Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA 1
Novekawati , Muhammad Akib, Heryandi
2
1
Mahasiswa Program Magister Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Lampung 2 Dosen Program Magister Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Lampung
Absract: Local regulation Number 08 of 2001 on spatial Planning North Lampung Regency, should be one main in licensing the implementation of development, however in fact local government of North Lampung Regency permits industrial establishment in forbidden industrial areas, Consequently, it must be investigated about “Spatial Planning Policy in Relation to Evironmental Protection and Management in North Lampung Regency” The problems of research are how spatial planning law in environmental protection and management is.According to the problem above, problems approach which is used are normative juridical and empirical. The types of data which are used are primary data and secondary data. Primary data was gotten by conversation results and secondary data was gotten by literature study, and was analyzed by qualitative.The result of research concludes, that special planning policy in north Lampung Regency does not follow legal regulation, it was proved by industrial license granted tapioca factories in Kali cinta Village, which is according to local regulation is not industrial areas. Instrument of spatial planning law which is used are instrument of spatial planning law, space usage, space of usage control. Instrument of spatial planning should be guidance in implementation of spatial planning. Instrument of spatial planning law north Lampung regency is achieved in spatial planning north Lampung regency area. Instrument of spatial usage law in north Lampung regency consists of structure planning spatial usage and design of spatial usage. Instrument of space usage control law in north Lampung regency was done through supervision and enforcement in space usage and licensing. Keywords : environmental, policy, spatial
PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang termasuk negara sedang berkembang. Untuk itu pembangunan disegala sektor dilaksanakan. Pembangunan tidak semuanya selalu berdampak positif, baik bagi lingkungan maupun bagi kehidupan masyarakat, karena pembangunan dalam skala besar akan berdampak luas terhadap kehidupan manusia dan alam lingkungannya. Oleh karena itu dalam melaksanakan pembangunan perlu suatu pengaturan tentang bagaimana melaksanakan pembangunan atau pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam baik di daratan, lautan, maupun di udara secara terkoordinasi dan terpadu dengan di dukung
oleh sumber daya manusia dan sumber daya alam serta pola pembangunan yang berkelanjutan (sustinable development).1 Pada dasarnya pembangunan bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, dan ini merupakan citacita negara yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) alenia ke-4. Salah satu cita-cita tersebut adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.2 Era tahun tujuh puluhan diketahui 1
Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 51. 2 Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945, Yarsif Watampone, Jakarta, 2003, hlm. 2.
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 bahwa pembangunan dilaksanakan dengan tidak mempertimbangkan secara rinci mengenai kondisi ruang yang akan di bangun dan dampaknya terhadap lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan adanya perhatian dunia terhadap masalah lingkungan hidup dimulai di kalangan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa pada waktu peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970)” guna merumuskan strategi “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 (19701980)”.3Konferensi tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nation Conference on the Human Environment) diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972, diikuti oleh 113 negara, termasuk Indonesia.4 Konfrensi Stockholm merupakan titik awal negara-negara menyelaraskan antara pembangunan dengan lingkungan. Indonesia sebagai peserta konfrensi juga berkewajiban merumuskan dan menyelaraskan peraturan perundang-undangannya terhadap hasil-hasil konfrensi Stockholm. Oleh sebab itu pada tahun 1982 Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup (UULH-1982) yang rancangannya dimulai pada tahun 1976.5 Kemudian UULH-1982 diubah menjadi UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH1997), karena undang-undang tersebut dirasakan belum sepenuhnya dapat menampung tuntutan perkembangan pembangunan, maka UUPLH-1997 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang mengatur tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH-2009). 3
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkunan, Edisi ketujuh, cetakan ketujuh belas, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta, 2002, hlm.6. 4 ibid, hlm. 8. 5 ibid. hlm. 60.
Pengaturan tentang lingkungan tidak cukup diatur dalam undang-undang lingkungan hidup saja, tetapi juga terkait dengan pengaturan penataan ruang, mengingat ruang merupakan bagian penting dari lingkungan hidup, maka perlindungan dan pengelolaan lingkungan keberhasilannya juga ditentukan oleh pelaksanaan penataan ruang, oleh karenanya ditetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 yang mengatur tentang Penataan Ruang (UUPR-1992). Seiring dengan perkembangan zaman di mana undang-undang penataan ruang yang ada dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga undang-undang tersebut diubah dengan undang-undang penataan ruang yang baru yaitu UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR-2007). Adanya perubahan undang-undang penataan ruang, diharapkan pembangunan yang dilaksanakan dapat lebih berkualitas dan dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalisir. Diperlukannya undang-undang penataan ruang yang baik dan sesuai dengan perkembangan karena, dampak dari pembangunan akan mengakibatkan perubahan besar baik terhadap struktur ekonomi, sosial, fisik, wilayah, pola konsumsi, sumber alam dan lingkungan hidup, tekhnologi, maupun perubahan terhadap sistem nilai dan kebudayaan. Di sisi lain, perubahan besar itu sendiri membawa pengaruh yang tidak diharapkan dan tidak direncanakan, terutama dalam bentuk dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Sesungguhnya, terjadinya kerusakan lingkungan lebih banyak disebabkan oleh, sikap penghilafan pembangunan yang kurang menyadari pentingnya segi lingkungan hidup. Pembangunan yang dilakukan pada saat ini, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun dampak negatif dari pembangunan sering terjadi pada lingkungan akibat penataan ruang yang kurang baik dan tidak 2
