IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG
DIAN HERDIANA
PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Lahan Kritis dalam kaitannya dengan Penataan Ruang dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2008
DIAN HERDIANA Nrp. A353060214
ABSTRACT DIAN HERDIANA. Land Degradated Identification and Its Relationship with Spatial Use Planning and Land Rehabilitation in Sumedang Regency, West Java Province. Under direction of BOEDI TJAHJONO and KUKUH MURTILAKSONO Land degradated identification is very useful for planning activity on the planners in order to determine the priority area on land rehabilitation and area development program. The aims of this study are : (1) Identification and mapping in Sumedang District in 2000 and 2005, (2) To analyze the position of forest and land rehabilitation program in Sumedang District on degradated land level, (3) To analyze the position between regional spatial use plan of Sumedang District with degradated land level. This study use the spatial analysis method with overlay process by using Geographical Information System on thematic map and tabular data analysis supported by the ArcView GIS Version 3.3 software. The result of this study indicates that the degradated land area is increase during the last 5 years period in this case the degradated land rehabilitation program, and the area of forest and land rehabilitation should be optimized and regional spatial use design. Keyword : degradated land, land rehabilitation, spatial use, overlay
RINGKASAN DIAN HERDIANA. Identifikasi Lahan Kritis dalam kaitannya dengan Penataan Ruang dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan KUKUH MURTILAKSONO. Lahan kritis merupakan lahan yang sudah tidak produktif lagi serta kondisinya tidak memungkinkan untuk usaha budidaya pertanian, kecuali diupayakan rehabilitasi terlebih dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan melakukan pemetaan perkembangan lahan kritis, mengkaji sebaran lokasi kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dan rencana pola tata ruang wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Metode penelitian untuk mengidentifikasi dan pemetaan lahan kritis melalui overlay dan analisis data tabular dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan software Arcview GIS Versi 3.3 terhadap peta-peta sebagai parameter penentu kekritisan lahan yang meliputi kondisi tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan kondisi pengelolaan (produktivitas dan manajemen lahan). Sedangkan metode yang dilakukan untuk mengkaji sebaran lokasi GERHAN dan rencana pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan juga melalui overlay peta lokasi kegiatan GERHAN dan rencana pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh perkembangan tingkat kekritisan lahan antara tahun 2000 dan 2005 yaitu kelas sangat kritis bertambah 3.29 Ha, kritis bertambah 111.97 Ha, agak kritis bertambah 141.90 Ha, potensial kritis bertambah 333.35 Ha serta kelas tidak kritis berkurang 590.51 Ha. Adanya penambahan luasan pada setiap kelas tingkat kekritisan lahan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sangat mungkin disebabkan oleh adanya kegiatan yang secara langsung menyebabkan rusaknya daya dukung lahan diantaranya pemanfaatan lereng bukit yang tidak sesuai dengan kemampuan peruntukannya, serta pengelolaan lahan pertanian yang tidak menerapkan intensifikasi dan diversifikasi pertanian. Hasil penelitian sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan menunjukkan bahwa posisi lokasi kegiatan terhadap tingkat kekritisan lahan pada kelas potensial kritis sampai dengan kritis sebanyak 264 lokasi atau sebesar 75 % dari jumlah total lokasi kegiatan dan 88 lokasi (25 %) pada kelas tidak kritis, hal ini menunjukkan bahwa perencanaan yang dilakukan instansi terkait terhadap sasaran lokasi belum maksimal. Untuk itu diperlukan upaya yang maksimal agar perencanaan sasaran lokasi kegiatan GERHAN dapat sesuai dengan lokasi tingkat kekritisan lahan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa posisi RTRW Kabupaten Sumedang khususnya untuk rencana pola tata ruang dalam kaitannya dengan tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang, berada pada posisi lahan kritis (sangat kritis sampai dengan potensial kritis) dan tidak kritis kecuali pada kawasan budidaya yaitu pada kawasan lahan kering dataran rendah pada kelas agak kritis dan potensial kritis. Kata kunci : lahan kritis, rehabilitasi lahan, tata ruang, overlay.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG
DIAN HERDIANA
Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si
Judul Tesis
: Identifikasi Lahan Kritis dalam kaitannya dengan Penataan Ruang dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang
Nama NRP Program Studi
: Dian Herdiana : A353060214 : Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL)
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Boedi Tjahjono Ketua
Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 21 Januari 2008
Tanggal Lulus :
PRAKATA Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini diberi judul Identifikasi Lahan Kritis dalam kaitannya dengan Penataan Ruang dan Kegiatan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang. Proses penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ayah dan Ibu yang sangat berjasa dalam kehidupan penulis; 2. Bapak Dr. Boedi Tjahjono dan Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketekunan membimbing penulis; 3. Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si selaku penguji luar komisi atas segala sarannya sebagai bahan penyempurnaan karya ilmiah ini; 4. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr beserta segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB; 5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis; 6. Pimpinan dan staf Pemerintah Kabupaten Sumedang yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar serta memberikan kemudahan selama proses penelitian; 7. Teman-teman di Kelas Khusus Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Tahun 2006 atas segala bantuan dan kritiknya, serta langkah-langkah penuh keceriaan dan kenangan di kampus IPB yang tak akan terlupakan; 8. Semua pihak yang telah berperan dalam penulisan karya ilmiah ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada istri dan anak-anak tercinta yang telah memberikan semangat dan dukungan tersendiri dalam proses belajar. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta mohon maaf apabila terdapat kekhilafan dalam karya ilmiah ini. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Bogor, Januari 2008
DIAN HERDIANA
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 17 April 1976 dari seorang Ayah yang bernama Engkar Sukarna dan Ibu bernama Aceu Sulastri. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Pendidikan SD sampai dengan SMA diselesaikan penulis di Sumedang. Tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan sarjana (S1) pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006 dan diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) dengan bantuan beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Penulis menikah dengan Aida Nurmala pada tahun 2000 dan telah dikaruniai dua orang anak perempuan yang bernama Dinda Aulia Ramadhiani dan Nabila Hasna Herdiani. Saat ini penulis bekerja pada Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kabupaten Sumedang mulai tahun 2005, sebelumnya pada tahun 2000 bertugas pada Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah dan pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2002 pada BAPPEDA Kabupaten Gianyar Propinsi Bali serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang pada tahun 2003 sampai dengan 2005.
Kupersembahkan karya ini kepada Ayahanda Engkar Sukarna dan Ibunda Aceu Sulastri Ayahanda Drs. Abdul Rozaq dan Ibunda Rd. Idah Kaidah Istriku tercinta Aida Nurmala dan kedua anakku yang tersayang Dinda Aulia Ramadhiani dan Nabila Hasna Herdiani serta Kakak dan adik-adikku yang telah mendukung selama ini
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xiv xvii xviii
PENDAHULUAN ..................................................................................... Latar Belakang .................................................................................. Perumusan Masalah .......................................................................... Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ Ruang Lingkup Penelitian ................................................................
1 1 3 5 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ Lahan Kritis ...................................................................................... Definisi Lahan Kritis ................................................................. Kriteria Lahan Kritis .................................................................. Rehabilitasi Lahan ............................................................................ Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) . Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) .............................. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten ......................... Sistem Informasi Geografis .............................................................. Analisis Spasial .................................................................................
6 6 6 8 13 14 15 16 17 21
METODE PENELITIAN ........................................................................... Kerangka Pemikiran ......................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ Jenis dan Sumber Data ..................................................................... Metode Penelitian ............................................................................. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis ............................................ Data Spasial Liputan Lahan ....................................................... Data Spasial Kemiringan Lereng ............................................... Data Spasial Tingkat Bahaya Erosi ........................................... Data Spasial Kriteria Produktivitas Lahan ................................ Data Spasial Kriteria Manajemen Lahan ................................... Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang ............................................................ Sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang .......................................... Analisis Deskriptif ............................................................................
23 23 25 25 27 27 28 29 30 30 31
GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUMEDANG .............................. Kondisi Geografis ............................................................................. Topografi .......................................................................................... Klimatologi ....................................................................................... Hidrologi ........................................................................................... Jenis tanah .........................................................................................
35 35 35 35 37 37
32 33 34
xii
Kependudukan .................................................................................. Sosial Ekonomi ................................................................................. Rencana Strategis Daerah Kabupaten Sumedang .............................
38 39 40
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis ............................................ Kawasan Hutan Lindung ........................................................... Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung .................................. Kawasan Budidaya Pertanian .................................................... Perkembangan Lahan Kritis Kabupaten Sumedang .................. Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang ................................... Sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang ...................................
44 44 45 53 61 70
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. Kesimpulan ....................................................................................... Saran .................................................................................................
83 83 84
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
85
LAMPIRAN ...............................................................................................
87
74 78
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Data Luas Areal dan Jumlah Kelompok Tani GERHAN Tahun 2003 s.d 2005 di Kabupaten Sumedang .......................................
3
2.
Jenis Penggunaan Lahan yang mengalami pergeseran antara Tahun 1996 dan 2000 ...................................................................
4
3.
Kriteria Lahan Kritis (Departemen Kehutanan, 2003b) ...............
11
4.
Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan .............................................
13
5.
Nama dan Luas Sub DAS di Kabupaten Sumedang ....................
23
6.
Data Sekunder yang digunakan untuk penelitian .........................
27
7.
Klasifikasi Tutupan Lahan dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung .....................................................
29
8.
Klasifikasi Kemiringan Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis ................................................................
29
9.
Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis ................................................................
30
10.
Klasifikasi Produktivitas dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis ..................................................................................
30
11.
Klasifikasi Manajemen pengelolaan Lahan dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Hutan Lindung ...
31
12.
Klasifikasi Manajemen pengelolaan Lahan dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian .......................
31
13.
Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Sumedang Tahun 2003 – 2004 ..................................................................................
38
14.
Jumlah Tenaga Kerja Menurut Status Pekerjaan Tahun 2000 s.d 2003 ..............................................................................................
39
15.
Kriteria Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan pada Fungsi Kawasan Hutan Lindung ..............................................................
45
16.
Kelas dan Luas Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ..........................
46
17.
Kelas dan Luas Kemiringan Lereng pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ....................................................
47
18.
Kelas dan Luas Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ....................................................
48 xiv
19.
Kelas dan Luas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang .........................................
48
20.
Kelas dan Total Skor Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung .............................................................................
50
21.
Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang .................
51
22.
Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 terhadap Parameternya pada Kawasan Hutan Lindung ...............................
52
23.
Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 terhadap Parameternya pada Kawasan Hutan Lindung ...............................
52
24.
Kriteria Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung ....................................................
53
25.
Kelas dan Luas Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang .
56
26.
Kelas dan Luas Kemiringan Lereng pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ...............................
57
27.
Kelas dan Luas Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ...............................
58
28.
Kelas dan Luas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ................
58
29.
Kelas dan Total Skor Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung ....................................................
59
30.
Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang .....................................................................................
59
31.
Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 terhadap Parameternya pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung .....
60
32.
Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 terhadap Parameternya pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung .....
60
33.
Kriteria Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan pada Fungsi Kawasan Budidaya Pertanian .......................................................
61
34.
Kelas dan Luas Produktifitas Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ..................................................
64
35.
Kelas dan Luas Kemiringan Lereng pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ..................................................
65
36.
Kelas dan Luas Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ..................................................
66 xv
37.
Kelas dan Luas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ..................................
67
38.
Kelas dan Total Skor Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian ......................................................................
67
39.
Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ..................................
68
40.
Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan terhadap Parameternya pada Kawasan Budidaya Pertanian .......................................................
68
41.
Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 di Kabupaten Sumedang ...................................................................
70
42.
Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 di Kabupaten Sumedang ...................................................................
71
43.
Perkembangan Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang pada Tahun 2000 dan 2005 ..........................................................
71
44.
Luasan Kegiatan Gerhan Tahun 2003 s.d 2005 di Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Kecamatan ...............................
75
45.
Rekapitulasi Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2003 s.d 2005 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan di Kabupaten Sumedang .....................................................................................
76
46.
Luas Kawasan pada Rencana Pola Penataan Ruang Kabupaten Sumedang .....................................................................................
78
47.
Posisi Rencana Pola Penataan Ruang terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang ......................................
80
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian .................................
24
2.
Peta Sasaran Lokasi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan ..............................................................
26
3.
Bagan Alir Tahapan Penelitian ....................................................
28
4.
Bagan Alir Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/ V/1998 ..........................................................................................
32
5.
Peta Administrasi Kabupaten Sumedang .....................................
36
6.
Peta Kawasan Kabupaten Sumedang ...........................................
44
7.
Peta Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ...................
45
8.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang .........................................
54
9.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang .........................................
55
10.
Peta Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ......................................................................................
56
11.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ................
62
12.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ................
63
13.
Peta Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ...........
64
14.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ..................................................
69
15.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 di Kabupaten Sumedang .....................................................................................
72
16.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 di Kabupaten Sumedang .....................................................................................
73
17.
Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2003 – 2005 Kabupaten Sumedang .....................................................................................
75
18.
Peta Posisi Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang ......................................
77
19.
Peta Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang ................
79
20.
Peta Rencana Pola Tata Ruang terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang .......................................................
82 xvii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Daftar Nama Kecamatan, Jumlah dan Nama Desa di Kabupaten Sumedang .....................................................................................
88
2.
Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ....................................................
91
3.
Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ....................................................
92
4.
Peta Kelas Kemiringan Lereng pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ...................................................................
93
5.
Peta Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ...................................................................
94
6.
Peta Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ....................................................
95
7.
Contoh Perhitungan Data Tabular Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan ............................................................................................
96
8.
Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ................
99
9.
Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ................
100
10.
Peta Kelas Kemiringan Lereng pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang .........................................
101
11.
Peta Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ....................................................
102
12.
Peta Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Lindung diluar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang ................
103
13.
Peta Kelas Produktifitas Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ..................................................
104
14.
Peta Kelas Kemiringan Lereng pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ..................................................
105
15.
Peta Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ...................................................................
106
16.
Peta Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang ..................................
107
17.
Luas Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang Tahun 2000 per Kecamatan......................................................................
108 xviii
18.
Luas Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang Tahun 2005 per Kecamatan......................................................................
115
19.
Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2003 di Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan ............................
122
20.
Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2003 Kabupaten Sumedang ......................................................................................
126
21.
Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2004 di Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan ............................
127
22.
Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2004 Kabupaten Sumedang ......................................................................................
132
23.
Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2005 di Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan ............................
133
24.
Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2005 Kabupaten Sumedang ......................................................................................
137
25.
Posisi Lokasi Gerhan Tahun 2003 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang .......................................................
138
26.
Posisi Lokasi Gerhan Tahun 2004 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang .......................................................
141
27.
Posisi Lokasi Gerhan Tahun 2005 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang .......................................................
144
28.
Luas Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang per Kecamatan ....................................................................................
146
29.
Sebaran Rencana Pola Tata Ruang terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang per Kecamatan ..............................
147
xix
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan ruang merupakan suatu upaya aktif manusia untuk mengubah pola dan struktur pemanfaatan ruang yang secara hakiki harus dipandang sebagai bagian dari aspek-aspek spasial dari proses pembangunan (Rustiadi et al. 2006). Inkonsistensi atau ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dan ruang yang ada dengan arahan yang diperintahkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi pokok permasalahan terjadinya degradasi sumberdaya lahan. Kondisi penyimpangan tersebut terutama disebabkan adanya alih fungsi pada kawasan hutan dan kawasan resapan air. Degradasi lahan menjadi permasalahan dunia yang penting di abad 21, karena berdampak terhadap penurunan produktifitas pertanian, kerusakan lingkungan, berpengaruh kepada keamanan pangan dan kualitas hidup serta terjadi penurunan kualitas tanah (Eswaran et al. 2001). Adanya lahan kritis merupakan salah satu gambaran terjadinya degradasi lahan yang pada umumnya disebabkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung merusak daya dukung tanah/lahan seperti pemanfaatan lereng bukit untuk lahan pertanian yang tidak sesuai
dengan
kemampuan/peruntukannya,
tidak
menerapkan
teknologi
konservasi, bahkan dapat juga berubah fungsi menjadi areal permukiman. Lahan kritis merupakan lahan yang sudah tidak produktif lagi serta kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk diusahakan sebagai lahan pertanian, kecuali bila ada upaya rehabilitasi terlebih dahulu. Salah satu upaya merehabilitasi lahan kritis yang dilakukan pemerintah adalah kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga (Departemen Kehutanan, 2003a). Kegiatan RHL sangat strategis bagi kepentingan nasional sehingga kegiatan tersebut diarahkan sebagai
2 gerakan berskala nasional yang melibatkan baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Gerakan tersebut dinamakan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) yang penyelenggaraannya dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Untuk merehabilitasi lahan kritis, lahan perlu diidentifikasi dan dipetakan. Identifikasi dan pemetaan lahan kritis sangat berguna bagi perencana untuk menentukan daerah prioritas dalam rangka pemanfaatan dan pengembangan wilayah. Kegiatan identifikasi lahan kritis apabila dikaitkan dengan penataan ruang dapat dilaksanakan dengan menggunakan survey wilayah secara langsung di lapangan, namun memerlukan waktu yang cukup lama serta memiliki kelemahan untuk menjangkau daerah-daerah yang sulit untuk didatangi. Untuk mengatasi keadaan tersebut dapat dibantu dengan memanfaatkan data penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan suatu teknik yang memungkinkan orang dapat mengumpulkan data tanpa langsung terjun ke lapangan atau penjelajahan lapangan seluruh area. Dengan demikian cara ini lebih menghemat waktu dan biaya dibandingkan dengan cara konvensional (Lillesand dan Kiefer, 1987 dalam Zulfikar, 1999). Karakteristik lahan berupa kenampakan penutupan lahan (land cover) dapat dilihat dari data penginderaan jauh. Bila ditunjang dengan data lainnya, seperti erosi, kelerengan, dan pengelolaan lahan dapat dilakukan proses identifikasi hingga pemetaan lahan kritis dengan sistem informasi geografis. Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG, mulai dikenal pada awal tahun 1980-an, yang terus berkembang pesat seiring dengan perkembangan komputer baik hardware (perangkat keras) maupun software (perangkat lunak) hingga era tahun 1990-an (Puntodewo et al. 2003). SIG saat ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi dan memetakan lahan kritis serta dapat dilakukan suatu pengkajian terhadap lahan kritis tersebut apabila dikaitkan dengan rencana pola tata ruang wilayah serta kegiatan rehabilitasi lahan.
3 Perumusan Masalah Dalam perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan diperlukan data dan informasi tentang tingkat kekritisan lahan terhadap lahan-lahan yang memerlukan penanganan. Mengingat areal penanganan yang sangat luas maka lahan-lahan kritis tersebut perlu diidentifikasi dan dipetakan agar ketepatan sasaran lokasi yang akan ditangani kegiatan rehabilitasi lahan dapat lebih maksimal. Kegiatan GERHAN merupakan suatu upaya untuk menangani dan mengurangi lahan yang mengalami kerusakan serta lahan kritis dan lahan yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi seperti bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang matang terhadap sasaran lokasi kegiatan GERHAN agar tujuan kegiatan tersebut dapat berhasil dengan baik dan maksimal. Kegiatan GERHAN yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sumedang pada tahun 2003 sampai dengan 2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Luas Areal dan Jumlah Kelompok Tani GERHAN Tahun 2003 s.d 2005 di Kabupaten Sumedang No.
Tahun
1 2 3
2003 2004 2005 Jumlah
Luas Areal GERHAN (Ha) 2,740 3,200 2,185 8,125
Jumlah Kelompok Tani GERHAN (Kelompok) 116 144 92 352
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang, 2006
Salah satu aspek yang dikaji dalam melihat potensi fisik dasar adalah penggunaan lahan eksisting pada suatu wilayah. Hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan merupakan gambaran dari pemanfaatan lahan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sumedang. Pesatnya pertumbuhan penduduk cenderung diikuti dengan meningkatnya aktifitas sosial ekonomi masyarakat. Dengan meningkatnya aktifitas tersebut berdampak terhadap peningkatan kebutuhan lahan baik itu pada lahan pertanian maupun non pertanian. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dan tidak terkendali dapat mengakibatkan berbagai bencana seperti lahan kritis, tanah longsor dan banjir. Pada Tabel 2 dapat dilihat jenis penggunaan lahan
4 di Kabupaten Sumedang yang mengalami pergeseran dalam kurun waktu 4 (empat tahun) antara tahun 1996 sampai dengan tahun 2000. Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan yang mengalami pergeseran antara Tahun 1996 dan 2000 Tahun 1996
Tahun 2000
Selisih (Ha) Luas Persentase Luas Persentase (+/-) (Ha) (%) (Ha) (%) 1 Permukiman 9,698.93 6.37 10,059.68 6.61 360.75 (+) 2 Industri 395.21 0.26 468.34 0.31 73.13 (+) 3 Sawah 34,486.84 22.66 34,411.68 22.61 75.16 (-) 4 Pertanian Lahan Kering 49,770.54 32.70 50,412.44 33.12 641.90 (+) 5 Padang - 1,877.38 1.23 1,877.38(+) 6 Tanah Galian C 364.16 0.24 370.16 0.24 6.00 (+) Sumber: RTRW Kabupaten Sumedang, 2002 No.
Penggunaan Lahan
Keterkaitan antara penggunaan lahan dan ketersediaan lahan bagi pengembangan Wilayah Kabupaten Sumedang digunakan untuk mendapatkan informasi lahan yang tidak dapat dikembangkan dan yang dapat dikembangkan guna memacu perkembangan wilayah di masa yang akan datang. Lahan yang tidak dapat dikembangkan merupakan lahan yang penggunaannya dilindungi, seperti hutan lindung, areal konservasi, hutan suaka dan penggunaan lahan lainnya yang dikuatkan oleh peraturan-peraturan yang mengaturnya. Sedangkan lahan yang dapat dikembangkan merupakan lahan yang dapat dibudidayakan baik untuk budidaya pertanian maupun budidaya non pertanian. Melihat kondisi demikian, apabila dikaitkan dengan tingkat kekritisan lahan maka perlu dilakukan kajian untuk mengetahui sejauhmana sebaran posisi kawasan – kawasan yang tertuang pada pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan, hal ini sangat berguna bagi seorang perencana untuk memprediksi rencana pola tata ruang agar mampu diterapkan untuk masa mendatang. Apabila dilihat dari latar belakang rencana penelitian serta uraian di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan, sebagai berikut: 1. Bagaimana cara pemanfatan dan pengolahan SIG dalam identifikasi perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang ? 2. Bagaimana sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Sumedang ?
5 3. Bagaimana sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang ? Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan yang muncul seperti yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi dan melakukan pemetaan perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang dari 2 (dua) titik tahun yaitu tahun 2000 dan 2005. 2. Mengkaji sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. 3. Mengkaji sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bersama antara masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam mengkaji penanganan lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta arahan pola tata ruang di Kabupaten Sumedang. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dilaksanakan pada seluruh wilayah Kabupaten Sumedang termasuk areal Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2005 seluas 8.125 Ha yang tersebar di 23 kecamatan serta Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang. Asumsi yang digunakan pada penelitian ini bahwa semua data adalah data sekunder yang berasal dari dinas/instansi di Kabupaten Sumedang dan tidak dilakukan cek lapangan (groundcheck).
