang tetap bertahan tinggi. Kredit pertanian pada triwulan II 2015 justru menunjukkan adanya penurunan yang terutama disebabkan oleh keengganan Bank untuk menyalurkan kredit seiring kualitas kredit yang rendah. Nilai tukar petani masih positif walaupun cenderung tetap dibanding triwulan sebelumnya. Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Pertanian 250
Grafik1.20. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Milyar Rp
200 150 100 50
700%
180
104
600%
160
103
500%
140
102
400%
120
101
300%
100
100
200%
80
99
100%
60
98
0%
40
97
20
96
-100% 0
-200% I
II
III
IV
I
2013 Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan
II
III
IV
2014 Pertanian (%yoy)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
I
II 2015
95
0 I
II III 2012
Pertanian (%qtq)
IV
I
II III 2013 IT
IB
IV
I
II III 2014
IV
I
II 2015
NTP - axis kanan
Sumber : BPS, diolah
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami pertumbuhan 7,71% (yoy) meningkat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya. Mulai selesainya permasalahan numenklatur membuat penyerapan dana pemerintahmengalami peningkatan walaupun realisasi penyerapan anggaran masih relatif rendah. Realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah di triwulan II masih sebesar 23,92%. Dibanding tahun sebelumnya, belanja pemerintah mengalami kenaikan 13,74% (yoy). Dengan kumulatif pertumbuhan sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib yang sebesar 6,84% (ctc), pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut berpotensi tumbuh lebih tinggi pada semester-II 2015. Adapun penyerapan anggaran yang relatif besar dilakukan oleh kepolisian yang sudah terealisasi sebesar 45,14%. Peningkatan belanja pemerintah juga tampak dari adanya penurunan pertumbuhan simpanan masyarakat di perbankan. Walaupun pertumbuhan penghimpunan dana masih cukup tinggi, tren penambahan dana relatif melambat dibanding triwulan sebelumnya. Hingga bulan Juni 2015, total dana pemerintah yang disimpan di perbankan di NTT mencapai Rp 7,21 triliun. Adanya percepatan realisasi belanja pemerintah dapat membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi NTT yang saat ini masih dibayangi perlambatan ekonomi nasional.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
9
Grafik 1.21. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah 32.000
Realisasi
30.000 miliar
20
31.089
31.000
Grafik 1.22. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan 120,0% 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0% -20,0% -40,0% -60,0%
7.000
% Real
7,437
8.000 6.000
23.92
15
13,74
5.000 4.000
29.000
3.000
27.333
28.000
10
27.000
2.000 1.000 0
26.000
I
25.000
II
5 2014
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
2015
2015
Total Belanja Pemerintah
Simpanan
Pertumbuhan Belanja
Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, diolah
Pert (%yoy)
Pert (%qtq)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami pertumbuhan cukup besar seiring dengan adanya peningkatan konsumsi masyarakat paska panen, liburan sekolah, menjelang puasa dan mulai terealisasinya belanja barang dan jasa pemerintah. Pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan II 2015 mencapai 6,48% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya (5,33%-yoy) maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,57%-yoy).Pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami kenaikan cukup tinggi (5,27%-qtq) selain disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya, juga disebabkan oleh peningkatan daya beli. Grafik 1.23. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
10,0
6,0
60%
8,0
5,0
50%
4,0
40%
3,0
30%
2,0
20%
1,0
10%
triliun
6,0 4,0 2,0 0,0 -2,0
I
-4,0
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
II 2015
0,0
-6,0
0% I
-8,0 -10,0
I
II
III
IV
I
2013 Kegiatan Usaha
Harga Jual
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Tenaga Kerja
Perdagangan Besar Dan Eceran
II
III 2014 Pert (%yoy)
IV
I
II 2015
Pert (%qtq)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Hasil survei SKDU di triwulan II 2015 masih menunjukkan adanya penurunan namun membaik dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan permintaan di tingkat pemain besar ini selain disebabkan oleh perlambatan daya beli juga adanya permasalahan terkait pengetatan penindakan pajak yang berlaku surut. Adanya libur sekolah dan bulan ramadhan cukup membantu penjualan yang berdasarkan hasil liaison menunjukkan kenaikan permintaan di bulan Juni 2015.
1.3.4 Sektor - sektor Lainnya Sektor konstruksi mampu tumbuh tinggi baik secara triwulanan maupun tahunan seiring dengan mulai terealisasinya proyek investasi. Begitu pula dengan pertumbuhan real estate yang tumbuh cukup besar seiring dengan mulai terealisasinya pembangunan program 1.000 rumah dalam rangka mendukung program sejuta rumah pemerintah.
10
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL
Penyediaan akomodasi dan makan minum di triwulan II 2015 mengalami pertumbuhan hingga 8,67% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Adanya pelonggaran kebijakan larangan rapat di hotel oleh pemerintah, penyelenggaraan beberapa even pariwisata seperti semana santa di larantuka, serta membaiknya cuaca membuat kunjungan pariwisata di triwulan II 2015 mengalami peningkatan. Besarnya kenaikan kunjungan juga disebabkan oleh penurunan yang cukup dalam di triwulan sebelumnya. Dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh sebesar 6,23% (yoy) masih lebih rendah dibanding pertumbuhan di triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 7,19% (yoy) seiring dengan masih adanya dampak sail komodo yang mampu meningkatkan kunjungan wisata dalam jumlah yang signifikan. Adanya event pariwisata sekiranya dapat terus diadakan agar mampu membantu peningkatan kunjungan pariwisata. Peningkatan kunjungan juga terlihat dari tingginya peningkatan okupansi dan tamu hotel yang menginap di wilayah Provinsi NTT. Jumlah penumpang yang terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan penambahan yang cukup signifikan.. Peningkatan kunjungan wisata disebabkan oleh membaiknya cuaca.. Kondisi cuaca sangat mempengaruhi wisata unggulan NTT yang lebih bersifat eco tourism. Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang Bandara
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
39,6 46,9%
20%
I
II
III 2013
Tamu Hotel Sumber : BPS, diolah
IV
I
II
III 2014
Pert (%qtq)
IV
I
II
0%
592
600
60% 40%
22,0%
700
80%
29,8%
500 Ribu orang
Ribu orang
Grafik 1.25. Perkembangan Tamu Hotel
400
40% 30% 20% 10%
10,5%
300
0%
200
-10%
-20%
100
-20%
-40%
0
-30% I
2015
II
III 2013 Penumpang
Pert (%yoy)
IV
I
II
III
IV
I
2014 Pert (%qtq)
II 2015
Pert (%yoy)
Sumber : BPS, diolah
Sektor komunikasi dan informasi masih bertumbuh positif, namun relatif melambat dibanding triwulan-triwulan sebelumnya. Sektor pertambangan mengalami kenaikan tinggi di triwulan II 2015 seiring dengan membaiknya cuaca. Jasa pendidikan tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan NTT. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sektor pendidikan seharusnya dapat meningkat jauh lebih tinggi seiring dengan adanya pemisahan numenklatur pendidikan dasar dan pendidikan tinggi yang berdampak pada peningkatan anggaran pendidikan di Provinsi NTT hingga 119,47% (yoy). Setelah permasalahan numenklatur selesai, penyerapan anggaran pendidikan diperkirakan akan mampu jauh lebih tinggi dibanding saat ini.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
11
BOKS 1. PEMBANGUNANSUMBER DAYA AIR UNTUK MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Seberapa besar luas lahan yang mampu dipanen dan ditanam sangat tergantung dari kualitas sumber daya air yang dimiliki. Daerah dengan lahan irigasi yang besar cenderung akan memiliki luas tanam / panen yang lebih besar pula.Dengan luas lahan yang ada, daerah tersebut dapat melakukan penanaman hingga 2-3 kali dalam waktu satu tahun. Hal ini berbeda dengan daerah yang tidak memiliki fasilitas irigasi, yang hanya mampu melakukan penanaman satu kali pada musim hujan saja, sehingga pemanfaatan lahan pertanian menjadi kurang optimal. Luas lahan irigasi di NTT saat ini sebesar 126 ribu ha1 atau setara dengan hanya 1,75% dari total jaringan irigasi di Indonesia yang sebesar 7,23 juta ha2. Dengan kondisi musim yang hanya mengalami 4 bulan musim penghujan dan 8 bulan musim kemarau, serta topografi wilayah yang memiliki tingkat kemiringan yang cukup besar, maka Provinsi NTT sangat rawan mengalami bencana banjir dan kekeringan. Pengendalian sumber daya air memerlukan satu usaha untuk menampung kelebihan air yang ada pada musim penghujan, untuk kemudian dapat digunakan untuk mengatasi kekeringan yang terjadi selama musim kemarau. Oleh karena itu, pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai saat ini gencar melakukan pembangunan jaringan sumber daya air, agar pemenuhan kebutuhan air irigasi pertanian maupun kebutuhan air baku untuk PDAM dapat tercukupi. Pada akhir tahun 2014, BWS sudah membangun 910 buah embung kecil, 32 buah embung irigasi dan 1 buah bendungan/waduk. Pada tahun 2015 ini, sedang dilakukan pembangunan lebih dari 100 embung untuk mengatasi kekurangan air irigasi dan air baku di seluruh kabupaten di Provinsi NTT serta ground breaking pembangunan waduk rotiklot di Belu. Sebelumnya, pemerintah juga sudah melakukan ground breaking pembangunan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang tahun 2014 yang kemungkinan akan selesai pada tahun 2017. Hingga akhir tahun 2019, diharapkan telah dilakukan ground breakingpembangunan 7 buah waduk baru dan pengoperasian setidaknya 3 waduk baru yaitu Bendungan Raknamo, Rotiklot dan Kolhua. Pemerintah pusat secara total akan membangun 7 buah waduk dengan anggaran diperkirakan lebih dari 6 triliun rupiah. Pembangunan bendungan tersebut diharapkan dapat menambah lahan irigasi dengan luas lebih dari 13 ribu hektar, dan dapat digunakan sebagai sumber air minum untuk lebih dari 288 ribu orang warga. Berdasarkan luas area, biaya, daya tampung air dan potensi irigasi, bendungan temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan akan menjadi bendungan terbesar yang dibangun oleh pemerintah, diikuti oleh pembangunan bendungan Mbay di Nagekeo, Bendungan Manikin dan Raknamo di Kabupaten Kupang, Bendungan Kolhua di Kota Kupang, Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka dan Bendungan Rotiklot di Belu. Bendungan Rotiklot, temef dan Raknamo juga akan digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan total daya terpasang sebesar 2,55 MW.
1 2
12
Renstra Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II 2015 - 2019 Renstra Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2015 - 2019
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL
Gambar Boks 1. Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur
Sumber :Balai Wilayah Sungai II Provinsi Nusa Tenggara Timur
Adanya pembangunan jaringan irigasi baru tersebut harus diikuti peningkatan pemanfaatan terlebih dalam mendukung ketahanan pangan.Total luas lahan yang ditanami padi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 200 ribu ha3, dengan 120 ribu ha berupa lahan irigasi dan selebihnya merupakan lahan tadah hujan. Dari total 120 ribu ha lahan irigasi tersebut, hanya sekitar 58 ribu ha yang mampu dilakukan penanaman padi lebih dari sekali setahun atau hanya kurang dari 50% yang mampu dimanfaatkan secara optimal, sedangkan selebihnya hanya satu kali tanam. Kabupaten Manggarai menjadi kabupaten dengan pemanfaatan lahan irigasi terbaik dengan pemanfaatan lahan irigasi mencapai 88,60% dari total lahan irigasi yang dimiliki, diikuti oleh Kabupaten Sumba Barat (85,03%), Manggarai Barat (73,76%), Nagekeo (70,84%), dan Manggarai Timur (67,39%). Daerah irigasi yang cukup besar namun pemanfaatan relatif kurang antara lain di Kabupaten Timor Tengah Utara (20,14%), Sumba Timur (21,18%), dan Kabupaten Kupang (22,82%). Dengan adanya pengembangan jaringan irigasi yang cukup besar, dandisertai dengan peningkatan efektivitas penggunaan jaringan irigasi, maka produksi pangan diyakini akan meningkat cukup besar. Pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan jaringan irigasi yang ada. Apabila masing-masing kabupaten dapat mengefektifkan penggunaan jaringan irigasi hanya minimal sebesar 50% dari jaringan yang ada untuk melakukan penanaman dua kali setahun, maka defisit padi akan berkurang setidaknya hingga 50 ribu ton beras, atau setara dengan mengurangi impor padi NTT sebesar 400 miliar rupiah per tahun. Produksi padi masih akan meningkat apabila pekerjaan bendungan telah selesai, yang diperkirakan mampu menambah produksi padi hingga 43 ribu ton. Peningkatan produksi ini belum termasuk dari peningkatan produktifitas padi yang tentunya akan meningkatkan hasil produksi lebih besar lagi. Apabila semua usaha tersebut dapat dilakukan secara simultan, maka kedaulatan pangan di Provinsi NTT bukan lagi sebuah keniscayaan dan diyakini dapat tercapai dalam kurun waktu yang relatif cepat.
1
Nusa Tenggara Timur dalamangka 2014, BPS Provinsi NTT
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
13
BOKS 2. PENGGUNAAN REGIONAL MACROECONOMIC MODEL OF BANK INDONESIA (REMBI) DALAM PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT Dalam rangka mendukung peran advisory kepada Pemerintah Daerah, Bank Indonesia mengembangkan suatu Model makroekonomi regional yang selanjutnya dinamakan dengan REMBI (Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia). REMBI merupakan suatu tools untuk Forecasting and Policy Analysis System (FPAS) yang dapat menjadi alat/sistem bagi Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah guna menilai kondisi perekonomian daerah di wilayah kerjanya saat ini dalam satu sampai dua tahun mendatang. REMBI merupakan suatu model makroekonomi regional skala kecil, yang terdiri dari 5 blok yaitu blok PDRB sisi permintaan, PDRB sisi penawaran, blok moneter, fiskal, dan harga. Penggunaan REMBI di Provinsi NTT telah mencapai tahapan simulasi gejolak (shock). Adapun indikator-indikator yang digunakan untuk simulasi meliputi pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 1%, potensi kenaikan ekspor ikan sebesar 10%, pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 10%, adanya peningkatan inflasi volatile food sebesar 1%, peningkatan inflasi administered price sebesar 1%, peningkatan suku bunga kredit sebesar 1% maupun asumsi kenaikan konsumsi pemerintah di daerah sebesar 10%. Masing-masing indikator diuji secara terpisah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi maupun inflasi. Dari hasil uji tersebut diperoleh hasil:
Tabel Boks 2.1. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2015 1. Tabel Dampak Shocks ke Komponen PDRB dan Inflasi (selama Tahun 2015)
PDRB ad. Harga Konstan
Baseline (Proyeksi 2016)
Pertumbuhan Ekonomi Dunia (turun 1%)
Ekspor Ikan (Naik 10%)
Nilai Tukar (Melemah 10%)
Inflasi Volatile
Inflasi Administered (Naik 1%)
Suku Bunga Kredit (Naik 1%)
Konsumsi Pemerintah (Naik 10%)
% yoy
5.55
-0.04
0.38
0.62
-0.26
-0.71
-0.38
0.55
KONSUMSI RUMAH TANGGA
% yoy
6.30
-0.01
0.06
0.09
-0.04
-0.11
-0.06
0.08
KONSUMSI PEMERINTAH
% yoy
5.74
0.00
0.08
0.03
-0.26
-0.75
-0.07
2.35
TOTAL INVESTASI
% yoy
13.86
-0.03
0.26
0.63
-0.30
-0.85
-1.97
0.64
EKSPOR BARANG DAN JASA
% yoy
7.87
-0.10
0.99
0.04
-0.04
-0.12
0.00
0.00
IMPOR BARANG DAN JASA
% yoy
6.15
0.00
0.08
-0.61
0.14
0.38
-0.31
0.27
INFLASI IHK
% yoy
4.16
0.00
-0.10
-0.03
0.24
0.70
0.05
0.00
- INFLASI INTI
% yoy
6.50
0.00
-0.16
-0.04
0.01
0.66
0.07
0.00
- INFLASI ADM. PRICES
% yoy
16.53
0.00
0.00
0.00
0.00
1.00
0.00
-3.03
- INFLASI VOLATILE FOOD
% yoy
6.21
0.00
-0.14
-0.04
1.00
0.67
0.07
3.03
Tabel Boks 2.2. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2016 ke Komponen PDRB dan Inflasi (Selama Tahun 2016)
PDRB ad. Harga Konstan
14
Baseline (Proyeksi 2016)
Pertumbuhan Ekonomi Dunia (turun 1%)
Ekspor Ikan (Naik 10%)
Nilai Tukar (Melemah 10%)
Inflasi Volatile (Naik 1%)
Inflasi Administered (Naik 1%)
Suku Bunga Kredit (Naik 1%)
Konsumsi Pemerintah (Naik 10%)
% yoy
5.70
0.02
0.45
0.12
-0.11
-0.44
0.77
KONSUMSI RUMAH TANGGA
% yoy
6.38
0.00
-1.03
0.03
-0.03
-0.04
0.11
0.72 0.12
KONSUMSI PEMERINTAH
% yoy
4.75
-0.01
1.24
0.18
-0.01
-0.17
-0.01
3.98 0.57
TOTAL INVESTASI
% yoy
14.82
0.02
1.51
0.09
-0.07
-0.34
4.12
EKSPOR BARANG DAN JASA
% yoy
5.80
0.05
-1.06
0.01
-0.05
-0.15
-0.01
0.01
IMPOR BARANG DAN JASA
% yoy
3.64
0.01
-1.20
-0.01
0.08
0.28
0.60
0.66
INFLASI IHK
% yoy
4.05
-0.15
-0.05
-0.17
-0.14
-0.04
-024
-0.23
- INFLASI INTI
% yoy
6.31
0.00
0.13
-0.02
0.02
0.13
-0.12
-0.10
- INFLASI ADM. PRICES
% yoy
8.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-5.37
- INFLASI VOLATILE FOOD
% yoy
6.11
0.00
0.12
-0.03
0.00
0.17
-0.12
5.26
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL
Berdasarkan hasil analisa di atas, didapatkan bahwa peningkatan ekspor, pelemahan nilai tukar dan kenaikan konsumsi pemerintah berdampak positif terhadap PDRB. Hal ini berarti apabila di tahun 2015 terjadi kenaikan ekspor perikanan sebesar 10%, maka PDRB akan meningkat sebesar 0,38% dari pertumbuhan PDRB normal. Dampak dari simulasi kenaikan ekspor masih dirasakan hingga tahun 2016 yang terlihat dari hasil peramalan yang menunjukkan adanya kenaikan PDRB sebesar 0,45%. Besarnya pengaruh ekspor perikanan lebih disebabkan kontribusi ekspor ikan NTT yang cukup besar terhadap perekonomian. Masih besarnya pengaruh terhadap perekonomian di tahun 2016 menunjukkan adanya perputaran uang dan peningkatan daya beli yang juga dirasakan oleh nelayan dan lingkungan, sehingga menimbulkan efek berantai terhadap perekonomian. Simulasi pelemahan nilai tukar sebesar 10% juga berkorelasi positif dengan nilai mencapai 0,62% terhadap perekonomian. Hal ini berarti adanya pelemahan nilai tukar cukup berkontribusi positif terhadap perekonomian NTT yang disebabkan oleh adanya keuntungan valuta atas ekspor yang sudah dilakukan maupun menjadi relatif rendahnya biaya wisata di NTT yang berdampak pada terjadinya peningkatan kunjungan wisatawan di NTT. Di tahun 2016, pelemahan nilai tukar masih berdampak positif terhadap perekonomian namun tidak sebesar tahun 2015 dikarenakan adanya permintaan penyesuaian harga dari Negara tujuan ekspor dikarenakan adanya penyesuaian pelemahan nilai tukar. Dari sisi pariwisata diperkirakan masih akan tetap meningkatkan kunjungan, namun pertumbuhan kunjungan tidak sebesar tahun sebelumnya dikarenakan relatif kembali tetapnya nilai tukar di tahun 2016. Kenaikan konsumsi pemerintah sebesar 10% ternyata berdampak positif terhadap kenaikan PDRB hingga sebesar 0,55% di tahun 2015 dan meningkat menjadi 0,72% di tahun 2016. Tingginya pengaruh penyerapan anggaran tersebut menunjukkan besarnya pemanfaatan belanja konsumsi pemerintah bagi masyarakat NTT. Peningkatan pertumbuhan dinilai wajar seiring besarnya pengaruh belanja pemerintah terhadap perekonomian di NTT. Oleh karena itu, tingginya realisasi belanja pemerintah diharapkan dapat terlaksana agar daya ungkit terhadap perekonomian dapat semakin dirasakan. Beberapa hal yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi NTT berdasarkan hasil simulasi antara lain pelemahan PDB dunia, peningkatan inflasi volatile food maupun inflasi administered price, dan kenaikan suku bunga. Pelemahan ekonomi dunia memberikan dampak negatif terhadap perekonomian namun tidak terlalu besar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh negara yang mengalami pelemahan ekonomi bukan merupakan negara asal wisatawan utama yang berkunjung di NTT. Inflasi menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi yang terlihat dari hasil simulasi kenaikan harga bahan makanan sebesar 1% yang akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,26% maupun kenaikan inflasi administered prices seperti kenaikan angkutan udara, BBM dan angkutan dalam kota serta penyeberangan yang berdampak pada penurunan PDRB hingga sebesar 0,71%. Berdasarkan besaran pengaruh terhadap perekonomian terlihat bahwa kenaikan administered prices berdampak terbesar terhadap penurunan PDRB. Oleh karena itu, penguatan konektivitas antar wilayah di NTT dirasa menjadi keharusan dan mutlak dilakukan agar pertumbuhan ekonomi dapat mengalami kenaikan. Contoh dari pengaruh permasalahan konektivitas adalah mahalnya biaya bahan makanan maupun bahan penunjang kehidupan dikarenakan mahalnya ongkos angkut antar daerah yang ada di Provinsi NTT. Dengan perbaikan yang menyeluruh terhadap permasalahan angkutan maupun peningkatan produksi tanaman pangan, maka pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat meningkat seiring dengan stabilnya distribusi dan pasokan.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
15
BAB II
PERKEMBANGAN INFLASI
PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan terutama disebabkan oleh komoditas administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring libur long weekend dan masa liburan sekolah, serta dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir bulan Maret. Kelompok administered prices menjadi pendorong utama inflasi pada triwulan II 2015.Inflasi juga didorong oleh kenaikan harga komoditas volatile food, seperti Daging Ayam Ras dan Telur Ayam Ras. Kenaikan harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur menyebabkan kenaikan harga komoditas tersebut. Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan langkah-langkah pengendalian melalui kegiatan rapat koordinasi, diantaranya: rapat teknis, rapat koordinasi daerah dan High Level Meeting (HLM) yang menghasilkan beberapa langkah strategis pengendalian inflasi.