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 diharmonisasikan dengan lingkungan. Akibatnya menimbulkan masalah-masalah baru yang justru dapat memperburuk kehidupan masyarakat. Karena saat ini kebijakan penataan ruang telah menjadi kewenangan pemerintah daerah masing-masing, maka usaha meminimalisasi dampak negatif akibat pembangunan perlu dilakukan dengan pengaturan penataan ruang yang baik, karena penataan ruang akan menjadi penentu kualitas lingkungan. Permasalahan lingkungan tidak hanya menjadi permasalahan yang berskala daerah ataupun yang berskala nasional, tetapi juga permasalahann dunia, karena permasalahan lingkungan di suatu negara akan berakibat pada negara lain, oleh sebab itu pengaturan lingkungan dan penataan ruang tidak lagi hanya di sekat-sekat hanya pada batas-batas negara tertentu saja, contoh kebakaran di Indonesia (Riau, Kalimantan) berdampak kepada Singapura dan Malaysia. Berdasarkan uraian terdahulu, setiap negara dan setiap daerah dalam melaksanakan pembangunan harus memperhatikan asas-asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan serta asas-asas penataan ruang, baik yang diatur dalam ketentuan nasional maupun internasional, tidak terkecuali di Kabupaten Lampung Utara. Kabupaten Lampung Utara adalah salah satu wilayah kabupaten di Provinsi Lampung, dibentuk berdasarkan UndangUndang Nomor 4 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Sumatra Selatan, juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 dan telah mengalami pemekaran tiga kali, yakni pada tahun 1991, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1991 tentang pembentukan Kabupaten Lampung Barat, Tahun 1997 berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang pembentukan Kabupaten Tulang Bawang, dan tahun 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang pembentukan
Kabupaten Way Kanan. Presentase wilayah Kabupaten Lampung Utara terhadap wilayah Provinsi Lampung semula 54,7% turun hingga menjadi 7,72%, dengan jumlah kecamatan 23 kecamatan.6 Dengan berkurangnya luas wilayah dari Kabupaten Lampung Utara, tidak berarti penataan ruang di Kabupaten Lampung Utara menjadi lebih mudah, karena pada kenyataannya di daerah Lampung Utara, khusunya wilayah kota ada beberapa hasil pembangunan yang kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal, dan pada akhirnya beralih fungsi. Pembangunan yang dimaksud adalah Taman Santap (TS), yang terletak di jalan Jendral Sudirman, Kecamatan Kotabumi tidak berfungsi sesuai dengan tujuan awal pembangunannya, Pasar Sentral yang berada di jalan Soekarno Hatta, Kecamatan Kotabumi Selatan tidak dapat atau kurang dimanfaatkan secara maksimal, terminal induk yang juga berada di jalan Soekarno Hatta, Kecamatan Kotabumi Selatan, karena tidak di fungsikan oleh masyarakat secara baik sehingga akhirnya di bongkar dan dibangun Islamic Center. Pembangunan pabrik tapioka yang berada di Kecamatan Kotabumi Utara menimbulkan konflik karena lokasi pendirian pembangunan pabrik tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lampung Utara Nomor 08 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Utara, Berdasarkan Pasal 28 Perda No. 08. Tahun 2001 tersebut, kawasan perindustrian terletak di Wilayah Kecamatan Abung Selatan, Abung Timur, Sungkai Utara, Bunga Mayang, Sungkai Selatan, dan Muara Sungkai. Tahun 2008 dikeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara Nomor 12 Tahun 2008 tentang 6
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), oleh BAPEDA Kabupaten Lampung Utara 2007-2027, hlm.36.
3
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 Perubahan atas Perda Kabupaten Lampung Utara Nomor 08 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Utara. Pasal 1 ayat (1) Perda No. 12. Tahun 2008, menentukan bahwa keentuan Pasal 28, Perda No 08 Tahun 2001 diubah, sehingga kawasan perindustrian terletak di wilayah Kecamatan Abung Selatan, Blambangan Pagar, Abung Timur, Sungkai Utara, Hulu Sungkai, Sungkai Tengah, Bunga Mayang, Sungkai Selatan, Sungkai Jaya, Sungkai Barat, Muara Sungkai dan Kotabumi Utara. Dalam Pasal 32 ayat (2) Rancangan Perda Kabupaten Lampung Utara Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Lampung Utara 2012-2032, disebutkan bahwa kawasan industri besar terdiri dari Kecamatan Kotabumi Utara, Kecamatan Abung Selatan, Kecamatan Bunga Mayang, Kecamatan Sungkai Utara, dan Kecamatan Sungkai Selatan. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang akan membawa dampak negatif terhadap lingkungan hidup, seperti terjadinya pencemaran lingkungan hidup atau polusi udara. Adanya pembangunan yang tidak sesuai dengan Perda Tata Ruang Kabupaten Lampung Utara sebagaimana yang diuraikan di atas, dengan telah ditetapkan peraturan perundang-undangan yang terbaru, yang mengatur tentang Penataan Ruang, yaitu UUPR-2007, diharapkan penataan ruang Wilayah Nasional, Wilayah Provinsi, dan Wilayah Kabupaten dapat diselenggarakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah masing-masing, yang telah mempertimbangkan kondisi fisik dan potensi masing-masing wilayah serta juga mempertimbangkan aspirasi masyarakat sehingga pelaksanaan pembangunan yang akan di lakukan dapat menghasilkan pembangunan yang berkualitas dan keberkelanjutan ekologi dapat terwujud. Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka perlu diteliti tentang “Kebijakan Penataan Ruang Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Lampung Utara”. METODE PENELITIAN Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. a. Pendekatan normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian. b. Pendekatan empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas atau studi kasus.7 Berdasarkan pengertian di atas, maka pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis teori-teori yang berkaitan dengan pengaturan penataan ruang serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan peraturan perundang-undangan yang relevan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada, sedangkan pendekatan yuridis empiris yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah studi lapangan dengan mengkaji penerapan hukum pada kenyataan yang sebenarnya dalam pengaturan penataan ruang terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Lampung Utara. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Utara Gambaran umum Kabupaten Lampung Utara, sebagaimana yang terdapat dalam Lampung Utara Dalam Angka 7
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 7.