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Kritis Definisi Lahan kritis Definisi dan kriteria lahan kritis telah dibuat oleh beberapa instansi pemerintah. Perbedaan pengertian ini perlu diselaraskan untuk meminimalisir perbedaan dalam penentuan deliniasi lahan kritis. Perbedaan ini timbul dikarenakan adanya dasar pengelompokkan penamaan yang berbeda yang disesuaikan dengan keperluan tugas tiap instansi. Kurnia et al. (2005) menyebutkan bahwa pengertian yang menggambarkan kerusakan lahan dengan degradasi lahan (land degradation), yaitu suatu proses yang menyebabkan produktivitas lahan menjadi rendah, baik sementara maupun tetap. Proses tersebut meliputi berbagai bentuk tingkat kerusakan tanah (soil degradation), pengaruh manusia terhadap sumberdaya lahan, penggundulan hutan (deforestation), dan penurunan produktivitas padang penggembalaan. Dampak kerusakan antara lain berubahnya permukaan tanah serta hilangnya tanah lapisan atas dan vegetasi. Pada penggunaan istilah “lahan kritis”, perlu dijelaskan tentang segi kekritisannya. Notohadiprawiro (2006) menjelaskan bahwa ada lahan yang kritis (gawat) menurut keadaan fisiknya. Lahan mengalami rusak berat, sehingga harkat kemampuannya berada jauh di bawah harkat tepian. “Rusak” dapat berarti: Tanahnya tererosi berat Tanahnya mengalami penimbunan yang merusak (detrimental deposition). Tanahnya terdegradasi berat karena : Pelindian (leaching), Penggaraman, Pemasaman (pembentukan tanah sulfat masam), Alkalinitas yang sangat meningkat (pengembangan tanah sodik), Pelonggokan racun tanaman (Al, B), Gleisasi, Kehancuran struktur karena dispersi kuat, atau karena pemampatan, Pendangkalan jeluk mempan (effective depth) karena penebalan lapisan padas, Kehilangan daya serap air atau daya simpan lengas tanah karena pengeringan yang tak-terbalikkan (irreversible desiccation) sebagai akibat pengatusan lampau batas (mudah terjadi pada tanah gambut). Sumber air mengering karena neraca hidrologi rusak.
7 Sumber air mengalami pencemaran atau kemerosotan mutu Pusat
Penelitian
Tanah
dan
Agroklimat
(Puslittanak,
1997)
mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan daerah lingkungannya. Wiradisastra et al. (1991) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang berada di daerah hidro-orologi (daerah dengan besarnya fluktuasi debit air sungai dan tingkat kerusakan tanah serta tingkat erosi tinggi) dan atau lahan didaerah perladangan berpindah serta penggarapan tanah yang merusak tanah dan lingkungan. Pengertian lahan kritis menurut FAO (1997) adalah lahan yang mengalami penurunan produktivitas tanah yang disebabkan hilangnya tanah lapisan atas oleh erosi sehingga mengalami kerusakan fisik, kimia, dan biologi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produktivitas tanah, permukiman dan kehidupan sosial ekonomi. Menurut Karmelia (2006) lahan dapat dikategorikan sebagai lahan kritis apabila lahan tersebut mengalami kerusakan dan kehilangan fungsi secara fisik kimia, hidro-orologi dan sosial ekonomi. Lahan kritis secara fisik adalah lahan yang mengalami kerusakan sehingga untuk perbaikannya memerlukan investasi yang besar, sedangkan lahan kritis secara kimia adalah lahan yang bila ditinjau dari tingkat kesuburan, salinasi dan keracunan/toksisitasnya tidak lagi memberikan dukungan positif terhadap pertumbuhan tanaman bila lahan tersebut diusahakan sebagai areal pertanian. Fungsi hidroorologi tanah berkaitan dengan fungsi tanah dalam mengatur tata air. Hal ini berkaitan dengan kemampuan tanah untuk menahan, menyerap dan menyimpan air. Lahan kritis secara hidroorologi berkaitan dengan berkurangnya kemampuan lahan dalam menjalankan salah satu atau lebih dari ketiga kemampuan tadi. Lahan kritis secara sosial ekonomi adalah lahan yang sebenarnya masih mempunyai potensi untuk usaha pertanian dengan tingkat kesuburan relatif baik, tetapi karena adanya faktor penghambat sosial ekonomi (misalnya sengketa pemilikan lahan, sulit pemasaran hasil atau harga produksi sangat rendah) maka lahan tersebut ditinggalkan penggarapnya sehingga menjadi terlantar.
8 Departemen Kehutanan menitikberatkan penanganan masalah lahan kritis dari segi sifat hidrologi lahan. Dasar penentuan suatu lahan kritis atau tidak adalah tingkat penutupan lahan oleh vegetasi dan kemiringan lereng. Departemen Kehutanan (2003b) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata air). Menurunnya fungsi tersebut disebabkan oleh penggunaan lahan yang kurang atau tidak memperhatkan teknik konservasi tanah, sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor, dan sebagainya yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan. Inti dari definisi lahan kritis seperti tersebut diatas adalah suatu lahan yang mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh kaidah konservasi tanah dan air yang tidak dilaksanakan sehingga fungsinya berkurang atau hilang sama sekali sampai ambang batas yang telah ditentukan atau ditetapkan. Kriteria Lahan Kritis Dalam penentuan kriteria lahan kritis, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak, 1997) menggunakan parameter kondisi penutupan vegetasi, tingkat torehan / kerapatan drainase, penggunaan lahan dan kedalaman tanah. Parameter – parameter lahan kritis tersebut selanjutnya digunakan untuk membedakan lahan kritis kedalam empat tingkat kekritisan yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis. Potensial Kritis Lahan potensial kritis adalah lahan-lahan yang masih berfungsi sebagai fungsi produksi dan fungsi perlindungan. Pada lahan pertanian, lahan tersebut masih
produktif
bila
diusahakan
untuk
pertanian.
Tetapi
bila
dalam
pengelolaannya tidak menggunakan kaidah-kaidah konservasi maka tanah menjadi rusak dan lahan akan menjadi semi kritis atau kritis. Pada daerah hutan yang berlereng, apabila lahan tersebut terbuka akan mengakibatkan lahan menjadi kritis. Kondisi lapang lahan potensial kritis dicirikan dengan : a. Lahan masih mempunyai fungsi produksi dan perlindungan, akan tetapi pada lereng yang curam akan berbahaya menjadi kritis bila lahan tersebut dibuka karena akan terjadi erosi yang berat.
9 b. Pada lahan pertanian dengan erosi ringan, erosi dapat meningkat bila tidak diperhatikan dan tidak dilaksanakan kegiatan-kegiatan pencegahan erosi atau konservasi tanah. c. Kedalaman tanah efektif cukup dalam. d. Persentase penutupan lahan relatif masih tinggi (vegetasi rapat) e. Penggunaan lahan hutan, belukar dan perkebunan. f. Lahan dikelola dengan baik. g. Tingkat erosi ringan. Semi Kritis Lahan semi kritis adalah lahan-lahan yang fungsi produksi dan perlindungan sudah berkurang. Tanah telah mengalami erosi namun masih dapat dilaksanakan usaha pertanian dengan hasil yang rendah. Lahan semi kritis di lapangan dicirikan dengan keadaan lahan sebagai berikut : a. Tanah telah mengalami erosi ringan sampai sedang dengan gejala erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (riil erosion) dengan pengelolaan lahan yang sedang sampai buruk dan apabila tidak ada usaha perbaikan maka dalam waktu relatif singkat lahan akan menjadi kritis. b. Sebagian horison A sudah hilang. c. Persentase penutupan lahan antara 50 – 75 %. d. Kemiringan lereng lebih dari 15 % dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit. Kritis Lahan kritis adalah lahan – lahan yang tidak produktif lagi dengan kondisi yang tidak dimungkinkan untuk diusahakan sebagai lahan pertanian tanpa ada usaha rehabilitasi lebih dahulu. Lahan kritis dicirikan dengan keadaan sebagai berikut : a. Pada tanah yang telah terjadi erosi berat, yang ditandai adanya gejala erosi lembar (horison A yang tertinggal sudah sangat tipis), erosi alur dan erosi parit. b. Kemiringan lereng lebih dari 15 %.
10 c. Vegetasi penutup lahan kurang dari 40 % dengan ciri vegetasi kerdil dengan pengelolaan yang buruk. Produktivitas lahan menurun sampai 40 %. Lereng berkisar antara 15 – 40 %. d. Penutup lahan pada sebagaian tempat berupa semak-semak dan alang-alang. Sangat Kritis Lahan sangat kritis adalah lahan – lahan yang sudah sangat tidak produktif lagi, dimana kalau ingin mengusahakannya harus memerlukan usaha rehabilitasi dengan biaya yang sangat besar. Lahan yang termasuk kriteria sangat kritis memiliki ciri antara lain : a. Persentase penutupan lahan oleh vegetasi sudah menurun sampai 20 %. Penutup lahannya berupa rumput, sebagian alang-alang dan kadang-kadang gundul yang ada hanya batu-batuan. b. Lahan telah terjadi erosi sangat tinggi yang ditandai dengan hilangnya lapisan produktif tanah dan adanya gejala erosi parit. c. Pengelolaan lahan sangat buruk. d. Terdapat pada kelerengan > 8 % dengan bentuk wilayah antara bergelombang sampai bergunung. Ditinjau dari aspek tingkat kerusakan fisik, lahan kritis dapat digolongkan kedalam lima kelompok, yaitu sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan tidak kritis. Kriteria pengelompokkan ini berdasarkan pada faktor-faktor penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, penutupan oleh batuan dan tingkat pengelolaan/manajemen (Departemen Kehutanan, 1997). Penilaian lahan kritis Departemen Kehutanan (2003c) dapat dilakukan berdasarkan fungsi lahan, yaitu : a. Fungsi kawasan sebagai hutan lindung Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan keadaan penutupan lahan / penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat tingkat bahaya erosi dan manajemen lahan. b. Fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan produktifitas lahan yaitu rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional, kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi, batu-batuan dan manajemen (usaha penerapan teknologi konservasi tanah pada setiap unit lahan).
11 c. Fungsi kawasan lindung di luar hutan lindung Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan vegetasi permanen yaitu persentase penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi dan manajemen. Selain itu menurut Departemen Kehutanan (2003b) tingkat kekritisan lahan ditentukan dari jumlah nilai yang diperoleh untuk masing-masing kriteria sesuai fungsi lahannya yang mencakup : penutupan lahan, kelerengan, tingkat bahaya erosi, manajemen dan produktifitas. Kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria Lahan Kritis (Departemen Kehutanan, 2003b) Kriteria (bobot)
Kelas
Penutupan Sangat Baik Lahan (50) Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Lereng (20) Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam Erosi (20) Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Manajemen Baik (10) Sedang Buruk Produktifitas Sangat Tinggi (30) Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Lereng (20) Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
Besaran / Deskripsi Kawasan Hutan Lindung >80 % 61 – 80 % 41 – 60 % 21 – 40 % <20 % <8 % 8 – 15 % 15 – 25 % 25 – 40 % >40 % Tanah dalam : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 – 50 m Tanah dangkal : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak >50 m Tanah dalam : 25-75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak <20 m Tanah dangkal : 25-50% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m Tanah dalam : >75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi parit pada jarak 20 – 50 m Tanah dangkal : 50-75% lapisan tanah atas hilang Tanah dalam : semua lapisan tanah atas hilang, >25% lapisan tanah bawah dan atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak <20 m Tanah dangkal : >75% lapisan tanah atas telah hilang sebagian lapisan bawah tererosi Lengkap Tidak lengkap Tidak ada Kawasan Budidaya Pertanian >80 % 61 – 80 % 41 – 60 % 21 – 40 % <20 % <8 % 8 – 15 % 15 – 25 % 25 – 40 % >40 %
Skor 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5
Keterangan Dinilai berdasarkan persentase penutupan tajuk
4
3
2
5 3 2 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
*) Tata batas kawasan
ada; pengamanan ada; penyuluhan dilaksanakan
Dinilai berdasarkan rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional
12 Tabel 3. Lanjutan Kriteria (bobot) Erosi (15)
Kelas Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Batu-batuan Sedikit Sedang (5) Banyak Manajemen Baik (30) Sedang Buruk Vegetasi Permanen (50)
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Lereng (10) Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam Erosi (10) Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Manajemen Baik (30) Sedang Buruk
Besaran / Deskripsi Tanah dalam : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 – 50 m Tanah dangkal : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak >50 m Tanah dalam : 25-75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak <20 m Tanah dangkal : 25-50% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m Tanah dalam : >75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi parit pada jarak 20 – 50 m Tanah dangkal : 50-75% lapisan tanah atas hilang Tanah dalam : semua lapisan tanah atas hilang, >25% lapisan tanah bawah dan atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak <20 m Tanah dangkal : >75% lapisan tanah atas telah hilang sebagian lapisan bawah tererosi <10% permukaan lahan tertutup batuan 10-30% permukaan lahan tertutup batuan >30% permukaan lahan tertutup batuan Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai petunjuk teknis Tidak lengkap atau tidak dipelihara Tidak ada Kawasan Lindung di Luar Hutan Lindung >40 % 31 – 40 % 21 – 30 % 11 – 20 % <10 % <8 % 8 – 15 % 15 – 25 % 25 – 40 % >40 % Tanah dalam : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 – 50 m Tanah dangkal : <25% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak >50 m Tanah dalam : 25-75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak <20 m Tanah dangkal : 25-50% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m Tanah dalam : >75% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi parit pada jarak 20 – 50 m Tanah dangkal : 50-75% lapisan tanah atas hilang Tanah dalam : semua lapisan tanah atas hilang, >25% lapisan tanah bawah dan atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak <20 m Tanah dangkal : >75% lapisan tanah atas telah hilang sebagian lapisan bawah tererosi Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai petunjuk teknis Tidak lengkap atau tidak dipelihara Tidak ada
Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b
Skor
Keterangan
5
4
3
2
5 3 1 5 3 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5
4
3
2
5 3 1
Dinilai berdasarkan persentase penutupan tajuk
13 Berdasarkan nilai di atas tingkat kekritisan lahan dapat ditentukan dan terbagi kedalam lima tingkatan dari sangat kritis sampai tidak kritis. Dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan Tingkat Kekritisan Lahan No. 1 Kawasan Hutan Lindung - Sangat Kritis - Kritis - Agak Kritis - Potensial Kritis - Tidak Kritis
Besaran Nilai 120 – 180 181 – 270 271 – 360 361 – 450 451 – 500
2
Kawasan Budidaya Pertanian - Sangat Kritis - Kritis - Agak Kritis - Potensial Kritis - Tidak Kritis
115 – 200 201 – 275 276 – 350 351 – 425 426 – 500
3
Kawasan Lindung di Luar Hutan Lindung - Sangat Kritis - Kritis - Agak Kritis - Potensial Kritis - Tidak Kritis
110 – 200 201 – 275 276 – 350 351 – 425 426 – 500
Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b
Rehabilitasi Lahan Degradasi sumberdaya hutan dan lahan telah menimbulkan dampak yang cukup luas yang mencakup aspek biofisik lingkungan, ekonomi, kelembagaan dan juga sosial politik, sehingga kondisi ini memerlukan segera dilakukannya rehabilitasi. Menurut Departemen Kehutanan (2003a) Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi lahan kritis sebagai suatu upaya pemulihan lahan kritis agar produktivitas meningkat dan dapat menunjang kegiatan pertanian. Upaya
14 pemulihan ini lebih banyak bersifat teknis dengan pemilihan kombinasi metode konservasi tanah yang optimum, misalnya dengan metode vegetatif yang didukung dengan metode mekanik. Kegiatan rehabilitasi lahan ini harus sejalan dengan tindakan konservasi tanah. Pada prinsipnya konservasi tanah adalah usaha untuk menempatkan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Oleh karena itu, agar lahan dapat berproduksi secara lestari serta tidak mengalami kerusakan untuk jangka waktu yang tidak terbatas maka penggunaan lahan haruslah berdasarkan atas kemampuan lahan dan pengeolaannya memenuhi persyaratan yang diperlukan (Sitorus, 1989). Adapun bentuk-bentuk kegiatan rehabilitasi lahan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sumedang adalah Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Untuk meminimalkan dampak kerusakan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka pada tahun 2003 setelah dibentuknya Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional berdasarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Koordinator yaitu Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, dan Menteri
Koordinator
Bidang
Politik
dan
Keamanan
dengan
Nomor
09/Kep/Menko/Kesra/III/2003, Kep.16/M.Ekon/03/2003, dan Kep.08/Menko/ Polkam/III/2003 tanggal 31 Maret 2003, berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) tersebut Menteri Kehutanan yang ditetapkan sebagai Ketua Kelompok Kerja Bidang Penanaman Hutan dan Rehabilitasi menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 349/Kpts-II/2003 tanggal 16 Oktober 2003 tentang Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Lokasi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 369/Kpts-V/2003 tanggal 31 Oktober 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Dalam Rangka Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2003 (Departemen Kehutanan, 2003b).
15 Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) merupakan suatu bentuk usaha untuk mengembalikan fungsi hutan dan lahan menjadi lahan yang produktif untuk mengendalikan aliran air tanah, mencegah terjadinya bahaya erosi serta mendukung sistem penyangga kehidupan agar tetap terjaga (Departemen Kehutanan, 2003b). Pelaksanaan kegiatan GERHAN memiliki dua kelompok kegiatan besar yaitu kegiatan pokok dan kegiatan pendukung. Kegiatan pokok meliputi kegiatan reboisasi (penanaman dalam kawasan hutan), penghijauan (penanaman diluar kawasan hutan) yang terdiri dari ; pembangunan hutan hak atau hutan rakyat, pembangunan usaha kehutanan yang terkait dengan kelestarian hutan dan pembangunan usahatani konservasi daerah aliran sungai, pemeliharaan, serta penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis atau tidak produktif. Sedangkan kegitan pendukung terdiri dari penyediaan bibit tanaman hutan dan MPTS (multipurpose tree species), perlindungan tanaman yang terdiri atas pengendalian hama penyakit tanaman, penanggulangan kebakaran lahan, dan pemberdayaan masyarakat. Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) Dalam rangka penanganan kerusakan lingkungan sebagai akibat terjadinya penjarahan dan perambahan hutan negara serta penggunaan lahan milik masyarakat yang kurang memperhatikan aspek konservasi telah dilaksanakan berbagai langkah kegiatan rehabilitasi lahan, khusus untuk Propinsi Jawa Barat telah dilaksanakan program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Dana Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis. Kegiatan utama pada kedua program gerakan rehabilitasi lahan tersebut dititikberatkan
pada
rehabilitasi
lahan
kritis
dengan
cakupan
kegiatan
pembangunan hutan rakyat dan pemberdayaan masyarakat yang berdomisili disekitar kawasan hutan. Pemberdayaan masyarakat memiliki peranan penting dalam keberhasilan rehabilitasi lahan, karena masyarakat sebagai pemegang andil (stakeholder) pembangunan perlu diperhatikan dan diberi kesempatan langsung untuk mendukung program gerakan rehabilitasi lahan yang dilaksanakan.
16 Pelibatan masyarakat dalam program ini ditujukan dalam rangka pemberdayaan potensi lokal yang dimiliki masyarakat sehingga program gerakan rehabilitasi lahan dapat dilaksanakan juga mampu menjaga kelestarian hutan, lahan dan air, serta dapat menimbulkan dampak positif bagi perkembangan perekonomian masyarakat. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Menurut UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang merupakan kebijakan dinamis yang mengakomodasikan aspek kehidupan pada suatu kawasan, dimana setiap keputusan merupakan hasil kesepakatan berbagai pihak sebagai bentuk kesinergian kepentingan. Penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas (a) keterpaduan, (b) keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, (c) keberlanjutan, (d) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, (e) keterbukaan, (f) kebersamaan dan kemitraan, (g) pelindungan kepentingan umum, (h) kepastian hukum dan keadilan, dan (i) akuntabilitas. (Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007) Sedangkan menurut Rustiadi et al. (2004), penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang merupakan bagian dari proses pembangunan. Penataan ruang memiliki tiga urgensi, yaitu: a) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktivitas dan efisiensi); b) alat dan wujud distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan, keberimbangan, dan keadilan); c) keberlanjutan (prinsip sustainability).
17 Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan ruang dalam wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang. Adapun yang dimaksud struktur pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hierarkis dan saling berhubungan satu dengan lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumberdaya alam lainnya. Rencana tata ruang merupakan produk kebijakan koordinatif dari berbagai pihak yang berkepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat, sehingga penyusunannya harus bertolak pada data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku (Sastrowihardjo dan Napitupulu, 2001). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten menurut UU 26 Tahun 2007 merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten. Sastrowihardjo
dan
Napitupulu
(2001)
mengemukakan
bahwa
ketersediaan ruang bukan tidak terbatas, sehingga apabila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, maka kemungkinan besar akan terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang. Oleh karena itu diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan. Suatu proses penataan ruang yang didasarkan pada karekteristik dan daya dukungnya tekhnologi yang sesuai tentu akan meningkatkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga akan meningkatkan daya dukungnya. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG, mulai dikenal pada awal tahun 1980-an, namun seiring dengan perkembangan di bidang komputer baik
18 hardware (perangkat keras) maupun software (perangkat lunak) SIG dapat berkembang secara pesat pada era tahun 1990-an. Secara harfiah, Puntodewo et al. (2003) menyatakan bahwa SIG dapat diartikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja secara bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Menurut Barus dan Wiradisastra (2000) pengertian SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berefensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus utuk data yang berreferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Intinya SIG dapat diasosiasikan peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non spasial. SIG berdasarkan operasinya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu (1)
SIG
secara
manual,
yang
beroperasi
memanfaatkan
peta
cetak
(kertas/transparan), bersifat data analog, dan (2) SIG secara terkomputer atau lebih sering disebut SIG otomatis (prinsip kerjanya sudah dengan menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data dijital). SIG manual biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-peta, lembar material transparansi untuk tumpangtindih, foto udara dan foto lapangan, laporan-laporan statistik dan laporan-laporan survei lapangan (Barus dan Wiradisatra, 2000). Menurut Barus dan Wiradisatra (2000), perkembangan teknik SIG telah mampu menghasilkan berbagai fungsi analisis yang canggih. Kekuatan SIG terletak pada kemmpuan analisis yang bersifat memadukan data spasial dan aribut sekaligus. Kemampuan SIG melakukan analisis spasial yang kompleks secara cepat mempunyai keuntungan kualitatif dan kuantitatif, dimana skenario-skenario perencanaan, model keputusan, deteksi perubahan dan analisis, serta tipe-tipe analisis lain dapat dikembangkan dengan membuat perbaikan terus menerus. Untuk
menyederhanakan
berbagai
kelompok
analisis
dalam
SIG
mengelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu yaitu (a) fungsi pemanggilan/ klasifikasi/pengukuran data, (b) fungsi tumpang tindih, (c) fungsi tetangga dan (d)
19 fungsi jaringan atau keterkaitan. Analisis SIG yang digunakan dalam penelitian ini adalah overlay, dimana analisis ini digunakan untuk mengetahui hasil interaksi atau gabungan dari beberapa peta. Overlay beberapa peta akan menghasilkan satu peta yang menggambarkan luasan atau poligon yang terbentuk dari irisan beberapa peta. Selain itu overlay juga menghasilkan gabungan data dari beberapa peta yang saling beririsan. Departemen Kehutanan (2004) menjelaskan bahwa untuk melakukan proses tumpangsusun data spasial (overlay) diperlukan fasilitas atau fungsi tambahan (extension). Dalam penyusunan lahan kritis ada 8 (delapan) extension yang digunakan, yaitu : Geoprocessing, Graticule & Measure Grid, Projection Utility, 3D Analyst, Spatial Analyst, Image Analyst, Edit Tools dan MNDR Stream Digitizing. Berikut diuraikan secara singkat masing – masing extension : -
Geoprocessing Extension ini diperlukan untuk pemrosesan dan analisis data spasial yaitu: dissolve (penggabungan unit pemetaan berdasarkan kesamaan atribut), merger (penggabungan beberapa data spasial), clip (pemotongan/subset data spasial), intersect (teknik tumpangsusun/overlay data spasial) dan union (teknik tumpangsusun/overlay data spasial).