2.1 Kondisi Umum Pada triwulan II 20115, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan Tarif Angkutan Udara dan harga BBM. Komoditas tarif angkutan udara menjadi komoditas pendorong utama inflasi pada bulan Mei dan Juni, serta pendorong utama ke-2 setelah bensin pada bulan April. Dibandingkan capaian inflasi nasional, inflasi Provinsi NTT relatif lebih rendah, baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 6,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 7,26% (yoy). Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 1,40% (qtq) melanjutkan pencapaian trend pada triwulan sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT secara tahunan (6,01%-yoy) tercatat paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar 6,97% (yoy) dan NTB sebesar 6,04% (yoy). Namun secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT sebesar 1,25% (qtq) tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi Bali yang sebesar 0,87% (qtq) maupun NTB sebesar 0,30% (qtq). Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional 9.00%
Nasional
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional 6.0%
NTT
8.00%
7.26%
7.00%
4.0%
6.00%
3.0%
5.00%
6.01%
Nasional
NTT
5.0%
2.0% 1.40%
4.00%
1.0% 1.25%
3.00%
I
II
III 2012
Sumber : BPS, diolah
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II 2015
0.0%
I
-1.0%
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II 2015
Sumber : BPS, diolah
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II
19
Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara 7.20 7.00 6.80 6.60 6.40 6.20 6.00 5.80 5.60 4.40
1.40
6.97
1.25
1.20 1.00
6.04
6.01
0.87
0.80 0.60 0.40
Bali
NTB
NTT
0.30
0.20
yoy
(0.20)
Bali
NTB qtq
NTT
Sumber : BPS, diolah
Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT mengalami kenaikan dari 5,39% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,01% (yoy) pada triwulan II 2015. Kenaikan disebabkan oleh dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir bulan Maret 2015 dan kenaikan tarif angkutan udara seiring adanya momen libur panjang (long weekend), serta musim liburan sekolah. Kenaikan inflasi juga didorong oleh komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras dikarenakan adanya kenaikan harga pakan ayam dan masa peremajaan ayam petelur. Selain itu, komoditas ayam hidup juga menjadi pendorong inflasi tersendiri di kota Maumere. Salah satu faktor penyebabnya kemungkinan disebabkan oleh adanya SK Gubernur Provinsi NTT Nomor: 274/KEP/HK/2014 yang hanya menetapkan 2 perusahaan pemasok bibit ayam / Day Old Chick (DOC) ke Provinsi NTT. Kemampuan kedua perusahaan tersebut yang hanya dapat memasok bibit ayam hingga Kupang dan tidak sampai wilayah Flores menimbulkan kelangkaaan pasokan bibit ayam hidup. Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi -0,47% (qtq). Inflasi pada triwulan II terutama disumbang oleh komoditas transportasi serta daging dan hasil-hasilnya. Sementara penahan laju inflasi terutama berasal dari komoditas ikan segar seiring cuaca yang mendukung pada triwulan II. Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi terjadi pada bulan Juni 2015, dengan nilai inflasi sebesar 0,59% (mtm). Inflasi pada bulan Juni terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara dan komoditas ayam (daging ayam ras, telur ayam ras, ayam hidup dan ayam goreng). Pada bulan April, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm) yang terutama disebabkan oleh komoditas transportasi seiring dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015. Selain pengaruh kenaikan harga BBM, inflasi pada bulan April juga didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara. Adanya libur panjang (long weekend), seperti perayaan Paskah diperkirakan menjadi salah satu pendorong meningkatnya permintaan tiket pesawat. Sementara adanya kebijakan pembatasan pasokan bibit ayam / Day Old Chick (DOC) mulai mendorong kenaikan harga ayam hidup,terutama di Kota Maumere. Pada Bulan Mei, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar 0,45% (mtm). Komoditas Angkutan Udara menjadi pendorong utama terciptanya inflasi. Permintaan angkutan udara yang masih tinggi menjadi salah satu pendorong tingginya inflasi pada bulan Mei. Sementara, komoditas bawang merah menjadi penyumbang utama dari kelompok volatile food. Belum tibanya musim panen bawang merah dari sentra utama yaitu Bima, NTB dan Pulau Jawa, serta baru masuknya musim tanam bawang merah di Semau dan Rote turut mendorong kenaikan harga bawang merah. Di sisi lain, komoditas ayam (daging ayam ras dan telur ayam ras) mulai meningkat seiring berkurangnya pasokan ayam dan masa peremajaan ayam petelur di kota Kupang.
20
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT April Komoditas
Inflasi (%)
Mei Andil (%)
Komoditas
Juni
Inflasi (%)
Andil (%)
Komoditas
Inflasi (%)
Andil (%)
BENSIN
6,30
0,19
ANGKUTAN UDARA
6,60
0,18
ANGKUTAN UDARA
4,75
0,13
ANGKUTAN UDARA
4,59
0,12
BAWANG MERAH
50,94
0,15
DAGING AYAM RAS
15,1
0,13
KANGKUNG
9,96
0,06
DAGING AYAM RAS
8,47
0,07
TELUR AYAM RAS
14,16
0,1
AYAM HIDUP
26,00
0,06
SAWI PUTIH
9,73
0,05
KANGKUNG
14,05
0,1
BAWANG MERAH
12,59
0,03
TELUR AYAM RAS
7,32
0,05
AYAM HIDUP
6,01
0,04
BUNCIS
47,05
0,03
CABAI MERAH
27,94
0,04
GULA PASIR
4,49
0,04
GULA PASIR
2,93
0,02
BAWANG PUTIH
12,78
0,03
AYAM GORENG
14,3
0,03
SOLAR
6,72
0,02
TEMBANG
19,04
0,03
TEMPE
5,82
0,02
UPAH PEMBANTU RT
2,27
0,02
KANGKUNG
3,86
0,03
UPAH PEMBANTU RT
2,78
0,02
JAGUNG MANIS
26,76
0,02
SEPATU
13,31
0,03
BUNGA PEPAYA
21,21
0,02
Sumber : BPS, diolah
Komoditas angkutan udara dan kangkung menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di triwulan II 2015. Selain itu, komoditas bawang merah, daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing menjadi penyumbang pada 2 periode bulan. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu bulan dan kembali normal di bulan selanjutnya. Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT April Komoditas
Inflasi (%)
Mei Andil (%)
Komoditas
Juni
Inflasi (%)
Andil (%)
Komoditas
Inflasi (%)
Andil (%)
KEMBUNG/GEMBUNG
-9,25
-0,12
KEMBUNG/GEMBUNG
-23,93
-0,28
CABAI RAWIT
-31,43
-0,06
TONGKOL/AMBU-AMBU
-10,74
-0,06
BESI BETON
-3,44
-0,03
BAWANG MERAH
-12,26
-0,06
CABAI RAWIT
-17,96
-0,05
SEMEN
-1,07
-0,02
SENG
-4,34
-0,05
DAGING AYAM RAS
-5,16
-0,04
AYAM HIDUP
-3,22
-0,02
SAWI PUTIH
-6,62
-0,04
CABAI MERAH
-21,75
-0,04
SELAR/TUDE
-16,09
-0,02
DAUN SINGKONG
-13,78
-0,02
TELUR AYAM RAS
-5,74
-0,04
TAHU MENTAH
-5,29
-0,02
TOMAT SAYUR
-5,63
-0,02
SELAR/TUDE
-24,02
-0,04
CABAI RAWIT
-7,59
-0,02
SELAR/TUDE
-16,01
-0,02
BERAS
-0,42
-0,03
KENTANG
-7,08
-0,01
BUNCIS
-14,43
-0,02
EKOR KUNING
-10,32
-0,02
JERUK
-8,75
-0,01
PEPAYA
-13,05
-0,01
DAUN SINGKONG
-9,00
-0,02
BERAS
-0,17
-0,01
PEPAYA MUDA
-21
-0,01
Sumber : BPS, diolah
Komoditas cabai rawit dan ikan selar/tude menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang deflasi pada triwulan II 2015. Sementara ikan kembung menjadi penyumbang deflasi utama pada bulan Apri dan Mei. Mulai membaiknya cuaca pada periode tersebut, mendorong peningkatan produksi ikan. Komoditas lain yang menyumbang deflasi selama 2 periode diantaranya beras, seiring meningkatnya pasokan saat panen.
2.2 Inflasi Berdasarkan Komoditas Berdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa, pendidikan, rekreasi dan olah raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyumbang inflasi terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar mampu menjadi komoditas penahan inflasi secara tahunan. Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
MTM
APR
MEI
JUN
YOY
QTQ
APR
MEI
JUN
INFLASI UMUM
118,8
119,4
120,1
6,01%
1,25%
0,21%
0,45%
0,59%
Bahan Makanan
110,3
111,0
112,2
3,73%
0,53%
-1,18%
0,62%
1,11%
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
125,8
126,6
127,8
8,78%
2,27%
0,67%
0,64%
0,94%
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
119,5
119,4
119,4
4,90%
0,07%
0,12%
-0,08%
0,02%
Sandang
115,2
116,0
116,7
5,46%
1,89%
0,53%
0,75%
0,60%
Kesehatan
109,1
109,5
110,2
5,16%
1,22%
0,16%
0,39%
0,67%
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
119,3
119,5
119,5
7,52%
0,28%
0,14%
0,17%
-0,04%
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
129,8
131,0
132,0
8,92%
3,48%
1,81%
0,93%
0,71%
Sumber : BPS diolah
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II
21
Inflasi bahan makanan menunjukkan nilai terendah dibanding komoditas lainnya dengan pertumbuhan inflasi tahunan hanya sebesar 3,73% (yoy). Secara triwulanan, inflasi terendah dicapai oleh Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (0,07%-qtq). Di sisi lain, komoditas transportasi, komunikasi dan Jasa Keuangan mengalami inflasi tertinggi hingga 8,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, begitu pula secara triwulan yang mencapai 3,48% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
2.2.1 Bahan Makanan Pada triwulan II 2015, Komoditas bahan makanan mengalami inflasi yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya, namun secara tahunan cenderung lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan inflasi cukup tinggi terutama terjadi pada bulan Juni 2015 seiring kenaikan harga komoditas daging dan hasil-hasilnya. Sementara, pada bulan April dan Mei, komoditas bahan makanan cenderung mengalami deflasi seiring peningkatan pasokan komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang didukung oleh membaiknya kondisi cuaca. Grafik 2.5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 2.4. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Padi -padian, Umbi umbian dan … 20% Bahan Makanan Daging dan Hasil Lainnya hasilnya 10%
14.00% 12.00% 10.00%
0%
8.00%
Lemak dan Minyak
6.00% 4.00%
3.73%
2.00%
1.11%
-2.00%
-20% -30% -0.53%
0.00% Jan Feb Mar Apr May Jun
-4.00% -6.00%
Ikan Segar
-10%
Bumbu - bumbuan
Ikan Diawetkan
Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2014 yoy
Sumber : BPS (diolah)
Buah - buahan
2015 qtq
mtm
Kacang - kacangan
Telur, Susu dan Hasil -hasilnya Sayur -sayuran
yoy
qtq
Sumber : BPS (diolah)
Apabila dilihat secara tahunan, sub kelompok bahan makanan hanya mengalami inflasi sebesar 3,73% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2014 (6,47%-yoy), sementara secara triwulan mencapai 0,53% (qtq) meningkat dibanding triwulan I yang mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq). Komoditas beras menjadi salah satu pendorong inflasi yang cukup tinggi dengan kenaikan hingga 18% (yoy). Namun secara triwulan beras mengalami deflasi sebesar -1,3% (qtq). Penurunan secara triwulanan disebabkan oleh mulai masuknya musim panen pada triwulan II-2015 selain sudah tingginya posisi harga di triwulan sebelumnya. Selain beras, komoditas lain dari sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang mencatat inflasi secara tahunan cukup tinggi adalah beras jagung sebesar 50% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok ikan segar menjadi penahan laju inflasi utama dengan andil deflasi mencapai -23,68% (yoy) dan secara triwulanan sebesar -15,46% (qtq). Penurunan harga terutama berasal dari komoditas ikan kembung, ikan selar/tude dan ikan ekor kuning yang disebabkan oleh kenaikan pasokan seiring kondisi cuaca yang mendukung.
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar 3,48% (qtq). Adanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015 dan tingginya tarif angkutan udara menjadi penyebab peningkatan inflasi di triwulan II. Namun demikian, secara tahunan, inflasi triwulan II sebesar 8,92% (yoy) sedikit lebih rendah dibanding inflasi di triwulan sebelumnya yang sebesar 9,02% (yoy). Kenaikan subsektor transportasi yang tidak setinggi tahun sebelumnya menjadi penyebab utama perlambatan inflasi.
22
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI
Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
23%
20.00% 15.00%
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Transpor Komunikasi Dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan
qtq
18%
Hilangnya Pengaruh Base Effect
13% 8% 3%
10.00%
-2%
8.92% 3.48%
5.00%
Jan
-7%
Feb Mar
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct Nov Dec
Jan
Feb Mar
2014
Apr May Jun
2015
28%
0.71% 0.00% Jan
Feb Mar
Apr May
Jun
Jul
Aug Sep
Oct Nov Dec
Jan
2014
-5.00%
Feb Mar
Apr May
Jun
23%
yoy
18%
13%
2015
8% 3%
-10.00%
-2%
yoy
qtq
Jan
Feb Mar
mtm
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct Nov Dec
2014
Sumber : BPS, diolah
Jan
Feb Mar
Apr May Jun
2015
Sumber : BPS, diolah
2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sub Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar merupakan salah satu komoditas yang memiliki bobot cukup besar dalam pengeluaran konsumsi di Provinsi NTT. Pada triwulan II 2015, inflasi Sub Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi tahunan tercatat sebesar 4,90% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,01% (yoy), sementara secara triwulanan tercatat sebesar 0,07% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar 0,36% (qtq). Secara bulanan inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga tercatat cukup rendah dengan pencapaian deflasi pada bulan Mei 2015. Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK,GAS & BB Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga
10.00% 8.00% 6.00%
4.90%
4.00%
7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% -1%
qtq
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun 2014
2.00%
0.07% 0.02%
0.00% Jan
Feb Mar
Apr May
-2.00%
Jun
Jul
Aug Sep
Oct Nov
2014
yoy
Dec
Jan
Feb Mar
Apr May
2015
qtq
mtm
Jun
16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0%
2015 yoy
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun
Rendahnya inflasi pada subkelompok perumahan, terutama didorong oleh komoditas biaya tempat tinggal yang mengalami deflasi pada bulan Mei dan Juni. seiring penurunan permintaan perumahan pada triwulan II 2015. Sementara itu, biaya penyelenggaraan rumah tangga menjadi komoditas yang 2 kali mendorong inflasi, yaitu pada bulan April dan Juni, terutama disebabkan oleh peningkatan upah pembantu rumah tangga.