4
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 (LUDA) 2012 – 2013 adalah sebagai berikut: 1. Administrasi Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 4 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupatenkabupaten dalam Lingkungan Sumatra Selatan, juncto Undang-Undang No 28 Tahun 1959. Dari saat pembentukan pertama kali hingga saat ini Kabupaten Lampung Utara telah mengalami perubahan atau pemekaran wilayah sebagai berikut : a. Undang-Undang No. 6 Tahun 1991, Kabupaten Lampung Utara dimekarkan menjadi Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Barat. b. Undang-Undang No. 2 Tahun 1997, Kabupaten Lampung Utara dimekarkan menjadi Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Tulang Bawang. c. Undang-Undang No. 12 Tahun 1999, Kabupaten Lampung Utara dimekarkan menjadi Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten way Kanan. Dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pembentukan 7 (tujuh) Kecamatan, terjadi pemekaran wilayah administratif kecamatan-kecamatan di Kabupaten Lampung Utara. Semula Kabupaten Lampung Utara terdiri atas 16 (enam belas) kecamatan menjadi 23 kecamatan meliputi 247 (dua ratus empat puluh tujuh) desa/kelurahan, yang dirinci 232 desa dan 15 keluruhan. Dari 247 desa/ kelurahan 136 desa masih tergolong desa tertinggal. 2.
Kondisi Fisik Wilayah Secara geografis letak Kabupaten Lampung Utara membentang
pada104030‟ BT – 105008‟ BT dan 40 34‟ LS – 1050 08‟ LS, dengan luas wilayah 2. 725,63 Km2 yang dibatasi oleh wilayah Kabupaten Way Kanan di sebelah Utara, Kabupaten Lampung Tengan di sebelah Selatan, Kabupaten Tulang Bawang di sebelah Timur dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat. Kabupaten Lampung Utara merupakan daerah yang berada dalam jalur perlintasan Sumatera dengan keberadaan jalur Lintas Tengah Sumatera di wilayah ini. Kondisi perlintasan ini menjadikan kedudukan Kabupaten Lampung Utara cukup strategis. Secara umum kondisi topografi Kabupaten Lampung Utara terdiri dari 3 (tiga) unit topografi yaitu: daerah berbukit sampai bergunung yang berada di wilayah barat Kabupaten Lampung Utara dengan ketinggian bervariasi dari 100 – 1.500 meter dari permukaan laut. Topografi dataran landai berada di wilayah timur Kabupaten Lampung Utara. Topografi Daerah Aliran Sungai (DAS) berada di wilayah tengah dan timur Kabupaten Lampung Utara. Iklim tropis humid dengan angin laut lembah bertiup dari Samudra Indonesia menurut dua musim, yakni bulan November hingga Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut, sedangkan April hingga Oktober angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Kondisi morfologi alam di Kabupaten Lampung Utara berpengaruh terhadap iklim dan curah hujan. Hal ini menyebabkan suhu dan kelembaban udara yang sangat rendah dan curah hujan yang terjadi di Kabupaten Lampung Utara tidak merata sepanjang tahun. Wilayah Lampung Utara dilalui oleh beberapa aliran sungai diantaranya adalah Way Rarem yang telah dimanfaatkan sebagai sumber air 5
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 baku untuk irigasi hingga Tulang Bawang. Penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Utara, berdasarkan data BPS 2006 dikategorikan ke dalam penggunaan sawah dan lahan kering. Dengan kategori ini penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Utara didominasi oleh penggunaan lahan kering seluas 260.005 ha atau 95,39% dari total luas wilayah kabupaten. Sedangkan penggunaan lahan sawah sebesar 12.558 Ha atau 4,61% luas wilayah kabupaten. 3.
4.
Kondisi Sosial Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2012 sebesar 596.375 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 304.386 jiwa dan perempuan sebesar 291.989 jiwa. Dengan luas wilayah 2. 725,63 Km2 kepadatan penduduk Lampung Utara mencapai 219 jiwa per Km2. Tingkat kepadatan penduduk dari tahun ke tahun memperlihatkan bahwa Kotabumi sebagai ibukota kabupaten menduduki tingkat kepadatan tertinggi, disusul Kotabumi Selatan, Abung Timur, Abung Barat, Abung Selatan, dan Bukit Kemuning yang tingkat kepadatannya hampir sepertiga dari Kotabumi. Kecamatan lainnya tingkat kepadatannya berkisar antara 100 – 300 jiwa/km2. Kecamatan yang paling rendah tingkat kepadatannya adalah Abung Pekurun, Tanjung raja dan Blambangan Pagar, dimana kepadatannya masih di bawah 100 jiwa/km2. Perkembangan Umum Kebijakan Tata Ruang Kebijakan Kabupaten Lampung Utara di bidang tata ruang, berdasarkan keterangan dari D. Adrian. N. Kasubbid Pengembangan Wilayah di BAPPEDA Kabupaten Lampung Utara, bahwa kebijakan di
bidang penataan ruang yang ada di Kabupaten Lampung Utara ada setelah terjadi pemekaran wilayah. Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Utara adalah kebijakan pertama di bidang penataan ruang. Pada tahun 2008 ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten lampung Utara Nomor 08 Tahun 2001. Perda Nomor. 12 Tahun. 2008 mengubah Pasal 28 Perda Nomor 08 Tahun 2001 yang mengatur kawasan industri. Terjadinya perubahan undangundang penataan ruang, yang semula Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 digantikan denga UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka pemerintah kabupaten Lampung Utara telah melakukan revisi terhadap Perda Nomor. 08 Tahun. 2001 dengan peraturan daerah tata ruang tahun 2011, namun peraturan tersebut belum dapat diberlakukan karena masih menunggu persetujuan dari provinsi. Di tahun 2014 pemerintah Kabupaten Lampung Utara juga telah melakukan penetapan zonasi yang saat ini masih dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Utara.
B.