-
Graticule & Measure Grid Extension ini diperlukan untuk membuat graticule dan grid dalam penyusunan tata letak (layout) peta. Graticule adalah seperangkat garis ataupun tanda lainnya yang menunjukkan posisi lintang dan bujur. Grid adalah seperangkat garis ataupun tanda lainnya yang menunjukkan jarak linier dalam satuan meter. Sebagai catatan, graticule hanya dapat dibuat apabila sistem proyeksi data spasialnya adalah geographic. Pada peta Topografi atau Rupabumi Indonesia graticule dan grid merupakan unsur standar yang selalu dicantumkan. Graticule ditunjukkan dalam bentuk sistem koordinat geographic sedangkan grid ditunjukkan dalam bentuk sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Dalam upaya standarisasi pemetaan lahan kritis, maka peta topografi ataupun peta rupabumi Indonesia yang disusun oleh BAKOSURTANAL dapat digunakan sebagai acuan,
20 sehingga peta lahan kritis yang dibuat sebisa mungkin mengikuti standar yang ada pada peta rupabumi. Salah satunya adalah dengan menampilkan unsur graticule dan grid. -
Projection Utility Extension ini diperlukan untuk mengubah sistem proyeksi dan sistem koordinat data spasial dari dan ke suatu proyeksi dan sistem koordinat tertentu dan menyimpan hasil perubahan dalam suatu file baru. Dalam penyusunan tata letak (layout) peta, untuk dapat menampilkan graticule dan grid sekaligus, data spasial yang akan dibuat petanya harus mempunyai sistem proyeksi geographic dengan sistem koordinat lintangbujur (latitudelongitude). Dalam analisis yang memerlukan perhitungan dimensi linier seperti jarak dan luas, data spasial harus mempunyai sistem koordinat dengan satuan jarak linier (misal meter), dan yang umum digunakan adalah sistem koordinat UTM. Untuk dapat mengakomodasi kedua maksud tersebut, data dapat dibuat dengan dua sistem proyeksi dan koordinat yang berbeda sehingga diperlukan pengubahan sistem proyeksi dan sistem koordinat.
-
3D Analyst Extension ini diperlukan untuk membuat file 3D, surface modelling dan membuat tampilan perspektif (perspective viewing) suatu data spasial. Berkaitan dengan penyusunan data spasial lahan kritis, extension ini bersamasama dengan spatial analyst extension digunakan dalam pengolahan data kontur untuk menghasilkan data spasial kemiringan lereng.
-
Spatial Analyst Extension ini diperlukan untuk mengetahui dan memahami hubungan keruangan (spatial relationship) berdasarkan data spasial serta dapat digunakan untuk menyusun, mengolah dan menganalisis data spasial dalam format raster.
-
Image Analyst Extension ini memungkinkan perangkat lunak ArcView untuk menampilkan dan menganalisis data citra format digital, baik citra foto udara maupun citra satelit. Ketersediaan data sumberdaya alam dipermukaan bumi sangat terdukung dengan ketersediaan citra khususnya citra satelit yang sangat pesat
21 perkembangannya dewasa ini. Tersedianya extension ini sangat mendukung perolehan sekaligus punyusunan data spasial sumberdaya alam dengan menggabungkan teknik interpretasi citra dengan teknik digitasi layar (On Screen Digitizing). Sehubungan dengan penyusunan data spasial lahan kritis, extension ini diperlukan dalam perolehan dan penyusunan data spasial tutupan lahan (vegetasi) dan identifikasi zona-zona erosi aktual dari citra satelit. -
Edit Tools Edit tools menyediakan fasilitas untuk editing data spasial dan data atribut, membuat data spasial tiga dimensi, pemrosesan data spasial dan konversi data spasial dari satu tipe kenampakan (titik, garis, area) ke tipe lainnya. Berkaitan dengan penyusunan data spasial lahan kritis, extension ini sifatnya membantu mengefektifkan beberapa proses editing data spasial dan atribut. Tanpa menggunakan extension ini, proses editing data spasial dan atribut tetap dapat dijalankan, namun beberapa diantaranya harus melalui proses yang memakan waktu lebih lama.
-
MNDR Stream Digitizing Proses digitasi dapat dilakukan lebih cepat dengan hasil yang lebih halus karena adanya fasilitas smoothing. Fasilitas auto pan memungkinkan tampilan dimonitor untuk bergeser secara otomatis mengikuti gerakan mouse pada saat digitasi dengan teknik on screen digitizing. Tanpa extension ini, teknik on screen digitizing tetap dapat dilakukan namun efektifitas dan efisiensi-nya tidak setinggi dengan tambahan extension ini. Analisis Spasial Untuk meningkatkan pemahaman dan prediksi atau peramalan pada
kegiatan investigasi pola-pola dan berbagai atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dengan menggunakan permodelan berbagai keterkaitan diperlukan suatu analisis spasial. Analisis spasial adalah sekumpulan teknik-teknik untuk pengaturan spasial dari kejadian-kejadian tersebut diatas. Kejadian geografis (geographical event) dapat berupa sekumpulan obyek-obyek titik, garis atau areal yang berlokasi di
22 ruang geografis dimana melekat suatu gugus nilai-nilai atribut. Dengan demikian, analisis spasial membutuhkan informasi, baik berupa nilai-nilai atribut maupun lokasi geografis obyek - obyek dimana atribut melekat di dalamnya (Rustiadi et al. 2004). Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis, tujuan analisis spasial adalah : 1. Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruangan geografis (termasuk deskripsi pola) secara cermat dan akurat. 2. Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau obyek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi. 3. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian kejadiankejadian di dalam ruang geografis. Disamping perkembangan metode-metode analisis spasial, peranan Sistem Informasi Geografis (SIG) didalam visualisasi data spasial akhir-akhir ini semakin signifikan. Menurut Rustiadi et al. (2004), tujuan utama SIG adalah pengelolaan data spasial. SIG mengintegrasikan berbagai aspek pengelolaan data spasial seperti pengolahan database, algoritma grafis, interpolasi, zonasi (zoning) dan network analysis. Namun banyak ahli geografi dan analisis spasial mengklaim bahwa yang selama ini disebut analisis spasial dan permodelan dengan SIG seringkali ternyata tidak lebih dari proses-proses manipulasi data seperti overlay polygon, buffering, dan sebagainya yang pada dasarnya “tidak cukup pantas” menggunakan terminologi analisis. Analisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif
dan
ilmu
wilayah
(regional
science)
pada
awal
1960-an.
Perkembangannya diawali dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknikteknik kuantitatif (terutama statistik) untuk menganalisa pola-pola sebaran titik, garis, dan area pada peta atau data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Pada perkembangannya, penekanan dilakukan pada indigenous features dari ruang geografis pada proses-proses pilihan spasial (spatial choices) dan implikasinya secara spatio-temporal.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasari oleh pemikiran, bahwa tingkat kekritisan lahan sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk, daerah perkotaan yang semakin luas, urbanisasi yang semakin tinggi serta perubahan penggunaan lahan dimungkinkan laju erosi meningkatkan yang memberikan dampak berkurangnya kesuburan tanah serta berkurangnya kemampuan meresapkan air ke dalam tanah. Pengembangan Wilayah Kabupaten Sumedang sangat erat kaitannya dengan kemampuan fisik dan ketersediaan lahan pengembangan. Ketersediaan lahan dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang menuntut adanya peningkatan sarana dan prasarana yang dapat melayani kebutuhannya. Selain itu terdapat faktor lain yang mempengaruhi perubahan lahan di wilayah ini, seperti adanya zona industri, pembangunan jalan tol, jalan lingkar (baik selatan maupun utara) serta rencana pembangunan Waduk Jatigede (RTRW Kabupaten Sumedang, 2002). Selain itu, salah satu upaya dalam mengurangi luasan lahan kritis adalah melalui kegiatan GERHAN. Kegiatan GERHAN merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berperan memulihkan kondisi dan potensi sumberdaya alam yang rusak atau terganggu fungsinya agar dapat pulih kembali sehingga mampu mendukung pengembangan wilayah DAS tersebut. Pada Tabel 5 diuraikan data luasan lahan berdasarkan Sub DAS di Kabupaten Sumedang. Tabel 5. Nama dan Luas Sub DAS di Kabupaten Sumedang No. 1 2 3 4 5 6
Cimanuk Hulu Cipeles Cimanuk Hilir Cilutung Cipunagara Citarik Jumlah
Nama Sub DAS
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 2003
Luas (Ha) 29,444.69 43,990.96 22,071.36 13,240.83 32,288.67 11,183.49 152,220.00
24 Dari semua luasan Sub DAS tersebut merupakan daerah tangkapan air sehingga akan mempunyai hubungan erat dengan proses alam yang dapat menimbulkan bencana seperti longsor, banjir dan kekeringan. Keberhasilan kegiatan GERHAN di Kabupaten Sumedang adalah merupakan suatu perwujudan dari profesionalisme, sikap, mental, serta semangat dari aparatur pemerintah maupun masyarakat, dimana hasilnya harus dapat dinikmati secara lebih merata dan adil oleh seluruh lapisan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan untuk mewujudkan keseimbangan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Adapun kerangka pemikiran yang akan dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Identifikasi Lahan Kritis
Kegiatan GERHAN
Lahan Kritis
Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap lahan kritis
Rencana Pola Tata Ruang
Sebaran Posisi lahan kritis pada setiap Pola Tata Ruang
Rekomendasi penanganan lahan kritis melalui kegiatan GERHAN serta arahan Pola Tata Ruang di Kabupaten Sumedang Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian Beberapa definisi yang menjadi acuan kerja dalam kegiatan penelitian, yaitu : 1. Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sebagai akibat penggunaan lahan yang tidak memperhatikan teknik konservasi tanah yang menyebabkan kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata air) sehingga menimbulkan erosi, banjir serta bencana alam
25 lainnya yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan. (Departemen Kehutanan, 2003). 2. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN)
merupakan
suatu bentuk usaha untuk mengembalikan fungsi hutan dan lahan menjadi lahan yang produktif untuk mengendalikan aliran air tanah, mencegah terjadinya bahaya erosi serta mendukung sistem penyangga kehidupan agar tetap terjaga (Departemen Kehutanan, 2003a). 3. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU Nomor 26 Tahun 2007). Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada seluruh wilayah Kabupaten Sumedang termasuk lokasi kegiatan rehabilitasi lahan kritis yang merupakan sasaran lokasi kegiatan GERHAN Tahun 2003 - 2005 seluas 8.125 Ha yang tersebar di 23 kecamatan (Gambar 2) dan berlangsung selama 3 (tiga) bulan dimulai pada Bulan Juli 2007 sampai dengan Bulan September 2007. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber diantaranya melalui studi pustaka serta koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait untuk memperoleh informasi kegiatan GERHAN dan Penataan Ruang terutama dalam kaitannya dengan rencana pola tata ruang. Data tersebut berupa Peraturan Perundang-undangan, RTRW Kabupaten Sumedang Tahun 2002 - 2012, Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Laporan Tahunan Kegiatan GERHAN Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sumedang Dalam Angka, yang bersumber dari Internet, Pemda Kabupaten Sumedang, Badan Pusat Statistik (BPS), serta jenis-jenis peta yaitu Peta Rupabumi Indonesia (RBI), Peta Administrasi, Peta Kegiatan GERHAN tahun 2003 s.d 2005, Peta Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2005, Peta Rencana Pola Tata Ruang, Peta Lereng, Peta Produktivitas Lahan, Peta Manajemen Lahan dan Peta Tingkat Bahaya Erosi. Semua jenis data sekunder berupa peta yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 6.
26
Gambar 2.
Peta Sasaran Lokasi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan
27 Tabel 6. Data sekunder yang digunakan untuk penelitian No Jenis 1. Peta RBI 2. Peta administrasi 3. Peta kegiatan GERHAN
Format Digital Digital Digital
4. 5. 6. 7.
Peta Kawasan Peta Penutupan Lahan Peta Kemiringan Lereng Peta Tingkat Bahaya Erosi 8. Peta Manajemen lahan 9. Peta Produktivitas Lahan 10. Peta RTRW
Skala 1 : 25.000 1 : 100.000 1 : 100.000
Sumber Bappeda Bappeda Dinas Hutbun
Digital Digital Digital Digital
Tahun 1999 - 2000 2000 2003, 2004, 2005 2000 2000- 2005 2000 2000
1 : 250.000 1 : 100.000 1 : 100.000 1 : 100.000
Dinas Hutbun Bappeda Dinas Hutbun Dinas Hutbun
Digital Digital Digital
2000 2000 2002
1 : 100.000 1 : 100.000 1 : 100.000
Dinas Hutbun Dinas Hutbun Bappeda
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada tujuan penelitian yaitu (1) Identifikasi dan pemetaan perkembangan lahan kritis, (2) Kajian sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang, dan (3) Kajian sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Tahapan metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis Untuk mengidentifikasi lahan kritis di Kabupaten Sumedang dan pemetaannya dilakukan melalui proses tumpang tindih (overlay) dalam operasioperasi Sistem Informasi Geografis (SIG) terhadap peta-peta tematik (data sekunder) yang ada yaitu peta penutupan lahan, peta kemiringan lereng, peta tingkat bahaya erosi, dan peta pengelolaan lahan (peta manajemen dan peta produktivitas). Peta-peta tersebut sebagai parameter penentu kekritisan lahan. Parameter penentu kekritisan lahan ini berdasarkan pada SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 yang meliputi : kondisi tutupan vegetasi kemiringan lereng tingkat bahaya erosi, dan kondisi pengelolaan (manajemen dan produktivitas)
28 Kriteria Penerapan Lahan Kritis Menurut SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998
Peta Penutupan Lahan
Peta Kemiringan Lereng
Peta Tingkat
Bahaya Erosi
Peta Pengelolaan Lahan
Skoring Overlay Peta Lahan Kritis Teridentifikasi
Peta Kegiatan GERHAN
Peta Rencana Pola Tata Ruang Wilayah
Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap lahan kritis
Sebaran lahan kritis pada setiap Pola Tata Ruang Wilayah
Rekomendasi penanganan lahan kritis melalui kegiatan GERHAN
Arahan jenis pola tata ruang wilayah Kabupaten Sumedang
Gambar 3. Bagan Alir Tahapan Penelitian Data spasial untuk masing-masing parameter harus diseragamkan, yaitu dalam sistem proyeksi dan sistem koordinat yang digunakan serta kesamaan data atributnya. Sistem proyeksi dan sistem koordinat data spasial yang digunakan adalah Universal Transverse Mercatr (UTM) dengan satuan unit meter. Langkahlangkah penyusunan data spasial lahan kritis dalam penelitian ini mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Reabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan RI Nomor : SK.167/V-SET/2004 tanggal 22 September 2004 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Data Spasial Liputan Lahan Data spasial liputan lahan pada penelitian ini menggunakan data sekunder berupa peta penutupan lahan tahun 2000 dan 2005 dalam bentuk peta digital.
29 Kondisi tutupan lahan dinilai berdasarkan prosentase tutupan tajuk pohon dan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas tutupan lahan selanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan, parameter liputan lahan mempunyai bobot 50, sehingga nilai skor akhir untuk parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 50). Klasifikasi tutupan lahan dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Klasifikasi Tutupan Lahan dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kelas
Skor
Bobot
5 4 3 2 1
50 50 50 50 50
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b
Nilai (skor x bobot) 250 200 150 100 50
Data Spasial Kemiringan Lereng Data spasial kemiringan lereng yang disusun harus mempunyai data atribut yang berisikan informasi kemiringan lereng dan klasifikasinya pada setiap unit pemetaannya (poligon kemiringan lereng). Data spasial kemiringan lereng pada penelitian ini menggunakan data sekunder berupa peta kemiringan lereng tahun 2000 dalam bentuk peta digital. Klasifikasi kemiringan lereng untuk identifikasi lahan kritis yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Klasifikasi Kemiringan Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis
Kelas
Kemiringan Lereng (%)
Skor
Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
<8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 > 40
5 4 3 2 1
Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Nilai Bobot (skor x bobot) 20 100 20 80 20 60 20 40 20 20
Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b
Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Nilai Bobot (skor x bobot) 10 50 10 40 10 30 10 20 10 10
30 Data Spasial Tingkat Bahaya Erosi Data spasial tingkat bahaya erosi diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan berupa data sekunder Peta Tingkat Bahaya Erosi, Perkiraan erosi tahunan dan kedalaman solum tanah dapat dipertimbangkan untuk menentukan TBE pada setiap satuan lahan. Tingkat bahaya erosi pada suatu lahan dalam penentuan lahan kritis dibedakan menjadi 4 kelas yaitu: ringan, sedang, berat dan sangat berat. Tabel 9 menunjukkan klasifikasi tingkat bahaya erosi dalam penentuan lahan kritis. Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis Kelas Ringan Sedang Berat Sangat berat
Skor 5 4 3 2
Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Nilai Bobot (skor x bobot) 20 100 20 80 20 60 20 40
Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Nilai Bobot (skor x bobot) 10 50 10 40 10 30 10 20
Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b (Modifikasi)
Data Spasial Kriteria Produktivitas Lahan Data produktivitas lahan merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Sesuai dengan karakternya, data tersebut merupakan data atribut. Data spasial produktivitas lahan pada penelitian ini menggunakan data sekunder berupa peta produktivitas lahan tahun 2000 dalam bentuk peta digital, yang dibagi menjadi 5 kelas seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Klasifikasi Produktivitas dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Kelas
Besaran
Sangat Tinggi >80 % Tinggi 61 – 80 % Sedang 41 – 60 % Rendah 21 – 40 % Sangat Rendah <20 % Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b
Skor
Bobot
5 4 3 2 1
30 30 30 30 30
Nilai (skor x bobot) 150 120 90 60 30
31 Data Spasial Kriteria Manajemen Lahan Manajemen lahan merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan, serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. Adapun untuk kawasan budidaya pertanian dan kawasan lindung di luar hutan lindung dinilai berdasarkan penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai dengan petunjuk teknis atau tidak. Data spasial manajemen lahan pada penelitian ini menggunakan data sekunder berupa peta manajemen lahan tahun 2000 dalam bentuk peta digital. Kriteria manajemen pengelolaan dalam penentuan lahan kritis dibagi menjadi 3 kelas seperti terlihat pada Tabel 11 dan 12. Tabel 11. Klasifikasi Manajemen Lahan dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Hutan Lindung Kelas Baik Sedang Buruk
Besaran / Deskripsi Lengkap *) Tidak lengkap Tidak ada
Skor
Bobot
5 3 1
10 10 10
Nilai (skor x bobot) 50 30 10
Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b Keterangan : Penilaian berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan meliputi tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta kegiatan penyuluhan
Tabel 12. Klasifikasi Manajemen Lahan dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kelas Baik Sedang Buruk
Besaran / Deskripsi lengkap *) Tidak lengkap Tidak ada
Skor 5 3 1
Bobot 30 30 30
Nilai (skor x bobot) 150 90 30
Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b Keterangan : Penilaian berdasarkan penerapan teknologi konservasi tanah
Secara teknis, langkah-langkah dalam spasialisasi kriteria manajemen tidak berbeda dengan langkah-langkah dalam spasialisai kriteria produktivitas, sehingga uraian langkah teknis sebelumnya dapat digunakan.
32 Secara umum kegiatan penentuan tingkat kekritisan lahan dengan menggunakan kriteria SK. Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 dapat dilihat pada Gambar 4. Untuk menyusun data spasial lahan kritis perangkat lunak ArcView Versi 3.3 digunakan bersama-sama ArcView Extension sebagai fasilitas atau fungsi tambahan untuk mendukung suatu proses tertentu. Ada 8 (delapan) extension yang digunakan dalam identifikasi dan pemetaan lahan kritis ini, yaitu : Geoprocessing, Graticule & Measure Grid, Projection Utility, 3D Analyst, Spatial Analyst, Image Analyst, dan Edit Tools dan MNDR Stream Digitizing. Peta Tingkat Bahaya Erosi (Bobot 20)
Peta Kemiringan Lereng (Bobot 20) Kelas Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
Skor 5 4 3 2 1
Kelas Ringan Sedang Berat Sangat Berat OVERLAY
Peta Penutupan Lahan (Bobot 50) Kelas Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk
Skor 5 4 3 2 1
Skor 5 4 3 2
Peta Manajemen (Bobot 10) Kelas Baik Sedang Buruk
Peta Tingkat Kekritisan Lahan
Gambar 4. Bagan Alir Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/ 1998 pada Kawasan Hutan Lindung (Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b) Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) merupakan salah satu upaya untuk mengatasi degradasi hutan dan lahan yang dapat menimbulkan bencana alam berupa banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang menimbulkan dampak terhadap kerusakan pada infrastruktur aset pembangunan,
Skor 5 3 1
33 baik berupa moril maupun materil yang berujung pada terganggunya tata kehidupan masyarakat. Metode penelitian yang dilaksanakan untuk mengkaji peranan GERHAN terhadap perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang menggunakan analisis SIG dalam bentuk tumpang tindih (overlay) lokasi kegiatan GERHAN yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sumedang khususnya lokasi yang berada di luar kawasan hutan (lahan milik masyarakat) antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2005, kemudian di-overlay-kan dengan peta lahan kritis teridentifikasi. Selanjutnya, peta yang dihasilkan berupa peta sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang Penataan ruang merupakan suatu proses yang meliputi tiga tahapan, yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Mengacu pada pengertian ini, maka penataan ruang semestinya menjadi wadah bagi kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang, sehingga penataan ruang dapat menjadi acuan dan pedoman bagi perumusan kebijakan pembangunan di daerah. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ditetapkan bahwa setiap Daerah Kabupaten perlu menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Di samping itu, keberadaan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa implikasi perkembangan penataan ruang pada perubahan yang lebih mendasar dengan diberlakukannya otonomi daerah. Khususnya di Kabupaten Sumedang, hal tersebut telah mendorong Pemerintah Daerah untuk melakukan kegiatan yang makin intensif dalam proses penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang di daerah masing-masing secara mandiri. Pemerintah daerah sekarang memiliki wewenang yang luas dalam merencanakan, memanfaatkan, dan mengendalikan pemanfaatan ruang secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Pada penelitian ini, metode penelitian yang dilaksanakan untuk mengkaji sebaran rencana pola tata ruang wilayah terhadap lahan kritis adalah menggunakan analisis SIG dalam bentuk tumpang tindih (overlay) antara peta Rencana Pola Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang dengan peta lahan kritis teridentifikasi. Selanjutnya, peta yang dihasilkan adalah peta sebaran rencana pola tata ruang wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang.
34 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk memberi penjelasan terhadap suatu kondisi baik berupa proses maupun hasil secara logis dan sederhana tanpa menghilangkan ciri ilmiah dari suatu penelitian. Analisis ini menggunakan daya pikir terhadap berbagai masalah sehingga dapat mengemukakan pendapat secara sistematis, serta mampu memahami pernyataan-pernyataan bahasa yang dikemukakan. Pada
penelitian
ini,
analisis
dilakukan
untuk
menggambarkan
perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang serta menjelaskan kaitan antara RTRW Kabupaten Sumedang dalam hal ini rencana pola tata ruang wilayah serta kegiatan rehabilitasi lahan kritis (GERHAN) dengan tingkat kekritisan lahan. Peta-peta yang telah dihasilkan baik berupa luasan maupun persentase untuk memperoleh paparan yang lebih jelas kemudian dikaji dan dilakukan pembahasan dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil analisis ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi rekomendasi penanganan lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta arahan pola tata ruang wilayah di Kabupaten Sumedang.
GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUMEDANG Kondisi Geografis Kabupaten Sumedang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di wilayah Propinsi Jawa Barat, terletak pada koordinat 6040’ - 7083’ Lintang Selatan dan 107044’ - 108021’ Bujur Timur dengan batas-batas secara administratif (Gambar 5) sebagai berikut : -
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Subang
-
sebelah Timur dengan Kabupaten Majalengka
-
sebelah Selatan dengan Kabupaten Garut dan
-
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Secara administrasi Kabupaten Sumedang terdiri dari 26 kecamatan,
dengan 18 kecamatan merupakan kecamatan lama dan 8 kecamatan merupakan hasil Pemekaran sesuai dengan Perda Kabupaten Sumedang No. 51 Tahun 2000. Daftar nama kecamatan, jumlah dan nama desa yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Lampiran 1. Topografi Bentuk permukaan wilayah Kabupaten Sumedang sangat variatif dari permukaan yang datar sampai yang bergunung, sedangkan ketinggiannya secara keseluruhan terletak antara 20 sampai dengan lebih dari 1000 meter dari permukaan laut. Pusat-pusat kecamatan di wilayah ini terletak pada kisaran ketinggian 40 – 800 meter dari permukaan laut (mdpl). Berdasarkan rata-rata modus tingkat ketinggian, 43,73 persen dari keseluruhan Wilayah Kabupaten Sumedang terletak pada ketinggian 101 – 500 mdpl dan 32,41 persen terletak pada ketinggian 501-1000 mdpl. Klimatologi Iklim merupakan jumlah rata-rata dari kondisi peristiwa yang terjadi di atmosfer di suatu wilayah pada waktu yang lama, atau dapat juga dikatakan bahwa iklim merupakan hasil pengamatan cuaca yang ukurannya dirata-ratakan berdasarkan fluktuasi waktu tertentu. Kajian iklim diperlukan untuk mengetahui potensi yang terdapat disuatu wilayah dalam berbagai sektor, sebagai contohnya
36
Gambar 5. Peta Administrasi Kabupaten Sumedang
37 adalah dalam perumusan rencana pengembangan sektor pertanian. Wilayah Kabupaten Sumedang memiliki rata-rata curah hujan per tahun cukup tinggi yaitu sebesar + 2430.75 mm. Pada tahun 2001, jumlah hari hujan meningkat dari 112 pada tahun 2000 menjadi 122 dengan kuantitas curah hujan mencapai 2598 mm per tahun yang berarti menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2000. Jumlah hari hujan terkecil berada di Kecamatan Cibugel dengan 52 hari hujan, kemudian Kecamatan Buahdua dengan 76 hari hujan, Wado 83 hari hujan, serta Tomo 84 hari hujan. Kecuali kecamatan yang alat pengukurnya rusak atau yang belum memiliki data curah hujan, sebelas kecamatan lainnya memiliki jumlah hari hujan di atas 100 hari. Hidrologi Kajian karakteristik hidrologi suatu wilayah sangat diperlukan dalam pengendalian dan pengaturan tata air wilayah tersebut, di mana pengendalian dan pengaturan tata air tersebut meliputi masalah sumber air, kebutuhan air tanaman, banjir, peluapan, erosi, dan sedimentasi. Sumber air suatu wilayah tergantung pada daur hidrologi wilayah tersebut, baik daur alami maupun yang telah diintervensi manusia. Daur hidrologis alami dipengaruhi oleh kondisi cuaca, topografi, geologi, dan letak dari wilayah tersebut dalam satuan wilayah sungai atau daerah tangkapan air. Aliran-aliran sungai besar di wilayah ini bersama dengan anak-anak sungainya membentuk pola Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dapat digolongkan atas 6 Sub DAS yakni Sub DAS Citarik, Cipeles, Cipunagara, Cipelang, Cimanuk, dan Sub DAS Cilitung. Sungai-sungai besar yang banyak dimanfaatkan airnya adalah Sungai Cipeles, Sungai Cirajang, Sungai Cipunagara, dan Sungai Cisugan. Hulunya di daerah pegunungan antara lain Gunung Tampomas, Gunung Pangarang, dan Gunung Calangcang. Jenis tanah Jenis-jenis tanah yang ada di Kabupaten Sumedang dapat dibedakan atas tanah latosol, alluvial, podsolik, regosol, andosol, grumosol dan mediteran coklat kemerahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Sumedang pada
38 sebagian wilayahnya tergolong cukup subur, sehingga dapat difungsikan sebagai lahan pertanian. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Sumedang pada tahun 2004 berjumlah 1.008.474 orang terdiri dari laki-laki sebanyak 502.968 orang dan perempuan sebanyak 505.506 orang yang tersebar di 26 kecamatan dengan pola penyebaran yang tidak merata dengan laju pertumbuhan sebesar 1.16 %. Penduduk Kabupaten Sumedang secara lengkap per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Sumedang Tahun 2003 – 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Kecamatan Jatinangor Cimanggung Tanjungsari Sukasari Pamulihan Rancakalong Sumedang Selatan Sumedang Utara Ganeas Situraja Cisitu Darmaraja Cibugel Wado Jatinunggal Jatigede Tomo Ujungjaya Conggeang Paseh Cimalaka Cisarua Tanjungkerta Tanjungmedar Buahdua Surian Jumlah
2003 87,238 64,421 63,962 28,420 48,263 36,227 65,190 75,754 21,870 33,426 25,441 36,238 19,910 42,664 40,330 23,955 22,238 28,303 29,266 35,564 51,725 18,500 32,127 23,318 31,272 11,330 996,952
2004 87,734 69,164 64,061 28,587 48,704 36,474 65,409 76,013 22,594 33,767 25,463 37,121 20,381 43,495 40,452 23,853 22,229 28,470 29,314 35,671 51,944 18,840 32,550 23,375 31,425 11,381 1,008,474
Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Sumedang, 2005
Laju Pertumbuhan (%) 0.57 7.36 0.15 0.59 0.91 0.68 0.34 0.34 3.31 1.02 0.09 2.44 2.37 1.95 0.30 -0.41 -0.04 0.59 0.16 0.30 0.42 1.84 1.32 0.24 0.49 0.45 1.16
39 Kecamatan Sumedang Utara berpenduduk paling banyak yaitu mencapai 76.013 orang yang terdiri dari 38.217 orang laki-laki dan37.796 orang perempuan berikutnya Sumedang Selatan dengan jumlah penduduk 65.409 orang yang terdiri dari 32.753 orang laki-laki dan 32.656 orang perempuan. Hal tersebut wajar mengingat
Sumedang
Utara
dan
Sumedang
Selatan
merupakan
pusat
pemerintahan Kabupaten Sumedang. Kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil yaitu Kecamatan Surian dengan jumlah penduduk 11.381 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 5.562 orang dan perempuan sebanyak 5.819 orang berikutnya Cisarua dengan 18.840 orang yang terdiri dari 9.282 orang laki-laki dan 9.558 orang perempuan. Hal tersebut terjadi karena wilayah tersebut letaknya jauh dari pusat pemerintahan dan sarana transportasi umum di wilayah tersebut belum memadai baik jumlah maupun armadanya. Sosial Ekonomi Aktivitas ekonomi Kabupaten Sumedang berdasarkan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yaitu sebanyak 199,694 orang, industri 57,876 orang, pertambangan, listrik, gas, air dan konstruksi sebanyak 33,974 orang, perdagangan 89,718 orang, angkutan dan komunikasi 2,618 orang, keuangan 2,406 orang serta jasa sebanyak 45,506 orang. Berikut ini dapat dilihat jumlah tenaga kerja menurut status pekerjaan dari tahun 2000 sampai dengan 2003 pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Status Pekerjaan Tahun 2000 s.d 2003 No
Tahun
Pert
Ind
Pert
Perd
AngK
Keu
Jas
Jumlah
1 2000 155,052 49,697 16,693 91,361 17,771 1,694 56,312 388,520 2 2001 203,816 64,312 25,458 96,497 22,622 5,982 30,738 449,425 3 2002 181,117 66,565 23,174 92,808 26,974 3,219 32,766 426,623 4 2003 199,694 57,876 33,974 89,718 2,618 2,406 45,506 455,354 Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Sumedang, 2005 Keterangan : Pert = Pertanian, Ind = Industri, Pert = Pertambangan listrik, air, gas dan konstruksi, Perd = Perdagangan, AngK = Angkutan dan Komunikasi, Keu = Keuangan dan Jas = Jasa
Kabupaten Sumedang memiliki potensi-potensi andalan di bidang agribisnis dan pariwisata. Potensi andalan tersebut tersebar pada sentra-sentra produksi di 26 Kecamatan. Potensi-potensi tersebut diantaranya untuk makanan
40 khas Kabupaten Sumedang terkenal dengan Tahu Sumedang, Ubi Cilembu, Oncom Pasir Reungit, Salak Bongkok, Opak Cimanggung dan Opak Conggeang, Sawo Sukatali, Talas Semir serta Sampeu Wedang. Obyek wisata alam terdiri dari Curug Sindulang, Cipanas Sekarwangi, Cipanas Cileungsi, Cipanteneun, Gua Gunung Kunci, Gunung Lingga, Gunung Palasari, Cibingbin Arung Jeram Sungai Cipeles serta Bandung Giri Gahana & Resort. Untuk Wisata budaya Kabupaten Sumedang terkenal dengan Museum Prabu Geusan Ulun, Cadas Pangeran, Lingga, Makam Tjoet Nyak Dhien, Makam Marongge, Makam Dayeuhluhur, Kampung Toga,
Saung Budaya. Sedangkan seni dan budaya yang terkenal
diantaranya Kuda Renggong, Bangreng, Umbul, Tarawangsa, Terebang Genggong, Upacara Adat Ngalaksa, Topeng Kasumedangan, Pajang Jimat dan Ukiran Jatinangor. Rencana Strategis Daerah Kabupaten Sumedang Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 52 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang tahun 2001 – 2005, visi Kabupaten Sumedang dijadikan visi Pemerintah Daerah yaitu : “Terwujudnya Kabupaten Sumedang sebagai daerah Agribisnis dan Pariwisata yang didukung oleh masyarakat beriman dan bertakwa, yang maju dan mandiri, sehat, demokratis, berwawasan lingkungan serta menjunjung tinggi hukum” Dari visi diatas mengandung arti bahwa dari pengkajian potensi sumber daya daerah yang dimiliki masyarakat dan Pemerinah daerah, kesejahteraan ekonomi masyarakat selama ini terdapat dalam potensi budaya daerah sebagai daerah eks Kerajaan Sumedang Larang di masa silam. Namun demikian kesejahteraan masyarakat pada bidang ekonomi daerah, perlu ditopang oleh kesempurnaan masyarakat dalam kesejahteraan di bidang sosial budaya serta kemapanan stabilitas penyelenggaraan pemerintah yang makin demokratis. Dalam rangka mencapai visi yang ada, maka terhadap misi yang dilakukan penajaman rumusannya, menjadi: a) Menegakkan tata pemerintahan daerah yang makin baik, bersih dan amanah dengan berlandaskan kepada
kepada kedaulatan rakyat, demokratis,
menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia.
41 b) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang kompetitif yang ditopang oleh pembinaan akhlak mulia serta lingkungan dan modal sosial yang makin menjamin solidaritas sosial. c) Meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan potensi Sumber Daya Alam dan ekonomi yang makin berwawasan lingkungan dan berkelanjutan menuju tercapainya kesejahteraan masyarakat yang layak dan bermatabat. Kemunculan visi dan misi daerah tidak lepas dari sebuah keyakinan akan tata nilai dan norma-norma yang selama ini melandasi masyarakat daerah dalam berpemerintahan, maka visi dan misi yang ada sesungguhnya didorong oleh falsafah masyarakat terhadap arti Kasumedangan itu sendiri. Falsafah kemunculan Kabupaten Sumedang berangkat dari keinginan masyarakat daerah dapat tampil dilingkungannnya sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki pemerintahan di tengah-tengah sejarah panjang perjalanan berdirinya
Republik
Indonesia.
Bermula
dari
keyakinan
untuk
tampil
“makalangan”, maka kata Sumedang dibangun dari kata “Insun” dan “Medal”, yang berarti tampil di muka. Untuk lebih membumikan serta menjadi landasan operasional segenap masyarakat daerah dan para penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Sumedang, nilai-nilai utama rencana strategis daerah dijabarkan kedalam nilainilai dasar sebagai berikut: (1) Kebaikan, (2) Kebenaran, (3) Keadilan, (4) Kemuliaan, (5) Kesejahteraan dan (6) Kebersamaan dan Kesetiakawanan. Berdasarkan misi Kabupaten Sumedang, yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi terdapat pada misi ketiga yaitu “Meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan potensi Sumber Daya alam dan Ekonomi yang makin berwawasan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan masyarakat yang layak dan bermartabat”. Tujuan yang bisa dirumuskan dari misi ketiga tersebut, yaitu: Mengembangkan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sehingga mencapai stabilitas ekonomi daerah. Sasaran yang direncanakan untuk dapat dicapai secara betahap dan berkesinambungan sejak tahun 2003 – 2008, yaitu Meningkatnya kapasitas perekonomian daerah yang berbasis potensi daerah, yang ditunjang oleh
42 pengembangan perwilayahan yang berimbang dalam rangka mengurangi ketimpangan pendapatan dan pemusatan kekuatan ekonomi antar kecamatan, dengan tetap memperhatikan pencegahan kerusakan lingkungan yang ditandai oleh: 1) Laju Pertumbuhan Ekonomi dapat mencapai rata-rata 4% pertahun 2) Terwujudnya Kabupaten Sumedang sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) dengan kunjungan wisatawan yang mencapai kenaikan 15% pada setiap tahunnya, yang didukung oleh upaya pengembangan satuan kawasan wisata. 3) Menurunnya Luas Lahan Kritis mencapai 80% pada tahun 2008 4) Terpenuhinya baku limbah cair industri yang mencapai 50% pada tahun 2008 5) Tercapainya luas kawasan lindung sebesar 50% pada tahun 2008 6) Tercapainya reklamasi bahan galian C sebesar 50% pada tahun 2008 7) Berkurangnya jumlah penduduk miskin pada setiap tahunnya sebesar 1,25% 8) Meningkatnya partisipasi masyarakat dan stakeholder untuk menangani ketenagakerjaan dalam rangka menunjang target pengurangan pengangguran sebesar 2,8% pada setiap tahunnya serta penyelesaian kasus perselisihan hubungan industrial sebesar 0% (zero termination), terlaksananya penerapan ketentuan normatif dan tidak terjadinya kecelakaan kerja di peusahaan (zero accident) 9) Meningkatnya fasilitasi penyediaan kebutuhan pokok bagi masyarakat yang terus terjamin di pusat-pusat perekonomian masyarakat, yang ditandai dengan tersedianya stok bahan kebutuhan pokok di daerah, sekurang-kurangnya 90% dari kebutuhan. Program yang dilaksanakan berkaitan dengan sasaran dan lingkup peningkatan pelayanan kredit mikro kepada masyarakat/UKM dan kebijakan perekonomian lokal diantaranya: 1.
Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Kapasitas Industri Daerah yang Makin Kompetitif
2.
Penataan BUMD yang makin efisien, transparan dan profesional
3.
Peningkatan skala usaha ekonomi kecil dan menengah
4.
Pemberdayaan usaha masyarakat miskin dalam usaha bidang industri, perdagangan dan koperasi
43 5.
Peningkatan penguasaan dan penyebaran tekhnologi yang menunjang kapasitas industri dan perdagangan di daerah
6.
Pengembangan peran koperasi dalam peningkatan skala usaha mikro, kecil dan menengah
7.
Pemberdayaan usaha masyarakat miskin dalam usaha bidang industri, perdagangan dan koperasi
8.
Peningkatan pembinaan dan pengembangan kapasitas indusri daerah yang makin kompetitif
9.
Peningkatan skala usaha ekonomi kecil dan menengah
10. Peningkatan penguasaan dan penyebaran tekhnologi yang menunjang kapasitas industri dan perdagangan di daerah 11. Pengembangan peran koperasi dalam peningkatan skala usaha mikro, kecil dan menengah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis Metode penilaian lahan kritis mengacu pada definisi lahan kritis dari Departemen Kehutanan (Departemen Kehutanan, 1998) yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga menyebabkan hilangnya atau berkurang fungsinya lahan tersebut. Sasaran penilaian lahan kritis adalah pada lahan-lahan dengan fungsi yang ada kaitannya dengan kegiatan reboisasi dan rehabilitasi. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga) fungsi lahan yaitu (1) fungsi kawasan hutan lindung, (2) kawasan budidaya untuk usaha pertanian dan (3) kawasan lindung di luar kawasan hutan (Gambar 6). Kriteria masing – masing dari ketiga fungsi lahan mencakup parameter (1) keadaan penutupan lahan, (2) kemiringan lereng, (3) tingkat bahaya erosi (TBE), dan (4) kondisi pengelolaan lahan (produktivitas dan manajemen). Selanjutnya untuk analisis lahan kritis parameter-parameter tersebut diberi skor dan bobot sehingga tingkat kekritisan lahan didasarkan pada total skor parameter pada tiaptiap fungsi lahannya.
Gambar 6. Peta Kawasan Kabupaten Sumedang
45 Kawasan Hutan Lindung Pada fungsi lahan kawasan hutan lindung (Gambar 7) kriteria, kelas, serta skor penilaian tingkat kekritisan lahan pada fungsi ini dapat dilihat pada Tabel 15.
Gambar 7. Peta Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang Tabel 15. Kriteria Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung No 1.
Kriteria (bobot) Penutupan Lahan (50)
Kelas
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk 2. Kemiringan Lereng Datar (20) Landai Agak curam Curam Sangat curam 3. Tingkat Bahaya Erosi Sangat Ringan dan Ringan (20) Sedang Berat Sangat berat 4. Manajemen Lahan Baik (10) Sedang Buruk Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b ( Modifikasi)
Skor 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 5 3 1
Nilai (skor x bobot) 250 200 150 100 50 100 80 60 40 20 100 80 60 40 50 30 10
46 Penilaian tingkat kekritisan lahan pada parameter keadaan penutupan lahan menggunakan data sekunder, yaitu peta penutupan lahan tahun 2000 (Lampiran 2) dan 2005 (Lampiran 3) dari Bappeda Kabupaten Sumedang. Adapun kelas dan luas penutupan lahan yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Kelas dan Luas Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang Luas (Ha) Th. Th. Selisih 2000 2005 1 Sangat Baik 1,805.95 1,808.04 2.09 2 Baik 763.55 772.30 8.75 3 Sedang 1,586.00 1,566.28 (19.72) 4 Buruk 628.05 635.15 7.10 5 Sangat Buruk 61.37 63.15 1.78 Jumlah 4,844.92 4,844.92 0.00 Sumber : Hasil olahan data Bappeda Kab. Sumedang. No
Kelas Penutupan Lahan
Persentase (%) Th. Th. Selisih 2000 2005 37.28 37.32 0.04 15.76 15.94 0.18 32.74 32.33 (0.41) 12.95 13.11 0.16 1.27 1.30 0.03 100.00 100.00 0.00
Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa penutupan lahan pada kawasan hutan lindung untuk kelas baik dan sangat baik tahun 2000 seluas 2,569.50 Ha atau sebesar 53.04 % dari luas total kawasan, sedangkan untuk Tahun 2005 seluas 2,580.33 Ha (53.26 %). Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan penutupan tajuk pohon atau kondisi vegetasi pada kawasan hutan lindung tergolong masih baik (tutupan tajuknya diatas 60 %). Kondisi vegetasi yang baik memiliki peranan dalam menyerap dan menjaga ketersediaan air tanah serta menjaga kedalaman tanah efektif. Sedangkan untuk kelas sedang sampai dengan sangat buruk persentase tutupan tajuk pohon dibawah 60 %. Kelas tutupan tajuk yang buruk dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah penebangan liar, bencana yang disebabkan oleh aktifitas alam serta faktor perubahan fungsi kawasan yang disebabkan adanya aktifitas dari manusia (pertambangan, pertanian, atau usaha pengelolaan lainnya yang tidak sesuai peruntukannya). Dalam menilai tingkat kekritisan lahan semakin baik kelas penutupan lahan maka akan memberikan kontribusi yang positif untuk memperbesar nilai / skoring, dalam hal ini hasilnya adalah lahan mendekati kelas tidak kritis. Berdasarkan angka-angka pada Tabel 16, maka dapat disimpulkan bahwa dari dua titik tahun yang berbeda (Tahun 2000 dan 2005) masih memperlihatkan
47 kondisi penutupan lahan yang cukup baik (lebih dari 50 % dari luas total kawasan hutan lindung). Parameter kedua yang dipakai dalam identifikasi lahan kritis pada kawasan hutan lindung adalah kemiringan lereng. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder berupa peta kemiringan lereng Kabupaten Sumedang (Lampiran 4). Kelas dan luas kemiringan lereng pada kawasan hutan lindung di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Kelas dan Luas Kemiringan Lereng pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang No. 1 2 3 4 5
Kelas Kemiringan Lereng Datar (<8%) Landai ( 8 – 15 % ) Agak Curam ( 15 – 25 % ) Curam ( 25 – 40 % ) Sangat Curam ( >40 % ) Jumlah
Luas (Ha) 260.33 83.48 1,307.85 882.81 2,310.45 4,844.92
Persentase (%) 5.37 1.72 26.99 18.22 47.70 100.00
Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang.
Hasil dari pengolahan pada atribut peta kemiringan lereng, sebagaimana yag tersaji pada Tabel 17 dapat diuraikan bahwa parameter kemiringan lereng dari kelas agak curam, curam dan sangat curam dengan kemiringan lebih dari 15 % seluas 4,501.12 Ha atau sekitar 92.90 % dari luas kawasan hutan lindung, dan kelas landai sampai datar kurang dari 10 % dari luas kawasan ini. Hal ini menunjukkan bahwa potensi gerakan tanah pada kawasan hutan lindung Kabupaten Sumedang sangat besar karena lebih dari 90 % wilayahnya mempunyai kemiringan lereng dari agak curam hingga sangat curam. Bencana yang dapat ditimbulkan akibat gerakan tanah salah satunya adalah korban jiwa akibat tertimbun oleh tanah longsor (land slide) disamping dapat mengakibatkan pula banyak kerusakan, baik kerusakan lingkungan maupun kerusakan sarana dan prasarana fisik hasil pembangunan. Sedangkan untuk kemiringan lereng kurang dari 15 % yaitu kelas landai sampai dengan datar pengaruhnya sangat kecil terhadap kejadian gerakan tanah. Kelas agak curam sampai dengan sangat curam pada kawasan ini memberikan nilai yang semakin rendah dalam skoring penentuan tingkat
48 kekritisan lahan, sebaliknya jika lahan semakin datar maka akan memberikan nilai yang tinggi sehingga lahan akan mendekati kelas tidak kritis. Parameter selanjutnya yang digunakan untuk identifikasi lahan kritis pada kawasan hutan lindung adalah tingkat bahaya erosi. Secara rinci kelas tingkat bahaya erosi dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Kelas dan Luas Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang No. 1 2 3 4 5
Kelas Tingkat Bahaya Erosi Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat Jumlah
Luas (Ha) 149.30 268.36 336.67 872.67 3,217.92 4,844.92
Persentase (%) 3.08 5.54 6.95 18.01 66.42 100.00
Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang
Berdasarkan hasil pengolahan data atribut pada peta tingkat bahaya erosi (Lampiran 5) dapat diuraikan luasan untuk masing-masing tingkat bahaya erosi seperti yang tersaji pada Tabel 18 bahwa sekitar 66 % dari luas kawasan hutan lindung mempunyai tingkat bahaya erosi sangat berat. Hal ini menandakan bahwa kelas TBE tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat kekritisan lahan yaitu untuk kelas kritis sampai sangat kritis. Parameter yang keempat dalam melakukan identifikasi lahan kritis pada kawasan hutan lindung adalah manajemen lahan (Lampiran 6). Parameter manajemen lahan untuk kawasan hutan lindung dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan hutan lindung, kegiatan pengamanan dan pengawasan serta ada tidaknya kegiatan penyuluhan. Kelas dan luas manajemen lahan pada kawasan hutan lindung di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Kelas dan Luas Manajemen Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang No. 1 2 3
Kelas Manajemen lahan Baik Sedang Buruk Jumlah
Luas (Ha) 4,844.92 4,844.92
Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang
Persentase (%) 100.00 100.00
49 Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa untuk parameter manajemen lahan hanya terdapat satu kelas yaitu kelas baik seluas 4,844.92 Ha atau 100 % dari total luas kawasan hutan lindung, hal ini mengindikasikan bahwa untuk kawasan ini telah dilaksanakan kegiatan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta adanya kegiatan penyuluhan terhadap masyarakat di sekitar kawasan. Parameter ini menggambarkan segala tindakan yang diberikan terhadap tanah untuk melindungi tanah dari kerusakan. Untuk selanjutnya dari keempat parameter penentu tingkat kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung yang telah diuraikan diatas kemudian disusun dan dianalisis untuk mengidentifikasikan dan memetakan tingkat kekritisan lahan. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial dengan cara menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial (parameter penentu kekritisan lahan) untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Untuk setiap unit analisis tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya sehingga menghasilkan data tabular atau disebut juga analisis tabular. Hasil dari analisis
tabular
kemudian
dihubungkan
dengan
data
spasialnya
untuk
menghasilkan data spasial tingkat kekritisan lahan. Dalam identifikasi dan pemetaan tingkat kekritisan lahan ini, analisis spasial yang dipakai menggunakan sistem proyeksi dan koordinat Universal Transverse Mercator (UTM). Hal ini dipilih karena sistem koordinat dan proyeksi UTM menggunakan satuan meter sehingga mempermudah dalam analisis tabular yang membutuhkan informasi luasan area. Analisis yang digunakan dalam metode ini memakai atribut data spasial atau data tabular dengan menggunakan satuan skoring, dimana setiap parameter penentu tingkat kekritisan lahan diberi skor seperti yang telah dijelaskan pada Bab Metode Penelitian. Skor-skor pada setiap parameter yang telah di-overlay-kan kemudian dijumlahkan. Hasil dari penjumlahan skor tersebut kemudian dikelaskan untuk menentukan tingkat kekritisan lahan. Kelas tingkat kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung berdasarkan total skor dapat dilihat pada Tabel 20.