2.2.4 Komoditas Lainnya Secara tahunan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menjadi pendorong inflasi terbesar kedua dengan nilai inflasi sebesar 8,78% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,30% (yoy). Secara triwulanan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami kenaikan sebesar 2,27% (qtq). Dari kelompok ini, komoditas minuman yang tidak beralkohol mengalami inflasi tertinggi dengan angka 4,53% (qtq). Kenaikan ini didorong oleh harga gula pasir dikarenakan kurangnya pasokan dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II
23
Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi sub kelompok dengan nilai inflasi tahunan terbesar ketiga setelah sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Nilai inflasi pada triwulan II 2015 sebesar 7,52% (yoy), lebih besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 7,45% (yoy). Secara triwulanan, inflasi mencapai 0,28% (qtq) terutama disebabkan oleh adanya kenaikan komoditas rekreasi seiring dengan mulai tibanya musim lburan sekolah. Sementara itu, inflasi subkelompok sandang dan kesehatan menunjukkan kenaikan baik secara triwulanan maupun tahunan . Kenaikan inflasi dari subkelompok Sandang disebabkan oleh Sandang Anak-Anak. seiring tibanya musim liburan sekolah. Sementara itu kenaikan Subkelompok Kesehatan didorong oleh komoditas Perawatan Jasmani dan Kosmetika.
2.3 Disagregasi Inflasi Apabila dilihat berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada bulan Juni disebabkan oleh kenaikan inflasi administered prices dan trend kenaikan inflasi volatile food. Sementara, inflasi inti (core) tercatat masih cukup stabil. Berdasarkan sumbangan inflasi, sumbangan inflasi komoditas inti masih menjadi penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas administered prices, dan komoditas volatile food. Secara bulanan, inflasi volatile food mengalami penurunan pada bulan April namun cenderung meningkat pada bulan Mei dan Juni karena adanya gangguan pasokan dan penyesuaian harga beberapa komoditas. Inflasi inti masih cenderung melandai hingga bulan Juni. Inflasi administered prices mengalami peningkatan pada bulan April akibat adanya penyesuaian harga BBM, namun sedikit menurun pada bulan Mei dan Juni. Grafik 2.10. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Volatile Foods Inflasi (yoy) Inflasi Adm Price
%,yoy
Adm Price Inflasi Inti
2.11. Disagregasi Grafik 2.1Grafik Perkembangan Inflasi diInflasi NTT dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Core Inflasi Volatile
Inflasi (mtm) Inf core Inf vol Food Inf Adm Price
Sum Adm Price Sum Vol Food sum core
7.50
20
5.50 15
3.50 1.50
10
-0.50 5
1
2
-2.50 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2013
2
3
4
5
6
7
8
9
2014
Sumber : BPS, diolah
10 11 12
1
2
3
4
5
6
3
4
5
6
7
2014
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
6
2015
-4.50
2015
Sumber : BPS, diolah
2.3.1 Kelompok Volatile Food Inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami peningkatan dibanding triwulan I 2015. Secara tahunan, inflasi volatile food mencapai 3,59% (yoy) relatif lebih tinggi dibanding inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,24% (yoy). Inflasi volatile food sempat mengalami penurunan pada bulan April dikarenakan adanya penurunan harga pada komoditas ikan segar yang disebabkan oleh peningkatan pasokan. Namun demikian, kelompok volatile food menunjukkan kecenderungan kenaikan inflasi pada bulan Mei dan Juni. Kenaikan inflasi disebabkan oleh penyesuaian harga komoditas bawang merah dan kenaikan harga komoditas ayam (daging ayam ras dan telur ayam ras). Kurangnya pasokan komoditas kangkung juga turut mendorong kenaikan inflasi pada kelompok volatile food.
24
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI
2.3.2 Kelompok Administered Prices Kenaikan inflasi administered prices terutama bensin terjadi pada bulan April seiring dengan adanya peningkatan harga BBM di akhir bulan Maret, sementara komoditas angkutan udara menjadi faktor pendorong lainnya. Kenaikan tarif angkutan udara disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan tiket pesawat yang mendorong maskapai untuk memberlakukan kenaikan harga pada rentang April s.d. Juni 2015. Adanya masa libur sekolah dan libur panjang (long weekend) perayaan hari besar keagamaan serta hari buruh menjadi penyebab naiknya permintaan. Sementara, kenaikan harga BBM kembali menjadi penyebab utama inflasi pada bulan April. Secara tahunan, inflasi administered prices masih sebesar 11,37% (yoy) sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 11,25% (yoy).
2.3.3 Kelompok Inti (core) Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2015 sebesar 5,08% (yoy),sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan di triwulan I yang sebesar 4,59% (yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga, bahan bakar, penerangan dan air. Kenaikan Upah Pembantu Rumah Tangga diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga di bulan April dan Juni.
2.4 Inflasi NTT Berdasarkan Kota 2.4.1 Inflasi Kota Kupang Pola Inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2015 searah dengan inflasi Provinsi NTT. Secara tahunan, inflasi Kota Kupang sebesar 6,57%, lebih besar dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Kota Kupang sedikit lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT yaitu sebesar 1,36% (qtq) dibandingkan Provinsi NTT yang sebesar 1,25% (qtq). Secara bulanan, inflasi kota Kupang mengalami penurunan di bulan April sebesar 0,18% (mtm), kemudian mengalami trend kenaikan pada bulan Februari sebesar 0,50% (mtm) dan 0,67% (mtm) di bulan Juni 2015. Grafik 2.12. Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.14. Inflasi Bulanan Kota Kupang
10.00%
Kupang
NTT
7.0%
Kupang
9.00%
NTT
Kupang
4.0%
NTT
6.0% 3.0%
8.00%
5.0%
7.00%
6.57%
6.00%
6.01%
5.00% 4.00%
3.0%
1.0%
2.0%
0.0%
1.36% 1.25%
1.0%
Kupang
3.00%
2.0%
4.0%
I
II III 2012
IV
0.62% 0.61%
1
2
3
-1.0%
NTT I
II III 2013
0.67% 0.59%
4
5
6
7
2014
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
2015 -1.28% -1.36%
IV
I
II III 2014
IV
I
II 2015
0.0%
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
-2.0%
2015
-1.0%
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Inflasi subkelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, subkelompok makanan jadi, minuman dan tembakau, serta subkelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi pendorong utama inflasi di Kota Kupang. Inflasi tersebut dikarenakan adanya kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan harga minuman tidak beralkohol, termasuk gula pasir dan peningkatan biaya pendidikan seiring pengeluaran kursus menjelang ujian. Di sisi lain, pasokan ikan segar yang cukup berlimpah serta meningkatnya pasokan beras dan cabe rawit paska panen menjadi penahan laju inflasi utama kota Kupang pada triwulan II 2015.
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II
25
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
MTM
APR
MEI
JUN
YOY
QTQ
APR
MEI
JUN
INFLASI UMUM
119,7
120,3
121,1
6,57%
1,36%
0,18%
0,50%
0,67%
Bahan Makanan
111,6
112,5
113,9
5,27%
0,64%
-1,40%
0,77%
1,29%
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
124,9
125,7
127,0
8,49%
2,48%
0,78%
0,64%
1,03%
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
120,5
120,4
120,5
5,15%
0,07%
0,10%
-0,07%
0,05%
Sandang
116,3
117,2
117,9
6,02%
2,02%
0,61%
0,75%
0,66%
Kesehatan
109,3
109,7
110,4
5,59%
1,19%
0,17%
0,39%
0,62%
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
117,4
117,6
117,5
7,18%
0,27%
0,16%
0,17%
-0,06%
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
131,7
133,0
134,0
8,98%
3,58%
1,79%
0,99%
0,76%
Sumber : BPS diolah
2.4.2 Inflasi Kota Maumere Inflasi Kota Maumere kembali menunjukkan penurunan pada triwulan II 2015 yang hanya sebesar 2,24% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh lebih rendah dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara tahunan, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2015 di Kota Maumere didorong oleh komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yang mencatat inflasi sebesar 10,65% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun apabila dilihat secara triwulanan, inflasi tertinggi disebabkan oleh sub kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga yang mencatat inflasi sebesar 4,82% (qtq). Sementara itu, inflasi subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan tercatat sebesar 8,48% (yoy) dan 1,83% (qtq) lebih rendah dibanding Kota Kupang yang sebesar 8,98% (yoy) dan 3,58% (qtq). Di sisi lain, relatif rendahnya pencapaian inflasi di Kota Mamumere juga didorong oleh pencapaian deflasi komoditas bahan makanan. Secara tahunan deflasi bahan makanan mencapai -6,35% (yoy), sementara secara triwulanan mencapai 0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan provinsi NTT yang mencatat inflasi 0,53% (qtq). Berdasarkan data bulanan, inflasi tertinggi di kota Maumere terjadi pada bulan April sebesar 0,43% (mtm), kemudian menurun pada bulan Mei yang sebesar 0,06%(mtm) dan kembali menurun pada bulan Juni yang sebesar 0,05% (mtm). Grafik 2.15. Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kota Maumere
9.00%
6.0%
8.00%
5.0%
Maumere
Grafik 2.17. Inflasi Bulanan Kota Maumere
4.0%
NTT
3.0%
7.00%
6.01% 6.00%
4.0% 2.0%
3.0%
0.61% 0.51%
1.0%
0.59%
5.00% 2.0%
1.25%
4.00% 1.0%
2.24%
3.00% Maumere
2.00%
0.54%
NTT
0.0%
IV
I
II III 2013
IV
I
III 2014
Sumber : BPS, diolah
IV
I
II 2015
1
2
3
4
5
6
7
8
2014
-1.0%
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
2015
-2.0% I
II III 2012
0.05%
0.0%
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II 2015
Maumere
-1.0%
Sumber : BPS, diolah
NTT
Sumber : BPS, diolah
Dilihat dari sumbangan inflasi setiap bulan pada triwulan II 2015, Inflasi di kota Maumere terutama disebabkan oleh komoditas Ayam Hidup yang selalu menjadi pendorong utama inflasi pada bulan April, Mei dan Juni. Andil tertinggi inflasi komoditas Ayam Hidup berada pada bulan April sebesar 0,46% (mtm) lebih tinggi dari inflasi Kota Maumere yang sebesar 0,43% (mtm). Tingginya angka inflasi tersebut diperkirakan terjadi karena adanya keterbatasan pasokan ayam seiring adanya SK Gubernur yang hanya menetapkan dua perusahaan pemasok bibit ayam ke NTT. Perusahaan tersebut hanya mampu mengirimkan bibit ayam hingga ke kota Kupang dan tidak sampai wilayah Flores. komoditas penyumbang inflasi lainnya adalah komoditas sate, mie dan kue kering.
26
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI
Di sisi lain, inflasi yang terjadi dapat ditahan oleh pencapaian deflasi pada komoditas bahan makanan di Kota Maumere, yang terutama disumbangkan oleh komoditas ikan segar dengan pencapaian deflasi mencapai -42% (yoy) dan -11,65% (qtq) pada triwulan II 2015. Peningkatan pasokan ikan disebabkan oleh cuaca yang membaik . Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
MTM
APR
MEI
JUN
YOY
QTQ
APR
MEI
JUN
INFLASI UMUM
113,3
113,4
113,4
2,24%
0,54%
0,43%
0,06%
0,05%
Bahan Makanan
101,7
101,3
101,0
-6,35%
-0,33%
0,37%
-0,47%
-0,23%
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
131,9
132,7
133,2
10,65%
0,99%
-0,04%
0,65%
0,38%
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
112,8
112,7
112,5
3,15%
0,02%
0,29%
-0,12%
-0,15%
Sandang
107,9
108,7
108,9
1,65%
0,97%
0,02%
0,75%
0,20%
Kesehatan
107,9
108,2
109,3
2,42%
1,40%
0,06%
0,33%
1,00%
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
132,2
132,5
132,6
9,55%
0,29%
0,01%
0,19%
0,10%
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
117,7
118,2
118,5
8,48%
2,76%
2,02%
0,42%
0,30%
Sumber : BPS diolah
2.5 Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID Sepanjang triwulan II 2015, telah dilakukan 6 kali kegiatan koordinasi maupun langkah pengendalian inflasi di Provinsi NTT. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan, telah dilakukan koordinasi dalam lingkup Nasional, Provinsi maupun Kota Kupang. Pada lingkup Nasional, TPID Provinsi NTT menghadiri Kegiatan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas TPID) tanggal 27 Mei 2015 di Jakarta. Pada kegiatan tersebut, TPID Provinsi NTT memperoleh penghargaan TPID terbaik di Kawasan Timur Indonesia (KTI) atas pencapaian dan program-program kerja terkait pengendalian inflasi di Tahun 2014. Sementara dalam lingkup Provinsi, TPID telah melakukan 1 kali Rapat Teknis dan 1 kali rapat Tim Kecil dalam rangka persiapan Pokjanas dan pembahasan RoadMap TPID Provinsi NTT. Selain itu, telah pula dilaksanakan 1 kali Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) yang dihadiri oleh 18 Kab/Kota pada tanggal 22 Mei 2015. Dalam rangka menyusun program dan strategi pengendalian harga menjelang Hari Raya Idul Fitri 1436 H, telah dilakukan pula 1 kali rapat teknis pada tanggal 5 Juni 2015 dan dilanjutkan dengan Rapat High Level Meeting (HLM) tanggal 22 Juni 2015 yang dipimpin langsung oleh Gubernur NTT, serta menghasilkan 6 langkah pengendalian inflasi, yaitu: 1) Menjaga Ketersediaan Barang dan Mempercepat Distribusi Barang, 2) Mengendalikan Tarif Angkutan, 3) Menyediakan Informasi Produksi, Pasokan (Stok) dan Harga Barang Pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk Memantau Pasokan, Distribusi dan Harga, 5) Pengelolaan Ekspektasi Masyarakat, serta 6) Membentuk Pos Pengaduan yang Menampung Keluhan Terkait Bahan Pokok dan Ketersediaan BBM (Call Center). Selain itu, BULOG juga terus melakukan kegiatan operasi pasar dan penyaluran raskin di Provinsi NTT. Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Hingga Semester I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II
27
Berdasarkan perkembangan pembentukan TPID di Provinsi NTT, hingga triwulan II 2015, sudah terbentuk 19 TPID di Provinsi NTT dengan rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang dan 17 TPID Kabupaten di NTT. Di tahun 2015, terdapat tambahan 6 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten Sumba Barat Daya, TPID Kabupaten Flores Timur, TPID Kabupaten Timor Tengah Utara, Kaabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Lembata. Sementara 4 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Malaka dan Kabupaten Ngada. Keempat kabupaten tersebut akan menjadi fokus dalam pengembangan kelembagaan TPID ke depan.
28
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan masih mengalami pertumbuhan namun cenderung melambat. Di sisi lain, sistem pembayaran mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan adanya peningkatan daya beli masyarakat dan realisasi proyek pemerintah. Indikator kinerja perbankan mengalami perlambatan secara year-on-year (yoy), namun demikian perkembangan triwulanan (qtq) masih mengalami peningkatan dan berada di atas pertumbuhan Nasional. Sementara itu, Sistem Pembayaran mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif.
3.1 KONDISI UMUM Perkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat mengalami perlambatan, namun demikian masih di atas kinerja perbankan Nasional. Perlambatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan. Aset perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun tumbuh sebesar 24,20% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 28,13% (yoy). Sementara itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 22,10 triliun mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 15,99% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 16,05% (yoy). Seiring perlambatan Aset dan DPK Perbankan, penyaluran Kredit di Provinsi NTT juga sedikit melambat. Penyaluran kredit oleh perbankan sampai dengan triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 18,55 triliun atau 14,20% (yoy) sedikit lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,44% (yoy). Selain itu, rasio kredit macet/Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT sedikit meningkat, dari 1,70% pada Triwulan I 2015 menjadi 2,09% di Triwulan II 2015. Namun demikian, angka tersebut masih berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 sebesar 83,94% lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 87,30%.
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
40.000
30,00% 25,00%
30.000
20.000
-
15,00%
86%
0,00% 2012
Aset (miliar)
I
II
III
IV
I
2013
Kredit (miliar)
II
III 2014
DPK (miliar)
y-o-y aset
IV
I
II 2015
y-o-y kredit
y-o-y DPK
2,0%
90% 88%
5,00% IV
92%
20,00%
10,00% 10.000
2,5%
94%
1,5%
84%
1,0%
82%
0,5%
80% 78%
0,0% IV 2012
I
II
III
IV
I
2013
II
III 2014
LDR
IV
I
II 2015
NPL
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
31
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 meningkat signifikan, baik tunai maupun non tunai. Pada Triwulan II 2015 uang yang masuk (cashinflow) pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 492,09 miliar atau sebesar -33,34% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 31,50% (yoy). Sementara itu, uang yang beredar dimasyarakat (cash outflow) mengalami kenaikandari 10,37% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 13,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, atau dengan nominal mencapai Rp. 926,21 miliar. Outflow yang lebih besar dari Inflow menyebabkan Nett Outflow sebesar Rp. 434,12 miliar atau meningkat 456,88% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan Nett Inflow sebesar 37,99% (yoy), artinya pada Triwulan II 2015 uang yang beredar di masyarakat lebih banyak dari uang yang dihimpun oleh perbankan atau disetor pada Bank Indonesia (Nett Outflow). Hal ini karena adanya peningkatan kebutuhan uang tunai di masyarakat, pembayaran termin proyek-proyek pemerintah dan realisasi belanja konsumsi pemerintah. Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai 22 lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 27 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan karena semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian. Pada Triwulan II 2015 transaksi non tunai rata-rata mengalami peningkatan. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal pada triwulan ini sedikit melambat, namun demikian masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Secara nominal, SKNBI tumbuh sebesar 9,77% (yoy) dibanding 17,93% (yoy) pada Triwulan I 2015. Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan II 2015 secara umum menunjukkan peningkatan yang signifikan, peningkatan ini tercermin dari tingginya pertumbuhan transaksi yang masuk ke NTT daripada yang keluar dari NTT. Tingginya peningkatan tersebut menyebabkan Nett-To-NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh sebesar 149,16% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 197,21% (yoy). Walaupun demikian pertumbuhan tersebut juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Aliran dana yang masuk ke NTT (Nett To NTT ) pada Triwulan II 2015, diperkirakan adalah transfer dana pemerintah sebagai persiapan pembayaran gaji ke-13 serta peningkatan aktivitas konsumsi dan investasi masyarakat.
Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI 40.00%
500.00%
YOY
35.00%
400.00%
30.00%
300.00%
25.00% 20.00%
200.00%
15.00%
100.00%
10.00% 5.00% 0.00% 5,00%
0.00% I
II
III 2012
Volume Kliring
32
IV
I
II
Nominal Kriling
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
III 2013
IV
I
Volume Cek/BG Kosong
II
III 2014
IV
I
II 2015
Nominal Cek/BG Kosong
-100.00%
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS Transaksi RTGS DARI (FROM) NTT
Nominal (Rp.Miliar)
17.188,53
20.597,63
III
IV
24.389,56
26.834,10
2014 89.009,82
2015 I
II
31.694,04
40.042,32
51.895
10.696
10.475
10.900
11.053
43.124
6.013
6.567
14,73%
-24,24%
-5,85%
17,73%
5,23%
-1,95%
84,39%
94,40%
Nominal (Rp.Miliar)
1,80%
-10,63%
-12,49%
-13,70%
-27,89%
-16,90%
-43,78%
-37,31%
80.032,43
14.184,27
13.052,92
30.150,79
35.629,94
93.017,92
34.614,54
43.751,01
Volume (Lbr Warkat)
33.361
7.809
Growth Nominal
22,75%
6,58%
Nominal (Rp.Miliar) Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal Growth Volume
NET FROM (TO) NTT
II
Volume (Lbr Warkat)
Growth Volume
FROM-TO NTT
90.782,31
2014 I
Growth Nominal Growth Volume
MENUJU (TO) NTT
2013
Nominal (Rp.Miliar) Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal Growth Volume
7.868 -42,61%
8.965
9.294
33.936
5.984
6.086
69,58%
36,00%
16,23%
144,03%
235,18%
2,55%
4,90%
-4,40%
9,21%
-1,94%
1,72%
-23,37%
-22,65%
22.500,17
4.329,99
4.261,96
13.639,43
19.742,90
41.974,28
25.133,15
29.243,54
5.379
1.393
1.231
1.567
1.746
5.937
1.106
1.188
325,42%
131,06%
-17,11%
114,10%
116,62%
86,55%
480,44%
586,15%
17,27%
12,61%
-9,95%
20,45%
18,45%
10,37%
-20,60%
-3,49%
10.749,88
3.004,26
7.544,71
-5.761,23
-8.795,84
-4.008,10
-2.920,50
-3.708,69
18.534
2.887
2.607
1.935
1.759
9.188
29
481
-22,79%
-67,97%
-969,65%
-296,19%
1159,36%
-137,29%
-197,21%
-149,16%
0,47%
-36,18%
-30,29%
-56,23%
-69,93%
-50,43%
-99,00%
-81,55%
3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 sedikit melambat. Walaupun demikian, berdasarkan pertumbuhan semesteran dan triwulanan masih menunjukkan peningkatan. Total Aset pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 14,17% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 28,14% (yoy), Dana Pihak Ketiga pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 15,82% (yoy) sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 15,93% (yoy), dan total kredit triwulan ini juga mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat yaitu 14,11% (yoy) dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Angka rasio likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Provinsi NTT dari sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015, turun menjadi 83,61% pada Triwulan II 2015. Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan II 2015 mencapai 2,02% lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015 yang hanya sebesar 1,63%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL pada jenis penggunaan Kredit Investasi. Namun, apabila dilihat dari sisi penyaluran kredit, meningkatnya NPL disebabkan oleh tingginya NPL pada sektor konstruksi, sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan besar dan eceran.
3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif Sampai dengan Triwulan II 2015 perkembangan Aset Bank Umum di NTT masih relatif baik. Pertumbuhan aset Bank Umum secara Nasional mengalami perlambatan, demikian juga di alami oleh Provinsi NTT yang tumbuh melambat pada Triwulan II 2015. Namun demikian pertumbuhannya masih berada di atas Nasional. Total aset Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 32,78 triliun atau tumbuh sebesar 24,17% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 28,14% (yoy). Berdasarkan kelompok bank penyumbang terbesar Aset pada Triwulan II 2015 adalah Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 54,63%, kemudian diikuti oleh Bank Pemerintah yang mendapat porsi sebesar 45,37%.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
33
Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
54,63% 45,37%
BANK PEMERINTAH BANK SWASTA NASIONAL
3.2.2 Dana Pihak Ketiga Pada Triwulan II 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sampai dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp. 21,76 triliun atau tumbuh sebesar 15,82% (yoy) sedikit melambat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 15,93% (yoy). Pertumbuhan DPK yang sedikit melambat pada Triwulan II 2015 didorong oleh melambatnya pertumbuhan Giro yang mencapai 15,64% (yoy), dari 32,32% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Namun demikian, pertumbuhan Deposito pada triwulan ini mengalami peningkatan yang signifikan yakni sebesar 32,49% (yoy), dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 19,92% (yoy). Bahkan pertumbuhan Tabungan pada Triwulan II 2015 juga sedikit meningkat sebesar 6,78% (yoy), dari 6,00% (yoy) pada Triwulan I 2015. Pertumbuhan deposito yang meningkat pada Triwulan II 2015 didorong oleh peningkatan Deposito golongan Pemerintah yang naik signifikan sebesar 51,73% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 12,24% (yoy), kemudian golongan perorangan sebesar 20,35% (yoy). Sementara itu, peningkatan tabungan dipicu oleh golongan perorangan sebesar 5,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 4,16% (yoy), diikuti oleh golongan swasta sebesar 21,34% (yoy) melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 27,23% (yoy). Namun demikian, peningkatan tersebut tidak terjadi pada kelompok Giro yang sedikit melambat. Perlambatan Giro pada triwulan ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Giro Pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 14,15% (yoy) dari 41,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan Deposito dan melambatnya pertumbuhan Giro Pemerintah, diperkirakan karena adanya perubahan preferensi simpanan dari giro menjadi deposito. Kelompok deposito berdasarkan golongan pada Triwulan II 2015 didominasi oleh kelompok perorangan dan pemerintah dengan share masing-masing sebesar 49,33% dan 45,99%. Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu 70%
Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah (RP MILIAR)
8,048.27
60% 50% 5,412.02
40% 30% 3,079.45
2,864.65
20% 10%
892.41
0%
199.40
<=1 BULAN
<=3BULAN
<=6 BULAN
<=12 BULAN
PEMERINTAH
PEMERINTAH
34
SWASTA
PERORANGAN
502.65
452.31 253.15
12.02
>12 BULAN LAINNYA
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
SWASTA
Giro
PERORANGAN
Deposito
Tabungan
38.96
LAINNYA
8.47
Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 masih didominasi oleh komponen Tabungan dengan nominal sebesar Rp.9,15 triliun atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 42,04%, giro dan deposito di triwulan ini memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 29,31%, dan 28,65%. Grafik 3.8.Komposisi DPK
Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK 40%
Share
35%
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
IV 2013
I
II
III
IV
2014 Giro (yoy)
Deposito (yoy)
I
II
25% 50.23%
45.69%
45.92%
42.04%
26.43%
28.65%
29.31%
20%
55.92%
15% 25.05%
25.98%
25.55%
10%
24.07% 24.23%
29.35%
I
II
26.67%
20.02%
27.65%
III
IV
I
2014
2015 Tabungan (yoy)
47.35%
Giro
Deposito
II
5% 0%
2015 Tabungan
DPK (yoy)
Pada Triwulan II 2015 nasabah perorangan memiliki andil terbesar dari total penghimpunan dana oleh Bank Umum di NTT yaitu mencapai 53,44%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar 38,95%, kemudian golongan swasta 7,34% dan lainnya sebesar 0,27%.
3.2.3 Penyaluran Kredit / Pembiayaan Pada Triwulan II 2015 penyaluran kredit oleh Bank Umum baik Nasional maupun di Provinsi NTT sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit yang disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.18,20 triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy). Pertumbuhan tersebut sedikit melambat apabila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Namun demikian, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan penyaluran kredit secara Nasional. Penyaluran kredit Nasional pada Triwulan II 2015 sedikit melambat 10,48% (yoy) dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 11,38%. Penyaluran kredit yang sedikit melambat di Provinsi NTT didorong oleh melambatnya kredit Investasi dan Modal Kerja. Pertumbuhan kredit Investasi pada Triwulan II 2015 mencapai 13,20% (yoy) lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 18,15% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit Modal Kerja pada triwulan ini tumbuh sebesar 18,64% (yoy) juga lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 20,72% (yoy). Namun demikian, perlambatan tersebut tidak dialami oleh kredit Konsumsi yang pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 12,08% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 10,97% (yoy). Peningkatan kredit konsumsi didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Multiguna sebesar 52,90% (yoy), sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar 19,15% (yoy) dan sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal s.d Tipe 21 sebesar 19,37% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan kredit, kredit Konsumsi masih mengambil bagian terbesar yakni 61,61% dari total kredit, selanjutnya kredit Modal Kerja dengan porsi sebesar 30,92%, dan kredit Investasi sebesar 7,47%. Besarnya penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini didorong oleh besarnya penyaluran kredit sektor rumah tangga untuk keperluan multiguna dengan bagian sebesar 53,56% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar 33,65%.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
35
Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 0.6
Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
0.25
0.5
0.20
0.4 0.15 0.3 0.10
0.2 0.1
0.05
0
0.00
61,61% 30, 92% 7,47%
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013 y-o-y kredit
II
III 2014
y-o-y modal kerja
y-o-y investasi
IV
I
II 2015
y-o-y konsumsi
KONSUMSI MODAL KERJA INVESTASI
Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
65.23% 27.31% 3.86% 1.88% 1.72%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN KONSTRUKSI JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
3.2.4 Kualitas Kredit Total kredit macet bila dibandingkan dengan total kredit (Non Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mengalami sedikit peningkatan sebesar 2,02% dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 1,63%. Rasio kredit macet yang sedikit meningkat pada triwulan ini, didorong oleh beberapa jenis kredit diantaranya kredit Investasi yang mencapai 4,55% lebih tinggi bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 2,95%. Kemudian kredit Modal Kerja yang sedikit meningkat pada Triwulan II 2015 sebesar 3,85% dari 3,12% pada Triwulan I 2015. Sementara itu, rasio kredit macet penggunaan Konsumsi juga mengalami sedikit peningkatan pada Triwulan II 2015 yakni sebesar 0,80% dari 0,74% pada triwulan sebelumnya. Apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka sektor konstruksi menjadi pendorong utama peningkatan rasio kredit macet atau sebesar 12,34%, kemudian diikuti oleh sektor Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa perusahaan sebesar 4,10% dan sektor Perikanan sebesar 4,03%.
3.2.5 Suku Bunga Pada Triwulan II 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga kredit Modal kerja pada triwulan ini menurun sebesar 13,99% lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,06%. Selanjutnya suku bunga kredit Konsumsi pada Triwulan II 2015 juga mengalami penurunan sebesar 14,51% dari 14,53% pada Triwulan I 2015, diikuti oleh suku bunga kredit Investasi yang pada Triwulan II 2015 sebesar 14,91% lebih rendah dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 15,33%. Penurunan suku bunga menunjukkan adanya respon perbankan untuk menggiatkan kembali penyaluran kredit yang saat ini cenderung melambat.
36
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Grafik 3.12.Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.13.Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00%
16,50%
16%
16,00%
14%
15,50%
12%
15,00%
10%
14,50%
8%
14,00%
6%
13,50%
4%
13,00%
2%
12,50%
0,00% IV 2012
I
II
III
IV
I
II
2013
Kredit (yoy)
III
IV
2014
Ratio NPL
I
II 2015
BI Rate
0% IV
I
2012 Modal Kerja
II
III
IV
I
2013 Investasi
II
III 2014
Konsumsi
Rata-rata
IV
I
II 2015
BI Rate
3.2.6 Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 5,61 triliun atau sebesar 18,04% (yoy) tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 25,08% (yoy). walaupun demikian, bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada tahun yang sama, kredit UMKM mengalami peningkatan sebesar 7,20% (qtq) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya tumbuh 1,40% (qtq). Selain itu, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT juga berada jauh di atas Nasional yang hanya mampu tumbuh sebesar 6,78% (yoy). Adapun rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit pada Triwulan II 2015 mencapai 30,83%. Melambatnya kredit UMKM secara year-on-year disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit usaha Mikro dari 40,92% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 19,21% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu, untuk kredit usaha Kecil pada triwulan ini juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 13,23% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 16,78% (yoy). Kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah yang tumbuh melambat sebesar 24,70% (yoy) pada Triwulan II 2015 dari 26,08% (yoy) pada Triwulan I 2015. Berdasarkan jenis penggunaan, baik itu kredit Modal Kerja maupun Investasi pada triwulan laporan juga mengalami pertumbuhan yang melambat masing-masing 19,32% (yoy) dari 25,97% (yoy) pada Triwulan I 2015 serta 12,08% (yoy) dari 21,11%(yoy) pada triwulan sebelumnya. Risiko kredit macet (NPL) UMKM sebesar 4,06% pada Triwulan II 2015 lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 3,38%. Namun demikian secara Nasional angka rasio kredit UMKM yang macet masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT atau mencapai 4,65%.Selain itu, NPL UMKM Kredit Modal Kerja juga mengalami peningkatan, dari 3,30% pada Triwulan I 2015 menjadi 3,63% pada Triwulan II 2015. Walaupun demikian, kredit UMKM masih terus menunjukkan peningkatan dan menggambarkan peningkatan kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
37
Grafik 3.14.Perkembangan UMKM
Grafik 3.15.Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
6.000,00
35,00%
5.000,00
30,00%
60.00%
5.000 4.500
50.00%
4,000
25,00%
4.000,00 3.000,00 2.000,00
20,00%
40.00%
15,00%
30.00%
3,000
20.00%
5,00%
I
II
III
IV
I
II
2013
Nominal UMKM
Nominal NPL
III
IV
2014
I
1,500 1,000
10.00%
0,00% IV 2012
2,500 2,000
10,00%
1.000,00
3,500
500
II 0.00%
2015
Kredit UMKM (%yoy)
-
IV 2012
% NPL
I
II
III
IV
I
2013
Modal Kerja
II
III
IV
2014
II 2015
Modal Kerja (yoy)
Investasi
I
Investasi (yoy)
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,21% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi mendapat bagian sebesar 16,79% dari total kredit.
3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sampai dengan Triwulan II 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) rata-rata tumbuh melambat. Secara umum walaupun terjadi pelambatan, kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Melambatnya pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya beberapa indikator kinerja BPR, diantaranya Aset pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp.454,41 miliar atau tumbuh 26,50% lebih kecil dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 27,30% (yoy). Begitu juga dengan penyaluran Kredit pada Triwulan II 2015 yang mencapai Rp. 348,80 miliar atau tumbuh melambat sebesar 18,59% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 22,27% (yoy). penghimpunan DPK mencapai Rp. 330,86 miliar atau meningkat dari 24,45% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 28,69% (yoy) pada Triwulan II 2015. Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 yang masih mengalami peningkatan sebesar 82,38% dari 80,46% pada Triwulan I 2015. Sementara itu, rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan sebesar 5,71% dari 5,46 pada Triwulan I 2015. Kualitas kredit yang rendah diperkirakan karena ada perlambatan ekonomi secara keseluruhan. Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja BPR Indikator Utama Aset (miliar) y-o-y aset Kredit (miliar) y-o-y kredit
2013
2014
2015
I
II
III
IV
I
II
336,87
343,28
355,19
373,58
415,26
436,99
454,41
34,35%
35,32%
34,81%
23,48%
23,27%
27,30%
26,50%
255,73
270,06
294,39
306,28
318,54
330,21
348,80
45,80%
49,33%
38,87%
26,41%
24,56%
22,27%
18,59%
247,60
250,20
323,64
274,78
308,97
311,39
330,86
y-o-y DPK
33,00%
37,53%
76,04%
29,98%
24,79%
24,45%
28,69%
LDR
84,26%
82,57%
85,60%
84,13%
79,40%
80,46%
82,38%
NPL
4,45%
4,96%
5,08%
5,30%
4,76%
5,46%
5,71%
DPK (miliar)
Peningkatan DPK pada Triwulan II 2015 didorong oleh meningkatnya Deposito sebesar 40,59% (yoy) dari 29,52% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, komponen Tabungan pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat 9,84% lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 16,31% (yoy). Apabila dilihat berdasarkan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan ini masih didominasi oleh kelompok deposito yang mencapai 66,97%, sementara Tabungan memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu sebesar 33,03% dari total DPK.
38
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Grafik 3.16 Komposisi DPK
Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK 250.00
45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00%
200.00 150.00 100.00
33.03% 221.58 66.97%
109.28
50.00
I
II
III
IV
I
II
2013
DEPOSITO TABUNGAN
III
IV
I 2015
2014
Deposito
Tabungan
y-o-y deposito
II
y-o-y tabungan
Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat. Perlambatan tersebut didorong oleh kredit Investasi yang mengalami perlambatan sebesar 17,34% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 sebesar 35,79% (yoy). Kredit Konsumsi juga mengalami perlambatan dari 17,34% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 16,72% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu, komponen kredit Modal Kerja pada Triwulan II 2015 sedikit melambat sebesar 20,15% (yoy) dari 20,99% (yoy) pada Triwulan I 2015. Berdasarkan komposisi kredit, kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dengan persentase sebesar 48,76%, diikuti oleh kredit Konsumsi sebesar 33,09% dan 18,14% oleh kredit Investasi. Berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha – lainnya merupakan sektor Utama penyaluran kredit atau dengan share 31,67%, selanjutnya perdagangan besar dan eceran sebesar 21,88%, dan Transportasi pergudangan dan komunikasi sebesar 10,37%. Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Penerima Kredit Bukan Lapagan Kerja Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 10.37% Konstruksi 8.66% Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan... 6.19% Badan Internasional dan Ekstra Internasonal... 6.00% Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga 3.44 Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum 2.86% Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 161% Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial Wajib 1.55% Kegiatan Yang belum Jelas Batasnya 142% Perikanan 0.93% Jasa Pendidikan 0.83% Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan 0.78% Perantara Keuangan 0.78% Industri Pengolahan 0.54% Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.30% Listrik, Gas dan Air 0.17% Pertambangan dan Penggalian 0.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi 31.67%
21.88%
35.00%
45.00%
30.00%
40.00% 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00%
25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
Rumah Tangga
Bukan Lapangan...