Kebijakan Penataan Ruang Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Lampung Utara
Kebijakan umum dalam lingkup wilayah daerah, adalah kebijakan pemerintah daerah sebagai pelaksanaan azas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan rumah tangga daerah. Yang
6
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 berwenang menetapkan kebijakan umum di daerah kabupaten adalah Bupati dan DPRD Kabupaten. Kebijakan umum pada tingkat daerah dapat berbentuk Perda Kabupaten. Salah satu Perda Kabupaten adalah kebijakan tentang penataan ruang, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUPR- 2007, bahwa rencana rinci tata ruang ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten. Berkenaan dengan Pasal 27 ayat (1) UUPR-2007 tersebut, maka Kabupaten Lampung Utara mengambil suatu kebijakan dalam pengaturan penataan ruang dengan menerbitkan Perda Nomor 08 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Utara. Berdasarkan hasil wawancara dengan D. Adrian. N. Kasubbid Pengembangan Wilayah di BAPPEDA Kabupaten Lampung Utara, bahwa kebijakan penataan ruang di Kabupaten Lampung Utara yang diwujudkan dalam bentuk Peraturan Daerah didasarkan dengan menimbang bahwa, untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Lampung Utara maka perlu dilakukan penataan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang yang dapat memberikan landasan pembangunan bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Utara, dan dalam rangka pendayagunaan tata ruang kabupaten, maka penyelenggaraan penataan ruang dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi. Ruang lingkup Perda tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten (PRWK) Lampung Utara mencakup strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Lampung Utara sampai dengan batas ruang daratan, dan belum mengatur strategi dan struktur ruang perairan dan ruang udara, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 2 Perda Nomor 08 Tahun 2001. PRWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi : a. Tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan melalui strategi
b. c. d.
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas; Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah; Penataan Ruang Wilayah Kabupaten; Pedoman Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah (Pasal 3, Perda Nomor 08 Tahun 2001).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa model kebijakan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara adalah model rasialisme, yang mana model rasialisme adalah model kebijakan yang mempunyai maksud untuk mencapai tujuan secara efisien, tetapi jika dilihat dari implementasinya bahwa kebijakan yang digunakan adalah model elit, yaitu pembentukan public policy hanya berada pada sebagian orang-orang tertentu yang sedang berkuasa. Kesimpulan tersebut diambil atas dasar, bahwasannya pemerintah daerah Kabupaten Lampung Utara telah menetapkan Perda Nomor 08 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang, namun implementasi pemanfaatan ruang dari Perda Tata Ruang tersebut belum sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan, khususnya Pasal 28 yang mengatur tentang kawasan industri. Kebijakan penataan ruang Kabupaten Lampung Utara yang terwujud dalam Perda Nomor. 08 Tahun 2001, di antaranya memuat: a)
Asas , Tujuan, dan Strategi Pasal 4 Perda Nomor 08 Tahun 2001, PRWK didasarkan asas: 1. Manfaat, yaitu pemanfaatan ruang sesuai dengan potensi yang terdapat di dalamnya sehingga berdayaguna dan berhasil guna; 2. Kelestarian, yaitu kewajiban mengingat dan menjaga sifat lingkungan alam dan budi daya, warisan alam dan budaya serta manfaat sosial, dalam semua
7
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19
3.
4.
5.
„tindakan dan kegiatan yang dilakukan; Keterpaduan, yaitu pengaturan atas semua penggunaan ruang dan sumberdaya yang ada, agar tercapai kelestarian, keseimbangan dan keterkaitan yang saling menguntungkan antara berbagai bentuk penggunaan, serta mengurangi benturan kepentingan yang saling merugikan antar penggunaan ruang dan sumberdaya yang berbeda; Berkelanjutan, yaitu pemanfaatan sumberdaya agar kehidupan dan penghidupan dapat tetap berlangsung dalam kualitas yang lebih baik; Keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum, yaitu keterbukaan penataan ruang wilayah untuk umum dengan mewajibkan setiap orang berperan serta dalam pemeliharaan kualitas ruang dan mentaati, serta memperoleh manfaat dari penataan ruang wilayah.
Berdasarkan uraian di atas mengenai asas penataan ruang Kabupaten Lampung Utara, yang terdiri dari asas manfaat, kelestarian, keterpaduan, berkelanjutan dan keterbukaan, maka menurut pendadapat peneliti, bahwa kebijakan penataan ruang Kabupaten Lampung Utara menunjukan adanya perhatian terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kesimpulan ini diambil dengan melihat implikasi dari asas-asas penataan ruang, bahwa dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, maka yang dijadikan landasan pembangunan di Kabupaten Lampung Utara adalah Perda sebagaimana dimaksud di atas dengan memperhatikan potensi ruang, kelestarian lingkungan, keterpaduan semua pengguna ruang untuk
menghindari benturan kepentingan yang saling merugikan antar pengguna ruang, serta pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan dapat tetap berlangsung dalam kualitas ruang yang lebih baik dan adanya keterbukaan, persamaan, keadilan, perlindungan hukum dalam memperoleh manfaat dari penataan ruang wilayah. Pasal 5 Perda Nomor. 08 Tahun. 2001, PRWK bertujuan untuk: 1. Terlaksananya perencanaan penataan secara terpadu dan menyeluruh; 2. Terwujudnya tertib penataan ruang; 3. Terselenggaranya pengendalian pemanfaatan ruang. Dari tujuan penataan ruang tersebut, menunjukan bahwa Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Utara yang mempunyai tujuan terlaksananya penataan ruang secara terpadu dan menyeluruh demi terwujudnya tertib penataan ruang dan terselenggaranya pengendalian pemanfaatan ruang ini membuktikan kalau secara teoritis kebijakan penataan ruang Kabupaten Lampung Utara dibentuk untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, karena dengan adanya RTRW Kabupaten Lampung Utara pembangunan dapat terselenggara secara terpadu dan menyeluruh, serta pengendalian pemanfaatan ruang dengan mudah dapat terkontrol. Pasal 6 Perda Nomor 08 Tahun. 2001: 1. Untuk mewujudkan tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ditetapkan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah. 2. Strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 8
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 a. b.
b.
c.
d.
Pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya Pengelolaan kawasan pedesaan, kawasan perkoataan dan kawasan tertentu berlokasi di daerah Sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan ; Sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan dan prasarana pengelolaan lingkungan ; Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya.
2.