50 Tabel 20. Kelas dan Total Skor Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung No. Tingkat Kekritisan Lahan 1 Sangat Kritis 2 Kritis 3 Agak Kritis 4 Potensial Kritis 5 Tidak Kritis Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b
Total Skor 120 – 180 181 – 270 271 – 360 361 – 450 451 – 500
Tahapan analisis spasial untuk identifikasi dan pemetaan tingkat kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung secara garis besar terdiri dari 4 (empat) langkah yaitu : (1) Tumpangsusun (overlay) data spasial, (2) Editing data atribut, (3) Analisis tabular, dan (4) Presentasi (tampilan) data spasial hasil analisis tabular. Langkah pertama yang dilakukan adalah overlay data spasial penutupan lahan dengan kemiringan lereng, dalam hal ini menggunakan bantuan fungsi intersecting atau irisan (intersect two theme) pada extension geoprocessing. Data spasial (peta) hasil overlay kemudian di-overlay-kan dengan data spasial manajemen lahan, dan selanjutnya di-overlay-kan lagi dengan data spasial tingkat bahaya erosi. Langkah berikutnya adalah editing data atribut dan analisis tabular. Pada langkah ini atribut dari theme hasil overlay dari 4 (empat) data spasial ditambahkan kolom baru yaitu kolom total skor dan kolom tingkat kekritisan lahan. Kolom total skor merupakan penjumlahan dari skor masing-masing data atribut, sedangkan kolom tingkat kekritisan lahan merupakan arti dari jumlah skor masing-masing yang diperoleh terhadap tingkat kekritisan lahan. Data hasil pengolahan analisis data tabular pada kawasan hutan lindung dan kawasan lainnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Langkah terakhir yang dilakukan adalah presentasi (tampilan) data spasial hasil analisis tabular. Pada langkah ini diperoleh poligon unit analisis yang merupakan hasil penggabungan 4 (empat) parameter penentu tingkat kekritisan lahan. Dari langkah ini dilakukan proses penyederhanaan / simplifikasi terhadap tampilan grafis tanpa mengurangi kejelasan informasi data spasial hasil analisis tabular. Poligon-poligon unit analisis yang memiliki tingkat kekritisan yang sama
51 digabungkan dengan menggunakan bantuan fungsi dissolve atau penggabungan pada extension geoprocessing dengan pilihan fungsi dissolve features based on an attribute. Secara rinci langkah-langkah diatas menghasilkan kelas dan luas dari masing-masing tingkat kekritisan lahan, seperti yang terlihat pada Tabel 21. Tabel 21. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang No 1 2 3 4 5
Kelas Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Jumlah
Tahun 2000 Luas (Ha) % 18.45 0.38 1,027.22 21.20 2,815.90 58.12 19.99 968.56 14.79 0.31 4,844.92 100.00
Tahun 2005 Luas (Ha) % 21.74 0.45 1,121.29 23.14 2,630.29 54.29 1,054.48 21.77 17.12 0.35 4,844.92 100.00
Sumber : Hasil Penelitian
Tingkat kekritisan lahan tahun 2000 (Gambar 8) dan tahun 2005 (Gambar 9) pada kawasan hutan lindung memiliki 5 (lima) kelas tingkat kekritisan lahan, Berdasarkan Tabel 21 dapat dijelaskan bahwa kelas agak kritis di kawasan hutan lindung pada dua titik tahun tersebut sangat mendominasi, hal ini ditandai bahwa luas kelas lahan diatas 50 % dari luas total kawasan hutan lindung. Disamping itu kelas sangat kritis, kritis dan potensial kritis juga memiliki luasan yang lebih besar dari kelas tidak kritis, hal ini sangat bertentangan sekali dengan kriteria yang dimiliki oleh suatu kawasan dengan fungsi hutan lindung. Melihat kondisi diatas, maka tampak ada sedikit kejanggalan jika lahan kritis banyak terjadi di kawasan ini, sehingga ada hal yang perlu diperhatikan mengenai parameter penentu identifikasi lahan kritis pada fungsi kawasan hutan lindung. Mengapa hal ini penting, karena apabila melihat kondisi penutupan lahan pada hutan lindung yang didominasi oleh kelas sangat baik (tutupan tajuk / vegetasi lebih dari 80 %) seharusnya memiliki tingkat kekritisan lahan yang rendah oleh karenanya perlu pengkajian terhadap SK Dirjen RRL tersebut. Adapun deskripsi masing-masing tingkat kekritisan lahan terhadap parameternya disajikan pada Tabel 22 dan 23.
52 Tabel 22. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 terhadap Parameternya pada Kawasan Hutan Lindung No 1.
2.
3.
4.
Parameter / Kelas Penutupan Lahan Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Kemiringan Lereng Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam Tingkat Bahaya Erosi Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat Manajemen Lahan Baik Sedang Buruk
Sangat Kritis
Tingkat Kekritisan Lahan Agak Potensial Kritis Kritis Kritis
Tidak kritis
√ √ √
√
√
√ √ √
√ √ √ √ √
√ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √
√ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √
√
√
√
√
√
Sumber : Hasil Penelitian Tabel 23. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 terhadap Parameternya pada Kawasan Hutan Lindung No 1.
2.
3.
Parameter / Kelas Penutupan Lahan Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Kemiringan Lereng Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam Tingkat Bahaya Erosi Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Sangat Kritis
Tingkat Kekritisan Lahan Agak Potensial Kritis Kritis Kritis
Tidak kritis
√ √ √
√
√
√ √ √
√ √ √ √ √
√ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √
√ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √
53 Tabel 23. Lanjutan No 4.
Parameter / Kelas Manajemen Lahan Baik Sedang Buruk
Sangat Kritis
Tingkat Kekritisan Lahan Agak Potensial Kritis Kritis Kritis
√
√
√
Tidak kritis
√
√
Sumber : Hasil Penelitian
Kawasan Lindung Di luar Hutan Lindung Identifikasi tingkat kekritisan lahan pada fungsi lahan kawasan lindung di luar hutan lindung (Gambar 10) menggunakan parameter-parameter yang sama dengan fungsi lahan pada kawasan hutan lindung, yaitu dinilai berdasarkan (1) keadaan penutupan lahan, (2) kemiringan lereng, (3) tingkat bahaya erosi, serta (4) manajemen lahan. Adapun kriteria, kelas, dan skor penilaian tingkat kekritisan lahan pada fungsi ini dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Kriteria Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung No. 1
Kriteria (bobot) Penutupan Lahan (50)
Kelas
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk 2 Kemiringan Lereng (10) Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam 3 Tingkat Bahaya Erosi (10) Sangat Ringan dan Ringan Sedang Berat Sangat berat 4 Manajemen lahan (30) Baik Sedang Buruk Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b (Modifikasi)
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5
Nilai (skor x bobot) 250 200 150 100 50 50 40 30 20 10 50
4 3 2 5 3 1
40 30 20 150 90 30
Skor
54
Gambar 8.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
55
Gambar 9.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
56
Gambar 10. Peta Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang Parameter pertama (keadaan penutupan lahan) dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu peta penutupan lahan tahun 2000 (Lampiran 8) dan 2005 (Lampiran 9). Hasil analisis terhadap parameter penutupan lahan pada kawasan lindung di luar hutan lindung menghasilkan 5 (lima) kelas, yaitu seperti yang tertuang pada Tabel 25. Tabel 25. Kelas dan Luas Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang No 1 2 3 4 5
Kelas Penutupan Lahan Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Jumlah
Tahun 2000 Luas (Ha) % 6,456.81 69.62 1,149.15 12.39 1,038.78 11.20 263.80 2.84 365.23 3.94 9,273.78
100.00
Sumber : Hasil olahan data Bappeda Kab. Sumedang
Tahun 2005 Luas (Ha) % 6,296.83 67.90 1,277.44 13.77 17.13 10.86 321.93 3.47 370.45 3.99 9,273.78
100.00
57 Pada Tabel 25 dapat dilihat bahwa untuk kelas baik dan sangat baik pada kawasan lindung di luar hutan lindung untuk tahun 2000 seluas 7,605.97 Ha dari luas total kawasan lindung di luar hutan lindung (82.02 %) dan tahun 2005 seluas 7,574.27 Ha (81.67 %). Hal ini menandakan bahwa kerapatan penutupan tajuk pohon atau kondisi vegetasi pada kawasan lindung di luar hutan lindung tergolong masih baik. Semakin baik kelas penutupan lahan mengindikasikan bahwa tingkat kekritisan lahan mendekati kelas tidak kritis atau sebaliknya semakin buruk kelas penutupan lahan maka tingkat kekritisan lahan berada pada kriteria kritis maupun sangat kritis. Parameter selanjutnya untuk identifikasi lahan kritis pada kawasan lindung di luar hutan lindung adalah kemiringan lereng, Data ini juga berasal dari data sekunder (Dinas Hutbun Kab. Sumedang). Adapun parameter kemiringan lereng pada kawasan ini (Lampiran 10) terdiri dari 5 (lima) kelas yaitu kelas datar (kemiringan lereng < 8 %), landai (8 – 15 %), agak curam (15 – 25 %), curam (25 – 40 %) serta kelas sangat curam (>40 %). Dari hasil analisis data didapat kelas kemiringan lereng seperti yang tersaji pada Tabel 26. Tabel 26. Kelas dan Luas Kemiringan Lereng pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang No. 1 2 3 4 5
Kelas Kemiringan Lereng Luas (Ha) Datar (<8%) 147.18 Landai ( 8 – 15 % ) 73.63 Agak Curam ( 15 – 25 % ) 1,316.85 Curam ( 25 – 40 % ) 1,722.91 Sangat Curam ( >40 % ) 6,013.20 Jumlah 9,273.78 Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang
Persentase (%) 1.59 0.79 14.20 18.58 64.84 100.00
Pada Tabel 26 dapat diuraikan bahwa parameter kemiringan lereng dari kelas agak curam, curam dan sangat curam dengan kemiringan lebih dari 15 % pada kawasan ini seluas 9,052.96 Ha (97.62 %) dan kemiringan lereng kurang dari 15 % seluas 220.82 Ha (2.38%). Kelas kemiringan lereng pada kawasan ini didominasi oleh kelas agak curam sampai dengan sangat curam. Hal ini mengindikasikan bahwa di kawasan ini nilai yang diperoleh dalam skoring penentuan tingkat kekritisan lahan cukup rendah sehingga lahan cenderung semakin kritis.
58 Parameter berikutnya adalah tingkat bahaya erosi (Lampiran 11) yang juga diambil dari data sekunder (Dinas Hutbun Kab. Sumedang) dan parameter ini terbagi kedalam 5 (lima) kelas yaitu sangat rigan, ringan, sedang, berat dan sangat berat. dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Kelas dan Luas Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang No. 1 2 3 4 5
Kelas Tingkat Bahaya Erosi Luas (Ha) Sangat Ringan 90.36 Ringan 359.56 Sedang 248.88 Berat 518.02 Sangat Berat 8,056.95 Jumlah 9,273.78 Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang
Persentase (%) 0.97 3.88 2.68 5.59 86.88 100.00
Berdasarkan pada Tabel 27, maka untuk kawasan ini luas lahan yang mempunyai kelas TBE sangat berat seluas 8,056.95 Ha atau 86.88 % dari luas kawasan lindung di luar hutan lindung. Hal ini menandakan bahwa tingkat kekritisan lahan cenderung masuk ke kelas kritis sampai sangat kritis (nilai skor tinggi). Parameter yang terakhir adalah manajemen lahan yang berasal dari data sekunder (Lampiran 12). Penilaian manajemen lahan pada kawasan ini berdasarkan pada penerapan teknologi konservasi tanah yang dilakukan secara lengkap atau tidak. Hasil klasifikasinya dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Kelas dan Luas Manajemen Lahan pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang No. 1 2 3
Kelas Manajemen lahan Luas (Ha) Baik 9,273.78 Sedang Buruk Jumlah 9,273.78 Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang
Persentase (%) 100.00 100.00
Berdasarkan Tabel 28, maka pada kawasan lindung di luar hutan lindung hanya terdapat satu kelas manajemen lahan yaitu kelas baik seluas 9,273.78 Ha atau 100 % dari total luas kawasan. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk kawasan ini telah menerapkan kaidah-kaidah teknologi konservasi tanah secara lengkap.
59 Sebagai contoh, pada lahan-lahan dengan kemiringan curam, harus dibangun teras-teras penahan longsoran sehingga dapat mengurangi kerusakan lahan (kritis). Kondisi ini memberikan kontribusi yang baik (memberikan nilai tinggi) untuk penentuan tingkat kekritisan lahan yaitu lahan cenderung tidak kritis. Untuk menentukan tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar hutan lindung berdasarkan total skor yang dapat dilihat pada Tabel 29. Adapun luasan area dari masing-masing kelas tingkat kekritisan lahan tahun 2000 dan 2005 pada kawasan lindung di luar hutan lindung dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 29. Kelas dan Total Skor Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung No. Tingkat Kekritisan Lahan 1 Sangat Kritis 2 Kritis 3 Agak Kritis 4 Potensial Kritis 5 Tidak Kritis Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b
Total Skor 110 – 200 201 – 275 276 – 350 351 – 425 426 – 500
Tabel 30. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 dan 2005 pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang Kelas Tingkat Kekritisan Lahan 1 Sangat Kritis 2 Kritis 3 Agak Kritis 4 Potensial Kritis 5 Tidak Kritis Jumlah Sumber : Hasil Penelitian No
Tahun 2000 Luas (Ha) % 349.16 3.76 1,263.10 13.62 1,244.53 13.42 6,416.99 69.20 9,273.78 100.00
Tahun 2005 Luas (Ha) % 343.91 3.71 1,454.85 15.69 1,376.91 14.85 6,098.10 65.76 9,273.78 100.00
Tingkat kekritisan lahan tahun 2000 (Gambar 11) dan tahun 2005 (Gambar 12) pada kawasan lindung di luar hutan lindung memiliki 4 (empat) kelas tingkat kekritisan lahan disebabkan kelas sangat kritis tidak terdapat pada kawasan ini. Berdasarkan Tabel 30 dapat dijelaskan bahwa kelas tidak kritis di kawasan ini pada dua titik tahun tersebut sangat mendominasi, hal ini ditandai dengan luas kelas lahan tersebut diatas 50 %, yaitu masing-masing seluas 69.20 % (tahun 2000) dan 65.76 % (Tahun 2005) dari luas total kawasan lindung di luar hutan lindung.
60 Adapun deskripsi masing-masing tingkat kekritisan lahan terhadap parameternya disajikan pada Tabel 31 dan 32. Tabel 31. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 terhadap Parameternya pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung No 1.
2.
3.
4.
Parameter / Kelas Penutupan Lahan Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Kemiringan Lereng Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam Tingkat Bahaya Erosi Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat Manajemen Lahan Baik Sedang Buruk
Sangat Kritis
Tingkat Kekritisan Lahan Agak Potensial Kritis Kritis Kritis
Tidak kritis √ √
√
√
√ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√
√
√
√
Sumber : Hasil Penelitian Tabel 32. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 terhadap Parameternya pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung No 1.
2.
Parameter / Kelas Penutupan Lahan Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Kemiringan Lereng Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
Sangat Kritis
Tingkat Kekritisan Lahan Agak Potensial Kritis Kritis Kritis
√
√
√ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
Tidak kritis √ √
√ √ √ √ √
61 Tabel 31. Lanjutan No 3.
4.
Parameter / Kelas Tingkat Bahaya Erosi Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat Manajemen Lahan Baik Sedang Buruk
Sangat Kritis
Tingkat Kekritisan Lahan Agak Potensial Kritis Kritis Kritis
Tidak kritis
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√
√
√
√
Sumber : Hasil Penelitian
Kawasan Budidaya Pertanian Pada fungsi kawasan budidaya pertanian (Gambar 13), kekritisan lahan dinilai berdasarkan (1) keadaan produktivitas lahan, (2) kemiringan lereng, (3) tingkat bahaya erosi serta (4) manajemen lahan. Untuk kriteria, kelas, dan skor penilaian terhadap tingkat kekritisan lahan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Kriteria Penilaian Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian No. 1
Kriteria (bobot) Produktivitas Lahan (30)
Kelas
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah 2 Kemiringan Lereng (20) Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam 3 Tingkat Bahaya Erosi (20) Sangat Ringan dan Ringan Sedang Berat Sangat berat 4 Manajemen Lahan Baik (30) Sedang Buruk Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b (Modifikasi)
Skor 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 5 3 1
Nilai (skor x bobot) 150 120 90 60 30 100 80 60 40 20 100 80 60 40 150 90 30
62
Gambar 11.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
63
Gambar 12.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
64
Gambar 13. Peta Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang Parameter produktivitas lahan diperoleh dari data sekunder (Dinas Hutbun Kab. Sumedang) yaitu berupa peta produktivitas lahan (Lampiran 13) dalam bentuk peta digital. Berdasarkan hasil pengolahan data spasial dari parameter ini didapat kelas produktivitas lahan yang terdiri dari sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Kelas dan luas produktivitas lahan pada kawasan budidaya pertanian secara rinci dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Kelas dan Luas Produktivitas Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang No. 1 2 3 4 5
Kelas Produktivitas Lahan Luas (Ha) Sangat Tinggi 51,709.20 Tinggi 10,878.96 Sedang 51,416.85 Rendah 14,658.76 Sangat Rendah 9,437.54 Jumlah 138,101.31 Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang
Persentase (%) 37.44 7.88 37.23 10.61 6.83 100.00
Berdasarkan Tabel 34 dapat dijelaskan bahwa kelas produktivitas lahan untuk kelas tinggi dan sangat tinggi seluas 62.588.16 Ha atau sebesar 45.32 % dari luas lahan kawasan. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas lahan di Kabupaten Sumedang masih perlu ditingkatkan karena belum mencapai 50 % atau lebih.
65 Departemen Kehutanan (1998) memaparkan suatu solusi bahwa usahausaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan adalah dengan menggunakan beberapa prinsip yaitu : (1) meningkatkan daya tumbuh dan daya produksi dari jenis tanaman yang dibudidayakan melalui perbaikan sifat pertumbuhan dari varietas jenis tanaman untuk memperleh varietas unggul untuk dibudidayakan secara luas, (2) meningkatkan pemenuhan kebutuhan unsur hara dan air secara optimal, (3) memilih lokasi yang tepat dan mengolah lingkungan yang tepat untuk mendukung pertumbuhan tanaman, (4) mengendalikan jenis tumbuhan dan hama pengganggu dan (5) memanfaatkan secara maksimal biomassa yang dihasilkan oleh jenis tanaman tertentu. Masih rendahnya tingkat produktivitas lahan bisa disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah masalah budidaya tanaman yang belum optimal, atau kondisi lahan yang kurang memadai (kritis). Pada umumnya jika tingkat kekritisan lahan semakin tinggi maka produktivitas lahan semakin menurun, dan sebaliknya. Parameter yang kedua yang perlu dinilai adalah kemiringan lereng (Lampiran 14) yang juga diambil dari data sekunder. Kelas dan luas kemiringan lereng pada kawasan budidaya pertanian di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Kelas dan Luas Kemiringan Lereng pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang No. 1 2 3 4 5
Kelas Kemiringan Lereng Luas (Ha) Datar (<8%) 43,767.34 Landai ( 8 – 15 % ) 11,925.89 Agak Curam ( 15 – 25 % ) 43,965.92 Curam ( 25 – 40 % ) 16,219.79 Sangat Curam ( >40 % ) 22,222.36 Jumlah 138,101.31 Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang
Persentase (%) 31.69 8.64 31.84 11.74 16.09 100.00
Berdasarkan Tabel 35, terlihat bahwa kemiringan lereng pada kelas agak curam, curam dan sangat curam dengan kemiringan lebih dari 15 % seluas 82,408.07 Ha (59.67%) dan untuk kelas kemiringan lereng kurang dari 15 % seluas 55,693.23 Ha atau 40.33 % dari luas total kawasan budidaya pertanian.
66 Hal ini mengindikasikan bahwa pada kawasan budidaya pertanian kelas lereng agak curam sampai dengan sangat curam memiliki luasan agak tinggi, dibanding kelas lereng landai. Seperti diketahui bahwa semakin curam kelas kemiringan lereng maka akan semakin rendah nilai yang diperoleh dalam skoring penentuan tingkat kekritisan lahan. Dengan demikian lahan di kawasan ini cenderung semakin kritis. Parameter berikutnya yang digunakan untuk identifikasi lahan kritis adalah parameter tingkat bahaya erosi (Lampiran 15). Data dari parameter ini dimbil dari data sekunder dan hasil analisis secara rinci dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Kelas dan Luas Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang No. 1 2 3 4 5
Kelas Tingkat Bahaya Erosi Luas (Ha) Sangat Ringan 27,614.42 Ringan 19,614.36 Sedang 20,995.84 Berat 22,503.31 Sangat Berat 47,373.37 Jumlah 138,101.31 Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang
Persentase (%) 19.99 14.20 15.20 16.30 34.31 100.00
Tabel 36 menunjukkan bahwa setengah luasan kawasan budidaya pertanian didominasi oleh kelas TBE yang tinggi (berat dan sangat berat) yaitu sebesar 69,876.68 Ha atau sebesar 50.61 %. Hal ini menandakan bahwa kedua kelas ini memiliki pengaruh besar terhadap tingkat kekritisan lahan yaitu cenderung mengarah ke kelas kritis sampai sangat kritis. Parameter keempat dalam identifikasi tingkat kekritisan lahan adalah parameter manajemen lahan (Lampiran 16). Parameter ini untuk kawasan budidaya pertanian berbeda dengan kawasan hutan lindung karena parameter ini dinilai berdasarkan aspek penerapan teknologi konservasi tanah. Data untuk parameter ini diambil dari data sekunder, adapun kelas dan luas manajemen lahan pada kawasan budidaya pertanian di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Tabel 37.