Kegiatan usaha yang...
Jasa
Jasa Perorangan yang...
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan...
Real Estate
Adsminitrasi
Perantara Keuangan
Penyediaan...
Share thd Kredit
Transportasi,..
Konstruksi
Perdaganan Besar
Listrik, Gas dan Air
Industri Pengolahan
Perikanan
Pertambangan dan...
Pertanian, Perburuan...
0.00%
Share thd NPL
Pada triwulan II 2015 angka rasio kredit macet Non Performing LoanBPR mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan tersebut didorong oleh rasio kredit macet pada kredit Modal Kerja sebesar 11,54% dari 9,94% pada Triwulan I 2015. Kemudian kredit Investasi pada Triwulan II 2015 sebesar 7,46% lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 6,74%(yoy). Diikuti oleh kredit Konsumsi sebesar 4,75% pada Triwulan II 2015 dari 3,63% pada Triwulan I 2015. Selain itu, apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi maka sektor penyumbang NPL terbesar adalah Pedagang Besar dan Eceran dengan persentase sebesar 39,63%, yang diikuti oleh sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya 17,91%, dan Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi sebesar 10,85%. Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi NTT selaku pengawas lembaga keuangan dengan BPR dalam penyaluran kredit yang selektif serta penerapan prinsip kehati-hatian terhadap debitur. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
39
3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor. Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, pulau sumba pada triwulan ini tumbuh paling tinggi dari pulau flores dan pulau timor. Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau 70.00%
2.50%
60.00% 2.00% 50.00% 1.50%
40.00% 30.00%
1.00%
20.00% 0.50%
10.00% 0.00%
0.00% Timor Asset
Flores DPK
Sumba Kredit
NPL
3.4.1 Pulau Flores Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores tumbuh sedikit meningkat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan penghimpunan DPK pada triwulan ini yang mencapai 36,76% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015 36,40% (yoy). Selain itu penyaluran kredit juga mengalami peningkatan dari 27,58% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 28,20% (yoy) pada Triwulan II 2015. Aset perbankan di pulau Flores pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 32,55% mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 32,64%(yoy). Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di pulau flores pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan dari periode sebelumnya yaitu dari 1,72% menjadi 1,83%, namun demkian angka tersebut masih dibawah rasio kredit macet total Provinsi NTT. Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores
Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
3.83%
0.12%
46.22% 85.07%
10.98% 0.73%
33,65 % 3,97 % 62, 37 %
3.14%
86.44% 49.91%
0.48% 4.66% 8.42% PEMERINTAH
PERORANGAN
Giro
Deposito
SWASTA
LAINNYA
Tabungan
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
3.4.2 Pulau Sumba Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan signifikan. Hal ini dilihat dari pertumbuhan Aset pada Triwulan II 2015 meningkat dari 50,65% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 52,91% (yoy). Peningkatan tersebut juga diikuti oleh penghimpunan DPK yang tumbuh sebesar 60,69% (yoy) pada Triwulan II 2015 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 60,07% (yoy) pada Triwulan I 2015. Penyaluran Kredit perbankan di pulau Sumba juga mengalami peningkatan 33,75% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang sebesar 33,75% (yoy). Sementara itu, rasio kredit macet di pulau Sumba juga mengalami penurunan dari 1,03% pada Triwulan I 2915 menjadi 1,01% pada triwulan ini.
40
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba 100%
Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
0,88%
90% 80%
49,64%
70%
87,49%
11,63%
60% 50%
24,27 % 2,11 % 73, 62 %
0,00%
40% 30%
91,10%
1,69%
48,67%
20%
3,66%
0,00% 0,00%
SWASTA
LAINNYA
10% 5,24%
0% PEMERINTAH
PERORANGAN
GIRO
DEPOSITO
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
TABUNGAN
3.4.3 Pulau Timor Pada Triwulan II 2015 kinerja perbankan di pulau Timor tumbuh melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan ini mengalami pertumbuhan sebesar 19,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 24,69% (yoy). Penghimpunan DPK juga sedikit melambat dari 2,84% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 2,32% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 5,40% (yoy). Berdasarkan rasio kredit macet, pulau Timor pada triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 2,30% dari 1,38% pada Triwulan I 2015. Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor
Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor 100%
1,29% 0,08%
90% 80%
45,55%
70%
8,74% 89,89%
60% 4,60%
50%
0,63%
40%
30%
81,70% 49,22%
20%
30,38 % 10,41 % 59, 22 %
9,90%
10% 0,04%
8,36%
0% PEMERINTAH GIRO
PERORANGAN DEPOSITO
SWASTA
LAINNYA
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
TABUNGAN
3.5 Sistem Pembayaran 3.5.1 Transaksi Non Tunai 3.5.1.1 Transaksi Kliring (SKNBI) Pada Triwulan II 2015 transaksi kliring atau Sistem Kliring Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami perlambatan. Namun demikian apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kliring Nasional pada periode yang sama, maka transaksi kliring Provinsi NTT masih tumbuh jauh di atas pertumbuhan kliring Nasional. Pada Triwulan II 2015 kliring Nasional tumbuh sebesar 5,23% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 10,53% (yoy) dan dari sisi volume melambat 5,01% (yoy) dari 9,11% (yoy) pada Triwulan I 2015. Sementara itu, pertumbuhan kliring di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 dari sisi nominal mencapai Rp. 929,36 miliar atau mengalami perlambatan sebesar 9,77% (yoy) dari 17,93% (yoy) pada Triwulan I 2015. Berdasarkan volume perputaran transaksi kliring pada triwulan ini juga tumbuh melambat sebesar 12,49% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 15,27% (yoy).
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
41
Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT
Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional
NTT
Nasional
1.400
50.000 45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0
1.200 1.000 800 600 400 200 0 III
IV
I
II
2013
III
IV
I
29.000.000
760.000
28.000.000
740.000 720.000
27.000.000
700.000
26.000.000
680.000 660.000
25.000.000
640.000
24.000.000
620.000 600.000
23.000.000 III
II
2014
Nilai (Rp.Miliar)
780.000
IV
I
II
2013
2015
III
IV
2014
II 2015
Nilai (Rp.Miliar)
Volume (lbr)
I
Volume (lbr)
3.5.1.2 Transaksi RTGS Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan transaksi BI-RTGS berdasarkan nominal mengalami peningkatan yang signifikan, namun dari sisi volume mengalami penurunan. Walaupun demikian, nominal yang meningkat mendorong aliran transfer masuk lebih besar dibandingkan aliran transfer yang keluar. Hal ini dapat menggambarkan adanya aliran dana segar atau investasi di Provinsi NTT, selain itu juga merupakan transfer pemerintah dalam rangka penambahan APBN dan persiapan pembayaran gaji ke 13. Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar (outflow) tercatat sebesar Rp. 40,04 triliun atau tumbuh sebesar 94,40% (yoy) meningkat bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 84,39%(yoy). Transfer RTGS yang masuk (inflow) ke Provinsi NTT pada triwulan ini tercatat sebesar Rp.43,75 triliun atau mengalami peningkatan yang signifikan dari 144,03% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 235,18% (yoy) pada Triwulan II 2015. Seiring dengan peningkatan inflow NTT dari sisi nominal menyebabkan Nett-Inflow NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh meningkat sebesar 149,16% (yoy) Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
Grafik 3.30Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal
12.000 50.000
10.000
45.000 40.000
8.000
35.000 30.000
6.000
25.000 20.000
4.000
15.000 10.000
2.000
5.000
0 I
II
III
IV
2014
From NTT
I
II
0 I
2015
To NTT
II
III
IV
2014
From NTT
I
II 2015
To NTT
3.5.2 Transaksi Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan digambarkan oleh terjadinya Nett-outflow pada Triwulan II 2015. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow sebesar Rp. 926,21 miliar atau tumbuh sebesar 13,48% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,37% (yoy). Sementara itu, aliran inflow pada Triwulan II 2015 sebesar Rp.434,12 miliar atau mengalami penurunan 33,34% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan sebesar 31,50% (yoy).
42
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Pada triwulan ini outflow lebih besar dibandingkan dengan Inflow sehingga Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mengalami Nett-outflow dengan pertumbuhan sebesar 456,88% (yoy) meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 167,31% (yoy). Dengan adanya Nett-outflow pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT berarti uang yang beredar dimasyarakat lebih banyak dan menandakan adanya pergerakan ekonomi yang positif dibandingkan dengan uang yang disetor atau disimpan di bank. Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) 700%
2000.00
600%
1500.00
2,500.00
80.00% 60.00%
2,000.00
500% 1000.00
400%
500.00 0.00 -500.00
I
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
III
2014
IV
I
II
2015
200%
-1000.00
20.00% 1,000.00 0.00%
100% 0%
500.00
-100%
-1500.00 -2000.00
40.00% 1,500.00
300%
-200%
Net In/Out (Rp. Miliar)
qtq
yoy
0.00
-20.00% I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
-40.00%
2015
-300% Inflow (Rp. Miliar)
Outflow (Rp. Miliar)
yoy inflow
yoy outflow
Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi NTT, pada awal tahun Triwulan I cenderung akan melakukan penyetoran (inflow) kemudian pada Triwulan II uang yang beredar akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan uang yang disetor oleh perbankan di Bank Indonesia. Hal ini menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif pada Triwulan II 2015.
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Pada triwulan II 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 276,55 miliar, meningkat sebesar 19,53% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,26% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan uang Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada Triwulan II 2015 yaitu sebesar 0,83%. Peningkatan ini disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
43
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (UPAL) Pada triwulan II 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT sedikit menurun. Jumlah lembar uang palsu turun dari 27 lembar menjadi 22 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Peningkatan jumlah uang palsu yang ditemukan salah satunya merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang palsu yang dilaporkan. Grafik 3.33 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 3.34 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
1600.00%
2,500.00 2,000.00
140
1400.00%
120
1200.00%
100
1000.00% 1,500.00
800.00% 600.00%
1,000.00
400.00%
60 40
200.00%
500.00
0.00% 0.00
80
I
II
III 2012
Inflow (Rp. Miliar)
IV
I
II
III 2013
Outflow (Rp. Miliar)
IV
UTLE
I
II
III 2014
IV
QtQ UTLE
I
II
-200.00%
2015 YoY UTLE
20 0
I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II 2015
Lembar UPAL
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
44
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
BOKS 3. PENGUNGKAPAN KASUS PENGEDARAN UANG PALSU DI KABUPATEN NGADA SERTAPENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KPW BI PROVINSI NTT DAN KEPOLISIAN DAERAH NTT Pada hari Selasa tanggal 16 Juni 2015, Polres Ngada telah menemukan 938 lembar uang rupiah yang diragukan keasliannya yang terdiri atas 160 lembar pecahan Rp.100.000,- tahun emisi 2004 dan 778 lembar pecahan Rp.50.000,- tahun emisi 2005 di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Terungkapnya kasus ini tidak terlepas dari peran 2 (dua) orang warga setempat yang memberikan informasi kepada petugas kepolisian. Menindaklanjuti informasi dimaksud, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi NTT melakukan koordinasi dengan Polres setempat yang dilanjutkan dengan pengiriman penyidik Polres Ngada untuk melakukan klarifikasi atas temuan dimaksud sekaligus membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi Ahli. Berdasarkan hasil klarifikasi, dapat dipastikan bahwa seluruh temuan uang rupiah yang diragukan keasliannya tersebut bukan merupakan uang asli yang dikeluarkan oleh BI. Adapun hal-hal teknis yang membuktikan bahwa uang temuan dimaksud tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang rupiah adalah sebagai berikut:
Tabel Boks 3.1.Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Dilihat -Warna pada permukaan uang lebih buram -OVI tidak berubah warna -Tidak terdapat benang pengaman yang tertanam dalam uang
Diraba -Angka nominal dan tulisan Bank Indonesia tidak terasa kasar
Diterawang
Dengan Ultra Violet (UV) -Bahan uang yang digunakan adalah bahan kertas yang tidak memudar dibawah sinar ultra violet -tidak ter dapat mikroteks
Kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenali uang rupiah sangat dibutuhkan untuk mencegah beredarnya uang yang diragukan keasliannya. KPw BI Provinsi NTT secara aktif dan berkelanjutan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah setiap tahunnya kepada berbagai elemen masyarakat di seluruh daerah NTT. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk membedakan uang rupiah asli dan palsu. Sejalan dengan momen pengungkapan uang rupiah yang diragukan keasliannya tersebut, pada hari Rabu tanggal 1 Juli 2015, yang juga bertepatan dengan HUT Bank Indonesia ke 62 dan HUT Bhayangkara ke 69, Kepala KPw BI Provinsi NTTdan Kepala Kepolisian Daerah NTT menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kesepakatan bersama tersebut merupakan tindak lanjut di tingkat daerah setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia, Agus D. W. Martowardojo, dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada saat itu, Jendral Polisi Sutarman tanggal 1 September 2014 di Jakarta tentang Kerjasama dalam Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
45
Tabel Boks 3.2. Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Tata cara pelaksanaan penangannan dugaan TP SP dan KUPVA
Tata cara pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah di NKRI
Tata cara pelaksanaan pengamanan BI dan pengawalan barang berharga milik negara
Tata cara pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap Badan Usaha Jasa Pengamanan untuk kawal angkut uang dan pengelolaan uang
Adapun isi Kesepakatan Bersama antara KPw BI Provinsi NTT dengan Polda NTT diantaranya adalah:
Evaluasi efektivitas penanganan dugaan TP SP dan KUPVA - Forum Koordinat Tingkat Daerah (FTKD) Provinsi NTT - Pertemuan koordinasi minimal setahun sekali
Evaluasi efektivitas pelaksanaan pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah - Kpw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali
Evaluasi efektivitas koor dinasi pembuinaan dan pengawasan BUJP - Kpw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali
Evaluasi pengamanan dan pengawalan barang berharga
- KPwBI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali
Siaran Pers
- Dilakukan oleh Kpw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT berdasarkan kesepakatan bersama dan dilakukan secara efektif
Kesepakatan bersama yang telah ditandatangani sebagai bentuk sinergi antara KPw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT diharapkan dapat mencegah tindak pidana tidak hanya terhadap pemalsuan uang rupiah, tetapi juga tindak pidana lainnya di bidang Sistem Pembayaran seperti: transfer dana, Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, uang elektronik, KUPVA, dan pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI.
46
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB IV
KEUANGAN DAERAH
KEUANGAN DAERAH Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan II 2015 masih cukup rendah seiring dengan realisasi belanja yang belum optimal. Namun demikian, mulai selesainya permasalahan numenklatur Kementerian dan sebagian besar proses tender yang sudah selesai, diyakini dapat meningkatkan realisasi belanja pemerintah pada semester II. Realisasi pendapatan pemerintah hingga triwulan II 2015 relatif cukup tinggi dan telah melebihi 50% dari pagu rencana pendapatan Realisasi belanja pemerintah, terutama belanja modal relatif cukup rendah. Terdapat penambahan alokasi anggaran APBN untuk Provinsi NTT sebesar 28,31% pada triwulan-II 2015. Adanya realisasi dana desa dan penyelenggaraan Pilkada di 9 Kabupaten berpotensi meningkatkan belanja Pemerintah.
4.1 KONDISI UMUM Pada triwulan-II 2015, terdapat kenaikan
pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT.
Peningkatan anggaran APBN sebesar 28,3% atau Rp 2,4 triliun, dari sebelumnya Rp 8,58 triliun (Tw I -2015) menjadi Rp 11,01 triliun (Tw-II 2015). Peningkatan anggaran tersebut diperuntukkan bagi pengembangan sektor infrastruktur, perguruan tinggi dan dana desa. Apabila dikumulatifkan, total pagu anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT sepanjang tahun 2015 mencapai Rp 31,08 triliun atau meningkat sebesar Rp 3,8 triliun dibandingkan tahun 2014. Pangsa alokasi belanja terbesar ada pada belanja konsumsi yang mencapai 70,5% dari pagu belanja, sementara belanja modal sebesar 29,5%. Berdasarkan komponennya, realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan-II 2015 mencapai 53,3% dari pagu pendapatan APBN dan APBD tahun 2015. Pendapatan tertinggi terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mencapai 55,2% atau Rp 6,6 triliun pada triwulan-II 2015. Sementara, transfer dana desa ke rekening Pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai 40% atau sebesar Rp 325 miliar, namun proses pencairan sampai rekening desa masih terkendala kelengkapan administrasi di tingkat desa untuk beberapa daerah. Di sisi lain, pendapatan APBN telah mencapai 233,6% seiring dengan adanya realisasi penerimaan pajak yang tidak dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT yang ada di luar wilayah NTT).
KEUANGAN DAERAH - BAB IV
49
Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Realisasi Pendapatan Pemerintah
Realisasi Belanja Pemerintah 2%
17%
ANGGARAN
Trillions
REALISASI
16
19.36
14
ANGGARAN
REALISASI
81%
REALISASI
APBN
12
77% KAB
53,3% PENDAPATAN DAERAH
7.94
23,9% BELANJA DAERAH
2 0
14
REALISASI
16.78 54% APBN
12
55% KAB
PROV
PORSI REALISASI BELANJA
11.02
8
6 4
ANGGARAN
10
8
7.44
16 PROV
PORSI REALISASI PENDAPATAN
10
10.32
PAGU
18
REALISASI
15.78
29%
16%
Trillions
PAGU
18
35%
11%
7%
14%
31.09
6
223,6% 0,31 APBN
0.71
3.28
50,3% KAB
4.10
4
1.67
50,8% PROV
2
0.61
19,4%
3.29 1.20
24,4%
36,6%
0 APBN
KAB
PROV
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah) 1
Dari komponen belanja daerah, total realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-II 2015 mencapai 23,9% atau Rp 7,4 triliun dari total pagu tahun 2015 sebesar Rp 31,09 triliun. Realisasi anggaran yang cukup rendah terutama berasal dari anggaran belanja Pemerintah Pusat (19,4%) dan Pemerintah Kabupaten/Kota (24,4%), sementara belanja Pemerintah Provinsi (36,6%) cenderung mengalami kenaikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar 32,8%. Pencapaian realisasi anggaran yang masih cukup rendah terjadi seiring adanya penambahan anggaran APBN hingga sebesar Rp 2,4 triliun pada triwulan-II dan adanya beberapa kendala yang muncul, seperti: permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, proses lelang yang masih berjalan, kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai termin proyek, keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang. Dampak penyesuaian numenklatur dapat terlihat pada realisasi anggaran Pendidikan Dasar (Dikdas) dan Pendidikan Menengah (Dikmen) yang masih terkendala proses penggabungan. Begitupula dengan realisasi belanja Kemenristek dan Dikti yang baru mencapai 3% dikarenakan tidak dapat melakukan proses tender sampai permasalahan numenklatur selesai.. Dalam rangka mendorong peningkatan realisasi belanja, Sekretaris Daerah Provinsi NTT telah menyampaikan surat kepada semua SKPD agar segera melakukan percepatan realisasi anggaran, selain itu terdapat pula aturan dari Gubernur bahwa Satker yang memiliki penyerapan anggaran di bawah rata-rata tidak akan mendapatkan penambahan anggaran pada APBD Perubahan 2015.