Pasal 17 Perda Nomor 08 Tahun 2001, mengatur bahwa rencana pola pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b menggambarkan sebaran kawasan lindung dan kawasan budi daya. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Lampung Utara diwujudkan berdasarkan sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan serta sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan sarana pengelolaan lingkungan, yang meliputi permukiman perdesaan, permukiman perkotaan dan prasarana. Dengan adanya rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah tersebut di atas dapat diketahui bagaimana sistem pengembangan kawasan-kawasan yang ada di Kabupaten Lampung Utara, baik kawasan lindung maupun kawasan budi daya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam mewujudkan tercapainya tujuan pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Utara, menetapkan strategi dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. Strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara adalah dengan melakukan pengelolaan kawasan-kawasan yang sudah ditetapkan dalam Perda Tata Ruang, membentuk sistem kegiatan pembangunan dan sistem-sistem lainnya yang selaras dengan pengelolaan lingkungan hidup, serta penatagunaan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya. Dengan adanya strategi ini, maka tujuan pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Utara diharapkan akan lebih mudah terwujud. b)
Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Pasal 7 Perda Nomor. 08 Tahun. 2001: 1. Rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b diwujudkan berdasarkan sistem kegiatan pembangunan dan sis-
tem permukiman perdesaan serta sistem permukiman perkotaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf c serta sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d. Rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi permukiman perdesaan, permukiman perkotaan dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
c)
Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Pasal 23 Perda Nomor 08 Tahun 2001: 1. PRWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c diwujudkan berdasarkan rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada Bagian 9
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 Pertama Bab IV dan rencana pola pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada Bagian Kedua Bab IV. 2. Untuk mewujudkan PRWK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan penetapan lokasi dan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah. 3. Pasal 30 Perda Nomor 08 Tahun 2001, mengatur bahwa, pelaksanaan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) diselenggarakan berdasarkan sistem kegiatan pembangunan pengelolaan kawasan serta penatagunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). Pasal 31, dalam Perda yang sama mengatur bahwa, pengembangan wilayah prioritas pada dasarnya mengacu pada kepentingan sektor/sub sektor atau permasalahan yang mendesak penangannya, terdiri dari kawasan terbelakang, kawasan kritis dan kawasan pertumbuhan cepat. Serta Pasal 32, mengatur bahwa pengembangan wilayah prioritas di Kabupaten Lampung Utara, yang perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan terdiri dari : a.
b.
c.
Kawasan yang terbelakang karena keterbatasan sumberdaya, terletak di Kecamatan Abung Tengah, Abung Tinggi dan Muara Sungkai; Kawasan kritis yang perlu dipelihara fungsi lindungnya untuk menghindarkan kerusakan lingkungan, terletak pada Kecamatan Tanjung Raja, Bukit Kemuning, Abung Tengah dan Abung Tinggi. Kawasan yang pertumbuhannya cepat dan menunjang kegiatan sektor strategis lainnya terletak di Kecamatan Bukit Kemuning,
Abung Selatan, Bunga Mayang dan Abung Semuli. PRWK Lampung Utara sebagaimana yang dikemukakan di atas, bahwa PRWK tersebut dapat diwujudkan berdasarkan rencana struktur pemanfaatan ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang. Rencana struktur pemanfaatan ruang adalah suatu perencanaan tentang susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Rencana pola pemanfaatan ruang adalah suatu rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. d)
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pasal 33 Perda Nomor 08 Tahun 2001 : 1. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (d) didasarkan atas pengelolaan kawasan dan penatagunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). 2. Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaandan kawasan tertentu dilaksanakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban dalam pemanfaatan ruang, termasuk terhadap penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, air, dan sumber daya alam lainnya. 3. Pemberian izin, pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang dilakukan oleh unit kerja terkait
10
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pasal 42 Perda Nomor 08 Tahun 2001, mengatur bahwa dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat berbentuk : 1. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang dimaksud; 2. Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang. Pasal 43 Perda Nomor 08 Tahun 2001 mengatur, bahwa peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf (b) Peraturan Daerah ini, dapat disampaikan secara lisan atau tertulis mulai Tingkat Desa/Kelurahan ke Kecamatan kepada Bupati dan pejabat yang berwenang. Serta dalam Pasal 44 mengatur bahwa, setiap orang atau badan hukum yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan diancam dengan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan-ketentuan lain di atur dalam Pasal 46, bahwa PRWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Daerah ini, digunakan sebagai matra ruang dari Rencana Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Utara, Jangka Menengah dan Jangka Panjang. Dalam Pasal 47, diatur bahwa PRWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 digunakan sebagai pedoman bagi :
1.
2.
3.
4.
5.
Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Lampung Utara ; Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah Kabupaten Lampung Utara serta keserasian antarsektor ; Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat di Kabupaten Lampung Utara ; Penyusunan rencana rinci penataan ruang di Kabupaten Lampung Utara ; Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan.