67 Tabel 37. Kelas dan Luas Manajemen Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang No. 1 2 3
Kelas Manajemen lahan
Luas (Ha) Baik 138,101.31 Sedang Buruk Jumlah 138,101.31 Sumber : Hasil olahan data Dinas Hutbun Kab. Sumedang
Persentase (%) 100.00 100.00
Berdasarkan Tabel 37 bahwa pada parameter manajemen lahan hanya terdapat satu kelas yaitu kelas baik seluas 138,101.31 Ha atau 100 % dari total luas kawasan budidaya pertanian. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk seluruh kawasan budidaya pertanian di Kabupaten Sumedang telah diterapkan kaidahkaidah teknologi konservasi tanah. Proses analisis spasial untuk identifikasi dan pemetaan tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya pertanian sama dengan pada dua kawasan sebelumnya (hutan lindung dan kawasan lindung di luar hutan lindung) hanya terdapat sedikit perbedaan pada selang total skor pada kelas tingkat kekritisan lahan. Kelas tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya pertanian berdasarkan total skor dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38. Kelas dan Total Skor Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian No. Tingkat Kekritisan Lahan 1 Sangat Kritis 2 Kritis 3 Agak Kritis 4 Potensial Kritis 5 Tidak Kritis Sumber : Departemen Kehutanan, 2003b
Total Skor 115 – 200 201 – 275 276 – 350 351 – 425 426 – 500
Mengacu pada total skor yang didapat dari setiap parameter penilai tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya pertanian, maka hasil analisis luasan untuk masing-masing kelas tingkat kekritisan lahan yang didapat dilihat pada Tabel 39.
68 Tabel 39. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang No. 1 2 3 4 5
Kelas Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Jumlah Sumber : Hasil Penelitian
Luas (Ha) 4,236.45 19,947.02 77,351.10 36,566.75 138,101.31
Persentase %) 3.07 14.44 56.01 26.48 100.00
Tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya pertanian (Gambar 14) memiliki empat kelas tingkat kekritisan lahan disebabkan kelas sangat kritis tidak terdapat pada kawasan ini. Berdasarkan Tabel 39 dapat dijelaskan bahwa kelas potensial kritis di kawasan ini sangat mendominasi, hal ini ditandai dengan luas kelas lahan tersebut diatas 50 %, yaitu seluas 56,01 % dari luas total kawasan budidaya pertanian. Secara rinci deskripsi tingkat kekritisan lahan pada kawasan ini apabila dilihat parameter pembentuknya dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40. Deskripsi Tingkat Kekritisan Lahan terhadap Parameternya pada Kawasan Budidaya Pertanian No 1.
Parameter / Kelas
Produktivitas Lahan Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah 2. Kemiringan Lereng Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam 3. Tingkat Bahaya Erosi Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat 4. Manajemen Lahan Baik Sedang Buruk Sumber : Hasil Penelitian
Sangat Kritis
Tingkat Kekritisan Lahan Agak Potensial Kritis Kritis Kritis
Tidak kritis
√ √
√ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √
√ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√
√
√
√
69
Gambar 14.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang
70 Perkembangan Lahan Kritis Kabupaten Sumedang Pada penelitian ini perkembangan tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Sumedang diperoleh dari perbandingan luasan tingkat kekritisan lahan pada 2 (dua) titik tahun yaitu tahun 2000 dan 2005. Untuk tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang pada titik tahun 2000 (Gambar 15) diperoleh dari penggabungan 3 (tiga) fungsi lahan, yaitu pada kawasan hutan lindung tahun 2000, kawasan lindung di luar hutan lindung tahun 2000, dan kawasan budidaya pertanian. Sedangkan tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang untuk titik tahun 2005 (Gambar 16) diperoleh dari tingkat kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung tahun 2005, kawasan lindung di luar hutan lindung tahun 2005, dan kawasan budidaya pertanian. Kelas dan luasan tingkat kekritisan lahan pada titik tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 41. Sedangkan kelas dan luasan secara rinci dapat dlihat pada Lampiran 17. Tabel 41. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 di Kabupaten Sumedang
No.
1 2 3 4 5
Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis
18.45 1,027.22 2,815.90 968.56 14.79
Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung (Ha) 349.16 1,263.10 1,244.53 6,416.99
Jumlah
4,844.92
9,273.78
Kelas Tingkat Kekritisan Lahan
Kawasan Hutan Lindung (Ha)
Kawasan Budidaya Pertanian (Ha)
Jumlah (Ha)
4,213.31 19,811.26 77,236.06 36,840.69
18.45 5,589.68 23,890.25 79,449.14 43,272.47
0.01 3.67 15.69 52.19 28.43
138,101.31
152,220.00
100.00
Persentase (%)
Sumber : Hasil Penelitian Kelas dan luasan tingkat kekritisan lahan pada titik tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 42 sedangkan kelas dan luasan yang rinci dapat dlihat pada Lampiran 18.
71 Tabel 42. Kelas dan Luas Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 di Kabupaten Sumedang
No
1 2 3 4 5
Kelas Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Jumlah
21.74 1,121.29 2,630.29
Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung (Ha) 343.91 1,454.85
1,054.48 17.12 4,844.92
1,376.91 6,098.10 9,273.78
Kawasan Hutan Lindung (Ha)
Kawasan Budidaya Pertanian (Ha)
Jumlah (Ha)
4,236.45 19,947.02
21.74 5,701.65 24,032.15
0.01 3.75 15.79
77,351.10 36,566.75 138,101.31
79,782.49 42,681.96 152,220.00
52.41 28.04 100.00
Persentase (%)
Sumber : Hasil Penelitian Berdasarkan hasil olahan Tabel 41 dan 42 diperoleh data perkembangan tingkat kekritisan lahan pada tahun 2000 dan 2005 seperti yang tertuang pada Tabel 43. Tabel 43. Perkembangan Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang pada Tahun 2000 dan 2005 No. 1 2 3 4 5
Kelas Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Jumlah
Tahun 2000 (Ha) 18.45 5,589.68 23,890.25 79,449.14 43,272.47
Tahun 2005 (Ha) 21.74 5,701.65 24,032.15 79,782.49 42,681.96
152,220.00
152,220.00
Selisih (Ha) (+/-) 3.29 (+) 111.97 (+) 141.90 (+) 333.35 (+) 590.51 (-) 0.00
Sumber : Hasil Olahan dari Tabel 41 dan 42 Secara umum pada semua kelas tingkat kekritisan lahan dari tahun 2000 sampai 2005 (Tabel 43) mengalami kenaikan yaitu pada kelas sangat kritis tahun 2000 seluas 18.45 Ha menjadi 21.74 Ha pada tahun 2005 atau mengalami kenaikan 3.29 Ha. Kelas kritis 5,589.68 Ha menjadi 5,701.65 Ha, agak kritis 23,890.25 Ha menjadi 24,032.15 Ha, potensial kritis dari 79,449.14 Ha menjadi 79,782.49 Ha, adapun kelas tidak kritis mengalami penurunan seluas 590.51 Ha yaitu dari 43,272.47 Ha pada tahun 2000 menjadi 42,681.96 Ha pada tahun 2005.
72
Gambar 15.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2000 di Kabupaten Sumedang
73
Gambar 16.
Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2005 di Kabupaten Sumedang
74 Adanya penambahan luasan pada setiap kelas tingkat kekritisan lahan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sangat mungkin disebabkan oleh adanya kegiatan yang secara langsung menyebabkan rusaknya daya dukung tanah/lahan, antara lain oleh pemanfaatan lereng bukit yang tidak sesuai dengan kemampuan peruntukannya, untuk lahan pertanian yang tidak menerapkan intensifikasi dan diversifikasi pertanian, bahkan tidak sedikit yang berubah fungsi menjadi areal permukiman. Melihat pola perubahan atau perkembangan tingkat kekritisan lahan seperti tersebut diatas, maka untuk menjaga kelestarian lingkungan sangat diperlukan suatu upaya penanganan lahan kritis. Adapun upaya penanganan untuk menurunkan tingkat kekritisan lahan pada setiap kawasan daerah penelitian adalah dengan cara penanganan langsung untuk memperbaiki kondisi yang lahan yang sudah kritis dan sekaligus mencegah terulangnya kembali kerusakan lahan di masa yang akan datang, diantaranya dengan kegiatan rehabilitasi hutan dan konservasi tanah / lahan, reboisasi hutan rakyat dan kebun rakyat, peningkatan pengelolaan kawasan lindung dan konservasi, pengendalian kebakaran hutan, perlindungan hutan dari pencurian hasil hutan, perambahan hutan dan okupasi liar. Dan hal terpenting untuk menurunkan tingkat kekritisan lahan adalah dengan memberikan pengertian dan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga sumberdaya alam sehingga masyarakat dapat memahami jika mereka melakukan perusakan lahan sama artinya dengan menghilangkan masa depan mereka sendiri. Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap Tingkat Kekritisan Lahan di Kabupaten Sumedang Lokasi kegiatan GERHAN berdasarkan wilayah kecamatan di Kabupaten Sumedang tahun 2003 sampai dengan 2005 disajikan pada Tabel 44 seperti terlihat pada Gambar 17, sedangkan uraian secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 19 untuk tahun 2003, Lampiran 21 tahun 2004 dan Lampiran 23 untuk tahun 2005. Adapun peta kegiatan GERHAN yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sumedang untuk setiap tahunnya dapat dilihat pada Lampiran 20, 22, dan 24.
75
Gambar 17. Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2003 – 2005 Kabupaten Sumedang Tabel 44. Luasan Kegiatan Gerhan Tahun 2003 s.d 2005 di Kabupaten Sumedang berdasarkan Wilayah Kecamatan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kecamatan Tahun 2003 (Ha) Tahun 2004 (Ha) Tanjungsari 32 150 Pamulihan 115 120 Rancakalong 60 130 Sumedang Selatan 140 150 Ganeas 105 73 Sumedang Utara 200 30 Cimalaka 165 147 Paseh 64 25 Cisarua 27 20 Situraja 70 120 Cisitu 185 173 Tomo 124 94 Darmaraja 165 166 Cibugel 185 250 Wado 161 245 Jatinunggal 170 115 Jatigede 317 237 Conggeang 75 195 Ujungjaya 65 60 Buahdua 95 275 Tanjungkerta 70 200 Tanjungmedar 75 130 Surian 75 95 Jumlah 2,740 3,200 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Sumedang, 2006
Tahun 2005 (Ha) 115 55 75 185 35 45 10 74 92 70 28 100 95 141 195 140 170 85 325 170 2,185
76 Hasil pengolahan data yang diperoleh dari analisis spasial, yaitu kaitan masing-masing lokasi kegiatan GERHAN tahun 2003 s.d 2005 terhadap tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Sumedang disajikan pada Tabel 45 dan dapat dilihat pada Gambar 18, sedangkan uraian rinci dapat dilihat pada Lampiran 25 – 27. Tabel 45. Rekapitulasi Sebaran Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2003 s.d 2005 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan di Kabupaten Sumedang No.
Tahun
Sangat Kritis 1 2003 2 2004 3 2005 Jumlah Sumber : Hasil Penelitian
Kelas Tingkat Kekritisan Lahan Agak Potensial Kritis Kritis kritis 5 18 61 4 28 81 3 14 50 12 60 192
Tidak Kritis 32 31 25 88
Jumlah 116 144 92 352
Berdasarkan Tabel 45 terlihat bahwa sebaran lokasi kegiatan GERHAN pada kelas potensial kritis sampai dengan kritis sebanyak 264 lokasi atau sebesar 75 % dari jumlah total lokasi kegiatan GERHAN dan 88 lokasi atau besar 25 % pada kelas tidak kritis, hal ini menunjukkan bahwa perencanaan yang dilakukan instansi terkait terhadap sasaran lokasi belum maksimal. Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan, antara lain memaksimalkan perencanaan terhadap sasaran lokasi kegiatan, sehingga sosialisasi rancangan kegiatan kepada kelompok tani dapat dilaksanakan lebih awal. Pembentukan dan pelatihan kelompok tani dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga pemahaman terhadap kegiatan GERHAN akan menjadi lebih baik. Untuk mengetahui alasan lebih rinci diperlukan penelitian lanjutan untuk identifikasi lahan kritis dengan menggunakan data primer agar hasil yang ingin dicapai dapat lebih maksimal.
77
Gambar 18.
Peta Posisi Lokasi Kegiatan GERHAN terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang
78 Sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder didapat luasan masingmasing kawasan Rencana Pola Tata Ruang di Kabupaten Sumedang seperti yang disajikan pada Tabel 46. Tabel 46. Luas Kawasan pada Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang No
Kawasan Kawasan Lindung 1 Hutan Lindung 2 Cagar Alam 3 Suaka Margasatwa 4 Taman Wisata Alam Kawasan Budidaya 1 Hutan Produksi 2 Hutan Produksi Terbatas 3 Kawasan dan Zona Industri 4 Lahan basah ( padi sawah), peternakan, perikanan 5 Lahan kering dataran rendah 6 Pemukiman 7 Tanaman tahunan / Perkebunan dataran tinggi 8 Tanaman tahunan/Perkebunan dataran rendah Areal Penggunaan Lain Jumlah Sumber : Hasil Olahan data Bappeda Kab. Sumedang
Luas (Ha)
Persentase (%)
4,844.92 137.24 8,100.76 1,035.78
3.18 0.09 5.32 0.68
23,006.35 7,092.96 370.39 13,696.06 36.12 4,766.49 132.87 37,572.02 51,428.03 152,220.00
15.11 4.66 0.24 9.00 0.02 3.13 0.09 24.68 33.79 100.00
Tabel 46 menyebutkan bahwa rencana pola tata ruang (Gambar 19) untuk kawasan lindung terdiri dari kawasan hutan lindung seluas 4,844.92 Ha, kawasan cagar alam seluas 137.24 Ha, kawasan suaka margasatwa 8,100.76 Ha serta taman wisata alam seluas 1,035.78 Ha. Sedangkan rencana pola tata ruang untuk kawasan budidaya adalah kawasan hutan produksi seluas 23,006.35 Ha, kawasan hutan produksi terbatas 7,092.96 Ha, kawasan dan zona industri seluas 370.39 Ha, kegiatan pertanian lahan basah (padi sawah), peternakan, perikanan seluas 13,696.06 Ha, kegiatan pertanian lahan kering dataran rendah 36.12 Ha, kawasan permukiman 4,766.49 Ha, kegiatan tanaman tahunan / perkebunan dataran tinggi 132.87 Ha, kegiatan tanaman tahunan / perkebunan dataran rendah seluas 37,572.02 Ha. Disamping
itu
juga terdapat kawasan areal
penggunaan lain seluas 51,428.03 Ha pada kawasan lindung dan budidaya yang meliputi kawasan sempadan sungai, resapan air, kawasan rawan bencana, kawasan pariwisata serta kawasan pendidikan tinggi. Secara rinci luasan pola tata ruang Kabupaten Sumedang per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 28.
79
Gambar 19.
Peta Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang
80 Sebaran posisi dan luasan setiap kawasan pada rencana pola tata ruang Kabupaten Sumedang terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang diuraikan pada Tabel 47 dan dapat dilihat pada Gambar 20. Adapun sebaran rencana pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang per kecamatan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 29. Tabel 47. Posisi Rencana Pola Penataan Ruang terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang No 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8
Kawasan Kawasan Lindung Hutan Lindung Cagar Alam Suaka Margasatwa Taman Wisata Alam Kawasan Budidaya Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas Kawasan dan Zona Industri Lahan basah ( padi sawah), peternakan, perikanan Lahan kering dataran rendah Pemukiman Tanaman tahunan /Perkebunan dataran tinggi Tanaman tahunan/Perkebunan dataran rendah Areal Penggunaan Lain Jumlah
Sangat Kritis
Tingkat Kekritisan Lahan (Ha) Agak Potensial Kritis Kritis Kritis
Tidak Kritis
Jumlah
18.45 -
1,027.22 349.16 -
2,815.90 67.62 914.18 281.30
968.56 12.65 1,172.59 59.28
14.79 56.97 5,664.82 695.20
4,844.92 137.24 8,100.76 1,035.78
-
598.06 1,775.65 -
5,321.31 979.87 5.47
12,342.92 3,644.55 52.84
4,744.06 692.89 312.08
23,006.35 7,092.96 370.39
-
1.25
1,656.12 19.73 255.05
5,868.44 16.39 1,513.97
6,171.50 2,996.22
13,696.06 36.12 4,766.49
-
6.71
82.12
36.47
7.57
4,766.49
18.45
1,306.90 524.74 5,589.68
5,985.59 5,505.99 23,890.25
20,114.71 33,645.76 79,449.14
10,164.82 11,751.54 43,272.47
37,572.02 51,428.03 152.220.00
Sumber : Hasil Penelitian
Pada penelitian ini perlu dijelaskan posisi RTRW Kabupaten Sumedang untuk rencana pola tata ruang Kabupaten Sumedang dalam kaitannya dengan tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Berdasarkan Tabel 47 tampak bahwa hampir semua kawasan pada rencana pola tata ruang berada pada posisi sangat kritis sampai dengan tidak kritis kecuali pada kawasan budidaya yaitu pada kawasan lahan kering dataran rendah pada posisi agak kritis dan potensial kritis. Melihat kondisi seperti ini perlu arahan atau strategi terhadap rencana pola tata ruang di Kabupaten Sumedang untuk mempertahankan keberadaan kawasan lindung dengan langkah-langkah sebagai berikut : • Mempertahankan areal kawasan lindung yang ada saat ini • Pengembangan kawasan penyangga di sekitar hutan lindung dalam rangka pengendalian kawasan lindung
81 • Membuat kebijakan alih fungsi kawasan hutan produksi yang berdekatan kawasan lindung menjadi kawasan lindung. • Menetapkan kawasan berfungsi lindung yang juga mencakup perlindungan terhadap kawasan rawan bencana dan kawasan lindung setempat Sedangkan arahan atau strategi penetapan kawasan budidaya adalah sebagai berikut : • Diarahkan untuk mengakomodasi kegiatan budidaya secara optimal untuk meningkatkan produktivitas secara maksimal. • Pengembangan kawasan perdesaan (budidaya pertanian) untuk kawasan tanaman lahan basah, tanaman lahan kering, tanaman tahunan, serta kawasan perkotaan (budidaya non pertanian) seperti permukiman, industri, pariwisata dan kawasan pendidikan. • Pengembangan potensi sumberdaya bagi pemanfaatan kepentingan produksi maupun pemenuhan kebutuhan penduduk secara optimal.
82
Gambar 20.
Peta Rencana Pola Tata Ruang terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Identifikasi dan pemetaan perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang antara tahun 2000 dan 2005 secara umum pada semua kelas mengalami kenaikan yaitu kelas sangat kritis bertambah 3.29 Ha, kritis bertambah 111.97 Ha, agak kritis bertambah 141.90 Ha, potensial kritis bertambah 333.35 Ha serta kelas tidak kritis berkurang 590.51 Ha. Dengan demikian, adanya penambahan luasan pada setiap kelas tingkat kekritisan lahan dalam kurun waktu tersebut sangat mungkin disebabkan oleh kegiatan pemanfaatan lereng bukit yang tidak sesuai dengan kemampuan peruntukannya, serta pengelolaan lahan pertanian yang tidak menerapkan intensifikasi dan diversifikasi pertanian.
2.
Untuk kajian sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Sumedang terlihat bahwa sebaran lokasi kegiatan GERHAN pada kelas potensial kritis sampai dengan kritis sebanyak 264 lokasi atau sebesar 75 % dari jumlah total lokasi kegiatan GERHAN dan 88 lokasi (25 %) pada kelas tidak kritis. Sebaran lokasi kegiatan GERHAN yang berada pada posisi tidak kritis mengindikasikan bahwa kegiatan perencanaan yang dilakukan instansi terkait terhadap sasaran lokasi belum maksimal. Untuk itu upaya yang harus dilakukan adalah memaksimalkan perencanaan terhadap sasaran lokasi kegiatan, melalui pelaksanaan sosialisasi rancangan kegiatan kepada kelompok tani dapat dilakukan lebih awal, serta pembentukan dan pelatihan kelompok tani dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga pemahaman terhadap kegiatan GERHAN akan menjadi lebih baik.
3.
Pada kajian sebaran Rencana Pola Tata Ruang terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang, bahwa hampir semua kawasan pada rencana pola tata ruang berada pada posisi sangat kritis sampai dengan tidak kritis kecuali pada kawasan budidaya yaitu pada kawasan lahan kering dataran
84 rendah pada kelas agak kritis dan potensial kritis. Untuk itu diperlukan suatu arahan atau strategi terhadap rencana pola tata ruang Kabupaten Sumedang dengan mempertahankan keberadaan kawasan lindung yang ada saat ini serta mengakomodasi kegiatan budidaya secara optimal untuk memaksimalkan produktivitas lahan pada kawasan budidaya. Saran 1.
Apabila dilihat dari hasil penelitian, perkembangan luasan tingkat kekritisan lahan pada tahun 2000 dan 2005 terlihat adanya kecenderungan meningkat, hal ini diindikasikan bahwa upaya kegiatan rehabilitasi lahan yang telah dilaksanakan belum maksimal, dimungkinkan adanya alih fungsi lahan dari lahan produktif menjadi lahan pemukiman atau menjadi fungsi lainnya yang menyebabkan produktivitas lahan menurun, serta adanya bencana alam longsor yang terjadi di beberapa daerah di Kabupaten Sumedang.
2.
Perlu memaksimalkan perencanaan terhadap sasaran lokasi kegiatan sehingga lokasi kegiatan GERHAN dapat sesuai dengan lokasi tingkat kekritisan lahan yaitu pada kelas potensial kritis sampai dengan sangat kritis.
3.
Perlu dilakukan segera untuk mengurangi luasan lahan kritis dengan usahausaha antara lain meningkatkan kegiatan rehabilitasi lahan agar lebih maksimal terutama difokuskan pada lahan potensial kritis, hal ini dilakukan agar lahan tersebut tidak menjadi kritis maupun sangat kritis, mengurangi kegiatan pembalakan hutan dan lahan baik pada lahan milik negara maupun milik masyarakat, membuat peraturan perundangan yang tegas agar alih fungsi lahan tidak terus terjadi serta untuk mengantisipasi peristiwa bencana alam longsor yang sering terjadi di musim hujan perlu dimaksimalkan upayaupaya pembuatan sipil teknis agar bencana tersebut dapat diminimalisasi.
4.