4.2 Pendapatan Daerah Sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT sampai dengan triwulan-II 2015 berasal dari Pajak Penghasilan yang mencapai 54,3% atau Rp 386,8 miliar dari total pendapatan APBN di Provinsi NTT. Sementara untuk Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sumber pendapatan utama daerah sampai dengan triwulan II berasal dari Dana alokasi Umum (DAU), dengan rincian: Pemerintah Provinsi mendapatkan anggaran Rp 758 miliar atau 45,5% dari total pendapatan Pemerintah Provinsi NTT, sementara Pemerintah Kabupaten/Kota mendapatkan Rp 5,9 triliun atau 74,1% dari total pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain DAU, realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota juga ditopang dari dana penyesuaian dan otonomi khusus (Otsus) yang cukup besar. Untuk Pemerintah Provinsi, pendapatan dana Otsus mencapai Rp 479 miliar atau 28,7% dari total pendapatan. Sementara dana penyesuaian untuk Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 643 miliar atau 8,1% dari total pendapatan. 1 Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur serta APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga akhir Juni 2015. Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota.
50
BAB IV - KEUANGAN DAERAH
Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT 2,5%
0,05% 28,7%
21,45
19,59% 8,1% 4,1% 5,3% 8,4%
54,30% 7,14%
Kab/Kota
0,04%
1,9%
PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
23,89%
45,55
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
PAD Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Dana Lainnya
74,1%
PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN
Propinsi Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan sumber pendapatan, realisasi pendapatan dari dana Otsus untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota hingga triwulan-II 2015 mencapai 50,2% dari total pagu, sementara pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) mencapai 55,2%. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhasil dikumpulkan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mencapai 40,6%. Secara spasial, rata-rata realisasi pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 50,18%. Realisasi pendapatan tertinggi di Provinsi NTT diperoleh oleh Kab. Manggarai Timur (Matim) yang mencapai 58%, sementara realisasi pendapatan terendah ada di Kab. Timor Tengah Utara (TTU) yang baru mencapai 40,5%. Tingginya realisasi pendapatan Kab. Matim terutama didorong oleh realisasi DAU yang telah mencapai 58,3% serta dana Otsus yang telah mencapai 70,4%. Sementara realisasi DAU untuk Kab. TTU baru mencapai 41,7% dan dana Otsus hanya mencapai 28,6%. Tingginya DAU dan Otsus menunjukkan adanya ketergantungan tinggi Provinsi NTT kepada Pemerintah Pusat, guna mengurangi hal tersebut, perlu adanya penciptaan obyek-obyek pendapatan pajak dan restribusi baru melalui peningkatan iklim investasi dan penciptaan sentra industri baru. Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT 90
Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT 58.0
Matim Kota Kupang
77.39
80
56.0 55.0
Flotim
54.9
Sumba Barat
70
50 40 30
53.9
55.21 44.18
37.52
54.3
TTS
50.19 43.05 54.877
53.2
Sumba Timur
62.9
Rote
52.6
SBD
40.59 37.58 37.52
38.70
53.4
Mabar
44.35
37.11
52.5
Sumba Tengah
50.8
Prov. NTT
49.9
Malaka
20
20.30
49.3
Belu 46.0
Lembata
45.7
Sikka
10 0
54.7
Ende Nagekeo
58.83
60
45.6
Kab. Kupang
45.4
SabuRaijua
PAD
Dana Alokasi Umum PROVINSI
KABUPATEN
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT
Dana Alokasi Khusus KAB+PROV
Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus
Lainnya
44.1
Alor
44.0
Ngada
42.8
Manggarai 40.5
TTU 0
10
20
30
40
50
60
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT
4.3 Belanja Daerah Realisasi belanja Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-II 2015 mencapai Rp 7,4 triliun atau 23,9% dari pagu belanja tahun 2015. Realisasi belanja tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi yang mencapai 36,6%, sementara penambahan anggaran APBN membuat realisasi anggaran pemerintah pusat baru mencapai 19,4%. Realisasi belanja pemerintah daerah di Provinsi NTT masih didominasi oleh belanja konsumsi dengan pangsa 87,5% dari total realisasi belanja pada triwulan-II. Realisasi belanja konsumsi tertinggi terutama dipergunakan untuk belanja pegawai. Namun untuk Pemerintah Provinsi, realisasi belanja hibah menjadi komponen yang paling tinggi menyerap anggaran sampai
KEUANGAN DAERAH - BAB IV
51
dengan triwulan-II 2015. Dari segi serapan anggaran belanja modal, realisasi belanja modal tertinggi oleh pemerintah Provinsi yang mencapai 20,4%, sementara realisasi terendah berada pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang baru mencapai 5,8%. Beberapa permasalahan yang menghambat percepatan realisasi anggaran di daerah selain permasalahan numenklatur Kementerian, diantaranya adalah permasalahan administrasi, keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta kebiasaan kontraktor untuk mencairkan termin di akhir proyek. Permasalahan administrasi terjadi pada beberapa kasus, diantaranya pencairan dana desa ke rekening desa yang memerlukan adanya kelengkapan proposal administrasi (RPJMDes, RKPDes dan APBDes), serta belum siapnya sumber daya manusia di daerah untuk menerapkan E-Catalogue. Permasalahan lainnya adalah banyaknya PPK yang tersangkut masalah hukum dalam kegiatan proyek sehingga menyebabkan keenganan para pegawai di daerah untuk menjadi PPK. Fungsi advisory dan pembinaan dari instansi hukum terkait perlu ditingkatkan guna menciptakan rasa aman bagi PPK dalam melakukan kegiatan proyek. Sementara, keengganan kontraktor untuk mengambil dana sesuai termin disebabkan oleh lokasi kontraktor yang berada di daerah dan proses administrasi yang panjang di SKPD, sehingga kontraktor lebih memilih mencairkan termin di akhir proyek. Potensi realisasi anggaran belanja pada triwulan-III 2015 diperkirakan akan meningkat seiring selesainya permasalahan numenklatur, kegiatan lelang yang sudah berjalan di satker dan realisasi dana desa. Terkait dana desa, sampai akhir Juni 2015 telah dilakukan transfer kepada seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTT dengan total anggaran Rp 325 miliar atau 40% dari pagu anggaran dana desa. Selanjutnya, dalam proses pencairan dan penggunaan dana desa perlu adanya agenda pengumpulan Kepala Desa untuk dilakukan bimbingan dan pengarahan, sehingga kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan anggaran dan potensi kesalahan prosedur dapat diminimalisir. Penggunaan dana desa yang tepat sasaran dan tepat guna dapat berpengaruh positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota
39,9
%
120
36,6 29,6 25,2
24,4
3.99
100
29,7 23,9
5.23 2.34 14.48
24.56
80
20,4
19,4
47.64 60
12,2
10,1
72.26
40 20
KAB BELANJA DAERAH
PROV BELANJA MODAL
TOTAL
5.20
9.55
KAB
PROV
APBN
%
48.8
44
50
41
35 19.2
31
32
23.2 14.3
17 19
20.7 14.8
24
16
14 10
7
20
15
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
0 4
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa APBN
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial KAB
PROV
TOTAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
52
BAB IV - KEUANGAN DAERAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA HIBAH BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
35.6
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA PEGAWAI
0
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
37
15.06 20.32
28.28
BELANJA KONSUMSI
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA BAGI HASIL
43.16
5,8
APBN
6.28
0
Dari sisi spasial, realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada triwulan II 2015 mencapai ratarata 23,9%. Realisasi belanja pemerintah tertinggi ada pada Pemerintah Kab. Flores Timur (31,7%), sementara realisasi terendah di Kab. Sumba Tengah sebesar 13,4%. Sementara rata-rata realisasi belanja modal di Provinsi NTT mencapai 5,6% dengan realisasi belanja modal tertinggi Kab. Sabu Raijua (26,2%) dan terendah Kab. Malaka (0%). Rendahnya realisasi belanja kiranya dapat menjadi perhatian setiap instansi di daerah, terutama belanja modal yang dapat menciptakan efek berganda pada perekonomian daerah. Adanya Pilkada diprediksi akan meningkatkan belanja konsumsi di akhir tahun 2015 Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur 35
31.73
31.10 29.63
30
31.45 28.98
28.89 27.48
26.81
26,18 25.10
25
21.87
22.37
25.21
24.76
26.17 21.92
20.73 18.87
19.62
20
18.67 16.88 16.10
15.53 13.37
15 10.33 8.26
10
7.64 5.76 4.66
4.33
5
4.11
3.66
1.26
5.43 4.02 2.70
2.30
2.53
0.61
3.23
3.05
0.81
0.03
0.00
Kota Kupang
Belu
Malaka
TTU
TTS
Kab. Kupang
Rote
Sabu Raijua
Sumba Timur
Sumba Tengah
SBD
Sumba Barat
Alor
Lembata
Flotim
Sikka
Ende
Nagekeo
Ngada
Matim
Mabar
Manggarai
0
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan data perbankan pada bulan Juni 2015 terdapat Dana Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan pemerintah sebesar Rp 7,26 triliun. Jumlah tersebut meningkat sebesar Rp 1,27 triliun atau 21,3% (yoy) dibandingkan Juni 2014. Hal ini menunjukkan bahwa hingga triwulan-II 2015 penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah. Namun besarnya potensi dana yang belum terealisasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada triwulan-III 2015. Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama berada pada giro yang mencapai Rp 5,31 triliun, sementara sisanya sebesar Rp 1,95 triliun ditempatkan pada deposito dan tabungan. Tabel 4.11. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.10. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten /Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur 8
7.26
7 5.99
6 5 4
3.54
3.97
3.83
3.87
4.35
3 2.83
1 I
II
III 2012
IV
PUSAT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
TABUNGAN
DEPOSITO
TOTAL DPK
PUSAT
51.71
0.38
0
52.10
PROVINSI
352.12
4.79
325.60
682.52
KOTA
196.45
31.09
155.17
382.70
KABUPATEN
4,711.34
125.29
1,310.52
6,147.15
TOTAL
5,311.62
161.55
1,791.29
7,264.47
1.96
1.80 0
GIRO
4.28
4.16
2
PEMERINTAH 5.74
5.57
I
II
PROVINSI
III 2013 PEMKOT
IV
I
PEMKAB
II
III 2014
IV
I 2015
II
Sumber : Bank Indonesia, diolah
KEUANGAN DAERAH - BAB IV
53
Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur APBN / APBD APBN PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
REALISASI
KAB
PROV
TOTAL
APBN
KAB
PROV
TOTAL
305,290
15,776,449
3,282,665
19,364,404
713,085
7,938,185
1,668,777
10,320,047 7,437,468
11,019,184
16,780,579
3,289,126
31,088,889
2,133,524
4,101,666
1,202,278
Belanja Modal
4,957,480
3,658,397
562,136
9,178,014
603,440
213,323
114,797
931,560
Belanja Konsumsi
6,061,704
13,122,182
2,726,990
21,910,876
1,530,084
3,888,343
1,087,481
6,505,908
Belanja Pegawai
2,476,577
8,513,168
600,956
11,590,702
920,853
2,963,712
244,253
4,128,818
Belanja Barang dan Jasa
3,042,104
3,158,380
581,066
6,781,550
524,035
593,896
181,060
1,298,991
216,913
1,152,778
1,369,691
95,865
572,773
668,639
95,683
28,337
667,042
9,097
1,148
95,440
Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial
543,022
85,196
Belanja Bagi Hasil
-
7,894
320,449
328,343
-
534
75,542
76,076
Bantuan Keuangan
-
1,058,542
35,903
1,094,445
-
214,601
11,653
226,254
Konsumsi Lainnya
-
71,602
7,500
79,102
-
10,638
1,053
11,691
Belanja Lainnya
-
-
-
-
-
-
-
(10,713,894)
(1,004,130)
(6,461)
(11,724,485)
(1,420,439)
3,836,519
466,499
SURPLUS/DEFISIT
2,882,579
PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan SILPA Tahun Lalu Lainnya
1,097,011.96 982,542
61,161.31 1,158,173.26 53,779
684,324.02
232,867
917,191
683,816
231,609
915,424
114,470
7,382
121,852
508
1,259
1,767
Pengeluaran
92,900.00
54,700
147,600
15,000.00
-
15,000
Penyertaan Modal
80,400.00
50,000.00
130,400.00
15,000.00
-
15,000
12,500
4,700
17,200
-
-
1,004,112
6,461
1,010,573
669,324
232,867
902,191
(18)
-
(18)
4,505,843
699,366
5,205,209
Lainnya PEMBIAYAAN NETTO SILPA SEKARANG
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*dalam juta Rp)
54
1,036,322
BAB IV - KEUANGAN DAERAH
BOKS 4 REALISASI DANA DESA TAHUN 2015 DI PROVINSI NTT Berdasarkan Peraturan Presiden No. 36 . tanggal 17 Maret 2015, pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang rincian anggaran pendapatan dan belanja Negara. Dalam peraturan tersebut, pemerintah meningkatkan alokasi anggaran dana desa dari sebelumnya hanya sebesar 9 triliun menjadi sebesar 20,77 triliun rupiah. Dari anggaran tersebut, Provinsi NTT mendapatkan anggaran sebesar 812 miliar yang akan dibagi untuk 2.936 desa di Provinsi NTT atau secara rata-rata, tiap desa akan mendapatkan dana sebesar 277 miliar rupiah. Untuk menjalankan aturan tersebut, maka pada tanggal 29 April 2015, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No. 22 tahun 2015 yang berisi tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN. Dalam peraturan tersebut disampaikan bahwa total dana desa yang disalurkan tahun 2015 adalah sebesar minimal 3% dari APBN, dan akan meningkat menjadi minimal 6% di tahun 2016 serta meningkat lagi menjadi 10% di tahun 2017. Tahun 2018 dan seterusnya, dana desa akan dialokasikan sebesar 10% dari total APBN. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dana desa di tahun 2016 akan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 1,7 triliun dan kembali meningkat menjadi sekitar 3,1 triliun di tahun 2017. Besarnya dana yang tersalur tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan perangkat desa, agar pemanfaatan dana tersebut bisa maksimal. Semangat dari pemberian dana desa tersebut adalah agar terjadi peningkatan kegiatan ekonomi di desa, sehingga potensi urbanisasi yang selalu terjadi tiap tahun dapat dikurangi. Adanya dana desa diharapkan juga dapat menahan tenaga produktif, agar tersedia cukup tenaga kerja untuk bekerja di lahan pertanian yang saat ini mulai ditinggalkan. Berdasarkan nilai dana, Kabupaten Timor Tengah Selatan mendapatkan dana desa paling besar dengan nilai nominal mencapai 73,6 miliar dan Kabupaten Sabu Raijua mendapatkan dana desa terkecil sebesar 17,1 miliar. Besarnya jumlah dana desa lebih disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah desa yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten. Tabel Boks 4.1. Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Tiap Kabupaten Tahun 2016 dan 2017 KABUPATEN
2015
2016**
2017**
KABUPATEN
2015
2016**
2017**
KAB. SABU RAIJUA
17.11
36.13
66.25
KAB. SIKKA
40.67
85.90
157.48
KAB. SUMBA BARAT
18.63
39.35
72.15
KAB. MANGGARAI
40.80
86.18
158.00
KAB. SUMBA TENGAH
18.75
39.60
72.59
KAB. ALOR
42.78
90.36
165.67
KAB. BELU
19.58
41.36
75.82
KAB. TIMOR TENGAH UTARA
43.02
90.86
166.58
KAB. ROTE NDAO
23.23
49.06
89.95
KAB. MANGGARAI TIMUR
43.90
92.72
169.99
KAB. NAGEKEO
26.51
56.00
102.68
KAB. KUPANG
44.66
94.33
172.94
KAB. MALAKA
34.66
73.21
134.21
KAB. MANGGARAI BARAT
45.00
95.06
174.27
KAB. NGADA
36.13
76.31
139.90
KAB. FLORES TIMUR
60.70
128.22
235.07
KAB. SUMBA BARAT DAYA
37.94
80.13
146.91
KAB. ENDE
67.30
142.15
260.61
KAB. LEMBATA
38.77
81.88
150.12
KAB. TIMOR TENGAH SELATAN
73.62
155.51
285.10
KAB. SUMBA TIMUR
39.14
82.67
151.55
TOTAL
812.88
1,717.01
3,147.84
Dalam prakteknya, dana desa dapat disalurkan apabila sudah memenuhi beberapa syarat, yaitu dana baru dapat dicairkan ke kabupaten apabila kabupaten telah menyusun peraturan daerah tentang keuangan desa. Demikian pula, dana dapat dicairkan ke desa apabila desa sudah menyusun RPJMDes, RKPDes dan APBDes sebagai bukti sudah dilakukan perencanaan pembangunan oleh desa. Pencairan dana desa akan dilakukan dalam tiga termin yaitu termin pertama sebesar 40% akan dicairkan mulai minggu kedua bulan April 2015. Pencairan termin kedua sebesar 40% akan dilakukan mulai minggu kedua bulan Agustus tahun 2015 dan termin ketiga akan dicairkan mulai dari minggu kedua bulan Oktober 2015. Dikarenakan syarat pencairan dana desa dari APBN ke kas daerah harus berdasarkan peraturan bupati tentang keuangan desa, maka realisasi penyaluran dari APBN ke kabupaten juga relatif tidak bersamaan. Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Rote Ndao, dan Kabupaten Sumba Tengah menjadi kabupaten pertama yang berhak mendapatkan penyaluran dana desa di bulan April 2015 seiring dengan telah dibuatnya perbup tentang keuangan desa di kabupaten tersebut. Pada bulan Mei menyusul Kabupaten TTS, TTU, Flores Timur, Ende, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Manggarai Barat, Nagekeo, Sumba Barat Daya, Manggarai
KEUANGAN DAERAH - BAB IV
55
Timur dan Sabu Raijua yang berhasil mendapatkan penyaluran dana desa seiring dengan telah disusunnya perbup keuangan desa. Kabupaten Belu, Sikka, Sumba Barat dan Malaka menjadi Kabupaten terakhir yang mendapatkan penyaluran dana desa di Bulan Juli 2015. Adapun total dana desa yang sudah direalisasikan ke masing-masing Kabupaten adalah sebesar 325,2 miliar, atau masing-masing kabupaten sebesar 40% dari total dana desa yang telah dialokasikan. Grafik Boks 4.1. Mekanisme Pencairan Dana Desa PEMERINTAH PUSAT (mekanisme transfer APBN)
PEMERINTAH KAB/KOTA (mekanisme transfer APBD)
KPA DJPK MenerbitkanSPM
KPPN Jakarta II selaku Kuasa BUN Menerbitkan SP2P
Bank Operasional Melakukan Transfer DD ke Kab/Kota (dari RKUN ke RKUD)
Sumber : Sumber : PP No 22 tahun 2015
KABUPATEN
2015
2016**
KABUPATEN
2015
2016**
Termin 1 (40%) : M 2 April 2015 Termin 2 (40%) : M 2 Maret 2015 Termin 3 (40%) : M 2 Agustus 2015
KAB. SABU RAIJUA
17.11
6.84
KAB. SIKKA
40.67
16.27
KAB. SUMBA BARAT
18.63
7.45
KAB. MANGGARAI
40.68
16.32
Termin-2 cair bila terdapat laporan realisasi anggaran
KAB. SUMBA TENGAH
18.75
7.50
KAB. ALOR
42.78
17.11
KAB. BELU
19.58
7.83
KAB. TIMOR TENGAH UTARA
43.02
17.21
KAB. ROTE NDAO
23.23
9.29
KAB. MANGGARAI TIMUR
43.90
17.56
KAB. NAGEKEO
26.51
10.61
KAB. KUPANG
44.66
17.86
KAB. MALAKA
34.66
13.86
KAB. MANGGARAI BARAT
45.00
18.00
REKENING KAS DESA
Syarat : RPJMDes, RKPDes, APBDes Pemerintah KAB/Kota Syarat : PerBup Keu. Desa
Tabel Boks 4.2. Realisasi Pencairan Dana Desa Termin Pertama
Melaksanakan Transfer DD ke Desa (dari RKUD ke RKUDes)
KAB. NGADA
36.13
14.45
KAB. FLORES TIMUR
60.70
24.28
KAB. SUMBA BARAT DAYA
37.94
15.17
KAB. ENDE
67.30
26.92
KAB. LEMBATA
38.77
15.51
KAB. TIMOR TENGAH SELATAN
KAB. SUMBA TIMUR
39.14
15.65
TOTAL
73.62
29.45
812.88
325.15
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Secara garis besar, prioritas penggunaan dana desa untuk dua hal yaitu pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Dengan kondisi infrastruktur yang relatif kurang memadai dan merata di semua desa di Provinsi NTT, maka alangkah baiknya penggunaan dana desa dapat lebih difokuskan untuk pembangunan desa antara lain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal maupun pemanfaatan SDA dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan sarana dan prasarana sebisa mungkin tidak bersinggungan dengan tugas pokok SKPD lainnya seperti perbaikan saluran irigasi yang seharusnya menjadi tugas dinas pertanian, ataupun penyediaan air baku yang menjadi tugas balai wilayah sungai. Fungsi pemberdayaan seperti peningkatan kualitas juga dapat dibantu oleh pemerintah kabupaten seperti yang dilakukan pemerintah Kabupaten Soe yang saat ini mengkarantina perangkat desa untuk mempercepat pembuatan RPJMDes, RKPDes dan APBDes agar dana desa dapat lebih cepat disalurkan. Percepatan penyaluran dana desa dirasa menjadi hal yang mendesak. Setelah disalurkan, dana desa tersebut harus segera dimanfaatkan dan dibuat laporan agar pencairan termin kedua yang akan dilakukan pada bulan Agustus ini dapat langsung terserap berkat adanya laporan realisasi penyerapan dana pada termin sebelumnya. Namun demikian, realisasi pembangunan menggunakan dana desa hendaknya juga sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam peraturan menteri desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi Nomor 5 tahun 2015, agar potensi terkena tindakan hukum atas penyelewengan penggunaan dana desa tidak terjadi. Apabila percepatan realisasi dapat dilakukan, maka penundaan penyaluran dana desa tahun 2016 ataupun pemotongan dana desa akibat adanya SILPA yang lebih dari 30% pada tahun 2017 dapat dihindari.