Salah satu kegunaan PRWK Lampung Utara adalah menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan sebagai mana diatur dalam Pasal 48, sedangkan izin merupakan salah satu upaya dalam pengendalian pemanfaatan ruang di samping pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang. Perda Nomor. 08 Tahun. 2001 tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Utara adalah merupakan kebijakan yang diambil dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, karena rencana tata ruang wilayah merupakan dasar dalam penerbitan izin lokasi, sedangkan izin lokasi merupakan salah satu syarat dalam pemanfaatan ruang, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 37 ayat (2) UUPR-2007, bahwa izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 Salah satu kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara, dalam dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di bidang pembangunan industri tapioka yang dilakukan oleh PT. Teguh Wibawa Bhakti Persada (PT. TWBP) di Desa Kali Cinta, adalah : 1. Menerbitkan Izin Prinsip Lokasi, izin prinsip lokasi ini diterbitkan atas dasar surat permohonan Abiyanto Halim selaku Direktur Utama PT. TWBP, dan pertimbangan Kepala Bapeda Kabupaten Lampung Utara, selaku Koordinator Tim Pemeriksa Lokasi. Atas dasar kedua hal tersebut, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara menerbitkan Izin Prinsip Lokasi, Nomor. 050/26/BAPEDA/III/2004. 2. Menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan, dasar menerbitkan izin ini adalah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara Nomor 11 Tahun. 1995. tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Retribusi Izin Bangunan, Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lampung Utara Nomor 6 Tahun 1996 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 1995, serta surat permohonan Abiyanto Halim, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan, No 642/170/KIMPRASDA/2004 3. Rekomendasi Lingkungan, yang menjadi dasar pertimbangan diterbitkannya dokumen ini adalah UUPLH-1997, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Dan/Atau Kegi-
atan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya pemantauan Lingkungan Hidup, Perda Nomor. 08 Tahun. 2001 tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Utara, serta permohonan Direktur Utama PT. TWBP, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara melalui Badan Pengawas Dampak Lingkungan mengeluarkan Rekomendasi Lingkungan No. 654.1/257/KBU/2004, yang dilanjutkan dengan penetapan Dokumen UKL/UPL, No. 660/66.A/BAPEDALDA.LU/200 5. Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas tentang kebijakan pemerintah daerah mengenai perizinan yang diberikan kepada PT. TWBP, dapat disimpulkan bahwa kebijakan penataan ruang dalam kaitannya dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Lampung Utara dilakukan dengan menggunakan model kebijakan elit, yaitu pembentukan public policy hanya berada pada sebagian kelompok orang-orang tertentu yang sedang berkuasa. Uraian di atas menunjukan bahwa secara proses dan prosedur pendirian abrik tapioka oleh PT. TWBP di Desa Kali Cinta, Kecamatan Kotabumi Utara pada dasarnya telah sesuai dengan aturan yang telah ditentukan sebagai bentuk upaya pengendalian lingkungan, namun lokasi pendirian pabrik tersebut menyalahi perda tata ruang Kabupaten Lampung Utara.
12
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 Kebijakan tentang PRWK Lampung Utara diambil dengan tujuan terlaksananya perencanaan penataan ruang secara terpadu dan menyeluruh, terwujudnya tertib pemanfaatan ruang, dan terselenggaranya pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan adanya tujuan tersebut diharapkan tujuan pemanfaatan ruang wilayah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan melalui strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas dapat tercapai, namun apa yang menjadi tujuan tersebut akan sulit tercapai manakala dalam pelaksanaan pembangunan tidak sesuai terhadap RTRW yang telah ditentukan. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti berkurangnya daerah resapan air atau polusi udara. Tercapainya tujuan pemanfaatan ruang tidak terlepas dengan adanya pengendalian pemanfaatan ruang, salah satu bentuk pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Lampung Utara adalah perizinan sebagaimana yang diuraikan di atas, hal tersebut dimaksudkan agar pembangunan yang dilakukan dapat tetap menjaga keseimbangan ekologi dan keberlanjutan dari ekologi yang ada. Karena pada hakikatnya permasalahan lingkungan adalah adalah permasalahan ekologi, dimana inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, sehingga hubungan timbal balik tersebut harus tetap dijaga keharmonisannya. C. Implentasi Instrumen Hukum Penataan Ruang Dalam Rangka Perlindungan Dan Pengelolaan
lingkungan Hidup Di Kabupaten Lampung Utara Dalam UUPR-2007, instrumen hukum penataan ruang terdiri dari, hukum yang berhubungan dengan perencanaan tata ruang, hukum yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang dan hukum yang berhubungan dengan pengendalian pemanfaatan ruang. Di Kabupaten Lampung Utara implementasi hukum penataan ruang diatur dalam Perda Nomor 08 Tahun 2001 tentang penataan Ruang, yaitu sebagai berikut : a. Instrumen Hukum Perencanaan Tata Ruang Dalam perencanaan tata ruang ini diatur mengenai kewenangan dan prosedur tentang penentuan peruntukan ruang. Kewenangan tersebut diatur mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, dan peruntukannya disusun dari rencana yang umum sampai rencana yang detail. Mengenai kewenangan penataan ruang, sebagaimana yang di atur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 (PP. Nomor. 15 Tahun. 2010) tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, mengatur bahwa pengaturan penataan ruang disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya kewenangan mengenai pengaturan penataan ruang lebih rinci diatur dalam Pasal 4 PP Nomor 15 Tahun 2010; 1. Pengaturan penataan ruang oleh Pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 meliputi penyusunan dan penetapan: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan peraturan pelaksanaan dari undang-undang mengenai penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah; b. Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata 13
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19
c.
2.
a.
b.
3.
a.
b.
ruang kawasan strategis nasional yang ditetapkan dengan peraturan presiden; dan Pedoman bidang penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan menteri. Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi penyusunan dan penetapan: Rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, dan arahan peraturan zonasi sistem provinsi yang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi; dan Ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif, serta petunjuk pelaksanaan pedoman bidang penataan ruang ditetapkan dengan peraturan gubenur. Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi penyusunan dan penetapan: Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota, rencana detail tata ruang kabupaten/kota termasuk peraturan zonasi yang ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota; dan Ketentuan tentang perizinan, bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, serta sanksi administratif yang ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1), (2), dan (3) PP. Nomor. 15 Tahun 2010, dapat disimpulkan bahwa dalam perencanaan tata ruang meliputi :
1.
2.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan pelaksanaan dari undangundang mengenai penataan ruang adalah kewenangan pemerintah pusat melalui peraturan pemerintah, yang dalam hal ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional. Dan rencana tata ruang kepulauan ditetapkan dengan peraturan presiden, seperti Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang rencana tata ruang kepulauan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi puncak, dan Cianjur. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kepulauan Denpasar, Bandung, Gianyar, dan Tabanan. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kepulauan Makasar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kepulauan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kepulauan Batam, Bintan, dan Karimun. Kepulauan Sulawesi ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2011, Pulau Kalimantan dengan Peraturan presiden Nomor 3 tahun 2012, dan Pulau Sumatra dengan Peraturan presiden Nomor 13 Tahun 2012. Untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, dan arahan peraturan zonasi siatem provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi, seperti Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009 Sampai Dengan 2029. Sedangkan ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif serta petunjuk 14
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19
3.
pelaksanaan pedoman bidang penataan ruang ditetapkan dengan peraturan gubernur, seperti Peraturan Gubernur Lampung Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan dan Non Perizinan Kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Lampung. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang kabupaten/Kota, termasuk peraturan zonasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Seperti Pearturan Daerah Kabupaten Lampung Utara Nomor 08 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang Wilayah kabupaten Lampung Utara.