Perlu penelitian lebih lanjut dalam penentuan tingkat kekritisan lahan dengan menggunakan data primer, agar hasil yang diperoleh merupakan hasil survey dan pengamatan di lapangan sehingga dapat diketahui secara langsung tingkat kualitas data tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press. Barus B dan U.S Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor : Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Departemen Kehutanan. 1997. Kriteria Penetapan Lahan Kritis. Jakarta : Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. Departemen Kehutanan. 1998. Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Nomor : 041/Kpts/V/1998 Tanggal 21 April 1998 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Koservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta : Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2003a. Petunjuk Pelaksanaan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) Tahun 2003. Jakarta : Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2003b. Buku Utama Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) di 29 DAS Prioritas Tahun 2003. Jakarta : Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2003c. Standar dan Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan. http://www.dephut.go.id diakses pada bulan 26 Juni 2007 Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial Nomor : SK.167/V-Set/2004 tanggal 22 September 2004 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. http://www.dephut.go.id diakses pada bulan 26 Juni 2007. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang. 2003. Masterplan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2003-2007. Sumedang : Dishutbun Sumedang. Eswaran, H., R. Lal and P.F. Reich. 2001. Land degradation: an overview. Responses to Land Degradation. Proc. 2nd. International Conference on Land Degradation and Desertification, Khon Kaen, Thailand. Oxford Press, New Delhi, India. FAO. 1997. Soil Degradation in South and Southeast Asia. UNEP-FAO-ISRIC. Netherland. Karmelia, R. 2006. Rehabilitasi Lahan Kritis dengan Pendekatan Ekobisnis di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kurnia U, Sudirman, H Kusnadi H. 2005. Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan Terdegradasi. Bogor : Puslittanak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
86 Lillesand, T.M and Kiefer, R.W. 1987. Remote Sensing and Image Interpretation. Jhon Wiley&Son Inc. New York Notohadiprawiro, T. 2006. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Program Penghijauan. Yogyakarta : Universitas Gajahmada. Pemerintah Kabupaten Sumedang. 2002. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang 2002 – 2012. Sumedang : Pemkab Sumedang. Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2005. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Dana Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis. Bandung : Pemprov Jawa Barat. Puntodewo, A, S. Dewi dan J. Tarigan. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor : CIFOR. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1997. Statistik Sumberdaya Lahan/Tanah Indonesia. Bogor : Puslittanak Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2004. Diktat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Rustiadi, E, S. Saefulhakim dan D.R Panuju. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor : Fakultas Pertanian IPB. Sastrowihardjo, M dan Napitupulu, H. 2001. Kebijakan Pertanahan dan Pembangunan. Jakarta : Pusdiklat BPN. Sitorus, S.R.P. 1989. Survei Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor : Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Undang-undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Wiradisastra, U.S, S. Sastrosumardjo, A. Rambe, S. Sjarif, A. Bey, A. Priyano, E.A. Husaeni, S. Hardjoprajitno, S. Adiwibowo, L.M. Kolopaking, dan S. Hendrakusumaatmaja. 1991. Desain Lahan Kritis Terpadu. Bogor : Proyek Pendayagunaan Lingkungan Pemukiman Transmigrasi di Jakarta Pusat Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor. Zulfikar. 1999. Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk Mengidentifikasi dan Memetakan Lahan Kritis (Studi Kasus pada Lahan Kritis di Sub DAS Bancak Propinsi Jawa Tengah). [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
88 Lampiran 1. Daftar Nama Kecamatan, Jumlah dan Nama Desa di Kabupaten Sumedang No
Kecamatan
Jumlah Desa 12
Nama Desa
1.
Jatinangor
Cikeruh, Hegarmanah, Cibeusi, Cipacing, Sayang, Mekargalih, Cintamulya, Jatimukti, Cisempur, Jatiroke, Cileles, dan Cilayung
2.
Cimanggung
10
Cimanggung, Sindangpakuwon, Tegalmanggung, Sindulang, Sindanggalih, Sawahdadap, Cikahuripan, Sukadana, Mangunarga dan Cihanjuang
3.
Tanjungsari
12
Gudang, Tanjungsari, Jatisari, Margaluyu, Kutamandiri, Margajaya, Raharja, Cijambu, Pasigaran, Gunungmanik, Kadakajaya dan Cinanjung
4.
Sukasari
7
Sukasari, Genteng, Banyuresmi, Nanggerang, Mekarsari, Sindangsari dan Sukarapih
5.
Rancakalong
10
Nagarawangi, Cibunar, Pangadegan, Sukahayu, Sukamaju, Pamekaran, Rancakalong, Sukasirnarasa, Cibungur dan Pasirbiru
6.
Pamulihan
11
Cigendel, Cijeruk, Pamulihan, Haurngombong, Cilembu, Cimarias, Cinanggerang, Mekarbakti, Sukawangi, Ciptasari dan Citali
7.
Sumedang Selatan
12
Pasanggarahan, Kota kulon, Regol wetan, Cipameungpeuk, Sukagalih, Baginda, Cipancar, Citengah, Gunasari, Sukajaya, Margamekar dan Ciherang
8.
Sumedang Utara
13
Kotakaler, Situ, Talun, Padasuka, Mulyasari, Girimukti, Mekarjaya, Margamukti, Sirnamulya, Kebonjati, Jatihurip, Jatimulya dan Rancamulya
89 Lampiran 1. Lanjutan No 9.
Kecamatan Ganeas
Jumlah Desa 7
Nama Desa Ganeas, Dayeuhluhur, Cikoneng, Sukaluyu, Sukawening, Tanjunghurip dan Cikondang
10. Situraja
14
Situraja Utara, Situraja, Mekarmulya, Cikadu, Bangbayang, Kaduwulung, Karangheuleut, Cijeler, Ambit, Jatimekar, Cijati, Wanakerta, Malaka dan Sukatali
11. Cisitu
10
Cisitu, Situmekar, Pajagan, Cigintung, Sundamekar, Linggajaya, Ranjeng, Cilopang, Cimarga dan Cinangsi
12. Darmaraja
15
Darmaraja, Darmajaya, Sukamenak, Leuwihideung, Sukaratu, Cikeusi, Cipeuteuy, Jatibungur, Cieunteung, Karangpakuan, Pakualam, Cibogo, Neglasari, Cipaku danTarunajaya
13. Cibugel
6
Jayamekar, Buanamekar, Cibugel, Sukaraja, Cipasang dan Tamansari
14. Wado
11
Cimungkal, Ganjaresik, Cilengkrang, Cikareo Selatan, Cikareo Utara, Wado, Mulyajaya, Padajaya, Sukajadi, Cisurat dan Sukapura
15. Jatinunggal
9
Sirnasari, Tarikolot, Pawenang, Sarimekar, Banjarsari, Kirisik, Sukamanah, Cipeundeuy dan Cimanintin
16. Jatigede
12
Cijeungjing, Kadujaya, Lebaksiuh, Cintajaya, Cipicung, Mekarasih, Sukakersa, Ciranggem, Cisampih, Jemah, Karedok dan Kadu
17. Tomo
9
Tomo, Tolengas, Damawangi, Marongge, Jembarwangi, Bugel, Cipeles, Karyamukti dan Cicarimanah
18. Ujungjaya
9
Ujungjaya, Palabuan, Palasari, Keboncau, Sakurjaya, Kudangwangi, Sukamulya, Cipelang dan Cibuluh
90 Lampiran 1. Lanjutan No
Kecamatan
19. Conggeang
Jumlah Desa 12
Nama Desa Conggeang kulon, Conggeang wetan, Cipamekar, Cibeureuyeuh, Jambu, Babakan asem, Padaasih, Ungkal, Karanglayung, Cacaban, Narimbang dan Cibubuan
20. Paseh
10
Paseh kidul, Paseh kulon, Legok kidul, Legok kaler, Bongkok, Padanaan, Pasireungit, Cijambe, Haurkuning dan Citepok
21. Cimalaka
14
Cimalaka, Galudra, Cibeureum Kulon, Naluk, Tarunamanggala, Cikole, Nyalindung, Cibeureum Wetan, Mandalaherang, Licin, Citimun, Serang, Padasari dan Cimuja
22. Cisarua
7
Cisarua, Ciuyah, Cimara, Bantarmara, Cipandanwangi, Cisalak dan Kebonkalapa
23. Tanjungkerta
11
Sukamantri, Cipanas, Gunturmekar, Mulyamekar, Banyuasih, Kertamekar, Kertaharja, Cigentur, Tanjungmekar, Tanjungmulya dan Boros
24. Tanjungmedar
8
Cikaramas, Wargaluyu, Jingkang, Kamal, Kertamukti, Tanjungwangi, Sukamukti dan Sukatani
25. Buahdua
13
Buahdua, Hariang, Karangbungur, Mekarmukti, Citaleus, Nagrak, Cibitung, Sekarwangi, Gendereh, Panyindangan, Cilangkap, Bojongloa dan Cikurubuk
26. Surian
5
Wanasari, Wanajaya, Pamekarsari, Tanjung dan Surian
Sumber : RTRW Kabupaten Sumedang, Tahun 2002
91 Lampiran 2. Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
92 Lampiran 3. Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
93 Lampiran 4. Peta Kelas Kemiringan Lereng pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
94 Lampiran 5. Peta Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
95 Lampiran 6. Peta Kelas Manajemen Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
96 Lampiran 7. Contoh Perhitungan Data Tabular Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000
Kelas Kemiringan Lereng
Kelas Tingkat Bahaya Erosi
Sangat Buruk Sangat Buruk Sedang Sedang Sedang Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Sedang Sedang Sedang Sedang Baik Baik Baik Buruk Buruk Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk
Datar Datar Curam Curam Curam Agak Curam Agak Curam Datar Datar Agak Curam Agak Curam Agak Curam Sangat Curam Agak Curam Sangat Curam Sangat Curam Sangat Curam Datar Agak Curam Agak Curam Curam Curam Agak Curam Curam Curam Curam Curam Curam Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Datar Datar Agak Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Datar Datar Datar Datar Datar Agak Curam Agak Curam Curam Agak Curam Agak Curam Sangat Curam Sangat Curam Sangat Curam Sangat Curam Sangat Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Landai Landai Curam Curam Curam Curam Sangat Curam Agak Curam Agak Curam Datar Datar Agak Curam
Sedang Sedang Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sedang Sedang Sangat Berat Sangat Berat Sedang Sangat Berat Sangat Berat Sedang Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Berat Ringan Berat Sedang Sedang Berat Sedang Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sedang Sedang Sedang Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Berat Berat Berat Berat Berat Sangat Berat Sangat Berat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Berat Berat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Berat Sedang Sedang Sangat Berat Sangat Berat Sedang
Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Skoring Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000 50 50 150 150 150 100 100 100 100 100 150 150 150 150 200 200 200 100 100 150 150 150 150 150 200 200 200 200 200 150 150 150 150 150 200 200 200 200 200 150 150 150 150 150 50 50 50 50 50 100 100 100 100 100 50 50 50 50 50 100 100 100 100 100 50 50 50 50 50
Skoring Kelas Kemiring an Lereng
Skoring Kelas Tingkat Bahaya Erosi
Skoring Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan
Skoring Total
Tingkat Kekritisan Lahan
100 100 40 40 40 60 60 100 100 60 60 60 20 60 20 20 20 100 60 60 40 40 60 40 40 40 40 40 40 60 60 60 100 100 60 60 60 60 60 100 100 100 100 100 60 60 40 60 60 20 20 20 20 20 60 60 60 80 80 40 40 40 40 20 60 60 100 100 60
80 80 40 40 40 80 80 40 40 80 40 40 80 40 40 40 40 60 100 60 80 80 60 80 40 40 40 40 40 80 80 80 40 40 40 40 40 40 40 60 60 60 60 60 40 40 60 40 40 40 40 40 40 40 60 60 60 40 40 40 40 40 40 60 80 80 40 40 80
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
280 280 280 280 280 290 290 290 290 290 300 300 300 300 310 310 310 310 310 320 320 320 320 320 330 330 330 330 330 340 340 340 340 340 350 350 350 350 350 360 360 360 360 360 200 200 200 200 200 210 210 210 210 210 220 220 220 220 220 230 230 230 230 230 240 240 240 240 240
Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis
97 Lampiran 7. Lanjutan Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000
Kelas Kemiringan Lereng
Kelas Tingkat Bahaya Erosi
Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan
Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sedang Sedang Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk
Agak Curam Agak Curam Agak Curam Curam Curam Datar Datar Agak Curam Sangat Curam Sangat Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Curam Curam Agak Curam Curam Curam Curam Curam Datar Datar Datar Datar Datar Agak Curam Agak Curam Agak Curam Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Agak Curam Datar Landai Agak Curam Agak Curam Agak Curam Curam Sangat Curam Agak Curam Sangat Curam Sangat Curam Datar Landai Landai Datar Datar Agak Curam Curam Curam Datar Agak Curam Curam Datar Datar Datar Datar Datar Sangat Curam Sangat Curam Sangat Curam Curam Sangat Curam Curam Sangat Curam
Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Berat Berat Berat Berat Ringan Sangat Berat Sangat Berat Berat Berat Berat Sedang Sedang Berat Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Ringan Sedang Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Ringan Berat Sedang Sangat Ringan Sangat Ringan Berat Sedang Ringan Berat Ringan Sangat Ringan Sedang Ringan Sangat Ringan Sedang Sedang Sedang Ringan Sangat Ringan Sangat Berat Sedang Sangat Ringan Ringan Sangat Ringan Sangat Ringan Ringan Sangat Ringan Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sangat Berat Berat Sangat Berat Berat
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Skoring Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000 100 100 100 100 100 50 50 50 150 150 100 100 100 100 100 200 200 200 200 200 150 150 150 150 150 200 200 200 200 200 250 250 250 250 250 200 200 200 200 200 250 250 250 250 250 250 200 200 200 200 200 250 250 250 250 250 250 200 200 200 200 200 50 50 50 50 50 50 50
Skoring Kelas Kemiringan Lereng 60 60 60 40 40 100 100 60 20 20 60 60 60 40 40 60 40 40 40 40 100 100 100 100 100 60 60 60 40 60 60 60 60 60 60 60 100 80 60 60 60 40 20 60 20 20 100 80 80 100 100 60 40 40 100 60 40 100 100 100 100 100 20 20 20 40 20 40 20
Skoring Kelas Tingkat Bahaya Erosi 40 40 40 60 60 60 60 100 40 40 60 60 60 80 80 60 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 100 80 40 40 40 40 40 100 60 80 100 100 60 80 100 60 100 100 80 100 100 80 80 80 100 100 40 80 100 100 100 100 100 100 40 40 40 40 60 40 60
Skoring Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Skoring Total
Tingkat Kekritisan Lahan
250 250 250 250 250 260 260 260 260 260 270 270 270 270 270 370 370 370 370 370 380 380 380 380 380 390 390 390 390 390 400 400 400 400 400 410 410 410 410 410 420 420 420 420 420 420 430 430 430 430 430 440 440 440 440 440 440 450 450 450 450 450 160 160 160 180 180 180 180
Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Sangat Kritis Sangat Kritis Sangat Kritis Sangat Kritis Sangat Kritis Sangat Kritis Sangat Kritis
98 Lampiran 7. Lanjutan Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000
Kelas Kemiringan Lereng
Kelas Tingkat Bahaya Erosi
Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
Agak Curam Datar Datar Agak Curam Agak Curam Datar Agak Curam Agak Curam Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar
Ringan Berat Berat Sangat Ringan Ringan Berat Ringan Sangat Ringan Sedang Sedang Sedang Sedang Ringan Ringan Ringan Sangat Ringan Ringan Sangat Ringan
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Keterangan : 120 – 180 181 – 270 271 – 360 361 – 450 451 – 500
= = = = =
Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis
Skoring Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250
Skoring Kelas Kemiringan Lereng
Skoring Kelas Tingkat Bahaya Erosi
Skoring Kelas Manajemen Pengelolaan Lahan
Skoring Total
Tingkat Kekritisan Lahan
60 100 100 60 60 100 60 60 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
100 60 60 100 100 60 100 100 80 80 80 80 100 100 100 100 100 100
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
460 460 460 460 460 460 460 460 480 480 480 480 500 500 500 500 500 500
Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis
99 Lampiran 8. Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2000 pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
100 Lampiran 9. Peta Kelas Penutupan Lahan Tahun 2005 pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
101 Lampiran 10. Peta Kelas Kemiringan Lereng pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
102 Lampiran 11. Peta Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
103 Lampiran 12. Peta Kelas Manajemen Lahan pada Kawasan Lindung di luar Hutan Lindung Kabupaten Sumedang
104 Lampiran 13. Peta Kelas Produktivitas Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang
105 Lampiran 14. Peta Kelas Kemiringan Lereng pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang
106 Lampiran 15. Peta Tingkat Bahaya Erosi pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang
107 Lampiran 16. Peta Kelas Manajemen Lahan pada Kawasan Budidaya Pertanian Kabupaten Sumedang
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122 Lampiran 19. Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2003 di Kabupaten Sumedang Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan No 1
Kecamatan Tanjungsari Jumlah
2
Pamulihan
Jumlah 3
Rancakalong Jumlah
4
Sumedang Selatan
Jumlah 5
Ganeas
Jumlah 6
Sumedang Utara
Jumlah
Desa / Kelurahan 1 Gunungmanik 2 Gunungmanik
Lembang Ranjeng
3 4 5 6
Cikohkol Sekepaku Renggong Situhiang
Cigendel Haurngombong Cijeruk Pamulihan
7 Pamekaran 8 Cibunar
Blok
Cigadog Panglaksaan
Luas (Ha) 18 14 32 30 35 25 25 115 30 30 60
9 10 11 12 13 14 15
Gunasari Sukajaya Citengah Ciherang Margamekar Cipameungpeuk Pasanggrahan
Ciawi Bagogog Kukulu Cileungsing Leuweungkadu Pasirpogor Leles Ps. Peuti
10 25 25 20 10 20 30 140
16 17 18 19
Cikondang Cikoneng Dayeuhluhur Sukaluyu
Batugara Ciceri Mengger Cipendok
25 25 30 25 105
20 21 22 23 24 25 26 27
Girimukti Sirnamulya Mekarjaya Jatihurip Jatimulya Rancamulya Mulyasari Kebonjati
Binong Pangangonan Pasir Malaka Sindangrendah Lw. Tiis Pangadegan Pasir Eurih Gn. Ajag
20 25 30 25 30 25 25 20 200
123 Lampiran 19. Lanjutan No 7
Kecamatan Cimalaka
Jumlah 8
Paseh
Jumlah 9
Cisarua Jumlah
10
Situraja Jumlah
11
Cisitu
Jumlah 12
Tomo
Jumlah
Desa / Kelurahan
Blok
Luas (Ha) 20 25 25 25 20 25 25 165
28 29 30 31 32 33 34
Cibeureumwetan
Galudra Tarunamanggala Cibeureumkulon Licin Cikole Nyalindung
Tegalpanjang Ps. Peundeuy Lw. Tiis Pasir Pasirkasur Pasirbunut Pasirkolot
35 36 37 38 39 40
Padanaan Legok Kaler Paseh kaler Bongkok Haurkuning Citepok
Sukamaju Cicaruy Dangdeur Pasirbadak Psr. Jati Momongor
16 9 9 9 11 10 64
41 Cisarua 42 Kebonkalapa 43 Cisalak
Ciwaru kidul Pangangonan Angkeub
15 7 5 27
44 Bangbayang 45 Malaka 46 Wanakerta
Sadarayna Pangangonan Pangangonan
20 25 25 70
47 48 49 50 51 52 53
Sundamekar Linggajaya Cilopang Pajagan Cigintung Cisitu Situmekar
Pangangonan Cijeunjing Jamibaki Kokoncong Cirayap Pasirlaja Pangangonan
20 35 35 20 30 25 20 185
54 55 56 57 58 59
Cicarimanah Tomo Tolengas Marongge Jembarwangi Jembarwangi
Pangangonan Ciseupang Situsari Gunungtoge Geger Remaja I Geger Remaja II
25 25 25 24 8 17 124
124 Lampiran 19. Lanjutan No 13
Darmaraja
Jumlah 14
Cibugel
Jumlah 15
Wado
Jumlah 16
60 61 62 63 64 65
Desa / Kelurahan Darmajaya Neglasari Cipeuteuy Sukaratu Karangpakuan Pakualam
Pang. Badak Citatah Cibitung Citalaga Lamping Pasirpeundeuy
66 67 68 69 70 71
Buanamekar Jayamekar Tamansari Sukaraja Cibugel Cipasang
Ngamplang Cikudalabuh Jamilaga Cisetra Carik Cikodek
35 30 25 35 25 35 185
72 73 74 75 76 77 78 79
Cimungkal Ganjaresik Cilengkrang Sukajadi Sukajadi Sukapura Cikareo Selatan Mulyajaya
Jagaloe Sukamaju Galemo Punduk Cae Embah Areng Lamuniser Cibitung Sukahurip
25 25 20 12 19 15 20 25 161
80 81 82 83 84 85 86
Cipeundeuy Sukamanah Sarimekar Tarikolot Sirnasari Cipeundeuy Cimaningtin
Bunisakit Panggang Ketan Menyeti Panganginan Pasir Balok Cidarma Pasir Dongke
20 25 30 20 20 30 25 170
Kecamatan
Jatinunggal
Jumlah
Blok
Luas (Ha) 30 25 30 25 35 20 165
125 Lampiran 19. Lanjutan No 17
Kecamatan Jatigede
Jumlah 18
Conggeang
Jumlah 19
Ujungjaya Jumlah
20
Buahdua
Jumlah 21
Tanjungkerta Jumlah
22
Tanjungmedar
23
Jumlah Surian
87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
Desa / Kelurahan Mekarasih Sukakersa Ciranggem Cisampih Kadujaya Cijeungjing Jemah Cintajaya Kadu Lebaksiuh Cipicung
98 Padaasih
Blok Rangkekerud Cadasngampar Cikandang Cigonggolang Pangangonan Telarkaji Bihbul Kebonseureuh Gunungbatu Kerenceng Batuagung