56
BAB IV - KEUANGAN DAERAH
BAB V
KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN Perkembangan sisi kesejahteraan dan ketenagakerjaan dapat terlihat dari data jumlah penduduk miskin, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2014 sebesar 66,22 masih dibawah nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan (56,05). Perkembangan angka kemiskinan hingga September 2014 menunjukkan perkembangan positif walaupun belum merepresentasikan kondisi aktual pada tahun 2015. Sementara kondisi tenaga kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan baik dari sisi jumlah tenaga kerja dan TPT.
5.1. KONDISI UMUM Sesuai dengan data terakhir yang dimiliki, angka kemiskinan menujukkan perkembangan yang positif, sementara kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan angka perlambatan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT hingga bulan September 2014 menunjukkan penurunan menjadi 991,8 ribu jiwa dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1 juta jiwa. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja mengalami penurunan dari 2,336 juta jiwa pada bulan Februari 2014 menjadi 2,33 juta jiwa pada Februari 2015. Dari sisi indeks kebahagiaan Provinsi NTT berada di peringkat ke-2 terbawah, diatas Provinsi Papua yang sebesar 60,97. Secara nasional indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia sebesar 68,28.
5.2. PERKEMBANGAN INDEKS KEBAHAGIAAN HIDUP1 Indeks kebahagiaan hidup merupakan indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kehidupan yang esensial. Kesepuluh aspek tersebut secara substansi dan bersama-sama merefleksikan tingkat kebahagiaan yang meliputi kepuasan terhadap: 1) kesehatan, 2) pendidikan, 3) pekerjaan, 4) pendapatan rumah tangga, 5) keharmonisan keluarga, 6) ketersediaan waktu luang, 7) hubungan sosial, 8) kondisi rumah dan aset, 9) keadaan lingkungan, dan 10) kondisi keamanan. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang semakin bahagia. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bahagia. Tiga aspek kehidupan yang memiliki kontribusi paling tinggi di Provinsi NTT adalah pendapatan rumah tangga (13,83%), pekerjaan (12,23%), serta kondisi rumah dan aset (11,57%). Pada tahun 2014, Indeks Kebahagiaan Hidup Provinsi NTT adalah sebesar 66,22 masih dibawah indeks Nasional yang sebesar 68,28 dan berada di peringkat ke-2 terbawah di atas Prov. Papua (60,97). Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga adalah paling tinggi (78,31). Sementara itu, tingkat kepuasan yang paling rendah terjadi pada aspek pendidikan (56,05). Memperhatikan hal tersebut, perbaikan fasilitas pendidikan menjadi salah satu hal yang penting untuk dilakukan di Provinsi NTT.
1
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN - BAB V
59
Grafik 5.1. Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan Kesehatan Pendidikan
Kondisi Keamanan 77,17
69,72
76,63 64,44
Keadaan Lingkungan 74,86
56,05 57,27
Kondisi Rumah dan Aset
65,01
74,29 75,18
Hubungan Sosial
Pekerjaan
58,28
74,37
67,08 64,51
58,22
70,41
63,09
Pendapatan Rumah Tangga
78,31
71,74 78,89
Ketersediaan Waktu Luang
Keharmonisan Keluarga
NTT Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2014
Dari 10 indikator, Provinsi NTT memiliki 2 indikator yang lebih baik dibanding rata-rata nasional, namun 8 indikator lainnya tercatat lebih rendah. Indikator yang berada di bawah nasional, yaitu kesehatan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, kondisi rumah dan aset, serta keadaan lingkungan. Kondisi kesehatan relatif rendah dikarenakan kurangnya tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang kurang memadai, rata-rata tingkat partisipasi sekolah di Provinsi NTT juga relatif lebih rendah dibandingkan nasional, terlebih lagi apabila dilihat dari segi kualitas pendidikan yang masih jauh lebih rendah dibanding nasional. Rendahnya jumlah lapangan pekerjaan formal membuat indeks pekerjaan relatif rendah. Rencana kawasan industri bolok, maupun kemudahan prosedur investasi mutlak diperlukan agar penyerapan tenaga kerja lebih optimal. Banyaknya pekerjaan non formal di sektor pertanian menyebabkan rendahnya pendapatan perkapita Provinsi NTT apabila dibandingkan Provinsi lainnya. Rendahnya pendapatan perkapita mmbuat kondisi rumah dan aset yang dimiliki menjadi kurang layak dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, kondisi keamanan relatif lebih baik dibandingkan nasional, dikarenakan oleh kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut rasa kekeluargaan yang kuat. Walaupun kondisi ekonomi relatif rendah, kondisi Keharmonisan keluarga masih relatif sama dengan nasional.
5.3. Perkembangan Kesejahteraan 5.3.1 Tingkat Kemiskinan Berdasarkan data terakhir yang dimiliki, pada bulan September 2014 jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT cenderung mengalami trend penurunan. Jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 991.880 jiwa atau 19,6% dari total penduduk di Provinsi NTT yang sekitar 5,03 juta jiwa. Dari kriteria asal penduduk, penduduk miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa, sementara penduduk miskin perkotaan hanya 105.700 jiwa. Apabila dibandingkan dengan rata-rata nasional yang sebesar 10,96% prosentase angka kemiskinan Provinsi NTT masih jauh lebih tinggi. Prosentase angka kemiskinan Provinsi NTT juga masih berada pada peringkat ke-3 terbawah nasional, dan hanya berada di atas Provinsi Papua Barat (26,26%) dan Provinsi Papua (27,80%). Terobosan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat di sektor pendidikan, serta upaya mengurangi hambatan-hambatan dalam kegiatan investasi guna membuka lapangan kerja baru merupakan beberapa solusi guna mengurangi angka kemiskinan di Provinsi NTT.
60
BAB V - KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN
Grafik 5.2. Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional 25
23,31
Grafik 5.3. Sepuluh Daerah dengan Jumlah Prosentase Kemiskinan tertinggi
23
26,26
%
23,03 21,23
21
20,48
20,88
20,41
20.24
20,03
19,82
19,60
19 17 15
14,15
13,33
13
12,49
12,36
11,96
11,66
11,36
11,46
11,25
14,21
14,55
Lampung
DI Yogyakarat
16,98
17,05
Aceh
Nusa Tenggara Barat
17,09
17,41
18,44
27,80
19,60
10,96
11 9 7 5 2009
2010 NTT
Mar 11 Sept 11 Mar 12 Sept 12 Mar 13 Sept 13 Mar 14 Sept 14 Nasional
Sumber: BPS, diolah
Bengkulu Gorontalo
Maluku
Nusa Tenggara Timur
Papua Barat
Papua
Sumber : BPS, diolah
5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sektor Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi NTT dengan porsi PDRB mencapai 30%. Salah satu ukuran kesejahteraan petani dapat terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang merepresentasikan tingkat kemampuan/ daya beli petani di Perdesaan. NTP di Provinsi NTT pada Tw-II 2015 tercatat sebesar 101,05 sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 101,21. Penurunan tercatat dari Indeks yang diterima (IT) petani yang tercatat sebesar 117,29 dibandingkan TW-I sebesar 117.32. Penurunan diperkirakan terjadi karena adanya penurunan harga jual di kelompok penangkapan ikan dan petani palawija. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 116,08 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 115,93. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) terutama berasal dari peningkatan biaya transportasi dan komunikasi untuk konsumsi rumah tangga, serta biaya transportasi dan penambahan barang modal untuk kegiatan produksi. Kondisi panen hasil pertanian yang terganggu permasalahan pupuk, hama dan cuaca, serta gagal panen di beberapa daerah akibat kekeringan dapat menjadi indikator menurunnya pendapatan petani di pedesaan. Grafik 5.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi NTT 104
160
103
150
102 101
140
100
130
99 98
120
97
110
96 95
I
II
III
IV
2012
I
II
III
IV
I
II
2013
NTP-axis kanan
III
2014
IT
IV
I
II
100
2015
IB
Sumber : BPS, diolah
5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum Perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi NTT pada bulan Februari 2015 tercatat sebesar 2,33 juta menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 2,336 juta jiwa. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga menunjukkan kenaikan sebesar 3,12% atau 75.110 jiwa dibandingkan Februari 2014 yang sebesar 1,97% (46.904 jiwa). Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti pergeseran musim panen dan musim tanam turut mendorong kurang maksimalnya penyerapan tenaga kerja pada bulan Februari 2015, kondisi ini ditambah dengan perlambatan penyerapan pekerja sektor perdagangan akibat lesunya omset seiring daya beli masyarakat yang menurun. Porsi sektor pekerjaan utama di Provinsi NTT sendiri adalah sektor pertanian (63%), sektor jasa kemasyarakatan (15%), dan sektor perdagangan (8,14%).
KKESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN - BAB V
61
Grafik 5.5. Perkembangan Angkatan Kerja
Pertanian
76,081
2,450,000
Grafik 5.6. Struktur Pekerjaan di NTT
80,000
75,110
2,400,000
70,000
59,655
2,350,000
28,480 1% 123,745 5%
58,439 60,000
49,848
2,300,000
Pertambangan
337,806 15%
Industri Listrik, Gas dan Air
50,000
2,250,000
46,904
40,000
2,200,000
30,000
2,150,000 2,100,000
20,000
2,050,000
10,000
2,000,000
Feb 2011
Feb 2012
Angkatan Kerja
Feb 2013
Kerja
Feb 2014
Konstruksi Perdagangan
68,864, 3%
Trans, Pergudangan dan Komunikasi
3,710, 0% 93,189, 8% 9,816, 1%
-
Feb 2010
1,475,142 63%
189,782 8%
Keuangan
Feb 2015
Jasa Kemasyarakatan
Penganggur
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
5.4.1 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Berdasarkan hasil survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT, diketahui bahwa pada Triwulan II-2015 penyerapan tenaga kerja IBS didominasi oleh sektor industri minuman dengan porsi 44,86%, sementara sektor furnitur dan makanan cenderung mengalami penurunan. Dari sisi produktivitas, terjadi kenaikan produktivitas sebesar 28,02% atau Rp10,37 juta pada Triwulan-II 2015 dibandingkan Triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 8,10 juta. Peningkatan tertinggi terutama berasal dari industri makanan yang mencapai Rp 15,29 juta/ tenaga kerja, sementara industri furnitur sebesar Rp 10,61 juta/tenaga kerja dan industri minuman sebesar Rp 7,29 juta/tenaga kerja. Angka produktivitas yang rendah dibandingkan porsi pegawai yang cukup tinggi pada industri minuman dapat menunjukkan masih rendahnya tingkat produktivitas pekerja di Provinsi NTT. Grafik 5.7. Porsi Penyerapan Pekerja IBS
Grafik 5.8. Produktivitas Pekerja IBS
% 50
46.61
50
44,86
44.13
45
25.05
25
40
40
35
30.87
31.2
35
25
12.42
20 I
II
III
IV
10.37 10 5
5
I
II
2013 Industri Makanan
8.10
8.76
10
22.19
8.63
11.52
15
26,66
25
15
10.87
10.25
20
25
20
16.95
30
28,48
30
15
30
45
III
IV
2014 Industri Minuman
I
0
II
I
II
Industri Makanan
Industri Furniture
Sumber : BPS, diolah
III
IV
I
2013
2015
II
III
IV
I 2015
2014 Industri Minuman
Industri Furnitur
II
0
Total
Sumber : BPS, diolah
5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Dari hasil SKDU TW-II 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi 0% dibandingkan TW I-2015 yang sebesar 18,93%. Angka ini menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT. Sektor yang mengalami perlambatan, diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta Pengangkutan dan Komunikasi.
Untuk Tw-III 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja akan
mengalami peningkatan terutama sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, pengangkutan dan komunikasi serta sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian pada triwulan-III 2015.
62
BAB V - KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN
Grafik 5.9. Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan 30
% SBT
25 20 15 10
indeks
5 0
I
-5
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
II
2013
-10
Indeks Ekspektasi Jumlah Kary.
*Perkiraan
III
IV
I
2014
II
III*
2015
Indeks Jumlah Kary.
-15 Sumber : SKDU Bank Indonesia
Tabel 5.1. Indeks Ketenagakerjaan NTT Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan Jasa-jasa TOTAL SELURUH SEKTOR
2012
2013
2014
I -1,01
II 0,48
III 0,06
IV 1,64
I 0,73
II 0,39
III 1,18
IV 0,00
0,07 0,53 0,84 3,52 0,55 4,49
0,53 2,98 1,59 0,55 0,25 6,37
0,12 0,53 3,33 1,04 2,14 0,00 -0,25 6,95
0,06 0,06 0,53 0,00 3,59 -0,43 0,97 0,59 -2,14 2,14 2,06 1,30 0,00 0,00 6,71 4,39
0,17 0,53 2,55 -0,08 0,00 2,06 -0,25 5,37
0,17 0,00 3,40 0,52 0,67 2,46 0,50 8,90
0,07 0,53 0,90 1,25 0,67 1,09 0,35 4,86
I II III 7,72 -11,75 0,00 -0,06 -0,67 0,53 0,53 -1,35 0,00 0,81 0,79 -1,82 0,59 2,25 1,09 0,00 0,00 8,08 (9,42)
-0,43 0,53 0,00 -1,72 3,68 0,55 0,15 2,76
IV 14,95
2015 I II 14.37 0.19
III* 2.36
0,00 -0.67 -0.12 -0.06 0.53 0.53 0.00 0,53 0.00 0.00 2.69 0,00 2.83 -2.09 1.08 2,47 2.42 0.00 2.42 3,01 0,55 -0.55 0.55 0.55 0.00 0.94 -0.55 0,15 - 8.54 21,66 18.93
KKESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN - BAB V
63
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH Dorongan realisasi anggaran belanja pemerintah dan peningkatan investasi diperkirakan menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulanIII 2015. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami percepatan seiring peningkatan realisasi belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan sektor konstruksi dan jasa pendidikan. Peningkatan investasi juga diperkirakan akan terjadi pada triwulan-III. Secara triwulanan, tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan mengalami perlambatan seiring berakhirnya musim liburan sekolah dan majunya perayaan hari raya idul fitri dibanding tahun sebelumnya.