Untuk pelaksanaan perencanaan tata ruang diatur dalam Pasal 19 PP Nomor 15 Tahun 2010; 1. Pelaksanaan perencanaan tata ruang meliputi prosedur penyusunan rencana tata ruang dan prosedur penetapan rencana tata ruang. 2. Pelaksanaan perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Prosedur penyusunan dan penetapan rencana umum tata ruang; dan b. Prosedur penyusunan dan penetapan rencana rinci tata ruang. Pasal 20 PP Nomor 15 Tahun 2010, mengatur bahwa prosedur penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) meliputi : 1. Proses penyusunan rencana tata ruang; 2. Pelibatan peran masyarakat dalam perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan 3. Pembahasan rancangan rencana tata ruang oleh pemangku kepentingan.
Untuk Proses penyusunan rencana tata ruang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, di atur dalam Pasal 21 PP Nomor 15 Tahun. 2010 yang terdiri dari 1. Proses penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dilakukan melalui tahapan: a. Persiapan penyusunan rencana tata ruang; b. Pengumpulan data; c. Pengolahan dan analisis data; d. Perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan e. Penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan tentang tata ruang. 2. Proses penyusunan rencana tata ruang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menghasilkan dokumen rancangan rencana tata ruang dalam bentuk rancangan peraturan perundangundangan tentang rencana tata ruang beserta lampirannya. Selanjutnya Pasal 22 mengatur bahwa prosedur penetapan rencana tata ruang sebagaimna dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) melalui tahapan : 1. Pembahasan antarinstansi terkait untuk rencana tata ruang yang penetapannya menjadi kewenangan pemerintah; atau 2. Pembahasan antarinstansi terkait dan pembahasan antar pemerintah daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk rencana tata ruang yang penetapannya menjadi kewenangan pemerintah daerah. Rencana tata ruang sebagai hasil dari pelaksanaan perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 merupakan acuan bagi pemanfaatan ruang untuk seluruh kegiatan yang memerlukan ruang melalui kegiatan pembangunan sektoral dan pengembangan wilayah, hal ini diatur dalam Pasal 23 PP Nomor 15 Tahun 2010.
15
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 b.
Instrumen Hukum Pemanfaatan Ruang Dalam instrumen hukum pemanfaatan ruang, diatur mengenai kewenangan administrasi negara untuk mengarahkan agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, dan merealisasikan rencana penataan ruang terhadap semua rencana kegiatan pembangunan. Pasal 93 PP Nomor 15 Tahun 2010 menagtur bahwa, pelaksanaan pemanfaatan ruang diselenggarakan untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang yang direncanakan untuk menjamin keberlangsungan kehidupan masyarakat secara berkualitas dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan dilaksanakan secara terpadu. Pelaksanaan pemanfaatan ruang merupakan pelaksanaan pembangunan sektoral dan pengembangan wilayah, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun oleh masyarakat harus mengacu pada rencana tata ruang, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 94 ayat (1) PP Nomor 15 Tahun 2010. Selanjutnya dalam Pasal 94 ayat (2) diatur bahwa, pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan melalui penyusunan dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang, pembiayaan program pemanfaatan ruang dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang. Penyusunan program pemanfaatan ruang diatur dalam Pasal 96: 1. Penyusunana program pemanfaatan ruang merupakan kegiatan untuk menghasilkan program pemanfaatan ruang yang meliputi program jangka panjang, program jangka menengah, dan program tahunan. 2. Penyusunan program pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan indikasi program utama yang termuat dalam rencana tata ruang. 3. Penyusunan program pemanfaatan ruang dilakukan melalui sinkronisasi program sektoral dan kewilayahan
4.
5.
baik di pusat maupun di daerah secara terpadu. Sinkronisasi program sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan masyarakat dengan berdasarkan skala prioritas untuk kepentingan pengembangan wilayah. Sinkronisasi program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui berbagai forum dan rapat koordinasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk pelaksanaan program pemanfaatan ruang diatur dalam Pasal 98 dan Pasal 99 PP Nomor 15 Tahun. 2010: Pasal 98 1. Pelaksanaan program pemanfaatan ruang merupakan kegiatan pelaksanaan rencana pembangunan. 2. Pelaksanaan program pemanfaatan ruang harus memperhatikan: a. Standar kualitas lingkungan; b. Asfek kelayakan ekonomi dan finansial; c. Asfek kelayakan teknis; dan d. Standar pelayanan minimal. 3. Dalam pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disusun rencana induk masingmasing sektor sebagai acuan pelaksanaan pembangunan fisik. 4. Pelaksanaan pembangunan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara terpadu, yang lokasinya harus mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Pasal 99 1. Pelaksanaan program pemanfaatan ruang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. 2. Dalam pelaksanaan program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kerjasama antara: 16
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 a. b. c.
Pemerintah dengan pemerintah daerah; Pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya; dan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan masyarakat.
D. Instrumen Hukum Pengendalian Pemanfaatan Ruang Instrumen hukum pengendalian pemanfaatan ruang adalah instrumen hukum yang berkenaan dengan penegakan hukum untuk mengendalikan pemanfaatan ruang. Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan untuk menjamin terwujudnya tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang atau untuk mewujudkan tertib tata ruang, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 147 PP. Nomor. 15 Tahun. 2010. Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui pengaturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi (Pasal 148 PP Nomor 15 Tahun. 2010). a. Pengaturan Zonasi Pengaturan zonasi diatur dalam Pasal 149, bahwa pengaturan zonasi terdiri atas, arahan peraturan zonasi sistem nasional, peraturan zonasi sistem provinsi, dan peraturan zonasi pada wilayah kabupaten/kota. b. Perizinan Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan, atau dapat juga diartikan sebagai dispensasi atau pembebasan dari suatu larangan.8 Ketentuan perizinan mempunyai fungsi sebagai penertib dan fungsi pengatur.9 Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap izin 8
Adrian Sutedi, Op.cit. Hlm. 167-168 Ibid, Hlm. 193.
9
c.
atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalan setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Izin sebagai fungsi pengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya. Insentif dan Disinsentif Pemberian insentif dan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk : 1. Meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang. 2. Memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang. 3. Meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang (Pasal 169. PP Nomor 15 Tahun. 2010). SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara dalam pemanfaatan ruang belum sesuai terhadap RTRW yang telah ditentukan, yang dibuktikan dengan pemberian Izin Usaha Industri kepada PT. TWBP di Desa Kali Cinta, yang tidak termasuk dalam kawasan industri. Kebijakan tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan hidup, seperti adanya bau yang tidak sedap disekitar pemukiman penduduk. 2. Instrumen hukum penataan ruang terdiri dari instrumen hukum perencanaan ruang, instrumen hukum 17
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 pemanfaatan ruang, dan instrumen hukum pengendalian pemanfaatan ruang. Instrumen hukum perencanaan ruang kabupaten terdiri dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/ kota, rencana detail tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota, rencana detail tata ruang kabupaten/kota termasuk peraturan zonasi. Untuk Kabupaten Lampung Utara instrumen hukum perencanaan tata ruang terdiri dari Rencana Tata Rruang Wilayah Kabupaten, yang diwujudkan ke dalam rencana strukrur dan rencana pola pemanfaatan ruang. Instrumen hukum Pemanfaatan ruang, terdiri dari penyusunan dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang, pembiayaan program pemanfaatan ruang dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang. Untuk Kabupaten Lampung Utara instrumen hukum pemanfaatan ruang terdiri dari strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang, rencana struktur pemanfaatan ruang, dan rencana pola pemanfaatan ruang. Instrumen hukum pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui pengaturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Di Kabupaten Lampung Utara pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan dengan pengawasan dan penertiban dalam pemanfaatan ruang dan pemberian izin yang terdiri dari izin prinsip, dan izin mendirikan bangunan, serta pemberian sanksi. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan : 1.
Untuk mendapatkan pemanfaatan ruang yang berkualitas dan tetap terjaganya kelestarian lingkungan hidup di Kabupaten Lampung Utara, maka diperlukan suatu aturan tentang tata ruang yang disusun sesuai dengan
2.
daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta pelaksanaan pembangunan dalam pemanfaatan ruang harus disesuaikan dengan peruntukan kawasan yang telah di tetapkan dalam tata ruang atau dengan kata lain harus adanya konsistensi terhadap RTRW yang telah ditetapkan. RTRW harus benar-benar dijadikan dasar dalam pemanfaatan ruang, oleh karenanya dalam penetapan RTRW harus sesuai dengan potensi kawasan, dengan katalain pelaksanaan pembangunan harus menyesuaikan dengan RTRW yang sudah ada, bukan sebaliknya dimana RTRW menyesuaikan dengan pembangunan yang sudah ada. Instrumen hukum penataan ruang yang terdiri dari instrumen hukum perencanaan penataan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang harus benar-benar dijadikan dasar dalam pelaksanaan pembangunan baik bagi pejabat berwenang maupun masyarakat agar dapat terwujud keberlanjutan ekologi. DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Akib, Muhammad, 2012.Politik Hukum Lingkungan, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta. ----------,2014.Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta. Akib, Muhammad, Tisnanta, Utoyo, Bambang, Rudy, 2013.Pengelolaan Kawasan StrategisNasional Selat Sunda, PKKPHAM FH dan Indepth Publishing, Bandar Lampung. Asshiddiqie, Jimly, 2003. Konsolidasi Naskah UUD 1945, Yarsif Watampone, Jakarta. Erwin, Muhamad, 2007.Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan
18
Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 (2014) 1-19 PembangunanLingkungan Hidup, PT Refika Aditama, Bandung. Hardjosoemantri, Koesnadi, 2002. Hukum Tata Lingkungan, Edisi Ketujuh, Cetakan ketujuh Belas, Gadjah Mada University, Yogyakarta. Hasni, 2010.Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Edisi Kedua, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Helmi, 2012.Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta. Husin Sukanda,2009.Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Koeswadji Hermien Hadiati,1993.Hukum Pidana Lingkungan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Mirsa Rinaldi, 2012.Elemen Tata Ruang Kota, Graha Ilmu, Yogyakarta. Moelyanto, 2000.Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan keenam, Rineka Cipta, Jakarta. Rangkuti, Sundari Siti, 2005. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga university Press, Surabaya. Ridwan Juniarso dan Sudrajat Sodik Achmad, 2009.Hukum Administrasi Negara danKebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung. Saleh, Ruslan, 1983.Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, Dua PengertianDasar, Aksara Baru, Jakarta. Siahaan, N.H.T,2009.Hukum Lingkungan, Pancuran Alam, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1983.Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Soemartono. P. Gatot, 1996.Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar grafika, Jakarta. Soemarwoto Otto, 2001.Atur Diri Sendiri, Paradigma Baru pengelolaan Lingkungan Hidup, Gadjah Mada University, Yogyakarta. Sudarto,1981.Suatu Pembaharuan Sistem Pidana Indonesia dalam Beberapa
Guru Besar Berbicara tentang Hukum dan Pendidikan Hukum, (Kumpulan PidatoPidatoPengukuhan), Alumni Bandung. Supriadi,2008.Hukum Lingkungan di Indonesia, Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta. Adrian, Sutedi, 2011.Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta. Inu,Syafeii Kencana,2013.Ilmu Pemerintahan, Edisi Revisi Kedua, CV. Mandar Maju, Bandung. Miftah,Thoha,1986.Dimensi-Dimensi Prime Administrasi Negara, Rajawali, Jakarta. Wargakusumah, Moh Hasan Dkk, 1996.Perumusan Harmonisasi Hukum tentangMetodelogi Harmonisasi Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departeman Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan penataan ruang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Peraturan daerah Kabupaten Lampung Utara Nomor 08 Tahun 2001 Tentang Penataan Ruang Kabupaten Lampung Utara
19