Luas (Ha) 35 25 35 30 25 20 29 30 33 35 20 317 20
99 Ungkal 100 Cibubuan
Gunung Muncang Cukang akar Lamping Jekul
101 Palabuan 102 Keboncau 103 Cibuluh
Tegalwangon Pasirlebe Pasirbajing
25 15 25 65
104 105 106 107
Cihantu Sudimampir Gentong Medang
25 25 25 20 95
108 Sukamantri 109 Tanjungmekar 110 Gunturmekar
Pasirjeungjing Pondok Sereh Gunungdatar
25 20 25 70
111 Jingkang 112 Kertamukti 113 Tanjungwangi
Cicae Pasir Kolecer Tanjungwangi
114 Wanasari 115 Surian 116 Pamekarsari
Batubelang Caringin Sawah Beura
25 25 25 75 25 25 25 75 2,740
Hariang Citaleus Bojongloa Nagrak
Jumlah Jumlah Total Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang
30 25 75
126 Lampiran 20. Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2003 Kabupaten Sumedang
127 Lampiran 21. Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2004 di Kabupaten Sumedang Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan No 1
Kecamatan Tanjungsari
Jumlah 2
Pamulihan
Jumlah 3
Rancakalong
Jumlah 4
Sumedang Selatan
Jumlah 5
Ganeas
Jumlah 6
Sumedang Utara Jumlah
Desa / Kelurahan
Blok
Luas (Ha) 30 25 25 30 15 25 150
1 2 3 4 5 6
Cijambu Pasigaran Gudang Kadaka Jaya Gunung Manik Marga Jaya
Batu Karut Pasir Datar Lamping
7 8 9 10 11
Pamulihan Citali Cilembu Cimarias Cinanggerang
Cigelang Lebak Cara Ciceuri / Carik Naringgul Cideresik
20 25 25 25 25 120
12 13 14 15 16
Sukasirnarasa Pangadegan Rancakalong Pasirbiru Cibungur
Pangangonan Paku Wangi Pasir Angin Pangawon Pasir Langit
30 25 25 25 25 130
17 18 19 20 21 22 23 24
Baginda Cipancar Cipameungpeuk Margamekar Gunasari Pasangggrahan Suka Jaya Ciherang
Sindangpawon Cisaga Pasir Reungit Nangorak Gunung Gajah Margapala Babalean Sabagi
25 20 15 20 20 20 20 10 150
25 26 27 28
Tanjung Hurip Cikondang Sukawening Ganeas
Cihuni Cigobang Sukawening Cucut
20 20 23 10 73
Gunung Kacapi Kancah Nangkub
10 20
29 Kebon Jati 30 Ranca Mulya
Pasir Peso/Gadog
Kandang Uncal Pagaden
30
128 Lampiran 21. Lanjutan No 7
Kecamatan Cimalaka
Jumlah
Desa / Kelurahan 31 32 33 34 35 36 37
Mandalaherang Naluk Citimun Trunamanggala Cibeureum Wetan Cibeureum Kulon Cikole
Blok Jugul Pasir Lame Pasir Panjang Pasir Malaka Panggangonan Pasir I + II Pasir Sabeulah
Luas (Ha) 25 22 25 15 20 25 15 147
8
Paseh Jumlah
38 Padanaan
Langkap
25 25
9
Cisarua
39 Cisalak 40 Cisarua
Angkeub Cibalamoha
10 10 20
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Cikuya Parigi Jabon Bedang Ciwaru Sartekel Tanggulun Lebak Sirah Lebak Kondang Cioar Kari
Jumlah 10
Conggeang
Jumlah 11
Ujungjaya Jumlah
12
Tomo
Jumlah
Babakan Asem Babakan Asem Karang Layung Karang Layung Conggeang Wetan Cacaban Cipamekar Cibubuan Pada Asih Pada Asih
20 20 30 10 25 25 10 15 20 20 195
51 Sakur Jaya 52 Cibuluh
Pamoyanan Pasir Roda
25 35 60
53 54 55 56 57
Dawuan Limus Nunggal Gunung Toge II Sukajadi
10 28 26 20 10 94
Jembar Wangi Cicarimanah Marongge Tomo Tolengas
Gunung Kancana
129 Lampiran 21. Lanjutan No 13
Kecamatan Jatigede
Jumlah 14
Wado
Jumlah 15
Jatinunggal
Jumlah 16
Darmaraja
Jumlah
Desa / Kelurahan
Blok
Luas (Ha) 25 30 35 37 20 15 15 35 25 237
58 59 60 61 62 63 64 65 66
Ciranggem Cisampih Cijeungjing Cipicung Jemah Jemah Cinta Jaya Lebak Siuh Kadu
Pasir Muncang Pasir Jawer Pasir Panjang Dasi Haruman Cijulang Cigintung Padangdangon Batu Ceuri
67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
Cimungkal Cimungkal Ganjaresik Ganjaresik Mulya Jaya Cilengkrang Sukapura Sukajadi Sukajadi Cikareo Selatan
Pasir Jugul Carik Cangcang Gajah Cibaleker Geger Cabe Legok Emas Pamoyanan Cigadung Sirnagalih Cilandak
30 20 30 30 30 30 20 20 15 20 245
77 78 79 80 81 82 83
Sari Mekar Cipeundeuy Cipeundeuy Sukamanah Cimanintin Cimanintin Tarikolot
Balukbuk Pasir Kala Saradan Dago Legok Jambe Pasir Waru Leuweung Gede
15 25 10 20 10 25 10 115
84 85 86 87 88 89 90 91
Cipeuteuy Negla Sari Suka Ratu Karang Pakuan Karang Pakuan Paku Alam Cikeusi Jati Bungur
Cimanggu Pasir Pogor Pasir Kosambi Pasir Peuteuy Pasir Dengkeng Tegal Tunggul Baru Pasir Pogor
33 21 15 22 20 20 25 10 166
130 Lampiran 21. Lanjutan No 17
Kecamatan Cibugel
Jumlah 18
Situraja
Jumlah 19
Cisitu
Jumlah 20
Tanjungmedar
Jumlah 21
Surian
Jumlah
Desa / Kelurahan 92 93 94 95 96 97 98 99
Blok Barusiki Cibubut
Luas (Ha) 25 20 45 35 40 20 25 40 250
Jaya Mekar Jaya Mekar Buana Mekar Taman Sari Cibugel Sukaraja Sukaraja Cipasang
Cibunar Palasari Pasir Jati
100 101 102 103 104 105 106 107
Situraja Utara Situraja Cijeler Bangbayang Malaka Wana Kerta Wana Kerta Karang Heuleut
Pangangonan Pangangonan Pangangonan Cigalagah Cigembong Pasir Kulon Leuweung Gede Pangangonan
10 10 15 15 20 25 15 10 120
108 109 110 111 112 113 114 115 116
Cimarga Cinangsi Cinangsi Sunda Mekar Situ Mekar Cilopang Cisitu Ranjeng Pajagan
Munggang Gede Gunung Bayu Pangangonan Pasir Laja Cibebet Pasir Buleleng Lebak Huni Karamat Bengkok
20 20 10 20 15 20 20 15 33 173
117 118 119 120 121 122
Cikaramas Kamal Sukatani Sukamukti Kertamukti Tanjung Wangi
Panyingkiran Sawi Caweuy Pasir Angin Manglid Kondang Guriang
25 25 20 20 20 20 130
123 124 125 126
Tanjung Surian Wana Sari Wana Jaya
Ciwado Kepuh Sarwiru Gunung Leutik Cangkudu
30 20 20 25 95
Dayuh Manggung
Pasir Tarasi
Carak Bangkuang
131 Lampiran 21. Lanjutan No 22
Kecamatan Buahdua
Jumlah 23
Tanjungkerta
Jumlah
Desa / Kelurahan
Blok
127 128 129 130 131 132 133 134 135 136
Karang Bungur Mekar Mukti Citaleus Panyindangan Cilangkap Nagrak Cikurubuk Gendereh Bojong Loa Cibitung
Campedak Sudimampir Sentig Sipeureun Aen Sipeureun Jajaway Baru Bantu Nangtung Bunder
137 138 139 140 141
Cipanas Cigentur Guntur Mekar Banyu Asih Mulya Mekar
Gunung Manik Pasir Jaya Tanggulun Sarongge Sirah Cimuncang Tegal Panjang Kadatuan Sinapeul
142 Kerta Harja 143 Boros 144 Tanjung Mulya
Jumlah Total Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang
Luas (Ha) 35 20 30 30 20 35 25 30 30 20 275 20 25 25 25 30 20 25 30 200 3.200
132 Lampiran 22. Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2004 Kabupaten Sumedang
133 Lampiran 23. Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2005 di Kabupaten Sumedang Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan No 1
Kecamatan Tanjungsari
Jumlah 2
Pamulihan Jumlah
3
Rancakalong Jumlah
4
Sumedang Selatan
Jumlah
Desa / Kelurahan 1 2 3 4
Cijambu Cijambu Pasigaran Gunungmanik
Blok Jaganala Gombong Pasir Salam Cikondang
Luas (Ha) 35 35 25 20 115
5 Cijeruk 6 Haurngombong
Pila Pangaseran
30 25 55
7 Sukamaju 8 Nagarawangi 9 Sukahayu
Pasirwangi Cikujang Gununggahung
25 25 25 75
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pasanggrahan Ciherang Ciherang Gunasari Gunasari Margamekar Margamekar Baginda Cipancar Citengah Sukajaya
Kareumbi Dangdeur Pojok Kebunteh Calingcing Leles Pasirpandita Dsn Kolot Tegalpanjang Tegalpanjang Toga
20 10 15 20 10 15 25 20 15 10 25 185
5
Ganeas Jumlah
21 Sukawening
Kosambi
35 35
6
Cimalaka
22 Cikole 23 Cibeureum Wetan
Ciater Pangangonan
20 25 45
24 Cisalak
Marasa
10 10
Jumlah 7
Cisarua Jumlah
134 Lampiran 23. Lanjutan No 8
Kecamatan Conggeang
Jumlah 9
Ujungjaya
Jumlah 10
Tomo Jumlah
11
Jatigede
Jumlah 12
Wado
Jumlah 13
Cibugel Jumlah
14
Darmaraja Jumlah
Desa / Kelurahan
Blok
25 26 27 28 29 30 31 32
Conggeang Wetan Cacaban Ungkal Babakan Asem Padaasih Karanglayung Cibubuan Conggeang Kulon
Jati Cijambe Depok Kandangasih Pasirpereng Datarasem Pasirluhur Haurgeulis
33 34 35 36 37 38
Cibuluh Cibuluh Cibuluh Cibuluh Sakurjaya Palabuan
Cisaar Cipeuteuy Pande Cirangkong Citalok Wanajaya
Luas (Ha) 20 25 30 25 25 20 25 25 195 25 25 25 25 25 15 140
39 Tolengas 40 Darmawangi 41 Tomo
Sukaresmi Legoknangka Sukajadi
20 10 20 70
42 43 44 45 46 47
Cijeungjing Kadujaya Cipicung Jemah Jemah Ciranggem
Pamoyanan Panaekan Pasirgambir Pin Pasirgebang Gununggugur
25 10 25 31 25 25 141
48 49 50 51
Cikareo Selatan Cilengkrang Sukajadi Ganjarresik
Cilandak Cimedanghilir Pasircacing Cimando
20 25 25 25 95
52 Cipasang 53 Jayamekar 54 Sukaraja
Curugpandak Sanding Sawela
55 20 25 100
55 Cikeusi
Pananding
28 28
135 Lampiran 23. Lanjutan No 15
Kecamatan Situraja
Jumlah 16
Cisitu
Jumlah 17
Buahdua
Jumlah 18
Tanjungkerta Jumlah
19
Tanjungmedar
Jumlah
Desa / Kelurahan
Blok
Luas (Ha) 25 15 20 14 74
56 57 58 59
Bangbayang Cikadu Cijeler Cijati
Ciaui Cikadalmeteng Pangangonan Cibalabudan
60 61 62 63
Pajagan Cilopang Sundamekar Cigintung
Jeungjingtujuh Parabon Pasirlaja Cipipisan
64 65 66 67 68 69
Karangbungur Cikurubuk Citaleus Cibitung Panyindangan Gendereh
Citareh Padoman Simpeureum Bunder Simpeureum Gadung
25 30 25 20 35 35 170
70 Tanjungmulya 71 Gunturmekar 72 Boros
Tegalpanjang Banen Bengkung
30 30 25 85
73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
Cisangge Cihideung Ciparang Mareme Sindang Sangkup Kondang Pasirlimus Pasirjangka Pasirtengah Kibun Pangangonan Tanjungmedar
25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 325
Jingkang Jingkang Kamal Sukatani Tanjungwangi Kertamukti Kertamukti Wargaluyu Wargaluyu Sukamukti Sukamukti Cikaramas Cikaramas
20 27 20 25 92
136 Lampiran 23. Lanjutan No 20
Kecamatan Surian
Jumlah
Desa / Kelurahan 86 87 88 89 90 91 92
Wanasari Surian Surian Surian Tanjung Wanasari Pamekarsari
Blok Garogol Sindang Careme Pasirmenur Cipapan Cibuniwangi Pasirsalam
Jumlah Total Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang
Luas (Ha) 25 25 25 25 25 20 25 170 2185
137 Lampiran 24. Peta Lokasi Kegiatan GERHAN Tahun 2005 Kabupaten Sumedang
138 Lampiran 25.
No.
Posisi Lokasi Kegiatan Gerhan Tahun 2003 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang
Nama Kecamatan
1
Buahdua
2
Cibugel
3
Cimalaka
4
Cisarua
5
Cisitu
6
Conggeang
7
Darmaraja
8
Ganeas
9
Jatigede
Nama Desa 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Hariang Bojongloa Citaleus Nagrak Buanamekar Jayamekar Tamansari Sukaraja Cipasang Cibugel Galudra Cibeureum Kulon Cibeureum Wetan Trunamanggala Nyalindung Licin Cikole Kebonkalapa Cisalak Cisarua Situmekar Sundamekar Cisitu Pajagan Cilopang Linggajaya Cigintung Cibubuan Padaasih Ungkal Pakualam Karangpakuan Neglasari Sukaratu Cipeuteuy Darmajaya Dayeuh Luhur Sukaluyu Cikoneng Cikondang Kadu Lebaksiuh Cintajaya Cisampih Kadujaya Cijeungjing Sukakersa Jemah Cipicung Ciranggem Mekarasih
Nama Blok Cihantu Gentong Sudimampir Medang Ngamplang Cikudalabuh Jamilaga Cisetra Cikodek Carik Pasir Peundey Pasir Tegal Panjang Leuweung Tiis Pasir Kolot Pasir Kasur Pasir Bunut Pangangonan Angkeub Ciwaru Kidul Pangangonan Pangangonan Pasir Laja Kokoncong Jamibaki Cijeungjing Cirayap Lamping Jekul Gunung Muncang Cukang Akar Pasir Peundeuy Lamping Citatah Citalaga Cibitung Pasir Badak Mengger Cipendok Ciceuri Batugara Gunungbatu Kerenceng Kebon Seureuh Cigonggolang Pangangonan Telar Kaji Cadasngampar Bihbul Batu Agung Cikandang Rangkekerud
Posisi Lokasi Pada Peta Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis Tidak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Kritis Kritis Agak Kritis Kritis Agak Kritis Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis
139 Lampiran 25. Lanjutan No.
Nama Kecamatan
10
Jatinunggal
11
Pamulihan
12
Paseh
13
Rancakalong
14
Situraja
15
Sumedang Selatan
16
Sumedang Utara
17
Surian
18
Tanjungkerta
19
Tanjungmedar
20
Tanjungsari
21
Tomo
22
Ujungjaya
Nama Desa 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 1 2 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 1 2 3 4 5 6 1 2 3
Sukamanah Cimanintin Tarikolot Sarimekar Cipeundeuy Cipeundeuy Sirnasari Pamulihan Cijeruk Cigendel Haurgombong Legok Kaler Haurkuning Citepok Padanaan Paseh Kaler Bongkok Cibunar Pamekaran Bangbayang Malaka Wanakerta Margamekar Kel. Pasanggrahan Citengah Kel. Cipameungpeuk Sukajaya Ciherang Gunasari Jatihurip Sirnamulya Mekarjaya Jatimulya Mulyasari Girimukti Rancamulya Kebonjati Pamekarsari Surian Wanasari Gunturmekar Sukamantri Tanjungmekar Kertamukti Wargaluyu Jingkang Gunungmanik Gunungmanik Jembarwangi Marongge Cicarimanah Tomo Tolengas Jembarwangi Palabuan Keboncau Cibuluh
Nama Blok Panggang Ketan Pasir Dongke Panganginan Menyeti Cidarma Bunisakit Pasir Balok Situhiang Renggong Cikohkol Sekepaku Cicaruy Pasir Jati Momongor Sukamaju Dangdeur Pasir Badak Panglaksaan Cigadog Sadarayna Pangangonan Pangangonan Pasir Pogor Pasir Peuti Cilengsing Leles Kukulu Leuweung Kadu Ciawi Bagogog Sindang Rendah Pangangonan Pasir Malaka Leuweung Tiis Pasir Eurih Binong Pangadegan Gunung Ajag Sawah Beura Caringin Batu Belang Gunung Datar Pasir Jeungjing Pondok Sereh Pasir Kolecer Tanjungwangi Cicae Ranjeng Lembang Geger Remaja 2 Gunung Toge Pangangonan Ciseupang Situsari Geger Remaja 1 Tegalwangon Pasir Lebe Pasir Bajing
Posisi Lokasi Pada Peta Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis
140 Lampiran 25. Lanjutan No. 23
Nama Kecamatan Wado
Sumber : Hasil Penelitian
Nama Desa 1 2 3 4 5 6 7 8
Sukapura Ganjarresik Cimungkal Mulyajaya Cilengkrang Sukajadi Cikareo Selatan Sukajadi
Nama Blok Lamuniser Sukamaju Jagaloe Sukahurip Galemo Punduk Cae Cibitung Embah Areng
Posisi Lokasi Pada Peta Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis
141 Lampiran 26.
No.
Posisi Lokasi Gerhan Tahun 2004 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang
Nama Kecamatan
1
Buahdua
2
Cibugel
3
Cimalaka
4
Cisarua
5
Cisitu
6
Conggeang
7
Darmaraja
Nama Desa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8
Cilangkap Cibitung Karangbungur Cikurubuk Mekarmukti Citaleus Panyindangan Bojongloa Nagrak Gendereh Jayamekar Jayamekar Tamansari Buanamekar Sukaraja Cipasang Sukaraja Cibugel Citimun Trunamanggala Cikole Cibeureum Wetan Cibeureum Kulon Mandalaherang Naluk Cisalak Cisarua Cilopang Ranjeng Pajagan Cisitu Situmekar Sundamekar Cinangsi Cinangsi Cimarga Cibubuan Karanglayung Karanglayung Cacaban Conggeang Wetan Babakanasem Padaasih Babakanasem Padaasih Cipamekar Pakualam Karangpakuan Karangpakuan Cikeusi Cipeuteuy Jatibungur Sukaratu Neglasari
Nama Blok Aen Bunder Campedak Jajaway Sudimampir Sentig Simpeureum Batu Nangtung Sipeureun Baru Cibubut Baru Siki Pasir Tarasi Dayeuhmanggung Palasari Pasir Jati Cibunar Carak Bangkuang Pangangonan Pasir Malaka Pasir Sabeulah Pangangonan Pasir 1+2 Jugul Pasir Lame Angkeub Cibalamoha Pasir Buleleng Karamat Bengkok Lebak Huni Cibebet Pasir Laja Pangangonan Gunung Bayu Mungganggede Lebak Kondang Bedang Ciwaru Tanggulun Sartekel Parigi Jabon Kari Cikuya Cioar Lebak Sirah Tegal Tunggul Pasir Peundeuy Pasir Dengkeng Baru Cimanggu Pasir Pogor Kosambi Pasir Pogor
Posisi Lokasi Pada Peta Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Agak Kritis
142 Lampiran 26. Lanjutan No.
Nama Kecamatan
8
Ganeas
9
Jatigede
10
Jatinunggal
11
Pamulihan
12 13
Paseh Rancakalong
14
Situraja
15
Sumedang Selatan
16
Sumedang Utara
17
Surian
Nama Desa 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 1 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 1 2 3 4
Ganeas Sukawening Tanjunghurip Cikondang Cijeungjing Jemah Jemah Cipicung Cintajaya Lebaksiuh Kadu Cisampih Ciranggem Cimanintin Cimanintin Cipeundeuy Sukamanah Cipeundeuy Sarimekar Tarikolot Pamulihan Cimarias Citali Cinanggerang Cilembu Padanaan Sukasirnarasa Cibungur Panadegan Rancakalong Pasirbiru Situraja Wanakerta Wanakerta Karangheuleut Cijeler Malaka Bangbayang Situraja Utara Baginda Ciherang Kel. Cipameungpeuk Margamekar Kel. Pasanggrahan Gunasari Gunasari Sukajaya Kebonjati Rancamulya Surian Wanasari Tanjung Wanajaya
Nama Blok Cucut Sukawening Cihuni Cigobang Pasir Panjang Haruman Cijulang Dasi Cigintung Padangdangon Batuceuri Pasir Jawer Pasir Muncang Legok Jambe Pasir Waru Pasir Kala Dago Saradan Balukbuk Leuweung Gede Cigelang Naringgul Lebak Cara Cideresik Carik Langkap Pangangonan Pasir Langit Paku Wangi Pasir Angin Pangawon Pangangonan Pasir Kulon Leuweung Gede Pangangonan Pangongonan Cigembong Cigalagah Pangangonan Sindang Pawon Sabagi Pasir Reungit Nangorak Margapala Gunung Gajah Cisaga Babalean Gunung Kacapi Kancah Nangkub Kepuh Sarwiru Gunung Leutik Ciwado Cangkudu
Posisi Lokasi Pada Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Kritis Agak Kritis Agak Kritis Kritis Kritis Agak Kritis Agak Kritis Kritis Agak Kritis Agak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis
143 Lampiran 26. Lanjutan No.
Nama Kecamatan
18
Tanjungkerta
19
Tanjungmedar
20
Tanjungsari
21
Tomo
22
Ujungjaya
23
Wado
Sumber : Hasil Penelitian
Nama Desa 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kertaharja Cigentur Tanjungmulya Mulyamekar Boros Cipanas Gunturmekar Banyuasih Kertamukti Cikaramas Sukatani Tanjungwangi Kamal Sukamukti Cijambu Pasigaran Margajaya Gudang Kadakajaya Gunungmanik Tomo Marongge Jembarwangi Tolengas Cicarimanah Cibuluh Sakurjaya Sukapura Cimungkal Cilengkrang Mulyajaya Cikareo Selatan Ganjarresik Sukajadi Ganjarresik Cimungkal Sukajadi
Nama Blok Tegal Panjang Pasir Jaya Sinapeul Sirah Cimuncang Kadatuan Gunung Manik Tanggulun Sarongge Kondang Panyingkiran Pasir Angin Guriang Sawi Cawey Manglid Batu Karut Pasir Datar Pagaden Lamping Pasir Peso Kandang Uncal Sukajadi Gunung Tege Ii Dawuan Gunung Kancana Limusnunggal Pasir Roda Pamoyanan Pamoyanan Pasir Jugul Legok Emas Geger Cabe Cilandak Cangcanggajah Cigadung Cibaleker Carik Sirnagalih
Posisi Lokasi Pada Peta Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Agak Kritis
144 Lampiran 27.
No
Posisi Lokasi Gerhan Tahun 2005 terhadap Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Sumedang
Nama Kecamatan
1
Buahdua
2
Cibugel
3
Cimalaka
4 5
Cisarua Cisitu
6
Conggeang
7 8 9
Darmaraja Ganeas Jatigede
10
Pamulihan
11
Rancakalong
12
Situraja
13
Sumedang Selatan
Nama Desa 1 2 3 4 5 6 1 2 3 1 2 1 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 1 1 1 2 3 4 5 6 1 2 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Citaleus Panyindangan Gendereh Cikurubuk Karangbungur Cibitung Sukaraja Jayamekar Cipasang Cibeureum Wetan Cikole Cisalak Cilopang Sundamekar Pajagan Cigintung Cacaban Cibubuan Padaasih Conggeang Wetan Babakanasem Ungkal Karanglayung Conggeang Kulon Cikeusi Sukawening Jemah Kadujaya Cijeungjing Ciranggem Jemah Cipicung Cijeruk Haurgombong Sukamaju Sukahayu Nagarawangi Cikadu Cijeler Cijati Bangbayang Sukajaya Ciherang Margamekar Gunasari Margamekar Kel. Pasanggrahan Baginda Cipancar Citengah Gunasari Ciherang
Nama Blok Simpeureum Simpeureum Gadung Padoman Citareh Bunder Sawela Sanding Curugpandak Pangangonan Ciater Marasa Parabon Pasir Laja Jeunjing Tujuh Cipipisan Cijambe Pasir Luhur Pasir Pereng Jati Kandangasih Depok Datarasem Haurgeulis Pananding Kosambi Pin Panaekan Pamoyanan Gunung Gugur Pasir Gebang Pasir Gambir Pila Pangaseran Pasir Wangi Gunung Gahung Cikujang Cikadalmeteng Pangangonan Cibalabudan Ciaul Toga Pojok Leles Kebun Teh Pasir Pndita Kareumbi Dusun Kolot Tegal Panjang Tegal Panjang Calincing Dangdeur
Posisi Lokasi Pada Peta Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Kritis Agak Kritis Kritis Agak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis
145 Lampiran 27. Lanjutan No
Nama Kecamatan
14
Surian
15
Tanjungkerta
16
Tanjungmedar
17
Tanjungsari
18
Tomo
19
Ujungjaya
20
Wado
Sumber : Hasil Penelitian
Nama Desa 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4
Surian Pamekarsari Surian Wanajaya Tanjung Wanasari Surian Tanjungmulya Boros Gunturmekar Cikaramas Tanjungwangi Kertamukti Sukamukti Wargaluyu Wargaluyu Sukatani Kertamukti Sukamukti Jingkang Kamal Cikaramas Jingkang Pasigaran Gunungmanik Cijambu Cijambu Tolengas Tomo Darmawangi Cibuluh Palabuan Sukarjaya Cibuluh Cibuluh Cibuluh Cilengkrang Cikareo Selatan Ganjarresik Sukajadi
Nama Blok Sindang Pasir Salam Pasir Menur Garogol Cipapan Cibuniwangi Careme Tegal Panjang Bengkung Banen Tanjungmedar Sindang Sangkup Pasir Tengah Pasir Limus Pasir Jangka Mareme Kondang Kibun Cisangge Ciparang Pangangonan Cihideung Pasir Salam Cikondang Gombong Jaganala Sukaresmi Sukajadi Legok Nangka Pande Wanajaya Citalok Cisaar Cirangkong Cipeuteuy Cimedang Hilir Cilandak Cimando Pasircacing
Posisi Lokasi Pada Peta Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Tidak Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Potensial Kritis Agak Kritis Potensial Kritis
146
147
148
149
150