6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami pertumbuhan positif dibandingkan triwulan sebelumnya. Terjadinya peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator ekonomi, serta hasil survei dan liasion yang menunjukkan optimisme masyarakat pada triwulan-III dan diperkirakan akan berada pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy) dibandingkan triwulan II-2015 yang hanya sebesar 5,03% (yoy). Namun, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara keseluruhan pada tahun 2015 diperkirakan mengalami perlambatan seiring menurunnya daya beli masyarakat dan diperkirakan berada pada rentang baru yaitu 5% – 5,4% (yoy). Faktor penahan pertumbuhan lainnya, diantaranya adalah El Nino yang diperkirakan menurunkan produksi pertanian walaupun tidak terlalu besar dikarenakan waktu puncak El Nino yang terjadi di luar masa tanam. Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur 5.60%
13.0%
5.40%
7,71% 6,48%
5.20%
5,91%
5.00%
4,24%
6,03% 5,48%
3,00%
7,50% 7,15% 6,62%
8.0%
4,91% 2,89%
3.0%
4.80%
-2.0%
4.60% -7.0%
4.40% 4.20%
5,13%
5,15%
4,64%
III
IV
I
5,03%
2014 PDRB (yoy)
5,43%
II
III*
-12.0%
2015
Administrasi Pemerintahan (yoy)
PDRB (qtq)
Jasa Pendidikan (yoy)
Perdagangan Besar & Eceran (qtq)
Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq) Konstruksi
Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah
Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan. Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan ekonomi terutama diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi. Namun, masih tingginya kebutuhan barang impor diperkirakan dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sementara, berdasarkan hasil SKDUBank Indonesia terlihat bahwa terjadi peningkatan optimisme para pelaku usaha terhadap kegiatan usaha pada Triwulan-III 2015.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI
67
6.1.1 Sisi Sektoral Di sisi sektoral, secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan akan mengalami perlambatan. Kinerja sektor pertanian diperkirakan melambat seiring telah usainya musim panen perdana padi pada triwulan-II 2015, kemarau panjang akibat pengaruh El Nino dan pengerjaan perbaikan saluran irigasi di beberapa daerah. Namun, sektor pertanian diperkirakan masih tetap tumbuh seiring panen pada beberapa komoditas seperti jambu mete, kopi dan kakao. Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Agustus
Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan September
Sumber : BMKG, Stakum Lasiana
Sumber : BMKG, Stakum Lasiana
Peningkatan produksi peternakan seiring kebutuhan ternak menjelang Hari Raya Idul Adha serta produksi perikanan yang meningkat sebagai dampak positif El Nino diperkirakan dapat menjadi pendorong subsektor perikanan untuk tetap tumbuh. Dari SKDU terlihat bahwa indeks ekspektasi kegiatan usaha sektor pertanian pada triwulan-III 2015 mengalami sedikit penurunan, namun secara keseluruhan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha masyarakat pada triwulan III-2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi harga jual, indeks harga jual sektor pertanian diperkirakan mengalami peningkatanseiring penurunan produksi pada triwulan-III. Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha 60
Indeks
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual 30
51,65
49,25
40
29,92
40
36,42
Indeks
44,25
40,75 31,05
30,07
20
27,11
30
5,20
-20 -40
9,02
10 0
II
2013 III
-18.48 IV
I
Total Pertambangan Listrik, Gas dan Air Bersih Perdagangan, Hotel dan Restoran
II
2014 III
IV
I
2015 II
Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi
-10
Jasa Jasa
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
2
4,15
0 0 II
III*
6 4
12,08
10
0
20,60
18,00
20
10,75
8 22,97
18,56
20
10 27,65
-10
III
IV
I
2013 Total Pertambangan Listrik, Gas dan Air Bersih Perdagangan, Hotel dan Restoran
II
III 2014
IV
I
-2
II 2015
Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi
-4 Jasa Jasa
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan akan mengalami kenaikan. Peningkatan sektor administrasi pemerintahan diperkirakan ditopang oleh pencairan gaji ke-13, pencairan dana desa, peningkatan realisasi dana bantuan hibah dari Pemerintah Daerah dan peningkatan realisasi belanja barang dan jasa seiring selesainya proses lelang pada triwulan-II 2015. Peningkatan anggaran pemerintah yang cukup besar hingga 13,7% (yoy) dibandingkan tahun 2014 diperkirakan mendorong realisasi belanja yang meningkat pada triwulan III.
68
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami peningkatan meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Peningkatan sektor perdagangan diperkirakan didorong oleh adanya momen libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan peningkatan belanja masyarakat paska gaji ke-13. Sektor konstruksi diperkirakan meningkat seiring peningkatan kegiatan proyek pemerintah dan swasta. Peningkatan sektor konstruksi, terutama berasal dari pembangunan proyek-proyek pemerintah yang sudah mulai berjalan. Beberapa proyek tersebut diantaranya pembangunan dan rehabilitasi jalan, perbaikan dan pembangunan jaringan sumber daya air, peningkatan fasilitas bandara dan pelabuhan, serta peningkatan fasilitas pendidikan tinggi dan kesehatan. Selain itu, percepatan proyek 1000 rumah dari Real Estate Indonesia (REI) DPD Provinsi NTT, pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan diperkirakan turut mendorong sektor konstruksi. Peningkatan sektor konstruksi juga terindikasi dari peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meningkatnya permintaan di triwulan-III 2015. Sektor Jasa Pendidikan diperkirakan meningkat seiring peningkatan anggaran pada Pendidikan Tinggi. Adanya peningkatan alokasi anggaran pendidikan hingga 119,47% (yoy) seiring adanya investasi pada Universitas Timor, Universitas Nusa Cendana, Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor jasa pendidikan.
6.1.2 Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring optimisme masyarakat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK). Peningkatan optimisme masyarakat diperkirakan terjadi akibat perayaan Hari Raya Idul Fitri dan masa liburan sekolah. Sementara, dorongan konsumsi pemerintah terhadap konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari adanya pencairan gaji ke-13 pegawai negeri sipil di bulan Juli, serta harapan masyarakat akan realisasi proyek-proyek pemerintah yang dapat meningkatkan lapangan pekerjaan (sebagai pekerja proyek) dan daya beli masyarakat secara umum. Grafik 6.5 Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 6.4 Indeks Tendensi Konsumen 115
160 150
110
153,33 149,50
149,00 149,21
147,17
149,20
150,38 146,46
108.2 107.1
107.5
113,28
106.4
105
145,23
105
103.7 102.7 101.5 100.5 100,3
95
143,89
143,24
100 95
93.5
90
135 135,19
130 125
90
85
85
80
80 III
120
III
IV 2014
Indeks Ekspetasi Konsumen (IEK) Kondisi Ekonomi Indonesia 6 Bulan y.a.d.
Sumber : BPS, diolah
I
II
III*
115 110
106.2
100
145 140
113,4 110.1
156,17
155,42
155
IV
2012
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III*
2015
2015 Ekspetasi Penghasilan 6 Bulan y.a.d. ITK
Rencana Pembelian Barang Tahan Lama
Proyeksi Pendapatan RT
Sumber : Survei Konsumen – Bank Indonesia
Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan dapat terlihat dari jumlah RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada bulan Juni 2015 sebesar Rp 14,6 triliun atau tumbuh sebesar 166% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan arus dana masuk tersebut mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi ke Provinsi NTT, baik dari investasi pemerintah maupun swasta.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI
69
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan III 2015 diperkirakan kembali meningkat. Peningkatan pengiriman ternak seiring kenaikan kebutuhan Hari Raya Idul Adhadi Pulau Jawa, serta pengiriman hasil komoditas ke Jawa Timur, seperti Jambu Mete, kopi, kakao dan ikan tangkap diperkirakan menjadi pendorong peningkatan kinerja ekspor. Namun demikian, ekspor antar daerah diperkirakan, masih negatif seiring ketergantungan barang untuk kebutuhan konsumsi dan investasi yang masih tinggi dari daerah lain.
6.2 Inflasi Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami peningkatan. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan-III 2015 diperkirakan berada pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy). Adapun tingginya inflasi tersebut disebabkan oleh komoditas angkutan udara dan beras seiring persepsi negatif akan dampak El Nino dan tingginya kenaikan harga beras di tingkat produsen karena tingginya penyerapan beras bulog. Potensi impor secara terbatas oleh Bulog diharapkan dapat menjadi alternatif solusi untuk menekan kenaikan harga di tingkat produsen.Secara triwulanan , inflasi diperkirakan mengalami perlambatan, namun masih lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami deflasi. Hingga akhir tahun 2015 diperkirakan inflasi masih berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) seiring hilangnya pengaruh base effect di akhir tahun. Apabila dilihat dari perkembangan inflasi bulanan, inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Juli 2015 seiring momen libur idul fitri dan liburan sekolah, namun cenderung turun pada bulan Agustus dan September. Secara triwulanan, komoditas volatile food diperkirakan mengalami perlambatan pada triwulan III. Harga komoditas padi-padian serta daging dan hasil-hasilnya diperkirakan mengalami kenaikan. Namun demikian, komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan segar diperkirakan mengalami penurunan seiring kondisi cuaca yang membaik. Inflasi administered prices diperkirakan akan mengalami penurunan seiring berakhirnya masa libur idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli. Normalnya permintaan tiket angkutan udara paska libur idul fitri dan liburan sekolah diperkirakan akan menurunkan angka inflasi pada akhir triwulan- III 2015. Stabilnya harga BBM seiring pengkajian harga yang sedang dilakukan Pemerintah hingga bulan November diperkirakan dapat mengurangi inflasi dari kelompok administered prices. Komoditas core inflation diperkirakan mengalami penurunan seiring penurunan permintaan dan musim ajaran baru yang sudah berjalan. Inflasi pada komoditas core terutama berasal dari peningkatan permintaan sandang dan makanan jadi seiring perayaan idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli, masuknya musim ajaran baru juga turut mendorong inflasi dari komoditas pendidikan. Namun, tekanan inflasi diperkirakan mengalami menurun pada bulan Agustus dan September seiring normalnya permintaan dan biaya sekolah/pendidikan. Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan menurun. Indeks Perkembangan harga 3 Bulan yang akan datang menunjukkan adanya penurunan indek dari 188,5 menjadi 178,6. Penurunan tersebut menunjukkan adanya ekspektasi konsumen bahwa harga pada triwulan III akan mengalami penurunan.
70
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
9%
8,29%
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen 200
8,41%
8%
144,0 194,5
8,10%
195
7,76%
7,78%
7%
6,01%
6%
142,0 188,5 186,0
189,0
185 180
5,39%
142,3
192,5
190 6,92%
197,5
191,0
139,1
182,0
184,5
138,2
181,0
139,9 182,5
138,0 178,6
136,0
175 135,9
170
5%
134,0
165
4%
IV 2013
Sumber : BPS dan Proyeksi BI
I
III
IV
I
2014
3% III
132,0 II
4,13%
Inflasi NTT (%-yoy) II
III 2014
IV
I
II 2015
III*
140,0
Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang Ekspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang
II
III*
2015 Indeks Ekspektasi Konsu,men (IEK)
Sumber : SK Bank Indonesia-diolah
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI
71
BOKS 5 LANJUTAN KAJIAN PEMBANGUNAN PROYEK KELISTRIKAN DI NUSA TENGGARA TIMUR Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik sebesar 35.000 MW yang diresmikan pemerintah pada Mei 2015 menjadi proyek yang strategis ditengah pemadaman listrik yang masih terjadi di wilayah Indonesia khususnya wilayah Timur Indonesia. Berdasarkan data dari PT PLN (Persero), saat ini kapasitas terpasang nasional sebesar 50.000 MW yang dibangun PLN beserta swasta sejak PLN berdiri. Dengan proyeksi pertumbuhan 6-7%, dalam lima tahun kedepan dibutuhkan tambahan kapasitas 35.000 MW atau 7.000 MW per tahun. Pembangunan pembangkit tersebut direncanakan akan dibangun oleh pengembang listrik swasta dan PT PLN (Persero). Berdasarkan sebaran pembangkit dan jaringan transmisi pada proyek 35.000 MW, perencanaan pembangunan pembangkit dan transmisi di Provinsi NTT akan dilakukan oleh PT PLN (Persero). Sementara itu, progres pembangunan pembangkit saat ini (operasi dan on going) memiliki kapasitas total sebesar 408 MW dengan rencana panjang transmisi SUTT 70KV sepanjang 1234 kms serta rencana kebutuhan beban kapasitas Gardu Induk (GI) sebesar 640 MVA. Proyek yang proses pelelangan pengadaannya akan dibuka tahun ini di NTT adalah PLTU Timor 1 (2x25 MW), PLTP Mataloko (20 MW), dan PLTP Ulumbu 5 (5 MW). Sistem transmisi yang digunakan di seluruh wilayah NTT masih menggunakan sistem isolated atau tertutup. Artinya adalah belum adanya interkoneksi atau terhubungnya sistem satu dengan sistem yang lain. Dengan sistem tertutup tersebut, jika terjadi pemadaman atau kekurangan pasokan di salah satu sistem, maka pengalokasian pasokan beban masih belum dapat dilakukan. Dengan adanya permasalahan tersebut, PT PLN (Persero) sedang dan telah membangun jaringan interkoneksi berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menghubungkan sistem-sistem yang ada di semua pulau di Provinsi NTT. Sementara itu, di pulau Sumba telah diresmikan program Sumba Iconic Island sejak 2012. Program Sumba Iconic Island (SII) merupakan suatu program yang diinisiasi untuk pengembangan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonik Energi Terbarukan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses energi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan serta ketersediaan energi yang berasal dari energi baru terbarukan sebesar 100%. Gambar Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba
Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur
72
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
Inisiatif tentang Pulau Ikonik Energi Terbarukan sudah dimulai sejak 2010 oleh Kementerian ESDM, bersama-sama dengan Bappenas dan Hivos, sebuah lembaga non-Pemerintah internasional. Pada November 2012, ADB turut bergabung untuk mempercepat realisasi inisiatif ini. Pada 2013, Kedutaan Norwegia untuk Indonesia pun telah turut mengambil peran dalam mendukung pelaksanaan inisiatif Sumba Iconic Island (SII).Saat ini, implementasi pengembangan EBT di Pulau Sumba dalam kerangka Program SII telah mencapai kapasitas terpasang pembangkit berbasis EBT sebesar 5,87 MW yang terdiri dari instalasi pembangkit listrik tenaga (PLT) mikrohidro, PLT Surya, solar water pumping, PLT Bayu, biomassa, biogas, tungku hemat energi dan jaringan distribusi. Sampai dengan 2014, Ditjen EBTKE juga melakukan dukungan terhadap Program SII dengan melakukan pembangunan infrastruktur EBT, yaitu: 1 unit PLT mikrohidro dengan kapasitas 32 KW; 6 unit PLTS terpusat; 464 unit PLTS tersebar; 5 unit PLTB; 1 unit PLT biomassa kapasitas 30 KW; 220 unit digester biogas; 2.200 unit tungku hemat energi yang diserahkan kepada masyarakat. Kementerian ESDM pada tahun anggaran 2015 akan melakukan pembangunan infrastruktur EBT di Pulau Sumba dari dana APBN dengan total anggaran sebesar Rp. 114.986.500.000,- untuk mempercepat implementasi Program Sumba Iconic Island, diantaranya: 1. Pembangunan PLT Biomasa kapasitas 1 MW yang berlokasi di Sumba Barat; 2. Program Pengembanganan Hutan Energi 1 juta pohon kaliandra, lahan yang disediakan sekitar 100 Ha di Sumba Barat; 3. Revitalisasi digester biogas 85 unit di Sumba Barat Daya; 4. Implementasi mobil listrik di Sumba Timur; 5. PLTMH kapasitas 23 KW di Sumba Timur; 6. PLT bayu di Sumba Barat; dan 7. Penerangan Jalan Umum (PJU) cerdas di Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah Gambar Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores
Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI
73
Pemerintah juga terus berupaya mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan khususnya di pulau Flores yang memiliki potensi energi terbarukan berupa panas bumi, tenaga air, serta energi surya. Sistem kelistrikan di pulau Flores saat ini dipasok dari beberapa pembangkit telah beroperasi antara lain : PLTD Labuan Bajo, PLTD Ruteng, PLTD Bajawa, PLTP Ulumbu, PLTP Mataloko. Jaringan transmisi SUTT yang akan beroperasi menghubungkan GI Ende–GI Ropa–GI Maumere, sementara itu interkoneksi SUTT 70 KV sepanjang pulau Flores sudah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero). Dalam proyek 35000MW pembangkit, beberapa rencana pembangunan pembangkit di pulau Flores adalah PLTA Wairacang 10MW (2017), PLTP Oka-Larantuka 4x2,5MW (2020), PLTP Aledei-Lembata 2x 2,5MW (2021), PLTU Maumere 2x10MW (2016), serta PLTP Mataloko 2x2,5MW (2018). Berdasarkan FGD, diskusi, dan pengumpulan data/informasi sekunder (ankedotal) yg dilakukan oleh Bank Indonesia, beberapa hambatan dan kendala dalam pembangunan kelistrikan dapat diidentifikasi, antara lain: 1. Permasalahan pembebasan tanah yang masih sering terkendala harga dan status tanah adat sehingga membutuhkan kooordinasi dan peran serta pemerintah, khususnya pemerintah daerah sebagai pihak yang mampu menjadi mediator maupun negosiator. 2. Proses perizinan khususnya AMDAL yang memerlukan waktu lama, akibat panjangnya birokrasi dalam pengeluaran izin. Saat ini masih ada 23 tower khususnya di pulau Timor yang masih belum terkoneksi karena masuk dalam wilayah hutan lindung. 3. Adanya penolakan warga terkait izin menarik kabel Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) di wilayah pulau Timor yang menghubungkan 3 gawang transmisi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan dalam rangka mencapai target rasio elektrifikasi, beberapa hal yang telah dan akan dilakukan antara lain : 1. Program PLTS SEHEN (Super Ekstra Hemat Energi) yang sesuai dengan karakter NTT dengan melimpahnya sinar matahari sebagai program unggulan oleh PT PLN (Persero) 2. Kolaborasi yang lebih kuat antara pihak yang terkait dalam proses perizinan, penjajakan MoU antar Kementerian seperti Kementerian Kehutanan, Kemenhub dan Pemda. 3. Mendukung program Sumba Iconic Island, yaitu program pengembangan listrik berbasis energi terbarukan seperti mikrohidro, surya, bayu dan biogas di Pulau Sumba.
74
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH